KONSEP HABITUASI DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER MENURUT IR. FELIX YANUAR SIAW DALAM BUKU “HOW TO MASTER YOUR HABITS” SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata I (S.1) Dalam Bidang Pendidikan Islam Oleh: DIAH KUMALA SARI NIM: 211158 PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ (UNISNU) JEPARA 2015 NOTA PEMBIMBING Lamp : I Berkas Hal : Naskah Skripsi A.n.Sdr. Diah Kumala Sari Kepada: Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara Assalamu’alaikum Wr. Wb Setelah membaca, mengoreksi dan mengadakan perbaikan seperlunya terhadap skripsi Saudara: Nama : Diah Kumala Sari NIM : 211158 Judul : Konsep Habituasi Dalam Pembentukan Karakter Menurut Ir. Felix Yanuar Siaw Dalam Buku “How To Master Your Habits” Dengan ini saya mohon agar skripsi saudara tersebut dapat dimunaqosahkan. Demikian Nota Pembimbing ini, atas perhatian Bapak, kami sampaikan terimakasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb Jepara, 07 Agustus 2015 Pembimbing Skripsi Drs. H. Mahalli Djufri, M.Pd ii MOTTO Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?, (1) Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu, (2) Yang memberatkan punggungmu (3) Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama) mu (4) Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, (5) Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (6) Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, (7) Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (8) (Q.S Al- Insyirah 1-8) iv HALAMAN PERSEMBAHAN Skripsi ini saya persembahkan kepada: Allah Swt dan Baginda Rasulullah Saw. Semoga sholawat dan salam selalu tercurah untuk beliau. Saw. Ayahanda Nur Sahid dan Ibunda Rumiyati yang telah mendidikku, semoga Allah SWT memberikan rahmat, hidayah dan maghfirah kepada mereka. Kakak-kakakku tercinta, Sri Astutik dengan suaminya Khumaidi dan Rismawati dengan suaminya Musyafa, yang selalu menguatkanku dalam menghadapi setiap aral perjalananku. Untuk seseorang yang kelak akan setia menemaniku dalam mengarungi samudera kehidupan dengan keanggunan pribadinya. Semoga Allah Swt selalu menyertai kita dalam setiap langkah, menuju akhir kehidupan husnul khotimah dan menjadi pasangan bahagia dunia dan akhirat. Para pembimbing hidupku yang selalu memberikan Bantuan, Arahan dan Petuahnya. Rekan-rekan dan sahabat-sahabatku yang setia menemani dalam setiap lintas kehidupanku. Dan terakhir untuk semua orang yang telah mewarnai lembaranlembaran kehidupanku dengan guratan-guratan Tinta Hikmah yang sangat berharga v KATA PENGANTAR Segala puji begi Allah SWT ayang telah mencurahkan segala kenikmatan dan rahmat-Nya kepada hamba-hambanya khususnya bagi penulis, sehingga skripsi ini bisa terselesaikan dengan lancar. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada baginda Rosulullah Muhammad SAW yang selalu kita nanti-nantikan syafa’atnya dihari akhir nanti. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya pertolongan dari Allah SWT kepada hambahamba-Nya. Oleh karena itu dengan hati tulus penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak seraya berdo’a semoga Allah selalu senantiasa memberikan yang terbaik bagi mereka yang tersebut dibawah ini, amin: 1. DR. KH. MA. Sahal Mahfudz (Almarhum), selaku Rektor INISNU Jepara 2. Prof. Dr. KH. Muhtarom HM. Selaku Rektor UNISNU Jepara. 3. Drs. H. Akhirin Ali, M.Ag. Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara. 4. Drs. H. Mahalli Djufri, M.Pd. Selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini. 5. Semua Staf Civitas Akademika UNISNU Jepara yang telah banyak memberikan dukungan kepada penulis , sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas ini dengan baik. vi 6. Ayah, ibu dan serta saudara-saudara saya tercinta yang telah memberikan dukungannya baik secara moral maupun materiil untuk penyelesaian penulisan skripsi ini 7. Rekan-rekan seperjuanganku kelas A2 serta rekan Menwa baik yudha 35 maupun yudha senior dan yunior yang telah memberikan banyak pelajaran berharga di Resimen Mahasiswa Batalyon 956 UNISNU Jepara. 8. Dan semua saudara-saudaraku seiman seagama yang tak dapat saya sebutkan satu-persatu. Semoga amal kebaikan mereka diridhoi oleh Allah SWT, seiring do’a dan ucapan terimakasih penulis mengharapkan tegur sapa, kritik, dan saran yang membengun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga apa yang tertulis dalam skripsi ini bisa bermanfaat bagi kita semua, khususnya para kaum akademis yang berjuang demi menggapai cita-citanya. Amiin ya Robbal ‘alamin. Jepara, 07 Agustus 2015 Penulis Diah Kumala Sari vii DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul .................................................................................................. i Nota Pembimbing ............................................................................................. ii Pengesahan ....................................................................................................... iii Motto ................................................................................................................. iv Persembahan .................................................................................................... v Kata Pengantar ................................................................................................ vi Daftar Isi ........................................................................................................... vii Deklarasi ........................................................................................................... xi Abstraksi ........................................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1 B. Rumusan Masalah ......................................................................... 6 C. Tujuan dan Manfaat ...................................................................... 6 D. Landasan Teori ............................................................................. 7 E. Kajian Pustaka .............................................................................. 9 F. Metode Penelitian ......................................................................... 14 G. Sistematika Penulisan ................................................................... 20 BAB II HABITUASI DAN KARAKTER A. Kajian Tentang Habituasi ........................................................... 23 1. Pengertian habituasi ............................................................... 23 2. Konsep habituasi perspektif psikologi dan Islam .................. 25 3. Dasar dan tujuan habituasi ..................................................... 33 B. Kajian tentang Karakter .............................................................. 36 1. Pengertian karakter ................................................................ 36 viii 2. Urgensi karaker ...................................................................... 38 3. Nilai-nilai karakter ................................................................. 39 C. Habituasi dalam Pembentukan Karakter .................................... 46 1. Bentuk-betuk habituasi dalam pembentukan karakter ........... 48 2. Langkah-langkah habituasi dalam pembentukan karakter .................................................................................. 56 3. Faktor penentu keberhasilan Habituasi dalam pembentukan karakter ............................................................ 59 BAB III KONSEP HABITUASI DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER MENURUT Ir. FELIX YANUAR SIAW DALAM BUKU “ HOW TO MASTER YOUR HABITS” A. Biografi Ir. Felix Yanuar Siaw ................................................... 61 B. Perjalanan karir akademik .......................................................... 64 C. Karya-karya Ir. Felix Yanuar Siaw ............................................ 65 D. Pemikiran Ir Felix Yanuar Siaw dalam buku “How To Master Your Habits .................................................................... 68 1. Konsep, dasar dan tujuan Habituasi menurut Ir. Felix Yanuar Siaw ........................................................................... 68 2. Konsep Karakter menurut Ir. Felix Yanuar Siaw .................. 73 3. Strategi implementasi Konsep habituasi dalam pembentukan karakter menurut Ir. Felix Yanuar Siaw .......... 77 a. Habituasi membentuk manusia berkarakter ..................... 77 b. Faktor utama keberhasilan dalam pembentukan Karakter ........................................................................... 80 1) Practic dan Repetition ............................................... 80 2) Visioner ...................................................................... 81 3) To Be an Expert ......................................................... 81 c. Faktor penghambat habituasi dalam pembentukan Karakter ........................................................................... 82 1) Pesimis dan banyak alasan ......................................... 82 ix 2) Godaan Syaitan .......................................................... 83 BAB IV ANALISA PEMIKIRAN Ir. FELIX YANUAR SIAW DALAM BUKU “HOW TO MASTER YOUR HABITS” A. Analisa Konsep, Dasar dan Tujuan Habituasi ............................ 87 B. Analisa Konsep Karakter ............................................................ 92 C. Analisa Implementasi Habituasi Dalam Pembentukan Karakter ......................................................................................102 BAB V PENUTUP A. Simpulan .....................................................................................126 B. Saran-saran .................................................................................127 C. Penutup .......................................................................................129 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIODATA PENULIS x DEKLARASI Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan oleh orang lain. Demikian pula skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam reverensi yang djadikan sebagai bahan rujukan. Jepara, Agustus 2015 Deklarator Diah Kumala Sari NIM. 211158 xi ABSTRAK Diah Kumala Sari (NIM 211158). Konsep Habituasi Dalam Pembentukan Karakter Menurut Ir. Felix Yanuar Siaw dalam buku How To Master Your Habits. Skripsi. Jepara: Program Strata Satu (SI) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara, 2015. Kata Kunci: Habituasi, Karakter. Penelitian ini bertujuan: (1) Untuk mengetahui konsep habituasi dalam pembentukan karakter. (2) Untuk mengetahui konsep habituasi dalam pembentukan karakter menurut Ir. Felix Yanuar Siaw dalam buku “How To Master Your Habits”. (3) Untuk mengetahui Strategi Implementasi konsep Ir. Felix Yanuar Siaw dalam buku “How To Master Your Habits”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research). Penelitian ini bersifat kualitatif, dimana penyajian data tidak dilakuan dengan numeric sebagaimana penyajian data secara kuantitatif. Secara metodologis, tata cara mengungkapkan pemikiran seseorang ataupun pandangan kelompok orang adalah dengan menggunakan penelitian secara kualitatif. Dalam penelitian ini terdapat dua macam data,yakni data primer dan data sekunder, Buku “How To Master Your Habits”, Karangan Ir. Felix Yanuar Siaw yang diterbitkan oleh: Al-Fatih Press cetakan ke-enam sebagai data primer. Sedangkan Sumber data sekunder yaitu sumber data yang mendukung dan melengkapi data-data primer adalah data yang relevan dengan fokus penelitian, yaitu buku-buku karangan para pemikir lain, majalah, jurnal serta internet. Sedangkan metode analisa data menggunakan analisis isi (Content analysis) yaitu metode analisis yang diarahkan pada materi atau teks yang terdapat dalam buku primer. Dan Pemeriksaan keabsahan data menggunakan tehnik Triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keparluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu Habituasi adalah membiasakan kebiasaan sebagai pembaruan baru yang seimbang dengan perbaikan yang terus menerus yang menciptakan spiral pertumbuhan yang meningkat yang akan memberi hasil jangka panjang yang menguntungkan secara maksimum karena benar-benar menjadi suatu hal yang secara otomatis terprogram di dalam tubuh manusia yang membentuk bagaimana pribadi dan ciri khas manusia dan bertanggung jawab terhadap kesuksesan sebagai manusia. Ir. Felix Yanuar Siaw memberikan penjelasan bahwa tubuh manusia bereaksi secara otomatis terhadap respon yang datang dari luar. Proses otomatisasi terhadap respons inilah yang disebut habituasi. Habits adalah penentu nilai kepribadian dan karakter seseorang, sehingga habitusi baik akan membentuk karakter baik. Dasar dari habituasi ini kembali kepada potensi (fitrah) yang dimiliki manusia yang membedakan dengan mahluk lain yaitu akal yang dipengaruhi oleh pengalaman. Dari hasil pembehasan dalam skripsi ini diharapkan tanggung jawab semua pihak baik orang tua, guru, maupun masyarakat, untuk ikut berperan dalam memberikan hal yang terbaik bagi usaha pembentukan karakter anak yang baik. Sehingga pembentukan karakter di berbagai lingkungan bisa mencapai kesuksesan yakni melalui habituasi sebagaimana teladan dan pembiasaan yang telah di ajarkan oleh Rasulullah sebagai figur teladan bagi seluruh umat manusia. xii Lampiran DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS DATA PRIBADI Nama NIM Tempat, tanggal lahir Agama Alamat Telepon, HP : Diah Kumala Sari : 131310000381/ 211158 : Jepara, 13 Mei 1993 : Islam : Bawu, 24/V Batealit Jepara : 085 640 394 242 PENDIDIKAN >> Formal 1999-2005 2005-2008 2008- 2011 2011- 2015 : SD Negeri Kampus 01 Bawu Batealit Jepara : MTs Negeri Bawu Batealit Jepara : SMA Negeri 01 Tahunan Jepara : (S-1) FTIK UNISNU Jepara >> Non Formal 2011 2012 2013 : Pra Pendidikan Dasar Resimen Mahasiswa (MENWA) Batalyon 956 Jepara : Pendidikan Dasar Menwa MAHADIPA Tingkat Jateng. : Pendidikan Bela Negara di Suropadan PENGALAMAN ORGANISASI Pramuka Mts Negeri Bawu dan SMA Negeri 01 Tahunan Passus Wira Reksa Buana SMA Negeri 01 Tahunan Wakil Kepala Sekertaris Markas Resimen Mahasiswa Yon.956 Tahun 2011-2014 Kepala Sekertaris Markas Resimen Mahasiswa Yon. 956 Tahun 20142015 Jepara, 22 September 2015 Penulis, Diah Kumala Sari xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penguatan karakter dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral di Indonesia. Diakui atau tidak, saat ini terjadi krisis yang nyata dan menghawatirkan dalam masyarakat dengan melibatkan generasi penerus bangsa yaitu anak-anak. Krisis itu antara lain berupa maraknya pergaulan bebas, kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan, kebiasaan menyontek, kebiasaan tidak jujur, dan kebisaan buruk lainnya sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas. Kondisi krisis dan dekadensi moral menandakan bahwa seluruh pengetahuan agama dan moral yang didapatkan di bangku sekolah ternyata tidak berdampak terhadap perubahan perilaku manusia Indonesia. Demoralisasi terjadi karena proses pembelajaran cenderung mengajarkan pendidikan moral dan budi pekerti sebatas teks dan kurang mempersiapkan siswa untuk menyikapi dan menghadapi kehidupan yang kontradiktif.1 Adapun fenomena kenakalan dan penyimpangan, Dr. Abdullah Nasih Ulwan (2012), mengatakan dalam bukunya Tarbiyatul Aulad Fil Islam, ia merupakan masalah terburuk yang terbesar diantara anak lakilaki dan perempuan kaum muslimin pada abad yang dinamakan abad ke dua puluh ini. Ketika anda mengarahkan pandangan anda niscaya anda akan mendapati banyak dari pemuda dan 1 Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter; konsepsi dan aplikasi dalam lembaga pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), cet. 2, hlm. VI 1 2 pemudi kita telah terjerumus kedalam tindakan taqlid buta (ikutikutan), mengikuti kesesatan dan menghalalkan segara cara tanpa adanya pengendali dari agama sanubarinya. Hidup menurut anggapan mereka adalah kesenangan, kelezatan dan hawa nafsu yang semuanya diharamkan.2 Degradasi moral dan karakter umat manusia kini telah menjadi perhatian yang serius oleh kalangan ahli pendidikan, baik dari kalangan barat maupun para ahli pendidikan Islam. Berangkat dari sanalah kini pendidikan berbasis karakter menjadi tren yang secara latah diikuti oleh hampir seluruh pakar pendidikan baik barat maupun muslim.3 Manusia beradab dan berkarakter dalam pandangan islam adalah manusia yang mengenal akan tuhannya, tahu akan dirinya, menjadikan nabi Muhammad SAW sebagai uswah hasanah, mengikuti jalan pewaris nabi (ulama’), dan berbagai kriteria manusia beradab lainnya. Manusia beradab juga harus memahami potensi dirinya dan bisa mengembangkan potensinya, sebab potensi itu adalah amanah dari Allah swt.4 Rasulullah SAW sebagai utusan Allah mempunyai tugas untuk menyempurnakan akhlak (karakter) manusia. Allah SWT berfirman dalam surat al-Ahzab ayat 21: (٢١اﻷﺣﺰاب؛) 2 Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, Cet.I, (Sukoharjo: Insan Kamil, 2012), hlm.142. 3 Abdul Qodir, Pendidikan Islam Integrative Monokotomik,Cet. I, Jogjakarta: Arr-Ruzz Media, 2011, hlm. 209. 4 Adian Husaini, Pendidikan Islam Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab, (Jakarta: Program studi Pendidikan Islam, Program Pasca Sarjana Universitas Ibnu Khaldun, 2010), cet. I, hlm.Vii. 3 “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. AlAhzab:21). Melalui revitalisasi dan penekanan karakter diberbagai lembaga pendidikan, baik informal, formal, maupun non formal, diharapkan bangsa Indonesia bisa menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang semakin rumit dan kompleks. Hal ini penting karena dalam era globalisasi, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berlangsung begitu pesat, dan tingginya mobilitas manusia karena jarak ruang dan waktu menjadi sangat relatif.5 Pendidikan karakter memiliki makna yang lebih tinggi dari pendidikan moral, karena pendidikan karakter tidak hanya berkaitan dengan masaah benar-salah, tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan (habit) tentang hal-hal yang baik dalam kehidupan, sehingga anak atau peserta didik memiliki kesadaran, dan pemahaman yang tinggi, serta kepedulian dan komitmen untuk menerapkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks pemikiran islam, karakter berkaitan dengan iman dan ikhsan. Hal ini sejalan dengan ungkapan Aristoteles, bahwa karakter erat kaitannya dengan habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan dan diamalkan.6 Masalahnya di masyarakat kenapa ada fenomena orang yang jahat, acuh pada orang lain dan suka menjelek-jelekkan orang lain, apakah orang yang demikian memang memiliki sifat yang demikian dari sononya? 5 hlm. 2. 6 E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), Ed. I, Cet.2, Ibid., hlm. 3. 4 Sedangkan disisi lain ada fenomena yang mengatakan dari sononya ada orang yang memiliki bakat menjadi orang baik. Jika pandangan ini benar, pendidikan karakter tetap tidak akan ada gunanya bagi manusia, sebab menganggap karakter baik atau buruk itu sudah ada dari sononya.7 Orang yang terlalu dikuasai oleh situasi kondisi yang dari sononya itu, dalam tingkatan yang paling ekstrim bisa jatuh dalam fatalisme. Ekspresi umum orang yang seperti ini adalah, “karakter saya memang demikian, mau apa lagi?, saya menjadi demikian sudah dari sononya, inilah takdir dan keberuntungan hidup saya”. Semua seolah ada diluar kendali dirinya. Oleh karena itu tidak ada gunanya lagi mencoba mengatasinya. Sebab, sesuatu yang dari sononya manusia ini hanya semacam wayang yang tergantung dari gerakan tangan sang dalang.8 Sehingga manusia akan memahami karakter dari dua sisi hal, yang pertama apakah menganggap karakter itu sebagai sesuatu yang telah ada dari sononya (given), ataukah yang kedua, karakter dipahami sebagai tingkat kekuatan melalui mana seorang individu mampu menguasai kondisi sebagai sebuah proses yang dikehendaki (willed).9 Tipe yang kedua inilah yang masih dapat dibentuk karakternya menjadi karakter yang baik dan utama. Al Ghazali mendefinisikan pendidikan sebagai proses pembiasaan (riyadlah). Pembiasaan yang dimaksud disini adalah upaya menimbulkan respons pada siswa melalui pembimbingan secara emosi dan fisik. Dalam hal 7 Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta: Gramedia, 2013), cet.II, hlm. 81. 8 Ibid., hlm. 91. 9 Ibid., hlm . 92. 5 ini, menurut Al Ghazali, proses pembiasaan (riyadlah) adalah membantu siswa menuju tujuan tertinggi.10 Menurut Bruno seperti yang dikutip oleh Muhibin Syah, sikap (attitude) adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Dengan demikian, pada prinsipnya sikap itu dapat dianggap suatu kecenderungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu.11 Cara dan kebiasaan anak belajar dalam lingkungannya, sebaiknya diperhatikan. Begitu berbagai hipotesis dan rasa ingin tahu anak terus difasilitasi secara baik dan memuaskannya. Tuntutan tersebut menjadi sangat penting apabila menyadari, bahwa anak adalah investasi dan praktisi masa depan. Karakter kita pada dasarnya adalah gabungan dari kebiasaa-kebiasaan kita. “Taburlah gagasan, tuailah perbuatan; taburlah perbuatan, tuailah kebiasaan; taburlah kebiasaan, tuailah karakter; taburlah karakter, tuailah nasib,” begitu bunyi pepatah.12 Berdasarkan pada pemaparan di atas maka penulis mencoba mengelaborasi pemikiran Ir Felix Yanuar Siaw yang terdapat dalam buku “How To Master Your Habits” dimana ia mengemukakan seluruh ide-idenya tentang bagaimana konsep habituasi dalam pembentukan karakter. 10 Mahmud, Psikologi Pendidikan , (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010), hlm. 17. Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hlm.40. 12 Stephen R. Covey, The 7 Habits Of Highly Effective People (7 Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif), (Tanggerang: Binarupa Aksara Plubisher, 2013), hlm.55. 11 6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan pada latar belakang tersebut diatas, maka dalam perumusan masalah ini penulis mencoba mengelaborasi lebih jauh tentang: 1. Apa yang dimaksud dengan konsep habituasi dalam pembentukan karakter ? 2. Bagaimana konsep habituasi dalam pembentukan karakter menurut Ir. Felix Yanuar Siaw dalam buku “How To Master Your Habits” ? 3. Bagaimana strategi implementasi konsep Ir. Felix Yanuar Siaw tentang konsep habituasi dalam pembentukan karakter dalam buku “How To Master Your Habits” ? C. Tujuan Penelitian dan Manfaat penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut di atas, maka penulisan skripsi ini bertujuan: a. Untuk mengetahui konsep habituasi dalam pembentukan karakter. b. Untuk mengetahui konsep habituasi dalam pembentukan karakter menurut Ir. Felix Yanuar Siaw dalam buku “How To Master Your Habits”. c. Untuk mengetahui Strategi Implementasi konsep Ir. Felix Yanuar Siaw dalam buku “How To Master Your Habits”. 7 2. Manfaat Penelitian Penulis berharap dengan penulisan skripsi ini akan memiliki manfaat bagi: a. Pengembangan ilmu, yang dapat memperkuat ketepatan teori pendidikan dan menambah khazanah pemikiran manusia tentang karakter. b. Peneliti lain, untuk disajikan sebagai referensi dalam penelitian yang berkaitan tentang pendidikan karakter. c. Peneliti pribadi, sebagai satu pengalaman yang berharga dan tambahan wawasan pemikiran berkaitan dengan konsep pembentukan karakter. D. Landasan Teori 1. Konsep Habituasi Konsep mempunyai arti rancangan ; idea tau pengertian yang diabstrakan dari peristiwa konkret.13 Soedjadi mendefinisikan konsep adalah ide abstrak yang digunakan untuk menagadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangakaian kata. Habituasi atau pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu menjadi kebiasaan.14 Konsep 13 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,( Jakarta: Balai Pustaka, 1996 ), edisi kedua, hlm. 965. 14 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implikasinya, (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 93. 8 pembiasaan digunakan oleh Al-Qur’an dalam memberikan materi pendidikan melalui kebiasaan yang dilakukan secara bertahap termasuk juga merubah kebiasaan-kebiasaan yang negatif. Kebiasaan ditempatkan oleh manusia sebagai yang istimewa karena menghemat kekuatan manusia, karena sudah menjadi kebiasaan yang sudah melekat dan spontan, agar kekuatan itu dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan dalam berbagai bidang pekerjaan, produksi dan aktivitas lainnya.15 2. Pembentukan Karakter Karakter dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak.16 Menurut Tadkirotun Musfiroh (2008), karakter mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviours), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter merupakan perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesame manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat.17 Pembentukan karakter adalah usaha proses perubahan, perbaikan dan pengembangan sifat kejiwaan manusia. Oleh karena itu, membentuk karakter anak harus dimulai sedini mungkin bahkan sejak anak itu dilahirkan, karena berbagai pengalaman yang dilalui oleh anak semenjak 15 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos, 2001), hlm. 100-101. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Ed.III, hlm. 529 17 Heri Gunawan, Op.Cit., hlm. 2-4. 16 9 perkembangan pertamanya, mempunyai pengaruh yang besar. Berbagai pengalaman ini berpengaruh dalam mewujudkan apa yang dinamakan dengan pembentukan karakter diri secara utuh.18 3. Ir. Felix Yanuar Siaw Felix Yanuar Siaw adalah seorang Islamic Inspiration. Programprogramnya disusun sedemikian rupa sehingga membangkitkan nilai-nilai ilahiah didalam diri setiap individu sehingga mampu dan mau menjalani hidup dan beraktivitas dengan mulia. Al-Qur’an dan As-sunnah selalu menjadi landasannya dalam menginspirasi aktivitas-aktivitasnya maupun mengubah performa setiap individu yang mengikuti program- programnya. Sekarang, Felix berkonsentrasi membangun generasi islami sebagai Islamic Inspiration dan secara aktif mengisi kajian-kajian islam di perkantoran, pesantren dan masjid. Meskipun seorang Mu’allaf, beliau selalu berusaha mempelajari dan memperdalam ilmu agama Islam serta menulis beberapa buku-buku tentang kajian keislaman. E. Kajian Pustaka Pokok penelitian dalam skripsi ini difokuskan pada konsep pembentukan karakter yang mana pembahasan tentang pendidikan karakter ini sedang familiar di dalam dunia pendidikan. Karakter sangatlah erat kaitannya dengan sesuatu yang berulang terus menerus dan menjadi sebuah 18 Arismantoro, Tinjauan Berbagai Aspek Character Building Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), hlm .124. 10 kebiasaan. Sehingga dalam membentuk karakter seseorang salah satunya dapat dengan pembiasaan. Biasa yang dimaksud disini bukan biasa dalam konotasi negative, namun lebih berarti “hasil pembiasaan” yang bertanggung jawab terhadap kebaikan-kebaikan yang muncul dari latihan yang berulangulang. Sehingga melalui pembiasaan baik mampu melahirkan karakter manusia yang utama dan kamil sebagaimana yang ditulis Ir. Felix Yanuar Siaw dalam buku “How To Master Your Habits”. Tidak sedikit skripsi maupun buku yang membahas masalah kebiasaan dan karakter, diantaranya: 1. “Urgensi Teori Kebiasaan Bagi Pembentukan Karakter Remaja dalam Pendidikan Islam (Studi Pemikiran Stephen R. Covey dalam Buku 7 Kebiasaan Manusia yang Efektif)”, skripsi karya Imawati, Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2003. Dalam skripsi ini dibahas tentang peran penting kebiasaan bagi pembentukan karakter remaja dalam perspektif pendidikan Islam. Pembentukan karakter sebagai bagian dari pendidikan Islam merupakan sebuah langkah yang dilakukan untuk membentuk karakter remaja muslim yang paham dalam menjalankan ajaran agama sesuai tuntunan yang diajarkan dalam Islam.19 2. “Konsep Pendidikan Karakter Anak dalam Keluarga (Kajian Analitik Buku Prophetic Parenting Karya Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid)” 19 Immawati, (Skripsi Urgensi Teori Kebiasaan Bagi Pembentukan Karakter Remaja dalam Pendidikan Islam Studi Pemikiran Stephen R. Covey dalam Buku Kebiasaan Manusia yang Efektif.) PDF, https://www.google.com/search.skripsi, diakses pada senin, 10 November 2014, 11.00 WIB. 11 Skripsi karya Sucipto, Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta tahun 2012. Metode yang digunakan untuk membentuk karakter anak dalam buku Prophetic Parenting dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu metode untuk mempengaruhi kognitif anak meliputi menceritakan kisah, tanya jawab, berbicara sesuai kadar akal anak. Metode untuk mempengaruhi afektif anak meliputi bermain dengan anak, mengadakan perlombaan, memberikan pujian dan sanjungan, memberikan panggilan yang baik dan memberikan janji dan ancaman. Metode untuk mempengaruhi psikomotorik anak meliputi menampilkan suri teladan yang baik, mencari waktu yang tepat dalam memberi pengarahan, bersikap adil pada anak, dan membantu anak dalam mengerjakan ketaatan.20 3. “Konsep Pemikiran Doni Koesoema Tentang Pendidikan Karakter Bagi Siswa Di Era Global” Skripsi karya Kharis Mamsaat mahasiswa Jurusan Kependidikan Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Tahun 2013. Penelitian ini memiliki latar belakang bahwa penerapan pendidikan karakter di era global seperti saat ini di ruang lingkup sekolah kian hari kian tenggelam. Rasa menghormati antar individu di dalam sekolah seolah-olah kini menjadi satu hal yang mahal. Tawuran, narkotika, pergaulan bebas, dan tindakan negatif lainnya akhirakhir ini menjadi keprihatinan bersama. Tujuan penelitianini adalah: (1) 20 Sucipto, Skripsi “Konsep Pendidikan Karakter Anak dalam Keluarga (Kajian Analitik Buku Prophetic Parenting Karya Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid)”, //C:/Users/shodloth/Documents/Downloads/SKRIPSI 1.pdf, diakses pada hari senin, 10 November 2014, 11.25 WIB. 12 untuk memaparkan penerapan pendidikan karakter bagi siswa di eraglobal sehingga akan untukmengetahui terbentuk siswa unsur-unsur yang (cara) berkarakter yang mampu positif; (2) membantu keberlangsungan penerapan pendidikan karakter bagi siswa di tengaharus global yang saat initerjadi; (3) untuk mendeskripsikan begitu pentingnya pembentukan karakter siswadi tengah era global saat ini.Hasil penelitian ini adalah pertama, pendidikan karakter di setiap satuan pendidikan dalam pemikiran Doni Koesoema memerlukan metode dalam menerapkannya yakni dengan menggunakan metode efektif dan metode integral penerapan pendidikan karakter. Dengan metode ini menurut Doni Koesoema, peserta didik akan terbentuk sifat-sifat integritas di tengah era global. Sifat integritas ini akan mampu menciptakan kondisi kondusif dalam lingkup satuan pendidikan sehingga terbentuk dalam diri siswa tindakan edukatif. Tindakan edukatif ini ke depan akan berpengaruh terhadap terbentuknya siswa yang menurut Doni Koesoema disebut sifat insan berkeutamaan. Di samping itu,penerapan program-program pendidikan karakter di dalam lembaga pendidikan itu mesti menyertakan dimensi praktis, berupa struktur, program, atau organisasi sekolah yang lebih konkrit sehingga pendidikan karakter benar-benar menjadi kebijakan praktis dalam setiap lembaga pendidikan. Kedua, dasar dalam penerapan pendidikan karakter di setiap sekolah memuat tujuan, kurikulum, pendidik, dan siswa. Masingmasing unsur ini memiliki peran dalam pendidikan karakter, sehingga perlu untuk dilakukan upaya integrasi sebelum dan sesudah perencanaan 13 yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam merencanakan dan menerapkan program-program pendidikan karakter. Selain itu, intensitas perjumpaan antara pendidik dengan siswa harus dilakukan secara seimbang, karena dengan intensitas perjumpaan ini akan mampu membentuk karakter siswa seperti karakter yang ditunjukkan dari pendidik.21 4. Buku karya Stephen R. Covey yang berjudul “The 7 Habits Of Highly Effective People (7 Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif)”.Penulis mengungkapkan bagaimana tindakan manusia berasal dari siapa pribadi manusia tersebut. Penulis menjelaskan bagaimana sesungguhnya bahwa manusia dapat mengakhiri perilaku yang merugikan diri sendiri melalui perubahan kebiasaan manusia. Covey menunjukkan bagaimana tujuh kebiasaan bukanlah “perbaikan cepat” tetapi lebih merupakan jalan setapak selangkah demi selangkah menuju prinsip keadilan, integritas, kejujuran, dan martabat manusia. Tujuh kebiasaan adalah kebiasaan efektifitas, karena didasarkan atas prinsip, ketujuh kebiasaan ini memberi hasil jangka panjang yang menguntungkan secara maksimum. Ketujuh kebiasaan itu menjadi dasar dari karakter seseorang , menciptakan pusat dari peta yang benar yang memberi kekuatan darimana seorang individu dapat memecahkan masalah, memaksimumkan peluang, terus menerus belajar dan memadukan prinsip-prinsip lain dalam spiral pertumbuhan meningkat secara efektif. Konsep tujuh kebiasaan menurut Covey adalah: 21 Kharis Mamsaat, Skripsi “Konsep Pemikiran Doni Koesoema Tentang Pendidikan Karakter Bagi Siswa Di Era Global” , pdf, diakses pada senin, 10 November 2014, 11.35 WIB. 14 1) jadilah Proaktif; 2) merujuk pada tujuan akhir; 3) dahulukan yang utama; 4) berpikir menang; 5) berusaha mengerti terlebih dahulu, baru dimengeri; 6) wujudkan sinergi; 7) pembaruan diri yang seimbang. Dari judulnya tentu sudah jelas bahwa buku tersebut memang dikonsentrasikan untuk membahas tentang konsep membentuk kebiasaan yang efektif untuk mencapai karakter yang berkualitas. Berdasarkan penelusuran dari beberapa tulisan yang peneliti temukan belum ada yang membahas secara khusus tentang konsep habituasi dalam pembentukan karakter dengan fokus penelitian pada pemikiran Ir. Felix Yanuar Siaw dalam bukunya “How To Master Your Habits”, maka peneliti ingin mengkajinya dimana diharapkan hasil dari pengkajian ini dapat dimanfaatkan masyarakat luas mengingat pemikiran beliau yang sangat mendalam dan relevan dengan kondisi sekarang. F. Metode Penelitian Metode penelitian dapat diartikan sebagai prosedur atau tata cara yang sistematis yang dilakukan seorang peneliti dalam upaya mencapai tujuan seperti memecahkan masalah atau menguak kebenaran atas fenomena tertentu. Menurut Mardaly “ metode penelitian adalah suatu metode ilmiah yang memerlukan sistematika dan prosedur yang harus ditempuh dengan tidak mungkin meninggalkan setiap unsur, komponen yang diperlukan dalam suatu penelitian.22 Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan 22 Masyhuri dan Zainuddin, Metode Penelitian Pendekatan Praktis dan Aplikatif, ( Bandung: PT Refika Aditama, 2009), hlm. 13-15 15 hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu, cara ilmiah, data, tujuan dan kegunaan.23 1. Pendekatan dan jenis penelitian Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif analisis kritis. Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang menggunakan pendekatan naturalistik untuk mencari dan menemukan pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar belakang yang berkonteks khusus. Pengertian ini hanya mempersoalkan dua aspek yaitu pendekatan penelitian yang digunakan adalah naturalistic sedang upaya dan tujuannya adalah memahami suatu fenomena dalam suatu konteks khusus.24 Dalam penelitiam skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian “library reseach”, yaitu pemikiran yang didasarkan pada studi literature. Dengan membatasi obyek studi dan sifat permasalahannya library research adalah termasuk jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif bersifat deduktif betolak dari data yang bersifat khusus untuk menemukan kesimpulan umum. 2. Fokus Penelitian Penetapan fokus penelitian berarti membatasi kajian. Dengan menetapkan fokus masalah berarti peneliti telah melakukan pembatasan 23 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan RND, (Bandung: Alfabeta, 2012), Cet. XVII, hlm.2. 24 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014),Cet. XIV, hlm.5-6. 16 bidang kajian, yang berarti pula membatasi bidang temuan. Menetapkan fokus penelitian berarti menetapkan kriteria dan penelitian.25 Dalam pandangan penelitian kualitatif, gejala yang ada bersifat holistik (menyeluruh, tidak dapat dipisah-pisahkan), sehingga penelitian kualitatif tidak akan menetapkan penelitiannya hanya berdasarkan variabel penelitian, tetapi keseluruhan situasi social yang diteliti yang meliputi aspek tempat (place), pelaku (actor), dan aktifitas (actiyity), yang berinteraksi secara sinergis.26 Pada penelitian ini difokuskan pada bagaimana konsep pembentukan karakter dengan habituasi dan mengambil pemikiran Ir. Felix Yanuar Siaw yang tertuang dalam bukunya yaitu “How To Master Your Habits”. 3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi. Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya. Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan, karena sifatnya yang alamiah, 25 Trianto, Pengantar Penelitian Pendidikan Bagi pengembangan Profesi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 187. 26 Sugiyono, Op.Cit., hlm. 207. 17 sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam konteks. Dokumen biasanya dibagi atas dokumen pribadi dan dokumen resmi.27 Dalam mencari data-data tentang konsep habituasi dalam pembentukan karakter ini menggunakan data primer dan data sekunder. a. Data Primer Sumber data primer yaitu sumber data yang langsung berkaitan dengan obyek riset. Adapun data primer dalam penelitian ini adalah Buku “How To Master Your Habits”, Karya Ir. Felix Yanuar Siaw yang diterbitkan oleh Al-Fatih Press cetakan ke VI tahun 2014. b. Data Sekunder Sumber data sekunder yaitu sumber data yang mendukung dan melengkapi data-data primer. Data sekunder yang digunakan adalah data yang relevan dengan fokus penelitian, seperti buku karya Stephen R. Covey yang berjudul “The 7 Habits Of Highly Effective People (7 Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif)”, “Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasinya” karya Heri Gunawan”, “Pendidikan Islam Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab” karya Dr. Adian Husaini, serta jurnal dan internet. 4. Teknik Analisis Data Analisis data kualitatif (Bogdan & Biklen, 1982) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, 27 memilah-milahnya menjadi Lexy. J. Moleong, Op.Cit., hlm. 217. satuan yang dapat dikelola, 18 mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada orang lain.28 Analisis data yang digunakan adalah analisis isi (content analysis) metode analisis yang diarahkan pada materi atau teks yang terdapat dalam buku “How To Master Your Habits” karangan Ir. Felix Yanuar Siaw. Sebagaimana dinyatakan oleh Holtsi bahwa content analys adalah suatu tehnik yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan yang dilakukan secara objektif dan sistematis.29 Metode yang digunakan dalam analisis data kualitatif adalah metode perbandingan tetap atau Constant Comparative Method karena dalam analisis data secara tetap membandingkan satu datum dengan datum yang lain, dan kemudian secara tetap membandingkan kategori dengan kategori lainnya. Metode ini juga disebut Grounded Research oleh Glaser & Strauss, secara umum meliputi:30 a. Reduksi data 1) Identifikasi satuan unit, yaitu bagian terkecil yang ditemukan dalam data yang memiliki makna bila dikaitkan dengan focus dan masalah penelitian, yaitu konsep habituasi dalam pembentukan karakter 28 Ibid.,hlm. 248. Soejono dan Abdurrahman, Bentuk penelitian suatu pemikiran dan penerapan, (Jakarta: Rieneka Cipta, 1999), hlm. 18. 30 Lexy. J. Moleong, Op.Cit., hlm. 288-289. 29 19 2) Membuat koding, yaitu memberikan kode pada setiap satuan supaya dapat tetap ditelusuri data/satuannya berasal dari mana. b. Kategorisasi Adalah upaya memilah-milah setiap satuan kedalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan. c. Sintesisasi Berarti mencari kaitan antara satu kategori dengan kategori lainnya. d. Menyusun Hipotesis kerja Hal ini dilakukan dengan jalan merumuskan suatu pernyataan yang proporsional.Hipotesis kerja itu hendaknya terkait dan sekaligus menjawab pertanyaan penelitian. 5. Teknik pemeriksaan Keabsahan Data Pemeriksaan keabsahan data menggunakan tehnik Triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keparluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin (1978) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.31 Triangulasi merupakan cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan kontruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan 31 Ibid., hlm. 330. 20 hubungan dari berbagai pandangan untuk me-recheck temuannya.untuk itu maka peneliti dapat melakukan dengan jalan:32 a. Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan. b. Mengeceknya dengan berbagai sumber data. c. Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan data dapat dilakukan. Dalam penelitin ini peneliti akan mengeceknya dengan berbagai sumber data yang membahas focus yang sama tentang habituasi dalam pembentukan karakter, yaitu hasil pemikiran Ir. Felix Yanuar Siaw dalam bukunya “How To Master Your Habits” dengan hasil pemikiran konsep habituasi yang lain seperti pemikiran Stephen R. Covey dalam bukunya “The 7 Habits Of Highly Effective People”, habituasi menurut Heri Gunawan dalam bukunya “Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasinya” dan konsep habituasi dari summber yang lainnya sehingga mampu memperoleh keabsahan data yang akurat. G. Sistematika Penulisan Untuk mengetahui keseluruhan isi atau materi-materi skripsi ini secara global, maka penulis perlu mengemukakan sistematika skripsi ini yang terdiri dari tiga bagian yaitu : 32 Ibid.,hlm. 332. 21 1. Bagian muka Bagian muka ini terdiri dari: halaman judul, halaman abstrak, halaman nota pembimbig, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, halaman kata pengantar, dan halaman daftar isi. 2. Bagian Isi/ Batang Tubuh BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan dan Manfaat Penelitian D. Landasan Teori E. Tinjauan Pustaka F. Metode Penelitian G. Sistematika Penulisan BAB II: LANDASAN TEORI A. Kajian Tentang Habituasi 1. Pengertian habituasi 2. Konsep habituasi perspektif psikologi dan Islam 3. Dasar dan tujuan habituasi B. Kajian tentang Karakter 1. Pengertian karakter 2. Urgensi karaker 3. Nilai-nilai karakter C. Habituasi dalam Pembentukan Karakter 1. Bentuk-betuk habituasi dalam pembentukan karakter 2. Langkah-langkah habituasi dalam pembentukan karakter 3. Faktor penentu keberhasilan pembentukan karakter. Habituasi dalam 22 BAB III: KONSEP OBJEK KAJIAN A. Biografi Ir. Felix Yanuar Siaw B. Perjalanan karir akademik C. Karya-karya Ir. Felix Yanuar Siaw D. Pemikiran Ir Felix Yanuar Siaw dalam buku “How To Master Your Habits 1. Konsep, dasar dan tujuan Habituasi menurut Ir. Felix Yanuar Siaw 2. Konsep Karakter menurut Ir. Felix Yanuar Siaw 3. Strategi implementasi Konsep habituasi dalam pembentukan karakter menurut Ir. Felix Yanuar Siaw BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisa Konsep, Dasar dan Tujuan Habituasi B. Analisa Konsep Karakter C. Analisa Implementasi Habituasi Dalam Pembentukan Karakter. BAB V : PENUTUP A. Simpulan B. Saran-saran C. Penutup 3. Bagian Akhir Dalam bagian ini terdiri dari, daftar kepustakaan, Biografi penulis dan daftar lampiran-lampiran. BAB II HABITUASI DAN KARAKTER A. Kajian Tentang Habituasi 1. Pengertian Habituasi Pusat Bahasa Depdiknas mengartikan habituasi dalam bentuk Nomina (kata benda) sebagai “pembiasaan pada, dengan, atau untuk sesuatu; penyesuaian supaya menjadi terbiasa (terlatih) pada habitat dan sebagainya”.1 Habituasi adalah proses penciptaan situasi dan kondisi (persistence life situation) yang memungkinkan para siswa dimana saja membiasakan diri untuk berperilaku sesuai nilai dan telah menjadi karakter dirinya, karena telah diinternalisasi dan dipersonifikasi melalui proses intervensi.2 Habituasi merupakan sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu menjadi kebiasaan. Habituasi ini berintikan pengalaman. Karena yang dibiasakan itu ialah sesuatu yang diamalkan, dan inti kebiasaan adalah pengulangan. Pembiasaan menempatkan manusia sebagai sesuatu yang istimewa, yang dapat menghemat kekuatan, karena akan menjadi kebiasaan yang melekat dan spontan,agar kegiatan itu dapat dilakukan dalam setiap pekerjaan. Oleh karenanya, menurut para pakar, metode ini sangat efektif dalam rangka 1 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hlm. 518. 2 Muchlas Samani & Hariyanto, Konsep Dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 239. 23 24 pembinaan karakter dan kepribadian anak. Orang tua membiasakan anakanaknya untuk bangun pagi. Maka bangun pagi itu akan menjadi kebiasaan. 3 Potensi dasar yang ada pada anak merupakan potensi alamiah yang dibawa anak sejak lahir atau bisa dikatakan sebagai potensi pembawaan. Oleh karena itulah, potensi dasar harus selalu diarahkan agar tujuan dalam mendidik anak dapat tercapai dengan baik. Pengarahan orang tua kepada anak dalam lingkungan keluarga sebagai faktor eksternal, salah satunya dapat dilakukan dengan metode pembiasaan, yaitu berupa menanamkan kebiasaan yang baik kepada anak.4 Pembiasaan merupakan alat pendidikan yang penting, terutama bagi anak kecil. Pembiasaan merupakan tindakan awal yang dapat dilakukan dalam pendidikan. Sejak dilahirkan anak dibiasakan dengan perbuatan-perbuatan baik, seperti mandi dan tidur pada waktunya, diberi makan secara teratur, diberi makan secara teratur dan sebagainya. Anak dapat mentaati peratutran-peraturan perbuatan-perbuatan baik, dirumah dengan dalam jalan membiasakan lingkungan keluarga, dilingkungan sekolah, dan dilingkungan keluarga masyarakat.5 Pembiasaan yang baik penting bagi pembentukan watak dan karakter anak, dan akan berpengaruh bagi perkembangan anak 3 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implikasinya, (Bandung: Alfabeta,2012), Cet.II, hlm. 93. 4 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodoligi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 111. 5 Uyoh Sadulloh, dkk, Pedagogik “ilmu mendidik”, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 121. 25 selanjutnya. Menanamkan kebiasaan pada diri anak memang tidak mudah, dan memerlukan waktu lama dan menuntut kesabaran pendidik.6 2. Habituasi Perspektif Psikologi dan Islam a. Teori habituasi dalam psikologi Konsep Habituasi berkaitan erat dengan aliran Psikologi Pavlovianisme yaitu classical conditioning oleh Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936). Dalam eksperimennya, Pavlov menggunakan anjing untuk mengetahui hubungan-hubungan antara conditioned stimuls (CS), unconditioned stimulus (UCS), conditioned response (CS), dan unconditioned response (UCR). CS adalah rangsangan yang mampu mendatangkan respon yang dipelajari, sedangkan respon yang dipelajari itu sendiri disebut CR. Adapun UCS berarti rangsangan yang menimbulkan respon yang tidak dipelajari, dan respon yang tidak dipelajari itu disebut UCR. 7 Pavlov menyimpulkan bahwa perilaku itu dapat dibentuk melalui kondisioning atau kebiasaan. Misalnya anak dibiasakan mencuci kaki sebelum tidur, atau membiasakan menggunakan tangan kanan untuk menerima sesuatu pemberian dari orang lain. Dalam eksperimennya Pavlov, anjing yang semula tidak mengeluarkan air liur ketika mendengar bunyi bel, tetapi setelah dilatih berulang ali dengan prosedur yang tertentu akhirnya anjing mengeluarkan air liur pada waktu mendengarkan bunyi bel, sekalipun tidak ada makanan. 6 7 Ibid., Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum,(Yogyakarta: Andi Offset, 2004), hlm. 67. 26 Hal itu dapat terjadi karena ada kondisioning, dengan mengkaitkan suatu stimulus dengan responnya.8 Prinsip-prinsip dalam Behaviorisme ini adalah : 1) Obyek psikologi adalah tingkah laku; 2) Semua tingkah laku dikembalikan kepada reflek; 3) Mementingkan pembentukan kebiasaan.9 Pavlov yakin bahwa kepribadian dapat dipahami dengan mempertimbangkan tingkah laku dalam hubungan yang terus menerus dengan lingkungannya. Cara yang efektif untuk mengubah dan mengontrol tingkah laku adalah penguatan, maksudnya dengan diberikan penguatan-penguatan yang positif, maka tingkah laku seseorang akan bisa berubah dan terkontrol dengan baik. Sehingga menurut behaviorisme, tingkah laku seseorang dapat dirubah dan dibentuk dengan pembiasaan. Meskipun butuh waktu dan pemaksaan berupa stimulus, namun akan memberikan perubahan respon pada perubahan kepribadian yang diinginkan. Menurut teori Skinner yaitu Operant Conditioning, pembentukan tingkah-laku adalah sebagai berikut: 1) Dilakukan identifikasimengenai hal apa yang merupakan reinforcer (hadiah) bagi tingkah-laku yang akan dibentuk itu. 2) Dilakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk tingkah laku yang dimaksud. Komponen- 8 9 Ibid., hlm.171. Dakir, Dasar-dasar Psikologi, (Yogyakarta: pustaka pelajar, 1993, hlm. 27 27 komponen itu lalu disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya tingkah-laku yang dimaksud. 3) Dengan mempergunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan-tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer (hadiah) untuk masing-masing komponen itu. 4) Melakukan pembentukan tingkah-laku, dengan menggunakan urutan komponen-komponen yang telah tersusu itu. Kalau komponen pertama telah dilakukan maka hadiahnya diberikan; hal ini akan mengakibatkan komponen itu makin cenderung untuk sering dilakukan. Kalau ini sudah terbentuk, dilakukan komponen kedua yang diberi hadiah (komponen pertama tidak lagi memerlukan hadiah); demikian berulang-ulang, sampaikomponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen ketiga, keempat dan selanjutnya, sampai seluruh tingkah-laku yang diharapkan terbentuk.10 b. Konsep Habituasi dalam Islam Islam menggunakan pembiasaan sebagai sarana utama dalam menjalankan ajaran agama berupa shalat, yang dilaksanakan dengan tepat waktu, tidak lain merupakan sikap disiplin yang menjadi kebiasaan sebagai seseorang yang berserah diri (muslim) kepada Allah SWT, sebagaimana dalam Firman-Nya QS. An-Nisa (4): 103, 10 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), Cet Ke-20, hlm. 272-273. 28 Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. An-Nisa: 103) Islam mengubah seluruh sifat-sifat baik menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan itu tanpa terlalu payah, tanpa kehilangan banyak tenaga dan banyak menemukan kesulitan.11 Oleh karena itu, pembiasaan merupakan salah satu penunjang pokok pendidikan, sarana, dan metode paling efektif dalam upaya menumbuhkan keimanan anak dan meluruskan moralnya.12 Anak dilahirkan dalam keadaan suci dan bersih, dalam keadaan seperti ini anak akan mudah menerima kebaikan atau keburukan, karena pada dasarnya anak mempunyai potensi untuk menerima kebaikan atau keburukan. Hal ini dijelaskan Allah dalam firman-Nya QS. Asy-Syamsy ayat (7-9): “Dan demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang 11 Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, Terj. Salma Harun, (Bandung: P.T. AlMa’arif, 1993), hlm. 363. 12 Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil Islam ̧ Terj. Khalilullah Ahmad Masjkur Hakim, Pendidikan Anak Menurut Islam, (Bandung: Rosda Karya, 1992), hlm. 65. 29 mensucikan jiwa itu. Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”.13 Ayat tersebut mengidentifikasikan bahwa manusia mempunyai kesempatan sama untuk membentuk karakternya, apakah dengan habituasi yang baik atau dengan habituasi yang buruk. Pembiasaan yang dilakukan sejak dini/sejak kecil akan membawa kegemaran dan kebiasaan tersebut menjadi semacam adat kebiasaan sehingga menjadi bagian tidak terpisahkan dari kepribadiannya.14 Para pakar pendidikan sepakat bahwa untuk membentuk moral atau karakter anak dapat mempergunakan metode pembiasaan. AlGhazali misalnya, menekankan pentingnya metode pembiasaan diberikan kepada anak sejak usia dini. Menurutnya hati anak bagaikan suatu kertas yang belum tergores sedikitpun oleh tulisan atau gambar. Tetapi ia dapat menerima apa saja bentuk tulisan yan digoreskan, atau apa saja yang digambarkan didalamnya. Bahkan, ia akan cenderung kepada sesuatu yang diberikan kepadanya. Kecenderungan itu akhirnya akan menjadi kebiasaan dan terakhir menjadi kepercayaan (kepribadian). Oleh karena itu, jika anak sudah dibiasakan melakukan hal-hal baik sejak kecil, maka ia akan tumbuh dalam kebaikan itu dan dampaknya ia akan selamat dunia akhirat.15 13 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1984), hlm. 1064. 14 Amirulloh Syarbini, Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga, Revitalisasi Peran Keluarga dalam Membentuk Karakter anak Menurut Perspektif Islam, (Jakarta: Gramedia, 2014), hlm. 87. 15 Ibid., hlm.62. 30 Kisah turunnya wahyu pertama ketika Malaikat Jibril menyuruh Nabi Muhammad SAW dengan mengucapkan ( إِ ْﻗﺮَاbaca ! ) dan Nabi menjawab: saya tidak bisa membaca, lalu malaikat Jibril mengulanginya lagi dan Nabi menjawab dengan perkataan yang sama. Hal ini terulang sampai 3 kali. Kemudian Jibril membacakan QS. Al‘Alaq ayat 1-5 dan mengulanginya sampai beliau hafal dan tidak lupa lagi apa yang disampaikan malaikat Jibril tersebut. Dengan demikian, metode pembiasaan dan pengulangan yang digunakan Allah SWT dalam mengajar Rasul-Nya amat efektif sehingga apa yang disampaikan kepadanya langsung tertanam dengan kuat di dalam kalbunya.16 Pembiasaan dalam pendidikan agama hendaknya dimulai sedini mungkin. Rasulullah SAW bersabda: اﻟْﻤَﻀَ ﺎﺟِ ﻊ “Berkata Mu’ammal ibn Hisyam Ya’ni al Asykuri, berkata Ismail dari Abi Hamzah, berkata Abu Dawud dan dia adalah sawwaru ibn Dawud Abu Hamzah Al Muzanni Al Shoirofi dari Amru ibn Syu’aib dari ayahnya, berkata Rasulullah SAW: Suruhlah anakmu melakukan sholat ketika berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka karena mereka meninggalkan sholat ketika berumur sepuluh tahun. Dan 16 Erwati Aziz, 2003. Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam, (Solo : Tiga Serangkai Pustaka, 2003), hlm. 81. 31 pisahlah mereka (anak laki-laki dan perempuan) dari tempat tidur.” (H.R. Abu Dawud)17 Membiasakan anak shalat, lebih-lebih dilakukan secara berjamaah itu penting. Dari Hadist diatas Islam sudah mengajarkan untuk menanamkan pembiasaan kepada anak untuk menjalankan perintah agama sedini mungkin sesuai dengan usia sang anak. Penanaman kebiasaan yang baik, sebagaimana sabda Rasulullah SAW di atas, sangat penting dilakukan sejak awal kehidupan anak. Agama Islam sangat mementingkan pendidikan kebiasaan, dengan pembiasaan itulah diharapkan peserta didik mengamalkan ajaran agamanya secara berkelanjutan. Beberapa metode dapat diaplikasikan dalam pembiasaan ini. ”Metode mengajar yang perlu dipertimbangkan untuk dipilih dan digunakan dalam pendekatan pembiasaan antara lain : metode Latihan (Drill), Metode Pemberian Tugas, Metode Demonstrasi dan Metode Eksperimen”).18 Anak yang masih dalam periode anak-anak terbiasa berakhlak menurut islam melakukan sholat, puasa dan sebagainya, sehingga dengan kebiasaan itu anak tidak terasa lelah menjadi muslim yang baik.19 “Anak sering mendengar orang tuanya mengucapkan nama Allah SWT, umpannya, maka akan mulai mengenal nama Allah 129. 226. 17 Mushlich Shabir, Terjemah Riyadhus Shalihin, (Semarang: Thaha Putra, 2003), hlm.174. 18 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam .(Jakarta : Kalam Mulia, 2005, hlm. 19 Muhammad Zain, Metodologi Pengajaran Agama, (yogyakarta: AK Group, 1995), hlm. 32 SWT. Hal itu kemudian mendorong timbulnya jiwa keagamaan pada anak tersebut.20 Pengembangan agama Islam sebagai pengembangan nilai perlu adanya pembiasaan-pembiasaan dalam menjalankan ajaran Islam, sehingga nilai-nilai ajaran Islam dapat terinternaslisasi dalam diri peserta didik, yang akhirnya akan membentuk karakter yang islami. Nilai-nilai ajaran Islam yang menjadi karakter merupakan perpaduan yang bagus (sinergis) dalam membentuk peserta didik yang berkualitas, dimana individu bukan hanya mengetahui kebajikan, tetapi juga merasakan kebajikan dan mengerjakannya dengan didukung oleh rasa cinta untuk melakukannya. Habituasi dalam islam bertujuan membentuk insan yang berkepribadian saleh dan membiasakan berbuat sesuai ajaran islam. Kesalehan pribadi adalah sifat-sifat pribadi yang mulia seperti jujur, amanah, pemurah, pemaaf, tawadhu’, sabar dan sebagainya yang harus ada dan dimilki oleh orang yang saleh. Dengan sifat yang mulia itulah seseorang akan bisa berinteraksi, bergaul, bahkan bersaudara secara baik dengan sesama manusia pada umumnya, apalagi kepada sesama muslim.21 20 hlm, 87. 21 hlm. 40. Zakiah Darajat, Membina Nilai-Nilai Moral Di Indonesia, jakarta : bulan bintang, 1976 Ahmad Yani, Be Excellent Menjadi Pribadi Terpuji, (Jakarta: Al-Qalam, 2007) cet.I. 33 Dengan demikian kesalehan pribadi, hubungan sosial antar manusia akan terlihat dan terasa menjadi begitu indah. Dalam hadist Rasulullah saw disebutkan bahwa pangkal kesalehan pribadi ini adalah berlaku benar atau jujur karena halini kan membawa pada kebajikan (al-Birru) yang merupakan perpaduan segala kebaikan (alkhair).22 3. Dasar dan Tujuan Habituasi a. Dasar Habituasi Habituasi merupakan kegiatan yang dilakukan secara terusmenerus dan ada dalam kehidupan sehari-hari anak sehingga menjadi kebiasaan yang baik. Pengembangan pembiasaan meliputi aspek perkembangan moral dan nilai-nilai agama, pengembangan sosial, emosional dan kemandirian. Dari aspek perkembangan moral dan nilai-nilai agama diharapkan akan meningkatkan ketaqwaan anak terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan membina sikap anak dalam rangka meletakkan dasar agar anak menjadi warga negara yang baik. Aspek perkembangan sosial, emosional dan kemandirian dimasksudkan untuk membina agar dapat mengendalikan emosinya secara wajar dan dapat berinteraksi dengan sesamanya maupun 22 Ibid., 34 dengan orang dewasa dengan baik serta dapat menolong dirinya sendiri dalam rangka kecakapan hidup.23 Pertumbuhan kecerdasan pada anak-anak usia pra sekolah belum memungkinkan untuk berfikir logis dan belum dapat memahami hal-hal yang abstrak. Maka apapun yang dikatakan kepadanya akan diterimanya saja. Mereka belum dapat menjelaskan mana yang buruk dan mana yang baik. Hukum-hukum dan ketentuanketentuan agama belum dapat dipahaminya atau dipikirkannya sendiri. Dia akan menerima apa saja yang dijelaskan kepadanya. Sesuatu yang menunjukkan nilai-nilai agama dan moral bagi si anak masih kabur dan tidak dipahaminya.24 Untuk membina anak agar mempunyai sifat-sifat terpuji tidaklah mungkin dengan penjelasan pengertian saja, akan tetapi perlu membiasakannya untuk melakukan yang baik yang diharpkan nanti mereka akan mempunyai sifat-sifat baik dan menjauhi sifat tercela. Demikian pula dengan pendidikan agama, semakin kecil umur si anak, hendaknya semakin banyak latihan dan pembiasaan agama dilakukan pada anak. Dan demikian bertambah umur si anak, hendaknya semakin bertambah pula penjelasan dan pengertian tentang agama itu diberikan sesuai dengan perkembangan kecerdaannya.25 23 Mudjito, Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup Taman Kanak-Kanak, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2007), hlm. 20. 24 Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: P.T. Bulan Bintang, 2005), hlm. 73 25 ibid., hlm. 74 35 Tidak diragukan bahwa mendidik dan membiasakan anak sejak kecil paling menjamin untuk mendapatkan hasil. Sedang mendidik dan melatih setelah dewasa sangat sukar untuk mencapai kesempurnaan. Hal ini menunjukkan bahwa membiasakan anak-anak sejak kecil sangatlah bermanfaat, sedangkan membiasakannya setelah itu tidaklah akan bermanfaat, seperti halnya sebatang dahan, ia akan lurus bila diluruskan, dan tidak bengkok meskipun sudah menjadi sebatang kayu.26 Dari penjelasan, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang telah mempunyai kebiasaan tertentu akan dapat melaksanakannya dengan mudah dan senang hati. Bahkan segala sesuatu yang telah menjadi kebiasaan dalam usia muda sulit untuk diubah dan tetap berlangsung sampai hari tua. Untuk mengubahnya, sering kali diperlukan terapi dan pengendaliaan diri yang serius. Atas dasar inilah, para ahli pendidikan senantiasa mengingatkan agar anak-anak segera dibiasakan dengan sesuatu yang diharapkan menjadi kebiasaan baik sebelum terlanjur mempunyai kebiasaan lain yang buruk. b. Tujuan Habituasi Habituasi adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Pembiasaan 26 Muhammad Sa’id Mursy, Seni Mendidik Anak, (Jakarta:Arroyan, 2001), hlm. 140 36 selain menggunakan perintah, suri tauladan, dan pengalaman khusus, juga menggunakan hukuman dan ganjaran. Tujuannya agar anak memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu (kontekstual). Selain itu, arti tepat dan positif ialah selaras dengan norma dan tata nilai moral yang berlaku, baik yang bersifat religius maupun tradisional dan kultural.27 Dari penjelasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan habituasi adalah untuk melatih serta membiasakan anak secara konsisten dan kontinyu dengan sebuah tujuan, sehingga benar-benar tertanam pada diri anak dan akhirnya menjadi kebiasaan yang sulit ditinggalkan di kemudian hari. Inilah yang diharapkan dari pembentukan kebiasaan-kebiasaan yang baik akan terbentuk karakter yang baik pula pada diri anak. Karena kerakter terkait erat hubungannya dengan kebiasaan yang sering dilakukan oleh anak. B. Kajian Tentang Karakter 1. Pengertian Karakter Konsep karakter pertama kali digagas oleh pedagog Jerman F.W. Foerster. Menurut bahasa, karakter berarti kebiasaan. Sedangkan menurut istilah, karakter ialah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang Individu. Jika pengetahuan mengenai 27 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), hlm. 123 37 karakter seseorang dapat diketahui, maka dapat diketahui pula individu tersebut akan bersikap dalam kondisi-kondisi tertentu.28 Pusat Bahasa Depdiknas mengartikan karakter sebagai “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak”. Karakter juga bisa berarti huruf, angka, ruang, simbul khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik.29 M. Furqon Hidayatullah mengutip dari Rutland mengemukakan bahwa kata karakter berasal dari bahasa latin yang berarti dipahat. Sebuah kehidupan, seperti sebuah blok granit denagn hati-hati memahatnya. Ketika dipukul sembarangan, maka akan rusak. Karakter merupakan gabungan dari kebajikan dan nilai-nilai yang dipahat dalam batu tersebut, sehingga akan menyatakan nilai yang sebenarnya.30 Tadkiroatun Musfiroh memandang karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter, lanjut Musfiroh, sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai, dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan itu dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Itulah sebabnya orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya, dikatakan orang yang 28 M. Mahbubi, Pendidikan Karakter Implementasi Aswaja Sebagai Nilai pendidikan Karakter, (Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2012)., cet. 1, hlm. 38. 29 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Op.Cit, hlm. 682. 30 M. Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa, (Jakarta: Balai Pustaka, 2010), hlm. 20. 38 berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut sebagai orang yang berkarakter mulia.31 2. Urgensi Karakter Tidak dapat disangkal bahwa persoalan karakter dalam kehidupan manusia dimuka bumi sejak dulu sampai sekarang dan juga zaman yang akan datang, merupakan suatu persoalan yang besar dan penting, kalau tidak dikatakan persoalan hidup dan matinya suatu bangsa. Fakta-fakta sejarah telah cukup banyak memperlihatkan bukti bahwa kekuatan dan kebesaran suatu bangsa pada hakikatnya berpangkal pada kekuatan karakternya, yang menjadi tulang punggng bagi setiap bentuk kemajuan lahiriah bangsa tersebut.32 Sebaliknya, kejahatan atau kehancuran suatu bangsa diawali dengan kemerosotan karakternya, walaupun kelemahan atau kehancuran itu buat sementara masih dapat ditutup-tutupi dengan kemajuan-kemajuan lahiriyah, dan kekuatan-kekuatan lahiriyah itu pada hakikatnya tidak mempunyai “urat” dalam jiwa bangsa itu.33 Manusia mempunyai dua unsur pokok, yaitu (Jasmani dan rohani), dan rohani itulah yang memegang “komando” terhadap jasmani, maka jelaslah bahwa pembicaraan karakter manusia adalah menyangkut bidang kerohanian. Karakter manusia itu dalam bentuknya yang baik an 31 Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm.33-34. 32 Mohamad Mustari, Nilai Karakter Refleksi Untuk Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), hlm. VII. 33 Ibid., 39 buruk dapat menimbulkan akibat-akibat berantai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pendidikan karakter yang baik diwaktu sekarang, bukan saja akan memperbaiki kehidupan dan masyarakat kita sekarang saja, tetapi juga akan menjadi landasan yang baik dan teguh untuk generasi-generasi yang akan datang. Karakter seseorang yang positif atau mulia akan menjadikan mengangkat status derajat yang tinggi dan mulia bagi dirinya. Kemuliaan seseorang terletak pada karakternya. Karakter begitu penting karena dengan karakter yang baik membuat tahan, tabah menghadapi cobaan, dan dapat menjalani hidup dengan sempurna. Karakter membuat perkawinan menjadi langgeng, sehingga anak-anak dapat dididik menjadi individu yang matang, bertanggung jawab dan produktif.34 3. Nilai-nilai Karakter Menurut Kemendiknas, karakter adalah watak, tabiat, ahlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai andasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak.35 Berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, hukum, etika akademik dan prinsip-prinsip HAM telah teridentifikasi butir-butir nilai yang dikelompokkan menjadi lima nilai 34 utama yaitu Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter; konsepsi dan aplikasi dalam lembaga pendidikan,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012). Cet. 2. Hlm. 6. 35 Ibid., hlm. 35. 40 nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan YME, diri sendiri, sesama manusia dan lingkungan serta kebangsaan. Adapun daftar nilai-nilai utama yang dimaksud dan deskripsi ringkasnya: 36 a. Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan Religius Pikiran, perkataan dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai ketuhanan. b. Nilai Karakter dalam hubungannya Dengan Diri Sendiri 1) Jujur Perilaku yang didasrkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan. 2) Bertanggung Jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk merealisasikan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri dan masyarakat. 3) Bergaya Hidup Sehat Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan, 4) Disiplin 36 M. Mahbubi, Op.Cit, hlm.43 41 Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 5) Kerja keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. 6) Percaya Diri Sikap yakin akan potensi diri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapan. 7) Berjiwa Wirausaha Sikap dn perilaku mandiri dan pandai mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya serta mengatur permodalan operasinya. 8) Berpikir logis, Kritis, Kreatif dan Inovatif Berpikir dan melakukan sesuatu secara logis untuk menghasilkan cara baru dari apa yang telah dimilki. 9) Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelsaikan tugas-tugas. 42 10) Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat dan didengar. 11) Cinta Ilmu Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan. c. Nilai Karakter dalam Hubungannya dengan sesama 1) Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain Sikap tahu dan mengerti serta merealisasikan apa yang menjadi milik atau hak diri sendiri dan orang lain serta tugas dan kewajiban diri sendiri serta orang lain. 2) Patuh pada norma sosial Sikap menurut dan taat terhadap aturan yang berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum. 3) Menghargai karya dan prestasi orang lain Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menhasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta menghormati keberhasilan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain. 4) Santun Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata tertib bahasa mupun tata perilakunya ke semua orang. 43 5) Demokratis Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. d. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan 1) Peduli sosial dan lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam disekitarnya, dan mengembangkan upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. e. Nilai kebangsaan Cara berpikir, bertindak dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan individu dan kelompok. 1) Nasionalis Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, kultur,ekonomi dan politikbangsanya. 2) Menghargai keberagamaan Sikap memberikan rasa hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, kultur, suku, dan agama.37 37 Ibid., hlm.44-48 44 Selain itu, Ratna Megawangi, pencetus pendidikan karakter di Indonesia telah menyusun 9 (sembilan) pilar karakter mulia yang selayaknya dijadikan acuan dalam pendidikan karakter, baik disekolah maupun luar sekolah, yaitu sebagai berikut: a. Cinta Allah dan Kebenaran; b. Tanggung jawab, disiplin dan mandiri; c. Jujur; d. Hormat dan santun; e. Kasih sayang, peduli dan kerjasama; f. Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah; g. Adil dan berjiwa pemimpin; h. Baik dan rendah hati; i. Toleran dan cinta damai. Melengkapi uraian diatas, Ary Ginanjar Agustian dengan teori ESQ menyodorkan pemikiran bahwa setiap karakter positif sesungguhnya akan merujuk kepada sifat-sifat mulia Allah, yaitu al-Asma al-Husna. Sifat-sifat dan nama-nama mulia ini merupakan sumber inspirasi setiap karakter positif yang dirumuskan oleh siapapun. Dari sekian banyak karakter yang bisa diteladani dari nama-nama Allah itu, Ary merangkumnya dalam 7 (tujuh) karakter dasar atau 7 (tujuh) budi utama berikut ini:38 a. Jujur; 38 Amirulloh Syarbini, Op.Cit, hlm. 39. 45 b. Tanggung jawab; c. Disiplin; d. Visioner; e. Adil; f. Peduli, dan; g. Kerjasama. Sementara itu, menurut Abdullah Gymnastiar, karakter terbagi kepda beberapa kuadran. Ada karakter baik dan buruk. Juga ada karakter kuat dan lemah. Dari keempat kuadran itu, menghasilkan beberapa kombinasi karakter yaitu: baik dan lemah (balem); jelek dan lemah (jelem); jelek dan kuat (jeku); dan baik dan kuat (baku). Karakter yang sangat dibutuhkan anak-anak saat ini adalah karakter baik dan kuat (baku) yang terdiri dari:39 39 a. Ikhlas; b. Jujur; c. Tawadhu’; d. Disiplin; e. Berani; f. Tangguh. Ibid., hlm. 40 46 C. Habituasi dalam Pembentukan Karakter Karakter tersusun dari tiga bagian yang saling berhubungan yakni: moral knowing (pengetahuan moral), moral feeling (perasaan moral), dan moral behaviour (perilaku moral). Karakter yang baik terdiri dari pengetahuan tentang kebajikan (knowing the good), keinginan terhadap kebaikan (desiring the good), dan berbuat kebaikan (doing the good). Dalam hal ini diperlukan pembiasaan dalam pemikiran (Habits of the mind), pembiasaan dalam hati (Habits of the heart) dan pembiasaan dalam tindakan (habits of the action).40 Karakter seseorang berkembang berdasarkan potensi yang dibawa sejak lahir atau yang dikenal sebagai karakter dasar yang bersifat biologis. Menurut Ki Hajar Dewantara, aktualisasi karakter dalam bentuk perilaku sebagai hasil perpaduan antara karakter biologis dan hasil hubungan atau interaksi dengan lingungannya. Karakter dapat dibentuk melalui pendidikan, karena pendidikan merupakan alat yang paling efektif untuk menyadarkan individu dalam jati diri kemanusiaannya. Dengan pendidikan akan dihasilkan kualitas manusia yang memiliki kehalusan budi dan jiwa, memiliki kecemerlangan pikir, kecekatan raga, dan memiliki kesadaran penciptaan dirinya. Dibanding faktor lain, pendidikan memberi dampak dua atau tiga kali lebih kuat dalam pembentukan kualitas manusia.41 40 41 Zubaedi, Op.Cit., hlm.13. Ibid., 47 Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas, secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter pada diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotion development), olah pikir (intellectual evelopment), olahraga dan kinestetik (physical and kinestetik development), dan olah rasa dan karsa (Affective and creativity development).42 Berdasarkan alur pikir pembangunan karakter bangsa, pendidikan merupakan salah satu strategi dasar pambentukan karakter yang dalam pelaksanaanya harus dilakukan secara koheren dengan beberapa strategi lain. Strategi tersebut mencakup, yaitu sosialisasi/penyadaran, pemberdayaan, pembudayaan dan pembiasaan serta kerjasama seluruh komponen bangsa. Pembangunan karakter dilakukan dengan pendekatan sistematik dan integratif dengan melibatkan keluarga, satuan pendidikan, pemerintah, masyarakat sipil, anggota legislatif, media masa, dunia usaha dan dunia industri (Buku Induk Pembangunan Karakter). Sehingga satuan 42 Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembnaan Sekolah Menengah Pertama, Panduan Pendidikan Karakter di sekolah Menengah Pertama, 2010, hlm.14 48 pendidikan adalah komponen penting dalam pembentukan karakter yang berjalan secara sistematis dan integratif.43 1. Bentuk-bentuk Habituasi dalam pembentukan karakter a. Habituasi dalam Keluarga Membina dan mendidik anak adalah tugas suci dan luhur. Bukan tugas remeh dan kampungan. Keluarga sadar bahwa rumah tangga adalah pabrik generasi, karena dari situlah akan lahir generasi selanjutnya. Dari beberapa nasihat yang terkandung dalam ayat suci Al-Qur’an dan beberapa perkataan tokoh menunjukkan adanya saling mendukung antara peran bapak dan ibu dalam usaha membina generasi yang tangguh. Dengan keharmonisan yang tercipta dalam rumah tanga akan memberikan kontribusi kepada anak untuk menjadi anak yang bermoral tinggi.44 Oleh keakraban dan bimbingan didalamnya, sentuhansentuhan hatinya serta oleh kehidupan beragama dirumah dan keteladanan kebaikan didalamnya menjadikan diri anak betah dan genah. Makan bersama, shalat berjamaah, berdialog dari hati kehati, rekreasi bersama berkunjung menikmati keindahan ciptaan Allah, atihan-latihan berdisiplin, beersih, dan ta’at dapat dilakukan dirumah. Jadi pada keluarga sangat diperlukan oleh 43 44 Agus Wibowo., Op.Cit, hlm. 46. Yunus Hanis Syam, Cara Mendidik Generasi Islami, sistem dan Pola Asuh yang Islami, (Yogyakarta:Media Jenius Lokal, 2004), Cet.I, hlm. 95-96 49 anak dalam usaha pembinaan diri untuk menjadi generasi unggulan adalah kontrol dari orang tua.45 Pendidikan karakter adalah pendidikan sepanjang hayat, sebagai proses perkembangan kearah manusia kaffah (sempurna). Oleh karena itu, pembentukan karakter memerlukan keteladanan dan sentuhan mulai sejak dini sampai dewasa. Periode yang paling sensitif menenukan adalah pendidikan dalam keluarga yang menjadi tanggung jawab orang tua. Pola asuh atau parenting style adalah salah satu faktor yang secara signifikan turut membentuk karakter anak. Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan utama dan pertama bagi anak, yang tidak bisa digantikan oleh lembaga pendidikan manapun. Oleh karena itu, pendidikan dalam keluarga sangat diperlukan untuk membangun sebuah comunity of learner tentang pendidikan anak dan pendidikan dalam keluarga juga sangat diperlukan menjadi sebuah kebijakan pendidikan dalam upaya membangun karakter bangsa secara berkelanjutan.46 Berikut ini ada beberapa catatan berkenaan dengan pembinaan kesehatan dan perkembangan psikologis dalam membina karakter positif dalam diri anak-anak:47 45 Ibid., hlm.99 Agus Wibowo, Op.Cit, hlm.67-68 47 Jaudah Muhammad Awwad, Mendidik anak secara Islami, (Jakarta: gema insani Press, 2005) cet ke 12. Hlm. 55-59. 46 50 1) Panggillah anak-anak dengan nama yang baik 2) Upayakan agar anak mau tidur lebih awal. Hidarkan tempattempat hiburan yang membuat anak terlambat tidur atau hiburan yang merusak kepribadian anak. 3) Biasakan agar anak bersikap jujur dan berani. Biasanya kejujuran dan keberanian anak itu hanya akan timbul pada diri anak yang telah dibina untuk biasa jujur dan berani, 4) Biasakan agar anak-anak sealu manyisihkan uang jajannya atau miliknya untuk didermakan kepada orang lain. Itu akan melatih anak tidak kikir dan membiasakan anak untuk amar ma’ruf. 5) Tetapkanlah sikap amanah sejak dini kepada anak-anak. Anak-anak dibiasakan menghormati milik orang lain, misalnya dengan tidak mengambil mainan temannya atau mengambil makanan diwarung dengan tidak membayar. 6) Upayakan agar ana-anak terbiasa meminta izin ketika akan membuka tas orang lain, ketika akan memasuki kamar orang tua, atau sebelum memakai benda-benda milik saudaranya. 7) Biasakan agar anak-anak tidak malas atau banyak tidur melebihi waktu yang semestinya. Motivasilah agar mereka tumbuh menjadi anak yang gesit serta senantiasa ceria dan gembira ketika bermain. Kita tidak perlu terlalu mencemaskan anak kita yang banyak bermain. (tentu saja, 51 orang tua harus menyusun jadwal bermain agar tidak merugikan anak). Artinya kita tidak dapat mengatakan bahwa anak yang banyak bermain adalah anak nakal. Anak yag terbiasa dinamis dan penuh gerak , dia akan mengalami masa dewasa yang menyenangkan b. Pembentukan Karakter di Masyarakat Pembentukan karakter harus bersifat multilevel dan multichannel. Pembentukan karakter itu perlu keteladanan misalnya perilaku nyata dalam setting kehidupan yang otentik dan tidak bisa dibangun secara instant.48 Menurut Tangney, Stuewig, dan Debra Mashek dalam bukunya yang berjudul Moral Emotions and Moral Behavior menganjurkan agar masyarakat menumbuh-kembangkan beberapa jenis perasaan agar pembentukan karakter bisa berhasil. Perasaanperasaan itu erat kaitannya dengan kebiasaan moralitas perilaku manusia, yaitu:49 1) Rasa bersalah (tanggung jawab), buka rasa malu. Malu munul sebagai hasil dari “apa yang orang-orang lakukan akan berakibat terhadapku”, sedang rasa bersalah timbul sebagai lanjutan dari “apa yang aku lakukan akan berakibat terhadap orang lain”. Rasa malu dekat egiosentris, sementara rasa bersalah adalah wujud altruistis. 48 49 Agus Wibowo, Loc.Cit., hlm. 68. Ibid,. 52 2) Kebanggaan Bukan kebanggaan karena “aku adalah siapa” (alpha pride), melainkan kebanggaan atas “apa yang aku lakukan” (beta pride). 3) Perasaan Tercerahkan dan terinspirasi untuk meniru kebaikan orang lain. Keberadaan sosok model sangat penting pada moral emotion yang ketiga tersebut. Menurut Nuh, beberapa kebiasaan atau budaya yang perlu ditumbuh kembangkan di lingkungan masyarakat diantaranya , budaya apresiatif konstruktif. “kebiasaan memberikan spresiasi itu akan membangun lingkungan untuk tumbuh suburnya orang berprestasi. Kalau lingkungan sendiri tidak mendukung seseorang berprestasi maka nanti akan terus menerus negatif,” katanya. Budaya berikutnya yang perlu dikembangkan adalah rasa penasaran intelektual atau intellectual curiosity dan kesediaan untuk belajar dari orang lain.50 c. Habituasi di Lembaga Pendidikan atau Sekolah. Pengembangan karakter melalui pembiasaan disekolah dapat dilakukan dalam berbagai bentuk di antaranya; a) Pembiasaan dalam akhlak, berupa pembiasaan bertingkah laku yang baik, baik di sekolah maupun di luar sekolah 50 Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 161. 53 seperti berbicara sopan santun, berpakain bersih, hormat kepada orang yang lebih tua, dan sebagainya. b) Pembiasaan dalam ibadah, berupa pembiasaan shalat berjamaah di musholla sekolah, mengucapkan salam sewaktu masuk kelas, serta membaca “basmallah” dan “hamdallah” tatkala memulai dan menyudahi pelajaran. c) Pembiasaan dalam keimanan, berupa pembiasaan agar anak beriman dengan sepenuh jiwa dan hatinya, dengan membawa anak-anak memperhatikan alam semesta, memikirkannya dalam merenungkan ciptaan langit dan bumi dengan berpindah secara bertahap dari alam natural ke alam supranatural.51 Pendidikan dengan pembiasaan menurut Mulyasa dapat dilaksanakan secara terprogram dalam pembelajaran atau dengan tidak terprogram dalam kegiatan sehari-hari. Kegiatan pembiasaan dalam pembelajaran secara terprogram dapat dilaksanakan dengan perencanaan khusus dalam kurun waktu tertentu, untuk mengembangkan pribadi peserta didik secara individual, kelompok dan atau klasikal sebagai berikut:52 1) Biasakan peserta didik untuk bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuannya, keterampilan dan sikap baru dalam pembelajaran; 51 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hlm. 185. Heri Guanawan, Op.Cit., hlm. 94-95. 52 54 2) Biasakan melakukan kegiatan inkuiri dalam setiap proses pembelajaran; 3) Biasakan peserta didik bertanya dalam setiap proses pembelajaran; 4) Biasakan belajar berkelompok (cooperative learning) untuk menciptakan masyarakat belajar; 5) Biasakanlah bagi guru untuk selalu menjadi “model” dalam setiap pembelajaran; 6) Biasakan melakukan refleksi dalam setiap akhir pembelajaran; 7) Biasakan melakukan penilaian yang sebenarnya, adil dan transparan dengan berbagai cara; 8) Biasakan peserta didik untuk bekerja sama (team work) dan saling menunjang satu sama lainnya; 9) Biasakan untuk belajar dengan menggunakan berbagai sumber belajar; 10) Biasakan peserta didik untuk melakukan sharing dengan teman-temannya, untuk menciptakan keakraban; 11) Biasakan peserta didik untuk selalu berfikr kritis terhadap materi belajar; 12) Biasakan peserta didik untuk berani mengambil keputusan dan juga berani mengambil resiko; 55 13) Biasakan peserta didik untuk tidak mencari kambing hitam dalam memutuskan masalah; 14) Biasakan peserta didik untuk selalu terbuka dalam saran dan kritikan yang diberikan orang lain; 15) Biasakan peserta didik untuk terus-menerus melakukan inovasi dan improvisasi dalam melakukan pembelajaran demi melakukan perbaikan selanjutnya. Adapun kegiatan pembiasaan peserta didik yang dilakukan secara terprogram dapat dilaksanakan dengan cara-cara sebagai berikut:53 1) Kegiatan rutin, yaitu pembiasaan yang dilakukan secara terjadwal, seperti shalat berjamaah, shalat duha bersama, upacara bendera, senam, memelihara kebersihan diri sendiri dan lingkungan sekolah, dan kegiatan yang lainnya; 2) Kegiatan yang dilakukan secara spontan, adalah pembiasaan yang dilakukan tidak terjadwal dalam kejadian khusus, misalnya pembentukan prilaku memberi salam, membuang sampah pada tempatnya, melakukan antre, dan lain sebagainya; 3) Kegiatan alam keteladanan, adalah pembiasaan dalam bentuk perilaku sehari-hari, seperti berpakaian rapi, berbahasa yang baik dan santun, rajin membaca, memuji kebaikan atau 53 Ibid. 56 keberhasilan orang lain, datang kesekolah dengan tepat waktu, dan lain sebagainya. Dalam pelaksanaan pendidikan karakter, pembiasaan peserta didik akan lebih efektif jika ditunjang dengan keteladanan dari tenaga pendidik dan tenaga kependidikan lainnya. Oleh karenanya metode ini dalam pelaksanaannya tidak akan terlepas dari keteladanan. Dimana ada pembiasaan disana ada keteladanan. Kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus akan membentuk karakter. 2. Langkah-langkah Habituasi dalam Pembentukan Karakter Beberapa langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam menerapkan pembiasaan, seperti berikut:54 a. Mulai pembiasaan sebelum terlambat, sebelum anak didik memiliki kebiasaan lain yang berbeda /berlawanan dengan hal-hal yang akan dibiasakan. b. Pembiasaan hendaknya dilakukan secara terus menerus, dilakukan secara teratur berencana sehingga akhirnya menjadi suatu ebiasaan yang otomatis, untuk itu diperlukan pengawasan. c. Pendidik hendaknya konsekuen, bersikap tegas dan teguh dalam pendirian yang telah diambilnya. Jangan memberi kesempatan kepada anak untuk mengingkari kebisaan yang telah dilakukan. 54 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 178. 57 d. Pembiasaan yang pada awalnya mekanistis, harus menjadi kebiasaan yang disertai dengan kesadaran dan kata hati anak itu sendiri. Dalam mendidik anak dengan pembiasaan agar memiliki kebiasaan yang baik dan akhlak mulia, maka pendidik hendaknya memberikan motivasi dengan memberikan petunjuk-petunjuk. kata-kata Suatu yang saat baik dengan sesekali memberi peringatan dan pada saat yang lain dengan kabar gembira. Kalau memang diperlukan, pendidik boleh memberi sanksi jika dipandang ada kemaslahatan bagi anak guna meluruskan penyimpangan dan penyelewengan. Semua langkah tersebut memberikan arti positif dalam membiasakan anak dengan keutamaan-keutamaan jiwa, akhlak mulia, dan tata cara sosial. Dari pembiasaan ini, mereka akan menjadi orang yang mulia, berfikir matang, dan bersifat istiqomah. Selain itu, dalam menerapkan sistem Islam mendidik kebiasaan, para pendidik hendaknya mempergunakan cara yang beragam. Pendidik hendaknya membiasakan anak memegang teguh akidah dan bermoral, sehingga anak-anak pun akan terbiasa tumbuh berkembang dengan akidah Islam yang mantap, dengan moral Al-Qur’an yang tinggi. Lebih lanjut, mereka akan dapat memberikan keteladanan yang baik, perbuatan yang mulia, dan sifat-sifat terpuji kepada oran lain.55 55 Abdullah Nasih Ulwan., Op.Cit, hlm. 64. 58 Kebiasaan secara umum dapat diklasifikasian menjadi dua bagian. Pertama; kebiasaan baik (positif), adalah perbuatan yang diulang-ulang yang tepat guna dan berdaya guna bagi diri dan lingkungannya. Kedua, kebiasaan buruk (negatif), adalah perbuatan yang diulang-ulang yang tidak berguna dan tidak menghasilkan manfaat bagi diri sendiri serta lingkungannya. Untuk mengubah kebiasan buruk menjadi perbuatan baik dapat dilakukan dengan kiatkiat berikut ini:56 a) Lakukan kebiasaan baru secara mantab dan penuh rasa tanggung jawab. Lakukan suatu kegiatan rutin baru yang berlawanan dengan kebiasaan lama. Lalu, ceritakan kepada orang-orang terdekat atau sebarluaskan perubahan itu. b) Mempraktikkan kebiasaan baru tanpa henti sampai kebiasaan itu benar-benar berurat dan berakar. Setiap kali anda mempraktikkan kebiasaan baru, biasanya anda akan menghadapi momentum untuk kembali pada kebiasaan lama. Ini sama seperti memulai dari awal dan memulai sesuatu dari titik awal biasanya merupakan langkah yang paling sulit. Semakin cepat suatu kebiasaan dapat ditanmkan, semakin besar pula peluang hal itu untuk menjadi kebiasaan yang tetap. c) Sebaiknya kebiasaan baru itu diterapkan sedini mungkin. Kebiasaan baru itu dapat diperoleh dan terlaksana karena selalu 56 Amirullah Syarbini, Op.Cit, hlm.64. 59 dipraktikkan secepat mungkin bukan karena ditunda-tunda terus sampai berlarut-larut. Besar kecilnya kecenderungan untuk berbuat sesuatu didalam diri kita apabila sebanding dengan berapa kali tindkan itu sendiri benar-benar dilaksanakan. 3. Faktor Penentu Keberhasilan Habituasi dalam Pembentukan Karakter Faktor terpenting dalam pembentukan kebiasaan adalah pengulangan. Sebagai contoh, seorang anak akan terbiasa membuang sampah pada tempatnya ketika kebiasaan itu sering dilakukan hingga akhirnya menjadi kebiasaan baginya. Melihat hal tersebut, faktor pembiasaan memegang peranan penting dalam mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk menanamkan agama yang lurus.57 Pembiasaan merupakan proses pembelajaran yang dilakukan oleh orang tua atau pendidik kepada anak. Hal tersebut agar anak mampu membiasakan diri pada perbuatan&perbuatan yang baik dan yang dainjurkan, baik oleh norma agama maupun hulum yang berlaku. Kebiasaan adalah reaksi otomatis dari tingkah laku terhadap situasi yang diperoleh dan dimanifestasikan secara konsisten sebagai hasil dari pengulangan terhadap tingkah laku. Dalam menanamkan kebiasaan diperlukan pengawasan. Pengawasan hendaknya digunakan meskipun secara berangsur-angsur peserta didik diberi kebebasan. Dengan perkataan lain pengawasan dilakukan dengan mengingat usia 57 Armai Arief., Op.Cit, hlm. 115. 60 peserta didik, serta perlu ada keseimbangan antara pengawasan dan kebebasan.58 Selain itu, pembiasaan hendaknya disertai dengan usaha membangkitkan kesadaran atau pengertian secara terus-menerus akan maksud dari tingkah laku yang dibiasakan, sebab pembiasaan digunakan bukan untuk memaksa peserta didik agar melakukan sesuatu secara otomatis, melainkan agar anak dapat melaksanakan segala kebaikan dengan mudah tanpa merasa susah atau berat hati.59 58 59 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 189 ibid., hlm. 191. 61 BAB III KONSEP HABITUASI DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER MENURUT Ir. FELIX YANUAR SIAW DALAM BUKU “HOW TO MASTER YOUR HABITS” A. Biografi Ir. Felix Yanuar Siaw Ir. Felix Yanuar Siaw, lahir di Palembang pada 31 Januari 1984 dan merupakan keturunan etnis China (Tionghoa). Pendidikan Formalnya ditempuh di SD-SMA di Palembang Sumatra Selatan. Felix Siauw lahir dan tumbuh di lingkungan 95 % non-muslim. Ia mulai mengenal Islam pada tahun 2002, saat berkuliah di Institut Pertanian Bogor (ITB) dan memutuskan untuk menjadi seorang Mu’allaf ketika semester tiga. Pengalaman religinya dimulai ketika masih menjadi seorang penganut Kristen Katolik saat berusia 12 tahun, dalam dirinya mulai muncul banyak sekali pertanyaan terkait keyakinan hidupnya. Diantara pertanyaanpertanyaan itu, tiga pertanyaan yang paling besar adalah: Darimana asal kehidupan ini?, Untuk apa adanya kehidupan ini?, dan akan seperti apa akhir daripada kehidupan ini?. Dari tiga pertanyaan tersebut muncullah pertanyaan-pertanyaan turunan, “Kenapa Tuhan pencipta kehidupan ini ada 3, Tuhan bapa, Putra dan Roh Kudus? Darimana asal Tuhan Bapa?”, atau “Mengapa Tuhan bisa disalib dan dibunuh lalu mati, lalu bangkit lagi?”. Pertanyaan-pertanyaan itu selalu akan mengambang dan tak memuaskan dirinya. mendapatkan jawaban yang 62 Ketidakpuasan lalu mendorong Ir. Felix Yanuar Siaw untuk mencari jawaban di dalam Al-kitab, kitab yang datang dari Tuhan, yang beliau pikir waktu itu bisa memberikan jawaban. Sejak saat itu, mulailah Felix labil mempelajari isi Al-kitab yang belasan tahun tidak pernah beliau buka secara sadar dan sengaja. Betapa terkejutnya Ia, setelah sedikit berusaha memahami dan mendalami Al-kitab, Felix Siaw baru saja mengetahui pada saat itu jika 14 dari 27 surat dari Injil perjanjian baru ternyata ditulis oleh manusia, Felix Siaw hampir tidak percaya bahwa lebih dari setengah isi kitab yang katanya kitab Tuhan ternyata ditulis oleh manusia, yaitu Santo Paulus. Lebih terkejut lagi ketika Felix Siaw mengetahui bahwa sisa kitab yang lainnya juga merupakan tulisan tangan manusia setelah wafatnya Yesus. Sederhananya, Yesus pun tidak mengetahui apa isi Injilnya. Lebih dari itu semua, konsep Trinitas yang menyatakan Tuhan itu tiga dalam satu dan satu dalam tiga (Bapa, Anak, dan Roh Kudus) yang merupakan inti dari ajaran Kristen pun ternyata adalah hasil konggres di kota Nicea pada tahun 325 M. Ketika proses mencari jawaban di dalam Al-kitab-pun, Felix Siaw menemukan sangat sedikit sekali keterangan yang diberikan di dalam Al-kitab tentang kehidupan setelah mati hari kiamat dan asal usul manusia. Setelah proses pencarian jawaban di dalam Al-kitab itu, Felix Siaw memutuskan bahwa agama yang dianut tidaklah pantas untuk dipertahankan atau diseriusi, karena tidak memberikan jawaban atas pertanyaan mendasar Felix Siaw, juga tidak memberikan kepadanya pedoman dan solusi dalam menjalani hidup ini. Sejak saat itu, Felix Siaw memutuskan untuk menjadi 63 seseorang yang tidak beragama, tetapi tetap percaya kepada Tuhan. Tanpa sadar waktu itu Felix Siaw masuk kedalam ideologi sekular. Menjadilah Felix manusia yang sinkretis dan pluralis pada waktu itu. Tetapi semua pandangan itu berubah 5 tahun kemudian ketika Felix Siaw Lulus dari SMA Xaverius 1 Palembang dan memutuskan memasuki kuliah di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB). Memasuki semester ketiga Felix bertemu dengan seorang ustadz muda aktivis gerakan da’wah Islam internasional, al-Ustadz Fatih Karim sekaligus perkenalan Felix dengan Al-Qur’an dimulai. Diskusi itu bermula dari perdebatan Felix dengan seorang temannya tentang kebenaran. Temannya berpendapat bahwa kebenaran ada di dalam Al-Qur’an, sedangkan Felix Siaw belum mendapatkan kebenaran. Sehingga dipertemukanlah Felix dengan ustadz Fatih Karim untuk berdiskusi lebih lanjut. Akhirnya ketiga pertanyaan besar Felix selama ini terjawab dengan sempurna. Bahwa “saya berasal dari Sang Pencipta dan itu adalah Allah SWT. Saya hidup untuk beribadah (secara luas) kepada-Nya karena itulah perintah-Nya yang tertulis didalam Al-Qur’an. Dan Al-Qur’an dijamin datang dari-Nya karena tak ada seorangpun manusia yang mampu mendatangkan yang semacamnya”. Dan akhirnya beliau memutuskan untuk masuk Islam diusia 22 tahun. Ketika di Bogor itulah, Ia sempat mengaji kepada para Ustad terkenal di Bogor, seperti al-Ustadz Ahmad Muhdi, Ustad Abbas Aula, Ustad Abdul Hanan, Ustad Musthafa Abdullah Bin Nuh, KH Tubagus Hasan Basri, dan Sebagainya. Felix menyadari belajar Islam 64 sekarang harus seperti belajarnya orang-orang zaman dahulu. Felix Siaw menganggap mempelajari Islam sebagai sebuah kajian tersistematis, yang dilakukan secara berkala untuk memperdalam ilmu-ilmu Islam. Mulai dari Tauhid, Aqidah, Dakwah, Syariah, dan sebagainya, itulah yang harus dipelajari. B. Perjalanan Karir Akademik Berbagai pengalaman kerja pernah dijalaninya: pernah menjadi seorang pengajar kajian kitab, Dosen Matematika di STIE Jakarta, Islamic Inspirator Dakwah, penulis buku dan presenter acara. Pada Tahun 2002 setelah menjadi seorang Mu’allaf, Felix Siaw mulai aktif mendakwahkan dan memperjuangkan Islam di kampus IPB dan bergabung dalam tim dakwah kampus BKIM IPB, Felix juga diamanahi menjadi ketua lembaga dakwah fakultas pertanian, Elsifa. Felix Siauw menikah pada tahun 2006 dengan seorang wanita Muslimah bernama Ummu Lin dimana mereka dipertemukan ketika samasama menempuh kuliah di IPB, dan saat ini telah memiliki empat orang anak, yaitu Alila Shaffiya Asy-Syarifah (2008), Shifr Muhammad Al-Fatih 1453 (2010), Ghazi Muhammad Al-Fatih 1453 (2011), dan Aia Shaffiya AsySyarifah (2013).. Sekarang, Felix Siaw berkonsentrasi membangun generasi Islami sebagai Islamic Inspirator. Program-programnya disusun sedemikian rupa sehingga membangkitkan nilai-nilai ilahiah didalam diri setiap individu sehingga mampu dan menjalani hidup dan beraktivitas dengan mulia. Al- 65 Qur’an dan As-Sunnah selalu menjadi landasannya dalam menginspirasi aktivitasnya maupun mengubah performa setiap individu yang mengikuti program-programnya. Salah satu program dakwah ditelevisi yang dilakoni adalah acara Variety Show Religi “Inspirasi Iman” yang dipandu oleh artis Oki Setiana Dewi,Teungku Wisnu dan Jarwo Kwat setiap Kamis pukul 23.0024.30 Wib di TVRI. Felix Siaw juga berprofesi sebagai Marketing Manager di perusahaan Agrokimia, PT. Biotis Agrindo. Secara aktif Felix Siaw mengisi kajian-kajian Islam di perkantoran, pesantren dan masjid. C. Karya-karya Ir. Felix Yanuar Siaw Sejak memutuskan menjadi seorang Mu’allaf, Felix Siaw telah membuat habits baru dalam dirinya yakni sebagai seorang penulis buku. Buku-buku karya Ustadz Felix kental dengan nilai-nilai Islam dan banyak mengambil intisari dari banyak sumber di Islam seperti Al-Quran dan Hadist. Beberapa buku yang sudah ditulis oleh Ir. Felix Yanuar Siaw diantaranya adalah: 1. Beyond The Inspiration Buku ini sangat memberi inspirasi kepada remaja muslim untuk mengejar impian. Dalam buku ini di ceritakan tentang kejayaan islam yang pernah menguasai dunia. Dari sejarah yang sangat inspiratif tersebut Felix Siauw inggin menyampaiknya kepada seluruh remaja islam agar terus bersemangat untuk membangun kejayaan islam seperti kejayaan yang dulu pernah diraih. 66 2. Muhammad Al-Fatih 1453 Dalam buku ini bercerita tentang seorang tokoh islam yang bernama Muhammad Al-Fatih (Sultan Mehmed II), yakni salah satu Sultan dari dinasti Turki Usmani. Dia adalah pemuda yang bisa membawa harum nama islam. Dan nama besar dia juga masih diinggat orang sampai saat ini. buku ini becerita mengenai banyak petempuran dan Muhammad AlFatih adalah seorang pemuda yang bisa menguatkan kejayaan islam dengan membuktikan bisyarah Nabi Muhammad SAW. Maka dari itu buku ini bisa menjadi inspirasi agar semuanya dapat membawa nama besar islam. 3. Udah Putusin Aja Mendengar judul buku ini pastinya membuat semakin penasaran dengan apa isi dari buku tersebut. Buku Udah Putusin Aja berisi tentang nasehat bagi para remaja untuk tidak menjalin hubungan (pacaran) jika memang belum saatnya membutuhkan pasangan hidup. Banyak hal yang di ceritakan dalam buku ini seperti banyaknya akibat negatif jika berpacaran. Buku ini sangat sarat akan nasehat islami yang cocok untuk para remaja yang sekarang ini banyak yang salah langkah. 4. Yuk Berhijab Buku ini memang sangat disarankan untuk dibaca bagi para wanita muslim. Dalam buku ini banyak dituliskan mengapa sebagai wanita muslim harus mengunakan hijab. Pengunaan hijab bagi wanita muslim mempunyai banyak manfaat yang kadang banyak orang tidak 67 mengetahuinya. Buku ini berisi nasehat-nasehat agar wanita muslim selalu mengunakan hijab. Sama dengan buku karya Felix Siauw yang lain, buku ini juga memiliki bahasa yang enak di baca. Selain itu, karya terbaru Ir. Felix Yanuar Siaw adalah "The Chronicles of Ghazi: Rise of The Ottomans" dan "Khilafah". Kini Felix Siaw juga telah mennyelesaikan karyanya yaitu Komik Muhammad Al-Fatih 1453 yang dikemas sangat menarik. Semua karyanya bekerja sama dengan penerbit Al-Fatih Press di Jakarta. Banyak orang yang belum mengetahui siapa Ir. Felix Yanuar Siauw dikarenakan Dia memang jarang muncul ke publik. Sebagai penulis Dia lebih banyak fokus ke dunia yang berbau islami. Sebagai seorang ustadz dia juga inggin mengajarkan sesuatu kepada masyarakat umum. Dia tidak inggin bukunya hanya menjadi sebuah karya yang tidak bermakna, maka dari itu daftar buku Felix Siauw juga banyak berisi nasehat yang baik. Daftar buku Felix Siauw yang ada di pasaran memang memiliki nilai nasehat dan inspirasi yang bagus bagi yang membaca buku tersebut. Bukubuku karyanya juga adalah simbol bahwa semua orang harus menyebarkan nasehat yang baik kepada yang lain, dan Felix Siauw juga menjalankan hal tersebut lewat bukunya. Memang buku karya dia di sangat kental dengan nilai-nilai islam, dia banyak mengambil intisari dari banyak sumber di islam seperti Al-Quran dan Hadist menjadi nasehat-nasehat yang sangat ringan akan tetapi memiliki nilai pembelajaran yang tinggi pada orang yang membaca 68 buku karya sang Ustadz. Kaidah-kaidah islam yang dia masukan dibukunya memang sangat di harapkan mampu menjadi sebuah nasehat yang bisa disampaikan dengan mudah ke segala penjuru. Sebagai seorang ustadz dia pasti mengetahui bahwa dengan menulis buku maka itu akan mempermudah dia menyampaikan nasehat dan motivasi islami yang baik kepada masyarakat, akan tetapi gaya menulis Felix Siauw memang lebih condong untuk menggaet pembaca usia remaja. Kenapa dia memilih remaja sebagai target juga di pengaruhi bahwa sekarang ini moral remaja sangat turun jauh di akibatkan oleh banyak faktor. Maka dari itu harapan dia dengan buku tersebut dibaca oleh remaja akan membuat mereka mendapat nasehat yang baik dan sesuai dengan kaidah islami. Para remaja sekarang ini memang sudah seperti kehilangan nilai-nilai islami dikarenakan mungkin mereka kurang mendapatkan pembelajaran islami. D. Pemikiran Ir. Felix Yanuar Siaw dalam Buku “How To Master Your Habits” 1. Konsep, Dasar dan Tujuan Habituasi Semua ummat muslim pasti mengenal Imam Asy-Syafi’i. Beliau pendiri mazhab Syafi’i dan sangat terkenal pada zamannya sebagai seorang pemuda yang fasih bacaan Al-Qur’annya, indah lisannya dan kuat akalnya. Walaupun dibesarkan dalam keadaan yatim, As-Syafi’i mampu menghafal Al-Qur’an dan saat itu umurnya belum genap 7 tahun. Bahkan menghafal keseluruhan kitab Al-Muwattha’ Imam Malik ketika 69 berusia 12 tahun. Hafalan beliau tentang nasab dan sejarah Arab-pun menyamai Ibnu Hisyam. Beliau seorang sejarawan muslim yang kemampuannya diatas rata-rata. Belum lagi ribuan hafalan sya’ir-sya’ir Arab yang beliau kuasai.1 Walaupun bukan penghafal Hadits terbanyak, Siti Aisyah meriwayatkan kurang lebih 2.210 hadits dari Rasulullah SAW, dan menjadikannya penghafal Hadits terbanyak dari kalangan Sahabiyah.2 Dari ilustrasi diatas, pasti kebanyakan manusia berhenti hanya pada rasa ‘kagum’ dan ‘takjub’ saja. Dan rasa ‘kagum’ dan ‘takjub’ itu akhirnya berubah menjadi pembenaran bahwa kita tidak akan bisa mejadi seperti itu, mustahil untuk melakukannya. Dan akhirnya muncullah pemikiran bahwa As-Syafi’i adalah orang yang jenius dan tidak akan ada orang yang mungkin bisa menandinginya, menghafal satu jus Al-Quran saja sulit setengah mati, dan apabila mampu itupun dianggap sebuah mukjizat. Kalau sudah muncul pemikiran itu, maka akan berlanjut pemikiran bahwa semua itu “memang sudah takdir Allah”. Akhirnya, kebanyakan manusia merasa bahwa skill atau keahlian seseorang adalah bagian daripada bakat yang telah digariskan dari Allah, takdir Allah. Lebih parah lagi, kebaikan dan keburukan juga VI, hlm.1. 1 Felix Y. Siaw, How To Master Your Habits, (Jakarta: Al-Fatih Press, 2014), Cet. Ke- 2 Ibid., hlm. 3. 70 dianggap sebagai bagian dari bakat dan keturunan, diwariskan oleh gen dan darah.3 Padahal kenyataannya bertolak belakang dengan anggapan manusia. Keahlian dan karakter bukan semata-mata sesuatu yang diwariskan. Namun keahlian adalah hasil pilihan, latihan dan pengulangan pilihan-pilihan yang telah dibuat. Konsep tentang habituasi menurut Ir. Felix Yanuar Siaw diungkapkan dalam bukunya adalah sebagai berikut: Habits adalah segala sesuatu yang kita lakukan secara otomatis, bahkan kita melakukannya tanpa berfikir. Habits adalah sesuatu aktivitas yang dilakukan terus-menerus sehingga menjadi bagian dari pada seorang manusia. Dia adalah kebiasaan kita. Biasa yang dimaksud disisni bukan biasa dalam konotasi negatif, namun lebih berarti “hasil pembiasaan (habituasi)” dari latihan yang berulang-ulang kali dilakukan. Bisa juga dikatakan mereka melakukan hal-hal yang luar biasa berulang kali sehingga hal yang luar biasa bagi kita adalah biasa bagi mereka. Perbedaan antara bisa dengan tidak bisa itu sangat sederhana, yaitu habituasi. Bisa karena biasa, tak bisa karena tak biasa. Sederhana.4 Jadi menguasai bahasa adalah habits, rajin dan malas pun juga habits, kreatif dan jumud juga habits, bahkan kaya dan miskin bisa jadi juga hasil dari habits, sampai bersemangat dakwah juga futur adalah hasil habits. Habits ibarat autopilot pada diri manusia yang menentukan bagaimana dia merespons terhadap satu kondisi tertentu, atas pembiasaan respons terhadap kondisi tertentu. Dalam sauatu penelitian disampaikan 3 4 Ibid., hlm. 5. Ibid., hlm. 13-19. 71 bahwa dari 11.000 sinyal yang diterima otak manusia, hanya 40 yang diproses secara sadar, sedangkan sisanya diproses secara otomatis. Hasil penelitian lain juga menyampaikan setidaknya 95 % daripada respons manusia terhadap satu kondisi tertentu terjadi secara otomatis.5 Artinya respons manusia terhadap suatu kondisi tertentu baik respon itu berupa pemikiran, perasaan ataupun perbuatan, sesungguhnya berasal dari kebiasaan atau habits yang secara otomatis terjadi pada diri manusia. Sehingga, manusia sebenarnya bisa dan mampu menjadi orang yang berkarakter, beradab, berperilaku baik dan berhasil dalam hidupnya apabila manusia tersebut mampu mengendalikan dan menguasai sinyalsinyal kebiasaan yang selalu di lakukan dalam dirinya menjadi kebiasaan yang efektif. Hal ini sesuai dengan ungkapan Ir. Felix Yanuar Siaw tentang dasar habituasi: Nama saya Habits, dan Saya selalu mendampingi anda. Saya adalah pelayan anda yang paling rajin, atau beban anda yang paling berat. Saya akan mendorong anda maju, atau menarik anda jatuh kedalam jurang kegagalan. Saya adalah pelayan bagi semua orang hebat, dan apa boleh buat, juga bagi orang-orang gagal. Mereka yang gagal, saya yang membuat mereka gagal. Saya punya kekuatan yang tidak bisa dibayangkan kecuali oleh orang-orang yang layak. Sayangnya kekuatan saya bukan hanya untuk membangun, namun bisa juga utuk menghancurkan anda.Saya bukan mesin, sekalipun saya bekerja dengan presisi dari sebuah mesin ditambah kecerdasan manusia. Anda mau mendayagunakan saya mendapat keuntungan, atau memanfaatkan saya untuk kehancuran maka hal itu tidak ada bedanya bagi saya. Perhatikan saya, tegaslah terhadap saya, dan saya akan meletakkan dunia dibawah kaki anda. Anggap enteng saya dan saya akan 5 Ibid., hlm. 22. 72 menghancurkan anda. Saya sepenuhnya ada dalam kendali anda. Lebih dari 90 % dari apa yang anda lakukan mungkin akan anda serahkan kepada saya, dan saya akan melakukannya dengan cepat dan tepat.Saya mudah diarahkan, anda hanya perlu tegas terhadap saya. Tunjukkan bagaimana tepatnya anda ingin sesuatu dikerjakan, dan setelah beberapa pengulangan saya akan melakukannya secara otomatis.6 Bila Habits ibarat sebuah program didalam tubuh manusia, pasti akan muncul pertanyaan untuk apa manusia perlu membentuk habits. Perlu diketahui, bahwa manusia tidak steril dari habits. Kreativitas dan spontanitas merupakan sebuah habits yang selalu menjadi ciri khas dan karakter yang akan terus melekat. Sehingga dapat diketahui tujuan dari habituasi sesuai dengan pemikiran Felix Yanuar Siaw adalah: Apakah kita memilih atau tidak memilih habits akan tetap ada dalam diri kita. Sayangnya, secara alami, biasanya yang muncul adalah habits yang buruk, bukan yang baik. “If You choose not plant flower on your garden, then weeds will grow without encouragement or support”. Menguasai atau mengendalikan habits berarti dapat memilih habits mana yang akan kita pertahankan atau kita tinggalkan, habits mana yang ingin kita tingkatkan atau bentuk, ia yang memegang kendalinya, bukan dikendalikan. Sungguh menyenangkan tentunya, apabila kita bisa memanipulasi habits ini untuk tujuan hidup kita. Bukannya malah membiarkannya mengendalikan hidup kita. Sehingga kita dapat membentuk karakter kita dengan mengendalikan habits kita.7 Perihal habituasi, seseorang akan menciptakan kebiasaan tertentu karena ada beberapa alasan yang mendasar, hal ini berkaitan dengan konsep bahwa Ilmu adalah gudang-gudang penyimpanan dan pertanyaan adalah kuncinya”. Pun begitu halnya dengan motivasi dalam 6 7 Ibid., hlm. 36. Ibid., hlm. 34. 73 melakukan suatu aktivitas yang datang dari pertanyaan why? Dan What?, sedangkan pertanyaan how? Memperjelas bagaimana mencapainya. Dasar what (apa yang ingin dicapai), sebagai daya tarik, memberikan tujuan, gairah dan semangat untuk mencapainya dan untuk mencapainya itu butuh pengetahuan melalui proses pendidikan. Sedangkan Why (mengapa harus dilakukan), sebagai daya dorong menjadikan alasan mengapa harus melaksanakan perbuatan tersebut. Why ini bisa jadi banyak hal, karena orang tua, ambisi pribadi, karena cinta kasih dan yang paling tinggi li Allah Ta’ala. Dan yang terakhir adalah dasar How (bagaimana melakukan), dasar ini berkaitan dengan ketrampilan pada individu dan action untuk membentuk dan mewujudkan habituasi terhadap suatu hal pada diri seseorang. Bila ingin menggunakan habituasi, pastikan sudah memiliki jawaban atas pertanyaan Why?, What dan How.8 2. Kajian tentang Karakter Karakter adalah kebiasaan yang terus menerus dilakukan bahkan menjadi otomatis hingga menjadi suatu ciri khas yang melekat. Satu orang dengan orang lain tentu saja berbeda kebiasaannya, sesuai dengan pengulangan yang dilakukan dan akhirnya membentuk siapa dirinya.9 8 9 Ibid., hlm. 64. Ibid., hlm. 23. 74 Semuanya itu, baik respons pemikiran, perasaan maupun aktifitas adalah hasil daripada pembisaan yang sudah berlangsung lama, dan terjadi otomatis pada diri seseorang. Sehebat apapun seseorang untuk berpikir, merasa dan beraktivitas ‘berbeda’ dengan habitsnya, dia tidak akan bisa menipu habitsnya.10 Penilaian diri terhadap orang lain bukan hanya dari pandangan pertama, namun penilaian yang lebih obyektif akan didapatkan setelah orang itu mengetahui diri orang tersebut dalam jangka waktu yang lama. Begitupun sebaliknya.11 Seseorang menilai orang lain sebagai orang yang ramah ketika menemukan ia selalu tersenyum saat berjumpa, ataupun karena ia selalu berempati pada pembicaraan yang disampaikan orang lain. seseorang menilai orang lain dapat diandalkan apabila dia selalu ada kapanpun dibutuhkan dan selalu menyelesaian tugas yang diberikan tepat pada waktunya dengan kualitas yang bagus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seseorang dapat menilai dan mengetahui karakter seseorang berdasarkan kebiasaan, habitsnya. Konsep karakter dalam islam tidak jauh beda dengan ta’dib dalam dunia pendidikan Islam, yakni sebuah proses pendidikan yang mengarahkan para siswanya menjadi orang-orang yang beradab. Sebab jika adab hilang pada diri seseorang, maka akan mengakibatkan kezaliman, kebodohan dan menuruti hawa nafsu yang merusak. Karena itu, adab mesti ditanamkan pada seluruh manusia dalam berbagai lapisan, 10 11 Ibid., hlm. 25. Ibid., hlm. 28. 75 pada murid, guru, pemimpin rumah tangga, pemimpin bisnis, pemimpin masyarakat dan lainnya. Ir. Felix Siaw menambahkan: Pemikiran adalah pangkal daripada kepribadian, karena pemikiranlah yang akan menentukan keyakinan, kecenderungan, tujuan hidup, cara hidup, pandangan hidup, sampai aktivitas seorang manusia. Pemikiran yang mendasar pada seorang manusia akan menghasilkan cara pandang yang khas ini, dalam terminologi islam disebut dengan aqidah. Maka habits yang dibetuk seorang muslim, pastilah habits yang diperintahkan Allah dan tidak berhubungan dengan larangan-larangan yag diberikan kepadanya.12 Sehingga sudah sangat jelas, karakter seseorang sangat dipengaruhi oleh aqidah atau keyakinan yang dianutnya. Saat pemikiran yang mendasar satu orang dengan yang lain berbeda, maka berbeda pula tujuan yang dia tetapkan. Seorang muslim akan selalu menjadikan akhirat sebagai tujuannya karena cara pandang (aqidah) yang ia miliki meyakini bahwa dunia bukanlah akhir kehidupan, melainkan hanya tempat sementara. Oleh karena itu sekuat mungkin karakter seorang muslim akan berusaha meyesuaikan dengan aturan Allah, Tuhan semesta Alam. Ir. Felix Siaw menggambarkan karakter laksana “otot”, yang akan menjadi lembek jika tidak dilatih. Dengan latihan demi latihan, maka otot-otot karakter akan menjadi kuat dan akan mewujud menjadi kebiasaan. Kabar baiknya, manusia bisa melatih otak sebagaimana otot 12 Ibid., hlm. 30. 76 dan otak perlu pengorbanan dengan merasakan sedikit stress dan rasa sakit maka otak akan menjadi lebih kuat.13 Menurut Ir Feix Siaw, Konsep karakter yang membahas nilainilai kemanusiaan universal merupakan bagian dari konsep adab yang menyentuh nilai-nilai ketauhidan, Bagi seorang Muslim, walaupun ia tidak dilarang kaya, ia akan lebih tertarik pada aktifitas-aktivitas yang mengantarkan pada tujuannya, bukan terjebak pada perantaranya. Ia akan lebih serius membahas tentang pemanfaatan uang menuju surga Allah, shalat yang khusuk, menjauhi dosa-dosa, bagaimana menjadi ummat terbaik yang hidup dengan harta berkah, bagaimana berbisnis tanpa riba dan kemaksiatan, dan hal semisal. Muncul slogan diantara mereka “Kaya bisa masuk surga, begitupun miskin, asal sesuai syari’at, atau semua aktivitas yang bersumber dari aqidah mereka.14 Secara lebih rinci karakter menurut Ir. Felix Yanuar Siaw adalah ciri khas yang dimiliki oleh manusia mulai dari respons pemikiran, perasaan maupun aktifitas yang mampu menempatkan segala sesuatu sesuai dengan harkat dan martabat yang ditentukan oleh Allah SWT. Dengan pengertian ini bisa dipahami pula bahwa manusia yang berkarakter adalah manusia yang memahami derajat dan martabatnya dihadapan Tuhan, masyarakat, lingkungannya dan didalam dirinya sendiri. 13 14 Ibid.., hlm.123. Ibid., hlm.32. 77 3. Implementai Konsep Habituasi dalam Pembentukan Karakter Menurut Ir. Felix Yanuar Siaw a. Habituasi membentuk manusia berkarakter Untuk memulai habituasi dalam pembentukan karakter yang ingin ditekankan adalah tidak perlu memikirkan apa posisi awal seseorang saat ini, karena itu tidak penting. Seseorang dapat menjadi apapun atau menguasai keahlian apapun yang diinginkan bila benarbenar menginginkannya, dengan cara membiasakan dan membentuk habits, menjadikan yang luar biasa menjadi kebiasaan.15 Sederhananya manusia adalah gabungan beberapa habits yang terdapat dalam dirinya. Habits adalah penentu nilai pribadi manusia. Habits ialah pembentuk kepribadian seseorang dimata orang lain, yang membuat seseorang berharga dihadapan orang lain. Mulai dari berfikir, sikap mental, mood, cara makan, bersikap, berbicara, membaca, berbahasa, sampai pada kreativitas dan produktivitas, semua adalah habits. Dan semua itu muncul bahkan tanpa disadari, akibat pengulangan-pengulangan yang tidak disadari pula.16 Habits adalah hasil daripada pengulangan suatu aktifitas dalam jangka waktu tertentu. Semakin banyak satu aktivitas diulang dalam jangka waktu yang lama, maka habits akan semakin kuat. 15 16 Ibid., hlm. 21. Ibid., hlm. 23. 78 Ilustrasi pembentukan karakter melalui habituasi digambarkan oleh Felix Siaw sebagai berikut, Imam Syafi’i dapat menghafalkan Al-Qur’an pada umur 7 tahun adalah biasa baginya, namun istimewa bagi kita. Mengapa wajar? Karena ibunya adalah seorang hafidzah yang menghatamkan Al-Qur’an minimal 2x seminggu. Bayangkan berapa banyak Imam Syafi’i mendengarkan Al-Qur’an? dimasanya, sudah menjadi kewajaran pula seorang anak usia dini menghafalkan Al-Qur’an, dan Imam syafi’i menceritakan bahwa diapun sering mendengarkan kawan-kawannya membaca Al-Qur’an. Ir. Felix Yanuar Siaw juga menambahkan perbedaan karakter zaman dahulu dengan era sekarang, Sekarang semua terbalik, dimana-mana bukan AlQur’an yang didengar, tetapi lagu pop, dangdut, dan segala macam yang tidak bermanfaat, dan itu dipaksakan kepada kita. Sehingga wajar bila saat ini seorang anak SMP hapal lebih dari 200 lirik lagu. Andaikan hapalan lagu bisa di-convert menjadi hapalan Al-Qur’an.17 Sehingga sebenarnya karakter anak dapat dirubah dan dididik melalui merubah kebiasaan-kebiasaan anak untuk lebih terarah. Adapun langkah-langkah habituasi dalam pembentukan karakter yang dikemukakan Ir. Felix Yanuar Siaw adalah sebagai berikut:18 1) Mulai dari yang kecil Mulailah habits baru kita dengan hal-hal kecil terlebih dahulu, mematok target yang terlalu tinggi hanya akan menghasilkan rasa jenuh dan putus ditengah-tengah. Misal, bila 17 18 Ibid., hlm. 87 Ibid., hlm. 98-101 79 karakter yang ingin dibentuk adalah suka membaca, maka mulailah dengan 10 menit sehari membaca buku, atau 10 lembar perhari membaca buku. Mematok target besar cenderung gagal, dan lagipula, apabila telah terbiasa, kita akan menaikkan secara otomatis jumlahnya. 2) Temukan tempat habituasi Untuk melatih sebuah habits, maka kita harus menyisipkan habits itu pada habits lain yang sudah solid (sudah jadi). kuncinya adalah kata “setelah”. Misalnya, Saya akan membaca “setelah” shalat Shubuh, atau saya akan membaca setelah mandi sore, dan sebagainya. Menyisipkan kata “setelah” membuat habits terotomatisasi oleh waktu sebagai pemicunya, ada trigger dengan kata “setelah”. 3) Berlatihlah terus Pada awalnya, mungkin kita akan seringkali lupa untuk melaksanakan habits baru, maka buatlah pengingat kemana-mana tempat biasa kita beraktivitas. Misalnya menempel pengingat habits dikamar tidur, diruang kantor, ataupun dimana saja, yang bisa berfungsi sebagai reminder. Atau bisa pula meminta teman untuk selalu mengingatkan tentang habits yang akan dijadikan pembiasaan dan dilatih. Dan ingat untuk selalu melakukan setiap hari. 80 Bila learn adalah proses mengetahui apa yang tidak diketahui, dan praktice adalah proses mempratikkan apa yang diketahui dengan benar, maka repetition adalah poses menjadikan aktivitas menjadi habits. Apabila habits baru telah terbentuk, maka prinsip kelembamanpun berlaku, habits itu pun akan cenderung mempertahankan keadaan semula hingga terbentuklah suatu karakter baru. b. Faktor utama keberhasilan Habituasi dalam pembentukan karakter 1) Practic dan repetition Jika diibaratkan bahwa habituasi adalah hasil keturunan maka ayahnya adalah latihan (Practice) dan ibunya adalah pengulangan (repetition). Bilamana keduanya bertemu diarahkan dan dikendalikan pasti akan melahirkan pembiasaan baik dan terbentuk karakter yang utama pada diri manusia. Practice atau latihan berfungsi untuk menentukan apakah aktivitas yang akan dilakukan sudah benar atau belum, tepat sasaran atau tidak, sedangkan repeat atau pengulangan akan menyempurnakannya. “Practice makes right, repetition makes perfect”.19 19 Ibid., hlm. 38. 81 2) Visioner Mempunyai visi mempermudahkan seseorang dalam membentuk habits. Islam tidak pernah menyuruh manusia memikirkan perkara-perkara yang tidak berada dalam kendalinya. Islam mengajarkan agar fokus pada perkara yang berada dalam kendali.20 Seorang yang visioner selalu mendapat anggapan orang yang gila, menghayal, mimpi, stres, utopis berangan-angan dan sebagainya. Jika memang benar-benar ingin menjadi manusia yang unggul maka harus siap menerima label seperti ini, karena Rasulullah memang mewariskan perjuangan yang visioner. Kebanyakan manusia hanya melihat dengan mata mereka, namun tidak dapat melihat lebih daripada itu. Sedangkan visioner mampu melihat lebih dari pada matanya. Dia melihat dengan akalnya, dengan keimanannya.21 3) To Be an Expert Tentu saja seorang muslim tidak akan merasa puas dengan hanya membentuk habits. Namun seseorang tersebut harus mengembangkan habituasi tersebuat menjadi expert (keahlian spesialis). Expert berarti ahli, artinya benar-benar manguasai satu keahlian. Bukan hanya sekedar menguasai satu keahlian, seorang 20 21 Ibid., hlm.154. Ibid., hlm.141. 82 expert mampu memberikan manfaat tidak hanya bagi dirinya sendiri namun juga bagi orang lain dan menjadikan dirinya sebagai role model. Sedikit diantara manusia yang mampu membiasakan yang istimewa dan menjadikannya habits. Namu lebih sedikit lagi orang-orang yang mampu membentuk habits bisa menjadikannya sebagai expertise. Seorang expertise bukan hanya mampu membentuk habits dan mengendalikan habits, tetapi menguasai habits (mastering habits). c. Faktor Penghambat Habituasi dalam Pembentukan Karakter 1) Pesimis dan banyak alasan Sesungguhnya tidak ada impian yang terlalu tinggi, yang ada hanyalah kemalasan bertopeng pesimisme. Orang yang pesimis akan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mendaftar sjuta alasan “kenapa mereka gagal”. Sementara orang yang optimis, menghabiskan waktunya mendaftar “apa yang ingin saya capai dan bagaimana caranya”.22 Alasan adalah ciri orang gagal, karena pencari alasan tak pernah belajar. Sebagaimana orang melayu menyederhanakan permasalahan kemalasan ini dengan peribahasa :”Nak atau tak nak,kalau nak 1000 daye kalau tak nak 1000 daleh”. Mau atau tidak mau, kalau mau 1000 usaha, kalau tak mau 1000 alasan. 22 Felix Y. Siaw, How To Master Your Habits, Op.Cit.., hlm. 162. 83 Sehingga permasalahannya dari sedari dulu bukan terletak dari bisa atau tidak bisa. Tetapi lebih kepada mau atau tidak mau.23 Action adalah pertanda kesungguhan, ia pembeda antara impian dan khayalan. Juga pembeda antara orang munafik dan yang beriman. Menurut Ir. Felix Siaw perbedaan antara impian dan khayalan adalah bahwa mengkhayal melibatkan kemalasan, dimana seseorang tidak berusaha atau berjuang (untuk yang dia inginkan). Impian, akan mengharuskan seseorang berjuang , usaha dan tawakal. Yang pertama ibarat berharap tanah akan membajak dan menanam sendiri untuknya. Sedang yang kedua benar-benar membajak, menanam dan berharap tanaman tumbuh.24 2) Godaan Syaithan Dalam perjalanan membentuk kebiasaan baik, tentu jalan itu tidak dihiasi oleh kemudahan dan kelapangan. Sebagaimana lazimnya jalan yang menuju jalan yang baik. Yang harus diwaspadai pula dalam membentuk habits dalah godaan syaithan. Beberapa teknik godaan syaithan untuk membuat manusia berhenti melkukan habits baik yang diambil dari buku Dasar-dasar Godaan Syaithan Bagi Pemula, yang ditulis oleh Syaithanir Rajiim, yang dijadikan sebagai textbook wajib bagi syaithan tatkala memasuki pendidikan tinggi adalah sebagai berikut:25 23 Ibid., hlm.169. Ibid., hlm. 133. 25 Ibid., hlm.163. 24 84 I. Kata Mendingan yang dirangkai dengan kata daripada Dengan kata ‘Mendingan’ ini syaithan berharap kita membandingkan keadaan kita dengan keadaan yang lebih buruk dari pada kita, sehingga kita mencukupkan diri pada hal buruk hanya karena ada yang lebih buruk daripada kita. Misalnya adalah “sudahlah, berhenti aja menulis, ‘mendingan’ kamu sudah nyobain menulis, yang lain bahkan belum pernah!”. Atau “Mendingan saya sudh baca buku walau Cuma kata pengantar dan kesimpulan, daripada nggak baca sama sekali?”. Malah, bagi kita yang ingin merubah habits buruk menjadi baik, Syaithan biasanya menggunakan kata ‘mendingan’ agar kita menganggap keburukan yang kita lakuka itu remeh-temeh. Sehingga kita menganggap enteng habits habits buruk kita. Misalnya: “Mendingan saya Cuma nggak shalat Shubuh, daripada nggak shalat seharian?” atau “Mendingan saya hanya jelalatan sama wanita yang cantik, daripada jelalatan sama wanita yang jelek? Atau bahkan berzina sekalian?”. Begitulah teknik syaithan yang pertama agar kita terlena, agar standar yang kita tetapkan pada diri kita menurun dan akhirnya batal membentuk habits. II. Frasa ‘Yang-lain-juga-begitu. 85 Tugas frase ini sama, yaitu membuat kita mersa less guilty, merasa ‘lebih tak bersalah’ saat kita melakukan sesuatu yang dibawah standar kebaikan, hanya karena yang lain juga ikut berbuat yang sama. Misalnya, “Ah, tidak apa-apalah merokok, ‘yang-lainjuga-begitu kok! Kyai aja yang ilmunya banyak merokok” atau “Memngnya kamu aja yang maksiat? Yang-lain-juga-begitu, jangan sok suci”. Bila termakan rayuan pulau maksiat semisal ini, wajar bila kita sulit memenuhi janji kita untuk membentuk habitas baik dengan prctice dan repetition. III. Frase Syaithan ‘Sekali-Ini-Saja’. Frase ini biasa muncul saat habits seseorang sudah mulai sholid, dan akhirnya menjadi merasa lengah akan godaangodaan syaithan yang ingin membatalkan pembentukan habituasi yang baik. Seorag muslim ingin membiasakan membaca Al-Qur’an selesai shalat shubuh dan shalat maghrib, dan alhamdulillah Ia telah melakukannya denga penuh perjuangan. TV disegel, laptop digembok, game diasingkan untuk membaca Al-Qur’an. Kira-kira telah dua minggu Ia membiasakan diri dalam habitsnya yang baru, membaca Al-Qur’an selesai shalat subuh dan shalat Maghrib. 86 Dihari ke 21 datanglah syaithan lalu meniupkan was-was “Aku kan sudah cukup berserius dalam melaksanakan habits baruku, lagipula hari ini aktivitasku sangat padat, dan tidurku kurang banyak, ‘sekali-ini-saja tidak membaca Al-Qur’an kan tidak masalah”. Padahal bila frase ‘sekali-ini-saja’ diturutkan, niscaya akan ada frase lanjutan dari godaan syaithan, yaitu ‘ini-yangterakhir-deh’. Kalau sudah begini, sulit untuk kembali melanjutkan habits yang kita telah bentuk. Bila kita ingin membentuk habits menjauhkan diri dari maksiat, maka camkan bahwa tidak ada ‘ini-yang-terakhir-deh, karena jika kita berbuat maksiat dengan frase ini, yakinlah itu bukan maksiyat yang terakhir kita lakukan. Akan ada lanjutan maksiyat yang lain. Begitulah langkah-langkah syaitan yang umum ditemukan. Bila seseorang ingin membentuk habits, maka harus lebih waspada terhadapnya. Keras kepada diri sendiri dalam pembentukan habits itu penting. Disiplin dan memaksa diri melakukan apa yang tidak suka dilakukan seringkali jadi hal yang penting. 87 BAB IV ANALISA PEMIKIRAN Ir. FELIX YANUAR SIAW DALAM BUKU HOW TO MASTER YOUR HABITS A. Analisa Habituasi Menurut Ir. Felix Yanuar Siaw 1. Konsep Habituasi Pembahasan tentang habituasi dalam dunia pendidikan merupakan salah satu metode yang efektif khususnya dalam penanaman karakter. Habituasi yang dimaksud dalam pembahasan ini bukanlah habituasi dalam konotasi negatif, tetapi habituasi dalam arti membiasakan sesuatu yang baik dalam diri anak, baik dari berfikir, beraktifitas serta berperasaan sebagai hasil pembiasaan yang terkontrol sehingga melahirkan karakter yang baik. Ir. Felix Yanuar Siaw menjelaskan bahwa tubuh manusia bereaksi secara otomatis terhadap respon yang datang dari luar. Hal tersebut Dalam teori perkembangan anak didik, dikenal ada teori konvergensi, dimana pribadi dapat dibentuk oleh lingkungannya dengan mengembangkan potensi dasar yang ada padanya. Potensi dasar ini dapat menjadi penentu tingkah laku (melalui proses). Proses otomatisasi terhadap respons inilah yang disebut habituasi. Sederhananya, kita adalah gabungan beberapa habits yang ada pada diri kita. Habits adalah penentu nilai kepribadian seseorang.1 Respons yang diberikan oleh tubuh manusia ternyata dapat dikendalikan sesuai pengulangan yang dibiasakan. Pembiasaan ini berawal 1 hlm. 27. Felix Yanuar Siaw, How To Mater Your Habits, (Jakarta: Al-Fatih Press, 2014), Cet. VI, 88 dari bagaimana seseorang mensikapi habits yang ada, apakah habits tersebut didayagunakan untuk memperoleh keuntungan atau justru menjadikan kehancuran. Ir. Felix Yanuar Siaw juga memberi peringatan terhadap pentingnya mengelola habituasi positif yang ada pada diri manusia, Karena itu berhati-hatilah dengan suatu aktivitas yang kita ulang terus menerus karena akan membentuk habits. Bila repetisinya sesuatu aktifitas yang baik maka ia adalah habits yang baik. Namun apabila repetisinya adalah aktivitas yang buruk, maka habits buruk akan segera tercipta bahkan sebelum kita sadari.2 Sebagaimana juga habits Menurut Stephen R. Covey, dalam bukunya The 7 Habits of Highly Effective People (7 Kebiasaan Manusia yang sangat Efektif) mengatakan bahwa, Kebiasaan adalah faktor yang kuat dalam hidup kita. Karena konsisten, dan sering merupakan pola yang tak disadari, maka kebiasaan secara terus menerus, setiap hari, mengekspresikan karakter kita dan menghasilkan efektifitas kita atau ketidak efektivan kita. Kebiasaan buruk itu dapat diputuskan. Kebiasaan dapat dipelajari dan dilepaskan, dan bukanlah suatu perbaikan segera karena diperlukan suatu proses dan komitmen yang luar biasa untuk itu.3 Terkait pembiasaan, Ramayulis menekankan pembiasaan merupakan cara untuk menciptakan suatu kebiasaan atau tingkah laku tertentu bagi anak didik.4 Sedangkan Armai Arief mengkaitkan pembiasaan perspektif pendidikan islam berpendapat bahwa pembiasaan adalah sebuah cara yang 2 Ibid., hlm. 48. Stephen R. Covey, The 7 Habits Of Highly Effective People, (7 kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif), (Tanggerang: Binarupa Aksara Publisher, 2013)., hlm. 55. 4 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), hlm.103 3 89 dapat dilakukan untuk membiasakan anak didik berpikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam.5 Sehingga inti dari habituasi menurut Ir. Felix Yanuar Siaw dengan beberapa pendapat lain meskipun redaksinya berbeda, tetapi semuanya berintikan sama bahwa habituasi merupakan salah satu upaya pendidikan yang baik dalam pembentukan dan pembarharuan tingkah laku. Penulis dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan habituasi adalah membiasakan kebiasaan sebagai pembaruan baru yang seimbang dengan perbaikan yang terus menerus yang menciptakan spiral pertumbuhan yang meningkat yang akan memberi hasil jangka panjang yang menguntungkan secara maksimum karena benar-benar menjadi suatu hal yang secara otomatis terprogram di dalam tubuh manusia yang membentuk bagaimana pribadi dan ciri khas manusia dan bertanggung jawab terhadap kesuksesan sebagai manusia. 2. Dasar Habituasi Dasar dari habituasi ini kembali kepada potensi (fitrah) yang dimiliki manusia yang membedakan dengan mahluk lain yaitu akal yang dipengaruhi oleh pengalaman. Melalui akal inilah manusia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk di mata manusia dan dimata Allah Swt. Hal ini terkait dengan konsep ketaqwaan Jiwa. Sebagaimana di jelaskan di dalam Al-Qur’an (Surat Asy-Syam ayat 7-8 ), Allah menjelaskan bahwa Dialah yang menciptakan Jiwa secara sempurna dan selaras dengan fitrah Agama, kemudian mengilhamkan kepada jiwa dua potensi, durhaka dan 5 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm.110. 90 taqwa. Lantas, Allah menegaskan seraya bersumpah dengan jiwa tersebut bahwa sungguh sangat beruntung orang yang menyucikan jiwanya hingga dapat meraih ketaqwaan. Sebaliknya, sangat merugilah orang yang mengotori jiwanya karena hanya akan menjerumuskan dalam kedurhakaan.6 Ir. Felix Yanuar Siaw juga memberikan gambaran bagaimana habituasi juga dapat diterapkan pada seekor hewan yang nyata-nyata tidak berakal, Atraksi topeng Monyet merupakan salah satu bentuk hasil pembiasaan. Begitulah habits yang dibentuk pada hewan yang nyata-nyata tidak memiliki akal. Bukan karena mereka cerdas, namun karena mereka terbiasa. Seharusnya bila kita bersungguh-sungguh membentuk habits, kita pun pasti bisa. Bila tidak punya akal saja mampu, seharusnya kita lebih mampu.7 Allah menciptakan manusia tidak dalam satu bentuk konstan yang baku. Manusia menjadi unik karena didalam dirinya terdapat dua kecenderungan yang saling tarik menarik, yakni kecenderungan berbuat baik dan buruk.8 Akal pikiran manusia juga sama kedudukannya seperti hati nurani diatas. Kebaikan atau keburukan yang diperoleh akal bersifat subjektif dan relatif. Karena itu akal manusia tidak dapat menjamin ukuran baik dan buruknya akhlak manusia. Hal yang sama juga terjadi pada pandangan umum masyarakat yang juga bersifat relatif. Hanya masyarakat yang memiliki kebiasaan baik yang dapat memberikan ukuran yang lebih terjamin.9 6 Fakhrudin, Bekal Tarbiyah, Jalan Meniti Taqwa, (Solo: Auliya Press, 2005), hlm. 34. Felix Y. Siaw, Op.Cit., hlm. 77. 8 Abi M. F. Yaqin, Mendidik Secara Islami: Mengoptimalkan pemberian imbalan dan hukuman untuk Menunaikan Tanggung Jawab Pendidikan, (Jombang: Lintas Media, 2009), hlm.6 9 Felix Y. Siaw, Op.Cit., hlm.177. 7 91 Berangkat dari sana bisa kita simpulkan bahwa dasar dalam habituasi baik pada manusia terletak pada fitrah manusia yakni mahluk yang mempunyai akal yang di kondisikan melalui pengalaman pengetahuan yang disesuaikan dengan hukum-hukum ketentuan sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. Pendidikan dan pengalaman manusia dapat mempengaruhi eksistensi fitrah manusia itu. Sehingga tidak sedikit fitrah manusia menjadi kotor dan tertutup sehingga tidak lagi dapat menentukan baik dan buruk dengan benar. Apabila akal, pengetahuan serta hukum Allah SWT terkait fungsi manusia sebagai khalifah di bumi di selaraskan, maka manusia akan berusaha membangun habituasi baik dalam dirinya. 3. Tujuan Habituasi Tujuan dari habituasi ini sangatlah berkaitan terhadap bagaimana manusia berperilaku. Karena manusia tidak terlepas dari rutinitas kebiasaan disetiap harinya. Sehingga apabila kebiasaan tersebut tidak dikendalikan dengan baik, maka akan berpengaruh terhadap bagaimana action yang dilakukan dalam membentuk sebuah karakter. Ir. Felix Yanuar Siaw menjelaskan, Seseorang yang memiliki habits baik dalam dirinya sudah dapat dipastikan akan lebih berhasil dalam kehidupannya dibandingkan dengan seseorang yang memiliki sedikit habits yang tidak baik. Seorang pemimpin pastilah memilki habits yang lebih baik dari pada yang dipimpinnya. Pengemban dakwah yang sukses pastilah memilki habits yang lebih baik daripada pengemban dakwah yang biasa-biasa saja. Intinya habits yang menentukan berhasil tidaknya diri kita dalam hidup ini.10 10 Ibid., hlm. 29 92 Senada dengan Felix Siaw, Ahmad Tafsir juga berpendapat terkait tujuan habituasi bahwa, Pembiasaan sebenarnya berintikan pengamalan terkait kebaikan yang diketahui. Dalam pembinaan sikap (karakter), metode pembiasaan sebenarnya cukup efektif. Anak-anak yang dibiasakan bangun pagi, ajaibnya juga mempengaruhi jalan hidupnya yakni dalam mengerjakan pekerjaan ia pun cenderung “pagi-pagi”, bahkan “sepagi mungkin”. Orang yang biasa bersih akan memiliki sikap bersih, ajaibnya , ia juga bersih hatinya , bersih juga pikirannya. Karena melihat inilah ahli-ahli pendidikan sepakat untuk membenarkan pembiasaan sebagai salah satu upaya pendidikan yang baik dalam pembentukan karakter manusia.11 Dari uraian diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa urgensi serta tujuan habituasi memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan seorang anak. Dari kebiasaan-kebiasaan itu kita dapat melihat bagaimana kemungkinan kehidupan seorang anak dimasa depan. Kalau seorang anak memiliki kebiasaan yang baik tentu akan mengantarkan kepada kehidupan yang baik dan bahagia, tetapi ketika seorang anak memiliki kebiasaankebiasaan buruk kemungkinan besar kehidupan yang bersangkutan kedepan tidak akan sesuai dengan yang dia harapkan. Hal ini sejalan dengan bunyi pepatah, bahwa “orang-orang tidak bisa menentukan masa depan. Mereka menentukan kebiasaan, dan kebiasaan menentukan masa depan”. B. Analisa Tentang Karakter Menurut Ir. Felix Yanuar Siaw Konsep tentang karakter menurut Ir. Felix Yanuar Siaw merupakan ciri yang melekat pada diri seseorang yang tercermin dari bagaimana berperasaan, berfikir dan berperilaku yang selalu dilakukan dan diulangi 11 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rodakarya, 2007), hlm.144. 93 secara spontanitas. Konsep karakter juga tidak terlepas dengan konsep adab, dalam hal ini beliau mengungkapkan: Seorang muslim yang baik akan berfikir dengan jalan yang berbeda dengan manusia pada umumnya. Ketika dihadapkan pada kenyataan yang sama, misalnya riba, seorang muslim yang sejati akan berfikir untuk menjauhinya karena keharamannya, dan sumber pemikirannya berasal dari habits taat pada Allah, sedangkan ada orang yang akan menganggapnya baik dan berpikir tentang asas manfaat sehingga mereka mengambilnya. 12 Hakikat tentang konsep karakter yang harus menekankan pada konsep adab juga di tekankan oleh Dr. Adian Husaini dalam bukunya Pendidikan Islam Membentuk manusia berkarakter dan Beradab mengungkapkan, ... orang komunis atau atheis, bisa saja menjadi pribadi yang jujur, pekerja keras, berani, bertanggung jawab, mencintai kebersihan dan sebagainya. Kabarnya, dijepang jika ketinggalan barang di taxi, hampir bisa dipastikan bisa kembali. Di cina, masyarakat ditanamkan disiplin yang sangat tinggi dalam soal sampah. Bahkan sampah selembar daun pun bisa mereka manfaatkan untuk bahan bakar. Artinya, karakter yang bagus bisa dibentuk pada setiap manusia, tanpa memandang agamanya apa. Jika non-muslim bisa berkarakter, orang muslim juga bisa seperti itu.13 Karena itu pembentukan karakter haruslah mendasarkan pada nilai religius, bukan justru nilai anti agama. Pembentukan karakter dalam perspektif islam sejatinya adalah internalisasi nilai-nilai adab ke dalam pribadi manusia. Internalisasi ini merupakan proses pembangunan jiwa yang berasaskan konsep keimanan. Di Amerika pendidikan karakter ini sebenarnya juga bukan hal baru. Meski mendapat dukungan dari pemerintah, namun pelaksanaannya berkali12 Felix Y. Siaw, Op.Cit., hlm. 25 Dr. Adian Husaini, Pendidikan Islam Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab, (Jakarta: Program Studi Pendidikan Islam, Program Pasca Sarjana Universitas Ibnu Khaldun, 2010), Cet Ke- I, hlm. 36. 13 94 kali mengalami kegagalan. Pencetus besama para tokoh pendidikan abad 20 ragu pendidikan karakter ini akan mengarah pendidikan moral. Sebab moral biasanya dikaitkan dengan keluarga dan gereja (agama). Karena itulah maka para penganut protestan di Amerika pun protes.14 Apa yang disebut baik dan perilaku baik itu di Barat relatif. Nilai baik buruk berubah seiring dengan perubahan kehidupan. Karenanya konsep pendidikn ala barat masih menyisakan problem. Pertama, tidak ada kesepakatan dari konseptor dan programer pendidikan karakter tentang nilainilai karakter apa yang bisa diterima bersama. Masalah kedua, ketika harus menentukan tujuan pendidikan karakter terjadi konflik kepentingan antara kepentingan agama dan kepentingan ideologi. Ketiga, konsep karakter masih ambigu karena merujuk pada wacana para psikolog, masih merupakan campuran antara kepribadian (personality) dan perilaku (behavior). Persoalan keempat dan terakhir arti karakter dalam perspektif islam hanyalah sebagian kecil dari akhlaq. Pendidikan karakter hanya menggarami lautan makna pendidikan akhlaq. Sebab akhlaq berkaitan dengan iman, ilmu dan amal.15 Dari sini penulis simpulkan bahwa konsep karakter yang dicanangkan Pemerintah sejatinya telah terangkum dalam konsep akhlaq dalam islam. Sebab konsep karakter membahas nilai-nilai kemanusiaan universal dan konsep adab menyentuh nilai-nilai ketauhidan sementara konsep akhlak 14 http://m.kompasiana.com/post/read/430987/2, diakses pada hari jum’at 05 Juni 2015, pukul 10:50 WIB. 15 Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, pendidikan karakter, http//insistnet.com/pendidikan karakter, diakses pada hari jum’at 05 juni 2015, 11.30 WIB. 95 meliputi keduanya. Jadi seorang yang berakhlak adalah orang yang berkarakter dan beradab. Suatu perbuatan dikatakan karakter atau akhlak apabila perbuatan tersebut memiliki ciri-ciri: 1) perbuatan itu telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang dan telah menjadi bagian dari kepribadiannya; 2) perbuatan itu dilakukan dengan spontan tanpa pemikiran terlebih dahulu; 3) perbuatan itu dilakukan tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar, dan; 4) perbuatan itu dilakukan dengan sungguh-sungguh, bukan pura-pura atau sandiwara.16 Ir. Felix Y. Siaw menjelaskan bahwa karakter seorang muslim sama halnya dengan akhlak dimana mereka akan meyakini bahwa setiap perbuatannya di dunia sementara ini akan menjadi penentu tempatnya di akhirat, oleh karena itu sekuat mungkin dia berusaha menyesuaikan dirinya dengan aturan Allah, Tuhan semesta alam.17 Senada dengan hal tersebut, Dr. Marzuki, M.Ag juga berpendapat bahwa karakter dalam perspektif Islam bukan hanya hasil pemikiran dan tidak berarti lepas dari realitas hidup, melainkan merupakan persoalan yang terkait dengan akal, ruh, hati, jiwa, realitas, dan tujuan yang digariskan oleh akhlaq qur’aniyah.18 16 Amirulloh Syarbini, Model Pendidikan Karakter Dalam Keluarga, (Jakarta: Gramedia, 2014), hlm. 11. 17 Felix Y. Siaw, Op.Cit., hlm. 30 18 Marzuki, Pendidikan al-Qur’an dan dasar-dasar pendidikan karakter dalam islam, hlm. 6. Makalah disampaikan dalam acara Seminar dalam rangka Silaturrahmi wilayah pendidikan Al-Qur’an Metode Qiroati dengan tema “Penanaman dan pengembangan Karakter Mulia pada Anak melalui Pendidikan Al-Qur’an, Jum’at 9 Maret 2012 di PPPTK Seni dan Budaya Jl. Kaliurang Km 12,5 Ngaglik Sleman Yogyakarta. 96 Dapat kita tarik benang merah terkait karakter merupakan sifat khusus dan tetap yang melekat dalam diri seseorang yang membuat seseorang tersebut bersikap secara otomatis, tanpa terpengaruh oleh lingkungan situasi. Konsep karakter sama dengan definisi ahlak dalam islam, yaitu perbuatan yang telah menyatu dalam jiwa atau diri seseorang, atau spontanitas manusia dalam bertindak tanpa pemikiran terlebih dahulu. Dalam bukunya yang berjudul Pribadi, Prof. Dr. Hamka, seorang ulama dan sastrawan terkenal di Indonesia menyebutkan sebelas perkara yang membentuk kepribadian seseorang, yaitu (1) daya penarik; (2) cerdik; (3) timbang rasa; (4) berani; (5) bijaksana; (6) baik pandangan; (7) tahu diri; (8) kesehatan badan; (9) bijak; (10) percaya pada diri sendiri; dan (12) tenang.19 Jika prof. Dr. Hamka menyebutkan nilai-nilai yang dapat membentuk kepribadian (karakter) positif, budayawan Mochtar Lubis memberikan deskripsi yang berbeda tentang karakter bangsa Indonesia. Dalam ceramahnya di Taman Ismail Marzuki, 6 April 1977, Mochtar Lubis mendeskripsikan ciri-ciri umum manuisa Indonesia sebagai berikut: 1) Salah satu ciri manusia Indonesia yang cukup menonjol ialah Hipokritis dan Munafik. Berpura-pura, lain dimuka, lain dibelakang merupakan sebuah ciri utama manusia Indonesia sudah sejak lama, sejak mereka dipaksa oleh kekuatan-kekuatan dari luar untuk menyembunyikan apa yang sebenarnya dirasakan atau dipikirkannya ataupun yang sebenarnya 19 Adian Husaini, Op.Cit., hlm. 44. 97 dikehendakinya, karena takut akan mendapat ganjaran yang membawa bencana bagi dirinya. 2) Ciri kedua utama manusia Indonesia masa kini adalah segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya, putus asanya, kelakuannya, pikirannya, dan sebagainya. “Bukan Saya” adalah kalimat yang cukup populer pula dimulut manusia Indonesia. 3) Ciri ketiga utama manusia Indonesia adalah jiwa feodalnya. Meskipun salah satu tujuan revolusi kemerdekaan Indonesia ialah juga untuk membebaskan manusia Indonesia dari feodalisme, tetapi feodalisme dalam bentuk-bentuk baru makin berkembang dalam diri masyarakat manusia Indonesia. 4) Ciri keempat utama manusia Indonesia adalah manusia Indonesia masih percaya takhayul. Dulu, dan sekarang juga, masih ada yang demikian, manusia Indonesia percaya bahwa batu, gunung, pantai, sungai, danau, karang, pohon, patung, bangunan, keris, pisau, pedang itu punya kekuatan gaib, keramat, dan manusia harus mengatur hubungan khusus dengan ini semua. 5) Manusia Indonesia punya watak yang lemah, karakter kurang kuat. Manusia Indonesia kurang kuat mempertahankan atau memperjuangkan keyakinannya. Dia mudah menyerah, apalagi jika dipaksa, dan demi untuk “survive” bersedia mengubah keyakinannya. Makanya kita dapat melihat gejala pelacuran intelektual amat mudah terjadi dengan manusia Indonesia. 98 6) Cenderung boros, senang berpakaian bagus, memakai perhiasan, berpesta-pesta. Hari ini, ciri manusia indonesia ini menjelma dalam membangun rumah mewah, mobil mewah, pesta besar, hanya memakai barang buatan luar negeri, main golf, singkatnya apa yang serba mahal. 7) Dia lebih suka tidak bekerja keras, kecuali kalau terpaksa atau dengan mudah mendapat gelar sarjana, supaya segera dapat pangkat, dan dari kedudukan berpangkat cepat bisa menjadi kaya. Jadi Priyayi, jadi Pegawai Negeri adalah idaman utama, karena pangkat demikian merupakan status yang tertinggi.20 Dizaman yang semakin maju peradabannya ini timbul kecenderungan orang untuk serba memperbolehkan perbuatan yang disenangi. Gejala ini sering disebut dengan istilah “permissiveness”, dimana nilai dan moral diukur secara rasional berdasarkan ilmu pengetahuan dan tehnologi, yang begitu cepat berubah serta berciri sekuler. Pengikut gaya hidup ini menganggap satu nilai tidak permanen, bahkan lebih lanjut berkembang menjadi penganjur “value free” atau bebas nilai.21 Dari deskripsi diatas bisa dipahami bahwa pembentukan karakter seharusnya tidak hanya ditujukan untuk mengembangkan nilai-nilai positif semata, namun juga harus mampu memahami, mengurangi, bahkan menghapus nilai-nilai negatif yang juga turut membentuk kepribadian manusia. Sehingga ruang lingkup pembentukan karakter disini terbagi menjadi dua, yaitu pengembangan nilai-nilai positif (karakter baik/ good 20 21 Ibid., hlm.26-27. Ibid., hlm.15. 99 character) dan pembenahan nilai-nilai negatif (karakter buruk/ bad character). Sementara itu, menurut Yunus Hanis Syam, dalam bukunya Cara Mendidik Generasi Islami, menjelaskan karakter yang harus dibentuk kaitannya dengan ahlak adalah sebagai berikut:22 1) Rabtul Insan bi khalqihi Merupakan karakter yang menghubungkan manusia dengan sang khaliq (pencipta). Karakter ini menduduki tempat yang paling utama, sebab bentuk hubungan ini merupakan tuntutan naluriyah yang harus dipenuhi oleh setiap insani yang beriman. Jika tidak ada usaha pemenuhannya maka akan menyebabkan kegoncangan dan kebingungan dalam diri manusia itu sebagai akibatnya adalah hidup terasa kering dan dunia ini terasa sesak menghimpit. Sebagai pembuktian, kita bisa melihat pada dunia barat. Bangsabangsa mereka mendapatkan kemajuan diberbagai aspek kehidupan, tetpi sesungghnya kemudharatan yang terjadi sangat jauh lebih banyak dirasakan. Oleh Nadwi dikatakan bahwa Eropa memperoleh kemajuan yang pesat dalam segala hal , namun semakin cepat membawa ka arah kejahiliahan (kerugian dunia karena kemunduran umat islam). Semua itu akibat melupakan tuntutan naluriahnya untuk menjalin hubungan dengan sang pencipta. (Al-Muslimun no.228, hal 320) 2) Rabitul Insan bimasdari suluki 22 Yunus Hanis Syam, Cara Mendidik Generasi Islam, Sistem dan pola asuh yang Qur’ani, (Yogyakarta: Media Jenius Lokal, 2004), hlm. 31. 100 Karakter ini bermakna “menghubungkan manusia dengan sumber perilakunya”. Bagi kaum muslimin ungkapan ini secara tidak langsung akan menunjukkan kepada perintah untuk selalu berhubungan dengan sumber perilaku yaitu Al-Qur’an dan Hadits (sunnah rasul). Pada kaitannya dengan hal ini, para pendidik (murabbi) haruslah mengajarkan aspek-aspek yang terkandung didalam dua literature pokok tersebut secara bersamaan. Tidak bisa dipisah-pisahkan. Sebagai ilustrasi yang mudah kita pahami adalah para murabbi (pendidik) selama ini masih terkesan hanya menghubugkan para peserta didik dengan aspek-aspek yang terkait dengan ibadah mahdhoh saja. 3) Tandzimul Wala’ Karakter yang ketiga ini berkaitan dengan penataan loyalitas (AlWala’). Loyalitas yang terjaga dan teratur rapi akan mencetak keberhasilan dalam setiap kegiatan. Orang cenderung sembrono dan ngawur apabila tidak memiliki loyalitas yang jelas. Seseorang akan dapat berbuat apa saja yang merugikan , baik kepada diri sendiri , teman, dan masyarakat jika loyalitasnya tidak jelas. 4) Tandzimus Suluk Setelah memiliki loyalitas yang benar, maka karakter ke empat yang perlu ada adalah dilakukan “pengaturan perilaku atau program”. Disamping itu berdasar situasi dan kondisi, perlu sekali dibuatkan skala prioritas (aulawiyyat) yang akan membuat tertibnya suatu program. Dapat 101 dikatakan dengan singkat adalah adanya profesionalisme pada setiap bidang. 5) Mahassabatus suluk Karakter kelima yang perlu ada di dalam system pendidikan adalah “muhassabah” (evaluasi) atas semua yang telah dilakukannya. Hal ini dilaksanakan sebagai usaha untuk mengetahui kesalahan-kesalahan yang ada, kemudian untuk diperbaiki dan kebaikan-kebaikannya dapat ditingkatkan. Hal ini dapat dilandaskan kepada atsar dari umar ra yang berbunyi, “hisablah dirimu sebelum dihisab”. Penjelasan diatas semakin menguatkan bahwa konsep pembentukan karakter menurut Ir. Felix Yanuar Siaw yang telah dijabarkan dan konsep menurut para tokoh diatas merupakan representasi dari konsep pembentukan akhlak dalam islam. Ruang lingkup terkait karakter telah terangkum dengan kemasan yang baik dalam konsep akhlak. Secara umum, karakter dalam perspektif islam dibagi menjadi dua, yaitu karakter mulia (al-akhlaq almahmudah) dan karakter tercela (al-akhlaq al-madzmumah). Jika dilihat dari ruang lingkupnya, akhlak dibagi menjadi dua bagian, yaitu akhlak terhadap khaliq (Allah Swt.) dan akhlak terhadap makhluk (makhluk/selain Allah Swt.). akhlak terhadap makhluk bisa dirinci lagi menjadi beberapa macam, seperti akhlak terhadap sesama manusia, akhlak terhadap mahluk hidup selain manusia (seperti tumbuhan dan binatang), serta akhlak terhadap benda mati (lingkungan alam). 102 C. Analisa Implementasi Habituasi dalam Pembentukan Karakter 1. Habituasi membentuk manusia berkarakter Kebiasaan-kebiasaan yang kita miliki pada dasarnya merupakan hasil belajar dari apa yang kita lihat, dengar dan kita lakukan. Kebiasaan itu akan melekat pada diri kita selama kita masih menikmatinya. Kebiasaan yang lama akan mudah kita hilangkan apabila kita membiasakan diri dengan kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih produktif. Membiasakan kebiasaan baru memerlukan komitmen pribadi yang kuat dan arah tujuan yang benar. Habituasi ini sangat berkaitan erat dengan karakter seseorang. Karena karakter seseorang tercermin dari bagaimana kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan dan spontan. Menurut Ir. Felix Yanuar Siaw mengatakan bahwa; Penilaian terhadap diri kita oleh orang lain bukan hanya dari pandangan pertama, namun penilaian yang lebih objektif akan didapatkan setelah orang itu mengetahui diri kita dalam jangka waktu yang lama. Begitupun sebaliknya, kita menilai orang lain dengan cara yang sama.23 Pembentukan karakter tidak hanya diajarkan namun juga perlu latihan dan pembiasaan. Dr. Adian Husaini mengatakan: Pendidikan karakter bukanlah sebuah proses menghafal materi soal ujian, dan teknik-teknik menjawabnya. Pendidikan karakter memerlukan pembiasaan. Pembiasaan untuk berbuat baik, pembiasaan untuk berlaku jujur, ksatria, malu berbuat curang, malu bersikap malas, malu membiarkan lingkungan kotor. Karakter tidak terbentuk secara instan, tapi harus dilatih secara serius dan proporsional agar mencapai bentuk dan kekuatan yang ideal.24 23 24 Felix Y. Siaw, Op.Cit., hlm. 28. Adian Husaini, Op.Cit., hlm. 25. 103 Dalam implementasinya, habituasi memerlukan langkah-langkah agar habituasi bisa dimulai dan terkontrol membentuk karakter. Menurut Ir. Felix Y. Siaw, langkah-langkah habituasi dalam pembentukan karakter adalah; a) Mulai dari yang kecil; b) Temukan tempat Habits dan; c) Berlatihlah terus. Sedangkan Stephen R. Covey juga memberikan konsepnya terkait bagaimana langkah-langkah aplikasi habituasi. Ada 7 habits yang harus dilakukan, yaitu sebagai berikut: a) Jadilah Proaktif Sebagai manusia, kita bertanggung jawab atas hidup kita sendiri. Perilaku kita adalah fungsi dari keputusan kita, bukan kondisi kita. kita dapat menomorduakan perasaan sesudah nilai. Kita mempunyai inisiatif dan tanggung jawab untuk membuat segala sesuatunya terjadi.25 b) Merujuk pada tujuan akhir Adalah untuk memulai hari ini dengan bayangan, gambaran, atau paradigma akhir kehidupan sebagai kerangka acuan atau kriteria yang menjadi dasar. Tiap bagian dari kehidupan anda, perilaku hari ini, perilaku esok, perilaku esok, perilaku minggu depan, perilaku bulan depan, dapat diuji dalam konteks keseluruhan, dari apa yang benarbenar paling penting bagi Anda. Dengan mengusahakan titik akhir tersebut tetap jelas dalam pikiran, anda dapat memastikan bahwa apapun yang anda kerjakan pada hari tertentu tidak melanggar kriteria 25 Stephen R. Covey, Op.Cit., hlm. 81 104 dan bahwa setiap hari dari kehidupan anda menunjang visi yang anda miliki tentang seluruh hidup anda dengn cara yang berarti.26 c) Dahulukan Yang Utama Pembiasaan ini adalah pemenuhan, aktualisasi, kemunculan wajar dari kebiasaan pertama dan kedua. Ia merupakan kehendak bebas yag berpusat pada prinsip. Ia merupakan pelaksanaan hari demi hari, saat demi saat. Hal ini terkait dengan manajemen pribadi dan keisiplinan.27 d) Berpikir Menang/ Menang Menang/Menang bukanlah teknik, melainkan filosofi total interaksi manusia. Sebenarnya, ini merupakan salah satu dari enam paradigma interaksi. Paradigma alternatifnya adalah menang/Kalah, Kalah/Menang, Kalah/Kalah, Menang, dan Menang/Menang atau tidak sama sekali. Menang/Menang adalah kerangka pikiran dan hati yang terus-menerus mencari keuntungan bersama dalam semua interaksi manusia. Menang/Menang didasarkan pada paradigma bahwa ada banyak untuk setiap orang tidak dicapai dengan mengorbankan atau menyingkirkan keberhasilan orang lain.28 e) Berusaha Mengerti Terlebih Dahulu, Baru Dimengerti. Berusaha mengerti terlebih dahulu memerlukan perubahan paradigma yang sangat mendalam. Kita biasanya berusaha lebih dahulu untuk dimengerti. Kebanyakan orang tidak mendengar dengan maksud 26 Ibid., hlm. 110. Ibid., hlm. 166. 28 Ibid., hlm. 235. 27 105 untuk mengerti, mereka mendengar dengan maksud untuk menjawab. Mereka entah berbicara atau bersiap untuk berbicara. 29 f) Wujudkan Sinergi Jika dimengerti dengan benar, sinergi adalah aktifitas tertinggi dalam semua kehidupan, ujian dan manifestasi sebenarnya dari semua kebiasaan lain digabungkan menjadi satu. Sinergi bukan merupakan suatu bagian belaka, melainkan bagian yang paling bersifat katalisator, paling memberdayakan, paling menyatukan dan paling menyenangkan.30 Sinergi terbukti berhasil, ia adalah prinsip yang benar. Sinergi adalah prestasi puncak dari semua kebiasaan sebelumnya. Sinergi adalah efektivitas dalam realitas yang saling tergantung. Sinergi adalah kerja tim, pembinaan tim, pengembangan kesatuan dan kreatifitas dengan manusia lain.31 g) Asahlah Gergaji Asahlah gergaji pada dasarnya adalah berarti mengekspresikan keempat motivasi. Hal ini berarti menjalankan keempat dimensi (fisik, spiritual, mental dan sosial atau emosional) sifat anda, secara teratur dan konsisten dengan cara-cara bijaksana dan seimbang. Proses pembaruan diri harus mencakup pembaruan yang seimbang pada keempat dimensi. Kita adalah instrumen kinerja kita sendiri, dan agar 29 Ibid., hlm. 272. Ibid., 298. 31 Ibid., 321. 30 106 efektif, kita perlu mengenali pentingnya meluangkan waktu untuk secara teratur mengasah gergaji pada keempat cara tersebut. 32 Sehingga dapat kita simpulkan, semakin proaktif Anda (kebiasaan 1), semakin efektif Anda dapat menjalankan kepemimpinan (kebiasaan 2) dan manajemen pribadi (kebiasaan 3), semakin banyak aktifias pembaruan yang dapat anda kerjakan (kebiasaan 7). Semakin anda berusaha mengerti lebih dahulu (kebiasaan 5), semakin efektif Anda dapat mengusahakan solusi Menang/Menang sinergis (kebiasaan 4 dan 6). Semakin anda memperbaiki kebiasaan apa pun yang menghasilkan kemandirian (kebiasaan 1,2, dan 3), semakin efektif anda nantinya dalam situasi kesalingtergantungan (kebiasaan4,5, dan 6). Dan pembaruan (kebiasaan 7) adalah proses pembaruan semua kebiasaan.33 Oleh karena itu, sudah sangat jelas bahwa kebiasaan seseorang sangat mempengaruhi karakter dan hidup seseorang. Sehingga perlu upaya pembaharuan yang efektif untuk memanajemen kebiasaan agar terbentuk karakter yang baik pada pribadi seseorang. Pembentukan karakter melalui pembiasaan akan efektif apabila ada dukungan dari lingkungan. Semua kalangan harus menunjukkan akhlak yang baik agar tercipta lingkungan yang baik demi mewujudkan generasi baik. Perlu adanya sinergi habituai yang baik antara rumah, masjid, dan sekolah. a) Habituasi di lingkungan keluarga 32 33 Ibid., 327. Ibid., hlm. 344. 107 Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan utama bagi seseorang. Pendidikan dalam keluarga sangat berperan dalam mengembangkan watak, karakter, dan kepribadian seseorang. Keluarga sebaiknya dijadikan fondasi dasar untuk memulai pembentukan karakter/ moral anak di masa yang akan datang. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ir. Felix Yanuar Siaw, bahwa manusia mempunyai respon terhadap satu kondisi tertentu. Sehingga jika orang tua memberikan pembiasaan kondisi yang baik maka anak juga akan merespon dengan baik. Pembiasaan-pembiasaan perilaku seperti melaksanakan nilainilai ajaran Agama Islam (beribadah), membina hubungan atau interaksi yang harmonis dalam keluarga, memberikan bimbingan, arahan, pengawasan dan nasihat merupakan hal yang senantiasa harus dilakukan oleh orang tua agar perilaku anak yang menyimpang dapat dikendalikan. Abdurrahman An-Nahlawi (1996:188) menyatakan bahwa metode pendidikan dan pembinaan karakter yang perlu diterapkan oleh orang tua dalam kehidupan keluarga dari sekian banyak cara itu adalah metode pembiasaan, yang jika dilaksanakan akan menguatkan karakter mulianya.34 Menurut Dharma dkk, dalam bukunya Pendidikan Karakter, Kajian Teori Dan Praktik Di Sekolah menjelaskan bahwa, Tujuan penting pendidikan karakter adalah memfasilitasi pengetahuan dan pengembangan ilai-nilai tertentu 34 Amirulloh Syarbini., Op.Cit., hlm.88 108 sehingga terwujud dalam perilaku anak. Pengetahuan dan pengembangan memiliki makna bahwa pendidikan karakter bukanlah dogmatisasi nilai kepada peserta didik untuk memahami dan merefleksi bagaimana suatu nilai menjadi penting untuk diwujudkan dalam perilaku keseharian manusia, termasuk bagi anak. Pengembangan juga mengarahkan proses pendidikan pada proses pembiasaan yang dilakukan. Pengembangan pun memiliki makna adanya hubungan antara penguatan perilaku anak melalui pembiasaan disekolah dan pembiasaan dirumah.35 Oleh karena itu, peranan keluarga sangat besar dalam membina karakter anak dengan pembiasaan, karena dapat mengantarkan anak kearah kematangan dan kedewasaan, sehingga anak dapat mengendalikan dirinya, menyelesaikan persoalan dan menghadapi tantangan hidupnya. b) Habituasi di lingkungan sekolah Di lingkungan sekolah, pendidik adalah unsur terpenting pendukung pembentukan karakter baik. Ir. Felix Yanuar Siaw dalam bukunya Muhammad Al-Fatih 1453, memberikan gambaran tentang besarnya pengaruh pendidik terhadap keberhasilan Muhammad AlFatih. Muhammad Al-Fatih (Sultan Muhammad II AL-Fatih bin Murad III 1451-1481 M) adalah Sultan dari dinasti Turki Usmani, lahir pada tahun 1785 dan berpendidikan agama secara tradisional. Sejak kecil, Muhammad Al-Fatih sudah di setting untuk membuktikan bisyarah 35 Nabi Muhammad SAW yaitu terkait penaklukan Dharma Kesuma, dkk, Pendidikan karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 19. 109 Konstantinopel (Pusat Kerajaan Bzantium, kerajaan kristen terbesar masa itu). Dengan jatuhnya kota tersebut ke tangan Turki, maka umat islam memperoleh derajat dan peradaban tinggi.36 Disini kita dapat melihat bahwa pembentukan kepribadian Sultan Mehmed II (Sultan Muhammad Al-Fatih) yang demikian komplit sangat dipengaruhi oleh para ulama’. Namun, bukan sembarang ulama, tetapi ulama yang kompeten dalam keilmuannya , dekat dengan Allah dengan ibadahnya dan tidak hanya sanggup untuk memberikan pujian kepada anak didiknya, mereka juga mampu untuk memberikan inspirasi dan motivasi dalam belajar, sabar mendampingi anak didiknya ketika dalam situasi sulit dan berani untuk mengingatkannya ketika anak didiknya melakukan kesalahan. Semua ini kita dapatkan pada Syaikh Ahmad Al-Kurani dan Syaikh Aaq Syamsuddin.37 Demikianlah para pendidik yang berpengaruh dan apa yang dipelajari oleh Sultan Muhammad Al-Fatih sehingga menghasilkan kepribadian yang begitu istimewa, seorang pemimpin perang yang piawai sekaligus penguasa yang pandai, seorang yang ambisius sekaligus takwa kepada Tuhannya, seeorang yang berada digaris terdepan ketika perang namun juga bangun dimalam hari untuk bersimpuh rendah dihadapan-Nya. Sesungguhnya inilah yang disebut dengan metode pendidikan Islam, metode rabbani sebagaimana yang 36 Taufik Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Khilafah, (Jakarta: Ihtiar Baru Van Hoeve, 2005), hlm. 248. 37 Felix Y.Siaw, Muhammad Al-Fatih 1453, (Jakarta: Al-fatih Press, 2014), cet ke-VI. hlm. 282. 110 dicontohkan rasulullah. Pengajaran islam secara kaaffah dan tidak pilihpilih dalam segala bingkai kehidupan. Sementara sekarang ini kebiasaan guru di indonesia mempunyai prinsip bahwa pendidikan masih merupakan transfer of knowledge, belum sampai ke tingkat tranfer of value. Sehingga pembentukan karakter sampai sekarang masih bersifat teoritis. Sehingga Ir Felix Y. Siaw juga menambahkan, keselarasan antara pendidik dengan metode pendidikan yang baik, Metode pendidikan didalam islam menekankan kepada transfer kepribadian (personalty) dan juga pengetahuan (knowledge) sehingga tugas seorang pendidik tidak bisa sekadar sebagai pengajar, tetapi pendidik bertanggungjawab terhadap semua aspek pada anak didiknya. Metode pendidikan didalam islam mengacu pada pembentukan tsaqafah islam, shakhshiyyah Islam dan penguasaan atas pengetahuan umum dan teknologi. Sekali lagi,semuanya berbasis kepada Al-Qur’an dan AsSunnah.38 Sultan Mehmed II (Muhammad Al-Fatih) adalah contoh produk pendidikan rabbani. Semua sifat-sifatnya didapati dari Al-Qur’an dan Assunnah, serta kepribadian para sahabat Rasulullah SAW dan juga ksatria-ksatria Islam.39 Tidak seperti pendidikan sekuler yang mengenal pemisahan antara ilmu dunia dan ilmu agama, islam tidak mengenal dikotomi tersebut. Didalam islam, mempelajari Al-Qur’an adalah dasar bagi segala macam ilmu yang dibangun diatasnya, bukan pelengkap ilmu. 38 39 Ibid., hlm. 289. Ibid., hlm. 288 111 Prioritas pendidikan ditekankan pada tugas seorang hamba dalam menyembah Tuhannya.40 Sehingga di lingkungan pendidikan harus mengkonsep bagaimana setiap pembelajaran dan kegiatan apapun di lingkungan sekolah terkandung usaha untuk pembentukan karakter ideal pada anak didik. Mulai dari kurikulum, manajemen, proses belajar mengajar, Tenaga pendidik dan kependidikan harus dikondisikan yang mencerminkan nilai-nilai karakter salah satunya melalui pembiasaan. c) Habituasi di lingkungan masyarakat Pembentukan karakter tidak akan berjalan dengan efektif bila tidak di dukung oleh kebiasaan lingkungan masyarakat yang baik. Ir. Felix Siaw juga menjelaskan betapa masyarakat sangat berpengaruh sangat besar dalam pembentukan karakter. Beliau memberikan gambaran sewaktu menempuh kuliah di IPB selama 5 tahun membuat Ir. Felix Yanuar Siaw bisa memahami sedikit bahasa Sunda. Ir. Felix Yanuar Siaw juga memberikan contoh kecil pengaruh nyata masyarakat Indonesia yang melahirkan karakter penakut sampai sekarang adalah, Kebanyakan anak-anak dan remaja Muslim tumbuh mempercayai takhayul dan mistis, bahkan lebih takut dengan Kuntilanak atau Pocong dibandingkan kepada Allah Tuhannya. Rasa takut pun hasil dari Habits. Sedari 40 Ibid. 112 kecil anak sudah ditakuti dengan kata-kata “Awas lho kalau pulangnya telat, abis magrib setan pada keluar!”. Atau, “Ayo Tidur!, kalau nggak tidur nanti ada hantu lho!”. Ditambah tontonan televisi yang tidak mendidik dan tidak bertanggung jawab, muali dari Setan Casablanca, Gendruwo VS Kuntilanak, Suster Ngesot, sampai Trilogi Tyul Gentayangan, wajar akhirnya muncul phobia setan dari aktivitas yang berulangulang.41 Pendapat tersebut kuat sekali mengingat kuatnya pengaruh lingkungan terhadap perilaku manusia. Seorang tokoh pendidikan Islam terkenal, Dr. Abdullah Nasih Ulwan mensyaratkan terbentuknya lingkungan yang baik demi mewujudkan generasi muslim yang baik. Beliau mengatakan bahwa Manusia diciptakan dengan potensi kebaikan dan kejelekan secara bersamaan. Jika ia mendapat pendidikan yang baik dan lingkungan yang kondusif, maka ia tumbuh dalam kebaikan dengan keimanan yang murni, akhlak yang utama dan rasa cinta kepada kebaikan dan kebajikan. Dan ditengah masyarakat, ia menjadi manusia yang beriman, berbudi luhur dan mulia.42 41 42 hlm. 547. Felix Y. Siaw, How To Master your Habits, Op.Cit., hlm. 48. Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan anak dalam islam, (Sukoharjo: Insan Kamil, 2012), 113 Lingkungan masyarakat dapat membangun karakter melalui pembiasaan pemanfaatan masjid. Masjid di dalam Islam memiliki fungsi utama sebagai tempat pendidikan rohani, berupa shalat berjamaah, membaca Al-Qur’an, dan Rahmat Allah tidak pernah berhenti dan terputus di sana. Dalam membentuk sinergi antara ketiga lembaga tersebut (rumah, sekolah dan Masjid), beliau mengatakan, Ketika kami mengatakan harus ada kerjasama antara rumah, masjid dan sekolah, artinya bahwa anak akan menjadi sempurna kepribadiannya baik itu rohani, jasmani, akal dan mental sebagai hasil dari kerjasama tersebut. Bahkan ia menjadi anggota masyarakat yang aktif dalam memajukan ummat dan memuliakan agamanya.43 Namun untuk mendapatkan hasil yang maksimal, menurut beliau ada dua syarat yang harus dipenuhi. “pertama, tidak adanya dualisme atau paradoks antara pengarahan yang diberikan rumah dan sekolah. “kedua, kerjasama yang terjalin harus bertujuan untuk mengadakan integritas dan keseimbangan dalam membentuk kepribadian anak yang islami.44 2. Faktor Penentu keberhasilan habituasi dalam pembentukan karakter Ir Felix Yanuar Siaw menjelaskan ada empat faktor penentu yang mempengaruhi keberhasilan habituasi dalam pembentukan karakter, yaitu: a. Praktice and Repetition 43 44 Ibid., hlm. 833 Ibid. 114 Yang sangat berpengaruh dalam pembentukan Habits hingga melahirkan karakter adalah mau memulai melakukan (Practice) dan pengulangan (repetition), karena pengulangan aktivitaslah yang memberikan nyawa pada habits. Repetisi adalah kunci dalam membentuk habits, dan itu membutuhkan waktu. Dengan repetisi, manusia akan menanamkan suatu memori (ingatan) pada tubuh, sehingga memori ini akan dieksekusi secara otomatis berdasarkan kondisi tertentu. Hal ini sesuai dengan konsep psikologi Pavlov tentang classical conditionig. Teori belajar conditioning ini tergolong dalam teori belajar behaviorisme. Melalui pembiasaan respon tertentu dihubungkan dengan stimulus tertentu pula. Teori pembiasaan ini pada asalnya merupakan suatu percobaan yang dilakukan pada seekor anjing yang sedang lapar. Setiap kali anjing diberi makan, bel dibunyikan, kemudian keluar air liur. Demikian seterusnya, hal ini dilakukan secara berulang-ulang, sehingga pada akhirnya tanpa pemberian makanpun, apabila bel dibunyikan, maka anjing akan mengeluarkan air liur.45 Dalam pelaksanaan pendidikan, repetisi sangat di butuhkan dalam proses pengajaran kepada anak didik agar mencapai pemahaman yang maksimal. Al-Qur’an juga menyampaikan kepada kita bahwa pengulang-ulangan adalah kunci untuk memberikan 45 Nana Sudjana, Teori-teori Belajar Untuk Pengajaran, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, 1991), hlm. 66-67 115 pengajaran atau ilmu. Sebagaimana di jelaskan dalam QS. Thahaa ayat 113, Dan Demikianlah Kami menurunkan Al Quran dalam bahasa Arab, dan Kami telah menerangkan dengan berulang kali, di dalamnya sebahagian dari ancaman, agar mereka bertakwa atau (agar) Al Quran itu menimbulkan pengajaran bagi mereka. (QS. Thahaa :113). Senada dengan hal tersebut, Armai Arif berpendapat bahwa, faktor terpenting dalam pembentukan kebiasaan baru adalah pengulangan, sebagai contoh seorang anak melihat sesuatu yang terjadi di hadapannya, maka ia akan meniru dan kemudian mengulang-ulang kebiasaan tersebut yang pada akhirnya akan menjadi kebiasan. Melihat hal tersebut faktor pembiasaan memegang peranan penting dalam mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk menanamkan agama yang lurus.46 Sementara itu Ir. Felix Yanuar Siaw menambahkan perihal penguasaan suatu ilmu dalam hal ini kaitannya dengan pembentukan karakter yang mengutip nasihat Imam Syafi’i, bahwa ada 6 hal yang menjadi syarat dalam menguasai sebuah ilmu yaitu: 1) Dengan kecerdasan; 2) menuntutnya dengan semangat; 3) kesungguhan; 4) 46 Armai Arief, Op.Cit., hlm. 665. 116 memiliki bekal (investasi);5) bersama pembimbing; 6) dan memerlukan waktu yang lama.47 Sebagian ilmuwan dan peneliti berpendapat bahwa manusia memerlukan waktu 21 hari untuk melatih satu habits yang baru, sebagian lagi berpendapat 28-30 hari, bahkan ada yang berpendapat 40 hari. Untuk berapa lamanya waktu yang dibutuhkan, Ir. Felix Yanuar Siaw memberikan ilustrasi sebagai berikut: “Bulan ramadhan diwajibkan atas kaum muslim berpuasa 29 hari atau maksimal 30 hari. Sebetulnya, puasa adalah pembentukan habits baru bagi kaum Muslim. Terbiasa membaca Al-Qur’an, Shalat malam, sedekah dan yang paling terlat adalah pola makan. Apa yang terjadi setelah kita menjalankan ibadah puasa selama 29/30 hari tersebut sepertinya tubuh mulai terbiasa dengan pola makan bulan puasa. Makan sebelum fajar menyingsing dan setelah matahari terbenam. Kemudian di pagi 1 Syawal tidak akan nafsu menyantap sarapan karena habits pola makan telah terbentuk”.48 Stephen R. Covey juga memberikan batasan waktu minimal 30 hari untuk menguji prinsip proaktivitas. Selama tiga puluh hari buatlah komitmen kecil dan penuhilah komitmen tadi.49 Dari gambaran diatas, sederhananya untuk membentuk habits baru, maka perlu practice dan repetition selama 30 hari berturut-turut seara konsisten, tanpa ketinggalan satu haripun. Karena habits berarti pembiasaan, dan pembiasaan terbentuknya sebuah karakter. 47 Felix Y. Siaw, Op.Cit., hlm. 43. Ibid., hlm. 67. 49 Stephen R. Covey, Op.Cit., hlm. 105. 48 memerlukan konsistensi hingga 117 Secara umum ada 3 milestone yang dapat kita jadikan panduan dalam membentuk habits. Para pakar mengatakan begitu juga dari ditunjukkan pengelaman-pengalaman orang banyak, bahwa bila suatu aktivitas dilakukan secara konsisten dan kontinyu dalam 30 hari maka habits baru telah terbentuk , hanya saja habits baru ini masih rapuh dan keinginan untuk kembali pada habits lama lebih besar daripada melanjutkan habits baru. Millestone kedua terletak pada 3x30 hari, dimana habits baru yang dibentuk akan lebih kuat, dan keinginan untuk melanjutkan habits baru akan sama kuatnya sebagaimana kita ingin kembali pada habits yang lama. Ketiga, 10x30 hari atau satu tahun, Insya Allah habits yang kita bentuk telah sholid dan menjadi program yang hampir permanen, otomatis terjadi pada diri kita seperti gerak refleks.50 Bila digambarkan dengan bagan, proses pembentukan karakter baru melalui pembiasaan sejatinya adalah melatih dengan sengaja aktivitas yang awalnya kita lakukan dengan sadar, menjadi bisa kita lakukan seara tidak sadar (otomatis). Dan tentunya harus disiplin dan istiqamah serta sabar dalam proses habituasi baru. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa menurut Ir. Felix Siaw, karakter baik dapat terbentuk bukan hanya karena motivasi , tetapi lebih pada pengkondisian. Seringkali kita harus dipaksa melakukan aktivitas tertentu pada awalnya sebelum kita menikmatinya. Oleh 50 Felix Y. Siaw, Op.Cit., hlm. 84. 118 karenanya, kita pun harus mendesain kondisi agar kita harus dan dipaksa melakukan aktivitas yang ingin kita jadikan habits. Apabila kita telah terbentuk, kita akan menikmatinya. b. Visioner Menurut Ir. Felix Yanuar Siaw, Tidak ada suatu hal yang mustahil untuk diraih selama Allah masih mewajibkannya kepada manusia. Karena dalam keyakinan muslim, Allah mustahil mewajibkan hal yang mustahil bagi manusia. Habituasi adalah proses membiasakan aktifitas-aktifitas yang istimewa. Perbedaan antara orang yang telah melatih habits dan yang tidak melatih habits terlihat jelas dalam performa mereka. Bagi orang yang tidak terbiasa, maka keberuntungan adalah sesuatu yang tidak mereka sengaja. Sedangkan bagi yang melatih habitsnya, kebetulan adalah sesuatu yang disengaja secara sadar.51 Perlu ditegaskan, bahwa ada dua kemungkinan bagi visioner; apakah dia gagal mewujudkan visinya dan sedikit dihina dan diolok, atau dia berhasil mewujudkannya dan mendapatkan banyak kemuliaan. Sebagaimana menurut Musthafa Al-Ghalayain dalam kitabnya Izhatun Nasyi’in, Wahai, generasi muda, jadikanlah roja’ (optimisme) sebagai syiarmu dan angan-angan sebagai bajumu. Tinggalkankah sikap menunda-nunda dan abaikanlah segala godaan yang membelokkan kalian semua dari apa 51 Ibid., hlm. 129. 119 yang telah menjadi cita-cita kalian semua. Jadilah kalian semua golongan orang-orang yang memiliki harapan besar, yang bercita-cita luhur, gemar berusaha dan giat bekerja. Allah aalah penolong kalian semua.52 Tanpa ketangguhan pribadi maka kesuksesan hanyalah menjadi impian atau bahkan pembicaraan yang enak untuk dibicarakan, tetapi sulit untuk dilakukan. Oleh sebab itu, kunci kesuksesan bukan terletak pada siapapun, bukan terletak pada orang lain, atau fasilitas yang ada, melainkan berpusat pada diri kita sendiri. Dan hal itu hanya bisa tercapaiketika kita mampu belajar untuk menjadi pribadi yang tangguh tidak hanya dalam satu sisi kehidupan, tetapi disemua bidang kehidupan. Memang tidak mudah untuk dilakukan, tetapi sangat mungkin untuk diwujudkan.53 Sebagaimana syair Abu Thayib dalam kitab Ta’limul Muta’alliim, “cita-cita akan terwujud seukur greget obsesinya, kemuliaan akan terwujud seukur greget cita mulianya. Barang kecil tampaknya besar, di mata orang yang kecil citanya, barang besar tampaknya kecil, di mata orang yang besar citanya”.54 c. To be an Expert Ir. Felix Yanauar Siaw menjelaskan bahwa perlu waktu untuk bisa melakukan sesuatu dengan benar, dan perlu banyak waktu untuk 52 Hlm. 25. 53 Musthafa Al-Ghalayain, Terjemah Izhatun Nasyi’in (Surabaya: Al-Hidayah, 1421 H), E. Widijo Hari Murdoko, Menjadi Pribadi Revolusioner, (Yogyakarta: Wanajati Chakra Renjana, 2012), hlm.123. 54 Aly As’ad, Terjemah Ta’limul Muta’allim, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan, (Kudus: Menara Kudus, 2007), hlm. 61. 120 membentuknya menjadi habits kita, dan perlu lebih banyak lagi waktu untuk menjadi expert dalam hal itu, mungkin perlu seumur hidup untuk menjadi master dalam sesuatu yang kita pilih.55 Pada rentan waktu yang pertama keahlian kita mungkin hanya naik 1 %, namun bila kita konsisten melakukannya, bukan tidak mungkin pada rentang waktu kedua akan naik 2%, 3% kenaikan berikutnya, 5 % lalu 8% sampai akhirnya tanpa kita sadari kita sudah seperti pohon yang menumbuhkan banyak tunas. Semua ini hanya perlu kesabaran untuk terus melakukan habits yang ingin kita bentuk.56 Seringkali kita sudah merasa pesimis apabila banyak hal sudah kita lakukan tetapi tidak berdampak apa-apa. Kadang-kadang dampak itu akan muncul saat kita secara konsisten dan kontinyu tetap melakukan apa yang menjadi tujuan kita. banyak orang menghentikan langkahnya sebelum tujuannya tercapai. Inilah yang seringkali dimaknai sebagai sebuah kegagalan. Padahal setiap orang diberikan kemampuan untuk melangkahkan kaki sejauh yang ia mau. Tetapi banyak orang yang memilih untuk melangkahkan kakinya sejauh yang ia suka. Padahal sebenarnya langkahnya melebihi dari sekedar apa yang ia sukai.57 Untuk mengubah kebiasaan yang sudah lama berdiam dalam diri kita bahkan sudah merupakan label pribadi bukanlah pekerjaan 55 Felix Y. Siaw, Op.Cit., hlm. 104. Ibid., hlm. 109. 57 E. Widijo Hari Murdoko, op.cit., hlm.10. 56 121 yang mudah. Tetapi sesulit apapun apabila dalam diri kita ada keberanian yang revolusioner maka akan muncul kebiasaan baru yang lebih membuat diri kita menjadi pribadi yang merdeka karena mampu menentukan nasib kita sendiri d. Prayer Usaha harus disertai dengan do’a, agar proses perubahan menjadi lebih baik selalu mendapat ridho dari Allah SWT. Kalau diperhatikan perintah shalat dalam Al-Qur’an, bahwa perintah itu selalu dimulai dengan kata ‘aqimu’. Kata ‘aqimu’ini biasa diterjemahkan dengan ‘mendirikan’ meskipun sebenarnya terjemahan tersebut tidak sepenuhnya tepat karena, seperti kata Imamal-Qurthuby dalam tafsirnya, ‘aqimu’ bukan terambil dari kata ‘qama’ yang berarti ‘berdiri’, tetapi kata itu berarti ‘bersinambung dan sempurna’ sehingga perintah tersebut berarti ‘ melaksanakannya dengan baik, khusuk dan bersinambung sesuai dengan syarat rukun dan sunnahnya. Para ulama mu’tabar menyatakan bahwa shalat memiliki kedudukan yang utama dalam keseluruhan ibadah kepada Allah SWT. Mereka merumuskan dari beberapa hadits Rasul yang menjelaskan kedudukan Shalat dapat disimpulkan:58 1) Shalat merupakan Mi’rajul Mukminin 58 Felix Y. Siaw, Muhammad Al-Fatih 1453, Op.Cit ., hlm. 306. 122 2) Shalat juga sebagai tiangnya agama, barang siapa enegakkan berarti telah menegakkan agama, dan barang siapa meninggalkannya berarti merusak agama. 3) Shalat sebagai amal ibadah yang membedakan antara umat islam dan orang kafir 4) Shalat merupakan ibadah yang pertma dihisab. Apabila umat islam telah menegakkan shalat secara sempurna, khusu dalam shalatnya dan ikhlas dalam pengamalannya maka shalatnya itu akan memberikan dampak yang positif terhadap suasana batin, kejiwaan, atau psikologisnya yang tentram. Kondisi ini amat mendukung bagi terbentuknya kepribadian yang utuh, sehat, produktif, atau efektif. Sultan Mehmed (Muhammad Alfatih) pun mendapatkan apa yang dinamakan kepribadian yang efektif itu yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Komitmen terhadap nilai-nilai dan aturan islam. 2) Konsisten atau istiqamah dalam kebenaran; 3) Kontrol diri dari dorongan hawa nafsu; 4) Kreatif, banyak ide atau gagasan dalam menebarkan kebenaran atau kebaikan; 5) Kompeten dalam mengamalkan ajaran agama. Kelima ciri kepribadian efektif itu telah mengakar kuat pada pribadi sultan Muhammad Al-Fatih, terutama saat ekspedisi 123 penaklukan atas kota konstantinopel. Semua itu bermula dari kualitas ibadah shalatnya yang istimewa.59 Felix Siaw juga menekankan, bagi pemula melakukan hal istimewa adalah sesuatu yang luar biasa. Namun, bagi seorang ahli ibadah hal yang biasa melakukan hal yang istimewa.60 Demikianlah hikmah pelaksanaan syariah dalam hal shalat yang juga terjadi pada ketentuan-ketentuan syariah lainnya seperti zakat, puasa, haji, dan lainnya. Hal yang sama juga terjadi dalam pelaksanaan muamalah, seperti perkawinan, perekonomian, pemerintahan, dan lain sebagainya. Kepatuhan akan aturan muamalah akan membawa pada sikap dan perilaku seseorang yang mulia dalam segala aspek kehidupannya. Dalam ibadah, keikhlasan menjadi syarat mutlak akan keabsahannya. Karena adanya konsep ikhlas inilah menuntut adanya pengorbanan. Pengorbanan terhadap waktu, tenaga maupun harta. Segala aktivitas dalam islam mengharuskan adanya keikhlasan. Sebab tidak ada ibadah kecuali berimplikasi pada hal yang positif. Dari keempat faktor penentu menurut Ir. Felix Yanuar siaw, perlu ada satu faktor lagi yang sangat mempengaruhi keberhasilan habituasi dalam pembentukan karakter, yakni “Pengawasan”. Pengawasan ini kaitannya dengan habituasi pada anak kecil, dimana anak belum mampu menggunakan nalar dengan baik, sehingga diperlukan pengawasan agar 59 60 Ibid., hlm. 307. Felix Y. Siaw, How To Master your Habits, Op.Cit., hlm. 95. 124 pembiasaan dapat terus dipantau dan di arahkan sesuai tujuan pembiasaan yang ingin di bentuk. Menurut Hery Noer Aly, dalam menanamkan kebiasaan diperlukan pengawasan. Pengawasan hendaknya digunakan, meskipun secara berangsur-angsur peserta didik diberi kebebasan. Dengan perkataan lain, pengawasan dilakukan dengan mengingat usia peserta didik, serta perlu ada keseimbangan antara pengawasan dan kebebasan.61 Pembiasaan hendaknya disertai dengan usaha membangkitkan kesadaran atau pengertian terus menerus akan maksud dari tingkah laku yang dibiasakan. Sebab, pembiasaan digunakan bukan untuk memaksa peserta didik agar melakukan sesuatu secara otomatis, melainkan agar ia dapat melaksanakan segala kebaikan dengan mudah tanpa merasa susah atau berat hati. Atas dasar itulah, pembiasaan yang pada awalnya bersifat mekanistis hendaknya diusahakan agar menjadi kebiasaan yang disertai kesadaran (kehendak dan kata hati) peserta didik sendiri. Hal ini sangat mungkin apabila pembiasaan secara berangsur-angsur disertai dengan penjelasan-penjelasan dan nasihat-nasihat, sehingga makin lama timbul pengertian dari peserta didik.62 Musthafa Al-Ghalayain menjelaskan bahwa pembentukan karakter pada anak itu ibarat berkebun. Adapun kebun yang dirawat dengan baik oleh tuannya dengan perawatan maksimal, pasti diantara tanaman yang 61 62 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 189. Ibid., hlm. 191. 125 bagus itu tumbuh rumput-rumput yang merusak dan binatan-binatang yang megganggu. Demikian pula dengan akhlak dan adat (kebiasaan), harus terus menerus diusahakan dijaga. Jangan sampai terkena gangguan yang dapat mengganggu atau merusak perilaku dan kebiasaan yang baik itu.63 Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa, dalam usaha usaha menciptakan maupun memperbaiki habituasi dalam pembentukan karakter, perlu dukungan dari lingkungan dan yang terpenting adalah kesadaran dan kemauan diri sendiri. Jika langka diterapkan dan didukung dengan faktor-faktor pendukung, maka bukan tidak mungkin habituasi baik akan terbentuk dan tercermin pada karakter dan tingkah laku. Menumbuhkan kebiasaan yang baik ini tidaklah mudah, akan memakan waktu yang panjang. Tetapi bila sudah menjadi kebiasaan, akan sulit pula untuk berubah dari kebiasaan tersebut 63 Musthafa Al-Ghalayain, Op.Cit., hlm. 92. 126 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari berbagai pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagaimana berikut: 1. Habituasi merupakan salah satu metode yang efektif dalam upaya pembenahan dan pembentukan karakter manusia. Karena karakter merupakan ciri yang melekat pada diri seseorang yang tercermin dari seluruh aktifitas manusia, baik hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia dan lingkungan. Manusia mempunyai kesempatan sama untuk membentuk karakternya, apakah dengan habituasi yang baik atau dengan habituasi yang buruk untuk melahirkan ciri tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa metode pembiasaan dalam membentuk karakter sangat terbuka luas, dan merupakan metode yang tepat. Pembiasaan yang dilakukan sejak dini akan menjadi semacam adat kebiasaan sehingga menjadi bagian tidak terpisahkan dari kepribadiannya dan melahirkan karakter yang tepat dan positif sesuai kedudukan manusia. 2. Ir. Felix Yanuar Siaw memberikan pendapat bahwa Habits adalah penentu nilai kepribadian seseorang, dimana Habituasi ini sangat berkaitan erat dengan bentuk karakter, karena karakter tercermin dari bagaimana kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan secara spontan dan berulangulang, dan karakter bukan hanya diwariskan tetapi juga dapat dibentuk yaitu dengan mengendalikan habits. Sehingga merubah dan membentuk 127 karakter bisa diwujudkan dengan cara merubah dan mengendalikan kebiasaan menjadi habits yang baik. 3. Implementasi habituasi dalam pembentukan karakter menurut Ir. Felix Yanuar Siaw, adalah; a) Mulai dari yang kecil; b) Temukan tempat habits dan; c) Berlatihlah terus. Langkah-langkah yang di konsep oleh Ir. Felix Yanuar Siaw merupakan langkah sederhana, dan bisa dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi. Disamping langkah-langkah yang cukup mudah, namun dalam menerapkannya akan mengalami banyak kesulitan jika tidak diseriusi. Adapun faktor-faktor yang menjadi penunjang keberhasilan habituasi dalam pembentukan karakter menurut Ir. Felix Yanuar Siaw menyebutkan 4 faktor utama yaitu: a) Practice and Repetition; b) Visioner; c) To be an expert; d) Prayer. Tetapi dalam praktiknya habituasi memerlukan Pengawasan sebagai faktor penunjang agar proses habituasi dalam pembentukan karakter dapat terus terkendali. Selain itu, untuk dapat menerapkan habituasi dalam usaha pembentukan karakter yang baik harus turut serta kerjasama dan dukungan dari semua pilhak, baik dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah serta lingkungan masyarakat. B. Saran-saran 1. Manusia lahir dengan masing-masing fitrah, baik fitrah beragama, berjiwa, berfikir, berkeluarga, dan berharta. Tetapi terkait perwujudan fitrah tersebut berkaitan dengan bagaimana corak dan pengaruh yang diberikan dalam pembentukan kepribadian dan masa depan anak. Nilai 128 karakter yang terkandung dalam nilai-nila akhlaq dalam islam sudah semestinya diterapkan bukan hanya sekedar teoritis saja. Jadi untuk menyelesaikan persoalan bangsa secara komprehensif tidak ada jalan lain kecuali kita membiasakan menanamkan nilai-nilai agama untuk menjaga kemaslahatan manusia. Jika sudah terbiasa dan tertanam kuat dalah qalbu dan diamalkan maka kemaslahatan ummat tidak mustahil bisa terwujud. 2. Pembentukan karakter anak merupakan tanggung jawab semua pihak baik orang tua, guru maupun masyarakat, maka semua aspek tersebut harus ikut berperan dalam memberikan hal yang terbaik kepada anak didik. Sebagai orang tua, harus mampu menanamkan pondasi akhlaq kepada anak agar mereka tumbuh dalam keutamaan akhlak. Selain itu, sebagai bagian dari peranan dalam membentuk karakter anak, masyarakat juga seharusnya menyadari kedudukannya sebagai mahluk sosial yang saling berinteraksi sehingga harus berfikir dan bertindak dengan mencerminkan norma dan adab yang berlaku. Sehingga diharapkan akan terjadi sinergi yang positif antara peran orang tua dan masyarakat. 3. Sebagai kelanjutan dari proses pendidikan keluarga, sekolah juga mempunyai peran yang menentukan dalam membentuk dan memantapkan pribadi anak didik. Di lingkungan sekolah tidaklah cukup hanya memberikan atau mendiktekan nilai-nilai keutamaan pada anak didik, hendaknya semua pendidik dan tenaga kependidikan memiliki, meberikan tauladan serta membiasakan keutamaan-keutamaan tersebut. Sehingga diharapkan melalui pembiasaan tersebut, pendidikan karakter tidak lagi 129 hanya sebatas teks saja, tetapi juga benar-benar tertanam kuat menjadi karakter anak yang baik. C. Penutup Dengan segala kerendahan hati penulis senantiasa memanjatkan segala puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Berkehendak dan Maha Kuasa. Tidak lupa, Shalawat serta salam semoga tetap tercurah dalam rengkuhan Nabi Muhammad SAW sebagai the best teacher yang patut menjadi inspirasi bag seluruh pendidik. Dan tidak lupa penulis menghantarkan segala terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dengan tulus baik berupa material maupun spiritual, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnan, karena masih banyak kekurangan di dalamnya. Hal ini tak lain adalah karena keterbatasan penulis sendiri. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka untuk menerima kritik dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan skripsi ini. Terimakasih. DAFTAR PUSTAKA Abdullah,Taufik, 2005. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Khilafah, Jakarta: Ihtiar Baru Van Hoeve. Al-Ghalayain, Musthafa, 1421 H, Terjemah Izhatun Nasyi’in, Surabaya: AlHidayah, Aly, Hery Noer, 1999. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Arief, Armai, 2002. Pengantar Ilmu dan Metodoligi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers. Arismantoro, 2008. Tinjauan Berbagai Aspek Character Building Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter, .Yogyakarta: Tiara Wacana. Awwad, Jaudah Muhammad, 2005. Mendidik anak secara Islami, cet ke 12. Jakarta: gema insani Press. Aziz, Erwati, 2003. Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam, Solo : Tiga Serangkai Pustaka. Covey, Stephen R, 2013. The 7 Habits Of Highly Effective People (7 Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif), Tanggerang: Binarupa Aksara Plubisher. Dakir, 1993. Dasar-dasar Psikologi, Yogyakarta: pustaka pelajar. Darajat, Zakiah 1976. Membina Nilai-Nilai Moral Di Indonesia, Jakarta : Bulan Bintang, Darajat, Zakiah, 2005. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: P.T. Bulan Bintang. Departemen Agama RI, 1984. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama RI. Fakhrudin, 2005. Bekal Tarbiyah, Jalan Meniti Taqwa, Solo: Auliya Press. Gunawan, Heri 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implikasinya, Bandung: Alfabeta. Hidayatullah, M. Furqon, 2010. Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa, Jakarta: Balai Pustaka. http://m.kompasiana.com/post/read/430987/2, diakses pada hari jum’at 05 Juni 2015, pukul 10:50 WIB. Husaini, Adian, 2010. Pendidikan Islam Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab, Jakarta: Program Studi Pendidikan Islam, Program Pasca Sarjana Universitas Ibnu Khaldun. Immawati, (Skripsi Urgensi Teori Kebiasaan Bagi Pembentukan Karakter Remaja dalam Pendidikan Islam Studi Pemikiran Stephen R. Covey dalam Buku Kebiasaan Manusia yang Efektif.) PDF, https://www.google.com/search.skripsi, diakses pada senin, 10 November 2014, 11.00 WIB. Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembnaan Sekolah Menengah Pertama, 2010. Panduan Pendidikan Karakter di sekolah Menengah Pertama. Kesuma Dharma, dkk, 2011. Pendidikan karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya. Kharis Mamsaat, Skripsi “Konsep Pemikiran Doni Koesoema Tentang Pendidikan Karakter Bagi Siswa Di Era Global” , pdf, diakses pada senin, 10 November 2014, 11.35 WIB. Koesoema, Doni, 2013. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, Jakarta: Gramedia. Mahbubi, M. 2012. Pendidikan Karakter Implementasi Aswaja Sebagai Nilai pendidikan Karakter, Yogyakarta: Pustaka Ilmu. Mahmud, Psikologi Pendidikan , 2010. Bandung: CV. Pustaka Setia. Marzuki, Pendidikan al-Qur’an dan dasar-dasar pendidikan karakter dalam islam, hlm. 6. Makalah disampaikan dalam acara Seminar dalam rangka Silaturrahmi wilayah pendidikan Al-Qur’an Metode Qiroati dengan tema “Penanaman dan pengembangan Karakter Mulia pada Anak melalui Pendidikan Al-Qur’an, Jum’at 9 Maret 2012 di PPPTK Seni dan Budaya Jl. Kaliurang Km 12,5 Ngaglik Sleman Yogyakarta. Masyhuri dan Zainuddin, 2009. Metode Penelitian Pendekatan Praktis dan Aplikatif, Bandung: PT Refika Aditama. Moleong, Lexy J., 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mudjito, 2007. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup Taman Kanak-Kanak, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Mulyasa, E. 2012. Manajemen Pendidikan Karakter, Jakarta: Bumi Aksara. Murdoko, E. Widijo Hari, 2012. Menjadi Pribadi Revolusioner, Yogyakarta: Wanajati Chakra Renjana. Mursy Muhammad Sa’id, 2001. Seni Mendidik Anak, Jakarta:Arroyan. Muslich, Masnur, 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, Jakarta: Bumi Aksara. Mustari, Mohamad. 2014. Nilai Karakter Refleksi Untuk Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Nata, Abudin, 2001. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Logos. Purwanto, Ngalim, 2002, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosdakarya. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Qodir, Abdul, 2011. Pendidikan Islam Integrative Monokotomik, Cet. I, Jogjakarta: Arr-Ruzz Media Quthb, Muhammad, 1993. Sistem Pendidikan Islam, Terj. Salma Harun, Bandung: PT. Al-Ma’arif. Ramayulis, 1944. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia. Ramayulis, 2005. Metodologi Pendidikan Agama Islam .Jakarta : Kalam Mulia. Sadulloh, Uyoh dkk, 2010., Pedagogik “ilmu mendidik”, Bandung: Alfabeta. Samani, Muchlas & Hariyanto, 2011 Konsep Dan Model Pendidikan Karakter, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Shabir, Mushlich, 2003. Terjemah Riyadhus Shalihin, Semarang: Thaha Putra. Siaw, Felix Y., 2014. Muhammad Al-Fatih 1453, Jakarta: Al-fatih Press.. Siaw, Felix Yanuar,2014. How To Mater Your Habits, Jakarta: Al-Fatih Press. Soejono dan Abdurrahman,1999. Bentuk penelitian suatu pemikiran dan penerapan, Jakarta: Rieneka Cipta. Sucipto, Skripsi “Konsep Pendidikan Karakter Anak dalam Keluarga (Kajian Analitik Buku Prophetic Parenting Karya Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid)”, //C:/Users/shodloth/Documents/Downloads/SKRIPSI 1.pdf, diakses pada hari senin, 10 November 2014, 11.25 WIB. Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan RND, Bandung: Alfabeta. Suryabrata, Sumadi 2013. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers. Syah, Muhibbin, 2000. Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda Karya. Syam, Yunus Hanis, 2004. Cara Mendidik Generasi Islam, Sistem dan pola asuh yang Qur’ani, Yogyakarta: Media Jenius Lokal. Syarbini, Amirulloh, 2014, Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga, Revitalisasi Peran Keluarga dalam Membentuk Karakter anak Menurut Perspektif Islam, Jakarta: Gramedia. Tafsir, Ahmad, 2007. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rodakarya. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Trianto, 2010. Pengantar Penelitian Pendidikan Bagi pengembangan Profesi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Jakarta: Kencana. Ulwan, Abdullah Nasih, 1992. Tarbiyatul Aulad fil Islam ̧ Terj. Khalilullah Ahmad Masjkur Hakim, Pendidikan Anak Menurut Islam, Bandung: Rosda Karya. Ulwan, Abdullah Nasih, 2012. Pendidikan anak dalam islam, Sukoharjo: Insan Kamil. Walgito, Bimo, 2004. Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Andi Offset. Wibowo,Agus. 2012. Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Yani, Ahmad, 2007. Be Excellent Menjadi Pribadi Terpuji, Jakarta: Al-Qalam. Yaqin, Abi M. F., 2009. Mendidik Secara Islami: Mengoptimalkan pemberian imbalan dan hukuman untuk Menunaikan Tanggung Jawab Pendidikan, Jombang: Lintas Media. Zain, Muhammad, 1995. Metodologi Pengajaran Agama, yogyakarta: AK Group. Zarkasyi, Hamid Fahmy,. pendidikan karakter, http//insistnet.com/pendidikan karakter, diakses pada hari jum’at 05 juni 2015, 11.30 WIB. Zubaedi, 2012. Desain Pendidikan Karakter; konsepsi dan aplikasi dalam lembaga pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.