GUS DINDA MARSELLA 1102012102 / A-13 SKENARIO 1 : BUANG AIR BESAR BERWARNA HITAM LI.1. Memahami& Menjelaskan Anatomi Makroskopis dan Mikroskopis Gaster ANATOMI Bentuk seperti koma, dalam bidang frontal dengan lengkung ke kiri Dimulai dari esophagus pars abdominalis pada foramen esophagicum pada diphragma setinggi T X. Dapat dibedakan : Curvatura minor (lengkung kecil), sebelah mdial. Curvatura major(lengkung besar) Paries ventralis (anterior) Paries dorsalis (posterior) Ventriculus dapat dibagi dalam 4 daerah: Cardia: merupakan daerah sempit melingkari orificium cardia, dekat dengan peralihan esofagus-gaster Fundus: berbentuk kubah, diatas bidang horizontal melalui orificium cardia Corpus/badan: 2/3 bagian lambung dari fundus hingga pilorus. Batas yang cekung disebut kurvatura minor, sedangkan yang cembung disebut kurvatura mayor. Struktur histologis fundus dan corpus sama. Kurvatura minor mempunyai lengkungan yang tajam yaitu incissuraangularis yang memisahkan korrpus dan pilorus Pylorus: bagian terbawah, berbentuk cerobong. Bagian permulaan yang lebih lebar disebut sebagai antrum pilorikum. Pangkal cerobong disebut kanal pilorikum dan berakhir sempit sebagai sfingter pilorikum Dinding ventrikulus terdiri atas, dari luar ke dalam Tunica serosa,sebetulnya peritoneum viscerale Tunica muscularis,terdiri dari 3 lapisan otot 1. Stratum longitudinae lanjutan stratum longitudinale esofagus 2. Stratum circulare,lanjutan dari stratum circulare esophagus 3. Stratum obliqum Tunica mucosa Vaskularisasi 1. Arteri berasal dari cabang truncus coeliacus. - Arteria gastrica sinistra berasal dari truncus coeliacus. Arteri ini berjalan ke atas dan kiri untuk mencapai oesophagus dan kemudian berjalan turun sepanjang curvatura minor gaster. Arteria gastrica sinistra mendarahi 1/3 bawah oesophagus dan bagian atas kanan gaster. - Arteria gastrica dextra berasal dari arteria hepatica communis pada pinggir atas pylorus dan berjalan ke kiri sepanjang curvatura minor. Arteria ini mendarahi bagian kanan bawah gaster. - Arteriae gastricae breves berasal dari arteria lienalis pada hilum lienale dan berjalan ke depan di dalam ligamentum gastrosplenicum untuk mendarahi fundus. - Arteria gastroomentalis sinistra berasal dari arteria splenica pada hilum lienale dan berjalan ke depan di dalam ligamentum gastrolienale untuk mendarahi gaster sepanjang bagian atas curvatura major. - Arteria gastroomentalis dextra berasal dari arteria gastroduodenalis yang merupakan cabang arteria hepatica communis. Arteria ini berjalan ke kiri dan mendarahi gaster sepanjang bawah curvatura major 2. Venae. Vena-vena ini mengalirkan darah ke dalam sirkulasi portal. Vena gastrica sinistra dan dextra bermuara langsung ke vena porta hepatis. Venae gastricae breves dan vena gastroomentalis sinistra bermuara ke dalam vena lienalis. Vena gastroomentalis dextra bermuara ke dalam vena mesentrica superior. Persarafan Persarafan ini termasuk serabut-serabut simpatis yang berasal dari plexus coeliacus dan serabut-serabut parasimpatis dari nervus vagus dextra dan sinistra. Truncus vagalis anterior yang dibentuk di dalam thorax, terutama berasal dari nervus vagus sinistra, memasuki abdomen pada permukaan anterior oesophagus. Truncus, yang mungkin tunggal atau multipel, kemudian terbagi menjadi cabang-cabang yang menyarafi permukaan anterior gaster. Sebuah cabang hepaticus yang besar berjalan ke atas menuju hepar, dan di sini membentuk ramus pyloricus yang berjalan turun ke pylorus. Truncus vagalis posterior, yang dibentuk di dalam thorax, terutama berasal dari nervus vagus dextra, memasuki abdomen pada permukaan posterior oesophagus. Selanjutnya truncus membentuk cabang-cabang yang menyarafi permukaan posterior gaster. Suatu cabang yang besar berjalan menuju plexus coeliacus dan plexus mesentricus superior dan kemudian didistribusikan ke usus sampai flexura coli sinistra dan ke pancreas. Persarafan simpatis gaster membawa serabut-serabut rasa nyeri, sedangkan serabut parasimpatis nervus vagus membawa secretomotoris untuk glandulae gastricae dan serabut motoris untuk tunica muscularis gaster. Musculus sphincter pyloricus menerima serabut motoris dari sistem simpatis dan serabut inhibitor dari nervus vagus HISTOLOGI 1. Daerah cardia Histologissangatberbedadengandaerahlambung lain Foveolaeagak dangkal Kelenjarsangatsedikit, berbentuk tubular simpleksbercabang Selkelenjaradalahselmukosa, miripselmukosapadakelenjarpilorus Kelenjar pendek-pendek dan agak bergelung 2. Daerah fundus dan corpus Daerah fundus dan korpus secara histologist tidak berbeda Foveolaesempit, gastric pit pendek, dilanjutkanolehkelenjar fundus Kelenjar fundus menempati 2/3 lambung berupa kelenjar tubulosa panjang lurus dan bercanggah dua (bifurcatio) Kelenjar terbagi atas bagian isthmus, leher dan basis Terbentukoleh7jenissel: a. Sel epitel permukaan (sel-sel mukus) Epitel selapis silindris melapisi seluruh lambung dan meluas ke dalam sumur-sumur atau foveola. Epitel selapis silindris ini berawal di cardia, di sebelah epitel berlapis gepeng oesophagus, dan pada pylorus melanjutkan diri menjadi epitel usus (epitel selapis silindris). Pada tepian muka yang menghadap lumen, terdapat mikrovili gemuk dan pendek-pendek. Mukus glikoprotein netral yang disekresikan oleh sel-sel epitel permukaan membentuk lapisan tipis, melindungi mukosa terhadap asam. Tanpa adanya mukus ini, mukosa akan mengalami ulserasi. b. Sel zimogen (Chief cell) Selutama, terdapatdalamjumlahbesar, terutama di korpuskelenjar Sel serosa, berwarnabasofil, terdapatgranula zymogen padadaerahapikalsel Mensintesa protein, granulaberisienzim pepsinogen dalambentuk in aktiv Padamanusiamenghasilkan o pepsin (proteolitikaktiv) o lipase (enzimlipolitik c. Sel parietal (oksintik) Terdapatpadasetengahbagianataskelenjar, jarangpada basis Tersisipantarasel-selmukusleher, berbentukpiramid, intisferisditengah, berwarnaeosinofil Menghasilkan o HCl o Gastric intrinsic factor, pentinguntukabsorbsivit B 12 Defisiensimenimbulkan anemia pernisiosad. d. Sel mukus isthmus Padabagianataskelenjar Merupakanperalihansel gastric pit danbagianleherkelenjar Selrendah, granulamukuslebihsedikit, mensekresimukusnetral Mungkinberasaldari mitosis “small undifferentiated cell” padadaerahleherkelenjar e. Sel mukus leher Padaleherkelenjar, berupakelompokanselmaupuntunggaldiantarasel parietal Mensekresimukusasam, kaya glikosaminoglikans, berbedadenganmukuspermukaan yang netral Bentuktidakteratur, intipada basis sel, granula ovoid/sferispadaapikalsel Terwarnakuatdengan PAS ataumucicarmine f. Sel Argentaffin (enterochromaffin) Terdapatpadadasarkelenjar, terselipdiantara chief cell Granulapadatterdapat di basal sel Merupakankelenjarendokrinuniselular Mensekresiserotonin (5 hiroksitriptamin / 5-Ht) g. Sel APUD Amine Precursor Uptake and Decarboxyltion cells Mensintesapolipeptida Denganmikroskopelektron: granulasekresisangathalus (100-200 nm), retikulunendoplasmikjarangdan apparatus Golgi sedikit Sel APUD gastro intestinal terdapatpadafundus, antrumpilorikum, duodenum, yeyunum, ileumdancolon Mensekresi: gastrin, sekretin, kolesistokinin, glukagon and somatostatin like substance APUD sel pada manusia: o SelCdanMpadahipofisis (adrenokorticotropindanmelanotropin) o SelApulau Langerhans (glukagon) o Selnon-Bpulau Langerhans (insulin) o SelD pulau Langerhans (somatostatin) o SelALlambung (glukagon) o SelGlambung (gastrin) o SelEGusus (glukagon) o SelSusus (sekretin) o SelDusus (somatostatin) o Selparafolikulartiroid (kalsitonin) 3. Daerah Pylorus Merupakan 20 % darilambung, berlanjutdengan duodenum Gastric pit lebihdalam, bercabangdanbergelung Kelenjarpilorusmenyerupaikelenjarcardia Mensekresienzimlisosom Antaraselmukusterdapatselgastrin, yang merangsangpengeluaranasampadakelenjarlambung LI.2. Memahami & Menjelaskan Fisiologi Gaster FUNGSI LAMBUNG Fungsi Motorik 1. Fungsi menampung : menyimpan makan dengan kapasitas lambung normal 50 ml pada saat kosong dan dapat mencapai 1000m saat makan yang memungkinkan adanya interval yang panjang antara saat makan dan kemampuan menyimpan makanan dalam jumlah besar sampai makanan ini dapat terakomodasi di bagian bawah saluran cerna. 2. Fungsi mencampur : adanya sel-sel pemacu depolarisasi spontan ritmik yang berada di fundus yaitu irama listrik dasar (basic electric rhythm/BER) menyebabkan adanya kontraksi otot polos sirkuler lambunggelombang peristaltik dan menyapu isi lambung dalam bentuk kimus. Gelombang peristaltik pada fundus lemah sehingga fundus dan korpus banyak berperan utk menampung makanan. Sedangkan pada daerah antrum kimus didorong lebih kuat kebagian sfingter pylorus. Sfingter pylorus yang tidak terbuka seluruhnya menyebabkan kimus tertolak kembali ke antrum mekanisme pencampuran (retropulsi) 3. Fungsi pengosongan: terbukanya sfingter pylorus yang dipengaruhi keasaman,viskositas,volume,keadaan fisik,emosi dan obat-obatab. Pengosongan lambung dipengaruhi oleh faktor saraf dan hormona seperti kolesistokinin Fungsi Pencernaan dan Sekresi 1. Produksi kimus. Aktivitas lambung mengakibatkan terbentuknya kimus (massa homogen setengah cair berkadar asam tinggi yang berasal dari bolus) dan mendorongnya ke dalam duodenum. 2. Digesti protein. Lambung mulai digesti protein melalui sekresi tripsin dan asam klorida. 3. Produksi mukus. Mukus yang dihasilkan dari kelenjar membentuk barrier setebal 1 mm untuk melindungi lambung terhadap aksi pencernaan dan sekresinya sendiri. 4. Produksi faktor intrinsik. Faktor intrinsik adalah glikoprotein yang disekresi sel parietal. Vitamin B12, didapat dari makanan yang dicerna di lambung, terikat pada faktor intrinsik. Kompleks faktor intrinsik vitamin B 12 dibawa ke ileum usus halus, tempat vitamin B12 diabsorbsi. 5. Absorbsi. Absorbsi nutrien yang berlangsung dalam lambung hanya sedikit. Beberapa obat larut lemak (aspirin) dan alkohol diabsorbsi pada dinding lambung. Zat terlarut dalam air terabsorbsi dalam jumlah yang tidak jelas. MEKANISME SEKRESI ASAM LAMBUNG Kecepatan sekresi lambung dapat dipengaruhi oleh (1) faktor-faktor yang muncul sebelum makanan mencapai lambung; (2) faktor-faktor yang timbul akibat adanya makanan di dalam lambung; dan (3) faktor-faktor di duodenum setelah makanan meninggalkan lambung. Dengan demikian, diaktifkan, pepsin secara autokatalis mengaktifkan lebih banyak pepsinogen dan memulai pencernaan protein. Sekresi pepsiongen dalam bentuk inaktif mencegah pencernaan protein struktural sel tempat enzim tersebut dihasilkan. Pengaktifan pepsinogen tidak terjadi sampai enzim tersebut menjadi lumen dan berkontak dengan HCl yang disekresikan oleh sel lain di kantung-kantung lambung. Sekresi lambung dibagi menjadi tiga fase—fase sefalik, fase lambung, dan fase usus. a. Fase sefalik terjadi sebelum makanan mencapai lambung. Masuknya makanan ke dalam mulut atau tampilan, bau, atau pikiran tentang makanan dapat merangsang sekresi lambung. b. Fase lambung terjadi saat makanan mencapai lambung dan berlangsung selama makanan masih ada. Peregangan dinding lambung merangsang reseptor saraf dalam mukosa lambung dan memicu refleks lambung. Serabut aferen menjalar ke medula melalui saraf vagus. Serabut eferen parasimpatis menjalar dalam vagus menuju kelenjar lambung untuk menstimulasi produksi HCl, enzim-enzim pencernaan, dan gastrin. Fungsi gastrin: - merangsang sekresi lambung, - meningkatkan motilitas usus dan lambung, - mengkonstriksi sphincter oesophagus bawah dan merelaksasi sphincter pylorus, - efek tambahan: stimulasi sekresi pancreas. Pengaturan pelepasan gastrin dalam lambung terjadi melalui penghambatan umpan balik yang didasarkan pada pH isi lambung. - Jika makanan tidak ada di dalam lambung di antara jam makan, pH lambung akan rendah dan sekresi lambung terbatas. - Makanan yang masuk ke lambung memiliki efek pendaparan (buffering) yang mengakibatkan peningkatan pH dan sekresi lambung. c. Fase usus terjadi setelah kimus meninggalkan lambung dan memasuki usus halus yang kemudian memicu faktor saraf dan hormon. Sekresi lambung distimulasi oleh sekresi gastrin duodenum sehingga dapat berlangsung selama beberapa jam. Gastrin ini dihasilkan oleh bagian atas duodenum Tabel 2-1. Stimulasi Sekresi Lambung dan dibawa dalam sirkulasi menuju lambung. Sekresi lambung dihambat oleh hormon-hormon polipeptida yang dihasilkan duodenum. Hormon ini dibawa sirkulasi menuju lambung, disekresi sebagai respon terhadap asiditas lambung dengan pH di bawah 2, dan jika ada makanan berlemak. Hormon-hormon ini meliputi gastric inhibitory polipeptide (GIP), sekretin, kolesistokinin (CCK), dan hormon pembersih enterogastron. PROSES PENGISIAN, PENYIMPANAN, PENCAMPURAN, DAN PENGOSONGAN LAMBUNG Terdapat empat aspek motilitas lambung: (1) pengisian lambung/gastric filling, (2) penyimpanan lambung/gastric storage, (3) pencampuran lambung/gastric mixing, dan (4) pengosongan lambung/gastric emptying. Pengisian lambung Jika kosong, lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi organ ini dapat mengembang hingga kapasitasnya mencapai 1 liter (1.000 ml) ketika makan. Akomodasi perubahan volume yang besarnya hingga 20 kali lipat tersebut akan menimbulkan ketegangan pada dinding lambung dan sangat meningkatkan tekanan intralambung jika tidak terdapat dua faktor berikut ini: Plastisitas otot lambung. Plastisitas mengacu pada kemampuan otot polos lambung mempertahankan ketegangan konstan dalam rentang panjang yang lebar, tidak seperti otot rangka dan otot jantung, yang memperlihatkan hubungan ketegangan. Dengan demikian, saat serat-serat otot polos lambung teregang pada pengisian lambung, seratserat tersebut melemas tanpa menyebabkan peningkatan ketegangan otot. Relaksasi reseptif lambung. Relaksasi ini merupakan relaksasi refleks lambung sewaktu menerima makanan. Relaksasi ini meningkatkan kemampuan lambung mengakomodasi volume makanan tambahan dengan hanya sedikit mengalami peningkatan tekanan. Tentu saja apabila lebih dari 1 liter makanan masuk, lambung akan sangat teregang dan individu yang bersangkutan merasa tidak nyaman. Relaksasi reseptif dipicu oleh tindakan makan dan diperantarai oleh nervus vagus. Penyimpanan lambung Sebagian otot polos mampu mengalami depolarisasi parsial yang autonom dan berirama. Salah satu kelompok sel-sel pemacu tersebut terletak di lambung di daerah fundus bagian atas. Sel-sel tersebut menghasilkan potensial gelombang lambat yang menyapu ke bawah di sepanjang lambung menuju sphincter pylorus dengan kecepatan tiga gelombang per menit. Pola depolarisasi spontan ritmik tersebut, yaitu irama listrik dasar atau BER (basic electrical rhythm) lambung, berlangsung secara terus menerus dan mungkin disertai oleh kontraksi lapisan otot polos sirkuler lambung. Setelah dimulai, gelombang peristaltik menyebar ke seluruh fundus dan corpus lalu ke antrum dan sphincter pylorus. Karena lapisan otot di fundus dan corpus tipis, kontraksi peristaltik di kedua daerah tersebut lemah. Pada saat mencapai antrum, gelombang menjadi jauh lebih kuat disebabkan oleh lapisan otot di antrum yang jauh lebih tebal. Karena di fundus dan corpus gerakan mencampur yang terjadi kurang kuat, makanan yang masuk ke lambung dari oesophagus tersimpan relatif tenang tanpa mengalami pencampuran. Daerah fundus biasanya tidak menyimpan makanan, tetapi hanya berisi sejumlah gas. Makanan secara bertahap disalurkan dari corpus ke antrum, tempat berlangsungnya pencampuran makanan. Pencampuran lambung Kontraksi peristaltik lambung yang kuat merupakan penyebab makanan bercampur dengan sekresi lambung dan menghasilkan kimus. Setiap gelombang peristaltik antrum mendorong kimus ke depan ke arah sphincter pylorus. Sebelum lebih banyak kimus dapat diperas keluar, gelombang peristaltik sudah mencapai sphincter pylorus dan menyebabkan sphincter tersebut berkontraksi lebih kuat, menutup pintu keluar dan menghambat aliran kimus lebih lanjut ke dalam duodenum. Bagian terbesar kimus antrum yang terdorong ke depan, tetapi tidak dapat didorong ke dalam duodenum dengan tiba-tiba berhenti pada sphincter yang tertutup dan tertolak kembali ke dalam antrum, Tabel 2-2. Faktor yang mengatur motilitas dan pengosongan lambung hanya untuk didorong ke depan dan tertolak kembali pada saat gelombang peristaltik yang baru datang. Gerakan maju-mundur tersebut, yang disebut retropulsi, menyebabkan kimus bercampur secara merata di antrum. Pengosongan lambung Kontraksi peristaltik antrum—selain menyebabkan pencampuran lambung—juga menghasilkan gaya pendorong untuk mengosongkan lambung. Jumlah kimus yang lolos ke dalam duodenum pada setiap gelombang peristaltik sebelum sphincter pylorus tertutup erat terutama bergantung pada kekuatan peristalsis. Intensitas peristalsis antrum dapat sangat bervariasi di bawah pengaruh berbagai sinyal dari lambung dan duodenum; dengan demikian, pengosongan lambung diatur oleh faktor lambung dan duodenum. Faktor di lambung yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung. Faktor lambung utama yang mempengaruhi kekuatan kontraksi adalah jumlah kimus di dalam lambung. Apabila hal-hal lain setara, lambung mengosongkan isinya dengan kecepatan yang sesuai dengan volume kimus setiap saat. Peregangan lambung memicu peningkatan motilitas lambung melalui efek langsung peregangan pada otot polos serta melalui keterlibatan plexus intrinsik, nervus vagus, dan hormon lambung gastrin. Selain itu, derajat keenceran (fluidity) kimus di dalam lambung juga mempengaruhi pengosongan lambung. Semakin cepat derajat keenceran dicapai, semakin cepat isi lambung siap dievakuasi. Faktor di duodenum yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung. Walaupun terdapat pengaruh lambung, faktor di duodenumlah yang lebih penting untuk mengontrol kecepatan pengosongan lambung. Duodenum harus siap menerima kimus dan dapat bertindak untuk memperlambat pengsongan lambung dengan menurunkan aktivitas peristaltik di lambung sampai duodenum siap mengakomodasi tambahan kimus. Bahkan, sewaktu lambung teregang dan isinya sudah berada dalam bentuk cair, lambung tidak dapat mengosongkan isinya sampai duodenum siap menerima kimus baru. MEKANISME MUNTAH Muntah, atau emesis, yaitu ekspulsi secara paksa isi lambung keluar melalui mulut, secara umum dianggap disebabkan oleh motilitas lambung yang abnormal. Namun, muntah tidak ditimbulkan oleh peristalsis terbalik (reverse peristalsis), seperti yang semula diperkirakan. Sebenarnya, lambung itu sendiri tidak berpartisipasi aktif dalam tindakan muntah. Lambung, oesophagus, sphincter gastroesophagus, dan sphincter pylorus semua melemas sewaktu muntah. Gaya utama yang mendorong keluar isi lambung, secara mengejutkan, datang dari kontraksi otot-otot pernapasan—yaitu diaphragma (otot inspirasi utama) dan otot abdomen (otot ekspirasi aktif). Muntah diawali oleh inspirasi dalam dan penutupan glottis. Diaphragma yang berkontraksi turun menekan lambung sementara kontraksi otot-otot abdomen secara stimultan menekan rongga abdomen, sehingga tekanan intra-abdomen meningkat dan isi abdomen terdorong ke atas. Karena lambung yang lunak itu tertekan antara diaphragma dari atas dan tekanan rongga abdomen dari bawah, isi lambung terdorong ke dalam oesophagus dan keluar dari mulut. Glottis tertutup, sehingga muntahan tidak masuk ke saluran pernapasan. Uvula juga terangkat untuk menutupi rongga hidung. Siklus muntah dapat berulang beberapa kali sampai lambung kosong. Muntah biasanya didahului oleh pengeluaran air liur berlebihan, berkeringat, peningkatan kecepatan denyut jantung, dan rasa mual, yang semuanya merupakan tanda-tanda umum lepas muatan sistem saraf autonom. Tindakan muntah yang kompleks tersebut dikoordinasikan oleh pusat muntah di medula. Mual, retching, dan muntah dapat dimulai oleh masukan aferen ke pusat muntah dari sejumlah reseptor di seluruh tubuh. LI.3. Memahami & Menjelaskan Biokimia Gaster DIGESTI PROTEIN Pepsin mengawali pencernaan protein. Peristiwa ini merupakan fungsi pencernaan utama lambung. Pepsin dihasilkan oleh chief cell sebagai zimogen yang inaktif, pepsinogen. Pepsinogen ini diaktifkan menjadi pepsin oleh H +, yang memecah suatu polipeptida pelindung untuk memajan pepsin aktif; dan oleh pepsin itu sendiri, yang secara cepat mengaktifkan molekul pepsinogen (autokatalisis). Pepsin memecah protein yang terdenaturasi menjadi derivat polipeptida berukuran besar. Pepsin merupakan enzim endopeptidase karena menghidrolisis ikatan peptida yang terletak di dalam struktur polipeptida utama, bukan yang terletak di dekat residu terminal-amino atau –karboksil, yang merupakan ciri khas eksopeptidase. Enzim ini bersifat spesifik untuk ikatan peptida yang dibentuk oleh asam-asam amino aromatik (misal, tirosin) atau asam-asam amino dikarboksilat (misal, glutamat). Renin (kimosin, rennet) mengkoagulasi susu.Renin memiliki peran penting pada proses pencernaan oleh bayi karena mencegah susu melintas secara cepat dari dalam lambung. Dengan adanya kalsium, renin mengubah kasein di dalam susu secara ireversibel menjadi parakasein. Pepsin kemudian bekerja pada parakasein ini. Renin dilaporkan tidak ada pada lambung orang dewasa. Enzim ini digunakan dalam pembuatan keju. DIGESTI LIPID Lipase melanjutkan pencernaan triasilgliserol. Panas lambung merupakan faktor penting untuk mencairkan massa lemak yang berasal dai makanan; proses emulsifikasi terjadi dengan bantuan kontraksi peristaltik. Lambung mensekresikan lipase lambung (lipase gastrik) yang pada manusia merupakan lipase praduodenal utama. Lipase lingual dan gastrik memulai pencernaan lemak dengan menghidrolisis triasilgliserol yang mengandung asam lemak rantai pendek, sedang, dan umumnya asam lemak tak jenuh rantai panjang, untuk membentuk terutama asam lemak bebas serta 1,2-diasilgliserol, dengan ikatan sn-3 ester sebagai tempat hidrolisis utamanya. Enzim ini hancur pada nilai pH rendah, tetapi bekerja aktif sesudah makan karena kerja pendaparan yang dimiliki protein makanan di dalam lamung. Nilai pH optimal cukup luas, mulai dari 3,0 hingga 6,0 *)Digesti karbohidrat. Amilase dalam saliva yang menghidrolisis zat tepung bekerja pada pH netral. Enzim ini terbawa bersama bolus dan tetap bekerja dalam lambung sampai asiditas lambung menembus bolus. Lambung tidak mensekresi enzim yang mencerna karbohidrat. LI.4. Memahami & Menjelaskan Sindroma Dispepsia DEFINISI Dalam konsensus Roma II tahun 2000, disepakatai bahwa definisi disepsia sebagai dyspepsia refers to pain or discomfort centered in the upper abdomen (dispepsia merupakan rasa sakit atau tidak nyaman di daerah abdomen atas). Dispepsia adalah sekelompok gejala yang menunjukkan adanya penyakit saluran pencernaan bagian atas. Ini bukan diagnosis, tetapi termasuk gejala ketidaknyamanan perut bagian atas, nyeri retrosternal, anoreksia, mual, muntah, kembung, penuh, cepat kenyang dan mulas antara lain. Banyak penyakit menyebabkan dispepsia dan ini termasuk tukak lambung, esofagitis, kanker lambung atau pankreas, dan batu empedu. Dalam sebagian besar kasus tidak ada penyebab patologis yang jelas untuk gejala pasien dapat ditentukan. EPIDEMIOLOGI Di setiap tempat praktik dokter umum, keluhan dispepsia kerap dijumpai. Hal ini tidak mengejutkan karena diperkirakan 30% kasus di praktik umum merupakan dispepsia.1 Namun, faktanya adalah jumlah individu yang mengalami dispepsia lebih banyak dari yang dijumpai di tempat praktik. Dari penelitian diketahui bahwa hanya 10-20% dari total penderita dispepsia yang berobat ke dokter.1,2 Secara keseluruhan, dari penelitian diketahui bahwa 25-40% orang dewasa pernah mengalami dispepsia sekurang-kuranganya 6 serangan setahun.3 Melihat tingginya prevalensi dispepsia sebaiknya kita mengenal lebih dalam perihal gangguan ini agar mampu memberikan tata laksana terbaik. KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI Sindroma dispepsia ini biasanya diderita sudah beberapa minggu atau bulan, yang sifatnya hilang timbul atau terus-menerus. Karena banyaknya penyebab yang menimbulkan kumpulan gejala tersebut, maka sindroma dispepsia dapat diklasifikasian menjadi (1) dispepsia organik dan (2) dispepsia non-organik atau dispepsia fungsional. a. Dispepsia organik Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Istilah dispepsia organik baru dapat digunakan bila penyebabnya sudah jelas, antara lain: Dispepsia tukak (ulcer-like dyspepsia). Keluhan penderita yang sering diajukan adalah rasa nyeri di ulu hati. Berkurang atau bertambahnya rasa nyeri ada hubungannya dengan makanan, pada tengah malam sering terbangun karena nyeri atau pedih di ulu hati. Hanya dengan pemeriksaan endoskopi dan radiologi dapat menentukan adanya tukak lambung atau di duodenum. Dispepsia bukan tukak. Mempunyai keluhan yang mirip dengan dispepsi tukak. Biasa ditemukan pada gastritis, duodenitis, tetapi pada pemeriksaan endoskopi tidak ditemukan tanda-tanda tukak. Refluks gastroesofageal. Gejala yang klasik dari refluks gastroesofageal yaitu rasa panas di dada dan regurgitasi asam, terutama setelah makan. Bila seseorang mempunyai keluhan tersebut disertai dengan keluhan sindroma dispepsia lainnya, maka dapat disebut sindroma dispepsia refluks gastroesofageal. Penyakit saluran empedu. Sindroma dispepsi ini biasa ditemukan pada penyakit saluran empedu. Rasa nyeri dimulai dari perut kanan atas atau di ulu hati yang menjalar ke punggung dan bahu kanan. Karsinoma. Karsinoma dari saluran cerna sering menimbulkan keluhan sindroma dispepsia. Keluhan yang sering diajukan adalah rasa nyeri di perut, kerluhan bertambah berkaitan dengan makanan, anoreksia, dan berat badan yang menurun. Pankreatitis. Rasa nyeri timbulnya mendadak, yang menjalar ke punggung. Perut dirasa makin tegang dan kembung. Di samping itu, keluhan lain dari sindroma dispepsi juga ada. Dispepsia pada sindroma malabsorbsi. Pada penderita ini—di samping mempunyai keluhan rasa nyeri perut, nausea, anoreksia, sering flatus, kembung—keluhan utama lainnya yang mencolok ialah timbulnya diare profus yang berlendir. Dispepsia akibat obat-obatan. Banyak macam obat yang dapat menimbulkan rasa sakit atau tidak enak di daerah ulu hati tanpa atau disertai rasa mual, dan muntah, misalnya obat golongan NSAID (non steroid anti inflammatory drugs), teofilin, digitalis, antibiotik oral (terutama ampisilin, eritromisin), alkohol, dan lain-lain. Oleh karena itu, perlu ditanyakan obat yang dimakan sebelum timbulnya keluhan dispepsia. Gangguan metabolisme. Diabetes melitus dengan neuropati sering timbul komplikasi pengosongan lambung yang lambat, sehingga timbul keluhan nausea, vomitus, perasaan lekas kenyang. Hipertiroidi mungkin menimbulkan keluhan rasa nyeri di perut dan vomitus, sedangkan hipotiroidi menyebabkan timbulnya hipomoltilitas lambung. Hiperparatiroidi mungkin disertai rasa nyeri di perut, nausea, vomitus, dan anoreksia. ▼ Tabel 4-1. Etiologi Dispepsia Organik Esofago-gastro-duodenal Obat-obatan Hepatobilier Tukak peptik, gastritis kronis, gastritis NSAID, keganasan Antiinflamasi non-steroid, teofilin, digitalis, antibiotik Hepatitis, kolesistitis, kolelitiasis, keganasan, disfungsi sphincter Odii. Pankreatitis, keganasan Pancreas Diabetes melitus, penyakit tiroid, gagal ginjal, kehamilan, penyakit jantung koroner atau iskemik Penyakit sistemik lain b. Dispepsia non-organik/fungsional Dispepsia fungsional atau dispepsia non-organik merupakan dispepsia yang tidak ada kelainan organik, tetapi merupakan kelainan dari fungsi saluran makanan. Yang termasuk dispepsia fungsional adalah: Dispepsia dismotilitas (dismotility-like dyspepsia) Pada dispepsia dismotilitas, umumnya terjadi gangguan motilitas, di antaranya: waktu pengosongan lambung lambat, abnormalitas kontraktil, abnormalitas mioelektrik lambung, refluks gastroduodenal. Penderita dengan dispepsia fungsional biasanya sensitif terhadap produksi asam lambung yang meningkat. Kelainan psikis, stres, dan faktor lingkungan juga dapat menimbulkan dispepsia fungsional. Hal ini dapat dijelaskan kembali pada faal saluran cerna pada proses pencernaan yang mendapat mengaruh dari nervus vagus. Nervus vagus tidak hanya merangsang sel parietal secara langsung, tetapi memungkinkannya efek dari antral gastrin dan rangsangan lain dari sel parietal. Dengan melihat, mencium bau, atau membayangkan suatu makanan saja sudah terbentuk asam lambung yang banyak, yang mengandung HCl dan pepsin. PATOFISIOLOGI Proses patofisiologi yang paling banyak dibicarakan dan potensial berhubungan dengan dispepsia fungsional adalah hipersekresi asam lambung, infeksi Helicobacter pylori, dismotilitas gastrointestinal, dan hipersensitivitas viseral. a. Sekresi asam lambung. Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat sekresi asam lambung yang rata-rata normal, baik sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin. Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut. b. Helicobacter pylori. Dipengaruhi oleh 3 faktor : Host : lokasi,durasi,repon inflamasi dan genetik Agent : struktur,adhesin,porin,enzim(urease vac A,cagA,dl) Lingkungan : OAINS,as.lambung,empedu dan faktor iritan ainnya c. Dismotilitas gastrointestinal. Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan adanya hipomotilitas antrum. Tapi harus dimengerti bahwa proses motilitas gastrointestinal merupakan proses yang sangat kompleks, sehingga gangguan pengosongan lambuk tidak dapat mutlak mewakili hal tersebut. d. Ambang rangsang persepsi. Dinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor kimiawi, reseptor mekanik, dan nociceptor. Berdasarkan studi, tampaknya kasus dispepsia ini mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap disetensi balon di gaster atau duodenum. e. Disfungsi autonom. Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas gastrointestinal pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proximal lambung waktu menerima makanan, sehingga menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang. f. Aktivitas mioelektrik lambung. Adanya disritmia mioelektrik lambung pada pemeriksaan elektrogastrografi dilaporkan terjadi pada beberapa kasus dispepsia fungsional, tetapi hal ini bersifat inkonsisten. g. Hormonal. Peran hormonal belum jelas dalam patogenesis fungsional. Dilaporkan adanya penurunan kadar hormon motilin yang menyebabkan gangguan motilitas antroduodenal. Dalam beberapa percobaan, progesteron, estradiol, dan prolaktin mempengaruhi kontraktilitas otot polos dan memperlambat waktu transit gastrointestinal. h. Diet dan faktor lingkungan. Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia fungsional dibandingkan kasus kontrol. i. Psikologis. Adanya stres akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus stres sentral. Korelasi antara faktor psikologis stres kehidupan, fungsi autonom, dan motilitas tetap masih kontroversial. Tidak didapatkan kepribadian yang karakteristik untuk kelompok dispepsia fungsional ini, walaupun dilaporkan dalam studi terbatas adanya kecenderungan masa kecil yang tidak bahagia, adanya sexual abuse, atau adanya gangguan psikiatrik pada kasus dispepsia fungsional. MANIFESTASI KLINIS Keluhan yang sering diajukan pada sindroma dispepsia ini adalah: a. b. c. Dispepsia fungional tipe ulkus : nyeri ulu hati dominan dan nyeri pada malam hari Dispepsia fungsional tipe dismotilitas : kembung,mual,cepat kenyang Dispepsia non spesifik : gejala tidak ada yang bersifat dominan Ulkus Peptik Rasa sakit timbul sesudah makan Rasa sakit di sebelah kiri Sering terjadi anoreksia Nyeri waktu malam dapat terjadi Gejala Alarm Dispepsia: Ulkus duodenum Rasa sakit timbul sebelum makan Rasa sakit disebelah kanan Gizi pasien baik Sering terjadi nyeri waktu malam Gejala muncul pertama kali di usia >55 th Nyeri menelan Ada keluarga dgn kanker lambung Anemia kurang zat besi yg tdk jelas sebabnya Turun berat badan tanpa sebab yang jelas Muntah yang terus menerus Ada perdarahan saluran cerna Adanya pembesaran kelenjar getah bening Sulit menelan yg semakin berat Kulit menjadi kuning (ikterus) DIAGNOSIS Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya pada sindroma dispepsia. Oleh karena itu, sindroma dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala dari penyakit saluran cerna, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan penyakitnya, maka diperlukan beberapa pemeriksaan, selain pemeriksaan fisik, juga diperlukan pemeriksaan penunjang. Pada dasarnya, langkah pemeriksaan penunjang diagnostik adalah untuk mengeksklusi gangguan organik atau biokimiawi. Pemeriksaan laboratorium (gula darah, fungsi tiroid, fungsi pancreas, dan sebagainya), radiologi (barium meal, USG), dan endoskopi merupakan langkah yang paling penting untuk eksklusi penyebab organik ataupun biokimiawi. Untuk menilai patofisiologinya, dalam rangka mencari dasar terapi yang lebih kausatif, berbagai pemeriksaan dapat dilakukan, walaupun aplikasi klinisnya tidak jarang dinilai masih kontroversial. Misalnya pemeriksaan pH-metri untuk menilai tingkat sekresi asam lambung; manometri untuk menilai adanya gangguan fase III migrating motor complex (MMC); elektrogastrografi, skintigrafi, atau penggunaan pellet radioopaq untuk mengukur waktu pengosongan lambung, Helicobacter pylori, dan sebagainya. Pemeriksaan Fisik Nyeri ulu hati ,di garis kiri tengah perut Adanya penurunan BB Nyeri tekan,perut diam tanpa peristaltik usus peritonitis Goncangan perut (succusion splashing) setelah 4-5jam makan disertai muntah-muntah menunjukkan adanya stenosis pylorus Takikardi,syok hipovolemiktanda pendarahan Pemeriksaan penunjang a. Laboratorium. Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, seperti pemeriksaan darah, urine, dan tinja secara rutin. I. Darah Dari pemeriksaan darah, bila ditemukan leukositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Ini adalah tes laboratorium non invasif untuk antibodi terhadap H. pylori.Berbagai metode ada, termasuk: Elisa - melengkapi fiksasi - aglutinasi lateks. Pengujian antibodi IgG adalah yang paling sensitif seperti pernah terinfeksi dengan organisme respon IgG terlihat pada 95%, respon IgA dalam 68-80% dan respon IgM dalam hanya 14% pasien yang terinfeksi. Mayoritastes dilakukan pada darah dan sensitivitas tes antibodi saliva rendah,mungkin karena mayoritas antibodi IgA saliva adalah bukan IgG . Serologi H. pylori berguna dalam skrining populasi tetapi sebagian kecil pasien lansia tidak me-mount respons IgG dan sampai dengan 31% pasien dengan serologi positif mungkin tidak memiliki infeksi aktif. Tingkat antibodimenjatuhkan pemberantasan sangat lambat berikut organisme dan hingga 65% dari pasien mungkin tetap positif selama 12 bulan pasca pengobatan.Serologi demikian tidak berguna dalam menilai pemberantasan. II. Tinja Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak, berarti kemungkinan pasien menderita malabsorbsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsi tukak, sebaiknya diperiksa asam lambungnya Pengujian antigen tinja mengidentifikasi pylori infeksi aktif H dengan mendeteksi adanya antigen H pyloridalam feses. Tes ini lebih akurat dibandingkan tes antibodi dan lebih murah daripada tes napas urea. III. Nafas CUBT (Carbon Urea Breath Test) Tes napas, yang tergantung pada degradasi urease urea untuk menghasilkan karbon dioksida yang kemudian muncul dalam menghembuskan nafas yang merupakan terapi non-invasif. Dua metode telah digunakan dengan baik 14C (dosis radioaktif kecil, tapi murah) atau 13C (a, stabil non-radioaktif dosis tetapi lebih mahal). Indikasi : Tes ini dapat memastikan sukses pemberantasan dengan syarat pasien tidak menggunakan inhibitor pompa proton (PPI), bismut atau dalam waktu 4 minggu penggunaan antibiotik. Tes yang paling akurat untuk H.Pylori adalah tes napas urea. Tes napas dilakukan dengan meminta pasien untuk menelan karbon berlabel urea yang dimetabolisme oleh H. pylori menghasilkan urease untuk menghasilkan karbon dioksida berlabel. Kedmudian diserap ke dalam aliran darah dan kemudian dihembuskan dalam napas individu yang terinfeksi Syarat CUBT: Setelah puasa semalam keadaan pasien ke laboratorium sampling dansampel napas dasar diperoleh 75mg urea 13C yang tertelan dan sampel napas berikutnya diambil pada 20 menit Para 13CO2 dihembuskan diukur dalam spektrometer massa Hasil ini didasarkan pada peningkatan 13CO2 dalam napas (delta nilai13CO2: 12CO2 rasio). . b. Radiologis. Pemeriksaan radiologis banyak menunjang diagnosis suatu penyakit di saluran cerna. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran cerna bagian atas dan sebaiknya menggunakan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal, akan tampak peristaltik di oesophagus yang menurun terutama di bagian distal, tampak antiperistaltik di antrum yang meninggi, serta sering menutupnya pylorus sehingga sedikit barium yang masuk ke intestinal. Pada tukak, baik di lambung maupun di duodenum, akan terlihat gambaran yang disebut niche, yaitu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar licin. c. Endoskopi. Pemeriksaan endoskopi dari saluran cerna bagian atas akan banyak membantu menentukan diagnosis. Yang perlu diperhatikan adalah ada-tidaknya kelainan di oesophagus, lambung, duodenum. Di tempat tersebut perlu diperhatikan warna mukosa, lesi, tumor (jinak atau ganas). - Jika endoskopi diindikasikan kemudian tes urease cepat adalah cara paling murah untuk menilai infeksi H. pylori. Jika biopsi sedang dilakukan (seperti kasus ulkus lambung) maka histologi harus mengidentifikasi organisme jika biopsi antral yang tepat diambil. Kultur dari organisme, PCR dan tes suspectibility antibiotik atau biopsiantral tidak dianjurkan untuk diagnosis rutin tetapi memiliki peran yang berkembang dalam penelitian, terutama pada pasien yang gagal pengobatan berulang kali dan resistensi antibiotik monitor daerah. d. Ultrasonografi (USG) merupakan sarana diagnostik yang non-invasif. Akhir-akhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat, dan pada kondisi pasien yang berat sekalipun dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan alat USG pada sindroma dispepsia terutama bila ada dugaan kelainan di tractus biliaris, pancreas, kelainan di tiroid, bahkan juga ada dugaan di oesophagus dan lambung. DIAGNOSIS BANDING Penyakit jantung iskemik sering memberi keluhan nyeri ulu hati, panas di dada, perut kembung, perasaan lekas kenyang. Penderita infark miokard dinding inferior juga sering memberikan keluhan rasa sakit perut di atas, mual, kembung, kadang-kadang penderita angina mempunyai keluhan menyerupai refluks gastroesofageal. Penyakit vaskular kolagen, terutama pada sklerodema di lambung atau usus halus, akan sering memberi keluhan sindroma dispepsia. Rasa nyeri perut sering ditemukan pada penderita SLE, terutama yang banyak mengkonsumsi kortikosteroid. KOMPLIKASI Intraktibilitas (ulkus yang membandel) - Paing sering terjadi pada ulkus peptikum - Pasien mengalami gangguan tidur,kehilangan waktu bekerja - Tindakan bedah sering dianjurkan Obstruksi - Obstruksi saluran keluar ambung akibat edema dan peradangan,pilorospasme - atau jaringan parut Sering terjadi pada penderita tukak duodenum Gejala : anoreksi,muntah,BB turun Terapi :koreksi cairan dan elektrolit,dekompresi lambung dengan NGT dan piloroplasti Perdarahan - Ditemukan sekitar 15-25% - Tempat perdarahan tersering ialah dinding posterior bulbus duodenum(erosi - a.pankreatikoduodenai dan a.gastroduodenalis) Tes dararh samar feses positif (tes guaiac positif) atau feses berwarna hitam - (melena) Perdarahan masif dapat menyebabkan hematemesis,menimbulkan syok dan perlu transfusi darah Perforasi - Disebabkan oleh berlebihnya sekresi asam dan akibat OAINS yang menurunkan - ATP sehingga rentan terhadap stress oksida Adanya nyeri abdomen yang menyiksa sehingga pasien takut untuk bergerak atau - bernapas Diagnosis ditegakkan dengan adanya gambaran bulan sabit translusen antara bayangan hati dan diafragma karena adanya udara bebas dalam rongga peritoneal,pada pemeriksaan fisik auskultasi redup dan palpasi abdomen keras seperti papan PROGNOSIS Dispepsia fungsional yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat mempunyai prognosis yang baik. LI.5. Memahami & Menjelaskan Tatalaksana Sindroma Dispepsia Pengelolaan penderita dengan sindroma dispepsia secara garis besar pada umumnya sama. Penderita yang mempunyai keluhan ringan umumnya dapat dilakukan dengan berobat jalan, sedangkan yang mempunyai keluhan berat dengan atau tanpa komplikasi sebaiknya dirawat di rumah sakit. a. TERAPI FARMAKOLOGIS Antasid Sistemik Natrium bikarbonat Natrium bikarbonat cepat menetralkan HCl lambung karena daya larutnya tinggi. Karbon dioksida yang tebentuk dalam lambung dapat menimbulkan sendawa. Distensi lambung dapat terjadi dan dapat menimbulkan perforasi. Selain menimbulkan alkalosis metabolik, obat ini dapat menyebabkan retensi natrium dan edema. Natrium bikarbonat sudah jarang digunakan sebagai antasid. Obat ini digunakan untuk mengatasi asidosis metabolik, alkalinisasi urin, dan pengobatan lokal pruritus. Natrium bikarbonat tersedia dalam bentuk tablet 500-1000 mg. Satu gram natrium bikarbonat dapat menetralkan 12 mEq asam. Dosis yang dianjurkan 1-4 gram. Pemberian dosis besar NaHCO 3 atau CaCO3 bersama susu atau krim pada pengobatan tukak peptik dapat menimbulkan sindrom alkali susu (milk alkali syndrom) b. Antasid Non-sistemik Aluminium hidroksida-- Al(OH)3 Daya menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi masa kerjanya paling panjang. Al(OH)3 bukan merupakan obat yang unggul dibandingkan dengan obat yang tidak larut lainnya. Al(OH)3 dan sediaanya Al (aluminium) lainnya dapat bereaksi dengtan fosfat membentuk aluminium fosfat yang sukar diabsorpsi di usus kecil, sehingga eksresi fosfat melalui urin berkurang sedangkan melalui tinja bertambah. Ion aluminium dapat bereaksi dengan protein sehingga bersifat astringen. Antasid ini mengadsorbsi pepsin dan menginaktivasinya. Absorsi makanan setelah pemberian Al tidak banyak dipengaruhi dan komposisi tinja tidak berubah. Aluminium juga bersifat demulsen dan adsorben. Efek samping Al(OH)3 yang utama ialah konstipasi. Ini dapat diatasi dengan memberikan antasid garam Mg. Mual dan muntah dapat terjadi. Gangguan absorbsi fosfat dapat terjadi sehingga menimbulkan sindrom deplesi fosfat disertai osteomalasia. Al(OH)3 dapat mengurangi absorbsi bermacam-macam vitamin dan tetrasiklin. Al(OH)3 lebih sering menyebabkan konstipasi pada usia lanjut. Aluminium hidroksida digunakan untuk tukak peptik, nefrolitiasis fosfat dan sebagai adsorben pada keracunan. Antasid Al tersedia dalam bentuk suspensi Al(OH) 3 gel yang mengandung 3,6-4,4% Al2O3. Dosis yang dianjurkan 8 mL. Tersedia juga dalam bentuk tablet Al(OH)3 yang mengandung 50% Al2O3. Satu gram Al(OH)3 dapat menetralkan 25 mEq asam. Dosis tunggal yang dianjurkan 0,6 gram. Kalsium karbonat Kalsium karbonat merupakan antasid yang efektif karena mula kerjanya cepat, maka daya kerjanya lama dan daya menetralkannya cukup lama. Kalsium karbonat dapar menyebabkan konstipasi, mual, muntah, pendarahan saluran cerna dan disfungsi ginjal, dan fenomena acid rebound. Fenomena tersebut bukan berdasarkan daya netralisasi asam, tetapi merupakan kerja langsung kalsium di antrum yang mensekresi gastrin yang merangsang sel parietal mengeluarkan HCl (H+). Sebagai akibatnya sekresi asam pada malam hari akan sangat tinggi yang akan mengurangi efek netralisasi obat ini. Efek serius yang dapat terjadi ialah hiperkalsemia, kalsifikasi metastatik, alkalosis, azotemia, terutama terjadi pada penggunaan kronik kalisium karbonat bersama susu dan antasid lain (milk alkali syndrom). Pemberian 4 g kalsium karbonat dapat menyebabkan hiperkalsemia ringan, sedangkan pemberian 8 g dapat menyebabkan hiperkalsemia sedang. Kalsium karbonat tersedia dalam bentuk tablet 600 mg dan 1000 mg. Satu gram kalsium karbonat dapat menetralkan 21 mEq asam. Dosis yang dianjurkan 1-2 gram. Magnesium hidroksida -- Mg(OH)2 Magnesium hidroksida digunakan sebagai katartik dan antasid. Obat ini praktis, tidak larut, dan tidak efektif sebelum obat ini berinteraksi dengan HCl membentuk MgCl 2. Magnesium hidroksida yang tidak bereaksi denagn HCl akan tetap berada dalam lambung dan akan menetralkan HCl yang disekresi belakangan sehingga masa kerjanya lama. Antasid ini dan natrium bikarbonat sama efektif dalam hal menetralkan HCl. Ion magnesium dalam usus akan cepat diabsorbsi dan cepat dieksresi melalui ginjal, hal ini akan membahayakan pasien yang fungsi ginjalnya kurang baik. Ion magnesium yang diabsorbi akan bersifat sebagai antasid sistemik sehingga dapat menimbulkan alkali uria, tetapi jarang alkalosis. Pemberian kronik magnesium hidroksida akan menyebabkan diare akibat efek katartiknya, sebab magnesium yang larut tidak diabsorbsi, tetapi tetap berada dalam usus dan akan menarik air. Sebanyak 5-10% magnesium diabsorbsi dan dapat menimbulkan kelainan neurologik, neuromuskular, dan kardiovaskular. Sediaan susu magnesium (milk of magnesium) berupa suspensi yang berisi 7-8,55 Mg(OH). Satu ml susu magnesium dap menetralkan 2,7 mEq asam. Dosis yang dianjurkan 5-30 ml. Bentuk lain ialah tablet susu yang berisi 325 mg Mg(OH) 2 yang dapat dinetralkan 11,1 mEq asam. Magnesium trisiklat Magnesium trisiklat (Mg2Si3O8H2O) sebagai antasid non sistemik, bereaksi dalam lambung sebagai berikut: Silikon dioksid berupa gel yang terbentuk dalam lambung diduga berfungsi menutup tukak. Sebanyak 7% silika dari magnesium trisiklat akan diabsorbsi melalui usus dan dieksresi dalam urin. Silika gel dan megnesium trisiklat merupakan adsorben yang baik; tidak hanya mengadsorbsi pepsin tetapi juga protein dan besi dalam makanan. Mula kerja magnesium trisiklat lambat, untuk menetralkan HCl 30% 0,1 N diperlukan waktu 15 menit, sedangkan untuk menetralkan HCl 60% 1,1 N diperlukan waktu satu jam. Dosis tinggi magnesium trisiklat menyebabkan diare. Banyak dilaporkan terjadi batu silikat setelah penggunaan kronik magnesium trisiklat. Ditinjau dari efektivitasnya yang rendah dan potensinya yang dapat menimbulakan toksisitas yang khas, kurang beralasan mengunakan obat ini sebagai antasid. Magnesium trisiklat tersedia dalam bentuk tablet 500mg; dosis yang dianjurkan 1-4 gram. Tersedia pula sebagai bubuk magnesium trisiklat yang mengandung sekurang-kurangnya 20% MgO dan 45% silikon dioksida. Satu gram magnesium trisiklat dapat menetralkan 13-17 mEq asam. c. Obat Penghambat Sekresi Lambung Penghambat pompa proton Penghambat pompa proton merupakan penghambat sekresi asam lambung yang lebih kuat dari AH2. Obat ini bekerja di proses akhir pembentukan asam lambung, lebih distal dari AMP. Saat ini, yang digunakan di klinik adalah omeprazol, esomeprazol, lansoprazol, rebeprazol, dan pantoprazol. Perbedaan antara kelima obat tersebut adalah subtitusi cinci piridin dan/atau benzimidazol. Omeprazol adalah campuran resemik isomer R dan S. Esomeprazol adalah campuran resemik isomer omeprazol (Someprazol) yang mengalami eliminasi lebih lambat dari R-omeprazol. Farmakodinamik. Penghambat pompa proton adalah prodrug yang memebutuhkan suasana asam untuk aktivasinya. Setelah diabsorbsi dan masuk ke sirkulasi sistemik, obat ini akan berdifusi ke parietal lambung, terkumpul di kanalikuli sekretoar, dan mengalami aktivasi di situ membentuk sulfonamid tetrasiklik. Bentuk aktif ini berikatan dengan gugus sulfhidril enzim H+, K+, ATP-ase (enzim ini dikenal sebagai pompa proton) dan berada di membran sel parietal. Ikatan ini mengakibatkan terjadinya penghambatan enzim tersebut. Produksi asam lambung berhenti 80%-95% setelah penghambatan pompa poroton tersebut. Penghambatan berlangsung lama antara 24-48 jam dan dapat menurunkan sekresi asam lambung basal atau akibat stimulasi, terlepas dari jenis perangsangnya histamin, asetilkolin, atau gastrin. Hambatan ini sifatnya irreversibel, produksi asam kembali dapat terjdai 3-4 hari pengobatan dihentikan. Farmakokinetik. Penghambat pompa proton sebaiknya diberikan dalam sediaan salut enterik untuk mencegah degradasi zat aktif tersebut dalam suasana asam. Sediaan ini tidak mengalami aktivasi di lambung sehingga bio-availabilitasnya labih baik. Tablet yang dipecah dilambung mengalami aktivasi lalu terikat pada berbagai gugus sulfhidril mukus dan makanan. Bioalvailabilitasnya akan menurun sampai dengan 50% karena pengaruh makanan. Oleh sebab itu, sebaiknya diberikan 30 menit setelah makan. Obat ini mempunyai masalah bioalvailabilitas, formulasi berbeda memperlihatkan persentasi jumlah absorbsi yang bervariasi luas. Bioalvailabilitas yang bukan salut enterik meningkat dalam 5-7 hari, ini dapat dijelaskan dengan berkurangnya prosuksi asam lambung setelah obat bekerja. Obat ini dimetabolisme di hati oleh sitokrom P 450 (CYP), terutama CYP2P19 dan CYP3A4. Indikasi. Indikasi obat ini sama dengan AH2 yaitu pada penyakit peptik. Terhadap sindrom Zollinger-Ellison, obat ini dapat menekan produksi asam lambung lebih baik pada AH2 pada dosis yang efek sampingnya tidak terlalu mengganggu. Efek samping. Efek samping yang umum terjadi adalah mual, nyeri perut, konstipasi, flatulence, dan diare. Dilaporkan pula terjadi miopati subakut, atralgia, sakit kepala, dan ruam kulit. Sediaan dan posologi. Omeprazol tersedia dalam bentuk kapsul 10 mg dan 20 mg, diberikan 1 kali/hari selama 8 minggu. Esomeprazol tersedia dalam bentuk salut enterik 20 mg dan 40 mg, serta sediaan vial 40 mg/10 ml. Pantoprazol tersedia dalam bentuk tablet 20 mg dan 40 mg. d. Antagonis Reseptor H2 Antagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam lambung. Burinamid dan metiamid merupakan antagonis reseptor H2 yang pertama kali ditemukan, namun karena toksik tidak digunakan di klinik. Antagonis reseptor H 2 yang ada saat ini adalah simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidin. Antagonis reseptor H2 merupakan obat yang efektif dan relatif aman untuk pasien dengan hipersekresi asam lambung, misalnya untuk pasien tukak duodenum dan tukak lambung. Golongan obat ini menggeser penggunaan antasid yang membutuhkan pemberian yang lebih sering sehingga dapat mengurangi kepatuhan pasien. Bagi pasien yang menggunakan obat lain/banyak obat, nampaknya akan lebih aman menggunakan ranitidin, famotidin, atau nizatidin yang tidak/kurang kemungkinannya dibandingkan simetidin untuk mengadakan interaksi dengan obat lain yang merupakan substrat enzim sitokrom P450. Dibandingkan simetidin, kemungkinan efek samping ranitidin, famotidin, dan nizatidin nampaknya lebih kecil, termasuk kemungkinan di antaranya kemungkinan impotensi dan ginekomastia karena ketiga obat tersebut tidak mengikat reseptor androgen. Farmakodinamik Simetidine dan ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung, sehingga pada pemberian simetidin atau ranitidin sekresi cairan lambung dihambat. Farmakokinetik Bioavaibilitas oral simetidin sekitar 70%, sama dengan setelah pemberian IV atau IM. Absorpsi simetidin diperlambat oleh makanan. Absorpsi terjadi pada menit ke 60-90. Masa paruh eliminasi sekitar 2jam. Bioavaibilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada pasien penyakit hati. Pada pasien penyakit hati masa paruh ranitidin juga memanjang meskipun tidak sebesar pada gagal ginjal. Kadar puncak plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah pengguanaan 150 mg ranitidin secara oral, dan yang terikat protein plasma hanya 15%.Sekitar 70% dari ranitidin yang diberikan IV dan 30% dari yang diberikan secara oral diekskresi dalam urin Indikasi Simetidin dan ranitidin diindikasikan untuk tukak peptik. Antihistamin H2 sama efektif dengan pengobatan itensif dengan antasid untuk penyembuhan awal tukak lambung dan duodenum. Antihistamin H2 juga bermanfaat untuk hipersekresi asam lambung pada sindrom Zollinger-Ellison. Penggunaan antihistamin H2 dalam bidang dermatologi seringkali digunakan ranitidin atau simetidin untuk pengobatan gejala dari mastocytosis sistematik, sperti urtikaria dan pruritus. Pada beberapa pasien pengobatan digunakan dosis tinggi. e. Prokinetik Yang termasuk obat golongan ini adalah bathanecol, metoklopramid, domperidon, cisapride. Bathanecol Termasuk obat kalinomimetik yang menghambat asetilkolin esterase. Obat ini dipakai untuk mengobati penderita dengan refluks gastroesophageal, makanan yang dirasa tidak turun, transit oesophageal yang melantur, gastroparesis, kolik empedu. Efek sampingnya cukup banyak, terutama pada aksi parasimpatis sistemik, di antaranya adalah sakit kepala, mata kabur, kejang perut, nausea dan vomitus, spasme kandung kemih, berkeringat. Oleh karena itu, obat ini mulai tidak digunakan lagi. Metoklopramid Secara kimia, obat ini ada hubungannya dengan prokainamid yang mempunyai efek anti-dopaminergik dan kolinomimetik. Jadi, obat ini berkhasiat sentral maupun perifer. Khasiat metoklopramid antara lain: - meningkatkan pembedaan asetilkolin dari saraf terminal postganglion kolinergik, - merangsang reseptor muskarinik pada asetilkolin, dan - merupakan reseptor antagonis dopamin Jadi, dengan demikian, metoklopramid akan merangsang kontraksi dari saluran cerna dan mempercepat pengosongan lambung. Efek samping yang ditimbulkan oleh obat ini antara lain reaksi distonik, iritabilitas atau sedasi, dan efek samping ekstrapiramidal karena efek antagonisme dopamin sentral dari metoklorpamid. Pemberian dosis tinggi pada anak dapat menyebabkan hipertonis dan kejang. Domperidon Domperidon merupakan derivat benzimidazol. Karena domperidon merupakan antagonis dopamin perifer dan tidak menembus sawar darah otak, maka tidak mempengaruhi reseptor dopamin saraf pusat, sehingga mempunyai efek samping yang rendah daripada metoklopramid. Pemberian obat ini akan meningkatkan tonus sphincter oesophagus bagian bawah sehingga mencegah terjadinya refluks gastroesophagus. Obat ini akan meningkatkan koordinasi antroduodenal, dan memperbaiki motilitas lambung yang sedang terganggu, yaitu dengan jalan meningkatkan kontraktiliitas serta menghambat relaksasi lambung sehingga pengosongan lambung akan lebih cepat. Domperidon bermanfaat untuk pengobatan dispepsia yang disertai masa pengosongan yang lambat, refluks gastroesophagus, anoreksia nervosa, gastroparesis. Demikian pula bermanfaat sebagai obat antiemetik pada penderita pasca-bedah, bahkan efektif sebagai pencegah muntah pada penderita yang mendapat kemoterapi. Efek sampingnya lebih rendah daripada metoklopramid, yaitu mulut kering, kulit gatal, diare, pusing. Pada pemberian jangka panjang atau dosis tinggi, efeknya akan meningkatkan sekresi prolaktin, dan dapat menimbulkan ginekomasti pada pria, serta galaktore dan amenore pada wanita. Cisapride Cisapride merupakan derivat benzidamide dan tergolong obat prokinetik baru yang mempunyai khasiat memperbaiki motilitas seluruh saluran cerna. Obat ini mempunyai spektrum yang luas. Pada penderita dengan dispepsia, dimana sering terjadi gangguan motilitas pada saluran cerna bagian atas, obat ini bermanfaat untuk memperbaiki. Hal ini disebabkan karena cisapride meningkatkan tonus sphincter oesophagus bagian bawah, peristaltik oesophagus, dan pengosongan oesophagus. Di samping itu, akan meningkatkan peristaltik antrum, memperbaiki koordinasi gastro-duodenum dan mempercepat pengosongan lambung. Manfaat cisapride pada saluran cerna bagian bawah yaitu akan merangsang aktivitas motorik usus halus dan kolon sehingga mempercepat transit di sini. Jadi, obat ini juga bermanfaat pada pseudo-obstruksi usus kronis idiopatik, pada penderita konstipasi karena paraplegia, dan pemakai obat laxatif yang menahun. Efek samping yang ditimbulkannya yaitu borborigmi, diare, dan rasa kejang di perut yang sifatnya sementar. f. Sitoprotektive agent Agen Cytoprotective merangsang produksi lendir dan meningkatkan aliran darah ke seluruh lapisan saluran pencernaan. Agen ini juga bekerja dengan membentuk lapisan yang melindungi jaringan ulserasi. Contoh agen Cytoprotective termasuk misoprostol dan sukralfat. Misoprostol (Cytotec) Misoprostol merupakan analog prostaglandin yang dapat digunakan untuk menurunkan kejadian tukak lambung dan komplikasi jangka panjang pengguna NSAID yang berisiko tinggi. Sukralfat (Carafate) Sukralfat mengikat dengan protein bermuatan positif dalam eksudat dan membentuk zat perekat kental yang melindungi lapisan GI terhadap pepsin, asam lambung, dan garam empedu. Hal ini digunakan untuk jangka pendek pengelolaan bisul. Antibiotik H pylori PPI rejimen berbasis terapi tiga untuk H pylori terdiri dari PPI, amoksisilin, dan clarithromycin selama 7-14 hari. Sebuah durasi yang lebih lama pengobatan (14 vs d 7 d) tampaknya menjadi lebih efektif dan saat ini perawatan yang dianjurkan.Amoksisilin harus diganti dengan metronidazol dalam penisilin-alergi pasien saja, karena tingginya tingkat resistensi metronidazol. [41] Pada pasien dengan ulkus rumit disebabkan oleh H pylori, pengobatan dengan PPI di luar kursus 14-hari antibiotik dan sampai konfirmasi pemberantasan H pylori dianjurkan. g. Pembedahan a. b. c. Vagotomi - Pemotongan n.vagus menghilangkan fase sefalik - Vagotomi trunkus konvensional: mengurangi sekresi lambung dan motilitas serta pengosongan - Vagotomi selektif : n.vagus cabang lambung saja yang dipotong - Vagotomi superselektif: potong yang mempersarafi daerah penyekresi asam di lambung - Vagotomi trunkal posterior dan seromiotomi : dengan laparoskpi,denervasi seluruh kurvatura minor dan kurangi sekresi asam Antrektomi - Pembuangan seluru antrum lambung - Mengilangakan fase hormonal dan fase gastrik Gastrektomi parsial - Pembuangan 50-75% distal lambung - Menyebabkan pembuang mukosa penyekresi asam dan pepsin - Setelah itu dilakukan anastomosis lambung dengan duodenum (gastroduodenostomi/billroth I) atau dengan jejunum (gastrojejunostomi/bilroth II) TERAPI NONFARMAKOLOGIS DAN PENCEGAHAN Diet merupakan peranan yang terpenting. Pada garis besarnya yang dipakai ialah cara pemberian diet seperti yang diajukan oleh Sippy 1915 hingga dikenal pula Sippy’s diet. Sekarang lebih dikenal dengan diet lambung yang sudah disesuaikan dengan masyarakat Indonesia. Dasar diet tersebut ialah makan sedikit dan berulang kali, makan makanan yang mengandung susu dalam porsi kecil. Jadi makanan yang dimakan harus lembek, mudah dicerna, tidak merangsang, dan kemungkinan dapat menetralisir HCl. Pemberiannya dalam porsi kecil dan berulang kali. Dilarang makan pedas, asam, alkohol.