Uji Potensi Madu PS (Pollen Substitute) Sebagai Penurun Kadar Glukosa Darah Mencit (Mus musculus L.) Jantan Galur DDY yang Diinduksi Aloksan Erwin Hardian1, Nova Anita2, Setiorini3 1 Departemen Biologi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 Departemen Biologi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 3 Departemen Biologi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 [email protected], [email protected], [email protected] 2 Abstrak Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui potensi madu PS (Pollen Substitute) sebagai penurun kadar glukosa darah puasa dan post-prandial mencit (Mus musculus L.) jantan galur DDY. Dua puluh empat ekor mencit jantan dibagi ke dalam 4 kelompok hewan uji, yaitu kelompok kontrol normal (KK1) yang hanya diberikan pakan standar dan akuades, kelompok kontrol perlakuan (KK2) yang diberikan aloksan dan akuades, dan 2 kelompok perlakuan (KP1 dan KP2) yang diberikan aloksan dan madu PS dengan konsentrasi 10% dan 20% selama 14 hari berturut-turut. Pengambilan sampel darah dilakukan pada awal penelitian (t0) dan akhir penelitian (t14). Pengukuran kadar glukosa darah puasa dan post-prandial (2 jam setelah makan) dilakukan dengan menggunakan glukometer. Hasil uji anava satu arah pada akhir penelitian (P < 0,05) menunjukkan adanya pengaruh nyata pemberian madu PS terhadap kadar glukosa darah puasa dan post-prandial semua hewan uji. Hasil uji perbandingan berganda (LSD) (P < 0,05) menunjukkan penurunan kadar glukosa darah pada dosis 20%. Penurunan kadar glukosa darah pada KP2 mencapai 42,5% untuk kadar glukosa darah puasa dan 39,75% untuk kadar glukosa darah post-prandial mendekati kisaran kadar glukosa normal pada KK1. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian madu PS 20% dapat menurunkan kadar glukosa darah secara signifikan. Abstract The study has been conducted to know the hypoglycemic effect of PS (Pollen Susbtitute) honey administration on fasting and post-prandial blood glucose level of male-DDY mice (Mus musculus L.). Twenty four male mice were divided to four groups consisting of normal control group (KK1) which was administered with neither alloxan or PS honey; treatment control group (KK2) which was only administered with alloxan; and two treatment groups (KP1 and KP2) which was administered with alloxan and PS honey in concentration of 10% and 20%, respectively. Treatments were carried out orally within 14 consecutive days. Fasting (16 hour of fasting) and post-prandial (2 hour after eating) blood glucose level were measured using glucometer. One-way anova test (P < 0,05) showed that fasting and post-prandial blood glucose level decreased significantly. Least significant difference (LSD) test showed that only the administration of 20% PS honey (KP2) cause the significant decrease in both fasting and post-prandial blood glucose level. According to normal control group (KK1), the blood glucose level of KP2 has been reduced to its normal range. It is concluded that administration of 20% PS honey significantly lowered blood glucose level (fasting and post-prandial). Keywords : glucose, honey, Mus musculus L., pollen substitute 1. PENDAHULUAN Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu jenis penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi batas normal (hiperglikemia) dan bersifat kronis [1] [2]. Penyakit tersebut disebabkan oleh kekurangan sekresi insulin oleh sel β pankreas atau ketidakmampuan insulin untuk menstimulasi transpor glukosa dari darah ke dalam sel [3]. Diabetes mellitus merupakan penyakit yang dapat menimbulkan beberapa komplikasi, seperti penyakit jantung, kebutaan, stroke, dan gagal ginjal [4]. Jumlah penderita penyakit diabetes mellitus terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut World Health Organization (WHO) dan International Diabetes Federation (IDF), jumlah penderita DM pada tahun 2000 mencapai 171 juta orang, dan diperkirakan pada tahun 2030 dapat mencapai 366 juta orang [5]. Prevalensi penderita DM di Indonesia pada tahun 2007 mencapai 1,1% dari total jumlah penduduk. Berdasarkan data dari rumah sakit di seluruh Indonesia pada tahun 2009, jumlah penderita DM tertinggi terdapat pada kelompok usia 45--54 tahun, diikuti kelompok usia di atas 65 tahun, dan kelompok usia 25--44 tahun [6]. Uji potensi madu..., Erwin Hardian,FMIPA UI, 2013 2. METODE PENELITIAN Pengobatan penyakit DM dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat-obatan sintetik. Obat-obatan sintetik bagi penderita DM yang paling umum dikonsumsi adalah obat antidiabetik oral [7]. Namun, obat-obatan tersebut dapat menimbulkan efek samping, seperti hipoglikemia berlebih, gangguan pencernaan, gangguan hati, gangguan ginjal, dan ketosis [8]. Oleh karena itu, penggunaan bahan alam sebagai obat antidiabetik mulai marak dilakukan. Selain mudah ditemukan dan umum dikonsumsi, bahan alam tidak menimbulkan efek samping pada penderita DM [9]. Salah satu contoh bahan alam yang banyak digunakan sebagai obat adalah madu. Sejak beberapa ratus tahun yang lalu, madu telah dimanfaatkan sebagai makanan dan obat-obatan [10]. Secara medis, madu banyak dimanfaatkan dalam penurunan konsentrasi lipid pada plasma darah [11] [12], penyembuhan luka diabetes, gastritis, inflamasi, dan arthritis [13]. Selain itu, madu juga dapat bertindak sebagai antimikroba [14]. Di Indonesia, madu banyak dihasilkan oleh dua spesies lebah madu, yaitu Apis cerana dan Apis mellifera. Kualitas madu sangat bergantung kepada pakan lebah madu, yaitu pollen dan nektar. Pollen atau serbuk sari merupakan pakan alami dan sumber protein bagi lebah madu. Namun, timbulnya fenomena alam, seperti pemanasan global dan perubahan iklim, menyebabkan terganggunya siklus perbungaan (fenologi bunga) [15]. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya kekurangan pollen lebah madu pada periode tertentu. Kekurangan pollen menyebabkan terjadinya penurunan perkembangan koloni lebah madu, serta produksi dan kualitas madu [16]. Masalah tersebut diatasi dengan menambahkan pakan buatan untuk lebah madu, yaitu pollen substitute [17]. Pollen substitute (PS) merupakan pakan buatan yang diharapkan mampu menggantikan pollen sebagai pakan lebah madu. Komposisi pollen substitute terdiri dari tepung kedelai, susu skim, dan khamir Candida hawaiiana. Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa pollen substitute memiliki kandungan protein dan lemak berturut-turut sebesar 45,45% dan 1,78%. Kandungan protein pada pollen substitute (45,45%) lebih tinggi daripada pollen alami yang hanya mengandung 21,2% protein [15]. Hal tersebut menyebabkan madu yang dihasilkan oleh lebah madu yang diberi pakan PS (madu pollen substitute) memiliki kandungan protein dan nutrien yang relatif lebih tinggi daripada madu alami [18]. Namun, penelitian mengenai pengaruh madu PS terhadap kadar glukosa darah belum pernah dilakukan. Madu yang digunakan dalam penelitian adalah madu PS (pollen substitute) yang diperoleh dari laboratorium Centre of Excellence Indigenous Biological Resource-Genome Studies (CoE IBR-GS) dan diproduksi di peternakan lebah madu “Asy-Syifa Babussalam”, Kampung Cikurutug, Desa Ciburial, Bandung, Jawa Barat. Hewan uji yang dgunakan adalah 24 ekor mencit (Mus musculus L.) jantan galur DDY (20--30 gram) yang diperoleh dari Institut Pertanian Bogor bagian Nonruminansia dan Satwa Harapan. Pakan yang diberikan berupa pelet yang diperoleh dari PD. Kasman dan minuman berupa air ledeng yang diberikan secara ad libitum. Mencit kemudian diaklimatisasi selama 14 hari dan dibagi ke dalam 6 kandang, yang terdiri dari 4 ekor mencit yang mewakili masing-masing kelompok hewan uji, yaitu: - Kelompok kontrol normal (KK1): pakan standar + akuades secara oral (10 ml/kg bb). - Kelompok kontrol perlakuan (KK2): aloksan 1% secara intraperitoneal (dosis tunggal: 250 mg/kg bb) + akuades secara oral (10 ml/kg bb). - Kelompok perlakuan pertama (KP1): aloksan 1% secara intraperitoneal (dosis tunggal: 250 mg/kg bb) + madu PS 10% (10 ml/kg bb). - Kelompok perlakuan kedua (KP2): aloksan 1% secara intraperitoneal (dosis tunggal: 250 mg/kg bb) + madu PS 20% (10 ml/kg bb). Pemberian bahan uji tersebut dilakukan selama 14 hari berturut-turut. Pengambilan darah dilakukan pada awal penelitian (t0), sesudah induksi aloksan (hari ke-3 , ke-5, dan ke7), dan akhir penelitian (t14) dengan metode tail clipping. Mencit dipuasakan selama 16 jam terlebih dahulu sebelum pengambilan darah untuk mengukur kadar glukosa darah puasa. Selain itu, pengambilan darah juga dilakukan pada 2 jam setelah makan untuk mengukur kadar glukosa darah post-prandial. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan dengan menggunakan glukometer [AccuChek]. Data kadar glukosa darah puasa dan post-prandial kemudian akan diolah secara statistik dengan uji homogenitas Levene, uji normalitas Shapiro-Wilk, uji anava 1 arah, dan uji perbandingan berganda (LSD). 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil kadar glukosa darah puasa dan post-prandial diperlihatkan pada tabel 1 dan tabel 2. Tabel 1. Kadar glukosa darah puasa (mg/dL) Ulangan 1 KK1 t0 119 KK2 t14 118 t0 126 KP1 t14 225 t0 128 KP2 t14 131 Uji potensi madu..., Erwin Hardian,FMIPA UI, 2013 t0 131 t14 124 113 119 133 129 124 122,67 7,45 2 114 3 131 4 134 5 131 6 130 126,5 ! SD 8,02 SD: Standar deviasi 133 128 122 132 130 128,5 4,09 218 251 196 218 211 219,83 18,17 148 121 119 131 117 127,33 11,47 153 152 155 147 166 150,67 11,50 141 129 133 128 137 133,17 5,00 108 134 128 124 140 126,33 10,91 Tabel 2. Kadar glukosa darah post-prandial (mg/dL) KK1 t0 1 151 2 137 3 142 4 149 5 146 6 150 145,83 ! SD 5,42 SD: Standar deviasi Ulangan KK2 t14 164 134 156 162 148 145 151,5 11,38 t0 146 153 136 171 147 168 153,5 13,58 Tabel 1 dan tabel 2 menunjukkan bahwa kadar glukosa darah puasa dan post-prandial pada KK1 secara berturut-turut adalah 126,5 mg/dL dan 145,83 mg/dL pada awal penelitian (t0); 122,67 mg/dL dan 151,5 mg/dL pada akhir penelitian (t14). Hal tersebut menunjukkan bahwa kadar glukosa darah pada KK1 relatif stabil selama penelitian, sehingga KK1 dapat digunakan sebagai acuan terhadap perubahan kadar glukosa darah pada KK2, KP1, dan KP2. Sementara itu, kadar glukosa darah pada KK2 mengalami peningkatan (mengacu pada kadar glukosa darah mencit KK2 pada awal penelitian) sebesar 71,07% untuk kadar glukosa darah puasa dan 67, 43% untuk kadar glukosa darah post-prandial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan kadar glukosa darah puasa dan post-prandial mencit pada KP1 dan KP2 yang diberikan madu PS 10% dan 20% (mengacu pada kadar glukosa darah mencit pada KK2). Persentase penurunan kadar glukosa darah puasa pada KP1 dan KP2 adalah 31,47% dan 42,5%, sedangkan persentase penurunan kadar glukosa darah postprandial pada KP1 dan KP2 adalah 32,95% dan 39,75%. Menurut Malole & Pramono, rentang normal kadar glukosa darah puasa mencit adalah 62 sampai 175 mg/dL [19]. Berdasarkan hal tersebut, data kadar glukosa darah puasa pada KP1 (150,67 mg/dL) dan KP2 (126,33 mg/dL) dapat dikatakan telah mencapai kadar glukosa darah puasa normal. Namun demikian, hasil uji perbandingan berganda (LSD) (P < 0,05) kadar glukosa darah puasa dan post-prandial antara KP1 dan KK1 serta KP2 dan KK1 menunjukkan hasil yang berbeda. Kelompok perlakuan pertama (KP1) berbeda nyata dengan KK1, sedangkan KP2 tidak berbeda nyata dengan t14 229 245 274 289 251 254 257 21,38 KP1 KP2 t0 t14 t0 t14 131 154 158 142 158 192 152 144 155 151 137 152 151 184 165 162 156 177 154 154 144 176 149 175 149,17 172,33 152,5 154,83 10,19 16,43 9,4 12,24 KK1. Dari hasil penelitian dapat dikatakan bahwa madu PS 20% dapat menurunkan kadar glukosa darah puasa dan post-prandial mencit jantan galur DDY ke kisaran normal (mengacu pada KK1). Penurunan kadar glukosa darah pada KP1 dan KP2 diduga disebabkan oleh beberapa senyawa yang terkandung di dalam madu PS, yaitu isomaltulosa, fruktosa, antioksidan, dan mineral. Isomaltulosa yang terkandung di dalam madu PS diduga berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah melalui penghambatan kerja enzim αglukosidase. Terhambatnya enzim α-glukosidase menyebabkan tidak terurainya disakarida, oligosakarida, dan polisakarida yang berasal dari makanan menjadi monosakarida, seperti glukosa [14] [20] [21]. Hal tersebut berakibat pada minimnya absorpsi glukosa pada usus halus dan tertundanya proses penguraian disakarida, oligosakarida, dan polisakarida [7]. Senyawa berikutnya adalah fruktosa. Fruktosa dapat menurunkan kadar glukosa darah melalui tiga mekanisme, yaitu meningkatkan sekresi insulin oleh sel β, meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel-sel hati (hepatosit), dan menstimulasi glikogenesis. Hallfrisch (1990) melaporkan bahwa pemberian fruktosa dapat meningkatkan konsentrasi insulin pada plasma darah sebesar 60% hingga 288% [22]. Kemampuan fruktosa dalam menstimulasi sekresi insulin berkaitan dengan peran fruktosa dalam menginduksi sekresi gastric inhibitory polypeptide (GIP). Gastric inhibitory polypeptide (GIP) merupakan hormon yang disekresikan oleh usus halus ketika kadar glukosa darah meningkat [23]. Gastric inhibitory polypeptide (GIP) bekerja dengan berikatan pada reseptor GIP pada sel β dan mengaktivasi adenil Uji potensi madu..., Erwin Hardian,FMIPA UI, 2013 siklase. Hal tersebut dapat meningkatkan aktivitas adenil siklase dalam mengubah ATP menjadi cAMP (cyclic-AMP). Cyclic-AMP (cAMP) dapat mengaktivasi protein kinase A dan menyebabkan terbukanya ion Ca2+, sehingga terjadi influks Ca2+ ke dalam sel β. Ion Ca2+ kemudian akan menstimulasi eksositosis granula-granula sekretoris yang mengandung insulin (Gbr. 1) [3] [24] [25]. Gbr 1. Mekanisme kerja GIP [25] Pada kondisi hiperglikemia, kadar glukosa darah berlebih dapat distabilkan dengan mengubah glukosa menjadi glikogen pada hati. Hal tersebut memerlukan peran fruktosa yang terdapat dalam madu PS. Absorpsi fruktosa terjadi di usus halus, terutama jejunum, melalui transpor aktif dan difusi terfasilitasi dengan bantuan GLUT-5. Fruktosa memasuki aliran darah dan dibawa menuju hati. Tidak seperti halnya glukosa, transpor fruktosa dari darah ke dalam sel hati (hepatosit) tidak bergantung kepada insulin (insulin-independent). Fruktosa pada hepatosit akan mengalami fosforilasi menjadi fruktosa-1-fosfat yang dapat berperan dalam aktivasi enzim glukokinase dan glikogen sintase [26]. Senyawa lain pada madu PS yang dapat berperan dalam penurunan kadar glukosa darah adalah antioksidan. Madu PS mengandung antioksidan dalam bentuk flavonoid dan vitamin C. Flavonoid merupakan suatu senyawa polifenol yang dapat bertindak sebagai scavenger terhadap radikal bebas [27]. Menurut Sharma dkk. (2008) dan Sandhar dkk. (2011), flavonoid dapat menstimulasi regenerasi sel β, meningkatkan sekresi insulin, meningkatkan influks Ca2+ ke dalam sel β, dan menghambat enzim α-glukosidase pada usus halus [28] [29]. Senyawa-senyawa flavonoid yang terkandung dalam madu, antara lain adalah rutin, quercetin, chrysin, myricetin, kaempferol, isorhamnetin-3-O-β-D-glukosa, apigenin, dan naringenin [14]. Kamalakkannan & Prince (2006) menyatakan bahwa pemberian senyawa rutin dapat menghambat peroksidasi lipid pada membran sel dan mengurangi stress oksidatif pada sel β, sehingga dapat melindungi sel β dari radikal bebas yang ditimbulkan oleh aloksan. Selain itu, senyawa rutin juga dapat meningkatkan kadar antioksidan alami seluler, seperti glutation (GSH), yang dapat berperan dalam mekanisme pertahanan sel terhadap radikal bebas [30]. Menurut Hussain & Marouf (2013), quercetin dapat menurunkan kadar glukosa darah melalui empat mekanisme, yaitu stimulasi regenerasi sel β, inhibisi peroksidasi lipid pada membran sel, stimulasi sekresi insulin, dan inhibisi glucosetransporter-2 (GLUT-2) pada usus halus [31]. Stimulasi sekresi insulin oleh quercetin terjadi melalui peningkatan influks ion Ca2+ ekstraseluler ke dalam sel β, sehingga memicu terjadinya eksositosis granula-granula sekretoris yang mengandung insulin [32]. Aguirre dkk. (2011) dan Jadhav & Puchchakayala (2012) melaporkan bahwa quercetin memiliki kemampuan untuk menghambat kerja dari GLUT-2 pada usus halus, sehingga jumlah glukosa yang diabsorpsi akan berkurang [33] [34]. Lukacinova dkk. (2008) melalui penelitiannya, melaporkan bahwa chrysin dapat menurunkan kadar glukosa darah melalui penghambatan reabsorpsi glukosa pada tubulus ginjal. Hal tersebut diduga disebabkan oleh kemampuan chrysin dalam menghambat sodium-glucose co-transporter (SGLT) yang terlibat dalam reabsorpsi glukosa pada tubulus ginjal. Terhambatnya reabsorpsi glukosa ke dalam darah dapat menyebabkan penurunan kadar glukosa darah, dan sebaliknya, meningkatkan kadar glukosa yang diekskresikan melalui urin (glukosuria) [35]. Myricetin dilaporkan memiliki kemampuan insulinomimetik, yaitu kemampuan untuk meniru fungsi insulin secara fisiologis. Namun, kemampuan insulinomimetik myricetin hanya terjadi pada jaringan adiposa. Pemberian myricetin dapat meningkatkan transpor glukosa dari darah ke dalam jaringan adiposa dan menstimulasi terjadinya lipogenesis. Selain itu, myricetin juga mampu memperbaiki resistensi insulin (insulin resistance/IR) melalui stimulasi sekresi β-endorfin oleh kelenjar adrenal. β-endorfin dapat mengaktivasi µ-opioid receptor (MOR) yang terdapat pada membran sel. Aktivasi MOR dapat menyebabkan terjadinya transduksi sinyal insulin, sehingga translokasi GLUT-4 menuju membran sel dapat terjadi [36] [37]. Kaempferol dan salah satu turunannya, yaitu kaempferol-3-neohesperidoside, memiliki efek insulinomimetik. Seperti halnya insulin, pemberian kaempferol-3-neohesperidoside dapat menstimulasi terjadinya glikogenesis pada otot [14] [38]. Isorhamnetin-3-O-β-D-glukosa yang merupakan turunan dari isorhamnetin juga berperan dalam pencegahan dan penyembuhan komplikasi yang disebabkan oleh diabetes mellitus. Selain itu, apigenin dan naringenin yang juga terdapat pada Uji potensi madu..., Erwin Hardian,FMIPA UI, 2013 madu juga dapat berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah [14]. Senyawa antioksidan yang juga terdapat dalam madu PS adalah vitamin C atau asam askorbat (AH-). Vitamin C (AH-) dapat bertindak sebagai scavenger terhadap radikal hidroksil (OH -) dengan mendonorkan atom hidrogen (H) dan menghasilkan H2O serta radikal askorbil (A -). Radikal askorbil (A -) kemudian akan direduksi kembali menjadi vitamin C (AH-) dengan bantuan dehidroaskorbat reduktase. Enzim tersebut, secara bersamaan, juga akan mengoksidasi glutation (GSH) menjadi glutation disulfida (GSSG) [39]. Maritim dkk. (2003) melaporkan bahwa pemberian vitamin C, bersamaan dengan quercetin, dapat meningkatkan aktivitas superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase. Enzim-enzim tersebut berperan dalam pertahanan seluler terhadap radikal bebas [40]. Superoksida dismutase (SOD) berperan dalam mengurangi kadar radikal superoksida (O2 -) pada sel β dengan mengubahnya menjadi hidrogen peroksida (H2O2) [41]. Superoksida dismutase (SOD) membutuhkan tiga jenis mineral yang terkandung dalam madu PS sebagai kofaktor, yaitu mangan (Mn), tembaga (Cu), dan seng (Zn). Hidrogen peroksida (H2O2) yang terbentuk kemudian akan diubah menjadi air (H2O) dan/atau oksigen (O2) dengan bantuan katalase dan glutation peroksidase (GPx). Glutation peroksidase (GPx) membutuhkan glutation (GSH) sebagai kofaktor dalam reaksi konversi H2O2 menjadi H2O [40]. Pemberian madu PS selama 14 hari diharapkan dapat menurunkan kadar glukosa darah puasa dan post-prandial mendekati kadar glukosa darah puasa dan post-prandial normal, dengan mengacu kepada kadar glukosa darah mencit pada kelompok kontrol normal (KK1), yaitu 122,67 mg/dL untuk glukosa darah puasa dan 151,5 mg/dL untuk kadar glukosa post-prandial. Glukosa dalam jumlah tertentu diperlukan oleh tubuh untuk digunakan sebagai sumber energi dan prekursor biosintesis molekulmolekul penting, seperti glikogen, glikolipid, glikoprotein, dan polisakarida [42] [43]. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian madu PS 10% belum menunjukkan penurunan kadar glukosa darah ke kadar normal (mengacu pada KK1), yaitu 150,67 mg/dL (puasa) dan 172,33 mg/dL (postprandial). Sedangkan, pemberian madu PS 20% menunjukkan penurunan kadar glukosa darah ke kadar normal (mengacu pada KK1), yaitu 126,33 mg/dL (puasa) dan 154,83 mg/dL (post-prandial). Dengan demikian, dosis optimum pemberian madu PS yang dapat menurunkan kadar glukosa darah ke kisaran normal dicapai pada dosis 20%. Pemberian madu PS (Pollen Substitute) dengan konsentrasi 10% dan 20% dapat menurunkan kadar glukosa darah puasa dan post-prandial mencit (Mus musculus L.) jantan galur DDY yang diinduksi aloksan. Persentase penurunan kadar glukosa darah ke kisaran normal (mengacu pada KK1) yang dicapai dengan pemberian madu PS 20% adalah 42,5% untuk kadar glukosa darah puasa dan 39,75% untuk kadar glukosa darah postprandial. UCAPAN TERIMAKASIH Terima kasih kepada Centre of Excellence Indigenous Biological Resource-Genome Studies (CoE IBR-GS) FMIPA UI, Dr. Wellyzar Samsuridzal, Ph.D. dan Dr. Retno Widowati selaku pihak yang telah menyediakan bahan uji berupa madu pollen substitute. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada DIKTI atas bantuan dana selama penelitian. DAFTAR ACUAN [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] 4. KESIMPULAN Sherwood, L. 2001. Fisiologi manusia: Dari sel ke sistem. Ed. ke-2.Terj.dari Human physiology: From cell to system, oleh Pendit, B.U. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta: xvi + 739 hlm. Dawson, L. J. 2010. Diabetes Mellitus. Dalam: Copstead, L. C. & J. L. Banasik (eds.). 2010. Patophysiology, 4th ed. Saunders Elsevier, Missouri: xxix + 1362 hlm. Fox, S. I. 2009. Human physiology. 11th ed. McGraw-Hill Company, New York: xii + 748 hlm. Diabetes UK. 2010. Diabetes in the UK 2010: Key statistics on diabetes. Diabetes UK, United Kingdom: 21 hlm. World Health Organization & International Diabetes Federation. 2006. Definition and diagnosis of diabetes mellitus and intermediate hyperglycaemia. WHO Document Production Service, Geneva: v + 46 hlm. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Profil kesehatan Indonesia 2012. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta: xxxiii + 472 hlm. Nolte, M. S. & J. H. Karam. 2011. Hormon Pankreas & Obat Antidiabetes. Dalam: Katzoeng, B. G. (Ed.). 2011. Farmakologi dasar & klinik, ed ke- 10. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta: xvi + 1216 hlm. Suherman, S. K. 2009. Insulin dan Antidiabetik Oral. Dalam: Gunawan, S. G., dkk. (eds.). 2009. Farmakologi dan terapi, ed ke-5. Balai Penerbit FKUI, Jakarta: xix + 926 hlm. Uji potensi madu..., Erwin Hardian,FMIPA UI, 2013 [9] [10] [11] [12] [13] [14] [15] [16] [17] [18] [19] Tjokronegoro, A. & A. Baziad. 1992. Semiloka etik penelitian obat tradisional. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: ix + 99 hlm. Alvarez-Suarez, J. M., S. Tulipani, S. Romandini, E. Bertoli, & M. Battino. 2009. Contribution of honey in nutrition and human health: A review. Mediterranian Journal of Nutrition and Metabolism 3(2010): 15--23. Alagwu, E. A., J. E. Okwara, R. O. Nneli, & E. E. Osim. 2011. Effect of honey intake on serum cholesterol, triglycerides, and lipoprotein levels in albino rats and potential benefits on risks of coronary heart disease. Nigerian Journal of Physiological Science 26: 161--165. Mushtaq, R., R. Mushtaq, & Z. D. Khan. 2011. Effects of natural honey on lipid profile and body weight in normal weight and obese adults: A randomized clinical trial. Pakistan Journal. of Zoology 43(1): 161--169. Singh, M. P., H. R. Chourasia, M. Agarwal, A. Malhotra, M. Sharma, D. Sharma, & S. Khan. 2012. Honey as complementary medicine: A review. International Journal of Pharmaceutical and Biological Sciences 3(2): 12--31. Cortes, M. E., P. Vigil, & G. Montenegro. 2011. The medicinal value of honey: A review on its benefits to human health, with a special focus on its effects on glycemic regulation. Ciencia Investigacion Agraria 38(2): 303--317. Sjamsuridzal, W., A. Basukriadi, & E. Anwar. 2011. Pembuatan pollen substitute sebagai pakan lebah madu menggunakan mikroorganisme dan bahan lokal. Laporan Akhir Hibah Kompetitif Penelitan Strategis Nasional, FMIPA-UI, Depok: 39 hlm. Kuntadi. 2008. Perkembangan koloni Apis mellifera L. yang diberi tiga macam serbuk sari buatan berbasis tepung kedelai (The colony development of Apis mellifera L. fed on three formulas of soybean-based pollen substitute). Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 5(4): 367--379. Kuntadi. 2005. Pakan buatan untuk lebah madu. Makalah Penunjang pada Gelar dan Dialog Teknologi: 149--154. Black. 2006. Honeybee nutrition: Review of research and practices. Australian Government Rural Industries Research and Development Corporation, Kingston: xii + 67 hlm. Malole, M. B. & C. S. V. Pramono. 1989. Penggunaan hewan-hewan percobaan di laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB, Bogor: vii + 161 hlm. [20] Kashimura, J. & T. Nagai. 2007. Inhibitory effect of palatinose on glucose absorption in everted rat gut. Journal of Nutritional Science and Vitaminology 53: 87--89. [21] Sakuma, M., H. Arai, A. Mizuno, M. Fukaya, M. Matsuura, H. Sasaki, H. YamanakaOkumura, H. Yamamoto, Y. Taketani, T. Doi, & E. Takeda. 2009. Improvement of glucose metabolism in patients with impaired glucose tolerance or diabetes by long-term administration of palatinose- based liquid formula as a part of breeakfast. Journal of Biochemical and Nutrition 45: 155--162. [22] Hallfrisch, J. 1990. Metabolic effects of dietary fructose. The Federation of American Societies for Experimental Biology 4: 2652-2660. [23] Reiser, S., A. S. Powell, C. Yang, & J. C. Canary. 1987. An insulinogenic effect of oral fructose in humans during postprandial hyperglycemia. The American Journal of Clinical Nutrition 45: 580--587. [24] Nauck, M. A., B. Baller, & J. J. Meier. 2004. Gastric inhibitory polypeptide and glucagonlike peptide-1 in the pathogenesis of type 2 diabetes. Diabetes 53: 190--196. [25] Yamada, Y., K. Miyawaki, K. Tsukiyama, N. Harada, C. Yamada, & Y. Seino. 2006. Pancreatic and extrapancreatic effects of gastric inhibitory polypeptide. Diabetes 55: 86--91. [26] Feinman, R. D. & E. J. Fine. 2013. Fructose in perspective. Nutrition & Metabolism 10(45): 1--11. [27] Miller, A. L. 1996. Antioxidant flavonoids: Structure, function, and clinical usage. Alternative Medicine Review 1(2): 103--111. [28] Sharma, B. C. Balomajumder, & P. Roy. 2008. Hypoglycemic and hypolipidemic effects of flavonoid rich extract from Eugenia jambolana seeds on streptozotocin induced diabetic rats. Food and Chemical Toxicology 46(7): 2376--2383. [29] Sandhar, H. K., B. Kumar, S. Prasher, P. Tiwari, M. Salhan, & P. Sharma. 2011. A review of phytochemistry and pharmacology of flavonoids. Internationale Pharmaceutica Sciencia 1(1): 25--41. [30] Kamalakkannan, N. & P. S. M. Prince. 2006. Antihyperglycaemic and antioxidant effect of rutin, a polyphenolic flavonoid, in streptozotocin induced diabetic wistar rats. Basic & Clinical Pharmacology & Toxicology 98: 97--103. [31] Hussain, S. A. & B. H. Marouf. 2013. Flavonoids as alternatives in treatment of type 2 diabetes mellitus. Academia Journal of Medicinal Plants 1(2): 31-- 36. [32] Tapas, A. R., D. M. Sakarkar, & R. B. Kakde. 2008. Flavonoids as nutraceutical: A Uji potensi madu..., Erwin Hardian,FMIPA UI, 2013 [33] [34] [35] [36] [37] [38] [39] [40] [41] [42] [43] review. Tropical Journal of Pharmaceutical Research 7(3): 1089--1099. Aguirre, L., N. Arias, M. T. Macarulla, A. Gracia, & M. P. Portillo. 2011. Beneficial effects of quercetin on obesity and diabetes. The Open Nutraceuticals Journal 4: 189-198. Jadhav, R. & G. Puchchakayala. 2012. Hypoglycemic and antidiabetic activity of flavonoids: Boswellic acid, ellagic acid, quercetin, rutin on streptozotocinnicotinamide induced type 2 diabetic rats. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science 4(2): 251--256. Lukacinova, A., J. Mojzis, R. Benacka, J. Keller, T. Maguth, P. Kurila, L. Vasko, O. Racz, & F. Nistiar. 2008. Preventtve effects of flavonoids on alloxan- induced diabetes mellitus in rats. Acta Vet. Brno 77: 175--182. Li, Y. & Y. Ding. 2010. Minireview: Therapeutic potential of myricetin in diabetes mellitus. Food Science and Human Wellness (2010): 1--16. Tzeng, T., S. Liou, & I. Liu. 2011. Myricetin ameliorates defective post-receptor insulin signaling via β-endorphin signaling in the skeletal muscle of fructose-fed rats. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine 2011: 1--9. Zanatta, L., A. Rosso, P. Folador, M. S. R. B. Figueiredo, M. G. Pizzolatti, L. D. Leite, & F. R. M. B. Silva. 2008. Insulinomimetic effect of kaempferol-3- neohesperidoside on the rat soleus muscle. Journal of Natural Products 71(4): 532--535. Cadenas, E. 2010. Free radicals, oxidative stresss, and diseases. Enrique Cadenas PSC16 7: 1--38. Maritim, A. C., R. A. Sanders, & J. B. Watkins. 2003. Diabetes, oxidative stress, and antioxidants: A review. Journal of Biochemistry and Molecular Toxicology 17(1): 24--38. Szkudelski, T. 2001. The mechanism of alloxan and streptozotocin action in β cells of the rat pancreas. Physiology Research (50): 536--546. Mayes, P. A. & D. Bender. 2003. Carbohydrates of Physiologic Siginificance. Dalam: Murray, K. R., D. K. Granner, P. A. Mayes, & V. W. Rodwell (eds.). 2003. Harper’s illustrated biochemistry, 26th ed. McGraw-Hill Company, New York: vi + 693 hlm. Alberts, B., A. Johnson, J. Lewis, M. Raff, K. Roberts, & P. Walter. 2008. Molecular biology of the cell. 5th ed. Garland Science, New York: xxxiii 1601 hlm. Uji potensi madu..., Erwin Hardian,FMIPA UI, 2013