FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA DI DESA PAKRAMAN SESETAN OLEH I komang indra wirawan ABSTRACT Pacalonarangan Ballet is a theatrical art which is a unification of dance, drama and literature supported by fine arts such as sculpture, decorative art, painting, etc. The term of calonarang, besides as a literary work, means a figure or a name of person in the story named Ni Calonarang. Calonarang is also found in the forms of work of art such as wayang (shadow play) pacalonarangan and in the theatrical art of ballet called Pacalonarangan Ballet. The calonarang story in Pacalonarangan is not releted yet to the common calonarang story. It is a piece of babad: Basur, or Ki Balian Batur, which contains mystical elements. In the calonarang performance, the story shows fighting between the power of black and white magic which are simbolyzed by: pangundangan (inviting), pangerehan (trance), watangan hidup (living corpse), traktakan linggih ratu ayu, pepatih, Rangda (the throne of queen, ministers, and Rangda (the goddess). Pacalonarangan Ballet in Sudhamala Bhumi Pratistha in Sesetan village aims at guiding Sesetan villagers’ understanding in order to strengthen their faith (sradha) to God. People consider pandemic the act of devil spirit or power which is hard to overcome by human. One of people’s efforts is to pray for safety and being avoided from dificulty. As the form of their gratitude, the people of Sesetan village hold Sudhamala Bhumi Pratistha ceremony. The ballet is the reflection of the ceremony. Last, the meaning of Pacalonarangan ballet; they are theologic meanings including Panca Durga as the symbol of darkness, power and nature. They are also to discusses about the meaning of aesthetic, education, and harmony implied in the cheremony. Through its symbols, it is expected that the ceremony could be the reflection of the life itself creating balance of macro and micro cosmos resulting in true happiness. Key words : Drama tari Pacalonarangan, Sudhamala Bhumi Pratistha I . PENDAHULUAN ini disebabkan oleh karena seni atau Berbicara tentang seni atau kesenian merupakan bagian dari tujuh kesenian, maka tidak dapat dilepaskan unsur dari universal, konteks kebudayaan yang melahirkan seni itu sendiri. Pertautan kebudayaan artinya yang sekecil bersifat atau sesederhana apapun kebudayaan suatu 125 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 ISSN : 1412-7474 suku bangsa unsur kesenian ada di Pemahaman dalamnya. Menurut C. Kluckhohn, keyakinan kepercayaan dan struktur setiap bangsa penghidupan dan kehidupan dari suatu terdapat tujuh unsur kebudayaan yang masyarakat adalah sendi-sendi yang disebut sangat kebudayaan cultural meliputi: (1) suku universal, dalam hidup, penuangan bentuk karya seninya dan dengan pengetahuan, (3) organisasi sosial, (4) demikian dianggap sangat perlu untuk sistem peralatan hidup dan teknologi, diselami dengan penuh simpati dan (5) sistem mata pencaharian hidup, (6) secara tertib untuk dapat mengadakan sistem interpretasi dan peninjauan yang tepat dan (Koentjaraningrat, (2) penting gaya sistem religi, bahasa, yiatu terhadap (7) kesenian 1990:203-204). (Murdowo,1967: 18). Kesenian terdiri dari (a) seni patung, Bali (2) seni relief, (c) seni lukis dan bangsa gambar, (d) seni rias, (e) seni vokal, (f) karakteristik seni dan budaya yang seni instrumental, (g) seni kesusastraan, menarik. Berbicara mengenai seni di (h) seni drama (Rota,1977: 8). Bali, karena hubungan agama Hindu Untuk Indonesia memiliki mengerti, dengan seni tak dapat dipisahkan, hal menyelami, dan menilai usaha karya itu dapat menumbuhkan rasa seni yang seni dari suatu bangsa dengan seksama, sangat mendalam dalam masyarakat tidaklah cukup hanya menganalisa dalam berbagai bidang, terutama dalam bentuk-bentuk saja, bidang seni pahat, seni gamelan, seni kesusastraannya, seni suaranya, tari- lukis, seni tari, seni hias dan lain-lain tarianya (Mantra,1991: 5). dan dapat di salah satu dari suku karya seninya seni rupannya. 126 FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA DI DESA PAKRAMAN SESETAN I Komang Indra Wirawan, 125-161) Seni seni sakral yang dari seni zaman keemasan sejak tahun 70-an, di pertunjukan (perfoming arts) populer di mana seni pertunjukan di Bali cukup kalangan masyarakat Bali, hal ini beragam mulai dari seni pertunjukan berkaitan dengan aspek budaya dan yang agama. Seni pertunjukan adalah suatu Sanghyang, Rejang, seni Bebali yakni aktivitas yang bisa dipersiapkan dengan Gambuh, Wayang Wong, dan seni masak Balih-Balihan yakni Legong, Arja, merupakan bagian dan pelakunya dapat dan dipilih pesan bersifat seni mengalami Wali Kebyar Adapun Kandungan seni sakral dipandang dari pentas, beberapa dimensi pada pementasannya aktris kaya akan nilai-nilai susila, upakara, (Murgianto,1993: 4). Seni pertunjukan tattwa agama, sosial ataupun sebagai melibatkan banyak orang, seniman media pendidikan pada masyarakat pelaku, pembantu, dan masyarakat yang penonton Oleh pelaksanaan pentas yang berkelanjutan karena itu, seni pertunjukan merupakan akan membuka kesadaran masyarakat suatu kegiatan yang bersifat kolektif bahwa mereka sangat membutuhkan pada masyarakat tertentu yang mampu peran kesenian sakral dalam kehidupan memberikan kebahagiaan, memberikan kemasyarakatan dalam menjalankan makna kepada rasa estetik setiap agama. anggota masyarakat (Sedyawati,1981: tersebut tidak sering dipentaskan, maka 85). akan terasa mengurangi kekusukan pelakunya pemusik, artistik. adalah seniman aktor (Dibia,1993: dan 138). (Bandem,1986: seperti dengan pertimbangan ditata Seni pertunjukan beragama Sebaliknya Hindu. jika 62). Dengan kesenian 127 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 ISSN : 1412-7474 pelaksanaan ritual keagamaan tersebut tari Barong karena ini menunjukan (Yuda Bakti,2007: 3-4). unsur Salah satu hasil kebudayaan dualisme yaitu kebajikan (barong) dan lambang kejahatan adalah sebagai seni keagamaan adalah drama Rangda. tari Tari merupakan akar budaya spiritual asli banyak Bali. Searah dengan itu, perlu dikaji jenisnya tetapi jarang bisa ditonton. drama tari Pacalonarangan dalam Tidak seperti drama tari Calonarang upacara Sudhamala Bhumi Pratistha di dapat desa Pacalonarangan. Pacalonarangan Drama demikian dipentaskan pada rangkaian Rangda Pakraman dan Barong Sesetan sebagai upacara Dewa Yajña. Drama Tari material dalam prosesi, fungsi, dan Pacalonarangan adalah suatu karya makna teologi, sebagai obyek formal seni yang pertunjukan yang merupakan penggabungan dari seni drama/peran, sekaligus merupakan sudut pandang keilmuan. seni tari/gerak, seni musik/kerawitan Dalam drama tari yang didukung oleh elemen seni rupa, pacalonarangan terdapat meliputi seni kriya (ornament hiasan komunal yang luar biasa. Di negara- kostum), dekorasi panggung dan negara Barat penonton lebih formil, mengambil penggalan cerita sejarah, duduk menikmati dengan tenang, baik babad, mitos ataupun legenda yang suka maupun tidak suka. Pada drama ceritanya mempertunjukan keangkeran tari ataupun kesakralan figur dari pemeran menjadi komunal aktif seperti bisa atau penari. Drama tari Pacalonarang terlibat biasanya disertai dengan pementasan kesadarannya. pacalonarangan manjadi penari Dengan partisipasi penonton di luar melakukan 128 FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA DI DESA PAKRAMAN SESETAN I Komang Indra Wirawan, 125-161) gerakan atau seperti tugas-tugas karauhan terdapat tertentu (trance), pada yang drama tari disampaikan kepada penonton atau masyarakat. Yang bertujuan agar penonton dapat mengambil hikmahnya pacalonarangan. Penonton drama tari sehingga dapat dipakai sebagai Pacalonarangan dengan gerakan di cerminan atau penuntun dalam bawah alam sadarnya ikut kerawuhan mengarungi kehidupan ini. Selanjutnya mengambil keris dan menusuk dirinya perlu diketahui prosesi, fungsi dan sendiri. Drama tari pacalonarangan makna dari drama tari pacalonarangan yang dalam mengandung unsur magis- relegius sebagi salah satu kesenian tari upacara Sudhamala Bumi Pratista di Desa Pakraman yang dipentaskan umat Hindu Bali II PEMBAHASAN memiliki arti bagi peningkatan 2.1 Konsep pemahaman ajaran agama Hindu. 2.1.1 Drama Tari Drama tari pacalonarangan di Drama berarti perbuatan, Desa Pakraman Sesetan serangkaian tindakan. Berasal dari bahasa Yunani upacara sudhamala bhumi pratistha, “draomai” yang berarti berbuat, dirangkai juga dengan pentas Rejang, berlaku, bertindak dan seebagainya. Baris, Topeng Sidakarya, Sanghyang Drama adalah hidup yang dilukiskan Jaran, Telek dan Barong, tidak lagi dengan gerak. Konflik dari sifat mengambil tema Walunateng Dirah, manusia merupakan sumber pokok melainkan mengambil lakon “Manik drama (Bandem,1976: 10). Drama Angkeran” yang mengandung pesan adalah suatu bentuk karya sastra yang moral atau nilai keagamaan yang memiliki bagian untuk diperankan oleh 129 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 ISSN : 1412-7474 aktor. Drama bisa diwujudkan dengan simbol berbagai media diatas panggung, film, mimpi-mimpi. atau televisi. Drama juga kadang manusia yang mengerti arti simbol. dikombinasikan dengan musik dan Simbolisme yang digambarkan oleh tarian, para seniman drama dan tari di Bali sebagaimana sebuah opera kehidupan (Bandem,1996: 26). Selanjutnya, tari sangat adalah menghibur keindahan ekspresi jiwa alam Hanya komunikatif. lain peradaban Tidak hati, dan tetapi hanya dapat manusia yang diungkapkan berbentuk memberikan pedoman yang mudah gerak tubuh yang diperhalus melalui dicerna estetika. Haukin menyatakan bahwa tentang baik dan buruk (Bandem,1996: tari adalah ekspresi jiwa manusia yang 40). diubah oleh imajinasi dan diberi bentuk menghubungkan nalar dan rasa antar melalui media gerak sehingga menjadi manusia, tetapi juga menghubungkan bentuk dan alam sekala niskala manusia secara pencipta harmonis dan estetis. Jadi drama tari gerak sebagai yang ungkapan simbolis si (Bandem,1988: 2). Keduanya Drama benar tari dan tidak salah, hanya adalah suatu aksi atau perbuatan Drama dan tari tidak dapat dipisahkan. tentang seperti tentang keindahan ekspresi jiwa dua manusia yang diungkapkan berbentuk warna permukaan daun sirih, sama- gerak tubuh yang diperhalus melalui sama mengandung rasa dan aroma estetika. yang tidak berbeda. Drama dan tari gerak yang simbolis dan sebagai penuh dengan simbol-simbol. Baik ungkapan penarinya dengan iringan Sehingga menjadi bentuk simbol dari kehidupan nyata maupun 130 FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA DI DESA PAKRAMAN SESETAN I Komang Indra Wirawan, 125-161) seperangkat gambelan dengan judul beliau bernama Empu Bharadah. Manik Angkeran. Aksara yang dipelajari oleh Tating Mas adalah Ongkara Sungsang, Tating Rat 2.2.2 Pacalonarangan adalah Ongkara Ngadeg. Kisah inilah Pacalonarangan berasal dari yang berjudul Calonarang kata calonarang dan mendapat awalan (Suastika,1997: 15). pe-. Calonarang adalah : nama salah Selain satu karya sastra di Bali, Calonarang sebagai yang salah satu hasil karya sastra, bersumber dari pemerintahan jaman calonarang juga berarti penokohan Airlangga di Jawa Timur. Di Bali ada atau nama orang dalam lakon yang yang berbentuk prosa demikian juga dikenal sebagai Ni Calonarang/Walu berbentuk geguritan yang meceritakan nateng dirah. Calonarang dikenal juga Tating Mas dan Tating Rat. Tating Mas sebagai bentuk garapan seni seperti: bertapa di Pura Kuburan atau Pura wayang pacalonarangan dan dalam Kayangan mendapat penugrahan pementasan drama tari yang disebut kesaktian dari Bhatari Durgha yang dengan Drama tari Pacalonarangan. kemudian setelah kawin dengan raja Cerita yang diangkat dalam Dirah sampai akhirnya menjadi beliau pacalonarangan tidak lagi berkaitan disebut Walunatang Dirah sedangkan dengan kisah calonarang pada Tating Rat bertapa di Pura Dalem umumnya, mendapat penugrahan akan tetapi mengambil Dharma cerita lain seperti potongan babad: Kapamangkuan (ilmu kependetaan) Basur, Ki balian Batur, dll yang dari Bhatara Siwa yang setelah didalamnya mengandung unsur mistik. diangkat menjadi pendeta kerajaan 131 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 ISSN : 1412-7474 Di dalam pementasannya ada unsur pemujaan; “pertaruangan”/pecentokan Ilmu Hitam permintaan (Surada, 2009: 67). Lebih dan Ilmu Putih yang disimbolisasikan lanjut dalam buku yang sama di dengan jelaskan adanya: pengundangan, hadir; permohonan dan upakāra kalau pengerehan, watangan hidup, adanya menolong; traktakan anugrah; dan kewajiban (Surada, 2009: linggih ratu ayu, Pepatih, dan Ratu ayu/Rangda. melayani; berarti, mendekat; 67). Upacara Yajña dilakukan untuk 2.2.3 Upacara Sudhamala Bhumi membangun semangat Pratistha Secara etimologi kata upacara berasal dari kata upa berarti berhubungan dengan, dan urat kata car (Kelas I) dan car berubah menjadi kata cara yang berarti bergerak (Tim Penyusun,2000 : 112). Upacara juga dijelaskan segala tingkah laku yang tulus iklas yang berkaitan dengan yajña (Surayin,2004: 9). Selain itu upacara juga berarti perlakuan, pelayanan (service) atau pengamatan (homage) (Pals,2001: 52). Upacāra menurut kamus Sansekerta Indonesia, berarti pelayanan; kehormatan; ramah; syair umat untuk senantiasa mendekatkan diri pada alam dalam wujud Mendekatkan diwujudkan pelestarian alam. diri antara sesama dengan saling hormat menghormati dan yang paling utama adalah, mendekatkan diri kepada Tuhan (Wiana, 2004: 49). Upacara adalah, tindakan agama yang ditampilkan dalam upacara (ritual) atau dapat dikatakan ritual merupakan agama dalam tindakan. upacara Tindakan agama merupakan tindakan simbolis makna sebagai religius perwujudan dan cara dari untuk 132 FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA DI DESA PAKRAMAN SESETAN I Komang Indra Wirawan, 125-161) mengungkapkan sikap-sikap religius kata Mala berarti (Pals, 2001: 284). (Surada,2009: 250). kotoran, dosa Kata Śuddha berarti bersih, Selanjutnya, kata ‘bumi’ dalam suci, murni, tak tercela, tak ternoda Kamus Jawa Kuna di tulis bhumi yang (Mardiwasito, 1985: 569-570). Kata berarti Sudha juga berarti suci (Punyatmadja, 1985: 130). Demikian juga dalam 1993: juga dalam Kamus Sanskerta kata bhumi berarti Kamus Istilah Agama Hindu kata tanah, tanah negeri, sikap perawakan, Suddha berarti bersih, murni, terang, tabiat, pokok, derajat (Surada,2009: cerah, putih (Tim Penyusun, 2002: 245). Kata Bumi dalam penelitian ini 110). Dalam Kamus Sinomim Bahasa adalah negeri, dunia dengan segala Bali di jelaskan bahwa kata Sudhamala isinya berarti menjauhkan kekotoran atau Sedangkan, menghilangkan (Sutjaja, Kamus Jawa Kuna dijelaskan bahwa 2003: 123 dan 230). Dalam Kamus kata prasista atau pratistha berarti Sanskerta Śuddha berarti bersih, suci berdiri, didirikan, tetap, ketertiban, cemerlang 287). tempat, persemayaman Tuhan, tempat Sedangkan kata mala artinya kotor, penyimpanan arca (Mardiwasito, 1985: noda, cacat 437). Dalam buku yang sama juga ada (Mardiwasito, 1985: 337). Kata Mala ditulis istilah Prayascitta yang berarti dalam Kamus Istilah Agama Hindu denda, sajian, atau kurban, selamatan berarti kotor, noda, cacat, dosa (Tim penebusan atau pengampunan dosa penyusun,2002: 60). Demikian juga (Mardiwasito, 1985: 439). Pratista juga 83). Demikian kekotoran (Surada, cemar 2009: kejahatan, tanah dasar, dalam kata (Mardiwasito, wilayah materi. pratistha. Dalam 133 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 ISSN : 1412-7474 disebut prayascitta berarti penebusan pemujaan dosa, upacara penyucian, nama banten disebut (Tim Penyusun,2002: 83). Sedangkan Masyarakat hidup berkelompok dalam dalam Kamus Sanskerta kata pratistha satu ikatakan adat istiadat dan agama berarti posisi, suatu tempat kediaman, serta mewadahi kelompok masyarakat stabilitas, keamanan, yayasan, pondasi, yang lebib kecil disebut Banjar. Seperti pendukung, banjar Gaduh karena yang bermukim penyokong, ketenaran (Surada,2009: 224). atau Pura tempat suci Kahyangan yang Tiga. adalah mayoritas keluarga dari Pasek Sudhamala Bhumi Pratistha dalam Gaduh, Banjar Lantang Bejuh yang tulisan ini adalah Sudha bermakna artinya panjang pembersihan, geografi mala bermakna dari membujur, Banjar ini karena panjang kekotoran, bhumi bermakna alam, dan membujur, Banjar Pegok yang artinya pratistha bermakna mendirikan atau dalam, karena pada mulanya mereka ngadeg. Sehingga Sudhamala Bhumi yang bermukim disini tinggal agak di Prasistha adalah suatu usaha untuk dalam (jauh dari tempat keramaian), menyucikan alam semesta berdasarkan Banjar Suwung Batan Kendal, karena atas upakara yajña agar alam semesta dulu di sana ada pohon Kendal (sejenis beserta isinya dapat langgeng, ajeg dan kepah), Banjar Kaja yang artinya berdiri. Utara, karena Banjar ini terletak di wilayah paling Utara Desa Sesetan, 2.2. Desa Pakraman Sesetan dalam Banjar Tengah yang artinya di tengahBingkai Agama, Seni dan Budaya. tengah, karenya letak Banjar ini di Masyarakat Desa Pakraman tengah-tengah Desa. Sesetan yang diikat dalam satu sistem 134 FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA DI DESA PAKRAMAN SESETAN I Komang Indra Wirawan, 125-161) Penduduk Desa Pakraman Desa Pakraman Sesetan adalah mereka yang memeluk ditinjau agama Hindu, tetapi di wilayah Desa termasuk Pakraman berdiam jumlah penduduk yang padat dengan masyarakat pemeluk agama Buddha, luas wilayah 739 hektar, dan keadaan Islam, dan Kristen sehingga bisa penduduk yang heterogen. Jumlah dikatakan penduduk yang tinggal di penduduk yang padat, dan keberadaan wilayah Desa Pakraman Sesetan yang penduduk yang heterogen dipengaruhi heterogen terdiri dari berbagai suku oleh letak dari Desa Pakraman Sesetan dan yang yang berada pada wilayah perkotaan dinamakan dengan istilah banjar adat dan merupakan tempat yang strategis dan bagi lahan pencaharian. Sehingga laju Sesetan agama. banjar Di juga sini dinas. ada Banjar adat dari Desa segi Sesetan kependudukan Pakraman merupakan organisasi tradisional dalam pertambahan penduduk suatu wilayah di dalam desa pakraman Pakraman atau lingkungan yang berhubungan mengalami peningkatan. dengan adat setempat dan agama Hindu yang memiliki aturan-aturan Sesetan dengan di Desa setiap tahun Desa Pakraman Sesetan banyak dan sekali memiliki tradisi seni yang kepercayaan sendiri. Sedangkan banjar langka, seperti gandrung dan omed- dinas merupakan organisasi terbawah omedan. Selain itu seni dalam arti dari desa dinas yang fungsinya pada luas,seperti topeng, barong, wayang, bidang administrasi dari pemerintahan legong, dan seni yang lainnya. Yang republik. unik adalah seni tari gandrung, yang ditarikan oleh laki-laki tetapi 135 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 memerankan tarian wanita yang ISSN : 1412-7474 2.3 Prosesi Drama Tari berfungsi sebagai naur sesangi (kaul). Pacalonarangan dalam Upacara Selanjutnya, Sudhamala Bhumi tradisi Omed-Omedan yaitu berciuman secara massal yang dilaksanakan sehari pasca-Nyepi. Berdasarkan kepercayaan omed- Drama Tari Pacalonarangan dalam Upacara Sudhamala Bhumi Pratistha merupakan pementasan seni omedan apabila tidak dilaksanakan pertunjukan drama tari akan muncul musibah. Kemudian para mengambil sesepuh desa memutuskan untuk tetap Pacalonarangan di Desa Pakraman menggelar prosesi omed-omedan untuk Sesetan menjauhkan desa dari bencana. Angkeran. Cerita Manik Angkeran ini bentuk mengambil judul yang garapan Manik Sejumlah kesenian sakral juga diambil sebagai refleksi keegoisan dan ada seperti Barong Landung, di Banjar keserakahan manusia, ketika Manik Lantang Bejuh, Legong sakral di Angkeran dan Banjar Tengah, Janger di Banjar Pegok bertempur karena dan lain-lain. Uniknya, hampir semua yang mengakibatkan kekacauan di jenis kesenian itu difungsikan sebagai marcapada / dunia dengan memurtinya wahana untuk memohon kesembuhan panca dhurga. kehadapan Sang Hyang Widhi. Ketika permohonan diberkati Belatung kesalahpahaman Panca Durgha adalah lima hal atau yang mengerikan merupakan wujud dikabulkan, prosesi nawur sesangi pun dari lima sakti para Panca Dewata dilaksanakan, seperti (1) Dewa Iswara terletak di kesenian. sudah Dukuh dengan ngupah timur, warna putih, saktinya Dewi 13677 FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA DI DESA PAKRAMAN SESETAN I Komang Indra Wirawan, 125-161) Uma, (2) Dewa Brahma terletak di angin kuning dan melekat pada debu selatan, warna merah, saktinya Dewi masuk melalui makanan, minuman, dan Saraswati. (3) Dewa Mahadewa di nafas ke tubuh manusia. 4. Raji barat, warna kuning, saktinya Dewi Dhurga, sebagai simbol cair dalam Saci. (4) Dewa Wisnu di utara saktinya unsur pancamahabuta masuk melalui Dewi Sri. (5) Dewa Siwa di tengah, air mandi dan air minum ke tubuh warna manca warna, saktinya Dewi manusia. 5. Dewi Durgha sebagai Parwati 256-273). simbol pertiwi dalam unsur panca Kelima sakti dari Panca Dewata ini maha buta bertugas di tengah masuk ke mengikuti Dewi Uma setelah mendapat dalam tanah berupa asap gunung atau hukuman embun beku dan akhirnya masuk dalam (Suweta,2005: menjadi Dhurga Dewi diantaranya, 1. Sri Durgha menjadi tubuh manusia (Nala,1993: 165). angin putih lambang kekuatan akasa Dewi Dhurga masuk melalui ubun- dari unsur panca mahabutha. Masuk ke ubun sedangkan pengiring beliau yang tubuh manusia makanan, minuman dan bernama Sang Kalika Maya masuk ke melalui hidung, tenggorokan ke paru- dalam tanah. Dewi Dhurga menguasai paru. 2. Dari Durgha sebagai simbol alam teja dalam unsur panca mahabutha, sedangkan ajudan beliau yang bernama masuk ketubuh manusia melalui semua Sang Kalika Maya berada di bhur loka lobang pantat, kulit, telinga dan lobang (Siwa). Selain itu Sang Kalika Maya lain yang ada dalam tubuh manusia. 3. akan selalu ada di kolong tempat tidur, Suksmi Dhurga, sebagai simbol bayu karang perumahan, di tempat gelap, dalam unsur pancamahabutha menjadi dekat pintu kamar atau puntu masuk swah loka (Parama Siwa) 137 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 ISSN : 1412-7474 pekarangan, di bawah bantal, dan teben manusia tempat tidur (Nala,1993: 166). persembahan dalam konteks gagasan Proses dari sebuah upacara keagamaan dengan perlengkapan dan segala kesenian yang memanfaatkan bermacam ini sering disebut dengan upacara bersaji. Prosesi Pacalonarangan Drama dalam tari upacara mengiringi, demikian juga rangkainnya Sudhamala Bhumi Pratistha di Desa merupakan implementasi dari Teori Pakraman Fungsional Struktural. Upacara religi implementasi dari upacara religi atau memang merupakan suatu unsur dalam agama. Prosesi tersebut sebagai bentuk kehidupan suku-suku interpolasi ketiga gagasan religi yang dunia bersinergi dan menjadi satu kesatuan (Koentjaraningrat, 1982: 67). Berkaitan yang utuh, sehingga terwujud struktural dengan azas-azas religi dan agama sistemik yang ada dalam setiap upacara pada umumnya, ada tiga gagasan yajña. bangsa masyarakat, manusia di penting antara lain ; pertama (1) Sesetan Berdasarkan merupakan prosesi upacara merupakan suatu perwujudan Sudhamala dari yang memunculkan inspirasi pertunjukan memerlukan studi dan analisa yang Drama tari Pacalonarangan “ Manik khusus. Kedua (2) upacara religi atau Angkeran” agama mempunyai fungsi sosial untuk lima rangda sebagai seni pertunjukan mengintensifkan solidaritas yang selalu berperan dalam kaitan masyarakat. Ketiga (3) upacara religi aktivitas keagamaan sebagai media atau simbol akan kebesaran-Nya. Adapun religi agama atau yang agama dilakukan oleh Bhumi ritual dengan Pratistha mempergunakn 138 FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA DI DESA PAKRAMAN SESETAN I Komang Indra Wirawan, 125-161) prosesi upacaranya seperti. (1) prosesi dilanjutkan dengan renungan atau doa upacara pangruatan dan pecaruan bersama bertempat di lapangan Arga Soka berbagai sarana upacara seperti banten, Pegok, Sesetan. tirtha, petabuh, dan api. Di dalam Prosesi Sudhamala Bhumi Prastista juga terdapat atau prosesi menanam ngrasttiang Upacara Pratistha jagat dengan Sudamala yang Bhumi dilaksanakan mendem Upakara Panyegjegin Jagat masyarakat Desa Pakraman Sesetan (Panca Pata dipimpin oleh lima orang pendeta (perempatan Agung), sebagai suatu yang mewakili arah mata angin yang simbol diangkat Datu) di Catus keseimbangan yang mana Catus Pata Simbol porosnya dunia. Setelah Prosesi dari Upacara seni dwijendra, yaitu : pagelaran Pacalonarangan. seni Terus Wiku Catur Asrami terdiri dari empat wiku, Prosesi Aji Tunjung (Aswin, 1998:29-30) adalah Pangruatan dilanjutkan dengan pentas pertunjukan Lontar di tambah dengan wiku ini (1) Wiku Grhasta, seorang wiku yang menghadirkan / “nedunin” pelawatan mengerti tentang asal dan tempat Ratu Ayu dan Nuur Sadeg Lan Pepatih, kembalinya Sang Hyang Jaran, yang memakai lima Menggunakan doa lekasing sunya tapakan (5 Ratu Ayu sasuwunan) dharma dengan posisi Manca Desa, yang Iswara. anugrah manusia. dari Dewa diakhiri dengan Panyamblehan Kucit (2) Wiku Bhiksuka, adalah wiku yang Butuan. Memberi laba pada bhuta lan teguh beryoga hanya mencari kala sebagai bentuk panyomya. Dan isinya kekosongan, dalam doanya 139 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 ISSN : 1412-7474 menggunakan saraswati kirana Panglembar,seperti tari Topeng Jauk anugrah Dewa Brahma. dan Topeng Dalem Sidhakarya, (2) (3) Wiku Sukla Brahmacari, Tari Baris Tombak, (3) Tari Rejang merupakan wiku yang mengerti isi Dewa, (4) Tari Topeng wali yang dunia, mempergunakan menggunakan anugrah penutup wajah Dewa Mahadewa dengan doa dengan bentuk dewa-dewi, manuaia, Dhewa Sarat Dhyatmika. binatang dan setan, serta (5) Wayang (4) Wiku Sangkan Rare. Merupakan Gedog, fungsinya adalah termasuk wiku yang bisa mengendalikan kesenian indriyanya. keagamaan. Menggunakan pelengkap upacara anugrah Dewa Wisnu dengan doa ratna padesa. 2.4 (5) Wiku Dwijendra merupakan wiku Fungsi Drama Tari Pacalonarangan dalam yang terlahir dari sinarnya Dewa Upacara Bhumi Siwa Raditya. Wiku Dwijendra Pratistha dalam melaksanakan upacara 1) Fungsi Religius memakai doa wedha pragga. Kesenian yang Suhamala Tattwa sangat identik dengan mendukung filsafat. Menurut masyarakat Desa prosesi Upacara Sudhamala Bhumi Pakraman Sesetan, Sudhamala Bhumi Pratistha tidak lepas dari aktivitas Pratistha yang direfleksikan dalam kesenian khususnya seni pertunjukan pamentasan dramatari pacalonarangan sebagai adalah pelengkap upacara yang dikenal dengan wali, seperti (1) Tari sebuah kepercayaan keyakinan (sraddha). atau Agama 140 FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA DI DESA PAKRAMAN SESETAN I Komang Indra Wirawan, 125-161) memberikan pengetahuan tentang kedudukan dalam kerangka dharma, tujuan hidup dan menempuh jalan yang sebagai bentuk isi agama Hindu. benar serta memberikan penghargaan Sradha sebagai alat atau sarana dalam terhadap hidup sesudah mati. Agama mengantar manusia menuju Tuhan. juga bisa menjadi motivasi didalam Pengertian ini dapat berbuat kutipan suatu kebajikan, sehingga sebagai dilihat dalam berikut “Sraddha agama dipakai suatu pegangan hidup satyam ajoyati (Deva sradha orang karena akan akan dapat memberikan mencapai Tuhan). Sraddham ketentraman hati dan membebaskan satyeprajapatih (Tuhan menetapkan manusia dari kegelapan dalam hidup dengan sradha menuju kepada satya) ini. Dalam agama Hindu di kenal (Titib,2004: 210). dengan adanya Panca Sraddha atau Upacara Sudhamala Bhumi lima kepercayaan pokok umat Hindu. Pratistha yang direfleksikan dalam Panca Sraddha terdiri dari : Percaya drama tari pacalonarangan “Manik dengan adanya Tuhan, Atma (roh), Angkeran” adalah sebuah bentuk dari Karmaphala (hukum sebab akibat), Widhi tattwa dan Karma tattwa untuk Punarbhawa dan mencapai kesempurnaan jagadhita dan terhadap moksa. Di samping itu upacara ini juga adanya kebebasan dari ikatan duniawi befungsi sebagai media dan refleksi atau kebahagiaan yang kekal abadi akan yang disebut “Suka tanpa wali duka”.) pratisha yaitu usaha pengruwatan bumi Moksa (suatu (Reingkarnasi), keyakinan Dalam sistem ajaran agama Hindu sradha mempunyai fungsi dan yang prosesi tengah keserakahan Sudhamala “ Bersedih” Manusia. bhumi karena Dengan 141 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 pementasan Seni dapat membuat Bhumi ISSN : 1412-7474 Pratistha secara umum penikmat senang, dengan rasa senang merupakan prosesi pangruatan panca inilah ayu/kebahagiaan, durga yang disomya menjadi panca sehingga nilai-nilai yang terkandung dewi sebagai sakti dari Sanghyang dalam bhumi Panca Dewata yaitu; Iswara, Brahma, pratistha ini tidak semata Upacara Mahadewa, Wisnu dan Siwa. Dengan seremonial semata akan tetapi lebih Panca Kosika, yaitu Sang Kosika, Sang jauh dapat meningkatkan kepedulian Garga, Sang Metri, Sang Kurusya, dan terhadap alam dan sesama mahluk Sang Pratanjala. Sang Kosika keluar ciptaan-Nya sebagai mahluk sosial dan dari ibu jari sebagai lambang wadah spiritual. Drama Tari Pacalonarangan (pradana) Sang Garga keluar sebagai juga suatu usaha menyomya (metralisir) lambang roh (purusa). Sang Metri sifat-sifat memohon keluar dari jari tengah sebagai Brahma. keselamatan agar dapat mencipatakan Sang Kurusya keluar dari jari manis keharmonisan dalam kontek Trihita sebagai karana. Pratanjala timbul prosesi sudhamala negatif dan Bhatara keluar Wisnu. dari Sang kelingking Selanjutnya tujuan upacara ini sebagai Sang Hyang Mahadewa. Sang juga menuntun jalan fikiran Krama Siwa Karana menjadi Panca Siwa, untuk berhak untuk meruat seisi alam semua memperdalam kepercayaan (sradha) kepada Tuhan. Di samping juga berfungsi sebagai penyomya kala dan disuruh berbuat tapa oleh Bhatara Guru. bhuta agar kembali menjadi Dewa. Uraian di atas menjelaskan Drama tari pacalonarangan Sudhamala bahwa fungsi religius dari upacara 142 FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA DI DESA PAKRAMAN SESETAN I Komang Indra Wirawan, 125-161) Sudhamala Bhumi direfleksikan Pratistha yang drama tari dalam pacalonarangan sebagai usaha membedakan maupun yang mengatur semua memerlukan ada mikrokosmos baik dan itu alam kehidupan bermasyarakat dalam kelompok kecil pengruwatan dan peleburan mala dari yang suatu besar, maka di dalam hubungan itu tentu aturan-aturan yang makrokosmos. didasari atas nilai-nilai mengenai apa Sehingga dunia menjadi seimbang ini yang baik atau sebaliknya, apa yang difisualisasikan dianggap tidak baik atau tidak patut. dengan menanam banten panyegjeg, penggunaan Wiku Aturan-aturan Catur patokan mengenai apa Asrama ditambah Wiku tersebut merupakan yang boleh Dwijendra dalam prosesi upacara dan diperbuat dan apa yang tidak boleh dalam pementasan diwakilkan dengan diperbuat, lima orang pepatih sebagai simbol tersebut membatasi sikap dan tingkah panca dewata agar Sang Batur Kalika laku manusia yang satu dengan yang dengan Panca Durga dapat somiya. lainya (MPLA Bali,1990: 19). sehingga aturan-aturan Bertitik tolak dari uraiaan di 2) Fungsi Sosial atas, pementasan Drama tari Manusia adalah mahluk sosial pacalonarangan dalam upacara yang tidak bisa hidup tanpa bantuan Sudhamala Bhumi Pratistha di Desa orang lain, tanpa melakukan suatu Pakraman Sesetan dalam fungsi interaksi sosial, oleh sebab itu setiap sosialnya adalah pada saat umat duduk kelompok kehidupan manusia tertib bersama-sama sembahyang, tidak mempunyai cara-cara tertentu untuk ada status yang membeda-bedakan. mengatur hidupnya. Dengan tidak 143 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 ISSN : 1412-7474 Dari kesadaran ini timbulah rasa melengkapi guna terciptanya persaudaraan cinta sesama, dan saling masyarakat yang sejahtera, serta tetap hormat-menghormati. Sesuai dengan menjaga eksistensi adat dan agama ajaran Tat Twam Asi yang menjelaskan (ngemagehang tur mikukuhin dresta bahwa setiap mahluk hidup bersumber sane sampun katami) dari asal yang satu yaitu Brahman. 3) Fungsi Estetika Dengan demikian akan terjalin Istilah estetika dalam hubungan yang selaras antara manusia kebudayaan Bali, dengan sesamanya, antara seperti misalnya manusia lengut, pangus, hidup, metaksu, adung, dengan alam semesta beserta isinya dan dan sebagainya. Dalam lingkungan Tuhanya. Melalui pagelaran seni kebudayaan Bali ada prinsip-prinsip pacalonarangan ini telah terjadi estetika, dalam Dibia (2002 : 6) ada di penanaman nilai-nilai pendidikan, sebutkan, yaitu : (1) prinsip khususnya nilai-nilai pendidikan budhi keseimbangan (simetaris, sejajar): dua, pekerti, etika, dan moralitas. Kegiatan tiga, empat, lima, delapan, sembilan ini akan menciptakan rasa solidaritas dan seterusnya; (2) prinsip campuran: yang tinggi diantara masyarakat, yakni terdiri dari berbagai unsur yang “segilik seguluk selulung sebayantaka, disatukan ke dalam satu wadah : paras paros sarpenaya”. Sudhamala mozaik, prembon, campur sari dan Bhumi Pratistha sebagai upaya untuk sebagainya; (3) prinsip totalitas (saling menciptakan masyarakat yang keterkaitan) sehingga memberikan bersama-sama saling berkordinasi satu kepuasan yang lengkap, meliputi : dengan yang lain dan saling kenikmatan bayu (energy), sabda 144 FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA DI DESA PAKRAMAN SESETAN I Komang Indra Wirawan, 125-161) (voice or sound), idep (thought); (4) Fungsi estetika dimaksud adalah : prinsip hiruk dengan Pementasan Pacalonarangan pikuk); dan (5) prinsip suwung atau dalam Sudhamala Bhumi Pratistha sunia atau kosong. sebagai sarana rame (riuh rendah, Secara praktek pendukung Ritual keagamaan juga merupakan salah satu bukti bahwa Hindu Bali seni tidak bisa dipisahkan seni dan agama Hindu di Bali sangat dengan segala macam upacara kurban erat hubungannya dan saling mengisi. yang dilaksanakan. Semua bentuk seni Konsep Satyam (kebenaran), Siwam akan (kebajikan), teradopsi dengan sempurna Sundaram menjadi sesuatu yang harmonis satu sangat cabang seni berkesenian di Bali. Agama Hindu lainnya. Seperti: Kalangan (tempat menjadi sumber segala karya seni di pentas) akan tertuang seni kriya dengan Bali dan sebagai pendorong inspirasi seni rupa. Prerai/tapel dan pengangge dari dari Barong Ket, Rangda, dan jenis masyarakat Bali pada umumnya seperti tarian lainnya.Seorang wiku sebagai halnya pemimpin upacara akan merangkum pacalonarangan “ Manik Angkeran” . seni dengan cabang mempengaruhi (keindahan) segala karya dalam pola kreatif drama pikir dalam tari aspek seni suara dengan melantunkan 2.5 Makna Drama Tari bait-bait mantra dengan suara genta. Pacalonarangan pada Upacara Demikian juga dari unsur seni musik Sudhamala Bhumi yang dimainkan oleh para penabuh dan Pratistha seni tari oleh para penari dengan 1) Makna Teologis lantunan seni suara dan lain-lainnya. 145 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 Teologi ISSN : 1412-7474 merupakan menjadi kacau dan tidak seimbangnya (mengenai alam makrokosmos dan mikrokosmos. sifat tuhan, dasar kepercayaan kepada Proses turunnya panca dhurga hingga Tuhan terutama nantinya berdasarkan pada kitab suci). Teologi menjadi panca hindu juga disebut brahmavidyà yang dalam bahasa di mengandung banyak pemaknaan dalam pengetahuan ketuhanan dan agama, dalamnya sudah mencakup pengertian teologi yang sangat luas dan dalam. Pada susastra Hindu berbagai atribut penggambaran Tuhan tampak God) dan Tuhan yang tidak berpribadi (Impersonal God). pacalonarangan mengambil Angkeran lakon mengisahkan Manik tentang keegoisan Manik Angkeran dan Ki Dukuh Belatung yang menyebabkan pemurtian panca Dhurga disimbolkan dengan hadirnya lima sosok Ratu Ayu distnakan dalam dewi kembali diungkapkan simbol yang a) Panca Dhurga sebagai Simbol Kegelapan Secara Bhumi religius Pratistha membersihkan Sudhamala berfungsi mala, pataka, untuk dan kacuntakan. Dasa mala adalah sepuluh Pementasan yang diruat aspek teologi sebagai berikut. dalam dua pandangan yang berbeda, yakni Tuhan yang berpribadi (Personal setelah traktak/trajangan. Dengan pemurtian panca dhurga dunia macam sifat yang kotor. Dasa artinya sepuluh; mala artinya keburukan atau kotor. Jadi dasa mala adalah sepuluh keburukan atau kekotoran. Dasa mala adalah sepuluh sifat-sifat manusia yang buruk dan yang patut dihindari dalam upaya kesucian menumbuh dan (Mantra,1993:20). kembangkan keluhuran budi Bagian dari sifat146 FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA DI DESA PAKRAMAN SESETAN I Komang Indra Wirawan, 125-161) sifat dasa mala, yaitu : 1)Tandri adalah Mada, yaitu perkataan pembicaraan orang sakit-sakitan; 2) Kleda artinya yang dusta dan kotor; dan 3) Moha, orang yang berputus asa; 3) Leja yaitu pikiran, perasaan, yang curang artinya dan angkuh. orang yang tamak dan sombong; 4) Kuhaka, orang yang Terkait dengan pataka ada pemarah, congkak dan sombong; 5) disebutkan dengan istilah catur pataka. Metraya adalah orang yang pandai Catur pataka adalah empat tingkatan berolok-olok dapat dosa sesuai dengan jenis karma yang mempengaruhi teman atau seseorang; menjadi sumbernya yang dilakukan 6) Megata adalah orang yang bersifat oleh manusia yaitu pataka, upa pataka, lain di mulut dan lain di hati; 7) maha Ragastri adalah orang yang bermata (Sudharta,2009: 46). Setiap bagian keranjang; 8) Kutila adalah orang pataka ini memiliki beberapa pokok- penipu dan plintat plintut; 9) Baksa pokok ajaran yaitu : Bhuwana adalah orang yang suka 1. menyiksa dan supaya menyakiti pataka dan ati pataka Pataka terdiri dari : a) Brunaha sesama (menggugurkan kandungan); b) makhluk; dan 10) Kimbura artinya Purusaghna (menyakiti orang); c) pendengki dan iri hati. Kaniya Cora (mencuri perempuan Sedangkan tri mala adalah tiga pingitan); d) Agrayajaka (bersuami bentuk perilaku manusia yang kotor istri melewati kakak); dan e) (Mantra,1993: 21). Bagian dari sifat- Ajnatasamwatsarika sifat tri mala, yaitu : 1) Kasmala, yaitu tanam tanpa masanya). (bercocok perbuatan yang hina dan kotor; 2) 147 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 2. 3. Upa Pataka terdiri dari : a) tidak Gowadha (membunuh sapi); b) harmonis, atau karena disebabkan oleh Jawatiwadha (membunuh gadis); kematian, haid, bersalin, keguguran c) Balawadha (membunuh anak); kandungan, dan d) Agaradaha (membakar kelainan, perkawinan, gamya gamana, rumah atau merampok). salah timpal, hamil diluar nikah, mitra Maha Pataka terdiri dari : a) ngalang, lahir tanpa perkawinan, dan Brahmanawadha (membunuh sad tatayi. Dalam keadaan sebel atau orang suci atau pendeta); b) cuntaka tidak diperkenankan memasuki Surapana (meminim alkohol atau tempat suci atau pun melaksanakan mabuk); c) Swarna stya (mencuri pekerjaan yang dianggap suci. emas); (memperkosa d) Kanyawighna gadis); dan e) Guruwadha (membunuh guru). 4. ISSN : 1412-7474 Ati Pataka terdiri dari Swaputribhajana saudara : keseimbangan, sakit dengan tidak berbagai Cuntaka adalah suatu keadaan yang membuat seseorang tidak harmonis atau tidak seimbang yang a) (memperkosa memunclkan Panca dhurga sebagai refleksi sifat kegelapan yang b) menyebabkan cuntaka bumi ini. Secara Matrabhajana (memperkosa ibu); religius Panca Durga dalam konsep dan c) Linggagrahana (merusak pementasan pacalonarangan tempat suci). upacara sudhamala Bhumi Pratistha Selanjutnya, perempuan); adanya ada dalam disebutkan sebagai simbol kegelapan oleh setiap dengan catur cuntaka. Cuntaka atau umat Hindu maka perlu diruat agar sebel adalah suatu keadaan tidak suci, somiya semua mala, pataka dan 148 FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA DI DESA PAKRAMAN SESETAN I Komang Indra Wirawan, 125-161) cuntaka dapat dibersihkan dengan, wujud rangda ini melaksanakan mulihnia ring Sudhamala Bhumi menjadi ratu ayu Panca Dewata. Jadi Pratistha yang direfleksikan kembali antara bentuk simbol Panca Dewata dalam dengan segala sarana prasarana yang pementasan drama tari Pacalonarangan. b. Panca Dhurga dibuat oleh umat Hindu adalah saling Sebagai Simbol Kekuatan adalah sebuah kekuatan yang maha Dalam teori simbol disebutkan bahwa berhubungan. Sehingga Panca Durga simbol lambang. kekuatan dari simbol Panca Dewata Lambang meliputi kata, prilaku dan melalui sang Wiku Catur Asrami objek dengan Wiku Dwijendra yang dalam yang adalah dasyat agar di somya juga digunakan maknanya disepakati bersama secara kolektif (Damesi,2011 : pementasan 10). Dalam hal pemurtian Pemurtian Panca pacalonarangan panca dewata ini ini Dhurga sebagai simbol kekuatan yang disimbolkan dengan penokohan lima disimbolkan dalam orang pepatih. bentuk Rangda dengan wujud yang menyeramkan c. Panca Durgha Sebagai Simbol Alam turun dari traktak/trajangan sebagai Agama Hindu beranggapan Kosmologi merupakan simbol kala dan bhuta (sifat-sifat bahwa kegelapan) yang menguasai dunia. pengetahuan tentang segala sesuatu Setelah dilaksanakan yang pengruwatan/penyomya berhubungan dengan alam dengan semesta menurut filsafat Hindu. Dalam dilaksanakan penyamlehan celeng ajaran kosmologi Hindu, alam semesta butuan diharapkan bhuta kala dalam dibangun dari lima unsur, yakni : tanah 149 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 ISSN : 1412-7474 (zat padat), air (zat cair), udara (zat matahari, bumi, bulan, bintang-bintang, gas), api (plasma), dan ether. Kelima planet-planet, unsur (Vreede,1993 : 8). tersebut Pancamahabhuta disebut atau lima unsur Agama dan lain-lain mengajarkan bahwa materi (Putra,2008 : 115). Purusa dan Tuhan tidak berbentuk dan tidak dapat Prakerti dalam ajaran agama Hindu digambarkan (Punyatmadja,1992: 33). merupakan dua unsur pokok yang Umat Hindu memerlukan peragaan dari terkandung dalam setiap materi di alam Ida Sang Hyang Widhi yang tidak semesta. dapat Purusa dan Prakerti digambarkan itu menjadi merupakan unsur yang bersifat kekal, tergambar berwujud pratima, dewa- halus, dan tidak dapat dipisahkan. dewi, banten catur, upakara dan Purusa adalah unsur yang bersifat sebagainya yang bersifat sementara. kejiwaan sedangkan Prakerti adalah Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk unsur yang bersifat kebendaan atau memantapkan rasa bhakti. Hampir material. alam semua yang abstrak bisa dilukiskan semesta, Prakerti berevolusi menjadi dalam gambaran yang simbolik dan Pancatanmatra yaitu lima benih yang filosofis belum Pancatanmatra (Daksa,2005: 10). Dalam Sudhamala setelah melalui evolusi yang panjang Bhumi Pratistha ada beberapa simbol akhirnya menjadi Pancamahabhuta, kosmis bagi umat Hindu yang dibuat yakni lima unsur materi. Lima unsur dan diucapkan mantra oleh pemimpin materi upacara. Pada penciptaan berukuran. ini kemudian membentuk anggota alam semesta, seperti misalnya dalam Sehingga wujud banten simbol-simbol kosmis tersebut perlu dimaknai lebih 150 FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA DI DESA PAKRAMAN SESETAN I Komang Indra Wirawan, 125-161) mendalam, baik yang terletak dalam “ilmu bhuwana agung maupun bhuwana alit, membuat resah masyarakat untuk antara lain : datang menyaksikan pacalonarangan baik sekala Tabel 1 hitam” yang senang Simbol Panca Dewata beserta maupun niskala. Pengundangan kedudukan dalam arah mata angin serta ini ada dua, pertama sebelum tubuh manusia pementasan dimulai para panitia Mata Dewa Angin Aksara Warna Tubuh Manusia menghaturkan canang Senjata suci Wawaran kawas pengundangan di perempatan, Timur Iswara Sang Badjra Putih Jantung Selatan Brahma Bang Gada Merah Barat Mahadewa Tang Naga Pasah KuningdianggapGinjal angker Utara Wisnu Ang Cakra Hitam Tengah Siwa Ing Padma Bermacam Minggu Umanis peteluanHati atau tempat-tempat yang Selasa, Paing 2) dan Rabu, Pon kedua Empedu Senin, Wage Tumpukin Hati Kliwon ketika pertunjukan dimulai. Pengerehan: simbol dari prosesi Warna penekun blak majic yang sedang Sumber : Lontar Usadha Tiwas Punggung Selain sarana upakara sebagai simbol alam simbol lain yang terdapat melaksanakan ritual. 3) Watangan Hidup: Orang yang dalam drama tari pacalonaranga dalam dipakai sebagai umpan untuk Sudhamala Bhumi Pratistha sebagai sarana mengadu ilmu dari si simbol adanya alam sekala dan niskala pelaksana pementasan dan orang adalah: yang menekuni ilmu hitam. Yang 1) Pengundangan: Sebagai usaha nantinya ketika ada orang yang memanggil mencoba para Bhuta-bhuti, gumatat gumitit dan penekun menggangu “watangan” ini, sesuwunan yang 151 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 dihaturkan ISSN : 1412-7474 pacalonarangan dalam kehidupan manusia dengan dapat sweca melindungi. Dalam meraih keseimbangan dan keselarasan artian dalam berbagai aspeknya termasuk disini meyakinkan sebagai diri proses terhadap lingkungan hidup. sesuwunan yang distanakan. 4) Traktaka/trajangan: panggung Rumah linggih 2) Makna Pendidikan ratu Proses pencerahan sebagai ayu/pelawatan sebagai symbol wahana pembelajaran dalam kaitannya penyomya. sebagai usaha untuk mendidik, tidak Ketika di atas traktakan beliau sebagai dewi hanya Uma (alam Makro) dan ketika pendidikan, akan tertapi secara tidak beliau langsung turun Beliau sebagai didapat dari dapat jalur formal diperoleh Durga yang mengeluarkan kala pemaknaan bhuta (Alam Mikro). keagamaan. Dalam kaitannya dengan Upacara Pratistha Sudhamala yang pementasan dirangkai drama pacalonarangan berfungsi prosesi dari upacara Bhumi pementasan Drama tari dengan pacalonarangan dalam upacara tari sudhamala bhumi pratistha di desa sebagai pakraman Sesetan, dapat dijumpai sarana untuk menetralisir hubungan simbol-simbol dalam pementasan yang makrokosmos dengan mikrokosmos, berdasarkan theologi Hindu yang dapat guna menjaga tetapnya kondisi yang memberikan pemaknaan harmonis. Mengandung ajaran tentang refleksi tentang ajaran-ajaran yang melestarikan bersifat mendidik. Seperti yang terlihat adanya keharmonisan sebagai 152 FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA DI DESA PAKRAMAN SESETAN I Komang Indra Wirawan, 125-161) dalam struktur pementasan drama tari dari kata barong, barung, bareng- pacalonarangan prosesi yang diawali bareng beriringan dengan: 4) Karakter Bondres / Punakawan 1) Tari Pangelembar Telek dan jauk yang dibuat lucu: merefleksikan keras, yang merefleksikan tentang sifat-sifat jenaka, konsep “kaja kelod” : air dan api. tidak (rwa Bineda) . Dua hal yang kejenakaannya memberikan pesan- berbeda akan tetapi dapat saling pesan moral yang mendidik mendukung sesuai karena dengan diposisikan porsi masing- masing. langsung dalam 5) Mantri (Bang Manik Angkeran): karakter penokohan seorang pemimpin, akan tetapi ditengah 2) Prosesi pengundangan: Memberikan makna pendidikan bahwa yang secara ketika dibenarkan sebagai sahananing pacalonarang untuk upaya aneluh kewibawaannya ia lempas/lupa dengan kewajiban / sesananya. 6) Paliwara Condong: Karakter abdi sombong, setia, ngreresan kesetiaannya ia lupa telah ikut desti terjerumus ke hal yang kurang neranjana. Ketika pecalonarangan selesai manusia tidak dibenarkan seperti itu. 3) Tari Barong ket: Barong merukan simbol persatuan, Barong berasal akan tetapi karena baik. 7) Ki Dukuh orang yang Belatung: Karakter menekuni ilmu kelepasan, akan tetapi belum bisa memahami jati dirinya. 153 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 ISSN : 1412-7474 Ketika terjadi perselihan antara bhuana alit/mikrokosmos yang juga Ki Dukuh Belatung dengan Bang harus disomya, sehingga sifat-sifat Manik yang Angkeran antawecananya pembelajaran tentang dalam sesana pemurtian Panca adalah memberikan kedewataan. hidup, 3) Makna Keseimbangan dan akhirnya karena keduanya lali / lupa dengan dihasilkan menyebabkan Dhurga Bhuwana Agung sifat-sifat atau alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan atau yang Brahman. Brahman adalah asal dan berakibat dunia ini tidak seimbang. kembalinya semua yang ada. Tuhan Dalam adegan ini banyak pesan-pesan atau Brahman yang merupakan sumber moral dan makna spiritual yang dan permulaan dari segala yang ada. disampaikan sebagai refleksi dalam Dalam pustaka-pustaka suci disebutkan hidup. sebagai berikut: Makna pendidikan yang dapat diambil dalam pementasan “Surya candram asau dhata yatha purwam akalpayat, pecalonarang tersebut, dengan media Divam ca prthivim cantariksam simbol-simbol yang dimainkan baik athosvah”. dalam bahasa, gerak, karakter pemain (Rgveda. X. 190.3) secara tidak langsung sebagai media Terjemahannya : pencerahan kepada umat tentang Ia telah menciptakan matahari, konsep penyomya, bukan saja kala bumi, angkasa sebagainya Ia bhuta yang ada dalam alam makro telah menciptakan bulan dan yang disomya, akan tetapi alam matahari beberapa kali. 154 FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA DI DESA PAKRAMAN SESETAN I Komang Indra Wirawan, 125-161) berjiwa. ”Isa vasyam idam sarvam yat kinca jagatyam jagat, Tena tyaktena Demikian juga Bhuwana Agung atau Alam Semesta merupakan gambaran tubuh dari Brahman. Jiwa bhunjitha ma grdhah kasyasvid dhanam.” yang menghidupkan menggerakakan (Isa Upanisad. 1) dan alam semesta, sehingga Alam Semesta dapat bergerak Terjemahannya : sesuai dengan sumbunya, dan tiada Sesungguhnya apa yang ada di pernah berbenturan satu sama lainnya dunia ini, yang berjiwa ataupun karena hal ini telah diatur sedemikian yang tidak berjiwa,, dikendalikan rupa oleh Brahman. Dalam Siwa oleh Isa (Tuhan). Oleh karena itu Tattwa Brahman disebut dengan nama orang hendaknya menerima apa Swa. Saat Brahman sebagai pengatur yang roda perputaran alam semesta maka perlu dan diperutukan baginya dan tidak menginginkan Brahman milik orang lain. dipanggil oleh manusia dengan Rtavan yaitu Uraian di atas yang Brahman maha agung sebagai ini pengatur menyatakan hukum alam semesta. bahwa Tuhan atau Brahman adalah Brahman tiada berwujud, Maha sangat suci yang merupakan sumber Kuasa, Beliau sebagai pencipta dan permulaan dari segala yang ada. Bhuwana Agung atau Alam Semesta Beliau pencipta Bhuwana Agung atau namun alam semesta. Beliaulah Beliau berada di dalam yang ciptaannya. Tiada tempat yang kosong mengendalikan semua ciptaan-Nya di Bhuwana Agung atau alam semesta baik yang hidup maupun yang tidak 155 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 yang tidak diisi oleh Brahman. Beliau ISSN : 1412-7474 Tuhan menciptakan alam selalu hadir di mana-mana, Beliau sebagai badan wadahnya adalah untuk Maha tau, Beliau memberikan rahmat menjadikan badanya sebagai media kepada kehidupan umat manusia dan mahluk semua ciptaan-Nya sesuai dengan karma wasana masing-masing lainya, makhluk terpengaruh oleh keberadaan alam Konsepsi Veda memandang di mana Tuhan tidak sebagai badannya, melainkan manusia alam sesungguhnya adalah sthana dari yang sangat ketergantungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, yang mana alam sebab tanpa kehadiran alam tidak ada satupun bagian alam ini tanpa manusia tidak akan bisa hidup, alam kehadiran Tuhan. Alam atau bhuana merupakan agung merupakan badan nyata dari manusia. Tuhan, hal ini sesuai dengan yang manusia, adalah motivasi tersirat di dalam kitab Isapanisad I.1 bagi umat manusia utuk senantiasa yang menyatakan sebagai berikut : bersinergi, sumber makanan Pentingnya serta alam bagi bagi tersendiri membina suatu ”Isavasyam idam sarvam hubungan yang selaras antara alam Yat kinca jagatyam jagat” makro (bhuana agung) dan alam mikro (bhuana alit), sebagai satu Terjemahan : kesatuan solidaritas alam makro dan Tuhan bersthana di alam mikro. Beranjak dari hal tersebut dalam semesta yang bergerak maupun tata kehidupan keberagamaan umat yang tidak bergerak (Wiana, Hindu khususnya di Bali hal tersebut 2007: 151) dikemas ke dalam sebuah konsep yang 156 FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA DI DESA PAKRAMAN SESETAN I Komang Indra Wirawan, 125-161) dikenal dengan Konsep Tri Hita Karana. kepada ajaran kebenaran, yang di dalamnya sarat akan nilai sosial religi. Terkait Drama tari Nilai sosial religi yang meliputi rasa upacara kebersamaan, pengendalian diri, patuh Sudhamala Bhumi Pratistha di Desa terhadap hukum alam, serta tetap Pakraman Sesetan, merupakan upaya mempertahankan membangun manusia palemahan Desa Pakraman Sesetan. dengan Tuhan melalui jalan : Bhakti, Masyarakat dengan tetap melestarikan dengan sesama manusia (Punia), dan berbagai tradisi yang telah diwarisi manusia dengan lingkungan (Asih). sejak dahulu serta tetap menjaga Berbagai kelengkapan upacara dalam kesucian prosesi Sesetan. Untuk itulah berbagai upacara pacalonarangan dalam keharmonisan ini merupakan suatu wilayah Desa perwujudan secara simbolisasi adanya pemujaan suatu keselamatan keseimbangan hubungan keselarasn Pakraman sebagai bentuk permohon dan kesucian kepada solidaritas antara alam mikro dengan Tuhan sebagai salah satu bentuk alam makro yang secara rinci telah eksistensi Sudhamala Bhumi Pratistha diwariskan di dalam Tri Hita Karana di Desa pakraman Sesetan. yang dalam hal ini merupakan implementasi dari konsep palemahan, yang di aktualisasiakn kedalam berbagai tradisi keberagaman. Yang nantinya media berharap sebagai penyadaran bagi Krama untuk kembali III. Simpulan Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan : Dramatari Pacalonarangan ini berfungsi sebagai penyomya kala bhuta 157 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 ISSN : 1412-7474 agar kembali menjadi Dewa. Selain itu suatu juga dikatakan bahwa Bhuta kala solidaritas antara alam mikro dengan memiliki yang alam makro yang secara rinci telah bersifat negatif, dan dapat mengganggu diwariskan di dalam Tri Hita Karana kehidupan yang kekuatan-kekuatan manusia. Pengaruh- keseimbangan dalam hal hubungan ini merupakan pengaruh negatif tersebut menurut implementasi dari konsep palemahan, ajaran yang agama Hindu dapat di aktualisasikan kedalam ditanggulangi dengan yajña terutama berbagai Bhuta Yajña yang di Bali disebut samping itu, sebagai media penyadaran dengan upacara Pacaruan, seperti bagi Krama untuk kembali kepada pada saat upacara Sudhamala ajaran kebenaran, yang di dalamnya halnya Bhumi Pratistha. Makna Di sarat akan nilai sosial religi, yang dalam pacalonarangan tradisi keberagaman. Drama dalam tari upacara meliputi rasa pengendalian kebersamaan, diri, alam, patuh terhadap serta tetap Sudhamala Bhumi Pratistha di Desa hukum Pakraman Sesetan, merupakan upaya mempertahankan membangun keharmonisan manusia palemahan Desa Pakraman Sesetan. keselarasn dengan Tuhan melalui jalan : Bhakti, dengan sesama manusia (Punia), dan DAFTAR PUSTAKA manusia dengan lingkungan (Asih). Aswin, CD. 1998. Alih Bahasa Lontar Berbagai kelengkapan upacara dalam Aji prosesi ini merupakan Terus Tunjung. suatu Denpasar : Pusdok. perwujudan secara simbolisasi adanya 158 FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA DI DESA PAKRAMAN SESETAN I Komang Indra Wirawan, 125-161) Bandem, MA Rembang I Nyoman. 1976. Perkembangan Damesi, Marcel. 2010. Pesan, Tanda Topeng dan Makna. Jogjakarta : Bali Sebagai Seni Pertunjukan, Denpasar: Proyek Penggalian, Jalasutra. Dibia, I Wayan. 1997/1978. Pembinaan Pengembangan Seni Perkembangan Seni Tari Bali. Klasik Denpasar / Tradisional dan Kesenian Baru, Pemerintah Tk. I Bali : Proyek Sarana Budaya Bali. _________. 1993. Seni Pertunjukan _________,1986. Evolusi Legong Dari dan Sumbangannya dalam Sakral Menjadi Sekuler Dalam Pembinaan Kepribadian Bangsa. tari Bali. Denpasar, Asti Denpasar : Upada Sastra. _________. 1996. Peranan Lembaga _________. 1999. Selayang Pandang Pendidikan Seni Rupa dalam Seni Pertunjukan Bali. Bandung : Pembangunan Masyarakat Nasional, Makalah disampaikan dalam seminar IKAYANA, Komisariat PSSRD Unud Daksa, Ida Pandita Dukuh Acarya. 2005. Tegesin Babanten. Denpasar Samiaga. : Padukuhan Seni Pertunjukan Indonesia. Koentjaraningrat. 1982. Asas-Asas Ritus Upacara dan Relegi. Surabaya : Dian Rakyat _________. 1992. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : Dian Rakyat. Mantra, Ida Bagus. 1991. Landasan Kebudayaan Bali. 159 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 Denpasar : Yayasan Dharma Sastra. Denpasar Kuna Indonesia. Flores : Nusa Indah. Yayasan Seni Bali Rota, I Ketut dkk. 1977. Pengantar oleh Suastika, 1997. Calonarang Dalam Tradisi Bali Sudharta, Tjok Rai dan Ida Bagus Oka Dewan Punia Atmaja. 2009. Upadesa Tentang Ajaran-Ajaran Agama Punyatmadja, 1993. Pendidikan Agama Merupakan Kaidah- Hindu. Surabaya : Paramita. Surada, I Made. 2009. Kamus kaidah atau Norma-norma. Sanskerta-Indonesia. Punyatmadja, Ida Bagus Oka. 1992. Surabaya : Paramita. Panca Cradha. Jakarta : Yayasan Dharma Sarathi. Putra. 1970. Cudamani Tari Wali. Denpasar : Hita Bhuana Peguyangan Bali. Rota, I Ketut. 1977/1978. Pewayangan Bali Bali. Doris Kesenian Hindu Tari Denpasar : Akademi Seni Tari Tari (Terjemahan dari The Art Of Jakarta: Beberapa Indonesia. Murgianto, Sal. 1983. Seni Menata Humphrey) Proyek ASTI Denpasar. Dasar Murdowo.1967. Seni Bali. Denpasar: dance : Peningkatan/Pengembangan Mardiwarsito, L. 1985. Kamus Jawa Making ISSN : 1412-7474 Sebuah Sutjaja, I Gusti Made. 2004. Kamus Sinonim Bahasa Bali. Denpasar : Unud Tim Penyusun. 1976. Upadeça Agama Hindu. Denpasar : PHDI Pusat. Pengantar. 160 FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA DI DESA PAKRAMAN SESETAN I Komang Indra Wirawan, 125-161) _________. 1976. Upadeça Agama Hindu. Denpasar : PHDI Pusat. _________. Lingkungan Sastra Jawa. Yogyakarta: Wacana University Press. 2000. Panca Denpasar : Yadnya. Yuda Bakti, 2007. Filsafat Seni Sakral Pemerintah dalam Kebudayaan Bali. Provinsi Bali Surabaya: Paramitha _________ . 2002. Kamus Istilah Agama Hindu. Denpasar : Pemerintah Provinsi Bali Titib, I Made. 2003. Teologi dan Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu. Surabaya : Paramita. Vreede, Frans. 1993. Intisari Filsafat Hindu. Denpasar : Pustaka Siddhanta. Wiana, Ketut. 2004. Mengapa Bali Disebut Bali. Surabaya : Paramita. Wiryamartana, I Arjunawiwaha Teks Jawa Kuntara. 1990. Transformasi Kuna Lewat Tangapan dan Penciptaan di 161