Jurnal Kesehatan Kartika 75

advertisement
ANALISIS FAKTOR LINGKUNGAN DAN SOSIODEMOGRAFI DENGAN TERJADINYA
DEMAM CHIKUNGUNYA DI DESA SUKASARI KECAMATAN PAMEUNGPEUK
KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2011
ANALYSIS FACTOR ENVIRONMENT AND SOCIODEMOGRAPHI
THAT INFLUENCE OCCURANCE OF DISEASE CHIKUNGUNYA FEVER
IN SUKASARI VILLAGE PAMEUNGPEUK
DISTRICT BANDUNG 2011
Dyan Kunthi N. dan Taliah
Stikes Jenderal A. Yani Cimahi
Abstrak
Demam Chikungunya merupakan penyakit lama yang muncul kembali (re-emerging disease), yaitu
penyakit infeksi virus yang disebarluaskan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Kecamatan Pameungpeuk merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Bandung yang termasuk dalam
wilayah endemis Chikungunya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor lingkungan dan
sosiodemografi di Desa Sukasari Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Bandung tahun 2011.
Desain penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol. Sampel yang digunakan sebanyak 156 orang
yang terdiri atas sampel kasus 78 orang dan kontrol 78 orang. Kasus adalah masyarakat di Desa Sukasari
yang menderita demam Chikungunya, sedangkan kontrol adalah orang yang terdekat dengan kasus
(tetangga kasus). Pengumpulan data melalui wawancara dan observasi. Analisis data dilakukan secara
univariat untuk melihat distribusi frekuensi, bivariat untuk mengetahui perbedaan proporsi antar dua
variabel dengan uji Chi Square dan melihat besarnya resiko terjadinya penyakit (OR) dan multivariat
menggunakan uji regresi logistik ganda.
Hasil penelitian didapatkan bahwa variabel yang berhubungan dengan Chikungunya adalah antara
pekerjaan (OR = 2,3 95%Ci : 1,21-4,37 dan p value = 0,016), kebiasaan menggunakan obat nyamuk
(OR=2,6, 95% CI : 1,36- 5,0 p value = 0,006, dan keberadaan jentik pada TPA di luar rumah (OR = 4,7,
85% CI : 1,66 – 13,35, p value 0,004). Variabel yang tidak berhubungan adalah pendidikan (p value
=0,724), Keberadaan jentik nyamuk di dalam rumah (p value= 0,885) dan kebiasaan menguras TPA
(Pvalue = 1). Dari hasil uji regresi logistik ganda diperoleh bahwa variabel yang dominan dengan
terjadinya demam Chikungunya adalah keberadaan jentik pada TPA luar rumah (OR=6,9).
Disarankan kepada puskesmas dan dinas kesehatan untuk meningkatkan surveilans penyakit menular
terutama penyakit Chikungunya dan perlunya penyuluhan secara teratur kepada masyarakat terutama
mengenai kegiatan 3M, sehingga keberadaan jentik nyamuk di sekitar rumah dapat terpantau.
Kata Kunci : Demam Chikungunya, Kasus Kontrol, menguras TPA
Abstrak
Chikungunya fever is old disease and spread break (re-emerging disease), Chikungunya is an acute viral
disease and distributed trough the bite mosquito Aedes aegypti and Aedes albopictus. Subdistrict
Pameungpeuk in District Bandung is area endemic Chikungunya. The purpose this study was to
Jurnal Kesehatan Kartika
75
determine related factor environment and sosiodemographi that influence occurance of disease
Chikungunya fever in Sukasari Village Pameungpeuk District Bandung 2011.
The design study in this research is case-control study. The number of sample is amounted 156 people,
the number of case as many as 78 people and control as many as 78 people. The case is people are
infected Chikungunya fever and sample control is not infected chikungunya fever. Collecting data through
intervies and observation. Analysis of data through univariate for distribution frequency, bivariate to see
different in proportion with chi square test and the magnitude of the risk of disease with odd ratio (OR) and
multivariate analysis with multiple logistic regression.
There a relationship of Chikungunya fever is employment (OR = 2,3 95%Ci : 1,21-4,37 dan p value =
0,016), the habit of using anti-mosquito (OR=2,6, 95% CI : 1,36- 5,0 pvalue = 0,006), the presence of larve
in outside (OR = 4,7, 85% CI : 1,66 – 13,35, p value 0,004). Variable not relationship is education (p value
=0,724), the presence of larva in inside (Pvalue= 0,885) and habitual of drain water storage (p value = 1).
Analysis multivariate with multiple regression, the variable dominant is presence of larva in outside (OR
6,9).
It is recommended to publich health center and health department to improse surveilans of communicable
disease and increase of promotion at community about presence of larvae.
A.
PENDAHULUAN
Derajat kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan
kesehatan, dan keturunan. Lingkungan merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap derajat
kesehatan yang pada akhirnya bermuara pada perkembangan Indek Pembangunan Manusia (IPM),
artinya keadaan lingkungan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan perilaku masyarakat
yang merugikan kesehatan, baik masyarakat di pedesaan maupun perkotaan yang disebabkan
karena kurangnya pengetahuan dan kemampuan masyarakat dibidang kesehatan, ekonomi maupun
teknologi. Keadaan lingkungan baik fisik, biologis, maupun sosial mempunyai peran penting
terhadap kejadian gangguan kesehatan masyarakat (Notoatmodjo, 2003).
Manusia memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungan dalam hal ini menitikberatkan
pada interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Kejadian penyakit merupakan hasil hubungan
interaktif antara penduduk dengan lingkungan yang memiliki atau mengandung potensi bahaya yang
menimbulkan gangguan kesehatan, salah satunya adalah penyakit yang ditularkan melalui vektor.
Mewabahnya penyakit yang disebabkan oleh vektor diakibatkan kondisi lingkungan yang buruk.
(Anies, 2006).
Di Indonesia, penyakit-penyakit yang ditularkan melalui vektor serangga merupakan penyakit
endemis pada daerah tertentu, antara lain, demam berdarah dengue (DBD), Chikungunya, malaria,
dan kaki gajah (filariasis). Selain itu, juga terdapat penyakit saluran pencernaan, seperti disentri,
kolera, demam tifoid, dan paratifoid yang ditularkan secara mekanis oleh lalat rumah (Chandra,
2007)
Kondisi faktor lingkungan fisik seperti adanya perubahan iklim, pencahayaan yang kurang,
kelembaban yang tinggi, kondisi lingkungan di sekitar rumah yang buruk menyebabkan
perkembangbiakan vektor semakin meningkat, salah satunya adalah penyakit demam Chikungunya.
Selain kasus demam berdarah yang merebak di sejumlah wilayah Indonesia dan penderitanya
Jurnal Kesehatan Kartika
76
semakin banyak, masyarakat diresahkan dengan munculnya kembali kasus demam Chikungunya.
Demam Chikungunya banyak ditemukan di daerah-daerah beriklim tropis dan subtropis. Penyakit ini
tidak menimbulkan kematian tetapi apabila mewabah dapat menimbulkan kerugian karena akan
menurunkan produktivitas individu (Anies, 2006).
Demam Chikungunya adalah re-emerging disease atau penyakit lama yang kemudian
merebak kembali. Penyakit ini cenderung menimbulkan kejadian luar biasa pada suatu wilayah.
Adanya gelombang epidemi 20 tahunan mungkin terkait perubahan iklim dan cuaca. Anti bodi yang
timbul dari penyakit ini membuat penderita kebal terhadap serangan virus selanjutnya. Oleh karena
itu perlu waktu panjang bagi penyakit ini untuk merebak kembali. Demam Chikungunya ini ialah
sejenis demam yang diakibatkan oleh virus keluarga Togaviridae, genus alfavirus yang ditularkan
oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti. Gejala umumnya adalah demam mendadak, nyeri pada
persendian dan ruam makulopapuler (kumpulan bintik-bintik kemerahan) pada kulit yang kadangkadang disertai dengan gatal. Gejala lainnya yang dapat dijumpai adalah nyeri otot, sakit kepala,
menggigil, kemerahan pada konjunktiva, pembesaran kelenjar getah bening pada leher, mual, dan
muntah. Akibat yang ditimbulkan dari demam Chikungunya dapat menimbulkan kerugian, apabila
penderita mengalami kelumpuhan, berlangsung selama beberapa minggu hingga berbulan-bulan,
produktivitas kerja dan aktivitas sehari-hari dapat terhambat (http://www.infeksi.com/articles).
Secara epidemiologis terdapat tiga faktor yang memegang peranan dalam penularan penyakit
demam Chikungunya yaitu virus Chik sebagai agent penyakit, manusia sebagai inang/host dan
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai vektor perantara, nyamuk lain mungkin bisa
berperan sebagai vektor namun perlu penelitian lebih lanjut. Serta faktor lingkungan fisik, biologik
dan sosial ekonomi serta perilaku penduduk setempat (DepKes RI, 2005).
Beberapa faktor penyebab timbulnya KLB demam Chikungunya antara lain; Perpindahan
penduduk dari daerah terinfeksi, berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk (sanitasi
lingkungan yang buruk) seperti keberadaan tempat penampungan air (TPA) yang berisiko menjadi
tempat perkembangbiakan nyamuk, keberadaan jentik nyamuk di rumah, pencahayaan yang kurang
dan kelembaban yang tinggi sehingga dapat mempercepat penetasan telur nyamuk, serta sistem
pengelolaan limbah dengan penyediaan air bersih yang tidak memadai dapat menjadi risiko tertular
demam Chikungunya. Selain itu tidak memasang kawat nyamuk pada ventilasi pintu dan jendela
rumah dapat memudahkan nyamuk masuk ke dalam rumah. Memasang kelambu, menggunakan
pakaian dan celana panjang, dan mengoleskan repellant pada kulit dapat mencegah dari gigitan
nyamuk pembawa virus Chikungunya.
Di Indonesia Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit demam Chikungunya pertama kali
dilaporkan pada tahun 1973 di Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur dan di Jakarta. Sejak tahun
1985 seluruh provinsi di Indonesia pernah melaporkan adanya KLB demam Chikungunya. Dari tahun
2000-2007 di Indonesia terjadi KLB demam Chikungunya pada hampir semua provinsi dengan
18.169 kasus tanpa kematian. KLB sering terjadi pada awal dan akhir musim hujan dan penyakit ini
lebih sering terjadi di daerah sub urban. Pada tahun 2009, terjadi 71.318 kasus demam Chikungunya
yang tersebar di 17 propinsi di Indonesia. Kasus tertinggi terjadi di Propinsi Bangka Belitung dengan
24.291 kasus (http://www.penyakitmenular.info).
Jurnal Kesehatan Kartika
77
Di Jawa Barat pada bulan Juli - Desember tahun 2006 terjadi kasus demam Chikungunya
sebanyak 850 kasus, dan meningkat di bulan Januari-Desember 2007 sebanyak 1138 kasus. Di
Kabupaten Bandung selama tahun 2010 tercatat kejadian penyakit demam Chikungunya terjadi
sebanyak 512 kasus yang tersebar di tujuh kecamatan dari 31 kecamatan yang ada. Puskesmas
Pameungpeuk merupakan salah satu Puskesmas yang berada di wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Bandung yang setiap tahunnya melaporkan angka kejadian penyakit demam
Chikungunya di wilayah kerjanya, tahun 2010 penderita Chikungunya di Puskesmas Pameungkpeuk
tercatat sebanyak 200 kasus. Di awal tahun 2011 penyakit demam Chikungunya menjangkiti 142
Orang tersebar di dua desa yaitu Desa Sukasari (95 kasus) dan desa Bojongmanggu (47 kasus),
desa Sukasari merupakan desa yang memiliki penderita demam Chikungunya terbanyak yaitu 17
kasus pada bulan Januari dan 78 kasus pada bulan Februari (Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung
& Puskesmas Pameungpeuk).
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti akan melakukan kegiatan dalam bentuk
penelitian mengenai analisis faktor lingkungan dan sosiodemografi dengan terjadinya demam
Chikungunya di Desa Sukasari Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Bandung pada Tahun 2011.
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui gambaran faktor sosiodemografi serta faktor lingkungan dan terjadinya penyakit
demam Chikungunya di Desa Sukasari Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Bandung Tahun
2011.
2. Mengetahui hubungan pendidikan dengan terjadinya penyakit demam Chikungunya.
3. Mengetahui hubungan pekerjaan dengan terjadinya penyakit demam Chikungunya.
4. Mengetahui hubungan penggunaan obat anti nyamuk dengan terjadinya penyakit demam
Chikungunya.
5. Mengetahui hubungan kebiasaan menguras tempat penampungan air (TPA) dengan terjadinya
penyakit demam Chikungunya.
6. Mengetahui hubungan keberadaan jentik nyamuk pada TPA di dalam rumah dengan terjadinya
penyakit demam Chikungunya.
7. Mengetahui hubungan keberadaan jentik nyamuk pada TPA di luar rumah dengan terjadinya
penyakit demam Chikungunya.
8. Mengetahui faktor yang paling dominan berisiko terhadap terjadinya penyakit demam
Chikungunya.
B.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan studi analitik dengan jenis rancangan penelitian yang digunakan
yaitu studi kasus-kontrol (Case Control Study). Studi kasus-kontrol merupakan suatu penelitian yang
mempelajari faktor risiko dengan menggunakan pendekatan retrospektif, artinya penelitian dimulai
dengan mengidentifikasi kelompok yang terkena penyakit atau efek tertentu (kasus) dan kelompok
tanpa efek (kontrol), kemudian mengidentifikasi faktor risiko terjadinya pada waktu yang lalu,
sehingga dapat menerangkan mengapa kasus terkena efek, sedangkan kontrol tidak terkena efek
Jurnal Kesehatan Kartika
78
(Riyanto, 2011). Dalam penelitian ini melihat dan mempelajari mengenai faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian penyakit demam Chikungunya.
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah kejadian penyakit demam Chikungunya
sebagai variabel dependen sedangkan variabel independen meliputi faktor sosiodemografi
(pendidikan, pekerjaan, penggunaan obat nyamuk, dan kebiasaan menguras tempat penampungan
air), dan faktor lingkungan (keberadaan jentik nyamuk di dalam dan di luar rumah).
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang tinggal di Desa Sukasari
Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Bandung yaitu berjumlah 10.715 orang. Sedangkan
masyarakat di Desa Sukasari yang terkena penyakit demam Chikungunya pada tahun 2011 yaitu
sebanyak 78 orang. Pada penelitian ini peneliti mengambil total populasi penderita demam
Chikungunya di Desa Sukasari yaitu sebanyak 78 kasus, dan untuk kontrol dengan perbandingan
kasus terhadap kontrol = 1 : 1 yaitu 78 (kontrol), sehingga jumlah sampel kasus dan kontrol yang
diteliti berjumlah 156 responden. Sampel kasus adalah responden yang dinyatakan menderita
demam Chikungunya pada tahun 2011 yang tinggal di Desa Sukasari Kecamatan Pameungpeuk
Kabupaten Bandung. Pemilihan kontrol adalah responden yang terdekat dengan kasus yang tidak
menderita demam Chikungunya dan masih dalam ruang lingkup Desa Sukasari yang memenuhi
kriteria inklusi kontrol. Pemilihan control secara matching kelompok dengan cara menggunakan
kontrol yang telah di mach (disesuaikan) terhadap beberapa variabel yang dianggap penting dalam
penelitian. Pada penelitian ini penulis melakukan pemilihan kontrol secara matching kelompok
berdasarkan variabel kelompok umur.
Kriteria inklusi merupakan karakteristik umum subyek penelitian pada populasi target dan
sumber, pada kelompok kasus yaitu orang yang pernah terkena penyakit demam Chikungunya di
desa Sukasari pada bulan Februari tahun 2011 serta bersedia dijadikan responden, dan kriteria
inklusi kontrol yaitu orang/tetangga penderita yang tidak terkena penyakit demam Chikungunya dan
bersedia menjadi responden yang tinggal di desa Sukasari. Kriteria eksklusi kontrol yaitu orang yang
tidak pernah tinggal di desa Sukasari pada bulan Februari tahun 2011.
Data Primer diperoleh dari observasi (variabel keberadaan jentik nyamuk di dalam dan di luar
rumah) dan wawancara (variabel pendidikan, pekerjaan, penggunaan obat nyamuk, kebiasaan
menguras tempat penampungan air) dengan responden yang menderita demam Chikungunya dan
responden yang tidak menderita demam Chikungunya dengan menggunakan kuesioner terstruktur
dengan mendatangi tempat tinggal subyek penelitian yang telah dipilih. Data sekunder diperoleh dari
data penderita demam Chikungunya yang sudah ada di Puskesmas Pameungpeuk tahun 2011
meliputi data jumlah penderita demam Chikungunya dan alamat tempat tinggal. Alat pengumpul data
yang digunakan dalam penelitian adalah lembar kuesioner, alat tulis, senter untuk memeriksa jentik
di tempat penampungan air yang kondisinya gelap/tidak ada cahaya.
Data yang telah diperoleh dianalisa dan interpretasikan untuk menguji hipotesis dengan
menggunakan aplikasi komputer. Analisis univariat untuk mendapatkan gambaran distribusi dan
frekuensi variabel dependen dan independen. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan
atara variabel independen dengan variabel dependen. Untuk mengetahui besarnya risiko pada
kelompok kasus dan kelompok kontrol gunakan analisis Odd Ratio (OR). Analisis bivariat dilakukan
Jurnal Kesehatan Kartika
79
dengan menggunakan uji statistik Chi Square, uji kemaknaan dilakukan dengan menggunakan α =
0,05 dan Confidence Interval 95%. Analisis multivariat dilakukan untuk mempelajari atau melihat
hubungan beberapa variabel independen dengan satu atau beberapa variabel dependen (umumnya
satu variabel dependen). Dari analisis multivariat dapat mengetahui variabel independen mana yang
paling dominan pengaruhnya terhadap variabel dependen. Penelitian ini menggunakan regresi
logistik ganda.
Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu mendapatkan adanya rekomendasi dari institusi
atau pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada institusi atau lembaga penelitian.
Setelah mendapatkan persetujuan baru peneliti melakukan penelitian dengan menekankan masalah
etika yang meliputi: informed concent, anonymity, confidenciality, dan privacy.
C.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Analisis univariat
Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi masing-masing variable. Hasil
analisis univariat dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Faktor Sosiodemografi yang Mempengaruhi Terjadinya Demam
Chikungunya di Desa Sukasari Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Bandung Tahun
2011
No
1
2
3
4
Faktor Sosiodemografi
Pendidikan
0= Rendah
1= Tinggi
Pekerjaan
0= Bekerja
1= Tidak Bekerja
Penggunaan Obat Anti
Nyamuk
0= Tidak
1= Ya
Kebiasaan Menguras TPA
0= <1x seminggu
1= ≥1x seminggu
Total
Kasus
Kontrol
Jumlah
%
n
%
n
%
n
57
21
73,1
26,9
54
24
69,2
30,8
111
45
71,2
28,8
46
32
59,0
41,0
30
48
38,5
61,5
76
80
48,7
51,3
43
35
55,1
44,9
25
53
32,1
67,9
68
88
43,6
56,4
30
48
78
38,5
61,5
100
31
47
78
39,7
60,3
100
61
95
156
39,1
60,9
100
Tabel 1 menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan rendah terdapat 57 responden
(73,1%) yang menderita Chikungunya sedangkan 54 responden (69,2%) tidak menderita
Chikungunya. Pada responden yang bekerja terdapat 46 responden (59,0%) menderita
Chikungunya sedangkan 30 responden (38,5%) tidak menderita Chikungunya. Dari 68 responden
yang tidak menggunakan obat nyamuk terdapat 43 responden (55,1%) menderita Chikungunya
Jurnal Kesehatan Kartika
80
sedangkan 25 responden (32,1%) tidak Chikungunya. Responden yang menguras tempat
penampungan air <1x seminggu terdapat 30 responden (38,5%) menderita Chikungunya
sedangkan terdapat 31 responden (39,5%) tidak Chikungunya.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Terjadinya Demam
Chikungunya di Desa Sukasari Pameungpeuk Kabupaten Bandung tahun 2011
No
Faktor Lingkungan
n
1
Keberadaan Jentik Nyamuk pada
TPA di dalam rumah
0= Ada
1= Tidak ada
Keberadaan Jentik Nyamuk pada
TPA di luar rumah
0= Ada
1= Tidak ada
Total
2
Kasus
%
Kontrol
n
%
Jumlah
n
%
22
56
28,2
71,8
17
61
21,8
78,2
39
117
25,0
75,0
19
59
78
24,4
75,6
100
5
73
78
6,4
93,6
100
24
132
156
15,4
84,6
100
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada responden yang ditemukan keberadaan jentik nyamuk
pada TPA di dalam rumahnya terdapat 22 (28,2%) yang menderita Chikungunya sedangkan 17
(21,8%) responden tidak Chikungunya. Dari 24 responden yang ditemukan keberadaan jentik
nyamuk pada TPA di luar rumahnya terdapat 19 (24,4%) menderita Chikungunya sedangkan 5
(6,4%) responden tidak Chikungunya.
2. Analisis Bivariat
Hasil analisis bivariat dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 3 Faktor Sosiodemografi yang Berhubungan dengan Terjadinya Demam Chikungunya di
Desa Sukasari Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Bandung tahun 2011
No
Faktor Sosiodemografi
1
Pendidikan
0= Rendah
1= Tinggi
Pekerjaan
0= Bekerja
1= Tidak bekerja
Penggunaan Obat Anti Nyamuk
0= Tidak
1= Ya
Kebiasaan Menguras Tempat
Penampungan air (TPA)
0= ≥1x seminggu
1= <1x seminggu
Total
2
3
4
Jurnal Kesehatan Kartika
n
Kasus
%
Kontrol
%
OR
(95%CI)
P value
57
21
73,1
26,9
54
24
69,2
30,8
1,206
(0,603 – 2,415)
0,724
46
32
59,0
41,0
30
48
38,5
61,5
2,300
(1,211 – 4,369)
0,016
43
35
55,1
44,9
25
53
32,1
67,9
2,605
(1,357 – 5,000)
0,006
30
48
78
38,5
61,5
100
31
47
78
39,7
60,3
100
0,948
(0,498 – 1,803)
1,000
81
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 43 dapat diketahui hasil uji statistik didapatkan p
value = 0,724, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan
responden dengan kejadian Chikungunya, dengan nilai OR sebesar 1,206 (95% CI : 0,6032,415).
Penelitian ini selaras dengan penelitian Kusnadi (UI, 2003) yang menyatakan bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan terjadinya Chikungunya dengan nilai
OR = 0,33 (95% CI : 0,12 - 0,82 ). Berbeda dengan penelitian Oktikasari (UI, 2006) yang
menyatakan ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan terjadinya Chikungunya
dengan nilai p value = 0,024 dan OR = 1.9 (95% CI : 1,1 - 3.2). Tingkat pendidikan tidak
berpengaruh langsung terhadap kejadian Chikungunya, tetapi mempengaruhi terhadap jenis
pekerjaan, tingkat pengetahuan, dan tingkat pengeluaran seseorang, walaupun tidak selalu
dengan serta merta seseorang yang berpendidikan tinggi akan memiliki tingkat pengetahuan
yang tinggi pula mengenai sesuatu.
Ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan kejadian Chikungunya, p value =
0,016 dengan nilai OR sebesar 2,300 (95% CI : 1,211-4,369) artinya orang yang bekerja
mempunyai risiko 2,3 kali terkena Chikungunya dibandingkan dengan yang tidak bekerja.
Ada hubungan yang bermakna antara penggunaan obat anti nyamuk dengan kejadian
Chikungunya, p value = 0,006 dengan nilai OR sebesar 2,605 (95% CI: 1,357-5,000) artinya
kebiasaan tidak menggunakan obat anti nyamuk mempunyai risiko 2,6 kali terkena Chikungunya
dibandingkan dengan yang mempunyai kebiasaan menggunakan obat anti nyamuk.
Tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan menguras tempat penampungan air
dengan kejadian Chikungunya, p value = 1,000 dengan nilai OR sebesar 0,948 (95% CI : 0,4981,803).
Tabel 4 Faktor Lingkungan yang Berhubungan dengan Terjadinya Demam Chikungunya di Desa
Sukasari Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Bandung tahun 2011
No
Faktor Lingkungan
n
1
2
Keberadaan Jentik Nyamuk di
TPA dalam rumah
0= Ada
1= Tidak ada
Keberadaan Jentik Nyamuk di
TPA luar rumah
0= Ada
1= Tidak ada
Total
Kasus
%
Kontrol
n
%
22
56
28,2
71,8
17
61
21,8
78,2
19
59
78
24,4
75,6
100
5
73
78
6,4
93,6
100
OR
(95%CI)
P value
1,410
(0,680 – 2,924)
0,460
4,720
(1,657 – 13,344)
0,004
Dari tabel 4 didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara keberadaan
jentik nyamuk pada tempat penampungan air di dalam rumah responden dengan kejadian
Chikungunya , p value = 0,460 dengan nilai OR sebesar 1,410 (95% CI : 0,680 - 2,924). Ada
Jurnal Kesehatan Kartika
82
hubungan yang bermakna antara keberadaan jentik nyamuk pada tempat penampungan air di
luar rumah responden dengan kejadian Chikungunya, p value = 0,004 dengan nilai OR sebesar
4,702 (95% CI : 1,657 - 13,344) artinya responden yang pada tempat penampungan air di luar
rumahnya ditemukan jentik mempunyai risiko 4,7 kali terkena Chikungunya dibandingkan dengan
responden yang pada tempat penampungan air di luar rumahnya tidak ditemukan jentik.
3. Analisis Multivariat
Setelah melakukan analisis univariat dan bivariat penulis melanjutkan ke analisis multivariat
untuk mengetahui faktor yang paling dominan mempengaruhi kejadian demam Chikungunya.
Hasil uji diperoleh bahwa variabel-variabel yang memiliki p value <0,25 adalah variabel
pekerjaan, penggunaan obat nyamuk, dan variabel keberadaan jentik pada tempat penampungan
air luar. Sedangkan variabel pendidikan, ketersediaan tempat perindukan nyamuk/TPA di luar
rumah, memiliki p value >0,25, namun berdasarkan substansi/teori variabel tersebut berpengaruh
terhadap kejadian Chikungunya maka tetap dapat masuk ke dalam uji multivariat. Model akhir
multivariat dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5. Model Akhir Analisis Multivariat
No
1.
2.
3.
4.
5.
Variabel
Pekerjaan
Keberadaan Jentik pada TPA Luar
Penggunaan Obat Anti Nyamuk
Kebiasaan Menguras Tempat Penampungan
Air (TPA)
Keberadaan Jentik pada TPA Dalam rumah
P value
0,023
0,001
0,006
Β
0,812
1,931
1,006
OR
2,252
6.894
2,733
95% Cl
1,118 - 4,538
2,202 - 21,58
1,332 - 5,608
0,211
-0,706
0,494
0,163 - 1,492
0,046
1,253
3,502
1,024 - 11,97
Tabel 5 dalam analisis multivariat diketahui bahwa variabel yang berhubungan secara
signifikan dengan kejadian Chikungunya adalah pekerjaan, keberadaan jentik pada TPA luar,
penggunaan obat anti nyamuk, dan keberadaan jentik pada TPA dalam. Sedangkan
ketersediaan TPA di luar rumah menjadi variabel confonding. Dalam tabel diatas dapat diketahui
bahwa variabel keberadaan jentik pada TPA di luar rumah merupakan variabel yang paling besar
pengaruhnya (faktor risiko yang paling dominan) terhadap kejadian demam Chikungunya OR 6,9.
Analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda menunjukkan ada pengaruh yang
signifikan antara pekerjaan dan Chikungunya dengan p value = 0,023 dan OR sebesar 2,252
(95% CI : 1,118 - 4,538) tetapi bukan merupakan faktor dominan dalam mempengaruhi kejadian
Chikungunya di desa Sukasari dikarenakan masih kurangnya kesadaran menggunakan obat
nyamuk, serta pada tempat penampungan air di luar rumah ditemukan jentik-jentik nyamuk
aedes yang berisiko berkembang menjadi nyamuk dewasa pembawa virus chik.
Terdapatnya hubungan antara status pekerjaan dengan kejadian Chikungunya dalam
penelitian ini karena sebagian penderita Chikungunya bekerja sebagai buruh pabrik industri
tekstil dan orang-orang yang beraktivitas tinggi yang lebih cenderung bersinggungan dengan
vektor penyebab Chikungunya. Pekerjaan seseorang berhubungan dengan tingkat pendapatan
Jurnal Kesehatan Kartika
83
seseorang, dan sering kali berkaitan dengan lamanya beraktivitas di luar rumahnya. Sedangkan
nyamuk aedes memiliki tempat perindukan utama adalah tempat-tempat berisi air bersih yang
berdekatan letaknya dengan rumah penduduk dan menggigit pada siang hari.
1.
Hubungan penggunaan obat anti nyamuk dengan penyakit demam Chikungunya.
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa pada responden yang tidak menggunakan obat
nyamuk di rumahnya sebesar 55,1% sedangkan yang tidak menderita Chikungunya namun tidak
menggunakan obat nyamuk sebesar 32,1%. Analisis bivariat diperoleh p=0,006 (p≤0,05) artinya
terdapat hubungan yang bermakna antara penggunaan obat anti nyamuk dengan kejadian
Chikungunya dan nilai OR sebesar 2,6 (95% Cl : 1,357 - 5,000) berarti risiko terjadinya
Chikungunya 2,6 kali lebih besar pada responden yang tidak menggunakan obat nyamuk
dibandingkan dengan responden yang menggunakan obat anti nyamuk.
Analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda menunjukkan ada pengaruh yang
signifikan antara penggunaan obat anti nyamuk dan Chikungunya dengan p value = 0,006 dan
OR sebesar 2,733 (95% CI : 1,332 - 5,608) tetapi bukan faktor dominan dalam mempengaruhi
kejadian Chikungunya di desa Sukasari dikarenakan selain kurangnya kesadaran menggunakan
obat nyamuk, pada tempat penampungan air di luar rumah responden juga ditemukan jentikjentik nyamuk aedes yang berisiko berkembang menjadi nyamuk dewasa pembawa virus chik.
Hasil yang didapat sesuai dengan fungsi obat anti nyamuk itu sendiri baik yang dibakar,
disemprot, dioles maupun yang berjenis elektrik sebagai tindakan pencegahan terhadap gigitan
nyamuk. Penggunaan obat nyamuk bakar dan elektrik lebih banyak digunakan oleh responden
dalam penelitian ini dengan alasan lebih murah dan lebih mudah didapat. Obat nyamuk bakar
cukup efektif dalam mengurangi kontak antara manusia dengan nyamuk, karena asap dari obat
nyamuk dapat bertahan lama di dalam ruangan dan dapat mengusir nyamuk bahkan
membunuhnya walaupun keterpaparan asap obat anti nyamuk dalam jangka waktu yang lama
terakumulasi dalam tubuh dapat membahayakan, selain itu obat nyamuk semprot juga berfungsi
untuk membunuh langsung nyamuk dalam waktu singkat, obat anti nyamuk oles yang berfungsi
untuk melindungi diri dari gigitan nyamuk yang dapat digunakan pada pagi, siang dan malam dan
lebih efektif untuk penggunaan di luar ruangan, serta obat nyamuk elektrik yang menggunakan
tenaga listrik dan mengeluarkan zat kimia untuk mengusir atau melemahkan nyamuk.
2.
Hubungan kebiasaan menguras tempat penampungan air dengan kejadian penyakit demam
Chikungunya.
Hasil analisis univariat menunjukkan proporsi penderita Chikungunya yang mempunyai
kebiasaan menguras tempat penampungan air <1x seminggu sebesar 38,5% sedangkan pada
kelompok control yang mempunyai kebiasaan menguras <1x seminggu sebesar 39,5%. Hasil
analisis bivariat dapat disimpulkan bahwa secara statistik tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara kebiasaan menguras tempat penampungan air <1x seminggu dengan kejadian
Chikungunya, p value = 1,000 dan nilai OR sebesar 0,948 (95% Cl : 0,498 - 1,803). Dalam
analisis multivariat variabel kebiasaan menguras tidak berpengaruh terhadap kejadian
Chikungunya.
Jurnal Kesehatan Kartika
84
Tidak bermaknanya variabel ini terhadap kejadian Chikungunya dikarenakan sebagian
besar responden menggunakan airnya langsung habis dalam sehari sehingga setiap harinya
terkuras habis, dan sumber air berasal dari satu sumber (sumur bor) yang dikelola secara
bersama-sama. Sedangkan keberadaan tempat penampungan air di dalam rumah seperti kulkas
dan dispenser hanya beberapa orang yang memiliki, untuk pot bunga di dalam ruangan tidak ada
yang menggunakan air.
3. Hubungan keberadaan jentik nyamuk pada tempat penampungan air di dalam rumah dengan
kejadian penyakit demam Chikungunya.
Hasil analisis univariat menunjukkan proporsi penderita Chikungunya yang ditemukan
adanya jentik nyamuk pada tempat penampungan air di dalam rumahnya sebesar 28,2%
sedangkan pada kelompok kontrol yang ditemukan keberadaan jentik di dalam rumahnya
sebesar 21,8%. Hasil analisis bivariat dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara keberadaan jentik pada TPA di dalam rumah dengan kejadian Chikungunya, p
value = 0,460 dan nilai OR sebesar 1,410 (95% Cl : 0,680 - 2,924).
Analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda menunjukkan ada pengaruh yang
signifikan antara penggunaan obat anti nyamuk dan Chikungunya dengan p value = 0,006 dan
OR sebesar 2,733 (95% CI : 1,332 - 5,608) tetapi bukan merupakan faktor dominan dalam
mempengaruhi kejadian Chikungunya di desa Sukasari. Bermaknanya variabel ini secara
multivariat dikarenakan ditemukannya jentik pada tempat penampungan air didalam rumah
walaupun dalam jumlah yang sedikit tetap berisiko menjadi nyamuk dewasa apabila dibiarkan
berkembangbiak.
Secara bivariat hubungan ini tidak bermakna dikarenakan masyarakat yang menggunakan
airnya terkuras habis dalam sehari sehingga sebagian besar tempat penampungan air di dalam
rumah yang diperiksa tidak ditemukan jentik nyamuk, serta tempat penampungan air yang
digunakan penduduk banyak yang terbuat dari plastik dan berukuran kecil sehingga lebih mudah
dibersihkan. Keadaan rumah responden yang lembab dan kurang pencahayaan juga merupakan
tempat yang potensial bagi nyamuk untuk berkembangbiak, karena nyamuk suka beristirahat dan
berkembangbiak pada tempat yang gelap dan lembab. Perilaku menggantung pakaian di dinding
juga menjadi tempat yang disukai nyamuk untuk istirahat setelah mennghisap darah.
4.
Hubungan keberadaan jentik nyamuk pada tempat penampungan air di luar rumah dengan
kejadian penyakit demam Chikungunya.
Hasil analisis univariat menunjukkan dari 24 responden yang ditemukan jentik nyamuk pada
tempat penampungan air di luar rumahnya sebesar 33,3% yang menderita Chikungunya
sedangkan 8,6% responden tidak menderita Chikungunya. Hasil analisis bivariat dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara keberadaan jentik pada TPA di
luar rumah dengan kejadian Chikungunya, p value=0,004 (p≤0,05) dan nilai OR sebesar 4,7
(95% Cl: 1,657 - 13,344) artinya responden yang pada tempat penampungan air di luar
rumahnya ditemukan keberadaan jentik berisiko 4,7 kali untuk terkena Chikungunya
dibandingkan dengan responden yang pada tempat penampungan air di luar rumahnya tidak
ditemukan jentik.
Analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda menunjukkan ada pengaruh yang
signifikan antara keberadaan jentik pada tempat penampungan air di luar rumah dengan kejadian
Chikungunya, p value = 0,001 dan OR sebesar 6,894 (95% CI : 2,202 - 21,584). Artinya
Jurnal Kesehatan Kartika
85
keberadaan jentik pada tempat penampungan air di luar rumah berisiko menderita Chikungunya
6,9 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak ditemukan jentik setelah dikontrol variabel
penggunaan obat nyamuk, penggunaan kawat kasa, kebiasaan menguras, ketersediaan tempat
perindukan nyamuk pada TPA di luar rumah dan keberadaan jentik TPA dalam. Variabel ini
merupakan faktor dominan dalam mempengaruhi kejadian Chikungunya di Desa Sukasari
dikarenakan keberadaan jentik aedes pada tempat penampungan air disekitar rumah menjadi
nyamuk dewasa sehingga mempengaruhi berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk.
Penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan Khairina, dkk (FK Unlam, 2010)
dimana kondisi tempat penampungan air (OR= 12,667) merupakan faktor risiko yang
mempengaruhi terjadinya kasus penyakit Chikungunya di Desa Mandikapau Timur Kabupaten
Banjar. Penyebaran nyamuk Aedes aegypti betina dewasa dipengaruhi oleh sejumlah faktor
termasuk keberadaan tempat bertelur dan darah sebagai makanan, terbatas pada wilayah 100
meter dari tempat pupa menetas menjadi nyamuk dewasa. Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa nyamuk Aedes aegypti betina dewasa menyebar lebih dari 400 meter untuk mencari
tempat bertelur. Penyebaran pasif nyamuk Aedes aegypti dewasa terjadi melalui telur dan jentik
dalam wadah (Depkes RI, 2003).
Nyamuk aedes memiliki tempat perindukan utama adalah tempat-tempat berisi air bersih
yang berdekatan letaknya dengan rumah penduduk dan menggigit pada siang hari dan bisa saja
tempat-tempat penampungan air bersih lainnya yang ada di sekitar pabrik yang jaraknya hanya
200 meter dari rumah penduduk, selain itu sekitar 100 meter dari rumah penduduk di RW 03 juga
terdapat tempat pembuangan sampah sementara yang dekat dengan aliran sungai kecil.
Keberadaan sampah padat secara teori sebenarnya sangat berisiko sebagai tempat bertelur dan
perkembangbiakan bagi nyamuk Aedes aegypti. Jenis sampah padat berada dalam posisi yang
dapat terisi air ketika musim penghujan, sehingga dapat diprediksikan bahwa pada musim
penghujan keberadaan sampah padat mempunyai resiko yang cukup besar sebagai tempat
perindukan nyamuk Aedes aegypti.
D.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit demam
Chikungunya di Desa Sukasari Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Bandung pada bulan
Februari tahun 2011, didapat kesimpulan sebagai berikut:
a. Gambaran penderita penyakit demam Chikungunya di desa Sukasari tahun 2011 responden,
responden berpendidikan rendah 57 (73,1%), responden yang bekerja 46 (59,0%), tidak
menggunakan obat anti nyamuk 43 (55,1%), responden yang menguras tempat
penampungan air <1x seminggu 30 (38,5%), sebagian besar responden (74,4%), keberadaan
jentik nyamuk pada tempat penampungan air di dalam rumah 22 (28,2%) dan keberadaan
jentik nyamuk pada tempat penampungan air di luar rumah 19 (24,4%).
b. Pendidikan bukan merupakan faktor risiko terjadinya penyakit Chikungunya dengan OR =
1,206 (95% CI : 0,603 - 2,415). Secara statistik tidak bermakna (p value = 0,724).
c. Pekerjaan merupakan faktor risiko terjadinya penyakit Chikungunya dengan OR = 2,300 (95%
CI : 1,211 - 4,369). Secara statistik bermakna (p value = 0,016). Dapat diartikan responden
Jurnal Kesehatan Kartika
86
d.
e.
f.
g.
h.
yang bekerja memiliki risiko terkena Chikungunya 2,3 kali dbandingkan dengan responden
yang tidak bekerja.
Penggunaan obat anti nyamuk merupakan faktor risiko terjadinya penyakit Chikungunya
dengan OR = 2,605 (95% CI : 1,357 - 5,000). Secara statistik bermakna (p value = 0,006).
Artinya responden yang tidak menggunakan obat anti nyamuk berisiko 2,6 kali lebih besar
terkena Chikungunya dibandingkan responden yang menggunakan obat anti nyamuk.
Kebiasaan menguras tempat penampungan air bukan faktor risiko terjadinya penyakit
Chikungunya dengan OR = 0,948 (95% CI : 0,498 - 1,803). Secara statistik tidak bermakna (p
value = 1,000).
Keberadaan jentik nyamuk pada TPA di dalam rumah bukan faktor risiko terjadinya penyakit
Chikungunya dengan OR = 1,410 (95% CI: 0,680 - 2,924). Secara statistik tidak bermakna (p
value = 0,460).
Keberadaan jentik nyamuk pada TPA di luar rumah merupakan faktor risiko terjadinya
penyakit Chikungunya dengan OR = 4,702 (95% CI : 1,659 - 13,344). Secara statistik
bermakna (p value = 0,004). Artinya responden yang pada tempat penampungan air di luar
rumahnya ditemukan jentik nyamuk berisiko 4,7 kali terkena Chikungunya dibandingkan
dengan yang tidak ada jentik.
Faktor dominan yang mempengaruhi terjadinya penyakit Chikungunya adalah keberadaan
jentik pada tempat penampungan air di luar rumah dengan OR sebesar 6,894 (95% CI : 2,202
- 21,584).
2. Saran
a. Meningkatkan kegiatan surveilans epidemiologi penyakit menular agar penyebaran/ kejadian
penyakit Chikungunya dapat diketahui secara cepat dan tepat untuk dilakukan tindakan
pencegahan selanjutnya guna mencegah terjadinya kejadian luar biasa (KLB) Chikungunya,
serta diharapkan diseminasi informasi setiap kejadian penyakit menular dapat segera
dilaporkan.
b. Meningkatkan pelayanan kesehatan misalnya berupa penyuluhan untuk meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai kesehatan lingkungan dan perilaku hidup
bersih dan sehat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan vektor penyebab
Chikungunya guna mencegah terjadinya penularan penyakit Chikungunya yang lebih meluas
lagi.
c. Bagi masyarakat yang tinggal di wilayah endemis Chikungunya diharapkan dapat lebih
memperhatikan kegiatan pelaksanaan PSN secara mandiri dan teratur agar dapat
mengurangi keberadaan jentik Aedes aegypti dan Aedes albopictus dan penularan penyakit
Chikungunya dapat ditekan serendah mungkin.
Jurnal Kesehatan Kartika
87
DAFTAR PUSTAKA
Anies. (2006). Tersedia http://repository.usu.ac.id/bitstream, diperoleh tanggal 15 Maret 2011.
Anonim. (2008). Ketahui bagaimana virus Chikungunya menyebar. Tersedia http://www.kalbe.co.id,
diperoleh tanggal 26 Maret 2011.
Azwar, A. (1999). Pengantar Epidemiologi. Jakarta : Binarupa Aksara.
Budiarto, E. (2001). Biostatistik Untuk Kedokteran dan kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC.
-------------------- (2004). Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta : EGC.
Bustan, M.N. (2006). Pengantar Epidemiologi. Jakarta : Rineka Cipta
Chandra, B. (2007). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.
Desa Sukasari. (2011). Data Monografi Desa/Kelurahan Sukasari. Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten
Bandung : Propinsi Jawa Barat
Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan. (2005). Demam
Chikungunya. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
-------------------- (2003). Pencegahan Dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue Dan Demam
Berdarah Dengue. Jakarta : Departeman Kesehatan Republik Indonesia.
--------------------- (2005). Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta
: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
-------------------- (2010). Demam Chikungunya. Tersedia http://www.penyakitmenular.info, diperoleh tanggal
15 Maret 2011.
Djunaedi, D. (2006). Demam Berdarah Dengue. Malang : UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah
Malang.
Khairina, Mila Patma,. Dkk. (2010). Faktor Risiko Penyakit Chikungunya di Desa Mandikapau Timur
Kabupaten Banjar Juni 2010. Direkomendasikan oleh PSKM Fakultas Kedokteran UNLAM.
diperoleh tanggal 26 Maret 2011.
Kusnadi, Bai. (2001). Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Luar Biasa Penyakit Chikungunya di
Kecamatan Tanah Sareal di Kota Bogor Bulan Nopember–Desember 2001. Tersedia
http://www.digilib.litbang.depkes.go.id, diperoleh tanggal 15 Maret 2011.
Jurnal Kesehatan Kartika
88
Muldie. (2003). Epidemiologi Penyakit Chikungunya pada Kejadian Luar Biasa di Desa Langonsari
Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Bandung dari Bulan April-Juni Tahun 2003. Tersedia
http://www.digilib.litbang.depkes.go.id, diperoleh tanggal 15 Maret 2011.
Murti, B. (1997). Riset Epidemiologi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Noor Nasry, N. (2006). Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. (2003). Dasar-Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
--------------------- ( 2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Okrtikasari, Fatmi Yumantini., dkk. (2006). Faktor Sosiodemografi dan Lingkungan yang Mempengaruhi
Kejadian KLB Chikungunya di Kelurahan Cinere, Kecamatan Limo, Kota Depok tahun 2006.
Tersedia http://www.journal.ui.ac.id. diperoleh tanggal 15 Maret 2011.
Pusat Informasi Penyakit Infeksi. (2010). Demam Chikungunya. Tersedia http://www.infeksi.com/articles,
diperoleh 15 Maret 2011.
Puskesmas Pameungpeuk. (2011). Laporan Evaluasi Program Chikungunya. Kabupaten Bandung.
Riyanto, A., (2009). Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Yogyakarta: Muha Medika.
------------------- (2009). Penerapan Analisis Multivariat Dalam Penelitian Kesehatan. Bandung: Niftra Media
press.
------------------- (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Muha Medika.
Sembel T Dantje. (2009). Entomologi Kedokteran. Yogyakarta: C.V Andi Yogyakarta.
Jurnal Kesehatan Kartika
89
Download