FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI

advertisement
FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN DALAM
UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA
DI DESA PAKRAMAN SESETAN
OLEH
I komang indra wirawan
ABSTRACT
Pacalonarangan Ballet is a theatrical art which is a unification of dance,
drama and literature supported by fine arts such as sculpture, decorative art,
painting, etc. The term of calonarang, besides as a literary work, means a figure
or a name of person in the story named Ni Calonarang. Calonarang is also found
in the forms of work of art such as wayang (shadow play) pacalonarangan and in
the theatrical art of ballet called Pacalonarangan Ballet. The calonarang story in
Pacalonarangan is not releted yet to the common calonarang story. It is a piece of
babad: Basur, or Ki Balian Batur, which contains mystical elements. In the
calonarang performance, the story shows fighting between the power of black and
white magic which are simbolyzed by: pangundangan (inviting), pangerehan
(trance), watangan hidup (living corpse), traktakan linggih ratu ayu, pepatih,
Rangda (the throne of queen, ministers, and Rangda (the goddess).
Pacalonarangan Ballet in Sudhamala Bhumi Pratistha in Sesetan village
aims at guiding Sesetan villagers’ understanding in order to strengthen their faith
(sradha) to God. People consider pandemic the act of devil spirit or power which
is hard to overcome by human. One of people’s efforts is to pray for safety and
being avoided from dificulty. As the form of their gratitude, the people of Sesetan
village hold Sudhamala Bhumi Pratistha ceremony. The ballet is the reflection of
the ceremony. Last, the meaning of Pacalonarangan ballet; they are
theologic meanings including Panca Durga as the symbol of darkness,
power and nature. They are also to discusses about the meaning of
aesthetic, education, and harmony implied in the cheremony. Through its
symbols, it is expected that the ceremony could be the reflection of the
life itself creating balance of macro and micro cosmos resulting in true
happiness.
Key words : Drama tari Pacalonarangan, Sudhamala Bhumi Pratistha
I . PENDAHULUAN
ini disebabkan oleh karena seni atau
Berbicara tentang seni atau
kesenian merupakan bagian dari tujuh
kesenian, maka tidak dapat dilepaskan
unsur
dari
universal,
konteks
kebudayaan
yang
melahirkan seni itu sendiri. Pertautan
kebudayaan
artinya
yang
sekecil
bersifat
atau
sesederhana apapun kebudayaan suatu
125
PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012
ISSN : 1412-7474
suku bangsa unsur kesenian ada di
Pemahaman
dalamnya. Menurut C. Kluckhohn,
keyakinan kepercayaan dan struktur
setiap
bangsa
penghidupan dan kehidupan dari suatu
terdapat tujuh unsur kebudayaan yang
masyarakat adalah sendi-sendi yang
disebut
sangat
kebudayaan
cultural
meliputi:
(1)
suku
universal,
dalam
hidup,
penuangan
bentuk karya seninya dan dengan
pengetahuan, (3) organisasi sosial, (4)
demikian dianggap sangat perlu untuk
sistem peralatan hidup dan teknologi,
diselami dengan penuh simpati dan
(5) sistem mata pencaharian hidup, (6)
secara tertib untuk dapat mengadakan
sistem
interpretasi dan peninjauan yang tepat
dan
(Koentjaraningrat,
(2)
penting
gaya
sistem
religi,
bahasa,
yiatu
terhadap
(7)
kesenian
1990:203-204).
(Murdowo,1967: 18).
Kesenian terdiri dari (a) seni patung,
Bali
(2) seni relief, (c) seni lukis dan
bangsa
gambar, (d) seni rias, (e) seni vokal, (f)
karakteristik seni dan budaya yang
seni instrumental, (g) seni kesusastraan,
menarik. Berbicara mengenai seni di
(h) seni drama (Rota,1977: 8).
Bali, karena hubungan agama Hindu
Untuk
Indonesia
memiliki
mengerti,
dengan seni tak dapat dipisahkan, hal
menyelami, dan menilai usaha karya
itu dapat menumbuhkan rasa seni yang
seni dari suatu bangsa dengan seksama,
sangat mendalam dalam masyarakat
tidaklah cukup hanya menganalisa
dalam berbagai bidang, terutama dalam
bentuk-bentuk
saja,
bidang seni pahat, seni gamelan, seni
kesusastraannya, seni suaranya, tari-
lukis, seni tari, seni hias dan lain-lain
tarianya
(Mantra,1991: 5).
dan
dapat
di
salah satu dari suku
karya
seninya
seni
rupannya.
126
FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN
DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA
DI DESA PAKRAMAN SESETAN
I Komang Indra Wirawan, 125-161)
Seni
seni
sakral
yang
dari
seni
zaman keemasan sejak tahun 70-an, di
pertunjukan (perfoming arts) populer di
mana seni pertunjukan di Bali cukup
kalangan masyarakat Bali, hal ini
beragam mulai dari seni pertunjukan
berkaitan dengan aspek budaya dan
yang
agama. Seni pertunjukan adalah suatu
Sanghyang, Rejang, seni Bebali yakni
aktivitas yang bisa dipersiapkan dengan
Gambuh, Wayang Wong, dan seni
masak
Balih-Balihan yakni Legong, Arja,
merupakan
bagian
dan
pelakunya
dapat
dan
dipilih
pesan
bersifat
seni
mengalami
Wali
Kebyar
Adapun
Kandungan seni sakral dipandang dari
pentas,
beberapa dimensi pada pementasannya
aktris
kaya akan nilai-nilai susila, upakara,
(Murgianto,1993: 4). Seni pertunjukan
tattwa agama, sosial ataupun sebagai
melibatkan banyak orang, seniman
media pendidikan pada masyarakat
pelaku, pembantu, dan masyarakat
yang
penonton
Oleh
pelaksanaan pentas yang berkelanjutan
karena itu, seni pertunjukan merupakan
akan membuka kesadaran masyarakat
suatu kegiatan yang bersifat kolektif
bahwa mereka sangat membutuhkan
pada masyarakat tertentu yang mampu
peran kesenian sakral dalam kehidupan
memberikan kebahagiaan, memberikan
kemasyarakatan dalam menjalankan
makna kepada rasa estetik setiap
agama.
anggota masyarakat (Sedyawati,1981:
tersebut tidak sering dipentaskan, maka
85).
akan terasa mengurangi kekusukan
pelakunya
pemusik,
artistik.
adalah
seniman
aktor
(Dibia,1993:
dan
138).
(Bandem,1986:
seperti
dengan
pertimbangan
ditata
Seni pertunjukan
beragama
Sebaliknya
Hindu.
jika
62).
Dengan
kesenian
127
PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012
ISSN : 1412-7474
pelaksanaan ritual keagamaan tersebut
tari Barong karena ini menunjukan
(Yuda Bakti,2007: 3-4).
unsur
Salah satu hasil kebudayaan
dualisme
yaitu
kebajikan
(barong) dan lambang kejahatan adalah
sebagai seni keagamaan adalah drama
Rangda.
tari
Tari
merupakan akar budaya spiritual asli
banyak
Bali. Searah dengan itu, perlu dikaji
jenisnya tetapi jarang bisa ditonton.
drama tari Pacalonarangan dalam
Tidak seperti drama tari Calonarang
upacara Sudhamala Bhumi Pratistha di
dapat
desa
Pacalonarangan.
Pacalonarangan
Drama
demikian
dipentaskan
pada
rangkaian
Rangda
Pakraman
dan
Barong
Sesetan
sebagai
upacara Dewa Yajña. Drama Tari
material dalam prosesi, fungsi, dan
Pacalonarangan adalah suatu karya
makna teologi, sebagai obyek formal
seni
yang
pertunjukan
yang
merupakan
penggabungan dari seni drama/peran,
sekaligus
merupakan
sudut
pandang keilmuan.
seni tari/gerak, seni musik/kerawitan
Dalam
drama
tari
yang didukung oleh elemen seni rupa,
pacalonarangan terdapat
meliputi seni kriya (ornament hiasan
komunal yang luar biasa. Di negara-
kostum),
dekorasi panggung dan
negara Barat penonton lebih formil,
mengambil penggalan cerita sejarah,
duduk menikmati dengan tenang, baik
babad, mitos ataupun legenda yang
suka maupun tidak suka. Pada drama
ceritanya mempertunjukan keangkeran
tari
ataupun kesakralan figur dari pemeran
menjadi komunal aktif seperti bisa
atau penari. Drama tari Pacalonarang
terlibat
biasanya disertai dengan pementasan
kesadarannya.
pacalonarangan
manjadi
penari
Dengan
partisipasi
penonton
di
luar
melakukan
128
FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN
DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA
DI DESA PAKRAMAN SESETAN
I Komang Indra Wirawan, 125-161)
gerakan
atau
seperti
tugas-tugas
karauhan
terdapat
tertentu
(trance),
pada
yang
drama
tari
disampaikan kepada penonton atau
masyarakat.
Yang
bertujuan
agar
penonton dapat mengambil hikmahnya
pacalonarangan. Penonton drama tari
sehingga
dapat
dipakai
sebagai
Pacalonarangan dengan gerakan di
cerminan
atau
penuntun
dalam
bawah alam sadarnya ikut kerawuhan
mengarungi kehidupan ini. Selanjutnya
mengambil keris dan menusuk dirinya
perlu diketahui prosesi, fungsi dan
sendiri. Drama tari pacalonarangan
makna dari drama tari pacalonarangan
yang
dalam
mengandung
unsur
magis-
relegius sebagi salah satu kesenian tari
upacara
Sudhamala
Bumi
Pratista di Desa Pakraman
yang dipentaskan umat Hindu Bali
II PEMBAHASAN
memiliki
arti
bagi
peningkatan
2.1 Konsep
pemahaman ajaran agama Hindu.
2.1.1 Drama Tari
Drama tari pacalonarangan di
Drama
berarti
perbuatan,
Desa Pakraman Sesetan serangkaian
tindakan. Berasal dari bahasa Yunani
upacara sudhamala bhumi pratistha,
“draomai”
yang
berarti
berbuat,
dirangkai juga dengan pentas Rejang,
berlaku, bertindak dan seebagainya.
Baris, Topeng Sidakarya, Sanghyang
Drama adalah hidup yang dilukiskan
Jaran, Telek dan Barong, tidak lagi
dengan
gerak.
Konflik
dari
sifat
mengambil tema Walunateng Dirah,
manusia merupakan sumber pokok
melainkan mengambil lakon “Manik
drama (Bandem,1976: 10). Drama
Angkeran” yang mengandung pesan
adalah suatu bentuk karya sastra yang
moral atau nilai keagamaan yang
memiliki bagian untuk diperankan oleh
129
PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012
ISSN : 1412-7474
aktor. Drama bisa diwujudkan dengan
simbol
berbagai media diatas panggung, film,
mimpi-mimpi.
atau televisi. Drama juga kadang
manusia yang mengerti arti simbol.
dikombinasikan dengan musik dan
Simbolisme yang digambarkan oleh
tarian,
para seniman drama dan tari di Bali
sebagaimana
sebuah
opera
kehidupan
(Bandem,1996: 26). Selanjutnya, tari
sangat
adalah
menghibur
keindahan
ekspresi
jiwa
alam
Hanya
komunikatif.
lain
peradaban
Tidak
hati,
dan
tetapi
hanya
dapat
manusia yang diungkapkan berbentuk
memberikan pedoman yang mudah
gerak tubuh yang diperhalus melalui
dicerna
estetika. Haukin menyatakan bahwa
tentang baik dan buruk (Bandem,1996:
tari adalah ekspresi jiwa manusia yang
40).
diubah oleh imajinasi dan diberi bentuk
menghubungkan nalar dan rasa antar
melalui media gerak sehingga menjadi
manusia, tetapi juga menghubungkan
bentuk
dan
alam sekala niskala manusia secara
pencipta
harmonis dan estetis. Jadi drama tari
gerak
sebagai
yang
ungkapan
simbolis
si
(Bandem,1988: 2).
Keduanya
Drama
benar
tari
dan
tidak
salah,
hanya
adalah suatu aksi atau perbuatan
Drama dan tari tidak dapat
dipisahkan.
tentang
seperti
tentang
keindahan
ekspresi
jiwa
dua
manusia yang diungkapkan berbentuk
warna permukaan daun sirih, sama-
gerak tubuh yang diperhalus melalui
sama mengandung rasa dan aroma
estetika.
yang tidak berbeda. Drama dan tari
gerak yang simbolis dan sebagai
penuh dengan simbol-simbol. Baik
ungkapan penarinya dengan iringan
Sehingga
menjadi bentuk
simbol dari kehidupan nyata maupun
130
FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN
DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA
DI DESA PAKRAMAN SESETAN
I Komang Indra Wirawan, 125-161)
seperangkat gambelan dengan judul
beliau
bernama
Empu
Bharadah.
Manik Angkeran.
Aksara yang dipelajari oleh Tating Mas
adalah Ongkara Sungsang, Tating Rat
2.2.2 Pacalonarangan
adalah Ongkara Ngadeg. Kisah inilah
Pacalonarangan
berasal dari
yang
berjudul
Calonarang
kata calonarang dan mendapat awalan
(Suastika,1997: 15).
pe-. Calonarang adalah : nama salah
Selain
satu
karya
sastra
di
Bali,
Calonarang
sebagai
yang
salah
satu
hasil
karya
sastra,
bersumber dari pemerintahan jaman
calonarang juga berarti penokohan
Airlangga di Jawa Timur. Di Bali ada
atau nama orang dalam lakon yang
yang berbentuk prosa demikian juga
dikenal sebagai Ni Calonarang/Walu
berbentuk geguritan yang meceritakan
nateng dirah. Calonarang dikenal juga
Tating Mas dan Tating Rat. Tating Mas
sebagai bentuk garapan seni seperti:
bertapa di Pura Kuburan atau Pura
wayang pacalonarangan dan dalam
Kayangan
mendapat
penugrahan
pementasan drama tari yang disebut
kesaktian dari Bhatari Durgha yang
dengan Drama tari Pacalonarangan.
kemudian setelah kawin dengan raja
Cerita
yang
diangkat
dalam
Dirah sampai akhirnya menjadi beliau
pacalonarangan tidak lagi berkaitan
disebut Walunatang Dirah sedangkan
dengan
kisah
calonarang
pada
Tating Rat bertapa di Pura Dalem
umumnya,
mendapat
penugrahan
akan tetapi mengambil
Dharma
cerita lain seperti potongan babad:
Kapamangkuan
(ilmu
kependetaan)
Basur, Ki balian Batur, dll yang
dari
Bhatara
Siwa
yang
setelah
didalamnya mengandung unsur mistik.
diangkat menjadi pendeta kerajaan
131
PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012
ISSN : 1412-7474
Di dalam pementasannya ada unsur
pemujaan;
“pertaruangan”/pecentokan Ilmu Hitam
permintaan (Surada, 2009: 67). Lebih
dan Ilmu Putih yang disimbolisasikan
lanjut dalam buku yang sama di
dengan
jelaskan
adanya:
pengundangan,
hadir; permohonan dan
upakāra
kalau
pengerehan, watangan hidup, adanya
menolong;
traktakan
anugrah; dan kewajiban (Surada, 2009:
linggih ratu ayu, Pepatih,
dan Ratu ayu/Rangda.
melayani;
berarti,
mendekat;
67).
Upacara Yajña dilakukan untuk
2.2.3
Upacara Sudhamala Bhumi
membangun semangat
Pratistha
Secara etimologi kata upacara
berasal
dari
kata
upa
berarti
berhubungan dengan, dan urat kata car
(Kelas I) dan car berubah menjadi kata
cara
yang
berarti
bergerak
(Tim
Penyusun,2000 : 112). Upacara juga
dijelaskan segala tingkah laku yang
tulus iklas yang berkaitan dengan yajña
(Surayin,2004: 9). Selain itu upacara
juga
berarti
perlakuan,
pelayanan
(service) atau pengamatan (homage)
(Pals,2001: 52). Upacāra menurut
kamus Sansekerta Indonesia, berarti
pelayanan; kehormatan; ramah; syair
umat
untuk
senantiasa mendekatkan diri pada alam
dalam
wujud
Mendekatkan
diwujudkan
pelestarian
alam.
diri
antara
sesama
dengan
saling
hormat
menghormati dan yang paling utama
adalah,
mendekatkan
diri
kepada
Tuhan (Wiana, 2004: 49). Upacara
adalah,
tindakan
agama
yang
ditampilkan dalam upacara (ritual) atau
dapat
dikatakan
ritual
merupakan
agama
dalam
tindakan.
upacara
Tindakan agama merupakan tindakan
simbolis
makna
sebagai
religius
perwujudan
dan
cara
dari
untuk
132
FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN
DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA
DI DESA PAKRAMAN SESETAN
I Komang Indra Wirawan, 125-161)
mengungkapkan sikap-sikap religius
kata
Mala
berarti
(Pals, 2001: 284).
(Surada,2009: 250).
kotoran,
dosa
Kata Śuddha berarti bersih,
Selanjutnya, kata ‘bumi’ dalam
suci, murni, tak tercela, tak ternoda
Kamus Jawa Kuna di tulis bhumi yang
(Mardiwasito, 1985: 569-570). Kata
berarti
Sudha juga berarti suci (Punyatmadja,
1985: 130). Demikian juga dalam
1993:
juga dalam
Kamus Sanskerta kata bhumi berarti
Kamus Istilah Agama Hindu kata
tanah, tanah negeri, sikap perawakan,
Suddha berarti bersih, murni, terang,
tabiat, pokok, derajat (Surada,2009:
cerah, putih (Tim Penyusun, 2002:
245). Kata Bumi dalam penelitian ini
110). Dalam Kamus Sinomim Bahasa
adalah negeri, dunia dengan segala
Bali di jelaskan bahwa kata Sudhamala
isinya
berarti menjauhkan kekotoran atau
Sedangkan,
menghilangkan
(Sutjaja,
Kamus Jawa Kuna dijelaskan bahwa
2003: 123 dan 230). Dalam Kamus
kata prasista atau pratistha berarti
Sanskerta Śuddha berarti bersih, suci
berdiri, didirikan, tetap, ketertiban,
cemerlang
287).
tempat, persemayaman Tuhan, tempat
Sedangkan kata mala artinya kotor,
penyimpanan arca (Mardiwasito, 1985:
noda,
cacat
437). Dalam buku yang sama juga ada
(Mardiwasito, 1985: 337). Kata Mala
ditulis istilah Prayascitta yang berarti
dalam Kamus Istilah Agama Hindu
denda, sajian, atau kurban, selamatan
berarti kotor, noda, cacat, dosa (Tim
penebusan atau pengampunan dosa
penyusun,2002: 60). Demikian juga
(Mardiwasito, 1985: 439). Pratista juga
83). Demikian
kekotoran
(Surada,
cemar
2009:
kejahatan,
tanah
dasar,
dalam
kata
(Mardiwasito,
wilayah
materi.
pratistha.
Dalam
133
PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012
ISSN : 1412-7474
disebut prayascitta berarti penebusan
pemujaan
dosa, upacara penyucian, nama banten
disebut
(Tim Penyusun,2002: 83). Sedangkan
Masyarakat hidup berkelompok dalam
dalam Kamus Sanskerta kata pratistha
satu ikatakan adat istiadat dan agama
berarti posisi, suatu tempat kediaman,
serta mewadahi kelompok masyarakat
stabilitas, keamanan, yayasan, pondasi,
yang lebib kecil disebut Banjar. Seperti
pendukung,
banjar Gaduh karena yang bermukim
penyokong,
ketenaran
(Surada,2009: 224).
atau
Pura
tempat
suci
Kahyangan
yang
Tiga.
adalah mayoritas keluarga dari Pasek
Sudhamala Bhumi Pratistha dalam
Gaduh, Banjar Lantang Bejuh yang
tulisan ini adalah Sudha bermakna
artinya panjang
pembersihan,
geografi
mala
bermakna
dari
membujur,
Banjar
ini
karena
panjang
kekotoran, bhumi bermakna alam, dan
membujur, Banjar Pegok yang artinya
pratistha bermakna mendirikan atau
dalam, karena pada mulanya mereka
ngadeg. Sehingga Sudhamala Bhumi
yang bermukim disini tinggal agak di
Prasistha adalah suatu usaha untuk
dalam (jauh dari tempat keramaian),
menyucikan alam semesta berdasarkan
Banjar Suwung Batan Kendal, karena
atas upakara yajña agar alam semesta
dulu di sana ada pohon Kendal (sejenis
beserta isinya dapat langgeng, ajeg dan
kepah), Banjar Kaja yang artinya
berdiri.
Utara, karena Banjar ini terletak di
wilayah paling Utara Desa Sesetan,
2.2. Desa Pakraman Sesetan dalam
Banjar Tengah yang artinya di tengahBingkai Agama, Seni dan Budaya.
tengah, karenya letak Banjar ini di
Masyarakat
Desa
Pakraman
tengah-tengah Desa.
Sesetan yang diikat dalam satu sistem
134
FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN
DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA
DI DESA PAKRAMAN SESETAN
I Komang Indra Wirawan, 125-161)
Penduduk
Desa
Pakraman
Desa
Pakraman
Sesetan adalah mereka yang memeluk
ditinjau
agama Hindu, tetapi di wilayah Desa
termasuk
Pakraman
berdiam
jumlah penduduk yang padat dengan
masyarakat pemeluk agama Buddha,
luas wilayah 739 hektar, dan keadaan
Islam, dan Kristen sehingga bisa
penduduk yang heterogen. Jumlah
dikatakan penduduk yang tinggal di
penduduk yang padat, dan keberadaan
wilayah Desa Pakraman Sesetan yang
penduduk yang heterogen dipengaruhi
heterogen terdiri dari berbagai suku
oleh letak dari Desa Pakraman Sesetan
dan
yang
yang berada pada wilayah perkotaan
dinamakan dengan istilah banjar adat
dan merupakan tempat yang strategis
dan
bagi lahan pencaharian. Sehingga laju
Sesetan
agama.
banjar
Di
juga
sini
dinas.
ada
Banjar
adat
dari
Desa
segi
Sesetan
kependudukan
Pakraman
merupakan organisasi tradisional dalam
pertambahan penduduk
suatu wilayah di dalam desa pakraman
Pakraman
atau lingkungan yang berhubungan
mengalami peningkatan.
dengan adat setempat dan agama Hindu
yang
memiliki
aturan-aturan
Sesetan
dengan
di Desa
setiap
tahun
Desa Pakraman Sesetan banyak
dan
sekali memiliki tradisi seni yang
kepercayaan sendiri. Sedangkan banjar
langka, seperti gandrung dan omed-
dinas merupakan organisasi terbawah
omedan. Selain itu seni dalam arti
dari desa dinas yang fungsinya pada
luas,seperti topeng, barong, wayang,
bidang administrasi dari pemerintahan
legong, dan seni yang lainnya. Yang
republik.
unik adalah seni tari gandrung, yang
ditarikan
oleh
laki-laki
tetapi
135
PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012
memerankan
tarian
wanita
yang
ISSN : 1412-7474
2.3 Prosesi
Drama
Tari
berfungsi sebagai naur sesangi (kaul).
Pacalonarangan dalam Upacara
Selanjutnya,
Sudhamala Bhumi
tradisi
Omed-Omedan
yaitu berciuman secara massal yang
dilaksanakan
sehari
pasca-Nyepi.
Berdasarkan
kepercayaan
omed-
Drama Tari Pacalonarangan
dalam
Upacara
Sudhamala
Bhumi
Pratistha merupakan pementasan seni
omedan apabila tidak dilaksanakan
pertunjukan
drama
tari
akan muncul musibah. Kemudian para
mengambil
sesepuh desa memutuskan untuk tetap
Pacalonarangan di Desa Pakraman
menggelar prosesi omed-omedan untuk
Sesetan
menjauhkan desa dari bencana.
Angkeran. Cerita Manik Angkeran ini
bentuk
mengambil
judul
yang
garapan
Manik
Sejumlah kesenian sakral juga
diambil sebagai refleksi keegoisan dan
ada seperti Barong Landung, di Banjar
keserakahan manusia, ketika Manik
Lantang Bejuh, Legong sakral di
Angkeran
dan
Banjar Tengah, Janger di Banjar Pegok
bertempur
karena
dan lain-lain. Uniknya, hampir semua
yang mengakibatkan kekacauan di
jenis kesenian itu difungsikan sebagai
marcapada / dunia dengan memurtinya
wahana untuk memohon kesembuhan
panca dhurga.
kehadapan Sang Hyang Widhi. Ketika
permohonan
diberkati
Belatung
kesalahpahaman
Panca Durgha adalah lima hal
atau
yang mengerikan merupakan wujud
dikabulkan, prosesi nawur sesangi pun
dari lima sakti para Panca Dewata
dilaksanakan,
seperti (1) Dewa Iswara terletak di
kesenian.
sudah
Dukuh
dengan
ngupah
timur, warna putih, saktinya Dewi
13677
FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN
DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA
DI DESA PAKRAMAN SESETAN
I Komang Indra Wirawan, 125-161)
Uma, (2) Dewa Brahma terletak di
angin kuning dan melekat pada debu
selatan, warna merah, saktinya Dewi
masuk melalui makanan, minuman, dan
Saraswati. (3) Dewa Mahadewa di
nafas ke tubuh manusia. 4. Raji
barat, warna kuning, saktinya Dewi
Dhurga, sebagai simbol cair dalam
Saci. (4) Dewa Wisnu di utara saktinya
unsur pancamahabuta masuk melalui
Dewi Sri. (5) Dewa Siwa di tengah,
air mandi dan air minum ke tubuh
warna manca warna, saktinya Dewi
manusia. 5. Dewi Durgha sebagai
Parwati
256-273).
simbol pertiwi dalam unsur panca
Kelima sakti dari Panca Dewata ini
maha buta bertugas di tengah masuk ke
mengikuti Dewi Uma setelah mendapat
dalam tanah berupa asap gunung atau
hukuman
embun beku dan akhirnya masuk dalam
(Suweta,2005:
menjadi
Dhurga
Dewi
diantaranya, 1. Sri Durgha menjadi
tubuh manusia (Nala,1993: 165).
angin putih lambang kekuatan akasa
Dewi Dhurga masuk melalui ubun-
dari unsur panca mahabutha. Masuk ke
ubun sedangkan pengiring beliau yang
tubuh manusia makanan, minuman dan
bernama Sang Kalika Maya masuk ke
melalui hidung, tenggorokan ke paru-
dalam tanah. Dewi Dhurga menguasai
paru. 2. Dari Durgha sebagai simbol
alam
teja dalam unsur panca mahabutha,
sedangkan ajudan beliau yang bernama
masuk ketubuh manusia melalui semua
Sang Kalika Maya berada di bhur loka
lobang pantat, kulit, telinga dan lobang
(Siwa). Selain itu Sang Kalika Maya
lain yang ada dalam tubuh manusia. 3.
akan selalu ada di kolong tempat tidur,
Suksmi Dhurga, sebagai simbol bayu
karang perumahan, di tempat gelap,
dalam unsur pancamahabutha menjadi
dekat pintu kamar atau puntu masuk
swah
loka
(Parama
Siwa)
137
PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012
ISSN : 1412-7474
pekarangan, di bawah bantal, dan teben
manusia
tempat tidur (Nala,1993: 166).
persembahan dalam konteks gagasan
Proses dari sebuah upacara
keagamaan
dengan
perlengkapan
dan
segala
kesenian
yang
memanfaatkan
bermacam
ini sering disebut dengan upacara
bersaji.
Prosesi
Pacalonarangan
Drama
dalam
tari
upacara
mengiringi, demikian juga rangkainnya
Sudhamala Bhumi Pratistha di Desa
merupakan implementasi dari Teori
Pakraman
Fungsional Struktural. Upacara religi
implementasi dari upacara religi atau
memang merupakan suatu unsur dalam
agama. Prosesi tersebut sebagai bentuk
kehidupan
suku-suku
interpolasi ketiga gagasan religi yang
dunia
bersinergi dan menjadi satu kesatuan
(Koentjaraningrat, 1982: 67). Berkaitan
yang utuh, sehingga terwujud struktural
dengan azas-azas religi dan agama
sistemik yang ada dalam setiap upacara
pada umumnya, ada tiga gagasan
yajña.
bangsa
masyarakat,
manusia
di
penting antara lain ; pertama (1)
Sesetan
Berdasarkan
merupakan
prosesi
upacara merupakan suatu perwujudan
Sudhamala
dari
yang
memunculkan inspirasi pertunjukan
memerlukan studi dan analisa yang
Drama tari Pacalonarangan “ Manik
khusus. Kedua (2) upacara religi atau
Angkeran”
agama mempunyai fungsi sosial untuk
lima rangda sebagai seni pertunjukan
mengintensifkan
solidaritas
yang selalu berperan dalam kaitan
masyarakat. Ketiga (3) upacara religi
aktivitas keagamaan sebagai media
atau
simbol akan kebesaran-Nya. Adapun
religi
agama
atau
yang
agama
dilakukan
oleh
Bhumi
ritual
dengan
Pratistha
mempergunakn
138
FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN
DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA
DI DESA PAKRAMAN SESETAN
I Komang Indra Wirawan, 125-161)
prosesi upacaranya seperti. (1) prosesi
dilanjutkan dengan renungan atau doa
upacara pangruatan dan pecaruan
bersama
bertempat di lapangan Arga Soka
berbagai sarana upacara seperti banten,
Pegok, Sesetan.
tirtha, petabuh, dan api.
Di dalam Prosesi
Sudhamala Bhumi Prastista
juga
terdapat
atau
prosesi
menanam
ngrasttiang
Upacara
Pratistha
jagat
dengan
Sudamala
yang
Bhumi
dilaksanakan
mendem Upakara Panyegjegin Jagat
masyarakat Desa Pakraman Sesetan
(Panca
Pata
dipimpin oleh lima orang pendeta
(perempatan Agung), sebagai suatu
yang mewakili arah mata angin yang
simbol
diangkat
Datu)
di
Catus
keseimbangan
yang
mana
Catus Pata Simbol porosnya dunia.
Setelah
Prosesi
dari
Upacara
seni
dwijendra, yaitu :
pagelaran
Pacalonarangan.
seni
Terus
Wiku Catur Asrami terdiri dari empat
wiku,
Prosesi
Aji
Tunjung (Aswin, 1998:29-30) adalah
Pangruatan dilanjutkan dengan pentas
pertunjukan
Lontar
di
tambah
dengan
wiku
ini
(1) Wiku Grhasta, seorang wiku yang
menghadirkan / “nedunin” pelawatan
mengerti tentang asal dan tempat
Ratu Ayu dan Nuur Sadeg Lan Pepatih,
kembalinya
Sang Hyang Jaran, yang memakai lima
Menggunakan doa lekasing sunya
tapakan (5 Ratu Ayu sasuwunan)
dharma
dengan posisi Manca Desa, yang
Iswara.
anugrah
manusia.
dari
Dewa
diakhiri dengan Panyamblehan Kucit
(2) Wiku Bhiksuka, adalah wiku yang
Butuan. Memberi laba pada bhuta lan
teguh beryoga hanya mencari
kala sebagai bentuk panyomya. Dan
isinya kekosongan, dalam doanya
139
PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012
ISSN : 1412-7474
menggunakan saraswati kirana
Panglembar,seperti tari Topeng Jauk
anugrah Dewa Brahma.
dan Topeng Dalem Sidhakarya, (2)
(3) Wiku
Sukla
Brahmacari,
Tari Baris Tombak, (3) Tari Rejang
merupakan wiku yang mengerti isi
Dewa, (4) Tari Topeng wali yang
dunia,
mempergunakan
menggunakan
anugrah
penutup
wajah
Dewa Mahadewa dengan doa
dengan bentuk dewa-dewi, manuaia,
Dhewa Sarat Dhyatmika.
binatang dan setan, serta (5) Wayang
(4) Wiku Sangkan Rare. Merupakan
Gedog, fungsinya adalah termasuk
wiku yang bisa mengendalikan
kesenian
indriyanya.
keagamaan.
Menggunakan
pelengkap
upacara
anugrah Dewa Wisnu dengan doa
ratna padesa.
2.4
(5) Wiku Dwijendra merupakan wiku
Fungsi
Drama
Tari
Pacalonarangan
dalam
yang terlahir dari sinarnya Dewa
Upacara
Bhumi
Siwa Raditya. Wiku Dwijendra
Pratistha
dalam
melaksanakan
upacara
1) Fungsi Religius
memakai doa wedha pragga.
Kesenian
yang
Suhamala
Tattwa sangat identik dengan
mendukung
filsafat. Menurut masyarakat Desa
prosesi Upacara Sudhamala Bhumi
Pakraman Sesetan, Sudhamala Bhumi
Pratistha tidak lepas dari aktivitas
Pratistha yang direfleksikan dalam
kesenian khususnya seni pertunjukan
pamentasan dramatari pacalonarangan
sebagai
adalah
pelengkap
upacara
yang
dikenal dengan wali, seperti (1) Tari
sebuah
kepercayaan
keyakinan
(sraddha).
atau
Agama
140
FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN
DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA
DI DESA PAKRAMAN SESETAN
I Komang Indra Wirawan, 125-161)
memberikan
pengetahuan
tentang
kedudukan dalam
kerangka dharma,
tujuan hidup dan menempuh jalan yang
sebagai bentuk isi agama Hindu.
benar serta memberikan penghargaan
Sradha sebagai alat atau sarana dalam
terhadap hidup sesudah mati. Agama
mengantar manusia menuju Tuhan.
juga bisa menjadi motivasi didalam
Pengertian ini dapat
berbuat
kutipan
suatu
kebajikan,
sehingga
sebagai
dilihat dalam
berikut
“Sraddha
agama dipakai suatu pegangan hidup
satyam ajoyati (Deva sradha orang
karena
akan
akan
dapat
memberikan
mencapai Tuhan).
Sraddham
ketentraman hati dan membebaskan
satyeprajapatih (Tuhan menetapkan
manusia dari kegelapan dalam hidup
dengan sradha menuju kepada satya)
ini. Dalam agama Hindu di kenal
(Titib,2004: 210).
dengan adanya Panca Sraddha atau
Upacara
Sudhamala
Bhumi
lima kepercayaan pokok umat Hindu.
Pratistha yang direfleksikan dalam
Panca Sraddha terdiri dari : Percaya
drama tari pacalonarangan “Manik
dengan adanya Tuhan, Atma (roh),
Angkeran” adalah sebuah bentuk dari
Karmaphala (hukum sebab akibat),
Widhi tattwa dan Karma tattwa untuk
Punarbhawa
dan
mencapai kesempurnaan jagadhita dan
terhadap
moksa. Di samping itu upacara ini juga
adanya kebebasan dari ikatan duniawi
befungsi sebagai media dan refleksi
atau kebahagiaan yang kekal abadi
akan
yang disebut “Suka tanpa wali duka”.)
pratisha yaitu usaha pengruwatan bumi
Moksa
(suatu
(Reingkarnasi),
keyakinan
Dalam sistem ajaran agama
Hindu sradha mempunyai fungsi dan
yang
prosesi
tengah
keserakahan
Sudhamala
“
Bersedih”
Manusia.
bhumi
karena
Dengan
141
PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012
pementasan
Seni
dapat
membuat
Bhumi
ISSN : 1412-7474
Pratistha
secara
umum
penikmat senang, dengan rasa senang
merupakan prosesi pangruatan panca
inilah
ayu/kebahagiaan,
durga yang disomya menjadi panca
sehingga nilai-nilai yang terkandung
dewi sebagai sakti dari Sanghyang
dalam
bhumi
Panca Dewata yaitu; Iswara, Brahma,
pratistha ini tidak semata Upacara
Mahadewa, Wisnu dan Siwa. Dengan
seremonial semata akan tetapi lebih
Panca Kosika, yaitu Sang Kosika, Sang
jauh dapat meningkatkan kepedulian
Garga, Sang Metri, Sang Kurusya, dan
terhadap
alam dan sesama mahluk
Sang Pratanjala. Sang Kosika keluar
ciptaan-Nya sebagai mahluk sosial dan
dari ibu jari sebagai lambang wadah
spiritual. Drama Tari Pacalonarangan
(pradana) Sang Garga keluar sebagai
juga suatu usaha menyomya (metralisir)
lambang roh (purusa). Sang Metri
sifat-sifat
memohon
keluar dari jari tengah sebagai Brahma.
keselamatan agar dapat mencipatakan
Sang Kurusya keluar dari jari manis
keharmonisan dalam kontek Trihita
sebagai
karana.
Pratanjala
timbul
prosesi
sudhamala
negatif
dan
Bhatara
keluar
Wisnu.
dari
Sang
kelingking
Selanjutnya tujuan upacara ini
sebagai Sang Hyang Mahadewa. Sang
juga menuntun jalan fikiran Krama
Siwa Karana menjadi Panca Siwa,
untuk
berhak untuk meruat seisi alam semua
memperdalam kepercayaan
(sradha) kepada Tuhan.
Di samping
juga berfungsi sebagai penyomya kala
dan disuruh berbuat tapa oleh Bhatara
Guru.
bhuta agar kembali menjadi Dewa.
Uraian di atas menjelaskan
Drama tari pacalonarangan Sudhamala
bahwa fungsi religius dari upacara
142
FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN
DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA
DI DESA PAKRAMAN SESETAN
I Komang Indra Wirawan, 125-161)
Sudhamala
Bhumi
direfleksikan
Pratistha
yang
drama
tari
dalam
pacalonarangan
sebagai
usaha
membedakan
maupun yang
mengatur
semua
memerlukan
ada
mikrokosmos
baik
dan
itu
alam
kehidupan
bermasyarakat dalam kelompok kecil
pengruwatan dan peleburan mala dari
yang
suatu
besar, maka di dalam
hubungan
itu
tentu
aturan-aturan
yang
makrokosmos.
didasari atas nilai-nilai mengenai apa
Sehingga dunia menjadi seimbang ini
yang baik atau sebaliknya, apa yang
difisualisasikan
dianggap tidak baik atau tidak patut.
dengan
menanam
banten panyegjeg, penggunaan Wiku
Aturan-aturan
Catur
patokan mengenai apa
Asrama
ditambah
Wiku
tersebut
merupakan
yang boleh
Dwijendra dalam prosesi upacara dan
diperbuat dan apa yang tidak boleh
dalam pementasan diwakilkan dengan
diperbuat,
lima orang pepatih sebagai simbol
tersebut membatasi sikap dan tingkah
panca dewata agar Sang Batur Kalika
laku manusia yang satu dengan yang
dengan Panca Durga dapat somiya.
lainya (MPLA Bali,1990: 19).
sehingga
aturan-aturan
Bertitik tolak dari uraiaan di
2) Fungsi Sosial
atas,
pementasan
Drama
tari
Manusia adalah mahluk sosial
pacalonarangan
dalam
upacara
yang tidak bisa hidup tanpa bantuan
Sudhamala Bhumi Pratistha di Desa
orang lain, tanpa melakukan suatu
Pakraman
Sesetan
dalam
fungsi
interaksi sosial, oleh sebab itu setiap
sosialnya adalah pada saat umat duduk
kelompok
kehidupan
manusia
tertib bersama-sama sembahyang, tidak
mempunyai
cara-cara tertentu untuk
ada status yang membeda-bedakan.
mengatur
hidupnya.
Dengan
tidak
143
PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012
ISSN : 1412-7474
Dari kesadaran ini timbulah rasa
melengkapi
guna
terciptanya
persaudaraan cinta sesama, dan saling
masyarakat yang sejahtera, serta tetap
hormat-menghormati. Sesuai dengan
menjaga eksistensi adat dan agama
ajaran Tat Twam Asi yang menjelaskan
(ngemagehang tur mikukuhin dresta
bahwa setiap mahluk hidup bersumber
sane sampun katami)
dari asal yang satu yaitu Brahman.
3) Fungsi Estetika
Dengan
demikian
akan
terjalin
Istilah
estetika
dalam
hubungan yang selaras antara manusia
kebudayaan Bali,
dengan sesamanya, antara
seperti misalnya
manusia
lengut, pangus, hidup, metaksu, adung,
dengan alam semesta beserta isinya dan
dan sebagainya. Dalam lingkungan
Tuhanya.
Melalui
pagelaran
seni
kebudayaan Bali ada prinsip-prinsip
pacalonarangan
ini
telah
terjadi
estetika, dalam Dibia (2002 : 6) ada di
penanaman
nilai-nilai
pendidikan,
sebutkan,
yaitu
:
(1)
prinsip
khususnya nilai-nilai pendidikan budhi
keseimbangan (simetaris, sejajar): dua,
pekerti, etika, dan moralitas. Kegiatan
tiga, empat, lima, delapan, sembilan
ini akan menciptakan rasa solidaritas
dan seterusnya; (2) prinsip campuran:
yang tinggi diantara masyarakat, yakni
terdiri
dari
berbagai
unsur
yang
“segilik seguluk selulung sebayantaka,
disatukan ke dalam satu wadah :
paras paros sarpenaya”. Sudhamala
mozaik, prembon, campur sari dan
Bhumi Pratistha sebagai upaya untuk
sebagainya; (3) prinsip totalitas (saling
menciptakan
masyarakat
yang
keterkaitan)
sehingga
memberikan
bersama-sama saling berkordinasi satu
kepuasan yang lengkap, meliputi :
dengan
yang
lain
dan
saling
kenikmatan
bayu
(energy),
sabda
144
FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN
DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA
DI DESA PAKRAMAN SESETAN
I Komang Indra Wirawan, 125-161)
(voice or sound), idep (thought); (4)
Fungsi estetika dimaksud adalah :
prinsip
hiruk
dengan Pementasan Pacalonarangan
pikuk); dan (5) prinsip suwung atau
dalam Sudhamala Bhumi Pratistha
sunia atau kosong.
sebagai sarana
rame (riuh rendah,
Secara
praktek
pendukung
Ritual
keagamaan
juga merupakan salah satu bukti bahwa
Hindu Bali seni tidak bisa dipisahkan
seni dan agama Hindu di Bali sangat
dengan segala macam upacara kurban
erat hubungannya dan saling mengisi.
yang dilaksanakan. Semua bentuk seni
Konsep Satyam (kebenaran), Siwam
akan
(kebajikan),
teradopsi
dengan
sempurna
Sundaram
menjadi sesuatu yang harmonis satu
sangat
cabang
seni
berkesenian di Bali. Agama Hindu
lainnya. Seperti: Kalangan (tempat
menjadi sumber segala karya seni di
pentas) akan tertuang seni kriya dengan
Bali dan sebagai pendorong inspirasi
seni rupa. Prerai/tapel dan pengangge
dari
dari Barong Ket, Rangda, dan jenis
masyarakat Bali pada umumnya seperti
tarian lainnya.Seorang wiku sebagai
halnya
pemimpin upacara akan merangkum
pacalonarangan “ Manik Angkeran” .
seni
dengan
cabang
mempengaruhi
(keindahan)
segala
karya
dalam
pola
kreatif
drama
pikir
dalam
tari
aspek seni suara dengan melantunkan
2.5 Makna Drama Tari
bait-bait mantra dengan suara genta.
Pacalonarangan pada Upacara
Demikian juga dari unsur seni musik
Sudhamala Bhumi
yang dimainkan oleh para penabuh dan
Pratistha
seni tari oleh para penari dengan
1) Makna Teologis
lantunan seni suara dan lain-lainnya.
145
PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012
Teologi
ISSN : 1412-7474
merupakan
menjadi kacau dan tidak seimbangnya
(mengenai
alam makrokosmos dan mikrokosmos.
sifat tuhan, dasar kepercayaan kepada
Proses turunnya panca dhurga hingga
Tuhan
terutama
nantinya
berdasarkan pada kitab suci). Teologi
menjadi
panca
hindu juga disebut brahmavidyà yang
dalam
bahasa
di
mengandung banyak pemaknaan dalam
pengetahuan
ketuhanan
dan
agama,
dalamnya
sudah
mencakup
pengertian teologi yang sangat luas dan
dalam. Pada susastra Hindu berbagai
atribut penggambaran Tuhan tampak
God) dan Tuhan yang tidak berpribadi
(Impersonal God).
pacalonarangan
mengambil
Angkeran
lakon
mengisahkan
Manik
tentang
keegoisan Manik Angkeran dan Ki
Dukuh Belatung
yang menyebabkan
pemurtian panca Dhurga disimbolkan
dengan hadirnya lima sosok Ratu Ayu
distnakan
dalam
dewi
kembali
diungkapkan
simbol
yang
a) Panca
Dhurga
sebagai
Simbol
Kegelapan
Secara
Bhumi
religius
Pratistha
membersihkan
Sudhamala
berfungsi
mala,
pataka,
untuk
dan
kacuntakan. Dasa mala adalah sepuluh
Pementasan
yang
diruat
aspek teologi sebagai berikut.
dalam dua pandangan yang berbeda,
yakni Tuhan yang berpribadi (Personal
setelah
traktak/trajangan.
Dengan pemurtian panca dhurga dunia
macam sifat yang kotor. Dasa artinya
sepuluh; mala artinya keburukan atau
kotor. Jadi dasa mala adalah sepuluh
keburukan atau kekotoran. Dasa mala
adalah sepuluh sifat-sifat manusia yang
buruk dan yang patut dihindari dalam
upaya
kesucian
menumbuh
dan
(Mantra,1993:20).
kembangkan
keluhuran
budi
Bagian dari sifat146
FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN
DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA
DI DESA PAKRAMAN SESETAN
I Komang Indra Wirawan, 125-161)
sifat dasa mala, yaitu : 1)Tandri adalah
Mada, yaitu perkataan pembicaraan
orang sakit-sakitan; 2) Kleda artinya
yang dusta dan kotor; dan 3) Moha,
orang yang berputus asa; 3) Leja
yaitu pikiran, perasaan, yang curang
artinya
dan angkuh.
orang
yang
tamak
dan
sombong; 4) Kuhaka, orang yang
Terkait
dengan
pataka
ada
pemarah, congkak dan sombong; 5)
disebutkan dengan istilah catur pataka.
Metraya adalah orang yang pandai
Catur pataka adalah empat tingkatan
berolok-olok
dapat
dosa sesuai dengan jenis karma yang
mempengaruhi teman atau seseorang;
menjadi sumbernya yang dilakukan
6) Megata adalah orang yang bersifat
oleh manusia yaitu pataka, upa pataka,
lain di mulut dan lain di hati; 7)
maha
Ragastri adalah orang yang bermata
(Sudharta,2009: 46). Setiap bagian
keranjang; 8) Kutila adalah orang
pataka ini memiliki beberapa pokok-
penipu dan plintat plintut; 9) Baksa
pokok ajaran yaitu :
Bhuwana adalah orang yang suka
1.
menyiksa
dan
supaya
menyakiti
pataka
dan
ati
pataka
Pataka terdiri dari : a) Brunaha
sesama
(menggugurkan kandungan); b)
makhluk; dan 10) Kimbura artinya
Purusaghna (menyakiti orang); c)
pendengki dan iri hati.
Kaniya Cora (mencuri perempuan
Sedangkan tri mala adalah tiga
pingitan); d) Agrayajaka (bersuami
bentuk perilaku manusia yang kotor
istri melewati kakak); dan e)
(Mantra,1993: 21). Bagian dari sifat-
Ajnatasamwatsarika
sifat tri mala, yaitu : 1) Kasmala, yaitu
tanam tanpa masanya).
(bercocok
perbuatan yang hina dan kotor; 2)
147
PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012
2.
3.
Upa Pataka terdiri dari : a)
tidak
Gowadha (membunuh sapi); b)
harmonis, atau karena disebabkan oleh
Jawatiwadha (membunuh gadis);
kematian, haid, bersalin, keguguran
c) Balawadha (membunuh anak);
kandungan,
dan d) Agaradaha (membakar
kelainan, perkawinan, gamya gamana,
rumah atau merampok).
salah timpal, hamil diluar nikah, mitra
Maha Pataka terdiri dari : a)
ngalang, lahir tanpa perkawinan, dan
Brahmanawadha
(membunuh
sad tatayi. Dalam keadaan sebel atau
orang suci atau
pendeta); b)
cuntaka tidak diperkenankan memasuki
Surapana (meminim alkohol atau
tempat suci atau pun melaksanakan
mabuk); c) Swarna stya (mencuri
pekerjaan yang dianggap suci.
emas);
(memperkosa
d)
Kanyawighna
gadis);
dan
e)
Guruwadha (membunuh guru).
4.
ISSN : 1412-7474
Ati
Pataka
terdiri dari
Swaputribhajana
saudara
:
keseimbangan,
sakit
dengan
tidak
berbagai
Cuntaka adalah suatu keadaan
yang
membuat
seseorang
tidak
harmonis atau tidak seimbang yang
a)
(memperkosa
memunclkan Panca dhurga sebagai
refleksi
sifat
kegelapan
yang
b)
menyebabkan cuntaka bumi ini. Secara
Matrabhajana (memperkosa ibu);
religius Panca Durga dalam konsep
dan c) Linggagrahana (merusak
pementasan pacalonarangan
tempat suci).
upacara sudhamala Bhumi Pratistha
Selanjutnya,
perempuan);
adanya
ada
dalam
disebutkan
sebagai simbol kegelapan oleh setiap
dengan catur cuntaka. Cuntaka atau
umat Hindu maka perlu diruat agar
sebel adalah suatu keadaan tidak suci,
somiya semua
mala, pataka dan
148
FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN
DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA
DI DESA PAKRAMAN SESETAN
I Komang Indra Wirawan, 125-161)
cuntaka dapat dibersihkan dengan,
wujud rangda ini
melaksanakan
mulihnia ring
Sudhamala
Bhumi
menjadi ratu ayu
Panca Dewata. Jadi
Pratistha yang direfleksikan kembali
antara bentuk simbol Panca Dewata
dalam
dengan segala sarana prasarana yang
pementasan
drama
tari
Pacalonarangan.
b. Panca
Dhurga
dibuat oleh umat Hindu adalah saling
Sebagai
Simbol
Kekuatan
adalah sebuah kekuatan yang maha
Dalam teori simbol disebutkan
bahwa
berhubungan. Sehingga Panca Durga
simbol
lambang.
kekuatan dari simbol Panca Dewata
Lambang meliputi kata, prilaku dan
melalui sang Wiku Catur Asrami
objek
dengan Wiku Dwijendra yang dalam
yang
adalah
dasyat agar di somya juga digunakan
maknanya
disepakati
bersama secara kolektif (Damesi,2011 :
pementasan
10). Dalam hal
pemurtian
Pemurtian Panca
pacalonarangan
panca
dewata
ini
ini
Dhurga sebagai simbol kekuatan yang
disimbolkan dengan penokohan lima
disimbolkan dalam
orang pepatih.
bentuk Rangda
dengan wujud yang menyeramkan
c. Panca Durgha Sebagai Simbol Alam
turun dari traktak/trajangan sebagai
Agama
Hindu
beranggapan
Kosmologi
merupakan
simbol kala dan bhuta (sifat-sifat
bahwa
kegelapan) yang menguasai dunia.
pengetahuan tentang segala sesuatu
Setelah
dilaksanakan
yang
pengruwatan/penyomya
berhubungan
dengan
alam
dengan
semesta menurut filsafat Hindu. Dalam
dilaksanakan
penyamlehan
celeng
ajaran kosmologi Hindu, alam semesta
butuan diharapkan bhuta kala dalam
dibangun dari lima unsur, yakni : tanah
149
PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012
ISSN : 1412-7474
(zat padat), air (zat cair), udara (zat
matahari, bumi, bulan, bintang-bintang,
gas), api (plasma), dan ether. Kelima
planet-planet,
unsur
(Vreede,1993 : 8).
tersebut
Pancamahabhuta
disebut
atau
lima
unsur
Agama
dan
lain-lain
mengajarkan
bahwa
materi (Putra,2008 : 115). Purusa dan
Tuhan tidak berbentuk dan tidak dapat
Prakerti dalam ajaran agama Hindu
digambarkan (Punyatmadja,1992: 33).
merupakan dua unsur pokok yang
Umat Hindu memerlukan peragaan dari
terkandung dalam setiap materi di alam
Ida Sang Hyang Widhi yang tidak
semesta.
dapat
Purusa
dan
Prakerti
digambarkan
itu
menjadi
merupakan unsur yang bersifat kekal,
tergambar berwujud pratima, dewa-
halus, dan tidak dapat dipisahkan.
dewi, banten catur, upakara dan
Purusa adalah unsur yang bersifat
sebagainya yang bersifat sementara.
kejiwaan sedangkan Prakerti adalah
Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk
unsur yang bersifat kebendaan atau
memantapkan rasa bhakti. Hampir
material.
alam
semua yang abstrak bisa dilukiskan
semesta, Prakerti berevolusi menjadi
dalam gambaran yang simbolik dan
Pancatanmatra yaitu lima benih yang
filosofis
belum
Pancatanmatra
(Daksa,2005: 10). Dalam Sudhamala
setelah melalui evolusi yang panjang
Bhumi Pratistha ada beberapa simbol
akhirnya menjadi Pancamahabhuta,
kosmis bagi umat Hindu yang dibuat
yakni lima unsur materi. Lima unsur
dan diucapkan mantra oleh pemimpin
materi
upacara.
Pada
penciptaan
berukuran.
ini
kemudian
membentuk
anggota alam semesta, seperti misalnya
dalam
Sehingga
wujud
banten
simbol-simbol
kosmis tersebut perlu dimaknai lebih
150
FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN
DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA
DI DESA PAKRAMAN SESETAN
I Komang Indra Wirawan, 125-161)
mendalam, baik yang terletak dalam
“ilmu
bhuwana agung maupun bhuwana alit,
membuat resah masyarakat untuk
antara lain :
datang
menyaksikan
pacalonarangan
baik sekala
Tabel 1
hitam”
yang
senang
Simbol Panca Dewata beserta
maupun niskala. Pengundangan
kedudukan dalam arah mata angin serta
ini ada dua, pertama sebelum
tubuh manusia
pementasan dimulai para panitia
Mata
Dewa
Angin
Aksara
Warna
Tubuh Manusia
menghaturkan
canang
Senjata
suci
Wawaran
kawas
pengundangan di perempatan,
Timur
Iswara
Sang
Badjra
Putih
Jantung
Selatan
Brahma
Bang
Gada
Merah
Barat
Mahadewa
Tang
Naga Pasah
KuningdianggapGinjal
angker
Utara
Wisnu
Ang
Cakra
Hitam
Tengah
Siwa
Ing
Padma
Bermacam
Minggu Umanis
peteluanHati
atau tempat-tempat
yang
Selasa, Paing
2)
dan
Rabu,
Pon
kedua
Empedu
Senin, Wage
Tumpukin Hati
Kliwon
ketika pertunjukan dimulai.
Pengerehan: simbol dari prosesi
Warna
penekun blak majic yang sedang
Sumber : Lontar Usadha Tiwas Punggung
Selain sarana upakara sebagai
simbol alam simbol lain yang terdapat
melaksanakan ritual.
3)
Watangan Hidup: Orang yang
dalam drama tari pacalonaranga dalam
dipakai sebagai umpan untuk
Sudhamala Bhumi Pratistha sebagai
sarana mengadu ilmu dari si
simbol adanya alam sekala dan niskala
pelaksana pementasan dan orang
adalah:
yang menekuni ilmu hitam. Yang
1)
Pengundangan: Sebagai usaha
nantinya ketika ada orang yang
memanggil
mencoba
para
Bhuta-bhuti,
gumatat gumitit dan
penekun
menggangu
“watangan” ini, sesuwunan yang
151
PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012
dihaturkan
ISSN : 1412-7474
pacalonarangan
dalam kehidupan manusia dengan
dapat sweca melindungi. Dalam
meraih keseimbangan dan keselarasan
artian
dalam berbagai aspeknya termasuk
disini
meyakinkan
sebagai
diri
proses
terhadap
lingkungan hidup.
sesuwunan yang distanakan.
4)
Traktaka/trajangan:
panggung
Rumah
linggih
2) Makna Pendidikan
ratu
Proses
pencerahan
sebagai
ayu/pelawatan sebagai symbol
wahana pembelajaran dalam kaitannya
penyomya.
sebagai usaha untuk mendidik, tidak
Ketika
di
atas
traktakan beliau sebagai dewi
hanya
Uma (alam Makro) dan ketika
pendidikan, akan tertapi secara tidak
beliau
langsung
turun
Beliau
sebagai
didapat
dari
dapat
jalur
formal
diperoleh
Durga yang mengeluarkan kala
pemaknaan
bhuta (Alam Mikro).
keagamaan. Dalam kaitannya dengan
Upacara
Pratistha
Sudhamala
yang
pementasan
dirangkai
drama
pacalonarangan
berfungsi
prosesi
dari
upacara
Bhumi
pementasan
Drama
tari
dengan
pacalonarangan
dalam
upacara
tari
sudhamala bhumi pratistha
di desa
sebagai
pakraman Sesetan, dapat dijumpai
sarana untuk menetralisir hubungan
simbol-simbol dalam pementasan yang
makrokosmos dengan mikrokosmos,
berdasarkan theologi Hindu yang dapat
guna menjaga tetapnya kondisi yang
memberikan pemaknaan
harmonis. Mengandung ajaran tentang
refleksi tentang ajaran-ajaran yang
melestarikan
bersifat mendidik. Seperti yang terlihat
adanya
keharmonisan
sebagai
152
FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN
DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA
DI DESA PAKRAMAN SESETAN
I Komang Indra Wirawan, 125-161)
dalam struktur pementasan drama tari
dari kata barong, barung, bareng-
pacalonarangan prosesi yang diawali
bareng beriringan
dengan:
4) Karakter Bondres / Punakawan
1) Tari Pangelembar Telek dan jauk
yang dibuat lucu: merefleksikan
keras, yang merefleksikan tentang
sifat-sifat jenaka,
konsep “kaja kelod” : air dan api.
tidak
(rwa Bineda) . Dua hal yang
kejenakaannya memberikan pesan-
berbeda akan tetapi dapat saling
pesan moral yang mendidik
mendukung
sesuai
karena
dengan
diposisikan
porsi
masing-
masing.
langsung
dalam
5) Mantri (Bang Manik Angkeran):
karakter
penokohan
seorang
pemimpin, akan tetapi ditengah
2) Prosesi
pengundangan:
Memberikan makna pendidikan
bahwa
yang secara
ketika
dibenarkan
sebagai
sahananing
pacalonarang
untuk
upaya
aneluh
kewibawaannya
ia
lempas/lupa
dengan kewajiban / sesananya.
6) Paliwara Condong: Karakter abdi
sombong,
setia,
ngreresan
kesetiaannya ia lupa telah ikut
desti
terjerumus ke hal yang kurang
neranjana. Ketika pecalonarangan
selesai manusia tidak dibenarkan
seperti itu.
3) Tari Barong ket: Barong merukan
simbol persatuan, Barong berasal
akan
tetapi
karena
baik.
7) Ki
Dukuh
orang
yang
Belatung:
Karakter
menekuni
ilmu
kelepasan, akan tetapi belum bisa
memahami jati dirinya.
153
PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012
ISSN : 1412-7474
Ketika terjadi perselihan antara
bhuana alit/mikrokosmos yang juga
Ki Dukuh Belatung dengan Bang
harus disomya, sehingga sifat-sifat
Manik
yang
Angkeran
antawecananya
pembelajaran
tentang
dalam
sesana
pemurtian
Panca
adalah
memberikan
kedewataan.
hidup,
3) Makna Keseimbangan
dan
akhirnya karena keduanya lali / lupa
dengan
dihasilkan
menyebabkan
Dhurga
Bhuwana Agung
sifat-sifat
atau alam
semesta ini diciptakan oleh Tuhan atau
yang
Brahman. Brahman adalah asal dan
berakibat dunia ini tidak seimbang.
kembalinya semua yang ada. Tuhan
Dalam adegan ini banyak pesan-pesan
atau Brahman yang merupakan sumber
moral dan makna spiritual yang
dan permulaan dari segala yang ada.
disampaikan sebagai refleksi dalam
Dalam pustaka-pustaka suci disebutkan
hidup.
sebagai berikut:
Makna pendidikan yang dapat
diambil
dalam
pementasan
“Surya candram asau dhata
yatha purwam akalpayat,
pecalonarang tersebut, dengan media
Divam ca prthivim cantariksam
simbol-simbol yang dimainkan baik
athosvah”.
dalam bahasa, gerak, karakter pemain
(Rgveda. X. 190.3)
secara tidak langsung sebagai media
Terjemahannya :
pencerahan
kepada
umat
tentang
Ia telah menciptakan matahari,
konsep penyomya, bukan saja
kala
bumi, angkasa sebagainya Ia
bhuta yang ada dalam alam makro
telah menciptakan bulan dan
yang disomya, akan tetapi alam
matahari beberapa kali.
154
FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN
DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA
DI DESA PAKRAMAN SESETAN
I Komang Indra Wirawan, 125-161)
berjiwa.
”Isa vasyam idam sarvam yat
kinca jagatyam jagat,
Tena
tyaktena
Demikian
juga
Bhuwana
Agung atau Alam Semesta merupakan
gambaran tubuh dari Brahman. Jiwa
bhunjitha
ma
grdhah kasyasvid dhanam.”
yang
menghidupkan
menggerakakan
(Isa Upanisad. 1)
dan
alam
semesta,
sehingga Alam Semesta dapat bergerak
Terjemahannya :
sesuai dengan sumbunya, dan tiada
Sesungguhnya apa yang ada di
pernah berbenturan satu sama lainnya
dunia ini, yang berjiwa ataupun
karena hal ini telah diatur sedemikian
yang tidak berjiwa,, dikendalikan
rupa oleh Brahman. Dalam Siwa
oleh Isa (Tuhan). Oleh karena itu
Tattwa Brahman disebut dengan nama
orang hendaknya menerima apa
Swa. Saat Brahman sebagai pengatur
yang
roda perputaran alam semesta maka
perlu
dan
diperutukan
baginya dan tidak menginginkan
Brahman
milik orang lain.
dipanggil oleh manusia dengan Rtavan
yaitu
Uraian
di
atas
yang
Brahman
maha
agung
sebagai
ini
pengatur
menyatakan
hukum alam semesta.
bahwa Tuhan atau Brahman adalah
Brahman tiada berwujud, Maha
sangat suci yang merupakan sumber
Kuasa,
Beliau
sebagai
pencipta
dan permulaan dari segala yang ada.
Bhuwana Agung atau Alam Semesta
Beliau pencipta Bhuwana Agung atau
namun
alam
semesta.
Beliaulah
Beliau
berada
di
dalam
yang
ciptaannya. Tiada tempat yang kosong
mengendalikan
semua
ciptaan-Nya
di Bhuwana Agung atau alam semesta
baik yang hidup maupun yang tidak
155
PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012
yang tidak diisi oleh Brahman. Beliau
ISSN : 1412-7474
Tuhan
menciptakan
alam
selalu hadir di mana-mana, Beliau
sebagai badan wadahnya adalah untuk
Maha tau, Beliau memberikan rahmat
menjadikan badanya sebagai media
kepada
kehidupan umat manusia dan mahluk
semua
ciptaan-Nya
sesuai
dengan karma wasana masing-masing
lainya,
makhluk
terpengaruh oleh keberadaan alam
Konsepsi
Veda
memandang
di
mana
Tuhan
tidak
sebagai badannya, melainkan manusia
alam sesungguhnya adalah sthana dari
yang sangat
ketergantungan dengan
Tuhan Yang Maha Esa, yang mana
alam sebab tanpa kehadiran alam
tidak ada satupun bagian alam ini tanpa
manusia tidak akan bisa hidup, alam
kehadiran Tuhan. Alam atau bhuana
merupakan
agung merupakan badan nyata dari
manusia.
Tuhan, hal ini sesuai dengan yang
manusia, adalah motivasi
tersirat di dalam kitab Isapanisad I.1
bagi umat manusia utuk senantiasa
yang menyatakan sebagai berikut :
bersinergi,
sumber
makanan
Pentingnya
serta
alam
bagi
bagi
tersendiri
membina
suatu
”Isavasyam idam sarvam
hubungan yang selaras antara alam
Yat kinca jagatyam jagat”
makro
(bhuana agung) dan alam
mikro (bhuana alit), sebagai satu
Terjemahan :
kesatuan solidaritas alam makro dan
Tuhan bersthana di alam
mikro. Beranjak dari hal tersebut dalam
semesta yang bergerak maupun
tata kehidupan keberagamaan umat
yang tidak bergerak (Wiana,
Hindu khususnya di Bali hal tersebut
2007: 151)
dikemas ke dalam sebuah konsep yang
156
FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN
DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA
DI DESA PAKRAMAN SESETAN
I Komang Indra Wirawan, 125-161)
dikenal
dengan
Konsep
Tri
Hita
Karana.
kepada ajaran kebenaran, yang di
dalamnya sarat akan nilai sosial religi.
Terkait
Drama
tari
Nilai sosial religi yang meliputi rasa
upacara
kebersamaan, pengendalian diri, patuh
Sudhamala Bhumi Pratistha di Desa
terhadap hukum alam, serta tetap
Pakraman Sesetan, merupakan upaya
mempertahankan
membangun
manusia
palemahan Desa Pakraman Sesetan.
dengan Tuhan melalui jalan : Bhakti,
Masyarakat dengan tetap melestarikan
dengan sesama manusia (Punia), dan
berbagai tradisi yang telah diwarisi
manusia dengan lingkungan (Asih).
sejak dahulu serta tetap menjaga
Berbagai kelengkapan upacara dalam
kesucian
prosesi
Sesetan. Untuk itulah berbagai upacara
pacalonarangan
dalam
keharmonisan
ini
merupakan
suatu
wilayah Desa
perwujudan secara simbolisasi adanya
pemujaan
suatu
keselamatan
keseimbangan
hubungan
keselarasn
Pakraman
sebagai bentuk permohon
dan
kesucian
kepada
solidaritas antara alam mikro dengan
Tuhan sebagai salah satu bentuk
alam makro yang secara rinci telah
eksistensi Sudhamala Bhumi Pratistha
diwariskan di dalam Tri Hita Karana
di Desa pakraman Sesetan.
yang
dalam
hal
ini
merupakan
implementasi dari konsep palemahan,
yang
di
aktualisasiakn
kedalam
berbagai tradisi keberagaman.
Yang
nantinya
media
berharap
sebagai
penyadaran bagi Krama untuk kembali
III. Simpulan
Berdasarkan
pembahasan
diatas
maka dapat ditarik kesimpulan :
Dramatari Pacalonarangan
ini
berfungsi sebagai penyomya kala bhuta
157
PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012
ISSN : 1412-7474
agar kembali menjadi Dewa. Selain itu
suatu
juga dikatakan bahwa Bhuta kala
solidaritas antara alam mikro dengan
memiliki
yang
alam makro yang secara rinci telah
bersifat negatif, dan dapat mengganggu
diwariskan di dalam Tri Hita Karana
kehidupan
yang
kekuatan-kekuatan
manusia.
Pengaruh-
keseimbangan
dalam
hal
hubungan
ini
merupakan
pengaruh negatif tersebut menurut
implementasi dari konsep palemahan,
ajaran
yang
agama
Hindu
dapat
di
aktualisasikan
kedalam
ditanggulangi dengan yajña terutama
berbagai
Bhuta Yajña yang di Bali disebut
samping itu, sebagai media penyadaran
dengan upacara Pacaruan,
seperti
bagi Krama untuk kembali kepada
pada saat upacara Sudhamala
ajaran kebenaran, yang di dalamnya
halnya
Bhumi Pratistha.
Makna
Di
sarat akan nilai sosial religi, yang
dalam
pacalonarangan
tradisi keberagaman.
Drama
dalam
tari
upacara
meliputi
rasa
pengendalian
kebersamaan,
diri,
alam,
patuh
terhadap
serta
tetap
Sudhamala Bhumi Pratistha di Desa
hukum
Pakraman Sesetan, merupakan upaya
mempertahankan
membangun keharmonisan manusia
palemahan Desa Pakraman Sesetan.
keselarasn
dengan Tuhan melalui jalan : Bhakti,
dengan sesama manusia (Punia), dan
DAFTAR PUSTAKA
manusia dengan lingkungan (Asih).
Aswin, CD. 1998. Alih Bahasa Lontar
Berbagai kelengkapan upacara dalam
Aji
prosesi
ini
merupakan
Terus
Tunjung.
suatu
Denpasar : Pusdok.
perwujudan secara simbolisasi adanya
158
FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN
DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA
DI DESA PAKRAMAN SESETAN
I Komang Indra Wirawan, 125-161)
Bandem, MA Rembang I Nyoman.
1976.
Perkembangan
Damesi, Marcel. 2010. Pesan, Tanda
Topeng
dan Makna. Jogjakarta :
Bali Sebagai Seni Pertunjukan,
Denpasar:
Proyek Penggalian,
Jalasutra.
Dibia,
I
Wayan.
1997/1978.
Pembinaan Pengembangan Seni
Perkembangan Seni Tari Bali.
Klasik
Denpasar
/
Tradisional
dan
Kesenian Baru, Pemerintah Tk. I
Bali
:
Proyek
Sarana
Budaya Bali.
_________. 1993. Seni Pertunjukan
_________,1986. Evolusi Legong Dari
dan
Sumbangannya
dalam
Sakral Menjadi Sekuler Dalam
Pembinaan Kepribadian Bangsa.
tari Bali. Denpasar, Asti
Denpasar : Upada Sastra.
_________. 1996. Peranan Lembaga
_________. 1999. Selayang Pandang
Pendidikan Seni Rupa dalam
Seni Pertunjukan Bali. Bandung :
Pembangunan
Masyarakat
Nasional,
Makalah disampaikan dalam
seminar
IKAYANA,
Komisariat PSSRD Unud
Daksa, Ida Pandita Dukuh Acarya.
2005. Tegesin Babanten.
Denpasar
Samiaga.
:
Padukuhan
Seni
Pertunjukan
Indonesia.
Koentjaraningrat.
1982.
Asas-Asas
Ritus Upacara dan Relegi.
Surabaya : Dian Rakyat
_________. 1992. Beberapa Pokok
Antropologi Sosial. Jakarta
: Dian Rakyat.
Mantra, Ida Bagus. 1991. Landasan
Kebudayaan
Bali.
159
PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012
Denpasar
:
Yayasan
Dharma Sastra.
Denpasar
Kuna Indonesia. Flores :
Nusa Indah.
Yayasan Seni Bali
Rota, I Ketut dkk. 1977. Pengantar
oleh
Suastika, 1997. Calonarang Dalam
Tradisi Bali
Sudharta, Tjok Rai dan Ida Bagus Oka
Dewan
Punia Atmaja. 2009. Upadesa
Tentang Ajaran-Ajaran Agama
Punyatmadja, 1993. Pendidikan Agama
Merupakan
Kaidah-
Hindu. Surabaya : Paramita.
Surada,
I
Made.
2009.
Kamus
kaidah atau Norma-norma.
Sanskerta-Indonesia.
Punyatmadja, Ida Bagus Oka. 1992.
Surabaya : Paramita.
Panca Cradha. Jakarta :
Yayasan Dharma Sarathi.
Putra. 1970. Cudamani Tari Wali.
Denpasar : Hita Bhuana
Peguyangan Bali.
Rota, I Ketut. 1977/1978. Pewayangan
Bali
Bali.
Doris
Kesenian
Hindu
Tari
Denpasar : Akademi Seni Tari
Tari (Terjemahan dari The Art Of
Jakarta:
Beberapa
Indonesia.
Murgianto, Sal. 1983. Seni Menata
Humphrey)
Proyek
ASTI Denpasar.
Dasar
Murdowo.1967. Seni Bali. Denpasar:
dance
:
Peningkatan/Pengembangan
Mardiwarsito, L. 1985. Kamus Jawa
Making
ISSN : 1412-7474
Sebuah
Sutjaja, I Gusti Made. 2004. Kamus
Sinonim
Bahasa
Bali.
Denpasar : Unud
Tim Penyusun. 1976. Upadeça Agama
Hindu. Denpasar
: PHDI
Pusat.
Pengantar.
160
FUNGSI DAN MAKNA DRAMA TARI PACALONARANGAN
DALAM UPACARA SUDHAMALA BHUMI PRATISTHA
DI DESA PAKRAMAN SESETAN
I Komang Indra Wirawan, 125-161)
_________. 1976. Upadeça Agama
Hindu. Denpasar
: PHDI
Pusat.
_________.
Lingkungan
Sastra
Jawa.
Yogyakarta: Wacana University
Press.
2000.
Panca
Denpasar
:
Yadnya.
Yuda Bakti, 2007. Filsafat Seni Sakral
Pemerintah
dalam Kebudayaan Bali.
Provinsi Bali
Surabaya: Paramitha
_________ . 2002. Kamus Istilah
Agama Hindu. Denpasar :
Pemerintah Provinsi Bali
Titib, I Made. 2003. Teologi dan
Simbol-Simbol
Dalam
Agama Hindu. Surabaya :
Paramita.
Vreede, Frans. 1993. Intisari Filsafat
Hindu. Denpasar : Pustaka
Siddhanta.
Wiana, Ketut. 2004. Mengapa Bali
Disebut Bali. Surabaya :
Paramita.
Wiryamartana,
I
Arjunawiwaha
Teks
Jawa
Kuntara.
1990.
Transformasi
Kuna
Lewat
Tangapan dan Penciptaan di
161
Download