, & , 6 "5" / :" / ( " / % " 1 & 3 - 6 , " / 6 / 5 6 , 5 * % " , . & / : & 3 " ) +0)/ #&7&3& KEKUATAN YANG ANDA PERLUKAN UNTUK TIDAK MENYERAH TAK KENAL MENYERAH J O H N BEVERE PENULIS BUKU LARIS UMPAN IBLIS Relentless (Tak Kenal Menyerah) by John Bevere © 2012 Messenger International www.MessengerInternational.org Originally published in English Additional resources in Bahasa Indonesia are available for free download at: www.CloudLibrary.org To contact the author: [email protected] Printed in Indonesia Tak Kenal Menyerah oleh John Bevere © 2012 Messenger International www.MessengerInternational.org Diterbitkan pertama kali dalam Bahasa Inggris Bahan-­bahan tambahan dalam Bahasa Indonesia tersedia untuk diunduh secara gratis dari: www.CloudLibrary.org Untuk mengontak penulisnya: [email protected] Penerjemah & Pemeriksa Aksara: Slamat Parsaoran Sinambela Layout: Budi Wilken Siahaan Dicetak di Indonesia Kutipan ayat Kitab Suci yang tidak diberi keterangan diambil dari Alkitab © 1974, 1993 dan Perjanjian Baru TB Edisi 2 © 1997 terbitan Lembaga Alkitab Indonesia. Kutipan ayat Kitab Suci yang diberi keterangan (FAYH) diambil dari Firman Allah Yang Hidup. © 1989 oleh Yayasan Kalam Hidup. Kutipan Kitab Suci yang diberi keterangan (BIS) diambil dari Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-­hari © Lembaga Alkitab Indonesia. Kutipan Kitab Suci yang diberi keterangan (MSG) diterjemahkan dari The Message oleh Eugene H. Peterson. ©1993,1994, 1995, 1996, 2000, 2001, 2002. Kutipan Kitab Suci yang diberi keterangan (NLT) diterjemahkan dari New Living Translation © 1996 atas izin Tyndale House Publishers. Kutipan Kitab Suci yang diberi keterangan (KJV) diterjemahkan dari King James Version. Kutipan Kitab Suci yang GLEHULNHWHUDQJDQ$03GLWHUMHPDKNDQGDUL7KH$PSOLÀHG%LEOH ©1954, 1958, 1962, 1964, 1965, 1987 atas izin The Lockman Foundation (www.Lockman.org). Kutipan Kitab Suci yang diberi keterangan (NIV) GLWHUMHPDKNDQGDUL1HZ,QWHUQDWLRQDO9HUVLRQ oleh Biblica Inc.TM Atas izin Zondervan. Kutipan Kitab Suci yang diberi keterangan (CEV) diterjemahkan dari Contemporary English Version. © 1991, 1992, 1995 oleh American Bible Society. Digunakan dengan izin. Saya mendedikasikan buku ini untuk anak saya… Alec Bevere Engkau telah mengatasi rintangan dan bangkit melampaui penderitaan. Kehidupanmu sudah menjadi kesaksian akan kemurahan dan anugerah Allah. Saya sangat bangga padamu dan akan mengasihimu selama-­lamanya. Daftar Isi Pendahuluan - 7 1. Tak Kenal Menyerah - 9 2. Memerintah Dalam Hidup - 21 3. Sumber Kuasa - 35 4. Bagaimana Hidup Yesus - 47 5. Keunggulan - 61 6. Melihat atau Masuk - 83 7. Ada Siapa di Balik Masalah Kita - 103 8. Mempersenjatai Diri Anda - 125 9. Kuat Dalam Anugerah - 143 10. Senjata Kerendahan Hati - 151 11. Menanggalkan Beban- 167 12. Sadar Dan Berjaga-jaga - 187 13. Melawan Iblis - 201 14. Perlawanan Yang Paling Ampuh - 219 15. Doa Yang Tak Kenal Menyerah - 235 YL'DIWDU,VL 16. Berlari Untuk Memperoleh Hadiah - 251 17. Dekat Dengan Sang Raja - 267 18. Jangan Menyerah - 277 Apendiks A: Doa Untuk Menjadi Anak Allah - 289 Apendiks B: Mengapa Saya Menggunakan Berbagai terjemahan Alkitab - 293 Untuk Refleksi dan Diskusi Lebih Lanjut - 295 PENDAHULUAN T idak lama setelah saya mulai menulis buku ini, saya menonton ÀOP\DQJGHQJDQMHODVPHQJJDPEDUNDQSHQWLQJQ\DEHUVLNDSWDN kenal menyerah. The Ghost and the Darkness dengan bintang 0LFKDHO'RXJODVGDQ9DO.LOPHUVHEXDKÀOPEHUGDVDUNDQNLVDK yang terjadi pada akhir 1800-­an. Seorang insinyur militer cerdas bernama Patterson (Val Kilmer) bekerja mengawasi pembangunan jembatan kereta api yang mem-­ bentang di atas Sungai Tsavo di Uganda. Jembatan itu akan meluaskan daya jangkau jalur kereta api Afrika Timur milik Inggris. Proyek itu sudah tertunda penyelesaiannya ketika Patterson tiba di tempat. Ia segera menemukan penyebabnya. Para pekerja menghilang. Mereka lenyap dalam kegelapan malam, tidak pernah terlihat lagi. Tidak lama kemudian Patterson mengetahui, ada dua singa pemakan manusia yang berkeliaran di sekitar perkemahan pekerja. Untuk meng-­ hentikan amukan mereka, ia memasang perangkap dan mencoba ber-­ bagai metode, tetapi duo maut itu seakan mampu mencium setiap gerakan Patterson dan mengelakkan jeratnya. Ketika jumlah korban mencapai tiga puluh, jawatan kereta api meminta bantuan pemburu Amerika, Charles Remington (Michael Douglas). Kemampuannya dalam melacak dan memburu hewan liar sangat terkenal, namun singa-­singa itu masih saja memakan korban. Malam demi malam mereka menyebar maut sampai para pekerja beranggapan, singa-­singa itu adalah roh jahat yang tidak mungkin dihentikan. Saat jumlah korban melewati 130 orang, kepanikan dan ketakutan mencekam orang-­orang di perkemahan. Patterson dan Remington menyaksikan tanpa daya saat seluruh tenaga kerja melari-­ kan diri dengan naik kereta api yang melewati Tsavo. Saat-­saat yang menentukan inilah yang menggugah saya. Garis batas ditarik dengan jelas. Di satu sisi, ada mandor pengecut yang memompa rasa takut para pekerjanya dan membujuk mereka untuk meninggalkan pekerjaan yang sudah mereka sepakati untuk mereka selesaikan. Di sisi lain, ada tiga orang—Remington, Patterson, dan pembantu Patterson—yang menolak untuk mangkir dari tugas mereka atau membiarkan ketakutan mengalahkan mereka. Ketiga orang itu dibiarkan menghadapi monster licik itu. Mereka mencoba dan gagal berulang-­ulang. Tugas yang mereka hadapi menciutkan nyali dan membahayakan. Mereka mesti mempertaruhkan nyawa, namun mereka bertekad untuk menghentikan perlawanan itu dan merampungkan pembangunan jembatan. Mereka dipersenjatai dengan senjata yang ampuh. Remington dan Patterson yakin mereka akhirnya akan menang asalkan mereka bijaksana, waspada, mem-­ bulatkan tekad... dan menolak untuk menyerah. Ruang dan waktu tidak memadai untuk memaparkan lebih banyak detail, tetapi hal yang perlu Anda ketahui: singa pemangsa manusia itu pada akhirnya dapat dihentikan. Namun kemenangan itu harus dibayar dengan biaya yang mahal. Para pekerja datang kembali, dan sekarang mereka memandang insinyur proyek mereka, Patterson, dengan sikap yang sangat berbeda. Ia telah menghadapi kematian dan tidak menyerah. Orang-­orang itu sangat menghormatinya sehingga mereka mendukung usahanya dan menyelesaikan perkara yang tampaknya mustahil. Jembatan itu selesai pada waktunya! Sebagai utusan Allah, kita juga sedang membangun jembatan. Jembatan kita tidak melintasi sungai;; jembatan ini membentang di antara surga dan bumi. Demikian juga, kita menghadapi perlawanan, dan Kitab Suci menggambarkan musuh kita sebagai singa yang berusaha menelan. Namun, persis dengan singa Tsavo, musuh kita tidak memiliki senjata... kita memilikinya. Ia sudah dilucuti, sedangkan kita diperlengkapi dengan senjata paling ampuh bagi manusia. Ada pertempuran yang harus dimenangkan dan benteng yang harus ditaklukkan. Sering kali hal itu berakar dalam pola pikir, cara kerja, dan pola yang telah ditanamkan oleh musuh pada orang-­orang dunia ini. Lawan kita sangat tangguh, namun “di dalam Kristus” kita jauh lebih kuat. Kita pun menghadapi pertanyaan yang sangat penting: Akankah kita seperti para pekerja yang ketakutan dan melarikan diri untuk menyelamatkan nyawa mereka, ataukah kita akan berani dan tak kenal menyerah dalam menjalankan amanat surga? Saya percaya di dalam pesan ini ada kebenaran yang berpotensi untuk membentuk di dalam diri Anda suatu sikap yang tak kenal menyerah. Kebenaran ini bukan hanya akan menguatkan Anda untuk berdiri dengan teguh, tetapi juga akan memperlengkapi Anda dengan kuasa untuk menang dan mendatangkan dampak yang positif. Sangat perlulah bagi Anda untuk tertanam kuat dalam pengetahuan ini. Sudah terlalu lama umat Allah berada dalam pembuangan dan binasa karena tidak memiliki pengetahuan (lihat Yesaya 5:13;; Hosea 4:6). Pengetahuan yang benar menenun dasar iman, dan oleh iman kita mendatangkan perubahan di dalam dunia yang terhilang dan gelap. Anda diciptakan untuk mendatangkan perubahan di dalam ling-­ kup pengaruh Anda. Bersama-­sama, mari kita dalam doa menerima tantangan tersebut dengan menemukan kekuatan kegigihan untuk tidak pernah menyerah! 1 tak kenal menyerah Menyelesaikan itu lebih baik daripada memulai. PENGKHOTBAH 7:8 (NLT) S aya membayangkan Anda sepakat dengan saya dalam hal ini: bagaimana kita “menyelesaikan” itu lebih penting daripada bagaimana kita “memulai.” Dalam kehidupan Kristen, puncak terakhir adalah ketika Tuhan berkata pada kita, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia!” Apakah yang diperlukan oleh Anda dan saya untuk mendengar perkataan luar biasa dari Dia yang berarti segalanya bagi kita? Untuk menyelesaikan kehidupan dengan baik kita perlu menjalani kehidupan dengan baik. Hal ini mencakup pengetahuan akan bagaimana untuk “tidak pernah menyerah.” Itu berarti memiliki roh yang tak kenal menyerah. Bagaimana kita memperolehnya? Mengapa hal itu begitu penting. Sejujurnya, saya cemas jangan-­jangan banyak orang percaya yang tidak akan menyelesaikan pertandingan dengan baik. Allah suatu ketika memberikan penglihatan sehubungan dengan tema buku ini.1 Seorang laki-­laki mendayung perahu melawan arus sungai yang deras. Ia berusaha keras untuk bergerak maju melawan aliran 1. Saya sudah menceritakan secara singkat penglihatan ini dalam buku terdahulu, A Heart Ablaze (Nashville: Thomas Nelson, 1999). Saat ini saya merasakan dorongan yang kuat untuk menceritakannya kembali dan menguraikannya secara lebih mendetail. 7DN.HQDO0HQ\HUDK air—tugas yang berat, namun dapat dilakukan. Perahu-­perahu lain, yang lebih besar dan mewah dan mengangkut banyak orang, sering melewatinya menuju hilir. Orang-­orang dalam perahu ini tertawa-­tawa, minum-­minum, dan bersantai. Kadang-­kadang mereka memandangi orang yang berjuang melawan arus itu dan mengejeknya. Ia harus berjuang untuk maju meter demi meter, sedangkan mereka nyaris tidak perlu melakukan apa-­apa untuk meluncur maju. Setelah beberapa lama, orang itu menjadi capek berjuang melawan arus. Letih dan patah semangat, ia akhirnya meletakkan dayungnya. Selama beberapa saat ia masih mengarah ke hulu karena adanya momentum, namun tak lama kemudian perahunya berhenti sama sekali. Kemudian sesuatu yang menyedihkan dan mengerikan terjadi: meskipun masih mengarah ke hulu, perahu dayungnya mulai hanyut ke hilir mengikuti arus. Orang itu segera melihat perahu besar lain. Perahu ini berbeda dari perahu-­perahu besar lainnya karena—seperti perahu dayungnya sendiri—perahu besar ini juga mengarah ke hulu, namun mengalir ke hilir mengikuti arus. Perahu ini juga mengangkut orang yang tertawa-­tawa, bercengkerama, dan bersantai. Karena perahu itu mengarah ke hulu—seperti arah yang hendak ditujunya—ia memutuskan untuk meloncat naik dan bergabung dengan mereka. Mereka sekarang menjadi satu kelompok yang anggotanya akrab satu sama lain. Tidak seperti perahu besar lain yang menghadap dan mengalir ke hilir, perahu ini menghadap ke hulu. Namun, menyedihkannya, perahu ini terus mengalir ke hilir mengikuti arus. Apakah penafsiran dari penglihatan ini? Sungai melambangkan dunia dan perahu dayung adalah tubuh kita, yang memampukan kita untuk hidup dan berfungsi di dunia ini. Orang di dalam perahu itu adalah orang percaya;; dayungnya melambangkan anugerah yang dikaruniakan Allah secara cuma-­cuma. Perahu besar menggambarkan orang-­orang yang bergabung dalam satu tujuan, dan arus sungai mewakili aliran dunia ini, yang berada dalam pengaruh di jahat. Dengan dayung anugerah, orang itu memiliki kemampuan untuk melawan arus dan bergerak ke hulu menuju panggilan hidupnya dalam PHPDMXNDQ NHUDMDDQ $OODK .HNXDWDQ ÀVLNQ\D PHZDNLOL LPDQQ\D Sungguh menyedihkan, kekuatannya merosot dan ia menjadi lemah 7DN.HQDO0HQ\HUDK dalam berjuang. Ia mengira dirinya tidak memiliki apa yang diperlukan untuk berjuang, padahal sebenarnya ia memilikinya. Akibatnya, ia akhirnya kehabisan daya dan menyerah. Begitu orang itu berhenti mendayung, perahunya masih terus maju (ke hulu) selama beberapa saat karena dorongan momentum. Dan di sinilah penyesatan menyusup. Ia masih melihat beberapa buah di dalam hidupnya meskipun apa yang menghasilkan buah itu tidak lagi mendorong dirinya bergerak. Ia secara keliru mengira dirinya dapat hidup dengan tenang—tidak perlu lagi berjaga-­jaga dan waspada— dan tetap menjalani kehidupan Kristen yang sukses. Akhirnya, perahu itu berhenti sama sekali, dan kemudian mulai terhanyut mundur (ke hilir)—pelan-­pelan pada mulanya, namun akhirnya sama cepatnya dengan arus sungai. Inilah bagian yang perlu digarisbawahi dari visi itu: meskipun perahunya masih mengarah ke hulu, ia terhanyut mundur mengikuti arus. Ia sekarang memiliki penampilan lahiriah kristiani—mengetahui cara berbicara, lagu, dan tata cara kerajaan Allah—namun dalam kenyataannya ia mengikuti cara-­cara dunia ini (lihat 1 Yohanes 2:15-­17). Pada akhirnya tokoh kita melihat perahu lain, sekelompok “orang percaya” lain yang seperti dirinya. Mereka semua menganggap diri mereka bagian dari gereja karena haluan perahu mereka juga menghadap ke hulu. Mereka mengetahui cara berbicara, lagu, dan tata cara gerejawi. Akan tetapi, mereka bersantai karena mereka puas dengan kehidupan “Kristen” yang tanpa buah dan berada di bawah pengaruh si jahat yang mengendalikan arus sungai. Mereka yang berada dalam “perahu Kristen” ini tidak lagi dianiaya atau dicemooh oleh dunia yang tidak percaya. Sebaliknya, mereka diterima dan kadang-­kadang disanjung oleh orang-­orang yang berpengaruh di dunia. Mereka tidak lagi berlari dengan gigih seperti yang dinasihatkan rasul Paulus kepada setiap orang Kristen: “(Aku) berlari-­lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan surgawi dari Allah dalam Kristus Yesus” (Filipi 3:14). Nyatanya, orang percaya yang hanyut ini tidak kuat dalam atau sama sekali tidak melawan cara-­cara dunia ini. Perhatikan apa yang ditulis rasul Yohanes: Secara praktis segala sesuatu yang berlangsung di dunia ini— 7DN.HQDO0HQ\HUDK keinginan untuk memaksakan caramu sendiri, keinginan untuk mendapatkan segala sesuatu bagi dirimu sendiri, keinginan untuk terlihat penting—sama sekali tidak berhubungan dengan Bapa. Hal itu justru memisahkan kamu dari Dia. Dunia dan segala keinginan, keinginan, keinginannya sedang menuju kebinasaan—tetapi siapa saja yang melakukan keinginan Allah ditetapkan untuk hidup dalam kekekalan. (1 Yohanes 2:16-­17, MSG) Penglihatan yang baru saja saya uraikan itu menggambarkan tiga jenis orang: orang percaya, orang tidak percaya, dan orang tersesat. Orang tidak percaya hanya mengalir mengikuti arus, sama sekali tidak menyadari realitas keinginan, keinginan, keinginan. Orang percaya harus maju, maju, maju dalam perjuangan iman untuk mencapai kemajuan kerajaan Allah. Orang tersesat menyembunyikan motivasi keinginan, keinginan, keinginannya melalui “penampilan kristiani” dan penyalahgunaan Kitab Suci. Saya tahu penglihatan ini menampilkan gambaran yang mencemaskan tentang umat beriman pada saat ini, tetapi penglihatan ini memaksa kita masing-­masing untuk mengajukan pertanyaan yang sangat penting: “Aku seperti orang yang mana?” Bagaimanapun, Firman Allah memerintahkan kita untuk... Ujilah dirimu sendiri untuk memastikan bahwa kamu teguh di dalam iman. Jangan menganggap segala sesuatu sudah berlangsung sebagaimana mestinya. Periksalah kondisimu secara teratur. Kamu memerlukan bukti langsung, bukan hanya dari kata orang, bahwa Yesus Kristus ada di dalam kamu. Ujilah hal itu. Jika kamu gagal ujian, lakukan sesuatu untuk mengatasinya. (2 Korintus 13:5, MSG) Setelah melihat penglihatan ini dan menyadari penafsirannya, saya menjadi semakin yakin akan kata-­kata yang ditulis kepada orang-­orang Kristen Ibrani ini: Sebab itu, kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah;; dan luruskanlah jalan bagi kakimu.... Jagalah supaya jangan ada seorang pun kehilangan anugerah Allah, agar jangan tumbuh akar pahit yang menimbulkan kerusuhan dan mencemarkan banyak orang. (Ibrani 12:12-­13, 15) 7DN.HQDO0HQ\HUDK Sebagai anak Allah, kita harus berusaha sekuat daya untuk menyelesaikan pertandingan dengan baik bagi kemuliaan-­Nya. Anda dan saya semestinya jangan sampai berpaling dari anugerah Allah dengan menjadi letih, meletakkan dayung kita, dan hanyut mengikuti arus sistem dunia ini. Kita dapat menemukan dalam Kitab Suci contoh tentang apa yang terjadi ketika orang berhasil atau gagal menyelesaikan pertandingan dengan baik. Perhatikanlah Salomo, anak Daud dan orang yang paling bijaksana, paling kaya, dan paling berkuasa pada zamannya. Ia mencapai puncak kejayaan yang belum pernah diraih generasi sebelumnya dan sulit ditandingi oleh generasi sesudahnya. Akan tetapi, ia gagal— meletakkan dayungnya—pada masa akhir pemerintahannya, hatinya menjauhi Allah, dan bersekutu dengan sistem dunia ini. Karena Salomo memiliki banyak istri dari bangsa asing, kemungkinan EHVDU LD PHQJDODPL NRQÁLN VHQJLW GDODP UXPDK WDQJJDQ\D VHKLQJJD sulit untuk memusatkan perhatian pada persekutuan dan ketaatannya pada Yehovah. Untuk memelihara kedamaian, ia bukannya tetap setiap pada Yehovah, namun malah membangun mezbah bagi dan bahkan menyembah dewa-­dewa asing istri kesayangannya. Salomo menanggung penderitaan berat akibat kebodohannya, namun anak-­anak dan cucu-­cucunya menanggung akibat yang bahkan lebih parah lagi. Kerajaan yang dipercayakan kepadanya—yang semula kuat karena kesetiaan Daud dan bertumbuh semakin kuat pada awal pemerintahannya yang cemerlang—merosot, terpecah belah, dan akhirnya meredup karena kegagalannya untuk menyelesaikan pertandingan dengan baik. Sejarah Israel pasti akan jauh berbeda seandainya Salomo tetap tak kenal menyerah. Mari kita bandingkan Salomo dengan Yohanes Pembaptis. Yohanes gigih dan berpegang teguh pada kebenaran, dengan gagah berani menghidupi dan memberitakannya. Ia, seperti Salomo, menghadapi perlawanan, tetapi potensi konsekuensi yang dihadapi Yohanes jauh lebih buruk. Bukan satu atau beberapa istri yang tidak menyambut kebenaran yang diberitakan Yohanes melainkan raja Yehuda. Salomo PHQJKDGDSL NRQÁLN UXPDK WDQJJD QDPXQ <RKDQHV PHQJKDGDSL penjara, penyiksaan, dan bisa jadi kematian. Tetapi, meskipun menghadapi konsekuensi yang keji dan ekstrem seperti itu, Yohanes tetap bergeming dalam sikapnya terhadap kebenaran, baik dalam cara hidupnya maupun dalam pesan yang disampaikannya. Hasilnya: warisan Yohanes lebih unggul daripada warisan Salomo. 7DN.HQDO0HQ\HUDK Bukan hanya Yohanes dan Salomo yang menghadapi perlawanan— arus sungai yang deras—melainkan Anda dan saya juga. Kita berada dalam pertempuran sengit melawan nilai-­nilai dunia yang hampa dan dangkal. Pengaruhnya sangat kuat. Menyesatkan. Memikat. Terlalu mudah bagi kita untuk menjadi letih, beranggapan bahwa tidak apa-­ apa jika kita mengendurkan kegigihan, menyerah, dan hanyut mengalir bersama arus yang kuat. Namun, satu-­satunya cara bagi Anda dan saya untuk menyelesaikan pertandingan dengan kuat adalah dengan bersikap tak kenal menyerah dalam iman kita. Dengan demikian kita akan menjadi sosok yang diperhitungkan, suatu ancaman yang sungguh-­sungguh bagi kerajaan kegelapan. ROH YANG TAK KENAL MENYERAH Apa maksudnya bersikap tak kenal menyerah itu? Istilah ini menggambarkan suatu sikap atau pendirian yang teguh, gigih, pantang mundur. Dengan kata lain, tak kenal menyerah. Sebaliknya, menyerah berarti menjadi lebih longgar, mengendur, atau mengakui kalah. Beberapa sinonim yang dapat memperjelas arti tak kenal menyerah: “tak mau berubah, ulet, ngotot, pantang mundur, tidak mau berkompromi, tidak dapat dihentikan, kebulatan hati.” Padanan lainnya “kukuh, persisten, tetap hati, giat, keras hati, liat, bertahan, berpegang teguh.” Sikap tak kenal menyerah ini dapat diterapkan pada kekuatan yang jahat dan keras hati, tetapi dalam buku ini kita akan menerapkannya dalam pengertian yang positif dan saleh. Karena itu, kita akan menerapkan istilah ini pada orang yang gagah berani dan bertekad bulat untuk menyelesaikan tugas di tangannya. Entah dalam jangka pendek entah dalam jangka panjang, hati yang pantang menyerah gigih bertahan untuk menyelesaikannya sesuai dengan hasil yang diinginkan. Tidak ada yang dapat menghentikannya dalam mencapai tujuan akhir. Saat merenungkan orang percaya yang tak kenal menyerah, kita membicarakan orang yang sepenuhnya pantang mundur dalam iman, pengharapan, dan ketaatan pada Allah—apa pun perlawanan yang dihadapinya. Orang percaya yang tak kenal menyerah, berkomitmen dalam segala hal untuk menyelesaikan pertandingan dengan baik, adalah penentu jalannya sejarah dalam pengertian yang sesungguhnya dan akan dikenal selama-­lamanya di surga sebagai orang yang disambut 7DN.HQDO0HQ\HUDK dengan hangat oleh Sang Majikan, “Baik sekali perbuatanmu itu.” Istilah tak kenal menyerah ini tidak selalu tepat untuk menggambarkan orang yang saya kenal dengan baik—saya! Nyatanya, alih-­alih memiliki roh yang tak kenal menyerah, saya memiliki semangat yang “mudah menyerah.” Terus terang saja, saya gampang patah semangat. Saya menjadi anak Allah pada 1979 ketika kuliah di Universitas Purdue. Pada akhir semester, saya kembali ke rumah dengan sangat antusias sehingga saya segera menceritakan pertobatan saya pada orangtua saya yang masih Katholik. Tanggapan ibu saya? “John, paling-­paling ini hanya salah satu kesukaan barumu. Kau akan segera kehilangan semangat seperti kau kehilangan semangat dalam hal-­hal yang lain.” Bagian yang paling menyengat dari komentarnya bukanlah kata-­ katanya yang negatif atau sikapnya yang seakan mencela. Bukan, justru sebaliknya, karena apa yang dikatakannya itu amat benar: saya punya riwayat panjang patah Orang percaya yang semangat terhadap nyaris apa saja. tak kenal menyerah... Saya teringat ketika harus menyelesaikan melawan ketakutan, sebagai pertandingan dengan baik pria lajang, bahwa saya tidak akan pernah mampu memiliki pernikahan yang bertahan. Saya biasanya berhenti bertemu dengan gadis yang saya dekati setelah kencan kedua atau ketiga. Mereka menarik dan berbakat dan memiliki kepribadian yang luar biasa, namun saya bosan dengan mereka. Laki-­laki lain nantinya berpacaran dengan gadis itu dan berhasil membina hubungan yang langgeng. Namun, saya berulang dalam pola yang sama dari satu gadis ke gadis yang lain. Bukan hanya dalam berpacaran saya gampang menyerah. Saya mulai ikut kursus piano, namun memohon-­mohon untuk berhenti setelah enam bulan. Orangtua saya tidak mengizinkannya. Akhirnya saya menjadi begitu apatis sampai guru piano saya memohon pada ibu dan ayah saya untuk mengizinkan saya berhenti berlatih piano. Sepanjang bertahun-­tahun ia memberi les piano, sayalah satu-­satunya murid yang pernah didorongnya untuk berhenti! 7DN.HQDO0HQ\HUDK Berikutnya, saya meminta izin pada orangtua untuk mengikuti les gitar. Kami membeli gitar yang mahal dan saya mulai memetiknya dengan penuh gairah, namun semangat ini hanya bertahan beberapa bulan. Dalam olah raga, hasilnya sama saya. Saya bermain bisbol dan berhenti setelah dua tahun. Kemudian beralih ke basket, yang hanya bertahan satu musim. Berikutnya golf;; kembali, satu musim saja. Atletik: sama saja. Daftarnya terus berlanjut. Saya mulai membaca buku, namun tidak pernah menyelesaikannya. Di SMA saya hanya membaca satu buku sampai habis—The Old Man and the Sea karya Ernest Hemingway. Itu bacaan wajib, dan karena bukunya tipis dan saya senang memancing, saya membacanya sampai selesai. Saya bergabung dengan sejumlah klub sebentar saja dan kemudian berhenti. Saya tertarik pada minat khusus tertentu dan membeli peralatan yang mahal, lalu membiarkannya teronggok di sepen atau berkarat karena jarang digunakan, padahal awalnya saya sangat antusias menggunakannya. Singkatnya, penilaian ibu saya sangat jitu. Akankah saya mengulangi pola yang telah terbentuk itu? Akankah saya berhenti dan meninggalkan Kekristenan, iman kepada Allah yang baru saja saya temukan, kerinduan saya yang baru ini? Akankah Alkitab dan buku-­ buku penunjang itu pada akhirnya berakhir di sepen bersama dengan barang-­barang lain yang segera tersingkir begitu saya kehilangan minat terhadapnya? Kabar baiknya, pria yang dulunya gampang menyerah ini sekarang masih terus bergairah pada Yesus Kristus setelah lebih dari tiga puluh tahun. Saya tetap berkomitmen saat ini—ya, bahkan semakin berkomitmen—seperti ketika saya pertama kali pulang dan memberi tahu orangtua saya tentang iman baru saya. Allah yang Mahakuasa, Bapa saya, mengubah saya dari orang yang gampang letih dan menyerah kalah. Melalui Roh Kudus-­Nya, Dia membangun di dalam diri saya kebajikan roh yang tak kenal menyerah. Allah menjadikan saya orang percaya yang tak kenal menyerah. Jika Anda telah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan Anda, kebajikan yang sama juga tersedia bagi Anda. Tetapi kebajikan itu harus dikembangkan. Itulah tujuan buku ini—untuk mengungkapkan bagaimana Anda dapat mengembangkan dan meningkatkan 7DN.HQDO0HQ\HUDK kemampuan yang telah Allah berikan kepada Anda secara cuma-­ cuma agar Anda dapat menjalani kehidupan dengan baik dan menyelesaikannya dengan kuat. ALLAH SUDAH MENULIS BUKU TENTANG ANDA Apakah Anda menyadari siapa diri Anda dan betapa Allah memerlukan Anda—untuk memenuhi panggilan hidup Anda dalam memajukan kerajaan-­Nya di muka bumi ini? Apakah Anda terkejut bahwa Bapa surgawi mengandalkan Anda? Allah secara khusus telah merancang suatu perjalanan hidup bagi Anda! Seluruh kehidupan Anda sudah dipetakan sebelum kelahiran Anda. Pemazmur berkata: mata-­Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-­Mu semuanya tertulis hari-­hari yang akan dibentuk, sebelum ada satu pun dari padanya. (Mazmur 139:16) Allah sudah menulis sebuah buku tentang diri Anda bahkan sebelum orangtua Anda memikirkan Anda—sebelum satu hari pun berlangsung. Bukan hanya para selebritas dan penguasa yang memiliki buku yang memuat riwayat hidup mereka. Tidak, riwayat hidup Anda juga tercatat, namun realitasnya yang menakjubkan adalah: buku itu dipetakan dan dituliskan oleh Allah sebelum Anda lahir. Anda mungkin protes, “John, kau tidak tahu apa yang kaubicarakan! Kehidupanku diwarnai guncangan, luka, dan bahkan kerusakan akibat pilihan-­pilihan buruk yang kuambil. Apakah Allah merancangkan semuanya itu?” Tidak, sama sekali tidak! Allah memetakan kehidupan kita, dan kita diberi keleluasaan untuk menentukan pilihan yang benar untuk menempuh perjalanan menggairahkan yang telah dipersiapkan Allah bagi Anda. Pilihan yang buruk dapat menyimpangkan arah kita, tetapi pertobatan yang sungguh-­sungguh dapat mengarahkan kapal kita kembali ke tujuan yang benar. Anda mungkin bertanya lagi, “Tetapi aku juga mengalami hal-­ hal mengerikan yang bukan akibat dari pilihan burukku. Kehidupan 7DN.HQDO0HQ\HUDK menghantamku dengan keras. Apakah Allah juga merancangkan semua kekecewaan dan kesukaran itu?” Sekali lagi, tidak! Kita hidup di dalam dunia yang telah jatuh ke dalam dosa. Yesus menegaskan bahwa kita akan mengalami kesengsaraan dan perlawanan. Kabar baiknya, karena Allah mengetahui kejahatan apa saja yang akan berusaha menjatuhkan Anda sebelum Anda lahir, dalam hikmat-­Nya Dia menyediakan jalan keluar dan bahkan NHPHQDQJDQ DWDV PDVDODK WHUVHEXW ,WXODK VHEDEQ\D GDODP ÀUPDQ Nya, Dia menyebut orang percaya yang tak kenal menyerah sebagai “orang-­orang yang menang.” Ibrani 12:1 menasihati kita, “Marilah kita... berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita.” Allah telah menyiapkan perlombaan bagi Anda, saya, dan setiap anak-­Nya. Agar Anda dapat menyelesaikan perlombaan ini dengan baik, Anda harus berlari dengan tekun, atau tak kenal menyerah. Perlombaan ini tidak dapat diselesaikan dengan cara lain. Sungguh menarik diperhatikan, ketekunan adalah satu-­satunya kebajikan yang disoroti dalam ayat ini. Penulis tidak berkata, “Marilah kita berlomba dengan bahagia” atau “Marilah kita berlomba dengan suatu tujuan” atau “Marilah kita berlomba dengan sungguh-­sungguh.” Jangan salah paham—kebahagiaan, tujuan, dan kesungguhan, dan juga kebajikan lainnya, semuanya penting dalam kehidupan Kristen. Tetapi kebajikan utamanya adalah sikap tak kenal menyerah. Diperlukan sikap yang tak kenal menyerah untuk menyelesaikan perlombaan dengan baik. Diperlukan kegigihan dan ketabahan. Saya menyukai terjemahan Ibrani 12:1 versi Alkitab The Message, “Buanglah segala beban, mulailah berlari—dan jangan pernah berhenti!” Menyelesaikan perlombaan kita ini penting bukan hanya bagi kita, tetapi juga bagi orang-­orang yang kita pengaruhi. Sangat pentinglah bagi kita untuk tidak berpaling atau menyimpang dari jalan yang telah dipersiapkan Allah bagi kita. Jika Anda anak Allah, Anda memiliki apa yang diperlukan untuk menyelesaikan perlombaan! Allah telah menempatkan kuasa-­Nya yang memampukan, Roh Kudus-­Nya, di dalam diri Anda. Jika Anda tetap setia, Anda akan dapat berseru bersama dengan rasul Paulus, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman” (2 Timotius 4:7). Anda mungkin menghadapi persoalan dalam pernikahan, keluarga, pekerjaan, bisnis, pendidikan, keuangan, kesehatan, atau hal lain. 7DN.HQDO0HQ\HUDK Situasi Anda tampak seakan tanpa harapan dan tanpa solusi—arus yang mengintimidasi dan meletihkan berusaha memaksa Anda untuk berhenti dan hanyut ke hilir. Kabar baiknya, “Bagi manusia hal itu tidak mungkin, tetapi bukan demikian bagi Allah. Sebab segala sesuatu adalah mungkin bagi Allah” (Markus 10:27). Tidak peduli betapa pun sulitnya keadaan Anda, tidak ada masalah yang mustahil diselesaikan oleh Allah. Tetapi Yesus mencantumkan syarat yang penting bagi janji ini. “Jika kamu dapat percaya,” kata-­Nya, “segala sesuatu mungkin bagi orang yang percaya” (Markus 9:23, KJV). Diperlukan orang percaya yang tak kenal menyerah untuk melihat hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Inilah pesan yang hendak disampaikan dalam buku ini: menghadapi perkara yang melampaui kekuatan Anda sebagai manusia dan, oleh kekuatan dan anugerah Allah, melihat hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Dengarkanlah saya! Allah rindu untuk menyebut Anda “besar di hadapan Tuham” (Lukas 1:15). Dia berada di pihak Anda, dan tidak ada seorang pun yang menginginkan kesuksesan Anda di dalam hidup ini lebih dari Allah sendiri. Dia mempersiapkan bagi Anda kehidupan yang menakjubkan dan melihat sejak semula suatu akhir yang luar biasa di mana Anda meninggalkan warisan tidak ada seorang pun LPDQ VLJQLÀNDQVL GDQ NHDJXQJDQ yang menginginkan untuk memberkati orang lain. Namun kesuksesan Anda semuanya itu bergantung pada kesediaan di dalam hidup ini Anda untuk menjadi orang percaya yang lebih dari Allah sendiri. tak kenal menyerah. Anda mungkin berpikir, Tapi, John, aku sama sekali bukan orang yang gigih. Aku belum pernah bertahan melalui masa-­masa yang sukar. Jika hal itu menggambarkan keadaan Anda, masih ada lagi kabar bai yang lain. Riwayat Anda tidak penting. Karena anugerah Yesus Kristus, Anda tidak terperangkap harus mengulang-­ulang masa lalu. Tidak mustahil bagi Anda untuk menjadi orang percaya yang tak kenal menyerah dan menyelesaikan pertandingan dengan baik. Anda kandidat yang akan mengalami sukacita besar karena menyaksikan hasil akhir yang didambakan. Entah itu untuk suatu penggalan pendek dalam hidup Anda atau untuk seluruh hidup Anda, Anda ditetapkan untuk menjadi besar di hadapan Allah. Ini janji-­Nya! Kita masing-­masing tidak mungkin menghindari perlawanan jika 7DN.HQDO0HQ\HUDK kita mengikuti jalan Yesus. Pertaruhannya tinggi dan upah kekalnya tak tepermanai. Anda memiliki musuh licik yang, terus terang saja, ingin menghancurkan pengaruh Anda dan mengandaskan misi yang ditetapkan Allah bagi Anda. Dalam kaitannya dengan Iblis, Anda adalah suatu ancaman dan perlu dihentikan—sungguh, ia akan sangat bahagia ketika Anda “mati.” Tetapi karena apa yang telah terjadi di kayu salib, Iblis adalah musuh yang telah dikalahkan! Setiap pertempuran melawannya yang kita hadapi sudah dimenangkan! Tetapi kita masih harus melawan dia, antek-­anteknya, dan pengaruh mereka—dengan tak kenal menyerah. Bersama-­sama kita akan belajar bagaimana caranya. Anda diciptakan untuk mendatangkan perubahan di dunia ini. Anda seorang anak Raja, ditetapkan untuk memerintah bagi kepentingan-­ nya. Kunci-­kunci kerajaan Allah ada di dalam kantong Anda! Saat Anda berjalan dalam keintiman dengan Dia dan berkomitmen untuk tak kenal menyerah dalam iman Anda, Dia akan memberikan kepada Anda seluruh kekuatan dan bimbingan yang Anda perlukan untuk mengatasi arus kuat yang mengalir melawan Anda. Sebelum kita melanjutkan pembahasan, marilah kita menyerahkan perjalanan bersama ini kepada Tuhan: Tuhan yang baik, saat aku membaca buku ini kiranya Roh Kudus-­ Mu mengajari dan mencerahkan aku. Aku menginginkan lebih dari sekadar informasi atau inspirasi;; aku ingin mengenal kekayaan dan kedahsyatan panggilan yang telah Kautetapkan dalam hidupku. Aku ingin mengetahui kuasa yang telah Kautanamkan di dalam diriku untuk menyelesaikan panggilan hidupku. Melalui pesan ini, kuatkan aku untuk berdiri teguh di dalam kebenaran dan tak kenal menyerah dalam pertempuran melawan ancaman apa pun yang bangkit untuk menghambat apa yang hendak Kaukerjakan melalui aku. Engkau telah membawa aku ke dalam masa-­ masa yang seperti ini;; aku berdoa agar pesan Tak Kenal Menyerah akan memperlengkapi aku untuk menggenapi rencana ilahi-­Mu sehingga aku memuliakan nama-­Mu dan membangkitkan sukacita dalam hati-­Mu. Di dalam nama Yesus Kristus aku memohon. Amin. 2 memerintah dalam hidup 6HEDEÀUPDQ$OODKKLGXSGDQNXDW IBRANI 4:12 J ika kita membaca Firman Allah sebagaimana adanya, keadaan kebanyakan kita tak ayal akan sangat jauh berbeda dari saat ini. Kadang-­kadang tantangan terbesar kita tidak lain adalah memercayai Firman-­Nya lebih dari keadaan kita saat ini. Jika keadaan Anda saat ini tidak menyenangkan, Anda tahu hal itu dapat diubah— NHDGDDQ $QGD WLGDN ÀQDO 6DWXVDWXQ\D KDO \DQJ VHSHQXKQ\D WLGDN pernah berubah adalah Firman Allah. Yesus Kristus menyatakan, “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-­Ku tidak akan berlalu” (Lukas 12:33). Lihatlah ke atas dan amatilah matahari yang memberikan sinar dan kehangatan kepada planet kita sepanjang manusia hidup di dunia. Sampai matahari lenyap pun Firman Allah akan terbukti senantiasa benar. Firman Allah bertahan sampai selama-­lamanya! Bapa kita yang perkasa menyatakan, “Aku siap sedia untuk PHODNVDQDNDQÀUPDQ.Xµ<HUHPLD3HUKDWLNDQEDKZD'LDVLDS sedia. Kapan Dia akan melaksanakan-­Nya? Jawabannya yang sederhana adalah, ketika seseorang percaya kepada-­Nya. Yesus menegaskan, “Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!” (Markus 9:23). Jadi, marilah kita percaya dengan tak kenal menyerah! KITA HARUS MEMERINTAH DI DALAM HIDUP INI Dalam empat bab berikutnya, kita akan menggali dan mengembangkan suatu kebenaran yang amat penting—kebenaran yang vital bagi 7DN.HQDO0HQ\HUDK perjuangan kita untuk menyelesaikan pertandingan dengan baik sebagai orang percaya yang tak kenal menyerah. Saya perlu mengingatkan Anda bahwa hal ini mungkin tampak sedikit menyimpang dari pokok bahasan, namun tetaplah bersama saya. Saya memastikan bahwa semuanya akan berperan dalam mendukung kita menyelesaikan perjalanan kita. Dengan mengingat hal tersebut, marilah kita memeriksa salah satu ayat paling kuat dalam Perjanjian Baru: Mereka, yang telah menerima kelimpahan anugerah dan karunia kebenaran, akan hidup dan berkuasa karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus. (Roma 5:17) Perhatikanlah baik-­baik frasa hidup dan berkuasa. New International Version menerjemahkannya “memerintah di dalam hidup ini”;; Weymouth menguraikannya sebagai “memerintah sebagai raja di dalam hidup ini.” Anda dan saya, sebagai anak Allah, ditetapkan untuk memerintah sebagai raja dan ratu! Perkataan ini bukan sekadar perkataan manusia, karena kita tahu bahwa “Seluruh Kitab Suci diilhamkan Allah” (2 Timotius 3:16). Karena itu, Allah secara KDUÀDK PHQ\DWDNDQ EDKZD NLWD DNDQ PHPHULQWDK GL GDODP KLGXS melalui kuasa Anak-­Nya. Perhatikan, Dia tidak berkata, “Engkau akan memerintah di surga kelak” atau “Engkau akan memerintah pada kehidupan yang akan datang.” Tidak, Dia dengan jelas menyatakan bahwa kita ditetapkan untuk memerintah di dalam hidup ini sebagai raja atau ratu melalui Kristus. 6DODKVDWXGHÀQLVLXWDPDGDODPNDPXVVD\DXQWXNUDMDDWDXUDWX adalah “orang yang unggul atau cemerlang dalam lingkup tertentu.” .DWDPHPHULQWDKGLGHÀQLVLNDQVHEDJDL´SHQJDUXK\DQJGRPLQDQDWDX meluas.” Memerintah sebagai raja atau ratu berarti memiliki dominasi dan pengaruh yang unggul atas suatu lingkup tertentu. Dalam lingkup apakah kita harus berjaya atau menonjol? Lingkup kehidupan. Dengan kata lain, kehidupan di dunia ini seharusnya tidak menguasai kita;; kitalah yang harus mengaturnya. Ini Firman Allah, janji-­Nya kepada Anda! Saya mendorong Anda untuk menanamkan kebenaran ini dengan kuat di dalam hati Anda. 0HPHULQWDK'DODP+LGXS PERNYATAAN BAKU Pikirkanlah pernyataan baku yang kerap kita dengar selama bertahun-­ tahun. Ketika situasi berkembang menjadi sulit, tidak menguntungkan, merusak, dan bahkan mengancam nyawa, orang yang berniat baik sering menghibur kita dengan pernyataan bahwa “Allah memegang kendali.” Pernyataan ini menyiratkan bahwa tidak ada gunanya melawan rintangan yang ada karena Allah, oleh karakter-­Nya yang penuh kasih dan baik, entah bagaimana akan mengubah semua permasalahan menjadi kebaikan bagi kita karena Dialah yang mengendalikan segala sesuatu. Sesungguhnya, Allah menyerahkan kendali itu kepada kita. Nah, sebelum Anda melemparkan buku ini, tolong simaklah penjelasan saya dengan baik. Di Mazmur kita membaca, “Langit itu langit kepunyaan TUHAN, dan bumi itu telah diberikan-­Nya kepada anak-­anak manusia” (Mazmur 115:16). The Message menyatakannya sebagai, “Langitnya langit itu disediakan bagi Allah, tetapi Dia menempatkan kita untuk memegang kendali atas bumi.” Siapa yang memegang kendali atas bumi? Kita! Allah yang Mahakuasa adalah Pencipta yang berdaulat, dan Dia memilih secara berdaulat untuk memberikan kepada manusia kepemimpinan atas bumi dan perkara-­perkara yang berlangsung di dalamnya. Jika Allah mempertahankan kontrol-­Nya atas bumi seperti dipercayai banyak orang, maka ketika Adam mulai memetik buah terlarang itu dan hendak memakannya, Allah akan turun tangan dan menampar jatuh buah itu. “Ada apa denganmu, Adam?” seru Allah. “Tidakkah kau menyadari konsekuensi dari apa yang akan kaulakukan itu? Tidakkah kau menyadari semua penderitaan, kesengsaraan, penyakit, kelaparan, kemiskinan, pembunuhan, dan banyak perkara lagi yang akan menimpamu dan keturunanmu? Belum lagi gempa bumi, badai, puting beliung, wabah, kekeringan, dan ancaman binatang liar? Tidakkah kamu mengerti bahwa seluruh alam akan merosot dan rusak? Dan, yang paling penting, Aku harus mengutus Anak-­Ku yang tunggal untuk menanggung kematian yang mengerikan untuk dapat menembus kembali umat manusia bagi diri-­Ku?” Tetapi Allah tidak menahan Adam, karena Dia telah menyerahkan bumi kepada manusia. Allah Pencipta kita yang penuh kasih tidak seperti banyak orang yang memberikan otoritas dan kemudian mencabutnya 7DN.HQDO0HQ\HUDK kembali jika mereka tidak menyukai penggunaan otoritas tersebut. Ketika Allah memberikan sesuatu, itu karunia yang tetap. Firman-­Nya menegaskan hal itu: “Sebab karunia Allah dan panggilan-­Nya tidak akan dapat ditarik kembali” (Roma 11:29, FAYH). Mungkin ada orang yang menangkis, “Tetapi Alkitab menyatakan bahwa ‘Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya’” (Mazmur 24:1). Sebagai jawaban, saya akan menceritakan sesuatu yang terjadi dalam keluarga saya beberapa tahun belakangan ini. Beberapa tahun lalu, ibu Lisa, Shirley, yang sudah berusia tujuh puluhan tahun, hidup sendiri di sebuah apartemen di Florida tanpa ada saudara tinggal di dekatnya. Lisa dan saya sangat ingin ia dekat dengan keluarga kami, dan suatu Ketika Allah hari Lisa melihat beberapa rumah di memberikan sesuatu, perumahan bagus dijual. Jaraknya tidak lebih dari lima menit dari rumah itu karunia yang tetap. kami. Sempurna! Kami pun mendekati Shirley, menawarinya untuk membelikan salah satu rumah untuk ditinggalinya, dan mengundangnya untuk bergabung dengan tim kami di Messenger International. Dengan sukacita, Mom menerimanya. Rumah itu pun dibeli, dan agar Mom merasa mandiri, kami memutuskan untuk mengenakan sewa bulanan padanya. Sudah dua tahun ia pindah, dan ia tumbuh berkembang dalam setiap area kehidupan. Selama ini sebagai pemilih rumah, tidak sekali pun saya memerintahnya tentang bagaimana menghias rumahnya atau menata perabotnya. Saya tidak memerintahnya tentang bagaimana menjalankan rumah tangganya;; apa yang harus ia masak untuk makan pagi, makan siang, atau makan malam;; atau perkakas apa yang perlu dibeli. Ibu Lisa memegang kendali atas pengelolaannya hari demi hari. 6D\D PHPLOLNL UXPDK LWX³VD\D PHPHJDQJ VHUWLÀNDWQ\D³WHWDSL VD\D menyewakannya kepadanya dan ia harus menjalankan urusan rumah itu seperti yang diinginkannya. Ia dapat meminta pertolongan saya kapan saja, tetapi saya tidak akan ikut campur jika ia tidak memintanya. Begitu juga, bumi ini kepunyaan Tuhan. Dia pemiliknya, tetapi Dia WHODKPHQ\HZDNDQQ\DNHSDGDPDQXVLD'HQJDUNDQÀUPDQQ\DNHWLND Dia menciptakan kita memberikan kepada kita “rumah” bumi ini: 0HPHULQWDK'DODP+LGXS Demikianlah Allah menciptakan manusia, dan dijadikannya mereka seperti diri-­Nya sendiri. Diciptakan-­Nya mereka laki-­ laki dan perempuan. Kemudian diberkati-­Nya mereka dengan ucapan “Beranakcuculah yang banyak, supaya keturunanmu mendiami seluruh muka bumi serta menguasainya. Kamu Kutugaskan mengurus ikan-­ikan, burung-­burung, dan semua binatang lain yang liar.” (Kejadian 1:27-­28, BIS) Allah menugaskan kita untuk memegang kendali atas rumah besar-­ Nya. Anda dan saya, bukan Allah, memegang kendali atas bagaimana kehidupan berlangsung di planet ini. TUAN TANAH YANG BARU Masalah besar muncul di Taman Eden ketika Iblis memasuki tubuh ular dan meyakinkan Adam dan Hawa untuk tidak menaati Firman Allah dan menganut dusta-­Nya. Begitu manusia melakukan hal ini, kita menyerahkan diri kita kepada tuan tanah baru yang bernama Iblis. Kita bukan hanya menyerahkan diri kita, tetapi kita juga menyerahkan segala sesuatu yang berada dalam kekuasaan kita. Seluruh keturunan manusia, termasuk seluruh alam juga, sekarang berada dalam kekuasaan si jahat. Pergeseran kuantum kepada tuan tanah yang baru ini menjelaskan perjumpaan yang nantinya terjadi antara Iblis dan Yesus. Iblis membawa Yesus ke gunung yang tinggi dan menunjukkan kepada-­ Nya semua kerajaan dunia ini. Iblis menawarkan, “Segala kuasa itu serta kemuliaannya (seluruh kemegahan, kecemerlangan, keunggulan, kehormatan, dan keindahannya) akan kuberikan kepada-­Mu, sebab semuanya itu telah diserahkan kepadaku dan aku memberikannya kepada siapa saja yang kukehendaki” (Lukas 4:6, AMP). Kapan seluruh kerajaan dunia “diserahkan” kepada Iblis? Itu terjadi di Taman Eden ribuan tahun sebelumnya ketika Adam menyerahkan hak untuk memerintah bumi yang telah dipercayakan Allah kepada-­ Nya. Apa yang semula Allah berikan kepada manusia sekarang berada di tangan musuh bebuyutan-­Nya. Itulah sebabnya Kitab Suci menyatakan, “Kita tahu [secara pasti], bahwa kita berasal dari Allah dan seluruh dunia [di sekitar kita] berada di bawah kuasa si jahat” (1 Yohanes 5:19, AMP) 7DN.HQDO0HQ\HUDK RENCANA PENGAMBILALIHAN KEMBALI Allah rindu untuk mengembalikan ke tangan manusia hak yang telah dilepaskan Adam itu. Akan tetapi, Dia tidak dapat datang sebagai Allah dan merebutnya kembali begitu saja, karena Allah tidak dapat menarik kembali otoritas yang diberikan-­Nya dan yang telah secara sah dilepaskan oleh Adam. Karena manusia yang menghilangkannya, maka Manusia pula yang harus memulihkannya. Itulah sebabnya Yesus harus datang sebagai “Anak Manusia.” Dia lahir dari seorang perempuan, menjadikan-­Nya 100 persen manusia. Dia dikandung oleh Roh Kudus, menjadikan-­Nya 100 persen Allah (dan karena itu bebas dari kutuk dosa). Akan tetapi, Kitab Suci dengan jelas menyatakan, “Ketika tiba waktunya, Dia [Yesus] menanggalkan keistimewaan-­Nya sebagai Allah dan mengenakan status seorang budak, menjadi manusia!” (Filipi 2:7, MSG). Meskipun Dia adalah Allah, Dia menanggalkan keilahian-­ Nya dan hidup di bumi sebagai manusia. Yesus hidup dengan sepenuhnya taat kepada Bapa. Karena ketidakberdosaan-­Nya dan kerelaan-­Nya untuk mati di kayu salib, Dia mampu menebus kembali dengan darah-­Nya apa yang telah dihilangkan oleh Adam. Kitab Suci mengatakan “Ia telah melucuti pemerintah-­pemerintah dan penguasa-­penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-­Nya atas mereka” (Kolose 2:15). Sekarang hanya Dia yang memiliki otoritas yang telah dilepaskan Adam. Itulah sebabnya Dia menyatakan dengan jelas, “Kepada-­Ku telah diberikan segala kuasa [segala wewenang untuk memerintah] di surga dan di bumi” (Matius 28:18). Suatu hari Dia akan kembali dan memulihkan seluruh alam seperti keadaannya sebelum kejatuhan Adam ke dalam dosa di Taman Eden. Seperti ditulis rasul Paulus, Karena seluruh makhluk (alam) telah ditaklukkan kepada kesia-­ siaan (dibiarkan telantar, terkutuk mengalami kehancuran), bukan oleh kesalahannya sendiri, tetapi... akan dimerdekakan dari perbudakan kerusakan dan kebinasaan [dan mendapatkan kesempatan untuk masuk] ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-­anak Allah” (Roma 8:20-­21, AMP). $ODPPDVLKWXQGXNSDGDNHVLDVLDDQWXEXKÀVLNNLWDPDVLKPHQXD GDQ PDWL GXQLD ÀVLN PDVLK WHWDS UXVDN GDQ PHPEXVXN KHZDQ OLDU masih memburu dan memangsa binatang yang lebih lemah, ular masih memiliki racun, penyakit masih merajalela, dan badai topan dan puting 0HPHULQWDK'DODP+LGXS beliung masih merusak. Akan tetapi, ada Satu Pribadi yang memiliki otoritas atas itu semua dan dapat membalikkan keadaan, dan Pribadi itu adalah Kristus. SIAPAKAH KRISTUS? Jadi sekarang pertanyaan yang muncul adalah, Siapakah Kristus? Di sinilah pikiran yang belum diperbarui kembali mencuri hak milik anak-­anak Allah. Ketika banyak orang berpikir tentang Kristus, mereka hanya berpikir tentang Yesus Kristus, nyaris seakan-­akan Kristus adalah nama belakang-­Nya. Orang-­orang yang tulus ini hanya memikirkam Raja Agung kita yang mati di kayu salib dan dibangkitkan. Ya, nama Kristus memang mengacu pada Tuhan dan Juruselamat kita, namun mari kita periksa apa yang dikatakan Firman Allah. Paulus mengatakan, “Saudara sekalian bersama-­sama merupakan tubuh Kristus dan masing-­masing merupakan bagian yang khusus dan penting” (1 Korintus 12:27, FAYH). Kita orang-­orang percaya, bersama-­ sama, adalah tubuh Kristus. Kita masing-­masing adalah “anggota tubuh” yang vital. Yesus adalah kepala, kita tubuh-­Nya;; sesederhana itu! Secara pribadi, Anda memiliki sebuah kepala di atas pundak Anda, namun Anda juga memiliki dua tangan, dua kaki, dua lutut, dua lengan, dada, perut, hati, dua ginjal, dan seterusnya. Ketika Anda memikirkan diri Anda, apakah Anda menganggap kepala Anda terpisah dan berbeda dari tubuh Anda? Apakah Anda akan menyebut kepala Anda dengan suatu nama dan tubuh Anda dengan nama lain? Tentu saja tidak. Anda satu sosok—satu pribadi. Jika Anda melihat kepala saya, Anda menyebutnya John Bevere. Jika kepala saya untuk sementara tertutup, dan Anda hanya melihat tubuh saya, Anda masih akan menyebutnya sebagai John Bevere. Kepala dan tubuh saya itu satu. Begitu juga, kepala Kristus dan tubuh-­Nya itu satu. Yesus adalah kepala, dan kita bagian tubuh-­Nya yang berbeda-­beda, maka kita adalah satu di dalam Kristus. Jadi, ketika Anda membaca Kristus di dalam Perjanjian Baru, Anda perlu melihatnya bukan hanya sebagai Dia yang mati di kayu salib, tetapi juga diri Anda sendiri. Itulah sebabnya Kitab Suci berkata, “Sebab Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, mereka semua berasal dari Satu” (Ibrani 2:11). Yesus sendiri berdoa, “Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-­orang, yang percaya kepada-­Ku oleh pemberitaan 7DN.HQDO0HQ\HUDK mereka;; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita” (Yohanes 17:20-­21). Anda menjadi satu dengan Yesus. Sungguh-­sungguh, satu! Agar Anda dapat benar-­benar yakin bahwa saya tidak mengambil satu atau dua ayat di luar konteksnya, saya akan secara cepat membagikan beberapa ayat lain yang akan meneguhkan iman dan pemahaman Anda akan prinsip yang menggairahkan ini. Saya meminta Anda untuk membaca dengan saksama dan merenungkan ayat-­ayat ini seolah-­olah Anda belum pernah membacanya: Petrus menulis bahwa kita telah dilahirkan kembali oleh Firman Allah sehingga kita dapat “mengambil bagian GDODPNRGUDWLODKLµ3HWUXV3HWUXV'HÀQLVLNDWD kodrat adalah “kualitas atau karakter bawaan atau pokok seseorang.” Anda dan saya memiliki kualitas pokok yang sama dengan Yesus, persis seperti tangan saya memiliki susunan genetika yang sama dengan kepala saya karena saya adalah satu, bukan dua, orang manusia. Rasul Yohanes menulis, “Karena dari kepenuhan-­Nya kita semua telah menerima” (Yohanes 1:16). Apakah Anda memperhatikan kata kepenuhan? Ketika kita memadukan perkataan Yohanes dan perkataan Petrus, kita mendapatkan bahwa kita telah menerima kepenuhan kualitas pokok atau susunan genetika rohani Kristus. Lebih lanjut, dalam surat pertamanya, Yohanes menulis, “Sama seperti Dia [Yesus], kita juga ada di dalam dunia ini” (1 Yohanes 4:17). Ia tidak mengacu pada kehidupan yang akan datang dalam ayat ini. Tidak, ia menulisnya dalam kala waktu saat ini: Sama seperti Yesus hidup saat ini, demikian pula hidup kita saat ini. Persis sebagaimana adanya Yesus, demikian pula adanya kita—saat ini juga, hari ini! Paulus menulis, “Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus?” (1 Korintus 6:15). Caranya menyatakan hal ini menyiratkan bahwa pengetahuan ini seharusnya merupakan sesuatu yang mendasar bagi kita. Apakah Anda tidak menyadari realitas pokok ini? Apakah kita sebagai gereja benar-­benar memercayai perkataan ini? 0HPHULQWDK'DODP+LGXS OTORITAS KRISTUS Sekarang setelah kita tahu bahwa kita adalah bagian dari Kristus, marilah kita melihat apa arti pewahyuan ini sehubungan dengan taraf kekuasaan dan otoritas yang kita miliki di dalam Dia. Dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, Paulus berdoa dengan sungguh-­sungguh agar setiap pengikut Kristus memahami “betapa tak terukur dan tak terbatas dan dahsyat keagungan kuasa-­Nya” (Efesus 1:19, AMP). Kata-­kata yang sangat jelas! Kata-­kata yang menyiratkan keagungan yang hebat! Apakah Anda sepakat bahwa Tuhan yang mulia itu memiliki kekuasaan yang tidak terukur dan tidak terbatas? Apakah Anda meneguhkan bahwa kuasa-­Nya melampaui setiap keagungan, setiap otoritas lain, dan setiap kuasa lain yang ada di alam semesta ini? Saya yakin Anda akan mendukung pendirian ini tanpa ragu-­ragu. Akan tetapi, akankah Anda menerapkan pernyataan yang persis sama dengan itu pada diri Anda sendiri? Lebih penting lagi, akankah Anda sungguh-­sungguh memercayainya? Jika tidak, Anda secara tidak sengaja memisahkan diri Anda dari Kristus. Apakah Anda anggota dari tubuh yang berbeda? Apakah Anda bukan anggota dari Kristus, anggota dari tubuh-­Nya? Anda mungkin berpikir, John Bevere, sekarang kau sudah melangkah terlalu jauh! Namun benarkah? Untuk melihat bahwa saya tidak berlebihan, mari kita lanjutkan dengan membaca frasa berikutnya dalam ayat di atas, “betapa tak terukur dan tak terbatas dan dahsyat keagungan kuasa-­Nya di dalam dan bagi kita yang percaya” (Efesus 1:19, AMP). Paulus selalu mengacu pada kita. Mengapa? Sebagai orang yang percaya kepada Kristus, Anda adalah bagian dari Kristus. Karena itu, kuasa dahsyat yang Kristus miliki, Anda pun memilikinya! “Sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini.” Apakah Anda mempersilakan pernyataan ini meresap ke dalam hati Anda? 'HQJDQ PDVLK PHQJJXQDNDQ WHUMHPDKDQ $PSOLÀHG %LEOH PDUL kita teruskan membahas doa Paulus bagi kita dalam kitab Efesus: yang dinyatakan-­Nya di dalam kekuatan-­Nya yang perkasa, yang dikerjakan-­Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-­Nya di surga. (Efesus 1:20) Apakah Anda percaya bahwa Tuhan Yesus Kristus disalibkan, mati, dikuburkan, dibangkitkan dari antara orang mati, dan sekarang 7DN.HQDO0HQ\HUDK didudukkan di tempat otoritas tertinggi? Jika Anda orang Kristen yang sejati, Anda pasti percaya. Tetapi apakah Anda memercayainya semuanya ini sehubungan dengan diri Anda sendiri? Kemungkinan besar kebanyakan orang percaya tidak memandang diri mereka seperti itu. Tetapi Paulus menulis, Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis [dibenamkan] dalam Kristus, telah dibaptis [dibenamkan] dalam kematian-­Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-­sama dengan Dia oleh baptisan [pembenaman] dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru. (Roma 6:3-­4) Perhatikan bahwa ayat ini tidak mengacu pada tindakan baptis air, melainkan “pembenaman” kita ke dalam tubuh Kristus oleh Roh Allah ketika kita dilahirkan kembali (lihat 1 Korintus 12:13). Kita adalah tubuh Kristus;; karena itu, pada saat kita dibenamkan di dalam Dia, sejarah kita berubah. Kita mati bersama dengan Dia, kita dikuburkan bersama dengan Dia, kita dibangkitkan bersama dengan Dia, dan, sebagai ciptaan yang sepenuhnya baru, kita hidup sebagaimana Dia hidup! Sekali lagi, “Sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini.” Kita ada di dalam Kristus! Kita adalah Kristus! Kita adalah tubuh-­Nya! Kita menjadi satu dengan Dia! Menurut Efesus 1:20, karena kita bagian dari Kristus, kita sekarang ikut duduk memerintah. Nyatanya, itu tempat berotoritas tertinggi di seluruh alam semesta, hanya di bawah Allah Bapa. Yesus berkata, “Kepada-­Ku telah diberikan segala kuasa [segala wewenang untuk memerintah] di sorga dan di bumi” (Matius 28:18). Paulus melanjutkan, Jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-­tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang. (Efesus 1:21) Apakah Anda percaya bahwa Tuhan Yesus duduk jauh lebih tinggi dari semua pemerintah, penguasa, dan kekuasaan di dunia ini dan di alam semesta? Sebagai orang Kristen, tentu saja Anda memercayainya. Namun saya bertanya lagi: Apakah Anda memercayainya sehubungan dengan diri Anda sendiri? Anda mungkin tidak memandang diri Anda 0HPHULQWDK'DODP+LGXS seperti itu. Kemungkinan besar Anda bahkan tidak memercayai realitas ini. Jika demikian, Anda kembali memisahkan diri Anda dari Kristus dalam pemikiran atau kepercayaan Anda. Apakah Anda anggota dari tubuh yang berbeda? Tidak, Anda bagian dari Kristus! Dengarkah baik-­ baik peneguhan Paulus akan hal ini: Dan segala sesuatu telah diletakkan-­Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-­Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada. Jemaat yang adalah tubuh-­Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu. (Efesus 1:22-­23) Kita adalah tubuh-­Nya, kepenuhan Yesus Kristus, sepenuhnya satu dengan Dia. Paulus menyatakan bahwa segala sesuatu telah diletakkan di bawah kaki-­Nya. Jika Anda adalah bagian dari tubuh Kristus yang kebetulan adalah jempol kaki, Anda masih jauh di atas—bukan sekadar sedikit di atas—semua pemerintah, penguasa, dan kekuasaan di bumi dan di bawah bumi. Di dalam Kristus, karena kita bagian dari otoritas Anda telah dipulihkan dan bahkan dijadikan lebih besar daripada Kristus, kita sekarang ikut yang telah dihilangkan oleh Adam. duduk memerintah Kemungkinan besar Allah sudah melihat bahwa kita akan kesulitan memahami betapa agungnya realitas ini, maka Dia mengilhami Paulus untuk menguraikannya sejelas mungkin dalam pasal kedua kitab Efesus. Dia tidak menginginkan kita ragu-­ragu. Ingatlah bahwa pasal dan ayat baru ditambahkan kemudian— ini satu surat panjang dengan pemikiran yang berkelanjutan: Dan di dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-­sama dengan Dia di surga. (Efesus 2:6) Kepala tidak terpisahkan dari tubuh. Kita semua bersama-­sama, duduk memegang pemerintahan, otoritas, dan kekuasaan di surga. Dengan kata lain, kita berada di tempat yang lebih tinggi dari kekuasaan apa pun yang ada di bumi ini—bahkan, jauh lebih tinggi! Tidak ada satu roh jahat pun, malaikat yang jatuh, atau bahkan Iblis sendiri yang memiliki kekuasaan atau otoritas atas kita. Kita 7DN.HQDO0HQ\HUDK memerintah di tempat tertinggi karena kedudukan dan otoritas kita di dalam Kristus! Haleluya! MEMERINTAH DI DALAM HIDUP Setelah menyoroti kebenaran tadi, mari kita melihat kembali pada ayat Alkitab yang kita kutip pada bagian awal bab ini. Melalui Dia, Allah melimpahkan rahmat-­Nya kepada begitu banyak orang, dan dengan cuma-­cuma memungkinkan mereka berbaik kembali dengan Allah;; mereka akan berkuasa di dunia ini melalui Kristus. (Roma 5:17, BIS) Pusatkan perhatian sejenak pada frasa “berkuasa di dunia ini melalui Kristus.” Sebagai anggota tubuh Kristus, kita harus berkuasa atas semua perlawanan terhadap kehidupan dan kesalehan. Karena kitalah orang-­orang yang harus memerintah di muka bumi ini, jika keadaan tidak beres dan tetap tidak beres, bukankah itu karena kita melepaskan atau tidak menjalankan otoritas kita? Sekian tahun lalu pendeta saya mengumumkan kepada jemaat kami yang besar bahwa saya akan masuk ke dalam pelayanan khotbah. Beberapa hari kemudian, seorang hamba Tuhan yang sudah tua PHQGHNDWL LVWUL VD\D GDQ EHUNDWD ´/LVD VD\D PHPLOLNL ÀUPDQ GDUL Allah untuk suamimu.” Kami masih sangat muda dan penuh gairah untuk bertumbuh dan belajar (dan sampai saat ini pun masih demikian). Lisa PHQMDZDE ´%HULWDKXNDQODK NHSDGD VD\D ÀUPDQ LWX GDQ VD\D DNDQ menyampaikannya pada John.” Hamba Tuhan itu berkata, “Katakan kepada John bahwa jika ia tidak berjalan dalam otoritas yang ditetapkan Allah baginya, ada orang lain yang akan mengambilnya dan menggunakannya untuk melawannya.” Ketika Lisa menyampaikannya kepada saya, perkataan itu menikam diri saya seperti pedang cahaya mengiris hati saya. Dan selama bertahun-­tahun saya telah menyaksikan betapa benar perkataannya itu—bukan hanya bagi saya, tetapi juga bagi setiap orang yang berada di dalam Kristus. Saya kerap berduka saat menyaksikan banyak orang yang sungguh-­sungguh mengasihi Allah, namun terikat pada, dan 0HPHULQWDK'DODP+LGXS dikontrol oleh, kekuatan dan situasi yang berlawanan. Tuhan kita Yesus sudah membayar harga yang begitu mahal untuk membebaskan mereka, namun mereka masih berada dalam perhambaan. Cuaca yang buruk, bencana alam, penyakit, pengaruh roh jahat, keadaan yang berlawanan—daftarnya tak berkesudahan. Kekuatan ini mengontrol dan mendominasi orang-­orang baik yang sebenarnya adalah raja-­raja dan ratu-­ratu di dalam hidup ini, namun yang tidak memahami siapa sebenarnya diri mereka di dalam Kristus. Jika Anda termasuk orang yang dikuasai dan bukannya berkuasa, maka saya membawa kabar baik. Jika Anda bersedia menerima dalam hati Firman Allah yang telah dipaparkan dalam bab ini, kehidupan Anda akan mulai berubah. Anda sekarang mengetahui kekuasaan dan otoritas yang Anda miliki untuk menolong mereka yang bodoh atau tidak berdaya;; Anda sekarang dapat membawa kehidupan baik kerajaan Allah bagi mereka yang memerlukannya. Rasul Yohanes dengan tegas menyatakan kepada kita semua yang menjadi anggota dari tubuh Kristus, “Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup” (1 Yohanes 2:6). Yesus telah menyatakan hal ini ketika Dia berkata, “Seperti Bapa mengutus Aku, begitu juga Aku mengutus kalian” (Yohanes 20:21). Seperti Yesus memerintah, maka Dia juga menginginkan kita memerintah. Ketika badai datang untuk menghancurkan Yesus dan pengikut-­Nya, Dia berbicara kepada angin dan laut, dan mereka menaati Dia. Ketika Dia memerlukan makanan bagi orang banyak di padang gurun, Dia melipatgandakan sedikit makanan yang mereka miliki dan memberi makan ribuan orang, dengan sisa melebihi yang semula mereka miliki. Ketika Dia tidak mendapatkan perahu dan perlu menyeberangi danau, Dia berjalan di atas air. Ketika persediaan anggur hampir habis dalam pernikahan, Dia mengubah air menjadi anggur. Dia menyebabkan sebatang pohon ara mengering dan mati dengan ucapan mulut-­Nya. Dia memulihkan telinga seorang prajurit yang putus karena tikaman pedang. Dia menahirkan mereka yang sakit, mencelikkan mata orang buta, membuat orang tuli mendengar, dan orang lumpuh berjalan. Tidak ada satu pun tantangan dari dunia ini yang sebanding dengan Dia yang memerintah dalam hidup ini. Orang yang digerakkan roh jahat tidak membuatnya ketakutan;; Dia memiliki jawaban menangkis setiap perkataan mereka yang menyerang. Para penguasa jahat tidak dapat menangkapnya. Kerumunan orang yang marah tidak dapat mendorongnya ke dalam jurang;; Dia berjalan 7DN.HQDO0HQ\HUDK begitu saja menghindari mereka. Orang yang kerasukan setan tidak menggentarkan Dia;; Dia malah membebaskannya. Daftar ini nyaris tak berkesudahan, karena seperti disimpulkan Yohanes pada akhir catatannya tentang kehidupan Yesus, “Masih banyak lagi keajaiban-­ keajaiban lain yang dibuat Yesus di depan pengikut-­pengikut-­Nya, tetapi tidak ditulis di dalam buku ini.... Andaikata semuanya itu ditulis satu per satu, saya rasa tak ada cukup tempat di seluruh bumi untuk memuat semua buku yang akan ditulis itu” (Yohanes 20:30;; 21:25). Yesus Kristus memerintah di dalam hidup ini. Dia memerintah atas perlawanan dan pencobaan. Dia mendatangkan surga ke bumi. Dia menetapkan standar untuk kita ikuti. Dan Dia mengharapkan kita untuk melakukan perkara yang lebih besar lagi: “Dengan sesungguhnya Aku berkata, seseorang yang percaya kepada-­Ku akan melakukan mukjizat-­ mukjizat yang sama seperti yang telah Aku lakukan, malahan lebih besar lagi, sebab Aku akan pergi kepada Bapa” (Yohanes 14:12, FAYH). Hal ini membawa kita ke pertanyaan logis berikutnya. Bagaimana kita memerintah di dalam hidup ini? Dari mana datangnya kuasa untuk itu? 3 sumber kuasa Melalui Dia, Allah melimpahkan rahmat-­Nya kepada begitu banyak orang, dan dengan cuma-­cuma memungkinkan mereka berbaik kembali dengan Allah;; mereka akan berkuasa di dunia ini melalui Kristus. ROMA 5:17 (BIS) K ita telah belajar bahwa kita ditentukan untuk memerintah di dalam hidup ini sebagai raja dan ratu. Kehidupan di dunia ini seharusnya tidak menguasai kita;; kitalah yang harus menguasainya. Pertanyaan logis berikutnya adalah, Apakah saya memiliki kekuasaan atau kemampuan untuk melakukannya? Baiklah, coba kita perhatikan Chihuahua dan beruang grizzly. Chihuahua adalah anjing kecil yang suka menyalak. Mereka gigih dan tak kenal menyerah. Pernah Anda bertemu dengan Chihuahua yang keras kepala? Ia akan mendengking dan menyalak tanpa henti untuk menyuruh Anda keluar dari wilayah kekuasaannya. Ia mungkin nekad menggigit pergelangan kaki Anda. Jika Anda mengusirnya secara sambil lalu, ia akan berjuang pantang mundur untuk menguasai Anda. Namun, kalau Anda sudah jengkel dengan perilaku anjing itu, Anda hanya perlu menendangnya dengan kuat dan menghardiknya dengan keras. Tak ayal si Chihuahua akan terkaing-­kaing menjauh, kalah karena ketakutan dan dipermalukan. Kenapa? Anjing kecil itu tidak memiliki kekuasaan atas orang yang sudah dewasa. Sebaliknya, jika beruang grizzly dewasa memiliki tekad yang sama untuk menghabisi Anda dan Anda kebetulan tidak membawa senapan yang kuat, Anda terancam bahaya besar. Beruang itu dapat dengan 7DN.HQDO0HQ\HUDK mudah mengalahkan dan menghabisi nyawa Anda. Kita sudah tahu, ada kekuatan yang tidak menginginkan kita menyelesaikan pertandingan dengan baik. Saat kita melawan mereka, bagaimana kita tahu bahwa kita memiliki kekuatan untuk melawan mereka? Saat berhadapan dengan musuh supernatural ini, kita seperti Chihuahua atau beruang grizzly? Dari mana sumber kuasa untuk memerintah itu? Jawabannya juga terdapat dalam Roma 5:17: Kita mampu memerintah karena “kelimpahan kasih karunia.” (Buku saya Extraordinary menjelaskan secara mendetail arti kasih karunia atau anugerah ini, maka di sini saya hanya akan membahas poin-­poin yang paling penting.) KESALAHPAHAMAN YANG MENCEMASKAN Menurut saya, terjadi kesalahpahaman yang besar—sungguh-­sungguh besar—tentang “anugerah yang berlimpah-­limpah” di kalangan orang injili di Amerika. Pada 2009 pelayanan kami mengadakan survei di seluruh Amerika. Kami bertanya pada ribuan pengikut Kristus yang lahir baru, percaya Alkitab, dan setia ke gereja setiap Minggu pagi dari berbagai denominasi dan jemaat independen. Survei itu meminta mereka untuk ´PHPEHULNDQWLJDDWDXOHELKGHÀQLVLDWDXGHVNULSVLWHQWDQJDQXJHUDK $OODKµ 6HEDJLDQ EHVDU UHVSRQGHQ PHQGHÀQLVLNDQ DQXJHUDK $OODK sebagai (1) keselamatan;; (2) karunia yang diberikan bukan karena kebaikan kita;; dan (3) pengampunan dosa. Saya sangat senang orang Kristen Amerika memahami bahwa kita diselamatkan oleh anugerah dan hanya oleh anugerah. Keselamatan bukan terjadi karena kita diperciki dengan air, menjadi anggota gereja tertentu, mematuhi hukum-­hukum agama, atau melakukan perbuatan baik yang lebih banyak dari perbuatan buruk. Efesus 2:8-­9 dengan jelas menyatakan, “Sebab karena anugerah kamu diselamatkan oleh iman;; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu, supaya tidak ada orang yang memegahkan diri.” Sungguh menenteramkan mengetahui bahwa orang Kristen injili memahami dengan baik bahwa anugerah Allah tidak dapat diperoleh karena kebaikan manusia, melainkan hanya dapat diterima melalui iman kepada karya penebusan Yesus Kristus di kayu salib. 6XPEHU.XDVD Sungguh tragis, banyak orang yang berniat baik berusaha mendapatkan kemurahan Allah dengan usahanya sendiri. Saya menyaksikan banyak situasi memilukan di mana orang-­orang mengandalkan perbuatan atau perilaku mereka sendiri untuk berhubungan baik dengan Allah. Sungguh tragis, banyak Tidak peduli betapa pun baiknya Anda orang yang berniat baik menurut pandangan masyarakat, berusaha mendapatkan Efesus 2:8-­9 menegaskan bahwa Anda kemurahan Allah tidak mungkin menyelamatkan diri sendiri dari penghakiman yang akan menimpa manusia dengan usaha Anda sendiri. Keselamatan hanya diterima melalui iman, karena itu pemberian Allah kepada kita melalui kematian dan kebangkitan Anak-­ Nya. Tragis pula mengamati mereka yang sudah menerima, dengan iman, karunia keselamatan kekal dari Allah, namun kemudian terus hidup seolah-­olah mereka dapat memperoleh anugerah-­Nya secara berkelanjutan dengan perbuatan baik mereka sendiri. Orang percaya ini merasa mereka harus berdoa lebih lama, berpuasa lebih sering, dan melakukan lebih banyak perbuatan amal atau pelayanan Kristen lainnya. “Aku menduga kamu tidak pernah berniat melakukannya, tetapi inilah yang terjadi. Ketika kamu berusaha hidup dengan rencana dan proyek agamawimu sendiri, kamu terlepas dari Kristus, kamu hidup di luar anugerah” (Galatia 5:4, MSG). Sungguh menyedihkan melihat banyak orang Kristen yang berniat baik terjebak ke dalam perangkap ini saat ini. Survei itu juga menunjukkan bahwa, pada umumnya, orang Kristen A.S. tahu bahwa oleh anugerah Allahlah dosa mereka dihapuskan. Efesus 1:7 meneguhkan kebenaran yang luar biasa ini: “Sebab di dalam Dia kita beroleh penebusan oleh darah-­Nya, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan anugerah-­Nya.” Dosa kita dihapuskan selama-­ lamanya oleh karunia Allah yang cuma-­cuma. Puji Tuhan! Jadi, kebanyakan orang percaya Amerika tampaknya tertanam dengan baik dalam kebenaran dasar bahwa anugerah Allah itu mencakup keselamatan, pengampunan dosa, dan bukan kita dapatkan karena kebaikan kita. Para pelayanan Injil tampaknya sudah berhasil dengan baik dalam menekankan area-­area penting ini, dan saya yakin Allah sangat senang akan hal itu. Lalu, muncullah suatu tragedi yang terungkap dalam survei 7DN.HQDO0HQ\HUDK itu. Hanya 2 persen dari ribuan responden itu yang percaya bahwa “anugerah adalah pelimpahan kuasa dari Allah.” Padahal, seperti itulah sejatinya Allah menguraikan anugerah-­Nya: Cukuplah anugerah-­Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-­Ku menjadi sempurna. (2 Korintus 12:9) Jika Anda membaca Alkitab dalam edisi yang menggunakan huruf merah untuk semua perkataan Yesus dan huruf hitam untuk kalimat-­ kalimat lainnya, kata-­kata di atas tidak dicetak dengan huruf hitam. Kata-­kata itu dicetak dengan huruf merah. Jadi, meskipun kata-­kata itu ditulis oleh rasul Paulus, itu bukan kata-­katanya—itu ucapan langsung 7XKDQ VHQGLUL $OODK PHQGHÀQLVLNDQ DQXJHUDK VHEDJDL SHOLPSDKDQ kuasa-­Nya. Namun, menurut survei, hanya 2 persen orang Kristen A.S. yang mengetahui dan memahaminya. (Angka sesungguhnya adalah 1,9 persen. Itu berarti kurang dari dua dari setiap 100 orang percaya! $OODKNLWD\DQJ0DKDNXDVDGDQ3HUNDVDPHQGHÀQLVLNDQDQXJHUDK1\D sebagai pelimpahan kuasa-­Nya, namun kurang dari dua dari setiap 100 orang Kristen mengetahuinya. Sungguh mencemaskan!) PELIMPAHAN KUASA MELALUI ANUGERAH Kata kelemahan, yang digunakan dalam 2 Korintus 12:9, berarti “ketidakmampuan.” Allah mengatakan, “Kuasa-­Ku (anugerah-­Ku) optimal dalam hidupmu ketika engkau menghadapi situasi yang tidak mampu kamu tangani dengan kekuatanmu sendiri.” Pengertian ini tampak dalam komentar Paulus terhadap orang-­orang percaya di Makedonia: “Saudara-­saudara, kami hendak memberitahukan kepada kamu tentang anugerah yang diberikan kepada jemaat-­jemaat di Makedonia.... Aku bersaksi bahwa mereka telah memberi menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka.” Anugerah Allah memampukan orang-­orang Kristen di Makedonia untuk memberi melampaui kemampuan mereka. Itulah anugerah— pelimpahan kuasa dari Allah. Sebelumnya, Paulus menulis di surat yang sama, “Hubungan kami dengan kamu, dikuasai oleh ketulusan dan kemurnian dari Allah bukan oleh hikmat duniawi, tetapi oleh kekuatan anugerah Allah” (2 Korintus 1:12). Kembali, anugerah mengacu pada pelimpahan kuasa dari Allah. 3HWUXVMXJDPHQGHÀQLVLNDQDQXJHUDK$OODKVHSHUWLLWX´$QXJHUDK 6XPEHU.XDVD dan damai sejahtera melimpahi kamu.... Kuasa ilahi-­Nya [anugerah] telah menganugerahkan kepada kita segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh” (2 Petrus 1:2-­3). Sekali lagi, anugerah mengacu pada “kuasa ilahi-­Nya.” Petrus mengatakan bahwa segala sesuatu yang kita perlukan untuk hidup menurut kehendak Allah sudah tersedia melalui pelimpahan anugerah-­Nya, yang kita terima dengan iman. Mari kita memeriksanya dalam bahasa Yunani. Kata yang paling sering digunakan untuk anugerah dalam Perjanjian Baru adalah charis, yang oleh James Strong, dalam Exhaustive Concordance of the Bible \DQJ VDQJDW EHUSHQJDUXK GLGHÀQLVLNDQ VHEDJDL ´NDUXQLD PDQIDDW kemurahan hati;; keramahan;; kedermawanan.” Jika Anda memadukan GHÀQLVL DZDO LQL GHQJD D\DWD\DW WHUSLOLK GDUL NLWDE 5RPD *DODWLD dan Efesus, Anda dapat menlihat dengan jelas aspek anugerah yang dipahami dengan baik oleh sebagian besar orang Kristen Amerika. 1DPXQ6WURQJWLGDNEHUKHQWLGLVLWX,DPHQGHÀQLVLNDQDQXJHUDKOHELK lanjut sebagai “pengaruh ilahi pada hati kita, dan pancarannya dalam kehidupan ini.” 'DULGHÀQLVLLQLNLWDPHOLKDWEDKZDDGDSDQFDUDQODKLULDKGDULDSD yang berlangsung di dalam hati, yang menggarisbawahi pelimpahan kuasa melalui anugerah. Alkitab mencatat bahwa ketika Barnabas tiba di jemaat Antiokhia “dan melihat anugerah Allah, bersukacitalah ia” (Kisah Para Rasul 11:23). Ia tidak mendengar tentang anugerah;; ia melihat buktinya. Ia melihat perlimpahan kuasa pada hati yang terpancar dalam cara hidup orang-­orang itu. Itulah sebabnya Yakobus menulis, “Tunjukkanlah kepadaku imanmu [anugerah] itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku [anugerah] dari perbuatan-­perbuatanku” (Yakobus 2:18). Saya menyisipkan kata anugerah untuk iman karena dengan imanlah kita masuk ke dalam anugerah Allah (lihat Roma 5:2). Yakobus mengatakan, “Tunjukkan padaku bukti pelimpahan kuasa ilahi, yang merupakan bukti sejati bahwa kamu sudah benar-­benar menerima anugerah melalui iman.” Encyclopedia of Bible Words terbitan Zondervan menguraikan charis sebagai berikut: “Anugerah ini adalah kekuatan dinamis yang bukan sekadar memengaruhi hubungan kita dengan Allah dengan menjadikan kita benar di hadapan-­Nya. Anugerah juga memengaruhi pengalaman kita. Anugerah selalu ditandai oleh karya Allah yang memampukan kita dari dalam hati untuk mengatasi ketidakberdayaan kita.” Setelah membaca dengan saksama setiap ayat di dalam Perjanjian Baru yang membahas anugerah, setelah berjam-­jam mempelajari setiap 7DN.HQDO0HQ\HUDK kamus bahasa Yunani yang dapat saya temukan, dan setelah berbicara GHQJDQRUDQJRUDQJ\DQJIDVLKEHUEDKDVD<XQDQLGHÀQLVLULQJNDVVD\D secara pribadi untuk anugerah adalah sebagai berikut: Anugerah adalah pelimpahan kuasa secara cuma-­cuma dari Allah yang memampukan kita untuk melakukan sesuatu melampaui kemampuan kita. MENGAPA BEGITU TRAGIS? Mengapa begitu tragis bahwa hanya 2 persen orang Kristen di A.S. yang memahami pelimpahan kuasa Allah melalui anugerah? Saya akan PHPEHULNDQLOXVWUDVLGHQJDQVNHQDULRÀNWLI Katakanlah kita melakukan suatu penelitian dan menemukan suku kecil yang tinggal di daerah bersemak-­semak di dekat garis khatulistiwa di Afrika. Kita menemukan bahwa suku ini harus berjalan dua mil setiap hari untuk mendapatkan air segar dari mata air terdekat. Kemudian mereka harus membawa air itu ke perkemahan untuk menyediakan air segar bagi suku mereka. Ketika penduduk memerlukan makanan, binatang tidak muncul begitu saja di perkemahan dan berkata, “Aku siap menjadi makan malam kalian;; tombaklah aku.” Tidak. Para pria suku itu harus pergi untuk berburu binatang. Kadang-­kadang setelah membunuh banteng liar atau rusa, mereka harus mengangkut binatang yang berat itu sejauh delapan mil ke perkemahan kecil mereka. Setiap kali mereka memerlukan hal-­hal yang tidak tersedia di desa itu, mereka harus berjalan lebih dari tiga puluh lima mil ke desa terdekat untuk membeli atau menukarkan barang, dan kemudian membawanya kembali ke perkemahan. Setelah mengetahui keadaan tersebut, kita memutuskan untuk memberi mereka hadiah. Ya, kita akan bermurah hati pada mereka dengan memberikan secara ramah dan dermawan sesuatu yang EHUPDQIDDW EDJL PHUHND VHSHUWL GHÀQLVL DQXJHUDK ROHK 6WURQJ .LWD memutuskan untuk membelikan Land Rover baru bagi mereka. Kita membeli kendaraan itu, mengirimkannya dengan kapal ke Afrika, dan kemudian mengendarainya sendiri sampai ke desa mereka. Setelah memarkirnya di dekat situ, kita masuk ke desa mereka, menemui kepala suku dan rakyatnya, dan mengajak mereka melihat 6XPEHU.XDVD Land Rover itu. Dengan tersenyum lebar kita berkata, “Ini hadiah dari kami untuk kalian!” Kita mengundang kepala suku untuk duduk di kursi penumpang di depan. Salah satu dari kita duduk di belakang kemudi dan mulai menghidupkan mesin. Dengan gembira kita menjelaskan, “Pak, Land Rover ini sangat luar biasa! Ada AC-­nya! Jadi kalau udara di luar sangat panas, Bapak hanya perlu menekan tombol ini dan memutarnya ke angka 22 derajat Celcius, maka udara di dalam akan tetap sejuk sekalipun di luar panas menyengat.” Kita juga memberi tahu, “Land Rover ini juga ada pemanasnya. Jadi, kalau udara di luar sedang dingin, tekan tombol ini dan putar ke angka 24 derajat Celcius, dan Bapak pun akan hangat dan nyaman di dalam meskipun di luar dingin menggigilkan. “Kami juga memasang Radio Satelit XM di Land Rover ini. Bapak tahu apa gunanya? Bapak dapat mendengar siaran langsung dari seluruh dunia saat bapak berada di dalam kendaraan ini.” Anda memutar siaran langsung dari BBC Inggris—kepala suku tercengang. “Masih ada lagi, Pak,” lanjut Anda. “Kami juga memasang pemutar DVD di Land Rover ini.” Kita mengambil beberapa DVD. Kita memasukkan salah satu keping, menekan tombol Play, dan kepala suku itu tercengang ketika ia melihat layar indah berwarna memancarkan ÀOP “Dan masih ada lagi! Land Rover ini juga memiliki pemutar CD.” Kami memasukkan CD penyembahan, dan kepala suku terperangah saat kendaraan itu dipenuhi dengan musik penyembahan yang indah. Kami berdua keluar dari Land Rover, dan kepala suku bertanya, “Apa yang harus kami berikan untuk mendapatkan hadiah yang luar biasa ini?” “Tidak, bapak tidak perlu memberikan apa-­apa,” kami menenteramkannya. “Bapak tidak mungkin dapat membeli kendaraan ini dari kami. Ini pemberian cuma-­cuma kami untuk bapak dan suku bapak. Kami mengasihi kalian semua!” Kepala suku dan sukunya sangat berterima kasih. Kami pergi. Namun beberapa bulan kemudian, kami mendapati bahwa suku itu masih berjalan empat mil bolak-­balik setiap hari untuk mendapatkan air. Mereka masih harus berjalan bermil-­mil ke tempat perburuan dan membawa buruan mereka yang berat kembali ke perkemahan, dan mereka masih berjalan tiga puluh lima mil untuk mendapatkan 7DN.HQDO0HQ\HUDK kebutuhan harian di desa terdekat. Mengapa? Karena kita lupa memberi WDKXPHUHNDEDKZDGHÀQLVLIXQJVLRQDOXWDPD/DQG5RYHULWXDGDODK alat transportasi. Kita menunjukkan segala sesuatu kepada kepala suku itu kecuali satu hal yang paling penting: Land Rover ini akan membawa Anda ke mana saja dan mengangkut beban Anda. Seperti itu juga, banyak pemimpin Kristen luma memberi tahu RUDQJ.ULVWHQGL%DUDWEDKZDGHÀQLVLIXQJVLRQDOXWDPDDQXJHUDK$OODK adalah pelimpahan kuasa-­Nya. DEFINISI FUNGSIONAL UTAMA $QGDPXQJNLQPHQDQWDQJVD\D´'HÀQLVLIXQJVLRQDOXWDPDDQXJHUDK adalah pelimpahan kuasa Allah? Bagaimana Anda dapat menyimpulkan demikian?” Baru-­baru ini saya sedang berdoa, saya merasa Tuhan mengajukan pertanyaan yang menggelitik: Nak, bagaimana aku memperkenalkan anugerah di dalam kitab-­Ku, Perjanjian Baru? Karena saya sudah menulis lebih dari selusin buku, pertanyaan itu sangat berarti bagi saya. Setiap kali saya memperkenalkan suatu istilah baru dalam sebuah buku, istilah yang mungkin masih asing bagi kebanyakan pembaca, saya DNDQPHQMHODVNDQGHÀQLVLXWDPDQ\D1DQWLQ\DVD\DELVDPHQMHODVNDQ GHÀQLVLVHNXQGHUQ\DWHWDSLVDQJDWSHQWLQJXQWXNPHPEHULNDQGDIWDU GHÀQLVLXWDPDVHMDNDZDO Sebagai contoh, seandainya saya menulis surat kepada kepala suku itu untuk menjelaskan tentang Land Rover itu kepadanya, saya akan menyatakan dalam paragraf pertama, Pak kepala suku, kami memberikan kepada Anda sebuah Land Rover baru. Fungsi utamanya adalah alat transportasi. Sekarang rakyat bapak tidak perlu lagi mengangkut air yang berat di punggung mereka sejauh bermil-­mil setiap hari;; seorang warga suku dapat mengendarai mobil ini ke sana dan mengangkut air yang diperlukan. Rakyat bapak juga tidak perlu lagi mengangkut sejuah bermil-­mil daging binatang buruan;; seorang warga dapat mengendarai mobil ke tempat perburuan dan mengangkut daging buruan yang ada. Lebih jauh lagi, rakyat bapak tidak perlu berjalan tiga puluh lima mil untuk mendapatkan barang-­barang kebutuhan harian dari desa terdekat;; berkendaraan ke sana dan mengangkut barang-­barang itu hanya perlu waktu sepersepuluh dari biasanya. 6XPEHU.XDVD Sangat penting menjelaskan tujuan utama Land Rover itu sejak awal karena kepala suku dan rakyatnya belum pernah melihat kendaraan seperti itu. Baru kemudian di paragraf kedua surat itu, saya dapat menjelaskan kepadanya tentang AC dan pemanas. Saya dapat menggunakan paragraf ketiga untuk menjelaskan Radio Satelit XM, dan paragraf keempat untuk pemutar DVD dan CD. Kemudian saya menutup surat itu dengan menyatakan bahwa kendaraan itu adalah sebuah hadiah. 1DPXQVD\DDNDQPHQMHODVNDQNHSDGDQ\DGHÀQLVLIXQJVLRQDOXWDPD kendaraan itu di paragraf pertama. Dengan pengertian itu, mari kembali pada pertanyaan Tuhan pada saya: Bagaimana aku memperkenalkan anugerah di dalam kitab-­Ku, Perjanjian Baru? Saya menjawab, “Aku tidak tahu.” Saya menghidupkan komputer, membuka konkordansi Alkitab, dan menemukan bagaimana Allah memperkenalkan anugerah dalam Perjanjian Baru. Dia melakukannya dalam Yohanes 1:16: “Karena dari kepenuhan-­Nya [Yesus] kita semua telah menerima anugerah demi anugerah.” Perhatikan bahwa Yohanes menulis “anugerah demi anugerah.” Saya memiliki sahabat orang Yunani yang tinggal di Atena. Ia hamba Tuhan yang bukan hanya dapat berbahasa Yunani sebagai bahasa utamanya, namun juga mempelajari bahasa Yunani kuno. Ia orang yang saya andalkan jika saya ada pertanyaan tentang bahasa Yunani. Ia menuturkan pada saya bahwa di ayat ini, Yohanes sebenarnya menyatakan bahwa Allah telah memberikan kepada kita “kelimpahan anugerah yang paling kaya.” Dengan kata lain, rasul Yohanes menyatakan bahwa anugerah mengalir secara berlimpah-­limpah untuk memberikan kepada kita kepenuhan Yesus Kristus! Anda memahaminya? Kepenuhan Yesus Kristus sendiri! Itu berbicara tentang kemampuan dan kekuasaan. Saya ingin memastikan Anda memahami benar apa yang disampaikan di sini. Misalkan saya mendekati seorang pemain tenis yang biasa-­biasa saja. Ia hanya pemain kelas tiga di klub setempat. Saya berkata kepadanya, “Kami sekarang punya sarana ilmiah yang dapat memberikan kepadamu kepenuhan—kemampuan penuh—Roger Federer.” (Jika Anda bukan penggemar tenis profesional, Federer adalah salah satu pemain tenis terhebat dalam sejarah.) Menurut Anda, bagaimana kiranya tanggapan pemain kelas tiga ini? Ia akan berkata, “Luar biasa! Berikan itu kepadaku sekarang juga! Apa yang 7DN.HQDO0HQ\HUDK perlu kita lakukan?” Dan begitu kita memberinya kepenuhan Roger Federer, apa yang terjadi? Tebak saja: Ia akan memenangkan kejuaraan NOXEQ\D NHPXGLDQ PHQJLNXWL EDEDN NXDOLÀNDVL $6 7HUEXND GDQ memenangkannya, kemudian memenangkan pula beberapa turnamen Wimbledon. Misalkan saya mendekati mahasiswa arsitektur tahun pertama sebuah universitas negeri. Saya berkata, “Kami sekarang punya sarana ilmiah yang dapat memberikan kepadamu kepenuhan—kemampuan penuh—Frank Lloyd Wright.” Menurut Anda, bagaimana kiranya tanggapan mahasiswa ini? Ia akan berseru, “Wow, ayo kenakan padaku sekarang juga!” Dan begitu kami melakukannya, apa yang akan dilakukan mahasiswa ini? Ia akan meninggalkan kuliahnya dan memulai kariernya dan meraih berbagai penghargaan. Satu contoh lagi untuk memperjelas pengertian Anda. Misalkan saya mendekati seorang pengusaha yang sedang bergumul dan berkata, “Kami sekarang punya sarana ilmiah yang dapat memberikan kepadamu kepenuhan—kemampuan penuh—Bill Gates.” Menurut Anda, bagaimana kiranya tanggapan pengusaha ini? Ia akan berteriak, “Aku mau itu! Lakukanlah!” Apakah yang akan dilakukannya setelah menerima kemampuan penuh Bill Gates? Ia akan mulai memikirkan cara-­cara merancang produk baru dan melakukan investasi bisnis yang tak terpikirkan olehnya sebelumnya. Nah, anugerah bukan memberikan kepada kita kepenuhan Roger Federer, Frank Lloyd Wright, atau Bill Gates. Itu anugerah yang terlampau kecil. Tidak, anugerah Allah memberikan kepada kita kepenuhan Yesus Kristus sendiri! Anda memahaminya? Kemampuan yang luar biasa! Kekuasaan yang luar biasa! Jadi, Allah tidak memperkenalkan anugerah di dalam Perjanjian Baru sebagai pemberian yang cuma-­cuma, meskipun saya bersyukur selama-­lamanya karena anugerah itu pemberian-­Nya yang cuma-­cuma. Dia juga tidak memperkenalkannya anugerah Allah sebagai penghapusan dosa, meskipun memberikan kepada kita saya juga bersyukur selama-­lamanya kepenuhan Yesus Kristus karena anugerah-­Nya sungguh-­ sendiri! sungguh menghapuskan dosa kita. Tidak, Dia memperkenalkan anugerah sebagai pelimpahan kuasa 6XPEHU.XDVD yang memberikan kepada kita kepenuhan Yesus Kristus. Seperti telah disingguh dalam bab terdahulu, Petrus menulis bahwa anugerah Allah menjadikan kita “mengambil bagian dalam kodrat ilahi” (2 Petrus 1:2-­4). Kata kodrat mengacu pada kualitas atau karakteristik pokok seseorang. Karena itu, anugerah Allah secara cuma-­ cuma memberikan kepada kita kepenuhan kualitas dan karakteristik pokok Yesus sendiri! Dan itulah sebabnya Yohanes berkata, “Sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini” (1 Yohanes 4:17). Anda memahami betapa dahsyatnya perkataan ini? Perkataan ini menggarisbawahi pelimpahan kuasa dan potensi kita untuk memerintah di dalam hidup ini! Anugerah Allah telah menciptakan kita kembali sehingga menjadi persis sama dengan Yesus;; anugerah memampukan kita untuk hidup sebagaimana Dia hidup. Kita sungguh-­sungguh berada di dalam Kristus. Kita adalah anggota tubuh-­Nya. Kita adalah Kristus di muka bumi ini. Kita orang Kristen. Dan itulah sebabnya Yohanes dengan berani menulis, “Siapa yang mengatakan bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup” (1 Yohanes 2:6). Biarkanlah perkataan tersebut tertanam dengan kuat di dalam hati Anda: kita harus hidup sebagaimana Yesus hidup di dunia ini. Ini bukan saran yang Alkitabiah;; ini perintah yang Alkitabiah! 4 bagaimana hidup yesus Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup. 1 Yohanes 2:6 J ika kita harus hidup sama seperti Yesus telah hidup, kita harus bertanya, “Bagaimana dulu Dia hidup?” Pertama, Dia hidup dalam kesalehan dan kemurnian yang menakjubkan. Hawa nafsu dunia ini tidak menguasai-­Nya;; Dia yang menguasai keinginan yang tidak wajar dan tidak saleh. Begitu juga, rasul Paulus menjelaskan kepada kita cara yang berkenan untuk melayani Allah: Marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah. (2 Korintus 7:1) Anda memperhatikan kata-­kata “menyucikan diri kita”? Sungguh menarik, ia tidak berkata “Allah akan menyucikan engkau.” Mari saya jelaskan. Darah Yesus menyucikan kita dari segala dosa—itu manfaat penebusan. Akan tetapi, rasul Paulus berbicara tentang pengudusan kita di sini;; dengan kata lain, mengamalkan apa yang sudah dikerjakan secara cuma-­cuma bagi kita. Secara sederhana, ini berkaitan dengan cara hidup dan perilaku yang sepatutnya bagi kita sebagai orang percaya. Ia berbicara tentang transformasi lahiriah yang semestinya terjadi sebagai buah dari penebusan kita. 7DN.HQDO0HQ\HUDK Anda juga memperhatikan kata semua dalam ayat itu? Kita tidak diperintahkan untuk menyucikan diri kita dari beberapa atau bahkan sebagian besar pencemaran jasmani dan rohani, melainkan dari semua pencemaran. Kita diharapkan untuk menyucikan diri kita sehingga kekudusan kita menjadi sempurna. Petrus meneguhkan hal ini dengan menulis, “Hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu” (1 Petrus 1:15). Jika kita menanggapi perkataan ini secara serius dan tidak menyepelekannya (seperti dilakukan dan diajarkan beberapa orang), maka cara yang berkenan untuk melayani Allah adalah dengan hidup sama salehnya dengan hidup Yesus. Bagaimana kita dapat melakukannya? Melalui anugerah Allah. Saya akan menjelaskannya dengan ilustrasi. Ketika saya murid SMA, saya pendosa yang sangat efektif. Apa artinya? Yah, saya punya kodrat untuk berdosa, dan saya melakukannya dengan amat efektif. Pada awal masa remaja, ayah saya mengajak adik saya dan saya ke ELRVNRSGLNRWD\DQJPHPXWDUÀOPEHUMXGXO7KH7HQ&RPPDQGPHQWV dengan bintang Charlton Heston. Di kota saya yang berpenduduk tiga ULEXRUDQJELRVNRSWLGDNPHPXWDUOLPDEHODVÀOPVHFDUDVHUHQWDNÀOP diputar satu per satu. Kami saat itu tidak memiliki Xbox atau game Wii atau TV besar berlayar datar atau berbagai bentuk media yang telah ada sekarang—hanya TV berwarna berlayar kecil yang masih kuno. Jadi, MLNDDGDRUDQJ\DQJPHQDZDUNDQXQWXNPHQUDNWLUVD\DPHQRQWRQÀOP apa pun di layar lebar, saya menyambutnya dengan penuh semangat. Saya langsung mau. .DPL GXGXN GL ELRVNRS PHQRQWRQ ÀOP LQL GDQ WLEDWLED PXQFXO adegan ketika bumi terbelah dan menelan Datan dan kawan-­kawannya yang jahat yang melawan Musa. Mereka ditelan hidup-­hidup, langsung ke neraka. Sebagai pendosa sangat efektif yang menyaksikan adegan itu di layar lebar, saya mulai bertobat seperti orang gila. Saya mulai mengingat perilaku saya yang jahat dan penuh nafsu satu per satu, meminta pengampunan, dan berjanji kepada Allah tidak akan melakukannya lagi. Saya benar-­benar berubah ketika meninggalkan bioskop itu! Namun perubahan itu hanya berlangsung satu minggu, dan kemudian saya kembali melakukan berbagai tindakan berdosa. Mengapa? Saya memang bertobat, tapi tanpa anugerah. Sekian tahun kemudian di kampus, salah satu teman seasrama menyampaikan Empat Hukum Rohani dari Campus Crusade (di Indonesia bernama Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia— penerj.). Setelah membaca hukum keempat, saya menerima Yesus %DJDLPDQD+LGXS<HVXV Kristus sebagai Tuhan saya, dan Dia menjadi Juruselamat saya. Pada saat itu saya menjadi anak Allah. Namun nyatanya, saya masih terus hidup secara berdoa seperti sebelum saya menerima Kristus. Hal ini terjadi karena saya tidak mendapatkan pengajaran dan pengetahuan Alkitab sehingga saya tidak mengetahui kuasa yang tersedia bagi saya. Beberapa tahun berlalu. Suatu ketika sebuah ayat, yang sebenarnya sudah saya baca berulang-­ulang, seakan-­akan melompat dari halaman Kitab Suci: “Kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan” (Ibrani 12:14). Perkataan ini menghantam saya seperti runtuhan batu bata. Wow, pikir saya, aku ingin melihat Allah, dan ayat ini mengatakan untuk dapat melihat Allah aku harus hidup secara kudus! Sayangnya, saya belum juga memiliki sikap yang benar: saya menjadi seorang legalis. Saya mulai menghardik orang-­orang di sekitar saya dengan penalaran yang legalistik. Saya memerintahkan mereka untuk “hidup kudus,” tetapi saya tidak mampu memberdayakan mereka untuk melakukannya. Saya masih melandasi kehidupan yang kudus dengan kemampuan dan kemauan manusia, bukan kuasa Allah yang memberdayakan. Saya membuat istri saya, teman-­teman, dan setiap orang yang dekat dengan saya menjadi sangat tidak nyaman. Beberapa waktu kemudian, Tuhan berbicara kepada saya ketika saya sedang berdoa: Nak, kekudusan itu bukan perbuatan dagingmu;; itu buah dari anugerah-­Ku. Itu dia! Itulah yang terlewatkan selama ini. Saya pun memahami bahwa anugerah adalah hadirat Allah dalam hidup saya yang memberdayakan dan memberi saya kemampuan untuk melakukan apa yang tidak mungkin saya lakukan dengan kemampuan saya sendiri: menyucikan diri sendiri dari semua pencemaran jasmani dan rohani dan menyempurnakan kekudusan saya. Inilah cara yang berkenan untuk melayani Allah. Itulah sebabnya penulis kitab Ibrani selanjutnya berkata: Marilah kita menerima anugerah untuk beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-­Nya. (Ibrani 12:28, KJV) Anugerah memampukan kita untuk melayani Allah menurut cara yang berkenan kepada-­Nya;; memampukan kita untuk menyucikan diri kita dari pencemaran yang tidak mungkin kita atasi dengan kemampuan kita sendiri. Menurut survei nasional yang kami periksa, kita dapat 7DN.HQDO0HQ\HUDK menyimpulkan bahwa 98 persen orang Kristen di A.S. berusaha untuk menjalani kehidupan yang saleh dengan kemampuan mereka sendiri! Hanya 2 persen yang tahu bahwa anugerah adalah pelimpahan kuasa Allah, sedangkan 98 persen sisanya tidak mengambil bagian dalam pelimpahan kuasa ini karena mereka tidak menyadari keberadaannya. Kita menerima dari Allah melalui iman, dan Anda tidak dapat beriman kepada sesuatu yang tidak Anda ketahui. Seperti dinyatakan Paulus, “Bagaimana orang dapat percaya kepada Dia yang belum pernah mereka dengar?” (Roma 10:14). Kita hanya dapat memanfaatkan apa yang kita ketahui dan yang kita miliki. Kembali ke contoh suku di Afrika itu. Jika suku itu tidak tahu bahwa fungsi utama Land Rover adalah alat transportasi, mereka tidak akan mengendarainya. Mereka akan melompat-­lompat di dalamnya dan menikmati AC, pemanca, pemutar DVD, radio, dan pemutar CD, namun mereka tidak akan berpikir untuk mengendarainya. Suatu ketika saya membeli kamera yang sangat bagus. Saya membuka kemasannya, mengeluarkan kameranya, dan segera melakukan apa yang selalu saya lakukan dengan kamera-­kamera sebelumnya: mengarahkannya ke obyek tertentu dan memotret sekehendak hati saya. Jujur saja, saya rasa itu yang dilakukan kebanyakan orang ketika membeli kamera. Setelah beberapa tahun memiliki kamera yang sangat bagus itu, suatu hari saya menjadi penasaran kenapa teman kenapa teman saya bisa membuat foto-­foto suasana waktu malam, lanskap, obyek bergerak, dan close-­up yang menawan. Saya mengeluarkan buku SHJDQJDQSHPLOLNGDQPXODLEHODMDUPHQJJXQDNDQVHOXUXKÀWXU\DQJ tersedia dalam kamera saya. Segera saja saya mulai menghasilkan foto-­ foto yang jauh lebih baik! Selama ini saya tidak tahu akan apa yang saya miliki, dan karena itu tidak dapat menikmati manfaatnya. Hal itu juga berlaku bagi 98% orang percaya yang tidak beruntung itu. Mereka belum menyimak Buku Pegangan Kehidupan, Alkitab, untuk menemukan apa yang disediakan anugerah bagi mereka. Mereka hanya meniru apa yang mereka lihat dicontohkan dan diajarkan sebagian besar orang. Mereka tidak tahu potensi yang mereka miliki dan hidup dalam keterbatasan. Apakah yang terjadi jika kita berusaha menjalani kehidupan yang kudus dengan kemampuan kita sendiri? Salah satu dari dua kemungkinan: kita bisa menjadi kaum legalis \DQJ PXQDÀN EHUELFDUD VHFDUD NHUDV WHQWDQJ PRUDOLWDV QDPXQ GL %DJDLPDQD+LGXS<HVXV dalam hati dan secara diam-­diam hidup secara berlawanan), atau kita terus hidup secara sembrono namun berpegang teguh pada kepercayaan yang tidak alkitabiah bahwa “anugerah menutupi segala dosa yang masih terus kulakukan.” Kita pun memandang “hidup sama seperti Yesus” sebagai tujuan yang bagus, namun tidak realistis. Dengan pola pikir ini, beberapa orang percaya dan mengajar mengembangkan doktrin yang gila: “penebusan Yesus Kristus menjadikan kita anak-­anak Allah;; akan tetapi, kita semua masih orang berdosa, terikat pada sifat manusiawi kita.” Kita secara keliru mengira bahwa kita tetap harus hidup sama saja dengan umat manusia yang terhilang, dan perilaku kita yang tidak saleh dan penuh hawa nafsu dimaafkan dan ditutupi. Hal ini membuahkan rasa damai sejahtera yang palsu. Dan itu sama sekali bukan ajaran injil dalam Perjanjian Baru. Kabar baiknya adalah, Yesus bukan hanya membayar harga untuk membebaskan kita dari hukuman dosa, tetapi Dia juga sudah membayar harga untuk membebaskan kita dari kuasa dosa! Paulus menegaskan hal ini, “Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia” (Roma 6:14). Hukum Taurat hanya dapat menahan orang. Anugerah, sebaliknya, adalah pelimpahan kuasa yang memampukan kita untuk membebaskan diri dari belenggu yang tidak mungkin kita atasi dengan kemampuan kita sendiri—dosa. Itulah sebabnya Paulus menasihati orang Kristen di Korintus, “Kami menasihatkan kamu, supaya kamu jangan menyia-­nyiakan anugerah Allah yang telah kamu terima” (2 Korintus 6:1). Paulus tidak berbicara tentang menyia-­nyiakan anugerah seperti yang diajarkan di banyak gereja Barat. Anugerah yang mereka maksudkan kira-­kira seperti ini: “Aku tahu aku hidup tidak sebagaimana mestinya, namun tidak apa-­apa karena aku sudah selamat dan dilindungi oleh anugerah Allah.” Dalam banyak kasus, sikap itu berkembang semakin parah;; orang percaya lalu berpikir atau berkata, “Aku bisa melakukan apa pun yang aku inginkan karena keselamatanku bukan berdasarkan perbuatanku, melainkan berdasarkan apa yang dilakukan Yesus bagiku. Aku dilindungi oleh anugerah.” Jadi, sama sekali tidak ada keyakinan untuk menjalani kehidupan dengan saleh. Dapatkah kita menyia-­nyiakan anugerah ini? Realitasnya, tidak dapat. Pola pikir ini menggambarkan secara buruk tujuan dan kuasa anugerah Allah. Akan tetapi, ketika kita memahami bahwa anugerah adalah hadirat 7DN.HQDO0HQ\HUDK Allah yang penuh kuasa, yang memampukan kita untuk melakukan sesuatu melampaui kemampuan kita—menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani dan menyempurnakan kekudusan kita—barulah kita dapat mengerti bagaimana kita dapat menyia-­ nyiakannya. Katakanlah sepuluh tahun kemudian kita pergi dan memeriksa suku kecil di Afrika itu. Kita pergi ke tempat kita menyerahkan Land Rover itu, dan sungguh aneh, kendaraan itu masih terparkir persis di tempat yang sama. Debu dan kotoran menutupinya, dan rumput bertumbuhan di sekitarnya. Kita membuka paksa pintunya, dan setelah memeriksanya, kita mendapati bahwa odometernya masih menunjuk ke angka yang sama, persis seperti ketika kita menyerahkannya satu dekade lalu. Bukankah kita akan berkata satu sama lain, “Mereka menyia-­nyiakan hadiah yang kita berikan kepada mereka sepuluh tahun lalu!”? Suku ini mungkin sudah menulis lagu-­lagu tentang “hadiah cuma-­ cuma” Land Rover itu atau bahkan menyampaikan kepada satu sama lain kabar yang menyenangkan tentang hal itu. Mereka mungkin bahkan masuk ke dalam kendaraan itu ketika hujan turun dan menuliskan lagu dan mengajarkan pesan yang memikat tentang bagaimana mereka terlindungi oleh kendaraan itu. Namun faktanya tetap saja, mereka tidak pernah mengendarainya. Mereka menyia-­nyiakan hadiah itu! Demikian pula, Paulus tidak menginginkan Anda atau saya melewatkan berkat dan manfaat utama dari anugerah Allah yang dahsyat itu: Kami menasihatkan kamu, supaya kamu jangan menyia-­ nyiakan anugerah Allah yang telah kamu terima.... karena kita sekarang memiliki janji-­janji itu, marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah. (2 Korintus 6:1, 7:1) Apakah pernyataan itu masih kurang jelas? Pertanyaan saya adalah, Mengapa hal ini tidak diajarkan dan ditegaskan secara lebih jelas di gereja-­gereja kita? %DJDLPDQD+LGXS<HVXV YESUS MEMENUHI KEBUTUHAN UMAT MANUSIA Di bagian awal bab ini, kita melihat perintah alkitabiah bahwa “Siapa yang mengatakan bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup,” seperti ditulis Yohanes dalam surat pertamanya (ayat 2:6). Perhatikan kata wajib. Seperti telah kita bahas sebelumnya, ayat ini bukanlah suatu saran, melainkan suatu perintah. Allah mengharapkan kita hidup sama seperti Yesus telah hidup. Jadi kita perlu bertanya lebih lanjut, Bagaimana lagi Yesus hidup? Dalam Injil kita membaca dengan jelas bahwa Yesus memenuhi kebutuhan umat manusia. Dia menyembuhkan orang sakit, menahirkan yang kusta, membebaskan orang dari perhambaan dosa, mencelikkan mata yang buta, membuka telinga yang tuli, membuat orang bisu berbicara dan orang lumpuh berjalan, melipatgandakan makanan untuk memberi makan orang yang lapar, dan bahkan membangkitkan orang mati. Kemudian Dia memberi kita tugas, “Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu” (Yohanes 20:21). Bagaimana kita dapat melakukan hal-­hal itu? Melalui karunia cuma-­cuma anugerah Allah! Alkitab mencatat kehidupa jemaat mula-­ mula, “Dengan kuasa yang besar rasul-­rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam anugerah yang melimpah-­limpah” (Kisah Para Rasul 4:33). Mengapa Allah mengaitkan kuasa yang besar dengan anugerah yang melimpah-­limpah? Karena anugerah itu kuasa Allah! Anda mungkin berpikir, Wah, John, ini berbicara tentang para rasul, dan aku bukan rasul atau gembala. Kalau begitu saya akan bercerita tentang orang “biasa.” Jemaat di Yerusalem memiliki restoran, dan salah satu pelayannya bernama Stefanus. Ia bukan rasul, nabi, penginjil, gembala, atau pengajar. Tidak, ia hanya melayani para perempuan lanjut usia. Namun Alkitab menyatakan, “Stefanus, yang penuh dengan anugerah dan kuasa, mengadakan mukjizat-­mukjizat dan tanda-­tanda di antara orang banyak” (Kisah Para Rasul 6:8). Bagaimana ia dapat mengadakan mukjizat yang mengagumkan jika ia bukan rasul atau gembala? Melalui kuasa anugerah Allah! Dia melakukan apa yang Yesus lakukan, memenuhi kebutuhan umat manusia melalui kuasa karunia anugerah yang diberikan secara cuma-­cuma. Karunia yang cuma-­cuma ini juga tersedia bagi setiap orang percaya. Karunia itu milik Anda dan milik saya. Karena itulah, Yesus memerintahkan kita: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil 7DN.HQDO0HQ\HUDK kepada segala makhluk.... Tanda-­tanda ini akan menyertai orang-­ orang yang percaya.... mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh” (Markus 16:15, 17-­18). Yesus tidak berkata, “Hanya para rasul yang akan diberi kuasa [anugerah] untuk mengadakan mukjizat,” dan Dia tidak berkata, “Hanya para rasul yang akan diberi kuasa [anugerah] untuk menjadi anak-­anak Allah.” Tidak, Firman Allah dengan jelas menyatakan, “Namun semua orang yang menerima-­Nya diberi-­Nya kuasa supaya menjadi anak-­anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-­Nya” (Yohanes 1:12). Kita tidak bermasalah untuk memercayai hal ini, bukan? Nah, Alkitab juga mengatakan, “Orang percaya [bukan hanya para rasul] akan diberi kuasa [karunia anugerah yang cuma-­cuma] untuk mengadakan mukjizat” sehingga kita dapat hidup sama seperti Yesus telah hidup! Dalam kuasa Allah, kita dapat berkuasa atas penyakit, kelemahan, dan berbagai penderitaan lain yang mungkin menimpa orang yang kita kasihi. HIKMAT, PENGERTIAN, WAWASAN, KECERDASAN, KREATIVITAS Bagaimana lagi Yesus hidup? Dia hidup dalam hikmat, pengertian, wawasan, kecerdasan, dan kreativitas yang menakjubkan. Hikmat-­Nya membuat orang yang berpendidikan tinggi pun tercengang-­cengang. Dari manakah hikmat-­Nya berasal? Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan anugerah Allah ada pada-­Nya. (Lukas 2:40) Anugerah menjadikan Yesus memiliki hikmat yang luar biasa. Yang memunculkan pertanyaan yang bagus. Jika (seperti yang diajarkan banyak orang Kristen) anugerah Allah hanya berguna untuk pengampunan dosa dan tiket masuk ke surga, lalu kenapa Yesus memerlukan anugerah? Dia tidak pernah berbuat dosa, maka Dia tidak memerlukan pengampunan sama sekali. Yah, kita tahu bahwa meskipun Yesus adalah Anak Allah, Dia dilahirkan dan hidup di muka bumi ini sebagai manusia. Dia menanggalkan segala keilahian-­Nya sebagai Allah (lihat Filipi 2:7). Karena itu, Dia memerlukan pelimpahan kuasa melalui anugerah untuk berjalan dalam hikmat, pengertian, %DJDLPDQD+LGXS<HVXV wawasan, kecerdasan, dan kreativitas yang begitu melekat dengan karakter-­Nya. Saya menyukai kreativitas hikmat, kecerdasan, dan kebijaksanaan-­ 1\D +LNPDW1\D VHFDUD KDUÀDK PHQ\HODPDWNDQ Q\DZD VHRUDQJ perempuan. Yohanes pasal 8 menceritakan beberapa pemuka agama yang fanatik menangkap basah seorang perempuan yang sedang berzinah. Mereka menyeretnya ke alun-­alun bait Allah dan mengempaskannya di depan Yesus. (Saya ingin tahu mengapa mereka tidak melakukan hal yang sama pada laki-­laki yang berzina dengannya.) Mereka bertanya, “Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-­perempuan yang demikian dengan batu. Bagaimana pendapat-­Mu tentang hal itu?” Dalam konfrontasi semacam itu, diperlukan hikmat yang kreatif. Yesus membungkuk dan mulai menulis dengan jari-­Nya di tanah. (Menurut saya, Dia menulis daftar nama kekasih rahasia para pemuka agama tersebut. Mungkin ia menulis Hannah, Rachel, Isabel.) Ketika para pemimpin itu terus mendesak-­Nya dengan pertanyaan, Tuhan mengangkat wajah-­Nya dan berkata, “Baiklah, bung, barangsiapa di antara kalian yang belum pernah berbuat dosa, hendaklah ia yang pertama kali melemparkan batu kepada perempuan ini.” Lalu Dia kembali menulis di tanah. Saya suka membayangkan bahwa para pemimpin agama yang sok suci ini melihat nama perempuan-­perempuan kekasih gelap mereka itu. Entah karena alasan ini entah karena Yesus melontarkan ultimatum yang sangat meyakinkan, mereka semua menjatuhkan batu yang mereka pegang dan segera meninggalkan tempat itu. Alkitab mengatakan, “Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua” (Yohanes 8:9). Yesus tinggal seorang diri dengan perempuan itu. Lalu Dia berdiri dan menanyai perempuan itu, “Di manakah mereka? Tidak adakah seorang pun yang menghukum engkau?” Perempuan itu menyatakan bahwa semua pendakwanya telah pergi. Lalu kata Yesus, “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan mulai sekarang, jangan berbuat dosa lagi” (ay. 10-­11). Hikmat dan kreativitas-­Nya menyelamatkan nyawa perempuan itu. Perhatikan bahwa Yesus tidak menghukumnya. Dialah satu-­satunya orang yang tanpa dosa, namun Dia memilih berbelas kasihan. Dia tidak menimpakan hukuman yang selayaknya menurut hukum Taurat. Akan tetapi, Dia berkata, “Pergilah, dan mulai sekarang, jangan berbuat 7DN.HQDO0HQ\HUDK dosa lagi.” Sekarang anugerahlah yang berbicara, karena anugerah memberikan kepada kita apa yang tidak layak kita terima, sedangkan belas kasihan tidak memberikan kepada kita apa yang selayaknya kita terima. Belas kasihan tidak menghukumnya, namun anugerah Allah memampukannya untuk tidak kembali ke dalam perangkap maut perzinahan. Anugerah Allah pada Yesus memberi-­Nya hikmat untuk membebaskan perempuan itu dari penghakiman para pemuka DJDPD \DQJ PXQDÀN $QXJHUDK MXJD PHPDPSXNDQ SHUHPSXDQ LWX untuk hidup bebas dari perzinahan. Betapa dahsyatnya kuasa yang terkandung di dalam anugerah! Dalam kesempatan lain, Yesus berada di dekat pantai Danau Galilea ketika sekelompok nelayan baru saja mengalami hari yang buruk sepanjang sejarah mereka. Mereka tidak berhasil menangkap seekor ikan pun sepanjang hari. Bagaimana seandainya Anda memiliki toko retail besar dan tidak ada pembelian satu pun sepanjang hari? Tak ayal itu merupakan hari terburuk sepanjang sejarah Anda. Tetapi satu ucapan hikmat yang kreatif dari Yesus mengubahnya menjadi hari paling sukses sepanjang karier bisnis mereka! Yesus bukan nelayan;; Dia tukang kayu—tapi Dia punya anugerah! Sungguh hikmat dan kuasa Betapa dahsyatnya yang dahsyat! kuasa yang terkandung Dalam kesempatan lain, Yesus di dalam anugerah tahu tempat menemukan seekor keledai karena Dia memiliki hikmat anugerah. Dia bahkan tidak perlu memeriksa di Craigslist atau eBay. Dia tahu bagaimana cara membayar pajak-­Nya tanpa harus pergi ke kantor pajak—Dia menyuruh Petrus untuk menangkap ikan dan ketika ia membuka mulut ikan itu, ia menemukan keping uang yang pas untuk membayar pajak. Hal itu terjadi karena anugerah mengungkapkannya. Wawasan yang Yesus miliki sungguh menakjubkan. Dia tahu ada roh jahat bekerja di tengah para pengikut-­Nya sebelum Iblis memanifestasikan kejahatannya melalui Yudas. Dia tahu Natanael adalah orang yang tanpa kepalsuan bahkan sebelum mereka bertemu. %DJDLPDQD+LGXS<HVXV MENGUBAH MASYARAKAT Pada hakikatnya, anugerah Allah dalam kehidupan Yesus memberi-­ Nya kemampuan untuk mengubah masyarakat tempat-­Nya berada. Dia hadir dalam pesta pernikahan di Kana. Pernikahan bukanlah acara sederhana;; seluruh desa akan berpartisipasi. Pernikahan ini nyaris berantakan karena tuan rumah belum-­belum sudah akan kehabisan anggur. Dapatkah Anda membayangkan rasa malu yang akan ditanggung oleh kedua keluarga selama bertahun-­tahun yang akan datang? Namun satu perjumpaan dengan anugerah Allah di dalam Yesus, dan pernikahan itu pun menjadi suatu pernikahan yang amat cemerlang. Di tempat lain yang disebut Nain, pemerintah harus memelihara seorang janda yang baru saja kehilangan anak tunggalnya. Sepanjang sisa hidupnya negara harus menyediakan makanan, pakaian, dan papan perlindungan dari uang para pembayar pajak. Akan tetapi, satu perjumpaan dengan anugerah Allah di dalam Yesus, dan negara pun tidak perlu lagi memberinya uang. Martabat perempuan itu juga dipulihkan dan keturunannya dapat berlanjut (lihat Lukas 7:11-­15). Di kota lain, Yesus bertemu dengan pemimpin gang penjahat. Kita berbicara tentang seseorang yang saat ini kira-­kira setara dengan gembong narkotika. Satu perjumpaan dengan anugerah Allah di dalam Yesus, dan Zakheus bernazar untuk menjadikan lingkungannya lebih aman untuk ditinggali dan lebih makmur. Orang tidak akan dicurangi oleh petugas pajak itu. Bukan hanya itu, Zakheus berseru, “Setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin.” Orang-­orang miskin di kota itu akan mengecap berkat! Dan bahkan lebih jauh lagi. Zakheus bertekad akan mengembalikan sebesar 400 persen dari apa yang sudah ia peras, dan dengan demikian merangsang pertumbuhan ekonomi di kawasan itu (lihat Lukas 19:1-­8). Satu perjumpaan dengan anugerah Allah mengerjakan semuanya itu! Dalam peristiwa lain, seorang pemuda yang tidak waris—benar-­ benar gila—dibiarkan telantar dan menderita. Mereka belum punya rumah sakit jiwa saat itu, tetapi pemerintah tetap menanggung beban untuk memeliharanya. Mereka akan menggunakan uang pajak untuk memastikan orang itu mendapatkan makanan, pakaian, dan perlindungan. Perlu banyak pakaian lagi—karena pemuda itu terus mencabik-­cabik pakaiannya. Namun satu perjumpaan dengan anugerah Allah di dalam Yesus, dan orang gila ini pun waras sepenuhnya. Ia tidak perlu lagi dikungkung dengan merugikan uang wajib 7DN.HQDO0HQ\HUDK pajak. Ia tidak perlu lagi dipelihara dan dilindungi, dan dananya dapat digunakan untuk memperbaiki kondisi masyarakat. Dan sekarang sepuluh kota di wilayah Dekapolis mendengar tentang Kerajaan Allah melalui perjumpaan satu orang ini dengan anugerah Allah (lihat Markus 5)! Pikirkanlah semua orang tulis, bisu, buta, lumpuh, kusta, dan SHQGHULWD FDFDW ÀVLN ODLQ \DQJ WLGDN SHUOX ODJL GLUDZDW ROHK QHJDUD karena anugerah Allah di dalam Yesus. Bukan hanya itu, orang-­orang itu juga menjadi warga masyarakat yang produktif. Kita dapat terus membahas hal ini—bahkan melampaui apa yang tertulis dalam Injil, karena seperti kita singgung sebelumnya, Yohanes menulis bahwa dunia tidak dapat memuat semua buku yang menceritakan semua mukjizat anugerah yang dikerjakan Yesus selama tiga tahun pelayanan-­ Nya. Ingatlah, Yesus berjanji bahwa “Orang yang percaya kepada-­ Ku, akan melakukan apa yang sudah Kulakukan,—malah ia akan melakukan yang lebih besar lagi” (Yohanes 14:12, BIS). Bagaimana caranya? Melalui anugerah Allah yang cuma-­cuma dan bukan kita peroleh berdasarkan kebaikan kita. Kita harus mengubah masyaraka kita sama seperti Yesus mengubah masyarakat-­Nya—melalui karunia cuma-­cuma anugerah Allah! PETUALANGAN Saya yakin sepenuhnya bahwa salah satu siasat utama para pemerintah dan penguasa dunia kegelapan menyembunyikan pengetahuan ini dari kita. Mereka menghela napas lega karena 98 persen orang Kristen Amerika memandang anugerah hanya sebagai karunia yang cuma-­ cuma dan bukan berdasarkan kebaikan kita serta berguna untuk pengampunan dosa, namun tetap tidak tahu akan kuasa-­Nya yang dahsyat. Ini berarti hanya 2 persen orang Kristen yang benar-­benar mengancam benteng-­benteng mereka. Musuh tidak takut jika kita memiliki gedung gereja yang bagus, menerbitkan buku, mengadakan pertemuan besar, menyiarkan acara televisi, atau siaran dengan satelit, sepanjang kita tetap tidak tahu tentang kuasa menakjubkan yang tersedia bagi kita. Bala kegelapan ketakutan jika orang percaya menemukan kuasa yang secara cuma-­ cuma telah diberikan kepada kita dan, sebagai akibatnya, memiliki kemampuan untuk secara berani dan kreatif mengubah masyarakat %DJDLPDQD+LGXS<HVXV sama seperti yang dilakukan Yesus. Mereka takut jika kita menempati posisi kita sebagai para penguasa di dalam hidup ini. Martin Luther memulai suatu petualangan ketika ia memakukan Sembilan Puluh Lima Tesis di pintu Gereja All Saints di Wittenberg, Jerman, pada 31 Oktober 1517. Tindakan ini memantik berlangsungnya Reformasi. Sejak saat itu gereja berubah secara radikatl. Itu karya Roh Allah melalui seorang manusia. Rangkuman dari tesisnya adalah orang benar akan hidup oleh iman. Ia menentang ajaran gereja yang mapan, yang justru membuat orang terus terbelenggu. Nah, saya pun sedang memulai petualangan. Saya tahu banyak orang yang bersama-­sama dengan saya. Kami ingin merekrut Anda. Kami tidak memakukan sembilan puluh lima tesis ke pintu kayu yang sudah tua, namun ke dalam hati saudara-­saudara seiman. Pesan kami: Anugerah itu bukan sekadar karunia Allah untuk menghapuskan dosa kita. Anugerah juga memampukan kita untuk hidup seperti Yesus, memerintah di dalam hidup ini dengan memanifestasikan otoritas surgawi dan kuasa untuk mengubah dunia sekitar yang berada dalam lingkungan pengaruh kita. Marilah kita membulatkan hati untuk meningkatkan angka statistik itu dari 2 persen menjadi 100 persen. Ketika orang percaya mendengarkan kata anugerah, kiranya kita langsung berpikir tentang “pelimpahan kuasa yang melampaui kemampuan kita sebagai manusia.” 5 KEUNGGULAN Melalui Dia, Allah melimpahkan rahmat-­Nya kepada begitu banyak orang, dan dengan cuma-­cuma memungkinkan mereka berbaik kembali dengan Allah;; mereka akan berkuasa di dunia ini melalui Kristus. Roma 5:17 (BIS) K edahsyatan Roma 5:17 nyaris terlalu sulit dipercaya karena begitu luar biasa. Pesannya begitu mencengangkan. Mungkin itulah sebabnya banyak orang malah mengabaikannya. Kita masing-­masing telah menerima Yesus sebagai Tuhan atas hidup kita. Semua orang yang telah menerima dengan cuma-­cuma anugerah Allah diberi kemampuan untuk menang atas setiap persoalan yang mungkin terjadi di dunia ini. Kehidupan di dunia ini seharusnya tidak menguasai kita;; kitalah yang harus menguasainya. Melalui kuasa anugerah Allah, kita harus mengubah masyarakat kita sama seperti Yesus mengubah masyarakat-­Nya. Inilah amanat yang dipercayakan kepada kita. PENERAPAN PRAKTIS Mari kita membahas lebih jauh apa artinya memerintah di dalam hidup ini oleh anugerah Allah. Kita harus melampaui keadaan yang normal, menerobos status quo. Itu berarti kita tidak lagi memandang kehidupan ini sebagai kehidupan kerja dari jam delapan sampai jam lima untuk kemudian menerima gaji setiap akhir pekan, lalu pensiun, lalu mati, dan akhirnya berada di surga. Sungguh suatu cara pandang 7DN.HQDO0HQ\HUDK yang menyedihkan terhadap hidup ini! Jelas bukan itu maksud Allah bagi hidup kita. Kita diciptakan untuk perkara yang jauh lebih besar lagi! Kita menjadi orang-­orang yang berpengaruh, menyadari bahwa Allah memanggil kita untuk menjadi kepada dan bukan ekor;; berada di atas dan bukan di bawah (lihat Ulangan 28:13). Kita bukan hanya harus bangkit mengatasi keadaan yang berat dalam hidup ini, namun kita juga harus lebih cemerlang daripada mereka yang tidak memiliki perjanjian dengan Allah. Kita harus menjadi pemimpin di tengah dunia yang tercekam kegelapan. Kepala menentukan arah, jalur, dan trend. Ekor mengikuti. Kita harus menjadi pemimpin dalam segala aspek kehidupan masyarakat kita, bukan pengikut. Jika Anda seorang guru sekolah, maka melalui karunia anugerah Anda terus-­menerus mengemukakan cara yang segar, kreatif, dan inovatif untuk menyampaikan pengetahuan dan hikmat kepada murid-­ murid Anda, cara yang tidak terpikirkan oleh pendidik lain di dunia pendidikan. Anda menegakkan standar yang tinggi dan menginspirasi murid-­murid Anda sehingga orang-­orang lain takjub. Rekan sesama pendiri Anda tak ayal berdiskusi di antara mereka, “Dari mana ia mendapatkan ide-­ide yang cemerlang seperti itu?” Jika Anda bekerja dalam bidang medis, maka melalui karunia anugerah Anda muncul dengan cara-­cara yang baru dan yang lebih efektif untuk mengobati sakit-­penyakit. Rekan kerja Anda akan menggeleng-­gelengkan kepala dengan takjub, “Dari mana ia mendapatkan ide-­ide yang inovatif seperti itu?” Jika Anda seorang perancang, melalui karunia anugerah Allah Anda mencetuskan desain yang segar dan kreatif yang ditiru perancang lain. Anda menetapkan gaya dan trend yang diikuti masyarakat. Orang mencari-­cari hasil karya Anda dan Anda terkenal sebagai penentu trend desain. Anda begitu menonjol sampai orang lain di dunia desain menggaruk-­garuk kepala dan berkata satu sama lain, “Dari mana ia mendapatkan ide yang kreatif seperti itu?” Dalam gelanggang politik, melalui karunia anugerah Anda memperlihatkan hikmat dalam memecahkan masalah yang dianggap mustahil oleh politisi lain. Anda memimpin dalam penyusunan undang-­undang dan terpilih atau dipromosikan dengan cepat melalui rekan-­rekan sebaya Anda. Kebijaksanaan dan kecerdasan Anda membuat orang lain menggaruk-­garuk kepala dan berkata, “Dari mana ia mendapatkan semua hikmat dan ide yang hebat itu?” .HXQJJXODQ Jika Anda bergerak di bidang penegakan hukum, oleh karunia anugerah dalam hidup Anda, Anda akan mendatangkan kedamaian dalam kondisi yang menjadi pergumulan bagi orang lain. Sama seperti Yesus tahu persis di mana dapat menemukan keledai, Anda tahu di mana dapat menemukan penjahat. Anda dapat mengumpulkan bukti yang diperlukan untuk menyelesaikan kasus lebih cepat daripada detektif lain dalam komunitas Anda. Wawasan, kemampuan, dan hikmat Anda begitu tajam sehingga rekan sejawat Anda menggaruk-­ garuk kepala dan berkata satu sama lain, “Dari mana ia mendapatkan kepekaan semacam itu?” Sebagai pengusaha, melalui karunia anugerah Allah Anda mengembangkan produk dan teknik penjualan yang inventif serta strategi pemasaran yang tajam sehingga Anda mengungguli pesaing Anda. Anda dapat mencium produk yang bakal menguntungkan dan yang tidak. Anda tahu kapan harus membeli dan kapan harus menjual;; kapan harus masuk dan kapan harus keluar. Para pengusaha lain menggaruk-­garuk kepala mereka berusaha mencari tahu mengapa Anda begitu sukses. Ini bukan contoh yang terlalu tinggi dan tidak realistis. Ini contoh dari amanat yang kita miliki. Kita masing-­masing dipanggil ke dalam suatu sektor tertentu dalam masyarakat, namun di mana pun kita berada kita harus memanifestasikan keunggulan, kepemimpinan, dan keahlian. Bisnis kita seharusnya tumbuh berkembang bahkan ketika yang lain bergumul. Komunitas kita seharusnya aman, menyenangkan, dan makmur. Tempat kerja kita seharusnya berkembang pesat. Musik kita seharusnya segar dan orisinal—ditiru oleh musisi sekuler, bukan sebaliknya: musik kristiani yang meniru mereka. +DOLQLVHKDUXVQ\DMXJDEHUODNXGHQJDQGHVDLQJUDÀVYLGHRGDQ arsitektural. Kreativitas keluarga Allah seharusnya menginspirasi dan dicari banyak orang. Kinerja kita—entah dalam atletik, hiburan, kesenian, media, dan bidang lain apa pun—seharusnya menonjol dan layak dijadikan contoh. Kota, provinsi, dan bangsa kita seharusnya tumbuh berkembang ketika orang benar memerintah. Kapan pun dan di mana pun orang percaya terlibat, seharusnya ada kelimpahan kreativitas, produktivitas, ketenangan, kepekaan, dan kecerdasan. Kita harus menjadi terang di tengah kegelapan. Melalui anugerah Allah yang luar biasa dalam hidup kita, kita seharusnya menjadikan diri kita unggul di tengah masyarakat yang gelap. 7DN.HQDO0HQ\HUDK MENJADIKAN DIRI KITA UNGGUL Kita yang diberi kuasa oleh anugerah Allah seharusnya menonjol dan unggul dalam segala arena kehidupan. Bacalah kesaksian Daniel ini dengan saksama: Daniel ini menjadikan dirinya begitu unggul di antara para pejabat tinggi dan para wakil raja itu, karena ia mempunyai roh yang luar biasa;; dan raja bermaksud untuk menempatkannya atas seluruh kerajaannya. (Daniel 6:4, NIV) Ini luar biasa. Daniel menjadikan dirinya unggul. Perhatikan bahwa catatan itu tidak berbunyi, “Allah menjadikan Daniel unggul.” Setiap terjemahan penting menunjukkan bahwa pemuda yang luar biasa ini menjadikan dirinya unggul. Terjemahan Firman Tuhan versi The Message mengungkapkannya demikian: Daniel “sepenuhnya mengungguli para pemimpin lain.” Bagaimana ia melakukannya? Ia memiliki kualitas yang luar biasa ini karena ia memiliki hubungan dengan Allah. Daniel berdisiplin dalam menjalin hubungan yang dekat dan terus-­menerus dengan Sang Pencipta. Hal ini seharusnya tidak berbeda dengan setiap orang yang mengikat perjanjian dengan Allah saat ini. Versi New American Standard berbunyi, “Daniel mulai menjadikan dirinya unggul... karena ia memiliki roh yang luar biasa.” Kata luar biasa berarti “melampaui keadaan yang normal, menerobos status quo, melampaui takaran umum.” Kadang-­kadang kita dapat memahami suatu kata dengan memperhatikan lawan katanya—antonim luar biasa: biasa, umum, atau normal. Jadi, menjalani kehidupan yang normal mengungkapkan gaya hidup yang berlawanan dengan orang yang memiliki roh yang luar biasa. Kisah tadi menyatakan bahwa roh Daniel-­lah yang luar biasa, bukan pikiran atau tubuhnya. Jika rohnya luar biasa, maka pikiran, tubuh, kreativitas, kecerdasan, hikmat, pengetahuan, dan berbagai aspek lain kehidupan kita akan mengikutinya. Roh kitalah yang membentuk kehidupan kita. Jika kita benar-­benar tahu anugerah yang diberikan kepada kita, kita tahu bahwa tidak ada lagi batasan, karena “segala sesuatu mungkin bagi orang yang percaya” (Markus 9:23). Daniel menggunakan apa yang tersedia dalam hubungannya dengan Allah. Karena perjanjian-­Nya dengan Yang Mahakuasa, Daniel tahu bahwa ia harus menguasai keadaan dan bukan dikuasai keadaan;; ia .HXQJJXODQ harus menjadi kepala dan bukan menjadi ekor. Mari kita mempertimbangkannya secara lebih lengkap. Daniel dan tiga temannya diangkut dari bangsa mereka yang kecil, Israel, dan dibawa ke bangsa yang paling kuat di dunia. Jika Anda orang Amerika dan mengira negeri ini sangat hebat selama lima puluh tahun belakangan, saya ingin menyatakan, Amerika sama sekali tidak sebanding dengan kekuasaan dan kemegahan Babel. Babel menguasai seluruh dunia yang dikenal pada saat itu! Mereka paling unggul secara ekonomi, politik, militer, sosial, ilmu pengetahuan, dan berbagai aspek lain. Akan tetapi, kita mendapati bahwa “Dalam tiap-­tiap hal yang memerlukan kebijaksanaan dan pengertian, yang ditanyakan raja kepada mereka [Daniel, Hananya, Misael dan Azarya], didapatinya bahwa mereka sepuluh kali lebih cerdas dari pada semua orang berilmu dan semua ahli jampi di seluruh kerajaannya” (Daniel 1:20). Terjemahan lain mengatakan bahwa mereka berempat sepuluh kali lebih baik, lebih bijaksana, dan lebih berpengertian. Mereka menyarankan dan menjalankan ide-­ide yang tidak terpikirkan oleh kaum cerdik pandai lain di Babel—dan ide-­ide itu berhasil. LEBIH BESAR DARIPADA DANIEL, LEBIH BESAR DARIPADA YOHANES Dengan mengingat penjelasan tadi, bacalah perkataan Yesus: “Di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak ada seorang pun yang lebih besar daripada Yohanes” (Lukas 7:28). Ini berarti Yohanes Pembaptis itu lebih besar daripada Daniel. Jangan mencoba membandingkan keduanya menurut apa yang mereka lakukan, karena Yohanes bekerja dalam bidang pelayanan dan Daniel bekerja dalam bidang pemerintahan sipil. Akan tetapi, Yesus dengan jelas menyatakan bahwa Yohanes itu “lebih besar.” Tetapi Dia melanjutkannya dengan berkata, “Namun yang terkecil dalam Kerajaan Allah lebih besar daripada dia” (Lukas 7:28). Mengapa orang yang paling kecil dalam Kerajaan Allah itu lebih besar daripada Daniel atau Yohanes Pembaptis? Yesus belum pergi ke kayu salib untuk membebaskan umat manusia, maka Yohanes belum memiliki roh yang dilahirkan kembali. Ia belum menjadi bagian dari tubuh Kristus. Tentang Yohanes, tidak dapat dikatakan, “Sama seperti Yesus, Yohanes Pembaptis juga ada di dalam dunia ini.” Yohanes tidak dibangkitkan bersama-­sama dengan Kristus dan didudukkan bersama-­ 7DN.HQDO0HQ\HUDK sama dengan Kristus di surga. Namun semua pernyataan itu berlaku bagi kita saat ini. Itulah sebabnya yang paling kecil di dalam Kerajaan Allah itu lebih besar daripada Yohanes. Menurut perkiraan, ada sekitar dua miliar orang Kristen di muka bumi sejak waktu kebangkitan Yesus. Kecil kemungkinannya, namun seandainya Anda adalah “yang paling kecil” dari dua miliar itu (yaitu, jika “angka kebesaran” Anda berada di urutan kedua miliar persis), Anda masih lebih besar daripada Yohanes Pembaptis! Yang berarti Anda juga lebih besar dari Daniel! Maka, pertanyaan yang muncul: Apakah Anda menjadikan diri Anda unggul? Apakah Anda sepuluh kali lebih cerdas, lebih baik, dan lebih bijaksana, sepuluh kali lebih peka, lebih kreatif, dan lebih inovatif daripada mereka yang bekerja sama dengan Anda, namun tidak memiliki ikat janji dengan Allah melalui Yesus Kristus? (Masih belum disebutkan, apakah Anda sepuluh kali lebih sabar, lebih pengasih, lebih disiplin, lebih baik hati, lebih ramah, lebih berbelas kasihan, dan lebih dermawan dari rekan-­rekan kerja Anda?) Jika tidak, mengapa tidak? Mengapa sebagian besar orang percaya yang sudah lahir baru tidak sepuluh kali lebih cakap dari dunia? Mungkinkan itu karena hanya 2 persen dari kita yang memahami bahwa anugerah itu pelimpahan kuasa dari Allah, yang memberi kita kemampuan untuk bertindak melampaui kemampuan alamiah kita sehingga kita dapat memerintah dalam hidup ini dan menjadikan diri unggul seperti halnya Daniel? (Catatan: Kita diperintahkan untuk menanggung beban mereka yang lemah di dalam jemaat. Akan tetapi, Alkitab tidak mengatakan bahwa mereka harus tetap lemah sepanjang sisa hidup mereka. Mereka juga harus diberi visi untuk menjadikan diri mereka unggul dalam lingkup pengaruh mereka.) Yesus menyatakan bahwa kita adalah “terang dunia” (lihat Matius 5:14). Penyebutan anak-­anak Allah sebagai terang di tengah kegelapan ini bukan hanya muncul satu kali dalam Perjanjian Baru, karena ayat-­ ayat berikut ini mendukung metafora Kristus itu: Matius 5:14-­16;; Lukas 12:3;; Yohanes 8:12;; Kisah Para Rasul 13:47;; Roma 13:12;; Efesus 5:8, 14;; Kolose 1:12;; Filipi 2:15;; 1 Tesalonika 5:5;; 1 Yohanes 1:7;; 2:9–10. Menurut saya, Anda dapat menyimpulkan bahwa menjadi terang bagi dunia kita yang gelap adalah tema utama kehidupan kita di dalam Kristus. Pernahkah Anda berdiam sejenak untuk merenungkan apa artinya menjadi terang dunia itu? Sayangnya, banyak orang menganggap menjadi “terang” itu berarti bersikap manis, membawa-­bawa Alkitab ke mana-­mana, dan sering mengutip Yohanes 3:16. Namun, bagaimana .HXQJJXODQ jika Daniel berpandangan seperti itu? Bagaimana seandainya tujuan hidupnya adalah masuk ke dalam kantor pemerintahan Babel, memperlakukan orang lain dengan baik, dan berkata kepada rekan kerjanya, “Hei, para pemimpin Babel, Mazmur 23 berkata, ‘Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku...’”? Apakah yang akan dikatakan para pemimpin dan pejabat pemerintah itu setiap kali Daniel meninggalkan kantor untuk berdoa pada jam makan siang? Dapat Anda bayangkan? Saya yakin kira-­kira seperti ini, “Senangnya, orang fanatik itu akhirnya meninggalkan kantor. Moga-­moga saja dia berdoa sepanjang petang. Orang satu itu benar-­benar aneh.” Mengapa mereka sampai mengeluarkan peraturan agar Daniel tidak dapat berdoa (lihat Daniel 6:6-­8)? Satu-­satunya alasan logis adalah karena Daniel sepuluh kali lebih cerdas dan lebih bijaksana—sepuluh kali lebih berpengetahuan, lebih inovatif, dan lebih kreatif dari mereka. Ia dipromosikan melampaui mereka sampai ia menjadi pemimpin mereka semua. Mereka terheran-­heran. Saya dapat membayangkan mereka mengeluh satu sama lain, “Benar-­benar sulit dipahami. Kita ini dilatih oleh guru, ilmuwan, dan pemimpin paling berpengetahuan, paling berbakat, dan paling bijaksana di seluruh dunia. Dia dari negeri kecil yang tidak ada artinya. Jadi, dari mana ia mendapatkan ide-­ ide itu? Bagaimana bisa ia jauh lebih baik dari kita? Itu pasti karena doa-­doanya itu. Ia berdoa kepada Allahnya tiga kali sehari! Mari kita membuat undang-­undang yang melarangnya supaya ia tidak terus-­ menerus mengungguli kita!” Daniel seperti cahaya yang bersinar di tengah budaya yang gelap itu karena ia orang yang luar biasa. Dalam kasus ini, teman-­teman sebayanya tidak menyukainya. Mereka mencemburuinya. Akan tetapi, saya membayangkan bahwa banyak orang lain, termasuk sang raja, melihat bukti keberadaan Allah yang hidup dalam kemampuan Daniel. Keunggulan Daniel menarik perhatian dan menyebabkan para pemimpin menghormati Allah Daniel. Yang membuat mereka memperhatikan Daniel bukan pengetahuan Alkitabnya, bukan pula fakta bahwa ia bersikap baik, atau bahwa ia berdoa tiga kali sehari. Yang menarik perhatian mereka adalah fakta bahwa Daniel jauh lebih baik dalam bidang kerjanya. Dengan pengertian tersebut, sekarang simaklah perkataan Yesus tentang terang: “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan %DSDPX\DQJGLVRUJDµ0DWLXV<HVXVVHFDUDVSHVLÀNEHUELFDUD 7DN.HQDO0HQ\HUDK tentang perbuatan kita yang begitu menonjol di hadapan orang yang tidak percaya. Bagaimana mungkin hal itu dipahami hanya sebagai perlakuan yang baik dan sopan terhadap orang lain serta kecakapan mengutip ayat Alkitab? CONTOH PADA ZAMAN MODERN Saya punya teman, Ben, wakil presiden salah satu perusahaan otomotif paling besar di dunia. Suatu ketika saat makan malam bersama, ia bercerita bahwa sebelum menjadi wakil presiden, ia bekerja sebagai anggota tim insinyur utama perusahaan pesaing kuat perusahaannya saat ini. “John, aku membaca di kitab Daniel bahwa ia dan tiga temannya sepuluh kali lebih baik daripada rekan sekerja mereka,” kata teman saya. “Aku pun berdoa, ‘Tuhan, jika Daniel dan teman-­temannya sepuluh kali lebih baik daripada rekan sekerja mereka, padahal mereka berada dalam Perjanjian Lama, maka aku seharusnya paling tidak sepuluh kali lebih baik daripada rekan sekerjaku karena aku berada dalam anugerah Perjanjian Baru.’” Teman saya melanjutkan, “John, perusahaan besar ini melakukan analisis penghematan biaya dan produktivitas tahunan terhadap setiap karyawan dalam tim desain senior.” Dengan kata lain, penelitian itu memperlihatan ketajaman ide, kecerdasan, dan produktivitas setiap anggota tim. “Karyawan terbaik kedua di seluruh tim mencatat nilai penghematan dan produktivitas sebesar tiga puluh lima juta dolar tahun itu. Kau tahu berapa pencapaianku?” Saya tersenyum penuh penantian. “Berapa pencapaianmu?” Ia menjawab, “Aku mencatat nilai penghematan dan produktivitas sebesar tiga ratus lima puluh juta dolar. Aku sepuluh kali lebih baik dari karyawan nomor dua.” Itulah sebabnya Ben berkembang menjadi salah satu eksekutif puncak di salah satu perusahaan terbesar di Amerika. Saya teringat sepasang suami dan istri yang menjadi staf di Messenger International. Suatu musim panas mereka membawa dua anak laki-­laki mereka ke salah satu kebaktian saya ketika saya sedang mengajarkan prinsip-­prinsip ini. Seusai kebaktian, anak bungsu mereka, Tyler, yang saat itu baru saja berumur sebelas tahun, berkata pada ayahnya, “Karena aku memiliki anugerah Allah, aku seharusnya jauh lebih baik daripada pemain football mana pun di liga kota kita.” .HXQJJXODQ Alih-­alih menuturkan kisah Tyler dalam musim football berikutnya, saya akan mengutip surat dari ayah dan ibunya: John, Berikut ini statistik Tyler untuk kompetisi musim gugurnya (sembilan SHUWDQGLQJDQWHUPDVXNEDEDNSHQ\LVLKDQGDQÀQDO,QLOLJD&RORUDGR Springs untuk kelompok umur 11 sampai 12 tahun. Anak kami tingginya 165 cm, berat 47,6 kg, dan umurnya WDKXQ 6RVRNQ\D ELDVD VDMD WLGDN DGD \DQJ LVWLPHZD MLND NLWD melihatnya dalam foto dengan timnya. Pada awal musim, kepala liga football-­nya mengamatinya berlatih GLSHUNHPDKDQWDKXQDQ,DEHUNDWD´:DK7\OHUNHOLKDWDQQ\DVHSXOXK kali lebih cepat kemampuannya daripada tahun lalu.” Tyler menyerbu sejauh 817 meter sambil membawa bola sebanyak 78 kali. Pelari terdekat sesudahnya mencapai 474 meter sambil PHPEDZD EROD VHEDQ\DN NDOL ,D GXGXN GL EDQJNX FDGDQJDQ sepanjang setengah pertandingan karena pelatih merasa tidak sportif kalau [terus] memakainya. Tyler mencetak skor 17 touchdown dalam 78 serangan itu. Pemain terdekat mencetak skor 7 touchdown dalam 70 serangan. Ketika kompetisi berlangsung kira-­kira separuh jalan, para pelatih tim lawan mulai membangun pertahanan di sekitar tempat Tyler berlari. Selama pertandingan, kami mendengar pelatih berteriak, ´$ZDVQRPRUµ´$GD\DQJELVDKHQWLNDQ"µ´$SD\DQJNDOLDQ ODNXNDQ"'LDDNDQPHQHUMDQJNDOLDQµ1RPRUDGDODK7\OHU Orang-­orang yang tidak dikenal Tyler akan turun dari tribun VHWHODK SHUWDQGLQJDQ GDQ PHQ\DSDQ\D ´+DLµ GDQ QJREURO GHQJDQQ\D ,D WHUNHMXW GDQ PHUDVD VHGLNLW FDQJJXQJ WDSL NDPL memberi tahu dia bahwa anugerah Allah memberinya pengaruh dan bahwa ia perlu terus mengandalkannya. Kami juga memberi tahunya untuk belajar menggunakan pengaruhnya dengan benar. Salam hangat, Jim & Kelly T. Sungguh menakjubkan bagi saya melihat betapa mudahnya banyak anak muda memercayai Firman Allah dan bertindak menurut kebenarannya. Tyler yang masih kecil memberikan teladan yang luar biasa bagi kita semua! 7DN.HQDO0HQ\HUDK ANUGERAH DI DALAM KITA Kenapa kita tidak percaya begitu saja pada apa yang Allah nyatakan dalam Firman-­Nya? Perjanjian kita dengan Dia berbunyi, “Bagi Dia yang dapat melakukan jauh lebih banyak daripada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa [anugerah] yang bekerja di dalam kita” (Efesus 3:20). Dia bekerja bukan menurut kuasa yang turun secara berkala dari surga;; bukan pula menurut kuasa yang datang ketika kita menemukan orang yang memiliki karunia pelayanan istimewa. Tidak;; itu terjadi menurut kuasa yang bekerja di dalam kita. Perhatikan dengan saksama bagian depan ayat itu: Allah dapat. Bayangkan suatu bencana kelaparan parah menimpa suatu wilayah tertentu. Akan tetapi, sebuah bangsa yang sangat dermawan dan murah hati mengutus pasukan militernya ke wilayah itu dengan membawa pesawat yang penuh dengan sayur-­mayur segar, buah-­buahan, biji-­bijian, daging, dan air bersih. Sang panglima memberitahukan, “Kami dapat memberikan makanan sebanyak yang dapat kalian angkut.” Orang pertama membawa keranjang piknik dan membawa jatah makanan dua hari untuk dua orang. Orang berikutnya datang dengan karung besar dan membawa jatah makanan yang cukup untuk keluarganya selama lima hari. Akan tetapi, orang berikutnya membawa truk besar dan mengangkut makanan yang cukup untuk keluarga dan beberapa tetangganya sampau bulan depan. Orang yang membawa keranjang piknik itu melihat truk tadi melintasi rumahnya dengan mengangkut lebih dari satu ton bahan makanan. Tentu saja ia bukan kebingungan melihatnya;; ia berang! Ia mengeluh pada tetangga dan siapa saja yang mau mendengar sampai akhirnya keluhannya sampai ke telinga sang jenderal. Jenderal itu memanggilnya dan menegur, “Hei, kami sudah menjelaskan kepadamu, kami dapat memberikan makanan kepada kalian sebanyak yang bisa kalian angkut. Kenapa kau cuma datang dengan wadah sekecil itu? Kenapa kau tidak membawa wadah yang lebih besar? Kenapa kau tidak membawa trukmu juga ke pangkalan ini?” Apakah wadah yang dibawa orang Kristen untuk menerima anugerah Allah? Menurut Efesus 3:20, itu apa saja yang dapat kita doakan atau kita pikirkan. Allah berkata, “Anugerah [kuasa]-­Ku di dalam dirimu dapat jauh melampaui wadah apa saja yang kaubawa!” Dengan kata lain, wadah kita menentukan seberapa banyak kita akan mengambil bagian dari persediaan yang tidak terbatas itu. Jelasnya, wadah kita adalah satu-­satunya hal yang membatasi Allah. Saya .HXQJJXODQ percaya Allah sedang bertanya pada Anda dan saya, “Kenapa kau hanya memikirkan asal cukup? Kenapa kau hanya memikirkan dirimu dan keluargamu? Kenapa kau tidak mendayagunakan seluruh potensi yang Kuberikan di dalam dirimu dan wadah kita adalah PHPEHULNDQ GDPSDN \DQJ VLJQLÀNDQ satu-­satunya hal yang pada setiap orang di sekelilingmu membatasi Allah seperti yang dilakukan Daniel?” Itulah sebabnya Paulus dengan penuh semangat berdoa agar kita mengetahui dan memahami “kuasa-­ Nya yang tidak terukur dan tidak terbatas dan keagungannya mengungguli segalanya di dalam dan bagi kita yang percaya” (Efesus 1:19, AMP). Perhatikanlah pilihan kata Paulus dengan saksama: tidak terukur, tidak terbatas, keagungannya mengungguli segalanya. Sehubungan dengan kuasa Allah bagi kehidupan Anda, apakah arti tiap-­tiap kata itu bagi Anda? Perhatikanlah bahwa Paulus berbicara tentang “kuasa di dalam kita,” bukan kuasa yang yang mungkin kita dapatkan secara berkala dari hamba Tuhan tertentu jika Allah kebetulan sedang berkenan hari itu. Itu juga “kuasa bagi kita,” memberdayakan kita untuk memerintah di dalam hidup ini. Itu kuasa bagi kita untuk bangkit dan menjadikan diri kita unggul sehingga orang lain dapat melihat bukti kuasa kebangkitan Yesus Kristus! Itu kuasa bagi kita untuk bersinar sebagai terang yang cemerlang di dalam dunia yang redup ini. Kini kita harus bertanya: Apakah kita hidup lebih rendah daripada kuasa yang telah dibayar oleh Yesus dengan harga yang sangat mahal itu? Jika kita jujur, jawaban kita haruslah ya. Akibat kita membiasakan diri puas dengan kondisi yang biasa-­biasa saja, kita gagal mendayagunakan potensi kita untuk memengaruhi dunia kita bagi kerajaan Allah. Sungguh tragis. Mengapa begitu sering kita mengalah pada cara-­cara dunia yang tanpa iman? Sebagai contoh, ketika resesi melanda, mengapa orang Kristen cenderung takut dan gentar seperti orang-­orang lain? Kadang-­ kadang saya berpikir, kita perlu menulis kembali Filipi 4:19 agar berbunyi, “Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut apa yang terjadi di Wall Street, sistem perbankan, dan perekonomian dunia.” Bukankah seperti itu perilaku banyak di antara kita selama resesi 7DN.HQDO0HQ\HUDK global belakangan ini? Namun menurut kebenaran yang kita selidiki dari Firman Allah, masa-­masa sukar seharusnya kesempatan bagi kita untuk bersinar dengan semakin cemerlang! Sumber daya alam tidak meninggalkan planet ini selama resesi. Ide baru tidak dilarang, kreativitas tidak mengering, dan inovasi dan kerja keras tidak punah. Masa-­masa gelap ini seharusnya menjadi kesempatan bagi umat Allah untuk melangkah maju, masa ketika kuasa-­Nya di dalam diri kita mengucurkan ide-­ide bernilai jutaan dan miliaran dolar yang akan sangat memberkati orang banyak. Resesi hanya berarti bahwa saluran ÀQDQVLDO\DQJQRUPDOVHGDQJWHUKDPEDWGDQ\DQJNLWDSHUOXNDQDGDODK saluran yang baru dan kreatif dan ide yang segar. Dan Anda dan saya seharusnya menjadi orang yang menawarkan saluran dan ide terebut karena sumber daya kreatif kita tidak pernah mengering! Pada tahun 1920-­an, seseorang seharusnya memberi tahu Aimee Semple McPherson bahwa mustahil seorang perempuan pada era itu membangun auditorium berkapasitas lima ribu tempat duduk di pusat kota Los Angeles. Mereka seharusnya juga mengingatkannya bahwa mustahil mempertahankan fasilitas sebesar itu sepanjang masa Depresi Besar. Nyatanya, ia berhasil melakukannya. Saya pernah berkhotbah di auditorium itu, dan sebuah gereja besar saat ini beribadah di sana. Menurut kabar, para produser Hollywood suka menyelinap saat Aimee berkhotbah pada Minggu malam untuk mendapatkan ide dari perlengkapan yang ia buat sebagai ilustrasi. Mereka kemudian menggunakan ide itu di studio mereka. Aimee memengaruhi dunia, bersinar sebagai terang. Saya membandingkan pelayanan Aimee dengan acara TV yang kebetulan saya tonton beberapa waktu lalu. Seorang laki-­laki menyanyikan “Amazing Grace” di depan sekian banyak penonton. Di depan penonton ada tiga orang yang duduk di meja juri. Begitu laki-­laki tadi menyelesaikan lagunya, para juri mulai menilai penampilannya. Saya terkejut saat para juri mengatakan hal-­hal seperti ini, “Kau PHQ\DQ\L GHQJDQ EDJXV LQÁHNVLPX ELVD OHELK NXDW SHQJDPELODQ nadamu agak terlalu tinggi....” Lutut saya goyah. Saya berseru, “Tuhan, Engkau menciptakan alam semesta. Engkau menciptakan nebula dan supernova yang hebat, Rocky Mountain yang menawan, mahkluk-­makhluk laut yang menakjubkan. Engkau hidup di dalam kami. Dan kami mencari inspirasi dari American Idol!” Pikirkanlah: Aimee memengaruhi Hollywood dengan kreativitasnya, namun kita kekurangan kreativitas karena membiarkan anugerah terbengkalai, sampai kita harus memulung inspirasi dari .HXQJJXODQ Hollywood. Saya tenggelam dalam kesedihan. Saya memikirkannya berlama-­ lama dan dengan sungguh-­sungguh. Saya sampai pada kesimpulan: Tentu saja, kalau kita hanya mengajarkan bahwa anugerah itu mengampuni dosa kita dan memberi kita jalan masuk ke surga, kita tidak akan berdiri sebagai terang di dalam dunia ini. Nyaris seolah-­olah Allah membiarkan kita menjadi bahan tertawaan di mata dunia. Dalam kerinduan kita untuk menciptakan pesan yang mudah dan nyaman, yang tidak menuntut kegigihan dalam percaya atau pertandingan iman, Allah tentu meratap, Aku akan membiarkan kalian menanggung rasa malu akibat hikmat kalian sendiri. Kenapa kita tidak percaya begitu saja pada janji dan syarat-­syarat-­ Nya? Mengapa kita berusaha menjadikan hikmat-­Nya cocok dengan gaya hidup kita, bukannya mengejar transformasi radikal yang terjadi ketika kita memperhadapkan kehidupan kita dengan kebenaran-­Nya? PENGALAMAN SAYA DENGAN ANUGERAH Salah satu mata pelajaran yang paling tidak saya kuasai di sekolah adalah Bahasa Inggris—khususnya penulisan kreatif. Saya mengerut setiap kali diberi tugas yang berhubungan dengan tulis-­menulis. Biasanya saya perlu tiga sampai empat jam untuk menyusun karangan sepanjang satu atau dua halaman. Saya akan duduk memandangi selembar kertas kosong berlama-­lama, memikirkan bagaimana cara mulai menulis. (Ya, saat itu belum ada komputer pribadi dan iPad!) Saya akhirnya menuliskan satu kalimat, memelototinya, merasa kalimat itu buruk, dan membuang kertasnya. Dalam upaya berikutnya, saya mungkin berhasil menulis dua kalimat, lalu kembali menyimpulkan keduanya parah, dan membuang kertasnya. Proses ini berlanjut sampai saya membuang-­buang beberapa lembar kertas dan banyak waktu. Satu jam atau lebih kemudian, saya mungkin berhasil menulis satu atau dua paragraf yang cukup masuk akal. Akhirnya, meskipun hasil akhirnya sudah baik menurut standar saya, tak ayal saya mendapatkan nilai yang sangat rendah untuk tugas itu. Saya kadang-­kadang bertanya-­tanya apakah guru bahasa Inggris saya menaikkan saya ke kelas berikutnya hanya agar tidak perlu menghadapi saya lagi tahun berikutnya. Anda pikir saya melebih-­ lebihkan? Sesungguhnya, saya meraih skor 370 dari 800 dalam ujian verbal bahasa Inggris. Itu berarti hanya 46 persen, yang dapat dianggap 7DN.HQDO0HQ\HUDK “nyaris tidak lulus.” Syukurlah, saya pintar dalam matematika dan sains sehingga akhirnya saya diterima di fakultas teknik Universitas Purdue. Maka pada 1991, ketika Allah berbicara kepada saya dalam doa, Nak, Aku mau kau menulis, saya pikir Dia keliru berbicara. Bisa jadi, pikir saya, Allah punya begitu banyak anak di planet ini sampai Dia keliru menganggapku sebagai orang lain? Saya malu mengakuinya, tapi apa yang Dia minta itu tampak sangat menggelikan sehingga saya tidak melakukan apa-­apa. Pada saat itu saya belum tahu tentang apa yang baru saja saya bagikan kepada Anda tentang anugerah Allah yang luar biasa dan memberdayakan. Sepuluh bulan kemudian, dan hanya dalam jarak waktu dua minggu, dua orang perempuan dari negara bagian yang berbeda mendekati saya. Yang satu dari Texas, yang lain dari Florida. Masing-­ masing menyampaikan perkataan yang sama pada saya: “John Bevere, jika kamu tidak menuliskan pesan yang Allah berikan kepadamu, Dia akan memberikannya kepada orang lain dan kamu akan dihakimi karena ketidaktaatanmu.” Ketika saya mendengar perempuan kedua menyampaikan peringatan yang sama dengan yang saya dengar dua minggu sebelumnya, rasa takut akan Allah melanda saya. Lebih baik aku mendengarkan, dan lebih baik aku menulis! Namun saya benar-­benar mengira Allah melakukan kesalahan besar. Saya tidak dapat menyusun makalah setebal sepuluh halaman, apa lagi satu buku! Dalam keputusasaan, saya menulis kontrak dengan Allah pada selembar kertas catatan. Aku perlu anugerah, tulis saya. Aku tidak bisa melakukannya tanpa kemampuan-­ Mu. Saya menandatangani kontrak itu dan membubuhkan tanggal. Nantinya, saya mulai duduk menulis. Saya tidak memulainya dengan membuat kerangka, karena saya tidak tahu cara membuat kerangka atau bagaimana kiranya hasil akhir dari proses menulis itu. Saya hanya memiliki pokok bahasan yang umum. Tiba-­tiba saya, muncul dalam benak saya pemikiran yang belum pernah saya pikirkan, saya ajarkan, atau saya dengar diajarkan orang lain. Saya hanya menulis dan menulis. Akhirnya, saya menghasilkan manuskrip yang cukup panjang untuk dijadikan buku. Lalu, saya menulis buku kedua, kemudian ketiga. Sampai saat ini, saya sudah menulis lima belas buku yang terjual jutaan eksemplar dan diterbitkan dalam lebih dari enam puluh bahasa di seluruh dunia. Salah satunya, Drawing Near, memenangkan hadiah tahunan Retailer’s Choice pada 2004, dan beberapa buku laris di pasar nasional dan internasional. .HXQJJXODQ Anda mengerti bahwa, berdasarkan kemampuan “alamiah” yang saya miliki, saya tidak dapat membanggakan diri atas hal itu? Itu semua anugerah Allah! Saya pernah berdiri di lapangan hoki di Eropa di depan lebih dari delapan ribu hadirin, banyak di antaranya pemimpin Kristen, dan bertanya berapa banyak yang sudah membaca salah satu buku saya. Dengan tercengang saya melihat hampir setiap orang mengangkat tangan mereka. Pada konferensi internasional di Eropa Timur, tuan rumah bertanya pada enam ribu pemimpin dari lebih dari enam puluh negara, apakah mereka pernah membaca paling tidak satu buku saya yang diterbitkan dalam bahasa mereka. Sungguh membesarkan hati saya melihat sekitar 90 persen peserta mengangkat tangan mereka. Saya diberi tahu oleh penerbit Iran (pada saat ini tujuh judul buku saya terbit dalam bahasa Farsi, bahasa resmi Iran), “Anda salah satu penulis Kristen yang bukunya paling banyak dibaca di seluruh Iran.” Laporan semacam itu terus berdatangan. Namun intinya adalah: Sungguh anugerah yang luar biasa! Ini salah satu impian saya: Saya ingin menemui guru bahasa Inggris SMA saya dan menunjukkan kepada mereka lima belas buku yang telah saya tulis oleh anugerah Allah, melihat mereka pingsan, lalu menyadarkan mereka kembali, dan memimpin mereka kepada Kristus. Buah itu akan membuat saya unggul di mata mereka dan secara jelas memperlihatkan anugerah yang mengagumkan dari Tuhan kita Yesus Kristus! Karena alasan itulah Paulus dengan berani menyatakan, “Karena anugerah Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang” (1 Korintus 15:10). Dengarkan saya, pembaca yang baik: Anda sebagaimana Anda ada sekarang bukan karena keluarga tempat Anda dilahirkan, lingkungan pergaulan tempat Anda bertumbuh, kelompok etnis tempat Anda bergaul, jenis kelamin Anda, atau tempat pendidikan Anda. Anda sebagaimana Anda ada sekarang karena anugerah Allah! Pada awalnya saya juga pengkhotbah yang buruk. Setelah Lisa dan saya menikah, pada waktu-­waktu pertama ia mendengar saya memberitakan Injil, ia sudah tertidur nyenyak dalam waktu sepuluh menit. Teman baiknya, Amy, duduk di sampingnya dan juga tidur begitu nyenyak sampai saya dapat melihat air liur meleleh dari mulutnya yang terbuka lebar! Mereka berdua tetap tertidur sampai akhir khotbah saya. Sekitar dua tahun lalu, Lisa menemukan video khotbah saya pada 7DN.HQDO0HQ\HUDK 1984. Ia memutarnya dan dalam beberapa detik saya berteriak, “Lisa, buang itu!” Ia merenggut video itu, mendekapnya erat-­erat, dan tertawa histeris. “Tidak,” katanya. “Ini bisa untuk memeras kamu!” Saat ini, dan hanya karena anugerah Allah yang memberikan kemampuan, saya pernah berbicara di depan lima ribu, sepuluh ribu, dan bahkan dua puluh ribu orang di lapangan di seluruh dunia. Orang bertanya pada saya, “Apakah Anda gelisah sebelum berkhotbah?” “Tidak, sama sekali tidak,” jawab saya. Mereka biasanya bingung mendengar jawaban itu. “Bagaimana mungkin Anda menghadapi begitu banyak orang dan tidak gelisah?” Saya tertawa dan berkata, “Saya tahu betapa buruknya kemampuan saya, dan jika anugerah tidak muncul, kita semua menghadapi masalah besar.” Sekarang setelah saya mengenal anugerah Allah, anugerah itu tidak pernah gagal. Anugerah senantiasa ada dan siap sedia! Itulah sebabnya Paulus berkata, “Menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang” (1 Korintus 1:26). Mengapa? Karena orang yang bijak, orang yang berpengaruh, dan orang yang terpandang akan mengandalkan kemampuan mereka sendiri, bukan mengandalkan anugerah Allah. Pada awal masa hidupnya, Paulus termasuk orang yang bijak dan terpandang. “Seandainya orang lain dapat selamat dengan kemampuan sendiri, pastilah saya juga dapat!” katanya di Filipi 3:4 (FAYH). Tetapi Paulus memilih untuk bergantung pada anugerah: “Tetapi semua [hikmat, kekuatan, kehormatan] yang dahulu saya junjung tinggi, sekarang sudah saya buang” (Filipi 3:7). Mengapa atribut tersebut tidak berharga? Karena Paulus ingin hidup bukan berdasarkan kemampuan alamiahnya, melainkan dalam anugerah kebangkitan yang diperolehnya bukan karena kebaikannya: “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-­Nya” (ayat 10). Ini bukan berarti Paulus hanya duduk-­duduk santai. Ia belajar dengan tekun untuk menunjukkan dirinya layak dipercaya, dan ia dengan penuh hasrat berdoa agar dirinya dipenuhi dengan pengenalan akan kehendak Allah dalam segala hikmat dan pengertian rohani. Paulus bertekun seperti seharusnya kita semua, tetapi ia percaya Allah memberinya anugerah sehingga upayanya itu diperlengkapi secara ilahi. Jika Anda pelajar, Anda harus belajar dengan giat, namun Anda juga perlu percaya bahwa anugerah Allah akan mengangkat taraf pemikiran dan pencapaian Anda melampaui apa yang Anda pikirkan. Jika Anda .HXQJJXODQ seorang dokter, Anda harus tetap mengikuti penemuan medis modern, namun Anda tidak mengandalkan kemampuan atau pendidikan Anda. Anda harus mengandalkan hikmat dan kreativitas anugerah Allah yang adikodrati untuk menolong Anda melampaui kemampuan manusia biasa. Jika Anda atlet profesional, Anda perlu berlatih dengan tekun, tetapi Anda harus berpegang teguh pada anugerah Allah untuk mengungguli atlet lain yang tidak percaya. Ingatlah bagaimana, di bab satu, kita menemukan bahwa Allah 3HQFLSWD\DQJSHQXKNDVLKVXGDKPHQXOLVELRJUDÀNLWDPDVLQJPDVLQJ sebelum kita lahir? Kita membahas perkataan pujian Daud, “Mata-­Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-­Mu semuanya tertulis hari-­hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya” (Mazmur 139:16). 6D\D LQJLQ PHQJDWDNDQ VHVXDWX WHQWDQJ ELRJUDÀ $QGD 0XVWDKLO EDJL $QGD PHPHQXKL ELRJUDÀ \DQJ GLUDQFDQJNDQ $OODK LWX dengan kemampuan Anda sendiri. Anda sama sekali tidak mampu PHODNXNDQQ\D-LND$OODKPHUDQFDQJELRJUDÀ\DQJGDSDW$QGDSHQXKL dengan kemampuan Anda sendiri, maka Dia harus membagikan kemuliaan-­Nya dengan Anda. Dan Allah tidak melakukan hal itu! Dia dengan jelas menyatakan, “Aku tidak akan memberikan kemuliaan-­ Ku kepada yang lain” (Yesaya 42:8). Maka, Allah dengan sengaja PHQXOLV ELRJUDÀ $QGD VHGHPLNLDQ UXSD VHKLQJJD WLGDN PXQJNLQ dipenuhi dengan kemampuan Anda sendiri, agar Anda bersandar pada anugerah-­Nya untuk memenuhi-­Nya. Dengan demikian, Dia mendapatkan seluruh kemuliaan! Itulah yang saya katakan pada orang-­orang yang bertanya tentang buku yang saya tulis. Tidak ada orang yang lebih paham dari saya sendiri siapa sebenarnya yang menulis buku-­buku ini. Mereka tidak digarap menurut kemampuan saya sendiri. Saya tahu bahwa saya menjadi sebagaimana saya ada sekarang karena kemampuan-­Nya, anugerah-­Nya, dan bukan karena kemampuan saya. Itu karunia cuma-­ cuma dari Allah. Akan tetapi, sungguh mencemaskan, hanya 2 persen orang percaya Amerika yang menyadari bahwa pemberdayaan anugerah akan PHPDPSXNDQPHUHNDXQWXNPHPHQXKLELRJUDÀ\DQJWHODKGLWHWDSNDQ bagi mereka. Bagaimana mungkin 98 persen memenuhi panggilan mereka hanya dengan kemampuan mereka sendiri? Faktanya adalah, mereka tidak mampu. Mungkin ini yang menyebabkan kita tidak melihat dampak yang dahsyat di tengah masyarakat kita? 7DN.HQDO0HQ\HUDK JALAN MASUK Karunia yang cuma-­cuma! Kuasa yang saya bahas ini, anugerah Allah, tidak dapat Anda peroleh berdasarkan upaya, kebaikan, atau kemampuan Anda sendiri. Seperti ditegaskan oleh Paulus, anugerah kita terima hanya melalui iman: “Sebab karena anugerah kamu diselamatkan oleh iman;; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu, supaya tidak ada orang yang memegahkan diri” (Efesus 2:8-­9). Kepada orang percaya di Roma ia menulis, “Melalui Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman ke dalam anugerah ini. Di dalam anugerah ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah” (Roma 5:2). Apakah yang memberi kita jalan masuk menuju anugerah Allah? Bukan dengan bekerja keras, menjalani kehidupan yang baik, berdoa dua jam setiap hari, berpuasa dua kali sebulan—bukan usaha apa pun dari manusia. Kita memperoleh jalan masuk menuju anugerah ini hanya oleh iman! Jadi, mengapa kita tidak langsung percaya begitu saja? Lihatlah dari sudut pandang ini. Jika sumur air segar Anda mengering, Anda menghadapi masalah. Tanpa air bersih, Anda dan keluarga Anda akan mati dalam beberapa hari ini. Namun, tak jauh dari situ pemerintah kota memiliki menara air besar yang menampung jutaan galon air segar, dan salah satu pipa utama dari menara itu melewati rumah Anda. Apa yang akan Anda lakukan? Anda akan datang ke balai kota dan meminta izin. Lalu Anda pergi ke toko besi dan bangunan, membeli beberapa pipa PVC, kembali ke rumah, dan menghubungkan aliran air di rumah Anda dengan pipa utama yang mengalir di halaman depan rumah Anda. Sekarang Anda memiliki akses atau jalan masuk menuju jutaan galon air segar itu—lebih dari yang diperlukan oleh Anda dan keluarga Anda. Begitu juga, iman adalah pipa untuk anugerah. Karena itu, kita dapat membaca Roma 5:2 demikian, “Kita mendapatkan jalan masuk melalui pipa iman menuju seluruh air anugerah yang kita perlukan. Sesederhana itu: Satu-­satunya cara untuk mengambil bagian dalam anugerah yang memberdayakan adalah oleh iman. Itulah sebabnya penulis kitab Ibrani menyatakan, “Karena kepada kita diberitakan juga kabar kesukaan sama seperti kepada PHUHND WHWDSL ÀUPDQ \DQJ GLGHQJDU LWX WLGDN EHUJXQD EDJL PHUHND karena mereka tidak dipersatukan dalam iman dengan orang-­orang yang mendengarkannya” (4:2). Orang yang dimaksudkannya adalah keturunan Abraham—para .HXQJJXODQ pewaris janji Allah. Bila dikiaskan, seluruh kuasa dan persediaan surga mengalir persis di dekat rumah atau kemah mereka. Akan tetapi, mereka tidak mendapatkan manfaat dari persediaan cuma-­cuma pemberian Allah itu karena mereka tidak memasak “pipa iman” mereka untuk menyedot dan menerima apa yang dijanjikan dalam Firman Tuhan. Begitu juga, bila hanya 2 persen orang percaya Amerika yang sadar bahwa anugerah itu pelimpahan kuasa Allah secara cuma-­cuma— kuasa yang memberi kita kemampuan untuk berjuang melampaui kemampuan alamiah kita dan memampukan kita untuk bersinar dalam dunia yang gelap dengan melakukan pekerjaan yang ajaib— lalu bagaimana kita sebagai gereja dapat memercayainya? Bagaimana kita dapat mengambil bagian di dalamnya? Paulus menyatakan: “Dan bagaimanakah mereka dapat percaya kepada Tuhan kalau mereka belum mendengar tentang Dia? Juga, bagaimanakah mereka dapat mendengar tentang Tuhan, kalau tidak ada yang memberitakan?” (Roma 10:14). Jika kita orang Kristen tetap tidak memahami pernyataan Firman Allah tentang anugerah Allah yang memberdayakan orang percaya, lalu bagaimana kita dapat memercayainya? Kita tidak dapat memercayainya jika Kita tidak dapat memercayainya jika kita kita tidak mengetahuinya. Jika kita tidak memiliki pipa untuk masuk ke tidak mengetahuinya dalam anugerah ini, janji Firman-­Nya tidak akan berguna bagi kita. Hal ini tentunya memilukan hati Allah. Yesus sudah membayar harga yang sangat mahal agar kita dapat bertindak melampaui apa yang sudah dikerjakan Daniel dan Yohanes Pembaptis—untuk menjadi teladan hidup dari kehidupan-­Nya yang berkelimpahan. Namun kita merendahkan pesan itu sehingga hanya mencakup pengampunan dosa dan jaminan masuk surga. Meskipun karunia itu sangat penting dan mengagumkan, kita gagal menerapkan dan mengklaim kuasa anugerah Allah untuk menjalani kehidupan saat ini. Karena itu, kita tidak mampu melakukan pekerjaan-­pekerjaan Allah di dalam dunia yang gelap ini, tidak mampu hidup dengan tak kenal menyerah bagi kemuliaan-­Nya. Para pengikut akhirnya berseru, “Kami harus berbuat apa untuk melakukan kehendak Allah?” (Yohanes 6:28, BIS). Mereka frustrasi. Mereka juga ingin menolong manusia yang menderita dengan 7DN.HQDO0HQ\HUDK kemampuan Allah. Yesus memerintahkan mereka untuk menuruti teladan-­Nya. Karena putus asa, akhirnya mereka berseru, “Kami harus berbuat apa untuk melakukan kehendak Allah?” Jawaban Yesus? Sederhana. “Milikilah iman.” (Yohanes 6:29, CEV). ,WXGLD,PDQ&XNXSGHQJDQPHPHUFD\DL´ÀUPDQDQXJHUDKµ$OODK maka Anda dapat mengambil bagian di dalamnya. Dengan itu pula Paulus menguatkan hati orang-­orang percaya di Efesus, “Sekarang aku PHQ\HUDKNDQNDPXNHSDGD7XKDQGDQNHSDGDÀUPDQDQXJHUDK1\D yang berkuasa membangun kamu dan menganugerahkan kepada kamu warisan yang ditentukan bagi semua orang yang telah dikuduskan-­ Nya” (Kisah Para Rasul 20:32). Paulus saat itu harus meninggalkan orang-­orang yang dikasihinya;; ia tahu itu bisa jadi merupakan percakapan terakhir mereka di bumi ini. Ketika Anda menyampaikan pesan-­pesan terakhir, Anda akan memilih dengan saksama kata-­kata yang akan Anda sampaikan pada orang-­ orang yang Anda kasihi. Paulus bukan hanya menyerahkan mereka NHSDGD7XKDQWHWDSLMXJDNHSDGD´ÀUPDQDQXJHUDK1\Dµ Saat ini saya mendengar banyak orang Kristen yang berniat baik mengucapkan kata-­kata yang manis seperti “Engkau harus percaya kepada Allah” atau “Yang kauperlukan di dalam hidup ini hanyalah Allah” atau “Pokoknya kau harus dekat dengan Allah.” Meskipun nasihat ini mengarahkan orang ke tempat yang benar, namun masih belum lengkap. Paulus menyerahkan saudara seimannya bukan hanya NHSDGD $OODK WHWDSL MXJD NHSDGD ´ÀUPDQ DQXJHUDK1\Dµ $QXJHUDK Allah membangun kita dan memberi kita warisan. Apakah warisan kita itu? Itu biogradi yang telah Allah tulis tentang Anda sebelum Anda lahir! Karena pengajaran tentang anugerah yang tidak lengkap, terlalu banyak orang Kristen (98 persen tepatnya) berpikir bahwa pelimpahan kuasa Allah yang dahsyat itu hanya tersedia jika kita berdoa dan berpuasa secukupnya, atau bekerja dengan tekun dalam pelayanan Kristen, atau menjalani gaya hidup yang cukup kudus. Masalah yang terkandung dalam pandangan yang tidak lengkap ini adalah: kita tidak tahu seberapa banyak yang sudah dapat disebut sebagai cukup itu. Itulah sebabnya Paulus menegur jemaat di Galatia: Jawablah pertanyaan ini: Apakah Allah, yang dengan berlimpah-­limpah menyediakan hadirat-­Nya bagi kamu, Roh Kudus-­Nya, untuk melakukan dalam hidupmu hal-­hal yang tidak mungkin kamu lakukan dengan kemampuanmu sendiri, .HXQJJXODQ apakah Dia melakukan hal-­hal itu karena kamu berusaha keras untuk hidup secara bermoral atau karena kamu mengandalkan Dia untuk mengerjakannya di dalam diri kamu? (Galatia 3:5, MSG) “Berusaha keras untuk hidup secara bermoral” tidak membawa kita ke mana-­mana dalam berhubungan dengan Allah karena hal itu hanya berpusat pada kekuatan dan usaha kita sendiri. Pelajaran utama dari bab ini adalah: satu-­satunya faktor yang menentukan jalan masuk kita menuju anugerah Allah yang cuma-­cuma dan membangkitkan kuasa adalah Anda memercayai, meyakini, dan menerapkan anugerah-­ Nya oleh iman. Hal itu sama sekali tidak berbeda dengan awal keselamatan kita. Lihatlah bagaimana Paulus menguraikannya: “Aku ingin bertanya kepadamu: Bagaimana kehidupan barumu dimulai? Apakah karena kamu berusaha sekuat tenaga untuk menyenangkan hati Allah? Atau karena kamu menanggapi Berita Allah yang disampaikan kepadamu?” (Galatia 3:2, MSG). Sama seperti kita pertama kali diselamatkan oleh anugerah dengan cukup memercayai dan menanggapi berita Injil, saat ini kita terus hidup, oleh anugerah, untuk melakukan pekerjaan-­pekerjaan ajaib di dalam lingkup pengaruh kita masing-­masing. CHIHUAHUA ATAU BERUANG GRIZZLY? Kita pun kembali pada pertanyaan yang diajukan dalam bab 3. Apakah kita memiliki kuasa dan kemampuan untuk tak kenal menyerah dalam kepercayaan dan perjuangan kita? Apakah kita seperti Chihuahua atau seperti beruang grizzly? Setelah merenungkan ayat-­ayat yang kita pelajari sejauh ini, saya berharap Anda bergabung dengan saya dalam meneguhkan—dengan penuh sukacita dan keyakinan—bahwa Anda dan saya itu seperti beruang grizzly. Dengan keyakinan seperti ini di dalam pikiran dan hati kita, mari kita melanjutkan penemuan kita tentang apa itu hidup dengan sikap yang tak kenal menyerah! 6 MELIHAT ATAU MASUK Melalui Dia, Allah melimpahkan rahmat-­Nya kepada begitu banyak orang, dan dengan cuma-­cuma memungkinkan mereka berbaik kembali dengan Allah;; mereka akan berkuasa di dunia ini melalui Kristus. ROMA 5:17 (BIS) S aya berharap bahwa jika saya sering memasang Roma 5:17 di depan mata Anda, ayat itu akan mendarah daging seperti halnya Yohanes 3:16. Mungkin Anda akhirnya akan mengutip kata-­kata ini saat tertidur, menyadari jauh di dalam hati Anda bahwa Allah berkehendak agar Anda memerintah di dalam kehidupan ini. Kepercayaan yang teguh ini merupakan prasyarat untuk menyelesaikan pertandingan dengan baik, untuk dikenal sebagai “pemenang” dan orang percaya yang tak kenal menyerah. Sebelum melanjutkan pembahasan, saya ingin menegaskan kembali kebenaran mendasar yang telah kita pelajari: Semua orang yang telah menerima anugerah Allah dengan cuma-­cuma diberi kuasa untuk unggul dalam kehidupan ini. Kita harus menjadi kepala dan bukan ekor, di atas dan bukan di bawah dalam kehidupan. Kita harus menjadi kerajaan orang-­orang yang berpengaruh dan memberikan teladan baik, menyatakan jalan hidup Allah di muka bumi ini. 7DN.HQDO0HQ\HUDK MENGAPA KEBANYAKAN ORANG KRISTEN TIDAK MEMERINTAH DI DALAM HIDUP INI? Mengapa tidak semua orang Kristen hidup seperti itu? Mengapa mayoritas orang percaya malah dikuasai oleh kehidupan, bukannya berkuasa atau memerintah dalam hidup ini? Kita sudah membahas jawaban pertama dan yang paling jelas. Survei nasional yang diadakan pada 2009 mengungkapkan bahwa 98 persen orang percaya di Amerika tidak sadar bahwa anugerah Allah itu pelimpahan kuasa-­Nya. Menurut saya statistik ini, sungguh disayangkan, mewakili gereja pada umumnya di seluruh dunia Barat. Karena ketidaktahuan mereka akan persediaan Allah berupa kuasa supernatural melalui anugerah, sebagian besar orang percaya tidak mampu hidup sesuai dengan kehendak Allah. Mereka tidak berbeda dari suku Afrika yang memiliki Land Rover yang hebat, namun tidak mengetahui kemampuannya sebagai alat transportasi. Mereka tetap terbatas harus bepergian dengan berjalan kaki dan memanggul beban berat menempuh jarak jauh. Penyebab kedua kebanyakan orang percaya tidak memerintah dalam hidup ini akan menjadi fokus pembahasan sepanjang sisa buku ini. Kita akan memulainya dengan memeriksa perkataan Yesus kepada Nikodemus, seorang pemimpin Yahudi yang diam-­diam menemui Sang Guru. Perkataan pertama Yesus kepadanya adalah, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah” (Yohanes 3:3). Yesus berbicara tentang melihat kerajaan Allah. Namun pernyataan-­ Nya selanjutnya kepada Nikodemus mengungkapkan sesuatu \DQJ PHQJDQGXQJ SHUEHGDDQ VLJQLÀNDQ ´$NX EHUNDWD NHSDGDPX sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Yohanes 3:5). Mengapa Yesus mengalihkan penekanan-­Nya dari melihat kerajaan Allah (ayat 3) ke masuk ke dalam kerajaan Allah (ayat 5)? Jika kita hanya menerapkan pengetahuan bahasa Indonesia kita untuk menafsirkan Alkitab, tidak MDUDQJNLWDPHOHZDWNDQDUWLGDQVLJQLÀNDQVLVHVXQJJXKQ\DGDULVXDWX teks. Dengan menyimak kembali bahasa aslinya, kita ditolong untuk memahami dengan lebih baik apa yang Allah maksudkan. Ketika berbicara tentang kerajaan Allah, Dia sebenarnya mengacu pada “pemerintahan Allah.” Istilah bahasa Yunani yang paling sering digunakan untuk kerajaan Allah dalam Injil adalah basileia tou Theos. 7KHRV PHQJDFX SDGD $OODK VHGDQJNDQ EDVLOHLD GLGHÀQLVLNDQ VHEDJDL 0HOLKDW$WDX0DVXN “kebangsawanan, kekuasaan, pemerintahan.” Basileia berasal dari kata bahasa Yunani untuk “basis” atau “fondasi.” Beberapa sarjana Alkitab yakin bahwa terjemahan terbaik untuk basileia tou Theos adalah “pemerintahan imperial Allah” atau “daerah kekuasaan Allah.” Saya VHQDQJ GHQJDQ NDWD LPSHULDO 6DODK VDWX GHÀQLVLQ\D DGDODK ´SHQXK kuasa tanpa tandingan.” Sebagai contoh, dalam Doa Bapa Kami, Yesus memerintahkan kita untuk berdoa, “Bapa kami yang di surga, Dikuduskanlah nama-­ Mu, datanglah Kerajaan-­Mu, jadilah kehendak-­Mu di bumi seperti di surga” (Matius 6:9-­10). Dia sebenarnya mengatakan, “Bapa kami di surga, Engkau Allah yang mahakuasa. Datanglah pemerintahan-­Mu yang paling unggul dan penuh kuasa. Jadilah kehendak-­Mu di bumi seperti di surga.” Namun, muncul masalah karena kebanyakan orang memikirkannya secara futuristik, padahal sebenarnya kerajaan Allah VXGDKGDWDQJ0HPDQJEHOXPGDWDQJVHFDUDÀVLNVHSHUWLGLQXEXDWNDQ Yesaya, karena hal itu akan terjadi ketika Yesus memerintah untuk selama-­lamanya dan pengaruh Iblis lenyap sepenuhnya. Namun, kerajaan Allah sudah datang secara rohani. Kerajaan Allah ada di dalam diri kita, umat perjanjian Allah, karena Yesus berkata, “Pemerintahan Allah tidak mulai dengan tanda-­tanda yang dapat dilihat orang, sehingga orang dapat berkata, ‘Mari lihat, ini dia!’ atau, ‘Di sana dia!’ Sebab Allah sudah mulai memerintah di tengah-­tengah kalian” (Lukas 17:20-­21, BIS). Karena karya Kristus di Kalvari, kerajaan Allah sekarang ada di dalam setiap pengikut Kristus. Kita harus menyebarluaskan wilayah kekuasaannya, pemerintahannya, di mana pun kita berada dan ke mana pun kita pergi. Kita harus memerintah di dalam hidup ini oleh karunia anugerah Allah yang cuma-­cuma dan penuh kuasa, yang telah dicurahkan kepada kita melalui Yesus Kristus. Mari kita memeriksa ayat lain di mana Yesus menggunakan frasa “kerajaan Allah” dan menggantinya dengan “pemerintahan Allah yang paling unggul dan penuh kuasa.” Sungguh menakjubkan, dengan perubahan ini pernyataan tersebut menjadi lebih bermakna bagi orang percaya saat ini. Sebagai contoh, pengajaran Yesus di Matius 12:28 akan berbunyi, “Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, maka sesungguhnya pemerintahan Allah yang paling unggul dan penuh kuasa sudah datang kepadamu.” Roh Allah yang dimaksudkan Yesus adalah Roh Kudus, salah satu pribadi Allah yang mencurahkan anugerah (kuasa) Allah yang kita miliki. Dia disebut “Roh anugerah” 7DN.HQDO0HQ\HUDK dalam Perjanjian Baru (lihat Ibrani 10:29). Kembali, perkataan Yesus: “Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lubang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam pemerintahan Allah yang paling unggul dan penuh kuasa” (Matius 19:24). Orang yang kaya adalah orang yang berkata, “Aku memiliki kecukupan dan kemampuan penuh di dalam diriku untuk sukses.” .DUHQDNHFHUGDVDQNHXDQJDQNHNXDWDQÀVLNNHSLDZDLDQNRQHNVLGDQ sumber dayanya, ia percaya dirinya sepenuhnya mampu mencukupi dirinya sendiri. Namun Yesus dapat melihat menembus selubung tersebut. “Berbahagialah, hai kamu yang miskin,” kata-­Nya, “karena kamulah yang punya pemerintahan Allah yang paling unggul dan penuh kuasa” (Lukas 6:20). 'LDWLGDNPHQJDFXSDGDPHUHND\DQJPLVNLQVHFDUDÀQDQVLDO'LD memberkati mereka yang bergantung pada anugerah Allah. Yesus menyatakan bahwa Roh Allah ada pada-­Nya untuk memberitakan Injil kepada orang miskin, tetapi Dia sering secara sengaja bertemu GHQJDQ GDQ PHOD\DQL RUDQJ \DQJ SDOLQJ ND\D VHFDUD ÀQDQVLDO GDODP masyarakat setempat. Ketika Dia berbicara tentang unta masuk melalui lubang jarum, itu persis setelah perjumpaan-­Nya dengan orang muda yang kaya, yang memilih untuk percaya pada kekayaan-­Nya, bukannya kepada Allah.” Renungkan pernyataan lain Yesus tentang Kerajaan Allah: “Kepadamu telah diberikan rahasia pemerintahan Allah yang paling unggul dan penuh kuasa, tetapi kepada orang-­orang luar segala sesuatu disampaikan dalam perumpamaan” (Markus 4:11). Otoritas dan kuasa yang tersedia bagi kita melalui anugerah Allah ini sungguh-­ sungguh suatu misteri—suatu kebenaran tersembunyi yang hanya dapat disingkapkan oleh Roh Kudus. “’Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: Semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.’ Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh” (1 Korintus 2:9-­10). Fakta bahwa Anda dan saya memerintah dalam hidup ini melalui anugerah Allah tersembunyi sampai Roh Kudus menyingkapkannya kepada kita melalui para rasul yang menulis Perjanjian Baru. Yang perlu kita lakukan saat ini hanyalah percaya. Inilah penegasan lain dari Yesus tentang kerajaan Allah: “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, di antara orang yang hadir 0HOLKDW$WDX0DVXN di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat bahwa pemerintahan Allah yang paling unggul dan penuh kuasa telah datang dengan kuasa” (Markus 9:11). Pernyataan ini dari Mesias ini seharusnya meneguhkan kepercayaan kita bahwa kedatangan kerajaan Allah berlangsung saat ini dan di sini dan juga kelak pada masa depan. Pemerintahan Allah yang unggul dan penuh kuasa akan berada di dalam diri para pengikut Yesus begitu Roh anugerah tercurah pada Hari Pentakosta. Begitu juga, Yesus berkata kepada ahli Taurat yang menjawab-­Nya dengan bijaksana, “Engkau tidak jauh dari pemerintahan Allah yang paling unggul dan penuh kuasa!” (Markus 12:34). Seperti dapat Anda lihat dari beberapa contoh yang saya sampaikan, makna kerajaan Allah menjadi lebih penuh kuasa dan relevan bila kita membacanya sesuai dengan makna dalam bahasa Yunaninya. Mungkin akan memperkaya pemahaman Anda dan membangkitkan semangat Anda jika Anda terus menggunakan pemerintahan Allah yang unggul dan penuh kuasa untuk menggantikan kerajaan Allah setiap kali istilah itu muncul dalam Perjanjian Baru. Namun kita harus mengingat suatu aspek yang sangat penting dari pemerintahan Allah yang unggul dan penuh kuasa ini: Dia telah mendelegasikan pemerintahan-­Nya kepada kita! Langit itu langit kepunyaan TUHAN, dan bumi itu telah diberikan-­Nya kepada anak-­ anak manusia. Yesus, sebagai Anak Manusia, mengambil kembali apa yang telah dilepaskan Adam. Yesus kemudian menyatakan, “Kepada-­ Ku telah diberikan segala kuasa (segala wewenang untuk memerintah) di surga dan di bumi” (Matius 18:11, AMP). Tetapi Kristus Tuhan dan Raja kita tidak lagi berada di muka bumi ini, maka Anda dan saya— tubuh Kristus—harus menjalankan pemerintahan Allah yang unggul dan penuh kuasa itu. Jika kita tidak menjalankan pemerintahan itu, ia akan tetap berada dalam genggaman penguasa dunia ini dan kehidupan dunia akan menguasai kita. Itu bukan rencana Allah! Kita diberi kuasa oleh anugerah-­Nya untuk memerintah di dalam hidup ini melalui Kristus! MASUK VS. MELIHAT Mari kita membahas lebih jauh perkataan Yesus kepada Nikodemus. Anda tentu ingat bahwa Sang Guru pertama kali berkata, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, jika seseorang tidak dilahirkan kembali, ia 7DN.HQDO0HQ\HUDK tidak dapat melihat Kerajaan Allah” (Yohanes 3:3). Dan beberapa saat kemudian, Dia mengungkapkannya sebagai berikut: “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, jika seseorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Yohanes 3:5). Dengan pengertian yang kita peroleh dalam bahasa Yunani tentang Kerajaan Allah, kita sekarang dapat lebih memahami mengapa Yesus membedakan antara melihat kerajaan Allah dan masuk ke dalam kerajaan Allah. Jika kita menganggap kerajaan Allah itu sebagai WHPSDWVHFDUDKDUÀDKVHSHUWLVXUJDPDNDD\DWPHQDQGDNDQEDKZD dilahirkan kembali itu tidak cukup untuk membuat orang masuk ke surga—mereka hanya dapat melihatnya. Ini tentu saja tidak benar. Ketika Anda memahami bahwa Yesus berbicara tentang pemerintahan Allah yang unggul dan penuh kuasa—pemerintahan kerajaan—maka ayat-­ayat itu memperlihatkan makna yang sama sekali berbeda dan jauh lebih mudah untuk dipahami. .DWDEDKDVD<XQDQLXQWXNPHOLKDWGDODPD\DWDGDODKHLGR'HÀQLVL utamanya adalah “melihat, memahami, menyadari, atau mengenal sesuatu.” Yesus menyatakan bahwa kita semua yang lahir baru dapat melihat, memahami, menyadari, dan mengenal pemerintahan Allah yang unggul dan penuh kuasa—kerajaan Allah. Pernyataan-­Nya selanjutnya tidak lagi menggunakan kata melihat (eido);; Dia menggunakan kata masuk sehubungan dengan pemerintahan $OODK.DWDEDKDVD<XQDQLXQWXNPDVXNDGDODKHLVHUFKRPDL'HÀQLVL utamanya adalah “bangkit dan datang ke dalam” atau “bangkit dan masuk.” Jadi, dalam dua pernyataan ini, Yesus beralih dari menyadari ke bangkit dan datang ke dalam pemerintahan Allah yang unggul dan penuh kuasa. Anda memahami perbedaannya? Sebagai ilustrasi, ketika saya naik ke pesawat terbang untuk terbang ke suatu tempat, saya sangat sadar akan kemampuannya untuk melawan gravitasi, memungkinkan saya terbang jauh di atas bumi, dan membawa saya ke tempat tujuan. Sebagai penumpang, saya dapat melihat dan mengalami manfaat mengendarai pesawat terbang. Kemudian suatu hari teman saya mengikutkan saya dalam kursus terbang. Setelah beberapa latihan awal, saya masuk ke pesawat bermesin tunggal dan instruktur menjelaskan apa yang harus saya lakukan. Tak lama kemudian saya mulai mengendalikan kemudi dan menerbangkan pesawat. Rasanya seperti mimpi. Saya satu pikiran yang bermunculan pada penerbangan pertama itu adalah fakta bahwa saya dapat menerbangkan pesawat itu ke mana dan bagaimana pun saya 0HOLKDW$WDX0DVXN mengingininya. Tidak ada jalan raya, tidak ada jalur. Sebaliknya, saya yang menciptakan jalur dan rutenya. Saya sudah beralih dari menyadari apa yang bisa dilakukan pesawat dan mengalami manfaat terbang sebagai penumpang ke menjadi pilot dan menerbangkan pesawat ke mana pun saya mau. Saya sudah masuk ke dalam kemerdekaan terbang. Perkataan Yesus menandakan adanya dua jenis orang percaya. Kita dapat membandingkan kelompok pertama dengan penumpang di pesawat yang melihat, memahami, dan mengalami manfaat terbang. Kemudian ada mereka yang bangkit dan masuk ke dalam kokpit sebagai pilot, yang sungguh-­sungguh melakukan penerbangan dan menentukan ke mana akan pergi dan pada ketinggian dan kecepatan berapa. Para penumpang, meskipun mereka dapat merasakan manfaat pesawat terbang, nasib mereka berada di tangan mereka yang tahu cara terbang. 8QWXN LOXVWUDVL OHELK MDXK SHUEHGDDQ VLJQLÀNDQ DQWDUD PHOLKDW dan masuk ke dalam kerajaan Allah, bayangkan sekelompok orang yang terdampar di sebuah pulau. Pulau itu berbahaya, penuh dengan binatang liar yang suka memangsa manusia, ular berbisa, laba-­laba, dan kalajengking. Kalau itu masih belum cukup buruk, di situ juga ada suku primitif yang kanibal. Kelompok kecil kami benar-­benar terancam bahaya maut. Tetapi, ada suatu kabar baik: di pulau itu ada landasan pesawat dan pesawat jet yang berfungsi dengan baik. Pesawat itu sudah penuh bahan bakar dan siap di landasan. Kelompok kami dapat menggunakannya untuk terbang ke tempat yang aman. Namun ada masalah besar: tidak ada seorang pun dalam kelompok ini yang tahu cara menerbangkan pesawat! Kami semua penumpang yang berpengalaman, namun tidak ada seorang pun yang bangkit mencapai status pilot yang mampu menerbangkan pesawat. Meskipun pesawat itu memberi kami kuasa untuk terbang ke tempat yang aman dan bebas, kami tidak dapat melakukannya karena kami tidak dapat menghidupkan mesinnya, apa lagi menerbangkannya meninggalkan pulau. Skenario ini menggambarkan perbedaan antara orang percaya yang hanya melihat atau mengalami pemerintahan Allah yang unggul dan penuh kuasa dan orang percaya yang sudah bangkit dan masuk ke dalam pemerintahan Allah yang unggul dan penuh kuasa. Perbedaan yang sangat tajam, bukan? Anda ingin menjadi orang percaya jenis yang mana? 7DN.HQDO0HQ\HUDK MASUK KE DALAM PEMERINTAHAN Pertanyaan logis yang sekarang muncul adalah, Bagaimana seorang anak Allah beralih dari melihat ke benar-­benar masuk ke dalam pemerintahan? Dengan kata lain, bagaimana kita beralih dari penumpang rohani menjadi pilot rohani? Rasul Paulus menjawab pertanyaan ini bagi kita. Di bawah bimbingan Roh Kudus, Paulus dan Barnabas meninggalkan gereja lokal mereka dan melakukan perjalanan rasuli pertama mereka (Kisah Para Rasul 13:1-­4). Setelah berjalan jauh ke berbagai kota di Asia, mereka memulai perjalanan panjang kembali ke kota asal, sambil mengunjungi kota-­kota tempat mereka merintis gereja-­gereja baru. Pada saat itu, tentu saja, perjalanan jauh lebih menantang dari saat ini. Saya dapat naik pesawat dan dengan mudah pergi ke kota mana saja di seluruh dunia, biasanya hanya dalam waktu dua puluh empat jam. Tidak terpikir dalam benak saya ketika meninggalkan suatu tempat di luar negeri, Karena rumitnya perjalanan, saya bertanya-­tanya apakah saya masih akan melihat orang-­orang ini lagi pada masa hidup saya. Namun Paulus pada zamannya sering didera pikiran itu. Ketika meninggalkan gereja-­gereja ini, Paulus tahu kemungkinan besar ia tidak akan melihat kembali jemaat-­jemaat yang telah dilahirkannya ke dalam kerajaan Allah sampai mereka dipersatukan kembali di surga. Sesuai dengan keadaan itu, kita dapat membayangkan Paulus memilih perkataannya bagi orang-­orang yang baru percaya ini dengan saksama. Dan pesan yang ditinggalkannya secara langsung menunjukkan bagaimana kita beralih dari melihat menjadi masuk ke dalam pemerintahan: Lalu kembalilah mereka ke Listra, Ikonium dan Antiokhia. Di tempat itu mereka menguatkan hati murid-­murid itu dan menasihati mereka supaya bertekun di dalam iman, dan mengatakan bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara. (Kisah Para Rasul 14:21-­22) Paulus tidak meninggalkan tiga kota ini dengan menyelenggarakan VHPLQDU ÀQDQVLDO NRQIHUHQVL SHUWXPEXKDQ JHUHMD VLPSRVLXP pelatihan kepemimpinan, atau pesan yang membesarkan hati tentang pengharapan—meskipun semua topik ini memiliki tempatnya masing-­ masing. Tidak, ia meninggalkan mereka dengan perkataan yang akan memberdayakan orang-­orang yang baru percaya untuk hidup dengan tak kenal menyerah dan menyelesaikan pertandingan dengan baik. Ia bermaksud mempersiapkan mereka untuk masuk ke dalam 0HOLKDW$WDX0DVXN pemerintahan. Perkataan Paulus tetap berlaku bagi kita saat ini. Perkataan ini perlu tertanam di dalam hati dan jiwa kita: Kita harus mengalami banyak sengsara untuk masuk ke dalam pemerintahan Allah yang unggul dan penuh kuasa. Tetaplah bertahan bersama saya, karena ini pesan yang penuh dengan pengharapan dan iman, bukan kemurungan. Pikirkanlah dengan cara demikian: Kesengsaraan memang terjadi! Itu tak terelakkan. Yesus dengan jelas menyampaikan bahwa kesengsaraan adalah fakta kehidupan bagi para pengikut-­Nya. “Dalam dunia kamu menderita penganiayaan (atau kesengsaraan),” kata-­Nya menghibur kita, “tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia” (Yohanes 16:33). Dia sudah menang, berarti Anda dan saya telah diberi wewenang dan kuasa atas apa pun yang mungkin dunia lakukan terhadap kita. Kita tubuh-­Nya;; kita Kristus di muka bumi ini. Kita sudah mengalahkan dunia di dalam Kristus! .DWDNHVHQJVDUDDQGLGHÀQLVLNDQVHEDJDL´.HVXOLWDQDWDXPDVDODK yang sangat besar.” Kata bahasa Yunaninya thlipsis. Menurut The (QF\FORSHGLD RI %LEOH :RUGV GHÀQLVL WKOLSVLV DGDODK ´*DJDVDQ tentang tekanan emosional dan rohani yang sangat besar, yang dapat disebabkan oleh faktor eksternal atau internal. Dari lima puluh lima kali kemunculan akar kata ini dalam Perjanjian Baru, lima puluh tiganya berupa kiasan.” Tekanan itu mungkin berasal dari musuh, keadaan yang tidak menyenangkan, keputusan yang salah, atau hasrat yang menyimpang. -DPHV 6WURQJ PHQGHÀQLVLNDQ WKOLSVLV VHEDJDL ´WHNDQDQ VHFDUD KDUÀDK DWDX NLDVDQ SHQGHULWDDQ NHPDODQJDQ EHEDQ SHQJDQLD\DDQ NHVHQJVDUDDQ PDVDODKµ :( 9LQH PHQGHÀQLVLNDQQ\D VHEDJDL ´DSD pun yang membebani jiwa atau roh.” 8QWXNPXGDKQ\DVHFDUDSULEDGLVD\DPHQGHÀQLVLNDQNHVHQJVDUDDQ atau thlipsis sebagai “padang gurun.” Alkitab Today’s English Version menerjemahkan 14:22 sebagai berikut: “Kita harus banyak menderita dahulu, baru kita dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.” Sebagai ilustrasi, bayangkanlah Anda melayani seorang raja agung yang telah menaklukkan suatu negara. Ia sudah masuk ke ibu kota dan menjungkalkan penguasa kejam yang memerintah negeri itu dengan tangan besi. Pemimpin yang dilengserkan itu berlaku keji pada rakyatnya, meracuni pemikiran mereka dengan propaganda palsu, menyebabkan mereka menentang segala sesuatu yang baik dan luhur, dan membangkitkan kebencian 7DN.HQDO0HQ\HUDK dan kemuakan terhadap cara-­cara yang benar dari raja yang adil dan luhur yang Anda layani. Raja yang baik itu mengutus pada hambanya untuk memasuki negeri itu dan menegakkan kemenangannya dengan mengambil alih semua wilayah yang diduduki musuh dan benteng-­benteng yang masih berdiri. Di seluruh negeri itu ada wali penguasa yang masih menduduki benteng dan kastil. Mereka terus menyebarkan cara-­cara mantan raja yang jahat itu. Akibatnya, masih banyak orang yang berada dalam kekuasaan sistem si tuan yang jahat itu. Meskipun perang secara keseluruhan sudah dimenangkan, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk menegakkan kemenangan itu. Anda dalam perjalanan untuk menaklukkan kastil dalam wilayah musuh. Ada banyak bahaya di sepanjang jalan, karena Anda harus menghadapi, menjungkalkan, dan melewati daerah-­daerah yang diduduki musuh. Musuh Anda telah memasang berbagai perangkap Anda dalam perjalanan untuk mencegah Anda mengambil untuk menaklukkan kastil alih wilayah tersebut. Anda harus dalam wilayah musuh. bertempur menghadapi kesengsaraan ini satu demi satu. Dan begitu Anda sampai di kastil, Anda menghadapi ujian yang paling berat dari semuanya itu: menjungkirbalikkan benteng musuh. Kabar baiknya, semakin sering Anda mengalahkan jebakan musuh, penjagaan, dan perkemahan mereka di sepanjang jalan, Anda pun semakin berpengalaman dan semakin cakap dalam bertempur. Jika Anda berhasil mengambil alih kastil ini, Anda akan memerintah wilayah ini. Bukan hanya itu, Anda akan menjadi prajurit yang begitu cakap dan layak dipercaya sehingga Anda memiliki kemampuan untuk mempertahankan pemerintahan Anda atas wilayah yang telah Anda ambil alih bagi raja Anda. Raja yang baik dalam kisah kita mewakili Tuhan kita Yesus. Dia telah memberi kita, prajurit-­Nya yang setia, untuk pergi dan menegakkan kemenangan-­Nya atas balas kegelapan yang masih menguasai dunia ini. Saat kita berderap maju, kita akan menghadapi pertempuran-­ pertempuran yang sukar, namun pada akhirnya akan membebaskan mereka yang masih terpenjara oleh taktik, cara, dan propaganda musuh. Anda dan saya harus mengalami banyak kesengsaraan untuk masuk ke dalam pemerintahan. Namun, seperti dikatakan Yesus, kita dapat 0HOLKDW$WDX0DVXN bersukacita karena Dia telah mengalahkan dunia. Melalui anugerah-­ Nya, kita diberi kuasa dan otoritas untuk menghadapi tantangan apa pun yang dunia berikan. Kita bukan hanya memiliki pelimpahan kuasa oleh anugerah Allah. Kita yang percaya kepada Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan juga memiliki kedudukan yang sangat spesial dalam anugerah Allah. Bacalah dengan sukacita perkataan Paulus kepada orang-­orang Kristen di Roma: Roh itu bersaksi bersama-­sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-­anak Allah. Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-­orang yang berhak menerima janji-­janji Allah, yang akan menerimanya bersama-­ sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-­sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-­sama dengan Dia. Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita. (Roma 8:16-­18) Sebagai orang percaya, Anda dan saya adalah ahli waris Allah! Kita ahli waris Allah dan akan menerima janji-­janji Allah bersama-­ sama dengan Kristus. Kata ahli waris terjemahan dari bahasa Yunani NOHURQRPRV GLGHÀQLVLNDQ VHEDJDL ´RUDQJ \DQJ PHQJXDVDL KDN PLOLN atau mewarisi. Penekanannya pada hak ahli waris untuk memiliki.” .DPXVVD\DPHQGHÀQLVLNDQDKOLZDULVVHEDJDL´RUDQJ\DQJPHZDULVL DWDX PHODQMXWNDQ SXVDND VHRUDQJ SHQGDKXOXµ $GD SXOD GHÀQLVL sekunder: “orang yang secara legal berhak menerima kedudukan orang lain.” Wow, Anda dapat memahaminya? Allah menjadikan kita ahli waris atas segala sesuatu yang telah Dia capai dan Dia miliki! Kita memiliki apa yang Dia miliki. Kita harus memerintah sebagaimana Dia memerintah. Segala sesuatu adalah milik Allah dan, karena itu, segala sesuatu adalah milik kita. “Karena itu janganlah ada orang yang memegahkan dirinya atas manusia,” tulis Paulus kepada sesama orang percaya, “sebab segala sesuatu adalah milikmu” (1 Korintus 3:21). Segala sesuatu! Anda dan saya sungguh-­sungguh ahli waris Allah! Menurut Alkitab Contemporary English Version, “Segala sesuatu adalah milikmu, termasuk dunia, kehidupan, kematian, masa kini, dan masa depan. Segala sesuatu menjadi milikmu.” Berhentilah dan renungkanlah hal ini selama satu atau dua hari. Dalam Kristus, Anda dan saya jauh lebih 7DN.HQDO0HQ\HUDK kaya daripada orang paling kaya di dunia! Tetapi ada satu persyaratan. Suatu persyaratan yang sangat penting. Roma 8 yang kita kutip tadi dengan jelas mengatakan jika. Ada suatu persyaratan bagi kita untuk menerima warisan itu;; dengan kata lain, warisan itu tidak otomatis diberikan kepada setiap orang Kristen. Apakah persyaratannya? Kita harus menderita bersama-­sama dengan Dia. Bacalah kembali ayat tadi. Untuk masuk ke dalam realitas pemerintahan kita bersama dengan Kristus, kita harus menjumpai, melawan, dan mengatasi segala perlawanan yang merintangi jalan menunju apa yang menjadi milik-­Nya, sama seperti telah dilakukan-­ Nya. Perhatikan kata-­kata menderita bersama-­sama dengan Dia. Mengatasi perlawanan itu bukanlah berjalan-­jalan di taman atau berjingkat-­jingkat mengamati bunga tulip. Itu suatu peperangan, dan ada penderitaan saat kita berperang. Namun dalam kasus kita, ini bukan penderitaan yang mendatangkan kekalahan. Dalam Roma 8:18 Paulus menegaskan bahwa dalam menghadapi kesengsaraan ini kita dapat bersikap positif dan penuh dengan pengharapan: “Sebab aku yakin bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.” Inilah prinsip kunci yang sangat perlu Anda pahami dan Anda pegang dengan teguh: Tidak peduli bagaimanapun thlipsis (kesengsaraan) yang Anda hadapi, kesulitan yang Anda alami tidak dapat dibandingkan dengan taraf pemerintahan yang akan Anda jalani setelah kesengsaraan itu berlalu. Jika kita menjalankan Kekristenan dengan benar, pasti kita akan mengalami penderitaan. Namun seiring dengan setiap kemenangan dalam pertempuran, kemuliaan kekuatan dan hikmat yang semakin besar juga menyertai kita. Paulus bukan hanya mengacu pada kemuliaan yang akan dicurahkan kepada kita di hadapan tahta pengadilan di surga;; ia juga berbicara tentang manfaat yang kita dapatkan pada saat ini. Ketika kita menang melalui kesengsaraan, kita bergerak (masuk) ke dalam tataran pemerintahan yang semakin besar pula. 0HOLKDW$WDX0DVXN MENDERITA BERSAMA-SAMA DENGAN DIA Saat kita merenungkan kata-­kata menderita bersama-­sama dengan Dia, kita harus bertanya, Bagaimana Yesus menderita? Di sinilah banyak orang mengalami kebingungan karena ada dua jenis penderitaan. Yang satu adalah penderitaan karena kebenaran dan yang kedua adalah penderitaan karena dunia. Saya akan menjelaskan perbedaannya. Penderitaan karena dunia terjadi karena seluruh dunia berada di bawah kekuasaan si jahat (lihat 1 Yohanes 5:19). Sebagai akibatnya, hal-­hal yang keji dan jahat menimpa orang setiap hati. Bayi diaborsi atau disiksa, gadis dipaksa menjadi budak seks, penyakit merenggut nyawa terlalu dini, kemiskinan dan kelaparan merajalela, pertikaian dan pergolakan mencabik-­cabik keluarga, kecanduan menjerat dan menghancurkan—dan daftarnya masih sangat panjang. Tidak ada yang baik atau berguna dari penderitaan ini. Ini menyedihkan dan tragis, namun tak ayal terjadi akibat dosa Adam menyerahkan otoritasnya kepada tuan yang sangat kejam. Penderitaan berikutnya, penderitaan karena kebenaran, akan menjadi fokus bahasan kita, karena penderitaan inilah yang dimaksudkan Yesus dan Paulus. Semua penderitaan karena kebenaran, ketika ditanggung dengan kekuatan Allah, banyak gunanya. Hasilnya senantiasa penuh kemuliaan. Penderitaan itu menguatkan kita dalam panggilan kita untuk memerintah. Yesus memperlihatkan hal ini pada kita sepanjang pelayanan-­Nya. Ingat, kita ditetapkan untuk menderita bersama-­sama dengan Dia jika kita hendak memerintah bersama-­sama dengan Dia. Jadi bagaimana Dia menderita? Yesus telah mempersiapkan diri selama tiga puluh tahun menjelang pelayanan dan kemudian dibaptis di sungai Yordan oleh nabi terkenal bernama Yohanes. Setelah Yesus dibaptis, langit terbuka dan Roh Kudus turun ke atas-­ Nya, tampak seperti burung merpati. Allah Bapa berbicara dari surga dan semua orang dapat mendengarnya, “Engkaulah Anak-­Ku yang terkasih, kepada-­Mulah Aku berkenan” (Lukas 3:22). Bayangkan jika Anda ada di antara kerumunan orang yang menyaksikan peneguhan yang meneguhkan dari surga atas Yesus ini. Banyak pemimpin bangsa, baik pemimpin politik maupun pemuka agama, juga menyaksikannya. Nah, seandainya kita adalah Yesus, kebanyakan kita akan berpikir, Ini waktu yang tepat untuk memulai pelayanan-­Ku! Aku harus menyampaikan khotbah pertama saat ini, ketika semua orang 7DN.HQDO0HQ\HUDK ini berkumpul di sini. Bagaimanapun, Aku sudah mempersiapkan diri untuk saat ini selama tiga puluh tahun. Mungkin Aku harus mempekerjakan tim pemasaran dan promosi yang dapat menangkap momentum kejadian ini. Setiap orang di sini sekarang tahu, Akulah hamba Tuhan pilihan pada saat ini. Itu tanggapan yang logis dan layak dipromosikan, bukan? Namun, sebaliknya, inilah yang dilakukan Yesus: “Yesus, yang penuh dengan Roh Kudus, kembali dari Sungai Yordan, lalu dibawa oleh Roh Kudus ke padang gurun. Di situ empat puluh hari lamanya Ia dicobai Iblis” (Lukas 4:1-­2). Saya mendapati bahwa banyak orang percaya mengira Yesus hanya dicobai pada akhir empat puluh hari puasa-­Nya di padang gurun. Namun bukan itu yang terjadi. Meskipun Alkitab mencatat tiga ujian khusus yang dialami Yesus, dengan jelas Alkitab menyiratkan bahwa ia diuji (menanggung kesengsaraan) selama empat puluh hari penuh. Perhatikan siapa yang membawanya ke padang gurun. Iblis tidak membawa-­Nya ke sana. Tidak, Bapa-­Nya, melalui Roh Kudus, yang melakukannya. Mungkin ada orang berpikir, Mengapa Allah membawa Anak-­Nya ke padang gurun, padahal Dia tahu Yesus akan menghadapi penderitaan dan perlawanan? Satu fakta yang dapat kita yakini adalah bahwa Allah tidak akan pernah menuntun kita ke dalam badai tanpa Dia mengaruniakan kepada kita kekuatan untuk mengatasinya. (Saya akan membahas lebih lanjut prinsip ini dalam bab berikutnya.) Hal pertama yang kita lihat di sini adalah Allah bukanlah penyebab thlipsis atau kesengsaraan. Dia tahu kita hidup di dalam dunia yang hancur dan jika kita harus menaklukkan dan memerintah dunia, kita akan menghadapi perlawanan dan seluruh kekuatan jahatnya. Karena itu, Allah melatih kita dalam arena-­arena yang Dia tahu dapat kita tangani untuk menguatkan kita menghadapi perjuangan yang lebih besar. Yesus pergi ke padang gurung penuh dengan Roh Kudus segera setelah dibaptis dan menghadapi thlipsis selama empat puluh hari berikutnya. Ingatlah bahwa Dia telah menanggalkan keistimewaan-­Nya Allah melatih kita dalam sebagai Allah untuk hidup di antara kita sebagai manusia yang penuh arena-­arena yang Dia dengan anugerah (lihat Filipi 2:7 tahu dapat kita tangani dan Lukas 2:40). Dia bertempur dan untuk menguatkan kita mengatasi semua musuh, tanpa pernah menghadapi perjuangan sekali pun menyerah pada pencobaan yang lebih besar. Iblis. Kemudian setelah empat puluh 0HOLKDW$WDX0DVXN hari, “Dalam kuasa Roh kembalilah Yesus ke Galilea. Lalu tersebarlah kabar tentang Dia di seluruh daerah itu” (Lukas 4:14). Dia pergi ke padang gurun penuh dengan Roh Allah, namun setelah mengatasi penderitaan berupa pencobaan yang berat, Dia kembali dalam kuasa Roh anugerah. Ingatlah perkataan Paulus di Roma 8:18: “Sebab aku yakin bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.” Ayat ini dapat dengan mudah dibaca sebagai “Sebab aku yakin bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan otoritas dan kuasa yang akan dinyatakan kepada kita.” Yesus masuk ke dalam taraf pemerintahan yang lebih besar setelah Dia dengan sukses menghadapi thlipsis. Rasul Yakobus menggarisbawahinya demikian, “Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada orang-­orang yang mengasihi Dia” (Yakobus 1:12). Perhatikanlah bahwa ketika Anda mengatasi pencobaan seperti yang Yesus lakukan selama empat puluh hari di padang gurun, Anda menerima “mahkota kehidupan.” Saya tahu bahwa Anda mungkin menyatakan bahwa mahkota ini diberikan di surga di tahta penghakiman. Dan memang benar. Namun, menurut saya, Yakobus bukan hanya mengacu pada mahkota sesungguhnya yang akan diberikan di surga, tetapi juga tentang masuk ke dalam taraf pemerintahan yang lebih tinggi dalam kehidupan saat ini. Mahkota berbicara tentang otoritas. Apa yang menyertai otoritas? Kuasa. Yesus pergi ke padang gurun penuh, namun Dia kembali dalam kuasa. Ingat, kita masuk ke dalam pemerintahan jika kita menderita bersama-­sama dengan Dia. Maka, ketika kita menanggung thlipsis dan lulus ujian tanpa menyerah— dengan gigih menaati Firman Allah meskipun berbagai keadaan buruk menimpa kita—akan ada manfaat langsung: otoritas yang lebih besar dalam area kehidupan yang kita pertahankan dengan teguh. KESAKSIAN IBU MERTUA SAYA Ibu Lisa adalah contoh klasik dari janji ini. Pada 1979 dokter pribadi Shirley di Indiana mendiagnosisnya mengidap kanker payudara. Diketahuinya sudah agak terlambat sehingga kankernya juga menyebar ke kelenjar getah beningnya. Payudaranya diangkat bersama dengan 30 persen kelenjar getah beningnya, dan dokter mengatakan bahwa 7DN.HQDO0HQ\HUDK kondisinya sudah tidak tertolong. Shirley menginginkan pendapat lain, maka ia pergi ke rumah sakit MD Anderson di Houston, Texas, yang dianggap sebagai salah satu rumah sakit unggulan di Amerika Serikat dalam penanganan kanker. Dokternya di situ adalah kepala departemen onkologi (tumor). Hasil pemeriksaannya tidak menggembirakan. Setelah menyampaikan penjelasan yang sama dengan yang diberikan oleh dokter pertama, ia berkata, “Ini memang berat, bukan?” Dokter itu memperkirakan, jika Shirley mematuhi resep dan terapi darinya dan stafnya, ia mungkin masih hidup dua tahun lagi, paling lama tiga tahun lagi. Ilmu medis belum menemukan obat untuk itu. Terapi yang harus dijalaninya berupa radiasi intensif, lalu pulang ke Indiana untuk beristirahat selama dua atau tiga minggu, dan kemudian kembali ke Houston untuk menjalani kemoterapi. Saat di Houston, Shirley menelepon pelayanan TV yang terkenal secara nasional untuk minta didoakan. Seakan suatu “kebetulan,” orang yang menerima teleponnya mengenal pasangan suami-­istri yang menangani fasilitas bagi pasien rawat jalan di MD Anderson. Ia selanjutnya menelepon dan mendorong pasangan itu untuk menengok Shirley dan meneruskan pelayanan untuknya. Pasangan itu pun berkenalan dengan Shirley. Mereka membawanya ke gereja mereka, ke pertandingan bola, dan keluar makan malam, sambil terus membagikan janji-­janji Firman Allah yang membangkitkan iman. Shirley baru saja menjadi Kristen. Sebelum mengetahui kanker itu, ia sudah diajari prinsip-­prinsip dasar iman oleh ibu yang aktif dalam pelayanan. Ketika kembali ke Indiana, ia makan siang dengan pembimbingnya, yang menasihati Shirley bahwa Allah tidak menyembuhkan siapa-­siapa. Temannya memberikan beberapa contoh orang Kristen lain yang tidak disembuhkan dari penyakit yang parah. Ketika Shirley membagikan ayat-­ayat pengharapan yang disampaikan oleh pasangan dari Houston itu, mentornya menjadi jengkel dan menganggap Shirley menentang nasihatnya. Tentu saja Shirley bingung. Ketika ia kembali ke Houston untuk kemoterapi, pasangan itu terus menemuinya setiap hari, membangkitkan semangatnya dengan Firman Tuhan. Akhirnya, Shirley percaya dengan yakin dalam hatinya bahwa apa yang Firman Allah katakan tentang kesembuhan itu benar adanya. Tidak ada lagi keraguan akan apa yang Allah katakan dalam Firman-­Nya. Ia akan sembuh! Ketika Shirley memutuskan untuk tidak melanjutkan kemoterapi, 0HOLKDW$WDX0DVXN dokter mengira ia sudah tidak waras. Saat ia meninggalkan rumah sakit, dokter itu masih mengikutinya terus sampai ke elevator, memperingatkannya bahwa ia mengambil keputusan yang dapat membahayakan nyawanya. Namun Shirley bersikeras. Ia pergi dan tidak pernah kembali ke MD Anderson. Ia pulang ke rumah, dan di sana ia mencurahkan Firman Allah ke dalam hidupnya setiap hari melalui buku, rekaman kaset, dan pendalaman Alkitab. Saat ini, tiga puluh satu tahun kemudian, ia sehat, bugar, dan tinggal di seberang rumah kami. Nyatanya, pada umur tujuh puluh lima tahun ia masih melayani di departemen hubungan gereja dalam pelayanan kami, bagian dari tim tujuh orang yang menyediakan buku-­buku dan kurikulum kami bagi lebih dari dua puluh ribu gereja di Amerika Serikat. Dalam perannya itu, ia telah menolong sekian banyak pendeta dan pekerja gereja untuk menemukan bahan-­bahan pendukung pelayanan yang mereka perlukan. Dalam seluruh tahun-­tahun pelayanan saya, saya baru menemukan beberapa orang seperti Shirley yang begitu mudah untuk didoakan dalam hal kesembuhan. Suatu ketika tidak lama setelah Lisa dan saya menikah, saya baru pulang dari tempat kerja, dan Shirley—yang VHGDQJ PHQJXQMXQJL NDPL³WHUVHUDQJ ÁX SDUDK .HWLND VD\D PDVXN Shirley sedang merangkak di tangga menuju tempat tidur. Ia tidak punya tenaga lagi untuk berjalan. Ketika ia melihat saya ia berkata, ´-RKQWRORQJNDXEHUGRDXQWXNNXVXSD\DÁXLQLPHQ\LQJNLUGDULNXµ Saat saya berdoa untuknya, kuasa Allah begitu kuat, begitu nyata, sehingga ibu mertua saya tumbang ke lantai. Kemudian ia bangkit, mulai melompat-­lompat di sekeliling apartemen, dan berkata, “Aku ingin membuatkan makan malam untuk kalian!” Ia pun lalu menyediakan makan malam yang lezat bagi kami. Saya tertawa di dalam hati dan berkata, Wow, hal yang sama juga dialami Petrus! Ibu mertuanya sakit, Yesus menyembuhkannya, dan ia bangkit dan menyediakan makanan bagi mereka semua (lihat Matius 8:14-­15). Shirley bukan hanya menerima doa dengan mudah, ia juga perempuan yang penuh kuasa jika mendoakan orang lain untuk disembuhkan. Jika ia berada di sekitar orang yang berjuang melawan penyakit atau luka, Anda perlu tahu bahwa mereka akan mendapatkan semprotan Firman Allah bertubi-­tubi dan didoakan untuk sembuh! 6KLUOH\WHWDSEHEDVGDULNDQNHUGDQVHKDWZDODÀDWVHODPDWLJDSXOXK satu tahun dan umurnya masih terus bertambah! Dengan berjuang tak kenal menyerah melawan thlipsis dengan Firman Allah, ia menerima 7DN.HQDO0HQ\HUDK mahkota kehidupan dalam arena kesembuhan. Ia telah menanggung dan mengatasi kesengsaraan ini dan sekarang memerintah dalam area kehidupan yang telah ia perjuangkan. PARA PEMENANG Orang-­orang lain memiliki pengalaman serupa. Pikirkanlah Oral Roberts, yang saat ini sudah di surga, namun kehidupan dan pusakanya masih berlanjut. Pada umur tujuh belas tahun, Oral hampir saja meninggal karena tuberkolosis. Ia dengan tak kenal menyerah berjuang melawan penyakit itu dengan Firman Allah dan doa, dan nantinya dipastikan kesembuhannya oleh dokternya. Seperti halnya Shirley, Oral menerima mahkota kehidupan dalam arena kesembuhan, dan jutaan orang selanjutnya dikuatkan dan disembuhkan melalui kehidupan dan pelayanannya. Saya memiliki teman bernama Jimmy yang sudah menjadi gembala selama bertahun-­tahun dan memengaruhi banyak orang melalui pelayanannya. Pada usia yang masih muda, dokternya angkat tangan, namun kemudian ia dibawa ke kebaktian Oral Roberts. Setelah Oral berdoa baginya, Jimmy secara ajaib dipulihkan. Bagaimana seandainya Oral tidak bertekun ketika masih muda? Di manakah sekarang pendeta teman saya itu—dan juga jutaan orang lain yang menerima kesembuhan melalui pelayanan Oral Roberts? Bagaimana pula dengan semua orang yang telah dipengaruhi Pendeta Jimmy ke dalam kekekalan—di manakah mereka akan berada saat ini? Oral masuk ke dalam pemerintahan. Hasil sepenuhnya dari kepercayaannya yang tak kenal menyerah baru dapat diketahui di tahta penghakiman kelak. Atau, renungkan Kenneth E. Hagin. Lahir di McKinney, Texas, pada 1917 dengan jantung yang cacat, Kenneth nantinya didiagnosis mengidap penyakit darah yang langka dan tidak dapat disembuhkan. Ia harus terbaring terus di tempat tidur pada usia enam belas tahun dan diperkirakan umurnya tidak akan melebihi belasan. Pada April 1933 ia mati tiga kali dan melihat neraka, dan setiap kali Kenneth secara ajaib dihidupkan kembali. Kenneth menyerahkan kehidupannya kepada Yesus sebagai Tuhan. Ia dengan tak kenal menyerah percaya dan berjuang melawan penyakit dengan Firman Allah. Seorang pendeta yang datang berkunjung menghiburnya dengan berkata, “Bertahanlah, Nak, hal ini akan berlalu dalam beberapa hari.” Setahun kemudian 0HOLKDW$WDX0DVXN Kenneth bangkit dari “ranjang kematian”-­nya dan, tidak lama kemudian, mulai berkhotbah. Pelayanan Kenneth Hagin menjadi terkenal di seluruh dunia, dengan lebih dari enam puluh juta buku tercetak dan pusat pelatihan Alkitab yang telah meluluskan lebih dari tiga puluh ribu orang, banyak di antaranya saat ini melayani sepenuh waktu. Setelah melayani enam puluh lima tahun, Kenneth saat ini sudah kembali ke rumah Tuhan, tetapi warisannya masih berlanjut. Ia menerima mahkota kehidupan dalam arena kesembuhan dan, sebagai hasilnya, tak terhitung orang telah disembuhkan dan kehidupan diubahkan karena pelayanannya yang setia. Bagaimana seandainya Kenneth Hagin tidak bertahan? Apa jadinya dengan jutaan orang yang telah mengalami dampak pelayanannya? Ketiga orang yang saya ceritakan ini—ibu mertua saya, Oral Roberts, dan Kenneth Hagin—memiliki beberapa kesamaan. Mereka VHPXD SHUQDK GLVHUDQJ GLÀWQDK GDQ GLWXGXK VHEDJDL RUDQJ MDKDW Suami teman sekota Shirley tidak mau lagi menyapanya begitu ia memutuskan untuk memercayai Allah dalam hal kesembuhan. Selama kehidupan mereka, baik Oral Roberts maupun Kenneth Hagin dituduh salah pengajarannya, ekstrim, bidat, dan bahkan diilhami oleh roh jahat. Tetapi apakah yang dikatakan Yesus tentang hal-­hal semacam itu? “Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu;; karena demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-­nabi palsu” (Lukas 6:26). Menariknya, ada banyak hamba Tuhan dan orang percaya lain yang telah meringankan dan meluaskan pesan kerajaan Allah untuk membuat setiap orang merasa nyaman. Karena takut menyinggung seseorang atau dilabeli sebagai “tidak toleran” atau “ekstremis,” mereka tidak lagi berjuang dalam pertandingan iman yang baik. Bagi mereka, segala sesuatu yang terjadi adalah kehendak Allah dan harus diterima dengan pasif. Mereka membuang bagian-­bagian yang “menyinggung perasaan” dalam Injil, namun Dia menyebutnya sebagai “batu sandungan.” Kitab Suci juga menyebut Yesus sebagai “batu sandungan,” tetapi mereka mengubah-­Nya menjadi kerikil agar tidak menyebabkan seorang pun tersandung. Para pendeta, hamba Tuhan, dan orang percaya ini tampaknya ingin disanjung oleh semua orang;; mereka tidak pernah dituduh sebagai orang yang ekstrim, bidat, atau diilhami roh jahat. Namun Yesus pun dianggap seperti itu. Dia tidak kenal menyerah dalam 7DN.HQDO0HQ\HUDK kebenaran. Dia menyingkapkan penyesatan mereka yang ingin dipuji orang. Ia menyatakan, “Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat” (Lukas 6:22). Sangat berlawanan dengan dipuji-­puji, bukan? Lalu Dia menyampaikan alasannya (dalam versi The Message): “Maksudnya, kebenaran itu menawarkan kenyamanan yang sejati, namun orang itu merasa tidak nyaman.” Realitasnya adalah: jika Anda memilih untuk menjadi orang percaya yang tak kenal menyerah, orang yang memerintah di dalam KLGXS LQL NHPXQJNLQDQ EHVDU $QGD DNDQ GLÀWQDK GLWXGXK SDOVX disalahpahami, dan bahkan disingkirkan oleh mereka yang mengikuti Yesus, tapi puas dengan kehidupan yang nyaman. Mereka berusaha untuk menjelekkan nama Anda untuk membenarkan cara hidup mereka yang menyedihkan. Mereka juga melakukan hal serupa pada para nabi sejati Perjanjian Lama, dengan Yohanes Pembaptis, dengan Yesus, dan dengan para pemimpin Perjanjian Baru. Mereka masih melakukannya saat ini. Perlawanan terbesar terhadap Anda paling sering muncul dari PHUHND\DQJPHQJNODLPPHQJHQDO$OODK%HQWXNQ\DPXODLGDULÀWQDK sampai pengucilan. Dan bahkan mungkin sampai sejauh yang Yesus nubuatkan: “Akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbakti kepada Allah” (Lukas 16:2). Anda ingin memerintah di dalam kehidupan ini bagi kemuliaan Allah? Anda ingin memberi dampak bagi orang banyak demi kerajaan-­ Nya untuk selama-­lamanya? Anda ingin mendengar Sang Tuan berkata, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia” pada hari yang besar itu? Jika demikian, bulatkanlah hati Anda saat ini: Anda akan menghadapi thlipsis, kadang-­kadang sangat intensif, dan Anda perlu bertahan dan mengatasinya. Jika Anda benar-­benar ingin masuk ke dalam pemerintahan dan Anda ingin bertahan, teruslah membaca. Bagian yang terbaik masih akan datang. 7 ADA SIAPA DI BALIK MASALAH KITA Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita bagi Dia. FILIPI 1:29 F ilipi 1:29 pada awalnya terdengar sangat memikat. “Sebab kepada kamu dikaruniakan....” Jika kita hanya mendengar kata-­kata itu tanpa tahu kelanjutan ayatnya, kita akan bertanya dengan penuh semangat, “Apa yang sudah dikaruniakan kepadaku? Apa janji yang diberikan kepadaku?” Jawabannya: “untuk menderita bagi Dia.” Apa? Diberi “karunia” istimewa untuk menderita jelas tidak masuk akal bagi pikiran manusia. Namun, Allah bukanlah penipu;; berdekat-­ dekatan dengan kebohongan saja tidak mungkin, karena Dia tidak dapat berdusta. Bagi mereka yang berpikiran sederhana, ayat itu seakan mengandung tipuan, tetapi bagi mereka yang berpengertian, itu benar-­ benar janji yang menggairahkan. Mereka yang hidup dan bertumbuh di dalam Kristus memahami fakta ini, jauh di dalam hati mereka: semakin besar pertempuran yang dihadapi, semakin besar kemenangan yang dapat diraih. Pikirkanlah seorang prajurit setia yang berlatih dengan gigih dan tekun untuk bertempur. Ia menyadari benar pentingnya pertempuran itu;; hal itu membuka kesempatan untuk menaklukkan musuh. Ia memiliki hati seorang penakluk dan rindu untuk melayani tujuan 7DN.HQDO0HQ\HUDK rajanya. Ketika pertempuran yang akan datang diwartakan, ia dan rekan seperjuangannya bersukacita atau kesempatan itu, karena dalam kejayaan mereka akan mendatangkan kemuliaan dan kehormatan bagi raja mereka dan memberkati rakyat mereka. Itu berarti ia diberi karunia, demi kepentingan raja dan kerajaannya, untuk menderita GDODPNRQÁLNSHUWHPSXUDQDJDULDGDSDWPHQDNOXNNDQPXVXK$QGD melihat kesejajarannya dengan Filipi 1:29? Anda mungkin menangkis, “Tetapi saya bukan prajurit. Saya tidak memiliki sikap atau cara pandang seorang penakluk.” Jika Anda di dalam Kristus, Anda sungguh-­sungguh seorang prajurit, karena benih Kristus telah ditanamkan di dalam roh Anda. Yesus adalah prajurit terbesar yang pernah hidup. Dengarkan apa yang dinyatakan Alkitab: “Ia menghakimi dan berperang dengan adil. Mata-­Nya bagaikan nyala api... Dari mulut-­Nya keluarlah sebilah pedang tajam” (Wahyu 19:11-­ 12, 15). Anda telah diciptakan kembali di dalam rupa dan gambar-­Nya;; Anda memiliki kodrat-­Nya. Karena Kristus itu seorang prajurit, Anda juga seorang prajurit. Karena itu, kita diingatkan berulang-­ulang akan peperangan di dalam Perjanjian Baru. Seperti ditulis Paulus, Ini bukan perlombaan atletis yang dapat kita tinggalkan dan kita lupakan dalam beberapa jam. Ini pertempuran hidup atau mati yang terus berlangsung sampai akhir terhadap Iblis dan semua malaikatnya. (Efesus 6:12, MSG) Saya menyukai ungkapan dalam The Message tersebut. Kita berada dalam pertempuran antara hidup dan mati sampai akhir, suatu peperangan yang tak terelakkan. Ia menulis pesan serupa kepada jemaat di Korintus, “Memang saya seorang manusia biasa yang penuh dengan kelemahan, tetapi saya tidak mempergunakan rencana dan cara manusia untuk memperoleh kemenangan dalam pertempuran. Bukan senjata buatan manusia yang saya gunakan untuk merobohkan benteng Iblis, melainkan senjata Allah yang ampuh” (2 Korintus 10:3-­4, FAYH). Jelaslah bahwa kita prajurit rohani yang sedang berperang! Dan Anda diciptakan untuk terjun dalam pertempuran ini. Anda memiliki hati seorang prajurit. Paulus menasihati kita, “Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus. Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-­ soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya” (2 Timotius 2:3-­4). Teguhkanlah di dalam hati dan pikiran Anda, karena ini suatu fakta: di dalam Kristus, Anda seorang prajurit. $GD6LDSD'L%DOLN0DVDODK.LWD Sebagai prajurit, Anda dapat menempuh jalan seorang pengecut dengan menghindari atau melarikan diri dari pertempuran, atau Anda dapat menempuh jalan seorang pahlawan dengan secara antusias melangkah maju dan memenangkan perjuangan. Pilihlah langkah pertama dan, sungguh menyedihkan, Anda akan dikenang sebagai pembelot. Pilihlah jalan yang penuh keberanian dan Anda akan menerima pujian sebagai pahlawan di hadapan raja Anda. Sahabat yang terkasih di dalam Kristus, saya tahu hati Anda rindu menyenangkan hati Allah kita, untuk memuliakan Dia dan hidup bagi Dia. Hanya daging Anda, jika Anda biarkan mendominasinya, akan menahan Anda dari karunia istimewa ikut mengambil bagian dalam penderitaan Kristus. Dari kitab Roma kita menemukan bahwa kita akan memerintah bersama dengan Yesus jika kita menderita bersama Dia. Jelaslah bahwa kita akan perlu menghadapi dan mengatasi perlawanan dan kesengsaraan. Namun perspektif kita haruslah penuh sukacita dan pengharapan, karena kita harus memandang penderitaan sebagai suatu karunia, bukan sebagai sesuatu yang harus digentarkan. Semakin besar pertempuran yang kita hadapi, semakin besar kemenangan yang dapat kita raih—dan pada akhirnya, semakin besar kemuliaan yang dinyatakan. Dan inilah kabar yang sungguh-­sungguh luar biasa: Anda bahkan tidak perlu kalah perang! Karena kita memiliki janji, “Tetapi syukur bagi Allah, yang dalam Kristus selalu membawa kami di jalan kemenangan-­ Nya” (2 Korintus 2:14). ALLAH BUKAN PENYIKSA ANAK-ANAK Di bab sebelum ini, kita menyoroti peristiwa-­peristiwa sesudah baptisan Yesus. Roh Kudus memimpin-­Nya ke padang gurun tempat Yesus dicobai selama empat puluh hari dan malam. Adalah Allah, bukan Iblis, yang membawa Yesus ke padang gurun. Allah tahu Anak-­Nya akan dicobai secara parah, namun Dia membawa-­Nya ke padang gurun dengan suatu tujuan. Prinsip yang kita pelajari adalah bahwa Allah tidak pernah menuntun kita ke dalam badai tanpa Dia mengaruniakan kepada kita kekuatan untuk mengatasinya. Meteraikan kebenaran ini selama-­lamanya dalam hati Anda, karena hal ini akan menguatkan Anda untuk menghadapi perlawanan. 7DN.HQDO0HQ\HUDK Yesus menegaskan bahwa Dia tidak akan pernah melakukan atau mengatakan sesuatu jika hal itu tidak bersumber dari Bapa-­Nya. Ia secara sempurna dipimpin oleh Roh Allah: “Aku tidak berbuat apa-­apa dari diri-­Ku sendiri, tetapi Aku berbicara tentang hal-­hal, sebagaimana diajarkan Bapa kepada-­Ku” (Yohanes 8:28). Nantinya dalam pelayanan-­Nya, setelah seharian mengajar orang banyak, Yesus kelelahan. Saya dapat membayangkan kira-­kira bagaimana perasaan-­Nya. Pada beberapa kesempatan saya berkhotbah empat atau bahkan lima kali sehari dan sudah begitu letih dalam perjalanan pulang ke hotel malamnya sehingga saya sudah tidak sempat ngobrol dengan tuan rumah. Hal semacam itu juga berlaku pada Yesus. Petang sudah datang dan Dia sudah bersiap-­siap untuk beristirahat malam, tetapi Roh Kudus menggerakkan Dia untuk menyuruh murid-­murid-­Nya masuk ke dalam perahu dan menyeberangi danau. Ada orang yang kerasukan roh jahat yang perlu dilayani di sana. Mereka semua masuk ke dalam perahu, dan Yesus tertidur nyenyak. Badai yang dahsyat melanda dalam perjalanan. Empat pengikutnya adalah nelayan cakap yang sudah seumur hidup melaut. Mereka mengenal gejolak di perairan dan cara menanganinya, tetapi kali ini yang muncul bukan badai biasa. Setelah gelombang demi gelombang menerpa mereka, para nelayan itu akhirnya membangunkan Yesus dan berseru, “Guru, tidak pedulikah Engkau kalau kita binasa?” Mereka sama sekali tidak melihat titik terang untuk meloloskan diri dari thlipsis yang parah ini. Di tengah badai ini, menurut Anda, apakah Roh Kudus dan Bapa panik? Apakah Anda membayangkan mereka dengan gugup berbicara satu sama lain, “Wah, benar-­benar sulit dipercaya! Sama sekali tak kita pikirkan badai maut ini akan muncul. Apa yang akan kita lakukan? Oh, kenapa kita menyuruh Yesus menyeberangi danau? Kita melakukan kesalahan besar!” Lucu, bukan, kalau dipikirkan? Tentu saja bukan itu yang terjadi. Roh Kudus sudah tahu lebih dulu badai itu akan muncul, karena Dia tahu kesudahannya sejak awal. “Dari permulaan Kuberitahukan hal-­ Roh Kudus sudah tahu lebih dulu badai itu akan hal yang kemudian, sejak dahulu muncul, karena Dia tahu Kuramalkan apa yang akan terjadi” (Yesaya 46:10, BIS). Dia mengarahkan kesudahannya sejak awal Yesus untuk masuk ke dalam perahu $GD6LDSD'L%DOLN0DVDODK.LWD dengan mengetahui sepenuhnya bahwa badai maut sudah menanti. Tetapi Allah tidak pernah menuntun kita ke dalam badai tanpa Dia mengaruniakan kepada kita kekuatan untuk mengatasinya. Begitu terbangun, Yesus langsung pergi ke haluan kapal dan memerintahkan badai untuk tenang, lalu berpaling kepada murid-­murid-­Nya dan bertanya, “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” (Markus 4:40). Mengapa Yesus menegur dengan begitu keras, padahal para pelaut ulung ini sudah berusaha sekuat daya untuk bertahan hidup? Mengapa Dia dengan tegas menunjukkan bahwa mereka “tidak percaya”? Sebelum meninggalkan pantai, Dia berkata kepada mereka, “Marilah kita bertolak ke seberang” (ayat 35). Dia tidak berkata, “Mari pergi ke tengah danau dan tenggelam.” Mereka seharusnya tahu bahwa ada cukup anugerah (kuasa) di dalam perkataan Yesus untuk membawa mereka ke seberang. Mereka seharusnya berdiri di haluan kapal itu dan berteriak, “Badai, engkau tidak akan membunuh kami atau menghentikan kami! Kami pasti sampai ke seberang karena Guru berkata, ‘Marilah kita bertolak ke seberang.’ Jadi, menyingkirlah dari hadapan kami!” Allah tahu badai itu akan muncul. Dia membawa mereka menghadapinya, tetapi Dia juga memberi murid-­murid Yesus otoritas dan kuasa untuk memerintah atas badai. Dan situlah kuncinya. Yang membedakan antara orang yang dikalahkan oleh kehidupan dan yang memerintah di dalam kehidupan adalah pengetahuan bahwa SHUWHPSXUDQ GDQ NRQÁLN LWX WLGDN WHUHODNNDQ GDQ EDKZD³EHUEHGD dari orang biasa—kita memiliki kuasa untuk menghadapi apa pun yang menentang kita. Maka kita harus, dan dapat, berjuang dengan tak kenal menyerah sampai pertempuran dimenangkan. Biarkanlah kebenaran 2 Korintus 2:14 meresap ke dalam setiap serat keberadaan Anda: “Tetapi syukur bagi Allah yang dalam Kristus selalu memimpin kami di jalan kemenangan-­Nya.” Jika keadaan itu diserahkan ke tangan para murid dan perspektif mereka yang terbatas, mereka semua sudah mati tenggelam. Akan tetapi, ketaatan Yesus yang sepenuh hati untuk melawan badai itu bukan hanya menyelamatkan nyawa mereka, tetapi juga pembebasan seorang pria yang kerasukan roh jahat di seberang danau. Dan berkat itu tidak berhenti sampai di situ, karena orang yang disembuhkan ini kemudian memberitakan kerajaan Allah ke sepuluh kota di Dekapolis. Dengan kata lain, banyak orang akhirnya mengalami dampak kerajaan Allah. Roh Kudus memimpin Yesus dan tim-­Nya ke 7DN.HQDO0HQ\HUDK dalam badai, mereka mengalami kesengsaraan karenanya, tetapi Allah sama sekali tidak menghendaki mereka dikalahkan. Sebaliknya, fokus Allah tertuju pada kemuliaan yang ada di balik badai itu. Jika kita dapat bertanya pada para rasul itu saat ini, “Apakah setimpal penderitaan menghadapi badai itu dengan pengalaman melihat orang itu dibebaskan?” tak ayal mereka akan menjawab, “Tentu saja!” Mari kita melihat pada kasus lain. Rasul Paulus sedang dalam perjalanan misi ke Yerusalem menuruti pimpinan Roh Kudus. Namun inilah perkara yang menanti Dia: Tetapi sekarang sebagai tawanan Roh aku pergi ke Yerusalem dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi atas diriku di situ selain dari pada yang dinyatakan Roh Kudus dari kota ke kota kepadaku, bahwa penjara dan sengsara menunggu aku. (Kisah Para Rasul 20:22-­23) Kata bahasa Yunani untuk sengsara dalam ayat di atas adalah thlipsis. (Kita sudah membahas istilah ini, bukan?) Berarti, Roh Kudus menuntun Paulus menuju tempat yang akan membuatnya mengalami kesengsaraan yang intensif. Tetapi kembali, Allah akan senantiasa memberi kita anugerah untuk mengatasi rintangan apa pun di jalan yang kita tempuh menurut pimpinan-­Nya. Apakah hasil dari sikap Paulus yang tak kenal menyerah di tengah perlawanan ini? Bukan hanya orang Yahudi dan orang bukan Yahudi di Yerusalem yang mendengar injil;; begitu juga dengan banyak penduduk Kekaisaran Romawi—termasuk prajurit, wali kota, gubernur, dan bahkan Kaisar sendiri! Semuanya itu karena satu orang yang dipimpin ke dalam badai oleh Roh Kudus. Allah tidak mendatangkan badai atau penderitaan, tetapi Dia tahu bahwa Paulus akan menghadapinya karena dunia yang berdosa ini memusuhi cara-­cara Allah. Akan tetapi, kasih Kristus mendorong Paulus untuk mengikuti pimpinan Roh, dan Allah memberinya anugerah untuk mengatasi perlawanan. Paulus merangkum perjalanannya dengan menulis, “Semua penganiayaan [kesengsaraan] itu kuderita dan Tuhan telah melepaskan aku dari semuanya itu” (2 Timotius 3:11). Perkataan-­ Nya selaras dengan pernyataan pemazmur: “Sebab Ia melepaskan aku dari segala kesesakan” (Mazmur 54:9). Bukan sebagian atau sebagian besar kesesakan. Segala kesesakan. Itu berarti 100%! Dan janji yang sama berlaku bagi Anda dan saya! $GD6LDSD'L%DOLN0DVDODK.LWD NASIHAT ORANGTUA Ketika anak pertama kami, Addison, kelas satu, ia menghadapi beberapa tukang gertak di kelasnya. Beberapa kali ia pulang pada waktu petang sambil menangis karena dinakali anak-­anak itu di taman bermain. Saya yakin Anda dapat menduga apa yang saya, sebagai ayah, ingin lakukan. Saya ingin mendatangi tempat bermain itu, memukuli anak-­anak yang kurang ajar itu, dan memperingatkan dengan keras, “Awas, jangan lagi-­lagi menyentuh atau mengganggu anakku!” Namun ada tiga masalah dengan pendekatan itu. Pertama, tindakan saya jelas sangat tidak saleh. Kedua, tindakan semacam itu akan kontraproduktif dalam pengembangan karakter Addison. Dan ketiga, saya tidak memiliki wewenang di taman bermain itu. Taman bermain itu bukan tempat saya;; itu tempat anak saya memerintah—memegang otoritas. Maka, setelah kami tenang, Lisa dan saya memutuskan bahwa hal terbaik yang dapat kami lakukan bagi Addison adalal mengajarinya cara menangani thlipsis yang dialaminya. Malam demi malam ibunya dan saya memberinya wawasan dan nasihat untuk menolongnya menghadapi dengan sukses kesulitan yang dialaminya dari para tukang gertak. Kami mengutusnya ke sekolah keesokan harinya, memperlengkapinya dengan strategi untuk menangani kesulitan yang mungkin ia alami. (Tentu saja, jika kami merasa Addison terancam bahaya, kami akan menghubungi guru atau kepala sekolahnya.) Sebagai hasilnya, setelah berhasil menangani hal ini dan berbagai kesengsaraan lain sepanjang masa kanak-­kanaknya, Addison menjadi sangat cakap dalam berhubungan dengan orang lain. Pada 2004 ia bergabung dengan staf pelayanan kami sebagai pemula. Pada saat itu, kami memiliki lebih dari empat puluh karyawan yang berusia mulai dari remaja sampai enam puluhan tahun. Saya mengatakan pada tim manajemen bahwa Addison tidak perlu diperlakukan secara istimewa hanya karena ia anak kami. Dalam enam bulan, pemimpin kami berkata, “Kami ingin mempromosikannya menjadi kepala Departemen Hubungan Gereja.” Hubungan gereja adalah salah satu fungsi penting dalam pelayanan kami, maka saya bertanya mengapa Addison harus dipromosikan untuk memimpin departemen itu. “Karena anak Anda seorang pemimpin,” jawab tim saya. Addison mengambil alih departemen itu dan departemen itu pun tumbuh berkembang. Ia mendapatkan kepercayaan dari anggota stafnya dan juga seluruh staf pelayanan karena mereka menyaksikan kecakapan dan hikmatnya dalam menyelesaikan masalah dan 7DN.HQDO0HQ\HUDK PHQGDPDLNDQ NRQÁLN 6DDW LQL SDGD XVLD GXD SXOXK OLPD WDKXQ LD menjadi Direktur Operasional Kantor Messenger Internasional dan menjalankan pekerjaannya dengan mengagumkan. Ia mendapatkan kepercayaan dari setiap karyawan berapa pun umur mereka. Mereka datang kepadanya dan memercayai kepemimpinannya. Nah, saya ingin bertanya: untuk melindungi Addison di kelas satu, harusnya saya menariknya dari sekolah tempat ia diperlakukan dengan tidak baik dan mengajarinya di rumah saja? Apakah Anda menganggap saya keras atau suka menyiksa karena menyuruhnya kembali ke sekolah, walaupun sadar ia akan menghadapi para penggertak itu setiap hari? Kebanyakan orang tentu tidak beranggapan demikian. Begitu juga, Allah tidak bersikap keras dan suka menyiksa ketika Dia membawa kita ke tempat-­tempat yang sulit—tempat-­tempat yang harus diduduki dan ditaklukkan demi kerajaan Allah. Dia tahu hal itu demi kebaikan kita dan akan mendatangkan kemuliaan bagi Dia dan pada akhirnya memberkati umat-­Nya jika kita menangani tantangan tersebut dalam kuasa anugerah-­Nya. SUMBER KESENGSARAAN Sebelum membahasnya lebih jauh, kita perlu memahami dengan jelas sumber thlipsis dan kehendak Allah bagi kita ketika menghadapi hal itu. Topik ini sangat penting untuk dipahami karena hal ini dapat menjadi batu sandungan bagi banyak orang, khususnya dalam tiga area utama kehidupan. Karena pentingnya, saya akan menggunakan sisa bab ini untuk membahasnya sebelum kita melanjutkan dengan membahas perihal masuk ke dalam pemerintahan. Contoh-­contoh yang kita lihat sejauh ini mengilustrasikan bahwa $OODK EXNDQODK VXPEHU WKOLSVLV 6HEDOLNQ\D WKOLSVLV DWDX NRQÁLN perlawanan, dan kesengsaraan yang parah berasal dari roh-­roh dunia yang telah jatuh ke dalam dosa ini. Apakah selalu demikian? Kami harus mencantumkan pertanyaan ini karena jika Anda sedikit saja anggapan bahwa Allah adalah penyebab, perancang, atau pencetus kesulitan hidup tertentu yang Anda hadapi, maka Anda mungkin tidak akan melawannya untuk menang sebagaimana mestinya. Seorang prajurit yang pergi berperang sadar benar siapa yang ia lawan. Jika ia bijaksana, ia juga tahu taktik musuhnya. Sama sekali tidak ada keraguan setitik pun dalam benak si prajurit akan siapa musuhnya. Akan tetapi, dalam tiga puluh tahun lebih masa pelayanan $GD6LDSD'L%DOLN0DVDODK.LWD saya, saya sudah berjumpa dengan sangat banyak orang percaya yang tidak yakin akan siapa yang ada di balik kesulitan yang mereka hadapi. Sungguh menyedihkan, mereka tidak sadar akan strategi dan aktivitas musuh, padahal kita sudah diingatkan agar bijaksana “supaya Iblis jangan mengambil kesempatan untuk menguasai kita;; sebab kita tahu rencana-­rencananya” (2 Korintus 2:11, BIS). Bagaimana kita dapat mengetahui taktik Iblis! Yesus memberi tahu kita! “Maksud pencuri ialah mencuri, membunuh, dan menghancurkan,” kata Yesus. “Maksud-­Ku ialah memberi hidup kekal dengan segala kelimpahannya” (Yohanes 10:10, FAYH). Sebelumnya di Yohanes 10 itu, Yesus menegaskan bahwa “pencuri” itu tidak lain Iblis dan antek-­anteknya. Nantinya Yesus menyebutnya sebagai “penguasa dunia ini” (Yohanes 16:11). Paulus menyebutnya “ilah zaman ini” (2 Korintus 4:4) dan “penguasa kerajaan angkasa” (Efesus 2:2). Dialah yang menentukan jalannya sistem dunia ini. Iblis EHQDUEHQDUVXPEHUGDULNRQÁLNNRQÁLNNLWD6HSHUWLGLNDWDNDQ3DXOXV Sebab kita tidak berperang melawan manusia, melainkan pribadi-­pribadi yang tidak berjasad, penguasa-­penguasa dunia yang tidak kelihatan, setan-­setan yang berkuasa, dan penghulu-­ penghulu kegelapan yang memerintah dunia ini;; dan melawan roh-­roh jahat yang sangat besar jumlahnya. (Efesus 6:12, FAYH) Perkataan Sang Guru dalam Yohanes 10:10 dan perkataan Paulus kepada jemaat di Efesus ini menegaskan bahwa setiap kesulitan yang termasuk dalam kelompok pencurian, pembunuhan, atau penghancuran adalah akibat pengaruh berbagai bala kegelapan yang diuraikan dalam Efesus 6:12. Di sisi lain, tujuan Yesus adalah agar kehendak Allah dinyatakan. Jadi, tujuan Allah bagi Anda adalah hidup kekal dengan segala kelimpahannya. Kapan pun Anda menghadapi tekanan, kesulitan, atau penderitaan apa pun, pakailah saringan Yohanes 10:10 untuk menentukan apakah Allah atau musuh yang ada di baliknya. Untuk memperlihatkan bagaimana hal ini terjadi, mari kita membahas beberapa contoh yang paling umum. 7DN.HQDO0HQ\HUDK RASA MALU, RASA BERSALAH, PENUDUHAN Jika Anda menyaring rasa malu, rasa bersalah, dan penuduhan dengan Yohanes 10:10, tak ayal hal itu termasuk dalam kategori berasal dari si pencuri, bukan dari Allah. Namun, agar kita yakin sepenuhnya, mari kita menyelidikinya dengan lebih dalam. Pemazmur menulis, “Pujilah (dengan segenap hati, dengan penuh rasa syukur) TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan [satu pun dari] segala kebaikan-­Nya! Dia yang mengampuni segala [tiap-­tiap] kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu” (Mazmur 103:2-­3, AMP). Pikirkanlah orang yang paling Anda percayai yang Anda kenal. Apakah itu pasangan Anda, salah satu orangtua atau kakek atau nenek Anda, atau dokter Anda? Orang ini tidak pernah menipu atau membohongi Anda. Saya berharap Anda memiliki orang seperti ini dahulu atau saat ini. Bayangkan orang ini menjanjikan hal-­hal yang baru saja Anda baca. Bukan hanya itu, ia juga memiliki kemampuan untuk memenuhinya. Nah, gambarkanlah begini: Allah itu jauh lebih layak dipercaya daripada orang yang baru saja Anda pikirkan. Dia memerintahkan kita untuk tidak melupakan satu pun dari segala kebaikan-­Nya. Tidak satu pun. Dan kebaikan pertama-­Nya adalah Dia sudah mengampuni tiap-­ tiap kesalahan Anda. Menakjubkan! Sungguh suatu kebaikan, rahmat, dan kasih yang luar biasa! Jika Anda belum melakukannya, ingatlah baik-­baik hal ini sekarang: Anda sudah diampuni di dalam Kristus Yesus. Tidak ada dosa yang Anda lakukan yang tidak dihapuskan oleh darah-­Nya yang tercurah. Maka, jika rasa malu, rasa bersalah, atau penuduhan muncul dalam jiwa Anda atas sesuatu yang Anda pikirkan, Anda katakan, atau Anda lakukan pada masa lalu Anda dan Anda sudah meminta pengampunan Allah, jelaslah bahwa bukan Allah yang berada di balik perasaan yang mengerikan itu. Dengarkanlah perkataan tegas Paulus dalam hal ini: Siapakah yang akan menggugat kita orang-­orang pilihan Allah? Allah? Tidak! Dia malah membenarkan kita. Siapakah yang akan menghukum kita? Kristus Yesus? Tidak! Dia telah mati bagi kita, dan bahkan lebih lagi: Dia telah bangkit, juga duduk di sebelah kanan Allah, dan malah menjadi Pembela bagi kita! (Roma 8:33-­34, NLT) $GD6LDSD'L%DOLN0DVDODK.LWD Hal itu dinyatakan dengan sangat tegas. “Siapakah yang akan menggugat kita... Allah? Tidak! ... Siapakah yang akan menghukum kita? Kristus Yesus? Tidak!” Pikirkanlah: Allah mengutus Yesus Kristus untuk mati bagi Anda ketika Anda masih menjadi musuh-­Nya. Yesus bersedia melakukannya, dan Roh Kudus membuatnya terjadi. Kenapa Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus sekarang harus menuduh dan mempermalukan atau menanggungkan rasa bersalah pada Anda ketika Anda bukan lagi seorang musuh, melainkan salah seorang anak Allah? Dan mengapa Dia harus menghukum Anda, padahal Dia sudah menanggungkan hukuman itu Anak domba yang dikorbankan-­Nya? Apakah korban Yesus tidak cukup baik? Apakah korban-­Nya tidak bersifat kekal? Penulis kitab Ibrani meneguhkan pada kita, Betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-­Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-­perbuatan yang sia-­sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup. (Ibrani 9:14) Darah Kristus bukan hanya menghancurkan dosa kita di hadapan Allah, tetapi juga menyucikan hati nurani kita dari penuduhan, rasa bersalah, dan rasa malu akibat dosa. Maka, jika Anda hidup bagi Dia dan berusaha untuk menaati keinginan-­Nya, namun masih dihantui oleh pemikiran dan perasaan ini, hal itu bersumber dari musuh dalam upayanya menjatuhkan Anda. Anda perlu menghadapi sumber itu dengan gigih. Bagaimana caranya? Persis seperti cara Yesus menghadapi musuh yang mencobai-­Nya di padang gurun: dengan Firman Allah! 6D\DDNDQPHPEDKDVQ\DVHFDUDOHELKVSHVLÀNGDODPEDEVHODQMXWQ\D Tetapi jika, dan saya sungguh-­sungguh memaksudkan jika, Anda hidup dalam ketidaktaatan kepada Allah, maka hati nurani Anda sendiri yang akan menuduh Anda. Yohanes menulis, “Kita tahu, bahwa kalau kita disalahkan oleh hati kita, pengetahuan Allah lebih besar dari pengetahuan hati kita, dan bahwa Ia tahu segala-­galanya. Jadi, Saudara-­saudaraku yang tercinta, kalau hati kita tidak menyalahkan kita, kita dapat menghadap Allah dengan keberanian” (1 Yohanes 3:20-­ 21, BIS). Kata menyalahkan dalam ayat ini bukan berarti “menjatuhkan KXNXPDQWHUWHQWXµ\DQJPHPDQJELVDEHUDUWLEHJLWX1DPXQGHÀQLVL kata bahasa Yunani kataginosko adalah “menuding, menunjukkan kesalahan, atau mempersalahkan.” 7DN.HQDO0HQ\HUDK Hati kita menjaga dan melindungi kita agar tidak keluar dari persekutuan dengan Allah. Jika kita berada dalam keadaan ini dan tidak mengalami kemajuan, Roh Kudus akan menegur kita seperti bapa yang penuh kasih: “Anak-­Ku, perhatikanlah baik-­baik ajaran Tuhan, dan janganlah berkecil hati kalau Ia memarahimu” (Ibrani 12:5, BIS). Dia memperbaiki kesalahan kita untuk memulihkan persekutuan kita dengan Dia dan menjadikan kita makin serupa dengan Dia—bukan dengan maksud mencuri, membunuh, atau menghancurkan kita. Ingatlah selalu bahwa penuduhan dan perbaikan kesalahan itu sama-­sama menimbulkan perasaan tidak enak—hal itu menyakitkan! “Memang tiap-­tiap ganjaran pada waktu diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita” (Ibrani 12:11). Akan tetapi, ada perbedaan besar di antara keduanya. Penuduhan tidak menyediakan jalan keluar bagi Anda;; hanya membuat rasa malu dan rasa bersalah terus-­menerus menghantui Anda. Perbaikan kesalahan memberi Anda jalan keluar: namanya pertobatan. Pada dasarnya, jika hati Anda tahu bahwa Anda tidak taat, maka Allah mengetahuinya juga karena Dia lebih besar dari hati Anda. Jangan memperpanjang masalah dengan Dia;; langsunglah bertobat atas ketidaktaatan Anda dan akuilah kepada-­Nya. Dia akan mengampuni Anda. Sesederhana itu. Yohanes menulis, “Anak-­anakku! Saya menulis ini kepada kalian supaya kalian jangan berbuat dosa. Tetapi kalau ada yang berbuat dosa, maka kita mempunyai seorang pembela, yaitu Yesus Kristus yang adil itu;; Ia akan memohon untuk kita di hadapan Bapa” (1 Yohanes 2:1, BIS). Perhatikan bahwa Yohanes tidak berkata “ketika kamu berbuat dosa.” Bukan, maksudnya adalah agar Anda tidak berbuat dosa. Kesadaran akan dosa akan menggelincirkan Anda kembali ke dalam dosa, tetapi kesadaran akan kebenaran kita di hadapan Allah akan menjadikan Anda kuat untuk melawan dosa. Kesadaran ini akan menolong Anda mengingat bahwa kuasa dosa telah dihancurkan di dalam hidup Anda dan bahwa anugerah telah disediakan bagi Anda agar dapat hidup sepenuhnya bebas dari dosa secara lahir dan batin. “Sebab dosa tidak akan berkuasa lagi atas kamu,” kata Paulus, “karena kamu... di bawah anugerah” (Roma 6:14). Jadi, tujuannya adalah agar kita tidak berbuat dosa. Anugerah Allah memampukan kita untuk mencapai tujuan itu. Tetapi kalau (dan sekali lagi saya menekankan: kalau) kita berbuat dosa, kita dapat langsung menanganinya dan memercayai janji Firman Allah: “Jika kita mengaku $GD6LDSD'L%DOLN0DVDODK.LWD dosa kita, maka Ia setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan” (1 Yohanes 1:9). Setia berarti Dia akan mengampuni setiap saat, tidak peduli berapa kali pun Anda melakukan pelanggaran. Adil berarti Dia akan melakukannya tidak peduli siapa pun Anda atau apa yang sudah Anda lakukan. Maka, ketika Dia menyucikan Anda dari segala kejahatan, yang berarti kejahatan apa saja, maka Anda suci di hadapan Dia, seolah-­olah Anda tidak pernah berdoa. Darah Yesus membuang dosa sejauh timur dari barat! Salah satu hambatan terbesar bagi orang percaya untuk memerintah di dalam hidup ini adalah kesadaran akan dosa. Jika kita terus melawan rasa malu, rasa bersalah, atau penuduhan atas dosa yang sudah kita tinggalkan dan kita akui di hadapan Allah, hal itu akan melemahkan kita. Saya sudah melihat sekian banyak orang meninggalkan iman mereka akibat rasa bersalah atau rasa malu dari musuh, bukan dari Allah, yang terus menghantui mereka. Mereka merasa mereka sudah berdosa terlalu banyak, atau mereka sudah melakukan dosa yang tidak dapat diampuni. Meskipun Allah tidak menuduh mereka, Iblis memakai pikiran mereka yang tidak diperbarui untuk menjerumuskan mereka ke dalam rasa bersalah, rasa malu, dan keputusasaan yang semakin parah. Jadi, mereka hanya akan meninggalkan iman atau mereka bertahan dengan iman yang tidak mendatangkan buah dan dikerumuni perasaan bersalah. Alih-­alih memerintah dalam hidup ini, mereka diperintah oleh kehidupan. Tanamkanlah dalam hati Anda saat ini juga: jika Anda berbuat dosa, tetapi sudah bertobat dengan sungguh-­sungguh dan mengakuinya kepada Tuhan, Anda berdiri di hadapan Allah seakan-­akan Anda tidak pernah melakukan dosa itu lagi. Oleh anugerah-­Nya yang menakjubkan, Dia menjadikannya begitu sederhana. Anda dapat memercayainya! Sangat pentinglah kita menambahkan catatan ini. Jika Anda benar-­ benar anak Allah, Anda rindu untuk menyenangkan hati-­Nya melebihi apa pun, karena benih-­Nya ada di dalam diri Anda. Tetapi orang yang dengan sengaja terus hidup dalam ketidaktaatan tidak sungguh-­ sungguh lahir dari Allah. Jika Anda mencari surat izin untuk berbuat dosa, Anda berada di wilayah yang sangat berbahaya dan menyesatkan. Terus terang saja, Anda tidak sungguh-­sungguh diselamatkan. Alkitab menegaskannya: “Setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia.... barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis” (1 Yohanes 3:6-­8). 7DN.HQDO0HQ\HUDK PENYAKIT DAN KELEMAHAN FISIK Kuasa seperti apakah yang diberikan anugerah kepada kita untuk EHUNXDVD DWDV VDNLWSHQ\DNLW GDQ DQHND NHOHPDKDQ ÀVLN" 0DUL NLWD memeriksa kembali kebenaran yang ditulis oleh pemazmur: “Pujilah (dengan segenap hati, dengan penuh rasa syukur) TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan [satu pun dari] segala kebaikan-­Nya! Dia yang mengampuni segala [tiap-­ tiap] kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu” (Mazmur 103:2-­3, AMP). Sekali lagi, pikirkan seseorang yang paling anda percayai dalam hidup Anda, lalu akuilah bahwa Allah jauh lebih layak dipercaya dari orang itu;; Dia tidak pernah mengingkari janji. Kebaikan pertama yang kita lihat dalam mazmur itu adalah bahwa Allah itu dengan setia mengampuni tiap-­tiap kesalahan kita. Dan bukan itu saja, karena di ayat itu juga kita diperintahkan untuk tidak melupakan kebaikan-­Nya yang lain: Allah, yang tidak pernah berdusta, berkata, “Aku menyembuhkan segala penyakitmu.” Dia tidak mengatakan sebagian besar penyakit atau bahkan 98 persen penyakit—tidak, Dia menyembuhkan 100% penyakit kita. Yesaya menubuatkan apa yang harus Yesus tanggung bagi kemerdekaan rohani dan jasmani kita: Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita;; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-­bilurnya kita menjadi sembuh. (Yesaya 53:4-­5) Kata bahasa Ibrani untuk penyakit dalam nubuat Yesaya ini adalah FKROL .RQNRUGDQVL 6WURQJ PHQGHÀQLVLNDQQ\D VHEDJDL ´SHQ\DNLW kepedihan, kelemahan.” Sarjana Alkitab dan penulis terkenal Henry 7KD\HUPHQGHÀQLVLNDQQ\DVHEDJDL´SHQGHULWDDQSHQ\DNLWNHSHGLKDQ $GD6LDSD'L%DOLN0DVDODK.LWD lara, kelemahan.” Istilah ini muncul dua puluh empat kali dalam Perjanjian Baru, dan dua puluh satu di antaranya mengacu pada SHQ\DNLWDWDXNHOHPDKDQVSHVLÀN $PSOLÀHG%LEOHPHQGXNXQJNHVLPSXODQLQL´7HWDSLVHVXQJJXKQ\D kepedihan (penyakit, kelemahan, dan kemalangan) kitalah yang ditanggungnya... dan oleh bilur-­bilur Tuhan tidak pernah [yang melukai]-­Nya kita disembuhkan ingkar janji dan dipulihkan” (Yesaya 53:4-­5). New English Translation berbunyi, “Dia mengangkat penyakit kita.... Karena luka-­luka-­Nya kita disembuhkan.” Bukanlah kebetulan bahwa baik pemazmur dan Yesaya menyatakan pengampunan segala dosa dan penyembuhan segala penyakit dalam satu kalimat. Keduanya adalah bagian dari paket penebusan yang Yesus sediakan secara cuma-­cuma bagi kita di Kalvari. Dalam Injil, Anda akan menemukan bahwa tidak seorang pun yang datang kepada Yesus untuk disembuhkan mengalami penolakan. Yesus tidak pernah sekali pun berkata, “Kamu harus bertahan menghadapi penyakit ini karena Bapa-­Ku sedang mengajarimu sesuatu melalui penyakit ini.” Namun saya pernah mendengar orang percaya, dan bahkan pengajar, mengatakan hal seperti itu. Apakah masuk akal kalau Yesus saat ini berubah? Kita diberi tahu bahwa Dia tetap sama kemarin, saat ini, dan sampai selama-­lamanya (lihat Ibrani 13:8). Dia tidak akan pernah menolak kita saat ini, sama seperti Dia tidak pernah menolak orang selama kehidupan-­Nya di humi. Lebih jauh lagi, jika Anda percaya bahwa Allah sedang mengajari Anda sesuatu melalui penyakit, mengapa Anda pergi ke dokter untuk berobat? Mengapa melawan sesuatu yang sedang dipakai Allah untuk mengajari Anda? Anda dapat melihat betapa tidak logisnya pemikiran ini? Kisah Para Rasul juga tidak mencatat satu orang pun yang mencari dan memercayai kesembuhan dari Allah, namun ditolak. Tidak satu kali pun para rasul berkata, “Kami tidak tahu apakah Allah berkehendak untuk menyembuhkanmu. Kamu hanya bisa berharap Dia menghendakinya.” Sebaliknya, kesembuhan selalu pasti, setiap orang yang mencarinya pasti mendapatkannya, karena menurut Yesaya 53 dan Mazmur 103, kesembuhan adalah bagian dari penebusan Yesus sama seperti pengampunan dosa. Jika Anda membuang yang satu, Anda akan membuang yang lain pula! Saat ini pun hal itu tetap berlaku. Penyakit, gangguan atau 7DN.HQDO0HQ\HUDK NHOHPDKDQÀVLNDSDSXQVHPXDQ\DWHUPDVXNGDODPNDWHJRULSHQFXULDQ pembunuhan, dan penghancuran. Kita dapat dengan yakin menghadapi kesulitan apa pun karena kita tahu bahwa kita telah dibebaskan dari hal itu melalui pengorbanan Yesus di Kalvari. Hal itu jelas bukan kehendak Allah bagi kehidupan kita. Paket penebusan Yesus tetap teguh dan tak berubah sama sekali! Itulah sebabnya Paulus menulis, “Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita” (1 Tesalonika 5:23). Paulus menyebutkan tubuh juga, bukan hanya jiwa dan roh kita, menandakan bahwa sama seperti Allah menginginkan roh dan jiwa Anda utuh, Dia juga menginginkan tubuh Anda utuh, berfungsi sesuai dengan rancangan-­Nya. Saya dapat mendengar ada orang yang berkata, “Tetapi saya tahu orang yang percaya kepada Allah untuk disembuhkan dan ia meninggal.” Saya ingin bertanya begini: Apakah iman kita kepada Allah akan dilandasi oleh pengalaman orang lain atau oleh pernyataan Firman-­Nya yang kekal? Anda harus menanamkan hal ini dengan kuat dalam pikiran dan hati Anda. Seperti ditulis Paulus, “Jadi bagaimana, jika di antara mereka ada yang tidak setia, dapatkah ketidaksetiaan itu membatalkan kesetiaan Allah? Sekali-­kali tidak! Sebaliknya: Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong, seperti ada tertulis: ¶6XSD\D(QJNDXWHUQ\DWDEHQDUGDODPVHJDODÀUPDQ0XGDQPHQDQJ jika Engkau dihakimi’” (Roma 3:3-­4). Terus terang saja, Anda tidak tahu dengan pasti apa yang dipercayai orang yang sudah mati itu di dalam hatinya. Ia mungkin berulang-­ ulang menyatakan kepercayaannya akan kesembuhan Allah, namun bisa jadi itu hanya topeng untuk menyembunyikan ketakutannya jika tidak disembuhkan. Iman yang sejati tidak meragukan janji Allah di dalam hati kita. Seseorang dapat menyatakan satu hal, menyadari bahwa hal itu benar menurut pikirannya, namun di dalam hatinya ia mungkin memercayai hal yang berbeda. Jadi, bagaimana kita memproses pengalaman orang lain yang berlawanan dengan apa yang dinyatakan Kitab Suci—tanpa menjadi bersikap menghakimi? Sebagai contoh, jika seorang anggota keluarga atau teman meninggal dunia dalam usia muda karena penyakit? Pendekatan yang efektif yang telah saya kembangkan untuk menghadapi skenario semacam itu adalah sebagai berikut: Kitab Suci mengajarkan bahwa kita sedang bertanding dalam perlombaan. Dalam perlombaan setiap peserta memiliki jalurnya masing-­masing. Jika $GD6LDSD'L%DOLN0DVDODK.LWD pengalaman seseorang tidak selaras dengan kebenaran dasar Kitab Suci, maka biarkanlah hal itu tetap di dalam jalurnya, dan jangan membawanya ke dalam jalur Anda. Itu urusan antara orang itu dan Allah, Hakim yang murah hati dan adil. Dengan cara ini iman Anda tidak akan dilemahkan. Akan tetapi, jika kesaksian seseorang selaras dengan Firman Allah yang kekal, maka bawalah hal itu ke dalam jalur Anda untuk menguatkan Anda dalam berlomba. Anda harus percaya dengan segenap hati akan apa yang Firman Allah nyatakan sebelum Anda dapat menerima janji-­Nya. Setelah Anda melakukannya, Anda akan tak kenal menyerah dalam kepercayaan Anda—sama seperti orang yang bernama Bartimeus. Yesus meninggalkan Yerikho bersama dengan murid-­murid-­ Nya, dan banyak orang mengerumuni-­Nya. Seorang buta bernama Bartimeus duduk di tepi jalan, dan ketika ia mengetahui bahwa Yesus lewat di dekatnya, ia berseru memanggil Sang Guru. Banyak orang di sekitarnya menghardiknya, mengingatkan Bartimeus agar tidak mengganggu Sang Guru. Tetapi ia malah berteriak lebih keras! Inilah orang yang imannya bukan hanya berdasar di dalam pikirannya, melainkan di dalam hatinya. Jika Bartimeus tidak percaya dengan segenap hatinya bahwa Allah ingin menyembuhkannya, ia tidak akan bersikeras meminta—khususnya setelah dibentak oleh orang-­orang di sekelilingnya. Ia akan bungkam dan pikirannya dipenuhi gagasan yang keliru: Karena Yesus tidak mau datang dan menyembuhkan aku, berarti Allah menginginkan aku menanggung kebutaan ini. Tetapi Bartimeus menolak dusta itu;; ia tetap membulatkan hati dan berteriak lantang. Perhatikanlah apa yang terjadi kemudian: Lalu Yesus berhenti. (Markus 10:49) Sungguh menakjubkan! Yesus sudah membulatkan tekad untuk pergi ke Yerusalem untuk memenuhi amanat yang ditetapkan bagi-­ Nya;; Dia berfokus pada tugas-­Nya. Sekian banyak orang mengelilingi-­ 1\DGDQWDND\DOEDQ\DNGLDQWDUDQ\DPHPLOLNLNHEXWXKDQÀVLNQDPXQ kebutuhan mereka tidak membuat-­Nya berhenti dan menunda sejenak pelaksanaan misi-­Nya. Akan tetapi, satu orang buta ini berseru kepada Yesus dan tidak bersedia dibungkam. Tidak ada perlawanan, tidak ada teguran, yang dapat membungkamnya. Suaranya yang nyaring itulah, bukan kebungkaman orang lain, yang menyebabkan Yesus berhenti. Yesus memerintahkan, “”Panggillah dia!” Mereka memanggil orang buta itu dan berkata kepadanya: “Kuatkan hatimu, berdirilah, Ia 7DN.HQDO0HQ\HUDK memanggil engkau” (Markus 10:49). Jelaslah bahwa orang-­orang di sekitar Bartimeus tidak terlalu mendukungnya. Nyatanya, mereka malah menentang perjuangannya. Namun hal itu tidak mengganggunya. Iman Bartimeus tidak dapat dihentikan. Ia melepaskan jubah pengemisnya, bangkit berdiri, dan membiarkan para murid membawanya kepada Yesus. Lalu Sang Guru bertanya, “Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?” Anda serius? Pertanyaan macam apa pula itu? Seorang buta, yang harus berjalan dituntun, ditanyai apa yang ia perlukan. Kebutuhannya sudah jelas, jadi mengapa Yesus mengajukan pertanyaan ini? Apakah Dia tidak mengetahui kebutuhan pengemis itu? Apakah Yesus menghinanya? Jelas tidak! Sang Guru ingin melihat bukti iman Bartimeus. Jika Bartimeus berkata, “Aku tahu, terlalu banyak kalau aku meminta penglihatan, tetapi dapatkah Engkau tolong menyembuhkan sakit kepala yang sudah menderaku dua hari belakangan ini?” maka itu pulalah yang akan diterimanya. Kita tahu hal itu benar dari apa yang Yesus katakan kepada orang buta itu setelah matanya tercelik: “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!” Markus tidak menulis tentang orang-­orang dalam kerumunan yang tidak mengalami kesembuhan;; ia berfokus pada orang yang mengalaminya. Jangan biarkan kisah orang lain yang tidak disembuhkan menggoyahkan keyakinan Anda yang teguh. Dengarkan dengan saksama perkataan saya tentang hal ini: Jangan menghakimi orang yang tidak menerima kesembuhan dari Allah, tetapi jangan membiarkan kisah mereka masuk ke dalam hati Anda sebagai bukti. Paulus menyatakan, “Jadi bagaimana, jika di antara mereka ada yang tidak setia, dapatkah ketidaksetiaan itu membatalkan kesetiaan Allah? Sekali-­kali tidak!” (Roma 3:3). Satu-­satunya bukti yang boleh kita izinkan masuk ke dalam hati kita adalah kesaksian yang selaras dengan Firman Allah. KEKURANGAN DAN KEMISKINAN Apakah anugerah memberi kita kuasa untuk memerintah atas kekurangan dan kemiskinan? $GD6LDSD'L%DOLN0DVDODK.LWD Dengan alasan tertentu, banyak orang percaya bahwa kesalehan itu terlihat ketika kita kekurangan. Dalam beberapa kasus ekstrem, beberapa orang bahkan mengucapkan nazar kemiskinan untuk melayani Allah. Pola pikir ini tidak selaras dengan Filipi 4:19, di mana Paulus meneguhkan orang-­orang Kristen, “Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-­Nya dalam Kristus Yesus.” Jika Anda membaca ayat ini dalam konteksnya, Anda akan menemukan bahwa Paulus berbicara kepada orang-­orang percaya ini secara khusus tentang keuangan. Kebutuhan kita pasti terpenuhi— bukan menurut kondisi ekonomi atau pasar saham, namun menurut kekayaan dan kemuliaan Allah. Ini sungguh mengagumkan, karena Dia memiliki kekayaan berlimpah-­limpah—persisnya, cadangan yang tidak terbatas! Berdasarkan janji ini, kita dapat yakin bahwa Allah berkehendak agar kita tidak kekurangan sesuatu pun yang baik. Pemazmur menulis, “Singa-­singa muda merana kelaparan, tetapi orang-­orang yang mencari TUHAN, tidak kekurangan sesuatu pun yang baik” (Mazmur 34:10). Kekurangan dan kemiskinan bukanlah kehidupan dalam segala kelimpahannya;; karena itu, hal itu tak mungkin merupakan kehendak Allah bagi kehidupan Anda. Kitab Suci menyatakan bahwa nama baik itu lebih baik dari kekayaan besar atau bahkan urapan yang mahal dari Allah (lihat Amsal 22:1;; Pengkhotbah 7:1). Jika kita tidak dapat membayar tagihan, kita mendapatkan nama buruk. Dapatkah Anda membayangkan, Anda berusaha memberi tahu manajer apartemen Anda tentang Yesus ketika Anda tidak dapat membayar uang sewa tepat pada waktunya? Mengapa ia mesti mendengarkan jika bukti kehidupan Anda menunjukkan kegagalan Anda untuk memenuhi janji Anda? Akan tetapi, jika manajer apartemen kita melihat Allah memelihara Anda dan pada akhirnya Anda harus mengucapkan selamat tinggal karena Allah memampukan Anda untuk membeli rumah dan tidak lagi menyewa, betapa besar artinya kesaksian semacam itu kepada orang yang belum percaya? Firman Allah menyatakan, “Engkau memberi pinjaman kepada banyak bangsa, tetapi engkau sendiri tidak meminta pinjaman” (Ulangan 28:12). Sungguh suatu kesaksian yang luar biasa jika kita bebas dari utang—tidak ada cicilan tagihan yang harus kita bayar—dan “memberi pinjaman kepada banyak bangsa” dengan membagikan kelimpahan kita pada orang lain dan memberi bagi pelayanan Injil! Dari ayat-­ayat ini, tampaknya Allah rindu untuk lebih dari sekadar memenuhi kebutuhan kita. Tampaknya Dia menginginkan kita untuk 7DN.HQDO0HQ\HUDK makmur. Dengarkanlah kehendak-­Nya dalam doa rasul Yohanes, “Saudaraku yang kekasih, aku berdoa melebihi segalanya, semoga engkau makmur dan sehat-­sehat saja dalam segala sesuatu, sama seperti jiwamu makmur” (3 Yohanes 2, KJV). Anda memperhatikan perkataan yang saya garis bawahi, melebihi segalanya? Lebih dari segala sesuatu yang lain, Allah merindukan Anda, anak-­Nya, makmur dan sehat. Mari saya katakan sekali lagi: melebihi segalanya. Lebih dari segala sesuatu yang lain! Jika doa rasul ini bukan kehendak Allah, tidak mungkin doa itu dicatat dalam Kitab Suci. Allah tidak pernah melebih-­lebihkan atau membesar-­besarkan. Dia tidak dapat melakukannya, karena itu berarti Dia berdusta, padahal Allah tidak dapat berdusta. Jadi, Anda dapat memegang teguh hal ini, sahabatku: kehendak Allah melebihi segalanya adalah agar Anda makmur dan sehat. Mengagumkan! Apakah kemakmuran itu? Itu berarti memiliki lebih dari cukup untuk memenuhi bukan hanya kebutuhan Anda, tetapi juga kebutuhan mereka yang berada dalam lingkup pengaruh Anda. Dengan kata lain, uang seharusnya tidak menjadi faktor penentu apakah Anda hendak menjangkau orang yang Allah panggil Anda untuk melayaninya dalam nama-­Nya. Mungkinkah karena itu Firman Allah menyatakan, “Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-­Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini” Ulangan 8:18)? Allah tidak menentang kita memiliki uang. Dia menentang jika uang memiliki kita. Uang bukanlah akar dari segala kejahatan, melainkan cinta akan uang. Allah berkehendak agar Anda makmur dalam setiap area kehidupan Anda, termasuk dalam keuangan. Banyak orang percaya yang masih muda atau belum dewasa yang bergumul dengan area-­area utama dalam kehidupan yang baru saja kita bahas. Akan tetapi, setelah kita tertanam dengan kuat dalam fakta bahwa Allah bukanlah sumber rasa malu, rasa bersalah, penuduhan, penyakit, gangguan dan kelemahan jasmani, kekurangan, atau keuangan, mudahlah bagi kita mengenali area serangan lain yang berasal dari musuh. Sekarang kita siap bertanding dalam pertandingan $GD6LDSD'L%DOLN0DVDODK.LWD yang sesungguhnya dalam hidup ini—pertempuran untuk mengambil alih wilayah bagi kerajaan Allah. Sadarilah hal ini dalam hati Anda saat Anda maju bertempur: jika perlawanan itu termasuk dalam kategori pencurian, pembunuhan, dan pembinasaan, hal itu sama sekali tidak berkaitan dengan Allah. Hal itu berasal dari balas pasukan Iblis yang ingin mematahkan semangat, mengalahkan, dan menelan Anda. Anda dan saya harus melawannya dengan tak kenal menyerah untuk dapat menyatakan kerajaan Allah di bumi seperti di surga. 8 MEMPERSENJATAI DIRI ANDA Jadi, karena Kristus telah menderita secara badani, kamu pun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian—karena siapa yang telah menderita secara badani, ia telah berhenti berbuat dosa. 1 PETRUS 4:1 B ayangkan suatu negara mengutus militernya berperang tanpa membekalinya dengan peluru, pistol, meriam, bom, tank, pesawat terbang, atau sekadar pisau sekalipun. Bagaimana kiranya nasib negara itu dalam pertempuran? Mungkinkah mereka menang? Dapatkah mereka bertempur? Bahkan untuk bertahan hidup saja, mampukah mereka? Tebakan saya, sekian banyak tentara akan langsung terbunuh dan sisanya menjadi tawanan perang. Itu hanya tebakan karena, sepengetahuan saya, skenario menggelikan semacam itu tidak pernah terjadi. Namun, meskipun kedengarannya menggelikan, hal itu tidak banyak berbeda dari orang percaya yang tidak “mempersenjatai diri untuk menderita.” Sedihnya, kebanyakan dari kita tidak bersenjata. Ketika thlipsis yang tak terduga menimpa, kita tidak siap menghadapinya dan mengalami keheranan, kebingungan, atau kerteguncangan. Akibatnya, kita cenderung bereaksi, bukannya beraksi. Dalam surat pertamanya, Petrus, menurut ilham Roh Kudus, menasihati kita untuk mempersenjatai diri dengan menderita sama seperti Kristus menderita. Bagaimana Dia menderita? Apakah Dia 7DN.HQDO0HQ\HUDK terbelenggu oleh dosa? Sama sekali tidak, tetapi Dia tetap harus menolaknya. Apakah Dia terserang sakit atau kelemahan? Tidak, tetapi Dia mungkin harus melawannya. Apakah Dia kekurangan uang untuk membayar tagihan atau menyelesaikan misi-­Nya? Tidak, tetapi saya yakin, Dia harus percaya kepada Allah untuk memelihara-­Nya. Yesus diuji dalam segala hal, tetapi Dia tidak pernah menyerah terhadap satu pun serangan yang dilontarkan musuh. Kita diwajibkan untuk hidup sama seperti Dia hidup;; karena itu, kita juga tidak perlu menyerah pada muslihat Iblis yang mana pun. Saat kita membaca lebih jauh surat Petrus, kita menyadari bahwa SHQGHULWDDQVSHVLÀN\DQJ<HVXVWDQJJXQJDGDODKSHUODNXDQ\DQJWLGDN adil dari orang lain, khususnya dari para pemimpin politik dan agama yang korup pada zaman-­Nya. Menurut saya secara pribadi, ini taraf penderitaan tertinggi yang harus ditanggung seseorang untuk masuk ke dalam pemerintahan. Sesungguhnya, perlakuan yang tidak adil juga merupakan pergumulan terhebat Paulus. Dia pernah dilempari batu, lima kali dicambuk, tiga kali didera, dan nyaris selalu berada dalam ancaman bahaya dari orang sebangsanya, orang asing, dan saudara palsu. 3DXOXV GLÀWQDK GLWLSX GLFHPRRK GLSHUODNXNDQ EXUXN GDQ GLWXGXK dengan dakwaan palsu. Ia memperingatkan kita akan hal yang sama: “Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya” (2 Timotius 3:12). Jika Anda hidup seperti cara hidup dunia, Anda tidak akan diganggu oleh penganiayaan;; Anda sama saja dengan tawanan perang. Anda terbelenggu dalam kamp tawanan perang musuh. Anda tidak Jika Anda hidup seperti lagi efektif dalam mengambil alih cara hidup dunia... Anda wilayah bagi kerajaan Allah, tidak sama saja dengan tawanan mampu membawa kemuliaan bagi perang. Allah. Prajurit yang berada di medan tempurlah yang merdeka dan berjuang untuk mengambil alih wilayah musuh. Kita hidup di dunia yang sepenuh-­ nya bertentangan dan bahkan bermusuhan dengan kerajaan Allah. Aliran sistem dunia ini berlawanan dengan aliran Roh Allah. Karena itu, jika Anda sungguh-­sungguh hidup bagi Tuhan, Anda pasti menanggung kesengsaraan, penderitaan, dan penganiayaan. Itu bagian tak terpisahkan dari tugas kita. 0HPSHUVHQMDWDL'LUL$QGD Sahabat yang baik, entah berupa keadaan yang dibahas dalam bab sebelumnya;; entah keadaan alam yang tidak menyenangkan;; entah permusuhan dari orang, organisasi, atau kesatuan tertentu dari sistem dunia ini, Anda akan menderita perlawanan dalam kehidupan Anda di dalam Kristus. Jadi, kata Petrus, Anda harus mempersiapkan diri. Anda harus, meminjam istilahnya, “mempersenjatai diri.” BERSENJATA VS. TIDAK BERSENJATA Kita mungkin dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas dengan terlebih dulu melihat dua contoh perlawanan yang tidak terduga. Yang satu menimpa pihak yang bersenjata dan yang lain menimpa pihak yang tidak bersenjata. Setiap enam atau dua belas bulan, pilot pesawat terbang komersial disuruh mengikuti pelatihan berkala. Sebagian besar pelatihan ini menggunakan simulator berteknologi tinggi, suatu sarana pelatihan yang diperlengkapi dengan sistem komputer yang kompleks, replika kokpit yang mendetail, lengkap dengan seluruh alat kontrol yang terdapat pada pesawat tertentu, dan sistem visual yang meniru dunia di luar pesawat. Semuanya itu ditempatkan pada panggung yang bergerak sesuai menurut kontrol si pilot atau faktor lingkungan luar. Dengan kata lain, begitu berada di dalamnya, Anda sulit membedakan apakah Anda berada dalam pesawat yang sesungguhnya atau dalam simulator. Instruktur yang menjalankan simulator memunculkan berbagai macam masalah (thlipsis) terhadap para pilot ini karena simulator itu mampu meniru seluruh keadaan dan gangguan penerbangan. Pilot menghadapi simulasi turbulensi yang kuat, baling-­baling rusak, kondisi cuaca yang ekstrem, kerusakan mesin, kerusakan roda gigi—dan masih sangat banyak lagi. Diharapkan, jika pilot berulang-­ulang dan secara sukses mampu mengatasi berbagai tantangan tak terduga selama pelatihan, mereka akan siap menghadapi krisis serupa dalam situasi nyata. Banyak musibah berhasil dicegah melalui pelatihan berkala yang membekali para pilot untuk mengenali dan menanggulangi keadaan darurat ini. Saya ingat musibah penerbangan yang terjadi sebelum 9 September 2001. Pesawatnya kecil saja dan tidak memiliki pintu kokpit standar untuk memisahkan pilot dari penumpang yang biasa kita lihat saat ini. Tidak lama setelah kecelakaan, kotak hitam ditemukan dan diperiksa. Karena tidak ada pintu kokpit dalam pesawat itu, para ahli 7DN.HQDO0HQ\HUDK dapat mendengar reaksi dari pilot dan penumpang. Para penumpang menjerit dengan histeris saat pesawat itu menukik dari ketinggian. Pilot, sebaliknya, tetap tenang dan menguasai diri, mengenali kerusakan yang terjadi dan berusaha mengatasi situasi buruk itu. Mereka tidak bereaksi dalam ketakutan, namun sesuai dengan pelatihan dalam simulator. Pilot utama berteriak memberikan petunjuk, dan ko-­pilot menanggapi setiap arahannya. Hal ini terus berlanjut sampai pada akhirnya. Karena pilot itu telah dipersenjatai untuk menghadapi bencana yang tidak terduga, sedangkan para penumpang tidak dipersenjatai, tanggapan mereka sama sekali berbeda. Pilot bertindak dengan suatu tujuan tertentu, sedangkan para penumpang hanya dapat bereaksi dalam ketakutan. Suatu ketika saya ikut naik pesawat jet pribadi. Pada saat di ketinggian 39.000 kaki, segel pintu rusak. Udara mampat yang menerobos cepat dari kabin bersuara sangat keras seperti terowongan angin yang kuat. Hanya dalam sekejap tekanan udara dalam kabin merosot dengan tajam. Saya benar-­benar tak siap menghadapi keadaan itu dan tak tahu apa yang mesti dilakukan. Jujur saja, perhatian saya terfokus pada upaya melawan rasa takut yang mencengkeram dada saya dengan kuat. Saya berdoa mati-­matian. Kebetulan, pilot yang mengendalikan pesawat adalah bekas pilot penguji pesawat Angkatan Laut dengan ribuan jam pengalaman terbang dan terlatih dalam menghadapi berbagai jenis keadaan darurat. Begitu segel pintu pecah, ia dan ko-­pilot segera bertindak. Mereka segera mengenali masalah, mengenakan masker oksigen, dan melepaskan masker saya. Tanpa oksigen mereka tidak akan dapat menyelesaikan tugas mereka sampai akhir. Pilot mulai menurunkan ketinggian pesawat sambil memberikan perintah-­perintah kilat pada ko-­pilot. Sepanjang krisis itu, ia menanggapinya dengan keyakinan dan kepastian yang tenang. Pelatihan yang telah tertanam dalam dirinya mengarahkannya menjalani prosedur yang benar. Saya tahu kami tengah menghadapi masalah besar, namun kalian tak akan melihat kepanikan di wajah sang pilot. Ia sama sekali tidak memperlihatkan tanda-­tanda ketakutan. Tindakannya mantap, otomatis, dan langsung pada sasaran. Ia benar-­ benar mengontrol situasi dengan sangat baik. Pilot menurunkan jet itu ke ketinggian 12.000 kaki dalam waktu kurang dari lima menit—kami menukik dengan kecepatan enam sampai delapan ribu kaki per menit. Tidak lama kemudian, kami sudah mendarat dengan selamat. Ketika situasi mencemaskan itu sudah 0HPSHUVHQMDWDL'LUL$QGD berakhir, jelaslah bagi saya bahwa pilot saya sudah “dipersenjatai”, sedangkan saya tidak! Pelatihan dan pengalamannya mengajarkan kepadanya apa yang harus dilakukan, dan memampukannya menanggulangi suatu krisis hebat. Dan inilah pesan dari 1 Petrus 4:1: Kita harus dipersenjatai untuk PHQJKDGDSL NRQÁLN URKDQL VDPD VHSHUWL SLORW XML SHVDZDW $QJNDWDQ Laut itu dipersenjatai untuk menghadapi kecelakaan yang tak terduga. Saya rindu buku ini, Tak Kenal Menyerah, menjadi simulator yang mempersiapkan Anda untuk menghadapi kesulitan yang pasti akan Anda hadapi dalam perjalanan Anda untuk menyelesaikan panggilan hidup Anda di dalam Kristus dan memerintah di dalam hidup ini. KESENGSARAAN PASTI TERJADI Untuk mempersenjatai diri, hal pertama yang harus kita ketahui adalah bahwa kesengsaraan itu sesuatu yang tak terelakkan. “Di dunia kalian akan menderita,” kata Yesus dengan tegas dalam Yohanes 16:33 (BIS). Dia tidak mengatakan “kalian mungkin,” melainkan “kalian akan”— menandakan sesuatu yang pasti terjadi. Paulus menasihati, “Untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara” (Kisah Para Rasul 14:22). Dan kembali ia menulis, “Jangan ada orang yang goyah imannya karena kesusahan-­kesusahan ini. Kamu sendiri tahu bahwa kita ditentukan untuk itu” (1 Tesalonika 3:3). Kita “ditentukan untuk mengalami kesusahan” seperti prajurit yang pergi bertempur. Tidak ada prajurit hebat yang masuk ke dalam pertempuran untuk kalah. Prajurit yang baik mengarahkan pandangannya pada kemenangan dan bertekad untuk berjuang menghadapi kesusahan (penderitaan) untuk meraih kemenangan. Ia dipersenjatai dan siap bertempur. Anda dan saya berada dalam perang. Apakah Anda berpikir bahwa kehidupan Anda akan lebih tenang daripada sebelum Anda diselamatkan? Saya geram bila mendengar orang Kristen baru diberi tahu bahwa mereka akan mengalami kehidupan yang bebas dari masalah dan ideal—suatu utopia. Saya hanya dapat membayangkan bahwa hamba Tuhan atau orang percaya yang menyampaikan omong kosong ini kepada orang Kristen baru adalah orang yang belum benar-­benar diselamatkan atau orang yang lebih tertarik untuk “memenuhi kuota” jumlah orang yang diinjilinya daripada kesejahteraan jiwa yang baru dilahirkan kembali itu. Saya bertanya-­tanya apakah “para pengajar” ini 7DN.HQDO0HQ\HUDK sudah merenungkan baik-­baik perkataan Yesus dalam perumpamaan tentang penabur. Di situ Dia mengajarkan bahwa setelah Firman-­ Nya ditaburkan ke dalam hati manusia, “datang penindasan atau SHQJDQLD\DDQ NDUHQD ÀUPDQ LWXµ 0DUNXV 'DODP WHUMHPDKDQ Bahasa Indonesia Sehari-­Hari dikatakan: “Mereka menderita kesusahan atau penganiayaan karena kabar itu.” Singkatnya, sama seperti yang dikatakan Kristus, ketika Anda memercayai Firman Allah, Anda “mendaftarkan diri” untuk mengalami masalah, kesusahan, dan penganiayaan. Anda perlu siap sejak awal untuk menghadapinya. Jika Anda orang yang baru percaya dan belum mengalami hal ini secara pribadi, maka izinkan saya menjadi orang pertama yang memberi tahu Anda: Anda harus siap menghadapi berbagai pertempuran yang belum pernah Anda hadapi. Akan tetapi, kabar baiknya, Anda tidak perlu kalah dalam satu pertempuran pun! Tidak satu pun. Anda kalah dalam berbagai hal sebelum Anda diselamatkan, namun sekarang, melalui Roh Kudus yang berdiam di dalam diri Anda dan anugerah Allah yang tiada bandingannya, Anda memiliki otoritas dan kuasa atas setiap masalah yang merintangi Anda. ANDA TIDAK MENGHADAPI SESUATU YANG BARU Hal kedua yang harus kita ketahui untuk “dipersenjatai” bagi pertempuran adalah bahwa sebenarnya tidak ada perkara yang baru di bawah matahari ini. Anda tidak akan pernah mengalami kesusahan yang belum pernah dialami orang lain, khususnya Yesus, karena Dia telah diuji dalam segala hal. Paulus menulis: Setiap cobaan yang Saudara alami adalah cobaan yang lazim dialami manusia. Tetapi Allah setia pada janji-­Nya. Ia tidak akan membiarkan Saudara dicoba lebih daripada kesanggupanmu. Pada waktu Saudara ditimpa oleh cobaan, Ia akan memberi jalan kepadamu untuk menjadi kuat supaya Saudara dapat bertahan. (1 Korintus 10:13, BIS) Setiap perlawanan yang Anda alami pernah dihadapi, dan dikalahkan, oleh orang lain. Anda dapat memastikan hal itu! Ayat ini juga berjanji bahwa kita tidak akan mengalami kesusahan atau penganiayaan yang tidak mampu kita atasi. Allah tidak akan mengizinkannya. Anda dapat membuat semua ketakutan bahwa 0HPSHUVHQMDWDL'LUL$QGD jangan-­jangan Anda akan menghadapi perlawanan atau kesusahan yang Anda tidak mampu menghadapi atau mengatasinya. Bapa surgawi Anda tidak akan mengizinkan hal itu mendatangi Anda;; Dia akan menahannya. Ayat tadi menjanjikan, “Allah setia pada janji-­Nya. Ia tidak akan membiarkan Saudara dicoba lebih daripada kesanggupanmu” untuk tetap kuat. Sungguh suatu kebenaran yang indah dan menenteramkan bahwa Iblis tidak leluasa untuk masuk ke dalam hidup Anda. Serangannya Setiap perlawanan yang harus terlebih dahulu memperoleh Anda alami pernah izin dari Yang Mahakuasa. Bapa dihadapi, dan dikalahkan, surgawi Anda tidak akan pernah oleh orang lain. menciptakan atau mencetuskan pen-­ cobaan, tetapi Dia kadang-­kadang akan mengizinkan hal itu terjadi, agar Anda dapat mengalahkan musuh dan mendatangkan kemuliaan bagi Dia ketika Anda mengambil alih wilayah bagi kerajaan-­Nya. Salah satu pemimpin gereja yang sangat dihormati bernama Tertullian, yang hidup pada 160-­230 M, menggarisbawahi hal ini secara mendalam: Dengan mengizinkan bekerjanya rancangan [Iblis], Allah bertindak secara konsisten dengan tujuan kebaikan-­Nya sendiri. Dia menangguhkan kebinasaan Iblis sama seperti Dia menunda pembebasan manusia. Dia menyediakan ruang untuk WHUMDGLQ\D NRQÁLN VHKLQJJD PDQXVLD GDSDW PHQJKDQFXUNDQ musuhnya dengan kebebasan kehendaknya sebagaimana dulu ia menyerah Iblis.... [Dan hal ini memampukan manusia] untuk memulihkan keselamatannya dengan kemenangan yang setimpal. Dengan cara ini pula, Iblis menanggung hukuman yang lebih pahit karena ia ditaklukkan oleh manusia yang sebelumnya dicelakakannya. Dengan cara-­cara ini, Allah terbukti jauh lebih baik daripada yang kita bayangkan. Allah memberi kita hak istimewa untuk memilih mengalahkan musuh dan, dalam pengertian tertentu, “membalas dendam atas kegagalan akibat dosa yang kita alami sebelum kita diselamatkan. 7DN.HQDO0HQ\HUDK Semua kemuliaan bagi Allah. Musuh tidak dapat lagi mencemooh manusia, buatan tangan Allah. Ia melakukannya sesudah Adam jatuh ke dalam dosa di Taman Eden, tetapi kemudian Yesus datang dan mengalahkannya dengan kartu as-­nya sendiri. Kini Allah memberi kita hak istimewa untuk menuntaskan kekalahan Iblis ini. Paulus menulis, “Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam tubuhku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-­Nya, yaitu jemaat” (Kolose 1:24). Jika perkataan ini dibaca tanpa pemahaman yang benar, orang dapat secara keliru berpikir Paulus mengatakan bahwa penderitaan Yesus belum cukup untuk menyempurnakan penebusan kita. Akibatnya, banyak orang Kristen menyingkiri ayat ini dan tidak merenungkannya baik-­baik. (Nyatanya, akan Anda keheranan melihat betapa banyaknya hamba Tuhan yang sudah terlatih dan orang percaya yang bahkan tidak tahu jika ayat ini ada.) Namun, sama sekali bukan itu yang dimaksudkan Paulus. Sebaliknya, ia mengacu pada hak istimewa kita untuk menyelesaikan pekerjaan yang diperlukan untuk memajukan kerajaan Allah sampai ke ujung dunia. Yesus memberi kita hak istimewa untuk melengkapi tugas-­Nya membawa pekerjaan-­Nya yang sudah paripurna ke seluruh dunia. Musuh melawannya dengan sengit, dengan mendatangkan penderitaan, tetapi itu penderitaan yang mendatangkan kemenangan. Seperti dikatakan Yesus, “Alam maut tidak akan menguasainya.” Dia sedang berbicara tentang jemaat-­Nya (lihat Matius 16:18). Ini peperangan. Kita sedang berbaris menuju medan tempur, kita keluar untuk menaklukkan musuh dengan pelimpahan kuasa oleh anugerah Allah, dan neraka pun tidak mampu menghentikan atau mengalahkan kita. Firman Allah meneguhkan hal itu! Ingat: perlawanan apa pun yang mungkin Anda hadapi dalam kehidupan Kristen Anda adalah sesuatu yang pernah ditangani dan diatasi oleh orang Kristen lain, bahkan oleh Kristus sendiri. Petrus membangkitkan semangat kita, “Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu bahwa semua saudara seimanmu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama” (1 Petrus 5:9). Penderitaan yang dimaksudkannya selaras dengan kehidupan yang akan kita jalani menurut kehendak Allah, namun ketika kita berdiri dengan kuat di dalam kuasa anugerah-­Nya, kita akan berkemenangan. 0HPSHUVHQMDWDL'LUL$QGD ANDA TIDAK AKAN PERNAH KALAH Sekarang kita sampai pada poin penting ketiga dalam hal “dipersenjatai”: menyadari bahwa Anda tidak akan pernah kalah. Jangan hanya membaca sekilas perkataan Yesus ini. Teguklah sampai puas dan renungkanlah sedalam-­dalamnya: Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa atas segala kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu. (Lukas 10:19) Pernyataan ini mengandung begitu banyak arti! Pertama, sadarilah kerinduan-­Nya yang kuat saat Dia meminta kita untuk mendengarkan. Perhatikanlah kata sesungguhnya. Kata ini menandakan bahwa kita perlu memperhatikannya dengan saksama. Ini suatu pernyataan yang penting. Dia kemudian berkata bahwa Anda telah diberi kuasa, bukan atas sebagian kekuatan atau bahkan sebagian besar kekuatan musuh, melainkan atas segala kekuatan musuh. Itu berarti 100 persen. Anda bukan hanya memiliki kuasa atas 100 persen kekuatan musuh, namun Anda juga memiliki kuasa yang jauh lebih dahsyat dari segala bala kejahatan yang mungkin dikirimkan Iblis ke dalam hidup Anda. Hal ini selaras dengan perkataan Paulus ketika ia berdoa agar kita dapat mengenal “betapa hebat kuasa-­Nya bagi kita yang percaya” dan bahwa kuasa itu “jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-­tiap nama yang dapat disebut” (Efesus 1:19-­21). Bukan hanya lebih tinggi, tetapi jauh lebih tinggi! Kita bukan hanya memiliki wewenang dan kuasa jauh lebih tinggi dari segala kuasa musuh, melainkan juga, untuk meneguhkan kita, ada satu lagi fakta yang lebih menakjubkan. Kita diberi tahu, “Kamu berasal dari Allah, anak-­anakku, dan kamu telah mengalahkan nabi-­nabi palsu [roh-­roh antikristus] itu;; sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar daripada roh yang ada di dalam dunia” (1 Yohanes 4:4). Semua roh jahat adalah roh-­roh antikristus, dan mereka adalah sumber dari seluruh kesengsaraan kita. Kita sudah mengalahkan mereka karena Dia yang menaklukkan mereka adalah Dia yang hidup di dalam diri kita dan memberi kita kekuasaan. Lukas 10:19 mencatat, Yesus berjanji bahwa “tidak ada yang akan membahayakan kamu.” Tidak ada bala kejahatan—tidak satu pun— yang dapat mencelakakan Anda. Anda tidak ditetapkan untuk kalah 7DN.HQDO0HQ\HUDK dalam pertempuran apa pun yang Anda hadapi. Jika Anda berjuang, berjuang dengan tak kenal menyerah, dengan senjata yang telah Allah sediakan bagi Anda, Anda akan selalu keluar sebagai pemenang. Kembali Firman-­Nya meneguhkan hal itu: “Tetapi syukur bagi Allah yang dalam Kristus selalu memimpin kami di jalan kemenangan-­Nya” (2 Korintus 2:14). -LNDNLWDPHQGHQJDUNDQÀUPDQ1\D$OODKDNDQPHPLPSLQNLWDGL jalan kemenangan-­Nya dalam setiap situasi, dalam setiap pertempuran. Yohanes meneguhkan janji Yesus ini: Sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: Iman kita. (1 Yohanes 5:4) Iman kitalah yang dapat mengalahkan setiap serangan yang dilancarkan dunia terhadap kita. Ingatlah, Iblis adalah “penguasa dunia ini.” Kita dapat mengalahkan setiap serangannya karena Allah sudah menyediakan jalan bagi kemenangan kita. Menurut Yohanes, iman kitalah yang membuat dunia bertekuk lutut. Mengapa iman? Imanlah yang memberi kita jalan masuk menuju anugerah (kuasa) yang kita perlukan untuk menang. Kita sudah membahas bagaimana kita harus memerintah di dalam hidup ini oleh anugerah Allah. Akan tetapi, anugerah itu, meskipun dikaruniakan secara cuma-­cuma kepada semua orang, tidak akan dapat kita alami jika kita tidak memercayainya (memiliki iman), karena iman adalah saluran pipa yang membawa anugerah (kuasa)-­Nya ke dalam situasi apa pun yang kita hadapi dan kita perlukan untuk mengalami kemenangan. Seperti dinyatakan Paulus, “Melalui Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman ke dalam anugerah ini. Di dalam anugerah ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah” (Roma 5:2). Anugerah Allah itu cuma-­cuma, tersedia bagi semua anak-­Nya, WHWDSL MLND NLWD WLGDN PHPHUFD\DL PHPLOLNL LPDQ SDGD ´ÀUPDQ anugerah-­Nya,” kita seakan-­akan sama sekali tidak memiliki anugerah. Ingatlah bagaimana Paulus berbicara kepada para pemimpin dan orang percaya yang tidak akan dijumpainya lagi, “Sekarang aku menyerahkan NDPXNHSDGD7XKDQGDQNHSDGDÀUPDQDQXJHUDK1\D\DQJEHUNXDVD membangun kamu dan menganugerahkan kepada kamu warisan yang ditentukan bagi semua orang yang telah dikuduskan-­Nya” (Kisah Para Rasul 20:32). Ia mengarahkan mereka pada apa yang akan memberikan kepada mereka warisan untuk memerintah di dalam hidup ini bagi NHPXOLDDQ$OODKÀUPDQDQXJHUDK1\D 0HPSHUVHQMDWDL'LUL$QGD ANUGERAH ITU CUKUP UNTUK MEMENANGKAN SETIAP PERTEMPURAN Hal ini membawa kita pada kebenaran penting keempat tentang mempersenjatai diri kita: anugerah Allah itu kuasa yang lebih dari cukup untuk menang atas setiap kesusahan yang mungkin Anda hadapi. Kita dapat melihat buktinya dalam pergumulan pribadi Paulus. Wawasan dan pewahyuannya sangat merusak bagi kerajaan kegelapan. Kebenaran ini, yang diunduh dari Roh Kudus, sangat menguatkan orang-­orang percaya pada generasinya dan pada generasi-­generasi berikutnya. Karena itulah Paulus menulis: Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-­ penyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menghantam aku, supaya aku jangan meninggikan diri. (2 Korintus 12:7) 6LWXDVLVSHVLÀN\DQJGLKDGDSL3DXOXVLQLPHQLPEXONDQNRQWURYHUVL di antara para pengajar Alkitab. Namun terus terang saja, seharusnya tidak demikian. Marilah kita menjernihkan kesalahpahaman yang ada. Pertama, siapa yang memberikan kepada Paulus “duri di dalam daging” ini? Kita tahu dengan pasti bahwa itu tidak mungkin Allah, karena dikatakan, “Saudara-­saudara yang kukasihi, janganlah sesat! Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang;; pada-­Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran” (Yakobus 1:16-­17). Kita tersesat jika kita mengira bahwa sesuatu yang tidak baik atau tidak sempurna berasal dari Allah. Seorang utusan Iblis jelas tidak baik, dan sama sekali tidak sempurna. Seseorang mungkin menangkis, “Namun pada gilirannya hal itu baik juga karena mencegah Paulus dari kesombongan.” Rasul Yakobus menyanggah pemikiran yang salah ini: “Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapa pun” (Yakobus 1:13). Perhatikan pernyataan Yakobus, “Allah... tidak mencobai siapa pun,” yang berarti Dia tidak menimpakan sesuatu yang jahat. Allah tidak mungkin menyuruh utusan Iblis itu atau Dia akan menguji Paulus dengan kejahatan, dan dengan demikian berdusta melalui Yakobus. Dan Allah tidak dapat berdusta. Jadi, tanpa perlu diragukan lagi, kita dapat menyimpulkan bahwa “duri” itu bukan dari Allah. Kedua, apakah yang dimaksudkan dengan duri dalam daging 7DN.HQDO0HQ\HUDK Paulus itu? Beberapa pengajar mengatakan bahwa itu penyakit, masalah dengan matanya, atau beberapa bentuk kelemahan dalam dagingnya. Mereka menyimpulkannya dalam lanjutan tulisannya, Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku. Tetapi jawab Tuhan kepadaku: “Cukuplah kasih karunia-­Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahan-­lah kuasa-­Ku menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahan-­ku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. (2 Korintus 12:8-­9) Pengajar yang bingung menyimpulkan duri dalam daging 3DXOXV DGDODK NHOHPDKDQ ÀVLN GDUL SHUQ\DWDDQQ\D ´$NX EHUPHJDK atas kelemahan-­ku.” Kata bahasa Yunani untuk kelemahan di sini adalah astheneia. Kata ini muncul dua belas kali dalam Perjanjian Baru. Memang, dalam kitab Injil istilah ini terutama digunakan XQWXN PHQ\HEXW NHOHPDKDQ ÀVLN $NDQ WHWDSL GDODP VHEDJLDQ EHVDU pemunculannya di surat para rasul, kata ini digunakan untuk menyebut kelemahan manusiawi—ketidakmampuan kita untuk menyelesaikan atau mengatasi sesuatu dengan kemampuan kita sendiri. Salah satu contohnya adalah Roma 8:26: “Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita;; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa;; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-­keluhan yang tidak terucapkan.” Kata bahasa Yunani untuk kelemahan ini juga astheneia. Menurut saya, kita dapat dengan aman menyimpulkan bahwa tidak semua orang .ULVWHQ PHPLOLNL NHOHPDKDQ ÀVLN SHQ\DNLW -DGL NHOHPDKDQ DSDNDK yang dimiliki setiap orang percaya sehubungan dengan doa syafaat? Jawaban: kadang-­kadang kita tidak tahu bagaimana harus berdoa karena keterbatasan kita sebagai manusia. Sebagai contoh, jika ibu saya tinggal di Florida dan saya tinggal di Colorado, dan mendadak ia sangat memerlukan dukungan doa, namun ia tidak dapat menghubungi saya, maka saya memiliki kelemahan sebagai manusia dengan tidak mengetahui kebutuhannya yang mendesak. Namun Roh Kudus akan menolong saya dalam ketidakmampuan (kelemahan) ini dengan mengarahkan saya untuk berdoa bagi ibu saya. Kembali, kata bahasa Yunani ini, astheneia, sama VHNDOL WLGDN EHUNDLWDQ GHQJDQ NHOHPDKDQ ÀVLN PHODLQNDQ GHQJDQ ketidakmampuan manusia biasa. Contoh lain adalah Ibrani 4:15, yang menyatakan, “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut 0HPSHUVHQMDWDL'LUL$QGD merasakan kelemahan-­kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.” Kata bahasa Yunani untuk kelemahan di sini juga astheneia. Dan kembali, kata bahasa Yunani ini WLGDNPHQJDFXSDGDNHOHPDKDQÀVLNPHODLQNDQSDGDNHWLGDNPDPSXDQ kita di hadapan kemampuan Allah. Yesus secara sukarela mengenakan ketidakmampuan ini, agar Dia dapat turut merasakan pergumulan kita dan menolong kita secara efektif dengan anugerah-­Nya. Penegasan bahwa Dia “telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa” jelas tidak berkaitan dengan sakit-­penyakit, melainkan dengan ketidakmampuan manusia yang secara sukarela ditanggung-­Nya selama kehidupan-­Nya di muka bumi. Dengan pengertian tersebut, mari kita memeriksa kembali pernyataan Paulus, yang untuk mudahnya akan saya ulangi di sini: Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku. Tetapi jawab Tuhan kepadaku: “Cukuplah kasih karunia-­Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahan-­lah kuasa-­Ku menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahan-­ku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. (2 Korintus 12:8-­9) Kata kelemahan yang muncul dua kali itu sama-­sama diterjemahkan dari kata bahasa Yunani asthenia. Maka, perkataan Paulus dapat juga diterjemahkan sebagai berikut: “Cukuplah kasih karunia-­Ku bagimu, sebab justru dalam ketidakmampuan manusialah kuasa-­Ku menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas ketidakmampuanku sebagai manusia, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Nyatanya, ayat ini memang diterjemahkan seperti itu dalam beberapa versi lain. Salah satunya adalah Contemporary English Version, yang berbunyi, “’Kebaikan-­Ku saja sudah cukup bagimu. Kuasa-­Ku akan sungguh-­sungguh nyata ketika engkau lemah.’ Jadi, jika Kristus terus-­menerus memberikan kuasa-­Nya kepadaku, dengan penuh sukacita aku bermegah akan betapa lemah-­nya diriku.” Betapa bodohnya kita jika menduga bahwa satu-­satunya hal yang diacu oleh Roh Kudus adalah penyakit. Jika demikian halnya, ayat itu akan berbunyi, “’Kuasa-­Ku akan sungguh-­sungguh nyata ketika 7DN.HQDO0HQ\HUDK engkau sakit.’ Jadi, jika Kristus terus-­menerus memberikan kuasa-­Nya kepadaku, dengan penuh sukacita aku bermegah akan betapa sakit-­ nya diriku.” Bukankah itu absurd? Jika Anda memikirkannya dengan saksama, tentulah Anda akan mendapati betapa bodohnya hal itu. -HODV SXOD EDKZD 3DXOXV WLGDN EHUELFDUD WHQWDQJ NHOHPDKDQ ÀVLN ketika kita membaca seluruh suratnya sesuai dengan konteksnya. Paulus menyebutkan cara-­cara “utusan Iblis itu” menyerang dirinya: Sudah lima kali saya disiksa oleh orang Yahudi dengan pukulan cambuk tiga puluh sembilan kali. Tiga kali saya dicambuk oleh orang-­orang Roma;; pernah pula saya dilempari dengan batu. Tiga kali saya mengalami karam kapal di laut, dan sekali saya terapung-­apung di laut selama dua puluh empat jam. Banyak kali saya mengadakan perjalanan yang berbahaya: diancam bahaya banjir, bahaya perampok, bahaya dari pihak Yahudi maupun dari pihak bukan Yahudi, bahaya di dalam kota, bahaya di luar kota, bahaya di laut, dan bahaya dari orang-­orang yang mengemukakan diri sebagai saudara Kristen padahal bukan. Saya membanting tulang dan berjuang setengah mati: sering tidak tidur, tidak makan, tidak minum, banyak kali terlantar dalam keadaan lapar, kedinginan karena kurang pakaian dan tidak mempunyai tempat tinggal.... Nah, kalau saya harus membanggakan sesuatu, maka saya membanggakan hal-­hal yang menunjukkan kelemahan saya. (2 Korintus 11:24-­27, 30, BIS) Paulus menyebutkan berbagai kesusahan yang berulang-­ulang ditimpakan si utusan Iblis kepadanya. Bagi Paulus, tidak mungkin ia mencegah atau menghentikan masalah yang tak terduga ini dengan kemampuannya sendiri. Karena itulah ia menyatakan, “Saya membanggakan hal-­hal yang menunjukkan kelemahan saya.” Jelaslah sudah: kelemahan atau “duri dalam daging” dalam surat ini sama sekali tidak berkaitan dengan penglihatan yang buruk, penyakit, gangguan DWDXNHOHPDKDQÀVLNODLQQ\D Untuk menunjukkan dengan lebih jelas bahwa “duri dalam daging” Paulus tidak berkaitan dengan penyakit, mari kita melihat bagaimana istilah itu digunakan di tempat lain dalam Kitab Suci. Frasa ini muncul tiga kali di tempat lain, dan semuanya di Perjanjian Lama. Ketiganya berkaitan dengan orang Kanaan yang tak henti-­hentinya 0HPSHUVHQMDWDL'LUL$QGD PHQ\HUDQJEDQJVD,VUDHO$OODKEHUÀUPDQNHSDGDXPDW1\D´7HWDSL kalau penduduk negeri itu tidak kamu usir, orang-­orang yang tetap tinggal di situ akan menyusahkan kamu seperti pasir di matamu atau duri di kakimu. Nanti merekalah yang memerangi kamu” (Bilangan 33:55). Dalam setiap pemunculan, metafora “duri dalam daging” ini melambangkan orang yang menyerang dan menggagalkan kehidupan yang produktif. Frasa ini tidak pernah digunakan dalam Perjanjian Lama XQWXNPHQJJDPEDUNDQSHQ\DNLWDWDXJDQJJXDQÀVLN3DXOXVVHRUDQJ sarjana Kitab Suci, menggunakan frasa ini juga untuk menggambarkan perlawanan yang dihadapinya ke mana pun ia pergi. PERUBAHAN PARADIGMA YANG BESAR Menurut saya, Paulus begitu frustrasi oleh gangguan, kesusahan, dan perlawanan yang terus-­menerus dihadapinya sehingga ia berseru kepada Allah—bukan hanya satu kali, tetapi tiga kali—untuk menyingkirkan utusan dari Iblis yang berada di balik semua masalah itu. Menurut saya, Allah tidak menjawab Paulus pada mulanya karena permintaannya tidak tepat;; ia mengajukan permohonan yang keliru. Setelah Paulus memintanya sebanyak tiga kali, Tuhan memberinya pencerahan dan menyediakan penyelesaian yang sebenarnya sudah ada di dalam dirinya selama ini: Tidakkah kamu memahaminya? Aku sudah memberimu anugerah (pelimpahan kuasa karena kemurahan-­Ku) atas segala kekuatan musuh. Jadi, anugerah (pelimpahan kuasa)-­Ku itu sudah cukup bagimu. Anugerah itu akan memperlihatkan kekuatannya di dalam segala sesuatu yang tidak dapat kamu hadapi dengan kemampuanmu sendiri. Dengan kata lain, semakin besar perlawanan yang muncul, semakin besar pula manifestasi anugerah (pelimpahan kuasa)-­Ku yang akan kamu lihat dalam hidupmu asalkan kamu mau percaya. (2 Korintus 12:9, parafrase penulis) Setelah Paulus memahami hal ini dengan jelas, terjadilah sesuatu yang luar biasa. Ia mengalami suatu perubahan paradigma—suatu perubahan radikal dari satu pola pikir ke pola pikir lain. Seluruh sikapnya berubah terhadap serangan roh jahat yang terus-­menerus dihadapinya. Ia tidak lagi memohon, agar hal itu disingkirkan. Sebaliknya, ia menulis dengan antusias: 7DN.HQDO0HQ\HUDK Jadi saya gembira dengan kelemahan-­kelemahan saya. Saya MXJD JHPELUD NDODX ROHK NDUHQD .ULVWXV VD\D GLÀWQDK VD\D mengalami kesulitan, dikejar-­kejar dan saya mengalami kesukaran. Sebab kalau saya lemah, maka pada waktu itulah justru saya kuat. (2 Korintus 12:10, BIS) Kebanggaannya sekarang adalah, “Sejak saat ini saya bergembira dengan ketidakmampuan saya sebagai manusia dalam menghadapi thlipsis apa pun yang mungkin terjadi!” Tunggu dulu: bergembira? Bagaimana mungkin? Terjemahan lain berbunyi, “Aku senang dan rela....” Ada pula yang berbunyi, “Aku bersukacita....” Apakah Paulus sudah tidak waras? Apakah ia melebih-­ lebihkan? Berbohong atau membesar-­besarkan masalah? Tidak, siapa pun yang menulis Kitab Suci menurut ilham Roh Kudus tidak mungkin melakukan hal semacam itu, karena Allah tidak mungkin berdusta. Jadi, bagaimana seseorang dapat “bergembira” atau “rela” PHQDQJJXQJNHOHPDKDQGLÀWQDKPHQJDODPLNHVXOLWDQGLNHMDUNHMDU dan mengalami berbagai kesukaran lain? Jawabannya sederhana: Semakin besar perlawanan, semakin besar pula kekuatan yang diperlukan untuk mengatasinya dan, dengan demikian, semakin besar pula kemenangan yang dapat kita raih. Banyak orang Kristen tidak bahagia ketika mereka mengalami kesulitan yang parah. Mereka enggan harus melawan musuh dalam keadaan yang sulit. Mereka lebih menyukai kehidupan yang mudah, nyaman, tenang, dan tanpa konfrontasi. Kebenaran yang Paulus temukan tidak tertanam dengan kuat dalam hati mereka. Mereka sama sekali tidak menyadari bahwa semua perlawanan itu tidak lain adalah kesempatan untuk menyaksikan kuasa (anugerah) yang lebih besar dimanifestasikan di dalam diri mereka, dan untuk bertumbuh ke dalam taraf kedewasaan selanjutnya di dalam Kristus. Paulus memiliki sikap yang seperti itu terhadap perlawanan sebelum Allah menantang SHPLNLUDQQ\D QDPXQ VDWX ÀUPDQ GDUL $OODK PHQJXEDK VHOXUXK paradigmanya. Ia menulis 2 Korintus pada sekitar 56 M. Beberapa tahun kemudian ia menulis surat untuk jemaat di Roma. Amatilah sikapnya yang sama sekali berbeda terhadap thlipsis dalam suratnya ini: Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? 0HPSHUVHQMDWDL'LUL$QGD Penindasan atau kesengsaraan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? .... Tetapi dalam semuanya itu kita lebih daripada orang-­orang yang menang, melalui Dia yang telah mengasihi kita. (Roma 8:35, 37) 5HQXQJNDQODKÀUPDQLWXGHQJDQEDLNNKXVXVQ\DEDJLDQ´7HWDSL dalam semuanya itu kita lebih daripada orang-­orang yang menang, melalui Dia yang telah mengasihi kita.” Sebelum Paradigma Pikiran yang Besar, Paulus memohon kepada Allah untuk menyingkirkan perjumpaan yang tidak menyenangkan dengan kesusahan dalam hidupnya. Sekarang pesannya sama sekali berbeda: Anugerah Allah itu lebih dari cukup, bukan hanya untuk menanggung kesusahan, namun juga untuk meraih kemenangan yang gemilang. Sikap Paulus saat ini adalah, “Silakan saja datang! Silakan saja perlawanan itu datang karena dengan itu aku dapat mengalami kemenangan yang hebat bagi Kristus.” Paulus “mempersenjatai diri untuk menderita.” Dia mempersenjatai diri untuk berjuang sampai menang dan menjadi orang yang lebih baik dan lebih kuat daripada sebelum ia bertempur. MELIHAT PENCOBAAN SEBAGAI KESEMPATAN Kesimpulannya, kita “mempersenjatai diri ketika kita memiliki keyakinan yang optimistis di dalam hati dan pikiran sehubungan dengan kesusahan—kita bersikap optimis sebelum, selama, dan sesudah pertempuran. Kita dapat mengenakan sikap yang positif karena kita tidak lagi melihat ujian dan pencobaan sebagai hambatan;; kita melihatnya sebagai kesempatan! Rasul Yakobus menulis, “Saudara-­saudara yang terkasih, apabila berbagai kesulitan melanda kehidupan Anda, anggaplah hal itu sebagai suatu kesempatan (Yakobus 1:2, NLT). Kita tahu bahwa peperangan sudah dimenangkan di dalam Kristus, dan kita memiliki dukungan berupa semua wewenang dan kuasa surga. Jika kita tak kenal menyerah, jika kita dengan gigih bertahan dan berjuang, kita akan selalu keluar sebagai pemenang. Itu kehendak dan panggilan Allah bagi kehidupan kita. Seperti dinyatakan dengan tegas oleh Paulus dalam Roma 8:31, “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?” 9 kuat dalam anugerah Sebab kita berjuang bukannya melawan manusia, melainkan melawan kekuatan segala setan-­setan yang menguasai zaman yang jahat ini. Kita melawan kekuatan roh-­roh jahat yang menguasai ruang angkasa. Efesus 6:12 (BIS) S etiap anak Allah sedang berperang. Jika tidak, kita sebenarnya berasal dari dunia ini dan tertipu, mengira bahwa kita ini milik Allah, padahal bukan. Saya menyadari, itu pernyataan yang keras, namun izinkan saya menggambarkan realitasnya. Bayangkan Anda hidup di Jerman pada masa pemerintahan Adolf Hitler. Pemimpin tiran ini pada akhirnya ingin menegakkan orde baru hegemoni Nazi Jerman secara mutlak di daratan Eropa. Ia memiliki prasangka rasial sangat parah, dan ras yang paling dibencinya adalah keturunan Yahudi. Jika Anda berasal dari keturunan Jerman, cerdas, sehat, dan pemikiran Anda tidak menganggu misi Adolf Hitler, Anda dapat hidup dengan tenang—terbebas dari kecemasan jangan-­jangan akan diserang atau ditangkap. Akan tetapi, jika Anda berasal dari keturunan Yahudi, kehidupan Anda jelas berbeda sama sekali. Anda terus-­menerus berada di bawah DQFDPDQGDQNHPXQJNLQDQGLVHUDQJ.DSDQVDMD$QGDELVDVDMDGLÀWQDK diludahi, harta milik Anda dirusak atau dicuri;; Anda harus waspada agar tidak ditangkap, diperbudak, disiksa, dan dibunuh. Entah Anda menyukainya entah tidak, Anda sedang berperang. Orang Yahudi yang pintar dan bijaksana mempersenjatai diri mereka dan melakukan apa 7DN.HQDO0HQ\HUDK saja yang perlu untuk menghindari tirani Hitler. Mereka yang tidak siap berakhir dipenjarakan di kam konsentrasi. Iblis dan antek-­anteknya jauh lebih buruk daripada Hitler dan rezim Nazinya. Jika Anda berasal dari keturunan Iblis, Anda bukan sasaran tembak. Anda tidak perlu bersikap sebagai prajurit yang VHGDQJEHUSHUDQJ<HVXVEHUNDWDNHSDGDSDUDSHPLPSLQ\DQJPXQDÀN pada zaman-­Nya, “Kamu dari dunia ini” (Yohanes 8:23). Kemudian, untuk memastikan bahwa mereka tidak keliru memahami pernyataan-­ Nya, Dia berkata secara langsung, “Kamu berasal dari bapakmu, yaitu Iblis” (Yohanes 8:44). Meskipun para pemimpin ini percaya bahwa mereka melayani Allah yang Mahakuasa, sebenarnya mereka melayani pemimpin tiran dari dunia ini. Jika Anda sungguh-­sungguh berasal dari Allah, maka Anda harus berjaga-­jaga karena dunia tempat tinggal Anda ini memusuhi segala sesuatu yang berasal dari kerajaan Allah. Yesus menunjukkan hal ini dengan berkata, Sekiranya kalian milik dunia, kalian akan dikasihi oleh dunia sebagai kepunyaannya. Tetapi Aku sudah memilih kalian dari dunia ini, jadi kalian bukan lagi milik dunia. Itu sebabnya dunia membenci kalian. (Yohanes 15:19, BIS) Perhatikanlah perkataan-­Nya, dunia membenci kalian. Tidak ada ruang abu-­abu dalam pernyataan ini. Jika Anda berasal dari dunia, Anda akan dikasihi oleh dunia;; jika Anda berasal dari Allah, Anda akan ditentang dan dibenci oleh sistem dunia. SENJATA-SENJATA ANUGERAH Kita pun sampai pada aspek penting lain untuk menjadi orang yang bersenjata sebagaimana mestinya: memiliki pengertian yang jelas tentang senjata-­senjata yang kita miliki di dalam Kristus Yesus. Senjata ini adalah senjata rohani yang sangat kuat, karena Paulus mengatakan, “Karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-­benteng” (2 Korintus 10:4). Apakah “kuasa Allah” yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-­benteng ini? Kuasa itu tidak lain adalah anugerah Allah .XDW'DODP$QXJHUDK yang menakjubkan—karunia-­Nya yang diberikan-­Nya secara cuma-­ cuma dalam kemurahan-­Nya kepada semua orang percaya. Dengan menyadari hal ini, mari kita membahas lebih jauh surat pertama Petrus untuk menggarisbawahi dan lebih memahami kebenaran ini bagi kita. Selama membahasnya, ingatlah bahwa kita dapat mengganti kata anugerah dengan kata kuasa atau pelimpahan kuasa. Istilah tersebut dapat saling menggantikan. Demikian juga, hai orang-­orang muda, tunduklah kepada orang-­orang yang tua. Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: “Allah menentang orang yang congkak, tetapi memberi anugerah [kuasa] kepada orang yang rendah hati.” Karena itu, rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-­Nya pada waktunya. Serahkanlah segala kekhawatiranmu kepada-­Nya, sebab Ia memelihara kamu. Sadarlah dan berjaga-­jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-­aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu bahwa semua saudara seimanmu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama. Dan Allah, sumber segala anugerah [pelimpahan kuasa], yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-­Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya... aku menulis dengan singkat kepada kamu untuk menasihati dan meyakinkan kamu bahwa ini adalah anugerah [kuasa] yang benar-­benar dari Allah. Berdirilah dengan teguh di dalamnya. (1 Petrus 5:5-­12). Saya akan meringkas perkataan Petrus yang padat dan kaya ini, dan kemudian saya akan menguraikan pesannya sedikit demi sedikit. Tema utama perikop ini adalah anugerah Allah. Petrus memulainya dengan menasihati kita untuk merendahkan diri satu sama lain. Cara lain untuk mengatakannya adalah “berada dalam misi yang sama.” Ia lalu menegaskan bahwa Allah memberikan anugerah-­Nya kepada orang yang rendah hati, dan kita dianggap rendah hati jika kita mengharapkan kekhawatiran kita akan diatasi oleh anugerah atau kuasa-­Nya, bukan oleh kekuatan kita sendiri. Kekhawatiran apakah yang dimaksudkan oleh Petrus? Hal ini mencakup soal-­soal kehidupan, seperti perhatian, tanggung jawab, kebutuhan, atau berbagai keinginan kita. Kekhawatiran kita bisa bersifat 7DN.HQDO0HQ\HUDK sementara atau, yang lebih genting, bersifat kekal: untuk mengalami kehidupan kerajaan Allah yang berkelimpahan dan, dengan demikian, mampu memenuhi kebutuhan orang-­orang yang berada dalam lingkup pengaruh kita. Dalam mengejar misi anugerah ini, kita akan mengalami perlawanan dari musuh bebuyutan kita, iblis dan antek-­anteknya. Ia dapat menelan kita, tetapi itu bukan rencana Allah. Karena itu kita harus senantiasa siap siaga, menyadari dengan baik ikat janji dengan Allah, dan bertekun dalam doa. Dengan demikian kita selalu diperlengkapi dengan baik oleh anugerah Allah untuk memajukan tujuan kerajaan-­ Nya dan melawan musuh bebuyutan kita dengan sukses. Kita tidak seorang diri dalam upaya kita;; saudara seiman kita di seluruh dunia juga sedang memperjuangkan misi anugerah yang sama dan mengalami pertempuran yang serupa. Kabar baiknya, pertempuran ini meneguhkan kedewasaan dan kekuatan kita. Seiring dengan setiap kemenangan yang kita raih, kita diangkat ke taraf otoritas yang lebih tinggi di dalam Kristus. Petrus mengakhiri perikop ini dengan gagasan yang menyegarkan ini: Ini adalah (tujuan dari) anugerah yang benar-­benar dari Allah. Bukankah menarik bahwa Roh Kudus menggerakkan Petrus hampir dua ribu tahun yang lalu untuk menuliskan kata-­kata anugerah yang benar-­benar dari Allah.. Ini bukan suatu kebetulan;; Roh Kudus melihat bahwa pada akhir zaman konsep anugerah Allah akan disederhanakan (paling tidak dalam pemikiran orang Kristen di Barat) menjadi sekadar penghapusan dosa dan tiket menuju surga. Anugerah yang benar-­ benar dari Allah memang mencakup kedua hal itu, namun juga jauh lebih banyak hal lagi—anugerah itu juga memampukan kita untuk bertindak melampaui kemampuan alamiah kita demi menyelesaikan misi yang dipercayakan kepada kita. Dan salah satu aspek utama dari misi ini adalah menjadikan diri kita unggul untuk memuliakan Allah dan memajukan kerajaan-­Nya. Dengan pengertian ini, kita dapat dengan mudah menyimpulkan mengapa tidak banyak orang percaya yang memancar sebagai terang yang cemerlang. Untuk menjadikan diri kita unggul, kita harus melewati pertempuran yang berat, dan kebanyakan dari kita menjauhi pertempuran semacam itu. Musuh tidak akan berbaring dengan tenang dan membiarkan kita memberikan dampak kepada dunia bagi Yesus Kristus. Ia dengan sengit melawan misi kita, dan kita harus bertahan dan melawannya untuk menyelesaikan tugas yang ditetapkan Allah bagi kita. Terjemahan New International Version berbunyi, “Ini adalah anugerah yang benar-­benar dari Allah. Berdirilah dengan teguh di .XDW'DODP$QXJHUDK dalamnya.” Setelah membacanya, perkataan Paulus kepada Timotius menjadi lebih penuh kuasa: Sebab itu, hai anakku, jadilah kuat oleh anugerah dalam Kristus Yesus.... Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus. (2 Timotius 2:1, 3) 7LPRWLXVWLGDNGLSHULQWDKNDQXQWXNPHQMDGLNXDWVHFDUDÀVLNVHFDUD sosial, secara emosional, atau secara intelektual. Ia diperintahkan untuk menjadi kuat di dalam anugerah. Inilah senjata yang kita perlukan untuk mengakhiri pertandingan dengan sukses. Setelah lebih dari dua puluh lima tahun dalam pelayanan, saya mengamati bahwa sebagian besar dari kita tidak menggunakan senjata anugerah. sebagian besar dari kita Terlihat, 98 persen orang Kristen A.S. tidak sepenuhnya memahami karunia tidak menggunakan yang cuma-­cuma dan penuh kuasa ini. senjata anugerah. Kita sama sekali tidak memahami apa yang kita miliki. Persis sebelum 2 Timotius pasal 2, Paulus menegur hamba Tuhan yang masih muda itu karena menyerah terhadap perlawanan dan penganiayaan yang dihadapinya. Jelaslah, musuh Timotius yang masih muda mengintimidasinya, dan ia tidak melawan atau berjuang segigih seharusnya. Paulus mengingatkan Timotius bahwa Allah tidak memberikan kepadanya roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. Sama seperti semua orang percaya lainnya, Timotius sudah memiliki apa yang diperlukan untuk mengatasi setiap perlawanan, sehingga Paulus mendorongnya untuk mengobarkan, dan menjadi kuat di dalam, anugerah yang ada di dalam Kristus (lihat 2 Timotius 1:6-­7;; 2:1). Perjuangan menuju panggilan tertinggi dalam hidup kita bukanlah acara tamasya di taman. Kita tidak berjalan berjingkat-­jingkat atau berlayar dengan kapal pesiar menuju kehidupan yang unggul. Paulus dengan tegas menyatakan, “[Aku] berlari-­lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan surgawi dari Allah dalam Kristus Yesus” (Filipi 3:14). Kata berlari-­lari dalam bahasa aslinya menandakan adanya perlawanan dan pertentangan. Ingatlah kembali penglihatan yang dibahas di bab satu. Protagonis 7DN.HQDO0HQ\HUDK kita, orang yang mendayung perahu, harus mendayung maju dan terus maju melawan arus sungai yang kuat. Kekuatannya melemah. Mengapa? Saya hanya dapat membayangkan, mengamati kapal besar yang lewat dengan membawa sekian banyak orang yang hidup nyaman, tertawa-­tawa, mengalami kehidupan yang tampak sukses, dan nyaris tidak mengalami perlawanan apa pun—semua itu akhirnya menggerogoti semangatnya. Hal ini akhirnya membawanya pada suatu penemuan, sesuatu yang sebenarnya hanya ilusi, namun tampak begitu nyata. Ia dapat hidup tenang sebagai “orang Kristen” dan, menariknya, mengalami perlawanan yang lebih sedikit. Sungguh suatu penyesatan yang parah. Berikut ini sebuah ilustasi lain. Seorang prajurit dapat mundur dari medan perang dan, dengan demikian, mengalami gaya hidup yang lebih tenang dari kawan-­kawannya yang masih di garis depan. Peperangan LQL EHOXP EHUDNKLU 3UDMXULW LWX WLGDN ODJL PHQJKDGDSL NRQÁLN KDQ\D karena ia mundur. Sama seperti orang yang mendayung perahu itu, prajurit itu masih tampak siap untuk berperang: ia mengenakan seragam, memiliki segala perlengkapan, dan memanggul senapan. Tetapi ia tidak mengalami perlawanan apa pun. Tujuan kita bukanlah untuk kelihatan seperti Kristus, melainkan menjadi benar-­benar seperti Kristus dalam memajukan kerajaan Allah dan menghancurkan perbuatan-­perbuatan Iblis (lihat 1 Yohanes 3:8). Untuk melakukannya, tak ayal kita akan menghadapi perlawanan dan penolakan. Kita harus ingat bahwa anugerah (kuasa) Allah sajalah yang kita perlukan untuk mengatasi kesulitan apa pun. Akan tetapi, kita harus bekerja sama dengan anugerah itu dengan terus-­menerus percaya— dan bukti dari kepercayaan kita adalah tindakan yang selaras dengan kepercayaan itu. Ketika Petrus berjalan di atas air, ia melakukan tindakan yang mustahil dan luar biasa. Yesus berkata, “Datanglah ke sini,” dan di dalam satu ucapan itu terkandung seluruh anugerah yang Petrus perlukan untuk berjalan di atas air. Tetapi ketika ia berhenti percaya, anugerah (kuasa) itu melemah dan ia mulai tenggelam. Ada cukup anugerah di dalam perkataan Yesus kepada Petrus untuk berjalan sampai ke tempat Yesus dan bahkan untuk sampai ke seberang Danau Galilea jika ia menginginkannya. Tetapi anugerah itu gagal karena imannya gagal. Kita memiliki anugerah yang tidak terbatas di dalam Kristus, tetapi kita hanya dapat memasukinya melalui iman: “Melalui Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman ke dalam anugerah ini. Di dalam anugerah ini kita berdiri” (Roma 5:2). .XDW'DODP$QXJHUDK Masalahnya sebenarnya bukanlah anugerah yang gagal, melainkan iman kita yang melemah. Akibatnya, anugerah (kuasa) itu terputus. Kita pun akhirnya harus berjuang dengan kekuatan kita sendiri. Bayangkanlah pipa yang membawa air ke rumah Anda. Jika pipa itu bocor, aliran air pun terputus. Meskipun di menara air ada cadangan air yang tak terbatas, air itu tidak dapat lagi sampai ke rumah Anda karena pipanya sudah rusak. Iman itu seperti pipa;; airnya adalah anugerah. Untuk menghindari kegagalan, kita harus membangun diri sendiri di dalam iman. Bagaimana caranya? Kita masuk ke dalam Firman Allah;; kita memuji, menyembah, dan bersyukur kepada Allah karena hakikat pribadi-­Nya dan karena pemeliharaan anugerah-­Nya;; kita berdoa di dalam Roh. Jika kita tidak melakukan hal-­hal ini untuk membangun iman kita, kita akhirnya akan berhenti percaya dan hidup dengan kekuatan kita sendiri, bukan dengan kekuatan Allah. Kalau sudah begitu, tinggal menunggu waktu saja sebelum kita berhenti memerintah di dunia dan mulai membiarkan dunia memerintah kita. Itulah sebabnya Petrus membangkitkan semangat kita, “Bertumbuhlah dalam anugerah dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus” (2 Petrus 3:18). Kita diberi tanggung jawab untuk bertumbuh dalam kuasa Allah. Kita cukup melakukannya dengan membangun iman kita, dan kita dapat meningkatkan iman kita. Paulus berkata, “Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: ‘Orang benar akan hidup oleh iman’” (Roma 1:17). Pikirkanlah demikian: semakin bertama besar iman Anda, semakin bertambah besar pipanya—dan, dengan sendirinya, semakin banyak jumlah “air” (anugerah) yang tersedia bagi Anda. Karena itu, Allah dapat memercayakan kepada Anda tanggung jawab yang lebih besar untuk pergi ke tempat-­tempat yang memerlukan bantuan dan berjuang untuk mendatangkan kehidupan. Bersama dengan penulis kitab Ibrani, saya dengan segenap hati mendorong Anda: Sebab itu, kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah;; dan luruskanlah jalan bagi kakimu, sehingga yang pincang jangan terkilir, tetapi menjadi sembuh.... Jagalah supaya jangan ada seorang pun kehilangan anugerah Allah. (Ibrani 12:12-­13, 15) 7DN.HQDO0HQ\HUDK Kehilangan anugerah Allah berarti menghindari perlawanan musuh, masuk ke wilayah netral, dan berpuas diri. Mengapa berpaling dari kuasa Allah yang dahsyat dan supernatural? Mengapa gagal menerapkan pelimpahan kuasa anugerah-­Nya yang menakjubkan? Kita sedang berperang, dan satu-­satunya jalan untuk menyelesaikan pertandingan dengan kuat adalah dengan tak kenal menyerah dalam iman kita. Menjadi orang yang tak kenal menyerah itu mendatangkan sukacita bagi Tuhan dan menjadikan Anda ancaman yang sungguh-­ sungguh bagi kerajaan kegelapan. Inilah panggilan hidup kita, tujuan hidup kita, dan hak istimewa kita dalam melayani Tuhan kita Yesus Kristus. 10 SENJATA KERENDAHAN HATI Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: “Allah menentang orang yang congkak, tetapi memberi anugerah kepada orang yang rendah hati.” Karena itu, rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-­Nya pada waktunya. Serahkanlah segala kekhawatiranmu kepada-­Nya, sebab Ia memelihara kamu 1 PETRUS 5:5–7 R endahkanlah dirimu satu sama lain... menjadi rendah hati... rendahkanlah dirimu. Perkataan Petrus dalam ayat ini sangat penting untuk hidup secara efektif dan menyelesaikan pertandingan dengan baik dalam setiap aspek kehidupan. Rasul Petrus mengawalinya dengan perintah, “Rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain.” Dalam konteks ini, kata merendahkan diri berarti “bersatu dalam misi yang sama.” Bagaimana mungkin hal itu terjadi mengingat kita memiliki kepribadian, kekuatan, dan keinginan yang sangat beragam? Dengan merendahkan diri. Allah menentang orang yang congkak, dan kita pasti tidak ingin ditentang oleh Allah! Sebaliknya, Dia memberikan anugerah (kuasa) kepada orang yang rendah hati. Jadi, siapakah orang yang congkak, dan siapakah orang yang rendah hati? 7DN.HQDO0HQ\HUDK ORANG YANG RENDAH HATI MENERIMA ANUGERAH ALLAH Orang Kristen yang sungguh-­sungguh rendah hati percaya, yakin, dan menaati Firman Allah melampaui pemikiran, penalaran, perasaan, atau keinginan mereka sendiri. Mereka, dengan demikian, bergantung sepenuhnya pada kemampuan Allah, bukan pada kemampuan mereka sendiri. Mereka mencari kehendak-­Nya, bukan kehendak pribadi atau orang lain. Mereka memperjuangkan misi-­Nya. Firman Allah menyatakan, “Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya” (Habakuk 2:4). Habakuk menggambarkan kesombongan dan iman sebagai hal yang berlawanan. Ayat ini dapat saja ditulis, “Sesungguhnya, orang yang tidak rendah hati, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh iman-­nya.” Di sini kerendahan hati dan iman berjalan berdampingan. Begitu juga dengan kesombongan dan ketidakpercayaan. Tidak memercayai Allah berarti menyatakan bahwa kita lebih berpengetahuan dari Dia dan kita lebih memercayai penilaian kita sendiri daripada penilaian-­Nya. Ketidakpercayaan itu tidak lain dari kesombongan yang tersamar. Saya akan memberikan ilustrasi. Sekitar setahun setelah Israel keluar dari Mesir, Tuhan memerintahkan Musa, “Suruhlah beberapa orang mengintai tanah Kanaan, yang akan Kuberikan kepada orang Israel” (Bilangan 13:2). Seperti biasanya, petunjuk Allah itu jelas—tidak ada area abu-­abu atau hal yang meragukan. Maka Musa pun menyuruh dua belas pemimpin, dari setiap suku masing-­masing satu. Akan tetapi, sepuluh orang sangat “rendah hati” dan dua orang lagi sangat “sombong.” (Jika Anda akrab dengan cerita itu, bertahanlah menyimak paparan saya;; saya memang hendak menekankan suatu maksud tertentu.) Setelah empat puluh hari di Tanah Perjanjian, para mata-­mata pulang kembali. Sepuluh orang yang “rendah hati” berbicara lebih dahulu, “Kami memata-­matai negeri itu dan negeri itu memang sangat hebat, berlimpah dengan susu dan madu. Lihat saja buah-­buahan yang kami bawa ini. Akan tetapi, ada pasukan sangat kuat yang harus kita hadapi—bahkan para raksasa! Mereka prajurit yang cakap dengan senjata yang jauh lebih besar dari miliki kita;; sedangkan kita ini hanya sekumpulan budak yang baru saja bebas. Kita harus memikirkan istri dan anak-­anak kita! Bagaimana mungkin kita menyerahkan orang-­ 6HQMDWD.HUHQGDKDQ+DWL orang yang kita kasihi untuk mengalami kekejaman, penyiksaan, pemerkosaan, dan bahkan mungkin kematian yang menunggu mereka di seberang sungai? Kita harus menjadi suami dan ayah yang baik dan bertanggung jawab. Kami memberitahukan kepada kalian semua realitas sebenarnya dari keadaan ini. Tidak mungkin kita mengambil alih negeri itu.” Meskipun bangsa itu rindu memiliki negeri sendiri, keselamatan harus diutamakan. Mereka pun memuji dan menghargai hikmat dan kerendahan hati orang-­orang itu. Saya yakin, sebagian besar ayah dan ibu yang mendengar laporan mereka bersyukur atas sikap lemah-­lembut sepuluh mata-­mata itu. Bangsa Israel menghibur diri mereka dengan berkata satu sama lain, “Beruntung sekali kita karena orang-­orang ini pergi memeriksa lebih dulu. Benar-­benar pemimpin yang luar biasa—mereka tidak dikuasai oleh ego mereka sampai harus membahayakan kita. Apa jadinya kita kalau mereka tidak menggunakan akal sehat?” Namun kemudian dua pemimpin yang “sombong,” Kaleb dan Yosua, menyela dan berseru, “Tunggu sebentar! Apa yang kita lakukan di sini? Kita perlu pergi dan mengambil alih negeri itu sekarang juga! Kita bisa melakukannya! Tuhan Allah sudah menjanjikannya kepada kita. Firman-­Nya meneguhkan hal itu! Kita akan membinasakan bangsa itu. Mari segera bergerak!” Setiap orang tertegun mendengar hal itu. Mereka berpandangan dengan diliputi rasa tak percaya. Dapatkah Anda membayangkan reaksi sepuluh mata-­mata lain terhadap seruan Kaleb dan Yosua yang gegabah dan sembrono itu? Saya membayangkan, setelah terkejut beberapa saat, mereka semua menanggapinya kira-­kira begini: “Apa yang kalian berdua ini omongkan? Kalian sudah tidak waras ya? Kita semua melihat hal yang sama—kita menyaksikan kekuatan, senjata, dan kota-­kota berkubu mereka. Mereka prajurit yang besar-­besar dan terampil, dan kita ini cuma sekumpulan budak. Kita sama sekali tak sebanding dengan mereka! Kalian tidak memikirkan istri dan anak-­anak kita, kesejahteraan bangsa kita. Kalian angkuh, bebal, dan idealistis! Tutup mulut kalian!” Saya membayangkan orang banyak itu mendesah dengan lega. “Heh, syukurlah orang-­orang yang bijaksana itu tidak berdiam diri. Kita sangat beruntung karena mayoritas mata-­mata bersikap rendah hati dan arif. Bisakah kalian bayangkan apa jadinya kita kalau mereka semua sesombong dan seangkuh Kaleb dan Yosua?” Namun, seperti biasanya, Allah sendirilah yang menentukan keputusan akhir. “Berapa lama lagi bangsa ini menista Aku,” seru-­Nya 7DN.HQDO0HQ\HUDK kepada Musa, “dan berapa lama lagi mereka tidak mau percaya kepada-­ Ku?” (Bilangan 14:11). Allah tidak senang dengan mentalitas orang banyak itu. Apa yang mereka anggap sebagai kerendahan hati ternyata sama sekali bukan kerendahan hati. Sesungguhnya, ketidakpercayaan mereka tidak lain adalah kesombongan. Seluruh perhitungan mereka berdasarkan pada hikmat, kemampuan, dan kekuatan mereka sendiri. Nantinya dalam Perjanjian Lama Allah menyatakan, “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia.... Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN” (Yeremia 17:5, 7). Sepuluh mata-­mata lain melihat betapa besarnya para raksasa itu dan membayangkan prospek yang menakutkan berdasarkan kekuatan mereka sendiri. Tetapi Kaleb dan Yosua melihat betapa besarnya Allah dibandingkan dengan musuh dan membuat perhitungan sepenuhnya berdasarkan anugerah Allah. Kedua orang ini, Kaleb dan Yosua, berakhir sebagai orang yang diberkati;; sepuluh mata-­mata dan semua orang lain yang tidak percaya ditimpa kutuk. Jadi, mata-­mata manakah yang sungguh-­sungguh rendah hati dan manakah yang sungguh-­sungguh sombong? Di mata Tuhan, sepuluh mata-­mata itu sombong dan hanya dua yang rendah hati. Kita perlu sungguh-­sungguh rendah hati untuk memiliki iman, karena ketika Anda rendah hati Anda sungguh-­sungguh mengandalkan dan yakin pada kemampuan (anugerah) Allah untuk menyelesaikan masalah Anda—bukan mengandalkan kemampuan Anda sendiri. Jika sepuluh mata-­mata itu dengan rendah hati mengandalkan janji Allah, mereka tentu sudah pergi dan menaklukkan negeri itu. Mereka tentu sudah menundukkan diri pada Firman Tuhan, bukannya pada kekuatan dan penalaran manusiawi mereka yang terbatas, dan dengan demikian mereka merendahkan diri satu sama lain—dalam misi yang sama. Kita perlu sungguh-­ Seandainya mereka berada di sungguh rendah hati dalam pertempuran, seorang penonton untuk memiliki iman mungkin menganggap para keturunan Abraham itu sedang bergerak menurut kekuatan mereka sendiri, namun sebenarnya anugerah Allahlah—kuasa supernatural-­Nya—yang bekerja melalui mereka. Ketika kita diperlengkapi dengan anugerah Allah, kadang-­kadang pencapaian kita tampak seperti hasil dari kemampuan kita sendiri. Pada waktu lain, hal itu jelas-­jelas memperlihatkan kemampuan Allah. Namun, bagaimanapun tampaknya hal itu bagi orang luar, kita dapat mengetahui dan memercayai sepenuhnya kuasa-­ 6HQMDWD.HUHQGDKDQ+DWL Nya dan melangkah maju berdasarkan keyakinan kita akan Firman-­ Nya. Itulah, pembaca yang baik, iman yang tak kenal menyerah itu. Semuanya itu dimulai dari roh yang rendah hati di hadapan Allah dan satu sama lain. Mengenakan kerendahan hati berarti mengenakan senjata-­Nya, bukan senjata kita. Dalam 1 Petrus 5:5-­6 diperintahkan, “Kenakanlah kerendahan hati.... Karena itu, rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat” (KJV). Dalam Kitab Suci, tangan Allah selalu berbicara tentang kemampuan, kekuasaan, keperkasaan, atau kekuatan Allah;; dengan kata lain: senjata-­Nya. Bagaimana hal ini berlaku secara praktis? Kita harus merendahkan diri di bawah keperkasaan dan kekuatan Allah. Kita tidak membiarkan ide dan pengalaman manusia (kita atau orang lain) bangkit melampaui Firman Allah. Sebaliknya, kita percaya, tanpa memperitungkan penalaran atau logika alamiah kita, dan membiarkan Firman-­Nya menentukan tindakan kita. Empat ratus tahun dalam perbudakan Mesir mengajarkan pada bangsa Israel bahwa mereka tidak dapat membela diri terhadap pasukan yang lebih kuat dan yang memiliki senjata yang lebih hebat. Mesir telah mendominasi mereka. Mereka mampu melakukan apa-­apa untuk membebaskan diri;; Allah sendirilah yang harus melakukannya. Dia dengan penuh kemuliaan membebaskan mereka dengan tangan-­ Nya yang kuat. Seperti diingat oleh Musa, “Sebab dengan tangan yang kuat TUHAN telah membawa engkau keluar dari Mesir” (Keluaran 13:9). Namun kita juga mengetahui bahwa “segera mereka melupakan perbuatan-­perbuatan-­Nya” (Mazmur 106:13). Mereka berpaut pada pengalaman sekian lama diperbudak, bukannya pada tangan Allah yang membebaskan mereka. Tangan kuat yang telah mengalahkan Mesir itu juga akan mampu mengalahkan pasukan Kanaan, yang nyatanya jauh lebih lemah dari pasukan Mesir. Namun sebelum Anda dan saya bersikap terlalu keras terhadap bangsa Israel yang lemah iman itu, kita perlu melihat ke dalam cermin. Betapa sering kita bertindak seperti itu? Sebelum kita menjadi bagian dari keluarga Allah, kita berada di bawah pemerintahan Iblis yang tiran. Kita memiliki kodratnya dan tidak memiliki harapan untuk dapat meloloskan diri. Namun Allah dengan penuh keperkasaan “sudah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam kerajaan Anak-­Nya yang dikasihi-­Nya” (Kolose 1:13, BIS). 7DN.HQDO0HQ\HUDK Jika Dia telah melakukan tindakan yang mustahil ini, betapa jauh lebih mampu Dia menangani keadaan yang jauh lebih sederhana dan mudah dalam kehidupan kita? Keadaan seperti menyembuhkan penyakit dan kelemahan, memenuhi kebutuhan apa pun, memberikan hikmat, dan memampukan kita untuk menjadi unggul dan mengatasi hambatan yang tampak “mustahil.” Janganlah kita mengulangi kebodohan bangsa Israel dan “segera melupakan perbuatan-­perbuatan-­Nya.” Marilah kita tetap mengenakan senjata kerendahan hati seperti Kaleb dan Yosua. KESALAHPAHAMAN TERHADAP KERENDAHAN HATI Sungguh menyedihkan, kerendahan hati sering disalahpahami sebagai bersikap lemah, lunak, atau tanpa daya. Sesungguhnya, justru sebaliknya. Dan, di dalam Alkitab, mereka yang sungguh-­sungguh rendah hati sering disalahpahami sebagai orang yang sombong atau angkuh. Daud, misalnya. Atas permintaan ayahnya, ia mengunjungi kakaknya yang sedang berperang melawan pasukan Filistin. Ketika ia tiba di medan tempur, ia melihat bahwa semua prajurit, termasuk kakaknya, tengah berada dalam sikap militer yang ganjil: bersembunyi di balik batu karang dan gemetar karena ketakutan. Mereka terintimidasi oleh ukuran, kekuatan, dan reputasi raksasa Filistin, Goliat. Daud mendapati bahwa hal ini sudah berlangsung selama empat puluh hati, dan ia mengajukan pertanyaan tanpa tedeng aling-­aling, “Siapakah orang Filistin yang tak bersunat ini, sampai ia berani mencemoohkan barisan dari pada Allah yang hidup?” (1 Samuel 17:26). Sikap Daud ini menjengkelkan kakak sulungnya, Eliab. Dapatkah Anda membayangkan pemikiran Eliab? Adikku ini memang bukan hanya besar mulut, tapi juga sombong sekali. Ia langsung membalas perkataan Daud, “Aku kenal sifat angkuhmu dan kejahatan hatimu” (ayat 28, KJV). Wow, benar-­benar teguran yang tajam! Dalam terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-­Hari, Eliab berkata, “Aku tahu, kau berlagak berani” dan dalam New International Version, “Aku tahu betapa tinggi hatinya kamu.” Kakak Daud jelas-­jelas menganggap adiknya itu sebagai berlagak, angkuh, dan sombong. Namun tunggu, siapakah di antara mereka sesungguhnya yang sombong? Tepat satu pasal sebelumnya, nabi Samuel mendatangi keluarga Isai untuk mengurapi raja yang berikutnya. Eliab si sulung ternyata tidak lolos. Baik Isai maupun Samuel mengira bahwa Eliab 6HQMDWD.HUHQGDKDQ+DWL akan menjadi raja yang terpilih karena dialah anak Isai yang paling sulung dan kemungkinan besar yang paling tinggi dan paling kuat. Tetapi Allah dengan tegas menyatakan, “Aku telah menolaknya” (1 Samuel 16:7). Mengapa Allah menolak Eliab? Mungkinkan bahwa kesombongkan yang dituduhkan Eliab terhadap Daud sebenarnya justru bercokol di dalam hatinya sendiri? Allah nantinya memuji kerendahan hati Daud dan menyatakan bahwa Daud adalah orang yang berkenan di hati-­Nya (lihat Kisah Para Rasul 13:22). Kerendahan hati menjadi ciri kehidupan Daud, dan kita semua tahu bahwa pemimpin yang hebat ini sama sekali tidak lemah, lunak, atau tanpa daya. Dialah orang yang menulis, “TUHAN di pihakku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?” (Mazmur 118:6). Kembali ke medan tempur, Daud menepiskan serangan lisan Eliab dan menantang si raksasa dengan penuh keyakinan, menyatakan dengan tegas pada Goliat bahwa tak lama lagi si raksasa akan kehilangan kepalanya. Lalu Daud berlari ke perkemahan musuh, membunuh Goliat dengan sebutir batu dari umbannya, dan melakukan persis seperti yang dijanjikan: Ia memenggal kepala Goliat. Kakak-­kakak Daud membuat perhitungan dalam pertempuran berdasarkan kekuatan mereka sendiri, sama seperti yang dilakukan oleh sepuluh mata-­mata. Daud, sebaliknya, membayangkan pertempuran menurut kekuatan atau tangan kuat Allah. Ia mengenakan kerendahan hati. Raja Saul menawari Daud untuk mengenakan perlengkapan senjatanya, tetapi bocah itu menolaknya;; ia mengandalkan senjata Allah. Namun sekali lagi, sama seperti Kaleb dan Yosua, Daud dianggap sebagai orang yang angkuh dan sombong oleh mereka yang mengandalkan kekuatan mereka sendiri. Menurut saya, musuh sudah bekerja keras untuk menyimpangkan GHÀQLVLGDQSHQJHUWLDQNLWDDNDQNHUHQGDKDQKDWL%DQ\DNRUDQJ.ULVWHQ yang berniat baik telah bergabung dengan dunia yang tidak percaya dengan memandang kerendahan hati sebagai cara berbicara yang lembut, sikap yang lemah dan tidak suka berkonfrontasi. Namun, itu sangat jauh dari makna kata itu yang sesungguhnya. Pertimbangkanlah dua lagi contoh dalam Alkitab, Musa dan Yesus. Dalam kitab Bilangan kita membaca, “Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi” (Bilangan 12:3). Lembut hati juga dapat diterjemahkan sebagai rendah hati. 7DN.HQDO0HQ\HUDK Wow, pernyataan yang sungguh-­sungguh luar biasa! Bukankah Anda dan saya akan sangat senang bila hal itu dinyatakan tentang kita? Tentu saja, kita tak akan pernah mengatakannya sendiri karena hanya orang arogan, tinggi hati, dan egois yang akan mengatakan pada setiap orang betapa rendah hatinya dirinya, bukan? Namun, tebaklah siapa yang menulis kitab Bilangan—Musa! Inilah hamba Tuhan menakjubkan yang menggambarkan dirinya sebagai orang yang paling rendah hati di muka bumi. Bagaimana mungkin hal ini terjadi? Dapatkah Anda membayangkan seorang hamba Tuhan berdiri di depan konferensi Kristen dan berkata, “Saudara sekalian, saya orang yang sangat rendah hati, dan saya akan mengajarkannya kepada kalian.” Ia pasti ditertawakan dan disuruh turun dari panggung. Sekarang simaklah perkataan Yesus: “Marilah kepada-­Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat... belajarlah kepada-­Ku, karena Aku... rendah hati” (Matius 11:28-­29). Pada hakikatnya, Yesus berkata, “Hei, datanglah kepada-­Ku. Aku rendah hati dan Aku ingin mengajarkannya kepadamu.” Seperti pernyataan Musa, pengakuan Yesus akan kerendahan hati-­Nya tidak pantas dalam pandangan dunia saat ini. Namun, masalahnya bukanlah apa yang Musa atau Yesus katakan;; masalah kita sudah menyimpang jauh dalam pemahaman dan pengertian kita akan kerendahan hati. Kita tidak memahami artinya yang sebenarnya karena sekarang kita menganggapnya sebagai hidup seperti cacing yang tidak layak dan hanya berbicara tentang ketidakmampuan dan kebobrokan kita. Kerendahan hati yang sejati adalah ketaatan dan ketergantungan mutlak pada Allah. Itu berarti menempatkan Dia sebagai yang pertama, orang lain sebagai yang kedua, dan diri kita sebagai yang ketiga dalam segala sesuatu. Kerendahan hati sama sekali tidak berkaitan dengan berbicara lembut dan merendahkan diri, melainkan berkaitan dengan hidup secara berani dan tak kenal menyerah dalam kuasa Allah melalui karunia anugerah yang diberikan secara cuma-­cuma. KERENDAHAN HATI MENJADIKAN KITA TAK KENAL MENYERAH Ingat bagaimana mereka yang bertahan dengan tak kenal menyerah dan menyelesaikan pertandingan dengan baik menerima upah? Paulus mengingatkan agar kita tidak membiarkan kerendahan hati 6HQMDWD.HUHQGDKDQ+DWL yang palsu—yang bisa saja kelihatan berhikmat—mencuri upah ini: “Janganlah kamu biarkan kemenanganmu digagalkan oleh orang yang pura-­pura merendahkan diri” (Kolose 2:18). Sepuluh mata-­mata dan bangsa Israel yang ketakutan menggambarkan bagaimana kerendahan hati yang palsu benar-­benar dapat membuat kita kehilangan upah yang disiapkan Allah. Sepuluh mata-­mata itu menahan orang sehingga mereka tidak memasuki Tanah Perjanjian. Penalaran mereka tampak jernih, logis, dan masuk akal, namun mereka mengambilnya dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, bukan dari janji dan hikmat Allah. Mereka bukan hanya menggagalkan diri sendiri, tetapi juga keluarga mereka dan jutaan orang lain: mereka tidak masuk ke Tanah Perjanjian. Banyak orang yang kehilangan tujuan hidup mereka gara-­gara kerendahan hati yang palsu. Hanya Kaleb dan Yosua, dua mata-­mata yang menyampaikan laporan dengan roh yang rendah hati, orang dewasa dari generasi itu yang diizinkan Allah memasuki tanah baru itu. Dengan Yosua sebagai pemimpinnya, generasi baru bangsa Israel memasukinya dengan berani, rendah hati dalam kuasa tangan Allah yang kuat. Dan mereka menang. Seseorang suatu ketika menanyai saya, “John, kamu memilih mana, berkhotbah pada jutaan orang dari berbagai latar belakang atau pada belasan pemimpin saja?” “Jutaan orang,” jawab saya. Ia berkata, “Jawabanmu tidak bijaksana, karena sepuluh pemimpin yang memata-­matai tanah perjanjian itu bertanggung jawab menggagalkan jutaan orang mencapai tujuan hidup mereka.” Kita dipanggil untuk menjadi orang-­orang yang memimpin dan memberi pengaruh. Jadi, bagaimana kita memimpin? Apakah Anda dipersenjatai dengan kerendahan dan mau berada di bawah tangan Tuhan yang kuat, atau Anda hanya kelihatan rendah hati namun sebenarnya masih mengandalkan kekuatan Anda sendiri? Paulus menulis lebih jauh bahwa “kita lebih daripada orang-­orang yang menang” (Roma 8:37), tetapi ide, rencana, atau arah pribadi kita yang berada di luar Firman Allah “mungkin kelihatannya baik, karena memerlukan keteguhan, kemauan serta disiplin tubuh, tetapi sama sekali tidak dapat menaklukkan pikiran dan keinginan jahat dalam diri seseorang” (Kolose 2:23, FAYH). Setiap orang dalam generasi Kaleb dan Yosus telah ditetapkan untuk menaklukkan tanah perjanjian. Eliab dan saudara-­saudaranya 7DN.HQDO0HQ\HUDK seharusnya sudah menaklukkan pasukan Filistin jauh sebelum Daud muncul di situ. Namun kerendahan hati yang palsu mencuri kekuatan, janji, buah, dan kemampuan mereka untuk memerintah di dalam hidup ini, dan pada akhirnya upah kekal mereka juga. Karena itulah Paulus dengan tegas menasihati kita, Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama;; janganlah kamu memikirkan hal-­hal yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada hal-­hal yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai! (Roma 12:16) Orang yang rendah hati tidak menganggap dirinya pandai. Saya teringat, suatu ketika sebuah majalah internasional terkenal menulis artikel tentang suatu topik yang kontroversial. Editornya menghubungi kantor kami untuk meminta komentar dan pandangan saya, dan asisten saya meneruskan permintaan itu. Saya menjawabnya, “Saya akan memikirkannya dulu.” Keesokan harinya saya merasa tidak sejahtera dalam roh saya, tetapi saya tidak dapat menemukan apa penyebabnya. Saya terus bertanya-­tanya, Ada masalah apa ya? Namun saya tidak dapat menjawabnya. Saya akhirnya membawanya kepada Tuhan dalam doa, dan satu atau dua hari kemudian, tiba-­tiba saya seperti tersadar. Saya sedang berbicara kepada Lisa dan berkata, “Aku tahu mengapa aku tidak sejahtera dengan permintaan majalah itu. Sederhana saja: Siapa aku sehingga pantas memberikan opiniku? Apakah seorang duta memberikan pendapatnya sendiri?” Alkitab berkata, “Jadi, kami ini utusan-­utusan [duta] Kristus, seakan-­akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami” (2 Korintus 5:20). Jika Presiden Amerika Serikat mengutus duta besar untuk menyampaikan pesannya kepada negara lain dan duta besar itu menyampaikan pesan atau komentar-­nya sendiri, bukan pesan dari Presiden, ia berada dalam masalah besar. Ketika saya berbicara demi kepentingan Allah Bapa dan Kristus Yesus Tuhan saya, saya harus menyampaikan Firman-­Nya. Siapa saya ini sehingga pantas menyampaikan pendapat saya pribadi? Itulah kebodohan sepuluh mata-­mata itu. Majalah itu mendatangi saya, seorang pelayan injil, meminta pendapat saya, yang dapat menghina penatalayanan anugerah yang telah Allah percayakan kepada saya. Kejadian itu membuat saya mengingat kembali apa yang Allah sampaikan kepada saya dalam doa beberapa tahun sebelumnya. Selama 6HQMDWD.HUHQGDKDQ+DWL empat tahun pertama pelayanan kami, keadaan sangat sulit—sebuah padang gurun, katakanlah begitu. Lisa dan saya mengendarai Honda Civic kecil kami bolak-­balik di separuh wilayah timur Amerika Serikat, dengan bayi di tempat duduk belakang dan bagasi kami dijejalkan ke setiap tempat yang tersedia. Kami berdoa dengan gigih agar pintu-­ pintu dibukakan pada kami. Kami berbicara sebagian besar di gereja yang beranggota sekitar seratus orang, yang kelihatannya tidak juga bertumbuh dan kecil saja pengaruhnya dalam masyarakat mereka. Setelah empat tahun pelayanan yang berat ini, Allah berbicara kepada saya dalam sebuah doa pada pagi hari: John, Aku sudah mengutusmu ke gereja dan konferensi yang kecil pengaruhnya selama empat tahun terakhir ini, dan engkau dengan setia menaati-­Ku. Aku akan terus memelihara orang-­orang yang kaulayani ini, namun Aku akan PHODNXNDQSHUXEDKDQ\DQJVLJQLÀNDQ$NXDNDQPHQLQJNDWNDQSHOD\DQDQPX melampaui apa yang kauimpikan. Jangkauanmu akan berlipat ganda karena NDXDNDQGLXQGDQJNHJHUHMDGDQNRQIHUHQVL\DQJEHUSHQJDUXKVLJQLÀNDQSDGD NRWDNRWD GDQ EDQJVDEDQJVD (QJNDX DNDQGLEHUNDWLVHFDUD ÀQDQVLDOVHFDUD sosial, dan secara rohani secara berlipat-­lipat dari saat ini. Engkau mengelola milik kepunyaan-­Ku, dan inilah waktunya untuk pesan yang kaubawa disebarluaskan kepada orang banyak. (Izinkan saya menyela untuk poin penting tentang jumlah ini. Ada banyak gereja besar yang kurang berpengaruh di masyarakatnya dan, sebaliknya, ada banyak gereja kecil yang sangat berpengaruh. Aspek penting dari gereja yang efektif bukanlah jumlahnya, melainkan kualitas penjangkauan dan pengaruhnya.) Saya tertegun dan sangat bergairah mendengar perkataan Allah yang begitu jelas dalam hati saya itu. Saya kemudian memberi tahu Lisa dan ia juga sangat bersemangat. Namun beberapa saat kemudian, Tuhan berbisik lagi kepada saya: ,QL MXJD VHNDOLJXV DNDQ PHQMDGL XMLDQ Ketika kau melayani gereja-­gereja kecil yang kurang berpengaruh, kau harus percaya kepada-­Ku untuk mendapatkan setiap sen dan memercayai-­Ku untuk VHWLDSÀUPDQ\DQJNDXVDPSDLNDQ.DXGHQJDQNRQVLVWHQPHQFDULQDVLKDW.X karena kau tahu, jika kau melewatkan kehendak-­Ku dalam pelayanan-­Mu, kau akan menanggung akibatnya yang sungguh berat. Apakah kau sekarang akan membelanjakan uang dengan sembrono karena $NX PHPEHUNDWLPX VHFDUD ÀQDQVLDO" $WDXNDK HQJNDX DNDQ WHWDSL PHQFDUL QDVLKDW.XVHSHUWL\DQJNDXODNXNDQSDGDPDVDPDVDNHULQJ"0DXNDKNDPX VHNDUDQJSHUJLVHVXNDKDWLPXGDQEXNDQQ\DPHPLQWDSLPSLQDQ.X"$NDQNDK engkau sekarang menyampaikan pendapat pribadimu dari mimbar, bukannya SHUFD\DNHSDGD.XXQWXNPHPEHULPXVHWLDSÀUPDQ\DQJKDUXVNDXVDPSDLNDQ" 7DN.HQDO0HQ\HUDK Anak-­Ku, anak-­anak-­Ku diuji dalam dua area utama: di padang gurun dan di tempat kelimpahan. Kebanyakan orang yang gagal bukan gagal di padang gurun, melainkan di tempat kelimpahan. Saya gemetar. Setelah selesai berdoa, saya segera menceritakannya kepada Lisa apa yang Allah nyatakan kepada saya. Ia menjawab, “John, ketika saya mendengar bagian pertama dari Firman yang Allah berikan kepadamu, aku ingin menari-­nari di sekeliling dapur. Sekarang setelah aku mendengar pesan itu selengkapnya, aku gemetar ketakutan!” “Itu bagus,” jawab saya, “karena itu tanggapan yang benar: takut akan Tuhan.” Banyak orang tidak memahami bahwa takut akan Tuhan itu sama sekali bukan berarti gentar kepada Allah. Sebaliknya, itu justru berarti gentar—atau malah ngeri—untuk Takut akan Tuhan adalah menjauh dari Dia! Takut akan Tuhan akar dari kehidupan adalah akar dari kehidupan yang sehat, yang sehat, bijaksana, bijaksana, kuat, dan aman. Sehubungan dengan kekayaan, misalnya, kekayaan kuat, dan aman. itu bagus jika ditangani dan dikelola dalam perspektif yang benar. Akan tetapi, penyesatan dapat dengan mudah melekatkan dirinya pada kekayaan kita. Yesus memperingatkan kita akan “tipu daya kekayaan” dalam Matius 13:22, tetapi tipu daya semacam itu tidak akan menyelewengkan atau mencelakakan kita jika kita tetap berada dalam nasihat, Firman, dan hikmat Allah—hidup dalam takut akan Tuhan. Menyampaikan pendapat saya pribadi sebagai utusan Kristus sama saja tidak memiliki ketakutan yang ilahi, dan itu tidak lain adalah kesombongan. Itulah sebabnya Paulus berkata, “Arahkanlah dirimu kepada hal-­hal yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai!” (Roma 12:16). Kaleb dan Yosua tidak mengikuti pendapat orang-­orang sezamannya;; Allah sudah menyatakan kehendak-­Nya dengan jelas. Mereka takut akan Allah dan, karena itu, menyelesaikan pertandingan dengan baik. Seperti dinyatakan dalam kitab Amsal, “Apabila Ia menghadapi pencemooh, maka Ia pun mencemooh, tetapi orang yang rendah hati diberi-­Nya anugerah” (3:34, NIV). Tentu saja tidak ada orang waras yang ingin dicemooh oleh Tuhan. Namun itulah sebenarnya yang terjadi pada orang yang merasa sudah cukup dengan mengandalkan kemampuannya sendiri. Tuhan yang 6HQMDWD.HUHQGDKDQ+DWL mulia tidak memberi ruang bagi kesombongan. Dia membencinya. Lucifer dulu dekat dengan Dia, paling dekat di antara semua malaikat, namun ia tidak memiliki takut akan Tuhan dan, karena itu, ia tidak menyelesaikan pertandingan dengan baik. Pemazmur menulis, “Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya” (Mazmur 19:10). Takut akan Tuhan adalah kekuatan yang terus bertahan dan memampukan kita untuk menyelesaikan pertandingan dengan baik. Adam dan Hawa hidup dalam hadirat kemuliaan-­Nya, namun mereka tidak cukup takut akan Allah sehingga mereka tidak takut jauh dari Dia. Akibatnya, mereka tidak bertahan selama-­lamanya di Eden. Takut akan Tuhan, iman, dan kerendahan hati adalah tali tiga utas yang tidak mudah diputuskan (lihat Pengkhotbah 4:12). Jika Anda takut akan Tuhan, Anda akan memercayai-­Nya ketika menghadapi keadaan yang mustahil. Jika Anda takut akan Dia, Anda akan rendah hati—bukan menganggap diri Anda pandai. Begitu pula, kesombongan, pemberontakan, dan ketidakpercayaan adalah tiga utas tali kegelapan yang sulit diputuskan. Tunjukkan kepada saya orang yang merendahkan atau mengabaikan apa yang Allah katakan dalam Firman-­Nya dan berpaut pada pendapatnya sendiri, dan saya akan memperlihatkan kepada Anda seseorang yang tidak akan bertahan dalam iman. Satu-­satunya harapan baginya adalah pertobatan sejati dan kerendahan hati. SENJATA PENUTUP PUNGGUNG Kesombongan itu sangat menyesatkan. Menurut saya, kesombongan adalah senjata musuh yang paling ampuh dalam mencegah kita menyelesaikan pertandingan dengan baik. Orang yang sombong tidak dapat melihat serangan musuh karena mereka dipukul dari belakang. Mereka tidak melihat datangnya serangan itu. Berapa sering Anda dan saya mendengar dari mereka yang sudah kehilangan segala sesuatu, “Saya tidak sadar hal itu akan terjadi!” Ada alasan di balik hal itu. Jika kita memperhatikan persenjataan Allah di dalam Alkitab, semuanya itu dimaksudkan untuk melindungi kita ketika kita menghadap ke depan. Ikat pinggang kebenaran, baju zirah keadilan, kasut kerelaan memberitakan injil damai sejahtera, perisai iman, ketopong keselamatan, dan pedang Firman Allah.... Jika Anda merenungkannya, semuanya itu untuk melindungi serangan frontal. Jadi, apa yang melindungi punggung kita? Nabi Yesaya 7DN.HQDO0HQ\HUDK menyediakan jawabannya: “Kemuliaan TUHAN barisan belakangmu” (58:8). Firman Allah yang Hidup menerjemahkannya, “Kemuliaan TUHAN akan melindungi kamu dari belakang.” Kemuliaan-­Nya melindungi punggung kita. Namun, kita harus tetap ingat akan penegasan Allah bahwa Dia tidak akan memberikan kemuliaan-­Nya kepada siapa pun (lihat Yesaya 42:8). Ketika kita meninggikan pendapat kita melampaui pendapat-­Nya, kita bertindak sombong dan kehilangan penjagaan atas punggung kita, yaitu kemuliaan-­Nya—dan punggung kita menjadi terbuka! Ketika saya merenungkan betapa kelirunya pemahaman kita akan kerendahan hati dan kesombongan yang sesungguhnya, saya gentar. Allah berkata, “Umat-­Ku binasa karena tidak berpengetahuan” (Hosea 4:6, KJV). Berapa banyak dari kita yang sudah, atau akan, binasa karena ketidaktahuan? Jika sepuluh mata-­mata dan seluruh bangsa Israel salah memahami kerendahan hati Kaleb dan Yosua sebagai kesombongan, dan jika Eliab salah memahami kerendahan hati Daud sebagai kesombongan, lalu bagaimana dengan kita saat ini? Hal itu dapat dibandingkan dengan bepergian jauh dan tidak tahu bahwa di sepanjang jalan banyak binatang buas dan agresif berkeliaran. Jika Anda keluar dari kendaraan dan pergi ke tempat yang salah, Anda bisa berakhir tercabik-­cabik sebagai mangsa mereka. Suatu ketika Lisa dan saya ditraktir mengikuti safari di Afrika. Tempatnya bagus sekali, suatu penginapan berbintang lima yang menyediakan pondok pribadi bagi masing-­masing pasangan. Setiap malam, polisi hutan bersenjata mendampingi kami dari tempat makan di lapangan terbuka ke pondok kami. Jaraknya lumayan jauh. Pada malam petama petugas itu memperingatkan Lisa dan saya dengan tegas, “Dalam keadaan apa pun, jangan sekali-­kali keluar pada waktu malam, karena Anda akan dapat dengan mudah diserang. Di sana banyak binatang liar yang kelaparan berburu pada waktu malam, dan tidak ada pagar untuk menahan mereka.” Bagaimana seandainya saya tidak mengetahuinya dan memutuskan untuk pergi ke tempat makan untuk mengambil camilan pada tengah malam? Bisa jadi sayalah yang akan menjadi camilan tengah malam. Saya akan binasa karena ketidaktahuan saya. Berdasarkan pembahasan kita dalam bab ini, perkataan Hosea dapat diuraikan menjadi demikian: “Umat-­Ku binasa karena tidak mengetahui perbedaan antara kerendahan hati dan kesombongan yang sesungguhnya.” 6HQMDWD.HUHQGDKDQ+DWL Saya sangat senang Anda meluangkan waktu untuk belajar apa artinya mempersenjatai diri dengan kerendahan hati. Namun jangan berhenti di sini. Selidikilah Kitab Suci dan mintalah Roh Kudus memberi Anda pencerahan. Jangan mau dibutakan dan digagalkan dalam kehidupan ini karena tidak berpengetahuan. Anda ditetapkan untuk menyelesaikan pertandingan dengan baik. Simaklah janji Allah: Orang-­orang yang rendah hati akan tambah bersukaria di dalam TUHAN. (Yesaya 29:19, KJV) Sungguh suatu janji yang luar biasa! Kita semua senang bersukaria atau bersukacita. Namun, kenapa ini juga sebuah janji yang sangat penting? Karena “sukacita Tuhan adalah kekuatan kita” (Nehemia 8:10, KJV). Kekuatan untuk menyelesaikan pertandingan dengan baik. Kita tidak dapat berlari dengan tak kenal menyerah dalam perlombaan dan menyelesaikannya tanpa kekuatan itu. Allah berjanji bahwa Anda dan saya akan bertambah dalam sukacita, atau kekuatan, jika kita tetap mengenakan kerendahan hati. Dia juga berjanji, Sebab beginilah kata Allah Yang Mahatinggi dan kudus, yang berkuasa untuk selama-­lamanya, “Aku tinggal di tempat yang tinggi dan suci, tapi juga di antara orang-­orang yang rendah hati dan yang menyesali dosa-­dosanya, untuk memulihkan semangat dan harapan mereka.” (Yesaya 57:15) Ketika Allah berdiam di dalam diri kita, tak ayal kita akan dapat berlari dalam perlombaan dengan ketabahan. Kita bukan mengejar lawatan dari Allah. Sebaliknya, kita merindukan Dia berdiam di dalam diri kita. Hal ini membuahkan kekuatan yang berkesinambungan untuk bertahan. Jadi, saudara yang terkasih, “Rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: ‘Allah menentang orang yang congkak, tetapi memberi anugerah kepada orang yang rendah hati.’ Karena itu, rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-­Nya pada waktunya.” 11 MENANGGALKAN BEBAN Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: “Allah menentang orang yang congkak, tetapi memberi anugerah kepada orang yang rendah hati.” Karena itu, rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-­Nya pada waktunya. Serahkanlah segala kekhawatiranmu kepada-­Nya, sebab Ia memelihara kamu 1 PETRUS 5:5–7 A spek utama dari mengenakan kerendahan hati adalah menempatkan diri kita di bawah misi Allah, sama seperti Kaleb dan Yosua. Jika kita berbuat demikian, setiap perlawanan yang menghadang di antara keadaan kita saat ini dan penyelesaian akhir misi ilahi kita akan dapat ditaklukkan. Dalam kerendahan hati kita membuat perhitungan berdasarkan kekuatan Allah atau tangan-­ Nya yang kuat. Dalam kerendahan hati, kita lebih memercayai perkataan-­Nya daripada logika atau penalaran terbaik manusia. Dalam kerendahan hati kita hidup oleh iman, bukan dikuasai oleh indera atau pengetahuan alamiah kita. Untuk dapat hidup secara realistis dengan cara ini, kita harus menyerahkan segala kekhawatiran kita kepada-­Nya. Bukan sebagian kekhawatiran;; segala kekhawatiran. Inilah yang dilakukan Kaleb dan Yosua sehubungan dengan istri dan anak mereka. Sebagai suami dan ayah, mereka juga sangat memedulikan keluarga mereka. Tetapi bagi mereka, Firman Tuhan jauh mengungguli penalaran dan ketakutan manusia. Mereka sadar bahwa dengan mengutamakan kehendak Allah, keluarga mereka akan terlindung dan terpelihara. Kaleb dan Yosua benar-­benar rendah hati di hadapan Tuhan dan, sebagai hasilnya, 7DN.HQDO0HQ\HUDK kekhawatiran keluarga mereka berada di tangan yang paling cakap di alam semesta ini. MENYERAHKAN SEGALA KEKHAWATIRAN KITA KEPADA-NYA Menyerahkan segala kekhawatiran kita kepada Tuhan memberi kita kemampuan untuk tak kenal menyerah dalam memperjuangkan misi kita. Untuk dapat terus berlari maju, kita tidak dapat membawa beban berat yang merepotkan. Alkitab mengatakan, “Marilah kita menanggalkan segala sesuatu yang memperlambat atau menghambat kita.... Marilah kita berlari dengan sabar serta tekun dalam perlombaan yang disediakan oleh Allah di hadapan kita” (Ibrani 12:1, FAYH). Beban memperlambat langkah kita dan menghambat kita dalam perjuangan untuk menyelesaikan pertandingan dengan baik. Dapatkah Anda membayangkan berlari maraton dengan beban seberat dua puluh kilo menggantung di kiri dan kanan pinggang Anda? Untuk berlari pun jelas sudah sangat sulit, apa lagi untuk menyelesaikan pertandingan! Salah satu beban sangat berat yang menghambat kemajuan kita adalah kecemasan dan kekhawatiran kita. Itulah pula perkara yang membebani sepuluh mata-­mata yang tidak mengakhiri pertandingan dengan baik. Kekhawatiran mereka yang berlebihan tentang bahaya yang mungkin mengancam istri dan anak mereka menghambat mereka untuk maju mengikuti janji Allah dan melakukan kehendak-­Nya. Kita perlu memahami dengan jelas bahwa keluarga kita bukanlah beban;; kekhawatiran akan keluarga kitalah yang menjadi beban. Jika kita mempertanyakan kemampuan atau keinginan Allah untuk memelihara dan melindungi, kita menghina integritas dan kekuatan-­ Nya. Menarik untuk diingat bahwa Kaleb dan Yosua akhirnya membuktikan kesalahan kawan-­kawan seangkatannya ketika, empat puluh tahun kemudian, mereka benar-­benar pergi berperang melawan orang Kanaan itu, dan keluarga mereka sama sekali tidak celaka. Nyatanya, berperang sejatinya malah memberkati istri dan anak mereka dengan memberikan kepada mereka tanah yang subur sebagai warisan mereka. Renungkanlah baik-­baik hasil yang berbeda ini. Sepuluh mata-­ mata, yang berusaha melindungi keluarga mereka dengan tidak mengandalkan petunjuk Allah, menyebabkan keluarga mereka mewarisi 0HQDQJJDONDQ%HEDQ padang gurun. Ini jelas hasil akhir yang sangat tidak diharapkan, empat puluh tahun yang penuh dengan kesusahan dan tanpa kelimpahan. Tetapi dua pemimpin yang memercayai dan menaati Firman Allah, dan memercayakan kekhawatiran keluarga mereka ke dalam integritas-­ Nya, menyebabkan keluarga mereka mewarisi Tanah Perjanjian, tanah yang kita masing-­masing berlimpah dengan susu dan madu. harus memilih antara Itulah panggilan hidup mereka. rasa aman dan Dalam berbagai tahap dalam tujuan hidup. kehidupan kita, kita masing-­masing harus memilih antara rasa aman dan tujuan hidup. Akankah kita memilih MDODQ \DQJ PHQXMX VLJQLÀNDQVL DWDX NLWD DNDQ EHUXVDKD XQWXN mengamankan kenyamanan dan kesejahteraan kita? Jika Anda memilih untuk mengamankan diri sendiri, kesudahannya bukanlah panggilan ilahi Anda. Anda mungkin sukses dalam mempertahankan rasa aman, namun pada akhirnya Anda akan mendapati, di takhta pengadilan Kristus, kepenuhan hidup dalam segala kelimpahannya yang Anda tinggalkan demi mempertahankan zona kenyamanan Anda yang sementara. Itu suatu fakta, diteguhkan berulang-­ulang di seluruh Firman Allah: jika Anda hendak memenuhi perjalanan yang Allah tetapkan bagi Anda, Anda perlu menanggalkan beban kekhawatiran Anda di tangan-­Nya. Jalan-­Nya adalah jalan yang penuh dengan petualangan dan iman, dan upahnya selalu jauh lebih besar dari rasa aman dan rasa nyaman Anda. Tanggalkanlah beban yang memperlambat Anda dengan menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Dia. TANTANGAN PRIBADI KITA Saya ingin menceritakan kepada Anda beberapa beban yang harus saya tanggalkan dalam perlombaan pribadi saya. Saat saya beranjak dewasa, saya menyadari pentingnya bagi seorang ayah dan suami memenuhi kebutuhan keluarganya. Ayah saya meneladankan hal ini dengan sangat baik, mengajari kami bahwa setiap sen yang kami tabung itu menunjukkan jumlah uang yang benar-­benar kami miliki. Peran suami dan ayah untuk menyediakan rasa aman dan kestabilan bagi rumah tangganya sudah ditanamkan dalam diri saya sejak kecil. 7DN.HQDO0HQ\HUDK Saya ingin menjadi pilot, namun ayah saya mencegahnya karena pada masa itu menjadi pilot tidak dianggap sebagai pekerjaan yang aman. Ayah mengarahkan saya untuk memilih karier yang lebih stabil. Saya pun mengambil kuliah teknik dan, pada 1981, bekerja di Rockwell International. Saya memperoleh gaji yang sangat lumayan sebagai insinyur yunior. Sungguh menenteramkan dapat menyediakan kebutuhan istri secara memadai. Saya mengikuti teladan yang ayah saya tunjukkan selagi VD\D PXGD $NDQ WHWDSL VD\D EHUJXPXO GHQJDQ VXDWX NRQÁLN EDWLQ saya merasakan panggilan yang menyala-­nyala untuk masuk ke dalam pelayanan. Hal itu sudah berlangsung selama beberapa tahun, namun saya melihat, tidak mungkin saya dapat mencukupi kebutuhan istri saya dan nantinya anak-­anak saya dengan mengandalkan pendapatan dari pelayanan. Maka, Lisa dan saya menyusun suatu rencana. Saya mendapatkan informasi dari karyawan lain bahwa perusahaan kami memberikan gaji yang amat sangat besar jika seorang karyawan mau bertugas di luar negeri, khususnya di Timur Tengah. Saya pun mendatangi direktur personalia dan mencari tahu cara agar dipindahtugaskan ke Arab Saudi. Lisa dan saya memperkirakan kami akan dapat bertahan hidup di sana selama beberapa tahun, menabung uang ekstra, kembali ke Amerika, membeli tunai sebuah rumah sederhana, kemudian masuk ke dalam pelayanan. Satu masalah: rencana kami seluruh berdasarkan kemampuan kami sendiri. Suatu malam seorang hamba Tuhan yang masih muda, yang sudah mengenal Lisa dan saya selama beberapa tahun, mengajak saya duduk dan menegur saya selama dua jam. Pada pokoknya ia berkata, “John, panggilan Allah ada di dalam hidupmu, dan kau tidak melakukan apa-­apa untuk hal itu. Jika kau terus berjalan seperti saat ini, kau akan berakhir sebagai insinyur tua yang kehilangan tujuan hidupnya.” Saya terguncang oleh perkataannya, tetapi saya tahu ia benar. Saya pulang ke rumah malam itu dan berkata kepada Lisa, “Aku akan menyediakan diriku bagi pelayanan gereja dalam posisi apa pun. Pintu pertama yang terbuka, aku akan memasukinya. Kau mendukungku?” “Aku mendukungmu,” katanya. Saya berdoa dengan tekun selama beberapa bulan selanjutnya agar Allah membukakan pintu bagi saya untuk terlibat dalam pelayanan. Sementara itu, saya melakukan apa saya yang dapat saya lakukan di gereja secara sukarela. Saya menjadi usher, bergabung dengan 0HQDQJJDONDQ%HEDQ pelayanan gereja ke penjara setempat, dan bahkan mengajar anak pendeta saya bermain tenis. (Saya pernah menjadi instruktur tenis selama tiga tahun ketika kuliah.) Beberapa bulan kemudian, pada 1983, ada pintu terbuka untuk melayani sepenuh waktu. Saya meninggalkan Rockwell dan mulai bekerja untuk gereja setempat saya. Pendapatan saya turun drastis, dan ayah saya mengira saya sudah tidak waras (begitu juga dengan bos saya di Rockwell). Teman-­teman lain mempertanyakan keputusan saya, dan saya sendiri juga melawan pikiran tentang bagaimana saya akan mencukupi kebutuhan keluarga saya. Di atas kertas semuanya mustahil;; pendapatan bulanan kami jauh lebih rendah dari total pengeluaran kami. Namun saya tahu, Tuhan merencanakan agar saya mengambil posisi itu. Maka Lisa dan saya menyerahkan kekhawatiran akan pemenuhan kebutuhan hidup kepada Allah. Kami tidak pernah tidak makan, dan selalu berkecukupan. Berulang-­ulang, tanpa kami memberi tahu siapa-­ siapa tentang kebutuhan kami, kami melihat Allah mencukupinya secara ajaib. Lisa dan saya diam-­diam akan menyampaikan kebutuhan kami kepada Allah, melawan serangan musuh yang mematahkan semangat dengan Firman Allah, dan menyaksikan pemeliharaan Allah yang ajaib dari waktu ke waktu. Saya teringat suatu ketika harus memilih antara memberikan persepuluhan dan membeli kebutuhan sehari hari. Itu sebenarnya bukan pergumulan yang berat karena kami sudah memutuskan untuk mengutamakan Allah dalam segala sesuatu. Maka kami memberikan 10 persen gaji kami untuk persembahan, yang berarti kami tidak memiliki sisa uang untuk membeli barang kebutuhan harian karena sisa 90 persennya harus digunakan untuk membayar tagihan dan pengeluaran lain yang tidak terduga—salah satunya mobil kami. Saat itu kami hanya memiliki satu mobil dan alternatornya sudah rusak. Karena terlampau sibuk melayani di gereja, saya tidak punya waktu untuk memperbaikinya. Selain itu, saya mengendarai mobil van gereja, jadi saya memiliki alat transportasi untuk bekerja. Mobil kami dibiarkan menganggur. Kemudian, beberapa hari setelah alternatornya rusak, salah satu roda belakangnya kempes. Makin parah lagi, roda cadangannya tidak dapat dipakai. Kami tinggal di Dallas, Texas, dan terik musim panas sungguh tak tertahankan. Suatu malam kami pulang dari tempat kerja dan menemukan salah satu kaca jendela mobil kami pecah berkeping-­keping. Ternyata bagian dalam mobil sudah menjadi 7DN.HQDO0HQ\HUDK begitu panas sehingga udaranya mengembang sampai meledakkan salah satu jendela. Rasa frustrasi saya memuncak. Saya geram. Sekalipun saya bisa membetulkan alternatornya, saya tetap tidak dapat mengendarainya karena bannya kempes. Kami menutup jendelanya dengan tas belanja dan selotip, namun saya tahu kalau hujan deras turun, jendela tambalan itu pasti akan jebol dan air masuk ke dalam mobil. Seiring dengan berjalannya waktu, kelembapan akan membusukkan bagian dalam mobil. Saya tidak tahan lagi keesokan harinya. Saya menelepon beberapa bengkel, namun perkiraan harganya semua di luar jangkauan kami. Kami sama sekali tak punya uang untuk memperbaiki mobil. Dengan gaji sebelumnya sebagai insinyur, masalah ini pasti segera teratasi. Saya harus melawan pikiran-­pikiran mengasihani diri dan bayangan mobil kami akan membusuk di tempat parkir. Akhirnya, saya angkat tangan. Saya mencari tempat yang sepi untuk bertemu dengan Allah dan berteriak, “Tuhan, Kaukatakan aku harus menyerahkan segala kekhawatiranku kepada-­Mu. Maka saat ini juga, aku menyerahkan kekhawatiranku akan mobil itu ke tangan-­Mu sepenuhnya. Itu bukan lagi kekhawatiranku, tapi kekhawatiran-­Mu. Kalau mobil itu membusuk, itu bukan lagi kesalahanku karena sudah bukan lagi urusanku! Aku mau fokus pada apa yang Kauperintahkan untuk kulakukan. Sekarang aku bersyukur kepada-­Mu karena menyediakan solusinya.” Saya berteriak dengan kuat dan lantang dan bersungguh-­sungguh. Dan untuk pertama kalinya sejak alternator itu rusak, saya mulai merasakan damai sejahtera lagi. Persis seperti yang dijanjikan Firman Allah: Janganlah khawatir akan suatu apa pun, melainkan bawalah segala sesuatu dalam doa. Sampaikan kebutuhan Saudara kepada Allah dan jangan lupa bersyukur atas jawaban-­Nya. Bila Saudara melakukan hal-­hal ini, Saudara akan mengalami damai Allah yang jauh melebihi pengertian akal manusia. Damai-­Nya akan menjadikan pikiran dan hati Saudara tenang dan tenteram, sementara Saudara memercayakan diri kepada Kristus Yesus. (Filipi 4:6-­7, FAYH) Kemudian saya mulai menghadapi musuh. Saya berbicara dengan keras dan sungguh-­sungguh, “Iblis, dengarkan aku ya. Allahku, Bapaku, memenuhi segala kebutuhanku menurut kekayaan kemuliaan-­ 0HQDQJJDONDQ%HEDQ Nya. Aku takkan kekurangan, karena aku mencari dahulu kerajaan-­ Nya dan semua yang kubutuhkan ditambahkan kepadaku. Maka, aku melawanmu di dalam nama Yesus dan memerintahkan engkau untuk menjauhkan tangan kotormu dari keuangan kami dan mobil kami.” Rasanya ada sesuatu yang lepas. Tak lama kemudian saya mulai tertawa. Pikir saya, Jangan-­jangan aku sudah tidak waras. Namun sukacita itu memancar dari sebuah sumur yang sangat dalam di dalam diri saya. Saya tahu itu sukacita Tuhan, yang akan menjadi kekuatan yang saya perlukan. Dengan kekuatan itu saya tahu saya dapat terus berlari dalam perlombaan dengan tak kenal menyerah. Kekhawatiran saya sekarang berada di dalam tangan Allah yang kuat dan musuh sudah diikat. Saya menanti-­nantikan persediaan Allah. Keesokan harinya, seorang teman Lisa berkunjung dan melihat mobil kami yang rusak di tempat parkir apartemen kami. Benar-­benar tidak sedap dipandang. Ia berkata, “Lisa, aku punya teman mekanik. Bisa kuhubungi dia untuk melihat apa yang bisa dilakukannya untukmu dan John?” Temannya akhirnya memperbaiki semua kerusakan dengan biaya jauh lebih kecil dari yang diminta bengkel lain. Kami melihat Allah mencukupi kebutuhan kami secara menakjubkan, dan hal itu menguatkan kami. Namun, karena sudah memberikan persepuluhan, kami masih belum punya uang untuk berbelanja kebutuhan sehari-­hari, dan saya masih belum akan mendapat gaji sampai dua belas hari lagi. Suatu malam kami duduk di mobil dan menangis bersama. Air mata kami meleleh bukan karena tidak percaya, melainkan karena frustrasi. Kami tidak paham mengapa kami harus berjuang untuk mendapatkan segala sesuatu, sedangkan orang lain dapat hidup dengan tenang. Sama seperti rasul Paulus, kami belum memahami apa yang berlangsung di balik pencobaan yang kami alami. Kami memandang pencobaan itu sebagai perkara yang merepotkan, menjengkelkan, dan membuang-­buang waktu kami. Kami tidak menyadari bahwa kami sedang dikuatkan di dalam anugerah Allah, agar nantinya kami dapat menghadapi tantangan yang lebih besar untuk mendatangkan kemuliaan yang lebih besar bagi Allah. Setelah menangis beberapa saat, Lisa dan saya meneguhkan kepercayaan kami kepada Firman Allah dan terus melanjutkan misi ilahi kami. Dua hari kemudian, ada suami-­istri dari San Antonio yang datang berkunjung, yang baru pertama kali kami jumpai, dan mereka mendekati saya. Mereka berkata, “John, kami tidak tahu mengapa, tetapi Allah terus berbicara kepada kami untuk memberikan kepadamu 7DN.HQDO0HQ\HUDK ini.” Mereka menyerahkan kepada saya amplop berisi cek senilai 200 dolar. Lisa dan saya takjub. Tidak ada orang lain kecuali Allah yang mengetahui keadaan kami, dan Dia mencukupi kebutuhan kami sekali lagi. TARAF BARU DALAM MENYERAHKAN KEKHAWATIRAN Beberapa tahun kemudian setelah bertumbuh dan berkembang dalam iman dan kedewasaan kami, saya menerima kedudukan sebagai gembala kaum muda di sebuah gereja yang sangat besar di Florida. .DPL NHPEDOL PHQJKDGDSL WDQWDQJDQ ÀQDQVLDO EHUXSD EHUNXUDQJQ\D pendapatan. Saat itu kami sudah punya anak laki-­laki berumur delapan belas bulan, jadi kondisinya memang jauh lebih menantang. Kembali kami menyerahkan kekhawatiran kami kepada Allah, melawan musuh, dan melihat pemeliharaan-­Nya yang ajaib. Saya tetap berfokus pada misi, dan pemeliharaan-­Nya berulang-­ulang terjadi, sering secara spektakular. Pada September 1988, Allah menunjukkan kepada saya bahwa sudah tiba waktunya bagi saya untuk beralih ke fase berikutnya dalam pelayanan—berkeliling dan berkhotbah sepenuh waktu. Saya menundukkan diri pada kepemimpinan pendeta saya, maka saya memutuskan untuk tidak mengucapkan sepatah kata pun dan menunggu Allah menunjukkan kepadanya apa yang Dia siapkan bagi saya. Tidak ada orang lain yang tahu apa yang saya dapatkan dalam doa itu kecuali Lisa dan seorang teman yang tinggal di negara bagian lain. Pada Februari 1989, pendeta saya memimpin pertemuan staf dan menceritakan penglihatan yang begitu jelas yang dialaminya malam sebelumnya. Ia bercerita bagaimana ia melihat Lisa dan saya meninggalkan gereja untuk berkeliling dan melayani sepenuh waktu. Saat saya mendengarkan ceritanya, saya mulai menangis. Roh Kudus telah meneguhkan kehendak-­Nya, sama seperti Dia melakukannya pada Barnabas dan Paulus dalam Kisah Para Rasul 13:1-­5. Enam bulan kemudian, pada Agustus 1989, dalam kurun waktu tiga minggu saya menerima undangan untuk berbicara dalam tujuh acara pada bulan-­bulan berikutnya. Saya memberi tahu pendeta saya dan ia tersenyum, tertawa, dan berkata, “Ini yang telah Tuhan perlihatkan kepadaku. Sepertinya kau sudah siap berangkat.” Lalu ia 0HQDQJJDONDQ%HEDQ berkata, “John, pergilah sebanyak mungkin sepanjang musim gugur ini dan gereja masih akan terus membayar gajimu sampai akhir tahun. 3DGDWDQJJDOVDWX-DQXDULNDPXDNDQPDQGLULVHFDUDÀQDQVLDOµ Selama beberapa bulan kemudian saya bepergian ke tujuh tempat itu dan berkhotbah dalam kebaktian yang bagus, namun tidak ada undangan lain yang datang. Saya sudah akan dilepaskan untuk mandiri, namun tidak ada tempat yang dapat saya datangi. Pendeta saya memperhatikannya dan, dua bulan sebelum gaji saya dihentikan, ia memberi saya surat rekomendasi yang luar biasa dan alamat enam ratus gereja di Amerika yang pernah dilayaninya. (Ia hamba Tuhan yang sangat terkenal, baik secara nasional maupun internasional.) Segera saja saya mulai menyiapkan alat tulis dan amplop. Saya berencana memasukkan suratnya beserta surat dari saya dan mengirimkannya ke enam ratus gereja itu. Saya sudah menyelesaikan sekitar empat puluh amplop ketika saya mendengar Roh Kudus berbicara kepada saya, Anak-­Ku, apa yang sedang kaulakukan? “Aku memberi tahu para pendeta ini bahwa aku siap untuk melayani di gereja mereka,” jawab saya. Kau akan menyimpang dari kehendak-­Ku. “Tapi, Tuhan,” kata saya, “tidak ada orang di luar sana yang tahu siapa aku.” Aku tahu. Percayalah kepada-­Ku. Pada saat itu saya harus mengambil keputusan. Saya memilih kerendahan hati dengan mematuhi bimbingan Allah yang berbicara dalam hati saya, atau saya dapat berusaha mengamankan diri sendiri melalui upaya pemasaran pribadi. Dengan kata lain, saya akan menyerahkan kekhawatiran saya kepada Dia, atau saya akan menggenggam kekhawatiran itu di tangan saya sendiri. Saya segera mengambil keputusan. Sebelum pikiran atau perasaan saya dapat menahan saya, saya menyobek empat puluh amplop yang sudah beralamat itu. Entah aku ini mendengarkan suara Allah atau aku sudah gila, pikir saya. Waktu berlalu. Saat itu sudah pertengahan Desember dan saya tinggal punya dua undangan. Yang satu untuk minggu pertama bulan Januari di kota kecil di South Carolina, di sebuah gereja kecil yang beribadah di sebuah rumah duka. Yang lainnya dijadwalkan pada akhir Februari di sebuah gereja kecil di perbukitan Tennessee. Pada saat itu, pendeta kami sangat mencemaskan keadaan kami. 7DN.HQDO0HQ\HUDK Ia baru saja hendak memulai acara televisi harian, yang nantinya akan disiarkan ke seluruh dunia. Lisa memiliki pengalaman sebagai produser acara televisi, maka pendeta kami menawarinya pekerjaan untuk memproduksi acara baru dengan gaji 45 dolar per jam. Saya sangat lega dan bergairah! Begitu juga dengan Lisa. Pekerjaan itu dapat menghasilkan uang yang sangat kami perlukan selagi pelayanan keliling saya menunggu momentum. Namun beberapa hari kemudian ketika saya sedang berdoa, Roh Kudus kembali berbicara ke dalam hati saya. Anak-­Ku, kalau Lisa menerima pekerjaan sebagai produser televisi, maka berapa pun yang LDKDVLONDQVHFDUDÀQDQVLDOVHMXPODKLWXODK\DQJDNDQGLNXUDQJLGDUL persembahan yang kauterima dalam pelayanan keliling. Aku tidak ingin ia bekerja untuk pendetamu. Aku ingin ia mendampingimu. Saya kaget. Saya menceritakannya kepada Lisa dan, betapa terkejutnya saya, ia sepakat. Ia menerima pesan yang sama dalam waktu doanya! Kami menolak tawaran pendeta kami, namun ia masih mencemaskan keadaan kami. Saat itu sudah akhir Desember. Pendapatan saya dari gereja sudah hampir berhenti, dan saya hanya tinggal memiliki dua undangan berkhotbah itu. Sekali lagi pendeta kami mendekati kami. “John, pada Minggu pagi, dalam kebaktian kita yang disiarkan televisi, aku akan memintamu naik ke mimbar dan mengumumkan pada semua pendeta yang menonton di seluruh negara ini bahwa kamu dilepaskan ke dalam pelayanan keliling dan siap melayani di gereja mereka. Lebih jauh lagi, gereja kita akan memberimu dukungan bulanan.” Kembali, saya sangat bahagia. Hamba Tuhan ini mungkin salah satu pendeta yang paling terkenal di Amerika, dengan jutaan orang biasa menonton acaranya. Saya yakin ini cara Allah untuk mengutus saya ke medan tempur untuk melakukan panggilan-­Nya bagi saya. Namun beberapa hari kemudian ketika saya sedang berdoa, Roh Kudus berbicara kembali: Anak-­Ku, pendetamu tidak akan memperkenalkanmu melalui kebaktian yang disiarkan di televisi, dan gereja itu tidak akan memberimu dukungan bulanan. Saya menjadi frustrasi. “Mengapa tidak?” protes saya. “Pendeta kami mengatakan ia akan mengumumkannya!” Segera saya saya mendengar dalam hati saya, Karena Aku tidak akan membiarkannya melakukannya, dan ia orang yang mau mendengarkan suara-­Ku. 0HQDQJJDONDQ%HEDQ “Mengapa Engkau tidak membiarkannya melakukan apa yang dijanjikannya kepadaku?” Kemudian Tuhan mengatakan kepada saya sesuatu yang tidak akan pernah saya lupakan: Karena kalau begitu, ketika kamu nanti menghadapi masa-­masa yang sulit, kamu akan berlari kepadanya, bukan kepada-­Ku. Betul saja, pendeta kami tidak jadi mengundang saya maju ke panggung di depan para penonton televisi. Nyatanya, ia tidak pernah menyebut-­nyebut pelayanan baru saya sama sekali, dan ia tidak memberi saya dukungan bulanan. Dan saya sangat bersukacita ia tidak melakukan keduanya. Hal itu memaksa saya untuk mempercayakan kekhawatiran saya pada Allah, untuk berdoa dan berjuang, bukannya meminta bantuan dari orang yang memiliki uang atau pengaruh yang kita miliki. Januari pun datang dan, betul saja, gereja menghentikan gaji kami. Lisa dan saya tinggal memiliki 300 dolar. Kami saat itu sudah memiliki dua anak kecil—Addison, tiga setengah tahun, dan Austin, sembilan bulan. Pengeluaran bulanan kami 1.000 dolar untuk hipotek rumah dan 200 dolar untuk mobil kami. Saya tidak tahu akan mendapatkan uang dari mana lagi. Saya berdoa habis-­habisan, dan hal itu mendorong saya semakin dekat dengan dan mengandalkan Roh Kudus. Kami melihat pintu-­pintu terbuka secara amat unik. Undangan khotbah pertama saya, di gereja yang beribadah di rumah duka, berupa serangkaian kebaktian yang dahsyat. Kebaktian itu berlanjut sampai minggu berikutnya. Berita menyebar dan ada pendeta lain yang datang dari Columbia, South Carolina. Pada kebaktian terakhir, ia meminta maukah saya datang ke gerejanya. Lisa dan saya pergi, dan gerejanya membawa kami ke gereja lain. Begitu seterusnya. Sekian bulan berlalu dan sekali lagi jadwal saya kosong. Kami VDQJDW WHUWHNDQ VHFDUD ÀQDQVLDO QDPXQ NDPL WLGDN VDPSDL WHODW membayar tagihan. Pagi-­pagi suatu hari saya keluar untuk berdoa. “Allah, Bapaku, aku melakukan perintah-­Mu,” teriakku. “Jika Engkau tidak menyediakan kebaktian dan keuangan untuk keluargaku, maka aku akan bekerja menjadi tukang bungkus barang di toko, dan aku akan memberi tahu orang-­orang bahwa Engkau tidak dapat memeliharaku. Bapa, aku tidak mau menjual diriku. Kalau Engkau memang memanggilku, Engkau akan membukakan pintu. Aku menyerahkan kekhawatiran ini sepenuhnya kepada-­Mu.” Saya berpaling ke utara dan memerintahkan pintu-­pintu terbuka. 7DN.HQDO0HQ\HUDK Kemudian saya menghadap ke selatan, ke timur, dan akhirnya ke barat, setiap kali memerintahkan pintu-­pintu terbuka. Kemudian saya memerintahkan agar musuh mundur, mengatakan pada Iblis bahwa ia tidak dapat menghambat langkah-­langkah yang telah Allah tetapkan untuk kami tempuh. Tidak lama sesudah itu, sebuah gereja di Michigan mengundang saya untuk melayani dalam kebaktian selama empat hari. Pegerakan Allah sungguh-­sungguh terjadi. Kebaktian empat hari itu berubah menjadi kebaktian berminggu-­minggu. Orang berdatangan ke kebaktian dari tempat sejauh sembilan puluh mil, membuat gereja penuh sesak setiap malam. Saya menelepon Lisa, yang bersama anak kami ke telepon umum di dekat rumah orangtua saya di Florida. Saya menceritakan kepadanya tentang kebaktian itu, yang belum jelas kapan akan berakhirnya, dan bahwa saya mengirimkan tiket untuknya dan anak-­anak agar bergabung dengan saya di Michigan. Seorang pendeta yang sedang berlibur duduk di dekat Lisa dan mendengar pembicaraan telepon kami. Ia mendekati Lisa dan berkata, “Maafkan saya, tadi saya mendengar percakapan teleponmu dengan suamimu. Saya gembala gereja beranggota seribu lima ratus orang di New York. Saya sangat lapar akan pergerakan Allah di tengah umat-­Nya. Saya merasa Tuhan menyuruh saya untuk mengundang suamimu.” Maka, setelah kebaktian di Michigan, kami pergi ke New York. Ternyata juga terjadi kebaktian yang penuh kuasa. Kami berulang-­ ulang kembali ke gereja itu. Hal semacam ini berlanjut minggu demi minggu. Nyatanya, selama empat tahun pertama pelayanan keliling saya tidak pernah menulis satu surat atau menelepon ke gereja meminta diundang. Setiap pertemuan terbuka begitu saja seperti yang saya ceritakan atau berlangsung dalam cara lain yang ganjil. PEMELIHARAAN YANG BERLANJUT Saya akan mengulangi, saya dibesarkan dengan pola pikir yang sangat menekankan pentingnya bagi seorang laki-­laki untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Surat 1 Timotius 5:8 meneguhkan keyakinan ini dengan menyatakan bahwa jika saya tidak melakukannya, berarti saya lebih buruk dari orang yang tidak percaya. Mencukupi kebutuhan keluarga adalah urusan yang sahih dan saleh. Akan tetapi, jika saya menjadikan urusan ini sebagai prioritas, saya tidak akan pernah 0HQDQJJDONDQ%HEDQ melangkah dengan iman untuk menaati Allah. Kekhawatiran itu akan menjadi beban yang sangat memperlambat saya dalam perlombaan. Setelah berkeliling selama beberapa tahun, saya memiliki kesempatan untuk mengamati hamba Tuhan lain yang memilih jalan yang berbeda—yang tidak menyerahkan kekhawatiran mereka sepenuhnya kepada Allah. Sama seperti sepuluh mata-­mata, mereka tampaknya menghitung persediaan mereka menurut kemampuan mereka sendiri. Saya mengamati bagaimana mereka menjual diri, memberikan isyarat tertentu untuk mengungkapkan keinginan mereka, memainkan intrik politik. Saya berduka untuk mereka, menyadari bahwa panggilan Tuhan dalam hidup mereka sungguh besar, namun mereka menjual diri mereka, dan Allah, secara murah. Sampai saat ini pun, banyak di antara para pemimpin yang masih belum masuk ke dalam pemerintahan kerajaan Allah. Hati saya sungguh sedih ketika mendengar seorang pendeta berkata, “Tidak tahukah Anda, iman tanpa keinginan itu mati.” Pada tahun pertama kami berkeliling, Lisa dan saya melihat Allah mencukupi kebutuhan kami secara menakjubkan. Suatu bulan kami memerlukan hampir 700 dolar untuk membayar hipotek, yang harus dilunasi keesokan hatinya. Saya pergi ke kotak surat dan di sana ada surat dari pasangan hippy yang tinggal di Alabama. Mereka memiliki delapan anak dan tidur di lantai beralas kotak kayu dan kasur. Surat itu berbunyi, John dan Lisa, kami tidak tahu mengapa, tapi Allah menanamkan dengan kuat dalam hati kami untuk mengirimkan kepadamu cek sebesar 300 dolar ini. Malam itu, saya berbicara di gereja yang beranggota hanya empat puluh orang. Pendeta memberi saya persembahan dalam kantong kertas. Saya pulang ke rumah dan bersiap pergi tidur, lalu teringat saya belum menghitung persembahan itu. Karena Lisa dan saya sudah menyerahkan kekhawatiran kami kepada Allah, jujur saja saya tidak khawatir soal pembayaran rumah yang batas waktunya esok hari. Saya bangun dan menghitung persembahan itu. Jumlahnya 397,26 dolar. Digabungkan dengan pemberian dari orang hippy itu, cukup untuk pembayaran rumah kami. Sekali lagi, Allah memenuhi kebutuhan kami. Seiring dengan berjalannya waktu, saya mulai memahami proses yang Allah gunakan untuk melatih kami. Lisa dan saya harus terlebih dahulu belajar menyerahkan kekhawatiran kami kepada Allah dalam perkara-­perkara kecil, seperti alternator mobil itu. Penting bagi kami untuk belajar percaya dan berjuang ketika gaji kami sedikit. Mengapa? 7DN.HQDO0HQ\HUDK Karena ketika kami masuk ke pelayanan keliling sepenuh waktu, kami beralih dari gaji sedikit ke tanpa gaji. Kami sudah bertumbuh dalam iman dan kami siap untuk menghadapi misi yang lebih sulit. Tantangan yang kami hadapi selama tahun pertama berkeliling membantu kami bertumbuh semakin dewasa lagi dan mempersiapkan kami menuju level iman berikutnya yang kami perlukan. Saat saya menulis buku ini, anggaran kami di Messenger International lebih dari 100.000 dolar per minggu. Jika saya tidak belajar untuk menyerahkan kekhawatiran saya kepada Tuhan dan memercayai Dia langkah demi langkah, saya akan kewalahan saat ini. Tetapi kabar baiknya adalah, Saya tidak pernah kehilangan waktu tidur semenit pun gara-­gara memikirkan persediaan kami. Damai sejahtera Allah, yang benar-­benar melampaui akal budi, secara luar biasa menjaga dan melindungi hati dan pikiran kami di dalam Kristus Yesus, persis seperti yang Allah janjikan. DARI IMAN KEPADA IMAN Proses yang Allah gunakan untuk membangun iman kami mengingatkan saya pada bina raga. Ketika saya berumur tiga puluh lima tahu, saya begitu sibuk berkeliling dan berkhotbah sehingga saya menganggap pergi ke gym itu membuang-­buang waktu. Akibatnya, saya nyaris pingsan di panggung pada suatu hari Minggu di Atlanta, Georgia. Tetangga sebelah kami seorang pegulat profesional, anggota World Wrestling Federation. Ia, istrinya, dan anak-­anaknya berteman baik dengan kami. Ia sebelumnya pernah mengajak saya ke gym, tapi saya menolaknya. Setelah kejadian di Atlanta, sikap saya pun berubah. Saya bertanya apakah ia bisa menolong saya agar lebih bugar. Teman sangat itu badannya besar, beratnya 118 kg dengan lemak tubuh hanya 4 persen. Bisep dan trisepnya lebih besar dari paha saya. Kami mulai pergi ke gym secara teratur. Saya bertemu dengan beberapa temannya, binaragawan bertubuh besar, dan mengamati teknik pelatihan mereka. Saya mendapati bahwa mengangkat beban yang ringan dengan berulang-­ulang tidak membentuk otot yang besar. Namun, mereka akan mengangkat beban yang cukup berat, yang dapat mereka angkat maksimal sebanyak tiga atau empat kali. Saya melihat mereka mengangkat beban tiga kali, namun pada angkatan keempatlah seluruh aksi memuncak. Orang yang berada di bangku latihan sebenarnya tidak memiliki kekuatan untuk mengangkat keempat 0HQDQJJDONDQ%HEDQ kalinya, namun wajahnya berkerut-­kerut, otot-­ototnya mencuat, tubuhnya gemetar, dan teman-­temannya semua berteriak “Dorong!” atau “Angkat!” Dan ia akan mendorong dengan segenap kekuatan untuk keempat kalinya. Saat itulah otot-­otot dalam tubuh menanggapi dan bertumbuh. Ketika pertama kali di gym saya hanya dapat mengangkat beban seberat 43 kg, dan hal itu berlangsung sepanjang bulan pertama latihan saya. Kemudian saya dapat mengangkat beban lebih berat secara bertahap menjadi 61 kilo;; setelah enam bulan menjadi 84 kilo, dan akhirnya sampai 93 kilo. Akan tetapi, saya terhenti di 93 kilo sampai beberapa tahun. Kemudian seorang mantan binaragawan bekerja untuk pelayanan kami. Saat kami berbicara, ia mengingatkan saya akan apa yang diperlukan untuk meningkatkan kekuatan dan membentuk otot. Saya sudah lupa bahwa untuk membentuk otot, Anda harus berlatih secara maksimal dengan repetisi rendah. Kami pun memulai proses pembentukan otot kembali dan berlanjut sampai ia menyertai saya dalam perjalanan pelayanan ke Fresno, California. Saat rehat dari konferensi, beberapa dari kami pergi ke gym, dan mereka memutuskan untuk menjajal kemampuan saya. “John,” kata rekan saya, “kau harus mengangkat beban seberat 102 kilo hari ini.” Kata saya, “Tidak mungkin.” “Ya, kamu bisa! Ayo, ambil posisi, dan kami akan mengawasimu.” Benar saja, saya berhasil mengangkat 102 kilo. Saya sangat bersemangat. Saya terus berlatih dan berhasil mengangkat 111 kg. Namun, kembali saya mandek di situ. Sasaran saya, yang sebenarnya saya anggap mustahil tercapai, adalah suatu hari dapat mengangkat 143 kilo. Saya pergi ke gereja di Detroit, Michigan, dan pendetanya menceritakan bahwa salah satu anggota jemaatnya adalah pelatih bina raga nasional yang terkenal. Pastor itu sendiri baru-­baru ini sudah berhasil mengangkat beban 245 kilo. Sehari setelah kebaktian hari Minggu, pendeta itu mempertemukan saya dengan pelatih itu dan saya berhasil mengangkat beban 120 kilo. Saya sangat bersemangat! Ia memberikan program latihan yang intensif, yang dijalankan dengan tekun oleh saya dan anggota staf pelayanan selama beberapa bulan berikutnya. Ketika saya kembali lagi ke gereja Detroit itu, saya berkhotbah tentang Roh Kudus pada kebaktian Minggu pagi dan malam. Pada 7DN.HQDO0HQ\HUDK Senin pagi kami pergi ke gym, dan pelatih itu berkata pada saya, “John, tadi malam saya bermimpi kamu mengangkat beban 136 kilo.” “Tidak mungkin,”saya tergelak. Ia memandang saya dan berkata, “Hei, bung, kamu berbicara seharian kemarin tentang bagaimana Roh Kudus berkomunikasi dengan kita. Dia berkomunikasi pada saya tadi malam. Jadi, tenanglah, dan ambillah posisimu. Kamu akan mengangkat beban 136 kilo hari ini.” Dengan bijak saya menutup mulut dan berbaring di bangku latihan. Setelah pemanasan, teman saya meletakkan beban 136 kilo di palang. Ia berbicara dengan tegas: “Langsung angkat saja saat palang ini turun. Tak perlu memikirkannya. Langsung angkat!” Ia dan orang-­orang lain di sekeliling kami berteriak, “Dorong! Dorong! Dorong!” saat palang mencapai titik terendah dan saya mendorongnya dengan segenap kekuatan saya. Palang itu terangkat naik! Terus naik! Mereka mengambil palang itu, dan saya melompat dari bangku, berteriak penuh sukacita. Saya terheran-­heran. Pelatih saya membiarkan saya merayakannya selama lima menit, kemudian menatap saya dengan tajam. “Sekarang kamu akan mengangkat 143 kilo.” “Tidak mungkin—kamu juga mimpi begitu tadi malam?” tanya saya. Ia hanya tersenyum dan dengan sopan berkata, “Diamlah dan ambil posisimu.” Benar saja, pada usia empat puluh empat tahun, saya berhasil mengangkat beban 143 kilo. Saya melompat-­lompat penuh semangat. Saya tidak lupa menelepon Lisa dari bandara Detroit untuk mengabarkan hal itu. Nantinya, Allah memperlihatkan pada saya bahwa para pelatih ini—anggota staf saya, pendeta di California, dan pelatih nasional di Detroit—itu semuanya seperti Roh Kudus. Ingatlah perkataan Paulus: Allah setia pada janji-­Nya. Ia tidak akan membiarkan Saudara dicoba lebih daripada kesanggupanmu. Pada waktu Saudara ditimpa oleh cobaan, Ia akan memberi jalan kepadamu untuk menjadi kuat supaya Saudara dapat bertahan. (1 Korintus 10:13, BIS) 0HQDQJJDONDQ%HEDQ Para pelatih itu tahu apa yang dapat dan tidak dapat saya tangani. Mereka tahu belum saatnya memasang beban seberat 184 kilo ketika saya baru sanggup mengangkat 143 kilo. Mereka cakap dan dapat mengenali potensi saya. Saya begitu terkesan akan kemampuan mereka untuk melihat melampaui apa yang dapat saya lihat. Setiap kali saya tidak dapat membayangkan diri saya mengangkat beban seberat yang mereka bayangkan. Mereka melihat kekuatan dan potensi yang tidak saya ketahui keberadaannya. Begitu juga dengan Roh Kudus. Dia tahu apa yang dapat dan tidak dapat Anda atasi. Jika teman saya pegulat profesional itu sudah langsung memasang beban seberat 143 kilo ketika pertama kali saya pergi ke gym, apa yang akan terjadi? Palang itu akan meluncur turun nyaris secepat gravitas, menghantam tulang iga saya, dan kemungkinan menewaskan saya. Saya harus memulainya dari 43 kilo dan secara bertahap meningkatkannya. Begitu juga, Roh Kudus tahu apa yang disediakan bagi Lisa dan saya. “Bukankah Aku sendiri tahu Roh Kudus Dia tahu rencana-­rencana-­Ku bagi kamu?” apa yang dapat ÀUPDQ $OODK <HUHPLD %,6 ,D dan tidak dapat harus membangun iman kami, dan Anda atasi. dalam proses pembentukan itu, kami harus belajar untuk menyerahkan kekhawatiran kami kepada Dia. Hal itu tidak pernah terasa nyaman, namun senantiasa mendatangkan berkat. Sering kali saya harus melawan perasaan ingin berhenti atau menyerah, namun saya tidak dapat melakukannya semata-­mata karena Yesus tidak pernah menyerah pada saya. Kami tetap setiap menjalani misi ilahi kami dan terus mengatasi rintangan yang muncul di sepanjang jalan. Jika sekarang kami menengok ke belakang, gaji yang rendah, masalah alternator, tantangan persediaan dana, dan pencobaan lain yang kami lewati adalah blok-­blok pembangun untuk menguatkan kami dalam menghadapi apa yang akan terjadi. Kalau kami harus memulai dengan memercayai Allah untuk mencukupi kebutuhan sebesar 100.000 dolar per minggu, itu kira-­kira seperti memasang beban seberat 143 kilo pada hari pertama saya datang ke gym. Tidak, Roh Kudus harus secara bertahap dan dengan terus-­menerus membangun kami sampai kami dapat memercayai Allah untuk hal-­hal yang lebih besar. 7DN.HQDO0HQ\HUDK JANGAN MENGAMBIL JALAN PINTAS Perlawanan yang kami hadapi pada hari-­hari pertama proses pelatihan kami berkaitan dengan kebutuhan pribadi: memperbaiki motor, membeli barang-­barang kebutuhan harian, melunasi tagihan, membayar hipotek rumah. Namun perlawanan yang kami hadapi saat ini jarang berkenaan dengan kebutuhan pribadi kami, namun berkenaan dengan kesejahteraan orang banyak yang sudah Allah percayakan kepada pelayanan kami. Jika kami mengambil jalan pintas pada awal proses pelatihan Allah, kami tidak akan memiliki kekuatan untuk melayani mereka yang Allah serahkan kepada kami. Dia harus mencari orang lain untuk melakukannya. Berapa banyak pelayanan yang tidak mampu menjangkau orang yang Allah tetapkan untuk mereka jangkau karena mereka tidak menyelesaikan proses pelatihannya? Jika mereka tidak memakai iman mereka untuk mengangkat 68 kilo tantangan pada waktu itu, mereka tidak akan mampu menanggung tantangan 143 kilo saat ini. Sungguh menyedihkan, Allah harus mencari orang lain lagi untuk menyelesaikan tugas mereka. Berapa banyak pengusaha yang mandek jauh di bawah taraf panggilan Allah karena mereka tidak masuk ke dalam pemerintahan melalui pencobaan yang mereka hadapi? Alih-­alih percaya kepada Allah, mereka mengandalkan institusi manusia dan menggunakan teknik yang manipulatif atau mendominasi untuk mengatasi pencobaan mereka. Akibatnya, mereka tidak mencapai potensi yang Allah karuniakan bagi mereka. Saya nyaris yakin bahwa sepuluh mata-­mata Israel itu tidak melewati proses pelatihan seperti yang dialami Kaleb dan Yosua. Mereka kemungkinan besar mengambil jalan memutar ketika menghadapi pencobaan dan kesusahan, bukannya percaya kepada Allah. Mereka tidak membangun iman mereka. Maka, ketika momen yang menentukan dalam hidup mereka itu datang, mereka tidak memiliki kekuatan iman untuk percaya. Bapa kita mengetahui program pelatihan terbaik bagi kita masing-­ masing. Dan meskipun Dia tidak mendatangkan kesusahan, Dia mengizinkan hal itu terjadi untuk menguatkan kita demi mencapai panggilan hidup yang ditetapkan-­Nya bagi kita. Jangan mengambil jalan pintas dalam menempuh proses pelatihan. Pencobaan yang Anda hadapi saat ini mempersiapkan Anda untuk 0HQDQJJDONDQ%HEDQ pencapaian besar yang akan Anda raih esok. Ingatlah selalu, sahabat saya, bahwa Allah tidak akan membawa Anda menghadapi suatu tantangan tanpa terlebih dahulu menyediakan pelatihan yang Anda perlukan untuk menghadapi tantangan itu dengan sukses. Belajarlah untuk menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Dia dalam kerendahan hati yang sejati sehingga Anda dapat bertumbuh dari kemuliaan ke dalam kemuliaan yang semakin besar, dari iman kepada iman yang semakin besar, dan semakin hari semakin kuat. 12 SADAR DAN BERJAGA-JAGA Demikian juga, hai orang-­orang muda, tunduklah kepada orang-­ orang yang tua. Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: “Allah menentang orang yang congkak, tetapi memberi anugerah kepada orang yang rendah hati. ” Karena itu, rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-­Nya pada waktunya. Serahkanlah segala kekhawatiranmu kepada-­Nya, sebab Ia memelihara kamu. Sadarlah dan berjaga-­jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-­aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu bahwa semua saudara seimanmu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama. 1 PETRUS 5:5-­9 S ebelum menggali lebih lanjut nasihat Petrus yang kaya makna, saya akan merangkumnya: Rasul Petrus membahas anugerah yang benar-­benar dari Allah. Anugerah itu bukan hanya untuk keselamatan dan pengampunan dosa kita, tetapi juga memampukan kita untuk bersinar di dunia yang gelap dan terhilang. Namun, untuk menjadikan diri kita unggul, tak ayal kita akan menghadapi perlawanan;; pasti ada perjuangan. Karena itu, kita juga harus diperlengkapi dengan senjata anugerah. Mempersenjatai diri kita dimulai dengan kerendahan hati karena anugerah diberikan kepada orang yang rendah hati. Dalam terjemahan bahasa Inggris, Paulus menasihati kita untuk “mengenakan” kerendahan hati seperti pakaian, dan salah satu aspek penting dari 7DN.HQDO0HQ\HUDK kerendahan hati yang sejati adalah menyerahkan kekhawatiran kita kepada Dia, bukannya berusaha mengatasi tantangan hidup semata-­ mata dengan kemampuan kita sendiri. Kita tidak dapat berlari dalam perlombaan, berjuang secara efektif, dan bertahan sampai akhir jika kita dibebani oleh berbagai urusan pribadi. Kekhawatiran, kegelisahan, dan ketakutan adalah musuh bagi panggilan hidup kita. Menyerahkan beban tersebut kepada Allah memampukan kita untuk berlari dengan lebih cepat dan memegang pedang kita dengan lebih kuat. Dengan kata lain, kerendahan hati yang sejati memerdekakan kita untuk melangkah maju secara positif dan leluasa melawan arus sistem dunia ini. Kalau tidak, kita harus menyeret sauh melalui kubangan kecemasan—suatu upaya yang mustahil, masih ditambah lagi dengan adanya perlawanan dari arus sungai. Kemudian, Petrus menasihati kita untuk sadar dan berjaga-­jaga. SADAR .DWDVDGDUGDSDWGLGHÀQLVLNDQVHEDJDL´VHULXVELMDNVDQDGDQNKLGPDWµ .DWDEDKDVD<XQDQLQ\DQHSKR\DQJGLGHÀQLVLNDQVHEDJDLDQWLWHVLVGDUL mabuk oleh anggur. Artinya “berpikiran sehat.” Saya mulai minum alkohol pada masa SMP dan berlanjut pada tiap akhir pekan pada masa SMA. Akan tetapi, ketika saya kuliah, kebiasaan minum itu makin meningkat karena saya tidak lagi berada di bawah pengawasan langsung orangtua. Tinggal di asrama juga tidak banyak membantu karena kami menganggap kehidupan kampus itu seperti sebuah pesta besar dengan belajar sebagai sambilannya. Tidak lama kemudian saya pun sering mabuk-­mabukan. Saya sangat bersukacita karena Yesus menyelamatkan saya pada tahun kedua kuliah—hanya Tuhan yang tahu bagaimana hancurnya saya seandainya tidak diselamatkan. Beberapa kali saya mampu dan baru tahu dari teman keesokan harinya hal-­hal bodoh dan menggelikan yang saya katakan dan saya lakukan. Dengan kata lain, seorang pemabuk kehilangan kesadarannya;; ia sama sekali tidak waspada. Asrama kami penuh dengan tukang olok-­olok, dan dengan segera kami mengetahui betapa mudahnya mempermainkan orang yang sedang mabuk. Kami dapat melakukan hal-­hal yang tidak mungkin kami lakukan saat orang itu sadar. Salah satu kelakar kami adalah pencurian. Orang itu bahkan tak tahu kalau 6DGDU'DQ%HUMDJDMDJD benda berharga miliknya diambil. Esoknya terjadilah kehebohan karena si korban akan menggeledah kamarnya dan seluruh asrama. Ia tidak tahu bagaimana dan kapan pencurian itu terjadi. Dengan panik, ia akan berlarian di asrama sambil mengerang, menggeram, dan bahkan kadang-­kadang berteriak selama ia mencari proyek laboratorium, dompet, foto pacar, atau benda berharga tertentu yang hilang. Setiap orang hanya meringis dan tertawa menyaksikan pertunjukan itu. Ketika kami merasa orang itu sudah cukup menderita, kami akan mengembalikan barangnya, lalu tertawa terbahak-­bahak. Tentu saja kami hanya bergurau, tetapi bagaimana jika seseorang benar-­benar mencuri barang berharganya? Jika tidak sadar, ia akan menjadi mangsa yang empuk dan dapat kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Kemabukan juga sangat tidak menguntungkan dalam perkelahian. Saya teringat di sebuah pesta menonton dua teman saya berkelahi— yang satu mabuk, yang lain sadar. Pada waktu lain, teman saya yang mabuk itu akan dengan gampang menghabisi lawannya itu, tetapi karena ia sedang mabuk, ia dipukuli habis-­habisan. Harus ada orang yang melerai agar ia tidak terluka parah. ,QJDWODKNLVDKQ\DWDGLEDOLNÀOP7KH*KRVWDQGWKH'DUNQHVV\DQJ saya singgung di bagian pendahuluan. Saya menceritakan dua laki-­ laki pemberani—Patterson, insinyur rel kereta api, dan Remington— pemburu terkenal dari Amerika—yang menaklukkan dua singa yang sudah menewaskan lebih dari 130 orang pria. Namun, saya belum menceritakan fakta bahwa pada akhirnya Remington tewas oleh salah satu singa. Beberapa hari setelah berburu, dua orang ini berhasil menembak dan membunuh singa pertama. Malamnya, dalam pesta perayaan, Remington minum-­minum sampai mabuk dan akibatnya ia tewas diterkam singa kedua, yang juga membunuh temannya. Remington terkenal di seluruh dunia karena kecakapannya dalam berburu, namun hal itu menjadi tidak berguna dan nyawanya melayang oleh serangan musuh karena ia mabuk. Ia memiliki senjata yang jauh lebih ampuh dari kemampuan singa itu, namun ia tidak sadar dan karena itu tidak waspada dalam menghadapi serangan maut si binatang buas. 7DN.HQDO0HQ\HUDK MABUK SECARA ROHANI Hal serupa dapat berlangsung secara rohani. Musuh dapat dengan mudah mencuri dari atau membinasakan mereka yang tidak sadar. Kita seharusnya dapat mengalahkannya dengan gampang dengan senjata anugerah, namun jika kita dalam keadaan Musuh dapat dengan mabuk, kita akan kehilangan kesadaran mudah mencuri dari atau kita dan ia dapat mengalahkan kita. membinasakan mereka Petrus memperingatkan bahwa Iblis yang tidak sadar. sedang berjalan keliling mencari orang yang dapat ditelannya (lihat 1 Petrus 5:8). Ia dapat menelan mereka yang sombong dan terbebani oleh kekhawatiran, namun mangsa yang paling empuk adalah orang percaya yang sedang mabuk. Apakah Petrus mengacu pada kecanduan alkohol? Bisa jadi, namun lebih dari itu, ia mengacu pada orang percaya yang mabuk akan anggur dunia ini. Menjelang akhir kitab Wahyu, Yohanes menggambarkan hukuman yang menimpa pelacur besar, Babel. Seorang malaikat berkata kepadanya, Lalu datanglah salah seorang dari ketujuh malaikat yang membawa ketujuh cawan itu dan berkata kepadaku, “Mari ke sini, aku akan menunjukkan kepadamu putusan atas pelacur besar, yang duduk di tempat yang banyak airnya. Dengan dia raja-­raja di bumi telah berbuat cabul, dan penghuni-­penghuni bumi telah mabuk oleh anggur percabulannya.” (Wahyu 17:1-­2) Ada berbagai pandangan tentang siapa yang dilambangkan sebagai pelacur besar ini. Ada yang mengatakan bahwa itu Gereja Katholik. Yang lain percaya bahwa itu mengacu pada kota kuno Babel, dan yang lain lagi percaya bahwa itu kota Roma atau Kerajaan Romawi. Secara pribadi, saya percaya “pelacur besar” itu adalah sistem keuangan dunia ini. Salah satu alasan kepercayaan saya adalah nama misterius yang tertulis pada dahinya, “Babel besar, ibu dari wanita-­ wanita pelacur dan dari kekejian bumi” (Wahyu 17:5). Saya tidak percaya bahwa Babel, Roma, Kerajaan Romawi, atau Gereja Katholik adalah Ibu dari Semua Percabulan dan Kekejian di muka bumi. Namun Kitab Suci menegaskan pada kita bahwa “akar segala kejahatan ialah cinta 6DGDU'DQ%HUMDJDMDJD uang” (1 Timotius 6:10) dan kita dapat dengan mudah mengganti kata kejahatan dengan percabulan dan kekejian, dan tetap mempertahankan makna sebenarnya ayat itu. Hal ini tidak perlu diperdebatkan panjang-­ lebar, namun perlu dipikirkan. Maksud saya adalah, cara yang digunakan sistem dunia ini sangat memikat panca indera sehingga dapat memabukkan. Perhatikanlah perkataan Yohanes dalam perikop di kitab Wahyu tadi: “penghuni-­ penghuni bumi telah mabuk oleh anggur percabulannya.” Jika seseorang mabuk oleh anggur kekhawatiran, kekayaan, dan kesenangan dunia, ia dapat dengan mudah diseret menjauh dari keintiman dengan Roh Kudus. Keadaan seperti itu sangat menyesatkan karena orang percaya bisa saja tampak saleh, namun sebenarnya mabuk oleh keinginan dunia ini. Saat ketajaman rohaninya menjadi tumpul, ia akan menjadi sasaran empuk pencurian, penyesatan, penghancuran, dan bahkan pembunuhan oleh musuh. Kemabukan seperti itu dengan jitu menggambarkan apa yang terjadi pada Salomo. Ia mengawali perjalanannya dengan berusaha mengetahui hikmat ilahi. Permintaannya dikabulkan dan, seperti biasanya, hikmat memampukan Salomo meraih kekayaan dan kesuksesan yang gemilang (lihat Amsal 8:11-­21). Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, Raja Salomo menjadi mabuk oleh berkat dari hikmat tersebut dan tidak lagi memandang kepada Allah yang mengaruniakannya. Ia mabuk dalam kesenangan, hawa nafsu, dan kekayaan dunia ini. Setelah mabuk, ia pun melakukan apa yang tak mungkin terlintas dalam pikirannya dalam keadaan sadar: ia mulai menyembah dewa-­dewa asing. Saya benar-­benar bingung melihat Salomo dapat menyerah pada situasi yang separah itu, apa lagi ia pernah berjumpa dengan Allah dua kali. Namun jika Anda melihat apa yang dilakukannya itu dari sudut pada kemabukan tadi, tindakannya jadi lebih mudah dipahami. Ketika teman seasrama atau saya sendiri sedang mabuk, kami melakukan hal-­ hal yang tidak mungkin kami lakukan selagi waras. Begitu juga dengan Salomo. Bagaimana kita menjaga diri agar tidak terjatuh ke dalam kebodohan itu dan tetap berpikiran sehat dan sadar? Jawabannya adalah dengan terus makan dan minum di dalam Tuhan, yang sungguh-­sungguh mendatangkan kepuasan. “Janganlah kalian mabuk oleh anggur, sebab itu akan merusakkan kalian,” kata Paulus. “Sebaliknya, hendaklah kalian dikuasai oleh Roh Allah” (Efesus 5:18, BIS). Menurut saya, ia bukan hanya berbicara tentang anggur saja, tetapi tentang apa saja yang 7DN.HQDO0HQ\HUDK dapat memabukkan kita dan mengalihkan fokus kita dari jalan-­jalan Allah. Itu bisa saja berupa perhatian yang berlebihan terhadap bisnis, lawan jenis, olah raga atau hobi tertentu, jejaring sosial—daftarnya tak ada habisnya. Aktivitas itu sendiri sebenarnya tidak berbahaya, karena kita tahu bahwa Allah “memberikan segala sesuatu kepada kita dengan berlimpah supaya kita menikmatinya” (1 Timotius 6:17, BIS). Sangat bagus dan sehat jika kita menikmati rekreasi, hiburan yang bersih, perlombaan olah raga, makanan, keindahan ala, dan bahkan berbagai hasil teknologi. Namun jika kita melakukannya secara berlebihan dan mendapatkan kepuasan dari situ, bukannya dari Allah sendiri, hal itu menjadi kecanduan yang memabukkan. Yesus harus menjadi kasih dan kerinduan utama kita;; kita hanya boleh mabuk oleh Roh Kudus. PERIKSALAH KONDISI ROHANI ANDA SECARA TERATUR Untuk tetap sadar—untuk mencegah hal-­hal dari dunia ini memabukkan dan melemahkan kita—setiap anak Allah harus melakukan pemeriksaan berkala. Kita harus dengan jujur bertanya pada diri sendiri, “Apa yang paling memuaskan rasa lapar dan rasa hausku?” Jangan menjawabnya secara sambil lalu;; bersikaplah sejujur-­jujurnya. Apa yang biasanya Anda lakukan untuk menghabiskan waktu luar? Apa yang terus-­ menerus menarik pikiran atau tindakan Anda? Jika itu pertandingan sepakbola, berarti Anda terlalu banyak minum Real Madrid atau Manchester United;; itu sudah bukan lain sebuah kegemaran, namun sudah berlebihan. Apakah lawan jenis adalah minuman favorit Anda? Apakah urusan mencari uang menyita pemikiran Anda? Maka Anda akan menemukan apa yang memabukkan Anda. Karena itulah, kita harus membaca, memperhatikan, dan merenungkan Firman Allah. Apa yang paling sering Anda minum, itulah yang akan membuat Anda kehausan. Apa yang paling sering Anda makan, itulah yang akan membuat Anda kelaparan? Saya teringat bagaimana pelatih tenis di SMA saya menjadi kecanduan Coca-­Cola. Awalnya satu botol sehari, menjadi dua, kemudian tiga. Pola ini berlanjut sampai ia begitu kecanduan Coke sehingga bisa menghabiskan satu peti setiap hari. Saya pernah membuka kulkasnya dan melihat dua atau tiga peti Coke, dan disamping kulkas itu 6DGDU'DQ%HUMDJDMDJD masih ada beberapa peti, siap menggantikan yang sudah diminumnya. Saya melihat orang lain menjadi kegemukan dan bergumul dengan masalah kesehatan karena mereka terlalu banyak minum soda. Ketika masih baru percaya, saya tahu tubuh saya adalah bait Allah, dan saya bertanggung jawab untuk menjaganya dengan benar. Saya tidak ingin lagi meneguk bahan-­bahan mengerikan yang terdapat di dalam soda, maka saya memutuskan untuk berhenti meminumnya. Tidak gampang! Saya mendapati diri saya mengingini minuman ringan itu. Saya harus menyangkal diri selama beberapa waktu. Yesus berkata, “Jika seseorang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Matius 16:24). Untuk terbebas dari kecanduan, kita harus menyangkal diri terhadap apa yang kita inginkan. Saya belajar untuk mengganti soda dengan sesuatu yang lebih baik—segelas air dengan jeruk. Saya tidak menginginkan atau haus akan air—saya menginginkan soda—tetapi saya memaksakan diri untuk minum setengah galon air setiap hari. Dalam beberapa bulan, saya tidak lagi menginginkan soda. Saat ini saya sudah kepengin sama sekali. Saat ini saya menginginkan air! Begitu juga dengan Firman Allah. Perkataan Yesus adalah roh dan kehidupan dan kebenaran. Untuk menyalakan kembali hasrat kita akan Firman Allah, kita kadang-­kadang harus menyangkal diri karena selera dan rasa haus kita dapat saja salah arah. Sebagai contoh, jika saya mendapati media terlalu banyak menyita pikiran dan waktu saya, maka saya akan berpuasa media. Saya akan menghentikannya untuk sementara dan menggantinya dengan meluangkan waktu yang berkualitas dengan Allah dan Firman-­Nya. Beberapa puasa saya yang paling bermakna dan paling efektif bukanlah puasa makanan, melainkan puasa media. Ketika kita memenuhi diri kita dengan Firman-­Nya dan menaatinya, ketika kita menginvestasikan waktu yang berkualitas dalam doa dan menaati bimbingan-­Nya, kita dipenuhi dengan Roh-­Nya. Kemabukan atau kecanduan Babel tidak menguasai kita. Orang lain mungkin menganggap kita aneh, namun kita hanya mengubah kebiasaan minum. Sekarang kita menginginkan anggur yang benar-­benar memuaskan, menguatkan, dan bertahan selamanya. Sekarang kita akan berpikir dengan lebih jernih, mengambil keputusan yang tepat, dan dengan mudah mengenali musuh ketika ia datang berusaha menelan kita. Iblis tidak dapat mengalahkan orang percaya yang sadar karena kita mengetahui dan mengklaim janji-­janji Allah. Kita waspada dan serius. Kita bersenjata dan siap bertempur. 7DN.HQDO0HQ\HUDK BERJAGA-JAGA “Sadarlah dan berjaga-­jagalah!” kata Petrus dalam 1 Petrus 5:5-­9. Anda tidak mungkin berjaga-­jaga kalau tidak sadar, namun orang yang sadar belum tentu berjaga-­jaga. Berjaga-­jaga adalah tindakan berdasarkan kehendak oleh orang percaya yang sadar. 8QWXN SHPEDKDVDQ LQL NLWD DNDQ PHQGHÀQLVLNDQ EHUMDJDMDJD sebagai “mengawasi dengan saksama kemungkinan adanya bahaya DWDX NHVXOLWDQµ DGDSXQ VXPEHU ODLQ PHQGHÀQLVLNDQQ\D ´VHODOX WHUMDJDGDQZDVSDGDEHUMDJDMDJDWDQSDWLGXUµ'HÀQLVLLQLVHKDUXVQ\D menggambarkan keadaan setiap pengikut Kristus. Untuk dipersenjatai, berjaga-­jaga adalah satu lagi faktor yang penting dan tidak bisa ditawar-­ tawar. Di bab terdahulu, kita melihat sekilas kehidupan di Jerman pada masa Nazi di bawah pemerintahan Hitler. Sama seperti orang Yahudi yang bijaksana hidup berjaga-­jaga selama tahun-­tahun yang mengerikan itu, orang percaya juga harus berjaga-­jaga setiap saat setiap hari. Bahaya mengepung kita di mana-­mana karena Iblis berjalan keliling berusaha mencari orang yang dapat ditelannya. Namun ada perbedaan besar antara negara Nazi dan dunia kita saat ini: orang Yahudi tidak memiliki otoritas atas Hitler, namun kita benar-­benar memiliki otoritas atas musuh kita. Musuh kita memerintah dunia ini, tetapi Dia tidak memerintah atas kita. Namun ia dapat saja melancarkan serangan dan, jika kita mengizinkan, ia dapat menelan kita. Karena itulah, rasul Paulus menasihati Anda dan saya: “Bertekunlah dalam doa dan dalam pada itu berjaga-­jagalah” (Kolose 4:2). Cara utama kita untuk tetap berjaga-­jaga adalah melalui doa. Doa membukakan mata kita pada alam rohani, memampukan kita melihat melampaui hal-­hal yang alamiah, serta mengenali bahaya dan serangan sebelum termanifestasikan dalam dunia. Kebenaran ini tergambar secara Cara utama kita sempurna dalam pengalaman Yesus untuk tetap berjaga-­jaga pada malam sebelum penyaliban. adalah melalui doa. Selama Perjamuan Terakhir, Yesus di dalam hati-­Nya pencobaan berat yang akan segera dihadapi-­Nya. Keadaan sekitar sama sekali tidak terlihat aneh, semuanya tampak baik-­baik saja dan tenang, tetapi Dia menyadari benar kondisi yang tengah memanas. Setelah makan malam Dia membawa murid-­murid-­Nya ke salah satu 6DGDU'DQ%HUMDJDMDJD tempat favorit-­Nya untuk berdoa, taman Getsemani. Di sana Dia berbagi beban pada Petrus, Yakobus, dan Yohanes, “Hati-­Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-­jagalah dengan Aku” (Matius 26:38). Perhatikanlah bahwa Sang Guru secara NKXVXV EHUNDWD ´%HUMDJDMDJDODK GHQJDQ $NXµ 6DODK VDWX GHÀQLVL berjaga-­jaga adalah “mengawasi dengan saksama kemungkinan adanya bahaya.” Yesus sudah berjaga-­jaga dan waspada, namun Dia juga tahu sepenuhnya bahwa murid-­murid-­Nya tidak peka pada tanda-­tanda peringatan akan bahaya yang kian mendekat, dan karena itu mereka mengabaikannya. Yesus berkata hati-­Nya “sangat sedih,” dan di sini terdapat rahasia utama untuk tetap berjaga-­jaga: doa. Mempertahankan kehidupan doa yang konsisten memampukan jiwa Anda untuk lebih peka terhadap apa yang tengah berlangsung dalam dunia roh. Kita pun akan lebih tajam dalam mengenali peringatan, menafsirkannya, dan mengambil tindakan yang diperlukan. Ini penting agar kita tetap selangkah lebih maju dari musuh. TANDA-TANDA PERINGATAN Pada tahun-­tahun awal pernikahan kami, Lisa dan saya mengalami beberapa waktu yang sulit. Kami berdua sama-­sama baru menjadi Kristen dan berasal dari keluarga yang mengalami kesulitan berulang-­ ulang selama sekian generasi. Di sisi Lisa, keluarganya punya sejarah pertikaian sengit, perceraian, dan pernikahan berulang-­ulang. Iblis tidak ingin melepaskan benteng yang sudah membelenggu garis keluarga ini selama bertahun-­tahun, maka Lisa dan saya mengalami berbagai serangan terhadap pernikahan kami. Saya meluangkan waktu paling tidak satu jam dan kadang-­ kadang sampai dua jam dalam doa setiap hari, dan karena itu menjadi sangat peka akan alam roh. Secara berkala, suatu dukacita yang amat mendalam menghantam ulu hati saya—suatu alarm dalam hati saya mengisyaratkan ada perkara yang tidak beres. Sulit melukiskannya, namun seperti kejengkelan yang menggerogoti, menusuk, dan menancap jauh di dalam diri saya. Suatu “dukacita” yang mencekam batin saya. Ketika hal itu mulai terjadi, saya tidak tahu penyebabnya. Biasanya segala sesuatu tampak baik-­baik saja dan tidak ada tanda-­tanda bahaya di sekitar kami;; hubungan Lisa dan saya berjalan dengan luar biasa. 7DN.HQDO0HQ\HUDK Sayangnya, beberapa kali pertama dukacita itu melanda saya, malah saya abaikan. Namun setiap kali, hanya dalam beberapa jam, seolah-­ olah bencana mendadak meledak dalam rumah tangga kami. Kami akan berdebat, bertengkar, dan melontarkan kata-­kata menyakitkan yang akibatnya baru hilang berhari-­hari, berminggu-­minggu, dan bahkan berbulan-­bulan kemudian. Seiring dengan berjalannya waktu, saya mulai mengenali pola ini, maka saya berlatih untuk setiap kali dukacita itu melanda jiwa saya— meskipun keadaan luar tampak baik-­baik saja—saya akan menyelinap pergi dan berdoa dengan tekun untuk pernikahan kami. Benar saja, musuh masih tetap menyerang, namun karena saya sudah dengan gigih melawannya sebelum itu, serangannya akan segera mereda mereka tanpa menimbulkan akibat yang parah. Saat ini musuh tidak menghantam semudah atau sesering dahulu. Kami percaya ia patah semangat karena diserang dengan “pedang roh” setiap kali ia menyusun rencana untuk menyerang. Jangan keliru: Lisa dan saya masih harus tetap berjaga-­jaga. Kami tidak dapat berpuas diri dan mengendurkan pertahanan kami. Kami masih harus dengan sadar dan dengan berdoa secara sungguh-­sungguh melawan musuh, namun tidak sesering ketika kami baru saja menikah. Pelajaran positif yang kami petik dari pergumulan ini adalah menyadari adanya tanda-­tanda peringatan akan serangan musuh yang mendekat. Kami sekarang menyadari pentingnya tetap berjaga-­jaga dalam segala area kehidupan, mengenali dukacita yang bangkit di dalam hati kami persis sebelum terjadi serangan atas keuangan kami, kesehatan kami, hubungan kami, dan pelayanan kami. Saya belajar untuk meminta Roh Kudus membantu saya, karena saya sering tidak WDKXEDJDLPDQDEHUGRDVHFDUDVSHVLÀNNHWLNDPXQFXOSHULQJDWDQGLQL tersebut. Dia menolong saya, dan Dia akan menolong Anda juga. Dia berpihak pada Anda! Dia akan menolong Anda, bahkan berdoa melalui Anda jika Anda berserah kepada Allah. Firman Allah menjanjikan, Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita;; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa;; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-­keluhan yang tidak terucapkan. Dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-­ orang kudus. (Roma 8:26-­27) 6DGDU'DQ%HUMDJDMDJD Keluhan-­keluhan itu adalah dukacita yang kami alami jauh di dalam hati kami, sama seperti yang Yesus alami di Taman Getsemani pada malam sebelum Dia disalibkan. Begitu kita mengenali dukacita itu, kita harus menanggapinya. Kita tidak dapat memiliki sikap yang berlawanan dengan berjaga-­jaga—bermalas-­malas—dan memadamkan dukacita itu dengan berulang-­ulang mengabaikan atau menindasnya. Atau kita dapat berjaga-­jaga dan berserah pada Roh Allah. Tujuan Roh Kudus adalah membawa kita melampaui keluhan-­ NHOXKDQ LWX GDQ SDGD DNKLUQ\D PHPEHUL NLWD XFDSDQ VSHVLÀN XQWXN menghadapi situasi yang terjadi. Paulus menulis, “Aku akan berdoa dengan rohku, tetapi aku akan berdoa juga dengan akal budiku” (1 Korintus 14:15). BERJAGA-JAGA DAN BERDOA Di taman Getsemani, setelah Yesus memberi tahu muri-­murid-­Nya tentang kesedihan mendalam atau keluhan jiwa-­Nya, Dia menyuruh mereka, “Tinggallah di sini dan berjaga-­jagalah dengan Aku” (Matius 26:38). Kemudian Dia memisahkan diri dari ketiga murid-­Nya dan berjalan lebih jauh ke dalam taman dan berdoa di sana selama satu jam. Ketika Dia kembali, Dia mendapati mereka sedang tidur. Tidur! Mengapa mereka tidur? Apakah memang sudah terlalu larut malam? Apakah mereka kecapekan karena seharian bekerja? Apakah mereka makan kekenyangan pada Perjamuan Terakhir. Injil Lukas menyebutkan dengan jelas penyebab tidur mereka: “Sesudah itu Ia bangkit dari doa-­Nya dan kembali kepada murid-­murid-­Nya, tetapi Ia mendapati mereka sedang tidur karena dukacita” (22:45). Mereka juga akan mengalami serangan, maka mereka mengalami dukacita yang mirip dengan dukacita Yesus. Pada Perjamuan Terakhir, Petrus dengan gagah berani menyatakan bahwa lebih baik ia mati daripada menyangkal Tuhan. Petrus percaya akan kemampuannya sendiri untuk tetap teguh dan tak kenal menyerah sampai pada akhirnya. Para murid lain menyatakan hal yang sama, bahwa mereka akan tetap setia pada Guru mereka. Namun Yesus tahu bahwa bukan hanya Dia yang akan diuji dengan berat dalam hal kesetiaan-­Nya kepada Bapa, namun para murid-­Nya pun akan diuji dengan berat dalam hal kesetiaan mereka kepada-­Nya. Dengarkan bagaimana Yesus menegur para murid-­Nya yang tertidur. 7DN.HQDO0HQ\HUDK Setelah itu Ia kembali kepada murid-­murid-­Nya itu dan mendapati mereka sedang tidur. Lalu Ia berkata kepada Petrus, “Tidakkah kamu sanggup berjaga-­jaga satu jam dengan Aku? Berjaga-­jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang berniat baik, tetapi tabiat manusia lemah. (Matius 26:40-­41) Di sini kembali kita menemukan kunci apakah kita akan tetap tak kenal menyerah dalam ketaatan kita kepada Allah atau hanya memiliki keinginan namun gagal. Kuncinya adalah menguatkan diri kita melalui berjaga-­jaga dan berdoa. Yudas menulis, “Akan tetapi kamu, Saudara-­ saudaraku yang terkasih, bangunlah dirimu sendiri di atas dasar imanmu yang paling suci dan berdoalah dalam Roh Kudus” (ayat 20). Doa membungkam kedagingan kita dan membangun manusia batiniah kita. Daging kita lemah;; ia selalu mencari jalan yang paling kecil rintangannya, yang sering merupakan jalan yang salah. Daging kita tidak ingin melawan arus kuat pasukan dunia. Doa, di sisi lain, membangun kekuatan batin kita untuk mengendalikan keinginan daging. Hal itu mencegah kita agar tidak menjadi jemu. “Yesus menyampaikan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan bahwa mereka harus selalu berdoa tanpa jemu-­jemu” (Lukas 18:1). Dengan kata lain, kita akan menjadi jemu jika kita tidak berdoa, khususnya pada masa ketika dukacita (keluhan) mencekam kita. Kejemuan itulah yang menimpa para murid pada malam di taman itu. Orang-­orang ini tidur ketika mereka semestinya berdoa. Mereka tidak waspada terhadap bahaya yang mengendap-­endap datang mendekat. Mereka tidak berjaga-­jaga, mereka bermalas-­malas. Saat ini Anda dan saya memiliki berbagai sarana lain untuk memadamkan atau menekan peringatan Roh: Kita dapat menyalakan TV, berselancar di internet, mengirim SMS atau memeriksa Facebook dengan telepon genggam yang terus terhubung, memainkan game di komputer, sibuk bekerja, atau membuka kulkas dan mencari makanan untuk memuaskan daging kita. Kita menjadi semakin kurang peka terhadap bimbingan dan peringatan Roh Kudus. Akibatnya, kita kehilangan kemampuan untuk tetap berdiri teguh saat menghadapi kesusahan. Kita kehilangan kekuatan untuk tak kenal menyerah yang sebenarnya tersedia secara cuma-­cuma bagi kita melalui anugerah Allah. 6DGDU'DQ%HUMDJDMDJD Maka Yesus pun menegur anggota staf-­Nya yang paling dekat dan mengarahkan mereka: “Berjaga-­jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan” (Matius 26:41). Dia pergi menjauh lagi dan berdoa selama satu jam untuk kedua kalinya, kemudian kembali hanya untuk mendapati bahwa mereka tidur lagi. Kali ini Dia tidak membangunkan dan memperingatkan mereka;; mereka sudah menentukan pilihan mereka sendiri. Sering kali Allah akan memperingatkan kita satu kali, mungkin dua kali, namun kalau kita mengabaikan peringatan pertama-­Nya, Dia akan tetap diam sesudah itu sebelum kita bertobat. Ketika masalah menimpa kita, dengan frustasi kita bertanya, “Di manakah Engkau, ya Allah?” Dia sudah memperingatkan kita, namun kita tidak mau mendengarkan. Yesus kembali menjauhi murid-­murid-­Nya yang tertidur untuk berdoa ketiga kalinya. Ketika Dia selesai berdoa, mereka masih tertidur. Dan pada saat itulah Yudas, si pengkhianat, dan para pengawal Imam Besar datang ke taman dan menangkap Yesus. PERBEDAAN ANTARA KESUKSESAN DAN KEGAGALAN Yesus sukses dalam misi anugerah-­Nya yang luar biasa dengan tetap sadar, berjaga-­jaga dalam doa, dan berdiri dengan teguh, tak kenal menyerah sampai akhir. Di sisi lain, para murid telah mengungkapkan keinginan mereka untuk tetap teguh;; mereka mengira mereka sanggup melakukannya, namun mereka tidak memiliki kekuatan. Persis seperti yang diperkirakan Yesus, mereka masing-­masing diserang dan gagal: “Lalu semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri” (Matius 26:56). Petrus bertindak persis berlawanan dengan apa yang diucapkannya: ia menyangkal Yesus. Ada satu hal positif yang dapat dikatakan tentang Petrus. Paling tidak ia mengikuti Yesus sampai ke pengadilan. Semua murid yang lain, kecuali Yohanes, langsung melarikan diri dari taman menyelamatkan nyawanya masing-­masing. Betapa sering kita mendengar saudara seiman yang berniat baik, namun terbukti mereka tidak mampu menepati janji? Mengapa demikian? Karena, seperti para murid di Taman Getsemani, mereka tidak berjaga-­jaga dalam doa! Roh mereka memang berniat baik, namun daging mereka lemah. Karena tidak diperlengkapi dengan senjata sebagaimana mestinya, mereka gagal mencapai tujuan yang 7DN.HQDO0HQ\HUDK diharapkan. Siapa orang yang lebih baik untuk menulis nasihat tentang “mempersenjatai diri” daripada Rasul Paulus? Pada malam yang genting itu ia begitu gagah berani dalam berkata-­kata, namun gagal GDODP EHUWLQGDN <HVXV VHFDUD VSHVLÀN VXGDK PHPSHULQJDWNDQQ\D “Simon, Simon, Iblis telah meminta dengan sangat supaya engkau diserahkan kepadanya untuk ditampinya seperti gandum” (Lukas 22:31, FAYH). Tetapi Petrus dan murid lain tidak memiliki kekuatan tak kenal menyerah yang diperlukan untuk berdiri dengan teguh sepanjang malam itu. Karena itu, dalam hidupnya kelak, ia memperingatkan Anda dan saya untuk mempersenjatai diri agar dapat menyelesaikan pertandingan dengan kuat, entah untuk satu malam, untuk satu musim, entah untuk seluruh hidup kita. Mempersenjatai diri kita dalam pertempuran melibatkan sikap tetap sadar dan berjaga-­jaga. Kita tidak boleh membiarkan daya pikat dunia ini menumpulkan tekad atau komitmen kita untuk menjadi seperti Kristus dalam segala sesuatu. Dan kita harus waspada, berjaga-­ jaga sepanjang waktu, karena kalau kita tidak dengan gigih mengawasi Iblis yang berusaha untuk menelan kita, ia akan menimbulkan bencana. 13 MELAWAN IBLIS Sadarlah dan berjaga-­jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-­aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama. 1 Petrus 5:8–9 S ekarang kita sampai ke bagian nasihat Petrus yang langsung berkaitan dengan perjuangan. Ia menyatakan bahwa Iblis (termasuk antek-­anteknya) itu seperti singa, mencari orang yang dapat ditelannya. Untuk kejelasan, singa itu bukan identitas Iblis;; dalam Kitab Suci ia disebut ular, ular tua, pencuri, dan beberapa nama lain, namun bukan singa. Yesus adalah Singa sejati, “singa dari suku Yehuda” (Wahyu 5:5). Akan tetapi, maksud Petrus, Iblis itu seperti singa ganas yang sedang berkeliling mencari mangsa. Dan ia memang akan menelan, tanpa ampun, jika diberi kesempatan. Jangan keliru akan hal ini. Ia musuh yang sudah dikalahkan, tapi ia lawan yang bengis dan tidak bisa dipandang enteng. Ia tidak memiliki rasa sayang atau belas kasihan kepada kita, dan ia hanya memiliki satu misi: membunuh, mencuri, dan membinasakan. Jika Anda berada di dataran Tanzania di habitat singa pemangsa manusia, Anda tidak akan melintasi daerah itu tanpa senjata. Jika nekad, kemungkinan besar Anda tidak akan kembali dalam keadaan 7DN.HQDO0HQ\HUDK hidup. Jika Anda bijaksana, Anda akan membawa senapan yang kuat dan tahu cara menggunakannya. Jika dipersenjatai, sadar, dan waspada, Anda siap untuk bertempur dan menang. Anda tak akan celaka. Itulah yang ditekankan Petrus. MELAWAN IBLIS Di ayat 9 Petrus dengan tegas menasihati kita untuk melawan iblis. Kata melawan ini dalam bahasa Yunaninya austhistemi. Thayer PHQGHÀQLVLNDQQ\D ´EHUVLDJD PHQJKDGDSL PHQDKDQ PHQHQWDQJµ Strong menambahkan, “berdiri menghadapi.” Kamus saya PHQGHÀQLVLNDQ PHODZDQ VHEDJDL ´PHQFHJDK GHQJDQ WLQGDNDQ DWDX argumentasi.” Tidak perlu diragukan lagi, kata ini mengandung maka NRQÁLN\DQJDJUHVLI 1DPXQ VDDW NLWD PHPSHUVLDSNDQ GLUL XQWXN PHQJKDGDSL NRQÁLN bersenjata, dengarkanlah kata-­kata penghiburan Yesus: “Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa atas segala kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu” (Lukas 10:19). Bukankah itu membesarkan hati? Janji Allah memastikan bahwa jika Anda berjalan dalam anugerah-­Nya yang penuh kuasa, tidak ada seorang atau sesuatu pun yang akan membahayakan Anda—bahkan Iblis sekalipun! Ini sangat penting. Akan tetapi, Anda harus menggunakan kuasa yang telah diberikan kepada Anda. Jika tidak, janji itu tidak akan ada gunanya dan Anda dapat celaka. Karena itulah Petrus memerintahkan kita untuk melawan Iblis. Ia tidak berkata, “Berdoalah dan mintalah Allah untuk Allah sudah menetapkan menyingkirkannya.” Kita harus secara untuk memberikan langsung, secara sengaja, dan dengan semua otoritas kepada penuh tekad melawan dia. Yesus, dan Yesus pada Tidak ada satu ayat pun dalam gilirannya menyerah-­ Perjanjian Baru yang memerintahkan kita kannya kepada kita. untuk meminta Allah menyingkirkan Iblis dari kehidupan kita. Faktanya, Allah tidak dapat melakukannya! Saya tahu bahwa Anda mungkin berpikir saya sudah tidak waras dengan menggunakan istilah tidak dapat 0HODZDQ,EOLV untuk Allah. Namun memang benar. Allah memberi manusia otoritas di muka bumi, dan Dia tidak akan melanggar perkataan-­Nya sendiri. Itulah sebabnya Dia tidak turut campur ketika ular menjumpai Adam di Taman Eden. Itulah sebabnya Yesus harus datang sebagai Anak Manusia untuk mengalahkan Iblis. Dan itulah sebabnya tubuh Kristus harus secara langsung melawan Iblis dan antek-­anteknya. Allah sudah menetapkan untuk memberikan semua otoritas kepada Yesus, dan Yesus pada gilirannya menyerahkannya kepada kita. Sebagai tubuh-­Nya, kita yang harus melakukan pertempuran, namun menurut Kitab Suci ini “pertandingan iman yang benar” (lihat 1 Timotius 6:12). TELADAN TERBAIK KITA Jika kita hendak belajar cara melawan Iblis, maka siapakah teladan yang lebih baik daripada Yesus? Kita dapat belajar banyak hal dari masa pencobaan-­Nya di padang gurun. Yesus, yang penuh dengan Roh Kudus, kembali dari Sungai Yordan, lalu dibawa oleh Roh Kudus ke padang gurun. Di situ empat puluh hari lamanya Ia dicobai Iblis. Selama hari-­hari itu Ia tidak makan apa-­apa dan setelah itu Ia lapar. (Lukas 4:1-­2) Pencobaan musuh berlangsung selama 40 hari. Itu berarti Yesus harus melawan banyak hal. Konfrontasi yang pertama dicatat terjadi menjelang akhir empat puluh hari, berupa upaya untuk mencobai Yesus menggunakan kuasa ilahi-­Nya untuk membuktikan bahwa Dia anak Allah. Yesus sedang kelaparan, maka musuh menyarankan, agar Dia mengubah batu menjadi roti. Yesus dengan tegas menangkis, “Ada WHUWXOLV0DQXVLDKLGXSEXNDQGDULURWLVDMDWHWDSLGDULVHWLDSÀUPDQ yang keluar dari mulut Allah” (Matius 4:4). Paling tidak ada tiga pelajaran bagi kita dalam situasi ini. Pertama, Yesus mengenali dan menghadapi pencobaan itu dengan segera. Ia tidak memikir-­mikirkan atau menimbang-­nimbang gagasan itu, yang akan memberi kesempatan untuk saran Iblis itu tertanam dalam hati-­ Nya. Kita harus mengikuti teladan-­Nya. Kedua (dan sangat penting), Yesus berbicara langsung kepada Iblis. Dia tidak berdoa kepada Bapa-­Nya untuk menyingkirkan si penggoda 7DN.HQDO0HQ\HUDK atau pencobaannya. Dia juga tidak berkomunikasi dengan musuh secara tidak langsung dengan berkata kira-­kira seperti ini, “Allah tidak menghendaki Iblis mengalahkan aku, maka Aku tidak akan menyerah pada pencobaan ini.” Tidak, Dia menghadapi Iblis secara langsung dan secara tegas. Anda dan saya harus melakukan hal yang sama. Kita diberi nasihat, “Janganlah beri kesempatan kepada Iblis” (Efesus 4:27). Akhirnya, Yesus mengucapkan Firman Allah yang tertulis. Perhatikan perkataan-­Nya, “Ada tertulis.” Mengapa hal ini sangat penting? Karena Firman Allah adalah pedang kita. Paulus berkata, ´'DQWHULPDODKSHGDQJ5RK\DLWXÀUPDQ$OODKµ(IHVXV)LUPDQ $OODK EXNDQ VHQMDWD ÀVLN PHODLQNDQ VHQMDWD URKDQL \DQJ OXDU ELDVD Yesus benar-­benar menikam musuh dengan pedang rohani-­Nya, dan tak ayal lagi hal itu menyakitkan. Akan tetapi, musuh rupanya amat keras kepala dan ia tidak gampang menyerah. Ia menahan sakit dan terus menyerang. Dalam upaya berikutnya, Iblis menawari Yesus jalan pintas untuk memperoleh kembali kerajaan dunia ini, yang karena dosa Adam telah diserahkan kepada Iblis. Yang perlu Yesus lakukan hanyalah sujud dan menyembahnya. Namun Yesus menjawab, “Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” (Matius 4:10). Yesus menyuruh musuh agar pergi menjauh. Ini sama dengan bila Anda atau saya berkata dengan penuh keberanian, “Pergi sana!” Yesus kemudian menggunakan Firman Allah untuk menghantam musuh sekali lagi. Pencobaan berlanjut sampai musuh menanggung semua tikaman yang sanggup ditahannya dalam satu kali perjumpaan. Lukas mencatat, “Sesudah Iblis mengakhiri semua pencobaan itu, ia mundur dari hadapan-­Nya dan menunggu saat yang baik” (4:13). SEORANG PENDETA MELAWAN KETAKUTAN Beberapa tahun lalu seorang pendeta, yang akan saya sebut Ken, datang ke kantor saya. Ken masih muda, kuat, dan tampan, dan diberkati dengan istri dan anak-­anak yang luar biasa. Sebelum menjadi orang percaya, ia terlibat dalam penggunaan obat terlarang. Ken sangat bersyukur atas pembebasan dan keselamatannya, ia sering menangis selama penyembahan. Hati saya sangat tersentuh menyaksikan kasihnya yang begitu mendalam kepada Yesus. Ken pria yang lembut, suami yang baik, dan ayah yang hebat. Ia benar-­benar menyadari betapa banyak ia 0HODZDQ,EOLV telah diampuni dan, karena itu, ia banyak berbuat kasih. Namun ia mengalami pertempuran parah selama berbulan-­bulan dan menanggungnya sendiri. Akhirnya ia tidak tahan lagi menghadapi tekanan itu dan memutuskan untuk menceritakannya kepada saya. Saat ia memasuki kantor saya, wajahnya tampak memelas. “Ada apa?” tanya saya? Ken mulai menceritakan sejarah keluarganya. Ternyata sering terjadi serangan penyakit jantung yang mengakibatkan kematian dini pada kaum pria dalam keluarganya. “John, aku melawan rasa takut yang besar, jangan-­jangan akan mati karena serangan jantung,” katanya. “Aku sudah memeriksakan diri ke dokter, dan sejauh ini tampaknya aku baik-­baik saja. Namun, aku tidak bisa menepiskan ketakutan jangan-­ jangan aku mati mendadak. Aku bertahan hidup dengan rasa takut itu, namun kadang-­kadang ketakutan itu begitu mencengkeramku. Aku mulai sering berkeringat—pakaianku menjadi basah kuyup oleh keringat. Hal itu terjadi pada waktu malam, atau ketika aku sedang sendiri, atau bahkan ketika sedang dengan orang lain atau di tengah kebaktian gereja. Aku seperti tidak dapat mengontrol ketakutan itu—ia muncul tiba-­tiba, tanpa isyarat, dan menguasaiku. “Aku sudah berdoa dengan tekun. Aku meminta Allah untuk menyingkirkan ketakutan itu dan menolongku agar tidak menyerah terhadap perasaan yang mencengkeram itu.” Di situlah saya menyela. “Ken, itulah sebabnya kamu tidak melihat hasil apa pun. Kamu memang berdoa kepada Allah, namun kamu tidak berbicara secara langsung kepada musuh seperti yang Yesus lakukan di padang gurun. Firman Allah secara jelas memerintahkan kita: ‘Lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari hadapanmu!’ (Yakobus 4:7). Kamu yang harus melakukannya! Yesus sudah mengalahkan Iblis, tetapi kemudian Dia naik ke surga dan Dia duduk di sebelah kanan Allah. Sebelum pergi, Dia memberi kita wewenang dan kuasa-­Nya untuk melaksanakan kehendak-­ Nya atas musuh yang sudah dikalahkan-­Nya. Yesus menegaskan hal itu ketika Dia berkata, ‘Roh-­roh itu takluk kepadamu’ (Lukas 10:20). Mereka harus menaatimu. Kita diperintahkan untuk memakai Firman Allah, berbicara kepada musuh, dan memerintahkannya untuk menaati janji Allah.” Teman saya mendengarkan dengan tekun, maka saya melanjutkan. “Ken, pada waktu-­waktu tertentu musuh menggangguku dan keadaan mulai tak terkendali, maka aku pergi ke tempat yang tenang di luar, 7DN.HQDO0HQ\HUDK supaya tidak ada orang lain yang mendengar suaraku. Kemudian aku mulai berteriak kuat-­kuat, karena teguh berarti menyerahkan segalanya—roh, jiwa, dan tubuhku. ‘Tubuh’ di sini sering berarti menyaringkan suaraku, maka aku berkata, “Oke, Iblis, kalau kau mau bertempur, bersiaplah untuk bertempur! Namun, kuingatkan kau sebelumnya, kau hanya akan ditikam lagi karena aku memiliki pedang, sedangkan kamu tidak. Aku akan menggunakan pedang Roh, dan aku akan mencincangmu, dan kalau kau masih juga keras kepala dan tidak mau lari, aku akan mencincang potongan tubuhmu menjadi lebih kecil lagi sambil kau berlari ketakutan. Nah, Firman Allah menyatakan....” Ken mendengarkan ketika saya membagikan beberapa ayat Firman Allah tentang kesembuhan, kemerdekaan dari ketakutan, pemeliharaan, dan pembebasan. Saya menunjukkan kepadanya cara menggunakan ÀUPDQ WHUWXOLV LWX GDQ PHQMDGLNDQQ\D SHGDQJ SHUWHPSXUDQ 6D\D mengatakan pada Ken bahwa ia harus berbicara secara langsung dan secara tegas pada roh ketakutan. Kami masih berbicara beberapa saat, lalu saya berdoa baginya, dan ia pergi. Enam bulan kemudian Ken kembali kepadanya dengan tampang muram. Saya dapat melihat ia masih menanggung masalah yang berat. Saya menanyakan kabarnya, tetapi saya sudah tahu apa yang akan dikatakannya. “John, saat ini keadaannya malah lebih buruk dari dulu,” katanya. “Aku melawan ketakutan lebih sering dari enam bulan lalu. Serangan itu sepertinya terjadi nyaris setiap hari: aku sering berkeringat, pakaianku basah kuyup, keyakinanku goyah. Dan aku kesulitan melayani orang lain karena aku sendiri disibukkan oleh pertempuran itu.” Ken mencondongkan tubuhnya dan mengakui dengan cemas, “John, aku sudah sering berpuasa, berdoa, dan bahkan berseru kepada Tuhan untuk menolongku. Aku bukan hanya tidak mendapatkan jawaban apa pun, aku juga hampir gila.” Saya terperangah. “Ken, sudahkah kau melakukan apa yang kukatakan padamu beberapa bulan lalu? Sudahkah kau pergi ke tempat sepi dan melawan Iblis secara langsung? Apakah kau sudah mengucapkan Firman Allah kepadanya?” “Yah... belum juga sih.” Saya pun marah. “Ken, tidak akan terjadi apa-­apa, tidak akan ada perubahan, kecuali kalau kau secara langsung menghadapi musuh dengan pedang Roh, yaitu Firman Allah.” 0HODZDQ,EOLV Ia menundukkan kepala, dan saya dapat melihat ia mulai menarik diri. Menurut saya, Ken tidak sependapat dengan nasihat saya, namun ia mendatangi saya lagi karena ia tahu orang lain juga mendatangi saya dan mendapatkan pertolongan. Ia orang yang beriman dan benar-­ benar percaya Allah cukup kuat untuk menjawab seruannya, namun ia belum juga melihat hasilnya dan patah semangat. Saya duduk mencari ilustrasi ketika tiba-­tiba Roh Kudus memberi saya contoh yang relevan. “Ken, Presiden Amerika Serikat adalah Panglima Tertinggi seluruh pasukan tentara A.S. Singkatnya, ia adalah kepala, pemimpin, dan bos dari semua anggota militer.” “Bayangkan salah satu prajurit kita berada di medan tempur di Irak. Musuh menembakinya dari segala penjuru, namun prajurit kita tidak membalasnya. Panik dan ketakutan, ia menyalakan radio komunikasi dan berhasil menghubungi Gedung Putih. Begitu Presiden menjawab, prajurit itu memohon, ‘Tuan Presiden, saya terkena hujan peluru. Musuh menembaki saya dan ia berusaha menghancurkan saya. Tuan Presiden, tolong datanglah dan bunuhlah musuh yang berusaha membunuh saya. Saya kewalahan dan ketakutan! Saya mohon Anda bersedia datang untuk menolong saya!” Saya bertanya pada Ken, “Sudah jelas, nyawa prajurit ini terancam bahaya besar, namun meskipun demikian, bagaimana Presiden akan menjawab permintaannya yang serbapanik itu?” Saya menjawab sendiri pertanyaan itu. “Presiden akan berteriak pada prajurit itu, ‘Untuk apa kamu menelepon saya? Saya sudah memberimu pelatihan militer terbaik di planet ini. Saya sudah memperlengkapimu dengan senjata paling unggul di dunia. Saya sudah memberimu otoritas pemerintah Amerika Serikat untuk menghancurkan musuh. Prajurit, berhenti menelepon dan balaslah menembak! Hadapi musuhmu!’ Lalu Presiden akan meletakkan telepon dan mengharapkan prajurit itu melakukan tugasnya.” Saya melihat mata Ken bercahaya. “Ken,” lanjut saya, “kau sudah diberi pedang, dan musuh yang kaulawan sama sekali tak memilikinya. Nyatanya, ia sama sekali tak bersenjata karena Tuhan ‘telah melucuti pemerintah-­pemerintah dan penguasa-­penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-­Nya atas mereka’ (Kolose 2:15). Kamu punya senjata yang sah;; musuh hanya bisa mengintimidasi. Bukan hanya itu, kamu juga sudah diberi semua kuasa dan otoritas yang ada dalam nama Yesus. Dikatakan bahwa setiap lutut harus bertelut terhadap nama-­Nya dan 7DN.HQDO0HQ\HUDK setiap lidah harus mengakui ketuhanan-­Nya (Filipi 2:10-­11). “Kamu sudah diberi perlengkapan senjata Allah: baju zirah kebenaran, perisai iman, ketopong keselamatan, dan seterusnya. Perisai imanmu tidak akan memadamkan hanya sebagian, namun setiap panah berapi yang musuh lepaskan kepadamu. Allah berjanji dalam Firman-­Nya, “Setiap senjata yang ditempa terhadap engkau tidak akan berhasil, dan setiap orang yang melontarkan tuduhan melawan engkau dalam pengadilan, akan engkau buktikan salah. Inilah yang menjadi bagian hamba-­hamba TUHAN dan kebenaran yang mereka terima dari pada-­Ku” (Yesaya 54:17). Ken, Allah secara khusus berkata bahwa kamu-­lah yang melawan serangan itu. Dia tidak melakukannya;; kamu yang harus menghadapi Iblis dan berbicara kepadanya. Kamu terus berseru kepada Allah, namun Allah menjawab kamu—persis seperti Presiden—’Tembak dia!’ atau ‘Tikam dia dengan pedang!’” Ken menatap lurus ke arah saya. Ia melihat hikmat di balik contoh yang Roh Kudus sampaikan melalui saya. Ia meninggalkan kantor saya dengan pengharapan dan iman. Tiga minggu kemudian ia kembali ke kantor saya dengan senyum menyeringai lebar. Langkahnya berjingkat penuh semangat, matanya bersinar-­sinar, dan suaranya penuh gairah. “John, kau harus mendengar apa yang terjadi!” Saya mencondongkan tubuh siap menyimak laporan yang luar biasa. “Aku sedang dalam perjalanan ke gereja pada Minggu pagi ketika hal itu mulai terjadi lagi,” kata Ken. “Rasa takut yang mengerikan itu kembali muncul dalam hatiku, jangan-­jangan aku bisa mati mendadak kapan saja gara-­gara serangan jantung. Aku mulai berkeringat dan pakaianku mulai basah. Namun, alih-­alih berseru kepada Allah seperti yang dulu selalu kulakukan, aku menjadi geram. Aku benar-­ benar murka pada Iblis. Kemarahan seperti mendidih dalam hatiku, dan tanpa memperingatkan istriku yang duduk di sampingku, aku menghantam dasbor mobil. Ia nyaris terlompat menjebol atap! Aku berteriak lantang, ‘Iblis, aku tahu sekarang! Aku sudah muak dengan kamu dan dengan rasa takut ini!’ Kemudian saya mulai mengutip dengan keras dan penuh keyakinan apa yang Firman Allah nyatakan tentang kehidupan saya. “John, ketika aku menghantam dasbor dan berteriak, ‘Iblis, aku tahu sekarang!’ tiba-­tiba aku mendapatkan penglihatan di dalam hatiku. Aku melihat Yesus di takhta di surga, dan pada saat aku menghadapi Iblis, aku melihat Yesus melompat dengan penuh semangat, tangan-­ 0HODZDQ,EOLV Nya terangkat naik, dan Dia berseru, ‘Ya!’” Ken mulai tertawa sambil terus bercerita, “John, Yesus seakan-­ akan berkata, ‘Aku sudah menunggu sekian lama untuk kamu melakukannya. Aku sangat senang kau akhirnya bertindak.” Ken tidak pernah menyerah pada ketakutan lagi. Ia tidak pernah lagi melawan depresi akibat ketakutannya. Saat ini, lebih dari dua puluh tahun kemudian, hamba Tuhan yang saya kasihi ini masih hidup dan sehat dan memiliki gereja yang besar di Amerika Serikat bagian VHODWDQ.HDGDDQQ\DVDQJDWEDLN³VHFDUDÀVLNGDQVHFDUDURKDQL MELAWAN DENGAN TAK KENAL MENYERAH Sekarang, mari kita memperhatikan perkataan Petrus dengan lebih saksama: Sadarlah dan berjaga-­jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-­aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama. (1 Petrus 5:8-­9) Jika Anda ingat pembahasan di bab 1, kata teguh adalah sinonim dari tak kenal menyerah. Alkitab tidak mengajarkan bahwa kalau kita sudah melawan Iblis satu kali, ia dilarang untuk datang dan mencoba menyerang lagi. Tidak, malah sebaliknya: ia dapat mencoba menyerang berulang-­ulang. Selama bertahun-­tahun saya mendapati bahwa di sinilah banyak orang Kristen menjadi patah semangat dan mengalami kekalahan. Mereka mengira, Kupikir ini tidak akan berhasil atau Aku pasti tidak memiliki apa yang kuperlukan untuk mengalahkannya. Itu dusta yang sangat besar. Kita tidak sepatutnya membiarkan pikiran itu menguasai kita. Ada kisah lain yang menggambarkan poin ini. Lisa menderita kolik ketika ia masih bayi. Keadaan berlangsung pada bayi, khususnya yang berumur di bawah satu tahun. Semua bayi menangis, namun bayi yang kolik bisa menangis sampai berjam-­jam, dan tidak ada yang bisa meredakan rasa sakitnya itu. Tangis berkepanjangan ini bisa terjadi nyaris setiap hari, dan kondisi ini dapat berlangsung sampai berbulan-­ bulan. Dokter tidak yakin apa penyebab kolik, namun banyak yang 7DN.HQDO0HQ\HUDK menganggap hal itu karena sistem pencernaan yang belum sempurna. Anak sulung kami, Addison, juga mengalami kolik. Saya ingat ia menangis menjerit-­jerit tanpa alasan yang jelas. Ketika hal itu baru terjadi beberapa kali, tangisannya seakan tak berkesudahan. Kami menepuk punggungnya, menimangnya, dan bernyanyi untuknya, namun ia terus saja menjerit. Kami merasa tak berdaya karena ia tidak bisa dihibur. Setelah beberapa saat saya menggendongnya dan memerintahkan penyakit itu untuk meninggalkan tubuhnya. Saya berbicara secara langsung kepada sistem pencernaannya. Kemudian saya akan berdoa dengan kuat dan keras di dalam Roh, dan Addison akan tidur nyenyak. Suatu malam Lisa sedang ke kamar tidur dan saya sudah berbaring di kasur. Tiba-­tiba kami mendengar jeritan yang mendirikan bulu roma dari ruang bayi. “John, itu pasti kolik lagi!” teriak Lisa. Saya bangkit dari kasur dan menengok sekilas jam di sisi tempat tidur: 12.11 dini hari. Saya bergegas ke ruang bayi, mengangkat Addison dari buaian, dan memerintahkan penyakit itu meninggalkan tubuh anak saya dalam nama Yesus. Kemudian saya berdoa dalam Roh sampai Addison jatuh tertidur. Hal itu perlu waktu sekitar lima belas menit. Keesokan malamnya kami berdua sudah di tempat tidur ketika kami mendengar jeritan yang mengerikan. Saya harus mengakui bahwa pikiran pertama yang muncul dalam benak saya adalah, Ternyata tidak berhasil! Kau terus berdoa untuknya dan keadaannya tidak membaik juga. Kau tidak efektif dan tidak beriman. Saya harus dengan sadar menolak pikiran itu dari benak saya dan menggantikannya dengan apa yang Firman Allah katakan tentang jawaban doa. Saya berkata pada Lisa, “Biar kuurus.” Saya bangun dan melirik jam. Kembali saat itu pukul 12.11 dini hari. Kebetulan saja, pikir saya. Saya bergegas ke kamar Addison, memeluknya, memerintahkan rasa sakit itu pergi dalam nama Yesus, dan berdoa dalam Roh sampai ia jatuh tertidur. Kembali, hal itu perlu waktu sepuluh sampai lima belas menit. Keesokan malamnya, Lisa sedang membersihkan riasan wajahnya di kamar mandi dan saya berbaring di kasur. Untuk ketiga kalinya berturut-­turut kami mendengar jeritan yang menegakkan bulu roma itu. Kali ini pikiran yang muncul sedikit lebih kuat: John, kau sudah berdoa untuk Addison nyaris selama dua minggu. Kau berdoa tadi malam dan malam sebelumnya. Sudahlah, kau tidak membuat anakmu 0HODZDQ,EOLV lebih baik! Doamu sama sekali tidak berhasil! Kembali saya melawan pikiran itu dan menggantinya dengan Firman Allah dan bangkit dari tempat tidur. Mata saya melihat jam, dan saya ingin memastikannya. Untuk ketiga kalinya berturut-­turut, jeritan itu terjadi pada pukul 12.11 dini hari. Saya benar-­benar geram! Saya menerjang ke kamar bayi, melihat anak saya yang menderita, menjangkau ke dalam buaiannya, dan menumpangkan tangan saya ke dadanya. Saya memandang pada bayi kecil saya dan saya merasa bukan hanya saya yang menatapnya;; seolah-­olah Roh Kudus menatap Dia melalui mata saya. Dengan amarah dan otoritas yang besar saya berteriak, “Kau roh kolik dan kelemahan, cukup sudah kau menyiksa anakku! Aku mematahkan kutuk yang berasal dari garis keluarga Lisa, dan aku memerintahkan engkau di dalam nama Yesus untuk menjauhkan tangan kotormu dari Addison! Kau harus segera pergi, dan jangan pernah kembali lagi!” Anda akan mengira hal itu membuat si bayi ketakutan, namun malam sebaliknya. Addison kecil langsung berhenti menangis, menatap saya dengan lembut, kemudian menutup matanya, dan tertidur. Itulah terakhir kalinya ia menangis karena kolik. Sejak malam itu, ia menjadi bayi yang normal dan bahagia. Musuh sudah angkat tangan;; ia capek terus-­menerus ditikam dengan pedang. Ia meninggalkan Addison dan tidak pernah kembali lagi. Anak kedua kami, Austin, lahir hampir tiga tahun kemudian. Beberapa bulan setelah kelahirannya, ia mulai memperlihatkan gejala-­ gejala yang sama. Saya tahu saya sudah siap untuk menghadapi pertempuran lain lagi. Saya berbicara dengan penuh otoritas atau atau dua kali, dan jeritan mengerikan itu berhenti. Kolik itu berhenti dalam waktu beberapa hari dan tidak pernah menyiksa Austin lagi. Ketika anak ketiga kami, Alec, lahir beberapa tahun kemudian, ia sama sekali tidak bermasalah dengan kolik. Siklus itu telah dipatahkan. Saya membayangkan musuh berpikir, Kalau aku mencoba lagi, aku pasti akan dihantam dan ditikam dengan pedang—Firman Allah. Sahabat yang baik, jangan gampang menyerah dalam melawan Iblis. Hardiklah ia secara langsung dan secara tegas dengan otoritas yang diberikan Tuhan Yesus Kristus kepada Anda. Kebulatan hati kita untuk bebas dari belenggu harus lebih besar dari kebulatan hati musuh untuk memperbudak kita. Saya tidak akan pernah melupakan kesaksian seorang misionaris luar biasa yang melayani suku Indian di Meksiko. Ia bekerja terutama 7DN.HQDO0HQ\HUDK di desa-­desa kecil di pegunungan, dan hampir setiap orang di sebuah desa sudah menjadi orang percaya sebagai buah pelayanan timnya. Suatu malam ia dibangunkan oleh penduduk desa. Mereka panik. Bayi sepasang suami-­istri anggota gereja misi itu baru saja meninggal dunia. Anggota keluarga segera meminta misionaris itu untuk datang dan berdoa. Ia langsung bangun, pergi ke rumah mereka, dan memerintahkan roh kematian untuk meninggalkan bayi itu. Dalam beberapa menit, bayi itu mulai batuk, bersin, dan bernafas. Bayi itu kembali dari kematian! Setiap orang bersukacita, dan misionaris itu kembali ke rumahnya dan kembali tidur. Tidak lama kemudian orang-­orang yang tadi kembali mengetuk pintunya. Bayi itu mati lagi untuk kedua kalinya. Misionaris itu bangkit, menghardik roh kematian, dan bayi itu kembali hidup. Misionaris itu bercerita bahwa ia harus melawan roh kematian beberapa kali sebelum roh itu benar-­benar meninggalkan si bayi. Bayi itu masih hidup, dan ketika misionaris itu bersaksi, ia salah satu anak yang sehat di desa itu. BERPEGANG TEGUH Terlalu sering saya menyaksikan orang percaya mengalami kehilangan yang tragis. Orang-­orang yang berniat baik telah sungguh-­sungguh menerima berkat, kesembuhan, dan mukjizat dari Allah, namun dalam beberapa hari, minggu, bulan, atau kadang-­kadang tahun, mereka kehilangan apa yang sudah mereka terima itu. Itulah sebabnya Alkitab memerintahkan kita: “Peganglah yang baik” (1 Tesalonika 5:21). Setiap orang percaya harus merenungkan, menghapalkan, dan berdiri teguh menurut nasihat ini. Saya belajar hal itu sejak awal kehidupan Kristen saya. Sepanjang sebagian besar masa remaja, saya menderita gangguan nyeri punggung bawah. Setelah saya menjadi orang percaya selama sekitar setahun, saya mengikuti kebaktian dengan seorang teman. Perempuan yang mengadakan kebaktian mengumumkan, “Ada seseorang dalam kebaktian malam ini yang menderita gangguan nyeri punggung, khususnya di punggung bagian bawah.” Saya langsung tahu yang dimaksudkannya adalah saya, namun saya agak sangsi dengan apa yang sedang terjadi saat itu. Saya sudah terbiasa mengikut misa Katholik sepanjang hidup saya dan merasa tidak 0HODZDQ,EOLV nyaman mendengar seorang hamba Tuhan menyebut-­nyebut masalah seseorang. Saya tetap duduk. Ketika perempuan itu melanjutkan khotbahnya, saya merasa lega. Sepuluh menit kemudian ia berkata, “Mohon maaf, ternyata Tuhan tidak mau saya mengabaikan masalah ini. Ada orang dalam kebaktian ini yang memerlukan kesembuhan pada punggungnya.” Kembali saya berpikir, Aku tidak akan maju ke depan di hadapan semua orang ini. Aku tidak akan bergerak. Akan tetapi, kali ini Roh Kudus menggerakkan saya, maka saya menyingkirkan kecemasan saya dan memutuskan untuk menanggapinya. Perempuan itu dan suaminya berdoa untuk punggung saya, dan saya langsung sembuh. Saya terheran-­heran! Selama tiga tahun punggung saya selalu kesakitan. Saya benar-­benar takjub akan apa yang Allah kerjakan dalam tubuh saya pada malam itu. Selama beberapa minggu saya menikmati punggung yang terbebas dari nyeri. Sungguh menyenangkan. Saya senang dapat mencondongkan tubuh untuk menyikat gigi atau bercukur dan tidak harus meringis kesakitan karena punggung saya nyeri. Saya benar-­ benar bahagia dan bersyukur atas apa yang sudah Allah kerjakan. Sekitar satu bulan kemudian saya sedang berbaring di kasur, sudah hampir tertidur, ketika sesuatu memasuki kamar saya. Saya tidak dapat melihatnya, tetapi jelas saya dapat merasakannya. Kamar saya hanya diterangi cahaya bulan dari jendela, namun anehnya ruangan itu tampak lebih gelap. Dengan masuknya hadirat itu, masuk pula ketakutan. Tiba-­tiba saya merasakan lagi kenyerian di punggung bawah seperti yang saya alami selama bertahun-­tahun. Muncul pikiran dalam benak saya, Kamu sudah kehilangan kesembuhanmu! Hari-­hari tanpa rasa nyerimu sudah berakhir. Kau akan punya punggung yang nyeri sepanjang sisa hidupmu. Sebagai orang percaya yang masih baru, saya sudah menekuni Firman Allah dan cukup tahu bahwa ini suatu serangan. Musuh sedang berusaha membuat saya memercayai dusta itu agar nyeri itu tetap bertahan. Saya langsung melompat dari tempat tidur dan berjalan bolak-­balik, sambil berteriak, “Iblis, aku sudah sembuh di kebaktian dua minggu lalu itu. Aku berpegang teguh pada kesembuhan itu! Alkitab berkata bahwa oleh bilur-­bilur Yesus Kristus aku sudah sembuh. Kau tidak bisa mengembalikan rasa nyeri ke punggungku lagi. Aku akan tetap bebas dari rasa nyeri. Aku memerintahkan engkau untuk meninggalkan tubuhku, kamarku, dan apartemenku saat ini juga di 7DN.HQDO0HQ\HUDK dalam nama Yesus!” Ruangan itu benar-­benar menjadi terang kembali. Rasa takut dan hadirat yang menyertai serangan itu langsung lenyap, dan rasa nyeri pun ikut lenyap. Sejak saat itu saya tidak pernah lagi harus melawan nyeri. Yesus berkata, “Jagalah baik-­baik apa yang kalian miliki, supaya tidak seorang pun merenggut hadiah kemenanganmu” (Wahyu 3:11, BIS). Kita harus tak kenal menyerah dalam berpegang teguh pada apa yang sudah kita terima dari Allah. Salah satu cerita paling menyedihkan yang pernah saya saksikan adalah seorang pria yang menerima kesembuhan secara ajaib pada suatu malam dalam kebaktian gereja saat saya berkhotbah. Yang hadir sangat banyak, Kita harus tak maka sesudah berkhotbah saya berdoa kenal menyerah dalam untuk orang banyak sekaligus. Saya berpegang teguh melihat seorang pria yang tertunduk, pada apa yang sudah menangis di antara lautan orang di kita terima dari Allah. depan saya. Saya mendekatinya untuk mengetahui apa yang terjadi. Ternyata ia sudah dioperasi beberapa kali di punggungnya dan menanggung cacat seumur hidupnya. Ia selama ini hidup dalam kesakitan yang kronis, namun kini disembuhkan sepenuhnya. Ia menangis dan menangis dan menangis dengan penuh sukacita—belum pernah saya melihat orang dewasa menangis seperti itu—karena kemerdekaan menakjubkan yang dialaminya. Beberapa minggu kemudian kamu bertemu lagi di restoran. Ia tersenyum lebar, penuh semangat, dan bercerita bahwa penyakitnya sudah berakhir dan ia menikmati kemerdekaan yang baru saja dialaminya. Saya benar-­benar ikut bersukacita mendengarnya. Kira-­kira setahun kemudian saya bertemu dengannya lagi. Ia tidak menyambut saya dengan tersenyum seperti sebelumnya. Nyatanya, ia tidak mendekati saya sama sekali. Saya mengenalinya dan menanyakan kabarnya. Ia bercerita bahwa penyakit punggungnya kambuh lagi. Ia bertanya-­tanya apakah kesembuhan yang dialaminya dalam kebaktian malam itu memang otentik. Ia berusaha menenteramkan saya dengan mengatakan bahwa kekambuhan itu tidak sepenuhnya buruk karena Allah sedang mengajarinya sesuatu melalui rasa sakit itu. Saya berusaha 0HODZDQ,EOLV membagikan kepadanya perkataan Yesus untuk “berpegang teguh,” tetapi ia tidak berminat mendengarkan apa yang saya sampaikan. Ia sudah meyakinkan dirinya akan hal yang sebaliknya. Sampai saat ini ia seorang pria yang baik, ayah dan suami yang hebat, namun, sungguh disayangkan, ia menanggung beban yang sudah dibuang Yesus dengan harga yang sangat mahal. TIDAK MUNGKIN KITA TIDAK MENERIMANYA Apa yang akan saya katakan saat ini benar-­benar penting. Jika Anda percaya dan tetap teguh dalam melawan si jahat, Anda akan selalu menang. Peganglah dengan teguh, nyatakan, dan bertindaklah menurut janji ini dengan berani: “Lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari hadapanmu” (Yakobus 4:7). Kata bahasa Yunani untuk “lari” adalah pheugo. Artinya “lenyap, meloloskan diri, menjauhi, dan menyelamatkan diri dengan lari.” Bagus sekali! Firman Allah tidak berkata bahwa Iblis mungkin lari dari hadapan Anda. Tidak, jika Anda melawannya, ia akan atau pasti lari. Ia membenci perlawanan yang berani dan alkitabiah. Anda harus tahu bahwa musuh itu takut kepada Anda! Ketika ia melihat Anda, ia tidak melihat apa yang dilihat teman Anda;; ia melihat Kristus. Anda adalah tubuh Kristus;; Anda orang yang diurapi Allah. Anda diciptakan menurut gambar Dia yang menghancurkan Iblis dan melucuti seluruh persenjataannya. Anda ancaman yang sangat besar. Banyak orang yang membiarkan imajinasinya membesar-­besarkan kuasa Iblis, namun ia ada di bawah Anda—di bawah kaki tubuh Kristus. Bahkan jika Anda adalah jari paling kecil di tubuh Kristus, semua kuasa musuh jauh di bawah posisi Anda di dalam Kristus. Nyatanya, Kitab Suci menyatakan, Sekarang engkau telah jatuh dari langit, hai Bintang Timur (Lusifer), putra Fajar! Engkau telah ditebang dan rebah di tanah — sekalipun engkau dulu gagah perkasa ketika melawan bangsa-­bangsa di dunia. Karena engkau berkata dalam hatimu, “Aku akan naik ke surga dan memerintah bintang-­bintang Allah (para malaikat). Aku akan menduduki takhta yang paling tinggi. Aku akan bersemayam di atas Bukit Pertemuan, jauh di utara. Aku akan naik sampai ke langit yang paling atas dan menjadi seperti Dia Yang Mahatinggi.” Namun engkau 7DN.HQDO0HQ\HUDK akan dibawa turun sampai ke lubang neraka, lubang yang paling dalam. Semua yang ada di situ akan menatap engkau dan bertanya kepadamu, “Dia inikah yang telah menggetarkan kerajaan-­kerajaan di bumi?” (Yesaya 14:12-­16, FAYH) Secara historis, Yesaya menulis tentang raja Babel. Akan tetapi, ÀUPDQQXEXDWDQVHULQJPHQJDQGXQJGXDSHQHUDSDQGDQSHQJJHQDSDQ yang berbeda—yang satu alamiah, yang lain rohaniah. Karena Yesaya menulis tentang dia yang pasukannya menghancurkan orang-­orang, keluarga-­keluarga, dan bangsa-­bangsa, tak perlu diragukan lagi bahwa di tataran rohani ia berbicara tentang Iblis. Menurut Yesaya, kesudahannya adalah lubang api neraka yang paling dalam tempat ia dan antek-­anteknya akan “disiksa siang malam untuk selama-­lamanya” (Wahyu 20:10, FAYH). Tidak mungkin Anda tidak menerima berkat dan pembebasan dari Allah jika Anda percaya dan berdiri teguh melawan bala kegelapan yang menyerang. Hal itu bisa terjadi dalam area keuangan, hikmat, kesehatan, bisnis, pelayanan, atau, paling penting, kemampuan Anda untuk menolong orang lain. Jika Anda melawan dengan pedang Roh, Anda pasti akan berjaya setiap kali, sama seperti Yesus. KATA-KATA PERINGATAN Sebelum mengakhiri bab ini, saya ingin membahas dua sikap ekstrem yang saya saksikan dalam tubuh Kristus. Sikap ekstrem pertama adalah mencari-­cari Iblis di balik setiap perkara. Orang Kristen dalam kelompok ini terlalu memikirkan roh jahat sampai mereka mengalihkan pandangan dari Sang Guru. Ini sikap yang sangat tidak bijaksana. Ekstrem kedua adalah mengasihi Allah, namun sepenuhnya mengabaikan musuh, seperti Pendeta Ken yang datang ke kantor saya. Pola pikir utama orang Kristen dalam kelompok ini adalah: Jika aku tidak memedulikan si jahat, ia pada akhirnya akan menjauh sendiri. Gagasan semacam itu sia-­sia dan jauh dari kebenaran. Kita diperintahkan untuk secara aktif melawan musuh dan terus melakukannya sampai kehendak Allah menang. Kita harus selalu ingat bahwa apa yang tidak kita hadapi di dalam nama Yesus tidak akan berubah. Jangan menyingkir dari konfrontasi! Itu tugas Anda sebagai warga kerajaan Allah, itu ketaatan Anda kepada Allah, dan itu termasuk dalam lingkup kuasa Allah yang dahsyat yang telah dikaruniakan kepada Anda oleh anugerah-­Nya. 0HODZDQ,EOLV Alkitab mengajarkan kepada kita cara untuk hidup sehat secara rohani. Kita diperintahkan, “Marilah kita... berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman dan membawa iman kita itu kepada kesempurnaan” (Ibrani 12:1-­2). Gaya hidup yang sehat dilandasi dengan mata yang tertuju kepada Yesus dan terus terarah kepada-­Nya. Jika Iblis atau anteknya merintangi, usirlah dia jauh-­jauh! Lawanlah dan ia akan lari! Namun kemudian fokuskan kembali perhatian Anda kepada Yesus. Dialah yang memimpin kita dalam iman, dan Dia pula yang akan menyempurnakan kita dalam iman. 14 PERLAWANAN YANG PALING AMPUH Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama. 1 PETRUS 5:9 M isalkan ada pasukan militer bengis yang menduduki negara Anda dan menjajahnya selama bertahun-­tahun. Untuk benar-­ benar merdeka, Anda bukan hanya harus menghadapi musuh dalam pertempuran langsung, namun Anda juga harus menghancurkan pertahanan yang telah mereka dirikan. Itu bisa berupa ranjau darat tersembunyi, perangkap, bunker, dan markas—untuk menyebutkan beberapa di antaranya. Akan tetapi salah satu pertahanan yang paling sulit adalah pola pikir menyimpang dan jahat yang telah ditanamkan kepada warga bangsa jajahan. Perlawanan semacam ini tidak dapat dihadapi dengan SHUWHPSXUDQODQJVXQJNDUHQDVLIDWQ\DSVLNRORJLVEXNDQÀVLN1DPXQ jika Anda tidak menang dalam aspek peperangan yang paling licik ini, kemenangan apa pun yang diraih dalam pertempuran langsung bisa jadi pada akhirnya hilang. Dalam bab ini, kita akan mempersenjatai diri untuk menghadapi perlawanan semacam ini. Seperti halnya dengan pertempuran langsung, kita harus melakukannya dengan teguh—dengan tak kenal menyerah. Jika tidak, semua bentuk peperangan lainnya menjadi tidak berarti. Rasul Yakobus menekankan aspek peperangan ini ketika ia menulis, 7DN.HQDO0HQ\HUDK “Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari hadapanmu!” (Yakobus 4:7). Dalam ayat ini Yakobus mengungkapkan bahwa metode utama untuk melawan Iblis adalah dengan tunduk kepada Allah. Ini berarti secara konsisten hidup dalam kepercayaan dan ketaatan kepada-­Nya. Dengan berbuat demikian, kita dapat membawa jalan-­Nya, pola pikir-­ Nya, dan prinsip-­prinsip-­Nya ke dalam area-­area dunia yang bengkok dan menyimpang di sekitar kita. Ketaatan mutlak adalah metode utama menghadapi kubu pertahanan atau serang musuh dan untuk naik menuju taraf otoritas dan pemerintahan yang lebih tinggi. Simaklah perkataan Paulus: Memang kami masih hidup di dunia, tetapi kami tidak berjuang secara duniawi, karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-­ benteng. Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus, dan kami siap sedia juga untuk menghukum setiap kedurhakaan, bilamana ketaatan kamu telah menjadi sempurna. (2 Korintus 10:3-­6). Kubu pertahanan Iblis adalah proses berpikir, pola pikir, penalaran, pandangan intelektual, imajinasi, dan pola psikologis lainnya yang bertentangan dengan pengetahuan atau kehendak Allah. Hal ini mencakup, namun tidak terbatas pada, kecemburuan, ketamakan, keegoisan, manipulasi, hawa nafsu, perselisihan, bujukan, dan iri hati. Sikap hati dan pikiran ini berlawanan dengan kebenaran Allah GDQ PHPDQWLN NRQÁLN URKDQL $NDQ WHWDSL VHSHUWL GLWXOLV 3DXOXV ketaatan kita memampukan kita untuk menghancurkan bentuk-­bentuk ketidaktaatan ini. BERTUMBUH DI DALAM KRISTUS Seperti dinyatakan dalam bab terdahulu, taraf otoritas dan kekuasaan kita meningkat saat kita dengan sukses mengatasi perlawanan. Dengan kata lain, kita berubah dan bertumbuh dalam pemerintahan. Menyimak kembali nasihat Petrus untuk “mempersenjatai diri” memberi kita 3HUODZDQDQ<DQJ3DOLQJ$PSXK wawasan yang lebih kaya: Jadi, karena Kristus telah menderita secara badani, kamu pun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian—karena siapa yang telah menderita secara badani, ia telah berhenti berbuat dosa—supaya waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah. (1 Petrus 4:1-­2) Mereka yang telah menanggung penderitaan telah berhenti berbuat dosa. Apakah yang dimaksudkan Petrus dengan hal ini? Ia berbicara tentang mencapai kedewasaan rohani, menjadi orang dewasa di dalam Kristus. “Orang yang dewasa secara rohani” di dalam kerajaan Allah tidak lagi hidup menurut keinginan manusia, namun berkomitmen sepenuhnya pada dan menaati kehendak Allah. Ia tidak lagi menyerah pada tekanan dunia ini, namun sekarang dapat menghancurkan kubu pertahanan musuh. Paulus menggambarkan kuasa ini dalam 2 Korintus 10:6 sebagai “siap sedia juga untuk menghukum setiap kedurhakaan, bilamana ketaatan kamu telah menjadi sempurna.” Kita harus ingat bahwa, berapa pun umur kita secara jasmani, kita dilahirkan sebagai bayi ke dalam keluarga Allah. Dan Dia mengharapkan agar kita bertumbuh. Dia memerintahkan kita, “Jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu menginginkan air susu yang murni dan rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan” (1 Petrus 2:2). Sama seperti kita melalui tahap-­ tahap pertumbuhan jasmani (masa bayi, masa kanak-­kanak, dan masa dewasa), kita juga melalui tahan-­tahap kedewasaan rohani. Paulus menyatakan, “Saudara-­saudara, sebenarnya saya tidak dapat berbicara dengan Saudara seperti dengan orang yang mempunyai Roh Allah. Saya hanya dapat berbicara denganmu seperti dengan orang yang masih hidup menurut keinginan duniawi;; seperti dengan orang yang masih bayi dalam kepercayaannya kepada Kristus” (1 Korintus 3:1). Orang Kristen di Korintus ini mungkin sudah dewasa secara umur, tetapi mereka masih bayi dalam hal kedewasaan rohani. Sungguh menyedihkan berada di tempat seperti itu. Dalam surat yang lain, Paulus menggambarkan tahap selanjutnya dalam pertumbuhan rohani, masa kanak-­kanak: “sehingga kita bukan lagi anak-­anak, yang diombang-­ambingkan oleh berbagai angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan” (Efesus 4:14). Dan kembali Paulus menulis, “Saudara-­ 7DN.HQDO0HQ\HUDK saudara, janganlah sama seperti anak-­anak dalam pemikiranmu. Jadilah anak-­anak dalam kejahatan, tetapi orang dewasa dalam pemikiranmu” (1 Korintus 14:20). Kita perlu polos dalam pemikiran, menjadi seperti anak-­anak, dalam kejahatan;; namun dalam pengertian dan keteguhan, kita perlu menjadi orang percaya yang dewasa. Seorang bayi akan menanggapi pelatihan apa pun yang diterimanya, entah baik entah buruk. Anak-­anak juga rentan dan mudah dipengaruhi. Akan tetapi, kebanyakan orang dewasa tahu di mana ia berpijak dan tidak mudah digoyahkan oleh desakan yang salah. Kita dinasihati untuk bertumbuh di dalam Kristus sehingga kita dapat berdiri teguh di dalam kebenaran dan secara efektif menangkis atau menghukum segala ketidaktaatan. Menurut Paulus, diperlukan pengertian untuk menjadi dewasa di dalam Kristus. Namun, kita masih memerlukan lebih dari itu, dan Petrus membahasnya. Bagaimana kita bertumbuh secara rohani? Kita dapat PHPEDQGLQJNDQQ\D GHQJDQ SHUWXPEXKDQ ÀVLN GDQ PHQWDO )DNWRU DSDNDK\DQJPHQXQMDQJDWDXPHPEDWDVLSHUWXPEXKDQÀVLN":DNWX Pernahkah Anda melihat bayi enam bulan yang setinggi 160 cm? Tidak ada, biasanya perlu lima belas sampai delapan belas tahun untuk PHQFDSDLWLQJJLLWX3HUWXPEXKDQÀVLNDGDODKIXQJVLGDULZDNWX 3HUWXPEXKDQ PHQWDO GLEDQGLQJNDQ GHQJDQ SHUWXPEXKDQ ÀVLN tidak terbatasi oleh waktu. Saya pernah bertemu dengan anak empat belas tahun yang sudah lulus SMA dan disebut sebagai “anak genius.” Saya pernah bertemu dengan orang berumur lima puluh tahun dan belum lulus dari SMA. Jadi, pertumbuhan mental atau intelektual bukan fungsi dari waktu, melainkan fungsi dari pembelajaran. Anda harus naik dari kelas satu ke kelas dua, kemudian berlanjut ke kelas tiga, empat, lima, dan seterusnya. Anda dapat melakukannya secara cepat atau secara lambat menurut keinginan Anda. Nah, apakah pertumbuhan dan kedewasaan rohani merupakan fungsi dari, dan terbatasi oleh, waktu? Yah, saya pernah mengamati orang yang baru lahir kembali selama setahun, namun sudah bertumbuh dalam kedewasaan. Kemudian saya juga pernah menemukan orang yang sudah selama selama dua puluh tahun, namun masih mengenakan “popok rohani” dan menjadi biang masalah bagi pemimpin Kristen mereka dan juga saudara seiman lainnya. Jadi, kedewasaan rohani bukanlah fungsi waktu. Apakah pertumbuhan dan kedewasaan rohani merupakan fungsi dari, dan terbatas pada, pembelajaran? Orang Farisi dapat mengutip 3HUODZDQDQ<DQJ3DOLQJ$PSXK lima kitab pertama Alkitab secara persis, tetapi mereka tidak dapat mengenali Anak Allah ketika Dia menyembuhkan orang sakit dan mengusir roh jahat tepat di depan mata mereka. Kehidupan mereka PXQDÀN GDQ PHUHND VHFDUD URKDQL EXWD DNDQ NHGDWDQJDQ GDQ pelayanan Mesias. Jadi, apakah yang menunjang pertumbuhan rohani itu? Apa yang membatasinya? Jawabannya adalah penderitaan. Perhatikan kembali perkataan Petrus: “Siapa yang telah menderita secara badani, ia telah berhenti berbuat dosa” (1 Petrus 4:1). Seseorang yang telah berhenti berbuat dosa telah mencapai kedewasaan rohani yang sempurna. Mungkin muncul sanggahan, “Saya pernah melihat orang yang telah menderita, dan kini mereka merasakan kepahitan.” Hal itu memang dapat terjadi. Jadi, pasti ada unsur lain yang merupakan kunci menuju kedewasaan rohani. Penulis kitab Ibrani memberikan pencerahan: “Sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar taat dari apa yang telah diderita-­Nya” (Ibrani 5:8). Ayat ini menjelaskan bahwa Yesus tidak secara otomatis mengenakan ketaatan ketika Dia datang ke muka bumi;; Dia harus mempelajarinya, pertumbuhan rohani dan Dia melakukannya dengan bukan terjadi ketika sempurna: Dia tidak pernah berdosa matahari bersinar cerah atau melakukan kesalahan. Untuk dalam hidup kita pembahasan kita, poin utamanya adalah Yesus belajar taat melalui penderitaan. Jika kita memadukan ayat ini dengan perkataan Petrus, nyatalah bahwa pertumbuhan rohani bukan terjadi ketika matahari bersinar cerah dalam hidup kita, ketika setiap orang menyanjung kita dan memperlakukan kita dengan ramah, dan segala sesuatu berjalan dengan lancar. Tidak, kita bertumbuh secara rohani ketika kita terus menaati Allah di tengah pencobaan. Kita bertumbuh semakin kuat ketika kita tunduk pada hikmat Allah setiap kali orang PHPÀWQDK NLWD PHQJJRVLSNDQ NLWD PHPSHUODNXNDQ NLWD GHQJDQ buruk, atau berusaha mencelakakan kita... atau ketika kita baru saja kehilangan pekerjaan, mendapatkan laporan yang buruk dari pengacara atau dokter, atau tidak tahu dari mana akan mendapatkan dana yang diperlukan. Kita memilih untuk memercayai Allah di tengah kesukaran, bahkan sekalipun hal itu tampaknya merugikan kita. Kita memilih untuk melawan kejahatan yang menyerang kita, pertama dan terutama dengan 7DN.HQDO0HQ\HUDK menaati Firman Allah. Dengan cara seperti inilah pertumbuhan rohani yang sejati terjadi. Kehidupan Yusuf, anak Yakub, menggambarkan hal ini dengan indah. MIMPI YUSUF Allah mengikat perjanjian dengan Abraham. Janji ini diteruskan kepada Ishak, anaknya, dan kepada Yakub, cucunya. Yakub memiliki dua belas anak;; yang kesebelas adalah Yusuf. Kakak-­kakak Yusuf membencinya, dan Kitab Suci menjelaskan penyebabnya. Yusuf yang masih muda suka mengadu (Kejadian 37:2) dan membusungkan dada (ayat 5). Dan ayah mereka, Yakub, lebih mengasihi Yusuf daripada yang lain dan memanjakannya dengan memberinya jubah indah warna-­warni. Semuanya itu semakin menambah kebencian kakak-­kakak Yusuf. Dengan hubungan yang sudah tegang seperti itu, Allah memberi Yusuf dua buah mimpi. Dalam mimpi pertama Yusuf melihat berkas-­ berkas gandum di ladang. Ia melihat berkasnya berdiri tegak, adapun berkas kakak-­kakaknya menunduk kepada berkasnya. Dalam mimpi kedua Yusuf melihat matahari dan bulan dan sebelas bintang sujud menyembahnya. Yusuf dengan naif dan dengan antusias menceritakan kedua mimpinya itu kepada saudara-­saudaranya beserta dengan tafsirannya bahwa suatu hari ia akan memerintah atas mereka. Tentu saja kakak-­kakaknya tidak ikut bersukacita bersamanya, namun malah makin membencinya. Nantinya, sepuluh kakaknya pergi jauh dari rumah untuk mencari padang rumput yang segar untuk menggembalakan ternak ayah mereka. Waktu berlalu, dan Yakub menyuruh Yusuf untuk melihat keadaan mereka. Ketika kakak-­kakaknya melihat Yusuf datang, mereka bersekongkol, “Ini dia, datanglah adik kita, Sang Pemimpi, Tuan Pemimpin, Penguasa kita yang Gemilang. Marilah kita membunuhnya! Akan kita lihat nanti, bagaimana jadinya dengan mimpinya itu” (parafrase saya). Maka mereka pun melemparkannya ke dalam sumur dengan maksud membiarkannya sampai mati. Akan tetapi, beberapa jam kemudian lewat karavan bangsa Ismael yang sedang dalam perjalanan menuju Mesir. Yehuda, anak keempat, mendapatkan ide cemerlang. “Hei Bung, tunggu sebentar. Kalau kita membiarkan dia membusuk di sumur, tidak akan ada gunanya bagi kita. Mari kita menjualnya sebagai budak, agar kita mendapatkan sejumlah uang. Itu sama saja 3HUODZDQDQ<DQJ3DOLQJ$PSXK dengan dia mati dan tidak akan pernah merepotkan kita lagi, dan kita akan membagi-­bagi barang-­barangnya. Yang lebih penting, kita tidak menanggung darahnya kalau sampai ia mati” (parafrase saya). Saudara-­saudara lain yang ada di situ menyukai ide itu, maka mereka menjual Yusuf sebesar dua puluh keping perak. Kecemburuan, kebencian, dan pikiran jahat mereka menyulut tindakan yang dimaksudkan untuk merampas warisan Yusuf dan menjauhkannya dari keluarga. Ingatlah, saudara-­saudara Yusuf sendirilah yang melakukannya! Sulit bagi kita membayangkan ketidakadilan yang menimpa Yusuf. Menjualnya sebagai budak nyaris sama kejamnya dengan mencabut nyawanya. Pada saat itu, anak laki-­laki sangat berarti bagi keluarganya, karena dialah yang memikul nama dan warisan ayahnya. Kakak-­kakak Yusuf merampas kehormatan ini dari Yusuf. Mereka menghapuskan namanya, melenyapkan sepenuhnya identitasnya. Pada saat itu, jika orang dijual sebagai budak ke negara lain, ia akan terus menjadi budak seumur hidup. Istri dan anak-­anaknya semuanya juga akan menjadi budak. Bagi Yusuf, segala sesuatu yang dikenalnya dan segala sesuatu yang dicintainya lenyap sudah. Amatlah sulit seseorang hidup sebagai budak seumur hidupnya, terlebih lagi bila orang itu terlahir sebagai ahli waris orang yang kaya, namun kemudian dilucuti seluruh haknya— dan hal itu dilakukan oleh saudara seayahnya sendiri! Yusuf saat itu nyaris seperti “orang mati” yang hidup. Saya membayangkan Yusuf harus melawan pikiran-­pikiran yang mengharapkan lebih baik dirinya mati daripada dijual sebagai budak. Tindakan kakak-­kakak Yusuf itu betul-­betul jahat dan keji. Ketika karavan itu tiba di Mesir, Yusuf dijual kepada orang bernama Potifar, seorang pejabat di istana Firaun. Ia sekarang menjadi hal milik Potifar. Anda dan saya dapat membaca kisah ini di Alkitab ribuan tahun setelah peristiwanya terjadi sehingga kita sudah mengetahui kesudahannya. Namun ingat, Yusuf belum dapat membaca Kitab Kejadian. Ia tidak tahu bagaimana masa depannya kecuali menjadi budak di tanah asing. Tampaknya ia tidak akan bertemu lagi dengan ayah, teman-­teman, atau tanah asalnya. Tampaknya pula ia sudah kehilangan seluruh kesempatan untuk menyaksikan mimpinya menjadi kenyataan. Bagaimana mungkin impian itu menjadi nyata? Ia seorang budak di Mesir;; ia tidak dapat pergi ke mana pun, karena ia terikat pada orang lain sepanjang sisa hidupnya. Tetapi kita hidup oleh iman dan bukan oleh apa yang kita lihat. 7DN.HQDO0HQ\HUDK Yusuf melayani Potifar selama sepuluh tahun. Tidak pernah ada kabar dari rumah, dan setiap tahun yang berlalu hanya memperkuat realitas pedih bahwa kakak-­kakaknya sudah mengabarkan bahwa ia mati kepada semua orang yang dicintainya. Ia yakin bahwa saat ini ayahnya, Yakub, sudah meratapi kehilangannya dan melanjutkan kehidupan tanpanya. Tidak ada pengharapan bahwa ayahnya akan menyelamatkannya atau bertemu lagi dengannya. Seiring dengan berjalannya waktu, Yusuf menjadi orang yang dipercayai Potifar. Ia ditugaskan untuk mengelola rumah tangga Potifaer dan segala sesuatu kepunyaannya. Tetapi pada saat yang sama, sesuatu yang mengerikan tengah mendidih di balik permukaan. Istri Potifar ternyata memendam birahi terhadap Yusuf, dan ia tidak malu-­malu untuk mengungkapkannya. Sebaliknya, ia malah sangat nekad, karena ia mendekati Yusuf setiap hari. Ia perempuan kaya yang terbiasa mendapatkan apa saja yang diingininya. Ia bukan hanya gigih, namun juga mengenakan busana dan parfum terbaik—dan tak ayal ia memiliki roh yang kuat dan suka merayu. Akan tetapi, Yusuf dengan bijaksana melawan setiap upayanya: “Engkau isterinya. Bagaimanakah mungkin aku mengkhianati kepercayaannya dan berbuat dosa terhadap Allah?” (Kejadian 39:9, MSG). Meskipun masa hidupnya yang masih mudah seakan sudah hancur oleh pengkhianatan dan kekecewaan, Yusuf seorang yang berpegang teguh pada kebenaran, tunduk pada Allahnya, dan itulah titik pijaknya. Suatu hari, Yusuf dan Potifar sendirian di rumah. Masih terus berniat merayunya, ia merenggut jubah Yusuf dan mendesaknya, “Ayolah, suamiku sedang pergi, mari kita pergi tidur bersama. Tidak akan ada orang yang mengetahuinya. Kita dapat menikmati hari ini dengan bersenang-­senang dan bercinta” (parafrase saya). Sekali lagi, Yusuf menolak imoralitas seksual dan meninggalkan rumah itu. Ia lari begitu cepat sampai jubahnya tertinggal di tangan perempuan itu. Rasa malu perempuan yang tertolak itu segera berubah menjadi amarah, dan ia menjerit, “Pemerkosaan!” Tanpa menunda-­nunda, Potifar menjebloskan Yusuf ke penjara Firaun. Sekali lagi, sama seperti ketika ia dijual oleh kakak-­kakaknya, dalam satu hari lenyaplah segala sesuatu yang baik dalam kehidupan Yusuf. 3HUODZDQDQ<DQJ3DOLQJ$PSXK PERTEMPURAN DI PENJARA Penjara di Amerika jelas tidak dapat diperbandingkan dengan penjara Firaun. Saya pernah melayani di beberapa penjara dan, sekalipun itu tempat yang tidak menyenangkan, penjara itu masih bisa dianggap sebagai hotel jika dibandingkan dengan penjara di Timur Tengah. Saya juga pernah mengunjungi beberapa penjara kuno di sana. Keadaannya dingin, lembap, suram, kurang cahaya dan kehangatan. Berbeda dengan penjara di Amerika, di sana tidak ada area olah raga, televisi, kafetaria, toilet, wastafel, atau kasur untuk alas tidur. Penjara itu hanya berupa ceruk ruangan atau lubang pada bebatuan. Sebagian besar sel penjara tingginya hanya satu setengah meter, kondisinya kasar dan tidak manusiawi. Pada saat itu, tahanan hanya diberi air dan makanan secukupnya untuk menjaga mereka tetap hidup, karena mudah saja bagi mereka untuk mati (lihat 1 Raja-­raja 22:27). Menurut Mazmur 105:18, “Mereka mengimpit kakinya dengan belenggu, lehernya masuk ke dalam besi.” Potifar menjebloskannya ke dalam penjara agar ia mati. Jika ia orang Mesir, ia mungkin masih memiliki kesempatan untuk lolos, namun sebagai budak asing yang dituduh memerkosa istri salah satu pejabat tinggi raja, Yusuf tidak memiliki pengharapan. Yusuf telah turun ke tempat yang serendah-­rendahnya dalam hidup manusia. Dapatkah Anda membayangkan pikiran apa yang harus ditepiskannya dalam penjara yang lembap dan gelap itu? Dengan waktu yang begitu luang, saya yakin musuh menyerang pikiran dan imajinasinya tanpa ampun. Dapatkah Anda mendengarkan pikiran Yusuf? Aku melayani Potifar dan rumah tangganya dengan setia, dengan jujur, dan dengan tulus selama lebih dari sepuluh tahun. Aku lebih setia kepadanya daripada kepada istrinya. Aku tetap setia kepada Allah dan tuanku GHQJDQVHWLDSKDULPHQMDXKLLPRUDOLWDVVHNVXDO$SDXSDKNHWDDWDQNX"3HQMDUD Kenapa aku tidak bertingkah seperti pria normal dan menikmati kesenangan GHQJDQSHUHPSXDQLWX"6HDQGDLQ\DDNXKDQ\DEHUKXEXQJDQVHNVGHQJDQQ\D ketika kami sendirian, tidak akan ada orang yang tahu dan aku tidak akan ada di penjara ini. Jika Yusuf memercayai dusta ini, tak ayal pemikirannya kemudian akan terjerumus semakin dalam: Jadi, beginikah cara Allah yang pengasih GDQ VHWLD PHPHOLKDUD PHUHND \DQJ PHQDDWL1\D" :DK 'LD VDPD VHNDOL WLGDN VHWLD³VHEDOLNQ\D 'LD PHQ\LNVD KDPED1\D 'LD PHPELDUNDQ RUDQJ jahat makmur dan memang, sedangkan aku tersiksa karena ketaatanku. Apa JXQDQ\D PHQDDWL $OODK" 'LD PHPEHULNX PLPSL NHSHPLPSLQDQ DNX KDQ\D 7DN.HQDO0HQ\HUDK PHQFHULWDNDQQ\D NHSDGD VDXGDUDVDXGDUDNX GDQ DSD \DQJ WHUMDGL SDGDNX" 6XPXU GDQ SHUEXGDNDQ /DOX DNX PHQDDWL $OODK GDQ PHQMDXKL LPRUDOLWDV VHNVXDOGDQDSDXSDKNX"3HQMDUDLQL7DPSDNQ\DVHPDNLQDNXWDDWVHPDNLQ EXUXNVDMDNHKLGXSDQNX0HOD\DQL$OODKLWXEHQDUEHQDUJXUDXDQ\DQJSDKLW Yusuf memiliki kemerdekaan yang sangat terbatas dalam penjara, namun ia masih memiliki hak untuk memilih tanggapannya terhadap segala sesuatu yang terjadi padanya. Akankah ia menjadi pahit dan penuh kebencian? Lesu dan sinis? Akankah ia menghina Firman Allah, memikir-­mikirkan pembalasan dendam, dan menyambut kebencian yang mengetuk di pintu hatinya? Atau, akankah ia dengan tekun melawan arus pikiran dan emosi negatif yang tak ayal membanjiri jiwanya? Saya ragu pernah terlintas dalam pikiran Yusuf sampai lama kemudian bahwa serangkaian peristiwa mengerikan ini adalah cara Allah untuk mempersiapkan dirinya memerintah. Yusuf sedang belajar taat melalui penderitaan. Otot-­otot ketaatannya sedang diregangkan sampai maksimal. Seakan-­akan ada beban seberat 143 kilo dipasang pada palang dan ia berada di bangku latihan dengan seluruh otot tubuh berteriak, Menyerah saja! Akankah ia mendengarkan teriakan dari surga Dorong! Dorong! Dorong! atau kita akan mendengarkan logika manusia, memilih jalan yang paling gampang berupa pembalasan yang pahit, dan rubuh karena beratnya tekanan beban? APAKAH ALLAH LENGAH? Bagi Yusuf, biang keroknya adalah kakak-­kakaknya. Kalau bukan karena tindakan mereka, ia tidak akan pernah berada di tempat yang busuk ini. Selama dua tahun di penjara, saya yakin sering terlintas dalam pikirannya betapa berbeda keadaannya seandainya kakak-­ kakaknya tidak mengkhianatinya. Seberapa sering kita melawan pemikiran yang serupa? Anda tentu tahu semua pemikiran Seandainya itu: Seandainya bukan karena bosku, aku pasti sudah dipromosikan, bukannya dipecat. Seandainya bukan karena mantan suamiku, kami tidak akan kesulitan keuangan seperti sekarang ini. 6HDQGDLQ\D EXNDQ NDUHQD RUDQJ \DQJ PHPÀWQDKNX GL WHPSDW NHUMD itu, aku tidak akan kehilangan pekerjaan dan menghadapi ancaman 3HUODZDQDQ<DQJ3DOLQJ$PSXK pengusiran dari manajer apartemen. Seandainya orangtuaku tidak bercerai, kehidupanku akan normal. Mudah saja bagi kita melemparkan kesalahan pada orang lain atas kesusahan yang kita hadapi dan membayangkan betapa jauh lebih baik keadaan kita seandainya semua perlawanan itu tidak menimpa kita. Namun ironisnya, pemikiran semacam itu malah akan melemahkan perlawanan kita terhadap perkara yang pada akhirnya akan membahayakan kita. Ancaman sesungguhnya bukanlah keadaan yang berlawanan, melainkan kepercayaan dan pemikiran keliru yang berusaha menyusup di tengah kesusahan yang kita alami. Kita harus tak kenal menyerah dalam kepercayaan kita kepada rencana Allah yang berdaulat dan dengan gigih melawan setiap logika yang bertentangan dengan Firman-­Nya. Pada akhirnya, kebenaran ini harus tertanam dengan kuat di dalam hati kita: Tidak ada seorang pun atau roh jahat yang dapat menyingkirkan kita dari kehendak Allah! Hanya Allah yang memegang tujuan hidup kita. Kakak-­kakak Yusuf berusaha keras untuk menghancurkan visi yang Allah berikan kepadanya. Mereka mengira mereka sudah mengakhirinya. Mereka bahkan berkata satu sama lain, “Sekarang, marilah kita bunuh dia dan kita lemparkan ke dalam salah satu sumur ini.... Dan kita akan lihat nanti, bagaimana jadinya mimpinya itu!” (Kejadian 37:20). Mereka dengan sengaja hendak menghancurkannya. Itu bukan suatu kecelakaan;; itu disengaja! Mereka ingin memupus sama sekali kesempatan Yusuf untuk memenuhi mimpinya. Apakah Anda mengira Allah lengah ketika mereka menjualnya ke dalam perbudakan? Dapatkah Anda membayangkan Allah Bapa melihat kepada Anak dan Roh Kudus dan dengan nada yang bingung dan panik berkata, “Apa yang akan Kita lakukan sekarang? Lihat apa yang telah dilakukan kakak-­kakak Yusuf! Mereka menghancurkan rencana Kita bagi kehidupannya. Lebih baik kita segera memikirkan sesuatu! Apakah Kita memiliki rencana cadangan?” Jika kita membayangkan tanggapan khas kebanyakan orang Kristen terhadap situasi yang genting, tampaknya hal seperti itulah yang terjadi di surga. Dapatkah Anda melihat Bapa berkata kepada Yesus, “Yesus, Pendeta Bob baru saja ditendang dari denominasinya karena ia mendoakan seseorang agar disembuhkan! Wah, tak disangka hal itu akan terjadi! Apakah kau punya gereja lain untuk dipimpinnya?” Atau bagaimana dengan ini: “Yesus, Sarah dan anak-­anaknya tidak memiliki penghasilan setelah suaminya menceraikannya dan tidak memberikan uang tunjangan untuknya dan anak-­anak. Lebih parah lagi, kondisi 7DN.HQDO0HQ\HUDK ekonomi sedang buruk, dan ia hanya berpendidikan rendah, tidak memiliki banyak kecakapan, dan jarang mengikuti pelatihan formal! Apa yang akan Kita lakukan?” Kedengarannya absurd, namun sering kali cara kita bereaksi terhadap pencobaan menyiratkan bahwa seperti itulah cara kita memandang Allah. UJIAN TERBESAR BAGI YUSUF Bagaimana dengan pembalasan dendam? Jika Yusuf seperti kebanyakan kita, tahukah Anda apa yang akan ia lakukan? Menyusun rencana pembalasan dendam. Ia akan menghibur dirinya dengan ide-­ ide yang bertentangan dengan Firman Allah (lihat Roma 12:19). Kalau aku keluar dari penjara ini, aku akan memaksa mereka membayar apa yang sudah mereka lakukan. Aku akan membayar pengacara terbaik, menyeret kakak-­kakakku ke pengadilan, dan menggugat mereka. Atau lebih lagi, kenapa KDUXV PHPEXDQJEXDQJ XDQJ GDQ ZDNWX" /DQJVXQJ NXEXQXK VDMD PHUHND Aku akan membuatnya seperti kecelakaan, persis seperti yang mereka lakukan padaku. Namun jika Yusuf benar-­benar berpikir seperti itu, Allah akan terpaksa membiarkannya membusuk di penjara. Mengapa? Karena jika ia menjalankan rencana itu, ia akan membunuh pemimpin sepuluh dari dua belas suku Israel! Itu mencakup Yehuda, yang menurunkan Raja Daud dan, yang paling penting, Yesus Kristus. Benar, orang-­orang yang memperlakukan Yusuf dengan begitu kejam tidak lain adalah para bapa leluhur Israel. Yusuf harus dengan tak kenal menyerah menolak penalaran, argumentasi, gagasan, dan imajinasi yang meninggikan dirinya melampaui jalan-­jalan Allah. Ia harus tetap teguh dalam kepercayaannya akan janji Allah, karena ujian paling krusial bagi kepercayaan dan ketaatannya masih akan datang. Dua orang tahanan baru masuk ke dalam penjara. Mereka adalah juru minum dan juru roti Firaun. Pada waktunya, masing-­masing dari mereka mengalami mimpi yang meresahkan dan menceritakannya kepada Yusuf. Apakah ujian bagi Yusuf? Dapatkah ia menyatakan kesetiaan Allah kepada kedua orang ini ketika ia belum melihat secercah pun bukti kesetiaan Allah dalam kehidupannya sendiri dalam waktu lebih dari sepuluh WDKXQ" Pikirkanlah hal itu: Yusuf mendapatkan mimpi kepemimpinan 3HUODZDQDQ<DQJ3DOLQJ$PSXK bahwa saudara-­saudaranya akan melayaninya. Namun, belum ada satu aspek pun dari janji itu yang terjadi. Jika Yusuf seperti kebanyakan orang pada saat ini, ia akan berkata kepada dua orang itu, “Oh, kalian bermimpi ya tadi malam. Yah, aku juga pernah bermimpi. Jangan ganggu aku.” Jika seperti itu tanggapannya, ia akan mati di penjara itu sebagai orang yang sangat kepahitan, menggeram, “Allah itu tidak setia. Dia tidak memenuhi janji-­Nya.” Ia akan menghancurkan jalan menuju panggilan hidupnya, karena dua tahun kemudian juru minum itulah yang melaporkan kepada Firaun kemampuan Yusuf untuk menafsirkan mimpi. Hal itu akhirnya membawa Yusuf keluar dari penjara untuk menafsirkan mimpi Firaun. Satu peristiwa itu melontarkan Yusuf dari penjara yang dalam menjadi orang kedua atas seluruh Mesir—dan akhirnya, sembilan tahun kemudian, melihat saudara-­saudaranya benar-­benar menyembahnya persis seperti yang dijanjikan dalam mimpinya sekian tahun lalu. Yusuf belum juga melihat janji pemberian Allah itu selama dua puluh satu tahun. Namun janji itu akhirnya sungguh-­sungguh digenapi karena Allah setiap untuk memenuhi janji-­Nya. Berapa banyak dari kita yang menyerah jika kita belum melihat doa kita dijawab dalam tiga tahun? Atau tiga bulan? Atau tiga minggu? Jika metode dan pengaturan waktu Allah berbeda dari keinginan kita, kita cenderung menggerutu pada Allah. Namun, bukan Allah yang menggagalkan mimpi itu;; kita sendiri! Kita memerlukan ketabahan, iman dan ketaatan yang tak kenal menyerah, dan kuasa yang kita perlukan tersedia di dalam ekonomi anugerah Allah. Itu adalah karunia cuma-­cuma-­Nya yang tersedia bagi kita semua;; kita hanya perlu memercayai Firman-­Nya dan berdiri teguh dalam iman kita kepada-­Nya. Kita akan menuai jika kita tidak tidak ada manusia atau tidak menjadi lemah. roh jahat yang dapat Seperti telah saya nyatakan, menghentikan rencana tidak ada manusia atau roh jahat Allah bagi kehidupan Anda yang dapat menghentikan rencana Allah bagi kehidupan Anda, dan jika Anda tertanam dengan kuat dalam kebenaran ini, Anda akan menjadi kekuatan yang tak terhentikan dalam kerajaan-­Nya. Akan tetapi, ada satu pengecualian atas kebenaran ini yang perlu Anda ketahui: hanya satu orang yang dapat menghancurkan tujuan hidup Anda, dan itu adalah diri Anda sendiri! 7DN.HQDO0HQ\HUDK Renungkanlah keadaan bangsa Israel. Allah mengutus Musa untuk memimpin mereka keluar dari perbudakan Mesir menuju Tanah Perjanjian. Dia menghendaki agar mereka memasuki Kanaan setahun setelah meninggalkan Mesir. Akan tetapi, karena ketidakpercayaan, pikiran yang salah, menggerutu, dan mempersalahkan Musa, mereka tidak pernah masuk ke dalam tujuan mereka. Sebaliknya, seluruh angkatan itu kecuali dua orang, Kaleb dan Yosua, mati di padang gurun. Mereka terus-­menerus mengomel bahwa Allah itu tidak setia, padahal sebenarnya justru mereka yang tidak setia kepada Allah. Karena mereka tidak memiliki iman dan ketaatan yang tak kenal menyerah, mereka menggagalkan sendiri tujuan hidup mereka. KARAKTER UNTUK MEMERINTAH Yusuf mengawali hidupnya sebagai pengadu dan pelagak dan tinggi hati. Namun ia tidak tetap bersikap seperti itu. Ia belajar taat melalui penderitaan, dan dengan demikian ia mengembangkan karakter yang diperlukannya untuk nantinya memerintah secara efektif. Ia menjadi orang kedua yang paling berkuasa di muka bumi. Jika ia memendam kepahitan, rasa tersinggung, sikap tidak mau mengampuni, dan kebencian pada kakak-­kakaknya, mudah saja baginya menjalankan pembalasan dendam. Kakak-­kakaknya datang ke Mesir untuk mencari makanan pada saat kelaparan melanda seluruh dunia. Ia dapat menjebloskan mereka ke dalam penjara seumur hidup, atau menyiksa dan bahkan membunuh mereka. Akan tetapi, Yusuf justru berbuat sebaliknya. Ia memberi mereka gandum secara cuma-­cuma dan tanah terbaik di Mesir bagi keluarganya. Mereka menikmati makanan terbaik yang dihasilkan negeri itu. Singkatnya, ia memberikan pada kakak-­ kakaknya yang tidak layak itu perkara yang terbaik di seluruh Mesir. Hati Yusuf telah diteguhkan, dikuatkan, dan dimantapkan dengan karakter yang dewasa—karakter yang seperti Kristus—karena ia memberkati kakak-­kakaknya yang mengutukinya dan berbuat baik kepada mereka yang membencinya (lihat Matius 5:44-­45). Perhatikanlah baik-­baik penutup nasihat Petrus: Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama. Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-­Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan, 3HUODZDQDQ<DQJ3DOLQJ$PSXK dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya. (1 Petrus 5:9-­10) Allah, sumber segala kasih karunia... akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan, dan mengokohkan kamu. Itu empat kata yang sangat kuat dan menjanjikan bagi Anda dan saya. Saya akan PHQJXWLSGHÀQLVL6WURQJXQWXNPDVLQJPDVLQJNDWD 1. 0HOHQJNDSLPHQ\HPSXUQDNDQ—”memulihkan atau meleng-­kapi melalui perbaikan, penyesuaian, atau penisikan.” 2. Meneguhkan—”mengencangkan, mengarahkan ke tujuan tertentu dengan gigih, memperbaiki, meneguhkan, mendirikan dengan mantap.” 3. Menguatkan—”meneguhkan atau menguatkan dalam peng-­ etahuan dan kekuasaan rohani.” 4. Mengokohkan—”meletakkan dasar untuk, benar-­benar menegak-­ kan sesuatu.” Masing-­masing kata itu menggambarkan apa yang Allah kerjakan di dalam diri Yusuf saat mempersiapkannya untuk memerintah. Ia diperbaiki dan ditisik, bukan lagi tukang mengadu atau berlagak atau tinggi hati. Ia menjadi sangat kuat, diangkat oleh anugerah Allah yang luar biasa ke tempat tujuan hidupnya. Ia menjadi kuat secara rohani sehingga ia memberkati dan tidak mengutuki kakak-­kakaknya. Ketaatannya yang tak kenal menyerah melalui situasi yang tampaknya tanpa pengharapan membentuk hikmat, keberanian, dan karakter yang tak dapat disangkal. Di bab terdahulu kita membahas pentingnya terlibat dalam pertempuran langsung dengan musuh kita dengan berpegang teguh pada dan menyatakan Firman Allah. Akan tetapi, mengucapkan Firman sebenarnya bukan senjata kita yang paling ampuh. Senjata kita yang paling ampuh dalam pertempuran langsung adalah berdiri teguh dalam ketaatan kita kepada Firman Allah. Itu berarti berpikir, berbicara, dan hidup menurut kebenaran-­Nya. Allah berseru melalui nabi Yeremia, “Di seluruh negeri, kebenaran tidak berkuasa, bahkan ketidakjujuran merajalela” (Yeremia 9:3). Dia mencari Yusuf-­Yusuf dalam generasi kita. Jika kita tak kenal menyerah dalam ketaatan kita dan menyatakan Firman Allah dengan berani, kita akan menuai panen yang melimpah berupa janji yang digenapi, karakter yang dewasa, otoritas yang lebih besar, dan hancurnya kubu pertahanan musuh. Mereka yang berada dalam lingkaran pengaruh kita akan mengecap keuntungan luar biasa karena iman dan ketaatan kita yang teguh. Betapa agung panggilan hidup yang Allah tetapkan bagi Anda! 7DN.HQDO0HQ\HUDK Rencana-­Nya sudah ditetapkan sebelum Anda dibentuk dalam rahim ibu Anda. Seperti Yusuf, Dia memanggil Anda ke dalam keagungan. Petrus meringkas semuanya itu pada akhir nasihatnya: Aku menulis dengan singkat kepada kamu untuk menasihati dan meyakinkan kamu bahwa ini adalah anugerah yang benar-­benar dari Allah. Berdirilah dengan teguh di dalamnya! (1 Petrus 5:12) Kuasa untuk taat dengan tak kenal menyerah terdapat dalam anugerah Allah. Saya berharap Anda tidak akan lagi menganggap anugerah Allah yang menakjubkan hanya untuk menutupi dosa dan tiket ke surga. Jauh lebih besar dari itu! Oleh anugerah-­Nya kita harus menjadikan diri kita unggul bagi kemuliaan Tuhan kita Yesus Kristus yang mutlak. 15 DOA YANG TAK KENAL MENYERAH Segala sesuatu yang kamu minta kepada Bapa, akan diberikan-­Nya kepadamu dalam nama-­Ku. YOHANES 16:23 P embahasan kita tentang Tak Kenal Menyerah akan tidak lengkap tanpa membicarakan hubungan pribadi kita dengan Allah sendiri. Bagaimana kita mendekat dan memohon kepada-­Nya? Haruskah kita datang dengan takut-­takut dan merunduk? Apakah kita hanya meminta “perkara-­perkara besar” dengan sikap “mudah-­mudahan,” agar kita tidak kecewa jika tidak memperoleh jawaban? Apakah kita harus mengharapkan persentase yang kecil, sedang, atau besar dari doa kita dijawab? Saya tahu pertanyaan-­pertanyaan ini mungkin terdengar absurd bagi Anda, namun setelah berkeliling selama lebih dari dua puluh tahun dan berdoa dengan banyak pemimpin dan orang percaya, pertanyaan itu ternyata mudah ditemukan. Saya pernah menyaksikan sekian banyak doa remeh-­temeh tanpa kekuatan keyakinan atau hasrat yang kuat di dalamnya. Saya pernah menghadiri pertemuan doa dengan orang-­orang yang sibuk melihat ke kiri-­kanan, membaca Alkitab mereka, atau mendengarkan musik penyembahan ketika kita seharusnya bersyafaat. Saya sering bertanya-­tanya apakah orang Kristen ini beranggapan bahwa dengan mereka hadir saja Allah akan menjawab, atau apakah mereka sudah sekian lama tidak lagi berdoa dengan iman dan kepercayaan yang gigih dan tak kenal menyerah 7DN.HQDO0HQ\HUDK kepada Allah dalam segala sesuatu? Terlalu sering hati saya sakit ketika mendengarkan para pemimpin PHPDQMDWNDQ GRD \DQJ GDQJNDO GDQ WLGDN VSHVLÀN 3LNLUDQ \DQJ melintas dalam benak saya, Jika ia mendatangi kantor seorang pemimpin sipil sama seperti ia memohon kepada Allah, pejabat itu mungkin akan menanggapi, “Untuk apa kau datang ke sini? Kau hanya membuang-­buang waktuku!” Para pemimpin Kristen ini seakan-­ akan memilih perkataan mereka agar terdengar patut diterima secara rohani, tidak membuat orang berharap terlalu tinggi dan juga tidak akan membuat mereka kecewa. Hal itu sungguh sangat menyedihkan karena memperlihatkan betapa tidak realistisnya alam roh itu bagi sekian banyak orang Kristen saat ini. BERANI DAN YAKIN Allah dengan ramah mengundang kita untuk “dengan penuh keberanian menghampiri takhta anugerah” (Ibrani 4:16). Berani berarti penuh keyakinan, gagah berani, maju, kuat, dan teguh. Lawan kata dari berani mencakup takut, enggan, dan malu. Pikirkanlah: Allah mengundang dan memerintahkan Anda untuk datang dengan penuh keyakinan, kekuatan, dan keteguhan untuk menerima kebutuhan Anda dari Dia. Inilah keinginan-­Nya! Rasul Yakobus mengatakan, “Doa orang yang benar, bila dengan tekun didoakan, sangat besar kuasanya” (KJV). Tekun berarti “memiliki atau memperlihatkan intensitas semangat, perasaan, dan antusiasme yang besar.” Kamus mengungkapkan bahwa sinonimnya mencakup hasrat yang kuat dan segenap hati. Yakobus berkata bahwa doa yang efektif itu doa yang tekun. Sebaliknya, doa yang tidak efektif adalah doa yang lesu, tanpa semangat, dan setengah-­setengah. Ketika Anda mendengar tekun, apakah Anda juga mendengar tak kenal menyerah? Mestinya begitu. Yakobus menggarisbawahi maksudnya dengan mengacu pada nabi besar Elia: Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, dan ia telah bersungguh-­sungguh berdoa, supaya hujan jangan turun, dan hujan pun tidak turun di bumi selama tiga tahun dan enam bulan. Lalu ia berdoa lagi dan langit menurunkan hujan dan bumi pun mengeluarkan buahnya. (Yakobus 5:17-­18) 'RD<DQJ7DN.HQDO0HQ\HUDK Elia berdoa dengan bersungguh-­sungguh—dengan tak kenal menyerah—dan mengalami hasil yang ajaib. Kata bersungguh-­sungguh EHUVLQRQLPGHQJDQWHNXQ'HÀQLVLQ\D´PHPLOLNLPDNVXGWXMXDQDWDX upaya yang serius;; giat dan bersemangat.” Apakah Anda memahami dengan baik Firman Allah tentang bagaimana berdoa secara efektif? Jelas sekali: Allah mencari hasrat yang segenap hati dan tak kenal menyerah ketika kita mendekati Dia untuk menyampaikan kebutuhan dan permintaan kita. Sekian waktu setelah Elia berdoa agar hujan tidak turun, ia mulai berdoa agar hujan turun lagi. Menurut catatan Alkitab, “Elia naik ke puncak gunung Karmel, lalu ia membungkuk ke tanah, dengan mukanya di antara kedua lututnya” (1 Raja-­raja 18:42). New Living Translation menyebutkan, “ia sujud di tanah dan berdoa.” Saya dapat Allah mencari hasrat yang membayangkan ia berseru kepada segenap hati dan tak Allah dengan hasrat yang besar. Ia kenal menyerah ketika berlutut atau duduk, membungkuk kita mendekati Dia untuk ke tanah dengan mukanya di antara menyampaikan kebutuhan kedua lututnya, dan ia berseru, dan permintaan kita. “Allah Abraham, Ishak, dan Yakub, Engkau berbicara kepadaku bahwa Engkau menginginkan hujan kembali turun. Maka aku berseru kepada-­Mu untuk mendatangkan awan dan hujan, agar buah-­buahan kembali muncul di tanah ini! Aku memohon agar Engkau tidak menunda-­nunda, namun mendatangkan hujan agar umat-­Mu dapat kembali bersukacita karena kebaikan-­Mu!” Ia memohon dengan berani, dengan tak kenal menyerah, dengan hasrat yang segenap hati. Kemudia Elia memerintahkan hambanya, “Naiklah ke atas, lihatlah ke arah laut” (1Raja-­raja 18:43). Bertahun-­tahun sebelumnya, ketika hujan turun di Israel secara teratur, datangnya dari Laut Mediteranian ke arah barat. Elia memerintahkan hambanya untuk melihat ke arah itu kalau-­kalau muncul awan. Ia melakukan apa yang ia percayai. Ketika kita sungguh-­ sungguh percaya, seperti itu pula kita akan bertindak. Hamba Elia kembali dan melaporkan, “Tidak ada apa-­apa.” Banyak dari kita akan berhenti sampai di situ, bukan? Kita akan berkata, “Yah, mungkin saya salah mendengar. Saya rasa Allah ingin terus menghukum Israel karena perilakunya yang jahat. Selama Ahab menjadi raja mungkin kita tidak akan melihat hujan turun sama sekali.” 7DN.HQDO0HQ\HUDK Kita tidak akan berdiri teguh dalam iman;; sebaliknya, kita akan berhenti memohon kepada Allah dan, sebagainya, tidak mengalami kehendak-­ nya. Namun tidak demikian dengan Elia. Elia tahu kehendak Allah dan permintaannya akan dikabulkan. Ia berseru sekali lagi, kali ini dengan berani dan dengan tekun bersyukur kepada Allah, oleh iman, karena mendengarkan doanya. Ia menyuruh hambanya ke puncak Gunung Karmel untuk kedua kalinya. Doa dan iman tanpa tindakan yang selaras tidak lain hanyalah tindakan agamawi yang membuang-­buang waktu. Bertekun dalam doa berarti hati, pikiran, jiwa, dan tubuh Anda bertekad untuk menerima, dan Anda bertindak selaras dengan itu. Karena Anda yakin bahwa Anda bertindak menurut kehendak Allah, Anda tidak mau menerima jawaban tidak. Anda tahu bahwa keadaan dan suasana dapat dan harus berubah. Namun hamba Elia kembali dengan jawaban yang sama. “Tidak ada apa-­apa.” Sebagian besar dari kita, jika kita tidak menyerah pada kesempatan pertama, akan menyerah ketika mendengar laporan kedua ini. Kita mencari-­cari alasan teologis yang baik mengapa Allah tidak memberikan permintaan tertentu ini pada waktu tertentu pula. Tetapi tidak dengan Elia! Ia kembali bergegas menuju ruang takhta surga, dan untuk ketiga kalinya menyuruh hambanya naik ke gunung. Kembali, jawabannya masih sama. Ia melakukannya empat kali, lima kali, enam kali, dan tujuh kali! (Benar-­benar hamba yang luar biasa;; ia diminta tujuh kali dalam sehari untuk mendaki ke puncak Gunung Karmel, dan ia melakukannya. Bukan hanya Elia yang tekun, namun hambanya juga!) Setelah hambanya pergi tujuh kali bolak-­balik, ia melaporkan, “Wah, awan kecil sebesar telapak tangan timbul dari laut.” Awan sebesar telapak tangan jelas tidak dapat menghasilkan hujan seperti yang didoakan Elia. Namun itu saja sudah cukup bagi Elia untuk menghentikan permohonannya dan mulai bertindak. Ia tahu doanya sudah dijawab. Maka ia berkata, “’Pergilah, katakan kepada Ahab: Pasang keretamu dan turunlah, jangan sampai engkau terhalang oleh hujan.’ Maka dalam sekejap mata langit menjadi kelam oleh awan badai, lalu turunlah hujan yang lebat” (1 Raja-­raja 18:44-­45). Tujuh kali ia berdoa, dan tujuh kali ia menyuruh hambanya. Elia tak kenal menyerah dalam meminta, bertekad untuk mendapatkan jawaban. Ini contoh yang diacu Yohanes ketika ia berbicara tentang 'RD<DQJ7DN.HQDO0HQ\HUDK doa yang tekun dan efektif. Itu doa yang tekun dalam kepercayaan, pengucapan, ketabahan, dan perbuatan. AWAN KECIL TIMBUL Awan kecil yang timbul dalam pengalaman Elia itu mewakili kepastian yang dapat kita miliki jika kita berdoa dengan iman yang tak kenal menyerah. Roh Kudus bersaksi bersama-­sama dengan roh kita (lihat Roma 8:16). Inilah awan kecil kita. Kadang-­kadang itu berupa suatu ÀUPDQSDGDZDNWXODLQVXDWXFHWXVDQVXNDFLWDGDQSDGDZDNWX\DQJ lain lagi kesadaran dalam hati kita bahwa apa yang kita minta kepada Allah sudah terjadi. Begitu kita melihat awan kecil itu timbul, kita dapat bertindak selaras dengan itu, sama seperti yang dilakukan Elia. Saya ingat ketika Lisa siap melahirkan anak kami yang keempat. Saat itu sudah lima hari dari hari perkiraan lahir (HPL), tapi selama ini ia memang melahirkan bayi-­bayi kami melewati HPL. Akan tetapi, kali ini Lisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Si bayi mulai menendang-­nendang di rahimnya. Ia menelepon dokter untuk menyampaikan kecemasannya, dan dokter berkata, “Datanglah ke rumah sakit besok pagi dan kita akan melakukan induksi.” Keesokan paginya dokter memecahkan air ketubannya dan memberi tahu kami bahwa Lisa tak ayal akan segera melahirkan. Ia menyuruh kami berjalan-­jalan dalam upaya mempercepat kontraksi. Lisa dan saya berjalan-­jalan sepanjang pagi tanpa kemajuan apa pun. Sekitar tengah hari ia mulai letih, maka kami kembali ke kamar rumah sakit untuk beristirahat. Lisa berkata, “John, tolonglah pergi ke luar dan berdoa. Jika aku tidak segera melahirkan, mereka akan melakukan prosedur yang menyakitkan untuk membuat bayi lahir, dan aku tidak ingin itu terjadi.” Salah satu prosedurnya adalah memberinya obat bernama Pitocin dan bius epidural. Ia pernah menjalani prosedur ini ketika melahirkan bayi pertama kami, dan hal itu mengakibatkan komplikasi jangka panjang di punggungnya. Ada lagi faktor penghambat lain: biayanya sangat mahal. Karena pelayanan kami masih dalam tahap awal, kami belum memiliki asuransi medis. Kami keluarga berpenghasilan rendah dan tidak memiliki uang selain untuk kebutuhan pokok. Siangnya, saya meninggalkan rumah sakit dan mencari tempat yang tenang di dekat situ agar saya dapat leluasa berseru ke surga. 7DN.HQDO0HQ\HUDK Saya berdoa dengan tekun. Empat puluh lima menit kemudian saya kembali ke kamar Lisa, namun tetap saja belum ada kemajuan. Saya menghabiskan waktu satu jam lagi dengan Lisa dan kemudian pergi keluar untuk berdoa kedua kalinya. Permohonan saya kepada Allah semakin kuat. Ketika saya kembali lagi masih belum ada kemajuan. Kami menghabiskan waktu satu jam lain. Kecemasan Lisa semakin menjadi-­jadi karena berbagai alasan, namun terutama karena keselamatan bayi kami. Ia memohon, “John, tolong pergi dan teruslah berdoa. Aku sangat cemas.” Saya pergi untuk ketiga kalinya ke tempat doa yang sunyi ini. Kali ini saya semakin gigih dan intensif. Doa saya kuat dan nyaring;; saya bertekad untuk didengarkan. Saya sudah melihat wajah Lisa yang ketakutan, dan saya ingin dapat menghiburnya. Saya berdoa dalam bahasa Inggris dan mengingatkan Allah akan janji-­Nya. Kemudian saya berdoa dengan tekun dalam bahasa Roh. Setelah beberapa menit saya mendengar dengan jelas dalam hati saya, Bayimu akan lahir hari ini, dan ibu dan bayinya akan pulang pada jam seperti ini besok dalam keadaan sehat. Roh Kudus bersaksi bersama-­sama dengan roh saya bahwa doa saya telah didengar dengan memberi saya perkataan. Dia telah memberi saya “awan kecil sebesar telapak tangan.” Saat ini saya siap untuk bertindak. Saya kembali ke kamar Lisa pada pukul 5 sore dan berkata, “Arden akan lahir hari ini dan kamu dan dia akan pulang besok dalam keadaan sehat.” Ia terhibur. Namun setelah beberapa saat belum juga terjadi perubahan, janji itu kelihatannya tidak mungkin terjadi. Belum juga terjadi kontraksi. Bagaimana mungkin seorang bayi lahir dengan begitu cepat? Tetapi saya sudah melihat awan kecil! Malam terus berjalan, dan perawat dan dokter mulai membahas langkah berikutnya. Lisa bertanya lebih dari satu kali, “John, mungkin kau perlu keluar dan berdoa lagi?” “Tidak perlu. Bayi kita akan lahir sebelum tengah malam,” kata saya. Seiring dengan berjalannya waktu, pikiran saya semakin tergoda untuk menyerah dan melepaskan perkataan yang telah saya dengar dengan sangat jelas dalam hati saya. Akan tetapi, saya yakin Allah sudah mendengarkan doa saya, dan saya menolak untuk menyerah. Akhirnya, tak lama setelah pukul 11 malam, Lisa mulai kontraksi. Arden lahir pada pukul 11.51. Ketika ia keluar, tali pusar melilit erat 'RD<DQJ7DN.HQDO0HQ\HUDK lehernya. Saya teringat pemandangan mengerikan dari kepalanya yang berbeda warnanya dari tubuhnya. Ia nyaris tercekik. Dokter segera memotong tali itu, dan mereka bergegas melarikan Arden untuk memeriksanya dengan saksama. Keesokan harinya kami meninggalkan rumah sakit pada pukul 3.30 petang. Lisa dan Arden sudah di rumah sebelum pukul 4.30. Apa yang Allah bisikkan kepada saya terjadi persis seperti yang dikatakan-­Nya. MINTALAH, DAN TERUSLAH MEMINTA Kebanyakan kita akrab dengan perkataan Yesus, “Karena itu, Aku berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu;; carilah, maka kamu akan mendapat;; ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu” (Lukas 11:9). Ini dari terjemahan LAI. Namun, jika kita PHQ\LPDN WHUMHPDKDQ $PSOLÀHG %LEOH NLWD DNDQ PHQHPXNDQ OHELK banyak pengertian: Karena itu, Aku berkata kepadamu: Mintalah dan teruslah meminta, maka akan diberikan kepadamu;; carilah dan teruslah mencari, maka kamu akan mendapat;; ketuklah dan teruslah mengetuk, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta dan terus meminta, menerima dan setiap orang yang mencari dan terus mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetuk dan terus mengetuk, baginya pintu dibukakan. (Lukas 11:9-­10) Anda dapat melihat bahwa Yesus mendorong kita untuk tak kenal menyerah dalam meminta, mencari, dan mengetuk. Mengapa? Apakah Allah itu sulit mendengar? Jelas tidak! Ini persoalan apakah kita sungguh-­sungguh percaya. Saya pernah menyaksikan orang-­ orang yang bertekad untuk menerima dan orang lain yang berharap untuk menerima. Ada perbedaan sangat besar di antara keduanya. Jika seseorang bertekad, ia gigih, ulet, dan berani. Pergi dengan tangan kosong bukanlah suatu pilihan. Di sisi lain, jika seseorang hanya berharap, ia akan cenderung lebih gampang menyerah. Jika kita benar-­ benar percaya, kita akan terus meminta dan menjadi semakin intensif jika jawabannya perlu waktu lama. Renungkanlah pelajaran di Sang Guru sendiri: Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk 7DN.HQDO0HQ\HUDK menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-­jemu. Kata-­Nya: “Dalam sebuah kota ada seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorang pun. Dan di kota itu ada seorang janda yang selalu datang kepada hakim itu dan berkata: Belalah hakku terhadap lawanku. Beberapa waktu lamanya hakim itu menolak. Tetapi kemudian ia berkata dalam hatinya: Walaupun aku tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorang pun, namun karena janda ini menyusahkan aku, baiklah aku membenarkan dia, supaya jangan terus saja ia datang dan akhirnya menyerang aku.” Kata Tuhan: “Camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim itu! Tidakkah Allah akan membenarkan orang-­orang pilihan-­ Nya yang siang malam berseru kepada-­Nya? Dan adakah Ia mengulur-­ulur waktu sebelum menolong mereka? Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka. Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?” (Lukas 18:1-­8, FAYH) Perhatikan perkataan Yesus, mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-­jemu atau tak kenal menyerah. Itu bukan hanya ide yang bagus;; lebih penting lagi, Allah menghendaki agar Anda tidak pernah berhenti. Dalam perumpamaan itu, perempuan tersebut betul-­betul tak kenal menyerah dalam meminta sampai ia membuat hakim yang tidak adil itu angkat tangan. Dengan kata lain, ia membuat hakim itu kesal dengan kegigihannya. Hakim yang lalim itu membelanya hanya agar dapat segera menjauhinya. Yang mengherankan bagi saya, Yesus menggunakan contoh ini sebagai ilustrasi tentang bagaimana kita mengajukan permohonan kepada Allah, karena Dia berkata, “Petiklah pelajaran dari cerita ini.” Kemudian Dia berbicara tentang umat-­Nya yang memohon siang dan malam, “Adakah Dia [Allah] mengulur-­ulur waktu sebelum menolong mereka?” Allah itu tidak lalim;; Dia berpihak pada kita. Karena itu, Dia akan mengabulkan permintaan kita dengan segera ketika kita gigih, sama seperti perempuan dalam cerita Yesus. Di sini perlu diberikan penjelasan. Jika menerapkan perumpamaan ini secara keliru, orang dapat terjebak dalam rutinitas berdoa siang dan malam berulang-­ulang. Yesus memperingatkan hal ini: “Lagi pula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-­tele seperti kebiasaan bangsa-­ bangsa yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa dengan banyaknya kata-­kata doanya akan dikabulkan” (Matius 6:7). Tujuannya 'RD<DQJ7DN.HQDO0HQ\HUDK bukanlah mengulang atau mendaras doa sering-­sering tanpa pikir panjang. Fokusnya pada sikap yang tak kenal menyerah, tekun, dan yakin saat kita mengajukan permohonan kita di hadapan Allah. Kita mendekati Dia dengan penuh keyakinan karena kita tahu permintaan kita selaras dengan kehendak-­nya dan, karena itu, permintaan kita tak akan ditolak. Elia tidak akan mau menerima jawaban tidak. Ia membulatkan hati untuk melihat perubahan terjadi seperti yang didoakannya. Ia tetap bertahan sampai ia tahu dirinya telah didengar. MEMINTA DAN MENGETUK DENGAN GIGIH Yesus bukan hanya memerintahkan kita untuk terus meminta, tetapi juga terus mencari dan terus mengetuk. Doa yang tekun itu bukan terbatas pada berbicara di kamar pribadi kita;; doa juga melibatkan tindak lanjutnya—mencari dan mengetuk dengan sungguh-­sungguh. Dengan kata lain, kita hidup selaras dengan apa yang kita minta. Ini faktor yang krusial jika kita ingin melihat doa kita berhasil. Ada berbagai cerita dari pengalaman saya yang dapat saya bagikan sehubungan dengan aspek doa ini. Berikut ini beberapa contohnya: Lisa dan saya berkesempatan menikmati dua setengah hari hanya berdua di Maui, Hawaii, sebelum berbicara di konferensi. Pengaturan waktunya sangat luar biasa karena kami sudah lama tidak memiliki kesempatan untuk rehat dan menyegarkan diri bersama, dan juga ayah Lisa baru saja meninggal. Saya dengan saksama merencanakan kesempatan istimewa untuk berdua ini. Setiap hari menjelang hari keberangkatan, laporan cuaca tetap tidak berubah: hujan lebat tanpa henti! Cuaca yang buruk jelas akan merusakkan rencana kami, maka saya berdoa dengan gigih agar hujan tidak turun, memerintahkan agar sistem cuaca menghindari lokasi kami, dan berbicara kepada malaikat surga untuk menjalankan apa yang saya doakan. “Nanti akan hujan. Nanti akan hujan,” kata Lisa berulang-­ulang. Saya terus menjawab, “Kita akan menikmati cuaca yang indah. Semuanya akan baik-­baik saja.” Kami tiba di Hawaii pada waktu malam dan disambut oleh cuaca yang gelap dan muram. Laporan cuaca masih menandakan bahwa hujan belum akan berhenti. Saya kebetulan melihat laporan cuaca di 7DN.HQDO0HQ\HUDK televisi di hotel. Sebuah sistem cuaca yang besar telah melanda bukan hanya seluruh kepulauan Hawaii, namun juga kawasan yang luas di VHNLWDU6DPXGHUD3DVLÀN Paginya, saya membuka tirai dan memandang awan gelap dan hujan deras. Saya tidak melihat celah terang di antara hamparan awan gelap itu. Persis seperti yang diperkirakan. Tetapi saya menolak untuk mengatakan sesuatu yang berlawanan dengan apa yang saya minta. Saya berteriak, “Terima kasih, Bapa, untuk hari yang indah dan cerah. Aku ingin melihat istriku mengenakan bikini, berjemur dan beristirahat.” Lisa menertawakan tingkah saya yang bodoh. Saya seperti bermain-­ main, namun sebenarnya saya serius. Saya tidak mau menyerah. Kami pergi untuk sarapan. Karena hujan deras, staf restoran terpaksa memindahkan separuh meja dari teras di luar ke dalam aula hotel. Begitu makanan kami tersaji, saja melirik ke arah awan gelap yang mencurahkan hujan dan dengan sengaja berdoa, “Tuhan, terima kasih untuk makanan ini, kami menguduskannya dalam nama Yesus. Dan terima kasih atas hari yang indah dengan matahari yang bersinar cerah.” Lisa tersenyum dan menggoda, “John, kenapa kau tidak mendoakan sesuatu yang kita tahu bisa dijawab?” Kami berdua tertawa. Ia melontarkan kalimat yang sangat lucu. “Sayang, aku sebenarnya serius,” kata saya. “Ini akan menjadi hari yang indah.” Pelayan mendatangi kami. “Apakah Anda ingin memesan sesuatu?” “Ya, dapatkah Anda menghentikan hujannya?” jawab saya. Kami semua tertawa. Akan tetapi, sebelum kami selesai sarapan, hujan sudah berhenti, awan gelap pergi, langit biru muncul, dan matahari bersinar dengan cerah. Sepanjang sisa waktu kami di Maui, kami tidak pernah melihat hujan atau segumpal awan pun menutupi matahari. Nantinya kami pergi ke bagian lain Hawaii—Oahu—untuk mengikuti konferensi. Begitu sampai di sana, beberapa orang se-­ tempat memberi tahu bahwa mereka dilanda hujan deras pada saat kami menikmati matahari yang cerah di Maui. Kami berada di bagian Oahu yang kering, namun pantai-­pantai di situ sedang ditutup karena hujan yang amat deras menggelontorkan sampah berbahaya ke laut. Orang-­orang setempat terkejut mendengar cerita kami tentang 'RD<DQJ7DN.HQDO0HQ\HUDK cuaca yang indah di Maui. Saya percaya Allah kita yang mengagumkan menjawab doa saya yang gigih dan membentuk lubang dalam sistem cuaca. BUKU BAGI MEREKA YANG MEMERLUKAN Saya menuturkan kisah tadi untuk menyanggah kebohongan bahwa Allah hanya berminat untuk memenuhi “permintaan yang besar-­ besar.” Dia benar-­benar peduli akan setiap detail kehidupan kita. Dia Bapa kita! Namun sekarang saya akan bersaksi tentang tanggapan-­Nya terhadap permintaan yang jauh lebih penting: doa untuk memberkati mereka yang memerlukan bantuan. Lisa dan saya percaya buku kami adalah pesan dari Allah untuk gereja-­Nya di seluruh dunia. Ketika saya menjelaskannya, saya sering menyebutkan bahwa satu-­satunya alasan nama saya tercantum di buku itu adalah karena sayalah yang pertama kali harus membacanya. Karena Dia benar-­benar itulah, kami merasa mendapatkan peduli akan setiap kepercayaan yang sangat serius. Lisa detail kehidupan kita dan saya bertanggung jawab untuk berdoa agar memperoleh sarana untuk menyebarkan pesan ini kepada gereja-­ gereja di seluruh dunia. Pada saat saya menulis buku ini, buku-­buku saya sudah diterjemahkan ke dalam lebih dari enam puluh bahasa. Sekian lama kami berdoa dengan tekun untuk memberikan buku-­buku tersebut sebagai hadiah kepada para pendeta dan pemimpin di negera-­negara yang tertutup atau sedang berkembang. Nyatanya, kami ingin memberi lebih banyak dari jumlah buku yang terjual. Selama sepuluh tahun terakhir kami sudah menyebarkan sekitar 250.000 buku kepada para pemimpin di China, Iran, Pakistan, India, Fiji, Tanzania, Rwanda, Uganda, dan negara-­negara lain. Kami masih jauh dari target untuk memberi lebih banyak daripada menjual, karena jumlah buku yang terjual sudah jutaan eksemplar. Pada awal 2011, saat tim kepemimpinan kami menyusun strategi untuk masa depan, saya mendapati bahwa kami baru memberikan 33.000 buku pada tahun 2010. Setelah berdiskusi sekian lama saya 7DN.HQDO0HQ\HUDK mengumumkan, “Tahun ini, sasaran kita adalah memberikan 250.000 buku kepada para pemimpin di luar negeri.” Ruangan menjadi tenang. Salah satu anggota tim berbicara, “Menurut saya, itu sebuah target yang agak terlalu tinggi. Peningkatannya terlalu VLJQLÀNDQGDULWDKXQODOX.LWDSHUOXPHPSHUNHQDONDQSHQMDQJNDXDQ \DQJ EHVDU LQL NHSDGD PLWUD ÀQDQVLDO NLWD VHFDUD EHUWDKDS .LWD memerlukan waktu. Dapatkah kita menetapkan sasaran menjadi 100.000 dan mungkin meningkatkannya lagi pada tahun-­tahun yang akan datang?” “Tidak, kita perlu memercayai Allah dan melangkah dengan iman untuk menolong para pendeta dan gereja yang memerlukan bantuan di seluruh dunia,” kata saya. “Dua ratus lima puluh ribu bukanlah sasaran yang terlalu tinggi.” Perdebatan pun kian sengit. Anggota tim ini menyampaikan alasan tambahan mengapa sasaran saya terlalu besar. Akhirnya, ia secara terang-­terangan menyebutnya sebagai sasaran yang tidak masuk akal. Ia menjelaskannya secara akurat dan logis, namun ia tidak mempertimbangkan anugerah Allah. Saya menjadi semakin yakin. “Bung, tidak ada pelayanan lain yang memegang buku ini;; Allah sudah mempercayakannya kepada kita. Kitalah satu-­satunya lembaga yang dapat memberikan Umpan Iblis, Under Cover, Lioness Arising, Driven by Eternity, Extraordinary, dan judul-­judul lain. Kita bertanggung jawab untuk memercayai Allah akan hal ini. Kita harus mengarahkan pandangan kita tinggi-­tinggi.” Perlawanan masih berlanjut. Pada saat itu suara saya menjadi keras dan nyaring: “Saya tidak ingin berdiri di depan takhta penghakiman Yesus dan harus menjelaskan mengapa kita meminta begitu sedikit. Saya tidak ingin para pendeta bertanya-­tanya pada kita pada saat penghakiman, ‘Mengapa kami tidak memberikan kepada kami buku-­ buku yang sudah Allah percayakan kepadamu?’ Pelayanan lain tidak akan diminta pertanggungjawaban untuk hal ini—hanya kita!” Atmosfer kian memanas, dan rapat kami berakhir dalam kondisi SHQXK WHNDQDQ GDQ NRQÁLN 6D\D PHQ\HVDO UDSDW LWX PHVWL PHPDQDV seperti itu dan saya mesti berbicara dengan begitu keras. Para pemimpin departemen kami adalah orang-­orang yang tulus dan saleh, yang hanya ingin mengupayakan kebaikan pelayanan ini. Namun jauh di dalam hati, saya tahu saya tidak mungkin mundur. Sangat penting bagi saya untuk berdiri dalam kesenjangan bagi para pendeta yang lapar dan gereja yang memerlukan bantuan di wilayah-­wilayah yang sedang 'RD<DQJ7DN.HQDO0HQ\HUDK berkembang di seluruh dunia. Beberapa hari kemudian kepada administrasi kami mendekati saya. “John, kami akan melakukan apa yang ada dalam hatimu. Kami ada di sini untuk melayani visimu dan Lisa. Tolong beri tahu pada saya jika engkau masih percaya bahwa kita harus memberikan 250.000 buku. Jika engkau berdoa dan percaya akan hal ini, maka kami 100 persen mendukung upayamu. Kami akan berdoa dan bekerja dengan tekun untuk mencapai sasaran itu.” Saya kembali mencari Allah, dan masih percaya bahwa tujuannya haruslah memberikan 250.000 buku. Pintu-­pintu sudah terbuka bagi kami untuk memberikan buku kepada para pemimpin di Vietnam, Liberia, China, Iran, Turki, Ghana, Tajikistan, Lebanon, Burma, dan negara-­negara lain. Kami juga tahu akan ada banyak permintaan lain yang masuk. Untuk mencetak dan menyebarluaskan buku sebanyak itu ke seluruh dunia memerlukan biaya sekitar 600.000 sampai 700.000 dolar Amerika. Ini uang yang sangat besar jumlahnya bagi kami, namun tidak bagi Allah. Dua minggu kemudian anggota tim kami menelepon saya yang sedang di kamar hotel di Florida. Mereka melaporkan dengan penuh gairah. “John, kita baru saja menerima cek sebesar 300.000 dolar untuk mencetak buku bagi para pemimpin di luar negeri.” Di balkon kamar hotel saya, saya benar-­benar berteriak dengan penuh sukacita. Ternyata salah satu karyawan kami menceritakan visi itu kepada seorang pengusaha dari Texas. Ia yang menulis cek itu. Donasi tunggal terbesar yang pernah diterima pelayanan kami selama dua puluh tahun sebelumnya adalah 50.000 dolar. Ini benar-­benar mukjizat! Dengan uang ini kami dapat mencetak hampir 150.000 buku. Yang lebih menakjubkan lagi, kami sudah mencapai lebih dari separuh jalan menuju sasaran—padahal saat itu baru bulan Februari! Pembicaraan di telepon itu berubah menjadi perayaan—semangat kami semua bangkit dengan sukacita yang meluap. Sebelum meletakkan telepon saya bertanya, “Bung, jadi sekarang kalian tahu kenapa saya begitu keras dan gigih dalam rapat dua minggu lalu?” Kepada administrasi kami, yang paling menentang rencana saya dalam rapat itu, tertawa dan berkata, “Kupikir engkau akan berkata, ‘Enyahlah dari hadapanku, Iblis.’” Kami semua tertawa. Nantinya pada hari itu Lisa berkomentar, “Allah tidak ingin kita percaya kepada-­Nya untuk hal-­hal yang mungkin;; Dia ingin kita 7DN.HQDO0HQ\HUDK percaya akan hal-­hal yang mustahil. Jika kita tidak bertahan dengan sasaran ini, saya tidak yakin cek 300.000 dolar ini akan sampai ke tangan kita.” Saya jelas sepakat dengan pandangannya. Hikmat Lisa tampak nyata. Menjelang akhir tahun, lebih dari 250.000 buku sudah disebarkan ke tangan para pemimpin di empat puluh satu negara. Hal ini tidak mungkin terjadi tanpa dukungan dan doa mitra kami dan upaya yang tekun dari semua pihak yang terlibat. Perlu berjilid-­jilid buku untuk mencatat kesaksian dari penjangkauan ini. Ini kejadian yang sangat membangkitkan iman bagi seluruh tim kami. Kita perlu meminta, mencari, dan mengetuk dengan gigih untuk melihat pintu terbuka agar dapat memberi dampak pada sekian banyak jiawa. Kita harus selalu ingat bahwa Allah “dapat melakukan jauh lebih banyak daripada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita” (Efesus 3:20). Kita tidak dapat membiarkan pikiran manusiawi kita yang terbatas membatasi Dia dalam pemikiran dan kepercayaan kita. Jika kita benar-­benar percaya, kita akan meminta dengan gigih dan terus-­menerus mengetuk sampai kita melihat kemuliaan-­Nya dinyatakan. TUNGGU APA LAGI? Kemajuan kerajaan Allah tidak terjadi dalam alam jasmani sebelum hal itu dipastikan dalam alam rohani. Paulus menyatakan kepada Timotius, “Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal. Untuk itulah engkau telah dipanggil dan telah engkau ikrarkan ikrar yang benar di depan banyak saksi” (1 Timotius 6:12). Merebut hidup yang kekal adalah berpegang teguh pada pemeliharaan Yesus, dan kita tidak mungkin melakukannya dengan setengah-­setengah. Ketika Allah melihat kebulatan hati seperti ini dalam diri anak-­anak-­Nya, hati-­Nya tergugah. “Tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah,” kata Ibrani 11:6. “Sebab siapa yang berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-­sungguh mencari Dia.” Kita tidak diberi tahu bahwa memberi upah kepada mereka yang mencari Dia secara sambil lalu, melainkan Dia memberi upah kepada mereka yang mencari Dia dengan sungguh-­ sungguh. Dia terpikat pada hasrat yang kuat, sepenuh hati, dan tak kenal menyerah. 'RD<DQJ7DN.HQDO0HQ\HUDK Allah juga menyatakan hal serupa melalui nabi Yeremia: Sebab Aku ini mengetahui rancangan-­rancangan apa yang ada SDGD.XPHQJHQDLNDPXGHPLNLDQODKÀUPDQ78+$1\DLWX rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan. Dan apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-­ Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu;; apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku;; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati, Aku akan memberi NDPX PHQHPXNDQ $NX GHPLNLDQODK ÀUPDQ 78+$1 (Yeremia 29:11-­14) Rencana Allah bagi kehidupan Anda hanyalah rancangan yang baik. Akan tetapi, untuk menerima pemeliharaan yang berlimpah ini, kita perlu mengejarnya dengan hasrat yang kuat dan gigih. Inilah iman yang sejati. Apakah Anda ingat perkataan terakhir Yesus dalam perumpamaan tentang perempuan dan hakim yang lalim itu? “Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?” Pertanyaan yang luar biasa! Akankah Dia menemukan iman yang enteng, setengah hati, dan berhati-­hati—atau iman yang sejati? Terjemahan The Message berbunyi, “Berapa banyak iman yang gigih seperti itu yang akan ditemukan Anak Manusia ketika Dia datang kembali ke bumi ini?” Jenis iman yang dimaksudkannya adalah seperti sikap perempuan yang membuat kesal hakim yang lalim dengan upayanya yang tak kenal menyerah. Jadi, jangan malu-­malu dalam mendekati Allah. Jangan sungkan-­ sungkan mengajukan permintaan, Jadilah berani, kuat, ulet, dan VSHVLÀN.HJLJLKDQNLWDGHQJDQ$OODKEXNDQPXQFXOGDULNHSXWXVDVDDQ melainkan dari keyakinan yang teguh bahwa Dia Bapa yang mengasihi kita dan akan memberikan kepada kita apa jangan malu-­malu yang kita minta dengan gigih dalam nama-­Nya. dalam mendekati Allah. Tunggu apa lagi? Kebutuhan di sekitar Anda sangat besar. Ada sekian banyak orang di dalam dunia Anda yang memerlukan Anda untuk menghadap Allah dengan penuh keberanian dalam doa demi kepentingan mereka. Jadilah terang bagi mereka! Mendekatlah kepada Allah dengan kegigihan yang tak kenal menyerah saat ini juga! 16 BERLARI UNTUK MEMPEROLEH HADIAH Karena itu, larilah [dalam pertandingan] sedemikian rupa, sehingga kamu memperoleh [hadiah itu] dan menjadikannya milikmu! 1 KORINTUS 9:24 (AMP) S eperti yang kita pelajari dalam seluruh buku ini, Anda dan saya tengah berada dalam sebuah pertandingan yang menantang. Dan seperti diungkapkan dalam ayat dari 1 Korintus itu, pertandingan ini bersifat pribadi. Ini pertandingan Anda. Ini pertandingan saya. Perhatikanlah frasa rasul Paulus, sedemikian rupa. Dengan cara bagaimana seharusnya kita berlari? Kita harus berlari dengan tak kenal menyerah. Penulis kitab Ibrani mengungkapkannya: “Marilah kita... berlomba dengan ketabahan yang sabar dan ketekunan dan kegigihan yang aktif dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita” (12:1, AMP). Saya menjadi atlet sepanjang hidup saya, maka banyak teman saya adalah atlet amatir atau profesional. Mereka yang serius berlatih dengan keras, bertahan melalui kesukaran, dan menjalani pelatihan yang meletihkan. Paulus menulis, “Setiap orang yang sedang dalam latihan, menahan diri dalam segala hal” (1 Korintus 9:25, BIS). Mengapa atlet melakukannya? Rasul ini menjawab, “Mereka melakukannya untuk memperoleh hadiah.” 7DN.HQDO0HQ\HUDK Bagi pemain sepakbola, hadiahnya adalah memenangkan Piala Dunia. Bagi pemain bulutangkis, hadiahnya mungkin menjadi juara All England, Piala Thomas, atau kejuaraan utama lainnya. Untuk atlet Olimpiade, hadiahnya adalah medali emas. Visi mereka untuk mendapatkan hadiah itu menjadi motivasi mereka. Mereka yang mengarahkan pandangannya untuk memperoleh hadiah itu akan berlatih dengan lebih gigih, tak kenal menyerah, dan siap menanggung kesukaran yang ekstrem—lebih dari mereka yang tidak memiliki visi dan tidak termotivasi untuk memenangkan hadiah. Saya pernah melihat pemain hoki yang pergelangan kakinya patah, namun meminta pelatihnya untuk membebat luka itu agar ia dapat terus bertanding untuk memperebutkan Stanley Cup. Ia terus meluncur sambil menahan rasa sakit yang membuat kebanyakan orang sulit berjalan. Saya pernah melihat pemain football yang hidungnya koyak, namun membebatnya, agar ia dapat melanjutkan pertandingan;; visinya untuk memenangkan Super Bowl mengatasi rasa nyeri yang menyakitkan itu. Kita semua pernah menyaksikan hal semacam ini, entah dalam olah raga entah dalam upaya lain. Visi adalah motivator yang hebat. Itu membuat orang menonjol di antara kerumunan orang lain. Itu yang menjadikan mereka juara. Hanya mereka yang mengarahkan pandangannya dengan tekun untuk memperoleh hadiah itulah yang siap untuk menanggung kesukaran seperti itu. Sebagai warga kerajaaan Allah yang setiap hari bertempur melawan pasukan Iblis yang kuat dan destruktif, kita harus tahu untuk apa Memulai dengan baik itu penting, tetapi...bagaimana kita bertanding. Apa motivasi kita kita mengakhiri sesuatu untuk menyelesaikan pertandingan dengan baik? Mengapa sangat jauh lebih penting lagi. penting bagi kita untuk tetap setia? Apa makna dari kehidupan pribadi kita masing-­masing sebagai umat Allah? Mengapa jalan yang telah ditetapkan Allah bagi kita sangat penting bagi kerajaan-­Nya? Paulus mengatakan bahwa jawaban untuk masing-­masing pertanyaan ini sama dengan jawaban seorang atlet. Kita berjuang untuk mendapatkan hadiah atau upah: “Karena itu, larilah [dalam pertandingan] sedemikian rupa, sehingga kamu memperoleh [hadiah itu] dan menjadikannya milikmu!” Pada tahun-­tahun akhir masa hidupnya, rasul Yohanes mencatat perintah yang serupa dari Allah: %HUODUL8QWXN0HPSHUROHK+DGLDK Waspadalah supaya jangan menjadi seperti mereka, lalu kehilangan pahala yang kita usahakan dengan susah payah. Berusahalah supaya kalian menerima upah penuh dari Tuhan. (2 Yohanes 8, FAYH) Salomo kehilangan hadiah tertinggi karena ia tidak menyelesaikan pertandingan dengan baik. Matanya tidak tertuju pada sasaran. Memulai dengan baik itu penting, namun dalam tatanan Allah bagaimana kita mengakhiri sesuatu jauh lebih penting lagi. Menyelesaikan pertandingan dengan baik dan menerima hadiah menuntut kegigihan dan ketabahan yang tak kenal menyerah, keduanya harus disulut oleh motivasi yang kuat. Jadi, ini tempat yang baik untuk membahas pertanyaan yang sangat penting: Apakah upah yang harus kita usahakan—hadiah yang sangat disayangkan jika sampai terlewatkan? Hadiah ini dapat dilihat dalam dua tahap. Kita akan membahas tahap yang pertama di sini dan tahap yang kedua di bab selanjutnya. UPAH PERTAMA Upah atau hadiah pertama berkaiatan dengan fakta bahwa jalan kehidupan kita berkaitan langsung dengan membangun rumah Allah— rumah di mana Dia akan tinggal untuk selama-­lamanya.1 Allah sedang membangun rumah bagi diri-­Nya sendiri—rumah yang penuh kemuliaan. Dia rindu untuk mendiami rumah itu, dan rumah itu sudah menjadi fokus rencana-­Nya selama beribu-­ribu tahun. Dan Dia sangat bergairah akan hal itu! Lisa dan saya memiliki kesempatan membangun rumah sendiri. Pada akhir 1980-­an ketika kami tinggal di Orlando, Florida, seorang pembangun rumah terkenal bernama Robert mendekati kami. “Saya mengasihi pelayananmu,” katanya, lalu menambahkan, “Saya ingin membangunkan rumah untukmu.” Pada saat itu kami tinggal di rumah yang kecil dan sederhana, dan mengira biaya pembangunan rumah itu akan terlalu mahal bagi kami. Namun ketika kami mengungkapkan keberatan, Robert berseru, “Saya akan melakukannya dengan ‘harga 1. Untuk pembahasan lebih mendalam tentang rumah Allah, lihatlah buku saya Driven By Eternity (New York: Faith Words, 2006). 7DN.HQDO0HQ\HUDK pelayanan’.” Ternyata, ia tidak mengambil keuntungan sesen pun dari pembangunan rumah itu. Sebelum itu, Lisa dan saya pernah memiliki dua rumah. Dua-­duanya rumah kecil, dan kami tidak perlu repot-­repot merancangnya. Kami hanya memilih jenis lantai standar serta warna cat dan bahan;; kami tidak bisa menentukan hal-­hal yang lain. Jadi, proses pembangunan rumah kali ini terasa asing bagi kami. Saya tidak akan pernah lupa ketika Robert datang ke rumah kecil kami beberapa hari kemudian, duduk bersama dengan kami di meja dapur, membentangkan selembar kertas kosong, dan dengan antusias berkata, “Gambarlah rumah impianmu!” Kami tertegun. Kami tidak menyadari bahwa kami dapat melakukan hal semacam itu. Segera saja Lisa bekerja. Ia mulai menggambar seolah-­ olah ia sudah memikirkannya selama beberapa waktu. (Sebenarnya, ia memang sudah memikir-­mikirkannya!) Saya akan sedikit lamban dalam menggambar, mengusulkan ide untuk ruang belajar dan garasi, sedangkan istri saya melakukan bagian lainnya. Sungguh membesarkan hati, dan kegairahan itu semakin bertambah ketika kami mendapati bahwa kami dapat benar-­benar merancang rumah itu sesuai dengan keinginan kami. Tidak ada batasan. Kemudian impian kami, dicorat-­coret seadanya di atas selembar kertas besar, diserahkan pada arsitek dan perancang, dan beberapa hari kemudian Bob menunjukkan pada kami cetak birunya. Sungguh menggairahkan. Tidak lama kemudia mereka meletakkan batu pertama dan mulai membangun. Istri saya dan saya mendatangi lokasi setiap hari sepanjang seluruh proses pembangunan. Kadang-­kadang kami pergi dua kali sehari. Kami begitu bersemangat;; kami tidak sabar menunggu bagian berikutnya dari rumah itu dibangun. Beberapa bulan itu terasa seperti bertahun-­ tahun, dan hari-­hari terasa seperti berminggu-­minggu, karena kami menunggu-­nunggu sesuatu yang baru ditambahkan pada rumah kami dan pada akhirnya dapat pindah ke sana. Kami takjub menyaksikan impian yang kami gambar di selembar kertas kosong terwujud di depan mata kami! Yah, saya percaya penantian penuh sukacita yang kami rasakan itu sangat mirip dengan emosi dan penantian Allah akan rumah impian-­ Nya. Namun Dia sudah menunggu jauh lebih lama dari beberapa bulan. Sesungguhnya, Allah sudah menunggu penyelesaian rumah-­Nya sejak dunia diciptakan. %HUODUL8QWXN0HPSHUROHK+DGLDK Di bumi, kita sering memberikan nama tertentu untuk rumah istimewa. Misalnya, rumah ratu Inggris adalah Istana Buckingham. Di Amerika presiden tinggal di Gedung Putih. Rumah aktor Michael Douglas di Bermuda adalah Longlands. Rumah almarhum George Harrison, mantan anggota Beatles, adalah Friar Park.Rumah aktor Nicholas Cage adalah Midford Castle. Kebanyakan orang tidak menyadari bahwa Allah sudah memulai trend pemberian nama rumah ini jauh sebelum kita melakukannya. Dia menyebut rumah kekalnya, yang masih dalam proses pembangunan, sebagai Sion. Seperti ditulis pemazmur, Sebab TUHAN telah memilih Sion, mengingininya menjadi tempat kedudukan-­Nya: “Inilah tempat perhentian-­Ku selama-­ lamanya, di sini Aku hendak diam, sebab Aku mengingininya.” (Mazmur 132:13-­14) Perhatikanlah bahwa Allah menginginkan rumah ini. Dengan kata lain, Dia sangat bergairah menantikannya, sama seperti Lisa dan saya begitu bergairah menantikan rumah baru kami. Ayat-­ayat lain menjelaskan bahwa rumah yang disebut Sion itu sudah berada di hati Allah selama sekian generasi: “TUHAN sudah membangun Sion, sudah menampakkan diri dalam kemuliaan-­Nya” (Mazmur 102:17);; “Bermazmurlah bagi TUHAN, yang bersemayam di Sion, beritakanlah perbuatan-­Nya di antara bangsa-­bangsa” (Mazmur 9:12);; “Dari Sion, puncak keindahan, Allah tampil bersinar” (Mazmur 50:2). Ketika Anda membangun rumah, Anda memulai dari dasarnya. Dengarkanlah perkataan Yesaya, “Sesungguhnya, Aku meletakkan sebagai dasar di Sion sebuah batu, batu yang teruji, sebuah batu penjuru yang mahal, suatu dasar yang teguh” (Yesaya 28:16). Apakah (atau lebih tepat lagi, siapakah) batu dasar itu? Tidak lain dari Anak Allah yang terkasih, Yesus Kristus. Menurut Yesaya, Yesus adalah bagian dari bahan bangunan rumah Allah yang kekal, Sion. Sejatinya, sebagai batu penjuru, Dia adalah bagian yang paling penting. Kemudian Firman Allah menyatakan, “Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani” (1 Petrus 2:5). Rumah yang dimaksudkan Petrus, tentu saja, adalah Sion. Yesus dikiaskan sebagai batu, dan demikian pula dengan kita. Kita adalah “batu hidup,” dan Dia batu penjurunya. Bersama dengan Yesus, orang-­orang Kristen adalah bahan bangunan yang menyusun rumah tempat Allah akan berdiam untuk selama-­lamanya! 7DN.HQDO0HQ\HUDK Allah sedang membangun rumah. Dia menggunakan kita semua dalam apa yang sedang dibangun-­Nya. Dia memakai para rasul dan para nabi sebagai dasarnya. Sekarang Dia memakai Anda, mencocokkan Anda batu demi batu, dengan Kristus sebagai batu penjuru yang menyatukan seluruh bagian. Kita melihat rumah itu semakin terwujud hari demi hari—bait kudus yang dibangun oleh Allah, kita semua dibangun di dalamnya, suatu bait yang Allah berkenan berdiam di dalamnya. (Efesus 2:19-­ 22, MSG) SUBKONTRAKTOR Kita bukan menjadi bahan bangunan untuk rumah itu, tetapi kita juga disebut sebagai kawan sekerja (lihat 1 Korintus 3:9). Dalam bahasa saat ini, subkontraktor. Siapakah mereka ini? Mereka adalah pemasang pipa, tukang listrik, pemasang bingkai, pemasang tembok, pemasang atap, pemasang ubin, pemasang batu bata, pemasang karpet— daftarnya terus berlanjut. Ketika Robert membangun rumah kami, ia tidak menancapkan sebatang paku pun ke rumah kami, ia tidak memasnag batu bata, tidak memotong kayu. Tidak, para subkontraktor yang melakukan semuanya itu. Jadi, kalau para subkontraktorlah yang sebenarnya membangun rumah, apa kerja si pembangun? Jawabannya tiga hal. Pertama, pembangun merancang rumah itu. Allah, sebagai pembangun rumah-­ Nya sendiri, merancang rencana agung-­Nya sejak dahulu kala. Rasul Paulus menulis, “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan” (Efesus 1:4). Ibrani mengatakan, “Pekerjaan-­Nya sudah selesai sejak dunia dijadikan” (4:3). Rumah Allah sudah direncanakan sepenuhnya sebelum Adam diciptakan. Menakjubkan! Kedua, pembangun memesan material yang digunakan dalam membangun rumah. Tidakkah Anda bersukacita karena Allah memesan Anda? Itulah sebabnya Dia berkata, “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, dan sebelum engkau lahir, Aku sudah memilih” (Yeremia 1:5, BIS). Paulus mengatakan, “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan” (Efesus 1:4). Tanggung jawab ketiga pembangun adalah mengatur jadwal subkontraktor. Ini aspek yang sangat penting dalam proyek ini karena Anda tidak ingin mempekerjakan tukang cat sebelum tukang pipa atau tukang batu, misalnya. Anda tidak ingin pemasang karpet datang %HUODUL8QWXN0HPSHUROHK+DGLDK sebelum pemasang atap atau tukang cat. Jika para subkontraktor tidak diatur dengan jadwal yang baik, tak ayal akan terjadi kekacauan. Rumah-­rumah pada masa modern biasanya tidak memiliki “subkontraktor utama,” nama rumah Allah memilikinya. Menurut Anda, siapakah subkontraktor utama pembangunan rumah Allah? Anda benar: Yesus Kristus. Galatia 4:4 (BIS) berkata, “Tetapi pada saatnya yang tepat, Allah mengutus Anak-­Nya ke dunia” (Galatia 4:4). Allah sang pembangun menjadwalkan kedatangan Yesus, batu penjuru dan subkontraktor utama, pada “saat yang tepat” dalam pembangunan Sion. Sehubungan dengan pekerjaan-­Nya sebagai subkontraktor utama, Yesus memenuhi tugas-­Nya dengan sempurna. Dia jelas-­jelas menyelesaikan pertandingan dengan baik! Pada Perjamuan Terakhir, Dia dapat berkata kepada Bapa-­Nya dengan rendah hati dan dengan yakin, “Aku telah memuliakan Engkau di bumi dengan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-­Ku untuk Kulakukan” (Yohanes 17:4). Yesus menyelesaikan pekerjaan-­Nya sebagai subkontraktor utama dalam membangun Sion. Bagaimana dengan Anda dan saya? Apa yang Firman Allah katakan tentang peran kita sebagai subkontraktor dalam membangun rumah Allah? Tentang kita dikatakan, “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya” (Efesus 2:10). Perhatikan bahwa kita diciptakan di dalam Kristus “untuk melakukan pekerjaan baik.” Dengan kata lain, kita diciptakan bukan hanya untuk menjadi seseorang, tetapi kita juga diciptakan di dalam Kristus untuk melakukan sesuatu. Tolong perhatikan dengan saksama: Dalam tahun-­ tahun belakangan ini, terjadi ketidakseimbangan pengajaran di dalam tubuh Kristus tentang hal ini. Kita sangat menekankan tentang siapa diri kita di dalam Kristus, yang memang penting, namun kita begitu menekankannya sampai kita mengabaikan apa yang ditetapkan untuk kita lakukan di dalam Kristus. Ketidakseimbangan ini memunculkan dua masalah utama. Pertama, hal itu menghasilkan gereja yang penuh dengan kelesuan di dunia Barat. Mayoritas orang percaya datang ke gereja seminggu sekali, dan banyak yang kurang dari itu. Kita begitu sibuk mengurus pekerjaan kita, mengejar kehidupan sosial yang baik, membeli gadget paling muktahir, mencicil rumah, membesarkan anak, menabung 7DN.HQDO0HQ\HUDK untuk pendidikan mereka, dan menyiapkan dana pensiun. Semuanya ini menjadi motivasi kita, bukannya penggenapan dari amanat pribadi kita dari Allah. Sangat banyak dari kita yang tidak tahu akan fakta bahwa kita memiki “pekerjaan” kekal yang harus diselesaikan. Pikirkanlah hal ini: bagaimana mungkin Paulus mengatakan, “Aku telah mengakhiri pertandingan” (2 Timotius 4:7) jika ia tidak mengetahui jalurnya? Mari saya jelaskan. Jika Anda pernah berlari lintas alam (jarak jauh) di SMA, Anda akan tahu bahwa semua peserta memperhatikan peta jalur perlombaan sebelum mulai berlomba. Jika Anda berlari dalam pelrombaan jarak jauh dan tidak tahu jalurnya, Anda dapat berlari dan berlari sampai Anda pingsan dan rekan-­rekan satu tim membopong Anda pulang. Namun Anda tetap tidak akan tahu apakah Anda sudah menyelesaikan perlombaan. Satu-­satunya cara Anda dapat secara jujur dan secara akurat mengatakan bahwa Anda sudah menyelesaikan perlombaan adalah bila Anda mengetahui dan menyelesaikannya menurut jalur yang telah ditetapkan. Seperti Yesus, Paulus berkata, “Aku sudah menyelesaikan pekerjaan yang Kautetapkan untuk kuselesaikan.” Bagaimana kita dapat menyelesaikan perlombaan kita jika kita semata-­mata berfokus pada, dan energi kita terkuras untuk, urusan sehari-­hari? Bagaimana kita tahu pekerjaan yang Allah tetapkan bagi kita jika koneksi utama kita dengan Dia adalah sebuah kebaktian singkat pada hari Minggu setiap minggunya? Bagaimana kita dapat mengenal rencana-­Nya jika kita tidak mencari Dia setiap hari dan dengan tekun? Masalah kedua akibat penekanan yang tidak seimbang—aspek menjadi lebih dipentingkan daripada melakukan—adalah banyak orang Kristen beranggapan bahwa hanya mereka yang melayani sepenuh waktulah yang memiliki panggilan yang sejati dalam hidup mereka. Ini omong kosong! Setiap anak Allah, pria atau perempuan, muda atau tua, memiliki panggilan surgawi, dan panggilan itu adalah menadi VXENRQWUDNWRU\DQJVHWLDGDODPPHPEDQJXQUXPDK$OODK$PSOLÀHG Bible mengungkap dengan indah bahwa kita diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya [menempuh jalur yang telah disiapkan-­Nya jauh sebelumnya]. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya [menjalani kehidupan baik yang telah Dia rancang sebelumnya dan Dia persiapkan untuk kita jalani]” (Efesus 2:10). Allah memberi Anda hak istimewa untuk melayani sebagai salah satu subkontraktor dalam membangun Sion, rumah kekal-­Nya. Ini bukan rumah yang terbuat dari batu bata dan semen atau kayu dan %HUODUL8QWXN0HPSHUROHK+DGLDK batu. Ini rumah yang dibuat tanpa tangan manusia, rumah hidup yang terdiri atas putra dan putri raja. Seperti banyak subkontraktor saat ini, Anda mungkin tidak (belum) dapat melihaat bagaimana panggilan hidup Anda melengkapi keseluruhan desain rumah-­Nya, karena hanya Dia yang mampu melihatnya sebagai ahli bagunan yang cakap. Sumbangsih kita baru akan nyata sepenuhnya suatu hari kelak ketika rumah Allah telah selesai dan, bersama-­sama dengan Dia, kita menikmati hadirat-­Nya di sana untuk selama-­lamanya. Ketika Robert menyusun jadwal para subkontraktor untuk membangun rumah kami, ia menyerahkan pada mereka masing-­ masing bagian cetak biru dan skema yang telah disesuaikan. Ia memaparkan pada mereka secara jelas apa yang ia kehendaki agar mereka lakukan. Ia mengetahui dengan baik keseluruhan rencana;; mereka hanya mengetahui bagian mereka dan hanya diharapkan untuk mengerjakan bagian mereka itu. Mereka tidak sekadar muncul ke lokasi dan melakukan apa yang mereka rasa perlu dilakukan atau tampak baik untuk dilakukan. Mereka mengikuti rencana yang telah dirancang sebelumnya oleh sang pembangun. Allah sudah merencanakan sebelumnya jalur yang terbaik bagi Anda, bagi saya, bagi setiap orang yang percaya kepada Kristus Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan (Efesus 2:10). Sama seperti subkontraktor yang membangun rumah kami, kita masing-­masing memiliki peran yang VSHVLÀNGDQSHQWLQJGDODPPHPEDQJXQUXPDKNHNDO$OODK7LGDNDGD tugas yang lebih atau kurang penting daripada yang lain. Allah ingin rumah-­Nya selesai sebagaimana Dia merencanakannya, dan untuk itu kita perlu melakukan bagian kita—dan melakukannya dengan baik. UPAH ATAU KERUGIAN SANG PEMBANGUN Sekarang Anda dapat memahami dengan lebih baik mengapa di dalam Kitab Suci kita sering disebut sebagai pembangun. Pemazmur menulis, “Batu yang dibuang oleh tukang-­tukang bangunan telah menjadi batu penjuru” (Mazmur 118:22). Petrus, seperti kita bahas di atas, menyatakan bahwa semua orang percaya adalah batu di dalam rumah Allah, namun kemudian ia beralih dari siapa diri kita ke apa yang ditetapkan untuk kita lakukan di dalam Kristus—ia membandingkan kita dengan tukang bangunan (atau subkontraktor) rumah Allah: “Biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani.... Karena itu, bagi kamu yang percaya, Ia mahal, tetapi 7DN.HQDO0HQ\HUDK bagi mereka yang tidak percaya: ‘Batu yang telah dibuang oleh tukang-­ tukang bangunan, telah menjadi batu penjuru, juga telah menjadi batu sentuhan dan suatu batu sandungan’” (1 petrus 2:5, 7). Dalam perkataan Petrus kita melihat bahwa orang yang taat adalah orang yang setia dan subkontraktor sejati dalam pembangunan rumah Allah, sedangkan mereka yang tidak menaati Firman (rancangan dan cetak biru Allah) sesungguhnya malah menghambat tercapainya tujuan. Dengan pengertian ini, kita siap untuk menguraikan penjelasan Paulus tentang proses dan upah: Masing-­masing akan menerima upah menurut jerih payahnya. Kami adalah orang-­orang yang sama-­sama bekerja untuk Allah.... Saudara-­saudara adalah seperti gedung Allah [Sion] juga. Dengan kepandaian yang diberikan Allah, saya sebagai ahli bangunan [subkontraktor] sudah meletakkan pondasi untuk gedung tersebut, dan orang lain [subkontraktor lain] membangun gedung di atas pondasi itu. Setiap orang harus memperhatikan baik-­baik bagaimana ia membangun [kita semua disebut sebagai subkontraktor] di atas pondasi itu. Sebab Allah sendiri sudah menempatkan Yesus Kristus sebagai satu-­satunya pondasi untuk gedung itu;; tidak ada pondasi yang lain. (1 Korintus 3:8-­11, BIS) Yang pertama dan terutama, perhatikan bahwa dalam kalimat pertama Allah berbicara kepada kita tentang upah atau hadiah. Ingatlah selalu hal ini saat kita membahas lebih lanjut perikop 1 Korintus ini. Paulus telah membangun pondasi. Suratnya ditulis hampir dua ribu tahun yang lalu dan masih digunakan saat ini sebagai dasar yang layak dipercaya tentang bagaimana kita sepatutnya hidup di dalam Kristus. Subkontraktor pertama yang membangun rumah kami di Florida adalah peletak pondasi. Setelah pekerjaan mereka selesai, semua subkontraktor lain datang dan membangun di atas pondasi beton yang telah dibangun subkontraktor awal ini. Paulus melanjutkan, “Ada yang membangun di atas pondasi itu dengan memakai emas, ada yang memakai perak, ada yang memakai batu permata, ada pula yang memakai kayu, rumput kering ataupun jerami” (3:12, BIS). Emas, perak, dan batu permata mengacu pada perkara yang kekal, sedangkan batu, rumput kering, atau jerami mengacu pada %HUODUL8QWXN0HPSHUROHK+DGLDK perkara yang sementara. Setiap saat dalam kehidupan, kita memiliki pilihan: kita dapat membangun untuk sesuatu yang kekal atau yang sementara. Jika motivasi kita adalah menghasilkan uang, menjadi terkenal, menggunakan orang semata-­mata untuk kepentingan pribadi kita, menaiki tangga sukses hanya untuk menjadi orang penting, dan fokus lain yang egois, kita membangun untuk perkara yang sementara. Namun, jika kita berfokus pada pembangunan kerajaan Allah dan rumah-­Nya dengan membawa Firman yang kekal dan pemeliharaan Allah bagi mereka yang memerlukan bantuan, kita membangun untuk perkara yang kekal. Paulus melanjutkan, “Pekerjaan setiap orang akan kelihatan nanti pada saat Kristus datang kembali. Sebab pada hari itu api akan membuat pekerjaan masing-­masing orang kelihatan. Api akan menguji dan menentukan mutu dari pekerjaan itu” (3:13, BIS). Api akan menguji pekerjaan kita, namun juga akan menguji motivasi dan niat di balik pekerjaan kita (lihat 1 Korintus 4:5). Ketika Anda menyalakan api di bawah kayu, rumput, dan jerami, api akan membakarnya sampai habis. Namun, bila api yang sama dinyalakan di bawah emas, perak, atau batu permata, dan bahan-­bahan itu akan makin murni dan makin indah. Mereka teruji dan meningkat mutunya. Nah, kemudian muncullah hasil akhirnya: “Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian;; ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api” (3:14-­15). Perhatikan bahwa Anda, si pembangun, akan menerima upah jika Anda menyelesaikan pertandingan dengan baik! Akan tetapi, jika Anda melakukan pekerjaan yang tidak selaras dengan Firman Allah—jika motivasi Anda egois, tidak taat, atau sombong—pekerjaan Anda akan terbakar hangus. Sebagai orang yang percaya kepada Kristus, Anda akan masuk ke surga, namun di sana Anda tidak akan menerima upah atas hasil kerja yang kekal. Kata peringatan yang sangat keras bagi kita semua! Saat kita terus menyimak perikop yang luar biasa ini, ingatlah bahwa Paulus tidak berbicara kepada orang per orang, melainkan kepada seluruh gereja: Tidak tahukah kamu bahwa kamu sekalian adalah bait [rumah] Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu sekalian. Janganlah ada orang 7DN.HQDO0HQ\HUDK yang menipu dirinya sendiri. Jika ada di antara kamu yang menyangka dirinya berhikmat menurut dunia ini, biarlah ia menjadi bodoh, supaya ia berhikmat. (3:16-­18) Sekali lagi, perkataan yang keras! Hal ini seharusnya membangkitkan rasa takut yang kudus pada siapa pun yang memperlakukan atau memimpin secara buruk rumah Allah atau mempelai perempuan Kristus, gereja. Anggaplah ini sebagai peringatan keras untuk tidak berlaku buruk terhadap siapa pun, bahkan “batu bata” paling kecil dalam rumah Allah atau yang akan kita sebut “orang kudus yang paling kecil.” UPAH SUBKONTRAKTOR Paulus menyimpulkan, “Janganlah ada orang yang menipu dirinya sendiri” (3:18). Sayangnya, beberapa orang Kristen tidak menyelesaikan pertandingan dengan kuat, mereka mereka menyimpang dari jalur untuk mengikuti daya pikat sikap mementingkan diri sendiri. Mereka berpaling dari membangun rumah Allah bagi kemuliaan-­nya dan mengejar kemuliaan yang memudar—mengejar pengakuan sekilas manusia atau kekayaan dunia ini yang suatu hari akan terbakar. Jangan bodoh! Tetaplah mengarahkan fokus;; Anda memiliki tugas untuk dikerjakan di dalam Kristus. Pekerjaan Anda harus diselesaikan sebagaimana Allah merancangkannya semula;; kalau tidak, pekerjaan yang ditetapkan untuk Anda itu akan digantikan. The Message menggarisbawahi poin yang sangat penting ini: Jika pekerjaanmu lulus pemeriksaan, bagus;; jika tidak, bagian bangunan yang kaukerjakan akan dibongkar dan dikerjakan lagi dari awal. Namun kamu tidak akan dibuang;; kamu akan bertahan—namun seperti orang yang nyaris terbuang. (1 Korintus 3:10-­15) Jika pekerjaan kita tidak lulus standar pemeriksaan Allah, maka “bagian bangunan yang kita kerjakan akan dibongkar dan dikerjakan lagi dari awal.” Tidak ada seorang pun yang menginginkan pekerjaannya dimulai lagi dari awal—khususnya jika itu pekerjaan yang kita lakukan bagi Sang Pencipta alam semesta! %HUODUL8QWXN0HPSHUROHK+DGLDK Saya ingat ketika salah satu subkontraktor tidak melakukan pekerjaan yang baik untuk rumah kami. Ia tidak melakukan pekerjaannya menurut cetak biru yang Robert berikan kepadanya. Karena Lisa dan saya berada di lokasi pembangunan setiap hari, kamilah yang pertama kali melihat masalah itu. Saya menelepon Robert, dan ia dan saya bertemu di lokasi. Ia marah. Subkontraktor ini memang belum biasa bekerja dengannya, maka Robert segera memecatnya. Orang ini kehilangan upahnya. Ia bukan hanya tidak mendapatkan bayaran, namun juga kehilangan nama baik di antara mereka yang mengerjakan pembangunan rumah indah kami. Saya mengamati bagaimana Robert membongkar pekerjaan yang sudah dilakukan orang ini. Ia lalu mempekerjakan subkontraktor lain yang datang dan melakukan pekerjaan persis seperti yang diuraikan Robert dalam cetak biru. Orang ini menerima upahnya—baik gajinya maupun kepuasannya karena ikut mengambil bagian secara positif dalam membangun rumah yang indah seperti itu. Kitab Suci mengatakan bahwa prinsip ini lebih berlaku lagi dalam pembangunan rumah Allah. Akan ada orang-­orang yang pekerjaan musimannya (atau bahkan pekerjaan seumur hidupnya) tidak bertahan. Pekerjaan itu akan dibongkar dan tidak akan menjadi bagian dari rumah yang kekal. Saya ingin membantu Anda membayangkan betapa seriusnya masalah ini. Karena saya datang ke lokasi setiap hari, para subkontraktor mengenal saya dengan baik. Mereka menyebut saya “pak pengkhotbah.” Ketika saya muncul setiap harinya, musik rock yang mereka putar berdentam-­dentam. Saat melihat saya datang, mereka akan segera mematikannya. Di dalam hati saya tersenyum karena mereka memiliki rasa hormat terhadap perkara-­perkara yang dari Allah. Kemudian kami akan berbincang-­bincang beberapa saat. Saya menikmati percakapan yang menyenangkan dengan orang-­orang itu—bahkan muncul beberapa kesempatan untuk melayani. Saya teringat suatu hari ketika para subkontraktor berbicara dengan saya tentang rumah megah yang mereka ikut membangunnya. Wajah mereka berseri-­seri ketika mereka berbicara tentang sumbangsih mereka. Anda dapat melihat kepuasan mendalam yang sangat berharga bagi mereka karena telah menjadi bagian dari pekerjaan yang hebat. Mari kita melangkah lebih jauh. Dapatkah Anda membayangkan bagaimana perasaan para subkontraktor yang ikut membangun Gedung Putih di Washington, D.C.? Bayangkan hari ketika anak mereka 7DN.HQDO0HQ\HUDK sendiri pulang sekolah dan dengan antusias memberitahukan bahwa mereka akan melakukan kunjungan ke gedung paling terkenal di seluruh Amerika itu. Dapatkah Anda membayangkan kesenangan dan kepuasan mendalam yang dirasakan sang ayah ketika ia memberi tahu anaknya yang penuh semangat itu bahwa ia secara pribadi ikut terlibat dalam pembangunan gedung itu? Dapatkah Anda membayangkan perasaan ayah itu ketika ia menyertai anaknya ke Gedung Putih? Bagaimana rasanya melihat kebanggaan pada wajah anaknya saat teman-­teman sekelasnya mendapati bahwa ayah teman sekelas mereka ikut membangun gedung kenegaraan tempat Presiden Amerika Serikat berdiam? Dapatkah Anda membayangkannya? Hal yang sama berlaku juga bagi kita dengan rumah Allah! Akan tetapi, kita tidak sedang membangun rumah yang akan dibongkar dan diganti dengan gedung lain sekian ratus tahun kemudian. Kita sedang membangun rumah yang akan menjadi fokus utama seluruh alam semesta untuk selama-­lamanya. Oh, ya, dengarkanlah perkataan nabi Mikha: Akan terjadi pada hari-­hari yang terakhir: gunung rumah TUHAN akan berdiri tegak mengatasi gunung-­gunung dan menjulang tinggi di atas bukit-­bukit;; bangsa-­bangsa akan berduyun-­duyun ke sana, dan banyak suku bangsa akan pergi serta berkata: “Mari, kita naik ke gunung TUHAN, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang jalan-­jalan-­ Nya dan supaya kita berjalan menempuhnya;; sebab dari Sion DNDQNHOXDUSHQJDMDUDQGDQÀUPDQ78+$1GDUL<HUXVDOHPµ (Mikha 4:1-­2) Urusan alam semesta akan berpusat di rumah ini. Hikmat dan hukum yang mengatur semua ciptaan akan mengalir dari kepemimpinan dalam rumah ini. Dan mungkin fakta yang paling menakjubkan: rumah Allah, Sion, akan tetap sama indahnya puluhan triliun tahun kemudian dengan hari pertama ketika ia baru berdiri. Ada seorang hamba Tuhan luar biasa, pelayan Injil yang setia sampai pada akhirnya. Ia melayani secara efektif selama lebih dari enam puluh tahun dan masuk ke dalam upahnya menjelang pergantian milenium. Setahun atau lebih setelah kepergiannya, saya bepergian ke gereja besar di Midwest. Di sana pemimpin pujiannya memberi tahu saya bahwa Allah memberinya mimpi yang begitu jelas. Dalam mimpi ini, ia berada di surga dan melihat hamba Tuhan luar biasa yang telah %HUODUL8QWXN0HPSHUROHK+DGLDK menyelesaikan pertandingan dengan baik itu. Dengan tersenyum lebar, hamba Tuhan itu berkata pada si pemimpin pujian, “Ini jauh lebih baik dari yang kubayangkan.” Mereka bercakap-­cakap selama beberapa menit, kemudian hamba Tuhan itu berbalik dan menunjukkan Kita sedang membangun pekerjaannya yang menjadi bagian rumah yang akan menjadi dari Sion. Besar sekali. Dampak fokus utama seluruh kesetiaan orang ini lebih jauh dan alam semesta untuk lebih luas dari yang ia bayangkan selama-­lamanya. selama di bumi, dan hal itu sekarang ada di depan matanya. Ia dapat menunjukkan pekerjaannya, sama seperti para subkontraktor itu memberi tahu saya tentang pekerjaan mereka di rumah yang mereka ikut membangunnya. Upah yang luar biasa! Hadiah yang luar biasa! Dapatkah Anda membayangkan, sepanjang seluruh kekekalan, Anda dapat memperlihatkan kepada keturunan dan bangsa Anda dan sekian banyak orang yang berdatangan bagian pekerjaan Anda dalam pembangunan rumah Allah yang penuh kemuliaan? Sungguh mulia, bukan? Sungguh suatu upah luar biasa yang layak dinanti-­nantikan! Suatu motivator luar biasa untuk memastikan kita mengakhir pertandingan dengan baik! Sekarang renungkanlah sisi sebaliknya. Dapatkah Anda membayangkan tidak memiliki bagian pekerjaan Anda di dalam rumah yang disebut Sion karena Anda gagal untuk menyelesaikan pertandingan dengan baik? Dapatkah Anda membayangkan leluhur dan keturunan dan bangsa Anda datang untuk memandang apa yang Anda lakukan, tetapi Anda tidak memiliki apa-­apa untuk diperlihatkan sepanjang seluruh kekekalan karena bagian Anda sudah dibongkar dan digantikan oleh orang lain yang setia? Sungguh suatu kerugian yang kekal, persis seperti yang Paulus sampaikan dalam 1 Korintus 3. Oh, orang kudus yang terkasih, saya tidak ingin hal itu terjadi pada Anda. Allah tidak ingin hal itu terjadi pada Anda. Fakta yang menyedihkan, hal ini akan terjadi pada banyak orang percaya. Namun Anda dapat memutuskan mulai dari sekarang bahwa Anda tidak akan menjadi orang yang mengalami hal itu. Simaklah baik-­baik perkataan Yohanes: Waspadalah supaya jangan menjadi seperti mereka, lalu 7DN.HQDO0HQ\HUDK kehilangan pahala yang kita usahakan dengan susah payah. Berusahalah supaya kalian menerima upah penuh dari Tuhan. (2 Yohanes 8, FAYH) Tuhan sendiri merancang suatu jalan untuk setiap anak-­Nya agar memiliki kesempatan untuk menerima upah penuh dengan mengambil bagian dalam pembangunan rumah kekal Allah. Jerih payah Anda tidak akan pernah memudar, tidak akan pernah menua, tidak akan pernah digantikan. Hal itu akan dikagumi oleh miliaran orang dan malaikat untuk selama-­lamanya. Dan ini baru upah atau hadiah pertama yang akan kita terima karena kesetiaan dan ketaatan yang tak kenal menyerah pada Tuhan kita. Meskipun motivasi ini sangat menakjubkan, ada hadiah lain yang jauh lebih agung. Kita akan menemukannya pada bab selanjutnya. 17 DEKAT DENGAN SANG RAJA Waspadalah supaya jangan menjadi seperti mereka, lalu kehilangan pahala yang kita usahakan dengan susah payah. Berusahalah supaya kalian menerima upah penuh dari Tuhan. 2 YOHANES 8, FAYH K esusahan itu tak terelakkan. Dorongan yang tepat akan membuat kita terus berlari dalam perlombaan secara tak kenal menyerah, adapun orang yang tidak memiliki motivasi akan tersandung—atau malah berhenti. Motivasi itu krusial untuk menyelesaikan pertandingan dengan baik. Hadiah pertama adalah upah menyaksikan bagian pekerjaan Anda dalam rumah Allah sepanjang kekekalan dan menyadari bahwa pekerjaan Anda layak untuk menerima sambutan “Baik sekali perbuatanmu” dari-­Nya. Hadiah kedua sedikit lebih jelas dan berkaitan dengan seberapa dekat kita akan bergaul dengan Yesus sepanjang kekekalan. HUBUNGAN YANG DEKAT DENGAN SANG RAJA Sepanjang tahun-­tahun perjalanan saya dan berkesempatan untuk berkomunikasi dengan orang percaya di seluruh dunia, saya kadang-­ kadang bertanya-­tanya apakah kebanyakan orang Kristen di Barat menganggap Allah itu Sosialis. Menurut banyak orang percaya, Allah akan memberikan upah kepada setiap orang secara setara dan bahwa 7DN.HQDO0HQ\HUDK kita akan memiliki otoritas, tanggung jawab, dan kehormatan yang sama di langit yang baru dan bumi yang baru. Secara keliru, mereka tidak memahami kebenaran ini: meskipun penebusan Allah itu setara bagi semua orang, dan bukan berdasarkan pada perbuatan atau kinerja kita, Dia memberi upah bagi kesetiaan kita menurut bagaimana kita taat, tabah, dan tetap setia pada Firman-­Nya. Upah terbesar kita karena menyelesaikan pertandingan dengan baik—hadiah yang jauh lebih besar dari hadiah yang kita kupas dalam bab sebelumnya—adalah seberapa dekat kita akan berhubungan dengan Yesus sepanjang kekekalan. Tidak ada perkara yang lebih mulia daripada menjadi dekat dan intim dengan Dia yang kita kasihi dan kita kagumi. Kitab Suci memberikan petunjuk yang jelas akan hal ini. Salah satu acuannya adalah sekelompok pemenang yang akan mendapatkan hak istimewa untuk “mengikuti Anak Domba itu ke mana saja Ia pergi” (Wahyu 14:4). Sungguh suatu keistimewaan dan kehormatan yang luar biasa—mengikuti Yesus ke mana pun Dia pergi sepanjang seluruh kekekalan! Kebenaran ini juga terlihat dengan jelas dalam Injil. Menjelang akhir pelayanan Yesus di muka bumi, ibu dari dua murid-­Nya datang untuk menyampaikan permintaan: “Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam Kerajaan-­Mu, yang seorang di sebelah kanan-­Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-­Mu” (Matius 20:21). Tentu saja tempat kehormatan tertinggi adalah tepat di sebelah Yesus, yang duduk di sebelah kanan Bapa. Tidak ada lagi tempat yang lebih baik! Alkitab menyebutkan malaikat perkasa, yang disebut VHUDÀP \DQJ VDQJDW GHNDW GHQJDQ WDNKWD $OODK OLKDW <HVD\D Mereka terus-­menerus berseru satu sama lain, “Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-­Nya!” Orang Kristen menyanyikan lagu rohani yang digubah dari perkataan mereka. Akan tetapi, mereka tidak menyanyi untuk membuat Allah merasa senang dengan diri-­Nya sendiri. Tidak, mereka menanggapi apa yang mereka lihat! Setiap saat aspek lain dari keagungan-­Nya dinyatakan, dan mereka hanya dapat berseru, “Kudus!” Sejatinya, seruan mereka begitu penuh hasrat sehingga alas ambang pintu auditorium yang memuat miliaran malaikat dan orang kudus di surga bergetar karena suara mereka. Para malaikat yang perkasa ini tidak membenci tempat mereka yang tidak berubah sekian lama. Mereka tidak diam-­diam berpikir, Kita sudah melakukan hal ini selama sepuluh triliun tahun sekarang. Rasanya jadi agak bosan. Mungkin Allah akan membawa seseorang 'HNDW'HQJDQ6DQJ5DMD ke sini untuk menggantikan tempat kita, supaya kita dapat rehat dan mungkin menjelajah bagian-­bagian lain dari surga atau alam semesta. Tidak mungkin! Malaikat tidak ingin berada di tempat lain. Tidak ada tempat di seluruh alam semesta yang lebih baik daripada si sebelah Allah, memandang keagungan-­Nya dan mendengarkan hikmat-­Nya. Sederhana saja, tidak ada satu pun perkara di dalam seluruh alam ciptaan yang lebih spektakuler dari Sang Pencipta. Kita harus ingat bahwa tidak ada satu perkara pun yang tersembunyi dari pandangan-­ Nya, maka ketika Anda berada di dekat Dia, Anda melihat segala sesuatu dari sudut pandang-­Nya. Untuk memberi contoh yang tidak sebanding, bayangkan jika melihat melalui teleskop ke ruang angkasa sambil duduk di samping Albert Einstein, Neil Amstrong, dan Sir Isaac Newton. Wow, betapa luar biasa wawasan yang akan Anda peroleh! Saya sadar ilustrasi ini sama sekali tidak setara dengan melihat segala sesuatu dari sudut pandang Allah, namun saya yakin Anda memahami maksudnya. Seorang hamba Tuhan yang saya kenal diangkat ke surga. Ia bercerita bahwa ketika berada di sana ia merasakan kerinduan yang tak terpuaskan untuk berada di ruang takhta. Dan setiap orang yang berada di surga merasakan hal sama—mereka ingin berada sedekat mungkin dengan Allah. Teman saya itu menyatakan bahwa surga itu jauh lebih indah dari segala sesuatu yang pernah ia bayangkan, namun tidak ada perkara di surga yang lebih membangkitkan kerinduan daripada Tuhan sendiri. Kembali ke permintaan ibu Yakobus dan Yohanes tadi. Yesus menjawab, “Hal duduk di sebelah kanan-­Ku atau di sebelah kiri-­Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-­ orang yang baginya Bapa-­Ku telah menyediakannya” (Matius 20:23). Sekarang kita harus bertanya, Adakah tempat kehormatan yang memang disediakan di surga? Ataukah Yesus kira-­kira bermaksud mengatakan, “Hei, tidak usah memikirkan tempat kehormatan. Kenapa kalian mesti memikirkan siapa yang akan dengan Aku dan Bapa-­Ku? Kamu dan anak-­anakmu hanya perlu menjalani kehidupanmu bagi Allah. Suatu hari semuanya akan menjadi jelas dengan sendirinya dan Allah akan memberikan kepada setiap orang Kristen tempat kehormatan yang setara. Itu semua berdasarkan pada apa yang Aku lakukan, bukan apa yang Kaulakukan, maka janganlah terlalu mencemaskan hal itu.” Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus menyimak pertanyaan lain yang diajukan pada Yesus sehubungan dengan kehidupan yang akan datang. Suatu hari orang Saduki datang kepada-­Nya, ingin 7DN.HQDO0HQ\HUDK melihat apakah mereka dapat menyudutkan-­Nya secara teologis. Ada tujuh laki-­laki bersaudara, kata mereka. Yang tertua menikahi seorang perempuan dan meninggal tanpa memiliki anak. Yang kedua menikahinya, namun ia juga mati tanpa anak. Begitu seterusnya, satu demi satu, sampai ketujuh bersaudara itu menikahinya. Orang Saduki lalu bertanya, “Bagaimana sekarang dengan perempuan itu, siapakah di antara orang-­orang itu yang menjadi suaminya pada hari kebangkitan?” Jawaban Yesus berbeda dari jawabannya kepada ibu murid-­murid-­ Nya. “Orang-­orang dunia ini kawin dan dikawinkan,” katanya. Tetapi mereka yang dianggap layak untuk mendapat bagian dalam dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara orang mati, tidak kawin dan tidak dikawinkan. Mereka tidak dapat mati lagi, sebab mereka sama seperti malaikat-­malaikat dan mereka adalah anak-­anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan. (Lukas 20:35-­36) Jadi, Yesus mengoreksi pandangan orang Saduki, dan kemudian menjelaskan bagaimana kondisi pernikahan di surga nanti. Akan tetapi, Dia tidak mengoreksi pandangan ibu Yakobus dan Yohanes sehubungan dengan keakuratan permintaannya. Nyatanya, Dia menegaskan bahwa tidak ada tempat kehormatan yang lebih besar di surga daripada berada sedekat mungkin dengan Dia. Kedudukan ini dihadiahkan oleh Allah Bapa pada saat penghakiman. Ayat lain menunjukkan bahwa tempat kehormatan itu akan dihadiahkan kepada mereka yang menyelesaikan pertandingan dengan baik—kepada orang percaya yang tak kenal menyerah. SIMBOL DARI HAL-HAL YANG AKAN DATANG Kebenaran ini juga terlihat dalam kitab Yehezkiel. Meskipun perikop ini mengacu pada imam Perjanjian Lama, Yehezkiel memberikan suatu wawasan profetis—suatu prabayang—tentang bagaimana kehidupan dalam bait agung Sion, rumah Allah yang kekal. Melalui nabi Yehezkiel, Allah membahas suku Lewi—para imam Perjanjian Lama. Bagaimana hubungannya dengan kita? Rasul Yohanes menyatakan, 'HNDW'HQJDQ6DQJ5DMD Bagi Dia, yang mengasihi kita dan telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darah-­Nya—dan telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-­imam bagi Allah, Bapa-­Nya— bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-­lamanya. Amin. (Wahyu 1:5-­6) Lihat bagaimana saya menggarisbawahi kata imam? Orang Kristen, yang dilahirbarukan oleh Roh, sekarang menjadi imam bagi Allah VHODPDODPDQ\D'HQJDUNDQODKÀUPDQ$OODK Tetapi orang-­orang Lewi yang menjauh dari pada-­Ku waktu Israel sesat dari pada-­Ku dengan mengikuti berhala-­berhala mereka, akan menanggung hukumannya. Di dalam tempat kudus-­Ku merekalah yang mendapat tugas penjagaan di pintu-­ pintu gerbang Bait Suci dan tugas pelayanan di dalam Bait Suci;; merekalah yang menyembelih korban bakaran dan korban sembelihan bagi bangsa itu dan bertugas bagi bangsa itu untuk melayaninya. (Yehezkiel 44:10-­11) Ayat ini berbicara tentang penyembahan berhala bangsa Israel. Penyembahan dalam masyarakat kita bentuknya sering tidak seperti pada zaman mereka, namun hal itu sama menjijikkannya di mata Allah. Kita diingatkan, “Janganlah memuja barang-­barang yang mewah dalam hidup ini, karena itu berarti penyembahan berhala” (Kolose 3:5, FAYH). Penyembahan berhala terjadi ketika kita sangat menginginkan perkara-­ perkara yang memikat hati dalam hidup ini. Dalam budaya Barat saat ini, penyembahan berhala berupa pengutamaan dan pengejaran promosi, uang, benda-­benda duniawi, status, popularitas, kesenangan, kemashyuran, dan berbagai bentuk manifestasi kecemburuan atau ambisi yang egois. Berhala adalah apa pun yang kita cintai atau kita rindukan lebih dari kita mengasihi dan merindukan Allah. Itu sesuatu atau seseorang yang menguatkan kita atau menyedot kekuatan kita. Penyembahan dapat muncul dalam segala area kehidupan kita— bahkan dalam hal yang pokok seperti makan. Ada banyak orang Kristen yang Penyembahan dapat memuja makanan. Ketika sedih, mereka muncul dalam segala makan;; ketika bahagia, mereka makan;; area kehidupan kita kalau rasanya enak, mereka makan— tanpa peduli akan nilai gizinya. Mereka akan mencerna makanan sampah karena mereka menginginkan kenikmatan rasa yang sesaat. Mereka tidak akan 7DN.HQDO0HQ\HUDK menggunakan minyak bekas atau kotor untuk mobil mereka, namun mereka tidak menggunakan akal sehat sehubungan dengan kualitas dan kuantitas makanan yang mereka nikmati. Mereka memberhalakan makanan. Karena mereka mendapatkan kekuatan dari sensasi rasa yang sesaat dan perut yang penuh, mereka memberik kekuatan pada sensasi itu. Penyembahan berhala juga terdapat dalam keinginan seseorang untuk dikenal. Ada orang yang akan melakukan apa saja untuk mendapatkan posisi “terhormat” di dalam gereja, di tempat kerja, atau GL PDV\DUDNDW 0HUHND DNDQ EHUJRVLS PHPÀWQDK PHQLSX EHUGXVWD atau mengkompromikan integritas untuk mendapatkan pengakuan, penghormatan, atau otoritas. Sekalipun mereka tidak melakukan tindakan seperti itu, mereka memberhalakan pengejaran mereka akan kedudukan. Mereka mendapatkan kekutan dari popularitas, status, dan kemasyhuran;; dan dengan begitu mereka memberi kekuatan pada hal-­hal itu. Berhala akan merampas kesetiaan Anda yang tak kenal menyerah. Mencuri kekuatan yang Anda perlukan untuk berlari dalam perlombaan dengan setia sampai akhir. Dalam ayat di Yehezkiel tadi, Allah berbicara kepada orang percaya yang meninggalkan pengejarannya akan Dia untuk mengejar hal-­hal yang tidak memberikan kepuasan yang tahan lama. Berhala itu mungkin dapat memuaskan kita dalam jangka pendek, namun tidak akan pernah memuaskan kita dalam jangka panjang. Allah menyatakan bahwa para penyembah berhala akan menanggung hukuman atas segala kesalahan yang mereka lakukan. Mereka akan menanggungnya dengan melihat upah mereka terbakar. Mereka tetap diselamatkan, namun seperti dalam api. Mereka akan menjadi bagian dari rumah-­ Nya, namun sebagai pelayanan yang melakukan kerja kasar urusan rumah tangga. Kita harus ingat bahwa Allah juga berbicara kepada kita juga, di sini dan saat ini. Dia tidak ingin Anda atau saya melewatkan segala kekayaan yang sudah dipersiapkan-­Nya bagi kita. Surga akan jauh lebih baik dari apa pun yang dapat kita bayangkan;; tidak ada satu perkara pun di bumi yang setara dengan kemegahannya. Akan tetapi, akan ada status di surga—kedudukan yang lebih mulia dan kedudukan yang kurang mulia. Kedudukan apa pun di rumah Allah itu jauh lebih baik daripada apa pun di muka bumi ini, karena Daud pun meneguhkan, “Sebab lebih baik satu hari di pelataran-­Mu dari pada seribu hari di tempat lain;; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari 'HNDW'HQJDQ6DQJ5DMD pada diam di kemah-­kemah orang fasik” (Mazmur 84:11). Dalam terjemahan The Mesagge dikatakan, “Lebih baik aku menggosok lantai di rumah Allahku daripada menjadi tamu kehormatan di istana dosa.” Daud mengatakan, “Lebih baik aku menjadi pelayan di rumah Allah daripada berada di tempat lain mana pun!” Tidak ada tempat yang lebih membangkitkan kerinduan di seluruh alam semesta daripada rumah Allah, tempat hadirat-­Nya dinyatakan. Kedudukan mana pun di Sion jauh lebih baik dari segala sesuatu atau kedudukan apa pun di tempat lain. Namun, jangan lupa poin yang Allah maksudkan di sini. Karena Allah sangat mengasihi kita, Dia berusaha memperingatkan kita akan kemungkinan kita menanggung dukacita karena kehilangan kesempatan yang terbaik: upah untuk berada lebih dekat dengan, dan bekerja lebih dekat dengan, Allah sendiri sepanjang seluruh kekekalan. Akan ada air mata pada saat penghakiman orang-­orang percaya, dan kita dihiburkan bahwa “Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka” (Wahyu 21:4). Namun kesadaran bahwa kita sudah menyalahgunakan masa hidup kita yang singkat, yang menempatkan kita dalam posisi tertentu sepanjang kekekalan, tidak akan lenyap. Kita akan selalu tahu apa yang kita lewatkan karena memilih mengejar perkara yang tidak kekal. Inilah kerugian kekal yang saya bahas panjang lebar di bab sebelumnya (lihat 1 Korintus 3:12-­15). Di sisi lain, dengarkanlah kelanjutan perkataan Allah: “Tetapi mengenai imam-­imam orang Lewi dari bani Zadok yang menjalankan tugas-­tugas di tempat kudus-­Ku waktu orang Israel sesat dari pada-­Ku, merekalah yang akan mendekat kepada-­Ku untuk menyelenggarakan kebaktian dan bertugas di hadapan-­Ku” (Yehezkiel 44:15). Meskipun Allah secara khusus mengacu pada imam Perjanjian Lama dalam ayat ini, kita diberi tahu bahwa hal itu adalah “bayangan dari apa yang harus datang” (Kolose 2:17) dan “Semua ini menimpa mereka sebagai contoh bagi kita, sebagai pelajaran dan peringatan” (1 Korintus 10:11, FAYH). Dalam banyak hal, peristiwa-­peristiwa dalam Perjanjian Lama adalah lambang, bayangan, atau ilustrasi dari apa yang akan datang. Perhatikan frasa bertugas di hadapan-­Ku. Menjadi pelayan di rumah, menggosok lantai seperti yang diungkapkan Daud, sama sekali berbeda dari bertugas di hadapan Allah! Saya menjadi warga gereja yang beranggota 8.000 orang ketika memulai pelayanan sepenuh waktu pada 1983. Gereja ini bukan hanya dikenal di kota saya, namun juga di seluruh dunia. Suatu saat kami 7DN.HQDO0HQ\HUDK memiliki sampai 450 anggota staf. Saya dipekerjakan sebagai asisten eksekutif pendeta dan istrinya. Sungguh suatu kehormatan saya dapat melayani mereka. Saya mendapatkan keistimewaan lebih besar dari anggota tim lain karena kantor saya berada persis di sebelah kantor mereka, saya sering berada di rumah mereka, dan saya sering ikut bersama mereka makan siang atau makan malam dengan beberapa hamba Tuhan terhebat di dunia. Pada saat-­saat tertentu saya duduk dengan takjub. Air mata menggenangi mata saya saat merenungkan betapa beruntungnya saya bisa begitu dekat dengan para pemimpin besar ini. Saya mendengarkan hikmat, gagasan, dan ide yang tidak didengarkan oleh anggota staf lain. Saya memperoleh wawasan yang masih menuntun saya sampai saat ini. Kedudukan saya adalah pekerjaan yang paling diinginkan di seluruh gereja. Anggota staf sering berkata pada saya, “Kamu sungguh beruntung bisa melayani di tempat itu. Beberapa orang bertanya, dengan nada cemburu, “Bagaimana kau mendapatkan posisi itu? Apa yang kaulakukan untuk mendapatkannya?” Yang lain sering membicarakan siapa yang akan menggantikan posisi saya jika saya pergi nanti. Saya tahu mereka benar: itu posisi terbaik di antara para staf. Nah, dapatkah Anda membayangkan keistimewaan seperti itu di hadapan Allah sendiri? Orang percaya yang tak kenal menyerah, yang melakukan pekerjaan mereka dengan baik dan bertahan dalam perlombaan sampai akhir adalah orang-­orang yang akan berada dekat dengan hadirat Allah pada zaman yang akan datang. Mereka akan duduk di tempat terhormat. Seperti Allah katakan dalam Yehezkiel 44:28, “Mereka tidak mendapat bagian milik pusaka, sebab Akulah milik pusakanya.” Wow! Adakah upah atau hadiah lain yang lebih baik dari itu? Orang-­orang yang akan berada dekat dengan Dia, mendengarkan ide, visi, dan wawasan-­Nya, membantu-­Nya dalam menyusun rencana masa depan dan dalam perkara kepemimpinan lainnya, adalah mereka yang bertahan dengan tekun dan dengan setia. Kita akan duduk dan memerintah bersama dengan Dia selama-­lamanya. Kita akan melayani Dia secara langsung. Sungguh suatu janji yang menakjubkan! Maka dengarkanlah lagi nasihat Paulus: Supaya menang dalam pertandingan, kita harus menahan diri untuk tidak melakukan hal-­hal yang dapat menghambat usaha kita. Seorang atlet bersusah payah seperti itu hanya untuk 'HNDW'HQJDQ6DQJ5DMD menggondol medali atau piala, sedangkan kita melakukannya untuk mendapat hadiah surgawi yang tidak akan hilang. Jadi, saya lari menuju sasaran dengan tujuan yang pasti. (1 Korintus 9:25, FAYH) Atlet profesional yang berlatih dengan tekun dan gigih berupaya untuk meraih Piala Dunia, menjadi juara All England, atau merebut medali emas Olimpiade, namun semua itu tidak setara dengan hadiah yang kita kejar. Itulah sebabnya kita dinasihati: “Marilah kita... berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita” (Ibrani 12:1). Dalam terjemahan FAYH, “Marilah kita menanggalkan segala sesuatu yang memperlambat atau menghambat kita.... Marilah kita berlari dengan sabar serta tekun dalam perlombaan yang disediakan oleh Allah di hadapan kita” (Ibrani 12:1). Dalam ayat lain dikatakan secara lebih tegas, “Oleh sebab itu larilah begitu rupa sehingga Saudara menerima hadiahnya” (1 Korintus 9:24, BIS). 6HNDUDQJ EHUWDQ\DODK SDGD GLUL $QGD VHQGLUL $SDNDK ÀUPDQ LWX sekarang menjadi lebih bermakna setelah saya mendengar tentang hadiah yang menantikan saya? Saya rasa Anda tahu jawabannya. 18 JANGAN MENYERAH! Jangan berhenti. Jangan menyerah. Kamu akan mendapatkan balasan yang sangat layak pada akhirnya. MATIUS 10:22 (MSG) T idak ada seorang pun yang dapat memaksa Anda untuk berhenti;; Andalah satu-­satunya orang yang dapat mengambil keputusan itu. Maka, janganlah menyerah. Upah bagi yang menang, baik dalam hidup ini maupun dalam hidup yang akan datang, jauh lebih agung daripada perlawanan atau kesukaran yang Anda hadapi. Seperti kata Yesus, “Kamu akan mendapatkan balasan yang sangat layak pada akhirnya.” Juruselamat kita menubuatkan suatu fakta sangat menyedihkan yang akan terjadi pada hari-­hari terakhir ini. “Pada waktu itu banyak orang akan menyerah,” katanya dalam Matius 24:10 (CEV). Ketika mengucapkan perkataan ini saja tentulah hati-­Nya hancur. Orang-­ orang yang sangat Dia kasihi, orang-­orang yang untuk membeli kemerdekaan dan kesuksesan mereka Dia menyerahkan nyawa-­Nya, akan menyerah. Faktanya yang menyedihkan, mereka sebenarnya tidak perlu menyerah. Allah sudah memberi kita anugerah-­Nya yang penuh kuasa bukan hanya untuk mengatasi kesukaran, namun juga untuk menjadi lebih kuat, lebih bijaksana, dan berbuah lebih banyak setelah 7DN.HQDO0HQ\HUDK kita berhasil mengatasi kesukaran itu. Banyak orang akan menyerah karena mereka tidak memiliki perspektif yang benar. Mereka tidak dipersenjatai. Menyerah terjadi dalam berbagai bentuk. Paling sering hal itu berakar pada kompromi—salah satu lawan kata dari tak kenal menyerah. Dari penglihatan yang saya gambarkan pada Anda di bab pertama, kita perlu meniru orang yang mendayung melawan arus. Untuk berjalan dengan Allah, memanifestasikan kerajaan-­Nya, dan menjadikan diri kita unggul bagi kemasyhuran-­Nya menuntut kita untuk bergerak melawan arus sistem dunia ini. Kita harus tak kenal menyerah dalam berpegang teguh pada hikmat Allah. Kompromi bukanlah pilihan. SULIT UNTUK MENJADI ORANG KRISTEN Tepat sebelum ia menjadi martir, rasul Paulus melihat arus keras yang akan melanda pada hari-­hari terakhir. “Pada masa-­masa akhir orang Kristen akan menghadapi banyak kesukaran,” tulisnya kepada Timotius (2 Tomotius 3:1, FAYH). Paulus telah menerima tiga puluh sembilan cambukan sebanyak lima kali, didera tiga kali, dirajam satu kami, dan menderita bertahun-­tahun dalam penjara. Ia menghadapi permusuhan dan penganiayaan ke mana pun ia pergi. Namun, ia menubuatkan bahwa pada masa hidup kita, akan jauh lebih sulit lagi untuk hidup bagi Allah! Bagaimana mungkin ia mengatakan hal itu setelah mengalami kesukaran yang begitu berat dalam kehidupannya sendiri? Ia menguraikannya lebih lanjut: Manusia akan mementingkan dirinya sendiri, bersifat mata duitan, sombong dan suka membual. Mereka suka menghina orang, memberontak terhadap orang tua, tidak tahu berterima kasih, dan membenci hal-­hal rohani. Mereka tidak mengasihi sesama, tidak suka memberi ampun, mereka suka memburuk-­ burukkan nama orang lain, suka memakai kekerasan, mereka kejam, dan tidak menyukai kebaikan. Mereka suka mengkhianat, angkuh dan tidak berpikir panjang. Mereka lebih suka pada kesenangan dunia daripada menuruti Allah. (2 Timotius 3:2-­4) Ketika membacanya secara sekilas, kita mungkin bertanya, “Apa maksudnya? Bagaimana daftar perilaku yang dinubuatkannya untuk -DQJDQ0HQ\HUDK masa hidup kita ini berbeda dari zaman Paulus?” Sesungguhnya, sikap semacam itu juga terdapat di tengah masyarakatnya. Orang mencintai dirinya sendiri, tidak hidup kudus dan tidak mau mengampuni, seluruh sikap yang disebutkannya itu. Petrus bahkan berkata pada hari Pentakosta, “Berilah dirimu diselamatkan dari orang-­orang yang jahat (menyimpang, bengkok, tidak adil) ini” (Kisah Para Rasul 2:40. AMP). Lalu, mengapa Paulus khusus menyatakannya bagi generasi kita? Mengapa ia menjadikan daftar perilaku itu untuk menggambarkan waktu yang paling sulit dalam sejarah untuk hidup dengan Allah? Ayat berikutnya menyediakan jawabannya: “Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakikatnya mereka memungkiri kekuatannya” (2 Timotius 3:5). Kesukaran yang hebat, kata Paulus, berasal dari “orang percaya” yang mengkompromikan kebenaran. Bersama dengan penulis Perjanjian Baru lainnya, rasul ini memperingatkan bahwa, pada masa hidup kita, sebagian besar orang yang mengaku sebagai “orang Kristen yang lahir baru” tidak akan berdiri dengan kuat di dalam anugerah Allah. Mereka akan berpaut pada fakta bahwa mereka sudah diselamatkan oleh anugerah, namun mereka akan menolak kuasa anugerah yang akan memampukan mereka menjadi prajurit kerajaan Allah yang tak kenal menyerah. Inilah orang-­orang yang berhenti mendayung. Haluan mereka mungkin mengarah ke hulu, namun mereka mengalir bersama dengan arus sistem dunia ini. Lebih parah lagi, penglihatan saya juga mencakup perahu besar yang penuh dengan orang-­orang seperti ini. Kepercayaan mereka yang sama menjadikan penyesatan itu makin kuat dan makin meyakinkan. Mereka bukan hanya menipu diri sendiri, namun juga menyesatkan orang lain dan menyebabkan banyak orang yang tulus tersandung. Inilah kesulitan yang dimaksudkan oleh Paulus. Saat saya menengok kembali sejarah, saya yakin pertempuran terbesar yang dihadapi bapa gereja mula-­mula adalah legalisme. Legalisme berusaha menyeret orang yang baru percaya kembali kepada hukum Taurat untuk diselamatkan, bukannya percaya kepada anugerah Allah. Kita menghadapi pertempuran yang berbeda saat ini. Menurut saya, pertempuran terbesar yang kita hadapi pada hari-­hari terakhir ini adalah kedurhakaan. Kedurhakaan mengungkapkan keselamatan tanpa harapan akan perubahan gaya hidup. Kehidupan kita sebagai orang Kristen tidak ada bedanya daripada kehidupan kita sebelum diselamatkan, namun sekarang menjadi anggota klub, kita mengenakan 7DN.HQDO0HQ\HUDK label pengenal, kita berbicara dalam bahasa klub saat perahu besar mereka mengalir ke hulu mengikuti arus. Kita tidak lagi gigih dalam memercayai Allah dan dalam menaati jalan-­Nya. Yesus memperingatkan bahwa pada hari-­hari terakhir “Di mana-­ mana dosa akan merajalela dan karena itu, kasih kebanyakan orang akan luntur. Tetapi mereka yang bertahan sampai akhir akan diselamatkan” (Matius 24:12-­13, FAYH). Tetapi tunggu—dosa juga merajalela ketika Yesus mengucapkan perkataan ini. Apa yang membuat Menurut saya, pertempuran era kita berbeda? Realitasnya terbesar yang kita hadapi yang mengejutkan: Yesus tidak pada hari-­hari terakhir ini berbicara tentang masyarakat pada adalah kedurhakaan. umumnya;; Dia berbicara tentang mereka yang mengaku mengikuti Dia. Dia bersaksi bahwa dosa akan merajalela di antara orang-­orang yang mengaku sebagai orang Kristen pada zaman kita. Kalau tidak, mengapa Dia mesti mengakhiri pernyataan-­Nya dengan “Tetapi mereka yang bertahan sampai akhir akan diselamatkan”? Anda tidak akan berkata kepada orang yang tidak percaya, “Jika kamu menyelesaikan pertandingan, kamu akan diselamatkan,” karena ia belum berada dalam perlombaan. Akan tetapi, Anda akan berkata kepada orang yang sudah berada dalam iman, yang sudah memulai perlombaan, “Jika kamu mengakhiri pertandingan....” Kata kunci yang digunakan Yesus adalah bertahan. Bertahan berarti kita akan menghadapi perlawanan, penolakan, dan kesukadaran dalam upaya berpegang teguh pada kebenaran. Kita harus tak kenal menyerah untuk menyelesaikan pertandingan dengan baik. WAKTUNYA SUDAH TIBA Dengan pengertian ini, surat kedua Paulus kepada Timotius patut dicermati dengan lebih saksama. Setelah memaparkan kesukaran yang akan terjadi, Paulus memberikan penawarnya: “Orang-­orang yang jahat dan orang-­orang penipu akan semakin jahat. Mereka menipu orang lain padahal mereka sendiri pun tertipu juga. Tetapi mengenai engkau, Timotius, hendaklah engkau tetap berpegang pada ajaran-­ajaran yang benar yang sudah diajarkan kepadamu dan yang engkau percayai sepenuhnya;; sebab engkau tahu siapa guru-­gurumu” -DQJDQ0HQ\HUDK (2 Timotius 3:13-­14, BIS). Kebenaran itu bukan tren, melainkan tetap sama sepanjang masa dan tidak terpengaruh oleh pendapat atau kebudayaan. Perhatikan bahwa Paulus mendorong dan memperingatkan muridnya untuk “tetap berpegang pada ajaran-­ajaran yang benar yang sudah diajarkan kepadamu.” Kesetiaan untuk berpegang teguh pada kebenaran—itulah penawarnya. Tren dunia memang memikat untuk diikuti, namun hal itu hanya membawa pada penyesatan. Karena itulah Paulus melanjutkan: Engkau tahu bagaimana Kitab Suci diajarkan kepadamu pada waktu engkau masih kanak-­kanak, dan inilah yang menjadikan engkau bijaksana sehingga menerima penyelamatan Allah dengan beriman kepada Kristus Yesus. Seluruh Kitab Suci diberikan kepada kita melalui ilham Allah dan berguna untuk mengajarkan kebenaran kepada kita serta menyadarkan kita akan apa yang salah dalam hidup kita;; Kitab Suci meluruskan dan menolong kita melakukan hal-­hal yang benar. Itulah cara Allah menjadikan kita siap dalam segala segi, diperlengkapi dengan sempurna untuk berbuat baik kepada semua orang. (2 Timotius 3:15-­17, FAYH) Saya menggarisbawahi dua istilah kunci dalam ayat ini: Kitab Suci dan pada (atau sejak) engkau masih kanak-­kanak. Allah mengilhamkan seluruh Kitab Suci. Itulah kebenaran-­Nya yang melampaui zaman dan kebudayaan. Itulah dasar yang di atasnya kita membangun kehidupan kita;; memperlengkapi kita dengan pengetahuan dan kuasa untuk menyenangkan hati Allah dalam segala hal. Menjelang akhir dari 2 Timotius 3, kebanyakan dari kita mengira Paulus sudah selesai membahas hal ini. Akan tetapi, baru pada 1227 Masehi gereja menambahkan pembagian pasal dan ayat pada Alkitab. Paulus menulis surat kedua kepada Timotius ini sebagai satu surat. Dan jelaslah bahwa ia belum selesai memaparkan pemikirannya. Perkataan Paulus sesudah itu masih meneruskannya: Di hadapan Allah dan Kristus Yesus yang akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati, aku berpesan dengan sungguh-­sungguh kepadamu demi kedatangan-­Nya dan demi .HUDMDDQ1\D %HULWDNDQODK ÀUPDQ VLDS VHGLDODK EDLN DWDX tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegurlah dan 7DN.HQDO0HQ\HUDK nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran. Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-­guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng. (2 Korintus 4:1-­4) “Di hadapan Allah dan Kristus Yesus yang akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati, aku berpesan dengan sungguh-­sungguh kepadamu.” Ini pesan yang sangat kuat dari Paulus kepada muridnya. Apakah pesannya? Memberitakan dan mengajarkan Firman Allah. %XNDQ PHQJDMDUNDQ ÀOVDIDW SULQVLS NHSHPLPSLQDQ VHNXOHU WHNQLN pendampingan hidup, atau materi lain yang relevan pada zamannya. Tidak, pesannya adalah agar Timotius memberikan Kitab Suci yang tak lekang oleh waktu. Paulus menegaskan bahwa seluruh Kitab Suci diilhamkan oleh Allah dan berguna untuk mengarahkan kehidupan kita. Kemudian ia menugasi Timotius untuk memberitakan dan mengajarkannya. Mengapa? Karena akan tiba waktunya (dan saya percaya saat ini masa itu sudah tiba) ketika mereka yang menipu dan yang tertipu tidak akan mau menerima doktrin yang sehat. Apakah doktrin itu? Bukan sekadar pengajaran, melainkan dasar atau tulang punggung pengajaran Kitab Suci. Dengan kata lain, pengajaran yang menyatukan segala sesuatu yang lain. Sungguh menyedihkan, saya pernah menyaksikan pondasi rohani (Alkitabiah) kita bergeser untuk mewadahi tren dan zaman. Pergeseran ini begitu tak terkendali sehingga hamba Tuhan sebuah gereja besar dapat berdiri di depan jemaatnya, menyatakan dirinya homoseksual, dan disambung dengan standing ovation. Yang lain dapat menyatakan bahwa Allah tidak lagi berkehendak untuk menyembuhkan, dan pengikutnya akan lebih memercayainya daripada memercayai Firman Allah. Yang lain dapat menulis buku, menyatakan bahwa semua umat manusia pada akhirnya akan masuk surga—bahwa tidak akan ada orang yang terbakar dalam api kekal—dan ia tetap dianggap “bintang rock” dalam Kekristenan. Yang lain dapat menantang kelahiran dari perawan dan kedatangan kembali Yesus Kristus dan masih disanjung sebagai pemimpin iman Kristen. Semakin banyak skenario menyedihkan semacam ini tampil di antara “orang Kristen” setiap hari. Beberapa survei terakhir mungkin menolong kita memahami pergeseran yang menggelikan ini. Menurut salah satu survei nasional, -DQJDQ0HQ\HUDK hanya 46 persen “orang Kristen lahir baru” yang percaya akan kebenaran moral yang mutlak. Lebih dari 50 persen “orang Kristen injili” percaya bahwa orang dapat mencapai surga melalui jalan lain di luar pengorbanan Yesus Kristus. Hanya 40 persen “orang Kristen lahir baru” yang percaya bahwa Iblis itu sungguh-­sungguh nyata. 1 Bagaimana mungkin hal ini terjadi? Jawabannya terdapat dalam perkataan Paulus kepada Timotius: “orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat”—kita tidak gigih dalam berpegang teguh pada kebenaran. Semakin sering saja kita mendengarkan dan menyatakan injil yang tidak mengubahkan kehidupan. Inti pesannya tidak setia dengan doktrin inti Firman Allah, seperti “Yesus mati bagi dosa kita untuk membawa kita ke surga, namun kita ini manusia, dan Allah memahami berbagai kejahatan dan preferensi seksual kita.” Pengajaran yang populer belakangan ini menghilangkan perlunya bertobat dari dosa. Sekian banyak orang percaya dengan riang diberi tahu bahwa mereka tidak perlu mengalami dukacita ilahi atas ketidaktaatan atau mengakuinya kepada Allah karena dosa sudah ditutupi oleh anugerah. Saya mendengar orang-­orang yang menganut pengajaran ini membanggakan betapa sederhana, segar, dan membebaskan pesan itu. Namun, jika sederhana, segar, dan membebaskan adalah penanda sejati dari kebenaran, maka setiap doktrin yang memuaskan daging akan menjadi kebenaran! Jika memang benar orang Kristen tidak perlu lagi bertobat, maka Yesus Kristus sama sekali tidak memiliki dasar ketika Dia memerintahkan lima dari tujuh jemaat untuk “bertobat” dalam kitab Wahyu (lihat Wahyu 2:5, 16, 21, 22: 3:3, 19). Kebenaran tidak berubah untuk mewadahi mereka yang ingin berdosa. Kebenaran tidak menyesuaikan dirinya dengan keinginan manusia, kenyamanan, atau apa yang disebut “ketepatan secara politis.” Sebaliknya, Anak Allah menyatakan, “Sempitlah pintu dan sesaklah jalan yang menuju kepada kehidupan” (Matius 7:14). Saat ini kita mengumpulkan sendiri guru-­guru yang sudah menyimpang dari doktrin yang sehat. Para komunikator yang lihai ini mengemas injil yang dapat mengakomodasi kebobrokan moral budaya kita. Kebenaran tidak lagi membentuk kehidupan orang percaya, namun sebaliknya, kebenaran dibentuk ulang dan ditafsirkan menurut tren budaya. Mengapa? Karena telinga kita gatal untuk mendengar 1. www.barna.org/transformation-­‐articles/252-­‐barna-­‐survey-­‐examines-­‐changes-­‐in-­‐worldview-­‐ amongchristians-­‐over-­‐the-­‐past-­‐13-­‐years. 7DN.HQDO0HQ\HUDK ÀUPDQ\DQJDNDQPHPELDUNDQNLWDPHORPSDWNHDWDVUDQMDQJGHQJDQ dunia daripada keluar dari antara mereka dan memisahkan diri kita dari mereka (lihat 2 Korintus 6:17). Banyak orang percaya benar-­benar merasakan teguran Roh Kudus ketika mereka pertama kali mulai mencoba-­coba berkompromi. Namun, karena sekian banyak orang hanyut terbawa arus di atas kapal besar, mayoritas orang percaya akhirnya memadamkan suara Roh, menutup telinga, dan menjadi tumpul dalam mendengarkan kebenaran. GENERASI PARA PEMENANG Dan mengapa hal ini mesti mengejutkan kita? Kita sudah diberi tahu bahwa pemurtadan besar-­besaran akan terjadi pada hari-­hari terakhir (lihat 2 Tesalonika 2:3). Di sisi lain, kita juga diberi tahu bahwa suatu generasi para pemenang akan bangkit pada kurun waktu yang sama. Orang-­orang yang hebat ini mencakup orang muda dan orang tua (lihat Kisah Para Rasul 2:17-­ 18). Para nabi dan para rasul pada zaman dahulu menggambarkan para pahlawan ini sebagai orang-­orang yang tak kenal menyerah dalam berpegang pada kebenaran. Perlawanan berupa kegelapan dan penyesatan akan menjadi panggung bagi para pahlawan ini untuk berjuang. Mereka tidak akan mundur, namun melalui kepercayaan dan tindakan mereka yang ulet, mereka akan memajukan kerajaan Allah. Mereka akan benar-­benar menjadikan diri mereka unggul sebagai cahaya yang bersinar cemerlang di tengah kegelapan. Mereka akan unggul dalam segala aspek kehidupan—bukan dengan berkompromi, melainkan sama seperti Daniel, mereka melakukannya melalui hikmat Allah yang hanya terdapat di dalam takut akan Tuhan dan anugerah-­ Nya yang memampukan kita. Para pembaca yang terkasih, saya berharap Anda akan menjadi salah satu pahlawan ini. Saya berdoa agar Anda meneguhkan keagungan Anda dengan mengenakan ikat pinggang kebenaran dan mempersenjatai diri Anda dengan baju zirah keadilan. Saya berharap Anda akan mengangkat perisai iman dan berlari dengan tak kenal menyerah dalam pertandingan yang ditetapkan bagi Anda, dan dengan penuh keyakinan melawan perlawanan apa pun sampai pada kesudahannya. Anda seorang pemenang. Anda memiliki benih Dia yang menanggung perlawanan terbesar yang pernah ada. Kekuatan-­Nya ada di dalam diri Anda! Sifat-­Nya ada di dalam diri Anda. Anda tidak -DQJDQ0HQ\HUDK diciptakan untuk berhenti, mundur, tersandung, atau berkompromi. Anda sudah diberkati dengan anugerah Allah yang mengagumkan. Betapa pun besarnya perlawanan yang Anda hadapi, anggaplah hal itu sebagai batu loncatan menuju tahap pemerintahan berikutnya. Belajarlah dari kesukaran sama seperti Paulus: Sebab kami mau, Saudara-­saudara, supaya kamu tahu tentang penderitaan yang kami alami di Asia Kecil. Beban yang ditanggungkan atas kami begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga mengenai hidup kami. Bahkan kami merasa, seolah-­olah kami telah dijatuhi hukuman mati. Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-­orang mati. Ia telah dan akan menyelamatkan kami dari kematian yang begitu ngeri: Kepada-­Nya kami menaruh pengharapan kami bahwa Ia akan menyelamatkan kami lagi. (2 Korintus 1:9-­10) Kesukaran yang Paulus hadapi begitu parah sampai ia dan timnya seakan-­akan tidak akan mampu bertahan hidup karenanya. Namun ia menyatakan bahwa hal itu justru merupakan hal terbaik yang mungkin terjadi padanya. Melalui perlawanan, Paulus naik ke taraf otoritas dan kuasa yang lebih tinggi. Anugerah (kuasa) Allah itu selalu cukup. Allah akan menyelamatkan kita berulang-­ulang. Yang perlu kita lakukan hanyalah tetap bertahan, tidak melepaskan iman kita, karena di balik kesukaran itu ada kemenangan, kepuasan, dan kepenuhan yang luar biasa. Seperti ditulis oleh Yakobus, “Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada orang-­orang yang mengasihi Dia” (Yakobus 1:12). Anda memiliki anugerah yang membangkitkan kekuatan, sifat, karakteristik pokok, dan kepenuhan Allah ditanamkan di dalam diri Anda. Anda menjadi satu dengan Dia;; Anda adalah tubuh Kristus. Kepala (Yesus) tidak pernah gagal, begitu juga dengan tubuh-­Nya. “Dari segala penjuru kami ditimpa oleh kesulitan,” tulis Paulus, “tetapi kami tidak hancur luluh. Kami bingung, karena kami tidak tahu mengapa hal-­hal itu terjadi, tetapi kami tidak putus asa atau menyerah” (2 Korintus 4:8, FAYH). 7DN.HQDO0HQ\HUDK Kita tubuh Kristus;; kita tidak menyerah. Kita tidak putus asa! Paulus sering mengulangi perkataan ini, “Karena itu, kami tidak pernah berputus asa” (2 Korintus 4:1, FAYH), dan sekali lagi, “Itulah sebabnya kami tidak pernah menyerah” (2 Korintus 4:16, FAYH), dan masih banyak lagi ayat serupa. Anda diciptakan untuk sukses secara mengagumkan. Dan jangan pernah berpikir bahwa Allah menyerah terhadap Anda. Dia tidak akan pernah melakukannya: “Allah, yang memanggil kamu ke dalam petualangan rohani ini, memberikan jangan pernah berpikir kepada kita kehidupan Anak-­Nya bahwa Allah menyerah dan Tuhan kita, Yesus Kristus. Dia terhadap Anda. tidak akan menyerah terhadap kamu. Jangan pernah melupakan hal itu” (1 Korintus 1:9, MSG). Bukankah itu janji yang luar biasa? Allah tidak akan pernah menyerah terhadap Anda. Dia pantang mundur terhadap Anda. Dan jika Dia tidak akan menyerah terhadap Anda, bagaimana mungkin Anda menyerah pada Dia atau pada diri Anda sendiri? Tetaplah gigih. Apakah upah bagi mereka yang bertahan? Ini dia, langsung dari mulut Tuhan kita: Inilah upah yang kusediakan bagi setiap orang yang menang, yang terus bertahan sampai akhir, dan tak kenal menyerah: Engkau akan memerintah bangsa-­bangsa. (Wahyu 2:26, MSG) Sungguh suatu upah yang luar biasa! Paulus meneguhkan janji Yesus, “Jika kita bertekun, kita pun akan ikut memerintah dengan Dia” (2 Timotius 2:12). Jadi, saudaraku yang terkasih di dalam Kristus, Anda jelas-­jelas memiliki kuasa untuk tak kenal menyerah. Anda memiliki apa yang diperlukan untuk menyelesaikan pertandingan dengan baik: anugerah Allah, dan anugerah itu tidak mungkin gagal. Maka, berlarilah dengan penuh keyakinan untuk memperoleh hadiah. Entah itu untuk suatu tugas ilahi, suatu kedudukan utama, atau suatu hubungan kerajaan;; entah itu untuk jangka pendek, jangka panjang, atau bahkan seumur hidup, Anda ditetapkan untuk menaklukkan dan memerintah. Anda memiliki hak istimewa untuk mengalami kepenuhan yang kaya dan -DQJDQ0HQ\HUDK kehidupan yang berlimpah jika Anda mau bertahan. Pemerintahan menunggu Anda. Anda anak menjadi unggul bagi kemuliaan Raja Anda. Sungguh, suatu upah yang manis. Jadi, ingatlah selalu: Tetaplah bersama dengan TUHAN! Kuatkanlah hatimu. Jangan menyerah. Kukatakan sekali lagi: Tetaplah bersama dengan TUHAN! (Mazmur 27:14, MSG) Apendiks A DOA UNTUK MENJADI ANAK ALLAH B agaimana kita menjadi anak Allah? Yang pertama dan yang terutama, hal itu tidak berkaitan dengan apa yang Anda lakukan, melainkan apa yang sudah dilakukan bagi Anda oleh Yesus Kristus. Dia menyerahkan kehidupan-­Nya sebagai raja, dalam kemurnian yang sempurna, agar Anda diperdamaikan kembali dengan Pencipta Anda, Allah Bapa. Kematian-­Nya di kayu salib adalah satu-­ satunya harga yang dapat dibayar untuk membeli kehidupan kekal bagi Anda. Apa pun kelas sosial, ras, latar belakang, agama Anda atau apa pun yang lain yang dianggap baik atau yang dianggap tidak baik di mata orang, Anda layak untuk menjadi anak Allah. Dia menginginkan dan merindukan Anda untuk masuk ke dalam keluarga-­Nya. Hal ini terjadi semata-­mata dengan meninggalkan dosa yang membuat Anda hidup tanpa mengandalkan Dia dan menyerahkan kehidupan Anda kepada Ketuhanan Yesus Kristus;; begitu Anda melakukannya, Anda benar-­ benar akan dilahirkan kembali. Anda bukan lagi budak kegelapan;; Anda dilahirkan kembali sebagai anak Allah yang sepenuhnya baru. Kitab Suci menyatakan, Sebab, jika dengan mulut Saudara mengaku, bahwa Yesus Kristus itu Tuhan Saudara, dan dalam hati Saudara percaya, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka Saudara akan diselamatkan. Sebab dengan percaya dalam hati, orang dibenarkan di hadapan Allah, dan dengan mulutnya 7DN.HQDO0HQ\HUDK ia mengakui imannya serta meneguhkan keselamatannya. (Roma 10:9-­10, FAYH) Maka, jika Anda percaya Yesus Kristus sudah mati bagi Anda dan Anda bersedia untuk menyerahkan kehidupan Anda kepada Dia— tidak lagi hidup bagi diri Anda sendiri—ucapkanlah doa ini dengan hati yang tulus, dan Anda akan menjadi anak Allah: Bapa di surga, aku mengakui bahwa aku orang berdoa dan sudah tidak memenuhi standar kebenaran-­Mu. Aku layak untuk dihukum selama-­lamanya karena dosaku. Terima kasih karena Engkau tidak membiarkan aku tetap dalam keadaan ini, karena aku percaya Engkau mengutus Yesus Kristus, Anak-­Mu yang tunggal, yang lahir dari perawan Maria, untuk mati bagiku dan menanggung penghukumanku di kayu salib. Aku percaya Dia dibangkitkan kembali pada hari ketiga dan saat ini duduk di sebalah kanan-­Mu sebagai Tuhan dan Juruselamatku. Maka pada hari ini __________________ (tanggal, EXODQWDKXQDNXPHQ\HUDKNDQVHOXUXKKLGXSNXNHSDGD.HWXKDQDQ Yesus. Yesus, aku mengakui Engkau sebagai Tuhan, Juruselamat, dan Rajaku. Datanglah ke dalam hidupku melalui Roh-­Mu dan ubahlah aku menjadi anak Allah. Aku meninggalkan perkara-­perkara kegelapan yang semula kupegang teguh dan sejak saat ini aku tidak akan hidup untuk diriku sendiri, melainkan untuk-­Mu yang telah memberikan diri-­Mu kepadaku, agar aku dapat hidup selama-­lamanya. Terima kasih, Tuhan;; kehidupanku sekarang sepeuhnya berada di tangan-­Mu, dan menurut Firman-­Mu aku tidak akan pernah malu. Sekarang, Anda sudah selamat;; Anda seorang anak Allah. Seluruh surga bersukacita bersama dengan Anda pada saat ini juga! Selamat datang di dalam keluarga Allah! Saya ingin menyarankan tiga langkah berguna yang perlu segera Anda ambil: 1. Ceritakan apa yang sudah Anda lakukan dengan seseorang yang sudah percaya. Kitab Suci menyatakan kepada kita bahwa salah satu cara untuk mengalahkan kegelapan adalah dengan perkataan kesaksian kita (lihat Wahyu 12:11). Saya mengundang Anda untuk menghubungi pelayanan kami, Messenger International, di www.messengerinternational. org. Kami akan sangat senang jika mendapatkan kabar dari Anda. 'RD8QWXN0HQMDGL$QDN$OODK 2. Bergabunglah dengan gereja yang baik, yang mengajarkan Firman Allah. Jadilah anggota dan terlibatlah dalam pelayanan. Orangtua tidak meletakkan bayinya yang baru lahir di jalan sambil berkata, “Bertahanlah.” Anda sekarang bayi di dalam Kristus. Allah Bapa Anda telah menyediakan keluarga untuk menolong Anda bertumbuh. Namanya Jemaat Perjanjian Baru lokal. 3. Berilah diri Anda dibaptis. Meskipun Anda sudah menjadi anak Allah, baptisan adalah pengakuan di muka umum, baik kepada alam rohani maupun kepada alam jasmani, bahwa Anda sudah menyerahkan kehidupan Anda kepada Allah melalui Yesus Kristus. Itu juga suatu tindakan ketaatan, karena Yesus berkata kita harus membaptis orang yang baru percaya “dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Matius 18:19). Saya mengharapkan Anda mengalami yang terbaik dalam kehidupan baru Anda di dalam Kristus. Pelayanan kami akan berdoa bagi Anda secara teratur. Sekarang mulailah hidup secara tak kenal menyerah dalam kebenaran! Apendiks B MENGAPA SAYA MENGGUNAKAN BERBAGAI TERJEMAHAN ALKITAB K adang-­kadang muncul pertanyaan mengapa saya menggunakan begitu banyak terjemahan dan, kedua, mengapa saya hanya menggunakan potongan-­potongan ayat Kitab Suci? Izinkan saya menjawab pertanyaan ini. 1. Alkitab pada mulanya ditulis dengan lebih dari 11.000 kata bahasa Ibrani, Aram, dan Yunani. Akan tetapi, rata-­ rata terjemahan bahasa Inggris menggunakan sekitar 6.000 kata. Dari statistik ini saja, kita dapat menyimpulkan bahwa berbagai nuansa makna dapat terlewatkan atau terhilang dalam proses penerjemahan. Dengan menggunakan berbagai versi terjemahan, kita dapat lebih memahami kekayaan PXDWDQÀUPDQ\DQJ$OODKVDPSDLNDQ 2. Jika saya hanya menggunakan satu versi terjemahan, jika Anda pembaca yang mengenali suatu ayat, mudah saja ia melewatinya karena merasa sudah tahu. Dengan menggunakan berbagai terjemahan, kemungkinan terjadinya hal itu menjadi lebih kecil sehingga menolong pembaca untuk tetap berfokus pada Kitab Suci. 3. Saat menulis, saya dengan saksama membaca bagian tertentu Kitab Suci dari paling tidak lima sampai delapan versi terjemahan dan menentukan mana yang paling baik 7DN.HQDO0HQ\HUDK dalam menyampaikan poin yang hendak saya garis bawahi. Saya juga memastikan bahwa jika saya menggunakan parafrase, bagian yang saya gunakan itu tidak menyimpang dari terjemahan yang diakui orang. 4. Alasan saya tidak selalu mengutip ayat secara penuh adalah karena pasal dan ayat baru ditambahkan dalam Alkitab pada tahun 1227. Alkitab pada mulanya tidak disusun dengan pembagian seperti itu. Yesus di dalam Injil sering hanya mengutip potongan ayat dari Perjanjian Lama. UNTUK REFLEKSI DAN DISKUSI LEBIH LANJUT 1. Apakah Anda sepakat bahwa bagaimana kita mengakhiri kehidupan ini lebih penting daripada bagaimana kita mengawalinya? Jelaskan jawaban Anda. 2. %DJDLPDQD $QGD PHQGHÀQLVLNDQ ´URK \DQJ WDN NHQDO menyerah”? 3. Menurut Anda, apakah arti dari anugerah Allah? Bagaimana pengertian Anda akan anugerah berkembang setelah membaca buku ini? 4. Apakah implikasi dari kebenaran bahwa orang Kristen harus “memerintah dalam hidup ini” (lihat Roma 5:17)? Bagaimana kebenaran ini memengaruhi keluarga Anda? Pekerjaan Anda? Tanggapan Anda terhadap setiap tantangan hidup? 5. Banyak orang Kristen tampaknya tidak memerintah dalam hidup ini. Menurut Anda, mengapa hal ini terjadi? 6. Sebutkan beberapa sikap dan tindakan dasar yang memungkinkan orang percaya untuk memerintah dalam menghadapi setiap tantangan kehidupan. 7. Apakah rencana perlawanan Iblis bagi Anda (lihat Yohanes 10:10)? Pada hari-­hari atau minggu-­minggu ini, bagaimana Anda melihat Iblis bekerja dalam upayanya untuk “mencuri, membunuh, dan membinasakan” kehidupan Anda? 8. Yesus mengatakan bahwa kita akan mengalami kesusahan di dunia ini, tetapi Dia “sudah mengalahkan dunia” (lihat Yohanes 16:33). Bagaimana hal itu dapat menolong kita untuk menjadi penakluk dan pemenang? 9. Apakah karakteristik dari orang yang sombong? Apakah karakteristik dari orang yang rendah hati? 10. Rasul Petrus mendorong para pengikut Yesus untuk “mengenakan kerendahan hati” (lihat 1 Petrus 5:5). Secara praktis, menurut Anda, apakah yang dimaksudkannya? 11. Sebutkan beberapa taktik yang dapat kita gunakan untuk 7DN.HQDO0HQ\HUDK melawan Iblis. 12. Mengapa kesukaran itu suatu realitas yang penting dalam kehidupan Kristen? 13. Apakah peran doa dalam kehidupan orang percaya yang tak kenal menyerah? 14. %DJDLPDQD$QGDPHQGHÀQLVLNDQGRD\DQJWHNXQLWX" 15. Mengapa akan ada berbagai jenis dan tahap upah di surga? 16. Saat Anda merenungkan tema utama buku ini, dalam area kehidupan dengan Allah yang mana Anda memerlukan pertolongan Roh Kudus untuk mengembangkan “roh yang tak kenal menyerah”? UMPAN IBLIS HIDUP BEBAS DARI JEBAKAN YANG MEMATIKAN S ering kali mereka yang sakit hati tidak tahu kalau mereka sedang terjebak. Mereka lupa dengan kondisi mereka karena mereka begitu terfokus pada kesalahan yang telah dibuat orang lain terhadap mereka. Sebagai orang percaya, mereka lumpuh untuk bertindak, buta untuk melangkah dan tidak punya kekuatan untuk dengan tegas meminta dan menerima apa yang telah Allah bekali di dalam diri mereka. Buku ini mengungkapkan jerat Iblis yang memperdaya—sakit hati yang digunakan untuk mendepak orang percaya keluar dari kehendak Allah dan menjauh dari tujuan mereka dalam Kristus. Masalah sakit hati—inti utama dari Umpan Iblis, adalah rintangan yang paling sulit yang dihadapi dan diatasi seseorang. Pilihan Anda bukanlah apakah Anda akan atau tidak sakit hati, tetapi bagaimana Anda memilih untuk memberikan respons. Pesan ini akan memberdayakan Anda untuk tetap bebas dari rasa sakit hati dan memampukan Anda untuk memiliki hubungan yang tanpa rintangan dengan Allah. Pengajaran ini dan pengajaran lain dari John dan Lisa Bevere dalam bahasa Indonesia dapat diunduh di: www. MessengerInternational.org www.CloudLibrary.org Materi pengaya tambahan dalam berbagai bahasa dapat dilihat & diunduh di Youtube.com & Yuku.com dan situs-­situs serupa lainnya. TAK KENAL MENYERAH KEKUATAN YANG ANDA PERLUKAN UNTUK TIDAK MENYERAH Informasi lebih lanjut mengenai komponen kurikulum Tak Kenal Menyerah File audio MP3 dapat dimasukkan ke dalam media pemutar audio Anda, perangkat smart phone atau komputer. File digital PDF dapat dimasukkan ke dalam tablet (komputer sabak) atau perangkat komputer Anda. Ebook adalah format digital dari buku tercetak. Dapat dimasukkan ke dalam tablet (komputer sabak), pad, smart phone, atau komputer Anda. DVD pengajaran. Gunakan bahan-­bahan ini untuk pelajaran Anda. Jika karena suatu hal Anda tidak dapat memutar DVD pada player Anda, cobalah memutarnya dengan komputer $QGD GHQJDQ PHPEXND ÀOHQ\D VDWXSHUVDWX -LND PDVLK bermasalah, silakan hubungi orang yang paham tentang hal ini untuk membantu Anda. Semua bahan kurikulum ini adalah hadiah untuk Anda. Silakan menyalin disc ini, menyalin bahan tercetak, meneruskannya melalui email kepada teman, menyalin tempelnya dalam format dokumen Word, meneruskan peng-­ ajaran ini ke gereja Anda, mengunggahnya ke internet untuk keperluan lainnya. Distribusikan bahan-­bahan ini ke WHPSDWWHPSDW\DQJKDXVDNDQSHQJDMDUDQÀUPDQ$OODKGDQ kehidupan Kristen yang dikuatkan. www.MessengerInternational.org www.CloudLibrary.org TAK KENAL MENYERAH KEKUATAN YANG ANDA PERLUKAN UNTUK TIDAK MENYERAH B uku yang Anda pegang ini adalah bagian dari Kurikulum Pengajaran Tak Kenal Menyerah oleh John Bevere. Dengan membaca buku ini dan menggunakan bahan peng-­ ajaran pelengkap yang tersedia dalam DVD atau yang diunduh dari internet akan memampukan Anda mempelajari setiap bagian dari seri pengajaran di-­ namis dan pengubah ke-­ hidupan. Mempelajarinya dengan baik akan memberi dampak dan menguatkan perjalanan kehidupan Kris-­ ten kita untuk melayani Allah lebih banyak lagi. Bahan kurikulum lengkap terdiri dari: Buku Tak Kenal Menyerah Satu-­satunya bagian yang dicetak dalam kurikulum ini. Buku inilah yang sedang Anda pegang. Edisi elektronik dari buku ini juga tersedia di dalam bentuk ebook dan format PDF dalam disc yang tersedia. Disc Bahan Pengajaran Tak Kenal Menyerah Disc tambahan yang memuat sebagian besar bahan-­ bahan pengajaran dalam format digital. Buku Kerja dan Penuntun Belajar Tak Kenal Menyerah Tersedia di dalam Disc dalam bentuk ebook dan format PDF Buku Audio Tak Kenal Menyerah Keseluruhan 18 bab Tak Kenal Menyerah dibacakan dalam bahasa Indonesia Video Sesi-­sesi Pengajaran Tak Kenal Menyerah Contoh Video pengajaran tersedia di dalam Disc. 12 sesi pengajaran dapat diunduh gratis secara online. Audio Sesi-­sesi Pengajaran Tak Kenal Menyerah Dua belas sesi audio pengajaran dalam format MP3 Buku Singa Betina Bangkit Tersedia di dalam Disc dalam format ebook dan PDF "MMBIUJEBLNFOEBUBOHLBOLFTVMJUBOIJEVQUFUBQJ%JB NFOHHVOBLBOOZBVOUVLNFOHVBULBOLJUBEBMBN NFOBLMVLLBOQFSLBSBZBOHMFCJICFTBS%JBUJEBLQFSOBI NFOVOUVOLJUBLFEBMBNCBEBJUBOQB%JBNFOHBSVOJBLBO LFQBEBLJUBLFLVBUBOVOUVLNFOHBUBTJOZB +0)/#&7&3&5BL,FOBM.FOZFSBI