ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS FISIOLOGIS DI BIDAN PRAKTIK MANDIRI (BPM) BIDAN HJ. ENTIN SURYATINI, S.ST TASIKMALAYA LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya Kebidanan Oleh : SUMARNI WIDIYA ASTUTI NIM. 13DB277136 PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016 ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS FISIOLOGIS DI BIDAN PRAKTIK MANDIRI (BPM) BIDAN HJ. ENTIN SURYATINI, S.ST TASIKMALAYA1 Sumarni Widiya Astuti2 Sandriani3 Rosidah Solihah4 INTISARI Masa nifas adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari. Survei dilakukan di Tasikmalaya dengan jumlah ibu nifas sebanyak 12.285 orang dan studi pendahuluan di BPM Hj. Entin Suryatini, S.ST Tasikmalaya data ibu nifas bulan januari-desember 2015 ada 132 orang sedangkan dari bulan januari-maret 2016 ada 26 orang. Tujuan penyusunan Laporan Tugas Akhir ini untuk memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas fisiologis dengan menggunakan pendekatan proses manajemen kebidanan. Asuhan kebidanan pada ibu nifas fisiologis ini dilakukan dari tanggal 10 Maret-24 Maret 2016 di BPM Hj. Entin Suryatini, S.ST Tasikmalaya dan rumah pasien. Dari hasil penyusunan laporan tugas akhir ini penyusun mendapat gambaran dan pengalaman nyata dalam pembuatan asuhan kebidanan pada ibu nifas fisiologis. Kesimpulan dari hasil pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu nifas fisiologis di BPM Hj. Entin Suryatini, S.ST Tasikmalaya didapatkan hasil bahwa dari pengkajian data subjektif, interpretasi data, masalah potensial, perencanaan dan pelaksanaan asuhan sesuai dengan tinjauan pustaka, namun pada pengkajian data objektif yaitu pemeriksaan TFU terdapat kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan kasus yang dikaji. Kata Kunci : Ibu nifas fisiologis Kepustakaan : 12 buku (2009-2015) Halaman : i-xii, 67 halaman, 10 lampiran 1 Judul Penulisan Ilmiah2Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis 3Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Pelayanan pascapersalinan harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan pelayanan pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan nutrisi bagi ibu (Sarwono, 2013). Saat ini dalam setiap menit, setiap harinya, seorang ibu meninggal disebabkan oleh komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas. Menurut data World Health Organization (WHO) dalam Erni (2009), kematian ibu diperkirakan sebanyak 500.000 kematian setiap tahun, 99% diantaranya terjadi di negara berkembang (Cyut Tare, 2011). Asuhan kebidanan yang diberikan oleh seorang pemberi pelayanan kebidanan sangat mempengaruhi kualitas asuhan yang diberikan dalam tindakan kebidanan seperti upaya pelayanan kehamilan, persalinan, masa nifas, dan perawatan bayi baru lahir. Oleh karena itu sebagai peran untuk menjadi bidan profesional, bidan perlu mengembangkan ilmu dan kiat asuhan kebidanan yang salah satunya adalah harus dapat mengintegrasikan model konseptusi khususnya pemberian asuhan kebidanan ibu nifas (Mansyur dan Dahlan, 2014). Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Sarwono, 2009). 1 2 Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2014). Menurut Kemenkes RI 2012. Sesuai target MDGs 2015, AKI harus diturunkan sampai 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Sehingga untuk dapat mencapai target MDGs, diperlukan terobosan dan upaya keras dari seluruh pihak, baik pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun 2010 dalam penelitian di Universitas Sumatra Utara oleh Rossi Sanusi, yang menyatakan bahwa kematian ibu di Indonesia 228/100.000 kelahiran hidup, artinya dengan jumlah penduduk 225.642.000 berarti ada 9.774 ibu meninggal per tahun atau 1 orang ibu meninggal per jam oleh sebab yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan nifas. Pada hasil dokumentasi provinsi Jawa Barat didapatkan target angka kematian ibu yang harus di capai pada tahun 2013 harus diturunkan sampai 205-210/100.000 kelahiran hidup. Sedangkan jumlah yang didapatkan dari provinisi Jawa Barat tahun 2007 pada lampiran profil kesehatan Jawa Barat angka kematian ibu sebanyak 788 per 822.481 kelahiran hidup (Depkes Jabar, 2007). Pengertian dan ketentuan nifas dijelaskan dalam Al-qur’an dan Hadist. Seperti halnya haid, nifas juga merupakan hal yang sangat penting dan perlu untuk di fahami baik kaum wanita ataupun kaum laki-laki. Darah nifas adalah darah yang keluar pada saat sebelum, pada saat dan sesudah melahirkan serta diikuti dengan tanda-tanda akan melahirkan seperti rasa sakit. Rasa sakit yang dimaksud disini adalah rasa sakit yang diikuti dengan proses melahirkan. Apabila darah keluar tidak disertai dengan proses persalinan / melahirkan maka darah tersebut tidak dinamakan darah nifas. Selain itu semua, dinamakan darah nifas apabila darah tersebut keluar setelah wanita melahirkan seorang bayi yang sudah berbentuk manusia, walupun belum sempurna. Dan apabila seorang wanita mengalami keguguran dan bayi yang dikeluarkan belum berbentuk manusia, maka darah yang keluar tidak disebut dengan darah nifas. Namun di hukumi 3 dengan darah istihadah (darah penyakit) yang tidak menghalangi shalat, puasa dan ibadah lainnya.Selama masa nifas seorang perempuan dilarang untuk shalat, puasa, dan berhubungan intim dengan suaminya. Hal tersebut berdasarkan QS. Al-Baqarah Ayat : 222 َِيض َوالَ َت ْق َر ُبوهُنَّ َح َّت َى َي ْط ُه ْرنَ َفإ ِ َذا َت َط َّه ْرن ِ ساء فِي ا ْل َمح ِ َو َي ْسأَلُو َن َك َع ِن ا ْل َمح َ اع َت ِزلُو ْا ال ِّن ْ ِيض قُلْ ه َُو أَ ًذى َف ّ ث أَ َم َر ُك ُم ُ َفأْ ُتوهُنَّ مِنْ َح ْي ُ للا “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” Berdasarkan ayat diatas, nifas disatu pengertiankan dengan haid karena mempunyai persamaan yaitu suatu kotoran atau darah yang keluar dari jalan lahir wanita. Dan selama darah itu masih keluar maka tidak di bolehkan bagi wanita itu untuk shalat, puasa, dan berhubungan intim dengan suaminya sampai masa nifas atau masa haid itu selesai. Sedangkan menurut para ulama pendapat tentang batasan minimal dan maksimal masa nifas itu berbeda. Asy syaikh Taqiyuddin (Ibnu Taimiyyah) dalam risalah beliau Fil Asma’ allaqasy syari’ al ahkama biha berkata : “Adapun masa nifas tidak ada batasan minimal maupun maksimalnya. Kalau seandainya ada seorang wanita yang mendapati darahnya lebih dari 40 hari atau 60 hari atau 70 hari kemudian baru berhenti, maka itulah nifasnya. Akan tetapi jika terus menerus, maka darah tersebut darah fasad (istihadah). Dan jika ini yang terjadi padanya, maka masa nifasnya dihitung 40 hari, karena inilah puncak dari kebanyakan atsar-atsar yang datang menjelaskan batasan lamanya haid”. َّ صلَّى سلَّ َم َت ْق ُع ُد َب ْع َد نِ َفاسِ َها أَ ْر َبعِينَ َي ْو ًما أَ ْو ِ سلَ َم َة َقالَتْ َكا َن ِ َّ ول َ للاُ َعلَ ْي ِه َو َ للا ُ سا ُء َعلَى َع ْه ِد َر َ ت ال ُّن َف َ َعنْ أ ُ ِّم ِ س أَ ْر َبعِينَ لَ ْيلَ ًة Ummu Salamah-radhiyallahu anha-beliau berkata: para wanita nifas di masa Rasulullah shollallahu alaihi wasallam duduk (berdiam tidak sholat) setelah nifas (masa melahirkan) selama 40 hari atau 40 malam (H.R Abu Dawud, 4 dishahihkan al-Hakim disepakati adz-Dzahaby, dihasankan anNawawy disepakati Ibnu Hajar dan al-Albany). Masa nifas merupakan hal penting untuk diperhatikan guna menurunkan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia. Dan berbagai pengalaman dalam menanggulangi kematian ibu dan bayi di banyak Negara, Pelayanan nifas, merupakan pelayanan kesehatan yang sesuai standar pada ibu mulai 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan oleh tenaga kesehatan (Mansyur dan Dahlan, 2014). Bidan memegang peranan penting dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesehatan dan pengertian masyarakat melalui konsep promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dalam standar pelayanan kebidanan, bidan memberikan pelayanan bagi ibu pada masa nifas melalui kunjungan rumah pada hari ketiga, minggu kedua dan minggu keenam setelah persalinan untuk membantu proses pemulihan ibu dan bayi melalui penanganan tali pusat yang benar, penemuan dini, penanganan atau rujukan komplikasi yang mungkin terjadi pada masa nifas, serta memberikan penjelasan tentang kesehatan secara umum, personal hygiene, nutrisi, perawatan bayi baru lahir, pemberian asi, imunisasi dan keluaga berencana (Islami dan Aisyaroh, 2012). Sustini F, Andajani S, Marsudiningsih A, meneliti tentang Pengaruh pendidikan kesehatan, monitoring dan perawatan ibu pascapersalinan terhadap kejadian morbiditas nifas di kabupaten Sidoarjo dan Lamongan Jawa Timur yang hasilnya berupa monitoring ibu nifas terbukti berhubungan dengan kejadian morbiditas nifas karena dapat memonitor keluhan atau kejadian morbiditas ibu sehingga dengan monitoring ibu yang baik dapat dideteksi morbiditas ibu lebih banyak. Kurangnya monitoring ibu selama masa nifas berdampak pada kemungkinan tidak tercatatnya morbiditas ibu. Perawatan ibu masa nifas terbukti berhubungan dengan risiko terjadinya morbiditas nifas. Pelaksanaan perawatan yang kurang baik dapat meningkatkan risiko terjadinya morbiditas nifas, seperti perawatan payudara untuk mencegah mastitis, membersihkan diri menggunakan sabun setelah 5 buang air kecil dan buang air besar dapat mencegah infeksi genitalia (Islami dan Aisyaroh, 2012). Menurut laporan Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya tahun 2016 jumlah ibu nifas yang mendapatkan pelayanan sebanyak 12.285, dengan jumlah AKI sebanyak 20 orang (Dinkes Tasikmalaya, 2016). Sedangkan data yang diperoleh di BPM Hj. Entin Suryatini, SST Leuwidahu Kota Tasikmalaya dari bulan januari-desember 2015 ada 132 orang ibu bersalin sehingga ada 132 orang jumlah ibu nifas yang mendapat pelayanan, sedangkan dari bulan januari-maret 2016 ada 26 orang ibu bersalin sehingga ada 26 orang jumlah ibu nifas (Data BPM, 2016). Angka cakupan ibu nifas yang dilakukan kunjungan selama bulan maret adalah sebanyak 6 orang dari 8 jumlah ibu nifas. Ada 2 orang ibu nifas yang tidak dilakukan kunjungan karena jauhnya jarak tempat tinggal dari BPM dan karena ibu yang bekerja (Data BPM, 2016). Berdasarkan permasalahan diatas untuk meningkatkan pelayanan kunjungan, salah satunya dengan cara memberikan asuhaan selama masa nifas. Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan asuhan kebidanan pada Ny. E P3A0 post partum 2 jam fisiologis di BPM Hj. Entin Suryatini, S.ST Leuwidahu, Tasikmalaya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalahnya adalah “Bagaimanakah asuhan kebidanan pada Ny. E P3A0 post partum 2 jam fisiologis di BPM Hj. Entin Suryatini, S.ST Leuwidahu, Tasikmalaya?”. C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas fisiologis sesuai dengan standar pelayanan kebidanan. 6 2. Tujuan Khusus a. Dapat melakukan pengkajian data subyektif maupun data obyektif pada Ny. E P3A0 post partum 2 jam fisiologis di BPM Hj. Entin Suryatini, S.ST Leuwidahu, Tasikmalaya. b. Mampu mengidentifikasi masalah yang terjadi pada Ny. E P3A0 post partum 2 jam fisiologis di BPM Hj. Entin Suryatini, S.ST Leuwidahu, Tasikmalaya. c. Dapat menentukan masalah potensial yang mungkin terjadi pada Ny. E P3A0 post partum 2 jam fisiologisdi BPM Hj. Entin Suryatini, S.ST Leuwidahu, Tasikmalaya. d. Mampu menentukan kebutuhan segera pada Ny. E P3A0 post partum 2 jam fisiologis di BPM Hj. Entin Suryatini, S.ST Leuwidahu, Tasikmalaya. e. Mampu menentukan rencana tindakan yang akan diberikan pada Ny. E P3A0 post partum 2 jam fisiologis di BPM Hj. Entin Suryatini, S.ST Leuwidahu, Tasikmalaya. f. Mampu melaksanakan tindakan yang telah direncanakan pada Ny. E P3A0 post partum 2 jam fisiologis di BPM Hj. Entin Suryatini, S.ST Leuwidahu, Tasikmalaya. g. Dapat menilai kembali/mengevaluasi dari tindakan yang telah diberikan pada Ny. E P3A0 post partum 2 jam fisiologis di BPM Hj. Entin Suryatini, S.ST Leuwidahu, Tasikmalaya. D. Manfaat 1. Bagi Institusi Pendidikan Dapat dijadikan sebagai masukan untuk pengembangan materi yang telah diberikan baik dalam proses perkuliahan maupun praktik lapangan agar mampu menerapkan secara langsung asuhan pada masa nifas dengan pendekatan manajemen kebidanan yang sesuai dengan standar pelayanan kebidanan. 7 2. Bagi Lahan Praktik Dapat mempertahankan semua pelayanan yang sudah maksimal dan sebagai bahan untuk meningkatkan mutu pelayanan kebidanan terutama asuhan pada masa nifas. 3. Bagi Penulis Sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan sehingga penulis mampu mengaplikasikan seluruh ilmu yang telah di dapat dari perkuliahan mengenai asuhan kebidanan pada masa nifas. 4. Bagi Ibu Nifas Sebagai informasi dan motivasi bagi klien, bahwa pemeriksaan dan pemantauan kesehatan sangat penting khususnya asuhan kebidanan pada masa nifas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Masa Nifas 1. Definisi Masa Nifas Masa nifas adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alatalat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Ambarawati, 2009). 2. Tujuan Asuhan Masa Nifas Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis baik bagi ibu maupun bayinya. Diperkirakan 60 % kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50 % kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Mansyur dan Dahlan, 2014). Tujuan asuhan masa nifas dibagi menjadi 2 yaitu : 1. Tujuan Umum Membantu ibu dan pasangannya selama masa transisi awal mengasuh anak. 2. Tujuan Khusus a. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologis. b. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati/merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya. c. Memberikan pendidikan kesehatan, tenaga perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi dan perawatan bayi sehat. d. Memberikan pelayanan KB. 3. Tahapan Masa Nifas 1. Puerperium dini (Immediate Post Partum Periode) Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam, yang dalam hal ini ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. 8 9 Masa ini sering terdapat banyak masalah misalnya perdarahan karena atonia uteri oleh karena itu bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokhea, tekanan darah dan suhu (Mansyur dan Dahlan, 2014). 2. Puerperium Intermedial (Early Post Partum Periode) Masa 24 jam setelah melahirkan sampai dengan 7 hari (1 minggu). Periode ini bidan memastikan bahwa involusio uterus berjalan normal, tidak ada perdarahan abnormal dan lokhea tidak berbau busuk, ibu tidak demam, ibu mendapat cukup makan dan cairan, menyusui dengan baik, melakukan perawatan ibu dan bayinya sehari-hari (Mansyur dan Dahlan, 2014). 3. Remote Puerperium (Late post partum periode) Masa 1 minggu sampai 6 minggu sesudah melahirkan. Periode ini bidan tetap melanjutkan pemeriksaan dan perawatan sehari-hari serta memberikan konseling KB (Mansyur dan Dahlan, 2014). 4. Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam Masa Nifas 1. Sebagai teman terdekat sekaligus pendamping untuk memberikan dukungan yang terus menerus selama masa nifas yang baik dan sesuai dengan kebutuhan ibu agar mengurangi ketegangan fisik dan psikologis selama persalinan dan nifas. 2. Sebagai pendidik dalam asuhan pemberian pendidikan kesehatan terhadap ibu dan keluarga. 3. Sebagai pelaksana asuhan kepada pasien dalam hal tindakan perawatan, pemantauan, penanganan masalah, rujukan, dan deteksi dini komplikasi masa nifas. 4. Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu kesehatan ibu nifas maupun bayinya. 10 5. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas Kebijakan program nasional tentang masa nifas adalah : 1. Rooming in merupakan suatu sistem perawatan dimana ibu dan bayi dirawat dalam 1 unit/kamar. Bayi selalu ada disamping ibu sejak lahir (hal ini dilakukan hanya pada bayi yang sehat). 2. Gerakan nasional ASI eksklusif yang dirancang oleh pemerintah 3. Pemberian vitamin A ibu nifas 4. Program Inisiasi Menyusui Dini Berdasarkan program dan kebijakan teknis masa nifas adalah paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani masalah yang terjadi, yaitu : Tabel 2.1 Kebijakan Program Nasional Masa Nifas Kunjungan I Waktu 6-8 jam persalinan Asuhan setelah 1. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. 2. Mendeteksi dan penyebab lain merawat perdarahan, rujuk jika perdarahan berlanjut. 3. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga mengenai bagaimana cara mencegah perdarahan mas nifas karena atonia uteri. 4. Pemberian ASI awal. 5. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi yang baru lahir. 6. Menjaga dengan bayi tetap sehat cara mencegah petugas kesehatan hypotermi. 7. Jika menolong persalinan, ia harus 11 tinggal dengan ibu dan bayi yang baru lahir selama 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai ibu dan bayinya dalam keadaan stabil. II 6 hari persalinan setelah 1. Memastikan berjalan involusi uterus normal, uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilicus, perdarahan tidak ada abnormal, tidak ada bau. 2. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, perdarahan. 3. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan, dan istirahat. 4. Memastikan dengan ibu baik memperlihatkan menyusui dan tidak tanda-tanda penyulit. 5. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari. III 2 minggu persalinan IV 6 minggu persalinan setelah Sama seperti diatas (6 hari setelah persalinan). setelah 1. Menanyakan pada ibu tentang kesulitan-kesulitan yang ia atau bayi alami. 2. Memberikan konseling KB secara dini. untuk 12 6. Prosedur Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital Pemeriksaan yang dilakukan pada ibu nifas adalah : a. Pada 2-6 jam pertama 1) Tekanan darah Pada proses persalinan terjadi peningkatan tekanan darah sekitar 15 mmHg untuk systole dan 10 mmHg untuk diastole namun kembali normal pada saat post partum (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015). 2) Suhu Dapat naik sekitar 0,5 oC dari keadaan normal tetapi tidak lebih dari 38 oC dan dalam 12 sampai dengan 24 jam pertama post partum kembali normal (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015). 3) Denyut nadi Denyut nadi biasanya 60-80 kali/menit kecuali persalinan dengan penyulit perdarahan, denyut nadi dapat melebihi 100 kali/menit (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015). 4) Fundus kembali keras dan bulat di atas pusat (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015). 5) Perdarahan pervaginam Jumlah seperti menstruasi terdapat gumpalan namun tidak lebih besar dari kulit jeruk (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015). 6) Blass tidak teraba karena ibu dapat BAK dengan lancar (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015). b. Pemeriksaan rutin setiap hari 1) Pemeriksaan fisik 2) Tanda vital 3) Payudara dan puting susu jika diinspeksi tidak ada kemerahan dan nyeri. 7. Pemantauan 2 Jam Post Partum 1. Keadaan umum dan kesadaran Selama 2 jam pertama pasca persalinan : 1) Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih dan perdarahan yang keluar selama 15 menit selama 1 jam pertama dan 13 setiap 30 menit selama 1 jam kedua (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015). 2) Massase uterus untuk membuat kontraksi uterus menjadi baik, setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015). 3) Pantau temperatur tubuh setiap jam (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015). 4) Nilai perdarahan, periksa perineum dan vagina setiap 15 menit pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015). 5) Ajarkan pada ibu dan keluarga untuk memeluk bayi. Bersihkan dan bantu ibu mengenakan pakaian atau sarung bersih dan kering kemudian atur posisi ibu agar nyaman. Jaga agar bayi diselimuti dengan baik berikan bayi kepada ibu untuk disusukan (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015). 6) Lakukan asuhan esensial bagi bayi baru lahir (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015). 2. Tanda-tanda vital Pemantauan tanda-tanda vital pada persalianan kala IV antara lain : a. Kontraksi uterus harus baik. b. Tidak ada perdarahan dari vagina atau alat genetalia lainnya. c. Kandung kencing harus kosong. d. Plasenta dan selaput ketuban harus lahir lengkap. e. Luka-luka pada perineum harus terawat dengan baik dan tidak terjadi hematoma. f. Bayi dalam keadaan baik. g. Ibu dalam keadaan baik. Pemantauan tekanan darah pada ibu pasca persalinan digunakan untuk memastikan bahwa ibu tidak mengalami syok akibat banyak mengeluarkan darah. Adapun gejala syok yang diperlihatkan antara lain nadi cepat, lemah (110 x/menit atau lebih), tekanan rendah (sistolik kurang dari 90 mmHg) pucat, berkeringat atau dingin, kulit lembab, nafas cepat (lebih dari 30 x/menit), cemas, kesadaran menurun atau tidak sadar serta bproduksi urin sedikit sehingga 14 produksi urin menjadi pekat dan suhu tinggi perlu diwaspadai juga kemungkinan terjadinya infeksi dan perlu penanganan lebih lanjut (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015). 3. Tonus uterus dan TFU Pemantauan adanya kontraksi uterus sangatlah penting dalam asuhan persalinan kala IV dan perlu evaluasi lanjut setelah placenta lahir yang berguna untuk memantau terjadinya perdarahan. Kalau kontraksi uterus baik dan kuat kemungkinan terjadinya perdarahan sangat kecil. Pasca melahirkan perlu dilakukan pengamatan secara seksama mengenai ada atau tidaknya kontraksi uterus yang diketahui dengan meraba bagian perut, karena saat kelahiran tinggi fundus akan berada 12 jari di bawah pusat dan terletak agak sebelah kanan sampai akhirnya hilang (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015). 4. Kandung kemih Yakinkan bahwa kandung kencing kosong. Hal ini untuk membantu involusi uteri. Jika kandung kemih penuh maka bantu ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya dan ibu dianjurkan untuk selalu mengosongkannya jika diperlukan (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015). Jika ibu tidak dapat berkemih bantu dengan menyiramkan air bersih dan hangat pada perineumnya atau masukkan jari-jari ibu kedalam air hangat untuk merangsang keinginan berkemih secara spontan maka perlu dipalpasi dan melakukan kateterisasi secara aseptik dengan memasukkan kateter Nelaton DTT atau steril untuk mengosongkan kandung kemih ibu setelah kosong segera lakukan masase pada fundus untuk membantu uterus berkontraksi dengan baik (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015). 5. Perdarahan dan hematoma Jumlah perdarahan vagina harus minimal jika rahim dikontraksi dengan baik. Jika kontraksi buruk maka perdarahan akan cenderung sedang, dan banyak yang menyebabkan perdarahan yang berlebihan. Amati perienum setiap peningkatan perdarahan atau pengeluaran bekuan darah ketika dilakukan masase uterus (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015). 15 Perdarahan yang normal setelah kelahiran selama 6 jam pertama mungkin hanya akan sebanyak satu pembalut perempuan per jam atau seperti darah haid yang banyak. Jika perdarahan lebih banyak dari itu, ibu hendaknya diperiksa lebih sering dan penyebab-penyebab perdarahan berat harus diidentifikasi. Apakah ada laserasi pada vagina atau serviks apakah uterus berkontraksi dengan baik apakah kandung kencingnya kosong (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015). a. Perdarahan akibat laserasi jalan lahir a) Inspeksi cermati jalan lahir b) Bila terjadi rupture uteri dilakukan histerektomi c) Jika terjadi laserasi serviks maka penjahitan dengan menggunakan forcep cicin d) Laserasi perineum Satu cara untuk menilai kehilangan darah adalah melihat volume darah yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol 500 ml yang menamung semua darah tersebut. Jika darah bisa mengisi dua botol, ibu telah kehilangan 1 liter darah. Jika hanya setengah botol, ibu kehilangan 250 ml darah. Memperkirakan kehilangan darah adalah salah satu cara menilai kondisi ibu (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015). 8. Perubahan Fisiologi Masa Nifas 1. Perubahan Sistem Reproduksi a. Uterus a) Pengerutan Rahim (Involusi) Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan luar dari desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi neurotic (layu/mati) (Mansyur dan Dahlan, 2014). Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan pemerikasaan palpasi untuk meraba dimana TFUnya (tinggi fundus uteri). 16 1. Pada saat bayi lahir, fundus uteri setinggi pusat dengan berat 1000 gram. 2. Pada akhir kala 3, TFU teraba 2 jari dibawah pusat. 3. Satu minggu post partum, TFU teraba pertengahan pusat simpisis dengan berat 500 gram. 4. 2 minggu post partum, TFU teraba di atas simpisis dengan berat 350 gram. 5. 6 minggu post partum fundus uteri mengecil (tidak teraba) dengan berat 50 gram. 6. 8 minggu post partumfundus uteri sebesar normal dengan berat 30 gram. 2.2 Gambar Tinggi Fundus Uteri Masa Nifas Perubahan ini berhubungan erat dengan perubahan miometrium yang bersifat proteolisis. Menurut Mansyur dan Dahla tahun 2014, Involusi uterus terjadi melalui 3 proses yang bersamaan, antara lain : 1. Autolysis Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uteri. 17 2. Atofi jaringan Jaringan yang berproliferasi dengan adanya ekstrogen dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi ekstrogen yang menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada otot-otot uterus lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi endometrium yang baru. 3. Efek oksitosin (kontraksi) Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir. Hal tersebut diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat besar. Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hypofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah, dan membantu proses pembuluh darah, dan membantu proses homeostatis. Kontraksi dan retraksi otot uteri akan mengurangi suplai darah ke uterus. Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka tempat implementasi plasenta dan mengurangi perdarahan. Luka bekas perlekatan plasenta memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total. b) Lochea Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus (Mansyur dan Dahlan, 2014). Lochea berbau amis atau anyir dengan volume yang berbeda-beda pada setiap wanita lokhea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi. Lochea dibedakan menjadi 4 jenis berdasarkan warna dan waktu keluarnya : 1. Lochea Rubra / Merah Keluar pada hari pertama sampai hari keempat masa post partum. Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak 18 bayi, lanugo (rambut bayi), dan mekonium (Mansyur dan Dahlan, 2014). 2. Lochea Sanguinolenta Berwana merah kecoklatan dan berlendir, serta berlangsung pada hari keempat sampai hari ketujuh post partum (Mansyur dan Dahlan, 2014). 3. Lochea Serosa Berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada hari ke-7 sampai ke-14 (Mansyur dan Dahlan, 2014). 4. Lochea Alba / Putih Mengandung leukosit, sel epitel, selaput lendir, serviks, dan serabut jaringan yang mati. Berlangsung selama 2-6 minggu post partum. Lochea yang menetap pada awal-awal post partum menunjukan adanya perdarahan sekunder yang mungkin disebabakan oleh ter-tinggalnya sisa atau selaput plasenta. Lochea alba atau serosa yang berlanjut dapat menandakan adanya endometritis, terutama bila disertai dengan nyeri pada abdomen dan demam. Bila terjadi infeksi, akan keluar cairan nanah berbau busuk yang disebut dengan “Lochea Purulenta”. Pengeluaran lochea yang tidak lancar disebut dengan “Locha statis” (Mansyur dan Dahlan, 2014). c) Laktasi Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu (ASI), yang merupakan makan pokok terbaik bagi bayi yang bersifat alamiah. Bagi setiap ibu yang melahirkan akan tersedia makanan bagi bayinya, dan bagi si anak akan merasa puas dalam pelukan ibunya, merasa aman, tentram, hangat akan kasih sayang ibunya. Hal ini merupakan faktor penting bagi perkembangan anak selanjutnya (Mansyur dan Dahlan, 2014). Produksi ASI masih sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, ibu yang selalu dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai ketegangan emosional akan menurunkan volume ASI bahkan tidak terjadi produksi ASI. Ibu yang sedang menyusui juga 19 jangan terlalu banyak dibebani urusan pekerjaan rumah tangga, urusan kantor dan lainnya karena hal ini juga dapat mempengaruhi produksi ASI. Untuk memproduksi ASI yang baik harus dalam keadaan tenang (Mansyur dan Dahlan, 2014). Ada 2 refleks yang sangat dipengaruhi oleh keadaan jiwa ibu, yaitu : 1) Refleks Prolaktin Pada waktu bayi menghisap payudara ibu, ibu menerima rangsangan neurohormonal pada putting dan areola, rangsangan ini melalui nervus vagus diteruskan ke hypophysa lalu ke lobus anterior, lobus anterior akan mengeluarkan hormon prolaktin yang masuk melalui peredaran darah sampai pada kelenjarkelenjar pembuat ASI dan merangsang untuk memproduksi ASI (Mansyur dan Dahlan, 2014). 2) Refleks Let Down Refleks ini mengakibatkan memancarnaya ASI keluar, isapan bayi akan merangsang puting susu dan areola yang dikirim lobus posterior melalui nervus vagus, dari glandula pituitary posterior dikeluarkan hormon oxytosin ke dalam peredaran darah yang menyebabkan adanya kontraksi otot-otot myoepitel dari saluran air susu, karena adanya kontraksi ini maka ASI akan terlepas ke arah ampula (Mansyur dan Dahlan, 2014). b. Serviks Perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks agak menganga seperti corong, segera setelah bayi lahir, disebabkan oleh corpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antara corpus dan serviks berbentuk semacam cincin (Mansyur dan Dahlan, 2014). Serviks berwarna merah kehitam hitaman karena penuh dengan pembuluh darah. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat laserasi atau perlukaan kecil. Karena robekan kecil yang terjadi selama berdilatasi maka serviks tidak akan pernah kembali lagi ke keadaan seperti sebelum hamil. Muara serviks yang berdilatasi 20 sampai 10 cm sewaktu persalinan akan menutup secara perlahan dan bertahap. Pada minggu ke-6 serviks menutup kembali (Mansyur dan Dahlan, 2014). c. Vulva dan Vagina Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali, sementara labia menjadi lebih menonjol (Mansyur dan Dahlan, 2014). Pada masa nifas biasanya terdapat luka-luka pada jalan lahir. Luka pada vagina umumnya tidak seberapa luas dan akan sembuh dengan sendirinya. Kecuali apabila terdapat infeksi. Infeksi mungkin menyebabkan selulitis. Yang dapat menjalar sampai terjadi sepsis (Mansyur dan Dahlan, 2014). d. Perineum Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendor karena sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian tonusnya, sekalipun tetap lebih kendor dari pada keadaan sebelum hamil (Mansyur dan Dahlan, 2014). Pada perineum yang mengalami infeksi luka menjadi nyeri, merah, dan bengkak (Saleha, 2009). 2. Perubahan Sistem Pencernaan Biasanya ibu akan mengalami keadaan konstipasi setelah persalinan. Hal ini akan disebabkan karena pada waktu persalinan, alat pencernaan mengalami tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan berlebihan pada waktu persalinan, kurangnya asupan cairan dan makanan, serta kurangnya aktifitas tubuh. Selain konstipasi, ibu juga mengalami aneroksia akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi, serta penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan kurang nafsu makan (Mansyur dan Dahlan, 2014). 21 3. Perubahan Sistem Perkemihan Setelah proses persalinan biasanya ibu akan sulit untuk buang air kecil. Hal ini disebabkan terdapat spasme sfinkter dan edma leher kandung kemih sesudah bagian ini mengalami konpresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan berlangsung (Mansyur dan Dahlan, 2014). Dinding kandung kencing memperlihatkan edema dan hyperemia. Kadang-kadang edematrigonum, menimbulkan abstraksi dari uretra sehingga terjadi retensio urine. Kandung kencing dalam puerperium kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kencing penuh atau sesudah kencing masih tertinggal urine residual (normal 15 cc). Sisa urine dan trauma pada kandung kencing waktu persalinan memudahkan terjadinya infeksi (Mansyur dan Dahlan, 2014). Dilatasi ureter dan pyolum normal dalam waktu 2 minggu. Urine biasanya berlebihan (poliurine) antara hari kedua dan kelima, hal ini disebabkan karena kelebihan cairan sebagai akibat retensi air dalam kehamilan dan sekarang dikeluarkan. Kadang-kadang hematuri akibat proses katalitik involusi. Acetonurine terutama setelah partus yang sulit dan lama yang disebabkan pemecahan karbohidrat yang banyak, karena kegiatan otot-otot rahim dan karena kelaparan. Proteinurine akibat dari autolisis sel-sel otot (Mansyur dan Dahlan, 2014). 4. Perubahan Sistem Musculoskeletal Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamen rotundum menjadi kendor. Stabilisasi secara sempurna teerjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan (Mansyur dan Dahlan, 2014). Sebagai akibat putusnya serat-serat elastik kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat besarnya uterus pada saat hamil, dinding abdomen masih lunak dan kendur untuk sementara waktu. Pemulihan dibantu dengan latihan (Mansyur dan Dahlan, 2014). 22 5. Perubahan Sistem Endokrin a. Homon plasenta Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. Human Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke 7 post partum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke-3 post partum (Mansyur dan Dahlan, 2014). b. Hormon Pituitary Prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH meningkat pada fase konseptrasi folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi (Mansyur dan Dahlan, 2014). c. Hipotalamik Pituitary Ovarium Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan mempengaruhi lamanya ia mendapatkan menstruasi. Seringkali menstruasi pertama itu bersifat anovulsi yang dikarenakan rendahnya kadar estrogen dan progesteron. Diantara wanita laktasi sekitar 15% memperoleh menstruasi selama 6 minggu dan 45% setelah 12 minggu. Diantara wanita yang tidak laktasi 40% menstruasi setelah 6 minggu, 65% setelah 12 minggu dan 90% setelah 24 minggu. Untuk wanita laktasi 80% menstruasi pertama ovulasi dan untuk wanita yang tidak laktasi 50% siklus pertama ovulasi (Mansyur dan Dahlan, 2014). d. Perubahan Tanda-Tanda Vital a) Suhu Badan Satu hari (24 jam) post partum suhu badan akan naik sedikit (37,5oC-38oC) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan. Apabila keadaan normal suhu badan menjadi biasa. Biasanya pada hari ketiga suhu badan naik lagi karena adanya pembentukan ASI, buah dada menjadi bengkak, berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi pada endometrium, mastitis, tractus genetalis atau sistem lain (Mansyur dan Dahlan, 2014). 23 b) Nadi Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit. Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi akan lebih cepat (Mansyur dan Dahlan, 2014). c) Tekanan darah Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada post partum dapat menandakan terjadinya preeklampsi post partum (Mansyur dan Dahlan, 2014). d) Pernafasan Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas (Mansyur dan Dahlan, 2014). e) Perubahan Sistem Kardiovaskuler Selama kehamilan volume darah normal digunakan untuk menampung aliran darah yang meningkat, yang diperlukan oleh plasenta dan pembuluh darah uterin. Penarikan kembali estrogen menyebabakan diuresis terjadi, yang secara cepat mengurangi volume plasma kembali proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi (Mansyur dan Dahlan, 2014). Selama masa ini ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urin. Hilangnya progesteron membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma selama persalinan (Mansyur dan Dahlan, 2014). Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300400 cc. Bila kelahiran melalui seksio sesarea, maka kehilangan darah dapat dua kali lipat (Mansyur dan Dahlan, 2014). Perubahan terdiri dari volume darah (blood volume) dan hematokrit (Haemoconcentration). Bila persalinan pervaginam, hematokrit akan naik dan pada seksio sesaria, hematokrit cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu. 24 Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan beban pada jantung, dapat menimbulkan Dekompensation Cordiapada penderita Vitum Cordia.Keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala, umumnya hal ini terjadi pada hari ke 3-5 postpartum (Mansyur dan Dahlan, 2014). f) Perubahan Sisitem Hematologi Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah (Mansyur dan Dahlan, 2014). Leukositas yang meningkat dimana jumlah sel darah putih dapat mencapai 15000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari pertama dari masa postpartum. Jumlah sel darah putih tersebut masih bisa naik lagi sampai 25000 atau 30000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama (Mansyur dan Dahlan, 2014). Jumlah hemoglobine, hematokrit dan erytrosyt akan sangat bervarisi pada awal-awal masa postpartum sebagai akibat dari volume darah, volume plasenta dan tingkat volume darah yang berubah-ubah. Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi wanita tersebut. Kira-kira selama kelahiran dan masa postpartum terjadi kehilangan darah sekitar 200-500 ml (Mansyur dan Dahlan, 2014). Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobine pada hari ke 3-7 postpartum dan akan kembali normal dalam 4-5 minggu postpartum (Mansyur dan Dahlan, 2014). 25 9. Kebutuhan Dasar Ibu Nifas 1. Nutrisi dan Cairan Pada masa nifas masalah diet perlu mendapat perhatian yang serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat mencapai penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi susunan air susu. Diet yang diberikan harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan banyak mengandung cairan (Saleha, 2009). a. Mengonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari. b. Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang cukup. c. Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari. d. Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari pascapersalinan. e. Minum kapsul vitamin A 200.000 unit agar dapat memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI. 2. Ambulasi Ambulasi dini (Early Ambulation) ialah kebijaksanaan agar secepat mungkin bidan membimbing ibu postpartum bangun dari tempat tidurnya dan membimbing ibu secepat mungkin berjalan. (Saleha, 2009) Sekarang tidak perlu lagi menahan ibu postpartum telentang di tempat tidurnya selama 7-14 hari setelah melahirkan. Ibu postpartum sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam waktu 24-48 jam postpartum (Saleha, 2009). Mobilisasi hendaknya dilakukan secara bertahap. Dimulai dengan gerakan miring ke kanan dan ke kiri. Pada hari kedua ibu telah dapat duduk, lalu pada hari ketiga ibu dapat menggerakan kaki yakni berjalan-jalan. Hari keempat dan kelima, ibu boleh pulang. Mobilisasi ini tidak mutlak, bervariasi tergantung pada adanya komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya luka (Marmi, 2015). Keuntungan Early Ambulation adalah sebagai berikut: a. Ibu merasa lebih sehat dan kuat dengan Early Ambulation. b. Faal usus dan kandung kemih lebih baik. 26 c. Early Ambulation memungkinkan kita mengajarkan ibu cara merawat anaknya selama ibu masih di rumah sakit. Misalnya memandikan, mengganti pakaian, dan memberi makan. d. Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia (sosial ekonomis). Menurut penelitian-penelitian yang saksema, Early Ambulation tidak mempunyai pengaruh yang buruk, tidak menyebabkan perdarahan yang abnormal, tidak mempengaruhi penyembuhan luka episiotomi atau luka di perut, serta tidak memperbesar kemungkinan prolapsus atau retrotexto uteri. 3. Eliminasi Ibu diminta untuk buang air kecil maksimal 6 jam postpartum. Jika dalam 8 jam postpartum belum dapat berkemih atau sekali berkemih melebihi 100 cc, maka dilakukan kateterisasi. Akan tetapi, kalau ternyata kandung kemih penuh, tidak perlu menunggu 8 jam untuk kateterisasi (Saleha, 2009). Dalam 24 jam pertama, pasien juga sudah harus dapat buang air besar. Buang air besar tidak akan memperparah luka jalan lahir, maka dari itu buang air besar tidak boleh ditahan-tahan. Untuk memerlancar buang air besar, anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan tinggi serat dan minum air putih (Dwi Rimandini dan Puspita Sari, 2014). 4. Kebersihan Diri Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan meningkatkan perasaan nyaman pada ibu. Anjurkan ibu untuk menjaga kebersihan diri dengan cara mandi yang teratur minmal 2 kali sehari, mengganti pakaian dan alas tempat tidur serta lingkungan dimana ibu tinggal. Ibu harus tetap bersih, segar dan wangi. Merawat perineum dengan baik dengan menggunakan antiseptik (PK/Dethol) dan selalu diingat bahwa membersihkan perineum dari arah depan ke belakang. Untuk mencegah terjadinya infeksi baik pada luka jahitan dan maupun kulit, maka ibu harus menjaga kebersihan diri secara keseluruhan (Dwi Rimandini dan Puspita Sari, 2014). 5. Perawatan Perineum dan Vagina Setelah melahirkan, biasanya perineum agak menjadi bengkak atau memar dan mungkin ada luka jahitan bekas robekan atau 27 episiotomi. Ada beberapa hal yang dapat dianjurkan oleh ibu, antara lain ibu harus : 1. Membersihkan daerah kelamin dengan cara membersihkan daerah di sekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Bersihkan vulva setiap kali buang air kecil atau besar. 2. Mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan dikeringkan di bawah matahari atau disetrika. 3. Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya. 4. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, maka ibu harus menghadiri menyentuh luka, cebok dengan air dingin atau cuci menggunakan sabun. Perawatan luka perineum bertujuan untuk mencegah infeksi, meningkatkan rasa nyaman dan mempercepat penyembuhan. Perawatan luka perineum dapat dilakukan dengan cara mencuci daerah genital dengan air dan sabun setiap kali habis BAK/BAB yang dimulai dengan mencuci bagian depan, baru kemudian daerah anus. Sebelum dan sesudahnya ibu dianjurkan untuk mencuci tangan. Pembalut hendaknya diganti minimal 2 kali sehari. Bila pembalut yang dipakai ibu bukan pembalut habis pakai, pembalut dapat dipakai kembali dengan dicuci, dijemur di bawah sinar matahari dan disetrika (Dwi Rimandini dan Puspita Sari, 2014). Salah satu kebutuhan dasar ibu nifas untuk bisa pulih kembali kekeadaan seperti sebelum hamil dan agar tidak terjadi infeksi nifas adalah personal hygiene. Kebersihan diri atau personal hygiene pada ibu nifas terdiri dari kebersihan pakaian, kebersihan rambut, kebersihan kulit, kebersihan vulva dan sekitarnya. Kebersihan vulva dan sekitarnya dapat dilakukan dengan melakukan perawatan perineum. Dengan melakukan perawatan perineum secara rutin maka ibu nifas akan memperoleh proses penyembuhan luka perineum yang cepat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan perawatan perineum dengan lama penyembuhan luka perineum pada ibu nifas di BPS Erlawati Desa 28 Bumirejo Kecamatan Juwana Kabupaten Pati (Ritnowati dan Widyaningsih, 2016). Hasil penelitian ini adalah ibu nifas yang tidak melakukan perawatan perineum yaitu sebanyak 16 orang (53.3%), ibu nifas yang memiliki lama penyembuhan luka perineum dalam kategori lambat yaitu sebanyak 12 orang (40%), dari 30 responden, yang melakukan perawatan perineum dengan lama penyembuhan luka perineum normal ada 6 orang (20%), cepat 8 orang (26,7%) dan lambat tidak ada. Sedangkan pada ibu nifas yang tidak melakukan perawatan perineum dengan penyembuhan luka perineum cepat sebanyak 2 orang (6,7%), normal 2 orang (26,7%) dan lambat 12 orang (40%). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah ada hubungan perawatan perineum dengan lama penyembuhan luka perineum pada ibu nifas di BPS Erlawati Desa Bumirejo Kecematan Juwana Kabupaten Pati, dimana chi square hitung 17,545 > chi square tabel 5,991 dengan nilai p value 0,000 < 0,05 (Ritnowati dan Widyaningsih, 2016). 6. Istirahat Ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup, istirahat tidur yang dibutuhkan ibu nifas sekitar 8 jam pada malam hari dan 1 jam pada siang hari. Ajarkan ibu untuk istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan. Sarankan ibu untuk kembali ke kegiatan-kegiatan rumah tangga secara perlahan (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015). Kurang istirahat akan mempengruhi ibu dalam beberapa hal : 1. Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi. 2. Memperlambat proses involusio uterus dan meningkatkan perdarahan 3. Menyebabkan depresi dan ketidak mampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri. 7. Seksual Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Begitu darah berhenti dan ibu tidak merasakan ketidaknyamanan, inilah saat aman untuk memulai melakukan hubungan suami-istri kapan saja ibu siap. Banyak budaya 29 mempunyai tradisi menunda hubungan suami istri sampai waktu tertentu. Misalnya, setelah 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan mulainya hubungan seksual bergantung pada pasangan yang bersangkutan (Purwoastuti dan Siwi walyani, 2015). 8. Keluarga Berencana Idealnya, pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun sebelum ibu hamil kembali. Setiap pasangan menentukan sendiri kapan dan keluarganya. bagaimana Namun mereka petugas ingin merencanakan kesehatan dapat tentang membantu merencanakan keluarganya dengan mengajarkan kepada mereka cara mencegah kehamilan yang tidak diinginkan (Purwoastuti dan Siwi walyani, 2015). Biasanya wanita tidak akan menghasilkan telur atau ovulasi sebelum ia mendapatkan lagi haidnya selama menyusui. Oleh karena itu, metode amenorea laktasi dapat digunakan sebelum haid pertama kembali untuk mencegah terjadinya kehamilan baru. Risiko cara ini adalah sebesar 2% terjadi kehamilan (Purwoastuti dan Siwi walyani, 2015). Terkait metode KB, hal berikut sebaiknya dijelaskan terlebih dahulu pada ibu. a. Bagaimana metode ini dapat mencegah kehamilan dan efektivitasnya b. Kelebihan atau keuntungan c. Kekukurangan d. Efek samping e. Bagaimana menggunakan metode ini f. Kapan metode itu dapat mulai digunakan untuk wanita pascapersalinan yang menyusui. Jika seorang ibu atau pasangan telah memilih metode KB tertentu, sebaiknya untuk bertemu dengannya lagi dalam 2 minggu untuk mengetahui apakah ada masalah bagi pasangan dan apakah metode tersebut bekerja dengan baik (Purwoastuti dan Siwi walyani, 2015). 30 9. Senam Nifas Senam nifas adalah senam yang dilakukan oleh ibu setelah persalinan, setelah keadaan ibu normal (pulih kembali). Senam nifas merupakan latihan yang tepat untuk memulihkan kondisi tubuh ibu dan keadaan ibu secara fisiologis maupun psikologis. Wanita yang setelah persalinan seringkali mengeluhkan bentuk tubuhnya yang melar. Hal ini dapat dimaklumi karena merupakan akibat membesarnya otot rahim karena pembesaran selama kehamilan dan otot perut jadi memanjang sesuai usia kehamilan yang terus bertambah. Setelah persalinan, otototot tersebut akan mengendur. Selain itu, peredaran darah dan pernafasan belum kembali normal. Hingga untuk mengembalikan tubuh ke bentuk dan kondisi semula salah satunya dengan melakukan senam nifas yang teratur disamping anjuran-anjuran lainnya (Rimandini dan sari, 2014). Senam nifas sebaiknya dilakukan dalam 24 jam setelah persalinan, secara teratur setiap hari. Kendala yang sering ditemui adalah tidak sedikit ibu yang telah melakukan persalinan takut untuk melakukan mobilisasi karena takut merasa sakit atau menambah perdarahan. Anggapan ini tidak tepat karena 6 jam setelah persalinan normal dan 8 jam setelah persalinan caesar, ibu sudah dianjurkan untuk melkaukan mobilisasi dini. Tujuannya mobilisasi ini agar terutama peredaran darah ibu dapat berjalan dengan baik. Selanjutnya ibu dapat melakukan senam nifas (Marmi, 2015). Manfaat senam nifas yaitu, memperbaiki sirkulasi darah, memperbaiki sikap tubuh dan punggung setelah melahirkan, memperbaiki otot tonus, pelvis dan peregangan otot abdomen, memperbaiki juga memperkuat otot panggul dan membantu ibu untuk lebih rileks dan segar pasca melahirkan (Dwi Rimandini dan Puspita Sari, 2014). Menurut Rukiyah, dkk (2013), program senam nifas dimulai dari tahap yang paling sederhana hingga yang sulit. Dimulai dengan mengulang tiap 5 gerakan. Setiap hari ditingkatkan sampai 10 kali. Adapun gerakan-gerakannya sebagai berikut : 31 1) Hari pertama, ambil nafas dalam-dalam, perut dikembangkan, kemudian nafas dikeluarkan melalui mulut. Ini dilakukan dalam posisi tidur terlentang. 2) Hari kedua, tidur terlentang, kaki lurus, tangan direntangkan kemudian ditepukkan ke muka badan dengan sikap tangan lurus, dan kembali ke samping. 3) Hari ketiga, berbaring dengan posisi tangan disamping badan, angkat lutut dan pantat kemudian diturunkan kembali. 4) Hari keempat, tidur terlentang, lutut ditekuk, kepala diangkat sambil mengangkat pantat. 5) Hari kelima, tidur terlentang, kaki lurus, bersama-sama dengan mengangkat kepala, tangan kanan, mengangkat lutut kiri yang ditekuk, diulang sebaliknya. 6) Hari keenam, tidur terlentang, kaki lurus, kemudian lutut ditekuk ke arah perut 900 secara bergantian antara kaki kiri dan kaki kanan. 7) Hari ketujuh, tidur terlentang kaki lurus kemudian kaki dibuka sambil diputar ke arah luar secara bergantian. Hari 8, 9, 10, tidur terlentang kaki lurus, kedua telapak tangan diletakkan di tengkuk kemudian bangun untuk duduk (sit up). 10. Tanda Bahaya Masa Nifas Tanda-tanda bahaya yang perlu diperhatikan pada masa nifas menurut Purwoastuti dan Siwi walyani tahun 2015 adalah : 1. Demam tinggi melebihi 38 oC 2. Perdarahan vagina luar biasa/bertambah banyak (lebih dari perdarahan haid biasa/bila memerlukan penggantian pembalut 2x dalam setengah jam), disertai gumpalan darah yang besar-besar dan berbau busuk. 3. Nyeri perut hebat/rasa sakit dibagian bawah abdomen atau punggung, serta ulu hati. 4. Nyeri perut hebat/terus menerus dan pandangan nanar/masalah penglihatan. 5. Pembengkakan wajah, jari-jari atau tangan. 6. Rasa sakit, merah atau bengkak di bagian betis atau kaki. 32 7. Payudara membengkak, kemerahan, lunak disertai demam. 8. Puting payudara berdarah atau merekah, sehingga sulit untuk menyusui 9. Tubuh lemas dan terasa seperti mau pingsan, merasa sangat letih atau nafas terengah-engah. 10. Kehilangan nafsu makan dalam waktu lama 11. Tidak bisa buang air besar selama tiga hari atau rasa sakit waktu buang air kecil. 12. Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh bayinya atau disrisendiri. 13. Depresi pada masa nifas. 11. Robekan Perineum a. Konsep Dasar Robekan perineum terjadi hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Namun hal ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan jalan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Dan adanya robekan perineum ini dibagi menjadi : robekan perineum derajat 1, robekan perineum derajat 2, 3 dan 4 (Yulianti dan Yeyeh Rukiyah, 2010). b. Derajat laserasi jalan lahir adalah sebagai berikut : Derajat I : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum Derajat II : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum Derajat III : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spingter ani eksterna Derajat IV : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spingter ani eksterna, dinding rektum anterior. c. Penyembuhan Luka Menurut walyani & Purwoastuti tahun 2015 penyembuhan luka adalah proses pergantian dan perbaikan fungsi jaringan yang rusak. Fasefase penyembuhan luka dibagi menjadi : 1. Fase imlfamasi, berlangsung selama 1 sampai 4 hari 33 2. Fase proliuferatif, berlangsung 5 sampai 20 hari 3. Fase muturasi, berlangsung 21 sampai sebulan bahkan tahunan. d. Alur Protap Penanganan Awal Robekan Jalan Lahir PERTOLONGAN PERSALINAN BIDAN ROBEKAN JALAN LAHIR : KEHAMILAN Risiko RENDAH : Evaluasi sumber Multi : Spontan belakang kepala, aterm Lakukan ligasi sumber hidup perdarahan Primigravida : Kepala sudah masuk PAP minggu ke 36 MELAKUKAN RUJUKAN KE EVALUASI PERSALINAN FASILITAS YANG CUKUP Bila sulit menjahit robekan (Sumber, Manauba : 309) B. Teori Manajemen Asuhan Kebidanan Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan, keterampilan dalam rangkaian/tahapan yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang berfokus pada klien (Varney, 1997). Manajemen terdiri dari 7 langkah yang berurutan yang dimulai dengan pengumpulan data sampai dengan evaluasi. Proses ini bersifat siklik (dapat berulang), dengan tahap evaluasi sebagai data awal pada siklik berikutnya. Proses manajemen kebidanan terdiri dari: 1. Langkah I : Pengumpulan Data Dasar Pada langkah pertama ini dilakukan pengumpulan data dasar untuk mengumpulkan semua data yang diperlukan guna mengevaluasi keadaan klien secara lengkap. Data terdiri atas data subjektif dan data objektif. Data 34 subjektif dapat diperoleh melalui anamnesa langsung, maupun meninjau catatan dokumentasi asuhan sebelumnya, dan data objektif didapatkan dari pemeriksaan langsung pada pasien. Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. 2. Langkah II : Interpretasi Data Dasar Pada langkah ini, data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan diagnosis yang sfesifik (sesuai dengan “nomenklatur standar diagnosa”) dan atau masalah yang menyertai. Dapat juga dirumuskan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Masalah dan diagnosis keduanya digunakan karena beberapa masalah tidak dapat diselesaiakan seperti diagnosis, tetapi membutuhkan penanganan yang dituangkan ke dalam sebuah rencana asuhan terhadap klien. Masalah sering berkaitan dengan pengalaman wanita yang diidentifikasi oleh bidan. Masalah ini sering menyertai diagnosa. 3. Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan ragkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Sambil mengamati klien, bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial ini benar-benar terjadi. Pada langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman. 4. Langkah IV : Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera pada langkah ini, bidan mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai kondisi klien. Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin akan memerlukan konsultasi 35 atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lainnya seperti pekerja sosial, ahli gizi atau seorang ahli perawatan klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam manajemen asuhan kebidanan. 5. Langkah V : Merencanakan asuhan yang menyeluruh pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh, ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, dan pada langkah ini reformasi/data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial-ekonomi, kultural atau masalah psikologis. Dengan perkataan lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien, agar dapat dilaksankan dengan efektif karena klien merupakan bagian dari pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana bersama klien, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksankannya. 6. Langkah VI : Melaksanakan perencanaan pada langkah ini, rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diurakan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh 36 bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang lain. Jika bidan tidak melakukannya sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya (misalnya: memastikan agar langkah-langkah tersebut benar-benar terlaksana). Dalam situasi dimana bidan dalam manajemen asuhan bagi klien adalah bertanggungjawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien akan mengurangi waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dari asuhan klien. 7. Langkah VII : Evaluasi pada langkah ke-tujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan sebagaimana telah diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang sesuai dengan masalah dan diagnosis klien, juga benar dalam pelaksanaannya. Disamping melakukan evaluasi terhadap hasil asuhan yang telah diberikan, bidan juga dapat melakukan evaluasi terhadap proses asuhan yang telah diberikan. Dengan harapan, hasil evaluasi proses sama dengan hasil evaluasi secara keseluruhan. C. Pendokumentasian Kebidanan dalam Bentuk SOAP Dokumentasi kebidanan adalah bagian dari kegiatan yang harus dikerjakan oleh bidan setelah memberi asuhan kepada pasien, merupakan informasi lengkap meliputi status kesehatan pasien, kebutuhan pasien, kegiatan asuhan keperawatan/kebidanan serta respons pasien terhadap asuhan yang diterimanya (Anjarwati, 2010). SOAP adalah catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan tertulis. Pencatatan ini dipakai untuk mendokumentasikan asuhan kebidanan (Fitri, 2009). Dokumentasi SOAP meliputi : 37 a. Data Subjektif Merupakan informasi yang diperoleh langsung dari klien. Informasi tersebut dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang berhubungan dengan diagnosa (Fitri, 2009). Data subjektif diperoleh dengan cara melakukan anamnesa. Anamnesa adalah pengkajian dalam rangka mendapatkan pertanyaanpertanyaan, baik secara langsung pada pasien ibu nifas maupun kepada keluarga pasien. Bagian penting dari anamnesa adalah data subjektif pada ibu nifas yang meliputi : biodata/identitas pasien dan suami; alasan masuk dan keluhan; riwayat haid/menstruasi; riwayat perkawinan; riwayat obstetri (riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu); riwayat persalinan sekarang; riwayat perencanaan keluarga berencana; riwayat kesehatan (kesehatan sekarang, kesehatan yang lalu, kesehatan keluarga); pola kebiasaan (pola makan dan minum, pola eliminasi, pola aktifitas dan istirahat, personal hygine); data pengetahuan, psikososial, spiritual, dan budaya (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015). b. Data Objektif Data yang diperoleh dari apa yang dilihat dan dirasakan oleh bidan pada waktu pemeriksaan termasuk juga hasil pemeriksaan laboratorium, USG, dll. Apa yang dapat diobservasi oleh bidan akan menjadi komponen yang berarti dari diagnosa yang akan ditegakkan (Fitri, 2009). Data objektif dapat diperoleh melalui pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital; dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inpeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015). Pemeriksaan fisik meliputi : pemeriksaan keadaan umum pasien; kesadaran pasien; tanda vital; kepala dan wajah (kepala, muka, hidung dan telinga); gigi dan mulut (bibir, gigi dan gusi); leher; dada dan payudara; abdomen; ekstremitas; (ekstremitas atas dan bawah); genetalia 38 (vagina, kelenjar bartholini, pengeluaran pervaginam, perineum dan anus) (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015). Sedangkan pemeriksaan penunjang dapat diperoleh melalui pemeriksaan laboratorium (kadar hb, hematokrit, leukosit, golongan darah), USG, rontgendan sebagainya (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015). c. Analisa Data Masalah atau diagnosa yang ditegakkan berdasarkan data atau informasi subjektif maupun objektif yang dikumpulkan atau disimpulkan. Karena keadaan pasien terus berubah dan selalu ada informasi baru baik subjektif maupun objektif dan sering diungkapkan secara terpisah-pisah, maka proses pengkajian adalah suatu proses yang dinamik. Sering menganalisa adalah sesuatu yang penting dalam mengikuti perkembangan pasien dan menjamin suatu perubahan baru cepat diketahui dan dapat diikuti sehingga daoat diambil tindakan yang tepat (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015). Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subjektif dan objektif dari suatu klasifikasi diagnosa/masalah, antisipasi masalah lain/diagnosa potensial, dan perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter, asuhan secara mandiri, kolaborasi maupun rujukan (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015). d. Perencanaan Merupakan gambaran pendokumentasian dari tindakan (implementasi) dan evaluasi rencana (Hidayat, 2009). Untuk mengetahui keterkaitan antara manajemen kebidanan Varney dan sistem pendokumentasian SOAP dapat dilihat pada bagan di bawah ini : 39 Alur Pikir Bidan Proses Perencanaan dari asuhan kebidanan Management Kebidanan 7 Langkah (Varney) Pendokumentasian Asuhan Kebidanan 5 langkah SOAP NOTES (Kompetensi Bidan) Data Data Masalah/Diagnosa Assement/Diagnosa Subjektif & Objektif Antisipasi masalah potensial/diagnosa Analisa lain Menerapkan Perencanaan kebutuhan segera Asuhan untuk konsultasi, Penatalaksanaan : a. Konsul b. Tes diagnostik c. Rujukan kolaborasi d. Pendidikan Perencanaan Asuhan Implementasi Implementasi Evaluasi e. Konseling f. Follow up Evaluasi Gambar 2.3 Keterkaitan Antara Manjemen Kebidanan dan System Pendokumentasian SOAP D. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas Asuhan kebidanan masa nifas adalah pelaksanaan asuhan yang diberikan pada pasien mulai dari saat setelah lahirnya bayi sampai dengan kembalinya tubuh dalam keadaan seperti sebelum hamil atau mendekati sebelum hamil (Saleha, 2009). Dalam pendokumentasian asuhan kebidanan pada masa nifas fisiologis, untuk memperoleh data dilakukan dengan cara : 40 1. Data Subjektif Ditemukan keluhan utama : pasien merasa mules, sakit pada jalan lahir karena adanya jahitan pada perineum (Retna Ambarawati dan Wulandari, 2010). 2. Data Objektif 1) Vital sign a. Tekanan darah Tekanan darah normal pada ibu nifas adalah 120/80 mmHg (Marmi, 2015). b. Suhu Suhu normal pada ibu nifas adalah 36,4 oC-37,4 oC (Marmi, 2015). c. Pernafasan Pernafasan normal pada ibu nifas adalah 20-30 x/menit (Retna Ambarawati dan Wuladari, 2010). d. Nadi Nadi normal pada ibu nifas adalah 80-100 x/menit (Marmi, 2015). 2) Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum : nifas normal keadaan umum baik (Marmi, 2015). b. Keadaan abdomen a) Uterus Pada ibu nifas normal TFU 2 jari di bawah pusat kontraksinya baik. Konsistensinya keras dan posisi uterus di tengah (Marmi, 2015). b) Kandung kemih Pada ibu nifas normal kandung kemih tidak teraba (Marmi, 2015). c. Keadaan genetalia a) Perdarahan Pada nifas normal perdarahan tidak boleh lebih dari 500 cc (Marmi, 2015). 41 b) Perineum Pada nifas normal perineum bisa juga terdapat ada bekas jahitan bisa juga tid ak ada, perineum bersih (Marmi, 2015). 3. Analisa Data Diagnosa dapat ditegakkan yang berkaitan dengan para, abortus, anak hidup, umur ibu, dan keadaan nifas (Retna Ambarawati dan Wuladari, 2010). Data dasar meliputi : 1. Data Subjektif Data yang didapat dari hasil anamnesa pasien. Pernyataan ibu tentang jumlah persalinan, apakah pernah abortus atau tidak, keterangan ibu tentang umur, keterangan ibu tentang keluhannya (Retna Ambarawati dan Wuladari, 2010). 2. Data Objektif Data yang didapat dari hasil pemeriksaan. Palpasi tentang tinggi fundus uteri dan kontraksi, hasil pemeriksaan tentang pengeluaran pervaginam, hasil pemeriksaan tanda-tanda vital (Retna Ambarawati dan Wuladari, 2010). 4. Pelaksanaan Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan penyuluhan pada klien dan keluarga. Mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan secara efisien dan aman. (Retna Ambarawati dan Wuladari, 2010). E. Wewenang Bidan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan meliputi : 1. Kewenangan normal : a. Pelayanan kesehatan ibu b. Pelayanan kesehatan anak 42 c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana 2. Kewenangan dalam menjalankan program Pemerintah 3. Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter Kewenangan normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan. Kewenangan ini meliputi : 1. Pelayanan kesehatan ibu a. Ruang lingkup : a) Pelayanan konseling pada masa pra hamil b) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal c) Pelayanan persalinan normal d) Pelayanan ibu nifas normal e) Pelayanan ibu menyusui f) Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan b. Kewenangan : a) Episiotomi b) Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II c) Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan d) Pemberian tablet Fe pada ibu hamil e) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas f) Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi air susu ibu (ASI) eksklusif g) Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum h) Penyuluhan dan konseling i) Bimbingan pada kelompok ibu hamil j) Pemberian surat keterangan kematian k) Pemberian surat keterangan cuti bersalin F. Pandangan Islam Tentang Nifas Pengertian dan ketentuan nifas dijelaskan dalam Al-qur’an dan Hadist. Seperti halnya haid, nifas juga merupakan hal yang sangat penting dan perlu untuk di fahami baik kaum wanita ataupun kaum laki-laki. 43 Darah nifas adalah darah yang keluar pada saat sebelum, pada saat dan sesudah melahirkan serta diikuti dengan tanda-tanda akan melahirkan seperti rasa sakit. Rasa sakit yang dimaksud disini adalah rasa sakit yang diikuti dengan proses melahirkan. Apabila darah keluar tidak disertai dengan proses persalinan / melahirkan maka darah tersebut tidak dinamakan darah nifas. Selain itu semua, dinamakan darah nifas apabila darah tersebut keluar setelah wanita melahirkan seorang bayi yang sudah berbentuk manusia, walupun belum sempurna. Dan apabila seorang wanita mengalami keguguran dan bayi yang dikeluarkan belum berbentuk manusia, maka darah yang keluar tidak disebut dengan darah nifas. Namun di hukumi dengan darah istihadah (darah penyakit) yang tidak menghalangi shalat, puasa dan ibadah lainnya. Selama masa nifas seorang perempuan dilarang untuk shalat, puasa, dan berhubungan intim dengan suaminya. Hal tersebut berdasarkan QS. Al-Baqarah Ayat : 222 ِيض َوالَ َت ْق َر ُبوهُنَّ َح َّت َى َي ْط ُه ْرنَ َفإ ِ َذا ِ ساء فِي ا ْل َمح ِ َو َي ْسأَلُو َن َك َع ِن ا ْل َمح َ اع َت ِزلُو ْا ال ِّن ْ ِيض قُ ْل ه َُو أَ ًذى َف ّ ث أَ َم َر ُك ُم ُ َت َط َّه ْرنَ َفأْ ُتوهُنَّ مِنْ َح ْي ُ للا “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” Berdasarkan ayat diatas, nifas disatu pengertiankan dengan haid karena mempunyai persamaan yaitu suatu kotoran atau darah yang keluar dari jalan lahir wanita. Dan selama darah itu masih keluar maka tidak di bolehkan bagi wanita itu untuk shalat, puasa, dan berhubungan intim dengan suaminya sampai masa nifas atau masa haid itu selesai. Sedangkan menurut para ulama pendapat tentang batasan minimal dan maksimal masa nifas itu berbeda. Asy syaikh Taqiyuddin (Ibnu Taimiyyah) dalam risalah beliau Fil Asma’ allaqasy syari’ al ahkama biha berkata : “Adapun masa nifas tidak ada batasan minimal maupun maksimalnya. Kalau seandainya ada seorang wanita yang mendapati 44 darahnya lebih dari 40 hari atau 60 hari atau 70 hari kemudian baru berhenti, maka itulah nifasnya. Akan tetapi jika terus menerus, maka darah tersebut darah fasad (istihadah). Dan jika ini yang terjadi padanya, maka masa nifasnya dihitung 40 hari, karena inilah puncak dari kebanyakan atsar-atsar yang datang menjelaskan batasan lamanya haid”. Seperti yang diriwayatkan H.R Abu Dawud, dishahihkan al-Hakim disepakati adz-Dzahaby, dihasankan anNawawy disepakati Ibnu Hajar dan al-Albany َّ صلَّى سلَّ َم َت ْق ُع ُد َب ْع َد نِ َفاسِ َها أَ ْر َبعِينَ َي ْو ًما ِ سلَ َم َة َقالَتْ َكا َن ِ َّ ول َ للاُ َعلَ ْي ِه َو َ للا ُ سا ُء َعلَى َع ْه ِد َر َ ت ال ُّن َف َ َعنْ أ ُ ِّم ِ س أَ ْو أَ ْر َبعِينَ لَ ْيلَ ًة Dari Ummu Salamah-radhiyallahu anha-beliau berkata: para wanita nifas di masa Rasulullah shollallahu alaihi wasallam duduk (berdiam tidak sholat) setelah nifas (masa melahirkan) selama 40 hari atau 40 malam (H.R Abu Dawud, dishahihkan al-Hakim disepakati adz-Dzahaby, dihasankan anNawawy disepakati Ibnu Hajar dan al-Albany) Menurut hadist diatas sama halnya dengan Q.S Al-Baqoroh ayat 222 yang melarang wanita yang sedang tidak suci atau keluar darah dari jalan lahir seperti halnya masa nifas untuk tidak melakukan ibadah shalat dulu sampai selesai masa nifasnya yaitu selama 40 hari. DAFTAR PUSTAKA Al-Quran Surat Al-Baqarah Ayat 222 Ambarawati, RE., Wulandari, D. (2010) Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta: Nuha Medika. Burhanuddin, A. (2013) Pengumpulan Data Dan Instrumen Penelitian internet. Tersedia dalam https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/05/21/ pengumpulan-data-dan-instrumen-penelitian/ diakses 18 April 2016 Cyut, T. (2011) Angka Kematian Ibu WHO internet. Tersedia dalam https://www.scribd.com/doc/55332903/Angka-Kematian-Ibu-Who diakses 29Maret 2016 Fitria. Fitri. (2011) Dokumentasi Kebidanan internet. Tersedia http://fitriakebidanan.blogspot.co.id/ diakses 02 Mei 2016 (2009) Metode Pendokumentasian internet. Tersedia dalam dalam http://infobidanfitri.blogspot.co.id/2009/03/metodependokumentasian.ht ml diakses 22 Mei 2016 Gavinster, AB. (2012) Manajemen Soap internet. Tersedia dalam http://jenibastari.blogspot.co.id/2012/07/manajemen-soap.html diakses 20 April 2016 Hadi, S. (2011) Pengertian Studi Kasus Menurut Para Ahli internet. Tersedia dalam http://www.maribelajarbk.web.id/2014/12/pengertian-studi-kasusmenurut-para-ahli.html diakses 15 Mei 2016 Islami., Aisyaro. N. (2012) Efektifitas Kunjungan Nifas Terhadap Pengurangan Ketidaknyamanan Fisik Yang Terjadi Pada Ibu Selama Masa Nifas internet. Tersedia dalam http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/ majalahilmiahsultanagung/article/download/66/60 diakses 22 Mei 2016 Jannah, N. (2013) Asuhan Kebidanan Ibu Nifas. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Mansyur, N., Dahlan, K.(2014) Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Malang: Salaksa Media. 63 64 Marmi. (2015) Asuhan Kebidanan Masa Nifas Peurperium Care. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Pratiwi, AD. (2014) Angka Kematian Ibu di Indonesia Masih Jauh dari Target MDGs 2015 internet. Tersedia dalam http://www.kompasiana. com/ditaanugrah/angka-kematian-ibu-di-indonesia-masih-jauh-daritarget-mdgs-2015_54f940b8a33311ba078b4928 diakses 29 Maret 2016 Ritnowati, D., Widyaningsih, F. (2016) Hubungan Perawatan Perineum Dengan Lama Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Nifas Di Bps Erlawati Desa Bumirejo Kecamatan Juwana Kabupaten Pati internet. Tersedia dalam http://siakad.akbidbup.ac.id/img/jurnal/VOL2NO2_1.pdf diakses 22 Mei 2016 Rukiyah, YA., Yulianti, L. (2010) Asuhan kebidanan 4 (patologi). Jakarta: CV.Trans Info Media Rukiyah, YA., Yulianti, L. & Liana, M. (2011) Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta: CV.Trans Info Media Sari, EP., Rimandini, KD. (2014) Asuhan Kebidanan Masa Nifas (Postnatal Care). Jakarta:Cv.Trans Info Media. Saleha, S. (2009) Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika. Sarwono. (2013) Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Sarwono. (2009) Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Senang, E. (2014)Target AKI Dan AKB 2013 internet. Tersedia dalam https://www.scribd.com/doc/227967158/Target-AKI-Dan-AKB-2013 diakses 29 Maret 2016 Sunandar. (2013) Pemeriksaan Fisik Head To Toe internet. Tersedia dalam http://nandarnurse.blogspot.co.id/2013/05/pemeriksaan-fisik-head-totoe.html#axzz46Br3Nw9l diakses 18 April 2016 Suryana, C. (2010) Data Dan Jenis Data Penelitian internet. Tersedia dalam https://csuryana.wordpress.com/2010/03/25/data-dan-jenis-datapenelitian/ diakses 18 April 2016 65 Syarifudin. (2015) Kewenangan Bidan internet. Tersedia dalam http://materipaksyaf.blogspot.co.id/2015/03/kewenangan-bidan.html diakses 18 April 2016 Trianto, M. (2015) Teori-teori Metodologi Penelitian Menurut Para Ahli internet. Tersedia dalam http://rayendar.blogspot.co.id/2015/12/teori-teorimetodologi-penelitian.html diakses 18 April 2016 Walyani, ES., Purwoastuti, E. (2015) Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui. Yogyakarta: Pustakabarupress. Walyani, ES., Purwoastuti, E. (2015) Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Yogyakarta: Pustakabarupress. Warohmah. (2013) Pengertian Dan Ketentuan Nifas Dalam Syariah Islam internet. Tersedia dalam http://warohmah.com/pengertian-danketentuan-nifas/ diakses 02 April 2016