KONSEP HABITUASI DA MENURUT IR DALAM BUKU “HO

advertisement
KONSEP HABITUASI DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER
MENURUT IR. FELIX YANUAR SIAW
DALAM BUKU “HOW TO MASTER YOUR HABITS”
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata I (S.1)
Dalam Bidang Pendidikan Islam
Oleh:
DIAH KUMALA SARI
NIM: 211158
PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ (UNISNU) JEPARA
2015
NOTA PEMBIMBING
Lamp : I Berkas
Hal
: Naskah Skripsi
A.n.Sdr. Diah Kumala Sari
Kepada:
Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
UNISNU Jepara
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Setelah membaca, mengoreksi dan mengadakan perbaikan seperlunya
terhadap skripsi Saudara:
Nama : Diah Kumala Sari
NIM
: 211158
Judul
: Konsep Habituasi Dalam Pembentukan Karakter Menurut
Ir. Felix Yanuar Siaw Dalam Buku “How To Master Your
Habits”
Dengan
ini
saya
mohon
agar
skripsi
saudara
tersebut
dapat
dimunaqosahkan. Demikian Nota Pembimbing ini, atas perhatian Bapak, kami
sampaikan terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jepara, 07 Agustus 2015
Pembimbing Skripsi
Drs. H. Mahalli Djufri, M.Pd
ii
MOTTO
            
               
     
Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?, (1)
Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu, (2)
Yang memberatkan punggungmu (3) Dan Kami tinggikan
bagimu sebutan (nama) mu (4) Karena Sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan, (5) Sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (6) Maka apabila
kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, (7) Dan
hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (8)
(Q.S Al- Insyirah 1-8)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
 Allah Swt dan Baginda Rasulullah Saw. Semoga sholawat dan salam
selalu tercurah untuk beliau. Saw.
 Ayahanda Nur Sahid dan Ibunda Rumiyati yang telah mendidikku,
semoga Allah SWT memberikan rahmat, hidayah dan maghfirah kepada
mereka.
 Kakak-kakakku tercinta, Sri Astutik dengan suaminya Khumaidi dan
Rismawati dengan suaminya Musyafa, yang selalu menguatkanku dalam
menghadapi setiap aral perjalananku.
 Untuk seseorang yang kelak akan setia menemaniku dalam mengarungi
samudera kehidupan dengan keanggunan pribadinya. Semoga Allah Swt
selalu menyertai kita dalam setiap langkah, menuju akhir kehidupan
husnul khotimah dan menjadi pasangan bahagia dunia dan akhirat.
 Para pembimbing hidupku yang selalu memberikan Bantuan, Arahan
dan Petuahnya.
 Rekan-rekan dan sahabat-sahabatku yang setia menemani dalam setiap
lintas kehidupanku.
 Dan terakhir untuk semua orang yang telah mewarnai lembaranlembaran kehidupanku dengan guratan-guratan Tinta Hikmah yang
sangat berharga
v
KATA PENGANTAR
Segala puji begi Allah SWT ayang telah mencurahkan segala kenikmatan
dan rahmat-Nya kepada hamba-hambanya
khususnya bagi penulis, sehingga
skripsi ini bisa terselesaikan dengan lancar. Shalawat serta salam selalu tercurah
kepada baginda Rosulullah Muhammad SAW yang selalu kita nanti-nantikan
syafa’atnya dihari akhir nanti. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini
tidak akan terselesaikan tanpa adanya pertolongan dari Allah SWT kepada hambahamba-Nya. Oleh karena itu dengan hati tulus penulis menyampaikan rasa
terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak seraya berdo’a semoga
Allah selalu senantiasa memberikan yang terbaik bagi mereka yang tersebut
dibawah ini, amin:
1. DR. KH. MA. Sahal Mahfudz (Almarhum), selaku Rektor INISNU Jepara
2. Prof. Dr. KH. Muhtarom HM. Selaku Rektor UNISNU Jepara.
3. Drs. H. Akhirin Ali, M.Ag. Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan UNISNU Jepara.
4. Drs. H. Mahalli Djufri, M.Pd. Selaku Dosen Pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan
arahan dalam penulisan skripsi ini.
5. Semua Staf Civitas Akademika UNISNU Jepara yang telah banyak
memberikan dukungan kepada penulis , sehingga penulis mampu
menyelesaikan tugas ini dengan baik.
vi
6. Ayah, ibu dan serta saudara-saudara saya tercinta yang telah memberikan
dukungannya baik secara moral maupun materiil untuk penyelesaian
penulisan skripsi ini
7. Rekan-rekan seperjuanganku kelas A2 serta rekan Menwa baik yudha 35
maupun yudha senior dan yunior yang telah memberikan banyak pelajaran
berharga di Resimen Mahasiswa Batalyon 956 UNISNU Jepara.
8. Dan semua saudara-saudaraku seiman seagama yang tak dapat saya sebutkan
satu-persatu.
Semoga amal kebaikan mereka diridhoi oleh Allah SWT, seiring do’a
dan ucapan terimakasih penulis mengharapkan tegur sapa, kritik, dan saran yang
membengun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga
apa yang tertulis dalam skripsi ini bisa bermanfaat bagi kita semua, khususnya
para kaum akademis yang berjuang demi menggapai cita-citanya. Amiin ya
Robbal ‘alamin.
Jepara, 07 Agustus 2015
Penulis
Diah Kumala Sari
vii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul .................................................................................................. i
Nota Pembimbing ............................................................................................. ii
Pengesahan ....................................................................................................... iii
Motto ................................................................................................................. iv
Persembahan .................................................................................................... v
Kata Pengantar ................................................................................................ vi
Daftar Isi ........................................................................................................... vii
Deklarasi ........................................................................................................... xi
Abstraksi ........................................................................................................... xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat ...................................................................... 6
D. Landasan Teori ............................................................................. 7
E. Kajian Pustaka .............................................................................. 9
F. Metode Penelitian ......................................................................... 14
G. Sistematika Penulisan ................................................................... 20
BAB II
HABITUASI DAN KARAKTER
A. Kajian Tentang Habituasi ........................................................... 23
1. Pengertian habituasi ............................................................... 23
2. Konsep habituasi perspektif psikologi dan Islam .................. 25
3. Dasar dan tujuan habituasi ..................................................... 33
B. Kajian tentang Karakter .............................................................. 36
1. Pengertian karakter ................................................................ 36
viii
2. Urgensi karaker ...................................................................... 38
3. Nilai-nilai karakter ................................................................. 39
C. Habituasi dalam Pembentukan Karakter .................................... 46
1. Bentuk-betuk habituasi dalam pembentukan karakter ........... 48
2. Langkah-langkah habituasi dalam pembentukan
karakter .................................................................................. 56
3. Faktor penentu keberhasilan Habituasi dalam
pembentukan karakter ............................................................ 59
BAB III
KONSEP HABITUASI DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER
MENURUT Ir. FELIX YANUAR SIAW DALAM BUKU “ HOW
TO MASTER YOUR HABITS”
A. Biografi Ir. Felix Yanuar Siaw ................................................... 61
B. Perjalanan karir akademik .......................................................... 64
C. Karya-karya Ir. Felix Yanuar Siaw ............................................ 65
D. Pemikiran Ir Felix Yanuar Siaw dalam buku “How To
Master Your Habits .................................................................... 68
1. Konsep, dasar dan tujuan Habituasi menurut Ir. Felix
Yanuar Siaw ........................................................................... 68
2. Konsep Karakter menurut Ir. Felix Yanuar Siaw .................. 73
3. Strategi implementasi Konsep habituasi dalam
pembentukan karakter menurut Ir. Felix Yanuar Siaw .......... 77
a. Habituasi membentuk manusia berkarakter ..................... 77
b. Faktor utama keberhasilan dalam pembentukan
Karakter ........................................................................... 80
1) Practic dan Repetition ............................................... 80
2) Visioner ...................................................................... 81
3) To Be an Expert ......................................................... 81
c. Faktor penghambat habituasi dalam pembentukan
Karakter ........................................................................... 82
1) Pesimis dan banyak alasan ......................................... 82
ix
2) Godaan Syaitan .......................................................... 83
BAB IV ANALISA PEMIKIRAN Ir. FELIX YANUAR SIAW DALAM
BUKU “HOW TO MASTER YOUR HABITS”
A. Analisa Konsep, Dasar dan Tujuan Habituasi ............................ 87
B. Analisa Konsep Karakter ............................................................ 92
C. Analisa Implementasi Habituasi Dalam Pembentukan
Karakter ......................................................................................102
BAB V PENUTUP
A. Simpulan .....................................................................................126
B. Saran-saran .................................................................................127
C. Penutup .......................................................................................129
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BIODATA PENULIS
x
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab penulis menyatakan bahwa
skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau
diterbitkan oleh orang lain. Demikian pula skripsi ini tidak berisi satupun
pikiran-pikiran
orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam
reverensi yang djadikan sebagai bahan rujukan.
Jepara, Agustus 2015
Deklarator
Diah Kumala Sari
NIM. 211158
xi
ABSTRAK
Diah Kumala Sari (NIM 211158). Konsep Habituasi Dalam Pembentukan
Karakter Menurut Ir. Felix Yanuar Siaw dalam buku How To Master Your Habits.
Skripsi. Jepara: Program Strata Satu (SI) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
UNISNU Jepara, 2015.
Kata Kunci: Habituasi, Karakter.
Penelitian ini bertujuan: (1) Untuk mengetahui konsep habituasi dalam
pembentukan karakter. (2) Untuk mengetahui konsep habituasi dalam
pembentukan karakter menurut Ir. Felix Yanuar Siaw dalam buku “How To
Master Your Habits”. (3) Untuk mengetahui Strategi Implementasi konsep Ir.
Felix Yanuar Siaw dalam buku “How To Master Your Habits”.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library
research). Penelitian ini bersifat kualitatif, dimana penyajian data tidak dilakuan
dengan numeric sebagaimana penyajian data secara kuantitatif. Secara
metodologis, tata cara mengungkapkan pemikiran seseorang ataupun pandangan
kelompok orang adalah dengan menggunakan penelitian secara kualitatif. Dalam
penelitian ini terdapat dua macam data,yakni data primer dan data sekunder, Buku
“How To Master Your Habits”, Karangan Ir. Felix Yanuar Siaw yang diterbitkan
oleh: Al-Fatih Press cetakan ke-enam sebagai data primer. Sedangkan Sumber
data sekunder yaitu sumber data yang mendukung dan melengkapi data-data
primer adalah data yang relevan dengan fokus penelitian, yaitu buku-buku
karangan para pemikir lain, majalah, jurnal serta internet. Sedangkan metode
analisa data menggunakan analisis isi (Content analysis) yaitu metode analisis
yang diarahkan pada materi atau teks yang terdapat dalam buku primer. Dan
Pemeriksaan keabsahan data menggunakan tehnik Triangulasi yaitu teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu
untuk keparluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu
Habituasi adalah membiasakan kebiasaan sebagai pembaruan baru yang
seimbang dengan perbaikan yang terus menerus yang menciptakan spiral
pertumbuhan yang meningkat yang akan memberi hasil jangka panjang yang
menguntungkan secara maksimum karena benar-benar menjadi suatu hal yang
secara otomatis terprogram di dalam tubuh manusia yang membentuk bagaimana
pribadi dan ciri khas manusia dan bertanggung jawab terhadap kesuksesan sebagai
manusia. Ir. Felix Yanuar Siaw memberikan penjelasan bahwa tubuh manusia
bereaksi secara otomatis terhadap respon yang datang dari luar. Proses otomatisasi
terhadap respons inilah yang disebut habituasi. Habits adalah penentu nilai
kepribadian dan karakter seseorang, sehingga habitusi baik akan membentuk
karakter baik. Dasar dari habituasi ini kembali kepada potensi (fitrah) yang
dimiliki manusia yang membedakan dengan mahluk lain yaitu akal yang
dipengaruhi oleh pengalaman.
Dari hasil pembehasan dalam skripsi ini diharapkan tanggung jawab
semua pihak baik orang tua, guru, maupun masyarakat, untuk ikut berperan
dalam memberikan hal yang terbaik bagi usaha pembentukan karakter anak yang
baik. Sehingga pembentukan karakter di berbagai lingkungan bisa mencapai
kesuksesan yakni melalui habituasi sebagaimana teladan dan pembiasaan yang
telah di ajarkan oleh Rasulullah sebagai figur teladan bagi seluruh umat manusia.
xii
Lampiran
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA PRIBADI
Nama
NIM
Tempat, tanggal lahir
Agama
Alamat
Telepon, HP






: Diah Kumala Sari
: 131310000381/ 211158
: Jepara, 13 Mei 1993
: Islam
: Bawu, 24/V Batealit Jepara
: 085 640 394 242
PENDIDIKAN
>> Formal




1999-2005
2005-2008
2008- 2011
2011- 2015
: SD Negeri Kampus 01 Bawu Batealit Jepara
: MTs Negeri Bawu Batealit Jepara
: SMA Negeri 01 Tahunan Jepara
: (S-1) FTIK UNISNU Jepara
>> Non Formal

2011


2012
2013
: Pra Pendidikan Dasar Resimen Mahasiswa (MENWA)
Batalyon 956 Jepara
: Pendidikan Dasar Menwa MAHADIPA Tingkat Jateng.
: Pendidikan Bela Negara di Suropadan
PENGALAMAN ORGANISASI
 Pramuka Mts Negeri Bawu dan SMA Negeri 01 Tahunan
 Passus Wira Reksa Buana SMA Negeri 01 Tahunan
 Wakil Kepala Sekertaris Markas Resimen Mahasiswa Yon.956 Tahun
2011-2014
 Kepala Sekertaris Markas Resimen Mahasiswa Yon. 956 Tahun 20142015
Jepara, 22 September 2015
Penulis,
Diah Kumala Sari
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penguatan karakter dalam konteks sekarang sangat relevan untuk
mengatasi krisis moral di Indonesia. Diakui atau tidak, saat ini terjadi krisis
yang nyata dan menghawatirkan dalam masyarakat dengan melibatkan
generasi penerus bangsa yaitu anak-anak. Krisis itu antara lain berupa
maraknya pergaulan bebas, kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan,
kebiasaan menyontek, kebiasaan tidak jujur, dan kebisaan buruk lainnya
sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara
tuntas.
Kondisi krisis dan dekadensi moral menandakan bahwa seluruh
pengetahuan agama dan moral yang didapatkan di bangku sekolah ternyata
tidak
berdampak
terhadap
perubahan
perilaku
manusia
Indonesia.
Demoralisasi terjadi karena proses pembelajaran cenderung mengajarkan
pendidikan moral dan budi pekerti sebatas teks dan kurang mempersiapkan
siswa untuk menyikapi dan menghadapi kehidupan yang kontradiktif.1
Adapun fenomena kenakalan dan penyimpangan, Dr. Abdullah Nasih
Ulwan (2012), mengatakan dalam bukunya Tarbiyatul Aulad Fil Islam,
ia merupakan masalah terburuk yang terbesar diantara anak lakilaki dan perempuan kaum muslimin pada abad yang dinamakan
abad ke dua puluh ini. Ketika anda mengarahkan pandangan
anda niscaya anda akan mendapati banyak dari pemuda dan
1
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter; konsepsi dan aplikasi dalam lembaga pendidikan,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), cet. 2, hlm. VI
1
2
pemudi kita telah terjerumus kedalam tindakan taqlid buta (ikutikutan), mengikuti kesesatan dan menghalalkan segara cara
tanpa adanya pengendali dari agama sanubarinya. Hidup
menurut anggapan mereka adalah kesenangan, kelezatan dan
hawa nafsu yang semuanya diharamkan.2
Degradasi moral dan karakter umat manusia kini telah menjadi
perhatian yang serius oleh kalangan ahli pendidikan, baik dari kalangan barat
maupun para ahli pendidikan Islam. Berangkat dari sanalah kini pendidikan
berbasis karakter menjadi tren yang secara latah diikuti oleh hampir seluruh
pakar pendidikan baik barat maupun muslim.3
Manusia beradab dan berkarakter dalam pandangan islam adalah
manusia yang mengenal akan tuhannya, tahu akan dirinya, menjadikan nabi
Muhammad SAW sebagai uswah hasanah, mengikuti jalan pewaris nabi
(ulama’), dan berbagai kriteria manusia beradab lainnya. Manusia beradab
juga harus memahami potensi dirinya dan bisa mengembangkan potensinya,
sebab potensi itu adalah amanah dari Allah swt.4
Rasulullah SAW sebagai utusan Allah mempunyai tugas untuk
menyempurnakan akhlak (karakter) manusia. Allah SWT berfirman dalam
surat al-Ahzab ayat 21:
             
(٢١‫اﻷﺣﺰاب؛‬)    
2
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, Cet.I, (Sukoharjo: Insan Kamil,
2012), hlm.142.
3
Abdul Qodir, Pendidikan Islam Integrative Monokotomik,Cet. I, Jogjakarta: Arr-Ruzz
Media, 2011, hlm. 209.
4
Adian Husaini, Pendidikan Islam Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab, (Jakarta:
Program studi Pendidikan Islam, Program Pasca Sarjana Universitas Ibnu Khaldun, 2010), cet. I,
hlm.Vii.
3
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. AlAhzab:21).
Melalui revitalisasi dan penekanan karakter diberbagai lembaga
pendidikan, baik informal, formal, maupun non formal, diharapkan bangsa
Indonesia bisa menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang semakin
rumit dan kompleks. Hal ini penting karena dalam era globalisasi,
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berlangsung begitu
pesat, dan tingginya mobilitas manusia karena jarak ruang dan waktu menjadi
sangat relatif.5
Pendidikan karakter memiliki makna yang lebih tinggi dari pendidikan
moral, karena pendidikan karakter tidak hanya berkaitan dengan masaah
benar-salah, tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan (habit) tentang hal-hal
yang baik dalam kehidupan, sehingga anak atau peserta didik memiliki
kesadaran, dan pemahaman yang tinggi, serta kepedulian dan komitmen
untuk menerapkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks
pemikiran islam, karakter berkaitan dengan iman dan ikhsan. Hal ini sejalan
dengan ungkapan Aristoteles, bahwa karakter erat kaitannya dengan habit
atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan dan diamalkan.6
Masalahnya di masyarakat kenapa ada fenomena orang yang jahat,
acuh pada orang lain dan suka menjelek-jelekkan orang lain, apakah orang
yang demikian memang memiliki sifat yang demikian dari sononya?
5
hlm. 2.
6
E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), Ed. I, Cet.2,
Ibid., hlm. 3.
4
Sedangkan disisi lain ada fenomena yang mengatakan dari sononya ada
orang yang memiliki bakat menjadi orang baik. Jika pandangan ini benar,
pendidikan karakter tetap tidak akan ada gunanya bagi manusia, sebab
menganggap karakter baik atau buruk itu sudah ada dari sononya.7
Orang yang terlalu dikuasai oleh situasi kondisi yang dari sononya itu,
dalam tingkatan yang paling ekstrim bisa jatuh dalam fatalisme. Ekspresi
umum orang yang seperti ini adalah, “karakter saya memang demikian, mau
apa lagi?, saya menjadi demikian sudah dari sononya, inilah takdir dan
keberuntungan hidup saya”. Semua seolah ada diluar kendali dirinya. Oleh
karena itu tidak ada gunanya lagi mencoba mengatasinya. Sebab, sesuatu
yang dari sononya manusia ini hanya semacam wayang yang tergantung dari
gerakan tangan sang dalang.8
Sehingga manusia akan memahami karakter dari dua sisi hal, yang
pertama apakah menganggap karakter itu sebagai sesuatu yang telah ada dari
sononya (given), ataukah yang kedua, karakter dipahami sebagai tingkat
kekuatan melalui mana seorang individu mampu menguasai kondisi sebagai
sebuah proses yang dikehendaki (willed).9 Tipe yang kedua inilah yang masih
dapat dibentuk karakternya menjadi karakter yang baik dan utama.
Al Ghazali mendefinisikan pendidikan sebagai proses pembiasaan
(riyadlah). Pembiasaan yang dimaksud disini adalah upaya menimbulkan
respons pada siswa melalui pembimbingan secara emosi dan fisik. Dalam hal
7
Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global,
(Jakarta: Gramedia, 2013), cet.II, hlm. 81.
8
Ibid., hlm. 91.
9
Ibid., hlm . 92.
5
ini, menurut Al Ghazali, proses pembiasaan (riyadlah) adalah membantu
siswa menuju tujuan tertinggi.10
Menurut Bruno seperti yang dikutip oleh Muhibin Syah, sikap
(attitude) adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan
cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Dengan demikian,
pada prinsipnya sikap itu dapat dianggap suatu kecenderungan siswa untuk
bertindak dengan cara tertentu.11 Cara dan kebiasaan anak belajar dalam
lingkungannya, sebaiknya diperhatikan. Begitu berbagai hipotesis dan rasa
ingin tahu anak terus difasilitasi secara baik dan memuaskannya. Tuntutan
tersebut menjadi sangat penting apabila menyadari, bahwa anak adalah
investasi dan praktisi masa depan.
Karakter kita pada dasarnya adalah gabungan dari kebiasaa-kebiasaan
kita. “Taburlah gagasan, tuailah perbuatan; taburlah perbuatan, tuailah
kebiasaan; taburlah kebiasaan, tuailah karakter; taburlah karakter, tuailah
nasib,” begitu bunyi pepatah.12
Berdasarkan pada pemaparan di atas maka penulis mencoba
mengelaborasi pemikiran Ir Felix Yanuar Siaw yang terdapat dalam buku
“How To Master Your Habits” dimana ia mengemukakan seluruh ide-idenya
tentang bagaimana konsep habituasi dalam pembentukan karakter.
10
Mahmud, Psikologi Pendidikan , (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010), hlm. 17.
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hlm.40.
12
Stephen R. Covey, The 7 Habits Of Highly Effective People (7 Kebiasaan Manusia yang
Sangat Efektif), (Tanggerang: Binarupa Aksara Plubisher, 2013), hlm.55.
11
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan pada latar belakang tersebut diatas, maka
dalam perumusan masalah ini penulis mencoba mengelaborasi lebih jauh
tentang:
1. Apa yang dimaksud dengan konsep habituasi dalam pembentukan
karakter ?
2. Bagaimana konsep habituasi dalam pembentukan karakter menurut Ir.
Felix Yanuar Siaw dalam buku “How To Master Your Habits” ?
3. Bagaimana strategi implementasi konsep Ir. Felix Yanuar Siaw tentang
konsep habituasi dalam pembentukan karakter dalam buku “How To
Master Your Habits” ?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut di atas, maka
penulisan skripsi ini bertujuan:
a. Untuk mengetahui konsep habituasi dalam pembentukan karakter.
b. Untuk mengetahui konsep habituasi dalam pembentukan karakter
menurut Ir. Felix Yanuar Siaw dalam buku “How To Master Your
Habits”.
c. Untuk mengetahui Strategi Implementasi konsep Ir. Felix Yanuar
Siaw dalam buku “How To Master Your Habits”.
7
2. Manfaat Penelitian
Penulis berharap dengan penulisan skripsi ini akan memiliki
manfaat bagi:
a. Pengembangan ilmu, yang dapat memperkuat ketepatan teori
pendidikan dan menambah khazanah pemikiran manusia tentang
karakter.
b. Peneliti lain, untuk disajikan sebagai referensi dalam penelitian yang
berkaitan tentang pendidikan karakter.
c. Peneliti pribadi, sebagai satu pengalaman yang berharga dan
tambahan wawasan pemikiran berkaitan dengan konsep pembentukan
karakter.
D. Landasan Teori
1. Konsep Habituasi
Konsep mempunyai arti rancangan ; idea tau pengertian yang
diabstrakan dari peristiwa konkret.13 Soedjadi mendefinisikan konsep
adalah ide abstrak yang digunakan untuk menagadakan klasifikasi atau
penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau
rangakaian kata.
Habituasi atau pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan
secara berulang-ulang agar sesuatu itu menjadi kebiasaan.14 Konsep
13
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,( Jakarta: Balai Pustaka, 1996 ),
edisi kedua, hlm. 965.
14
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implikasinya, (Bandung: Alfabeta,
2012), hlm. 93.
8
pembiasaan digunakan oleh Al-Qur’an dalam memberikan materi
pendidikan melalui kebiasaan yang dilakukan secara bertahap termasuk
juga merubah kebiasaan-kebiasaan yang negatif. Kebiasaan ditempatkan
oleh manusia sebagai yang istimewa karena menghemat kekuatan
manusia, karena sudah menjadi kebiasaan yang sudah melekat dan
spontan, agar kekuatan itu dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan
dalam berbagai bidang pekerjaan, produksi dan aktivitas lainnya.15
2. Pembentukan Karakter
Karakter dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat-sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang
lain, tabiat, watak.16 Menurut Tadkirotun Musfiroh (2008), karakter
mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviours),
motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter merupakan
perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesame manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud
dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat.17
Pembentukan karakter adalah usaha proses perubahan, perbaikan
dan pengembangan sifat kejiwaan manusia. Oleh karena itu, membentuk
karakter anak harus dimulai sedini mungkin bahkan sejak anak itu
dilahirkan, karena berbagai pengalaman yang dilalui oleh anak semenjak
15
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos, 2001), hlm. 100-101.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Ed.III, hlm. 529
17
Heri Gunawan, Op.Cit., hlm. 2-4.
16
9
perkembangan pertamanya, mempunyai pengaruh yang besar. Berbagai
pengalaman ini berpengaruh dalam mewujudkan apa yang dinamakan
dengan pembentukan karakter diri secara utuh.18
3. Ir. Felix Yanuar Siaw
Felix Yanuar Siaw adalah seorang Islamic Inspiration. Programprogramnya disusun sedemikian rupa sehingga membangkitkan nilai-nilai
ilahiah didalam diri setiap individu sehingga mampu dan mau menjalani
hidup dan beraktivitas dengan mulia. Al-Qur’an dan As-sunnah selalu
menjadi landasannya dalam menginspirasi aktivitas-aktivitasnya maupun
mengubah
performa
setiap
individu
yang
mengikuti
program-
programnya.
Sekarang, Felix berkonsentrasi membangun generasi islami sebagai
Islamic Inspiration dan secara aktif mengisi kajian-kajian islam di
perkantoran, pesantren dan masjid. Meskipun seorang Mu’allaf, beliau
selalu berusaha mempelajari dan memperdalam ilmu agama Islam serta
menulis beberapa buku-buku tentang kajian keislaman.
E. Kajian Pustaka
Pokok
penelitian dalam skripsi ini difokuskan pada konsep
pembentukan karakter yang mana pembahasan tentang pendidikan karakter
ini sedang familiar di dalam dunia pendidikan. Karakter sangatlah erat
kaitannya dengan sesuatu yang berulang terus menerus dan menjadi sebuah
18
Arismantoro, Tinjauan Berbagai Aspek Character Building Bagaimana Mendidik Anak
Berkarakter, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), hlm .124.
10
kebiasaan. Sehingga dalam membentuk karakter seseorang salah satunya
dapat dengan pembiasaan. Biasa yang dimaksud disini bukan biasa dalam
konotasi negative, namun lebih berarti “hasil pembiasaan” yang bertanggung
jawab terhadap kebaikan-kebaikan yang muncul dari latihan yang berulangulang. Sehingga melalui pembiasaan baik mampu melahirkan karakter
manusia yang utama dan kamil sebagaimana yang ditulis Ir. Felix Yanuar
Siaw dalam buku “How To Master Your Habits”.
Tidak sedikit skripsi maupun buku yang membahas masalah kebiasaan
dan karakter, diantaranya:
1. “Urgensi Teori Kebiasaan Bagi Pembentukan Karakter Remaja dalam
Pendidikan Islam (Studi Pemikiran Stephen R. Covey dalam Buku 7
Kebiasaan Manusia yang Efektif)”, skripsi karya Imawati, Jurusan
Pendidikan Agama Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2003.
Dalam skripsi ini dibahas tentang peran penting kebiasaan bagi
pembentukan karakter remaja dalam perspektif pendidikan Islam.
Pembentukan karakter sebagai bagian dari pendidikan Islam merupakan
sebuah langkah yang dilakukan untuk membentuk karakter remaja muslim
yang paham dalam menjalankan ajaran agama sesuai tuntunan yang
diajarkan dalam Islam.19
2. “Konsep Pendidikan Karakter Anak dalam Keluarga (Kajian Analitik
Buku Prophetic Parenting Karya Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid)”
19
Immawati, (Skripsi Urgensi Teori Kebiasaan Bagi Pembentukan Karakter Remaja dalam
Pendidikan Islam Studi Pemikiran Stephen R. Covey dalam Buku Kebiasaan Manusia yang
Efektif.) PDF, https://www.google.com/search.skripsi, diakses pada senin, 10 November 2014,
11.00 WIB.
11
Skripsi karya Sucipto, Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta tahun 2012. Metode yang
digunakan untuk membentuk karakter anak dalam buku Prophetic
Parenting dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu metode untuk
mempengaruhi kognitif anak meliputi menceritakan kisah, tanya jawab,
berbicara sesuai kadar akal anak. Metode untuk mempengaruhi afektif
anak
meliputi
bermain
dengan
anak,
mengadakan
perlombaan,
memberikan pujian dan sanjungan, memberikan panggilan yang baik dan
memberikan
janji
dan
ancaman.
Metode
untuk
mempengaruhi
psikomotorik anak meliputi menampilkan suri teladan yang baik, mencari
waktu yang tepat dalam memberi pengarahan, bersikap adil pada anak, dan
membantu anak dalam mengerjakan ketaatan.20
3. “Konsep Pemikiran Doni Koesoema Tentang Pendidikan Karakter Bagi
Siswa Di Era Global” Skripsi karya Kharis Mamsaat mahasiswa Jurusan
Kependidikan Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta Tahun 2013. Penelitian ini memiliki latar belakang
bahwa penerapan pendidikan karakter di era global seperti saat ini di ruang
lingkup sekolah kian hari kian tenggelam. Rasa menghormati antar
individu di dalam sekolah seolah-olah kini menjadi satu hal yang mahal.
Tawuran, narkotika, pergaulan bebas, dan tindakan negatif lainnya akhirakhir ini menjadi keprihatinan bersama. Tujuan penelitianini adalah: (1)
20
Sucipto, Skripsi “Konsep Pendidikan Karakter Anak dalam Keluarga (Kajian Analitik
Buku Prophetic Parenting Karya Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid)”,
//C:/Users/shodloth/Documents/Downloads/SKRIPSI 1.pdf, diakses pada hari senin, 10 November
2014, 11.25 WIB.
12
untuk memaparkan penerapan pendidikan karakter bagi siswa di eraglobal
sehingga
akan
untukmengetahui
terbentuk
siswa
unsur-unsur
yang
(cara)
berkarakter
yang
mampu
positif;
(2)
membantu
keberlangsungan penerapan pendidikan karakter bagi siswa di tengaharus
global yang saat initerjadi; (3) untuk mendeskripsikan begitu pentingnya
pembentukan karakter siswadi tengah era global saat ini.Hasil penelitian
ini adalah pertama, pendidikan karakter di setiap satuan pendidikan dalam
pemikiran Doni Koesoema memerlukan metode dalam menerapkannya
yakni dengan menggunakan metode efektif dan metode integral penerapan
pendidikan karakter. Dengan metode ini menurut Doni Koesoema, peserta
didik akan terbentuk sifat-sifat integritas di tengah era global. Sifat
integritas ini akan mampu menciptakan kondisi kondusif dalam lingkup
satuan pendidikan sehingga terbentuk dalam diri siswa tindakan edukatif.
Tindakan edukatif ini ke depan akan berpengaruh terhadap terbentuknya
siswa yang menurut Doni Koesoema disebut sifat insan berkeutamaan. Di
samping itu,penerapan program-program pendidikan karakter di dalam
lembaga pendidikan itu mesti menyertakan dimensi praktis, berupa
struktur, program, atau organisasi sekolah yang lebih konkrit sehingga
pendidikan karakter benar-benar menjadi kebijakan praktis dalam setiap
lembaga pendidikan. Kedua, dasar dalam penerapan pendidikan karakter di
setiap sekolah memuat tujuan, kurikulum, pendidik, dan siswa. Masingmasing unsur ini memiliki peran dalam pendidikan karakter, sehingga
perlu untuk dilakukan upaya integrasi sebelum dan sesudah perencanaan
13
yang
dilakukan
oleh
pihak-pihak
yang
berkepentingan
dalam
merencanakan dan menerapkan program-program pendidikan karakter.
Selain itu, intensitas perjumpaan antara pendidik dengan siswa harus
dilakukan secara seimbang, karena dengan intensitas perjumpaan ini akan
mampu membentuk karakter siswa seperti karakter yang ditunjukkan dari
pendidik.21
4. Buku karya Stephen R. Covey yang berjudul “The 7 Habits Of Highly
Effective People (7 Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif)”.Penulis
mengungkapkan bagaimana tindakan manusia berasal dari siapa pribadi
manusia tersebut. Penulis menjelaskan bagaimana sesungguhnya bahwa
manusia dapat mengakhiri perilaku yang merugikan diri sendiri melalui
perubahan kebiasaan manusia. Covey menunjukkan bagaimana tujuh
kebiasaan bukanlah “perbaikan cepat” tetapi lebih merupakan jalan
setapak selangkah demi selangkah menuju prinsip keadilan, integritas,
kejujuran, dan martabat manusia. Tujuh kebiasaan adalah kebiasaan
efektifitas, karena didasarkan atas prinsip, ketujuh kebiasaan ini memberi
hasil jangka panjang yang menguntungkan secara maksimum. Ketujuh
kebiasaan itu menjadi dasar dari karakter seseorang , menciptakan pusat
dari peta yang benar yang memberi kekuatan darimana seorang individu
dapat memecahkan masalah, memaksimumkan peluang, terus menerus
belajar dan memadukan prinsip-prinsip lain dalam spiral pertumbuhan
meningkat secara efektif. Konsep tujuh kebiasaan menurut Covey adalah:
21
Kharis Mamsaat, Skripsi “Konsep Pemikiran Doni Koesoema Tentang Pendidikan
Karakter Bagi Siswa Di Era Global” , pdf, diakses pada senin, 10 November 2014, 11.35 WIB.
14
1) jadilah Proaktif; 2) merujuk pada tujuan akhir; 3) dahulukan yang
utama; 4) berpikir menang; 5) berusaha mengerti terlebih dahulu, baru
dimengeri; 6) wujudkan sinergi; 7) pembaruan diri yang seimbang. Dari
judulnya tentu sudah jelas bahwa buku tersebut memang dikonsentrasikan
untuk membahas tentang konsep membentuk kebiasaan yang efektif untuk
mencapai karakter yang berkualitas.
Berdasarkan penelusuran dari beberapa tulisan yang peneliti temukan
belum ada yang membahas secara khusus tentang konsep habituasi dalam
pembentukan karakter dengan fokus penelitian pada pemikiran Ir. Felix
Yanuar Siaw dalam bukunya “How To Master Your Habits”, maka peneliti
ingin mengkajinya dimana diharapkan hasil dari pengkajian ini dapat
dimanfaatkan masyarakat luas mengingat pemikiran beliau yang sangat
mendalam dan relevan dengan kondisi sekarang.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian dapat diartikan sebagai prosedur atau tata cara yang
sistematis yang dilakukan seorang peneliti dalam upaya mencapai tujuan
seperti memecahkan masalah atau menguak kebenaran atas fenomena
tertentu. Menurut Mardaly “ metode penelitian adalah suatu metode ilmiah
yang memerlukan sistematika dan prosedur yang harus ditempuh dengan
tidak mungkin meninggalkan setiap unsur, komponen yang diperlukan dalam
suatu penelitian.22 Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah
untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan
22
Masyhuri dan Zainuddin, Metode Penelitian Pendekatan Praktis dan Aplikatif, ( Bandung:
PT Refika Aditama, 2009), hlm. 13-15
15
hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu, cara
ilmiah, data, tujuan dan kegunaan.23
1.
Pendekatan dan jenis penelitian
Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan pendekatan kualitatif analisis kritis. Penelitian Kualitatif
adalah penelitian yang menggunakan pendekatan naturalistik untuk
mencari dan menemukan pengertian atau pemahaman tentang fenomena
dalam suatu latar belakang yang berkonteks khusus. Pengertian ini hanya
mempersoalkan dua aspek yaitu pendekatan penelitian yang digunakan
adalah naturalistic sedang upaya dan tujuannya adalah memahami suatu
fenomena dalam suatu konteks khusus.24
Dalam penelitiam skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian
“library reseach”, yaitu pemikiran yang didasarkan pada studi literature.
Dengan membatasi obyek studi dan sifat permasalahannya library
research adalah termasuk jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
bersifat deduktif betolak dari data yang bersifat khusus untuk
menemukan kesimpulan umum.
2. Fokus Penelitian
Penetapan fokus penelitian berarti membatasi kajian. Dengan
menetapkan fokus masalah berarti peneliti telah melakukan pembatasan
23
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan RND, (Bandung: Alfabeta,
2012), Cet. XVII, hlm.2.
24
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2014),Cet. XIV, hlm.5-6.
16
bidang kajian, yang berarti pula membatasi bidang temuan. Menetapkan
fokus penelitian berarti menetapkan kriteria dan penelitian.25
Dalam pandangan penelitian kualitatif, gejala yang ada bersifat
holistik (menyeluruh, tidak dapat dipisah-pisahkan), sehingga penelitian
kualitatif tidak akan menetapkan penelitiannya hanya berdasarkan
variabel penelitian, tetapi keseluruhan situasi social yang diteliti yang
meliputi aspek tempat (place), pelaku (actor), dan aktifitas (actiyity),
yang berinteraksi secara sinergis.26
Pada
penelitian
ini
difokuskan
pada
bagaimana
konsep
pembentukan karakter dengan habituasi dan mengambil pemikiran Ir.
Felix Yanuar Siaw yang tertuang dalam bukunya yaitu “How To Master
Your Habits”.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode
dokumentasi. Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal
atau variabel berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya. Dokumen sudah
lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam
banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji,
menafsirkan, bahkan untuk meramalkan, karena sifatnya yang alamiah,
25
Trianto, Pengantar Penelitian Pendidikan Bagi pengembangan Profesi Pendidikan dan
Tenaga Kependidikan, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 187.
26
Sugiyono, Op.Cit., hlm. 207.
17
sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam konteks. Dokumen
biasanya dibagi atas dokumen pribadi dan dokumen resmi.27
Dalam mencari data-data tentang konsep habituasi dalam
pembentukan karakter ini menggunakan data primer dan data sekunder.
a.
Data Primer
Sumber data primer yaitu sumber data yang langsung berkaitan
dengan obyek riset. Adapun data primer dalam penelitian ini adalah
Buku “How To Master Your Habits”, Karya Ir. Felix Yanuar Siaw
yang diterbitkan oleh Al-Fatih Press cetakan ke VI tahun 2014.
b. Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu sumber data yang mendukung dan
melengkapi data-data primer. Data sekunder yang digunakan adalah
data yang relevan dengan fokus penelitian, seperti buku karya
Stephen R. Covey yang berjudul “The 7 Habits Of Highly Effective
People (7 Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif)”, “Pendidikan
Karakter Konsep dan Implementasinya” karya Heri Gunawan”,
“Pendidikan Islam Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab”
karya Dr. Adian Husaini, serta jurnal dan internet.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif (Bogdan & Biklen, 1982) adalah upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan
data,
27
memilah-milahnya
menjadi
Lexy. J. Moleong, Op.Cit., hlm. 217.
satuan
yang
dapat
dikelola,
18
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceriterakan kepada orang lain.28
Analisis data yang digunakan adalah analisis isi (content
analysis) metode analisis yang diarahkan pada materi atau teks yang
terdapat dalam buku “How To Master Your Habits” karangan Ir. Felix
Yanuar Siaw. Sebagaimana dinyatakan oleh Holtsi bahwa content analys
adalah suatu tehnik yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui
usaha menemukan karakteristik pesan yang dilakukan secara objektif dan
sistematis.29
Metode yang digunakan dalam analisis data kualitatif adalah
metode perbandingan tetap atau Constant Comparative Method karena
dalam analisis data secara tetap membandingkan satu datum dengan
datum yang lain, dan kemudian secara tetap membandingkan kategori
dengan kategori lainnya. Metode ini juga disebut Grounded Research
oleh Glaser & Strauss, secara umum meliputi:30
a. Reduksi data
1) Identifikasi satuan unit, yaitu bagian terkecil yang ditemukan
dalam data yang memiliki makna bila dikaitkan dengan focus dan
masalah penelitian, yaitu konsep habituasi dalam pembentukan
karakter
28
Ibid.,hlm. 248.
Soejono dan Abdurrahman, Bentuk penelitian suatu pemikiran dan penerapan, (Jakarta:
Rieneka Cipta, 1999), hlm. 18.
30
Lexy. J. Moleong, Op.Cit., hlm. 288-289.
29
19
2) Membuat koding, yaitu memberikan kode pada setiap satuan
supaya dapat tetap ditelusuri data/satuannya berasal dari mana.
b. Kategorisasi
Adalah upaya memilah-milah setiap satuan kedalam bagian-bagian
yang memiliki kesamaan.
c. Sintesisasi
Berarti mencari kaitan antara satu kategori dengan kategori lainnya.
d. Menyusun Hipotesis kerja
Hal ini dilakukan dengan jalan merumuskan suatu pernyataan yang
proporsional.Hipotesis kerja itu hendaknya terkait dan sekaligus
menjawab pertanyaan penelitian.
5. Teknik pemeriksaan Keabsahan Data
Pemeriksaan keabsahan data menggunakan tehnik Triangulasi
yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu
yang lain diluar data itu untuk keparluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu. Denzin (1978) membedakan empat
macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan
penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.31
Triangulasi merupakan cara terbaik untuk menghilangkan
perbedaan-perbedaan kontruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu
studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan
31
Ibid., hlm. 330.
20
hubungan dari berbagai pandangan untuk me-recheck temuannya.untuk
itu maka peneliti dapat melakukan dengan jalan:32
a. Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan.
b. Mengeceknya dengan berbagai sumber data.
c. Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan data
dapat dilakukan.
Dalam penelitin ini peneliti akan mengeceknya dengan berbagai
sumber data yang membahas focus yang sama tentang habituasi dalam
pembentukan karakter, yaitu hasil pemikiran Ir. Felix Yanuar Siaw dalam
bukunya “How To Master Your Habits” dengan hasil pemikiran konsep
habituasi yang lain seperti pemikiran Stephen R. Covey dalam bukunya
“The 7 Habits Of Highly Effective People”, habituasi menurut Heri
Gunawan
dalam
bukunya
“Pendidikan
Karakter
Konsep
dan
Implementasinya” dan konsep habituasi dari summber yang lainnya
sehingga mampu memperoleh keabsahan data yang akurat.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mengetahui keseluruhan isi atau materi-materi skripsi ini
secara global, maka penulis perlu mengemukakan sistematika skripsi ini yang
terdiri dari tiga bagian yaitu :
32
Ibid.,hlm. 332.
21
1. Bagian muka
Bagian muka ini terdiri dari: halaman judul, halaman abstrak, halaman
nota pembimbig, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan,
halaman motto, halaman persembahan, halaman kata pengantar, dan
halaman daftar isi.
2. Bagian Isi/ Batang Tubuh
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
D. Landasan Teori
E. Tinjauan Pustaka
F. Metode Penelitian
G. Sistematika Penulisan
BAB II: LANDASAN TEORI
A. Kajian Tentang Habituasi
1. Pengertian habituasi
2. Konsep habituasi perspektif psikologi dan Islam
3. Dasar dan tujuan habituasi
B. Kajian tentang Karakter
1. Pengertian karakter
2. Urgensi karaker
3. Nilai-nilai karakter
C. Habituasi dalam Pembentukan Karakter
1. Bentuk-betuk habituasi dalam pembentukan karakter
2. Langkah-langkah habituasi dalam pembentukan karakter
3. Faktor
penentu
keberhasilan
pembentukan karakter.
Habituasi
dalam
22
BAB III: KONSEP OBJEK KAJIAN
A. Biografi Ir. Felix Yanuar Siaw
B. Perjalanan karir akademik
C. Karya-karya Ir. Felix Yanuar Siaw
D. Pemikiran Ir Felix Yanuar Siaw dalam buku “How To
Master Your Habits
1. Konsep, dasar dan tujuan Habituasi menurut Ir. Felix
Yanuar Siaw
2. Konsep Karakter menurut Ir. Felix Yanuar Siaw
3. Strategi
implementasi
Konsep
habituasi
dalam
pembentukan karakter menurut Ir. Felix Yanuar Siaw
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisa Konsep, Dasar dan Tujuan Habituasi
B. Analisa Konsep Karakter
C. Analisa Implementasi Habituasi Dalam Pembentukan
Karakter.
BAB V : PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran-saran
C. Penutup
3. Bagian Akhir
Dalam bagian ini terdiri dari, daftar kepustakaan, Biografi penulis dan
daftar lampiran-lampiran.
BAB II
HABITUASI DAN KARAKTER
A. Kajian Tentang Habituasi
1. Pengertian Habituasi
Pusat Bahasa Depdiknas mengartikan habituasi dalam bentuk
Nomina (kata benda) sebagai “pembiasaan pada, dengan, atau untuk
sesuatu; penyesuaian supaya menjadi terbiasa (terlatih) pada habitat dan
sebagainya”.1 Habituasi adalah proses penciptaan situasi dan kondisi
(persistence life situation) yang memungkinkan para siswa dimana saja
membiasakan diri untuk berperilaku sesuai nilai dan telah menjadi
karakter dirinya, karena telah diinternalisasi dan dipersonifikasi melalui
proses intervensi.2
Habituasi merupakan sesuatu yang sengaja dilakukan secara
berulang-ulang agar sesuatu itu menjadi kebiasaan. Habituasi ini
berintikan pengalaman. Karena yang dibiasakan itu ialah sesuatu yang
diamalkan, dan inti kebiasaan adalah pengulangan.
Pembiasaan
menempatkan manusia sebagai sesuatu yang istimewa, yang dapat
menghemat kekuatan, karena akan menjadi kebiasaan yang melekat dan
spontan,agar kegiatan itu dapat dilakukan dalam setiap pekerjaan. Oleh
karenanya, menurut para pakar, metode ini sangat efektif dalam rangka
1
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Pusat Bahasa, 2008), hlm. 518.
2
Muchlas Samani & Hariyanto, Konsep Dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 239.
23
24
pembinaan karakter dan kepribadian anak. Orang tua membiasakan anakanaknya untuk bangun pagi. Maka bangun pagi itu akan menjadi kebiasaan. 3
Potensi dasar yang ada pada anak merupakan potensi alamiah
yang dibawa anak sejak lahir atau bisa dikatakan sebagai potensi
pembawaan. Oleh karena itulah, potensi dasar harus selalu diarahkan agar
tujuan dalam mendidik anak dapat tercapai dengan baik. Pengarahan
orang tua kepada anak dalam lingkungan keluarga sebagai faktor
eksternal, salah satunya dapat dilakukan dengan metode pembiasaan,
yaitu berupa menanamkan kebiasaan yang baik kepada anak.4
Pembiasaan merupakan alat pendidikan yang penting, terutama
bagi anak kecil. Pembiasaan merupakan tindakan awal yang dapat
dilakukan dalam pendidikan. Sejak dilahirkan anak dibiasakan dengan
perbuatan-perbuatan baik, seperti mandi dan tidur pada waktunya, diberi
makan secara teratur, diberi makan secara teratur dan sebagainya. Anak
dapat
mentaati
peratutran-peraturan
perbuatan-perbuatan
baik,
dirumah
dengan
dalam
jalan
membiasakan
lingkungan
keluarga,
dilingkungan sekolah, dan dilingkungan keluarga masyarakat.5
Pembiasaan yang baik penting bagi pembentukan watak dan
karakter anak, dan akan berpengaruh bagi perkembangan anak
3
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implikasinya, (Bandung:
Alfabeta,2012), Cet.II, hlm. 93.
4
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodoligi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), hlm. 111.
5
Uyoh Sadulloh, dkk, Pedagogik “ilmu mendidik”, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 121.
25
selanjutnya. Menanamkan kebiasaan pada diri anak memang tidak mudah,
dan memerlukan waktu lama dan menuntut kesabaran pendidik.6
2. Habituasi Perspektif Psikologi dan Islam
a. Teori habituasi dalam psikologi
Konsep Habituasi berkaitan erat dengan aliran Psikologi
Pavlovianisme yaitu classical conditioning oleh Ivan Petrovich
Pavlov (1849-1936). Dalam eksperimennya, Pavlov menggunakan
anjing untuk mengetahui hubungan-hubungan antara conditioned
stimuls (CS), unconditioned stimulus (UCS), conditioned response
(CS), dan unconditioned response (UCR). CS adalah rangsangan yang
mampu mendatangkan respon yang dipelajari, sedangkan respon
yang dipelajari itu sendiri disebut CR. Adapun UCS berarti
rangsangan yang menimbulkan respon yang tidak dipelajari, dan
respon yang tidak dipelajari itu disebut UCR. 7
Pavlov menyimpulkan bahwa perilaku itu dapat dibentuk
melalui kondisioning atau kebiasaan. Misalnya anak dibiasakan
mencuci kaki sebelum tidur, atau membiasakan menggunakan tangan
kanan untuk menerima sesuatu pemberian dari orang lain. Dalam
eksperimennya Pavlov, anjing yang semula tidak mengeluarkan air
liur ketika mendengar bunyi bel, tetapi setelah dilatih berulang ali
dengan prosedur yang tertentu akhirnya anjing mengeluarkan air liur
pada waktu mendengarkan bunyi bel, sekalipun tidak ada makanan.
6
7
Ibid.,
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum,(Yogyakarta: Andi Offset, 2004), hlm. 67.
26
Hal itu dapat terjadi karena ada kondisioning, dengan mengkaitkan
suatu stimulus dengan responnya.8
Prinsip-prinsip dalam Behaviorisme ini adalah : 1) Obyek
psikologi adalah tingkah laku; 2) Semua tingkah laku dikembalikan
kepada reflek; 3) Mementingkan pembentukan kebiasaan.9
Pavlov yakin bahwa kepribadian dapat dipahami dengan
mempertimbangkan tingkah laku dalam hubungan yang terus menerus
dengan lingkungannya. Cara yang efektif untuk mengubah dan
mengontrol tingkah laku adalah penguatan, maksudnya dengan
diberikan penguatan-penguatan yang positif, maka tingkah laku
seseorang akan bisa berubah dan terkontrol dengan baik. Sehingga
menurut behaviorisme, tingkah laku seseorang dapat dirubah dan
dibentuk dengan pembiasaan. Meskipun butuh waktu dan pemaksaan
berupa stimulus, namun akan memberikan perubahan respon pada
perubahan kepribadian yang diinginkan.
Menurut
teori
Skinner
yaitu
Operant
Conditioning,
pembentukan tingkah-laku adalah sebagai berikut:
1) Dilakukan identifikasimengenai
hal
apa
yang merupakan
reinforcer (hadiah) bagi tingkah-laku yang akan dibentuk itu.
2) Dilakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen
kecil yang membentuk tingkah laku yang dimaksud. Komponen-
8
9
Ibid., hlm.171.
Dakir, Dasar-dasar Psikologi, (Yogyakarta: pustaka pelajar, 1993, hlm. 27
27
komponen itu lalu disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju
kepada terbentuknya tingkah-laku yang dimaksud.
3) Dengan mempergunakan secara urut komponen-komponen itu
sebagai tujuan-tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer
(hadiah) untuk masing-masing komponen itu.
4) Melakukan pembentukan tingkah-laku, dengan menggunakan
urutan komponen-komponen yang telah tersusu itu. Kalau
komponen pertama telah dilakukan maka hadiahnya diberikan;
hal ini akan mengakibatkan komponen itu makin cenderung untuk
sering dilakukan. Kalau ini sudah terbentuk, dilakukan komponen
kedua yang diberi hadiah (komponen pertama tidak lagi
memerlukan hadiah); demikian berulang-ulang, sampaikomponen
kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen ketiga,
keempat dan selanjutnya, sampai seluruh tingkah-laku yang
diharapkan terbentuk.10
b. Konsep Habituasi dalam Islam
Islam menggunakan pembiasaan sebagai sarana utama dalam
menjalankan ajaran agama berupa shalat, yang dilaksanakan dengan
tepat waktu, tidak lain merupakan sikap disiplin yang menjadi
kebiasaan sebagai seseorang yang berserah diri (muslim) kepada Allah
SWT, sebagaimana dalam Firman-Nya QS. An-Nisa (4): 103,
10
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), Cet Ke-20,
hlm. 272-273.
28
          
           
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah
Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.
kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah
shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah
fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman. (QS. An-Nisa: 103)
Islam mengubah seluruh sifat-sifat baik menjadi kebiasaan,
sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan itu tanpa terlalu payah,
tanpa kehilangan banyak tenaga dan banyak menemukan kesulitan.11
Oleh karena itu, pembiasaan merupakan salah satu penunjang pokok
pendidikan, sarana, dan metode paling efektif dalam upaya
menumbuhkan keimanan anak dan meluruskan moralnya.12
Anak dilahirkan dalam keadaan suci dan bersih, dalam
keadaan seperti ini anak akan mudah menerima kebaikan atau
keburukan, karena pada dasarnya anak mempunyai potensi untuk
menerima kebaikan atau keburukan. Hal ini dijelaskan Allah dalam
firman-Nya QS. Asy-Syamsy ayat (7-9):
            
    
“Dan demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka
Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang
11
Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, Terj. Salma Harun, (Bandung: P.T. AlMa’arif, 1993), hlm. 363.
12
Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil Islam ̧ Terj. Khalilullah Ahmad Masjkur
Hakim, Pendidikan Anak Menurut Islam, (Bandung: Rosda Karya, 1992), hlm. 65.
29
mensucikan jiwa itu. Dan Sesungguhnya merugilah orang yang
mengotorinya”.13
Ayat tersebut mengidentifikasikan bahwa manusia mempunyai
kesempatan sama untuk membentuk karakternya, apakah dengan
habituasi yang baik atau dengan habituasi yang buruk. Pembiasaan
yang dilakukan sejak dini/sejak kecil akan membawa kegemaran dan
kebiasaan tersebut menjadi semacam adat kebiasaan sehingga menjadi
bagian tidak terpisahkan dari kepribadiannya.14
Para pakar pendidikan sepakat bahwa untuk membentuk moral
atau karakter anak dapat mempergunakan metode pembiasaan. AlGhazali misalnya, menekankan pentingnya metode pembiasaan
diberikan kepada anak sejak usia dini. Menurutnya hati anak bagaikan
suatu kertas yang belum tergores sedikitpun oleh tulisan atau gambar.
Tetapi ia dapat menerima apa saja bentuk tulisan yan digoreskan, atau
apa saja yang digambarkan didalamnya. Bahkan, ia akan cenderung
kepada sesuatu yang diberikan kepadanya. Kecenderungan itu
akhirnya akan menjadi kebiasaan dan terakhir menjadi kepercayaan
(kepribadian). Oleh karena itu, jika anak sudah dibiasakan melakukan
hal-hal baik sejak kecil, maka ia akan tumbuh dalam kebaikan itu dan
dampaknya ia akan selamat dunia akhirat.15
13
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Departemen Agama RI,
1984), hlm. 1064.
14
Amirulloh Syarbini, Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga, Revitalisasi Peran
Keluarga dalam Membentuk Karakter anak Menurut Perspektif Islam, (Jakarta: Gramedia, 2014),
hlm. 87.
15
Ibid., hlm.62.
30
Kisah turunnya wahyu pertama ketika Malaikat Jibril
menyuruh Nabi Muhammad SAW dengan mengucapkan ‫ ( إِ ْﻗﺮَا‬baca ! )
dan Nabi menjawab: saya tidak bisa membaca, lalu malaikat Jibril
mengulanginya lagi dan Nabi menjawab dengan perkataan yang sama.
Hal ini terulang sampai 3 kali. Kemudian Jibril membacakan QS. Al‘Alaq ayat 1-5 dan mengulanginya sampai beliau hafal dan tidak lupa
lagi apa yang disampaikan malaikat Jibril tersebut. Dengan demikian,
metode pembiasaan dan pengulangan yang digunakan Allah SWT
dalam mengajar Rasul-Nya amat efektif sehingga apa yang
disampaikan kepadanya langsung tertanam dengan kuat di dalam
kalbunya.16
Pembiasaan dalam pendidikan agama hendaknya dimulai
sedini mungkin. Rasulullah SAW bersabda:
‫اﻟْﻤَﻀَ ﺎﺟِ ﻊ‬
“Berkata Mu’ammal ibn Hisyam Ya’ni al Asykuri, berkata Ismail dari
Abi Hamzah, berkata Abu Dawud dan dia adalah sawwaru ibn Dawud
Abu Hamzah Al Muzanni Al Shoirofi dari Amru ibn Syu’aib dari
ayahnya, berkata Rasulullah SAW: Suruhlah anakmu melakukan
sholat ketika berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka karena
mereka meninggalkan sholat ketika berumur sepuluh tahun. Dan
16
Erwati Aziz, 2003. Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam, (Solo : Tiga Serangkai Pustaka,
2003), hlm. 81.
31
pisahlah mereka (anak laki-laki dan perempuan) dari tempat tidur.”
(H.R. Abu Dawud)17
Membiasakan anak shalat, lebih-lebih dilakukan secara
berjamaah itu penting. Dari Hadist diatas Islam sudah mengajarkan
untuk menanamkan pembiasaan kepada anak untuk menjalankan
perintah agama sedini mungkin sesuai dengan usia sang anak.
Penanaman kebiasaan yang baik, sebagaimana sabda
Rasulullah SAW di atas, sangat penting dilakukan sejak awal
kehidupan anak. Agama Islam sangat mementingkan pendidikan
kebiasaan, dengan pembiasaan itulah diharapkan peserta didik
mengamalkan ajaran agamanya secara berkelanjutan. Beberapa
metode dapat diaplikasikan dalam pembiasaan ini. ”Metode mengajar
yang perlu dipertimbangkan untuk dipilih dan digunakan dalam
pendekatan pembiasaan antara lain : metode Latihan (Drill), Metode
Pemberian Tugas, Metode Demonstrasi dan Metode Eksperimen”).18
Anak yang masih dalam periode anak-anak terbiasa
berakhlak menurut islam melakukan sholat, puasa dan sebagainya,
sehingga dengan kebiasaan itu anak tidak terasa lelah menjadi muslim
yang baik.19 “Anak sering mendengar orang tuanya mengucapkan
nama Allah SWT, umpannya, maka akan mulai mengenal nama Allah
129.
226.
17
Mushlich Shabir, Terjemah Riyadhus Shalihin, (Semarang: Thaha Putra, 2003), hlm.174.
18
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam .(Jakarta : Kalam Mulia, 2005, hlm.
19
Muhammad Zain, Metodologi Pengajaran Agama, (yogyakarta: AK Group, 1995), hlm.
32
SWT. Hal itu kemudian mendorong timbulnya jiwa keagamaan pada
anak tersebut.20
Pengembangan agama Islam sebagai pengembangan nilai
perlu adanya pembiasaan-pembiasaan dalam menjalankan ajaran
Islam, sehingga nilai-nilai ajaran Islam dapat terinternaslisasi dalam
diri peserta didik, yang akhirnya akan membentuk karakter yang
islami. Nilai-nilai ajaran Islam yang menjadi karakter merupakan
perpaduan yang bagus (sinergis) dalam membentuk peserta didik yang
berkualitas, dimana individu bukan hanya mengetahui kebajikan,
tetapi juga merasakan kebajikan dan mengerjakannya dengan
didukung oleh rasa cinta untuk melakukannya.
Habituasi dalam islam bertujuan membentuk insan yang
berkepribadian saleh dan membiasakan berbuat sesuai ajaran islam.
Kesalehan pribadi adalah sifat-sifat pribadi yang mulia seperti jujur,
amanah, pemurah, pemaaf, tawadhu’, sabar dan sebagainya yang
harus ada dan dimilki oleh orang yang saleh. Dengan sifat yang mulia
itulah seseorang akan bisa berinteraksi, bergaul, bahkan bersaudara
secara baik dengan sesama manusia pada umumnya, apalagi kepada
sesama muslim.21
20
hlm, 87.
21
hlm. 40.
Zakiah Darajat, Membina Nilai-Nilai Moral Di Indonesia, jakarta : bulan bintang, 1976
Ahmad Yani, Be Excellent Menjadi Pribadi Terpuji, (Jakarta: Al-Qalam, 2007) cet.I.
33
Dengan demikian kesalehan pribadi, hubungan sosial antar
manusia akan terlihat dan terasa menjadi begitu indah. Dalam hadist
Rasulullah saw disebutkan bahwa pangkal kesalehan pribadi ini
adalah berlaku benar atau jujur karena halini kan membawa pada
kebajikan (al-Birru) yang merupakan perpaduan segala kebaikan (alkhair).22
3. Dasar dan Tujuan Habituasi
a. Dasar Habituasi
Habituasi merupakan kegiatan yang dilakukan secara terusmenerus dan ada dalam kehidupan sehari-hari anak sehingga menjadi
kebiasaan yang baik. Pengembangan pembiasaan meliputi aspek
perkembangan moral dan nilai-nilai agama, pengembangan sosial,
emosional dan kemandirian. Dari aspek perkembangan moral dan
nilai-nilai agama diharapkan akan meningkatkan ketaqwaan anak
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan membina sikap anak dalam
rangka meletakkan dasar agar anak menjadi warga negara yang baik.
Aspek
perkembangan
sosial,
emosional
dan
kemandirian
dimasksudkan untuk membina agar dapat mengendalikan emosinya
secara wajar dan dapat berinteraksi dengan sesamanya maupun
22
Ibid.,
34
dengan orang dewasa dengan baik serta dapat menolong dirinya
sendiri dalam rangka kecakapan hidup.23
Pertumbuhan kecerdasan pada anak-anak usia pra sekolah
belum memungkinkan untuk berfikir logis dan belum dapat
memahami hal-hal yang abstrak. Maka apapun yang dikatakan
kepadanya akan diterimanya saja. Mereka belum dapat menjelaskan
mana yang buruk dan mana yang baik. Hukum-hukum dan ketentuanketentuan agama belum dapat dipahaminya atau dipikirkannya sendiri.
Dia akan menerima apa saja yang dijelaskan kepadanya. Sesuatu yang
menunjukkan nilai-nilai agama dan moral bagi si anak masih kabur
dan tidak dipahaminya.24
Untuk membina anak agar mempunyai sifat-sifat terpuji
tidaklah mungkin dengan penjelasan pengertian saja, akan tetapi perlu
membiasakannya untuk melakukan yang baik yang diharpkan nanti
mereka akan mempunyai sifat-sifat baik dan menjauhi sifat tercela.
Demikian pula dengan pendidikan agama, semakin kecil umur si anak,
hendaknya semakin banyak latihan dan pembiasaan agama dilakukan
pada anak. Dan demikian bertambah umur si anak, hendaknya
semakin bertambah pula penjelasan dan pengertian tentang agama itu
diberikan sesuai dengan perkembangan kecerdaannya.25
23
Mudjito, Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup Taman
Kanak-Kanak, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2007), hlm. 20.
24
Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: P.T. Bulan Bintang, 2005), hlm. 73
25
ibid., hlm. 74
35
Tidak diragukan bahwa mendidik dan membiasakan anak
sejak kecil paling menjamin untuk mendapatkan hasil. Sedang
mendidik dan melatih setelah dewasa sangat sukar untuk mencapai
kesempurnaan. Hal ini menunjukkan bahwa membiasakan anak-anak
sejak kecil sangatlah bermanfaat, sedangkan membiasakannya setelah
itu tidaklah akan bermanfaat, seperti halnya sebatang dahan, ia akan
lurus bila diluruskan, dan tidak bengkok meskipun sudah menjadi
sebatang kayu.26
Dari penjelasan, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang
telah mempunyai kebiasaan tertentu akan dapat melaksanakannya
dengan mudah dan senang hati. Bahkan segala sesuatu yang telah
menjadi kebiasaan dalam usia muda sulit untuk diubah dan tetap
berlangsung sampai hari tua. Untuk mengubahnya, sering kali
diperlukan terapi dan pengendaliaan diri yang serius.
Atas
dasar
inilah,
para
ahli
pendidikan
senantiasa
mengingatkan agar anak-anak segera dibiasakan dengan sesuatu yang
diharapkan menjadi kebiasaan baik sebelum terlanjur mempunyai
kebiasaan lain yang buruk.
b. Tujuan Habituasi
Habituasi adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan
baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Pembiasaan
26
Muhammad Sa’id Mursy, Seni Mendidik Anak, (Jakarta:Arroyan, 2001), hlm. 140
36
selain menggunakan perintah, suri tauladan, dan pengalaman khusus,
juga menggunakan hukuman dan ganjaran. Tujuannya agar anak
memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih
tepat dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu
(kontekstual). Selain itu, arti tepat dan positif ialah selaras dengan
norma dan tata nilai moral yang berlaku, baik yang bersifat religius
maupun tradisional dan kultural.27
Dari penjelasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa
tujuan habituasi adalah untuk melatih serta membiasakan anak secara
konsisten dan kontinyu dengan sebuah tujuan, sehingga benar-benar
tertanam pada diri anak dan akhirnya menjadi kebiasaan yang sulit
ditinggalkan di kemudian hari. Inilah yang diharapkan dari
pembentukan kebiasaan-kebiasaan yang baik akan terbentuk karakter
yang baik pula pada diri anak. Karena kerakter terkait erat
hubungannya dengan kebiasaan yang sering dilakukan oleh anak.
B. Kajian Tentang Karakter
1. Pengertian Karakter
Konsep karakter pertama kali digagas oleh pedagog Jerman F.W.
Foerster. Menurut bahasa, karakter berarti kebiasaan. Sedangkan menurut
istilah, karakter ialah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang
mengarahkan tindakan seorang Individu. Jika pengetahuan mengenai
27
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), hlm. 123
37
karakter seseorang dapat diketahui, maka dapat diketahui pula individu
tersebut akan bersikap dalam kondisi-kondisi tertentu.28
Pusat Bahasa Depdiknas mengartikan karakter sebagai “bawaan,
hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat,
temperamen, dan watak”. Karakter juga bisa berarti huruf, angka, ruang,
simbul khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik.29
M. Furqon Hidayatullah mengutip dari Rutland mengemukakan
bahwa kata karakter berasal dari bahasa latin yang berarti dipahat. Sebuah
kehidupan, seperti sebuah blok granit denagn hati-hati memahatnya.
Ketika dipukul sembarangan, maka akan rusak. Karakter merupakan
gabungan dari kebajikan dan nilai-nilai yang dipahat dalam batu tersebut,
sehingga akan menyatakan nilai yang sebenarnya.30
Tadkiroatun Musfiroh memandang karakter mengacu kepada
serangkaian
sikap
(attitudes),
perilaku
(behaviors),
motivasi
(motivations), dan keterampilan (skills). Karakter, lanjut Musfiroh,
sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau
menandai, dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan
itu dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Itulah sebabnya orang yang
tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya, dikatakan orang yang
28
M. Mahbubi, Pendidikan Karakter Implementasi Aswaja Sebagai Nilai pendidikan
Karakter, (Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2012)., cet. 1, hlm. 38.
29
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Op.Cit, hlm. 682.
30
M. Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2010), hlm. 20.
38
berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan
kaidah moral disebut sebagai orang yang berkarakter mulia.31
2. Urgensi Karakter
Tidak dapat disangkal bahwa persoalan karakter dalam kehidupan
manusia dimuka bumi sejak dulu sampai sekarang dan juga zaman yang
akan datang, merupakan suatu persoalan yang besar dan penting, kalau
tidak dikatakan persoalan hidup dan matinya suatu bangsa. Fakta-fakta
sejarah telah cukup banyak memperlihatkan bukti bahwa kekuatan dan
kebesaran suatu bangsa pada hakikatnya berpangkal pada kekuatan
karakternya, yang menjadi tulang punggng bagi setiap bentuk kemajuan
lahiriah bangsa tersebut.32
Sebaliknya, kejahatan atau kehancuran suatu bangsa diawali
dengan kemerosotan karakternya, walaupun kelemahan atau kehancuran
itu buat sementara masih dapat ditutup-tutupi dengan kemajuan-kemajuan
lahiriyah, dan kekuatan-kekuatan lahiriyah itu pada hakikatnya tidak
mempunyai “urat” dalam jiwa bangsa itu.33
Manusia mempunyai dua unsur pokok, yaitu (Jasmani dan
rohani), dan rohani itulah yang memegang “komando” terhadap jasmani,
maka jelaslah bahwa pembicaraan karakter manusia adalah menyangkut
bidang kerohanian. Karakter manusia itu dalam bentuknya yang baik an
31
Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa
Berperadaban, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm.33-34.
32
Mohamad Mustari, Nilai Karakter Refleksi Untuk Pendidikan, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2014), hlm. VII.
33
Ibid.,
39
buruk dapat menimbulkan akibat-akibat berantai dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Pendidikan karakter yang baik diwaktu sekarang,
bukan saja akan memperbaiki kehidupan dan masyarakat kita sekarang
saja, tetapi juga akan menjadi landasan yang baik dan teguh untuk
generasi-generasi yang akan datang.
Karakter seseorang yang positif atau mulia akan menjadikan
mengangkat status derajat yang tinggi dan mulia bagi dirinya. Kemuliaan
seseorang terletak pada karakternya. Karakter begitu penting karena
dengan karakter yang baik membuat tahan, tabah menghadapi cobaan, dan
dapat menjalani hidup dengan sempurna. Karakter membuat perkawinan
menjadi langgeng, sehingga anak-anak dapat dididik menjadi individu
yang matang, bertanggung jawab dan produktif.34
3. Nilai-nilai Karakter
Menurut Kemendiknas, karakter adalah watak, tabiat, ahlak, atau
kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai
kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai andasan untuk
cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak.35
Berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial,
hukum, etika akademik dan prinsip-prinsip HAM telah teridentifikasi
butir-butir nilai yang dikelompokkan menjadi lima nilai
34
utama yaitu
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter; konsepsi dan aplikasi dalam lembaga
pendidikan,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012). Cet. 2. Hlm. 6.
35
Ibid., hlm. 35.
40
nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan YME, diri
sendiri, sesama manusia dan lingkungan serta kebangsaan. Adapun daftar
nilai-nilai utama yang dimaksud dan deskripsi ringkasnya: 36
a. Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan
Religius
Pikiran, perkataan dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu
berdasarkan pada nilai ketuhanan.
b. Nilai Karakter dalam hubungannya Dengan Diri Sendiri
1) Jujur
Perilaku yang didasrkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan
pekerjaan.
2) Bertanggung Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk merealisasikan tugas dan
kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dilakukan terhadap
diri sendiri dan masyarakat.
3) Bergaya Hidup Sehat
Segala
upaya
untuk
menerapkan
kebiasaan
baik
dalam
menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan
buruk yang dapat mengganggu kesehatan,
4) Disiplin
36
M. Mahbubi, Op.Cit, hlm.43
41
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
5) Kerja keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas dengan
sebaik-baiknya.
6) Percaya Diri
Sikap yakin akan potensi diri terhadap pemenuhan tercapainya
setiap keinginan dan harapan.
7) Berjiwa Wirausaha
Sikap dn perilaku mandiri dan pandai mengenali produk baru,
menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk
pengadaan
produk
baru,
memasarkannya
serta
mengatur
permodalan operasinya.
8) Berpikir logis, Kritis, Kreatif dan Inovatif
Berpikir dan melakukan sesuatu secara logis untuk menghasilkan
cara baru dari apa yang telah dimilki.
9) Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain
dalam menyelsaikan tugas-tugas.
42
10) Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat dan
didengar.
11) Cinta Ilmu
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.
c. Nilai Karakter dalam Hubungannya dengan sesama
1) Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
Sikap tahu dan mengerti serta merealisasikan apa yang menjadi
milik atau hak diri sendiri dan orang lain serta tugas dan
kewajiban diri sendiri serta orang lain.
2) Patuh pada norma sosial
Sikap menurut dan taat terhadap aturan yang berkenaan dengan
masyarakat dan kepentingan umum.
3) Menghargai karya dan prestasi orang lain
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menhasilkan
sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta
menghormati keberhasilan sesuatu yang berguna bagi masyarakat
dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.
4) Santun
Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun
tata tertib bahasa mupun tata perilakunya ke semua orang.
43
5) Demokratis
Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.
d. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan
1) Peduli sosial dan lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan
pada lingkungan alam disekitarnya, dan mengembangkan upaya
untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu
ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan.
e. Nilai kebangsaan
Cara
berpikir,
bertindak
dan
wawasan
yang
menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan individu dan
kelompok.
1) Nasionalis
Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, kultur,ekonomi dan politikbangsanya.
2) Menghargai keberagamaan
Sikap memberikan rasa hormat terhadap berbagai macam hal baik
yang berbentuk fisik, sifat, adat, kultur, suku, dan agama.37
37
Ibid., hlm.44-48
44
Selain itu, Ratna Megawangi, pencetus pendidikan karakter di
Indonesia telah menyusun 9 (sembilan) pilar karakter mulia yang
selayaknya dijadikan acuan dalam pendidikan karakter, baik disekolah
maupun luar sekolah, yaitu sebagai berikut:
a. Cinta Allah dan Kebenaran;
b. Tanggung jawab, disiplin dan mandiri;
c. Jujur;
d. Hormat dan santun;
e. Kasih sayang, peduli dan kerjasama;
f. Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah;
g. Adil dan berjiwa pemimpin;
h. Baik dan rendah hati;
i. Toleran dan cinta damai.
Melengkapi uraian diatas, Ary Ginanjar Agustian dengan teori
ESQ menyodorkan pemikiran bahwa setiap karakter positif sesungguhnya
akan merujuk kepada sifat-sifat mulia Allah, yaitu al-Asma al-Husna.
Sifat-sifat dan nama-nama mulia ini merupakan sumber inspirasi setiap
karakter positif yang dirumuskan oleh siapapun. Dari sekian banyak
karakter
yang bisa
diteladani
dari
nama-nama
Allah
itu,
Ary
merangkumnya dalam 7 (tujuh) karakter dasar atau 7 (tujuh) budi utama
berikut ini:38
a. Jujur;
38
Amirulloh Syarbini, Op.Cit, hlm. 39.
45
b. Tanggung jawab;
c. Disiplin;
d. Visioner;
e. Adil;
f. Peduli, dan;
g. Kerjasama.
Sementara itu, menurut Abdullah Gymnastiar, karakter terbagi
kepda beberapa kuadran. Ada karakter baik dan buruk. Juga ada karakter
kuat dan lemah. Dari keempat kuadran itu, menghasilkan beberapa
kombinasi karakter yaitu: baik dan lemah (balem); jelek dan lemah
(jelem); jelek dan kuat (jeku); dan baik dan kuat (baku). Karakter yang
sangat dibutuhkan anak-anak saat ini adalah karakter baik dan kuat (baku)
yang terdiri dari:39
39
a.
Ikhlas;
b.
Jujur;
c.
Tawadhu’;
d.
Disiplin;
e.
Berani;
f.
Tangguh.
Ibid., hlm. 40
46
C. Habituasi dalam Pembentukan Karakter
Karakter tersusun dari tiga bagian yang saling berhubungan
yakni: moral knowing (pengetahuan moral), moral feeling (perasaan
moral), dan moral behaviour (perilaku moral). Karakter yang baik terdiri
dari pengetahuan tentang kebajikan (knowing the good), keinginan
terhadap kebaikan (desiring the good), dan berbuat kebaikan (doing the
good). Dalam hal ini diperlukan pembiasaan dalam pemikiran (Habits of
the mind), pembiasaan dalam hati (Habits of the heart) dan pembiasaan
dalam tindakan (habits of the action).40
Karakter seseorang berkembang berdasarkan potensi yang dibawa
sejak lahir atau yang dikenal sebagai karakter dasar yang bersifat biologis.
Menurut Ki Hajar Dewantara, aktualisasi karakter dalam bentuk perilaku
sebagai hasil perpaduan antara karakter biologis dan hasil hubungan atau
interaksi dengan lingungannya. Karakter dapat dibentuk melalui
pendidikan, karena pendidikan merupakan alat yang paling efektif untuk
menyadarkan individu dalam jati diri kemanusiaannya. Dengan
pendidikan akan dihasilkan kualitas manusia yang memiliki kehalusan
budi dan jiwa, memiliki kecemerlangan pikir, kecekatan raga, dan
memiliki kesadaran penciptaan dirinya. Dibanding faktor lain, pendidikan
memberi dampak dua atau tiga kali lebih kuat dalam pembentukan
kualitas manusia.41
40
41
Zubaedi, Op.Cit., hlm.13.
Ibid.,
47
Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas,
secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter pada diri
individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia
(kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi
sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan
berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks
totalitas
proses
psikologis
dan
sosial
kultural
tersebut
dapat
dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotion development),
olah pikir (intellectual evelopment), olahraga dan kinestetik (physical and
kinestetik development), dan olah rasa dan karsa (Affective and creativity
development).42
Berdasarkan alur pikir pembangunan karakter bangsa, pendidikan
merupakan salah satu strategi dasar pambentukan karakter yang dalam
pelaksanaanya harus dilakukan secara koheren dengan beberapa strategi
lain.
Strategi
tersebut
mencakup,
yaitu
sosialisasi/penyadaran,
pemberdayaan, pembudayaan dan pembiasaan serta kerjasama seluruh
komponen bangsa. Pembangunan karakter dilakukan dengan pendekatan
sistematik dan integratif dengan melibatkan keluarga, satuan pendidikan,
pemerintah, masyarakat sipil, anggota legislatif, media masa, dunia usaha
dan dunia industri (Buku Induk Pembangunan Karakter). Sehingga satuan
42
Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah Direktorat Pembnaan Sekolah Menengah Pertama, Panduan Pendidikan Karakter di
sekolah Menengah Pertama, 2010, hlm.14
48
pendidikan adalah komponen penting dalam pembentukan karakter yang
berjalan secara sistematis dan integratif.43
1. Bentuk-bentuk Habituasi dalam pembentukan karakter
a. Habituasi dalam Keluarga
Membina dan mendidik anak adalah tugas suci dan
luhur. Bukan tugas remeh dan kampungan. Keluarga sadar bahwa
rumah tangga adalah pabrik generasi, karena dari situlah akan
lahir generasi selanjutnya. Dari beberapa nasihat yang terkandung
dalam ayat suci Al-Qur’an dan beberapa perkataan tokoh
menunjukkan adanya saling mendukung antara peran bapak dan
ibu dalam usaha membina generasi yang tangguh. Dengan
keharmonisan yang tercipta dalam rumah tanga akan memberikan
kontribusi kepada anak untuk menjadi anak yang bermoral
tinggi.44
Oleh keakraban dan bimbingan didalamnya, sentuhansentuhan hatinya serta oleh kehidupan beragama dirumah dan
keteladanan kebaikan didalamnya menjadikan diri anak betah dan
genah. Makan bersama, shalat berjamaah, berdialog dari hati
kehati, rekreasi bersama berkunjung menikmati keindahan ciptaan
Allah, atihan-latihan berdisiplin, beersih, dan ta’at dapat
dilakukan dirumah. Jadi pada keluarga sangat diperlukan oleh
43
44
Agus Wibowo., Op.Cit, hlm. 46.
Yunus Hanis Syam, Cara Mendidik Generasi Islami, sistem dan Pola Asuh yang Islami,
(Yogyakarta:Media Jenius Lokal, 2004), Cet.I, hlm. 95-96
49
anak dalam usaha pembinaan diri untuk menjadi generasi
unggulan adalah kontrol dari orang tua.45
Pendidikan karakter adalah pendidikan sepanjang
hayat, sebagai proses perkembangan kearah manusia kaffah
(sempurna). Oleh karena itu, pembentukan karakter memerlukan
keteladanan dan sentuhan mulai sejak dini sampai dewasa.
Periode yang paling sensitif menenukan adalah pendidikan dalam
keluarga yang menjadi tanggung jawab orang tua. Pola asuh atau
parenting style adalah salah satu faktor yang secara signifikan
turut membentuk karakter anak. Pendidikan dalam keluarga
adalah pendidikan utama dan pertama bagi anak, yang tidak bisa
digantikan oleh lembaga pendidikan manapun. Oleh karena itu,
pendidikan dalam keluarga sangat diperlukan untuk membangun
sebuah comunity of learner tentang pendidikan anak dan
pendidikan dalam keluarga juga sangat diperlukan menjadi
sebuah kebijakan pendidikan dalam upaya membangun karakter
bangsa secara berkelanjutan.46
Berikut ini ada beberapa catatan berkenaan dengan
pembinaan kesehatan dan perkembangan psikologis dalam
membina karakter positif dalam diri anak-anak:47
45
Ibid., hlm.99
Agus Wibowo, Op.Cit, hlm.67-68
47
Jaudah Muhammad Awwad, Mendidik anak secara Islami, (Jakarta: gema insani Press,
2005) cet ke 12. Hlm. 55-59.
46
50
1) Panggillah anak-anak dengan nama yang baik
2) Upayakan agar anak mau tidur lebih awal. Hidarkan tempattempat hiburan yang membuat anak terlambat tidur atau
hiburan yang merusak kepribadian anak.
3) Biasakan agar anak bersikap jujur dan berani. Biasanya
kejujuran dan keberanian anak itu hanya akan timbul pada
diri anak yang telah dibina untuk biasa jujur dan berani,
4) Biasakan agar anak-anak sealu manyisihkan uang jajannya
atau miliknya untuk didermakan kepada orang lain. Itu akan
melatih anak tidak kikir dan membiasakan anak untuk amar
ma’ruf.
5) Tetapkanlah sikap amanah sejak dini kepada anak-anak.
Anak-anak dibiasakan menghormati milik orang lain,
misalnya dengan tidak mengambil mainan temannya atau
mengambil makanan diwarung dengan tidak membayar.
6) Upayakan agar ana-anak terbiasa meminta izin ketika akan
membuka tas orang lain, ketika akan memasuki kamar orang
tua, atau sebelum memakai benda-benda milik saudaranya.
7) Biasakan agar anak-anak tidak malas atau banyak tidur
melebihi waktu yang semestinya. Motivasilah agar mereka
tumbuh menjadi anak yang gesit serta senantiasa ceria dan
gembira
ketika
bermain.
Kita
tidak
perlu
terlalu
mencemaskan anak kita yang banyak bermain. (tentu saja,
51
orang tua harus menyusun jadwal bermain agar tidak
merugikan anak). Artinya kita tidak dapat mengatakan bahwa
anak yang banyak bermain adalah anak nakal. Anak yag
terbiasa dinamis dan penuh gerak , dia akan mengalami masa
dewasa yang menyenangkan
b. Pembentukan Karakter di Masyarakat
Pembentukan karakter harus bersifat multilevel dan
multichannel. Pembentukan karakter itu perlu keteladanan
misalnya perilaku nyata dalam setting kehidupan yang otentik dan
tidak bisa dibangun secara instant.48
Menurut Tangney, Stuewig, dan Debra Mashek dalam
bukunya yang berjudul Moral Emotions and Moral Behavior
menganjurkan agar masyarakat menumbuh-kembangkan beberapa
jenis perasaan agar pembentukan karakter bisa berhasil. Perasaanperasaan itu erat kaitannya dengan kebiasaan moralitas perilaku
manusia, yaitu:49
1) Rasa bersalah (tanggung jawab), buka rasa malu.
Malu munul sebagai hasil dari “apa yang orang-orang
lakukan akan berakibat terhadapku”, sedang rasa bersalah
timbul sebagai lanjutan dari “apa yang aku lakukan akan
berakibat terhadap orang lain”. Rasa malu dekat egiosentris,
sementara rasa bersalah adalah wujud altruistis.
48
49
Agus Wibowo, Loc.Cit., hlm. 68.
Ibid,.
52
2) Kebanggaan
Bukan kebanggaan karena “aku adalah siapa” (alpha pride),
melainkan kebanggaan atas “apa yang aku lakukan” (beta
pride).
3) Perasaan Tercerahkan dan terinspirasi untuk meniru kebaikan
orang lain.
Keberadaan sosok model sangat penting pada moral
emotion yang ketiga tersebut.
Menurut Nuh, beberapa kebiasaan atau budaya yang perlu
ditumbuh kembangkan di lingkungan masyarakat diantaranya ,
budaya apresiatif konstruktif. “kebiasaan memberikan spresiasi
itu akan membangun lingkungan untuk tumbuh suburnya orang
berprestasi. Kalau lingkungan sendiri tidak mendukung seseorang
berprestasi maka nanti akan terus menerus negatif,” katanya.
Budaya berikutnya yang perlu dikembangkan adalah rasa
penasaran intelektual atau intellectual curiosity dan kesediaan
untuk belajar dari orang lain.50
c. Habituasi di Lembaga Pendidikan atau Sekolah.
Pengembangan karakter melalui pembiasaan disekolah
dapat dilakukan dalam berbagai bentuk di antaranya;
a) Pembiasaan dalam akhlak, berupa pembiasaan bertingkah
laku yang baik, baik di sekolah maupun di luar sekolah
50
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 161.
53
seperti berbicara sopan santun, berpakain bersih, hormat
kepada orang yang lebih tua, dan sebagainya.
b) Pembiasaan dalam ibadah, berupa pembiasaan shalat
berjamaah di musholla sekolah, mengucapkan salam sewaktu
masuk kelas, serta membaca “basmallah” dan “hamdallah”
tatkala memulai dan menyudahi pelajaran.
c) Pembiasaan dalam keimanan, berupa pembiasaan agar anak
beriman dengan sepenuh jiwa dan hatinya, dengan membawa
anak-anak memperhatikan alam semesta, memikirkannya
dalam merenungkan ciptaan langit dan bumi dengan
berpindah secara bertahap dari alam natural ke alam
supranatural.51
Pendidikan dengan pembiasaan menurut Mulyasa dapat
dilaksanakan secara terprogram dalam pembelajaran atau dengan
tidak
terprogram
dalam
kegiatan
sehari-hari.
Kegiatan
pembiasaan dalam pembelajaran secara terprogram dapat
dilaksanakan dengan perencanaan khusus dalam kurun waktu
tertentu, untuk mengembangkan pribadi peserta didik secara
individual, kelompok dan atau klasikal sebagai berikut:52
1) Biasakan peserta didik untuk bekerja sendiri, menemukan
sendiri,
dan
mengonstruksi
sendiri
pengetahuannya,
keterampilan dan sikap baru dalam pembelajaran;
51
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hlm. 185.
Heri Guanawan, Op.Cit., hlm. 94-95.
52
54
2) Biasakan melakukan kegiatan inkuiri dalam setiap proses
pembelajaran;
3) Biasakan peserta didik bertanya dalam setiap proses
pembelajaran;
4) Biasakan belajar berkelompok (cooperative learning) untuk
menciptakan masyarakat belajar;
5) Biasakanlah bagi guru untuk selalu menjadi “model” dalam
setiap pembelajaran;
6) Biasakan
melakukan
refleksi
dalam
setiap
akhir
pembelajaran;
7) Biasakan melakukan penilaian yang sebenarnya, adil dan
transparan dengan berbagai cara;
8) Biasakan peserta didik untuk bekerja sama (team work) dan
saling menunjang satu sama lainnya;
9) Biasakan untuk belajar dengan menggunakan berbagai
sumber belajar;
10) Biasakan peserta didik untuk melakukan sharing dengan
teman-temannya, untuk menciptakan keakraban;
11) Biasakan peserta didik untuk selalu berfikr kritis terhadap
materi belajar;
12) Biasakan peserta didik untuk berani mengambil keputusan
dan juga berani mengambil resiko;
55
13) Biasakan peserta didik untuk tidak mencari kambing hitam
dalam memutuskan masalah;
14) Biasakan peserta didik untuk selalu terbuka dalam saran dan
kritikan yang diberikan orang lain;
15) Biasakan peserta didik untuk terus-menerus melakukan
inovasi dan improvisasi dalam melakukan pembelajaran demi
melakukan perbaikan selanjutnya.
Adapun kegiatan pembiasaan peserta didik yang dilakukan
secara terprogram dapat dilaksanakan dengan cara-cara sebagai
berikut:53
1) Kegiatan rutin, yaitu pembiasaan yang dilakukan secara
terjadwal, seperti shalat berjamaah, shalat duha bersama,
upacara bendera, senam, memelihara kebersihan diri sendiri
dan lingkungan sekolah, dan kegiatan yang lainnya;
2) Kegiatan yang dilakukan secara spontan, adalah pembiasaan
yang dilakukan tidak terjadwal dalam kejadian khusus,
misalnya pembentukan prilaku memberi salam, membuang
sampah pada tempatnya, melakukan antre, dan lain
sebagainya;
3) Kegiatan alam keteladanan, adalah pembiasaan dalam bentuk
perilaku sehari-hari, seperti berpakaian rapi, berbahasa yang
baik dan santun, rajin membaca, memuji kebaikan atau
53
Ibid.
56
keberhasilan orang lain, datang kesekolah dengan tepat
waktu, dan lain sebagainya.
Dalam pelaksanaan pendidikan karakter, pembiasaan
peserta didik akan lebih efektif jika ditunjang dengan keteladanan
dari tenaga pendidik dan tenaga kependidikan lainnya. Oleh
karenanya metode ini dalam pelaksanaannya tidak akan terlepas
dari keteladanan. Dimana ada pembiasaan disana ada keteladanan.
Kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus akan membentuk
karakter.
2. Langkah-langkah Habituasi dalam Pembentukan Karakter
Beberapa langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam
menerapkan pembiasaan, seperti berikut:54
a.
Mulai pembiasaan sebelum terlambat, sebelum anak didik
memiliki kebiasaan lain yang berbeda /berlawanan dengan hal-hal
yang akan dibiasakan.
b.
Pembiasaan
hendaknya
dilakukan
secara
terus
menerus,
dilakukan secara teratur berencana sehingga akhirnya menjadi
suatu ebiasaan yang otomatis, untuk itu diperlukan pengawasan.
c.
Pendidik hendaknya konsekuen, bersikap tegas dan teguh dalam
pendirian yang telah diambilnya. Jangan memberi kesempatan
kepada anak untuk mengingkari kebisaan yang telah dilakukan.
54
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2002), hlm. 178.
57
d.
Pembiasaan yang pada awalnya mekanistis, harus menjadi
kebiasaan yang disertai dengan kesadaran dan kata hati anak itu
sendiri.
Dalam mendidik anak dengan pembiasaan agar memiliki
kebiasaan yang baik dan akhlak mulia, maka pendidik hendaknya
memberikan
motivasi
dengan
memberikan
petunjuk-petunjuk.
kata-kata
Suatu
yang
saat
baik
dengan
sesekali
memberi
peringatan dan pada saat yang lain dengan kabar gembira. Kalau
memang diperlukan, pendidik boleh memberi sanksi jika dipandang
ada kemaslahatan bagi anak guna meluruskan penyimpangan dan
penyelewengan.
Semua langkah tersebut memberikan arti positif dalam
membiasakan anak dengan keutamaan-keutamaan jiwa, akhlak mulia,
dan tata cara sosial. Dari pembiasaan ini, mereka akan menjadi orang
yang mulia, berfikir matang, dan bersifat istiqomah. Selain itu, dalam
menerapkan sistem Islam mendidik kebiasaan, para pendidik
hendaknya mempergunakan cara yang beragam. Pendidik hendaknya
membiasakan anak memegang teguh akidah dan bermoral, sehingga
anak-anak pun akan terbiasa tumbuh berkembang dengan akidah
Islam yang mantap, dengan moral Al-Qur’an yang tinggi. Lebih
lanjut, mereka akan dapat memberikan keteladanan yang baik,
perbuatan yang mulia, dan sifat-sifat terpuji kepada oran lain.55
55
Abdullah Nasih Ulwan., Op.Cit, hlm. 64.
58
Kebiasaan secara umum dapat diklasifikasian menjadi dua
bagian. Pertama; kebiasaan baik (positif), adalah perbuatan yang
diulang-ulang yang tepat guna dan berdaya guna bagi diri dan
lingkungannya. Kedua, kebiasaan buruk (negatif), adalah perbuatan
yang diulang-ulang yang tidak berguna dan tidak menghasilkan
manfaat bagi diri sendiri serta lingkungannya. Untuk mengubah
kebiasan buruk menjadi perbuatan baik dapat dilakukan dengan kiatkiat berikut ini:56
a) Lakukan kebiasaan baru secara mantab dan penuh rasa tanggung
jawab. Lakukan suatu kegiatan rutin baru yang berlawanan
dengan kebiasaan lama. Lalu, ceritakan kepada orang-orang
terdekat atau sebarluaskan perubahan itu.
b) Mempraktikkan kebiasaan baru tanpa henti sampai kebiasaan itu
benar-benar berurat dan berakar. Setiap kali anda mempraktikkan
kebiasaan baru, biasanya anda akan menghadapi momentum
untuk kembali pada kebiasaan lama. Ini sama seperti memulai
dari awal dan memulai sesuatu dari titik awal biasanya
merupakan langkah yang paling sulit. Semakin cepat suatu
kebiasaan dapat ditanmkan, semakin besar pula peluang hal itu
untuk menjadi kebiasaan yang tetap.
c) Sebaiknya kebiasaan baru itu diterapkan sedini mungkin.
Kebiasaan baru itu dapat diperoleh dan terlaksana karena selalu
56
Amirullah Syarbini, Op.Cit, hlm.64.
59
dipraktikkan secepat mungkin bukan karena ditunda-tunda terus
sampai berlarut-larut. Besar kecilnya kecenderungan untuk
berbuat sesuatu didalam diri kita apabila sebanding dengan berapa
kali tindkan itu sendiri benar-benar dilaksanakan.
3. Faktor Penentu Keberhasilan Habituasi dalam Pembentukan Karakter
Faktor terpenting dalam pembentukan kebiasaan adalah
pengulangan. Sebagai contoh, seorang anak akan terbiasa membuang
sampah pada tempatnya ketika kebiasaan itu sering dilakukan hingga
akhirnya menjadi kebiasaan baginya. Melihat hal tersebut, faktor
pembiasaan
memegang
peranan
penting
dalam
mengarahkan
pertumbuhan dan perkembangan anak untuk menanamkan agama
yang lurus.57
Pembiasaan merupakan proses pembelajaran yang dilakukan
oleh orang tua atau pendidik kepada anak. Hal tersebut agar anak
mampu membiasakan diri pada perbuatan&perbuatan yang baik dan
yang dainjurkan, baik oleh norma agama maupun hulum yang berlaku.
Kebiasaan adalah reaksi otomatis dari tingkah laku terhadap situasi
yang diperoleh dan dimanifestasikan secara konsisten sebagai hasil
dari pengulangan terhadap tingkah laku. Dalam menanamkan
kebiasaan diperlukan pengawasan. Pengawasan hendaknya digunakan
meskipun secara berangsur-angsur peserta didik diberi kebebasan.
Dengan perkataan lain pengawasan dilakukan dengan mengingat usia
57
Armai Arief., Op.Cit, hlm. 115.
60
peserta didik, serta perlu ada keseimbangan antara pengawasan dan
kebebasan.58
Selain itu, pembiasaan hendaknya disertai dengan usaha
membangkitkan kesadaran atau pengertian secara terus-menerus akan
maksud dari tingkah laku yang dibiasakan, sebab pembiasaan
digunakan bukan untuk memaksa peserta didik agar melakukan
sesuatu secara otomatis, melainkan agar anak dapat melaksanakan
segala kebaikan dengan mudah tanpa merasa susah atau berat hati.59
58
59
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 189
ibid., hlm. 191.
61
BAB III
KONSEP HABITUASI DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER
MENURUT Ir. FELIX YANUAR SIAW DALAM BUKU
“HOW TO MASTER YOUR HABITS”
A. Biografi Ir. Felix Yanuar Siaw
Ir. Felix Yanuar Siaw, lahir di Palembang pada 31 Januari 1984 dan
merupakan keturunan etnis China (Tionghoa).
Pendidikan Formalnya
ditempuh di SD-SMA di Palembang Sumatra Selatan. Felix Siauw lahir dan
tumbuh di lingkungan 95 % non-muslim. Ia mulai mengenal Islam pada
tahun 2002, saat berkuliah di Institut Pertanian Bogor (ITB) dan memutuskan
untuk menjadi seorang Mu’allaf ketika semester tiga.
Pengalaman religinya dimulai ketika masih menjadi seorang
penganut Kristen Katolik saat berusia 12 tahun, dalam dirinya mulai muncul
banyak sekali pertanyaan terkait keyakinan hidupnya. Diantara pertanyaanpertanyaan itu, tiga pertanyaan yang paling besar adalah: Darimana asal
kehidupan ini?, Untuk apa adanya kehidupan ini?, dan akan seperti apa
akhir daripada kehidupan ini?. Dari tiga pertanyaan tersebut muncullah
pertanyaan-pertanyaan turunan, “Kenapa Tuhan pencipta kehidupan ini ada
3, Tuhan bapa, Putra dan Roh Kudus? Darimana asal Tuhan Bapa?”, atau
“Mengapa Tuhan bisa disalib dan dibunuh lalu mati, lalu bangkit lagi?”.
Pertanyaan-pertanyaan
itu
selalu
akan
mengambang dan tak memuaskan dirinya.
mendapatkan
jawaban
yang
62
Ketidakpuasan lalu mendorong Ir. Felix Yanuar Siaw untuk mencari
jawaban di dalam Al-kitab, kitab yang datang dari Tuhan, yang beliau pikir
waktu itu bisa memberikan jawaban. Sejak saat itu, mulailah Felix labil
mempelajari isi Al-kitab yang belasan tahun tidak pernah beliau buka secara
sadar dan sengaja. Betapa terkejutnya Ia, setelah sedikit berusaha memahami
dan mendalami Al-kitab, Felix Siaw baru saja mengetahui pada saat itu jika
14 dari 27 surat dari Injil perjanjian baru ternyata ditulis oleh manusia, Felix
Siaw hampir tidak percaya bahwa lebih dari setengah isi kitab yang katanya
kitab Tuhan ternyata ditulis oleh manusia, yaitu Santo Paulus. Lebih terkejut
lagi ketika Felix Siaw mengetahui bahwa sisa kitab yang lainnya juga
merupakan tulisan tangan manusia setelah wafatnya Yesus. Sederhananya,
Yesus pun tidak mengetahui apa isi Injilnya. Lebih dari itu semua, konsep
Trinitas yang menyatakan Tuhan itu tiga dalam satu dan satu dalam tiga
(Bapa, Anak, dan Roh Kudus) yang merupakan inti dari ajaran Kristen pun
ternyata adalah hasil konggres di kota Nicea pada tahun 325 M. Ketika proses
mencari jawaban di dalam Al-kitab-pun, Felix Siaw menemukan sangat
sedikit sekali keterangan yang diberikan di dalam Al-kitab tentang kehidupan
setelah mati hari kiamat dan asal usul manusia.
Setelah proses pencarian jawaban di dalam Al-kitab itu, Felix Siaw
memutuskan bahwa agama yang dianut tidaklah pantas untuk dipertahankan
atau diseriusi, karena tidak memberikan jawaban atas pertanyaan mendasar
Felix Siaw, juga tidak memberikan kepadanya pedoman dan solusi dalam
menjalani hidup ini. Sejak saat itu, Felix Siaw memutuskan untuk menjadi
63
seseorang yang tidak beragama, tetapi tetap percaya kepada Tuhan. Tanpa
sadar waktu itu Felix Siaw masuk kedalam ideologi sekular. Menjadilah Felix
manusia yang sinkretis dan pluralis pada waktu itu.
Tetapi semua pandangan itu berubah 5 tahun kemudian ketika Felix
Siaw Lulus dari SMA Xaverius 1 Palembang dan memutuskan memasuki
kuliah di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB).
Memasuki
semester ketiga Felix bertemu dengan seorang ustadz muda aktivis gerakan
da’wah Islam internasional, al-Ustadz Fatih Karim sekaligus perkenalan Felix
dengan Al-Qur’an dimulai. Diskusi itu bermula dari perdebatan Felix dengan
seorang temannya tentang kebenaran. Temannya berpendapat bahwa
kebenaran ada di dalam Al-Qur’an, sedangkan Felix Siaw
belum
mendapatkan kebenaran. Sehingga dipertemukanlah Felix dengan ustadz
Fatih Karim untuk berdiskusi lebih lanjut.
Akhirnya ketiga pertanyaan besar Felix selama ini terjawab dengan
sempurna. Bahwa “saya berasal dari Sang Pencipta dan itu adalah Allah
SWT. Saya hidup untuk beribadah (secara luas) kepada-Nya karena itulah
perintah-Nya yang tertulis didalam Al-Qur’an. Dan Al-Qur’an dijamin
datang dari-Nya karena tak ada seorangpun manusia yang mampu
mendatangkan yang semacamnya”. Dan akhirnya beliau memutuskan untuk
masuk Islam diusia 22 tahun. Ketika di Bogor itulah, Ia sempat mengaji
kepada para Ustad terkenal di Bogor, seperti al-Ustadz Ahmad Muhdi, Ustad
Abbas Aula, Ustad Abdul Hanan, Ustad Musthafa Abdullah Bin Nuh, KH
Tubagus Hasan Basri, dan Sebagainya. Felix menyadari belajar Islam
64
sekarang harus seperti belajarnya orang-orang zaman dahulu. Felix Siaw
menganggap mempelajari Islam sebagai sebuah kajian tersistematis, yang
dilakukan secara berkala untuk memperdalam ilmu-ilmu Islam. Mulai dari
Tauhid, Aqidah, Dakwah, Syariah, dan sebagainya, itulah yang harus
dipelajari.
B. Perjalanan Karir Akademik
Berbagai pengalaman kerja pernah dijalaninya: pernah menjadi
seorang pengajar kajian kitab, Dosen Matematika di STIE Jakarta, Islamic
Inspirator Dakwah, penulis buku dan presenter acara.
Pada Tahun 2002 setelah menjadi seorang Mu’allaf, Felix Siaw
mulai aktif mendakwahkan dan memperjuangkan Islam di kampus IPB dan
bergabung dalam tim dakwah kampus BKIM IPB, Felix juga diamanahi
menjadi ketua lembaga dakwah fakultas pertanian, Elsifa.
Felix Siauw menikah pada tahun 2006 dengan seorang wanita
Muslimah bernama Ummu Lin dimana mereka dipertemukan ketika samasama menempuh kuliah di IPB, dan saat ini telah memiliki empat orang
anak, yaitu Alila Shaffiya Asy-Syarifah (2008), Shifr Muhammad Al-Fatih
1453 (2010), Ghazi Muhammad Al-Fatih 1453 (2011), dan Aia Shaffiya AsySyarifah (2013)..
Sekarang, Felix Siaw berkonsentrasi membangun generasi Islami
sebagai Islamic Inspirator. Program-programnya disusun sedemikian rupa
sehingga membangkitkan nilai-nilai ilahiah didalam diri setiap individu
sehingga mampu dan menjalani hidup dan beraktivitas dengan mulia. Al-
65
Qur’an dan As-Sunnah selalu menjadi landasannya dalam menginspirasi
aktivitasnya maupun mengubah performa setiap individu yang mengikuti
program-programnya. Salah satu program dakwah ditelevisi yang dilakoni
adalah acara Variety Show Religi “Inspirasi Iman” yang dipandu oleh artis
Oki Setiana Dewi,Teungku Wisnu dan Jarwo Kwat setiap Kamis pukul 23.0024.30 Wib di TVRI. Felix Siaw juga berprofesi sebagai Marketing Manager
di perusahaan Agrokimia, PT. Biotis Agrindo. Secara aktif Felix Siaw
mengisi kajian-kajian Islam di perkantoran, pesantren dan masjid.
C. Karya-karya Ir. Felix Yanuar Siaw
Sejak memutuskan menjadi seorang Mu’allaf, Felix Siaw telah
membuat habits baru dalam dirinya yakni sebagai seorang penulis buku.
Buku-buku karya Ustadz Felix kental dengan nilai-nilai Islam dan banyak
mengambil intisari dari banyak sumber di Islam seperti Al-Quran dan Hadist.
Beberapa buku yang sudah ditulis oleh Ir. Felix Yanuar Siaw
diantaranya adalah:
1. Beyond The Inspiration
Buku ini sangat memberi inspirasi kepada remaja muslim untuk
mengejar impian. Dalam buku ini di ceritakan tentang kejayaan islam yang
pernah menguasai dunia. Dari sejarah yang sangat inspiratif tersebut Felix
Siauw inggin menyampaiknya kepada seluruh remaja islam agar terus
bersemangat untuk membangun kejayaan islam seperti kejayaan yang dulu
pernah diraih.
66
2. Muhammad Al-Fatih 1453
Dalam buku ini bercerita tentang seorang tokoh islam yang
bernama Muhammad Al-Fatih (Sultan Mehmed II), yakni salah satu Sultan
dari dinasti Turki Usmani. Dia adalah pemuda yang bisa membawa harum
nama islam. Dan nama besar dia juga masih diinggat orang sampai saat
ini. buku ini becerita mengenai banyak petempuran dan Muhammad AlFatih adalah seorang pemuda yang bisa menguatkan kejayaan islam
dengan membuktikan bisyarah Nabi Muhammad SAW. Maka dari itu
buku ini bisa menjadi inspirasi agar semuanya dapat membawa nama besar
islam.
3. Udah Putusin Aja
Mendengar judul buku ini pastinya membuat semakin penasaran
dengan apa isi dari buku tersebut. Buku Udah Putusin Aja berisi tentang
nasehat bagi para remaja untuk tidak menjalin hubungan (pacaran) jika
memang belum saatnya membutuhkan pasangan hidup. Banyak hal yang
di ceritakan dalam buku ini seperti banyaknya akibat negatif jika
berpacaran. Buku ini sangat sarat akan nasehat islami yang cocok untuk
para remaja yang sekarang ini banyak yang salah langkah.
4. Yuk Berhijab
Buku ini memang sangat disarankan untuk dibaca bagi para
wanita muslim. Dalam buku ini banyak dituliskan mengapa sebagai wanita
muslim harus mengunakan hijab. Pengunaan hijab bagi wanita muslim
mempunyai
banyak
manfaat
yang
kadang
banyak
orang
tidak
67
mengetahuinya. Buku ini berisi nasehat-nasehat agar wanita muslim selalu
mengunakan hijab. Sama dengan buku karya Felix Siauw yang lain, buku
ini juga memiliki bahasa yang enak di baca.
Selain itu, karya terbaru Ir. Felix Yanuar Siaw adalah "The
Chronicles of Ghazi: Rise of The Ottomans" dan "Khilafah". Kini Felix Siaw
juga telah mennyelesaikan karyanya yaitu Komik Muhammad Al-Fatih 1453
yang dikemas sangat menarik. Semua karyanya bekerja sama dengan penerbit
Al-Fatih Press di Jakarta.
Banyak orang yang belum mengetahui siapa Ir. Felix Yanuar Siauw
dikarenakan Dia memang jarang muncul ke publik. Sebagai penulis Dia lebih
banyak fokus ke dunia yang berbau islami. Sebagai seorang ustadz dia juga
inggin mengajarkan sesuatu kepada masyarakat umum. Dia tidak inggin
bukunya hanya menjadi sebuah karya yang tidak bermakna, maka dari itu
daftar buku Felix Siauw juga banyak berisi nasehat yang baik.
Daftar buku Felix Siauw yang ada di pasaran memang memiliki nilai
nasehat dan inspirasi yang bagus bagi yang membaca buku tersebut. Bukubuku karyanya juga adalah simbol bahwa semua orang harus menyebarkan
nasehat yang baik kepada yang lain, dan Felix Siauw juga menjalankan hal
tersebut lewat bukunya. Memang buku karya dia di sangat kental dengan
nilai-nilai islam, dia banyak mengambil intisari dari banyak sumber di islam
seperti Al-Quran dan Hadist menjadi nasehat-nasehat yang sangat ringan akan
tetapi memiliki nilai pembelajaran yang tinggi pada orang yang membaca
68
buku karya sang Ustadz. Kaidah-kaidah islam yang dia masukan dibukunya
memang sangat di harapkan mampu menjadi sebuah nasehat yang bisa
disampaikan dengan mudah ke segala penjuru.
Sebagai seorang ustadz dia pasti mengetahui bahwa dengan menulis
buku maka itu akan mempermudah dia menyampaikan nasehat dan motivasi
islami yang baik kepada masyarakat, akan tetapi gaya menulis Felix Siauw
memang lebih condong untuk menggaet pembaca usia remaja. Kenapa dia
memilih remaja sebagai target juga di pengaruhi bahwa sekarang ini moral
remaja sangat turun jauh di akibatkan oleh banyak faktor. Maka dari itu
harapan dia dengan buku tersebut dibaca oleh remaja akan membuat mereka
mendapat nasehat yang baik dan sesuai dengan kaidah islami. Para remaja
sekarang ini memang sudah seperti kehilangan nilai-nilai islami dikarenakan
mungkin mereka kurang mendapatkan pembelajaran islami.
D. Pemikiran Ir. Felix Yanuar Siaw dalam Buku “How To Master Your
Habits”
1.
Konsep, Dasar dan Tujuan Habituasi
Semua ummat muslim pasti mengenal Imam Asy-Syafi’i. Beliau
pendiri mazhab Syafi’i dan sangat terkenal pada zamannya sebagai
seorang pemuda yang fasih bacaan Al-Qur’annya, indah lisannya dan
kuat akalnya. Walaupun dibesarkan dalam keadaan yatim, As-Syafi’i
mampu menghafal Al-Qur’an dan saat itu umurnya belum genap 7 tahun.
Bahkan menghafal keseluruhan kitab Al-Muwattha’ Imam Malik ketika
69
berusia 12 tahun. Hafalan beliau tentang nasab dan sejarah Arab-pun
menyamai Ibnu Hisyam. Beliau seorang sejarawan muslim yang
kemampuannya diatas rata-rata. Belum lagi ribuan hafalan sya’ir-sya’ir
Arab yang beliau kuasai.1
Walaupun bukan penghafal Hadits terbanyak, Siti Aisyah
meriwayatkan kurang lebih 2.210 hadits dari Rasulullah SAW, dan
menjadikannya penghafal Hadits terbanyak dari kalangan Sahabiyah.2
Dari ilustrasi diatas, pasti kebanyakan manusia berhenti hanya
pada rasa ‘kagum’ dan ‘takjub’ saja. Dan rasa ‘kagum’ dan ‘takjub’ itu
akhirnya berubah menjadi pembenaran bahwa kita tidak akan bisa mejadi
seperti itu, mustahil untuk melakukannya. Dan akhirnya muncullah
pemikiran bahwa As-Syafi’i adalah orang yang jenius dan tidak akan ada
orang yang mungkin bisa menandinginya, menghafal satu jus Al-Quran
saja sulit setengah mati, dan apabila mampu itupun dianggap sebuah
mukjizat. Kalau sudah muncul pemikiran itu, maka akan berlanjut
pemikiran bahwa semua itu “memang sudah takdir Allah”.
Akhirnya, kebanyakan manusia merasa bahwa skill atau
keahlian seseorang adalah bagian daripada bakat yang telah digariskan
dari Allah, takdir Allah. Lebih parah lagi, kebaikan dan keburukan juga
VI, hlm.1.
1
Felix Y. Siaw, How To Master Your Habits, (Jakarta: Al-Fatih Press, 2014), Cet. Ke-
2
Ibid., hlm. 3.
70
dianggap sebagai bagian dari bakat dan keturunan, diwariskan oleh gen
dan darah.3
Padahal kenyataannya bertolak belakang dengan anggapan
manusia. Keahlian dan karakter bukan semata-mata sesuatu yang
diwariskan. Namun keahlian adalah hasil pilihan, latihan dan
pengulangan pilihan-pilihan yang telah dibuat.
Konsep tentang habituasi menurut Ir. Felix Yanuar Siaw
diungkapkan dalam bukunya adalah sebagai berikut:
Habits adalah segala sesuatu yang kita lakukan secara
otomatis, bahkan kita melakukannya tanpa berfikir. Habits
adalah sesuatu aktivitas yang dilakukan terus-menerus
sehingga menjadi bagian dari pada seorang manusia. Dia
adalah kebiasaan kita. Biasa yang dimaksud disisni bukan
biasa dalam konotasi negatif, namun lebih berarti “hasil
pembiasaan (habituasi)” dari latihan yang berulang-ulang
kali dilakukan. Bisa juga dikatakan mereka melakukan
hal-hal yang luar biasa berulang kali sehingga hal yang
luar biasa bagi kita adalah biasa bagi mereka. Perbedaan
antara bisa dengan tidak bisa itu sangat sederhana, yaitu
habituasi. Bisa karena biasa, tak bisa karena tak biasa.
Sederhana.4
Jadi menguasai bahasa adalah habits, rajin dan malas pun juga
habits, kreatif dan jumud juga habits, bahkan kaya dan miskin bisa jadi
juga hasil dari habits, sampai bersemangat dakwah juga futur adalah hasil
habits.
Habits ibarat autopilot pada diri manusia yang menentukan
bagaimana dia merespons terhadap satu kondisi tertentu, atas pembiasaan
respons terhadap kondisi tertentu. Dalam sauatu penelitian disampaikan
3
4
Ibid., hlm. 5.
Ibid., hlm. 13-19.
71
bahwa dari 11.000 sinyal yang diterima otak manusia, hanya 40 yang
diproses secara sadar, sedangkan sisanya diproses secara otomatis. Hasil
penelitian lain juga menyampaikan setidaknya 95 % daripada respons
manusia terhadap satu kondisi tertentu terjadi secara otomatis.5
Artinya respons manusia terhadap suatu kondisi tertentu baik
respon itu berupa pemikiran, perasaan ataupun perbuatan, sesungguhnya
berasal dari kebiasaan atau habits yang secara otomatis terjadi pada diri
manusia. Sehingga, manusia sebenarnya bisa dan mampu menjadi orang
yang berkarakter, beradab, berperilaku baik dan berhasil dalam hidupnya
apabila manusia tersebut mampu mengendalikan dan menguasai sinyalsinyal kebiasaan yang selalu di lakukan dalam dirinya menjadi kebiasaan
yang efektif. Hal ini sesuai dengan ungkapan Ir. Felix Yanuar Siaw
tentang dasar habituasi:
Nama saya Habits, dan Saya selalu mendampingi anda.
Saya adalah pelayan anda yang paling rajin, atau beban
anda yang paling berat. Saya akan mendorong anda maju,
atau menarik anda jatuh kedalam jurang kegagalan. Saya
adalah pelayan bagi semua orang hebat, dan apa boleh
buat, juga bagi orang-orang gagal. Mereka yang gagal,
saya yang membuat mereka gagal. Saya punya kekuatan
yang tidak bisa dibayangkan kecuali oleh orang-orang
yang layak. Sayangnya kekuatan saya bukan hanya untuk
membangun, namun bisa juga utuk menghancurkan
anda.Saya bukan mesin, sekalipun saya bekerja dengan
presisi dari sebuah mesin ditambah kecerdasan manusia.
Anda mau mendayagunakan saya mendapat keuntungan,
atau memanfaatkan saya untuk kehancuran maka hal itu
tidak ada bedanya bagi saya. Perhatikan saya, tegaslah
terhadap saya, dan saya akan meletakkan dunia dibawah
kaki anda. Anggap enteng saya dan saya akan
5
Ibid., hlm. 22.
72
menghancurkan anda. Saya sepenuhnya ada dalam kendali
anda. Lebih dari 90 % dari apa yang anda lakukan
mungkin akan anda serahkan kepada saya, dan saya akan
melakukannya dengan cepat dan tepat.Saya mudah
diarahkan, anda hanya perlu tegas terhadap saya.
Tunjukkan bagaimana tepatnya anda ingin sesuatu
dikerjakan, dan setelah beberapa pengulangan saya akan
melakukannya secara otomatis.6
Bila Habits ibarat sebuah program didalam tubuh manusia, pasti
akan muncul pertanyaan untuk apa manusia perlu membentuk habits.
Perlu diketahui, bahwa manusia tidak steril dari habits. Kreativitas dan
spontanitas merupakan sebuah habits yang selalu menjadi ciri khas dan
karakter yang akan terus melekat. Sehingga dapat diketahui tujuan dari
habituasi sesuai dengan pemikiran Felix Yanuar Siaw adalah:
Apakah kita memilih atau tidak memilih habits akan tetap
ada dalam diri kita. Sayangnya, secara alami, biasanya
yang muncul adalah habits yang buruk, bukan yang baik.
“If You choose not plant flower on your garden, then
weeds will grow without encouragement or support”.
Menguasai atau mengendalikan habits berarti dapat
memilih habits mana yang akan kita pertahankan atau kita
tinggalkan, habits mana yang ingin kita tingkatkan atau
bentuk, ia yang memegang kendalinya, bukan
dikendalikan. Sungguh menyenangkan tentunya, apabila
kita bisa memanipulasi habits ini untuk tujuan hidup kita.
Bukannya malah membiarkannya mengendalikan hidup
kita. Sehingga kita dapat membentuk karakter kita dengan
mengendalikan habits kita.7
Perihal habituasi, seseorang akan menciptakan kebiasaan
tertentu karena ada beberapa alasan yang mendasar, hal ini berkaitan
dengan konsep bahwa Ilmu adalah gudang-gudang penyimpanan dan
pertanyaan adalah kuncinya”. Pun begitu halnya dengan motivasi dalam
6
7
Ibid., hlm. 36.
Ibid., hlm. 34.
73
melakukan suatu aktivitas yang datang dari pertanyaan why? Dan
What?,
sedangkan
pertanyaan
how?
Memperjelas
bagaimana
mencapainya.
Dasar what (apa yang ingin dicapai), sebagai daya tarik,
memberikan tujuan, gairah dan semangat untuk mencapainya dan
untuk mencapainya itu butuh pengetahuan melalui proses pendidikan.
Sedangkan Why (mengapa harus dilakukan), sebagai daya dorong
menjadikan alasan mengapa harus melaksanakan perbuatan tersebut.
Why ini bisa jadi banyak hal, karena orang tua, ambisi pribadi, karena
cinta kasih dan yang paling tinggi li Allah Ta’ala. Dan yang terakhir
adalah dasar How (bagaimana melakukan), dasar ini berkaitan dengan
ketrampilan pada individu dan action untuk membentuk dan
mewujudkan habituasi terhadap suatu hal pada diri seseorang. Bila
ingin menggunakan habituasi, pastikan sudah memiliki jawaban atas
pertanyaan Why?, What dan How.8
2.
Kajian tentang Karakter
Karakter adalah kebiasaan yang terus menerus dilakukan bahkan
menjadi otomatis hingga menjadi suatu ciri khas yang melekat. Satu
orang dengan orang lain tentu saja berbeda kebiasaannya, sesuai dengan
pengulangan yang dilakukan dan akhirnya membentuk siapa dirinya.9
8
9
Ibid., hlm. 64.
Ibid., hlm. 23.
74
Semuanya itu, baik respons pemikiran, perasaan maupun
aktifitas adalah hasil daripada pembisaan yang sudah berlangsung lama,
dan terjadi otomatis pada diri seseorang. Sehebat apapun seseorang untuk
berpikir, merasa dan beraktivitas ‘berbeda’ dengan habitsnya, dia tidak
akan bisa menipu habitsnya.10 Penilaian diri terhadap orang lain bukan
hanya dari pandangan pertama, namun penilaian yang lebih obyektif
akan didapatkan setelah orang itu mengetahui diri orang tersebut dalam
jangka waktu yang lama. Begitupun sebaliknya.11
Seseorang menilai orang lain sebagai orang yang ramah ketika
menemukan ia selalu tersenyum saat berjumpa, ataupun karena ia selalu
berempati pada pembicaraan yang disampaikan orang lain. seseorang
menilai orang lain dapat diandalkan apabila dia selalu ada kapanpun
dibutuhkan dan selalu menyelesaian tugas yang diberikan tepat pada
waktunya dengan kualitas yang bagus. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa seseorang dapat menilai dan mengetahui karakter seseorang
berdasarkan kebiasaan, habitsnya.
Konsep karakter dalam islam tidak jauh beda dengan ta’dib
dalam dunia pendidikan Islam, yakni sebuah proses pendidikan yang
mengarahkan para siswanya menjadi orang-orang yang beradab. Sebab
jika adab hilang pada diri seseorang, maka akan mengakibatkan
kezaliman, kebodohan dan menuruti hawa nafsu yang merusak. Karena
itu, adab mesti ditanamkan pada seluruh manusia dalam berbagai lapisan,
10
11
Ibid., hlm. 25.
Ibid., hlm. 28.
75
pada murid, guru, pemimpin rumah tangga, pemimpin bisnis, pemimpin
masyarakat dan lainnya.
Ir. Felix Siaw menambahkan:
Pemikiran adalah pangkal daripada kepribadian, karena
pemikiranlah yang akan menentukan keyakinan,
kecenderungan, tujuan hidup, cara hidup, pandangan
hidup, sampai aktivitas seorang manusia. Pemikiran yang
mendasar pada seorang manusia akan menghasilkan cara
pandang yang khas ini, dalam terminologi islam disebut
dengan aqidah. Maka habits yang dibetuk seorang muslim,
pastilah habits yang diperintahkan Allah dan tidak
berhubungan dengan larangan-larangan yag diberikan
kepadanya.12
Sehingga sudah sangat jelas, karakter seseorang sangat
dipengaruhi oleh aqidah atau keyakinan yang dianutnya. Saat pemikiran
yang mendasar satu orang dengan yang lain berbeda, maka berbeda pula
tujuan yang dia tetapkan. Seorang muslim akan selalu menjadikan akhirat
sebagai tujuannya karena cara pandang (aqidah) yang ia miliki meyakini
bahwa dunia bukanlah akhir kehidupan, melainkan hanya tempat
sementara. Oleh karena itu sekuat mungkin karakter seorang muslim
akan berusaha meyesuaikan dengan aturan Allah, Tuhan semesta Alam.
Ir. Felix Siaw menggambarkan karakter laksana “otot”, yang
akan menjadi lembek jika tidak dilatih. Dengan latihan demi latihan,
maka otot-otot karakter akan menjadi kuat dan akan mewujud menjadi
kebiasaan. Kabar baiknya, manusia bisa melatih otak sebagaimana otot
12
Ibid., hlm. 30.
76
dan otak perlu pengorbanan dengan merasakan sedikit stress dan rasa
sakit maka otak akan menjadi lebih kuat.13
Menurut Ir Feix Siaw, Konsep karakter yang membahas nilainilai kemanusiaan universal merupakan bagian dari konsep adab yang
menyentuh nilai-nilai ketauhidan,
Bagi seorang Muslim, walaupun ia tidak dilarang kaya,
ia akan lebih tertarik pada aktifitas-aktivitas yang
mengantarkan pada tujuannya, bukan terjebak pada
perantaranya. Ia akan lebih serius membahas tentang
pemanfaatan uang menuju surga Allah, shalat yang
khusuk, menjauhi dosa-dosa, bagaimana menjadi ummat
terbaik yang hidup dengan harta berkah, bagaimana
berbisnis tanpa riba dan kemaksiatan, dan hal semisal.
Muncul slogan diantara mereka “Kaya bisa masuk surga,
begitupun miskin, asal sesuai syari’at, atau semua
aktivitas yang bersumber dari aqidah mereka.14
Secara lebih rinci karakter menurut Ir. Felix Yanuar Siaw
adalah ciri khas yang dimiliki oleh manusia mulai dari respons
pemikiran, perasaan maupun aktifitas yang mampu menempatkan segala
sesuatu sesuai dengan harkat dan martabat yang ditentukan oleh Allah
SWT. Dengan pengertian ini bisa dipahami pula bahwa manusia yang
berkarakter adalah manusia yang memahami derajat dan martabatnya
dihadapan Tuhan, masyarakat, lingkungannya dan didalam dirinya
sendiri.
13
14
Ibid.., hlm.123.
Ibid., hlm.32.
77
3.
Implementai Konsep Habituasi dalam Pembentukan Karakter
Menurut Ir. Felix Yanuar Siaw
a. Habituasi membentuk manusia berkarakter
Untuk memulai habituasi dalam pembentukan karakter yang
ingin ditekankan adalah tidak perlu memikirkan apa posisi awal
seseorang saat ini, karena itu tidak penting. Seseorang dapat menjadi
apapun atau menguasai keahlian apapun yang diinginkan bila benarbenar menginginkannya, dengan cara membiasakan dan membentuk
habits, menjadikan yang luar biasa menjadi kebiasaan.15
Sederhananya manusia adalah gabungan beberapa habits
yang terdapat dalam dirinya. Habits adalah penentu nilai pribadi
manusia. Habits ialah pembentuk kepribadian seseorang dimata
orang lain, yang membuat seseorang berharga dihadapan orang lain.
Mulai dari berfikir, sikap mental, mood, cara makan, bersikap,
berbicara, membaca, berbahasa, sampai pada kreativitas dan
produktivitas, semua adalah habits. Dan semua itu muncul bahkan
tanpa disadari, akibat pengulangan-pengulangan yang tidak disadari
pula.16
Habits adalah hasil daripada pengulangan suatu aktifitas
dalam jangka waktu tertentu. Semakin banyak satu aktivitas diulang
dalam jangka waktu yang lama, maka habits akan semakin kuat.
15
16
Ibid., hlm. 21.
Ibid., hlm. 23.
78
Ilustrasi pembentukan karakter melalui habituasi digambarkan oleh
Felix Siaw sebagai berikut,
Imam Syafi’i dapat menghafalkan Al-Qur’an pada
umur 7 tahun adalah biasa baginya, namun istimewa
bagi kita. Mengapa wajar? Karena ibunya adalah
seorang hafidzah yang menghatamkan Al-Qur’an
minimal 2x seminggu. Bayangkan berapa banyak
Imam Syafi’i mendengarkan Al-Qur’an? dimasanya,
sudah menjadi kewajaran pula seorang anak usia dini
menghafalkan Al-Qur’an, dan Imam syafi’i
menceritakan bahwa diapun sering mendengarkan
kawan-kawannya membaca Al-Qur’an.
Ir. Felix Yanuar Siaw juga menambahkan perbedaan
karakter zaman dahulu dengan era sekarang,
Sekarang semua terbalik, dimana-mana bukan AlQur’an yang didengar, tetapi lagu pop, dangdut, dan
segala macam yang tidak bermanfaat, dan itu
dipaksakan kepada kita. Sehingga wajar bila saat ini
seorang anak SMP hapal lebih dari 200 lirik lagu.
Andaikan hapalan lagu bisa di-convert menjadi
hapalan Al-Qur’an.17
Sehingga sebenarnya karakter anak dapat dirubah dan dididik
melalui merubah kebiasaan-kebiasaan anak untuk lebih terarah.
Adapun langkah-langkah habituasi dalam pembentukan karakter yang
dikemukakan Ir. Felix Yanuar Siaw adalah sebagai berikut:18
1) Mulai dari yang kecil
Mulailah habits baru kita dengan hal-hal kecil terlebih
dahulu, mematok target yang terlalu tinggi hanya akan
menghasilkan rasa jenuh dan putus ditengah-tengah. Misal, bila
17
18
Ibid., hlm. 87
Ibid., hlm. 98-101
79
karakter yang ingin dibentuk adalah suka membaca, maka
mulailah dengan 10 menit sehari membaca buku, atau 10 lembar
perhari membaca buku. Mematok target besar cenderung gagal,
dan lagipula, apabila telah terbiasa, kita akan menaikkan secara
otomatis jumlahnya.
2) Temukan tempat habituasi
Untuk
melatih
sebuah
habits,
maka
kita
harus
menyisipkan habits itu pada habits lain yang sudah solid (sudah
jadi). kuncinya adalah kata “setelah”. Misalnya, Saya akan
membaca “setelah” shalat Shubuh, atau saya akan membaca
setelah mandi sore, dan sebagainya. Menyisipkan kata “setelah”
membuat habits terotomatisasi oleh waktu sebagai pemicunya,
ada trigger dengan kata “setelah”.
3) Berlatihlah terus
Pada awalnya, mungkin kita akan seringkali lupa untuk
melaksanakan habits baru, maka buatlah pengingat kemana-mana
tempat biasa kita beraktivitas. Misalnya menempel pengingat
habits dikamar tidur, diruang kantor, ataupun dimana saja, yang
bisa berfungsi sebagai reminder. Atau bisa pula meminta teman
untuk selalu mengingatkan tentang habits yang akan dijadikan
pembiasaan dan dilatih. Dan ingat untuk selalu melakukan setiap
hari.
80
Bila learn adalah proses mengetahui apa yang tidak
diketahui, dan praktice adalah proses mempratikkan apa yang
diketahui dengan benar, maka repetition adalah poses menjadikan
aktivitas menjadi habits. Apabila habits baru telah terbentuk, maka
prinsip kelembamanpun berlaku, habits itu pun akan cenderung
mempertahankan keadaan semula hingga terbentuklah suatu karakter
baru.
b. Faktor utama keberhasilan Habituasi dalam pembentukan
karakter
1) Practic dan repetition
Jika diibaratkan bahwa habituasi adalah hasil keturunan
maka ayahnya adalah latihan (Practice) dan ibunya adalah
pengulangan (repetition). Bilamana keduanya bertemu diarahkan
dan dikendalikan pasti akan melahirkan pembiasaan baik dan
terbentuk karakter yang utama pada diri manusia.
Practice atau latihan berfungsi untuk menentukan
apakah aktivitas yang akan dilakukan sudah benar atau belum,
tepat sasaran atau tidak, sedangkan repeat atau pengulangan akan
menyempurnakannya. “Practice makes right, repetition makes
perfect”.19
19
Ibid., hlm. 38.
81
2) Visioner
Mempunyai visi mempermudahkan seseorang dalam
membentuk habits. Islam tidak pernah menyuruh manusia
memikirkan perkara-perkara yang tidak berada dalam kendalinya.
Islam mengajarkan agar fokus pada perkara yang berada dalam
kendali.20
Seorang yang visioner selalu mendapat anggapan orang
yang gila, menghayal, mimpi, stres, utopis berangan-angan dan
sebagainya. Jika memang benar-benar ingin menjadi manusia
yang unggul maka harus siap menerima label seperti ini, karena
Rasulullah memang mewariskan perjuangan yang visioner.
Kebanyakan manusia hanya melihat dengan mata mereka, namun
tidak dapat melihat lebih daripada itu. Sedangkan visioner mampu
melihat lebih dari pada matanya. Dia melihat dengan akalnya,
dengan keimanannya.21
3) To Be an Expert
Tentu saja seorang muslim tidak akan merasa puas
dengan hanya membentuk habits. Namun seseorang tersebut
harus mengembangkan habituasi tersebuat menjadi expert
(keahlian spesialis).
Expert berarti ahli, artinya benar-benar manguasai satu
keahlian. Bukan hanya sekedar menguasai satu keahlian, seorang
20
21
Ibid., hlm.154.
Ibid., hlm.141.
82
expert mampu memberikan manfaat tidak hanya bagi dirinya
sendiri namun juga bagi orang lain dan menjadikan dirinya
sebagai role model.
Sedikit diantara manusia yang mampu membiasakan
yang istimewa dan menjadikannya habits. Namu lebih sedikit lagi
orang-orang yang mampu membentuk habits bisa menjadikannya
sebagai expertise. Seorang expertise bukan hanya mampu
membentuk habits dan mengendalikan habits, tetapi menguasai
habits (mastering habits).
c.
Faktor Penghambat Habituasi dalam Pembentukan Karakter
1) Pesimis dan banyak alasan
Sesungguhnya tidak ada impian yang terlalu tinggi, yang
ada hanyalah kemalasan bertopeng pesimisme. Orang yang pesimis
akan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mendaftar sjuta
alasan “kenapa mereka gagal”. Sementara orang yang optimis,
menghabiskan waktunya mendaftar “apa yang ingin saya capai
dan bagaimana caranya”.22 Alasan adalah ciri orang gagal, karena
pencari alasan tak pernah belajar.
Sebagaimana
orang
melayu
menyederhanakan
permasalahan kemalasan ini dengan peribahasa :”Nak atau tak
nak,kalau nak 1000 daye kalau tak nak 1000 daleh”. Mau atau
tidak mau, kalau mau 1000 usaha, kalau tak mau 1000 alasan.
22
Felix Y. Siaw, How To Master Your Habits, Op.Cit.., hlm. 162.
83
Sehingga permasalahannya dari sedari dulu bukan terletak dari bisa
atau tidak bisa. Tetapi lebih kepada mau atau tidak mau.23
Action adalah pertanda kesungguhan, ia pembeda antara
impian dan khayalan. Juga pembeda antara orang munafik dan
yang beriman. Menurut Ir. Felix Siaw perbedaan antara impian dan
khayalan adalah bahwa mengkhayal melibatkan kemalasan, dimana
seseorang tidak berusaha atau berjuang (untuk yang dia inginkan).
Impian, akan mengharuskan seseorang berjuang , usaha dan
tawakal. Yang pertama ibarat berharap tanah akan membajak dan
menanam sendiri untuknya. Sedang yang kedua benar-benar
membajak, menanam dan berharap tanaman tumbuh.24
2) Godaan Syaithan
Dalam perjalanan membentuk kebiasaan baik, tentu jalan
itu tidak dihiasi oleh kemudahan dan kelapangan. Sebagaimana
lazimnya jalan yang menuju jalan yang baik. Yang harus
diwaspadai pula dalam membentuk habits dalah godaan syaithan.
Beberapa teknik godaan syaithan untuk membuat manusia
berhenti melkukan habits baik yang diambil dari buku Dasar-dasar
Godaan Syaithan Bagi Pemula, yang ditulis oleh Syaithanir
Rajiim, yang dijadikan sebagai textbook wajib bagi syaithan tatkala
memasuki pendidikan tinggi adalah sebagai berikut:25
23
Ibid., hlm.169.
Ibid., hlm. 133.
25
Ibid., hlm.163.
24
84
I. Kata Mendingan yang dirangkai dengan kata daripada
Dengan kata ‘Mendingan’ ini syaithan berharap kita
membandingkan keadaan kita dengan keadaan yang lebih buruk
dari pada kita, sehingga kita mencukupkan diri pada hal buruk
hanya karena ada yang lebih buruk daripada kita. Misalnya
adalah “sudahlah, berhenti aja menulis, ‘mendingan’ kamu
sudah nyobain menulis, yang lain bahkan belum pernah!”. Atau
“Mendingan saya sudh baca buku walau Cuma kata pengantar
dan kesimpulan, daripada nggak baca sama sekali?”.
Malah, bagi kita yang ingin merubah habits buruk
menjadi
baik,
Syaithan
biasanya
menggunakan
kata
‘mendingan’ agar kita menganggap keburukan yang kita lakuka
itu remeh-temeh. Sehingga kita menganggap enteng habits
habits buruk kita. Misalnya: “Mendingan saya Cuma nggak
shalat
Shubuh,
daripada
nggak
shalat
seharian?”
atau
“Mendingan saya hanya jelalatan sama wanita yang cantik,
daripada jelalatan sama wanita yang jelek? Atau bahkan berzina
sekalian?”.
Begitulah teknik syaithan yang pertama agar kita terlena,
agar standar yang kita tetapkan pada diri kita menurun dan
akhirnya batal membentuk habits.
II. Frasa ‘Yang-lain-juga-begitu.
85
Tugas frase ini sama, yaitu membuat kita mersa less
guilty, merasa ‘lebih tak bersalah’ saat kita melakukan sesuatu
yang dibawah standar kebaikan, hanya karena yang lain juga
ikut berbuat yang sama.
Misalnya, “Ah, tidak apa-apalah merokok, ‘yang-lainjuga-begitu kok! Kyai aja yang ilmunya banyak merokok” atau
“Memngnya kamu aja yang maksiat? Yang-lain-juga-begitu,
jangan sok suci”.
Bila termakan rayuan pulau maksiat semisal ini, wajar
bila kita sulit memenuhi janji kita untuk membentuk habitas
baik dengan prctice dan repetition.
III. Frase Syaithan ‘Sekali-Ini-Saja’.
Frase ini biasa muncul saat habits seseorang sudah mulai
sholid, dan akhirnya menjadi merasa lengah akan godaangodaan syaithan
yang ingin membatalkan
pembentukan
habituasi yang baik.
Seorag muslim ingin membiasakan membaca Al-Qur’an
selesai shalat shubuh dan shalat maghrib, dan alhamdulillah Ia
telah melakukannya denga penuh perjuangan. TV disegel, laptop
digembok, game diasingkan untuk membaca Al-Qur’an.
Kira-kira telah dua minggu Ia membiasakan diri dalam
habitsnya yang baru, membaca Al-Qur’an selesai shalat subuh
dan shalat Maghrib.
86
Dihari ke 21 datanglah syaithan lalu meniupkan was-was
“Aku kan sudah cukup berserius dalam melaksanakan habits
baruku, lagipula hari ini aktivitasku sangat padat, dan tidurku
kurang banyak, ‘sekali-ini-saja tidak membaca Al-Qur’an kan
tidak masalah”.
Padahal bila frase ‘sekali-ini-saja’ diturutkan, niscaya
akan ada frase lanjutan dari godaan syaithan, yaitu ‘ini-yangterakhir-deh’. Kalau sudah begini, sulit untuk kembali
melanjutkan habits yang kita telah bentuk.
Bila kita ingin membentuk habits menjauhkan diri dari
maksiat, maka camkan bahwa tidak ada ‘ini-yang-terakhir-deh,
karena jika kita berbuat maksiat dengan frase ini, yakinlah itu
bukan maksiyat yang terakhir kita lakukan. Akan ada lanjutan
maksiyat yang lain.
Begitulah langkah-langkah syaitan yang umum ditemukan.
Bila seseorang ingin membentuk habits, maka harus lebih waspada
terhadapnya. Keras kepada diri sendiri dalam pembentukan habits
itu penting. Disiplin dan memaksa diri melakukan apa yang tidak
suka dilakukan seringkali jadi hal yang penting.
87
BAB IV
ANALISA PEMIKIRAN Ir. FELIX YANUAR SIAW DALAM BUKU
HOW TO MASTER YOUR HABITS
A. Analisa Habituasi Menurut Ir. Felix Yanuar Siaw
1. Konsep Habituasi
Pembahasan tentang habituasi dalam dunia pendidikan merupakan
salah satu metode yang efektif khususnya dalam penanaman karakter.
Habituasi yang dimaksud dalam pembahasan ini bukanlah habituasi dalam
konotasi negatif, tetapi habituasi dalam arti membiasakan sesuatu yang baik
dalam diri anak, baik dari berfikir, beraktifitas serta berperasaan sebagai hasil
pembiasaan yang terkontrol sehingga melahirkan karakter yang baik.
Ir. Felix Yanuar Siaw menjelaskan bahwa tubuh manusia bereaksi
secara otomatis terhadap respon yang datang dari luar. Hal tersebut Dalam
teori perkembangan anak didik, dikenal ada teori konvergensi, dimana pribadi
dapat dibentuk oleh lingkungannya dengan mengembangkan potensi dasar
yang ada padanya. Potensi dasar ini dapat menjadi penentu tingkah laku
(melalui proses). Proses otomatisasi terhadap respons inilah yang disebut
habituasi. Sederhananya, kita adalah gabungan beberapa habits yang ada
pada diri kita. Habits adalah penentu nilai kepribadian seseorang.1
Respons yang diberikan oleh tubuh manusia ternyata dapat
dikendalikan sesuai pengulangan yang dibiasakan. Pembiasaan ini berawal
1
hlm. 27.
Felix Yanuar Siaw, How To Mater Your Habits, (Jakarta: Al-Fatih Press, 2014), Cet. VI,
88
dari bagaimana seseorang mensikapi habits yang ada, apakah habits tersebut
didayagunakan untuk memperoleh keuntungan atau justru menjadikan
kehancuran. Ir. Felix Yanuar Siaw juga memberi peringatan terhadap
pentingnya mengelola habituasi positif yang ada pada diri manusia,
Karena itu berhati-hatilah dengan suatu aktivitas yang kita ulang
terus menerus karena akan membentuk habits. Bila repetisinya
sesuatu aktifitas yang baik maka ia adalah habits yang baik.
Namun apabila repetisinya adalah aktivitas yang buruk, maka
habits buruk akan segera tercipta bahkan sebelum kita sadari.2
Sebagaimana juga habits Menurut Stephen R. Covey, dalam bukunya
The 7 Habits of Highly Effective People (7 Kebiasaan Manusia yang sangat
Efektif) mengatakan bahwa,
Kebiasaan adalah faktor yang kuat dalam hidup kita. Karena
konsisten, dan sering merupakan pola yang tak disadari, maka
kebiasaan secara terus menerus, setiap hari, mengekspresikan
karakter kita dan menghasilkan efektifitas kita atau ketidak
efektivan kita. Kebiasaan buruk itu dapat diputuskan. Kebiasaan
dapat dipelajari dan dilepaskan, dan bukanlah suatu perbaikan
segera karena diperlukan suatu proses dan komitmen yang luar
biasa untuk itu.3
Terkait pembiasaan, Ramayulis menekankan pembiasaan merupakan
cara untuk menciptakan suatu kebiasaan atau tingkah laku tertentu bagi anak
didik.4 Sedangkan Armai Arief mengkaitkan pembiasaan perspektif
pendidikan islam berpendapat bahwa pembiasaan adalah sebuah cara yang
2
Ibid., hlm. 48.
Stephen R. Covey, The 7 Habits Of Highly Effective People, (7 kebiasaan Manusia yang
Sangat Efektif), (Tanggerang: Binarupa Aksara Publisher, 2013)., hlm. 55.
4
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005),
hlm.103
3
89
dapat dilakukan untuk membiasakan anak didik berpikir, bersikap dan
bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam.5
Sehingga inti dari habituasi menurut Ir. Felix Yanuar Siaw dengan
beberapa pendapat lain meskipun redaksinya berbeda, tetapi semuanya
berintikan sama bahwa habituasi merupakan salah satu upaya pendidikan
yang baik dalam pembentukan dan pembarharuan tingkah laku. Penulis dapat
menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan habituasi adalah membiasakan
kebiasaan sebagai pembaruan baru yang seimbang dengan perbaikan yang
terus menerus yang menciptakan spiral pertumbuhan yang meningkat yang
akan memberi hasil jangka panjang yang menguntungkan secara maksimum
karena benar-benar menjadi suatu hal yang secara otomatis terprogram di
dalam tubuh manusia yang membentuk bagaimana pribadi dan ciri khas
manusia dan bertanggung jawab terhadap kesuksesan sebagai manusia.
2. Dasar Habituasi
Dasar dari habituasi ini kembali kepada potensi (fitrah) yang dimiliki
manusia yang membedakan dengan mahluk lain yaitu akal yang dipengaruhi
oleh pengalaman. Melalui akal inilah manusia dapat membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk di mata manusia dan dimata Allah Swt.
Hal ini terkait dengan konsep ketaqwaan Jiwa. Sebagaimana di
jelaskan di dalam Al-Qur’an (Surat Asy-Syam ayat 7-8 ), Allah menjelaskan
bahwa Dialah yang menciptakan Jiwa secara sempurna dan selaras dengan
fitrah Agama, kemudian mengilhamkan kepada jiwa dua potensi, durhaka dan
5
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press,
2002), hlm.110.
90
taqwa. Lantas, Allah menegaskan seraya bersumpah dengan jiwa tersebut
bahwa sungguh sangat beruntung orang yang menyucikan jiwanya hingga
dapat meraih ketaqwaan. Sebaliknya, sangat merugilah orang yang mengotori
jiwanya karena hanya akan menjerumuskan dalam kedurhakaan.6
Ir. Felix Yanuar Siaw juga memberikan gambaran bagaimana
habituasi juga dapat diterapkan pada seekor hewan yang nyata-nyata tidak
berakal,
Atraksi topeng Monyet merupakan salah satu bentuk hasil
pembiasaan. Begitulah habits yang dibentuk pada hewan yang
nyata-nyata tidak memiliki akal. Bukan karena mereka cerdas,
namun karena mereka terbiasa. Seharusnya bila kita
bersungguh-sungguh membentuk habits, kita pun pasti bisa. Bila
tidak punya akal saja mampu, seharusnya kita lebih mampu.7
Allah menciptakan manusia tidak dalam satu bentuk konstan yang
baku. Manusia menjadi unik karena didalam dirinya terdapat dua
kecenderungan yang saling tarik menarik, yakni kecenderungan berbuat baik
dan buruk.8
Akal pikiran manusia juga sama kedudukannya seperti hati nurani
diatas. Kebaikan atau keburukan yang diperoleh akal bersifat subjektif dan
relatif. Karena itu akal manusia tidak dapat menjamin ukuran baik dan
buruknya akhlak manusia. Hal yang sama juga terjadi pada pandangan umum
masyarakat yang juga bersifat relatif. Hanya masyarakat yang memiliki
kebiasaan baik yang dapat memberikan ukuran yang lebih terjamin.9
6
Fakhrudin, Bekal Tarbiyah, Jalan Meniti Taqwa, (Solo: Auliya Press, 2005), hlm. 34.
Felix Y. Siaw, Op.Cit., hlm. 77.
8
Abi M. F. Yaqin, Mendidik Secara Islami: Mengoptimalkan pemberian imbalan dan
hukuman untuk Menunaikan Tanggung Jawab Pendidikan, (Jombang: Lintas Media, 2009), hlm.6
9
Felix Y. Siaw, Op.Cit., hlm.177.
7
91
Berangkat dari sana bisa kita simpulkan bahwa dasar dalam habituasi
baik pada manusia terletak pada fitrah manusia
yakni mahluk yang
mempunyai akal yang di kondisikan melalui pengalaman pengetahuan yang
disesuaikan dengan hukum-hukum ketentuan sebagai makhluk ciptaan Allah
SWT. Pendidikan dan pengalaman manusia dapat mempengaruhi eksistensi
fitrah manusia itu. Sehingga tidak sedikit fitrah manusia menjadi kotor dan
tertutup sehingga tidak lagi dapat menentukan baik dan buruk dengan benar.
Apabila akal, pengetahuan serta hukum Allah SWT terkait fungsi manusia
sebagai khalifah di bumi di selaraskan, maka manusia akan berusaha
membangun habituasi baik dalam dirinya.
3. Tujuan Habituasi
Tujuan dari habituasi ini sangatlah berkaitan terhadap bagaimana
manusia berperilaku. Karena manusia tidak terlepas dari rutinitas kebiasaan
disetiap harinya. Sehingga apabila kebiasaan tersebut tidak dikendalikan
dengan baik, maka akan berpengaruh terhadap bagaimana action yang
dilakukan dalam membentuk sebuah karakter. Ir. Felix Yanuar Siaw
menjelaskan,
Seseorang yang memiliki habits baik dalam dirinya sudah
dapat dipastikan akan lebih berhasil dalam kehidupannya
dibandingkan dengan seseorang yang memiliki sedikit habits
yang tidak baik. Seorang pemimpin pastilah memilki habits
yang lebih baik dari pada yang dipimpinnya. Pengemban
dakwah yang sukses pastilah memilki habits yang lebih baik
daripada pengemban dakwah yang biasa-biasa saja. Intinya
habits yang menentukan berhasil tidaknya diri kita dalam
hidup ini.10
10
Ibid., hlm. 29
92
Senada dengan Felix Siaw, Ahmad Tafsir juga berpendapat
terkait tujuan habituasi bahwa,
Pembiasaan sebenarnya berintikan pengamalan terkait
kebaikan yang diketahui. Dalam pembinaan sikap (karakter),
metode pembiasaan sebenarnya cukup efektif. Anak-anak yang
dibiasakan bangun pagi, ajaibnya juga mempengaruhi jalan
hidupnya yakni dalam mengerjakan pekerjaan ia pun
cenderung “pagi-pagi”, bahkan “sepagi mungkin”. Orang yang
biasa bersih akan memiliki sikap bersih, ajaibnya , ia juga
bersih hatinya , bersih juga pikirannya. Karena melihat inilah
ahli-ahli pendidikan sepakat untuk membenarkan pembiasaan
sebagai salah satu upaya pendidikan yang baik dalam
pembentukan karakter manusia.11
Dari uraian diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa urgensi serta
tujuan habituasi memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan
seorang anak. Dari kebiasaan-kebiasaan itu kita dapat melihat bagaimana
kemungkinan kehidupan seorang anak dimasa depan. Kalau seorang anak
memiliki kebiasaan yang baik tentu akan mengantarkan kepada kehidupan
yang baik dan bahagia, tetapi ketika seorang anak memiliki kebiasaankebiasaan buruk kemungkinan besar kehidupan yang bersangkutan kedepan
tidak akan sesuai dengan yang dia harapkan. Hal ini sejalan dengan bunyi
pepatah, bahwa “orang-orang tidak bisa menentukan masa depan. Mereka
menentukan kebiasaan, dan kebiasaan menentukan masa depan”.
B. Analisa Tentang Karakter Menurut Ir. Felix Yanuar Siaw
Konsep tentang karakter menurut Ir. Felix Yanuar Siaw merupakan
ciri yang melekat pada diri seseorang yang tercermin dari bagaimana
berperasaan, berfikir dan berperilaku yang selalu dilakukan dan diulangi
11
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja
Rodakarya, 2007), hlm.144.
93
secara spontanitas. Konsep karakter juga tidak terlepas dengan konsep adab,
dalam hal ini beliau mengungkapkan:
Seorang muslim yang baik akan berfikir dengan jalan yang
berbeda dengan manusia pada umumnya. Ketika dihadapkan
pada kenyataan yang sama, misalnya riba, seorang muslim yang
sejati akan berfikir untuk menjauhinya karena keharamannya,
dan sumber pemikirannya berasal dari habits taat pada Allah,
sedangkan ada orang yang akan menganggapnya baik dan
berpikir tentang asas manfaat sehingga mereka mengambilnya. 12
Hakikat tentang konsep karakter yang harus menekankan pada konsep
adab juga di tekankan oleh Dr. Adian Husaini dalam bukunya Pendidikan
Islam Membentuk manusia berkarakter dan Beradab mengungkapkan,
... orang komunis atau atheis, bisa saja menjadi pribadi yang
jujur, pekerja keras, berani, bertanggung jawab, mencintai
kebersihan dan sebagainya. Kabarnya, dijepang jika ketinggalan
barang di taxi, hampir bisa dipastikan bisa kembali. Di cina,
masyarakat ditanamkan disiplin yang sangat tinggi dalam soal
sampah. Bahkan sampah selembar daun pun bisa mereka
manfaatkan untuk bahan bakar. Artinya, karakter yang bagus
bisa dibentuk pada setiap manusia, tanpa memandang agamanya
apa. Jika non-muslim bisa berkarakter, orang muslim juga bisa
seperti itu.13
Karena itu pembentukan karakter haruslah mendasarkan pada nilai
religius, bukan justru nilai anti agama. Pembentukan karakter dalam
perspektif islam sejatinya adalah internalisasi nilai-nilai adab ke dalam
pribadi manusia. Internalisasi ini merupakan proses pembangunan jiwa yang
berasaskan konsep keimanan.
Di Amerika pendidikan karakter ini sebenarnya juga bukan hal baru.
Meski mendapat dukungan dari pemerintah, namun pelaksanaannya berkali12
Felix Y. Siaw, Op.Cit., hlm. 25
Dr. Adian Husaini, Pendidikan Islam Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab,
(Jakarta: Program Studi Pendidikan Islam, Program Pasca Sarjana Universitas Ibnu Khaldun,
2010), Cet Ke- I, hlm. 36.
13
94
kali mengalami kegagalan. Pencetus besama para tokoh pendidikan abad 20
ragu pendidikan karakter ini akan mengarah pendidikan moral. Sebab moral
biasanya dikaitkan dengan keluarga dan gereja (agama). Karena itulah maka
para penganut protestan di Amerika pun protes.14
Apa yang disebut baik dan perilaku baik itu di Barat relatif. Nilai baik
buruk berubah seiring dengan perubahan kehidupan. Karenanya konsep
pendidikn ala barat masih menyisakan problem. Pertama, tidak ada
kesepakatan dari konseptor dan programer pendidikan karakter tentang nilainilai karakter apa yang bisa diterima bersama. Masalah kedua, ketika harus
menentukan tujuan pendidikan karakter terjadi konflik kepentingan antara
kepentingan agama dan kepentingan ideologi. Ketiga, konsep karakter masih
ambigu karena merujuk pada wacana para psikolog, masih merupakan
campuran antara kepribadian (personality) dan perilaku (behavior). Persoalan
keempat dan terakhir arti karakter dalam perspektif islam hanyalah sebagian
kecil dari akhlaq. Pendidikan karakter hanya menggarami lautan makna
pendidikan akhlaq. Sebab akhlaq berkaitan dengan iman, ilmu dan amal.15
Dari sini penulis simpulkan bahwa konsep karakter yang dicanangkan
Pemerintah sejatinya telah terangkum dalam konsep akhlaq dalam islam.
Sebab konsep karakter membahas nilai-nilai kemanusiaan universal dan
konsep adab menyentuh nilai-nilai ketauhidan sementara konsep akhlak
14
http://m.kompasiana.com/post/read/430987/2, diakses pada hari jum’at 05 Juni 2015,
pukul 10:50 WIB.
15
Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, pendidikan karakter, http//insistnet.com/pendidikan
karakter, diakses pada hari jum’at 05 juni 2015, 11.30 WIB.
95
meliputi keduanya. Jadi seorang yang berakhlak adalah orang yang
berkarakter dan beradab.
Suatu perbuatan dikatakan karakter atau akhlak apabila perbuatan
tersebut memiliki ciri-ciri: 1) perbuatan itu telah tertanam kuat dalam jiwa
seseorang dan telah menjadi bagian dari kepribadiannya; 2) perbuatan itu
dilakukan dengan spontan tanpa pemikiran terlebih dahulu; 3) perbuatan itu
dilakukan tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar, dan; 4) perbuatan itu
dilakukan dengan sungguh-sungguh, bukan pura-pura atau sandiwara.16
Ir. Felix Y. Siaw menjelaskan bahwa karakter seorang muslim sama
halnya dengan akhlak dimana mereka akan meyakini bahwa setiap
perbuatannya di dunia sementara ini akan menjadi penentu tempatnya di
akhirat, oleh karena itu sekuat mungkin dia berusaha menyesuaikan dirinya
dengan aturan Allah, Tuhan semesta alam.17
Senada dengan hal tersebut, Dr. Marzuki, M.Ag juga berpendapat
bahwa karakter dalam perspektif Islam bukan hanya hasil pemikiran dan tidak
berarti lepas dari realitas hidup, melainkan merupakan persoalan yang terkait
dengan akal, ruh, hati, jiwa, realitas, dan tujuan yang digariskan oleh akhlaq
qur’aniyah.18
16
Amirulloh Syarbini, Model Pendidikan Karakter Dalam Keluarga, (Jakarta: Gramedia,
2014), hlm. 11.
17
Felix Y. Siaw, Op.Cit., hlm. 30
18
Marzuki, Pendidikan al-Qur’an dan dasar-dasar pendidikan karakter dalam islam,
hlm. 6. Makalah disampaikan dalam acara Seminar dalam rangka Silaturrahmi wilayah pendidikan
Al-Qur’an Metode Qiroati dengan tema “Penanaman dan pengembangan Karakter Mulia pada
Anak melalui Pendidikan Al-Qur’an, Jum’at 9 Maret 2012 di PPPTK Seni dan Budaya Jl.
Kaliurang Km 12,5 Ngaglik Sleman Yogyakarta.
96
Dapat kita tarik benang merah terkait karakter merupakan sifat khusus
dan tetap yang melekat dalam diri seseorang yang membuat seseorang
tersebut bersikap secara otomatis, tanpa terpengaruh oleh lingkungan situasi.
Konsep karakter sama dengan definisi ahlak dalam islam, yaitu perbuatan
yang telah menyatu dalam jiwa atau diri seseorang, atau spontanitas manusia
dalam bertindak tanpa pemikiran terlebih dahulu.
Dalam bukunya yang berjudul Pribadi, Prof. Dr. Hamka, seorang
ulama dan sastrawan terkenal di Indonesia menyebutkan sebelas perkara yang
membentuk kepribadian seseorang, yaitu (1) daya penarik; (2) cerdik; (3)
timbang rasa; (4) berani; (5) bijaksana; (6) baik pandangan; (7) tahu diri; (8)
kesehatan badan; (9) bijak; (10) percaya pada diri sendiri; dan (12) tenang.19
Jika prof. Dr. Hamka menyebutkan nilai-nilai yang dapat membentuk
kepribadian (karakter) positif, budayawan Mochtar Lubis memberikan
deskripsi yang berbeda tentang karakter bangsa Indonesia. Dalam
ceramahnya di Taman Ismail Marzuki, 6 April 1977, Mochtar Lubis
mendeskripsikan ciri-ciri umum manuisa Indonesia sebagai berikut:
1) Salah satu ciri manusia Indonesia yang cukup menonjol ialah Hipokritis
dan Munafik. Berpura-pura, lain dimuka, lain dibelakang merupakan
sebuah ciri utama manusia Indonesia sudah sejak lama, sejak mereka
dipaksa oleh kekuatan-kekuatan dari luar untuk menyembunyikan apa
yang sebenarnya dirasakan atau dipikirkannya ataupun yang sebenarnya
19
Adian Husaini, Op.Cit., hlm. 44.
97
dikehendakinya, karena takut akan mendapat ganjaran yang membawa
bencana bagi dirinya.
2) Ciri kedua utama manusia Indonesia masa kini adalah segan dan enggan
bertanggung jawab atas perbuatannya, putus asanya, kelakuannya,
pikirannya, dan sebagainya. “Bukan Saya” adalah kalimat yang cukup
populer pula dimulut manusia Indonesia.
3) Ciri ketiga utama manusia Indonesia adalah jiwa feodalnya. Meskipun
salah satu tujuan revolusi kemerdekaan
Indonesia ialah juga untuk
membebaskan manusia Indonesia dari feodalisme, tetapi feodalisme
dalam bentuk-bentuk baru makin berkembang dalam diri masyarakat
manusia Indonesia.
4) Ciri keempat utama manusia Indonesia adalah manusia Indonesia masih
percaya takhayul. Dulu, dan sekarang juga, masih ada yang demikian,
manusia Indonesia percaya bahwa batu, gunung, pantai, sungai, danau,
karang, pohon, patung, bangunan, keris, pisau, pedang itu punya
kekuatan gaib, keramat, dan manusia harus mengatur hubungan khusus
dengan ini semua.
5) Manusia Indonesia punya watak yang lemah, karakter kurang kuat.
Manusia Indonesia kurang kuat mempertahankan atau memperjuangkan
keyakinannya. Dia mudah menyerah, apalagi jika dipaksa, dan demi
untuk “survive” bersedia mengubah keyakinannya. Makanya kita dapat
melihat gejala pelacuran intelektual amat mudah terjadi dengan manusia
Indonesia.
98
6) Cenderung boros, senang berpakaian bagus, memakai perhiasan,
berpesta-pesta. Hari ini, ciri manusia indonesia ini menjelma dalam
membangun rumah mewah, mobil mewah, pesta besar, hanya memakai
barang buatan luar negeri, main golf, singkatnya apa yang serba mahal.
7) Dia lebih suka tidak bekerja keras, kecuali kalau terpaksa atau dengan
mudah mendapat gelar sarjana, supaya segera dapat pangkat, dan dari
kedudukan berpangkat cepat bisa menjadi kaya. Jadi Priyayi, jadi
Pegawai Negeri adalah idaman utama, karena pangkat demikian
merupakan status yang tertinggi.20
Dizaman yang semakin maju peradabannya ini timbul kecenderungan
orang untuk serba memperbolehkan perbuatan yang disenangi. Gejala ini
sering disebut dengan istilah “permissiveness”, dimana nilai dan moral diukur
secara rasional berdasarkan ilmu pengetahuan dan tehnologi, yang begitu
cepat berubah serta berciri sekuler. Pengikut gaya hidup ini menganggap satu
nilai tidak permanen, bahkan lebih lanjut berkembang menjadi penganjur
“value free” atau bebas nilai.21
Dari deskripsi diatas bisa dipahami bahwa pembentukan karakter
seharusnya tidak hanya ditujukan untuk mengembangkan nilai-nilai positif
semata, namun juga harus mampu memahami, mengurangi, bahkan
menghapus nilai-nilai negatif yang juga turut membentuk kepribadian
manusia. Sehingga ruang lingkup pembentukan karakter disini terbagi
menjadi dua, yaitu pengembangan nilai-nilai positif (karakter baik/ good
20
21
Ibid., hlm.26-27.
Ibid., hlm.15.
99
character) dan pembenahan nilai-nilai negatif (karakter buruk/ bad
character).
Sementara itu, menurut Yunus Hanis Syam, dalam bukunya Cara
Mendidik Generasi Islami, menjelaskan karakter yang harus dibentuk
kaitannya dengan ahlak adalah sebagai berikut:22
1) Rabtul Insan bi khalqihi
Merupakan karakter yang menghubungkan manusia dengan sang
khaliq (pencipta). Karakter ini menduduki tempat yang paling utama,
sebab bentuk hubungan ini merupakan tuntutan naluriyah yang harus
dipenuhi oleh setiap insani yang beriman. Jika tidak ada usaha
pemenuhannya maka akan menyebabkan kegoncangan dan kebingungan
dalam diri manusia itu sebagai akibatnya adalah hidup terasa kering dan
dunia ini terasa sesak menghimpit.
Sebagai pembuktian, kita bisa melihat pada dunia barat. Bangsabangsa mereka mendapatkan kemajuan diberbagai aspek kehidupan, tetpi
sesungghnya kemudharatan yang terjadi sangat jauh lebih banyak
dirasakan. Oleh Nadwi dikatakan bahwa Eropa memperoleh kemajuan
yang pesat dalam segala hal , namun semakin cepat membawa ka arah
kejahiliahan (kerugian dunia karena kemunduran umat islam). Semua itu
akibat melupakan tuntutan naluriahnya untuk menjalin hubungan dengan
sang pencipta. (Al-Muslimun no.228, hal 320)
2) Rabitul Insan bimasdari suluki
22
Yunus Hanis Syam, Cara Mendidik Generasi Islam, Sistem dan pola asuh yang
Qur’ani, (Yogyakarta: Media Jenius Lokal, 2004), hlm. 31.
100
Karakter ini bermakna “menghubungkan manusia dengan sumber
perilakunya”. Bagi kaum muslimin ungkapan ini secara tidak langsung
akan menunjukkan kepada perintah untuk selalu berhubungan dengan
sumber perilaku yaitu Al-Qur’an dan Hadits (sunnah rasul).
Pada kaitannya dengan hal ini, para pendidik (murabbi) haruslah
mengajarkan aspek-aspek yang terkandung didalam dua literature pokok
tersebut secara bersamaan. Tidak bisa dipisah-pisahkan. Sebagai ilustrasi
yang mudah kita pahami adalah para murabbi (pendidik) selama ini masih
terkesan hanya menghubugkan para peserta didik dengan aspek-aspek
yang terkait dengan ibadah mahdhoh saja.
3) Tandzimul Wala’
Karakter yang ketiga ini berkaitan dengan penataan loyalitas (AlWala’). Loyalitas yang terjaga dan teratur rapi akan mencetak keberhasilan
dalam setiap kegiatan. Orang cenderung sembrono dan ngawur apabila
tidak memiliki loyalitas yang jelas. Seseorang akan dapat berbuat apa saja
yang merugikan , baik kepada diri sendiri , teman, dan masyarakat jika
loyalitasnya tidak jelas.
4) Tandzimus Suluk
Setelah memiliki loyalitas yang benar, maka karakter ke empat
yang perlu ada adalah dilakukan “pengaturan perilaku atau program”.
Disamping itu berdasar situasi dan kondisi, perlu sekali dibuatkan skala
prioritas (aulawiyyat) yang akan membuat tertibnya suatu program. Dapat
101
dikatakan dengan singkat adalah adanya profesionalisme pada setiap
bidang.
5) Mahassabatus suluk
Karakter kelima yang perlu ada di dalam system pendidikan adalah
“muhassabah” (evaluasi) atas semua yang telah dilakukannya. Hal ini
dilaksanakan sebagai usaha untuk mengetahui kesalahan-kesalahan yang
ada, kemudian untuk diperbaiki dan kebaikan-kebaikannya dapat
ditingkatkan. Hal ini dapat dilandaskan kepada atsar dari umar ra yang
berbunyi, “hisablah dirimu sebelum dihisab”.
Penjelasan diatas semakin menguatkan bahwa konsep pembentukan
karakter menurut Ir. Felix Yanuar Siaw yang telah dijabarkan dan konsep
menurut para tokoh diatas merupakan representasi dari konsep pembentukan
akhlak dalam islam. Ruang lingkup terkait karakter telah terangkum dengan
kemasan yang baik dalam konsep akhlak. Secara umum, karakter dalam
perspektif islam dibagi menjadi dua, yaitu karakter mulia (al-akhlaq almahmudah) dan karakter tercela (al-akhlaq al-madzmumah). Jika dilihat dari
ruang lingkupnya, akhlak dibagi menjadi dua bagian, yaitu akhlak terhadap
khaliq (Allah Swt.) dan akhlak terhadap makhluk (makhluk/selain Allah
Swt.). akhlak terhadap makhluk bisa dirinci lagi menjadi beberapa macam,
seperti akhlak terhadap sesama manusia, akhlak terhadap mahluk hidup selain
manusia (seperti tumbuhan dan binatang), serta akhlak terhadap benda mati
(lingkungan alam).
102
C. Analisa Implementasi Habituasi dalam Pembentukan Karakter
1. Habituasi membentuk manusia berkarakter
Kebiasaan-kebiasaan yang kita miliki pada dasarnya merupakan
hasil belajar dari apa yang kita lihat, dengar dan kita lakukan. Kebiasaan
itu akan melekat pada diri kita selama kita masih menikmatinya.
Kebiasaan yang lama akan mudah kita hilangkan apabila kita
membiasakan diri dengan kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih produktif.
Membiasakan kebiasaan baru memerlukan komitmen pribadi yang kuat
dan arah tujuan yang benar.
Habituasi ini sangat berkaitan erat dengan karakter seseorang.
Karena karakter seseorang tercermin dari bagaimana kebiasaan-kebiasaan
yang sering dilakukan dan spontan. Menurut Ir. Felix Yanuar Siaw
mengatakan bahwa;
Penilaian terhadap diri kita oleh orang lain bukan hanya dari
pandangan pertama, namun penilaian yang lebih objektif
akan didapatkan setelah orang itu mengetahui diri kita dalam
jangka waktu yang lama. Begitupun sebaliknya, kita menilai
orang lain dengan cara yang sama.23
Pembentukan karakter tidak hanya diajarkan namun juga perlu
latihan dan pembiasaan. Dr. Adian Husaini mengatakan:
Pendidikan karakter bukanlah sebuah proses menghafal materi soal
ujian, dan teknik-teknik menjawabnya. Pendidikan karakter
memerlukan pembiasaan. Pembiasaan untuk berbuat baik,
pembiasaan untuk berlaku jujur, ksatria, malu berbuat curang, malu
bersikap malas, malu membiarkan lingkungan kotor. Karakter tidak
terbentuk secara instan, tapi harus dilatih secara serius dan
proporsional agar mencapai bentuk dan kekuatan yang ideal.24
23
24
Felix Y. Siaw, Op.Cit., hlm. 28.
Adian Husaini, Op.Cit., hlm. 25.
103
Dalam implementasinya, habituasi memerlukan langkah-langkah
agar habituasi bisa dimulai dan terkontrol membentuk karakter. Menurut
Ir. Felix Y. Siaw, langkah-langkah habituasi dalam pembentukan karakter
adalah; a) Mulai dari yang kecil; b) Temukan tempat Habits dan; c)
Berlatihlah terus.
Sedangkan Stephen R. Covey juga memberikan konsepnya terkait
bagaimana langkah-langkah aplikasi habituasi. Ada 7 habits yang harus
dilakukan, yaitu sebagai berikut:
a) Jadilah Proaktif
Sebagai manusia, kita bertanggung jawab atas hidup kita sendiri.
Perilaku kita adalah fungsi dari keputusan kita, bukan kondisi kita. kita
dapat menomorduakan perasaan sesudah nilai. Kita mempunyai inisiatif
dan tanggung jawab untuk membuat segala sesuatunya terjadi.25
b) Merujuk pada tujuan akhir
Adalah untuk memulai hari ini dengan bayangan, gambaran,
atau paradigma akhir kehidupan sebagai kerangka acuan atau kriteria
yang menjadi dasar. Tiap bagian dari kehidupan anda, perilaku hari ini,
perilaku esok, perilaku esok, perilaku minggu depan, perilaku bulan
depan, dapat diuji dalam konteks keseluruhan, dari apa yang benarbenar paling penting bagi Anda. Dengan mengusahakan titik akhir
tersebut tetap jelas dalam pikiran, anda dapat memastikan bahwa
apapun yang anda kerjakan pada hari tertentu tidak melanggar kriteria
25
Stephen R. Covey, Op.Cit., hlm. 81
104
dan bahwa setiap hari dari kehidupan anda menunjang visi yang anda
miliki tentang seluruh hidup anda dengn cara yang berarti.26
c) Dahulukan Yang Utama
Pembiasaan ini adalah pemenuhan, aktualisasi, kemunculan
wajar dari kebiasaan pertama dan kedua. Ia merupakan kehendak bebas
yag berpusat pada prinsip. Ia merupakan pelaksanaan hari demi hari,
saat demi saat. Hal ini terkait dengan manajemen pribadi dan
keisiplinan.27
d) Berpikir Menang/ Menang
Menang/Menang bukanlah teknik, melainkan filosofi total
interaksi manusia. Sebenarnya, ini merupakan salah satu dari enam
paradigma interaksi. Paradigma alternatifnya adalah menang/Kalah,
Kalah/Menang, Kalah/Kalah, Menang, dan Menang/Menang atau tidak
sama sekali. Menang/Menang adalah kerangka pikiran dan hati yang
terus-menerus mencari keuntungan bersama dalam semua interaksi
manusia. Menang/Menang didasarkan pada paradigma bahwa ada
banyak untuk setiap orang tidak dicapai dengan mengorbankan atau
menyingkirkan keberhasilan orang lain.28
e) Berusaha Mengerti Terlebih Dahulu, Baru Dimengerti.
Berusaha mengerti terlebih dahulu memerlukan perubahan
paradigma yang sangat mendalam. Kita biasanya berusaha lebih dahulu
untuk dimengerti. Kebanyakan orang tidak mendengar dengan maksud
26
Ibid., hlm. 110.
Ibid., hlm. 166.
28
Ibid., hlm. 235.
27
105
untuk mengerti, mereka mendengar dengan maksud untuk menjawab.
Mereka entah berbicara atau bersiap untuk berbicara. 29
f) Wujudkan Sinergi
Jika dimengerti dengan benar, sinergi adalah aktifitas tertinggi
dalam semua kehidupan, ujian dan manifestasi sebenarnya dari semua
kebiasaan lain digabungkan menjadi satu. Sinergi bukan merupakan
suatu bagian belaka, melainkan bagian yang paling bersifat katalisator,
paling
memberdayakan,
paling
menyatukan
dan
paling
menyenangkan.30
Sinergi terbukti berhasil, ia adalah prinsip yang benar. Sinergi
adalah prestasi puncak dari semua kebiasaan sebelumnya. Sinergi
adalah efektivitas dalam realitas yang saling tergantung. Sinergi adalah
kerja tim, pembinaan tim, pengembangan kesatuan dan kreatifitas
dengan manusia lain.31
g) Asahlah Gergaji
Asahlah gergaji pada dasarnya adalah berarti mengekspresikan
keempat motivasi. Hal ini berarti menjalankan keempat dimensi (fisik,
spiritual, mental dan sosial atau emosional) sifat anda, secara teratur
dan konsisten dengan cara-cara bijaksana dan seimbang. Proses
pembaruan diri harus mencakup pembaruan yang seimbang pada
keempat dimensi. Kita adalah instrumen kinerja kita sendiri, dan agar
29
Ibid., hlm. 272.
Ibid., 298.
31
Ibid., 321.
30
106
efektif, kita perlu mengenali pentingnya meluangkan waktu untuk
secara teratur mengasah gergaji pada keempat cara tersebut. 32
Sehingga dapat kita simpulkan, semakin proaktif Anda (kebiasaan
1), semakin efektif Anda dapat menjalankan kepemimpinan (kebiasaan 2)
dan manajemen pribadi (kebiasaan 3), semakin banyak aktifias pembaruan
yang dapat anda kerjakan (kebiasaan 7). Semakin anda berusaha mengerti
lebih dahulu (kebiasaan 5), semakin efektif Anda dapat mengusahakan
solusi Menang/Menang sinergis (kebiasaan 4 dan 6). Semakin anda
memperbaiki kebiasaan apa pun yang menghasilkan kemandirian
(kebiasaan 1,2, dan 3), semakin efektif anda nantinya dalam situasi
kesalingtergantungan (kebiasaan4,5, dan 6). Dan pembaruan (kebiasaan 7)
adalah proses pembaruan semua kebiasaan.33
Oleh karena itu, sudah sangat jelas bahwa kebiasaan seseorang
sangat mempengaruhi karakter dan hidup seseorang. Sehingga perlu upaya
pembaharuan yang efektif untuk memanajemen kebiasaan agar terbentuk
karakter yang baik pada pribadi seseorang.
Pembentukan karakter melalui pembiasaan akan efektif apabila ada
dukungan dari lingkungan. Semua kalangan harus menunjukkan akhlak
yang baik agar tercipta lingkungan yang baik demi mewujudkan generasi
baik. Perlu adanya sinergi habituai yang baik antara rumah, masjid, dan
sekolah.
a) Habituasi di lingkungan keluarga
32
33
Ibid., 327.
Ibid., hlm. 344.
107
Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan utama bagi
seseorang. Pendidikan dalam keluarga sangat berperan dalam
mengembangkan watak, karakter, dan kepribadian seseorang. Keluarga
sebaiknya dijadikan fondasi dasar untuk memulai pembentukan
karakter/ moral anak di masa yang akan datang. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Ir. Felix Yanuar Siaw, bahwa manusia mempunyai
respon terhadap satu kondisi tertentu. Sehingga jika orang tua
memberikan pembiasaan kondisi yang baik maka anak juga akan
merespon dengan baik.
Pembiasaan-pembiasaan perilaku seperti melaksanakan nilainilai ajaran Agama Islam (beribadah), membina hubungan atau
interaksi yang harmonis dalam keluarga, memberikan bimbingan,
arahan, pengawasan dan nasihat merupakan hal yang senantiasa harus
dilakukan oleh orang tua agar perilaku anak yang menyimpang dapat
dikendalikan. Abdurrahman An-Nahlawi (1996:188) menyatakan
bahwa metode pendidikan dan pembinaan karakter yang perlu
diterapkan oleh orang tua dalam kehidupan keluarga dari sekian banyak
cara itu adalah metode pembiasaan, yang jika dilaksanakan akan
menguatkan karakter mulianya.34
Menurut Dharma dkk, dalam bukunya Pendidikan Karakter,
Kajian Teori Dan Praktik Di Sekolah menjelaskan bahwa,
Tujuan penting pendidikan karakter adalah memfasilitasi
pengetahuan dan pengembangan ilai-nilai tertentu
34
Amirulloh Syarbini., Op.Cit., hlm.88
108
sehingga terwujud dalam perilaku anak. Pengetahuan dan
pengembangan memiliki makna bahwa pendidikan
karakter bukanlah dogmatisasi nilai kepada peserta didik
untuk memahami dan merefleksi bagaimana suatu nilai
menjadi penting untuk diwujudkan dalam perilaku
keseharian manusia, termasuk bagi anak. Pengembangan
juga mengarahkan proses pendidikan
pada proses
pembiasaan yang dilakukan. Pengembangan pun memiliki
makna adanya hubungan antara penguatan perilaku anak
melalui pembiasaan disekolah dan pembiasaan dirumah.35
Oleh karena itu, peranan keluarga sangat besar dalam membina
karakter anak dengan pembiasaan, karena dapat mengantarkan anak
kearah
kematangan
dan
kedewasaan,
sehingga
anak
dapat
mengendalikan dirinya, menyelesaikan persoalan dan menghadapi
tantangan hidupnya.
b) Habituasi di lingkungan sekolah
Di lingkungan sekolah, pendidik adalah unsur terpenting
pendukung pembentukan karakter baik. Ir. Felix Yanuar Siaw dalam
bukunya Muhammad Al-Fatih 1453, memberikan gambaran tentang
besarnya pengaruh pendidik terhadap keberhasilan Muhammad AlFatih.
Muhammad Al-Fatih (Sultan Muhammad II AL-Fatih bin
Murad III 1451-1481 M) adalah Sultan dari dinasti Turki Usmani, lahir
pada tahun 1785 dan berpendidikan agama secara tradisional. Sejak
kecil, Muhammad Al-Fatih sudah di setting untuk membuktikan
bisyarah
35
Nabi
Muhammad
SAW
yaitu
terkait
penaklukan
Dharma Kesuma, dkk, Pendidikan karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 19.
109
Konstantinopel (Pusat Kerajaan Bzantium, kerajaan kristen terbesar
masa itu). Dengan jatuhnya kota tersebut ke tangan Turki, maka umat
islam memperoleh derajat dan peradaban tinggi.36
Disini kita dapat melihat bahwa pembentukan kepribadian
Sultan Mehmed II (Sultan Muhammad Al-Fatih) yang demikian
komplit sangat dipengaruhi oleh para ulama’. Namun, bukan sembarang
ulama, tetapi ulama yang kompeten dalam keilmuannya , dekat dengan
Allah dengan ibadahnya dan tidak hanya sanggup untuk memberikan
pujian kepada anak didiknya, mereka juga mampu untuk memberikan
inspirasi dan motivasi dalam belajar, sabar mendampingi anak didiknya
ketika dalam situasi sulit dan berani untuk mengingatkannya ketika
anak didiknya melakukan kesalahan. Semua ini kita dapatkan pada
Syaikh Ahmad Al-Kurani dan Syaikh Aaq Syamsuddin.37
Demikianlah para pendidik yang berpengaruh dan apa yang
dipelajari oleh Sultan Muhammad Al-Fatih sehingga menghasilkan
kepribadian yang begitu istimewa, seorang pemimpin perang yang
piawai sekaligus penguasa yang pandai, seorang yang ambisius
sekaligus takwa kepada Tuhannya, seeorang yang berada digaris
terdepan ketika perang namun juga bangun dimalam hari untuk
bersimpuh rendah dihadapan-Nya. Sesungguhnya inilah yang disebut
dengan metode pendidikan Islam, metode rabbani sebagaimana yang
36
Taufik Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Khilafah, (Jakarta: Ihtiar Baru Van
Hoeve, 2005), hlm. 248.
37
Felix Y.Siaw, Muhammad Al-Fatih 1453, (Jakarta: Al-fatih Press, 2014), cet ke-VI.
hlm. 282.
110
dicontohkan rasulullah. Pengajaran islam secara kaaffah dan tidak pilihpilih dalam segala bingkai kehidupan.
Sementara sekarang ini kebiasaan guru di indonesia mempunyai
prinsip bahwa pendidikan masih merupakan transfer of knowledge,
belum sampai ke tingkat tranfer of value. Sehingga pembentukan
karakter sampai sekarang masih bersifat teoritis.
Sehingga Ir Felix Y. Siaw juga menambahkan, keselarasan
antara pendidik dengan metode pendidikan yang baik,
Metode pendidikan didalam islam menekankan kepada
transfer kepribadian (personalty) dan juga pengetahuan
(knowledge) sehingga tugas seorang pendidik tidak bisa
sekadar
sebagai
pengajar,
tetapi
pendidik
bertanggungjawab terhadap semua aspek pada anak
didiknya. Metode pendidikan didalam islam mengacu
pada pembentukan tsaqafah islam, shakhshiyyah Islam
dan penguasaan atas pengetahuan umum dan teknologi.
Sekali lagi,semuanya berbasis kepada Al-Qur’an dan AsSunnah.38
Sultan Mehmed II (Muhammad Al-Fatih) adalah contoh produk
pendidikan rabbani. Semua sifat-sifatnya didapati dari Al-Qur’an dan
Assunnah, serta kepribadian para sahabat Rasulullah SAW dan juga
ksatria-ksatria Islam.39
Tidak seperti pendidikan sekuler yang mengenal pemisahan
antara ilmu dunia dan ilmu agama, islam tidak mengenal dikotomi
tersebut. Didalam islam, mempelajari Al-Qur’an adalah dasar bagi
segala macam ilmu yang dibangun diatasnya, bukan pelengkap ilmu.
38
39
Ibid., hlm. 289.
Ibid., hlm. 288
111
Prioritas pendidikan ditekankan pada tugas seorang hamba dalam
menyembah Tuhannya.40
Sehingga
di
lingkungan
pendidikan
harus
mengkonsep
bagaimana setiap pembelajaran dan kegiatan apapun di lingkungan
sekolah terkandung usaha untuk pembentukan karakter ideal pada anak
didik. Mulai dari kurikulum, manajemen, proses belajar mengajar,
Tenaga pendidik dan kependidikan harus dikondisikan
yang
mencerminkan nilai-nilai karakter salah satunya melalui pembiasaan.
c) Habituasi di lingkungan masyarakat
Pembentukan karakter tidak akan berjalan dengan efektif bila
tidak di dukung oleh kebiasaan lingkungan masyarakat yang baik. Ir.
Felix Siaw juga menjelaskan betapa masyarakat sangat berpengaruh
sangat besar dalam pembentukan karakter. Beliau memberikan
gambaran sewaktu menempuh kuliah di IPB selama 5 tahun membuat
Ir. Felix Yanuar Siaw bisa memahami sedikit bahasa Sunda.
Ir. Felix Yanuar Siaw juga memberikan contoh kecil pengaruh
nyata masyarakat Indonesia yang melahirkan karakter penakut sampai
sekarang adalah,
Kebanyakan anak-anak dan remaja Muslim tumbuh
mempercayai takhayul dan mistis, bahkan lebih takut
dengan Kuntilanak atau Pocong dibandingkan kepada
Allah Tuhannya. Rasa takut pun hasil dari Habits. Sedari
40
Ibid.
112
kecil anak sudah ditakuti dengan kata-kata “Awas lho
kalau pulangnya telat, abis magrib setan pada keluar!”.
Atau, “Ayo Tidur!, kalau nggak tidur nanti ada hantu
lho!”. Ditambah tontonan televisi yang tidak mendidik
dan tidak bertanggung jawab, muali dari Setan
Casablanca, Gendruwo VS Kuntilanak, Suster Ngesot,
sampai Trilogi Tyul Gentayangan, wajar akhirnya
muncul phobia setan dari aktivitas yang berulangulang.41
Pendapat tersebut kuat sekali mengingat kuatnya pengaruh
lingkungan terhadap perilaku manusia. Seorang tokoh pendidikan Islam
terkenal, Dr. Abdullah Nasih Ulwan mensyaratkan terbentuknya
lingkungan yang baik demi mewujudkan generasi muslim yang baik.
Beliau mengatakan bahwa
Manusia diciptakan dengan potensi kebaikan dan
kejelekan secara bersamaan. Jika ia mendapat pendidikan
yang baik dan lingkungan yang kondusif, maka ia
tumbuh dalam kebaikan dengan keimanan yang murni,
akhlak yang utama dan rasa cinta kepada kebaikan dan
kebajikan. Dan ditengah masyarakat, ia menjadi manusia
yang beriman, berbudi luhur dan mulia.42
41
42
hlm. 547.
Felix Y. Siaw, How To Master your Habits, Op.Cit., hlm. 48.
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan anak dalam islam, (Sukoharjo: Insan Kamil, 2012),
113
Lingkungan masyarakat dapat membangun karakter melalui
pembiasaan pemanfaatan masjid. Masjid di dalam Islam memiliki
fungsi utama sebagai tempat pendidikan rohani, berupa shalat
berjamaah, membaca Al-Qur’an, dan Rahmat Allah tidak pernah
berhenti dan terputus di sana.
Dalam membentuk sinergi antara ketiga lembaga tersebut
(rumah, sekolah dan Masjid), beliau mengatakan,
Ketika kami mengatakan harus ada kerjasama antara
rumah, masjid dan sekolah, artinya bahwa anak akan
menjadi sempurna kepribadiannya baik itu rohani,
jasmani, akal dan mental sebagai hasil dari kerjasama
tersebut. Bahkan ia menjadi anggota masyarakat yang
aktif dalam memajukan ummat dan memuliakan
agamanya.43
Namun untuk mendapatkan hasil yang maksimal,
menurut beliau ada dua syarat yang harus dipenuhi. “pertama,
tidak adanya dualisme atau paradoks antara pengarahan yang
diberikan rumah dan sekolah. “kedua, kerjasama yang terjalin
harus bertujuan untuk mengadakan integritas dan keseimbangan
dalam membentuk kepribadian anak yang islami.44
2. Faktor Penentu keberhasilan habituasi dalam pembentukan karakter
Ir Felix Yanuar Siaw menjelaskan ada empat faktor penentu yang
mempengaruhi keberhasilan habituasi dalam pembentukan karakter, yaitu:
a. Praktice and Repetition
43
44
Ibid., hlm. 833
Ibid.
114
Yang sangat berpengaruh dalam pembentukan Habits hingga
melahirkan karakter adalah mau memulai melakukan (Practice) dan
pengulangan (repetition), karena pengulangan aktivitaslah yang
memberikan nyawa pada habits. Repetisi adalah kunci dalam
membentuk habits, dan itu membutuhkan waktu.
Dengan repetisi, manusia akan menanamkan suatu memori
(ingatan) pada tubuh, sehingga memori ini akan dieksekusi secara
otomatis berdasarkan kondisi tertentu. Hal ini sesuai dengan konsep
psikologi Pavlov tentang classical conditionig. Teori belajar
conditioning ini tergolong dalam teori belajar behaviorisme. Melalui
pembiasaan respon tertentu dihubungkan dengan stimulus tertentu
pula. Teori pembiasaan ini pada asalnya merupakan suatu percobaan
yang dilakukan pada seekor anjing yang sedang lapar. Setiap kali
anjing diberi makan, bel dibunyikan, kemudian keluar air liur.
Demikian seterusnya, hal ini dilakukan secara berulang-ulang,
sehingga pada akhirnya tanpa pemberian makanpun, apabila bel
dibunyikan, maka anjing akan mengeluarkan air liur.45
Dalam pelaksanaan pendidikan, repetisi sangat di butuhkan
dalam proses pengajaran kepada anak didik agar mencapai
pemahaman yang maksimal. Al-Qur’an juga menyampaikan kepada
kita bahwa pengulang-ulangan adalah kunci untuk memberikan
45
Nana Sudjana, Teori-teori Belajar Untuk Pengajaran, (Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi, 1991), hlm. 66-67
115
pengajaran atau ilmu. Sebagaimana di jelaskan dalam QS. Thahaa
ayat 113,
        
     
Dan Demikianlah Kami menurunkan Al Quran dalam bahasa
Arab, dan Kami telah menerangkan dengan berulang kali, di
dalamnya sebahagian dari ancaman, agar mereka bertakwa
atau (agar) Al Quran itu menimbulkan pengajaran bagi
mereka. (QS. Thahaa :113).
Senada dengan hal tersebut, Armai Arif berpendapat bahwa,
faktor terpenting dalam pembentukan kebiasaan baru adalah
pengulangan, sebagai contoh seorang anak melihat sesuatu yang
terjadi di hadapannya, maka ia akan meniru dan kemudian
mengulang-ulang kebiasaan tersebut yang pada akhirnya akan menjadi
kebiasan. Melihat hal tersebut faktor pembiasaan memegang peranan
penting dalam mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak
untuk menanamkan agama yang lurus.46
Sementara itu Ir. Felix Yanuar Siaw menambahkan perihal
penguasaan suatu ilmu dalam hal ini kaitannya dengan pembentukan
karakter yang mengutip nasihat Imam Syafi’i, bahwa ada 6 hal yang
menjadi syarat dalam menguasai sebuah ilmu yaitu: 1) Dengan
kecerdasan; 2) menuntutnya dengan semangat; 3) kesungguhan; 4)
46
Armai Arief, Op.Cit., hlm. 665.
116
memiliki
bekal
(investasi);5)
bersama
pembimbing;
6)
dan
memerlukan waktu yang lama.47
Sebagian ilmuwan dan peneliti berpendapat bahwa manusia
memerlukan waktu 21 hari untuk melatih satu habits yang baru,
sebagian lagi berpendapat 28-30 hari, bahkan ada yang berpendapat
40 hari. Untuk berapa lamanya waktu yang dibutuhkan, Ir. Felix
Yanuar Siaw memberikan ilustrasi sebagai berikut:
“Bulan ramadhan diwajibkan atas kaum muslim
berpuasa 29 hari atau maksimal 30 hari. Sebetulnya,
puasa adalah pembentukan habits baru bagi kaum
Muslim. Terbiasa membaca Al-Qur’an, Shalat malam,
sedekah dan yang paling terlat adalah pola makan. Apa
yang terjadi setelah kita menjalankan ibadah puasa
selama 29/30 hari tersebut sepertinya tubuh mulai
terbiasa dengan pola makan bulan puasa. Makan sebelum
fajar menyingsing dan setelah matahari terbenam.
Kemudian di pagi 1 Syawal tidak akan nafsu menyantap
sarapan karena habits pola makan telah terbentuk”.48
Stephen R. Covey juga memberikan batasan waktu minimal 30
hari untuk menguji prinsip proaktivitas. Selama tiga puluh hari buatlah
komitmen kecil dan penuhilah komitmen tadi.49
Dari gambaran diatas, sederhananya untuk membentuk habits
baru, maka perlu practice dan repetition selama 30 hari berturut-turut
seara konsisten, tanpa ketinggalan satu haripun. Karena habits berarti
pembiasaan,
dan
pembiasaan
terbentuknya sebuah karakter.
47
Felix Y. Siaw, Op.Cit., hlm. 43.
Ibid., hlm. 67.
49
Stephen R. Covey, Op.Cit., hlm. 105.
48
memerlukan
konsistensi
hingga
117
Secara umum ada 3 milestone yang dapat kita jadikan panduan
dalam membentuk habits. Para pakar mengatakan begitu juga dari
ditunjukkan pengelaman-pengalaman orang banyak, bahwa bila suatu
aktivitas dilakukan secara konsisten dan kontinyu dalam 30 hari maka
habits baru telah terbentuk , hanya saja habits baru ini masih rapuh
dan keinginan untuk kembali pada habits lama lebih besar daripada
melanjutkan habits baru. Millestone kedua terletak pada 3x30 hari,
dimana habits baru yang dibentuk akan lebih kuat, dan keinginan
untuk melanjutkan habits baru akan sama kuatnya sebagaimana kita
ingin kembali pada habits yang lama. Ketiga, 10x30 hari atau satu
tahun, Insya Allah habits yang kita bentuk telah sholid dan menjadi
program yang hampir permanen, otomatis terjadi pada diri kita seperti
gerak refleks.50
Bila digambarkan dengan bagan, proses pembentukan karakter
baru melalui pembiasaan sejatinya adalah melatih dengan sengaja
aktivitas yang awalnya kita lakukan dengan sadar, menjadi bisa kita
lakukan seara tidak sadar (otomatis). Dan tentunya harus disiplin dan
istiqamah serta sabar dalam proses habituasi baru.
Sehingga dapat kita simpulkan bahwa menurut Ir. Felix Siaw,
karakter baik dapat terbentuk bukan hanya karena motivasi , tetapi
lebih pada pengkondisian. Seringkali kita harus dipaksa melakukan
aktivitas tertentu pada awalnya sebelum kita menikmatinya. Oleh
50
Felix Y. Siaw, Op.Cit., hlm. 84.
118
karenanya, kita pun harus mendesain kondisi agar kita harus dan
dipaksa melakukan aktivitas yang ingin kita jadikan habits. Apabila
kita telah terbentuk, kita akan menikmatinya.
b. Visioner
Menurut Ir. Felix Yanuar Siaw, Tidak ada suatu hal yang
mustahil untuk diraih selama Allah masih mewajibkannya kepada
manusia.
Karena
dalam
keyakinan
muslim,
Allah
mustahil
mewajibkan hal yang mustahil bagi manusia. Habituasi adalah proses
membiasakan aktifitas-aktifitas yang istimewa. Perbedaan antara
orang yang telah melatih habits dan yang tidak melatih habits terlihat
jelas dalam performa mereka. Bagi orang yang tidak terbiasa, maka
keberuntungan adalah sesuatu yang tidak mereka sengaja. Sedangkan
bagi yang melatih habitsnya, kebetulan adalah sesuatu yang disengaja
secara sadar.51
Perlu ditegaskan, bahwa ada dua kemungkinan bagi visioner;
apakah dia gagal mewujudkan visinya dan sedikit dihina dan diolok,
atau dia berhasil
mewujudkannya
dan mendapatkan
banyak
kemuliaan.
Sebagaimana menurut Musthafa Al-Ghalayain dalam kitabnya
Izhatun Nasyi’in,
Wahai, generasi muda, jadikanlah roja’ (optimisme)
sebagai syiarmu dan angan-angan sebagai bajumu.
Tinggalkankah sikap menunda-nunda dan abaikanlah
segala godaan yang membelokkan kalian semua dari apa
51
Ibid., hlm. 129.
119
yang telah menjadi cita-cita kalian semua. Jadilah kalian
semua golongan orang-orang yang memiliki harapan
besar, yang bercita-cita luhur, gemar berusaha dan giat
bekerja. Allah aalah penolong kalian semua.52
Tanpa ketangguhan pribadi maka kesuksesan hanyalah menjadi
impian atau bahkan pembicaraan yang enak untuk dibicarakan, tetapi
sulit untuk dilakukan. Oleh sebab itu, kunci kesuksesan bukan terletak
pada siapapun, bukan terletak pada orang lain, atau fasilitas yang ada,
melainkan berpusat pada diri kita sendiri. Dan hal itu hanya bisa
tercapaiketika kita mampu belajar untuk menjadi pribadi yang tangguh
tidak hanya dalam satu sisi kehidupan, tetapi disemua bidang
kehidupan. Memang tidak mudah untuk dilakukan, tetapi sangat
mungkin untuk diwujudkan.53
Sebagaimana syair Abu Thayib dalam kitab Ta’limul
Muta’alliim, “cita-cita akan terwujud seukur greget obsesinya,
kemuliaan akan terwujud seukur greget cita mulianya. Barang kecil
tampaknya besar, di mata orang yang kecil citanya, barang besar
tampaknya kecil, di mata orang yang besar citanya”.54
c. To be an Expert
Ir. Felix Yanauar Siaw menjelaskan bahwa perlu waktu untuk
bisa melakukan sesuatu dengan benar, dan perlu banyak waktu untuk
52
Hlm. 25.
53
Musthafa Al-Ghalayain, Terjemah Izhatun Nasyi’in (Surabaya: Al-Hidayah, 1421 H),
E. Widijo Hari Murdoko, Menjadi Pribadi Revolusioner, (Yogyakarta: Wanajati
Chakra Renjana, 2012), hlm.123.
54
Aly As’ad, Terjemah Ta’limul Muta’allim, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu
Pengetahuan, (Kudus: Menara Kudus, 2007), hlm. 61.
120
membentuknya menjadi habits kita, dan perlu lebih banyak lagi waktu
untuk menjadi expert dalam hal itu, mungkin perlu seumur hidup
untuk menjadi master dalam sesuatu yang kita pilih.55
Pada rentan waktu yang pertama keahlian kita mungkin hanya
naik 1 %, namun bila kita konsisten melakukannya, bukan tidak
mungkin pada rentang waktu kedua akan naik 2%, 3% kenaikan
berikutnya, 5 % lalu 8% sampai akhirnya tanpa kita sadari kita sudah
seperti pohon yang menumbuhkan banyak tunas. Semua ini hanya
perlu kesabaran untuk terus melakukan habits yang ingin kita
bentuk.56
Seringkali kita sudah merasa pesimis apabila banyak hal sudah
kita lakukan tetapi tidak berdampak apa-apa. Kadang-kadang dampak
itu akan muncul saat kita secara konsisten dan kontinyu tetap
melakukan apa yang menjadi tujuan kita. banyak orang menghentikan
langkahnya sebelum tujuannya tercapai. Inilah yang seringkali
dimaknai sebagai sebuah kegagalan. Padahal setiap orang diberikan
kemampuan untuk melangkahkan kaki sejauh yang ia mau. Tetapi
banyak orang yang memilih untuk melangkahkan kakinya sejauh yang
ia suka. Padahal sebenarnya langkahnya melebihi dari sekedar apa
yang ia sukai.57
Untuk mengubah kebiasaan yang sudah lama berdiam dalam
diri kita bahkan sudah merupakan label pribadi bukanlah pekerjaan
55
Felix Y. Siaw, Op.Cit., hlm. 104.
Ibid., hlm. 109.
57
E. Widijo Hari Murdoko, op.cit., hlm.10.
56
121
yang mudah. Tetapi sesulit apapun apabila dalam diri kita ada
keberanian yang revolusioner maka akan muncul kebiasaan baru yang
lebih membuat diri kita menjadi pribadi yang merdeka karena mampu
menentukan nasib kita sendiri
d. Prayer
Usaha harus disertai dengan do’a, agar proses perubahan
menjadi lebih baik selalu mendapat ridho dari Allah SWT. Kalau
diperhatikan perintah shalat dalam Al-Qur’an, bahwa perintah itu
selalu dimulai dengan kata ‘aqimu’. Kata ‘aqimu’ini biasa
diterjemahkan dengan ‘mendirikan’ meskipun sebenarnya terjemahan
tersebut tidak sepenuhnya tepat karena, seperti kata Imamal-Qurthuby
dalam tafsirnya, ‘aqimu’ bukan terambil dari kata ‘qama’ yang berarti
‘berdiri’, tetapi kata itu berarti ‘bersinambung dan sempurna’
sehingga perintah tersebut berarti ‘ melaksanakannya dengan baik,
khusuk dan bersinambung sesuai dengan syarat rukun dan sunnahnya.
Para ulama mu’tabar menyatakan bahwa shalat memiliki
kedudukan yang utama dalam keseluruhan ibadah kepada Allah SWT.
Mereka merumuskan dari beberapa hadits Rasul yang menjelaskan
kedudukan Shalat dapat disimpulkan:58
1) Shalat merupakan Mi’rajul Mukminin
58
Felix Y. Siaw, Muhammad Al-Fatih 1453, Op.Cit ., hlm. 306.
122
2) Shalat juga sebagai tiangnya agama, barang siapa enegakkan
berarti
telah
menegakkan
agama,
dan
barang
siapa
meninggalkannya berarti merusak agama.
3) Shalat sebagai amal ibadah yang membedakan antara umat islam
dan orang kafir
4) Shalat merupakan ibadah yang pertma dihisab.
Apabila umat islam telah menegakkan shalat secara sempurna,
khusu dalam shalatnya dan ikhlas dalam pengamalannya maka
shalatnya itu akan memberikan dampak yang positif terhadap suasana
batin, kejiwaan, atau psikologisnya yang tentram. Kondisi ini amat
mendukung bagi terbentuknya kepribadian yang utuh, sehat,
produktif, atau efektif. Sultan Mehmed (Muhammad Alfatih) pun
mendapatkan apa yang dinamakan kepribadian yang efektif itu yang
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Komitmen terhadap nilai-nilai dan aturan islam.
2) Konsisten atau istiqamah dalam kebenaran;
3) Kontrol diri dari dorongan hawa nafsu;
4) Kreatif, banyak ide atau gagasan dalam menebarkan kebenaran
atau kebaikan;
5) Kompeten dalam mengamalkan ajaran agama.
Kelima ciri kepribadian efektif itu telah mengakar kuat pada
pribadi sultan Muhammad Al-Fatih, terutama saat ekspedisi
123
penaklukan atas kota konstantinopel. Semua itu bermula dari kualitas
ibadah shalatnya yang istimewa.59
Felix Siaw juga menekankan, bagi pemula melakukan hal
istimewa adalah sesuatu yang luar biasa. Namun, bagi seorang ahli
ibadah hal yang biasa melakukan hal yang istimewa.60
Demikianlah hikmah pelaksanaan syariah dalam hal shalat
yang juga terjadi pada ketentuan-ketentuan syariah lainnya seperti
zakat, puasa, haji, dan lainnya. Hal yang sama juga terjadi dalam
pelaksanaan
muamalah,
seperti
perkawinan,
perekonomian,
pemerintahan, dan lain sebagainya. Kepatuhan akan aturan muamalah
akan membawa pada sikap dan perilaku seseorang yang mulia dalam
segala aspek kehidupannya.
Dalam ibadah, keikhlasan menjadi syarat mutlak akan
keabsahannya. Karena adanya konsep ikhlas inilah menuntut adanya
pengorbanan. Pengorbanan terhadap waktu, tenaga maupun harta.
Segala aktivitas dalam islam mengharuskan adanya keikhlasan. Sebab
tidak ada ibadah kecuali berimplikasi pada hal yang positif.
Dari keempat faktor penentu menurut Ir. Felix Yanuar siaw, perlu
ada satu faktor lagi yang sangat mempengaruhi keberhasilan habituasi
dalam pembentukan karakter, yakni “Pengawasan”. Pengawasan ini
kaitannya dengan habituasi pada anak kecil, dimana anak belum mampu
menggunakan nalar dengan baik, sehingga diperlukan pengawasan agar
59
60
Ibid., hlm. 307.
Felix Y. Siaw, How To Master your Habits, Op.Cit., hlm. 95.
124
pembiasaan dapat terus dipantau dan di arahkan sesuai tujuan pembiasaan
yang ingin di bentuk.
Menurut Hery Noer Aly, dalam menanamkan kebiasaan diperlukan
pengawasan. Pengawasan hendaknya digunakan, meskipun secara
berangsur-angsur peserta didik diberi kebebasan. Dengan perkataan lain,
pengawasan dilakukan dengan mengingat usia peserta didik, serta perlu
ada keseimbangan antara pengawasan dan kebebasan.61
Pembiasaan hendaknya disertai dengan usaha membangkitkan
kesadaran atau pengertian terus menerus akan maksud dari tingkah laku
yang dibiasakan. Sebab, pembiasaan digunakan bukan untuk memaksa
peserta didik agar melakukan sesuatu secara otomatis, melainkan agar ia
dapat melaksanakan segala kebaikan dengan mudah tanpa merasa susah
atau berat hati. Atas dasar itulah, pembiasaan yang pada awalnya bersifat
mekanistis hendaknya diusahakan agar menjadi kebiasaan yang disertai
kesadaran (kehendak dan kata hati) peserta didik sendiri. Hal ini sangat
mungkin apabila pembiasaan secara berangsur-angsur disertai dengan
penjelasan-penjelasan dan nasihat-nasihat, sehingga makin lama timbul
pengertian dari peserta didik.62
Musthafa Al-Ghalayain menjelaskan bahwa pembentukan karakter
pada anak itu ibarat berkebun. Adapun kebun yang dirawat dengan baik
oleh tuannya dengan perawatan maksimal, pasti diantara tanaman yang
61
62
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 189.
Ibid., hlm. 191.
125
bagus itu tumbuh rumput-rumput yang merusak dan binatan-binatang yang
megganggu. Demikian pula dengan akhlak dan adat (kebiasaan), harus
terus menerus diusahakan dijaga. Jangan sampai terkena gangguan yang
dapat mengganggu atau merusak perilaku dan kebiasaan yang baik itu.63
Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa, dalam
usaha usaha menciptakan maupun memperbaiki habituasi dalam
pembentukan karakter, perlu dukungan dari lingkungan dan yang
terpenting adalah kesadaran dan kemauan diri sendiri. Jika langka
diterapkan dan didukung dengan faktor-faktor pendukung, maka bukan
tidak mungkin habituasi baik akan terbentuk dan tercermin pada karakter
dan tingkah laku. Menumbuhkan kebiasaan yang baik ini tidaklah mudah,
akan memakan waktu yang panjang. Tetapi bila sudah menjadi kebiasaan,
akan sulit pula untuk berubah dari kebiasaan tersebut
63
Musthafa Al-Ghalayain, Op.Cit., hlm. 92.
126
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari berbagai pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis
dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagaimana berikut:
1. Habituasi merupakan salah satu metode yang efektif dalam upaya
pembenahan dan pembentukan karakter manusia. Karena karakter
merupakan ciri yang melekat pada diri seseorang yang tercermin dari
seluruh aktifitas manusia, baik hubungannya dengan Tuhan, sesama
manusia dan lingkungan. Manusia mempunyai kesempatan sama untuk
membentuk karakternya, apakah dengan habituasi yang baik atau dengan
habituasi yang buruk untuk melahirkan ciri tersebut. Hal ini menunjukkan
bahwa metode pembiasaan dalam membentuk karakter sangat terbuka
luas, dan merupakan metode yang tepat. Pembiasaan yang dilakukan sejak
dini akan menjadi semacam adat kebiasaan sehingga menjadi bagian tidak
terpisahkan dari kepribadiannya dan melahirkan karakter yang tepat dan
positif sesuai kedudukan manusia.
2. Ir. Felix Yanuar Siaw memberikan pendapat bahwa Habits adalah penentu
nilai kepribadian seseorang, dimana Habituasi ini sangat berkaitan erat
dengan bentuk karakter, karena karakter tercermin dari bagaimana
kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan secara spontan dan berulangulang, dan karakter bukan hanya diwariskan tetapi juga dapat dibentuk
yaitu dengan mengendalikan habits. Sehingga merubah dan membentuk
127
karakter bisa diwujudkan dengan cara merubah dan mengendalikan
kebiasaan menjadi habits yang baik.
3. Implementasi habituasi dalam pembentukan karakter menurut Ir. Felix
Yanuar Siaw, adalah; a) Mulai dari yang kecil; b) Temukan tempat habits
dan; c) Berlatihlah terus. Langkah-langkah yang di konsep oleh Ir. Felix
Yanuar Siaw merupakan langkah sederhana, dan bisa dikembangkan
sesuai dengan situasi dan kondisi. Disamping langkah-langkah yang cukup
mudah, namun dalam menerapkannya akan mengalami banyak kesulitan
jika tidak diseriusi. Adapun faktor-faktor yang menjadi penunjang
keberhasilan habituasi dalam pembentukan karakter menurut Ir. Felix
Yanuar Siaw menyebutkan 4 faktor utama yaitu: a) Practice and
Repetition; b) Visioner; c) To be an expert; d) Prayer. Tetapi dalam
praktiknya habituasi memerlukan Pengawasan sebagai faktor penunjang
agar proses habituasi dalam pembentukan karakter dapat terus terkendali.
Selain itu, untuk dapat menerapkan habituasi dalam usaha pembentukan
karakter yang baik harus turut serta kerjasama dan dukungan dari semua
pilhak, baik dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah
serta
lingkungan masyarakat.
B. Saran-saran
1. Manusia lahir dengan masing-masing fitrah, baik fitrah beragama,
berjiwa, berfikir, berkeluarga, dan berharta. Tetapi terkait perwujudan
fitrah tersebut berkaitan dengan bagaimana corak dan pengaruh yang
diberikan dalam pembentukan kepribadian dan masa depan anak. Nilai
128
karakter yang terkandung dalam nilai-nila akhlaq dalam islam sudah
semestinya diterapkan bukan hanya sekedar teoritis saja. Jadi untuk
menyelesaikan persoalan bangsa secara komprehensif tidak ada jalan lain
kecuali kita membiasakan menanamkan nilai-nilai agama untuk menjaga
kemaslahatan manusia. Jika sudah terbiasa dan tertanam kuat dalah qalbu
dan diamalkan maka kemaslahatan ummat tidak mustahil bisa terwujud.
2. Pembentukan karakter anak merupakan tanggung jawab semua pihak baik
orang tua, guru maupun masyarakat, maka semua aspek tersebut harus
ikut berperan dalam memberikan hal yang terbaik kepada anak didik.
Sebagai orang tua, harus mampu menanamkan pondasi akhlaq kepada
anak agar mereka tumbuh dalam keutamaan akhlak. Selain itu, sebagai
bagian dari peranan dalam membentuk karakter anak, masyarakat juga
seharusnya menyadari kedudukannya sebagai mahluk sosial yang saling
berinteraksi sehingga harus berfikir dan bertindak dengan mencerminkan
norma dan adab yang berlaku. Sehingga diharapkan akan terjadi sinergi
yang positif antara peran orang tua dan masyarakat.
3. Sebagai kelanjutan dari proses pendidikan keluarga, sekolah juga
mempunyai peran yang menentukan dalam membentuk dan memantapkan
pribadi anak didik. Di lingkungan sekolah tidaklah cukup hanya
memberikan atau mendiktekan nilai-nilai keutamaan pada anak didik,
hendaknya semua pendidik dan tenaga kependidikan memiliki, meberikan
tauladan serta membiasakan keutamaan-keutamaan tersebut. Sehingga
diharapkan melalui pembiasaan tersebut, pendidikan karakter tidak lagi
129
hanya sebatas teks saja, tetapi juga benar-benar tertanam kuat menjadi
karakter anak yang baik.
C. Penutup
Dengan segala kerendahan hati penulis senantiasa memanjatkan
segala puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Berkehendak dan Maha
Kuasa. Tidak lupa, Shalawat serta salam semoga tetap tercurah dalam
rengkuhan Nabi Muhammad SAW sebagai the best teacher yang patut
menjadi
inspirasi
bag
seluruh
pendidik.
Dan
tidak
lupa
penulis
menghantarkan segala terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dengan tulus baik berupa material maupun spiritual, sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnan,
karena masih banyak kekurangan di dalamnya. Hal ini tak lain adalah karena
keterbatasan penulis sendiri. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka untuk
menerima kritik dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan skripsi ini.
Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,Taufik, 2005. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Khilafah, Jakarta: Ihtiar
Baru Van Hoeve.
Al-Ghalayain, Musthafa, 1421 H, Terjemah Izhatun Nasyi’in, Surabaya: AlHidayah,
Aly, Hery Noer, 1999. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Arief, Armai, 2002. Pengantar Ilmu dan Metodoligi Pendidikan Islam, Jakarta:
Ciputat Pers.
Arismantoro, 2008. Tinjauan Berbagai Aspek Character Building Bagaimana
Mendidik Anak Berkarakter, .Yogyakarta: Tiara Wacana.
Awwad, Jaudah Muhammad, 2005. Mendidik anak secara Islami, cet ke 12.
Jakarta: gema insani Press.
Aziz, Erwati, 2003. Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam, Solo : Tiga Serangkai
Pustaka.
Covey, Stephen R, 2013. The 7 Habits Of Highly Effective People (7 Kebiasaan
Manusia yang Sangat Efektif), Tanggerang: Binarupa Aksara Plubisher.
Dakir, 1993. Dasar-dasar Psikologi, Yogyakarta: pustaka pelajar.
Darajat, Zakiah 1976. Membina Nilai-Nilai Moral Di Indonesia, Jakarta : Bulan
Bintang,
Darajat, Zakiah, 2005. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: P.T. Bulan Bintang.
Departemen Agama RI, 1984. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen
Agama RI.
Fakhrudin, 2005. Bekal Tarbiyah, Jalan Meniti Taqwa, Solo: Auliya Press.
Gunawan, Heri 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implikasinya, Bandung:
Alfabeta.
Hidayatullah, M. Furqon, 2010. Pendidikan Karakter Membangun Peradaban
Bangsa, Jakarta: Balai Pustaka.
http://m.kompasiana.com/post/read/430987/2, diakses pada hari jum’at 05 Juni
2015, pukul 10:50 WIB.
Husaini, Adian, 2010. Pendidikan Islam Membentuk Manusia Berkarakter dan
Beradab, Jakarta: Program Studi Pendidikan Islam, Program Pasca
Sarjana Universitas Ibnu Khaldun.
Immawati, (Skripsi Urgensi Teori Kebiasaan Bagi Pembentukan Karakter
Remaja dalam Pendidikan Islam Studi Pemikiran Stephen R. Covey
dalam
Buku
Kebiasaan
Manusia
yang
Efektif.)
PDF,
https://www.google.com/search.skripsi, diakses pada senin, 10
November 2014, 11.00 WIB.
Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah Direktorat Pembnaan Sekolah Menengah Pertama,
2010. Panduan Pendidikan Karakter di sekolah Menengah Pertama.
Kesuma Dharma, dkk, 2011. Pendidikan karakter: Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Kharis Mamsaat, Skripsi “Konsep Pemikiran Doni Koesoema Tentang
Pendidikan Karakter Bagi Siswa Di Era Global” , pdf, diakses pada
senin, 10 November 2014, 11.35 WIB.
Koesoema, Doni, 2013. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman
Global, Jakarta: Gramedia.
Mahbubi, M. 2012. Pendidikan Karakter Implementasi Aswaja Sebagai Nilai
pendidikan Karakter, Yogyakarta: Pustaka Ilmu.
Mahmud, Psikologi Pendidikan , 2010. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Marzuki, Pendidikan al-Qur’an dan dasar-dasar pendidikan karakter dalam
islam, hlm. 6. Makalah disampaikan dalam acara Seminar dalam rangka
Silaturrahmi wilayah pendidikan Al-Qur’an Metode Qiroati dengan tema
“Penanaman dan pengembangan Karakter Mulia pada Anak melalui
Pendidikan Al-Qur’an, Jum’at 9 Maret 2012 di PPPTK Seni dan Budaya
Jl. Kaliurang Km 12,5 Ngaglik Sleman Yogyakarta.
Masyhuri dan Zainuddin, 2009. Metode Penelitian Pendekatan Praktis dan
Aplikatif, Bandung: PT Refika Aditama.
Moleong, Lexy J., 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mudjito, 2007. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup
Taman Kanak-Kanak, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Mulyasa, E. 2012. Manajemen Pendidikan Karakter, Jakarta: Bumi Aksara.
Murdoko, E. Widijo Hari, 2012. Menjadi Pribadi Revolusioner, Yogyakarta:
Wanajati Chakra Renjana.
Mursy Muhammad Sa’id, 2001. Seni Mendidik Anak, Jakarta:Arroyan.
Muslich, Masnur, 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional, Jakarta: Bumi Aksara.
Mustari, Mohamad. 2014. Nilai Karakter Refleksi Untuk Pendidikan, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Nata, Abudin, 2001. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Logos.
Purwanto, Ngalim, 2002, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Qodir, Abdul, 2011. Pendidikan Islam Integrative Monokotomik, Cet. I,
Jogjakarta: Arr-Ruzz Media
Quthb, Muhammad, 1993. Sistem Pendidikan Islam, Terj. Salma Harun, Bandung:
PT. Al-Ma’arif.
Ramayulis, 1944. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia.
Ramayulis, 2005. Metodologi Pendidikan Agama Islam .Jakarta : Kalam Mulia.
Sadulloh, Uyoh dkk, 2010., Pedagogik “ilmu mendidik”, Bandung: Alfabeta.
Samani, Muchlas & Hariyanto, 2011 Konsep Dan Model Pendidikan Karakter,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Shabir, Mushlich, 2003. Terjemah Riyadhus Shalihin, Semarang: Thaha Putra.
Siaw, Felix Y., 2014. Muhammad Al-Fatih 1453, Jakarta: Al-fatih Press..
Siaw, Felix Yanuar,2014. How To Mater Your Habits, Jakarta: Al-Fatih Press.
Soejono dan Abdurrahman,1999. Bentuk penelitian suatu pemikiran dan
penerapan, Jakarta: Rieneka Cipta.
Sucipto, Skripsi “Konsep Pendidikan Karakter Anak dalam Keluarga (Kajian
Analitik Buku Prophetic Parenting Karya Muhammad Nur Abdul Hafizh
Suwaid)”, //C:/Users/shodloth/Documents/Downloads/SKRIPSI 1.pdf,
diakses pada hari senin, 10 November 2014, 11.25 WIB.
Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan RND, Bandung:
Alfabeta.
Suryabrata, Sumadi 2013. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers.
Syah, Muhibbin, 2000. Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Syam, Yunus Hanis, 2004. Cara Mendidik Generasi Islam, Sistem dan pola asuh
yang Qur’ani, Yogyakarta: Media Jenius Lokal.
Syarbini, Amirulloh, 2014, Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga,
Revitalisasi Peran Keluarga dalam Membentuk Karakter anak Menurut
Perspektif Islam, Jakarta: Gramedia.
Tafsir, Ahmad, 2007. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja
Rodakarya.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka.
Trianto, 2010. Pengantar Penelitian Pendidikan Bagi pengembangan Profesi
Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Jakarta: Kencana.
Ulwan, Abdullah Nasih, 1992. Tarbiyatul Aulad fil Islam ̧ Terj. Khalilullah
Ahmad Masjkur Hakim, Pendidikan Anak Menurut Islam, Bandung:
Rosda Karya.
Ulwan, Abdullah Nasih, 2012. Pendidikan anak dalam islam, Sukoharjo: Insan
Kamil.
Walgito, Bimo, 2004. Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Andi Offset.
Wibowo,Agus. 2012. Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa
Berperadaban, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yani, Ahmad, 2007. Be Excellent Menjadi Pribadi Terpuji, Jakarta: Al-Qalam.
Yaqin, Abi M. F., 2009. Mendidik Secara Islami: Mengoptimalkan pemberian
imbalan dan hukuman untuk Menunaikan Tanggung Jawab Pendidikan,
Jombang: Lintas Media.
Zain, Muhammad, 1995. Metodologi Pengajaran Agama, yogyakarta: AK Group.
Zarkasyi, Hamid Fahmy,. pendidikan karakter, http//insistnet.com/pendidikan
karakter, diakses pada hari jum’at 05 juni 2015, 11.30 WIB.
Zubaedi, 2012. Desain Pendidikan Karakter; konsepsi dan aplikasi dalam
lembaga pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Download