Boks.2 PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH Pengendalian inflasi merupakan faktor kunci dalam menstimulasi kegiatan ekonomi riil yang berkembang sekaligus meningkatkan permintaan efektif masyarakat. Kegiatan ekonomi produktif akan sulit berjalan dan permintaan masyarakat menjadi tidak efektif di dalam kondisi dimana terjadi inflasi yang tidak terkendali. Oleh karena itu kebijakan pengendalian inflasi menjadi penting untuk dilaksanakan. Efektifitas penerapan kebijakan pengendalian inflasi akan sangat ditentukan oleh kedalaman pengetahuan, data dan informasi tentang faktorfaktor yang berkontribusi dalam pengendalian inflasi. Salah satu pengetahuan dan informasi yang mesti dipahami adalah perilaku komoditas penyumbang inflasi. Struktur pasar dan pola distribusi komoditas sangat mempengaruhi proses pembentukan tingkat harga masing-masing komoditas. Struktur pasar dan pola distribusi suatu komoditas akan berbeda dengan komoditas lainnya. Karenanya data dan informasi yang akurat akan struktur pasar dan pola distribusi menjadi faktor kunci yang digunakan untuk memformulasi kebijakan pengendalian inflasi nantinya. Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi struktur pasar komoditas strategis penyumbang inflasi daerah 2. Mengidentifikasi pola distribusi komoditas strategis penyumbang inflasi daerah 3. Mengetahui perilaku produsen, distributor dan pengecer dalam mekanisme pembentukan harga barang strategis penyumbang inflasi di daerah Struktur Pasar Dari hasil survey, dilakukan identifikasi struktur pasar di tingkat pedagang. Elemen-elemen struktur pasar yang digunakan antara lain jumlah pemain dalam wilayah/kota, kemampuan dalam mengontrol harga, kemampuan dalam mengontrol pasokan, serta sifat produk yang diilihat dari bermerk atau tidak produk tersebut. Dari hasil identifikasi tersebut, terlihat bahwa mayoritas struktur pasar komoditas pertanian merupakan indikasi pasar persaingan sempurna. Tabel 1. Identifikasi Struktur Pasar Komoditas Penyumbang Inflasi Komoditi Jumlah Pedagang Kota Kontrol Thd Harga Kontrol Thd Pasokan Sifat Produk (Merek) 132 81 158 304 213 151 224 55 52 108 33 62 44 34 42 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya/tidak Ya/tidak Tidak Ya Cabe Merah Beras Kacang panjang Bawang merah Bayam Tomat sayur Daging ayam ras Telur ayam ras Ikan Gabus Ikan Nila Udang Basah Minyak Goreng Gula Pasir Pasir Semen Kesimpulan Persaingan Sempurna Persaingan Sempurna Persaingan Sempurna Persaingan Sempurna Persaingan Sempurna Persaingan Sempurna Persaingan Sempurna Persaingan Sempurna Persaingan Sempurna Persaingan Sempurna Persaingan Sempurna Monopolistis Persaingan Sempurna Persaingan Sempurna Monopolistis Jalur Distribusi Beras Pola distribusi beras di Jambi cukup panjang dimana penjualan beras dari petani ke konsumen akhir/rumah tangga dapat melalui 5 (lima) perantara pedagang yaitu pedagang pengepul, agen, sub agen, pedagang besar dan pedagang eceran. Mayoritas konsumen mendapatkan beras melalui pedagang eceran namun tak menutup kemungkinan konsumen dapat memperoleh beras langsung melalui pedagang besar. Peran agen dan sub agen dalam perdagangan beras di Kota Jambi cukup tinggi. Jumlah pemain agen penjual beras di Kota Jambi juga relatif sedikit sehingga menjadi pemain utama dalam penyaluran beras kepada pedagangpedagang di bawahnya. Grafik 1. Jalur Distribusi Beras Sumber : Hasil survey, diolah Komoditas Pertanian (selain beras) Berbeda dengan beras, komoditas pertanian lainnya tidak melalui agen dan sub agen dalam jalur distribusinya. Dengan demikian, rantai produksi komoditas pertanian ini relatif lebih singkat yaitu dari petani sampai ke konsumen hanya melalui 3 (tiga) perantara yaitu pedagang pengepul, pedagang besar, dan pedagang eceran. Bagi komoditas-komoditas ini, peran pedagang besar cukup tinggi dimana pedagang besar memiliki peran dalam hal penyaluran barang dari daerah asal ke kota Jambi. Jauhnya lokasi area produksi terhadap kota Jambi membuat pedagang mendistribusikan besar memiliki komoditas-komoditas risiko yang dimaksud. cukup besar Dengan dalam demikian, kemampuan pedagang besar dalam mempengaruhi harga bagi komoditas pertanian relatif tinggi. Grafik 2. Jalur Distribusi Komoditas Pertanian (Selain Beras) Sumber : Hasil survey, diolah Komoditas Peternakan Tidak seperti komoditas pertanian, pola distribusi komoditas peternakan cukup pendek yaitu dengan tidak melalui pedagang pengepul. Jalur distribusi diawali dari peternak (bisa berupa peternak inti dan plasma), kemudian didistribusikan ke pedagang besar, selanjutnya dijual ke pengecer lalu dijual ke konsumen akhir. Hal ini disebabkan oleh mayoritas peternak di Jambi tergabung dalam suatu kelompok tertentu. Selain itu, lokasi peternak yang relatif dekat dari kota Jambi menyebabkan tidak diperlukannya pedagang pengepul dalam usaha ini. Grafik 3. Jalur Distribusi Komoditas Peternakan Sumber : Hasil survey, diolah Komoditas Perikanan Secara umum, pola distribusi untuk komoditas perikanan relatif sama baik untuk ikan keramba (nila) maupun ikan tangkapan (udang basah dan gabus). Pola distribusi komoditas perikanan di Sumatera Barat berawal dari produsen di sepanjang pantai timur Jambi untuk ikan tangkapan ataupun usaha keramba di sekitar kota Jambi. Hasil ikan tangkapan tersebut kemudian dijual melalui pedagang pengepul di sekitar lokasi tangkapan. Sementara itu, ikan hasil produksi keramba dijual melalui pedagang pengepul di sekitar lokasi keramba yang biasanya tergabung dalam kelompok-kelompok tertentu. Setelah itu ikan didistribusikan ke pedagang besar di Pasar Angso Duo untuk kemudian dijual ke pedagang pengecer di pasar tersebut ataupun pasar-pasar yang lebih kecil lainnya. Grafik 4. Jalur Distribusi Komoditas Perikanan Sumber : Hasil survey, diolah Komoditas Industri Jalur distribusi komoditas industri sedikit mirip dengan komoditas beras namun tidak melalui pedagang pengepul. Jalur distribusi dimulai dari produsen kemudian dijual di daerah melalui agen-agen tertentu, diikuti dengan sub agen, pedagang besar, Sebagaimana pedagang dalam rantai eceran baru perdagangan mencapai beras, konsumen peran agen akhir. dalam mendistribusikan barang sangat tinggi. Agen merupakan penghubung utama antara produsen dengan wilayah pemasaran di daerah. Grafik 5. Jalur Distribusi Komoditas Industri Sumber : Hasil survey, diolah Cabe Merah Petani Cabe Merah Range harga jual cabe merah di tingkat petani cukup lebar. Ketika panen raya, harga cabe merah dapat turun menjadi Rp4.312/kg sementara ketika musim paceklik harga cabe merah dapat melonjak mencapai 800% menjadi Rp38.750/kg. Dengan demikian, margin keuntungan yang diterima oleh petani memiliki range yang tinggi yaitu dapat mencapai 90,5% ketika harga sedang tinggi atau sebesar 14,2% ketika harga sedang rendah. Dalam menentukan harga jual, petani cenderung untuk menjual dengan mengikuti harga tertinggi (62,50%) baru diikuti dengan mengikuti harga pesaing (37,50%). Pedagang Cabe Merah Harga jual cabe merah di tingkat pedagang memiliki range dari Rp9.733/kg Rp 23.200 sementara itu range harga beli oleh pedagang sekitar Rp7.333/kg Rp 20.000/kg. Lebarnya harga jual cabe ini di tingkat pedagang disebabkan oleh lebarnya harga jual di tingkat petani. Selisih harga jual dan beli terbesar dialami ketika pasokan dalam kondisi normal yaitu sekitar Rp6.933/kg. Adapun selisih harga ketika pasokan sedikit atau banyak masing-masing sebesar Rp3.200/kg dan Rp2.400/kg. Dengan demikian, pedagang cenderung memiliki keuntungan ketika pasokan normal. Ketika pasokan sedikit ataupun banyak, pedagang cenderung hati-hati dalam menentukan harga jualnya. Hal ini disebabkan oleh cepat berubahnya harga cabe merah sehingga ada kekhawatiran akan barang yang tak terjual ketika pasokan sedang tidak stabil. Komoditas ini juga cepat membusuk sehingga pedagang cenderung memilih untuk tidak mengambil risiko dengan cara menurunkan margin keuntungannya. Harga cabe merah cepat berubah dimana harga di sore hari bisa turun jauh dari pada harga di pagi hari. Hal tersebut juga mempengaruhi jumlah penjualan cabe merah. Ketika pasokan sedikit, jumlah penjualan cabe merah dapat berkurang setengahnya dari ketika pasokan banyak. Dalam kondisi ini, pembeli juga cenderung untuk menurunkan jumlah pembelian mereka, khawatir harga akan berubah dalam waktu dekat. Fluktuasi harga pada cabe merah ini juga berdampak pada bervariasinya margin keuntungan yang diambil oleh pedagang. Dalam kondisi normal, margin keuntungan dapat mencapai 22,8% sementara ketika pasokan sedikit margin keuntungan dapat turun menjadi 13,93%. Namun demikian, margin keuntungan yang diterima pedagang lebih kecil dibandingkan yang diterima oleh petani. Berbeda dengan di tingkat petani, mayoritas pedagang (93,3%) mengikuti harga dari pesaing dalam menentukan harga jualnya. Sementara sisanya (6,7%) menjual berdasarkan jumlah biaya produksi ditambah dengan margin. Grafik 6. Harga Cabe Merah di Tingkat Pedagang 25,000 Grafik 7. Jumlah Penjualan Cabe Merah 80.0 65.8 20,000 60.0 53 45 50 40 15,000 10,000 60 32.7 5,000 16.0 0 40.0 30 20.0 20 10 0.0 Pasokan Banyak Harga Beli Normal Harga Jual 26 Pasokan Sedikit % Selisih Harga Jual dan Beli 0 Pasokan Banyak Normal Pasokan Sedikit Beras Petani Beras Range harga jual beras di tingkat petani tidak terlalu besar. Ketika panen raya, harga beras dapat turun menjadi Rp5.760/kg sementara ketika musim paceklik, harga beras dapat melonjak mencapai 27,09% menjadi Rp7.321/kg. Margin keuntungan yang diterima oleh petani beras relatif sempit namun pada level yang tinggi yaitu mencapai 119,4% ketika harga sedang tinggi atau minimum 71,6% ketika harga sedang rendah. Dalam menentukan harga jual, petani cenderung untuk menjual dengan mengikuti harga tertinggi (57,14%) baru diikuti dengan mengikuti harga pesaing (42,86%). Mayoritas hasil panen tersebut (76,43%) diperuntukkan untuk dijual, sementara sisanya untuk dikonsumsi sendiri (15,00%) dan disimpan (8,57%). Petani biasanya menjual hasil panen melalui pedagang pengumpul (57,14%) dan pedagang besar (42,86%). Pedagang Beras Selisih harga jual dan harga beli beras relatif kecil dan stabil dalam baik dalam kondisi pasokan banyak, sedikit maupun normal yaitu pada sekitar 5%. Beras yang merupakan kebutuhan pokok serta tidak memiliki barang subtitusi yang sepadan memiliki kecenderungan harga yang stabil. Selain itu, komoditas ini merupakan barang yang dapat bertahan hinga beberapa bulan sehingga permainan pedagang dalam menentukan harga jual relaitf rendah. Relatif stabilnya harga beras juga terlihat dari sempitnya range harga ketika pasokan banyak maupun sedikit. Ketika pasokan banyak, harga jual rata- rata pedagang sebesar Rp7.884/kg sementara ketika pasokan sedikit harga melonjak tidak terlalu signifikan yaitu sebesar 8,09% mencapai Rp8.109/kg. Jumlah penjualan beras juga menunjukkan angka yang relatif stabil. Ketika pasokan sedikit, jumlah penjualan beras dapat berkurang 16,29% dari ketika pasokan banyak. Angka penurunan penjualan tersebut lebih kecil dibandingkan dengan komoditas bumbu-bumbuan ataupun sayuran. Hal ini terkait dengan posisi beras sebagai makanan pokok sehingga akan tetap dibeli masyarakat berapapun harganya. Stabilnya harga beras juga berdampak pada cukup rendahnya margin keuntungan yang diambil oleh pedagang. Dalam kondisi normal, margin keuntungan dapat mencapai 7,51% sementara ketika pasokan sedikit margin keuntungan dapat turun mencapai 3,70%. Margin keuntungan yang diterima oleh pedagang ini lebih rendah dibandingkan dengan yang diterima oleh petani. Sebagai mana di tingkat petani, mayoritas pedagang (50,0%) mengikuti harga tertinggi dalam menentukan harga jualnya. Sementara sisanya (43,8%) menentukan harga jual dengan melihat harga pesaing. Grafik 8. Harga Beras di Tingkat Pedagang 9,000 5.1 7884.4 8,500 8,000 8021.9 8109.4 8521.9 5.1 7500.0 6,500 Pasokan Banyak Harga Beli Normal Harga Jual 5.1 800 4.9 4.9 7,000 850 821 781 5.0 7650.0 7,500 Grafik 9. Jumlah Penjualan Beras 5.2 Pasokan Sedikit % Selisih Harga Jual dan Beli 750 4.8 700 4.7 650 688 600 Pasokan Banyak Normal Pasokan Sedikit Bawang Merah Petani Bawang Merah Range harga jual bawang merah di tingkat petani cukup lebar. Ketika panen raya, harga bawang merah dapat turun menjadi Rp3.562/kg sementara ketika musim paceklik, harga bawang merah dapat melonjak mencapai 338,6% menjadi Rp15.625/kg. Dengan demikian, margin keuntungan yang diterima oleh petani memiliki range yang tinggi yaitu dapat mencapai 79,68% ketika harga sedang tinggi atau sebesar 16,68% ketika harga sedang rendah. Dalam menentukan harga jual, petani cenderung untuk menjual dengan mengikuti harga pesaing (75,00%) baru diikuti dengan mengikuti harga tertinggi (25,00%). Pedagang Bawang Merah Untuk ukuran komditi bumbu-bumbuan, range harga jual bawang merah tidaklah terlalu lebar. Ketika pasokan banyak, harga jual bawang merah di tingkat pedagang sebesar Rp11.200/kg sementara ketika pasokan sedang sedikit harga jual meningkat 65,77% menjadi Rp18.566/kg. Ketika harga sedang turun, pedagang menentukan harga jual sekitar 22,4% di atas harga beli. Namun demikian,ketika harga sedang tinggi, harga jual yang ditetapkan oleh pedagang hanya sekitar 17,00% di atas harga jual. Volume penjualan komoditas ini cukup tergantung akan jumlah pasokannya. Ketika jumlah pasokan sedikit, volume penjualan dapat turun hingga mencapai setengah dari penjualan ketika banyak. Dalam kondisi ini, pembeli juga cenderung untuk menurunkan jumlah pembelian mereka, khawatir harga akan berubah dalam waktu dekat. Sementara itu, margin yang ditetapkan oleh pedagang relatif stabil yaitu berkisar antara Rp1.886/kg Rp2.800/kg atau sekitar 17,9%-19,52% harga. Secara umum, harga bawang merah di tingkat pedagang lebih stabil dibandingkan di tingkat petani. Sebagaimana di tingkat petani, mayoritas pedagang (93,3%) mengikuti harga dari pesaing dalam menentukan harga jualnya. Sementara sisanya (6,7%) menjual berdasarkan biaya tertinggi. Grafik 12. Harga Bawang Merah di Tingkat Pedagang 18.567 20.000 22,4 20,1 11.933 15.000 11.200 10.000 9.147 15.867 17,0 9.933 5.000 0 Pasokan Banyak Harga Beli Normal Harga Jual Grafik 13. Jumlah Penjualan Bawang Merah 25,0 50 20,0 40 15,0 30 10,0 20 5,0 10 0,0 0 Pasokan Sedikit % Selisih Harga Jual dan Beli 45 34 22 Pasokan Banyak Normal Pasokan Sedikit Bayam Range harga jual bayam di tingkat petani cukup lebar. Ketika panen raya, harga bayam dapat turun menjadi Rp2.666/kg sementara ketika musim paceklik, harga bayam melonjak 112,5% menjadi Rp5.667/kg. Dengan demikian, margin keuntungan yang diterima oleh petani cukup lebar yaitu sebesar 57,00% ketika harga sedang tinggi atau sebesar 9,33% ketika harga sedang rendah. Yang perlu dicermati adalah, keuntungan yang diterima petani ketika harga sedang rendah hanya sebesar Rp243/kg. Dalam menentukan harga jual, petani cenderung untuk menjual dengan mengikuti harga pesaing (66,67%) baru diikuti dengan mengikuti harga tertinggi (33,33%). Pedagang Bayam Harga jual bayam ketika harga normal sebesar Rp2.810/kg sementara ketika pasokan sedikit dapat melonjak 86,3% menjadi Rp5.236/kg. Selisih harga jual dan beli terbesar yang diterima oleh pedagang adalah ketika harga tinggi yaitu mencapai Rp2.469/kg. Namun secara umum, selisih harga secara rupiah tersebut relatif stabil yaitu sebesar Rp1.540/kg-Rp2.469/kg. Volume penjualan komoditas ini cukup tergantung akan jumlah pasokannya. Ketika jumlah pasokan sedikit, volume penjualan dapat turun hingga mencapai sepertiga dari penjualan ketika banyak. Dalam kondisi ini, pembeli juga cenderung untuk menurunkan jumlah pembelian mereka, mengingat masih adanya barang subtitusi bayam. Relatif stabilnya harga bayam ini juga berdampak pada cukup stabilnya margin keuntungan yang diambil oleh pedagang. Dalam kondisi normal, margin keuntungan dapat mencapai 27,92% sementara ketika pasokan sedikit margin keuntungan dapat turun menjadi 26,90%. Namun demikian, margin keuntungan yang diterima pedagang secara rupiah cukup kecil yaitu pada kisaran Rp300-Rp786/kg. Sebagaimana di tingkat petani, mayoritas pedagang (86,7%) mengikuti harga dari pesaing dalam menentukan harga jualnya. Sementara sisanya (13,3%) menjual berdasarkan harga tertinggi. Grafik 14. Harga Bayam di Tingkat Grafik 15. Jumlah Penjualan Bayam Pedagang 6.000 5.236 258,1 5.000 200,0 3.008 2.810 3.000 2.767 150,0 121,3 2.000 840 89,3 1.270 0,0 Harga Beli 176 Normal Harga Jual 138 150 117 100 100,0 50,0 0 Pasokan Banyak 200 250,0 4.000 1.000 300,0 Pasokan Sedikit 50 0 Pasokan Banyak Normal Pasokan Sedikit % Selisih Harga Jual dan Beli Daging Ayam Ras Peternak Daging Ayam Ras Range harga jual daging ayam ras di tingkat pedagang cukup stabil. Ketika panen raya, harga daging ayam ras dapat turun menjadi Rp15.312/kg sementara ketika musim paceklik, harga daging ayam ras melonjak 11,84% menjadi Rp17.125/kg. Dengan demikian, margin keuntungan yang diterima oleh peternak juga relatif stabil pada level yang tinggi yaitu sekitar Rp11.145/kg Rp12.957/kg. Margin yang diterima oleh peternak tersebut dapat mencapai 75% dari harga jualnya. Dalam menentukan harga jual, peternak cenderung untuk mengikuti harga pesaing (62,50%) baru diikuti dengan mengikuti harga tertinggi (37,50%). Pedagang Daging Ayam Ras Fluktualitas harga daging ayam ras di tingkat pedagang lebih tinggi jika dibandingkan dengan di tingkat peternak. Ketika pasokan banyak, harga jual rata-rata pedagang dapat mencapai Rp20.184/kg sementara ketika pasokan sedikit harga dapat melonjak 26,68% mencapai Rp25.568/kg. Namun demikian selisih harga jual dan harga beli daging ayam ras relatif stabil yaitu pada kisaran Rp4.131/kg - Rp5.131/kg atau sekitar 22,9% - 34,1%. Sementara itu, ketika pasokan sedikit dan harga tinggi, volume penjualan daging ayam ras juga mengalami penurunan. Volume penjualan saat pasokan banyak dapat mencapai 603,75 kg/pedagang namun demikian ketika pasokan sedikit volume penjualan dapat turun hingga 30,95% menjadi 416,88 kg/pedagang. Namun demikian, margin yang diterima oleh pedagang memiliki range yang cukup lebar yaitu pada kisaran Rp3.568/kg Rp6.318/kg. Margin keuntungan tersebut juga masih lebih rendah jika dibandingkan dengan margin keuntungan yang diterima oleh peternak. Sebagaimana di tingkat peternak, mayoritas pedagang (81,3%) mengikuti harga dari pesaing dalam menentukan harga jualnya. Sementara sisanya menjual berdasarkan harga tertinggi (12,5%) dan jumlah biaya produksi ditambah dengan margin (6,3%). Grafik 18. Harga Daging Ayam Ras di Tingkat Pedagang 30.000 25.569 34,1 20.184 25.000 20.000 15.053 20.438 16.306 25,3 15.000 20.813 22,9 10.000 5.000 0 Pasokan Banyak Harga Beli Normal Harga Jual 40,0 35,0 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 Pasokan Sedikit Grafik 19. Jumlah Penjualan Daging Ayam Ras 700 604 600 500 500 417 400 300 200 100 0 Pasokan Banyak Normal Pasokan Sedikit % Selisih Harga Jual dan Beli Ikan Gabus Nelayan Ikan Gabus Range harga jual ikan gabus di tingkat petani cukup lebar. Ketika panen raya, harga ikan gabus dapat turun menjadi Rp8.750/kg sementara ketika musim paceklik, harga ikan gabus dapat melonjak mencapai 101,43% menjadi Rp17.625/kg. Namun demikian, range margin keuntungan yang diterima oleh petani tidak terlalu lebar yaitu mencapai 21,79% ketika harga sedang rendah atau sebesar 56,84% ketika harga sedang tinggi. Dalam menentukan harga jual, petani cenderung untuk menjual dengan mengikuti harga pesaing (87,50%) baru diikuti dengan mengikuti harga tertinggi (12,50%). Adapun 100% hasil produksi tersebut dijual melalui pedagang pengumpul (100%). Pedagang Ikan Gabus Fluktualitas harga ikan gabus di tingkat pedagang cukup rendah. Ketika pasokan banyak, harga jual rata-rata pedagang dapat mencapai Rp31.062/kg sementara ketika pasokan sedikit harga melonjak 32,90% mencapai Rp41.281/kg. Selisih harga jual dan harga beli ikan gabus berada pada kisaran Rp5.312/kg Rp6.781/kg. Semakin tinggi harga beli ikan gabus oleh pedagang, maka selisih harga terhadap harga jualnya juga semakin tinggi. Secara persentase, pedagang menetapkan harga jual ikan gabus sekitar 20% di atas harga beli baik dalam kondisi pasokan sedikit, normal maupun banyak. Cukup stabilnya harga komoditas ini disebabkan oleh banyaknya barang subtitusi untuk jenis ikan-ikanan. Pembeli tidak terpaku untuk memilih salah satu juni komoditas saja. Dengan demikian, pedagang akan memikirkan kembali jika harus menetapkan harga yang jauh diatas harga normalnya. Hal ini juga tercermin dimana ketika pasokan sedikit maka volume penjualan akan mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu turun 43,75% dari volume penjualan ketika pasokan banyak. Sebagaimana di tingkat nelayan, mayoritas pedagang (81,3%) mengikuti harga dari pesaing dalam menentukan harga jualnya. Sementara sisanya (12,5%) menjual berdasarkan jumlah biaya produksi ditambah dengan margin. Grafik 22. Harga Ikan Gabus di Tingkat Pedagang 45.000 23,8 40.000 20,6 31.063 35.000 30.000 25.750 32.500 34.500 41.281 25,0 19,7 20,0 26.250 25.000 20.000 15.000 Grafik 23. Jumlah Penjualan Ikan Gabus 60 50 50 46 40 15,0 30 10,0 20 28 10 10.000 5,0 5.000 0 0,0 Pasokan Banyak Harga Beli Normal Harga Jual 0 Pasokan Banyak Normal Pasokan Sedikit Pasokan Sedikit % Selisih Harga Jual dan Beli Ikan Nila Petani Ikan Nila Range harga jual ikan nila di tingkat petani cukup sempit. Ketika panen raya, harga ikan nila dapat turun menjadi Rp18.333/kg sementara ketika musim paceklik, harga ikan nila hanya akan melonjak 14,55% menjadi Rp21.000/kg. Margin keuntungan yang diterima oleh petani juga memiliki range yang sempit yaitu sekitar 20,80% - 34,94% atau sekitar Rp4.067/kg Rp6833/kg. Dalam menentukan harga jual, petani cenderung untuk menjual dengan mengikuti harga pesaing (88,89%) baru diikuti dengan mengikuti harga tertinggi (11,11%). Petani biasanya menjual hasil panen melalui pedagang pengumpul (61,11%) diikuti pedagang eceran (22,22%) dan pedagang besar (16,67%). Pedagang Ikan Nila Sebagaimana harga di tingkat petani, fluktualitas harga ikan nila di tingkat pedagang juga cukup rendah. Ketika pasokan banyak, harga jual ratarata pedagang dapat mencapai Rp31.062/kg sementara ketika pasokan sedikit harga melonjak sampai 32,90% mencapai Rp41.281/kg. Selisih harga jual dan beli ikan nila pada kisaran Rp11.862/kg Rp18.881/kg. Semakin tinggi harga jual komoditas ini, maka selisih harga jual dan beli menjadi semakin tinggi. Secara persentase, pedagang menetapkan harga jual ikan nilai cukup tinggi dari harga belinya yaitu mencapai 61,8% 84,3% dari harga jual. Komoditas ini merupakan komoditas yang hampir selalu ada setiap waktu, sehingga menjadi pilihan utama masyarakat bagi jenis ikanikanan. Oleh sebab itu, harga yang ditetapkan dapat menjadi cukup tinggi karena ketersediaannya yang cukup baik di saat komoditas lainnya mengalami penurunan pasokan. Namun demikian, ketika pasokan berkurang, volume penjualan komoditas ini dapat berkurang sebesar 41,04% dari volume penjualan ketka pasokan banyak. Sebagaimana di tingkat petani, mayoritas pedagang (60,0%) mengikuti harga dari pesaing dalam menentukan harga jualnya. Sementara sisanya (33,3%) menjual berdasarkan jumlah biaya produksi ditambah dengan margin. Grafik 24. Harga Ikan Nila di Tingkat Pedagang 45.000 41.281 84,3 40.000 35.000 31.063 61,8 30.000 25.000 20.000 32.500 67,0 90,0 80,0 70,0 19.467 50,0 30,0 10.000 20,0 5.000 10,0 0 0,0 Harga Beli 45 36 40 Normal Harga Jual 26 30 40,0 15.000 Pasokan Banyak 50 60,0 22.400 19.200 Grafik 25. Jumlah Penjualan Ikan Nila Pasokan Sedikit % Selisih Harga Jual dan Beli 20 10 0 Pasokan Banyak Normal Pasokan Sedikit Udang Basah Pedagang Udang Basah Untuk kategori perikanan, fluktuasi harga udang basah termasuk yang tertinggi jika dibandingkan dengan ikan gabus dan nila. Ketika pasokan banyak, harga jual rata-rata pedagang sebesar Rp28.100/kg sementara ketika pasokan sedikit harga melonjak sampai 56,58% mencapai Rp44.000/kg. Meningkatnya harga jual tersebut seiring dengan meningkatnya harga beli dari nelayan. Selisih harga jual dan beli udang basah berada pada kisaran Rp3.825/kg Rp12.500/kg. Semakin tinggi harga jual komoditas ini, maka selisih harga jual dan beli menjadi semakin tinggi. Komoditas ini termasuk komoditas musiman dimana produksi akan meningkat pada waktu-waktu tertentu. Meskipun komoditas ini memiliki barang subtitusi produk sejenis lainnya, namun adanya preferensi masyarakat akan produk ini menyebabkan pedagang berani memberikan harga yang tinggi saat pasokan sedikit. Hal ini tercermin dari relatif lebih rendahnya penurunan volume penjualan udang basah ketika harga tinggi. Apabila volume penjualan ikan gabus dan nila dapat turun masing-masing sebesar 43,75% dan 41,04% maka volume penjualan udang basah hanya turun mencapai 35,90%. Untuk menentukan harga jual, mayoritas pedagang (70,0%) mengikuti harga dari pesaing. Sementara sisanya 20% pedagang menjual berdasarkan jumlah biaya produksi ditambah dengan margin. Grafik 26. Harga Udang Basah Tingkat Pedagang 50.000 44.000 40.000 30.000 28.100 23.200 20.000 10.000 29.000 25.175 31.500 39,7 15,2 21,1 50,0 50 40,0 40 30,0 30 20,0 20 10,0 0 0,0 Pasokan Banyak Normal Pasokan Sedikit Grafik 27. Jumlah Penjualan Udang Basah 39 33 25 10 0 Pasokan Banyak Normal Pasokan Sedikit Kesimpulan 1. Dengan mengikuti kriteria pengelompokan pasar menurut Nicholson (1991), diketahui bahwa struktur pasar komoditas penyumbang inflasi di tingkat pedagang ternyata mengarah kepada persaingan sempurna baik untuk komoditi pertanian, peternakan, perikanan maupun industri (kecuali untuk minyak goreng dan semen). 2. Sementara itu struktur pasar untuk komoditi minyak goreng dan semen merupakan monopolistik karena terdapatnya unsur merek dalam komoditi ini. 3. Jalur distribusi masing-masing komoditi memiliki pola yang relatif sama untuk masing-masing kelompok komoditi. Jalur distribusi untuk komoditi pertanian (kecuali beras) dari petani sampai ke konsumen melalui 3 (tiga) perantara yaitu pedagang pengepul, pedagang besar, dan pedagang eceran. Sementara itu, jalur distribusi untuk komoditi beras relatif lebih panjang yaitu dari produsen, pedagang pengepul, agen, sub agen, pedagang besar, pedagang eceran, baru sampai ke konsumen. 4. Jalur distribusi komoditi peternakan merupakan yang terpendek yaitu hanya melalui 2 (dua) perantara yaitu dari produsen, pedagang besar, pedagang eceran, serta konsumen akhir. 5. Jalur distribusi untuk komoditi perikanan serupa dengan komoditi pertanian yaitu dari produsen, pedagang pengepul, pedagang besar, pedagang eceran dan konsumen akhir. 6. Jalur distribusi untuk komoditi industri serupa dengan jalur distribusi beras yaitu dari produsen, pedagang pengepul, agen, sub agen, pedagang besar, pedagang eceran, baru sampai ke konsumen. 7. Dalam menentukan harga, sebagian besar petani maupun pedagang berpatokan pada harga pesaing. 8. Untuk komoditi yang diproduksi dengan jumlah yang relatif stabil (ikan nila, dan daging ayam ras), harga jual di tingkat produsen cukup stabil sementara fluktuasi harga terjadi di tingkat pedagang. Sementara itu, untuk komoditi yang jumlah produksinya kurang stabil (cabe merah, bawang merah, hasil tangkapan ikan laut), fluktuasi harga sudah terjadi dari tingkat produsen. Saran 1. Mengupayakan penataan pasokan barang untuk mengurangi besarnya peran pedagang besar atau grosir dalam menetapkan harga beli pedagang pengecer dan mengurangi peran pedagang pengecer dalam menetapkan harga jual ke konsumen serta memperkecil peluang terjadinya spekulasi pada berbagai tingkatan pedagang khususnya untuk komoditi non pangan dan komoditi pangan tahan lama. 2. Pengembangan multikomoditas berdasarkan potensi masing-masing wilayah melalui pemetaan potensi lahan pertanian. Melalui kebijakan ini setiap wilayah berspesialisasi dalam menghasilkan komoditas tertentu sehingga dapat mendorong peningkatan produksi di masing-masing sentra produksi yang ditetapkan berdasarkan keputusan bersama antara pemerintah, petani dan pengusaha.