dampak asap terhadap perekonomian sektor riil propinsi jambi

advertisement
Boks.2
PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI
KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH
Pengendalian inflasi merupakan faktor kunci dalam menstimulasi
kegiatan ekonomi riil yang berkembang sekaligus meningkatkan permintaan
efektif masyarakat. Kegiatan ekonomi produktif akan sulit berjalan dan
permintaan masyarakat menjadi tidak efektif di dalam kondisi dimana terjadi
inflasi yang tidak terkendali. Oleh karena itu kebijakan pengendalian inflasi
menjadi penting untuk dilaksanakan.
Efektifitas penerapan kebijakan pengendalian inflasi akan sangat
ditentukan oleh kedalaman pengetahuan, data dan informasi tentang faktorfaktor yang berkontribusi dalam pengendalian inflasi. Salah satu pengetahuan
dan informasi yang mesti dipahami adalah perilaku komoditas penyumbang
inflasi. Struktur pasar dan pola distribusi komoditas sangat mempengaruhi
proses pembentukan tingkat harga masing-masing komoditas. Struktur pasar
dan pola distribusi suatu komoditas akan berbeda dengan komoditas lainnya.
Karenanya data dan informasi yang akurat akan struktur pasar dan pola
distribusi menjadi faktor kunci yang digunakan untuk memformulasi kebijakan
pengendalian inflasi nantinya.
Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi struktur pasar komoditas strategis penyumbang inflasi
daerah
2. Mengidentifikasi pola distribusi komoditas strategis penyumbang inflasi
daerah
3. Mengetahui
perilaku
produsen,
distributor
dan
pengecer
dalam
mekanisme pembentukan harga barang strategis penyumbang inflasi di
daerah
Struktur Pasar
Dari hasil survey, dilakukan identifikasi struktur pasar di tingkat
pedagang. Elemen-elemen struktur pasar yang digunakan antara lain jumlah
pemain
dalam
wilayah/kota,
kemampuan
dalam
mengontrol
harga,
kemampuan dalam mengontrol pasokan, serta sifat produk yang diilihat dari
bermerk atau tidak produk tersebut.
Dari hasil identifikasi tersebut, terlihat bahwa mayoritas struktur pasar
komoditas pertanian merupakan indikasi pasar persaingan sempurna.
Tabel 1. Identifikasi Struktur Pasar Komoditas Penyumbang Inflasi
Komoditi
Jumlah
Pedagang Kota
Kontrol Thd
Harga
Kontrol Thd
Pasokan
Sifat Produk
(Merek)
132
81
158
304
213
151
224
55
52
108
33
62
44
34
42
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Ya/tidak
Ya/tidak
Tidak
Ya
Cabe Merah
Beras
Kacang panjang
Bawang merah
Bayam
Tomat sayur
Daging ayam ras
Telur ayam ras
Ikan Gabus
Ikan Nila
Udang Basah
Minyak Goreng
Gula Pasir
Pasir
Semen
Kesimpulan
Persaingan Sempurna
Persaingan Sempurna
Persaingan Sempurna
Persaingan Sempurna
Persaingan Sempurna
Persaingan Sempurna
Persaingan Sempurna
Persaingan Sempurna
Persaingan Sempurna
Persaingan Sempurna
Persaingan Sempurna
Monopolistis
Persaingan Sempurna
Persaingan Sempurna
Monopolistis
Jalur Distribusi
Beras
Pola distribusi beras di Jambi cukup panjang dimana penjualan beras dari
petani ke konsumen akhir/rumah tangga dapat melalui 5 (lima) perantara
pedagang yaitu pedagang pengepul, agen, sub agen, pedagang besar dan
pedagang eceran. Mayoritas konsumen mendapatkan beras melalui pedagang
eceran namun tak menutup kemungkinan konsumen dapat memperoleh beras
langsung melalui pedagang besar.
Peran agen dan sub agen dalam perdagangan beras di Kota Jambi cukup
tinggi. Jumlah pemain agen penjual beras di Kota Jambi juga relatif sedikit
sehingga menjadi pemain utama dalam penyaluran beras kepada pedagangpedagang di bawahnya.
Grafik 1. Jalur Distribusi Beras
Sumber : Hasil survey, diolah
Komoditas Pertanian (selain beras)
Berbeda dengan beras, komoditas pertanian lainnya tidak melalui agen
dan sub agen dalam jalur distribusinya. Dengan demikian, rantai produksi
komoditas pertanian ini relatif lebih singkat yaitu dari petani sampai ke
konsumen hanya melalui 3 (tiga) perantara yaitu pedagang pengepul,
pedagang besar, dan pedagang eceran.
Bagi komoditas-komoditas ini, peran pedagang besar cukup tinggi
dimana pedagang besar memiliki peran dalam hal penyaluran barang dari
daerah asal ke kota Jambi. Jauhnya lokasi area produksi terhadap kota Jambi
membuat
pedagang
mendistribusikan
besar
memiliki
komoditas-komoditas
risiko
yang
dimaksud.
cukup
besar
Dengan
dalam
demikian,
kemampuan pedagang besar dalam mempengaruhi harga bagi komoditas
pertanian relatif tinggi.
Grafik 2. Jalur Distribusi Komoditas Pertanian (Selain Beras)
Sumber : Hasil survey, diolah
Komoditas Peternakan
Tidak seperti komoditas pertanian, pola distribusi komoditas peternakan
cukup pendek yaitu dengan tidak melalui pedagang pengepul. Jalur distribusi
diawali dari peternak (bisa berupa peternak inti dan plasma), kemudian
didistribusikan ke pedagang besar, selanjutnya dijual ke pengecer lalu dijual ke
konsumen akhir. Hal ini disebabkan oleh mayoritas peternak di Jambi
tergabung dalam suatu kelompok tertentu. Selain itu, lokasi peternak yang
relatif dekat dari kota Jambi menyebabkan tidak diperlukannya pedagang
pengepul dalam usaha ini.
Grafik 3. Jalur Distribusi Komoditas Peternakan
Sumber : Hasil survey, diolah
Komoditas Perikanan
Secara umum, pola distribusi untuk komoditas perikanan relatif sama
baik untuk ikan keramba (nila) maupun ikan tangkapan (udang basah dan
gabus). Pola distribusi komoditas perikanan di Sumatera Barat berawal dari
produsen di sepanjang pantai timur Jambi untuk ikan tangkapan ataupun
usaha keramba di sekitar kota Jambi. Hasil ikan tangkapan tersebut kemudian
dijual melalui pedagang pengepul di sekitar lokasi tangkapan. Sementara itu,
ikan hasil produksi keramba dijual melalui pedagang pengepul di sekitar lokasi
keramba yang biasanya tergabung dalam kelompok-kelompok tertentu. Setelah
itu ikan didistribusikan ke pedagang besar di Pasar Angso Duo untuk kemudian
dijual ke pedagang pengecer di pasar tersebut ataupun pasar-pasar yang lebih
kecil lainnya.
Grafik 4. Jalur Distribusi Komoditas Perikanan
Sumber : Hasil survey, diolah
Komoditas Industri
Jalur distribusi komoditas industri sedikit mirip dengan komoditas beras
namun tidak melalui pedagang pengepul. Jalur distribusi dimulai dari produsen
kemudian dijual di daerah melalui agen-agen tertentu, diikuti dengan sub agen,
pedagang
besar,
Sebagaimana
pedagang
dalam
rantai
eceran
baru
perdagangan
mencapai
beras,
konsumen
peran
agen
akhir.
dalam
mendistribusikan barang sangat tinggi. Agen merupakan penghubung utama
antara produsen dengan wilayah pemasaran di daerah.
Grafik 5. Jalur Distribusi Komoditas Industri
Sumber : Hasil survey, diolah
Cabe Merah
Petani Cabe Merah
Range harga jual cabe merah di tingkat petani cukup lebar. Ketika
panen raya, harga cabe merah dapat turun menjadi Rp4.312/kg sementara
ketika musim paceklik harga cabe merah dapat melonjak mencapai 800%
menjadi Rp38.750/kg. Dengan demikian, margin keuntungan yang diterima
oleh petani memiliki range yang tinggi yaitu dapat mencapai 90,5% ketika
harga sedang tinggi atau sebesar 14,2% ketika harga sedang rendah. Dalam
menentukan harga jual, petani cenderung untuk menjual dengan mengikuti
harga tertinggi (62,50%) baru diikuti dengan mengikuti harga pesaing
(37,50%).
Pedagang Cabe Merah
Harga jual cabe merah di tingkat pedagang memiliki range dari
Rp9.733/kg
Rp 23.200 sementara itu range harga beli oleh pedagang sekitar
Rp7.333/kg
Rp 20.000/kg. Lebarnya harga jual cabe ini di tingkat pedagang
disebabkan oleh lebarnya harga jual di tingkat petani. Selisih harga jual dan beli
terbesar dialami ketika pasokan dalam kondisi normal yaitu sekitar Rp6.933/kg.
Adapun selisih harga ketika pasokan sedikit atau banyak masing-masing
sebesar Rp3.200/kg dan Rp2.400/kg. Dengan demikian, pedagang cenderung
memiliki keuntungan ketika pasokan normal. Ketika pasokan sedikit ataupun
banyak, pedagang cenderung hati-hati dalam menentukan harga jualnya. Hal
ini disebabkan oleh cepat berubahnya harga cabe merah sehingga ada
kekhawatiran akan barang yang tak terjual ketika pasokan sedang tidak stabil.
Komoditas ini juga cepat membusuk sehingga pedagang cenderung memilih
untuk
tidak
mengambil
risiko
dengan
cara
menurunkan
margin
keuntungannya. Harga cabe merah cepat berubah dimana harga di sore hari
bisa turun jauh dari pada harga di pagi hari.
Hal tersebut juga mempengaruhi jumlah penjualan cabe merah. Ketika
pasokan sedikit, jumlah penjualan cabe merah dapat berkurang setengahnya
dari ketika pasokan banyak. Dalam kondisi ini, pembeli juga cenderung untuk
menurunkan jumlah pembelian mereka, khawatir harga akan berubah dalam
waktu dekat.
Fluktuasi harga pada cabe merah ini juga berdampak pada bervariasinya
margin keuntungan yang diambil oleh pedagang. Dalam kondisi normal,
margin keuntungan dapat mencapai 22,8% sementara ketika pasokan sedikit
margin keuntungan dapat turun menjadi 13,93%. Namun demikian, margin
keuntungan yang diterima pedagang lebih kecil dibandingkan yang diterima
oleh petani.
Berbeda dengan di tingkat petani, mayoritas pedagang (93,3%)
mengikuti harga dari pesaing dalam menentukan harga jualnya. Sementara
sisanya (6,7%) menjual berdasarkan jumlah biaya produksi ditambah dengan
margin.
Grafik 6. Harga Cabe Merah di Tingkat
Pedagang
25,000
Grafik 7. Jumlah Penjualan Cabe Merah
80.0
65.8
20,000
60.0
53
45
50
40
15,000
10,000
60
32.7
5,000
16.0
0
40.0
30
20.0
20
10
0.0
Pasokan Banyak
Harga Beli
Normal
Harga Jual
26
Pasokan Sedikit
% Selisih Harga Jual dan Beli
0
Pasokan Banyak
Normal
Pasokan Sedikit
Beras
Petani Beras
Range harga jual beras di tingkat petani tidak terlalu besar. Ketika panen
raya, harga beras dapat turun menjadi Rp5.760/kg sementara ketika musim
paceklik, harga beras dapat melonjak mencapai 27,09% menjadi Rp7.321/kg.
Margin keuntungan yang diterima oleh petani beras relatif sempit namun pada
level yang tinggi yaitu mencapai 119,4% ketika harga sedang tinggi atau
minimum 71,6% ketika harga sedang rendah. Dalam menentukan harga jual,
petani cenderung untuk menjual dengan mengikuti harga tertinggi (57,14%)
baru diikuti dengan mengikuti harga pesaing (42,86%).
Mayoritas hasil panen tersebut (76,43%) diperuntukkan untuk dijual,
sementara sisanya untuk dikonsumsi sendiri (15,00%) dan disimpan (8,57%).
Petani biasanya menjual hasil panen melalui pedagang pengumpul (57,14%)
dan pedagang besar (42,86%).
Pedagang Beras
Selisih harga jual dan harga beli beras relatif kecil dan stabil dalam baik
dalam kondisi pasokan banyak, sedikit maupun normal yaitu pada sekitar 5%.
Beras yang merupakan kebutuhan pokok serta tidak memiliki barang subtitusi
yang sepadan memiliki kecenderungan harga yang stabil. Selain itu, komoditas
ini merupakan barang yang dapat bertahan hinga beberapa bulan sehingga
permainan pedagang dalam menentukan harga jual relaitf rendah.
Relatif stabilnya harga beras juga terlihat dari sempitnya range harga
ketika pasokan banyak maupun sedikit. Ketika pasokan banyak, harga jual rata-
rata pedagang sebesar Rp7.884/kg sementara ketika pasokan sedikit harga
melonjak tidak terlalu signifikan yaitu sebesar 8,09% mencapai Rp8.109/kg.
Jumlah penjualan beras juga menunjukkan angka yang relatif stabil.
Ketika pasokan sedikit, jumlah penjualan beras dapat berkurang 16,29% dari
ketika pasokan banyak. Angka penurunan penjualan tersebut lebih kecil
dibandingkan dengan komoditas bumbu-bumbuan ataupun sayuran. Hal ini
terkait dengan posisi beras sebagai makanan pokok sehingga akan tetap dibeli
masyarakat berapapun harganya.
Stabilnya harga beras juga berdampak pada cukup rendahnya margin
keuntungan yang diambil oleh pedagang. Dalam kondisi normal, margin
keuntungan dapat mencapai 7,51% sementara ketika pasokan sedikit margin
keuntungan dapat turun mencapai 3,70%. Margin keuntungan yang diterima
oleh pedagang ini lebih rendah dibandingkan dengan yang diterima oleh
petani.
Sebagai mana di tingkat petani, mayoritas pedagang (50,0%) mengikuti
harga tertinggi dalam menentukan harga jualnya. Sementara sisanya (43,8%)
menentukan harga jual dengan melihat harga pesaing.
Grafik 8. Harga Beras di Tingkat Pedagang
9,000
5.1
7884.4
8,500
8,000
8021.9
8109.4
8521.9
5.1
7500.0
6,500
Pasokan Banyak
Harga Beli
Normal
Harga Jual
5.1
800
4.9
4.9
7,000
850
821
781
5.0
7650.0
7,500
Grafik 9. Jumlah Penjualan Beras
5.2
Pasokan Sedikit
% Selisih Harga Jual dan Beli
750
4.8
700
4.7
650
688
600
Pasokan Banyak
Normal
Pasokan Sedikit
Bawang Merah
Petani Bawang Merah
Range harga jual bawang merah di tingkat petani cukup lebar. Ketika
panen raya, harga bawang merah dapat turun menjadi Rp3.562/kg sementara
ketika musim paceklik, harga bawang merah dapat melonjak mencapai
338,6% menjadi Rp15.625/kg. Dengan demikian, margin keuntungan yang
diterima oleh petani memiliki range yang tinggi yaitu dapat mencapai 79,68%
ketika harga sedang tinggi atau sebesar 16,68% ketika harga sedang rendah.
Dalam menentukan harga jual, petani cenderung untuk menjual dengan
mengikuti harga pesaing (75,00%) baru diikuti dengan mengikuti harga
tertinggi (25,00%).
Pedagang Bawang Merah
Untuk ukuran komditi bumbu-bumbuan, range harga jual bawang
merah tidaklah terlalu lebar. Ketika pasokan banyak, harga jual bawang merah
di tingkat pedagang sebesar Rp11.200/kg sementara ketika pasokan sedang
sedikit harga jual meningkat 65,77% menjadi Rp18.566/kg. Ketika harga
sedang turun, pedagang menentukan harga jual sekitar 22,4% di atas harga
beli. Namun demikian,ketika harga sedang tinggi, harga jual yang ditetapkan
oleh pedagang hanya sekitar 17,00% di atas harga jual.
Volume penjualan komoditas ini cukup tergantung akan jumlah
pasokannya. Ketika jumlah pasokan sedikit, volume penjualan dapat turun
hingga mencapai setengah dari penjualan ketika banyak. Dalam kondisi ini,
pembeli juga cenderung untuk menurunkan jumlah pembelian mereka,
khawatir harga akan berubah dalam waktu dekat.
Sementara itu, margin yang ditetapkan oleh pedagang relatif stabil yaitu
berkisar antara Rp1.886/kg
Rp2.800/kg atau sekitar 17,9%-19,52% harga.
Secara umum, harga bawang merah di tingkat pedagang lebih stabil
dibandingkan di tingkat petani.
Sebagaimana di tingkat petani, mayoritas pedagang (93,3%) mengikuti
harga dari pesaing dalam menentukan harga jualnya. Sementara sisanya (6,7%)
menjual berdasarkan biaya tertinggi.
Grafik 12. Harga Bawang Merah di Tingkat
Pedagang
18.567
20.000
22,4
20,1
11.933
15.000
11.200
10.000
9.147
15.867
17,0
9.933
5.000
0
Pasokan Banyak
Harga Beli
Normal
Harga Jual
Grafik 13. Jumlah Penjualan Bawang
Merah
25,0
50
20,0
40
15,0
30
10,0
20
5,0
10
0,0
0
Pasokan Sedikit
% Selisih Harga Jual dan Beli
45
34
22
Pasokan Banyak
Normal
Pasokan Sedikit
Bayam
Range harga jual bayam di tingkat petani cukup lebar. Ketika panen
raya, harga bayam dapat turun menjadi Rp2.666/kg sementara ketika musim
paceklik, harga bayam melonjak 112,5% menjadi Rp5.667/kg. Dengan
demikian, margin keuntungan yang diterima oleh petani
cukup lebar yaitu
sebesar 57,00% ketika harga sedang tinggi atau sebesar 9,33% ketika harga
sedang rendah. Yang perlu dicermati adalah, keuntungan yang diterima petani
ketika harga sedang rendah hanya sebesar Rp243/kg. Dalam menentukan
harga jual, petani cenderung untuk menjual dengan mengikuti harga pesaing
(66,67%) baru diikuti dengan mengikuti harga tertinggi (33,33%).
Pedagang Bayam
Harga jual bayam ketika harga normal sebesar Rp2.810/kg sementara
ketika pasokan sedikit dapat melonjak 86,3% menjadi Rp5.236/kg. Selisih
harga jual dan beli terbesar yang diterima oleh pedagang adalah ketika harga
tinggi yaitu mencapai Rp2.469/kg. Namun secara umum, selisih harga secara
rupiah tersebut relatif stabil yaitu sebesar Rp1.540/kg-Rp2.469/kg.
Volume penjualan komoditas ini cukup tergantung akan jumlah
pasokannya. Ketika jumlah pasokan sedikit, volume penjualan dapat turun
hingga mencapai sepertiga dari penjualan ketika banyak. Dalam kondisi ini,
pembeli juga cenderung untuk menurunkan jumlah pembelian mereka,
mengingat masih adanya barang subtitusi bayam.
Relatif stabilnya harga bayam ini juga berdampak pada cukup stabilnya
margin keuntungan yang diambil oleh pedagang. Dalam kondisi normal,
margin keuntungan dapat mencapai 27,92% sementara ketika pasokan sedikit
margin keuntungan dapat turun menjadi 26,90%. Namun demikian, margin
keuntungan yang diterima pedagang secara rupiah cukup kecil yaitu pada
kisaran Rp300-Rp786/kg.
Sebagaimana di tingkat petani, mayoritas pedagang (86,7%) mengikuti
harga dari pesaing dalam menentukan harga jualnya. Sementara sisanya
(13,3%) menjual berdasarkan harga tertinggi.
Grafik 14. Harga Bayam di Tingkat
Grafik 15. Jumlah Penjualan Bayam
Pedagang
6.000
5.236
258,1
5.000
200,0
3.008
2.810
3.000
2.767
150,0
121,3
2.000
840
89,3
1.270
0,0
Harga Beli
176
Normal
Harga Jual
138
150
117
100
100,0
50,0
0
Pasokan Banyak
200
250,0
4.000
1.000
300,0
Pasokan Sedikit
50
0
Pasokan Banyak
Normal
Pasokan Sedikit
% Selisih Harga Jual dan Beli
Daging Ayam Ras
Peternak Daging Ayam Ras
Range harga jual daging ayam ras di tingkat pedagang cukup stabil.
Ketika panen raya, harga daging ayam ras dapat turun menjadi Rp15.312/kg
sementara ketika musim paceklik, harga daging ayam ras melonjak 11,84%
menjadi Rp17.125/kg. Dengan demikian, margin keuntungan yang diterima
oleh peternak juga relatif stabil pada level yang tinggi yaitu sekitar Rp11.145/kg
Rp12.957/kg. Margin yang diterima oleh peternak tersebut dapat mencapai
75% dari harga jualnya. Dalam menentukan harga jual, peternak cenderung
untuk mengikuti harga pesaing (62,50%) baru diikuti dengan mengikuti harga
tertinggi (37,50%).
Pedagang Daging Ayam Ras
Fluktualitas harga daging ayam ras di tingkat pedagang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan di tingkat peternak. Ketika pasokan banyak, harga jual
rata-rata pedagang dapat mencapai Rp20.184/kg sementara ketika pasokan
sedikit harga dapat melonjak 26,68% mencapai Rp25.568/kg. Namun demikian
selisih harga jual dan harga beli daging ayam ras relatif stabil yaitu pada kisaran
Rp4.131/kg - Rp5.131/kg atau sekitar 22,9% - 34,1%.
Sementara itu, ketika pasokan sedikit dan harga tinggi, volume
penjualan daging ayam ras juga mengalami penurunan. Volume penjualan saat
pasokan banyak dapat mencapai 603,75 kg/pedagang namun demikian ketika
pasokan sedikit volume penjualan dapat turun hingga 30,95% menjadi 416,88
kg/pedagang.
Namun demikian, margin yang diterima oleh pedagang memiliki range
yang cukup lebar yaitu pada kisaran Rp3.568/kg
Rp6.318/kg. Margin
keuntungan tersebut juga masih lebih rendah jika dibandingkan dengan margin
keuntungan yang diterima oleh peternak.
Sebagaimana di tingkat peternak, mayoritas pedagang (81,3%)
mengikuti harga dari pesaing dalam menentukan harga jualnya. Sementara
sisanya menjual berdasarkan harga tertinggi (12,5%) dan
jumlah biaya
produksi ditambah dengan margin (6,3%).
Grafik 18. Harga Daging Ayam Ras di
Tingkat Pedagang
30.000
25.569
34,1
20.184
25.000
20.000
15.053
20.438
16.306
25,3
15.000
20.813
22,9
10.000
5.000
0
Pasokan Banyak
Harga Beli
Normal
Harga Jual
40,0
35,0
30,0
25,0
20,0
15,0
10,0
5,0
0,0
Pasokan Sedikit
Grafik 19. Jumlah Penjualan Daging Ayam
Ras
700
604
600
500
500
417
400
300
200
100
0
Pasokan Banyak
Normal
Pasokan Sedikit
% Selisih Harga Jual dan Beli
Ikan Gabus
Nelayan Ikan Gabus
Range harga jual ikan gabus di tingkat petani cukup lebar. Ketika panen
raya, harga ikan gabus dapat turun menjadi Rp8.750/kg sementara ketika
musim paceklik, harga ikan gabus dapat melonjak mencapai 101,43% menjadi
Rp17.625/kg. Namun demikian, range margin keuntungan yang diterima oleh
petani tidak terlalu lebar yaitu mencapai 21,79% ketika harga sedang rendah
atau sebesar 56,84% ketika harga sedang tinggi. Dalam menentukan harga
jual, petani cenderung untuk menjual dengan mengikuti harga pesaing
(87,50%) baru diikuti dengan mengikuti harga tertinggi (12,50%). Adapun
100% hasil produksi tersebut dijual melalui pedagang pengumpul (100%).
Pedagang Ikan Gabus
Fluktualitas harga ikan gabus di tingkat pedagang cukup rendah. Ketika
pasokan banyak, harga jual rata-rata pedagang dapat mencapai Rp31.062/kg
sementara ketika pasokan sedikit harga melonjak 32,90% mencapai
Rp41.281/kg.
Selisih harga jual dan harga beli ikan gabus berada pada kisaran
Rp5.312/kg Rp6.781/kg. Semakin tinggi harga beli ikan gabus oleh pedagang,
maka selisih harga terhadap harga jualnya juga semakin tinggi. Secara
persentase, pedagang menetapkan harga jual ikan gabus sekitar 20% di atas
harga beli baik dalam kondisi pasokan sedikit, normal maupun banyak. Cukup
stabilnya harga komoditas ini disebabkan oleh banyaknya barang subtitusi
untuk jenis ikan-ikanan. Pembeli tidak terpaku untuk memilih salah satu juni
komoditas saja. Dengan demikian, pedagang akan memikirkan kembali jika
harus menetapkan harga yang jauh diatas harga normalnya.
Hal ini juga tercermin dimana ketika pasokan sedikit maka volume
penjualan akan mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu turun
43,75% dari volume penjualan ketika pasokan banyak.
Sebagaimana di tingkat nelayan, mayoritas pedagang (81,3%) mengikuti
harga dari pesaing dalam menentukan harga jualnya. Sementara sisanya
(12,5%) menjual berdasarkan jumlah biaya produksi ditambah dengan margin.
Grafik 22. Harga Ikan Gabus di Tingkat
Pedagang
45.000
23,8
40.000
20,6
31.063
35.000
30.000
25.750
32.500
34.500
41.281
25,0
19,7
20,0
26.250
25.000
20.000
15.000
Grafik 23. Jumlah Penjualan Ikan Gabus
60
50
50
46
40
15,0
30
10,0
20
28
10
10.000
5,0
5.000
0
0,0
Pasokan Banyak
Harga Beli
Normal
Harga Jual
0
Pasokan Banyak
Normal
Pasokan Sedikit
Pasokan Sedikit
% Selisih Harga Jual dan Beli
Ikan Nila
Petani Ikan Nila
Range harga jual ikan nila di tingkat petani cukup sempit. Ketika panen
raya, harga ikan nila dapat turun menjadi Rp18.333/kg sementara ketika musim
paceklik, harga ikan nila hanya akan melonjak 14,55% menjadi Rp21.000/kg.
Margin keuntungan yang diterima oleh petani juga memiliki range yang sempit
yaitu sekitar 20,80% - 34,94% atau sekitar Rp4.067/kg
Rp6833/kg. Dalam
menentukan harga jual, petani cenderung untuk menjual dengan mengikuti
harga pesaing (88,89%) baru diikuti dengan mengikuti harga tertinggi
(11,11%). Petani biasanya menjual hasil panen melalui pedagang pengumpul
(61,11%) diikuti pedagang eceran (22,22%) dan pedagang besar (16,67%).
Pedagang Ikan Nila
Sebagaimana harga di tingkat petani, fluktualitas harga ikan nila di
tingkat pedagang juga cukup rendah. Ketika pasokan banyak, harga jual ratarata pedagang dapat mencapai Rp31.062/kg sementara ketika pasokan sedikit
harga melonjak sampai 32,90% mencapai Rp41.281/kg.
Selisih harga jual dan beli ikan nila pada kisaran Rp11.862/kg
Rp18.881/kg. Semakin tinggi harga jual komoditas ini, maka selisih harga jual
dan beli menjadi semakin tinggi. Secara persentase, pedagang menetapkan
harga jual ikan nilai cukup tinggi dari harga belinya yaitu mencapai 61,8% 84,3% dari harga jual. Komoditas ini merupakan komoditas yang hampir selalu
ada setiap waktu, sehingga menjadi pilihan utama masyarakat bagi jenis ikanikanan. Oleh sebab itu, harga yang ditetapkan dapat menjadi cukup tinggi
karena ketersediaannya yang cukup baik di saat komoditas lainnya mengalami
penurunan pasokan.
Namun demikian, ketika pasokan berkurang, volume penjualan
komoditas ini dapat berkurang sebesar 41,04% dari volume penjualan ketka
pasokan banyak. Sebagaimana di tingkat petani, mayoritas pedagang (60,0%)
mengikuti harga dari pesaing dalam menentukan harga jualnya. Sementara
sisanya (33,3%) menjual berdasarkan jumlah biaya produksi ditambah dengan
margin.
Grafik 24. Harga Ikan Nila di Tingkat
Pedagang
45.000
41.281
84,3
40.000
35.000
31.063
61,8
30.000
25.000
20.000
32.500
67,0
90,0
80,0
70,0
19.467
50,0
30,0
10.000
20,0
5.000
10,0
0
0,0
Harga Beli
45
36
40
Normal
Harga Jual
26
30
40,0
15.000
Pasokan Banyak
50
60,0
22.400
19.200
Grafik 25. Jumlah Penjualan Ikan Nila
Pasokan Sedikit
% Selisih Harga Jual dan Beli
20
10
0
Pasokan Banyak
Normal
Pasokan Sedikit
Udang Basah
Pedagang Udang Basah
Untuk kategori perikanan, fluktuasi harga udang basah termasuk yang
tertinggi jika dibandingkan dengan ikan gabus dan nila. Ketika pasokan
banyak, harga jual rata-rata pedagang sebesar Rp28.100/kg sementara ketika
pasokan sedikit harga melonjak sampai 56,58% mencapai Rp44.000/kg.
Meningkatnya harga jual tersebut seiring dengan meningkatnya harga beli dari
nelayan.
Selisih harga jual dan beli udang basah berada pada kisaran Rp3.825/kg
Rp12.500/kg. Semakin tinggi harga jual komoditas ini, maka selisih harga jual
dan beli menjadi semakin tinggi. Komoditas ini termasuk komoditas musiman
dimana produksi akan meningkat pada waktu-waktu tertentu. Meskipun
komoditas ini memiliki barang subtitusi produk sejenis lainnya, namun adanya
preferensi masyarakat akan produk ini menyebabkan pedagang berani
memberikan harga yang tinggi saat pasokan sedikit. Hal ini tercermin dari relatif
lebih rendahnya penurunan volume penjualan udang basah ketika harga tinggi.
Apabila volume penjualan ikan gabus dan nila dapat turun masing-masing
sebesar 43,75% dan 41,04% maka volume penjualan udang basah hanya
turun mencapai 35,90%.
Untuk menentukan harga jual, mayoritas pedagang (70,0%) mengikuti
harga dari pesaing. Sementara sisanya 20% pedagang menjual berdasarkan
jumlah biaya produksi ditambah dengan margin.
Grafik 26. Harga Udang Basah Tingkat
Pedagang
50.000
44.000
40.000
30.000
28.100
23.200
20.000
10.000
29.000
25.175
31.500
39,7
15,2
21,1
50,0
50
40,0
40
30,0
30
20,0
20
10,0
0
0,0
Pasokan Banyak
Normal
Pasokan Sedikit
Grafik 27. Jumlah Penjualan Udang
Basah
39
33
25
10
0
Pasokan Banyak
Normal
Pasokan Sedikit
Kesimpulan
1. Dengan mengikuti kriteria pengelompokan pasar menurut Nicholson
(1991), diketahui bahwa struktur pasar komoditas penyumbang inflasi di
tingkat pedagang ternyata mengarah kepada persaingan sempurna baik
untuk komoditi pertanian, peternakan, perikanan maupun industri
(kecuali untuk minyak goreng dan semen).
2. Sementara itu struktur pasar untuk komoditi minyak goreng dan semen
merupakan monopolistik karena terdapatnya unsur merek dalam komoditi
ini.
3. Jalur distribusi masing-masing komoditi memiliki pola yang relatif sama
untuk masing-masing kelompok komoditi. Jalur distribusi untuk komoditi
pertanian (kecuali beras) dari petani sampai ke konsumen melalui 3 (tiga)
perantara yaitu pedagang pengepul, pedagang besar, dan pedagang
eceran. Sementara itu, jalur distribusi untuk komoditi beras relatif lebih
panjang yaitu dari produsen, pedagang pengepul, agen, sub agen,
pedagang besar, pedagang eceran, baru sampai ke konsumen.
4. Jalur distribusi komoditi peternakan merupakan yang terpendek yaitu
hanya melalui 2 (dua) perantara yaitu dari produsen, pedagang besar,
pedagang eceran, serta konsumen akhir.
5. Jalur distribusi untuk komoditi perikanan serupa dengan komoditi
pertanian yaitu dari produsen, pedagang pengepul, pedagang besar,
pedagang eceran dan konsumen akhir.
6. Jalur distribusi untuk komoditi industri serupa dengan jalur distribusi beras
yaitu dari produsen, pedagang pengepul, agen, sub agen, pedagang
besar, pedagang eceran, baru sampai ke konsumen.
7. Dalam menentukan harga, sebagian besar petani maupun pedagang
berpatokan pada harga pesaing.
8. Untuk komoditi yang diproduksi dengan jumlah yang relatif stabil (ikan
nila, dan daging ayam ras), harga jual di tingkat produsen cukup stabil
sementara fluktuasi harga terjadi di tingkat pedagang. Sementara itu,
untuk komoditi yang jumlah produksinya kurang stabil (cabe merah,
bawang merah, hasil tangkapan ikan laut), fluktuasi harga sudah terjadi
dari tingkat produsen.
Saran
1. Mengupayakan penataan pasokan barang untuk mengurangi besarnya
peran pedagang besar atau grosir dalam menetapkan harga beli
pedagang pengecer dan mengurangi peran pedagang pengecer dalam
menetapkan harga jual ke konsumen serta memperkecil peluang
terjadinya spekulasi pada berbagai tingkatan pedagang khususnya untuk
komoditi non pangan dan komoditi pangan tahan lama.
2. Pengembangan multikomoditas berdasarkan potensi masing-masing
wilayah melalui pemetaan potensi lahan pertanian. Melalui kebijakan ini
setiap wilayah berspesialisasi dalam menghasilkan komoditas tertentu
sehingga dapat mendorong peningkatan produksi di masing-masing
sentra produksi yang ditetapkan berdasarkan keputusan bersama antara
pemerintah, petani dan pengusaha.
Download