9 BIOAKTIVITAS EKSTRAK BATANG

advertisement
JKK, Tahun 2015, Volume 4(3), halaman 9-15
ISSN 2303-1077
BIOAKTIVITAS EKSTRAK BATANG KECOMBRANG (Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm.)
TERHADAP RAYAP Coptotermes curvignathus. sp
1
Fitri Rislyana1*, Harlia1, Berlian Sitorus1
Program Studi Kimia Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura,
Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak, 78124
*Email: [email protected]
ABSTRAK
Kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm.) adalah salah satu tanaman dari famili
Zingiberaceae dan merupakan tanaman herba yang digunakan masyarakat sebagai pemberi
aroma makanan, dan beberapa penelitian sebelumnya telah mengaplikasikan tanaman
kecombrang sebagai anti bakteri dan anti nyamuk. Dalam penelitian ini dilakukan uji potensi
biotermitisida dari ekstrak batang kecombrang (E. elatior (Jack) R.M.Sm.) terhadap rayap jenis
Coptotermes curvignathus. sp. Penelitian dilakukan dengan cara fraksinasi secara bertingkat
menggunakan pelarut etanol, n-heksan dan kloroform, dimana masing-masing fraksi dibuat
dalam konsentrasi 0% (kontrol negatif), 2%, 4%, 6%, 8%, 10% dan kontrol positif (fipronil) yang
dilakukan selama 7 hari dengan pengulangan sebanyak 3 kali. Tiap kelompok perlakuan
berjumlah 50 ekor rayap jenis C. curvignathus.sp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kandungan ekstrak batang kecombrang sebesar 2,15%, terdiri dari 1,06% fraksi etanol; 0,45%
fraksi n-heksan dan 0,20% fraksi kloroform. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi
kloroform memiliki toksisitas yang tinggi karena dengan konsentrasi minimum 4% mampu
mematikan rayap uji 100% pada hari ke-6. Berdasarkan hasil skrining fitokimia, fraksi kloroform
mengandung golongan senyawa steroid, alkaloid dan flavonoid yang memiliki bioaktivitas tinggi
terhadap rayap. Hal ini membuktikan bahwa ekstrak batang kecombrang (E. elatior (Jack)
R.M.Sm.) memiliki sifat biotermitisida terhadap rayap C. curvignathus. sp.
Kata kunci: biotermitisida, kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm.), rayap Coptotermes
curvignathus. sp
PENDAHULUAN
daun
Nicolaia
atropurpurea
yang
diaplikasikan dengan metode kontak bersifat
toksik terhadap larva Spodoptera litura
dengan metode kontak (Asmaliyah, 2010).
Rayap (Coptotermes curvignathus.sp)
merupakan spesies yang banyak terdapat di
daerah dataran rendah serta daerah dengan
penyebaran curah hujan merata sepanjang
tahun, seperti Indonesia. Kondisi iklim dan
tanah serta keragaman jenis tumbuhan di
Indonesia yang tinggi sangat mendukung
kehidupan rayap (Nandika et al., 2003).
Namun, pertumbuhan rayap tersebut dapat
menyebabkan
permasalahan,
yaitu
kerusakan pada akar dan batang tanaman.
Pada
saat
ini
teknik
untuk
mengendalikan rayap masih bertumpu pada
penggunaan
insektisida
anti
rayap
(termitisida) sintetis. Cara ini dipandang
kurang menguntungkan karena penggunaan
insektisida
kimia/
sintetis
dapat
mengakibatkan pencemaran lingkungan,
Tanaman kecombrang (E. elatior (Jack)
R.M.Sm.) merupakan salah satu jenis
tumbuhan
yang
berasal
dari
famili
Zingiberaceae yang berpotensi sebagai
bahan
termitisida
alami.
Penelitian
sebelumnya yang diteliti oleh Nugroho et al.,
(1996), membuktikan bahwa ekstrak dan
senyawa aktif dari berbagai spesies
Zingiberaceae memiliki aktivitas terhadap
serangga hama, antara lain tepung rhizome
kering Curcuma longa bersifat menghalangi
serangan
hama
gudang
Tribolium
castaneum. Selain itu, ekstrak rimpang C.
xanthorriza, C. zedoary, Kaempferia galanga
dan
K.pandurata
bersifat
insektisida
terhadap larva Spodoptera littoralis (Pandji
et al., 1993), ekstrak biji Aframomum
melequeta mempunyai aktivitas kuat sebagai
panghambat makan rayap Reticulitermes
speratus (Escoubas et al., 2000). Ekstrak
9
JKK, Tahun 2015, Volume 4(3), halaman 9-15
ISSN 2303-1077
Prosedur Penelitian
Preparasi Sampel
Tumbuhan
kecombrang
(Etlingera
elatior (Jack) R.M.Sm.) diambil dari Sintang,
Kalimantan Barat pada bulan Maret 2014.
Batang kayu dipisahkan dari batang kulitnya,
kemudian dibersihkan dan dipotong kecilkecil, lalu dikeringkan dengan cara dianginanginkan.
seperti keracunan pada hewan dan manusia,
serta menyebabkan terjadinya pencemaran
air. Terdapat
alternatif lain yang dapat
digunakan sebagai anti rayap, yaitu
penggunaan anti rayap alami yang dapat
diambil dari tanaman yang mengandung
flavonoid,
fenolik,
saponin,
alkaloid,
terpenoid dan lain-lain.
Menurut Depkes (1986) kandungan
kimia yang terdapat di batang, daun, bunga
dan rimpang kecombrang adalah saponin,
flavonoid, polifenol dan minyak atsiri.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
oleh Irwan et al. (2001) saponin dapat
digunakan sebagai insektisida dan larvasida.
Saponin dapat menurunkan tegangan
permukaan
selaput
mukosa
traktus
digestivus larva sehingga dinding traktus
menjadi korosif.
Di
daerah
Kalimantan
Barat,
penggunaan kecombrang hanya sebatas
sebagai
pemberi
aroma
makanan.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bioaktivitas
batang kecombrang sebagai termitisida
nabati terhadap rayap yang ramah
lingkungan.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui fraksi-fraksi dari ekstrak batang
kecombrang (E. elatior (Jack) R.M.Sm.)
yang paling toksik terhadap rayap C.
curvignathus.sp
dengan
parameter
mortalitas rayap serta daya hambat makan
rayap C. curvignathus.sp (antifeedant test).
Ekstraksi dan Partisi Sampel
Sebanyak 656,4 gram sampel halus
dimaserasi menggunakan pelarut etanol
selama 2 x 24 jam pada suhu kamar,
kemudian disaring.Larutan ekstrak etanol
kemudian dipekatkan menggunakan rotatory
evaporator pada suhu 40o-45oC.
Ekstrak kasar etanol yang diperoleh
selanjutnya dilakukan partisi menggunakan
pelarut n-heksan dan kloroform, selanjutnya
dipekatkan
menggunakan
rotatory
evaporator untuk memperoleh ekstrak pekat
dari masing-masing fraksi.
Analisis Fitokimia
Identifikasi
kandungan
metabolit
sekunder dalam ekstrak dilakukan uji-uji
sebagai berikut (Harbone, 1987) :
a. Uji Alkaloid
Sebanyak 2 mL larutan eksrak
ditambahkan 1 mL HCl 2N dan 6 mL air
suling, kemudian dipanaskan selama 2
menit, dinginkan kemudian disaring. Filtrat
diuji adanya mengandung senyawa alkaloid
dengan pereaksi Mayer dan Wagner.
METODE PENELITIAN
b.
Uji Steroid dan Triterpenoid
Sebanyak 2 mL larutan ekstrak
ditambahka dengan perekasi LiebermannBurchard. Uji positif steroid menghasilkan
warna hijau atau biru dan triterpenoid
menghasilkan warna merah atau violet.
Alat dan Bahan
Alat-alat
yang
digunakan
yaitu
aluminium foil, ball filler, batang pengaduk,
beaker glass, botol semprot, blender, corong
pisah, kain hitam, kertas saring Whatman,
cup uji, labu ukur, neraca analitik, oven,
pipet tetes, pipet volume, rotatory evaporator
dan tabung reaksi.
Bahan-bahan yang digunakan yaitu
batang kecombrang (E. elatior (Jack)
R.M.Sm.) akuades (H2O), asam klorida (HCl)
pekat), besi (III) klorida (FeCl3), n-heksana
(C6H14), etanol (C2H5OH), kloroform (CHCl3),
natrium karbonat (Na2CO3), pasir steril,
pereaksi Liebermann-Burchard, pereaksi
Mayer, pereaksi Wagner, rayap jenis
C.curvignathus. sp kasta pekerja dan kasta
prajurit, reagenfolin-ciocalteu dan serbuk
magnesium (Mg).
c.
Uji Flavonoid
Sebanyak 2 mL larutan ekstrak
ditambahkan air panas, dididihkan selama 5
menit,
kemudian
disaring.
Filtrat
ditambahkan sedikit serbuk Mg dan 1 mL
HCl pekat, kemudian dikocok. Uji positif
ditunjukkan oleh terbentuknya warna merah,
kuning atau jingga.
d.
Uji Saponin
Sebanyak 2 mL larutan ekstrak
ditambahkan
air
panas,
kemudian
10
JKK, Tahun 2015, Volume 4(3), halaman 9-15
ISSN 2303-1077
ditambahkan beberapa tetes HCl pekat. Uji
positif ditunjukkan dengan terbentuknya
busa permanen ± 15 menit.
akumulatifnya. Mortalitas rayap per bejana
uji aplikasi dihitung menggunakan rumus:
e. Uji Polifenol
Sebanyak 2 mL larutan ekstrak
ditambahkan beberapa tetes FeCl3. Uji
positif ditunjukkan dengan terbentuknya
warna biru kehitaman.
Ket : Ki = Persentase mortalitas rayap pada
contoh uji ke-i (%)
Pengujian Bioassay terhadap Rayap
(Sudrajat, 2012)
a. Uji Toksisitas Ekstrak
Rayap yang digunakan pada penelitian
ini adalah rayap jenis Coptotermes
curvignathus.sp. Rayap dipelihara selama ±
1 bulan sebelum dilakukan pengujian. Hal ini
bertujuan
agar
rayap
melakukan
penyesuaian dengan lingkungan hidup yang
telah
disediakan.
Penelitian
ini
mengkondisikan 45 ekor rayap pekerja dan 5
ekor rayap prajurit yang sehat dan aktif
berada dalam satu wadah selama 7 hari,
dimana hanya ada kertas uji sebagai bahan
makanan rayap. Variasi konsentrasi fraksi
etanol, fraksi n-heksan, fraksi kloroform dan
ekstrak kasar yang digunakan pada
penelitian ini masing-masing dibuat dalam
konsentrasi (b/v) 0%, 2%, 4%, 6%, 8%, 10%
dan kontrol positif yang digunakan adalah
fipronil. Parameter yang diamati adalah
jumlah rayap yang mati selama 7 hari dan
dihitung jumlah akumulatifnya pada hari ke-7
Mi =Jumlah mortalitas rayap pada
contoh uji ke-i
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi dan Fraksinasi
Ekstraksi batang kecombrang dilakukan
dengan metode maserasi menggunakan
pelarut etanol. Pelarut etanol dapat
mengekstraksi
hampir
semua
jenis
komponen yang bersifat polar, nonpolar dan
semipolar.
Hasil
maserasi
batang
kecombrang denga pelarut etanol diperoleh
rendemen sebesar 2,15%. Hasil partisi
ekstrak batang kecombrang diperoleh 3
fraksi (Tabel 1) yaitu :
Tabel 1. Rendemen Zat Ekstraktif Hasil
Fraksinasi Bertingkat
Jenis
Massa
% Rendemen
Pelarut
Ekstrak
(gram)
Ekstrak
14,16
2,15
kasar
Etanol
6,96
1,06
n-heksan
2,95
0,45
Kloroform
1,34
0,20
b.
Uji
Penghambatan
Makanan
(Antifeedant test)
Pengamatan ini dilakukan selama 7 hari
dan dihitung pada hari terakhir pengamatan.
Kehilangan
berat
umpan
dihitung
menggunakan rumus berikut ini :
Tabel 1 menunjukkan bahwa pelarut
etanol memiliki rendemen yang paling tinggi
(1,06%), diikuti rendemen ekstrak n-heksan
(0,45%) kemudian rendemen ekstrak
kloroform
(0,20%).
Tingginya
tingkat
rendemen ektrak etanol ini menunjukkan
bahwa etanol mampu mengekstrak lebih
banyak komponen bioaktif yang memiliki
sifat kepolaran yang tinggi, selain itu juga
menunjukkan bahwa pada ekstrak batang
kecombrang mengandung lebih banyak
senyawa polar dibanding senyawa nonpolar
maupun semipolar. Rendemen kloroform
memiliki rendemen ekstrak yang paling kecil,
artinya pada ekstrak batang kecombrang
sedikit mengandung senyawa semipolar.
Keterangan:
B1 = berat kering kertas saring sebelum
pengumpanan (gram)
B2 = berat kering kertas saring setelah
pengumpanan (gram)
c.
Analisis Data
Parameter yang diamati adalah jumlah
rayap yang mati setiap hari mulai hari
pertama hingga hari ke-7 padamasingmasing unit perlakuan dan dihitung jumlah
11
JKK, Tahun 2015, Volume 4(3), halaman 9-15
ISSN 2303-1077
Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia dilakukan sebagai uji
pendahuluan
secara
kualitatif
untuk
mengetahui senyawa metabolit sekunder
yang terdapat dalam ekstrak batang
kecombrang. Hasil skrining fitokimia pada
berbagai ekstrak batang kecombrang
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 3 menunjukkan bahwa besarnya
konsentrasi zat ekstraktif yang diberikan
berbanding lurus dengan mortalitas rayap.
Artinya bahwa bahan aktif tersebut sangat
tergantung pada dosis dimana kematian
akan terjadi lebih cepat pada pemakaian
dosis yang tinggi.
Tabel 3.
Mortalitas Rayap
Pengumpanan Selama 7 Hari
Tabel 2. Hasil Skrining Fitokimia Batang
Kecombrang
Mortalitas Rayap (%)
Konsentrasi
Ekstrak
Jenis
Ekstrak
Ekstrak kasar
Etanol
n-heksan
Kloroform
Fipronil
Ket :
Saponin
Triterpenoid
-
-
-
Alkaloid
Steroid
Ekstrak kasar
n-heksan
Kloroform
Etanol
Flavonoid
Skrining Fitokimia
Jenis Ekstrak
Setelah
-
2%
4%
6%
8%
10%
23,3
76
95,3
93,3
100
24
82,6
97,3
100
100
30,6
91,3
100
100
100
40,6
100
100
100
100
81,3
100
100
100
100
Berdasarkan Tabel 3, ekstrak kloroform
memiliki nilai mortalitas yang lebih tinggi
dibanding fraksi lainnya. Berdasarkan tabel
pada konsentrasi 4%, 6%, 8% dan 10%
ekstrak kloroform mampu membunuh rayap
hingga 100%. Sedangkan untuk ekstrak nheksan, mampu membunuh rayap 100%
pada konsentrasi 6%, 8% dan 10%.
Sementara
ekstrak
etanol
mampu
membunuh rayap pada konsentrasi 8% dan
10%. Tingginya nilai mortalitas rayap diduga
disebabkan oleh adanya efek termitisida dari
senyawa metabolit sekunder yang terlarut
dalam kloroform. Hal ini diduga karena pada
fraksi kloroform terdapat senyawa steroid,
alkaloid dan flavonoid, dimana senyawa ini
bersifat
sebagai
penolak
serangga
(Harbone, 1987). Sugita et al. (2000)
menyatakan bahwa senyawa kimia yang
mempunyai potensi sebagai insektisida
biologis khususnya melindungi tanaman dari
serangga pemangsa atau serangga mikroba
adalah senyawa yang memiliki kerangka
steroid. Selain itu, ketoksikan kloroform ini
juga didukung oleh ketoksikan yang dimiliki
senyawa flavonoid dan alkaloid. Alkaloid
memiliki kemampuan sebagai antibakteri
dengan cara mengganggu komponen
penyusun peptidoglikan pada sel bakteri,
sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk
secara utuh dan menyebabkan kematian sel
tersebut (Robinson, 1991).
Ekstrak n-heksan merupakan fraksi
teraktif kedua setelah ekstrak kloroform,
dimana ekstrak ini juga menunjukkan daya
: Mengandung senyawa metabolit
sekunder
: Tidak mengandung senyawa
Metabolit sekunder
Hasil Tabel 2 menunjukkan bahwa
komponen fitokimia batang kecombrang
yang
diekstraksi
dengan
n-heksan
mengandung golongan senyawa steroid,
triterpenoid dan saponin. Sementara pada
kloroform dapat mengekstraksi golongan
senyawa steroid, alkaloid dan flavonoid. Hal
ini sesuai dengan Susilowati (2007) yang
menyatakan bahwa golongan senyawa yang
terekstraksi dengan kloroform yaitu alkaloid
dan flavonoid. Sedangkan ekstraksi dengan
etanol dapat mengekstraksi golongan
senyawa flavonoid, alkaloid dan saponin.
Uji Bioaktivitas Ekstrak terhadap Rayap
Coptotermes curvignathus. sp
Uji bioaktivitas terhadap rayap dapat
dilihat dari mortalitas rayap yang dihitung
selama
seminggu
dan
persentase
pengurangan berat kertas saring. Semakin
besar nilai mortalitasnya menunjukkan
bahwa ekstrak memiliki sifat bioaktivitas
yang tinggi. Semakin kecil persentase
pengurangan kertas saring menunjukkan
bahwa ekstrak memiliki sifat bioaktivitas
yang tinggi. Hasil mortalitas rayap setelah
pengumpanan selama 7 hari dapat dilihat
pada Tabel 3.
12
JKK, Tahun 2015, Volume 4(3), halaman 9-15
ISSN 2303-1077
racun terhadap rayap karena mengandung
senyawa triterpenoid, steroid dan saponin
yang merupakan bahan aktif sebagai
pengendali hama. Senyawa triterpenoid
berfungsi sebagai pelindung untuk menolak
serangga dan serangan mikroba (Harbone,
1987). Hal ini memungkinkan pada ekstrak
batang kecombrang memiliki sifat anti rayap.
Ekstrak kasar dan ekstrak etanol
memiliki aktivitas anti rayap terendah
dibanding ekstrak kloroform dan n-heksan
karena nilai mortalitasnya lebih rendah
dibandingkan kedua ekstrak tersebut pada
variasi konsentrasi yang berbeda dalam
selang waktu 7 hari. Akan tetapi, jika
dibandingkan di antara ekstrak kasar dan
etanol, ekstrak etanol lebih memberikan efek
toksik terhadap rayap dibandingkan ekstrak
kasar. Hal ini dikarenakan pada fraksi etanol
terkandung senyawa flavonoid yang bersifat
toksik terhadap serangga. Sedangkan pada
ekstrak
kasar yang memiliki aktivitas
terendah ini dikarenakan ketika senyawa
kimia tersebut berada bersama senyawa
lainnya terlihat memiliki daya aktivitas yang
rendah. Berbeda halnya ketika senyawa
tersebut terpisah ke dalam beberapa fraksi,
lebih memiliki bioaktivitas terhadap rayap
yang lebih tinggi (Normasari, 2007).
Berdasarkan data statistik Uji BNT
(Lampiran
4)
menunjukkan
bahwa
perlakuan dengan konsentrasi 2% kloroform
tidak berbeda nyata dengan 2% n-heksan,
pada konsentrasi 4% kloroform juga tidak
berbeda nyata dengan n-heksan pada
konsentrasi 4%. Dari data tersebut
menunjukkan
bahwa
pada
aplikasi
biotermitisida ekstrak batang kecombrang
pada fraksi kloroform dan n-heksan
memberikan hasil yang sangat baik dalam
membunuh rayap.
Pada penelitian ini, digunakan kontrol
positif
menggunakan fipronil
sebagai
pembanding untuk melihat hasilnya antara
mortalitas rayap setelah pemberian ekstrak
batang kecombrang dari berbagai fraksi
dengan penggunaan fipronil. Fipronil yang
digunakan dibuat dalam konsentrasi 2%, 8%
dan 10% menunjukkan bahwa penggunaan
fipronil lebih cepat mematikan rayap uji.
Dimana pada konsentrasi 2%, kematian
rayap mencapai 100% dalam waktu 4 hari
pengujian. Sedangkan pada konsentrasi 8%
dan 10% kematian rayap mencapai 100%
dalam waktu 3 hari pengujian. Hal ini
menunjukkan bahwa fipronil lebih efektif dari
ekstrak batang kecombrang.
Beberapa mekanisme mortalitas rayap
C. curvignathus sp. diakibatkan oleh
senyawa metabolit sekunder yang terdapat
dalam
ekstrak
batang
kecombrang.
Senyawa-senyawa
tersebut
diduga
mempengaruhi sifat fisiologi rayap. Dimana
senyawa alkaloid, triterpenoid dan saponin
bertindak sebagai racun perut dan
antimikroba (Harbone, 1987) yang diduga
mematikan protozoa yang merupakan
simbion rayap melalui aktivitas enzim.
Menurut Nandika et al. (2003) terdapat tiga
genus protozoa yang bersimbiosis dalam
usus rayap Coptotermes curvignathus sp.
yaitu Pseudotrichonypha, Holomastogoides
dan Spirotrichonympha. Bakteri tersebut
merupakan simbion yang menghasilkan
enzim selulase yang berfungsi mencerna
selulosa dan mengubahnya menjadi gula
sederhana yang dimanfaatkan sebagai
sumber energi bagi rayap. Seperti yang telah
diketahui, rayap tidak bisa mencerna secara
langsung bahan berselulosa termasuk kertas
uji sehingga memerlukan enzim untuk
mengubahnya menjadi gula sederhana yang
bisa dicerna rayap. Apabila protozoa ini mati
maka aktivitas enzim selulase akan
terganggu menyebabkan rayap tidak bisa
memperoleh makanan dan energi sehingga
rayap akan mati. Kemungkinan lain yang
menyebabkan mortalitas rayap ini adalah
adanya senyawa bioaktif yang diduga bisa
mematikan sistem syaraf rayap sehingga
tidak berfungsi dengan baik sehingga
menyebabkan
rayap
tersebut
mati.
Penyebab kematian rayap pada kontrol
diduga
karena
rayap
kurang
bisa
beradaptasi dengan lingkungannnya yang
baru serta tidak adanya sumber makanan
lain selain kertas uji. Selain itu, rayap
memiliki sifat necrophagy dimana rayap
dapat memakan bangkai sesamanya dan
sifat kanibalistik yaitu sifat memakan
sesamanya yang lemah atau sakit (Nandika,
et al., 2003).
Uji Penghambatan Makanan (Antifeedant
Test)
Uji
penghambatan
makanan
(antifeedant test) dapat dilihat dari
persentase pengurangan berat kertas uji
selulosa.
Semakin
kecil
persentase
pengurangan kertas uji menunjukkan bahwa
13
JKK, Tahun 2015, Volume 4(3), halaman 9-15
ISSN 2303-1077
semakin tinggi tingkat toksisitas ekstrak. Hal
ini disebabkan semakin tinggi konsentrasi
menunjukkan bahwa zat ektraktif yang
ditambahkan ke dalam kertas uji juga
semakin banyak sehingga racun yang
ditambahkan
juga
semakin
banyak.
Peristiwa ini menyebabkan laju konsumsi
rayap semakin berkurang karena rayap
menolak untuk memakannya, kematian
rayap juga semakin meningkat sehingga
persentase kehilangan berat kertas uji
mengalami
penurunan.
Persentase
penguragan berat kertas uji setelah
pengumpanan disajikan pada Tabel 4.
Mekanisme keracunan rayap dapat
terjadi di dalam pencernaan rayap dengan
cara merusak organ atau menggangu
aktivitas simbion dalam usus rayap berupa
bakteri dan protozoa. Akhtar et al. (2008)
menyatakan bahwa senyawa metabolit
sekunder yang dihasilkan tumbuhan dapat
merusak usus atau organ lain dari hewan uji.
Maliana et al. (2013) menyatakan bahwa
senyawa flavonoid, alkaloid, terpenoid,
polifenol dan tanin yang terkandung dalam
kulit buah manggis (Garcinia mangostana)
dapat membunuh bakteri Flavobacterium
dan
Enterobacter.
Adapun
bakteri
Flavobacterium
dan
Enterobacter
merupakan simbion yang terdapat dalam
usus rayap C. curvignathus (Nandika et al.
2003).
Berdasarkan
penelitian,
terdapat
ketidaklinearan antara mortalitas rayap
dengan pengurangan berat kertas uji.
Kemungkinan pertama, adanya faktor
lingkungan yang mempengaruhi mortalitas
rayap, seperti kelembaban. Dimana pada
saat pengujian, lingkungan habitat rayap
terlalu lembab sehingga memungkinkan
kematian rayap uji. Kemungkinan kedua,
adanya sifat kanibalistik (sifat rayap untuk
memakan individu sejenis yang lemah atau
sakit) dan sifat necrophagy (sifat rayap untuk
memakan bangkai sesamanya) (Nandika et
al.,
2003).
Kemungkinan
ketiga,
mengindikasikan bahwa adanya pengaruh
daya racun ekstrak terhadap rayap,
sehingga menyebabkan laju konsumsi rayap
menjadi menurun karena racun-racun
tersebut akan menghambat aktivitas biologis
rayap dalam mengkonsumsi kertas uji.
Secara keseluruhan dari penelitian ini
menunjukkan bahwa aktivitas anti rayap
dapat dilihat dari parameter mortalitas rayap
dan persentase pengurangan berat kertas uji
selulosa. Aktivitas anti rayap yang tinggi
dapat tercapai jika nilai persentase
pengurangan berat kertas ujinya rendah dan
nilai mortalitasnya tinggi. Pada penelitian ini,
yang menjadi ekstrak teraktif adalah ekstrak
kloroform yang diikuti oleh ekstrak n-heksan.
Tabel 4 Persentase Pengurangan Berat
Kertas Uji Terhadap Rayap Setelah
Pengumpanan Selama 7 Hari
Jenis
Ekstrak
Ekstrak
Kasar
Etanol
n-heksan
Kloroform
Fipronil
Konsentrasi Ekstrak (%)
4
6
8
10
Kehilangan Berat Kertas Uji (%)
18,18
21,6
15,98 16,79 1,67
2
15,80
12,54
5,56
5,34
4,65
12,35
3,10
1,67
11,36
2,78
-
5,12
2,90
-
4,84
2,76
0,95
3,98
1,71
0,38
Pengurangan berat kertas uji sangat
bervariasi pada setiap konsentrasinya,
dimana nilai pengurangan berat kertas uji
menurun sejalan dengan penambahan
konsentrasi
ekstrak.
Semakin
tinggi
konsentrasi ekstrak yang diberikan maka
semakin banyak pula racun yang diberikan
sehingga rayap menolak untuk memakan
kertas uji tersebut dan akhirnya rayap
tersebut akan mati. Tabel 4 menunjukkan
bahwa aktivitas anti rayap tertinggi terletak
pada ekstrak kloroform dan diikuti ekstrak nheksan.
Penurunan aktivitas makan rayap
tersebut
dapat
disebabkan
adanya
kandungan flavonoid, alkaoid, steroid,
triterpenoid, saponin dan polifenol dalam
batang kecombrang. Penelitian Bahri dan
Rinawati (2005) menunjukkan bahwa
senyawa terpenoid yang terdapat dalam
daun Piper nigrum dapat mengurangi
aktivitas makan hama Callosobruncus
chinensis. Hasil penelitian Hadi (2008) dan
Sudrajat (2012) menunjukkan bahwa
senyawa saponin, alkaloid, steroid dan
terpenoid dapat menyebabkan kematian
pada rayap.
SIMPULAN
Ekstrak
kloroform
dan
n-heksan
merupakan ekstrak teraktif dan memiliki
aktivitas anti rayap tertinggi. Hal ini
dikarenakan
pada
fraksi
kloroform
mengandung golongan senyawa steroid,
14
JKK, Tahun 2015, Volume 4(3), halaman 9-15
ISSN 2303-1077
alkaloid dan flavonoid, serta pada fraksi nheksan mengandung golongan senyawa
steroid, triterpenoid dan saponin yang
memiliki bioaktivitas tinggi terhadap rayap.
Nyamuk Aedes aegypti, J. Sains dan
Terapan Kimia, 1 (2).
Maliana, Y.; Khotimah, S. dan Diba, F.,
2013, Aktivitas Antibakteri Kulit Garcinia
mangostana
Linn.
Terhadap
Pertumbuhan
Flavobacterium
dan
Enterobacter
dari
Coptotermes
curvignathus Holmgren, J. Protobiont, 2
(1): 7-11.
Nandika, D.; Rismayadi, Y. dan Diba, F.,
2003,
Rayap:
Biologi
dan
Pengendaliannya,
Muhammadiyah
University Press, Yogyakarta.
Normasari, I., 2007, Sifat Anti Rayap Zat
Ekstraktif Kayu Cempaka Kuning
(Micheliachampaca
L.),
Skripsi
Departemen Hasil Hutan Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Nugroho, W.B.; Schwarz, B.; Wray, V. and
Proksch,
P.,
1996,
Insecticidal
Contituents from Rhizome of Zingiber
cassumunar and Kaempferia rotunda, J.
Phytochemistry, 41 (1): 129-132.
Pandji, C.; Grimm, C.; Wray, V.; Witte, L.
and Proksch, P., 1993, Insecticidal
Contstituents from Four Species of The
Zingiberaceae, Phytochemistry, 34 (2):
415-419.
Robinson, T., 1995, Kandungan Organik
Tumbuhan
Tinggi,
Penerbit
ITB,
Bandung.
Sudrajat, 2012, Toksisitas Ekstrak Batang
Kayu
Bawang
(Scorodocarpus
borneensis
Becc.)
FraksiEtanol-Air
terhadap Rayap Coptotermes sp.
(Isoptera:
Rhinotermitidae),
J.
Mulawarman Scientifie, 11 (1).
Sugita, P.; Darusman, L.K. dan Setiawati, T.,
2000, Steroid dari Ekstrak Hopea
mengawan sebagai Bahan Baku
Insektisida Bologis, J. Buletin Kimia
(2000) : 37-41.
Susilowati, S.S. dan Handayani, S.N., 2007,
Isolasi dan Identifikasi Senyawa Bioaktif
Batang Kecombrang (Nicolaia speciosa
Horan), J. Pharmacy, 5 (3).
DAFTAR PUSTAKA
Akhtar, Y.; Yeong, Y.R. dan Isman, M.B.,
2008, Comparative Bioctivity of Selected
Extracs from Meliaceae and Some
Commercial
Botanical
Insecticides
Againts Two Noctuid Caterpillars,
Trichoplusia
ni
and
Pseudaletia
unipuncta, J. Phytochemistry, 7: 77-88.
Asmaliyah; Sumardi, dan Musyafa, 2010, Uji
Toksisitas Ekstrak Daun Nicolaia
atropurpurea Val. Terhadap Serangan
Hama
Spodotera
litura
Fabricus
(Lepidoptera: Noctuidae), J. Penelitian
Hutan Tanaman, 7 (5): 253-263.
Bahri, S. dan Rinawati, 2005, Senyawa
Terpenoid Hasil Isolasi dari Daun Lada
(Piper
nigrum,
Linn)
dan
Uji
Bioaktivitasnya
Terhadap
Hama
Callosobruncus chinensis, J. Sains Tek.,
11 (3): 158-166.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1986, Sediaan Galenik , Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Encoubas, P.; Lajide, L. and Mizutani, J.,
1995, Termite Antifeedant Activity in
Aframomum
melegueta,
J.
Phytochemistry, 40 (4): 1097-1099.
Hadi, M., 2008, Pembuatan Kertas Anti
Rayap Ramah Lingkungan dengan
Memanfaatkan Ekstrak Daun Kirinyuh
(Eupatorium odoratum), Bioma, 6 (2):
12-18.
Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia :
Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, Terbitan Kedua, ITB,
Bandung.
Irwan, A.; Komari, N. dan Rusdiana, R.,
2007, Uji Aktivitas Ekstrak Saponin
Fraksi n-Butanol dari Kulit Batang Kemiri
(Aleurites moluccana. Willd) pada Larva
15
Download