JKK, Tahun 2015, Volume 4(3), halaman 9-15 ISSN 2303-1077 BIOAKTIVITAS EKSTRAK BATANG KECOMBRANG (Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm.) TERHADAP RAYAP Coptotermes curvignathus. sp 1 Fitri Rislyana1*, Harlia1, Berlian Sitorus1 Program Studi Kimia Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak, 78124 *Email: [email protected] ABSTRAK Kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm.) adalah salah satu tanaman dari famili Zingiberaceae dan merupakan tanaman herba yang digunakan masyarakat sebagai pemberi aroma makanan, dan beberapa penelitian sebelumnya telah mengaplikasikan tanaman kecombrang sebagai anti bakteri dan anti nyamuk. Dalam penelitian ini dilakukan uji potensi biotermitisida dari ekstrak batang kecombrang (E. elatior (Jack) R.M.Sm.) terhadap rayap jenis Coptotermes curvignathus. sp. Penelitian dilakukan dengan cara fraksinasi secara bertingkat menggunakan pelarut etanol, n-heksan dan kloroform, dimana masing-masing fraksi dibuat dalam konsentrasi 0% (kontrol negatif), 2%, 4%, 6%, 8%, 10% dan kontrol positif (fipronil) yang dilakukan selama 7 hari dengan pengulangan sebanyak 3 kali. Tiap kelompok perlakuan berjumlah 50 ekor rayap jenis C. curvignathus.sp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan ekstrak batang kecombrang sebesar 2,15%, terdiri dari 1,06% fraksi etanol; 0,45% fraksi n-heksan dan 0,20% fraksi kloroform. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi kloroform memiliki toksisitas yang tinggi karena dengan konsentrasi minimum 4% mampu mematikan rayap uji 100% pada hari ke-6. Berdasarkan hasil skrining fitokimia, fraksi kloroform mengandung golongan senyawa steroid, alkaloid dan flavonoid yang memiliki bioaktivitas tinggi terhadap rayap. Hal ini membuktikan bahwa ekstrak batang kecombrang (E. elatior (Jack) R.M.Sm.) memiliki sifat biotermitisida terhadap rayap C. curvignathus. sp. Kata kunci: biotermitisida, kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm.), rayap Coptotermes curvignathus. sp PENDAHULUAN daun Nicolaia atropurpurea yang diaplikasikan dengan metode kontak bersifat toksik terhadap larva Spodoptera litura dengan metode kontak (Asmaliyah, 2010). Rayap (Coptotermes curvignathus.sp) merupakan spesies yang banyak terdapat di daerah dataran rendah serta daerah dengan penyebaran curah hujan merata sepanjang tahun, seperti Indonesia. Kondisi iklim dan tanah serta keragaman jenis tumbuhan di Indonesia yang tinggi sangat mendukung kehidupan rayap (Nandika et al., 2003). Namun, pertumbuhan rayap tersebut dapat menyebabkan permasalahan, yaitu kerusakan pada akar dan batang tanaman. Pada saat ini teknik untuk mengendalikan rayap masih bertumpu pada penggunaan insektisida anti rayap (termitisida) sintetis. Cara ini dipandang kurang menguntungkan karena penggunaan insektisida kimia/ sintetis dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan, Tanaman kecombrang (E. elatior (Jack) R.M.Sm.) merupakan salah satu jenis tumbuhan yang berasal dari famili Zingiberaceae yang berpotensi sebagai bahan termitisida alami. Penelitian sebelumnya yang diteliti oleh Nugroho et al., (1996), membuktikan bahwa ekstrak dan senyawa aktif dari berbagai spesies Zingiberaceae memiliki aktivitas terhadap serangga hama, antara lain tepung rhizome kering Curcuma longa bersifat menghalangi serangan hama gudang Tribolium castaneum. Selain itu, ekstrak rimpang C. xanthorriza, C. zedoary, Kaempferia galanga dan K.pandurata bersifat insektisida terhadap larva Spodoptera littoralis (Pandji et al., 1993), ekstrak biji Aframomum melequeta mempunyai aktivitas kuat sebagai panghambat makan rayap Reticulitermes speratus (Escoubas et al., 2000). Ekstrak 9 JKK, Tahun 2015, Volume 4(3), halaman 9-15 ISSN 2303-1077 Prosedur Penelitian Preparasi Sampel Tumbuhan kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm.) diambil dari Sintang, Kalimantan Barat pada bulan Maret 2014. Batang kayu dipisahkan dari batang kulitnya, kemudian dibersihkan dan dipotong kecilkecil, lalu dikeringkan dengan cara dianginanginkan. seperti keracunan pada hewan dan manusia, serta menyebabkan terjadinya pencemaran air. Terdapat alternatif lain yang dapat digunakan sebagai anti rayap, yaitu penggunaan anti rayap alami yang dapat diambil dari tanaman yang mengandung flavonoid, fenolik, saponin, alkaloid, terpenoid dan lain-lain. Menurut Depkes (1986) kandungan kimia yang terdapat di batang, daun, bunga dan rimpang kecombrang adalah saponin, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Irwan et al. (2001) saponin dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida. Saponin dapat menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa traktus digestivus larva sehingga dinding traktus menjadi korosif. Di daerah Kalimantan Barat, penggunaan kecombrang hanya sebatas sebagai pemberi aroma makanan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bioaktivitas batang kecombrang sebagai termitisida nabati terhadap rayap yang ramah lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fraksi-fraksi dari ekstrak batang kecombrang (E. elatior (Jack) R.M.Sm.) yang paling toksik terhadap rayap C. curvignathus.sp dengan parameter mortalitas rayap serta daya hambat makan rayap C. curvignathus.sp (antifeedant test). Ekstraksi dan Partisi Sampel Sebanyak 656,4 gram sampel halus dimaserasi menggunakan pelarut etanol selama 2 x 24 jam pada suhu kamar, kemudian disaring.Larutan ekstrak etanol kemudian dipekatkan menggunakan rotatory evaporator pada suhu 40o-45oC. Ekstrak kasar etanol yang diperoleh selanjutnya dilakukan partisi menggunakan pelarut n-heksan dan kloroform, selanjutnya dipekatkan menggunakan rotatory evaporator untuk memperoleh ekstrak pekat dari masing-masing fraksi. Analisis Fitokimia Identifikasi kandungan metabolit sekunder dalam ekstrak dilakukan uji-uji sebagai berikut (Harbone, 1987) : a. Uji Alkaloid Sebanyak 2 mL larutan eksrak ditambahkan 1 mL HCl 2N dan 6 mL air suling, kemudian dipanaskan selama 2 menit, dinginkan kemudian disaring. Filtrat diuji adanya mengandung senyawa alkaloid dengan pereaksi Mayer dan Wagner. METODE PENELITIAN b. Uji Steroid dan Triterpenoid Sebanyak 2 mL larutan ekstrak ditambahka dengan perekasi LiebermannBurchard. Uji positif steroid menghasilkan warna hijau atau biru dan triterpenoid menghasilkan warna merah atau violet. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan yaitu aluminium foil, ball filler, batang pengaduk, beaker glass, botol semprot, blender, corong pisah, kain hitam, kertas saring Whatman, cup uji, labu ukur, neraca analitik, oven, pipet tetes, pipet volume, rotatory evaporator dan tabung reaksi. Bahan-bahan yang digunakan yaitu batang kecombrang (E. elatior (Jack) R.M.Sm.) akuades (H2O), asam klorida (HCl) pekat), besi (III) klorida (FeCl3), n-heksana (C6H14), etanol (C2H5OH), kloroform (CHCl3), natrium karbonat (Na2CO3), pasir steril, pereaksi Liebermann-Burchard, pereaksi Mayer, pereaksi Wagner, rayap jenis C.curvignathus. sp kasta pekerja dan kasta prajurit, reagenfolin-ciocalteu dan serbuk magnesium (Mg). c. Uji Flavonoid Sebanyak 2 mL larutan ekstrak ditambahkan air panas, dididihkan selama 5 menit, kemudian disaring. Filtrat ditambahkan sedikit serbuk Mg dan 1 mL HCl pekat, kemudian dikocok. Uji positif ditunjukkan oleh terbentuknya warna merah, kuning atau jingga. d. Uji Saponin Sebanyak 2 mL larutan ekstrak ditambahkan air panas, kemudian 10 JKK, Tahun 2015, Volume 4(3), halaman 9-15 ISSN 2303-1077 ditambahkan beberapa tetes HCl pekat. Uji positif ditunjukkan dengan terbentuknya busa permanen ± 15 menit. akumulatifnya. Mortalitas rayap per bejana uji aplikasi dihitung menggunakan rumus: e. Uji Polifenol Sebanyak 2 mL larutan ekstrak ditambahkan beberapa tetes FeCl3. Uji positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru kehitaman. Ket : Ki = Persentase mortalitas rayap pada contoh uji ke-i (%) Pengujian Bioassay terhadap Rayap (Sudrajat, 2012) a. Uji Toksisitas Ekstrak Rayap yang digunakan pada penelitian ini adalah rayap jenis Coptotermes curvignathus.sp. Rayap dipelihara selama ± 1 bulan sebelum dilakukan pengujian. Hal ini bertujuan agar rayap melakukan penyesuaian dengan lingkungan hidup yang telah disediakan. Penelitian ini mengkondisikan 45 ekor rayap pekerja dan 5 ekor rayap prajurit yang sehat dan aktif berada dalam satu wadah selama 7 hari, dimana hanya ada kertas uji sebagai bahan makanan rayap. Variasi konsentrasi fraksi etanol, fraksi n-heksan, fraksi kloroform dan ekstrak kasar yang digunakan pada penelitian ini masing-masing dibuat dalam konsentrasi (b/v) 0%, 2%, 4%, 6%, 8%, 10% dan kontrol positif yang digunakan adalah fipronil. Parameter yang diamati adalah jumlah rayap yang mati selama 7 hari dan dihitung jumlah akumulatifnya pada hari ke-7 Mi =Jumlah mortalitas rayap pada contoh uji ke-i HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Ekstraksi batang kecombrang dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol. Pelarut etanol dapat mengekstraksi hampir semua jenis komponen yang bersifat polar, nonpolar dan semipolar. Hasil maserasi batang kecombrang denga pelarut etanol diperoleh rendemen sebesar 2,15%. Hasil partisi ekstrak batang kecombrang diperoleh 3 fraksi (Tabel 1) yaitu : Tabel 1. Rendemen Zat Ekstraktif Hasil Fraksinasi Bertingkat Jenis Massa % Rendemen Pelarut Ekstrak (gram) Ekstrak 14,16 2,15 kasar Etanol 6,96 1,06 n-heksan 2,95 0,45 Kloroform 1,34 0,20 b. Uji Penghambatan Makanan (Antifeedant test) Pengamatan ini dilakukan selama 7 hari dan dihitung pada hari terakhir pengamatan. Kehilangan berat umpan dihitung menggunakan rumus berikut ini : Tabel 1 menunjukkan bahwa pelarut etanol memiliki rendemen yang paling tinggi (1,06%), diikuti rendemen ekstrak n-heksan (0,45%) kemudian rendemen ekstrak kloroform (0,20%). Tingginya tingkat rendemen ektrak etanol ini menunjukkan bahwa etanol mampu mengekstrak lebih banyak komponen bioaktif yang memiliki sifat kepolaran yang tinggi, selain itu juga menunjukkan bahwa pada ekstrak batang kecombrang mengandung lebih banyak senyawa polar dibanding senyawa nonpolar maupun semipolar. Rendemen kloroform memiliki rendemen ekstrak yang paling kecil, artinya pada ekstrak batang kecombrang sedikit mengandung senyawa semipolar. Keterangan: B1 = berat kering kertas saring sebelum pengumpanan (gram) B2 = berat kering kertas saring setelah pengumpanan (gram) c. Analisis Data Parameter yang diamati adalah jumlah rayap yang mati setiap hari mulai hari pertama hingga hari ke-7 padamasingmasing unit perlakuan dan dihitung jumlah 11 JKK, Tahun 2015, Volume 4(3), halaman 9-15 ISSN 2303-1077 Skrining Fitokimia Skrining fitokimia dilakukan sebagai uji pendahuluan secara kualitatif untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak batang kecombrang. Hasil skrining fitokimia pada berbagai ekstrak batang kecombrang disajikan pada Tabel 2. Tabel 3 menunjukkan bahwa besarnya konsentrasi zat ekstraktif yang diberikan berbanding lurus dengan mortalitas rayap. Artinya bahwa bahan aktif tersebut sangat tergantung pada dosis dimana kematian akan terjadi lebih cepat pada pemakaian dosis yang tinggi. Tabel 3. Mortalitas Rayap Pengumpanan Selama 7 Hari Tabel 2. Hasil Skrining Fitokimia Batang Kecombrang Mortalitas Rayap (%) Konsentrasi Ekstrak Jenis Ekstrak Ekstrak kasar Etanol n-heksan Kloroform Fipronil Ket : Saponin Triterpenoid - - - Alkaloid Steroid Ekstrak kasar n-heksan Kloroform Etanol Flavonoid Skrining Fitokimia Jenis Ekstrak Setelah - 2% 4% 6% 8% 10% 23,3 76 95,3 93,3 100 24 82,6 97,3 100 100 30,6 91,3 100 100 100 40,6 100 100 100 100 81,3 100 100 100 100 Berdasarkan Tabel 3, ekstrak kloroform memiliki nilai mortalitas yang lebih tinggi dibanding fraksi lainnya. Berdasarkan tabel pada konsentrasi 4%, 6%, 8% dan 10% ekstrak kloroform mampu membunuh rayap hingga 100%. Sedangkan untuk ekstrak nheksan, mampu membunuh rayap 100% pada konsentrasi 6%, 8% dan 10%. Sementara ekstrak etanol mampu membunuh rayap pada konsentrasi 8% dan 10%. Tingginya nilai mortalitas rayap diduga disebabkan oleh adanya efek termitisida dari senyawa metabolit sekunder yang terlarut dalam kloroform. Hal ini diduga karena pada fraksi kloroform terdapat senyawa steroid, alkaloid dan flavonoid, dimana senyawa ini bersifat sebagai penolak serangga (Harbone, 1987). Sugita et al. (2000) menyatakan bahwa senyawa kimia yang mempunyai potensi sebagai insektisida biologis khususnya melindungi tanaman dari serangga pemangsa atau serangga mikroba adalah senyawa yang memiliki kerangka steroid. Selain itu, ketoksikan kloroform ini juga didukung oleh ketoksikan yang dimiliki senyawa flavonoid dan alkaloid. Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson, 1991). Ekstrak n-heksan merupakan fraksi teraktif kedua setelah ekstrak kloroform, dimana ekstrak ini juga menunjukkan daya : Mengandung senyawa metabolit sekunder : Tidak mengandung senyawa Metabolit sekunder Hasil Tabel 2 menunjukkan bahwa komponen fitokimia batang kecombrang yang diekstraksi dengan n-heksan mengandung golongan senyawa steroid, triterpenoid dan saponin. Sementara pada kloroform dapat mengekstraksi golongan senyawa steroid, alkaloid dan flavonoid. Hal ini sesuai dengan Susilowati (2007) yang menyatakan bahwa golongan senyawa yang terekstraksi dengan kloroform yaitu alkaloid dan flavonoid. Sedangkan ekstraksi dengan etanol dapat mengekstraksi golongan senyawa flavonoid, alkaloid dan saponin. Uji Bioaktivitas Ekstrak terhadap Rayap Coptotermes curvignathus. sp Uji bioaktivitas terhadap rayap dapat dilihat dari mortalitas rayap yang dihitung selama seminggu dan persentase pengurangan berat kertas saring. Semakin besar nilai mortalitasnya menunjukkan bahwa ekstrak memiliki sifat bioaktivitas yang tinggi. Semakin kecil persentase pengurangan kertas saring menunjukkan bahwa ekstrak memiliki sifat bioaktivitas yang tinggi. Hasil mortalitas rayap setelah pengumpanan selama 7 hari dapat dilihat pada Tabel 3. 12 JKK, Tahun 2015, Volume 4(3), halaman 9-15 ISSN 2303-1077 racun terhadap rayap karena mengandung senyawa triterpenoid, steroid dan saponin yang merupakan bahan aktif sebagai pengendali hama. Senyawa triterpenoid berfungsi sebagai pelindung untuk menolak serangga dan serangan mikroba (Harbone, 1987). Hal ini memungkinkan pada ekstrak batang kecombrang memiliki sifat anti rayap. Ekstrak kasar dan ekstrak etanol memiliki aktivitas anti rayap terendah dibanding ekstrak kloroform dan n-heksan karena nilai mortalitasnya lebih rendah dibandingkan kedua ekstrak tersebut pada variasi konsentrasi yang berbeda dalam selang waktu 7 hari. Akan tetapi, jika dibandingkan di antara ekstrak kasar dan etanol, ekstrak etanol lebih memberikan efek toksik terhadap rayap dibandingkan ekstrak kasar. Hal ini dikarenakan pada fraksi etanol terkandung senyawa flavonoid yang bersifat toksik terhadap serangga. Sedangkan pada ekstrak kasar yang memiliki aktivitas terendah ini dikarenakan ketika senyawa kimia tersebut berada bersama senyawa lainnya terlihat memiliki daya aktivitas yang rendah. Berbeda halnya ketika senyawa tersebut terpisah ke dalam beberapa fraksi, lebih memiliki bioaktivitas terhadap rayap yang lebih tinggi (Normasari, 2007). Berdasarkan data statistik Uji BNT (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perlakuan dengan konsentrasi 2% kloroform tidak berbeda nyata dengan 2% n-heksan, pada konsentrasi 4% kloroform juga tidak berbeda nyata dengan n-heksan pada konsentrasi 4%. Dari data tersebut menunjukkan bahwa pada aplikasi biotermitisida ekstrak batang kecombrang pada fraksi kloroform dan n-heksan memberikan hasil yang sangat baik dalam membunuh rayap. Pada penelitian ini, digunakan kontrol positif menggunakan fipronil sebagai pembanding untuk melihat hasilnya antara mortalitas rayap setelah pemberian ekstrak batang kecombrang dari berbagai fraksi dengan penggunaan fipronil. Fipronil yang digunakan dibuat dalam konsentrasi 2%, 8% dan 10% menunjukkan bahwa penggunaan fipronil lebih cepat mematikan rayap uji. Dimana pada konsentrasi 2%, kematian rayap mencapai 100% dalam waktu 4 hari pengujian. Sedangkan pada konsentrasi 8% dan 10% kematian rayap mencapai 100% dalam waktu 3 hari pengujian. Hal ini menunjukkan bahwa fipronil lebih efektif dari ekstrak batang kecombrang. Beberapa mekanisme mortalitas rayap C. curvignathus sp. diakibatkan oleh senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak batang kecombrang. Senyawa-senyawa tersebut diduga mempengaruhi sifat fisiologi rayap. Dimana senyawa alkaloid, triterpenoid dan saponin bertindak sebagai racun perut dan antimikroba (Harbone, 1987) yang diduga mematikan protozoa yang merupakan simbion rayap melalui aktivitas enzim. Menurut Nandika et al. (2003) terdapat tiga genus protozoa yang bersimbiosis dalam usus rayap Coptotermes curvignathus sp. yaitu Pseudotrichonypha, Holomastogoides dan Spirotrichonympha. Bakteri tersebut merupakan simbion yang menghasilkan enzim selulase yang berfungsi mencerna selulosa dan mengubahnya menjadi gula sederhana yang dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi rayap. Seperti yang telah diketahui, rayap tidak bisa mencerna secara langsung bahan berselulosa termasuk kertas uji sehingga memerlukan enzim untuk mengubahnya menjadi gula sederhana yang bisa dicerna rayap. Apabila protozoa ini mati maka aktivitas enzim selulase akan terganggu menyebabkan rayap tidak bisa memperoleh makanan dan energi sehingga rayap akan mati. Kemungkinan lain yang menyebabkan mortalitas rayap ini adalah adanya senyawa bioaktif yang diduga bisa mematikan sistem syaraf rayap sehingga tidak berfungsi dengan baik sehingga menyebabkan rayap tersebut mati. Penyebab kematian rayap pada kontrol diduga karena rayap kurang bisa beradaptasi dengan lingkungannnya yang baru serta tidak adanya sumber makanan lain selain kertas uji. Selain itu, rayap memiliki sifat necrophagy dimana rayap dapat memakan bangkai sesamanya dan sifat kanibalistik yaitu sifat memakan sesamanya yang lemah atau sakit (Nandika, et al., 2003). Uji Penghambatan Makanan (Antifeedant Test) Uji penghambatan makanan (antifeedant test) dapat dilihat dari persentase pengurangan berat kertas uji selulosa. Semakin kecil persentase pengurangan kertas uji menunjukkan bahwa 13 JKK, Tahun 2015, Volume 4(3), halaman 9-15 ISSN 2303-1077 semakin tinggi tingkat toksisitas ekstrak. Hal ini disebabkan semakin tinggi konsentrasi menunjukkan bahwa zat ektraktif yang ditambahkan ke dalam kertas uji juga semakin banyak sehingga racun yang ditambahkan juga semakin banyak. Peristiwa ini menyebabkan laju konsumsi rayap semakin berkurang karena rayap menolak untuk memakannya, kematian rayap juga semakin meningkat sehingga persentase kehilangan berat kertas uji mengalami penurunan. Persentase penguragan berat kertas uji setelah pengumpanan disajikan pada Tabel 4. Mekanisme keracunan rayap dapat terjadi di dalam pencernaan rayap dengan cara merusak organ atau menggangu aktivitas simbion dalam usus rayap berupa bakteri dan protozoa. Akhtar et al. (2008) menyatakan bahwa senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan tumbuhan dapat merusak usus atau organ lain dari hewan uji. Maliana et al. (2013) menyatakan bahwa senyawa flavonoid, alkaloid, terpenoid, polifenol dan tanin yang terkandung dalam kulit buah manggis (Garcinia mangostana) dapat membunuh bakteri Flavobacterium dan Enterobacter. Adapun bakteri Flavobacterium dan Enterobacter merupakan simbion yang terdapat dalam usus rayap C. curvignathus (Nandika et al. 2003). Berdasarkan penelitian, terdapat ketidaklinearan antara mortalitas rayap dengan pengurangan berat kertas uji. Kemungkinan pertama, adanya faktor lingkungan yang mempengaruhi mortalitas rayap, seperti kelembaban. Dimana pada saat pengujian, lingkungan habitat rayap terlalu lembab sehingga memungkinkan kematian rayap uji. Kemungkinan kedua, adanya sifat kanibalistik (sifat rayap untuk memakan individu sejenis yang lemah atau sakit) dan sifat necrophagy (sifat rayap untuk memakan bangkai sesamanya) (Nandika et al., 2003). Kemungkinan ketiga, mengindikasikan bahwa adanya pengaruh daya racun ekstrak terhadap rayap, sehingga menyebabkan laju konsumsi rayap menjadi menurun karena racun-racun tersebut akan menghambat aktivitas biologis rayap dalam mengkonsumsi kertas uji. Secara keseluruhan dari penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas anti rayap dapat dilihat dari parameter mortalitas rayap dan persentase pengurangan berat kertas uji selulosa. Aktivitas anti rayap yang tinggi dapat tercapai jika nilai persentase pengurangan berat kertas ujinya rendah dan nilai mortalitasnya tinggi. Pada penelitian ini, yang menjadi ekstrak teraktif adalah ekstrak kloroform yang diikuti oleh ekstrak n-heksan. Tabel 4 Persentase Pengurangan Berat Kertas Uji Terhadap Rayap Setelah Pengumpanan Selama 7 Hari Jenis Ekstrak Ekstrak Kasar Etanol n-heksan Kloroform Fipronil Konsentrasi Ekstrak (%) 4 6 8 10 Kehilangan Berat Kertas Uji (%) 18,18 21,6 15,98 16,79 1,67 2 15,80 12,54 5,56 5,34 4,65 12,35 3,10 1,67 11,36 2,78 - 5,12 2,90 - 4,84 2,76 0,95 3,98 1,71 0,38 Pengurangan berat kertas uji sangat bervariasi pada setiap konsentrasinya, dimana nilai pengurangan berat kertas uji menurun sejalan dengan penambahan konsentrasi ekstrak. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang diberikan maka semakin banyak pula racun yang diberikan sehingga rayap menolak untuk memakan kertas uji tersebut dan akhirnya rayap tersebut akan mati. Tabel 4 menunjukkan bahwa aktivitas anti rayap tertinggi terletak pada ekstrak kloroform dan diikuti ekstrak nheksan. Penurunan aktivitas makan rayap tersebut dapat disebabkan adanya kandungan flavonoid, alkaoid, steroid, triterpenoid, saponin dan polifenol dalam batang kecombrang. Penelitian Bahri dan Rinawati (2005) menunjukkan bahwa senyawa terpenoid yang terdapat dalam daun Piper nigrum dapat mengurangi aktivitas makan hama Callosobruncus chinensis. Hasil penelitian Hadi (2008) dan Sudrajat (2012) menunjukkan bahwa senyawa saponin, alkaloid, steroid dan terpenoid dapat menyebabkan kematian pada rayap. SIMPULAN Ekstrak kloroform dan n-heksan merupakan ekstrak teraktif dan memiliki aktivitas anti rayap tertinggi. Hal ini dikarenakan pada fraksi kloroform mengandung golongan senyawa steroid, 14 JKK, Tahun 2015, Volume 4(3), halaman 9-15 ISSN 2303-1077 alkaloid dan flavonoid, serta pada fraksi nheksan mengandung golongan senyawa steroid, triterpenoid dan saponin yang memiliki bioaktivitas tinggi terhadap rayap. Nyamuk Aedes aegypti, J. Sains dan Terapan Kimia, 1 (2). Maliana, Y.; Khotimah, S. dan Diba, F., 2013, Aktivitas Antibakteri Kulit Garcinia mangostana Linn. Terhadap Pertumbuhan Flavobacterium dan Enterobacter dari Coptotermes curvignathus Holmgren, J. Protobiont, 2 (1): 7-11. Nandika, D.; Rismayadi, Y. dan Diba, F., 2003, Rayap: Biologi dan Pengendaliannya, Muhammadiyah University Press, Yogyakarta. Normasari, I., 2007, Sifat Anti Rayap Zat Ekstraktif Kayu Cempaka Kuning (Micheliachampaca L.), Skripsi Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Nugroho, W.B.; Schwarz, B.; Wray, V. and Proksch, P., 1996, Insecticidal Contituents from Rhizome of Zingiber cassumunar and Kaempferia rotunda, J. Phytochemistry, 41 (1): 129-132. Pandji, C.; Grimm, C.; Wray, V.; Witte, L. and Proksch, P., 1993, Insecticidal Contstituents from Four Species of The Zingiberaceae, Phytochemistry, 34 (2): 415-419. Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Penerbit ITB, Bandung. Sudrajat, 2012, Toksisitas Ekstrak Batang Kayu Bawang (Scorodocarpus borneensis Becc.) FraksiEtanol-Air terhadap Rayap Coptotermes sp. (Isoptera: Rhinotermitidae), J. Mulawarman Scientifie, 11 (1). Sugita, P.; Darusman, L.K. dan Setiawati, T., 2000, Steroid dari Ekstrak Hopea mengawan sebagai Bahan Baku Insektisida Bologis, J. Buletin Kimia (2000) : 37-41. Susilowati, S.S. dan Handayani, S.N., 2007, Isolasi dan Identifikasi Senyawa Bioaktif Batang Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan), J. Pharmacy, 5 (3). DAFTAR PUSTAKA Akhtar, Y.; Yeong, Y.R. dan Isman, M.B., 2008, Comparative Bioctivity of Selected Extracs from Meliaceae and Some Commercial Botanical Insecticides Againts Two Noctuid Caterpillars, Trichoplusia ni and Pseudaletia unipuncta, J. Phytochemistry, 7: 77-88. Asmaliyah; Sumardi, dan Musyafa, 2010, Uji Toksisitas Ekstrak Daun Nicolaia atropurpurea Val. Terhadap Serangan Hama Spodotera litura Fabricus (Lepidoptera: Noctuidae), J. Penelitian Hutan Tanaman, 7 (5): 253-263. Bahri, S. dan Rinawati, 2005, Senyawa Terpenoid Hasil Isolasi dari Daun Lada (Piper nigrum, Linn) dan Uji Bioaktivitasnya Terhadap Hama Callosobruncus chinensis, J. Sains Tek., 11 (3): 158-166. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986, Sediaan Galenik , Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Encoubas, P.; Lajide, L. and Mizutani, J., 1995, Termite Antifeedant Activity in Aframomum melegueta, J. Phytochemistry, 40 (4): 1097-1099. Hadi, M., 2008, Pembuatan Kertas Anti Rayap Ramah Lingkungan dengan Memanfaatkan Ekstrak Daun Kirinyuh (Eupatorium odoratum), Bioma, 6 (2): 12-18. Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Terbitan Kedua, ITB, Bandung. Irwan, A.; Komari, N. dan Rusdiana, R., 2007, Uji Aktivitas Ekstrak Saponin Fraksi n-Butanol dari Kulit Batang Kemiri (Aleurites moluccana. Willd) pada Larva 15