BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sartono (2008) menyatakan bahwa tujuan akhir yang harus dicapai dari keseluruhan keputusan keuangan adalah memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau maximization wealth of stockholders melalui maksimisasi nilai perusahaan. Keputusan-keputusan keuangan tersebut antara lain meliputi (1) keputusan investasi (investment decision); (2) keputusan pendanaan (financing decision); dan (3) kebijakan deviden (deviden policy). Keputusan pendanaan yang paling menentukan nilai perusahaan adalah keputusan tentang struktur modal. Keputusan struktur modal yang perlu diambil dalam hal ini adalah apakah kebutuhan modal yang diperlukan tersebut dipenuhi dari penggunaan laba ditahan, hutang, penerbitan saham atau gabungan dari keduanya, yaitu saham dan hutang. Struktur modal yang optimal menurut Brealey, Myers, dan Marcus (2011) adalah struktur modal yang dapat meminimalkan biaya modal keseluruhan atau biaya modal rata-rata sehingga dapat memaksimalkan nilai perusahaan. Dalam penggunaan hutang dan modal secara simultan, terdapat suatu peningkatan return ketika rasio hutang ditingkatkan yang tercermin pada harga saham. Peningkatan tersebut akan mencapai puncaknya dan kemudian mengalami penurunan. Pada 1 saat rasio hutang tersebut mencapai puncaknya, harga saham berada pada nilai maksimal dan WACC pada nilai minimal. Ada beberapa teori mengenai struktur modal yaitu teori trade off, teori pecking order dan teori market timing. Teori trade-off menyatakan bahwa hubungan antara struktur modal dengan nilai perusahaan terdapat suatu tingkat leverage yang optimal. Menurut teori ini agar tercapai struktur modal yang optimal perusahaan perlu menyeimbangkan agency cost of financial distress dan the tax advantage of debt financing. Menurut teori ini struktur modal yang optimal dicapai, apabila nilai sekarang dari tax shield hutang adalah sama dengan nilai sekarang dari biaya kesulitan keuangan hutang (Hanafi, 2008). Secara umum teori ini menegaskan bahwa apabila perusahaan ingin meningkatkan nilai perusahaan melalui indikator earning per share (EPS), maka pembiayaan investasi tambahan harus dibiayai oleh hutang. Hal ini terjadi karena jika pembiayaan dengan hutang, perusahaan dapat memperoleh penghematan pajak sekaligus mempertahankan jumlah saham beredar. Keadaan ini mendorong pendapatan per lembar saham (EPS) akan lebih tinggi. Sebaliknya apabila perusahaan mengalami kegagalan dalam mengelola investasi yang berakibat pada ketidakmampuan membayar bunga dan pokok pinjaman, maka posisi perusahaan berada diambang kebangkrutan. Apabila semua biaya akibat kesulitan keuangan tersebut sama dengan jumlah tambahan pendapatan dari penghematan pajak (tax 2 shield of debt), maka struktur modal perusahaan dianggap sudah optimal (Harjito, 2011). Harjito (2011) menyatakan bahwa dalam teori pecking order perusahaan melakukan keputusan pendanaan secara hierarki dari pendanaan internal ke eksternal. Urutan pendanaan mulai dari dana yang bersumber dari laba ditahan, kemudian hutang dan akhirnya sampai pada penerbitan ekuitas baru, artinya dimulai dari sumber dana dengan biaya termurah. Baker dan Wurgler (2002) menjelaskan bahwa equity market timing merupakan aspek penting dalam kebijakan pendanaan perusahaan. Sesuai dengan teori market timing bahwa perusahaan cenderung akan menerbitkan saham sebagai pengganti hutang ketika nilai pasar tinggi dan cenderung akan membeli kembali saham atau menerbitkan hutang ketika nilai pasar rendah dengan tujuan untuk memperoleh dana dengan biaya modal yang lebih murah. Barker dan Wurgler (2002) menjelaskan bahwa market timing berpengaruh negatif terhadap tingkat leverage dan pengaruh ini bersifat permanen. Pengaruh ini memiliki persistensi yang cukup besar pada struktur modal yaitu minimal selama sepuluh tahun. Dalam jangka panjang, perubahan struktur modal dipengaruhi oleh kesempatan untuk menerbitkan atau membeli kembali saham. Hal ini berarti perubahan struktur modal dalam jangka panjang dipengaruhi oleh persepsi manajer dalam memanfaatkan peluang untuk melakukan penerbitan dan pembelian kembali ekuitas. Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa 3 struktur modal merupakan hasil akumulasi dari keputusan untuk melakukan market timing sepanjang waktu dengan memanfaatkan nilai saham yang overvalue atau undervalue. Berbeda dengan Baker dan Wurgler (2002), penelitian yang dilakukan oleh Hovakimian (2006) menjelaskan bahwa pengaruh market timing terhadap struktur modal bersifat sementara. Pengaruh tersebut negatif signifikan terhadap leverage hanya pada tahun pertama setelah IPO perusahaan. Tidak seperti Baker dan Wurgler (2002), Hovakimian (2006) memperlakukan convertible debt sebagai hutang. Sedangkan Baker dan Wurgler (2002) memperlakukan convertible debt sebagai ekuitas. Hal ini akan mengurangi rasio leverage. Hovakimian (2006) juga tidak memasukkan liabilities ke dalam hutang. Rajan dan Zingales (1995) berpendapat bahwa rasio leverage yang memasukkan total liabilities adalah indikator yang kurang baik apakah perusahaan berada pada resiko kegagalan di waktu yang akan datang, dan item seperti account payable lebih digunakan sebagai tujuan transaksi daripada pendanaan (Muhsinin, 2011). Sedangkan Alti (2006) meneliti pengaruh market timing terhadap struktur modal dengan menggunakan variabel-variabel lain yang sama seperti yang digunakan oleh Baker dan Wurgler (2002). Bedanya, Alti (2006) menggunakan hot dan cold market sebagai proksi dari market timing. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hot market mempunyai pengaruh negatif sangat kuat terhadap leverage, tetapi pengaruh negatif tersebut dengan cepat berbalik. Pada 4 tahun kedua setelah IPO pengaruh tersebut sudah hilang. Secara keseluruhan, hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa market timing adalah faktor penting pada aktivitas pendanaan dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang pengaruhnya terbatas. Salah satu praktek market timing adalah memanfaatkan mispricing saham perusahaan di pasar untuk memperoleh dana dengan biaya modal yang relatif murah. Mispricing adalah kondisi dimana harga saham dinilai overvalue atau undervalue dari nilai wajarnya. Implikasinya adalah (1) jika saham dinilai overvalue dari nilai wajarnya, maka perusahaan cenderung untuk menerbitkan saham baru; dan (2) jika saham dinilai undervalue dari nilai wajarnya, maka perusahaan cenderung untuk menerbitkan hutang dan membeli kembali sahamnya. Pemanfaatan misvalued saham secara konsisten hanya dapat dilakukan di pasar yang kurang atau tidak efisien. Pasar modal yang tidak efisien adalah pasar modal yang harga sahamnya tidak mengikuti pola random walk dan harga saham tidak mencerminkan informasi yang relevan (informasi yang tersedia sepenuhnya). Dikutip dari Saad dan Siagian (2011) perilaku investor seolah-olah rasional dan mekanisme arbitrase yang tidak berjalan sempurna akan mengakibatkan mispricing dan mengakibatkan pasar menjadi tidak efisien. Bukti empiris menunjukkan bahwa pasar modal Indonesia berada dalam kondisi yang tidak efisien (Kim dan Shamsuddin, 2008; Hoque, Kim, dan Pyun, 2007) yang 5 merupakan tanda bahwa investor di pasar modal Indonesia bersikap seolah-olah rasional. Pada pasar tidak efisien, manajer dapat memilih waktu yang tepat untuk menerbitkan saham, yaitu pada saat harga cukup tinggi di atas nilai wajarnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa teori struktur modal equity market timing dari Baker dan Wurgler (2002) akan berlaku di pasar tidak efisien. Dikutip dari Muhsinin (2011) penelitian-penelitian yang telah dilakukan mengenai kondisi pasar modal di Indonesia menunjukkan bahwa sebagian besar saham mempunyai koefisien otokorelasi yang rendah yang tidak signifikan bedanya dengan nol (Husnan, 1990 dan Esti, 1995). Akan tetapi pasar modal Indonesia belum bisa dikatakan efisien karena masih terdapat saham yang mempunyai koefisien otokorelasi yang berbeda dengan nol. Pengujian efisiensi tersebut adalah pengujian efisiensi lemah. Pada pengujian efisiensi bentuk lemah, pasar modal dikatakan efisien jika perubahan harga saham mengikuti pola random walk oleh karenanya pemodal tidak bisa memperoleh abnormal return dengan menggunakan trading rules yang berdasarkan atas informasi harga saham di masa lalu (Husnan, 2005). Perubahan harga di masa lalu tersebut dinyatakan dalam bentuk persentase. Untuk mengetahui keberadaan hubungan perubahan harga saham masa lalu dengan yang akan datang dipergunakan koefisien otokorelasi. Jika koefisien tersebut ditemukan tidak berbeda dengan nol maka pasar modal dikatakan efisien karena pola perubahan harga saham mengikuti random walk. 6 Adanya hasil mengenai kondisi pasar modal Indonesia yang tidak efisien, memunculkan dugaan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia menggunakan market timing theory pada penentuan pendanaan perusahaan. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti pengaruh market timing yang diuji pada kondisi hot dan cold market terhadap struktur modal perusahaan non keuangan di Indonesia dalam dua model. Model pertama menguji pengaruh kondisi pasar (hot dan cold market) terhadap struktur modal perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2002 hingga 2010. Model kedua menguji pengaruh kondisi pasar (hot dan cold market) terhadap struktur modal perusahaan non keuangan yang melakukan IPO di Indonesia pada tahun 2003 hingga 2010. Hot dan cold market ditentukan berdasarkan nilai market to book ratio bulanan. Bulan hot (cold) market adalah pada bulan tersebut rata-rata market to book ratio ada di atas (dibawah) dari nilai moving average market to book ratio bulanan. Kondisi pasar ini digunakan sebagai variabel independen yang akan diuji pengaruhnya terhadap perubahan tingkat leverage yang digunakan perusahaan. Peneliti fokus pada market to book ratio untuk menangkap market timing dan dampaknya pada struktur modal. Alasannya adalah salah satu versi market timing yaitu economic agent memiliki motif perceived mispricing yang bersifat tidak rasional sehingga menyebabkan mispricing pada saham-saham perusahaan dari waktu ke waktu. Berdasarkan hal tersebut, maka manajer bertindak berdasarkan kepentingan pemegang saham lama akan memanfaatkan market timing dengan 7 tujuan untuk memperoleh dana dengan biaya modal yang lebih murah dengan cara menerbitkan saham pada saat overvalue. Market to book dapat digunakan untuk melihat apakah nilai ekuitas itu overvalue atau undervalue. Maka, market to book ratio lebih menyatakan motivasi market timing yang jelas dari syarat kebijakan pendanaan (Baker dan Wurgler, 2002). Dalam penelitian ini juga akan diteliti mengenai persistensi dari kebijakan leverage perusahaan non keuangan di Indonesia. Pada model penelitian (1) jika kebijakan leverage perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI tersebut persisten, maka rasio leverage pada tahun t-1 nilainya akan sama atau hampir sama dengan leverage pada tahun t apapun kondisi pasar pada tahun t-1 dan t. Pada model penelitian (2) jika kebijakan leverage perusahaan non keuangan yang melakukan IPO di Indonesia tersebut persisten, maka rasio leverage pada tahun t-1 (tahun sebelum melakukan IPO) nilainya akan sama atau hampir sama dengan leverage pada tahun t (tahun setelah melakukan IPO) apapun kondisi pasar pada tahun sebelum dan setelah IPO tersebut. Penelitian ini mengambil sampel perusahaan pada sektor non keuangan. Alasannya adalah sektor keuangan memiliki struktur modal yang berbeda dengan sektor non-keuangan. Perbedaannya adalah sektor keuangan cenderung menggunakan hutang yang sangat besar pada tingkat risiko yang ekuivalen dengan perusahaan sektor non-keuangan (Jensen dan Meckling, 1976) dalam Muhsinin (2011). 8 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah kondisi pasar (hot dan cold market) berpengaruh terhadap leverage perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI? 2. Apakah perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI menerapkan kebijakan leverage secara persisten? 3. Apakah profitabilitast-1 berpengaruh terhadap leveraget perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI? 4. Apakah sizet-1 berpengaruh terhadap leveraget perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI tahun? 5. Apakah kondisi pasar (hot dan cold market) berpengaruh terhadap leverage perusahaan non keuangan yang melakukan IPO di Indonesia? 6. Apakah perusahaan non keuangan yang melakukan IPO di Indonesia menerapkan kebijakan leverage secara persisten? 7. Apakah profitabilitast-1 berpengaruh terhadap leveraget perusahaan non keuangan yang melakukan IPO di Indonesia? 8. Apakah sizet-1 berpengaruh terhadap leveraget perusahaan non keuangan yang melakukan IPO di Indonesia? 9 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan diadakanya penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui apakah kondisi pasar (hot dan cold market) berpengaruh terhadap leverage perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI. 2. Untuk mengetahui apakah perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI menerapkan kebijakan leverage secara persisten. 3. Untuk mengetahui apakah profitabilitast-1 berpengaruh terhadap leveraget perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI. 4. Untuk mengetahui apakah sizet-1 berpengaruh terhadap leveraget perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI. 5. Untuk mengetahui apakah kondisi pasar (hot dan cold market) berpengaruh terhadap leverage perusahaan non keuangan yang melakukan IPO di Indonesia. 6. Untuk mengetahui apakah perusahaan non keuangan yang melakukan IPO di Indonesia menerapkan kebijakan leverage secara persisten. 7. Untuk mengetahui apakah profitabilitast-1 berpengaruh terhadap leveraget perusahaan non keuangan yang melakukan IPO di Indonesia. 10 8. Untuk mengetahui apakah sizet-1 berpengaruh terhadap leveraget perusahaan non keuangan yang melakukan IPO di Indonesia. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk beberapa pihak, antara lain sebagai berikut. 1. Manfaat bagi akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pendukung penelitian-penelitian mengenai market timing yang telah dilakukan sebelumnya dan memberikan tambahan wacana penelitian empiris di bidang struktur modal. 2. Manfaat bagi manajer keuangan perusahaan Jika hasil penelitian menunjukkan bahwa market timing yang diuji pada kondisi hot dan cold market berpengaruh signifikan terhadap struktur modal perusahaan non keuangan di Indonesia, maka manajer keuangan dapat mengoptimalkan struktur modal perusahaan dengan melihat situasi pasar. 3. Manfaat bagi investor Jika hasil penelitian menunjukkan bahwa market timing yang diuji pada kondisi hot dan cold market berpengaruh signifikan terhadap struktur modal perusahaan non keuangan di Indonesia, maka investor dapat memanfaatkan market timing tersebut untuk menentukan saat yang tepat menjual dan 11 membeli saham/obligasi dengan tujuan memaksimalkan return atas investasinya. 1.5 Batasan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat dua model penelitian dan setiap model penelitian memiliki batasan-batasan penelitian yang berbeda. Batasan-batasan penelitian model pertama adalah sebagai berikut. 1. Sampel perusahaan adalah perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2002 – 2010. 2. Perusahaan menerbitkan laporan keuangan selama periode penelitian. Laporan keuangan tersebut terdiri atas neraca keuangan dan laporan laba rugi. Selain itu perusahaan juga mencantumkan data yang diperlukan dalam perhitungan variabel penelitian seperti data harga saham, jumlah lembar saham yang beredar, hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang, total aktiva, total ekuitas, total penjualan, dan operating income. Batasan-batasan penelitian model kedua adalah sebagai berikut. 1. Sampel perusahaan adalah perusahaan non keuangan yang go public atau melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia selama periode 2003 – 2010. 2. Perusahaan menerbitkan laporan keuangan tahunan dari satu tahun sebelum IPO saham. Laporan keuangan tersebut terdiri atas neraca keuangan dan laporan laba rugi. Selain itu perusahaan juga mencantumkan data yang 12 diperlukan dalam perhitungan variabel penelitian seperti tanggal IPO, hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang, total aktiva, total penjualan, dan operating income. 1.6 Sistematika Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang dilakukannya penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, dan sistematika penulisan penelitian. BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Bab ini menguraikan tentang landasan teori yang terkait dengan penelitian, tinjauan penelitian terdahulu, dan perumusan hipotesis. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menjelaskan tentang jenis dan sumber data penelitian, populasi dan sampel penelitian, model analisis penelitian, pengukuran variabel penelitian, pemilihan model analisis data panel, pengujian asumsi klasik dan pengujian hipotesis penelitian. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menunjukkan hasil olah data dan pembahasan yang dilakukan sesuai metode yang dijabarkan pada bab sebelumnya. 13 BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN Pada bab ini penulis menarik kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan, keterbatasan penelitian, dan memberikan saran bagi penelitian selanjutnya. 14