IDENTIFIKASI CEMARAN Stahpylococcus aureus PADA DAGING AYAM YANG DI JUAL DI PASAR TRADISONAL DAN MODERN DI SEKITAR KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR SMITA SITI MAULITASARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Cemaran Bakteri Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam yang di Jual di Pasar Tradisional Dan Modern di Sekitar Kampus Institut Pertanian Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Febuari 2014 Smita Siti Maulitasari NIM B04090088 ABSTRAK SMITA SITI MAULITASARI. Identifikasi Cemaran Bakteri Bakteri Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam yang di Jual di Pasar Tradisional Dan Modern di Sekitar Kampus Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh RAHMAT HIDAYAT. Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan asal hewan yang dapat menjadi tempat pertumbuhan bakteri salah satunya Staphylococcus aureus. S. aureus merupakan salah satu mikroba patogen yang dapat menyebabkan terjadinya food intoxication pada makanan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui cemaran bakteri S. aureus pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional dan modern. Sampel daging diambil sebanyak satu kali sebanyak sesepuluh kali pengambilan dari satu pasar tradisional dan modern secara rutin satu minggu satu kali. Penelitian menggunakan Uji Pewarnaan Gram, Uji Katalase, Uji fermentasi glukosa dan mannitol secara anaerob, Uji koagulase dan media Mannitol Salt Agar (MSA). Oleh karena itu, berdasarkan hasil uji pewarnaan Gram dan uji lainnya maka bakteri yang terdapat pada kesepuluh sampel teridentifikasi S.aureus. Kata Kunci : Ayam, Pasar Tradisional, Pasar Modern, Staphylococcus aureus. ABSTRACT SMITA SITI MAULITASARI. Identification of Staphylococcus aureus from Contaminated Meat Chicken in Tradisional and Modern Market Around Bogor Agricultural University. Supervised by RAHMAT HIDAYAT. Chicken meat is one of foodstuffs which derived from animal that can be used by bacteria as a medium to grow and multiply. One of bacteria which uses this medium is Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus is one of the microbial pathogens that can cause food intoxication. The purpose of this research is to determine the contamination of S. aureus in chicken meat which is sold in traditional and modern markets. The meat samples were taken ten times from a traditional and modern market once a week regularly. This research used Gram Coloring test, Catalase test, glucose and mannitol fermentation in aerobic test, coagulase test, and Mannitol Salt Agar (MSA). The results of this study showed that the bacteria in the samples was identified as S. aureus. Keywords : Chicken, Modern market, Staphylococcus aureus, Traditional market. IDENTIFIKASI CEMARAN Stahpylococcus aureus PADA DAGING AYAM YANG DI JUAL DI PASAR TRADISONAL DAN MODERN DI SEKITAR KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR SMITA SITI MAULITASARI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 Judul Skripsi Nama NIM Program Studi Idetifikasi Cemaran Bakteri Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam yang di Jual di Pasar Tradisional dan Modern di Sekitar Kampus Institut Pertanian Bogor Smita Siti Maulitasari B04090088 Kedokteran Hewan Disetujui oleh drh. Rahmat Hidayat, MSi Pembimbing Diketahui oleh drh.Agus Setiyono, MS, Ph.D,AP VET Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Tanggal Lulus: PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena rahmat karunia-Nya karya ilmiah ini dapat diseleseikan. Salawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, para keluarganya, para sahabatnya serta umatnya hingga akhir zaman. Karya ilmiah ini berjudul ‘Idetifikasi Cemaran Bakteri Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam yang di Jual di Pasar Tradisional dan Modern di Sekitar Kampus Institut Pertanian Bogor’ yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak drh. Rahmat Hidayat,MSi selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan banyak waktunya untuk memberikan bimbingan, koreksi dalam penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. 2. Ibu drh. Niluh Putu Ikamayasari selaku dosen penilai dan Ibu drh. Elok Budi Ratnani,Ms selaku dosen pembimbing. 3. Ibu dr. drh Sri Estuningsih,MSi, APVet dan Bapak drh. Aulia Andi M,MSi selaku dosen penguji. 4. Bapak Agus dan Mba Sellyn yang telah membantu khususnya pada saat pelaksanaan penelitian. 5. Kepada ayah, ibu dan kakak yang tak lelah memberikan dukungan dan doanya kepada penulis dalam membuat skripsi ini. 6. Teman-teman khususnya Brigitta dan Erin yang dari awal pengerjaan skripsi ini selalu memberikan bantuan dan semangatnya kepada penulis. Winda mizwar teman seperjuangan TPB penulis yang terus memberikan semangat dan dukungannya untuk menyelesaikan skripsi ini. Kepada Indah, Mila, Vini, Putra, Andre, Wibi, Irwan, dan Ridho yang senantiasa mendukung dan mendengarkan kesusahan penulis selama mengerjakan skripsi ini. Dan kepada teman-teman seperjuangan FKH 46 dalam menempuh pendidikan di FKH IPB. 7. Kepada sahabat SMA saya Lia, Evi, Via, Tiara, Yaya, Ica, Eka yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis agar segera meyelesaikan skripsi ini. Akhirnya gue nyusul kalian girls! 8. Semua pihak yang turut mendukung terselesainya karya ilmiah ini yang tak bisa disebutkan satu-persatu. Terima kasih banyak! Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapakan kritik dan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi semua para pembaca masyarakat luas. Bogor, Febuari 2014 Smita Siti Maulitasari DAFTAR ISI DAFTAR ISI iv DAFTAR TABEL v DAFTAR GAMBAR v PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat penelitian 2 Hipotesis 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Keamanan Pangan 3 Daging Ayam 4 Staphylococcus aureus 5 METODE PENELITIAN 7 Waktu dan Tempat 7 Alat dan Bahan 7 Prosedur Penelitian 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan 9 9 12 SIMPULAN 15 Simpulan 15 DAFTAR PUSTAKA 15 RIWAYAT HIDUP 18 DAFTAR TABEL 1 Konsumsi daging ayam ras untuk keperluan rumah tangga 2007-2011 2 Profil agent etiology KLB keracunan pangan tahun 2011 3 Batas maksimun cemaran mikroba (BMCM) daging (dalam satuan CFU/gram) 4 Tipe pertumbuhan bakteri pada media BPA 5 Hasil pengujian sampel daging ayam 1 3 4 6 9 DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 Pewarnaan Gram dan uji katalase Hasil uji glukosa Hasil uji mannitol secara anaerob Hasil uji pada media MSA 11 11 11 12 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Oleh karena itu, ketersediaan pangan yang cukup baik kualitas maupun kuantitas terus diupayakan oleh pemerintah melalui program ketahanan pangan. Melalui program tersebut diharapkan masyarakat mendapatkan pangan yang sehat dan halal untuk dikonsumsi (Djaafar dan Rahayu 2007). Salah satu bahan pangan asal hewan yang sering dikonsumsi masyarakat adalah daging ayam. Hal ini dikarenakan daging ayam memiliki harga yang relatif lebih murah. Data konsumsi daging ayam ras pada rumah tangga menurut hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Konsumsi daging ayam ras untuk keperluan rumah tangga 2007-2011 Tahun Uraian Konsumsi seminggu (Kg/Kapita/Minggu) -Daging Ayam Ras 2007 2008 2009 2010 2011 0.066 0.62 0.059 0.068 0.070 Rata-rata pertumbuhan (%)2007-2011 1.82 Sumber : Susenas-BPS Dari data diatas terlihat bahwa konsumsi daging ayam mengalami peningkatan konsumsi dari tahun 2007-2011 sebesar 1.82% per tahun, sedangkan menurut Kementerian Pertanian Republik Indonesia pada tahun 2011-2012 mengalami konsumsi daging ayam mengalami kenaikan sebesar 6.36%. Konsumsi daging ayam yang mengalami peningkatan harus diperhatikan juga keamanan dan tingkat pertumbuhan bakterinya. Kontaminasi bakteri dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain perlakuan sebelum dan sesudah pemotongan. Perbedaan perlakuan yang dilakukan pada pasar tradisional dan modern berperan dalam kontaminasi bakteri pada daging. Pasar tradisional merupakan tempat jual beli dimana aktivitas pembeli dan penjual langsung dan biasanya terdapat proses tawar-menawar. Pasar tradisional biasanya identik dengan tempat yang kotor, tidak teratur, dan daging ayam yang dijual biasanya diletakkan begitu saja tanpa adanya alas yang mendukung. Sedangkan pasar modern merupakan pasar yang transaksi jual belinya dilakukan secara mandiri dan barang-barang yang diperjual-belikan telah diberi barcode sehingga tidak terdapat proses tawar-menawar. Berbeda dengan pasar tradisional, pasar modern lebih bersih , rapi, teratur dan daging ayam yang dijual biasanya diletakkan pada wadah tertentu dan disimpan dilemari pendingin yang suhunya telah diatur untuk menjaga keamanan daging. Menurut Handayani et al. (2005), bahan pangan asal hewan dapat dijadikan media pertumbuhan mikroorganisme dan dapat bertindak sebagai pembawa (transmitter) beberapa penyakit berbahaya bagi manusia. Pertumbuhan mikrorganisme dalam bahan pangan asal hewan dapat menyebabkan terjadinya pembusukan atau kerusakan bahan pangan asal hewan dan foodborne disease. 2 Foodborne disease adalah penyakit yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi bahan pangan yang telah terkontaminasi oleh bakteri patogen (Sjamsul 2001). WHO (1997) mendefinisikan foodborne disease adalah penyakit infeksi atau toksin yang disebabkan mengkonsumsi pangan termasuk air yang telah terkontaminasi. Hampir 90% kejadian penyakit pada manusia disebabkan mengkonsumsi makanan yang tercemar mikroba patogen (Winarno 1997). Berdasarkan penyebabnya foodborne disease dibagi menjadi dua macam, yaitu food infection dan food intoxication. Food infection dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi oleh mikroorganisme, sedangkan food intoxication disebabkan oleh termakannya toksin dari mikroorganisme yang tumbuh dalam jumlah tertentu pada makanan (BPOM RI 2008). Staphylococcus aureus merupakan salah satu mikroba patogen yang dapat menyebabkan food intoxication. Bakteri S. aureus tidak tahan pada suhu pemanasan namun toksin yang dihasilkannya tahan terhadap panas sehingga tidak dapat dihancurkan dengan pemanasan yang biasa dilakukan ketika memasak. Toksin yang dihasilkan oleh S. aureus tidak menimbulkan perubahan fisik pada makanan yang telah terkontaminasi baik berupa perubahan warna, tekstur, bau atau rasa makanan. Pencemaran pada daging ayam dapat terjadi pada beberapa tahap seperti pada saat penyembelihan ayam, scalding, pencabutan bulu, pengeluaran jeroan, pendinginan, grading maupun pemotongan. Kontaminasi bakteri S. aureus juga dapat terjadi melalui peralatan, pekerja dan sanitasi yang belum dapat dijaga dengan baik (Karen and Songer 2005). Berdasarkan pencatatan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) terdapat 11 kasus keracunan yang ditangani BPOM RI selama tahun 2012, dan di antara 11 kasus, dua orang warga meninggal. Rata-rata keracunan disebabkan oleh kontaminasi bakteri Bacillus cereus dan S. aureus (Hendra 2012). Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan utuk mengetahui informasi mengenai pencemaran mikroba pada produksi daging ayam agar masyarakat terlindungi dari bahaya keracunan yang dapat ditimbulkan oleh kontaminasi mikroorganisme. Tujuan Penelitan Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kontaminasi bakteri S. aureus pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional dan pasar modern. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kualitas daging ayam yang diperjual-belikan di pasar modern dan tradisional. Hipotesis Daging ayam yang dijual di pasar tradisional tercemar S. aureus dan pasar modern tidak tercemar S. aureus. 3 TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan Pangan yang memiliki kualitas dan kuantitas yang terjamin akan menentukan derajat kesehatan dan kualitas sumber daya manusia. Dua hal yang harus di penuhi dalam pemenuhan gizi yaitu ketersediaan atau ketahanan pangan (food security) dan keamanan pangan (food safety), sehingga makanan yang tersedia haruslah terjamin untuk dikonsumsi (Murdiati 2006). Menurut UU RI No 7 tahun 1996, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Persyaratan keamanan pangan adalah standar dan ketentuan-ketentuan lain yang harus dipenuhi untuk mencegah pangan dari kemungkinan adanya bahaya, baik karena cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Keamanan pangan dikaitkan dengan keracunan pangan, BPOM melaporkan bahwa Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan selama tahun 201I sebanyak 128 kasus yang berasal dari 25 provinsi. Kasus KLB keracunan pangan yang dilaporkan sebanyak 6.901 orang sakit dan 11 orang meninggal dunia. KLB keracunan pangan dapat terjadi akibat kontaminasi mikroba patogen atau bahan kimia berbahaya lainnya. Berdasarkan penyebabnya kasus KLB keracunan pangan dapat dibagi menjadi confirm atau suspect. KLB Keracunan Pangan tahun 2011, disebabkan oleh mikroba confirm sebanyak 5 kejadian (3.91%), mikroba suspect (dugaan) sebanyak 33 kejadian (25.78%), kimia confirm sebanyak 1 (0.78%) kejadian, kimia suspect sebanyak 18 (14.06%) kejadian dan 71 (55.47%) kejadian yang tidak diketahui penyebabnya (BPOM RI 2011). Tabel 2 Agen penyebab KLB keracunan pangan tahun 2011 Mikroba Confirm KLB Suspect B. cereus S. aureus 4 B. cereus 1 C. perfringens S. aureus E. coli patogen S. epidermis Salmonella sp. Sumber : BPOM 2011 KLB 8 1 16 3 1 3 Menurut Pusat Standarisasi dan Akreditasi (2004), bahan pangan asal ternak serta olahannya mudah rusak dan merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme yang dapat membahayakan kesehatan manusia antara lain Coliform, Escherichia coli, Enterococci, S. aureus, Clostridium sp., Salmonella sp., Champhylobacter sp. dan Listeria sp. (Syukur 2006). Daging unggas dapat menjadi tempat perkembangbiakan mikroorganisme dikarenakan unggas dalam kehidupannya selalu bersentuhan dengan lingkungan 4 yang kotor. Karkas ayam mentah paling sering dikaitkan dengan cemaran Salmonella sp. dan Campylobacter sp. yang dapat menginfeksi manusia (Sri 1999). Gaman dan Sherington (1996) mengatakan bahwa keracunan pangan adalah gejala yang disebabkan karena mengkonsumsi makanan yang beracun atau terkontaminasi bakteri atau mikroorganisme. Maka dari itu bahan pangan asal daging harus dijaga keamanannya agar dapat memberikan sumbangan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional (Mudiarti 2006). Daging Ayam Daging ayam adalah bahan pangan yang bergizi tinggi karena kaya akan protein, lemak, mineral serta zat lainnya yang sangat dibutuhkan tubuh. Daging ayam juga mengandung asam amino esensial diantaranya arginin, sistin, histidin, isoleusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, tirosin, dan valin. Pencemaran daging oleh mikroorganisme dapat terjadi sebelum dan setelah hewan dipotong. Pada saat pemotongan darah masih bersirkulasi ke seluruh anggota tubuh hewan sehingga penggunaan pisau yang tidak bersih dapat menyebabkan mikroorganisme masuk ke dalam darah. Pencemaran daging dapat dicegah dengan melakukan proses pemotongan secara higienis (Erni 2009). Penanganan daging yang higienis dapat dilakukan dengan menerapkan good manufacturing practies (GMP) dan good hygienic practices (GHP). GMP dan GHP merupakan peraturan tentang penanganan atau penyedian daging yang aman dan layak. Salah satu penanganan daging yang baik adalah sistem rantai dingin yang dilakukan dengan menjaga suhu tetap dingin selama produksi, penyimpanan dan distribusi daging. Sitem rantai dingin ini bertujuan untuk mencegah atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Batas maksimum cemaran mikroorganisme dalam bahan makanan asal hewan (daging) dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Batas maksimun cemaran mikroba (BMCM) pada daging (CFU/gram) Komponen Residu Batas Maksimum Cemaran Mikroba (CFU/gram) Daging Segar Daging Beku 1 x 102 1 x 102 1 1 x 10 1 x 101 2 1 x 10 1 x 102 2 1 x 10 1 x 102 0 0 Negatif/25 gram Negatif/25 gram Coliform Escherichia coli Enterococci S. aureus Clostridium sp. Salmonella sp. (*) Negatif/25gram Negatif/25gram Camphylobacter sp. 0 Sumber : Standar Nasional Indonesia 2000 0 Menurut Harmayani et al. (1996) karkas ayam mentah yang digunakan sebagai bahan sate pada suatu industri jasa boga telah tercemar S. aureus sebanyak 1.6x106 CFU/gram. Hal ini perlu mendapat perhatian karena S. aureus mampu memproduksi enterotoksin yang tahan terhadap panas. Bergdoll (1990) menyatakan jumlah S. aureus mencapai 105 CFU/gram dapat dijadikan indikasi kerawanan adanya toksin tersebut. Namun berdasarkan hasil penelitian, enterotoksin belum dapat terdeteksi pada total S. aureus >106 CFU/gram. Pada kasus-kasus keracunan makanan biasanya jumlah S. aureus mencapai jumlah total 108 CFU/gram atau lebih (Harmayani et al. 1996). Pemanasan dapat menurunkan 5 jumlah total S. aureus menjadi 2.6x103 CFU/gram. Oleh karena itu, dalam pengolahan pada karkas mentah ada beberapa tahap yang perlu diperhatikan sebagai titik kendali kritis untuk mencegah terjadinya pertumbuhan mikroorganisme. Staphylococcus aureus Klasifikasi S. aureus menurut Berget (1998) adalah Kingdom : Eubacteria Divisi : Firmicutes Class : Cocci Ordo : Bacillales Family : Staphylococcaceae Genus : Staphylococcus Spesies : S. aureus S. aureus adalah bakteri gram positif yang memiliki bentuk coccus (bulat), berwarna ungu dan bergerombol (Lowy 1998). Bakteri ini tidak bergerak, tidak berspora, berkapsul dan bersifat aerob-anaerob fakultatif. Staphylococcus sp. dapat memfermentasi manitol, menghasilkan koagulase, dan mampu menghasilkan enterotoksin dan Heat-Stable Endonuklease. Koloni Staphylococcus sp. memiliki warna emas dan membentuk zona pucat tembus pandang pada media Baird Parked Agar (BPA) (L.G Harris et al. 2002). S. aureus dapat ditemukan di lingkungan seperti udara, debu, kotoran, air, susu, makanan dan minuman dan peralatan makan serta pada hewan. Sedangkan pada manusia normal S. aureus terdapat pada hidung dan kulit dengan proposi yang berbeda (Salasia et al. 2009). Menurut Jay (1996) terdapat kurang lebih 18 spesies dan subspesies yang dapat menimbulkan masalah pada makanan salah satunya S. aureus. Stafilokokal Enterotoksin (SE) adalah toksin yang dihasilkan S. aureus yang dapat menyebabkan pencemaran pada makanan. SE tahan terhadap pemanasan dan tahan terhadap enzim protease seperti pepsin yang terdapat dalam saluran pencernaan. Stabilitas SE terhadap pemanasan dan enzim pencernaan merupakan salah satu sifat yang berkaitan dengan keamanan pangan, karena toksin tetap bertahan meskipun sudah dimasak atau dipanaskan. SE yang terkonsumsi secara tidak sengaja akan tahan terhadap enzim yang ada dalam saluran pencernaan (Balaban dan Rasooly 2000). Sampai saat ini telah teridentifikasi berbagai enterotoksin S. aureus yaitu Staphylococcal enterotoxin A (SEA), B (SEB), C (SEC), D (SED), E (SEE), G (SEG), H (SEH), I (SEI), J (SEJ), K (SEK), L (SEL), M (SEM), N (SEN), O (SEO), P (SEP), Q (SEQ), R (SER), T (SET) dan U (SEU) (Salasia et al. 2009). Uji yang dapat dilakukan untuk membedakan S. aureus dengan stafilokokus lainnya antara lain melihat pertumbuhan koloni pada media BPA, uji katalase untuk membedakan dari streptokokus, adanya produksi enzim koagulase serta adanya fermentasi mannitol pada media MSA (Cappucino and Sherman 2005). Patogenitas pada S. aureus dapat dilihat dengan ada atau tidaknya produksi enzim koagulase yang membedakan dengan stafilokokus lainnya. S. aureus juga dapat diisolasi dengan media selektif seperti Baird Parker Agar (BPA), lipase salt mannitol agar, DNAse Test (Bello and Qahtani 2004). Media BPA adalah media 6 yang cukup selektif untuk mengisolasi dan menghitung koloni S. aureus. BPA mengandung karbon dan nitrogen yang dijadikan sebagai sumber pertumbuhan. Glisin, lithium klorida dan pottasium berperan sebagai agen selektif. Kuning telur sebagai substrat untuk mendeteksi produksi lecithinase dan aktivitas dari lipase. Koloni S. aureus pada BPA akan menunjukan warna abu-abu gelap atau hitam akibat pengurangan Tellurite, S. aureus akan memproduksi lecithinase untuk memecah kuning telur dan menyebabkan zona jernih disekitar koloni. Zona gelap yang muncul dapat disebabkan oleh aktivitas lipase (Instructions for use-ready-touse plate media: Baird-Parked Agar. 2006). Tabel 4 Tipe pertumbuhan bakteri pada media BPA Strains Staphylococcus aureus ATCC™ 25923 Growth Results Koloni tumbuh baik, gelap kelabu sampai hitam, mengkilat, koloni sedang-kecil, zona terang mengelilingi koloni. Staphylococcus aureus ATCC 6538 Koloni tumbuh baik, gelap kelabu sampai hitam, mengkilat, koloni sedang-kecil, zona terang mengelilingi koloni. Staphylococcus epidermidis ATCC 12228 Tidak ada pertumbuhan-kecil, tidak bewarnacokelat, tidak ad zona terang. Escherichia coli ATCC 25922 Tidak dapat tumbuh. Proteus mirabilis ATCC 12453 Tidak tumbuh, koloni cokelat gelap. Uninoculated Kuning-cokelat terang, opaque. Sumber : Instructions for use-ready-to-use plate media: Baird-Parked Agar. 2006 Penggunaan media selektif (BPA) sangat berguna untuk mengisolasi S. aureus dari sampel yang terkontaminasi, namun menjadi tidak ekonomis dikarenakan tidak bisa mendeteksi bakteri lain (Patrick 2003). Pada pengujian katalase dilakukan untuk membedakan S. aureus dengan Streptococcus sp. dimana Streptococcus sp. akan menunjukkan katalase negatif sedangkan Staphylococcus sp. akan menunjukkan hasil katalase positif dengan terbentuknya gelembunggelembung gas karena S. aureus mampu memproduksi enzim katalase (Todar 2005). Uji fermentasi glukosa dan mannitol dilakukan untuk membedakan Staphylococcus patogen dan non-patogen dengan mengamati perubahan warna dari media glukosa dan mannitol menjadi bewarna kuning. Hal ini disebabkan bakteri S. aureus menghasilkan asam sebagai hasil dari memfermentasikan zat gula pada media. Uji koagulase pada Staphylococcus sp. dilakukan untuk membedakan S. aureus dengan Staphylococcus epidermidis. S. aureus mampu menghasilkan koagulase, yaitu berupa protein yang menyerupai enzim yang bila ditambahkan dengan oksalat atau sitrat mampu menggumpalkan plasma. Hal ini menyebabkan faktor serum bereaksi dengan koagulase untuk membentuk esterase dan aktivitas penggumpalan, serta untuk mengaktivasi protrombin menjadi trombin. Trombin akan membentuk fibrin yang akan berpengaruh terhadap terjadinya penggumpalan plasma (Patrick 2003). Menurut Todar (2005) uji koagulase merupakan cara sederhana untuk mengidentifikasi S. aureus melalui laboratorium klinis mikrobiologi. Media MSA merupakan media selektif diferenssial untuk membedakan S. aureus dengan S. epidermidis. Hal ini dikarenakan media MSA mengandung konsentrasi garam NaCl yang tinggi (7.5-10%), mannitol serta indikator phenol red. Pertumbuhan S. aureus pada MSA akan menunjukkan perubahan warna media dari merah menjadi kuning yang disebabkan adanya produksi asam sebagai hasil fermentasi mannitol. 7 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Bakteriologi Bagian Mikrobiologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH-IPB). Alat dan Bahan Daging ayam yang dijadikan sampel adalah daging ayam yang berasal dari satu pasar modern dan satu pasar tradisional yang berada di sekitar Institut Pertanian Bogor. Frekuensi pengambilan sampel satu kali dalam satu minggu, dan dilakukan sebanyak sepuluh kali pengulangan pengambilan sampel selama sepuluh minggu. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung Erlenmeyer, tabung reaksi, pipet, timbangan, plastik sampel, stomacher, inkubator, cawan petri, ose, needle, lampu spirtus, gelas objek, dan mikroskop. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah NaCl 0.9%, aquades, media BPA, media TSA, media MSA, reagen pewarnaan gram, reagen uji koagulase dan katalase. Prosedur Penelitian Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode acak dengan mengambil sampel daging ayam dari salah satu pedagang di pasar tradisional dan pasar modern. Pasar tradisional terletak di daerah Babakan Raya Kabupaten Dramaga, Bogor. Sedangkan pasar modern terletak di Jl. Yasmin, Kota Bogor. Jumlah total pengambilan daging ayam yang dijadikan sampel penelitian sebanyak sepuluh sampel tiap pasar. Daging ayam yang diambil berupa bagian dada yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Pengambilan sampel dilakukan rutin seminggu sekali dan dilakukan sebanyak sepuluh kali pengulangan pengambilan sampel selama sepuluh minggu. Pengenceran Sampel Daging ayam yang dijadikan sampel diambil sebanyak 25 gram dan dihaluskan. Pada pengenceran pertama, daging yang dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer yang telah berisi NaCl 0.9% 225 ml dan dihomogenkan. Larutan yang telah dihomogenkan tersebut diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi NaCl 0.9% sebanyak 9 ml dan dihomogenkan kembali. Selanjutnya, larutan dari pengenceran tersebut diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi NaCl 0.9% sebanyak 9 ml dan dihomogenkan kembali. Pada pengenceran terakhir, larutan 8 homogen pada pengenceran kedua diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi berisi NaCl 0.9% sebanyak 9 ml dan dihomogenkan kembali. Masing-masing larutan pengenceran 10-1, pengenceran 10-2, pengenceran 103 yang telah dihomogenkan diambil sebanyak 0.1 ml dan dikultur kedalam media Baird Parker Agar (BPA) menggunakan teknik sebar. Teknik sebar dilakukan agar koloni bakteri S. aureus dapat tumbuh merata dan tidak saling bertumpuk. Kemudian media BPA dimasukkan ke dalam inkubator selama 24 jam. Media yang telah diinkubasi selama 24 jam diperiksa pertumbuhan bakteri pada BPA. Koloni bakteri yang tumbuh pada BPA dipindah biakkan ke dalam media Tryptone Soya Agar (TSA) dan diinkubasi kembali selama 24 jam. Cawan petri yang berisi TSA diletakkan secara terbalik untuk mencegah tetesan air hasil fermentasi merusak pertumbuhan koloni pada media TSA. Pewarnaan Gram Media TSA yang telah ditumbuhi oleh isolat biakan bakteri kemudian dibuat menjadi preparat ulas. Gelas objek dibersihkan menggunakan kapas alkohol, kemudian aquades diambil menggunakan ose, dibubuhkan pada gelas objek. Selanjutnya koloni bakteri diambil dengan ose dan dibubuhkan pada aquades lalu diratakan dengan gerakan memutar dari dalam ke luar. Fiksasi dilakukan dengan pemanasan menggunakan lampu spirtus. Preparat ulas ditetesi dengan kristal violet selama 1 menit, kemudian dibilas dengan aquades. Lalu diberikan larutan lugol selama 30 detik, dibilas dengan aquades. Selanjutnya preparat diteteskan dengan etil alkohol selama 30 detik, dibilas dengan aquades. Tahap terakhir preparat diteteskan safranin dan didiamkan selama 30 detik, kemudian dibilas dengan aquades. Preparat dikeringkan menggunakan kertas saring, setelah itu diamati dibawah mikroskop. Jika bakteri tersebut berwarna ungu atau biru, maka termasuk kelompok bakteri Gram positif, tetapi bila bakteri tersebut berwarna merah maka bakteri tersebut merupakan bakteri Gram negatif (SNI 2011). Uji Katalase Uji lanjutan yang dilakukan jika pewarnaan Gram menunjukkan bakteri Gram positif adalah uji katalase. Uji katalase dilakukan untuk membedakan famili microcacacea dan streptococcaea. Uji katalase menggunakan H 2 O 2 3% (hidrogen peroksida 3%). Isolat bakteri pada media TSA diambil menggunakan ose dan diletakkan diatas gelas preparat yang telah dibersihkan dengan alkohol, kemudian H 2 O 2 3% diteteskan diatas isolat bakteri tersebut untuk melihat ada atau tidaknya pembentukan gelembung-gelembung gas (SNI 2011). Uji Fermentasi Glukosa dan Mannitol Secara Anaerob Uji Fermentasi Glukosa dan Mannitol secara anaerob dilakukan apabila sampel yang diuji katalase menunjukkan hasil yang positif. Uji ini dilakukan untuk membedakan Staphylococcus sp. patogen dan non-patogen. Isolat bakteri pada media TSA diambil menggunakan ose dan diinokulasikan ke tabung reaksi yang telah berisi glukosa 0.5% dan mannitol. Kemudian tabung reaksi ditutup menggunakan paraffin oil steril setebal 25 mm. Media diinkubasikan selama 5 hari pada suhu 37°C. Uji dinyatakan positif apabila media mengalami perubahan 9 warna menjadi kuning. Perubahan warna disebabkan oleh bakteri S. aureus yang menghasilkan reaksi asam (SNI 2011). Uji Koagulase Uji koagulase dilakukan untuk membedakan Staphylococcus sp. patogen dan non-patogen. Isolat bakteri pada TSA diambil menggunakan ose dan diinokulasikan ke dalam 2 ml plasma darah kelinci yang telah diencerkan dengan aquades (1:5). Kemudian isolat bakteri diinkubasikan pada suhu 37°C selama 424 jam. Penggumpalan plasma (koagulasi) yang terjadi menunjukkan hasil koagulase yang positif sedangkan apabila plasma tetap cair uji koagulase dinyatakan negatif. Uji Mannitol Salt Agar (MSA) Uji MSA merupakan uji lanjutan untuk membedakan S. aureus dan S. epidermidis. Isolat bakteri dikultur pada media MSA dengan cara dioleskan atau digoreskan pada permukaan media. Media yang telah dikultur dimasukkan kedalam inkubator pada suhu 37°C selama 24 jam. Setelah diinkubasi, koloni S. aureus yang tumbuh pada media MSA akan berwarna kuning sedangkan S. epidermidis pada media MSA akan berwarna merah. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Tabel 5 Hasil pengujian sampel daging ayam Sampel 1A-1 1A-2 1A-3 1B--1 1B-2 1B-3 2A-1 2A-2 2A-3 2B-1 2B-2 2B-3 3A-1 3A-2 3A-3 3B-1 3B-2 3B-3 4A-1 4A-2 4A-3 Koloni pada BPA √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - Pewarnaan Gram Uji Katalase Uji Glukosa + + + + + + + + + + + + + + - + + + + + + + + + + + + + + - + + + + + + + + + + + + + + - Uji Mannitol anaerob + + + + + + + + + + + + + + - Uji Koagul ase + + + + + + + + + + + + + + - Uji MS A + + + + + + + + + + + + + + - 10 4B-1 4B-2 4B-3 5A-1 5A-2 5A-3 5B-1 5B-2 5B-3 6A-1 6A-2 6A-3 6B-1 6B-2 6B-3 7A-1 7A-2 7A-3 7B-1 7B-2 7B-3 8A-1 8A-2 8A-3 8B-1 8B-2 8B-3 9A-1 9A-2 9A-3 9B-1 9B-2 9B-3 10A-1 10A-2 10A-3 10B-1 10B-2 10B-3 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + - + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + - + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + - + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + - Keterangan: A= pasar modern B= pasar tradisional 1= pengenceran 10-1 2= pengenceran 10-2 3= pengenceran 10-3 √= pertumbuhan bakteri -= tidak ada pertumbuhan bakteri/hasil uji negatif += hasil uji positif + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + - + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + - : Sampel yang telah tumbuh pada media TSA dilakukan uji pewarnaan Gram. Bakteri Gram positif ditunjukkan dengan berbentuk coccus (bulat), bergerombol dan berwarna ungu. Uji katalase pada sampel dinyatakan positif ditunjukkan dengan terbentuknya gelembung-gelembung gas. 11 Gambar 1 Pewarnaan Gram pada sampel menunjukkan ciri-ciri bakteri S. aureus berupa bakteri berbentuk coccus (bulat), bergerombol dan bewarna ungu (Gambar kiri). Uji katalase positif ditunjukkan dengan terbentuknya gelembung-gelembung gas pada sampel yang diuji. Gambar 2 Sampel yang diuji dengan larutan glukosa menunjukkan perubahan warna menjadi kuning (kanan). Sampel control yang diuji larutan glukosa dan tidak menunjukkan perubahan warna (kiri). Gambar 3 Sampel yang diuji dengan larutan mannitol secara anaerob menunjukkan perubahan warna menjadi kuning. Sampel control yang diuji larutan glukosa dan tidak menunjukkan perubahan warna (kiri). Gambar di atas (2) merupakan salah satu sampel yang dilakukan pengujian fermentasi glukosa yang memiliki hasil positif. Uji fermentasi glukosa dinyatakan positif dengan perubahan warna pada media menjadi kuning yang dikarenakan adanya perubahan pH dan asam yang dihasilkan akibat fermentasi. Gambar (3) merupakan salah satu sampel yang dilakukan pengujian fermentasi mannitol secara anaerob yang memiliki hasil positif. Uji fermentasi mannitol anaerob dinyatakan positif dengan perubahan warna media menjadi kuning dikarenakan adanya perubahan pH dan asam yang dihasilkan akibat fermentasi. 12 Gambar 4 Sampel yang dilakukan uji MSA menunjukkan perubahan warna pada media MSA (kanan). Sampel control yang tidak menunjukkan perubahan warna (kiri). Gambar di atas (4) merupakan salah satu sampel yang dilakukan uji pada media MSA. Uji MSA dinyatakan positif isolat bakteri S. aureus jika media MSA mengalami perubahan warna menjadi kuning. Perubahan warna ini diakibatkan bakteri S. aureus dapat menggunakan mannitol yang terdapat dalam media MSA untuk fermentasi dan menghasilkan asam yang menyebabkan penurunan pH media dan menyebabkan terjadinya perubahan warna. Pembahasan Pada penelitian ini sampel diambil berasal dari satu pasar modern dan satu pasar tradisional yang berada di sekitar kampus Institut Pertanian Bogor. Frekuensi pengambilan sampel satu kali dalam satu minggu, dan dilakukan sebanyak sepuluh kali pengulangan pengambilan sampel selama sepuluh minggu. Pengambilan sampel bertujuan untuk mengidentifikasi pertumbuhan bakteri S. aureus pada daging ayam. Pasar modern (pasar A) merupakan pasar modern yang terletak di daerah Yasmin. Daging ayam yang dijual di pasar A disimpan dalam wadah yang terbuat dari sterofom yang ditutup dengan plastik prekat. Daging ayam dijual terpisah sesuai dengan bagian-bagian ayam dan disimpan didalam lemari pendingin namun dijaga konsistensinya agar tidak beku. Pasar tradisional (pasar B) merupakan pasar yang terletak di daerah Babakan Raya. Daging ayam yang dijual pada pasar B tidak disimpan dalam wadah khusus, tidak dipisah bagiannya serta tidak menggunakan lemari pendingin ataupun es sebagai alasnya. Sampel daging ayam yang diambil dari dua jenis pasar yang berbeda, kemudian dilakukan pengenceran sampai 10-3 kemudian dikultur kedalam media BPA dengan menggunakan teknik sebar. Media BPA merupakan media selektif untuk pertumbuhan bakteri gram positif terutama S. aureus. Hal ini dikarenakan media BPA mengandung karbon dan nitrogen yang dijadikan sumber pertumbuhan. Glisin, lithium klorida dan potassium berperan sebagai agen selektif. Kuning telur sebagai substrat untuk mendeteksi produksi lecithinase dan aktivitas dari lipase. Koloni S. aureus yang tumbuh pada media BPA akan menunjukkan warna abu-abu gelap atau berwarna hitam. S. aureus akan memproduksi lecithinase untuk memecah kuning telur sehingga akan membentuk zona bening atau jernih disekitar koloni. Zona gelap disekitar koloni dapat disebabkan oleh 13 aktivitas lipase (Instructions for use-ready-to-use plate media: Baird-Parked Agar. 2006). Berdasarkan hasil pengamatan pertumbuhan koloni pada media BPA didapatkan hasil pada media pengenceran 10-1 dan 10-2 pasar A dan B terdapat pertumbuhan koloni bakteri sedangkan pada media BPA pengenceran 10-3 pasar A dan B tidak ditemukan pertumbuhan koloni. Pertumbuhan bakteri pada pengenceran 10-2 masih dinyatakan dalam batas normal konsumsi. Hal ini sesuai dengan batas maksimal pertumbuhan bakteri S. aureus pada daging ayam yaitu pada pengenceran 1x10-2 CFU/gram (SNI 2000). Namun jumlah bakteri yang terdapat di daging ayam tersebut akan terus bertambah karena bakteri akan berkembangbiak dengan cepat pada suhu normal (suhu ruang). Maka dari itu, perlunya diperhatikan proses penanganan daging dari pemilihan daging hingga pemasakan daging pada suhu yang tepat. Hasil uji pewarnaan Gram pada kesepuluh sampel A dari pengenceran 101 dan 10-2 yang terlihat dibawah mikroskop berbentuk coccus (bulat), berwarna ungu dan bergerombol. Hasil pewarnaan Gram pada kesepuluh sampel B didapatkan hasil bakteri berwarna ungu, bergerombol dan berbentuk coccus (bulat). Berdasarkan hasil diatas sampel A dan B merupakan bakteri Gram positif. Warna ungu pada bakteri Gram positif dikarenakan dinding sel bakteri terdiri dari lapisan peptidoglikan yang tebal. Hal ini menyebabkan aktivitas yang tinggi terhadap kristal violet dan ion. Oleh karena itu, terbentuknya senyawa yang sukar larut dalam alkohol sehingga tetap memegang kuat zat utama yaitu warna ungu atau biru kristal violet (Campbell 2006). Sampel yang merupakan bakteri gram positif dilakukan uji lanjutan berupa uji katalase. Uji ini dilakukan untuk membedakan famili micrococcacea dan streptococcacea. Famili streptococcacea menunjukkan katalase negatif sedangkan famili micrococcacea ditunjukkan dengan katalase positif (Todar 2005). Katalase positif ditandai dengan terbentuknya gelembung-gelembung gas. Gelembung gas terbentuk karena adanya pemecahan hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) oleh enzim katalase. Bakteri yang menggunakan oksigen pada saat melakukan respirasi akan menghasilkan H 2 O 2 sebagai hasil sampingan. Hidrogen peroksida bersifat toksik pada sistem pertahanan bakteri sehingga untuk mencegahnya bakteri tersebut akan menghasilkan enzim katalase. Enzim katalase akan memecah H 2 O 2 menjadi H 2 O dan O 2 sehingga membentuk gelembung-gelembung gas. Reaksi pemecahan H 2 O2 oleh enzim katalase sebagai berikut : 2H 2 O 2 2H 2 O + O 2 Pada kesepuluh sampel A terjadi pembentukan gelembung gas setelah pemberian H 2 O 2 3%. Kesepuluh sampel B juga terbentuk gelembung gas. Berdasarkan hasil uji katalase pada sampel A dan B maka hasil uji katalase pada sampel A dan B positif. Uji fermentasi glukosa dan mannitol secara anaerob dilakukan untuk membedakan Staphylococcus sp. patogen dan non-patogen. Staphylococcus sp. yang bersifat patogen mampu memfermentasi gula yang terdapat didalam larutan glukosa dan mannitol sehingga meningkatkan kadar asam dan mengubah warna larutan menjadi kuning. Uji fermentasi mannitol secara anaerob dilakukan dikarenakan S. aureus memiliki sifat aerob-anaerob fakultatif yang dapat memfermentasi glukosa dalam keadaan tidak ada oksigen. S. aureus merupakan 14 bakteri patogen sehingga sampel positif ditandai dengan adanya perubahan warna kuning pada media. Sampel A terlihat terjadi perubahan warna pada kesepuluh sampelnya setelah dilakukan uji glukosa dan mannitol, kedua media uji tersebut berubah warna menjadi kuning. Sampel B juga didapatkan hasil yang sama yakni terjadinya perubahan warna kuning. Namun, pada sampel pengambilan keempat, isolat bakteri pasar B tidak menunjukkan perubahan warna pada media. Hal ini dapat disebabkan bahwa bakteri yang diisolat bukan merupakan bakteri patogen (bukan Staphylococcus sp.). Uji koagulase dan MSA dilakukan untuk membedakan S. aureus dengan S. epidermidis. Pada uji koagulase sampel dinyatakan positif jika terdapat penggumpalan plasma. Penggumpalan plasma terjadi dikarenakan terdapat protein yang menyerupai enzim yang bila ditambahkan oksalat atau sitrat dapat menyebabkan penggumpalan. Faktor serum bereaksi dengan koagulase untuk membentuk esterase, aktivitas penggumpalan, dan mengaktivasi protrombin menjadi trombin. Trombin akan membentuk fibrin yang berpengaruh terhadap terjadinya penggumpalan plasma (Patrick 2003). Media MSA yang mengandung konsentrasi garam NaCl yang tinggi (7.5-10%). MSA menjadi media selektif diferenssial untuk pertumbuhan S. aureus. Hal ini dikarenakan S. aureus mampu bertahan dan tumbuh dalam media dengan konsentrasi garam yang cukup tinggi. Selain NaCl, media MSA juga mengandung mannitol dan indikator phenol red. Adanya S. aureus pada MSA akan menunjukkan perubahan warna media dari merah menjadi kuning karena terdapat produksi asam sebagai hasil dari fermentasi mannitol. Pada pengujian koagulase dan MSA, sampel menunjukkan hasil positif dengan ditandai terbentuknya gumpalan pada uji koagulase dan perubahan warna pada media MSA menjadi kuning. Kesepuluh sampel A mengalami penggumpalan pada uji koagulase dan perubahan warna kuning pada media MSA. Sampel B memiliki hasil yang sama pada sembilam sampelnya yaitu terjadi penggumpalan pada uji koagulase dan perubahan warna kuning pada media MSA. Berdasarkan hasil yang didapatkan sampel A dan B positif terhadap uji koagulase dan uji MSA. Bakteri S. aureus yang ditemukan pada sampel dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan yaitu berasal dari daging mentah, penanganan serta pengolahan yang kurang baik. Makanan atau produk mentah yang tercemar bakteri ini dapat menyebabkan terjadinya keracunan. Pada pasar tradisional kontaminasi bakteri S. aureus dapat terjadi ketika proses pemotongan, pengeluaran jeroan, proses distribusi daging ayam mentah dari peternak ke pedagang, proses penjual daging ayam yang tidak higenis (daging ayam dijual pada suhu ruang sehingga menyebabkan S. aureus dapat berkembangbiak dengan cepat pada daging). Sedangkan pada pasar modern, kontaminasi bakteri S. aureus dapat terjadi pada proses distribusi daging ayam dari supplier ke pasar modern, suhu pendingin daging yang masih dapat menjadi tempat pertumbuhan bakteri. S. aureus dapat memproduksi enterotoksin didalam makanan basah atau telah dimasak. Keracunan dapat terjadi jika jumlah S. aureus mencapai 106-107 CFU/gram, produksi toksin juga dipengaruhi oleh kadar air dan pH. Gejala keracunan makanan akibat bakteri ini berjalan sangat cepat dan seringkali dalam bentuk akut. Dampak keracunan S. aureus bergantung pada kepekaan individu terhadap toksin, jumlah makanan tercemar yang dikonsumsi dan status kesehatan dari individu terhadap toksin (F.A Octaviantris 2007). 15 Gejala paling umum akibat keracunan enterotoksin adalah mual, muntah, kram pada perut, diare dan kelemahan. Pada tingkat yang lebih parah dapat menyebabkan terjadinya sakit kepala, kram otot, peningkatan denyut nadi, perubahan tekanan darah (Stehulak 1998). Batas normal S. aureus untuk dikonsumsi sekitar 1x102 CFU/gram (SNI 2000), maka dari itu pencegahan terjadinya keracunan dapat dilakukan dengan memperhatikan penanganan dan pengolahan daging mentah, kebersihan tempat, alat dan pekerja yang dijaga, dan penangan daging ketika akan dikonsumsi. SIMPULAN Berdasarkan pemeriksaan menggunakan pewarnaan Gram, bakteri pada kesepuluh sampel A dan B merupakan bakteri Gram positif dikarenakan memiliki bentuk bulat (coccus), bergerombol dan berwarna ungu. Hasil Uji lanjutan seperti uji katalase, uji fermentasi glukosa dan mannitol anaerob, uji koagulase dan uji MSA pada sampel A dan B menunjukkan adanya kontaminasi S. aureus pada daging ayam. Terdapatnya kontaminasi S. aureus pada daging ayam yang dijual harus diperhatikan penanganannya. Baik dengan memperhatikan penanganan dan pengolahan daging mentah, kebersihan tempat, alat dan pekerja yang dijaga, dan penangan daging ketika akan dikonsumsi dengan memasak pada suhu yang tepat. DAFTAR PUSTAKA [BPOM RI]. Badan Pengawas Makanan dan Obat Republik Indonesia. 2011. Laporan Akhir Tahun 2011. Badan Pengawasan Obat dan Makanan. [Internet]. [diunduh 5 Jul 2013]; Tersedia pada: www.perpustakaan.pom.go.id [BPOMRI]. Badan Pengawas Makanan dan Obat Republik Indonesia. 2008. Pengujian Mikrobiologi Pangan. [Internet]. [diunduh 5 Jul 2013]; Tersedia pada: www.perpustakaan.pom.go.id. Bergdoll M.S. 1990. Staphylococcus sp. food poisoning. Page:145−168. In Foodborne Disease. Academic Press, San Diego Cappucino J. G. and N. Sherman. 2005. Microbiology: A Laboratory Manual. 7th ed. Pearson Education Inc. USA. Campbell. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta (ID):Erlangga.hlm: 108 Djaafar T.F dan S. Rahayu. 2007. Cemaran mikroba pada produk pertanian, penyakit yang ditimbulkan dan pencegahannya. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 26(2):67 Erni Gustiani. 2009. Pengendalian Cemaran Mikroba Pada Bahan Pangan Asal Ternak (Daging dan Susu) Mulai Dari Peternakan Sampai Dihidangkan. Jurnal Litbang Pertanian. 28(3) 96-99 F.A.Octaviantris. 2007. Deteksi Bakteri Staphylococcus aureus Pada Susu Bubuk Skim (Skim Milk Powder) Impor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor 16 Harmayani E, E. Santoso, T. Utami, dan S. Raharjo. 1996. Identifikasi bahaya kontaminasi S. aureus dan titik kendali kritis pada pengolahan produk daging ayam dalam usaha jasa boga. Agrotech, Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian. 16(3): 7−15. Hendra. 2012. Waspada,bakteri di makanan dan telapak tangan. Padang Today. [Internet]. [diunduh 5 Jul 2013]; Tersedia pada: http://www.padang-today.com Jay J.M. 1996. Modern Food Microbiology, Ed ke-6. Chapman & Hall. hlm : 429 – 450 Karen W.P and Songer G.J. 2005. Veterinary Microbiology. London: Elsevier saunders L.G Harris, S.J.Foster and R.G. Richards. 2002. An Introduction to Staphylococcus aureus and Techiques for identifying and Quantifying Staphylococcus aureus Adhesins in Relation to Adhesion to Biomaterial:Review.European Cells and Materials. 4:39-60 Lowy F.D. 1998. Staphylococcus aureus Infections. The New England Journal of Medicine. [Internet]. [diunduh 9 Jul 2013]; Tersedia pada: www.nejm.org/medical-articles. Murdiati T.B. 2006. Jaminan keamanan pangan asal ternak : dari kandang hingga piring konsumen. Jurnal Litbang Pertanian 25(1): 22-30 Patrick Boerlin. 2003. Methods for Identification of Staphylococcus aureus Isolates In Cases of Bovine Mastitis. Journal of Clinical Microbiology. 41(2):767-771. [Internet]. [diunduh 9 Jul 2013]; Tersedia pada: www.ncbi.nih.gov. [Pusdatin] Pusat Data Dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal. 2012. Laporan Statistik Konsumsi Pangan Tahun 2012. [Internet]. [diunduh 9 Jul 2013]; Tersedia pada: htpp://www.pusdatin.deptan.go.id. Pusat Standarisasi dan Akreditasi. 2004. Info Mutu. Berita Standarisasi Mutu dan Keamanann Pangan. Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian. Edisi April 2004. hlm. 4−7 Salasia, S.I.O, Khusnan, Sugiyono. 2009. Distribusi Gen Enterotoksin Staphylococcus aureus dari Susu Segar dan pangan Asal Hewan. Jurnal Veteriner 10(3):111-117 Sjamsul Bahri. 2001. Mewaspadai cemaran mikroba pada bahan pangan, pakan, dan produk peternakan di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 20(2):55-64 [SNI]. Standar Nasional Indonesia.2000. Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan [SNI]. Standar Nasional Indonesia. 2011. Cara Uji Mikrobiologi- Bagian 9: Penentuan Staphylococcus aureus Pada Produk Perikanan Sri Raharjo. 1999. Teknik dekontaminasi cemaran bakteri pada karkas dan daging. Agrotech, Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian 19(2): 8 Stehulak N. 1998. Staphylococcus aureus, A Most Common Cause. [Internet]. [diunduh 10 Okt 2013]; Tersedia pada: http://ohioline.osu.edu/hyg_fact/5000/5564.html Syukur D.A. 2006. Biosecurity terhadap Cemaran Mikroba dalam Menjaga Keamanan Pangan Asal Hewan. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung, Bandar lampung. Todar K. 2005. Todar’s online textbook of bacteriology Staphylococcus. University of Wisconsin-Madison Department of Bacteriology. [Internet]. 17 [diunduh 9 Jul 2013]; Tersedia pada: www.textbookofbacteriology. net/staph.html. Volk W.A. dan M.F. Wheeler. 1990. Mikrobiologi Dasar. S. Adisoemarto (Ed.). Edisi ke-5. Jakarta(ID): Penerbit Erlangga, Winarno F.G. 1997. Naskah Akademis Keamanan Pangan. FTDC (Food Technology Development Center) Institut Pertanian Bogor. 18 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 22 September 1991 dengan nama lengkap Smita Siti Maulitasari dari ayahanda drs. Achmad Fikry Rachman dan ibunda Risdawati. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD St. Theresia II Pangkalpinang dan pada tahun 2006 penulis lulus dari SMP Negeri I Pangkalpinang. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri I Pangkalpinang dan pada tahun yamg sama penulis lulus seleksi masuk di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Fakultas Kedokteran Hewan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti beberapa lembaga mahasiswa, diantaranya menjadi anggota Departemen Bidang Olahraga dan Seni BEM FKH masa kepengurusan 2010-2011, wakil seketaris BEM FKH masa kepengurusan 2011-2012 dan anggota Himpro Ruminansia. Penulis juga pernah mengikuti Magang di klinik My Vets, RSHJ, Tn. Way Kambas. Selain itu penulis juga pernah mengikuti pengabdian masyarakat pada bulan Juli 2012 yang bertempat di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah dalam Tim IPB Goes To Field “Mahasiswa Abdi Nusantara VI.”