EKSTRAK GELATIN DARI TULANG RAWAN IKAN PARI

advertisement
Prosiding Skripsi Semester Gasal 2009/2010
SK -
EKSTRAK GELATIN DARI TULANG RAWAN
IKAN PARI (Himantura gerarrdi)
PADA VARIASI LARUTAN ASAM UNTUK PERENDAMAN
Intan Riezky Karlina*, Lukman Atmaja1
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
ABSTRAK
Gelatin merupakan turunan protein dari serat kolagen yang ada pada tulang rawan. Pada penelitian ini gelatin
diekstraksi waterbath dari tulang rawan ikan pari (Himantura gerrardi) menggunakan proses asam (tipe A).
Larutan HCl 5% (GC), H3PO4 5% (GP), dan CH3COOH 5% (GA) digunakan sebagai variasi larutan perendaman
pada saat tahap persiapan. Rendemen gelatin terbanyak adalah gelatin dengan perendaman HCl 5%, yaitu 13,99%.
Analisis FTIR menunjukkan GC, GP, dan GA memiliki serapan pada bilangan gelombang gugus amida A, amida
I, II, dan III yang merupakan gugus khas gelatin. Termogram TGA untuk GC, GP, dan GA menunjukkan bahwa
gelatin masih mengandung air. Termogram DSC menunjukkan GC dengan kadar air sebesar 13,98% paling cepat
terdenaturasi yaitu pada temperatur 41,4 ºC dengan perubahan mengeluarkan panas sebesar 0,68 W/g.
Dititikberatkan pada analisis FTIR, total rendemen, dan kandungan kadar air, maka dapat disimpulkan gelatin
yang memiliki kualitas terbaik adalah gelatin dengan perendaman HCl 5% (GC).
Kata kunci : analisis termal, ekstraksi waterbath, gelatin, ikan pari
ABSTRACT
Gelatin is a protein derived from the existing collagen fibers in cartilage. In this research, gelatin has been
waterbath extracted from the rayfish (Himantura gerrardi) cartilage using acid process (type A). Some acid
solutions i.e., HCl 5% (GC), H3PO4 5% (GP), and CH3COOH 5% (GA) were used as a soaking solution variations
during the preparation stage. Result shows that GC has the most gelatin yield i.e., 13.99%. FTIR analysis showed
GC, GP, and has a number of wave absorption in the amide A, amide I, II, and III groups, which is typical gelatin
group. TGA Termogram for GC, GP, and GA showed that the gelatin still contains water. Termogram DSC
showed that GC with a water content of 13.98% is the most rapidly denatured at a temperature of 41.4 ºC with a
heat release 0.68 W/g. Focused on FTIR analysis, gelatin yield, and water content, it can be concluded that gelatin
by soaking HCl 5% (GC) was the best quality.
Keywords : gelatin, rayfish, thermal analysis, waterbath extraction
PENDAHULUAN
Biopolimer adalah suatu istilah umum yang
mencakup polimer alam dan polimer sintetik yang
dihasilkan dari monomer polimer alam. Polimer
alam contohnya protein, polinukleotida, dan
polisakarida. Biopolimer dapat diperoleh dari
tumbuhan seperti getah asli, dan dari hewan seperti
gelatin (Isa, 2004). Polimer ini biasanya diperoleh
dari jaringan kolagen pada kulit, tulang, dan
*Corresponding author. Phone:+6285730388133
e-mail: [email protected]
1
Alamat sekarang: Jurusan Kimia, FMIPA ITS
Surabaya
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
jaringan ikat hewan dan sudah banyak diaplikasikan
dalam industri makanan, farmasi, obat-obatan, dan
lain-lain.
Data terakhir menunjukkan bahwa produksi
gelatin tiap tahun di seluruh dunia mencapai
326.000 ton. Gelatin yang berasal dari kulit babi
menempati urutan terbesar, yaitu 46%, kulit sapi
29,4%, tulang sapi 23,1%, dan sumber lainnya
hanya 1,5% (GME, 2008). Adanya hukum syariat
Islam yang mewajibkan pengikutnya untuk
mengkonsumsi sesuatu yang jelas kehalalannya
serta isu-isu lain dari hewan mamalia terutama sapi
tentang maraknya berita tentang penyakit sapi gila
(mad cow disease) atau Bovine Spongioform
Encephalopathy (BSE), maka ditelitilah gelatin yang
diekstrak dari ikan sebagai salah satu bahan aditif
alternatif yang dapat diterima seluruh masyarakat
(Haug, 2004).
Ekstraksi gelatin dari tulang ikan merupakan
usaha pemanfaatan limbah industri pengolahan ikan
yaitu dari industri pengalengan dan fillet. Metode
yang digunakan adalah ekstraksi waterbath.
Sebelum diektraksi, terlebih dahulu dilakukan
persiapan dengan cara merendam tulang dalam
larutan asam. Asam yang digunakan adalah asam
yang aman dan baunya tidak menusuk hidung (Choi,
2000).
Obyek utama yang akan diteliti kali ini adalah
mengekstrak gelatin dari tulang rawan ikan pari
(Himantura gerrardi). Ikan pari adalah salah satu
hasil laut yang belum dimanfaatkan secara optimal
karena memiliki rasa dan bau yang kurang sedap.
Selain itu ikan pari (cartilaginous fish) termasuk
mamalia vertebrata dari kelas chondrichthyes yang
artinya kerangkanya tersusun atas tulang rawan.
Menurut Buckle (1987), jumlah kolagen ikan
bertulang rawan adalah 10% dari total protein dan
ini lebih tinggi dibandingkan dalam ikan bertulang
keras, yaitu sekitar 3%. Selain itu, para ahli
berkesimpulan, tulang rawan ikan tidak beracun,
tidak memiliki efek samping, dan tidak ditemukan
unsur-unsur heavy metal seperti seng, tembaga,
merkuri, nikel, dan sejenisnya yang cenderung
berbahaya bagi manusia sehingga tulang rawan ikan
aman dikonsumsi (Almatstier, 2003).
Belum adanya penelitian mengenai pengaruh
variasi larutan asam yang digunakan pada saat
perendaman terhadap sifat kimia, berat molekul dan
sifat termal gelatin hasil dari ekstraksi tulang rawan
ikan pari (Himantura gerrardi), menjadi alasan
utama dilakukannya penelitian kali ini.
Metodologi Penelitian
Preparasi Tulang Rawan Ikan Pari
Ikan pari segar yang dibeli dari pasar ikan
tradisional setempat pada Juli 2009 dicuci bersih.
Tulang rawan ikan pari dipisahkan dari kulit dan
lemak yang menempel. Tulang kemudian dicuci
kembali dengan air bersih dibungkus dengan
aluminium foil dan disimpan dalam lemari
pendingin bersuhu -20 ºC sampai digunakan untuk
penelitian.
Tahap Persiapan
Penentuan lama perendaman tulang dengan HCl
5%, H3PO4 5%, dan CH3COOH 5% dilakukan
dengan mencairkan tulang rawan ikan pari beku
selama ±15 menit dengan air mengalir. Tulang
dibersihkan dari sisa daging yang masih menempel
dan direndam dalam air bersuhu 60-70 ºC selama 23 menit. Sisa serat dan lemak yang masih menempel
di tulang dibersihkan kembali menggunakan pisau.
Tulang-tulang dipotong dengan ukuran ±1cm2.
Tulang kemudian dibagi menjadi 3 bagian yang
nantinya akan direndam dengan variasi larutan
asam. Setiap bagian perendaman larutan asam,
dibagi lagi menjadi 4 bagian yang nantinya akan
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
divariasi waktu yang menunjukkan lama
perendaman tulang.
Tulang bagian pertama ditimbang massanya
sebanyak 4 kali dengan massa masing-masing
sebesar ±40g. Massa ini adalah massa tulang
sebelum perendaman (Mb). Tulang dimasukkan
dalam 4 erlenmeyer 500 ml berbeda bersama HCl
5%. Erlenmeyer ditutup dengan kain kasa dan diberi
label. Tulang pada erlenmeyer I direndam selama 7
hari, erlenmeyer II direndam selama 5 hari,
erlenmeyer III direndam selama 3 hari, dan
erlenmeyer IV direndam selama 2 hari. Hal yang
sama dilakukan pula terhadap perendaman tulang
dengan larutan H3PO4 5% dan CH3COOH 5%.
Masing-masing perbandingan tulang dengan larutan
asam adalah 1:8. Setelah masing-masing masa
perendaman berakhir, tulang ditiriskan beberapa
saat sampai tak ada cairan yang menetes. Massa
tulang sesudah perendaman (Ms) ditimbang dan
dicatat
hasilnya
serta
dihitung
derajat
penggembungannya. Tulang dengan derajat
penggembungan paling besar adalah yang akan
diekstraksi pada perlakuan berikutnya.
Tahap Ekstraksi dan Pengeringan Gelatin
Tulang-tulang yang telah direndam biasa
disebut dengan ossein atau tulang lunak. Ossein
dalam masing-masing larutan asam dinetralkan pHnya hingga mencapai pH 4-5 (Hinterwaldner, 1977).
Penetralan dilakukan dengan cara mengaliri ossein
dengan air mengalir selama ±1 jam (Sopian, 2002).
Setelah mencapai pH 4-5, ossein-ossein tersebut
dibilas menggunakan aquademineralisasi dan
ditimbang massanya (M1).
Masing-masing ossein kemudian diekstraksi
dengan aquademineralisasi (1:1) menggunakan
waterbath selama 8 jam pada suhu 60-70 °C.
Peralatan ekstraksi waterbath ditunjukkan oleh
Gambar 3.1. Ekstrak disaring menggunakan kertas
saring Whatman No.4, diukur volumenya,
dimasukkan dalam botol kaca kedap udara dan
diletakkan dalam lemari pendingin bersuhu 4-10 ºC
selama 24 jam. Ekstrak yang telah berubah menjadi
gel kemudian diletakkan dalam cawan petri dan
dioven selama 24 jam pada suhu 60ºC (Cho, 2004),
dan didinginkan dalam desikator. Lapisan gelatin
yang terbentuk di seluruh permukaan cawan petri
dikerok lalu ditumbuk hingga menjadi gelatin bubuk
dan ditimbang (M2). Ketiga varian gelatin ini
kemudian disebut dengan GC untuk gelatin dari
perendaman HCl 5%, GP untuk gelatin dari
perendaman H3PO4 5%, dan GA untuk gelatin dari
perendaman CH3COOH 5%. Ketiganya disimpan
dalam desikator.
Perhitungan Kadar Air Serbuk Gelatin
Botol timbang dioven pada suhu 105 ºC selam
±2 jam lalu ditimbang massanya setelah sebelumnya
didinginkan dalam desikator. Serbuk gelatin
sebanyak 1 gram dimasukkan dalam botol timbang
dan dioven pada suhu 105 ºC selama 2 jam,
didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Hal ini
dilakukan hingga beratnya konstan kemudian
dihitung kadar airnya.
Karakterisasi Gugus Fungsi Gelatin
Gugus fungsi gelatin dikarakterisasi dengan
spektroskopi Fourier Transform Infra Red, FTIR.
Sampel bubuk gelatin sebanyak 2 mg dicampur
dengan 100 mg serbuk KBr dan ditumbuk hingga
halus. Campuran tersebut dimampatkan dalam
sebuah cetakan menggunakan pompa hidrolik
sehingga membentuk kepingan tipis. Karakterisasi
terhadap kepingan sampel dilakukan dengan
menggunakan spektrometer FTIR Buck Scientific
model M-500 pada panjang gelombang antara 4000500 cm-1.
Pengukuran Massa Molekul Relatif Rata-Rata
Gelatin
Serbuk gelatin ditimbang sebanyak 0,03 gram
dan dilarutkan dalam pelarut aquades pada suhu
kamar. Larutan kemudian dimasukkan sebanyak 10
mL ke dalam viskometer Ostwald. Waktu alir
larutan dan pelarut diukur dengan menggunakan
stopwatch sebanyak empat kali. Data waktu alir
digunakan untuk menGCitung viskositas relatif,
viskositas tereduksi dan viskositas intrinsik.
Perlakuan diatas diulangi untuk variasi berat gelatin
0,035; 00,4; 0,045; dan 0,05 gram.
Hasil dan Pembahasan
Preparasi Tulang Rawan Ikan Pari (Himantura
gerrardi)
Penelitian kali ini di awali dengan pemilihan
jenis ikan pari. Ikan pari dipilih yang tidak terlalu
tua ataupun terlalu muda, hal ini dapat dilihat dari
berat tubuhnya. Ikan pari yang diilih memiliki berat
sekitar 15 kg dengan panjang 80 cm dan lebar 100
cm. Usia ikan berkaitan dengan kekerasan tulang
rawannya. Apabila usia ikan masih terlalu muda,
tulang rawannyapun juga masih terlalu lunak
sehingga akan mudah hancur saat perendaman
dangan larutan asam. Sebaliknya, apabila terlalu tua,
prosentase kandungan mineral (materi non kolagen)
dalam tulang juga semakin besar. Menurut
Almatsier (2003) dalam tulang rawan ikan,
terkandung protein, kalsium, fosfor, karbohidrat, air,
serat, lemak serta komponen alamiah lainnya
sebagai nutrisi. Sedangkan materi non kolagen
(kalsium dan fosfor) yang terdapat dalam tulang
harus didemineralisasi atau dihilangkan sebelum
proses ekstraksi gelatin dimulai.
Tulang-tulang dari ikan pari segar ini langung
dipisahkan dari daging, lemak dan serat yang
menempel. Saat pemisahan ini, tulang diusahakan
sebersih mungkin untuk memudahkan dalam
perlakuan selanjutnya. Hasil akhir menunjukkan
masih ada sisa lemak dan serat yang menempel
karena sulit dibersihkan secara manual. Tulang
dicuci hingga bersih, dibungkus dengan aluminium
foil dan dimasukkan dalam lemari pendingin
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
bersuhu -20ºC. Pembungkusan dengan aluminium
foil ini bertujuan agar kesegaran dan kelembaban
ikan tetap terjaga sedangkan pendinginan
dimaksudkan untuk menghambat pertumbuhan
bakteri sehingga tulang tidak mudah busuk dan
dapat bertahan hingga 2 bulan (Yang, 2007).
Tahap Persiapan
Tahap pertama sebelum mengekstrak gelatin
dari tulang rawan ikan pari adalah melakukan tahap
persiapan. Sebelum melakukan tahap persiapan,
ditentukan dahulu lama perendaman tulang dengan
larutan asam. Tulang beku dicairkan dengan cara
dialiri air selama 15 menit kemudian tulang dicuci
dan dan dibersihkan dari sisa daging serta deposit
lemak yang masih menempel. Untuk memudahkan
pembersihan maka dilakukan pula perendaman pada
air bersuhu antara 60-70°C selama 1-2 menit (Pelu,
dkk., 1998). Proses dari jaringan tulang seperti ini
biasa disebut dengan istilah degreasing. Prosesnya
dilakukan pada suhu antara titik cair lemak dan suhu
koagulasi albumin tulang yaitu antara 32-80ºC
(Ward, 1977), sehingga dihasilkan kelarutan lemak
yang optimum dan struktur protein dalam tulang
tidak mengalami denaturasi. Sisa serat dan lemak
yang masih menempel di tulang dibersihkan
kembali menggunakan pisau. Tulang-tulang
dipotong dengan ukuran ±1cm2 tujuannya untuk
memperbesar luas penampang saat perendaman
sehingga hasil ekstraksi dapat maksimal.
Proses
ekstraksi
gelatin
tulang
ikan
dikategorikan sebagai gelatin tipe A sehingga pada
penelitian ini digunakan larutan asam sebagai
larutan perendam. Menurut Ward (1977), asam
mampu mengubah serat kolagen triple-helix
menjadi rantai tunggal, berbeda dengan basa yang
hanya mampu menghasilkan rantai ganda. Tulang
dibagi menjadi 3 bagian yang nantinya akan
direndam dengan variasi larutan HCl 5%, H3PO4
5%, dan CH3COH 5%.
Tabel 1. Massa Tulang Rawan Awal (Mb) Sebelum
Direndam
Dengan
Masing-Masing
Larutan
Asamnya
Larutan asam
HCl 5%
H3PO4 5%
CH3COOH 5%
Mb (g)
40,3029
40,275
42,545
43,9915
41,7446
42,1007
40,7235
42,5275
42,185
41,1086
40,8832
42,9939
Setiap bagian perendaman larutan asam,
dibagi menjadi empat bagian yang nantinya akan
divariasi waktu yang menunjukkan lama
perendaman tulang. Hal ini secara ringkas dituliskan
pada pada Tabel 1. Perlakuan ini dimaksudkan
Tabel 2. Massa Ossein (Ms) pada Masing-Masing
Perendaman dengan Larutan Asam
Larutan asam
HCl 5%
H3PO4 5%
CH3COOH 5%
Hari ke7
5
3
2
7
5
3
2
7
5
3
2
Ms (g)
24,303
35,817
52,87
45,737
273,372
559,817
457,311
428,173
51,101
42,1
42,818
43,817
tulang ditiriskan beberapa saat. Pada akhir waktu
perendaman yang telah ditentukan diperoleh Ms
atau massa tulang setelah perendaman. Data Ms
dapat dilihat pada Tabel 2. Dengan adanya data
tersebut dapat dihitung derajat penggembungan
tulang (DP). Gambar 1 berikut menunjukkan derajat
penggembungan masing-maisng ossein. Ossein
dengan waktu perendaman yang menghasilkan DP
terbesar adalah yang akan diekstraksi.
D
e
r
a
ja
tp
e
n
g
g
e
m
b
u
n
g
a
n(%
)
untuk memperoleh lama perendaman yang sesuai
untuk masing-masing jenis asam. Perendaman
dilakukan dalam erlenmeyer 500 ml dan ditutup
dengan kain kasa untuk mencegah masuknya
kotoran tanpa menghalangi sirkulasi udara di
dalamnya. Masing-masing perbandingan tulang
dengan larutan asam adalah 1:8. Perbandingan yang
besar ini adalah untuk mengantisipasi larutan jenuh
oleh garam mineral yang larut.
Kalsium merupakan mineral dalam tulang
rawan yang jumlahnya paling banyak, sekitar 24%
(Almatsier, 2003). Maka dari itu, perendaman
tulang-tulang dengan larutan asam ini bertujuan
untuk proses demineralisasi atau menghilangkan
garam kalsium dan mineral lain yang terdapat dalam
tulang rawan (Utama, 1997). Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut :
Ca3(PO4)2(aq) + 6 HCl(aq) → 3CaCl2(aq) + 2H3PO4(aq)
3Ca2+(aq) + 2H3PO4(aq) → Ca3(PO4)2(aq) + 6H+(aq)
CH3COOH(aq) + Ca2+(aq) ↔ 2H+(aq) + Ca(CH3COO)2(aq)
Hasil akhir reaksi katiganya menghasilkan garam
kalsium terlarut. Akibat adanya materi terlarut
tersebut, tulang rawan ikan pari menjadi lunak atau
biasa disebut ossein. Larutan masing-masing asam
juga menjadi keruh.
Selain demineralisasi, pada tahap persiapan ini
juga terjadi proses swelling kolagen sebagai materi
penyusun tulang rawan ikan pari. Swelling adalah
penggembungan tulang rawan akibat adanya proton
yang masuk dalam struktur tulang rawan yang
kehilangan mineral atau adanya ruang kosong yang
terdapat di tropokolagen. Antara tropokolagen yang
sejajar terdapat ruang kosong selebar 400 Å.
Adanya ruang kosong ini merupakan “jalan masuk”
ion-ion H+ dari asam. Ion H+ akan berinteraksi
dengan
gugus
karboksil
sehingga
dapat
mengacaukan ikatan intra dan antar molekul
tropokolagen. Perendaman tulang dengan larutan
asam pada tahap persiapan harus dilakukan dengan
tepat (waktu dan konsentrasinya) karena jika tidak
tepat akan terjadi kelarutan gelatin dalam pelarut
sehingga
akan
mengakibatkan
menurunnya
rendemen ekstrak gelatin.
35
CH3COOH 5%
30
H3PO4 5%
HCl 5%
25
20
15
10
5
0
2
3
5
7
ha ri ke -
Gambar 1. Lama perendaman tulang berdasarkan
DP terbesar
Berdasarkan data tersebut ada kalanya Ms menjadi
berkurang. Hal ini menandakan bahwa perendaman
terlalu lama sehingga tropokolagen tidak lagi hanya
mengalami swelling tetapi rantai tropokolagen
sudah terurai menjadi gelatin yang larut dalam
larutan asam. Sebaliknya, ada kalanya Mb
bertambah.
Hal
ini
menunjukkan
bahwa
tropokolagen telah mengalami swelling.
Tahap Ekstraksi dan Pengeringan Gelatin
Tulang-tulang yang telah direndam dengan
larutan asam biasa disebut dengan ossein atau tulang
rawan lunak. Ossein dinetralkan
dengan air
mengalir sampai mencapai pH 4-5. Ekstraksi
kolagen tulang dilakukan dalam suasana asam pada
pH 4-5 karena pada umumnya pH tersebut
merupakan titik isoelektrik dari komponenkomponen protein non-kolagen (Fatimah, 1996).
Titik isoelektrik adalah titik dimana asam amino
penyusun protein non-kolagen menjadi dipolar dan
memiliki muatan bersih nol (Hart, 2003). Asam
amino tidak akan bergerak ke elektrode manapun.
Sehingga pada saat ossein diekstraksi, komponen
protein non-kolagen tidak ikut terekstrak. Apabila
lebih rendah dari titik isoelektrik asam amino berada
dalam bentuk ion amonium tersubstitusi sedangkan
pada pH lebih tinggi dari titik isoelektrik asam
amino hadir dalam bentuk karboksilat tersubstitusi.
Kedua bentuk ini dapat menyebabkan menurunnya
daya tarik menarik antara molekul protein nonkolagen sehingga molekul lebih mudah terurai atau
dengan kata lain ikut terekstrak.
(CH2)2
(CH2)2
Allisin
CH2
CH
H
O
N
H
CH2
HC
C
N
H
OH H
C
H
N
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
ikat silang kovalen
H2N
O
C
H
H
NH2
R
R
COOH
O
H
CH2
R
OH
(CH2)2
CH2
R
R
H
H
Swelling mengakibatkan penambahan berat
tulang rawan ikan setelah perendaman (Ms) pada
masing-masing lama perendaman. Ms diukur setelah
COOH
H2N
COOH
H2N
HC
C
O
N
H
R
OH
Hidroksilisin
(CH2)2
H2N
Gambar 2. Interaksi molekul air dengan ikatan
hidrogen dan ikatan kovalen
COOH
Pengukuran pH ossein menggunakan kertas
indikator universal. pH ossein yang terukur adalah
5. Ossein-ossein ini kemudian dicuci dengan
aquademineralisasi,
ditiriskan
sejenak,
lalu
ditimbang massanya (M1).
Masing-masing ossein kemudian diekstraksi
dengan aquademineralisasi (1:1) menggunakan
waterbath selama 8 jam. Pada suhu 45°C serabut
kolagen ikan sudah mengalami penyusutan.
Sedangkan pada 80ºC protein dapat terkoagulasi.
Maka dari itu pemanasan saat ekstraksi dilakukan
pada suhu 60-70°C.
Ekstraksi berfungsi sebagai lanjutan untuk
merusak
ikatan
hidrogen
antar
molekul
tropokolagen yang pada saat tahap persiapan
sebelumnya belum seluruhnya terurai oleh asam dan
ikatan hidrogen antara rantai-α dalam tropokolagen
secara sempurna. Ikatan hidrogen antara rantai-α
dalam tropokolagen kali ini didenaturasi oleh
molekul H2O (Gambar 2). Tahap ekstraksi ini
menyebabkan molekul triple-helix kehilangan
stabilitasnya dan akhirnya terurai menjadi 3 rantaiα. Denaturasi kolagen menyebabkan rantai tripel
helik secara sempurna bertransformasi menjadi
rantai tunggal gelatin, seperti yang terlihat pada
Gambar 3 berikut.
Gambar 3 Denaturasi tropokolagen menjadi gelatin
Hasil
ekstraksi
kemudian
disaring
menggunakan kertas saring Whatman No. 4. Kertas
saring ini dapat untuk menyaring hasil ekstraksi
material organik yang memiliki ukuran partikel 2025 µm. Filtrat ditampung dalam botol kaca dan
diletakkan dalam lemari pendingin bersuhu 4-10 ºC
selama 24 jam. Perlakuan pada tahap ini adalah
untuk membuktikan bahwa ekstrak tersebut adalah
gelatin. Hasil ekstrak menunjukkan perubahan
menjadi gel pada suhu 10ºC.
Pada saat
pendinginan, rantai-rantai polipeptida gelatin dapat
secara acak kembali membentuk struktur triple-helix
(tetapi tak sesempurna struktur kolagen) atau biasa
disebut pilinan acak. Asam imino, prolin dan
hidroksiprolin adalah bagian yang berperan dalam
pembentukan junction zones.
Gambar 4. Struktur gelatin pada fasa sol ke gel
Gel kemudian dioven. Pengovenan ini
bertujuan untuk pengeringan sehingga diperoleh
gelatin padat (serbuk). Pengovenan dilakukan pada
suhu 60ºC selama 24 jam. Suhu tidak dibuat terlalu
tinggi untuk menghindari denaturasi rantai
polipeptida. Pada perlakuan ini, gelatin yang semula
dalam fasa gel mencair akibat pemanasan. Struktur
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
yang semula seperti gulungan benang yang rapat
menjadi mengembang (Gambar 4.).
Setelah dikeringkan, dan didinginkan dalam
desikator gelatin membentuk lapisan tipis pada
dinding cawan petri. Lapisan ini kemudian dikerok
dan ditumbuk hingga membentuk serbuk. Rantairantai-α merapat saat gelatin berbentuk serbuk
(gelatin padat) (Gambar 5). Ketiga varian gelatin ini
kemudian disebut dengan GC untuk gelatin dari
perendaman HCl 5%, GP untuk gelatin dari
perendaman H3PO4 5%, dan GA untuk gelatin dari
perendaman CH3COOH 5%.
Gambar 5. Perubahan gelatin saat memadat dan
mencair (leleh)
Serbuk masing-masing gelatin ditimbang
massanya (M2). Dari M1 dan M2 yang sudah
diketahui dapat dihitung rendemen GC, GP, dan
GA. Hasilnya masing-masing adalah 13,99%;
9,95%; dan 1,91%. Tampak bahwa rendemen
terbesar adalah GC, yang mana pada saat tahap
persiapan tulang rawan direndam dalam HCl 5%.
HCl adalah asam kuat sehingga pada suatu larutan
akan langsung terprotonasi sempurna. H+ yang
dihasilkan bisa dengan cepat menghidrolisis rantai
heliks. Berbeda dengan asam klorida, kedua asam
yang lain yang merupakan asam lemah. Tetapi
meskipun H3PO4 dan CH3COOH sama-asam asam
lemah, rendemen H3PO4 lebih banyak dibandingkan
dengan CH3COOH Hal ini karena asam asetat hanya
asam monoprotik yang pada reaksi kesetimbangan
hanya sekitar 5% asam asetat yang terionisasi.
Sementara 95% lainnya masih dalam bentuk
molekul. Sedangkan H3PO4 (asam triprotik) akan
berdissosiasi sebanyak tiga kali lebih banyak dari
CH3COOH atau dengan kata lain akan
menghasilkan H+ tiga kali lebih banyak dari
CH3COOH. Molekul asam fosfat yang berdissosiasi
sekitar 10% (Chang, 2007). Rendemen–rendemen
tersebut kemudian dan dianalisis sifat kimia, fisik,
dan termalnya.
Gambar 6. Serbuk gelatin (a) GA; (b) GP; (c) GC
Warna GA adalah putih bersih tetapi sedikit
berbau asam. GP berwarna kecoklatan sedang GC
sedikit lebih terang dan keduanya sama sekali tidak
berbau (Gambar 6). Karena pada saat penetralan
ossein tidak mencapai pH 7, maka terjadi
demineralisasi lanjutan pada saat ekstraksi dan
terbentuk kalsium asetat terlarut. Sehingga pada saat
gelatin dikeringkan kalsium asetat yang ikut terlarut
di dalamnya menjadi padatan kalsium asetat yang
berwarna putih dan berbau asam (MSDS, 2007). Hal
inilah yang menyebabkan GA berbau asam. Tetapi
kalsium asetat ini sama sekali tidak memiliki sifat
toksit ataupun alergi terhadap manusia (MSDS,
2007). Pada umumnya, apabila untuk dikonsumsi
lebih disukai gelatin yang memiliki warna putih
bersih tetapi tidak berbau.
Perhitungan Kadar Air Serbuk Gelatin
Sampel serbuk gelatin dihitung kadar airnya
menggunakan metode pengeringan atau secara
termogravimetri. Adapun prinsip dari metode ini
adalah menguapkan air dalam bahan dengan jalan
pemanasan kemudian menimbang berat bahan
hingga didapatkan massa yang konstan, yang berarti
semua air telah diuapkan. Kadar air perlu dihitung
karena akan sangat berpengaruh pada mutu dan
lama penyimpanan gelatin.
Langkah pertama yang dilakukan dalam
percobaan ini adalah dengan mengoven botol
timbang terlebih dahulu selama ±2jam pada suhu
105oC dengan tujuan menguapkan air yang berada
didalam maupun diluar dinding botol kemudian
ditimbang. Serbuk gelatin sebanyak 1 gram
dimasukkan dalam botol timbang. dioven pada suhu
yang sama (105oC) kurang lebih sekitar 2 jam.
Tujuan dari pengovenan ini adalah untuk
menguapkan air yang terkandung dalam serbuk,
baik itu air bebas maupun air yang terikat lemah,
dapat teruapkan. Setelah pengovenan selasai, serbuk
gelatin bersama dengan botol timbang dimasukkan
kedalam desikator, sampel dan botol timbang
ditimbang menggunakan neraca analit hingga
diperoleh massa konstan.
Berdasarkan data hasil perhitungan,
didapatkan bahwa GC memiliki kadar air
terendah yaitu 13,98% dan GP terbanyak yaitu
14,39%. Hal ini bararti ketiga jenis gelatin
masih memiliki kadar air yang bisa ditolerir.
Tabel 3 menunjukkan kadar air masing-masing
gelatin.
Tabel 3. Kadar Air Gelatin
Gelatin
GC
GP
GA
Kadar air (%)
13,98
14,39
14,25
Karakterisasi Gugus Fungsi Gelatin
Sebelum dianalisis sifat fisik atau sifat
termalnya, gelatin harus dianalisis sifat kimianya
terlebih dahulu. Hal ini untuk membuktikan bahwa
hasil ekstraksi tulang rawan ikan pari yang
sebelumnya telah direndam dalam larutan asam,
HCl 5%, H3PO4 5%, dan CH3COOH 5% adalah
benar gelatin dengan cara mengkarakterisasi gugusgugus khas gelatin. Kurva spektra FTIR dapat
dilihat pada Gambar 7 sedang rangkuman puncak
serapan dan gugus fungsinya dapat dilihat pada
Tabel 4.
Kurva di samping dibagi menjadi 4 bagian,
yaitu daerah serapan amida A, amida I, amida II,
dan amida III yang merupakan daerah serapan
gugus fungsi khas gelatin. Daerah serapan amida A
ditunjukkan pada υ=3580-3650 cm-1 merupakan
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
daerah serapan gugus OH dan regangan NH (Sai,
2001) serta regangan CH2 pada 2930 cm-1. Terdapat
kemungkinan pertindihan ikatan untuk puncak yang
diserap pada υ=3580-3650 cm-1.
Gambar 7. Spektra FTIR untuk gelatin dengan
perendaman HCl 5% (GC); H3PO4 5% (GP); CH3COOH
5% (GA)
Pada kurva terlihat bahwa GP, GA, dan GC
menunjukkan serapan pada 3445,9; 3467, 3; dan
3420,5 cm-1 dengan bentuk kurva yang lebar.
Kebanyakan puncak NH yang diserap mempunyai
betuk yang tajam dan sempit. Oleh karena itu,
puncak yang diserap sebenarnya membuktikan
adanya gugus OH. Bentuk kurva yang lebar ini
disebabkan oleh banyaknya gugus OH dalam gelatin
yang berasal dari hidroksiprolin.
Bagian amida A yang kedua adalah serapan di
sekitar 2930 cm-1. Pada kurva terlihat bahwa GP,
GA, dan GC menunjukkan serapan pada 2925,8;
2931,4; dan 2931,2 cm-1. Menurut Kemp (1987),
puncak ini menunjukkan bahwa gugus NH dalam
amida akan cenderung berikatan dengan regangan
CH2 apabila gugus karboksilat dalam keadaan stabil.
Dengan demikian ketiga sampel yang diuji telah
terbukti memiliki gugus OH, regangan NH, dan
regangan CH2.
Gugus khas gelatin berikutnya adalah amida I.
Adanya regangan ikatan ganda gugus karbonil,
C=O, bending ikatan NH, dan regangan CN
menyebabkan timbulnya puncak serapan pada
frekuensi 1656-1644 cm-1 (Muyonga, dkk., 2004).
Daerah inilah yang disebut dengan daerah serapan
amida I yang menunjukkan adanya regangan C=O
dan gugus OH yang berpasangan dengan gugus
karboksil. Daerah serapan 1660-1650 cm-1 dikenal
sebagai daerah serapan untuk struktur rantai α-helik.
Pada kurva terlihat bahwa GP, GA, dan GC
menunjukkan serapan pada 1659,7; 1650,4; dan
1648,3 cm-1. Maka dengan ini dapat disimpulkan
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
dari amida A sampai amida II yang semakin besar.
Puncak-puncak pada amida III hampir tak terlihat.
Hal ini sudah sesuai dengan teori bahwa kolagen
telah berhasil didenaturasi menjadi gelatin. Agak
sedikit berbeda dengan kurva GA, puncak serapan
mineralnya masih tajam. Hal ini berarti meskipun
kolagen telah berhasil dikonversi menjadi gelatin
namun memiliki kandungan mineral yang tinggi.
Mineral ini berasal dari kolagen yang yang lolos
pada saat penyaringan. Berdasarkan analisis FTIR,
gelatin jenis GC adalah yang paling menonjol
serapan gugus fungsi khasnya
Pengukuran Berat Molekul Relatif Rata-Rata
Gelatin
Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui
identitas (karakteristik fisik masing-masing gelatin
dengan variasi asam untuk perendaman, GC, GP,
dan GA), yakni berat molekul relatif rata- rata
gelatin yang sebelumnya tidak diketahui. Berat
molekul relatif rata-rata ditentukan dengan analisis
viskositas larutan gelatin menggunakan viskometer
Ostwald pada suhu kamar.
Konsentrasi masing-masing larutan gelatin
dibuat bervariasi yakni 0,3; 0,35; 0,4; 0,45; dan 0,5
g/dL. Waktu alir larutan gelatin dibandingkan
terhadap waktu alir pelarut untuk mendapatkan nilai
viskositas spesifik (ηsp). Nilai viskositas tereduksi,
(ηsp/c) dialurkan terhadap konsentrasi (c) untuk
memperoleh nilai viskositas intrinsik, [η], yang
merupakan intersep grafik. Berat molekul relatif
rata-rata viskositas gelatin ditentukan dari viskositas
intrinsik menggunakan persamaan Mark-HouwinkSakurada dimana menurut Veis (1964) harga α
gelatin berkisar antara 0,45-0,88. Sedangkan
menurut Pouradier (1950) harga K untuk gelatin
dari kulit babi adalah sebesar 1,10x10-4 dan α
sebesar 0,74, harga K untuk gelatin dari kulit anak
sapi adalah sebesar 1,66x10-5 dengan α sebesar
0,885 untuk biopolimer gelatin dalam pelarut air
pada suhu 300C. Karena belum adanya data
mengenai harga K dan α gelatin dari tulang rawan
ikan, maka digunakan harga K dan α dari kulit anak
sapi.
5
4.5
viskositasspesifik/c
bahwa ketiga sampel gelatin memiliki daerah
serapan amida I atau dengan kata lain mengandung
rantai-α helik yang mana rantai ini merupakan
struktur gelatin.
Daerah serapan amida II adalah puncak serapan
pada 1560-1335 cm-1 (Muyonga, dkk., 2004).
Vibrasi amida II disebabkan oleh adanya deformasi
ikatan N-H dalam protein. Daerah serapan ini
berkaitan dengan deformasi tropokolagen menjadi
rantai-α. Sedangkan menurut Hashim, dkk., 2009,
struktur α-helik pada amida II ditunjukkan pada υ =
1550-1540 cm-1. Pada kurva terlihat bahwa GP, GA,
dan GC menunjukkan serapan pada 1535,7; 1533,9;
1549,6. Hal ini membuktikan adanya deformasi
ikatan N-H pada sampel-sampel tersebut
menghasilkan rantai-α.
Daerah serapan spesifik dari gelatin yang
terakhir adalah amida III. Puncak serapannnya
adalah 1240-670 cm-1 dan berhubungan dengan
struktur triple-helix (kolagen) (Hashim, dkk., 2009).
Pada kurva terlihat bahwa GP, GA, dan GC masih
mengandung struktur triple-helix, ditunjukkan oleh
puncak serapan 1242,4; 1231,2; dan 1235,8 cm-1.
Hal ini berarti masih ada sebagian kecil struktur
kolagen yang masih belum terkonversi menjadi
gelatin dan lolos saat dilakukan penyaringan ekstrak
gelatin.
Selain itu ketiga kurva gelatin menunjukkan
puncak serapan pada bilangan gelombang sekitar
1100 cm-1. Menurut Jackson, dkk (1995), absorpsi
di daerah bilangan gelombang ini menunjukkan
vibrasi C-O karbohidrat. Karbohidrat dalam kolagen
ada karena adanya glokasi kolagen. Glokasi kolagen
atau yang biasa disebut dengan non-enzimatik
glikosilasi adalah adanya molekul gula, sebagai
contoh glukosa yang berikatan dengan asam amino
kolagen, arginin dan lisin tanpa adanya peran dari
enzim. Puncak serapan 1118,5 cm-1 pada GP dan
1129,2 cm-1 pada GA menunjukkan bahwa GP dan
GA mengandung karbohidrat dalam struktur
kolagennya.
Menurut Abe (1972), serapan regangan struktur
tulang juga termasuk daerah serapan amida III.
Dearah ini mengkarakterisasi material non-protein
yang terkandung dalam tulang. Puncak serapan pada
900 cm-1 adalah puncak serapan untuk mineral
phosphat (regangan P-O simetris) dan 1073 cm-1
adalah untuk mineral karbonat (regangan C-O
simetris) (Goodship, dkk., 2004). Dari kurva FTIR
dapat dilihat bahwa GH memiliki puncak serapan
pada 1073 cm-1, hal ini dapat diartikan bahwa
sampel GA mengandung mineral karbonat. Sedang
GP memiliki puncak serapan pada 896,8 cm-1, hal
ini berarti sampel GP mengandung mineral
phosphat. Dari kedua hal tersebut dapat disimpulkan
bahwa puncak serapan 1064,5 cm-1 pada GA adalah
serapan mineral asetat. Hal ini memperkuat
pernyataan sebelumnya bahwa hasil uji organoleptis
pada sampel GA tercium bau asetat.
Keseluruhan dari kurva spektra FTIR untuk
gelatin hasil ekstraksi ikan pari memiliki intensitas
4
GC
y = 7.78x + 0.5312
R
2
GP
= 0.9935
GA
Linear (GP)
3.5
Linear (GA)
3
Linear (GC)
2.5
2
1.5
1
0.5
y = 3.678x + 0.8344
y = 3.078x + 2.0004
R
2
R
2
= 0.9925
= 0.9866
0
0.3
0.35
0.4
0.45
0.5
c (g/dL)
Gambar 8. Grafik ηsp/c Vs c
Berdasarkan grafik pada Gambar 8, dapat
dihitung berat molekul relatif GC, GP, dan GA
melalui persamaan regresinya. Karena konstanta (α
dan K) yang digunakan untuk menghitung berat
molekul relatif rata-rata bukan khusus untuk gelatin
tulang rawan ikan, maka di penelitian ini hanya
didapatkan data perkiraan berat molekul ralatif ratarata tulang rawan ikan pari (Himantura gerrardi).
Perkiraan berat molekul relatif rata-rata gelatin yang
diperoleh dalam penelitian ini sebesar 123.187
g/mol, 551.128 gram/mol 205.194 g/mol untuk
untuk GP, GA, dan GC. Menurut pernyataan
Fatimah (1996), berat molekul gelatin berkisar
antara 15.000-250.000 g/mol sedang menurut Rose
(1987), berat molekul rata-rata gelatin adalah
>5x105 gram/mol dan berat molekul rata-rata gelatin
dari ossein yang dihasilkan dari perendaman asam
adalah 2,2 x 105 gram/mol.
Adanya perbedaan berat molekul antara GC,
GP, dan GA disebabkan oleh berat molekul nongelatin yang terkandung di dalamnya. Berat molekul
yang dimaksud adalah asam mineral. GA memiliki
berat molekul relatif rata-rata paling besar dan
bahkan melebihi berat gelatin pada umumnya. Hal
ini mempertegas hasil analisis puncak serapan FTIR
yang telah dibahas sebelumnya yang menunjukkan
tajamnya puncak serapan pada daerah serapan
regangan struktur tulang (daerah serapan mineral).
Pada analisis puncak serapan FTIR GA terlihat 2
puncak serapan daerah serapan regangan struktur
tulang (daerah serapan mineral), hal ini
mangakibatkan berat molekul relatif rata-ratanya
lebih kecil dibanding GP yang hanya menunjukkan
satu daerah serapan regangan struktur tulang (daerah
serapan mineral).
Analisis Termal
Analisis termal gelatin meliputi Thermal
Gravimetric Analysis (TGA) dan Differential
Scanning Calorimetry (DSC). Pada dasarnya tujuan
analisis TGA pada penelitian ini adalah untuk
menganalisis penurunan massa gelatin saat dikenai
panas atau temperatur dinaikkan. Sedangkan analisis
DSC adalah untuk mengidentifikasi transisi gelas,
temperatur kristalin, dan titik leleh gelatin. Tetapi
karena kondisi alat yang tidak memungkinkan
menyebabkan hanya dapat menganalisis titik
denaturasi (Td) gelatin. Pada penelitian ini
dilakukan pemanasan dari suhu ruang, 20 ºC-300ºC,
dengan laju pemanasan sebesar 10 ºC/menit.
Gambar 9 menunjukkan ketiga termogram TGA
dan DSC dari masing-masing jenis gelatin. Pada
termogram TGA, GC dengan kadar air 14,40%
sudah mengalami penurunan massa awal menjadi
99,8% (8,8293 mg) pada suhu 29,3 ºC. GP dengan
kadar air 14,25% mengalami penurunan massa awal
menjadi 99,7% (5,3957 mg) pada suhu 24,1 ºC.
Sedangkan untuk GA dengan kadar air 14,36%
mengalami penurunan massa awal menjadi 99,8%
(6,3412 mg) pada suhu 25,9 ºC. Ketiga termogram
TGA terlihat bahwa masih terdapat gelatin
meskipun telah dipanaskan hingga suhu 300 ºC.
Kurva penurunan massa gelatin yang melandai
(tidak tajam) menunjukkan bahwa gelatin GC
memiliki struktur amorf.
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
A
B
C
Gambar 9. Termogram TGA-DSC (A) GC,
(B) GP, (C) GA
Termogram DSC GC menunjukkan bahwa pada
suhu 41,4 ºC gelatin sudah mengalami denaturasi
yang pertama. GP mengalami denaturasinya yang
pertama pada suhu 48,3 ºC. Sedangkan pada GA,
denaturasi dialami pada suhu 46,5 ºC. Reaksi yang
terjadi adalah eksotermis, yang artinya sampel
serbuk gelatin mengeluarkan panas ke lingkungan
lebih besar dibandingkan panas yang diberikan oleh
sistem (sampel) dengan aliran panas (q). Dengan
terjadinya denaturasi berarti gelatin sudah
kehilangan
sifat
biologisnya.
Peningkatan
temperatur lebih lanjut akan menyebabkan gelatin
terkarbonasi.
Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini
adalah:
1. Gelatin berhasil diekstrak dari tulang rawan ikan
pari (Himantura gerrardi) dengan HCl 5%,
H3PO4 5%, dan CH3COOH 5% sebagai larutan
perendam.
2. Rendemen gelatin terbanyak adalah gelatin
dengan perendaman HCl 5%, yaitu 13,99%.
3. Analisis FTIR yang menunjukkan adanya serapan
gugus amida A, amida I, amida II, dan amida III
pada gelatin dengan perendaman HCl 5%, H3PO4
5%, maupun CH3COOH 5%.
4. Analisis TGA menunjukkan bahwa gelatin
dengan perendaman HCl 5%, H3PO4 5%, dan
CH3COOH 5% masih mengandung air.
5. Analisis DSC menunjukkan gelatin dengan
perendaman HCl 5% (kadar air 13,98%) paling
cepat terdenaturasi yaitu pada temperatur 41,4 ºC
dengan melepas panas sebesar 0,68 W/g.
6. Dititikberatkan pada analisis FTIR, total
rendemen, dan kandungan kadar air, maka gelatin
dengan perendaman HCl 5% (GC) adalah yang
paling baik kualitasnya dibandingkan dua jenis
gelatin lainnya.
Ucapan Terimakasih
1.
2.
3.
4.
Bapak Lukman Atmaja, Ph.D selaku dosen
pembimbing
atas
segala
diskusi,
bimbingan, arahan dan semua ilmu yang
bermanfaat.
Bapak Drs. Eko Santoso, M.Si dan Bapak
Drs. Refdinal Nawfa, MS selaku dosen
penguji atas saran, kritik, arahan dan semua
ilmu yang bermanfaat.
Curtin University of Technology Perth
Australia, yang telah bersedia menerima
sampel untuk analisis DSC-TGA
Sahabat-sahabat dari angkatan 2005 Kimia
ITS dan berbagai pihak yang telah
membantu dalam proses penelitian ini.
Daftar Pustaka
Abe, Y., dan Krimm, S. 1972. ”Normal Vibration of
Crystalline Polyglycine I”.Biopolymer, 11.
1817-1839.
Almatstier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
Jakarata : Gramedia Pustaka Utama.
Buckle, K. A., R. A. Edward, G. H. Fleet, dan M.
Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Chang, Raymond. 2007. General Chemistry 9th.
New York: Mc. Graw Hill.
Cho, S. M., Kwak, K. S., Park, D. C., Gu, Y. S., Ji,
C. I., Jang, D. H., Lee, Y., B., dan Kim, S., B.
2004.
”Processing
Optimization
and
Functional Properties of Gelatin from Shark
(Isurus oxyrinchus) Cartilage”. Food
Hydrocolloids 18, 573–579.
Choi,
S.S., dan J.M. Regenstein. 2000.
“Physicochemical
and
Sensory
Characteristics of Fish Gelatin”. Journal of
Food Science 65 : 194-199.
Fatimah, T. 1996. Pengaruh Konsentrasi dan Lama
Perendaman Pada Tulang terhadap Sifat
Fisikokimia Gelati, Bogor: Skripsi S-1
Sarjana
Jurusan
Kimia,
Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Bogor: IPB.
Gelatine Manufactures of Europe. 2008. Gelatin
Market
Data
2005.
<URL:http://www.gelatine.org/en/gelatine/o
verview/127.htm>.
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Goodship, A. E., Morris, M., D., Draper, E., R., C.,
Matoser, P., Towrie, M., dan Parker, A., W.
2004. “Kerr-gated Picosecnd Raman
Specroscopy and Raman Photon Migration
of Equine Bone Tissue with 400-nm
Exicitation”. Laser for Science Facility
Programme-Chemistry, 129-130.
Hart, Harold. 2003. Kimia Organik : Suatu Kuliah
Singkat. Jakarta: Erlangga.
Hashim, D. M., Che Man, Y., B., Norakasha, R.,
Shuhaimi, M., Salmah, Y., dan Syaharia, Z.,
A. 2009. “Potential Use of Fourier
Transform Infrared Spectroscopy for
Differentiation of Bovine and Porcine
Gelatins”. Food Chemistry 118, 856-860.
Haug, I. J., Draget, K. I., dan Smidsrød, O. 2004.
Physical Behavior of Fish GelatinCarrageenan
Mixtures.
Carbohydrate
Polymers 56, 11–19.
Isa, A. B .M. 2004. Penghasilan dan Pencirian
Eksopolisakarida
Daripada
Bacillus
licheniformis
S20A.
Tesis
Sarjana
Kejuruteraan
(Polimer)
Fakulti
Kejuruteraan Kimia dan Kejuruteraan
Sumber Asli. Serawak: Tesis Sarjana
Universiti Teknologi Malaysia.
Jackson, M., Choo, L., P., Watson, P., H., Halliday,
W., C., dan Mantsh, H., H. 1995. “Beware of
Connective Tissue Proteins: Assignment and
Implication of Collagen Absorptions in
Infrared Spectra of Human Tissues”.
Biochima et Biophysica Acta 1270, 1-6.
Karem, A. A., Bhat, Rajeev. 2009. “Fish Gelatin:
Properties, Challenges, and Prospects as An
Alternative to Mammalian Gelatins”. Food
Hydrocolloids 23. 563-576.
Kemp, W. 1987. Organic Spectroscopy (2nd).
Hampshire: Macmillan Education Ltd.
Material Safety Data Sheet. 2007. Calcium Acetat,
C0266. Phillipsburg: Mallinckord Baker, Inc.
Muyonga, J. H., Cole, C., G., B., Duodu, K., G.
2004. “Fourier Transform Infrared (FTIR)
Spectroscopy Study of Acid Soluble
Collagen and Gelatin from Skins and Bones
of Young and Adult Nile Perch (Lates
Niloticus)”.Food Chemistry 86, 325-332.
Peranginangin R, Mulyasari, A. Sari, dan Tazwir.
2005. “Karakterisasi Mutu Gelatin Yang
Diproduksi dari Tulang Ikan Patin (Pangsius
hypopthalmus) Secara Ekstraksi Asam”.
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 11,
4.
Poradier, J., dan A. M. Venet. 1950. J. Chem. Phys,
47. 391.
Poradier, J., dan A. M. Venet. 1955. J. Chem. Phys,
49. 85.
Rose, P. I. 1987. Encyclopedia of Polymer Science
and Engineering, Vol. 7. New York: John
Willey and Sons.
Veis, A. 1964. The Macromolecular Chemistry of
Gelatin. New York: Academic Press.
Yang, Hongshun. 2007. “2-Step Optimatization of
the Extraction and Subsequent Physical
Properties of Channel Catfish (Ictalunus
punctatus) Skin Gelatin”. Journal of Food
Science 72, 188-195.
Zhao, Broke W. 1999. Polymer Data Handbook:
Gelatin. Oxford: Oxford University Press,
Inc.
BIOGRAFI PENULIS
Penulis
dilahirkan
di
Madiun, 10 Oktober 1986,
merupakan anak ketiga dari
tiga bersaudara. Penulis
menempuh
pendidikan
formal di SDN Kanigoro
03 Madiun, SMPN 1
Madiun, dan dilanjutkan ke
SMU Negeri 2 Madiun.
Setelah lulus SMU pada
tahun
2005,
penulis
diterima di jurusan Kimia FMIPA ITS melalui jalur
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Penulis terdaftar dengan Nomor Registrasi
Pendaftaran 1405 100 065. Selama perkuliahan,
penulis aktif di organisasi mahasiswa intra kampus
yaitu Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMKA)
sebagai staf departemen Kesejahteraan Mahasisiwa
periode
kepengurusan
2006/2007-2007/2008.
Penulis pernah menjadi anggota panitia kegiatan
yang diadakan oleh HIMKA, diantaranya seminar
Kecelakaan dan Keselamatan Kerja (K3) dan
Olimpiade Nasional Kimia serta aktif sebagai
Asisten Praktikum Kimia Polimer. Pada akhir
perkuliahan, penulis mengambil bidang kimia fisik
sebagai bidang minat untuk menyelesaikan jenjang
S-1.
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Download