gus dinda marsella 1102012102 / a-13

advertisement
GUS DINDA MARSELLA
1102012102 / A-13
SKENARIO 1 : BUANG AIR BESAR BERWARNA HITAM
LI.1. Memahami& Menjelaskan Anatomi Makroskopis dan Mikroskopis Gaster
ANATOMI
 Bentuk seperti koma, dalam bidang frontal dengan lengkung ke kiri
 Dimulai dari esophagus pars abdominalis pada foramen esophagicum pada diphragma
setinggi T X.
 Dapat dibedakan :
 Curvatura minor (lengkung kecil), sebelah mdial.
 Curvatura major(lengkung besar)
 Paries ventralis (anterior)
 Paries dorsalis (posterior)
 Ventriculus dapat dibagi dalam 4 daerah:
 Cardia: merupakan daerah sempit melingkari orificium cardia, dekat dengan
peralihan esofagus-gaster
 Fundus: berbentuk kubah, diatas bidang horizontal melalui orificium cardia
 Corpus/badan: 2/3 bagian lambung dari fundus hingga pilorus. Batas yang cekung
disebut kurvatura minor, sedangkan yang cembung disebut kurvatura mayor.
Struktur histologis fundus dan corpus sama. Kurvatura minor mempunyai lengkungan
yang tajam yaitu incissuraangularis yang memisahkan korrpus dan pilorus
 Pylorus: bagian terbawah, berbentuk cerobong. Bagian permulaan yang lebih lebar
disebut sebagai antrum pilorikum. Pangkal cerobong disebut kanal pilorikum dan
berakhir sempit sebagai sfingter pilorikum
 Dinding ventrikulus terdiri atas, dari luar ke dalam
 Tunica serosa,sebetulnya peritoneum viscerale
 Tunica muscularis,terdiri dari 3 lapisan otot
1. Stratum longitudinae lanjutan stratum longitudinale esofagus
2. Stratum circulare,lanjutan dari stratum circulare esophagus
3. Stratum obliqum
 Tunica mucosa
 Vaskularisasi
1. Arteri berasal dari cabang truncus coeliacus.
- Arteria gastrica sinistra berasal dari truncus coeliacus. Arteri ini berjalan ke
atas dan kiri untuk mencapai oesophagus dan kemudian berjalan turun sepanjang
curvatura minor gaster. Arteria gastrica sinistra mendarahi 1/3 bawah oesophagus
dan bagian atas kanan gaster.
- Arteria gastrica dextra berasal dari arteria hepatica communis pada pinggir
atas pylorus dan berjalan ke kiri sepanjang curvatura minor. Arteria ini mendarahi
bagian kanan bawah gaster.
- Arteriae gastricae breves berasal dari arteria lienalis pada hilum lienale dan
berjalan ke depan di dalam ligamentum gastrosplenicum untuk mendarahi fundus.
- Arteria gastroomentalis sinistra berasal dari arteria splenica pada hilum lienale
dan berjalan ke depan di dalam ligamentum gastrolienale untuk mendarahi gaster
sepanjang bagian atas curvatura major.
- Arteria gastroomentalis dextra berasal dari arteria gastroduodenalis yang
merupakan cabang arteria hepatica communis. Arteria ini berjalan ke kiri dan
mendarahi gaster sepanjang bawah curvatura major
2. Venae. Vena-vena ini mengalirkan darah ke dalam sirkulasi portal. Vena gastrica
sinistra dan dextra bermuara langsung ke vena porta hepatis. Venae gastricae breves
dan vena gastroomentalis sinistra bermuara ke dalam vena lienalis. Vena
gastroomentalis dextra bermuara ke dalam vena mesentrica superior.

Persarafan
 Persarafan ini termasuk serabut-serabut simpatis yang berasal dari plexus coeliacus dan
serabut-serabut parasimpatis dari nervus vagus dextra dan sinistra.
 Truncus vagalis anterior yang dibentuk di dalam thorax, terutama berasal dari nervus
vagus sinistra, memasuki abdomen pada permukaan anterior oesophagus. Truncus, yang
mungkin tunggal atau multipel, kemudian terbagi menjadi cabang-cabang yang menyarafi
permukaan anterior gaster. Sebuah cabang hepaticus yang besar berjalan ke atas menuju
hepar, dan di sini membentuk ramus pyloricus yang berjalan turun ke pylorus.
 Truncus vagalis posterior, yang dibentuk di dalam thorax, terutama berasal dari nervus
vagus dextra, memasuki abdomen pada permukaan posterior oesophagus. Selanjutnya
truncus membentuk cabang-cabang yang menyarafi permukaan posterior gaster. Suatu
cabang yang besar berjalan menuju plexus coeliacus dan plexus mesentricus superior dan
kemudian didistribusikan ke usus sampai flexura coli sinistra dan ke pancreas.
 Persarafan simpatis gaster membawa serabut-serabut rasa nyeri, sedangkan serabut
parasimpatis nervus vagus membawa secretomotoris untuk glandulae gastricae dan
serabut motoris untuk tunica muscularis gaster. Musculus sphincter pyloricus menerima
serabut motoris dari sistem simpatis dan serabut inhibitor dari nervus vagus
HISTOLOGI
1. Daerah cardia
 Histologissangatberbedadengandaerahlambung lain
 Foveolaeagak dangkal
 Kelenjarsangatsedikit, berbentuk tubular simpleksbercabang
 Selkelenjaradalahselmukosa, miripselmukosapadakelenjarpilorus
 Kelenjar pendek-pendek dan agak bergelung
2. Daerah fundus dan corpus
 Daerah fundus dan korpus secara histologist tidak berbeda
 Foveolaesempit, gastric pit pendek, dilanjutkanolehkelenjar fundus
 Kelenjar fundus menempati 2/3 lambung berupa kelenjar tubulosa panjang lurus dan
bercanggah dua (bifurcatio)
 Kelenjar terbagi atas bagian isthmus, leher dan basis
Terbentukoleh7jenissel:
a. Sel epitel permukaan (sel-sel mukus)
Epitel selapis silindris melapisi seluruh lambung dan meluas ke dalam sumur-sumur atau
foveola. Epitel selapis silindris ini berawal di cardia, di sebelah epitel berlapis gepeng
oesophagus, dan pada pylorus melanjutkan diri menjadi epitel usus (epitel selapis silindris).
Pada tepian muka yang menghadap lumen, terdapat mikrovili gemuk dan pendek-pendek.
Mukus glikoprotein netral yang disekresikan oleh sel-sel epitel permukaan membentuk lapisan
tipis, melindungi mukosa terhadap asam. Tanpa adanya mukus ini, mukosa akan mengalami
ulserasi.
b. Sel zimogen (Chief cell)
 Selutama, terdapatdalamjumlahbesar, terutama
di korpuskelenjar
 Sel serosa, berwarnabasofil, terdapatgranula
zymogen padadaerahapikalsel
 Mensintesa
protein,
granulaberisienzim
pepsinogen dalambentuk in aktiv
 Padamanusiamenghasilkan
o pepsin (proteolitikaktiv)
o lipase (enzimlipolitik
c. Sel parietal (oksintik)
 Terdapatpadasetengahbagianataskelenjar,
jarangpada basis
 Tersisipantarasel-selmukusleher,
berbentukpiramid,
intisferisditengah,
berwarnaeosinofil
 Menghasilkan
o HCl
o Gastric
intrinsic
factor,
pentinguntukabsorbsivit B 12
Defisiensimenimbulkan
anemia
pernisiosad.
d. Sel mukus isthmus
 Padabagianataskelenjar
 Merupakanperalihansel
gastric
pit
danbagianleherkelenjar
 Selrendah,
granulamukuslebihsedikit,
mensekresimukusnetral
 Mungkinberasaldari
mitosis
“small
undifferentiated cell” padadaerahleherkelenjar
e. Sel mukus leher
 Padaleherkelenjar, berupakelompokanselmaupuntunggaldiantarasel parietal
 Mensekresimukusasam, kaya glikosaminoglikans, berbedadenganmukuspermukaan yang
netral
 Bentuktidakteratur, intipada basis sel, granula ovoid/sferispadaapikalsel
 Terwarnakuatdengan PAS ataumucicarmine
f. Sel Argentaffin (enterochromaffin)
 Terdapatpadadasarkelenjar, terselipdiantara chief cell
 Granulapadatterdapat di basal sel
 Merupakankelenjarendokrinuniselular
 Mensekresiserotonin (5 hiroksitriptamin / 5-Ht)
g. Sel APUD
 Amine Precursor Uptake and Decarboxyltion cells
 Mensintesapolipeptida
 Denganmikroskopelektron:
granulasekresisangathalus
(100-200
nm),
retikulunendoplasmikjarangdan apparatus Golgi sedikit
 Sel APUD gastro intestinal terdapatpadafundus, antrumpilorikum, duodenum,
yeyunum, ileumdancolon
 Mensekresi: gastrin, sekretin, kolesistokinin, glukagon and somatostatin like substance
 APUD sel pada manusia:
o SelCdanMpadahipofisis (adrenokorticotropindanmelanotropin)
o SelApulau Langerhans (glukagon)
o Selnon-Bpulau Langerhans (insulin)
o SelD pulau Langerhans (somatostatin)
o SelALlambung (glukagon)
o SelGlambung (gastrin)
o SelEGusus (glukagon)
o SelSusus (sekretin)
o SelDusus (somatostatin)
o Selparafolikulartiroid (kalsitonin)
3. Daerah Pylorus
 Merupakan 20 % darilambung, berlanjutdengan duodenum
 Gastric pit lebihdalam, bercabangdanbergelung
 Kelenjarpilorusmenyerupaikelenjarcardia
 Mensekresienzimlisosom
 Antaraselmukusterdapatselgastrin, yang merangsangpengeluaranasampadakelenjarlambung
LI.2. Memahami & Menjelaskan Fisiologi Gaster
FUNGSI LAMBUNG
Fungsi Motorik
1. Fungsi menampung : menyimpan makan dengan kapasitas lambung normal 50 ml pada saat
kosong dan dapat mencapai 1000m saat makan yang memungkinkan adanya interval yang
panjang antara saat makan dan kemampuan menyimpan makanan dalam jumlah besar sampai
makanan ini dapat terakomodasi di bagian bawah saluran cerna.
2. Fungsi mencampur : adanya sel-sel pemacu depolarisasi spontan ritmik yang berada di fundus
yaitu irama listrik dasar (basic electric rhythm/BER) menyebabkan adanya kontraksi otot polos
sirkuler lambunggelombang peristaltik dan menyapu isi lambung dalam bentuk kimus.
Gelombang peristaltik pada fundus lemah sehingga fundus dan korpus banyak berperan utk
menampung makanan. Sedangkan pada daerah antrum kimus didorong lebih kuat kebagian
sfingter pylorus. Sfingter pylorus yang tidak terbuka seluruhnya menyebabkan kimus tertolak
kembali ke antrum  mekanisme pencampuran (retropulsi)
3. Fungsi
pengosongan:
terbukanya
sfingter
pylorus
yang
dipengaruhi
keasaman,viskositas,volume,keadaan fisik,emosi dan obat-obatab. Pengosongan lambung
dipengaruhi oleh faktor saraf dan hormona seperti kolesistokinin
Fungsi Pencernaan dan Sekresi
1. Produksi kimus. Aktivitas lambung mengakibatkan terbentuknya kimus (massa homogen
setengah cair berkadar asam tinggi yang berasal dari bolus) dan mendorongnya ke dalam
duodenum.
2. Digesti protein. Lambung mulai digesti protein melalui sekresi tripsin dan asam klorida.
3. Produksi mukus. Mukus yang dihasilkan dari kelenjar membentuk barrier setebal 1 mm untuk
melindungi lambung terhadap aksi pencernaan dan sekresinya sendiri.
4. Produksi faktor intrinsik.
 Faktor intrinsik adalah glikoprotein yang disekresi sel parietal.
 Vitamin B12, didapat dari makanan yang dicerna di lambung, terikat pada faktor
intrinsik. Kompleks faktor intrinsik vitamin B 12 dibawa ke ileum usus halus, tempat
vitamin B12 diabsorbsi.
5. Absorbsi. Absorbsi nutrien yang berlangsung dalam lambung hanya sedikit. Beberapa obat larut
lemak (aspirin) dan alkohol diabsorbsi pada dinding lambung. Zat terlarut dalam air terabsorbsi
dalam jumlah yang tidak jelas.
MEKANISME SEKRESI ASAM LAMBUNG
Kecepatan sekresi lambung dapat dipengaruhi oleh (1) faktor-faktor yang muncul sebelum
makanan mencapai lambung; (2) faktor-faktor yang timbul akibat adanya makanan di dalam
lambung; dan (3) faktor-faktor di duodenum setelah makanan meninggalkan lambung.
Dengan demikian, diaktifkan, pepsin secara autokatalis mengaktifkan lebih banyak
pepsinogen dan memulai pencernaan protein. Sekresi pepsiongen dalam bentuk inaktif
mencegah pencernaan protein struktural sel tempat enzim tersebut dihasilkan. Pengaktifan
pepsinogen tidak terjadi sampai enzim tersebut menjadi lumen dan berkontak dengan HCl
yang disekresikan oleh sel lain di kantung-kantung lambung. Sekresi lambung dibagi
menjadi tiga fase—fase sefalik, fase lambung, dan fase usus.
a.
Fase sefalik terjadi sebelum makanan mencapai lambung. Masuknya makanan ke
dalam mulut atau tampilan, bau, atau pikiran tentang makanan dapat merangsang sekresi
lambung.
b.
Fase lambung terjadi saat makanan mencapai lambung dan berlangsung selama
makanan masih ada.
 Peregangan dinding lambung merangsang reseptor saraf dalam mukosa lambung dan
memicu refleks lambung. Serabut aferen menjalar ke medula melalui saraf vagus.
Serabut eferen parasimpatis menjalar dalam vagus menuju kelenjar lambung untuk
menstimulasi produksi HCl, enzim-enzim pencernaan, dan gastrin.
 Fungsi gastrin:
- merangsang sekresi lambung,
- meningkatkan motilitas usus dan lambung,
- mengkonstriksi sphincter oesophagus bawah dan merelaksasi sphincter pylorus,
- efek tambahan: stimulasi sekresi pancreas.
 Pengaturan pelepasan gastrin dalam lambung terjadi melalui penghambatan umpan
balik yang didasarkan pada pH isi lambung.
- Jika makanan tidak ada di dalam lambung di antara jam makan, pH lambung akan
rendah dan sekresi lambung terbatas.
- Makanan yang masuk ke lambung memiliki efek pendaparan (buffering) yang
mengakibatkan peningkatan pH dan sekresi lambung.
c. Fase usus terjadi setelah kimus meninggalkan lambung dan memasuki usus halus yang
kemudian memicu faktor saraf dan hormon.
 Sekresi lambung distimulasi oleh sekresi gastrin duodenum sehingga dapat
berlangsung selama beberapa jam. Gastrin ini dihasilkan oleh bagian atas duodenum
Tabel 2-1. Stimulasi Sekresi
Lambung
dan dibawa dalam sirkulasi menuju lambung.
 Sekresi lambung dihambat oleh hormon-hormon polipeptida yang dihasilkan
duodenum. Hormon ini dibawa sirkulasi menuju lambung, disekresi sebagai respon
terhadap asiditas lambung dengan pH di bawah 2, dan jika ada makanan berlemak.
Hormon-hormon ini meliputi gastric inhibitory polipeptide (GIP), sekretin,
kolesistokinin (CCK), dan hormon pembersih enterogastron.
PROSES PENGISIAN, PENYIMPANAN, PENCAMPURAN, DAN PENGOSONGAN
LAMBUNG
Terdapat empat aspek motilitas lambung: (1) pengisian lambung/gastric filling, (2)
penyimpanan lambung/gastric storage, (3) pencampuran lambung/gastric mixing, dan (4)
pengosongan lambung/gastric emptying.
Pengisian lambung
Jika kosong, lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi organ ini dapat
mengembang hingga kapasitasnya mencapai 1 liter (1.000 ml) ketika makan. Akomodasi
perubahan volume yang besarnya hingga 20 kali lipat tersebut akan menimbulkan
ketegangan pada dinding lambung dan sangat meningkatkan tekanan intralambung jika
tidak terdapat dua faktor berikut ini:
 Plastisitas otot lambung. Plastisitas mengacu pada kemampuan otot polos lambung
mempertahankan ketegangan konstan dalam rentang panjang yang lebar, tidak seperti
otot rangka dan otot jantung, yang memperlihatkan hubungan ketegangan. Dengan
demikian, saat serat-serat otot polos lambung teregang pada pengisian lambung, seratserat tersebut melemas tanpa menyebabkan peningkatan ketegangan otot.
 Relaksasi reseptif lambung. Relaksasi ini merupakan relaksasi refleks lambung
sewaktu menerima makanan. Relaksasi ini meningkatkan kemampuan lambung
mengakomodasi volume makanan tambahan dengan hanya sedikit mengalami
peningkatan tekanan. Tentu saja apabila lebih dari 1 liter makanan masuk, lambung
akan sangat teregang dan individu yang bersangkutan merasa tidak nyaman. Relaksasi
reseptif dipicu oleh tindakan makan dan diperantarai oleh nervus vagus.
Penyimpanan lambung
Sebagian otot polos mampu mengalami depolarisasi parsial yang autonom dan berirama.
Salah satu kelompok sel-sel pemacu tersebut terletak di lambung di daerah fundus bagian
atas. Sel-sel tersebut menghasilkan potensial gelombang lambat yang menyapu ke bawah
di sepanjang lambung menuju sphincter pylorus dengan kecepatan tiga gelombang per
menit. Pola depolarisasi spontan ritmik tersebut, yaitu irama listrik dasar atau BER
(basic electrical rhythm) lambung, berlangsung secara terus menerus dan mungkin
disertai oleh kontraksi lapisan otot polos sirkuler lambung.
Setelah dimulai, gelombang peristaltik menyebar ke seluruh fundus dan corpus lalu
ke antrum dan sphincter pylorus. Karena lapisan otot di fundus dan corpus tipis,
kontraksi peristaltik di kedua daerah tersebut lemah. Pada saat mencapai antrum,
gelombang menjadi jauh lebih kuat disebabkan oleh lapisan otot di antrum yang jauh
lebih tebal.
Karena di fundus dan corpus gerakan mencampur yang terjadi kurang kuat,
makanan yang masuk ke lambung dari oesophagus tersimpan relatif tenang tanpa
mengalami pencampuran. Daerah fundus biasanya tidak menyimpan makanan, tetapi
hanya berisi sejumlah gas. Makanan secara bertahap disalurkan dari corpus ke antrum,
tempat berlangsungnya pencampuran makanan.
Pencampuran lambung
Kontraksi peristaltik lambung yang kuat merupakan penyebab makanan bercampur
dengan sekresi lambung dan menghasilkan kimus. Setiap gelombang peristaltik antrum
mendorong kimus ke depan ke arah sphincter pylorus. Sebelum lebih banyak kimus
dapat diperas keluar, gelombang peristaltik sudah mencapai sphincter pylorus dan
menyebabkan sphincter tersebut berkontraksi lebih kuat, menutup pintu keluar dan
menghambat aliran kimus lebih lanjut ke dalam duodenum. Bagian terbesar kimus
antrum yang terdorong ke depan, tetapi tidak dapat didorong ke dalam duodenum dengan
tiba-tiba berhenti pada sphincter yang tertutup dan tertolak kembali ke dalam antrum,
Tabel 2-2. Faktor yang mengatur motilitas dan pengosongan
lambung
hanya untuk didorong ke depan dan tertolak kembali pada saat gelombang peristaltik
yang baru datang. Gerakan maju-mundur tersebut, yang disebut retropulsi,
menyebabkan kimus bercampur secara merata di antrum.
Pengosongan lambung
Kontraksi peristaltik antrum—selain menyebabkan pencampuran lambung—juga
menghasilkan gaya pendorong untuk mengosongkan lambung. Jumlah kimus yang lolos
ke dalam duodenum pada setiap gelombang peristaltik sebelum sphincter pylorus
tertutup erat terutama bergantung pada kekuatan peristalsis. Intensitas peristalsis antrum
dapat sangat bervariasi di bawah pengaruh berbagai sinyal dari lambung dan duodenum;
dengan demikian, pengosongan lambung diatur oleh faktor lambung dan duodenum.
Faktor di lambung yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung. Faktor
lambung utama yang mempengaruhi kekuatan kontraksi adalah jumlah kimus di dalam
lambung. Apabila hal-hal lain setara, lambung mengosongkan isinya dengan kecepatan
yang sesuai dengan volume kimus setiap saat. Peregangan lambung memicu peningkatan
motilitas lambung melalui efek langsung peregangan pada otot polos serta melalui
keterlibatan plexus intrinsik, nervus vagus, dan hormon lambung gastrin. Selain itu,
derajat keenceran (fluidity) kimus di dalam lambung juga mempengaruhi pengosongan
lambung. Semakin cepat derajat keenceran dicapai, semakin cepat isi lambung siap
dievakuasi.
Faktor di duodenum yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung.
Walaupun terdapat pengaruh lambung, faktor di duodenumlah yang lebih penting untuk
mengontrol kecepatan pengosongan lambung. Duodenum harus siap menerima kimus
dan dapat bertindak untuk memperlambat pengsongan lambung dengan menurunkan
aktivitas peristaltik di lambung sampai duodenum siap mengakomodasi tambahan kimus.
Bahkan, sewaktu lambung teregang dan isinya sudah berada dalam bentuk cair, lambung
tidak dapat mengosongkan isinya sampai duodenum siap menerima kimus baru.
MEKANISME MUNTAH
Muntah, atau emesis, yaitu ekspulsi secara paksa isi lambung keluar melalui mulut, secara
umum dianggap disebabkan oleh motilitas lambung yang abnormal. Namun, muntah tidak
ditimbulkan oleh peristalsis terbalik (reverse peristalsis), seperti yang semula diperkirakan.
Sebenarnya, lambung itu sendiri tidak berpartisipasi aktif dalam tindakan muntah. Lambung,
oesophagus, sphincter gastroesophagus, dan sphincter pylorus semua melemas sewaktu
muntah. Gaya utama yang mendorong keluar isi lambung, secara mengejutkan, datang dari
kontraksi otot-otot pernapasan—yaitu diaphragma (otot inspirasi utama) dan otot abdomen
(otot ekspirasi aktif).
Muntah diawali oleh inspirasi dalam dan penutupan glottis. Diaphragma yang
berkontraksi turun menekan lambung sementara kontraksi otot-otot abdomen secara
stimultan menekan rongga abdomen, sehingga tekanan intra-abdomen meningkat dan isi
abdomen terdorong ke atas. Karena lambung yang lunak itu tertekan antara diaphragma dari
atas dan tekanan rongga abdomen dari bawah, isi lambung terdorong ke dalam oesophagus
dan keluar dari mulut. Glottis tertutup, sehingga muntahan tidak masuk ke saluran
pernapasan. Uvula juga terangkat untuk menutupi rongga hidung.
Siklus muntah dapat berulang beberapa kali sampai lambung kosong. Muntah biasanya
didahului oleh pengeluaran air liur berlebihan, berkeringat, peningkatan kecepatan denyut
jantung, dan rasa mual, yang semuanya merupakan tanda-tanda umum lepas muatan sistem
saraf autonom. Tindakan muntah yang kompleks tersebut dikoordinasikan oleh pusat
muntah di medula. Mual, retching, dan muntah dapat dimulai oleh masukan aferen ke pusat
muntah dari sejumlah reseptor di seluruh tubuh.
LI.3. Memahami & Menjelaskan Biokimia Gaster
DIGESTI PROTEIN
Pepsin mengawali pencernaan protein. Peristiwa ini merupakan fungsi pencernaan utama
lambung. Pepsin dihasilkan oleh chief cell sebagai zimogen yang inaktif, pepsinogen.
Pepsinogen ini diaktifkan menjadi pepsin oleh H +, yang memecah suatu polipeptida
pelindung untuk memajan pepsin aktif; dan oleh pepsin itu sendiri, yang secara cepat
mengaktifkan molekul pepsinogen (autokatalisis).
Pepsin memecah protein yang
terdenaturasi menjadi derivat polipeptida berukuran besar. Pepsin merupakan enzim
endopeptidase karena menghidrolisis ikatan peptida yang terletak di dalam struktur
polipeptida utama, bukan yang terletak di dekat residu terminal-amino atau –karboksil, yang
merupakan ciri khas eksopeptidase. Enzim ini bersifat spesifik untuk ikatan peptida yang
dibentuk oleh asam-asam amino aromatik (misal, tirosin) atau asam-asam amino
dikarboksilat (misal, glutamat).
Renin (kimosin, rennet) mengkoagulasi susu.Renin memiliki peran penting pada proses
pencernaan oleh bayi karena mencegah susu melintas secara cepat dari dalam lambung.
Dengan adanya kalsium, renin mengubah kasein di dalam susu secara ireversibel menjadi
parakasein. Pepsin kemudian bekerja pada parakasein ini. Renin dilaporkan tidak ada pada
lambung orang dewasa. Enzim ini digunakan dalam pembuatan keju.
DIGESTI LIPID
Lipase melanjutkan pencernaan triasilgliserol. Panas lambung merupakan faktor penting
untuk mencairkan massa lemak yang berasal dai makanan; proses emulsifikasi terjadi
dengan bantuan kontraksi peristaltik. Lambung mensekresikan lipase lambung (lipase
gastrik) yang pada manusia merupakan lipase praduodenal utama. Lipase lingual dan
gastrik memulai pencernaan lemak dengan menghidrolisis triasilgliserol yang mengandung
asam lemak rantai pendek, sedang, dan umumnya asam lemak tak jenuh rantai panjang,
untuk membentuk terutama asam lemak bebas serta 1,2-diasilgliserol, dengan ikatan sn-3
ester sebagai tempat hidrolisis utamanya. Enzim ini hancur pada nilai pH rendah, tetapi
bekerja aktif sesudah makan karena kerja pendaparan yang dimiliki protein makanan di
dalam lamung. Nilai pH optimal cukup luas, mulai dari 3,0 hingga 6,0
*)Digesti karbohidrat. Amilase dalam saliva yang menghidrolisis zat tepung bekerja pada
pH netral. Enzim ini terbawa bersama bolus dan tetap bekerja dalam lambung sampai
asiditas lambung menembus bolus. Lambung tidak mensekresi enzim yang mencerna
karbohidrat.
LI.4. Memahami & Menjelaskan Sindroma Dispepsia
DEFINISI
Dalam konsensus Roma II tahun 2000, disepakatai bahwa definisi disepsia sebagai
dyspepsia refers to pain or discomfort centered in the upper abdomen (dispepsia merupakan
rasa sakit atau tidak nyaman di daerah abdomen atas).
Dispepsia adalah sekelompok gejala yang menunjukkan adanya penyakit saluran pencernaan
bagian atas. Ini bukan diagnosis, tetapi termasuk gejala ketidaknyamanan perut bagian atas,
nyeri retrosternal, anoreksia, mual, muntah, kembung, penuh, cepat kenyang dan mulas antara
lain. Banyak penyakit menyebabkan dispepsia dan ini termasuk tukak lambung, esofagitis,
kanker lambung atau pankreas, dan batu empedu. Dalam sebagian besar kasus tidak ada
penyebab patologis yang jelas untuk gejala pasien dapat ditentukan.
EPIDEMIOLOGI
Di setiap tempat praktik dokter umum, keluhan dispepsia kerap dijumpai. Hal ini tidak
mengejutkan karena diperkirakan 30% kasus di praktik umum merupakan
dispepsia.1 Namun, faktanya adalah jumlah individu yang mengalami dispepsia lebih banyak
dari yang dijumpai di tempat praktik. Dari penelitian diketahui bahwa hanya 10-20% dari
total penderita dispepsia yang berobat ke dokter.1,2 Secara keseluruhan, dari penelitian
diketahui bahwa 25-40% orang dewasa pernah mengalami dispepsia sekurang-kuranganya 6
serangan setahun.3 Melihat tingginya prevalensi dispepsia sebaiknya kita mengenal lebih
dalam perihal gangguan ini agar mampu memberikan tata laksana terbaik.
KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI
Sindroma dispepsia ini biasanya diderita sudah beberapa minggu atau bulan, yang sifatnya
hilang timbul atau terus-menerus. Karena banyaknya penyebab yang menimbulkan
kumpulan gejala tersebut, maka sindroma dispepsia dapat diklasifikasian menjadi (1)
dispepsia organik dan (2) dispepsia non-organik atau dispepsia fungsional.
a. Dispepsia organik
Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan pada usia
lebih dari 40 tahun. Istilah dispepsia organik baru dapat digunakan bila penyebabnya
sudah jelas, antara lain:
 Dispepsia tukak (ulcer-like dyspepsia). Keluhan penderita yang sering diajukan
adalah rasa nyeri di ulu hati. Berkurang atau bertambahnya rasa nyeri ada
hubungannya dengan makanan, pada tengah malam sering terbangun karena nyeri
atau pedih di ulu hati. Hanya dengan pemeriksaan endoskopi dan radiologi dapat
menentukan adanya tukak lambung atau di duodenum.
 Dispepsia bukan tukak. Mempunyai keluhan yang mirip dengan dispepsi tukak.
Biasa ditemukan pada gastritis, duodenitis, tetapi pada pemeriksaan endoskopi tidak
ditemukan tanda-tanda tukak.
 Refluks gastroesofageal. Gejala yang klasik dari refluks gastroesofageal yaitu rasa
panas di dada dan regurgitasi asam, terutama setelah makan. Bila seseorang
mempunyai keluhan tersebut disertai dengan keluhan sindroma dispepsia lainnya,
maka dapat disebut sindroma dispepsia refluks gastroesofageal.
 Penyakit saluran empedu. Sindroma dispepsi ini biasa ditemukan pada penyakit
saluran empedu. Rasa nyeri dimulai dari perut kanan atas atau di ulu hati yang
menjalar ke punggung dan bahu kanan.
 Karsinoma. Karsinoma dari saluran cerna sering menimbulkan keluhan sindroma
dispepsia. Keluhan yang sering diajukan adalah rasa nyeri di perut, kerluhan
bertambah berkaitan dengan makanan, anoreksia, dan berat badan yang menurun.
 Pankreatitis. Rasa nyeri timbulnya mendadak, yang menjalar ke punggung. Perut
dirasa makin tegang dan kembung. Di samping itu, keluhan lain dari sindroma
dispepsi juga ada.
 Dispepsia pada sindroma malabsorbsi. Pada penderita ini—di samping mempunyai
keluhan rasa nyeri perut, nausea, anoreksia, sering flatus, kembung—keluhan utama
lainnya yang mencolok ialah timbulnya diare profus yang berlendir.
 Dispepsia akibat obat-obatan. Banyak macam obat yang dapat menimbulkan rasa
sakit atau tidak enak di daerah ulu hati tanpa atau disertai rasa mual, dan muntah,
misalnya obat golongan NSAID (non steroid anti inflammatory drugs), teofilin,
digitalis, antibiotik oral (terutama ampisilin, eritromisin), alkohol, dan lain-lain. Oleh
karena itu, perlu ditanyakan obat yang dimakan sebelum timbulnya keluhan dispepsia.
 Gangguan metabolisme. Diabetes melitus dengan neuropati sering timbul
komplikasi pengosongan lambung yang lambat, sehingga timbul keluhan nausea,
vomitus, perasaan lekas kenyang. Hipertiroidi mungkin menimbulkan keluhan rasa
nyeri di perut dan vomitus, sedangkan hipotiroidi menyebabkan timbulnya
hipomoltilitas lambung. Hiperparatiroidi mungkin disertai rasa nyeri di perut, nausea,
vomitus, dan anoreksia.
▼
Tabel 4-1. Etiologi Dispepsia Organik
 Esofago-gastro-duodenal
 Obat-obatan
 Hepatobilier
Tukak peptik, gastritis kronis,
gastritis NSAID, keganasan
Antiinflamasi non-steroid, teofilin,
digitalis, antibiotik
Hepatitis, kolesistitis, kolelitiasis,
keganasan, disfungsi sphincter Odii.
Pankreatitis, keganasan
 Pancreas
Diabetes melitus, penyakit tiroid,
gagal ginjal, kehamilan, penyakit
jantung koroner atau iskemik
 Penyakit sistemik lain
b. Dispepsia non-organik/fungsional
Dispepsia fungsional atau dispepsia non-organik merupakan dispepsia yang tidak ada
kelainan organik, tetapi merupakan kelainan dari fungsi saluran makanan. Yang termasuk
dispepsia fungsional adalah:
 Dispepsia dismotilitas (dismotility-like dyspepsia)
Pada dispepsia dismotilitas, umumnya terjadi gangguan motilitas, di antaranya: waktu
pengosongan lambung lambat, abnormalitas kontraktil, abnormalitas mioelektrik
lambung, refluks gastroduodenal. Penderita dengan dispepsia fungsional biasanya
sensitif terhadap produksi asam lambung yang meningkat.
Kelainan psikis, stres, dan faktor lingkungan juga dapat menimbulkan dispepsia
fungsional. Hal ini dapat dijelaskan kembali pada faal saluran cerna pada proses
pencernaan yang mendapat mengaruh dari nervus vagus. Nervus vagus tidak hanya
merangsang sel parietal secara langsung, tetapi memungkinkannya efek dari antral
gastrin dan rangsangan lain dari sel parietal. Dengan melihat, mencium bau, atau
membayangkan suatu makanan saja sudah terbentuk asam lambung yang banyak,
yang mengandung HCl dan pepsin.
PATOFISIOLOGI
Proses patofisiologi yang paling banyak dibicarakan dan potensial berhubungan dengan
dispepsia fungsional adalah hipersekresi asam lambung, infeksi Helicobacter pylori,
dismotilitas gastrointestinal, dan hipersensitivitas viseral.
a.
Sekresi asam lambung. Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai
tingkat sekresi asam lambung yang rata-rata normal, baik sekresi basal maupun dengan
stimulasi pentagastrin. Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung
terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut.
b. Helicobacter pylori. Dipengaruhi oleh 3 faktor :
 Host : lokasi,durasi,repon inflamasi dan genetik
 Agent : struktur,adhesin,porin,enzim(urease vac A,cagA,dl)
 Lingkungan : OAINS,as.lambung,empedu dan faktor iritan ainnya
c. Dismotilitas gastrointestinal. Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia
fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan adanya hipomotilitas antrum.
Tapi harus dimengerti bahwa proses motilitas gastrointestinal merupakan proses yang
sangat kompleks, sehingga gangguan pengosongan lambuk tidak dapat mutlak mewakili
hal tersebut.
d. Ambang rangsang persepsi. Dinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk
reseptor kimiawi, reseptor mekanik, dan nociceptor. Berdasarkan studi, tampaknya kasus
dispepsia ini mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap disetensi balon di gaster atau
duodenum.
e. Disfungsi autonom. Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas
gastrointestinal pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga
berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proximal lambung waktu menerima makanan,
sehingga menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang.
f. Aktivitas mioelektrik lambung. Adanya disritmia mioelektrik lambung pada
pemeriksaan elektrogastrografi dilaporkan terjadi pada beberapa kasus dispepsia
fungsional, tetapi hal ini bersifat inkonsisten.
g. Hormonal. Peran hormonal belum jelas dalam patogenesis fungsional. Dilaporkan
adanya penurunan kadar hormon motilin yang menyebabkan gangguan motilitas
antroduodenal. Dalam beberapa percobaan, progesteron, estradiol, dan prolaktin
mempengaruhi kontraktilitas otot polos dan memperlambat waktu transit gastrointestinal.
h. Diet dan faktor lingkungan. Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi
pada kasus dispepsia fungsional dibandingkan kasus kontrol.
i. Psikologis. Adanya stres akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan
mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas
lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus stres sentral. Korelasi antara
faktor psikologis stres kehidupan, fungsi autonom, dan motilitas tetap masih
kontroversial. Tidak didapatkan kepribadian yang karakteristik untuk kelompok dispepsia
fungsional ini, walaupun dilaporkan dalam studi terbatas adanya kecenderungan masa
kecil yang tidak bahagia, adanya sexual abuse, atau adanya gangguan psikiatrik pada
kasus dispepsia fungsional.
MANIFESTASI KLINIS
Keluhan yang sering diajukan pada sindroma dispepsia ini adalah:
a.
b.
c.
Dispepsia fungional tipe ulkus : nyeri ulu hati dominan dan nyeri pada malam hari
Dispepsia fungsional tipe dismotilitas : kembung,mual,cepat kenyang
Dispepsia non spesifik : gejala tidak ada yang bersifat dominan
Ulkus Peptik
Rasa sakit timbul sesudah makan
Rasa sakit di sebelah kiri
Sering terjadi anoreksia
Nyeri waktu malam dapat terjadi
Gejala Alarm Dispepsia:
Ulkus duodenum
Rasa sakit timbul sebelum makan
Rasa sakit disebelah kanan
Gizi pasien baik
Sering terjadi nyeri waktu malam
Gejala muncul pertama kali di usia >55 th
Nyeri menelan
Ada keluarga dgn kanker lambung
Anemia kurang zat besi yg tdk jelas sebabnya
Turun berat badan tanpa sebab yang jelas
Muntah yang terus menerus
Ada perdarahan saluran cerna
Adanya pembesaran kelenjar getah bening
Sulit menelan yg semakin berat
Kulit menjadi kuning (ikterus)
DIAGNOSIS
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya pada
sindroma dispepsia. Oleh karena itu, sindroma dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala
dari penyakit saluran cerna, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan
penyakitnya, maka diperlukan beberapa pemeriksaan, selain pemeriksaan fisik, juga
diperlukan pemeriksaan penunjang.
Pada dasarnya, langkah pemeriksaan penunjang diagnostik adalah untuk mengeksklusi
gangguan organik atau biokimiawi. Pemeriksaan laboratorium (gula darah, fungsi tiroid,
fungsi pancreas, dan sebagainya), radiologi (barium meal, USG), dan endoskopi merupakan
langkah yang paling penting untuk eksklusi penyebab organik ataupun biokimiawi. Untuk
menilai patofisiologinya, dalam rangka mencari dasar terapi yang lebih kausatif, berbagai
pemeriksaan dapat dilakukan, walaupun aplikasi klinisnya tidak jarang dinilai masih
kontroversial. Misalnya pemeriksaan pH-metri untuk menilai tingkat sekresi asam
lambung; manometri untuk menilai adanya gangguan fase III migrating motor complex
(MMC); elektrogastrografi, skintigrafi, atau penggunaan pellet radioopaq untuk
mengukur waktu pengosongan lambung, Helicobacter pylori, dan sebagainya.
Pemeriksaan Fisik
 Nyeri ulu hati ,di garis kiri tengah perut
 Adanya penurunan BB
 Nyeri tekan,perut diam tanpa peristaltik usus peritonitis
 Goncangan perut (succusion splashing) setelah 4-5jam makan disertai muntah-muntah
menunjukkan adanya stenosis pylorus
 Takikardi,syok hipovolemiktanda pendarahan
Pemeriksaan penunjang
a.
Laboratorium. Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, seperti pemeriksaan darah,
urine, dan tinja secara rutin.
I.
Darah
Dari pemeriksaan darah, bila ditemukan leukositosis berarti ada tanda-tanda infeksi.
Ini adalah tes laboratorium non invasif untuk antibodi terhadap H. pylori.Berbagai
metode ada, termasuk:
Elisa
- melengkapi fiksasi
- aglutinasi lateks.
Pengujian antibodi IgG adalah yang paling sensitif seperti pernah terinfeksi dengan
organisme respon IgG terlihat pada 95%, respon IgA dalam 68-80% dan respon IgM
dalam hanya 14% pasien yang terinfeksi. Mayoritastes dilakukan pada darah
dan sensitivitas tes antibodi saliva rendah,mungkin karena
mayoritas antibodi IgA saliva adalah bukan IgG .
Serologi H. pylori berguna dalam skrining populasi tetapi sebagian kecil pasien lansia
tidak me-mount respons IgG dan sampai dengan 31% pasien
dengan serologi positif mungkin tidak memiliki infeksi aktif. Tingkat
antibodimenjatuhkan pemberantasan sangat lambat berikut organisme dan hingga 65%
dari pasien mungkin tetap positif selama 12 bulan pasca
pengobatan.Serologi demikian tidak berguna dalam menilai pemberantasan.
II.
Tinja
Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak,
berarti kemungkinan pasien menderita malabsorbsi. Seseorang yang diduga menderita
dispepsi tukak, sebaiknya diperiksa asam lambungnya
Pengujian antigen tinja mengidentifikasi pylori infeksi aktif H dengan mendeteksi
adanya antigen H pyloridalam feses. Tes ini lebih akurat dibandingkan tes antibodi dan
lebih murah daripada tes napas urea.
III.
Nafas
CUBT (Carbon Urea Breath Test)
 Tes napas, yang tergantung pada degradasi urease urea untuk menghasilkan karbon
dioksida yang kemudian muncul dalam menghembuskan nafas yang merupakan
terapi non-invasif.
 Dua metode telah digunakan dengan baik 14C (dosis radioaktif kecil, tapi murah)
atau 13C (a, stabil non-radioaktif dosis tetapi lebih mahal).
 Indikasi : Tes ini dapat memastikan sukses pemberantasan dengan syarat pasien
tidak menggunakan inhibitor pompa proton (PPI), bismut atau dalam waktu 4
minggu penggunaan antibiotik. Tes yang paling akurat untuk H.Pylori adalah tes
napas urea.
Tes napas dilakukan dengan meminta pasien untuk menelan karbon berlabel
urea yang dimetabolisme oleh H. pylori menghasilkan urease untuk menghasilkan
karbon dioksida berlabel. Kedmudian diserap ke dalam aliran darah dan
kemudian dihembuskan dalam napas individu yang terinfeksi
Syarat CUBT:
 Setelah puasa semalam keadaan pasien ke laboratorium sampling
dansampel napas dasar diperoleh
 75mg urea 13C yang tertelan dan sampel napas berikutnya diambil pada
20 menit
 Para 13CO2 dihembuskan diukur dalam spektrometer massa
 Hasil ini didasarkan pada peningkatan 13CO2 dalam
napas (delta nilai13CO2: 12CO2 rasio).
.
b. Radiologis. Pemeriksaan radiologis banyak menunjang diagnosis suatu penyakit di
saluran cerna. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran
cerna bagian atas dan sebaiknya menggunakan kontras ganda. Pada refluks
gastroesofageal, akan tampak peristaltik di oesophagus yang menurun terutama di bagian
distal, tampak antiperistaltik di antrum yang meninggi, serta sering menutupnya pylorus
sehingga sedikit barium yang masuk ke intestinal. Pada tukak, baik di lambung maupun
di duodenum, akan terlihat gambaran yang disebut niche, yaitu kawah dari tukak yang
terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler,
dengan dasar licin.
c. Endoskopi. Pemeriksaan endoskopi dari saluran cerna bagian atas akan banyak
membantu menentukan diagnosis. Yang perlu diperhatikan adalah ada-tidaknya kelainan
di oesophagus, lambung, duodenum. Di tempat tersebut perlu diperhatikan warna
mukosa, lesi, tumor (jinak atau ganas).
-
Jika endoskopi diindikasikan kemudian tes urease cepat adalah cara paling
murah untuk menilai infeksi H. pylori.
Jika biopsi sedang dilakukan (seperti kasus ulkus lambung) maka histologi harus
mengidentifikasi organisme jika biopsi antral yang tepat diambil.
Kultur dari organisme, PCR dan tes suspectibility antibiotik
atau biopsiantral tidak dianjurkan untuk diagnosis rutin tetapi memiliki
peran yang berkembang dalam penelitian, terutama pada pasien yang
gagal pengobatan berulang kali dan resistensi antibiotik monitor daerah.
d. Ultrasonografi (USG) merupakan sarana diagnostik yang non-invasif. Akhir-akhir ini
makin banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu
penyakit, apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat,
dan pada kondisi pasien yang berat sekalipun dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan alat USG
pada sindroma dispepsia terutama bila ada dugaan kelainan di tractus biliaris, pancreas,
kelainan di tiroid, bahkan juga ada dugaan di oesophagus dan lambung.
DIAGNOSIS BANDING
Penyakit jantung iskemik sering memberi keluhan nyeri ulu hati, panas di dada, perut
kembung, perasaan lekas kenyang. Penderita infark miokard dinding inferior juga sering
memberikan keluhan rasa sakit perut di atas, mual, kembung, kadang-kadang penderita
angina mempunyai keluhan menyerupai refluks gastroesofageal.
Penyakit vaskular kolagen, terutama pada sklerodema di lambung atau usus halus, akan
sering memberi keluhan sindroma dispepsia. Rasa nyeri perut sering ditemukan pada
penderita SLE, terutama yang banyak mengkonsumsi kortikosteroid.
KOMPLIKASI


Intraktibilitas (ulkus yang membandel)
- Paing sering terjadi pada ulkus peptikum
- Pasien mengalami gangguan tidur,kehilangan waktu bekerja
- Tindakan bedah sering dianjurkan
Obstruksi
- Obstruksi saluran keluar ambung akibat edema dan peradangan,pilorospasme
-


atau jaringan parut
Sering terjadi pada penderita tukak duodenum
Gejala : anoreksi,muntah,BB turun
Terapi :koreksi cairan dan elektrolit,dekompresi lambung dengan NGT dan
piloroplasti
Perdarahan
- Ditemukan sekitar 15-25%
- Tempat perdarahan tersering ialah dinding posterior bulbus duodenum(erosi
-
a.pankreatikoduodenai dan a.gastroduodenalis)
Tes dararh samar feses positif (tes guaiac positif) atau feses berwarna hitam
-
(melena)
Perdarahan masif dapat menyebabkan hematemesis,menimbulkan syok dan perlu
transfusi darah
Perforasi
- Disebabkan oleh berlebihnya sekresi asam dan akibat OAINS yang menurunkan
-
ATP sehingga rentan terhadap stress oksida
Adanya nyeri abdomen yang menyiksa sehingga pasien takut untuk bergerak atau
-
bernapas
Diagnosis ditegakkan dengan adanya gambaran bulan sabit translusen antara
bayangan hati dan diafragma karena adanya udara bebas dalam rongga
peritoneal,pada pemeriksaan fisik auskultasi redup dan palpasi abdomen keras
seperti papan
PROGNOSIS
Dispepsia fungsional yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat
mempunyai prognosis yang baik.
LI.5. Memahami & Menjelaskan Tatalaksana Sindroma Dispepsia
Pengelolaan penderita dengan sindroma dispepsia secara garis besar pada umumnya sama.
Penderita yang mempunyai keluhan ringan umumnya dapat dilakukan dengan berobat jalan,
sedangkan yang mempunyai keluhan berat dengan atau tanpa komplikasi sebaiknya dirawat di
rumah sakit.
a.
TERAPI FARMAKOLOGIS
Antasid Sistemik
Natrium bikarbonat
Natrium bikarbonat cepat menetralkan HCl lambung karena daya larutnya tinggi. Karbon
dioksida yang tebentuk dalam lambung dapat menimbulkan sendawa. Distensi lambung
dapat terjadi dan dapat menimbulkan perforasi. Selain menimbulkan alkalosis metabolik,
obat ini dapat menyebabkan retensi natrium dan edema. Natrium bikarbonat sudah jarang
digunakan sebagai antasid. Obat ini digunakan untuk mengatasi asidosis metabolik,
alkalinisasi urin, dan pengobatan lokal pruritus. Natrium bikarbonat tersedia dalam
bentuk tablet 500-1000 mg. Satu gram natrium bikarbonat dapat menetralkan 12 mEq
asam. Dosis yang dianjurkan 1-4 gram. Pemberian dosis besar NaHCO 3 atau CaCO3
bersama susu atau krim pada pengobatan tukak peptik dapat menimbulkan sindrom alkali
susu (milk alkali syndrom)
b.
Antasid Non-sistemik
Aluminium hidroksida-- Al(OH)3

Daya menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi masa kerjanya paling panjang.
Al(OH)3 bukan merupakan obat yang unggul dibandingkan dengan obat yang tidak
larut lainnya. Al(OH)3 dan sediaanya Al (aluminium) lainnya dapat bereaksi dengtan
fosfat membentuk aluminium fosfat yang sukar diabsorpsi di usus kecil, sehingga
eksresi fosfat melalui urin berkurang sedangkan melalui tinja bertambah. Ion
aluminium dapat bereaksi dengan protein sehingga bersifat astringen. Antasid ini
mengadsorbsi pepsin dan menginaktivasinya. Absorsi makanan setelah pemberian Al
tidak banyak dipengaruhi dan komposisi tinja tidak berubah. Aluminium juga bersifat
demulsen dan adsorben.
Efek samping Al(OH)3 yang utama ialah konstipasi. Ini dapat diatasi dengan
memberikan antasid garam Mg. Mual dan muntah dapat terjadi. Gangguan absorbsi
fosfat dapat terjadi sehingga menimbulkan sindrom deplesi fosfat disertai
osteomalasia. Al(OH)3 dapat mengurangi absorbsi bermacam-macam vitamin dan
tetrasiklin. Al(OH)3 lebih sering menyebabkan konstipasi pada usia lanjut.
Aluminium hidroksida digunakan untuk tukak peptik, nefrolitiasis fosfat dan
sebagai adsorben pada keracunan. Antasid Al tersedia dalam bentuk suspensi Al(OH) 3
gel yang mengandung 3,6-4,4% Al2O3. Dosis yang dianjurkan 8 mL. Tersedia juga
dalam bentuk tablet Al(OH)3 yang mengandung 50% Al2O3. Satu gram Al(OH)3 dapat
menetralkan 25 mEq asam. Dosis tunggal yang dianjurkan 0,6 gram.

Kalsium karbonat
Kalsium karbonat merupakan antasid yang efektif karena mula kerjanya cepat, maka
daya
kerjanya
lama
dan
daya
menetralkannya
cukup
lama.
Kalsium karbonat dapar menyebabkan konstipasi, mual, muntah, pendarahan saluran
cerna dan disfungsi ginjal, dan fenomena acid rebound. Fenomena tersebut bukan
berdasarkan daya netralisasi asam, tetapi merupakan kerja langsung kalsium di
antrum yang mensekresi gastrin yang merangsang sel parietal mengeluarkan HCl
(H+). Sebagai akibatnya sekresi asam pada malam hari akan sangat tinggi yang akan
mengurangi efek netralisasi obat ini. Efek serius yang dapat terjadi ialah
hiperkalsemia, kalsifikasi metastatik, alkalosis, azotemia, terutama terjadi pada
penggunaan kronik kalisium karbonat bersama susu dan antasid lain (milk alkali
syndrom).
Pemberian 4 g kalsium karbonat dapat menyebabkan hiperkalsemia ringan,
sedangkan pemberian 8 g dapat menyebabkan hiperkalsemia sedang.
Kalsium karbonat tersedia dalam bentuk tablet 600 mg dan 1000 mg. Satu gram
kalsium karbonat dapat menetralkan 21 mEq asam. Dosis yang dianjurkan 1-2 gram.

Magnesium hidroksida -- Mg(OH)2
Magnesium hidroksida digunakan sebagai katartik dan antasid. Obat ini praktis, tidak
larut, dan tidak efektif sebelum obat ini berinteraksi dengan HCl membentuk MgCl 2.
Magnesium hidroksida yang tidak bereaksi denagn HCl akan tetap berada dalam
lambung dan akan menetralkan HCl yang disekresi belakangan sehingga masa
kerjanya lama. Antasid ini dan natrium bikarbonat sama efektif dalam hal
menetralkan HCl.
Ion magnesium dalam usus akan cepat diabsorbsi dan cepat dieksresi melalui
ginjal, hal ini akan membahayakan pasien yang fungsi ginjalnya kurang baik. Ion
magnesium yang diabsorbi akan bersifat sebagai antasid sistemik sehingga dapat
menimbulkan alkali uria, tetapi jarang alkalosis.
Pemberian kronik magnesium hidroksida akan menyebabkan diare akibat efek
katartiknya, sebab magnesium yang larut tidak diabsorbsi, tetapi tetap berada dalam
usus dan akan menarik air. Sebanyak 5-10% magnesium diabsorbsi dan dapat
menimbulkan kelainan neurologik, neuromuskular, dan kardiovaskular.
Sediaan susu magnesium (milk of magnesium) berupa suspensi yang berisi 7-8,55
Mg(OH). Satu ml susu magnesium dap menetralkan 2,7 mEq asam. Dosis yang
dianjurkan 5-30 ml. Bentuk lain ialah tablet susu yang berisi 325 mg Mg(OH) 2 yang
dapat dinetralkan 11,1 mEq asam.

Magnesium trisiklat
Magnesium trisiklat (Mg2Si3O8H2O) sebagai antasid non sistemik, bereaksi dalam
lambung sebagai berikut:
Silikon dioksid berupa gel yang terbentuk dalam lambung diduga berfungsi menutup
tukak. Sebanyak 7% silika dari magnesium trisiklat akan diabsorbsi melalui usus dan
dieksresi dalam urin. Silika gel dan megnesium trisiklat merupakan adsorben yang
baik; tidak hanya mengadsorbsi pepsin tetapi juga protein dan besi dalam makanan.
Mula kerja magnesium trisiklat lambat, untuk menetralkan HCl 30% 0,1 N diperlukan
waktu 15 menit, sedangkan untuk menetralkan HCl 60% 1,1 N diperlukan waktu satu
jam.
Dosis tinggi magnesium trisiklat menyebabkan diare. Banyak dilaporkan terjadi
batu silikat setelah penggunaan kronik magnesium trisiklat. Ditinjau dari
efektivitasnya yang rendah dan potensinya yang dapat menimbulakan toksisitas yang
khas, kurang beralasan mengunakan obat ini sebagai antasid.
Magnesium trisiklat tersedia dalam bentuk tablet 500mg; dosis yang dianjurkan
1-4 gram. Tersedia pula sebagai bubuk magnesium trisiklat yang mengandung
sekurang-kurangnya 20% MgO dan 45% silikon dioksida. Satu gram magnesium
trisiklat dapat menetralkan 13-17 mEq asam.
c.
Obat Penghambat Sekresi Lambung
Penghambat pompa proton
Penghambat pompa proton merupakan penghambat sekresi asam lambung yang lebih
kuat dari AH2. Obat ini bekerja di proses akhir pembentukan asam lambung, lebih distal
dari AMP. Saat ini, yang digunakan di klinik adalah omeprazol, esomeprazol,
lansoprazol, rebeprazol, dan pantoprazol. Perbedaan antara kelima obat tersebut
adalah subtitusi cinci piridin dan/atau benzimidazol. Omeprazol adalah campuran
resemik isomer R dan S. Esomeprazol adalah campuran resemik isomer omeprazol (Someprazol) yang mengalami eliminasi lebih lambat dari R-omeprazol.
Farmakodinamik. Penghambat pompa proton adalah prodrug yang memebutuhkan
suasana asam untuk aktivasinya. Setelah diabsorbsi dan masuk ke sirkulasi sistemik, obat
ini akan berdifusi ke parietal lambung, terkumpul di kanalikuli sekretoar, dan mengalami
aktivasi di situ membentuk sulfonamid tetrasiklik. Bentuk aktif ini berikatan dengan
gugus sulfhidril enzim H+, K+, ATP-ase (enzim ini dikenal sebagai pompa proton) dan
berada di membran sel parietal. Ikatan ini mengakibatkan terjadinya penghambatan
enzim tersebut. Produksi asam lambung berhenti 80%-95% setelah penghambatan pompa
poroton tersebut.
Penghambatan berlangsung lama antara 24-48 jam dan dapat menurunkan sekresi
asam lambung basal atau akibat stimulasi, terlepas dari jenis perangsangnya histamin,
asetilkolin, atau gastrin. Hambatan ini sifatnya irreversibel, produksi asam kembali dapat
terjdai 3-4 hari pengobatan dihentikan.
Farmakokinetik. Penghambat pompa proton sebaiknya diberikan dalam sediaan salut
enterik untuk mencegah degradasi zat aktif tersebut dalam suasana asam. Sediaan ini
tidak mengalami aktivasi di lambung sehingga bio-availabilitasnya labih baik. Tablet
yang dipecah dilambung mengalami aktivasi lalu terikat pada berbagai gugus sulfhidril
mukus dan makanan. Bioalvailabilitasnya akan menurun sampai dengan 50% karena
pengaruh makanan. Oleh sebab itu, sebaiknya diberikan 30 menit setelah makan.
Obat ini mempunyai masalah bioalvailabilitas, formulasi berbeda memperlihatkan
persentasi jumlah absorbsi yang bervariasi luas. Bioalvailabilitas yang bukan salut
enterik meningkat dalam 5-7 hari, ini dapat dijelaskan dengan berkurangnya prosuksi
asam lambung setelah obat bekerja. Obat ini dimetabolisme di hati oleh sitokrom P 450
(CYP), terutama CYP2P19 dan CYP3A4.
Indikasi. Indikasi obat ini sama dengan AH2 yaitu pada penyakit peptik. Terhadap
sindrom Zollinger-Ellison, obat ini dapat menekan produksi asam lambung lebih baik
pada AH2 pada dosis yang efek sampingnya tidak terlalu mengganggu.
Efek samping. Efek samping yang umum terjadi adalah mual, nyeri perut, konstipasi,
flatulence, dan diare. Dilaporkan pula terjadi miopati subakut, atralgia, sakit kepala, dan
ruam kulit.
Sediaan dan posologi. Omeprazol tersedia dalam bentuk kapsul 10 mg dan 20 mg,
diberikan 1 kali/hari selama 8 minggu. Esomeprazol tersedia dalam bentuk salut enterik
20 mg dan 40 mg, serta sediaan vial 40 mg/10 ml. Pantoprazol tersedia dalam bentuk
tablet 20 mg dan 40 mg.
d.
Antagonis Reseptor H2
Antagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam lambung. Burinamid dan
metiamid merupakan antagonis reseptor H2 yang pertama kali ditemukan, namun karena
toksik tidak digunakan di klinik. Antagonis reseptor H 2 yang ada saat ini adalah
simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidin.
Antagonis reseptor H2 merupakan obat yang efektif dan relatif aman untuk pasien
dengan hipersekresi asam lambung, misalnya untuk pasien tukak duodenum dan tukak
lambung. Golongan obat ini menggeser penggunaan antasid yang membutuhkan
pemberian yang lebih sering sehingga dapat mengurangi kepatuhan pasien. Bagi pasien
yang menggunakan obat lain/banyak obat, nampaknya akan lebih aman menggunakan
ranitidin, famotidin, atau nizatidin yang tidak/kurang kemungkinannya dibandingkan
simetidin untuk mengadakan interaksi dengan obat lain yang merupakan substrat enzim
sitokrom P450. Dibandingkan simetidin, kemungkinan efek samping ranitidin, famotidin,
dan nizatidin nampaknya lebih kecil, termasuk kemungkinan di antaranya kemungkinan
impotensi dan ginekomastia karena ketiga obat tersebut tidak mengikat reseptor
androgen.
Farmakodinamik
Simetidine dan ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel.
Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung, sehingga pada
pemberian simetidin atau ranitidin sekresi cairan lambung dihambat.
Farmakokinetik
Bioavaibilitas oral simetidin sekitar 70%, sama dengan setelah pemberian IV atau IM.
Absorpsi simetidin diperlambat oleh makanan. Absorpsi terjadi pada menit ke 60-90.
Masa paruh eliminasi sekitar 2jam. Bioavaibilitas ranitidin yang diberikan secara oral
sekitar 50% dan meningkat pada pasien penyakit hati. Pada pasien penyakit hati masa
paruh ranitidin juga memanjang meskipun tidak sebesar pada gagal ginjal. Kadar puncak
plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah pengguanaan 150 mg ranitidin secara oral, dan
yang terikat protein plasma hanya 15%.Sekitar 70% dari ranitidin yang diberikan IV dan
30% dari yang diberikan secara oral diekskresi dalam urin
Indikasi
Simetidin dan ranitidin diindikasikan untuk tukak peptik. Antihistamin H2 sama efektif
dengan pengobatan itensif dengan antasid untuk penyembuhan awal tukak lambung dan
duodenum. Antihistamin H2 juga bermanfaat untuk hipersekresi asam lambung pada
sindrom Zollinger-Ellison.
Penggunaan antihistamin H2 dalam bidang dermatologi seringkali digunakan ranitidin
atau simetidin untuk pengobatan gejala dari mastocytosis sistematik, sperti urtikaria dan
pruritus. Pada beberapa pasien pengobatan digunakan dosis tinggi.
e.
Prokinetik
Yang termasuk obat golongan ini adalah bathanecol, metoklopramid, domperidon,
cisapride.


Bathanecol
Termasuk obat kalinomimetik yang menghambat asetilkolin esterase. Obat ini dipakai
untuk mengobati penderita dengan refluks gastroesophageal, makanan yang dirasa
tidak turun, transit oesophageal yang melantur, gastroparesis, kolik empedu. Efek
sampingnya cukup banyak, terutama pada aksi parasimpatis sistemik, di antaranya
adalah sakit kepala, mata kabur, kejang perut, nausea dan vomitus, spasme kandung
kemih, berkeringat. Oleh karena itu, obat ini mulai tidak digunakan lagi.
Metoklopramid
Secara kimia, obat ini ada hubungannya dengan prokainamid yang mempunyai efek
anti-dopaminergik dan kolinomimetik. Jadi, obat ini berkhasiat sentral maupun
perifer. Khasiat metoklopramid antara lain:
- meningkatkan pembedaan asetilkolin dari saraf terminal postganglion kolinergik,
- merangsang reseptor muskarinik pada asetilkolin, dan
- merupakan reseptor antagonis dopamin
Jadi, dengan demikian, metoklopramid akan merangsang kontraksi dari saluran cerna
dan mempercepat pengosongan lambung.
Efek samping yang ditimbulkan oleh obat ini antara lain reaksi distonik,
iritabilitas atau sedasi, dan efek samping ekstrapiramidal karena efek antagonisme
dopamin sentral dari metoklorpamid. Pemberian dosis tinggi pada anak dapat
menyebabkan hipertonis dan kejang.

Domperidon
Domperidon merupakan derivat benzimidazol. Karena domperidon merupakan
antagonis dopamin perifer dan tidak menembus sawar darah otak, maka tidak
mempengaruhi reseptor dopamin saraf pusat, sehingga mempunyai efek samping
yang rendah daripada metoklopramid.
Pemberian obat ini akan meningkatkan tonus sphincter oesophagus bagian bawah
sehingga mencegah terjadinya refluks gastroesophagus. Obat ini akan meningkatkan
koordinasi antroduodenal, dan memperbaiki motilitas lambung yang sedang
terganggu, yaitu dengan jalan meningkatkan kontraktiliitas serta menghambat
relaksasi lambung sehingga pengosongan lambung akan lebih cepat.
Domperidon bermanfaat untuk pengobatan dispepsia yang disertai masa
pengosongan yang lambat, refluks gastroesophagus, anoreksia nervosa, gastroparesis.
Demikian pula bermanfaat sebagai obat antiemetik pada penderita pasca-bedah,
bahkan efektif sebagai pencegah muntah pada penderita yang mendapat kemoterapi.
Efek sampingnya lebih rendah daripada metoklopramid, yaitu mulut kering, kulit
gatal, diare, pusing. Pada pemberian jangka panjang atau dosis tinggi, efeknya akan
meningkatkan sekresi prolaktin, dan dapat menimbulkan ginekomasti pada pria, serta
galaktore dan amenore pada wanita.

Cisapride
Cisapride merupakan derivat benzidamide dan tergolong obat prokinetik baru yang
mempunyai khasiat memperbaiki motilitas seluruh saluran cerna. Obat ini mempunyai
spektrum yang luas.
Pada penderita dengan dispepsia, dimana sering terjadi gangguan motilitas pada
saluran cerna bagian atas, obat ini bermanfaat untuk memperbaiki. Hal ini disebabkan
karena cisapride meningkatkan tonus sphincter oesophagus bagian bawah, peristaltik
oesophagus, dan pengosongan oesophagus. Di samping itu, akan meningkatkan
peristaltik antrum, memperbaiki koordinasi gastro-duodenum dan mempercepat
pengosongan lambung. Manfaat cisapride pada saluran cerna bagian bawah yaitu akan
merangsang aktivitas motorik usus halus dan kolon sehingga mempercepat transit di
sini. Jadi, obat ini juga bermanfaat pada pseudo-obstruksi usus kronis idiopatik, pada
penderita konstipasi karena paraplegia, dan pemakai obat laxatif yang menahun.
Efek samping yang ditimbulkannya yaitu borborigmi, diare, dan rasa kejang di
perut yang sifatnya sementar.
f.
Sitoprotektive agent
Agen Cytoprotective merangsang produksi lendir dan meningkatkan aliran darah ke
seluruh lapisan saluran pencernaan. Agen ini juga bekerja dengan membentuk lapisan
yang melindungi jaringan ulserasi. Contoh agen Cytoprotective termasuk misoprostol
dan sukralfat.
Misoprostol (Cytotec)
Misoprostol merupakan analog prostaglandin yang dapat digunakan untuk menurunkan
kejadian tukak lambung dan komplikasi jangka panjang pengguna NSAID yang berisiko
tinggi.
Sukralfat (Carafate)
Sukralfat mengikat dengan protein bermuatan positif dalam eksudat dan membentuk zat
perekat kental yang melindungi lapisan GI terhadap pepsin, asam lambung, dan garam
empedu. Hal ini digunakan untuk jangka pendek pengelolaan bisul.
Antibiotik H pylori
PPI rejimen berbasis terapi tiga untuk H pylori terdiri dari PPI, amoksisilin, dan
clarithromycin selama 7-14 hari. Sebuah durasi yang lebih lama pengobatan (14 vs d 7
d) tampaknya menjadi lebih efektif dan saat ini perawatan yang dianjurkan.Amoksisilin
harus diganti dengan metronidazol dalam penisilin-alergi pasien saja, karena tingginya
tingkat resistensi metronidazol. [41] Pada pasien dengan ulkus rumit disebabkan oleh H
pylori, pengobatan dengan PPI di luar kursus 14-hari antibiotik dan sampai konfirmasi
pemberantasan H pylori dianjurkan.
g.
Pembedahan
a.
b.
c.
Vagotomi
- Pemotongan n.vagus  menghilangkan fase sefalik
- Vagotomi trunkus konvensional: mengurangi sekresi lambung dan motilitas
serta pengosongan
- Vagotomi selektif : n.vagus cabang lambung saja yang dipotong
- Vagotomi superselektif: potong yang mempersarafi daerah penyekresi asam
di lambung
- Vagotomi trunkal posterior dan seromiotomi : dengan laparoskpi,denervasi
seluruh kurvatura minor dan kurangi sekresi asam
Antrektomi
- Pembuangan seluru antrum lambung
- Mengilangakan fase hormonal dan fase gastrik
Gastrektomi parsial
- Pembuangan 50-75% distal lambung
- Menyebabkan pembuang mukosa penyekresi asam dan pepsin
- Setelah itu dilakukan anastomosis lambung dengan duodenum
(gastroduodenostomi/billroth
I)
atau
dengan
jejunum
(gastrojejunostomi/bilroth II)
TERAPI NONFARMAKOLOGIS DAN PENCEGAHAN
Diet merupakan peranan yang terpenting. Pada garis besarnya yang dipakai ialah cara
pemberian diet seperti yang diajukan oleh Sippy 1915 hingga dikenal pula Sippy’s diet.
Sekarang lebih dikenal dengan diet lambung yang sudah disesuaikan dengan masyarakat
Indonesia. Dasar diet tersebut ialah makan sedikit dan berulang kali, makan makanan yang
mengandung susu dalam porsi kecil. Jadi makanan yang dimakan harus lembek, mudah
dicerna, tidak merangsang, dan kemungkinan dapat menetralisir HCl. Pemberiannya dalam
porsi kecil dan berulang kali. Dilarang makan pedas, asam, alkohol.
Download