UNIVERSITAS INDONESIA AKTIVITAS ANTIMIKROBA DAN

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
AKTIVITAS ANTIMIKROBA DAN IDENTIFIKASI
KOMPONEN AKTIF RIMPANG TEMULAWAK
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
TESIS
DEASYWATY
0906573862
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI BIOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
DEPOK
JULI 2011
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
AKTIVITAS ANTIMIKROBA DAN IDENTIFIKASI
KOMPONEN AKTIF RIMPANG TEMULAWAK
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Sains
DEASYWATY
0906573862
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI BIOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
DEPOK
JULI 2011
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
KATA PENGANTAR
Bismillãhir-rahmãnir-rahìm. Alhamdu llilãhi rabbil’ ãlamìn. Washalatu
wassalamu ‘ala Rasuulillah SAW, wa ba’du. Puji syukur kepada Allah SWT atas
segala nikmat dan karunia yang terkira sepanjang masa.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari
masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya
untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih
kepada:
(1) Dr. Wibowo Mangunwardoyo, M.Sc selaku Pembimbing I dan Dr. Tepy Usia,
M.Phil selaku Pembimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga dan
pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini;
(2) Dr. Susiani Purbaningsih, DEA dan Drs. Iman Santoso, M.Phil, selaku
penguji, untuk waktu, perhatian, ilmu, kritik dan saran;
(3) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Pusat Pengujian Obat dan
Makanan Nasional (PPOMN), yang telah memberikan beasiswa dan
membantu dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan;
(4) Papa (Alm), Mama, Abang Mesti dan anakku Tentani, atas doa dan kasih
sayang yang tanpa lelah menemani dalam suka dan duka;
(5) Rekan-rekan di Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN), yang
telah membantu dalam melakukan penelitian;
(6) Rekan-rekan Pascasarjana Biologi Angkatan 2009 yang telah berbagi
informasi dan banyak membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu dan menambah informasi tentang bahan alam yang
dapat digunakan sebagai obat tradisional.
Penulis
2011
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul
: Deasywaty
: Biologi
: Aktivitas Antimikroba Rimpang Temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu tanaman
obat yang banyak digunakan di Indonesia, dan di Asia Tenggara temulawak
dimanfaatkan sebagai bumbu masak dan obat. Aktivitas antimikroba temulawak
diuji terhadap Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC
27853, Porphyromonas gingivalis ATCC 33277, Staphylococcus aureus ATCC
25923, Bacillus cereus ATCC 11778, Streptococcus mutans Type F (MUI), dan
Candida albicans ATCC 10231 dengan menggunakan broth dilution method.
Ekstrak etanol 70% temulawak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram
positif S. aureus dan S. mutans pada konsentrasi 1,0-5,0% b/v, dan B. cereus
pada konsentrasi 2,0-5,0% b/v. Minimum Inhibitory Concentration (MIC) ekstrak
etanol 70% temulawak adalah 0,1% b/v untuk S. aureus dan S. mutan, sedangkan
terhadap B. cereus adalah 2,0% b/v.
Kata Kunci
: antimikroba; bakteri Gram positif; Curcuma xanthorrhiza Roxb.
broth dilution method; temulawak
xvi + 47 halaman
Daftar Acuan
: 7 lampiran; 8 gambar; 4 tabel
: 57 (1969 – 2011)
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
ABSTRACT
Name
Program Study
Title
: Deasywaty
: Biology
: Antimicrobial Activities of Temulawak Rhizomes
(Curcuma xanthorrhiza Roxb. )
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) is one of popular medicinal
plant in Indonesia, has been used as spices and medicinal purposes in South-East
Asian countries. Antimicrobial activity of temulawak was tested toward
Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853,
Porphyromonas gingivalis ATCC 33277, Staphylococcus aureus ATCC 25923,
Bacillus cereus ATCC 11778, Streptococcus mutans Type F (MUI), and Candida
albicans ATCC 10231. Antimicrobial assay was carried out by using broth
dilution method. The ethanol 70% extract of temulawak inhibited the growth of
Gram positive bacteria S. aureus and S. mutans at concentration of 1,0-5,0% w/v,
while B. cereus at concentration 2,0-5,0% w/v. The Minimum Inhibitory
Concentration (MIC) of ethanol 70% extract against S. aureus and S. mutans
were 0,1% w/v, while against B. cereus were 2,0% w/v.
Keywords
: antimicrobial; broth dilution method; Curcuma xanthorrhiza
Roxb.; Gram positive bacteria; temulawak
xvi+ 47 pages
Bibliography
: 7 appendixs; 8 pictures; 4 tables
: 57 (1969 – 2010)
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul
: Deasywaty
: Biologi
: Identifikasi Komponen Aktif Antimikroba Rimpang
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Analisis fitokimia ekstrak etanol 70% menunjukkan bahwa temulawak
mengandung senyawa golongan alkaloid, kuinon, dan terpenoid. Analisis
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ekstrak etanol 70% menghasilkan 5 bercak, dari
hasil uji antimikroba didapatkan bercak ke-3 dengan nilai Rf 0,64 efektif
menghambat aktivitas Staphylococcus aureus ATCC 25923, Streptococcus
mutans Type F (MUI), dan Bacillus cereus ATCC 11778 dan termasuk golongan
senyawa terpenoid. Analisis dengan menggunakan spektofotometer UV-Vis dan
Infra Red memperlihatkan spot ke-3 berada pada absorban 275, 2 nm dengan
indikasi senyawa fenol, memiliki gugus fungsi -OH dengan panjang gelombang
3387,06 cm-1 dan C-O pada 1100,41 cm-1, dan hasil analisis GC-MS adalah
senyawa xantorizol dengan bobot molekul 218 g/mol.
Kata Kunci
: ekstraksi; Infra Red spektrofotometer; KLT; GC-MS,
temulawak; UV-Vis spektrofotometer
xvi+ 26 halaman
Daftar Acuan
: 9 gambar; 3 tabel
: 45 (1963 – 2011)
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
ABSTRACT
Name
Programme Study
Title
: Deasywaty
: Biology
: Identification of Antimicrobial Compounds From
Temulawak Rhizomes (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Phytochemical analysis of ethanol 70% extract of temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) consist of alkaloid, quinone, and terpenoids. Thin Layer
Chromatography (TLC) analysis showed five spots, the third spot contain
terpenoids and effective inhibited Staphylococcus aureus ATCC 25923,
Streptococcus mutans type F (MUI) and Bacillus cereus ATCC 11778. Analysis
by using UV-Vis and Infra Red spectrophotometry showed the spot contains
phenolic group at absorbance 275,2 nm and have functional groups OH in
3387,06 cm-1 and C-O in 1100,41 cm-1. Result of GC-MS indicated that
compound is xanthorrisol m/z 218.
Keywords
: extraction; IR-spectrofotometry; GC-MS; TLC; temulawak;
UV-Vis spectrofotometry
xvi + 26 pages
Bibliography
; 9 pictures; 3 tables
: 45 (1963 – 2011)
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Name : Deasywaty (0906573862)
Date
: July 2011
Tittle : Antimicrobial Activities and Identification Active Compounds of
Temulawak Rhizomes (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Thesis supervisor
: I. Dr. Wibowo Mangunwardoyo, M.Sc.
II. Dr. Tepy Usia, M.Phil
SUMMARY
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) commonly known as Javanese
turmeric, has been used traditionally for spices and medicinal purposes in SouthEast Asian countries (DepKes 1979; Shu 2000; Afifah 2005; BPOM 2005;
Siagian 2006). The rhizomes of temulawak have been reported contain
terpenoids, saponin, flavonoid, alkaloid, dan tannin (Afifah 2005; Siagian 2006;
Tarigan et al. 2008). The chemical analysis of temulawak rhizomes showed
contains of starch (48,18-59,64%), fiber (2,58-4, 83%), terpenoids (phelandren,
kamfer, tumerol, sineol, borneol, and xanthorrhizol) (1,48-1,63%), and
curcuminoid (curcumin dan desmetoxycurcumin) (1,6-2,2%) (Afifah 2005;
Siagian 2006).
This thesis consist of two papers, the first one entittled: Antimicrobial
activities of temulawak rhizomes (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) and the second
one entitled: Identification of antimicrobial compounds from temulawak rhizomes
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Extraction of active substances carried out by infusum, reflux and
maceration of aerial parts of temulawak by using water, ethanol 70%, and
dichlorometane as solvents. Antimicrobial activity of water, ethanol 70%, and
dichlorometane extracts were determined by broth dilution method for Gram
positive (Staphylococcus aureus ATCC 25923, Bacillus cereus ATCC 11778,
Streptococcus mutans Type F (MUI)), Gram negative (Escherichia coli ATCC
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Porphyromonas gingivalis ATCC
33277), and fungi (Candida albicans ATCC 10231).
The ethanol 70% extract of temulawak inhibited the growth of
Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans at concentration 1,0-5,0% w/v, and
Bacillus cereus at concentrations of 2,0-5,0% w/v, but not showed inhibition
against Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Porphyromonas gingivalis,
and Candida albicans. The minimum inhibitory concentration (MIC) value of
ethanol 70% extract against both S. aureus and S. mutans were 0,1% w/v, while
against B.cereus were 2,0% w/v.
Continued analysis of ethanol 70% extract by using Thin Layer
Chromatography (TLC) method on silica gel 60F254 plate with eluents n-hexane :
ethyl acetate (14:1) and compounds were identified by using phytochemical test
for alkaloids, flavonoids, quinone, tannin, and terpenoids, followed by using UVVis, Infra red spectrofotometry, and GC-MS analysis. The antimicrobial activities
of each spot in TLC were tested by using the broth dilution method.
Identification of compounds from the ethanol 70% extract showed the
extract contain alkaloid, quinone, and terpenoids. Continued analysis of ethanol
70% extract by using TLC resulted five spots, and the third spot with Rf 0,64
showed effective inhibition against S. aureus, S. mutans, and B.cereus. The third
spot recomfirmed as a terpenoid. UV-Vis spectrophotometry analysis showed
absorbance at 275,2 nm, Infra red showed compounds have functional groups
contain -OH in 3387, 06 cm-1 and C-O in 1100,41 cm-1. The analysis with GC-MS
showed the compound is xantorhorrhizol with molecul weigth m/z 218 .
xvii + 77 pp.; 7 appendixs; 17 plates; 7 tables
Bibl.: 69 (1963 – 2011)
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ……………………
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………….
KATA PENGANTAR ……………………………………………….
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH …
ABSTRAK ……………………………………………………………
SUMMARY …………………………………………………………..
DAFTAR ISI …………………………………………………………
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………
DAFTAR TABEL …………………………………………………….
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………
PENGANTAR PARIPURNA ………………………………………..
i
ii
iii
v
vi
vii
xi
xiii
xiv
xvi
xvii
1
MAKALAH I: UJI ANTIMIKROBA DARI RIMPANG TEMULAWAK
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
PENDAHULUAN ……………………………………………………. 4
Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………………………..
6
Bahan dan Cara kerja ………………………………………………... 6
HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………. 11
KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………. 28
DAFTAR ACUAN ……………………………………………………. 29
LAMPIRAN …………………………………………………………… 35
MAKALAH II: IDENTIFIKASI KOMPONEN AKTIF
ANTIMIKROBA RIMPANG TEMULAWAK
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
PENDAHULUAN ……………………………………………………..
Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………………………....
Bahan dan Cara kerja …………………………………………………
HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………...
KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………...
DAFTAR ACUAN ……………………………………………………..
42
44
44
51
63
64
DISKUSI PARIPURNA ……………………………………………….
RANGKUMAN KESIMPULAN DAN SARAN ……………………..
DAFTAR ACUAN ……………………………………………………..
68
73
75
DAFTAR GAMBAR
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Gambar
Halaman
1.2.1. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak
terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dalam medium
TSB………………………………………………………………..
14
1.2.2. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak
terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 pada media
selektif BPA …………………………………………………….
15
1.2.3. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak
terhadap Bacillus cereus ATCC 11778 dalam medium TSB ……. 20
1.2.4. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak
terhadap Bacillus cereus ATCC 11778 pada media selektif
MYPA…………………………………………………………….
20
1.3.1. Konsentrasi hambat minimum Staphylococcus aureus
ATCC 25923 + ekstrak etanol 70% dalam media cair TSB…….
25
1.3.2. Konsentrasi hambat minimum Streptococcus mutans Type F
(MUI) + ekstrak etanol 70% dalam media cair BHIB +
yeast ekstrak ……………………………………………………
26
1.3.3. Konsentrasi minimum ekstrak etanol 70% menghambat
Staphylococcus aureus pada media selektif BPA….. ……………
26
1.3.4. Konsentrasi minimum ekstrak etanol 70% menghambat
Streptococcus mutans Type F (MUI) pada media selektif GNA… 27
2.2.1. Kromatografi Lapis Tipis ekstrak etanol 70% temulawak
dengan larutan pengembang kloroform:metanol
{A.(9:1); B.( 8:2); C. (6:4)}………………………………………. 55
2.2.2. Kromatografi Lapis Tipis ekstrak etanol 70% temulawak
dengan larutan pengembang n-heksan:etil asetat
{A.( 9:1); B.( 8:2); C. (6:4); D. (14:1)}…………………………… 55
2.2.3. Hasil KLT dengan larutan pengembang n-heksan : etil asetat
(14:1)…..…………………………………………………… ……. 57
2.3.1. Aktivitas antimikroba hasil KLT terhadap Staphylococcus aureus
ATCC 25923 (A) pada medium TSB, Streptococcus mutans
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Type F(MUI) (B) pada medium BHIB + yeast ekstrak, dan
Bacillus cereus ATCC 11778 (C) pada medium TSB……………. 58
2.3.2. Aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus
ATCC 25923 pada medium BPA (A), Streptococcus mutans
Type F (B) pada medium GNA dan Bacillus cereusATCC
11778 pada medium MYPA (C). …………………………………
58
2.4.1. Profil kromatogram spektrofotometri UV-Vis…………………….
59
2.4.2. Profil spektrofotometri Infra Red…....……..……………………... 60
2.4.3. Spektrum massa ekstrak etanol 70% temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.)……………………………………. 61
2.4.4. Struktur kimia xantorizol………………………………………….. 62
DAFTAR TABEL
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Tabel
Halaman
1.1.1. Jumlah rendemen yang diperoleh pada ekstraksi 100 g serbuk
temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)………………………. 11
1.2.1. Aktivitas antimikroba ekstrak ekstrak akuades, etanol 70%,
dan diklorometan temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
pada bakteri Gram positif………….…………………………........ 17
1.2.2. Aktivitas antimikroba ekstrak akuades, etanol 70%,
dan diklorometan temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
pada bakteri Gram negatif dan fungi………….………………….. 22
1.3.1. Hasil penetapan Minimum Inhibitory Concentration (MIC)
ekstrak etanol 70% terhadap bakteri Staphylococcus aureus
ATCC 25923 dan Streptococcus mutans Type F (MUI)…………. 24
2.1.1. Hasil analisis fitokimia ekstrak etanol 70% temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.)…………………………………… 54
2.2.1. Hasil analisis KLT ekstrak etanol 70% temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dengan larutan pengembang
n-heksan: etil asetat (14:1)………………………………………... 56
2.4.1. Panjang gelombang Infra red ekstrak etanol 70% temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ………………………………….. 61
DAFTAR LAMPIRAN
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Lampiran
Halaman
1.1. Rimpang temulawak………………………………………………..... 35
1.2. Bagan kerja ekstraksi……………......……………………………..... 36
1.3. Pembuatan medium………………….……………………………...... 37
1.4. Aktivitas antimikroba pada Escherichia coli
ATCC 25922 + ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan)
pada medium TSB & media selektif EMBA ……………………….. 38
1.5. Aktivitas antimikroba pada Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
+ ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan) pada
medium TSB & media selektif CETA................................................. 39
1.6. Aktivitas antimikroba pada Porphyromonas gingivalis ATCC
33227 + ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan)
pada medium BB & media selektif Brucella agar…………………… 40
1.7. Aktivitas antimikroba pada Candida albicans ATCC 10231+ ekstrak
(akuades, etanol 70%, dan diklorometan) pada medium TSB
& media selektif PDA........................................................................... 41
PENGANTAR PARIPURNA
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati berupa flora
dan fauna yang menempati urutan ke dua di dunia dan memiliki potensi dalam
pengembangan obat tradisional berbasis tumbuhan. Diperkirakan dari 30.000
spesies tumbuhan asli Indonesia, 9.600 spesies diantaranya telah dimanfaat
sebagai obat, dan sebagian di antaranya telah digunakan sebagai obat tradisional
(Ahmad et al. 1992).
Penelusuran senyawa kimia bertujuan untuk membuktikan khasiat
tumbuhan, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah tumbuhan tersebut sebagai
obat infeksi. Penelusuran senyawa kimia dilakukan dengan mengisolasi bahan
aktif untuk mendapatkan bahan baku obat yang berasal dari tumbuhan dalam
bentuk fitofarmaka. Salah satu spesies tanaman Zingiberaceae yang berkhasiat
obat adalah temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) (Rukayadi 2006;
Rukayadi & Hwang 2006; Siagian 2006). Rimpang temulawak mengandung pati,
kurkuminoid dan minyak atsiri (Afifah 2005; Siagian 2006). Menurut Afifah
(2005) dan Bermawie et al. (2008), kurkuminoid temulawak terdiri atas kurkumin
dan desmetoksikurkumin. Minyak atsiri rimpang temulawak terdiri dari
phelandren, kamfer, tumerol, sineol, dan xantorizol (Afifah 2005; Siagian 2006).
Berdasarkan hasil analisis kimia, kandungan utama temulawak terdiri dari pati
(48,18-59,64%), serat (2,58-4,83%), minyak atsiri 1,48-1,63%) serta
kurkuminoid (1,6-2,2%) (Afifah 2005; Siagian 2006).
Khasiat rimpang temulawak diduga karena kandungan berbagai senyawa
kimia yang berkhasiat, di antaranya adalah kurkumin, minyak atsiri, saponin,
flavonoid, alkaloid dan tanin (DepKes 1979; Siagian 2006; Tarigan et al. 2008).
Rimpang temulawak telah dimanfaatkan untuk secara tradisional oleh masyarakat
Indonesia untuk mengobati sakit maag, diare, ambeien, batuk, asma dan sariawan
serta penambah nafsu makan (Afifah 2005; Siagian 2006; Bermawie et al. 2008).
BPOM (2005) menyatakan, temulawak memiliki tujuh khasiat yaitu untuk
memperbaiki nafsu makan, memperbaiki fungsi pencernaan, memelihara fungsi
hati, meredakan nyeri sendi dan tulang, menurunkan lemak darah dan antioksidan.
Temulawak dapat juga digunakan sebagai obat anti jerawat karena membantu
membersihkan wajah dari bakteri patogen sehingga dapat mengobati radang
jerawat (Afifah 2005; Siagian 2006; Bermawie et al. 2008).
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Beberapa mikroorganisme yang bersifat patogen terhadap manusia adalah
Escherichia coli menyebabkan infeksi usus, Pseudomonas aeruginosa,
Stapylococcus aureus, dan Candida albicans menyebabkan infeksi kulit (Pelczar
& Chan 1988; Jawetz 1996; Lorian 1996). Bakteri Streptococcus mutans dan
Porphyromonas gingivalis merupakan bakteri patogen penyebab infeksi rongga
mulut terutama gigi (Lorian 1996 ; Wallace et al. 2002).
Pengembangan obat tradisional di Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini
dapat dilihat dari nilai ekspor bahan mentah simplisia obat tradisional lebih tinggi
daripada nilai ekspor bahan jadi obat tradisional (Elfahmi et al. 2006). Saat ini
penggunaan obat tradisional banyak disosialisasikan dikarenakan mempunyai
efek samping relatif lebih kecil, harga yang dapat dijangkau masyarakat, efek
farmakologi yang dapat dipercepat dan diperkuat dengan cara purifikasi ekstrak
serta adanya data ilmiah yang lengkap. Sejalan dengan program pemerintah untuk
meningkatkan penggunaan obat tradisional menjadi sediaan obat fitofarmaka dan
untuk tujuan pembakuan bahan alam dan sediaan fitofarmaka, maka perlu
dilakukan penelitian terhadap ekstrak rimpang temulawak sebagai antimikroba
dan identifikasi komponen aktif yang dikandung oleh rimpang temulawak
tersebut.
Hasil penelitian tentang ekstraksi dan identifikasi senyawa antimikroba
rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ditampilkan dalam dua
makalah.
Makalah I dengan judul : Aktivitas antimikroba rimpang temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.), bertujuan untuk mengetahui aktivitas antimikroba
rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dari beberapa jenis ekstrak
dengan pelarut akuades, etanol 70%, dan diklorometan terhadap beberapa jenis
bakteri Gram positif, Gram negatif dan fungi, serta mengetahui konsentrasi
minimum dari ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba.
Makalah II dengan judul : Identifikasi komponen aktif antimikroba
rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), bertujuan mengidentifikasi
golongan senyawa dalam ekstrak etanol 70% rimpang temulawak yang
mempunyai aktivitas antimikroba menggunakan metode kromatografi lapis tipis
(KLT), spektrofotometri UV-Vis dan Infra Red, serta GC-MS.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
MAKALAH I
AKTIVITAS ANTIMIKROBA RIMPANG TEMULAWAK
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Deasywaty
Email: [email protected]
ABSTRACT
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) is one of popular medicinal
plant in Indonesia, has been used as spices and medicinal purposes in South-East
Asian countries. Antimicrobial activity of temulawak was tested toward
Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853,
Porphyromonas gingivalis ATCC 33277, Staphylococcus aureus ATCC 25923,
Bacillus cereus ATCC 11778, Streptococcus mutans Type F (MUI), and Candida
albicans ATCC 10231. Antimicrobial assay was carried out by using broth
dilution method. The ethanol 70% extract of temulawak inhibited the growth of
Gram positive bacteria S. aureus and S. mutans at concentration of 1,0-5,0% w/v,
while B. cereus at concentration 2,0-5,0% w/v. The Minimum Inhibitory
Concentration (MIC) of ethanol 70% extract against S. aureus and S. mutans
were 0,1% w/v, while against B. cereus were 2,0% w/v.
Keywords
: antimicrobial; broth dilution method; Curcuma xanthorrhiza
Roxb.; Gram positive bacteria; temulawak.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati berupa flora
dan fauna yang menempati urutan ke dua di dunia dan memiliki potensi yang
sangat besar dalam pengembangan obat tradisional berbasis tumbuhan.
Diperkirakan bahwa dari 40.000 spesies tumbuhan yang hidup di dunia, 30.000
spesies diantaranya tumbuh di Indonesia, dan sebanyak 9.600 jenis merupakan
tumbuhan berkhasiat obat (Achmad et al. 1992). Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) (2005) melaporkan, telah terdaftar sebanyak 283 jenis
simplisia tumbuhan obat yang digunakan dalam Industri Obat Tradisional (IOT)
dan Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) sebagai bahan baku dengan total
serapan sebanyak 1.841.802 ton/tahun. Menurut Elfahmi et al. (2008), industri
jamu Indonesia pada tahun 2000 berhasil menjual produk jamu dengan total
pendapatan US $ 150 juta, sedangkan nilai ekspor tanaman obat di pasar
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
internasional diantaranya Amomum cardamomum, Cinnamomum burmani dan
Piper sp. adalah US $ 126,8 juta. Nilai pasar obat tradisional Indonesia dari tahun
ke tahun memiliki kecenderungan terus meningkat.
Temulawak dengan nama Latin Curcuma xanthorrhiza Roxb., merupakan
tanaman obat yang dimanfaatkan secara turun temurun oleh nenek moyang bangsa
Indonesia (DepKes 1979; Shu 2000; Afifah 2005; BPOM 2005; Siagian 2006).
Secara tradisional hampir seluruh daerah di Indonesia memanfaatkan rimpang
temulawak sebagai penambah nafsu makan, penyembuh sakit maag, obat diare,
obat ambeien, obat batuk, obat asma, dan obat sariawan. Wanita Indonesia juga
memanfaatkan temulawak untuk memperbanyak air susu ibu (ASI), mengobati
gangguan saat nifas dan menstruasi (Afifah 2005; Siagian 2006; Bermawie et al.
2008), serta membantu membersihkan wajah dari bakteri patogen penyebab
jerawat (Soebagio et al. 2006). BPOM (2005) menyatakan bahwa temulawak
memiliki tujuh khasiat yaitu untuk memperbaiki nafsu makan, memperbaiki
fungsi pencernaan, memelihara kesehatan fungsi hati, mengurangi nyeri sendi dan
tulang, menurunkan lemak darah, sebagai antioksidan untuk memelihara
kesehatan dan membantu menghambat penggumpalan darah. Selain di Indonesia,
temulawak juga digunakan di beberapa negara seperti Singapura, Perak (Malaya),
dan Belanda. Di Singapura, temulawak disebut “Ubat jamu” dimanfaatkan untuk
penyakit pada saluran pencernaan. Di Perak (Malaya), air perasan temulawak
digunakan untuk penyakit rematik, dyspepsia amenorhe atau gangguan haid, dan
sebagai obat penguat setelah melahirkan sedangkan masyarakat di Belanda
memanfaatkan temulawak untuk penyembuh penyakit hati dan batu empedu
(Duke et al. 2003).
Bagian temulawak yang paling banyak dimanfaatkan sebagai obat adalah
rimpangnya. Rimpang temulawak mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoid,
alkaloid, dan tannin (Afifah 2005; Siagian 2006; Tarigan et al. 2008) dan
berdasarkan hasil analisis kimia, kandungan utama temulawak terdiri dari pati
(48,18-59,64%), serat (2,58-4,83%), minyak atsiri (phelandren, kamfer, tumerol,
sineol, borneol, dan xantorizol) (1,48-1,63%) serta kurkuminoid (kurkumin dan
desmetoksikurkumin) (1,6-2,2%) (Afifah 2005; Siagian 2006).
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Penelitian tentang kandungan senyawa kimia dan manfaat temulawak telah
dilakukan, di antaranya adalah: ekstrak temulawak dengan pelarut etanol 96%
juga dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Staphylococcus
epidermidis penyebab jerawat (Soebagio et al. 2006). Isolasi xantorizol dari
ekstrak metanol temulawak dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans ( Rukayadi 2006; Rukayadi & Hwang 2006)
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antimikroba
rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dari beberapa jenis ekstrak
dengan pelarut akuades, etanol 70%, dan diklorometan terhadap beberapa jenis
bakteri Gram positif, Gram negatif dan fungi, serta mengetahui konsentrasi
minimum dari ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba, sehingga
temulawak dapat dikembangkan sebagai sediaan antimikroba untuk obat
tradisional di Indonesia.
METODOLOGI
Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pusat Pengujian Obat
dan Makanan Nasional (PPOMN), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),
Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat, pada bulan Juli 2010 –Maret 2011.
Bahan dan Cara kerja
Bahan tanaman
Sampel berupa simplisia kering rimpang temulawak yang diperoleh dari
PT Vitaher, Semarang. Tanaman temulawak ditanam pada ketinggian 75-100 m
(dpl) dan dipanen 10 bulan setelah tanam. Pengeringan simplisia temulawak
menggunakan oven dengan suhu awal 50-55º C selama 7 jam (Lampiran 1.1).
Bahan kimia
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Pelarut dan pereaksi yang digunakan adalah kualitas analitik: etanol dan
diklorometan (Merck).
Media
Media yang digunakan untuk menumbuhkan dan memelihara mikroba
adalah Potato Dextrose Agar (PDA) (Oxoid), Eosin Methylen Blue Agar
(EMBA) (Merck), Cetrimide Agar (CETA) (Merck), Baird Parker Agar (BPA)
(Merck), Tryptic Soy Agar (TSA) (Difco), Tryptic Soy Broth (TSB) (Difco), Brain
Heart Infusion Broth (BHIB) (Difco), Brucella Broth (BB) (Difco), Manitol Egg
Yolk Polymixin Agar (MYPA) (Merck), Pepton (Merck), Agar (Bacto), Beef
extract (Difco), Yeast extract (Oxoid), Egg Yolk (Difco), dan darah kambing.
Mikroba uji
Mikroba uji yang digunakan terbagi atas bakteri Gram positif yang terdiri
dari Staphylococus aureus ATCC 25923, Bacillus cereus ATCC 11778, anaerob
Streptococcus mutans type F (MUI). Bakteri Gram negatif terdiri dari
Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, dan
anaerob Porphyromonas gingivalis ATCC 33277 serta fungi Candida albicans
ATCC 10231. Mikroba diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi, PPOMN,
Badan POM dan Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Gigi,
Universitas Indonesia.
Alat
Alat-alat yang digunakan adalah mortar, seperangkat alat refluks, vacuum
evaporator (Buchi), timbangan analisis (Shimadzu), laminar air flow (Lab
Conco), inkubator (Memmert), autoklaf (Holten), hot Plate (Thermoline), vortex
(Scientific), shaker (N-Biotec), anaerobic jar (Merck), mikro pipet 1-10 µl dan
100 - 1000 µl (Eppendorf), dan piranti gelas yang digunakan di laboratorium
kimia dan mikrobiologi.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Cara kerja
Ekstraksi
Rimpang temulawak dalam bentuk simplisia dihaluskan sampai berbentuk
serbuk. Sebanyak 100 g serbuk dimasukkan dalam labu ukur 1000 ml kemudian
ditambahkan akuades sampai seluruh serbuk terendam (500 ml), kemudian
dididihkan selama 20 menit (Wiyono 2003) dan disaring menggunakan glass
wool. Ekstrak kental akuades diperoleh dengan cara penguapan pada penangas
air. Residu penyaringan direfluks dengan etanol 70% selama 1 jam dan disaring
menggunakan glass wool. Etanol yang terdapat pada filtrat dihilangkan dengan
cara diuapkan menggunakan evaporator vakum (vacuum evaporator) pada suhu
40º C, sehingga diperoleh ekstrak kental etanol 70%. Residu etanol diekstraksi
kembali menggunakan diklorometan secara maserasi dengan pengadukan
menggunakan shaker kecepatan 120 rpm selama 24 jam dan disaring dengan glass
wool. Ekstrak diklorometan diuapkan menggunakan evaporator vakum (vacuum
evaporator) pada suhu 40º C sehingga diperoleh ekstrak kental diklorometan .
Rendemen yang diperoleh ditimbang dan dicatat (Harborne 1996; Kusmiyati &
Agustin 2006; Rita 2010). Prosedur ekstraksi secara umum dapat dilihat pada
skema kerja (Lampiran 1.2).
Pembuatan medium
Pembuatan medium Potato Dextrose Agar (PDA), Eosin Metylen Blue
Agar (EMBA), Cetrimide Agar (CETA), Baird Parker Agar (BPA), Tryptic Soy
Agar (TSA), Tryptic Soy Broth (TSB), Brain Heart Infusion Broth (BHIB),
Brucella Broth (BB), Manitol Egg Yolk Polymixin Agar (MYPA) berdasarkan
petunjuk pada kemasan. Cara pembuatan medium yang tidak sesuai petunjuk
kemasan dapat dilihat pada Lampiran 1.3.
Pembuatan inokulum
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Pembuatan inokulum ditentukan menggunakan perbandingan kekeruhan
Mc Farland 0,5. Inokulum dibuat dengan menambahkan biakan fungi
(Candida albicans) berumur 24 jam, biakan bakteri Gram positif (Staphylococcus
aureus, Bacillus cereus dan Streptococcus mutans), dan bakteri Gram negatif
(Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, dan Porphyromonas gingivalis) yang
berumur 18-24 jam kedalam 3 ml larutan NaCl (0,85%). Kemudian suspensi
dibandingkan dengan kekeruhan larutan Mc Farland 0,5 (Thrupp 1980; Rosenblatt
1980).
Pembuatan larutan ekstrak uji
Masing-masing ekstrak kental rimpang temulawak ditimbang dan
dilarutkan dalam akuades, hingga diperoleh konsentrasi 50%, 40%, 30%, 20% dan
10% (b/v). Pelarutan ekstrak dilakukan dengan bantuan ultrasonik selama 30
menit.
Pengujian antifungi dengan menggunakan Broth Dilution method
Pengujian antifungi menggunakan broth dilution method untuk melihat
adanya aktivitas antifungi dari ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan.
Ekstrak yang telah dilarutkan dengan akuades (konsentrasi 50%, 40%, 30%, 20%
dan 10% (b/v)), dimasukkan sebanyak 200 µl kedalam tabung yang berisi media
TSB. Tabung yang berisi campuran media TSB dan ekstrak, diinokulasikan
inokulum fungi Candida albicans dengan kekeruhan Mc Farland 0,5 sebanyak
200 µl dengan volume akhir tabung 2 ml. Tabung diinkubasikan pada suhu 2225º C selama 18-24 jam, kemudian setiap tabung yang telah diinkubasi digoreskan
pada media agar PDA, dan diinkubasikan kembali pada suhu 22-25º C selama 24
jam (Chitwood 1969; Rosenblatt 1980; Jawetz et al.1996; MacKane & Kandel
1996).
Pengujian antibakteri dengan menggunakan Broth Dilution Method
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Pengujian dilakukan untuk melihat aktivitas antibakteri dari ekstrak
akuades, etanol 70%, dan diklorometan. Ekstrak yang telah dilarutkan
menggunakan akuades (konsentrasi 50%, 40%, 30%, 20% dan 10% (b/v)),
kemudian ditambahkan 200 µl pada media yang sesuai untuk pertumbuhan
masing-masing bakteri. Untuk pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus,
Bacillus cereus, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli ekstrak
dilarutkan dalam tabung yang berisi TSB, sedangkan untuk pertumbuhan bakteri
Porphyromonas gingivalis menggunakan media Brucella Broth dan
Streptococcus mutans menggunakan media BHIB + yeast ekstrak. Setiap tabung
yang berisi campuran medium dan ekstrak dengan berbagai konsentrasi
diinokulasikan suspensi bakteri sebanyak 200 µl dengan kekeruhan Mc Farland
0,5, kemudian tabung yang berisi ekstrak + media + inokulum diinkubasi pada
suhu 35-37º C selama 18-24 jam, bakteri anaerob diinkubasi menggunakan
anaerobic jar. Selanjutnya, hasil pengenceran tabung digoreskan ke media agar
BPA untuk bakteri Staphylococcus aureus, MYPA untuk bakteri Bacillus cereus,
CETA untuk Pseudomonas aeruginosa, EMBA untuk Escherichia coli (Chitwood
1969; Rosenblatt 1980; Jawetz et al. 1996; MacKane & Kandel 1996; Lalitha
2004). Untuk bakteri Porphyromonas gingivalis menggunakan Brucella agar
darah ( Pane & Sugiarto 1987), dan GNA untuk bakteri Streptococcus mutans
(Pratiwi 2005) kemudian diinkubasi kembali pada suhu 35-37o C selama18- 24
jam, untuk bakteri anaerob diinkubasi menggunakan anaerobic jar.
Penetapan Minimum Inhibitory Concentration (MIC)
Setelah diketahui bahwa ekstrak etanol 70% yang mempunyai daya
hambat lebih kuat selanjutnya dilakukan penetapan kemampuan hambat
minimum. Penetapan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) adalah untuk
mengetahui konsentrasi terendah yang memberikan aktivitas antibakteri terhadap
bakteri uji dengan menggunakan metode broth dilution method. Ekstrak
diencerkan sampai diperoleh konsentrasi 0,025%; 0,05%; 0,10%; 0,25%; 0,50%
dan 0,75%., kemudian dilakukan pengujian terhadap bakteri Staphylococcus
aureus dan Streptococcus mutans. Pengujian diulang sampai tiga kali (Chitwood
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
1969; Thrupp 1980; Rosenblatt 1980; McKane & Kandel 1996; Lalitha 2004;
Zaenab et al. 2004; Oladunmoye 2006).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Ekstraksi Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Hasil ekstraksi 100 g rimpang temulawak dengan pelarut akuades
menghasilkan 63, 54 g (63,54 %), ekstraksi dengan etanol 70% menghasilkan
rendemen 13,33 g (13,33%), dan ekstraksi dengan diklorometan menghasilkan
rendemen 3,01 g (3,01%) (Tabel 1.1.1). Karakteristik rendemen yang dihasilkan
adalah kental dengan warna kuning kecoklatan untuk ekstrak akuades, ekstrak
kental bewarna coklat untuk ekstrak etanol 70%, dan ekstrak kental bewarna
kuning kecoklatan untuk ekstrak diklorometan.
Tabel 1.1.1. Jumlah rendemen yang diperoleh pada ekstraksi 100 g serbuk
temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Jenis pelarut
Akuades
Berat rendemen
(g)
63, 54 g
Karakteristik rendemen
Kuning kecoklatan, kental
Etanol 70%
13,33 g
Coklat, kental
Diklorometan
3,01 g
Coklat kekuningan, kental
Perbedaan rendemen hasil ekstraksi diduga disebabkan karena adanya
perbedaan kandungan senyawa yang terlarut dalam akuades, etanol 70%, dan
diklorometan. Menurut Harborne (1996), ekstraksi adalah proses penyarian
kandungan kimia yang terdapat dalam bahan tanaman dengan menggunakan
pelarut tertentu. Pemilihan pelarut merupakan faktor yang menentukan dalam
suatu proses ekstraksi karena jenis dan jumlah senyawa yang tersarikan akan
tergantung dari sifat senyawa kimia penyari.
Proses ekstraksi senyawa antimikroba dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu aquous phase dan organic phase. Ekstraksi dengan aquous phase
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
menggunakan pelarut air, sedangkan organic phase menggunakan pelarut organik,
dengan prinsip kelarutan bahwa pelarut polar akan melarutkan senyawa polar
sedangkan pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar (Harborne
1996).
Adapun yang menjadi kriteria pemilihan akuades dan etanol 70% untuk
digunakan dalam ekstraksi adalah karena kedua pelarut tersebut lebih aman
dikonsumsi (relatif tidak beracun) dan umumnya digunakan dalam berbagai
industri obat tradisional (Saifudin et al. 2011). Sedangkan untuk melihat aktivitas
dari senyawa-senyawa semi polar atau non polar dari temulawak, digunakan
pelarut diklorometan yang relatif lebih aman dibandingkan pelarut non polar
lainnya seperti kloroform ataupun eter. Hal yang perlu diperhatikan adalah harga
yang murah, sifat pelarut, kemampuan mengekstraksi dan tidak beracun (Pelczar
& Chan 1988; Harborne 1996).
Rendemen akuades diduga menghasilkan pati dan senyawa fenol, karena
akuades adalah pelarut polar yang dapat melarutkan pati dan senyawa fenol
(Harborne 1996). Indrawati (2009) dan Hidayathulla et al. (2011) menyatakan
bahwa ekstrak akuades mempunyai kandungan senyawa metabolit sekunder yaitu
alkaloid, saponin, dan kuinon. Pati merupakan komponen utama dari temulawak
dengan jumlah antara 48,18-59,64% (Afifah 2005; Siagian 2006). Direktorat
Aneka Tanaman (2000) (lihat Asriani 2010) menyatakan jumlah pati yang tinggi
pada temulawak juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat tumbuh, temulawak
yang ditanam pada ketinggian dibawah 240 m (dpl) akan menghasilkan jumlah
pati yang tinggi.
Selain ketinggian tempat tumbuh, proses pengeringan rimpang juga
berpengaruh terhadap kandungan bahan aktif. Menurut Hernani & Nurdjanah
(2009), proses pengeringan simplisia juga mempengaruhi bahan aktif, warna,
kontaminan mikroba, dan kadar metabolit sekunder yang dikandung tanaman,
pada pengeringan dengan suhu 60º C tidak terjadi kehilangan minyak atsiri
sampai kadar air mencapai 10%. Pengeringan dilakukan juga untuk mendapatkan
warna simplisia yang baik dengan menggunakan alat pengering yang dibuat
sedemikian rupa dengan mengatur suhu dan aliran udara dengan suhu awal
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
50-55º C selama lebih kurang 7 jam (Depkes 1979; Siagian 2006) atau dengan
menggunakan pengeringan ban berjalan (conveyor) (Hernani & Nurjanah 2009).
Ekstraksi dengan pelarut etanol 70% dilakukan karena etanol 70%
merupakan pelarut serbaguna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan dan bersifat
universal (Harborne 1996), sehingga dapat menarik senyawa-senyawa polar yang
terkandung di dalam rimpang temulawak terutama alkaloid (Sastrohamidjoyo
1995; Omajosola & Awe 2004; Tarigan et al. 2008; ), kuinon, dan terpenoid
(Harborne 1996) sampai senyawa non polar ( Saifudin et al. 2011). Komponen
lain yang dihasilkan dari ektraksi menggunakan etanol adalah senyawa fenol dan
kurkuminoid (Harborne 1996; Hertiani et al. 2003; Omajosola & Awe 2004;
Elfahmi et al. 2008; Hidayathulla et al. 2011). Ekstraksi rimpang temulawak
dengan diklorometan menghasilkan jumlah rendemen paling kecil dibandingkan
ekstraksi dengan akuades dan etanol 70%, karena pelarut diklorometan
merupakan pelarut semi polar sehingga ekstraksi hanya dapat menarik senyawa
semi polar sampai non polar, misalnya beberapa golongan flavonoid (Harborne
1996; Fitrial et al. 2008), triterpenoid (Fitrial et al. 2008; Sukadana et al. 2008;
Hidayathulla et al. 2011), alkaloid (Fitrial et al. 2008) dan saponin (Hidayathulla
et al. 2011).
Hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut dengan tingkat kepolaran
yang berbeda yaitu akuades, etanol 70%, dan diklorometan memperlihatkan
bahwa ketiga ekstrak menghasilkan senyawa yang sama yaitu terpenoid, fenol,
dan alkaloid. Menurut Hidayathulla et al. (2011), ekstraksi akuades, methanol,
etil asetat, dan n- heksan juga menghasilkan senyawa terpenoid, fenol, dan
alkaloid karena tingkat kepolaran pelarut yang digunakan sama, yaitu dari pelarut
polar sampai semi polar atau non polar.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
2.
Aktivitas antimikroba ekstrak rimpang temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.)
Pengujian aktivitas antimikroba ekstrak rimpang temulawak dilakukan
dengan menggunakan broth dilution method. Ekstrak temulawak dalam media
pengkaya dengan konsentrasi 1,0%; 2,0%; 3,0%; 4,0%; dan 5,0% , kemudian
ditambahkan mikroba uji Gram positif (Staphylococcus aureus ATCC 25923,
Bacillus cereus ATCC 11778, Streptococcus mutans Type F (MUI)), Gram
negatif (Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853,
Porphyromonas gingivalis ATCC 33277), dan fungi (Candida albicans ATCC
10231). Hasil pengujian menggunakan broth dilution method dengan tingkat
konsentrasi yang berbeda tidak dapat memperlihatkan kekeruhan larutan, hal ini
karena ekstrak rimpang temulawak menjadikan larutan uji bewarna kuning dan
keruh, dan menyebabkan hasil pengamatan terhadap pertumbuhan mikroba uji
menjadi bias karena pertumbuhan mikroba uji tidak dapat diamati berdasarkan
kekeruhan media (Gambar 1.2.1) .
1
Gambar 1.2.1. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak
terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dalam medium
TSB.
Keterangan: (1) ektrak etanol 70% {5,0%}, (2) {4,0%},
(3) {3,0%}, (4) {2,0%}, (5) {1,0%},
(K+) media TSB + S. aureus, (K-) media TSB
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Metode dilution broth juga merupakan metode pendekatan kuantitatif dengan
perhitungan jumlah antimikroba yang dibutuhkan untuk mendapatkan konsentrasi
hambat minimum mikroba uji (Pelczar & Chan 1988; Jawetz et al. 1996). Prinsip
kerja metode ini adalah melihat adanya pertumbuhan inokulum mikroba uji di
dalam beberapa konsentrasi zat antimikroba yang dimasukkan kedalam tabung
berisi medium pengkaya yang berfungsi untuk membantu pertumbuhan, setelah
diinkubasi kemudian diamati konsentrasi zat antimikroba yang menghambat
pertumbuhan (Rosenblatt 1980; Jawetz et al. 1996). Hal lain yang mendasari
pemilihan metode dilution broth dalam penelitian ini adalah karena beberapa
mikroba uji yang digunakan merupakan bakteri yang bersifat anaerob yaitu S.
mutans dan P. gingivalis. Menurut Zaenab et al. (2004), metode broth dilution
baik dilakukan untuk bakteri anaerob.
Penghambatan pertumbuhan koloni mikroba uji dapat dilihat dengan
melakukan konfirmasi menggunakan media plate selektif yang sesuai dengan
pertumbuhan masing-masing mikroba (Gambar 1.2.2).
5,0%
K+
4,0%
1,0%
3,0%
2,0%
Gambar. 1.2.2. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak
terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 pada media selektif
BPA
Keterangan: (K+) = Staphylococcus aureus ATCC 25923 tanpa
ekstrak temulawak
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Tabel 1.2.1. Aktivitas antimikroba ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan
temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada bakteri Gram positif
Daya hambat
Mikroba uji
Staphylococcus aureus
ATCC 25923
Bacillus cereus
ATCC11778
Streptococcus mutans
Type F (MUI)
Konsentrasi
% (b/v)
Ekstrak
akuades
Ekstrak
Etanol 70%
Ekstrak
diklorometan
5,0
+
+
+
4,0
+
+
+
3,0
+
+
+
2,0
+
+
+
1,0
+
+
+
5,0
-
+
-
4,0
-
+
-
3,0
-
+
-
2,0
-
+
-
1,0
-
-
-
5,0
+
+
+
4,0
+
+
+
3,0
+
+
+
2,0
+
+
+
1,0
+
+
+
Keterangan:
+ : ekstrak temulawak mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji
- : ekstrak temulawak tidak mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji
Uji penghambatan antimikroba oleh ekstrak akuades, etanol 70%, dan
diklorometan menunjukkan bahwa ketiga ekstrak mempunyai kemampuan yang
sama dalam penghambatan bakteri uji Gram positif yaitu S. aureus dan S. mutans
yaitu 1,0-5,0% b/v, kecuali pada bakteri B. cereus, ekstrak etanol 70% memiliki
kemampuan yang lebih baik dengan penghambatan pada konsentrasi 2,0-5,0%
b/v. Kemampuan dari ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan untuk
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
menghambat pertumbuhan mikroba berkaitan dengan kandungan senyawa kimia
yang terdapat di dalam ekstrak. Senyawa fenol yang dikandung ketiga ekstrak
diduga berperan dalam penghambatan pertumbuhan mikroba. Turunan senyawa
fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorbsi yang melibatkan
ikatan hidrogen dan dapat merubah permeabilitas membran sel (Siswandono &
Soekardjo 1995; Parwata & Dewi 2008). Penetrasi fenol dengan kadar yang
tinggi ke dalam sel dapat menyebabkan koagulasi protein dan lisis pada membran
sel (Hertiani et al. 2003; Parwata & Dewi 2008). Mekanisme penghambatan
senyawa fenol adalah melalui pembentukan ikatan hidrogen antara gugus
hidroksil pada senyawa fenol dengan protein membran sel, yang menyebabkan
gangguan terhadap permeabilitas membran, sehingga komponen sel yang esensial
keluar dari dalam sel dan menyebabkan kematian bakteri (Sastrohamidjojo 1995;
Hertiani et al. 2003; Elfahmi et al. 2006; Al Rubiay et al. 2008). Sementara itu,
senyawa fenol dengan konsentrasi rendah dapat membentuk ikatan protein-fenol
dengan ikatan lemah dan mudah terurai dan apabila terjadi penetrasi fenol ke
dalam sel dapat menyebabkan koagulasi protein dan lisis pada membran sel.
Dampak yang ditimbulkan adalah terjadi gangguan pada sistem transpor nutrisi
(Volk & Wheeler 1988; Hertiani et al. 2003; Parwata & Dewi 2008). Membran
sel tersusun dari protein dan lemak sangat rentan terhadap zat kimia yang
menurunkan tegangan permukaan membran sel sehingga mengakibatkan kematian
sel (Volk & Wheeler 1988).
Senyawa antibakteri diduga dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram
positif dengan menembus dinding sel, dinding sel bakteri Gram positif memiliki
susunan yang sederhana terdiri dari 60-100% peptidoglikan, yang terbuat dari
N-asetil glukosamin dan asam N-asetil muramat. Beberapa bakteri Gram positif
juga mengandung asam teikoat dan asam teikoronat yang terkait pada asam
muramat dari lapisan peptidoglikan. Kandungan lipid pada bakteri Gram positif
adalah 2-4% (Hugo & Russell 1981; Volk & Wheeler 1988; Brock et al. 1994).
Penyusun dinding sel yang sederhana dan tidak adanya selaput luar menyebabkan
senyawa antibakteri dapat menembus dinding sel dan menganggu proses
biosintesis dinding sel (Lambert et al. 2001; Soebagio et al. 2006; Ajizah et al.
2007; Hidayathulla et al. 2011). Pelczar & Chan (1988) dan Jawetz et al. (1996)
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
menyatakan bahwa zat antimikroba mempengaruhi pertumbuhan bakteri dengan
cara merusak dinding sel, merubah permeabilitas sel, menghambat kerja enzim
dan sintesis asam nukleat. Aktivitas zat antimikroba juga dapat dilakukan dengan
menghambat kerja enzim yaitu dengan menganggu aktivitas dari protein sel.
Senyawa fenol diduga mampu menghalangi fungsi protein dalam mengkatalisis
enzim untuk melakukan metabolisme sel (Volk & Wheeler 1988).
Penghambatan pada bakteri Bacillus cereus oleh ekstrak etanol 70% pada
konsentrasi 2,0-5,0% diduga karena kandungan senyawa pada ekstrak etanol 70%
mampu menembus dinding sel (Gambar 1.2.3 dan 1.2.4). Ekstrak etanol 70%
memiliki aktifitas antimikroba yang lebih baik dibanding ekstrak akuades
(Chattopadhyay et al. 2004; Omajosola & Awe 2004; Voravuthikunchai et al.
2006). Ekstrak etanol memiliki kemampuan antimikroba yang baik terhadap
bakteri Gram positif (Sarac & Ugur 2007; Jagessar & Gomez 2008; Kresnawaty
& Zainuddin 2009; Rita 2010; Hidayathulla et al. 2011). Pattaratanawadee (2006)
melaporkan bahwa ekstrak etanol jahe dan kunyit dari famili Zingiberaceae
mampu menghambat pertumbuhan B.cereus pada konsentrasi 0,4% dan 1% v/v.
Penelitian Mustaffa et al. (2011), melaporkan bahwa ektrak metanol
Cinnamomum iners yang mengandung senyawa aktif xantorizol menghambat
pertumbuhan bakteri B.cereus pada konsentrasi 12,5 mg/ml sementara itu
Nohynek et al. (2006), juga melaporkan bahwa ekstrak berry dapat menurunkan
pertumbuhan B. cereus.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
1
2
2
3
5
4
3
4
5
K+
K+
KK-
Gambar I.2.3. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak
terhadap Bacillus cereus ATCC 11778 dalam medium TSB.
Keterangan: (1). Ekstrak etanol 70% {5,0%}, (2) {4,0%},
(3) {3,0%}, (4) {2,0%}, (5) {1,0%}, (K+) TSB +
Bacillus cereus, (K-) media TSB
5,0%
K+
1,0%
4,0%
3,0%
2,0%
Gambar. 1.2.4. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak
terhadap Bacillus cereus ATCC 11778 pada media selektif MYPA
Keterangan: (K+) = Bacillus cereus ATCC 11778 tanpa ekstrak
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan tidak dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Gram negatif Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,
Porphyromonas gingivalis, dan fungi Candida albicans (Tabel 1.2.2; Lampiran
1.4, 1.5, 1.6, dan 1.7).
Tabel 1.2.2. Aktivitas antimikroba ekstrak akuades, etanol 70%, dan
diklorometan temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada
bakteri Gram negatif dan fungi
Daya hambat
Mikroba uji
Konsentrasi
Ekstrak
Ekstrak
Ekstrak
akuades
Etanol 70%
diklorometan
5,0
-
-
-
Escherichia coli
4,0
-
-
-
ATCC 25922
3,0
-
-
-
2,0
-
-
-
1,0
-
-
-
5,0
-
-
-
Pseudomonas aeruginosa
4,0
-
-
-
ATCC 27853
3,0
-
-
-
2,0
-
-
-
1,0
-
-
-
5,0
-
-
-
Porphyromonas gingivalis
4,0
-
-
-
ATCC 33277
3,0
-
-
-
2,0
-
-
-
1,0
-
-
-
5,0
-
-
-
Candida albicans
4,0
-
-
-
ATCC 10231
3,0
-
-
-
2,0
-
-
-
1,0
-
-
-
% (b/v)
Keterangan:
( - ) : ekstrak temulawak tidak mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan tidak mampu menghambat
pertumbuhan bakteri E. coli, P. aeruginosa, P. gingivalis, hal ini diduga karena
konsentrasi ekstrak tidak mampu menembus dinding sel bakteri Gram negatif dan
fungi. Dinding sel bakteri Gram negatif memiliki susunan kimia yang lebih
komplek dibandingkan bakteri Gram positif. Selain peptidoglikan, bakteri Gram
negatif mempunyai lapisan luar dinding sel yang terdiri dari lipopolisakarida,
lipoprotein, dan periplasma yang terikat pada peptidoglikan (Hugo & Russell
1981; Volk & Wheeler 1988; Brock et al. 1994; Hamouda & Baker 2000;
Nohynek 2006; Hidayathulla et al. 2011). Lipopolisakarida merupakan lapisan
luar berfungsi sebagai pertahanan sel bekerja sama dengan peptidoglikan dan
melakukan seleksi terhadap zat-zat asing. Lipoprotein mengandung molekul
protein yang disebut porin yang bersifat hidrofilik. Kemungkinan adanya porin
pada membran luar bakteri Gram negatif menyebabkan ekstrak sulit menembus
dinding sel bakteri karena bersifat hidropobik (Brock et al. 1994; Nohynek 2006;
Hidayathulla et al. 2011).
Menurut Hamouda & Baker (2000), dinding sel bakteri Gram negatif
memiliki kandungan lipid yang tinggi, hal ini menyebabkan bakteri Gram negatif
relatif resisten terhadap senyawa kimia, dan bersifat impermeable dengan
melakukan difusi yang terbatas. Hertiani et al. (2003) menyatakan bakteri Gram
negatif memiliki komposisi dinding sel yang lebih komplek dan bersifat non polar
sehingga ketiga ekstrak temulawak yang merupakan senyawa polar sampai semi
polar lebih sulit menembus dinding sel bakteri. Hal ini juga dilaporkan oleh
Kusmiyati & Agustini (2006), Oboh et al. (2007), dan Hidayathulla et al. (2011)
yang menyatakan bahwa bakteri Gram negatif lebih tahan terhadap senyawa
antimikroba dibanding dengan bakteri Gram positif.
Uji aktivitas antimikroba ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan
rimpang temulawak terhadap fungi Candida albicans menunjukkan hasil bahwa
ketiga ekstrak tidak mampu menghambat pertumbuhan C. albicans. Oboh et al.
(2007) melaporkan bahwa ekstrak etanol 90% Sida acuta Burm. juga tidak
mampu menghambat pertumbuhan C.albicans. Nohynek et al. (2006),
melaporkan bahwa ekstrak berry dalam pelarut aceton-air (70:30) tidak dapat
menghambat pertumbuhan C. albicans. Diduga tidak terjadinya penghambatan
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
karena kandungan zat kimia ekstrak tidak mampu menembus membran sterol
pada dinding sel dan menghambat sintesis kitin pada dinding sel fungi yang
bersifat kaku (Pelczar & Chan 1988; Jawetz et al. 1996). Menurut Brock et al.
(1994), dinding sel fungi mempunyai sifat kaku, yang terdiri dari kitin, glukan dan
mannan, dan secara umum mengandung 80-90% polisakarida.
3. Minimum Inhibitory Concentration (MIC)
Penetapan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dilakukan untuk
mendapatkan konsentrasi terendah yang mampu menghambat pertumbuhan
mikroba (Thrupp 1980; Rosenblatt 1980; Pelczar & Chan 1988; Jawetz et al.
1996). Pada penelitian ini kemampuan hambat minimum ditetapkan pada bakteri
Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Streptococcus mutans Type F (MUI),
karena pada uji aktivitas antimikroba kedua bakteri tidak menunjukkan
pertumbuhan pada konsentrasi terendah yang digunakan, yaitu 1,0%.
Kemampuan hambat minimum dilakukan dengan menurunkan konsentrasi ekstrak
menjadi 0,025%; 0,05%; 0,10%; 0,25%; 0,50%; dan 0,75% (Tabel 1.3.1).
Tabel 1.3.1. Hasil penetapan Minimum Inhibitory Concentration (MIC)
ekstrak etanol 70% terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC
25923 dan Streptococcus mutans Type F (MUI)
Minimum Inhibitory Concentration (MIC)
Konsentrasi
(%)
Staphylococcus aureus
ATCC 25923
Streptococcus mutans
Type F (MUI)
0,025
-
-
0,05
-
-
0,10
+
+
0,25
+
+
0,50
+
+
0,75
+
+
Keterangan:
+ : ekstrak temulawak mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji
- : ekstrak temulawak tidak mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Minimum Inhibitory Concentration (MIC) atau konsentrasi hambat
minimum dapat ditentukan dengan melihat kekeruhan larutan uji (Gambar 1.3.1
dan 1.3.2). Ekstrak etanol 70% mampu menghambat pertumbuhan pada bakteri
S. aureus dan S. mutans pada konsentrasi 0,10-0,75% b/v. Kemampuan
antimikroba dipengaruhi tingkat konsentrasi zat uji, semakin tinggi konsentrasi zat
yang digunakan semakin tinggi daya hambat antimikroba (Pelczar & Chan 1988).
Soebagio et al. (2006) melaporkan konsentrasi hambat ekstrak etanol 95%
temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah 0,4% terhadap bakteri
S. aureus. Hasil penelitian Mustaffa et al. (2011) pada ekstrak metanol daun
Cinnamomum iners yang mengandung xantorisol didapatkan MIC sebesar 0,78
mg/ml terhadap S. aureus, dan Rukayadi & Hwang (2006), melaporkan bahwa
xantorisol yang diisolasi dari ekstrak metanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.) menghambat pertumbuhan S. mutans pada konsentrasi 5,0 µMol/l.
Ekstrak etanol 70% rimpang temulawak konsentrasi 0,10- 0,75%
menunjukkan kondisi tabung yang jernih pada bakteri Staphylococcus aureus dan
Streptococcus mutans, walaupun tidak begitu jelas terlihat karena adanya
pengaruh warna kuning dari temulawak. Untuk konfirmasi pertumbuhan bakteri
digunakan media plate yaitu media selektif yang sesuai pertumbuhan bakteri
(Gambar 1.3.3 dan 1.3.4).
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
1
2
3
4
5
6
K+ K-
Gambar 1.3.1. Konsentrasi hambat minimum Staphylococcus aureus ATCC
25923 + ekstrak etanol 70% dalam media cair TSB
Keterangan: (1) Ekstrak etanol 70% (1) {0,025%}, (2) {0,05%},
(3) {0,10%}, (4) {0,25%}, (5) {0,50%}, (6) {0,75%},
(K+) TSB + S.aureus, (K-) media TSB.
1
2
3
4
5
6
K+
K-
Gambar 1.3.2 Konsentrasi hambat minimum Streptococcus mutans Type F (MUI)
+ ekstrak etanol 70% dalam media cair BHIB + yeast ekstrak
Keterangan: (1). Ekstrak etanol 70% {0,025%}, (2) {0,05%},
(3) {0,10%}, (4) {0,25%}, (5) {0,50%}, (6) {0,75%},
(K+) BHIB + yeast ekstrak + S. mutans,
(K-) media BHIB + yeast ekstrak
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
0,025%
0,05%
0,10%
K+
0,25%
0,75%
0,50%
Gambar. 1.3.3. Konsentrasi minimum ekstrak etanol 70% menghambat
Staphylococcus aureus pada media selektif BPA
Keterangan: (K+) = Staphylococcus aureus ATCC 25923 tanpa
ekstrak rimpang temulawak.
K+
0,025%
0,05%
0,75%
0,50%
0,10%
0,25%
Gambar. 1.3.4. Konsentrasi minimum ekstrak etanol 70% menghambat
Streptococcus mutans Type F (MUI) pada media selektif GNA
Keterangan: (K+) = S. mutans Type F (MUI) tanpa ekstrak
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
KESIMPULAN
Hasil ekstraksi 100 g serbuk rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.) dengan pelarut akuades, etanol 70% , dan diklorometan menghasilkan
rendemen dengan berat 63, 54 g, 13,33 g, dan 3,01 g.
Ekstrak rimpang temulawak efektif menghambat pertumbuhan bakteri
Gram positif Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Streptococcus mutans
Type F(MUI), sedangkan Bacillus cereus ATCC 11778 hanya mampu dihambat
etanol 70%. Bakteri Gram negatif yang terdiri dari Escherichia coli ATCC
25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Porphyromonas gingivalis ATCC
33277, dan fungi Candida albicans ATCC 10231 tidak dapat dihambat
pertumbuhannya oleh ketiga ekstrak. Ekstrak etanol 70% rimpang temulawak
efektif menghambat pertumbuhan S. aureus dan S. mutans pada konsentrasi 1,05,0% b/v, sedangkan B.cereus konsentrasi 2,0-5,0% b/v, dengan Minimum
Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,1% b/vpada S. aureus dan S. mutans .
Ekstrak etanol 70% temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terbukti
efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus, B.cereus, dan
S. mutans. Sehingga sangat memungkinkan dikembangkan sebagai produk obat
tradisional untuk mengobati berbagai infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram
positif.
SARAN
Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut senyawa-senyawa antibakteri yang
terkandung dalam ekstrak etanol 70% rimpang temulawak. Diharapkan dimasa
datang ekstrak rimpang temulawak dapat dimanfaatkan untuk pengembangan obat
tradisional terutama sebagai antimikroba.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
DAFTAR ACUAN
Achmad, S.A., E.H. Hakim & L. Makmun. 1992. Hutan tropis sebagai sumber
yang potensial untuk bahan kimia masa depan. Prosiding Seminar
Nasional Kimia dan Pembangunan, Bandung: 465-468.
Afifah, E. 2005. Khasiat dan manfaat temulawak, rimpang penyembuh aneka
penyakit. Agromedika Pustaka. iv + 84 hlm.
Ajizah, A., Thihana & Mirhanuddin. 2007. Potensi ekstrak kayu ulin
(Eusideroxylon zwageri) menghambat pertumbuhan Staphylococcus
aureus secara in vitro. Bioscientiae 4(1): 37-42.
Al Rubiay, K.K., N.N. Jaber, B.H. Al Mhaawe & L.K. Alrubaay. 2008.
Antimicrobial of henna extract. Oman Medical Journal 23(4): 4 hlm.
Asriani, D. 2010. Isolasi xanthorrhisol dari temulawak terpilih berdasarkan
nomor harapan. Tesis. Institut Pertanian Bogor: i + 45.
Bennett, R.W & G.A. Lancette. 2002. Staphylococcus aureus. Dalam: AOAC.
Bacteriological Analytical Manual. AOAC International, Gaithersburg: 5
hlm.
Bermawie, N., M. Rahardjo, D. Wahyuno & Ma’mun. 2008. Status teknologi
budidaya dan pasca panen tanaman kunyit dan temulawak sebagai
penghasil kurkumin. Laporan Hasil Penelitian Tanaman Rempah dan
Obat. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor: 84-97.
BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). 2005. Gerakan Nasional Minum
Temulawak. InfoPOM 6(6): 1-4
Brock, T.D., M.T. Madigan, J.M. Martinko & J. Parker. 1994. Biology of
microorganisms. Prentice- Hall International, USA: 58-66.
Chattopadhyay, I., K. Biswas, U. Bandyopadhyay & R.K. Banerjee. 2004.
Tumeric and curcumin : Biological action and medicinal application.
Current Science 87(1): 44-53.
Chitwood, L.A. 1969. Tube dilution antimicrobial susceptibility testing: Efficacy
of microtechnique applicable ti diagnostic laboratories. Appl.
Microbiology 17(5): 707 – 709.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
DepKes (=Departemen Kesehatan). 1979 . Materia Medika Indonesia.
DitjenPOM, Jakarta: 63-70.
Duke, J.A., M.J.B. Godwin & J. duCellier. 2003. Medicinal spices. CRC Press.
New York: II + 316 hlm.
Elfahmi, K. Roslan, R. Bos, O. Kayser, H.J. Woerdenbag & W.J. Quax. 2008.
Jamu. The Indonesian Traditional Herbal Medicines. Penerbit Eisei,
Jakarta: 14 – 34.
Fitrial, Y., M. Astawan, S. S. Soekarto, K. G. Wiryawan, T. Wresdiyati & R.
Khairina. 2008. Aktivitas antibakteri ekstrak biji teratai (Nympaea
pubescens Wild.) terhadap bakteri pathogen penyebab diare. J. Teknol.
dan Industri Pangan 19(2): 158-164.
Hamouda, T. & J.R. Baker. 2000. Antimicrobial mechanism of action of
surfactant lipid preparation in enteric Gram negative bacilli. J. of Appl.
Microbiology (89): 397-403.
Harborne, J.B. 1996. Phytochemical methods. A guide to modern techniques of
plants analysis. 2nd Ed. Chapman & Hall, London: xiii + 302 hlm.
Hernani & R. Nurdjanah. 2009. Aspek pengeringan dalam mempertahankan
kandungan metabolit sekunder pada tanaman obat. Perkembangan
Teknologi TRO 21(2): 33-39.
Hertiani, T., S.I. Palupi, Sanliferianti & D.H. Nurwindasari. 2003. In vitro test on
antimicrobial potency against Staphylococcus aureus, Escherichia coli,
Shigella dysentriaea and Candida albicans of some herbs traditionally
used cure infection diseases. Pharmacon 4(2): 89-95.
Hidayathulla, S., C.K. Keshava & K.R. Chandrashekar. 2011. Phytochemical
evaluation and antibacterial activity of Pterospermum diversifolium
Blume. Int. J. of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 3(2): 165-167.
Hugo, W.B. & A.D. Russell. 1981. Pharmaceutical microbiology. 2nd Ed.
Blackwell Scietific Publication, London: xiii + 352 hlm.
Indrawati, I. 2009. Potensi ekstrak air, etanol dan minyak atsiri bawang merah
(Allium cepa L.) kultivar Batu terhadap bakteri penyebab karies gigi. J.
Biotika 7(1): 40-48.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Jagessar, R.C & A.M. Gomes. 2008. An evaluation of the antibacterial and
antifungal of leaf extracts of Mimorcadia charantia against Candida
albicans, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Nature and Science
6(1): 1-14.
Jawetz, E., J.L. Melnick & E.A. Adelberg. 1996. Medical Microbiology. 14th Ed.
Lange Medical Publications, Canada: ix + 593 hlm.
Kresnawaty, I. & A. Zainuddin. 2009. Aktivitas antioksidan dan antibakteri dari
derivat metil ekstrak etanol daun gambir (Uncaria gambir). Jurnal Littri
15(4): 145-151.
Kusmiyati & N. W. S. Agustini. 2006. Uji aktivitas senyawa antibakteri dari
mikrooalga Phorphyridium cruentum. Biodiversitas 8(1): 48-53.
Lalitha, M.K. 2004. Manual on antimicrobial susceptibility testing. NCCLS,
Pennsylvania USA: 47 hlm.
Lambert, R.J.W., P.N. Skandamis, P.J. Coote & G.J.E. Nychas. 2001. A study
of the minimum inhibitory concentration and mode of action of oregano
essential oil, thymol and carvacrol. J. Appl. Microbiol. 91 (3): 453-462.
MacKane, L. & J. Kandel. 1996. Microbiology essentials and applications.
McGraw. Hill., Inc: 396-398 hlm
Mustaffa, F., J. Indurkar, S. Ismail, M. Shah & S.M. Mansor. 2011. An
antimicrobial compound isolated from Cinnamomum Iners leaves with
activity against Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus. Moleculs
16: 3037-3047.
Nohynek, L.J., H.A. Alakomi, M.P. Kähkönen, M. Heinonen, Ilkka M. Helander,
Kirsi-Marja Oksman-Caldentey, and Riitta H. Puupponen-Pimiä. 2006.
Berry Phenolics: Antimicrobial Properties and Mechanisms of Action
Against Severe Human Pathogens. Nutrient and Cancer 54(1): 18-32.
Oboh, I.E., J.O. Akerele & O. Obasuyi. 2007. Antimicrobial activity of ethanol
extract of the aerial parts of Sida acuta Burmn. (Malvaceae). Tropical
Journal Pharmaceutical Research 6(4): 809-813.
Oladunmuye, M.K. 2006. Comparative evalution of antimicrobial activities and
phytochemical screening of two varieties of Alcalipha wilkesiana. Intl. J.
Trop. Med. 1(3): 134-136.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Omojasola, P.F. & S. Awe. 2004. The antibacterial of the leaf extract of
Anacardium occidentale and Gossypium hirsutum against some selected
microorganism. Bioscience Research Communication 16(1): 25-28.
Pane, A.R. & A. Sugiharto. 1987. Panduan praktis isolasi dan identifikasi
kuman anaerob. Bagian Mikrobiologi FKG UI. Jakarta. 1-16.
Parwata, IM, O.A. & P.F.S. Dewi. 2008. Isolasi dan uji aktvitas antibakteri
minyak atsiri dari rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.). J. Kimia 2(2):
100-104.
Pattaratanawadee, E., C. Rachtanapun & P. Wanchaitanawong. 2006.
Antimicrobial activity of spice extract against pathogenic and spoilage
microorganism. Kasetsart J. Nat. Sci. 40: 159-165.
Pelczar, M.J & E.C.S.Chan. 1988. Dasar-dasar mikrobiologi . Terj. dari
Elements of microbiology, oleh Hadioetomo, R.S., T. Imas, S.S.
Tjitrosomo & S.L. Angka. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta: 447540.
Pratiwi, R. 2005. Perbedaan daya hambat terhadap Streptococcus mutans dari
beberapa pasta gigi yang mengandung herbal. J. Dent. 38 (2). 64-67.
Rhodehamel E.J. & S.M. Harmon. 2002. Bacillus cereus. Dalam: AOAC. 2002.
Bacteriological Analytical Manual. AOAC International, Gaithersburg: 4
hlm.
Rita, W.S. 2010. Isolasi, identifikasi, dan uji aktivitas antibakteri senyawa
golongan triterpenoid pada rimpang temu putih (Curcuma zedoaria
(Berg.) Roscoe. Jurnal Kimia 4(1): 20-26.
Rosenblatt, J.E. 1980. Antimicrobial susceptibility testing af anaerobes. Dalam:
Lorian, V. (ed). 1980. Antibiotics in laboratory medicine. Williams &
Wilkins, London: 114-134.
Rukayadi, Y. 2006. Effect of xanthorrhisol on Streptococcus mutans biofilm in
vitro. Jurnal Mikrobiologi Indonesia 11 (1): 4 hlm.
Rukayadi, Y. & J.K. Hwang. 2006. In vitro activity of xanthorrhizol against
Streptococcus mutans biofilms. J. Applied Microbiology 42:400-404.
Saifudin, A., V. Rahayu & H.Y. 2011. Standarisasi bahan obat alam. Graha
Ilmu, Yogyakarta: viii+104 hlm.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Sarac, N. & A. Ugur. 2007. Antimicrobial activities and usage in folkforic
medicines of some Lamiaceae spesies growing in Mugla, Turkey. J. Bio.
Sci. 4:2-37.
Sastrohamidjojo, H. 1995. Sintesis bahan alam. Gajah Mada University Press:
ix + 243 hlm.
Shu, J.H. 2000. Curcuma Linneaus, Sp. Pl. 1: 2. 1753, nom. cons. Flora of
China 24: 359-362.
Siagian, M.H. 2006. Temulawak sebagai tanaman obat dan budidayanya secara
intensif. Balitbang Botani, Puslitbang Biologi LIPI, Bogor. 8 hlm.
Siswandono & B. Soekardjo. 1995. Kimia medicinal. Airlangga Press,
Surabaya: 257- 259 hlm.
Soebagio, B., S.Soeryati & K. Fauziah. 2006. Pembuatan sediaan krim antiakne
ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb.). Prosiding
Pertemuan Ilmiah Pembuatan Sediaan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb) dari Produk Empiris Sampai Produk Fitofarmaka, Unpad, Bandung.
5 hlm.
Sukadana, I.M., S.R. Santi & N.K. Juliarti. 2008. Aktivitas antibakteri golongan
senyawa triterpenoid dari biji papaya (Carica papaya L.). J. Kimia 2(1):
15-18.
Tarigan, J., C.F. Zuhra & H. Sihotang. 2008. Skrining fitokimia tumbuhan yang
digunakan oleh pedagang jamu gendong untuk merawat kulit wajah di
Kecamatan Medan Baru. J. Biologi Sumatra 1(3): 1-6.
Thrupp, D.L. 1980. Susceptibility testing of antibiotics in liquid media. Dalam:
Lorian, V. (ed). 1980. Antibiotics in laboratory medicine. Williams &
Wilkins, London: 73-113.
Volk, W.A. & M.F. Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar. Terj. dari Basic
microbiology, oleh Markham. Edisi ke-5. Penerbit Erlangga, Jakarta: xii
+ 396 hlm.
Voravuthikunchai, S.P., S. Limsuwan, O. Supapol & S.Subhadhirasakul. 2006.
Antibacterial activity of extracts from family Zingiberaceae against
foodborne pathogens. J. of Food Safety 26: 325–334
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Wijono, S.S.H. 2003. Isolasi dan identifikasi flavonoid pada daun katu
(Sauropus androgynus (L.) Merr). Jurnal Makara Sains 7(2): 51-64.
Zaenab, H.W. Mardiastuti, V.P. Anny & B. Logawa 2004. Uji antibakteri Siwak
(Salvadora persica Linn.) terhadap Streptococcus mutans
(ATC31987) dan Bacteriodes melaninogenicus. Jurnal Makara
Kesehatan 8 (2): 37-40.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Lampiran 1.1. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
A. Tanaman temulawak
C. Rimpang temulawak
B. Bunga temulawak
D. Simplisia temulawak,
dari PT Vitaher, Semarang
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Lampiran 1.2. Bagan kerja ekstraksi
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Lampiran 1.3. Pembuatan medium
a. Nutrient Agar (NA) (Pratiwi 2005)
NA digunakan sebagai medium pertumbuhan S.mutans. Untuk membuat
200 ml NA dibutuhkan 0,6 gr Beef extract, 1 g Pepton, 3 g Bacto agar, dan 200 ml
akuades. Medium tersebut disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121o C, tekanan
2 atm selama 15 menit.
b. Glukosa Nutrien Agar (GNA) (Zaenab & Mardiastuti 2004; Pratiwi 2005)
GNA digunakan sebagai medium selektif untuk pertumbuhan Streptococcus
mutans. Untuk membuat 300 ml GNA dibutuhkan 1,5 g Beef extract, 3 g Pepton,
3 g Bacto agar, kemudian cukupkan volumenya menjadi 250 ml dengan
menambahkan akuades. Medium disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121o C,
tekanan 2 atm selama 15 menit. Kemudian larutkan 10 g Glukosa adalam 50 ml
akuades steril. Campurkan kedua larutan kemudian panaskan kembali selama 15
menit agar tercampur sempurna.
c. Brucella Agar Darah (BAD) (Pane & Sugiarto 1987)
Medium ini digunakan untuk pertumbuhan bakteri Porphyromonas
gingivalis. Untuk membuat 1 L BAD dibutuhkan 43 g Brucella Broth, 5% Bacto
agar, 1 ampul Vitamin K, 4 mg serbuk Kanamycin, 3-5% darah kambing.
Medium Brucella Broth dan Bacto agar disterilkan dalam autoklaf pada suhu 12o
C, tekanan 2 atm selama 15 menit. Biarkan dingin hingga suhu 45-50o C,
kemudian tambahkan kanamycin, vitamin K dan agar darah.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Lampiran 1.4. Aktivitas antimikroba pada Escherichia coli ATCC 25922
+ ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan) pada medium
TSB & media selektif EMBA
Escherichia coli ATCC 25922 pada medium TSB
1
2
3
4
5
1
2
A
3
4
5
1
2
3
4
B
5
C
Keterangan:
A. Ekstrak akuades
B. Ekstrak etanol 70%
C. Ekstrak diklorometan
: (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%
: (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%
: (1) 5,0%; (2) 40,%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%
Escherichia coli ATCC 25922 pada medium EMBA
2,0%
1,0%
2,0%
1,0%
2,0%
1,0%
3,0%
3,0%
K+
K+
3,0%
K+
5,0%
A
4,0%
4,0%
5,0%
4,0%
B
Keterangan: (K+) = Escherichia coli ATCC 25922 tanpa ekstrak
temulawak
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
5,0%
C
Lampiran 1.5. Aktivitas antimikroba pada Pseudomonas aeruginosa ATCC
27853 + ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan) pada
medium TSB & media selektif CETA
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 pada medium TSB
1
2
3
4
5
1
2
A
3
4
5
1
2
3
B
4
5
C
Keterangan:
A. Ekstrak akuades
B. Ekstrak etanol 70%
C. Ekstrak diklorometan
: (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%
: (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%
: (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 pada medium selektif CETA
1,0%
1,0%
2,0%
1,0%
3,0%
K+
2,0%
K+
2,0%
5,0%
K+
3,0%
3,0%
5,0%
A
4,0%
5,0%
4,0%
4,0%
B
Keterangan: (K+) = Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 tanpa ekstrak
temulawak
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
C
Lampiran 1.6. Aktivitas antimikroba pada Porphyromonas gingivalis ATCC
33227 + ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan) pada
medium Brucella Broth & media selektif Brucella Agar
Porphyromonas gingivalis ATCC 33227 pada medium Brucella Broth
1
2
3
4
5 K+K-
1 2
A
3
5 K+K-
4
B
2
1
3
4 5 K+
K-
K
C
Keterangan:
A. Ekstrak akuades
B. Ekstrak etanol 70%
C. Ekstrak diklorometan
: (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%;
(K+) BB + P. gingivalis; (K-) media BB
: (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%;
(K+) BB+ P. gingivalis; (K-) media BB
: (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%;
(K+) BB + P. gingivalis; (K-) media BB
Porphyromonas gingivalis ATCC 33227 pada medium Brucella Agar
4,0%
K+
3,0%
10%
50%
5,0%
40%
K+
30%
1,0%
2,0%
A
K+
1,0%
5,0%
2,0%
4,0%
3,0%
K+
5,0%
1,0%
2,0%
B
4,0%
3,0%
C
Keterangan: (K+) = Porphyromonas gingivalis ATCC 33277 tanpa ekstrak
temulawak
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Lampiran 1.7. Aktivitas antimikroba pada Candida albicans ATCC 10231
33227 + ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan) pada
medium TSB & media selektif PDA
Candida albicans ATCC 10231 pada media TSB
1 2 3
4 5 K+ K-
1 2
3
A
4
5
K
K-
1
2
3
B
4
5
K+ K-
C
Keterangan:
A. Ekstrak akuades
B. Ekstrak etanol 70%
C. Ekstrak diklorometan
: (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%,; (5) 1,0%;
(K+) TSB + C. albicans; dan (K-) media TSB
: (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%;
(K+) TSB+ C. albicans; dan (K-) media TSB
: (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%;
(K+) TSB+ C. albicans; dan (K-) media TSB
Candida albicans ATCC 10231 pada media PDA
5,0%
K+
5,0%
K+
4,0%
K+
1,0%
5,0%
1,0%
4,0%
4,0%
3,0%
1,0%
2
2,0%
3,0%
A
2,0%
B
3,0%
C
Keterangan: (K+) = Candida albicans ATCC 10231 tanpa ekstrak temulawak
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
MAKALAH II
IDENTIFIKASI KOMPONEN AKTIF ANTIMIKROBA
RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Deasywaty
Email: [email protected]
Phytochemical analysis of ethanol 70% extract of temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) consist of alkaloid, quinone, and terpenoids. Thin Layer
Chromatography (TLC) analysis showed five spots, the third spot contain
terpenoids and effective inhibited Staphylococcus aureus ATCC 25923,
Streptococcus mutans type F (MUI) and Bacillus cereus ATCC 11778. Analysis
by using UV-Vis and Infra Red spectrophotometry showed the spot contains
phenolic group at absorbance 275,2 nm and have functional groups -OH in
3387,06 cm-1 and C-O in 1100,41 cm-1. Result of GC-MS indicated that
compound is xanthorrisol m/z 218.
Keywords: Curcuma xanthorrhiza Roxb; extraction; GC-MS; Infra Red
spectrophotometry; TLC; UV-Vis spectrophotometry.
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara tropis memiliki beraneka ragam tumbuhan yang
dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Sejak zaman dahulu bangsa
Indonesia telah mengenal tumbuhan yang mempunyai khasiat obat atau dapat
menyembuhkan berbagai macam penyakit. Hal tersebut dapat diketahui dari
kemampuan sebagian masyarakat meracik tumbuhan obat dan tradisi minum
jamu. Dewasa ini meski pengobatan modern sudah mengalami perkembangan
yang cukup pesat namun masyarakat Indonesia masih belum meninggalkan
warisan leluhur tersebut. Hal ini diduga karena obat yang berasal dari tumbuhan
yang diracik secara tradisional tidak menimbulkan efek samping seperti obat
sintetis. Dari sekian banyak tumbuhan obat yang digunakan sebagai obat
tradisional salah satunya adalah temulawak (Siagian 2006; Bermawie et al. 2008).
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu jenis
tumbuhan dari famili Zingiberaceae, yang secara empirik rimpangnya digunakan
sebagai obat tradisional, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran. Secara
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
tradisional temulawak digunakan masyarakat sebagai obat untuk menyembuhkan
sakit maag, obat diare, obat ambein, obat asma, obat sariawan, dan memperlancar
air susu ibu (ASI) (Afifah 2005; Siagian 2006; Bermawie et al. 2008). Seiring
dengan kemajuan ilmu pengetahuan diketahui pula manfaat lain dari temulawak
sebagai antimikroba (Afifah 2005; Samsundari 2006; Rukayadi 2006; Bermawie
et al. 2008). Minyak atsiri dan kurkuminoid merupakan komponen utama
temulawak yang bersifat antimikroba (Afifah 2005; Siagian 2006; Rukayadi 2006;
Bermawie et al. 2008).
Metode pemisahan dengan kromatografi lapis tipis (KLT) telah dilakukan
oleh beberapa peneliti antara lain Arias et al. (2004) melaporkan pemisahan
menggunakan kloroform:metanol (9:1) pada tujuh ekstrak etanol dan 3 ekstrak air
dari bagian akar, batang, dan daun tumbuhan akasia (Acacia aroma Gill.).
Jagessar & Gomez (2008) melakukan pemisahan ekstrak etanol daun pare
(Mimorcadia charantia L.) menggunakan fase gerak diklorometan:n-heksan
(90:10). Sukadana et al. (2008) dengan menggunakan fase gerak n-heksan:eter:
etilasetat:etanol (2:3:3:2) untuk pemisahan ekstrak n-heksan biji pepaya (Carica
papaya L.). Kresnawaty & Zainuddin (2010) menggunakan fase gerak
kloroform:metanol (99:1) untuk memisahkan ekstrak etanol daun gambir
(Uncaria gambir). KLT juga dilakukan oleh Asriani (2010) dengan larutan
pengembang n-heksan:etil asetat (10:1) untuk mengisolasi xantorizol dari ekstrak
rimpang temulawak.
Metode spektrofotometri UV-Vis, Infra Red dan GC-MS telah dilakukan
untuk identifikasi bahan alam, diantaranya Rita (2010), melakukan identifikasi
golongan triterpenoid pada rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.)
Roscoe). Karthishwaran et al. (2010) melakukan penelitian identifikasi fitokimia
ekstrak metanol daun Pergularia daemia dan Hayati et al. (2010) melakukan
fraksinasi dan identifikasi tanin pada daun belimbing wuluh (Averhoa belimbii
L.). Asriani (2010), mengidentifikasi xantorizol dari temulawak dan Mustaffa et
al. (2011) mengidentifikasi xantorizol dari ekstrak daun Cinnamomum iners.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi golongan senyawa dalam
ekstrak etanol 70% rimpang temulawak yang mempunyai aktivitas antimikroba
menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT), spektrofotometri UV-Vis
dan Infra Red, serta GC-MS.
METODOLOGI
Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pusat Pengujian Obat
dan Makanan Nasional (PPOMN), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),
Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat, pada bulan Juli 2010 –Maret 2011.
Bahan dan Cara kerja
Bahan tanaman
Sampel berupa simplisia kering rimpang temulawak yang diperoleh dari
PT Vitaher, Semarang. Temulawak ditanam pada ketinggian 75-100 m (dpl) dan
dipanen umur tanam 10 bulan. Simplisia kering dibuat dengan cara pengeringan
menggunakan oven suhu 50-55o C selama lebih kurang 7 jam.
Bahan kimia
Pelarut dan pereaksi yang digunakan adalah kualitas analitik: etanol dan
diklorometan, n-heksan dan etil asetat, metanol, dan kloroform (Merck), pereaksi
Dragendorff LP, pereaksi Mayer LP, pereaksi Bouchardat LP, pereaksi
Lieberman-Bouchard LP, pereaksi CeSO4, asam klorida (HCl), feri klorida
(FeCl3), gelatin10%, natrium hidroksida (NaOH).
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Media
Media yang digunakan untuk menumbuhkan dan memelihara mikroba
adalah Baird Parker Agar (BPA) (Merck), Tryptic Soy Agar (TSA)(Difco),
Tryptic Soy Broth (TSB) (Difco), Brain Heart Infusion Broth (BHIB) (Difco),
Brucella Broth (BB) (Difco), Mannitol Egg Polymixin Agar (MYPA) (Merck),
Pepton (Merck), Agar (Bacto), Beef extract (Difco), Yeast extract (Oxoid), dan
Egg Yolk (Difco).
Mikroba uji
Mikroba uji yang digunakan terbagi atas bakteri Gram positif yang terdiri
dari Staphylococus aureus ATCC 25923, Bacillus cereus ATCC11778, dan
Streptococcus mutans Type F (MUI). Mikroba diperoleh dari Laboratorium
Mikrobiologi, PPOMN, Badan POM dan Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas
Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia.
Alat
Alat-alat yang digunakan adalah mortar, alat refluks, vacuum evaporator
(Buchi), timbangan analisis (Shimadzu), laminar air flow (LabConco), inkubator
(Memmert), autoklaf (Holten), hot Plate (Thermoline), vortex (Scientific), shaker
(N-Biotec), kamera UV (Camag), spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV 1800PC), spektrofotometer Infra Red (FTIR Shimadzu Prestige 21), GC-MS (Agilent
Technologies 6890), lempeng silika 60F254, anaerobic jar (Merck), mikro pipet 110 µl dan 100-1000 µl (Eppendorf) dan piranti gelas yang digunakan di
laboratorium kimia dan mikrobiologi.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Cara kerja
Ekstraksi
Rimpang temulawak dalam bentuk simplisia dihaluskan sampai berbentuk
serbuk. Sebanyak 100 g serbuk dimasukkan dalam labu ukur 1000 ml kemudian
ditambahkan aquades sampai seluruh serbuk terendam (500 ml), kemudian
dididihkan selama 20 menit (Wiyono 2003) dan disaring menggunakan glass
wool. Ekstrak kental aquades diperoleh dengan cara penguapan pada penangas
air. Residu penyaringan direfluks dengan etanol 70% selama 1 jam dan disaring
menggunakan glass wool. Etanol yang terdapat pada filtrat dihilangkan dengan
cara diuapkan menggunakan evaporator vakum (vacuum evaporator) pada suhu
40o C, sehingga diperoleh ekstrak kental etanol 70%. Residu etanol diekstraksi
kembali menggunakan diklorometan secara maserasi dengan pengadukan
menggunakan shaker kecepatan 120 rpm selama 24 jam dan disaring dengan glass
wool. Ekstrak diklorometan diuapkan menggunakan evaporator vakum (vacuum
evaporator) pada suhu 40â—¦ C sehingga diperoleh ekstrak kental diklorometan .
Rendemen yang diperoleh ditimbang dan dicatat (Harborne 1996; Kusmiyati &
Agustin 2006; Rita 2010).
Pembuatan medium
Pembuatan medium Baird Parker Agar (BPA), Tryptic Soy Agar (TSA),
Tryptic Soy Broth (TSB), Brain Heart Infusion Broth (BHIB), Glucose Nutrient
Agar (GNA), Manitol Egg Polymixin Agar (MYPA), berdasarkan petunjuk pada
kemasan.
Pembuatan inokulum
Pembuatan inokulum ditentukan menggunakan perbandingan kekeruhan
Mac Farland 0,5. Inokulum dibuat dengan menambahkan biakan bakteri
Staphylococcus aureus ATCC 25923, Streptococcus mutans Type F (MUI), dan
Bacillus cereus ATCC 11778 berumur 18-24 jam kedalam 3 ml larutan NaCl
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
(0,85%). Kemudian suspensi dibandingkan dengan kekeruhan larutan Mc Farland
0,5 (Thrupp 1980; Rosenblatt 1980).
Identifikasi ekstrak etanol 70% dengan menggunakan pereaksi kimia
(DepKes 1979; Stahl 1985; Harborne 1996; Cahyaningsih 2008 ; Akharaiyi &
Bolatito 2010).
Identifikasi alkaloid
Asam klorida 2 N ditambahkan pada 5 ml larutan uji, dipanaskan diatas
penangas air selama 10 menit, selanjutnya didinginkan dan disaring. Filtrat yang
didapat dikelompokkan menjadi 3 bagian. Pada masing-masing bagian tersebut
ditetesi 2 tetes Bouchardat LP, Mayer LP, dan Dragendorff LP. Hasil dinyatakan
positif apabila setelah ditetesi Bouchardat LP terbentuk endapan berwarna coklat
sampai hitam, setelah ditetesi Mayer LP terbentuk endapan berwarna putih yang
larut dalam metanol, dan setelah ditetesi Dragendorff LP terbentuk endapan
berwarna merah bata.
Identifikasi glikosida
Pereaksi yang digunakan Keller Kiliani. Sebanyak 1 g ekstrak dihilangkan
lemaknya dengan pencucian heksan beberapa kali sampai larutan n-heksan tidak
berwarna. Residu dipanaskan untuk menghilangkan n-heksan dan didinginkan
kemudian ditambahkan besi (III) klorida 0,3 M dan ditambahkan dengan hati-hati
asam sulfat pekat. Campuran dibiarkan beberapa menit sehingga terbentuk warna
merah kecoklatan dan dapat berubah menjadi biru atau lembayung. Perubahan
tersebut menunjukan adanya glikosida.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Identifikasi kuinon
Sebanyak 500 mg ekstrak ditambahkan air sebanyak 50 ml, didihkan
selam 5 menit . Pindahkan 3 tetes filtrat pada kaca arloji, kemudian tambahkan
natrium hidroksida 1 N. Bila terbentuk warna merah menunjukkan adanya
kuinon.
Identifikasi terpenoid/steroid
Sebanyak 5 ml ekstrak ditambahkan dengan pereaksi Lieberman-Bouchard
yang terdiri dari 5 ml asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat 5 tetes.
Terbentuknya warna merah, berubah menjadi hijau, ungu dan terakhir biru,
menunjukkan hasil positif terpenoid/steroid.
Identifikasi flavonoid
Sebanyak 1 g ekstrak dilarutkan dalam 50 ml air, dipanaskan dan disaring.
Filtrat sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam tabung dan ditambahkan 500 mg
serbuk seng serta 2 ml asam klorida 2 N, didiamkan 1 menit, ditambahkan 10 ml
asam klorida pekat, jika dalam 2-5 menit terjadi warna merah menunjukkan
adanya senyawa flavonoid. Sebanyak 5 ml filtrat dalam tabung yang berbeda
ditambahkan 100 mg serbuk magnesium dan 5 ml asam klorida pekat. Jika terjadi
warna merah jingga sampai merah ungu menunjukkan adanya flavonoid.
Identifikasi saponin
Sebanyak 1ml larutan uji ditambahkan 10 ml air suling panas, dikocok
selama 10 detik, hasil positif bila terbentuk busa stabil selama 10 menit setinggi
1-10 cm dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N buih tidak hilang.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Identifikasi tanin
Ekstrak sebanyak 1 g dilarutkan dalam 20 ml air panas dan ditambah 1 ml
natrium klorida 10% kemudian disaring, filtrat dibagi dalam dua tabung. Tabung
pertama ditetesi 3 tetes gelatin- natrium klorida. Hasil positif ditunjukkan
dengan adanya endapan. Tabung kedua ditetesi 3 tetes larutan besi (III) klorida
adanya perubahan warna menjadi biru hitam atau biru hijau menunjukkan adanya
tanin/polifenol.
Identifikasi kandungan kimia dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
(DepKes 1979; Stahl 1985; Harborne 1996)
Ekstrak etanol 70% diidentifikasi menggunakan KLT, dengan
menggunakan fase diam silika gel 60F254 ( 10x20 dan 20x20 cm) ketebalan 0,25
mm. Pelarut pengembang menggunakan n-heksan:etil asetat (14:1) yang
merupakan hasil uji pendahuluan. Jarak rambat ditentukan 15 cm dari titik awal
penotolan. Penampakan noda menggunakan lampu UV dengan λ 254 nm.
Setiap noda yang terbentuk pada jarak rambat 15 cm dilakukan pengukuran nilai
Rf.
Larutan pengembang dimasukkan ke dalam bejana kromatografi, dibiarkan
sampai jenuh. Untuk mengetahui larutan pengembang telah jenuh digunakan
kertas saring yang dimasukkan ke dalam bejana kromatografi. Kemudian larutan
ekstrak ditotolkan sebanyak 10 µl pada lempeng silika gel. Lempeng segera
dimasukkan ke dalam bejana dan ditutup kembali. Setelah pengembang
mencapai garis batas atas, lempeng dikeluarkan dan segera dikeringkan.
Pengamatan noda dilakukan dibawah lampu UV 254 nm, ditandai dengan ada
atau tidaknya fluoresensi dan penyemprotan pereaksi CeSO4. Pola kromatogram
kemudian digambar. Setiap bercak yang ditimbulkan dikerok untuk dilakukan
pengujian aktivitas terhadap mikroba uji dan identifikasi senyawa yang
terkandung dalam ekstrak etanol 70%. Pengujian aktivitas mikroba dari hasil
lempeng KLT 60F254 menggunakan broth dilution method.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Pengujian antibakteri dengan broth dilution method
Pengujian yang dilakukan menentukan senyawa yang mempunyai aktivitas
penghambatan pertumbuhan bakteri. Tiap bercak hasil kromatografi lapis tipis
yang sudah diketahui Rf-nya, dikerok kemudian dimasukkan ke dalam kolom
kromatografi berupa pipet tetes yang ujungnya disumbat dengan kapas, kemudian
diberi larutan etanol 70%. Setiap tetesan yang jatuh dari pipet tetes ditampung
pada kaca arloji. Larutan kemudian dipanaskan diatas penanggas sampai
mengering. Kemudian ditimbang sebanyak 1 mg dan dimasukkan kedalam
tabung reaksi yang berisi 2 ml media pengkaya yang sesuai untuk pertumbuhan
bakteri. Masing-masing tabung dengan nilai Rf yang berbeda dan medium
pengkaya ditambahkan bakteri uji, kemudian diinkubasi pada suhu 35-37º C
selama 18-24 jam. Setiap tabung yang telah diinkubasi selanjutnya digoreskan
pada media selektif yang sesuai untuk masing-masing bakteri dan diinkubasi
kembali pada suhu 35-37º C selama 18-24 jam, bakteri anaerob diinkubasi
menggunakan anaerobic jar (Lorian 1996; McKane & Kandel 1996; Zaenab et
al. 2004).
Identifikasi hasil KLT menggunakan spektrofotometri UV-Vis
Kerokan KLT untuk nilai Rf yang mempunyai aktivitas antimikroba
dimasukkan ke dalam kolom kromatografi berupa pipet tetes yang ujungnya
disumbat dengan kapas, kemudian diberi larutan etanol 70%. Setiap tetesan yang
jatuh dari pipet tetes ditampung pada vial. Hasil saringan kemudian diukur
dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Fassenden & Fassenden 1986;
Batubara et al. 2009; Hayati et al. 2010).
Identifikasi hasil KLT menggunakan spektrofotometri Infra Red
Kerokan KLT untuk nilai Rf yang mempunyai aktivitas antimikroba
dimasukkan ke dalam kolom kromatografi berupa pipet tetes yang ujungnya
disumbat dengan kapas, kemudian diberi larutan etanol 70%. Setiap tetesan yang
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
jatuh dari pipet tetes ditampung pada kaca arloji. Kaca arloji yang berisi larutan
selanjutnya dikeringkan diatas penangas air sampai larutan mengering dan
ditimbang. Sebanyak 1 mg hasil kerokan yang telah kering dibuat cakram tipis
dengan menambahkan Kalium Bromida (KBr) sebanyak 100 mg. Cakram tipis
selanjutnya dibaca dengan menggunakan Infra Red spektrofotometer (Harborne
1996; Cahyaningsih 2008; Sukadana et al. 2009).
Identifikasi hasil KLT menggunakan spektroskopi GC-MS
Kerokan KLT untuk nilai Rf yang mempunyai aktivitas antimikroba
dimasukkan ke dalam kolom kromatografi berupa pipet tetes yang ujungnya
disumbat dengan kapas, kemudian diberi larutan etanol 70%. Setiap tetesan yang
jatuh dari pipet tetes ditampung dengan vial dan diidentifikasi menggunakan
spektroskopi GC-MS, untuk mengetahui jenis senyawa dan bobot molekul (Rita
2010; Asriani 2010; Mustaffa et al. 2011).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Identifikasi fitokimia ekstrak temulawak
Ekstraksi 100 g temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), menggunakan
akuades menghasilkan 63,54 g ekstrak bewarna kuning kecoklatan, ekstraksi
dengan etanol 70% menghasilkan 13,33 g ekstrak bewarna coklat, dan ekstraksi
dengan diklorometan menghasilkan 3,01g ekstrak warna kuning kecoklatan.
Pengujian pendahuluan aktivitas antimikroba terhadap bakteri Gram
positif Staphylococcus aureus ATCC 25923, Bacillus cereus ATCC 11778, dan
anaerob Streptococcus mutans Type F (MUI), bakteri Gram negatif Escherichia
coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, dan anaerob
Porphyromonas gingivalis ATCC 33277, dan fungi Candida albicans ATCC
10231, ekstrak etanol 70% menunjukkan kemampuan yang lebih baik untuk
menghambat dibanding ekstrak akuades dan diklorometan. Ekstrak etanol 70%
mampu menghambat pertumbuhan S. aureus dan S. mutans pada konsentrasi 1,0-
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
5,0% b/v, sedangkan B. cereus dihambat pada konsentrasi 2,0-5,0% b/v. Dengan
aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% yang lebih baik, maka pengujian
identifikasi golongan senyawa aktif hanya dilakukan pada ekstrak etanol 70%.
Ekstraksi dengan pelarut etanol 70% dilakukan karena etanol 70%
merupakan pelarut serbaguna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan dan bersifat
universal (Harborne 1996), sehingga dapat menarik senyawa-senyawa polar yang
terkandung di dalam rimpang temulawak terutama alkaloid (Sastrohamidjoyo
1995; Omajosola & Awe 2004; Tarigan et al. 2008; ), kurkuminoid dan terpenoid
(Harborne 1996) sampai senyawa non polar ( Saifudin et al. 2011). Komponen
lain yang dihasilkan dari ektraksi menggunakan etanol adalah senyawa fenol
(Harborne 1996; Hertiani et al. 2003; Omajosola & Awe 2004; Elfahmi et al.
2008; Hidayathulla et al. 2011).
Aktivitas antimikroba dapat diketahui dari kemampuan penghambatan
pertumbuhan bakteri Gram positif Staphylococcus. aureus, Streptococcus mutans
dan Bacillus cereus. Penghambatan pertumbuhan mikroba terjadi karena
penghambatan sintesis dinding sel, mengubah permeabilitas membran sel dan
transport aktif melalui membran sel, penghambatan sintesis protein, dan
penghambatan sintesis asam nukleat (Pelczar & Chan 1988; Jawetz 1996).
Turunan senyawa fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorbsi
yang melibatkan ikatan hidrogen dan dapat merubah permeabilitas membran sel
(Siswandono & Soekardjo 1995; Parwata & Dewi 2008). Penghambatan
pertumbuhan bakteri diduga karena adanya aktivitas dari senyawa fenol.
Penetrasi fenol dengan kadar yang tinggi ke dalam sel dapat menyebabkan
koagulasi protein dan lisis pada membran sel (Hertiani et al. 2003; Parwata &
Dewi 2008). Mekanisme penghambatan senyawa fenol adalah melalui
pembentukan ikatan hidrogen antara gugus hidroksil pada senyawa fenol dengan
protein membran sel, yang menyebabkan gangguan terhadap permeabilitas
membran, sehingga komponen sel yang esensial keluar dari dalam sel dan
menyebabkan kematian bakteri (Sastrohamidjojo 1995; Hertiani et al. 2003;
Elfahmi et al. 2006; Al Rubiay et al. 2008).
Identifikasi golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol 70%
menggunakan pereaksi alkaloid (Dragendroff, Mayer, Bauchardat), flavonoid,
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
tanin, saponin, kuinon, dan terpenoid/steroid (Tabel 2.1.1). Pengujian identifikasi
golongan senyawa dalam ekstrak etanol 70%, menunjukkan hasil positif pada
identifikasi alkaloid dengan terbentuknya endapan merah bata atau coklat dengan
pereaksi Dragendorff, endapan bewarna coklat dengan pereaksi Bouchardat, dan
uji peraksi Meyer tidak terlihat endapan putih. Menurut Depkes (1979), ekstrak
tumbuhan dinyatakan mengandung alkaloid jika terbentuk endapan dari dua
golongan larutan percobaan yang digunakan.
Menurut Harborne (1996), beberapa alkaloid pada bahan alam bersifat
terpenoid, bersifat basa dan mengandung nitrogen (Sastrohamidijojo 1995). Pada
umumnya, basa bebas alkaloid hanya larut dengan pelarut organik seperti alkohol
(Sastrohamidijojo 1995; Harborne 1996). Alkaloid pada ekstrak etanol 70%,
diduga berhubungan dengan proses ekstraksi yang dilakukan. Metode refluks
yang dilakukan pada proses ekstraksi ekstrak etanol 70% diduga menghasilkan
senyawa alkaloid. Menurut Sastrohamidjojo (1995), ekstraksi yang tepat untuk
mendapatkan alkaloid adalah direfluks dengan menggunakan etanol 80%.
Siagian (2006), menyatakan bahwa temulawak mengandung alkaloid dan
terpenoid.
Identifikasi kuinon juga menunjukkan hasil positif dengan terbentuknya
warna merah setelah diberikan larutan NaOH 1 N. Kuinon yang dihasilkan dari
uji dengan pereaksi kimia, diduga karena adanya warna kuning yang dikandung
ekstrak etanol temulawak. Kuinon adalah senyawa fenol yang memberi warna
pada tumbuhan, mulai dari warna kuning pucat sampai ke hampir hitam
(Harborne 1996) yang berfungsi sebagai agen dalam transfer elektron dalam
proses metabolisme tumbuhan (Sastrohamidjojo 1995).
Reaksi positif dari identifikasi terpenoid ditunjukkan dengan terbentuknya
warna ungu lembayung setelah penambahan pereaksi Lieberman-Bouchard yang
terdiri dari 5 ml asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat 5 tetes. Ekstrak 70%
temulawak diduga mengandung minyak atsiri teroksigenasi yaitu xantorizol yang
termasuk senyawa sesquiterpenoid (Rukayadi 2006; Rukayadi & Hwang 2006)
yang dapat larut oleh etanol (Hwang et al. 2000). Menurut Dzulkarnaen et al.
(1996), Afifah (2005), dan Siagian (2006), senyawa kimia aktif yang terkandung
dalam ekstrak rimpang temulawak adalah golongan terpenoid yaitu xantorizol.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Rukayadi & Hwang (2006) melaporkan aktivitas xantorizol hasil isolasi dari
temulawak dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans. Senyawa
kimia xantorizol mempunyai sifat sebagai antimikroba (Dzulkarnaen et al. 1996;
Siagian 2006; Rukayadi 2006; Rukayadi & Hwang 2006; Batubara et al. 2009).
Tabel 2.1.1. Hasil analisis fitokimia ekstrak etanol 70% temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
No.
1
Golongan senyawa
Alkaloid
Hasil
+
Karakteristik
Bouchardat: endapan coklat,
Mayer: Dragendorf: endapan merah
bata
2
Flavonoid
-
3
Saponin
-
4
Tanin
-
5
Kuinon
+
NaOH: terbentuk warna
merah
6
Terpenoid/Steroid
+
Lieberman-Bouchardat: ungulembayung
7
Glikosida
-
Identifikasi menggunakan senyawa kimia menunjukkan hasil negatif pada
identifikasi flavonoid karena tidak terbentuknya warna merah, saponin tidak
terbentuk busa setinggi 1-10 cm selama 10 menit, tanin tidak terjadinya perubahan
warna biru kehitaman dan pada glikosida tidak terjadi perubahan warna merah
kecoklatan hingga biru atau lembayung setelah ditambah pereaksi Keller Killiani
( DepKes 1979; Stahl 1985; Harborne 1996; Cahyaningsih 2008; Akharaiyi &
Bolatito 2010).
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
2. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan fase diam
lempeng silika gel 60F254. Pengujian pendahuluan yang dilakukan, menggunakan
larutan pengembang kloroform:metanol (9:1; 8:2, dan 6:4), hasil yang diperoleh
tidak memberikan pemisahan yang baik (Gambar 2.2.1), hal ini disebabkan karena
larutan pengembang yang digunakan bersifat non polar sehingga bercak yang
dihasilkan terdapat pada bagian atas dan tidak terpisah dengan baik, sedangkan
KLT menggunakan larutan pengembang campuran n-heksan:etil asetat (14:1; 9:1;
8;2; 7:3 dan 6:4) (Gambar 2.2.2) memberikan pemisahan senyawa yang baik pada
campuran n-heksan:etil asetat (14:1) (Gambar 2.2.3).
A
B
C
Gambar 2.2.1. Kromatografi Lapis Tipis ekstrak etanol 70% temulawak
dengan larutan pengembang kloroform:metanol {A.(9:1);
B.( 8:2); C. (6:4)}
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
A
B
C
D
Gambar 2.2.2. Kromatografi Lapis Tipis ekstrak etanol 70% temulawak
dengan larutan pengembang n-heksan:etil asetat {A.( 9:1);
B.( 8:2); C. (6:4); D. (14:1)}
Larutan pengembang n-heksan:etil asetat merupakan larutan yang bersifat
semipolar, sehingga bercak yang terilhat pada kromatogram KLT dapat terpisah
dengan baik karena larutan pengembang yang digunakan dapat menarik senyawa
yang bersifat polar sampai semipolar (Harborne 1996; Cahyaningsih 2008).
Keakuratan hasil pemisahan dengan metode kromatografi bergantung pada
pemilihan absorben sebagai fasa diam, kepolaran pelarut atau pemilihan pelarut
yang sesuai sebagai fasa gerak, ukuran kolom relatif terhadap jumlah material
yang akan dipisahkan dan laju elusi atau aliran fasa gerak (Harborne 1996).
Hasil KLT ekstrak etanol 70% temulawak pada lempeng 60F254 dengan
menggunakan larutan pengembang n-heksan:etil asetat (14:1), diperoleh 5 bercak
dengan nilai Rf tersaji pada Tabel 2.2.1
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Tabel 2.2.1. Hasil analisis KLT ekstrak etanol 70% temulawak dengan
larutan pengembang n-heksan:etil asetat (14:1)
No.
Silika gel 60F254
Rf
0
Warna
254 nm
CeSO4
coklat kekuningan
coklat kekuningan
1
0,16
ungu muda
coklat
2
0,26
ungu muda
coklat
3
0,64
ungu tua
coklat ungu
4
0,73
ungu tua
coklat
5
0,86
ungu muda
coklat
Nilai Rf ekstrak etanol 70% temulawak adalah 0,16; 0,26; 0,64; 0,73 dan
0,86. Menurut Khan et al. (2010), ekstrak metanol Curcuma longa L. dengan fase
gerak kloroform:etanol:asam asetat (48:2:0,1) memiliki nilai Rf adalah 0,4; 0,23
dan 0,19. Diduga ekstrak etanol 70% temulawak mengandung senyawa terpenoid
yaitu xantorizol, hal ini diperkuat dengan adanya warna ungu setelah lempeng
KLT disemprot pereaksi yang mengandung H2SO4. Menurut Stahl (1985) dan
Harborne (1996), senyawa terpenoid pada lempeng KLT yang disemprot dengan
pereaksi akan membentuk warna ungu. Asriani (2010) mendapatkan nilai Rf
xantorizol dari hasil ekstraksi rimpang temulawak dengan pelarut etanol 96%
dengan menggunakan larutan pengembang n-heksan:etil asetat (10:1) pada Rf
0,56 dan 0,86. Menurut Hwang (2000) menyatakan nilai Rf xantorizol adalah
0,58. Xantorizol merupakan senyawa kimia utama pada temulawak yang bersifat
antimikroba (Arraujo & Leon 2001; Afifah 2005, Rukayadi 2006; Rukayadi &
Hwang 2006; Mustaffa et al. 2011).
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Rf: 0,64
A. UV 254
B. Pereaksi CeSO4
A
B
Gambar 2.2.3. Hasil KLT dengan larutan pengembang n-heksan:etil asetat (14:1)
3. Aktivitas antimikroba dan fitokimia hasil Kromatografi Lapis Tipis
Uji aktivitas antimikroba dari fraksi hasil KLT ekstrak etanol 70%
temulawak dengan metode pengenceran tabung terhadap mikroba uji Gram positif
Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Bacillus cereus memberikan
daerah hambatan pada bercak ke-3 dengan nilai Rf 0,64. Bercak ke-3 pada
pereaksi CeSO4 memperlihatkan warna ungu, bercak diduga senyawa terpenoid.
Kromatografi lapis tipis yang membentuk warna ungu dengan penambahan
pereaksi adalah terpenoid (Stahl 1985; Harborne 1996). Hasil penelitian Asriani
(2010), KLT xantorizol dari ekstrak metanol temulawak dengan larutan
pengembang n-heksan: etil asetat memberi bercak pada Rf 0,54 dan 0,86. Tidak
adanya penghambatan mikroba pada fraksi 1,2 ,4 dan 5 diduga karena konsentrasi
fraksi hasil kromatografi yang didapat terlalu kecil sehingga senyawa yang
terkandung didalam ekstrak tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
(Gambar 2.3.1 dan 2.3.2). Kemampuan antimikroba dipengaruhi tingkat
konsentrasi zat uji. Semakin tinggi konsentrasi zat yang digunakan, semakin
tinggi daya hambat antimikroba (Pelczar & Chan 1988).
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
1 2 3 4 5K+ K-
1 2 3
4 5 K+ K-
A
1 2 3 4 5 K++K-
B
C
Gambar 2.3.1. Aktivitas antimikroba hasil KLT terhadap Staphylococcus aureus
ATCC 25923 (A) pada medium TSB, Streptococcus mutans Type
F (MUI) (B) pada medium BHIB + yeast ekstrak, dan Bacillus
cereus ATCC 11778 (C) pada medium TSB.
Keterangan: Fraksi 1,2,4 dan 5 : tidak ada penghambatan
Fraksi 3
: ada penghambatan
K+
: kontrol positif
2
1
1
3
K+
5
AA
A
4
2
K+
3
5
2
1
K+
4
B
3
5
4
C
Gambar 2.3.2. Aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus ATCC
25923 pada medium BPA (A), Streptococcus mutans Type F
(MUI) (B) pada medium GNA dan Bacillus cereusATCC 11778
pada medium MYPA (C).
Keterangan: Fraksi 1,2,4 dan 5 : tidak ada penghambatan
Fraksi 3
: ada penghambatan
K+
: kontrol positif
Konfirmasi kerokan KLT dengan menggunakan pereaksi alkaloid, kuinon
dan terpenoid menunjukkan bahwa Rf 0,64 mengandung senyawa terpenoid
karena setelah diuji menggunakan pereaksi Lieberman dan Bouchard memberikan
hasil positif dengan terbentuknya warna ungu lembayung. Sedangkan uji
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
menggunakan pereaksi alkaloid dan kuinon memberikan hasil negatif (DepKes
1979; Stahl 1985; Harborne 1996; Cahyaningsih 2008; Akharaiyi & Bolatito
2010).
4. Identifikasi kualitatif dengan Spekstrofotometri UV-Vis, Infra Red dan
GC-MS
Senyawa golongan terpenoid yang terdapat dalam ekstrak etanol 70%
rimpang temulawak, memberikan aktivitas penghambatan terhadap bakteri Gram
positif, selanjutnya dianalisis menggunakan spektrofotometri UV-Vis, Infra Red,
dan GC-MS. Hasil analisis kualitatif ekstrak etanol 70% temulawak dengan
menggunakan KLT pada bercak ke-3 dengan nilai Rf 0,64. Hasil analisis
identifikasi senyawa aktif menggunakan spekterofotometer UV-Vis (Gambar
2.4.1), Infra Red (Tabel 2.4.1 dan Gambar 2.4.2) serta GC-MS (Gambar 2.4.3)
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Identifikasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis menunjukkan bahwa
diperoleh puncak serapan gelombang terkuat pada 275,20 nm, menunjukkan
adanya transisi elektron dari senyawa fenol. Menurut Silverstein et al. (1963),
serapan maksimal gugus fenol berada pada 210 - 280 nm, dengan terjadinya
transisi elektron pada gugus aromatik π → π*. Hasil penelitian Mustaffa et al.
(2011) menyatakan serapan maksimal ekstrak Cinnamomum iners dengan
menggunakan pelarut kloroform adalah 276,0 nm, dengan indikasi kelompok
fenol. Serapan maksimal ekstrak etanol rimpang temu putih (Curcuma zedoria
(Berg.) Roscoe) adalah 242 nm (Rita 2010).
Identifikasi senyawa aktif ektrak etanol 70% temulawak dengan uji
spekterofotometri Infra Red diperlihatkan pada Gambar 2.4.2 dan Tabel 2.4.1.
-OH = 3387,06 cm-1
C-O= 1100,41 cm-1
Gambar 2.4.2. Profil spektrofotometri Infra Red
Berdasarkan Gambar 2.4.2 dan Tabel 2.4.1 dapat dinyatakan bahwa fraksi
dengan nilai Rf 0,64 mengandung senyawa dengan gugus fungsional hidroksil
(-OH) berdasarkan panjang gelombang 3387,06 cm -1, didukung oleh serapan kuat
pada panjang gelombang 1100,41 cm-1 dari C-O alkohol. Gugus hidroksil (-OH)
berada pada panjang gelombang 3400-2700 cm-1 (Rita 2010, Naama et al. 2010).
Menurut Silverstein et al. (1963) kelompok fenol mempunyai serapan yang kuat
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
untuk gugus –OH dan C-O, gugus –OH mempunyai serapan antara 3550-3200
cm-1 dan C-O pada panjang gelombang 1260 – 1000 cm-1.
Tabel 2.4.1. Panjang gelombang Infra Red ekstrak etanol 70% temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb)
Panjang gelombang (cm-1)
Ikatan
C-C, C-O, C-N
Silverstein et al.
(1963)
1300 - 800
C=C, C=O, C=N, N=O
1900 - 1500
C=C, C=N
2300 - 2000
C-H, O-H, N-H
3800 - 2700
Ekstrak etanol 70%
Rf 0,64
1100,41
3387,06
Mustaffa et al. (2011), mengidentifikasi xantorizol pada ekstrak daun
Cinnamomum iners dengan angka gelombang 3382,8 cm-1 untuk gugus –OH.
Asriani (2010), juga mengidentifikasi xantorizol pada temulawak dengan angka
gelombang 3400 cm-1 untuk gugus hidroksil.
Hasil uji GC-MS terhadap ekstrak etanol 70% rimpang temulawak dengan
nilai Rf 0,64 didapat hasil spektrum massa puncak ditampilkan pada Gambar
2.4.3.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Gambar 2.4.3. Spektrum massa ekstrak etanol 70% temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Berdasarkan data spektrum, senyawa pada ekstrak etanol 70% dinyatakan
mempunyai berat molekul 218 g/mol, dan pada data library GC-MS ditampilkan
senyawa yang mempunyai kemiripan 99% dengan puncak senyawa ekstrak etanol
70%, yaitu xantorizol dengan berat molekul 218 g/mol. Menurut Hwang (2000),
Cheah et al. (2009) dan Asriani (2010), bobot molekul xantorizol adalah 218
g/mol.
Gambar: 2.4.4. Struktur kimia xantorizol (Mustafa et al. 2011)
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
KESIMPULAN
Analisis fitokimia ekstrak etanol 70% menyatakan bahwa temulawak
mengandung alkaloid, kuinon, dan terpenoid. Analisis Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) ekstrak etanol 70% menghasilkan 5 bercak. Dari hasil uji antimikroba
dengan menggunakan broth dilution method didapatkan bercak ke-3 dengan nilai
Rf 0,64 efektif menghambat aktivitas Staphylococcus aureus ATCC 25923,
Streptococcus mutans Type F (MUI) dan Bacillus cereus ATCC 11778, dan
termasuk golongan senyawa terpenoid. Hasil analisis dengan menggunakan
spektofotometer UV-Vis, Infra Red dan GC-MS menyatakan bahwa bercak ke-3
berada pada absorban 275, 2 nm dengan indikasi senyawa fenol, memiliki gugus
fungsi -OH dengan panjang gelombang 3387,06 cm-1dan C-O pada panjang
gelombang 1100,41 cm-1, serta hasil analisis GC-MS adalah senyawa xantorizol
dengan bobot molekul 218 g/mol.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi senyawasenyawa aktif lain termasuk alkaloid yang belum dilaporkan dari rimpang
temulawak yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai antimikroba, dan dapat
digunakan industri sebagai obat tradisional untuk antimikroba.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
DAFTAR ACUAN
Afifah, E. 2005. Khasiat dan manfaat temulawak, rimpang penyembuh aneka
penyakit. Agromedika Pustaka, Jakarta: iv + 84 hlm.
Akharaiyi, F.C. & B. Bolatito. 2010. Antibacterial and phytochemical evaluation
of three medicinal plants. J.of Natural Product 3: 27-34.
Al Rubiay, K.K., N.N. Jaber, B.H. Al Mhaawe & L.K. Alrubaay. 2008.
Antimicrobial of henna extract. Oman Medical Journal 23(4): 4 hlm.
Arraujo, C.A.C. & L.L. Leon. 2001. Biological activities of Curcuma longa L.
Mem Inst Oswaldo Cruz 96 (5): 723-728.
Arias , M.E., J.D. Gomez, N.M. Cudmani, M.A. Vattuone & M.I. Isla. 2004.
Antibacterial activity of ethanolic and aqueous extract of Acacia aroma
Gill. Life Sciences 75: 191-202.
Asriani, D. 2010. Isolasi xanthorrhisol dari temulawak terpilih berdasarkan
nomor harapan. Tesis. Institut Pertanian Bogor: i + 45.
Batubara, I., T. Mitsunaga & H. Ohashi. 2009. Screening anti acne potency of
Indonesian medicinal plants; antibacterial, lipase inhibition, and
antioxidant activities. J. Wood Sci. 55: 230-235.
Bermawie, N., M. Rahardjo, D. Wahyuno & Ma’mun. 2008. Status teknologi
budidaya dan pasca panen tanaman kunyit dan temulawak sebagai
penghasil kurkumin. Laporan Hasil Penelitian Tanaman Rempah dan
Obat. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor: 84-97.
Cahyaningsih, E. 2008. Identifikasi senyawa antimikroba dari herba meniran
(Phyllanthus niruri L.). Tesis. Program Studi Pasca Sarjana FMIPA.
Universitas Indonesia, Depok: xi + 73 hlm.
Cheah, Y.H., F.J. Nordin, R. Sarip, T.T. Tee, H.L.P. Hazihmatol, H.M. Sirat, B.A.
Abd. Rasid, N.R. Abdollah & Z. Ismail. 2009. Combined xanthorrhizolcurcumin exhibits synergistic growth inhibitory activity via apoptosis
induction in human breast cancer cells MDA-MB-231. Cancer Cell
International 9 (1): 1-12.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
DepKes. 1979 . Materia Medika Indonesia. DitjenPOM, Jakarta: 63-70.
Dzulkarnaen, B., D. Sundari & A. Chozin. 1996. Tanaman obat bersifat
antibakteri di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran 110: 35-47.
Elfahmi, K. Roslan, R. Bos, O. Kayser, H.J. Woerdenbag & W.J. Quax. 2008.
Jamu. The Indonesian Traditional Herbal Medicines. Penerbit Eisei,
Jakarta: 14 – 34.
Fassenden, R.J. & J.S. Fassenden. 1986. Kimia Organik. Terj. dari Organic
Chemistry oleh A.H. Pudjaatmaka. Edisi ke- 3. Penerbit Erlangga: xv +
525 hlm.
Harborne, J.B. 1996. Phytochemical methods. A guide to modern techniques of
plants analysis. 3th Ed. Chapman & Hall, London: xiii + 302 hlm.
Hayati, E. K., A.G. Fasyah & L. Saa’dah. 2010. Fraksinasi dan identifikasi
senyawa tanin pada daun belimbing (Averhoa belimbii L.). J.Kimia 4(2):
193-200.
Hertiani, T., S.I. Palupi, Sanliferianti & D.H. Nurwindasari. 2003. In vitro test on
antimicrobial potency against Staphylococcus aureus, Escherichia coli,
Shigella dysentriaea and Candida albicans of some herbs traditionally
used cure infection diseases. Pharmacon 4(2): 89-95.
Hidayathulla, S., C.K. Keshava & K.R. Chandrashekar. 2011. Phytochemical
evaluation and antibacterial activity of Pterospermum diversifolium
Blume. Int. J. of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 3(2): 165-167.
Hwang, J.K., J.S. Shim & Y.R. Pyun. 2000. Antibacterial activity of
xanthorrhizol from curcuma xanthorrhiza against oral pathogens.
Fitoterapia 71(3): 321-323.
Jagessar, R.C. & A. M. Gomez. 2008. An evaluation of the antibacterial and
antifungal of leaf extracts of Mimorcadia charantia against Candida
albicans, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Nature and
Science 6(1): 1-14.
Jawetz, E., J.L. Melnick & E.A. Adelberg. 1996. Medical Microbiology. 14th Ed.
Lange Medical Publications, Canada: ix + 593 hlm.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Karthishwaran, K., S. Mirunalini, G. Dhamodharan, M. Krishnaveny & V.
Arulmozhi. 2010. Phytochemical investigation of methanolic extract of
the leaves of Pergularia daemia. J. of Biological Science 10(3): 242-246.
Kresnawaty, I. & A. Zainuddin. 2010. Aktivitas antioksidan dan antibakteri dari
derivat metil ekstrak etanol daun gambir (Uncaria gambir). Jurnal Littri
15(4): 145-151.
Kusmiyati & N. W. S. Agustini. 2006. Uji aktivitas senyawa antibakteri dari
mikrooalga Phorphyridium cruentum. Biodiversitas 8(1): 48-53.
Lorian, V.M.D. 1996. Antibiotics in laboratory medicine. 4th Ed. William and
Wilkins, Baltimore: xv + 737 hlm.
McKane, L. & J. Kandel. 1996. Microbiology essentials and applications.
McGraw Hill Inc., New York: 396-398 hlm.
Mustaffa, F., J. Indurkar, S. Ismail, M. Shah & S.M. Mansor. 2011. An
antimicrobial compound isolated from Cinnamomum Iners leaves with
activity against Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus. Moleculs
16: 3037-3047.
Naama J.H., A.A. Temimi & A.A. Husain. 2010. Study the anticancer activities
of ethanolic curcumin extract. African J. of Pure and Appl. Chemistry
4(5): 68-73.
Omojasola, P.F. & S. Awe. 2004. The antibacterial of the leaf extract of
Anacardium occidentale and Gossypium hirsutum against some selected
microorganism. Bioscience Research Communication 16(1): 25-28.
Parwata, IM, O.A. & P.F.S. Dewi. 2008. Isolasi dan uji aktvitas antibakteri
minyak atsiri dari rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.). J. Kimia 2(2):
100-104.
Pelczar, M.J & E.C.S.Chan. 1988. Dasar-dasar mikrobiologi . Terj. dari
Elements of microbiology, oleh Hadioetomo, R.S., T. Imas, S.S.
Tjitrosomo & S.L. Angka. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta: 447540.
Rita, W.S. 2010. Isolasi, identifikasi dan uji aktivitas antibakteri senyawa
golongan triterpenoid pada rimpang temu putih (Curcuma zedoaria
(Berg.) Roscoe). Jurnal Kimia 4 (1): 20-26.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Rukayadi, Y. 2006. Effect of xanthorrhisol on Streptococcus mutans biofilm in
vitro. Jurnal Mikrobiologi Indonesia 11 (1): 4 hlm.
Rukayadi, Y. & J.K. Hwang. 2006. In vitro activity of xanthorrhizol against
Streptococcus mutans biofilms. J. Applied Microbiology 42:400-404.
Rosenblatt, J.E. 1980. Antimicrobial susceptibility testing af anaerobes. Dalam:
Lorian, V. (ed). 1980. Antibiotics in laboratory medicine. Williams &
Wilkins, London: 114-134.
Saifudin, A., V. Rahayu & H.Y. 2011. Standarisasi bahan obat alam. Graha
Ilmu, Yogyakarta: viii+104 hlm
Samsundari, S. 2006. Pengujian ekstrak temulawak dan kunyit terhadap
resistensi bakteri Aeromonas hydrophilla yang menyerang ikan mas
(Cyprinus carpio). GAMMA 2 (1): 71 – 83.
Sastrohamidjojo, H. 1995. Sintesis bahan alam. Gajah Mada University Press:
ix + 243 hlm.
Siagian, M.H. 2006. Temulawak sebagai tanaman obat dan budidayanya secara
intensif. Balitbang Botani, Puslitbang Biologi LIPI, Bogor: 8 hlm.
Silverstein, R.M., G.C. Bassler & T.C. Morril. 1963. Spectrometric identification
of organic compounds. 4th Ed. Jhon Willey & Sons, New York: ii + 430
hlm.
Siswandono & B. Soekardjo. 1995. Kimia medicinal. Airlangga Press,
Surabaya: 257- 259 hlm.
Sukadana, I.M., S.R. Santi & N.K. Juliarty. 2008. Aktivitas antibakteri golongan
triterpenoid dari biji pepaya (Carica papaya L.). Jurnal Kimia 2(1):
15:18.
Stahl, E. 1985. Analisis obat secara kromatografi dan mikroskopi. Terj. dari
Drug analysis by chromathography and microscopy:a pratical supplement
to pharmacopoias, oleh Padmawinata, K. & I. Sudiro. ITB, Bandung: 267
hlm.
Thrupp, D.L. 1980. Susceptibility testing of antibiotics in liquid media. Dalam:
Lorian, V. (ed). 1980. Antibiotics in laboratory medicine. Williams &
Wilkins, London: 73-113.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Wijono, S.S.H. 2003. Isolasi dan identifikasi flavonoid pada daun katu
(Sauropus androgynus (L.) Merr). Jurnal Makara Sains 7(2): 51-64.
Zaenab, H.W. Mardiastuti, V.P. Anny & B. Logawa 2004. Uji antibakteri Siwak
(Salvadora persica Linn.) terhadap Streptococcus mutans (ATC31987)
dan Bacteriodes melaninogenicus. Jurnal Makara Kesehatan 8 (2): 37-40
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
DISKUSI PARIPURNA
Perkembangan penggunaan obat-obatan tradisional untuk membantu
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sudah cukup meluas. Salah satu jenis
tanaman yang dapat digunakan sebagai obat tradisional adalah temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) (DepKes 1979; Shu 2000; Afifah 2005; BPOM
2005; Siagian 2006). Secara tradisional hampir seluruh daerah di Indonesia
memanfaatkan rimpang temulawak sebagai penambah nafsu makan, penyembuh
sakit maag, obat diare, obat ambeien, obat batuk, obat asma dan obat untuk
sariawan. Wanita Indonesia juga sering menggunakan temulawak untuk
memperbanyak air susu ibu (ASI), mengobati gangguan saat nifas dan menstruasi
(Afifah 2005; Siagian 2006; Bermawie et al. 2008). Bagian temulawak yang
paling banyak dimanfaatkan sebagai obat adalah rimpangnya. Rimpang
temulawak mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoid, alkaloid, dan tannin
(Afifah 2005; Siagian 2006; Tarigan et al. 2008). Berdasarkan hasil analisis
kimia, kandungan utama temulawak terdiri dari pati (48,18-59,64%), serat (2,584,83%), minyak atsiri (phelandren, kamfer, tumerol, sineol, borneol, dan
xantorizol) (1,48-1,63%) serta kurkuminoid (kurkumin dan desmetoksikurkumin)
(1,6-2,2%) (Afifah 2005; Siagian 2006).
Ekstraksi 100 g temulawak dengan pelarut akuades, etanol 70%, dan
diklorometan menghasilkan rendemen 63,54 g, 13,33, g, dan 3,01 g. Rendemen
akuades diduga menghasilkan senyawa pati dan senyawa fenol, karena akuades
adalah pelarut polar yang dapat melarutkan pati dan senyawa fenol (Harborne
1996). Indrawati (2009), pada ekstrak akuades terdapat kandungan senyawa
metabolit sekunder yaitu alkaloid, terpenoid, saponin, dan kuinon. Pati
merupakan komponen utama dari temulawak dengan jumlah antara 48,18-59,64%
(Afifah 2005; Siagian 2006). Jumlah pati yang tinggi pada temulawak juga
dipengaruhi oleh ketinggian tumbuh, temulawak yang ditanam pada ketinggian
dibawah 240 m (dpl) akan menghasilkan pati yang tinggi (Direktorat Aneka
Tanaman 2000 (lihat Asriani 2010)).
Pelarut etanol 70% merupakan pelarut serbaguna yang baik untuk
ekstraksi pendahuluan dan bersifat polar (Harborne 1996), sehingga dapat
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
menarik senyawa-senyawa polar yang terkandung di dalam rimpang temulawak
terutama alkaloid (Sastrohamidjoyo 1995; Omajosola & Awe 2004; Tarigan et al.
2008; ), kurkuminoid dan terpenoid (Harborne 1996). Komponen lain yang
dihasilkan dari ekstraksi menggunakan etanol adalah senyawa fenol (Harborne
1996; Hertiani et al. 2003; Omajosola & Awe 2004; Elfahmi et al. 2008).
Ekstraksi rimpang temulawak dengan diklorometan menghasilkan jumlah
rendemen paling kecil dibandingkan ekstraksi dengan akuades dan etanol 70%,
karena pelarut diklorometan merupakan pelarut semi polar sehingga ekstraksi
hanya dapat menarik senyawa semi polar sampai non polar, misalnya beberapa
golongan flavonoid (Harborne 1996; Fitrial et al. 2008), triterpenoid (Fitrial et al.
2008; Sukadana et al. 2008), dan alkaloid (Fitrial et al. 2008).
Pengujian aktivitas antimikroba menunjukkan hasil bahwa ekstrak
akuades, etanol 70%, dan diklorometan dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Gram positif Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans pada konsentrasi
1,0-5,0% b/v, sedangkan Bacillus cereus hanya dapat dihambat oleh ekstrak
etanol 70% pada konsentrasi 2,0-5,0% b/v. Kemampuan penghambatan
pertumbuhan mikroba dari ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan
berkaitan dengan kandungan senyawa kimia yang tersari di dalam masing-masing
ekstrak.
Uji penghambatan antimikroba oleh ekstrak akuades, etanol 70%, dan
diklorometan menunjukkan bahwa ketiga ekstrak mempunyai kemampuan yang
sama dalam penghambatan bakteri uji Gram positif yaitu Staphylococcus aureus
dan Streptococcus mutans yaitu 1,0-5,0%, kecuali pada bakteri Bacillus cereus,
ekstrak etanol 70% memiliki kemampuan yang lebih baik dengan penghambatan
pada konsentrasi 2,0-5,0%. Kemampuan dari ekstrak akuades, etanol 70%, dan
diklorometan untuk menghambat pertumbuhan mikroba berkaitan dengan
kandungan senyawa kimia yang terdapat di dalam ekstrak. Senyawa fenol yang
dikandung ketiga ekstrak diduga berperan dalam penghambatan pertumbuhan
mikroba. Turunan senyawa fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses
adsorbsi yang melibatkan ikatan hidrogen dan dapat merubah permeabilitas
membran sel (Siswandono & Soekardjo 1995; Parwata & Dewi 2008). Penetrasi
fenol dengan kadar yang tinggi ke dalam sel dapat menyebabkan koagulasi
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
protein dan lisis pada membran sel (Hertiani et al. 2003; Parwata & Dewi 2008).
Mekanisme penghambatan senyawa fenol adalah melalui pembentukan ikatan
hidrogen antara gugus hidroksil pada senyawa fenol dengan protein membran sel,
yang menyebabkan gangguan terhadap permeabilitas membran, sehingga
komponen sel yang esensial keluar dari dalam sel dan menyebabkan kematian
bakteri (Sastrohamidjojo 1995; Hertiani et al. 2003; Elfahmi et al. 2006; Al
Rubiay et al. 2008). Sementara itu, senyawa fenol dengan konsentrasi rendah
dapat membentuk ikatan protein-fenol dengan ikatan lemah dan mudah terurai dan
apabila terjadi penetrasi fenol ke dalam sel dapat menyebabkan koagulasi protein
dan lisis pada membran sel. Dampak yang ditimbulkan adalah terjadi gangguan
pada sistem transpor nutrisi (Volk & Wheeler 1988; Hertiani et al. 2003; Parwata
& Dewi 2008). Membran sel tersusun dari protein dan lemak sangat rentan
terhadap zat kimia yang menurunkan tegangan permukaan membran sel sehingga
mengakibatkan kematian sel (Volk & Wheeler 1988).
Senyawa antibakteri diduga dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram
positif dengan menembus dinding sel, dinding sel bakteri Gram positif memiliki
susunan yang sederhana terdiri dari 60-100% peptidoglikan, yang terbuat dari Nasetil glukosamin dan asam N-asetil muramat. Beberapa bakteri Gram positif juga
mengandung asam teikoat dan asam teikoronat yang terkait pada asam muramat
dari lapisan peptidoglikan. Kandungan lipid pada bakteri Gram positif adalah 24% (Hugo & Russell 1981; Volk & Wheeler 1988; Brock et al. 1994). Penyusun
dinding sel yang sederhana dan tidak adanya selaput luar menyebabkan senyawa
antibakteri dapat menembus dinding sel dan menganggu proses biosintesis
dinding sel (Lambert et al. 2001; Soebagio et al. 2006; Ajizah et al. 2007).
Pelczar & Chan (1988) dan Jawetz et al. (1996) menyatakan bahwa zat
antimikroba mempengaruhi pertumbuhan bakteri dengan cara merusak dinding
sel, merubah permeabilitas sel, menghambat kerja enzim dan sintesis asam
nukleat. Aktivitas zat antimikroba juga dapat dilakukan dengan menghambat
kerja enzim yaitu dengan menganggu aktivitas dari protein sel. Senyawa fenol
diduga mampu menghalangi fungsi protein dalam mengkatalisis enzim untuk
melakukan metabolisme sel (Volk & Wheeler 1988) .
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Pengujian Minimal Inhibitory Concentration (MIC) memperlihatkan hasil
Ekstrak etanol 70% mampu menghambat pertumbuhan pada bakteri
Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans pada konsentrasi 0,10-0,75%
b/v. Kemampuan antimikroba dipengaruhi tingkat konsentrasi zat uji. Semakin
tinggi konsentrasi zat yang digunakan, semakin tinggi daya hambat antimikroba
(Pelczar & Chan 1988). Soebagio et al. (2006) melaporkan konsentrasi hambat
ekstrak etanol 95% temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus adalah konsentrasi 0,4%. Hasil penelitian Mustaffa et al.
(2011) pada ekstrak metanol daun Cinnamomum iners yang mengandung
xantorisol didapatkan MIC sebesar 0,78 mg/ml terhadap Staphylococcus aureus,
dan Rukayadi & Hwang (2006), melaporkan bahwa xantorisol yang diisolasi dari
ekstrak metanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) menghambat
pertumbuhan Streptococcus mutans pada konsentrasi 5,0 µMol/l.
Ekstrak etanol 70% rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.),
mempunyai aktivitas antimikroba yang paling efektif sehingga dilakukan analisis
terhadap senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak menggunakan metode
reaksi warna, Kromatografi Lapis Tipis (KLT), UV-Vis spektrofotometeri, Infra
Red spektrofotometri, dan GC-MS, sedangkan pengujian aktvitas antimikroba dari
hasil KLT menggunakan metode pengenceran tabung (broth dilution method)
(Chitwood 1969; Rosenblatt 1980; Jawetz et al.1996; MacKane & Kandel 1996).
Pengujian ekstrak etanol 70% rimpang temulawak dengan menggunakan
KLT menghasilkan 5 bercak, bercak ke-3 merupakan bercak yang paling efektif
menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus ATCC 25923, Streptococcus
mutan Type F (MUI), dan Bacillus cereus ATCC 11778 dengan nilai Rf 0,64. Uji
reaksi warna menghasilkan golongan terpenoid, selanjutnya senyawa dengan nilai
Rf 0,64 dianalisis dengan UV-Vis spektrofotometri menghasilkan absorban pada
275,2 nm, Infra Red spektrofotometri menghasilkan adanya gugus hidroksil (-OH)
dan karbonil (C-O) dan berat molekul sebesar 218 g/mol yang diukur dengan GCMS. Menurut Silverstein et al. (1963) kelompok fenol mempunyai serapan yang
kuat untuk gugus –OH dan C-O, gugus –OH mempunyai serapan antara 35503200 cm-1 dan C-O pada angka gelombang 1260-1000 cm-1. Hwang (2000),
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Cheah et al. (2009), dan Asriani (2010) menyatakan bahwa bobot molekul
xantorizol adalah 218 g/mol.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
RANGKUMAN KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Hasil ekstraksi 100g serbuk rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.) dengan pelarut akuades, etanol 70%, dan diklorometan menghasilkan
rendemen seberat 63, 54 g, 13,33 g, dan 3,01 g.
Ekstrak rimpang temulawak efektif menghambat pertumbuhan bakteri
Gram positif Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan anaerob Streptococcus
mutans Type F(MUI), sedangkan Bacillus cereus ATCC 11778 hanya mampu
dihambat etanol 70%. Bakteri Gram negatif yang terdiri dari Escherichia coli
ATCC 25922 NCTC 12241, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, anaerob
Porphyromonas gingivalis ATCC 33277, dan fungi Candida albicans ATCC
10231 tidak dapat dihambat pertumbuhannya oleh ketiga ekstrak. Ekstrak etanol
70% rimpang temulawak efektif menghambat pertumbuhan S. aureus dan S.
mutans pada konsentrasi 1,0-5,0% b/v, sedangkan B. cereus pada konsentrasi 2,05,0% b/v, dengan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) 1,0% b/v pada
S. aureus dan S. mutans, sedangkan pada B. cereus konsentrasi 2,0% b/v.
Ekstrak etanol 70% rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
terbukti efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus ATCC 25923,
B.cereus ATCC 11778, dan S. mutans Type F (MUI). Sehingga sangat
memungkinkan dikembangkan sebagai produk obat tradisional untuk mengobati
berbagai infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram positif.
Analisis golongan senyawa dalam ekstrak etanol 70% dengan uji fitokimia
menghasilkan senyawa senyawa golongan alkaloid, kuinon dan terpenoid. Hasil
kromatografi lapis tipis (KLT) ekstrak etanol 70% dengan fase diam silika gel
60F254 dan fase gerak n-heksan:etil asetat (14:1) diperoleh lima bercak. Uji
aktivitas antimikroba dengan metode pengenceran tabung menghasilkan bercak
ke-3 dengan nilai Rf 0,64 dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus,
B. cereus, dan S. mutans. Setelah dianalisis dengan UV-Vis spektrofotometer,
Infra Red spektrofotometer dan GC-MS menghasilkan nilai absorban 275, 2 nm,
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
dengan gugus fungsi –OH pada angka gelombang 3387,06 cm-1 dan C-O pada
1100,41 cm-1 dan menunjukkan senyawa xantorisol dengan berat molekul 218
g/mol
SARAN
Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut aktivitas antimikroba dari ekstrak
akuades, etanol 70%, dan diklorometan dan identifikasi senyawa-senyawa aktif
termasuk alkaloid yang belum dilaporkan dari rimpang temulawak yang
berpotensi untuk dikembangkan sebagai antimikroba, dan dapat digunakan
industri sebagai obat tradisional untuk antimikroba. Diharapkan dimasa datang
ekstrak rimpang temulawak dapat dimanfaatkan untuk pengembangan obat
tradisional terutama sebagai antimikroba.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
DAFTAR ACUAN
Afifah, E. 2005. Khasiat dan manfaat temulawak, rimpang penyembuh aneka
penyakit. Agromedika Pustaka, Jakarta: iv+84 hlm.
Aggarwal, B.B., C. Sundaram, N. Malani & H. Ichikawa. 2007. The molecular
targets and therapeutic uses of curcumin in health and diseases. Springer
Science LLC, USA: xx +75 hlm.
Ajizah, A., Thihana & Mirhanuddin. 2007. Potensi ekstrak kayu ulin
(Eusideroxylon zwageri) menghambat pertumbuhan Staphylococcus
aureus secara in vitro. Bioscientiae 4(1): 37-42.
Al Rubiay, K.K., N.N. Jaber, B.H. Al Mhaawe & L.K. Alrubaay. 2008.
Antimicrobial of henna extract. Oman Medical Journal 23(4): 4 hlm.
Asriani, D. 2010. Isolasi xanthorrhisol dari temulawak terpilih berdasarkan
nomor harapan. Tesis. Institut Pertanian Bogor: i + 45.
Bermawie, N., M. Rahardjo, D. Wahyuno & Ma’mun. 2008. Status teknologi
budidaya dan pasca panen tanaman kunyit dan temulawak sebagai
penghasil kurkumin. Laporan Hasil Penelitian Tanaman Rempah dan
Obat. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor: 84-97.
BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). 2005. Gerakan Nasional Minum
Temulawak. InfoPOM 6(6): 1-4
Brock, T.D., M.T. Madigan, J.M. Martinko & J. Parker. 1994. Biology of
microorganisms. Prentice- Hall International, USA: 58-66.
Cheah, Y.H., F.J. Nordin, R. Sarip, T.T. Tee, H.L.P. Hazihmatol, H.M. Sirat, B.A.
Abd. Rasid, N.R. Abdollah & Z. Ismail. 2009. Combined xanthorrhizolcurcumin exhibits synergistic growth inhibitory activity via apoptosis
induction in human breast cancer cells MDA-MB-231. Cancer Cell
International 9 (1): 1-12.
Chitwood, L.A. 1969. Tube dilution antimicrobial susceptibility testing: Efficacy
of microtechnique applicable ti diagnostic laboratories. Appl.
Microbiology 17(5): 707-709.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
DepKes (=Departemen Kesehatan). 1979 . Materia Medika Indonesia.
DitjenPOM, Jakarta: 63-70.
Direktorat Aneka Tanaman. 2000. Budidaya tanaman temulawak. Dalam:
Asriani, D. 2010. Isolasi xanthorrhisol dari temulawak terpilih
berdasarkan nomor harapan. Tesis. Institut Pertanian Bogor: i + 45.
Elfahmi, K. Roslan, R. Bos, O. Kayser, H.J. Woerdenbag & W.J. Quax. 2008.
Jamu. The Indonesian Tradisional Herbal Medicines. Penerbit Eisei,
Jakarta: 14-34.
Fitrial, Y., M. Astawan, S. S. Soekarto, K. G. Wiryawan, T. Wresdiyati & R.
Khairina. 2008. Aktivitas antibakteri ekstrak biji teratai (Nympaea
pubescens Wild.) terhadap bakteri pathogen penyebab diare. J. Teknol.
dan Industri Pangan 19(2): 158-164.
Harborne, J.B. 1996. Phytochemical methods. A guide to modern techniques of
plants analysis. 2 ed. Chapman & Hall, London: xiii + 302 hlm.
Hertiani, T., S.I. Palupi, Sanliferianti & D.H. Nurwindasari. 2003. In vitro test on
antimicrobial potency against Staphylococcus aureus, Escherichia coli,
Shigella dysentriaea and Candida albicans of some herbs traditionally
used cure infection diseases. Pharmacon 4(2): 89-95.
Hugo, W.B. & A.D. Russell. 1981. Pharmaceutical microbiology. 2nd Ed.
Blackwell Scietific Publication, London: xiii + 352 hlm.
Hwang, J.K., J.S. Shim & Y.R. Pyun. 2000. Antibacterial activity of
xanthorrhizol from curcuma xanthorrhiza against oral pathogens.
Fitoterapia 71(3): 321-323.
Indrawati, I. 2009. Potensi ekstrak air, etanol dan minyak atsiri bawang merah
(Allium cepa L.) kultivar Batu terhadap bakteri penyebab karies gigi. J.
Biotika 7(1): 40-48.
Jawetz, E., J.L. Melnick & E.A. Adelberg. 1996. Medical Microbiology. 14th Ed.
Lange Medical Publications, Canada: ix + 593 hlm.
Lambert, R.J.W., P.N. Skandamis, P.J. Coote & G.J.E. Nychas. 2001. A study
of the minimum inhibitory concentration and mode of action of oregano
essential oil, thymol and carvacrol. J. Appl. Microbiol. 91 (3): 453-462.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
MacKane, L. & J. Kandel. 1996. Microbiology essentials and applications.
McGraw. Hill., Inc: 396-398.
Mustaffa, F., J. Indurkar, S. Ismail, M. Shah & S.M. Mansor. 2011. An
antimicrobial compound isolated from Cinnamomum Iners leaves with
activity against Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus. Moleculs
16: 3037-3047.
Omojasola, P.F. & S. Awe. 2004. The antibacterial of the leaf extract of
Anacardium occidentale and Gossypium hirsutum against some selected
microorganism. Bioscience Research Communication 16(1): 25-28.
Parwata, IM, O.A. & P.F.S. Dewi. 2008. Isolasi dan uji aktvitas antibakteri
minyak atsiri dari rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.). J. Kimia 2(2):
100-104.
Pelczar, M.J & E.C.S.Chan. 1988. Dasar-dasar mikrobiologi 2. Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta: 447-540.
Rosenblatt, J.E. 1980. Antimicrobial susceptibility testing af anaerobes. Dalam:
Lorian, V. (ed). 1980. Antibiotics in laboratory medicine. Williams &
Wilkins, London: 114-134.
Rukayadi, Y. & J.K. Hwang. 2006. In vitro activity of xanthorrhizol against
Streptococcus mutans biofilms. J. Applied Microbiology 42:400-404.
Sastrohamidjojo, H. 1995. Sintesis bahan alam. Gajah Mada University Press:
ix + 243 hlm.
Shu, J.H. 2000. Curcuma Linneaus, Sp. Pl. 1: 2. 1753, nom. cons. Flora of
China 24: 359-362
Siagian, M.H. 2006. Temulawak sebagai tanaman obat dan budidayanya secara
intensif. Balitbang Botani, Puslitbang Biologi LIPI, Bogor. 8 hlm.
Silverstein, R.M., G.C. Bassler & T.C. Morril. 1963. Spectrometric identification
of organic compounds. 4th Ed. Jhon Willey & Sons, New York: ii + 430
hlm.
Siswandono & B. Soekardjo. 1995. Kimia medicinal. Airlangga Press,
Surabaya: 257- 259 hlm.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Soebagio, B., S.Soeryati & K. Fauziah. 2006. Pembuatan sediaan krim antiakne
ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb.). Prosiding
Pertemuan Ilmiah Pembuatan Sediaan Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb) dari Produk Empiris Sampai Produk Fitofarmaka,
Unpad, Bandung. 5 hlm.
Sukadana, I.M., S.R. Santi & N.K. Juliarti. 2008. Aktivitas antibakteri golongan
senyawa triterpenoid dari biji papaya (Carica papaya L.). J. Kimia 2(1):
15-18.
Tarigan, J., C.F.Zuhra & H. Sihotang. 2008. Skrining fitokimia tumbuhan yang
digunakan oleh pedagang jamu gendong untuk merawat kulit wajah di
Kecamatan Medan Baru. J. Biologi Sumatra 1(3): 1-6.
Volk, W.A. & M.F. Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar. Terj. dari Basic
microbiology, oleh Markham. Edisi ke-5. Penerbit Erlangga, Jakarta: xii
+ 396 hlm.
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011
Download