(bpm) bidan hj. entin suryatini, s.st tasikmalaya

advertisement
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS FISIOLOGIS
DI BIDAN PRAKTIK MANDIRI (BPM) BIDAN
HJ. ENTIN SURYATINI, S.ST
TASIKMALAYA
LAPORAN TUGAS AKHIR
Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya
Kebidanan
Oleh :
SUMARNI WIDIYA ASTUTI
NIM. 13DB277136
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS
2016
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS FISIOLOGIS
DI BIDAN PRAKTIK MANDIRI (BPM) BIDAN
HJ. ENTIN SURYATINI, S.ST
TASIKMALAYA1
Sumarni Widiya Astuti2 Sandriani3 Rosidah Solihah4
INTISARI
Masa nifas adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat-alat
reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas
berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari. Survei dilakukan di Tasikmalaya
dengan jumlah ibu nifas sebanyak 12.285 orang dan studi pendahuluan di BPM
Hj. Entin Suryatini, S.ST Tasikmalaya data ibu nifas bulan januari-desember
2015 ada 132 orang sedangkan dari bulan januari-maret 2016 ada 26 orang.
Tujuan penyusunan Laporan Tugas Akhir ini untuk memperoleh
pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas
fisiologis dengan menggunakan pendekatan proses manajemen kebidanan.
Asuhan kebidanan pada ibu nifas fisiologis ini dilakukan dari tanggal 10 Maret-24
Maret 2016 di BPM Hj. Entin Suryatini, S.ST Tasikmalaya dan rumah pasien.
Dari hasil penyusunan laporan tugas akhir ini penyusun mendapat
gambaran dan pengalaman nyata dalam pembuatan asuhan kebidanan pada ibu
nifas fisiologis. Kesimpulan dari hasil pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu
nifas fisiologis di BPM Hj. Entin Suryatini, S.ST Tasikmalaya didapatkan hasil
bahwa dari pengkajian data subjektif, interpretasi data, masalah potensial,
perencanaan dan pelaksanaan asuhan sesuai dengan tinjauan pustaka, namun
pada pengkajian data objektif yaitu pemeriksaan TFU terdapat kesenjangan
antara tinjauan pustaka dengan kasus yang dikaji.
Kata Kunci
: Ibu nifas fisiologis
Kepustakaan : 12 buku (2009-2015)
Halaman
: i-xii, 67 halaman, 10 lampiran
1
Judul Penulisan Ilmiah2Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis 3Dosen
STIKes Muhammadiyah Ciamis
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya
plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Pelayanan
pascapersalinan harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi
kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan
pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan
pelayanan pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan
nutrisi bagi ibu (Sarwono, 2013).
Saat ini dalam setiap menit, setiap harinya, seorang ibu meninggal
disebabkan
oleh
komplikasi
yang
berhubungan
dengan
kehamilan,
persalinan, dan nifas. Menurut data World Health Organization (WHO) dalam
Erni (2009), kematian ibu diperkirakan sebanyak 500.000 kematian setiap
tahun, 99% diantaranya terjadi di negara berkembang (Cyut Tare, 2011).
Asuhan kebidanan yang diberikan oleh seorang pemberi pelayanan
kebidanan sangat mempengaruhi kualitas asuhan yang diberikan dalam
tindakan kebidanan seperti upaya pelayanan kehamilan, persalinan, masa
nifas, dan perawatan bayi baru lahir. Oleh karena itu sebagai peran untuk
menjadi bidan profesional, bidan perlu mengembangkan ilmu dan kiat
asuhan kebidanan yang salah satunya adalah harus dapat mengintegrasikan
model konseptusi khususnya pemberian asuhan kebidanan ibu nifas
(Mansyur dan Dahlan, 2014).
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan
masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu
akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas
terjadi dalam 24 jam pertama (Sarwono, 2009).
1
2
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2012, angka kematian ibu (yang berkaitan dengan kehamilan,
persalinan, dan nifas) sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes,
2014).
Menurut Kemenkes RI 2012. Sesuai target MDGs 2015, AKI harus
diturunkan sampai 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
Sehingga untuk dapat mencapai target MDGs, diperlukan terobosan dan
upaya keras dari seluruh pihak, baik pemerintah, sektor swasta, maupun
masyarakat. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun 2010 dalam
penelitian di Universitas Sumatra Utara oleh Rossi Sanusi, yang menyatakan
bahwa kematian ibu di Indonesia 228/100.000 kelahiran hidup, artinya
dengan jumlah penduduk 225.642.000 berarti ada 9.774 ibu meninggal per
tahun atau 1 orang ibu meninggal per jam oleh sebab yang berkaitan dengan
kehamilan, persalinan dan nifas. Pada hasil dokumentasi provinsi Jawa
Barat didapatkan target angka kematian ibu yang harus di capai pada tahun
2013 harus diturunkan sampai 205-210/100.000 kelahiran hidup. Sedangkan
jumlah yang didapatkan dari provinisi Jawa Barat tahun 2007 pada lampiran
profil kesehatan Jawa Barat angka kematian ibu sebanyak 788 per 822.481
kelahiran hidup (Depkes Jabar, 2007).
Pengertian dan ketentuan nifas dijelaskan dalam Al-qur’an dan
Hadist. Seperti halnya haid, nifas juga merupakan hal yang sangat penting
dan perlu untuk di fahami baik kaum wanita ataupun kaum laki-laki.
Darah nifas adalah darah yang keluar pada saat sebelum, pada saat
dan sesudah melahirkan serta diikuti dengan tanda-tanda akan melahirkan
seperti rasa sakit. Rasa sakit yang dimaksud disini adalah rasa sakit yang
diikuti dengan proses melahirkan. Apabila darah keluar tidak disertai dengan
proses persalinan / melahirkan maka darah tersebut tidak dinamakan darah
nifas. Selain itu semua, dinamakan darah nifas apabila darah tersebut keluar
setelah wanita melahirkan seorang bayi yang sudah berbentuk manusia,
walupun belum sempurna. Dan apabila seorang wanita mengalami
keguguran dan bayi yang dikeluarkan belum berbentuk manusia, maka
darah yang keluar tidak disebut dengan darah nifas. Namun di hukumi
3
dengan darah istihadah (darah penyakit) yang tidak menghalangi shalat,
puasa dan ibadah lainnya.Selama masa nifas seorang perempuan dilarang
untuk shalat, puasa, dan berhubungan intim dengan suaminya. Hal tersebut
berdasarkan QS. Al-Baqarah Ayat : 222
َ‫ِيض َوالَ َت ْق َر ُبوهُنَّ َح َّت َى َي ْط ُه ْرنَ َفإ ِ َذا َت َط َّه ْرن‬
ِ ‫ساء فِي ا ْل َمح‬
ِ ‫َو َي ْسأَلُو َن َك َع ِن ا ْل َمح‬
َ ‫اع َت ِزلُو ْا ال ِّن‬
ْ ‫ِيض قُلْ ه َُو أَ ًذى َف‬
ّ ‫ث أَ َم َر ُك ُم‬
ُ ‫َفأْ ُتوهُنَّ مِنْ َح ْي‬
ُ ‫للا‬
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah
suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita
di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka
suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”
Berdasarkan ayat diatas, nifas disatu pengertiankan dengan haid
karena mempunyai persamaan yaitu suatu kotoran atau darah yang keluar
dari jalan lahir wanita. Dan selama darah itu masih keluar maka tidak di
bolehkan bagi wanita itu untuk shalat, puasa, dan berhubungan intim dengan
suaminya sampai masa nifas atau masa haid itu selesai.
Sedangkan menurut para ulama pendapat tentang batasan minimal
dan maksimal masa nifas itu berbeda. Asy syaikh Taqiyuddin (Ibnu
Taimiyyah) dalam risalah beliau Fil Asma’ allaqasy syari’ al ahkama biha
berkata : “Adapun masa nifas tidak ada batasan minimal maupun
maksimalnya. Kalau seandainya ada seorang wanita yang mendapati
darahnya lebih dari 40 hari atau 60 hari atau 70 hari kemudian baru berhenti,
maka itulah nifasnya. Akan tetapi jika terus menerus, maka darah tersebut
darah fasad (istihadah). Dan jika ini yang terjadi padanya, maka masa
nifasnya dihitung 40 hari, karena inilah puncak dari kebanyakan atsar-atsar
yang datang menjelaskan batasan lamanya haid”.
َّ ‫صلَّى‬
‫سلَّ َم َت ْق ُع ُد َب ْع َد نِ َفاسِ َها أَ ْر َبعِينَ َي ْو ًما أَ ْو‬
ِ ‫سلَ َم َة َقالَتْ َكا َن‬
ِ َّ ‫ول‬
َ ‫للاُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫للا‬
ُ ‫سا ُء َعلَى َع ْه ِد َر‬
َ ‫ت ال ُّن َف‬
َ ‫َعنْ أ ُ ِّم‬
ِ ‫س‬
‫أَ ْر َبعِينَ لَ ْيلَ ًة‬
Ummu Salamah-radhiyallahu anha-beliau berkata: para wanita nifas di masa
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam duduk (berdiam tidak sholat) setelah
nifas (masa melahirkan) selama 40 hari atau 40 malam (H.R Abu Dawud,
4
dishahihkan al-Hakim disepakati adz-Dzahaby, dihasankan anNawawy
disepakati Ibnu Hajar dan al-Albany).
Masa nifas merupakan hal penting untuk diperhatikan guna
menurunkan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia. Dan berbagai
pengalaman dalam menanggulangi kematian ibu dan bayi di banyak Negara,
Pelayanan nifas, merupakan pelayanan kesehatan yang sesuai standar
pada ibu mulai 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan oleh tenaga
kesehatan (Mansyur dan Dahlan, 2014).
Bidan memegang peranan penting dalam upaya pemerintah untuk
meningkatkan kesehatan dan pengertian masyarakat melalui konsep
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Dalam standar pelayanan
kebidanan, bidan memberikan pelayanan bagi ibu pada masa nifas melalui
kunjungan rumah pada hari ketiga, minggu kedua dan minggu keenam
setelah persalinan untuk membantu proses pemulihan ibu dan bayi melalui
penanganan tali pusat yang benar, penemuan dini, penanganan atau rujukan
komplikasi yang mungkin terjadi pada masa nifas, serta memberikan
penjelasan tentang kesehatan secara umum, personal hygiene, nutrisi,
perawatan bayi baru lahir, pemberian asi, imunisasi dan keluaga berencana
(Islami dan Aisyaroh, 2012).
Sustini F, Andajani S, Marsudiningsih A, meneliti tentang Pengaruh
pendidikan
kesehatan, monitoring dan perawatan ibu pascapersalinan
terhadap kejadian morbiditas nifas di kabupaten Sidoarjo dan Lamongan
Jawa Timur yang hasilnya berupa monitoring ibu nifas terbukti berhubungan
dengan kejadian morbiditas nifas karena dapat memonitor keluhan atau
kejadian morbiditas ibu sehingga dengan monitoring ibu yang baik dapat
dideteksi morbiditas ibu lebih banyak. Kurangnya monitoring ibu selama
masa nifas berdampak pada kemungkinan tidak tercatatnya morbiditas ibu.
Perawatan ibu masa nifas terbukti berhubungan dengan risiko terjadinya
morbiditas nifas.
Pelaksanaan perawatan yang kurang baik dapat
meningkatkan risiko terjadinya morbiditas nifas, seperti perawatan payudara
untuk mencegah mastitis, membersihkan diri menggunakan sabun setelah
5
buang air kecil dan buang air besar dapat mencegah infeksi genitalia (Islami
dan Aisyaroh, 2012).
Menurut laporan Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya tahun 2016
jumlah ibu nifas yang mendapatkan pelayanan sebanyak 12.285, dengan
jumlah AKI sebanyak 20 orang (Dinkes Tasikmalaya, 2016).
Sedangkan data yang diperoleh di BPM Hj. Entin Suryatini, SST
Leuwidahu Kota Tasikmalaya dari bulan januari-desember 2015 ada 132
orang ibu bersalin sehingga ada 132 orang jumlah ibu nifas yang mendapat
pelayanan, sedangkan dari bulan januari-maret 2016 ada 26 orang ibu
bersalin sehingga ada 26 orang jumlah ibu nifas (Data BPM, 2016).
Angka cakupan ibu nifas yang dilakukan kunjungan selama bulan
maret adalah sebanyak 6 orang dari 8 jumlah ibu nifas. Ada 2 orang ibu nifas
yang tidak dilakukan kunjungan karena jauhnya jarak tempat tinggal dari
BPM dan karena ibu yang bekerja (Data BPM, 2016).
Berdasarkan permasalahan diatas untuk meningkatkan pelayanan
kunjungan, salah satunya dengan cara memberikan asuhaan selama masa
nifas. Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan asuhan kebidanan pada
Ny. E P3A0 post partum 2 jam fisiologis di BPM Hj. Entin Suryatini, S.ST
Leuwidahu, Tasikmalaya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian
latar
belakang
di
atas
maka
rumusan
masalahnya adalah “Bagaimanakah asuhan kebidanan pada Ny. E P3A0 post
partum 2 jam fisiologis di BPM Hj. Entin Suryatini, S.ST Leuwidahu,
Tasikmalaya?”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas fisiologis
sesuai dengan standar pelayanan kebidanan.
6
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian data subyektif maupun data obyektif
pada Ny. E P3A0 post partum 2 jam fisiologis di BPM Hj. Entin
Suryatini, S.ST Leuwidahu, Tasikmalaya.
b. Mampu mengidentifikasi masalah yang terjadi pada Ny. E P3A0 post
partum 2 jam fisiologis di BPM Hj. Entin Suryatini, S.ST Leuwidahu,
Tasikmalaya.
c. Dapat menentukan masalah potensial yang mungkin terjadi pada Ny. E
P3A0 post partum 2 jam fisiologisdi BPM Hj. Entin Suryatini, S.ST
Leuwidahu, Tasikmalaya.
d. Mampu menentukan kebutuhan segera pada Ny. E P3A0 post partum 2
jam
fisiologis
di BPM
Hj.
Entin
Suryatini,
S.ST
Leuwidahu,
Tasikmalaya.
e. Mampu menentukan rencana tindakan yang akan diberikan pada Ny. E
P3A0 post partum 2 jam fisiologis di BPM Hj. Entin Suryatini, S.ST
Leuwidahu, Tasikmalaya.
f. Mampu melaksanakan tindakan yang telah direncanakan pada Ny. E
P3A0 post partum 2 jam fisiologis di BPM Hj. Entin Suryatini, S.ST
Leuwidahu, Tasikmalaya.
g. Dapat menilai kembali/mengevaluasi dari tindakan yang telah diberikan
pada Ny. E P3A0 post partum 2 jam fisiologis di BPM Hj. Entin
Suryatini, S.ST Leuwidahu, Tasikmalaya.
D. Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan sebagai masukan untuk pengembangan materi yang
telah diberikan baik dalam proses perkuliahan maupun praktik lapangan agar
mampu menerapkan secara langsung asuhan pada masa nifas dengan
pendekatan manajemen kebidanan yang sesuai dengan standar pelayanan
kebidanan.
7
2. Bagi Lahan Praktik
Dapat mempertahankan semua pelayanan yang sudah maksimal dan
sebagai bahan untuk meningkatkan mutu pelayanan kebidanan terutama
asuhan pada masa nifas.
3. Bagi Penulis
Sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan sehingga penulis
mampu mengaplikasikan seluruh ilmu yang telah di dapat dari perkuliahan
mengenai asuhan kebidanan pada masa nifas.
4. Bagi Ibu Nifas
Sebagai informasi dan motivasi bagi klien, bahwa pemeriksaan dan
pemantauan kesehatan sangat penting khususnya asuhan kebidanan pada
masa nifas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Masa Nifas
1. Definisi Masa Nifas
Masa nifas adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alatalat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas
berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Ambarawati, 2009).
2. Tujuan Asuhan Masa Nifas
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena
merupakan masa kritis baik bagi ibu maupun bayinya. Diperkirakan 60 %
kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50 %
kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Mansyur dan Dahlan,
2014).
Tujuan asuhan masa nifas dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Tujuan Umum
Membantu ibu dan pasangannya selama masa transisi awal mengasuh
anak.
2. Tujuan Khusus
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologis.
b. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,
mengobati/merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya.
c. Memberikan pendidikan kesehatan, tenaga perawatan kesehatan
diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi dan perawatan bayi
sehat.
d. Memberikan pelayanan KB.
3. Tahapan Masa Nifas
1. Puerperium dini (Immediate Post Partum Periode)
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam,
yang dalam hal ini ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
8
9
Masa ini sering terdapat banyak masalah misalnya perdarahan
karena atonia uteri oleh karena itu bidan dengan teratur harus
melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokhea,
tekanan darah dan suhu (Mansyur dan Dahlan, 2014).
2. Puerperium Intermedial (Early Post Partum Periode)
Masa 24 jam setelah melahirkan sampai dengan 7 hari (1
minggu). Periode ini bidan memastikan bahwa involusio uterus
berjalan normal, tidak ada perdarahan abnormal dan lokhea tidak
berbau busuk, ibu tidak demam, ibu mendapat cukup makan dan
cairan, menyusui dengan baik, melakukan perawatan ibu dan bayinya
sehari-hari (Mansyur dan Dahlan, 2014).
3. Remote Puerperium (Late post partum periode)
Masa 1 minggu sampai 6 minggu sesudah melahirkan.
Periode ini bidan tetap melanjutkan pemeriksaan dan perawatan
sehari-hari serta memberikan konseling KB (Mansyur dan Dahlan,
2014).
4. Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam Masa Nifas
1. Sebagai teman terdekat sekaligus pendamping untuk memberikan
dukungan yang terus menerus selama masa nifas yang baik dan
sesuai dengan kebutuhan ibu agar mengurangi ketegangan fisik dan
psikologis selama persalinan dan nifas.
2. Sebagai pendidik dalam asuhan pemberian pendidikan kesehatan
terhadap ibu dan keluarga.
3. Sebagai pelaksana asuhan kepada pasien dalam hal tindakan
perawatan, pemantauan, penanganan masalah, rujukan, dan deteksi
dini komplikasi masa nifas.
4. Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu
kesehatan ibu nifas maupun bayinya.
10
5. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas
Kebijakan program nasional tentang masa nifas adalah :
1. Rooming in merupakan suatu sistem perawatan dimana ibu dan bayi
dirawat dalam 1 unit/kamar. Bayi selalu ada disamping ibu sejak lahir
(hal ini dilakukan hanya pada bayi yang sehat).
2. Gerakan nasional ASI eksklusif yang dirancang oleh pemerintah
3. Pemberian vitamin A ibu nifas
4. Program Inisiasi Menyusui Dini
Berdasarkan program dan kebijakan teknis masa nifas adalah
paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas untuk menilai status ibu dan
bayi baru lahir untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani masalah
yang terjadi, yaitu :
Tabel 2.1 Kebijakan Program Nasional Masa Nifas
Kunjungan
I
Waktu
6-8
jam
persalinan
Asuhan
setelah 1. Mencegah perdarahan masa
nifas karena atonia uteri.
2. Mendeteksi
dan
penyebab
lain
merawat
perdarahan,
rujuk jika perdarahan berlanjut.
3. Memberikan
konseling
pada
ibu atau salah satu anggota
keluarga mengenai bagaimana
cara
mencegah
perdarahan
mas nifas karena atonia uteri.
4. Pemberian ASI awal.
5. Melakukan hubungan antara
ibu dan bayi yang baru lahir.
6. Menjaga
dengan
bayi
tetap
sehat
cara
mencegah
petugas
kesehatan
hypotermi.
7. Jika
menolong persalinan, ia harus
11
tinggal dengan ibu dan bayi
yang baru lahir selama 2 jam
pertama setelah kelahiran atau
sampai ibu dan bayinya dalam
keadaan stabil.
II
6
hari
persalinan
setelah 1. Memastikan
berjalan
involusi
uterus
normal,
uterus
berkontraksi, fundus di bawah
umbilicus,
perdarahan
tidak
ada
abnormal,
tidak
ada bau.
2. Menilai
adanya
tanda-tanda
demam, infeksi, perdarahan.
3. Memastikan ibu mendapatkan
cukup makanan, cairan, dan
istirahat.
4. Memastikan
dengan
ibu
baik
memperlihatkan
menyusui
dan
tidak
tanda-tanda
penyulit.
5. Memberikan konseling pada
ibu mengenai asuhan pada
bayi, tali pusat, menjaga bayi
tetap hangat dan merawat bayi
sehari-hari.
III
2
minggu
persalinan
IV
6
minggu
persalinan
setelah Sama
seperti
diatas
(6
hari
setelah persalinan).
setelah 1. Menanyakan pada ibu tentang
kesulitan-kesulitan yang ia atau
bayi alami.
2. Memberikan
konseling
KB secara dini.
untuk
12
6. Prosedur Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
Pemeriksaan yang dilakukan pada ibu nifas adalah :
a. Pada 2-6 jam pertama
1) Tekanan darah
Pada proses persalinan terjadi peningkatan tekanan darah sekitar 15
mmHg untuk systole dan 10 mmHg untuk diastole namun kembali
normal pada saat post partum (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015).
2) Suhu
Dapat naik sekitar 0,5 oC dari keadaan normal tetapi tidak lebih dari
38 oC dan dalam 12 sampai dengan 24 jam pertama post partum
kembali normal (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015).
3) Denyut nadi
Denyut nadi biasanya 60-80 kali/menit kecuali persalinan dengan
penyulit perdarahan, denyut nadi dapat melebihi 100 kali/menit (Siwi
Walyani dan Purwoastuti, 2015).
4) Fundus kembali keras dan bulat di atas pusat (Siwi Walyani dan
Purwoastuti, 2015).
5) Perdarahan pervaginam
Jumlah seperti menstruasi terdapat gumpalan namun tidak lebih
besar dari kulit jeruk (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015).
6) Blass tidak teraba karena ibu dapat BAK dengan lancar (Siwi Walyani
dan Purwoastuti, 2015).
b. Pemeriksaan rutin setiap hari
1) Pemeriksaan fisik
2) Tanda vital
3) Payudara dan puting susu jika diinspeksi tidak ada kemerahan dan
nyeri.
7. Pemantauan 2 Jam Post Partum
1. Keadaan umum dan kesadaran
Selama 2 jam pertama pasca persalinan :
1) Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih dan
perdarahan yang keluar selama 15 menit selama 1 jam pertama dan
13
setiap 30 menit selama 1 jam kedua (Siwi Walyani dan Purwoastuti,
2015).
2) Massase uterus untuk membuat kontraksi uterus menjadi baik, setiap
15 menit selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit selama jam
kedua (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015).
3) Pantau temperatur tubuh setiap jam (Siwi Walyani dan Purwoastuti,
2015).
4) Nilai perdarahan, periksa perineum dan vagina setiap 15 menit
pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua (Siwi Walyani dan
Purwoastuti, 2015).
5) Ajarkan pada ibu dan keluarga untuk memeluk bayi. Bersihkan dan
bantu ibu mengenakan pakaian atau sarung bersih dan kering
kemudian atur posisi ibu agar nyaman. Jaga agar bayi diselimuti
dengan baik berikan bayi kepada ibu untuk disusukan (Siwi Walyani
dan Purwoastuti, 2015).
6) Lakukan asuhan esensial bagi bayi baru lahir (Siwi Walyani dan
Purwoastuti, 2015).
2. Tanda-tanda vital
Pemantauan tanda-tanda vital pada persalianan kala IV antara lain :
a. Kontraksi uterus harus baik.
b. Tidak ada perdarahan dari vagina atau alat genetalia lainnya.
c. Kandung kencing harus kosong.
d. Plasenta dan selaput ketuban harus lahir lengkap.
e. Luka-luka pada perineum harus terawat dengan baik dan tidak terjadi
hematoma.
f.
Bayi dalam keadaan baik.
g. Ibu dalam keadaan baik.
Pemantauan tekanan darah pada ibu pasca persalinan digunakan
untuk memastikan bahwa ibu tidak mengalami syok akibat banyak
mengeluarkan darah. Adapun gejala syok yang diperlihatkan antara
lain nadi cepat, lemah
(110 x/menit atau lebih), tekanan rendah
(sistolik kurang dari 90 mmHg) pucat, berkeringat atau dingin, kulit
lembab, nafas cepat (lebih dari 30 x/menit), cemas, kesadaran
menurun atau tidak sadar serta bproduksi urin sedikit sehingga
14
produksi urin menjadi pekat dan suhu tinggi perlu diwaspadai juga
kemungkinan terjadinya infeksi dan perlu penanganan lebih lanjut
(Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015).
3. Tonus uterus dan TFU
Pemantauan adanya kontraksi uterus sangatlah penting dalam
asuhan persalinan kala IV dan perlu evaluasi lanjut setelah placenta lahir
yang berguna untuk memantau terjadinya perdarahan. Kalau kontraksi
uterus baik dan kuat kemungkinan terjadinya perdarahan sangat kecil.
Pasca melahirkan perlu dilakukan pengamatan secara seksama
mengenai ada atau tidaknya kontraksi uterus yang diketahui dengan
meraba bagian perut, karena saat kelahiran tinggi fundus akan berada 12 jari di bawah pusat dan terletak agak sebelah kanan sampai akhirnya
hilang (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015).
4. Kandung kemih
Yakinkan bahwa kandung kencing kosong. Hal ini untuk
membantu involusi uteri. Jika kandung kemih penuh maka bantu ibu
untuk mengosongkan kandung kemihnya dan ibu dianjurkan untuk selalu
mengosongkannya jika diperlukan (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015).
Jika ibu tidak dapat berkemih bantu dengan menyiramkan air
bersih dan hangat pada perineumnya atau masukkan jari-jari ibu
kedalam air hangat untuk merangsang keinginan berkemih secara
spontan maka perlu dipalpasi dan melakukan kateterisasi secara aseptik
dengan
memasukkan
kateter
Nelaton
DTT
atau
steril
untuk
mengosongkan kandung kemih ibu setelah kosong segera lakukan
masase pada fundus untuk membantu uterus berkontraksi dengan baik
(Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015).
5. Perdarahan dan hematoma
Jumlah perdarahan vagina harus minimal jika rahim dikontraksi
dengan baik. Jika kontraksi buruk maka perdarahan akan cenderung
sedang, dan banyak yang menyebabkan perdarahan yang berlebihan.
Amati perienum setiap peningkatan perdarahan atau pengeluaran
bekuan darah ketika dilakukan masase uterus (Siwi Walyani dan
Purwoastuti, 2015).
15
Perdarahan yang normal setelah kelahiran selama 6 jam pertama
mungkin hanya akan sebanyak satu pembalut perempuan per jam atau
seperti darah haid yang banyak. Jika perdarahan lebih banyak dari itu,
ibu
hendaknya
diperiksa
lebih
sering
dan
penyebab-penyebab
perdarahan berat harus diidentifikasi. Apakah ada laserasi pada vagina
atau serviks apakah uterus berkontraksi dengan baik apakah kandung
kencingnya kosong (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015).
a. Perdarahan akibat laserasi jalan lahir
a) Inspeksi cermati jalan lahir
b) Bila terjadi rupture uteri dilakukan histerektomi
c) Jika
terjadi
laserasi
serviks
maka
penjahitan
dengan
menggunakan forcep cicin
d) Laserasi perineum
Satu cara untuk menilai kehilangan darah adalah melihat volume
darah yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol
500 ml yang menamung semua darah tersebut. Jika darah bisa
mengisi dua botol, ibu telah kehilangan 1 liter darah. Jika hanya
setengah botol, ibu kehilangan 250 ml darah. Memperkirakan
kehilangan darah adalah salah satu cara menilai kondisi ibu (Siwi
Walyani dan Purwoastuti, 2015).
8. Perubahan Fisiologi Masa Nifas
1. Perubahan Sistem Reproduksi
a. Uterus
a) Pengerutan Rahim (Involusi)
Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada
kondisi sebelum hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan luar dari
desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi neurotic
(layu/mati) (Mansyur dan Dahlan, 2014).
Perubahan
ini
dapat
diketahui
dengan
melakukan
pemerikasaan palpasi untuk meraba dimana TFUnya (tinggi fundus
uteri).
16
1. Pada saat bayi lahir, fundus uteri setinggi pusat dengan berat
1000 gram.
2. Pada akhir kala 3, TFU teraba 2 jari dibawah pusat.
3. Satu minggu post partum, TFU teraba pertengahan pusat
simpisis dengan berat 500 gram.
4. 2 minggu post partum, TFU teraba di atas simpisis dengan
berat 350 gram.
5. 6
minggu post partum fundus uteri mengecil (tidak teraba)
dengan berat 50 gram.
6. 8 minggu post partumfundus uteri sebesar normal dengan berat
30 gram.
2.2 Gambar Tinggi Fundus Uteri Masa Nifas
Perubahan
ini berhubungan
erat
dengan
perubahan
miometrium yang bersifat proteolisis.
Menurut Mansyur dan Dahla tahun 2014, Involusi uterus
terjadi melalui 3 proses yang bersamaan, antara lain :
1. Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri
yang terjadi di dalam otot uteri.
17
2. Atofi jaringan
Jaringan yang berproliferasi dengan adanya ekstrogen
dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi
terhadap penghentian produksi ekstrogen yang menyertai
pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada otot-otot
uterus lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas
dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi
menjadi endometrium yang baru.
3. Efek oksitosin (kontraksi)
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna
segera setelah bayi lahir. Hal tersebut diduga terjadi sebagai
respon terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat
besar. Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hypofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi
pembuluh darah, dan membantu proses pembuluh darah, dan
membantu proses homeostatis. Kontraksi dan retraksi otot uteri
akan mengurangi suplai darah ke uterus. Proses ini akan
membantu mengurangi bekas luka tempat implementasi
plasenta dan mengurangi perdarahan. Luka bekas perlekatan
plasenta memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total.
b) Lochea
Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas.
Lokhea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik
dari dalam uterus (Mansyur dan Dahlan, 2014).
Lochea berbau amis atau anyir dengan volume yang
berbeda-beda pada setiap wanita lokhea yang berbau tidak sedap
menandakan adanya infeksi.
Lochea dibedakan menjadi 4 jenis berdasarkan warna dan
waktu keluarnya :
1. Lochea Rubra / Merah
Keluar pada hari pertama sampai hari keempat masa
post partum. Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi
darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak
18
bayi, lanugo (rambut bayi), dan mekonium (Mansyur dan
Dahlan, 2014).
2. Lochea Sanguinolenta
Berwana
merah
kecoklatan
dan
berlendir,
serta
berlangsung pada hari keempat sampai hari ketujuh post
partum (Mansyur dan Dahlan, 2014).
3. Lochea Serosa
Berwarna
kuning
kecoklatan
karena
mengandung
serum, leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar
pada hari ke-7 sampai ke-14 (Mansyur dan Dahlan, 2014).
4. Lochea Alba / Putih
Mengandung leukosit, sel epitel, selaput lendir, serviks,
dan serabut jaringan yang mati. Berlangsung selama 2-6
minggu post partum. Lochea yang menetap pada awal-awal
post partum menunjukan adanya perdarahan sekunder yang
mungkin disebabakan oleh ter-tinggalnya sisa atau selaput
plasenta. Lochea alba atau serosa yang berlanjut dapat
menandakan adanya endometritis, terutama bila disertai
dengan nyeri pada abdomen dan demam. Bila terjadi infeksi,
akan keluar cairan nanah berbau busuk yang disebut dengan
“Lochea Purulenta”. Pengeluaran lochea yang tidak lancar
disebut dengan “Locha statis” (Mansyur dan Dahlan, 2014).
c) Laktasi
Laktasi
dapat
diartikan
dengan
pembentukan
dan
pengeluaran air susu ibu (ASI), yang merupakan makan pokok
terbaik bagi bayi yang bersifat alamiah. Bagi setiap ibu yang
melahirkan akan tersedia makanan bagi bayinya, dan bagi si anak
akan merasa puas dalam pelukan ibunya, merasa aman, tentram,
hangat akan kasih sayang ibunya. Hal ini merupakan faktor penting
bagi perkembangan anak selanjutnya (Mansyur dan Dahlan, 2014).
Produksi ASI masih sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan,
ibu yang selalu dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri
dan berbagai ketegangan emosional akan menurunkan volume ASI
bahkan tidak terjadi produksi ASI. Ibu yang sedang menyusui juga
19
jangan terlalu banyak dibebani urusan pekerjaan rumah tangga,
urusan kantor dan lainnya karena hal ini juga dapat mempengaruhi
produksi ASI. Untuk memproduksi ASI yang baik harus dalam
keadaan tenang (Mansyur dan Dahlan, 2014).
Ada 2 refleks yang sangat dipengaruhi oleh keadaan jiwa ibu, yaitu :
1) Refleks Prolaktin
Pada waktu bayi menghisap payudara ibu, ibu menerima
rangsangan neurohormonal pada putting dan areola, rangsangan
ini melalui nervus vagus diteruskan ke hypophysa lalu ke lobus
anterior, lobus anterior akan mengeluarkan hormon prolaktin
yang masuk melalui peredaran darah sampai pada kelenjarkelenjar pembuat ASI dan merangsang untuk memproduksi ASI
(Mansyur dan Dahlan, 2014).
2) Refleks Let Down
Refleks ini mengakibatkan memancarnaya ASI keluar,
isapan bayi akan merangsang puting susu dan areola yang
dikirim lobus posterior melalui nervus vagus, dari glandula
pituitary posterior dikeluarkan hormon oxytosin ke dalam
peredaran darah yang menyebabkan adanya kontraksi otot-otot
myoepitel dari saluran air susu, karena adanya kontraksi ini
maka ASI akan terlepas ke arah ampula (Mansyur dan Dahlan,
2014).
b. Serviks
Perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks agak
menganga seperti corong, segera setelah bayi lahir, disebabkan oleh
corpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks
tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antara
corpus dan serviks berbentuk semacam cincin (Mansyur dan Dahlan,
2014).
Serviks berwarna merah kehitam hitaman karena penuh
dengan pembuluh darah. Konsistensinya lunak, kadang-kadang
terdapat laserasi atau perlukaan kecil. Karena robekan kecil yang
terjadi selama berdilatasi maka serviks tidak akan pernah kembali lagi
ke keadaan seperti sebelum hamil. Muara serviks yang berdilatasi
20
sampai 10 cm sewaktu persalinan akan menutup secara perlahan dan
bertahap. Pada minggu ke-6 serviks menutup kembali (Mansyur dan
Dahlan, 2014).
c. Vulva dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan
yang sangat besar selama proses melahirkan bayi. Setelah 3 minggu,
vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae
dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali,
sementara labia menjadi lebih menonjol (Mansyur dan Dahlan, 2014).
Pada masa nifas biasanya terdapat luka-luka pada jalan lahir.
Luka pada vagina umumnya tidak seberapa luas dan akan sembuh
dengan sendirinya. Kecuali apabila terdapat infeksi. Infeksi mungkin
menyebabkan selulitis. Yang dapat menjalar sampai terjadi sepsis
(Mansyur dan Dahlan, 2014).
d. Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendor karena
sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada
post natal hari ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian
tonusnya, sekalipun tetap lebih kendor dari pada keadaan sebelum
hamil (Mansyur dan Dahlan, 2014).
Pada perineum yang mengalami infeksi luka menjadi nyeri,
merah, dan bengkak (Saleha, 2009).
2. Perubahan Sistem Pencernaan
Biasanya ibu akan mengalami keadaan konstipasi setelah
persalinan. Hal ini akan disebabkan karena pada waktu persalinan, alat
pencernaan mengalami tekanan yang menyebabkan kolon menjadi
kosong, pengeluaran cairan berlebihan pada waktu persalinan, kurangnya
asupan cairan dan makanan, serta kurangnya aktifitas tubuh. Selain
konstipasi, ibu juga mengalami aneroksia akibat penurunan dari sekresi
kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi, serta
penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan kurang nafsu makan
(Mansyur dan Dahlan, 2014).
21
3. Perubahan Sistem Perkemihan
Setelah proses persalinan biasanya ibu akan sulit untuk buang air
kecil. Hal ini disebabkan terdapat spasme sfinkter dan edma leher
kandung kemih sesudah bagian ini mengalami konpresi (tekanan) antara
kepala janin dan tulang pubis selama persalinan berlangsung (Mansyur
dan Dahlan, 2014).
Dinding kandung kencing memperlihatkan edema dan hyperemia.
Kadang-kadang edematrigonum, menimbulkan abstraksi dari uretra
sehingga terjadi retensio urine. Kandung kencing dalam puerperium
kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kencing
penuh atau sesudah kencing masih tertinggal urine residual (normal 15
cc). Sisa urine dan trauma pada kandung kencing waktu persalinan
memudahkan terjadinya infeksi (Mansyur dan Dahlan, 2014).
Dilatasi ureter dan pyolum normal dalam waktu 2 minggu. Urine
biasanya berlebihan (poliurine) antara hari kedua dan kelima, hal ini
disebabkan karena kelebihan cairan sebagai akibat retensi air dalam
kehamilan dan sekarang dikeluarkan. Kadang-kadang hematuri akibat
proses katalitik involusi. Acetonurine terutama setelah partus yang sulit
dan lama yang disebabkan pemecahan karbohidrat yang banyak, karena
kegiatan otot-otot rahim dan karena kelaparan. Proteinurine akibat dari
autolisis sel-sel otot (Mansyur dan Dahlan, 2014).
4. Perubahan Sistem Musculoskeletal
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan
pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi
retrofleksi, karena ligamen rotundum menjadi kendor. Stabilisasi secara
sempurna teerjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan (Mansyur dan
Dahlan, 2014).
Sebagai akibat putusnya serat-serat elastik kulit dan distensi yang
berlangsung lama akibat besarnya uterus pada saat hamil, dinding
abdomen masih lunak dan kendur untuk sementara waktu. Pemulihan
dibantu dengan latihan (Mansyur dan Dahlan, 2014).
22
5. Perubahan Sistem Endokrin
a. Homon plasenta
Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan.
Human Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan
menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke 7 post partum dan
sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke-3 post partum
(Mansyur dan Dahlan, 2014).
b. Hormon Pituitary
Prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak
menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH meningkat
pada fase konseptrasi folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap
rendah hingga ovulasi terjadi (Mansyur dan Dahlan, 2014).
c. Hipotalamik Pituitary Ovarium
Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan
mempengaruhi lamanya ia mendapatkan menstruasi. Seringkali
menstruasi pertama itu bersifat anovulsi yang dikarenakan rendahnya
kadar estrogen dan progesteron. Diantara wanita laktasi sekitar 15%
memperoleh menstruasi selama 6 minggu dan 45% setelah 12
minggu. Diantara wanita yang tidak laktasi 40% menstruasi setelah 6
minggu, 65% setelah 12 minggu dan 90% setelah 24 minggu. Untuk
wanita laktasi 80% menstruasi pertama ovulasi dan untuk wanita yang
tidak laktasi 50% siklus pertama ovulasi (Mansyur dan Dahlan, 2014).
d. Perubahan Tanda-Tanda Vital
a) Suhu Badan
Satu hari (24 jam) post partum suhu badan akan naik sedikit
(37,5oC-38oC) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan,
kehilangan cairan dan kelelahan. Apabila keadaan normal suhu
badan menjadi biasa. Biasanya pada hari ketiga suhu badan naik
lagi karena adanya pembentukan ASI, buah dada menjadi bengkak,
berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun
kemungkinan adanya infeksi pada endometrium, mastitis, tractus
genetalis atau sistem lain (Mansyur dan Dahlan, 2014).
23
b) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit.
Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi akan lebih cepat
(Mansyur dan Dahlan, 2014).
c) Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan
rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan
darah tinggi pada post partum dapat menandakan terjadinya
preeklampsi post partum (Mansyur dan Dahlan, 2014).
d) Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan
suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga
akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada
saluran nafas (Mansyur dan Dahlan, 2014).
e) Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Selama kehamilan volume darah normal digunakan untuk
menampung aliran darah yang meningkat, yang diperlukan oleh
plasenta dan pembuluh darah uterin. Penarikan kembali estrogen
menyebabakan diuresis terjadi, yang secara cepat mengurangi
volume plasma kembali proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4
jam pertama setelah kelahiran bayi (Mansyur dan Dahlan, 2014).
Selama masa ini ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah
urin. Hilangnya progesteron membantu mengurangi retensi cairan
yang melekat dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan
tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma selama
persalinan (Mansyur dan Dahlan, 2014).
Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300400 cc. Bila kelahiran melalui seksio sesarea, maka kehilangan
darah dapat dua kali lipat (Mansyur dan Dahlan, 2014).
Perubahan terdiri dari volume darah (blood volume) dan
hematokrit (Haemoconcentration). Bila persalinan pervaginam,
hematokrit akan naik dan pada seksio sesaria, hematokrit
cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.
24
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba.
Volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan
menimbulkan
beban
pada
jantung,
dapat
menimbulkan
Dekompensation Cordiapada penderita Vitum Cordia.Keadaan ini
dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya
haemokonsentrasi
sehingga
volume
darah
kembali
seperti
sediakala, umumnya hal ini terjadi pada hari ke 3-5 postpartum
(Mansyur dan Dahlan, 2014).
f)
Perubahan Sisitem Hematologi
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen
dan plasma serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada
hari pertama postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit
menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan
viskositas
sehingga
meningkatkan
faktor
pembekuan
darah
(Mansyur dan Dahlan, 2014).
Leukositas yang meningkat dimana jumlah sel darah putih
dapat mencapai 15000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam
beberapa hari pertama dari masa postpartum. Jumlah sel darah
putih tersebut masih bisa naik lagi sampai 25000 atau 30000 tanpa
adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan
lama (Mansyur dan Dahlan, 2014).
Jumlah hemoglobine, hematokrit dan erytrosyt akan sangat
bervarisi pada awal-awal masa postpartum sebagai akibat dari
volume darah, volume plasenta dan tingkat volume darah yang
berubah-ubah. Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh status
gizi dan hidrasi wanita tersebut. Kira-kira selama kelahiran dan
masa postpartum terjadi kehilangan darah sekitar 200-500 ml
(Mansyur dan Dahlan, 2014).
Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada
kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan
hemoglobine pada hari ke 3-7 postpartum dan akan kembali normal
dalam 4-5 minggu postpartum (Mansyur dan Dahlan, 2014).
25
9. Kebutuhan Dasar Ibu Nifas
1. Nutrisi dan Cairan
Pada masa nifas masalah diet perlu mendapat perhatian yang
serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat mencapai penyembuhan
ibu dan sangat mempengaruhi susunan air susu. Diet yang diberikan
harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan banyak
mengandung cairan (Saleha, 2009).
a. Mengonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari.
b. Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral,
dan vitamin yang cukup.
c. Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari.
d. Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya
selama 40 hari pascapersalinan.
e. Minum kapsul vitamin A 200.000 unit agar dapat memberikan vitamin
A kepada bayinya melalui ASI.
2. Ambulasi
Ambulasi dini (Early Ambulation) ialah kebijaksanaan agar
secepat mungkin bidan membimbing ibu postpartum bangun dari tempat
tidurnya dan membimbing ibu secepat mungkin berjalan. (Saleha, 2009)
Sekarang tidak perlu lagi menahan ibu postpartum telentang di
tempat tidurnya selama 7-14 hari setelah melahirkan. Ibu postpartum
sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam waktu 24-48 jam
postpartum (Saleha, 2009).
Mobilisasi hendaknya dilakukan secara bertahap. Dimulai
dengan gerakan miring ke kanan dan ke kiri. Pada hari kedua ibu telah
dapat duduk, lalu pada hari ketiga ibu dapat menggerakan kaki yakni
berjalan-jalan. Hari keempat dan kelima, ibu boleh pulang. Mobilisasi ini
tidak mutlak, bervariasi tergantung pada adanya komplikasi persalinan,
nifas dan sembuhnya luka (Marmi, 2015).
Keuntungan Early Ambulation adalah sebagai berikut:
a. Ibu merasa lebih sehat dan kuat dengan Early Ambulation.
b. Faal usus dan kandung kemih lebih baik.
26
c. Early Ambulation memungkinkan kita mengajarkan ibu cara
merawat anaknya selama ibu masih di rumah sakit. Misalnya
memandikan, mengganti pakaian, dan memberi makan.
d. Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia (sosial ekonomis). Menurut
penelitian-penelitian
yang
saksema,
Early
Ambulation
tidak
mempunyai pengaruh yang buruk, tidak menyebabkan perdarahan
yang abnormal, tidak mempengaruhi penyembuhan luka episiotomi
atau luka di perut, serta tidak memperbesar kemungkinan prolapsus
atau retrotexto uteri.
3. Eliminasi
Ibu diminta untuk buang air kecil maksimal 6 jam postpartum.
Jika dalam 8 jam postpartum belum dapat berkemih atau sekali
berkemih melebihi 100 cc, maka dilakukan kateterisasi. Akan tetapi,
kalau ternyata kandung kemih penuh, tidak perlu menunggu 8 jam untuk
kateterisasi (Saleha, 2009).
Dalam 24 jam pertama, pasien juga sudah harus dapat buang air
besar. Buang air besar tidak akan memperparah luka jalan lahir, maka
dari itu buang air besar tidak boleh ditahan-tahan. Untuk memerlancar
buang air besar, anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan tinggi
serat dan minum air putih (Dwi Rimandini dan Puspita Sari, 2014).
4. Kebersihan Diri
Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan
meningkatkan perasaan nyaman pada ibu. Anjurkan ibu untuk menjaga
kebersihan diri dengan cara mandi yang teratur minmal 2 kali sehari,
mengganti pakaian dan alas tempat tidur serta lingkungan dimana ibu
tinggal. Ibu harus tetap bersih, segar dan wangi. Merawat perineum
dengan baik dengan menggunakan antiseptik (PK/Dethol) dan selalu
diingat bahwa membersihkan perineum dari arah depan ke belakang.
Untuk mencegah terjadinya infeksi baik pada luka jahitan dan maupun
kulit, maka ibu harus menjaga kebersihan diri secara keseluruhan (Dwi
Rimandini dan Puspita Sari, 2014).
5. Perawatan Perineum dan Vagina
Setelah melahirkan, biasanya perineum agak menjadi bengkak
atau memar dan mungkin ada luka jahitan bekas robekan atau
27
episiotomi. Ada beberapa hal yang dapat dianjurkan oleh ibu, antara lain
ibu harus :
1. Membersihkan daerah kelamin dengan cara membersihkan daerah
di sekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, baru
kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Bersihkan vulva
setiap kali buang air kecil atau besar.
2. Mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali sehari.
Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan
dikeringkan di bawah matahari atau disetrika.
3. Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
membersihkan daerah kelaminnya.
4. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, maka ibu harus
menghadiri menyentuh luka, cebok dengan air dingin atau cuci
menggunakan sabun.
Perawatan luka perineum bertujuan untuk mencegah infeksi,
meningkatkan
rasa
nyaman
dan
mempercepat
penyembuhan.
Perawatan luka perineum dapat dilakukan dengan cara mencuci daerah
genital dengan air dan sabun setiap kali habis BAK/BAB yang dimulai
dengan mencuci bagian depan, baru kemudian daerah anus. Sebelum
dan sesudahnya ibu dianjurkan untuk mencuci tangan. Pembalut
hendaknya diganti minimal 2 kali sehari. Bila pembalut yang dipakai ibu
bukan pembalut habis pakai, pembalut dapat dipakai kembali dengan
dicuci, dijemur di bawah sinar matahari dan disetrika (Dwi Rimandini dan
Puspita Sari, 2014).
Salah satu kebutuhan dasar ibu nifas untuk bisa pulih kembali
kekeadaan seperti sebelum hamil dan agar tidak terjadi infeksi nifas
adalah personal hygiene. Kebersihan diri atau personal hygiene pada
ibu nifas terdiri dari kebersihan pakaian, kebersihan rambut, kebersihan
kulit, kebersihan vulva dan sekitarnya. Kebersihan vulva dan sekitarnya
dapat dilakukan dengan melakukan perawatan perineum. Dengan
melakukan perawatan perineum secara rutin maka ibu nifas akan
memperoleh proses penyembuhan luka perineum yang cepat. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui hubungan perawatan perineum dengan
lama penyembuhan luka perineum pada ibu nifas di BPS Erlawati Desa
28
Bumirejo
Kecamatan
Juwana
Kabupaten
Pati
(Ritnowati
dan
Widyaningsih, 2016).
Hasil penelitian ini adalah ibu nifas yang tidak melakukan
perawatan perineum yaitu sebanyak 16 orang (53.3%), ibu nifas yang
memiliki lama penyembuhan luka perineum dalam kategori lambat yaitu
sebanyak 12 orang (40%), dari 30 responden, yang melakukan
perawatan perineum dengan lama penyembuhan luka perineum normal
ada 6 orang (20%), cepat 8 orang (26,7%) dan lambat tidak ada.
Sedangkan pada ibu nifas yang tidak melakukan perawatan perineum
dengan penyembuhan luka perineum cepat sebanyak 2 orang (6,7%),
normal 2 orang (26,7%) dan lambat 12 orang (40%). Kesimpulan dalam
penelitian ini adalah ada hubungan perawatan perineum dengan lama
penyembuhan luka perineum pada ibu nifas di BPS Erlawati Desa
Bumirejo Kecematan Juwana Kabupaten Pati, dimana chi square hitung
17,545 > chi square tabel 5,991 dengan nilai p value 0,000 < 0,05
(Ritnowati dan Widyaningsih, 2016).
6. Istirahat
Ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup, istirahat tidur yang
dibutuhkan ibu nifas sekitar 8 jam pada malam hari dan 1 jam pada
siang hari. Ajarkan ibu untuk istirahat cukup untuk mencegah kelelahan
yang berlebihan. Sarankan ibu untuk kembali ke kegiatan-kegiatan
rumah tangga secara perlahan (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015).
Kurang istirahat akan mempengruhi ibu dalam beberapa hal :
1. Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi.
2. Memperlambat
proses
involusio
uterus
dan
meningkatkan
perdarahan
3. Menyebabkan depresi dan ketidak mampuan untuk merawat bayi dan
dirinya sendiri.
7. Seksual
Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan seksual begitu
darah merah berhenti dan ibu dapat memasukan satu atau dua jarinya
ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Begitu darah berhenti dan ibu tidak
merasakan
ketidaknyamanan,
inilah
saat
aman
untuk
memulai
melakukan hubungan suami-istri kapan saja ibu siap. Banyak budaya
29
mempunyai tradisi menunda hubungan suami istri sampai waktu
tertentu. Misalnya, setelah 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan.
Keputusan mulainya hubungan seksual bergantung pada pasangan
yang bersangkutan (Purwoastuti dan Siwi walyani, 2015).
8. Keluarga Berencana
Idealnya, pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2
tahun sebelum ibu hamil kembali. Setiap pasangan menentukan sendiri
kapan
dan
keluarganya.
bagaimana
Namun
mereka
petugas
ingin
merencanakan
kesehatan
dapat
tentang
membantu
merencanakan keluarganya dengan mengajarkan kepada mereka cara
mencegah kehamilan yang tidak diinginkan (Purwoastuti dan Siwi
walyani, 2015).
Biasanya wanita tidak akan menghasilkan telur atau ovulasi
sebelum ia mendapatkan lagi haidnya selama menyusui. Oleh karena
itu, metode amenorea laktasi dapat digunakan sebelum haid pertama
kembali untuk mencegah terjadinya kehamilan baru. Risiko cara ini
adalah sebesar 2% terjadi kehamilan (Purwoastuti dan Siwi walyani,
2015).
Terkait metode KB, hal berikut sebaiknya dijelaskan terlebih
dahulu pada ibu.
a. Bagaimana metode ini dapat mencegah kehamilan dan efektivitasnya
b. Kelebihan atau keuntungan
c. Kekukurangan
d. Efek samping
e. Bagaimana menggunakan metode ini
f. Kapan
metode
itu
dapat
mulai
digunakan
untuk
wanita
pascapersalinan yang menyusui.
Jika seorang ibu atau pasangan telah memilih metode KB
tertentu, sebaiknya untuk bertemu dengannya lagi dalam 2 minggu
untuk mengetahui apakah ada masalah bagi pasangan dan apakah
metode tersebut bekerja dengan baik (Purwoastuti dan Siwi walyani,
2015).
30
9. Senam Nifas
Senam nifas adalah senam yang dilakukan oleh ibu setelah
persalinan, setelah keadaan ibu normal (pulih kembali). Senam nifas
merupakan latihan yang tepat untuk memulihkan kondisi tubuh ibu dan
keadaan ibu secara fisiologis maupun psikologis. Wanita yang setelah
persalinan seringkali mengeluhkan bentuk tubuhnya yang melar. Hal ini
dapat dimaklumi karena merupakan akibat membesarnya otot rahim
karena pembesaran selama kehamilan dan otot perut jadi memanjang
sesuai usia kehamilan yang terus bertambah. Setelah persalinan, otototot tersebut akan mengendur. Selain itu, peredaran darah dan
pernafasan belum kembali normal. Hingga untuk mengembalikan tubuh
ke bentuk dan kondisi semula salah satunya dengan melakukan senam
nifas yang teratur disamping anjuran-anjuran lainnya (Rimandini dan
sari, 2014).
Senam nifas sebaiknya dilakukan dalam 24 jam setelah
persalinan, secara teratur setiap hari. Kendala yang sering ditemui
adalah tidak sedikit ibu yang telah melakukan persalinan takut untuk
melakukan mobilisasi karena takut merasa sakit atau menambah
perdarahan. Anggapan ini tidak tepat karena 6 jam setelah persalinan
normal dan 8 jam setelah persalinan caesar, ibu sudah dianjurkan untuk
melkaukan mobilisasi dini. Tujuannya mobilisasi ini agar terutama
peredaran darah ibu dapat berjalan dengan baik. Selanjutnya ibu dapat
melakukan senam nifas (Marmi, 2015).
Manfaat senam nifas yaitu, memperbaiki sirkulasi darah,
memperbaiki
sikap
tubuh
dan
punggung
setelah
melahirkan,
memperbaiki otot tonus, pelvis dan peregangan otot abdomen,
memperbaiki juga memperkuat otot panggul dan membantu ibu untuk
lebih rileks dan segar pasca melahirkan (Dwi Rimandini dan Puspita
Sari, 2014).
Menurut Rukiyah, dkk (2013), program senam nifas dimulai dari
tahap yang paling sederhana hingga yang sulit. Dimulai dengan
mengulang tiap 5 gerakan. Setiap hari ditingkatkan sampai 10 kali.
Adapun gerakan-gerakannya sebagai berikut :
31
1) Hari pertama, ambil nafas dalam-dalam, perut dikembangkan,
kemudian nafas dikeluarkan melalui mulut. Ini dilakukan dalam posisi
tidur terlentang.
2) Hari kedua, tidur terlentang, kaki lurus, tangan direntangkan kemudian
ditepukkan ke muka badan dengan sikap tangan lurus, dan kembali
ke samping.
3) Hari ketiga, berbaring dengan posisi tangan disamping badan, angkat
lutut dan pantat kemudian diturunkan kembali.
4) Hari keempat, tidur terlentang, lutut ditekuk, kepala diangkat sambil
mengangkat pantat.
5) Hari kelima, tidur terlentang, kaki lurus, bersama-sama dengan
mengangkat kepala, tangan kanan, mengangkat lutut kiri yang
ditekuk, diulang sebaliknya.
6) Hari keenam, tidur terlentang, kaki lurus, kemudian lutut ditekuk ke
arah perut 900 secara bergantian antara kaki kiri dan kaki kanan.
7) Hari ketujuh, tidur terlentang kaki lurus kemudian kaki dibuka sambil
diputar ke arah luar secara bergantian. Hari 8, 9, 10, tidur terlentang
kaki lurus, kedua telapak tangan diletakkan di tengkuk kemudian
bangun untuk duduk (sit up).
10. Tanda Bahaya Masa Nifas
Tanda-tanda bahaya yang perlu diperhatikan pada masa nifas menurut
Purwoastuti dan Siwi walyani tahun 2015 adalah :
1. Demam tinggi melebihi 38 oC
2. Perdarahan
vagina
luar
biasa/bertambah
banyak
(lebih
dari
perdarahan haid biasa/bila memerlukan penggantian pembalut 2x
dalam setengah jam), disertai gumpalan darah yang besar-besar dan
berbau busuk.
3. Nyeri perut hebat/rasa sakit dibagian bawah abdomen atau
punggung, serta ulu hati.
4. Nyeri perut hebat/terus menerus dan pandangan nanar/masalah
penglihatan.
5. Pembengkakan wajah, jari-jari atau tangan.
6. Rasa sakit, merah atau bengkak di bagian betis atau kaki.
32
7. Payudara membengkak, kemerahan, lunak disertai demam.
8. Puting payudara berdarah atau merekah, sehingga sulit untuk
menyusui
9. Tubuh lemas dan terasa seperti mau pingsan, merasa sangat letih
atau nafas terengah-engah.
10. Kehilangan nafsu makan dalam waktu lama
11. Tidak bisa buang air besar selama tiga hari atau rasa sakit waktu
buang air kecil.
12. Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh bayinya atau disrisendiri.
13. Depresi pada masa nifas.
11. Robekan Perineum
a. Konsep Dasar
Robekan perineum terjadi hampir semua persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Namun hal ini dapat
dihindarkan atau dikurangi dengan jalan menjaga jangan sampai
dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Dan adanya
robekan perineum ini dibagi menjadi : robekan perineum derajat 1,
robekan perineum derajat 2, 3 dan 4 (Yulianti dan Yeyeh Rukiyah,
2010).
b. Derajat laserasi jalan lahir adalah sebagai berikut :
Derajat I
: mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum
Derajat II : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot
perineum
Derajat III : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot
perineum, otot spingter ani eksterna
Derajat IV : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot
perineum, otot spingter ani eksterna, dinding rektum anterior.
c. Penyembuhan Luka
Menurut walyani & Purwoastuti tahun 2015 penyembuhan luka adalah
proses pergantian dan perbaikan fungsi jaringan yang rusak. Fasefase penyembuhan luka dibagi menjadi :
1. Fase imlfamasi, berlangsung selama 1 sampai 4 hari
33
2. Fase proliuferatif, berlangsung 5 sampai 20 hari
3. Fase muturasi, berlangsung 21 sampai sebulan bahkan tahunan.
d. Alur Protap Penanganan Awal Robekan Jalan Lahir
PERTOLONGAN PERSALINAN BIDAN
ROBEKAN JALAN LAHIR :
KEHAMILAN Risiko RENDAH :
Evaluasi sumber
Multi : Spontan belakang kepala, aterm
Lakukan ligasi sumber
hidup
perdarahan
Primigravida : Kepala sudah masuk
PAP minggu ke 36
MELAKUKAN RUJUKAN KE
EVALUASI PERSALINAN
FASILITAS YANG CUKUP
Bila sulit menjahit robekan
(Sumber, Manauba : 309)
B. Teori Manajemen Asuhan Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, temuan, keterampilan dalam rangkaian/tahapan
yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang berfokus pada klien
(Varney, 1997).
Manajemen terdiri dari 7 langkah yang berurutan yang dimulai
dengan pengumpulan data sampai dengan evaluasi. Proses ini bersifat siklik
(dapat berulang), dengan tahap evaluasi sebagai data awal pada siklik
berikutnya. Proses manajemen kebidanan terdiri dari:
1. Langkah I : Pengumpulan Data Dasar Pada langkah pertama ini dilakukan
pengumpulan data dasar untuk mengumpulkan semua data
yang diperlukan guna mengevaluasi keadaan klien secara
lengkap. Data terdiri atas data subjektif dan data objektif. Data
34
subjektif
dapat
diperoleh
melalui
anamnesa
langsung,
maupun meninjau catatan dokumentasi asuhan sebelumnya,
dan data objektif didapatkan dari pemeriksaan langsung pada
pasien. Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua
informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan
dengan kondisi klien.
2. Langkah II : Interpretasi Data Dasar Pada langkah ini, data dasar yang
sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan
diagnosis yang sfesifik (sesuai dengan “nomenklatur standar
diagnosa”) dan atau masalah yang menyertai. Dapat juga
dirumuskan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang
benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Masalah dan
diagnosis keduanya digunakan karena beberapa masalah
tidak
dapat
diselesaiakan
seperti
diagnosis,
tetapi
membutuhkan penanganan yang dituangkan ke dalam sebuah
rencana asuhan terhadap klien. Masalah sering berkaitan
dengan pengalaman wanita yang diidentifikasi oleh bidan.
Masalah ini sering menyertai diagnosa.
3. Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial Pada
langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa
potensial lain berdasarkan ragkaian masalah dan diagnosa
yang
sudah
diidentifikasi.
Langkah
ini
membutuhkan
antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Sambil
mengamati klien, bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila
diagnosa/masalah potensial ini benar-benar terjadi.
Pada
langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman.
4. Langkah IV : Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang
memerlukan penanganan segera pada langkah ini, bidan
mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan untuk
dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim
kesehatan yang lain sesuai kondisi klien. Dalam kondisi
tertentu seorang wanita mungkin akan memerlukan konsultasi
35
atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lainnya
seperti pekerja sosial, ahli gizi atau seorang ahli perawatan
klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini bidan harus mampu
mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada
siapa konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam
manajemen asuhan kebidanan.
5. Langkah V : Merencanakan asuhan yang menyeluruh pada langkah ini
direncanakan asuhan yang menyeluruh, ditentukan oleh
langkah-langkah
sebelumnya.
Langkah
ini
merupakan
kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang
telah diidentifikasi atau diantisipasi, dan pada langkah ini
reformasi/data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa
yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap
masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman
antisipasi
terhadap
wanita
tersebut
seperti
apa
yang
diperkirakan akan terjadi berikutnya apakah dibutuhkan
penyuluhan, konseling, dan apakah perlu merujuk klien bila
ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial-ekonomi,
kultural atau masalah psikologis.
Dengan perkataan lain,
asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal
yang berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana
haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan
dan klien, agar dapat dilaksankan dengan efektif karena klien
merupakan bagian dari pelaksanaan rencana tersebut. Oleh
karena itu, pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan
rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana
bersama klien, kemudian membuat kesepakatan bersama
sebelum melaksankannya.
6. Langkah VI :
Melaksanakan perencanaan pada langkah ini, rencana
asuhan menyeluruh seperti yang telah diurakan pada langkah
kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan
ini bisa dilakukan oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh
36
bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim
kesehatan yang lain. Jika bidan tidak melakukannya sendiri, ia
tetap
memikul
tanggung
jawab
untuk
mengarahkan
pelaksanaannya (misalnya: memastikan agar langkah-langkah
tersebut benar-benar terlaksana). Dalam situasi dimana bidan
dalam
manajemen
asuhan
bagi
klien
adalah
bertanggungjawab terhadap terlaksananya rencana asuhan
bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien
akan mengurangi waktu dan biaya serta meningkatkan mutu
dari asuhan klien.
7. Langkah VII : Evaluasi pada langkah ke-tujuh ini dilakukan evaluasi
keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar
telah
terpenuhi
sesuai
dengan
sebagaimana
telah
diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis. Rencana tersebut
dapat dianggap efektif jika memang sesuai dengan masalah
dan diagnosis klien, juga benar dalam pelaksanaannya.
Disamping melakukan evaluasi terhadap hasil asuhan yang
telah diberikan, bidan juga dapat melakukan evaluasi
terhadap proses asuhan yang telah diberikan. Dengan
harapan, hasil evaluasi proses sama dengan hasil evaluasi
secara keseluruhan.
C. Pendokumentasian Kebidanan dalam Bentuk SOAP
Dokumentasi kebidanan adalah bagian dari kegiatan yang harus
dikerjakan oleh bidan setelah memberi asuhan kepada pasien, merupakan
informasi lengkap meliputi status kesehatan pasien, kebutuhan pasien,
kegiatan asuhan keperawatan/kebidanan serta respons pasien terhadap
asuhan yang diterimanya (Anjarwati, 2010).
SOAP adalah catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan
tertulis. Pencatatan ini dipakai untuk mendokumentasikan asuhan kebidanan
(Fitri, 2009). Dokumentasi SOAP meliputi :
37
a. Data Subjektif
Merupakan informasi yang diperoleh langsung dari klien. Informasi
tersebut dicatat sebagai kutipan
langsung
atau
ringkasan
yang
berhubungan dengan diagnosa (Fitri, 2009).
Data subjektif diperoleh dengan cara melakukan anamnesa.
Anamnesa adalah pengkajian dalam rangka mendapatkan pertanyaanpertanyaan, baik secara langsung pada pasien ibu nifas maupun kepada
keluarga pasien. Bagian penting dari anamnesa adalah data subjektif
pada ibu nifas yang meliputi : biodata/identitas pasien dan suami; alasan
masuk dan keluhan; riwayat haid/menstruasi; riwayat perkawinan; riwayat
obstetri (riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu); riwayat
persalinan sekarang; riwayat perencanaan keluarga berencana; riwayat
kesehatan (kesehatan sekarang, kesehatan yang lalu, kesehatan
keluarga); pola kebiasaan (pola makan dan minum, pola eliminasi, pola
aktifitas dan istirahat, personal hygine); data pengetahuan, psikososial,
spiritual, dan budaya (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015).
b. Data Objektif
Data yang diperoleh dari apa yang dilihat dan dirasakan oleh
bidan pada waktu pemeriksaan termasuk juga hasil pemeriksaan
laboratorium, USG, dll. Apa yang dapat diobservasi oleh bidan akan
menjadi komponen yang berarti dari diagnosa yang akan ditegakkan (Fitri,
2009).
Data objektif dapat diperoleh melalui pemeriksaan fisik sesuai
dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital; dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inpeksi, palpasi,
auskultasi, dan perkusi (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015).
Pemeriksaan fisik meliputi : pemeriksaan keadaan umum pasien;
kesadaran pasien; tanda vital; kepala dan wajah (kepala, muka, hidung
dan telinga); gigi dan mulut (bibir, gigi dan gusi); leher; dada dan
payudara; abdomen; ekstremitas; (ekstremitas atas dan bawah); genetalia
38
(vagina, kelenjar bartholini, pengeluaran pervaginam, perineum
dan
anus) (Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015).
Sedangkan pemeriksaan penunjang dapat diperoleh melalui
pemeriksaan laboratorium (kadar hb, hematokrit, leukosit, golongan
darah), USG, rontgendan sebagainya (Siwi Walyani dan Purwoastuti,
2015).
c. Analisa Data
Masalah atau diagnosa yang ditegakkan berdasarkan data atau
informasi subjektif maupun objektif yang dikumpulkan atau disimpulkan.
Karena keadaan pasien terus berubah dan selalu ada informasi baru baik
subjektif maupun objektif dan sering diungkapkan secara terpisah-pisah,
maka proses pengkajian adalah suatu proses yang dinamik. Sering
menganalisa
adalah
sesuatu
yang
penting
dalam
mengikuti
perkembangan pasien dan menjamin suatu perubahan baru cepat
diketahui dan dapat diikuti sehingga daoat diambil tindakan yang tepat
(Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015).
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi
data subjektif dan objektif dari suatu klasifikasi diagnosa/masalah,
antisipasi masalah lain/diagnosa potensial, dan perlunya tindakan segera
oleh bidan/dokter, asuhan secara mandiri, kolaborasi maupun rujukan
(Siwi Walyani dan Purwoastuti, 2015).
d. Perencanaan
Merupakan
gambaran
pendokumentasian
dari
tindakan
(implementasi) dan evaluasi rencana (Hidayat, 2009).
Untuk mengetahui keterkaitan antara manajemen kebidanan
Varney dan sistem pendokumentasian SOAP dapat dilihat pada bagan di
bawah ini :
39
Alur Pikir Bidan
Proses
Perencanaan dari asuhan kebidanan
Management
Kebidanan
7 Langkah (Varney)
Pendokumentasian
Asuhan Kebidanan
5 langkah
SOAP NOTES
(Kompetensi Bidan)
Data
Data
Masalah/Diagnosa
Assement/Diagnosa
Subjektif & Objektif
Antisipasi masalah
potensial/diagnosa
Analisa
lain
Menerapkan
Perencanaan
kebutuhan segera
Asuhan
untuk konsultasi,
Penatalaksanaan :
a. Konsul
b. Tes diagnostik
c. Rujukan
kolaborasi
d. Pendidikan
Perencanaan Asuhan
Implementasi
Implementasi
Evaluasi
e. Konseling
f.
Follow up
Evaluasi
Gambar 2.3 Keterkaitan Antara Manjemen Kebidanan dan System
Pendokumentasian SOAP
D. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas
Asuhan kebidanan masa nifas adalah pelaksanaan asuhan yang
diberikan pada pasien mulai dari saat setelah lahirnya bayi sampai dengan
kembalinya tubuh dalam keadaan seperti sebelum hamil atau mendekati
sebelum hamil (Saleha, 2009).
Dalam pendokumentasian asuhan kebidanan pada masa nifas
fisiologis, untuk memperoleh data dilakukan dengan cara :
40
1. Data Subjektif
Ditemukan keluhan utama : pasien merasa mules, sakit pada jalan lahir
karena adanya jahitan pada perineum (Retna Ambarawati dan
Wulandari, 2010).
2. Data Objektif
1) Vital sign
a. Tekanan darah
Tekanan darah normal pada ibu nifas adalah 120/80 mmHg
(Marmi, 2015).
b. Suhu
Suhu normal pada ibu nifas adalah 36,4 oC-37,4 oC (Marmi,
2015).
c. Pernafasan
Pernafasan normal pada ibu nifas adalah 20-30 x/menit (Retna
Ambarawati dan Wuladari, 2010).
d. Nadi
Nadi normal pada ibu nifas adalah 80-100 x/menit (Marmi, 2015).
2) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : nifas normal keadaan umum baik (Marmi, 2015).
b. Keadaan abdomen
a) Uterus
Pada ibu nifas normal TFU 2 jari di bawah pusat kontraksinya
baik. Konsistensinya keras dan posisi uterus di tengah (Marmi,
2015).
b) Kandung kemih
Pada ibu nifas normal kandung kemih tidak teraba (Marmi,
2015).
c. Keadaan genetalia
a) Perdarahan
Pada nifas normal perdarahan tidak boleh lebih dari 500 cc
(Marmi, 2015).
41
b) Perineum
Pada nifas normal perineum bisa juga terdapat ada bekas
jahitan bisa juga tid ak ada, perineum bersih (Marmi, 2015).
3. Analisa Data
Diagnosa dapat ditegakkan yang berkaitan dengan para, abortus,
anak hidup, umur ibu, dan keadaan nifas (Retna Ambarawati dan
Wuladari, 2010).
Data dasar meliputi :
1. Data Subjektif
Data yang didapat dari hasil anamnesa pasien. Pernyataan
ibu tentang jumlah persalinan, apakah pernah abortus atau tidak,
keterangan ibu tentang umur, keterangan ibu tentang keluhannya
(Retna Ambarawati dan Wuladari, 2010).
2. Data Objektif
Data yang didapat dari hasil pemeriksaan. Palpasi tentang
tinggi fundus uteri dan kontraksi, hasil pemeriksaan tentang
pengeluaran pervaginam, hasil pemeriksaan tanda-tanda vital (Retna
Ambarawati dan Wuladari, 2010).
4. Pelaksanaan
Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan penyuluhan
pada klien dan keluarga. Mengarahkan atau melaksanakan rencana
asuhan secara efisien dan aman. (Retna Ambarawati dan Wuladari,
2010).
E. Wewenang Bidan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan,
kewenangan yang dimiliki bidan meliputi :
1. Kewenangan normal :
a. Pelayanan kesehatan ibu
b. Pelayanan kesehatan anak
42
c. Pelayanan
kesehatan
reproduksi
perempuan
dan
keluarga
berencana
2. Kewenangan dalam menjalankan program Pemerintah
3. Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak
memiliki dokter
Kewenangan normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan.
Kewenangan ini meliputi :
1. Pelayanan kesehatan ibu
a. Ruang lingkup :
a) Pelayanan konseling pada masa pra hamil
b) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
c) Pelayanan persalinan normal
d) Pelayanan ibu nifas normal
e) Pelayanan ibu menyusui
f)
Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
b. Kewenangan :
a) Episiotomi
b) Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
c) Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
d) Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
e) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
f)
Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi air
susu ibu (ASI) eksklusif
g) Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan
postpartum
h) Penyuluhan dan konseling
i)
Bimbingan pada kelompok ibu hamil
j)
Pemberian surat keterangan kematian
k) Pemberian surat keterangan cuti bersalin
F. Pandangan Islam Tentang Nifas
Pengertian dan ketentuan nifas dijelaskan dalam Al-qur’an dan
Hadist. Seperti halnya haid, nifas juga merupakan hal yang sangat penting
dan perlu untuk di fahami baik kaum wanita ataupun kaum laki-laki.
43
Darah nifas adalah darah yang keluar pada saat sebelum, pada saat
dan sesudah melahirkan serta diikuti dengan tanda-tanda akan melahirkan
seperti rasa sakit. Rasa sakit yang dimaksud disini adalah rasa sakit yang
diikuti dengan proses melahirkan. Apabila darah keluar tidak disertai dengan
proses persalinan / melahirkan maka darah tersebut tidak dinamakan darah
nifas. Selain itu semua, dinamakan darah nifas apabila darah tersebut keluar
setelah wanita melahirkan seorang bayi yang sudah berbentuk manusia,
walupun belum sempurna. Dan apabila seorang wanita mengalami
keguguran dan bayi yang dikeluarkan belum berbentuk manusia, maka
darah yang keluar tidak disebut dengan darah nifas. Namun di hukumi
dengan darah istihadah (darah penyakit) yang tidak menghalangi shalat,
puasa dan ibadah lainnya. Selama masa nifas seorang perempuan dilarang
untuk shalat, puasa, dan berhubungan intim dengan suaminya. Hal tersebut
berdasarkan QS. Al-Baqarah Ayat : 222
‫ِيض َوالَ َت ْق َر ُبوهُنَّ َح َّت َى َي ْط ُه ْرنَ َفإ ِ َذا‬
ِ ‫ساء فِي ا ْل َمح‬
ِ ‫َو َي ْسأَلُو َن َك َع ِن ا ْل َمح‬
َ ‫اع َت ِزلُو ْا ال ِّن‬
ْ ‫ِيض قُ ْل ه َُو أَ ًذى َف‬
ّ ‫ث أَ َم َر ُك ُم‬
ُ ‫َت َط َّه ْرنَ َفأْ ُتوهُنَّ مِنْ َح ْي‬
ُ ‫للا‬
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah
suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita
di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka
suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”
Berdasarkan ayat diatas, nifas disatu pengertiankan dengan haid
karena mempunyai persamaan yaitu suatu kotoran atau darah yang keluar
dari jalan lahir wanita. Dan selama darah itu masih keluar maka tidak di
bolehkan bagi wanita itu untuk shalat, puasa, dan berhubungan intim dengan
suaminya sampai masa nifas atau masa haid itu selesai.
Sedangkan menurut para ulama pendapat tentang batasan minimal
dan maksimal masa nifas itu berbeda. Asy syaikh Taqiyuddin (Ibnu
Taimiyyah) dalam risalah beliau Fil Asma’ allaqasy syari’ al ahkama biha
berkata : “Adapun masa nifas tidak ada batasan minimal maupun
maksimalnya. Kalau seandainya ada seorang wanita yang mendapati
44
darahnya lebih dari 40 hari atau 60 hari atau 70 hari kemudian baru berhenti,
maka itulah nifasnya. Akan tetapi jika terus menerus, maka darah tersebut
darah fasad (istihadah). Dan jika ini yang terjadi padanya, maka masa
nifasnya dihitung 40 hari, karena inilah puncak dari kebanyakan atsar-atsar
yang datang menjelaskan batasan lamanya haid”.
Seperti yang diriwayatkan H.R Abu Dawud, dishahihkan al-Hakim
disepakati adz-Dzahaby, dihasankan anNawawy disepakati Ibnu Hajar dan
al-Albany
َّ ‫صلَّى‬
‫سلَّ َم َت ْق ُع ُد َب ْع َد نِ َفاسِ َها أَ ْر َبعِينَ َي ْو ًما‬
ِ ‫سلَ َم َة َقالَتْ َكا َن‬
ِ َّ ‫ول‬
َ ‫للاُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫للا‬
ُ ‫سا ُء َعلَى َع ْه ِد َر‬
َ ‫ت ال ُّن َف‬
َ ‫َعنْ أ ُ ِّم‬
ِ ‫س‬
‫أَ ْو أَ ْر َبعِينَ لَ ْيلَ ًة‬
Dari Ummu Salamah-radhiyallahu anha-beliau berkata: para wanita nifas di
masa Rasulullah shollallahu alaihi wasallam duduk (berdiam tidak sholat)
setelah nifas (masa melahirkan) selama 40 hari atau 40 malam (H.R Abu
Dawud,
dishahihkan
al-Hakim
disepakati
adz-Dzahaby,
dihasankan
anNawawy disepakati Ibnu Hajar dan al-Albany)
Menurut hadist diatas sama halnya dengan Q.S Al-Baqoroh ayat 222
yang melarang wanita yang sedang tidak suci atau keluar darah dari jalan
lahir seperti halnya masa nifas untuk tidak melakukan ibadah shalat dulu
sampai selesai masa nifasnya yaitu selama 40 hari.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran Surat Al-Baqarah Ayat 222
Ambarawati, RE., Wulandari, D. (2010) Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta:
Nuha Medika.
Burhanuddin, A. (2013) Pengumpulan Data Dan Instrumen Penelitian internet.
Tersedia dalam https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/05/21/
pengumpulan-data-dan-instrumen-penelitian/ diakses 18 April 2016
Cyut, T. (2011) Angka Kematian Ibu WHO internet. Tersedia dalam
https://www.scribd.com/doc/55332903/Angka-Kematian-Ibu-Who
diakses 29Maret 2016
Fitria.
Fitri.
(2011)
Dokumentasi
Kebidanan
internet.
Tersedia
http://fitriakebidanan.blogspot.co.id/ diakses 02 Mei 2016
(2009)
Metode
Pendokumentasian
internet.
Tersedia
dalam
dalam
http://infobidanfitri.blogspot.co.id/2009/03/metodependokumentasian.ht
ml diakses 22 Mei 2016
Gavinster, AB. (2012) Manajemen Soap internet. Tersedia dalam
http://jenibastari.blogspot.co.id/2012/07/manajemen-soap.html diakses
20 April 2016
Hadi, S. (2011) Pengertian Studi Kasus Menurut Para Ahli internet. Tersedia
dalam http://www.maribelajarbk.web.id/2014/12/pengertian-studi-kasusmenurut-para-ahli.html diakses 15 Mei 2016
Islami., Aisyaro. N. (2012) Efektifitas Kunjungan Nifas Terhadap Pengurangan
Ketidaknyamanan Fisik Yang Terjadi Pada Ibu Selama Masa Nifas
internet.
Tersedia
dalam
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/
majalahilmiahsultanagung/article/download/66/60 diakses 22 Mei 2016
Jannah, N. (2013) Asuhan Kebidanan Ibu Nifas. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Mansyur, N., Dahlan, K.(2014) Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Malang: Salaksa
Media.
63
64
Marmi. (2015) Asuhan Kebidanan Masa Nifas Peurperium Care. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Pratiwi, AD. (2014) Angka Kematian Ibu di Indonesia Masih Jauh dari Target
MDGs 2015 internet. Tersedia dalam http://www.kompasiana.
com/ditaanugrah/angka-kematian-ibu-di-indonesia-masih-jauh-daritarget-mdgs-2015_54f940b8a33311ba078b4928 diakses 29 Maret
2016
Ritnowati, D., Widyaningsih, F. (2016) Hubungan Perawatan Perineum Dengan
Lama Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Nifas Di Bps Erlawati
Desa Bumirejo Kecamatan Juwana Kabupaten Pati internet. Tersedia
dalam http://siakad.akbidbup.ac.id/img/jurnal/VOL2NO2_1.pdf diakses
22 Mei 2016
Rukiyah, YA., Yulianti, L. (2010) Asuhan kebidanan 4 (patologi). Jakarta:
CV.Trans Info Media
Rukiyah, YA., Yulianti, L. & Liana, M. (2011) Asuhan Kebidanan III (Nifas).
Jakarta: CV.Trans Info Media
Sari, EP., Rimandini, KD. (2014) Asuhan Kebidanan Masa Nifas (Postnatal
Care). Jakarta:Cv.Trans Info Media.
Saleha, S. (2009) Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba
Medika.
Sarwono. (2013) Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Sarwono. (2009) Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Senang, E. (2014)Target AKI Dan AKB 2013 internet. Tersedia dalam
https://www.scribd.com/doc/227967158/Target-AKI-Dan-AKB-2013
diakses 29 Maret 2016
Sunandar. (2013) Pemeriksaan Fisik Head To Toe internet. Tersedia dalam
http://nandarnurse.blogspot.co.id/2013/05/pemeriksaan-fisik-head-totoe.html#axzz46Br3Nw9l diakses 18 April 2016
Suryana, C. (2010) Data Dan Jenis Data Penelitian internet. Tersedia dalam
https://csuryana.wordpress.com/2010/03/25/data-dan-jenis-datapenelitian/ diakses 18 April 2016
65
Syarifudin. (2015) Kewenangan Bidan internet. Tersedia dalam http://materipaksyaf.blogspot.co.id/2015/03/kewenangan-bidan.html diakses 18
April 2016
Trianto, M. (2015) Teori-teori Metodologi Penelitian Menurut Para Ahli internet.
Tersedia
dalam
http://rayendar.blogspot.co.id/2015/12/teori-teorimetodologi-penelitian.html diakses 18 April 2016
Walyani, ES., Purwoastuti, E. (2015) Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan
Menyusui. Yogyakarta: Pustakabarupress.
Walyani, ES., Purwoastuti, E. (2015) Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Yogyakarta: Pustakabarupress.
Warohmah. (2013) Pengertian Dan Ketentuan Nifas Dalam Syariah Islam
internet.
Tersedia
dalam
http://warohmah.com/pengertian-danketentuan-nifas/ diakses 02 April 2016
Download