kekuatan yang anda perlukan untuk tidak menyerah

advertisement
, & , 6 "5" / :" / ( " / % " 1 & 3 - 6 , " / 6 / 5 6 , 5 * % " , . & / : & 3 " )
+0)/
#&7&3&
KEKUATAN YANG ANDA PERLUKAN UNTUK TIDAK MENYERAH
TAK KENAL MENYERAH
J O H N BEVERE
PENULIS BUKU LARIS
UMPAN IBLIS
Relentless (Tak Kenal Menyerah) by John Bevere © 2012
Messenger International
www.MessengerInternational.org
Originally published in English
Additional resources in Bahasa Indonesia are available for free download
at: www.CloudLibrary.org
To contact the author: [email protected]
Printed in Indonesia
Tak Kenal Menyerah oleh John Bevere © 2012 Messenger International
www.MessengerInternational.org
Diterbitkan pertama kali dalam Bahasa Inggris
Bahan-­bahan tambahan dalam Bahasa Indonesia tersedia untuk diunduh
secara gratis dari: www.CloudLibrary.org
Untuk mengontak penulisnya: [email protected]
Penerjemah & Pemeriksa Aksara: Slamat Parsaoran Sinambela
Layout: Budi Wilken Siahaan
Dicetak di Indonesia
Kutipan ayat Kitab Suci yang tidak diberi keterangan diambil dari
Alkitab © 1974, 1993 dan Perjanjian Baru TB Edisi 2 © 1997 terbitan
Lembaga Alkitab Indonesia. Kutipan ayat Kitab Suci yang diberi
keterangan (FAYH) diambil dari Firman Allah Yang Hidup. © 1989
oleh Yayasan Kalam Hidup. Kutipan Kitab Suci yang diberi keterangan
(BIS) diambil dari Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-­hari © Lembaga
Alkitab Indonesia. Kutipan Kitab Suci yang diberi keterangan (MSG)
diterjemahkan dari The Message oleh Eugene H. Peterson. ©1993,1994,
1995, 1996, 2000, 2001, 2002. Kutipan Kitab Suci yang diberi keterangan
(NLT) diterjemahkan dari New Living Translation © 1996 atas izin
Tyndale House Publishers. Kutipan Kitab Suci yang diberi keterangan
(KJV) diterjemahkan dari King James Version. Kutipan Kitab Suci yang
GLEHULNHWHUDQJDQ$03GLWHUMHPDKNDQGDUL7KH$PSOLÀHGŠ%LEOH
©1954, 1958, 1962, 1964, 1965, 1987 atas izin The Lockman Foundation
(www.Lockman.org). Kutipan Kitab Suci yang diberi keterangan (NIV)
GLWHUMHPDKNDQGDUL1HZ,QWHUQDWLRQDO9HUVLRQŠ‹
oleh Biblica Inc.TM Atas izin Zondervan. Kutipan Kitab Suci yang diberi
keterangan (CEV) diterjemahkan dari Contemporary English Version. ©
1991, 1992, 1995 oleh American Bible Society. Digunakan dengan izin.
Saya mendedikasikan buku ini untuk anak saya…
Alec Bevere
Engkau telah mengatasi rintangan dan bangkit melampaui penderitaan.
Kehidupanmu sudah menjadi kesaksian akan kemurahan dan anugerah Allah.
Saya sangat bangga padamu dan akan mengasihimu selama-­lamanya.
Daftar Isi
Pendahuluan - 7
1. Tak Kenal Menyerah - 9
2. Memerintah Dalam Hidup - 21
3. Sumber Kuasa - 35
4. Bagaimana Hidup Yesus - 47
5. Keunggulan - 61
6. Melihat atau Masuk - 83
7. Ada Siapa di Balik Masalah Kita - 103
8. Mempersenjatai Diri Anda - 125
9. Kuat Dalam Anugerah - 143
10. Senjata Kerendahan Hati - 151
11. Menanggalkan Beban- 167
12. Sadar Dan Berjaga-jaga - 187
13. Melawan Iblis - 201
14. Perlawanan Yang Paling Ampuh - 219
15. Doa Yang Tak Kenal Menyerah - 235
YL'DIWDU,VL
16. Berlari Untuk Memperoleh Hadiah - 251
17. Dekat Dengan Sang Raja - 267
18. Jangan Menyerah - 277
Apendiks A:
Doa Untuk Menjadi Anak Allah - 289
Apendiks B:
Mengapa Saya Menggunakan Berbagai terjemahan Alkitab - 293
Untuk Refleksi dan Diskusi Lebih Lanjut - 295
PENDAHULUAN
T
idak lama setelah saya mulai menulis buku ini, saya menonton
ÀOP\DQJGHQJDQMHODVPHQJJDPEDUNDQSHQWLQJQ\DEHUVLNDSWDN
kenal menyerah. The Ghost and the Darkness dengan bintang
0LFKDHO'RXJODVGDQ9DO.LOPHUVHEXDKÀOPEHUGDVDUNDQNLVDK
yang terjadi pada akhir 1800-­an.
Seorang insinyur militer cerdas bernama Patterson (Val Kilmer)
bekerja mengawasi pembangunan jembatan kereta api yang mem-­
bentang di atas Sungai Tsavo di Uganda. Jembatan itu akan meluaskan
daya jangkau jalur kereta api Afrika Timur milik Inggris. Proyek itu
sudah tertunda penyelesaiannya ketika Patterson tiba di tempat.
Ia segera menemukan penyebabnya. Para pekerja menghilang.
Mereka lenyap dalam kegelapan malam, tidak pernah terlihat lagi.
Tidak lama kemudian Patterson mengetahui, ada dua singa pemakan
manusia yang berkeliaran di sekitar perkemahan pekerja. Untuk meng-­
hentikan amukan mereka, ia memasang perangkap dan mencoba ber-­
bagai metode, tetapi duo maut itu seakan mampu mencium setiap
gerakan Patterson dan mengelakkan jeratnya.
Ketika jumlah korban mencapai tiga puluh, jawatan kereta api
meminta bantuan pemburu Amerika, Charles Remington (Michael
Douglas). Kemampuannya dalam melacak dan memburu hewan liar
sangat terkenal, namun singa-­singa itu masih saja memakan korban.
Malam demi malam mereka menyebar maut sampai para pekerja
beranggapan, singa-­singa itu adalah roh jahat yang tidak mungkin
dihentikan. Saat jumlah korban melewati 130 orang, kepanikan dan
ketakutan mencekam orang-­orang di perkemahan. Patterson dan
Remington menyaksikan tanpa daya saat seluruh tenaga kerja melari-­
kan diri dengan naik kereta api yang melewati Tsavo.
Saat-­saat yang menentukan inilah yang menggugah saya. Garis
batas ditarik dengan jelas. Di satu sisi, ada mandor pengecut yang
memompa rasa takut para pekerjanya dan membujuk mereka untuk
meninggalkan pekerjaan yang sudah mereka sepakati untuk mereka
selesaikan. Di sisi lain, ada tiga orang—Remington, Patterson, dan
pembantu Patterson—yang menolak untuk mangkir dari tugas mereka
atau membiarkan ketakutan mengalahkan mereka.
Ketiga orang itu dibiarkan menghadapi monster licik itu. Mereka
mencoba dan gagal berulang-­ulang. Tugas yang mereka hadapi
menciutkan nyali dan membahayakan. Mereka mesti mempertaruhkan
nyawa, namun mereka bertekad untuk menghentikan perlawanan itu
dan merampungkan pembangunan jembatan. Mereka dipersenjatai
dengan senjata yang ampuh. Remington dan Patterson yakin mereka
akhirnya akan menang asalkan mereka bijaksana, waspada, mem-­
bulatkan tekad... dan menolak untuk menyerah.
Ruang dan waktu tidak memadai untuk memaparkan lebih banyak
detail, tetapi hal yang perlu Anda ketahui: singa pemangsa manusia
itu pada akhirnya dapat dihentikan. Namun kemenangan itu harus
dibayar dengan biaya yang mahal.
Para pekerja datang kembali, dan sekarang mereka memandang
insinyur proyek mereka, Patterson, dengan sikap yang sangat berbeda.
Ia telah menghadapi kematian dan tidak menyerah. Orang-­orang itu
sangat menghormatinya sehingga mereka mendukung usahanya dan
menyelesaikan perkara yang tampaknya mustahil. Jembatan itu selesai
pada waktunya!
Sebagai utusan Allah, kita juga sedang membangun jembatan.
Jembatan kita tidak melintasi sungai;; jembatan ini membentang di
antara surga dan bumi. Demikian juga, kita menghadapi perlawanan,
dan Kitab Suci menggambarkan musuh kita sebagai singa yang
berusaha menelan. Namun, persis dengan singa Tsavo, musuh kita
tidak memiliki senjata... kita memilikinya. Ia sudah dilucuti, sedangkan
kita diperlengkapi dengan senjata paling ampuh bagi manusia.
Ada pertempuran yang harus dimenangkan dan benteng yang
harus ditaklukkan. Sering kali hal itu berakar dalam pola pikir, cara
kerja, dan pola yang telah ditanamkan oleh musuh pada orang-­orang
dunia ini. Lawan kita sangat tangguh, namun “di dalam Kristus” kita
jauh lebih kuat.
Kita pun menghadapi pertanyaan yang sangat penting: Akankah
kita seperti para pekerja yang ketakutan dan melarikan diri untuk
menyelamatkan nyawa mereka, ataukah kita akan berani dan tak kenal
menyerah dalam menjalankan amanat surga? Saya percaya di dalam
pesan ini ada kebenaran yang berpotensi untuk membentuk di dalam
diri Anda suatu sikap yang tak kenal menyerah. Kebenaran ini bukan
hanya akan menguatkan Anda untuk berdiri dengan teguh, tetapi
juga akan memperlengkapi Anda dengan kuasa untuk menang dan
mendatangkan dampak yang positif.
Sangat perlulah bagi Anda untuk tertanam kuat dalam pengetahuan
ini. Sudah terlalu lama umat Allah berada dalam pembuangan dan
binasa karena tidak memiliki pengetahuan (lihat Yesaya 5:13;; Hosea
4:6). Pengetahuan yang benar menenun dasar iman, dan oleh iman kita
mendatangkan perubahan di dalam dunia yang terhilang dan gelap.
Anda diciptakan untuk mendatangkan perubahan di dalam ling-­
kup pengaruh Anda. Bersama-­sama, mari kita dalam doa menerima
tantangan tersebut dengan menemukan kekuatan kegigihan untuk
tidak pernah menyerah!
1
tak kenal menyerah
Menyelesaikan itu lebih baik daripada memulai.
PENGKHOTBAH 7:8 (NLT)
S
aya membayangkan Anda sepakat dengan saya dalam hal ini:
bagaimana kita “menyelesaikan” itu lebih penting daripada
bagaimana kita “memulai.”
Dalam kehidupan Kristen, puncak terakhir adalah ketika Tuhan
berkata pada kita, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang
baik dan setia!”
Apakah yang diperlukan oleh Anda dan saya untuk mendengar
perkataan luar biasa dari Dia yang berarti segalanya bagi kita?
Untuk menyelesaikan kehidupan dengan baik kita perlu menjalani
kehidupan dengan baik. Hal ini mencakup pengetahuan akan
bagaimana untuk “tidak pernah menyerah.” Itu berarti memiliki roh
yang tak kenal menyerah.
Bagaimana kita memperolehnya? Mengapa hal itu begitu penting.
Sejujurnya, saya cemas jangan-­jangan banyak orang percaya yang tidak
akan menyelesaikan pertandingan dengan baik. Allah suatu ketika
memberikan penglihatan sehubungan dengan tema buku ini.1
Seorang laki-­laki mendayung perahu melawan arus sungai yang
deras. Ia berusaha keras untuk bergerak maju melawan aliran
1. Saya sudah menceritakan secara singkat penglihatan ini dalam buku terdahulu, A Heart Ablaze (Nashville: Thomas Nelson, 1999). Saat ini saya merasakan dorongan yang kuat untuk menceritakannya kembali dan menguraikannya secara lebih mendetail.
7DN.HQDO0HQ\HUDK
air—tugas yang berat, namun dapat dilakukan.
Perahu-­perahu lain, yang lebih besar dan mewah dan
mengangkut banyak orang, sering melewatinya menuju hilir.
Orang-­orang dalam perahu ini tertawa-­tawa, minum-­minum,
dan bersantai. Kadang-­kadang mereka memandangi orang yang
berjuang melawan arus itu dan mengejeknya. Ia harus berjuang
untuk maju meter demi meter, sedangkan mereka nyaris tidak
perlu melakukan apa-­apa untuk meluncur maju.
Setelah beberapa lama, orang itu menjadi capek berjuang
melawan arus. Letih dan patah semangat, ia akhirnya meletakkan
dayungnya. Selama beberapa saat ia masih mengarah ke hulu
karena adanya momentum, namun tak lama kemudian perahunya
berhenti sama sekali. Kemudian sesuatu yang menyedihkan dan
mengerikan terjadi: meskipun masih mengarah ke hulu, perahu
dayungnya mulai hanyut ke hilir mengikuti arus.
Orang itu segera melihat perahu besar lain. Perahu ini berbeda
dari perahu-­perahu besar lainnya karena—seperti perahu
dayungnya sendiri—perahu besar ini juga mengarah ke hulu,
namun mengalir ke hilir mengikuti arus. Perahu ini juga
mengangkut orang yang tertawa-­tawa, bercengkerama, dan
bersantai. Karena perahu itu mengarah ke hulu—seperti arah
yang hendak ditujunya—ia memutuskan untuk meloncat naik
dan bergabung dengan mereka. Mereka sekarang menjadi satu
kelompok yang anggotanya akrab satu sama lain. Tidak seperti
perahu besar lain yang menghadap dan mengalir ke hilir, perahu
ini menghadap ke hulu. Namun, menyedihkannya, perahu ini
terus mengalir ke hilir mengikuti arus.
Apakah penafsiran dari penglihatan ini? Sungai melambangkan
dunia dan perahu dayung adalah tubuh kita, yang memampukan
kita untuk hidup dan berfungsi di dunia ini. Orang di dalam perahu
itu adalah orang percaya;; dayungnya melambangkan anugerah yang
dikaruniakan Allah secara cuma-­cuma. Perahu besar menggambarkan
orang-­orang yang bergabung dalam satu tujuan, dan arus sungai
mewakili aliran dunia ini, yang berada dalam pengaruh di jahat.
Dengan dayung anugerah, orang itu memiliki kemampuan untuk
melawan arus dan bergerak ke hulu menuju panggilan hidupnya dalam
PHPDMXNDQ NHUDMDDQ $OODK .HNXDWDQ ÀVLNQ\D PHZDNLOL LPDQQ\D
Sungguh menyedihkan, kekuatannya merosot dan ia menjadi lemah
7DN.HQDO0HQ\HUDK
dalam berjuang. Ia mengira dirinya tidak memiliki apa yang diperlukan
untuk berjuang, padahal sebenarnya ia memilikinya. Akibatnya, ia
akhirnya kehabisan daya dan menyerah.
Begitu orang itu berhenti mendayung, perahunya masih terus maju
(ke hulu) selama beberapa saat karena dorongan momentum. Dan di
sinilah penyesatan menyusup. Ia masih melihat beberapa buah di
dalam hidupnya meskipun apa yang menghasilkan buah itu tidak lagi
mendorong dirinya bergerak. Ia secara keliru mengira dirinya dapat
hidup dengan tenang—tidak perlu lagi berjaga-­jaga dan waspada—
dan tetap menjalani kehidupan Kristen yang sukses.
Akhirnya, perahu itu berhenti sama sekali, dan kemudian mulai
terhanyut mundur (ke hilir)—pelan-­pelan pada mulanya, namun
akhirnya sama cepatnya dengan arus sungai.
Inilah bagian yang perlu digarisbawahi dari visi itu: meskipun
perahunya masih mengarah ke hulu, ia terhanyut mundur mengikuti
arus. Ia sekarang memiliki penampilan lahiriah kristiani—mengetahui
cara berbicara, lagu, dan tata cara kerajaan Allah—namun dalam
kenyataannya ia mengikuti cara-­cara dunia ini (lihat 1 Yohanes
2:15-­17).
Pada akhirnya tokoh kita melihat perahu lain, sekelompok “orang
percaya” lain yang seperti dirinya. Mereka semua menganggap
diri mereka bagian dari gereja karena haluan perahu mereka juga
menghadap ke hulu. Mereka mengetahui cara berbicara, lagu, dan
tata cara gerejawi. Akan tetapi, mereka bersantai karena mereka puas
dengan kehidupan “Kristen” yang tanpa buah dan berada di bawah
pengaruh si jahat yang mengendalikan arus sungai.
Mereka yang berada dalam “perahu Kristen” ini tidak lagi
dianiaya atau dicemooh oleh dunia yang tidak percaya. Sebaliknya,
mereka diterima dan kadang-­kadang disanjung oleh orang-­orang yang
berpengaruh di dunia. Mereka tidak lagi berlari dengan gigih seperti
yang dinasihatkan rasul Paulus kepada setiap orang Kristen: “(Aku)
berlari-­lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan
surgawi dari Allah dalam Kristus Yesus” (Filipi 3:14). Nyatanya, orang
percaya yang hanyut ini tidak kuat dalam atau sama sekali tidak
melawan cara-­cara dunia ini.
Perhatikan apa yang ditulis rasul Yohanes:
Secara praktis segala sesuatu yang berlangsung di dunia ini—
7DN.HQDO0HQ\HUDK
keinginan untuk memaksakan caramu sendiri, keinginan untuk
mendapatkan segala sesuatu bagi dirimu sendiri, keinginan
untuk terlihat penting—sama sekali tidak berhubungan
dengan Bapa. Hal itu justru memisahkan kamu dari Dia.
Dunia dan segala keinginan, keinginan, keinginannya sedang
menuju kebinasaan—tetapi siapa saja yang melakukan
keinginan Allah ditetapkan untuk hidup dalam kekekalan.
(1 Yohanes 2:16-­17, MSG)
Penglihatan yang baru saja saya uraikan itu menggambarkan tiga
jenis orang: orang percaya, orang tidak percaya, dan orang tersesat.
‡ Orang tidak percaya hanya mengalir mengikuti arus, sama
sekali tidak menyadari realitas keinginan, keinginan, keinginan.
‡ Orang percaya harus maju, maju, maju dalam perjuangan iman
untuk mencapai kemajuan kerajaan Allah.
‡ Orang tersesat menyembunyikan motivasi keinginan,
keinginan, keinginannya melalui “penampilan kristiani” dan
penyalahgunaan Kitab Suci.
Saya tahu penglihatan ini menampilkan gambaran yang
mencemaskan tentang umat beriman pada saat ini, tetapi penglihatan
ini memaksa kita masing-­masing untuk mengajukan pertanyaan yang
sangat penting: “Aku seperti orang yang mana?” Bagaimanapun,
Firman Allah memerintahkan kita untuk...
Ujilah dirimu sendiri untuk memastikan bahwa kamu teguh
di dalam iman. Jangan menganggap segala sesuatu sudah
berlangsung sebagaimana mestinya. Periksalah kondisimu
secara teratur. Kamu memerlukan bukti langsung, bukan hanya
dari kata orang, bahwa Yesus Kristus ada di dalam kamu.
Ujilah hal itu. Jika kamu gagal ujian, lakukan sesuatu untuk
mengatasinya. (2 Korintus 13:5, MSG)
Setelah melihat penglihatan ini dan menyadari penafsirannya, saya
menjadi semakin yakin akan kata-­kata yang ditulis kepada orang-­orang
Kristen Ibrani ini:
Sebab itu, kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah;;
dan luruskanlah jalan bagi kakimu.... Jagalah supaya jangan ada
seorang pun kehilangan anugerah Allah, agar jangan tumbuh
akar pahit yang menimbulkan kerusuhan dan mencemarkan
banyak orang. (Ibrani 12:12-­13, 15)
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Sebagai anak Allah, kita harus berusaha sekuat daya untuk
menyelesaikan pertandingan dengan baik bagi kemuliaan-­Nya. Anda
dan saya semestinya jangan sampai berpaling dari anugerah Allah
dengan menjadi letih, meletakkan dayung kita, dan hanyut mengikuti
arus sistem dunia ini.
Kita dapat menemukan dalam Kitab Suci contoh tentang apa yang
terjadi ketika orang berhasil atau gagal menyelesaikan pertandingan
dengan baik. Perhatikanlah Salomo, anak Daud dan orang yang paling
bijaksana, paling kaya, dan paling berkuasa pada zamannya. Ia mencapai
puncak kejayaan yang belum pernah diraih generasi sebelumnya dan
sulit ditandingi oleh generasi sesudahnya. Akan tetapi, ia gagal—
meletakkan dayungnya—pada masa akhir pemerintahannya, hatinya
menjauhi Allah, dan bersekutu dengan sistem dunia ini.
Karena Salomo memiliki banyak istri dari bangsa asing, kemungkinan
EHVDU LD PHQJDODPL NRQÁLN VHQJLW GDODP UXPDK WDQJJDQ\D VHKLQJJD
sulit untuk memusatkan perhatian pada persekutuan dan ketaatannya
pada Yehovah. Untuk memelihara kedamaian, ia bukannya tetap setiap
pada Yehovah, namun malah membangun mezbah bagi dan bahkan
menyembah dewa-­dewa asing istri kesayangannya.
Salomo menanggung penderitaan berat akibat kebodohannya,
namun anak-­anak dan cucu-­cucunya menanggung akibat yang bahkan
lebih parah lagi. Kerajaan yang dipercayakan kepadanya—yang
semula kuat karena kesetiaan Daud dan bertumbuh semakin kuat pada
awal pemerintahannya yang cemerlang—merosot, terpecah belah,
dan akhirnya meredup karena kegagalannya untuk menyelesaikan
pertandingan dengan baik. Sejarah Israel pasti akan jauh berbeda
seandainya Salomo tetap tak kenal menyerah.
Mari kita bandingkan Salomo dengan Yohanes Pembaptis. Yohanes
gigih dan berpegang teguh pada kebenaran, dengan gagah berani
menghidupi dan memberitakannya. Ia, seperti Salomo, menghadapi
perlawanan, tetapi potensi konsekuensi yang dihadapi Yohanes jauh
lebih buruk. Bukan satu atau beberapa istri yang tidak menyambut
kebenaran yang diberitakan Yohanes melainkan raja Yehuda. Salomo
PHQJKDGDSL NRQÁLN UXPDK WDQJJD QDPXQ <RKDQHV PHQJKDGDSL
penjara, penyiksaan, dan bisa jadi kematian. Tetapi, meskipun
menghadapi konsekuensi yang keji dan ekstrem seperti itu, Yohanes
tetap bergeming dalam sikapnya terhadap kebenaran, baik dalam
cara hidupnya maupun dalam pesan yang disampaikannya. Hasilnya:
warisan Yohanes lebih unggul daripada warisan Salomo.
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Bukan hanya Yohanes dan Salomo yang menghadapi perlawanan—
arus sungai yang deras—melainkan Anda dan saya juga. Kita berada
dalam pertempuran sengit melawan nilai-­nilai dunia yang hampa dan
dangkal. Pengaruhnya sangat kuat. Menyesatkan. Memikat. Terlalu
mudah bagi kita untuk menjadi letih, beranggapan bahwa tidak apa-­
apa jika kita mengendurkan kegigihan, menyerah, dan hanyut mengalir
bersama arus yang kuat. Namun, satu-­satunya cara bagi Anda dan
saya untuk menyelesaikan pertandingan dengan kuat adalah dengan
bersikap tak kenal menyerah dalam iman kita. Dengan demikian
kita akan menjadi sosok yang diperhitungkan, suatu ancaman yang
sungguh-­sungguh bagi kerajaan kegelapan.
ROH YANG TAK KENAL MENYERAH
Apa maksudnya bersikap tak kenal menyerah itu? Istilah ini
menggambarkan suatu sikap atau pendirian yang teguh, gigih, pantang
mundur. Dengan kata lain, tak kenal menyerah. Sebaliknya, menyerah
berarti menjadi lebih longgar, mengendur, atau mengakui kalah.
Beberapa sinonim yang dapat memperjelas arti tak kenal menyerah: “tak
mau berubah, ulet, ngotot, pantang mundur, tidak mau berkompromi,
tidak dapat dihentikan, kebulatan hati.” Padanan lainnya “kukuh,
persisten, tetap hati, giat, keras hati, liat, bertahan, berpegang teguh.”
Sikap tak kenal menyerah ini dapat diterapkan pada kekuatan yang
jahat dan keras hati, tetapi dalam buku ini kita akan menerapkannya
dalam pengertian yang positif dan saleh. Karena itu, kita akan
menerapkan istilah ini pada orang yang gagah berani dan bertekad
bulat untuk menyelesaikan tugas di tangannya. Entah dalam jangka
pendek entah dalam jangka panjang, hati yang pantang menyerah
gigih bertahan untuk menyelesaikannya sesuai dengan hasil yang
diinginkan. Tidak ada yang dapat menghentikannya dalam mencapai
tujuan akhir.
Saat merenungkan orang percaya yang tak kenal menyerah, kita
membicarakan orang yang sepenuhnya pantang mundur dalam iman,
pengharapan, dan ketaatan pada Allah—apa pun perlawanan yang
dihadapinya. Orang percaya yang tak kenal menyerah, berkomitmen
dalam segala hal untuk menyelesaikan pertandingan dengan baik,
adalah penentu jalannya sejarah dalam pengertian yang sesungguhnya
dan akan dikenal selama-­lamanya di surga sebagai orang yang disambut
7DN.HQDO0HQ\HUDK
dengan hangat oleh Sang Majikan, “Baik sekali perbuatanmu itu.”
Istilah tak kenal menyerah ini tidak selalu tepat untuk
menggambarkan orang yang saya kenal dengan baik—saya! Nyatanya,
alih-­alih memiliki roh yang tak kenal menyerah, saya memiliki
semangat yang “mudah menyerah.” Terus terang saja, saya gampang
patah semangat.
Saya menjadi anak Allah pada 1979 ketika kuliah di Universitas
Purdue. Pada akhir semester, saya kembali ke rumah dengan sangat
antusias sehingga saya segera menceritakan pertobatan saya pada
orangtua saya yang masih Katholik. Tanggapan ibu saya? “John,
paling-­paling ini hanya salah satu kesukaan barumu. Kau akan segera
kehilangan semangat seperti kau kehilangan semangat dalam hal-­hal
yang lain.”
Bagian yang paling menyengat dari komentarnya bukanlah kata-­
katanya yang negatif atau sikapnya yang seakan mencela. Bukan,
justru sebaliknya, karena apa yang
dikatakannya itu amat benar: saya
punya riwayat panjang patah
Orang percaya yang
semangat terhadap nyaris apa saja.
tak kenal menyerah...
Saya teringat ketika harus
menyelesaikan melawan
ketakutan,
sebagai
pertandingan dengan baik
pria lajang, bahwa saya tidak
akan pernah mampu memiliki
pernikahan yang bertahan. Saya
biasanya berhenti bertemu dengan
gadis yang saya dekati setelah kencan kedua atau ketiga. Mereka
menarik dan berbakat dan memiliki kepribadian yang luar biasa,
namun saya bosan dengan mereka. Laki-­laki lain nantinya berpacaran
dengan gadis itu dan berhasil membina hubungan yang langgeng.
Namun, saya berulang dalam pola yang sama dari satu gadis ke gadis
yang lain.
Bukan hanya dalam berpacaran saya gampang menyerah. Saya
mulai ikut kursus piano, namun memohon-­mohon untuk berhenti
setelah enam bulan. Orangtua saya tidak mengizinkannya. Akhirnya
saya menjadi begitu apatis sampai guru piano saya memohon pada
ibu dan ayah saya untuk mengizinkan saya berhenti berlatih piano.
Sepanjang bertahun-­tahun ia memberi les piano, sayalah satu-­satunya
murid yang pernah didorongnya untuk berhenti!
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Berikutnya, saya meminta izin pada orangtua untuk mengikuti
les gitar. Kami membeli gitar yang mahal dan saya mulai memetiknya
dengan penuh gairah, namun semangat ini hanya bertahan beberapa
bulan.
Dalam olah raga, hasilnya sama saya. Saya bermain bisbol dan
berhenti setelah dua tahun. Kemudian beralih ke basket, yang hanya
bertahan satu musim. Berikutnya golf;; kembali, satu musim saja.
Atletik: sama saja.
Daftarnya terus berlanjut. Saya mulai membaca buku, namun tidak
pernah menyelesaikannya. Di SMA saya hanya membaca satu buku
sampai habis—The Old Man and the Sea karya Ernest Hemingway. Itu
bacaan wajib, dan karena bukunya tipis dan saya senang memancing,
saya membacanya sampai selesai.
Saya bergabung dengan sejumlah klub sebentar saja dan kemudian
berhenti. Saya tertarik pada minat khusus tertentu dan membeli
peralatan yang mahal, lalu membiarkannya teronggok di sepen atau
berkarat karena jarang digunakan, padahal awalnya saya sangat
antusias menggunakannya.
Singkatnya, penilaian ibu saya sangat jitu. Akankah saya
mengulangi pola yang telah terbentuk itu? Akankah saya berhenti dan
meninggalkan Kekristenan, iman kepada Allah yang baru saja saya
temukan, kerinduan saya yang baru ini? Akankah Alkitab dan buku-­
buku penunjang itu pada akhirnya berakhir di sepen bersama dengan
barang-­barang lain yang segera tersingkir begitu saya kehilangan minat
terhadapnya?
Kabar baiknya, pria yang dulunya gampang menyerah ini sekarang
masih terus bergairah pada Yesus Kristus setelah lebih dari tiga
puluh tahun. Saya tetap berkomitmen saat ini—ya, bahkan semakin
berkomitmen—seperti ketika saya pertama kali pulang dan memberi
tahu orangtua saya tentang iman baru saya. Allah yang Mahakuasa,
Bapa saya, mengubah saya dari orang yang gampang letih dan
menyerah kalah. Melalui Roh Kudus-­Nya, Dia membangun di dalam
diri saya kebajikan roh yang tak kenal menyerah.
Allah menjadikan saya orang percaya yang tak kenal menyerah.
Jika Anda telah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan Anda,
kebajikan yang sama juga tersedia bagi Anda. Tetapi kebajikan itu
harus dikembangkan. Itulah tujuan buku ini—untuk mengungkapkan
bagaimana Anda dapat mengembangkan dan meningkatkan
7DN.HQDO0HQ\HUDK
kemampuan yang telah Allah berikan kepada Anda secara cuma-­
cuma agar Anda dapat menjalani kehidupan dengan baik dan
menyelesaikannya dengan kuat.
ALLAH SUDAH MENULIS BUKU TENTANG ANDA
Apakah Anda menyadari siapa diri Anda dan betapa Allah memerlukan
Anda—untuk memenuhi panggilan hidup Anda dalam memajukan
kerajaan-­Nya di muka bumi ini? Apakah Anda terkejut bahwa Bapa
surgawi mengandalkan Anda?
Allah secara khusus telah merancang suatu perjalanan hidup bagi
Anda! Seluruh kehidupan Anda sudah dipetakan sebelum kelahiran
Anda. Pemazmur berkata:
mata-­Mu melihat selagi aku bakal anak,
dan dalam kitab-­Mu semuanya tertulis
hari-­hari yang akan dibentuk,
sebelum ada satu pun dari padanya. (Mazmur 139:16)
Allah sudah menulis sebuah buku tentang diri Anda bahkan
sebelum orangtua Anda memikirkan Anda—sebelum satu hari pun
berlangsung. Bukan hanya para selebritas dan penguasa yang memiliki
buku yang memuat riwayat hidup mereka. Tidak, riwayat hidup Anda
juga tercatat, namun realitasnya yang menakjubkan adalah: buku itu
dipetakan dan dituliskan oleh Allah sebelum Anda lahir.
Anda mungkin protes, “John, kau tidak tahu apa yang kaubicarakan!
Kehidupanku diwarnai guncangan, luka, dan bahkan kerusakan akibat
pilihan-­pilihan buruk yang kuambil. Apakah Allah merancangkan
semuanya itu?”
Tidak, sama sekali tidak! Allah memetakan kehidupan kita, dan
kita diberi keleluasaan untuk menentukan pilihan yang benar untuk
menempuh perjalanan menggairahkan yang telah dipersiapkan Allah
bagi Anda. Pilihan yang buruk dapat menyimpangkan arah kita, tetapi
pertobatan yang sungguh-­sungguh dapat mengarahkan kapal kita
kembali ke tujuan yang benar.
Anda mungkin bertanya lagi, “Tetapi aku juga mengalami hal-­
hal mengerikan yang bukan akibat dari pilihan burukku. Kehidupan
7DN.HQDO0HQ\HUDK
menghantamku dengan keras. Apakah Allah juga merancangkan
semua kekecewaan dan kesukaran itu?”
Sekali lagi, tidak! Kita hidup di dalam dunia yang telah jatuh ke dalam
dosa. Yesus menegaskan bahwa kita akan mengalami kesengsaraan
dan perlawanan. Kabar baiknya, karena Allah mengetahui kejahatan
apa saja yang akan berusaha menjatuhkan Anda sebelum Anda
lahir, dalam hikmat-­Nya Dia menyediakan jalan keluar dan bahkan
NHPHQDQJDQ DWDV PDVDODK WHUVHEXW ,WXODK VHEDEQ\D GDODP ÀUPDQ
Nya, Dia menyebut orang percaya yang tak kenal menyerah sebagai
“orang-­orang yang menang.”
Ibrani 12:1 menasihati kita, “Marilah kita... berlomba dengan tekun
dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita.” Allah telah menyiapkan
perlombaan bagi Anda, saya, dan setiap anak-­Nya. Agar Anda dapat
menyelesaikan perlombaan ini dengan baik, Anda harus berlari dengan
tekun, atau tak kenal menyerah. Perlombaan ini tidak dapat diselesaikan
dengan cara lain. Sungguh menarik diperhatikan, ketekunan adalah
satu-­satunya kebajikan yang disoroti dalam ayat ini. Penulis tidak
berkata, “Marilah kita berlomba dengan bahagia” atau “Marilah kita
berlomba dengan suatu tujuan” atau “Marilah kita berlomba dengan
sungguh-­sungguh.” Jangan salah paham—kebahagiaan, tujuan, dan
kesungguhan, dan juga kebajikan lainnya, semuanya penting dalam
kehidupan Kristen. Tetapi kebajikan utamanya adalah sikap tak kenal
menyerah.
Diperlukan sikap yang tak kenal menyerah untuk menyelesaikan
perlombaan dengan baik. Diperlukan kegigihan dan ketabahan. Saya
menyukai terjemahan Ibrani 12:1 versi Alkitab The Message, “Buanglah
segala beban, mulailah berlari—dan jangan pernah berhenti!”
Menyelesaikan perlombaan kita ini penting bukan hanya bagi kita,
tetapi juga bagi orang-­orang yang kita pengaruhi. Sangat pentinglah
bagi kita untuk tidak berpaling atau menyimpang dari jalan yang telah
dipersiapkan Allah bagi kita. Jika Anda anak Allah, Anda memiliki
apa yang diperlukan untuk menyelesaikan perlombaan! Allah telah
menempatkan kuasa-­Nya yang memampukan, Roh Kudus-­Nya,
di dalam diri Anda. Jika Anda tetap setia, Anda akan dapat berseru
bersama dengan rasul Paulus, “Aku telah mengakhiri pertandingan
yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara
iman” (2 Timotius 4:7).
Anda mungkin menghadapi persoalan dalam pernikahan, keluarga,
pekerjaan, bisnis, pendidikan, keuangan, kesehatan, atau hal lain.
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Situasi Anda tampak seakan tanpa harapan dan tanpa solusi—arus
yang mengintimidasi dan meletihkan berusaha memaksa Anda untuk
berhenti dan hanyut ke hilir. Kabar baiknya, “Bagi manusia hal itu
tidak mungkin, tetapi bukan demikian bagi Allah. Sebab segala sesuatu
adalah mungkin bagi Allah” (Markus 10:27). Tidak peduli betapa pun
sulitnya keadaan Anda, tidak ada masalah yang mustahil diselesaikan
oleh Allah. Tetapi Yesus mencantumkan syarat yang penting bagi
janji ini. “Jika kamu dapat percaya,” kata-­Nya, “segala sesuatu
mungkin bagi orang yang percaya” (Markus 9:23, KJV). Diperlukan
orang percaya yang tak kenal menyerah untuk melihat hal yang tidak
mungkin menjadi mungkin. Inilah pesan yang hendak disampaikan
dalam buku ini: menghadapi perkara yang melampaui kekuatan Anda
sebagai manusia dan, oleh kekuatan dan anugerah Allah, melihat hal
yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Dengarkanlah saya! Allah rindu untuk menyebut Anda “besar di
hadapan Tuham” (Lukas 1:15). Dia berada di pihak Anda, dan tidak
ada seorang pun yang menginginkan kesuksesan Anda di dalam hidup
ini lebih dari Allah sendiri. Dia mempersiapkan bagi Anda kehidupan
yang menakjubkan dan melihat sejak
semula suatu akhir yang luar biasa di
mana Anda meninggalkan warisan
tidak ada seorang pun LPDQ VLJQLÀNDQVL GDQ NHDJXQJDQ
yang menginginkan untuk memberkati orang lain. Namun
kesuksesan Anda semuanya itu bergantung pada kesediaan
di dalam hidup ini Anda untuk menjadi orang percaya yang
lebih dari Allah sendiri.
tak kenal menyerah.
Anda mungkin berpikir, Tapi, John,
aku sama sekali bukan orang yang gigih. Aku belum pernah bertahan melalui
masa-­masa yang sukar.
Jika hal itu menggambarkan keadaan Anda, masih ada lagi kabar
bai yang lain. Riwayat Anda tidak penting. Karena anugerah Yesus
Kristus, Anda tidak terperangkap harus mengulang-­ulang masa lalu.
Tidak mustahil bagi Anda untuk menjadi orang percaya yang tak
kenal menyerah dan menyelesaikan pertandingan dengan baik. Anda
kandidat yang akan mengalami sukacita besar karena menyaksikan
hasil akhir yang didambakan. Entah itu untuk suatu penggalan pendek
dalam hidup Anda atau untuk seluruh hidup Anda, Anda ditetapkan
untuk menjadi besar di hadapan Allah. Ini janji-­Nya!
Kita masing-­masing tidak mungkin menghindari perlawanan jika
7DN.HQDO0HQ\HUDK
kita mengikuti jalan Yesus. Pertaruhannya tinggi dan upah kekalnya
tak tepermanai. Anda memiliki musuh licik yang, terus terang saja,
ingin menghancurkan pengaruh Anda dan mengandaskan misi yang
ditetapkan Allah bagi Anda. Dalam kaitannya dengan Iblis, Anda
adalah suatu ancaman dan perlu dihentikan—sungguh, ia akan
sangat bahagia ketika Anda “mati.” Tetapi karena apa yang telah
terjadi di kayu salib, Iblis adalah musuh yang telah dikalahkan! Setiap
pertempuran melawannya yang kita hadapi sudah dimenangkan!
Tetapi kita masih harus melawan dia, antek-­anteknya, dan pengaruh
mereka—dengan tak kenal menyerah. Bersama-­sama kita akan belajar
bagaimana caranya.
Anda diciptakan untuk mendatangkan perubahan di dunia ini. Anda
seorang anak Raja, ditetapkan untuk memerintah bagi kepentingan-­
nya. Kunci-­kunci kerajaan Allah ada di dalam kantong Anda! Saat
Anda berjalan dalam keintiman dengan Dia dan berkomitmen untuk
tak kenal menyerah dalam iman Anda, Dia akan memberikan kepada
Anda seluruh kekuatan dan bimbingan yang Anda perlukan untuk
mengatasi arus kuat yang mengalir melawan Anda.
Sebelum kita melanjutkan pembahasan, marilah kita menyerahkan
perjalanan bersama ini kepada Tuhan:
Tuhan yang baik, saat aku membaca buku ini kiranya Roh Kudus-­
Mu mengajari dan mencerahkan aku. Aku menginginkan lebih dari
sekadar informasi atau inspirasi;; aku ingin mengenal kekayaan dan
kedahsyatan panggilan yang telah Kautetapkan dalam hidupku. Aku
ingin mengetahui kuasa yang telah Kautanamkan di dalam diriku
untuk menyelesaikan panggilan hidupku.
Melalui pesan ini, kuatkan aku untuk berdiri teguh di dalam
kebenaran dan tak kenal menyerah dalam pertempuran melawan
ancaman apa pun yang bangkit untuk menghambat apa yang hendak
Kaukerjakan melalui aku. Engkau telah membawa aku ke dalam masa-­
masa yang seperti ini;; aku berdoa agar pesan Tak Kenal Menyerah
akan memperlengkapi aku untuk menggenapi rencana ilahi-­Mu
sehingga aku memuliakan nama-­Mu dan membangkitkan sukacita
dalam hati-­Mu. Di dalam nama Yesus Kristus aku memohon. Amin.
2
memerintah dalam hidup
6HEDEÀUPDQ$OODKKLGXSGDQNXDW
IBRANI 4:12
J
ika kita membaca Firman Allah sebagaimana adanya, keadaan
kebanyakan kita tak ayal akan sangat jauh berbeda dari saat ini.
Kadang-­kadang tantangan terbesar kita tidak lain adalah
memercayai Firman-­Nya lebih dari keadaan kita saat ini. Jika keadaan
Anda saat ini tidak menyenangkan, Anda tahu hal itu dapat diubah—
NHDGDDQ $QGD WLGDN ÀQDO 6DWXVDWXQ\D KDO \DQJ VHSHQXKQ\D WLGDN
pernah berubah adalah Firman Allah. Yesus Kristus menyatakan,
“Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-­Ku tidak akan berlalu”
(Lukas 12:33). Lihatlah ke atas dan amatilah matahari yang memberikan
sinar dan kehangatan kepada planet kita sepanjang manusia hidup
di dunia. Sampai matahari lenyap pun Firman Allah akan terbukti
senantiasa benar. Firman Allah bertahan sampai selama-­lamanya!
Bapa kita yang perkasa menyatakan, “Aku siap sedia untuk
PHODNVDQDNDQÀUPDQ.Xµ<HUHPLD3HUKDWLNDQEDKZD'LDVLDS
sedia. Kapan Dia akan melaksanakan-­Nya? Jawabannya yang sederhana
adalah, ketika seseorang percaya kepada-­Nya. Yesus menegaskan,
“Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!” (Markus 9:23).
Jadi, marilah kita percaya dengan tak kenal menyerah!
KITA HARUS MEMERINTAH DI DALAM HIDUP INI
Dalam empat bab berikutnya, kita akan menggali dan mengembangkan
suatu kebenaran yang amat penting—kebenaran yang vital bagi
7DN.HQDO0HQ\HUDK
perjuangan kita untuk menyelesaikan pertandingan dengan baik sebagai
orang percaya yang tak kenal menyerah. Saya perlu mengingatkan
Anda bahwa hal ini mungkin tampak sedikit menyimpang dari pokok
bahasan, namun tetaplah bersama saya. Saya memastikan bahwa
semuanya akan berperan dalam mendukung kita menyelesaikan
perjalanan kita.
Dengan mengingat hal tersebut, marilah kita memeriksa salah satu
ayat paling kuat dalam Perjanjian Baru:
Mereka, yang telah menerima kelimpahan anugerah dan karunia
kebenaran, akan hidup dan berkuasa karena satu orang itu, yaitu
Yesus Kristus. (Roma 5:17)
Perhatikanlah baik-­baik frasa hidup dan berkuasa. New
International Version menerjemahkannya “memerintah di dalam
hidup ini”;; Weymouth menguraikannya sebagai “memerintah
sebagai raja di dalam hidup ini.” Anda dan saya, sebagai anak Allah,
ditetapkan untuk memerintah sebagai raja dan ratu! Perkataan ini
bukan sekadar perkataan manusia, karena kita tahu bahwa “Seluruh
Kitab Suci diilhamkan Allah” (2 Timotius 3:16). Karena itu, Allah secara
KDUÀDK PHQ\DWDNDQ EDKZD NLWD DNDQ PHPHULQWDK GL GDODP KLGXS
melalui kuasa Anak-­Nya. Perhatikan, Dia tidak berkata, “Engkau akan
memerintah di surga kelak” atau “Engkau akan memerintah pada
kehidupan yang akan datang.” Tidak, Dia dengan jelas menyatakan
bahwa kita ditetapkan untuk memerintah di dalam hidup ini sebagai
raja atau ratu melalui Kristus.
6DODKVDWXGHÀQLVLXWDPDGDODPNDPXVVD\DXQWXNUDMDDWDXUDWX
adalah “orang yang unggul atau cemerlang dalam lingkup tertentu.”
.DWDPHPHULQWDKGLGHÀQLVLNDQVHEDJDL´SHQJDUXK\DQJGRPLQDQDWDX
meluas.” Memerintah sebagai raja atau ratu berarti memiliki dominasi
dan pengaruh yang unggul atas suatu lingkup tertentu. Dalam lingkup
apakah kita harus berjaya atau menonjol? Lingkup kehidupan.
Dengan kata lain, kehidupan di dunia ini seharusnya tidak
menguasai kita;; kitalah yang harus mengaturnya. Ini Firman Allah,
janji-­Nya kepada Anda! Saya mendorong Anda untuk menanamkan
kebenaran ini dengan kuat di dalam hati Anda.
0HPHULQWDK'DODP+LGXS
PERNYATAAN BAKU
Pikirkanlah pernyataan baku yang kerap kita dengar selama bertahun-­
tahun. Ketika situasi berkembang menjadi sulit, tidak menguntungkan,
merusak, dan bahkan mengancam nyawa, orang yang berniat baik sering
menghibur kita dengan pernyataan bahwa “Allah memegang kendali.”
Pernyataan ini menyiratkan bahwa tidak ada gunanya melawan
rintangan yang ada karena Allah, oleh karakter-­Nya yang penuh kasih
dan baik, entah bagaimana akan mengubah semua permasalahan
menjadi kebaikan bagi kita karena Dialah yang mengendalikan segala
sesuatu.
Sesungguhnya, Allah menyerahkan kendali itu kepada kita. Nah,
sebelum Anda melemparkan buku ini, tolong simaklah penjelasan saya
dengan baik.
Di Mazmur kita membaca, “Langit itu langit kepunyaan TUHAN,
dan bumi itu telah diberikan-­Nya kepada anak-­anak manusia”
(Mazmur 115:16). The Message menyatakannya sebagai, “Langitnya
langit itu disediakan bagi Allah, tetapi Dia menempatkan kita untuk
memegang kendali atas bumi.”
Siapa yang memegang kendali atas bumi? Kita!
Allah yang Mahakuasa adalah Pencipta yang berdaulat, dan
Dia memilih secara berdaulat untuk memberikan kepada manusia
kepemimpinan atas bumi dan perkara-­perkara yang berlangsung di
dalamnya. Jika Allah mempertahankan kontrol-­Nya atas bumi seperti
dipercayai banyak orang, maka ketika Adam mulai memetik buah
terlarang itu dan hendak memakannya, Allah akan turun tangan dan
menampar jatuh buah itu. “Ada apa denganmu, Adam?” seru Allah.
“Tidakkah kau menyadari konsekuensi dari apa yang akan kaulakukan
itu? Tidakkah kau menyadari semua penderitaan, kesengsaraan,
penyakit, kelaparan, kemiskinan, pembunuhan, dan banyak perkara
lagi yang akan menimpamu dan keturunanmu? Belum lagi gempa
bumi, badai, puting beliung, wabah, kekeringan, dan ancaman binatang
liar? Tidakkah kamu mengerti bahwa seluruh alam akan merosot dan
rusak? Dan, yang paling penting, Aku harus mengutus Anak-­Ku yang
tunggal untuk menanggung kematian yang mengerikan untuk dapat
menembus kembali umat manusia bagi diri-­Ku?”
Tetapi Allah tidak menahan Adam, karena Dia telah menyerahkan
bumi kepada manusia. Allah Pencipta kita yang penuh kasih tidak seperti
banyak orang yang memberikan otoritas dan kemudian mencabutnya
7DN.HQDO0HQ\HUDK
kembali jika mereka tidak menyukai penggunaan otoritas tersebut.
Ketika Allah memberikan sesuatu, itu karunia yang tetap. Firman-­Nya
menegaskan hal itu: “Sebab karunia Allah dan panggilan-­Nya tidak
akan dapat ditarik kembali” (Roma 11:29, FAYH).
Mungkin ada orang yang menangkis, “Tetapi Alkitab menyatakan
bahwa ‘Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia
serta yang diam di dalamnya’” (Mazmur 24:1). Sebagai jawaban, saya
akan menceritakan sesuatu yang terjadi dalam keluarga saya beberapa
tahun belakangan ini.
Beberapa tahun lalu, ibu Lisa, Shirley, yang sudah berusia tujuh
puluhan tahun, hidup sendiri di sebuah apartemen di Florida tanpa
ada saudara tinggal di dekatnya.
Lisa dan saya sangat ingin ia dekat
dengan keluarga kami, dan suatu
Ketika Allah hari Lisa melihat beberapa rumah di
memberikan sesuatu, perumahan bagus dijual. Jaraknya
tidak lebih dari lima menit dari rumah
itu karunia yang tetap.
kami. Sempurna! Kami pun mendekati
Shirley,
menawarinya
untuk
membelikan salah satu rumah untuk
ditinggalinya, dan mengundangnya
untuk bergabung dengan tim kami di Messenger International. Dengan
sukacita, Mom menerimanya. Rumah itu pun dibeli, dan agar Mom
merasa mandiri, kami memutuskan untuk mengenakan sewa bulanan
padanya. Sudah dua tahun ia pindah, dan ia tumbuh berkembang
dalam setiap area kehidupan.
Selama ini sebagai pemilih rumah, tidak sekali pun saya
memerintahnya tentang bagaimana menghias rumahnya atau
menata perabotnya. Saya tidak memerintahnya tentang bagaimana
menjalankan rumah tangganya;; apa yang harus ia masak untuk makan
pagi, makan siang, atau makan malam;; atau perkakas apa yang perlu
dibeli. Ibu Lisa memegang kendali atas pengelolaannya hari demi hari.
6D\D PHPLOLNL UXPDK LWX³VD\D PHPHJDQJ VHUWLÀNDWQ\D³WHWDSL VD\D
menyewakannya kepadanya dan ia harus menjalankan urusan rumah
itu seperti yang diinginkannya. Ia dapat meminta pertolongan saya
kapan saja, tetapi saya tidak akan ikut campur jika ia tidak memintanya.
Begitu juga, bumi ini kepunyaan Tuhan. Dia pemiliknya, tetapi Dia
WHODKPHQ\HZDNDQQ\DNHSDGDPDQXVLD'HQJDUNDQÀUPDQQ\DNHWLND
Dia menciptakan kita memberikan kepada kita “rumah” bumi ini:
0HPHULQWDK'DODP+LGXS
Demikianlah Allah menciptakan manusia, dan dijadikannya
mereka seperti diri-­Nya sendiri. Diciptakan-­Nya mereka laki-­
laki dan perempuan. Kemudian diberkati-­Nya mereka dengan
ucapan “Beranakcuculah yang banyak, supaya keturunanmu
mendiami seluruh muka bumi serta menguasainya. Kamu
Kutugaskan mengurus ikan-­ikan, burung-­burung, dan semua
binatang lain yang liar.” (Kejadian 1:27-­28, BIS)
Allah menugaskan kita untuk memegang kendali atas rumah besar-­
Nya. Anda dan saya, bukan Allah, memegang kendali atas bagaimana
kehidupan berlangsung di planet ini.
TUAN TANAH YANG BARU
Masalah besar muncul di Taman Eden ketika Iblis memasuki tubuh
ular dan meyakinkan Adam dan Hawa untuk tidak menaati Firman
Allah dan menganut dusta-­Nya. Begitu manusia melakukan hal ini,
kita menyerahkan diri kita kepada tuan tanah baru yang bernama Iblis.
Kita bukan hanya menyerahkan diri kita, tetapi kita juga menyerahkan
segala sesuatu yang berada dalam kekuasaan kita. Seluruh keturunan
manusia, termasuk seluruh alam juga, sekarang berada dalam
kekuasaan si jahat.
Pergeseran kuantum kepada tuan tanah yang baru ini menjelaskan
perjumpaan yang nantinya terjadi antara Iblis dan Yesus. Iblis
membawa Yesus ke gunung yang tinggi dan menunjukkan kepada-­
Nya semua kerajaan dunia ini. Iblis menawarkan, “Segala kuasa itu
serta kemuliaannya (seluruh kemegahan, kecemerlangan, keunggulan,
kehormatan, dan keindahannya) akan kuberikan kepada-­Mu, sebab
semuanya itu telah diserahkan kepadaku dan aku memberikannya
kepada siapa saja yang kukehendaki” (Lukas 4:6, AMP).
Kapan seluruh kerajaan dunia “diserahkan” kepada Iblis? Itu terjadi
di Taman Eden ribuan tahun sebelumnya ketika Adam menyerahkan
hak untuk memerintah bumi yang telah dipercayakan Allah kepada-­
Nya. Apa yang semula Allah berikan kepada manusia sekarang
berada di tangan musuh bebuyutan-­Nya. Itulah sebabnya Kitab Suci
menyatakan, “Kita tahu [secara pasti], bahwa kita berasal dari Allah
dan seluruh dunia [di sekitar kita] berada di bawah kuasa si jahat”
(1 Yohanes 5:19, AMP)
7DN.HQDO0HQ\HUDK
RENCANA PENGAMBILALIHAN KEMBALI
Allah rindu untuk mengembalikan ke tangan manusia hak yang telah
dilepaskan Adam itu. Akan tetapi, Dia tidak dapat datang sebagai
Allah dan merebutnya kembali begitu saja, karena Allah tidak dapat
menarik kembali otoritas yang diberikan-­Nya dan yang telah secara
sah dilepaskan oleh Adam. Karena manusia yang menghilangkannya,
maka Manusia pula yang harus memulihkannya. Itulah sebabnya
Yesus harus datang sebagai “Anak Manusia.” Dia lahir dari seorang
perempuan, menjadikan-­Nya 100 persen manusia. Dia dikandung oleh
Roh Kudus, menjadikan-­Nya 100 persen Allah (dan karena itu bebas dari
kutuk dosa). Akan tetapi, Kitab Suci dengan jelas menyatakan, “Ketika
tiba waktunya, Dia [Yesus] menanggalkan keistimewaan-­Nya sebagai
Allah dan mengenakan status seorang budak, menjadi manusia!” (Filipi
2:7, MSG). Meskipun Dia adalah Allah, Dia menanggalkan keilahian-­
Nya dan hidup di bumi sebagai manusia.
Yesus hidup dengan sepenuhnya taat kepada Bapa. Karena
ketidakberdosaan-­Nya dan kerelaan-­Nya untuk mati di kayu salib,
Dia mampu menebus kembali dengan darah-­Nya apa yang telah
dihilangkan oleh Adam. Kitab Suci mengatakan “Ia telah melucuti
pemerintah-­pemerintah dan penguasa-­penguasa dan menjadikan
mereka tontonan umum dalam kemenangan-­Nya atas mereka” (Kolose
2:15). Sekarang hanya Dia yang memiliki otoritas yang telah dilepaskan
Adam. Itulah sebabnya Dia menyatakan dengan jelas, “Kepada-­Ku
telah diberikan segala kuasa [segala wewenang untuk memerintah] di
surga dan di bumi” (Matius 28:18).
Suatu hari Dia akan kembali dan memulihkan seluruh alam seperti
keadaannya sebelum kejatuhan Adam ke dalam dosa di Taman Eden.
Seperti ditulis rasul Paulus,
Karena seluruh makhluk (alam) telah ditaklukkan kepada kesia-­
siaan (dibiarkan telantar, terkutuk mengalami kehancuran),
bukan oleh kesalahannya sendiri, tetapi... akan dimerdekakan
dari perbudakan kerusakan dan kebinasaan [dan mendapatkan
kesempatan untuk masuk] ke dalam kemerdekaan kemuliaan
anak-­anak Allah” (Roma 8:20-­21, AMP).
$ODPPDVLKWXQGXNSDGDNHVLDVLDDQWXEXKÀVLNNLWDPDVLKPHQXD
GDQ PDWL GXQLD ÀVLN PDVLK WHWDS UXVDN GDQ PHPEXVXN KHZDQ OLDU
masih memburu dan memangsa binatang yang lebih lemah, ular masih
memiliki racun, penyakit masih merajalela, dan badai topan dan puting
0HPHULQWDK'DODP+LGXS
beliung masih merusak. Akan tetapi, ada Satu Pribadi yang memiliki
otoritas atas itu semua dan dapat membalikkan keadaan, dan Pribadi
itu adalah Kristus.
SIAPAKAH KRISTUS?
Jadi sekarang pertanyaan yang muncul adalah, Siapakah Kristus? Di
sinilah pikiran yang belum diperbarui kembali mencuri hak milik
anak-­anak Allah. Ketika banyak orang berpikir tentang Kristus, mereka
hanya berpikir tentang Yesus Kristus, nyaris seakan-­akan Kristus adalah
nama belakang-­Nya. Orang-­orang yang tulus ini hanya memikirkam
Raja Agung kita yang mati di kayu salib dan dibangkitkan. Ya, nama
Kristus memang mengacu pada Tuhan dan Juruselamat kita, namun
mari kita periksa apa yang dikatakan Firman Allah.
Paulus mengatakan, “Saudara sekalian bersama-­sama merupakan
tubuh Kristus dan masing-­masing merupakan bagian yang khusus dan
penting” (1 Korintus 12:27, FAYH). Kita orang-­orang percaya, bersama-­
sama, adalah tubuh Kristus. Kita masing-­masing adalah “anggota
tubuh” yang vital. Yesus adalah kepala, kita tubuh-­Nya;; sesederhana
itu!
Secara pribadi, Anda memiliki sebuah kepala di atas pundak Anda,
namun Anda juga memiliki dua tangan, dua kaki, dua lutut, dua lengan,
dada, perut, hati, dua ginjal, dan seterusnya. Ketika Anda memikirkan
diri Anda, apakah Anda menganggap kepala Anda terpisah dan berbeda
dari tubuh Anda? Apakah Anda akan menyebut kepala Anda dengan
suatu nama dan tubuh Anda dengan nama lain? Tentu saja tidak.
Anda satu sosok—satu pribadi. Jika Anda melihat kepala saya, Anda
menyebutnya John Bevere. Jika kepala saya untuk sementara tertutup,
dan Anda hanya melihat tubuh saya, Anda masih akan menyebutnya
sebagai John Bevere. Kepala dan tubuh saya itu satu.
Begitu juga, kepala Kristus dan tubuh-­Nya itu satu. Yesus adalah
kepala, dan kita bagian tubuh-­Nya yang berbeda-­beda, maka kita
adalah satu di dalam Kristus. Jadi, ketika Anda membaca Kristus di
dalam Perjanjian Baru, Anda perlu melihatnya bukan hanya sebagai
Dia yang mati di kayu salib, tetapi juga diri Anda sendiri. Itulah
sebabnya Kitab Suci berkata, “Sebab Ia yang menguduskan dan mereka
yang dikuduskan, mereka semua berasal dari Satu” (Ibrani 2:11). Yesus
sendiri berdoa, “Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi
juga untuk orang-­orang, yang percaya kepada-­Ku oleh pemberitaan
7DN.HQDO0HQ\HUDK
mereka;; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya
Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di
dalam Kita” (Yohanes 17:20-­21).
Anda menjadi satu dengan Yesus. Sungguh-­sungguh, satu!
Agar Anda dapat benar-­benar yakin bahwa saya tidak mengambil
satu atau dua ayat di luar konteksnya, saya akan secara cepat
membagikan beberapa ayat lain yang akan meneguhkan iman dan
pemahaman Anda akan prinsip yang menggairahkan ini. Saya meminta
Anda untuk membaca dengan saksama dan merenungkan ayat-­ayat ini
seolah-­olah Anda belum pernah membacanya:
‡ Petrus menulis bahwa kita telah dilahirkan kembali oleh
Firman Allah sehingga kita dapat “mengambil bagian
GDODPNRGUDWLODKLµ3HWUXV3HWUXV'HÀQLVLNDWD
kodrat adalah “kualitas atau karakter bawaan atau pokok
seseorang.” Anda dan saya memiliki kualitas pokok yang
sama dengan Yesus, persis seperti tangan saya memiliki
susunan genetika yang sama dengan kepala saya karena
saya adalah satu, bukan dua, orang manusia.
‡ Rasul Yohanes menulis, “Karena dari kepenuhan-­Nya kita
semua telah menerima” (Yohanes 1:16). Apakah Anda
memperhatikan kata kepenuhan? Ketika kita memadukan
perkataan Yohanes dan perkataan Petrus, kita mendapatkan
bahwa kita telah menerima kepenuhan kualitas pokok atau
susunan genetika rohani Kristus.
‡ Lebih lanjut, dalam surat pertamanya, Yohanes menulis,
“Sama seperti Dia [Yesus], kita juga ada di dalam dunia
ini” (1 Yohanes 4:17). Ia tidak mengacu pada kehidupan
yang akan datang dalam ayat ini. Tidak, ia menulisnya
dalam kala waktu saat ini: Sama seperti Yesus hidup saat
ini, demikian pula hidup kita saat ini. Persis sebagaimana
adanya Yesus, demikian pula adanya kita—saat ini juga,
hari ini!
‡ Paulus menulis, “Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu
adalah anggota Kristus?” (1 Korintus 6:15). Caranya
menyatakan hal ini menyiratkan bahwa pengetahuan ini
seharusnya merupakan sesuatu yang mendasar bagi kita.
Apakah Anda tidak menyadari realitas pokok ini? Apakah
kita sebagai gereja benar-­benar memercayai perkataan ini?
0HPHULQWDK'DODP+LGXS
OTORITAS KRISTUS
Sekarang setelah kita tahu bahwa kita adalah bagian dari Kristus,
marilah kita melihat apa arti pewahyuan ini sehubungan dengan taraf
kekuasaan dan otoritas yang kita miliki di dalam Dia. Dalam suratnya
kepada jemaat di Efesus, Paulus berdoa dengan sungguh-­sungguh
agar setiap pengikut Kristus memahami “betapa tak terukur dan tak
terbatas dan dahsyat keagungan kuasa-­Nya” (Efesus 1:19, AMP).
Kata-­kata yang sangat jelas! Kata-­kata yang menyiratkan keagungan
yang hebat! Apakah Anda sepakat bahwa Tuhan yang mulia itu
memiliki kekuasaan yang tidak terukur dan tidak terbatas? Apakah
Anda meneguhkan bahwa kuasa-­Nya melampaui setiap keagungan,
setiap otoritas lain, dan setiap kuasa lain yang ada di alam semesta ini?
Saya yakin Anda akan mendukung pendirian ini tanpa ragu-­ragu.
Akan tetapi, akankah Anda menerapkan pernyataan yang persis
sama dengan itu pada diri Anda sendiri? Lebih penting lagi, akankah
Anda sungguh-­sungguh memercayainya? Jika tidak, Anda secara tidak
sengaja memisahkan diri Anda dari Kristus. Apakah Anda anggota
dari tubuh yang berbeda? Apakah Anda bukan anggota dari Kristus,
anggota dari tubuh-­Nya? Anda mungkin berpikir, John Bevere,
sekarang kau sudah melangkah terlalu jauh! Namun benarkah? Untuk
melihat bahwa saya tidak berlebihan, mari kita lanjutkan dengan
membaca frasa berikutnya dalam ayat di atas, “betapa tak terukur dan
tak terbatas dan dahsyat keagungan kuasa-­Nya di dalam dan bagi kita
yang percaya” (Efesus 1:19, AMP).
Paulus selalu mengacu pada kita. Mengapa? Sebagai orang yang
percaya kepada Kristus, Anda adalah bagian dari Kristus. Karena
itu, kuasa dahsyat yang Kristus miliki, Anda pun memilikinya!
“Sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini.” Apakah Anda
mempersilakan pernyataan ini meresap ke dalam hati Anda?
'HQJDQ PDVLK PHQJJXQDNDQ WHUMHPDKDQ $PSOLÀHG %LEOH PDUL
kita teruskan membahas doa Paulus bagi kita dalam kitab Efesus:
yang dinyatakan-­Nya di dalam kekuatan-­Nya yang perkasa,
yang dikerjakan-­Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan
Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah
kanan-­Nya di surga. (Efesus 1:20)
Apakah Anda percaya bahwa Tuhan Yesus Kristus disalibkan,
mati, dikuburkan, dibangkitkan dari antara orang mati, dan sekarang
7DN.HQDO0HQ\HUDK
didudukkan di tempat otoritas tertinggi? Jika Anda orang Kristen
yang sejati, Anda pasti percaya. Tetapi apakah Anda memercayainya
semuanya ini sehubungan dengan diri Anda sendiri? Kemungkinan
besar kebanyakan orang percaya tidak memandang diri mereka seperti
itu. Tetapi Paulus menulis,
Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis
[dibenamkan] dalam Kristus, telah dibaptis [dibenamkan]
dalam kematian-­Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan
bersama-­sama dengan Dia oleh baptisan [pembenaman] dalam
kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari
antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita
akan hidup dalam hidup yang baru. (Roma 6:3-­4)
Perhatikan bahwa ayat ini tidak mengacu pada tindakan baptis air,
melainkan “pembenaman” kita ke dalam tubuh Kristus oleh Roh Allah
ketika kita dilahirkan kembali (lihat 1 Korintus 12:13). Kita adalah
tubuh Kristus;; karena itu, pada saat kita dibenamkan di dalam Dia,
sejarah kita berubah. Kita mati bersama dengan Dia, kita dikuburkan
bersama dengan Dia, kita dibangkitkan bersama dengan Dia, dan,
sebagai ciptaan yang sepenuhnya baru, kita hidup sebagaimana Dia
hidup! Sekali lagi, “Sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini.”
Kita ada di dalam Kristus! Kita adalah Kristus! Kita adalah tubuh-­Nya!
Kita menjadi satu dengan Dia!
Menurut Efesus 1:20, karena kita bagian dari Kristus, kita sekarang
ikut duduk memerintah. Nyatanya, itu tempat berotoritas tertinggi
di seluruh alam semesta, hanya di bawah Allah Bapa. Yesus berkata,
“Kepada-­Ku telah diberikan segala kuasa [segala wewenang untuk
memerintah] di sorga dan di bumi” (Matius 28:18). Paulus melanjutkan,
Jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan
kekuasaan dan kerajaan dan tiap-­tiap nama yang dapat disebut,
bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang
akan datang. (Efesus 1:21)
Apakah Anda percaya bahwa Tuhan Yesus duduk jauh lebih tinggi
dari semua pemerintah, penguasa, dan kekuasaan di dunia ini dan di
alam semesta? Sebagai orang Kristen, tentu saja Anda memercayainya.
Namun saya bertanya lagi: Apakah Anda memercayainya sehubungan
dengan diri Anda sendiri? Anda mungkin tidak memandang diri Anda
0HPHULQWDK'DODP+LGXS
seperti itu. Kemungkinan besar Anda bahkan tidak memercayai realitas
ini. Jika demikian, Anda kembali memisahkan diri Anda dari Kristus
dalam pemikiran atau kepercayaan Anda. Apakah Anda anggota dari
tubuh yang berbeda? Tidak, Anda bagian dari Kristus! Dengarkah baik-­
baik peneguhan Paulus akan hal ini:
Dan segala sesuatu telah diletakkan-­Nya di bawah kaki Kristus
dan Dia telah diberikan-­Nya kepada jemaat sebagai Kepala
dari segala yang ada. Jemaat yang adalah tubuh-­Nya, yaitu
kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu.
(Efesus 1:22-­23)
Kita adalah tubuh-­Nya, kepenuhan Yesus Kristus, sepenuhnya satu
dengan Dia. Paulus menyatakan bahwa segala sesuatu telah diletakkan
di bawah kaki-­Nya. Jika Anda adalah bagian dari tubuh Kristus yang
kebetulan adalah jempol kaki, Anda masih jauh di atas—bukan sekadar
sedikit di atas—semua pemerintah,
penguasa, dan kekuasaan di bumi
dan di bawah bumi. Di dalam Kristus,
karena kita bagian dari otoritas Anda telah dipulihkan dan
bahkan dijadikan lebih besar daripada
Kristus, kita sekarang ikut yang telah dihilangkan oleh Adam.
duduk memerintah
Kemungkinan besar Allah sudah
melihat bahwa kita akan kesulitan
memahami betapa agungnya realitas
ini, maka Dia mengilhami Paulus untuk menguraikannya sejelas
mungkin dalam pasal kedua kitab Efesus. Dia tidak menginginkan kita
ragu-­ragu. Ingatlah bahwa pasal dan ayat baru ditambahkan kemudian—
ini satu surat panjang dengan pemikiran yang berkelanjutan:
Dan di dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga
dan memberikan tempat bersama-­sama dengan Dia di surga.
(Efesus 2:6)
Kepala tidak terpisahkan dari tubuh. Kita semua bersama-­sama,
duduk memegang pemerintahan, otoritas, dan kekuasaan di surga.
Dengan kata lain, kita berada di tempat yang lebih tinggi dari kekuasaan
apa pun yang ada di bumi ini—bahkan, jauh lebih tinggi!
Tidak ada satu roh jahat pun, malaikat yang jatuh, atau bahkan
Iblis sendiri yang memiliki kekuasaan atau otoritas atas kita. Kita
7DN.HQDO0HQ\HUDK
memerintah di tempat tertinggi karena kedudukan dan otoritas kita di
dalam Kristus!
Haleluya!
MEMERINTAH DI DALAM HIDUP
Setelah menyoroti kebenaran tadi, mari kita melihat kembali pada ayat
Alkitab yang kita kutip pada bagian awal bab ini.
Melalui Dia, Allah melimpahkan rahmat-­Nya kepada begitu
banyak orang, dan dengan cuma-­cuma memungkinkan mereka
berbaik kembali dengan Allah;; mereka akan berkuasa di dunia
ini melalui Kristus. (Roma 5:17, BIS)
Pusatkan perhatian sejenak pada frasa “berkuasa di dunia ini
melalui Kristus.” Sebagai anggota tubuh Kristus, kita harus berkuasa
atas semua perlawanan terhadap kehidupan dan kesalehan. Karena
kitalah orang-­orang yang harus memerintah di muka bumi ini, jika
keadaan tidak beres dan tetap tidak beres, bukankah itu karena kita
melepaskan atau tidak menjalankan otoritas kita?
Sekian tahun lalu pendeta saya mengumumkan kepada jemaat
kami yang besar bahwa saya akan masuk ke dalam pelayanan khotbah.
Beberapa hari kemudian, seorang hamba Tuhan yang sudah tua
PHQGHNDWL LVWUL VD\D GDQ EHUNDWD ´/LVD VD\D PHPLOLNL ÀUPDQ GDUL
Allah untuk suamimu.”
Kami masih sangat muda dan penuh gairah untuk bertumbuh
dan belajar (dan sampai saat ini pun masih demikian). Lisa
PHQMDZDE ´%HULWDKXNDQODK NHSDGD VD\D ÀUPDQ LWX GDQ VD\D DNDQ
menyampaikannya pada John.”
Hamba Tuhan itu berkata, “Katakan kepada John bahwa jika ia tidak
berjalan dalam otoritas yang ditetapkan Allah baginya, ada orang lain
yang akan mengambilnya dan menggunakannya untuk melawannya.”
Ketika Lisa menyampaikannya kepada saya, perkataan itu menikam
diri saya seperti pedang cahaya mengiris hati saya. Dan selama
bertahun-­tahun saya telah menyaksikan betapa benar perkataannya
itu—bukan hanya bagi saya, tetapi juga bagi setiap orang yang berada
di dalam Kristus. Saya kerap berduka saat menyaksikan banyak orang
yang sungguh-­sungguh mengasihi Allah, namun terikat pada, dan
0HPHULQWDK'DODP+LGXS
dikontrol oleh, kekuatan dan situasi yang berlawanan. Tuhan kita
Yesus sudah membayar harga yang begitu mahal untuk membebaskan
mereka, namun mereka masih berada dalam perhambaan. Cuaca yang
buruk, bencana alam, penyakit, pengaruh roh jahat, keadaan yang
berlawanan—daftarnya tak berkesudahan. Kekuatan ini mengontrol
dan mendominasi orang-­orang baik yang sebenarnya adalah raja-­raja
dan ratu-­ratu di dalam hidup ini, namun yang tidak memahami siapa
sebenarnya diri mereka di dalam Kristus.
Jika Anda termasuk orang yang dikuasai dan bukannya berkuasa,
maka saya membawa kabar baik. Jika Anda bersedia menerima dalam
hati Firman Allah yang telah dipaparkan dalam bab ini, kehidupan
Anda akan mulai berubah. Anda sekarang mengetahui kekuasaan
dan otoritas yang Anda miliki untuk menolong mereka yang bodoh
atau tidak berdaya;; Anda sekarang dapat membawa kehidupan baik
kerajaan Allah bagi mereka yang memerlukannya.
Rasul Yohanes dengan tegas menyatakan kepada kita semua yang
menjadi anggota dari tubuh Kristus, “Barangsiapa mengatakan, bahwa
ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup”
(1 Yohanes 2:6).
Yesus telah menyatakan hal ini ketika Dia berkata, “Seperti
Bapa mengutus Aku, begitu juga Aku mengutus kalian” (Yohanes
20:21). Seperti Yesus memerintah, maka Dia juga menginginkan kita
memerintah. Ketika badai datang untuk menghancurkan Yesus dan
pengikut-­Nya, Dia berbicara kepada angin dan laut, dan mereka
menaati Dia. Ketika Dia memerlukan makanan bagi orang banyak di
padang gurun, Dia melipatgandakan sedikit makanan yang mereka
miliki dan memberi makan ribuan orang, dengan sisa melebihi yang
semula mereka miliki. Ketika Dia tidak mendapatkan perahu dan perlu
menyeberangi danau, Dia berjalan di atas air. Ketika persediaan anggur
hampir habis dalam pernikahan, Dia mengubah air menjadi anggur.
Dia menyebabkan sebatang pohon ara mengering dan mati dengan
ucapan mulut-­Nya. Dia memulihkan telinga seorang prajurit yang
putus karena tikaman pedang. Dia menahirkan mereka yang sakit,
mencelikkan mata orang buta, membuat orang tuli mendengar, dan
orang lumpuh berjalan. Tidak ada satu pun tantangan dari dunia ini
yang sebanding dengan Dia yang memerintah dalam hidup ini.
Orang yang digerakkan roh jahat tidak membuatnya ketakutan;; Dia
memiliki jawaban menangkis setiap perkataan mereka yang menyerang.
Para penguasa jahat tidak dapat menangkapnya. Kerumunan orang
yang marah tidak dapat mendorongnya ke dalam jurang;; Dia berjalan
7DN.HQDO0HQ\HUDK
begitu saja menghindari mereka. Orang yang kerasukan setan tidak
menggentarkan Dia;; Dia malah membebaskannya. Daftar ini nyaris
tak berkesudahan, karena seperti disimpulkan Yohanes pada akhir
catatannya tentang kehidupan Yesus, “Masih banyak lagi keajaiban-­
keajaiban lain yang dibuat Yesus di depan pengikut-­pengikut-­Nya,
tetapi tidak ditulis di dalam buku ini.... Andaikata semuanya itu ditulis
satu per satu, saya rasa tak ada cukup tempat di seluruh bumi untuk
memuat semua buku yang akan ditulis itu” (Yohanes 20:30;; 21:25).
Yesus Kristus memerintah di dalam hidup ini. Dia memerintah atas
perlawanan dan pencobaan. Dia mendatangkan surga ke bumi. Dia
menetapkan standar untuk kita ikuti. Dan Dia mengharapkan kita untuk
melakukan perkara yang lebih besar lagi: “Dengan sesungguhnya Aku
berkata, seseorang yang percaya kepada-­Ku akan melakukan mukjizat-­
mukjizat yang sama seperti yang telah Aku lakukan, malahan lebih
besar lagi, sebab Aku akan pergi kepada Bapa” (Yohanes 14:12, FAYH).
Hal ini membawa kita ke pertanyaan logis berikutnya. Bagaimana
kita memerintah di dalam hidup ini? Dari mana datangnya kuasa untuk
itu?
3
sumber kuasa
Melalui Dia, Allah melimpahkan rahmat-­Nya kepada begitu banyak
orang, dan dengan cuma-­cuma memungkinkan mereka berbaik
kembali dengan Allah;; mereka akan berkuasa di dunia ini melalui
Kristus. ROMA 5:17 (BIS)
K
ita telah belajar bahwa kita ditentukan untuk memerintah
di dalam hidup ini sebagai raja dan ratu. Kehidupan di
dunia ini seharusnya tidak menguasai kita;; kitalah yang
harus menguasainya.
Pertanyaan logis berikutnya adalah, Apakah saya memiliki
kekuasaan atau kemampuan untuk melakukannya?
Baiklah, coba kita perhatikan Chihuahua dan beruang grizzly.
Chihuahua adalah anjing kecil yang suka menyalak. Mereka gigih
dan tak kenal menyerah. Pernah Anda bertemu dengan Chihuahua
yang keras kepala? Ia akan mendengking dan menyalak tanpa henti
untuk menyuruh Anda keluar dari wilayah kekuasaannya. Ia mungkin
nekad menggigit pergelangan kaki Anda. Jika Anda mengusirnya
secara sambil lalu, ia akan berjuang pantang mundur untuk menguasai
Anda. Namun, kalau Anda sudah jengkel dengan perilaku anjing itu,
Anda hanya perlu menendangnya dengan kuat dan menghardiknya
dengan keras. Tak ayal si Chihuahua akan terkaing-­kaing menjauh,
kalah karena ketakutan dan dipermalukan. Kenapa? Anjing kecil itu
tidak memiliki kekuasaan atas orang yang sudah dewasa.
Sebaliknya, jika beruang grizzly dewasa memiliki tekad yang sama
untuk menghabisi Anda dan Anda kebetulan tidak membawa senapan
yang kuat, Anda terancam bahaya besar. Beruang itu dapat dengan
7DN.HQDO0HQ\HUDK
mudah mengalahkan dan menghabisi nyawa Anda.
Kita sudah tahu, ada kekuatan yang tidak menginginkan kita
menyelesaikan pertandingan dengan baik. Saat kita melawan mereka,
bagaimana kita tahu bahwa kita memiliki kekuatan untuk melawan
mereka? Saat berhadapan dengan musuh supernatural ini, kita seperti
Chihuahua atau beruang grizzly? Dari mana sumber kuasa untuk
memerintah itu?
Jawabannya juga terdapat dalam Roma 5:17: Kita mampu
memerintah karena “kelimpahan kasih karunia.” (Buku saya
Extraordinary menjelaskan secara mendetail arti kasih karunia atau
anugerah ini, maka di sini saya hanya akan membahas poin-­poin yang
paling penting.)
KESALAHPAHAMAN YANG MENCEMASKAN
Menurut saya, terjadi kesalahpahaman yang besar—sungguh-­sungguh
besar—tentang “anugerah yang berlimpah-­limpah” di kalangan orang
injili di Amerika.
Pada 2009 pelayanan kami mengadakan survei di seluruh
Amerika. Kami bertanya pada ribuan pengikut Kristus yang lahir baru,
percaya Alkitab, dan setia ke gereja setiap Minggu pagi dari berbagai
denominasi dan jemaat independen. Survei itu meminta mereka untuk
´PHPEHULNDQWLJDDWDXOHELKGHÀQLVLDWDXGHVNULSVLWHQWDQJDQXJHUDK
$OODKµ 6HEDJLDQ EHVDU UHVSRQGHQ PHQGHÀQLVLNDQ DQXJHUDK $OODK
sebagai (1) keselamatan;; (2) karunia yang diberikan bukan karena
kebaikan kita;; dan (3) pengampunan dosa.
Saya sangat senang orang Kristen Amerika memahami bahwa kita
diselamatkan oleh anugerah dan hanya oleh anugerah. Keselamatan
bukan terjadi karena kita diperciki dengan air, menjadi anggota gereja
tertentu, mematuhi hukum-­hukum agama, atau melakukan perbuatan
baik yang lebih banyak dari perbuatan buruk. Efesus 2:8-­9 dengan
jelas menyatakan, “Sebab karena anugerah kamu diselamatkan oleh
iman;; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan
hasil pekerjaanmu, supaya tidak ada orang yang memegahkan diri.”
Sungguh menenteramkan mengetahui bahwa orang Kristen injili
memahami dengan baik bahwa anugerah Allah tidak dapat diperoleh
karena kebaikan manusia, melainkan hanya dapat diterima melalui
iman kepada karya penebusan Yesus Kristus di kayu salib.
6XPEHU.XDVD
Sungguh tragis, banyak orang yang berniat baik berusaha
mendapatkan kemurahan Allah dengan usahanya sendiri. Saya
menyaksikan banyak situasi memilukan di mana orang-­orang
mengandalkan
perbuatan
atau
perilaku mereka sendiri untuk
berhubungan baik dengan Allah.
Sungguh tragis, banyak Tidak peduli betapa pun baiknya Anda
orang yang berniat baik menurut pandangan masyarakat,
berusaha mendapatkan Efesus 2:8-­9 menegaskan bahwa Anda
kemurahan Allah
tidak mungkin menyelamatkan diri
sendiri dari penghakiman yang akan
menimpa manusia dengan usaha
Anda sendiri. Keselamatan hanya diterima melalui iman, karena itu
pemberian Allah kepada kita melalui kematian dan kebangkitan Anak-­
Nya.
Tragis pula mengamati mereka yang sudah menerima, dengan
iman, karunia keselamatan kekal dari Allah, namun kemudian terus
hidup seolah-­olah mereka dapat memperoleh anugerah-­Nya secara
berkelanjutan dengan perbuatan baik mereka sendiri. Orang percaya
ini merasa mereka harus berdoa lebih lama, berpuasa lebih sering,
dan melakukan lebih banyak perbuatan amal atau pelayanan Kristen
lainnya. “Aku menduga kamu tidak pernah berniat melakukannya,
tetapi inilah yang terjadi. Ketika kamu berusaha hidup dengan rencana
dan proyek agamawimu sendiri, kamu terlepas dari Kristus, kamu
hidup di luar anugerah” (Galatia 5:4, MSG). Sungguh menyedihkan
melihat banyak orang Kristen yang berniat baik terjebak ke dalam
perangkap ini saat ini.
Survei itu juga menunjukkan bahwa, pada umumnya, orang Kristen
A.S. tahu bahwa oleh anugerah Allahlah dosa mereka dihapuskan.
Efesus 1:7 meneguhkan kebenaran yang luar biasa ini: “Sebab di dalam
Dia kita beroleh penebusan oleh darah-­Nya, yaitu pengampunan dosa,
menurut kekayaan anugerah-­Nya.” Dosa kita dihapuskan selama-­
lamanya oleh karunia Allah yang cuma-­cuma. Puji Tuhan!
Jadi, kebanyakan orang percaya Amerika tampaknya tertanam
dengan baik dalam kebenaran dasar bahwa anugerah Allah itu
mencakup keselamatan, pengampunan dosa, dan bukan kita dapatkan
karena kebaikan kita. Para pelayanan Injil tampaknya sudah berhasil
dengan baik dalam menekankan area-­area penting ini, dan saya yakin
Allah sangat senang akan hal itu.
Lalu, muncullah suatu tragedi yang terungkap dalam survei
7DN.HQDO0HQ\HUDK
itu. Hanya 2 persen dari ribuan responden itu yang percaya bahwa
“anugerah adalah pelimpahan kuasa dari Allah.” Padahal, seperti
itulah sejatinya Allah menguraikan anugerah-­Nya:
Cukuplah anugerah-­Ku bagimu, sebab justru dalam
kelemahanlah kuasa-­Ku menjadi sempurna. (2 Korintus 12:9)
Jika Anda membaca Alkitab dalam edisi yang menggunakan huruf
merah untuk semua perkataan Yesus dan huruf hitam untuk kalimat-­
kalimat lainnya, kata-­kata di atas tidak dicetak dengan huruf hitam.
Kata-­kata itu dicetak dengan huruf merah. Jadi, meskipun kata-­kata itu
ditulis oleh rasul Paulus, itu bukan kata-­katanya—itu ucapan langsung
7XKDQ VHQGLUL $OODK PHQGHÀQLVLNDQ DQXJHUDK VHEDJDL SHOLPSDKDQ
kuasa-­Nya. Namun, menurut survei, hanya 2 persen orang Kristen A.S.
yang mengetahui dan memahaminya. (Angka sesungguhnya adalah
1,9 persen. Itu berarti kurang dari dua dari setiap 100 orang percaya!
$OODKNLWD\DQJ0DKDNXDVDGDQ3HUNDVDPHQGHÀQLVLNDQDQXJHUDK1\D
sebagai pelimpahan kuasa-­Nya, namun kurang dari dua dari setiap 100
orang Kristen mengetahuinya. Sungguh mencemaskan!)
PELIMPAHAN KUASA MELALUI ANUGERAH
Kata kelemahan, yang digunakan dalam 2 Korintus 12:9, berarti
“ketidakmampuan.” Allah mengatakan, “Kuasa-­Ku (anugerah-­Ku)
optimal dalam hidupmu ketika engkau menghadapi situasi yang
tidak mampu kamu tangani dengan kekuatanmu sendiri.” Pengertian
ini tampak dalam komentar Paulus terhadap orang-­orang percaya
di Makedonia: “Saudara-­saudara, kami hendak memberitahukan
kepada kamu tentang anugerah yang diberikan kepada jemaat-­jemaat
di Makedonia.... Aku bersaksi bahwa mereka telah memberi menurut
kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka.”
Anugerah Allah memampukan orang-­orang Kristen di Makedonia
untuk memberi melampaui kemampuan mereka. Itulah anugerah—
pelimpahan kuasa dari Allah.
Sebelumnya, Paulus menulis di surat yang sama, “Hubungan kami
dengan kamu, dikuasai oleh ketulusan dan kemurnian dari Allah bukan
oleh hikmat duniawi, tetapi oleh kekuatan anugerah Allah” (2 Korintus
1:12). Kembali, anugerah mengacu pada pelimpahan kuasa dari Allah.
3HWUXVMXJDPHQGHÀQLVLNDQDQXJHUDK$OODKVHSHUWLLWX´$QXJHUDK
6XPEHU.XDVD
dan damai sejahtera melimpahi kamu.... Kuasa ilahi-­Nya [anugerah]
telah menganugerahkan kepada kita segala sesuatu yang berguna untuk
hidup yang saleh” (2 Petrus 1:2-­3). Sekali lagi, anugerah mengacu pada
“kuasa ilahi-­Nya.” Petrus mengatakan bahwa segala sesuatu yang kita
perlukan untuk hidup menurut kehendak Allah sudah tersedia melalui
pelimpahan anugerah-­Nya, yang kita terima dengan iman.
Mari kita memeriksanya dalam bahasa Yunani. Kata yang paling
sering digunakan untuk anugerah dalam Perjanjian Baru adalah charis,
yang oleh James Strong, dalam Exhaustive Concordance of the Bible
\DQJ VDQJDW EHUSHQJDUXK GLGHÀQLVLNDQ VHEDJDL ´NDUXQLD PDQIDDW
kemurahan hati;; keramahan;; kedermawanan.” Jika Anda memadukan
GHÀQLVL DZDO LQL GHQJD D\DWD\DW WHUSLOLK GDUL NLWDE 5RPD *DODWLD
dan Efesus, Anda dapat menlihat dengan jelas aspek anugerah yang
dipahami dengan baik oleh sebagian besar orang Kristen Amerika.
1DPXQ6WURQJWLGDNEHUKHQWLGLVLWX,DPHQGHÀQLVLNDQDQXJHUDKOHELK
lanjut sebagai “pengaruh ilahi pada hati kita, dan pancarannya dalam
kehidupan ini.”
'DULGHÀQLVLLQLNLWDPHOLKDWEDKZDDGDSDQFDUDQODKLULDKGDULDSD
yang berlangsung di dalam hati, yang menggarisbawahi pelimpahan
kuasa melalui anugerah. Alkitab mencatat bahwa ketika Barnabas
tiba di jemaat Antiokhia “dan melihat anugerah Allah, bersukacitalah
ia” (Kisah Para Rasul 11:23). Ia tidak mendengar tentang anugerah;;
ia melihat buktinya. Ia melihat perlimpahan kuasa pada hati yang
terpancar dalam cara hidup orang-­orang itu.
Itulah sebabnya Yakobus menulis, “Tunjukkanlah kepadaku
imanmu [anugerah] itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan
kepadamu imanku [anugerah] dari perbuatan-­perbuatanku” (Yakobus
2:18). Saya menyisipkan kata anugerah untuk iman karena dengan
imanlah kita masuk ke dalam anugerah Allah (lihat Roma 5:2). Yakobus
mengatakan, “Tunjukkan padaku bukti pelimpahan kuasa ilahi, yang
merupakan bukti sejati bahwa kamu sudah benar-­benar menerima
anugerah melalui iman.” Encyclopedia of Bible Words terbitan
Zondervan menguraikan charis sebagai berikut: “Anugerah ini adalah
kekuatan dinamis yang bukan sekadar memengaruhi hubungan kita
dengan Allah dengan menjadikan kita benar di hadapan-­Nya. Anugerah
juga memengaruhi pengalaman kita. Anugerah selalu ditandai oleh
karya Allah yang memampukan kita dari dalam hati untuk mengatasi
ketidakberdayaan kita.”
Setelah membaca dengan saksama setiap ayat di dalam Perjanjian
Baru yang membahas anugerah, setelah berjam-­jam mempelajari setiap
7DN.HQDO0HQ\HUDK
kamus bahasa Yunani yang dapat saya temukan, dan setelah berbicara
GHQJDQRUDQJRUDQJ\DQJIDVLKEHUEDKDVD<XQDQLGHÀQLVLULQJNDVVD\D
secara pribadi untuk anugerah adalah sebagai berikut:
Anugerah adalah pelimpahan kuasa secara cuma-­cuma dari Allah
yang memampukan kita untuk melakukan sesuatu melampaui
kemampuan kita.
MENGAPA BEGITU TRAGIS?
Mengapa begitu tragis bahwa hanya 2 persen orang Kristen di A.S.
yang memahami pelimpahan kuasa Allah melalui anugerah? Saya akan
PHPEHULNDQLOXVWUDVLGHQJDQVNHQDULRÀNWLI
Katakanlah kita melakukan suatu penelitian dan menemukan suku
kecil yang tinggal di daerah bersemak-­semak di dekat garis khatulistiwa
di Afrika. Kita menemukan bahwa suku ini harus berjalan dua mil setiap
hari untuk mendapatkan air segar dari mata air terdekat. Kemudian
mereka harus membawa air itu ke perkemahan untuk menyediakan air
segar bagi suku mereka.
Ketika penduduk memerlukan makanan, binatang tidak muncul
begitu saja di perkemahan dan berkata, “Aku siap menjadi makan
malam kalian;; tombaklah aku.” Tidak. Para pria suku itu harus pergi
untuk berburu binatang. Kadang-­kadang setelah membunuh banteng
liar atau rusa, mereka harus mengangkut binatang yang berat itu sejauh
delapan mil ke perkemahan kecil mereka.
Setiap kali mereka memerlukan hal-­hal yang tidak tersedia di desa
itu, mereka harus berjalan lebih dari tiga puluh lima mil ke desa terdekat
untuk membeli atau menukarkan barang, dan kemudian membawanya
kembali ke perkemahan.
Setelah mengetahui keadaan tersebut, kita memutuskan untuk
memberi mereka hadiah. Ya, kita akan bermurah hati pada mereka
dengan memberikan secara ramah dan dermawan sesuatu yang
EHUPDQIDDW EDJL PHUHND VHSHUWL GHÀQLVL DQXJHUDK ROHK 6WURQJ .LWD
memutuskan untuk membelikan Land Rover baru bagi mereka.
Kita membeli kendaraan itu, mengirimkannya dengan kapal
ke Afrika, dan kemudian mengendarainya sendiri sampai ke desa
mereka. Setelah memarkirnya di dekat situ, kita masuk ke desa mereka,
menemui kepala suku dan rakyatnya, dan mengajak mereka melihat
6XPEHU.XDVD
Land Rover itu. Dengan tersenyum lebar kita berkata, “Ini hadiah dari
kami untuk kalian!”
Kita mengundang kepala suku untuk duduk di kursi penumpang
di depan. Salah satu dari kita duduk di belakang kemudi dan mulai
menghidupkan mesin. Dengan gembira kita menjelaskan, “Pak, Land
Rover ini sangat luar biasa! Ada AC-­nya! Jadi kalau udara di luar
sangat panas, Bapak hanya perlu menekan tombol ini dan memutarnya
ke angka 22 derajat Celcius, maka udara di dalam akan tetap sejuk
sekalipun di luar panas menyengat.”
Kita juga memberi tahu, “Land Rover ini juga ada pemanasnya.
Jadi, kalau udara di luar sedang dingin, tekan tombol ini dan putar ke
angka 24 derajat Celcius, dan Bapak pun akan hangat dan nyaman di
dalam meskipun di luar dingin menggigilkan.
“Kami juga memasang Radio Satelit XM di Land Rover ini. Bapak
tahu apa gunanya? Bapak dapat mendengar siaran langsung dari
seluruh dunia saat bapak berada di dalam kendaraan ini.” Anda
memutar siaran langsung dari BBC Inggris—kepala suku tercengang.
“Masih ada lagi, Pak,” lanjut Anda. “Kami juga memasang
pemutar DVD di Land Rover ini.” Kita mengambil beberapa DVD. Kita
memasukkan salah satu keping, menekan tombol Play, dan kepala suku
itu tercengang ketika ia melihat layar indah berwarna memancarkan
ÀOP
“Dan masih ada lagi! Land Rover ini juga memiliki pemutar CD.”
Kami memasukkan CD penyembahan, dan kepala suku terperangah
saat kendaraan itu dipenuhi dengan musik penyembahan yang indah.
Kami berdua keluar dari Land Rover, dan kepala suku bertanya,
“Apa yang harus kami berikan untuk mendapatkan hadiah yang luar
biasa ini?”
“Tidak, bapak tidak perlu memberikan apa-­apa,” kami
menenteramkannya. “Bapak tidak mungkin dapat membeli kendaraan
ini dari kami. Ini pemberian cuma-­cuma kami untuk bapak dan suku
bapak. Kami mengasihi kalian semua!”
Kepala suku dan sukunya sangat berterima kasih. Kami pergi.
Namun beberapa bulan kemudian, kami mendapati bahwa suku itu
masih berjalan empat mil bolak-­balik setiap hari untuk mendapatkan
air. Mereka masih harus berjalan bermil-­mil ke tempat perburuan
dan membawa buruan mereka yang berat kembali ke perkemahan,
dan mereka masih berjalan tiga puluh lima mil untuk mendapatkan
7DN.HQDO0HQ\HUDK
kebutuhan harian di desa terdekat. Mengapa? Karena kita lupa memberi
WDKXPHUHNDEDKZDGHÀQLVLIXQJVLRQDOXWDPD/DQG5RYHULWXDGDODK
alat transportasi. Kita menunjukkan segala sesuatu kepada kepala suku
itu kecuali satu hal yang paling penting: Land Rover ini akan membawa
Anda ke mana saja dan mengangkut beban Anda.
Seperti itu juga, banyak pemimpin Kristen luma memberi tahu
RUDQJ.ULVWHQGL%DUDWEDKZDGHÀQLVLIXQJVLRQDOXWDPDDQXJHUDK$OODK
adalah pelimpahan kuasa-­Nya.
DEFINISI FUNGSIONAL UTAMA
$QGDPXQJNLQPHQDQWDQJVD\D´'HÀQLVLIXQJVLRQDOXWDPDDQXJHUDK
adalah pelimpahan kuasa Allah? Bagaimana Anda dapat menyimpulkan
demikian?”
Baru-­baru ini saya sedang berdoa, saya merasa Tuhan mengajukan
pertanyaan yang menggelitik: Nak, bagaimana aku memperkenalkan
anugerah di dalam kitab-­Ku, Perjanjian Baru? Karena saya sudah
menulis lebih dari selusin buku, pertanyaan itu sangat berarti bagi
saya. Setiap kali saya memperkenalkan suatu istilah baru dalam sebuah
buku, istilah yang mungkin masih asing bagi kebanyakan pembaca, saya
DNDQPHQMHODVNDQGHÀQLVLXWDPDQ\D1DQWLQ\DVD\DELVDPHQMHODVNDQ
GHÀQLVLVHNXQGHUQ\DWHWDSLVDQJDWSHQWLQJXQWXNPHPEHULNDQGDIWDU
GHÀQLVLXWDPDVHMDNDZDO
Sebagai contoh, seandainya saya menulis surat kepada kepala suku
itu untuk menjelaskan tentang Land Rover itu kepadanya, saya akan
menyatakan dalam paragraf pertama,
Pak kepala suku, kami memberikan kepada Anda sebuah Land Rover
baru. Fungsi utamanya adalah alat transportasi. Sekarang rakyat
bapak tidak perlu lagi mengangkut air yang berat di punggung mereka
sejauh bermil-­mil setiap hari;; seorang warga suku dapat mengendarai
mobil ini ke sana dan mengangkut air yang diperlukan. Rakyat bapak
juga tidak perlu lagi mengangkut sejuah bermil-­mil daging binatang
buruan;; seorang warga dapat mengendarai mobil ke tempat perburuan
dan mengangkut daging buruan yang ada. Lebih jauh lagi, rakyat
bapak tidak perlu berjalan tiga puluh lima mil untuk mendapatkan
barang-­barang kebutuhan harian dari desa terdekat;; berkendaraan
ke sana dan mengangkut barang-­barang itu hanya perlu waktu
sepersepuluh dari biasanya.
6XPEHU.XDVD
Sangat penting menjelaskan tujuan utama Land Rover itu sejak awal
karena kepala suku dan rakyatnya belum pernah melihat kendaraan
seperti itu.
Baru kemudian di paragraf kedua surat itu, saya dapat menjelaskan
kepadanya tentang AC dan pemanas. Saya dapat menggunakan
paragraf ketiga untuk menjelaskan Radio Satelit XM, dan paragraf
keempat untuk pemutar DVD dan CD. Kemudian saya menutup surat
itu dengan menyatakan bahwa kendaraan itu adalah sebuah hadiah.
1DPXQVD\DDNDQPHQMHODVNDQNHSDGDQ\DGHÀQLVLIXQJVLRQDOXWDPD
kendaraan itu di paragraf pertama.
Dengan pengertian itu, mari kembali pada pertanyaan Tuhan pada
saya: Bagaimana aku memperkenalkan anugerah di dalam kitab-­Ku,
Perjanjian Baru?
Saya menjawab, “Aku tidak tahu.” Saya menghidupkan komputer,
membuka konkordansi Alkitab, dan menemukan bagaimana Allah
memperkenalkan anugerah dalam Perjanjian Baru. Dia melakukannya
dalam Yohanes 1:16: “Karena dari kepenuhan-­Nya [Yesus] kita semua
telah menerima anugerah demi anugerah.”
Perhatikan bahwa Yohanes menulis “anugerah demi anugerah.”
Saya memiliki sahabat orang Yunani yang tinggal di Atena. Ia hamba
Tuhan yang bukan hanya dapat berbahasa Yunani sebagai bahasa
utamanya, namun juga mempelajari bahasa Yunani kuno. Ia orang
yang saya andalkan jika saya ada pertanyaan tentang bahasa Yunani.
Ia menuturkan pada saya bahwa di ayat ini, Yohanes sebenarnya
menyatakan bahwa Allah telah memberikan kepada kita “kelimpahan
anugerah yang paling kaya.” Dengan kata lain, rasul Yohanes
menyatakan bahwa anugerah mengalir secara berlimpah-­limpah
untuk memberikan kepada kita kepenuhan Yesus Kristus! Anda
memahaminya? Kepenuhan Yesus Kristus sendiri! Itu berbicara tentang
kemampuan dan kekuasaan.
Saya ingin memastikan Anda memahami benar apa yang
disampaikan di sini. Misalkan saya mendekati seorang pemain tenis
yang biasa-­biasa saja. Ia hanya pemain kelas tiga di klub setempat. Saya
berkata kepadanya, “Kami sekarang punya sarana ilmiah yang dapat
memberikan kepadamu kepenuhan—kemampuan penuh—Roger
Federer.” (Jika Anda bukan penggemar tenis profesional, Federer
adalah salah satu pemain tenis terhebat dalam sejarah.) Menurut
Anda, bagaimana kiranya tanggapan pemain kelas tiga ini? Ia akan
berkata, “Luar biasa! Berikan itu kepadaku sekarang juga! Apa yang
7DN.HQDO0HQ\HUDK
perlu kita lakukan?” Dan begitu kita memberinya kepenuhan Roger
Federer, apa yang terjadi? Tebak saja: Ia akan memenangkan kejuaraan
NOXEQ\D NHPXGLDQ PHQJLNXWL EDEDN NXDOLÀNDVL $6 7HUEXND GDQ
memenangkannya, kemudian memenangkan pula beberapa turnamen
Wimbledon.
Misalkan saya mendekati mahasiswa arsitektur tahun pertama
sebuah universitas negeri. Saya berkata, “Kami sekarang punya sarana
ilmiah yang dapat memberikan kepadamu kepenuhan—kemampuan
penuh—Frank Lloyd Wright.” Menurut Anda, bagaimana kiranya
tanggapan mahasiswa ini? Ia akan berseru, “Wow, ayo kenakan padaku
sekarang juga!”
Dan begitu kami melakukannya, apa yang akan dilakukan
mahasiswa ini? Ia akan meninggalkan kuliahnya dan memulai
kariernya dan meraih berbagai penghargaan.
Satu contoh lagi untuk memperjelas pengertian Anda. Misalkan
saya mendekati seorang pengusaha yang sedang bergumul dan
berkata, “Kami sekarang punya sarana ilmiah yang dapat memberikan
kepadamu kepenuhan—kemampuan penuh—Bill Gates.” Menurut
Anda, bagaimana kiranya tanggapan pengusaha ini? Ia akan berteriak,
“Aku mau itu! Lakukanlah!” Apakah yang akan dilakukannya setelah
menerima kemampuan penuh Bill Gates? Ia akan mulai memikirkan
cara-­cara merancang produk baru dan melakukan investasi bisnis yang
tak terpikirkan olehnya sebelumnya.
Nah, anugerah bukan memberikan kepada kita kepenuhan Roger
Federer, Frank Lloyd Wright, atau Bill Gates. Itu anugerah yang
terlampau kecil. Tidak, anugerah Allah memberikan kepada kita
kepenuhan Yesus Kristus sendiri! Anda memahaminya? Kemampuan
yang luar biasa! Kekuasaan yang luar biasa!
Jadi, Allah tidak memperkenalkan anugerah di dalam Perjanjian
Baru sebagai pemberian yang cuma-­cuma, meskipun saya bersyukur
selama-­lamanya karena anugerah itu
pemberian-­Nya yang cuma-­cuma.
Dia juga tidak memperkenalkannya
anugerah Allah sebagai penghapusan dosa, meskipun
memberikan kepada kita saya juga bersyukur selama-­lamanya
kepenuhan Yesus Kristus karena
anugerah-­Nya
sungguh-­
sendiri!
sungguh
menghapuskan
dosa
kita. Tidak, Dia memperkenalkan
anugerah sebagai pelimpahan kuasa
6XPEHU.XDVD
yang memberikan kepada kita kepenuhan Yesus Kristus.
Seperti telah disingguh dalam bab terdahulu, Petrus menulis
bahwa anugerah Allah menjadikan kita “mengambil bagian dalam
kodrat ilahi” (2 Petrus 1:2-­4). Kata kodrat mengacu pada kualitas atau
karakteristik pokok seseorang. Karena itu, anugerah Allah secara cuma-­
cuma memberikan kepada kita kepenuhan kualitas dan karakteristik
pokok Yesus sendiri! Dan itulah sebabnya Yohanes berkata, “Sama
seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini” (1 Yohanes 4:17). Anda
memahami betapa dahsyatnya perkataan ini?
Perkataan ini menggarisbawahi pelimpahan kuasa dan potensi
kita untuk memerintah di dalam hidup ini! Anugerah Allah telah
menciptakan kita kembali sehingga menjadi persis sama dengan Yesus;;
anugerah memampukan kita untuk hidup sebagaimana Dia hidup.
Kita sungguh-­sungguh berada di dalam Kristus. Kita adalah anggota
tubuh-­Nya. Kita adalah Kristus di muka bumi ini. Kita orang Kristen.
Dan itulah sebabnya Yohanes dengan berani menulis, “Siapa yang
mengatakan bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti
Kristus telah hidup” (1 Yohanes 2:6).
Biarkanlah perkataan tersebut tertanam dengan kuat di dalam
hati Anda: kita harus hidup sebagaimana Yesus hidup di dunia ini. Ini
bukan saran yang Alkitabiah;; ini perintah yang Alkitabiah!
4
bagaimana hidup yesus
Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia,
ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup.
1 Yohanes 2:6
J
ika kita harus hidup sama seperti Yesus telah hidup, kita harus
bertanya, “Bagaimana dulu Dia hidup?”
Pertama, Dia hidup dalam kesalehan dan kemurnian
yang menakjubkan. Hawa nafsu dunia ini tidak menguasai-­Nya;; Dia
yang menguasai keinginan yang tidak wajar dan tidak saleh. Begitu
juga, rasul Paulus menjelaskan kepada kita cara yang berkenan untuk
melayani Allah:
Marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani
dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan
kita dalam takut akan Allah. (2 Korintus 7:1)
Anda memperhatikan kata-­kata “menyucikan diri kita”? Sungguh
menarik, ia tidak berkata “Allah akan menyucikan engkau.” Mari saya
jelaskan. Darah Yesus menyucikan kita dari segala dosa—itu manfaat
penebusan. Akan tetapi, rasul Paulus berbicara tentang pengudusan
kita di sini;; dengan kata lain, mengamalkan apa yang sudah dikerjakan
secara cuma-­cuma bagi kita. Secara sederhana, ini berkaitan dengan cara
hidup dan perilaku yang sepatutnya bagi kita sebagai orang percaya. Ia
berbicara tentang transformasi lahiriah yang semestinya terjadi sebagai
buah dari penebusan kita.
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Anda juga memperhatikan kata semua dalam ayat itu? Kita tidak
diperintahkan untuk menyucikan diri kita dari beberapa atau bahkan
sebagian besar pencemaran jasmani dan rohani, melainkan dari semua
pencemaran. Kita diharapkan untuk menyucikan diri kita sehingga
kekudusan kita menjadi sempurna. Petrus meneguhkan hal ini
dengan menulis, “Hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh
hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu”
(1 Petrus 1:15). Jika kita menanggapi perkataan ini secara serius dan
tidak menyepelekannya (seperti dilakukan dan diajarkan beberapa
orang), maka cara yang berkenan untuk melayani Allah adalah dengan
hidup sama salehnya dengan hidup Yesus. Bagaimana kita dapat
melakukannya? Melalui anugerah Allah.
Saya akan menjelaskannya dengan ilustrasi. Ketika saya murid
SMA, saya pendosa yang sangat efektif. Apa artinya? Yah, saya punya
kodrat untuk berdosa, dan saya melakukannya dengan amat efektif.
Pada awal masa remaja, ayah saya mengajak adik saya dan saya ke
ELRVNRSGLNRWD\DQJPHPXWDUÀOPEHUMXGXO7KH7HQ&RPPDQGPHQWV
dengan bintang Charlton Heston. Di kota saya yang berpenduduk tiga
ULEXRUDQJELRVNRSWLGDNPHPXWDUOLPDEHODVÀOPVHFDUDVHUHQWDNÀOP
diputar satu per satu. Kami saat itu tidak memiliki Xbox atau game Wii
atau TV besar berlayar datar atau berbagai bentuk media yang telah ada
sekarang—hanya TV berwarna berlayar kecil yang masih kuno. Jadi,
MLNDDGDRUDQJ\DQJPHQDZDUNDQXQWXNPHQUDNWLUVD\DPHQRQWRQÀOP
apa pun di layar lebar, saya menyambutnya dengan penuh semangat.
Saya langsung mau.
.DPL GXGXN GL ELRVNRS PHQRQWRQ ÀOP LQL GDQ WLEDWLED PXQFXO
adegan ketika bumi terbelah dan menelan Datan dan kawan-­kawannya
yang jahat yang melawan Musa. Mereka ditelan hidup-­hidup,
langsung ke neraka. Sebagai pendosa sangat efektif yang menyaksikan
adegan itu di layar lebar, saya mulai bertobat seperti orang gila. Saya
mulai mengingat perilaku saya yang jahat dan penuh nafsu satu per
satu, meminta pengampunan, dan berjanji kepada Allah tidak akan
melakukannya lagi. Saya benar-­benar berubah ketika meninggalkan
bioskop itu! Namun perubahan itu hanya berlangsung satu minggu,
dan kemudian saya kembali melakukan berbagai tindakan berdosa.
Mengapa? Saya memang bertobat, tapi tanpa anugerah.
Sekian tahun kemudian di kampus, salah satu teman seasrama
menyampaikan Empat Hukum Rohani dari Campus Crusade (di
Indonesia bernama Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia—
penerj.). Setelah membaca hukum keempat, saya menerima Yesus
%DJDLPDQD+LGXS<HVXV
Kristus sebagai Tuhan saya, dan Dia menjadi Juruselamat saya. Pada
saat itu saya menjadi anak Allah. Namun nyatanya, saya masih terus
hidup secara berdoa seperti sebelum saya menerima Kristus. Hal ini
terjadi karena saya tidak mendapatkan pengajaran dan pengetahuan
Alkitab sehingga saya tidak mengetahui kuasa yang tersedia bagi saya.
Beberapa tahun berlalu. Suatu ketika sebuah ayat, yang sebenarnya
sudah saya baca berulang-­ulang, seakan-­akan melompat dari halaman
Kitab Suci: “Kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang
pun akan melihat Tuhan” (Ibrani 12:14). Perkataan ini menghantam
saya seperti runtuhan batu bata. Wow, pikir saya, aku ingin melihat
Allah, dan ayat ini mengatakan untuk dapat melihat Allah aku harus
hidup secara kudus! Sayangnya, saya belum juga memiliki sikap
yang benar: saya menjadi seorang legalis. Saya mulai menghardik
orang-­orang di sekitar saya dengan penalaran yang legalistik. Saya
memerintahkan mereka untuk “hidup kudus,” tetapi saya tidak mampu
memberdayakan mereka untuk melakukannya. Saya masih melandasi
kehidupan yang kudus dengan kemampuan dan kemauan manusia,
bukan kuasa Allah yang memberdayakan. Saya membuat istri saya,
teman-­teman, dan setiap orang yang dekat dengan saya menjadi sangat
tidak nyaman.
Beberapa waktu kemudian, Tuhan berbicara kepada saya ketika
saya sedang berdoa: Nak, kekudusan itu bukan perbuatan dagingmu;;
itu buah dari anugerah-­Ku. Itu dia! Itulah yang terlewatkan selama
ini. Saya pun memahami bahwa anugerah adalah hadirat Allah dalam
hidup saya yang memberdayakan dan memberi saya kemampuan untuk
melakukan apa yang tidak mungkin saya lakukan dengan kemampuan
saya sendiri: menyucikan diri sendiri dari semua pencemaran jasmani
dan rohani dan menyempurnakan kekudusan saya. Inilah cara yang
berkenan untuk melayani Allah. Itulah sebabnya penulis kitab Ibrani
selanjutnya berkata:
Marilah kita menerima anugerah untuk beribadah kepada
Allah menurut cara yang berkenan kepada-­Nya. (Ibrani 12:28,
KJV)
Anugerah memampukan kita untuk melayani Allah menurut cara
yang berkenan kepada-­Nya;; memampukan kita untuk menyucikan
diri kita dari pencemaran yang tidak mungkin kita atasi dengan
kemampuan kita sendiri.
Menurut
survei
nasional
yang
kami
periksa,
kita
dapat
7DN.HQDO0HQ\HUDK
menyimpulkan bahwa 98 persen orang Kristen di A.S. berusaha untuk
menjalani kehidupan yang saleh dengan kemampuan mereka sendiri!
Hanya 2 persen yang tahu bahwa anugerah adalah pelimpahan kuasa
Allah, sedangkan 98 persen sisanya tidak mengambil bagian dalam
pelimpahan kuasa ini karena mereka tidak menyadari keberadaannya.
Kita menerima dari Allah melalui iman, dan Anda tidak dapat beriman
kepada sesuatu yang tidak Anda ketahui. Seperti dinyatakan Paulus,
“Bagaimana orang dapat percaya kepada Dia yang belum pernah
mereka dengar?” (Roma 10:14). Kita hanya dapat memanfaatkan apa
yang kita ketahui dan yang kita miliki.
Kembali ke contoh suku di Afrika itu. Jika suku itu tidak tahu
bahwa fungsi utama Land Rover adalah alat transportasi, mereka tidak
akan mengendarainya. Mereka akan melompat-­lompat di dalamnya
dan menikmati AC, pemanca, pemutar DVD, radio, dan pemutar CD,
namun mereka tidak akan berpikir untuk mengendarainya.
Suatu ketika saya membeli kamera yang sangat bagus. Saya membuka
kemasannya, mengeluarkan kameranya, dan segera melakukan
apa yang selalu saya lakukan dengan kamera-­kamera sebelumnya:
mengarahkannya ke obyek tertentu dan memotret sekehendak hati
saya. Jujur saja, saya rasa itu yang dilakukan kebanyakan orang ketika
membeli kamera.
Setelah beberapa tahun memiliki kamera yang sangat bagus
itu, suatu hari saya menjadi penasaran kenapa teman kenapa teman
saya bisa membuat foto-­foto suasana waktu malam, lanskap, obyek
bergerak, dan close-­up yang menawan. Saya mengeluarkan buku
SHJDQJDQSHPLOLNGDQPXODLEHODMDUPHQJJXQDNDQVHOXUXKÀWXU\DQJ
tersedia dalam kamera saya. Segera saja saya mulai menghasilkan foto-­
foto yang jauh lebih baik! Selama ini saya tidak tahu akan apa yang
saya miliki, dan karena itu tidak dapat menikmati manfaatnya.
Hal itu juga berlaku bagi 98% orang percaya yang tidak beruntung
itu. Mereka belum menyimak Buku Pegangan Kehidupan, Alkitab,
untuk menemukan apa yang disediakan anugerah bagi mereka. Mereka
hanya meniru apa yang mereka lihat dicontohkan dan diajarkan
sebagian besar orang. Mereka tidak tahu potensi yang mereka miliki
dan hidup dalam keterbatasan.
Apakah yang terjadi jika kita berusaha menjalani kehidupan yang
kudus dengan kemampuan kita sendiri?
Salah satu dari dua kemungkinan: kita bisa menjadi kaum legalis
\DQJ PXQDÀN EHUELFDUD VHFDUD NHUDV WHQWDQJ PRUDOLWDV QDPXQ GL
%DJDLPDQD+LGXS<HVXV
dalam hati dan secara diam-­diam hidup secara berlawanan), atau
kita terus hidup secara sembrono namun berpegang teguh pada
kepercayaan yang tidak alkitabiah bahwa “anugerah menutupi segala
dosa yang masih terus kulakukan.” Kita pun memandang “hidup sama
seperti Yesus” sebagai tujuan yang bagus, namun tidak realistis.
Dengan pola pikir ini, beberapa orang percaya dan mengajar
mengembangkan doktrin yang gila: “penebusan Yesus Kristus
menjadikan kita anak-­anak Allah;; akan tetapi, kita semua masih orang
berdosa, terikat pada sifat manusiawi kita.” Kita secara keliru mengira
bahwa kita tetap harus hidup sama saja dengan umat manusia yang
terhilang, dan perilaku kita yang tidak saleh dan penuh hawa nafsu
dimaafkan dan ditutupi. Hal ini membuahkan rasa damai sejahtera
yang palsu.
Dan itu sama sekali bukan ajaran injil dalam Perjanjian Baru.
Kabar baiknya adalah, Yesus bukan hanya membayar harga untuk
membebaskan kita dari hukuman dosa, tetapi Dia juga sudah membayar
harga untuk membebaskan kita dari kuasa dosa! Paulus menegaskan
hal ini, “Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu
tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia”
(Roma 6:14). Hukum Taurat hanya dapat menahan orang. Anugerah,
sebaliknya, adalah pelimpahan kuasa yang memampukan kita untuk
membebaskan diri dari belenggu yang tidak mungkin kita atasi dengan
kemampuan kita sendiri—dosa. Itulah sebabnya Paulus menasihati
orang Kristen di Korintus, “Kami menasihatkan kamu, supaya kamu
jangan menyia-­nyiakan anugerah Allah yang telah kamu terima” (2
Korintus 6:1).
Paulus tidak berbicara tentang menyia-­nyiakan anugerah
seperti yang diajarkan di banyak gereja Barat. Anugerah yang
mereka maksudkan kira-­kira seperti ini: “Aku tahu aku hidup tidak
sebagaimana mestinya, namun tidak apa-­apa karena aku sudah selamat
dan dilindungi oleh anugerah Allah.” Dalam banyak kasus, sikap itu
berkembang semakin parah;; orang percaya lalu berpikir atau berkata,
“Aku bisa melakukan apa pun yang aku inginkan karena keselamatanku
bukan berdasarkan perbuatanku, melainkan berdasarkan apa yang
dilakukan Yesus bagiku. Aku dilindungi oleh anugerah.” Jadi, sama
sekali tidak ada keyakinan untuk menjalani kehidupan dengan saleh.
Dapatkah kita menyia-­nyiakan anugerah ini? Realitasnya, tidak dapat.
Pola pikir ini menggambarkan secara buruk tujuan dan kuasa anugerah
Allah.
Akan tetapi, ketika kita memahami bahwa anugerah adalah hadirat
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Allah yang penuh kuasa, yang memampukan kita untuk melakukan
sesuatu melampaui kemampuan kita—menyucikan diri kita dari semua
pencemaran jasmani dan rohani dan menyempurnakan kekudusan
kita—barulah kita dapat mengerti bagaimana kita dapat menyia-­
nyiakannya.
Katakanlah sepuluh tahun kemudian kita pergi dan memeriksa
suku kecil di Afrika itu. Kita pergi ke tempat kita menyerahkan Land
Rover itu, dan sungguh aneh, kendaraan itu masih terparkir persis
di tempat yang sama. Debu dan kotoran menutupinya, dan rumput
bertumbuhan di sekitarnya. Kita membuka paksa pintunya, dan setelah
memeriksanya, kita mendapati bahwa odometernya masih menunjuk
ke angka yang sama, persis seperti ketika kita menyerahkannya satu
dekade lalu. Bukankah kita akan berkata satu sama lain, “Mereka
menyia-­nyiakan hadiah yang kita berikan kepada mereka sepuluh
tahun lalu!”?
Suku ini mungkin sudah menulis lagu-­lagu tentang “hadiah cuma-­
cuma” Land Rover itu atau bahkan menyampaikan kepada satu sama
lain kabar yang menyenangkan tentang hal itu. Mereka mungkin bahkan
masuk ke dalam kendaraan itu ketika hujan turun dan menuliskan lagu
dan mengajarkan pesan yang memikat tentang bagaimana mereka
terlindungi oleh kendaraan itu. Namun faktanya tetap saja, mereka
tidak pernah mengendarainya. Mereka menyia-­nyiakan hadiah itu!
Demikian pula, Paulus tidak menginginkan Anda atau saya
melewatkan berkat dan manfaat utama dari anugerah Allah yang
dahsyat itu:
Kami menasihatkan kamu, supaya kamu jangan menyia-­
nyiakan anugerah Allah yang telah kamu terima.... karena kita
sekarang memiliki janji-­janji itu, marilah kita menyucikan diri
kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan
demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan
Allah. (2 Korintus 6:1, 7:1)
Apakah pernyataan itu masih kurang jelas? Pertanyaan saya
adalah, Mengapa hal ini tidak diajarkan dan ditegaskan secara lebih
jelas di gereja-­gereja kita?
%DJDLPDQD+LGXS<HVXV
YESUS MEMENUHI KEBUTUHAN UMAT MANUSIA
Di bagian awal bab ini, kita melihat perintah alkitabiah bahwa “Siapa
yang mengatakan bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama
seperti Kristus telah hidup,” seperti ditulis Yohanes dalam surat
pertamanya (ayat 2:6). Perhatikan kata wajib. Seperti telah kita bahas
sebelumnya, ayat ini bukanlah suatu saran, melainkan suatu perintah.
Allah mengharapkan kita hidup sama seperti Yesus telah hidup. Jadi
kita perlu bertanya lebih lanjut, Bagaimana lagi Yesus hidup?
Dalam Injil kita membaca dengan jelas bahwa Yesus memenuhi
kebutuhan umat manusia. Dia menyembuhkan orang sakit, menahirkan
yang kusta, membebaskan orang dari perhambaan dosa, mencelikkan
mata yang buta, membuka telinga yang tuli, membuat orang bisu
berbicara dan orang lumpuh berjalan, melipatgandakan makanan untuk
memberi makan orang yang lapar, dan bahkan membangkitkan orang
mati. Kemudian Dia memberi kita tugas, “Sama seperti Bapa mengutus
Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu” (Yohanes 20:21).
Bagaimana kita dapat melakukan hal-­hal itu? Melalui karunia
cuma-­cuma anugerah Allah! Alkitab mencatat kehidupa jemaat mula-­
mula, “Dengan kuasa yang besar rasul-­rasul memberi kesaksian tentang
kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam anugerah
yang melimpah-­limpah” (Kisah Para Rasul 4:33).
Mengapa Allah mengaitkan kuasa yang besar dengan anugerah
yang melimpah-­limpah? Karena anugerah itu kuasa Allah!
Anda mungkin berpikir, Wah, John, ini berbicara tentang para rasul,
dan aku bukan rasul atau gembala. Kalau begitu saya akan bercerita
tentang orang “biasa.” Jemaat di Yerusalem memiliki restoran, dan
salah satu pelayannya bernama Stefanus. Ia bukan rasul, nabi, penginjil,
gembala, atau pengajar. Tidak, ia hanya melayani para perempuan
lanjut usia. Namun Alkitab menyatakan, “Stefanus, yang penuh dengan
anugerah dan kuasa, mengadakan mukjizat-­mukjizat dan tanda-­tanda
di antara orang banyak” (Kisah Para Rasul 6:8). Bagaimana ia dapat
mengadakan mukjizat yang mengagumkan jika ia bukan rasul atau
gembala? Melalui kuasa anugerah Allah! Dia melakukan apa yang
Yesus lakukan, memenuhi kebutuhan umat manusia melalui kuasa
karunia anugerah yang diberikan secara cuma-­cuma.
Karunia yang cuma-­cuma ini juga tersedia bagi setiap orang
percaya. Karunia itu milik Anda dan milik saya. Karena itulah, Yesus
memerintahkan kita: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil
7DN.HQDO0HQ\HUDK
kepada segala makhluk.... Tanda-­tanda ini akan menyertai orang-­
orang yang percaya.... mereka akan meletakkan tangannya atas orang
sakit, dan orang itu akan sembuh” (Markus 16:15, 17-­18). Yesus tidak
berkata, “Hanya para rasul yang akan diberi kuasa [anugerah] untuk
mengadakan mukjizat,” dan Dia tidak berkata, “Hanya para rasul
yang akan diberi kuasa [anugerah] untuk menjadi anak-­anak Allah.”
Tidak, Firman Allah dengan jelas menyatakan, “Namun semua orang
yang menerima-­Nya diberi-­Nya kuasa supaya menjadi anak-­anak
Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-­Nya” (Yohanes 1:12).
Kita tidak bermasalah untuk memercayai hal ini, bukan? Nah, Alkitab
juga mengatakan, “Orang percaya [bukan hanya para rasul] akan
diberi kuasa [karunia anugerah yang cuma-­cuma] untuk mengadakan
mukjizat” sehingga kita dapat hidup sama seperti Yesus telah hidup!
Dalam kuasa Allah, kita dapat berkuasa atas penyakit, kelemahan, dan
berbagai penderitaan lain yang mungkin menimpa orang yang kita
kasihi.
HIKMAT, PENGERTIAN, WAWASAN,
KECERDASAN, KREATIVITAS
Bagaimana lagi Yesus hidup? Dia hidup dalam hikmat, pengertian,
wawasan, kecerdasan, dan kreativitas yang menakjubkan. Hikmat-­Nya
membuat orang yang berpendidikan tinggi pun tercengang-­cengang.
Dari manakah hikmat-­Nya berasal?
Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat,
dan anugerah Allah ada pada-­Nya. (Lukas 2:40)
Anugerah menjadikan Yesus memiliki hikmat yang luar biasa.
Yang memunculkan pertanyaan yang bagus. Jika (seperti yang
diajarkan banyak orang Kristen) anugerah Allah hanya berguna untuk
pengampunan dosa dan tiket masuk ke surga, lalu kenapa Yesus
memerlukan anugerah? Dia tidak pernah berbuat dosa, maka Dia
tidak memerlukan pengampunan sama sekali. Yah, kita tahu bahwa
meskipun Yesus adalah Anak Allah, Dia dilahirkan dan hidup di muka
bumi ini sebagai manusia. Dia menanggalkan segala keilahian-­Nya
sebagai Allah (lihat Filipi 2:7). Karena itu, Dia memerlukan pelimpahan
kuasa melalui anugerah untuk berjalan dalam hikmat, pengertian,
%DJDLPDQD+LGXS<HVXV
wawasan, kecerdasan, dan kreativitas yang begitu melekat dengan
karakter-­Nya.
Saya menyukai kreativitas hikmat, kecerdasan, dan kebijaksanaan-­
1\D +LNPDW1\D VHFDUD KDUÀDK PHQ\HODPDWNDQ Q\DZD VHRUDQJ
perempuan. Yohanes pasal 8 menceritakan beberapa pemuka
agama yang fanatik menangkap basah seorang perempuan yang
sedang berzinah. Mereka menyeretnya ke alun-­alun bait Allah dan
mengempaskannya di depan Yesus. (Saya ingin tahu mengapa mereka
tidak melakukan hal yang sama pada laki-­laki yang berzina dengannya.)
Mereka bertanya, “Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita
untuk melempari perempuan-­perempuan yang demikian dengan batu.
Bagaimana pendapat-­Mu tentang hal itu?”
Dalam konfrontasi semacam itu, diperlukan hikmat yang kreatif.
Yesus membungkuk dan mulai menulis dengan jari-­Nya di tanah.
(Menurut saya, Dia menulis daftar nama kekasih rahasia para pemuka
agama tersebut. Mungkin ia menulis Hannah, Rachel, Isabel.) Ketika
para pemimpin itu terus mendesak-­Nya dengan pertanyaan, Tuhan
mengangkat wajah-­Nya dan berkata, “Baiklah, bung, barangsiapa di
antara kalian yang belum pernah berbuat dosa, hendaklah ia yang
pertama kali melemparkan batu kepada perempuan ini.” Lalu Dia
kembali menulis di tanah.
Saya suka membayangkan bahwa para pemimpin agama yang
sok suci ini melihat nama perempuan-­perempuan kekasih gelap
mereka itu. Entah karena alasan ini entah karena Yesus melontarkan
ultimatum yang sangat meyakinkan, mereka semua menjatuhkan batu
yang mereka pegang dan segera meninggalkan tempat itu. Alkitab
mengatakan, “Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah
mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua” (Yohanes 8:9).
Yesus tinggal seorang diri dengan perempuan itu.
Lalu Dia berdiri dan menanyai perempuan itu, “Di manakah
mereka? Tidak adakah seorang pun yang menghukum engkau?”
Perempuan itu menyatakan bahwa semua pendakwanya telah pergi.
Lalu kata Yesus, “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan
mulai sekarang, jangan berbuat dosa lagi” (ay. 10-­11).
Hikmat dan kreativitas-­Nya menyelamatkan nyawa perempuan itu.
Perhatikan bahwa Yesus tidak menghukumnya. Dialah satu-­satunya
orang yang tanpa dosa, namun Dia memilih berbelas kasihan. Dia
tidak menimpakan hukuman yang selayaknya menurut hukum Taurat.
Akan tetapi, Dia berkata, “Pergilah, dan mulai sekarang, jangan berbuat
7DN.HQDO0HQ\HUDK
dosa lagi.” Sekarang anugerahlah yang berbicara, karena anugerah
memberikan kepada kita apa yang tidak layak kita terima, sedangkan
belas kasihan tidak memberikan kepada kita apa yang selayaknya kita
terima. Belas kasihan tidak menghukumnya, namun anugerah Allah
memampukannya untuk tidak kembali ke dalam perangkap maut
perzinahan.
Anugerah Allah pada Yesus memberi-­Nya hikmat untuk
membebaskan perempuan itu dari penghakiman para pemuka
DJDPD \DQJ PXQDÀN $QXJHUDK MXJD PHPDPSXNDQ SHUHPSXDQ LWX
untuk hidup bebas dari perzinahan. Betapa dahsyatnya kuasa yang
terkandung di dalam anugerah!
Dalam kesempatan lain, Yesus berada di dekat pantai Danau
Galilea ketika sekelompok nelayan baru saja mengalami hari yang
buruk sepanjang sejarah mereka. Mereka tidak berhasil menangkap
seekor ikan pun sepanjang hari. Bagaimana seandainya Anda memiliki
toko retail besar dan tidak ada pembelian satu pun sepanjang hari?
Tak ayal itu merupakan hari terburuk sepanjang sejarah Anda. Tetapi
satu ucapan hikmat yang kreatif dari Yesus mengubahnya menjadi
hari paling sukses sepanjang karier
bisnis mereka! Yesus bukan nelayan;;
Dia tukang kayu—tapi Dia punya
anugerah! Sungguh hikmat dan kuasa
Betapa dahsyatnya yang dahsyat!
kuasa yang terkandung Dalam kesempatan lain, Yesus
di dalam anugerah
tahu tempat menemukan seekor
keledai karena Dia memiliki hikmat
anugerah. Dia bahkan tidak perlu
memeriksa di Craigslist atau eBay. Dia
tahu bagaimana cara membayar pajak-­Nya tanpa harus pergi ke kantor
pajak—Dia menyuruh Petrus untuk menangkap ikan dan ketika ia
membuka mulut ikan itu, ia menemukan keping uang yang pas untuk
membayar pajak. Hal itu terjadi karena anugerah mengungkapkannya.
Wawasan yang Yesus miliki sungguh menakjubkan. Dia tahu
ada roh jahat bekerja di tengah para pengikut-­Nya sebelum Iblis
memanifestasikan kejahatannya melalui Yudas. Dia tahu Natanael
adalah orang yang tanpa kepalsuan bahkan sebelum mereka bertemu.
%DJDLPDQD+LGXS<HVXV
MENGUBAH MASYARAKAT
Pada hakikatnya, anugerah Allah dalam kehidupan Yesus memberi-­
Nya kemampuan untuk mengubah masyarakat tempat-­Nya berada.
Dia hadir dalam pesta pernikahan di Kana. Pernikahan bukanlah acara
sederhana;; seluruh desa akan berpartisipasi. Pernikahan ini nyaris
berantakan karena tuan rumah belum-­belum sudah akan kehabisan
anggur. Dapatkah Anda membayangkan rasa malu yang akan
ditanggung oleh kedua keluarga selama bertahun-­tahun yang akan
datang? Namun satu perjumpaan dengan anugerah Allah di dalam
Yesus, dan pernikahan itu pun menjadi suatu pernikahan yang amat
cemerlang.
Di tempat lain yang disebut Nain, pemerintah harus memelihara
seorang janda yang baru saja kehilangan anak tunggalnya. Sepanjang
sisa hidupnya negara harus menyediakan makanan, pakaian, dan
papan perlindungan dari uang para pembayar pajak. Akan tetapi,
satu perjumpaan dengan anugerah Allah di dalam Yesus, dan negara
pun tidak perlu lagi memberinya uang. Martabat perempuan itu juga
dipulihkan dan keturunannya dapat berlanjut (lihat Lukas 7:11-­15).
Di kota lain, Yesus bertemu dengan pemimpin gang penjahat.
Kita berbicara tentang seseorang yang saat ini kira-­kira setara dengan
gembong narkotika. Satu perjumpaan dengan anugerah Allah di dalam
Yesus, dan Zakheus bernazar untuk menjadikan lingkungannya lebih
aman untuk ditinggali dan lebih makmur. Orang tidak akan dicurangi
oleh petugas pajak itu. Bukan hanya itu, Zakheus berseru, “Setengah
dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin.” Orang-­orang
miskin di kota itu akan mengecap berkat! Dan bahkan lebih jauh lagi.
Zakheus bertekad akan mengembalikan sebesar 400 persen dari apa
yang sudah ia peras, dan dengan demikian merangsang pertumbuhan
ekonomi di kawasan itu (lihat Lukas 19:1-­8). Satu perjumpaan dengan
anugerah Allah mengerjakan semuanya itu!
Dalam peristiwa lain, seorang pemuda yang tidak waris—benar-­
benar gila—dibiarkan telantar dan menderita. Mereka belum punya
rumah sakit jiwa saat itu, tetapi pemerintah tetap menanggung
beban untuk memeliharanya. Mereka akan menggunakan uang pajak
untuk memastikan orang itu mendapatkan makanan, pakaian, dan
perlindungan. Perlu banyak pakaian lagi—karena pemuda itu terus
mencabik-­cabik pakaiannya. Namun satu perjumpaan dengan anugerah
Allah di dalam Yesus, dan orang gila ini pun waras sepenuhnya.
Ia tidak perlu lagi dikungkung dengan merugikan uang wajib
7DN.HQDO0HQ\HUDK
pajak. Ia tidak perlu lagi dipelihara dan dilindungi, dan dananya dapat
digunakan untuk memperbaiki kondisi masyarakat. Dan sekarang
sepuluh kota di wilayah Dekapolis mendengar tentang Kerajaan Allah
melalui perjumpaan satu orang ini dengan anugerah Allah (lihat
Markus 5)!
Pikirkanlah semua orang tulis, bisu, buta, lumpuh, kusta, dan
SHQGHULWD FDFDW ÀVLN ODLQ \DQJ WLGDN SHUOX ODJL GLUDZDW ROHK QHJDUD
karena anugerah Allah di dalam Yesus. Bukan hanya itu, orang-­orang
itu juga menjadi warga masyarakat yang produktif. Kita dapat terus
membahas hal ini—bahkan melampaui apa yang tertulis dalam Injil,
karena seperti kita singgung sebelumnya, Yohanes menulis bahwa
dunia tidak dapat memuat semua buku yang menceritakan semua
mukjizat anugerah yang dikerjakan Yesus selama tiga tahun pelayanan-­
Nya.
Ingatlah, Yesus berjanji bahwa “Orang yang percaya kepada-­
Ku, akan melakukan apa yang sudah Kulakukan,—malah ia akan
melakukan yang lebih besar lagi” (Yohanes 14:12, BIS). Bagaimana
caranya? Melalui anugerah Allah yang cuma-­cuma dan bukan kita
peroleh berdasarkan kebaikan kita. Kita harus mengubah masyaraka
kita sama seperti Yesus mengubah masyarakat-­Nya—melalui karunia
cuma-­cuma anugerah Allah!
PETUALANGAN
Saya yakin sepenuhnya bahwa salah satu siasat utama para pemerintah
dan penguasa dunia kegelapan menyembunyikan pengetahuan ini
dari kita. Mereka menghela napas lega karena 98 persen orang Kristen
Amerika memandang anugerah hanya sebagai karunia yang cuma-­
cuma dan bukan berdasarkan kebaikan kita serta berguna untuk
pengampunan dosa, namun tetap tidak tahu akan kuasa-­Nya yang
dahsyat. Ini berarti hanya 2 persen orang Kristen yang benar-­benar
mengancam benteng-­benteng mereka.
Musuh tidak takut jika kita memiliki gedung gereja yang bagus,
menerbitkan buku, mengadakan pertemuan besar, menyiarkan acara
televisi, atau siaran dengan satelit, sepanjang kita tetap tidak tahu
tentang kuasa menakjubkan yang tersedia bagi kita. Bala kegelapan
ketakutan jika orang percaya menemukan kuasa yang secara cuma-­
cuma telah diberikan kepada kita dan, sebagai akibatnya, memiliki
kemampuan untuk secara berani dan kreatif mengubah masyarakat
%DJDLPDQD+LGXS<HVXV
sama seperti yang dilakukan Yesus. Mereka takut jika kita menempati
posisi kita sebagai para penguasa di dalam hidup ini.
Martin Luther memulai suatu petualangan ketika ia memakukan
Sembilan Puluh Lima Tesis di pintu Gereja All Saints di Wittenberg,
Jerman, pada 31 Oktober 1517. Tindakan ini memantik berlangsungnya
Reformasi. Sejak saat itu gereja berubah secara radikatl. Itu karya Roh
Allah melalui seorang manusia. Rangkuman dari tesisnya adalah orang
benar akan hidup oleh iman. Ia menentang ajaran gereja yang mapan,
yang justru membuat orang terus terbelenggu.
Nah, saya pun sedang memulai petualangan. Saya tahu banyak
orang yang bersama-­sama dengan saya. Kami ingin merekrut Anda.
Kami tidak memakukan sembilan puluh lima tesis ke pintu kayu yang
sudah tua, namun ke dalam hati saudara-­saudara seiman. Pesan kami:
Anugerah itu bukan sekadar karunia Allah untuk menghapuskan dosa
kita. Anugerah juga memampukan kita untuk hidup seperti Yesus,
memerintah di dalam hidup ini dengan memanifestasikan otoritas
surgawi dan kuasa untuk mengubah dunia sekitar yang berada dalam
lingkungan pengaruh kita.
Marilah kita membulatkan hati untuk meningkatkan angka
statistik itu dari 2 persen menjadi 100 persen. Ketika orang percaya
mendengarkan kata anugerah, kiranya kita langsung berpikir tentang
“pelimpahan kuasa yang melampaui kemampuan kita sebagai
manusia.”
5
KEUNGGULAN
Melalui Dia, Allah melimpahkan rahmat-­Nya kepada
begitu banyak orang, dan dengan cuma-­cuma memungkinkan
mereka berbaik kembali dengan Allah;; mereka akan berkuasa
di dunia ini melalui Kristus.
Roma 5:17 (BIS)
K
edahsyatan Roma 5:17 nyaris terlalu sulit dipercaya karena
begitu luar biasa. Pesannya begitu mencengangkan. Mungkin
itulah sebabnya banyak orang malah mengabaikannya.
Kita masing-­masing telah menerima Yesus sebagai Tuhan atas
hidup kita. Semua orang yang telah menerima dengan cuma-­cuma
anugerah Allah diberi kemampuan untuk menang atas setiap persoalan
yang mungkin terjadi di dunia ini. Kehidupan di dunia ini seharusnya
tidak menguasai kita;; kitalah yang harus menguasainya. Melalui kuasa
anugerah Allah, kita harus mengubah masyarakat kita sama seperti
Yesus mengubah masyarakat-­Nya. Inilah amanat yang dipercayakan
kepada kita.
PENERAPAN PRAKTIS
Mari kita membahas lebih jauh apa artinya memerintah di dalam
hidup ini oleh anugerah Allah. Kita harus melampaui keadaan yang
normal, menerobos status quo. Itu berarti kita tidak lagi memandang
kehidupan ini sebagai kehidupan kerja dari jam delapan sampai jam
lima untuk kemudian menerima gaji setiap akhir pekan, lalu pensiun,
lalu mati, dan akhirnya berada di surga. Sungguh suatu cara pandang
7DN.HQDO0HQ\HUDK
yang menyedihkan terhadap hidup ini! Jelas bukan itu maksud Allah
bagi hidup kita. Kita diciptakan untuk perkara yang jauh lebih besar
lagi!
Kita menjadi orang-­orang yang berpengaruh, menyadari bahwa
Allah memanggil kita untuk menjadi kepada dan bukan ekor;; berada
di atas dan bukan di bawah (lihat Ulangan 28:13). Kita bukan hanya
harus bangkit mengatasi keadaan yang berat dalam hidup ini, namun
kita juga harus lebih cemerlang daripada mereka yang tidak memiliki
perjanjian dengan Allah. Kita harus menjadi pemimpin di tengah dunia
yang tercekam kegelapan. Kepala menentukan arah, jalur, dan trend.
Ekor mengikuti. Kita harus menjadi pemimpin dalam segala aspek
kehidupan masyarakat kita, bukan pengikut.
Jika Anda seorang guru sekolah, maka melalui karunia anugerah
Anda terus-­menerus mengemukakan cara yang segar, kreatif, dan
inovatif untuk menyampaikan pengetahuan dan hikmat kepada murid-­
murid Anda, cara yang tidak terpikirkan oleh pendidik lain di dunia
pendidikan. Anda menegakkan standar yang tinggi dan menginspirasi
murid-­murid Anda sehingga orang-­orang lain takjub. Rekan sesama
pendiri Anda tak ayal berdiskusi di antara mereka, “Dari mana ia
mendapatkan ide-­ide yang cemerlang seperti itu?”
Jika Anda bekerja dalam bidang medis, maka melalui karunia
anugerah Anda muncul dengan cara-­cara yang baru dan yang
lebih efektif untuk mengobati sakit-­penyakit. Rekan kerja Anda
akan menggeleng-­gelengkan kepala dengan takjub, “Dari mana ia
mendapatkan ide-­ide yang inovatif seperti itu?”
Jika Anda seorang perancang, melalui karunia anugerah Allah
Anda mencetuskan desain yang segar dan kreatif yang ditiru perancang
lain. Anda menetapkan gaya dan trend yang diikuti masyarakat. Orang
mencari-­cari hasil karya Anda dan Anda terkenal sebagai penentu
trend desain. Anda begitu menonjol sampai orang lain di dunia desain
menggaruk-­garuk kepala dan berkata satu sama lain, “Dari mana ia
mendapatkan ide yang kreatif seperti itu?”
Dalam gelanggang politik, melalui karunia anugerah Anda
memperlihatkan hikmat dalam memecahkan masalah yang dianggap
mustahil oleh politisi lain. Anda memimpin dalam penyusunan
undang-­undang dan terpilih atau dipromosikan dengan cepat melalui
rekan-­rekan sebaya Anda. Kebijaksanaan dan kecerdasan Anda
membuat orang lain menggaruk-­garuk kepala dan berkata, “Dari mana
ia mendapatkan semua hikmat dan ide yang hebat itu?”
.HXQJJXODQ
Jika Anda bergerak di bidang penegakan hukum, oleh karunia
anugerah dalam hidup Anda, Anda akan mendatangkan kedamaian
dalam kondisi yang menjadi pergumulan bagi orang lain. Sama seperti
Yesus tahu persis di mana dapat menemukan keledai, Anda tahu di
mana dapat menemukan penjahat. Anda dapat mengumpulkan bukti
yang diperlukan untuk menyelesaikan kasus lebih cepat daripada
detektif lain dalam komunitas Anda. Wawasan, kemampuan, dan
hikmat Anda begitu tajam sehingga rekan sejawat Anda menggaruk-­
garuk kepala dan berkata satu sama lain, “Dari mana ia mendapatkan
kepekaan semacam itu?”
Sebagai pengusaha, melalui karunia anugerah Allah Anda
mengembangkan produk dan teknik penjualan yang inventif serta
strategi pemasaran yang tajam sehingga Anda mengungguli pesaing
Anda. Anda dapat mencium produk yang bakal menguntungkan dan
yang tidak. Anda tahu kapan harus membeli dan kapan harus menjual;;
kapan harus masuk dan kapan harus keluar. Para pengusaha lain
menggaruk-­garuk kepala mereka berusaha mencari tahu mengapa
Anda begitu sukses.
Ini bukan contoh yang terlalu tinggi dan tidak realistis. Ini contoh
dari amanat yang kita miliki. Kita masing-­masing dipanggil ke dalam
suatu sektor tertentu dalam masyarakat, namun di mana pun kita
berada kita harus memanifestasikan keunggulan, kepemimpinan, dan
keahlian. Bisnis kita seharusnya tumbuh berkembang bahkan ketika
yang lain bergumul. Komunitas kita seharusnya aman, menyenangkan,
dan makmur. Tempat kerja kita seharusnya berkembang pesat. Musik
kita seharusnya segar dan orisinal—ditiru oleh musisi sekuler, bukan
sebaliknya: musik kristiani yang meniru mereka.
+DOLQLVHKDUXVQ\DMXJDEHUODNXGHQJDQGHVDLQJUDÀVYLGHRGDQ
arsitektural. Kreativitas keluarga Allah seharusnya menginspirasi
dan dicari banyak orang. Kinerja kita—entah dalam atletik, hiburan,
kesenian, media, dan bidang lain apa pun—seharusnya menonjol dan
layak dijadikan contoh. Kota, provinsi, dan bangsa kita seharusnya
tumbuh berkembang ketika orang benar memerintah.
Kapan pun dan di mana pun orang percaya terlibat, seharusnya
ada kelimpahan kreativitas, produktivitas, ketenangan, kepekaan, dan
kecerdasan. Kita harus menjadi terang di tengah kegelapan. Melalui
anugerah Allah yang luar biasa dalam hidup kita, kita seharusnya
menjadikan diri kita unggul di tengah masyarakat yang gelap.
7DN.HQDO0HQ\HUDK
MENJADIKAN DIRI KITA UNGGUL
Kita yang diberi kuasa oleh anugerah Allah seharusnya menonjol dan
unggul dalam segala arena kehidupan. Bacalah kesaksian Daniel ini
dengan saksama:
Daniel ini menjadikan dirinya begitu unggul di antara para
pejabat tinggi dan para wakil raja itu, karena ia mempunyai roh
yang luar biasa;; dan raja bermaksud untuk menempatkannya
atas seluruh kerajaannya. (Daniel 6:4, NIV)
Ini luar biasa. Daniel menjadikan dirinya unggul. Perhatikan
bahwa catatan itu tidak berbunyi, “Allah menjadikan Daniel unggul.”
Setiap terjemahan penting menunjukkan bahwa pemuda yang luar
biasa ini menjadikan dirinya unggul. Terjemahan Firman Tuhan versi
The Message mengungkapkannya demikian: Daniel “sepenuhnya
mengungguli para pemimpin lain.”
Bagaimana ia melakukannya? Ia memiliki kualitas yang luar biasa
ini karena ia memiliki hubungan dengan Allah. Daniel berdisiplin
dalam menjalin hubungan yang dekat dan terus-­menerus dengan
Sang Pencipta. Hal ini seharusnya tidak berbeda dengan setiap orang
yang mengikat perjanjian dengan Allah saat ini. Versi New American
Standard berbunyi, “Daniel mulai menjadikan dirinya unggul... karena
ia memiliki roh yang luar biasa.” Kata luar biasa berarti “melampaui
keadaan yang normal, menerobos status quo, melampaui takaran
umum.” Kadang-­kadang kita dapat memahami suatu kata dengan
memperhatikan lawan katanya—antonim luar biasa: biasa, umum,
atau normal. Jadi, menjalani kehidupan yang normal mengungkapkan
gaya hidup yang berlawanan dengan orang yang memiliki roh yang
luar biasa.
Kisah tadi menyatakan bahwa roh Daniel-­lah yang luar biasa,
bukan pikiran atau tubuhnya. Jika rohnya luar biasa, maka pikiran,
tubuh, kreativitas, kecerdasan, hikmat, pengetahuan, dan berbagai
aspek lain kehidupan kita akan mengikutinya. Roh kitalah yang
membentuk kehidupan kita. Jika kita benar-­benar tahu anugerah yang
diberikan kepada kita, kita tahu bahwa tidak ada lagi batasan, karena
“segala sesuatu mungkin bagi orang yang percaya” (Markus 9:23).
Daniel menggunakan apa yang tersedia dalam hubungannya dengan
Allah. Karena perjanjian-­Nya dengan Yang Mahakuasa, Daniel tahu
bahwa ia harus menguasai keadaan dan bukan dikuasai keadaan;; ia
.HXQJJXODQ
harus menjadi kepala dan bukan menjadi ekor.
Mari kita mempertimbangkannya secara lebih lengkap. Daniel
dan tiga temannya diangkut dari bangsa mereka yang kecil, Israel,
dan dibawa ke bangsa yang paling kuat di dunia. Jika Anda orang
Amerika dan mengira negeri ini sangat hebat selama lima puluh
tahun belakangan, saya ingin menyatakan, Amerika sama sekali tidak
sebanding dengan kekuasaan dan kemegahan Babel. Babel menguasai
seluruh dunia yang dikenal pada saat itu! Mereka paling unggul secara
ekonomi, politik, militer, sosial, ilmu pengetahuan, dan berbagai aspek
lain. Akan tetapi, kita mendapati bahwa “Dalam tiap-­tiap hal yang
memerlukan kebijaksanaan dan pengertian, yang ditanyakan raja
kepada mereka [Daniel, Hananya, Misael dan Azarya], didapatinya
bahwa mereka sepuluh kali lebih cerdas dari pada semua orang berilmu
dan semua ahli jampi di seluruh kerajaannya” (Daniel 1:20). Terjemahan
lain mengatakan bahwa mereka berempat sepuluh kali lebih baik,
lebih bijaksana, dan lebih berpengertian. Mereka menyarankan dan
menjalankan ide-­ide yang tidak terpikirkan oleh kaum cerdik pandai
lain di Babel—dan ide-­ide itu berhasil.
LEBIH BESAR DARIPADA DANIEL, LEBIH BESAR DARIPADA YOHANES
Dengan mengingat penjelasan tadi, bacalah perkataan Yesus: “Di
antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak ada seorang
pun yang lebih besar daripada Yohanes” (Lukas 7:28). Ini berarti
Yohanes Pembaptis itu lebih besar daripada Daniel. Jangan mencoba
membandingkan keduanya menurut apa yang mereka lakukan, karena
Yohanes bekerja dalam bidang pelayanan dan Daniel bekerja dalam
bidang pemerintahan sipil. Akan tetapi, Yesus dengan jelas menyatakan
bahwa Yohanes itu “lebih besar.” Tetapi Dia melanjutkannya dengan
berkata, “Namun yang terkecil dalam Kerajaan Allah lebih besar
daripada dia” (Lukas 7:28).
Mengapa orang yang paling kecil dalam Kerajaan Allah itu lebih
besar daripada Daniel atau Yohanes Pembaptis? Yesus belum pergi ke
kayu salib untuk membebaskan umat manusia, maka Yohanes belum
memiliki roh yang dilahirkan kembali. Ia belum menjadi bagian dari
tubuh Kristus. Tentang Yohanes, tidak dapat dikatakan, “Sama seperti
Yesus, Yohanes Pembaptis juga ada di dalam dunia ini.” Yohanes tidak
dibangkitkan bersama-­sama dengan Kristus dan didudukkan bersama-­
7DN.HQDO0HQ\HUDK
sama dengan Kristus di surga. Namun semua pernyataan itu berlaku
bagi kita saat ini. Itulah sebabnya yang paling kecil di dalam Kerajaan
Allah itu lebih besar daripada Yohanes. Menurut perkiraan, ada
sekitar dua miliar orang Kristen di muka bumi sejak waktu kebangkitan
Yesus. Kecil kemungkinannya, namun seandainya Anda adalah “yang
paling kecil” dari dua miliar itu (yaitu, jika “angka kebesaran” Anda
berada di urutan kedua miliar persis), Anda masih lebih besar daripada
Yohanes Pembaptis! Yang berarti Anda juga lebih besar dari Daniel!
Maka, pertanyaan yang muncul: Apakah Anda menjadikan diri Anda
unggul?
Apakah Anda sepuluh kali lebih cerdas, lebih baik, dan lebih
bijaksana, sepuluh kali lebih peka, lebih kreatif, dan lebih inovatif
daripada mereka yang bekerja sama dengan Anda, namun tidak
memiliki ikat janji dengan Allah melalui Yesus Kristus? (Masih belum
disebutkan, apakah Anda sepuluh kali lebih sabar, lebih pengasih, lebih
disiplin, lebih baik hati, lebih ramah, lebih berbelas kasihan, dan lebih
dermawan dari rekan-­rekan kerja Anda?) Jika tidak, mengapa tidak?
Mengapa sebagian besar orang percaya yang sudah lahir baru tidak
sepuluh kali lebih cakap dari dunia? Mungkinkan itu karena hanya
2 persen dari kita yang memahami bahwa anugerah itu pelimpahan
kuasa dari Allah, yang memberi kita kemampuan untuk bertindak
melampaui kemampuan alamiah kita sehingga kita dapat memerintah
dalam hidup ini dan menjadikan diri unggul seperti halnya Daniel?
(Catatan: Kita diperintahkan untuk menanggung beban mereka yang
lemah di dalam jemaat. Akan tetapi, Alkitab tidak mengatakan bahwa
mereka harus tetap lemah sepanjang sisa hidup mereka. Mereka juga
harus diberi visi untuk menjadikan diri mereka unggul dalam lingkup
pengaruh mereka.)
Yesus menyatakan bahwa kita adalah “terang dunia” (lihat Matius
5:14). Penyebutan anak-­anak Allah sebagai terang di tengah kegelapan
ini bukan hanya muncul satu kali dalam Perjanjian Baru, karena ayat-­
ayat berikut ini mendukung metafora Kristus itu: Matius 5:14-­16;; Lukas
12:3;; Yohanes 8:12;; Kisah Para Rasul 13:47;; Roma 13:12;; Efesus 5:8, 14;;
Kolose 1:12;; Filipi 2:15;; 1 Tesalonika 5:5;; 1 Yohanes 1:7;; 2:9–10. Menurut
saya, Anda dapat menyimpulkan bahwa menjadi terang bagi dunia
kita yang gelap adalah tema utama kehidupan kita di dalam Kristus.
Pernahkah Anda berdiam sejenak untuk merenungkan apa artinya
menjadi terang dunia itu? Sayangnya, banyak orang menganggap
menjadi “terang” itu berarti bersikap manis, membawa-­bawa Alkitab
ke mana-­mana, dan sering mengutip Yohanes 3:16. Namun, bagaimana
.HXQJJXODQ
jika Daniel berpandangan seperti itu? Bagaimana seandainya tujuan
hidupnya adalah masuk ke dalam kantor pemerintahan Babel,
memperlakukan orang lain dengan baik, dan berkata kepada rekan
kerjanya, “Hei, para pemimpin Babel, Mazmur 23 berkata, ‘Tuhan
adalah gembalaku, takkan kekurangan aku...’”?
Apakah yang akan dikatakan para pemimpin dan pejabat
pemerintah itu setiap kali Daniel meninggalkan kantor untuk berdoa
pada jam makan siang? Dapat Anda bayangkan? Saya yakin kira-­kira
seperti ini, “Senangnya, orang fanatik itu akhirnya meninggalkan
kantor. Moga-­moga saja dia berdoa sepanjang petang. Orang satu itu
benar-­benar aneh.”
Mengapa mereka sampai mengeluarkan peraturan agar Daniel
tidak dapat berdoa (lihat Daniel 6:6-­8)? Satu-­satunya alasan logis adalah
karena Daniel sepuluh kali lebih cerdas dan lebih bijaksana—sepuluh
kali lebih berpengetahuan, lebih inovatif, dan lebih kreatif dari mereka.
Ia dipromosikan melampaui mereka sampai ia menjadi pemimpin
mereka semua. Mereka terheran-­heran. Saya dapat membayangkan
mereka mengeluh satu sama lain, “Benar-­benar sulit dipahami. Kita
ini dilatih oleh guru, ilmuwan, dan pemimpin paling berpengetahuan,
paling berbakat, dan paling bijaksana di seluruh dunia. Dia dari negeri
kecil yang tidak ada artinya. Jadi, dari mana ia mendapatkan ide-­
ide itu? Bagaimana bisa ia jauh lebih baik dari kita? Itu pasti karena
doa-­doanya itu. Ia berdoa kepada Allahnya tiga kali sehari! Mari kita
membuat undang-­undang yang melarangnya supaya ia tidak terus-­
menerus mengungguli kita!”
Daniel seperti cahaya yang bersinar di tengah budaya yang gelap
itu karena ia orang yang luar biasa. Dalam kasus ini, teman-­teman
sebayanya tidak menyukainya. Mereka mencemburuinya. Akan
tetapi, saya membayangkan bahwa banyak orang lain, termasuk sang
raja, melihat bukti keberadaan Allah yang hidup dalam kemampuan
Daniel. Keunggulan Daniel menarik perhatian dan menyebabkan
para pemimpin menghormati Allah Daniel. Yang membuat mereka
memperhatikan Daniel bukan pengetahuan Alkitabnya, bukan pula
fakta bahwa ia bersikap baik, atau bahwa ia berdoa tiga kali sehari.
Yang menarik perhatian mereka adalah fakta bahwa Daniel jauh lebih
baik dalam bidang kerjanya.
Dengan pengertian tersebut, sekarang simaklah perkataan Yesus
tentang terang: “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan
orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan
%DSDPX\DQJGLVRUJDµ0DWLXV<HVXVVHFDUDVSHVLÀNEHUELFDUD
7DN.HQDO0HQ\HUDK
tentang perbuatan kita yang begitu menonjol di hadapan orang yang
tidak percaya. Bagaimana mungkin hal itu dipahami hanya sebagai
perlakuan yang baik dan sopan terhadap orang lain serta kecakapan
mengutip ayat Alkitab?
CONTOH PADA ZAMAN MODERN
Saya punya teman, Ben, wakil presiden salah satu perusahaan otomotif
paling besar di dunia. Suatu ketika saat makan malam bersama, ia
bercerita bahwa sebelum menjadi wakil presiden, ia bekerja sebagai
anggota tim insinyur utama perusahaan pesaing kuat perusahaannya
saat ini. “John, aku membaca di kitab Daniel bahwa ia dan tiga
temannya sepuluh kali lebih baik daripada rekan sekerja mereka,” kata
teman saya. “Aku pun berdoa, ‘Tuhan, jika Daniel dan teman-­temannya
sepuluh kali lebih baik daripada rekan sekerja mereka, padahal mereka
berada dalam Perjanjian Lama, maka aku seharusnya paling tidak
sepuluh kali lebih baik daripada rekan sekerjaku karena aku berada
dalam anugerah Perjanjian Baru.’”
Teman saya melanjutkan, “John, perusahaan besar ini melakukan
analisis penghematan biaya dan produktivitas tahunan terhadap setiap
karyawan dalam tim desain senior.” Dengan kata lain, penelitian itu
memperlihatan ketajaman ide, kecerdasan, dan produktivitas setiap
anggota tim. “Karyawan terbaik kedua di seluruh tim mencatat nilai
penghematan dan produktivitas sebesar tiga puluh lima juta dolar
tahun itu. Kau tahu berapa pencapaianku?”
Saya tersenyum penuh penantian. “Berapa pencapaianmu?”
Ia menjawab, “Aku mencatat nilai penghematan dan produktivitas
sebesar tiga ratus lima puluh juta dolar. Aku sepuluh kali lebih baik dari
karyawan nomor dua.” Itulah sebabnya Ben berkembang menjadi salah
satu eksekutif puncak di salah satu perusahaan terbesar di Amerika.
Saya teringat sepasang suami dan istri yang menjadi staf di
Messenger International. Suatu musim panas mereka membawa dua
anak laki-­laki mereka ke salah satu kebaktian saya ketika saya sedang
mengajarkan prinsip-­prinsip ini. Seusai kebaktian, anak bungsu
mereka, Tyler, yang saat itu baru saja berumur sebelas tahun, berkata
pada ayahnya, “Karena aku memiliki anugerah Allah, aku seharusnya
jauh lebih baik daripada pemain football mana pun di liga kota kita.”
.HXQJJXODQ
Alih-­alih menuturkan kisah Tyler dalam musim football berikutnya,
saya akan mengutip surat dari ayah dan ibunya:
John,
Berikut ini statistik Tyler untuk kompetisi musim gugurnya (sembilan
SHUWDQGLQJDQWHUPDVXNEDEDNSHQ\LVLKDQGDQÀQDO,QLOLJD&RORUDGR
Springs untuk kelompok umur 11 sampai 12 tahun.
Anak kami tingginya 165 cm, berat 47,6 kg, dan umurnya
WDKXQ 6RVRNQ\D ELDVD VDMD WLGDN DGD \DQJ LVWLPHZD MLND NLWD
melihatnya dalam foto dengan timnya.
Pada awal musim, kepala liga football-­nya mengamatinya berlatih
GLSHUNHPDKDQWDKXQDQ,DEHUNDWD´:DK7\OHUNHOLKDWDQQ\DVHSXOXK
kali lebih cepat kemampuannya daripada tahun lalu.”
Tyler menyerbu sejauh 817 meter sambil membawa bola sebanyak
78 kali. Pelari terdekat sesudahnya mencapai 474 meter sambil
PHPEDZD EROD VHEDQ\DN NDOL ,D GXGXN GL EDQJNX FDGDQJDQ
sepanjang setengah pertandingan karena pelatih merasa tidak sportif
kalau [terus] memakainya. Tyler mencetak skor 17 touchdown dalam
78 serangan itu. Pemain terdekat mencetak skor 7 touchdown dalam
70 serangan.
Ketika kompetisi berlangsung kira-­kira separuh jalan, para pelatih
tim lawan mulai membangun pertahanan di sekitar tempat Tyler
berlari. Selama pertandingan, kami mendengar pelatih berteriak,
´$ZDVQRPRUµ´$GD\DQJELVDKHQWLNDQ"µ´$SD\DQJNDOLDQ
ODNXNDQ"'LDDNDQPHQHUMDQJNDOLDQµ1RPRUDGDODK7\OHU
Orang-­orang yang tidak dikenal Tyler akan turun dari tribun
VHWHODK SHUWDQGLQJDQ GDQ PHQ\DSDQ\D ´+DLµ GDQ QJREURO
GHQJDQQ\D ,D WHUNHMXW GDQ PHUDVD VHGLNLW FDQJJXQJ WDSL NDPL
memberi tahu dia bahwa anugerah Allah memberinya pengaruh dan
bahwa ia perlu terus mengandalkannya. Kami juga memberi tahunya
untuk belajar menggunakan pengaruhnya dengan benar.
Salam hangat, Jim & Kelly T.
Sungguh menakjubkan bagi saya melihat betapa mudahnya
banyak anak muda memercayai Firman Allah dan bertindak menurut
kebenarannya. Tyler yang masih kecil memberikan teladan yang luar
biasa bagi kita semua!
7DN.HQDO0HQ\HUDK
ANUGERAH DI DALAM KITA
Kenapa kita tidak percaya begitu saja pada apa yang Allah nyatakan
dalam Firman-­Nya? Perjanjian kita dengan Dia berbunyi, “Bagi Dia
yang dapat melakukan jauh lebih banyak daripada yang kita doakan
atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa [anugerah] yang bekerja
di dalam kita” (Efesus 3:20). Dia bekerja bukan menurut kuasa yang
turun secara berkala dari surga;; bukan pula menurut kuasa yang
datang ketika kita menemukan orang yang memiliki karunia pelayanan
istimewa. Tidak;; itu terjadi menurut kuasa yang bekerja di dalam kita.
Perhatikan dengan saksama bagian depan ayat itu: Allah dapat.
Bayangkan suatu bencana kelaparan parah menimpa suatu wilayah
tertentu. Akan tetapi, sebuah bangsa yang sangat dermawan dan murah
hati mengutus pasukan militernya ke wilayah itu dengan membawa
pesawat yang penuh dengan sayur-­mayur segar, buah-­buahan,
biji-­bijian, daging, dan air bersih. Sang panglima memberitahukan,
“Kami dapat memberikan makanan sebanyak yang dapat kalian
angkut.” Orang pertama membawa keranjang piknik dan membawa
jatah makanan dua hari untuk dua orang. Orang berikutnya datang
dengan karung besar dan membawa jatah makanan yang cukup untuk
keluarganya selama lima hari. Akan tetapi, orang berikutnya membawa
truk besar dan mengangkut makanan yang cukup untuk keluarga dan
beberapa tetangganya sampau bulan depan.
Orang yang membawa keranjang piknik itu melihat truk tadi
melintasi rumahnya dengan mengangkut lebih dari satu ton bahan
makanan. Tentu saja ia bukan kebingungan melihatnya;; ia berang! Ia
mengeluh pada tetangga dan siapa saja yang mau mendengar sampai
akhirnya keluhannya sampai ke telinga sang jenderal. Jenderal itu
memanggilnya dan menegur, “Hei, kami sudah menjelaskan kepadamu,
kami dapat memberikan makanan kepada kalian sebanyak yang bisa
kalian angkut. Kenapa kau cuma datang dengan wadah sekecil itu?
Kenapa kau tidak membawa wadah yang lebih besar? Kenapa kau
tidak membawa trukmu juga ke pangkalan ini?”
Apakah wadah yang dibawa orang Kristen untuk menerima
anugerah Allah? Menurut Efesus 3:20, itu apa saja yang dapat kita
doakan atau kita pikirkan. Allah berkata, “Anugerah [kuasa]-­Ku di
dalam dirimu dapat jauh melampaui wadah apa saja yang kaubawa!”
Dengan kata lain, wadah kita menentukan seberapa banyak kita akan
mengambil bagian dari persediaan yang tidak terbatas itu. Jelasnya,
wadah kita adalah satu-­satunya hal yang membatasi Allah. Saya
.HXQJJXODQ
percaya Allah sedang bertanya pada Anda dan saya, “Kenapa kau
hanya memikirkan asal cukup? Kenapa kau hanya memikirkan dirimu
dan keluargamu? Kenapa kau tidak
mendayagunakan seluruh potensi
yang Kuberikan di dalam dirimu dan
wadah kita adalah PHPEHULNDQ GDPSDN \DQJ VLJQLÀNDQ
satu-­satunya hal yang pada setiap orang di sekelilingmu
membatasi Allah
seperti yang dilakukan Daniel?”
Itulah sebabnya Paulus dengan
penuh semangat berdoa agar kita
mengetahui dan memahami “kuasa-­
Nya yang tidak terukur dan tidak terbatas dan keagungannya
mengungguli segalanya di dalam dan bagi kita yang percaya” (Efesus
1:19, AMP).
Perhatikanlah pilihan kata Paulus dengan saksama: tidak terukur,
tidak terbatas, keagungannya mengungguli segalanya. Sehubungan
dengan kuasa Allah bagi kehidupan Anda, apakah arti tiap-­tiap kata
itu bagi Anda? Perhatikanlah bahwa Paulus berbicara tentang “kuasa
di dalam kita,” bukan kuasa yang yang mungkin kita dapatkan secara
berkala dari hamba Tuhan tertentu jika Allah kebetulan sedang
berkenan hari itu. Itu juga “kuasa bagi kita,” memberdayakan kita untuk
memerintah di dalam hidup ini. Itu kuasa bagi kita untuk bangkit dan
menjadikan diri kita unggul sehingga orang lain dapat melihat bukti
kuasa kebangkitan Yesus Kristus! Itu kuasa bagi kita untuk bersinar
sebagai terang yang cemerlang di dalam dunia yang redup ini.
Kini kita harus bertanya: Apakah kita hidup lebih rendah
daripada kuasa yang telah dibayar oleh Yesus dengan harga yang
sangat mahal itu? Jika kita jujur, jawaban kita haruslah ya. Akibat kita
membiasakan diri puas dengan kondisi yang biasa-­biasa saja, kita
gagal mendayagunakan potensi kita untuk memengaruhi dunia kita
bagi kerajaan Allah. Sungguh tragis.
Mengapa begitu sering kita mengalah pada cara-­cara dunia yang
tanpa iman? Sebagai contoh, ketika resesi melanda, mengapa orang
Kristen cenderung takut dan gentar seperti orang-­orang lain? Kadang-­
kadang saya berpikir, kita perlu menulis kembali Filipi 4:19 agar
berbunyi, “Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut
apa yang terjadi di Wall Street, sistem perbankan, dan perekonomian
dunia.”
Bukankah seperti itu perilaku banyak di antara kita selama resesi
7DN.HQDO0HQ\HUDK
global belakangan ini? Namun menurut kebenaran yang kita selidiki
dari Firman Allah, masa-­masa sukar seharusnya kesempatan bagi
kita untuk bersinar dengan semakin cemerlang! Sumber daya alam
tidak meninggalkan planet ini selama resesi. Ide baru tidak dilarang,
kreativitas tidak mengering, dan inovasi dan kerja keras tidak punah.
Masa-­masa gelap ini seharusnya menjadi kesempatan bagi umat Allah
untuk melangkah maju, masa ketika kuasa-­Nya di dalam diri kita
mengucurkan ide-­ide bernilai jutaan dan miliaran dolar yang akan
sangat memberkati orang banyak. Resesi hanya berarti bahwa saluran
ÀQDQVLDO\DQJQRUPDOVHGDQJWHUKDPEDWGDQ\DQJNLWDSHUOXNDQDGDODK
saluran yang baru dan kreatif dan ide yang segar. Dan Anda dan saya
seharusnya menjadi orang yang menawarkan saluran dan ide terebut
karena sumber daya kreatif kita tidak pernah mengering!
Pada tahun 1920-­an, seseorang seharusnya memberi tahu Aimee
Semple McPherson bahwa mustahil seorang perempuan pada era itu
membangun auditorium berkapasitas lima ribu tempat duduk di pusat
kota Los Angeles. Mereka seharusnya juga mengingatkannya bahwa
mustahil mempertahankan fasilitas sebesar itu sepanjang masa Depresi
Besar. Nyatanya, ia berhasil melakukannya. Saya pernah berkhotbah
di auditorium itu, dan sebuah gereja besar saat ini beribadah di sana.
Menurut kabar, para produser Hollywood suka menyelinap saat
Aimee berkhotbah pada Minggu malam untuk mendapatkan ide
dari perlengkapan yang ia buat sebagai ilustrasi. Mereka kemudian
menggunakan ide itu di studio mereka. Aimee memengaruhi dunia,
bersinar sebagai terang.
Saya membandingkan pelayanan Aimee dengan acara TV
yang kebetulan saya tonton beberapa waktu lalu. Seorang laki-­laki
menyanyikan “Amazing Grace” di depan sekian banyak penonton. Di
depan penonton ada tiga orang yang duduk di meja juri. Begitu laki-­laki
tadi menyelesaikan lagunya, para juri mulai menilai penampilannya.
Saya terkejut saat para juri mengatakan hal-­hal seperti ini, “Kau
PHQ\DQ\L GHQJDQ EDJXV LQÁHNVLPX ELVD OHELK NXDW SHQJDPELODQ
nadamu agak terlalu tinggi....”
Lutut saya goyah. Saya berseru, “Tuhan, Engkau menciptakan alam
semesta. Engkau menciptakan nebula dan supernova yang hebat, Rocky
Mountain yang menawan, mahkluk-­makhluk laut yang menakjubkan.
Engkau hidup di dalam kami. Dan kami mencari inspirasi dari
American Idol!” Pikirkanlah: Aimee memengaruhi Hollywood dengan
kreativitasnya, namun kita kekurangan kreativitas karena membiarkan
anugerah terbengkalai, sampai kita harus memulung inspirasi dari
.HXQJJXODQ
Hollywood.
Saya tenggelam dalam kesedihan. Saya memikirkannya berlama-­
lama dan dengan sungguh-­sungguh. Saya sampai pada kesimpulan:
Tentu saja, kalau kita hanya mengajarkan bahwa anugerah itu
mengampuni dosa kita dan memberi kita jalan masuk ke surga, kita
tidak akan berdiri sebagai terang di dalam dunia ini. Nyaris seolah-­olah
Allah membiarkan kita menjadi bahan tertawaan di mata dunia. Dalam
kerinduan kita untuk menciptakan pesan yang mudah dan nyaman,
yang tidak menuntut kegigihan dalam percaya atau pertandingan
iman, Allah tentu meratap, Aku akan membiarkan kalian menanggung
rasa malu akibat hikmat kalian sendiri.
Kenapa kita tidak percaya begitu saja pada janji dan syarat-­syarat-­
Nya? Mengapa kita berusaha menjadikan hikmat-­Nya cocok dengan
gaya hidup kita, bukannya mengejar transformasi radikal yang terjadi
ketika kita memperhadapkan kehidupan kita dengan kebenaran-­Nya?
PENGALAMAN SAYA DENGAN ANUGERAH
Salah satu mata pelajaran yang paling tidak saya kuasai di sekolah
adalah Bahasa Inggris—khususnya penulisan kreatif. Saya mengerut
setiap kali diberi tugas yang berhubungan dengan tulis-­menulis.
Biasanya saya perlu tiga sampai empat jam untuk menyusun karangan
sepanjang satu atau dua halaman. Saya akan duduk memandangi
selembar kertas kosong berlama-­lama, memikirkan bagaimana cara
mulai menulis. (Ya, saat itu belum ada komputer pribadi dan iPad!)
Saya akhirnya menuliskan satu kalimat, memelototinya, merasa kalimat
itu buruk, dan membuang kertasnya. Dalam upaya berikutnya, saya
mungkin berhasil menulis dua kalimat, lalu kembali menyimpulkan
keduanya parah, dan membuang kertasnya. Proses ini berlanjut sampai
saya membuang-­buang beberapa lembar kertas dan banyak waktu.
Satu jam atau lebih kemudian, saya mungkin berhasil menulis satu
atau dua paragraf yang cukup masuk akal. Akhirnya, meskipun hasil
akhirnya sudah baik menurut standar saya, tak ayal saya mendapatkan
nilai yang sangat rendah untuk tugas itu.
Saya kadang-­kadang bertanya-­tanya apakah guru bahasa Inggris
saya menaikkan saya ke kelas berikutnya hanya agar tidak perlu
menghadapi saya lagi tahun berikutnya. Anda pikir saya melebih-­
lebihkan? Sesungguhnya, saya meraih skor 370 dari 800 dalam ujian
verbal bahasa Inggris. Itu berarti hanya 46 persen, yang dapat dianggap
7DN.HQDO0HQ\HUDK
“nyaris tidak lulus.” Syukurlah, saya pintar dalam matematika dan
sains sehingga akhirnya saya diterima di fakultas teknik Universitas
Purdue.
Maka pada 1991, ketika Allah berbicara kepada saya dalam doa,
Nak, Aku mau kau menulis, saya pikir Dia keliru berbicara. Bisa jadi,
pikir saya, Allah punya begitu banyak anak di planet ini sampai Dia
keliru menganggapku sebagai orang lain? Saya malu mengakuinya,
tapi apa yang Dia minta itu tampak sangat menggelikan sehingga saya
tidak melakukan apa-­apa. Pada saat itu saya belum tahu tentang apa
yang baru saja saya bagikan kepada Anda tentang anugerah Allah
yang luar biasa dan memberdayakan.
Sepuluh bulan kemudian, dan hanya dalam jarak waktu dua
minggu, dua orang perempuan dari negara bagian yang berbeda
mendekati saya. Yang satu dari Texas, yang lain dari Florida. Masing-­
masing menyampaikan perkataan yang sama pada saya: “John Bevere,
jika kamu tidak menuliskan pesan yang Allah berikan kepadamu, Dia
akan memberikannya kepada orang lain dan kamu akan dihakimi
karena ketidaktaatanmu.”
Ketika saya mendengar perempuan kedua menyampaikan
peringatan yang sama dengan yang saya dengar dua minggu sebelumnya,
rasa takut akan Allah melanda saya. Lebih baik aku mendengarkan,
dan lebih baik aku menulis! Namun saya benar-­benar mengira Allah
melakukan kesalahan besar. Saya tidak dapat menyusun makalah
setebal sepuluh halaman, apa lagi satu buku! Dalam keputusasaan, saya
menulis kontrak dengan Allah pada selembar kertas catatan. Aku perlu
anugerah, tulis saya. Aku tidak bisa melakukannya tanpa kemampuan-­
Mu. Saya menandatangani kontrak itu dan membubuhkan tanggal.
Nantinya, saya mulai duduk menulis. Saya tidak memulainya
dengan membuat kerangka, karena saya tidak tahu cara membuat
kerangka atau bagaimana kiranya hasil akhir dari proses menulis
itu. Saya hanya memiliki pokok bahasan yang umum. Tiba-­tiba
saya, muncul dalam benak saya pemikiran yang belum pernah saya
pikirkan, saya ajarkan, atau saya dengar diajarkan orang lain. Saya
hanya menulis dan menulis. Akhirnya, saya menghasilkan manuskrip
yang cukup panjang untuk dijadikan buku. Lalu, saya menulis buku
kedua, kemudian ketiga. Sampai saat ini, saya sudah menulis lima
belas buku yang terjual jutaan eksemplar dan diterbitkan dalam lebih
dari enam puluh bahasa di seluruh dunia. Salah satunya, Drawing
Near, memenangkan hadiah tahunan Retailer’s Choice pada 2004, dan
beberapa buku laris di pasar nasional dan internasional.
.HXQJJXODQ
Anda mengerti bahwa, berdasarkan kemampuan “alamiah” yang
saya miliki, saya tidak dapat membanggakan diri atas hal itu? Itu
semua anugerah Allah!
Saya pernah berdiri di lapangan hoki di Eropa di depan lebih dari
delapan ribu hadirin, banyak di antaranya pemimpin Kristen, dan
bertanya berapa banyak yang sudah membaca salah satu buku saya.
Dengan tercengang saya melihat hampir setiap orang mengangkat
tangan mereka. Pada konferensi internasional di Eropa Timur, tuan
rumah bertanya pada enam ribu pemimpin dari lebih dari enam puluh
negara, apakah mereka pernah membaca paling tidak satu buku saya
yang diterbitkan dalam bahasa mereka. Sungguh membesarkan hati
saya melihat sekitar 90 persen peserta mengangkat tangan mereka.
Saya diberi tahu oleh penerbit Iran (pada saat ini tujuh judul buku saya
terbit dalam bahasa Farsi, bahasa resmi Iran), “Anda salah satu penulis
Kristen yang bukunya paling banyak dibaca di seluruh Iran.” Laporan
semacam itu terus berdatangan. Namun intinya adalah: Sungguh
anugerah yang luar biasa!
Ini salah satu impian saya: Saya ingin menemui guru bahasa
Inggris SMA saya dan menunjukkan kepada mereka lima belas buku
yang telah saya tulis oleh anugerah Allah, melihat mereka pingsan, lalu
menyadarkan mereka kembali, dan memimpin mereka kepada Kristus.
Buah itu akan membuat saya unggul di mata mereka dan secara jelas
memperlihatkan anugerah yang mengagumkan dari Tuhan kita Yesus
Kristus!
Karena alasan itulah Paulus dengan berani menyatakan, “Karena
anugerah Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang” (1 Korintus
15:10). Dengarkan saya, pembaca yang baik: Anda sebagaimana
Anda ada sekarang bukan karena keluarga tempat Anda dilahirkan,
lingkungan pergaulan tempat Anda bertumbuh, kelompok etnis
tempat Anda bergaul, jenis kelamin Anda, atau tempat pendidikan
Anda. Anda sebagaimana Anda ada sekarang karena anugerah Allah!
Pada awalnya saya juga pengkhotbah yang buruk. Setelah Lisa
dan saya menikah, pada waktu-­waktu pertama ia mendengar saya
memberitakan Injil, ia sudah tertidur nyenyak dalam waktu sepuluh
menit. Teman baiknya, Amy, duduk di sampingnya dan juga tidur
begitu nyenyak sampai saya dapat melihat air liur meleleh dari
mulutnya yang terbuka lebar! Mereka berdua tetap tertidur sampai
akhir khotbah saya.
Sekitar dua tahun lalu, Lisa menemukan video khotbah saya pada
7DN.HQDO0HQ\HUDK
1984. Ia memutarnya dan dalam beberapa detik saya berteriak, “Lisa,
buang itu!” Ia merenggut video itu, mendekapnya erat-­erat, dan tertawa
histeris. “Tidak,” katanya. “Ini bisa untuk memeras kamu!”
Saat ini, dan hanya karena anugerah Allah yang memberikan
kemampuan, saya pernah berbicara di depan lima ribu, sepuluh ribu,
dan bahkan dua puluh ribu orang di lapangan di seluruh dunia. Orang
bertanya pada saya, “Apakah Anda gelisah sebelum berkhotbah?”
“Tidak, sama sekali tidak,” jawab saya.
Mereka biasanya bingung mendengar jawaban itu. “Bagaimana
mungkin Anda menghadapi begitu banyak orang dan tidak gelisah?”
Saya tertawa dan berkata, “Saya tahu betapa buruknya kemampuan
saya, dan jika anugerah tidak muncul, kita semua menghadapi masalah
besar.” Sekarang setelah saya mengenal anugerah Allah, anugerah itu
tidak pernah gagal. Anugerah senantiasa ada dan siap sedia!
Itulah sebabnya Paulus berkata, “Menurut ukuran manusia tidak
banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh,
tidak banyak orang yang terpandang” (1 Korintus 1:26). Mengapa?
Karena orang yang bijak, orang yang berpengaruh, dan orang yang
terpandang akan mengandalkan kemampuan mereka sendiri, bukan
mengandalkan anugerah Allah.
Pada awal masa hidupnya, Paulus termasuk orang yang bijak dan
terpandang. “Seandainya orang lain dapat selamat dengan kemampuan
sendiri, pastilah saya juga dapat!” katanya di Filipi 3:4 (FAYH). Tetapi
Paulus memilih untuk bergantung pada anugerah: “Tetapi semua
[hikmat, kekuatan, kehormatan] yang dahulu saya junjung tinggi,
sekarang sudah saya buang” (Filipi 3:7). Mengapa atribut tersebut
tidak berharga? Karena Paulus ingin hidup bukan berdasarkan
kemampuan alamiahnya, melainkan dalam anugerah kebangkitan yang
diperolehnya bukan karena kebaikannya: “Yang kukehendaki ialah
mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-­Nya” (ayat 10). Ini bukan berarti
Paulus hanya duduk-­duduk santai. Ia belajar dengan tekun untuk
menunjukkan dirinya layak dipercaya, dan ia dengan penuh hasrat
berdoa agar dirinya dipenuhi dengan pengenalan akan kehendak Allah
dalam segala hikmat dan pengertian rohani. Paulus bertekun seperti
seharusnya kita semua, tetapi ia percaya Allah memberinya anugerah
sehingga upayanya itu diperlengkapi secara ilahi.
Jika Anda pelajar, Anda harus belajar dengan giat, namun Anda juga
perlu percaya bahwa anugerah Allah akan mengangkat taraf pemikiran
dan pencapaian Anda melampaui apa yang Anda pikirkan. Jika Anda
.HXQJJXODQ
seorang dokter, Anda harus tetap mengikuti penemuan medis modern,
namun Anda tidak mengandalkan kemampuan atau pendidikan
Anda. Anda harus mengandalkan hikmat dan kreativitas anugerah
Allah yang adikodrati untuk menolong Anda melampaui kemampuan
manusia biasa. Jika Anda atlet profesional, Anda perlu berlatih dengan
tekun, tetapi Anda harus berpegang teguh pada anugerah Allah untuk
mengungguli atlet lain yang tidak percaya.
Ingatlah bagaimana, di bab satu, kita menemukan bahwa Allah
3HQFLSWD\DQJSHQXKNDVLKVXGDKPHQXOLVELRJUDÀNLWDPDVLQJPDVLQJ
sebelum kita lahir? Kita membahas perkataan pujian Daud, “Mata-­Mu
melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-­Mu semuanya tertulis
hari-­hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya”
(Mazmur 139:16).
6D\D LQJLQ PHQJDWDNDQ VHVXDWX WHQWDQJ ELRJUDÀ $QGD 0XVWDKLO
EDJL $QGD PHPHQXKL ELRJUDÀ \DQJ GLUDQFDQJNDQ $OODK LWX
dengan kemampuan Anda sendiri. Anda sama sekali tidak mampu
PHODNXNDQQ\D-LND$OODKPHUDQFDQJELRJUDÀ\DQJGDSDW$QGDSHQXKL
dengan kemampuan Anda sendiri, maka Dia harus membagikan
kemuliaan-­Nya dengan Anda. Dan Allah tidak melakukan hal itu! Dia
dengan jelas menyatakan, “Aku tidak akan memberikan kemuliaan-­
Ku kepada yang lain” (Yesaya 42:8). Maka, Allah dengan sengaja
PHQXOLV ELRJUDÀ $QGD VHGHPLNLDQ UXSD VHKLQJJD WLGDN PXQJNLQ
dipenuhi dengan kemampuan Anda sendiri, agar Anda bersandar
pada anugerah-­Nya untuk memenuhi-­Nya. Dengan demikian, Dia
mendapatkan seluruh kemuliaan!
Itulah yang saya katakan pada orang-­orang yang bertanya tentang
buku yang saya tulis. Tidak ada orang yang lebih paham dari saya
sendiri siapa sebenarnya yang menulis buku-­buku ini. Mereka tidak
digarap menurut kemampuan saya sendiri. Saya tahu bahwa saya
menjadi sebagaimana saya ada sekarang karena kemampuan-­Nya,
anugerah-­Nya, dan bukan karena kemampuan saya. Itu karunia cuma-­
cuma dari Allah.
Akan tetapi, sungguh mencemaskan, hanya 2 persen orang percaya
Amerika yang menyadari bahwa pemberdayaan anugerah akan
PHPDPSXNDQPHUHNDXQWXNPHPHQXKLELRJUDÀ\DQJWHODKGLWHWDSNDQ
bagi mereka. Bagaimana mungkin 98 persen memenuhi panggilan
mereka hanya dengan kemampuan mereka sendiri? Faktanya adalah,
mereka tidak mampu. Mungkin ini yang menyebabkan kita tidak
melihat dampak yang dahsyat di tengah masyarakat kita?
7DN.HQDO0HQ\HUDK
JALAN MASUK
Karunia yang cuma-­cuma!
Kuasa yang saya bahas ini, anugerah Allah, tidak dapat Anda peroleh
berdasarkan upaya, kebaikan, atau kemampuan Anda sendiri. Seperti
ditegaskan oleh Paulus, anugerah kita terima hanya melalui iman:
“Sebab karena anugerah kamu diselamatkan oleh iman;; itu bukan hasil
usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu, supaya
tidak ada orang yang memegahkan diri” (Efesus 2:8-­9). Kepada orang
percaya di Roma ia menulis, “Melalui Dia kita juga beroleh jalan masuk
oleh iman ke dalam anugerah ini. Di dalam anugerah ini kita berdiri dan
kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah”
(Roma 5:2). Apakah yang memberi kita jalan masuk menuju anugerah
Allah? Bukan dengan bekerja keras, menjalani kehidupan yang baik,
berdoa dua jam setiap hari, berpuasa dua kali sebulan—bukan usaha
apa pun dari manusia. Kita memperoleh jalan masuk menuju anugerah
ini hanya oleh iman!
Jadi, mengapa kita tidak langsung percaya begitu saja? Lihatlah
dari sudut pandang ini. Jika sumur air segar Anda mengering, Anda
menghadapi masalah. Tanpa air bersih, Anda dan keluarga Anda akan
mati dalam beberapa hari ini. Namun, tak jauh dari situ pemerintah
kota memiliki menara air besar yang menampung jutaan galon air
segar, dan salah satu pipa utama dari menara itu melewati rumah Anda.
Apa yang akan Anda lakukan? Anda akan datang ke balai kota dan
meminta izin. Lalu Anda pergi ke toko besi dan bangunan, membeli
beberapa pipa PVC, kembali ke rumah, dan menghubungkan aliran air
di rumah Anda dengan pipa utama yang mengalir di halaman depan
rumah Anda. Sekarang Anda memiliki akses atau jalan masuk menuju
jutaan galon air segar itu—lebih dari yang diperlukan oleh Anda dan
keluarga Anda. Begitu juga, iman adalah pipa untuk anugerah.
Karena itu, kita dapat membaca Roma 5:2 demikian, “Kita
mendapatkan jalan masuk melalui pipa iman menuju seluruh air
anugerah yang kita perlukan. Sesederhana itu: Satu-­satunya cara untuk
mengambil bagian dalam anugerah yang memberdayakan adalah
oleh iman. Itulah sebabnya penulis kitab Ibrani menyatakan, “Karena
kepada kita diberitakan juga kabar kesukaan sama seperti kepada
PHUHND WHWDSL ÀUPDQ \DQJ GLGHQJDU LWX WLGDN EHUJXQD EDJL PHUHND
karena mereka tidak dipersatukan dalam iman dengan orang-­orang
yang mendengarkannya” (4:2).
Orang yang dimaksudkannya adalah keturunan Abraham—para
.HXQJJXODQ
pewaris janji Allah. Bila dikiaskan, seluruh kuasa dan persediaan surga
mengalir persis di dekat rumah atau kemah mereka. Akan tetapi, mereka
tidak mendapatkan manfaat dari persediaan cuma-­cuma pemberian
Allah itu karena mereka tidak memasak “pipa iman” mereka untuk
menyedot dan menerima apa yang dijanjikan dalam Firman Tuhan.
Begitu juga, bila hanya 2 persen orang percaya Amerika yang sadar
bahwa anugerah itu pelimpahan kuasa Allah secara cuma-­cuma—
kuasa yang memberi kita kemampuan untuk berjuang melampaui
kemampuan alamiah kita dan memampukan kita untuk bersinar
dalam dunia yang gelap dengan melakukan pekerjaan yang ajaib—
lalu bagaimana kita sebagai gereja dapat memercayainya? Bagaimana
kita dapat mengambil bagian di dalamnya? Paulus menyatakan: “Dan
bagaimanakah mereka dapat percaya kepada Tuhan kalau mereka
belum mendengar tentang Dia? Juga, bagaimanakah mereka dapat
mendengar tentang Tuhan, kalau tidak ada yang memberitakan?”
(Roma 10:14).
Jika kita orang Kristen tetap tidak memahami pernyataan Firman
Allah tentang anugerah Allah yang
memberdayakan orang percaya, lalu
bagaimana kita dapat memercayainya?
Kita tidak dapat memercayainya jika
Kita tidak dapat memercayainya jika kita kita tidak mengetahuinya. Jika kita
tidak memiliki pipa untuk masuk ke
tidak mengetahuinya
dalam anugerah ini, janji Firman-­Nya
tidak akan berguna bagi kita.
Hal ini tentunya memilukan hati
Allah. Yesus sudah membayar harga
yang sangat mahal agar kita dapat bertindak melampaui apa yang
sudah dikerjakan Daniel dan Yohanes Pembaptis—untuk menjadi
teladan hidup dari kehidupan-­Nya yang berkelimpahan. Namun kita
merendahkan pesan itu sehingga hanya mencakup pengampunan
dosa dan jaminan masuk surga. Meskipun karunia itu sangat penting
dan mengagumkan, kita gagal menerapkan dan mengklaim kuasa
anugerah Allah untuk menjalani kehidupan saat ini. Karena itu, kita
tidak mampu melakukan pekerjaan-­pekerjaan Allah di dalam dunia
yang gelap ini, tidak mampu hidup dengan tak kenal menyerah bagi
kemuliaan-­Nya.
Para pengikut akhirnya berseru, “Kami harus berbuat apa untuk
melakukan kehendak Allah?” (Yohanes 6:28, BIS). Mereka frustrasi.
Mereka juga ingin menolong manusia yang menderita dengan
7DN.HQDO0HQ\HUDK
kemampuan Allah. Yesus memerintahkan mereka untuk menuruti
teladan-­Nya. Karena putus asa, akhirnya mereka berseru, “Kami harus
berbuat apa untuk melakukan kehendak Allah?” Jawaban Yesus?
Sederhana. “Milikilah iman.” (Yohanes 6:29, CEV).
,WXGLD,PDQ&XNXSGHQJDQPHPHUFD\DL´ÀUPDQDQXJHUDKµ$OODK
maka Anda dapat mengambil bagian di dalamnya. Dengan itu pula
Paulus menguatkan hati orang-­orang percaya di Efesus, “Sekarang aku
PHQ\HUDKNDQNDPXNHSDGD7XKDQGDQNHSDGDÀUPDQDQXJHUDK1\D
yang berkuasa membangun kamu dan menganugerahkan kepada kamu
warisan yang ditentukan bagi semua orang yang telah dikuduskan-­
Nya” (Kisah Para Rasul 20:32).
Paulus saat itu harus meninggalkan orang-­orang yang dikasihinya;;
ia tahu itu bisa jadi merupakan percakapan terakhir mereka di bumi ini.
Ketika Anda menyampaikan pesan-­pesan terakhir, Anda akan memilih
dengan saksama kata-­kata yang akan Anda sampaikan pada orang-­
orang yang Anda kasihi. Paulus bukan hanya menyerahkan mereka
NHSDGD7XKDQWHWDSLMXJDNHSDGD´ÀUPDQDQXJHUDK1\Dµ
Saat ini saya mendengar banyak orang Kristen yang berniat baik
mengucapkan kata-­kata yang manis seperti “Engkau harus percaya
kepada Allah” atau “Yang kauperlukan di dalam hidup ini hanyalah
Allah” atau “Pokoknya kau harus dekat dengan Allah.” Meskipun
nasihat ini mengarahkan orang ke tempat yang benar, namun masih
belum lengkap. Paulus menyerahkan saudara seimannya bukan hanya
NHSDGD $OODK WHWDSL MXJD NHSDGD ´ÀUPDQ DQXJHUDK1\Dµ $QXJHUDK
Allah membangun kita dan memberi kita warisan. Apakah warisan
kita itu? Itu biogradi yang telah Allah tulis tentang Anda sebelum Anda
lahir!
Karena pengajaran tentang anugerah yang tidak lengkap, terlalu
banyak orang Kristen (98 persen tepatnya) berpikir bahwa pelimpahan
kuasa Allah yang dahsyat itu hanya tersedia jika kita berdoa dan
berpuasa secukupnya, atau bekerja dengan tekun dalam pelayanan
Kristen, atau menjalani gaya hidup yang cukup kudus. Masalah yang
terkandung dalam pandangan yang tidak lengkap ini adalah: kita tidak
tahu seberapa banyak yang sudah dapat disebut sebagai cukup itu.
Itulah sebabnya Paulus menegur jemaat di Galatia:
Jawablah pertanyaan ini: Apakah Allah, yang dengan
berlimpah-­limpah menyediakan hadirat-­Nya bagi kamu, Roh
Kudus-­Nya, untuk melakukan dalam hidupmu hal-­hal yang
tidak mungkin kamu lakukan dengan kemampuanmu sendiri,
.HXQJJXODQ
apakah Dia melakukan hal-­hal itu karena kamu berusaha keras
untuk hidup secara bermoral atau karena kamu mengandalkan
Dia untuk mengerjakannya di dalam diri kamu? (Galatia 3:5,
MSG)
“Berusaha keras untuk hidup secara bermoral” tidak membawa
kita ke mana-­mana dalam berhubungan dengan Allah karena hal itu
hanya berpusat pada kekuatan dan usaha kita sendiri. Pelajaran utama
dari bab ini adalah: satu-­satunya faktor yang menentukan jalan masuk
kita menuju anugerah Allah yang cuma-­cuma dan membangkitkan
kuasa adalah Anda memercayai, meyakini, dan menerapkan anugerah-­
Nya oleh iman.
Hal itu sama sekali tidak berbeda dengan awal keselamatan kita.
Lihatlah bagaimana Paulus menguraikannya: “Aku ingin bertanya
kepadamu: Bagaimana kehidupan barumu dimulai? Apakah karena
kamu berusaha sekuat tenaga untuk menyenangkan hati Allah? Atau
karena kamu menanggapi Berita Allah yang disampaikan kepadamu?”
(Galatia 3:2, MSG).
Sama seperti kita pertama kali diselamatkan oleh anugerah dengan
cukup memercayai dan menanggapi berita Injil, saat ini kita terus
hidup, oleh anugerah, untuk melakukan pekerjaan-­pekerjaan ajaib di
dalam lingkup pengaruh kita masing-­masing.
CHIHUAHUA ATAU BERUANG GRIZZLY?
Kita pun kembali pada pertanyaan yang diajukan dalam bab 3. Apakah
kita memiliki kuasa dan kemampuan untuk tak kenal menyerah dalam
kepercayaan dan perjuangan kita? Apakah kita seperti Chihuahua atau
seperti beruang grizzly?
Setelah merenungkan ayat-­ayat yang kita pelajari sejauh ini, saya
berharap Anda bergabung dengan saya dalam meneguhkan—dengan
penuh sukacita dan keyakinan—bahwa Anda dan saya itu seperti
beruang grizzly. Dengan keyakinan seperti ini di dalam pikiran dan
hati kita, mari kita melanjutkan penemuan kita tentang apa itu hidup
dengan sikap yang tak kenal menyerah!
6
MELIHAT ATAU MASUK
Melalui Dia, Allah melimpahkan rahmat-­Nya kepada
begitu banyak orang, dan dengan cuma-­cuma memungkinkan
mereka berbaik kembali dengan Allah;; mereka akan berkuasa
di dunia ini melalui Kristus.
ROMA 5:17 (BIS)
S
aya berharap bahwa jika saya sering memasang Roma 5:17
di depan mata Anda, ayat itu akan mendarah daging seperti
halnya Yohanes 3:16. Mungkin Anda akhirnya akan mengutip
kata-­kata ini saat tertidur, menyadari jauh di dalam hati Anda bahwa
Allah berkehendak agar Anda memerintah di dalam kehidupan ini.
Kepercayaan yang teguh ini merupakan prasyarat untuk menyelesaikan
pertandingan dengan baik, untuk dikenal sebagai “pemenang” dan
orang percaya yang tak kenal menyerah.
Sebelum melanjutkan pembahasan, saya ingin menegaskan kembali
kebenaran mendasar yang telah kita pelajari: Semua orang yang telah
menerima anugerah Allah dengan cuma-­cuma diberi kuasa untuk
unggul dalam kehidupan ini. Kita harus menjadi kepala dan bukan
ekor, di atas dan bukan di bawah dalam kehidupan. Kita harus menjadi
kerajaan orang-­orang yang berpengaruh dan memberikan teladan baik,
menyatakan jalan hidup Allah di muka bumi ini.
7DN.HQDO0HQ\HUDK
MENGAPA KEBANYAKAN ORANG KRISTEN TIDAK MEMERINTAH DI DALAM HIDUP INI?
Mengapa tidak semua orang Kristen hidup seperti itu? Mengapa
mayoritas orang percaya malah dikuasai oleh kehidupan, bukannya
berkuasa atau memerintah dalam hidup ini?
Kita sudah membahas jawaban pertama dan yang paling jelas.
Survei nasional yang diadakan pada 2009 mengungkapkan bahwa
98 persen orang percaya di Amerika tidak sadar bahwa anugerah
Allah itu pelimpahan kuasa-­Nya. Menurut saya statistik ini, sungguh
disayangkan, mewakili gereja pada umumnya di seluruh dunia Barat.
Karena ketidaktahuan mereka akan persediaan Allah berupa kuasa
supernatural melalui anugerah, sebagian besar orang percaya tidak
mampu hidup sesuai dengan kehendak Allah. Mereka tidak berbeda
dari suku Afrika yang memiliki Land Rover yang hebat, namun tidak
mengetahui kemampuannya sebagai alat transportasi. Mereka tetap
terbatas harus bepergian dengan berjalan kaki dan memanggul beban
berat menempuh jarak jauh.
Penyebab kedua kebanyakan orang percaya tidak memerintah
dalam hidup ini akan menjadi fokus pembahasan sepanjang sisa buku
ini. Kita akan memulainya dengan memeriksa perkataan Yesus kepada
Nikodemus, seorang pemimpin Yahudi yang diam-­diam menemui
Sang Guru. Perkataan pertama Yesus kepadanya adalah, “Aku berkata
kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia
tidak dapat melihat Kerajaan Allah” (Yohanes 3:3).
Yesus berbicara tentang melihat kerajaan Allah. Namun pernyataan-­
Nya selanjutnya kepada Nikodemus mengungkapkan sesuatu
\DQJ PHQJDQGXQJ SHUEHGDDQ VLJQLÀNDQ ´$NX EHUNDWD NHSDGDPX
sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak
dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Yohanes 3:5). Mengapa Yesus
mengalihkan penekanan-­Nya dari melihat kerajaan Allah (ayat 3) ke
masuk ke dalam kerajaan Allah (ayat 5)? Jika kita hanya menerapkan
pengetahuan bahasa Indonesia kita untuk menafsirkan Alkitab, tidak
MDUDQJNLWDPHOHZDWNDQDUWLGDQVLJQLÀNDQVLVHVXQJJXKQ\DGDULVXDWX
teks. Dengan menyimak kembali bahasa aslinya, kita ditolong untuk
memahami dengan lebih baik apa yang Allah maksudkan.
Ketika berbicara tentang kerajaan Allah, Dia sebenarnya mengacu
pada “pemerintahan Allah.” Istilah bahasa Yunani yang paling sering
digunakan untuk kerajaan Allah dalam Injil adalah basileia tou Theos.
7KHRV PHQJDFX SDGD $OODK VHGDQJNDQ EDVLOHLD GLGHÀQLVLNDQ VHEDJDL
0HOLKDW$WDX0DVXN
“kebangsawanan, kekuasaan, pemerintahan.” Basileia berasal dari kata
bahasa Yunani untuk “basis” atau “fondasi.” Beberapa sarjana Alkitab
yakin bahwa terjemahan terbaik untuk basileia tou Theos adalah
“pemerintahan imperial Allah” atau “daerah kekuasaan Allah.” Saya
VHQDQJ GHQJDQ NDWD LPSHULDO 6DODK VDWX GHÀQLVLQ\D DGDODK ´SHQXK
kuasa tanpa tandingan.”
Sebagai contoh, dalam Doa Bapa Kami, Yesus memerintahkan
kita untuk berdoa, “Bapa kami yang di surga, Dikuduskanlah nama-­
Mu, datanglah Kerajaan-­Mu, jadilah kehendak-­Mu di bumi seperti di
surga” (Matius 6:9-­10). Dia sebenarnya mengatakan, “Bapa kami di
surga, Engkau Allah yang mahakuasa. Datanglah pemerintahan-­Mu
yang paling unggul dan penuh kuasa. Jadilah kehendak-­Mu di bumi
seperti di surga.” Namun, muncul masalah karena kebanyakan orang
memikirkannya secara futuristik, padahal sebenarnya kerajaan Allah
VXGDKGDWDQJ0HPDQJEHOXPGDWDQJVHFDUDÀVLNVHSHUWLGLQXEXDWNDQ
Yesaya, karena hal itu akan terjadi ketika Yesus memerintah untuk
selama-­lamanya dan pengaruh Iblis lenyap sepenuhnya. Namun,
kerajaan Allah sudah datang secara rohani. Kerajaan Allah ada di dalam
diri kita, umat perjanjian Allah, karena Yesus berkata, “Pemerintahan
Allah tidak mulai dengan tanda-­tanda yang dapat dilihat orang,
sehingga orang dapat berkata, ‘Mari lihat, ini dia!’ atau, ‘Di sana dia!’
Sebab Allah sudah mulai memerintah di tengah-­tengah kalian” (Lukas
17:20-­21, BIS).
Karena karya Kristus di Kalvari, kerajaan Allah sekarang ada di
dalam setiap pengikut Kristus. Kita harus menyebarluaskan wilayah
kekuasaannya, pemerintahannya, di mana pun kita berada dan ke
mana pun kita pergi. Kita harus memerintah di dalam hidup ini oleh
karunia anugerah Allah yang cuma-­cuma dan penuh kuasa, yang telah
dicurahkan kepada kita melalui Yesus Kristus.
Mari kita memeriksa ayat lain di mana Yesus menggunakan frasa
“kerajaan Allah” dan menggantinya dengan “pemerintahan Allah
yang paling unggul dan penuh kuasa.” Sungguh menakjubkan, dengan
perubahan ini pernyataan tersebut menjadi lebih bermakna bagi orang
percaya saat ini.
Sebagai contoh, pengajaran Yesus di Matius 12:28 akan berbunyi,
“Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, maka
sesungguhnya pemerintahan Allah yang paling unggul dan penuh
kuasa sudah datang kepadamu.” Roh Allah yang dimaksudkan
Yesus adalah Roh Kudus, salah satu pribadi Allah yang mencurahkan
anugerah (kuasa) Allah yang kita miliki. Dia disebut “Roh anugerah”
7DN.HQDO0HQ\HUDK
dalam Perjanjian Baru (lihat Ibrani 10:29).
Kembali, perkataan Yesus: “Sekali lagi Aku berkata kepadamu,
lebih mudah seekor unta masuk melalui lubang jarum daripada
seorang kaya masuk ke dalam pemerintahan Allah yang paling unggul
dan penuh kuasa” (Matius 19:24).
Orang yang kaya adalah orang yang berkata, “Aku memiliki
kecukupan dan kemampuan penuh di dalam diriku untuk sukses.”
.DUHQDNHFHUGDVDQNHXDQJDQNHNXDWDQÀVLNNHSLDZDLDQNRQHNVLGDQ
sumber dayanya, ia percaya dirinya sepenuhnya mampu mencukupi
dirinya sendiri. Namun Yesus dapat melihat menembus selubung
tersebut. “Berbahagialah, hai kamu yang miskin,” kata-­Nya, “karena
kamulah yang punya pemerintahan Allah yang paling unggul dan
penuh kuasa” (Lukas 6:20).
'LDWLGDNPHQJDFXSDGDPHUHND\DQJPLVNLQVHFDUDÀQDQVLDO'LD
memberkati mereka yang bergantung pada anugerah Allah. Yesus
menyatakan bahwa Roh Allah ada pada-­Nya untuk memberitakan
Injil kepada orang miskin, tetapi Dia sering secara sengaja bertemu
GHQJDQ GDQ PHOD\DQL RUDQJ \DQJ SDOLQJ ND\D VHFDUD ÀQDQVLDO GDODP
masyarakat setempat. Ketika Dia berbicara tentang unta masuk melalui
lubang jarum, itu persis setelah perjumpaan-­Nya dengan orang muda
yang kaya, yang memilih untuk percaya pada kekayaan-­Nya, bukannya
kepada Allah.”
Renungkan pernyataan lain Yesus tentang Kerajaan Allah:
“Kepadamu telah diberikan rahasia pemerintahan Allah yang paling
unggul dan penuh kuasa, tetapi kepada orang-­orang luar segala
sesuatu disampaikan dalam perumpamaan” (Markus 4:11). Otoritas
dan kuasa yang tersedia bagi kita melalui anugerah Allah ini sungguh-­
sungguh suatu misteri—suatu kebenaran tersembunyi yang hanya
dapat disingkapkan oleh Roh Kudus. “’Apa yang tidak pernah dilihat
oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak
pernah timbul di dalam hati manusia: Semua yang disediakan Allah
untuk mereka yang mengasihi Dia.’ Karena kepada kita Allah telah
menyatakannya oleh Roh” (1 Korintus 2:9-­10). Fakta bahwa Anda dan
saya memerintah dalam hidup ini melalui anugerah Allah tersembunyi
sampai Roh Kudus menyingkapkannya kepada kita melalui para rasul
yang menulis Perjanjian Baru. Yang perlu kita lakukan saat ini hanyalah
percaya.
Inilah penegasan lain dari Yesus tentang kerajaan Allah:
“Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, di antara orang yang hadir
0HOLKDW$WDX0DVXN
di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat bahwa
pemerintahan Allah yang paling unggul dan penuh kuasa telah
datang dengan kuasa” (Markus 9:11). Pernyataan ini dari Mesias
ini seharusnya meneguhkan kepercayaan kita bahwa kedatangan
kerajaan Allah berlangsung saat ini dan di sini dan juga kelak pada
masa depan. Pemerintahan Allah yang unggul dan penuh kuasa
akan berada di dalam diri para pengikut Yesus begitu Roh anugerah
tercurah pada Hari Pentakosta. Begitu juga, Yesus berkata kepada ahli
Taurat yang menjawab-­Nya dengan bijaksana, “Engkau tidak jauh dari
pemerintahan Allah yang paling unggul dan penuh kuasa!” (Markus
12:34).
Seperti dapat Anda lihat dari beberapa contoh yang saya sampaikan,
makna kerajaan Allah menjadi lebih penuh kuasa dan relevan bila kita
membacanya sesuai dengan makna dalam bahasa Yunaninya. Mungkin
akan memperkaya pemahaman Anda dan membangkitkan semangat
Anda jika Anda terus menggunakan pemerintahan Allah yang unggul
dan penuh kuasa untuk menggantikan kerajaan Allah setiap kali istilah
itu muncul dalam Perjanjian Baru.
Namun kita harus mengingat suatu aspek yang sangat penting
dari pemerintahan Allah yang unggul dan penuh kuasa ini: Dia telah
mendelegasikan pemerintahan-­Nya kepada kita! Langit itu langit
kepunyaan TUHAN, dan bumi itu telah diberikan-­Nya kepada anak-­
anak manusia. Yesus, sebagai Anak Manusia, mengambil kembali apa
yang telah dilepaskan Adam. Yesus kemudian menyatakan, “Kepada-­
Ku telah diberikan segala kuasa (segala wewenang untuk memerintah)
di surga dan di bumi” (Matius 18:11, AMP). Tetapi Kristus Tuhan dan
Raja kita tidak lagi berada di muka bumi ini, maka Anda dan saya—
tubuh Kristus—harus menjalankan pemerintahan Allah yang unggul
dan penuh kuasa itu. Jika kita tidak menjalankan pemerintahan
itu, ia akan tetap berada dalam genggaman penguasa dunia ini dan
kehidupan dunia akan menguasai kita. Itu bukan rencana Allah! Kita
diberi kuasa oleh anugerah-­Nya untuk memerintah di dalam hidup ini
melalui Kristus!
MASUK VS. MELIHAT
Mari kita membahas lebih jauh perkataan Yesus kepada Nikodemus.
Anda tentu ingat bahwa Sang Guru pertama kali berkata, “Sesungguhnya
Aku berkata kepadamu, jika seseorang tidak dilahirkan kembali, ia
7DN.HQDO0HQ\HUDK
tidak dapat melihat Kerajaan Allah” (Yohanes 3:3). Dan beberapa saat
kemudian, Dia mengungkapkannya sebagai berikut: “Sesungguhnya
Aku berkata kepadamu, jika seseorang tidak dilahirkan dari air dan
Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Yohanes 3:5).
Dengan pengertian yang kita peroleh dalam bahasa Yunani tentang
Kerajaan Allah, kita sekarang dapat lebih memahami mengapa Yesus
membedakan antara melihat kerajaan Allah dan masuk ke dalam
kerajaan Allah. Jika kita menganggap kerajaan Allah itu sebagai
WHPSDWVHFDUDKDUÀDKVHSHUWLVXUJDPDNDD\DWPHQDQGDNDQEDKZD
dilahirkan kembali itu tidak cukup untuk membuat orang masuk ke
surga—mereka hanya dapat melihatnya. Ini tentu saja tidak benar.
Ketika Anda memahami bahwa Yesus berbicara tentang pemerintahan
Allah yang unggul dan penuh kuasa—pemerintahan kerajaan—maka
ayat-­ayat itu memperlihatkan makna yang sama sekali berbeda dan
jauh lebih mudah untuk dipahami.
.DWDEDKDVD<XQDQLXQWXNPHOLKDWGDODPD\DWDGDODKHLGR'HÀQLVL
utamanya adalah “melihat, memahami, menyadari, atau mengenal
sesuatu.” Yesus menyatakan bahwa kita semua yang lahir baru dapat
melihat, memahami, menyadari, dan mengenal pemerintahan Allah
yang unggul dan penuh kuasa—kerajaan Allah.
Pernyataan-­Nya selanjutnya tidak lagi menggunakan kata melihat
(eido);; Dia menggunakan kata masuk sehubungan dengan pemerintahan
$OODK.DWDEDKDVD<XQDQLXQWXNPDVXNDGDODKHLVHUFKRPDL'HÀQLVL
utamanya adalah “bangkit dan datang ke dalam” atau “bangkit dan
masuk.” Jadi, dalam dua pernyataan ini, Yesus beralih dari menyadari
ke bangkit dan datang ke dalam pemerintahan Allah yang unggul dan
penuh kuasa. Anda memahami perbedaannya?
Sebagai ilustrasi, ketika saya naik ke pesawat terbang untuk
terbang ke suatu tempat, saya sangat sadar akan kemampuannya
untuk melawan gravitasi, memungkinkan saya terbang jauh di atas
bumi, dan membawa saya ke tempat tujuan. Sebagai penumpang, saya
dapat melihat dan mengalami manfaat mengendarai pesawat terbang.
Kemudian suatu hari teman saya mengikutkan saya dalam kursus
terbang. Setelah beberapa latihan awal, saya masuk ke pesawat
bermesin tunggal dan instruktur menjelaskan apa yang harus saya
lakukan. Tak lama kemudian saya mulai mengendalikan kemudi dan
menerbangkan pesawat. Rasanya seperti mimpi. Saya satu pikiran yang
bermunculan pada penerbangan pertama itu adalah fakta bahwa saya
dapat menerbangkan pesawat itu ke mana dan bagaimana pun saya
0HOLKDW$WDX0DVXN
mengingininya. Tidak ada jalan raya, tidak ada jalur. Sebaliknya, saya
yang menciptakan jalur dan rutenya. Saya sudah beralih dari menyadari
apa yang bisa dilakukan pesawat dan mengalami manfaat terbang
sebagai penumpang ke menjadi pilot dan menerbangkan pesawat ke
mana pun saya mau. Saya sudah masuk ke dalam kemerdekaan terbang.
Perkataan Yesus menandakan adanya dua jenis orang percaya.
Kita dapat membandingkan kelompok pertama dengan penumpang di
pesawat yang melihat, memahami, dan mengalami manfaat terbang.
Kemudian ada mereka yang bangkit dan masuk ke dalam kokpit
sebagai pilot, yang sungguh-­sungguh melakukan penerbangan dan
menentukan ke mana akan pergi dan pada ketinggian dan kecepatan
berapa. Para penumpang, meskipun mereka dapat merasakan manfaat
pesawat terbang, nasib mereka berada di tangan mereka yang tahu cara
terbang.
8QWXN LOXVWUDVL OHELK MDXK SHUEHGDDQ VLJQLÀNDQ DQWDUD PHOLKDW
dan masuk ke dalam kerajaan Allah, bayangkan sekelompok orang
yang terdampar di sebuah pulau. Pulau itu berbahaya, penuh dengan
binatang liar yang suka memangsa manusia, ular berbisa, laba-­laba,
dan kalajengking. Kalau itu masih belum cukup buruk, di situ juga
ada suku primitif yang kanibal. Kelompok kecil kami benar-­benar
terancam bahaya maut. Tetapi, ada suatu kabar baik: di pulau itu
ada landasan pesawat dan pesawat jet yang berfungsi dengan baik.
Pesawat itu sudah penuh bahan bakar dan siap di landasan. Kelompok
kami dapat menggunakannya untuk terbang ke tempat yang aman.
Namun ada masalah besar: tidak ada seorang pun dalam kelompok
ini yang tahu cara menerbangkan pesawat! Kami semua penumpang
yang berpengalaman, namun tidak ada seorang pun yang bangkit
mencapai status pilot yang mampu menerbangkan pesawat. Meskipun
pesawat itu memberi kami kuasa untuk terbang ke tempat yang aman
dan bebas, kami tidak dapat melakukannya karena kami tidak dapat
menghidupkan mesinnya, apa lagi menerbangkannya meninggalkan
pulau.
Skenario ini menggambarkan perbedaan antara orang percaya
yang hanya melihat atau mengalami pemerintahan Allah yang unggul
dan penuh kuasa dan orang percaya yang sudah bangkit dan masuk ke
dalam pemerintahan Allah yang unggul dan penuh kuasa.
Perbedaan yang sangat tajam, bukan? Anda ingin menjadi orang
percaya jenis yang mana?
7DN.HQDO0HQ\HUDK
MASUK KE DALAM PEMERINTAHAN
Pertanyaan logis yang sekarang muncul adalah, Bagaimana seorang
anak Allah beralih dari melihat ke benar-­benar masuk ke dalam
pemerintahan? Dengan kata lain, bagaimana kita beralih dari
penumpang rohani menjadi pilot rohani? Rasul Paulus menjawab
pertanyaan ini bagi kita.
Di bawah bimbingan Roh Kudus, Paulus dan Barnabas meninggalkan
gereja lokal mereka dan melakukan perjalanan rasuli pertama mereka
(Kisah Para Rasul 13:1-­4). Setelah berjalan jauh ke berbagai kota di
Asia, mereka memulai perjalanan panjang kembali ke kota asal, sambil
mengunjungi kota-­kota tempat mereka merintis gereja-­gereja baru.
Pada saat itu, tentu saja, perjalanan jauh lebih menantang dari saat ini.
Saya dapat naik pesawat dan dengan mudah pergi ke kota mana saja di
seluruh dunia, biasanya hanya dalam waktu dua puluh empat jam. Tidak
terpikir dalam benak saya ketika meninggalkan suatu tempat di luar
negeri, Karena rumitnya perjalanan, saya bertanya-­tanya apakah saya
masih akan melihat orang-­orang ini lagi pada masa hidup saya. Namun
Paulus pada zamannya sering didera pikiran itu. Ketika meninggalkan
gereja-­gereja ini, Paulus tahu kemungkinan besar ia tidak akan melihat
kembali jemaat-­jemaat yang telah dilahirkannya ke dalam kerajaan
Allah sampai mereka dipersatukan kembali di surga. Sesuai dengan
keadaan itu, kita dapat membayangkan Paulus memilih perkataannya
bagi orang-­orang yang baru percaya ini dengan saksama. Dan pesan
yang ditinggalkannya secara langsung menunjukkan bagaimana kita
beralih dari melihat menjadi masuk ke dalam pemerintahan:
Lalu kembalilah mereka ke Listra, Ikonium dan Antiokhia.
Di tempat itu mereka menguatkan hati murid-­murid itu dan
menasihati mereka supaya bertekun di dalam iman, dan
mengatakan bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita
harus mengalami banyak sengsara. (Kisah Para Rasul 14:21-­22)
Paulus tidak meninggalkan tiga kota ini dengan menyelenggarakan
VHPLQDU ÀQDQVLDO NRQIHUHQVL SHUWXPEXKDQ JHUHMD VLPSRVLXP
pelatihan kepemimpinan, atau pesan yang membesarkan hati tentang
pengharapan—meskipun semua topik ini memiliki tempatnya masing-­
masing. Tidak, ia meninggalkan mereka dengan perkataan yang
akan memberdayakan orang-­orang yang baru percaya untuk hidup
dengan tak kenal menyerah dan menyelesaikan pertandingan dengan
baik. Ia bermaksud mempersiapkan mereka untuk masuk ke dalam
0HOLKDW$WDX0DVXN
pemerintahan.
Perkataan Paulus tetap berlaku bagi kita saat ini. Perkataan ini perlu
tertanam di dalam hati dan jiwa kita: Kita harus mengalami banyak
sengsara untuk masuk ke dalam pemerintahan Allah yang unggul dan
penuh kuasa. Tetaplah bertahan bersama saya, karena ini pesan yang
penuh dengan pengharapan dan iman, bukan kemurungan.
Pikirkanlah dengan cara demikian: Kesengsaraan memang
terjadi! Itu tak terelakkan. Yesus dengan jelas menyampaikan bahwa
kesengsaraan adalah fakta kehidupan bagi para pengikut-­Nya. “Dalam
dunia kamu menderita penganiayaan (atau kesengsaraan),” kata-­Nya
menghibur kita, “tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan
dunia” (Yohanes 16:33). Dia sudah menang, berarti Anda dan saya
telah diberi wewenang dan kuasa atas apa pun yang mungkin dunia
lakukan terhadap kita. Kita tubuh-­Nya;; kita Kristus di muka bumi ini.
Kita sudah mengalahkan dunia di dalam Kristus!
.DWDNHVHQJVDUDDQGLGHÀQLVLNDQVHEDJDL´.HVXOLWDQDWDXPDVDODK
yang sangat besar.” Kata bahasa Yunaninya thlipsis. Menurut The
(QF\FORSHGLD RI %LEOH :RUGV GHÀQLVL WKOLSVLV DGDODK ´*DJDVDQ
tentang tekanan emosional dan rohani yang sangat besar, yang dapat
disebabkan oleh faktor eksternal atau internal. Dari lima puluh lima kali
kemunculan akar kata ini dalam Perjanjian Baru, lima puluh tiganya
berupa kiasan.” Tekanan itu mungkin berasal dari musuh, keadaan
yang tidak menyenangkan, keputusan yang salah, atau hasrat yang
menyimpang.
-DPHV 6WURQJ PHQGHÀQLVLNDQ WKOLSVLV VHEDJDL ´WHNDQDQ VHFDUD
KDUÀDK DWDX NLDVDQ SHQGHULWDDQ NHPDODQJDQ EHEDQ SHQJDQLD\DDQ
NHVHQJVDUDDQ PDVDODKµ :( 9LQH PHQGHÀQLVLNDQQ\D VHEDJDL ´DSD
pun yang membebani jiwa atau roh.”
8QWXNPXGDKQ\DVHFDUDSULEDGLVD\DPHQGHÀQLVLNDQNHVHQJVDUDDQ
atau thlipsis sebagai “padang gurun.”
Alkitab Today’s English Version menerjemahkan 14:22 sebagai
berikut: “Kita harus banyak menderita dahulu, baru kita dapat masuk
ke dalam Kerajaan Allah.” Sebagai ilustrasi, bayangkanlah Anda
melayani seorang raja agung yang telah menaklukkan suatu negara.
Ia sudah masuk ke ibu kota dan menjungkalkan penguasa kejam
yang memerintah negeri itu dengan tangan besi. Pemimpin yang
dilengserkan itu berlaku keji pada rakyatnya, meracuni pemikiran
mereka dengan propaganda palsu, menyebabkan mereka menentang
segala sesuatu yang baik dan luhur, dan membangkitkan kebencian
7DN.HQDO0HQ\HUDK
dan kemuakan terhadap cara-­cara yang benar dari raja yang adil dan
luhur yang Anda layani.
Raja yang baik itu mengutus pada hambanya untuk memasuki
negeri itu dan menegakkan kemenangannya dengan mengambil alih
semua wilayah yang diduduki musuh dan benteng-­benteng yang
masih berdiri. Di seluruh negeri itu ada wali penguasa yang masih
menduduki benteng dan kastil. Mereka terus menyebarkan cara-­cara
mantan raja yang jahat itu. Akibatnya, masih banyak orang yang berada
dalam kekuasaan sistem si tuan yang jahat itu. Meskipun perang secara
keseluruhan sudah dimenangkan, masih banyak pekerjaan yang harus
dilakukan untuk menegakkan kemenangan itu.
Anda dalam perjalanan untuk menaklukkan kastil dalam wilayah
musuh. Ada banyak bahaya di sepanjang jalan, karena Anda harus
menghadapi, menjungkalkan, dan
melewati
daerah-­daerah
yang
diduduki musuh. Musuh Anda telah
memasang
berbagai
perangkap
Anda dalam perjalanan untuk mencegah Anda mengambil
untuk menaklukkan kastil alih wilayah tersebut. Anda harus
dalam wilayah musuh.
bertempur menghadapi kesengsaraan
ini satu demi satu. Dan begitu Anda
sampai di kastil, Anda menghadapi
ujian yang paling berat dari semuanya
itu:
menjungkirbalikkan
benteng
musuh. Kabar baiknya, semakin sering Anda mengalahkan jebakan
musuh, penjagaan, dan perkemahan mereka di sepanjang jalan, Anda
pun semakin berpengalaman dan semakin cakap dalam bertempur.
Jika Anda berhasil mengambil alih kastil ini, Anda akan memerintah
wilayah ini. Bukan hanya itu, Anda akan menjadi prajurit yang begitu
cakap dan layak dipercaya sehingga Anda memiliki kemampuan untuk
mempertahankan pemerintahan Anda atas wilayah yang telah Anda
ambil alih bagi raja Anda.
Raja yang baik dalam kisah kita mewakili Tuhan kita Yesus. Dia telah
memberi kita, prajurit-­Nya yang setia, untuk pergi dan menegakkan
kemenangan-­Nya atas balas kegelapan yang masih menguasai dunia
ini. Saat kita berderap maju, kita akan menghadapi pertempuran-­
pertempuran yang sukar, namun pada akhirnya akan membebaskan
mereka yang masih terpenjara oleh taktik, cara, dan propaganda musuh.
Anda dan saya harus mengalami banyak kesengsaraan untuk masuk
ke dalam pemerintahan. Namun, seperti dikatakan Yesus, kita dapat
0HOLKDW$WDX0DVXN
bersukacita karena Dia telah mengalahkan dunia. Melalui anugerah-­
Nya, kita diberi kuasa dan otoritas untuk menghadapi tantangan apa
pun yang dunia berikan.
Kita bukan hanya memiliki pelimpahan kuasa oleh anugerah Allah.
Kita yang percaya kepada Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan
juga memiliki kedudukan yang sangat spesial dalam anugerah Allah.
Bacalah dengan sukacita perkataan Paulus kepada orang-­orang Kristen
di Roma:
Roh itu bersaksi bersama-­sama dengan roh kita, bahwa kita
adalah anak-­anak Allah. Dan jika kita adalah anak, maka kita
juga adalah ahli waris, maksudnya orang-­orang yang berhak
menerima janji-­janji Allah, yang akan menerimanya bersama-­
sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-­sama
dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-­sama
dengan Dia. Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman
sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang
akan dinyatakan kepada kita. (Roma 8:16-­18)
Sebagai orang percaya, Anda dan saya adalah ahli waris Allah!
Kita ahli waris Allah dan akan menerima janji-­janji Allah bersama-­
sama dengan Kristus. Kata ahli waris terjemahan dari bahasa Yunani
NOHURQRPRV GLGHÀQLVLNDQ VHEDJDL ´RUDQJ \DQJ PHQJXDVDL KDN PLOLN
atau mewarisi. Penekanannya pada hak ahli waris untuk memiliki.”
.DPXVVD\DPHQGHÀQLVLNDQDKOLZDULVVHEDJDL´RUDQJ\DQJPHZDULVL
DWDX PHODQMXWNDQ SXVDND VHRUDQJ SHQGDKXOXµ $GD SXOD GHÀQLVL
sekunder: “orang yang secara legal berhak menerima kedudukan
orang lain.” Wow, Anda dapat memahaminya? Allah menjadikan kita
ahli waris atas segala sesuatu yang telah Dia capai dan Dia miliki! Kita
memiliki apa yang Dia miliki. Kita harus memerintah sebagaimana Dia
memerintah.
Segala sesuatu adalah milik Allah dan, karena itu, segala sesuatu
adalah milik kita. “Karena itu janganlah ada orang yang memegahkan
dirinya atas manusia,” tulis Paulus kepada sesama orang percaya,
“sebab segala sesuatu adalah milikmu” (1 Korintus 3:21). Segala sesuatu!
Anda dan saya sungguh-­sungguh ahli waris Allah! Menurut Alkitab
Contemporary English Version, “Segala sesuatu adalah milikmu,
termasuk dunia, kehidupan, kematian, masa kini, dan masa depan.
Segala sesuatu menjadi milikmu.” Berhentilah dan renungkanlah hal
ini selama satu atau dua hari. Dalam Kristus, Anda dan saya jauh lebih
7DN.HQDO0HQ\HUDK
kaya daripada orang paling kaya di dunia!
Tetapi ada satu persyaratan. Suatu persyaratan yang sangat
penting. Roma 8 yang kita kutip tadi dengan jelas mengatakan jika. Ada
suatu persyaratan bagi kita untuk menerima warisan itu;; dengan kata
lain, warisan itu tidak otomatis diberikan kepada setiap orang Kristen.
Apakah persyaratannya? Kita harus menderita bersama-­sama dengan
Dia.
Bacalah kembali ayat tadi. Untuk masuk ke dalam realitas
pemerintahan kita bersama dengan Kristus, kita harus menjumpai,
melawan, dan mengatasi segala perlawanan yang merintangi jalan
menunju apa yang menjadi milik-­Nya, sama seperti telah dilakukan-­
Nya. Perhatikan kata-­kata menderita bersama-­sama dengan Dia.
Mengatasi perlawanan itu bukanlah berjalan-­jalan di taman atau
berjingkat-­jingkat mengamati bunga tulip. Itu suatu peperangan, dan
ada penderitaan saat kita berperang.
Namun dalam kasus kita, ini bukan penderitaan yang mendatangkan
kekalahan. Dalam Roma 8:18 Paulus menegaskan bahwa dalam
menghadapi kesengsaraan ini kita dapat bersikap positif dan penuh
dengan pengharapan: “Sebab aku yakin bahwa penderitaan zaman
sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan
dinyatakan kepada kita.” Inilah prinsip kunci yang sangat perlu Anda
pahami dan Anda pegang dengan teguh:
Tidak peduli bagaimanapun thlipsis (kesengsaraan) yang Anda
hadapi, kesulitan yang Anda alami tidak dapat dibandingkan
dengan taraf pemerintahan yang akan Anda jalani setelah
kesengsaraan itu berlalu.
Jika kita menjalankan Kekristenan dengan benar, pasti kita akan
mengalami penderitaan. Namun seiring dengan setiap kemenangan
dalam pertempuran, kemuliaan kekuatan dan hikmat yang semakin
besar juga menyertai kita. Paulus bukan hanya mengacu pada kemuliaan
yang akan dicurahkan kepada kita di hadapan tahta pengadilan di
surga;; ia juga berbicara tentang manfaat yang kita dapatkan pada saat
ini. Ketika kita menang melalui kesengsaraan, kita bergerak (masuk) ke
dalam tataran pemerintahan yang semakin besar pula.
0HOLKDW$WDX0DVXN
MENDERITA BERSAMA-SAMA DENGAN DIA
Saat kita merenungkan kata-­kata menderita bersama-­sama dengan Dia,
kita harus bertanya, Bagaimana Yesus menderita? Di sinilah banyak
orang mengalami kebingungan karena ada dua jenis penderitaan. Yang
satu adalah penderitaan karena kebenaran dan yang kedua adalah
penderitaan karena dunia. Saya akan menjelaskan perbedaannya.
Penderitaan karena dunia terjadi karena seluruh dunia berada di
bawah kekuasaan si jahat (lihat 1 Yohanes 5:19). Sebagai akibatnya,
hal-­hal yang keji dan jahat menimpa orang setiap hati. Bayi diaborsi
atau disiksa, gadis dipaksa menjadi budak seks, penyakit merenggut
nyawa terlalu dini, kemiskinan dan kelaparan merajalela, pertikaian
dan pergolakan mencabik-­cabik keluarga, kecanduan menjerat dan
menghancurkan—dan daftarnya masih sangat panjang. Tidak ada yang
baik atau berguna dari penderitaan ini. Ini menyedihkan dan tragis,
namun tak ayal terjadi akibat dosa Adam menyerahkan otoritasnya
kepada tuan yang sangat kejam.
Penderitaan berikutnya, penderitaan karena kebenaran, akan
menjadi fokus bahasan kita, karena penderitaan inilah yang
dimaksudkan Yesus dan Paulus. Semua penderitaan karena kebenaran,
ketika ditanggung dengan kekuatan Allah, banyak gunanya. Hasilnya
senantiasa penuh kemuliaan. Penderitaan itu menguatkan kita dalam
panggilan kita untuk memerintah.
Yesus memperlihatkan hal ini pada kita sepanjang pelayanan-­Nya.
Ingat, kita ditetapkan untuk menderita bersama-­sama dengan Dia jika
kita hendak memerintah bersama-­sama dengan Dia. Jadi bagaimana
Dia menderita? Yesus telah mempersiapkan diri selama tiga puluh
tahun menjelang pelayanan dan kemudian dibaptis di sungai Yordan
oleh nabi terkenal bernama Yohanes.
Setelah Yesus dibaptis, langit terbuka dan Roh Kudus turun ke atas-­
Nya, tampak seperti burung merpati. Allah Bapa berbicara dari surga
dan semua orang dapat mendengarnya, “Engkaulah Anak-­Ku yang
terkasih, kepada-­Mulah Aku berkenan” (Lukas 3:22). Bayangkan jika
Anda ada di antara kerumunan orang yang menyaksikan peneguhan
yang meneguhkan dari surga atas Yesus ini. Banyak pemimpin bangsa,
baik pemimpin politik maupun pemuka agama, juga menyaksikannya.
Nah, seandainya kita adalah Yesus, kebanyakan kita akan
berpikir, Ini waktu yang tepat untuk memulai pelayanan-­Ku! Aku
harus menyampaikan khotbah pertama saat ini, ketika semua orang
7DN.HQDO0HQ\HUDK
ini berkumpul di sini. Bagaimanapun, Aku sudah mempersiapkan
diri untuk saat ini selama tiga puluh tahun. Mungkin Aku harus
mempekerjakan tim pemasaran dan promosi yang dapat menangkap
momentum kejadian ini. Setiap orang di sini sekarang tahu, Akulah
hamba Tuhan pilihan pada saat ini.
Itu tanggapan yang logis dan layak dipromosikan, bukan? Namun,
sebaliknya, inilah yang dilakukan Yesus: “Yesus, yang penuh dengan
Roh Kudus, kembali dari Sungai Yordan, lalu dibawa oleh Roh Kudus
ke padang gurun. Di situ empat puluh hari lamanya Ia dicobai Iblis”
(Lukas 4:1-­2). Saya mendapati bahwa banyak orang percaya mengira
Yesus hanya dicobai pada akhir empat puluh hari puasa-­Nya di padang
gurun. Namun bukan itu yang terjadi. Meskipun Alkitab mencatat tiga
ujian khusus yang dialami Yesus, dengan jelas Alkitab menyiratkan
bahwa ia diuji (menanggung kesengsaraan) selama empat puluh hari
penuh.
Perhatikan siapa yang membawanya ke padang gurun. Iblis tidak
membawa-­Nya ke sana. Tidak, Bapa-­Nya, melalui Roh Kudus, yang
melakukannya. Mungkin ada orang berpikir, Mengapa Allah membawa
Anak-­Nya ke padang gurun, padahal Dia tahu Yesus akan menghadapi
penderitaan dan perlawanan? Satu fakta yang dapat kita yakini adalah
bahwa Allah tidak akan pernah menuntun kita ke dalam badai tanpa
Dia mengaruniakan kepada kita kekuatan untuk mengatasinya. (Saya
akan membahas lebih lanjut prinsip ini dalam bab berikutnya.) Hal
pertama yang kita lihat di sini adalah Allah bukanlah penyebab thlipsis
atau kesengsaraan. Dia tahu kita hidup di dalam dunia yang hancur
dan jika kita harus menaklukkan dan memerintah dunia, kita akan
menghadapi perlawanan dan seluruh kekuatan jahatnya. Karena itu,
Allah melatih kita dalam arena-­arena yang Dia tahu dapat kita tangani
untuk menguatkan kita menghadapi perjuangan yang lebih besar.
Yesus pergi ke padang gurung penuh dengan Roh Kudus segera
setelah dibaptis dan menghadapi thlipsis selama empat puluh hari
berikutnya. Ingatlah bahwa Dia telah
menanggalkan
keistimewaan-­Nya
Allah melatih kita dalam sebagai Allah untuk hidup di antara
kita sebagai manusia yang penuh
arena-­arena yang Dia dengan anugerah (lihat Filipi 2:7
tahu dapat kita tangani dan Lukas 2:40). Dia bertempur dan
untuk menguatkan kita mengatasi semua musuh, tanpa pernah
menghadapi perjuangan sekali pun menyerah pada pencobaan
yang lebih besar.
Iblis. Kemudian setelah empat puluh
0HOLKDW$WDX0DVXN
hari, “Dalam kuasa Roh kembalilah Yesus ke Galilea. Lalu tersebarlah
kabar tentang Dia di seluruh daerah itu” (Lukas 4:14).
Dia pergi ke padang gurun penuh dengan Roh Allah, namun setelah
mengatasi penderitaan berupa pencobaan yang berat, Dia kembali
dalam kuasa Roh anugerah. Ingatlah perkataan Paulus di Roma 8:18:
“Sebab aku yakin bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat
dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.”
Ayat ini dapat dengan mudah dibaca sebagai “Sebab aku yakin bahwa
penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan
otoritas dan kuasa yang akan dinyatakan kepada kita.” Yesus masuk ke
dalam taraf pemerintahan yang lebih besar setelah Dia dengan sukses
menghadapi thlipsis.
Rasul Yakobus menggarisbawahinya demikian, “Berbahagialah
orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan
uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada
orang-­orang yang mengasihi Dia” (Yakobus 1:12).
Perhatikanlah bahwa ketika Anda mengatasi pencobaan seperti
yang Yesus lakukan selama empat puluh hari di padang gurun, Anda
menerima “mahkota kehidupan.” Saya tahu bahwa Anda mungkin
menyatakan bahwa mahkota ini diberikan di surga di tahta penghakiman.
Dan memang benar. Namun, menurut saya, Yakobus bukan hanya
mengacu pada mahkota sesungguhnya yang akan diberikan di surga,
tetapi juga tentang masuk ke dalam taraf pemerintahan yang lebih
tinggi dalam kehidupan saat ini. Mahkota berbicara tentang otoritas.
Apa yang menyertai otoritas? Kuasa. Yesus pergi ke padang gurun
penuh, namun Dia kembali dalam kuasa. Ingat, kita masuk ke dalam
pemerintahan jika kita menderita bersama-­sama dengan Dia. Maka,
ketika kita menanggung thlipsis dan lulus ujian tanpa menyerah—
dengan gigih menaati Firman Allah meskipun berbagai keadaan buruk
menimpa kita—akan ada manfaat langsung: otoritas yang lebih besar
dalam area kehidupan yang kita pertahankan dengan teguh.
KESAKSIAN IBU MERTUA SAYA
Ibu Lisa adalah contoh klasik dari janji ini. Pada 1979 dokter pribadi
Shirley di Indiana mendiagnosisnya mengidap kanker payudara.
Diketahuinya sudah agak terlambat sehingga kankernya juga menyebar
ke kelenjar getah beningnya. Payudaranya diangkat bersama dengan
30 persen kelenjar getah beningnya, dan dokter mengatakan bahwa
7DN.HQDO0HQ\HUDK
kondisinya sudah tidak tertolong.
Shirley menginginkan pendapat lain, maka ia pergi ke rumah sakit
MD Anderson di Houston, Texas, yang dianggap sebagai salah satu
rumah sakit unggulan di Amerika Serikat dalam penanganan kanker.
Dokternya di situ adalah kepala departemen onkologi (tumor). Hasil
pemeriksaannya tidak menggembirakan. Setelah menyampaikan
penjelasan yang sama dengan yang diberikan oleh dokter pertama, ia
berkata, “Ini memang berat, bukan?” Dokter itu memperkirakan, jika
Shirley mematuhi resep dan terapi darinya dan stafnya, ia mungkin
masih hidup dua tahun lagi, paling lama tiga tahun lagi. Ilmu medis
belum menemukan obat untuk itu.
Terapi yang harus dijalaninya berupa radiasi intensif, lalu pulang ke
Indiana untuk beristirahat selama dua atau tiga minggu, dan kemudian
kembali ke Houston untuk menjalani kemoterapi.
Saat di Houston, Shirley menelepon pelayanan TV yang terkenal
secara nasional untuk minta didoakan. Seakan suatu “kebetulan,”
orang yang menerima teleponnya mengenal pasangan suami-­istri
yang menangani fasilitas bagi pasien rawat jalan di MD Anderson. Ia
selanjutnya menelepon dan mendorong pasangan itu untuk menengok
Shirley dan meneruskan pelayanan untuknya. Pasangan itu pun
berkenalan dengan Shirley. Mereka membawanya ke gereja mereka, ke
pertandingan bola, dan keluar makan malam, sambil terus membagikan
janji-­janji Firman Allah yang membangkitkan iman.
Shirley baru saja menjadi Kristen. Sebelum mengetahui kanker
itu, ia sudah diajari prinsip-­prinsip dasar iman oleh ibu yang
aktif dalam pelayanan. Ketika kembali ke Indiana, ia makan siang
dengan pembimbingnya, yang menasihati Shirley bahwa Allah tidak
menyembuhkan siapa-­siapa. Temannya memberikan beberapa contoh
orang Kristen lain yang tidak disembuhkan dari penyakit yang parah.
Ketika Shirley membagikan ayat-­ayat pengharapan yang disampaikan
oleh pasangan dari Houston itu, mentornya menjadi jengkel dan
menganggap Shirley menentang nasihatnya.
Tentu saja Shirley bingung. Ketika ia kembali ke Houston untuk
kemoterapi, pasangan itu terus menemuinya setiap hari, membangkitkan
semangatnya dengan Firman Tuhan. Akhirnya, Shirley percaya dengan
yakin dalam hatinya bahwa apa yang Firman Allah katakan tentang
kesembuhan itu benar adanya. Tidak ada lagi keraguan akan apa yang
Allah katakan dalam Firman-­Nya. Ia akan sembuh!
Ketika Shirley memutuskan untuk tidak melanjutkan kemoterapi,
0HOLKDW$WDX0DVXN
dokter mengira ia sudah tidak waras. Saat ia meninggalkan rumah
sakit, dokter itu masih mengikutinya terus sampai ke elevator,
memperingatkannya bahwa ia mengambil keputusan yang dapat
membahayakan nyawanya. Namun Shirley bersikeras. Ia pergi dan
tidak pernah kembali ke MD Anderson. Ia pulang ke rumah, dan di
sana ia mencurahkan Firman Allah ke dalam hidupnya setiap hari
melalui buku, rekaman kaset, dan pendalaman Alkitab.
Saat ini, tiga puluh satu tahun kemudian, ia sehat, bugar, dan
tinggal di seberang rumah kami. Nyatanya, pada umur tujuh puluh
lima tahun ia masih melayani di departemen hubungan gereja dalam
pelayanan kami, bagian dari tim tujuh orang yang menyediakan
buku-­buku dan kurikulum kami bagi lebih dari dua puluh ribu gereja
di Amerika Serikat. Dalam perannya itu, ia telah menolong sekian
banyak pendeta dan pekerja gereja untuk menemukan bahan-­bahan
pendukung pelayanan yang mereka perlukan.
Dalam seluruh tahun-­tahun pelayanan saya, saya baru menemukan
beberapa orang seperti Shirley yang begitu mudah untuk didoakan
dalam hal kesembuhan. Suatu ketika tidak lama setelah Lisa dan
saya menikah, saya baru pulang dari tempat kerja, dan Shirley—yang
VHGDQJ PHQJXQMXQJL NDPL³WHUVHUDQJ ÁX SDUDK .HWLND VD\D PDVXN
Shirley sedang merangkak di tangga menuju tempat tidur. Ia tidak
punya tenaga lagi untuk berjalan. Ketika ia melihat saya ia berkata,
´-RKQWRORQJNDXEHUGRDXQWXNNXVXSD\DÁXLQLPHQ\LQJNLUGDULNXµ
Saat saya berdoa untuknya, kuasa Allah begitu kuat, begitu nyata,
sehingga ibu mertua saya tumbang ke lantai. Kemudian ia bangkit, mulai
melompat-­lompat di sekeliling apartemen, dan berkata, “Aku ingin
membuatkan makan malam untuk kalian!” Ia pun lalu menyediakan
makan malam yang lezat bagi kami. Saya tertawa di dalam hati dan
berkata, Wow, hal yang sama juga dialami Petrus! Ibu mertuanya sakit,
Yesus menyembuhkannya, dan ia bangkit dan menyediakan makanan
bagi mereka semua (lihat Matius 8:14-­15).
Shirley bukan hanya menerima doa dengan mudah, ia juga
perempuan yang penuh kuasa jika mendoakan orang lain untuk
disembuhkan. Jika ia berada di sekitar orang yang berjuang melawan
penyakit atau luka, Anda perlu tahu bahwa mereka akan mendapatkan
semprotan Firman Allah bertubi-­tubi dan didoakan untuk sembuh!
6KLUOH\WHWDSEHEDVGDULNDQNHUGDQVHKDWZDODÀDWVHODPDWLJDSXOXK
satu tahun dan umurnya masih terus bertambah! Dengan berjuang tak
kenal menyerah melawan thlipsis dengan Firman Allah, ia menerima
7DN.HQDO0HQ\HUDK
mahkota kehidupan dalam arena kesembuhan. Ia telah menanggung
dan mengatasi kesengsaraan ini dan sekarang memerintah dalam area
kehidupan yang telah ia perjuangkan.
PARA PEMENANG
Orang-­orang lain memiliki pengalaman serupa. Pikirkanlah Oral
Roberts, yang saat ini sudah di surga, namun kehidupan dan
pusakanya masih berlanjut. Pada umur tujuh belas tahun, Oral hampir
saja meninggal karena tuberkolosis. Ia dengan tak kenal menyerah
berjuang melawan penyakit itu dengan Firman Allah dan doa, dan
nantinya dipastikan kesembuhannya oleh dokternya. Seperti halnya
Shirley, Oral menerima mahkota kehidupan dalam arena kesembuhan,
dan jutaan orang selanjutnya dikuatkan dan disembuhkan melalui
kehidupan dan pelayanannya.
Saya memiliki teman bernama Jimmy yang sudah menjadi gembala
selama bertahun-­tahun dan memengaruhi banyak orang melalui
pelayanannya. Pada usia yang masih muda, dokternya angkat tangan,
namun kemudian ia dibawa ke kebaktian Oral Roberts. Setelah Oral
berdoa baginya, Jimmy secara ajaib dipulihkan.
Bagaimana seandainya Oral tidak bertekun ketika masih muda?
Di manakah sekarang pendeta teman saya itu—dan juga jutaan orang
lain yang menerima kesembuhan melalui pelayanan Oral Roberts?
Bagaimana pula dengan semua orang yang telah dipengaruhi Pendeta
Jimmy ke dalam kekekalan—di manakah mereka akan berada saat
ini? Oral masuk ke dalam pemerintahan. Hasil sepenuhnya dari
kepercayaannya yang tak kenal menyerah baru dapat diketahui di
tahta penghakiman kelak.
Atau, renungkan Kenneth E. Hagin. Lahir di McKinney, Texas,
pada 1917 dengan jantung yang cacat, Kenneth nantinya didiagnosis
mengidap penyakit darah yang langka dan tidak dapat disembuhkan.
Ia harus terbaring terus di tempat tidur pada usia enam belas tahun dan
diperkirakan umurnya tidak akan melebihi belasan. Pada April 1933 ia
mati tiga kali dan melihat neraka, dan setiap kali Kenneth secara ajaib
dihidupkan kembali. Kenneth menyerahkan kehidupannya kepada
Yesus sebagai Tuhan. Ia dengan tak kenal menyerah percaya dan
berjuang melawan penyakit dengan Firman Allah. Seorang pendeta
yang datang berkunjung menghiburnya dengan berkata, “Bertahanlah,
Nak, hal ini akan berlalu dalam beberapa hari.” Setahun kemudian
0HOLKDW$WDX0DVXN
Kenneth bangkit dari “ranjang kematian”-­nya dan, tidak lama
kemudian, mulai berkhotbah.
Pelayanan Kenneth Hagin menjadi terkenal di seluruh dunia,
dengan lebih dari enam puluh juta buku tercetak dan pusat pelatihan
Alkitab yang telah meluluskan lebih dari tiga puluh ribu orang, banyak
di antaranya saat ini melayani sepenuh waktu. Setelah melayani enam
puluh lima tahun, Kenneth saat ini sudah kembali ke rumah Tuhan,
tetapi warisannya masih berlanjut. Ia menerima mahkota kehidupan
dalam arena kesembuhan dan, sebagai hasilnya, tak terhitung orang
telah disembuhkan dan kehidupan diubahkan karena pelayanannya
yang setia.
Bagaimana seandainya Kenneth Hagin tidak bertahan? Apa jadinya
dengan jutaan orang yang telah mengalami dampak pelayanannya?
Ketiga orang yang saya ceritakan ini—ibu mertua saya, Oral
Roberts, dan Kenneth Hagin—memiliki beberapa kesamaan. Mereka
VHPXD SHUQDK GLVHUDQJ GLÀWQDK GDQ GLWXGXK VHEDJDL RUDQJ MDKDW
Suami teman sekota Shirley tidak mau lagi menyapanya begitu ia
memutuskan untuk memercayai Allah dalam hal kesembuhan. Selama
kehidupan mereka, baik Oral Roberts maupun Kenneth Hagin dituduh
salah pengajarannya, ekstrim, bidat, dan bahkan diilhami oleh roh jahat.
Tetapi apakah yang dikatakan Yesus tentang hal-­hal semacam itu?
“Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu;; karena demikian
juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-­nabi palsu”
(Lukas 6:26).
Menariknya, ada banyak hamba Tuhan dan orang percaya lain
yang telah meringankan dan meluaskan pesan kerajaan Allah untuk
membuat setiap orang merasa nyaman. Karena takut menyinggung
seseorang atau dilabeli sebagai “tidak toleran” atau “ekstremis,”
mereka tidak lagi berjuang dalam pertandingan iman yang baik.
Bagi mereka, segala sesuatu yang terjadi adalah kehendak Allah dan
harus diterima dengan pasif. Mereka membuang bagian-­bagian yang
“menyinggung perasaan” dalam Injil, namun Dia menyebutnya
sebagai “batu sandungan.” Kitab Suci juga menyebut Yesus sebagai
“batu sandungan,” tetapi mereka mengubah-­Nya menjadi kerikil agar
tidak menyebabkan seorang pun tersandung.
Para pendeta, hamba Tuhan, dan orang percaya ini tampaknya
ingin disanjung oleh semua orang;; mereka tidak pernah dituduh
sebagai orang yang ekstrim, bidat, atau diilhami roh jahat. Namun
Yesus pun dianggap seperti itu. Dia tidak kenal menyerah dalam
7DN.HQDO0HQ\HUDK
kebenaran. Dia menyingkapkan penyesatan mereka yang ingin
dipuji orang. Ia menyatakan, “Berbahagialah kamu, jika karena Anak
Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu,
dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat”
(Lukas 6:22). Sangat berlawanan dengan dipuji-­puji, bukan? Lalu Dia
menyampaikan alasannya (dalam versi The Message): “Maksudnya,
kebenaran itu menawarkan kenyamanan yang sejati, namun orang itu
merasa tidak nyaman.”
Realitasnya adalah: jika Anda memilih untuk menjadi orang
percaya yang tak kenal menyerah, orang yang memerintah di dalam
KLGXS LQL NHPXQJNLQDQ EHVDU $QGD DNDQ GLÀWQDK GLWXGXK SDOVX
disalahpahami, dan bahkan disingkirkan oleh mereka yang mengikuti
Yesus, tapi puas dengan kehidupan yang nyaman. Mereka berusaha
untuk menjelekkan nama Anda untuk membenarkan cara hidup mereka
yang menyedihkan. Mereka juga melakukan hal serupa pada para nabi
sejati Perjanjian Lama, dengan Yohanes Pembaptis, dengan Yesus, dan
dengan para pemimpin Perjanjian Baru. Mereka masih melakukannya
saat ini. Perlawanan terbesar terhadap Anda paling sering muncul dari
PHUHND\DQJPHQJNODLPPHQJHQDO$OODK%HQWXNQ\DPXODLGDULÀWQDK
sampai pengucilan. Dan bahkan mungkin sampai sejauh yang Yesus
nubuatkan: “Akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh
kamu akan menyangka bahwa ia berbakti kepada Allah” (Lukas 16:2).
Anda ingin memerintah di dalam kehidupan ini bagi kemuliaan
Allah? Anda ingin memberi dampak bagi orang banyak demi kerajaan-­
Nya untuk selama-­lamanya? Anda ingin mendengar Sang Tuan berkata,
“Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia” pada
hari yang besar itu? Jika demikian, bulatkanlah hati Anda saat ini:
Anda akan menghadapi thlipsis, kadang-­kadang sangat intensif, dan
Anda perlu bertahan dan mengatasinya.
Jika Anda benar-­benar ingin masuk ke dalam pemerintahan dan
Anda ingin bertahan, teruslah membaca. Bagian yang terbaik masih
akan datang.
7
ADA SIAPA DI BALIK MASALAH KITA
Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya
kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita bagi Dia.
FILIPI 1:29
F
ilipi 1:29 pada awalnya terdengar sangat memikat. “Sebab
kepada kamu dikaruniakan....” Jika kita hanya mendengar
kata-­kata itu tanpa tahu kelanjutan ayatnya, kita akan bertanya
dengan penuh semangat, “Apa yang sudah dikaruniakan kepadaku?
Apa janji yang diberikan kepadaku?”
Jawabannya: “untuk menderita bagi Dia.”
Apa? Diberi “karunia” istimewa untuk menderita jelas tidak masuk
akal bagi pikiran manusia. Namun, Allah bukanlah penipu;; berdekat-­
dekatan dengan kebohongan saja tidak mungkin, karena Dia tidak
dapat berdusta. Bagi mereka yang berpikiran sederhana, ayat itu seakan
mengandung tipuan, tetapi bagi mereka yang berpengertian, itu benar-­
benar janji yang menggairahkan. Mereka yang hidup dan bertumbuh di
dalam Kristus memahami fakta ini, jauh di dalam hati mereka: semakin
besar pertempuran yang dihadapi, semakin besar kemenangan yang
dapat diraih.
Pikirkanlah seorang prajurit setia yang berlatih dengan gigih dan
tekun untuk bertempur. Ia menyadari benar pentingnya pertempuran
itu;; hal itu membuka kesempatan untuk menaklukkan musuh. Ia
memiliki hati seorang penakluk dan rindu untuk melayani tujuan
7DN.HQDO0HQ\HUDK
rajanya. Ketika pertempuran yang akan datang diwartakan, ia dan
rekan seperjuangannya bersukacita atau kesempatan itu, karena dalam
kejayaan mereka akan mendatangkan kemuliaan dan kehormatan
bagi raja mereka dan memberkati rakyat mereka. Itu berarti ia diberi
karunia, demi kepentingan raja dan kerajaannya, untuk menderita
GDODPNRQÁLNSHUWHPSXUDQDJDULDGDSDWPHQDNOXNNDQPXVXK$QGD
melihat kesejajarannya dengan Filipi 1:29?
Anda mungkin menangkis, “Tetapi saya bukan prajurit. Saya tidak
memiliki sikap atau cara pandang seorang penakluk.” Jika Anda di
dalam Kristus, Anda sungguh-­sungguh seorang prajurit, karena benih
Kristus telah ditanamkan di dalam roh Anda. Yesus adalah prajurit
terbesar yang pernah hidup. Dengarkan apa yang dinyatakan Alkitab:
“Ia menghakimi dan berperang dengan adil. Mata-­Nya bagaikan nyala
api... Dari mulut-­Nya keluarlah sebilah pedang tajam” (Wahyu 19:11-­
12, 15). Anda telah diciptakan kembali di dalam rupa dan gambar-­Nya;;
Anda memiliki kodrat-­Nya. Karena Kristus itu seorang prajurit, Anda
juga seorang prajurit. Karena itu, kita diingatkan berulang-­ulang akan
peperangan di dalam Perjanjian Baru. Seperti ditulis Paulus,
Ini bukan perlombaan atletis yang dapat kita tinggalkan dan
kita lupakan dalam beberapa jam. Ini pertempuran hidup atau
mati yang terus berlangsung sampai akhir terhadap Iblis dan
semua malaikatnya. (Efesus 6:12, MSG)
Saya menyukai ungkapan dalam The Message tersebut. Kita
berada dalam pertempuran antara hidup dan mati sampai akhir, suatu
peperangan yang tak terelakkan. Ia menulis pesan serupa kepada
jemaat di Korintus, “Memang saya seorang manusia biasa yang penuh
dengan kelemahan, tetapi saya tidak mempergunakan rencana dan
cara manusia untuk memperoleh kemenangan dalam pertempuran.
Bukan senjata buatan manusia yang saya gunakan untuk merobohkan
benteng Iblis, melainkan senjata Allah yang ampuh” (2 Korintus 10:3-­4,
FAYH). Jelaslah bahwa kita prajurit rohani yang sedang berperang! Dan
Anda diciptakan untuk terjun dalam pertempuran ini. Anda memiliki
hati seorang prajurit. Paulus menasihati kita, “Ikutlah menderita
sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus. Seorang prajurit
yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-­
soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada
komandannya” (2 Timotius 2:3-­4). Teguhkanlah di dalam hati dan
pikiran Anda, karena ini suatu fakta: di dalam Kristus, Anda seorang
prajurit.
$GD6LDSD'L%DOLN0DVDODK.LWD
Sebagai prajurit, Anda dapat menempuh jalan seorang pengecut
dengan menghindari atau melarikan diri dari pertempuran, atau Anda
dapat menempuh jalan seorang pahlawan dengan secara antusias
melangkah maju dan memenangkan perjuangan. Pilihlah langkah
pertama dan, sungguh menyedihkan, Anda akan dikenang sebagai
pembelot. Pilihlah jalan yang penuh keberanian dan Anda akan
menerima pujian sebagai pahlawan di hadapan raja Anda.
Sahabat yang terkasih di dalam Kristus, saya tahu hati Anda rindu
menyenangkan hati Allah kita, untuk memuliakan Dia dan hidup bagi
Dia. Hanya daging Anda, jika Anda biarkan mendominasinya, akan
menahan Anda dari karunia istimewa ikut mengambil bagian dalam
penderitaan Kristus.
Dari kitab Roma kita menemukan bahwa kita akan memerintah
bersama dengan Yesus jika kita menderita bersama Dia. Jelaslah
bahwa kita akan perlu menghadapi dan mengatasi perlawanan dan
kesengsaraan. Namun perspektif kita haruslah penuh sukacita dan
pengharapan, karena kita harus memandang penderitaan sebagai
suatu karunia, bukan sebagai sesuatu yang harus digentarkan. Semakin
besar pertempuran yang kita hadapi, semakin besar kemenangan yang
dapat kita raih—dan pada akhirnya, semakin besar kemuliaan yang
dinyatakan.
Dan inilah kabar yang sungguh-­sungguh luar biasa: Anda bahkan
tidak perlu kalah perang! Karena kita memiliki janji, “Tetapi syukur bagi
Allah, yang dalam Kristus selalu membawa kami di jalan kemenangan-­
Nya” (2 Korintus 2:14).
ALLAH BUKAN PENYIKSA ANAK-ANAK
Di bab sebelum ini, kita menyoroti peristiwa-­peristiwa sesudah baptisan
Yesus. Roh Kudus memimpin-­Nya ke padang gurun tempat Yesus
dicobai selama empat puluh hari dan malam. Adalah Allah, bukan
Iblis, yang membawa Yesus ke padang gurun. Allah tahu Anak-­Nya
akan dicobai secara parah, namun Dia membawa-­Nya ke padang gurun
dengan suatu tujuan. Prinsip yang kita pelajari adalah bahwa Allah
tidak pernah menuntun kita ke dalam badai tanpa Dia mengaruniakan
kepada kita kekuatan untuk mengatasinya. Meteraikan kebenaran ini
selama-­lamanya dalam hati Anda, karena hal ini akan menguatkan
Anda untuk menghadapi perlawanan.
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Yesus menegaskan bahwa Dia tidak akan pernah melakukan atau
mengatakan sesuatu jika hal itu tidak bersumber dari Bapa-­Nya. Ia
secara sempurna dipimpin oleh Roh Allah: “Aku tidak berbuat apa-­apa
dari diri-­Ku sendiri, tetapi Aku berbicara tentang hal-­hal, sebagaimana
diajarkan Bapa kepada-­Ku” (Yohanes 8:28).
Nantinya dalam pelayanan-­Nya, setelah seharian mengajar
orang banyak, Yesus kelelahan. Saya dapat membayangkan kira-­kira
bagaimana perasaan-­Nya. Pada beberapa kesempatan saya berkhotbah
empat atau bahkan lima kali sehari dan sudah begitu letih dalam
perjalanan pulang ke hotel malamnya sehingga saya sudah tidak
sempat ngobrol dengan tuan rumah.
Hal semacam itu juga berlaku pada Yesus. Petang sudah datang
dan Dia sudah bersiap-­siap untuk beristirahat malam, tetapi Roh
Kudus menggerakkan Dia untuk menyuruh murid-­murid-­Nya masuk
ke dalam perahu dan menyeberangi danau. Ada orang yang kerasukan
roh jahat yang perlu dilayani di sana. Mereka semua masuk ke dalam
perahu, dan Yesus tertidur nyenyak.
Badai yang dahsyat melanda dalam perjalanan. Empat pengikutnya
adalah nelayan cakap yang sudah seumur hidup melaut. Mereka
mengenal gejolak di perairan dan cara menanganinya, tetapi kali ini
yang muncul bukan badai biasa. Setelah gelombang demi gelombang
menerpa mereka, para nelayan itu akhirnya membangunkan Yesus dan
berseru, “Guru, tidak pedulikah Engkau kalau kita binasa?” Mereka
sama sekali tidak melihat titik terang untuk meloloskan diri dari thlipsis
yang parah ini.
Di tengah badai ini, menurut Anda, apakah Roh Kudus dan Bapa
panik? Apakah Anda membayangkan mereka dengan gugup berbicara
satu sama lain, “Wah, benar-­benar sulit dipercaya! Sama sekali tak kita
pikirkan badai maut ini akan muncul. Apa yang akan kita lakukan? Oh,
kenapa kita menyuruh Yesus menyeberangi danau? Kita melakukan
kesalahan besar!”
Lucu, bukan, kalau dipikirkan? Tentu saja bukan itu yang terjadi.
Roh Kudus sudah tahu lebih dulu badai itu akan muncul, karena
Dia tahu kesudahannya sejak awal.
“Dari permulaan Kuberitahukan hal-­
Roh Kudus sudah tahu lebih dulu badai itu akan hal yang kemudian, sejak dahulu
muncul, karena Dia tahu Kuramalkan apa yang akan terjadi”
(Yesaya 46:10, BIS). Dia mengarahkan
kesudahannya sejak awal
Yesus untuk masuk ke dalam perahu
$GD6LDSD'L%DOLN0DVDODK.LWD
dengan mengetahui sepenuhnya bahwa badai maut sudah menanti.
Tetapi Allah tidak pernah menuntun kita ke dalam badai tanpa Dia
mengaruniakan kepada kita kekuatan untuk mengatasinya. Begitu
terbangun, Yesus langsung pergi ke haluan kapal dan memerintahkan
badai untuk tenang, lalu berpaling kepada murid-­murid-­Nya dan
bertanya, “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak
percaya?” (Markus 4:40).
Mengapa Yesus menegur dengan begitu keras, padahal para
pelaut ulung ini sudah berusaha sekuat daya untuk bertahan hidup?
Mengapa Dia dengan tegas menunjukkan bahwa mereka “tidak
percaya”? Sebelum meninggalkan pantai, Dia berkata kepada mereka,
“Marilah kita bertolak ke seberang” (ayat 35). Dia tidak berkata, “Mari
pergi ke tengah danau dan tenggelam.” Mereka seharusnya tahu
bahwa ada cukup anugerah (kuasa) di dalam perkataan Yesus untuk
membawa mereka ke seberang. Mereka seharusnya berdiri di haluan
kapal itu dan berteriak, “Badai, engkau tidak akan membunuh kami
atau menghentikan kami! Kami pasti sampai ke seberang karena Guru
berkata, ‘Marilah kita bertolak ke seberang.’ Jadi, menyingkirlah dari
hadapan kami!”
Allah tahu badai itu akan muncul. Dia membawa mereka
menghadapinya, tetapi Dia juga memberi murid-­murid Yesus otoritas
dan kuasa untuk memerintah atas badai. Dan situlah kuncinya. Yang
membedakan antara orang yang dikalahkan oleh kehidupan dan
yang memerintah di dalam kehidupan adalah pengetahuan bahwa
SHUWHPSXUDQ GDQ NRQÁLN LWX WLGDN WHUHODNNDQ GDQ EDKZD³EHUEHGD
dari orang biasa—kita memiliki kuasa untuk menghadapi apa pun
yang menentang kita. Maka kita harus, dan dapat, berjuang dengan
tak kenal menyerah sampai pertempuran dimenangkan. Biarkanlah
kebenaran 2 Korintus 2:14 meresap ke dalam setiap serat keberadaan
Anda: “Tetapi syukur bagi Allah yang dalam Kristus selalu memimpin
kami di jalan kemenangan-­Nya.”
Jika keadaan itu diserahkan ke tangan para murid dan perspektif
mereka yang terbatas, mereka semua sudah mati tenggelam. Akan
tetapi, ketaatan Yesus yang sepenuh hati untuk melawan badai itu
bukan hanya menyelamatkan nyawa mereka, tetapi juga pembebasan
seorang pria yang kerasukan roh jahat di seberang danau.
Dan berkat itu tidak berhenti sampai di situ, karena orang yang
disembuhkan ini kemudian memberitakan kerajaan Allah ke sepuluh
kota di Dekapolis. Dengan kata lain, banyak orang akhirnya mengalami
dampak kerajaan Allah. Roh Kudus memimpin Yesus dan tim-­Nya ke
7DN.HQDO0HQ\HUDK
dalam badai, mereka mengalami kesengsaraan karenanya, tetapi Allah
sama sekali tidak menghendaki mereka dikalahkan. Sebaliknya, fokus
Allah tertuju pada kemuliaan yang ada di balik badai itu.
Jika kita dapat bertanya pada para rasul itu saat ini, “Apakah setimpal
penderitaan menghadapi badai itu dengan pengalaman melihat orang
itu dibebaskan?” tak ayal mereka akan menjawab, “Tentu saja!”
Mari kita melihat pada kasus lain. Rasul Paulus sedang dalam
perjalanan misi ke Yerusalem menuruti pimpinan Roh Kudus. Namun
inilah perkara yang menanti Dia:
Tetapi sekarang sebagai tawanan Roh aku pergi ke Yerusalem
dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi atas diriku di situ
selain dari pada yang dinyatakan Roh Kudus dari kota ke kota
kepadaku, bahwa penjara dan sengsara menunggu aku. (Kisah
Para Rasul 20:22-­23)
Kata bahasa Yunani untuk sengsara dalam ayat di atas adalah
thlipsis. (Kita sudah membahas istilah ini, bukan?) Berarti, Roh Kudus
menuntun Paulus menuju tempat yang akan membuatnya mengalami
kesengsaraan yang intensif. Tetapi kembali, Allah akan senantiasa
memberi kita anugerah untuk mengatasi rintangan apa pun di jalan
yang kita tempuh menurut pimpinan-­Nya.
Apakah hasil dari sikap Paulus yang tak kenal menyerah di
tengah perlawanan ini? Bukan hanya orang Yahudi dan orang bukan
Yahudi di Yerusalem yang mendengar injil;; begitu juga dengan
banyak penduduk Kekaisaran Romawi—termasuk prajurit, wali
kota, gubernur, dan bahkan Kaisar sendiri! Semuanya itu karena satu
orang yang dipimpin ke dalam badai oleh Roh Kudus. Allah tidak
mendatangkan badai atau penderitaan, tetapi Dia tahu bahwa Paulus
akan menghadapinya karena dunia yang berdosa ini memusuhi
cara-­cara Allah. Akan tetapi, kasih Kristus mendorong Paulus untuk
mengikuti pimpinan Roh, dan Allah memberinya anugerah untuk
mengatasi perlawanan. Paulus merangkum perjalanannya dengan
menulis, “Semua penganiayaan [kesengsaraan] itu kuderita dan Tuhan
telah melepaskan aku dari semuanya itu” (2 Timotius 3:11). Perkataan-­
Nya selaras dengan pernyataan pemazmur: “Sebab Ia melepaskan aku
dari segala kesesakan” (Mazmur 54:9). Bukan sebagian atau sebagian
besar kesesakan. Segala kesesakan. Itu berarti 100%!
Dan janji yang sama berlaku bagi Anda dan saya!
$GD6LDSD'L%DOLN0DVDODK.LWD
NASIHAT ORANGTUA
Ketika anak pertama kami, Addison, kelas satu, ia menghadapi beberapa
tukang gertak di kelasnya. Beberapa kali ia pulang pada waktu petang
sambil menangis karena dinakali anak-­anak itu di taman bermain. Saya
yakin Anda dapat menduga apa yang saya, sebagai ayah, ingin lakukan.
Saya ingin mendatangi tempat bermain itu, memukuli anak-­anak yang
kurang ajar itu, dan memperingatkan dengan keras, “Awas, jangan
lagi-­lagi menyentuh atau mengganggu anakku!” Namun ada tiga
masalah dengan pendekatan itu. Pertama, tindakan saya jelas sangat
tidak saleh. Kedua, tindakan semacam itu akan kontraproduktif dalam
pengembangan karakter Addison. Dan ketiga, saya tidak memiliki
wewenang di taman bermain itu. Taman bermain itu bukan tempat
saya;; itu tempat anak saya memerintah—memegang otoritas.
Maka, setelah kami tenang, Lisa dan saya memutuskan bahwa hal
terbaik yang dapat kami lakukan bagi Addison adalal mengajarinya
cara menangani thlipsis yang dialaminya. Malam demi malam ibunya
dan saya memberinya wawasan dan nasihat untuk menolongnya
menghadapi dengan sukses kesulitan yang dialaminya dari para
tukang gertak. Kami mengutusnya ke sekolah keesokan harinya,
memperlengkapinya dengan strategi untuk menangani kesulitan yang
mungkin ia alami. (Tentu saja, jika kami merasa Addison terancam
bahaya, kami akan menghubungi guru atau kepala sekolahnya.)
Sebagai hasilnya, setelah berhasil menangani hal ini dan berbagai
kesengsaraan lain sepanjang masa kanak-­kanaknya, Addison menjadi
sangat cakap dalam berhubungan dengan orang lain. Pada 2004 ia
bergabung dengan staf pelayanan kami sebagai pemula. Pada saat itu,
kami memiliki lebih dari empat puluh karyawan yang berusia mulai
dari remaja sampai enam puluhan tahun. Saya mengatakan pada tim
manajemen bahwa Addison tidak perlu diperlakukan secara istimewa
hanya karena ia anak kami. Dalam enam bulan, pemimpin kami
berkata, “Kami ingin mempromosikannya menjadi kepala Departemen
Hubungan Gereja.” Hubungan gereja adalah salah satu fungsi penting
dalam pelayanan kami, maka saya bertanya mengapa Addison harus
dipromosikan untuk memimpin departemen itu. “Karena anak Anda
seorang pemimpin,” jawab tim saya.
Addison mengambil alih departemen itu dan departemen itu
pun tumbuh berkembang. Ia mendapatkan kepercayaan dari anggota
stafnya dan juga seluruh staf pelayanan karena mereka menyaksikan
kecakapan dan hikmatnya dalam menyelesaikan masalah dan
7DN.HQDO0HQ\HUDK
PHQGDPDLNDQ NRQÁLN 6DDW LQL SDGD XVLD GXD SXOXK OLPD WDKXQ LD
menjadi Direktur Operasional Kantor Messenger Internasional dan
menjalankan pekerjaannya dengan mengagumkan. Ia mendapatkan
kepercayaan dari setiap karyawan berapa pun umur mereka. Mereka
datang kepadanya dan memercayai kepemimpinannya.
Nah, saya ingin bertanya: untuk melindungi Addison di kelas satu,
harusnya saya menariknya dari sekolah tempat ia diperlakukan dengan
tidak baik dan mengajarinya di rumah saja? Apakah Anda menganggap
saya keras atau suka menyiksa karena menyuruhnya kembali ke sekolah,
walaupun sadar ia akan menghadapi para penggertak itu setiap hari?
Kebanyakan orang tentu tidak beranggapan demikian. Begitu juga,
Allah tidak bersikap keras dan suka menyiksa ketika Dia membawa
kita ke tempat-­tempat yang sulit—tempat-­tempat yang harus diduduki
dan ditaklukkan demi kerajaan Allah. Dia tahu hal itu demi kebaikan
kita dan akan mendatangkan kemuliaan bagi Dia dan pada akhirnya
memberkati umat-­Nya jika kita menangani tantangan tersebut dalam
kuasa anugerah-­Nya.
SUMBER KESENGSARAAN
Sebelum membahasnya lebih jauh, kita perlu memahami dengan jelas
sumber thlipsis dan kehendak Allah bagi kita ketika menghadapi
hal itu. Topik ini sangat penting untuk dipahami karena hal ini dapat
menjadi batu sandungan bagi banyak orang, khususnya dalam tiga
area utama kehidupan. Karena pentingnya, saya akan menggunakan
sisa bab ini untuk membahasnya sebelum kita melanjutkan dengan
membahas perihal masuk ke dalam pemerintahan.
Contoh-­contoh yang kita lihat sejauh ini mengilustrasikan bahwa
$OODK EXNDQODK VXPEHU WKOLSVLV 6HEDOLNQ\D WKOLSVLV DWDX NRQÁLN
perlawanan, dan kesengsaraan yang parah berasal dari roh-­roh dunia
yang telah jatuh ke dalam dosa ini. Apakah selalu demikian? Kami
harus mencantumkan pertanyaan ini karena jika Anda sedikit saja
anggapan bahwa Allah adalah penyebab, perancang, atau pencetus
kesulitan hidup tertentu yang Anda hadapi, maka Anda mungkin tidak
akan melawannya untuk menang sebagaimana mestinya.
Seorang prajurit yang pergi berperang sadar benar siapa yang ia
lawan. Jika ia bijaksana, ia juga tahu taktik musuhnya. Sama sekali
tidak ada keraguan setitik pun dalam benak si prajurit akan siapa
musuhnya. Akan tetapi, dalam tiga puluh tahun lebih masa pelayanan
$GD6LDSD'L%DOLN0DVDODK.LWD
saya, saya sudah berjumpa dengan sangat banyak orang percaya yang
tidak yakin akan siapa yang ada di balik kesulitan yang mereka hadapi.
Sungguh menyedihkan, mereka tidak sadar akan strategi dan aktivitas
musuh, padahal kita sudah diingatkan agar bijaksana “supaya Iblis
jangan mengambil kesempatan untuk menguasai kita;; sebab kita tahu
rencana-­rencananya” (2 Korintus 2:11, BIS).
Bagaimana kita dapat mengetahui taktik Iblis! Yesus memberi
tahu kita! “Maksud pencuri ialah mencuri, membunuh, dan
menghancurkan,” kata Yesus. “Maksud-­Ku ialah memberi hidup kekal
dengan segala kelimpahannya” (Yohanes 10:10, FAYH).
Sebelumnya di Yohanes 10 itu, Yesus menegaskan bahwa “pencuri”
itu tidak lain Iblis dan antek-­anteknya. Nantinya Yesus menyebutnya
sebagai “penguasa dunia ini” (Yohanes 16:11). Paulus menyebutnya
“ilah zaman ini” (2 Korintus 4:4) dan “penguasa kerajaan angkasa”
(Efesus 2:2). Dialah yang menentukan jalannya sistem dunia ini. Iblis
EHQDUEHQDUVXPEHUGDULNRQÁLNNRQÁLNNLWD6HSHUWLGLNDWDNDQ3DXOXV
Sebab kita tidak berperang melawan manusia, melainkan
pribadi-­pribadi yang tidak berjasad, penguasa-­penguasa dunia
yang tidak kelihatan, setan-­setan yang berkuasa, dan penghulu-­
penghulu kegelapan yang memerintah dunia ini;; dan melawan
roh-­roh jahat yang sangat besar jumlahnya. (Efesus 6:12,
FAYH)
Perkataan Sang Guru dalam Yohanes 10:10 dan perkataan Paulus
kepada jemaat di Efesus ini menegaskan bahwa setiap kesulitan
yang termasuk dalam kelompok pencurian, pembunuhan, atau
penghancuran adalah akibat pengaruh berbagai bala kegelapan yang
diuraikan dalam Efesus 6:12. Di sisi lain, tujuan Yesus adalah agar
kehendak Allah dinyatakan. Jadi, tujuan Allah bagi Anda adalah hidup
kekal dengan segala kelimpahannya. Kapan pun Anda menghadapi
tekanan, kesulitan, atau penderitaan apa pun, pakailah saringan
Yohanes 10:10 untuk menentukan apakah Allah atau musuh yang ada
di baliknya. Untuk memperlihatkan bagaimana hal ini terjadi, mari kita
membahas beberapa contoh yang paling umum.
7DN.HQDO0HQ\HUDK
RASA MALU, RASA BERSALAH, PENUDUHAN
Jika Anda menyaring rasa malu, rasa bersalah, dan penuduhan dengan
Yohanes 10:10, tak ayal hal itu termasuk dalam kategori berasal dari si
pencuri, bukan dari Allah.
Namun, agar kita yakin sepenuhnya, mari kita menyelidikinya
dengan lebih dalam. Pemazmur menulis, “Pujilah (dengan segenap hati,
dengan penuh rasa syukur) TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan
[satu pun dari] segala kebaikan-­Nya! Dia yang mengampuni segala
[tiap-­tiap] kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu”
(Mazmur 103:2-­3, AMP).
Pikirkanlah orang yang paling Anda percayai yang Anda kenal.
Apakah itu pasangan Anda, salah satu orangtua atau kakek atau
nenek Anda, atau dokter Anda? Orang ini tidak pernah menipu atau
membohongi Anda. Saya berharap Anda memiliki orang seperti ini
dahulu atau saat ini. Bayangkan orang ini menjanjikan hal-­hal yang
baru saja Anda baca. Bukan hanya itu, ia juga memiliki kemampuan
untuk memenuhinya.
Nah, gambarkanlah begini: Allah itu jauh lebih layak dipercaya
daripada orang yang baru saja Anda pikirkan. Dia memerintahkan kita
untuk tidak melupakan satu pun dari segala kebaikan-­Nya. Tidak satu
pun. Dan kebaikan pertama-­Nya adalah Dia sudah mengampuni tiap-­
tiap kesalahan Anda. Menakjubkan! Sungguh suatu kebaikan, rahmat,
dan kasih yang luar biasa! Jika Anda belum melakukannya, ingatlah
baik-­baik hal ini sekarang: Anda sudah diampuni di dalam Kristus
Yesus. Tidak ada dosa yang Anda lakukan yang tidak dihapuskan oleh
darah-­Nya yang tercurah. Maka, jika rasa malu, rasa bersalah, atau
penuduhan muncul dalam jiwa Anda atas sesuatu yang Anda pikirkan,
Anda katakan, atau Anda lakukan pada masa lalu Anda dan Anda
sudah meminta pengampunan Allah, jelaslah bahwa bukan Allah yang
berada di balik perasaan yang mengerikan itu. Dengarkanlah perkataan
tegas Paulus dalam hal ini:
Siapakah yang akan menggugat kita orang-­orang pilihan Allah?
Allah? Tidak! Dia malah membenarkan kita. Siapakah yang
akan menghukum kita? Kristus Yesus? Tidak! Dia telah mati
bagi kita, dan bahkan lebih lagi: Dia telah bangkit, juga duduk
di sebelah kanan Allah, dan malah menjadi Pembela bagi kita!
(Roma 8:33-­34, NLT)
$GD6LDSD'L%DOLN0DVDODK.LWD
Hal itu dinyatakan dengan sangat tegas. “Siapakah yang akan
menggugat kita... Allah? Tidak! ... Siapakah yang akan menghukum
kita? Kristus Yesus? Tidak!” Pikirkanlah: Allah mengutus Yesus
Kristus untuk mati bagi Anda ketika Anda masih menjadi musuh-­Nya.
Yesus bersedia melakukannya, dan Roh Kudus membuatnya terjadi.
Kenapa Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus sekarang harus menuduh
dan mempermalukan atau menanggungkan rasa bersalah pada Anda
ketika Anda bukan lagi seorang musuh, melainkan salah seorang anak
Allah? Dan mengapa Dia harus menghukum Anda, padahal Dia sudah
menanggungkan hukuman itu Anak domba yang dikorbankan-­Nya?
Apakah korban Yesus tidak cukup baik? Apakah korban-­Nya tidak
bersifat kekal?
Penulis kitab Ibrani meneguhkan pada kita,
Betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah
mempersembahkan diri-­Nya sendiri kepada Allah sebagai
persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani
kita dari perbuatan-­perbuatan yang sia-­sia, supaya kita dapat
beribadah kepada Allah yang hidup. (Ibrani 9:14)
Darah Kristus bukan hanya menghancurkan dosa kita di hadapan
Allah, tetapi juga menyucikan hati nurani kita dari penuduhan, rasa
bersalah, dan rasa malu akibat dosa. Maka, jika Anda hidup bagi Dia
dan berusaha untuk menaati keinginan-­Nya, namun masih dihantui
oleh pemikiran dan perasaan ini, hal itu bersumber dari musuh dalam
upayanya menjatuhkan Anda. Anda perlu menghadapi sumber itu
dengan gigih. Bagaimana caranya? Persis seperti cara Yesus menghadapi
musuh yang mencobai-­Nya di padang gurun: dengan Firman Allah!
6D\DDNDQPHPEDKDVQ\DVHFDUDOHELKVSHVLÀNGDODPEDEVHODQMXWQ\D
Tetapi jika, dan saya sungguh-­sungguh memaksudkan jika, Anda
hidup dalam ketidaktaatan kepada Allah, maka hati nurani Anda
sendiri yang akan menuduh Anda. Yohanes menulis, “Kita tahu, bahwa
kalau kita disalahkan oleh hati kita, pengetahuan Allah lebih besar
dari pengetahuan hati kita, dan bahwa Ia tahu segala-­galanya. Jadi,
Saudara-­saudaraku yang tercinta, kalau hati kita tidak menyalahkan
kita, kita dapat menghadap Allah dengan keberanian” (1 Yohanes 3:20-­
21, BIS). Kata menyalahkan dalam ayat ini bukan berarti “menjatuhkan
KXNXPDQWHUWHQWXµ\DQJPHPDQJELVDEHUDUWLEHJLWX1DPXQGHÀQLVL
kata bahasa Yunani kataginosko adalah “menuding, menunjukkan
kesalahan, atau mempersalahkan.”
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Hati kita menjaga dan melindungi kita agar tidak keluar dari
persekutuan dengan Allah. Jika kita berada dalam keadaan ini dan
tidak mengalami kemajuan, Roh Kudus akan menegur kita seperti bapa
yang penuh kasih: “Anak-­Ku, perhatikanlah baik-­baik ajaran Tuhan,
dan janganlah berkecil hati kalau Ia memarahimu” (Ibrani 12:5, BIS).
Dia memperbaiki kesalahan kita untuk memulihkan persekutuan kita
dengan Dia dan menjadikan kita makin serupa dengan Dia—bukan
dengan maksud mencuri, membunuh, atau menghancurkan kita.
Ingatlah selalu bahwa penuduhan dan perbaikan kesalahan itu
sama-­sama menimbulkan perasaan tidak enak—hal itu menyakitkan!
“Memang tiap-­tiap ganjaran pada waktu diberikan tidak mendatangkan
sukacita, tetapi dukacita” (Ibrani 12:11). Akan tetapi, ada perbedaan
besar di antara keduanya. Penuduhan tidak menyediakan jalan keluar
bagi Anda;; hanya membuat rasa malu dan rasa bersalah terus-­menerus
menghantui Anda. Perbaikan kesalahan memberi Anda jalan keluar:
namanya pertobatan.
Pada dasarnya, jika hati Anda tahu bahwa Anda tidak taat, maka
Allah mengetahuinya juga karena Dia lebih besar dari hati Anda.
Jangan memperpanjang masalah dengan Dia;; langsunglah bertobat atas
ketidaktaatan Anda dan akuilah kepada-­Nya. Dia akan mengampuni
Anda. Sesederhana itu.
Yohanes menulis, “Anak-­anakku! Saya menulis ini kepada kalian
supaya kalian jangan berbuat dosa. Tetapi kalau ada yang berbuat dosa,
maka kita mempunyai seorang pembela, yaitu Yesus Kristus yang adil
itu;; Ia akan memohon untuk kita di hadapan Bapa” (1 Yohanes 2:1, BIS).
Perhatikan bahwa Yohanes tidak berkata “ketika kamu berbuat
dosa.” Bukan, maksudnya adalah agar Anda tidak berbuat dosa.
Kesadaran akan dosa akan menggelincirkan Anda kembali ke dalam
dosa, tetapi kesadaran akan kebenaran kita di hadapan Allah akan
menjadikan Anda kuat untuk melawan dosa. Kesadaran ini akan
menolong Anda mengingat bahwa kuasa dosa telah dihancurkan di
dalam hidup Anda dan bahwa anugerah telah disediakan bagi Anda
agar dapat hidup sepenuhnya bebas dari dosa secara lahir dan batin.
“Sebab dosa tidak akan berkuasa lagi atas kamu,” kata Paulus, “karena
kamu... di bawah anugerah” (Roma 6:14).
Jadi, tujuannya adalah agar kita tidak berbuat dosa. Anugerah Allah
memampukan kita untuk mencapai tujuan itu. Tetapi kalau (dan sekali
lagi saya menekankan: kalau) kita berbuat dosa, kita dapat langsung
menanganinya dan memercayai janji Firman Allah: “Jika kita mengaku
$GD6LDSD'L%DOLN0DVDODK.LWD
dosa kita, maka Ia setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala
dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan” (1 Yohanes 1:9).
Setia berarti Dia akan mengampuni setiap saat, tidak peduli berapa kali
pun Anda melakukan pelanggaran. Adil berarti Dia akan melakukannya
tidak peduli siapa pun Anda atau apa yang sudah Anda lakukan.
Maka, ketika Dia menyucikan Anda dari segala kejahatan, yang berarti
kejahatan apa saja, maka Anda suci di hadapan Dia, seolah-­olah Anda
tidak pernah berdoa. Darah Yesus membuang dosa sejauh timur dari
barat!
Salah satu hambatan terbesar bagi orang percaya untuk memerintah
di dalam hidup ini adalah kesadaran akan dosa. Jika kita terus melawan
rasa malu, rasa bersalah, atau penuduhan atas dosa yang sudah kita
tinggalkan dan kita akui di hadapan Allah, hal itu akan melemahkan
kita. Saya sudah melihat sekian banyak orang meninggalkan iman
mereka akibat rasa bersalah atau rasa malu dari musuh, bukan dari
Allah, yang terus menghantui mereka. Mereka merasa mereka sudah
berdosa terlalu banyak, atau mereka sudah melakukan dosa yang
tidak dapat diampuni. Meskipun Allah tidak menuduh mereka, Iblis
memakai pikiran mereka yang tidak diperbarui untuk menjerumuskan
mereka ke dalam rasa bersalah, rasa malu, dan keputusasaan yang
semakin parah. Jadi, mereka hanya akan meninggalkan iman atau
mereka bertahan dengan iman yang tidak mendatangkan buah dan
dikerumuni perasaan bersalah. Alih-­alih memerintah dalam hidup ini,
mereka diperintah oleh kehidupan.
Tanamkanlah dalam hati Anda saat ini juga: jika Anda berbuat dosa,
tetapi sudah bertobat dengan sungguh-­sungguh dan mengakuinya
kepada Tuhan, Anda berdiri di hadapan Allah seakan-­akan Anda tidak
pernah melakukan dosa itu lagi. Oleh anugerah-­Nya yang menakjubkan,
Dia menjadikannya begitu sederhana. Anda dapat memercayainya!
Sangat pentinglah kita menambahkan catatan ini. Jika Anda benar-­
benar anak Allah, Anda rindu untuk menyenangkan hati-­Nya melebihi
apa pun, karena benih-­Nya ada di dalam diri Anda. Tetapi orang
yang dengan sengaja terus hidup dalam ketidaktaatan tidak sungguh-­
sungguh lahir dari Allah. Jika Anda mencari surat izin untuk berbuat
dosa, Anda berada di wilayah yang sangat berbahaya dan menyesatkan.
Terus terang saja, Anda tidak sungguh-­sungguh diselamatkan. Alkitab
menegaskannya: “Setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat
dan tidak mengenal Dia.... barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal
dari Iblis” (1 Yohanes 3:6-­8).
7DN.HQDO0HQ\HUDK
PENYAKIT DAN KELEMAHAN FISIK
Kuasa seperti apakah yang diberikan anugerah kepada kita untuk
EHUNXDVD DWDV VDNLWSHQ\DNLW GDQ DQHND NHOHPDKDQ ÀVLN" 0DUL NLWD
memeriksa kembali kebenaran yang ditulis oleh pemazmur:
“Pujilah (dengan segenap hati, dengan penuh rasa syukur)
TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan [satu pun dari]
segala kebaikan-­Nya! Dia yang mengampuni segala [tiap-­
tiap] kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu”
(Mazmur 103:2-­3, AMP).
Sekali lagi, pikirkan seseorang yang paling anda percayai dalam
hidup Anda, lalu akuilah bahwa Allah jauh lebih layak dipercaya
dari orang itu;; Dia tidak pernah mengingkari janji. Kebaikan pertama
yang kita lihat dalam mazmur itu adalah bahwa Allah itu dengan setia
mengampuni tiap-­tiap kesalahan kita. Dan bukan itu saja, karena di ayat
itu juga kita diperintahkan untuk tidak melupakan kebaikan-­Nya yang
lain: Allah, yang tidak pernah berdusta, berkata, “Aku menyembuhkan
segala penyakitmu.”
Dia tidak mengatakan sebagian besar penyakit atau bahkan 98
persen penyakit—tidak, Dia menyembuhkan 100% penyakit kita. Yesaya
menubuatkan apa yang harus Yesus tanggung bagi kemerdekaan
rohani dan jasmani kita:
Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya,
dan kesengsaraan kita yang dipikulnya,
padahal kita mengira dia kena tulah,
dipukul dan ditindas Allah.
Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita,
dia diremukkan oleh karena kejahatan kita;;
ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita
ditimpakan kepadanya,
dan oleh bilur-­bilurnya kita menjadi sembuh.
(Yesaya 53:4-­5)
Kata bahasa Ibrani untuk penyakit dalam nubuat Yesaya ini adalah
FKROL .RQNRUGDQVL 6WURQJ PHQGHÀQLVLNDQQ\D VHEDJDL ´SHQ\DNLW
kepedihan, kelemahan.” Sarjana Alkitab dan penulis terkenal Henry
7KD\HUPHQGHÀQLVLNDQQ\DVHEDJDL´SHQGHULWDDQSHQ\DNLWNHSHGLKDQ
$GD6LDSD'L%DOLN0DVDODK.LWD
lara, kelemahan.” Istilah ini muncul dua puluh empat kali dalam
Perjanjian Baru, dan dua puluh satu di antaranya mengacu pada
SHQ\DNLWDWDXNHOHPDKDQVSHVLÀN
$PSOLÀHG%LEOHPHQGXNXQJNHVLPSXODQLQL´7HWDSLVHVXQJJXKQ\D
kepedihan
(penyakit,
kelemahan,
dan
kemalangan)
kitalah
yang
ditanggungnya... dan oleh bilur-­bilur
Tuhan tidak pernah
[yang melukai]-­Nya kita disembuhkan
ingkar janji
dan dipulihkan” (Yesaya 53:4-­5). New
English Translation berbunyi, “Dia
mengangkat penyakit kita.... Karena luka-­luka-­Nya kita disembuhkan.”
Bukanlah kebetulan bahwa baik pemazmur dan Yesaya menyatakan
pengampunan segala dosa dan penyembuhan segala penyakit dalam
satu kalimat. Keduanya adalah bagian dari paket penebusan yang
Yesus sediakan secara cuma-­cuma bagi kita di Kalvari.
Dalam Injil, Anda akan menemukan bahwa tidak seorang pun yang
datang kepada Yesus untuk disembuhkan mengalami penolakan. Yesus
tidak pernah sekali pun berkata, “Kamu harus bertahan menghadapi
penyakit ini karena Bapa-­Ku sedang mengajarimu sesuatu melalui
penyakit ini.” Namun saya pernah mendengar orang percaya, dan
bahkan pengajar, mengatakan hal seperti itu. Apakah masuk akal
kalau Yesus saat ini berubah? Kita diberi tahu bahwa Dia tetap sama
kemarin, saat ini, dan sampai selama-­lamanya (lihat Ibrani 13:8). Dia
tidak akan pernah menolak kita saat ini, sama seperti Dia tidak pernah
menolak orang selama kehidupan-­Nya di humi. Lebih jauh lagi, jika
Anda percaya bahwa Allah sedang mengajari Anda sesuatu melalui
penyakit, mengapa Anda pergi ke dokter untuk berobat? Mengapa
melawan sesuatu yang sedang dipakai Allah untuk mengajari Anda?
Anda dapat melihat betapa tidak logisnya pemikiran ini?
Kisah Para Rasul juga tidak mencatat satu orang pun yang
mencari dan memercayai kesembuhan dari Allah, namun ditolak.
Tidak satu kali pun para rasul berkata, “Kami tidak tahu apakah Allah
berkehendak untuk menyembuhkanmu. Kamu hanya bisa berharap Dia
menghendakinya.” Sebaliknya, kesembuhan selalu pasti, setiap orang
yang mencarinya pasti mendapatkannya, karena menurut Yesaya 53
dan Mazmur 103, kesembuhan adalah bagian dari penebusan Yesus
sama seperti pengampunan dosa. Jika Anda membuang yang satu,
Anda akan membuang yang lain pula!
Saat ini pun hal itu tetap berlaku. Penyakit, gangguan atau
7DN.HQDO0HQ\HUDK
NHOHPDKDQÀVLNDSDSXQVHPXDQ\DWHUPDVXNGDODPNDWHJRULSHQFXULDQ
pembunuhan, dan penghancuran. Kita dapat dengan yakin menghadapi
kesulitan apa pun karena kita tahu bahwa kita telah dibebaskan dari
hal itu melalui pengorbanan Yesus di Kalvari. Hal itu jelas bukan
kehendak Allah bagi kehidupan kita. Paket penebusan Yesus tetap
teguh dan tak berubah sama sekali! Itulah sebabnya Paulus menulis,
“Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan
semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak
bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita” (1 Tesalonika
5:23). Paulus menyebutkan tubuh juga, bukan hanya jiwa dan roh kita,
menandakan bahwa sama seperti Allah menginginkan roh dan jiwa
Anda utuh, Dia juga menginginkan tubuh Anda utuh, berfungsi sesuai
dengan rancangan-­Nya.
Saya dapat mendengar ada orang yang berkata, “Tetapi saya
tahu orang yang percaya kepada Allah untuk disembuhkan dan ia
meninggal.” Saya ingin bertanya begini: Apakah iman kita kepada
Allah akan dilandasi oleh pengalaman orang lain atau oleh pernyataan
Firman-­Nya yang kekal? Anda harus menanamkan hal ini dengan kuat
dalam pikiran dan hati Anda. Seperti ditulis Paulus, “Jadi bagaimana,
jika di antara mereka ada yang tidak setia, dapatkah ketidaksetiaan
itu membatalkan kesetiaan Allah? Sekali-­kali tidak! Sebaliknya: Allah
adalah benar, dan semua manusia pembohong, seperti ada tertulis:
¶6XSD\D(QJNDXWHUQ\DWDEHQDUGDODPVHJDODÀUPDQ0XGDQPHQDQJ
jika Engkau dihakimi’” (Roma 3:3-­4).
Terus terang saja, Anda tidak tahu dengan pasti apa yang dipercayai
orang yang sudah mati itu di dalam hatinya. Ia mungkin berulang-­
ulang menyatakan kepercayaannya akan kesembuhan Allah, namun
bisa jadi itu hanya topeng untuk menyembunyikan ketakutannya jika
tidak disembuhkan. Iman yang sejati tidak meragukan janji Allah di
dalam hati kita. Seseorang dapat menyatakan satu hal, menyadari
bahwa hal itu benar menurut pikirannya, namun di dalam hatinya ia
mungkin memercayai hal yang berbeda.
Jadi, bagaimana kita memproses pengalaman orang lain yang
berlawanan dengan apa yang dinyatakan Kitab Suci—tanpa menjadi
bersikap menghakimi? Sebagai contoh, jika seorang anggota keluarga
atau teman meninggal dunia dalam usia muda karena penyakit?
Pendekatan yang efektif yang telah saya kembangkan untuk
menghadapi skenario semacam itu adalah sebagai berikut: Kitab Suci
mengajarkan bahwa kita sedang bertanding dalam perlombaan. Dalam
perlombaan setiap peserta memiliki jalurnya masing-­masing. Jika
$GD6LDSD'L%DOLN0DVDODK.LWD
pengalaman seseorang tidak selaras dengan kebenaran dasar Kitab
Suci, maka biarkanlah hal itu tetap di dalam jalurnya, dan jangan
membawanya ke dalam jalur Anda. Itu urusan antara orang itu dan
Allah, Hakim yang murah hati dan adil. Dengan cara ini iman Anda
tidak akan dilemahkan. Akan tetapi, jika kesaksian seseorang selaras
dengan Firman Allah yang kekal, maka bawalah hal itu ke dalam jalur
Anda untuk menguatkan Anda dalam berlomba.
Anda harus percaya dengan segenap hati akan apa yang Firman
Allah nyatakan sebelum Anda dapat menerima janji-­Nya. Setelah Anda
melakukannya, Anda akan tak kenal menyerah dalam kepercayaan
Anda—sama seperti orang yang bernama Bartimeus.
Yesus meninggalkan Yerikho bersama dengan murid-­murid-­
Nya, dan banyak orang mengerumuni-­Nya. Seorang buta bernama
Bartimeus duduk di tepi jalan, dan ketika ia mengetahui bahwa Yesus
lewat di dekatnya, ia berseru memanggil Sang Guru. Banyak orang
di sekitarnya menghardiknya, mengingatkan Bartimeus agar tidak
mengganggu Sang Guru. Tetapi ia malah berteriak lebih keras! Inilah
orang yang imannya bukan hanya berdasar di dalam pikirannya,
melainkan di dalam hatinya. Jika Bartimeus tidak percaya dengan
segenap hatinya bahwa Allah ingin menyembuhkannya, ia tidak akan
bersikeras meminta—khususnya setelah dibentak oleh orang-­orang
di sekelilingnya. Ia akan bungkam dan pikirannya dipenuhi gagasan
yang keliru: Karena Yesus tidak mau datang dan menyembuhkan aku,
berarti Allah menginginkan aku menanggung kebutaan ini. Tetapi
Bartimeus menolak dusta itu;; ia tetap membulatkan hati dan berteriak
lantang. Perhatikanlah apa yang terjadi kemudian:
Lalu Yesus berhenti. (Markus 10:49)
Sungguh menakjubkan! Yesus sudah membulatkan tekad untuk
pergi ke Yerusalem untuk memenuhi amanat yang ditetapkan bagi-­
Nya;; Dia berfokus pada tugas-­Nya. Sekian banyak orang mengelilingi-­
1\DGDQWDND\DOEDQ\DNGLDQWDUDQ\DPHPLOLNLNHEXWXKDQÀVLNQDPXQ
kebutuhan mereka tidak membuat-­Nya berhenti dan menunda sejenak
pelaksanaan misi-­Nya. Akan tetapi, satu orang buta ini berseru kepada
Yesus dan tidak bersedia dibungkam. Tidak ada perlawanan, tidak ada
teguran, yang dapat membungkamnya. Suaranya yang nyaring itulah,
bukan kebungkaman orang lain, yang menyebabkan Yesus berhenti.
Yesus memerintahkan, “”Panggillah dia!” Mereka memanggil orang
buta itu dan berkata kepadanya: “Kuatkan hatimu, berdirilah, Ia
7DN.HQDO0HQ\HUDK
memanggil engkau” (Markus 10:49).
Jelaslah bahwa orang-­orang di sekitar Bartimeus tidak terlalu
mendukungnya. Nyatanya, mereka malah menentang perjuangannya.
Namun hal itu tidak mengganggunya. Iman Bartimeus tidak dapat
dihentikan. Ia melepaskan jubah pengemisnya, bangkit berdiri, dan
membiarkan para murid membawanya kepada Yesus.
Lalu Sang Guru bertanya, “Apa yang kaukehendaki supaya Aku
perbuat bagimu?”
Anda serius? Pertanyaan macam apa pula itu? Seorang buta, yang
harus berjalan dituntun, ditanyai apa yang ia perlukan. Kebutuhannya
sudah jelas, jadi mengapa Yesus mengajukan pertanyaan ini? Apakah
Dia tidak mengetahui kebutuhan pengemis itu? Apakah Yesus
menghinanya? Jelas tidak! Sang Guru ingin melihat bukti iman
Bartimeus.
Jika Bartimeus berkata, “Aku tahu, terlalu banyak kalau aku
meminta penglihatan, tetapi dapatkah Engkau tolong menyembuhkan
sakit kepala yang sudah menderaku dua hari belakangan ini?” maka
itu pulalah yang akan diterimanya. Kita tahu hal itu benar dari apa
yang Yesus katakan kepada orang buta itu setelah matanya tercelik:
“Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!”
Markus tidak menulis tentang orang-­orang dalam kerumunan
yang tidak mengalami kesembuhan;; ia berfokus pada orang
yang mengalaminya. Jangan biarkan kisah orang lain yang tidak
disembuhkan menggoyahkan keyakinan Anda yang teguh. Dengarkan
dengan saksama perkataan saya tentang hal ini: Jangan menghakimi
orang yang tidak menerima kesembuhan dari Allah, tetapi jangan
membiarkan kisah mereka masuk ke dalam hati Anda sebagai bukti.
Paulus menyatakan, “Jadi bagaimana, jika di antara mereka ada yang
tidak setia, dapatkah ketidaksetiaan itu membatalkan kesetiaan Allah?
Sekali-­kali tidak!” (Roma 3:3). Satu-­satunya bukti yang boleh kita
izinkan masuk ke dalam hati kita adalah kesaksian yang selaras dengan
Firman Allah.
KEKURANGAN DAN KEMISKINAN
Apakah anugerah memberi kita kuasa untuk memerintah atas
kekurangan dan kemiskinan?
$GD6LDSD'L%DOLN0DVDODK.LWD
Dengan alasan tertentu, banyak orang percaya bahwa kesalehan
itu terlihat ketika kita kekurangan. Dalam beberapa kasus ekstrem,
beberapa orang bahkan mengucapkan nazar kemiskinan untuk
melayani Allah. Pola pikir ini tidak selaras dengan Filipi 4:19, di mana
Paulus meneguhkan orang-­orang Kristen, “Allahku akan memenuhi
segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-­Nya dalam
Kristus Yesus.”
Jika Anda membaca ayat ini dalam konteksnya, Anda akan
menemukan bahwa Paulus berbicara kepada orang-­orang percaya ini
secara khusus tentang keuangan. Kebutuhan kita pasti terpenuhi—
bukan menurut kondisi ekonomi atau pasar saham, namun menurut
kekayaan dan kemuliaan Allah. Ini sungguh mengagumkan, karena
Dia memiliki kekayaan berlimpah-­limpah—persisnya, cadangan yang
tidak terbatas! Berdasarkan janji ini, kita dapat yakin bahwa Allah
berkehendak agar kita tidak kekurangan sesuatu pun yang baik.
Pemazmur menulis, “Singa-­singa muda merana kelaparan, tetapi
orang-­orang yang mencari TUHAN, tidak kekurangan sesuatu pun
yang baik” (Mazmur 34:10). Kekurangan dan kemiskinan bukanlah
kehidupan dalam segala kelimpahannya;; karena itu, hal itu tak
mungkin merupakan kehendak Allah bagi kehidupan Anda.
Kitab Suci menyatakan bahwa nama baik itu lebih baik dari
kekayaan besar atau bahkan urapan yang mahal dari Allah (lihat
Amsal 22:1;; Pengkhotbah 7:1). Jika kita tidak dapat membayar tagihan,
kita mendapatkan nama buruk. Dapatkah Anda membayangkan, Anda
berusaha memberi tahu manajer apartemen Anda tentang Yesus ketika
Anda tidak dapat membayar uang sewa tepat pada waktunya? Mengapa
ia mesti mendengarkan jika bukti kehidupan Anda menunjukkan
kegagalan Anda untuk memenuhi janji Anda? Akan tetapi, jika manajer
apartemen kita melihat Allah memelihara Anda dan pada akhirnya
Anda harus mengucapkan selamat tinggal karena Allah memampukan
Anda untuk membeli rumah dan tidak lagi menyewa, betapa besar
artinya kesaksian semacam itu kepada orang yang belum percaya?
Firman Allah menyatakan, “Engkau memberi pinjaman kepada banyak
bangsa, tetapi engkau sendiri tidak meminta pinjaman” (Ulangan
28:12). Sungguh suatu kesaksian yang luar biasa jika kita bebas dari
utang—tidak ada cicilan tagihan yang harus kita bayar—dan “memberi
pinjaman kepada banyak bangsa” dengan membagikan kelimpahan
kita pada orang lain dan memberi bagi pelayanan Injil!
Dari ayat-­ayat ini, tampaknya Allah rindu untuk lebih dari sekadar
memenuhi kebutuhan kita. Tampaknya Dia menginginkan kita untuk
7DN.HQDO0HQ\HUDK
makmur. Dengarkanlah kehendak-­Nya dalam doa rasul Yohanes,
“Saudaraku yang kekasih, aku berdoa melebihi segalanya, semoga
engkau makmur dan sehat-­sehat saja dalam segala sesuatu, sama
seperti jiwamu makmur” (3 Yohanes 2, KJV).
Anda memperhatikan perkataan yang saya garis bawahi, melebihi
segalanya? Lebih dari segala sesuatu yang lain, Allah merindukan
Anda, anak-­Nya, makmur dan sehat. Mari saya katakan sekali lagi:
melebihi segalanya. Lebih dari segala sesuatu yang lain! Jika doa rasul
ini bukan kehendak Allah, tidak mungkin doa itu dicatat dalam Kitab
Suci. Allah tidak pernah melebih-­lebihkan atau membesar-­besarkan.
Dia tidak dapat melakukannya, karena itu berarti Dia berdusta, padahal
Allah tidak dapat berdusta. Jadi, Anda dapat memegang teguh hal
ini, sahabatku: kehendak Allah melebihi segalanya adalah agar Anda
makmur dan sehat. Mengagumkan!
Apakah kemakmuran itu? Itu berarti memiliki lebih dari cukup
untuk memenuhi bukan hanya kebutuhan Anda, tetapi juga kebutuhan
mereka yang berada dalam lingkup pengaruh Anda. Dengan kata lain,
uang seharusnya tidak menjadi faktor penentu apakah Anda hendak
menjangkau orang yang Allah panggil Anda untuk melayaninya
dalam nama-­Nya. Mungkinkah karena itu Firman Allah menyatakan,
“Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah
yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan,
dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-­Nya dengan
sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini” Ulangan 8:18)?
Allah tidak menentang kita memiliki uang. Dia menentang jika uang
memiliki kita. Uang bukanlah akar dari segala kejahatan, melainkan
cinta akan uang. Allah berkehendak agar Anda makmur dalam setiap
area kehidupan Anda, termasuk dalam keuangan.
Banyak orang percaya yang masih muda atau belum dewasa yang
bergumul dengan area-­area utama dalam kehidupan yang baru saja
kita bahas. Akan tetapi, setelah kita tertanam dengan kuat dalam fakta
bahwa Allah bukanlah sumber rasa malu, rasa bersalah, penuduhan,
penyakit, gangguan dan kelemahan jasmani, kekurangan, atau
keuangan, mudahlah bagi kita mengenali area serangan lain yang
berasal dari musuh. Sekarang kita siap bertanding dalam pertandingan
$GD6LDSD'L%DOLN0DVDODK.LWD
yang sesungguhnya dalam hidup ini—pertempuran untuk mengambil
alih wilayah bagi kerajaan Allah.
Sadarilah hal ini dalam hati Anda saat Anda maju bertempur: jika
perlawanan itu termasuk dalam kategori pencurian, pembunuhan, dan
pembinasaan, hal itu sama sekali tidak berkaitan dengan Allah. Hal
itu berasal dari balas pasukan Iblis yang ingin mematahkan semangat,
mengalahkan, dan menelan Anda. Anda dan saya harus melawannya
dengan tak kenal menyerah untuk dapat menyatakan kerajaan Allah di
bumi seperti di surga.
8
MEMPERSENJATAI DIRI ANDA
Jadi, karena Kristus telah menderita secara badani,
kamu pun harus juga mempersenjatai dirimu dengan
pikiran yang demikian—karena siapa yang telah
menderita secara badani, ia telah berhenti berbuat dosa.
1 PETRUS 4:1
B
ayangkan suatu negara mengutus militernya berperang tanpa
membekalinya dengan peluru, pistol, meriam, bom, tank,
pesawat terbang, atau sekadar pisau sekalipun. Bagaimana kiranya
nasib negara itu dalam pertempuran? Mungkinkah mereka menang?
Dapatkah mereka bertempur? Bahkan untuk bertahan hidup saja,
mampukah mereka? Tebakan saya, sekian banyak tentara akan
langsung terbunuh dan sisanya menjadi tawanan perang.
Itu hanya tebakan karena, sepengetahuan saya, skenario
menggelikan semacam itu tidak pernah terjadi. Namun, meskipun
kedengarannya menggelikan, hal itu tidak banyak berbeda dari orang
percaya yang tidak “mempersenjatai diri untuk menderita.” Sedihnya,
kebanyakan dari kita tidak bersenjata. Ketika thlipsis yang tak terduga
menimpa, kita tidak siap menghadapinya dan mengalami keheranan,
kebingungan, atau kerteguncangan. Akibatnya, kita cenderung
bereaksi, bukannya beraksi.
Dalam surat pertamanya, Petrus, menurut ilham Roh Kudus,
menasihati kita untuk mempersenjatai diri dengan menderita sama
seperti Kristus menderita. Bagaimana Dia menderita? Apakah Dia
7DN.HQDO0HQ\HUDK
terbelenggu oleh dosa? Sama sekali tidak, tetapi Dia tetap harus
menolaknya. Apakah Dia terserang sakit atau kelemahan? Tidak, tetapi
Dia mungkin harus melawannya. Apakah Dia kekurangan uang untuk
membayar tagihan atau menyelesaikan misi-­Nya? Tidak, tetapi saya
yakin, Dia harus percaya kepada Allah untuk memelihara-­Nya. Yesus
diuji dalam segala hal, tetapi Dia tidak pernah menyerah terhadap satu
pun serangan yang dilontarkan musuh. Kita diwajibkan untuk hidup
sama seperti Dia hidup;; karena itu, kita juga tidak perlu menyerah pada
muslihat Iblis yang mana pun.
Saat kita membaca lebih jauh surat Petrus, kita menyadari bahwa
SHQGHULWDDQVSHVLÀN\DQJ<HVXVWDQJJXQJDGDODKSHUODNXDQ\DQJWLGDN
adil dari orang lain, khususnya dari para pemimpin politik dan agama
yang korup pada zaman-­Nya. Menurut saya secara pribadi, ini taraf
penderitaan tertinggi yang harus ditanggung seseorang untuk masuk
ke dalam pemerintahan.
Sesungguhnya, perlakuan yang tidak adil juga merupakan
pergumulan terhebat Paulus. Dia pernah dilempari batu, lima kali
dicambuk, tiga kali didera, dan nyaris selalu berada dalam ancaman
bahaya dari orang sebangsanya, orang asing, dan saudara palsu.
3DXOXV GLÀWQDK GLWLSX GLFHPRRK GLSHUODNXNDQ EXUXN GDQ GLWXGXK
dengan dakwaan palsu. Ia memperingatkan kita akan hal yang sama:
“Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus
Yesus akan menderita aniaya” (2 Timotius 3:12).
Jika Anda hidup seperti cara hidup dunia, Anda tidak akan
diganggu oleh penganiayaan;; Anda
sama saja dengan tawanan perang.
Anda terbelenggu dalam kamp
tawanan perang musuh. Anda tidak
Jika Anda hidup seperti lagi efektif dalam mengambil alih
cara hidup dunia... Anda wilayah bagi kerajaan Allah, tidak
sama saja dengan tawanan mampu membawa kemuliaan bagi
perang.
Allah. Prajurit yang berada di medan
tempurlah yang merdeka dan berjuang
untuk mengambil alih wilayah musuh.
Kita hidup di dunia yang sepenuh-­
nya bertentangan dan bahkan bermusuhan dengan kerajaan Allah.
Aliran sistem dunia ini berlawanan dengan aliran Roh Allah. Karena
itu, jika Anda sungguh-­sungguh hidup bagi Tuhan, Anda pasti
menanggung kesengsaraan, penderitaan, dan penganiayaan. Itu bagian
tak terpisahkan dari tugas kita.
0HPSHUVHQMDWDL'LUL$QGD
Sahabat yang baik, entah berupa keadaan yang dibahas dalam bab
sebelumnya;; entah keadaan alam yang tidak menyenangkan;; entah
permusuhan dari orang, organisasi, atau kesatuan tertentu dari sistem
dunia ini, Anda akan menderita perlawanan dalam kehidupan Anda
di dalam Kristus. Jadi, kata Petrus, Anda harus mempersiapkan diri.
Anda harus, meminjam istilahnya, “mempersenjatai diri.”
BERSENJATA VS. TIDAK BERSENJATA
Kita mungkin dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas dengan
terlebih dulu melihat dua contoh perlawanan yang tidak terduga. Yang
satu menimpa pihak yang bersenjata dan yang lain menimpa pihak
yang tidak bersenjata. Setiap enam atau dua belas bulan, pilot pesawat
terbang komersial disuruh mengikuti pelatihan berkala. Sebagian besar
pelatihan ini menggunakan simulator berteknologi tinggi, suatu sarana
pelatihan yang diperlengkapi dengan sistem komputer yang kompleks,
replika kokpit yang mendetail, lengkap dengan seluruh alat kontrol
yang terdapat pada pesawat tertentu, dan sistem visual yang meniru
dunia di luar pesawat. Semuanya itu ditempatkan pada panggung yang
bergerak sesuai menurut kontrol si pilot atau faktor lingkungan luar.
Dengan kata lain, begitu berada di dalamnya, Anda sulit membedakan
apakah Anda berada dalam pesawat yang sesungguhnya atau dalam
simulator.
Instruktur yang menjalankan simulator memunculkan berbagai
macam masalah (thlipsis) terhadap para pilot ini karena simulator itu
mampu meniru seluruh keadaan dan gangguan penerbangan. Pilot
menghadapi simulasi turbulensi yang kuat, baling-­baling rusak, kondisi
cuaca yang ekstrem, kerusakan mesin, kerusakan roda gigi—dan masih
sangat banyak lagi. Diharapkan, jika pilot berulang-­ulang dan secara
sukses mampu mengatasi berbagai tantangan tak terduga selama
pelatihan, mereka akan siap menghadapi krisis serupa dalam situasi
nyata. Banyak musibah berhasil dicegah melalui pelatihan berkala yang
membekali para pilot untuk mengenali dan menanggulangi keadaan
darurat ini.
Saya ingat musibah penerbangan yang terjadi sebelum 9 September
2001. Pesawatnya kecil saja dan tidak memiliki pintu kokpit standar
untuk memisahkan pilot dari penumpang yang biasa kita lihat saat
ini. Tidak lama setelah kecelakaan, kotak hitam ditemukan dan
diperiksa. Karena tidak ada pintu kokpit dalam pesawat itu, para ahli
7DN.HQDO0HQ\HUDK
dapat mendengar reaksi dari pilot dan penumpang. Para penumpang
menjerit dengan histeris saat pesawat itu menukik dari ketinggian. Pilot,
sebaliknya, tetap tenang dan menguasai diri, mengenali kerusakan yang
terjadi dan berusaha mengatasi situasi buruk itu. Mereka tidak bereaksi
dalam ketakutan, namun sesuai dengan pelatihan dalam simulator.
Pilot utama berteriak memberikan petunjuk, dan ko-­pilot menanggapi
setiap arahannya. Hal ini terus berlanjut sampai pada akhirnya. Karena
pilot itu telah dipersenjatai untuk menghadapi bencana yang tidak
terduga, sedangkan para penumpang tidak dipersenjatai, tanggapan
mereka sama sekali berbeda. Pilot bertindak dengan suatu tujuan
tertentu, sedangkan para penumpang hanya dapat bereaksi dalam
ketakutan.
Suatu ketika saya ikut naik pesawat jet pribadi. Pada saat di
ketinggian 39.000 kaki, segel pintu rusak. Udara mampat yang
menerobos cepat dari kabin bersuara sangat keras seperti terowongan
angin yang kuat. Hanya dalam sekejap tekanan udara dalam kabin
merosot dengan tajam. Saya benar-­benar tak siap menghadapi keadaan
itu dan tak tahu apa yang mesti dilakukan. Jujur saja, perhatian saya
terfokus pada upaya melawan rasa takut yang mencengkeram dada
saya dengan kuat. Saya berdoa mati-­matian. Kebetulan, pilot yang
mengendalikan pesawat adalah bekas pilot penguji pesawat Angkatan
Laut dengan ribuan jam pengalaman terbang dan terlatih dalam
menghadapi berbagai jenis keadaan darurat. Begitu segel pintu pecah,
ia dan ko-­pilot segera bertindak. Mereka segera mengenali masalah,
mengenakan masker oksigen, dan melepaskan masker saya. Tanpa
oksigen mereka tidak akan dapat menyelesaikan tugas mereka sampai
akhir.
Pilot mulai menurunkan ketinggian pesawat sambil memberikan
perintah-­perintah kilat pada ko-­pilot. Sepanjang krisis itu, ia
menanggapinya dengan keyakinan dan kepastian yang tenang.
Pelatihan yang telah tertanam dalam dirinya mengarahkannya
menjalani prosedur yang benar. Saya tahu kami tengah menghadapi
masalah besar, namun kalian tak akan melihat kepanikan di wajah sang
pilot. Ia sama sekali tidak memperlihatkan tanda-­tanda ketakutan.
Tindakannya mantap, otomatis, dan langsung pada sasaran. Ia benar-­
benar mengontrol situasi dengan sangat baik.
Pilot menurunkan jet itu ke ketinggian 12.000 kaki dalam waktu
kurang dari lima menit—kami menukik dengan kecepatan enam
sampai delapan ribu kaki per menit. Tidak lama kemudian, kami sudah
mendarat dengan selamat. Ketika situasi mencemaskan itu sudah
0HPSHUVHQMDWDL'LUL$QGD
berakhir, jelaslah bagi saya bahwa pilot saya sudah “dipersenjatai”,
sedangkan saya tidak! Pelatihan dan pengalamannya mengajarkan
kepadanya apa yang harus dilakukan, dan memampukannya
menanggulangi suatu krisis hebat.
Dan inilah pesan dari 1 Petrus 4:1: Kita harus dipersenjatai untuk
PHQJKDGDSL NRQÁLN URKDQL VDPD VHSHUWL SLORW XML SHVDZDW $QJNDWDQ
Laut itu dipersenjatai untuk menghadapi kecelakaan yang tak terduga.
Saya rindu buku ini, Tak Kenal Menyerah, menjadi simulator yang
mempersiapkan Anda untuk menghadapi kesulitan yang pasti akan
Anda hadapi dalam perjalanan Anda untuk menyelesaikan panggilan
hidup Anda di dalam Kristus dan memerintah di dalam hidup ini.
KESENGSARAAN PASTI TERJADI
Untuk mempersenjatai diri, hal pertama yang harus kita ketahui adalah
bahwa kesengsaraan itu sesuatu yang tak terelakkan. “Di dunia kalian
akan menderita,” kata Yesus dengan tegas dalam Yohanes 16:33 (BIS).
Dia tidak mengatakan “kalian mungkin,” melainkan “kalian akan”—
menandakan sesuatu yang pasti terjadi. Paulus menasihati, “Untuk
masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara”
(Kisah Para Rasul 14:22). Dan kembali ia menulis, “Jangan ada orang
yang goyah imannya karena kesusahan-­kesusahan ini. Kamu sendiri
tahu bahwa kita ditentukan untuk itu” (1 Tesalonika 3:3).
Kita “ditentukan untuk mengalami kesusahan” seperti prajurit
yang pergi bertempur. Tidak ada prajurit hebat yang masuk ke
dalam pertempuran untuk kalah. Prajurit yang baik mengarahkan
pandangannya pada kemenangan dan bertekad untuk berjuang
menghadapi kesusahan (penderitaan) untuk meraih kemenangan. Ia
dipersenjatai dan siap bertempur. Anda dan saya berada dalam perang.
Apakah Anda berpikir bahwa kehidupan Anda akan lebih tenang
daripada sebelum Anda diselamatkan?
Saya geram bila mendengar orang Kristen baru diberi tahu bahwa
mereka akan mengalami kehidupan yang bebas dari masalah dan
ideal—suatu utopia. Saya hanya dapat membayangkan bahwa hamba
Tuhan atau orang percaya yang menyampaikan omong kosong ini
kepada orang Kristen baru adalah orang yang belum benar-­benar
diselamatkan atau orang yang lebih tertarik untuk “memenuhi kuota”
jumlah orang yang diinjilinya daripada kesejahteraan jiwa yang baru
dilahirkan kembali itu. Saya bertanya-­tanya apakah “para pengajar” ini
7DN.HQDO0HQ\HUDK
sudah merenungkan baik-­baik perkataan Yesus dalam perumpamaan
tentang penabur. Di situ Dia mengajarkan bahwa setelah Firman-­
Nya ditaburkan ke dalam hati manusia, “datang penindasan atau
SHQJDQLD\DDQ NDUHQD ÀUPDQ LWXµ 0DUNXV 'DODP WHUMHPDKDQ
Bahasa Indonesia Sehari-­Hari dikatakan: “Mereka menderita
kesusahan atau penganiayaan karena kabar itu.” Singkatnya, sama
seperti yang dikatakan Kristus, ketika Anda memercayai Firman Allah,
Anda “mendaftarkan diri” untuk mengalami masalah, kesusahan, dan
penganiayaan. Anda perlu siap sejak awal untuk menghadapinya.
Jika Anda orang yang baru percaya dan belum mengalami hal ini
secara pribadi, maka izinkan saya menjadi orang pertama yang memberi
tahu Anda: Anda harus siap menghadapi berbagai pertempuran yang
belum pernah Anda hadapi. Akan tetapi, kabar baiknya, Anda tidak
perlu kalah dalam satu pertempuran pun! Tidak satu pun. Anda kalah
dalam berbagai hal sebelum Anda diselamatkan, namun sekarang,
melalui Roh Kudus yang berdiam di dalam diri Anda dan anugerah
Allah yang tiada bandingannya, Anda memiliki otoritas dan kuasa atas
setiap masalah yang merintangi Anda.
ANDA TIDAK MENGHADAPI SESUATU YANG BARU
Hal kedua yang harus kita ketahui untuk “dipersenjatai” bagi
pertempuran adalah bahwa sebenarnya tidak ada perkara yang baru
di bawah matahari ini. Anda tidak akan pernah mengalami kesusahan
yang belum pernah dialami orang lain, khususnya Yesus, karena Dia
telah diuji dalam segala hal. Paulus menulis:
Setiap cobaan yang Saudara alami adalah cobaan yang lazim
dialami manusia. Tetapi Allah setia pada janji-­Nya. Ia tidak akan
membiarkan Saudara dicoba lebih daripada kesanggupanmu.
Pada waktu Saudara ditimpa oleh cobaan, Ia akan memberi
jalan kepadamu untuk menjadi kuat supaya Saudara dapat
bertahan. (1 Korintus 10:13, BIS)
Setiap perlawanan yang Anda alami pernah dihadapi, dan
dikalahkan, oleh orang lain. Anda dapat memastikan hal itu! Ayat
ini juga berjanji bahwa kita tidak akan mengalami kesusahan atau
penganiayaan yang tidak mampu kita atasi. Allah tidak akan
mengizinkannya. Anda dapat membuat semua ketakutan bahwa
0HPSHUVHQMDWDL'LUL$QGD
jangan-­jangan Anda akan menghadapi perlawanan atau kesusahan
yang Anda tidak mampu menghadapi atau mengatasinya. Bapa
surgawi Anda tidak akan mengizinkan hal itu mendatangi Anda;; Dia
akan menahannya.
Ayat tadi menjanjikan, “Allah setia pada janji-­Nya. Ia tidak akan
membiarkan Saudara dicoba lebih
daripada kesanggupanmu” untuk
tetap kuat. Sungguh suatu kebenaran
yang indah dan menenteramkan
bahwa Iblis tidak leluasa untuk masuk
ke dalam hidup Anda. Serangannya
Setiap perlawanan yang harus terlebih dahulu memperoleh
Anda alami pernah izin dari Yang Mahakuasa. Bapa
dihadapi, dan dikalahkan, surgawi Anda tidak akan pernah
oleh orang lain.
menciptakan atau mencetuskan pen-­
cobaan, tetapi Dia kadang-­kadang
akan mengizinkan hal itu terjadi, agar
Anda dapat mengalahkan musuh
dan mendatangkan kemuliaan bagi
Dia ketika Anda mengambil alih
wilayah bagi kerajaan-­Nya. Salah satu
pemimpin gereja yang sangat dihormati
bernama Tertullian, yang hidup pada 160-­230 M, menggarisbawahi hal
ini secara mendalam:
Dengan mengizinkan bekerjanya rancangan [Iblis], Allah
bertindak secara konsisten dengan tujuan kebaikan-­Nya
sendiri. Dia menangguhkan kebinasaan Iblis sama seperti Dia
menunda pembebasan manusia. Dia menyediakan ruang untuk
WHUMDGLQ\D NRQÁLN VHKLQJJD PDQXVLD GDSDW PHQJKDQFXUNDQ
musuhnya dengan kebebasan kehendaknya sebagaimana
dulu ia menyerah Iblis.... [Dan hal ini memampukan manusia]
untuk memulihkan keselamatannya dengan kemenangan yang
setimpal. Dengan cara ini pula, Iblis menanggung hukuman
yang lebih pahit karena ia ditaklukkan oleh manusia yang
sebelumnya dicelakakannya. Dengan cara-­cara ini, Allah
terbukti jauh lebih baik daripada yang kita bayangkan.
Allah memberi kita hak istimewa untuk memilih mengalahkan
musuh dan, dalam pengertian tertentu, “membalas dendam atas
kegagalan akibat dosa yang kita alami sebelum kita diselamatkan.
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Semua kemuliaan bagi Allah. Musuh tidak dapat lagi mencemooh
manusia, buatan tangan Allah. Ia melakukannya sesudah Adam jatuh
ke dalam dosa di Taman Eden, tetapi kemudian Yesus datang dan
mengalahkannya dengan kartu as-­nya sendiri. Kini Allah memberi kita
hak istimewa untuk menuntaskan kekalahan Iblis ini.
Paulus menulis, “Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh
menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam tubuhku apa yang
kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-­Nya, yaitu jemaat”
(Kolose 1:24). Jika perkataan ini dibaca tanpa pemahaman yang
benar, orang dapat secara keliru berpikir Paulus mengatakan bahwa
penderitaan Yesus belum cukup untuk menyempurnakan penebusan
kita. Akibatnya, banyak orang Kristen menyingkiri ayat ini dan tidak
merenungkannya baik-­baik. (Nyatanya, akan Anda keheranan melihat
betapa banyaknya hamba Tuhan yang sudah terlatih dan orang percaya
yang bahkan tidak tahu jika ayat ini ada.)
Namun, sama sekali bukan itu yang dimaksudkan Paulus.
Sebaliknya, ia mengacu pada hak istimewa kita untuk menyelesaikan
pekerjaan yang diperlukan untuk memajukan kerajaan Allah sampai
ke ujung dunia. Yesus memberi kita hak istimewa untuk melengkapi
tugas-­Nya membawa pekerjaan-­Nya yang sudah paripurna ke seluruh
dunia. Musuh melawannya dengan sengit, dengan mendatangkan
penderitaan, tetapi itu penderitaan yang mendatangkan kemenangan.
Seperti dikatakan Yesus, “Alam maut tidak akan menguasainya.”
Dia sedang berbicara tentang jemaat-­Nya (lihat Matius 16:18). Ini
peperangan. Kita sedang berbaris menuju medan tempur, kita keluar
untuk menaklukkan musuh dengan pelimpahan kuasa oleh anugerah
Allah, dan neraka pun tidak mampu menghentikan atau mengalahkan
kita. Firman Allah meneguhkan hal itu!
Ingat: perlawanan apa pun yang mungkin Anda hadapi dalam
kehidupan Kristen Anda adalah sesuatu yang pernah ditangani dan
diatasi oleh orang Kristen lain, bahkan oleh Kristus sendiri. Petrus
membangkitkan semangat kita, “Lawanlah dia dengan iman yang
teguh, sebab kamu tahu bahwa semua saudara seimanmu di seluruh
dunia menanggung penderitaan yang sama” (1 Petrus 5:9). Penderitaan
yang dimaksudkannya selaras dengan kehidupan yang akan kita jalani
menurut kehendak Allah, namun ketika kita berdiri dengan kuat di
dalam kuasa anugerah-­Nya, kita akan berkemenangan.
0HPSHUVHQMDWDL'LUL$QGD
ANDA TIDAK AKAN PERNAH KALAH
Sekarang kita sampai pada poin penting ketiga dalam hal
“dipersenjatai”: menyadari bahwa Anda tidak akan pernah kalah.
Jangan hanya membaca sekilas perkataan Yesus ini. Teguklah sampai
puas dan renungkanlah sedalam-­dalamnya:
Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu
untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa atas segala
kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan
kamu. (Lukas 10:19)
Pernyataan ini mengandung begitu banyak arti! Pertama, sadarilah
kerinduan-­Nya yang kuat saat Dia meminta kita untuk mendengarkan.
Perhatikanlah kata sesungguhnya. Kata ini menandakan bahwa kita
perlu memperhatikannya dengan saksama. Ini suatu pernyataan yang
penting.
Dia kemudian berkata bahwa Anda telah diberi kuasa, bukan
atas sebagian kekuatan atau bahkan sebagian besar kekuatan musuh,
melainkan atas segala kekuatan musuh. Itu berarti 100 persen. Anda
bukan hanya memiliki kuasa atas 100 persen kekuatan musuh, namun
Anda juga memiliki kuasa yang jauh lebih dahsyat dari segala bala
kejahatan yang mungkin dikirimkan Iblis ke dalam hidup Anda. Hal
ini selaras dengan perkataan Paulus ketika ia berdoa agar kita dapat
mengenal “betapa hebat kuasa-­Nya bagi kita yang percaya” dan bahwa
kuasa itu “jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan
kekuasaan dan kerajaan dan tiap-­tiap nama yang dapat disebut” (Efesus
1:19-­21). Bukan hanya lebih tinggi, tetapi jauh lebih tinggi!
Kita bukan hanya memiliki wewenang dan kuasa jauh lebih tinggi
dari segala kuasa musuh, melainkan juga, untuk meneguhkan kita, ada
satu lagi fakta yang lebih menakjubkan. Kita diberi tahu, “Kamu berasal
dari Allah, anak-­anakku, dan kamu telah mengalahkan nabi-­nabi palsu
[roh-­roh antikristus] itu;; sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih
besar daripada roh yang ada di dalam dunia” (1 Yohanes 4:4). Semua
roh jahat adalah roh-­roh antikristus, dan mereka adalah sumber dari
seluruh kesengsaraan kita. Kita sudah mengalahkan mereka karena
Dia yang menaklukkan mereka adalah Dia yang hidup di dalam diri
kita dan memberi kita kekuasaan.
Lukas 10:19 mencatat, Yesus berjanji bahwa “tidak ada yang akan
membahayakan kamu.” Tidak ada bala kejahatan—tidak satu pun—
yang dapat mencelakakan Anda. Anda tidak ditetapkan untuk kalah
7DN.HQDO0HQ\HUDK
dalam pertempuran apa pun yang Anda hadapi. Jika Anda berjuang,
berjuang dengan tak kenal menyerah, dengan senjata yang telah Allah
sediakan bagi Anda, Anda akan selalu keluar sebagai pemenang.
Kembali Firman-­Nya meneguhkan hal itu: “Tetapi syukur bagi Allah
yang dalam Kristus selalu memimpin kami di jalan kemenangan-­Nya”
(2 Korintus 2:14).
-LNDNLWDPHQGHQJDUNDQÀUPDQ1\D$OODKDNDQPHPLPSLQNLWDGL
jalan kemenangan-­Nya dalam setiap situasi, dalam setiap pertempuran.
Yohanes meneguhkan janji Yesus ini:
Sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan
inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: Iman kita.
(1 Yohanes 5:4)
Iman kitalah yang dapat mengalahkan setiap serangan yang
dilancarkan dunia terhadap kita. Ingatlah, Iblis adalah “penguasa
dunia ini.” Kita dapat mengalahkan setiap serangannya karena Allah
sudah menyediakan jalan bagi kemenangan kita.
Menurut Yohanes, iman kitalah yang membuat dunia bertekuk
lutut. Mengapa iman? Imanlah yang memberi kita jalan masuk menuju
anugerah (kuasa) yang kita perlukan untuk menang. Kita sudah
membahas bagaimana kita harus memerintah di dalam hidup ini oleh
anugerah Allah. Akan tetapi, anugerah itu, meskipun dikaruniakan
secara cuma-­cuma kepada semua orang, tidak akan dapat kita alami jika
kita tidak memercayainya (memiliki iman), karena iman adalah saluran
pipa yang membawa anugerah (kuasa)-­Nya ke dalam situasi apa pun
yang kita hadapi dan kita perlukan untuk mengalami kemenangan.
Seperti dinyatakan Paulus, “Melalui Dia kita juga beroleh jalan masuk
oleh iman ke dalam anugerah ini. Di dalam anugerah ini kita berdiri
dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan
Allah” (Roma 5:2).
Anugerah Allah itu cuma-­cuma, tersedia bagi semua anak-­Nya,
WHWDSL MLND NLWD WLGDN PHPHUFD\DL PHPLOLNL LPDQ SDGD ´ÀUPDQ
anugerah-­Nya,” kita seakan-­akan sama sekali tidak memiliki anugerah.
Ingatlah bagaimana Paulus berbicara kepada para pemimpin dan orang
percaya yang tidak akan dijumpainya lagi, “Sekarang aku menyerahkan
NDPXNHSDGD7XKDQGDQNHSDGDÀUPDQDQXJHUDK1\D\DQJEHUNXDVD
membangun kamu dan menganugerahkan kepada kamu warisan yang
ditentukan bagi semua orang yang telah dikuduskan-­Nya” (Kisah Para
Rasul 20:32). Ia mengarahkan mereka pada apa yang akan memberikan
kepada mereka warisan untuk memerintah di dalam hidup ini bagi
NHPXOLDDQ$OODKÀUPDQDQXJHUDK1\D
0HPSHUVHQMDWDL'LUL$QGD
ANUGERAH ITU CUKUP UNTUK MEMENANGKAN SETIAP PERTEMPURAN
Hal ini membawa kita pada kebenaran penting keempat tentang
mempersenjatai diri kita: anugerah Allah itu kuasa yang lebih dari
cukup untuk menang atas setiap kesusahan yang mungkin Anda
hadapi.
Kita dapat melihat buktinya dalam pergumulan pribadi Paulus.
Wawasan dan pewahyuannya sangat merusak bagi kerajaan kegelapan.
Kebenaran ini, yang diunduh dari Roh Kudus, sangat menguatkan
orang-­orang percaya pada generasinya dan pada generasi-­generasi
berikutnya. Karena itulah Paulus menulis:
Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-­
penyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di
dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menghantam
aku, supaya aku jangan meninggikan diri. (2 Korintus 12:7)
6LWXDVLVSHVLÀN\DQJGLKDGDSL3DXOXVLQLPHQLPEXONDQNRQWURYHUVL
di antara para pengajar Alkitab. Namun terus terang saja, seharusnya
tidak demikian. Marilah kita menjernihkan kesalahpahaman yang ada.
Pertama, siapa yang memberikan kepada Paulus “duri di dalam
daging” ini? Kita tahu dengan pasti bahwa itu tidak mungkin Allah,
karena dikatakan, “Saudara-­saudara yang kukasihi, janganlah sesat!
Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna,
datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang;; pada-­Nya
tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran” (Yakobus
1:16-­17). Kita tersesat jika kita mengira bahwa sesuatu yang tidak baik
atau tidak sempurna berasal dari Allah. Seorang utusan Iblis jelas tidak
baik, dan sama sekali tidak sempurna. Seseorang mungkin menangkis,
“Namun pada gilirannya hal itu baik juga karena mencegah Paulus
dari kesombongan.” Rasul Yakobus menyanggah pemikiran yang
salah ini: “Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri
tidak mencobai siapa pun” (Yakobus 1:13).
Perhatikan pernyataan Yakobus, “Allah... tidak mencobai siapa
pun,” yang berarti Dia tidak menimpakan sesuatu yang jahat. Allah
tidak mungkin menyuruh utusan Iblis itu atau Dia akan menguji Paulus
dengan kejahatan, dan dengan demikian berdusta melalui Yakobus.
Dan Allah tidak dapat berdusta. Jadi, tanpa perlu diragukan lagi, kita
dapat menyimpulkan bahwa “duri” itu bukan dari Allah.
Kedua, apakah yang dimaksudkan dengan duri dalam daging
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Paulus itu? Beberapa pengajar mengatakan bahwa itu penyakit, masalah
dengan matanya, atau beberapa bentuk kelemahan dalam dagingnya.
Mereka menyimpulkannya dalam lanjutan tulisannya,
Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan,
supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku. Tetapi jawab
Tuhan kepadaku: “Cukuplah kasih karunia-­Ku bagimu,
sebab justru dalam kelemahan-­lah kuasa-­Ku menjadi
sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas
kelemahan-­ku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.
(2 Korintus 12:8-­9)
Pengajar yang bingung menyimpulkan duri dalam daging
3DXOXV DGDODK NHOHPDKDQ ÀVLN GDUL SHUQ\DWDDQQ\D ´$NX EHUPHJDK
atas kelemahan-­ku.” Kata bahasa Yunani untuk kelemahan di sini
adalah astheneia. Kata ini muncul dua belas kali dalam Perjanjian
Baru. Memang, dalam kitab Injil istilah ini terutama digunakan
XQWXN PHQ\HEXW NHOHPDKDQ ÀVLN $NDQ WHWDSL GDODP VHEDJLDQ EHVDU
pemunculannya di surat para rasul, kata ini digunakan untuk menyebut
kelemahan manusiawi—ketidakmampuan kita untuk menyelesaikan
atau mengatasi sesuatu dengan kemampuan kita sendiri.
Salah satu contohnya adalah Roma 8:26: “Demikian juga Roh
membantu kita dalam kelemahan kita;; sebab kita tidak tahu, bagaimana
sebenarnya harus berdoa;; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita
kepada Allah dengan keluhan-­keluhan yang tidak terucapkan.” Kata
bahasa Yunani untuk kelemahan ini juga astheneia. Menurut saya,
kita dapat dengan aman menyimpulkan bahwa tidak semua orang
.ULVWHQ PHPLOLNL NHOHPDKDQ ÀVLN SHQ\DNLW -DGL NHOHPDKDQ DSDNDK
yang dimiliki setiap orang percaya sehubungan dengan doa syafaat?
Jawaban: kadang-­kadang kita tidak tahu bagaimana harus berdoa
karena keterbatasan kita sebagai manusia.
Sebagai contoh, jika ibu saya tinggal di Florida dan saya tinggal
di Colorado, dan mendadak ia sangat memerlukan dukungan doa,
namun ia tidak dapat menghubungi saya, maka saya memiliki
kelemahan sebagai manusia dengan tidak mengetahui kebutuhannya
yang mendesak. Namun Roh Kudus akan menolong saya dalam
ketidakmampuan (kelemahan) ini dengan mengarahkan saya untuk
berdoa bagi ibu saya. Kembali, kata bahasa Yunani ini, astheneia, sama
VHNDOL WLGDN EHUNDLWDQ GHQJDQ NHOHPDKDQ ÀVLN PHODLQNDQ GHQJDQ
ketidakmampuan manusia biasa.
Contoh lain adalah Ibrani 4:15, yang menyatakan, “Sebab Imam
Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut
0HPSHUVHQMDWDL'LUL$QGD
merasakan kelemahan-­kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita,
Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.” Kata bahasa Yunani untuk
kelemahan di sini juga astheneia. Dan kembali, kata bahasa Yunani ini
WLGDNPHQJDFXSDGDNHOHPDKDQÀVLNPHODLQNDQSDGDNHWLGDNPDPSXDQ
kita di hadapan kemampuan Allah. Yesus secara sukarela mengenakan
ketidakmampuan ini, agar Dia dapat turut merasakan pergumulan kita
dan menolong kita secara efektif dengan anugerah-­Nya. Penegasan
bahwa Dia “telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa” jelas tidak
berkaitan dengan sakit-­penyakit, melainkan dengan ketidakmampuan
manusia yang secara sukarela ditanggung-­Nya selama kehidupan-­Nya
di muka bumi.
Dengan pengertian tersebut, mari kita memeriksa kembali
pernyataan Paulus, yang untuk mudahnya akan saya ulangi di sini:
Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan,
supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku. Tetapi jawab
Tuhan kepadaku: “Cukuplah kasih karunia-­Ku bagimu,
sebab justru dalam kelemahan-­lah kuasa-­Ku menjadi
sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas
kelemahan-­ku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.
(2 Korintus 12:8-­9)
Kata kelemahan yang muncul dua kali itu sama-­sama diterjemahkan
dari kata bahasa Yunani asthenia. Maka, perkataan Paulus dapat juga
diterjemahkan sebagai berikut:
“Cukuplah kasih karunia-­Ku bagimu, sebab justru dalam
ketidakmampuan manusialah kuasa-­Ku menjadi sempurna.”
Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas ketidakmampuanku
sebagai manusia, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.
Nyatanya, ayat ini memang diterjemahkan seperti itu dalam
beberapa versi lain. Salah satunya adalah Contemporary English
Version, yang berbunyi, “’Kebaikan-­Ku saja sudah cukup bagimu.
Kuasa-­Ku akan sungguh-­sungguh nyata ketika engkau lemah.’ Jadi,
jika Kristus terus-­menerus memberikan kuasa-­Nya kepadaku, dengan
penuh sukacita aku bermegah akan betapa lemah-­nya diriku.”
Betapa bodohnya kita jika menduga bahwa satu-­satunya hal yang
diacu oleh Roh Kudus adalah penyakit. Jika demikian halnya, ayat
itu akan berbunyi, “’Kuasa-­Ku akan sungguh-­sungguh nyata ketika
7DN.HQDO0HQ\HUDK
engkau sakit.’ Jadi, jika Kristus terus-­menerus memberikan kuasa-­Nya
kepadaku, dengan penuh sukacita aku bermegah akan betapa sakit-­
nya diriku.” Bukankah itu absurd? Jika Anda memikirkannya dengan
saksama, tentulah Anda akan mendapati betapa bodohnya hal itu.
-HODV SXOD EDKZD 3DXOXV WLGDN EHUELFDUD WHQWDQJ NHOHPDKDQ ÀVLN
ketika kita membaca seluruh suratnya sesuai dengan konteksnya.
Paulus menyebutkan cara-­cara “utusan Iblis itu” menyerang dirinya:
Sudah lima kali saya disiksa oleh orang Yahudi dengan
pukulan cambuk tiga puluh sembilan kali. Tiga kali saya
dicambuk oleh orang-­orang Roma;; pernah pula saya dilempari
dengan batu. Tiga kali saya mengalami karam kapal di laut,
dan sekali saya terapung-­apung di laut selama dua puluh
empat jam. Banyak kali saya mengadakan perjalanan yang
berbahaya: diancam bahaya banjir, bahaya perampok, bahaya
dari pihak Yahudi maupun dari pihak bukan Yahudi, bahaya
di dalam kota, bahaya di luar kota, bahaya di laut, dan bahaya
dari orang-­orang yang mengemukakan diri sebagai saudara
Kristen padahal bukan. Saya membanting tulang dan berjuang
setengah mati: sering tidak tidur, tidak makan, tidak minum,
banyak kali terlantar dalam keadaan lapar, kedinginan karena
kurang pakaian dan tidak mempunyai tempat tinggal....
Nah, kalau saya harus membanggakan sesuatu, maka saya
membanggakan hal-­hal yang menunjukkan kelemahan saya.
(2 Korintus 11:24-­27, 30, BIS)
Paulus menyebutkan berbagai kesusahan yang berulang-­ulang
ditimpakan si utusan Iblis kepadanya. Bagi Paulus, tidak mungkin
ia mencegah atau menghentikan masalah yang tak terduga ini
dengan kemampuannya sendiri. Karena itulah ia menyatakan, “Saya
membanggakan hal-­hal yang menunjukkan kelemahan saya.” Jelaslah
sudah: kelemahan atau “duri dalam daging” dalam surat ini sama sekali
tidak berkaitan dengan penglihatan yang buruk, penyakit, gangguan
DWDXNHOHPDKDQÀVLNODLQQ\D
Untuk menunjukkan dengan lebih jelas bahwa “duri dalam
daging” Paulus tidak berkaitan dengan penyakit, mari kita melihat
bagaimana istilah itu digunakan di tempat lain dalam Kitab Suci. Frasa
ini muncul tiga kali di tempat lain, dan semuanya di Perjanjian Lama.
Ketiganya berkaitan dengan orang Kanaan yang tak henti-­hentinya
0HPSHUVHQMDWDL'LUL$QGD
PHQ\HUDQJEDQJVD,VUDHO$OODKEHUÀUPDQNHSDGDXPDW1\D´7HWDSL
kalau penduduk negeri itu tidak kamu usir, orang-­orang yang tetap
tinggal di situ akan menyusahkan kamu seperti pasir di matamu atau
duri di kakimu. Nanti merekalah yang memerangi kamu” (Bilangan
33:55). Dalam setiap pemunculan, metafora “duri dalam daging” ini
melambangkan orang yang menyerang dan menggagalkan kehidupan
yang produktif. Frasa ini tidak pernah digunakan dalam Perjanjian Lama
XQWXNPHQJJDPEDUNDQSHQ\DNLWDWDXJDQJJXDQÀVLN3DXOXVVHRUDQJ
sarjana Kitab Suci, menggunakan frasa ini juga untuk menggambarkan
perlawanan yang dihadapinya ke mana pun ia pergi.
PERUBAHAN PARADIGMA YANG BESAR
Menurut saya, Paulus begitu frustrasi oleh gangguan, kesusahan,
dan perlawanan yang terus-­menerus dihadapinya sehingga ia
berseru kepada Allah—bukan hanya satu kali, tetapi tiga kali—untuk
menyingkirkan utusan dari Iblis yang berada di balik semua masalah
itu. Menurut saya, Allah tidak menjawab Paulus pada mulanya karena
permintaannya tidak tepat;; ia mengajukan permohonan yang keliru.
Setelah Paulus memintanya sebanyak tiga kali, Tuhan memberinya
pencerahan dan menyediakan penyelesaian yang sebenarnya sudah
ada di dalam dirinya selama ini:
Tidakkah kamu memahaminya? Aku sudah memberimu
anugerah (pelimpahan kuasa karena kemurahan-­Ku) atas
segala kekuatan musuh. Jadi, anugerah (pelimpahan kuasa)-­Ku
itu sudah cukup bagimu. Anugerah itu akan memperlihatkan
kekuatannya di dalam segala sesuatu yang tidak dapat kamu
hadapi dengan kemampuanmu sendiri. Dengan kata lain,
semakin besar perlawanan yang muncul, semakin besar pula
manifestasi anugerah (pelimpahan kuasa)-­Ku yang akan
kamu lihat dalam hidupmu asalkan kamu mau percaya.
(2 Korintus 12:9, parafrase penulis)
Setelah Paulus memahami hal ini dengan jelas, terjadilah sesuatu
yang luar biasa. Ia mengalami suatu perubahan paradigma—suatu
perubahan radikal dari satu pola pikir ke pola pikir lain. Seluruh
sikapnya berubah terhadap serangan roh jahat yang terus-­menerus
dihadapinya. Ia tidak lagi memohon, agar hal itu disingkirkan.
Sebaliknya, ia menulis dengan antusias:
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Jadi saya gembira dengan kelemahan-­kelemahan saya. Saya
MXJD JHPELUD NDODX ROHK NDUHQD .ULVWXV VD\D GLÀWQDK VD\D
mengalami kesulitan, dikejar-­kejar dan saya mengalami
kesukaran. Sebab kalau saya lemah, maka pada waktu itulah
justru saya kuat. (2 Korintus 12:10, BIS)
Kebanggaannya sekarang adalah, “Sejak saat ini saya bergembira
dengan ketidakmampuan saya sebagai manusia dalam menghadapi
thlipsis apa pun yang mungkin terjadi!”
Tunggu dulu: bergembira? Bagaimana mungkin? Terjemahan lain
berbunyi, “Aku senang dan rela....” Ada pula yang berbunyi, “Aku
bersukacita....” Apakah Paulus sudah tidak waras? Apakah ia melebih-­
lebihkan? Berbohong atau membesar-­besarkan masalah? Tidak,
siapa pun yang menulis Kitab Suci menurut ilham Roh Kudus tidak
mungkin melakukan hal semacam itu, karena Allah tidak mungkin
berdusta. Jadi, bagaimana seseorang dapat “bergembira” atau “rela”
PHQDQJJXQJNHOHPDKDQGLÀWQDKPHQJDODPLNHVXOLWDQGLNHMDUNHMDU
dan mengalami berbagai kesukaran lain? Jawabannya sederhana:
Semakin besar perlawanan, semakin besar pula kekuatan
yang diperlukan untuk mengatasinya dan, dengan demikian,
semakin besar pula kemenangan yang dapat kita raih.
Banyak orang Kristen tidak bahagia ketika mereka mengalami
kesulitan yang parah. Mereka enggan harus melawan musuh dalam
keadaan yang sulit. Mereka lebih menyukai kehidupan yang mudah,
nyaman, tenang, dan tanpa konfrontasi. Kebenaran yang Paulus
temukan tidak tertanam dengan kuat dalam hati mereka. Mereka
sama sekali tidak menyadari bahwa semua perlawanan itu tidak lain
adalah kesempatan untuk menyaksikan kuasa (anugerah) yang lebih
besar dimanifestasikan di dalam diri mereka, dan untuk bertumbuh ke
dalam taraf kedewasaan selanjutnya di dalam Kristus. Paulus memiliki
sikap yang seperti itu terhadap perlawanan sebelum Allah menantang
SHPLNLUDQQ\D QDPXQ VDWX ÀUPDQ GDUL $OODK PHQJXEDK VHOXUXK
paradigmanya. Ia menulis 2 Korintus pada sekitar 56 M. Beberapa tahun
kemudian ia menulis surat untuk jemaat di Roma. Amatilah sikapnya
yang sama sekali berbeda terhadap thlipsis dalam suratnya ini:
Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus?
0HPSHUVHQMDWDL'LUL$QGD
Penindasan atau kesengsaraan atau penganiayaan, atau
kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? ....
Tetapi dalam semuanya itu kita lebih daripada orang-­orang
yang menang, melalui Dia yang telah mengasihi kita. (Roma
8:35, 37)
5HQXQJNDQODKÀUPDQLWXGHQJDQEDLNNKXVXVQ\DEDJLDQ´7HWDSL
dalam semuanya itu kita lebih daripada orang-­orang yang menang,
melalui Dia yang telah mengasihi kita.” Sebelum Paradigma Pikiran
yang Besar, Paulus memohon kepada Allah untuk menyingkirkan
perjumpaan yang tidak menyenangkan dengan kesusahan dalam
hidupnya. Sekarang pesannya sama sekali berbeda: Anugerah Allah itu
lebih dari cukup, bukan hanya untuk menanggung kesusahan, namun
juga untuk meraih kemenangan yang gemilang. Sikap Paulus saat ini
adalah, “Silakan saja datang! Silakan saja perlawanan itu datang karena
dengan itu aku dapat mengalami kemenangan yang hebat bagi Kristus.”
Paulus “mempersenjatai diri untuk menderita.” Dia mempersenjatai
diri untuk berjuang sampai menang dan menjadi orang yang lebih baik
dan lebih kuat daripada sebelum ia bertempur.
MELIHAT PENCOBAAN SEBAGAI KESEMPATAN
Kesimpulannya, kita “mempersenjatai diri ketika kita memiliki
keyakinan yang optimistis di dalam hati dan pikiran sehubungan
dengan kesusahan—kita bersikap optimis sebelum, selama, dan
sesudah pertempuran. Kita dapat mengenakan sikap yang positif
karena kita tidak lagi melihat ujian dan pencobaan sebagai hambatan;;
kita melihatnya sebagai kesempatan!
Rasul Yakobus menulis, “Saudara-­saudara yang terkasih, apabila
berbagai kesulitan melanda kehidupan Anda, anggaplah hal itu sebagai
suatu kesempatan (Yakobus 1:2, NLT). Kita tahu bahwa peperangan
sudah dimenangkan di dalam Kristus, dan kita memiliki dukungan
berupa semua wewenang dan kuasa surga. Jika kita tak kenal menyerah,
jika kita dengan gigih bertahan dan berjuang, kita akan selalu keluar
sebagai pemenang. Itu kehendak dan panggilan Allah bagi kehidupan
kita.
Seperti dinyatakan dengan tegas oleh Paulus dalam Roma 8:31,
“Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?”
9
kuat dalam anugerah
Sebab kita berjuang bukannya melawan manusia,
melainkan melawan kekuatan segala setan-­setan
yang menguasai zaman yang jahat ini. Kita melawan
kekuatan roh-­roh jahat yang menguasai ruang angkasa.
Efesus 6:12 (BIS)
S
etiap anak Allah sedang berperang. Jika tidak, kita sebenarnya
berasal dari dunia ini dan tertipu, mengira bahwa kita ini milik
Allah, padahal bukan.
Saya menyadari, itu pernyataan yang keras, namun izinkan saya
menggambarkan realitasnya. Bayangkan Anda hidup di Jerman pada
masa pemerintahan Adolf Hitler. Pemimpin tiran ini pada akhirnya
ingin menegakkan orde baru hegemoni Nazi Jerman secara mutlak di
daratan Eropa. Ia memiliki prasangka rasial sangat parah, dan ras yang
paling dibencinya adalah keturunan Yahudi. Jika Anda berasal dari
keturunan Jerman, cerdas, sehat, dan pemikiran Anda tidak menganggu
misi Adolf Hitler, Anda dapat hidup dengan tenang—terbebas dari
kecemasan jangan-­jangan akan diserang atau ditangkap.
Akan tetapi, jika Anda berasal dari keturunan Yahudi, kehidupan
Anda jelas berbeda sama sekali. Anda terus-­menerus berada di bawah
DQFDPDQGDQNHPXQJNLQDQGLVHUDQJ.DSDQVDMD$QGDELVDVDMDGLÀWQDK
diludahi, harta milik Anda dirusak atau dicuri;; Anda harus waspada
agar tidak ditangkap, diperbudak, disiksa, dan dibunuh. Entah Anda
menyukainya entah tidak, Anda sedang berperang. Orang Yahudi yang
pintar dan bijaksana mempersenjatai diri mereka dan melakukan apa
7DN.HQDO0HQ\HUDK
saja yang perlu untuk menghindari tirani Hitler. Mereka yang tidak
siap berakhir dipenjarakan di kam konsentrasi.
Iblis dan antek-­anteknya jauh lebih buruk daripada Hitler dan
rezim Nazinya. Jika Anda berasal dari keturunan Iblis, Anda bukan
sasaran tembak. Anda tidak perlu bersikap sebagai prajurit yang
VHGDQJEHUSHUDQJ<HVXVEHUNDWDNHSDGDSDUDSHPLPSLQ\DQJPXQDÀN
pada zaman-­Nya, “Kamu dari dunia ini” (Yohanes 8:23). Kemudian,
untuk memastikan bahwa mereka tidak keliru memahami pernyataan-­
Nya, Dia berkata secara langsung, “Kamu berasal dari bapakmu, yaitu
Iblis” (Yohanes 8:44). Meskipun para pemimpin ini percaya bahwa
mereka melayani Allah yang Mahakuasa, sebenarnya mereka melayani
pemimpin tiran dari dunia ini.
Jika Anda sungguh-­sungguh berasal dari Allah, maka Anda harus
berjaga-­jaga karena dunia tempat tinggal Anda ini memusuhi segala
sesuatu yang berasal dari kerajaan Allah. Yesus menunjukkan hal ini
dengan berkata,
Sekiranya kalian milik dunia, kalian akan dikasihi oleh dunia
sebagai kepunyaannya. Tetapi Aku sudah memilih kalian dari
dunia ini, jadi kalian bukan lagi milik dunia. Itu sebabnya dunia
membenci kalian. (Yohanes 15:19, BIS)
Perhatikanlah perkataan-­Nya, dunia membenci kalian. Tidak ada
ruang abu-­abu dalam pernyataan ini. Jika Anda berasal dari dunia,
Anda akan dikasihi oleh dunia;; jika Anda berasal dari Allah, Anda
akan ditentang dan dibenci oleh sistem dunia.
SENJATA-SENJATA ANUGERAH
Kita pun sampai pada aspek penting lain untuk menjadi orang yang
bersenjata sebagaimana mestinya: memiliki pengertian yang jelas
tentang senjata-­senjata yang kita miliki di dalam Kristus Yesus. Senjata
ini adalah senjata rohani yang sangat kuat, karena Paulus mengatakan,
“Karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi,
melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang
sanggup untuk meruntuhkan benteng-­benteng” (2 Korintus 10:4).
Apakah “kuasa Allah” yang sanggup untuk meruntuhkan
benteng-­benteng ini? Kuasa itu tidak lain adalah anugerah Allah
.XDW'DODP$QXJHUDK
yang menakjubkan—karunia-­Nya yang diberikan-­Nya secara cuma-­
cuma dalam kemurahan-­Nya kepada semua orang percaya. Dengan
menyadari hal ini, mari kita membahas lebih jauh surat pertama Petrus
untuk menggarisbawahi dan lebih memahami kebenaran ini bagi kita.
Selama membahasnya, ingatlah bahwa kita dapat mengganti kata
anugerah dengan kata kuasa atau pelimpahan kuasa. Istilah tersebut
dapat saling menggantikan.
Demikian juga, hai orang-­orang muda, tunduklah kepada
orang-­orang yang tua. Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu
seorang terhadap yang lain, sebab: “Allah menentang orang
yang congkak, tetapi memberi anugerah [kuasa] kepada orang
yang rendah hati.” Karena itu, rendahkanlah dirimu di bawah
tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-­Nya pada
waktunya. Serahkanlah segala kekhawatiranmu kepada-­Nya,
sebab Ia memelihara kamu. Sadarlah dan berjaga-­jagalah!
Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang
mengaum-­aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.
Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu
bahwa semua saudara seimanmu di seluruh dunia menanggung
penderitaan yang sama. Dan Allah, sumber segala anugerah
[pelimpahan kuasa], yang telah memanggil kamu dalam
Kristus kepada kemuliaan-­Nya yang kekal, akan melengkapi,
meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah
kamu menderita seketika lamanya... aku menulis dengan
singkat kepada kamu untuk menasihati dan meyakinkan kamu
bahwa ini adalah anugerah [kuasa] yang benar-­benar dari
Allah. Berdirilah dengan teguh di dalamnya. (1 Petrus 5:5-­12).
Saya akan meringkas perkataan Petrus yang padat dan kaya ini,
dan kemudian saya akan menguraikan pesannya sedikit demi sedikit.
Tema utama perikop ini adalah anugerah Allah. Petrus memulainya
dengan menasihati kita untuk merendahkan diri satu sama lain. Cara
lain untuk mengatakannya adalah “berada dalam misi yang sama.”
Ia lalu menegaskan bahwa Allah memberikan anugerah-­Nya kepada
orang yang rendah hati, dan kita dianggap rendah hati jika kita
mengharapkan kekhawatiran kita akan diatasi oleh anugerah atau
kuasa-­Nya, bukan oleh kekuatan kita sendiri.
Kekhawatiran apakah yang dimaksudkan oleh Petrus? Hal ini
mencakup soal-­soal kehidupan, seperti perhatian, tanggung jawab,
kebutuhan, atau berbagai keinginan kita. Kekhawatiran kita bisa bersifat
7DN.HQDO0HQ\HUDK
sementara atau, yang lebih genting, bersifat kekal: untuk mengalami
kehidupan kerajaan Allah yang berkelimpahan dan, dengan demikian,
mampu memenuhi kebutuhan orang-­orang yang berada dalam lingkup
pengaruh kita. Dalam mengejar misi anugerah ini, kita akan mengalami
perlawanan dari musuh bebuyutan kita, iblis dan antek-­anteknya. Ia
dapat menelan kita, tetapi itu bukan rencana Allah. Karena itu kita harus
senantiasa siap siaga, menyadari dengan baik ikat janji dengan Allah,
dan bertekun dalam doa. Dengan demikian kita selalu diperlengkapi
dengan baik oleh anugerah Allah untuk memajukan tujuan kerajaan-­
Nya dan melawan musuh bebuyutan kita dengan sukses.
Kita tidak seorang diri dalam upaya kita;; saudara seiman kita di
seluruh dunia juga sedang memperjuangkan misi anugerah yang sama
dan mengalami pertempuran yang serupa. Kabar baiknya, pertempuran
ini meneguhkan kedewasaan dan kekuatan kita. Seiring dengan setiap
kemenangan yang kita raih, kita diangkat ke taraf otoritas yang lebih
tinggi di dalam Kristus.
Petrus mengakhiri perikop ini dengan gagasan yang menyegarkan
ini: Ini adalah (tujuan dari) anugerah yang benar-­benar dari Allah.
Bukankah menarik bahwa Roh Kudus menggerakkan Petrus hampir
dua ribu tahun yang lalu untuk menuliskan kata-­kata anugerah yang
benar-­benar dari Allah.. Ini bukan suatu kebetulan;; Roh Kudus melihat
bahwa pada akhir zaman konsep anugerah Allah akan disederhanakan
(paling tidak dalam pemikiran orang Kristen di Barat) menjadi sekadar
penghapusan dosa dan tiket menuju surga. Anugerah yang benar-­
benar dari Allah memang mencakup kedua hal itu, namun juga jauh
lebih banyak hal lagi—anugerah itu juga memampukan kita untuk
bertindak melampaui kemampuan alamiah kita demi menyelesaikan
misi yang dipercayakan kepada kita. Dan salah satu aspek utama dari
misi ini adalah menjadikan diri kita unggul untuk memuliakan Allah
dan memajukan kerajaan-­Nya.
Dengan pengertian ini, kita dapat dengan mudah menyimpulkan
mengapa tidak banyak orang percaya yang memancar sebagai terang
yang cemerlang. Untuk menjadikan diri kita unggul, kita harus
melewati pertempuran yang berat, dan kebanyakan dari kita menjauhi
pertempuran semacam itu. Musuh tidak akan berbaring dengan tenang
dan membiarkan kita memberikan dampak kepada dunia bagi Yesus
Kristus. Ia dengan sengit melawan misi kita, dan kita harus bertahan
dan melawannya untuk menyelesaikan tugas yang ditetapkan Allah
bagi kita. Terjemahan New International Version berbunyi, “Ini adalah
anugerah yang benar-­benar dari Allah. Berdirilah dengan teguh di
.XDW'DODP$QXJHUDK
dalamnya.” Setelah membacanya, perkataan Paulus kepada Timotius
menjadi lebih penuh kuasa:
Sebab itu, hai anakku, jadilah kuat oleh anugerah dalam Kristus
Yesus.... Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik
dari Kristus Yesus. (2 Timotius 2:1, 3)
7LPRWLXVWLGDNGLSHULQWDKNDQXQWXNPHQMDGLNXDWVHFDUDÀVLNVHFDUD
sosial, secara emosional, atau secara intelektual. Ia diperintahkan untuk
menjadi kuat di dalam anugerah. Inilah senjata yang kita perlukan
untuk mengakhiri pertandingan dengan
sukses. Setelah lebih dari dua puluh lima
tahun dalam pelayanan, saya mengamati
bahwa sebagian besar dari kita tidak
menggunakan
senjata
anugerah.
sebagian besar dari kita Terlihat, 98 persen orang Kristen A.S.
tidak sepenuhnya memahami karunia
tidak menggunakan yang cuma-­cuma dan penuh kuasa ini.
senjata anugerah.
Kita sama sekali tidak memahami apa
yang kita miliki.
Persis sebelum 2 Timotius pasal 2,
Paulus menegur hamba Tuhan yang
masih muda itu karena menyerah
terhadap perlawanan dan penganiayaan yang dihadapinya. Jelaslah,
musuh Timotius yang masih muda mengintimidasinya, dan ia tidak
melawan atau berjuang segigih seharusnya. Paulus mengingatkan
Timotius bahwa Allah tidak memberikan kepadanya roh ketakutan,
melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.
Sama seperti semua orang percaya lainnya, Timotius sudah memiliki
apa yang diperlukan untuk mengatasi setiap perlawanan, sehingga
Paulus mendorongnya untuk mengobarkan, dan menjadi kuat di
dalam, anugerah yang ada di dalam Kristus (lihat 2 Timotius 1:6-­7;; 2:1).
Perjuangan menuju panggilan tertinggi dalam hidup kita bukanlah
acara tamasya di taman. Kita tidak berjalan berjingkat-­jingkat atau
berlayar dengan kapal pesiar menuju kehidupan yang unggul. Paulus
dengan tegas menyatakan, “[Aku] berlari-­lari kepada tujuan untuk
memperoleh hadiah, yaitu panggilan surgawi dari Allah dalam Kristus
Yesus” (Filipi 3:14). Kata berlari-­lari dalam bahasa aslinya menandakan
adanya perlawanan dan pertentangan.
Ingatlah kembali penglihatan yang dibahas di bab satu. Protagonis
7DN.HQDO0HQ\HUDK
kita, orang yang mendayung perahu, harus mendayung maju dan
terus maju melawan arus sungai yang kuat. Kekuatannya melemah.
Mengapa? Saya hanya dapat membayangkan, mengamati kapal
besar yang lewat dengan membawa sekian banyak orang yang hidup
nyaman, tertawa-­tawa, mengalami kehidupan yang tampak sukses,
dan nyaris tidak mengalami perlawanan apa pun—semua itu akhirnya
menggerogoti semangatnya. Hal ini akhirnya membawanya pada suatu
penemuan, sesuatu yang sebenarnya hanya ilusi, namun tampak begitu
nyata. Ia dapat hidup tenang sebagai “orang Kristen” dan, menariknya,
mengalami perlawanan yang lebih sedikit. Sungguh suatu penyesatan
yang parah.
Berikut ini sebuah ilustasi lain. Seorang prajurit dapat mundur dari
medan perang dan, dengan demikian, mengalami gaya hidup yang lebih
tenang dari kawan-­kawannya yang masih di garis depan. Peperangan
LQL EHOXP EHUDNKLU 3UDMXULW LWX WLGDN ODJL PHQJKDGDSL NRQÁLN KDQ\D
karena ia mundur. Sama seperti orang yang mendayung perahu
itu, prajurit itu masih tampak siap untuk berperang: ia mengenakan
seragam, memiliki segala perlengkapan, dan memanggul senapan.
Tetapi ia tidak mengalami perlawanan apa pun.
Tujuan kita bukanlah untuk kelihatan seperti Kristus, melainkan
menjadi benar-­benar seperti Kristus dalam memajukan kerajaan Allah
dan menghancurkan perbuatan-­perbuatan Iblis (lihat 1 Yohanes 3:8).
Untuk melakukannya, tak ayal kita akan menghadapi perlawanan dan
penolakan.
Kita harus ingat bahwa anugerah (kuasa) Allah sajalah yang kita
perlukan untuk mengatasi kesulitan apa pun. Akan tetapi, kita harus
bekerja sama dengan anugerah itu dengan terus-­menerus percaya—
dan bukti dari kepercayaan kita adalah tindakan yang selaras dengan
kepercayaan itu. Ketika Petrus berjalan di atas air, ia melakukan
tindakan yang mustahil dan luar biasa. Yesus berkata, “Datanglah ke
sini,” dan di dalam satu ucapan itu terkandung seluruh anugerah yang
Petrus perlukan untuk berjalan di atas air. Tetapi ketika ia berhenti
percaya, anugerah (kuasa) itu melemah dan ia mulai tenggelam. Ada
cukup anugerah di dalam perkataan Yesus kepada Petrus untuk berjalan
sampai ke tempat Yesus dan bahkan untuk sampai ke seberang Danau
Galilea jika ia menginginkannya. Tetapi anugerah itu gagal karena
imannya gagal. Kita memiliki anugerah yang tidak terbatas di dalam
Kristus, tetapi kita hanya dapat memasukinya melalui iman: “Melalui
Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman ke dalam anugerah ini. Di
dalam anugerah ini kita berdiri” (Roma 5:2).
.XDW'DODP$QXJHUDK
Masalahnya sebenarnya bukanlah anugerah yang gagal, melainkan
iman kita yang melemah. Akibatnya, anugerah (kuasa) itu terputus.
Kita pun akhirnya harus berjuang dengan kekuatan kita sendiri.
Bayangkanlah pipa yang membawa air ke rumah Anda. Jika pipa itu
bocor, aliran air pun terputus. Meskipun di menara air ada cadangan air
yang tak terbatas, air itu tidak dapat lagi sampai ke rumah Anda karena
pipanya sudah rusak. Iman itu seperti pipa;; airnya adalah anugerah.
Untuk menghindari kegagalan, kita harus membangun diri sendiri
di dalam iman. Bagaimana caranya? Kita masuk ke dalam Firman
Allah;; kita memuji, menyembah, dan bersyukur kepada Allah karena
hakikat pribadi-­Nya dan karena pemeliharaan anugerah-­Nya;; kita
berdoa di dalam Roh. Jika kita tidak melakukan hal-­hal ini untuk
membangun iman kita, kita akhirnya akan berhenti percaya dan hidup
dengan kekuatan kita sendiri, bukan dengan kekuatan Allah. Kalau
sudah begitu, tinggal menunggu waktu saja sebelum kita berhenti
memerintah di dunia dan mulai membiarkan dunia memerintah kita.
Itulah sebabnya Petrus membangkitkan semangat kita,
“Bertumbuhlah dalam anugerah dan dalam pengenalan akan Tuhan
dan Juruselamat kita, Yesus Kristus” (2 Petrus 3:18). Kita diberi
tanggung jawab untuk bertumbuh dalam kuasa Allah. Kita cukup
melakukannya dengan membangun iman kita, dan kita dapat
meningkatkan iman kita. Paulus berkata, “Sebab di dalamnya nyata
kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman,
seperti ada tertulis: ‘Orang benar akan hidup oleh iman’” (Roma 1:17).
Pikirkanlah demikian: semakin bertama besar iman Anda, semakin
bertambah besar pipanya—dan, dengan sendirinya, semakin banyak
jumlah “air” (anugerah) yang tersedia bagi Anda. Karena itu, Allah
dapat memercayakan kepada Anda tanggung jawab yang lebih besar
untuk pergi ke tempat-­tempat yang memerlukan bantuan dan berjuang
untuk mendatangkan kehidupan.
Bersama dengan penulis kitab Ibrani, saya dengan segenap hati
mendorong Anda:
Sebab itu, kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang
goyah;; dan luruskanlah jalan bagi kakimu, sehingga yang
pincang jangan terkilir, tetapi menjadi sembuh.... Jagalah
supaya jangan ada seorang pun kehilangan anugerah Allah.
(Ibrani 12:12-­13, 15)
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Kehilangan anugerah Allah berarti menghindari perlawanan
musuh, masuk ke wilayah netral, dan berpuas diri. Mengapa berpaling
dari kuasa Allah yang dahsyat dan supernatural? Mengapa gagal
menerapkan pelimpahan kuasa anugerah-­Nya yang menakjubkan?
Kita sedang berperang, dan satu-­satunya jalan untuk menyelesaikan
pertandingan dengan kuat adalah dengan tak kenal menyerah dalam
iman kita. Menjadi orang yang tak kenal menyerah itu mendatangkan
sukacita bagi Tuhan dan menjadikan Anda ancaman yang sungguh-­
sungguh bagi kerajaan kegelapan. Inilah panggilan hidup kita, tujuan
hidup kita, dan hak istimewa kita dalam melayani Tuhan kita Yesus
Kristus.
10
SENJATA KERENDAHAN HATI
Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap
yang lain, sebab: “Allah menentang orang yang congkak, tetapi
memberi anugerah kepada orang yang rendah hati.” Karena itu,
rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya
kamu ditinggikan-­Nya pada waktunya. Serahkanlah segala
kekhawatiranmu kepada-­Nya, sebab Ia memelihara kamu
1 PETRUS 5:5–7
R
endahkanlah dirimu satu sama lain... menjadi rendah hati...
rendahkanlah dirimu.
Perkataan Petrus dalam ayat ini sangat penting untuk
hidup secara efektif dan menyelesaikan pertandingan dengan baik
dalam setiap aspek kehidupan. Rasul Petrus mengawalinya dengan
perintah, “Rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain.” Dalam
konteks ini, kata merendahkan diri berarti “bersatu dalam misi yang
sama.” Bagaimana mungkin hal itu terjadi mengingat kita memiliki
kepribadian, kekuatan, dan keinginan yang sangat beragam? Dengan
merendahkan diri. Allah menentang orang yang congkak, dan kita
pasti tidak ingin ditentang oleh Allah! Sebaliknya, Dia memberikan
anugerah (kuasa) kepada orang yang rendah hati.
Jadi, siapakah orang yang congkak, dan siapakah orang yang
rendah hati?
7DN.HQDO0HQ\HUDK
ORANG YANG RENDAH HATI MENERIMA ANUGERAH ALLAH
Orang Kristen yang sungguh-­sungguh rendah hati percaya, yakin, dan
menaati Firman Allah melampaui pemikiran, penalaran, perasaan,
atau keinginan mereka sendiri. Mereka, dengan demikian, bergantung
sepenuhnya pada kemampuan Allah, bukan pada kemampuan mereka
sendiri. Mereka mencari kehendak-­Nya, bukan kehendak pribadi
atau orang lain. Mereka memperjuangkan misi-­Nya. Firman Allah
menyatakan, “Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak
lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya”
(Habakuk 2:4).
Habakuk menggambarkan kesombongan dan iman sebagai
hal yang berlawanan. Ayat ini dapat saja ditulis, “Sesungguhnya,
orang yang tidak rendah hati, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang
benar itu akan hidup oleh iman-­nya.” Di sini kerendahan hati dan
iman berjalan berdampingan. Begitu juga dengan kesombongan dan
ketidakpercayaan. Tidak memercayai Allah berarti menyatakan bahwa
kita lebih berpengetahuan dari Dia dan kita lebih memercayai penilaian
kita sendiri daripada penilaian-­Nya. Ketidakpercayaan itu tidak lain
dari kesombongan yang tersamar.
Saya akan memberikan ilustrasi. Sekitar setahun setelah Israel
keluar dari Mesir, Tuhan memerintahkan Musa, “Suruhlah beberapa
orang mengintai tanah Kanaan, yang akan Kuberikan kepada orang
Israel” (Bilangan 13:2). Seperti biasanya, petunjuk Allah itu jelas—tidak
ada area abu-­abu atau hal yang meragukan.
Maka Musa pun menyuruh dua belas pemimpin, dari setiap suku
masing-­masing satu. Akan tetapi, sepuluh orang sangat “rendah
hati” dan dua orang lagi sangat “sombong.” (Jika Anda akrab dengan
cerita itu, bertahanlah menyimak paparan saya;; saya memang hendak
menekankan suatu maksud tertentu.)
Setelah empat puluh hari di Tanah Perjanjian, para mata-­mata
pulang kembali. Sepuluh orang yang “rendah hati” berbicara lebih
dahulu, “Kami memata-­matai negeri itu dan negeri itu memang sangat
hebat, berlimpah dengan susu dan madu. Lihat saja buah-­buahan yang
kami bawa ini. Akan tetapi, ada pasukan sangat kuat yang harus kita
hadapi—bahkan para raksasa! Mereka prajurit yang cakap dengan
senjata yang jauh lebih besar dari miliki kita;; sedangkan kita ini hanya
sekumpulan budak yang baru saja bebas. Kita harus memikirkan istri
dan anak-­anak kita! Bagaimana mungkin kita menyerahkan orang-­
6HQMDWD.HUHQGDKDQ+DWL
orang yang kita kasihi untuk mengalami kekejaman, penyiksaan,
pemerkosaan, dan bahkan mungkin kematian yang menunggu mereka
di seberang sungai? Kita harus menjadi suami dan ayah yang baik
dan bertanggung jawab. Kami memberitahukan kepada kalian semua
realitas sebenarnya dari keadaan ini. Tidak mungkin kita mengambil alih
negeri itu.” Meskipun bangsa itu rindu memiliki negeri sendiri,
keselamatan harus diutamakan. Mereka pun memuji dan menghargai
hikmat dan kerendahan hati orang-­orang itu. Saya yakin, sebagian
besar ayah dan ibu yang mendengar laporan mereka bersyukur atas
sikap lemah-­lembut sepuluh mata-­mata itu. Bangsa Israel menghibur
diri mereka dengan berkata satu sama lain, “Beruntung sekali kita
karena orang-­orang ini pergi memeriksa lebih dulu. Benar-­benar
pemimpin yang luar biasa—mereka tidak dikuasai oleh ego mereka
sampai harus membahayakan kita. Apa jadinya kita kalau mereka tidak
menggunakan akal sehat?”
Namun kemudian dua pemimpin yang “sombong,” Kaleb dan
Yosua, menyela dan berseru, “Tunggu sebentar! Apa yang kita lakukan
di sini? Kita perlu pergi dan mengambil alih negeri itu sekarang juga!
Kita bisa melakukannya! Tuhan Allah sudah menjanjikannya kepada
kita. Firman-­Nya meneguhkan hal itu! Kita akan membinasakan bangsa
itu. Mari segera bergerak!”
Setiap orang tertegun mendengar hal itu. Mereka berpandangan
dengan diliputi rasa tak percaya. Dapatkah Anda membayangkan
reaksi sepuluh mata-­mata lain terhadap seruan Kaleb dan Yosua yang
gegabah dan sembrono itu? Saya membayangkan, setelah terkejut
beberapa saat, mereka semua menanggapinya kira-­kira begini: “Apa
yang kalian berdua ini omongkan? Kalian sudah tidak waras ya? Kita
semua melihat hal yang sama—kita menyaksikan kekuatan, senjata,
dan kota-­kota berkubu mereka. Mereka prajurit yang besar-­besar
dan terampil, dan kita ini cuma sekumpulan budak. Kita sama sekali
tak sebanding dengan mereka! Kalian tidak memikirkan istri dan
anak-­anak kita, kesejahteraan bangsa kita. Kalian angkuh, bebal, dan
idealistis! Tutup mulut kalian!”
Saya membayangkan orang banyak itu mendesah dengan lega.
“Heh, syukurlah orang-­orang yang bijaksana itu tidak berdiam diri.
Kita sangat beruntung karena mayoritas mata-­mata bersikap rendah
hati dan arif. Bisakah kalian bayangkan apa jadinya kita kalau mereka
semua sesombong dan seangkuh Kaleb dan Yosua?”
Namun, seperti biasanya, Allah sendirilah yang menentukan
keputusan akhir. “Berapa lama lagi bangsa ini menista Aku,” seru-­Nya
7DN.HQDO0HQ\HUDK
kepada Musa, “dan berapa lama lagi mereka tidak mau percaya kepada-­
Ku?” (Bilangan 14:11). Allah tidak senang dengan mentalitas orang
banyak itu. Apa yang mereka anggap sebagai kerendahan hati ternyata
sama sekali bukan kerendahan hati. Sesungguhnya, ketidakpercayaan
mereka tidak lain adalah kesombongan. Seluruh perhitungan mereka
berdasarkan pada hikmat, kemampuan, dan kekuatan mereka sendiri.
Nantinya dalam Perjanjian Lama Allah menyatakan, “Terkutuklah
orang yang mengandalkan manusia.... Diberkatilah orang yang
mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN”
(Yeremia 17:5, 7). Sepuluh mata-­mata lain melihat betapa besarnya
para raksasa itu dan membayangkan prospek yang menakutkan
berdasarkan kekuatan mereka sendiri. Tetapi Kaleb dan Yosua melihat
betapa besarnya Allah dibandingkan dengan musuh dan membuat
perhitungan sepenuhnya berdasarkan anugerah Allah. Kedua orang
ini, Kaleb dan Yosua, berakhir sebagai orang yang diberkati;; sepuluh
mata-­mata dan semua orang lain yang tidak percaya ditimpa kutuk.
Jadi, mata-­mata manakah yang sungguh-­sungguh rendah hati dan
manakah yang sungguh-­sungguh sombong? Di mata Tuhan, sepuluh
mata-­mata itu sombong dan hanya dua yang rendah hati.
Kita perlu sungguh-­sungguh rendah hati untuk memiliki iman,
karena ketika Anda rendah hati Anda sungguh-­sungguh mengandalkan
dan yakin pada kemampuan (anugerah) Allah untuk menyelesaikan
masalah Anda—bukan mengandalkan kemampuan Anda sendiri.
Jika sepuluh mata-­mata itu dengan rendah hati mengandalkan janji
Allah, mereka tentu sudah pergi dan menaklukkan negeri itu. Mereka
tentu sudah menundukkan diri pada Firman Tuhan, bukannya pada
kekuatan dan penalaran manusiawi mereka yang terbatas, dan dengan
demikian mereka merendahkan diri
satu sama lain—dalam misi yang sama.
Kita perlu sungguh-­ Seandainya mereka berada di
sungguh rendah hati dalam pertempuran, seorang penonton
untuk memiliki iman
mungkin menganggap para keturunan
Abraham itu sedang bergerak menurut
kekuatan mereka sendiri, namun
sebenarnya anugerah Allahlah—kuasa supernatural-­Nya—yang bekerja
melalui mereka. Ketika kita diperlengkapi dengan anugerah Allah,
kadang-­kadang pencapaian kita tampak seperti hasil dari kemampuan
kita sendiri. Pada waktu lain, hal itu jelas-­jelas memperlihatkan
kemampuan Allah. Namun, bagaimanapun tampaknya hal itu bagi
orang luar, kita dapat mengetahui dan memercayai sepenuhnya kuasa-­
6HQMDWD.HUHQGDKDQ+DWL
Nya dan melangkah maju berdasarkan keyakinan kita akan Firman-­
Nya.
Itulah, pembaca yang baik, iman yang tak kenal menyerah itu.
Semuanya itu dimulai dari roh yang rendah hati di hadapan Allah dan
satu sama lain.
Mengenakan kerendahan hati berarti mengenakan senjata-­Nya,
bukan senjata kita. Dalam 1 Petrus 5:5-­6 diperintahkan, “Kenakanlah
kerendahan hati.... Karena itu, rendahkanlah dirimu di bawah tangan
Tuhan yang kuat” (KJV). Dalam Kitab Suci, tangan Allah selalu
berbicara tentang kemampuan, kekuasaan, keperkasaan, atau kekuatan
Allah;; dengan kata lain: senjata-­Nya.
Bagaimana hal ini berlaku secara praktis? Kita harus merendahkan
diri di bawah keperkasaan dan kekuatan Allah. Kita tidak membiarkan
ide dan pengalaman manusia (kita atau orang lain) bangkit melampaui
Firman Allah. Sebaliknya, kita percaya, tanpa memperitungkan
penalaran atau logika alamiah kita, dan membiarkan Firman-­Nya
menentukan tindakan kita.
Empat ratus tahun dalam perbudakan Mesir mengajarkan pada
bangsa Israel bahwa mereka tidak dapat membela diri terhadap
pasukan yang lebih kuat dan yang memiliki senjata yang lebih hebat.
Mesir telah mendominasi mereka. Mereka mampu melakukan apa-­apa
untuk membebaskan diri;; Allah sendirilah yang harus melakukannya.
Dia dengan penuh kemuliaan membebaskan mereka dengan tangan-­
Nya yang kuat. Seperti diingat oleh Musa, “Sebab dengan tangan yang
kuat TUHAN telah membawa engkau keluar dari Mesir” (Keluaran
13:9). Namun kita juga mengetahui bahwa “segera mereka melupakan
perbuatan-­perbuatan-­Nya” (Mazmur 106:13). Mereka berpaut pada
pengalaman sekian lama diperbudak, bukannya pada tangan Allah
yang membebaskan mereka. Tangan kuat yang telah mengalahkan
Mesir itu juga akan mampu mengalahkan pasukan Kanaan, yang
nyatanya jauh lebih lemah dari pasukan Mesir.
Namun sebelum Anda dan saya bersikap terlalu keras terhadap
bangsa Israel yang lemah iman itu, kita perlu melihat ke dalam cermin.
Betapa sering kita bertindak seperti itu? Sebelum kita menjadi bagian
dari keluarga Allah, kita berada di bawah pemerintahan Iblis yang
tiran. Kita memiliki kodratnya dan tidak memiliki harapan untuk
dapat meloloskan diri. Namun Allah dengan penuh keperkasaan
“sudah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita
ke dalam kerajaan Anak-­Nya yang dikasihi-­Nya” (Kolose 1:13, BIS).
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Jika Dia telah melakukan tindakan yang mustahil ini, betapa jauh lebih
mampu Dia menangani keadaan yang jauh lebih sederhana dan mudah
dalam kehidupan kita? Keadaan seperti menyembuhkan penyakit dan
kelemahan, memenuhi kebutuhan apa pun, memberikan hikmat, dan
memampukan kita untuk menjadi unggul dan mengatasi hambatan
yang tampak “mustahil.” Janganlah kita mengulangi kebodohan bangsa
Israel dan “segera melupakan perbuatan-­perbuatan-­Nya.” Marilah kita
tetap mengenakan senjata kerendahan hati seperti Kaleb dan Yosua.
KESALAHPAHAMAN TERHADAP KERENDAHAN HATI
Sungguh menyedihkan, kerendahan hati sering disalahpahami
sebagai bersikap lemah, lunak, atau tanpa daya. Sesungguhnya, justru
sebaliknya. Dan, di dalam Alkitab, mereka yang sungguh-­sungguh
rendah hati sering disalahpahami sebagai orang yang sombong atau
angkuh. Daud, misalnya. Atas permintaan ayahnya, ia mengunjungi
kakaknya yang sedang berperang melawan pasukan Filistin. Ketika
ia tiba di medan tempur, ia melihat bahwa semua prajurit, termasuk
kakaknya, tengah berada dalam sikap militer yang ganjil: bersembunyi
di balik batu karang dan gemetar karena ketakutan. Mereka terintimidasi
oleh ukuran, kekuatan, dan reputasi raksasa Filistin, Goliat. Daud
mendapati bahwa hal ini sudah berlangsung selama empat puluh hati,
dan ia mengajukan pertanyaan tanpa tedeng aling-­aling, “Siapakah
orang Filistin yang tak bersunat ini, sampai ia berani mencemoohkan
barisan dari pada Allah yang hidup?” (1 Samuel 17:26).
Sikap Daud ini menjengkelkan kakak sulungnya, Eliab. Dapatkah
Anda membayangkan pemikiran Eliab? Adikku ini memang bukan
hanya besar mulut, tapi juga sombong sekali. Ia langsung membalas
perkataan Daud, “Aku kenal sifat angkuhmu dan kejahatan hatimu”
(ayat 28, KJV). Wow, benar-­benar teguran yang tajam! Dalam terjemahan
Bahasa Indonesia Sehari-­Hari, Eliab berkata, “Aku tahu, kau berlagak
berani” dan dalam New International Version, “Aku tahu betapa
tinggi hatinya kamu.” Kakak Daud jelas-­jelas menganggap adiknya itu
sebagai berlagak, angkuh, dan sombong.
Namun tunggu, siapakah di antara mereka sesungguhnya yang
sombong? Tepat satu pasal sebelumnya, nabi Samuel mendatangi
keluarga Isai untuk mengurapi raja yang berikutnya. Eliab si sulung
ternyata tidak lolos. Baik Isai maupun Samuel mengira bahwa Eliab
6HQMDWD.HUHQGDKDQ+DWL
akan menjadi raja yang terpilih karena dialah anak Isai yang paling
sulung dan kemungkinan besar yang paling tinggi dan paling kuat.
Tetapi Allah dengan tegas menyatakan, “Aku telah menolaknya”
(1 Samuel 16:7).
Mengapa Allah menolak Eliab? Mungkinkan bahwa kesombongkan
yang dituduhkan Eliab terhadap Daud sebenarnya justru bercokol
di dalam hatinya sendiri? Allah nantinya memuji kerendahan hati
Daud dan menyatakan bahwa Daud adalah orang yang berkenan di
hati-­Nya (lihat Kisah Para Rasul 13:22). Kerendahan hati menjadi ciri
kehidupan Daud, dan kita semua tahu bahwa pemimpin yang hebat
ini sama sekali tidak lemah, lunak, atau tanpa daya. Dialah orang yang
menulis, “TUHAN di pihakku. Aku tidak akan takut. Apakah yang
dapat dilakukan manusia terhadap aku?” (Mazmur 118:6).
Kembali ke medan tempur, Daud menepiskan serangan lisan Eliab
dan menantang si raksasa dengan penuh keyakinan, menyatakan
dengan tegas pada Goliat bahwa tak lama lagi si raksasa akan
kehilangan kepalanya. Lalu Daud berlari ke perkemahan musuh,
membunuh Goliat dengan sebutir batu dari umbannya, dan melakukan
persis seperti yang dijanjikan: Ia memenggal kepala Goliat.
Kakak-­kakak Daud membuat perhitungan dalam pertempuran
berdasarkan kekuatan mereka sendiri, sama seperti yang dilakukan oleh
sepuluh mata-­mata. Daud, sebaliknya, membayangkan pertempuran
menurut kekuatan atau tangan kuat Allah. Ia mengenakan kerendahan
hati. Raja Saul menawari Daud untuk mengenakan perlengkapan
senjatanya, tetapi bocah itu menolaknya;; ia mengandalkan senjata
Allah. Namun sekali lagi, sama seperti Kaleb dan Yosua, Daud
dianggap sebagai orang yang angkuh dan sombong oleh mereka yang
mengandalkan kekuatan mereka sendiri.
Menurut saya, musuh sudah bekerja keras untuk menyimpangkan
GHÀQLVLGDQSHQJHUWLDQNLWDDNDQNHUHQGDKDQKDWL%DQ\DNRUDQJ.ULVWHQ
yang berniat baik telah bergabung dengan dunia yang tidak percaya
dengan memandang kerendahan hati sebagai cara berbicara yang
lembut, sikap yang lemah dan tidak suka berkonfrontasi. Namun, itu
sangat jauh dari makna kata itu yang sesungguhnya. Pertimbangkanlah
dua lagi contoh dalam Alkitab, Musa dan Yesus.
Dalam kitab Bilangan kita membaca, “Adapun Musa ialah seorang
yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas
muka bumi” (Bilangan 12:3). Lembut hati juga dapat diterjemahkan
sebagai rendah hati.
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Wow, pernyataan yang sungguh-­sungguh luar biasa! Bukankah
Anda dan saya akan sangat senang bila hal itu dinyatakan tentang kita?
Tentu saja, kita tak akan pernah mengatakannya sendiri karena hanya
orang arogan, tinggi hati, dan egois yang akan mengatakan pada setiap
orang betapa rendah hatinya dirinya, bukan? Namun, tebaklah siapa
yang menulis kitab Bilangan—Musa! Inilah hamba Tuhan menakjubkan
yang menggambarkan dirinya sebagai orang yang paling rendah hati
di muka bumi.
Bagaimana mungkin hal ini terjadi? Dapatkah Anda membayangkan
seorang hamba Tuhan berdiri di depan konferensi Kristen dan berkata,
“Saudara sekalian, saya orang yang sangat rendah hati, dan saya akan
mengajarkannya kepada kalian.” Ia pasti ditertawakan dan disuruh
turun dari panggung.
Sekarang simaklah perkataan Yesus: “Marilah kepada-­Ku, semua
yang letih lesu dan berbeban berat... belajarlah kepada-­Ku, karena
Aku... rendah hati” (Matius 11:28-­29).
Pada hakikatnya, Yesus berkata, “Hei, datanglah kepada-­Ku.
Aku rendah hati dan Aku ingin mengajarkannya kepadamu.” Seperti
pernyataan Musa, pengakuan Yesus akan kerendahan hati-­Nya tidak
pantas dalam pandangan dunia saat ini. Namun, masalahnya bukanlah
apa yang Musa atau Yesus katakan;; masalah kita sudah menyimpang
jauh dalam pemahaman dan pengertian kita akan kerendahan hati.
Kita tidak memahami artinya yang sebenarnya karena sekarang kita
menganggapnya sebagai hidup seperti cacing yang tidak layak dan
hanya berbicara tentang ketidakmampuan dan kebobrokan kita.
Kerendahan hati yang sejati adalah ketaatan dan ketergantungan
mutlak pada Allah. Itu berarti menempatkan Dia sebagai yang pertama,
orang lain sebagai yang kedua, dan diri kita sebagai yang ketiga dalam
segala sesuatu. Kerendahan hati sama sekali tidak berkaitan dengan
berbicara lembut dan merendahkan diri, melainkan berkaitan dengan
hidup secara berani dan tak kenal menyerah dalam kuasa Allah melalui
karunia anugerah yang diberikan secara cuma-­cuma.
KERENDAHAN HATI MENJADIKAN KITA TAK KENAL MENYERAH
Ingat bagaimana mereka yang bertahan dengan tak kenal menyerah
dan menyelesaikan pertandingan dengan baik menerima upah?
Paulus mengingatkan agar kita tidak membiarkan kerendahan hati
6HQMDWD.HUHQGDKDQ+DWL
yang palsu—yang bisa saja kelihatan berhikmat—mencuri upah ini:
“Janganlah kamu biarkan kemenanganmu digagalkan oleh orang yang
pura-­pura merendahkan diri” (Kolose 2:18). Sepuluh mata-­mata dan
bangsa Israel yang ketakutan menggambarkan bagaimana kerendahan
hati yang palsu benar-­benar dapat membuat kita kehilangan upah yang
disiapkan Allah.
Sepuluh mata-­mata itu menahan orang sehingga mereka tidak
memasuki Tanah Perjanjian. Penalaran mereka tampak jernih,
logis, dan masuk akal, namun mereka mengambilnya dari pohon
pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, bukan dari janji dan
hikmat Allah. Mereka bukan hanya menggagalkan diri sendiri, tetapi
juga keluarga mereka dan jutaan orang lain: mereka tidak masuk ke
Tanah Perjanjian. Banyak orang yang kehilangan tujuan hidup mereka
gara-­gara kerendahan hati yang palsu. Hanya Kaleb dan Yosua, dua
mata-­mata yang menyampaikan laporan dengan roh yang rendah hati,
orang dewasa dari generasi itu yang diizinkan Allah memasuki tanah
baru itu. Dengan Yosua sebagai pemimpinnya, generasi baru bangsa
Israel memasukinya dengan berani, rendah hati dalam kuasa tangan
Allah yang kuat. Dan mereka menang.
Seseorang suatu ketika menanyai saya, “John, kamu memilih mana,
berkhotbah pada jutaan orang dari berbagai latar belakang atau pada
belasan pemimpin saja?”
“Jutaan orang,” jawab saya.
Ia berkata, “Jawabanmu tidak bijaksana, karena sepuluh
pemimpin yang memata-­matai tanah perjanjian itu bertanggung jawab
menggagalkan jutaan orang mencapai tujuan hidup mereka.”
Kita dipanggil untuk menjadi orang-­orang yang memimpin dan
memberi pengaruh. Jadi, bagaimana kita memimpin? Apakah Anda
dipersenjatai dengan kerendahan dan mau berada di bawah tangan
Tuhan yang kuat, atau Anda hanya kelihatan rendah hati namun
sebenarnya masih mengandalkan kekuatan Anda sendiri?
Paulus menulis lebih jauh bahwa “kita lebih daripada orang-­orang
yang menang” (Roma 8:37), tetapi ide, rencana, atau arah pribadi kita
yang berada di luar Firman Allah “mungkin kelihatannya baik, karena
memerlukan keteguhan, kemauan serta disiplin tubuh, tetapi sama
sekali tidak dapat menaklukkan pikiran dan keinginan jahat dalam diri
seseorang” (Kolose 2:23, FAYH).
Setiap orang dalam generasi Kaleb dan Yosus telah ditetapkan
untuk menaklukkan tanah perjanjian. Eliab dan saudara-­saudaranya
7DN.HQDO0HQ\HUDK
seharusnya sudah menaklukkan pasukan Filistin jauh sebelum Daud
muncul di situ. Namun kerendahan hati yang palsu mencuri kekuatan,
janji, buah, dan kemampuan mereka untuk memerintah di dalam hidup
ini, dan pada akhirnya upah kekal mereka juga. Karena itulah Paulus
dengan tegas menasihati kita,
Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama;;
janganlah kamu memikirkan hal-­hal yang tinggi, tetapi
arahkanlah dirimu kepada hal-­hal yang sederhana. Janganlah
menganggap dirimu pandai! (Roma 12:16)
Orang yang rendah hati tidak menganggap dirinya pandai. Saya
teringat, suatu ketika sebuah majalah internasional terkenal menulis
artikel tentang suatu topik yang kontroversial. Editornya menghubungi
kantor kami untuk meminta komentar dan pandangan saya, dan
asisten saya meneruskan permintaan itu. Saya menjawabnya, “Saya
akan memikirkannya dulu.”
Keesokan harinya saya merasa tidak sejahtera dalam roh saya,
tetapi saya tidak dapat menemukan apa penyebabnya. Saya terus
bertanya-­tanya, Ada masalah apa ya? Namun saya tidak dapat
menjawabnya. Saya akhirnya membawanya kepada Tuhan dalam doa,
dan satu atau dua hari kemudian, tiba-­tiba saya seperti tersadar. Saya
sedang berbicara kepada Lisa dan berkata, “Aku tahu mengapa aku
tidak sejahtera dengan permintaan majalah itu. Sederhana saja: Siapa
aku sehingga pantas memberikan opiniku? Apakah seorang duta
memberikan pendapatnya sendiri?”
Alkitab berkata, “Jadi, kami ini utusan-­utusan [duta] Kristus,
seakan-­akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami” (2
Korintus 5:20). Jika Presiden Amerika Serikat mengutus duta besar
untuk menyampaikan pesannya kepada negara lain dan duta besar
itu menyampaikan pesan atau komentar-­nya sendiri, bukan pesan
dari Presiden, ia berada dalam masalah besar. Ketika saya berbicara
demi kepentingan Allah Bapa dan Kristus Yesus Tuhan saya, saya
harus menyampaikan Firman-­Nya. Siapa saya ini sehingga pantas
menyampaikan pendapat saya pribadi? Itulah kebodohan sepuluh
mata-­mata itu. Majalah itu mendatangi saya, seorang pelayan injil,
meminta pendapat saya, yang dapat menghina penatalayanan anugerah
yang telah Allah percayakan kepada saya.
Kejadian itu membuat saya mengingat kembali apa yang Allah
sampaikan kepada saya dalam doa beberapa tahun sebelumnya. Selama
6HQMDWD.HUHQGDKDQ+DWL
empat tahun pertama pelayanan kami, keadaan sangat sulit—sebuah
padang gurun, katakanlah begitu. Lisa dan saya mengendarai Honda
Civic kecil kami bolak-­balik di separuh wilayah timur Amerika Serikat,
dengan bayi di tempat duduk belakang dan bagasi kami dijejalkan ke
setiap tempat yang tersedia. Kami berdoa dengan gigih agar pintu-­
pintu dibukakan pada kami. Kami berbicara sebagian besar di gereja
yang beranggota sekitar seratus orang, yang kelihatannya tidak juga
bertumbuh dan kecil saja pengaruhnya dalam masyarakat mereka.
Setelah empat tahun pelayanan yang berat ini, Allah berbicara
kepada saya dalam sebuah doa pada pagi hari: John, Aku sudah
mengutusmu ke gereja dan konferensi yang kecil pengaruhnya selama
empat tahun terakhir ini, dan engkau dengan setia menaati-­Ku. Aku
akan terus memelihara orang-­orang yang kaulayani ini, namun Aku akan
PHODNXNDQSHUXEDKDQ\DQJVLJQLÀNDQ$NXDNDQPHQLQJNDWNDQSHOD\DQDQPX
melampaui apa yang kauimpikan. Jangkauanmu akan berlipat ganda karena
NDXDNDQGLXQGDQJNHJHUHMDGDQNRQIHUHQVL\DQJEHUSHQJDUXKVLJQLÀNDQSDGD
NRWDNRWD GDQ EDQJVDEDQJVD (QJNDX DNDQGLEHUNDWLVHFDUD ÀQDQVLDOVHFDUD
sosial, dan secara rohani secara berlipat-­lipat dari saat ini. Engkau mengelola
milik kepunyaan-­Ku, dan inilah waktunya untuk pesan yang kaubawa
disebarluaskan kepada orang banyak.
(Izinkan saya menyela untuk poin penting tentang jumlah ini.
Ada banyak gereja besar yang kurang berpengaruh di masyarakatnya
dan, sebaliknya, ada banyak gereja kecil yang sangat berpengaruh.
Aspek penting dari gereja yang efektif bukanlah jumlahnya, melainkan
kualitas penjangkauan dan pengaruhnya.)
Saya tertegun dan sangat bergairah mendengar perkataan Allah
yang begitu jelas dalam hati saya itu. Saya kemudian memberi tahu
Lisa dan ia juga sangat bersemangat. Namun beberapa saat kemudian,
Tuhan berbisik lagi kepada saya: ,QL MXJD VHNDOLJXV DNDQ PHQMDGL XMLDQ
Ketika kau melayani gereja-­gereja kecil yang kurang berpengaruh, kau harus
percaya kepada-­Ku untuk mendapatkan setiap sen dan memercayai-­Ku untuk
VHWLDSÀUPDQ\DQJNDXVDPSDLNDQ.DXGHQJDQNRQVLVWHQPHQFDULQDVLKDW.X
karena kau tahu, jika kau melewatkan kehendak-­Ku dalam pelayanan-­Mu, kau
akan menanggung akibatnya yang sungguh berat.
Apakah kau sekarang akan membelanjakan uang dengan sembrono karena
$NX PHPEHUNDWLPX VHFDUD ÀQDQVLDO" $WDXNDK HQJNDX DNDQ WHWDSL PHQFDUL
QDVLKDW.XVHSHUWL\DQJNDXODNXNDQSDGDPDVDPDVDNHULQJ"0DXNDKNDPX
VHNDUDQJSHUJLVHVXNDKDWLPXGDQEXNDQQ\DPHPLQWDSLPSLQDQ.X"$NDQNDK
engkau sekarang menyampaikan pendapat pribadimu dari mimbar, bukannya
SHUFD\DNHSDGD.XXQWXNPHPEHULPXVHWLDSÀUPDQ\DQJKDUXVNDXVDPSDLNDQ"
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Anak-­Ku, anak-­anak-­Ku diuji dalam dua area utama: di padang gurun dan
di tempat kelimpahan. Kebanyakan orang yang gagal bukan gagal di padang
gurun, melainkan di tempat kelimpahan.
Saya gemetar. Setelah selesai berdoa, saya segera menceritakannya
kepada Lisa apa yang Allah nyatakan kepada saya. Ia menjawab, “John,
ketika saya mendengar bagian pertama dari Firman yang Allah berikan
kepadamu, aku ingin menari-­nari di sekeliling dapur. Sekarang setelah
aku mendengar pesan itu selengkapnya, aku gemetar ketakutan!”
“Itu bagus,” jawab saya, “karena itu tanggapan yang benar: takut
akan Tuhan.”
Banyak orang tidak memahami bahwa takut akan Tuhan itu sama
sekali bukan berarti gentar kepada
Allah. Sebaliknya, itu justru berarti
gentar—atau
malah
ngeri—untuk
Takut akan Tuhan adalah menjauh dari Dia! Takut akan Tuhan
akar dari kehidupan adalah akar dari kehidupan yang sehat,
yang sehat, bijaksana, bijaksana, kuat, dan aman. Sehubungan
dengan kekayaan, misalnya, kekayaan
kuat, dan aman.
itu bagus jika ditangani dan dikelola
dalam perspektif yang benar. Akan
tetapi, penyesatan dapat dengan mudah
melekatkan dirinya pada kekayaan kita. Yesus memperingatkan kita
akan “tipu daya kekayaan” dalam Matius 13:22, tetapi tipu daya
semacam itu tidak akan menyelewengkan atau mencelakakan kita jika
kita tetap berada dalam nasihat, Firman, dan hikmat Allah—hidup
dalam takut akan Tuhan.
Menyampaikan pendapat saya pribadi sebagai utusan Kristus
sama saja tidak memiliki ketakutan yang ilahi, dan itu tidak lain
adalah kesombongan. Itulah sebabnya Paulus berkata, “Arahkanlah
dirimu kepada hal-­hal yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu
pandai!” (Roma 12:16). Kaleb dan Yosua tidak mengikuti pendapat
orang-­orang sezamannya;; Allah sudah menyatakan kehendak-­Nya
dengan jelas. Mereka takut akan Allah dan, karena itu, menyelesaikan
pertandingan dengan baik. Seperti dinyatakan dalam kitab Amsal,
“Apabila Ia menghadapi pencemooh, maka Ia pun mencemooh, tetapi
orang yang rendah hati diberi-­Nya anugerah” (3:34, NIV).
Tentu saja tidak ada orang waras yang ingin dicemooh oleh Tuhan.
Namun itulah sebenarnya yang terjadi pada orang yang merasa sudah
cukup dengan mengandalkan kemampuannya sendiri. Tuhan yang
6HQMDWD.HUHQGDKDQ+DWL
mulia tidak memberi ruang bagi kesombongan. Dia membencinya.
Lucifer dulu dekat dengan Dia, paling dekat di antara semua malaikat,
namun ia tidak memiliki takut akan Tuhan dan, karena itu, ia tidak
menyelesaikan pertandingan dengan baik. Pemazmur menulis,
“Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya” (Mazmur
19:10). Takut akan Tuhan adalah kekuatan yang terus bertahan dan
memampukan kita untuk menyelesaikan pertandingan dengan baik.
Adam dan Hawa hidup dalam hadirat kemuliaan-­Nya, namun mereka
tidak cukup takut akan Allah sehingga mereka tidak takut jauh dari
Dia. Akibatnya, mereka tidak bertahan selama-­lamanya di Eden.
Takut akan Tuhan, iman, dan kerendahan hati adalah tali tiga utas
yang tidak mudah diputuskan (lihat Pengkhotbah 4:12). Jika Anda
takut akan Tuhan, Anda akan memercayai-­Nya ketika menghadapi
keadaan yang mustahil. Jika Anda takut akan Dia, Anda akan
rendah hati—bukan menganggap diri Anda pandai. Begitu pula,
kesombongan, pemberontakan, dan ketidakpercayaan adalah tiga utas
tali kegelapan yang sulit diputuskan. Tunjukkan kepada saya orang
yang merendahkan atau mengabaikan apa yang Allah katakan dalam
Firman-­Nya dan berpaut pada pendapatnya sendiri, dan saya akan
memperlihatkan kepada Anda seseorang yang tidak akan bertahan
dalam iman. Satu-­satunya harapan baginya adalah pertobatan sejati
dan kerendahan hati.
SENJATA PENUTUP PUNGGUNG
Kesombongan itu sangat menyesatkan. Menurut saya, kesombongan
adalah senjata musuh yang paling ampuh dalam mencegah kita
menyelesaikan pertandingan dengan baik. Orang yang sombong tidak
dapat melihat serangan musuh karena mereka dipukul dari belakang.
Mereka tidak melihat datangnya serangan itu. Berapa sering Anda dan
saya mendengar dari mereka yang sudah kehilangan segala sesuatu,
“Saya tidak sadar hal itu akan terjadi!”
Ada alasan di balik hal itu. Jika kita memperhatikan persenjataan
Allah di dalam Alkitab, semuanya itu dimaksudkan untuk melindungi
kita ketika kita menghadap ke depan. Ikat pinggang kebenaran, baju
zirah keadilan, kasut kerelaan memberitakan injil damai sejahtera,
perisai iman, ketopong keselamatan, dan pedang Firman Allah.... Jika
Anda merenungkannya, semuanya itu untuk melindungi serangan
frontal. Jadi, apa yang melindungi punggung kita? Nabi Yesaya
7DN.HQDO0HQ\HUDK
menyediakan jawabannya: “Kemuliaan TUHAN barisan belakangmu”
(58:8).
Firman Allah yang Hidup menerjemahkannya, “Kemuliaan TUHAN
akan melindungi kamu dari belakang.” Kemuliaan-­Nya melindungi
punggung kita. Namun, kita harus tetap ingat akan penegasan Allah
bahwa Dia tidak akan memberikan kemuliaan-­Nya kepada siapa pun
(lihat Yesaya 42:8). Ketika kita meninggikan pendapat kita melampaui
pendapat-­Nya, kita bertindak sombong dan kehilangan penjagaan atas
punggung kita, yaitu kemuliaan-­Nya—dan punggung kita menjadi
terbuka!
Ketika saya merenungkan betapa kelirunya pemahaman kita akan
kerendahan hati dan kesombongan yang sesungguhnya, saya gentar.
Allah berkata, “Umat-­Ku binasa karena tidak berpengetahuan” (Hosea
4:6, KJV). Berapa banyak dari kita yang sudah, atau akan, binasa
karena ketidaktahuan? Jika sepuluh mata-­mata dan seluruh bangsa
Israel salah memahami kerendahan hati Kaleb dan Yosua sebagai
kesombongan, dan jika Eliab salah memahami kerendahan hati Daud
sebagai kesombongan, lalu bagaimana dengan kita saat ini?
Hal itu dapat dibandingkan dengan bepergian jauh dan tidak tahu
bahwa di sepanjang jalan banyak binatang buas dan agresif berkeliaran.
Jika Anda keluar dari kendaraan dan pergi ke tempat yang salah, Anda
bisa berakhir tercabik-­cabik sebagai mangsa mereka.
Suatu ketika Lisa dan saya ditraktir mengikuti safari di Afrika.
Tempatnya bagus sekali, suatu penginapan berbintang lima yang
menyediakan pondok pribadi bagi masing-­masing pasangan. Setiap
malam, polisi hutan bersenjata mendampingi kami dari tempat makan
di lapangan terbuka ke pondok kami. Jaraknya lumayan jauh. Pada
malam petama petugas itu memperingatkan Lisa dan saya dengan
tegas, “Dalam keadaan apa pun, jangan sekali-­kali keluar pada waktu
malam, karena Anda akan dapat dengan mudah diserang. Di sana
banyak binatang liar yang kelaparan berburu pada waktu malam, dan
tidak ada pagar untuk menahan mereka.”
Bagaimana seandainya saya tidak mengetahuinya dan memutuskan
untuk pergi ke tempat makan untuk mengambil camilan pada tengah
malam? Bisa jadi sayalah yang akan menjadi camilan tengah malam.
Saya akan binasa karena ketidaktahuan saya. Berdasarkan pembahasan
kita dalam bab ini, perkataan Hosea dapat diuraikan menjadi demikian:
“Umat-­Ku binasa karena tidak mengetahui perbedaan antara
kerendahan hati dan kesombongan yang sesungguhnya.”
6HQMDWD.HUHQGDKDQ+DWL
Saya sangat senang Anda meluangkan waktu untuk belajar apa
artinya mempersenjatai diri dengan kerendahan hati. Namun jangan
berhenti di sini. Selidikilah Kitab Suci dan mintalah Roh Kudus
memberi Anda pencerahan. Jangan mau dibutakan dan digagalkan
dalam kehidupan ini karena tidak berpengetahuan. Anda ditetapkan
untuk menyelesaikan pertandingan dengan baik. Simaklah janji Allah:
Orang-­orang yang rendah hati akan tambah bersukaria di
dalam TUHAN. (Yesaya 29:19, KJV)
Sungguh suatu janji yang luar biasa! Kita semua senang bersukaria
atau bersukacita. Namun, kenapa ini juga sebuah janji yang sangat
penting? Karena “sukacita Tuhan adalah kekuatan kita” (Nehemia
8:10, KJV). Kekuatan untuk menyelesaikan pertandingan dengan baik.
Kita tidak dapat berlari dengan tak kenal menyerah dalam perlombaan
dan menyelesaikannya tanpa kekuatan itu. Allah berjanji bahwa Anda
dan saya akan bertambah dalam sukacita, atau kekuatan, jika kita tetap
mengenakan kerendahan hati. Dia juga berjanji,
Sebab beginilah kata Allah Yang Mahatinggi dan kudus,
yang berkuasa untuk selama-­lamanya,
“Aku tinggal di tempat yang tinggi dan suci,
tapi juga di antara orang-­orang yang rendah hati
dan yang menyesali dosa-­dosanya,
untuk memulihkan semangat dan harapan mereka.”
(Yesaya 57:15)
Ketika Allah berdiam di dalam diri kita, tak ayal kita akan dapat
berlari dalam perlombaan dengan ketabahan. Kita bukan mengejar
lawatan dari Allah. Sebaliknya, kita merindukan Dia berdiam di dalam
diri kita. Hal ini membuahkan kekuatan yang berkesinambungan
untuk bertahan.
Jadi, saudara yang terkasih, “Rendahkanlah dirimu seorang
terhadap yang lain, sebab: ‘Allah menentang orang yang
congkak, tetapi memberi anugerah kepada orang yang rendah
hati.’ Karena itu, rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan
yang kuat, supaya kamu ditinggikan-­Nya pada waktunya.”
11
MENANGGALKAN BEBAN
Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap
yang lain, sebab: “Allah menentang orang yang congkak, tetapi
memberi anugerah kepada orang yang rendah hati.” Karena itu,
rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya
kamu ditinggikan-­Nya pada waktunya. Serahkanlah segala
kekhawatiranmu kepada-­Nya, sebab Ia memelihara kamu
1 PETRUS 5:5–7
A
spek utama dari mengenakan kerendahan hati adalah
menempatkan diri kita di bawah misi Allah, sama seperti Kaleb
dan Yosua. Jika kita berbuat demikian, setiap perlawanan
yang menghadang di antara keadaan kita saat ini dan penyelesaian
akhir misi ilahi kita akan dapat ditaklukkan. Dalam kerendahan hati
kita membuat perhitungan berdasarkan kekuatan Allah atau tangan-­
Nya yang kuat. Dalam kerendahan hati, kita lebih memercayai
perkataan-­Nya daripada logika atau penalaran terbaik manusia. Dalam
kerendahan hati kita hidup oleh iman, bukan dikuasai oleh indera atau
pengetahuan alamiah kita.
Untuk dapat hidup secara realistis dengan cara ini, kita harus
menyerahkan segala kekhawatiran kita kepada-­Nya. Bukan sebagian
kekhawatiran;; segala kekhawatiran. Inilah yang dilakukan Kaleb dan
Yosua sehubungan dengan istri dan anak mereka. Sebagai suami dan
ayah, mereka juga sangat memedulikan keluarga mereka. Tetapi bagi
mereka, Firman Tuhan jauh mengungguli penalaran dan ketakutan
manusia. Mereka sadar bahwa dengan mengutamakan kehendak Allah,
keluarga mereka akan terlindung dan terpelihara. Kaleb dan Yosua
benar-­benar rendah hati di hadapan Tuhan dan, sebagai hasilnya,
7DN.HQDO0HQ\HUDK
kekhawatiran keluarga mereka berada di tangan yang paling cakap di
alam semesta ini.
MENYERAHKAN SEGALA KEKHAWATIRAN KITA KEPADA-NYA
Menyerahkan segala kekhawatiran kita kepada Tuhan memberi kita
kemampuan untuk tak kenal menyerah dalam memperjuangkan
misi kita. Untuk dapat terus berlari maju, kita tidak dapat membawa
beban berat yang merepotkan. Alkitab mengatakan, “Marilah kita
menanggalkan segala sesuatu yang memperlambat atau menghambat
kita.... Marilah kita berlari dengan sabar serta tekun dalam perlombaan
yang disediakan oleh Allah di hadapan kita” (Ibrani 12:1, FAYH).
Beban memperlambat langkah kita dan menghambat kita dalam
perjuangan untuk menyelesaikan pertandingan dengan baik. Dapatkah
Anda membayangkan berlari maraton dengan beban seberat dua puluh
kilo menggantung di kiri dan kanan pinggang Anda? Untuk berlari pun
jelas sudah sangat sulit, apa lagi untuk menyelesaikan pertandingan!
Salah satu beban sangat berat yang menghambat kemajuan kita
adalah kecemasan dan kekhawatiran kita. Itulah pula perkara yang
membebani sepuluh mata-­mata yang tidak mengakhiri pertandingan
dengan baik. Kekhawatiran mereka yang berlebihan tentang bahaya
yang mungkin mengancam istri dan anak mereka menghambat mereka
untuk maju mengikuti janji Allah dan melakukan kehendak-­Nya.
Kita perlu memahami dengan jelas bahwa keluarga kita bukanlah
beban;; kekhawatiran akan keluarga kitalah yang menjadi beban.
Jika kita mempertanyakan kemampuan atau keinginan Allah untuk
memelihara dan melindungi, kita menghina integritas dan kekuatan-­
Nya. Menarik untuk diingat bahwa Kaleb dan Yosua akhirnya
membuktikan kesalahan kawan-­kawan seangkatannya ketika, empat
puluh tahun kemudian, mereka benar-­benar pergi berperang melawan
orang Kanaan itu, dan keluarga mereka sama sekali tidak celaka.
Nyatanya, berperang sejatinya malah memberkati istri dan anak
mereka dengan memberikan kepada mereka tanah yang subur sebagai
warisan mereka.
Renungkanlah baik-­baik hasil yang berbeda ini. Sepuluh mata-­
mata, yang berusaha melindungi keluarga mereka dengan tidak
mengandalkan petunjuk Allah, menyebabkan keluarga mereka mewarisi
0HQDQJJDONDQ%HEDQ
padang gurun. Ini jelas hasil akhir yang sangat tidak diharapkan, empat
puluh tahun yang penuh dengan kesusahan dan tanpa kelimpahan.
Tetapi dua pemimpin yang memercayai dan menaati Firman Allah,
dan
memercayakan
kekhawatiran
keluarga mereka ke dalam integritas-­
Nya, menyebabkan keluarga mereka
mewarisi Tanah Perjanjian, tanah yang
kita masing-­masing berlimpah dengan susu dan madu.
harus memilih antara Itulah panggilan hidup mereka.
rasa aman dan Dalam berbagai tahap dalam
tujuan hidup.
kehidupan kita, kita masing-­masing
harus memilih antara rasa aman dan
tujuan hidup. Akankah kita memilih
MDODQ \DQJ PHQXMX VLJQLÀNDQVL DWDX NLWD DNDQ EHUXVDKD XQWXN
mengamankan kenyamanan dan kesejahteraan kita? Jika Anda memilih
untuk mengamankan diri sendiri, kesudahannya bukanlah panggilan
ilahi Anda. Anda mungkin sukses dalam mempertahankan rasa aman,
namun pada akhirnya Anda akan mendapati, di takhta pengadilan
Kristus, kepenuhan hidup dalam segala kelimpahannya yang Anda
tinggalkan demi mempertahankan zona kenyamanan Anda yang
sementara.
Itu suatu fakta, diteguhkan berulang-­ulang di seluruh Firman
Allah: jika Anda hendak memenuhi perjalanan yang Allah tetapkan
bagi Anda, Anda perlu menanggalkan beban kekhawatiran Anda di
tangan-­Nya. Jalan-­Nya adalah jalan yang penuh dengan petualangan
dan iman, dan upahnya selalu jauh lebih besar dari rasa aman dan
rasa nyaman Anda. Tanggalkanlah beban yang memperlambat Anda
dengan menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Dia.
TANTANGAN PRIBADI KITA
Saya ingin menceritakan kepada Anda beberapa beban yang harus
saya tanggalkan dalam perlombaan pribadi saya. Saat saya beranjak
dewasa, saya menyadari pentingnya bagi seorang ayah dan suami
memenuhi kebutuhan keluarganya. Ayah saya meneladankan hal
ini dengan sangat baik, mengajari kami bahwa setiap sen yang kami
tabung itu menunjukkan jumlah uang yang benar-­benar kami miliki.
Peran suami dan ayah untuk menyediakan rasa aman dan kestabilan
bagi rumah tangganya sudah ditanamkan dalam diri saya sejak kecil.
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Saya ingin menjadi pilot, namun ayah saya mencegahnya karena pada
masa itu menjadi pilot tidak dianggap sebagai pekerjaan yang aman.
Ayah mengarahkan saya untuk memilih karier yang lebih stabil. Saya
pun mengambil kuliah teknik dan, pada 1981, bekerja di Rockwell
International.
Saya memperoleh gaji yang sangat lumayan sebagai insinyur yunior.
Sungguh menenteramkan dapat menyediakan kebutuhan istri secara
memadai. Saya mengikuti teladan yang ayah saya tunjukkan selagi
VD\D PXGD $NDQ WHWDSL VD\D EHUJXPXO GHQJDQ VXDWX NRQÁLN EDWLQ
saya merasakan panggilan yang menyala-­nyala untuk masuk ke dalam
pelayanan. Hal itu sudah berlangsung selama beberapa tahun, namun
saya melihat, tidak mungkin saya dapat mencukupi kebutuhan istri
saya dan nantinya anak-­anak saya dengan mengandalkan pendapatan
dari pelayanan. Maka, Lisa dan saya menyusun suatu rencana.
Saya mendapatkan informasi dari karyawan lain bahwa
perusahaan kami memberikan gaji yang amat sangat besar jika seorang
karyawan mau bertugas di luar negeri, khususnya di Timur Tengah.
Saya pun mendatangi direktur personalia dan mencari tahu cara agar
dipindahtugaskan ke Arab Saudi. Lisa dan saya memperkirakan kami
akan dapat bertahan hidup di sana selama beberapa tahun, menabung
uang ekstra, kembali ke Amerika, membeli tunai sebuah rumah
sederhana, kemudian masuk ke dalam pelayanan.
Satu masalah: rencana kami seluruh berdasarkan kemampuan
kami sendiri.
Suatu malam seorang hamba Tuhan yang masih muda, yang sudah
mengenal Lisa dan saya selama beberapa tahun, mengajak saya duduk
dan menegur saya selama dua jam. Pada pokoknya ia berkata, “John,
panggilan Allah ada di dalam hidupmu, dan kau tidak melakukan
apa-­apa untuk hal itu. Jika kau terus berjalan seperti saat ini, kau akan
berakhir sebagai insinyur tua yang kehilangan tujuan hidupnya.”
Saya terguncang oleh perkataannya, tetapi saya tahu ia benar.
Saya pulang ke rumah malam itu dan berkata kepada Lisa, “Aku akan
menyediakan diriku bagi pelayanan gereja dalam posisi apa pun. Pintu
pertama yang terbuka, aku akan memasukinya. Kau mendukungku?”
“Aku mendukungmu,” katanya.
Saya berdoa dengan tekun selama beberapa bulan selanjutnya agar
Allah membukakan pintu bagi saya untuk terlibat dalam pelayanan.
Sementara itu, saya melakukan apa saya yang dapat saya lakukan
di gereja secara sukarela. Saya menjadi usher, bergabung dengan
0HQDQJJDONDQ%HEDQ
pelayanan gereja ke penjara setempat, dan bahkan mengajar anak
pendeta saya bermain tenis. (Saya pernah menjadi instruktur tenis
selama tiga tahun ketika kuliah.)
Beberapa bulan kemudian, pada 1983, ada pintu terbuka untuk
melayani sepenuh waktu. Saya meninggalkan Rockwell dan mulai
bekerja untuk gereja setempat saya. Pendapatan saya turun drastis,
dan ayah saya mengira saya sudah tidak waras (begitu juga dengan
bos saya di Rockwell). Teman-­teman lain mempertanyakan keputusan
saya, dan saya sendiri juga melawan pikiran tentang bagaimana saya
akan mencukupi kebutuhan keluarga saya. Di atas kertas semuanya
mustahil;; pendapatan bulanan kami jauh lebih rendah dari total
pengeluaran kami.
Namun saya tahu, Tuhan merencanakan agar saya mengambil posisi
itu. Maka Lisa dan saya menyerahkan kekhawatiran akan pemenuhan
kebutuhan hidup kepada Allah. Kami tidak pernah tidak makan, dan
selalu berkecukupan. Berulang-­ulang, tanpa kami memberi tahu siapa-­
siapa tentang kebutuhan kami, kami melihat Allah mencukupinya
secara ajaib. Lisa dan saya diam-­diam akan menyampaikan kebutuhan
kami kepada Allah, melawan serangan musuh yang mematahkan
semangat dengan Firman Allah, dan menyaksikan pemeliharaan Allah
yang ajaib dari waktu ke waktu.
Saya teringat suatu ketika harus memilih antara memberikan
persepuluhan dan membeli kebutuhan sehari hari. Itu sebenarnya
bukan pergumulan yang berat karena kami sudah memutuskan untuk
mengutamakan Allah dalam segala sesuatu. Maka kami memberikan 10
persen gaji kami untuk persembahan, yang berarti kami tidak memiliki
sisa uang untuk membeli barang kebutuhan harian karena sisa 90
persennya harus digunakan untuk membayar tagihan dan pengeluaran
lain yang tidak terduga—salah satunya mobil kami.
Saat itu kami hanya memiliki satu mobil dan alternatornya sudah
rusak. Karena terlampau sibuk melayani di gereja, saya tidak punya
waktu untuk memperbaikinya. Selain itu, saya mengendarai mobil van
gereja, jadi saya memiliki alat transportasi untuk bekerja. Mobil kami
dibiarkan menganggur. Kemudian, beberapa hari setelah alternatornya
rusak, salah satu roda belakangnya kempes. Makin parah lagi, roda
cadangannya tidak dapat dipakai. Kami tinggal di Dallas, Texas, dan
terik musim panas sungguh tak tertahankan. Suatu malam kami pulang
dari tempat kerja dan menemukan salah satu kaca jendela mobil kami
pecah berkeping-­keping. Ternyata bagian dalam mobil sudah menjadi
7DN.HQDO0HQ\HUDK
begitu panas sehingga udaranya mengembang sampai meledakkan
salah satu jendela.
Rasa frustrasi saya memuncak. Saya geram. Sekalipun saya bisa
membetulkan alternatornya, saya tetap tidak dapat mengendarainya
karena bannya kempes. Kami menutup jendelanya dengan tas
belanja dan selotip, namun saya tahu kalau hujan deras turun, jendela
tambalan itu pasti akan jebol dan air masuk ke dalam mobil. Seiring
dengan berjalannya waktu, kelembapan akan membusukkan bagian
dalam mobil. Saya tidak tahan lagi keesokan harinya. Saya menelepon
beberapa bengkel, namun perkiraan harganya semua di luar jangkauan
kami. Kami sama sekali tak punya uang untuk memperbaiki mobil.
Dengan gaji sebelumnya sebagai insinyur, masalah ini pasti segera
teratasi. Saya harus melawan pikiran-­pikiran mengasihani diri dan
bayangan mobil kami akan membusuk di tempat parkir.
Akhirnya, saya angkat tangan. Saya mencari tempat yang sepi
untuk bertemu dengan Allah dan berteriak, “Tuhan, Kaukatakan aku
harus menyerahkan segala kekhawatiranku kepada-­Mu. Maka saat ini
juga, aku menyerahkan kekhawatiranku akan mobil itu ke tangan-­Mu
sepenuhnya. Itu bukan lagi kekhawatiranku, tapi kekhawatiran-­Mu.
Kalau mobil itu membusuk, itu bukan lagi kesalahanku karena sudah
bukan lagi urusanku! Aku mau fokus pada apa yang Kauperintahkan
untuk kulakukan. Sekarang aku bersyukur kepada-­Mu karena
menyediakan solusinya.”
Saya berteriak dengan kuat dan lantang dan bersungguh-­sungguh.
Dan untuk pertama kalinya sejak alternator itu rusak, saya mulai
merasakan damai sejahtera lagi. Persis seperti yang dijanjikan Firman
Allah:
Janganlah khawatir akan suatu apa pun, melainkan bawalah
segala sesuatu dalam doa. Sampaikan kebutuhan Saudara
kepada Allah dan jangan lupa bersyukur atas jawaban-­Nya.
Bila Saudara melakukan hal-­hal ini, Saudara akan mengalami
damai Allah yang jauh melebihi pengertian akal manusia.
Damai-­Nya akan menjadikan pikiran dan hati Saudara tenang
dan tenteram, sementara Saudara memercayakan diri kepada
Kristus Yesus. (Filipi 4:6-­7, FAYH)
Kemudian saya mulai menghadapi musuh. Saya berbicara dengan
keras dan sungguh-­sungguh, “Iblis, dengarkan aku ya. Allahku,
Bapaku, memenuhi segala kebutuhanku menurut kekayaan kemuliaan-­
0HQDQJJDONDQ%HEDQ
Nya. Aku takkan kekurangan, karena aku mencari dahulu kerajaan-­
Nya dan semua yang kubutuhkan ditambahkan kepadaku. Maka, aku
melawanmu di dalam nama Yesus dan memerintahkan engkau untuk
menjauhkan tangan kotormu dari keuangan kami dan mobil kami.”
Rasanya ada sesuatu yang lepas. Tak lama kemudian saya mulai
tertawa. Pikir saya, Jangan-­jangan aku sudah tidak waras. Namun
sukacita itu memancar dari sebuah sumur yang sangat dalam di dalam
diri saya. Saya tahu itu sukacita Tuhan, yang akan menjadi kekuatan
yang saya perlukan. Dengan kekuatan itu saya tahu saya dapat terus
berlari dalam perlombaan dengan tak kenal menyerah. Kekhawatiran
saya sekarang berada di dalam tangan Allah yang kuat dan musuh
sudah diikat. Saya menanti-­nantikan persediaan Allah.
Keesokan harinya, seorang teman Lisa berkunjung dan melihat
mobil kami yang rusak di tempat parkir apartemen kami. Benar-­benar
tidak sedap dipandang. Ia berkata, “Lisa, aku punya teman mekanik.
Bisa kuhubungi dia untuk melihat apa yang bisa dilakukannya untukmu
dan John?” Temannya akhirnya memperbaiki semua kerusakan dengan
biaya jauh lebih kecil dari yang diminta bengkel lain. Kami melihat
Allah mencukupi kebutuhan kami secara menakjubkan, dan hal itu
menguatkan kami.
Namun, karena sudah memberikan persepuluhan, kami masih
belum punya uang untuk berbelanja kebutuhan sehari-­hari, dan saya
masih belum akan mendapat gaji sampai dua belas hari lagi. Suatu
malam kami duduk di mobil dan menangis bersama. Air mata kami
meleleh bukan karena tidak percaya, melainkan karena frustrasi. Kami
tidak paham mengapa kami harus berjuang untuk mendapatkan segala
sesuatu, sedangkan orang lain dapat hidup dengan tenang. Sama seperti
rasul Paulus, kami belum memahami apa yang berlangsung di balik
pencobaan yang kami alami. Kami memandang pencobaan itu sebagai
perkara yang merepotkan, menjengkelkan, dan membuang-­buang
waktu kami. Kami tidak menyadari bahwa kami sedang dikuatkan
di dalam anugerah Allah, agar nantinya kami dapat menghadapi
tantangan yang lebih besar untuk mendatangkan kemuliaan yang
lebih besar bagi Allah. Setelah menangis beberapa saat, Lisa dan
saya meneguhkan kepercayaan kami kepada Firman Allah dan terus
melanjutkan misi ilahi kami.
Dua hari kemudian, ada suami-­istri dari San Antonio yang
datang berkunjung, yang baru pertama kali kami jumpai, dan mereka
mendekati saya. Mereka berkata, “John, kami tidak tahu mengapa,
tetapi Allah terus berbicara kepada kami untuk memberikan kepadamu
7DN.HQDO0HQ\HUDK
ini.” Mereka menyerahkan kepada saya amplop berisi cek senilai 200
dolar. Lisa dan saya takjub. Tidak ada orang lain kecuali Allah yang
mengetahui keadaan kami, dan Dia mencukupi kebutuhan kami
sekali lagi.
TARAF BARU DALAM MENYERAHKAN KEKHAWATIRAN
Beberapa tahun kemudian setelah bertumbuh dan berkembang dalam
iman dan kedewasaan kami, saya menerima kedudukan sebagai
gembala kaum muda di sebuah gereja yang sangat besar di Florida.
.DPL NHPEDOL PHQJKDGDSL WDQWDQJDQ ÀQDQVLDO EHUXSD EHUNXUDQJQ\D
pendapatan. Saat itu kami sudah punya anak laki-­laki berumur delapan
belas bulan, jadi kondisinya memang jauh lebih menantang. Kembali
kami menyerahkan kekhawatiran kami kepada Allah, melawan
musuh, dan melihat pemeliharaan-­Nya yang ajaib. Saya tetap berfokus
pada misi, dan pemeliharaan-­Nya berulang-­ulang terjadi, sering secara
spektakular.
Pada September 1988, Allah menunjukkan kepada saya bahwa
sudah tiba waktunya bagi saya untuk beralih ke fase berikutnya
dalam pelayanan—berkeliling dan berkhotbah sepenuh waktu.
Saya menundukkan diri pada kepemimpinan pendeta saya, maka
saya memutuskan untuk tidak mengucapkan sepatah kata pun dan
menunggu Allah menunjukkan kepadanya apa yang Dia siapkan bagi
saya. Tidak ada orang lain yang tahu apa yang saya dapatkan dalam
doa itu kecuali Lisa dan seorang teman yang tinggal di negara bagian
lain.
Pada Februari 1989, pendeta saya memimpin pertemuan staf
dan menceritakan penglihatan yang begitu jelas yang dialaminya
malam sebelumnya. Ia bercerita bagaimana ia melihat Lisa dan saya
meninggalkan gereja untuk berkeliling dan melayani sepenuh waktu.
Saat saya mendengarkan ceritanya, saya mulai menangis. Roh Kudus
telah meneguhkan kehendak-­Nya, sama seperti Dia melakukannya
pada Barnabas dan Paulus dalam Kisah Para Rasul 13:1-­5.
Enam bulan kemudian, pada Agustus 1989, dalam kurun waktu
tiga minggu saya menerima undangan untuk berbicara dalam tujuh
acara pada bulan-­bulan berikutnya. Saya memberi tahu pendeta
saya dan ia tersenyum, tertawa, dan berkata, “Ini yang telah Tuhan
perlihatkan kepadaku. Sepertinya kau sudah siap berangkat.” Lalu ia
0HQDQJJDONDQ%HEDQ
berkata, “John, pergilah sebanyak mungkin sepanjang musim gugur
ini dan gereja masih akan terus membayar gajimu sampai akhir tahun.
3DGDWDQJJDOVDWX-DQXDULNDPXDNDQPDQGLULVHFDUDÀQDQVLDOµ
Selama beberapa bulan kemudian saya bepergian ke tujuh tempat
itu dan berkhotbah dalam kebaktian yang bagus, namun tidak ada
undangan lain yang datang. Saya sudah akan dilepaskan untuk
mandiri, namun tidak ada tempat yang dapat saya datangi. Pendeta
saya memperhatikannya dan, dua bulan sebelum gaji saya dihentikan,
ia memberi saya surat rekomendasi yang luar biasa dan alamat enam
ratus gereja di Amerika yang pernah dilayaninya. (Ia hamba Tuhan
yang sangat terkenal, baik secara nasional maupun internasional.)
Segera saja saya mulai menyiapkan alat tulis dan amplop.
Saya berencana memasukkan suratnya beserta surat dari saya dan
mengirimkannya ke enam ratus gereja itu. Saya sudah menyelesaikan
sekitar empat puluh amplop ketika saya mendengar Roh Kudus
berbicara kepada saya, Anak-­Ku, apa yang sedang kaulakukan?
“Aku memberi tahu para pendeta ini bahwa aku siap untuk
melayani di gereja mereka,” jawab saya.
Kau akan menyimpang dari kehendak-­Ku.
“Tapi, Tuhan,” kata saya, “tidak ada orang di luar sana yang tahu
siapa aku.”
Aku tahu. Percayalah kepada-­Ku.
Pada saat itu saya harus mengambil keputusan. Saya memilih
kerendahan hati dengan mematuhi bimbingan Allah yang berbicara
dalam hati saya, atau saya dapat berusaha mengamankan diri
sendiri melalui upaya pemasaran pribadi. Dengan kata lain, saya
akan menyerahkan kekhawatiran saya kepada Dia, atau saya akan
menggenggam kekhawatiran itu di tangan saya sendiri. Saya segera
mengambil keputusan. Sebelum pikiran atau perasaan saya dapat
menahan saya, saya menyobek empat puluh amplop yang sudah
beralamat itu. Entah aku ini mendengarkan suara Allah atau aku sudah
gila, pikir saya.
Waktu berlalu. Saat itu sudah pertengahan Desember dan saya
tinggal punya dua undangan. Yang satu untuk minggu pertama bulan
Januari di kota kecil di South Carolina, di sebuah gereja kecil yang
beribadah di sebuah rumah duka. Yang lainnya dijadwalkan pada
akhir Februari di sebuah gereja kecil di perbukitan Tennessee.
Pada saat itu, pendeta kami sangat mencemaskan keadaan kami.
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Ia baru saja hendak memulai acara televisi harian, yang nantinya
akan disiarkan ke seluruh dunia. Lisa memiliki pengalaman sebagai
produser acara televisi, maka pendeta kami menawarinya pekerjaan
untuk memproduksi acara baru dengan gaji 45 dolar per jam. Saya
sangat lega dan bergairah! Begitu juga dengan Lisa. Pekerjaan itu
dapat menghasilkan uang yang sangat kami perlukan selagi pelayanan
keliling saya menunggu momentum.
Namun beberapa hari kemudian ketika saya sedang berdoa, Roh
Kudus kembali berbicara ke dalam hati saya. Anak-­Ku, kalau Lisa
menerima pekerjaan sebagai produser televisi, maka berapa pun yang
LDKDVLONDQVHFDUDÀQDQVLDOVHMXPODKLWXODK\DQJDNDQGLNXUDQJLGDUL
persembahan yang kauterima dalam pelayanan keliling. Aku tidak
ingin ia bekerja untuk pendetamu. Aku ingin ia mendampingimu.
Saya kaget. Saya menceritakannya kepada Lisa dan, betapa
terkejutnya saya, ia sepakat. Ia menerima pesan yang sama dalam
waktu doanya! Kami menolak tawaran pendeta kami, namun ia masih
mencemaskan keadaan kami.
Saat itu sudah akhir Desember. Pendapatan saya dari gereja sudah
hampir berhenti, dan saya hanya tinggal memiliki dua undangan
berkhotbah itu. Sekali lagi pendeta kami mendekati kami. “John, pada
Minggu pagi, dalam kebaktian kita yang disiarkan televisi, aku akan
memintamu naik ke mimbar dan mengumumkan pada semua pendeta
yang menonton di seluruh negara ini bahwa kamu dilepaskan ke dalam
pelayanan keliling dan siap melayani di gereja mereka. Lebih jauh lagi,
gereja kita akan memberimu dukungan bulanan.”
Kembali, saya sangat bahagia. Hamba Tuhan ini mungkin salah
satu pendeta yang paling terkenal di Amerika, dengan jutaan orang
biasa menonton acaranya. Saya yakin ini cara Allah untuk mengutus
saya ke medan tempur untuk melakukan panggilan-­Nya bagi saya.
Namun beberapa hari kemudian ketika saya sedang berdoa,
Roh Kudus berbicara kembali: Anak-­Ku, pendetamu tidak akan
memperkenalkanmu melalui kebaktian yang disiarkan di televisi, dan
gereja itu tidak akan memberimu dukungan bulanan.
Saya menjadi frustrasi. “Mengapa tidak?” protes saya. “Pendeta
kami mengatakan ia akan mengumumkannya!”
Segera saya saya mendengar dalam hati saya, Karena Aku
tidak akan membiarkannya melakukannya, dan ia orang yang mau
mendengarkan suara-­Ku.
0HQDQJJDONDQ%HEDQ
“Mengapa Engkau tidak membiarkannya melakukan apa yang
dijanjikannya kepadaku?”
Kemudian Tuhan mengatakan kepada saya sesuatu yang tidak
akan pernah saya lupakan: Karena kalau begitu, ketika kamu nanti
menghadapi masa-­masa yang sulit, kamu akan berlari kepadanya,
bukan kepada-­Ku.
Betul saja, pendeta kami tidak jadi mengundang saya maju ke
panggung di depan para penonton televisi. Nyatanya, ia tidak pernah
menyebut-­nyebut pelayanan baru saya sama sekali, dan ia tidak
memberi saya dukungan bulanan. Dan saya sangat bersukacita ia tidak
melakukan keduanya. Hal itu memaksa saya untuk mempercayakan
kekhawatiran saya pada Allah, untuk berdoa dan berjuang, bukannya
meminta bantuan dari orang yang memiliki uang atau pengaruh yang
kita miliki.
Januari pun datang dan, betul saja, gereja menghentikan gaji kami.
Lisa dan saya tinggal memiliki 300 dolar. Kami saat itu sudah memiliki
dua anak kecil—Addison, tiga setengah tahun, dan Austin, sembilan
bulan. Pengeluaran bulanan kami 1.000 dolar untuk hipotek rumah dan
200 dolar untuk mobil kami. Saya tidak tahu akan mendapatkan uang
dari mana lagi. Saya berdoa habis-­habisan, dan hal itu mendorong saya
semakin dekat dengan dan mengandalkan Roh Kudus.
Kami melihat pintu-­pintu terbuka secara amat unik. Undangan
khotbah pertama saya, di gereja yang beribadah di rumah duka, berupa
serangkaian kebaktian yang dahsyat. Kebaktian itu berlanjut sampai
minggu berikutnya. Berita menyebar dan ada pendeta lain yang datang
dari Columbia, South Carolina. Pada kebaktian terakhir, ia meminta
maukah saya datang ke gerejanya. Lisa dan saya pergi, dan gerejanya
membawa kami ke gereja lain. Begitu seterusnya.
Sekian bulan berlalu dan sekali lagi jadwal saya kosong. Kami
VDQJDW WHUWHNDQ VHFDUD ÀQDQVLDO QDPXQ NDPL WLGDN VDPSDL WHODW
membayar tagihan. Pagi-­pagi suatu hari saya keluar untuk berdoa.
“Allah, Bapaku, aku melakukan perintah-­Mu,” teriakku. “Jika Engkau
tidak menyediakan kebaktian dan keuangan untuk keluargaku, maka
aku akan bekerja menjadi tukang bungkus barang di toko, dan aku akan
memberi tahu orang-­orang bahwa Engkau tidak dapat memeliharaku.
Bapa, aku tidak mau menjual diriku. Kalau Engkau memang
memanggilku, Engkau akan membukakan pintu. Aku menyerahkan
kekhawatiran ini sepenuhnya kepada-­Mu.”
Saya berpaling ke utara dan memerintahkan pintu-­pintu terbuka.
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Kemudian saya menghadap ke selatan, ke timur, dan akhirnya ke
barat, setiap kali memerintahkan pintu-­pintu terbuka. Kemudian saya
memerintahkan agar musuh mundur, mengatakan pada Iblis bahwa ia
tidak dapat menghambat langkah-­langkah yang telah Allah tetapkan
untuk kami tempuh.
Tidak lama sesudah itu, sebuah gereja di Michigan mengundang
saya untuk melayani dalam kebaktian selama empat hari. Pegerakan
Allah sungguh-­sungguh terjadi. Kebaktian empat hari itu berubah
menjadi kebaktian berminggu-­minggu. Orang berdatangan ke
kebaktian dari tempat sejauh sembilan puluh mil, membuat gereja
penuh sesak setiap malam. Saya menelepon Lisa, yang bersama anak
kami ke telepon umum di dekat rumah orangtua saya di Florida. Saya
menceritakan kepadanya tentang kebaktian itu, yang belum jelas kapan
akan berakhirnya, dan bahwa saya mengirimkan tiket untuknya dan
anak-­anak agar bergabung dengan saya di Michigan.
Seorang pendeta yang sedang berlibur duduk di dekat Lisa dan
mendengar pembicaraan telepon kami. Ia mendekati Lisa dan berkata,
“Maafkan saya, tadi saya mendengar percakapan teleponmu dengan
suamimu. Saya gembala gereja beranggota seribu lima ratus orang
di New York. Saya sangat lapar akan pergerakan Allah di tengah
umat-­Nya. Saya merasa Tuhan menyuruh saya untuk mengundang
suamimu.”
Maka, setelah kebaktian di Michigan, kami pergi ke New York.
Ternyata juga terjadi kebaktian yang penuh kuasa. Kami berulang-­
ulang kembali ke gereja itu. Hal semacam ini berlanjut minggu demi
minggu. Nyatanya, selama empat tahun pertama pelayanan keliling
saya tidak pernah menulis satu surat atau menelepon ke gereja meminta
diundang. Setiap pertemuan terbuka begitu saja seperti yang saya
ceritakan atau berlangsung dalam cara lain yang ganjil.
PEMELIHARAAN YANG BERLANJUT
Saya akan mengulangi, saya dibesarkan dengan pola pikir yang sangat
menekankan pentingnya bagi seorang laki-­laki untuk mencukupi
kebutuhan keluarganya. Surat 1 Timotius 5:8 meneguhkan keyakinan
ini dengan menyatakan bahwa jika saya tidak melakukannya, berarti
saya lebih buruk dari orang yang tidak percaya. Mencukupi kebutuhan
keluarga adalah urusan yang sahih dan saleh. Akan tetapi, jika saya
menjadikan urusan ini sebagai prioritas, saya tidak akan pernah
0HQDQJJDONDQ%HEDQ
melangkah dengan iman untuk menaati Allah. Kekhawatiran itu akan
menjadi beban yang sangat memperlambat saya dalam perlombaan.
Setelah berkeliling selama beberapa tahun, saya memiliki
kesempatan untuk mengamati hamba Tuhan lain yang memilih
jalan yang berbeda—yang tidak menyerahkan kekhawatiran mereka
sepenuhnya kepada Allah. Sama seperti sepuluh mata-­mata, mereka
tampaknya menghitung persediaan mereka menurut kemampuan
mereka sendiri. Saya mengamati bagaimana mereka menjual diri,
memberikan isyarat tertentu untuk mengungkapkan keinginan mereka,
memainkan intrik politik. Saya berduka untuk mereka, menyadari
bahwa panggilan Tuhan dalam hidup mereka sungguh besar, namun
mereka menjual diri mereka, dan Allah, secara murah. Sampai saat ini
pun, banyak di antara para pemimpin yang masih belum masuk ke
dalam pemerintahan kerajaan Allah. Hati saya sungguh sedih ketika
mendengar seorang pendeta berkata, “Tidak tahukah Anda, iman
tanpa keinginan itu mati.”
Pada tahun pertama kami berkeliling, Lisa dan saya melihat Allah
mencukupi kebutuhan kami secara menakjubkan. Suatu bulan kami
memerlukan hampir 700 dolar untuk membayar hipotek, yang harus
dilunasi keesokan hatinya. Saya pergi ke kotak surat dan di sana ada
surat dari pasangan hippy yang tinggal di Alabama. Mereka memiliki
delapan anak dan tidur di lantai beralas kotak kayu dan kasur. Surat
itu berbunyi, John dan Lisa, kami tidak tahu mengapa, tapi Allah
menanamkan dengan kuat dalam hati kami untuk mengirimkan
kepadamu cek sebesar 300 dolar ini.
Malam itu, saya berbicara di gereja yang beranggota hanya empat
puluh orang. Pendeta memberi saya persembahan dalam kantong
kertas. Saya pulang ke rumah dan bersiap pergi tidur, lalu teringat
saya belum menghitung persembahan itu. Karena Lisa dan saya sudah
menyerahkan kekhawatiran kami kepada Allah, jujur saja saya tidak
khawatir soal pembayaran rumah yang batas waktunya esok hari. Saya
bangun dan menghitung persembahan itu. Jumlahnya 397,26 dolar.
Digabungkan dengan pemberian dari orang hippy itu, cukup untuk
pembayaran rumah kami. Sekali lagi, Allah memenuhi kebutuhan
kami.
Seiring dengan berjalannya waktu, saya mulai memahami proses
yang Allah gunakan untuk melatih kami. Lisa dan saya harus terlebih
dahulu belajar menyerahkan kekhawatiran kami kepada Allah dalam
perkara-­perkara kecil, seperti alternator mobil itu. Penting bagi kami
untuk belajar percaya dan berjuang ketika gaji kami sedikit. Mengapa?
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Karena ketika kami masuk ke pelayanan keliling sepenuh waktu, kami
beralih dari gaji sedikit ke tanpa gaji. Kami sudah bertumbuh dalam
iman dan kami siap untuk menghadapi misi yang lebih sulit. Tantangan
yang kami hadapi selama tahun pertama berkeliling membantu kami
bertumbuh semakin dewasa lagi dan mempersiapkan kami menuju
level iman berikutnya yang kami perlukan.
Saat saya menulis buku ini, anggaran kami di Messenger
International lebih dari 100.000 dolar per minggu. Jika saya tidak belajar
untuk menyerahkan kekhawatiran saya kepada Tuhan dan memercayai
Dia langkah demi langkah, saya akan kewalahan saat ini. Tetapi kabar
baiknya adalah, Saya tidak pernah kehilangan waktu tidur semenit
pun gara-­gara memikirkan persediaan kami. Damai sejahtera Allah,
yang benar-­benar melampaui akal budi, secara luar biasa menjaga dan
melindungi hati dan pikiran kami di dalam Kristus Yesus, persis seperti
yang Allah janjikan.
DARI IMAN KEPADA IMAN
Proses yang Allah gunakan untuk membangun iman kami mengingatkan
saya pada bina raga. Ketika saya berumur tiga puluh lima tahu, saya
begitu sibuk berkeliling dan berkhotbah sehingga saya menganggap
pergi ke gym itu membuang-­buang waktu. Akibatnya, saya nyaris
pingsan di panggung pada suatu hari Minggu di Atlanta, Georgia.
Tetangga sebelah kami seorang pegulat profesional, anggota World
Wrestling Federation. Ia, istrinya, dan anak-­anaknya berteman baik
dengan kami. Ia sebelumnya pernah mengajak saya ke gym, tapi saya
menolaknya. Setelah kejadian di Atlanta, sikap saya pun berubah. Saya
bertanya apakah ia bisa menolong saya agar lebih bugar.
Teman sangat itu badannya besar, beratnya 118 kg dengan lemak
tubuh hanya 4 persen. Bisep dan trisepnya lebih besar dari paha
saya. Kami mulai pergi ke gym secara teratur. Saya bertemu dengan
beberapa temannya, binaragawan bertubuh besar, dan mengamati
teknik pelatihan mereka. Saya mendapati bahwa mengangkat beban
yang ringan dengan berulang-­ulang tidak membentuk otot yang besar.
Namun, mereka akan mengangkat beban yang cukup berat, yang dapat
mereka angkat maksimal sebanyak tiga atau empat kali. Saya melihat
mereka mengangkat beban tiga kali, namun pada angkatan keempatlah
seluruh aksi memuncak. Orang yang berada di bangku latihan
sebenarnya tidak memiliki kekuatan untuk mengangkat keempat
0HQDQJJDONDQ%HEDQ
kalinya, namun wajahnya berkerut-­kerut, otot-­ototnya mencuat,
tubuhnya gemetar, dan teman-­temannya semua berteriak “Dorong!”
atau “Angkat!” Dan ia akan mendorong dengan segenap kekuatan
untuk keempat kalinya. Saat itulah otot-­otot dalam tubuh menanggapi
dan bertumbuh.
Ketika pertama kali di gym saya hanya dapat mengangkat beban
seberat 43 kg, dan hal itu berlangsung sepanjang bulan pertama latihan
saya. Kemudian saya dapat mengangkat beban lebih berat secara
bertahap menjadi 61 kilo;; setelah enam bulan menjadi 84 kilo, dan
akhirnya sampai 93 kilo. Akan tetapi, saya terhenti di 93 kilo sampai
beberapa tahun.
Kemudian seorang mantan binaragawan bekerja untuk pelayanan
kami. Saat kami berbicara, ia mengingatkan saya akan apa yang
diperlukan untuk meningkatkan kekuatan dan membentuk otot.
Saya sudah lupa bahwa untuk membentuk otot, Anda harus berlatih
secara maksimal dengan repetisi rendah. Kami pun memulai proses
pembentukan otot kembali dan berlanjut sampai ia menyertai saya
dalam perjalanan pelayanan ke Fresno, California. Saat rehat dari
konferensi, beberapa dari kami pergi ke gym, dan mereka memutuskan
untuk menjajal kemampuan saya. “John,” kata rekan saya, “kau harus
mengangkat beban seberat 102 kilo hari ini.”
Kata saya, “Tidak mungkin.”
“Ya, kamu bisa! Ayo, ambil posisi, dan kami akan mengawasimu.”
Benar saja, saya berhasil mengangkat 102 kilo. Saya sangat
bersemangat. Saya terus berlatih dan berhasil mengangkat 111 kg.
Namun, kembali saya mandek di situ. Sasaran saya, yang sebenarnya
saya anggap mustahil tercapai, adalah suatu hari dapat mengangkat
143 kilo.
Saya pergi ke gereja di Detroit, Michigan, dan pendetanya
menceritakan bahwa salah satu anggota jemaatnya adalah pelatih bina
raga nasional yang terkenal. Pastor itu sendiri baru-­baru ini sudah
berhasil mengangkat beban 245 kilo. Sehari setelah kebaktian hari
Minggu, pendeta itu mempertemukan saya dengan pelatih itu dan
saya berhasil mengangkat beban 120 kilo. Saya sangat bersemangat! Ia
memberikan program latihan yang intensif, yang dijalankan dengan
tekun oleh saya dan anggota staf pelayanan selama beberapa bulan
berikutnya.
Ketika saya kembali lagi ke gereja Detroit itu, saya berkhotbah
tentang Roh Kudus pada kebaktian Minggu pagi dan malam. Pada
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Senin pagi kami pergi ke gym, dan pelatih itu berkata pada saya, “John,
tadi malam saya bermimpi kamu mengangkat beban 136 kilo.”
“Tidak mungkin,”saya tergelak.
Ia memandang saya dan berkata, “Hei, bung, kamu berbicara
seharian kemarin tentang bagaimana Roh Kudus berkomunikasi
dengan kita. Dia berkomunikasi pada saya tadi malam. Jadi, tenanglah,
dan ambillah posisimu. Kamu akan mengangkat beban 136 kilo hari
ini.”
Dengan bijak saya menutup mulut dan berbaring di bangku latihan.
Setelah pemanasan, teman saya meletakkan beban 136 kilo di palang.
Ia berbicara dengan tegas: “Langsung angkat saja saat palang ini turun.
Tak perlu memikirkannya. Langsung angkat!”
Ia dan orang-­orang lain di sekeliling kami berteriak, “Dorong!
Dorong! Dorong!” saat palang mencapai titik terendah dan saya
mendorongnya dengan segenap kekuatan saya. Palang itu terangkat
naik! Terus naik! Mereka mengambil palang itu, dan saya melompat
dari bangku, berteriak penuh sukacita. Saya terheran-­heran.
Pelatih saya membiarkan saya merayakannya selama lima
menit, kemudian menatap saya dengan tajam. “Sekarang kamu akan
mengangkat 143 kilo.”
“Tidak mungkin—kamu juga mimpi begitu tadi malam?” tanya
saya.
Ia hanya tersenyum dan dengan sopan berkata, “Diamlah dan
ambil posisimu.”
Benar saja, pada usia empat puluh empat tahun, saya berhasil
mengangkat beban 143 kilo. Saya melompat-­lompat penuh semangat.
Saya tidak lupa menelepon Lisa dari bandara Detroit untuk
mengabarkan hal itu.
Nantinya, Allah memperlihatkan pada saya bahwa para pelatih
ini—anggota staf saya, pendeta di California, dan pelatih nasional di
Detroit—itu semuanya seperti Roh Kudus. Ingatlah perkataan Paulus:
Allah setia pada janji-­Nya. Ia tidak akan membiarkan Saudara
dicoba lebih daripada kesanggupanmu. Pada waktu Saudara
ditimpa oleh cobaan, Ia akan memberi jalan kepadamu
untuk menjadi kuat supaya Saudara dapat bertahan.
(1 Korintus 10:13, BIS)
0HQDQJJDONDQ%HEDQ
Para pelatih itu tahu apa yang dapat dan tidak dapat saya tangani.
Mereka tahu belum saatnya memasang beban seberat 184 kilo ketika
saya baru sanggup mengangkat 143 kilo. Mereka cakap dan dapat
mengenali potensi saya. Saya begitu terkesan akan kemampuan mereka
untuk melihat melampaui apa yang dapat saya lihat. Setiap kali saya
tidak dapat membayangkan diri saya mengangkat beban seberat yang
mereka bayangkan. Mereka melihat kekuatan dan potensi yang tidak
saya ketahui keberadaannya.
Begitu juga dengan Roh Kudus. Dia tahu apa yang dapat dan
tidak dapat Anda atasi. Jika teman saya pegulat profesional itu sudah
langsung memasang beban seberat 143 kilo ketika pertama kali saya
pergi ke gym, apa yang akan terjadi? Palang itu akan meluncur turun
nyaris secepat gravitas, menghantam tulang iga saya, dan kemungkinan
menewaskan saya. Saya harus memulainya dari 43 kilo dan secara
bertahap meningkatkannya.
Begitu juga, Roh Kudus tahu
apa yang disediakan bagi Lisa dan
saya. “Bukankah Aku sendiri tahu
Roh Kudus Dia tahu rencana-­rencana-­Ku
bagi
kamu?”
apa yang dapat ÀUPDQ
$OODK
<HUHPLD
%,6
,D
dan tidak dapat harus membangun iman kami, dan
Anda atasi.
dalam proses pembentukan itu, kami
harus belajar untuk menyerahkan
kekhawatiran kami kepada Dia. Hal itu
tidak pernah terasa nyaman, namun senantiasa mendatangkan berkat.
Sering kali saya harus melawan perasaan ingin berhenti atau menyerah,
namun saya tidak dapat melakukannya semata-­mata karena Yesus
tidak pernah menyerah pada saya. Kami tetap setiap menjalani misi
ilahi kami dan terus mengatasi rintangan yang muncul di sepanjang
jalan.
Jika sekarang kami menengok ke belakang, gaji yang rendah,
masalah alternator, tantangan persediaan dana, dan pencobaan lain
yang kami lewati adalah blok-­blok pembangun untuk menguatkan
kami dalam menghadapi apa yang akan terjadi. Kalau kami harus
memulai dengan memercayai Allah untuk mencukupi kebutuhan
sebesar 100.000 dolar per minggu, itu kira-­kira seperti memasang beban
seberat 143 kilo pada hari pertama saya datang ke gym. Tidak, Roh
Kudus harus secara bertahap dan dengan terus-­menerus membangun
kami sampai kami dapat memercayai Allah untuk hal-­hal yang lebih
besar.
7DN.HQDO0HQ\HUDK
JANGAN MENGAMBIL JALAN PINTAS
Perlawanan yang kami hadapi pada hari-­hari pertama proses pelatihan
kami berkaitan dengan kebutuhan pribadi: memperbaiki motor,
membeli barang-­barang kebutuhan harian, melunasi tagihan, membayar
hipotek rumah. Namun perlawanan yang kami hadapi saat ini jarang
berkenaan dengan kebutuhan pribadi kami, namun berkenaan dengan
kesejahteraan orang banyak yang sudah Allah percayakan kepada
pelayanan kami. Jika kami mengambil jalan pintas pada awal proses
pelatihan Allah, kami tidak akan memiliki kekuatan untuk melayani
mereka yang Allah serahkan kepada kami. Dia harus mencari orang
lain untuk melakukannya.
Berapa banyak pelayanan yang tidak mampu menjangkau orang
yang Allah tetapkan untuk mereka jangkau karena mereka tidak
menyelesaikan proses pelatihannya? Jika mereka tidak memakai iman
mereka untuk mengangkat 68 kilo tantangan pada waktu itu, mereka
tidak akan mampu menanggung tantangan 143 kilo saat ini. Sungguh
menyedihkan, Allah harus mencari orang lain lagi untuk menyelesaikan
tugas mereka.
Berapa banyak pengusaha yang mandek jauh di bawah taraf
panggilan Allah karena mereka tidak masuk ke dalam pemerintahan
melalui pencobaan yang mereka hadapi? Alih-­alih percaya kepada
Allah, mereka mengandalkan institusi manusia dan menggunakan
teknik yang manipulatif atau mendominasi untuk mengatasi
pencobaan mereka. Akibatnya, mereka tidak mencapai potensi yang
Allah karuniakan bagi mereka.
Saya nyaris yakin bahwa sepuluh mata-­mata Israel itu tidak
melewati proses pelatihan seperti yang dialami Kaleb dan Yosua.
Mereka kemungkinan besar mengambil jalan memutar ketika
menghadapi pencobaan dan kesusahan, bukannya percaya kepada
Allah. Mereka tidak membangun iman mereka. Maka, ketika momen
yang menentukan dalam hidup mereka itu datang, mereka tidak
memiliki kekuatan iman untuk percaya.
Bapa kita mengetahui program pelatihan terbaik bagi kita masing-­
masing. Dan meskipun Dia tidak mendatangkan kesusahan, Dia
mengizinkan hal itu terjadi untuk menguatkan kita demi mencapai
panggilan hidup yang ditetapkan-­Nya bagi kita.
Jangan mengambil jalan pintas dalam menempuh proses pelatihan.
Pencobaan yang Anda hadapi saat ini mempersiapkan Anda untuk
0HQDQJJDONDQ%HEDQ
pencapaian besar yang akan Anda raih esok. Ingatlah selalu, sahabat
saya, bahwa Allah tidak akan membawa Anda menghadapi suatu
tantangan tanpa terlebih dahulu menyediakan pelatihan yang Anda
perlukan untuk menghadapi tantangan itu dengan sukses.
Belajarlah untuk menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Dia
dalam kerendahan hati yang sejati sehingga Anda dapat bertumbuh
dari kemuliaan ke dalam kemuliaan yang semakin besar, dari iman
kepada iman yang semakin besar, dan semakin hari semakin kuat.
12
SADAR DAN BERJAGA-JAGA
Demikian juga, hai orang-­orang muda, tunduklah kepada orang-­
orang yang tua. Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang
terhadap yang lain, sebab: “Allah menentang orang yang congkak,
tetapi memberi anugerah kepada orang yang rendah hati.
” Karena itu, rendahkanlah dirimu di bawah tangan
Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-­Nya pada waktunya.
Serahkanlah segala kekhawatiranmu kepada-­Nya, sebab Ia
memelihara kamu. Sadarlah dan berjaga-­jagalah! Lawanmu,
si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-­aum
dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia
dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu bahwa semua saudara
seimanmu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama.
1 PETRUS 5:5-­9
S
ebelum menggali lebih lanjut nasihat Petrus yang kaya makna,
saya akan merangkumnya: Rasul Petrus membahas anugerah
yang benar-­benar dari Allah. Anugerah itu bukan hanya untuk
keselamatan dan pengampunan dosa kita, tetapi juga memampukan
kita untuk bersinar di dunia yang gelap dan terhilang. Namun, untuk
menjadikan diri kita unggul, tak ayal kita akan menghadapi perlawanan;;
pasti ada perjuangan. Karena itu, kita juga harus diperlengkapi dengan
senjata anugerah.
Mempersenjatai diri kita dimulai dengan kerendahan hati karena
anugerah diberikan kepada orang yang rendah hati. Dalam terjemahan
bahasa Inggris, Paulus menasihati kita untuk “mengenakan”
kerendahan hati seperti pakaian, dan salah satu aspek penting dari
7DN.HQDO0HQ\HUDK
kerendahan hati yang sejati adalah menyerahkan kekhawatiran kita
kepada Dia, bukannya berusaha mengatasi tantangan hidup semata-­
mata dengan kemampuan kita sendiri. Kita tidak dapat berlari dalam
perlombaan, berjuang secara efektif, dan bertahan sampai akhir jika
kita dibebani oleh berbagai urusan pribadi. Kekhawatiran, kegelisahan,
dan ketakutan adalah musuh bagi panggilan hidup kita. Menyerahkan
beban tersebut kepada Allah memampukan kita untuk berlari dengan
lebih cepat dan memegang pedang kita dengan lebih kuat.
Dengan kata lain, kerendahan hati yang sejati memerdekakan kita
untuk melangkah maju secara positif dan leluasa melawan arus sistem
dunia ini. Kalau tidak, kita harus menyeret sauh melalui kubangan
kecemasan—suatu upaya yang mustahil, masih ditambah lagi dengan
adanya perlawanan dari arus sungai.
Kemudian, Petrus menasihati kita untuk sadar dan berjaga-­jaga.
SADAR
.DWDVDGDUGDSDWGLGHÀQLVLNDQVHEDJDL´VHULXVELMDNVDQDGDQNKLGPDWµ
.DWDEDKDVD<XQDQLQ\DQHSKR\DQJGLGHÀQLVLNDQVHEDJDLDQWLWHVLVGDUL
mabuk oleh anggur. Artinya “berpikiran sehat.”
Saya mulai minum alkohol pada masa SMP dan berlanjut pada tiap
akhir pekan pada masa SMA. Akan tetapi, ketika saya kuliah, kebiasaan
minum itu makin meningkat karena saya tidak lagi berada di bawah
pengawasan langsung orangtua. Tinggal di asrama juga tidak banyak
membantu karena kami menganggap kehidupan kampus itu seperti
sebuah pesta besar dengan belajar sebagai sambilannya. Tidak lama
kemudian saya pun sering mabuk-­mabukan. Saya sangat bersukacita
karena Yesus menyelamatkan saya pada tahun kedua kuliah—hanya
Tuhan yang tahu bagaimana hancurnya saya seandainya tidak
diselamatkan.
Beberapa kali saya mampu dan baru tahu dari teman keesokan
harinya hal-­hal bodoh dan menggelikan yang saya katakan dan saya
lakukan. Dengan kata lain, seorang pemabuk kehilangan kesadarannya;;
ia sama sekali tidak waspada. Asrama kami penuh dengan tukang
olok-­olok, dan dengan segera kami mengetahui betapa mudahnya
mempermainkan orang yang sedang mabuk. Kami dapat melakukan
hal-­hal yang tidak mungkin kami lakukan saat orang itu sadar. Salah
satu kelakar kami adalah pencurian. Orang itu bahkan tak tahu kalau
6DGDU'DQ%HUMDJDMDJD
benda berharga miliknya diambil. Esoknya terjadilah kehebohan
karena si korban akan menggeledah kamarnya dan seluruh asrama. Ia
tidak tahu bagaimana dan kapan pencurian itu terjadi. Dengan panik, ia
akan berlarian di asrama sambil mengerang, menggeram, dan bahkan
kadang-­kadang berteriak selama ia mencari proyek laboratorium,
dompet, foto pacar, atau benda berharga tertentu yang hilang. Setiap
orang hanya meringis dan tertawa menyaksikan pertunjukan itu.
Ketika kami merasa orang itu sudah cukup menderita, kami akan
mengembalikan barangnya, lalu tertawa terbahak-­bahak.
Tentu saja kami hanya bergurau, tetapi bagaimana jika seseorang
benar-­benar mencuri barang berharganya? Jika tidak sadar, ia akan
menjadi mangsa yang empuk dan dapat kehilangan sesuatu yang
sangat berharga.
Kemabukan juga sangat tidak menguntungkan dalam perkelahian.
Saya teringat di sebuah pesta menonton dua teman saya berkelahi—
yang satu mabuk, yang lain sadar. Pada waktu lain, teman saya yang
mabuk itu akan dengan gampang menghabisi lawannya itu, tetapi
karena ia sedang mabuk, ia dipukuli habis-­habisan. Harus ada orang
yang melerai agar ia tidak terluka parah.
,QJDWODKNLVDKQ\DWDGLEDOLNÀOP7KH*KRVWDQGWKH'DUNQHVV\DQJ
saya singgung di bagian pendahuluan. Saya menceritakan dua laki-­
laki pemberani—Patterson, insinyur rel kereta api, dan Remington—
pemburu terkenal dari Amerika—yang menaklukkan dua singa yang
sudah menewaskan lebih dari 130 orang pria. Namun, saya belum
menceritakan fakta bahwa pada akhirnya Remington tewas oleh
salah satu singa. Beberapa hari setelah berburu, dua orang ini berhasil
menembak dan membunuh singa pertama. Malamnya, dalam pesta
perayaan, Remington minum-­minum sampai mabuk dan akibatnya ia
tewas diterkam singa kedua, yang juga membunuh temannya.
Remington terkenal di seluruh dunia karena kecakapannya
dalam berburu, namun hal itu menjadi tidak berguna dan nyawanya
melayang oleh serangan musuh karena ia mabuk. Ia memiliki senjata
yang jauh lebih ampuh dari kemampuan singa itu, namun ia tidak
sadar dan karena itu tidak waspada dalam menghadapi serangan maut
si binatang buas.
7DN.HQDO0HQ\HUDK
MABUK SECARA ROHANI
Hal serupa dapat berlangsung secara rohani. Musuh dapat dengan
mudah mencuri dari atau membinasakan mereka yang tidak sadar.
Kita seharusnya dapat mengalahkannya
dengan gampang dengan senjata
anugerah, namun jika kita dalam keadaan
Musuh dapat dengan mabuk, kita akan kehilangan kesadaran
mudah mencuri dari atau kita dan ia dapat mengalahkan kita.
membinasakan mereka Petrus memperingatkan bahwa Iblis
yang tidak sadar.
sedang berjalan keliling mencari orang
yang dapat ditelannya (lihat 1 Petrus 5:8).
Ia dapat menelan mereka yang sombong
dan terbebani oleh kekhawatiran, namun mangsa yang paling empuk
adalah orang percaya yang sedang mabuk. Apakah Petrus mengacu
pada kecanduan alkohol? Bisa jadi, namun lebih dari itu, ia mengacu
pada orang percaya yang mabuk akan anggur dunia ini.
Menjelang akhir kitab Wahyu, Yohanes menggambarkan hukuman
yang menimpa pelacur besar, Babel. Seorang malaikat berkata
kepadanya,
Lalu datanglah salah seorang dari ketujuh malaikat yang
membawa ketujuh cawan itu dan berkata kepadaku, “Mari ke
sini, aku akan menunjukkan kepadamu putusan atas pelacur
besar, yang duduk di tempat yang banyak airnya. Dengan dia
raja-­raja di bumi telah berbuat cabul, dan penghuni-­penghuni
bumi telah mabuk oleh anggur percabulannya.”
(Wahyu 17:1-­2)
Ada berbagai pandangan tentang siapa yang dilambangkan sebagai
pelacur besar ini. Ada yang mengatakan bahwa itu Gereja Katholik.
Yang lain percaya bahwa itu mengacu pada kota kuno Babel, dan yang
lain lagi percaya bahwa itu kota Roma atau Kerajaan Romawi.
Secara pribadi, saya percaya “pelacur besar” itu adalah sistem
keuangan dunia ini. Salah satu alasan kepercayaan saya adalah nama
misterius yang tertulis pada dahinya, “Babel besar, ibu dari wanita-­
wanita pelacur dan dari kekejian bumi” (Wahyu 17:5). Saya tidak percaya
bahwa Babel, Roma, Kerajaan Romawi, atau Gereja Katholik adalah
Ibu dari Semua Percabulan dan Kekejian di muka bumi. Namun Kitab
Suci menegaskan pada kita bahwa “akar segala kejahatan ialah cinta
6DGDU'DQ%HUMDJDMDJD
uang” (1 Timotius 6:10) dan kita dapat dengan mudah mengganti kata
kejahatan dengan percabulan dan kekejian, dan tetap mempertahankan
makna sebenarnya ayat itu. Hal ini tidak perlu diperdebatkan panjang-­
lebar, namun perlu dipikirkan.
Maksud saya adalah, cara yang digunakan sistem dunia ini sangat
memikat panca indera sehingga dapat memabukkan. Perhatikanlah
perkataan Yohanes dalam perikop di kitab Wahyu tadi: “penghuni-­
penghuni bumi telah mabuk oleh anggur percabulannya.” Jika seseorang
mabuk oleh anggur kekhawatiran, kekayaan, dan kesenangan dunia,
ia dapat dengan mudah diseret menjauh dari keintiman dengan Roh
Kudus. Keadaan seperti itu sangat menyesatkan karena orang percaya
bisa saja tampak saleh, namun sebenarnya mabuk oleh keinginan
dunia ini. Saat ketajaman rohaninya menjadi tumpul, ia akan menjadi
sasaran empuk pencurian, penyesatan, penghancuran, dan bahkan
pembunuhan oleh musuh.
Kemabukan seperti itu dengan jitu menggambarkan apa yang
terjadi pada Salomo. Ia mengawali perjalanannya dengan berusaha
mengetahui hikmat ilahi. Permintaannya dikabulkan dan, seperti
biasanya, hikmat memampukan Salomo meraih kekayaan dan
kesuksesan yang gemilang (lihat Amsal 8:11-­21). Akan tetapi, seiring
dengan berjalannya waktu, Raja Salomo menjadi mabuk oleh berkat
dari hikmat tersebut dan tidak lagi memandang kepada Allah yang
mengaruniakannya. Ia mabuk dalam kesenangan, hawa nafsu, dan
kekayaan dunia ini. Setelah mabuk, ia pun melakukan apa yang tak
mungkin terlintas dalam pikirannya dalam keadaan sadar: ia mulai
menyembah dewa-­dewa asing.
Saya benar-­benar bingung melihat Salomo dapat menyerah pada
situasi yang separah itu, apa lagi ia pernah berjumpa dengan Allah dua
kali. Namun jika Anda melihat apa yang dilakukannya itu dari sudut
pada kemabukan tadi, tindakannya jadi lebih mudah dipahami. Ketika
teman seasrama atau saya sendiri sedang mabuk, kami melakukan hal-­
hal yang tidak mungkin kami lakukan selagi waras. Begitu juga dengan
Salomo.
Bagaimana kita menjaga diri agar tidak terjatuh ke dalam kebodohan
itu dan tetap berpikiran sehat dan sadar? Jawabannya adalah dengan
terus makan dan minum di dalam Tuhan, yang sungguh-­sungguh
mendatangkan kepuasan. “Janganlah kalian mabuk oleh anggur, sebab
itu akan merusakkan kalian,” kata Paulus. “Sebaliknya, hendaklah
kalian dikuasai oleh Roh Allah” (Efesus 5:18, BIS). Menurut saya, ia
bukan hanya berbicara tentang anggur saja, tetapi tentang apa saja yang
7DN.HQDO0HQ\HUDK
dapat memabukkan kita dan mengalihkan fokus kita dari jalan-­jalan
Allah. Itu bisa saja berupa perhatian yang berlebihan terhadap bisnis,
lawan jenis, olah raga atau hobi tertentu, jejaring sosial—daftarnya tak
ada habisnya.
Aktivitas itu sendiri sebenarnya tidak berbahaya, karena kita
tahu bahwa Allah “memberikan segala sesuatu kepada kita dengan
berlimpah supaya kita menikmatinya” (1 Timotius 6:17, BIS). Sangat
bagus dan sehat jika kita menikmati rekreasi, hiburan yang bersih,
perlombaan olah raga, makanan, keindahan ala, dan bahkan berbagai
hasil teknologi. Namun jika kita melakukannya secara berlebihan dan
mendapatkan kepuasan dari situ, bukannya dari Allah sendiri, hal itu
menjadi kecanduan yang memabukkan.
Yesus harus menjadi kasih dan kerinduan utama kita;; kita hanya
boleh mabuk oleh Roh Kudus.
PERIKSALAH KONDISI ROHANI ANDA SECARA TERATUR
Untuk tetap sadar—untuk mencegah hal-­hal dari dunia ini memabukkan
dan melemahkan kita—setiap anak Allah harus melakukan pemeriksaan
berkala. Kita harus dengan jujur bertanya pada diri sendiri, “Apa yang
paling memuaskan rasa lapar dan rasa hausku?” Jangan menjawabnya
secara sambil lalu;; bersikaplah sejujur-­jujurnya. Apa yang biasanya
Anda lakukan untuk menghabiskan waktu luar? Apa yang terus-­
menerus menarik pikiran atau tindakan Anda? Jika itu pertandingan
sepakbola, berarti Anda terlalu banyak minum Real Madrid atau
Manchester United;; itu sudah bukan lain sebuah kegemaran, namun
sudah berlebihan. Apakah lawan jenis adalah minuman favorit Anda?
Apakah urusan mencari uang menyita pemikiran Anda? Maka Anda
akan menemukan apa yang memabukkan Anda. Karena itulah, kita
harus membaca, memperhatikan, dan merenungkan Firman Allah.
Apa yang paling sering Anda minum, itulah yang akan membuat
Anda kehausan. Apa yang paling sering Anda makan, itulah yang akan
membuat Anda kelaparan?
Saya teringat bagaimana pelatih tenis di SMA saya menjadi
kecanduan Coca-­Cola. Awalnya satu botol sehari, menjadi dua,
kemudian tiga. Pola ini berlanjut sampai ia begitu kecanduan Coke
sehingga bisa menghabiskan satu peti setiap hari. Saya pernah membuka
kulkasnya dan melihat dua atau tiga peti Coke, dan disamping kulkas itu
6DGDU'DQ%HUMDJDMDJD
masih ada beberapa peti, siap menggantikan yang sudah diminumnya.
Saya melihat orang lain menjadi kegemukan dan bergumul dengan
masalah kesehatan karena mereka terlalu banyak minum soda. Ketika
masih baru percaya, saya tahu tubuh saya adalah bait Allah, dan saya
bertanggung jawab untuk menjaganya dengan benar. Saya tidak ingin
lagi meneguk bahan-­bahan mengerikan yang terdapat di dalam soda,
maka saya memutuskan untuk berhenti meminumnya. Tidak gampang!
Saya mendapati diri saya mengingini minuman ringan itu. Saya harus
menyangkal diri selama beberapa waktu.
Yesus berkata, “Jika seseorang mau mengikut Aku, ia harus
menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Matius
16:24). Untuk terbebas dari kecanduan, kita harus menyangkal diri
terhadap apa yang kita inginkan. Saya belajar untuk mengganti soda
dengan sesuatu yang lebih baik—segelas air dengan jeruk. Saya tidak
menginginkan atau haus akan air—saya menginginkan soda—tetapi
saya memaksakan diri untuk minum setengah galon air setiap hari.
Dalam beberapa bulan, saya tidak lagi menginginkan soda. Saat ini
saya sudah kepengin sama sekali. Saat ini saya menginginkan air!
Begitu juga dengan Firman Allah. Perkataan Yesus adalah roh
dan kehidupan dan kebenaran. Untuk menyalakan kembali hasrat
kita akan Firman Allah, kita kadang-­kadang harus menyangkal diri
karena selera dan rasa haus kita dapat saja salah arah. Sebagai contoh,
jika saya mendapati media terlalu banyak menyita pikiran dan waktu
saya, maka saya akan berpuasa media. Saya akan menghentikannya
untuk sementara dan menggantinya dengan meluangkan waktu yang
berkualitas dengan Allah dan Firman-­Nya. Beberapa puasa saya
yang paling bermakna dan paling efektif bukanlah puasa makanan,
melainkan puasa media.
Ketika kita memenuhi diri kita dengan Firman-­Nya dan menaatinya,
ketika kita menginvestasikan waktu yang berkualitas dalam doa dan
menaati bimbingan-­Nya, kita dipenuhi dengan Roh-­Nya. Kemabukan
atau kecanduan Babel tidak menguasai kita. Orang lain mungkin
menganggap kita aneh, namun kita hanya mengubah kebiasaan minum.
Sekarang kita menginginkan anggur yang benar-­benar memuaskan,
menguatkan, dan bertahan selamanya.
Sekarang kita akan berpikir dengan lebih jernih, mengambil
keputusan yang tepat, dan dengan mudah mengenali musuh ketika ia
datang berusaha menelan kita. Iblis tidak dapat mengalahkan orang
percaya yang sadar karena kita mengetahui dan mengklaim janji-­janji
Allah. Kita waspada dan serius. Kita bersenjata dan siap bertempur.
7DN.HQDO0HQ\HUDK
BERJAGA-JAGA
“Sadarlah dan berjaga-­jagalah!” kata Petrus dalam 1 Petrus 5:5-­9. Anda
tidak mungkin berjaga-­jaga kalau tidak sadar, namun orang yang sadar
belum tentu berjaga-­jaga. Berjaga-­jaga adalah tindakan berdasarkan
kehendak oleh orang percaya yang sadar.
8QWXN SHPEDKDVDQ LQL NLWD DNDQ PHQGHÀQLVLNDQ EHUMDJDMDJD
sebagai “mengawasi dengan saksama kemungkinan adanya bahaya
DWDX NHVXOLWDQµ DGDSXQ VXPEHU ODLQ PHQGHÀQLVLNDQQ\D ´VHODOX
WHUMDJDGDQZDVSDGDEHUMDJDMDJDWDQSDWLGXUµ'HÀQLVLLQLVHKDUXVQ\D
menggambarkan keadaan setiap pengikut Kristus. Untuk dipersenjatai,
berjaga-­jaga adalah satu lagi faktor yang penting dan tidak bisa ditawar-­
tawar.
Di bab terdahulu, kita melihat sekilas kehidupan di Jerman pada
masa Nazi di bawah pemerintahan Hitler. Sama seperti orang Yahudi
yang bijaksana hidup berjaga-­jaga selama tahun-­tahun yang mengerikan
itu, orang percaya juga harus berjaga-­jaga setiap saat setiap hari.
Bahaya mengepung kita di mana-­mana karena Iblis berjalan keliling
berusaha mencari orang yang dapat ditelannya. Namun ada perbedaan
besar antara negara Nazi dan dunia kita saat ini: orang Yahudi tidak
memiliki otoritas atas Hitler, namun kita benar-­benar memiliki otoritas
atas musuh kita. Musuh kita memerintah dunia ini, tetapi Dia tidak
memerintah atas kita. Namun ia dapat saja melancarkan serangan
dan, jika kita mengizinkan, ia dapat menelan kita. Karena itulah, rasul
Paulus menasihati Anda dan saya: “Bertekunlah dalam doa dan dalam
pada itu berjaga-­jagalah” (Kolose 4:2).
Cara utama kita untuk tetap berjaga-­jaga adalah melalui doa. Doa
membukakan mata kita pada alam rohani, memampukan kita melihat
melampaui hal-­hal yang alamiah,
serta mengenali bahaya dan serangan
sebelum
termanifestasikan
dalam
dunia. Kebenaran ini tergambar secara
Cara utama kita sempurna dalam pengalaman Yesus
untuk tetap berjaga-­jaga pada malam sebelum penyaliban.
adalah melalui doa.
Selama Perjamuan Terakhir, Yesus
di dalam hati-­Nya pencobaan berat yang
akan segera dihadapi-­Nya. Keadaan
sekitar sama sekali tidak terlihat aneh, semuanya tampak baik-­baik saja
dan tenang, tetapi Dia menyadari benar kondisi yang tengah memanas.
Setelah makan malam Dia membawa murid-­murid-­Nya ke salah satu
6DGDU'DQ%HUMDJDMDJD
tempat favorit-­Nya untuk berdoa, taman Getsemani. Di sana Dia
berbagi beban pada Petrus, Yakobus, dan Yohanes, “Hati-­Ku sangat
sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-­jagalah
dengan Aku” (Matius 26:38). Perhatikanlah bahwa Sang Guru secara
NKXVXV EHUNDWD ´%HUMDJDMDJDODK GHQJDQ $NXµ 6DODK VDWX GHÀQLVL
berjaga-­jaga adalah “mengawasi dengan saksama kemungkinan adanya
bahaya.” Yesus sudah berjaga-­jaga dan waspada, namun Dia juga tahu
sepenuhnya bahwa murid-­murid-­Nya tidak peka pada tanda-­tanda
peringatan akan bahaya yang kian mendekat, dan karena itu mereka
mengabaikannya.
Yesus berkata hati-­Nya “sangat sedih,” dan di sini terdapat rahasia
utama untuk tetap berjaga-­jaga: doa. Mempertahankan kehidupan doa
yang konsisten memampukan jiwa Anda untuk lebih peka terhadap
apa yang tengah berlangsung dalam dunia roh. Kita pun akan lebih
tajam dalam mengenali peringatan, menafsirkannya, dan mengambil
tindakan yang diperlukan. Ini penting agar kita tetap selangkah lebih
maju dari musuh.
TANDA-TANDA PERINGATAN
Pada tahun-­tahun awal pernikahan kami, Lisa dan saya mengalami
beberapa waktu yang sulit. Kami berdua sama-­sama baru menjadi
Kristen dan berasal dari keluarga yang mengalami kesulitan berulang-­
ulang selama sekian generasi. Di sisi Lisa, keluarganya punya sejarah
pertikaian sengit, perceraian, dan pernikahan berulang-­ulang. Iblis
tidak ingin melepaskan benteng yang sudah membelenggu garis
keluarga ini selama bertahun-­tahun, maka Lisa dan saya mengalami
berbagai serangan terhadap pernikahan kami.
Saya meluangkan waktu paling tidak satu jam dan kadang-­
kadang sampai dua jam dalam doa setiap hari, dan karena itu menjadi
sangat peka akan alam roh. Secara berkala, suatu dukacita yang amat
mendalam menghantam ulu hati saya—suatu alarm dalam hati saya
mengisyaratkan ada perkara yang tidak beres. Sulit melukiskannya,
namun seperti kejengkelan yang menggerogoti, menusuk, dan
menancap jauh di dalam diri saya. Suatu “dukacita” yang mencekam
batin saya.
Ketika hal itu mulai terjadi, saya tidak tahu penyebabnya. Biasanya
segala sesuatu tampak baik-­baik saja dan tidak ada tanda-­tanda bahaya
di sekitar kami;; hubungan Lisa dan saya berjalan dengan luar biasa.
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Sayangnya, beberapa kali pertama dukacita itu melanda saya, malah
saya abaikan. Namun setiap kali, hanya dalam beberapa jam, seolah-­
olah bencana mendadak meledak dalam rumah tangga kami. Kami
akan berdebat, bertengkar, dan melontarkan kata-­kata menyakitkan
yang akibatnya baru hilang berhari-­hari, berminggu-­minggu, dan
bahkan berbulan-­bulan kemudian.
Seiring dengan berjalannya waktu, saya mulai mengenali pola ini,
maka saya berlatih untuk setiap kali dukacita itu melanda jiwa saya—
meskipun keadaan luar tampak baik-­baik saja—saya akan menyelinap
pergi dan berdoa dengan tekun untuk pernikahan kami. Benar saja,
musuh masih tetap menyerang, namun karena saya sudah dengan
gigih melawannya sebelum itu, serangannya akan segera mereda
mereka tanpa menimbulkan akibat yang parah.
Saat ini musuh tidak menghantam semudah atau sesering dahulu.
Kami percaya ia patah semangat karena diserang dengan “pedang roh”
setiap kali ia menyusun rencana untuk menyerang. Jangan keliru: Lisa
dan saya masih harus tetap berjaga-­jaga. Kami tidak dapat berpuas diri
dan mengendurkan pertahanan kami. Kami masih harus dengan sadar
dan dengan berdoa secara sungguh-­sungguh melawan musuh, namun
tidak sesering ketika kami baru saja menikah.
Pelajaran positif yang kami petik dari pergumulan ini adalah
menyadari adanya tanda-­tanda peringatan akan serangan musuh yang
mendekat. Kami sekarang menyadari pentingnya tetap berjaga-­jaga
dalam segala area kehidupan, mengenali dukacita yang bangkit di
dalam hati kami persis sebelum terjadi serangan atas keuangan kami,
kesehatan kami, hubungan kami, dan pelayanan kami. Saya belajar
untuk meminta Roh Kudus membantu saya, karena saya sering tidak
WDKXEDJDLPDQDEHUGRDVHFDUDVSHVLÀNNHWLNDPXQFXOSHULQJDWDQGLQL
tersebut. Dia menolong saya, dan Dia akan menolong Anda juga. Dia
berpihak pada Anda! Dia akan menolong Anda, bahkan berdoa melalui
Anda jika Anda berserah kepada Allah. Firman Allah menjanjikan,
Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita;;
sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa;;
tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan
keluhan-­keluhan yang tidak terucapkan. Dan Allah yang
menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu
bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-­
orang kudus. (Roma 8:26-­27)
6DGDU'DQ%HUMDJDMDJD
Keluhan-­keluhan itu adalah dukacita yang kami alami jauh di
dalam hati kami, sama seperti yang Yesus alami di Taman Getsemani
pada malam sebelum Dia disalibkan. Begitu kita mengenali dukacita
itu, kita harus menanggapinya. Kita tidak dapat memiliki sikap yang
berlawanan dengan berjaga-­jaga—bermalas-­malas—dan memadamkan
dukacita itu dengan berulang-­ulang mengabaikan atau menindasnya.
Atau kita dapat berjaga-­jaga dan berserah pada Roh Allah.
Tujuan Roh Kudus adalah membawa kita melampaui keluhan-­
NHOXKDQ LWX GDQ SDGD DNKLUQ\D PHPEHUL NLWD XFDSDQ VSHVLÀN XQWXN
menghadapi situasi yang terjadi. Paulus menulis, “Aku akan berdoa
dengan rohku, tetapi aku akan berdoa juga dengan akal budiku” (1
Korintus 14:15).
BERJAGA-JAGA DAN BERDOA
Di taman Getsemani, setelah Yesus memberi tahu muri-­murid-­Nya
tentang kesedihan mendalam atau keluhan jiwa-­Nya, Dia menyuruh
mereka, “Tinggallah di sini dan berjaga-­jagalah dengan Aku” (Matius
26:38). Kemudian Dia memisahkan diri dari ketiga murid-­Nya dan
berjalan lebih jauh ke dalam taman dan berdoa di sana selama satu jam.
Ketika Dia kembali, Dia mendapati mereka sedang tidur. Tidur!
Mengapa mereka tidur? Apakah memang sudah terlalu larut malam?
Apakah mereka kecapekan karena seharian bekerja? Apakah mereka
makan kekenyangan pada Perjamuan Terakhir. Injil Lukas menyebutkan
dengan jelas penyebab tidur mereka: “Sesudah itu Ia bangkit dari
doa-­Nya dan kembali kepada murid-­murid-­Nya, tetapi Ia mendapati
mereka sedang tidur karena dukacita” (22:45). Mereka juga akan
mengalami serangan, maka mereka mengalami dukacita yang mirip
dengan dukacita Yesus. Pada Perjamuan Terakhir, Petrus dengan gagah
berani menyatakan bahwa lebih baik ia mati daripada menyangkal
Tuhan. Petrus percaya akan kemampuannya sendiri untuk tetap
teguh dan tak kenal menyerah sampai pada akhirnya. Para murid
lain menyatakan hal yang sama, bahwa mereka akan tetap setia pada
Guru mereka. Namun Yesus tahu bahwa bukan hanya Dia yang akan
diuji dengan berat dalam hal kesetiaan-­Nya kepada Bapa, namun para
murid-­Nya pun akan diuji dengan berat dalam hal kesetiaan mereka
kepada-­Nya. Dengarkan bagaimana Yesus menegur para murid-­Nya
yang tertidur.
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Setelah itu Ia kembali kepada murid-­murid-­Nya itu dan
mendapati mereka sedang tidur. Lalu Ia berkata kepada Petrus,
“Tidakkah kamu sanggup berjaga-­jaga satu jam dengan Aku?
Berjaga-­jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh
ke dalam pencobaan: roh memang berniat baik, tetapi tabiat
manusia lemah. (Matius 26:40-­41)
Di sini kembali kita menemukan kunci apakah kita akan tetap tak
kenal menyerah dalam ketaatan kita kepada Allah atau hanya memiliki
keinginan namun gagal. Kuncinya adalah menguatkan diri kita melalui
berjaga-­jaga dan berdoa. Yudas menulis, “Akan tetapi kamu, Saudara-­
saudaraku yang terkasih, bangunlah dirimu sendiri di atas dasar
imanmu yang paling suci dan berdoalah dalam Roh Kudus” (ayat 20).
Doa membungkam kedagingan kita dan membangun manusia batiniah
kita.
Daging kita lemah;; ia selalu mencari jalan yang paling kecil
rintangannya, yang sering merupakan jalan yang salah. Daging kita tidak
ingin melawan arus kuat pasukan dunia. Doa, di sisi lain, membangun
kekuatan batin kita untuk mengendalikan keinginan daging. Hal itu
mencegah kita agar tidak menjadi jemu. “Yesus menyampaikan suatu
perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan bahwa mereka
harus selalu berdoa tanpa jemu-­jemu” (Lukas 18:1). Dengan kata lain,
kita akan menjadi jemu jika kita tidak berdoa, khususnya pada masa
ketika dukacita (keluhan) mencekam kita.
Kejemuan itulah yang menimpa para murid pada malam di taman
itu. Orang-­orang ini tidur ketika mereka semestinya berdoa. Mereka
tidak waspada terhadap bahaya yang mengendap-­endap datang
mendekat. Mereka tidak berjaga-­jaga, mereka bermalas-­malas.
Saat ini Anda dan saya memiliki berbagai sarana lain untuk
memadamkan atau menekan peringatan Roh: Kita dapat menyalakan
TV, berselancar di internet, mengirim SMS atau memeriksa Facebook
dengan telepon genggam yang terus terhubung, memainkan game di
komputer, sibuk bekerja, atau membuka kulkas dan mencari makanan
untuk memuaskan daging kita. Kita menjadi semakin kurang peka
terhadap bimbingan dan peringatan Roh Kudus. Akibatnya, kita
kehilangan kemampuan untuk tetap berdiri teguh saat menghadapi
kesusahan. Kita kehilangan kekuatan untuk tak kenal menyerah yang
sebenarnya tersedia secara cuma-­cuma bagi kita melalui anugerah
Allah.
6DGDU'DQ%HUMDJDMDJD
Maka Yesus pun menegur anggota staf-­Nya yang paling dekat dan
mengarahkan mereka: “Berjaga-­jagalah dan berdoalah, supaya kamu
jangan jatuh ke dalam pencobaan” (Matius 26:41). Dia pergi menjauh
lagi dan berdoa selama satu jam untuk kedua kalinya, kemudian
kembali hanya untuk mendapati bahwa mereka tidur lagi. Kali ini Dia
tidak membangunkan dan memperingatkan mereka;; mereka sudah
menentukan pilihan mereka sendiri.
Sering kali Allah akan memperingatkan kita satu kali, mungkin
dua kali, namun kalau kita mengabaikan peringatan pertama-­Nya,
Dia akan tetap diam sesudah itu sebelum kita bertobat. Ketika masalah
menimpa kita, dengan frustasi kita bertanya, “Di manakah Engkau,
ya Allah?” Dia sudah memperingatkan kita, namun kita tidak mau
mendengarkan.
Yesus kembali menjauhi murid-­murid-­Nya yang tertidur untuk
berdoa ketiga kalinya. Ketika Dia selesai berdoa, mereka masih tertidur.
Dan pada saat itulah Yudas, si pengkhianat, dan para pengawal Imam
Besar datang ke taman dan menangkap Yesus.
PERBEDAAN ANTARA KESUKSESAN DAN KEGAGALAN
Yesus sukses dalam misi anugerah-­Nya yang luar biasa dengan tetap
sadar, berjaga-­jaga dalam doa, dan berdiri dengan teguh, tak kenal
menyerah sampai akhir. Di sisi lain, para murid telah mengungkapkan
keinginan mereka untuk tetap teguh;; mereka mengira mereka sanggup
melakukannya, namun mereka tidak memiliki kekuatan. Persis
seperti yang diperkirakan Yesus, mereka masing-­masing diserang dan
gagal: “Lalu semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri”
(Matius 26:56). Petrus bertindak persis berlawanan dengan apa yang
diucapkannya: ia menyangkal Yesus. Ada satu hal positif yang dapat
dikatakan tentang Petrus. Paling tidak ia mengikuti Yesus sampai
ke pengadilan. Semua murid yang lain, kecuali Yohanes, langsung
melarikan diri dari taman menyelamatkan nyawanya masing-­masing.
Betapa sering kita mendengar saudara seiman yang berniat baik,
namun terbukti mereka tidak mampu menepati janji? Mengapa
demikian? Karena, seperti para murid di Taman Getsemani, mereka
tidak berjaga-­jaga dalam doa! Roh mereka memang berniat baik,
namun daging mereka lemah. Karena tidak diperlengkapi dengan
senjata sebagaimana mestinya, mereka gagal mencapai tujuan yang
7DN.HQDO0HQ\HUDK
diharapkan.
Siapa orang yang lebih baik untuk menulis nasihat tentang
“mempersenjatai diri” daripada Rasul Paulus? Pada malam yang
genting itu ia begitu gagah berani dalam berkata-­kata, namun gagal
GDODP EHUWLQGDN <HVXV VHFDUD VSHVLÀN VXGDK PHPSHULQJDWNDQQ\D
“Simon, Simon, Iblis telah meminta dengan sangat supaya engkau
diserahkan kepadanya untuk ditampinya seperti gandum” (Lukas
22:31, FAYH). Tetapi Petrus dan murid lain tidak memiliki kekuatan tak
kenal menyerah yang diperlukan untuk berdiri dengan teguh sepanjang
malam itu. Karena itu, dalam hidupnya kelak, ia memperingatkan
Anda dan saya untuk mempersenjatai diri agar dapat menyelesaikan
pertandingan dengan kuat, entah untuk satu malam, untuk satu musim,
entah untuk seluruh hidup kita.
Mempersenjatai diri kita dalam pertempuran melibatkan sikap
tetap sadar dan berjaga-­jaga. Kita tidak boleh membiarkan daya pikat
dunia ini menumpulkan tekad atau komitmen kita untuk menjadi
seperti Kristus dalam segala sesuatu. Dan kita harus waspada, berjaga-­
jaga sepanjang waktu, karena kalau kita tidak dengan gigih mengawasi
Iblis yang berusaha untuk menelan kita, ia akan menimbulkan bencana.
13
MELAWAN IBLIS
Sadarlah dan berjaga-­jagalah! Lawanmu, si Iblis,
berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-­aum
dan mencari orang yang dapat ditelannya.
Lawanlah dia dengan iman yang teguh,
sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu
di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama.
1 Petrus 5:8–9
S
ekarang kita sampai ke bagian nasihat Petrus yang langsung
berkaitan dengan perjuangan. Ia menyatakan bahwa Iblis
(termasuk antek-­anteknya) itu seperti singa, mencari orang
yang dapat ditelannya.
Untuk kejelasan, singa itu bukan identitas Iblis;; dalam Kitab Suci ia
disebut ular, ular tua, pencuri, dan beberapa nama lain, namun bukan
singa. Yesus adalah Singa sejati, “singa dari suku Yehuda” (Wahyu 5:5).
Akan tetapi, maksud Petrus, Iblis itu seperti singa ganas yang sedang
berkeliling mencari mangsa. Dan ia memang akan menelan, tanpa
ampun, jika diberi kesempatan. Jangan keliru akan hal ini. Ia musuh
yang sudah dikalahkan, tapi ia lawan yang bengis dan tidak bisa
dipandang enteng. Ia tidak memiliki rasa sayang atau belas kasihan
kepada kita, dan ia hanya memiliki satu misi: membunuh, mencuri,
dan membinasakan.
Jika Anda berada di dataran Tanzania di habitat singa pemangsa
manusia, Anda tidak akan melintasi daerah itu tanpa senjata. Jika
nekad, kemungkinan besar Anda tidak akan kembali dalam keadaan
7DN.HQDO0HQ\HUDK
hidup. Jika Anda bijaksana, Anda akan membawa senapan yang kuat
dan tahu cara menggunakannya. Jika dipersenjatai, sadar, dan waspada,
Anda siap untuk bertempur dan menang. Anda tak akan celaka. Itulah
yang ditekankan Petrus.
MELAWAN IBLIS
Di ayat 9 Petrus dengan tegas menasihati kita untuk melawan iblis.
Kata melawan ini dalam bahasa Yunaninya austhistemi. Thayer
PHQGHÀQLVLNDQQ\D ´EHUVLDJD PHQJKDGDSL PHQDKDQ PHQHQWDQJµ
Strong menambahkan, “berdiri menghadapi.” Kamus saya
PHQGHÀQLVLNDQ PHODZDQ VHEDJDL ´PHQFHJDK GHQJDQ WLQGDNDQ DWDX
argumentasi.” Tidak perlu diragukan lagi, kata ini mengandung maka
NRQÁLN\DQJDJUHVLI
1DPXQ VDDW NLWD PHPSHUVLDSNDQ GLUL XQWXN PHQJKDGDSL NRQÁLN
bersenjata, dengarkanlah kata-­kata penghiburan Yesus: “Sesungguhnya
Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan
kalajengking dan kuasa atas segala kekuatan musuh, sehingga tidak
ada yang akan membahayakan kamu” (Lukas 10:19). Bukankah itu
membesarkan hati? Janji Allah memastikan bahwa jika Anda berjalan
dalam anugerah-­Nya yang penuh kuasa, tidak ada seorang atau
sesuatu pun yang akan membahayakan Anda—bahkan Iblis sekalipun!
Ini sangat penting.
Akan tetapi, Anda harus menggunakan kuasa yang telah
diberikan kepada Anda. Jika tidak, janji itu tidak akan ada gunanya
dan Anda dapat celaka. Karena itulah
Petrus memerintahkan kita untuk
melawan Iblis. Ia tidak berkata,
“Berdoalah dan mintalah Allah untuk
Allah sudah menetapkan menyingkirkannya.” Kita harus secara
untuk memberikan langsung, secara sengaja, dan dengan
semua otoritas kepada penuh tekad melawan dia.
Yesus, dan Yesus pada Tidak ada satu ayat pun dalam
gilirannya menyerah-­ Perjanjian
Baru yang memerintahkan kita
kannya kepada kita.
untuk meminta Allah menyingkirkan
Iblis dari kehidupan kita. Faktanya,
Allah tidak dapat melakukannya! Saya
tahu bahwa Anda mungkin berpikir
saya sudah tidak waras dengan menggunakan istilah tidak dapat
0HODZDQ,EOLV
untuk Allah. Namun memang benar. Allah memberi manusia otoritas
di muka bumi, dan Dia tidak akan melanggar perkataan-­Nya sendiri.
Itulah sebabnya Dia tidak turut campur ketika ular menjumpai Adam
di Taman Eden. Itulah sebabnya Yesus harus datang sebagai Anak
Manusia untuk mengalahkan Iblis. Dan itulah sebabnya tubuh Kristus
harus secara langsung melawan Iblis dan antek-­anteknya.
Allah sudah menetapkan untuk memberikan semua otoritas
kepada Yesus, dan Yesus pada gilirannya menyerahkannya kepada
kita. Sebagai tubuh-­Nya, kita yang harus melakukan pertempuran,
namun menurut Kitab Suci ini “pertandingan iman yang benar” (lihat
1 Timotius 6:12).
TELADAN TERBAIK KITA
Jika kita hendak belajar cara melawan Iblis, maka siapakah teladan
yang lebih baik daripada Yesus? Kita dapat belajar banyak hal dari
masa pencobaan-­Nya di padang gurun.
Yesus, yang penuh dengan Roh Kudus, kembali dari Sungai
Yordan, lalu dibawa oleh Roh Kudus ke padang gurun. Di situ
empat puluh hari lamanya Ia dicobai Iblis. Selama hari-­hari itu
Ia tidak makan apa-­apa dan setelah itu Ia lapar. (Lukas 4:1-­2)
Pencobaan musuh berlangsung selama 40 hari. Itu berarti Yesus
harus melawan banyak hal. Konfrontasi yang pertama dicatat terjadi
menjelang akhir empat puluh hari, berupa upaya untuk mencobai
Yesus menggunakan kuasa ilahi-­Nya untuk membuktikan bahwa Dia
anak Allah. Yesus sedang kelaparan, maka musuh menyarankan, agar
Dia mengubah batu menjadi roti. Yesus dengan tegas menangkis, “Ada
WHUWXOLV0DQXVLDKLGXSEXNDQGDULURWLVDMDWHWDSLGDULVHWLDSÀUPDQ
yang keluar dari mulut Allah” (Matius 4:4).
Paling tidak ada tiga pelajaran bagi kita dalam situasi ini. Pertama,
Yesus mengenali dan menghadapi pencobaan itu dengan segera. Ia
tidak memikir-­mikirkan atau menimbang-­nimbang gagasan itu, yang
akan memberi kesempatan untuk saran Iblis itu tertanam dalam hati-­
Nya. Kita harus mengikuti teladan-­Nya.
Kedua (dan sangat penting), Yesus berbicara langsung kepada Iblis.
Dia tidak berdoa kepada Bapa-­Nya untuk menyingkirkan si penggoda
7DN.HQDO0HQ\HUDK
atau pencobaannya. Dia juga tidak berkomunikasi dengan musuh
secara tidak langsung dengan berkata kira-­kira seperti ini, “Allah tidak
menghendaki Iblis mengalahkan aku, maka Aku tidak akan menyerah
pada pencobaan ini.” Tidak, Dia menghadapi Iblis secara langsung
dan secara tegas. Anda dan saya harus melakukan hal yang sama. Kita
diberi nasihat, “Janganlah beri kesempatan kepada Iblis” (Efesus 4:27).
Akhirnya, Yesus mengucapkan Firman Allah yang tertulis.
Perhatikan perkataan-­Nya, “Ada tertulis.” Mengapa hal ini sangat
penting? Karena Firman Allah adalah pedang kita. Paulus berkata,
´'DQWHULPDODKSHGDQJ5RK\DLWXÀUPDQ$OODKµ(IHVXV)LUPDQ
$OODK EXNDQ VHQMDWD ÀVLN PHODLQNDQ VHQMDWD URKDQL \DQJ OXDU ELDVD
Yesus benar-­benar menikam musuh dengan pedang rohani-­Nya, dan
tak ayal lagi hal itu menyakitkan. Akan tetapi, musuh rupanya amat
keras kepala dan ia tidak gampang menyerah. Ia menahan sakit dan
terus menyerang.
Dalam upaya berikutnya, Iblis menawari Yesus jalan pintas untuk
memperoleh kembali kerajaan dunia ini, yang karena dosa Adam
telah diserahkan kepada Iblis. Yang perlu Yesus lakukan hanyalah
sujud dan menyembahnya. Namun Yesus menjawab, “Enyahlah, Iblis!
Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan
hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” (Matius 4:10).
Yesus
menyuruh musuh agar pergi menjauh. Ini sama dengan bila Anda atau
saya berkata dengan penuh keberanian, “Pergi sana!” Yesus kemudian
menggunakan Firman Allah untuk menghantam musuh sekali lagi.
Pencobaan berlanjut sampai musuh menanggung semua tikaman
yang sanggup ditahannya dalam satu kali perjumpaan. Lukas mencatat,
“Sesudah Iblis mengakhiri semua pencobaan itu, ia mundur dari
hadapan-­Nya dan menunggu saat yang baik” (4:13).
SEORANG PENDETA MELAWAN KETAKUTAN
Beberapa tahun lalu seorang pendeta, yang akan saya sebut Ken, datang
ke kantor saya. Ken masih muda, kuat, dan tampan, dan diberkati dengan
istri dan anak-­anak yang luar biasa. Sebelum menjadi orang percaya,
ia terlibat dalam penggunaan obat terlarang. Ken sangat bersyukur
atas pembebasan dan keselamatannya, ia sering menangis selama
penyembahan. Hati saya sangat tersentuh menyaksikan kasihnya yang
begitu mendalam kepada Yesus. Ken pria yang lembut, suami yang
baik, dan ayah yang hebat. Ia benar-­benar menyadari betapa banyak ia
0HODZDQ,EOLV
telah diampuni dan, karena itu, ia banyak berbuat kasih.
Namun ia mengalami pertempuran parah selama berbulan-­bulan
dan menanggungnya sendiri. Akhirnya ia tidak tahan lagi menghadapi
tekanan itu dan memutuskan untuk menceritakannya kepada saya.
Saat ia memasuki kantor saya, wajahnya tampak memelas.
“Ada apa?” tanya saya?
Ken mulai menceritakan sejarah keluarganya. Ternyata sering
terjadi serangan penyakit jantung yang mengakibatkan kematian dini
pada kaum pria dalam keluarganya. “John, aku melawan rasa takut
yang besar, jangan-­jangan akan mati karena serangan jantung,” katanya.
“Aku sudah memeriksakan diri ke dokter, dan sejauh ini tampaknya aku
baik-­baik saja. Namun, aku tidak bisa menepiskan ketakutan jangan-­
jangan aku mati mendadak. Aku bertahan hidup dengan rasa takut
itu, namun kadang-­kadang ketakutan itu begitu mencengkeramku.
Aku mulai sering berkeringat—pakaianku menjadi basah kuyup oleh
keringat. Hal itu terjadi pada waktu malam, atau ketika aku sedang
sendiri, atau bahkan ketika sedang dengan orang lain atau di tengah
kebaktian gereja. Aku seperti tidak dapat mengontrol ketakutan itu—ia
muncul tiba-­tiba, tanpa isyarat, dan menguasaiku.
“Aku sudah berdoa dengan tekun. Aku meminta Allah untuk
menyingkirkan ketakutan itu dan menolongku agar tidak menyerah
terhadap perasaan yang mencengkeram itu.”
Di situlah saya menyela.
“Ken, itulah sebabnya kamu tidak melihat hasil apa pun. Kamu
memang berdoa kepada Allah, namun kamu tidak berbicara secara
langsung kepada musuh seperti yang Yesus lakukan di padang
gurun. Firman Allah secara jelas memerintahkan kita: ‘Lawanlah Iblis,
maka ia akan lari dari hadapanmu!’ (Yakobus 4:7). Kamu yang harus
melakukannya! Yesus sudah mengalahkan Iblis, tetapi kemudian Dia
naik ke surga dan Dia duduk di sebelah kanan Allah. Sebelum pergi, Dia
memberi kita wewenang dan kuasa-­Nya untuk melaksanakan kehendak-­
Nya atas musuh yang sudah dikalahkan-­Nya. Yesus menegaskan hal
itu ketika Dia berkata, ‘Roh-­roh itu takluk kepadamu’ (Lukas 10:20).
Mereka harus menaatimu. Kita diperintahkan untuk memakai Firman
Allah, berbicara kepada musuh, dan memerintahkannya untuk menaati
janji Allah.”
Teman saya mendengarkan dengan tekun, maka saya melanjutkan.
“Ken, pada waktu-­waktu tertentu musuh menggangguku dan keadaan
mulai tak terkendali, maka aku pergi ke tempat yang tenang di luar,
7DN.HQDO0HQ\HUDK
supaya tidak ada orang lain yang mendengar suaraku. Kemudian
aku mulai berteriak kuat-­kuat, karena teguh berarti menyerahkan
segalanya—roh, jiwa, dan tubuhku. ‘Tubuh’ di sini sering berarti
menyaringkan suaraku, maka aku berkata, “Oke, Iblis, kalau kau mau
bertempur, bersiaplah untuk bertempur! Namun, kuingatkan kau
sebelumnya, kau hanya akan ditikam lagi karena aku memiliki pedang,
sedangkan kamu tidak. Aku akan menggunakan pedang Roh, dan aku
akan mencincangmu, dan kalau kau masih juga keras kepala dan tidak
mau lari, aku akan mencincang potongan tubuhmu menjadi lebih kecil
lagi sambil kau berlari ketakutan. Nah, Firman Allah menyatakan....”
Ken mendengarkan ketika saya membagikan beberapa ayat Firman
Allah tentang kesembuhan, kemerdekaan dari ketakutan, pemeliharaan,
dan pembebasan. Saya menunjukkan kepadanya cara menggunakan
ÀUPDQ WHUWXOLV LWX GDQ PHQMDGLNDQQ\D SHGDQJ SHUWHPSXUDQ 6D\D
mengatakan pada Ken bahwa ia harus berbicara secara langsung dan
secara tegas pada roh ketakutan. Kami masih berbicara beberapa saat,
lalu saya berdoa baginya, dan ia pergi.
Enam bulan kemudian Ken kembali kepadanya dengan tampang
muram. Saya dapat melihat ia masih menanggung masalah yang berat.
Saya menanyakan kabarnya, tetapi saya sudah tahu apa yang akan
dikatakannya.
“John, saat ini keadaannya malah lebih buruk dari dulu,” katanya.
“Aku melawan ketakutan lebih sering dari enam bulan lalu. Serangan itu
sepertinya terjadi nyaris setiap hari: aku sering berkeringat, pakaianku
basah kuyup, keyakinanku goyah. Dan aku kesulitan melayani orang
lain karena aku sendiri disibukkan oleh pertempuran itu.”
Ken mencondongkan tubuhnya dan mengakui dengan cemas,
“John, aku sudah sering berpuasa, berdoa, dan bahkan berseru kepada
Tuhan untuk menolongku. Aku bukan hanya tidak mendapatkan
jawaban apa pun, aku juga hampir gila.”
Saya terperangah. “Ken, sudahkah kau melakukan apa yang
kukatakan padamu beberapa bulan lalu? Sudahkah kau pergi ke
tempat sepi dan melawan Iblis secara langsung? Apakah kau sudah
mengucapkan Firman Allah kepadanya?”
“Yah... belum juga sih.”
Saya pun marah. “Ken, tidak akan terjadi apa-­apa, tidak akan ada
perubahan, kecuali kalau kau secara langsung menghadapi musuh
dengan pedang Roh, yaitu Firman Allah.”
0HODZDQ,EOLV
Ia menundukkan kepala, dan saya dapat melihat ia mulai menarik
diri. Menurut saya, Ken tidak sependapat dengan nasihat saya, namun
ia mendatangi saya lagi karena ia tahu orang lain juga mendatangi
saya dan mendapatkan pertolongan. Ia orang yang beriman dan benar-­
benar percaya Allah cukup kuat untuk menjawab seruannya, namun ia
belum juga melihat hasilnya dan patah semangat.
Saya duduk mencari ilustrasi ketika tiba-­tiba Roh Kudus memberi
saya contoh yang relevan. “Ken, Presiden Amerika Serikat adalah
Panglima Tertinggi seluruh pasukan tentara A.S. Singkatnya, ia adalah
kepala, pemimpin, dan bos dari semua anggota militer.”
“Bayangkan salah satu prajurit kita berada di medan tempur
di Irak. Musuh menembakinya dari segala penjuru, namun prajurit
kita tidak membalasnya. Panik dan ketakutan, ia menyalakan radio
komunikasi dan berhasil menghubungi Gedung Putih. Begitu Presiden
menjawab, prajurit itu memohon, ‘Tuan Presiden, saya terkena hujan
peluru. Musuh menembaki saya dan ia berusaha menghancurkan saya.
Tuan Presiden, tolong datanglah dan bunuhlah musuh yang berusaha
membunuh saya. Saya kewalahan dan ketakutan! Saya mohon Anda
bersedia datang untuk menolong saya!”
Saya bertanya pada Ken, “Sudah jelas, nyawa prajurit ini terancam
bahaya besar, namun meskipun demikian, bagaimana Presiden akan
menjawab permintaannya yang serbapanik itu?”
Saya menjawab sendiri pertanyaan itu. “Presiden akan berteriak pada
prajurit itu, ‘Untuk apa kamu menelepon saya? Saya sudah memberimu
pelatihan militer terbaik di planet ini. Saya sudah memperlengkapimu
dengan senjata paling unggul di dunia. Saya sudah memberimu otoritas
pemerintah Amerika Serikat untuk menghancurkan musuh. Prajurit,
berhenti menelepon dan balaslah menembak! Hadapi musuhmu!’ Lalu
Presiden akan meletakkan telepon dan mengharapkan prajurit itu
melakukan tugasnya.”
Saya melihat mata Ken bercahaya.
“Ken,” lanjut saya, “kau sudah diberi pedang, dan musuh yang
kaulawan sama sekali tak memilikinya. Nyatanya, ia sama sekali tak
bersenjata karena Tuhan ‘telah melucuti pemerintah-­pemerintah dan
penguasa-­penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam
kemenangan-­Nya atas mereka’ (Kolose 2:15). Kamu punya senjata yang
sah;; musuh hanya bisa mengintimidasi. Bukan hanya itu, kamu juga
sudah diberi semua kuasa dan otoritas yang ada dalam nama Yesus.
Dikatakan bahwa setiap lutut harus bertelut terhadap nama-­Nya dan
7DN.HQDO0HQ\HUDK
setiap lidah harus mengakui ketuhanan-­Nya (Filipi 2:10-­11).
“Kamu sudah diberi perlengkapan senjata Allah: baju zirah
kebenaran, perisai iman, ketopong keselamatan, dan seterusnya. Perisai
imanmu tidak akan memadamkan hanya sebagian, namun setiap
panah berapi yang musuh lepaskan kepadamu. Allah berjanji dalam
Firman-­Nya, “Setiap senjata yang ditempa terhadap engkau tidak akan
berhasil, dan setiap orang yang melontarkan tuduhan melawan engkau
dalam pengadilan, akan engkau buktikan salah. Inilah yang menjadi
bagian hamba-­hamba TUHAN dan kebenaran yang mereka terima
dari pada-­Ku” (Yesaya 54:17). Ken, Allah secara khusus berkata bahwa
kamu-­lah yang melawan serangan itu. Dia tidak melakukannya;; kamu
yang harus menghadapi Iblis dan berbicara kepadanya. Kamu terus
berseru kepada Allah, namun Allah menjawab kamu—persis seperti
Presiden—’Tembak dia!’ atau ‘Tikam dia dengan pedang!’”
Ken menatap lurus ke arah saya. Ia melihat hikmat di balik contoh
yang Roh Kudus sampaikan melalui saya. Ia meninggalkan kantor saya
dengan pengharapan dan iman. Tiga minggu kemudian ia kembali ke
kantor saya dengan senyum menyeringai lebar. Langkahnya berjingkat
penuh semangat, matanya bersinar-­sinar, dan suaranya penuh gairah.
“John, kau harus mendengar apa yang terjadi!”
Saya mencondongkan tubuh siap menyimak laporan yang luar
biasa.
“Aku sedang dalam perjalanan ke gereja pada Minggu pagi ketika
hal itu mulai terjadi lagi,” kata Ken. “Rasa takut yang mengerikan itu
kembali muncul dalam hatiku, jangan-­jangan aku bisa mati mendadak
kapan saja gara-­gara serangan jantung. Aku mulai berkeringat dan
pakaianku mulai basah. Namun, alih-­alih berseru kepada Allah
seperti yang dulu selalu kulakukan, aku menjadi geram. Aku benar-­
benar murka pada Iblis. Kemarahan seperti mendidih dalam hatiku,
dan tanpa memperingatkan istriku yang duduk di sampingku, aku
menghantam dasbor mobil. Ia nyaris terlompat menjebol atap! Aku
berteriak lantang, ‘Iblis, aku tahu sekarang! Aku sudah muak dengan
kamu dan dengan rasa takut ini!’ Kemudian saya mulai mengutip
dengan keras dan penuh keyakinan apa yang Firman Allah nyatakan
tentang kehidupan saya.
“John, ketika aku menghantam dasbor dan berteriak, ‘Iblis, aku tahu
sekarang!’ tiba-­tiba aku mendapatkan penglihatan di dalam hatiku.
Aku melihat Yesus di takhta di surga, dan pada saat aku menghadapi
Iblis, aku melihat Yesus melompat dengan penuh semangat, tangan-­
0HODZDQ,EOLV
Nya terangkat naik, dan Dia berseru, ‘Ya!’”
Ken mulai tertawa sambil terus bercerita, “John, Yesus seakan-­
akan berkata, ‘Aku sudah menunggu sekian lama untuk kamu
melakukannya. Aku sangat senang kau akhirnya bertindak.”
Ken tidak pernah menyerah pada ketakutan lagi. Ia tidak pernah
lagi melawan depresi akibat ketakutannya. Saat ini, lebih dari dua
puluh tahun kemudian, hamba Tuhan yang saya kasihi ini masih hidup
dan sehat dan memiliki gereja yang besar di Amerika Serikat bagian
VHODWDQ.HDGDDQQ\DVDQJDWEDLN³VHFDUDÀVLNGDQVHFDUDURKDQL
MELAWAN DENGAN TAK KENAL MENYERAH
Sekarang, mari kita memperhatikan perkataan Petrus dengan lebih
saksama:
Sadarlah dan berjaga-­jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan
keliling sama seperti singa yang mengaum-­aum dan mencari
orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang
teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh
dunia menanggung penderitaan yang sama. (1 Petrus 5:8-­9)
Jika Anda ingat pembahasan di bab 1, kata teguh adalah sinonim
dari tak kenal menyerah. Alkitab tidak mengajarkan bahwa kalau kita
sudah melawan Iblis satu kali, ia dilarang untuk datang dan mencoba
menyerang lagi. Tidak, malah sebaliknya: ia dapat mencoba menyerang
berulang-­ulang. Selama bertahun-­tahun saya mendapati bahwa di
sinilah banyak orang Kristen menjadi patah semangat dan mengalami
kekalahan. Mereka mengira, Kupikir ini tidak akan berhasil atau Aku
pasti tidak memiliki apa yang kuperlukan untuk mengalahkannya. Itu
dusta yang sangat besar. Kita tidak sepatutnya membiarkan pikiran itu
menguasai kita.
Ada kisah lain yang menggambarkan poin ini. Lisa menderita kolik
ketika ia masih bayi. Keadaan berlangsung pada bayi, khususnya yang
berumur di bawah satu tahun. Semua bayi menangis, namun bayi
yang kolik bisa menangis sampai berjam-­jam, dan tidak ada yang bisa
meredakan rasa sakitnya itu. Tangis berkepanjangan ini bisa terjadi
nyaris setiap hari, dan kondisi ini dapat berlangsung sampai berbulan-­
bulan. Dokter tidak yakin apa penyebab kolik, namun banyak yang
7DN.HQDO0HQ\HUDK
menganggap hal itu karena sistem pencernaan yang belum sempurna.
Anak sulung kami, Addison, juga mengalami kolik. Saya ingat ia
menangis menjerit-­jerit tanpa alasan yang jelas. Ketika hal itu baru
terjadi beberapa kali, tangisannya seakan tak berkesudahan. Kami
menepuk punggungnya, menimangnya, dan bernyanyi untuknya,
namun ia terus saja menjerit. Kami merasa tak berdaya karena ia
tidak bisa dihibur. Setelah beberapa saat saya menggendongnya dan
memerintahkan penyakit itu untuk meninggalkan tubuhnya. Saya
berbicara secara langsung kepada sistem pencernaannya. Kemudian
saya akan berdoa dengan kuat dan keras di dalam Roh, dan Addison
akan tidur nyenyak.
Suatu malam Lisa sedang ke kamar tidur dan saya sudah berbaring
di kasur. Tiba-­tiba kami mendengar jeritan yang mendirikan bulu roma
dari ruang bayi. “John, itu pasti kolik lagi!” teriak Lisa.
Saya bangkit dari kasur dan menengok sekilas jam di sisi tempat
tidur: 12.11 dini hari. Saya bergegas ke ruang bayi, mengangkat
Addison dari buaian, dan memerintahkan penyakit itu meninggalkan
tubuh anak saya dalam nama Yesus. Kemudian saya berdoa dalam Roh
sampai Addison jatuh tertidur. Hal itu perlu waktu sekitar lima belas
menit.
Keesokan malamnya kami berdua sudah di tempat tidur ketika
kami mendengar jeritan yang mengerikan. Saya harus mengakui bahwa
pikiran pertama yang muncul dalam benak saya adalah, Ternyata tidak
berhasil! Kau terus berdoa untuknya dan keadaannya tidak membaik
juga. Kau tidak efektif dan tidak beriman. Saya harus dengan sadar
menolak pikiran itu dari benak saya dan menggantikannya dengan apa
yang Firman Allah katakan tentang jawaban doa. Saya berkata pada
Lisa, “Biar kuurus.”
Saya bangun dan melirik jam. Kembali saat itu pukul 12.11 dini
hari. Kebetulan saja, pikir saya. Saya bergegas ke kamar Addison,
memeluknya, memerintahkan rasa sakit itu pergi dalam nama Yesus,
dan berdoa dalam Roh sampai ia jatuh tertidur. Kembali, hal itu perlu
waktu sepuluh sampai lima belas menit.
Keesokan malamnya, Lisa sedang membersihkan riasan wajahnya
di kamar mandi dan saya berbaring di kasur. Untuk ketiga kalinya
berturut-­turut kami mendengar jeritan yang menegakkan bulu roma
itu. Kali ini pikiran yang muncul sedikit lebih kuat: John, kau sudah
berdoa untuk Addison nyaris selama dua minggu. Kau berdoa tadi
malam dan malam sebelumnya. Sudahlah, kau tidak membuat anakmu
0HODZDQ,EOLV
lebih baik! Doamu sama sekali tidak berhasil! Kembali saya melawan
pikiran itu dan menggantinya dengan Firman Allah dan bangkit dari
tempat tidur.
Mata saya melihat jam, dan saya ingin memastikannya. Untuk
ketiga kalinya berturut-­turut, jeritan itu terjadi pada pukul 12.11 dini
hari. Saya benar-­benar geram! Saya menerjang ke kamar bayi, melihat
anak saya yang menderita, menjangkau ke dalam buaiannya, dan
menumpangkan tangan saya ke dadanya. Saya memandang pada
bayi kecil saya dan saya merasa bukan hanya saya yang menatapnya;;
seolah-­olah Roh Kudus menatap Dia melalui mata saya.
Dengan amarah dan otoritas yang besar saya berteriak, “Kau
roh kolik dan kelemahan, cukup sudah kau menyiksa anakku! Aku
mematahkan kutuk yang berasal dari garis keluarga Lisa, dan aku
memerintahkan engkau di dalam nama Yesus untuk menjauhkan
tangan kotormu dari Addison! Kau harus segera pergi, dan jangan
pernah kembali lagi!” Anda akan mengira hal itu membuat si bayi
ketakutan, namun malam sebaliknya. Addison kecil langsung berhenti
menangis, menatap saya dengan lembut, kemudian menutup matanya,
dan tertidur. Itulah terakhir kalinya ia menangis karena kolik. Sejak
malam itu, ia menjadi bayi yang normal dan bahagia. Musuh sudah
angkat tangan;; ia capek terus-­menerus ditikam dengan pedang. Ia
meninggalkan Addison dan tidak pernah kembali lagi.
Anak kedua kami, Austin, lahir hampir tiga tahun kemudian.
Beberapa bulan setelah kelahirannya, ia mulai memperlihatkan gejala-­
gejala yang sama. Saya tahu saya sudah siap untuk menghadapi
pertempuran lain lagi. Saya berbicara dengan penuh otoritas atau
atau dua kali, dan jeritan mengerikan itu berhenti. Kolik itu berhenti
dalam waktu beberapa hari dan tidak pernah menyiksa Austin lagi.
Ketika anak ketiga kami, Alec, lahir beberapa tahun kemudian, ia sama
sekali tidak bermasalah dengan kolik. Siklus itu telah dipatahkan. Saya
membayangkan musuh berpikir, Kalau aku mencoba lagi, aku pasti
akan dihantam dan ditikam dengan pedang—Firman Allah.
Sahabat yang baik, jangan gampang menyerah dalam melawan
Iblis. Hardiklah ia secara langsung dan secara tegas dengan otoritas
yang diberikan Tuhan Yesus Kristus kepada Anda. Kebulatan hati kita
untuk bebas dari belenggu harus lebih besar dari kebulatan hati musuh
untuk memperbudak kita.
Saya tidak akan pernah melupakan kesaksian seorang misionaris
luar biasa yang melayani suku Indian di Meksiko. Ia bekerja terutama
7DN.HQDO0HQ\HUDK
di desa-­desa kecil di pegunungan, dan hampir setiap orang di sebuah
desa sudah menjadi orang percaya sebagai buah pelayanan timnya.
Suatu malam ia dibangunkan oleh penduduk desa. Mereka panik.
Bayi sepasang suami-­istri anggota gereja misi itu baru saja meninggal
dunia. Anggota keluarga segera meminta misionaris itu untuk
datang dan berdoa. Ia langsung bangun, pergi ke rumah mereka, dan
memerintahkan roh kematian untuk meninggalkan bayi itu. Dalam
beberapa menit, bayi itu mulai batuk, bersin, dan bernafas. Bayi itu
kembali dari kematian! Setiap orang bersukacita, dan misionaris itu
kembali ke rumahnya dan kembali tidur.
Tidak lama kemudian orang-­orang yang tadi kembali mengetuk
pintunya. Bayi itu mati lagi untuk kedua kalinya. Misionaris itu bangkit,
menghardik roh kematian, dan bayi itu kembali hidup. Misionaris itu
bercerita bahwa ia harus melawan roh kematian beberapa kali sebelum
roh itu benar-­benar meninggalkan si bayi.
Bayi itu masih hidup, dan ketika misionaris itu bersaksi, ia salah
satu anak yang sehat di desa itu.
BERPEGANG TEGUH
Terlalu sering saya menyaksikan orang percaya mengalami kehilangan
yang tragis. Orang-­orang yang berniat baik telah sungguh-­sungguh
menerima berkat, kesembuhan, dan mukjizat dari Allah, namun dalam
beberapa hari, minggu, bulan, atau kadang-­kadang tahun, mereka
kehilangan apa yang sudah mereka terima itu. Itulah sebabnya Alkitab
memerintahkan kita: “Peganglah yang baik” (1 Tesalonika 5:21). Setiap
orang percaya harus merenungkan, menghapalkan, dan berdiri teguh
menurut nasihat ini. Saya belajar hal itu sejak awal kehidupan Kristen
saya.
Sepanjang sebagian besar masa remaja, saya menderita gangguan
nyeri punggung bawah. Setelah saya menjadi orang percaya selama
sekitar setahun, saya mengikuti kebaktian dengan seorang teman.
Perempuan yang mengadakan kebaktian mengumumkan, “Ada
seseorang dalam kebaktian malam ini yang menderita gangguan nyeri
punggung, khususnya di punggung bagian bawah.”
Saya langsung tahu yang dimaksudkannya adalah saya, namun
saya agak sangsi dengan apa yang sedang terjadi saat itu. Saya sudah
terbiasa mengikut misa Katholik sepanjang hidup saya dan merasa tidak
0HODZDQ,EOLV
nyaman mendengar seorang hamba Tuhan menyebut-­nyebut masalah
seseorang. Saya tetap duduk. Ketika perempuan itu melanjutkan
khotbahnya, saya merasa lega.
Sepuluh menit kemudian ia berkata, “Mohon maaf, ternyata Tuhan
tidak mau saya mengabaikan masalah ini. Ada orang dalam kebaktian
ini yang memerlukan kesembuhan pada punggungnya.”
Kembali saya berpikir, Aku tidak akan maju ke depan di hadapan
semua orang ini. Aku tidak akan bergerak. Akan tetapi, kali ini Roh
Kudus menggerakkan saya, maka saya menyingkirkan kecemasan saya
dan memutuskan untuk menanggapinya. Perempuan itu dan suaminya
berdoa untuk punggung saya, dan saya langsung sembuh. Saya
terheran-­heran! Selama tiga tahun punggung saya selalu kesakitan.
Saya benar-­benar takjub akan apa yang Allah kerjakan dalam tubuh
saya pada malam itu.
Selama beberapa minggu saya menikmati punggung yang
terbebas dari nyeri. Sungguh menyenangkan. Saya senang dapat
mencondongkan tubuh untuk menyikat gigi atau bercukur dan tidak
harus meringis kesakitan karena punggung saya nyeri. Saya benar-­
benar bahagia dan bersyukur atas apa yang sudah Allah kerjakan.
Sekitar satu bulan kemudian saya sedang berbaring di kasur, sudah
hampir tertidur, ketika sesuatu memasuki kamar saya. Saya tidak
dapat melihatnya, tetapi jelas saya dapat merasakannya. Kamar saya
hanya diterangi cahaya bulan dari jendela, namun anehnya ruangan
itu tampak lebih gelap. Dengan masuknya hadirat itu, masuk pula
ketakutan. Tiba-­tiba saya merasakan lagi kenyerian di punggung
bawah seperti yang saya alami selama bertahun-­tahun. Muncul pikiran
dalam benak saya, Kamu sudah kehilangan kesembuhanmu! Hari-­hari
tanpa rasa nyerimu sudah berakhir. Kau akan punya punggung yang
nyeri sepanjang sisa hidupmu.
Sebagai orang percaya yang masih baru, saya sudah menekuni
Firman Allah dan cukup tahu bahwa ini suatu serangan. Musuh
sedang berusaha membuat saya memercayai dusta itu agar nyeri itu
tetap bertahan. Saya langsung melompat dari tempat tidur dan berjalan
bolak-­balik, sambil berteriak, “Iblis, aku sudah sembuh di kebaktian dua
minggu lalu itu. Aku berpegang teguh pada kesembuhan itu! Alkitab
berkata bahwa oleh bilur-­bilur Yesus Kristus aku sudah sembuh.
Kau tidak bisa mengembalikan rasa nyeri ke punggungku lagi. Aku
akan tetap bebas dari rasa nyeri. Aku memerintahkan engkau untuk
meninggalkan tubuhku, kamarku, dan apartemenku saat ini juga di
7DN.HQDO0HQ\HUDK
dalam nama Yesus!”
Ruangan itu benar-­benar menjadi terang kembali. Rasa takut dan
hadirat yang menyertai serangan itu langsung lenyap, dan rasa nyeri
pun ikut lenyap. Sejak saat itu saya tidak pernah lagi harus melawan
nyeri.
Yesus berkata, “Jagalah baik-­baik apa yang kalian miliki, supaya
tidak seorang pun merenggut hadiah kemenanganmu” (Wahyu 3:11,
BIS). Kita harus tak kenal menyerah dalam berpegang teguh pada apa
yang sudah kita terima dari Allah.
Salah satu cerita paling menyedihkan yang pernah saya saksikan
adalah seorang pria yang menerima
kesembuhan secara ajaib pada suatu
malam dalam kebaktian gereja saat saya
berkhotbah. Yang hadir sangat banyak,
Kita harus tak maka sesudah berkhotbah saya berdoa
kenal menyerah dalam untuk orang banyak sekaligus. Saya
berpegang teguh melihat seorang pria yang tertunduk,
pada apa yang sudah menangis di antara lautan orang di
kita terima dari Allah.
depan saya. Saya mendekatinya untuk
mengetahui apa yang terjadi. Ternyata
ia sudah dioperasi beberapa kali di
punggungnya dan menanggung cacat
seumur hidupnya. Ia selama ini hidup dalam kesakitan yang kronis,
namun kini disembuhkan sepenuhnya. Ia menangis dan menangis dan
menangis dengan penuh sukacita—belum pernah saya melihat orang
dewasa menangis seperti itu—karena kemerdekaan menakjubkan yang
dialaminya.
Beberapa minggu kemudian kamu bertemu lagi di restoran. Ia
tersenyum lebar, penuh semangat, dan bercerita bahwa penyakitnya
sudah berakhir dan ia menikmati kemerdekaan yang baru saja
dialaminya. Saya benar-­benar ikut bersukacita mendengarnya.
Kira-­kira setahun kemudian saya bertemu dengannya lagi. Ia tidak
menyambut saya dengan tersenyum seperti sebelumnya. Nyatanya, ia
tidak mendekati saya sama sekali. Saya mengenalinya dan menanyakan
kabarnya. Ia bercerita bahwa penyakit punggungnya kambuh lagi. Ia
bertanya-­tanya apakah kesembuhan yang dialaminya dalam kebaktian
malam itu memang otentik. Ia berusaha menenteramkan saya dengan
mengatakan bahwa kekambuhan itu tidak sepenuhnya buruk karena
Allah sedang mengajarinya sesuatu melalui rasa sakit itu. Saya berusaha
0HODZDQ,EOLV
membagikan kepadanya perkataan Yesus untuk “berpegang teguh,”
tetapi ia tidak berminat mendengarkan apa yang saya sampaikan. Ia
sudah meyakinkan dirinya akan hal yang sebaliknya.
Sampai saat ini ia seorang pria yang baik, ayah dan suami yang
hebat, namun, sungguh disayangkan, ia menanggung beban yang
sudah dibuang Yesus dengan harga yang sangat mahal.
TIDAK MUNGKIN KITA TIDAK MENERIMANYA
Apa yang akan saya katakan saat ini benar-­benar penting. Jika Anda
percaya dan tetap teguh dalam melawan si jahat, Anda akan selalu
menang. Peganglah dengan teguh, nyatakan, dan bertindaklah
menurut janji ini dengan berani: “Lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari
hadapanmu” (Yakobus 4:7).
Kata bahasa Yunani untuk “lari” adalah pheugo. Artinya “lenyap,
meloloskan diri, menjauhi, dan menyelamatkan diri dengan lari.”
Bagus sekali! Firman Allah tidak berkata bahwa Iblis mungkin lari dari
hadapan Anda. Tidak, jika Anda melawannya, ia akan atau pasti lari. Ia
membenci perlawanan yang berani dan alkitabiah.
Anda harus tahu bahwa musuh itu takut kepada Anda! Ketika ia
melihat Anda, ia tidak melihat apa yang dilihat teman Anda;; ia melihat
Kristus. Anda adalah tubuh Kristus;; Anda orang yang diurapi Allah.
Anda diciptakan menurut gambar Dia yang menghancurkan Iblis dan
melucuti seluruh persenjataannya. Anda ancaman yang sangat besar.
Banyak orang yang membiarkan imajinasinya membesar-­besarkan
kuasa Iblis, namun ia ada di bawah Anda—di bawah kaki tubuh Kristus.
Bahkan jika Anda adalah jari paling kecil di tubuh Kristus, semua kuasa
musuh jauh di bawah posisi Anda di dalam Kristus. Nyatanya, Kitab
Suci menyatakan,
Sekarang engkau telah jatuh dari langit, hai Bintang Timur
(Lusifer), putra Fajar! Engkau telah ditebang dan rebah di
tanah — sekalipun engkau dulu gagah perkasa ketika melawan
bangsa-­bangsa di dunia. Karena engkau berkata dalam hatimu,
“Aku akan naik ke surga dan memerintah bintang-­bintang
Allah (para malaikat). Aku akan menduduki takhta yang
paling tinggi. Aku akan bersemayam di atas Bukit Pertemuan,
jauh di utara. Aku akan naik sampai ke langit yang paling atas
dan menjadi seperti Dia Yang Mahatinggi.” Namun engkau
7DN.HQDO0HQ\HUDK
akan dibawa turun sampai ke lubang neraka, lubang yang
paling dalam. Semua yang ada di situ akan menatap engkau
dan bertanya kepadamu, “Dia inikah yang telah menggetarkan
kerajaan-­kerajaan di bumi?” (Yesaya 14:12-­16, FAYH)
Secara historis, Yesaya menulis tentang raja Babel. Akan tetapi,
ÀUPDQQXEXDWDQVHULQJPHQJDQGXQJGXDSHQHUDSDQGDQSHQJJHQDSDQ
yang berbeda—yang satu alamiah, yang lain rohaniah. Karena Yesaya
menulis tentang dia yang pasukannya menghancurkan orang-­orang,
keluarga-­keluarga, dan bangsa-­bangsa, tak perlu diragukan lagi
bahwa di tataran rohani ia berbicara tentang Iblis. Menurut Yesaya,
kesudahannya adalah lubang api neraka yang paling dalam tempat ia
dan antek-­anteknya akan “disiksa siang malam untuk selama-­lamanya”
(Wahyu 20:10, FAYH).
Tidak mungkin Anda tidak menerima berkat dan pembebasan dari
Allah jika Anda percaya dan berdiri teguh melawan bala kegelapan
yang menyerang. Hal itu bisa terjadi dalam area keuangan, hikmat,
kesehatan, bisnis, pelayanan, atau, paling penting, kemampuan Anda
untuk menolong orang lain. Jika Anda melawan dengan pedang Roh,
Anda pasti akan berjaya setiap kali, sama seperti Yesus.
KATA-KATA PERINGATAN
Sebelum mengakhiri bab ini, saya ingin membahas dua sikap ekstrem
yang saya saksikan dalam tubuh Kristus. Sikap ekstrem pertama
adalah mencari-­cari Iblis di balik setiap perkara. Orang Kristen dalam
kelompok ini terlalu memikirkan roh jahat sampai mereka mengalihkan
pandangan dari Sang Guru. Ini sikap yang sangat tidak bijaksana.
Ekstrem kedua adalah mengasihi Allah, namun sepenuhnya
mengabaikan musuh, seperti Pendeta Ken yang datang ke kantor saya.
Pola pikir utama orang Kristen dalam kelompok ini adalah: Jika aku tidak
memedulikan si jahat, ia pada akhirnya akan menjauh sendiri. Gagasan
semacam itu sia-­sia dan jauh dari kebenaran. Kita diperintahkan untuk
secara aktif melawan musuh dan terus melakukannya sampai kehendak
Allah menang. Kita harus selalu ingat bahwa apa yang tidak kita hadapi
di dalam nama Yesus tidak akan berubah. Jangan menyingkir dari
konfrontasi! Itu tugas Anda sebagai warga kerajaan Allah, itu ketaatan
Anda kepada Allah, dan itu termasuk dalam lingkup kuasa Allah yang
dahsyat yang telah dikaruniakan kepada Anda oleh anugerah-­Nya.
0HODZDQ,EOLV
Alkitab mengajarkan kepada kita cara untuk hidup sehat secara
rohani. Kita diperintahkan, “Marilah kita... berlomba dengan
tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. Marilah kita
melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang
memimpin kita dalam iman dan membawa iman kita itu kepada
kesempurnaan” (Ibrani 12:1-­2). Gaya hidup yang sehat dilandasi
dengan mata yang tertuju kepada Yesus dan terus terarah kepada-­Nya.
Jika Iblis atau anteknya merintangi, usirlah dia jauh-­jauh! Lawanlah
dan ia akan lari! Namun kemudian fokuskan kembali perhatian Anda
kepada Yesus. Dialah yang memimpin kita dalam iman, dan Dia pula
yang akan menyempurnakan kita dalam iman.
14
PERLAWANAN YANG PALING AMPUH
Lawanlah dia dengan iman yang teguh,
sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia
menanggung penderitaan yang sama.
1 PETRUS 5:9
M
isalkan ada pasukan militer bengis yang menduduki negara
Anda dan menjajahnya selama bertahun-­tahun. Untuk benar-­
benar merdeka, Anda bukan hanya harus menghadapi musuh
dalam pertempuran langsung, namun Anda juga harus menghancurkan
pertahanan yang telah mereka dirikan. Itu bisa berupa ranjau darat
tersembunyi, perangkap, bunker, dan markas—untuk menyebutkan
beberapa di antaranya.
Akan tetapi salah satu pertahanan yang paling sulit adalah pola
pikir menyimpang dan jahat yang telah ditanamkan kepada warga
bangsa jajahan. Perlawanan semacam ini tidak dapat dihadapi dengan
SHUWHPSXUDQODQJVXQJNDUHQDVLIDWQ\DSVLNRORJLVEXNDQÀVLN1DPXQ
jika Anda tidak menang dalam aspek peperangan yang paling licik ini,
kemenangan apa pun yang diraih dalam pertempuran langsung bisa
jadi pada akhirnya hilang.
Dalam bab ini, kita akan mempersenjatai diri untuk menghadapi
perlawanan semacam ini. Seperti halnya dengan pertempuran langsung,
kita harus melakukannya dengan teguh—dengan tak kenal menyerah.
Jika tidak, semua bentuk peperangan lainnya menjadi tidak berarti.
Rasul Yakobus menekankan aspek peperangan ini ketika ia menulis,
7DN.HQDO0HQ\HUDK
“Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan
lari dari hadapanmu!” (Yakobus 4:7).
Dalam ayat ini Yakobus mengungkapkan bahwa metode utama
untuk melawan Iblis adalah dengan tunduk kepada Allah. Ini berarti
secara konsisten hidup dalam kepercayaan dan ketaatan kepada-­Nya.
Dengan berbuat demikian, kita dapat membawa jalan-­Nya, pola pikir-­
Nya, dan prinsip-­prinsip-­Nya ke dalam area-­area dunia yang bengkok
dan menyimpang di sekitar kita. Ketaatan mutlak adalah metode utama
menghadapi kubu pertahanan atau serang musuh dan untuk naik
menuju taraf otoritas dan pemerintahan yang lebih tinggi. Simaklah
perkataan Paulus:
Memang kami masih hidup di dunia, tetapi kami tidak berjuang
secara duniawi, karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah
senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan
kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-­
benteng. Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan
setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk
menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala
pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus, dan kami siap
sedia juga untuk menghukum setiap kedurhakaan, bilamana
ketaatan kamu telah menjadi sempurna. (2 Korintus 10:3-­6).
Kubu pertahanan Iblis adalah proses berpikir, pola pikir, penalaran,
pandangan intelektual, imajinasi, dan pola psikologis lainnya yang
bertentangan dengan pengetahuan atau kehendak Allah. Hal ini
mencakup, namun tidak terbatas pada, kecemburuan, ketamakan,
keegoisan, manipulasi, hawa nafsu, perselisihan, bujukan, dan iri
hati. Sikap hati dan pikiran ini berlawanan dengan kebenaran Allah
GDQ PHPDQWLN NRQÁLN URKDQL $NDQ WHWDSL VHSHUWL GLWXOLV 3DXOXV
ketaatan kita memampukan kita untuk menghancurkan bentuk-­bentuk
ketidaktaatan ini.
BERTUMBUH DI DALAM KRISTUS
Seperti dinyatakan dalam bab terdahulu, taraf otoritas dan kekuasaan
kita meningkat saat kita dengan sukses mengatasi perlawanan. Dengan
kata lain, kita berubah dan bertumbuh dalam pemerintahan. Menyimak
kembali nasihat Petrus untuk “mempersenjatai diri” memberi kita
3HUODZDQDQ<DQJ3DOLQJ$PSXK
wawasan yang lebih kaya:
Jadi, karena Kristus telah menderita secara badani, kamu
pun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang
demikian—karena siapa yang telah menderita secara badani,
ia telah berhenti berbuat dosa—supaya waktu yang sisa jangan
kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut
kehendak Allah. (1 Petrus 4:1-­2)
Mereka yang telah menanggung penderitaan telah berhenti berbuat
dosa. Apakah yang dimaksudkan Petrus dengan hal ini? Ia berbicara
tentang mencapai kedewasaan rohani, menjadi orang dewasa di dalam
Kristus. “Orang yang dewasa secara rohani” di dalam kerajaan Allah
tidak lagi hidup menurut keinginan manusia, namun berkomitmen
sepenuhnya pada dan menaati kehendak Allah. Ia tidak lagi menyerah
pada tekanan dunia ini, namun sekarang dapat menghancurkan kubu
pertahanan musuh. Paulus menggambarkan kuasa ini dalam 2 Korintus
10:6 sebagai “siap sedia juga untuk menghukum setiap kedurhakaan,
bilamana ketaatan kamu telah menjadi sempurna.”
Kita harus ingat bahwa, berapa pun umur kita secara jasmani,
kita dilahirkan sebagai bayi ke dalam keluarga Allah. Dan Dia
mengharapkan agar kita bertumbuh. Dia memerintahkan kita, “Jadilah
sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu menginginkan air
susu yang murni dan rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan
beroleh keselamatan” (1 Petrus 2:2). Sama seperti kita melalui tahap-­
tahap pertumbuhan jasmani (masa bayi, masa kanak-­kanak, dan masa
dewasa), kita juga melalui tahan-­tahap kedewasaan rohani. Paulus
menyatakan, “Saudara-­saudara, sebenarnya saya tidak dapat berbicara
dengan Saudara seperti dengan orang yang mempunyai Roh Allah.
Saya hanya dapat berbicara denganmu seperti dengan orang yang
masih hidup menurut keinginan duniawi;; seperti dengan orang yang
masih bayi dalam kepercayaannya kepada Kristus” (1 Korintus 3:1).
Orang Kristen di Korintus ini mungkin sudah dewasa secara umur,
tetapi mereka masih bayi dalam hal kedewasaan rohani. Sungguh
menyedihkan berada di tempat seperti itu.
Dalam surat yang lain, Paulus menggambarkan tahap selanjutnya
dalam pertumbuhan rohani, masa kanak-­kanak: “sehingga kita bukan
lagi anak-­anak, yang diombang-­ambingkan oleh berbagai angin
pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang
menyesatkan” (Efesus 4:14). Dan kembali Paulus menulis, “Saudara-­
7DN.HQDO0HQ\HUDK
saudara, janganlah sama seperti anak-­anak dalam pemikiranmu. Jadilah
anak-­anak dalam kejahatan, tetapi orang dewasa dalam pemikiranmu”
(1 Korintus 14:20). Kita perlu polos dalam pemikiran, menjadi seperti
anak-­anak, dalam kejahatan;; namun dalam pengertian dan keteguhan,
kita perlu menjadi orang percaya yang dewasa.
Seorang bayi akan menanggapi pelatihan apa pun yang diterimanya,
entah baik entah buruk. Anak-­anak juga rentan dan mudah dipengaruhi.
Akan tetapi, kebanyakan orang dewasa tahu di mana ia berpijak dan
tidak mudah digoyahkan oleh desakan yang salah. Kita dinasihati
untuk bertumbuh di dalam Kristus sehingga kita dapat berdiri teguh
di dalam kebenaran dan secara efektif menangkis atau menghukum
segala ketidaktaatan. Menurut Paulus, diperlukan pengertian untuk
menjadi dewasa di dalam Kristus. Namun, kita masih memerlukan
lebih dari itu, dan Petrus membahasnya.
Bagaimana kita bertumbuh secara rohani? Kita dapat
PHPEDQGLQJNDQQ\D GHQJDQ SHUWXPEXKDQ ÀVLN GDQ PHQWDO )DNWRU
DSDNDK\DQJPHQXQMDQJDWDXPHPEDWDVLSHUWXPEXKDQÀVLN":DNWX
Pernahkah Anda melihat bayi enam bulan yang setinggi 160 cm? Tidak
ada, biasanya perlu lima belas sampai delapan belas tahun untuk
PHQFDSDLWLQJJLLWX3HUWXPEXKDQÀVLNDGDODKIXQJVLGDULZDNWX
3HUWXPEXKDQ PHQWDO GLEDQGLQJNDQ GHQJDQ SHUWXPEXKDQ ÀVLN
tidak terbatasi oleh waktu. Saya pernah bertemu dengan anak empat
belas tahun yang sudah lulus SMA dan disebut sebagai “anak genius.”
Saya pernah bertemu dengan orang berumur lima puluh tahun dan
belum lulus dari SMA. Jadi, pertumbuhan mental atau intelektual
bukan fungsi dari waktu, melainkan fungsi dari pembelajaran. Anda
harus naik dari kelas satu ke kelas dua, kemudian berlanjut ke kelas
tiga, empat, lima, dan seterusnya. Anda dapat melakukannya secara
cepat atau secara lambat menurut keinginan Anda.
Nah, apakah pertumbuhan dan kedewasaan rohani merupakan
fungsi dari, dan terbatasi oleh, waktu? Yah, saya pernah mengamati
orang yang baru lahir kembali selama setahun, namun sudah bertumbuh
dalam kedewasaan. Kemudian saya juga pernah menemukan orang
yang sudah selama selama dua puluh tahun, namun masih mengenakan
“popok rohani” dan menjadi biang masalah bagi pemimpin Kristen
mereka dan juga saudara seiman lainnya. Jadi, kedewasaan rohani
bukanlah fungsi waktu.
Apakah pertumbuhan dan kedewasaan rohani merupakan fungsi
dari, dan terbatas pada, pembelajaran? Orang Farisi dapat mengutip
3HUODZDQDQ<DQJ3DOLQJ$PSXK
lima kitab pertama Alkitab secara persis, tetapi mereka tidak dapat
mengenali Anak Allah ketika Dia menyembuhkan orang sakit dan
mengusir roh jahat tepat di depan mata mereka. Kehidupan mereka
PXQDÀN GDQ PHUHND VHFDUD URKDQL EXWD DNDQ NHGDWDQJDQ GDQ
pelayanan Mesias.
Jadi, apakah yang menunjang pertumbuhan rohani itu? Apa yang
membatasinya? Jawabannya adalah penderitaan. Perhatikan kembali
perkataan Petrus: “Siapa yang telah menderita secara badani, ia telah
berhenti berbuat dosa” (1 Petrus 4:1). Seseorang yang telah berhenti
berbuat dosa telah mencapai kedewasaan rohani yang sempurna.
Mungkin muncul sanggahan, “Saya pernah melihat orang yang
telah menderita, dan kini mereka merasakan kepahitan.” Hal itu
memang dapat terjadi. Jadi, pasti ada unsur lain yang merupakan
kunci menuju kedewasaan rohani. Penulis kitab Ibrani memberikan
pencerahan: “Sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar taat dari apa
yang telah diderita-­Nya” (Ibrani 5:8).
Ayat ini menjelaskan bahwa Yesus
tidak secara otomatis mengenakan
ketaatan ketika Dia datang ke muka
bumi;; Dia harus mempelajarinya,
pertumbuhan rohani dan
Dia
melakukannya
dengan
bukan terjadi ketika sempurna:
Dia
tidak
pernah
berdosa
matahari bersinar cerah atau melakukan kesalahan. Untuk
dalam hidup kita
pembahasan kita, poin utamanya adalah
Yesus belajar taat melalui penderitaan.
Jika kita memadukan ayat ini dengan
perkataan Petrus, nyatalah bahwa pertumbuhan rohani bukan terjadi
ketika matahari bersinar cerah dalam hidup kita, ketika setiap orang
menyanjung kita dan memperlakukan kita dengan ramah, dan segala
sesuatu berjalan dengan lancar. Tidak, kita bertumbuh secara rohani
ketika kita terus menaati Allah di tengah pencobaan. Kita bertumbuh
semakin kuat ketika kita tunduk pada hikmat Allah setiap kali orang
PHPÀWQDK NLWD PHQJJRVLSNDQ NLWD PHPSHUODNXNDQ NLWD GHQJDQ
buruk, atau berusaha mencelakakan kita... atau ketika kita baru saja
kehilangan pekerjaan, mendapatkan laporan yang buruk dari pengacara
atau dokter, atau tidak tahu dari mana akan mendapatkan dana yang
diperlukan.
Kita memilih untuk memercayai Allah di tengah kesukaran, bahkan
sekalipun hal itu tampaknya merugikan kita. Kita memilih untuk
melawan kejahatan yang menyerang kita, pertama dan terutama dengan
7DN.HQDO0HQ\HUDK
menaati Firman Allah. Dengan cara seperti inilah pertumbuhan rohani
yang sejati terjadi. Kehidupan Yusuf, anak Yakub, menggambarkan hal
ini dengan indah.
MIMPI YUSUF
Allah mengikat perjanjian dengan Abraham. Janji ini diteruskan kepada
Ishak, anaknya, dan kepada Yakub, cucunya. Yakub memiliki dua belas
anak;; yang kesebelas adalah Yusuf. Kakak-­kakak Yusuf membencinya,
dan Kitab Suci menjelaskan penyebabnya. Yusuf yang masih muda
suka mengadu (Kejadian 37:2) dan membusungkan dada (ayat 5).
Dan ayah mereka, Yakub, lebih mengasihi Yusuf daripada yang lain
dan memanjakannya dengan memberinya jubah indah warna-­warni.
Semuanya itu semakin menambah kebencian kakak-­kakak Yusuf.
Dengan hubungan yang sudah tegang seperti itu, Allah memberi
Yusuf dua buah mimpi. Dalam mimpi pertama Yusuf melihat berkas-­
berkas gandum di ladang. Ia melihat berkasnya berdiri tegak, adapun
berkas kakak-­kakaknya menunduk kepada berkasnya. Dalam mimpi
kedua Yusuf melihat matahari dan bulan dan sebelas bintang sujud
menyembahnya. Yusuf dengan naif dan dengan antusias menceritakan
kedua mimpinya itu kepada saudara-­saudaranya beserta dengan
tafsirannya bahwa suatu hari ia akan memerintah atas mereka. Tentu
saja kakak-­kakaknya tidak ikut bersukacita bersamanya, namun malah
makin membencinya.
Nantinya, sepuluh kakaknya pergi jauh dari rumah untuk mencari
padang rumput yang segar untuk menggembalakan ternak ayah
mereka. Waktu berlalu, dan Yakub menyuruh Yusuf untuk melihat
keadaan mereka. Ketika kakak-­kakaknya melihat Yusuf datang, mereka
bersekongkol, “Ini dia, datanglah adik kita, Sang Pemimpi, Tuan
Pemimpin, Penguasa kita yang Gemilang. Marilah kita membunuhnya!
Akan kita lihat nanti, bagaimana jadinya dengan mimpinya itu”
(parafrase saya).
Maka mereka pun melemparkannya ke dalam sumur dengan
maksud membiarkannya sampai mati. Akan tetapi, beberapa jam
kemudian lewat karavan bangsa Ismael yang sedang dalam perjalanan
menuju Mesir. Yehuda, anak keempat, mendapatkan ide cemerlang.
“Hei Bung, tunggu sebentar. Kalau kita membiarkan dia membusuk
di sumur, tidak akan ada gunanya bagi kita. Mari kita menjualnya
sebagai budak, agar kita mendapatkan sejumlah uang. Itu sama saja
3HUODZDQDQ<DQJ3DOLQJ$PSXK
dengan dia mati dan tidak akan pernah merepotkan kita lagi, dan kita
akan membagi-­bagi barang-­barangnya. Yang lebih penting, kita tidak
menanggung darahnya kalau sampai ia mati” (parafrase saya).
Saudara-­saudara lain yang ada di situ menyukai ide itu, maka
mereka menjual Yusuf sebesar dua puluh keping perak. Kecemburuan,
kebencian, dan pikiran jahat mereka menyulut tindakan yang
dimaksudkan untuk merampas warisan Yusuf dan menjauhkannya
dari keluarga. Ingatlah, saudara-­saudara Yusuf sendirilah yang
melakukannya!
Sulit bagi kita membayangkan ketidakadilan yang menimpa Yusuf.
Menjualnya sebagai budak nyaris sama kejamnya dengan mencabut
nyawanya. Pada saat itu, anak laki-­laki sangat berarti bagi keluarganya,
karena dialah yang memikul nama dan warisan ayahnya. Kakak-­kakak
Yusuf merampas kehormatan ini dari Yusuf. Mereka menghapuskan
namanya, melenyapkan sepenuhnya identitasnya. Pada saat itu, jika
orang dijual sebagai budak ke negara lain, ia akan terus menjadi budak
seumur hidup. Istri dan anak-­anaknya semuanya juga akan menjadi
budak. Bagi Yusuf, segala sesuatu yang dikenalnya dan segala sesuatu
yang dicintainya lenyap sudah. Amatlah sulit seseorang hidup sebagai
budak seumur hidupnya, terlebih lagi bila orang itu terlahir sebagai ahli
waris orang yang kaya, namun kemudian dilucuti seluruh haknya—
dan hal itu dilakukan oleh saudara seayahnya sendiri! Yusuf saat itu
nyaris seperti “orang mati” yang hidup. Saya membayangkan Yusuf
harus melawan pikiran-­pikiran yang mengharapkan lebih baik dirinya
mati daripada dijual sebagai budak. Tindakan kakak-­kakak Yusuf itu
betul-­betul jahat dan keji.
Ketika karavan itu tiba di Mesir, Yusuf dijual kepada orang bernama
Potifar, seorang pejabat di istana Firaun. Ia sekarang menjadi hal milik
Potifar. Anda dan saya dapat membaca kisah ini di Alkitab ribuan
tahun setelah peristiwanya terjadi sehingga kita sudah mengetahui
kesudahannya. Namun ingat, Yusuf belum dapat membaca Kitab
Kejadian. Ia tidak tahu bagaimana masa depannya kecuali menjadi
budak di tanah asing. Tampaknya ia tidak akan bertemu lagi dengan
ayah, teman-­teman, atau tanah asalnya. Tampaknya pula ia sudah
kehilangan seluruh kesempatan untuk menyaksikan mimpinya menjadi
kenyataan. Bagaimana mungkin impian itu menjadi nyata? Ia seorang
budak di Mesir;; ia tidak dapat pergi ke mana pun, karena ia terikat
pada orang lain sepanjang sisa hidupnya.
Tetapi kita hidup oleh iman dan bukan oleh apa yang kita lihat.
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Yusuf melayani Potifar selama sepuluh tahun. Tidak pernah ada
kabar dari rumah, dan setiap tahun yang berlalu hanya memperkuat
realitas pedih bahwa kakak-­kakaknya sudah mengabarkan bahwa ia
mati kepada semua orang yang dicintainya. Ia yakin bahwa saat ini
ayahnya, Yakub, sudah meratapi kehilangannya dan melanjutkan
kehidupan tanpanya. Tidak ada pengharapan bahwa ayahnya akan
menyelamatkannya atau bertemu lagi dengannya.
Seiring dengan berjalannya waktu, Yusuf menjadi orang yang
dipercayai Potifar. Ia ditugaskan untuk mengelola rumah tangga
Potifaer dan segala sesuatu kepunyaannya. Tetapi pada saat yang
sama, sesuatu yang mengerikan tengah mendidih di balik permukaan.
Istri Potifar ternyata memendam birahi terhadap Yusuf, dan ia tidak
malu-­malu untuk mengungkapkannya. Sebaliknya, ia malah sangat
nekad, karena ia mendekati Yusuf setiap hari. Ia perempuan kaya yang
terbiasa mendapatkan apa saja yang diingininya. Ia bukan hanya gigih,
namun juga mengenakan busana dan parfum terbaik—dan tak ayal ia
memiliki roh yang kuat dan suka merayu.
Akan tetapi, Yusuf dengan bijaksana melawan setiap upayanya:
“Engkau isterinya. Bagaimanakah mungkin aku mengkhianati
kepercayaannya dan berbuat dosa terhadap Allah?” (Kejadian 39:9,
MSG). Meskipun masa hidupnya yang masih mudah seakan sudah
hancur oleh pengkhianatan dan kekecewaan, Yusuf seorang yang
berpegang teguh pada kebenaran, tunduk pada Allahnya, dan itulah
titik pijaknya.
Suatu hari, Yusuf dan Potifar sendirian di rumah. Masih terus
berniat merayunya, ia merenggut jubah Yusuf dan mendesaknya,
“Ayolah, suamiku sedang pergi, mari kita pergi tidur bersama. Tidak
akan ada orang yang mengetahuinya. Kita dapat menikmati hari ini
dengan bersenang-­senang dan bercinta” (parafrase saya).
Sekali lagi, Yusuf menolak imoralitas seksual dan meninggalkan
rumah itu. Ia lari begitu cepat sampai jubahnya tertinggal di tangan
perempuan itu. Rasa malu perempuan yang tertolak itu segera berubah
menjadi amarah, dan ia menjerit, “Pemerkosaan!”
Tanpa menunda-­nunda, Potifar menjebloskan Yusuf ke penjara
Firaun. Sekali lagi, sama seperti ketika ia dijual oleh kakak-­kakaknya,
dalam satu hari lenyaplah segala sesuatu yang baik dalam kehidupan
Yusuf.
3HUODZDQDQ<DQJ3DOLQJ$PSXK
PERTEMPURAN DI PENJARA
Penjara di Amerika jelas tidak dapat diperbandingkan dengan penjara
Firaun. Saya pernah melayani di beberapa penjara dan, sekalipun itu
tempat yang tidak menyenangkan, penjara itu masih bisa dianggap
sebagai hotel jika dibandingkan dengan penjara di Timur Tengah. Saya
juga pernah mengunjungi beberapa penjara kuno di sana. Keadaannya
dingin, lembap, suram, kurang cahaya dan kehangatan. Berbeda
dengan penjara di Amerika, di sana tidak ada area olah raga, televisi,
kafetaria, toilet, wastafel, atau kasur untuk alas tidur. Penjara itu hanya
berupa ceruk ruangan atau lubang pada bebatuan. Sebagian besar sel
penjara tingginya hanya satu setengah meter, kondisinya kasar dan
tidak manusiawi.
Pada saat itu, tahanan hanya diberi air dan makanan secukupnya
untuk menjaga mereka tetap hidup, karena mudah saja bagi mereka
untuk mati (lihat 1 Raja-­raja 22:27). Menurut Mazmur 105:18, “Mereka
mengimpit kakinya dengan belenggu, lehernya masuk ke dalam besi.”
Potifar menjebloskannya ke dalam penjara agar ia mati. Jika ia orang
Mesir, ia mungkin masih memiliki kesempatan untuk lolos, namun
sebagai budak asing yang dituduh memerkosa istri salah satu pejabat
tinggi raja, Yusuf tidak memiliki pengharapan. Yusuf telah turun ke
tempat yang serendah-­rendahnya dalam hidup manusia.
Dapatkah Anda membayangkan pikiran apa yang harus
ditepiskannya dalam penjara yang lembap dan gelap itu? Dengan
waktu yang begitu luang, saya yakin musuh menyerang pikiran dan
imajinasinya tanpa ampun. Dapatkah Anda mendengarkan pikiran
Yusuf? Aku melayani Potifar dan rumah tangganya dengan setia, dengan
jujur, dan dengan tulus selama lebih dari sepuluh tahun. Aku lebih setia
kepadanya daripada kepada istrinya. Aku tetap setia kepada Allah dan tuanku
GHQJDQVHWLDSKDULPHQMDXKLLPRUDOLWDVVHNVXDO$SDXSDKNHWDDWDQNX"3HQMDUD
Kenapa aku tidak bertingkah seperti pria normal dan menikmati kesenangan
GHQJDQSHUHPSXDQLWX"6HDQGDLQ\DDNXKDQ\DEHUKXEXQJDQVHNVGHQJDQQ\D
ketika kami sendirian, tidak akan ada orang yang tahu dan aku tidak akan ada
di penjara ini.
Jika Yusuf memercayai dusta ini, tak ayal pemikirannya kemudian
akan terjerumus semakin dalam: Jadi, beginikah cara Allah yang pengasih
GDQ VHWLD PHPHOLKDUD PHUHND \DQJ PHQDDWL1\D" :DK 'LD VDPD VHNDOL
WLGDN VHWLD³VHEDOLNQ\D 'LD PHQ\LNVD KDPED1\D 'LD PHPELDUNDQ RUDQJ
jahat makmur dan memang, sedangkan aku tersiksa karena ketaatanku. Apa
JXQDQ\D PHQDDWL $OODK" 'LD PHPEHULNX PLPSL NHSHPLPSLQDQ DNX KDQ\D
7DN.HQDO0HQ\HUDK
PHQFHULWDNDQQ\D NHSDGD VDXGDUDVDXGDUDNX GDQ DSD \DQJ WHUMDGL SDGDNX"
6XPXU GDQ SHUEXGDNDQ /DOX DNX PHQDDWL $OODK GDQ PHQMDXKL LPRUDOLWDV
VHNVXDOGDQDSDXSDKNX"3HQMDUDLQL7DPSDNQ\DVHPDNLQDNXWDDWVHPDNLQ
EXUXNVDMDNHKLGXSDQNX0HOD\DQL$OODKLWXEHQDUEHQDUJXUDXDQ\DQJSDKLW
Yusuf memiliki kemerdekaan yang sangat terbatas dalam penjara,
namun ia masih memiliki hak untuk memilih tanggapannya terhadap
segala sesuatu yang terjadi padanya. Akankah ia menjadi pahit dan
penuh kebencian? Lesu dan sinis? Akankah ia menghina Firman Allah,
memikir-­mikirkan pembalasan dendam, dan menyambut kebencian
yang mengetuk di pintu hatinya?
Atau, akankah ia dengan tekun melawan arus pikiran dan emosi
negatif yang tak ayal membanjiri jiwanya?
Saya ragu pernah terlintas dalam pikiran Yusuf sampai lama
kemudian bahwa serangkaian peristiwa mengerikan ini adalah cara
Allah untuk mempersiapkan dirinya memerintah. Yusuf sedang belajar
taat melalui penderitaan. Otot-­otot ketaatannya sedang diregangkan
sampai maksimal. Seakan-­akan ada beban seberat 143 kilo dipasang
pada palang dan ia berada di bangku latihan dengan seluruh otot tubuh
berteriak, Menyerah saja! Akankah ia mendengarkan teriakan dari
surga Dorong! Dorong! Dorong! atau kita akan mendengarkan logika
manusia, memilih jalan yang paling gampang berupa pembalasan yang
pahit, dan rubuh karena beratnya tekanan beban?
APAKAH ALLAH LENGAH?
Bagi Yusuf, biang keroknya adalah kakak-­kakaknya. Kalau bukan
karena tindakan mereka, ia tidak akan pernah berada di tempat yang
busuk ini. Selama dua tahun di penjara, saya yakin sering terlintas
dalam pikirannya betapa berbeda keadaannya seandainya kakak-­
kakaknya tidak mengkhianatinya.
Seberapa sering kita melawan pemikiran yang serupa? Anda tentu
tahu semua pemikiran Seandainya itu:
‡ Seandainya bukan karena bosku, aku pasti sudah dipromosikan,
bukannya dipecat.
‡ Seandainya bukan karena mantan suamiku, kami tidak akan kesulitan
keuangan seperti sekarang ini.
‡ 6HDQGDLQ\D EXNDQ NDUHQD RUDQJ \DQJ PHPÀWQDKNX GL WHPSDW NHUMD
itu, aku tidak akan kehilangan pekerjaan dan menghadapi ancaman
3HUODZDQDQ<DQJ3DOLQJ$PSXK
pengusiran dari manajer apartemen.
‡ Seandainya orangtuaku tidak bercerai, kehidupanku akan normal.
Mudah saja bagi kita melemparkan kesalahan pada orang lain
atas kesusahan yang kita hadapi dan membayangkan betapa jauh
lebih baik keadaan kita seandainya semua perlawanan itu tidak
menimpa kita. Namun ironisnya, pemikiran semacam itu malah akan
melemahkan perlawanan kita terhadap perkara yang pada akhirnya
akan membahayakan kita. Ancaman sesungguhnya bukanlah keadaan
yang berlawanan, melainkan kepercayaan dan pemikiran keliru yang
berusaha menyusup di tengah kesusahan yang kita alami. Kita harus
tak kenal menyerah dalam kepercayaan kita kepada rencana Allah yang
berdaulat dan dengan gigih melawan setiap logika yang bertentangan
dengan Firman-­Nya.
Pada akhirnya, kebenaran ini harus tertanam dengan kuat di dalam
hati kita: Tidak ada seorang pun atau roh jahat yang dapat menyingkirkan
kita dari kehendak Allah! Hanya Allah yang memegang tujuan hidup
kita. Kakak-­kakak Yusuf berusaha keras untuk menghancurkan
visi yang Allah berikan kepadanya. Mereka mengira mereka sudah
mengakhirinya. Mereka bahkan berkata satu sama lain, “Sekarang,
marilah kita bunuh dia dan kita lemparkan ke dalam salah satu sumur
ini.... Dan kita akan lihat nanti, bagaimana jadinya mimpinya itu!”
(Kejadian 37:20). Mereka dengan sengaja hendak menghancurkannya.
Itu bukan suatu kecelakaan;; itu disengaja! Mereka ingin memupus
sama sekali kesempatan Yusuf untuk memenuhi mimpinya.
Apakah Anda mengira Allah lengah ketika mereka menjualnya
ke dalam perbudakan? Dapatkah Anda membayangkan Allah Bapa
melihat kepada Anak dan Roh Kudus dan dengan nada yang bingung
dan panik berkata, “Apa yang akan Kita lakukan sekarang? Lihat apa
yang telah dilakukan kakak-­kakak Yusuf! Mereka menghancurkan
rencana Kita bagi kehidupannya. Lebih baik kita segera memikirkan
sesuatu! Apakah Kita memiliki rencana cadangan?”
Jika kita membayangkan tanggapan khas kebanyakan orang Kristen
terhadap situasi yang genting, tampaknya hal seperti itulah yang
terjadi di surga. Dapatkah Anda melihat Bapa berkata kepada Yesus,
“Yesus, Pendeta Bob baru saja ditendang dari denominasinya karena
ia mendoakan seseorang agar disembuhkan! Wah, tak disangka hal itu
akan terjadi! Apakah kau punya gereja lain untuk dipimpinnya?” Atau
bagaimana dengan ini: “Yesus, Sarah dan anak-­anaknya tidak memiliki
penghasilan setelah suaminya menceraikannya dan tidak memberikan
uang tunjangan untuknya dan anak-­anak. Lebih parah lagi, kondisi
7DN.HQDO0HQ\HUDK
ekonomi sedang buruk, dan ia hanya berpendidikan rendah, tidak
memiliki banyak kecakapan, dan jarang mengikuti pelatihan formal!
Apa yang akan Kita lakukan?”
Kedengarannya absurd, namun sering kali cara kita bereaksi
terhadap pencobaan menyiratkan bahwa seperti itulah cara kita
memandang Allah.
UJIAN TERBESAR BAGI YUSUF
Bagaimana dengan pembalasan dendam? Jika Yusuf seperti
kebanyakan kita, tahukah Anda apa yang akan ia lakukan? Menyusun
rencana pembalasan dendam. Ia akan menghibur dirinya dengan ide-­
ide yang bertentangan dengan Firman Allah (lihat Roma 12:19). Kalau
aku keluar dari penjara ini, aku akan memaksa mereka membayar apa yang
sudah mereka lakukan. Aku akan membayar pengacara terbaik, menyeret
kakak-­kakakku ke pengadilan, dan menggugat mereka. Atau lebih lagi, kenapa
KDUXV PHPEXDQJEXDQJ XDQJ GDQ ZDNWX" /DQJVXQJ NXEXQXK VDMD PHUHND
Aku akan membuatnya seperti kecelakaan, persis seperti yang mereka lakukan
padaku.
Namun jika Yusuf benar-­benar berpikir seperti itu, Allah akan
terpaksa membiarkannya membusuk di penjara. Mengapa? Karena
jika ia menjalankan rencana itu, ia akan membunuh pemimpin sepuluh
dari dua belas suku Israel! Itu mencakup Yehuda, yang menurunkan
Raja Daud dan, yang paling penting, Yesus Kristus. Benar, orang-­orang
yang memperlakukan Yusuf dengan begitu kejam tidak lain adalah
para bapa leluhur Israel.
Yusuf harus dengan tak kenal menyerah menolak penalaran,
argumentasi, gagasan, dan imajinasi yang meninggikan dirinya
melampaui jalan-­jalan Allah. Ia harus tetap teguh dalam kepercayaannya
akan janji Allah, karena ujian paling krusial bagi kepercayaan dan
ketaatannya masih akan datang.
Dua orang tahanan baru masuk ke dalam penjara. Mereka adalah
juru minum dan juru roti Firaun. Pada waktunya, masing-­masing dari
mereka mengalami mimpi yang meresahkan dan menceritakannya
kepada Yusuf. Apakah ujian bagi Yusuf? Dapatkah ia menyatakan kesetiaan
Allah kepada kedua orang ini ketika ia belum melihat secercah pun bukti
kesetiaan Allah dalam kehidupannya sendiri dalam waktu lebih dari sepuluh
WDKXQ" Pikirkanlah hal itu: Yusuf mendapatkan mimpi kepemimpinan
3HUODZDQDQ<DQJ3DOLQJ$PSXK
bahwa saudara-­saudaranya akan melayaninya. Namun, belum ada
satu aspek pun dari janji itu yang terjadi. Jika Yusuf seperti kebanyakan
orang pada saat ini, ia akan berkata kepada dua orang itu, “Oh, kalian
bermimpi ya tadi malam. Yah, aku juga pernah bermimpi. Jangan
ganggu aku.”
Jika seperti itu tanggapannya, ia akan mati di penjara itu sebagai
orang yang sangat kepahitan, menggeram, “Allah itu tidak setia. Dia
tidak memenuhi janji-­Nya.” Ia akan menghancurkan jalan menuju
panggilan hidupnya, karena dua tahun kemudian juru minum itulah
yang melaporkan kepada Firaun kemampuan Yusuf untuk menafsirkan
mimpi. Hal itu akhirnya membawa Yusuf keluar dari penjara untuk
menafsirkan mimpi Firaun. Satu peristiwa itu melontarkan Yusuf dari
penjara yang dalam menjadi orang kedua atas seluruh Mesir—dan
akhirnya, sembilan tahun kemudian, melihat saudara-­saudaranya
benar-­benar menyembahnya persis seperti yang dijanjikan dalam
mimpinya sekian tahun lalu.
Yusuf belum juga melihat janji pemberian Allah itu selama dua
puluh satu tahun. Namun janji itu akhirnya sungguh-­sungguh digenapi
karena Allah setiap untuk memenuhi janji-­Nya. Berapa banyak dari
kita yang menyerah jika kita belum melihat doa kita dijawab dalam tiga
tahun? Atau tiga bulan? Atau tiga minggu? Jika metode dan pengaturan
waktu Allah berbeda dari keinginan kita, kita cenderung menggerutu
pada Allah. Namun, bukan Allah yang menggagalkan mimpi itu;; kita
sendiri! Kita memerlukan ketabahan, iman dan ketaatan yang tak kenal
menyerah, dan kuasa yang kita perlukan tersedia di dalam ekonomi
anugerah Allah. Itu adalah karunia cuma-­cuma-­Nya yang tersedia
bagi kita semua;; kita hanya perlu
memercayai Firman-­Nya dan berdiri
teguh dalam iman kita kepada-­Nya.
Kita akan menuai jika kita tidak
tidak ada manusia atau tidak menjadi lemah.
roh jahat yang dapat Seperti telah saya nyatakan,
menghentikan rencana tidak
ada manusia atau roh jahat
Allah bagi kehidupan Anda
yang dapat menghentikan rencana
Allah bagi kehidupan Anda, dan jika
Anda tertanam dengan kuat dalam
kebenaran ini, Anda akan menjadi kekuatan yang tak terhentikan dalam
kerajaan-­Nya. Akan tetapi, ada satu pengecualian atas kebenaran ini
yang perlu Anda ketahui: hanya satu orang yang dapat menghancurkan
tujuan hidup Anda, dan itu adalah diri Anda sendiri!
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Renungkanlah keadaan bangsa Israel. Allah mengutus Musa untuk
memimpin mereka keluar dari perbudakan Mesir menuju Tanah
Perjanjian. Dia menghendaki agar mereka memasuki Kanaan setahun
setelah meninggalkan Mesir. Akan tetapi, karena ketidakpercayaan,
pikiran yang salah, menggerutu, dan mempersalahkan Musa, mereka
tidak pernah masuk ke dalam tujuan mereka. Sebaliknya, seluruh
angkatan itu kecuali dua orang, Kaleb dan Yosua, mati di padang gurun.
Mereka terus-­menerus mengomel bahwa Allah itu tidak setia, padahal
sebenarnya justru mereka yang tidak setia kepada Allah. Karena
mereka tidak memiliki iman dan ketaatan yang tak kenal menyerah,
mereka menggagalkan sendiri tujuan hidup mereka.
KARAKTER UNTUK MEMERINTAH
Yusuf mengawali hidupnya sebagai pengadu dan pelagak dan tinggi
hati. Namun ia tidak tetap bersikap seperti itu. Ia belajar taat melalui
penderitaan, dan dengan demikian ia mengembangkan karakter yang
diperlukannya untuk nantinya memerintah secara efektif. Ia menjadi
orang kedua yang paling berkuasa di muka bumi. Jika ia memendam
kepahitan, rasa tersinggung, sikap tidak mau mengampuni, dan
kebencian pada kakak-­kakaknya, mudah saja baginya menjalankan
pembalasan dendam. Kakak-­kakaknya datang ke Mesir untuk mencari
makanan pada saat kelaparan melanda seluruh dunia. Ia dapat
menjebloskan mereka ke dalam penjara seumur hidup, atau menyiksa
dan bahkan membunuh mereka. Akan tetapi, Yusuf justru berbuat
sebaliknya. Ia memberi mereka gandum secara cuma-­cuma dan tanah
terbaik di Mesir bagi keluarganya. Mereka menikmati makanan terbaik
yang dihasilkan negeri itu. Singkatnya, ia memberikan pada kakak-­
kakaknya yang tidak layak itu perkara yang terbaik di seluruh Mesir.
Hati Yusuf telah diteguhkan, dikuatkan, dan dimantapkan dengan
karakter yang dewasa—karakter yang seperti Kristus—karena ia
memberkati kakak-­kakaknya yang mengutukinya dan berbuat baik
kepada mereka yang membencinya (lihat Matius 5:44-­45).
Perhatikanlah baik-­baik penutup nasihat Petrus:
Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa
semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan
yang sama. Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang
telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-­Nya
yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan,
3HUODZDQDQ<DQJ3DOLQJ$PSXK
dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika
lamanya. (1 Petrus 5:9-­10)
Allah, sumber segala kasih karunia... akan melengkapi,
meneguhkan, menguatkan, dan mengokohkan kamu. Itu empat kata
yang sangat kuat dan menjanjikan bagi Anda dan saya. Saya akan
PHQJXWLSGHÀQLVL6WURQJXQWXNPDVLQJPDVLQJNDWD
1. 0HOHQJNDSLPHQ\HPSXUQDNDQ—”memulihkan atau meleng-­kapi
melalui perbaikan, penyesuaian, atau penisikan.”
2. Meneguhkan—”mengencangkan, mengarahkan ke tujuan tertentu
dengan gigih, memperbaiki, meneguhkan, mendirikan dengan
mantap.”
3. Menguatkan—”meneguhkan atau menguatkan dalam peng-­
etahuan dan kekuasaan rohani.”
4. Mengokohkan—”meletakkan dasar untuk, benar-­benar menegak-­
kan sesuatu.”
Masing-­masing kata itu menggambarkan apa yang Allah kerjakan
di dalam diri Yusuf saat mempersiapkannya untuk memerintah. Ia
diperbaiki dan ditisik, bukan lagi tukang mengadu atau berlagak
atau tinggi hati. Ia menjadi sangat kuat, diangkat oleh anugerah Allah
yang luar biasa ke tempat tujuan hidupnya. Ia menjadi kuat secara
rohani sehingga ia memberkati dan tidak mengutuki kakak-­kakaknya.
Ketaatannya yang tak kenal menyerah melalui situasi yang tampaknya
tanpa pengharapan membentuk hikmat, keberanian, dan karakter yang
tak dapat disangkal.
Di bab terdahulu kita membahas pentingnya terlibat dalam
pertempuran langsung dengan musuh kita dengan berpegang teguh
pada dan menyatakan Firman Allah. Akan tetapi, mengucapkan Firman
sebenarnya bukan senjata kita yang paling ampuh. Senjata kita yang
paling ampuh dalam pertempuran langsung adalah berdiri teguh dalam
ketaatan kita kepada Firman Allah. Itu berarti berpikir, berbicara, dan
hidup menurut kebenaran-­Nya. Allah berseru melalui nabi Yeremia,
“Di seluruh negeri, kebenaran tidak berkuasa, bahkan ketidakjujuran
merajalela” (Yeremia 9:3). Dia mencari Yusuf-­Yusuf dalam generasi
kita. Jika kita tak kenal menyerah dalam ketaatan kita dan menyatakan
Firman Allah dengan berani, kita akan menuai panen yang melimpah
berupa janji yang digenapi, karakter yang dewasa, otoritas yang lebih
besar, dan hancurnya kubu pertahanan musuh. Mereka yang berada
dalam lingkaran pengaruh kita akan mengecap keuntungan luar biasa
karena iman dan ketaatan kita yang teguh.
Betapa agung panggilan hidup yang Allah tetapkan bagi Anda!
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Rencana-­Nya sudah ditetapkan sebelum Anda dibentuk dalam rahim
ibu Anda. Seperti Yusuf, Dia memanggil Anda ke dalam keagungan.
Petrus meringkas semuanya itu pada akhir nasihatnya:
Aku menulis dengan singkat kepada kamu untuk menasihati
dan meyakinkan kamu bahwa ini adalah anugerah yang
benar-­benar dari Allah. Berdirilah dengan teguh di dalamnya!
(1 Petrus 5:12)
Kuasa untuk taat dengan tak kenal menyerah terdapat dalam
anugerah Allah. Saya berharap Anda tidak akan lagi menganggap
anugerah Allah yang menakjubkan hanya untuk menutupi dosa dan
tiket ke surga. Jauh lebih besar dari itu! Oleh anugerah-­Nya kita harus
menjadikan diri kita unggul bagi kemuliaan Tuhan kita Yesus Kristus
yang mutlak.
15
DOA YANG TAK KENAL MENYERAH
Segala sesuatu yang kamu minta kepada Bapa, akan diberikan-­Nya
kepadamu dalam nama-­Ku. YOHANES 16:23
P
embahasan kita tentang Tak Kenal Menyerah akan tidak
lengkap tanpa membicarakan hubungan pribadi kita dengan
Allah sendiri. Bagaimana kita mendekat dan memohon
kepada-­Nya? Haruskah kita datang dengan takut-­takut dan merunduk?
Apakah kita hanya meminta “perkara-­perkara besar” dengan sikap
“mudah-­mudahan,” agar kita tidak kecewa jika tidak memperoleh
jawaban? Apakah kita harus mengharapkan persentase yang kecil,
sedang, atau besar dari doa kita dijawab?
Saya tahu pertanyaan-­pertanyaan ini mungkin terdengar absurd
bagi Anda, namun setelah berkeliling selama lebih dari dua puluh
tahun dan berdoa dengan banyak pemimpin dan orang percaya,
pertanyaan itu ternyata mudah ditemukan. Saya pernah menyaksikan
sekian banyak doa remeh-­temeh tanpa kekuatan keyakinan atau
hasrat yang kuat di dalamnya. Saya pernah menghadiri pertemuan
doa dengan orang-­orang yang sibuk melihat ke kiri-­kanan, membaca
Alkitab mereka, atau mendengarkan musik penyembahan ketika
kita seharusnya bersyafaat. Saya sering bertanya-­tanya apakah orang
Kristen ini beranggapan bahwa dengan mereka hadir saja Allah akan
menjawab, atau apakah mereka sudah sekian lama tidak lagi berdoa
dengan iman dan kepercayaan yang gigih dan tak kenal menyerah
7DN.HQDO0HQ\HUDK
kepada Allah dalam segala sesuatu?
Terlalu sering hati saya sakit ketika mendengarkan para pemimpin
PHPDQMDWNDQ GRD \DQJ GDQJNDO GDQ WLGDN VSHVLÀN 3LNLUDQ \DQJ
melintas dalam benak saya, Jika ia mendatangi kantor seorang
pemimpin sipil sama seperti ia memohon kepada Allah, pejabat itu
mungkin akan menanggapi, “Untuk apa kau datang ke sini? Kau hanya
membuang-­buang waktuku!” Para pemimpin Kristen ini seakan-­
akan memilih perkataan mereka agar terdengar patut diterima secara
rohani, tidak membuat orang berharap terlalu tinggi dan juga tidak
akan membuat mereka kecewa. Hal itu sungguh sangat menyedihkan
karena memperlihatkan betapa tidak realistisnya alam roh itu bagi
sekian banyak orang Kristen saat ini.
BERANI DAN YAKIN
Allah dengan ramah mengundang kita untuk “dengan penuh
keberanian menghampiri takhta anugerah” (Ibrani 4:16). Berani berarti
penuh keyakinan, gagah berani, maju, kuat, dan teguh. Lawan kata
dari berani mencakup takut, enggan, dan malu. Pikirkanlah: Allah
mengundang dan memerintahkan Anda untuk datang dengan penuh
keyakinan, kekuatan, dan keteguhan untuk menerima kebutuhan Anda
dari Dia. Inilah keinginan-­Nya!
Rasul Yakobus mengatakan, “Doa orang yang benar, bila dengan
tekun didoakan, sangat besar kuasanya” (KJV). Tekun berarti “memiliki
atau memperlihatkan intensitas semangat, perasaan, dan antusiasme
yang besar.” Kamus mengungkapkan bahwa sinonimnya mencakup
hasrat yang kuat dan segenap hati. Yakobus berkata bahwa doa yang
efektif itu doa yang tekun. Sebaliknya, doa yang tidak efektif adalah
doa yang lesu, tanpa semangat, dan setengah-­setengah.
Ketika Anda mendengar tekun, apakah Anda juga mendengar
tak kenal menyerah? Mestinya begitu. Yakobus menggarisbawahi
maksudnya dengan mengacu pada nabi besar Elia:
Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, dan ia telah
bersungguh-­sungguh berdoa, supaya hujan jangan turun, dan
hujan pun tidak turun di bumi selama tiga tahun dan enam
bulan. Lalu ia berdoa lagi dan langit menurunkan hujan dan
bumi pun mengeluarkan buahnya. (Yakobus 5:17-­18)
'RD<DQJ7DN.HQDO0HQ\HUDK
Elia berdoa dengan bersungguh-­sungguh—dengan tak kenal
menyerah—dan mengalami hasil yang ajaib. Kata bersungguh-­sungguh
EHUVLQRQLPGHQJDQWHNXQ'HÀQLVLQ\D´PHPLOLNLPDNVXGWXMXDQDWDX
upaya yang serius;; giat dan bersemangat.” Apakah Anda memahami
dengan baik Firman Allah tentang bagaimana berdoa secara efektif?
Jelas sekali: Allah mencari hasrat yang segenap hati dan tak kenal
menyerah ketika kita mendekati Dia untuk menyampaikan kebutuhan
dan permintaan kita.
Sekian waktu setelah Elia berdoa agar hujan tidak turun, ia mulai
berdoa agar hujan turun lagi. Menurut catatan Alkitab, “Elia naik
ke puncak gunung Karmel, lalu ia membungkuk ke tanah, dengan
mukanya di antara kedua lututnya” (1 Raja-­raja 18:42).
New
Living
Translation
menyebutkan,
“ia
sujud
di
tanah dan berdoa.” Saya dapat
Allah mencari hasrat yang membayangkan ia berseru kepada
segenap hati dan tak Allah dengan hasrat yang besar. Ia
kenal menyerah ketika berlutut atau duduk, membungkuk
kita mendekati Dia untuk ke tanah dengan mukanya di antara
menyampaikan kebutuhan kedua lututnya, dan ia berseru,
dan permintaan kita.
“Allah Abraham, Ishak, dan Yakub,
Engkau berbicara kepadaku bahwa
Engkau
menginginkan
hujan
kembali turun. Maka aku berseru kepada-­Mu untuk mendatangkan
awan dan hujan, agar buah-­buahan kembali muncul di tanah ini! Aku
memohon agar Engkau tidak menunda-­nunda, namun mendatangkan
hujan agar umat-­Mu dapat kembali bersukacita karena kebaikan-­Mu!”
Ia memohon dengan berani, dengan tak kenal menyerah, dengan hasrat
yang segenap hati. Kemudia Elia memerintahkan hambanya, “Naiklah
ke atas, lihatlah ke arah laut” (1Raja-­raja 18:43).
Bertahun-­tahun sebelumnya, ketika hujan turun di Israel secara
teratur, datangnya dari Laut Mediteranian ke arah barat. Elia
memerintahkan hambanya untuk melihat ke arah itu kalau-­kalau
muncul awan. Ia melakukan apa yang ia percayai. Ketika kita sungguh-­
sungguh percaya, seperti itu pula kita akan bertindak. Hamba Elia
kembali dan melaporkan, “Tidak ada apa-­apa.”
Banyak dari kita akan berhenti sampai di situ, bukan? Kita akan
berkata, “Yah, mungkin saya salah mendengar. Saya rasa Allah ingin
terus menghukum Israel karena perilakunya yang jahat. Selama Ahab
menjadi raja mungkin kita tidak akan melihat hujan turun sama sekali.”
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Kita tidak akan berdiri teguh dalam iman;; sebaliknya, kita akan berhenti
memohon kepada Allah dan, sebagainya, tidak mengalami kehendak-­
nya. Namun tidak demikian dengan Elia.
Elia tahu kehendak Allah dan permintaannya akan dikabulkan. Ia
berseru sekali lagi, kali ini dengan berani dan dengan tekun bersyukur
kepada Allah, oleh iman, karena mendengarkan doanya. Ia menyuruh
hambanya ke puncak Gunung Karmel untuk kedua kalinya.
Doa dan iman tanpa tindakan yang selaras tidak lain hanyalah
tindakan agamawi yang membuang-­buang waktu. Bertekun dalam doa
berarti hati, pikiran, jiwa, dan tubuh Anda bertekad untuk menerima,
dan Anda bertindak selaras dengan itu. Karena Anda yakin bahwa
Anda bertindak menurut kehendak Allah, Anda tidak mau menerima
jawaban tidak. Anda tahu bahwa keadaan dan suasana dapat dan harus
berubah.
Namun hamba Elia kembali dengan jawaban yang sama. “Tidak
ada apa-­apa.”
Sebagian besar dari kita, jika kita tidak menyerah pada kesempatan
pertama, akan menyerah ketika mendengar laporan kedua ini.
Kita mencari-­cari alasan teologis yang baik mengapa Allah tidak
memberikan permintaan tertentu ini pada waktu tertentu pula. Tetapi
tidak dengan Elia! Ia kembali bergegas menuju ruang takhta surga, dan
untuk ketiga kalinya menyuruh hambanya naik ke gunung. Kembali,
jawabannya masih sama. Ia melakukannya empat kali, lima kali, enam
kali, dan tujuh kali! (Benar-­benar hamba yang luar biasa;; ia diminta
tujuh kali dalam sehari untuk mendaki ke puncak Gunung Karmel,
dan ia melakukannya. Bukan hanya Elia yang tekun, namun hambanya
juga!) Setelah hambanya pergi tujuh kali bolak-­balik, ia melaporkan,
“Wah, awan kecil sebesar telapak tangan timbul dari laut.”
Awan sebesar telapak tangan jelas tidak dapat menghasilkan hujan
seperti yang didoakan Elia. Namun itu saja sudah cukup bagi Elia
untuk menghentikan permohonannya dan mulai bertindak. Ia tahu
doanya sudah dijawab.
Maka ia berkata, “’Pergilah, katakan kepada Ahab: Pasang
keretamu dan turunlah, jangan sampai engkau terhalang oleh hujan.’
Maka dalam sekejap mata langit menjadi kelam oleh awan badai, lalu
turunlah hujan yang lebat” (1 Raja-­raja 18:44-­45).
Tujuh kali ia berdoa, dan tujuh kali ia menyuruh hambanya. Elia
tak kenal menyerah dalam meminta, bertekad untuk mendapatkan
jawaban. Ini contoh yang diacu Yohanes ketika ia berbicara tentang
'RD<DQJ7DN.HQDO0HQ\HUDK
doa yang tekun dan efektif. Itu doa yang tekun dalam kepercayaan,
pengucapan, ketabahan, dan perbuatan.
AWAN KECIL TIMBUL
Awan kecil yang timbul dalam pengalaman Elia itu mewakili kepastian
yang dapat kita miliki jika kita berdoa dengan iman yang tak kenal
menyerah. Roh Kudus bersaksi bersama-­sama dengan roh kita (lihat
Roma 8:16). Inilah awan kecil kita. Kadang-­kadang itu berupa suatu
ÀUPDQSDGDZDNWXODLQVXDWXFHWXVDQVXNDFLWDGDQSDGDZDNWX\DQJ
lain lagi kesadaran dalam hati kita bahwa apa yang kita minta kepada
Allah sudah terjadi. Begitu kita melihat awan kecil itu timbul, kita dapat
bertindak selaras dengan itu, sama seperti yang dilakukan Elia.
Saya ingat ketika Lisa siap melahirkan anak kami yang keempat.
Saat itu sudah lima hari dari hari perkiraan lahir (HPL), tapi selama
ini ia memang melahirkan bayi-­bayi kami melewati HPL. Akan
tetapi, kali ini Lisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Si bayi
mulai menendang-­nendang di rahimnya. Ia menelepon dokter untuk
menyampaikan kecemasannya, dan dokter berkata, “Datanglah ke
rumah sakit besok pagi dan kita akan melakukan induksi.”
Keesokan paginya dokter memecahkan air ketubannya dan
memberi tahu kami bahwa Lisa tak ayal akan segera melahirkan. Ia
menyuruh kami berjalan-­jalan dalam upaya mempercepat kontraksi.
Lisa dan saya berjalan-­jalan sepanjang pagi tanpa kemajuan apa pun.
Sekitar tengah hari ia mulai letih, maka kami kembali ke kamar rumah
sakit untuk beristirahat. Lisa berkata, “John, tolonglah pergi ke luar
dan berdoa. Jika aku tidak segera melahirkan, mereka akan melakukan
prosedur yang menyakitkan untuk membuat bayi lahir, dan aku tidak
ingin itu terjadi.”
Salah satu prosedurnya adalah memberinya obat bernama Pitocin
dan bius epidural. Ia pernah menjalani prosedur ini ketika melahirkan
bayi pertama kami, dan hal itu mengakibatkan komplikasi jangka
panjang di punggungnya. Ada lagi faktor penghambat lain: biayanya
sangat mahal. Karena pelayanan kami masih dalam tahap awal, kami
belum memiliki asuransi medis. Kami keluarga berpenghasilan rendah
dan tidak memiliki uang selain untuk kebutuhan pokok.
Siangnya, saya meninggalkan rumah sakit dan mencari tempat
yang tenang di dekat situ agar saya dapat leluasa berseru ke surga.
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Saya berdoa dengan tekun. Empat puluh lima menit kemudian saya
kembali ke kamar Lisa, namun tetap saja belum ada kemajuan. Saya
menghabiskan waktu satu jam lagi dengan Lisa dan kemudian pergi
keluar untuk berdoa kedua kalinya. Permohonan saya kepada Allah
semakin kuat. Ketika saya kembali lagi masih belum ada kemajuan.
Kami menghabiskan waktu satu jam lain. Kecemasan Lisa
semakin menjadi-­jadi karena berbagai alasan, namun terutama karena
keselamatan bayi kami. Ia memohon, “John, tolong pergi dan teruslah
berdoa. Aku sangat cemas.”
Saya pergi untuk ketiga kalinya ke tempat doa yang sunyi ini. Kali
ini saya semakin gigih dan intensif. Doa saya kuat dan nyaring;; saya
bertekad untuk didengarkan. Saya sudah melihat wajah Lisa yang
ketakutan, dan saya ingin dapat menghiburnya. Saya berdoa dalam
bahasa Inggris dan mengingatkan Allah akan janji-­Nya. Kemudian
saya berdoa dengan tekun dalam bahasa Roh.
Setelah beberapa menit saya mendengar dengan jelas dalam hati
saya, Bayimu akan lahir hari ini, dan ibu dan bayinya akan pulang
pada jam seperti ini besok dalam keadaan sehat. Roh Kudus bersaksi
bersama-­sama dengan roh saya bahwa doa saya telah didengar dengan
memberi saya perkataan. Dia telah memberi saya “awan kecil sebesar
telapak tangan.” Saat ini saya siap untuk bertindak.
Saya kembali ke kamar Lisa pada pukul 5 sore dan berkata, “Arden
akan lahir hari ini dan kamu dan dia akan pulang besok dalam keadaan
sehat.” Ia terhibur. Namun setelah beberapa saat belum juga terjadi
perubahan, janji itu kelihatannya tidak mungkin terjadi. Belum juga
terjadi kontraksi. Bagaimana mungkin seorang bayi lahir dengan begitu
cepat? Tetapi saya sudah melihat awan kecil!
Malam terus berjalan, dan perawat dan dokter mulai membahas
langkah berikutnya. Lisa bertanya lebih dari satu kali, “John, mungkin
kau perlu keluar dan berdoa lagi?”
“Tidak perlu. Bayi kita akan lahir sebelum tengah malam,” kata
saya.
Seiring dengan berjalannya waktu, pikiran saya semakin tergoda
untuk menyerah dan melepaskan perkataan yang telah saya dengar
dengan sangat jelas dalam hati saya. Akan tetapi, saya yakin Allah
sudah mendengarkan doa saya, dan saya menolak untuk menyerah.
Akhirnya, tak lama setelah pukul 11 malam, Lisa mulai kontraksi.
Arden lahir pada pukul 11.51. Ketika ia keluar, tali pusar melilit erat
'RD<DQJ7DN.HQDO0HQ\HUDK
lehernya. Saya teringat pemandangan mengerikan dari kepalanya
yang berbeda warnanya dari tubuhnya. Ia nyaris tercekik. Dokter
segera memotong tali itu, dan mereka bergegas melarikan Arden untuk
memeriksanya dengan saksama.
Keesokan harinya kami meninggalkan rumah sakit pada pukul 3.30
petang. Lisa dan Arden sudah di rumah sebelum pukul 4.30. Apa yang
Allah bisikkan kepada saya terjadi persis seperti yang dikatakan-­Nya.
MINTALAH, DAN TERUSLAH MEMINTA
Kebanyakan kita akrab dengan perkataan Yesus, “Karena itu, Aku
berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu;; carilah,
maka kamu akan mendapat;; ketuklah, maka pintu akan dibukakan
bagimu” (Lukas 11:9). Ini dari terjemahan LAI. Namun, jika kita
PHQ\LPDN WHUMHPDKDQ $PSOLÀHG %LEOH NLWD DNDQ PHQHPXNDQ OHELK
banyak pengertian:
Karena itu, Aku berkata kepadamu: Mintalah dan teruslah
meminta, maka akan diberikan kepadamu;; carilah dan teruslah
mencari, maka kamu akan mendapat;; ketuklah dan teruslah
mengetuk, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap
orang yang meminta dan terus meminta, menerima dan setiap
orang yang mencari dan terus mencari, mendapat dan setiap
orang yang mengetuk dan terus mengetuk, baginya pintu
dibukakan. (Lukas 11:9-­10)
Anda dapat melihat bahwa Yesus mendorong kita untuk tak
kenal menyerah dalam meminta, mencari, dan mengetuk. Mengapa?
Apakah Allah itu sulit mendengar? Jelas tidak! Ini persoalan apakah
kita sungguh-­sungguh percaya. Saya pernah menyaksikan orang-­
orang yang bertekad untuk menerima dan orang lain yang berharap
untuk menerima. Ada perbedaan sangat besar di antara keduanya.
Jika seseorang bertekad, ia gigih, ulet, dan berani. Pergi dengan tangan
kosong bukanlah suatu pilihan. Di sisi lain, jika seseorang hanya
berharap, ia akan cenderung lebih gampang menyerah. Jika kita benar-­
benar percaya, kita akan terus meminta dan menjadi semakin intensif
jika jawabannya perlu waktu lama.
Renungkanlah pelajaran di Sang Guru sendiri:
Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk
7DN.HQDO0HQ\HUDK
menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak
jemu-­jemu. Kata-­Nya: “Dalam sebuah kota ada seorang hakim
yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorang
pun. Dan di kota itu ada seorang janda yang selalu datang
kepada hakim itu dan berkata: Belalah hakku terhadap lawanku.
Beberapa waktu lamanya hakim itu menolak. Tetapi kemudian
ia berkata dalam hatinya: Walaupun aku tidak takut akan Allah
dan tidak menghormati seorang pun, namun karena janda ini
menyusahkan aku, baiklah aku membenarkan dia, supaya
jangan terus saja ia datang dan akhirnya menyerang aku.” Kata
Tuhan: “Camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim
itu! Tidakkah Allah akan membenarkan orang-­orang pilihan-­
Nya yang siang malam berseru kepada-­Nya? Dan adakah Ia
mengulur-­ulur waktu sebelum menolong mereka? Aku berkata
kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka. Akan tetapi,
jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di
bumi?” (Lukas 18:1-­8, FAYH)
Perhatikan perkataan Yesus, mereka harus selalu berdoa dengan
tidak jemu-­jemu atau tak kenal menyerah. Itu bukan hanya ide yang
bagus;; lebih penting lagi, Allah menghendaki agar Anda tidak pernah
berhenti.
Dalam perumpamaan itu, perempuan tersebut betul-­betul tak
kenal menyerah dalam meminta sampai ia membuat hakim yang
tidak adil itu angkat tangan. Dengan kata lain, ia membuat hakim itu
kesal dengan kegigihannya. Hakim yang lalim itu membelanya hanya
agar dapat segera menjauhinya. Yang mengherankan bagi saya, Yesus
menggunakan contoh ini sebagai ilustrasi tentang bagaimana kita
mengajukan permohonan kepada Allah, karena Dia berkata, “Petiklah
pelajaran dari cerita ini.” Kemudian Dia berbicara tentang umat-­Nya
yang memohon siang dan malam, “Adakah Dia [Allah] mengulur-­ulur
waktu sebelum menolong mereka?” Allah itu tidak lalim;; Dia berpihak
pada kita. Karena itu, Dia akan mengabulkan permintaan kita dengan
segera ketika kita gigih, sama seperti perempuan dalam cerita Yesus.
Di sini perlu diberikan penjelasan. Jika menerapkan perumpamaan
ini secara keliru, orang dapat terjebak dalam rutinitas berdoa siang
dan malam berulang-­ulang. Yesus memperingatkan hal ini: “Lagi pula
dalam doamu itu janganlah kamu bertele-­tele seperti kebiasaan bangsa-­
bangsa yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa dengan
banyaknya kata-­kata doanya akan dikabulkan” (Matius 6:7). Tujuannya
'RD<DQJ7DN.HQDO0HQ\HUDK
bukanlah mengulang atau mendaras doa sering-­sering tanpa pikir
panjang. Fokusnya pada sikap yang tak kenal menyerah, tekun, dan
yakin saat kita mengajukan permohonan kita di hadapan Allah. Kita
mendekati Dia dengan penuh keyakinan karena kita tahu permintaan
kita selaras dengan kehendak-­nya dan, karena itu, permintaan kita
tak akan ditolak. Elia tidak akan mau menerima jawaban tidak. Ia
membulatkan hati untuk melihat perubahan terjadi seperti yang
didoakannya. Ia tetap bertahan sampai ia tahu dirinya telah didengar.
MEMINTA DAN MENGETUK DENGAN GIGIH
Yesus bukan hanya memerintahkan kita untuk terus meminta, tetapi
juga terus mencari dan terus mengetuk. Doa yang tekun itu bukan
terbatas pada berbicara di kamar pribadi kita;; doa juga melibatkan
tindak lanjutnya—mencari dan mengetuk dengan sungguh-­sungguh.
Dengan kata lain, kita hidup selaras dengan apa yang kita minta. Ini
faktor yang krusial jika kita ingin melihat doa kita berhasil.
Ada berbagai cerita dari pengalaman saya yang dapat saya bagikan
sehubungan dengan aspek doa ini. Berikut ini beberapa contohnya:
Lisa dan saya berkesempatan menikmati dua setengah hari hanya
berdua di Maui, Hawaii, sebelum berbicara di konferensi. Pengaturan
waktunya sangat luar biasa karena kami sudah lama tidak memiliki
kesempatan untuk rehat dan menyegarkan diri bersama, dan juga
ayah Lisa baru saja meninggal. Saya dengan saksama merencanakan
kesempatan istimewa untuk berdua ini.
Setiap hari menjelang hari keberangkatan, laporan cuaca tetap
tidak berubah: hujan lebat tanpa henti! Cuaca yang buruk jelas akan
merusakkan rencana kami, maka saya berdoa dengan gigih agar hujan
tidak turun, memerintahkan agar sistem cuaca menghindari lokasi
kami, dan berbicara kepada malaikat surga untuk menjalankan apa
yang saya doakan.
“Nanti akan hujan. Nanti akan hujan,” kata Lisa berulang-­ulang.
Saya terus menjawab, “Kita akan menikmati cuaca yang indah.
Semuanya akan baik-­baik saja.”
Kami tiba di Hawaii pada waktu malam dan disambut oleh cuaca
yang gelap dan muram. Laporan cuaca masih menandakan bahwa
hujan belum akan berhenti. Saya kebetulan melihat laporan cuaca di
7DN.HQDO0HQ\HUDK
televisi di hotel. Sebuah sistem cuaca yang besar telah melanda bukan
hanya seluruh kepulauan Hawaii, namun juga kawasan yang luas di
VHNLWDU6DPXGHUD3DVLÀN
Paginya, saya membuka tirai dan memandang awan gelap dan
hujan deras. Saya tidak melihat celah terang di antara hamparan
awan gelap itu. Persis seperti yang diperkirakan. Tetapi saya menolak
untuk mengatakan sesuatu yang berlawanan dengan apa yang saya
minta. Saya berteriak, “Terima kasih, Bapa, untuk hari yang indah
dan cerah. Aku ingin melihat istriku mengenakan bikini, berjemur dan
beristirahat.”
Lisa menertawakan tingkah saya yang bodoh. Saya seperti bermain-­
main, namun sebenarnya saya serius. Saya tidak mau menyerah.
Kami pergi untuk sarapan. Karena hujan deras, staf restoran terpaksa
memindahkan separuh meja dari teras di luar ke dalam aula hotel.
Begitu makanan kami tersaji, saja melirik ke arah awan gelap yang
mencurahkan hujan dan dengan sengaja berdoa, “Tuhan, terima kasih
untuk makanan ini, kami menguduskannya dalam nama Yesus. Dan
terima kasih atas hari yang indah dengan matahari yang bersinar
cerah.”
Lisa tersenyum dan menggoda, “John, kenapa kau tidak mendoakan
sesuatu yang kita tahu bisa dijawab?” Kami berdua tertawa. Ia
melontarkan kalimat yang sangat lucu.
“Sayang, aku sebenarnya serius,” kata saya. “Ini akan menjadi hari
yang indah.”
Pelayan mendatangi kami. “Apakah Anda ingin memesan sesuatu?”
“Ya, dapatkah Anda menghentikan hujannya?” jawab saya.
Kami semua tertawa. Akan tetapi, sebelum kami selesai sarapan,
hujan sudah berhenti, awan gelap pergi, langit biru muncul, dan
matahari bersinar dengan cerah. Sepanjang sisa waktu kami di Maui,
kami tidak pernah melihat hujan atau segumpal awan pun menutupi
matahari.
Nantinya kami pergi ke bagian lain Hawaii—Oahu—untuk
mengikuti konferensi. Begitu sampai di sana, beberapa orang se-­
tempat memberi tahu bahwa mereka dilanda hujan deras pada saat
kami menikmati matahari yang cerah di Maui. Kami berada di bagian
Oahu yang kering, namun pantai-­pantai di situ sedang ditutup
karena hujan yang amat deras menggelontorkan sampah berbahaya
ke laut. Orang-­orang setempat terkejut mendengar cerita kami tentang
'RD<DQJ7DN.HQDO0HQ\HUDK
cuaca yang indah di Maui.
Saya percaya Allah kita yang mengagumkan menjawab doa saya
yang gigih dan membentuk lubang dalam sistem cuaca.
BUKU BAGI MEREKA YANG MEMERLUKAN
Saya menuturkan kisah tadi untuk menyanggah kebohongan bahwa
Allah hanya berminat untuk memenuhi “permintaan yang besar-­
besar.” Dia benar-­benar peduli akan setiap detail kehidupan kita. Dia
Bapa kita! Namun sekarang saya akan bersaksi tentang tanggapan-­Nya
terhadap permintaan yang jauh lebih penting: doa untuk memberkati
mereka yang memerlukan bantuan.
Lisa dan saya percaya buku kami adalah pesan dari Allah untuk
gereja-­Nya di seluruh dunia. Ketika saya menjelaskannya, saya sering
menyebutkan bahwa satu-­satunya
alasan nama saya tercantum di buku itu
adalah karena sayalah yang pertama
kali harus membacanya. Karena
Dia benar-­benar itulah, kami merasa mendapatkan
peduli akan setiap kepercayaan yang sangat serius. Lisa
detail kehidupan kita
dan saya bertanggung jawab untuk
berdoa agar memperoleh sarana untuk
menyebarkan pesan ini kepada gereja-­
gereja di seluruh dunia.
Pada saat saya menulis buku ini, buku-­buku saya sudah
diterjemahkan ke dalam lebih dari enam puluh bahasa. Sekian lama
kami berdoa dengan tekun untuk memberikan buku-­buku tersebut
sebagai hadiah kepada para pendeta dan pemimpin di negera-­negara
yang tertutup atau sedang berkembang. Nyatanya, kami ingin memberi
lebih banyak dari jumlah buku yang terjual.
Selama sepuluh tahun terakhir kami sudah menyebarkan sekitar
250.000 buku kepada para pemimpin di China, Iran, Pakistan, India,
Fiji, Tanzania, Rwanda, Uganda, dan negara-­negara lain. Kami masih
jauh dari target untuk memberi lebih banyak daripada menjual, karena
jumlah buku yang terjual sudah jutaan eksemplar.
Pada awal 2011, saat tim kepemimpinan kami menyusun strategi
untuk masa depan, saya mendapati bahwa kami baru memberikan
33.000 buku pada tahun 2010. Setelah berdiskusi sekian lama saya
7DN.HQDO0HQ\HUDK
mengumumkan, “Tahun ini, sasaran kita adalah memberikan 250.000
buku kepada para pemimpin di luar negeri.”
Ruangan menjadi tenang. Salah satu anggota tim berbicara, “Menurut
saya, itu sebuah target yang agak terlalu tinggi. Peningkatannya terlalu
VLJQLÀNDQGDULWDKXQODOX.LWDSHUOXPHPSHUNHQDONDQSHQMDQJNDXDQ
\DQJ EHVDU LQL NHSDGD PLWUD ÀQDQVLDO NLWD VHFDUD EHUWDKDS .LWD
memerlukan waktu. Dapatkah kita menetapkan sasaran menjadi
100.000 dan mungkin meningkatkannya lagi pada tahun-­tahun yang
akan datang?”
“Tidak, kita perlu memercayai Allah dan melangkah dengan iman
untuk menolong para pendeta dan gereja yang memerlukan bantuan
di seluruh dunia,” kata saya. “Dua ratus lima puluh ribu bukanlah
sasaran yang terlalu tinggi.”
Perdebatan pun kian sengit. Anggota tim ini menyampaikan
alasan tambahan mengapa sasaran saya terlalu besar. Akhirnya, ia
secara terang-­terangan menyebutnya sebagai sasaran yang tidak
masuk akal. Ia menjelaskannya secara akurat dan logis, namun ia tidak
mempertimbangkan anugerah Allah.
Saya menjadi semakin yakin. “Bung, tidak ada pelayanan lain yang
memegang buku ini;; Allah sudah mempercayakannya kepada kita.
Kitalah satu-­satunya lembaga yang dapat memberikan Umpan Iblis,
Under Cover, Lioness Arising, Driven by Eternity, Extraordinary, dan
judul-­judul lain. Kita bertanggung jawab untuk memercayai Allah akan
hal ini. Kita harus mengarahkan pandangan kita tinggi-­tinggi.”
Perlawanan masih berlanjut. Pada saat itu suara saya menjadi keras
dan nyaring: “Saya tidak ingin berdiri di depan takhta penghakiman
Yesus dan harus menjelaskan mengapa kita meminta begitu sedikit.
Saya tidak ingin para pendeta bertanya-­tanya pada kita pada saat
penghakiman, ‘Mengapa kami tidak memberikan kepada kami buku-­
buku yang sudah Allah percayakan kepadamu?’ Pelayanan lain tidak
akan diminta pertanggungjawaban untuk hal ini—hanya kita!”
Atmosfer kian memanas, dan rapat kami berakhir dalam kondisi
SHQXK WHNDQDQ GDQ NRQÁLN 6D\D PHQ\HVDO UDSDW LWX PHVWL PHPDQDV
seperti itu dan saya mesti berbicara dengan begitu keras. Para pemimpin
departemen kami adalah orang-­orang yang tulus dan saleh, yang
hanya ingin mengupayakan kebaikan pelayanan ini. Namun jauh di
dalam hati, saya tahu saya tidak mungkin mundur. Sangat penting bagi
saya untuk berdiri dalam kesenjangan bagi para pendeta yang lapar
dan gereja yang memerlukan bantuan di wilayah-­wilayah yang sedang
'RD<DQJ7DN.HQDO0HQ\HUDK
berkembang di seluruh dunia.
Beberapa hari kemudian kepada administrasi kami mendekati saya.
“John, kami akan melakukan apa yang ada dalam hatimu. Kami ada di
sini untuk melayani visimu dan Lisa. Tolong beri tahu pada saya jika
engkau masih percaya bahwa kita harus memberikan 250.000 buku.
Jika engkau berdoa dan percaya akan hal ini, maka kami 100 persen
mendukung upayamu. Kami akan berdoa dan bekerja dengan tekun
untuk mencapai sasaran itu.”
Saya kembali mencari Allah, dan masih percaya bahwa tujuannya
haruslah memberikan 250.000 buku. Pintu-­pintu sudah terbuka bagi
kami untuk memberikan buku kepada para pemimpin di Vietnam,
Liberia, China, Iran, Turki, Ghana, Tajikistan, Lebanon, Burma, dan
negara-­negara lain. Kami juga tahu akan ada banyak permintaan lain
yang masuk. Untuk mencetak dan menyebarluaskan buku sebanyak
itu ke seluruh dunia memerlukan biaya sekitar 600.000 sampai 700.000
dolar Amerika. Ini uang yang sangat besar jumlahnya bagi kami,
namun tidak bagi Allah.
Dua minggu kemudian anggota tim kami menelepon saya yang
sedang di kamar hotel di Florida. Mereka melaporkan dengan penuh
gairah. “John, kita baru saja menerima cek sebesar 300.000 dolar untuk
mencetak buku bagi para pemimpin di luar negeri.” Di balkon kamar
hotel saya, saya benar-­benar berteriak dengan penuh sukacita.
Ternyata salah satu karyawan kami menceritakan visi itu kepada
seorang pengusaha dari Texas. Ia yang menulis cek itu. Donasi tunggal
terbesar yang pernah diterima pelayanan kami selama dua puluh
tahun sebelumnya adalah 50.000 dolar. Ini benar-­benar mukjizat!
Dengan uang ini kami dapat mencetak hampir 150.000 buku. Yang
lebih menakjubkan lagi, kami sudah mencapai lebih dari separuh jalan
menuju sasaran—padahal saat itu baru bulan Februari! Pembicaraan di
telepon itu berubah menjadi perayaan—semangat kami semua bangkit
dengan sukacita yang meluap.
Sebelum meletakkan telepon saya bertanya, “Bung, jadi sekarang
kalian tahu kenapa saya begitu keras dan gigih dalam rapat dua minggu
lalu?”
Kepada administrasi kami, yang paling menentang rencana saya
dalam rapat itu, tertawa dan berkata, “Kupikir engkau akan berkata,
‘Enyahlah dari hadapanku, Iblis.’” Kami semua tertawa.
Nantinya pada hari itu Lisa berkomentar, “Allah tidak ingin kita
percaya kepada-­Nya untuk hal-­hal yang mungkin;; Dia ingin kita
7DN.HQDO0HQ\HUDK
percaya akan hal-­hal yang mustahil. Jika kita tidak bertahan dengan
sasaran ini, saya tidak yakin cek 300.000 dolar ini akan sampai ke
tangan kita.” Saya jelas sepakat dengan pandangannya. Hikmat Lisa
tampak nyata.
Menjelang akhir tahun, lebih dari 250.000 buku sudah disebarkan
ke tangan para pemimpin di empat puluh satu negara. Hal ini tidak
mungkin terjadi tanpa dukungan dan doa mitra kami dan upaya yang
tekun dari semua pihak yang terlibat. Perlu berjilid-­jilid buku untuk
mencatat kesaksian dari penjangkauan ini.
Ini kejadian yang sangat membangkitkan iman bagi seluruh tim
kami. Kita perlu meminta, mencari, dan mengetuk dengan gigih untuk
melihat pintu terbuka agar dapat memberi dampak pada sekian banyak
jiawa. Kita harus selalu ingat bahwa Allah “dapat melakukan jauh lebih
banyak daripada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata
dari kuasa yang bekerja di dalam kita” (Efesus 3:20). Kita tidak dapat
membiarkan pikiran manusiawi kita yang terbatas membatasi Dia
dalam pemikiran dan kepercayaan kita. Jika kita benar-­benar percaya,
kita akan meminta dengan gigih dan terus-­menerus mengetuk sampai
kita melihat kemuliaan-­Nya dinyatakan.
TUNGGU APA LAGI?
Kemajuan kerajaan Allah tidak terjadi dalam alam jasmani sebelum
hal itu dipastikan dalam alam rohani. Paulus menyatakan kepada
Timotius, “Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan
rebutlah hidup yang kekal. Untuk itulah engkau telah dipanggil dan
telah engkau ikrarkan ikrar yang benar di depan banyak saksi” (1
Timotius 6:12). Merebut hidup yang kekal adalah berpegang teguh
pada pemeliharaan Yesus, dan kita tidak mungkin melakukannya
dengan setengah-­setengah. Ketika Allah melihat kebulatan hati seperti
ini dalam diri anak-­anak-­Nya, hati-­Nya tergugah.
“Tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah,” kata
Ibrani 11:6. “Sebab siapa yang berpaling kepada Allah, ia harus percaya
bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang
sungguh-­sungguh mencari Dia.” Kita tidak diberi tahu bahwa memberi
upah kepada mereka yang mencari Dia secara sambil lalu, melainkan
Dia memberi upah kepada mereka yang mencari Dia dengan sungguh-­
sungguh. Dia terpikat pada hasrat yang kuat, sepenuh hati, dan tak
kenal menyerah.
'RD<DQJ7DN.HQDO0HQ\HUDK
Allah juga menyatakan hal serupa melalui nabi Yeremia:
Sebab Aku ini mengetahui rancangan-­rancangan apa yang ada
SDGD.XPHQJHQDLNDPXGHPLNLDQODKÀUPDQ78+$1\DLWX
rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan,
untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.
Dan apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-­
Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu;; apabila kamu
mencari Aku, kamu akan menemukan Aku;; apabila kamu
menanyakan Aku dengan segenap hati, Aku akan memberi
NDPX PHQHPXNDQ $NX GHPLNLDQODK ÀUPDQ 78+$1
(Yeremia 29:11-­14)
Rencana Allah bagi kehidupan Anda hanyalah rancangan yang
baik. Akan tetapi, untuk menerima pemeliharaan yang berlimpah ini,
kita perlu mengejarnya dengan hasrat yang kuat dan gigih. Inilah iman
yang sejati.
Apakah Anda ingat perkataan terakhir Yesus dalam perumpamaan
tentang perempuan dan hakim yang lalim itu? “Akan tetapi, jika Anak
Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?” Pertanyaan
yang luar biasa! Akankah Dia menemukan iman yang enteng, setengah
hati, dan berhati-­hati—atau iman yang sejati? Terjemahan The Message
berbunyi, “Berapa banyak iman yang gigih seperti itu yang akan
ditemukan Anak Manusia ketika Dia datang kembali ke bumi ini?”
Jenis iman yang dimaksudkannya adalah seperti sikap perempuan
yang membuat kesal hakim yang lalim dengan upayanya yang tak
kenal menyerah.
Jadi, jangan malu-­malu dalam mendekati Allah. Jangan sungkan-­
sungkan mengajukan permintaan, Jadilah berani, kuat, ulet, dan
VSHVLÀN.HJLJLKDQNLWDGHQJDQ$OODKEXNDQPXQFXOGDULNHSXWXVDVDDQ
melainkan dari keyakinan yang teguh
bahwa Dia Bapa yang mengasihi kita
dan akan memberikan kepada kita apa
jangan malu-­malu yang kita minta dengan gigih dalam
nama-­Nya.
dalam mendekati Allah.
Tunggu apa lagi? Kebutuhan di
sekitar Anda sangat besar. Ada sekian
banyak orang di dalam dunia Anda
yang memerlukan Anda untuk menghadap Allah dengan penuh
keberanian dalam doa demi kepentingan mereka. Jadilah terang bagi
mereka! Mendekatlah kepada Allah dengan kegigihan yang tak kenal
menyerah saat ini juga!
16
BERLARI UNTUK MEMPEROLEH HADIAH
Karena itu, larilah [dalam pertandingan] sedemikian rupa,
sehingga kamu memperoleh [hadiah itu] dan
menjadikannya milikmu!
1 KORINTUS 9:24 (AMP)
S
eperti yang kita pelajari dalam seluruh buku ini, Anda dan saya
tengah berada dalam sebuah pertandingan yang menantang.
Dan seperti diungkapkan dalam ayat dari 1 Korintus itu,
pertandingan ini bersifat pribadi. Ini pertandingan Anda. Ini
pertandingan saya.
Perhatikanlah frasa rasul Paulus, sedemikian rupa. Dengan cara
bagaimana seharusnya kita berlari? Kita harus berlari dengan tak kenal
menyerah. Penulis kitab Ibrani mengungkapkannya: “Marilah kita...
berlomba dengan ketabahan yang sabar dan ketekunan dan kegigihan
yang aktif dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita” (12:1, AMP).
Saya menjadi atlet sepanjang hidup saya, maka banyak teman
saya adalah atlet amatir atau profesional. Mereka yang serius berlatih
dengan keras, bertahan melalui kesukaran, dan menjalani pelatihan
yang meletihkan. Paulus menulis, “Setiap orang yang sedang dalam
latihan, menahan diri dalam segala hal” (1 Korintus 9:25, BIS). Mengapa
atlet melakukannya? Rasul ini menjawab, “Mereka melakukannya
untuk memperoleh hadiah.”
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Bagi pemain sepakbola, hadiahnya adalah memenangkan Piala
Dunia. Bagi pemain bulutangkis, hadiahnya mungkin menjadi juara
All England, Piala Thomas, atau kejuaraan utama lainnya. Untuk
atlet Olimpiade, hadiahnya adalah medali emas. Visi mereka untuk
mendapatkan hadiah itu menjadi motivasi mereka. Mereka yang
mengarahkan pandangannya untuk memperoleh hadiah itu akan
berlatih dengan lebih gigih, tak kenal menyerah, dan siap menanggung
kesukaran yang ekstrem—lebih dari mereka yang tidak memiliki visi
dan tidak termotivasi untuk memenangkan hadiah.
Saya pernah melihat pemain hoki yang pergelangan kakinya
patah, namun meminta pelatihnya untuk membebat luka itu agar ia
dapat terus bertanding untuk memperebutkan Stanley Cup. Ia terus
meluncur sambil menahan rasa sakit yang membuat kebanyakan orang
sulit berjalan. Saya pernah melihat pemain football yang hidungnya
koyak, namun membebatnya, agar ia dapat melanjutkan pertandingan;;
visinya untuk memenangkan Super Bowl mengatasi rasa nyeri yang
menyakitkan itu. Kita semua pernah menyaksikan hal semacam ini,
entah dalam olah raga entah dalam upaya lain. Visi adalah motivator
yang hebat. Itu membuat orang menonjol di antara kerumunan
orang lain. Itu yang menjadikan mereka juara. Hanya mereka yang
mengarahkan pandangannya dengan tekun untuk memperoleh hadiah
itulah yang siap untuk menanggung kesukaran seperti itu.
Sebagai warga kerajaaan Allah
yang setiap hari bertempur melawan
pasukan Iblis yang kuat dan
destruktif, kita harus tahu untuk apa
Memulai dengan baik itu penting, tetapi...bagaimana kita bertanding. Apa motivasi kita
kita mengakhiri sesuatu untuk menyelesaikan pertandingan
dengan baik? Mengapa sangat
jauh lebih penting lagi. penting bagi kita untuk tetap setia?
Apa makna dari kehidupan pribadi
kita masing-­masing sebagai umat
Allah? Mengapa jalan yang telah
ditetapkan Allah bagi kita sangat penting bagi kerajaan-­Nya?
Paulus mengatakan bahwa jawaban untuk masing-­masing
pertanyaan ini sama dengan jawaban seorang atlet. Kita berjuang
untuk mendapatkan hadiah atau upah: “Karena itu, larilah [dalam
pertandingan] sedemikian rupa, sehingga kamu memperoleh [hadiah
itu] dan menjadikannya milikmu!” Pada tahun-­tahun akhir masa
hidupnya, rasul Yohanes mencatat perintah yang serupa dari Allah:
%HUODUL8QWXN0HPSHUROHK+DGLDK
Waspadalah supaya jangan menjadi seperti mereka, lalu
kehilangan pahala yang kita usahakan dengan susah payah.
Berusahalah supaya kalian menerima upah penuh dari Tuhan.
(2 Yohanes 8, FAYH)
Salomo kehilangan hadiah tertinggi karena ia tidak menyelesaikan
pertandingan dengan baik. Matanya tidak tertuju pada sasaran.
Memulai dengan baik itu penting, namun dalam tatanan
Allah bagaimana kita mengakhiri sesuatu jauh lebih penting lagi.
Menyelesaikan pertandingan dengan baik dan menerima hadiah
menuntut kegigihan dan ketabahan yang tak kenal menyerah,
keduanya harus disulut oleh motivasi yang kuat. Jadi, ini tempat yang
baik untuk membahas pertanyaan yang sangat penting: Apakah upah
yang harus kita usahakan—hadiah yang sangat disayangkan jika
sampai terlewatkan?
Hadiah ini dapat dilihat dalam dua tahap. Kita akan membahas
tahap yang pertama di sini dan tahap yang kedua di bab selanjutnya.
UPAH PERTAMA
Upah atau hadiah pertama berkaiatan dengan fakta bahwa jalan
kehidupan kita berkaitan langsung dengan membangun rumah Allah—
rumah di mana Dia akan tinggal untuk selama-­lamanya.1
Allah sedang membangun rumah bagi diri-­Nya sendiri—rumah
yang penuh kemuliaan. Dia rindu untuk mendiami rumah itu, dan
rumah itu sudah menjadi fokus rencana-­Nya selama beribu-­ribu tahun.
Dan Dia sangat bergairah akan hal itu!
Lisa dan saya memiliki kesempatan membangun rumah sendiri.
Pada akhir 1980-­an ketika kami tinggal di Orlando, Florida, seorang
pembangun rumah terkenal bernama Robert mendekati kami. “Saya
mengasihi pelayananmu,” katanya, lalu menambahkan, “Saya ingin
membangunkan rumah untukmu.” Pada saat itu kami tinggal di rumah
yang kecil dan sederhana, dan mengira biaya pembangunan rumah itu
akan terlalu mahal bagi kami. Namun ketika kami mengungkapkan
keberatan, Robert berseru, “Saya akan melakukannya dengan ‘harga
1. Untuk pembahasan lebih mendalam tentang rumah Allah, lihatlah buku saya Driven By Eternity (New York: Faith Words, 2006).
7DN.HQDO0HQ\HUDK
pelayanan’.” Ternyata, ia tidak mengambil keuntungan sesen pun dari
pembangunan rumah itu.
Sebelum itu, Lisa dan saya pernah memiliki dua rumah. Dua-­duanya
rumah kecil, dan kami tidak perlu repot-­repot merancangnya. Kami
hanya memilih jenis lantai standar serta warna cat dan bahan;; kami
tidak bisa menentukan hal-­hal yang lain. Jadi, proses pembangunan
rumah kali ini terasa asing bagi kami.
Saya tidak akan pernah lupa ketika Robert datang ke rumah kecil
kami beberapa hari kemudian, duduk bersama dengan kami di meja
dapur, membentangkan selembar kertas kosong, dan dengan antusias
berkata, “Gambarlah rumah impianmu!”
Kami tertegun. Kami tidak menyadari bahwa kami dapat melakukan
hal semacam itu. Segera saja Lisa bekerja. Ia mulai menggambar seolah-­
olah ia sudah memikirkannya selama beberapa waktu. (Sebenarnya,
ia memang sudah memikir-­mikirkannya!) Saya akan sedikit lamban
dalam menggambar, mengusulkan ide untuk ruang belajar dan garasi,
sedangkan istri saya melakukan bagian lainnya. Sungguh membesarkan
hati, dan kegairahan itu semakin bertambah ketika kami mendapati
bahwa kami dapat benar-­benar merancang rumah itu sesuai dengan
keinginan kami. Tidak ada batasan.
Kemudian impian kami, dicorat-­coret seadanya di atas selembar
kertas besar, diserahkan pada arsitek dan perancang, dan beberapa
hari kemudian Bob menunjukkan pada kami cetak birunya. Sungguh
menggairahkan. Tidak lama kemudia mereka meletakkan batu pertama
dan mulai membangun.
Istri saya dan saya mendatangi lokasi setiap hari sepanjang seluruh
proses pembangunan. Kadang-­kadang kami pergi dua kali sehari. Kami
begitu bersemangat;; kami tidak sabar menunggu bagian berikutnya
dari rumah itu dibangun. Beberapa bulan itu terasa seperti bertahun-­
tahun, dan hari-­hari terasa seperti berminggu-­minggu, karena kami
menunggu-­nunggu sesuatu yang baru ditambahkan pada rumah kami
dan pada akhirnya dapat pindah ke sana. Kami takjub menyaksikan
impian yang kami gambar di selembar kertas kosong terwujud di
depan mata kami!
Yah, saya percaya penantian penuh sukacita yang kami rasakan itu
sangat mirip dengan emosi dan penantian Allah akan rumah impian-­
Nya. Namun Dia sudah menunggu jauh lebih lama dari beberapa bulan.
Sesungguhnya, Allah sudah menunggu penyelesaian rumah-­Nya sejak
dunia diciptakan.
%HUODUL8QWXN0HPSHUROHK+DGLDK
Di bumi, kita sering memberikan nama tertentu untuk rumah
istimewa. Misalnya, rumah ratu Inggris adalah Istana Buckingham.
Di Amerika presiden tinggal di Gedung Putih. Rumah aktor Michael
Douglas di Bermuda adalah Longlands. Rumah almarhum George
Harrison, mantan anggota Beatles, adalah Friar Park.Rumah aktor
Nicholas Cage adalah Midford Castle. Kebanyakan orang tidak
menyadari bahwa Allah sudah memulai trend pemberian nama rumah
ini jauh sebelum kita melakukannya. Dia menyebut rumah kekalnya,
yang masih dalam proses pembangunan, sebagai Sion. Seperti ditulis
pemazmur,
Sebab TUHAN telah memilih Sion, mengingininya menjadi
tempat kedudukan-­Nya: “Inilah tempat perhentian-­Ku selama-­
lamanya, di sini Aku hendak diam, sebab Aku mengingininya.”
(Mazmur 132:13-­14)
Perhatikanlah bahwa Allah menginginkan rumah ini. Dengan
kata lain, Dia sangat bergairah menantikannya, sama seperti Lisa dan
saya begitu bergairah menantikan rumah baru kami. Ayat-­ayat lain
menjelaskan bahwa rumah yang disebut Sion itu sudah berada di
hati Allah selama sekian generasi: “TUHAN sudah membangun Sion,
sudah menampakkan diri dalam kemuliaan-­Nya” (Mazmur 102:17);;
“Bermazmurlah bagi TUHAN, yang bersemayam di Sion, beritakanlah
perbuatan-­Nya di antara bangsa-­bangsa” (Mazmur 9:12);; “Dari Sion,
puncak keindahan, Allah tampil bersinar” (Mazmur 50:2).
Ketika Anda membangun rumah, Anda memulai dari dasarnya.
Dengarkanlah perkataan Yesaya, “Sesungguhnya, Aku meletakkan
sebagai dasar di Sion sebuah batu, batu yang teruji, sebuah batu penjuru
yang mahal, suatu dasar yang teguh” (Yesaya 28:16). Apakah (atau
lebih tepat lagi, siapakah) batu dasar itu? Tidak lain dari Anak Allah
yang terkasih, Yesus Kristus. Menurut Yesaya, Yesus adalah bagian
dari bahan bangunan rumah Allah yang kekal, Sion. Sejatinya, sebagai
batu penjuru, Dia adalah bagian yang paling penting.
Kemudian Firman Allah menyatakan, “Dan biarlah kamu juga
dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah
rohani” (1 Petrus 2:5). Rumah yang dimaksudkan Petrus, tentu saja,
adalah Sion. Yesus dikiaskan sebagai batu, dan demikian pula dengan
kita. Kita adalah “batu hidup,” dan Dia batu penjurunya. Bersama
dengan Yesus, orang-­orang Kristen adalah bahan bangunan yang
menyusun rumah tempat Allah akan berdiam untuk selama-­lamanya!
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Allah sedang membangun rumah. Dia menggunakan kita semua
dalam apa yang sedang dibangun-­Nya. Dia memakai para rasul
dan para nabi sebagai dasarnya. Sekarang Dia memakai Anda,
mencocokkan Anda batu demi batu, dengan Kristus sebagai
batu penjuru yang menyatukan seluruh bagian. Kita melihat
rumah itu semakin terwujud hari demi hari—bait kudus yang
dibangun oleh Allah, kita semua dibangun di dalamnya, suatu
bait yang Allah berkenan berdiam di dalamnya. (Efesus 2:19-­
22, MSG)
SUBKONTRAKTOR
Kita bukan menjadi bahan bangunan untuk rumah itu, tetapi kita juga
disebut sebagai kawan sekerja (lihat 1 Korintus 3:9). Dalam bahasa saat
ini, subkontraktor. Siapakah mereka ini? Mereka adalah pemasang
pipa, tukang listrik, pemasang bingkai, pemasang tembok, pemasang
atap, pemasang ubin, pemasang batu bata, pemasang karpet—
daftarnya terus berlanjut. Ketika Robert membangun rumah kami,
ia tidak menancapkan sebatang paku pun ke rumah kami, ia tidak
memasnag batu bata, tidak memotong kayu. Tidak, para subkontraktor
yang melakukan semuanya itu.
Jadi, kalau para subkontraktorlah yang sebenarnya membangun
rumah, apa kerja si pembangun? Jawabannya tiga hal. Pertama,
pembangun merancang rumah itu. Allah, sebagai pembangun rumah-­
Nya sendiri, merancang rencana agung-­Nya sejak dahulu kala. Rasul
Paulus menulis, “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum
dunia dijadikan” (Efesus 1:4). Ibrani mengatakan, “Pekerjaan-­Nya sudah
selesai sejak dunia dijadikan” (4:3). Rumah Allah sudah direncanakan
sepenuhnya sebelum Adam diciptakan. Menakjubkan!
Kedua, pembangun memesan material yang digunakan dalam
membangun rumah. Tidakkah Anda bersukacita karena Allah memesan
Anda? Itulah sebabnya Dia berkata, “Sebelum Aku membentuk engkau
dalam rahim ibumu, dan sebelum engkau lahir, Aku sudah memilih”
(Yeremia 1:5, BIS). Paulus mengatakan, “Sebab di dalam Dia Allah telah
memilih kita sebelum dunia dijadikan” (Efesus 1:4).
Tanggung jawab ketiga pembangun adalah mengatur jadwal
subkontraktor. Ini aspek yang sangat penting dalam proyek ini karena
Anda tidak ingin mempekerjakan tukang cat sebelum tukang pipa
atau tukang batu, misalnya. Anda tidak ingin pemasang karpet datang
%HUODUL8QWXN0HPSHUROHK+DGLDK
sebelum pemasang atap atau tukang cat. Jika para subkontraktor tidak
diatur dengan jadwal yang baik, tak ayal akan terjadi kekacauan.
Rumah-­rumah pada masa modern biasanya tidak memiliki
“subkontraktor utama,” nama rumah Allah memilikinya. Menurut
Anda, siapakah subkontraktor utama pembangunan rumah Allah?
Anda benar: Yesus Kristus. Galatia 4:4 (BIS) berkata, “Tetapi pada
saatnya yang tepat, Allah mengutus Anak-­Nya ke dunia” (Galatia 4:4).
Allah sang pembangun menjadwalkan kedatangan Yesus, batu penjuru
dan subkontraktor utama, pada “saat yang tepat” dalam pembangunan
Sion.
Sehubungan dengan pekerjaan-­Nya sebagai subkontraktor
utama, Yesus memenuhi tugas-­Nya dengan sempurna. Dia jelas-­jelas
menyelesaikan pertandingan dengan baik! Pada Perjamuan Terakhir,
Dia dapat berkata kepada Bapa-­Nya dengan rendah hati dan dengan
yakin, “Aku telah memuliakan Engkau di bumi dengan menyelesaikan
pekerjaan yang Engkau berikan kepada-­Ku untuk Kulakukan” (Yohanes
17:4). Yesus menyelesaikan pekerjaan-­Nya sebagai subkontraktor
utama dalam membangun Sion.
Bagaimana dengan Anda dan saya? Apa yang Firman Allah katakan
tentang peran kita sebagai subkontraktor dalam membangun rumah
Allah?
Tentang kita dikatakan, “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan
dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan
Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya” (Efesus 2:10).
Perhatikan bahwa kita diciptakan di dalam Kristus “untuk melakukan
pekerjaan baik.” Dengan kata lain, kita diciptakan bukan hanya untuk
menjadi seseorang, tetapi kita juga diciptakan di dalam Kristus untuk
melakukan sesuatu. Tolong perhatikan dengan saksama: Dalam tahun-­
tahun belakangan ini, terjadi ketidakseimbangan pengajaran di dalam
tubuh Kristus tentang hal ini. Kita sangat menekankan tentang siapa
diri kita di dalam Kristus, yang memang penting, namun kita begitu
menekankannya sampai kita mengabaikan apa yang ditetapkan untuk
kita lakukan di dalam Kristus. Ketidakseimbangan ini memunculkan
dua masalah utama.
Pertama, hal itu menghasilkan gereja yang penuh dengan kelesuan
di dunia Barat. Mayoritas orang percaya datang ke gereja seminggu
sekali, dan banyak yang kurang dari itu. Kita begitu sibuk mengurus
pekerjaan kita, mengejar kehidupan sosial yang baik, membeli gadget
paling muktahir, mencicil rumah, membesarkan anak, menabung
7DN.HQDO0HQ\HUDK
untuk pendidikan mereka, dan menyiapkan dana pensiun. Semuanya
ini menjadi motivasi kita, bukannya penggenapan dari amanat pribadi
kita dari Allah. Sangat banyak dari kita yang tidak tahu akan fakta
bahwa kita memiki “pekerjaan” kekal yang harus diselesaikan.
Pikirkanlah hal ini: bagaimana mungkin Paulus mengatakan,
“Aku telah mengakhiri pertandingan” (2 Timotius 4:7) jika ia tidak
mengetahui jalurnya? Mari saya jelaskan. Jika Anda pernah berlari
lintas alam (jarak jauh) di SMA, Anda akan tahu bahwa semua peserta
memperhatikan peta jalur perlombaan sebelum mulai berlomba. Jika
Anda berlari dalam pelrombaan jarak jauh dan tidak tahu jalurnya,
Anda dapat berlari dan berlari sampai Anda pingsan dan rekan-­rekan
satu tim membopong Anda pulang. Namun Anda tetap tidak akan
tahu apakah Anda sudah menyelesaikan perlombaan. Satu-­satunya
cara Anda dapat secara jujur dan secara akurat mengatakan bahwa
Anda sudah menyelesaikan perlombaan adalah bila Anda mengetahui
dan menyelesaikannya menurut jalur yang telah ditetapkan. Seperti
Yesus, Paulus berkata, “Aku sudah menyelesaikan pekerjaan yang
Kautetapkan untuk kuselesaikan.”
Bagaimana kita dapat menyelesaikan perlombaan kita jika kita
semata-­mata berfokus pada, dan energi kita terkuras untuk, urusan
sehari-­hari? Bagaimana kita tahu pekerjaan yang Allah tetapkan bagi
kita jika koneksi utama kita dengan Dia adalah sebuah kebaktian singkat
pada hari Minggu setiap minggunya? Bagaimana kita dapat mengenal
rencana-­Nya jika kita tidak mencari Dia setiap hari dan dengan tekun?
Masalah kedua akibat penekanan yang tidak seimbang—aspek
menjadi lebih dipentingkan daripada melakukan—adalah banyak orang
Kristen beranggapan bahwa hanya mereka yang melayani sepenuh
waktulah yang memiliki panggilan yang sejati dalam hidup mereka.
Ini omong kosong! Setiap anak Allah, pria atau perempuan, muda atau
tua, memiliki panggilan surgawi, dan panggilan itu adalah menadi
VXENRQWUDNWRU\DQJVHWLDGDODPPHPEDQJXQUXPDK$OODK$PSOLÀHG
Bible mengungkap dengan indah bahwa kita diciptakan dalam
Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan
Allah sebelumnya [menempuh jalur yang telah disiapkan-­Nya jauh
sebelumnya]. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya [menjalani
kehidupan baik yang telah Dia rancang sebelumnya dan Dia persiapkan
untuk kita jalani]” (Efesus 2:10).
Allah memberi Anda hak istimewa untuk melayani sebagai salah
satu subkontraktor dalam membangun Sion, rumah kekal-­Nya. Ini
bukan rumah yang terbuat dari batu bata dan semen atau kayu dan
%HUODUL8QWXN0HPSHUROHK+DGLDK
batu. Ini rumah yang dibuat tanpa tangan manusia, rumah hidup
yang terdiri atas putra dan putri raja. Seperti banyak subkontraktor
saat ini, Anda mungkin tidak (belum) dapat melihaat bagaimana
panggilan hidup Anda melengkapi keseluruhan desain rumah-­Nya,
karena hanya Dia yang mampu melihatnya sebagai ahli bagunan yang
cakap. Sumbangsih kita baru akan nyata sepenuhnya suatu hari kelak
ketika rumah Allah telah selesai dan, bersama-­sama dengan Dia, kita
menikmati hadirat-­Nya di sana untuk selama-­lamanya.
Ketika Robert menyusun jadwal para subkontraktor untuk
membangun rumah kami, ia menyerahkan pada mereka masing-­
masing bagian cetak biru dan skema yang telah disesuaikan. Ia
memaparkan pada mereka secara jelas apa yang ia kehendaki agar
mereka lakukan. Ia mengetahui dengan baik keseluruhan rencana;;
mereka hanya mengetahui bagian mereka dan hanya diharapkan
untuk mengerjakan bagian mereka itu. Mereka tidak sekadar muncul
ke lokasi dan melakukan apa yang mereka rasa perlu dilakukan atau
tampak baik untuk dilakukan. Mereka mengikuti rencana yang telah
dirancang sebelumnya oleh sang pembangun.
Allah sudah merencanakan sebelumnya jalur yang terbaik bagi Anda,
bagi saya, bagi setiap orang yang percaya kepada Kristus Yesus sebagai
Juruselamat dan Tuhan (Efesus 2:10). Sama seperti subkontraktor yang
membangun rumah kami, kita masing-­masing memiliki peran yang
VSHVLÀNGDQSHQWLQJGDODPPHPEDQJXQUXPDKNHNDO$OODK7LGDNDGD
tugas yang lebih atau kurang penting daripada yang lain. Allah ingin
rumah-­Nya selesai sebagaimana Dia merencanakannya, dan untuk itu
kita perlu melakukan bagian kita—dan melakukannya dengan baik.
UPAH ATAU KERUGIAN SANG PEMBANGUN
Sekarang Anda dapat memahami dengan lebih baik mengapa di dalam
Kitab Suci kita sering disebut sebagai pembangun. Pemazmur menulis,
“Batu yang dibuang oleh tukang-­tukang bangunan telah menjadi batu
penjuru” (Mazmur 118:22). Petrus, seperti kita bahas di atas, menyatakan
bahwa semua orang percaya adalah batu di dalam rumah Allah,
namun kemudian ia beralih dari siapa diri kita ke apa yang ditetapkan
untuk kita lakukan di dalam Kristus—ia membandingkan kita dengan
tukang bangunan (atau subkontraktor) rumah Allah: “Biarlah kamu
juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu
rumah rohani.... Karena itu, bagi kamu yang percaya, Ia mahal, tetapi
7DN.HQDO0HQ\HUDK
bagi mereka yang tidak percaya: ‘Batu yang telah dibuang oleh tukang-­
tukang bangunan, telah menjadi batu penjuru, juga telah menjadi batu
sentuhan dan suatu batu sandungan’” (1 petrus 2:5, 7).
Dalam perkataan Petrus kita melihat bahwa orang yang taat adalah
orang yang setia dan subkontraktor sejati dalam pembangunan rumah
Allah, sedangkan mereka yang tidak menaati Firman (rancangan
dan cetak biru Allah) sesungguhnya malah menghambat tercapainya
tujuan.
Dengan pengertian ini, kita siap untuk menguraikan penjelasan
Paulus tentang proses dan upah:
Masing-­masing akan menerima upah menurut jerih payahnya.
Kami adalah orang-­orang yang sama-­sama bekerja untuk
Allah.... Saudara-­saudara adalah seperti gedung Allah [Sion]
juga. Dengan kepandaian yang diberikan Allah, saya sebagai
ahli bangunan [subkontraktor] sudah meletakkan pondasi
untuk gedung tersebut, dan orang lain [subkontraktor lain]
membangun gedung di atas pondasi itu. Setiap orang harus
memperhatikan baik-­baik bagaimana ia membangun [kita
semua disebut sebagai subkontraktor] di atas pondasi itu.
Sebab Allah sendiri sudah menempatkan Yesus Kristus sebagai
satu-­satunya pondasi untuk gedung itu;; tidak ada pondasi
yang lain. (1 Korintus 3:8-­11, BIS)
Yang pertama dan terutama, perhatikan bahwa dalam kalimat
pertama Allah berbicara kepada kita tentang upah atau hadiah. Ingatlah
selalu hal ini saat kita membahas lebih lanjut perikop 1 Korintus ini.
Paulus telah membangun pondasi. Suratnya ditulis hampir dua
ribu tahun yang lalu dan masih digunakan saat ini sebagai dasar yang
layak dipercaya tentang bagaimana kita sepatutnya hidup di dalam
Kristus. Subkontraktor pertama yang membangun rumah kami di
Florida adalah peletak pondasi. Setelah pekerjaan mereka selesai,
semua subkontraktor lain datang dan membangun di atas pondasi
beton yang telah dibangun subkontraktor awal ini.
Paulus melanjutkan, “Ada yang membangun di atas pondasi itu
dengan memakai emas, ada yang memakai perak, ada yang memakai
batu permata, ada pula yang memakai kayu, rumput kering ataupun
jerami” (3:12, BIS). Emas, perak, dan batu permata mengacu pada perkara
yang kekal, sedangkan batu, rumput kering, atau jerami mengacu pada
%HUODUL8QWXN0HPSHUROHK+DGLDK
perkara yang sementara. Setiap saat dalam kehidupan, kita memiliki
pilihan: kita dapat membangun untuk sesuatu yang kekal atau yang
sementara. Jika motivasi kita adalah menghasilkan uang, menjadi
terkenal, menggunakan orang semata-­mata untuk kepentingan pribadi
kita, menaiki tangga sukses hanya untuk menjadi orang penting, dan
fokus lain yang egois, kita membangun untuk perkara yang sementara.
Namun, jika kita berfokus pada pembangunan kerajaan Allah dan
rumah-­Nya dengan membawa Firman yang kekal dan pemeliharaan
Allah bagi mereka yang memerlukan bantuan, kita membangun untuk
perkara yang kekal.
Paulus melanjutkan, “Pekerjaan setiap orang akan kelihatan
nanti pada saat Kristus datang kembali. Sebab pada hari itu api akan
membuat pekerjaan masing-­masing orang kelihatan. Api akan menguji
dan menentukan mutu dari pekerjaan itu” (3:13, BIS).
Api akan menguji pekerjaan kita, namun juga akan menguji
motivasi dan niat di balik pekerjaan kita (lihat 1 Korintus 4:5). Ketika
Anda menyalakan api di bawah kayu, rumput, dan jerami, api akan
membakarnya sampai habis. Namun, bila api yang sama dinyalakan di
bawah emas, perak, atau batu permata, dan bahan-­bahan itu akan makin
murni dan makin indah. Mereka teruji dan meningkat mutunya. Nah,
kemudian muncullah hasil akhirnya: “Jika pekerjaan yang dibangun
seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. Jika pekerjaannya terbakar,
ia akan menderita kerugian;; ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti
dari dalam api” (3:14-­15). Perhatikan bahwa Anda, si pembangun,
akan menerima upah jika Anda menyelesaikan pertandingan dengan
baik! Akan tetapi, jika Anda melakukan pekerjaan yang tidak selaras
dengan Firman Allah—jika motivasi Anda egois, tidak taat, atau
sombong—pekerjaan Anda akan terbakar hangus. Sebagai orang yang
percaya kepada Kristus, Anda akan masuk ke surga, namun di sana
Anda tidak akan menerima upah atas hasil kerja yang kekal. Kata
peringatan yang sangat keras bagi kita semua!
Saat kita terus menyimak perikop yang luar biasa ini, ingatlah
bahwa Paulus tidak berbicara kepada orang per orang, melainkan
kepada seluruh gereja:
Tidak tahukah kamu bahwa kamu sekalian adalah bait
[rumah] Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?
Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah
akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus
dan bait Allah itu ialah kamu sekalian. Janganlah ada orang
7DN.HQDO0HQ\HUDK
yang menipu dirinya sendiri. Jika ada di antara kamu yang
menyangka dirinya berhikmat menurut dunia ini, biarlah ia
menjadi bodoh, supaya ia berhikmat. (3:16-­18)
Sekali lagi, perkataan yang keras! Hal ini seharusnya membangkitkan
rasa takut yang kudus pada siapa pun yang memperlakukan atau
memimpin secara buruk rumah Allah atau mempelai perempuan
Kristus, gereja. Anggaplah ini sebagai peringatan keras untuk tidak
berlaku buruk terhadap siapa pun, bahkan “batu bata” paling kecil
dalam rumah Allah atau yang akan kita sebut “orang kudus yang
paling kecil.”
UPAH SUBKONTRAKTOR
Paulus menyimpulkan, “Janganlah ada orang yang menipu dirinya
sendiri” (3:18). Sayangnya, beberapa orang Kristen tidak menyelesaikan
pertandingan dengan kuat, mereka mereka menyimpang dari jalur
untuk mengikuti daya pikat sikap mementingkan diri sendiri. Mereka
berpaling dari membangun rumah Allah bagi kemuliaan-­nya dan
mengejar kemuliaan yang memudar—mengejar pengakuan sekilas
manusia atau kekayaan dunia ini yang suatu hari akan terbakar.
Jangan bodoh! Tetaplah mengarahkan fokus;; Anda memiliki tugas
untuk dikerjakan di dalam Kristus. Pekerjaan Anda harus diselesaikan
sebagaimana Allah merancangkannya semula;; kalau tidak, pekerjaan
yang ditetapkan untuk Anda itu akan digantikan. The Message
menggarisbawahi poin yang sangat penting ini:
Jika pekerjaanmu lulus pemeriksaan, bagus;; jika tidak, bagian
bangunan yang kaukerjakan akan dibongkar dan dikerjakan
lagi dari awal. Namun kamu tidak akan dibuang;; kamu
akan bertahan—namun seperti orang yang nyaris terbuang.
(1 Korintus 3:10-­15)
Jika pekerjaan kita tidak lulus standar pemeriksaan Allah, maka
“bagian bangunan yang kita kerjakan akan dibongkar dan dikerjakan
lagi dari awal.” Tidak ada seorang pun yang menginginkan pekerjaannya
dimulai lagi dari awal—khususnya jika itu pekerjaan yang kita lakukan
bagi Sang Pencipta alam semesta!
%HUODUL8QWXN0HPSHUROHK+DGLDK
Saya ingat ketika salah satu subkontraktor tidak melakukan
pekerjaan yang baik untuk rumah kami. Ia tidak melakukan
pekerjaannya menurut cetak biru yang Robert berikan kepadanya.
Karena Lisa dan saya berada di lokasi pembangunan setiap hari, kamilah
yang pertama kali melihat masalah itu. Saya menelepon Robert, dan ia
dan saya bertemu di lokasi. Ia marah. Subkontraktor ini memang belum
biasa bekerja dengannya, maka Robert segera memecatnya. Orang ini
kehilangan upahnya. Ia bukan hanya tidak mendapatkan bayaran,
namun juga kehilangan nama baik di antara mereka yang mengerjakan
pembangunan rumah indah kami.
Saya mengamati bagaimana Robert membongkar pekerjaan yang
sudah dilakukan orang ini. Ia lalu mempekerjakan subkontraktor lain
yang datang dan melakukan pekerjaan persis seperti yang diuraikan
Robert dalam cetak biru. Orang ini menerima upahnya—baik gajinya
maupun kepuasannya karena ikut mengambil bagian secara positif
dalam membangun rumah yang indah seperti itu.
Kitab Suci mengatakan bahwa prinsip ini lebih berlaku lagi dalam
pembangunan rumah Allah. Akan ada orang-­orang yang pekerjaan
musimannya (atau bahkan pekerjaan seumur hidupnya) tidak
bertahan. Pekerjaan itu akan dibongkar dan tidak akan menjadi bagian
dari rumah yang kekal.
Saya ingin membantu Anda membayangkan betapa seriusnya
masalah ini. Karena saya datang ke lokasi setiap hari, para
subkontraktor mengenal saya dengan baik. Mereka menyebut saya
“pak pengkhotbah.” Ketika saya muncul setiap harinya, musik rock
yang mereka putar berdentam-­dentam. Saat melihat saya datang,
mereka akan segera mematikannya. Di dalam hati saya tersenyum
karena mereka memiliki rasa hormat terhadap perkara-­perkara yang
dari Allah. Kemudian kami akan berbincang-­bincang beberapa saat.
Saya menikmati percakapan yang menyenangkan dengan orang-­orang
itu—bahkan muncul beberapa kesempatan untuk melayani.
Saya teringat suatu hari ketika para subkontraktor berbicara
dengan saya tentang rumah megah yang mereka ikut membangunnya.
Wajah mereka berseri-­seri ketika mereka berbicara tentang sumbangsih
mereka. Anda dapat melihat kepuasan mendalam yang sangat berharga
bagi mereka karena telah menjadi bagian dari pekerjaan yang hebat.
Mari kita melangkah lebih jauh. Dapatkah Anda membayangkan
bagaimana perasaan para subkontraktor yang ikut membangun
Gedung Putih di Washington, D.C.? Bayangkan hari ketika anak mereka
7DN.HQDO0HQ\HUDK
sendiri pulang sekolah dan dengan antusias memberitahukan bahwa
mereka akan melakukan kunjungan ke gedung paling terkenal di
seluruh Amerika itu. Dapatkah Anda membayangkan kesenangan dan
kepuasan mendalam yang dirasakan sang ayah ketika ia memberi tahu
anaknya yang penuh semangat itu bahwa ia secara pribadi ikut terlibat
dalam pembangunan gedung itu? Dapatkah Anda membayangkan
perasaan ayah itu ketika ia menyertai anaknya ke Gedung Putih?
Bagaimana rasanya melihat kebanggaan pada wajah anaknya saat
teman-­teman sekelasnya mendapati bahwa ayah teman sekelas mereka
ikut membangun gedung kenegaraan tempat Presiden Amerika Serikat
berdiam? Dapatkah Anda membayangkannya?
Hal yang sama berlaku juga bagi kita dengan rumah Allah! Akan
tetapi, kita tidak sedang membangun rumah yang akan dibongkar dan
diganti dengan gedung lain sekian ratus tahun kemudian. Kita sedang
membangun rumah yang akan menjadi fokus utama seluruh alam
semesta untuk selama-­lamanya. Oh, ya, dengarkanlah perkataan nabi
Mikha:
Akan terjadi pada hari-­hari yang terakhir: gunung rumah
TUHAN akan berdiri tegak mengatasi gunung-­gunung dan
menjulang tinggi di atas bukit-­bukit;; bangsa-­bangsa akan
berduyun-­duyun ke sana, dan banyak suku bangsa akan pergi
serta berkata: “Mari, kita naik ke gunung TUHAN, ke rumah
Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang jalan-­jalan-­
Nya dan supaya kita berjalan menempuhnya;; sebab dari Sion
DNDQNHOXDUSHQJDMDUDQGDQÀUPDQ78+$1GDUL<HUXVDOHPµ
(Mikha 4:1-­2)
Urusan alam semesta akan berpusat di rumah ini. Hikmat dan hukum
yang mengatur semua ciptaan akan mengalir dari kepemimpinan
dalam rumah ini. Dan mungkin fakta yang paling menakjubkan: rumah
Allah, Sion, akan tetap sama indahnya puluhan triliun tahun kemudian
dengan hari pertama ketika ia baru berdiri.
Ada seorang hamba Tuhan luar biasa, pelayan Injil yang setia
sampai pada akhirnya. Ia melayani secara efektif selama lebih dari
enam puluh tahun dan masuk ke dalam upahnya menjelang pergantian
milenium. Setahun atau lebih setelah kepergiannya, saya bepergian ke
gereja besar di Midwest. Di sana pemimpin pujiannya memberi tahu
saya bahwa Allah memberinya mimpi yang begitu jelas. Dalam mimpi
ini, ia berada di surga dan melihat hamba Tuhan luar biasa yang telah
%HUODUL8QWXN0HPSHUROHK+DGLDK
menyelesaikan pertandingan dengan baik itu. Dengan tersenyum lebar,
hamba Tuhan itu berkata pada si pemimpin pujian, “Ini jauh lebih baik
dari yang kubayangkan.” Mereka
bercakap-­cakap selama beberapa
menit, kemudian hamba Tuhan
itu berbalik dan menunjukkan
Kita sedang membangun pekerjaannya yang menjadi bagian
rumah yang akan menjadi dari Sion. Besar sekali. Dampak
fokus utama seluruh kesetiaan orang ini lebih jauh dan
alam semesta untuk lebih luas dari yang ia bayangkan
selama-­lamanya.
selama di bumi, dan hal itu
sekarang ada di depan matanya. Ia
dapat menunjukkan pekerjaannya,
sama seperti para subkontraktor itu
memberi tahu saya tentang pekerjaan mereka di rumah yang mereka
ikut membangunnya. Upah yang luar biasa! Hadiah yang luar biasa!
Dapatkah Anda membayangkan, sepanjang seluruh kekekalan,
Anda dapat memperlihatkan kepada keturunan dan bangsa Anda dan
sekian banyak orang yang berdatangan bagian pekerjaan Anda dalam
pembangunan rumah Allah yang penuh kemuliaan?
Sungguh mulia, bukan? Sungguh suatu upah luar biasa yang layak
dinanti-­nantikan! Suatu motivator luar biasa untuk memastikan kita
mengakhir pertandingan dengan baik!
Sekarang renungkanlah sisi sebaliknya. Dapatkah Anda
membayangkan tidak memiliki bagian pekerjaan Anda di dalam
rumah yang disebut Sion karena Anda gagal untuk menyelesaikan
pertandingan dengan baik? Dapatkah Anda membayangkan leluhur
dan keturunan dan bangsa Anda datang untuk memandang apa yang
Anda lakukan, tetapi Anda tidak memiliki apa-­apa untuk diperlihatkan
sepanjang seluruh kekekalan karena bagian Anda sudah dibongkar
dan digantikan oleh orang lain yang setia? Sungguh suatu kerugian
yang kekal, persis seperti yang Paulus sampaikan dalam 1 Korintus 3.
Oh, orang kudus yang terkasih, saya tidak ingin hal itu terjadi
pada Anda. Allah tidak ingin hal itu terjadi pada Anda. Fakta yang
menyedihkan, hal ini akan terjadi pada banyak orang percaya. Namun
Anda dapat memutuskan mulai dari sekarang bahwa Anda tidak akan
menjadi orang yang mengalami hal itu. Simaklah baik-­baik perkataan
Yohanes:
Waspadalah supaya jangan menjadi seperti mereka, lalu
7DN.HQDO0HQ\HUDK
kehilangan pahala yang kita usahakan dengan susah payah.
Berusahalah supaya kalian menerima upah penuh dari Tuhan.
(2 Yohanes 8, FAYH)
Tuhan sendiri merancang suatu jalan untuk setiap anak-­Nya agar
memiliki kesempatan untuk menerima upah penuh dengan mengambil
bagian dalam pembangunan rumah kekal Allah. Jerih payah Anda tidak
akan pernah memudar, tidak akan pernah menua, tidak akan pernah
digantikan. Hal itu akan dikagumi oleh miliaran orang dan malaikat
untuk selama-­lamanya.
Dan ini baru upah atau hadiah pertama yang akan kita terima
karena kesetiaan dan ketaatan yang tak kenal menyerah pada Tuhan
kita. Meskipun motivasi ini sangat menakjubkan, ada hadiah lain yang
jauh lebih agung. Kita akan menemukannya pada bab selanjutnya.
17
DEKAT DENGAN SANG RAJA
Waspadalah supaya jangan menjadi seperti mereka, lalu kehilangan
pahala yang kita usahakan dengan susah payah. Berusahalah supaya
kalian menerima upah penuh dari Tuhan.
2 YOHANES 8, FAYH
K
esusahan itu tak terelakkan. Dorongan yang tepat akan
membuat kita terus berlari dalam perlombaan secara tak
kenal menyerah, adapun orang yang tidak memiliki motivasi
akan tersandung—atau malah berhenti. Motivasi itu krusial untuk
menyelesaikan pertandingan dengan baik.
Hadiah pertama adalah upah menyaksikan bagian pekerjaan
Anda dalam rumah Allah sepanjang kekekalan dan menyadari
bahwa pekerjaan Anda layak untuk menerima sambutan “Baik sekali
perbuatanmu” dari-­Nya. Hadiah kedua sedikit lebih jelas dan berkaitan
dengan seberapa dekat kita akan bergaul dengan Yesus sepanjang
kekekalan.
HUBUNGAN YANG DEKAT DENGAN SANG RAJA
Sepanjang tahun-­tahun perjalanan saya dan berkesempatan untuk
berkomunikasi dengan orang percaya di seluruh dunia, saya kadang-­
kadang bertanya-­tanya apakah kebanyakan orang Kristen di Barat
menganggap Allah itu Sosialis. Menurut banyak orang percaya, Allah
akan memberikan upah kepada setiap orang secara setara dan bahwa
7DN.HQDO0HQ\HUDK
kita akan memiliki otoritas, tanggung jawab, dan kehormatan yang
sama di langit yang baru dan bumi yang baru. Secara keliru, mereka
tidak memahami kebenaran ini: meskipun penebusan Allah itu setara
bagi semua orang, dan bukan berdasarkan pada perbuatan atau kinerja
kita, Dia memberi upah bagi kesetiaan kita menurut bagaimana kita
taat, tabah, dan tetap setia pada Firman-­Nya.
Upah terbesar kita karena menyelesaikan pertandingan dengan
baik—hadiah yang jauh lebih besar dari hadiah yang kita kupas dalam
bab sebelumnya—adalah seberapa dekat kita akan berhubungan
dengan Yesus sepanjang kekekalan. Tidak ada perkara yang lebih
mulia daripada menjadi dekat dan intim dengan Dia yang kita kasihi
dan kita kagumi. Kitab Suci memberikan petunjuk yang jelas akan
hal ini. Salah satu acuannya adalah sekelompok pemenang yang akan
mendapatkan hak istimewa untuk “mengikuti Anak Domba itu ke
mana saja Ia pergi” (Wahyu 14:4). Sungguh suatu keistimewaan dan
kehormatan yang luar biasa—mengikuti Yesus ke mana pun Dia pergi
sepanjang seluruh kekekalan!
Kebenaran ini juga terlihat dengan jelas dalam Injil. Menjelang akhir
pelayanan Yesus di muka bumi, ibu dari dua murid-­Nya datang untuk
menyampaikan permintaan: “Berilah perintah, supaya kedua anakku
ini boleh duduk kelak di dalam Kerajaan-­Mu, yang seorang di sebelah
kanan-­Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-­Mu” (Matius 20:21).
Tentu saja tempat kehormatan tertinggi adalah tepat di sebelah
Yesus, yang duduk di sebelah kanan Bapa. Tidak ada lagi tempat
yang lebih baik! Alkitab menyebutkan malaikat perkasa, yang disebut
VHUDÀP \DQJ VDQJDW GHNDW GHQJDQ WDNKWD $OODK OLKDW <HVD\D Mereka terus-­menerus berseru satu sama lain, “Kudus, kudus, kuduslah
TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-­Nya!” Orang
Kristen menyanyikan lagu rohani yang digubah dari perkataan mereka.
Akan tetapi, mereka tidak menyanyi untuk membuat Allah merasa
senang dengan diri-­Nya sendiri. Tidak, mereka menanggapi apa yang
mereka lihat! Setiap saat aspek lain dari keagungan-­Nya dinyatakan,
dan mereka hanya dapat berseru, “Kudus!” Sejatinya, seruan mereka
begitu penuh hasrat sehingga alas ambang pintu auditorium yang
memuat miliaran malaikat dan orang kudus di surga bergetar karena
suara mereka.
Para malaikat yang perkasa ini tidak membenci tempat mereka
yang tidak berubah sekian lama. Mereka tidak diam-­diam berpikir,
Kita sudah melakukan hal ini selama sepuluh triliun tahun sekarang.
Rasanya jadi agak bosan. Mungkin Allah akan membawa seseorang
'HNDW'HQJDQ6DQJ5DMD
ke sini untuk menggantikan tempat kita, supaya kita dapat rehat dan
mungkin menjelajah bagian-­bagian lain dari surga atau alam semesta.
Tidak mungkin! Malaikat tidak ingin berada di tempat lain. Tidak
ada tempat di seluruh alam semesta yang lebih baik daripada si sebelah
Allah, memandang keagungan-­Nya dan mendengarkan hikmat-­Nya.
Sederhana saja, tidak ada satu pun perkara di dalam seluruh alam
ciptaan yang lebih spektakuler dari Sang Pencipta. Kita harus ingat
bahwa tidak ada satu perkara pun yang tersembunyi dari pandangan-­
Nya, maka ketika Anda berada di dekat Dia, Anda melihat segala
sesuatu dari sudut pandang-­Nya. Untuk memberi contoh yang tidak
sebanding, bayangkan jika melihat melalui teleskop ke ruang angkasa
sambil duduk di samping Albert Einstein, Neil Amstrong, dan Sir Isaac
Newton. Wow, betapa luar biasa wawasan yang akan Anda peroleh!
Saya sadar ilustrasi ini sama sekali tidak setara dengan melihat segala
sesuatu dari sudut pandang Allah, namun saya yakin Anda memahami
maksudnya.
Seorang hamba Tuhan yang saya kenal diangkat ke surga. Ia
bercerita bahwa ketika berada di sana ia merasakan kerinduan yang
tak terpuaskan untuk berada di ruang takhta. Dan setiap orang yang
berada di surga merasakan hal sama—mereka ingin berada sedekat
mungkin dengan Allah. Teman saya itu menyatakan bahwa surga itu
jauh lebih indah dari segala sesuatu yang pernah ia bayangkan, namun
tidak ada perkara di surga yang lebih membangkitkan kerinduan
daripada Tuhan sendiri.
Kembali ke permintaan ibu Yakobus dan Yohanes tadi. Yesus
menjawab, “Hal duduk di sebelah kanan-­Ku atau di sebelah kiri-­Ku,
Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-­
orang yang baginya Bapa-­Ku telah menyediakannya” (Matius 20:23).
Sekarang kita harus bertanya, Adakah tempat kehormatan yang memang
disediakan di surga? Ataukah Yesus kira-­kira bermaksud mengatakan,
“Hei, tidak usah memikirkan tempat kehormatan. Kenapa kalian mesti
memikirkan siapa yang akan dengan Aku dan Bapa-­Ku? Kamu dan
anak-­anakmu hanya perlu menjalani kehidupanmu bagi Allah. Suatu
hari semuanya akan menjadi jelas dengan sendirinya dan Allah akan
memberikan kepada setiap orang Kristen tempat kehormatan yang
setara. Itu semua berdasarkan pada apa yang Aku lakukan, bukan apa
yang Kaulakukan, maka janganlah terlalu mencemaskan hal itu.”
Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus menyimak pertanyaan
lain yang diajukan pada Yesus sehubungan dengan kehidupan yang
akan datang. Suatu hari orang Saduki datang kepada-­Nya, ingin
7DN.HQDO0HQ\HUDK
melihat apakah mereka dapat menyudutkan-­Nya secara teologis.
Ada tujuh laki-­laki bersaudara, kata mereka. Yang tertua menikahi
seorang perempuan dan meninggal tanpa memiliki anak. Yang kedua
menikahinya, namun ia juga mati tanpa anak. Begitu seterusnya,
satu demi satu, sampai ketujuh bersaudara itu menikahinya. Orang
Saduki lalu bertanya, “Bagaimana sekarang dengan perempuan itu,
siapakah di antara orang-­orang itu yang menjadi suaminya pada hari
kebangkitan?”
Jawaban Yesus berbeda dari jawabannya kepada ibu murid-­murid-­
Nya. “Orang-­orang dunia ini kawin dan dikawinkan,” katanya.
Tetapi mereka yang dianggap layak untuk mendapat bagian
dalam dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara
orang mati, tidak kawin dan tidak dikawinkan. Mereka tidak
dapat mati lagi, sebab mereka sama seperti malaikat-­malaikat
dan mereka adalah anak-­anak Allah, karena mereka telah
dibangkitkan. (Lukas 20:35-­36)
Jadi, Yesus mengoreksi pandangan orang Saduki, dan kemudian
menjelaskan bagaimana kondisi pernikahan di surga nanti. Akan
tetapi, Dia tidak mengoreksi pandangan ibu Yakobus dan Yohanes
sehubungan dengan keakuratan permintaannya. Nyatanya, Dia
menegaskan bahwa tidak ada tempat kehormatan yang lebih besar
di surga daripada berada sedekat mungkin dengan Dia. Kedudukan
ini dihadiahkan oleh Allah Bapa pada saat penghakiman. Ayat lain
menunjukkan bahwa tempat kehormatan itu akan dihadiahkan kepada
mereka yang menyelesaikan pertandingan dengan baik—kepada orang
percaya yang tak kenal menyerah.
SIMBOL DARI HAL-HAL YANG AKAN DATANG
Kebenaran ini juga terlihat dalam kitab Yehezkiel. Meskipun perikop
ini mengacu pada imam Perjanjian Lama, Yehezkiel memberikan suatu
wawasan profetis—suatu prabayang—tentang bagaimana kehidupan
dalam bait agung Sion, rumah Allah yang kekal.
Melalui nabi Yehezkiel, Allah membahas suku Lewi—para imam
Perjanjian Lama. Bagaimana hubungannya dengan kita? Rasul Yohanes
menyatakan,
'HNDW'HQJDQ6DQJ5DMD
Bagi Dia, yang mengasihi kita dan telah melepaskan kita dari
dosa kita oleh darah-­Nya—dan telah membuat kita menjadi
suatu kerajaan, menjadi imam-­imam bagi Allah, Bapa-­Nya—
bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-­lamanya.
Amin. (Wahyu 1:5-­6)
Lihat bagaimana saya menggarisbawahi kata imam? Orang Kristen,
yang dilahirbarukan oleh Roh, sekarang menjadi imam bagi Allah
VHODPDODPDQ\D'HQJDUNDQODKÀUPDQ$OODK
Tetapi orang-­orang Lewi yang menjauh dari pada-­Ku waktu
Israel sesat dari pada-­Ku dengan mengikuti berhala-­berhala
mereka, akan menanggung hukumannya. Di dalam tempat
kudus-­Ku merekalah yang mendapat tugas penjagaan di pintu-­
pintu gerbang Bait Suci dan tugas pelayanan di dalam Bait Suci;;
merekalah yang menyembelih korban bakaran dan korban
sembelihan bagi bangsa itu dan bertugas bagi bangsa itu untuk
melayaninya. (Yehezkiel 44:10-­11)
Ayat ini berbicara tentang penyembahan berhala bangsa Israel.
Penyembahan dalam masyarakat kita bentuknya sering tidak seperti
pada zaman mereka, namun hal itu sama menjijikkannya di mata Allah.
Kita diingatkan, “Janganlah memuja barang-­barang yang mewah dalam
hidup ini, karena itu berarti penyembahan berhala” (Kolose 3:5, FAYH).
Penyembahan berhala terjadi ketika kita sangat menginginkan perkara-­
perkara yang memikat hati dalam hidup ini. Dalam budaya Barat
saat ini, penyembahan berhala berupa pengutamaan dan pengejaran
promosi, uang, benda-­benda duniawi, status, popularitas, kesenangan,
kemashyuran, dan berbagai bentuk manifestasi kecemburuan atau
ambisi yang egois. Berhala adalah apa pun yang kita cintai atau kita
rindukan lebih dari kita mengasihi dan merindukan Allah. Itu sesuatu
atau seseorang yang menguatkan kita atau menyedot kekuatan kita.
Penyembahan dapat muncul dalam segala area kehidupan kita—
bahkan dalam hal yang pokok seperti
makan. Ada banyak orang Kristen yang
Penyembahan dapat memuja makanan. Ketika sedih, mereka
muncul dalam segala makan;; ketika bahagia, mereka makan;;
area kehidupan kita
kalau rasanya enak, mereka makan—
tanpa peduli akan nilai gizinya. Mereka
akan mencerna makanan sampah karena
mereka menginginkan kenikmatan rasa yang sesaat. Mereka tidak akan
7DN.HQDO0HQ\HUDK
menggunakan minyak bekas atau kotor untuk mobil mereka, namun
mereka tidak menggunakan akal sehat sehubungan dengan kualitas
dan kuantitas makanan yang mereka nikmati. Mereka memberhalakan
makanan. Karena mereka mendapatkan kekuatan dari sensasi rasa
yang sesaat dan perut yang penuh, mereka memberik kekuatan pada
sensasi itu.
Penyembahan berhala juga terdapat dalam keinginan seseorang
untuk dikenal. Ada orang yang akan melakukan apa saja untuk
mendapatkan posisi “terhormat” di dalam gereja, di tempat kerja, atau
GL PDV\DUDNDW 0HUHND DNDQ EHUJRVLS PHPÀWQDK PHQLSX EHUGXVWD
atau mengkompromikan integritas untuk mendapatkan pengakuan,
penghormatan, atau otoritas. Sekalipun mereka tidak melakukan
tindakan seperti itu, mereka memberhalakan pengejaran mereka akan
kedudukan. Mereka mendapatkan kekutan dari popularitas, status,
dan kemasyhuran;; dan dengan begitu mereka memberi kekuatan pada
hal-­hal itu.
Berhala akan merampas kesetiaan Anda yang tak kenal menyerah.
Mencuri kekuatan yang Anda perlukan untuk berlari dalam perlombaan
dengan setia sampai akhir.
Dalam ayat di Yehezkiel tadi, Allah berbicara kepada orang
percaya yang meninggalkan pengejarannya akan Dia untuk mengejar
hal-­hal yang tidak memberikan kepuasan yang tahan lama. Berhala itu
mungkin dapat memuaskan kita dalam jangka pendek, namun tidak
akan pernah memuaskan kita dalam jangka panjang. Allah menyatakan
bahwa para penyembah berhala akan menanggung hukuman atas
segala kesalahan yang mereka lakukan. Mereka akan menanggungnya
dengan melihat upah mereka terbakar. Mereka tetap diselamatkan,
namun seperti dalam api. Mereka akan menjadi bagian dari rumah-­
Nya, namun sebagai pelayanan yang melakukan kerja kasar urusan
rumah tangga.
Kita harus ingat bahwa Allah juga berbicara kepada kita juga, di
sini dan saat ini. Dia tidak ingin Anda atau saya melewatkan segala
kekayaan yang sudah dipersiapkan-­Nya bagi kita. Surga akan jauh lebih
baik dari apa pun yang dapat kita bayangkan;; tidak ada satu perkara
pun di bumi yang setara dengan kemegahannya. Akan tetapi, akan ada
status di surga—kedudukan yang lebih mulia dan kedudukan yang
kurang mulia. Kedudukan apa pun di rumah Allah itu jauh lebih baik
daripada apa pun di muka bumi ini, karena Daud pun meneguhkan,
“Sebab lebih baik satu hari di pelataran-­Mu dari pada seribu hari di
tempat lain;; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari
'HNDW'HQJDQ6DQJ5DMD
pada diam di kemah-­kemah orang fasik” (Mazmur 84:11). Dalam
terjemahan The Mesagge dikatakan, “Lebih baik aku menggosok lantai
di rumah Allahku daripada menjadi tamu kehormatan di istana dosa.”
Daud mengatakan, “Lebih baik aku menjadi pelayan di rumah Allah
daripada berada di tempat lain mana pun!” Tidak ada tempat yang
lebih membangkitkan kerinduan di seluruh alam semesta daripada
rumah Allah, tempat hadirat-­Nya dinyatakan. Kedudukan mana pun
di Sion jauh lebih baik dari segala sesuatu atau kedudukan apa pun di
tempat lain.
Namun, jangan lupa poin yang Allah maksudkan di sini. Karena
Allah sangat mengasihi kita, Dia berusaha memperingatkan kita
akan kemungkinan kita menanggung dukacita karena kehilangan
kesempatan yang terbaik: upah untuk berada lebih dekat dengan, dan
bekerja lebih dekat dengan, Allah sendiri sepanjang seluruh kekekalan.
Akan ada air mata pada saat penghakiman orang-­orang percaya,
dan kita dihiburkan bahwa “Ia akan menghapus segala air mata dari
mata mereka” (Wahyu 21:4). Namun kesadaran bahwa kita sudah
menyalahgunakan masa hidup kita yang singkat, yang menempatkan
kita dalam posisi tertentu sepanjang kekekalan, tidak akan lenyap.
Kita akan selalu tahu apa yang kita lewatkan karena memilih mengejar
perkara yang tidak kekal. Inilah kerugian kekal yang saya bahas
panjang lebar di bab sebelumnya (lihat 1 Korintus 3:12-­15).
Di sisi lain, dengarkanlah kelanjutan perkataan Allah: “Tetapi
mengenai imam-­imam orang Lewi dari bani Zadok yang menjalankan
tugas-­tugas di tempat kudus-­Ku waktu orang Israel sesat dari pada-­Ku,
merekalah yang akan mendekat kepada-­Ku untuk menyelenggarakan
kebaktian dan bertugas di hadapan-­Ku” (Yehezkiel 44:15).
Meskipun Allah secara khusus mengacu pada imam Perjanjian
Lama dalam ayat ini, kita diberi tahu bahwa hal itu adalah “bayangan
dari apa yang harus datang” (Kolose 2:17) dan “Semua ini menimpa
mereka sebagai contoh bagi kita, sebagai pelajaran dan peringatan” (1
Korintus 10:11, FAYH). Dalam banyak hal, peristiwa-­peristiwa dalam
Perjanjian Lama adalah lambang, bayangan, atau ilustrasi dari apa
yang akan datang. Perhatikan frasa bertugas di hadapan-­Ku. Menjadi
pelayan di rumah, menggosok lantai seperti yang diungkapkan Daud,
sama sekali berbeda dari bertugas di hadapan Allah!
Saya menjadi warga gereja yang beranggota 8.000 orang ketika
memulai pelayanan sepenuh waktu pada 1983. Gereja ini bukan hanya
dikenal di kota saya, namun juga di seluruh dunia. Suatu saat kami
7DN.HQDO0HQ\HUDK
memiliki sampai 450 anggota staf. Saya dipekerjakan sebagai asisten
eksekutif pendeta dan istrinya. Sungguh suatu kehormatan saya dapat
melayani mereka. Saya mendapatkan keistimewaan lebih besar dari
anggota tim lain karena kantor saya berada persis di sebelah kantor
mereka, saya sering berada di rumah mereka, dan saya sering ikut
bersama mereka makan siang atau makan malam dengan beberapa
hamba Tuhan terhebat di dunia. Pada saat-­saat tertentu saya duduk
dengan takjub. Air mata menggenangi mata saya saat merenungkan
betapa beruntungnya saya bisa begitu dekat dengan para pemimpin
besar ini.
Saya mendengarkan hikmat, gagasan, dan ide yang tidak
didengarkan oleh anggota staf lain. Saya memperoleh wawasan
yang masih menuntun saya sampai saat ini. Kedudukan saya adalah
pekerjaan yang paling diinginkan di seluruh gereja. Anggota staf
sering berkata pada saya, “Kamu sungguh beruntung bisa melayani
di tempat itu. Beberapa orang bertanya, dengan nada cemburu,
“Bagaimana kau mendapatkan posisi itu? Apa yang kaulakukan untuk
mendapatkannya?” Yang lain sering membicarakan siapa yang akan
menggantikan posisi saya jika saya pergi nanti. Saya tahu mereka
benar: itu posisi terbaik di antara para staf.
Nah, dapatkah Anda membayangkan keistimewaan seperti itu
di hadapan Allah sendiri? Orang percaya yang tak kenal menyerah,
yang melakukan pekerjaan mereka dengan baik dan bertahan dalam
perlombaan sampai akhir adalah orang-­orang yang akan berada dekat
dengan hadirat Allah pada zaman yang akan datang. Mereka akan
duduk di tempat terhormat. Seperti Allah katakan dalam Yehezkiel
44:28, “Mereka tidak mendapat bagian milik pusaka, sebab Akulah
milik pusakanya.”
Wow! Adakah upah atau hadiah lain yang lebih baik dari itu?
Orang-­orang yang akan berada dekat dengan Dia, mendengarkan ide,
visi, dan wawasan-­Nya, membantu-­Nya dalam menyusun rencana
masa depan dan dalam perkara kepemimpinan lainnya, adalah mereka
yang bertahan dengan tekun dan dengan setia. Kita akan duduk dan
memerintah bersama dengan Dia selama-­lamanya. Kita akan melayani
Dia secara langsung. Sungguh suatu janji yang menakjubkan!
Maka dengarkanlah lagi nasihat Paulus:
Supaya menang dalam pertandingan, kita harus menahan diri
untuk tidak melakukan hal-­hal yang dapat menghambat usaha
kita. Seorang atlet bersusah payah seperti itu hanya untuk
'HNDW'HQJDQ6DQJ5DMD
menggondol medali atau piala, sedangkan kita melakukannya
untuk mendapat hadiah surgawi yang tidak akan hilang. Jadi,
saya lari menuju sasaran dengan tujuan yang pasti. (1 Korintus
9:25, FAYH)
Atlet profesional yang berlatih dengan tekun dan gigih berupaya
untuk meraih Piala Dunia, menjadi juara All England, atau merebut
medali emas Olimpiade, namun semua itu tidak setara dengan hadiah
yang kita kejar. Itulah sebabnya kita dinasihati: “Marilah kita... berlomba
dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita” (Ibrani
12:1). Dalam terjemahan FAYH, “Marilah kita menanggalkan segala
sesuatu yang memperlambat atau menghambat kita.... Marilah kita
berlari dengan sabar serta tekun dalam perlombaan yang disediakan
oleh Allah di hadapan kita” (Ibrani 12:1). Dalam ayat lain dikatakan
secara lebih tegas, “Oleh sebab itu larilah begitu rupa sehingga Saudara
menerima hadiahnya” (1 Korintus 9:24, BIS).
6HNDUDQJ EHUWDQ\DODK SDGD GLUL $QGD VHQGLUL $SDNDK ÀUPDQ LWX
sekarang menjadi lebih bermakna setelah saya mendengar tentang
hadiah yang menantikan saya?
Saya rasa Anda tahu jawabannya.
18
JANGAN MENYERAH!
Jangan berhenti. Jangan menyerah. Kamu akan mendapatkan balasan
yang sangat layak pada akhirnya.
MATIUS 10:22 (MSG)
T
idak ada seorang pun yang dapat memaksa Anda untuk berhenti;;
Andalah satu-­satunya orang yang dapat mengambil keputusan
itu.
Maka, janganlah menyerah.
Upah bagi yang menang, baik dalam hidup ini maupun dalam
hidup yang akan datang, jauh lebih agung daripada perlawanan
atau kesukaran yang Anda hadapi. Seperti kata Yesus, “Kamu akan
mendapatkan balasan yang sangat layak pada akhirnya.”
Juruselamat kita menubuatkan suatu fakta sangat menyedihkan
yang akan terjadi pada hari-­hari terakhir ini. “Pada waktu itu banyak
orang akan menyerah,” katanya dalam Matius 24:10 (CEV). Ketika
mengucapkan perkataan ini saja tentulah hati-­Nya hancur. Orang-­
orang yang sangat Dia kasihi, orang-­orang yang untuk membeli
kemerdekaan dan kesuksesan mereka Dia menyerahkan nyawa-­Nya,
akan menyerah.
Faktanya yang menyedihkan, mereka sebenarnya tidak perlu
menyerah. Allah sudah memberi kita anugerah-­Nya yang penuh
kuasa bukan hanya untuk mengatasi kesukaran, namun juga untuk
menjadi lebih kuat, lebih bijaksana, dan berbuah lebih banyak setelah
7DN.HQDO0HQ\HUDK
kita berhasil mengatasi kesukaran itu. Banyak orang akan menyerah
karena mereka tidak memiliki perspektif yang benar. Mereka tidak
dipersenjatai.
Menyerah terjadi dalam berbagai bentuk. Paling sering hal
itu berakar pada kompromi—salah satu lawan kata dari tak kenal
menyerah. Dari penglihatan yang saya gambarkan pada Anda di bab
pertama, kita perlu meniru orang yang mendayung melawan arus.
Untuk berjalan dengan Allah, memanifestasikan kerajaan-­Nya, dan
menjadikan diri kita unggul bagi kemasyhuran-­Nya menuntut kita
untuk bergerak melawan arus sistem dunia ini.
Kita harus tak kenal menyerah dalam berpegang teguh pada hikmat
Allah. Kompromi bukanlah pilihan.
SULIT UNTUK MENJADI ORANG KRISTEN
Tepat sebelum ia menjadi martir, rasul Paulus melihat arus keras
yang akan melanda pada hari-­hari terakhir. “Pada masa-­masa akhir
orang Kristen akan menghadapi banyak kesukaran,” tulisnya kepada
Timotius (2 Tomotius 3:1, FAYH). Paulus telah menerima tiga puluh
sembilan cambukan sebanyak lima kali, didera tiga kali, dirajam satu
kami, dan menderita bertahun-­tahun dalam penjara. Ia menghadapi
permusuhan dan penganiayaan ke mana pun ia pergi. Namun, ia
menubuatkan bahwa pada masa hidup kita, akan jauh lebih sulit lagi
untuk hidup bagi Allah! Bagaimana mungkin ia mengatakan hal itu
setelah mengalami kesukaran yang begitu berat dalam kehidupannya
sendiri? Ia menguraikannya lebih lanjut:
Manusia akan mementingkan dirinya sendiri, bersifat mata
duitan, sombong dan suka membual. Mereka suka menghina
orang, memberontak terhadap orang tua, tidak tahu berterima
kasih, dan membenci hal-­hal rohani. Mereka tidak mengasihi
sesama, tidak suka memberi ampun, mereka suka memburuk-­
burukkan nama orang lain, suka memakai kekerasan, mereka
kejam, dan tidak menyukai kebaikan. Mereka suka mengkhianat,
angkuh dan tidak berpikir panjang. Mereka lebih suka pada
kesenangan dunia daripada menuruti Allah. (2 Timotius 3:2-­4)
Ketika membacanya secara sekilas, kita mungkin bertanya, “Apa
maksudnya? Bagaimana daftar perilaku yang dinubuatkannya untuk
-DQJDQ0HQ\HUDK
masa hidup kita ini berbeda dari zaman Paulus?” Sesungguhnya, sikap
semacam itu juga terdapat di tengah masyarakatnya. Orang mencintai
dirinya sendiri, tidak hidup kudus dan tidak mau mengampuni,
seluruh sikap yang disebutkannya itu. Petrus bahkan berkata pada hari
Pentakosta, “Berilah dirimu diselamatkan dari orang-­orang yang jahat
(menyimpang, bengkok, tidak adil) ini” (Kisah Para Rasul 2:40. AMP).
Lalu, mengapa Paulus khusus menyatakannya bagi generasi kita?
Mengapa ia menjadikan daftar perilaku itu untuk menggambarkan
waktu yang paling sulit dalam sejarah untuk hidup dengan Allah?
Ayat berikutnya menyediakan jawabannya: “Secara lahiriah mereka
menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakikatnya mereka
memungkiri kekuatannya” (2 Timotius 3:5).
Kesukaran yang hebat, kata Paulus, berasal dari “orang percaya”
yang mengkompromikan kebenaran. Bersama dengan penulis Perjanjian
Baru lainnya, rasul ini memperingatkan bahwa, pada masa hidup kita,
sebagian besar orang yang mengaku sebagai “orang Kristen yang
lahir baru” tidak akan berdiri dengan kuat di dalam anugerah Allah.
Mereka akan berpaut pada fakta bahwa mereka sudah diselamatkan
oleh anugerah, namun mereka akan menolak kuasa anugerah yang
akan memampukan mereka menjadi prajurit kerajaan Allah yang
tak kenal menyerah. Inilah orang-­orang yang berhenti mendayung.
Haluan mereka mungkin mengarah ke hulu, namun mereka mengalir
bersama dengan arus sistem dunia ini. Lebih parah lagi, penglihatan
saya juga mencakup perahu besar yang penuh dengan orang-­orang
seperti ini. Kepercayaan mereka yang sama menjadikan penyesatan itu
makin kuat dan makin meyakinkan. Mereka bukan hanya menipu diri
sendiri, namun juga menyesatkan orang lain dan menyebabkan banyak
orang yang tulus tersandung. Inilah kesulitan yang dimaksudkan oleh
Paulus.
Saat saya menengok kembali sejarah, saya yakin pertempuran
terbesar yang dihadapi bapa gereja mula-­mula adalah legalisme.
Legalisme berusaha menyeret orang yang baru percaya kembali
kepada hukum Taurat untuk diselamatkan, bukannya percaya kepada
anugerah Allah.
Kita menghadapi pertempuran yang berbeda saat ini. Menurut
saya, pertempuran terbesar yang kita hadapi pada hari-­hari terakhir
ini adalah kedurhakaan. Kedurhakaan mengungkapkan keselamatan
tanpa harapan akan perubahan gaya hidup. Kehidupan kita sebagai
orang Kristen tidak ada bedanya daripada kehidupan kita sebelum
diselamatkan, namun sekarang menjadi anggota klub, kita mengenakan
7DN.HQDO0HQ\HUDK
label pengenal, kita berbicara dalam bahasa klub saat perahu besar
mereka mengalir ke hulu mengikuti arus. Kita tidak lagi gigih dalam
memercayai Allah dan dalam menaati jalan-­Nya.
Yesus memperingatkan bahwa pada hari-­hari terakhir “Di mana-­
mana dosa akan merajalela dan karena itu, kasih kebanyakan orang akan
luntur. Tetapi mereka yang bertahan sampai akhir akan diselamatkan”
(Matius 24:12-­13, FAYH). Tetapi
tunggu—dosa juga merajalela
ketika
Yesus
mengucapkan
perkataan ini. Apa yang membuat
Menurut saya, pertempuran era kita berbeda? Realitasnya
terbesar yang kita hadapi yang mengejutkan: Yesus tidak
pada hari-­hari terakhir ini berbicara tentang masyarakat pada
adalah kedurhakaan.
umumnya;; Dia berbicara tentang
mereka yang mengaku mengikuti
Dia. Dia bersaksi bahwa dosa
akan merajalela di antara orang-­orang yang mengaku sebagai orang
Kristen pada zaman kita. Kalau tidak, mengapa Dia mesti mengakhiri
pernyataan-­Nya dengan “Tetapi mereka yang bertahan sampai akhir
akan diselamatkan”? Anda tidak akan berkata kepada orang yang
tidak percaya, “Jika kamu menyelesaikan pertandingan, kamu akan
diselamatkan,” karena ia belum berada dalam perlombaan. Akan tetapi,
Anda akan berkata kepada orang yang sudah berada dalam iman, yang
sudah memulai perlombaan, “Jika kamu mengakhiri pertandingan....”
Kata kunci yang digunakan Yesus adalah bertahan. Bertahan berarti
kita akan menghadapi perlawanan, penolakan, dan kesukadaran dalam
upaya berpegang teguh pada kebenaran. Kita harus tak kenal menyerah
untuk menyelesaikan pertandingan dengan baik.
WAKTUNYA SUDAH TIBA
Dengan pengertian ini, surat kedua Paulus kepada Timotius patut
dicermati dengan lebih saksama. Setelah memaparkan kesukaran
yang akan terjadi, Paulus memberikan penawarnya: “Orang-­orang
yang jahat dan orang-­orang penipu akan semakin jahat. Mereka
menipu orang lain padahal mereka sendiri pun tertipu juga. Tetapi
mengenai engkau, Timotius, hendaklah engkau tetap berpegang pada
ajaran-­ajaran yang benar yang sudah diajarkan kepadamu dan yang
engkau percayai sepenuhnya;; sebab engkau tahu siapa guru-­gurumu”
-DQJDQ0HQ\HUDK
(2 Timotius 3:13-­14, BIS).
Kebenaran itu bukan tren, melainkan tetap sama sepanjang masa
dan tidak terpengaruh oleh pendapat atau kebudayaan. Perhatikan
bahwa Paulus mendorong dan memperingatkan muridnya untuk
“tetap berpegang pada ajaran-­ajaran yang benar yang sudah diajarkan
kepadamu.” Kesetiaan untuk berpegang teguh pada kebenaran—itulah
penawarnya.
Tren dunia memang memikat untuk diikuti, namun hal itu hanya
membawa pada penyesatan. Karena itulah Paulus melanjutkan:
Engkau tahu bagaimana Kitab Suci diajarkan kepadamu pada
waktu engkau masih kanak-­kanak, dan inilah yang menjadikan
engkau bijaksana sehingga menerima penyelamatan Allah
dengan beriman kepada Kristus Yesus. Seluruh Kitab Suci
diberikan kepada kita melalui ilham Allah dan berguna untuk
mengajarkan kebenaran kepada kita serta menyadarkan kita
akan apa yang salah dalam hidup kita;; Kitab Suci meluruskan
dan menolong kita melakukan hal-­hal yang benar. Itulah cara
Allah menjadikan kita siap dalam segala segi, diperlengkapi
dengan sempurna untuk berbuat baik kepada semua orang. (2
Timotius 3:15-­17, FAYH)
Saya menggarisbawahi dua istilah kunci dalam ayat ini: Kitab Suci
dan pada (atau sejak) engkau masih kanak-­kanak. Allah mengilhamkan
seluruh Kitab Suci. Itulah kebenaran-­Nya yang melampaui zaman dan
kebudayaan. Itulah dasar yang di atasnya kita membangun kehidupan
kita;; memperlengkapi kita dengan pengetahuan dan kuasa untuk
menyenangkan hati Allah dalam segala hal.
Menjelang akhir dari 2 Timotius 3, kebanyakan dari kita mengira
Paulus sudah selesai membahas hal ini. Akan tetapi, baru pada 1227
Masehi gereja menambahkan pembagian pasal dan ayat pada Alkitab.
Paulus menulis surat kedua kepada Timotius ini sebagai satu surat. Dan
jelaslah bahwa ia belum selesai memaparkan pemikirannya. Perkataan
Paulus sesudah itu masih meneruskannya:
Di hadapan Allah dan Kristus Yesus yang akan menghakimi
orang yang hidup dan yang mati, aku berpesan dengan
sungguh-­sungguh kepadamu demi kedatangan-­Nya dan demi
.HUDMDDQ1\D %HULWDNDQODK ÀUPDQ VLDS VHGLDODK EDLN DWDX
tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegurlah dan
7DN.HQDO0HQ\HUDK
nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran. Karena
akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran
sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-­guru menurut
kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka
akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya
bagi dongeng. (2 Korintus 4:1-­4)
“Di hadapan Allah dan Kristus Yesus yang akan menghakimi orang
yang hidup dan yang mati, aku berpesan dengan sungguh-­sungguh
kepadamu.” Ini pesan yang sangat kuat dari Paulus kepada muridnya.
Apakah pesannya? Memberitakan dan mengajarkan Firman Allah.
%XNDQ PHQJDMDUNDQ ÀOVDIDW SULQVLS NHSHPLPSLQDQ VHNXOHU WHNQLN
pendampingan hidup, atau materi lain yang relevan pada zamannya.
Tidak, pesannya adalah agar Timotius memberikan Kitab Suci yang tak
lekang oleh waktu.
Paulus menegaskan bahwa seluruh Kitab Suci diilhamkan oleh
Allah dan berguna untuk mengarahkan kehidupan kita. Kemudian
ia menugasi Timotius untuk memberitakan dan mengajarkannya.
Mengapa? Karena akan tiba waktunya (dan saya percaya saat ini masa
itu sudah tiba) ketika mereka yang menipu dan yang tertipu tidak akan
mau menerima doktrin yang sehat. Apakah doktrin itu? Bukan sekadar
pengajaran, melainkan dasar atau tulang punggung pengajaran Kitab
Suci. Dengan kata lain, pengajaran yang menyatukan segala sesuatu
yang lain.
Sungguh menyedihkan, saya pernah menyaksikan pondasi rohani
(Alkitabiah) kita bergeser untuk mewadahi tren dan zaman. Pergeseran
ini begitu tak terkendali sehingga hamba Tuhan sebuah gereja besar
dapat berdiri di depan jemaatnya, menyatakan dirinya homoseksual,
dan disambung dengan standing ovation. Yang lain dapat menyatakan
bahwa Allah tidak lagi berkehendak untuk menyembuhkan, dan
pengikutnya akan lebih memercayainya daripada memercayai Firman
Allah. Yang lain dapat menulis buku, menyatakan bahwa semua umat
manusia pada akhirnya akan masuk surga—bahwa tidak akan ada
orang yang terbakar dalam api kekal—dan ia tetap dianggap “bintang
rock” dalam Kekristenan. Yang lain dapat menantang kelahiran
dari perawan dan kedatangan kembali Yesus Kristus dan masih
disanjung sebagai pemimpin iman Kristen. Semakin banyak skenario
menyedihkan semacam ini tampil di antara “orang Kristen” setiap hari.
Beberapa survei terakhir mungkin menolong kita memahami
pergeseran yang menggelikan ini. Menurut salah satu survei nasional,
-DQJDQ0HQ\HUDK
hanya 46 persen “orang Kristen lahir baru” yang percaya akan
kebenaran moral yang mutlak. Lebih dari 50 persen “orang Kristen
injili” percaya bahwa orang dapat mencapai surga melalui jalan lain di
luar pengorbanan Yesus Kristus. Hanya 40 persen “orang Kristen lahir
baru” yang percaya bahwa Iblis itu sungguh-­sungguh nyata. 1
Bagaimana mungkin hal ini terjadi? Jawabannya terdapat dalam
perkataan Paulus kepada Timotius: “orang tidak dapat lagi menerima
ajaran sehat”—kita tidak gigih dalam berpegang teguh pada kebenaran.
Semakin sering saja kita mendengarkan dan menyatakan injil
yang tidak mengubahkan kehidupan. Inti pesannya tidak setia
dengan doktrin inti Firman Allah, seperti “Yesus mati bagi dosa kita
untuk membawa kita ke surga, namun kita ini manusia, dan Allah
memahami berbagai kejahatan dan preferensi seksual kita.” Pengajaran
yang populer belakangan ini menghilangkan perlunya bertobat dari
dosa. Sekian banyak orang percaya dengan riang diberi tahu bahwa
mereka tidak perlu mengalami dukacita ilahi atas ketidaktaatan
atau mengakuinya kepada Allah karena dosa sudah ditutupi oleh
anugerah. Saya mendengar orang-­orang yang menganut pengajaran
ini membanggakan betapa sederhana, segar, dan membebaskan pesan
itu. Namun, jika sederhana, segar, dan membebaskan adalah penanda
sejati dari kebenaran, maka setiap doktrin yang memuaskan daging
akan menjadi kebenaran! Jika memang benar orang Kristen tidak perlu
lagi bertobat, maka Yesus Kristus sama sekali tidak memiliki dasar
ketika Dia memerintahkan lima dari tujuh jemaat untuk “bertobat”
dalam kitab Wahyu (lihat Wahyu 2:5, 16, 21, 22: 3:3, 19).
Kebenaran tidak berubah untuk mewadahi mereka yang ingin
berdosa. Kebenaran tidak menyesuaikan dirinya dengan keinginan
manusia, kenyamanan, atau apa yang disebut “ketepatan secara
politis.” Sebaliknya, Anak Allah menyatakan, “Sempitlah pintu dan
sesaklah jalan yang menuju kepada kehidupan” (Matius 7:14).
Saat ini kita mengumpulkan sendiri guru-­guru yang sudah
menyimpang dari doktrin yang sehat. Para komunikator yang lihai ini
mengemas injil yang dapat mengakomodasi kebobrokan moral budaya
kita. Kebenaran tidak lagi membentuk kehidupan orang percaya,
namun sebaliknya, kebenaran dibentuk ulang dan ditafsirkan menurut
tren budaya. Mengapa? Karena telinga kita gatal untuk mendengar
1. www.barna.org/transformation-­‐articles/252-­‐barna-­‐survey-­‐examines-­‐changes-­‐in-­‐worldview-­‐
amongchristians-­‐over-­‐the-­‐past-­‐13-­‐years.
7DN.HQDO0HQ\HUDK
ÀUPDQ\DQJDNDQPHPELDUNDQNLWDPHORPSDWNHDWDVUDQMDQJGHQJDQ
dunia daripada keluar dari antara mereka dan memisahkan diri kita
dari mereka (lihat 2 Korintus 6:17).
Banyak orang percaya benar-­benar merasakan teguran Roh Kudus
ketika mereka pertama kali mulai mencoba-­coba berkompromi. Namun,
karena sekian banyak orang hanyut terbawa arus di atas kapal besar,
mayoritas orang percaya akhirnya memadamkan suara Roh, menutup
telinga, dan menjadi tumpul dalam mendengarkan kebenaran.
GENERASI PARA PEMENANG
Dan mengapa hal ini mesti mengejutkan kita? Kita sudah diberi tahu
bahwa pemurtadan besar-­besaran akan terjadi pada hari-­hari terakhir
(lihat 2 Tesalonika 2:3).
Di sisi lain, kita juga diberi tahu bahwa suatu generasi para pemenang
akan bangkit pada kurun waktu yang sama. Orang-­orang yang hebat
ini mencakup orang muda dan orang tua (lihat Kisah Para Rasul 2:17-­
18). Para nabi dan para rasul pada zaman dahulu menggambarkan
para pahlawan ini sebagai orang-­orang yang tak kenal menyerah
dalam berpegang pada kebenaran. Perlawanan berupa kegelapan dan
penyesatan akan menjadi panggung bagi para pahlawan ini untuk
berjuang. Mereka tidak akan mundur, namun melalui kepercayaan dan
tindakan mereka yang ulet, mereka akan memajukan kerajaan Allah.
Mereka akan benar-­benar menjadikan diri mereka unggul sebagai
cahaya yang bersinar cemerlang di tengah kegelapan. Mereka akan
unggul dalam segala aspek kehidupan—bukan dengan berkompromi,
melainkan sama seperti Daniel, mereka melakukannya melalui hikmat
Allah yang hanya terdapat di dalam takut akan Tuhan dan anugerah-­
Nya yang memampukan kita.
Para pembaca yang terkasih, saya berharap Anda akan menjadi
salah satu pahlawan ini. Saya berdoa agar Anda meneguhkan
keagungan Anda dengan mengenakan ikat pinggang kebenaran dan
mempersenjatai diri Anda dengan baju zirah keadilan. Saya berharap
Anda akan mengangkat perisai iman dan berlari dengan tak kenal
menyerah dalam pertandingan yang ditetapkan bagi Anda, dan
dengan penuh keyakinan melawan perlawanan apa pun sampai pada
kesudahannya. Anda seorang pemenang. Anda memiliki benih Dia yang
menanggung perlawanan terbesar yang pernah ada. Kekuatan-­Nya
ada di dalam diri Anda! Sifat-­Nya ada di dalam diri Anda. Anda tidak
-DQJDQ0HQ\HUDK
diciptakan untuk berhenti, mundur, tersandung, atau berkompromi.
Anda sudah diberkati dengan anugerah Allah yang mengagumkan.
Betapa pun besarnya perlawanan yang Anda hadapi, anggaplah
hal itu sebagai batu loncatan menuju tahap pemerintahan berikutnya.
Belajarlah dari kesukaran sama seperti Paulus:
Sebab kami mau, Saudara-­saudara, supaya kamu tahu
tentang penderitaan yang kami alami di Asia Kecil. Beban
yang ditanggungkan atas kami begitu besar dan begitu berat,
sehingga kami telah putus asa juga mengenai hidup kami.
Bahkan kami merasa, seolah-­olah kami telah dijatuhi hukuman
mati. Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh
kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada
Allah yang membangkitkan orang-­orang mati. Ia telah dan
akan menyelamatkan kami dari kematian yang begitu ngeri:
Kepada-­Nya kami menaruh pengharapan kami bahwa Ia akan
menyelamatkan kami lagi. (2 Korintus 1:9-­10)
Kesukaran yang Paulus hadapi begitu parah sampai ia dan timnya
seakan-­akan tidak akan mampu bertahan hidup karenanya. Namun ia
menyatakan bahwa hal itu justru merupakan hal terbaik yang mungkin
terjadi padanya. Melalui perlawanan, Paulus naik ke taraf otoritas dan
kuasa yang lebih tinggi. Anugerah (kuasa) Allah itu selalu cukup. Allah
akan menyelamatkan kita berulang-­ulang.
Yang perlu kita lakukan hanyalah tetap bertahan, tidak melepaskan
iman kita, karena di balik kesukaran itu ada kemenangan, kepuasan,
dan kepenuhan yang luar biasa. Seperti ditulis oleh Yakobus,
“Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia
sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan
Allah kepada orang-­orang yang mengasihi Dia” (Yakobus 1:12).
Anda memiliki anugerah yang membangkitkan kekuatan, sifat,
karakteristik pokok, dan kepenuhan Allah ditanamkan di dalam diri
Anda. Anda menjadi satu dengan Dia;; Anda adalah tubuh Kristus.
Kepala (Yesus) tidak pernah gagal, begitu juga dengan tubuh-­Nya.
“Dari segala penjuru kami ditimpa oleh kesulitan,” tulis Paulus, “tetapi
kami tidak hancur luluh. Kami bingung, karena kami tidak tahu
mengapa hal-­hal itu terjadi, tetapi kami tidak putus asa atau menyerah”
(2 Korintus 4:8, FAYH).
7DN.HQDO0HQ\HUDK
Kita tubuh Kristus;; kita tidak menyerah. Kita tidak putus asa!
Paulus sering mengulangi perkataan ini, “Karena itu, kami tidak
pernah berputus asa” (2 Korintus 4:1, FAYH), dan sekali lagi, “Itulah
sebabnya kami tidak pernah menyerah” (2 Korintus 4:16, FAYH), dan
masih banyak lagi ayat serupa. Anda diciptakan untuk sukses secara
mengagumkan.
Dan jangan pernah berpikir bahwa Allah menyerah terhadap
Anda. Dia tidak akan pernah
melakukannya:
“Allah,
yang
memanggil kamu ke dalam
petualangan rohani ini, memberikan
jangan pernah berpikir kepada kita kehidupan Anak-­Nya
bahwa Allah menyerah dan Tuhan kita, Yesus Kristus. Dia
terhadap Anda.
tidak akan menyerah terhadap
kamu. Jangan pernah melupakan
hal itu” (1 Korintus 1:9, MSG).
Bukankah itu janji yang luar biasa? Allah tidak akan pernah
menyerah terhadap Anda. Dia pantang mundur terhadap Anda. Dan
jika Dia tidak akan menyerah terhadap Anda, bagaimana mungkin
Anda menyerah pada Dia atau pada diri Anda sendiri? Tetaplah gigih.
Apakah upah bagi mereka yang bertahan? Ini dia, langsung dari
mulut Tuhan kita:
Inilah upah yang kusediakan bagi setiap orang yang menang,
yang terus bertahan sampai akhir, dan tak kenal menyerah:
Engkau akan memerintah bangsa-­bangsa. (Wahyu 2:26, MSG)
Sungguh suatu upah yang luar biasa! Paulus meneguhkan janji
Yesus, “Jika kita bertekun, kita pun akan ikut memerintah dengan Dia”
(2 Timotius 2:12).
Jadi, saudaraku yang terkasih di dalam Kristus, Anda jelas-­jelas
memiliki kuasa untuk tak kenal menyerah. Anda memiliki apa yang
diperlukan untuk menyelesaikan pertandingan dengan baik: anugerah
Allah, dan anugerah itu tidak mungkin gagal. Maka, berlarilah dengan
penuh keyakinan untuk memperoleh hadiah. Entah itu untuk suatu
tugas ilahi, suatu kedudukan utama, atau suatu hubungan kerajaan;;
entah itu untuk jangka pendek, jangka panjang, atau bahkan seumur
hidup, Anda ditetapkan untuk menaklukkan dan memerintah. Anda
memiliki hak istimewa untuk mengalami kepenuhan yang kaya dan
-DQJDQ0HQ\HUDK
kehidupan yang berlimpah jika Anda mau bertahan. Pemerintahan
menunggu Anda. Anda anak menjadi unggul bagi kemuliaan Raja
Anda. Sungguh, suatu upah yang manis. Jadi, ingatlah selalu:
Tetaplah bersama dengan TUHAN!
Kuatkanlah hatimu. Jangan menyerah.
Kukatakan sekali lagi:
Tetaplah bersama dengan TUHAN!
(Mazmur 27:14, MSG)
Apendiks A
DOA UNTUK MENJADI ANAK ALLAH
B
agaimana kita menjadi anak Allah? Yang pertama dan yang
terutama, hal itu tidak berkaitan dengan apa yang Anda
lakukan, melainkan apa yang sudah dilakukan bagi Anda oleh
Yesus Kristus. Dia menyerahkan kehidupan-­Nya sebagai raja, dalam
kemurnian yang sempurna, agar Anda diperdamaikan kembali dengan
Pencipta Anda, Allah Bapa. Kematian-­Nya di kayu salib adalah satu-­
satunya harga yang dapat dibayar untuk membeli kehidupan kekal
bagi Anda.
Apa pun kelas sosial, ras, latar belakang, agama Anda atau apa pun
yang lain yang dianggap baik atau yang dianggap tidak baik di mata
orang, Anda layak untuk menjadi anak Allah. Dia menginginkan dan
merindukan Anda untuk masuk ke dalam keluarga-­Nya. Hal ini terjadi
semata-­mata dengan meninggalkan dosa yang membuat Anda hidup
tanpa mengandalkan Dia dan menyerahkan kehidupan Anda kepada
Ketuhanan Yesus Kristus;; begitu Anda melakukannya, Anda benar-­
benar akan dilahirkan kembali. Anda bukan lagi budak kegelapan;;
Anda dilahirkan kembali sebagai anak Allah yang sepenuhnya baru.
Kitab Suci menyatakan,
Sebab, jika dengan mulut Saudara mengaku, bahwa Yesus
Kristus itu Tuhan Saudara, dan dalam hati Saudara percaya,
bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati,
maka Saudara akan diselamatkan. Sebab dengan percaya dalam
hati, orang dibenarkan di hadapan Allah, dan dengan mulutnya
7DN.HQDO0HQ\HUDK
ia mengakui imannya serta meneguhkan keselamatannya.
(Roma 10:9-­10, FAYH)
Maka, jika Anda percaya Yesus Kristus sudah mati bagi Anda dan
Anda bersedia untuk menyerahkan kehidupan Anda kepada Dia—
tidak lagi hidup bagi diri Anda sendiri—ucapkanlah doa ini dengan
hati yang tulus, dan Anda akan menjadi anak Allah:
Bapa di surga, aku mengakui bahwa aku orang berdoa dan sudah
tidak memenuhi standar kebenaran-­Mu. Aku layak untuk dihukum
selama-­lamanya karena dosaku. Terima kasih karena Engkau tidak
membiarkan aku tetap dalam keadaan ini, karena aku percaya Engkau
mengutus Yesus Kristus, Anak-­Mu yang tunggal, yang lahir dari
perawan Maria, untuk mati bagiku dan menanggung penghukumanku
di kayu salib. Aku percaya Dia dibangkitkan kembali pada hari
ketiga dan saat ini duduk di sebalah kanan-­Mu sebagai Tuhan dan
Juruselamatku. Maka pada hari ini __________________ (tanggal,
EXODQWDKXQDNXPHQ\HUDKNDQVHOXUXKKLGXSNXNHSDGD.HWXKDQDQ
Yesus.
Yesus, aku mengakui Engkau sebagai Tuhan, Juruselamat, dan
Rajaku. Datanglah ke dalam hidupku melalui Roh-­Mu dan ubahlah
aku menjadi anak Allah. Aku meninggalkan perkara-­perkara kegelapan
yang semula kupegang teguh dan sejak saat ini aku tidak akan hidup
untuk diriku sendiri, melainkan untuk-­Mu yang telah memberikan
diri-­Mu kepadaku, agar aku dapat hidup selama-­lamanya.
Terima kasih, Tuhan;; kehidupanku sekarang sepeuhnya berada di
tangan-­Mu, dan menurut Firman-­Mu aku tidak akan pernah malu.
Sekarang, Anda sudah selamat;; Anda seorang anak Allah. Seluruh
surga bersukacita bersama dengan Anda pada saat ini juga! Selamat
datang di dalam keluarga Allah! Saya ingin menyarankan tiga langkah
berguna yang perlu segera Anda ambil:
1. Ceritakan apa yang sudah Anda lakukan dengan seseorang
yang sudah percaya. Kitab Suci menyatakan kepada kita
bahwa salah satu cara untuk mengalahkan kegelapan adalah
dengan perkataan kesaksian kita (lihat Wahyu 12:11). Saya
mengundang Anda untuk menghubungi pelayanan kami,
Messenger International, di www.messengerinternational.
org. Kami akan sangat senang jika mendapatkan kabar dari
Anda.
'RD8QWXN0HQMDGL$QDN$OODK
2. Bergabunglah dengan gereja yang baik, yang mengajarkan
Firman Allah. Jadilah anggota dan terlibatlah dalam
pelayanan. Orangtua tidak meletakkan bayinya yang baru
lahir di jalan sambil berkata, “Bertahanlah.” Anda sekarang
bayi di dalam Kristus. Allah Bapa Anda telah menyediakan
keluarga untuk menolong Anda bertumbuh. Namanya
Jemaat Perjanjian Baru lokal.
3. Berilah diri Anda dibaptis. Meskipun Anda sudah menjadi
anak Allah, baptisan adalah pengakuan di muka umum,
baik kepada alam rohani maupun kepada alam jasmani,
bahwa Anda sudah menyerahkan kehidupan Anda kepada
Allah melalui Yesus Kristus. Itu juga suatu tindakan
ketaatan, karena Yesus berkata kita harus membaptis orang
yang baru percaya “dalam nama Bapa dan Anak dan Roh
Kudus” (Matius 18:19).
Saya mengharapkan Anda mengalami yang terbaik dalam
kehidupan baru Anda di dalam Kristus. Pelayanan kami akan berdoa
bagi Anda secara teratur. Sekarang mulailah hidup secara tak kenal
menyerah dalam kebenaran!
Apendiks B
MENGAPA SAYA MENGGUNAKAN BERBAGAI TERJEMAHAN ALKITAB
K
adang-­kadang muncul pertanyaan mengapa saya menggunakan
begitu banyak terjemahan dan, kedua, mengapa saya hanya
menggunakan potongan-­potongan ayat Kitab Suci? Izinkan
saya menjawab pertanyaan ini.
1. Alkitab pada mulanya ditulis dengan lebih dari 11.000
kata bahasa Ibrani, Aram, dan Yunani. Akan tetapi, rata-­
rata terjemahan bahasa Inggris menggunakan sekitar 6.000
kata. Dari statistik ini saja, kita dapat menyimpulkan bahwa
berbagai nuansa makna dapat terlewatkan atau terhilang
dalam proses penerjemahan. Dengan menggunakan berbagai
versi terjemahan, kita dapat lebih memahami kekayaan
PXDWDQÀUPDQ\DQJ$OODKVDPSDLNDQ
2. Jika saya hanya menggunakan satu versi terjemahan,
jika Anda pembaca yang mengenali suatu ayat, mudah
saja ia melewatinya karena merasa sudah tahu. Dengan
menggunakan berbagai terjemahan, kemungkinan terjadinya
hal itu menjadi lebih kecil sehingga menolong pembaca
untuk tetap berfokus pada Kitab Suci.
3. Saat menulis, saya dengan saksama membaca bagian
tertentu Kitab Suci dari paling tidak lima sampai delapan
versi terjemahan dan menentukan mana yang paling baik
7DN.HQDO0HQ\HUDK
dalam menyampaikan poin yang hendak saya garis bawahi.
Saya juga memastikan bahwa jika saya menggunakan
parafrase, bagian yang saya gunakan itu tidak menyimpang
dari terjemahan yang diakui orang.
4. Alasan saya tidak selalu mengutip ayat secara penuh adalah
karena pasal dan ayat baru ditambahkan dalam Alkitab pada
tahun 1227. Alkitab pada mulanya tidak disusun dengan
pembagian seperti itu. Yesus di dalam Injil sering hanya
mengutip potongan ayat dari Perjanjian Lama.
UNTUK REFLEKSI DAN DISKUSI LEBIH LANJUT
1. Apakah Anda sepakat bahwa bagaimana kita mengakhiri
kehidupan ini lebih penting daripada bagaimana kita
mengawalinya? Jelaskan jawaban Anda.
2. %DJDLPDQD $QGD PHQGHÀQLVLNDQ ´URK \DQJ WDN NHQDO
menyerah”?
3. Menurut Anda, apakah arti dari anugerah Allah?
Bagaimana pengertian Anda akan anugerah berkembang
setelah membaca buku ini?
4. Apakah implikasi dari kebenaran bahwa orang Kristen
harus “memerintah dalam hidup ini” (lihat Roma 5:17)?
Bagaimana kebenaran ini memengaruhi keluarga Anda?
Pekerjaan Anda? Tanggapan Anda terhadap setiap
tantangan hidup?
5. Banyak orang Kristen tampaknya tidak memerintah
dalam hidup ini. Menurut Anda, mengapa hal ini terjadi?
6. Sebutkan beberapa sikap dan tindakan dasar yang
memungkinkan orang percaya untuk memerintah dalam
menghadapi setiap tantangan kehidupan.
7. Apakah rencana perlawanan Iblis bagi Anda (lihat
Yohanes 10:10)? Pada hari-­hari atau minggu-­minggu ini,
bagaimana Anda melihat Iblis bekerja dalam upayanya
untuk “mencuri, membunuh, dan membinasakan”
kehidupan Anda?
8. Yesus mengatakan bahwa kita akan mengalami kesusahan
di dunia ini, tetapi Dia “sudah mengalahkan dunia” (lihat
Yohanes 16:33). Bagaimana hal itu dapat menolong kita
untuk menjadi penakluk dan pemenang?
9. Apakah karakteristik dari orang yang sombong? Apakah
karakteristik dari orang yang rendah hati?
10. Rasul Petrus mendorong para pengikut Yesus untuk
“mengenakan kerendahan hati” (lihat 1 Petrus 5:5). Secara
praktis, menurut Anda, apakah yang dimaksudkannya?
11. Sebutkan beberapa taktik yang dapat kita gunakan untuk
7DN.HQDO0HQ\HUDK
melawan Iblis.
12. Mengapa kesukaran itu suatu realitas yang penting dalam
kehidupan Kristen?
13. Apakah peran doa dalam kehidupan orang percaya yang
tak kenal menyerah?
14. %DJDLPDQD$QGDPHQGHÀQLVLNDQGRD\DQJWHNXQLWX"
15. Mengapa akan ada berbagai jenis dan tahap upah di surga?
16. Saat Anda merenungkan tema utama buku ini, dalam area
kehidupan dengan Allah yang mana Anda memerlukan
pertolongan Roh Kudus untuk mengembangkan “roh
yang tak kenal menyerah”?
UMPAN IBLIS
HIDUP BEBAS DARI JEBAKAN
YANG MEMATIKAN
S
ering kali mereka yang sakit hati tidak
tahu kalau mereka sedang terjebak.
Mereka lupa dengan kondisi mereka
karena mereka begitu terfokus pada kesalahan
yang telah dibuat orang lain terhadap mereka.
Sebagai orang percaya, mereka lumpuh untuk
bertindak, buta untuk melangkah dan tidak
punya kekuatan untuk dengan tegas meminta
dan menerima apa yang telah Allah bekali di
dalam diri mereka. Buku ini mengungkapkan
jerat Iblis yang memperdaya—sakit hati yang
digunakan untuk mendepak orang percaya
keluar dari kehendak Allah dan menjauh dari
tujuan mereka dalam Kristus. Masalah sakit hati—inti utama dari
Umpan Iblis, adalah rintangan yang paling sulit yang dihadapi
dan diatasi seseorang. Pilihan Anda bukanlah apakah Anda akan
atau tidak sakit hati, tetapi bagaimana Anda memilih untuk
memberikan respons. Pesan ini akan memberdayakan Anda untuk
tetap bebas dari rasa sakit hati dan memampukan Anda untuk
memiliki hubungan yang tanpa rintangan dengan Allah.
Pengajaran ini dan pengajaran lain dari John dan Lisa Bevere
dalam bahasa Indonesia dapat diunduh di:
www. MessengerInternational.org
www.CloudLibrary.org
Materi pengaya tambahan dalam berbagai bahasa dapat
dilihat & diunduh di Youtube.com & Yuku.com dan
situs-­situs serupa lainnya.
TAK KENAL MENYERAH
KEKUATAN YANG ANDA PERLUKAN UNTUK TIDAK MENYERAH
Informasi lebih lanjut mengenai komponen kurikulum
Tak Kenal Menyerah
File audio MP3 dapat dimasukkan ke dalam media pemutar
audio Anda, perangkat smart phone atau komputer.
File digital PDF dapat dimasukkan ke dalam tablet (komputer
sabak) atau perangkat komputer Anda.
Ebook adalah format digital dari buku tercetak. Dapat
dimasukkan ke dalam tablet (komputer sabak), pad, smart
phone, atau komputer Anda.
DVD pengajaran. Gunakan bahan-­bahan ini untuk pelajaran
Anda. Jika karena suatu hal Anda tidak dapat memutar DVD
pada player Anda, cobalah memutarnya dengan komputer
$QGD GHQJDQ PHPEXND ÀOHQ\D VDWXSHUVDWX -LND PDVLK
bermasalah, silakan hubungi orang yang paham tentang hal
ini untuk membantu Anda.
Semua bahan kurikulum ini adalah hadiah untuk
Anda. Silakan menyalin disc ini, menyalin bahan tercetak,
meneruskannya melalui email kepada teman, menyalin
tempelnya dalam format dokumen Word, meneruskan peng-­
ajaran ini ke gereja Anda, mengunggahnya ke internet
untuk keperluan lainnya. Distribusikan bahan-­bahan ini ke
WHPSDWWHPSDW\DQJKDXVDNDQSHQJDMDUDQÀUPDQ$OODKGDQ
kehidupan Kristen yang dikuatkan.
www.MessengerInternational.org
www.CloudLibrary.org
TAK KENAL MENYERAH
KEKUATAN YANG ANDA PERLUKAN
UNTUK TIDAK MENYERAH
B
uku yang Anda pegang ini adalah bagian dari Kurikulum
Pengajaran Tak Kenal Menyerah oleh John Bevere. Dengan
membaca buku ini dan menggunakan bahan peng-­
ajaran pelengkap yang tersedia dalam DVD atau yang
diunduh
dari
internet
akan memampukan Anda
mempelajari setiap bagian
dari seri pengajaran di-­
namis dan pengubah ke-­
hidupan. Mempelajarinya
dengan baik akan memberi
dampak dan menguatkan
perjalanan kehidupan Kris-­
ten kita untuk melayani
Allah lebih banyak lagi.
Bahan kurikulum lengkap terdiri dari:
‡ Buku Tak Kenal Menyerah
Satu-­satunya bagian yang dicetak dalam kurikulum
ini. Buku inilah yang sedang Anda pegang. Edisi
elektronik dari buku ini juga tersedia di dalam bentuk
ebook dan format PDF dalam disc yang tersedia.
‡ Disc Bahan Pengajaran Tak Kenal Menyerah
Disc tambahan yang memuat sebagian besar bahan-­
bahan pengajaran dalam format digital.
‡ Buku Kerja dan Penuntun Belajar Tak Kenal Menyerah
Tersedia di dalam Disc dalam bentuk ebook dan
format PDF
‡ Buku Audio Tak Kenal Menyerah
Keseluruhan 18 bab Tak Kenal Menyerah dibacakan
dalam bahasa Indonesia
‡ Video Sesi-­sesi Pengajaran Tak Kenal Menyerah
Contoh Video pengajaran tersedia di dalam Disc. 12 sesi
pengajaran dapat diunduh gratis secara online.
‡ Audio Sesi-­sesi Pengajaran Tak Kenal Menyerah
Dua belas sesi audio pengajaran dalam format MP3
‡ Buku Singa Betina Bangkit
Tersedia di dalam Disc dalam format ebook dan PDF
"MMBIUJEBLNFOEBUBOHLBOLFTVMJUBOIJEVQUFUBQJ%JB
NFOHHVOBLBOOZBVOUVLNFOHVBULBOLJUBEBMBN
NFOBLMVLLBOQFSLBSBZBOHMFCJICFTBS%JBUJEBLQFSOBI
NFOVOUVOLJUBLFEBMBNCBEBJUBOQB%JBNFOHBSVOJBLBO
LFQBEBLJUBLFLVBUBOVOUVLNFOHBUBTJOZB
+0)/#&7&3&5BL,FOBM.FOZFSBI
Download