POTENSI SERBUK GETAH BUAH PEPAYA CALIFORNIA (Carica papaya L.) SEBAGAI ANTIBAKTERI Staphylococcus aureus PENYEBAB JERAWAT 123 Suwandi1, Sri Wardatun2, Mira Miranti3 Program Studi Farmasi, FMIPA, Universitas Pakuan Bogor ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektifitas dari serbuk getah buah pepaya california (Carica papaya L.) sebagai antibakteri Staphylococcus aureus penyebab jerawat dan melakukan uji stabilitas serbuk getah buah pepaya. Metode yang digunakan dalam pengujian antibakteri ini dilakukan dengan metode difusi kertas cakram serta uji Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) menggunakan metode difusi agar. Perlakuan yang digunakan adalah konsentrasi larutan serbuk getah buah konsentrasi 16%, 18% dan 20%, sebagai pembanding digunakan antibiotik amoksisilin 20 ppm sebagai kontrol positif dan akuades sebagai kontrol negatif dengan mengukur Lebar Daerah Hambat (LDH). Hasil uji Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) yang efektif adalah pada konsentrasi 16%. Hasil uji Lebar Daerah Hambat (LDH) menunjukkan bahwa serbuk getah buah pepaya california dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus penyebab jerawat dengan konsentrasi terbaik 20% pada minggu ke-0 dengan nilai Lebar Daerah Hambat (LDH) sebesar 5,83 mm. Penyimpanan serbuk getah buah pepaya stabil pada suhu penyimanan 25°C dan 40°C. Kata Kunci : Pepaya (Carica papaya L.), Getah Pepaya, Staphylococcus aureus, Jerawat, Antibakteri. ABSTRACT This research a purpose test the effectiveness from the papaya california fruit latex powder (Carica papaya L.) for antibacterial Staphylococcus aureus acne-cousing and to test the stability of latex powder papaya fruit. The method used in antibacterial testing is done with paper disc diffusion method and test Minimum Inhibitory Concentration (MIC) using the agar diffusion method. The treatment used is concentration of fruit gum powder concentration of 16%, 18% and 20%, as a comparison used antibiotic amoxicillin 20 ppm as positive control and distilled water as negative control by measuring the width of the Regions Inhibitory (LDH). The test results Minimum Inhibitory Concentration (MIC) which is effective at a concentration of 16%. Inhibitory Regional width test results (LDH) shows that latex powder papaya california fruit can inhibit the growth of Staphylococcus aureus bacteria that cause acne with the best concentration of 20% at week 0 with value width Inhibitory Regions (LDH) of 5.83 mm. Papaya latex powder stable at storage with temperature of ± 25°C and 40°C. Keyboard : Pepaya (Carica papaya L.), Papaya Latex, Staphylococcus aureus, Acne, Antibacterial. PENDAHULUAN Jerawat merupakan suatu penyakit pada kulit yang dikenal dengan acne vulgaris, dan hampir semua orang pernah mengalaminya. Jerawat sering dianggap sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis. Penyakit kulit ini umumnya terjadi pada umur sekitar 14-17 tahun pada wanita, 16-19 tahun pada pria dan akan menghilang dengan sendirinya pada usia sekitar 20-30 tahun. Namun kadangkadang pada wanita, jerawat ini akan menetap sampai dekade umur 30 tahun lebih (Djuanda, dkk., 1999; Brook, dkk., 2005). Jerawat adalah suatu proses peradangan kronik kelenjar-kelenjar polisebasea yang dimulai dengan adanya komedo, papul, pustul, dan nodul. Jerawat biasanya terdapat pada muka, dada, punggung yang mengandung kelenjar sebaseus (Harper, 2007). Jerawat dapat terjadi karena penyumbatan pilosebaseus dan peradangan yang ditimbulkan oleh bakteri Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus (Mitsui, 1997). Penggunaan tumbuhan sebagai obat telah lama dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia yang disebut sebagai obat tradisonal. Pengobatan dengan menggunakan obat tradisional dewasa ini sangat populer dan semakin disukai oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena harganya relatif murah, mudah didapat juga mempunyai efek samping yang relatif sedikit sehingga aman untuk digunakan (Wijaya, 1995; Andi, 2000). Getah pepaya mengandung papain, chymopapain A, chymopapain B, protease, papain peptidase A dan damar. Keterangan yang didapat dari masyarakat dan beberapa buku obat tradisonal, getah buah tumbuhan ini dapat digunakan dalam bidang kosmetik untuk mengobati jerawat, luka bakar, ketombe, jamur, dan kutil. Kadar getah buah pepaya yang digunaan untuk kosmetik adalah 3% (Baga, 1996; Muhidin, 2004). Penelitian oleh Anggraini, dkk (2011), tentang formulasi krim serbuk getah buah pepaya (Carica papaya. L) sebagai anti jerawat terhadap panelis dan krim tersebut memberikan efektifitas sebagai obat jerawat dengan konsentrasi serbuk getah 4%. Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan sediaan serbuk getah pepaya, kelebihan sediaan serbuk getah pepaya ini dibandingkan sediaan krim adalah lebih stabil, praktis, mudah penggunaan serta mudah dalam pengemasan. Berdasarkan latar belakang diatas, penulis bermaksud melakukan penelitian potensi serbuk getah buah pepaya (Carica papaya L.) sebagai antibakteri Staphylococcus aureus penyebab jerawat dan dilakukan uji stabilitas terhadap serbuk getah buah pepaya untuk melihat kualitas dan daya simpan serbuk. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan mulai dari bulan Juli sampai bulan September 2015 di Laboratorium Farmasi dan Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan, Bogor. Pengumpulan Bahan Getah dari 100 buah pepaya california berumur 3 bulan yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari penyadapan di Kelurahan Kayu Manis, Kabupaten Bogor. Pembuatan Simplisia Serbuk Getah Buah Pepaya Hasil penyadapan diolah menjadi papain kasar (crude papain). Hasil penyadapan dicampur dengan larutan natrium metabisulfit 0,7% sebanyak 4 kali jumlah getah, lalu diaduk merata dengan alat blender, campuran ini membentuk emulsi getah berwarna susu agak kental. Selanjutnya emulsi getah dikeringkan dengan alat vaccum dryer dengan cara emulsi getah dituang ke dalam alat vaccum dryer pada suhu ± 55°C. Setelah emulsi getah kering seperti serbuk kasar diambil lalu digerus dan diayak dengan ayakan mesh 40 Karakterisasi Serbuk Getah Buah Pepaya California (Carica papaya L.) 1. Kadar Air Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture ballance dengan memasukkan serbuk simplisia sebanyak 1 g di dalam punch. Sampel diratakan hingga menutupi permukaan punch lalu ditutup pada suhu 105°C. Ditunggu hingga terdengar bunyi bip yang menandakan bahwa proses telah selesai. Pada layar akan tertera persen kadar air dari sampel yang diujikan secara otomatis. Kadar air simplisia tidak boleh lebih dari 10% (DepKes RI, 1995). 2. Kadar Abu Penetapan kadar abu dilakukan dengan cara lebih kurang 2 gram serbuk simplisia ditimbang dengan seksama, dimasukkan ke dalam krus porselen kosong yang telah dipijarkan pada suhu 450 dan ditara, dimasukkan ke dalam tanur sampai simplisia berubah menjadi abu. Krus tersebut selanjutnya didinginkan dalam desikator lalu ditimbang sampai didapatkan bobot konstan (dua kali penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,5 mg tiap Gram yang sisa yang ditimbang). Tujuan penetapan kadar abu ini adalah untuk memberikan gambaran banyaknya senyawa mineral dan anorganik yang terkandung di dalam serbuk simplisia, karena terkat dengan kontaminasi (DepKes RI, 2000). Uji Fitokimia Serbuk Simplisia 1. Uji Alkaloid Ditimbang sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditambahkan 1 mL asam klorida 2N dan 9 mL air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Pindahkan 3 tetes filtrat pada kaca arloji, ditambahkan 2 tetes Bouchardat LP, Jika pada kedua percobaan tidak terjadi endapan, maka serbuk tidak mengandung alkaloid. Jika dengan Mayer LP terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning yang larut dalam metanol P dan dengan Bouchardat LP terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam, maka ada kemungkinan terdapat alkaloida(DepKes, 1979). 2. Uji Flavonoid Ditimbang 0,5 g serbuk yang diperiksa atau sisa kering 10 mL sediaan berbentuk cairan, dengan 10 mL metanol pekat, menggunakan alat pendingin balik selama 10 menit. disaring panas melalui kertas saring kecil berlipat, encerkan filtrat dengan 10 mL air. Setelah dingin ditambahkan 5 mL eter minyak tanah pekat, kocok hati-hati, diamkan, lalu diambil lapisan metanol, diuapkan pada suhu 40ºC di bawah tekanan. Hasil sisa dilarutkan dalam 5 mL etil asetat pekat, dan disaring. Larutan percobaan diuapkan hingga kering 1 mL, sisa dilarutkan dalam 1 mL etanol (95%) pekat, ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 10 mL asam klorida pekat, jika terjadi merah jingga sampai merah ungu, menunjukkan adanya flavonoida. Jika terjadi warna kuning jingga, menunjukkan adanya flavon, kalkon dan auron (DepKes, 1979). 3. Uji Saponin Ditimbang sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 mL air panas, dinginkan dan kemudian kocok kuatkuat selama 10 detik. (Jika zat yang diperiksa berupa sediaan cair, encerkan 1 mL sediaan yang diperiksa dengan 10 mL air dan kocok kuatkuat selama 10 menit), terbentuk cairan buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm. pada penambahan 1 tetes asam klorida 2N, buih tidak hilang (DepKes, 1979). 4. Uji Tanin Ditimbang masing-masing sebanyak 1 g ditambahkan 100 mL air, didihkan selama 5 menit, disaring 10 mL filtrat ditambahkan FeCl3 1%jika terbentuk warna hitam kehijauan biru menunjukkan adanya tanin. Ditimbang masing-masing 0,2 g, dilarutkan dalam 5 mL air panas dan diaduk, setelah dingin disentrifugasi dan bagian cair didekantasi larutan NaCl 10% kemudian saring 1 mL ditambahkan 3 mL larutan gelatin 10% diperhatikan adanya endapan (Fransworth, 1966). Uji Antibakteri Penyiapan Media Nutrien Agar Serbuk nutrient agar sebanyak 23 gram dilarutkan dalam 1000 mL akuadest kemudian dipanaskan sambil diaduk hingga mendidih selama 1 2 menit sampai terbentuk larutan sempurna dan pH 7,4 0,2, selanjutnya larutan disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121 , tekanan 1 atm selama 15 menit, setelah dingin media dituangkan di dekat api bunsen ke dalam cawan petri, kemudiaan dibiarkan sampai membeku, untuk diuji sterilitas media dimasukkan dalam inkubator 37°C selama 24 jam sebelum digunakan. Peremajaan Bakteri Sebanyak 1 ose bakteri dari isolat diambil kemudian ditanam dalam media nutrient agar miring dengan cara menggoreskan secara zig-zag. Kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Setelah biakan tumbuh disimpan pada lemari pendingin suhu 4°C sebagai stok. Pembuatan Suspensi Bakteri Mula-mula bakteri diambil dari media agar dengan hati-hati menggunakan ose, dikumpulkan dan dilarutkan pada NaCl fisiologis dengan botol yang sama dimensi dan karakternya dengan botol yang digunakan standar Mc. Farland (Standar Barium Sulfat) hingga setara atau sebanding dengan standar kekeruhan tabung 3 (Kerapatan 12 x /mL) yang kemudian dipakai sebagai bakteri uji. Larutan Uji Larutan uji yang digunakan terdiri dari beberapa konsentrasi yaitu 16%, 18% dan 20%. Pembuatan larutan uji beragam konsentrasi diawali dengan pembuatan larutan stok konsentrasi 20% yaitu dengan melarutkan 20 gram serbuk getah papaya dengan akuades sampai 100 mL, kemudian dilakukan pengenceran larutan stok untuk mendapatkan konsentrasi 18% dan 16% dengan volume 50 mL. Larutan Kontrol Kontrol positif yang digunakan adalah amoksisilin yang sudah terkandung di dalam kertas cakram yaitu 20 ppm dan kontrol negatif yang digunakan adalah akuades. Pembuatan Kertas Cakram Pembuatan kertas cakram dilakukan dengan menyiapkan potongan kertas saring Whattman, dibuat kertas cakram berdiameter 6 mm, diletakkan dalam cawan petri kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan 1 atm selama 15 menit, kemudian kertas cakram yang telah disterilkan tersebut dicelupkan dengan serbuk getah pepaya yang telah dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 16%, 18% dan 20%. Disimpan di dalam cawan petri dan ditetesi larutan uji masing-masing diukur 20 dengan mikropipet, kemudian dikeringkan ke dalam oven suhu 40°C sampai kering. Pengujian Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Pengujian Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) serbuk getah buah pepaya dengan metode dilusi agar. Sebanyak 23 gram serbuk nutrien agar dilarutkan dalam 1 L akuadest, kemudian dididihkan dan disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Media agar didinginkan kemudian dimasukkan kedalam cawan petri, masing-masing sebanyak 15 mL dan ditambahkan 1 mL serbuk getah buah papaya yang telah dilarutkan dengan berbagai konsentrasi, lalu dihomogenkan dan bakteri Staphylococcus aureus konsentrasi sebanyak 0,2 mL disebarkan di atas permukaan agar, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Setelah diinkubasi lihat dan diamati adanya pertumbuhan bakteri atau tidak. Deret konsentrasi serbuk getah buah pepaya yang diuji adalah 10%, 12%, 14%, 16% dan 18%. Konsentrasi terendah dari serbuk getah buah pepaya yang tidak terjadi pertumbuhan bakteri pada cawan petri merupakan konsentrasi hambat minimum (KHM) (Hadioetomo, 1985). Pengujian Lebar Daerah Hambat(LDH) Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan untuk mengetahui besarnya daerah hambatan akibat serbuk getah pepaya yang telah dilarutkan ke dalam air terhadap S. aureus dengan metode difusi kertas cakram. Pengujiannya dengan cara mencampur 0,2 mL bakteri S. aureus berkosentrasi dengan konsentrasi 15 mL media Nutrient agar dimasukkan kedalam cawan petri, kemudian digerakkan melingkar untuk menyebarkan bakteri secara merata, setelah agar memadat, diatasnya diletakkan kertas cakram yang mengandung cairan serbuk getah pepaya. Konsentrasi yang digunakan 16%, 18%, 20%, Amoksisilin 20 ppm sebagai kontrol positif dan akuades sebagai kontrol negatif, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C dalam inkubator. Setelah diinkubasi diamati dan diukur lebar daerah hambat dari zona yang terbentuk menggunakan penggaris, sehingga diketahui lebar daerah hambat dari serbuk getah pepaya yang telah dilarutkan dengan akuadest. Analisis Data Untuk mendapatkan suatu kesimpulan dari hasil penelitian ini menggunakan data lebar daerah hambat (LDH) efektivitas antibakteri serbuk getah papaya dianalisis dengan menggunakan Analisis Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 18 pengulangan, yaitu konsentrasi 16%, 18%, 20%, amoksisilin 20 ppm dan akuades pada program SPSS. Kemudian analisis dilanjutkan dengan uji Duncan untuk membandingkan daya antibakteri diantara masing-masing perlakuan. HASIL PENELITIAN Karakteristik Serbuk Simplisia Getah Buah Pepaya Gambar 1. Serbuk Geath Buah Pepaya Gambar diatas adalah bentuk serbuk getah buah pepaya california. Karakteristik serbuk getah buah pepaya, ditampilkan pada Tabel 1 dibawah ini. Hasil pemeriksaan serbuk getah buah pepaya memenuhi karakteristik sesuai dengan persyaratan kecuali untuk kadar abu tidak memenuhi syarat, karena dipengaruhi oleh bahan antioksidan yaitu natrium metabisulfit yang merupakan senyawa anorganik yang menghasilkan abu sehingga mempengaruhi kadar abu. Uji Stabilitas Hasil uji stabilitas serbuk getah buah pepaya dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini. Kadar pH Berdasarkan hasil pengamatan uji pH pada Tabel 2 terlihat bahwa lamanya penyimpanan pada serbuk getah buah pepaya akan menghasilkan pH yang semakin menurun, baik pada penyimpanan suhu kamar ( 25°C) maupun suhu stabilita dipercepat (40°C). pH pada minggu ke-0 dengan penyimpanan suhu kamar dan suhu stabilita dipercepat menghasilkan nilai pH tertinggi yaitu 7,6. Sedangkan pH pada minggu ke-8 dengan penyimpanan suhu stabilita dipercepat menghasilkan nilai pH terendah yaitu 7,1. Kadar Air Tujuan penetuan kadar air untuk mengetahui masa simpan. Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya tumbuh mikroorganisme. Hasil pemeriksaan kadar air serbuk getah pepaya pada penyimpanan suhu 25°C menunjukkan peningkatan kadar air yang disebabkan oleh kondisi ruangan yang lembab, tetapi kadar air pada penyimpanan suhu 40°C mengalami penurunan kadar yang disebabkan oleh adanya peningkatan suhu yang menyebabkan penguapan air dari dalam serbuk. Kadar air tersebut memenuhi syarat karena tidak lebih dari 10% (DepKes RI, 1995). Hasil penetapan kadar air dapat dilihat pada Tabel 2. Kadar Abu Penentuan kadar abu bertujuan memberikan gambaran kandungan mineral-mineral logam yang terkandung dalam serbuk getah buah pepaya. Pada kadar abu yang diperbolehkan pada serbuk getah buah pepaya yaitu tidak lebih dari 14% pada hasil penelitian didapat lebih dari 21,30% sehingga tidak memenuhi syarat (DepKes, 1979). Hasil ini disebabkan oleh adanya penambahan antioksidan natrium metabisulfit pada serbuk getah buah pepaya. Uji Fitokimia Serbuk Getah Buah Pepaya Hasil uji fitokimia dapat dilihat pada Tabel 3. Pada tabel diatas, terlihat bahwa pada serbuk getah buah pepaya terdapat komponen senyawa alkaloid, saponin, tanin dan tidak mengandung senyawa flavonoid. Uji Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Pada pegujian Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) metode yang digunakan adalah metode dilusi padat. Pengujian KHM dilakukan untuk mengetahui konsentrasi terkecil yang dapat menghambat bakteri dan ditandai dengan tidak tumbuhnya bakteri. Serbuk getah buah pepaya memiliki sifat bakteriostatik yaitu kemampuan suatu senyawa untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Serbuk getah buah pepaya pada konsentrasi 16% menunjukkan daya hambat yang besar ditandai dengan tidak adanya pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada media agar. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi 16% serbuk getah buah pepaya memiliki sifat bakteriosida yang paling besar, sehingga dapat dilihat Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) berada pada konsentrasi 16%. Uji Lebar Daerah Hambat (LDH) Aktivitas Antibakteri Serbuk Getah Buah Pepaya Pengujian antibakteri dilakukan untuk melihat serbuk getah buah pepaya yang mempunyai efektifitas paling efektif sebagai antibakteri Staphylococcus aureus. Pada metode ini penghambatan pertumbuhan ditunjukkan oleh luasnya wilayah jernih (zona hambat) disekitar kertas cakram (Brander et al, 1991). Aktivitas antibakteri dilakukan dengan mengukur lebar daya hambat dari serbuk getah buah pepaya dengan konsentrasi 16%, 18% dan 20% dengan menggunakan amoksisilin sebagai kontrol positif dan akuadest sebagai kontrol negatif yang dilakukan dengan 3 kali pengulangan pada masing-masing konsentrasi. Tabel hasil pengujian Lebar Daerah Hambat (LDH) aktivitas antibakteri larutan serbuk getah buah pepaya dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil uji Lebar Daerah Hambat (LDH) dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 4. Hasil Pengujian Lebar Daerah Hambat (LDH) Serbuk Getah Buah Pepaya California Keterangan: Gambar a : Hasil Pengujian LDH aktivitas antibakteri serbuk getah buah pepaya pada Minggu ke-0 dengan penyimpanan suhu 40°C. Gambar b : Hasil Pengujian LDH aktivitas antibakteri serbuk getah buah pepaya pada Minggu ke-4 dengan penyimpanan suhu 40°C. Gambar c : Hasil Pengujian LDH aktivitas antibakteri serbuk getah buah pepaya pada Minggu ke-8 dengan penyimpanan suhu 40°C. Gambar d : Hasil Pengujian LDH aktivitas antibakteri serbuk getah buah pepaya pada Minggu ke-0 dengan penyimpanan suhu ±25°C. Gambar e : Hasil Pengujian LDH aktivitas antibakteri serbuk getah buah pepaya pada Minggu ke-4 dengan penyimpanan suhu ±25°C. Gambar f : Hasil Pengujian LDH aktivitas antibakteri serbuk getah buah pepaya pada Minggu ke-8 dengan penyimpanan suhu ±25°C. A : Konsentrasi 16% serbuk getah buah pepaya. B : Konsentrasi 18% serbuk getah buah pepaya. C : Konsentrasi 20% serbuk getah buah pepaya. : Kontrol positif amoksisilin 20ppm. : Kontrol negatif akuades. Hasil pengujian aktivitas serbuk getah buah pepaya terhadap bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 16%, 18% dan 20% memberikan gambaran lebar daerah hambat yang lebih tinggi dibandingkan kontrol positif amoksisilin 20 ppm dan akuades yang digunakan sebagai kontrol negatif tidak memiliki daerah hambat. Zona hambat yang dihasilkan oleh larutan serbuk getah buah pepaya masing-masing konsentrasi dengan perbedaan lama dan suhu penyimpanan dilakukan 3 kali pengulangan. Nilai Lebar Daerah Hambat (LDH) yang diperoleh di analisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial, dimana terdapat 6 jenis perlakuan yang digunakan yaitu Suhu; Minggu; Konsentrasi; Suhu*Minggu; Suhu*Konsentrasi dan Minggu*Konsentrasi sedangkan responnya adalah Lebar Diameter Hambat (LDH) yang terbentuk pada media agar. Pengujian ini dilakukan 3 kali pengulangan. Hasil dan kesimpulan dari Analisis Data SPSS berupa Tabel ANOVA dapat dilihat pada Tabel 5. Pada uji Anova yang terlihat pada tabel di atas, didapatkan hasil p = 0,000 dan 0,001 (<0,05 dan <0,01), dapat diartikan bahwa pemberian perlakuan Suhu, Minggu, Konsentrasi dan Minggu*Konsentrasi memperlihatkan ada pengaruh sangat nyata antara parameter dengan Lebar Daerah Hambat (LDH). Untuk hasil p = 0,909 dan 0,57 (>0,01 dan >0,05) diartikan bahwa pemberian perlakuan Suhu*Minggu dan Suhu*Konsentrasi memperlihatkan tidak ada perbedaan pengaruh antara parameter dengan Lebar Daerah Hambat (LDH). Selanjutnya dilakukan uji lanjut Duncan untuk membandingkan pengaruh masing-masing waktu penyimpanan dan perbedaan konsentrasi. Hasil pengamatan uji Duncan dengan waktu penyimpanan menyatakan bahwa waktu penyimpanan paada minggu-0 berbeda nyata dengan waktu penyimpanan minggu-4 dan berbeda sangat nyata dengan waktu penyimpanan minggu ke-8, waktu penyimpanan minggu ke-4 berbeda nyata dengan waktu penyimpanan minggu ke-8. Berdasarkan data pengamatan uji Duncan dengan perbedaan konsentrasi didapat kontrol negatif berbeda sangat nyata dengan kontrol positif, kontrol negatif berbeda sangat nyata dengan semua perlakuan lain. Kontrol positif berbeda sangat nyata dengan semua perlakuan lain. Larutan serbuk getah buah pepaya konsentrasi 16% berbeda nyata dengan serbuk getah buah pepaya konsentrasi 18% dan 20%. Larutan serbuk getah buah pepaya konsentrasi 18% berbeda nyata dengan larutan serbuk getah buah pepaya konsentrasi 20%. Larutan serbuk getah buah pepaya konsentrasi 16% mendekati kekuatan aktivitas antibakteri amoksisilin 20 ppm. Hubungan antara suhu penyimpanan serbuk getah buah pepaya terhadap Lebar Daerah Hambat (LDH) menyatakan bahwa suhu penyimpanan pada suhu hangat lebih baik dibandingkan dengan suhu penyimpanan pada ruang kamar, hal ini disebabkan oleh aktivitas getah buah pepaya dimana getah pepaya memiliki enzim papain yang memiliki suhu optimal aktivitas sekitar 50 . Suhu penyimpanan pada 40 mendekati suhu optimal kerja enzim (Winarno, 1995). Hubungan waktu penyimpanan terhadap Lebar Daerah Hambat (LDH) menunjukkan bahwa panyimpanan paling baik ditunjukkan pada waktu penyimpanan minggu-0 dibandingkan waktu penyimpanan minggu-4 dan minggu-8. Hal ini disebabkan oleh menurunnya kualitas serbuk getah buah pepaya yang dipengaruhi oleh lamanya waktu penyimpanan. Hubungan perbandingan konsentrasi dengan Lebar Daerah Hambat (LDH) menunjukkan bahwa konsentrasi yang menghasilkan Lebar Daerah Hambat (LDH) paling tinggi adalah larutan serbuk getah buah pepaya dengan konsentrasi 20% dibanding larutan serbuk getah buah pepaya konsentrasi 18%, 16%, kontrol positif amoksisilin dan kontrol negatif akuades. Namun aktivitas antibakteri larutan serbuk getah buah pepaya konsentrasi 20% tidaklah lebih baik dibandingkan kontrol positif amoksisilin 20ppm. Karena jika konsentrasi larutan serbuk getah buah pepaya konsentrasi 20% dikonversi ke dalam satuan ppm maka konsentrasinya menjadi 200.000 ppm. Aktivitas antibakteri serbuk getah buah pepaya mungkin lebih baik dibandingkan dengan aktivitas antibakteri ekstrak lain misalnya hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Miranti, dkk (2013), tentang perbandingan aktivitas antibakteri ekstrak etanol 30% dan 96% kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Hasil menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri ekstrak etanol 30% dan 96% kelopak bunga rosella berbeda dalam menghambat bakteri Staphylococcus aureus karena pada konsentrasi 60% dengan rata-rata lebar daerah hambat sebesar 4,5 mm sedangkan ekstrak etanol 30% kelopak bunga rosella paling aktif pada konsentrasi 80% dengan rata-rata lebar daerah hambat sebesar 4,5 mm. Hasil uji aktivitas antibakteri serbuk getah buah pepaya membentuk lebar daerah hambat 5,83 mm pada konsentrasi 20% lebih besar dibandingkan dengan ekstrak etanol 30% kelopak bunga rosella paling aktif pada konsentrasi 80% dengan rata-rata lebar daerah hambat 4,5 mm. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Serbuk getah buah pepaya yang mengandung enzim papain dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus penyebab jerawat. 2. Serbuk getah buah pepaya stabil pada suhu ±25°C dan suhu 40°C. Saran 1. Perlu dilakukan optimasi penambahan natrium metabisulfit sebagai pengawet agar serbuk getah buah pepaya lebih awet dan perlu pengujian residu natrium metabisulfit sehingga tidak mempengaruhi kadar abu. 2. Perlu dilakukan uji stabilitas pada suhu sejuk. DAFTAR PUSTAKA Andi, M. H, 2000. Pengobatan Alternatif Herbal. Jakarta; Yayasan Andi Muhammad. Anggraini, D., M. Masril., dan S. Maria. 2011. Formulasi Krim Serbuk Getah Pepaya (Carica papaya. L) sebagai Anti Jerawat. Pekanbaru: Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau. Baga, K. 1996. Bertanam Pepaya. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal 10-11. Brander, G. F. et al. 1999. Veternary Applied Pharmacology and Therapeutic Edition. London: Brailler Tindal. Brook, G.F., J.S. Butel., dan S.A Morse. 2005. Mikrobiologi kedokteran. Jakarta; Salemba Medika. Hal 15-31, 184-186. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Materia Medika Indonesia, Jilid III. Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. ________. 1989. Materia Medika Indonesia, Jilid V. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. ________. 1995. Farmakope Indonesia, Jilid IV. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. ________. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Djuanda, A., M. Hamzah., dan S. Aisah. 1999. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal 232. Fransworth, N.R. 1966. Biological and phytochemical screening of plants. Journal of Pharmaceutical science. 55 (3). Hal 226 – 276. Hadioetomo, R. S. 1985. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. Jakarta: Gramedia. Harper, J.C. 2007. Acne Vulgaris. Birmington: Departement of dermatology, University of Alabama. Miranti, M., Prasetyorini dan C. Suwary. 2013. Perbandingan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol 30% dan 96% Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus. Ekologia Vol. 13 No. 1: 9-18. Mitsui, T. 1997. New Cosmetics Science. Edisi Kesatu. Amsterdam. Elsevier Science B.V. Hal 13. Muhidin, D. 2004. Agroindustri Papain Dan Pektin. Jakarta: Penerbit Swadaya. Hal 24 Wijaya, K.H. 1995. Tanaman Berkhasiat Obat, Jilid II. Jakarta: Pustaka Kartini.