UNIVERSITAS INDONESIA AKTIVITAS ANTIMIKROBA DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN AKTIF RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TESIS DEASYWATY 0906573862 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI BIOLOGI PROGRAM PASCASARJANA DEPOK JULI 2011 Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 UNIVERSITAS INDONESIA AKTIVITAS ANTIMIKROBA DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN AKTIF RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains DEASYWATY 0906573862 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI BIOLOGI PROGRAM PASCASARJANA DEPOK JULI 2011 Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 KATA PENGANTAR Bismillãhir-rahmãnir-rahìm. Alhamdu llilãhi rabbil’ ãlamìn. Washalatu wassalamu ‘ala Rasuulillah SAW, wa ba’du. Puji syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang terkira sepanjang masa. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih kepada: (1) Dr. Wibowo Mangunwardoyo, M.Sc selaku Pembimbing I dan Dr. Tepy Usia, M.Phil selaku Pembimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini; (2) Dr. Susiani Purbaningsih, DEA dan Drs. Iman Santoso, M.Phil, selaku penguji, untuk waktu, perhatian, ilmu, kritik dan saran; (3) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN), yang telah memberikan beasiswa dan membantu dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan; (4) Papa (Alm), Mama, Abang Mesti dan anakku Tentani, atas doa dan kasih sayang yang tanpa lelah menemani dalam suka dan duka; (5) Rekan-rekan di Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN), yang telah membantu dalam melakukan penelitian; (6) Rekan-rekan Pascasarjana Biologi Angkatan 2009 yang telah berbagi informasi dan banyak membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu dan menambah informasi tentang bahan alam yang dapat digunakan sebagai obat tradisional. Penulis 2011 Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Deasywaty : Biologi : Aktivitas Antimikroba Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu tanaman obat yang banyak digunakan di Indonesia, dan di Asia Tenggara temulawak dimanfaatkan sebagai bumbu masak dan obat. Aktivitas antimikroba temulawak diuji terhadap Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Porphyromonas gingivalis ATCC 33277, Staphylococcus aureus ATCC 25923, Bacillus cereus ATCC 11778, Streptococcus mutans Type F (MUI), dan Candida albicans ATCC 10231 dengan menggunakan broth dilution method. Ekstrak etanol 70% temulawak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif S. aureus dan S. mutans pada konsentrasi 1,0-5,0% b/v, dan B. cereus pada konsentrasi 2,0-5,0% b/v. Minimum Inhibitory Concentration (MIC) ekstrak etanol 70% temulawak adalah 0,1% b/v untuk S. aureus dan S. mutan, sedangkan terhadap B. cereus adalah 2,0% b/v. Kata Kunci : antimikroba; bakteri Gram positif; Curcuma xanthorrhiza Roxb. broth dilution method; temulawak xvi + 47 halaman Daftar Acuan : 7 lampiran; 8 gambar; 4 tabel : 57 (1969 – 2011) Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 ABSTRACT Name Program Study Title : Deasywaty : Biology : Antimicrobial Activities of Temulawak Rhizomes (Curcuma xanthorrhiza Roxb. ) Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) is one of popular medicinal plant in Indonesia, has been used as spices and medicinal purposes in South-East Asian countries. Antimicrobial activity of temulawak was tested toward Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Porphyromonas gingivalis ATCC 33277, Staphylococcus aureus ATCC 25923, Bacillus cereus ATCC 11778, Streptococcus mutans Type F (MUI), and Candida albicans ATCC 10231. Antimicrobial assay was carried out by using broth dilution method. The ethanol 70% extract of temulawak inhibited the growth of Gram positive bacteria S. aureus and S. mutans at concentration of 1,0-5,0% w/v, while B. cereus at concentration 2,0-5,0% w/v. The Minimum Inhibitory Concentration (MIC) of ethanol 70% extract against S. aureus and S. mutans were 0,1% w/v, while against B. cereus were 2,0% w/v. Keywords : antimicrobial; broth dilution method; Curcuma xanthorrhiza Roxb.; Gram positive bacteria; temulawak xvi+ 47 pages Bibliography : 7 appendixs; 8 pictures; 4 tables : 57 (1969 – 2010) Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Deasywaty : Biologi : Identifikasi Komponen Aktif Antimikroba Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Analisis fitokimia ekstrak etanol 70% menunjukkan bahwa temulawak mengandung senyawa golongan alkaloid, kuinon, dan terpenoid. Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ekstrak etanol 70% menghasilkan 5 bercak, dari hasil uji antimikroba didapatkan bercak ke-3 dengan nilai Rf 0,64 efektif menghambat aktivitas Staphylococcus aureus ATCC 25923, Streptococcus mutans Type F (MUI), dan Bacillus cereus ATCC 11778 dan termasuk golongan senyawa terpenoid. Analisis dengan menggunakan spektofotometer UV-Vis dan Infra Red memperlihatkan spot ke-3 berada pada absorban 275, 2 nm dengan indikasi senyawa fenol, memiliki gugus fungsi -OH dengan panjang gelombang 3387,06 cm-1 dan C-O pada 1100,41 cm-1, dan hasil analisis GC-MS adalah senyawa xantorizol dengan bobot molekul 218 g/mol. Kata Kunci : ekstraksi; Infra Red spektrofotometer; KLT; GC-MS, temulawak; UV-Vis spektrofotometer xvi+ 26 halaman Daftar Acuan : 9 gambar; 3 tabel : 45 (1963 – 2011) Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 ABSTRACT Name Programme Study Title : Deasywaty : Biology : Identification of Antimicrobial Compounds From Temulawak Rhizomes (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Phytochemical analysis of ethanol 70% extract of temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) consist of alkaloid, quinone, and terpenoids. Thin Layer Chromatography (TLC) analysis showed five spots, the third spot contain terpenoids and effective inhibited Staphylococcus aureus ATCC 25923, Streptococcus mutans type F (MUI) and Bacillus cereus ATCC 11778. Analysis by using UV-Vis and Infra Red spectrophotometry showed the spot contains phenolic group at absorbance 275,2 nm and have functional groups OH in 3387,06 cm-1 and C-O in 1100,41 cm-1. Result of GC-MS indicated that compound is xanthorrisol m/z 218. Keywords : extraction; IR-spectrofotometry; GC-MS; TLC; temulawak; UV-Vis spectrofotometry xvi + 26 pages Bibliography ; 9 pictures; 3 tables : 45 (1963 – 2011) Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Name : Deasywaty (0906573862) Date : July 2011 Tittle : Antimicrobial Activities and Identification Active Compounds of Temulawak Rhizomes (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Thesis supervisor : I. Dr. Wibowo Mangunwardoyo, M.Sc. II. Dr. Tepy Usia, M.Phil SUMMARY Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) commonly known as Javanese turmeric, has been used traditionally for spices and medicinal purposes in SouthEast Asian countries (DepKes 1979; Shu 2000; Afifah 2005; BPOM 2005; Siagian 2006). The rhizomes of temulawak have been reported contain terpenoids, saponin, flavonoid, alkaloid, dan tannin (Afifah 2005; Siagian 2006; Tarigan et al. 2008). The chemical analysis of temulawak rhizomes showed contains of starch (48,18-59,64%), fiber (2,58-4, 83%), terpenoids (phelandren, kamfer, tumerol, sineol, borneol, and xanthorrhizol) (1,48-1,63%), and curcuminoid (curcumin dan desmetoxycurcumin) (1,6-2,2%) (Afifah 2005; Siagian 2006). This thesis consist of two papers, the first one entittled: Antimicrobial activities of temulawak rhizomes (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) and the second one entitled: Identification of antimicrobial compounds from temulawak rhizomes (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Extraction of active substances carried out by infusum, reflux and maceration of aerial parts of temulawak by using water, ethanol 70%, and dichlorometane as solvents. Antimicrobial activity of water, ethanol 70%, and dichlorometane extracts were determined by broth dilution method for Gram positive (Staphylococcus aureus ATCC 25923, Bacillus cereus ATCC 11778, Streptococcus mutans Type F (MUI)), Gram negative (Escherichia coli ATCC Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Porphyromonas gingivalis ATCC 33277), and fungi (Candida albicans ATCC 10231). The ethanol 70% extract of temulawak inhibited the growth of Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans at concentration 1,0-5,0% w/v, and Bacillus cereus at concentrations of 2,0-5,0% w/v, but not showed inhibition against Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Porphyromonas gingivalis, and Candida albicans. The minimum inhibitory concentration (MIC) value of ethanol 70% extract against both S. aureus and S. mutans were 0,1% w/v, while against B.cereus were 2,0% w/v. Continued analysis of ethanol 70% extract by using Thin Layer Chromatography (TLC) method on silica gel 60F254 plate with eluents n-hexane : ethyl acetate (14:1) and compounds were identified by using phytochemical test for alkaloids, flavonoids, quinone, tannin, and terpenoids, followed by using UVVis, Infra red spectrofotometry, and GC-MS analysis. The antimicrobial activities of each spot in TLC were tested by using the broth dilution method. Identification of compounds from the ethanol 70% extract showed the extract contain alkaloid, quinone, and terpenoids. Continued analysis of ethanol 70% extract by using TLC resulted five spots, and the third spot with Rf 0,64 showed effective inhibition against S. aureus, S. mutans, and B.cereus. The third spot recomfirmed as a terpenoid. UV-Vis spectrophotometry analysis showed absorbance at 275,2 nm, Infra red showed compounds have functional groups contain -OH in 3387, 06 cm-1 and C-O in 1100,41 cm-1. The analysis with GC-MS showed the compound is xantorhorrhizol with molecul weigth m/z 218 . xvii + 77 pp.; 7 appendixs; 17 plates; 7 tables Bibl.: 69 (1963 – 2011) Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ………………………………………………… HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS …………………… HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………. KATA PENGANTAR ………………………………………………. HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH … ABSTRAK …………………………………………………………… SUMMARY ………………………………………………………….. DAFTAR ISI ………………………………………………………… DAFTAR GAMBAR ………………………………………………… DAFTAR TABEL ……………………………………………………. DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………… PENGANTAR PARIPURNA ……………………………………….. i ii iii v vi vii xi xiii xiv xvi xvii 1 MAKALAH I: UJI ANTIMIKROBA DARI RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) PENDAHULUAN ……………………………………………………. 4 Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………………….. 6 Bahan dan Cara kerja ………………………………………………... 6 HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………. 11 KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………. 28 DAFTAR ACUAN ……………………………………………………. 29 LAMPIRAN …………………………………………………………… 35 MAKALAH II: IDENTIFIKASI KOMPONEN AKTIF ANTIMIKROBA RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) PENDAHULUAN …………………………………………………….. Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………………….... Bahan dan Cara kerja ………………………………………………… HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………... KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………... DAFTAR ACUAN …………………………………………………….. 42 44 44 51 63 64 DISKUSI PARIPURNA ………………………………………………. RANGKUMAN KESIMPULAN DAN SARAN …………………….. DAFTAR ACUAN …………………………………………………….. 68 73 75 DAFTAR GAMBAR Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Gambar Halaman 1.2.1. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dalam medium TSB……………………………………………………………….. 14 1.2.2. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 pada media selektif BPA ……………………………………………………. 15 1.2.3. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak terhadap Bacillus cereus ATCC 11778 dalam medium TSB ……. 20 1.2.4. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak terhadap Bacillus cereus ATCC 11778 pada media selektif MYPA……………………………………………………………. 20 1.3.1. Konsentrasi hambat minimum Staphylococcus aureus ATCC 25923 + ekstrak etanol 70% dalam media cair TSB……. 25 1.3.2. Konsentrasi hambat minimum Streptococcus mutans Type F (MUI) + ekstrak etanol 70% dalam media cair BHIB + yeast ekstrak …………………………………………………… 26 1.3.3. Konsentrasi minimum ekstrak etanol 70% menghambat Staphylococcus aureus pada media selektif BPA….. …………… 26 1.3.4. Konsentrasi minimum ekstrak etanol 70% menghambat Streptococcus mutans Type F (MUI) pada media selektif GNA… 27 2.2.1. Kromatografi Lapis Tipis ekstrak etanol 70% temulawak dengan larutan pengembang kloroform:metanol {A.(9:1); B.( 8:2); C. (6:4)}………………………………………. 55 2.2.2. Kromatografi Lapis Tipis ekstrak etanol 70% temulawak dengan larutan pengembang n-heksan:etil asetat {A.( 9:1); B.( 8:2); C. (6:4); D. (14:1)}…………………………… 55 2.2.3. Hasil KLT dengan larutan pengembang n-heksan : etil asetat (14:1)…..…………………………………………………… ……. 57 2.3.1. Aktivitas antimikroba hasil KLT terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 (A) pada medium TSB, Streptococcus mutans Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Type F(MUI) (B) pada medium BHIB + yeast ekstrak, dan Bacillus cereus ATCC 11778 (C) pada medium TSB……………. 58 2.3.2. Aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 pada medium BPA (A), Streptococcus mutans Type F (B) pada medium GNA dan Bacillus cereusATCC 11778 pada medium MYPA (C). ………………………………… 58 2.4.1. Profil kromatogram spektrofotometri UV-Vis……………………. 59 2.4.2. Profil spektrofotometri Infra Red…....……..……………………... 60 2.4.3. Spektrum massa ekstrak etanol 70% temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)……………………………………. 61 2.4.4. Struktur kimia xantorizol………………………………………….. 62 DAFTAR TABEL Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Tabel Halaman 1.1.1. Jumlah rendemen yang diperoleh pada ekstraksi 100 g serbuk temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)………………………. 11 1.2.1. Aktivitas antimikroba ekstrak ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada bakteri Gram positif………….…………………………........ 17 1.2.2. Aktivitas antimikroba ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada bakteri Gram negatif dan fungi………….………………….. 22 1.3.1. Hasil penetapan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) ekstrak etanol 70% terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Streptococcus mutans Type F (MUI)…………. 24 2.1.1. Hasil analisis fitokimia ekstrak etanol 70% temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)…………………………………… 54 2.2.1. Hasil analisis KLT ekstrak etanol 70% temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dengan larutan pengembang n-heksan: etil asetat (14:1)………………………………………... 56 2.4.1. Panjang gelombang Infra red ekstrak etanol 70% temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ………………………………….. 61 DAFTAR LAMPIRAN Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Lampiran Halaman 1.1. Rimpang temulawak………………………………………………..... 35 1.2. Bagan kerja ekstraksi……………......……………………………..... 36 1.3. Pembuatan medium………………….……………………………...... 37 1.4. Aktivitas antimikroba pada Escherichia coli ATCC 25922 + ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan) pada medium TSB & media selektif EMBA ……………………….. 38 1.5. Aktivitas antimikroba pada Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 + ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan) pada medium TSB & media selektif CETA................................................. 39 1.6. Aktivitas antimikroba pada Porphyromonas gingivalis ATCC 33227 + ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan) pada medium BB & media selektif Brucella agar…………………… 40 1.7. Aktivitas antimikroba pada Candida albicans ATCC 10231+ ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan) pada medium TSB & media selektif PDA........................................................................... 41 PENGANTAR PARIPURNA Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati berupa flora dan fauna yang menempati urutan ke dua di dunia dan memiliki potensi dalam pengembangan obat tradisional berbasis tumbuhan. Diperkirakan dari 30.000 spesies tumbuhan asli Indonesia, 9.600 spesies diantaranya telah dimanfaat sebagai obat, dan sebagian di antaranya telah digunakan sebagai obat tradisional (Ahmad et al. 1992). Penelusuran senyawa kimia bertujuan untuk membuktikan khasiat tumbuhan, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah tumbuhan tersebut sebagai obat infeksi. Penelusuran senyawa kimia dilakukan dengan mengisolasi bahan aktif untuk mendapatkan bahan baku obat yang berasal dari tumbuhan dalam bentuk fitofarmaka. Salah satu spesies tanaman Zingiberaceae yang berkhasiat obat adalah temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) (Rukayadi 2006; Rukayadi & Hwang 2006; Siagian 2006). Rimpang temulawak mengandung pati, kurkuminoid dan minyak atsiri (Afifah 2005; Siagian 2006). Menurut Afifah (2005) dan Bermawie et al. (2008), kurkuminoid temulawak terdiri atas kurkumin dan desmetoksikurkumin. Minyak atsiri rimpang temulawak terdiri dari phelandren, kamfer, tumerol, sineol, dan xantorizol (Afifah 2005; Siagian 2006). Berdasarkan hasil analisis kimia, kandungan utama temulawak terdiri dari pati (48,18-59,64%), serat (2,58-4,83%), minyak atsiri 1,48-1,63%) serta kurkuminoid (1,6-2,2%) (Afifah 2005; Siagian 2006). Khasiat rimpang temulawak diduga karena kandungan berbagai senyawa kimia yang berkhasiat, di antaranya adalah kurkumin, minyak atsiri, saponin, flavonoid, alkaloid dan tanin (DepKes 1979; Siagian 2006; Tarigan et al. 2008). Rimpang temulawak telah dimanfaatkan untuk secara tradisional oleh masyarakat Indonesia untuk mengobati sakit maag, diare, ambeien, batuk, asma dan sariawan serta penambah nafsu makan (Afifah 2005; Siagian 2006; Bermawie et al. 2008). BPOM (2005) menyatakan, temulawak memiliki tujuh khasiat yaitu untuk memperbaiki nafsu makan, memperbaiki fungsi pencernaan, memelihara fungsi hati, meredakan nyeri sendi dan tulang, menurunkan lemak darah dan antioksidan. Temulawak dapat juga digunakan sebagai obat anti jerawat karena membantu membersihkan wajah dari bakteri patogen sehingga dapat mengobati radang jerawat (Afifah 2005; Siagian 2006; Bermawie et al. 2008). Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Beberapa mikroorganisme yang bersifat patogen terhadap manusia adalah Escherichia coli menyebabkan infeksi usus, Pseudomonas aeruginosa, Stapylococcus aureus, dan Candida albicans menyebabkan infeksi kulit (Pelczar & Chan 1988; Jawetz 1996; Lorian 1996). Bakteri Streptococcus mutans dan Porphyromonas gingivalis merupakan bakteri patogen penyebab infeksi rongga mulut terutama gigi (Lorian 1996 ; Wallace et al. 2002). Pengembangan obat tradisional di Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini dapat dilihat dari nilai ekspor bahan mentah simplisia obat tradisional lebih tinggi daripada nilai ekspor bahan jadi obat tradisional (Elfahmi et al. 2006). Saat ini penggunaan obat tradisional banyak disosialisasikan dikarenakan mempunyai efek samping relatif lebih kecil, harga yang dapat dijangkau masyarakat, efek farmakologi yang dapat dipercepat dan diperkuat dengan cara purifikasi ekstrak serta adanya data ilmiah yang lengkap. Sejalan dengan program pemerintah untuk meningkatkan penggunaan obat tradisional menjadi sediaan obat fitofarmaka dan untuk tujuan pembakuan bahan alam dan sediaan fitofarmaka, maka perlu dilakukan penelitian terhadap ekstrak rimpang temulawak sebagai antimikroba dan identifikasi komponen aktif yang dikandung oleh rimpang temulawak tersebut. Hasil penelitian tentang ekstraksi dan identifikasi senyawa antimikroba rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ditampilkan dalam dua makalah. Makalah I dengan judul : Aktivitas antimikroba rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), bertujuan untuk mengetahui aktivitas antimikroba rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dari beberapa jenis ekstrak dengan pelarut akuades, etanol 70%, dan diklorometan terhadap beberapa jenis bakteri Gram positif, Gram negatif dan fungi, serta mengetahui konsentrasi minimum dari ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Makalah II dengan judul : Identifikasi komponen aktif antimikroba rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), bertujuan mengidentifikasi golongan senyawa dalam ekstrak etanol 70% rimpang temulawak yang mempunyai aktivitas antimikroba menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT), spektrofotometri UV-Vis dan Infra Red, serta GC-MS. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 MAKALAH I AKTIVITAS ANTIMIKROBA RIMPANG TEMULAWAK Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Deasywaty Email: [email protected] ABSTRACT Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) is one of popular medicinal plant in Indonesia, has been used as spices and medicinal purposes in South-East Asian countries. Antimicrobial activity of temulawak was tested toward Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Porphyromonas gingivalis ATCC 33277, Staphylococcus aureus ATCC 25923, Bacillus cereus ATCC 11778, Streptococcus mutans Type F (MUI), and Candida albicans ATCC 10231. Antimicrobial assay was carried out by using broth dilution method. The ethanol 70% extract of temulawak inhibited the growth of Gram positive bacteria S. aureus and S. mutans at concentration of 1,0-5,0% w/v, while B. cereus at concentration 2,0-5,0% w/v. The Minimum Inhibitory Concentration (MIC) of ethanol 70% extract against S. aureus and S. mutans were 0,1% w/v, while against B. cereus were 2,0% w/v. Keywords : antimicrobial; broth dilution method; Curcuma xanthorrhiza Roxb.; Gram positive bacteria; temulawak. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati berupa flora dan fauna yang menempati urutan ke dua di dunia dan memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan obat tradisional berbasis tumbuhan. Diperkirakan bahwa dari 40.000 spesies tumbuhan yang hidup di dunia, 30.000 spesies diantaranya tumbuh di Indonesia, dan sebanyak 9.600 jenis merupakan tumbuhan berkhasiat obat (Achmad et al. 1992). Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) (2005) melaporkan, telah terdaftar sebanyak 283 jenis simplisia tumbuhan obat yang digunakan dalam Industri Obat Tradisional (IOT) dan Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) sebagai bahan baku dengan total serapan sebanyak 1.841.802 ton/tahun. Menurut Elfahmi et al. (2008), industri jamu Indonesia pada tahun 2000 berhasil menjual produk jamu dengan total pendapatan US $ 150 juta, sedangkan nilai ekspor tanaman obat di pasar Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 internasional diantaranya Amomum cardamomum, Cinnamomum burmani dan Piper sp. adalah US $ 126,8 juta. Nilai pasar obat tradisional Indonesia dari tahun ke tahun memiliki kecenderungan terus meningkat. Temulawak dengan nama Latin Curcuma xanthorrhiza Roxb., merupakan tanaman obat yang dimanfaatkan secara turun temurun oleh nenek moyang bangsa Indonesia (DepKes 1979; Shu 2000; Afifah 2005; BPOM 2005; Siagian 2006). Secara tradisional hampir seluruh daerah di Indonesia memanfaatkan rimpang temulawak sebagai penambah nafsu makan, penyembuh sakit maag, obat diare, obat ambeien, obat batuk, obat asma, dan obat sariawan. Wanita Indonesia juga memanfaatkan temulawak untuk memperbanyak air susu ibu (ASI), mengobati gangguan saat nifas dan menstruasi (Afifah 2005; Siagian 2006; Bermawie et al. 2008), serta membantu membersihkan wajah dari bakteri patogen penyebab jerawat (Soebagio et al. 2006). BPOM (2005) menyatakan bahwa temulawak memiliki tujuh khasiat yaitu untuk memperbaiki nafsu makan, memperbaiki fungsi pencernaan, memelihara kesehatan fungsi hati, mengurangi nyeri sendi dan tulang, menurunkan lemak darah, sebagai antioksidan untuk memelihara kesehatan dan membantu menghambat penggumpalan darah. Selain di Indonesia, temulawak juga digunakan di beberapa negara seperti Singapura, Perak (Malaya), dan Belanda. Di Singapura, temulawak disebut “Ubat jamu” dimanfaatkan untuk penyakit pada saluran pencernaan. Di Perak (Malaya), air perasan temulawak digunakan untuk penyakit rematik, dyspepsia amenorhe atau gangguan haid, dan sebagai obat penguat setelah melahirkan sedangkan masyarakat di Belanda memanfaatkan temulawak untuk penyembuh penyakit hati dan batu empedu (Duke et al. 2003). Bagian temulawak yang paling banyak dimanfaatkan sebagai obat adalah rimpangnya. Rimpang temulawak mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoid, alkaloid, dan tannin (Afifah 2005; Siagian 2006; Tarigan et al. 2008) dan berdasarkan hasil analisis kimia, kandungan utama temulawak terdiri dari pati (48,18-59,64%), serat (2,58-4,83%), minyak atsiri (phelandren, kamfer, tumerol, sineol, borneol, dan xantorizol) (1,48-1,63%) serta kurkuminoid (kurkumin dan desmetoksikurkumin) (1,6-2,2%) (Afifah 2005; Siagian 2006). Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Penelitian tentang kandungan senyawa kimia dan manfaat temulawak telah dilakukan, di antaranya adalah: ekstrak temulawak dengan pelarut etanol 96% juga dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis penyebab jerawat (Soebagio et al. 2006). Isolasi xantorizol dari ekstrak metanol temulawak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans ( Rukayadi 2006; Rukayadi & Hwang 2006) Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antimikroba rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dari beberapa jenis ekstrak dengan pelarut akuades, etanol 70%, dan diklorometan terhadap beberapa jenis bakteri Gram positif, Gram negatif dan fungi, serta mengetahui konsentrasi minimum dari ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba, sehingga temulawak dapat dikembangkan sebagai sediaan antimikroba untuk obat tradisional di Indonesia. METODOLOGI Lokasi dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat, pada bulan Juli 2010 –Maret 2011. Bahan dan Cara kerja Bahan tanaman Sampel berupa simplisia kering rimpang temulawak yang diperoleh dari PT Vitaher, Semarang. Tanaman temulawak ditanam pada ketinggian 75-100 m (dpl) dan dipanen 10 bulan setelah tanam. Pengeringan simplisia temulawak menggunakan oven dengan suhu awal 50-55º C selama 7 jam (Lampiran 1.1). Bahan kimia Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Pelarut dan pereaksi yang digunakan adalah kualitas analitik: etanol dan diklorometan (Merck). Media Media yang digunakan untuk menumbuhkan dan memelihara mikroba adalah Potato Dextrose Agar (PDA) (Oxoid), Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) (Merck), Cetrimide Agar (CETA) (Merck), Baird Parker Agar (BPA) (Merck), Tryptic Soy Agar (TSA) (Difco), Tryptic Soy Broth (TSB) (Difco), Brain Heart Infusion Broth (BHIB) (Difco), Brucella Broth (BB) (Difco), Manitol Egg Yolk Polymixin Agar (MYPA) (Merck), Pepton (Merck), Agar (Bacto), Beef extract (Difco), Yeast extract (Oxoid), Egg Yolk (Difco), dan darah kambing. Mikroba uji Mikroba uji yang digunakan terbagi atas bakteri Gram positif yang terdiri dari Staphylococus aureus ATCC 25923, Bacillus cereus ATCC 11778, anaerob Streptococcus mutans type F (MUI). Bakteri Gram negatif terdiri dari Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, dan anaerob Porphyromonas gingivalis ATCC 33277 serta fungi Candida albicans ATCC 10231. Mikroba diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi, PPOMN, Badan POM dan Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia. Alat Alat-alat yang digunakan adalah mortar, seperangkat alat refluks, vacuum evaporator (Buchi), timbangan analisis (Shimadzu), laminar air flow (Lab Conco), inkubator (Memmert), autoklaf (Holten), hot Plate (Thermoline), vortex (Scientific), shaker (N-Biotec), anaerobic jar (Merck), mikro pipet 1-10 µl dan 100 - 1000 µl (Eppendorf), dan piranti gelas yang digunakan di laboratorium kimia dan mikrobiologi. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Cara kerja Ekstraksi Rimpang temulawak dalam bentuk simplisia dihaluskan sampai berbentuk serbuk. Sebanyak 100 g serbuk dimasukkan dalam labu ukur 1000 ml kemudian ditambahkan akuades sampai seluruh serbuk terendam (500 ml), kemudian dididihkan selama 20 menit (Wiyono 2003) dan disaring menggunakan glass wool. Ekstrak kental akuades diperoleh dengan cara penguapan pada penangas air. Residu penyaringan direfluks dengan etanol 70% selama 1 jam dan disaring menggunakan glass wool. Etanol yang terdapat pada filtrat dihilangkan dengan cara diuapkan menggunakan evaporator vakum (vacuum evaporator) pada suhu 40º C, sehingga diperoleh ekstrak kental etanol 70%. Residu etanol diekstraksi kembali menggunakan diklorometan secara maserasi dengan pengadukan menggunakan shaker kecepatan 120 rpm selama 24 jam dan disaring dengan glass wool. Ekstrak diklorometan diuapkan menggunakan evaporator vakum (vacuum evaporator) pada suhu 40º C sehingga diperoleh ekstrak kental diklorometan . Rendemen yang diperoleh ditimbang dan dicatat (Harborne 1996; Kusmiyati & Agustin 2006; Rita 2010). Prosedur ekstraksi secara umum dapat dilihat pada skema kerja (Lampiran 1.2). Pembuatan medium Pembuatan medium Potato Dextrose Agar (PDA), Eosin Metylen Blue Agar (EMBA), Cetrimide Agar (CETA), Baird Parker Agar (BPA), Tryptic Soy Agar (TSA), Tryptic Soy Broth (TSB), Brain Heart Infusion Broth (BHIB), Brucella Broth (BB), Manitol Egg Yolk Polymixin Agar (MYPA) berdasarkan petunjuk pada kemasan. Cara pembuatan medium yang tidak sesuai petunjuk kemasan dapat dilihat pada Lampiran 1.3. Pembuatan inokulum Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Pembuatan inokulum ditentukan menggunakan perbandingan kekeruhan Mc Farland 0,5. Inokulum dibuat dengan menambahkan biakan fungi (Candida albicans) berumur 24 jam, biakan bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus, Bacillus cereus dan Streptococcus mutans), dan bakteri Gram negatif (Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, dan Porphyromonas gingivalis) yang berumur 18-24 jam kedalam 3 ml larutan NaCl (0,85%). Kemudian suspensi dibandingkan dengan kekeruhan larutan Mc Farland 0,5 (Thrupp 1980; Rosenblatt 1980). Pembuatan larutan ekstrak uji Masing-masing ekstrak kental rimpang temulawak ditimbang dan dilarutkan dalam akuades, hingga diperoleh konsentrasi 50%, 40%, 30%, 20% dan 10% (b/v). Pelarutan ekstrak dilakukan dengan bantuan ultrasonik selama 30 menit. Pengujian antifungi dengan menggunakan Broth Dilution method Pengujian antifungi menggunakan broth dilution method untuk melihat adanya aktivitas antifungi dari ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan. Ekstrak yang telah dilarutkan dengan akuades (konsentrasi 50%, 40%, 30%, 20% dan 10% (b/v)), dimasukkan sebanyak 200 µl kedalam tabung yang berisi media TSB. Tabung yang berisi campuran media TSB dan ekstrak, diinokulasikan inokulum fungi Candida albicans dengan kekeruhan Mc Farland 0,5 sebanyak 200 µl dengan volume akhir tabung 2 ml. Tabung diinkubasikan pada suhu 2225º C selama 18-24 jam, kemudian setiap tabung yang telah diinkubasi digoreskan pada media agar PDA, dan diinkubasikan kembali pada suhu 22-25º C selama 24 jam (Chitwood 1969; Rosenblatt 1980; Jawetz et al.1996; MacKane & Kandel 1996). Pengujian antibakteri dengan menggunakan Broth Dilution Method Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Pengujian dilakukan untuk melihat aktivitas antibakteri dari ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan. Ekstrak yang telah dilarutkan menggunakan akuades (konsentrasi 50%, 40%, 30%, 20% dan 10% (b/v)), kemudian ditambahkan 200 µl pada media yang sesuai untuk pertumbuhan masing-masing bakteri. Untuk pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli ekstrak dilarutkan dalam tabung yang berisi TSB, sedangkan untuk pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis menggunakan media Brucella Broth dan Streptococcus mutans menggunakan media BHIB + yeast ekstrak. Setiap tabung yang berisi campuran medium dan ekstrak dengan berbagai konsentrasi diinokulasikan suspensi bakteri sebanyak 200 µl dengan kekeruhan Mc Farland 0,5, kemudian tabung yang berisi ekstrak + media + inokulum diinkubasi pada suhu 35-37º C selama 18-24 jam, bakteri anaerob diinkubasi menggunakan anaerobic jar. Selanjutnya, hasil pengenceran tabung digoreskan ke media agar BPA untuk bakteri Staphylococcus aureus, MYPA untuk bakteri Bacillus cereus, CETA untuk Pseudomonas aeruginosa, EMBA untuk Escherichia coli (Chitwood 1969; Rosenblatt 1980; Jawetz et al. 1996; MacKane & Kandel 1996; Lalitha 2004). Untuk bakteri Porphyromonas gingivalis menggunakan Brucella agar darah ( Pane & Sugiarto 1987), dan GNA untuk bakteri Streptococcus mutans (Pratiwi 2005) kemudian diinkubasi kembali pada suhu 35-37o C selama18- 24 jam, untuk bakteri anaerob diinkubasi menggunakan anaerobic jar. Penetapan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) Setelah diketahui bahwa ekstrak etanol 70% yang mempunyai daya hambat lebih kuat selanjutnya dilakukan penetapan kemampuan hambat minimum. Penetapan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) adalah untuk mengetahui konsentrasi terendah yang memberikan aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji dengan menggunakan metode broth dilution method. Ekstrak diencerkan sampai diperoleh konsentrasi 0,025%; 0,05%; 0,10%; 0,25%; 0,50% dan 0,75%., kemudian dilakukan pengujian terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Pengujian diulang sampai tiga kali (Chitwood Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 1969; Thrupp 1980; Rosenblatt 1980; McKane & Kandel 1996; Lalitha 2004; Zaenab et al. 2004; Oladunmoye 2006). HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Ekstraksi Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Hasil ekstraksi 100 g rimpang temulawak dengan pelarut akuades menghasilkan 63, 54 g (63,54 %), ekstraksi dengan etanol 70% menghasilkan rendemen 13,33 g (13,33%), dan ekstraksi dengan diklorometan menghasilkan rendemen 3,01 g (3,01%) (Tabel 1.1.1). Karakteristik rendemen yang dihasilkan adalah kental dengan warna kuning kecoklatan untuk ekstrak akuades, ekstrak kental bewarna coklat untuk ekstrak etanol 70%, dan ekstrak kental bewarna kuning kecoklatan untuk ekstrak diklorometan. Tabel 1.1.1. Jumlah rendemen yang diperoleh pada ekstraksi 100 g serbuk temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Jenis pelarut Akuades Berat rendemen (g) 63, 54 g Karakteristik rendemen Kuning kecoklatan, kental Etanol 70% 13,33 g Coklat, kental Diklorometan 3,01 g Coklat kekuningan, kental Perbedaan rendemen hasil ekstraksi diduga disebabkan karena adanya perbedaan kandungan senyawa yang terlarut dalam akuades, etanol 70%, dan diklorometan. Menurut Harborne (1996), ekstraksi adalah proses penyarian kandungan kimia yang terdapat dalam bahan tanaman dengan menggunakan pelarut tertentu. Pemilihan pelarut merupakan faktor yang menentukan dalam suatu proses ekstraksi karena jenis dan jumlah senyawa yang tersarikan akan tergantung dari sifat senyawa kimia penyari. Proses ekstraksi senyawa antimikroba dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu aquous phase dan organic phase. Ekstraksi dengan aquous phase Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 menggunakan pelarut air, sedangkan organic phase menggunakan pelarut organik, dengan prinsip kelarutan bahwa pelarut polar akan melarutkan senyawa polar sedangkan pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar (Harborne 1996). Adapun yang menjadi kriteria pemilihan akuades dan etanol 70% untuk digunakan dalam ekstraksi adalah karena kedua pelarut tersebut lebih aman dikonsumsi (relatif tidak beracun) dan umumnya digunakan dalam berbagai industri obat tradisional (Saifudin et al. 2011). Sedangkan untuk melihat aktivitas dari senyawa-senyawa semi polar atau non polar dari temulawak, digunakan pelarut diklorometan yang relatif lebih aman dibandingkan pelarut non polar lainnya seperti kloroform ataupun eter. Hal yang perlu diperhatikan adalah harga yang murah, sifat pelarut, kemampuan mengekstraksi dan tidak beracun (Pelczar & Chan 1988; Harborne 1996). Rendemen akuades diduga menghasilkan pati dan senyawa fenol, karena akuades adalah pelarut polar yang dapat melarutkan pati dan senyawa fenol (Harborne 1996). Indrawati (2009) dan Hidayathulla et al. (2011) menyatakan bahwa ekstrak akuades mempunyai kandungan senyawa metabolit sekunder yaitu alkaloid, saponin, dan kuinon. Pati merupakan komponen utama dari temulawak dengan jumlah antara 48,18-59,64% (Afifah 2005; Siagian 2006). Direktorat Aneka Tanaman (2000) (lihat Asriani 2010) menyatakan jumlah pati yang tinggi pada temulawak juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat tumbuh, temulawak yang ditanam pada ketinggian dibawah 240 m (dpl) akan menghasilkan jumlah pati yang tinggi. Selain ketinggian tempat tumbuh, proses pengeringan rimpang juga berpengaruh terhadap kandungan bahan aktif. Menurut Hernani & Nurdjanah (2009), proses pengeringan simplisia juga mempengaruhi bahan aktif, warna, kontaminan mikroba, dan kadar metabolit sekunder yang dikandung tanaman, pada pengeringan dengan suhu 60º C tidak terjadi kehilangan minyak atsiri sampai kadar air mencapai 10%. Pengeringan dilakukan juga untuk mendapatkan warna simplisia yang baik dengan menggunakan alat pengering yang dibuat sedemikian rupa dengan mengatur suhu dan aliran udara dengan suhu awal Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 50-55º C selama lebih kurang 7 jam (Depkes 1979; Siagian 2006) atau dengan menggunakan pengeringan ban berjalan (conveyor) (Hernani & Nurjanah 2009). Ekstraksi dengan pelarut etanol 70% dilakukan karena etanol 70% merupakan pelarut serbaguna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan dan bersifat universal (Harborne 1996), sehingga dapat menarik senyawa-senyawa polar yang terkandung di dalam rimpang temulawak terutama alkaloid (Sastrohamidjoyo 1995; Omajosola & Awe 2004; Tarigan et al. 2008; ), kuinon, dan terpenoid (Harborne 1996) sampai senyawa non polar ( Saifudin et al. 2011). Komponen lain yang dihasilkan dari ektraksi menggunakan etanol adalah senyawa fenol dan kurkuminoid (Harborne 1996; Hertiani et al. 2003; Omajosola & Awe 2004; Elfahmi et al. 2008; Hidayathulla et al. 2011). Ekstraksi rimpang temulawak dengan diklorometan menghasilkan jumlah rendemen paling kecil dibandingkan ekstraksi dengan akuades dan etanol 70%, karena pelarut diklorometan merupakan pelarut semi polar sehingga ekstraksi hanya dapat menarik senyawa semi polar sampai non polar, misalnya beberapa golongan flavonoid (Harborne 1996; Fitrial et al. 2008), triterpenoid (Fitrial et al. 2008; Sukadana et al. 2008; Hidayathulla et al. 2011), alkaloid (Fitrial et al. 2008) dan saponin (Hidayathulla et al. 2011). Hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda yaitu akuades, etanol 70%, dan diklorometan memperlihatkan bahwa ketiga ekstrak menghasilkan senyawa yang sama yaitu terpenoid, fenol, dan alkaloid. Menurut Hidayathulla et al. (2011), ekstraksi akuades, methanol, etil asetat, dan n- heksan juga menghasilkan senyawa terpenoid, fenol, dan alkaloid karena tingkat kepolaran pelarut yang digunakan sama, yaitu dari pelarut polar sampai semi polar atau non polar. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 2. Aktivitas antimikroba ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Pengujian aktivitas antimikroba ekstrak rimpang temulawak dilakukan dengan menggunakan broth dilution method. Ekstrak temulawak dalam media pengkaya dengan konsentrasi 1,0%; 2,0%; 3,0%; 4,0%; dan 5,0% , kemudian ditambahkan mikroba uji Gram positif (Staphylococcus aureus ATCC 25923, Bacillus cereus ATCC 11778, Streptococcus mutans Type F (MUI)), Gram negatif (Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Porphyromonas gingivalis ATCC 33277), dan fungi (Candida albicans ATCC 10231). Hasil pengujian menggunakan broth dilution method dengan tingkat konsentrasi yang berbeda tidak dapat memperlihatkan kekeruhan larutan, hal ini karena ekstrak rimpang temulawak menjadikan larutan uji bewarna kuning dan keruh, dan menyebabkan hasil pengamatan terhadap pertumbuhan mikroba uji menjadi bias karena pertumbuhan mikroba uji tidak dapat diamati berdasarkan kekeruhan media (Gambar 1.2.1) . 1 Gambar 1.2.1. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dalam medium TSB. Keterangan: (1) ektrak etanol 70% {5,0%}, (2) {4,0%}, (3) {3,0%}, (4) {2,0%}, (5) {1,0%}, (K+) media TSB + S. aureus, (K-) media TSB Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Metode dilution broth juga merupakan metode pendekatan kuantitatif dengan perhitungan jumlah antimikroba yang dibutuhkan untuk mendapatkan konsentrasi hambat minimum mikroba uji (Pelczar & Chan 1988; Jawetz et al. 1996). Prinsip kerja metode ini adalah melihat adanya pertumbuhan inokulum mikroba uji di dalam beberapa konsentrasi zat antimikroba yang dimasukkan kedalam tabung berisi medium pengkaya yang berfungsi untuk membantu pertumbuhan, setelah diinkubasi kemudian diamati konsentrasi zat antimikroba yang menghambat pertumbuhan (Rosenblatt 1980; Jawetz et al. 1996). Hal lain yang mendasari pemilihan metode dilution broth dalam penelitian ini adalah karena beberapa mikroba uji yang digunakan merupakan bakteri yang bersifat anaerob yaitu S. mutans dan P. gingivalis. Menurut Zaenab et al. (2004), metode broth dilution baik dilakukan untuk bakteri anaerob. Penghambatan pertumbuhan koloni mikroba uji dapat dilihat dengan melakukan konfirmasi menggunakan media plate selektif yang sesuai dengan pertumbuhan masing-masing mikroba (Gambar 1.2.2). 5,0% K+ 4,0% 1,0% 3,0% 2,0% Gambar. 1.2.2. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 pada media selektif BPA Keterangan: (K+) = Staphylococcus aureus ATCC 25923 tanpa ekstrak temulawak Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Tabel 1.2.1. Aktivitas antimikroba ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada bakteri Gram positif Daya hambat Mikroba uji Staphylococcus aureus ATCC 25923 Bacillus cereus ATCC11778 Streptococcus mutans Type F (MUI) Konsentrasi % (b/v) Ekstrak akuades Ekstrak Etanol 70% Ekstrak diklorometan 5,0 + + + 4,0 + + + 3,0 + + + 2,0 + + + 1,0 + + + 5,0 - + - 4,0 - + - 3,0 - + - 2,0 - + - 1,0 - - - 5,0 + + + 4,0 + + + 3,0 + + + 2,0 + + + 1,0 + + + Keterangan: + : ekstrak temulawak mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji - : ekstrak temulawak tidak mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji Uji penghambatan antimikroba oleh ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan menunjukkan bahwa ketiga ekstrak mempunyai kemampuan yang sama dalam penghambatan bakteri uji Gram positif yaitu S. aureus dan S. mutans yaitu 1,0-5,0% b/v, kecuali pada bakteri B. cereus, ekstrak etanol 70% memiliki kemampuan yang lebih baik dengan penghambatan pada konsentrasi 2,0-5,0% b/v. Kemampuan dari ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan untuk Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 menghambat pertumbuhan mikroba berkaitan dengan kandungan senyawa kimia yang terdapat di dalam ekstrak. Senyawa fenol yang dikandung ketiga ekstrak diduga berperan dalam penghambatan pertumbuhan mikroba. Turunan senyawa fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorbsi yang melibatkan ikatan hidrogen dan dapat merubah permeabilitas membran sel (Siswandono & Soekardjo 1995; Parwata & Dewi 2008). Penetrasi fenol dengan kadar yang tinggi ke dalam sel dapat menyebabkan koagulasi protein dan lisis pada membran sel (Hertiani et al. 2003; Parwata & Dewi 2008). Mekanisme penghambatan senyawa fenol adalah melalui pembentukan ikatan hidrogen antara gugus hidroksil pada senyawa fenol dengan protein membran sel, yang menyebabkan gangguan terhadap permeabilitas membran, sehingga komponen sel yang esensial keluar dari dalam sel dan menyebabkan kematian bakteri (Sastrohamidjojo 1995; Hertiani et al. 2003; Elfahmi et al. 2006; Al Rubiay et al. 2008). Sementara itu, senyawa fenol dengan konsentrasi rendah dapat membentuk ikatan protein-fenol dengan ikatan lemah dan mudah terurai dan apabila terjadi penetrasi fenol ke dalam sel dapat menyebabkan koagulasi protein dan lisis pada membran sel. Dampak yang ditimbulkan adalah terjadi gangguan pada sistem transpor nutrisi (Volk & Wheeler 1988; Hertiani et al. 2003; Parwata & Dewi 2008). Membran sel tersusun dari protein dan lemak sangat rentan terhadap zat kimia yang menurunkan tegangan permukaan membran sel sehingga mengakibatkan kematian sel (Volk & Wheeler 1988). Senyawa antibakteri diduga dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dengan menembus dinding sel, dinding sel bakteri Gram positif memiliki susunan yang sederhana terdiri dari 60-100% peptidoglikan, yang terbuat dari N-asetil glukosamin dan asam N-asetil muramat. Beberapa bakteri Gram positif juga mengandung asam teikoat dan asam teikoronat yang terkait pada asam muramat dari lapisan peptidoglikan. Kandungan lipid pada bakteri Gram positif adalah 2-4% (Hugo & Russell 1981; Volk & Wheeler 1988; Brock et al. 1994). Penyusun dinding sel yang sederhana dan tidak adanya selaput luar menyebabkan senyawa antibakteri dapat menembus dinding sel dan menganggu proses biosintesis dinding sel (Lambert et al. 2001; Soebagio et al. 2006; Ajizah et al. 2007; Hidayathulla et al. 2011). Pelczar & Chan (1988) dan Jawetz et al. (1996) Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 menyatakan bahwa zat antimikroba mempengaruhi pertumbuhan bakteri dengan cara merusak dinding sel, merubah permeabilitas sel, menghambat kerja enzim dan sintesis asam nukleat. Aktivitas zat antimikroba juga dapat dilakukan dengan menghambat kerja enzim yaitu dengan menganggu aktivitas dari protein sel. Senyawa fenol diduga mampu menghalangi fungsi protein dalam mengkatalisis enzim untuk melakukan metabolisme sel (Volk & Wheeler 1988). Penghambatan pada bakteri Bacillus cereus oleh ekstrak etanol 70% pada konsentrasi 2,0-5,0% diduga karena kandungan senyawa pada ekstrak etanol 70% mampu menembus dinding sel (Gambar 1.2.3 dan 1.2.4). Ekstrak etanol 70% memiliki aktifitas antimikroba yang lebih baik dibanding ekstrak akuades (Chattopadhyay et al. 2004; Omajosola & Awe 2004; Voravuthikunchai et al. 2006). Ekstrak etanol memiliki kemampuan antimikroba yang baik terhadap bakteri Gram positif (Sarac & Ugur 2007; Jagessar & Gomez 2008; Kresnawaty & Zainuddin 2009; Rita 2010; Hidayathulla et al. 2011). Pattaratanawadee (2006) melaporkan bahwa ekstrak etanol jahe dan kunyit dari famili Zingiberaceae mampu menghambat pertumbuhan B.cereus pada konsentrasi 0,4% dan 1% v/v. Penelitian Mustaffa et al. (2011), melaporkan bahwa ektrak metanol Cinnamomum iners yang mengandung senyawa aktif xantorizol menghambat pertumbuhan bakteri B.cereus pada konsentrasi 12,5 mg/ml sementara itu Nohynek et al. (2006), juga melaporkan bahwa ekstrak berry dapat menurunkan pertumbuhan B. cereus. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 1 2 2 3 5 4 3 4 5 K+ K+ KK- Gambar I.2.3. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak terhadap Bacillus cereus ATCC 11778 dalam medium TSB. Keterangan: (1). Ekstrak etanol 70% {5,0%}, (2) {4,0%}, (3) {3,0%}, (4) {2,0%}, (5) {1,0%}, (K+) TSB + Bacillus cereus, (K-) media TSB 5,0% K+ 1,0% 4,0% 3,0% 2,0% Gambar. 1.2.4. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak terhadap Bacillus cereus ATCC 11778 pada media selektif MYPA Keterangan: (K+) = Bacillus cereus ATCC 11778 tanpa ekstrak Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram negatif Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Porphyromonas gingivalis, dan fungi Candida albicans (Tabel 1.2.2; Lampiran 1.4, 1.5, 1.6, dan 1.7). Tabel 1.2.2. Aktivitas antimikroba ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada bakteri Gram negatif dan fungi Daya hambat Mikroba uji Konsentrasi Ekstrak Ekstrak Ekstrak akuades Etanol 70% diklorometan 5,0 - - - Escherichia coli 4,0 - - - ATCC 25922 3,0 - - - 2,0 - - - 1,0 - - - 5,0 - - - Pseudomonas aeruginosa 4,0 - - - ATCC 27853 3,0 - - - 2,0 - - - 1,0 - - - 5,0 - - - Porphyromonas gingivalis 4,0 - - - ATCC 33277 3,0 - - - 2,0 - - - 1,0 - - - 5,0 - - - Candida albicans 4,0 - - - ATCC 10231 3,0 - - - 2,0 - - - 1,0 - - - % (b/v) Keterangan: ( - ) : ekstrak temulawak tidak mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, P. aeruginosa, P. gingivalis, hal ini diduga karena konsentrasi ekstrak tidak mampu menembus dinding sel bakteri Gram negatif dan fungi. Dinding sel bakteri Gram negatif memiliki susunan kimia yang lebih komplek dibandingkan bakteri Gram positif. Selain peptidoglikan, bakteri Gram negatif mempunyai lapisan luar dinding sel yang terdiri dari lipopolisakarida, lipoprotein, dan periplasma yang terikat pada peptidoglikan (Hugo & Russell 1981; Volk & Wheeler 1988; Brock et al. 1994; Hamouda & Baker 2000; Nohynek 2006; Hidayathulla et al. 2011). Lipopolisakarida merupakan lapisan luar berfungsi sebagai pertahanan sel bekerja sama dengan peptidoglikan dan melakukan seleksi terhadap zat-zat asing. Lipoprotein mengandung molekul protein yang disebut porin yang bersifat hidrofilik. Kemungkinan adanya porin pada membran luar bakteri Gram negatif menyebabkan ekstrak sulit menembus dinding sel bakteri karena bersifat hidropobik (Brock et al. 1994; Nohynek 2006; Hidayathulla et al. 2011). Menurut Hamouda & Baker (2000), dinding sel bakteri Gram negatif memiliki kandungan lipid yang tinggi, hal ini menyebabkan bakteri Gram negatif relatif resisten terhadap senyawa kimia, dan bersifat impermeable dengan melakukan difusi yang terbatas. Hertiani et al. (2003) menyatakan bakteri Gram negatif memiliki komposisi dinding sel yang lebih komplek dan bersifat non polar sehingga ketiga ekstrak temulawak yang merupakan senyawa polar sampai semi polar lebih sulit menembus dinding sel bakteri. Hal ini juga dilaporkan oleh Kusmiyati & Agustini (2006), Oboh et al. (2007), dan Hidayathulla et al. (2011) yang menyatakan bahwa bakteri Gram negatif lebih tahan terhadap senyawa antimikroba dibanding dengan bakteri Gram positif. Uji aktivitas antimikroba ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan rimpang temulawak terhadap fungi Candida albicans menunjukkan hasil bahwa ketiga ekstrak tidak mampu menghambat pertumbuhan C. albicans. Oboh et al. (2007) melaporkan bahwa ekstrak etanol 90% Sida acuta Burm. juga tidak mampu menghambat pertumbuhan C.albicans. Nohynek et al. (2006), melaporkan bahwa ekstrak berry dalam pelarut aceton-air (70:30) tidak dapat menghambat pertumbuhan C. albicans. Diduga tidak terjadinya penghambatan Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 karena kandungan zat kimia ekstrak tidak mampu menembus membran sterol pada dinding sel dan menghambat sintesis kitin pada dinding sel fungi yang bersifat kaku (Pelczar & Chan 1988; Jawetz et al. 1996). Menurut Brock et al. (1994), dinding sel fungi mempunyai sifat kaku, yang terdiri dari kitin, glukan dan mannan, dan secara umum mengandung 80-90% polisakarida. 3. Minimum Inhibitory Concentration (MIC) Penetapan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi terendah yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba (Thrupp 1980; Rosenblatt 1980; Pelczar & Chan 1988; Jawetz et al. 1996). Pada penelitian ini kemampuan hambat minimum ditetapkan pada bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Streptococcus mutans Type F (MUI), karena pada uji aktivitas antimikroba kedua bakteri tidak menunjukkan pertumbuhan pada konsentrasi terendah yang digunakan, yaitu 1,0%. Kemampuan hambat minimum dilakukan dengan menurunkan konsentrasi ekstrak menjadi 0,025%; 0,05%; 0,10%; 0,25%; 0,50%; dan 0,75% (Tabel 1.3.1). Tabel 1.3.1. Hasil penetapan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) ekstrak etanol 70% terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Streptococcus mutans Type F (MUI) Minimum Inhibitory Concentration (MIC) Konsentrasi (%) Staphylococcus aureus ATCC 25923 Streptococcus mutans Type F (MUI) 0,025 - - 0,05 - - 0,10 + + 0,25 + + 0,50 + + 0,75 + + Keterangan: + : ekstrak temulawak mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji - : ekstrak temulawak tidak mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Minimum Inhibitory Concentration (MIC) atau konsentrasi hambat minimum dapat ditentukan dengan melihat kekeruhan larutan uji (Gambar 1.3.1 dan 1.3.2). Ekstrak etanol 70% mampu menghambat pertumbuhan pada bakteri S. aureus dan S. mutans pada konsentrasi 0,10-0,75% b/v. Kemampuan antimikroba dipengaruhi tingkat konsentrasi zat uji, semakin tinggi konsentrasi zat yang digunakan semakin tinggi daya hambat antimikroba (Pelczar & Chan 1988). Soebagio et al. (2006) melaporkan konsentrasi hambat ekstrak etanol 95% temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah 0,4% terhadap bakteri S. aureus. Hasil penelitian Mustaffa et al. (2011) pada ekstrak metanol daun Cinnamomum iners yang mengandung xantorisol didapatkan MIC sebesar 0,78 mg/ml terhadap S. aureus, dan Rukayadi & Hwang (2006), melaporkan bahwa xantorisol yang diisolasi dari ekstrak metanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) menghambat pertumbuhan S. mutans pada konsentrasi 5,0 µMol/l. Ekstrak etanol 70% rimpang temulawak konsentrasi 0,10- 0,75% menunjukkan kondisi tabung yang jernih pada bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans, walaupun tidak begitu jelas terlihat karena adanya pengaruh warna kuning dari temulawak. Untuk konfirmasi pertumbuhan bakteri digunakan media plate yaitu media selektif yang sesuai pertumbuhan bakteri (Gambar 1.3.3 dan 1.3.4). Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 1 2 3 4 5 6 K+ K- Gambar 1.3.1. Konsentrasi hambat minimum Staphylococcus aureus ATCC 25923 + ekstrak etanol 70% dalam media cair TSB Keterangan: (1) Ekstrak etanol 70% (1) {0,025%}, (2) {0,05%}, (3) {0,10%}, (4) {0,25%}, (5) {0,50%}, (6) {0,75%}, (K+) TSB + S.aureus, (K-) media TSB. 1 2 3 4 5 6 K+ K- Gambar 1.3.2 Konsentrasi hambat minimum Streptococcus mutans Type F (MUI) + ekstrak etanol 70% dalam media cair BHIB + yeast ekstrak Keterangan: (1). Ekstrak etanol 70% {0,025%}, (2) {0,05%}, (3) {0,10%}, (4) {0,25%}, (5) {0,50%}, (6) {0,75%}, (K+) BHIB + yeast ekstrak + S. mutans, (K-) media BHIB + yeast ekstrak Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 0,025% 0,05% 0,10% K+ 0,25% 0,75% 0,50% Gambar. 1.3.3. Konsentrasi minimum ekstrak etanol 70% menghambat Staphylococcus aureus pada media selektif BPA Keterangan: (K+) = Staphylococcus aureus ATCC 25923 tanpa ekstrak rimpang temulawak. K+ 0,025% 0,05% 0,75% 0,50% 0,10% 0,25% Gambar. 1.3.4. Konsentrasi minimum ekstrak etanol 70% menghambat Streptococcus mutans Type F (MUI) pada media selektif GNA Keterangan: (K+) = S. mutans Type F (MUI) tanpa ekstrak Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 KESIMPULAN Hasil ekstraksi 100 g serbuk rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dengan pelarut akuades, etanol 70% , dan diklorometan menghasilkan rendemen dengan berat 63, 54 g, 13,33 g, dan 3,01 g. Ekstrak rimpang temulawak efektif menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Streptococcus mutans Type F(MUI), sedangkan Bacillus cereus ATCC 11778 hanya mampu dihambat etanol 70%. Bakteri Gram negatif yang terdiri dari Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Porphyromonas gingivalis ATCC 33277, dan fungi Candida albicans ATCC 10231 tidak dapat dihambat pertumbuhannya oleh ketiga ekstrak. Ekstrak etanol 70% rimpang temulawak efektif menghambat pertumbuhan S. aureus dan S. mutans pada konsentrasi 1,05,0% b/v, sedangkan B.cereus konsentrasi 2,0-5,0% b/v, dengan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,1% b/vpada S. aureus dan S. mutans . Ekstrak etanol 70% temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terbukti efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus, B.cereus, dan S. mutans. Sehingga sangat memungkinkan dikembangkan sebagai produk obat tradisional untuk mengobati berbagai infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram positif. SARAN Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut senyawa-senyawa antibakteri yang terkandung dalam ekstrak etanol 70% rimpang temulawak. Diharapkan dimasa datang ekstrak rimpang temulawak dapat dimanfaatkan untuk pengembangan obat tradisional terutama sebagai antimikroba. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 DAFTAR ACUAN Achmad, S.A., E.H. Hakim & L. Makmun. 1992. Hutan tropis sebagai sumber yang potensial untuk bahan kimia masa depan. Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembangunan, Bandung: 465-468. Afifah, E. 2005. Khasiat dan manfaat temulawak, rimpang penyembuh aneka penyakit. Agromedika Pustaka. iv + 84 hlm. Ajizah, A., Thihana & Mirhanuddin. 2007. Potensi ekstrak kayu ulin (Eusideroxylon zwageri) menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus secara in vitro. Bioscientiae 4(1): 37-42. Al Rubiay, K.K., N.N. Jaber, B.H. Al Mhaawe & L.K. Alrubaay. 2008. Antimicrobial of henna extract. Oman Medical Journal 23(4): 4 hlm. Asriani, D. 2010. Isolasi xanthorrhisol dari temulawak terpilih berdasarkan nomor harapan. Tesis. Institut Pertanian Bogor: i + 45. Bennett, R.W & G.A. Lancette. 2002. Staphylococcus aureus. Dalam: AOAC. Bacteriological Analytical Manual. AOAC International, Gaithersburg: 5 hlm. Bermawie, N., M. Rahardjo, D. Wahyuno & Ma’mun. 2008. Status teknologi budidaya dan pasca panen tanaman kunyit dan temulawak sebagai penghasil kurkumin. Laporan Hasil Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor: 84-97. BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). 2005. Gerakan Nasional Minum Temulawak. InfoPOM 6(6): 1-4 Brock, T.D., M.T. Madigan, J.M. Martinko & J. Parker. 1994. Biology of microorganisms. Prentice- Hall International, USA: 58-66. Chattopadhyay, I., K. Biswas, U. Bandyopadhyay & R.K. Banerjee. 2004. Tumeric and curcumin : Biological action and medicinal application. Current Science 87(1): 44-53. Chitwood, L.A. 1969. Tube dilution antimicrobial susceptibility testing: Efficacy of microtechnique applicable ti diagnostic laboratories. Appl. Microbiology 17(5): 707 – 709. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 DepKes (=Departemen Kesehatan). 1979 . Materia Medika Indonesia. DitjenPOM, Jakarta: 63-70. Duke, J.A., M.J.B. Godwin & J. duCellier. 2003. Medicinal spices. CRC Press. New York: II + 316 hlm. Elfahmi, K. Roslan, R. Bos, O. Kayser, H.J. Woerdenbag & W.J. Quax. 2008. Jamu. The Indonesian Traditional Herbal Medicines. Penerbit Eisei, Jakarta: 14 – 34. Fitrial, Y., M. Astawan, S. S. Soekarto, K. G. Wiryawan, T. Wresdiyati & R. Khairina. 2008. Aktivitas antibakteri ekstrak biji teratai (Nympaea pubescens Wild.) terhadap bakteri pathogen penyebab diare. J. Teknol. dan Industri Pangan 19(2): 158-164. Hamouda, T. & J.R. Baker. 2000. Antimicrobial mechanism of action of surfactant lipid preparation in enteric Gram negative bacilli. J. of Appl. Microbiology (89): 397-403. Harborne, J.B. 1996. Phytochemical methods. A guide to modern techniques of plants analysis. 2nd Ed. Chapman & Hall, London: xiii + 302 hlm. Hernani & R. Nurdjanah. 2009. Aspek pengeringan dalam mempertahankan kandungan metabolit sekunder pada tanaman obat. Perkembangan Teknologi TRO 21(2): 33-39. Hertiani, T., S.I. Palupi, Sanliferianti & D.H. Nurwindasari. 2003. In vitro test on antimicrobial potency against Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Shigella dysentriaea and Candida albicans of some herbs traditionally used cure infection diseases. Pharmacon 4(2): 89-95. Hidayathulla, S., C.K. Keshava & K.R. Chandrashekar. 2011. Phytochemical evaluation and antibacterial activity of Pterospermum diversifolium Blume. Int. J. of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 3(2): 165-167. Hugo, W.B. & A.D. Russell. 1981. Pharmaceutical microbiology. 2nd Ed. Blackwell Scietific Publication, London: xiii + 352 hlm. Indrawati, I. 2009. Potensi ekstrak air, etanol dan minyak atsiri bawang merah (Allium cepa L.) kultivar Batu terhadap bakteri penyebab karies gigi. J. Biotika 7(1): 40-48. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Jagessar, R.C & A.M. Gomes. 2008. An evaluation of the antibacterial and antifungal of leaf extracts of Mimorcadia charantia against Candida albicans, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Nature and Science 6(1): 1-14. Jawetz, E., J.L. Melnick & E.A. Adelberg. 1996. Medical Microbiology. 14th Ed. Lange Medical Publications, Canada: ix + 593 hlm. Kresnawaty, I. & A. Zainuddin. 2009. Aktivitas antioksidan dan antibakteri dari derivat metil ekstrak etanol daun gambir (Uncaria gambir). Jurnal Littri 15(4): 145-151. Kusmiyati & N. W. S. Agustini. 2006. Uji aktivitas senyawa antibakteri dari mikrooalga Phorphyridium cruentum. Biodiversitas 8(1): 48-53. Lalitha, M.K. 2004. Manual on antimicrobial susceptibility testing. NCCLS, Pennsylvania USA: 47 hlm. Lambert, R.J.W., P.N. Skandamis, P.J. Coote & G.J.E. Nychas. 2001. A study of the minimum inhibitory concentration and mode of action of oregano essential oil, thymol and carvacrol. J. Appl. Microbiol. 91 (3): 453-462. MacKane, L. & J. Kandel. 1996. Microbiology essentials and applications. McGraw. Hill., Inc: 396-398 hlm Mustaffa, F., J. Indurkar, S. Ismail, M. Shah & S.M. Mansor. 2011. An antimicrobial compound isolated from Cinnamomum Iners leaves with activity against Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus. Moleculs 16: 3037-3047. Nohynek, L.J., H.A. Alakomi, M.P. Kähkönen, M. Heinonen, Ilkka M. Helander, Kirsi-Marja Oksman-Caldentey, and Riitta H. Puupponen-Pimiä. 2006. Berry Phenolics: Antimicrobial Properties and Mechanisms of Action Against Severe Human Pathogens. Nutrient and Cancer 54(1): 18-32. Oboh, I.E., J.O. Akerele & O. Obasuyi. 2007. Antimicrobial activity of ethanol extract of the aerial parts of Sida acuta Burmn. (Malvaceae). Tropical Journal Pharmaceutical Research 6(4): 809-813. Oladunmuye, M.K. 2006. Comparative evalution of antimicrobial activities and phytochemical screening of two varieties of Alcalipha wilkesiana. Intl. J. Trop. Med. 1(3): 134-136. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Omojasola, P.F. & S. Awe. 2004. The antibacterial of the leaf extract of Anacardium occidentale and Gossypium hirsutum against some selected microorganism. Bioscience Research Communication 16(1): 25-28. Pane, A.R. & A. Sugiharto. 1987. Panduan praktis isolasi dan identifikasi kuman anaerob. Bagian Mikrobiologi FKG UI. Jakarta. 1-16. Parwata, IM, O.A. & P.F.S. Dewi. 2008. Isolasi dan uji aktvitas antibakteri minyak atsiri dari rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.). J. Kimia 2(2): 100-104. Pattaratanawadee, E., C. Rachtanapun & P. Wanchaitanawong. 2006. Antimicrobial activity of spice extract against pathogenic and spoilage microorganism. Kasetsart J. Nat. Sci. 40: 159-165. Pelczar, M.J & E.C.S.Chan. 1988. Dasar-dasar mikrobiologi . Terj. dari Elements of microbiology, oleh Hadioetomo, R.S., T. Imas, S.S. Tjitrosomo & S.L. Angka. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta: 447540. Pratiwi, R. 2005. Perbedaan daya hambat terhadap Streptococcus mutans dari beberapa pasta gigi yang mengandung herbal. J. Dent. 38 (2). 64-67. Rhodehamel E.J. & S.M. Harmon. 2002. Bacillus cereus. Dalam: AOAC. 2002. Bacteriological Analytical Manual. AOAC International, Gaithersburg: 4 hlm. Rita, W.S. 2010. Isolasi, identifikasi, dan uji aktivitas antibakteri senyawa golongan triterpenoid pada rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe. Jurnal Kimia 4(1): 20-26. Rosenblatt, J.E. 1980. Antimicrobial susceptibility testing af anaerobes. Dalam: Lorian, V. (ed). 1980. Antibiotics in laboratory medicine. Williams & Wilkins, London: 114-134. Rukayadi, Y. 2006. Effect of xanthorrhisol on Streptococcus mutans biofilm in vitro. Jurnal Mikrobiologi Indonesia 11 (1): 4 hlm. Rukayadi, Y. & J.K. Hwang. 2006. In vitro activity of xanthorrhizol against Streptococcus mutans biofilms. J. Applied Microbiology 42:400-404. Saifudin, A., V. Rahayu & H.Y. 2011. Standarisasi bahan obat alam. Graha Ilmu, Yogyakarta: viii+104 hlm. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Sarac, N. & A. Ugur. 2007. Antimicrobial activities and usage in folkforic medicines of some Lamiaceae spesies growing in Mugla, Turkey. J. Bio. Sci. 4:2-37. Sastrohamidjojo, H. 1995. Sintesis bahan alam. Gajah Mada University Press: ix + 243 hlm. Shu, J.H. 2000. Curcuma Linneaus, Sp. Pl. 1: 2. 1753, nom. cons. Flora of China 24: 359-362. Siagian, M.H. 2006. Temulawak sebagai tanaman obat dan budidayanya secara intensif. Balitbang Botani, Puslitbang Biologi LIPI, Bogor. 8 hlm. Siswandono & B. Soekardjo. 1995. Kimia medicinal. Airlangga Press, Surabaya: 257- 259 hlm. Soebagio, B., S.Soeryati & K. Fauziah. 2006. Pembuatan sediaan krim antiakne ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb.). Prosiding Pertemuan Ilmiah Pembuatan Sediaan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) dari Produk Empiris Sampai Produk Fitofarmaka, Unpad, Bandung. 5 hlm. Sukadana, I.M., S.R. Santi & N.K. Juliarti. 2008. Aktivitas antibakteri golongan senyawa triterpenoid dari biji papaya (Carica papaya L.). J. Kimia 2(1): 15-18. Tarigan, J., C.F. Zuhra & H. Sihotang. 2008. Skrining fitokimia tumbuhan yang digunakan oleh pedagang jamu gendong untuk merawat kulit wajah di Kecamatan Medan Baru. J. Biologi Sumatra 1(3): 1-6. Thrupp, D.L. 1980. Susceptibility testing of antibiotics in liquid media. Dalam: Lorian, V. (ed). 1980. Antibiotics in laboratory medicine. Williams & Wilkins, London: 73-113. Volk, W.A. & M.F. Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar. Terj. dari Basic microbiology, oleh Markham. Edisi ke-5. Penerbit Erlangga, Jakarta: xii + 396 hlm. Voravuthikunchai, S.P., S. Limsuwan, O. Supapol & S.Subhadhirasakul. 2006. Antibacterial activity of extracts from family Zingiberaceae against foodborne pathogens. J. of Food Safety 26: 325–334 Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Wijono, S.S.H. 2003. Isolasi dan identifikasi flavonoid pada daun katu (Sauropus androgynus (L.) Merr). Jurnal Makara Sains 7(2): 51-64. Zaenab, H.W. Mardiastuti, V.P. Anny & B. Logawa 2004. Uji antibakteri Siwak (Salvadora persica Linn.) terhadap Streptococcus mutans (ATC31987) dan Bacteriodes melaninogenicus. Jurnal Makara Kesehatan 8 (2): 37-40. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Lampiran 1.1. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) A. Tanaman temulawak C. Rimpang temulawak B. Bunga temulawak D. Simplisia temulawak, dari PT Vitaher, Semarang Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Lampiran 1.2. Bagan kerja ekstraksi Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Lampiran 1.3. Pembuatan medium a. Nutrient Agar (NA) (Pratiwi 2005) NA digunakan sebagai medium pertumbuhan S.mutans. Untuk membuat 200 ml NA dibutuhkan 0,6 gr Beef extract, 1 g Pepton, 3 g Bacto agar, dan 200 ml akuades. Medium tersebut disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121o C, tekanan 2 atm selama 15 menit. b. Glukosa Nutrien Agar (GNA) (Zaenab & Mardiastuti 2004; Pratiwi 2005) GNA digunakan sebagai medium selektif untuk pertumbuhan Streptococcus mutans. Untuk membuat 300 ml GNA dibutuhkan 1,5 g Beef extract, 3 g Pepton, 3 g Bacto agar, kemudian cukupkan volumenya menjadi 250 ml dengan menambahkan akuades. Medium disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121o C, tekanan 2 atm selama 15 menit. Kemudian larutkan 10 g Glukosa adalam 50 ml akuades steril. Campurkan kedua larutan kemudian panaskan kembali selama 15 menit agar tercampur sempurna. c. Brucella Agar Darah (BAD) (Pane & Sugiarto 1987) Medium ini digunakan untuk pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis. Untuk membuat 1 L BAD dibutuhkan 43 g Brucella Broth, 5% Bacto agar, 1 ampul Vitamin K, 4 mg serbuk Kanamycin, 3-5% darah kambing. Medium Brucella Broth dan Bacto agar disterilkan dalam autoklaf pada suhu 12o C, tekanan 2 atm selama 15 menit. Biarkan dingin hingga suhu 45-50o C, kemudian tambahkan kanamycin, vitamin K dan agar darah. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Lampiran 1.4. Aktivitas antimikroba pada Escherichia coli ATCC 25922 + ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan) pada medium TSB & media selektif EMBA Escherichia coli ATCC 25922 pada medium TSB 1 2 3 4 5 1 2 A 3 4 5 1 2 3 4 B 5 C Keterangan: A. Ekstrak akuades B. Ekstrak etanol 70% C. Ekstrak diklorometan : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0% : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0% : (1) 5,0%; (2) 40,%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0% Escherichia coli ATCC 25922 pada medium EMBA 2,0% 1,0% 2,0% 1,0% 2,0% 1,0% 3,0% 3,0% K+ K+ 3,0% K+ 5,0% A 4,0% 4,0% 5,0% 4,0% B Keterangan: (K+) = Escherichia coli ATCC 25922 tanpa ekstrak temulawak Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 5,0% C Lampiran 1.5. Aktivitas antimikroba pada Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 + ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan) pada medium TSB & media selektif CETA Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 pada medium TSB 1 2 3 4 5 1 2 A 3 4 5 1 2 3 B 4 5 C Keterangan: A. Ekstrak akuades B. Ekstrak etanol 70% C. Ekstrak diklorometan : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0% : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0% : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0% Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 pada medium selektif CETA 1,0% 1,0% 2,0% 1,0% 3,0% K+ 2,0% K+ 2,0% 5,0% K+ 3,0% 3,0% 5,0% A 4,0% 5,0% 4,0% 4,0% B Keterangan: (K+) = Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 tanpa ekstrak temulawak Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 C Lampiran 1.6. Aktivitas antimikroba pada Porphyromonas gingivalis ATCC 33227 + ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan) pada medium Brucella Broth & media selektif Brucella Agar Porphyromonas gingivalis ATCC 33227 pada medium Brucella Broth 1 2 3 4 5 K+K- 1 2 A 3 5 K+K- 4 B 2 1 3 4 5 K+ K- K C Keterangan: A. Ekstrak akuades B. Ekstrak etanol 70% C. Ekstrak diklorometan : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%; (K+) BB + P. gingivalis; (K-) media BB : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%; (K+) BB+ P. gingivalis; (K-) media BB : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%; (K+) BB + P. gingivalis; (K-) media BB Porphyromonas gingivalis ATCC 33227 pada medium Brucella Agar 4,0% K+ 3,0% 10% 50% 5,0% 40% K+ 30% 1,0% 2,0% A K+ 1,0% 5,0% 2,0% 4,0% 3,0% K+ 5,0% 1,0% 2,0% B 4,0% 3,0% C Keterangan: (K+) = Porphyromonas gingivalis ATCC 33277 tanpa ekstrak temulawak Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Lampiran 1.7. Aktivitas antimikroba pada Candida albicans ATCC 10231 33227 + ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan) pada medium TSB & media selektif PDA Candida albicans ATCC 10231 pada media TSB 1 2 3 4 5 K+ K- 1 2 3 A 4 5 K K- 1 2 3 B 4 5 K+ K- C Keterangan: A. Ekstrak akuades B. Ekstrak etanol 70% C. Ekstrak diklorometan : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%,; (5) 1,0%; (K+) TSB + C. albicans; dan (K-) media TSB : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%; (K+) TSB+ C. albicans; dan (K-) media TSB : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%; (K+) TSB+ C. albicans; dan (K-) media TSB Candida albicans ATCC 10231 pada media PDA 5,0% K+ 5,0% K+ 4,0% K+ 1,0% 5,0% 1,0% 4,0% 4,0% 3,0% 1,0% 2 2,0% 3,0% A 2,0% B 3,0% C Keterangan: (K+) = Candida albicans ATCC 10231 tanpa ekstrak temulawak Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 MAKALAH II IDENTIFIKASI KOMPONEN AKTIF ANTIMIKROBA RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Deasywaty Email: [email protected] Phytochemical analysis of ethanol 70% extract of temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) consist of alkaloid, quinone, and terpenoids. Thin Layer Chromatography (TLC) analysis showed five spots, the third spot contain terpenoids and effective inhibited Staphylococcus aureus ATCC 25923, Streptococcus mutans type F (MUI) and Bacillus cereus ATCC 11778. Analysis by using UV-Vis and Infra Red spectrophotometry showed the spot contains phenolic group at absorbance 275,2 nm and have functional groups -OH in 3387,06 cm-1 and C-O in 1100,41 cm-1. Result of GC-MS indicated that compound is xanthorrisol m/z 218. Keywords: Curcuma xanthorrhiza Roxb; extraction; GC-MS; Infra Red spectrophotometry; TLC; UV-Vis spectrophotometry. PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara tropis memiliki beraneka ragam tumbuhan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Sejak zaman dahulu bangsa Indonesia telah mengenal tumbuhan yang mempunyai khasiat obat atau dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Hal tersebut dapat diketahui dari kemampuan sebagian masyarakat meracik tumbuhan obat dan tradisi minum jamu. Dewasa ini meski pengobatan modern sudah mengalami perkembangan yang cukup pesat namun masyarakat Indonesia masih belum meninggalkan warisan leluhur tersebut. Hal ini diduga karena obat yang berasal dari tumbuhan yang diracik secara tradisional tidak menimbulkan efek samping seperti obat sintetis. Dari sekian banyak tumbuhan obat yang digunakan sebagai obat tradisional salah satunya adalah temulawak (Siagian 2006; Bermawie et al. 2008). Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu jenis tumbuhan dari famili Zingiberaceae, yang secara empirik rimpangnya digunakan sebagai obat tradisional, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran. Secara Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 tradisional temulawak digunakan masyarakat sebagai obat untuk menyembuhkan sakit maag, obat diare, obat ambein, obat asma, obat sariawan, dan memperlancar air susu ibu (ASI) (Afifah 2005; Siagian 2006; Bermawie et al. 2008). Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan diketahui pula manfaat lain dari temulawak sebagai antimikroba (Afifah 2005; Samsundari 2006; Rukayadi 2006; Bermawie et al. 2008). Minyak atsiri dan kurkuminoid merupakan komponen utama temulawak yang bersifat antimikroba (Afifah 2005; Siagian 2006; Rukayadi 2006; Bermawie et al. 2008). Metode pemisahan dengan kromatografi lapis tipis (KLT) telah dilakukan oleh beberapa peneliti antara lain Arias et al. (2004) melaporkan pemisahan menggunakan kloroform:metanol (9:1) pada tujuh ekstrak etanol dan 3 ekstrak air dari bagian akar, batang, dan daun tumbuhan akasia (Acacia aroma Gill.). Jagessar & Gomez (2008) melakukan pemisahan ekstrak etanol daun pare (Mimorcadia charantia L.) menggunakan fase gerak diklorometan:n-heksan (90:10). Sukadana et al. (2008) dengan menggunakan fase gerak n-heksan:eter: etilasetat:etanol (2:3:3:2) untuk pemisahan ekstrak n-heksan biji pepaya (Carica papaya L.). Kresnawaty & Zainuddin (2010) menggunakan fase gerak kloroform:metanol (99:1) untuk memisahkan ekstrak etanol daun gambir (Uncaria gambir). KLT juga dilakukan oleh Asriani (2010) dengan larutan pengembang n-heksan:etil asetat (10:1) untuk mengisolasi xantorizol dari ekstrak rimpang temulawak. Metode spektrofotometri UV-Vis, Infra Red dan GC-MS telah dilakukan untuk identifikasi bahan alam, diantaranya Rita (2010), melakukan identifikasi golongan triterpenoid pada rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe). Karthishwaran et al. (2010) melakukan penelitian identifikasi fitokimia ekstrak metanol daun Pergularia daemia dan Hayati et al. (2010) melakukan fraksinasi dan identifikasi tanin pada daun belimbing wuluh (Averhoa belimbii L.). Asriani (2010), mengidentifikasi xantorizol dari temulawak dan Mustaffa et al. (2011) mengidentifikasi xantorizol dari ekstrak daun Cinnamomum iners. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi golongan senyawa dalam ekstrak etanol 70% rimpang temulawak yang mempunyai aktivitas antimikroba menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT), spektrofotometri UV-Vis dan Infra Red, serta GC-MS. METODOLOGI Lokasi dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat, pada bulan Juli 2010 –Maret 2011. Bahan dan Cara kerja Bahan tanaman Sampel berupa simplisia kering rimpang temulawak yang diperoleh dari PT Vitaher, Semarang. Temulawak ditanam pada ketinggian 75-100 m (dpl) dan dipanen umur tanam 10 bulan. Simplisia kering dibuat dengan cara pengeringan menggunakan oven suhu 50-55o C selama lebih kurang 7 jam. Bahan kimia Pelarut dan pereaksi yang digunakan adalah kualitas analitik: etanol dan diklorometan, n-heksan dan etil asetat, metanol, dan kloroform (Merck), pereaksi Dragendorff LP, pereaksi Mayer LP, pereaksi Bouchardat LP, pereaksi Lieberman-Bouchard LP, pereaksi CeSO4, asam klorida (HCl), feri klorida (FeCl3), gelatin10%, natrium hidroksida (NaOH). Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Media Media yang digunakan untuk menumbuhkan dan memelihara mikroba adalah Baird Parker Agar (BPA) (Merck), Tryptic Soy Agar (TSA)(Difco), Tryptic Soy Broth (TSB) (Difco), Brain Heart Infusion Broth (BHIB) (Difco), Brucella Broth (BB) (Difco), Mannitol Egg Polymixin Agar (MYPA) (Merck), Pepton (Merck), Agar (Bacto), Beef extract (Difco), Yeast extract (Oxoid), dan Egg Yolk (Difco). Mikroba uji Mikroba uji yang digunakan terbagi atas bakteri Gram positif yang terdiri dari Staphylococus aureus ATCC 25923, Bacillus cereus ATCC11778, dan Streptococcus mutans Type F (MUI). Mikroba diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi, PPOMN, Badan POM dan Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia. Alat Alat-alat yang digunakan adalah mortar, alat refluks, vacuum evaporator (Buchi), timbangan analisis (Shimadzu), laminar air flow (LabConco), inkubator (Memmert), autoklaf (Holten), hot Plate (Thermoline), vortex (Scientific), shaker (N-Biotec), kamera UV (Camag), spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV 1800PC), spektrofotometer Infra Red (FTIR Shimadzu Prestige 21), GC-MS (Agilent Technologies 6890), lempeng silika 60F254, anaerobic jar (Merck), mikro pipet 110 µl dan 100-1000 µl (Eppendorf) dan piranti gelas yang digunakan di laboratorium kimia dan mikrobiologi. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Cara kerja Ekstraksi Rimpang temulawak dalam bentuk simplisia dihaluskan sampai berbentuk serbuk. Sebanyak 100 g serbuk dimasukkan dalam labu ukur 1000 ml kemudian ditambahkan aquades sampai seluruh serbuk terendam (500 ml), kemudian dididihkan selama 20 menit (Wiyono 2003) dan disaring menggunakan glass wool. Ekstrak kental aquades diperoleh dengan cara penguapan pada penangas air. Residu penyaringan direfluks dengan etanol 70% selama 1 jam dan disaring menggunakan glass wool. Etanol yang terdapat pada filtrat dihilangkan dengan cara diuapkan menggunakan evaporator vakum (vacuum evaporator) pada suhu 40o C, sehingga diperoleh ekstrak kental etanol 70%. Residu etanol diekstraksi kembali menggunakan diklorometan secara maserasi dengan pengadukan menggunakan shaker kecepatan 120 rpm selama 24 jam dan disaring dengan glass wool. Ekstrak diklorometan diuapkan menggunakan evaporator vakum (vacuum evaporator) pada suhu 40â—¦ C sehingga diperoleh ekstrak kental diklorometan . Rendemen yang diperoleh ditimbang dan dicatat (Harborne 1996; Kusmiyati & Agustin 2006; Rita 2010). Pembuatan medium Pembuatan medium Baird Parker Agar (BPA), Tryptic Soy Agar (TSA), Tryptic Soy Broth (TSB), Brain Heart Infusion Broth (BHIB), Glucose Nutrient Agar (GNA), Manitol Egg Polymixin Agar (MYPA), berdasarkan petunjuk pada kemasan. Pembuatan inokulum Pembuatan inokulum ditentukan menggunakan perbandingan kekeruhan Mac Farland 0,5. Inokulum dibuat dengan menambahkan biakan bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923, Streptococcus mutans Type F (MUI), dan Bacillus cereus ATCC 11778 berumur 18-24 jam kedalam 3 ml larutan NaCl Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 (0,85%). Kemudian suspensi dibandingkan dengan kekeruhan larutan Mc Farland 0,5 (Thrupp 1980; Rosenblatt 1980). Identifikasi ekstrak etanol 70% dengan menggunakan pereaksi kimia (DepKes 1979; Stahl 1985; Harborne 1996; Cahyaningsih 2008 ; Akharaiyi & Bolatito 2010). Identifikasi alkaloid Asam klorida 2 N ditambahkan pada 5 ml larutan uji, dipanaskan diatas penangas air selama 10 menit, selanjutnya didinginkan dan disaring. Filtrat yang didapat dikelompokkan menjadi 3 bagian. Pada masing-masing bagian tersebut ditetesi 2 tetes Bouchardat LP, Mayer LP, dan Dragendorff LP. Hasil dinyatakan positif apabila setelah ditetesi Bouchardat LP terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam, setelah ditetesi Mayer LP terbentuk endapan berwarna putih yang larut dalam metanol, dan setelah ditetesi Dragendorff LP terbentuk endapan berwarna merah bata. Identifikasi glikosida Pereaksi yang digunakan Keller Kiliani. Sebanyak 1 g ekstrak dihilangkan lemaknya dengan pencucian heksan beberapa kali sampai larutan n-heksan tidak berwarna. Residu dipanaskan untuk menghilangkan n-heksan dan didinginkan kemudian ditambahkan besi (III) klorida 0,3 M dan ditambahkan dengan hati-hati asam sulfat pekat. Campuran dibiarkan beberapa menit sehingga terbentuk warna merah kecoklatan dan dapat berubah menjadi biru atau lembayung. Perubahan tersebut menunjukan adanya glikosida. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Identifikasi kuinon Sebanyak 500 mg ekstrak ditambahkan air sebanyak 50 ml, didihkan selam 5 menit . Pindahkan 3 tetes filtrat pada kaca arloji, kemudian tambahkan natrium hidroksida 1 N. Bila terbentuk warna merah menunjukkan adanya kuinon. Identifikasi terpenoid/steroid Sebanyak 5 ml ekstrak ditambahkan dengan pereaksi Lieberman-Bouchard yang terdiri dari 5 ml asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat 5 tetes. Terbentuknya warna merah, berubah menjadi hijau, ungu dan terakhir biru, menunjukkan hasil positif terpenoid/steroid. Identifikasi flavonoid Sebanyak 1 g ekstrak dilarutkan dalam 50 ml air, dipanaskan dan disaring. Filtrat sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam tabung dan ditambahkan 500 mg serbuk seng serta 2 ml asam klorida 2 N, didiamkan 1 menit, ditambahkan 10 ml asam klorida pekat, jika dalam 2-5 menit terjadi warna merah menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Sebanyak 5 ml filtrat dalam tabung yang berbeda ditambahkan 100 mg serbuk magnesium dan 5 ml asam klorida pekat. Jika terjadi warna merah jingga sampai merah ungu menunjukkan adanya flavonoid. Identifikasi saponin Sebanyak 1ml larutan uji ditambahkan 10 ml air suling panas, dikocok selama 10 detik, hasil positif bila terbentuk busa stabil selama 10 menit setinggi 1-10 cm dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N buih tidak hilang. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Identifikasi tanin Ekstrak sebanyak 1 g dilarutkan dalam 20 ml air panas dan ditambah 1 ml natrium klorida 10% kemudian disaring, filtrat dibagi dalam dua tabung. Tabung pertama ditetesi 3 tetes gelatin- natrium klorida. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya endapan. Tabung kedua ditetesi 3 tetes larutan besi (III) klorida adanya perubahan warna menjadi biru hitam atau biru hijau menunjukkan adanya tanin/polifenol. Identifikasi kandungan kimia dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) (DepKes 1979; Stahl 1985; Harborne 1996) Ekstrak etanol 70% diidentifikasi menggunakan KLT, dengan menggunakan fase diam silika gel 60F254 ( 10x20 dan 20x20 cm) ketebalan 0,25 mm. Pelarut pengembang menggunakan n-heksan:etil asetat (14:1) yang merupakan hasil uji pendahuluan. Jarak rambat ditentukan 15 cm dari titik awal penotolan. Penampakan noda menggunakan lampu UV dengan λ 254 nm. Setiap noda yang terbentuk pada jarak rambat 15 cm dilakukan pengukuran nilai Rf. Larutan pengembang dimasukkan ke dalam bejana kromatografi, dibiarkan sampai jenuh. Untuk mengetahui larutan pengembang telah jenuh digunakan kertas saring yang dimasukkan ke dalam bejana kromatografi. Kemudian larutan ekstrak ditotolkan sebanyak 10 µl pada lempeng silika gel. Lempeng segera dimasukkan ke dalam bejana dan ditutup kembali. Setelah pengembang mencapai garis batas atas, lempeng dikeluarkan dan segera dikeringkan. Pengamatan noda dilakukan dibawah lampu UV 254 nm, ditandai dengan ada atau tidaknya fluoresensi dan penyemprotan pereaksi CeSO4. Pola kromatogram kemudian digambar. Setiap bercak yang ditimbulkan dikerok untuk dilakukan pengujian aktivitas terhadap mikroba uji dan identifikasi senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol 70%. Pengujian aktivitas mikroba dari hasil lempeng KLT 60F254 menggunakan broth dilution method. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Pengujian antibakteri dengan broth dilution method Pengujian yang dilakukan menentukan senyawa yang mempunyai aktivitas penghambatan pertumbuhan bakteri. Tiap bercak hasil kromatografi lapis tipis yang sudah diketahui Rf-nya, dikerok kemudian dimasukkan ke dalam kolom kromatografi berupa pipet tetes yang ujungnya disumbat dengan kapas, kemudian diberi larutan etanol 70%. Setiap tetesan yang jatuh dari pipet tetes ditampung pada kaca arloji. Larutan kemudian dipanaskan diatas penanggas sampai mengering. Kemudian ditimbang sebanyak 1 mg dan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi 2 ml media pengkaya yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri. Masing-masing tabung dengan nilai Rf yang berbeda dan medium pengkaya ditambahkan bakteri uji, kemudian diinkubasi pada suhu 35-37º C selama 18-24 jam. Setiap tabung yang telah diinkubasi selanjutnya digoreskan pada media selektif yang sesuai untuk masing-masing bakteri dan diinkubasi kembali pada suhu 35-37º C selama 18-24 jam, bakteri anaerob diinkubasi menggunakan anaerobic jar (Lorian 1996; McKane & Kandel 1996; Zaenab et al. 2004). Identifikasi hasil KLT menggunakan spektrofotometri UV-Vis Kerokan KLT untuk nilai Rf yang mempunyai aktivitas antimikroba dimasukkan ke dalam kolom kromatografi berupa pipet tetes yang ujungnya disumbat dengan kapas, kemudian diberi larutan etanol 70%. Setiap tetesan yang jatuh dari pipet tetes ditampung pada vial. Hasil saringan kemudian diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Fassenden & Fassenden 1986; Batubara et al. 2009; Hayati et al. 2010). Identifikasi hasil KLT menggunakan spektrofotometri Infra Red Kerokan KLT untuk nilai Rf yang mempunyai aktivitas antimikroba dimasukkan ke dalam kolom kromatografi berupa pipet tetes yang ujungnya disumbat dengan kapas, kemudian diberi larutan etanol 70%. Setiap tetesan yang Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 jatuh dari pipet tetes ditampung pada kaca arloji. Kaca arloji yang berisi larutan selanjutnya dikeringkan diatas penangas air sampai larutan mengering dan ditimbang. Sebanyak 1 mg hasil kerokan yang telah kering dibuat cakram tipis dengan menambahkan Kalium Bromida (KBr) sebanyak 100 mg. Cakram tipis selanjutnya dibaca dengan menggunakan Infra Red spektrofotometer (Harborne 1996; Cahyaningsih 2008; Sukadana et al. 2009). Identifikasi hasil KLT menggunakan spektroskopi GC-MS Kerokan KLT untuk nilai Rf yang mempunyai aktivitas antimikroba dimasukkan ke dalam kolom kromatografi berupa pipet tetes yang ujungnya disumbat dengan kapas, kemudian diberi larutan etanol 70%. Setiap tetesan yang jatuh dari pipet tetes ditampung dengan vial dan diidentifikasi menggunakan spektroskopi GC-MS, untuk mengetahui jenis senyawa dan bobot molekul (Rita 2010; Asriani 2010; Mustaffa et al. 2011). HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Identifikasi fitokimia ekstrak temulawak Ekstraksi 100 g temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), menggunakan akuades menghasilkan 63,54 g ekstrak bewarna kuning kecoklatan, ekstraksi dengan etanol 70% menghasilkan 13,33 g ekstrak bewarna coklat, dan ekstraksi dengan diklorometan menghasilkan 3,01g ekstrak warna kuning kecoklatan. Pengujian pendahuluan aktivitas antimikroba terhadap bakteri Gram positif Staphylococcus aureus ATCC 25923, Bacillus cereus ATCC 11778, dan anaerob Streptococcus mutans Type F (MUI), bakteri Gram negatif Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, dan anaerob Porphyromonas gingivalis ATCC 33277, dan fungi Candida albicans ATCC 10231, ekstrak etanol 70% menunjukkan kemampuan yang lebih baik untuk menghambat dibanding ekstrak akuades dan diklorometan. Ekstrak etanol 70% mampu menghambat pertumbuhan S. aureus dan S. mutans pada konsentrasi 1,0- Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 5,0% b/v, sedangkan B. cereus dihambat pada konsentrasi 2,0-5,0% b/v. Dengan aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% yang lebih baik, maka pengujian identifikasi golongan senyawa aktif hanya dilakukan pada ekstrak etanol 70%. Ekstraksi dengan pelarut etanol 70% dilakukan karena etanol 70% merupakan pelarut serbaguna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan dan bersifat universal (Harborne 1996), sehingga dapat menarik senyawa-senyawa polar yang terkandung di dalam rimpang temulawak terutama alkaloid (Sastrohamidjoyo 1995; Omajosola & Awe 2004; Tarigan et al. 2008; ), kurkuminoid dan terpenoid (Harborne 1996) sampai senyawa non polar ( Saifudin et al. 2011). Komponen lain yang dihasilkan dari ektraksi menggunakan etanol adalah senyawa fenol (Harborne 1996; Hertiani et al. 2003; Omajosola & Awe 2004; Elfahmi et al. 2008; Hidayathulla et al. 2011). Aktivitas antimikroba dapat diketahui dari kemampuan penghambatan pertumbuhan bakteri Gram positif Staphylococcus. aureus, Streptococcus mutans dan Bacillus cereus. Penghambatan pertumbuhan mikroba terjadi karena penghambatan sintesis dinding sel, mengubah permeabilitas membran sel dan transport aktif melalui membran sel, penghambatan sintesis protein, dan penghambatan sintesis asam nukleat (Pelczar & Chan 1988; Jawetz 1996). Turunan senyawa fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorbsi yang melibatkan ikatan hidrogen dan dapat merubah permeabilitas membran sel (Siswandono & Soekardjo 1995; Parwata & Dewi 2008). Penghambatan pertumbuhan bakteri diduga karena adanya aktivitas dari senyawa fenol. Penetrasi fenol dengan kadar yang tinggi ke dalam sel dapat menyebabkan koagulasi protein dan lisis pada membran sel (Hertiani et al. 2003; Parwata & Dewi 2008). Mekanisme penghambatan senyawa fenol adalah melalui pembentukan ikatan hidrogen antara gugus hidroksil pada senyawa fenol dengan protein membran sel, yang menyebabkan gangguan terhadap permeabilitas membran, sehingga komponen sel yang esensial keluar dari dalam sel dan menyebabkan kematian bakteri (Sastrohamidjojo 1995; Hertiani et al. 2003; Elfahmi et al. 2006; Al Rubiay et al. 2008). Identifikasi golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol 70% menggunakan pereaksi alkaloid (Dragendroff, Mayer, Bauchardat), flavonoid, Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 tanin, saponin, kuinon, dan terpenoid/steroid (Tabel 2.1.1). Pengujian identifikasi golongan senyawa dalam ekstrak etanol 70%, menunjukkan hasil positif pada identifikasi alkaloid dengan terbentuknya endapan merah bata atau coklat dengan pereaksi Dragendorff, endapan bewarna coklat dengan pereaksi Bouchardat, dan uji peraksi Meyer tidak terlihat endapan putih. Menurut Depkes (1979), ekstrak tumbuhan dinyatakan mengandung alkaloid jika terbentuk endapan dari dua golongan larutan percobaan yang digunakan. Menurut Harborne (1996), beberapa alkaloid pada bahan alam bersifat terpenoid, bersifat basa dan mengandung nitrogen (Sastrohamidijojo 1995). Pada umumnya, basa bebas alkaloid hanya larut dengan pelarut organik seperti alkohol (Sastrohamidijojo 1995; Harborne 1996). Alkaloid pada ekstrak etanol 70%, diduga berhubungan dengan proses ekstraksi yang dilakukan. Metode refluks yang dilakukan pada proses ekstraksi ekstrak etanol 70% diduga menghasilkan senyawa alkaloid. Menurut Sastrohamidjojo (1995), ekstraksi yang tepat untuk mendapatkan alkaloid adalah direfluks dengan menggunakan etanol 80%. Siagian (2006), menyatakan bahwa temulawak mengandung alkaloid dan terpenoid. Identifikasi kuinon juga menunjukkan hasil positif dengan terbentuknya warna merah setelah diberikan larutan NaOH 1 N. Kuinon yang dihasilkan dari uji dengan pereaksi kimia, diduga karena adanya warna kuning yang dikandung ekstrak etanol temulawak. Kuinon adalah senyawa fenol yang memberi warna pada tumbuhan, mulai dari warna kuning pucat sampai ke hampir hitam (Harborne 1996) yang berfungsi sebagai agen dalam transfer elektron dalam proses metabolisme tumbuhan (Sastrohamidjojo 1995). Reaksi positif dari identifikasi terpenoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna ungu lembayung setelah penambahan pereaksi Lieberman-Bouchard yang terdiri dari 5 ml asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat 5 tetes. Ekstrak 70% temulawak diduga mengandung minyak atsiri teroksigenasi yaitu xantorizol yang termasuk senyawa sesquiterpenoid (Rukayadi 2006; Rukayadi & Hwang 2006) yang dapat larut oleh etanol (Hwang et al. 2000). Menurut Dzulkarnaen et al. (1996), Afifah (2005), dan Siagian (2006), senyawa kimia aktif yang terkandung dalam ekstrak rimpang temulawak adalah golongan terpenoid yaitu xantorizol. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Rukayadi & Hwang (2006) melaporkan aktivitas xantorizol hasil isolasi dari temulawak dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans. Senyawa kimia xantorizol mempunyai sifat sebagai antimikroba (Dzulkarnaen et al. 1996; Siagian 2006; Rukayadi 2006; Rukayadi & Hwang 2006; Batubara et al. 2009). Tabel 2.1.1. Hasil analisis fitokimia ekstrak etanol 70% temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) No. 1 Golongan senyawa Alkaloid Hasil + Karakteristik Bouchardat: endapan coklat, Mayer: Dragendorf: endapan merah bata 2 Flavonoid - 3 Saponin - 4 Tanin - 5 Kuinon + NaOH: terbentuk warna merah 6 Terpenoid/Steroid + Lieberman-Bouchardat: ungulembayung 7 Glikosida - Identifikasi menggunakan senyawa kimia menunjukkan hasil negatif pada identifikasi flavonoid karena tidak terbentuknya warna merah, saponin tidak terbentuk busa setinggi 1-10 cm selama 10 menit, tanin tidak terjadinya perubahan warna biru kehitaman dan pada glikosida tidak terjadi perubahan warna merah kecoklatan hingga biru atau lembayung setelah ditambah pereaksi Keller Killiani ( DepKes 1979; Stahl 1985; Harborne 1996; Cahyaningsih 2008; Akharaiyi & Bolatito 2010). Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 2. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan fase diam lempeng silika gel 60F254. Pengujian pendahuluan yang dilakukan, menggunakan larutan pengembang kloroform:metanol (9:1; 8:2, dan 6:4), hasil yang diperoleh tidak memberikan pemisahan yang baik (Gambar 2.2.1), hal ini disebabkan karena larutan pengembang yang digunakan bersifat non polar sehingga bercak yang dihasilkan terdapat pada bagian atas dan tidak terpisah dengan baik, sedangkan KLT menggunakan larutan pengembang campuran n-heksan:etil asetat (14:1; 9:1; 8;2; 7:3 dan 6:4) (Gambar 2.2.2) memberikan pemisahan senyawa yang baik pada campuran n-heksan:etil asetat (14:1) (Gambar 2.2.3). A B C Gambar 2.2.1. Kromatografi Lapis Tipis ekstrak etanol 70% temulawak dengan larutan pengembang kloroform:metanol {A.(9:1); B.( 8:2); C. (6:4)} Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 A B C D Gambar 2.2.2. Kromatografi Lapis Tipis ekstrak etanol 70% temulawak dengan larutan pengembang n-heksan:etil asetat {A.( 9:1); B.( 8:2); C. (6:4); D. (14:1)} Larutan pengembang n-heksan:etil asetat merupakan larutan yang bersifat semipolar, sehingga bercak yang terilhat pada kromatogram KLT dapat terpisah dengan baik karena larutan pengembang yang digunakan dapat menarik senyawa yang bersifat polar sampai semipolar (Harborne 1996; Cahyaningsih 2008). Keakuratan hasil pemisahan dengan metode kromatografi bergantung pada pemilihan absorben sebagai fasa diam, kepolaran pelarut atau pemilihan pelarut yang sesuai sebagai fasa gerak, ukuran kolom relatif terhadap jumlah material yang akan dipisahkan dan laju elusi atau aliran fasa gerak (Harborne 1996). Hasil KLT ekstrak etanol 70% temulawak pada lempeng 60F254 dengan menggunakan larutan pengembang n-heksan:etil asetat (14:1), diperoleh 5 bercak dengan nilai Rf tersaji pada Tabel 2.2.1 Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Tabel 2.2.1. Hasil analisis KLT ekstrak etanol 70% temulawak dengan larutan pengembang n-heksan:etil asetat (14:1) No. Silika gel 60F254 Rf 0 Warna 254 nm CeSO4 coklat kekuningan coklat kekuningan 1 0,16 ungu muda coklat 2 0,26 ungu muda coklat 3 0,64 ungu tua coklat ungu 4 0,73 ungu tua coklat 5 0,86 ungu muda coklat Nilai Rf ekstrak etanol 70% temulawak adalah 0,16; 0,26; 0,64; 0,73 dan 0,86. Menurut Khan et al. (2010), ekstrak metanol Curcuma longa L. dengan fase gerak kloroform:etanol:asam asetat (48:2:0,1) memiliki nilai Rf adalah 0,4; 0,23 dan 0,19. Diduga ekstrak etanol 70% temulawak mengandung senyawa terpenoid yaitu xantorizol, hal ini diperkuat dengan adanya warna ungu setelah lempeng KLT disemprot pereaksi yang mengandung H2SO4. Menurut Stahl (1985) dan Harborne (1996), senyawa terpenoid pada lempeng KLT yang disemprot dengan pereaksi akan membentuk warna ungu. Asriani (2010) mendapatkan nilai Rf xantorizol dari hasil ekstraksi rimpang temulawak dengan pelarut etanol 96% dengan menggunakan larutan pengembang n-heksan:etil asetat (10:1) pada Rf 0,56 dan 0,86. Menurut Hwang (2000) menyatakan nilai Rf xantorizol adalah 0,58. Xantorizol merupakan senyawa kimia utama pada temulawak yang bersifat antimikroba (Arraujo & Leon 2001; Afifah 2005, Rukayadi 2006; Rukayadi & Hwang 2006; Mustaffa et al. 2011). Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Rf: 0,64 A. UV 254 B. Pereaksi CeSO4 A B Gambar 2.2.3. Hasil KLT dengan larutan pengembang n-heksan:etil asetat (14:1) 3. Aktivitas antimikroba dan fitokimia hasil Kromatografi Lapis Tipis Uji aktivitas antimikroba dari fraksi hasil KLT ekstrak etanol 70% temulawak dengan metode pengenceran tabung terhadap mikroba uji Gram positif Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Bacillus cereus memberikan daerah hambatan pada bercak ke-3 dengan nilai Rf 0,64. Bercak ke-3 pada pereaksi CeSO4 memperlihatkan warna ungu, bercak diduga senyawa terpenoid. Kromatografi lapis tipis yang membentuk warna ungu dengan penambahan pereaksi adalah terpenoid (Stahl 1985; Harborne 1996). Hasil penelitian Asriani (2010), KLT xantorizol dari ekstrak metanol temulawak dengan larutan pengembang n-heksan: etil asetat memberi bercak pada Rf 0,54 dan 0,86. Tidak adanya penghambatan mikroba pada fraksi 1,2 ,4 dan 5 diduga karena konsentrasi fraksi hasil kromatografi yang didapat terlalu kecil sehingga senyawa yang terkandung didalam ekstrak tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri. (Gambar 2.3.1 dan 2.3.2). Kemampuan antimikroba dipengaruhi tingkat konsentrasi zat uji. Semakin tinggi konsentrasi zat yang digunakan, semakin tinggi daya hambat antimikroba (Pelczar & Chan 1988). Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 1 2 3 4 5K+ K- 1 2 3 4 5 K+ K- A 1 2 3 4 5 K++K- B C Gambar 2.3.1. Aktivitas antimikroba hasil KLT terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 (A) pada medium TSB, Streptococcus mutans Type F (MUI) (B) pada medium BHIB + yeast ekstrak, dan Bacillus cereus ATCC 11778 (C) pada medium TSB. Keterangan: Fraksi 1,2,4 dan 5 : tidak ada penghambatan Fraksi 3 : ada penghambatan K+ : kontrol positif 2 1 1 3 K+ 5 AA A 4 2 K+ 3 5 2 1 K+ 4 B 3 5 4 C Gambar 2.3.2. Aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 pada medium BPA (A), Streptococcus mutans Type F (MUI) (B) pada medium GNA dan Bacillus cereusATCC 11778 pada medium MYPA (C). Keterangan: Fraksi 1,2,4 dan 5 : tidak ada penghambatan Fraksi 3 : ada penghambatan K+ : kontrol positif Konfirmasi kerokan KLT dengan menggunakan pereaksi alkaloid, kuinon dan terpenoid menunjukkan bahwa Rf 0,64 mengandung senyawa terpenoid karena setelah diuji menggunakan pereaksi Lieberman dan Bouchard memberikan hasil positif dengan terbentuknya warna ungu lembayung. Sedangkan uji Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 menggunakan pereaksi alkaloid dan kuinon memberikan hasil negatif (DepKes 1979; Stahl 1985; Harborne 1996; Cahyaningsih 2008; Akharaiyi & Bolatito 2010). 4. Identifikasi kualitatif dengan Spekstrofotometri UV-Vis, Infra Red dan GC-MS Senyawa golongan terpenoid yang terdapat dalam ekstrak etanol 70% rimpang temulawak, memberikan aktivitas penghambatan terhadap bakteri Gram positif, selanjutnya dianalisis menggunakan spektrofotometri UV-Vis, Infra Red, dan GC-MS. Hasil analisis kualitatif ekstrak etanol 70% temulawak dengan menggunakan KLT pada bercak ke-3 dengan nilai Rf 0,64. Hasil analisis identifikasi senyawa aktif menggunakan spekterofotometer UV-Vis (Gambar 2.4.1), Infra Red (Tabel 2.4.1 dan Gambar 2.4.2) serta GC-MS (Gambar 2.4.3) Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Identifikasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis menunjukkan bahwa diperoleh puncak serapan gelombang terkuat pada 275,20 nm, menunjukkan adanya transisi elektron dari senyawa fenol. Menurut Silverstein et al. (1963), serapan maksimal gugus fenol berada pada 210 - 280 nm, dengan terjadinya transisi elektron pada gugus aromatik π → π*. Hasil penelitian Mustaffa et al. (2011) menyatakan serapan maksimal ekstrak Cinnamomum iners dengan menggunakan pelarut kloroform adalah 276,0 nm, dengan indikasi kelompok fenol. Serapan maksimal ekstrak etanol rimpang temu putih (Curcuma zedoria (Berg.) Roscoe) adalah 242 nm (Rita 2010). Identifikasi senyawa aktif ektrak etanol 70% temulawak dengan uji spekterofotometri Infra Red diperlihatkan pada Gambar 2.4.2 dan Tabel 2.4.1. -OH = 3387,06 cm-1 C-O= 1100,41 cm-1 Gambar 2.4.2. Profil spektrofotometri Infra Red Berdasarkan Gambar 2.4.2 dan Tabel 2.4.1 dapat dinyatakan bahwa fraksi dengan nilai Rf 0,64 mengandung senyawa dengan gugus fungsional hidroksil (-OH) berdasarkan panjang gelombang 3387,06 cm -1, didukung oleh serapan kuat pada panjang gelombang 1100,41 cm-1 dari C-O alkohol. Gugus hidroksil (-OH) berada pada panjang gelombang 3400-2700 cm-1 (Rita 2010, Naama et al. 2010). Menurut Silverstein et al. (1963) kelompok fenol mempunyai serapan yang kuat Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 untuk gugus –OH dan C-O, gugus –OH mempunyai serapan antara 3550-3200 cm-1 dan C-O pada panjang gelombang 1260 – 1000 cm-1. Tabel 2.4.1. Panjang gelombang Infra Red ekstrak etanol 70% temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Panjang gelombang (cm-1) Ikatan C-C, C-O, C-N Silverstein et al. (1963) 1300 - 800 C=C, C=O, C=N, N=O 1900 - 1500 C=C, C=N 2300 - 2000 C-H, O-H, N-H 3800 - 2700 Ekstrak etanol 70% Rf 0,64 1100,41 3387,06 Mustaffa et al. (2011), mengidentifikasi xantorizol pada ekstrak daun Cinnamomum iners dengan angka gelombang 3382,8 cm-1 untuk gugus –OH. Asriani (2010), juga mengidentifikasi xantorizol pada temulawak dengan angka gelombang 3400 cm-1 untuk gugus hidroksil. Hasil uji GC-MS terhadap ekstrak etanol 70% rimpang temulawak dengan nilai Rf 0,64 didapat hasil spektrum massa puncak ditampilkan pada Gambar 2.4.3. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Gambar 2.4.3. Spektrum massa ekstrak etanol 70% temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Berdasarkan data spektrum, senyawa pada ekstrak etanol 70% dinyatakan mempunyai berat molekul 218 g/mol, dan pada data library GC-MS ditampilkan senyawa yang mempunyai kemiripan 99% dengan puncak senyawa ekstrak etanol 70%, yaitu xantorizol dengan berat molekul 218 g/mol. Menurut Hwang (2000), Cheah et al. (2009) dan Asriani (2010), bobot molekul xantorizol adalah 218 g/mol. Gambar: 2.4.4. Struktur kimia xantorizol (Mustafa et al. 2011) Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 KESIMPULAN Analisis fitokimia ekstrak etanol 70% menyatakan bahwa temulawak mengandung alkaloid, kuinon, dan terpenoid. Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ekstrak etanol 70% menghasilkan 5 bercak. Dari hasil uji antimikroba dengan menggunakan broth dilution method didapatkan bercak ke-3 dengan nilai Rf 0,64 efektif menghambat aktivitas Staphylococcus aureus ATCC 25923, Streptococcus mutans Type F (MUI) dan Bacillus cereus ATCC 11778, dan termasuk golongan senyawa terpenoid. Hasil analisis dengan menggunakan spektofotometer UV-Vis, Infra Red dan GC-MS menyatakan bahwa bercak ke-3 berada pada absorban 275, 2 nm dengan indikasi senyawa fenol, memiliki gugus fungsi -OH dengan panjang gelombang 3387,06 cm-1dan C-O pada panjang gelombang 1100,41 cm-1, serta hasil analisis GC-MS adalah senyawa xantorizol dengan bobot molekul 218 g/mol. SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi senyawasenyawa aktif lain termasuk alkaloid yang belum dilaporkan dari rimpang temulawak yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai antimikroba, dan dapat digunakan industri sebagai obat tradisional untuk antimikroba. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 DAFTAR ACUAN Afifah, E. 2005. Khasiat dan manfaat temulawak, rimpang penyembuh aneka penyakit. Agromedika Pustaka, Jakarta: iv + 84 hlm. Akharaiyi, F.C. & B. Bolatito. 2010. Antibacterial and phytochemical evaluation of three medicinal plants. J.of Natural Product 3: 27-34. Al Rubiay, K.K., N.N. Jaber, B.H. Al Mhaawe & L.K. Alrubaay. 2008. Antimicrobial of henna extract. Oman Medical Journal 23(4): 4 hlm. Arraujo, C.A.C. & L.L. Leon. 2001. Biological activities of Curcuma longa L. Mem Inst Oswaldo Cruz 96 (5): 723-728. Arias , M.E., J.D. Gomez, N.M. Cudmani, M.A. Vattuone & M.I. Isla. 2004. Antibacterial activity of ethanolic and aqueous extract of Acacia aroma Gill. Life Sciences 75: 191-202. Asriani, D. 2010. Isolasi xanthorrhisol dari temulawak terpilih berdasarkan nomor harapan. Tesis. Institut Pertanian Bogor: i + 45. Batubara, I., T. Mitsunaga & H. Ohashi. 2009. Screening anti acne potency of Indonesian medicinal plants; antibacterial, lipase inhibition, and antioxidant activities. J. Wood Sci. 55: 230-235. Bermawie, N., M. Rahardjo, D. Wahyuno & Ma’mun. 2008. Status teknologi budidaya dan pasca panen tanaman kunyit dan temulawak sebagai penghasil kurkumin. Laporan Hasil Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor: 84-97. Cahyaningsih, E. 2008. Identifikasi senyawa antimikroba dari herba meniran (Phyllanthus niruri L.). Tesis. Program Studi Pasca Sarjana FMIPA. Universitas Indonesia, Depok: xi + 73 hlm. Cheah, Y.H., F.J. Nordin, R. Sarip, T.T. Tee, H.L.P. Hazihmatol, H.M. Sirat, B.A. Abd. Rasid, N.R. Abdollah & Z. Ismail. 2009. Combined xanthorrhizolcurcumin exhibits synergistic growth inhibitory activity via apoptosis induction in human breast cancer cells MDA-MB-231. Cancer Cell International 9 (1): 1-12. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 DepKes. 1979 . Materia Medika Indonesia. DitjenPOM, Jakarta: 63-70. Dzulkarnaen, B., D. Sundari & A. Chozin. 1996. Tanaman obat bersifat antibakteri di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran 110: 35-47. Elfahmi, K. Roslan, R. Bos, O. Kayser, H.J. Woerdenbag & W.J. Quax. 2008. Jamu. The Indonesian Traditional Herbal Medicines. Penerbit Eisei, Jakarta: 14 – 34. Fassenden, R.J. & J.S. Fassenden. 1986. Kimia Organik. Terj. dari Organic Chemistry oleh A.H. Pudjaatmaka. Edisi ke- 3. Penerbit Erlangga: xv + 525 hlm. Harborne, J.B. 1996. Phytochemical methods. A guide to modern techniques of plants analysis. 3th Ed. Chapman & Hall, London: xiii + 302 hlm. Hayati, E. K., A.G. Fasyah & L. Saa’dah. 2010. Fraksinasi dan identifikasi senyawa tanin pada daun belimbing (Averhoa belimbii L.). J.Kimia 4(2): 193-200. Hertiani, T., S.I. Palupi, Sanliferianti & D.H. Nurwindasari. 2003. In vitro test on antimicrobial potency against Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Shigella dysentriaea and Candida albicans of some herbs traditionally used cure infection diseases. Pharmacon 4(2): 89-95. Hidayathulla, S., C.K. Keshava & K.R. Chandrashekar. 2011. Phytochemical evaluation and antibacterial activity of Pterospermum diversifolium Blume. Int. J. of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 3(2): 165-167. Hwang, J.K., J.S. Shim & Y.R. Pyun. 2000. Antibacterial activity of xanthorrhizol from curcuma xanthorrhiza against oral pathogens. Fitoterapia 71(3): 321-323. Jagessar, R.C. & A. M. Gomez. 2008. An evaluation of the antibacterial and antifungal of leaf extracts of Mimorcadia charantia against Candida albicans, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Nature and Science 6(1): 1-14. Jawetz, E., J.L. Melnick & E.A. Adelberg. 1996. Medical Microbiology. 14th Ed. Lange Medical Publications, Canada: ix + 593 hlm. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Karthishwaran, K., S. Mirunalini, G. Dhamodharan, M. Krishnaveny & V. Arulmozhi. 2010. Phytochemical investigation of methanolic extract of the leaves of Pergularia daemia. J. of Biological Science 10(3): 242-246. Kresnawaty, I. & A. Zainuddin. 2010. Aktivitas antioksidan dan antibakteri dari derivat metil ekstrak etanol daun gambir (Uncaria gambir). Jurnal Littri 15(4): 145-151. Kusmiyati & N. W. S. Agustini. 2006. Uji aktivitas senyawa antibakteri dari mikrooalga Phorphyridium cruentum. Biodiversitas 8(1): 48-53. Lorian, V.M.D. 1996. Antibiotics in laboratory medicine. 4th Ed. William and Wilkins, Baltimore: xv + 737 hlm. McKane, L. & J. Kandel. 1996. Microbiology essentials and applications. McGraw Hill Inc., New York: 396-398 hlm. Mustaffa, F., J. Indurkar, S. Ismail, M. Shah & S.M. Mansor. 2011. An antimicrobial compound isolated from Cinnamomum Iners leaves with activity against Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus. Moleculs 16: 3037-3047. Naama J.H., A.A. Temimi & A.A. Husain. 2010. Study the anticancer activities of ethanolic curcumin extract. African J. of Pure and Appl. Chemistry 4(5): 68-73. Omojasola, P.F. & S. Awe. 2004. The antibacterial of the leaf extract of Anacardium occidentale and Gossypium hirsutum against some selected microorganism. Bioscience Research Communication 16(1): 25-28. Parwata, IM, O.A. & P.F.S. Dewi. 2008. Isolasi dan uji aktvitas antibakteri minyak atsiri dari rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.). J. Kimia 2(2): 100-104. Pelczar, M.J & E.C.S.Chan. 1988. Dasar-dasar mikrobiologi . Terj. dari Elements of microbiology, oleh Hadioetomo, R.S., T. Imas, S.S. Tjitrosomo & S.L. Angka. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta: 447540. Rita, W.S. 2010. Isolasi, identifikasi dan uji aktivitas antibakteri senyawa golongan triterpenoid pada rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe). Jurnal Kimia 4 (1): 20-26. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Rukayadi, Y. 2006. Effect of xanthorrhisol on Streptococcus mutans biofilm in vitro. Jurnal Mikrobiologi Indonesia 11 (1): 4 hlm. Rukayadi, Y. & J.K. Hwang. 2006. In vitro activity of xanthorrhizol against Streptococcus mutans biofilms. J. Applied Microbiology 42:400-404. Rosenblatt, J.E. 1980. Antimicrobial susceptibility testing af anaerobes. Dalam: Lorian, V. (ed). 1980. Antibiotics in laboratory medicine. Williams & Wilkins, London: 114-134. Saifudin, A., V. Rahayu & H.Y. 2011. Standarisasi bahan obat alam. Graha Ilmu, Yogyakarta: viii+104 hlm Samsundari, S. 2006. Pengujian ekstrak temulawak dan kunyit terhadap resistensi bakteri Aeromonas hydrophilla yang menyerang ikan mas (Cyprinus carpio). GAMMA 2 (1): 71 – 83. Sastrohamidjojo, H. 1995. Sintesis bahan alam. Gajah Mada University Press: ix + 243 hlm. Siagian, M.H. 2006. Temulawak sebagai tanaman obat dan budidayanya secara intensif. Balitbang Botani, Puslitbang Biologi LIPI, Bogor: 8 hlm. Silverstein, R.M., G.C. Bassler & T.C. Morril. 1963. Spectrometric identification of organic compounds. 4th Ed. Jhon Willey & Sons, New York: ii + 430 hlm. Siswandono & B. Soekardjo. 1995. Kimia medicinal. Airlangga Press, Surabaya: 257- 259 hlm. Sukadana, I.M., S.R. Santi & N.K. Juliarty. 2008. Aktivitas antibakteri golongan triterpenoid dari biji pepaya (Carica papaya L.). Jurnal Kimia 2(1): 15:18. Stahl, E. 1985. Analisis obat secara kromatografi dan mikroskopi. Terj. dari Drug analysis by chromathography and microscopy:a pratical supplement to pharmacopoias, oleh Padmawinata, K. & I. Sudiro. ITB, Bandung: 267 hlm. Thrupp, D.L. 1980. Susceptibility testing of antibiotics in liquid media. Dalam: Lorian, V. (ed). 1980. Antibiotics in laboratory medicine. Williams & Wilkins, London: 73-113. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Wijono, S.S.H. 2003. Isolasi dan identifikasi flavonoid pada daun katu (Sauropus androgynus (L.) Merr). Jurnal Makara Sains 7(2): 51-64. Zaenab, H.W. Mardiastuti, V.P. Anny & B. Logawa 2004. Uji antibakteri Siwak (Salvadora persica Linn.) terhadap Streptococcus mutans (ATC31987) dan Bacteriodes melaninogenicus. Jurnal Makara Kesehatan 8 (2): 37-40 Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 DISKUSI PARIPURNA Perkembangan penggunaan obat-obatan tradisional untuk membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sudah cukup meluas. Salah satu jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai obat tradisional adalah temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) (DepKes 1979; Shu 2000; Afifah 2005; BPOM 2005; Siagian 2006). Secara tradisional hampir seluruh daerah di Indonesia memanfaatkan rimpang temulawak sebagai penambah nafsu makan, penyembuh sakit maag, obat diare, obat ambeien, obat batuk, obat asma dan obat untuk sariawan. Wanita Indonesia juga sering menggunakan temulawak untuk memperbanyak air susu ibu (ASI), mengobati gangguan saat nifas dan menstruasi (Afifah 2005; Siagian 2006; Bermawie et al. 2008). Bagian temulawak yang paling banyak dimanfaatkan sebagai obat adalah rimpangnya. Rimpang temulawak mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoid, alkaloid, dan tannin (Afifah 2005; Siagian 2006; Tarigan et al. 2008). Berdasarkan hasil analisis kimia, kandungan utama temulawak terdiri dari pati (48,18-59,64%), serat (2,584,83%), minyak atsiri (phelandren, kamfer, tumerol, sineol, borneol, dan xantorizol) (1,48-1,63%) serta kurkuminoid (kurkumin dan desmetoksikurkumin) (1,6-2,2%) (Afifah 2005; Siagian 2006). Ekstraksi 100 g temulawak dengan pelarut akuades, etanol 70%, dan diklorometan menghasilkan rendemen 63,54 g, 13,33, g, dan 3,01 g. Rendemen akuades diduga menghasilkan senyawa pati dan senyawa fenol, karena akuades adalah pelarut polar yang dapat melarutkan pati dan senyawa fenol (Harborne 1996). Indrawati (2009), pada ekstrak akuades terdapat kandungan senyawa metabolit sekunder yaitu alkaloid, terpenoid, saponin, dan kuinon. Pati merupakan komponen utama dari temulawak dengan jumlah antara 48,18-59,64% (Afifah 2005; Siagian 2006). Jumlah pati yang tinggi pada temulawak juga dipengaruhi oleh ketinggian tumbuh, temulawak yang ditanam pada ketinggian dibawah 240 m (dpl) akan menghasilkan pati yang tinggi (Direktorat Aneka Tanaman 2000 (lihat Asriani 2010)). Pelarut etanol 70% merupakan pelarut serbaguna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan dan bersifat polar (Harborne 1996), sehingga dapat Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 menarik senyawa-senyawa polar yang terkandung di dalam rimpang temulawak terutama alkaloid (Sastrohamidjoyo 1995; Omajosola & Awe 2004; Tarigan et al. 2008; ), kurkuminoid dan terpenoid (Harborne 1996). Komponen lain yang dihasilkan dari ekstraksi menggunakan etanol adalah senyawa fenol (Harborne 1996; Hertiani et al. 2003; Omajosola & Awe 2004; Elfahmi et al. 2008). Ekstraksi rimpang temulawak dengan diklorometan menghasilkan jumlah rendemen paling kecil dibandingkan ekstraksi dengan akuades dan etanol 70%, karena pelarut diklorometan merupakan pelarut semi polar sehingga ekstraksi hanya dapat menarik senyawa semi polar sampai non polar, misalnya beberapa golongan flavonoid (Harborne 1996; Fitrial et al. 2008), triterpenoid (Fitrial et al. 2008; Sukadana et al. 2008), dan alkaloid (Fitrial et al. 2008). Pengujian aktivitas antimikroba menunjukkan hasil bahwa ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans pada konsentrasi 1,0-5,0% b/v, sedangkan Bacillus cereus hanya dapat dihambat oleh ekstrak etanol 70% pada konsentrasi 2,0-5,0% b/v. Kemampuan penghambatan pertumbuhan mikroba dari ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan berkaitan dengan kandungan senyawa kimia yang tersari di dalam masing-masing ekstrak. Uji penghambatan antimikroba oleh ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan menunjukkan bahwa ketiga ekstrak mempunyai kemampuan yang sama dalam penghambatan bakteri uji Gram positif yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans yaitu 1,0-5,0%, kecuali pada bakteri Bacillus cereus, ekstrak etanol 70% memiliki kemampuan yang lebih baik dengan penghambatan pada konsentrasi 2,0-5,0%. Kemampuan dari ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan untuk menghambat pertumbuhan mikroba berkaitan dengan kandungan senyawa kimia yang terdapat di dalam ekstrak. Senyawa fenol yang dikandung ketiga ekstrak diduga berperan dalam penghambatan pertumbuhan mikroba. Turunan senyawa fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorbsi yang melibatkan ikatan hidrogen dan dapat merubah permeabilitas membran sel (Siswandono & Soekardjo 1995; Parwata & Dewi 2008). Penetrasi fenol dengan kadar yang tinggi ke dalam sel dapat menyebabkan koagulasi Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 protein dan lisis pada membran sel (Hertiani et al. 2003; Parwata & Dewi 2008). Mekanisme penghambatan senyawa fenol adalah melalui pembentukan ikatan hidrogen antara gugus hidroksil pada senyawa fenol dengan protein membran sel, yang menyebabkan gangguan terhadap permeabilitas membran, sehingga komponen sel yang esensial keluar dari dalam sel dan menyebabkan kematian bakteri (Sastrohamidjojo 1995; Hertiani et al. 2003; Elfahmi et al. 2006; Al Rubiay et al. 2008). Sementara itu, senyawa fenol dengan konsentrasi rendah dapat membentuk ikatan protein-fenol dengan ikatan lemah dan mudah terurai dan apabila terjadi penetrasi fenol ke dalam sel dapat menyebabkan koagulasi protein dan lisis pada membran sel. Dampak yang ditimbulkan adalah terjadi gangguan pada sistem transpor nutrisi (Volk & Wheeler 1988; Hertiani et al. 2003; Parwata & Dewi 2008). Membran sel tersusun dari protein dan lemak sangat rentan terhadap zat kimia yang menurunkan tegangan permukaan membran sel sehingga mengakibatkan kematian sel (Volk & Wheeler 1988). Senyawa antibakteri diduga dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dengan menembus dinding sel, dinding sel bakteri Gram positif memiliki susunan yang sederhana terdiri dari 60-100% peptidoglikan, yang terbuat dari Nasetil glukosamin dan asam N-asetil muramat. Beberapa bakteri Gram positif juga mengandung asam teikoat dan asam teikoronat yang terkait pada asam muramat dari lapisan peptidoglikan. Kandungan lipid pada bakteri Gram positif adalah 24% (Hugo & Russell 1981; Volk & Wheeler 1988; Brock et al. 1994). Penyusun dinding sel yang sederhana dan tidak adanya selaput luar menyebabkan senyawa antibakteri dapat menembus dinding sel dan menganggu proses biosintesis dinding sel (Lambert et al. 2001; Soebagio et al. 2006; Ajizah et al. 2007). Pelczar & Chan (1988) dan Jawetz et al. (1996) menyatakan bahwa zat antimikroba mempengaruhi pertumbuhan bakteri dengan cara merusak dinding sel, merubah permeabilitas sel, menghambat kerja enzim dan sintesis asam nukleat. Aktivitas zat antimikroba juga dapat dilakukan dengan menghambat kerja enzim yaitu dengan menganggu aktivitas dari protein sel. Senyawa fenol diduga mampu menghalangi fungsi protein dalam mengkatalisis enzim untuk melakukan metabolisme sel (Volk & Wheeler 1988) . Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Pengujian Minimal Inhibitory Concentration (MIC) memperlihatkan hasil Ekstrak etanol 70% mampu menghambat pertumbuhan pada bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans pada konsentrasi 0,10-0,75% b/v. Kemampuan antimikroba dipengaruhi tingkat konsentrasi zat uji. Semakin tinggi konsentrasi zat yang digunakan, semakin tinggi daya hambat antimikroba (Pelczar & Chan 1988). Soebagio et al. (2006) melaporkan konsentrasi hambat ekstrak etanol 95% temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah konsentrasi 0,4%. Hasil penelitian Mustaffa et al. (2011) pada ekstrak metanol daun Cinnamomum iners yang mengandung xantorisol didapatkan MIC sebesar 0,78 mg/ml terhadap Staphylococcus aureus, dan Rukayadi & Hwang (2006), melaporkan bahwa xantorisol yang diisolasi dari ekstrak metanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans pada konsentrasi 5,0 µMol/l. Ekstrak etanol 70% rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), mempunyai aktivitas antimikroba yang paling efektif sehingga dilakukan analisis terhadap senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak menggunakan metode reaksi warna, Kromatografi Lapis Tipis (KLT), UV-Vis spektrofotometeri, Infra Red spektrofotometri, dan GC-MS, sedangkan pengujian aktvitas antimikroba dari hasil KLT menggunakan metode pengenceran tabung (broth dilution method) (Chitwood 1969; Rosenblatt 1980; Jawetz et al.1996; MacKane & Kandel 1996). Pengujian ekstrak etanol 70% rimpang temulawak dengan menggunakan KLT menghasilkan 5 bercak, bercak ke-3 merupakan bercak yang paling efektif menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus ATCC 25923, Streptococcus mutan Type F (MUI), dan Bacillus cereus ATCC 11778 dengan nilai Rf 0,64. Uji reaksi warna menghasilkan golongan terpenoid, selanjutnya senyawa dengan nilai Rf 0,64 dianalisis dengan UV-Vis spektrofotometri menghasilkan absorban pada 275,2 nm, Infra Red spektrofotometri menghasilkan adanya gugus hidroksil (-OH) dan karbonil (C-O) dan berat molekul sebesar 218 g/mol yang diukur dengan GCMS. Menurut Silverstein et al. (1963) kelompok fenol mempunyai serapan yang kuat untuk gugus –OH dan C-O, gugus –OH mempunyai serapan antara 35503200 cm-1 dan C-O pada angka gelombang 1260-1000 cm-1. Hwang (2000), Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Cheah et al. (2009), dan Asriani (2010) menyatakan bahwa bobot molekul xantorizol adalah 218 g/mol. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 RANGKUMAN KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Hasil ekstraksi 100g serbuk rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dengan pelarut akuades, etanol 70%, dan diklorometan menghasilkan rendemen seberat 63, 54 g, 13,33 g, dan 3,01 g. Ekstrak rimpang temulawak efektif menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan anaerob Streptococcus mutans Type F(MUI), sedangkan Bacillus cereus ATCC 11778 hanya mampu dihambat etanol 70%. Bakteri Gram negatif yang terdiri dari Escherichia coli ATCC 25922 NCTC 12241, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, anaerob Porphyromonas gingivalis ATCC 33277, dan fungi Candida albicans ATCC 10231 tidak dapat dihambat pertumbuhannya oleh ketiga ekstrak. Ekstrak etanol 70% rimpang temulawak efektif menghambat pertumbuhan S. aureus dan S. mutans pada konsentrasi 1,0-5,0% b/v, sedangkan B. cereus pada konsentrasi 2,05,0% b/v, dengan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) 1,0% b/v pada S. aureus dan S. mutans, sedangkan pada B. cereus konsentrasi 2,0% b/v. Ekstrak etanol 70% rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terbukti efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus ATCC 25923, B.cereus ATCC 11778, dan S. mutans Type F (MUI). Sehingga sangat memungkinkan dikembangkan sebagai produk obat tradisional untuk mengobati berbagai infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram positif. Analisis golongan senyawa dalam ekstrak etanol 70% dengan uji fitokimia menghasilkan senyawa senyawa golongan alkaloid, kuinon dan terpenoid. Hasil kromatografi lapis tipis (KLT) ekstrak etanol 70% dengan fase diam silika gel 60F254 dan fase gerak n-heksan:etil asetat (14:1) diperoleh lima bercak. Uji aktivitas antimikroba dengan metode pengenceran tabung menghasilkan bercak ke-3 dengan nilai Rf 0,64 dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus, B. cereus, dan S. mutans. Setelah dianalisis dengan UV-Vis spektrofotometer, Infra Red spektrofotometer dan GC-MS menghasilkan nilai absorban 275, 2 nm, Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 dengan gugus fungsi –OH pada angka gelombang 3387,06 cm-1 dan C-O pada 1100,41 cm-1 dan menunjukkan senyawa xantorisol dengan berat molekul 218 g/mol SARAN Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut aktivitas antimikroba dari ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan dan identifikasi senyawa-senyawa aktif termasuk alkaloid yang belum dilaporkan dari rimpang temulawak yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai antimikroba, dan dapat digunakan industri sebagai obat tradisional untuk antimikroba. Diharapkan dimasa datang ekstrak rimpang temulawak dapat dimanfaatkan untuk pengembangan obat tradisional terutama sebagai antimikroba. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 DAFTAR ACUAN Afifah, E. 2005. Khasiat dan manfaat temulawak, rimpang penyembuh aneka penyakit. Agromedika Pustaka, Jakarta: iv+84 hlm. Aggarwal, B.B., C. Sundaram, N. Malani & H. Ichikawa. 2007. The molecular targets and therapeutic uses of curcumin in health and diseases. Springer Science LLC, USA: xx +75 hlm. Ajizah, A., Thihana & Mirhanuddin. 2007. Potensi ekstrak kayu ulin (Eusideroxylon zwageri) menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus secara in vitro. Bioscientiae 4(1): 37-42. Al Rubiay, K.K., N.N. Jaber, B.H. Al Mhaawe & L.K. Alrubaay. 2008. Antimicrobial of henna extract. Oman Medical Journal 23(4): 4 hlm. Asriani, D. 2010. Isolasi xanthorrhisol dari temulawak terpilih berdasarkan nomor harapan. Tesis. Institut Pertanian Bogor: i + 45. Bermawie, N., M. Rahardjo, D. Wahyuno & Ma’mun. 2008. Status teknologi budidaya dan pasca panen tanaman kunyit dan temulawak sebagai penghasil kurkumin. Laporan Hasil Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor: 84-97. BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). 2005. Gerakan Nasional Minum Temulawak. InfoPOM 6(6): 1-4 Brock, T.D., M.T. Madigan, J.M. Martinko & J. Parker. 1994. Biology of microorganisms. Prentice- Hall International, USA: 58-66. Cheah, Y.H., F.J. Nordin, R. Sarip, T.T. Tee, H.L.P. Hazihmatol, H.M. Sirat, B.A. Abd. Rasid, N.R. Abdollah & Z. Ismail. 2009. Combined xanthorrhizolcurcumin exhibits synergistic growth inhibitory activity via apoptosis induction in human breast cancer cells MDA-MB-231. Cancer Cell International 9 (1): 1-12. Chitwood, L.A. 1969. Tube dilution antimicrobial susceptibility testing: Efficacy of microtechnique applicable ti diagnostic laboratories. Appl. Microbiology 17(5): 707-709. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 DepKes (=Departemen Kesehatan). 1979 . Materia Medika Indonesia. DitjenPOM, Jakarta: 63-70. Direktorat Aneka Tanaman. 2000. Budidaya tanaman temulawak. Dalam: Asriani, D. 2010. Isolasi xanthorrhisol dari temulawak terpilih berdasarkan nomor harapan. Tesis. Institut Pertanian Bogor: i + 45. Elfahmi, K. Roslan, R. Bos, O. Kayser, H.J. Woerdenbag & W.J. Quax. 2008. Jamu. The Indonesian Tradisional Herbal Medicines. Penerbit Eisei, Jakarta: 14-34. Fitrial, Y., M. Astawan, S. S. Soekarto, K. G. Wiryawan, T. Wresdiyati & R. Khairina. 2008. Aktivitas antibakteri ekstrak biji teratai (Nympaea pubescens Wild.) terhadap bakteri pathogen penyebab diare. J. Teknol. dan Industri Pangan 19(2): 158-164. Harborne, J.B. 1996. Phytochemical methods. A guide to modern techniques of plants analysis. 2 ed. Chapman & Hall, London: xiii + 302 hlm. Hertiani, T., S.I. Palupi, Sanliferianti & D.H. Nurwindasari. 2003. In vitro test on antimicrobial potency against Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Shigella dysentriaea and Candida albicans of some herbs traditionally used cure infection diseases. Pharmacon 4(2): 89-95. Hugo, W.B. & A.D. Russell. 1981. Pharmaceutical microbiology. 2nd Ed. Blackwell Scietific Publication, London: xiii + 352 hlm. Hwang, J.K., J.S. Shim & Y.R. Pyun. 2000. Antibacterial activity of xanthorrhizol from curcuma xanthorrhiza against oral pathogens. Fitoterapia 71(3): 321-323. Indrawati, I. 2009. Potensi ekstrak air, etanol dan minyak atsiri bawang merah (Allium cepa L.) kultivar Batu terhadap bakteri penyebab karies gigi. J. Biotika 7(1): 40-48. Jawetz, E., J.L. Melnick & E.A. Adelberg. 1996. Medical Microbiology. 14th Ed. Lange Medical Publications, Canada: ix + 593 hlm. Lambert, R.J.W., P.N. Skandamis, P.J. Coote & G.J.E. Nychas. 2001. A study of the minimum inhibitory concentration and mode of action of oregano essential oil, thymol and carvacrol. J. Appl. Microbiol. 91 (3): 453-462. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 MacKane, L. & J. Kandel. 1996. Microbiology essentials and applications. McGraw. Hill., Inc: 396-398. Mustaffa, F., J. Indurkar, S. Ismail, M. Shah & S.M. Mansor. 2011. An antimicrobial compound isolated from Cinnamomum Iners leaves with activity against Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus. Moleculs 16: 3037-3047. Omojasola, P.F. & S. Awe. 2004. The antibacterial of the leaf extract of Anacardium occidentale and Gossypium hirsutum against some selected microorganism. Bioscience Research Communication 16(1): 25-28. Parwata, IM, O.A. & P.F.S. Dewi. 2008. Isolasi dan uji aktvitas antibakteri minyak atsiri dari rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.). J. Kimia 2(2): 100-104. Pelczar, M.J & E.C.S.Chan. 1988. Dasar-dasar mikrobiologi 2. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta: 447-540. Rosenblatt, J.E. 1980. Antimicrobial susceptibility testing af anaerobes. Dalam: Lorian, V. (ed). 1980. Antibiotics in laboratory medicine. Williams & Wilkins, London: 114-134. Rukayadi, Y. & J.K. Hwang. 2006. In vitro activity of xanthorrhizol against Streptococcus mutans biofilms. J. Applied Microbiology 42:400-404. Sastrohamidjojo, H. 1995. Sintesis bahan alam. Gajah Mada University Press: ix + 243 hlm. Shu, J.H. 2000. Curcuma Linneaus, Sp. Pl. 1: 2. 1753, nom. cons. Flora of China 24: 359-362 Siagian, M.H. 2006. Temulawak sebagai tanaman obat dan budidayanya secara intensif. Balitbang Botani, Puslitbang Biologi LIPI, Bogor. 8 hlm. Silverstein, R.M., G.C. Bassler & T.C. Morril. 1963. Spectrometric identification of organic compounds. 4th Ed. Jhon Willey & Sons, New York: ii + 430 hlm. Siswandono & B. Soekardjo. 1995. Kimia medicinal. Airlangga Press, Surabaya: 257- 259 hlm. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Soebagio, B., S.Soeryati & K. Fauziah. 2006. Pembuatan sediaan krim antiakne ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb.). Prosiding Pertemuan Ilmiah Pembuatan Sediaan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) dari Produk Empiris Sampai Produk Fitofarmaka, Unpad, Bandung. 5 hlm. Sukadana, I.M., S.R. Santi & N.K. Juliarti. 2008. Aktivitas antibakteri golongan senyawa triterpenoid dari biji papaya (Carica papaya L.). J. Kimia 2(1): 15-18. Tarigan, J., C.F.Zuhra & H. Sihotang. 2008. Skrining fitokimia tumbuhan yang digunakan oleh pedagang jamu gendong untuk merawat kulit wajah di Kecamatan Medan Baru. J. Biologi Sumatra 1(3): 1-6. Volk, W.A. & M.F. Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar. Terj. dari Basic microbiology, oleh Markham. Edisi ke-5. Penerbit Erlangga, Jakarta: xii + 396 hlm. Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011 Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011