raria meliala - Perpustakaan Digital ITB

advertisement
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan diuraikan mengenai penggunaan antijamur, antiparasit, dan antibakteri
dalam pengobatan ikan, malachite green, sistem dan instrumentasi spektrofotometri sinar
tampak.
1.1 Penggunaan Antijamur, Antiparasit, dan Antibakteri dalam Pengobatan Ikan
Dalam bidang perikanan, antibiotik biasa digunakan untuk pengobatan ikan yang diberikan
dengan cara perendaman, penyuntikan, maupun pengobatan melalui pakan. Selain
antibiotik, peternak ikan juga menggunakan senyawa kimia lain untuk mengobati ikan.
Senyawa kimia tersebut
dapat berupa antijamur, antiparasit, dan antibakteri yang
diberikan
untuk mengatasi penyakit ikan.
Adanya penyakit ikan tersebut erat hubungannya dengan lingkungan tempat ikan itu
berada. Oleh karena itu, selain dilakukan pengendalian terhadap lingkungan dalam
pencegahan dan pengobatan penyakit ikan, perlu juga diketahui hal-hal yang berkaitan
dengan timbulnya penyakit ikan itu sendiri. Berdasarkan penyebabnya, terdapat tiga
penyakit ikan yaitu penyakit akibat jamur, penyakit akibat cacing, dan penyakit akibat
bakteri 1 .
1.1.1 Penyakit Akibat Jamur
Penyebab penyakit ini adalah jamur Saprolegnia dan jamur Achlya. Tanda-tandanya adalah
tubuh ikan ditumbuhi sekumpulan benang halus seperti kapas dan serangan pada telur
dapat menghambat pernapasan sehingga menyebabkan telur mati atau tidak menetas.
Pengobatan dapat dilakukan dengan cara direndam dalam larutan malachite green 2-3 bpj
selama 30-60 menit, bagian yang terserang diolesi dengan kalium permanganat 10 bpj, dan
1
www.jakarta.go.id/_jakpus/Ternak/Penyakit%20Ikan.htm, 10 September 2007
2
3
direndam dalam larutan malachite green 2 bpj selama 30-60 menit (dapat diulangi 2-3 kali
dengan selang 3 hari) untuk pencegahan pada telur.
1.1.2 Penyakit Akibat Cacing
Penyebab penyakit ini adalah cacing Dactylogyrus (menyerang insang) dan cacing
Gyrodactylus (menyerang kulit). Tanda-tandanya adalah insang ikan rusak, luka dan timbul
perdarahan, sirip ikan menguncup, bahkan kadang terjadi kerontokan pada sirip ekor, ikan
menggosok-gosokkan badannya ke dasar kolam atau benda keras lainnya, kulit menjadi
berlendir, dan berwarna pucat. Pengobatan dapat dilakukan dengan cara direndam dalam
larutan formalin teknis (formalin 40 %) 250 mL dalam 1 m3 air selama 15 menit, direndam
dalam larutan metilen biru 3 bpj selama 24 jam, dan direndam dalam larutan
malachite green 2-3 bpj selama 30-60 menit.
1.1.3 Penyakit Akibat Bakteri
Penyebab penyakit ini adalah bakteri Aeromonas dan bakteri Pseudomonas. Tandatandanya adalah ikan lemah bergerak lambat, bernapas terengah-engah di permukaan air,
warna insang pucat dan warna tubuh berubah menjadi gelap, terdapat bercak-bercak merah
pada bagian luar tubuhnya dan kerusakan pada sirip, insang, dan kulit. Awalnya lendir
berlebihan kemudian timbul perdarahan. Pengobatan dapat dilakukan dengan cara
direndam dalam larutan kalium permanganat 20 bpj selama 30 menit untuk ikan besar,
pengobatan dapat dilakukan dengan penyuntikan di bagian punggung dengan dosis 0,5 mL
teramisin untuk 1 kg berat ikan, melalui makanan yang telah dicampur 1 gram untuk 1 kg
berat ikan selama 6-10 hari, direndam dalam larutan obat tetrasiklin, kemisitin atau
kloramfenikol 250 gram dalam 500 liter air selama 2 jam. Pengobatan ini dapat diulangi
setiap hari sekali selama 3 sampai 5 hari.
Dengan adanya informasi di atas, para pembudidaya ikan diharapkan dapat mengetahui
secara dini gejala awal serangan penyakit dan dapat melakukan langkah-langkah
pencegahan terhadap timbulnya penyakit ikan secara mudah. Upaya pengendalian penyakit
dalam usaha budidaya ikan adalah dengan cara menekan peluang terjadinya infeksi dengan
metode pemberantasan total terhadap patogen atau lebih dikenal dengan istilah eradikasi
(Muhajir, 2004). Lamanya pengobatan sangat bervariasi, tergantung pada jenis obat dan
dosisnya. Lama pengobatan ini bisa dalam hitungan detik, menit atau jam disesuaikan
dengan jenis parasit dan daya tahannya terhadap obat. Frekuensi pengobatan sebenarnya
4
tidak mempunyai standar yang pasti, tetapi berpatokan pada prinsip bahwa selama ikan
belum sembuh, pengobatan tetap dijalankan dengan pengulangan berikutnya sampai benarbenar diperoleh hasil yang diinginkan. Satuan dosis yang biasa digunakan dalam
pengobatan penyakit ikan adalah bpj.
Walaupun akhir-akhir ini telah banyak ditemukan senyawa bioaktif berasal dari tumbuhan
sebagai alternatif untuk pengobatan ikan atau telur ikan, pembudidaya ikan masih sulit
menerima hal tersebut. Alasannya adalah cara penggunaannya rumit, memerlukan waktu
cukup lama, ketepatan dosis belum ada jaminan, dan hasilnya belum tentu memuaskan.
Sementara itu, pada sisi yang lain, proses infeksi penyakit berjalan sangat cepat bahkan
dalam hitungan menit dapat mematikan telur ikan. Oleh karena itu, penggunaan senyawa
kimia sintetis tetap menjadi pilihan utama untuk pengendalian penyakit pada ikan atau
telur ikan, salah satunya dengan malachite green.
1.2 Malachite Green
Malachite green merupakan senyawa yang biasa digunakan sebagai zat pewarna sutra,
kulit, wol, katun, dan kertas. Malachite green juga bisa digunakan sebagai pewarna bakteri
pada analisis mikroskopik sampel sel dan jaringan. Malachite green tersedia dalam bentuk
garamnya, umumnya dalam bentuk garam oksalat dan garam klorida.
H3C
+
CH3
N
CH3
N
CH3
Gambar 1.1 Struktur malachite green
Nama lain malachite green : aniline green, benzal green, benzaldehyde green, china green,
C.I. basic green 4, C.I. 42000, diamond green B, diamond green Bx, diamond green P
extra, fast green, light green N, new victoria green extra I, new victoria green extra II, new
5
victoria green extra O, solid green O, victoria green B, victoria green WB, N-(4-((4(dimethylamino)phenyl)phenylmethylene)-2,-cyclohexadiene–1–ylidene)-N-methyl-chloride
(untuk garam klorida) 2 . Nama IUPAC : 4-[(4-dimetilaminofenil)-fenil-metil]-N,N-dimetilanilin. CAS number : [569-64-2] untuk garam klorida dan [2437-29-8] untuk garam
oksalat. CI (Color Index) name : Pigment Green 4. CAS Registry Number : (61725-50-6).
CI constitution number adalah 42000 : 2. Pigment class : triarilkarbonium klorida.
Metode pembuatan : kondensasi benzaldehida dengan N, N - dimetilanilin dilanjutkan
dengan oksidasi dan pembentukan garam. (Kroschwitz, 1996)
Rumus molekul : C23H25N2Cl (Bobot Molekul = 364,66) untuk garam klorida dan
C48H50N4O4.H2C2O4 (Bobot Molekul = 927,10) untuk garam oksalat. Pemerian : kristal
berwarna hijau dan tidak berbau. Kelarutan : sangat larut dalam air. Titik leleh : 164oC
(327 F). Inkompatibilitas : oksidator kuat. Toksikologi : berbahaya jika dihirup, kontak
dengan mata dan kulit dapat menyebabkan iritasi. LD50 oral (tikus) = 275 mg/kg. Iritasi
mata (kelinci) = 76 mg/kg 3 .
Malachite green yang diubah menjadi metabolitnya yaitu leucomalachite green dapat
digunakan dalam metode pendeteksian latent blood pada kasus kriminal. Hemoglobin
mengkatalisis reaksi antara leucomalachite green dan hidrogen peroksida, mengubah
leucomalachite green yang tidak berwarna menjadi bentuk kromatik malachite green. Oleh
karena itu, timbulnya warna hijau mengindikasikan adanya darah. Selain itu, malachite
green ternyata aktif untuk membasmi jamur Saprolegnia yang menginfeksi telur ikan pada
perikanan komersial. Malachite green ini dapat juga digunakan pada pengobatan penyakit
ikan akibat parasit (cacing) dan bakteri. Oleh karena itu, malachite green dapat digunakan
sebagai antijamur, antiparasit, dan antibakteri (Roybal, 2005).
Jika diberikan kepada ikan untuk pengobatan, malachite green ini akan diabsorpsi dan
diubah menjadi bentuk lain melalui mekanisme biologis dalam tubuh ikan. Bentuk pertama
adalah bentuk basa karbinol yang dapat melewati membran sel dengan cepat. Ketika
berada di dalam sel, bentuk karbinol ini dimetabolisme menjadi leucomalachite green.
Leucomalachite green ini akan terakumulasi pada jaringan ikan. Namun, tidak semua
2
3
environmentalchemistry.com/yogi/chemicals/cn/Aniline%A0Green.html, 19 September 2007
www.jtbaker.com/msds/englishhtml/m0286.htm, 19 September 2007
6
malachite green diubah menjadi leucomalachite green. Perubahan bentuk malachite green
dapat dilihat pada gambar 1.2 4 .
Malachite green
Basa karbinol
Leucomalachite green
Gambar 1.2 Perubahan bentuk malachite green
Ternyata malachite green dan metabolitnya, leucomalachite green, diperkirakan bersifat
mutagenik dan karsinogenik (Roybal, 2005). Perkiraan ini diperoleh dari penelitian pada
tikus yang diberi malachite green dengan konsentrasi 100 ppb selama 2 tahun
menunjukkan tanda-tanda tumor, anemia, dan abnormalitas tiroid. Hasil yang signifikan
pada manusia belum dapat diketahui saat ini karena konsentrasi malachite green dan
leucomalachite green dalam ikan yang dikonsumsi itu relatif kecil. Namun, diperkirakan
jika dikonsumsi terus-menerus akan terjadi akumulasi dalam tubuh manusia yang pada
akhirnya akan mencapai konsentrasi yang bisa menimbulkan kanker.
Efek malachite green pada telur ikan telah diuji pada ikan mas. Semakin rendah dosis dan
semakin lama perendaman malachite green, semakin banyak jumlah telur ikan yang
menetas (Muhajir, 2004). Oleh sebab itu, semakin besar dosis malachite green, semakin
banyak jumlah telur ikan yang tidak menetas atau mati. Hal ini berarti bahwa malachite
green toksik terhadap beberapa spesies ikan (salah satunya ikan mas) terutama telur ikan.
Karena adanya perkiraan toksisitas malachite green dan metabolitnya tersebut, Amerika
Serikat, Kanada, dan Uni Eropa tidak memperbolehkan lagi penggunaan malachite
green pada pengobatan ikan (Andersen, 2006). Namun demikian, karena mudah
memperolehnya dan murah, malachite green masih sering digunakan di negara-negara
4
en.wikipedia.org/wiki/Malachite_green, 10 September 2007
7
tertentu termasuk Indonesia.
1.3 Sistem dan Instrumentasi Spektrofotometri Sinar Tampak
Prinsip spektrofotometri sinar tampak adalah pengukuran serapan cahaya di daerah sinar
tampak (400-800 nm) oleh suatu senyawa. Radiasi ultra violet dan sinar tampak diabsorpsi
oleh molekul organik aromatik, molekul yang mengandung elektron π terkonjugasi dan
atau atom yang mengandung elektron n, menyebabkan transisi elektron di orbit terluarnya
dari tingkat energi elektron dasar ke tingkat energi elektron tereksitasi lebih tinggi.
Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang
mengabsorpsi dan dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Satiadarma, 2004).
Serapan molekul pada daerah tersebut berkaitan erat dengan eksitasi elektron-elektron σ, π
dan n (non bonding) pada molekul tersebut. Eksitasi elektron σ pada suatu molekul
memerlukan energi relatif besar yang dimiliki cahaya pada daerah UV jauh dari sinar
tampak yaitu pada panjang gelombang 100-200 nm. Elektron π yaitu elektron pada ikatan
rangkap dua atau tiga dan elektron n dapat dieksitasi oleh cahaya pada daerah UV dekat
dengan sinar tampak yaitu pada daerah panjang gelombang 200-380 nm.
Gugusan atom pada molekul yang mengabsorpsi radiasi disebut gugus kromofor yang
merupakan ikatan kovalen yang tidak jenuh yang terdiri dari elektron π. Absorpsi radiasi
oleh gugus kromofor dapat dipengaruhi oleh gugus fungsi lain yang terdapat dalam
molekul (gugus auksokrom) yang mempunyai elektron n seperti gugus: - OH, - OCH3 , dan
- NH2 yang dapat mengabsorpsi radiasi UV jauh, tetapi tidak mengabsorpsi radiasi UV
dekat. Bila elektron pada gugus auksokrom dapat terdelokalisasi ke sistem gugus
kromofor, intensitas absorpsi radiasi oleh kromofor akan meningkat, sedangkan geserannya
dapat bersifat batokromik atau hipsokromik.
Absorpsi radiasi di daerah sinar tampak dapat terjadi bila terdapat sejumlah gugus
kromofor yang terkonjugasi (tersusun secara silih berganti dengan ikatan tunggal). Pada
sistem tersebut elektronnya mempunyai mobilitas yang tinggi. Oleh karena itu, energi yang
dibutuhkan untuk mengeksitasi elektronnya tidak terlampau tinggi. Semakin panjang rantai
terkonjugasinya, semakin rendah eksitasinya dan jika radiasi yang diabsorpsi setara dengan
energi radiasi sinar tampak, senyawa yang mengabsorpsi tersebut tampak berwarna.
8
Jika radiasi elektromagnetik dilewatkan pada suatu media yang homogen, sebagian radiasi
itu ada yang dipantulkan, diabsorpsi, dan ada yang ditransmisikan. Pada pengerjaan
spektrofotometri, radiasi yang dipantulkan dapat diabaikan, sedangkan radiasi yang
dilewatkan sebagian diabsorpsi dan sebagian lagi ditransmisikan. Jika intensitas awal
radiasi yang datang adalah I0 dan intensitas radiasi yang dilewatkan adalah I, maka berlaku
hukum Lambert-Beer (Skoog, 1998).
Log (I0/I) = abc ....................................................................................................(1)
A = abc ................................................................................................................(2)
Besaran spektroskopik yang diukur adalah T (transmitans) = (I0/I) dengan A (serapan) =
log (1/T), a adalah absorptivitas, b adalah tebal medium, dan c adalah konsentrasi senyawa
yang mengabsorpsi radiasi.
Instrumen yang digunakan untuk pengukuran spektrum disebut spektroskop atau
spektrometer. Jika radiasi yang dilewatkan pada sampel dideteksi dengan film atau
lempeng fotografi, spektrometer itu disebut spektograf. Jika intensitas radiasi yang
ditansmisikan diukur dengan sel fotolistrik, instrumen itu disebut spektrofotometer.
Spektrometer yang ditunjukan untuk pengukuran absorpsi sinar tampak disebut
kolorimeter. Spektrofotometri biasa digunakan untuk pengujian identitas (identifikasi),
elusidasi struktur molekul, pemeriksaan kemurnian, penentuan kadar senyawa tunggal,
penentuan kadar senyawa multikomponen, penentuan ketetapan kesetimbangan asam-basa,
dan penetapan tetapan laju reaksi.
Spektrofotometer sinar tampak harus mempunyai sumber radiasi, monokromator, wadah
sampel (sel atau kuvet), detektor, dan rekorder atau pengukur lainnya. Skema
spektrofotometer dapat dilihat pada gambar 1.3.
SR
M
S
D
Gambar 1.3 Skema spektrofotometer
Keterangan :
SR = sumber radiasi
M = monokromator
R
9
S = sel (kuvet)
D = detektor
R = rekorder atau sistem elektronik lainnya untuk penguatan atau pengukuran digital.
1.3.1
Sumber radiasi
Untuk pengukuran di daerah sinar tampak, digunakan lampu kompak halogen-tungsten
yang dibungkus kwarsa atau lampu filamen tungsten biasa. Dalam spektrometer yang
diukur adalah intensitas radiasi yang dipancarkan oleh sumber radiasi, maka emisinya
harus tetap. Hal itu dapat diperoleh bila tegangan listrik yang digunakan tetap. Setiap
lampu mempunyai batas waktu operasional yang terbatas. Lampu tungsten umumnya
memiliki batas waktu operasional sekitar 2000 jam.
1.3.2
Monokromator
Monokromatorlah yang membedakan spektrofotometer dengan instrumen lain yaitu
fotometer atau kolorimeter (yang menggunakan filter optik). Alat ini berfungsi untuk
memperoleh radiasi monokromatis dari sumber radiasi polikromatis. Monokromator terdiri
dari celah masuk – filter – kisi atau prisma – celah keluar. Pada spektrofotometer modern
dipakai sistem monokromator ganda yaitu dua monokromator (dipasang secara paralel
yang terdiri dari prisma dan kisi) yang menghasilkan sinar monokromatis yang jauh lebih
sempurna dibandingkan dengan monokromator tunggal dan mengurangi pengaruh radiasi
asing.
1.3.3 Sel atau kuvet
Sampel yang diukur berupa larutan yang sangat encer. Sel atau kuvet adalah wadah
berbentuk kotak empat persegi panjang atau silinder untuk menyimpan larutan yang
diukur. Sel harus transparan, dapat melewatkan sekurang-kurangnya 70 % radiasi yang
mengenainya, dan tidak boleh menyerap radiasi yang digunakan dalam pengukuran. Kuvet
kaca digunakan untuk pengukuran di daerah sinar tampak dan kuvet silika untuk
pengukuran di daerah sinar ultraviolet dan sinar tampak. Kuvet yang digunakan
mempunyai ketebalan tertentu yaitu 1, 2, 5, dan 10 cm dan yang biasa digunakan adalah
kuvet berukuran 1 cm dengan kapasitas 4 mL.
10
1.3.4 Detektor
Detektor berfungsi mengukur radisi yang ditransmisikan oleh sampel dan mengukur
intensitas radiasi tersebut. Radiasi diubah menjadi energi listrik oleh sel tabung foto,
fotovoltaik atau silikon fotodioda. Pada sel tabung terdapat permukaan yang jika dikenai
foton atau radiasi akan memancarkan elektron, kemudian elektron yang dipancarkan
dikumpulkan pada lempeng positif yang menghasilkan arus listrik yang proposional
dengan intensitas radiasi yang ditransmisikan sampel. Pada instrumen yang modern,
elektron yang terkumpul dikuatkan beberapa kali oleh alat tabung fotomultiplier yang dapat
meningkatkan kepekaan pengukuran. Detektor terbaru dengan terknologi maju dan canggih
adalah diode array.
1.3.5 Rekorder
Sinyal listrik yang keluar dari detektor diterima pada sirkuit potensiometer yang dapat
langsung mengukur transmitans atau serapan. Pada instrumen yang manual posisi
potensiometer nol diatur dengan memutarnya sedangkan pada instrumen otomatis pada
posisi nol dapat diatur dengan sendirinya. Rekorder dapat menggambarkan secara otomatis
kurva serapan pada kertas rekorder. Yang diukur pada kertas spektrofotometer adalah
transmitans yaitu rasio antara intensitas radiasi yang ditransmisikan sampel terhadap
intensitas radiasi yang ditransmisikan sel yang berisi pelarut murni. Radiasi ini harus
dikalibrasi agar memberikan harga transmitans atau serapan yaitu log (1/T) secara
langsung.
Pada spektrofotometer berkas tunggal, kedua pengukuran dilakukan secara terpisah
(sequential) oleh operator. Monokromator mengeluarkan berkas tunggal sinar monokromatis yang melewati sel yang berisi pelarut, lalu pencatat diatur pada 100 % transmitans
yang berarti mengukur I0. Lalu sel diisi dengan larutan yang akan diukur dan dikenai
berkas tunggal tadi, maka yang terbaca adalah transmitans atau serapan secara langsung.
Keharusan mengukur dua kali secara terpisah dapat dihilangkan pada instrumen
spektrofotometer berkas ganda. Pada instrumen ini sinar monokromatis dibagi menjadi dua
berkas yang identik yaitu berkas pertama melewati sel berisi pelarut atau referens dan
berkas kedua secara simultan melewati sel berisi sampel. Detektor mengukur rasio kedua
intensitas radiasi yang ditransmisikan oleh kedua sel. Instrumen ini diterapkan pada
spektrofotometer yang dilengkapi dengan rekorder.
11
1.4 Validasi Metode
Validasi metode yang diperlukan dalam analisis kuantitatif melalui pengujian secara
statistika beberapa parameter meliputi kelinieran, kepekaan (batas deteksi dan batas
kuantisasi), kecermatan, dan keseksamaan.
1.4.1
Kelinieran
Kelinieran adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon secara langsung
(atau dengan bantuan transformasi matematika yang baik) dan proporsional terhadap
konsentrasi analit dalam sampel (Ibrahim, 2001). Kelinieran ditentukan dengan
menghitung koefisien korelasi antara konsentrasi analit dengan respon yang dihasilkan
dalam pengukuran. Kelinieran terpenuhi jika nilai koefisien korelasi (r) mendekati 1.
Koefisien korelasi dapat ditentukan dari kurva kalibrasi yang merupakan hubungan linier
antara respon hasil pengukuran terhadap kadar analit. Penentuannya minimal menggunakan
6 konsentrasi baku. Kelinieran diuji dengan menentukan koefisien korelasi dan koefisien
variasi fungsi regresi (Ibrahim, 2005). Koefisien korelasi diperoleh dari persamaan garis
regresi linier antara serapan dan konsentrasi analit.
y = bx + a .............................................................................................................(3)
dengan :
y
= respon instrumen (serapan)
x
= konsentrasi analit
b
= kemiringan garis
a
= tetapan empirik
Koefisien korelasi (r) dapat dihitung dengan rumus :
r =
∑{( x − x )( y − y )}
{(∑ ( x − x ) )(∑ ( y − y )
i
i
2
i
i
2
............................................................(4)
)}
dengan :
xi = semua titik pada garis regresi yang berpadanan dengan yi (i = 1,2,3,...)
x = konsentrasi rata-rata
yi = semua titik pada garis regresi yang berpadanan dengan xi (i = 1,2,3,...)
y = serapan rata-rata
12
Koefisien variasi fungsi regresi (Vxo) dengan rumus berikut :
Sy/x =
Vxo =
∑(y
'
i
− yi ) 2
n−2
Sy/x
b.x
........................................................................................(5)
× 100% ............................................................................................(6)
dengan :
Sy/x = simpangan baku residual
yi
= semua titik pada garis regresi yang berpadanan dengan xi (i = 1,2,3,...)
yi’
= hasil perhitungan dari persamaan y = bx + a
x
= rata-rata dari x
Nilai Vxo yang kecil menandakan kelinieran yang cukup. Nilai Vxo untuk analisis bahan
aktif dalam sediaan atau bahan baku digunakan batas ≤ 2 %, sedangkan untuk analisis
senyawa dalam metabolit dan bahan biologis atau cemaran digunakan batas ≤ 5 %.
Untuk mengetahui adanya korelasi antara serapan dan konsentrasi analit dalam sampel
dapat ditentukan dengan membandingkan nilai t gawat yang dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
th =
r
(n − 2)
(1 − r 2 )
...................................................................................................(7)
dengan :
r
= koefisien korelasi
n
= jumlah larutan yang diukur
Nilai t tabel dilihat pada tabel nilai t gawat dengan derajat kebebasan = n-2 dan batas
kepercayaan 95 % untuk uji dua arah. Nilai t hitung yang lebih besar dari t tabel menunjukkan adanya korelasi antara serapan dan konsentrasi analit dalam sampel.
1.4.2 Kepekaan
Penentuan kepekaan meliputi batas deteksi (BD) dan batas kuantisasi (BK). Batas deteksi
(BD) adalah konsentrasi terkecil dari analit yang bisa terdeteksi dan memberikan respon
signifikan dibandingkan dengan blanko. Batas kuantisasi (BK) adalah konsentrasi terkecil
13
dari analit dalam sampel yang masih memenuhi kriteria cermat dan seksama (Ibrahim,
2001). BD dan BK dapat dihitung dari data kurva kalibrasi dengan rumus sebagai berikut :
BD =
BK =
3,3S y / x
.....................................................................................................(8)
b
10 S y / x
b
......................................................................................................(9)
dengan :
b
= kemiringan garis kurva kalibrasi
Sy/x = simpangan baku residual yang diperoleh dari kurva kalibrasi
1.4.3 Kecermatan
Kecermatan adalah ukuran atau derajat kedekatan antara hasil uji terhadap nilai sebenarnya
(Ibrahim, 2001). Kecermatan dapat ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi
(spiked-placebo recovery method) dan metode penambahan baku (standard addition
method). Dalam metode simulasi, sejumlah baku ditambahkan ke dalam campuran bahan
pembawa atau matriks (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya
dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya). Dalam
metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit ditambahkan ke
dalam sampel, dicampur, dan dianalisis kembali. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan
kadar yang diharapkan (kadar yang sebenarnya). Dalam kedua metode tersebut,
kecermatan dinyatakan dengan persen perolehan kembali yang dihitung dengan dengan
rumus:
% perolehan kembali =
Xr
× 100% ....................................................................(10)
Xa
dengan :
Xr = kadar yang diperoleh dari pengukuran
Xa = kadar teoritis.
Rentang perolehan kembali yang dapat diterima berada dalam rentang 80-110. Nilai persen
perolehan kembali disesuaikan dengan persen analit dalam matriks sampel.
14
1.4.4 Keseksamaan
Keseksamaan merupakan derajat kesesuaian antara hasil uji individual diukur melalui
penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada
beberapa sampel yang diambil dari campuran yang homogen (Ibrahim, 2001).
Keseksamaan ditentukan dengan menghitung simpangan baku dan koefisien variasi dari
persen perolehan kembali.
Nilai simpangan baku (S) diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
S=
∑ (x
i
− x )2
n −1
...............................................................................................(11)
dengan :
xi = hasil pengukuran (x1, x2, x3, x4,...xn)
x
= rata-rata pengkuran
n
= jumlah pengukuran
Koefisien variasi (KV) ditentukan dengan rumus :
KV =
S
× 100% ..................................................................................................(12)
x
dengan :
S = simpangan baku
x = nilai rata-rata
KV yang memenuhi kriteria dihitung menggunakan rumus :
KV ≤ 21-log C ........................................................................................................(13)
dengan :
C = konsentrasi baku teoritis yang diukur pada perolehan kembali dalam satuan %
1.4.5 Spesifisitas dan Selektivitas
Spesifisitas adalah kemampuan metode untuk mengukur secara cermat dan spesifik suatu
analit dengan komponen lain dalam matriks, sedangkan selektivitas adalah kemampuan
metode memberikan sinyal analit pada campuran dalam sampel tanpa adanya pengaruh
dari matriks.
15
1.4.6 Robustness dan Ruggedness
Robustness merupakan kemampuan metode untuk tidak terpengaruh oleh perubahan kecil
selama pengembangan metode, sedangkan ruggedness adalah derajat reproduksibilitas
hasil uji sampel yang sama dalam kondisi normal dengan penetapan berbeda seperti
laboratorium, analis, instrumen, lot pereaksi, waktu, suhu, dan hari yang berbeda.
Download