BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEKERASAN DALAM PACARAN Pengertian Kekerasan dalam Pacaran Dalam berbagai literatur, belum ditemukan suatu definisi yang baku mengenai kekerasan dalam pacaran yang sesuai dengan kasus-kasus yang terjadi di Indonesia. Hal ini dikarenakan di Indonesia sendiri konsep pacaran berbeda dengan konsep pacaran di negara luar yang mengenal konsep date yang bisa berarti kencan lepas (Guamarawati, 2009). Beberapa definisi mengenai kekerasan dalam pacaran yang dibahas berikut merupakan definisi secara umum yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Sugarman & Hotaling (dalam Subhan, 2004), kekerasan dalam pacaran (dating violence) adalah tindakan atau ancaman untuk melakukan kekerasan, yang dilakukan salah seorang anggota dalam hubungan pacaran ke anggota lainnya. Sedangkan menurut The American Psychological Association (dalam Warkentin, 2008) menyebutkan bahwa kekerasan dalam pacaran adalah kekerasan psikologis dan fisik yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam hubungan pacaran, yang mana perilaku ini ditujukan untuk memperoleh kontrol, kekuasaan dan kekuatan atas pasangannya. Peneliti di The University of Michigan Sexual Assault Prevention and Awareness Center Burandt, Wickliffe, Scott, Handeyside, Nimeh & Cope (dalam Murray, 2007) mendefiniskan kekerasan dalam pacaran sebagai tindakan yang disengaja, yang dilakukan dengan menggunakan taktik melukai dan paksaan fisik untuk memperoleh dan mempertahankan kekuatan dan kontrol terhadap pasangannya. Lebih lanjut dikatakan bahwa perilaku ini tidak dilakukan atas paksaan orang lain, sang pelaku lah yang memutuskan untuk melakukan perilaku ini atau tidak, perilaku ini ditujukan agar sang korban tetap bergantung atau terikat dengan pasangannya. Melalui beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kekerasan dalam pacaran merupakan sebuah kekerasan yang terjadi dalam relasi intim 11 atas dasar perasaan cinta diluar hubungan pernikahan. Didalamnya terjadi sikap atau tindakan pemaksaan, penyerangan, perusakan, pengendalian dan ancaman baik secara psikis, fisik, seksual maupun ekonomi, ataupun kombinasi keempatnya. Kekerasan ini dapat terjadi selama masa pacaran atau didalam proses berakhirnya masa pacaran. Bentuk-Bentuk Kekerasan dalam Pacaran Terdapat beberapa bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran yang secara singkat dikemukakan oleh Annisa (2012) yaitu: Kekerasan fisik seperti memukul, menampar, menendang, mendorong, mencengkeram dengan keras pada tubuh pasangan dan serangkaian tindakan fisik yang lain. Kekerasan psikologis seperti mengancam, memanggil dengan sebutan yang mempermalukan pasangan menjelek-jelekan dan lainya. Kekerasan ekonomi seperti meminta pasangan untuk mencukupi segala keperluan hidupnya (memanfaatkan atau memeras pasangan). Kekerasan seksual seperti memeluk, mencium, meraba hingga memesakan hubungan tidakan hubungan seksual dibawah paksaan dan ancaman. Tindakan stalking seperti mengikuti, membututi dan serangkaian aktivitas yang mengganggu privasi dan membatasi aktivitas seharihari pasangan. Murray (2007) menjabarkan dengan lebih jelas bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran yang dapat dikategorikan dalam tiga bentuk, yaitu kekerasan verbal dan emosional, kekerasan seksual, dan kekerasan fisik. Kekerasan Verbal dan Emosional Kekerasan verbal dan emosional adalah ancaman yang dilakukan pasangan terhadap pacarnya dengan perkataan maupun mimik 12 wajah. Menurut Murray (2007), kekerasan verbal dan emosional terdiri dari: 1. Name calling. Seperti mengatakan pacarnya gendut, jelek, malas, bodoh, tidak ada seorangpun yang menginginkan pacarnya, mau muntah melihat pacarnya. 2. Intimidating looks. Pasangannya atau pacarnya akan menunjukkan wajah yang kecewa tanpa mengatakan alasan mengapa ia marah atau kecewa dengan pacarnya, jadi pihak laki-laki atau perempuannya mengetahui apakah pacarnya marah atau tidak dari ekspresi wajahnya. 3. 4. 5. 6. Use of pagers and cell phones. Seorang pacar ada yang memberikan ponsel kepada pacarnya, supaya dapat mengingatkan atau supaya tetap bisa menghubungi pacarnya. Alat komunikasi ini memampukan pacarnya untuk memeriksa keadaan pacarnya sesering mereka mau. Mereka harus mengetahui siapa yang menghubungi pacarnya dan mengapa orang tersebut menghubungi pacarnya. Making a boy/girl wait by the phone. Seorang pacar berjanji akan menelepon pacarnya pada jam tertentu, akan tetapi sang pacar tidak menelepon juga. Pacar yang dijanjikan akan ditelepon, terus menerus menunggu telepon dari pasangannya, membawa teleponnya kemana saja di dalam rumah, misalnya pada saat makan bersama keluarga. Hal ini terjadi berulangkali, sehingga membuat si pacar tidak menerima telepon dari temannya, tidak berinteraksi dengan keluarganya karena menunggu telepon dari pacarnya. Monopolizing a girl’s/boy`s time. Korban cenderung kehabisan waktu untuk melakukan aktivitas dengan teman atau untuk mengurus keperluannya, karena mereka selalu menghabiskan waktu bersama dengan pacarnya. Making a girl`s/boy`s feel insecure. Seringkali orang yang melakukan kekerasan dalam pacaran memanggil pacarnya 13 dengan mengkritik, dan mereka mengatakan bahwa semua hal itu dilakukan karena mereka sayang pada pacarnya dan menginginkan yang terbaik untuk pacarnya. Padahal mereka membuat pacar mereka merasa tidak nyaman. Ketika pacar mereka terus menerus dikritik, mereka akan merasa bahwa semua yang ada pada diri mereka buruk, tidak ada peluang 7. 8. 9. atau kesempatan untuk meninggalkan pasangannya. Blaming. Semua kesalahan yang terjadi adalah perbuatan pasangannya, bahkan mereka sering mencurigai pacar mereka atas perbuatan yang belum tentu disaksikannya, seperti menuduhnya melakukan perselingkuhan. Manipulation / making himself look pathetic. Hal ini sering dilakukan oleh pria. Perempuan sering dibohongi oleh pria, pria biasanya mengatakan sesuatu hal yang konyol tentang kehidupan, misalnya pacarnyalah orang yang satu-satunya mengerti dirinya, atau mengatakan kepada pacarnya bahwa dia akan bunuh diri jika tidak bersama pacarnya lagi. Making threats. Biasanya mereka mengatakan jika kamu melakukan ini, maka saya akan melakukan sesuatu padamu. Ancaman mereka bukan hanya berdampak pada pacar mereka, tetapi kepada orangtua, dan teman mereka. 10. Interrogating. Pasangan yang pencemburu, posesif, suka mengatur, cenderung menginterogasi pacarnya, dimana pacarnya berada sekarang, siapa yang bersama mereka, berapa orang laki-laki atau wanita yang bersama mereka, atau mengapa mereka tidak membalas pesan mereka. 11. Humiliating her/him in public. Mengatakan sesuatu mengenai organ tubuh pribadi pacarnya kepada pacarnya di depan teman-temannya. Atau mempermalukan pacarnya di depan teman-temannya. 14 12. Breaking treasured items. Tidak mempedulikan perasaan atau barang-barang milik pacar mereka, jika pasangan mereka menangis, mereka menganggap hal itu sebuah kebodohan. Kekerasan Seksual Kekerasan seksual adalah pemaksaan untuk melakukan kegiatan atau kontak seksual sedangkan pacar mereka tidak menghendakinya. Menurut Murray (2007), kekerasan seksual terdiri dari: 1. Perkosaan. Melakukan hubungan seks tanpa ijin pasangannya atau dengan kata lain disebut dengan pemerkosaan. Biasanya pasangan mereka tidak mengetahui apa yang akan dilakukan pasangannya pada saat itu. 2. Sentuhan yang tidak diinginkan. Sentuhan yang dilakukan 3. tanpa persetujuan pasangannya, sentuhan ini kerap kali terjadi di bagian dada, bokong dan yang lainnya. Ciuman yang tidak diinginkan. Mencium pasangannya tanpa persetujuan pasangannya, hal ini bisa terjadi di area publik atau di tempat yang tersembunyi. Kekerasan Fisik Kekerasan fisik adalah perilaku yang mengakibatkan pacar terluka secara fisik, seperti memukul, menampar, menendang dan sebagainya. Kekerasan fisik menurut Murray (2007) terdiri dari: 1. Memukul, mendorong, membenturkan. Ini merupakan tipe kekerasan yang dapat dilihat dan diidentifikasi. Conoth perilaku ini diantaranya adalah memukul, menampar, menggigit, mendorong ke dinding dan mencakar baik dengan menggunakan tangan maupun dengan menggunakan alat. Hal ini dilakukan sebagai hukuman kepada pasangannya. 2. Mengendalikan, menahan. Perilaku ini dilakukan pada saat menahan pasangan mereka untuk tidak pergi meninggalkan 15 3. mereka, misalnya menggengam tangan atau lengannya terlalu kuat. Permainan kasar. Menjadikan pukulan sebagai permainan dalam hubungan, padahal sebenarnya pihak tersebut menjadikan pukulan-pukulan ini sebagai taktik untuk menahan pasangannya pergi darinya. Ini menandakan dominasi dari pihak yang melayangkan pukulan tersebut. Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan dalam Pacaran World Report On Violence And Health (2002) mengindikasikan enam faktor yang menyebabkan kekerasan dalam pacaran diantaranya: Faktor Individual. Faktor demografi yang dapat menyebabkan seseorang melakukan kekerasan kepada pasangannya adalah usia yang muda dan memiliki status ekonomi yang rendah serta memiliki prestasi akademis yang rendah atau pendidikan yang rendah. Sejarah Kekerasan dalam Keluarga. Studi yang dilakukan di Brazil, Afrika dan Indonesia menunjukkan bahwa kekerasan dalam pacaran cenderung dilakukan oleh laki-laki yang sering mengobservasi ibunya yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Penggunaan Alkohol. Alkohol dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan individu dalam menginterpretasikan sesuatu. Gangguan Kepribadian. Penelitian di Canada menunjukkan bahwa laki-laki yang menyerang pasangannya cenderung mengalami emotionally dependent, insecure dan rendahnya self-esteem sehingga sulit mengontrol dorongan-dorongan yang ada dalam diri mereka. Faktor dalam Hubungan. O’Kefee (2005) mengatakan bahwa, kurangnya kepuasan dalam hubungan dan semakin banyaknya konflik yang terjadi dalam hubungan tersebut akan meningkatkan terjadinya kekerasan dalam pacaran. 16 Faktor Komunitas. Tinggal dalam kemiskinan dapat menyebabkan hopelessness. Untuk beberapa pria, tinggal dalam kemiskinan bisa mengakibatkan stress, frustrasi, dan perasaan tidak mampu untuk memenuhi harapan sosial, atau hidup sesuai dengan harapan sosial. Dampak Kekerasan dalam Pacaran Dampak yang ditimbulkan dalam kekerasan pada masa pacaran tentunya sangat berbahaya. Kekerasan akan selalu berdampak negatif dan akibat yang paling fatal adalah luka psikologis yang memerlukan waktu penyembuhan yang cukup lama dan tidak dapat dipastikan. Berikut ini adalah beberapa dampak kekerasan pada masa pacaran menurut Tisyah dan Rochana (2013), antara lain: Dampak kejiwaan. Perempuan menjadi trauma atau membenci laki-laki, akibatnya perempuan menjadi takut untuk menjalin hubungan dengan lakilaki. Sehingga menimbulkan rasa kecemasan yang mendalam. Dampak sosial. Posisi perempuan menjadi lemah dalam hubungan dengan lakilaki. Apalagi perempuan yang merasa telah menyerahkan keperawanannya kepada pacarnya, biasanya merasa minder untuk menjalin hubungan lagi. Tidak hanya rasa percaya diri terhadap lawan jenis tapi juga terhadap diri sendiri dan orang lain sehingga menyebabkan turunnya produktivitas kerja atau prestasi. Dampak fisik. Tubuh menjadi luka-luka, baik ringan maupun parah. Bila terjadi kehamilan tidak dikehendaki dan pacar meninggalkan pasangannya. Ada dua kemungkinan, yaitu melanjutkan kehamilan atau aborsi. Bila melanjutkan kehamilan, harus siap menjadi orang tua tunggal. Bila aborsi, harus siap menanggung risiko-risiko, seperti pendarahan, infeksi, dan bahkan kematian. Bila terjadi hubungan seks dalam pacaran, perempuan akan rentan terkena Penyakit Menular Seksual (PMS) yaitu herpes dan HIV/AIDS. 17 B. MEKANISME PERTAHANAN DIRI FREUD Pengertian Mekanisme Pertahanan Diri Mekanisme pertahanan diri yang dikemukakan oleh Sigmund Freud merupakan proses mental yang bertujuan untuk mengurangi kecemasan. Mekanisme pertahanan diri melindungi ego dari kritik-kritik yang tidak adil dari superego dan dari dorongan id yang tidak dapat diterima. Andri (2007) mengemukakan ada dua karakteristik penting dari mekanisme pertahanan. Pertama adalah bahwa mereka merupakan bentuk penolakan atau gangguan terhadap realitas. Kedua adalah bahwa mekanisme pertahanan berlangsung tanpa disadari. Mekanisme pertahanan ini dapat juga diartikan sebagai reaksi-reaksi yang tidak disadari dalam upaya melindungi diri dari emosi atau perasaan yang menyakitkan seperti cemas dan perasaan bersalah. Mekanisme pertahanan diri ini berkembang karena ego sangat lemah untuk mengatasi tuntutan lingkungan (Kanserina, 2011). Secara sederhana, proses munculnya mekanisme pertahanan diri dapat digambarkan dalam Figur 6 berikut ini. Figur 6. Mekanisme Pertahanan Diri (ego). Bentuk-Bentuk Mekanisme Pertahanan Diri Freud Terdapat beberapa bentuk dari mekanisme pertahanan diri. Bentukbentuk mekanisme pertahanan ini adalah beberapa bentuk mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melawan kecemasan. Freud membuat asumsi tentang beberapa mekanisme pertahanan, namun mencatat bahwa 18 jarang sekali individu menggunakan hanya satu pertahanan saja. Umumnya individu akan menggunakan beberapa mekanisme pertahanan pada satu saat yang bersamaan. Berikut beberapa bentuk mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melawan kecemasan yang telah dirangkum dari berbagai sumber (Andri, 2007; Baihaqi, 2007; Yuindartanto, 2009 & Novita, 2015): a. Represi Represi adalah pelepasan tanpa sengaja sesuatu dari kesadaran (conscious). Pada dasarnya merupakan upaya penolakan secara tidak sadar terhadap sesuatu yang membuat tidak nyaman atau menyakitkan. Represi merupakan cara individu untuk menekan perasaan frustasi, konflik batin, dan sejenisnya dengan melakukan usaha seperti lebih sering membicarakan berita baik dari pada berita buruk, atau selalu mengingat hal positif dari pada negatif. Contoh: Ayu pernah disakiti oleh kekasihnya, ia di khianati oleh pacarnya dan sahabatnya. Ia menyaksikan sendiri penghianatan itu saat mereka bermain di taman kota. Sehingga ayu berusaha untuk melupakan tempat itu, karena jika ia ingat tempat itu hatinya akan kembali terluka. Ia telah mengubur dalam-dalam kenangan pahit itu dan sekarang ia tidak ingat lagi peristiwa itu. b. Reaksi Formasi Reaksi formasi adalah bagaimana mengubah suatu impuls yang mengancam dan tidak sesuai serta tidak dapat diterima norma sosial diubah menjadi suatu bentuk yang lebih dapat diterima. Contoh: Misalnya seorang yang mempunyai impuls seksual yang tinggi menjadi seorang yang dengan gigih menentang pornografi. Contoh lain misalnya, seseorang yang mempunyai impuls agresif dalam dirinya berubah menjadi orang yang ramah dan sangat bersahabat 19 dengan maksud agar dapat menekan kecenderungan dirinya sendiri ke arah itu. c. Proyeksi Proyeksi adalah mekanisme pertahanan dari individu yang menganggap suatu impuls yang tidak baik, agresif dan tidak dapat diterima sebagai bukan miliknya melainkan milik orang lain. Proyeksi merupakan usaha untuk menyalahkan orang lain mengenai kegagalannya, kesulitannya atau keinginan yang tidak baik. Contoh: Misalnya seorang atlit beralasan bahwa presentasi olah raganya yang kurang baik disebabkan karena sedang sakit flu atau seorang anak mengatakan ia tidak naik kelas karena gurunya sentimen terhadapnya. d. Regresi Regresi adalah suatu mekanisme pertahanan saat individu kembali ke masa periode awal dalam hidupnya yang lebih menyenangkan dan bebas dari frustasi dan kecemasan yang saat ini dihadapi. Contoh: Anak yang sudah besar mengompol atau mengisap jarinya dan marah-marah seperti anak kecil agar keinginannya dipenuhi. e. Rasionalisasi Rasionalisasi merupakan mekanisme pertahanan yang melibatkan pemahaman kembali perilaku individu untuk membuatnya menjadi lebih rasional dan dapat diterima oleh individu. Individu berusaha memaafkan atau mempertimbangkan suatu pemikiran atau 20 tindakan yang mengancamnya dengan meyakinkan dirinya sendiri bahwa ada alasan yang rasional dibalik pikiran dan tindakan itu. Contoh: Seorang yang dipecat dari pekerjaan mengatakan bahwa pekerjaannya itu memang tidak terlalu bagus untuknya. f. Pemindahan Suatu mekanisme pertahanan dengan cara memindahkan impuls terhadap objek lain karena objek yang dapat memuaskan Id tidak tersedia. Contoh: Seorang anak yang kesal dan marah dengan orang tuanya, karena perasaan takut berhadapan dengan orang tua maka rasa kesal dan marahnya itu ditimpakan kepada adiknya yang kecil. Pada mekanisme ini objek pengganti adalah suatu objek yang menurut individu bukanlah merupakan suatu ancaman. g. Sublimasi Berbeda dengan pemindahan, yang mengganti objek untuk memuaskan Id, sublimasi melibatkan perubahan atau penggantian dari impuls Id itu sendiri. Sublimasi merupakan dorongan kehendak atau cita-cita yang yang tak dapat diterima oleh normanorma di masyarakat lalu disalurkan menjadi bentuk lain yang lebih dapat diterima bahkan ada yang mengagumi. Contoh: Orang yang mempunyai dorongan kuat untuk berkelahi disalurkan dalam olah raga keras misalnya bertinju, atau mengisap permen sebagai sublimasi kenikmatan menghisap ibu jari. 21 h. Isolasi Isolasi adalah cara seseorang untuk menghindari perasaan yang tidak dapat diterima dengan cara melepaskan diri dari peristiwa yang seharusnya terikat, merepresikannya dan bereaksi terhadap peristiwa tersebut tanpa emosi. Hal ini sering terjadi pada psikoterapi. Contoh: Pasien berkeinginan untuk mengatakan kepada terapis tentang perasaannya namun tidak ingin berkonfrontasi dengan perasaan yang dilibatkan itu. Pasien kemudian akan menghubungkan perasaan tersebut dengan cara pelepasan yang tenang walau sebenarnya ada keinginan untuk mengeksplorasi lebih jauh. i. Intelektualisasi Sering bersamaan dengan isolasi, individu mendapatkan jarak yang lebih jauh dari emosinya dan menutupi hal tersebut dengan analisis intelektual yang abstrak dari individu itu sendiri. Contoh: Bila orang yang sedang berduka karena kematian keluarganya maka kesedihan akan dikurangi dengan mengatakan “sudah nasibnya” atau “sekarang sudah tidak menderita lagi” dan sambil tersenyum. j. Penyekatan Emosional Penyekatan emosional akan terjadi apabila seseorang mempunyai tingkat keterlibatan emosionalnya dalam keadaan yang dapat menimbulkan kekecewaan atau yang menyakitkan. 22 Contoh: Melindungi diri terhadap kekecewaan dan penderitaan dengan cara menyerah dan menjadi orang yang menerima secara pasif apa saja yang terjadi dalam kehidupan. k. Simbolisasi Simbolisasi merupakan suatu mekanisme apabila suatu ide atau obyek digunakan untuk mewakili ide atau obyek lain, sehingga sering dinyatakan bahwa simbolisme merupakan bahasa dari alam tak sadar. Contoh: Menulis dengan tinta merah merupakan symbol dari kemarahan. Demikian pula warna pakaian, cara bicara, cara berjalan, tulisan dan sebagainya merupakan simbol-simbol yang tak disadarai oleh orang yang bersangkutan. l. Undoing Dalam undoing, individu akan melakukan perilaku atau pikiran ritual dalam upaya untuk mencegah impuls yang tidak dapat diterima. Contoh: Misalnya seorang pedagang yang kurang sesuai dengan etika dalam berdagang akan memberikan sumbangan-sumbangan besar untuk usaha sosial. m. Penyangkalan Mekanisme pertahanan ini paling sederhana dan primitive. Penyangkalan berusaha untuk melindungi diri sendiri terhadap kenyataan yang tidak menyenangkan. Hal ini dilakukan dengan 23 cara melarikan diri dari kenyataan atau kesibukan dengan hal-hal lain. Contoh: Seorang yang menutup mata karena tidak mau melihat sesuatu yang mengerikan. Faktor Pendorong Terjadinya Mekanisme Pertahanan Diri Abivian (2015) dalam tulisannya memaparkan, terdapat dua faktor utama yang mendorong terjadinya mekanisme pertahanan diri, yaitu: Konflik Asumsi Freud mengatakan bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil dari rentetan konflik internal yang terus menerus. Freud meyakini bahwa konflik-konflik itu bersumber kepada dorongan-dorongan seks dan agresif. Freud menyatakan dorongan seks dan agresif sebagai hal yang menimbulkan konflik karena seks dan agresi merupakan dorongan yang lebih kompleks dan membingungkan social control dari pada motifmotif dasar lainnya, dan dorongan seks dan agresi dirintangi secara lebih teratur (regular) dari pada dorongan biologi lainnya. Konflik sering terjadi secara tidak disadari. Walaupun tidak disadari, konflik tersebut dapat melahirkan kecemasan (anxiety) Kecemasan Kecemasan dipandang sebagai komponen pokok dinamika kepribadian. Kecemasan ini mempunyai peranan sentral dalam teori psikoanalisis. Kecemasan digunakan oleh ego sebagai syarat adanya bahaya yang mengancam. Freud membagi kecemasan ini kedalam tiga kategori yang diantaranya: (1) reality anxiety, kecemasan berada di dunia luar; (2) neority anxiety, kecemasan terhadap perbuatan yang dapat merusak dirinya sendiri dan tidak dapat dikontrol; dan (3) morality 24 anxiety, yang mana kecemasan moral merupakan respon super ego terhadap dorongan id yang mengancam untuk memperoleh kepuasan secara immoral. Kecemasan diwujudkan dalam bentuk perasaan bersalah (guilty feeling) atau rasa malu (shame). 25