BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kepuasan Konsumen (Customer Satisfaction) 1. Pengertian Kepuasan Konsumen Pengertian Kepuasan menurut Kotler dan Amstrong (2001:9) : kepuasan konsumen adalah sejauh mana anggapan kinerja produk memenuhi harapan pembeli. Bila kinerja produk lebih rendah ketimbang harapan pelanggan, maka pembelinya merasa puas atau amat gembira. Sedangkan menurut Shiffman dan Kanuk (2005) memberikan definisi kepuasan konsumen (customer satisfaction) dengan mengatakan sebagai kepuasaan pelanggan adalah persepsi individu dari konerja produk atau jasa yang berkaitan dengan harapan. Konsep kepuasaan pelanggan merupakan fungsi dari harapan pelanggan. Seorang pelanggan yang memiliki pengalaman turun di bawah ekspektasi akan merasa tidak puas. Dan pelanggan yang melebihi harapan akan sangat puas atau senang. Menurut Zeithaml dan Bitner (2000:75) definisi kepuasan adalah : responden atau tanggapan konsumen mengenai pemenuhan kebutuhan, kepuasan merupakan penilaian mengenai ciri atau keistimewaa produk atau jasa, atau produk itu sendiri, http://digilib.mercubuana.ac.id/ yang menyediakan tingkat kesenangan konsumen berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan konsumsi konsumen Kepuasan pelanggan merupakan kunci dalam menciptakan loyalitas pelanggan. Banyak manfaat yang diterima oleh perusahaan dengan tercapainya tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi, yakni selain dapat meningkatkan loyalitas pelanggan tetapi juga dapat mencegah terjadinya perputaran pelanggan, mengurangi biaya operasional serta meningkatkann reputasi bisnis. 2. Indikator Kepuasan Konsumen (Customer Satisfaction) Jika kinerja sesuai harapan maka konsumen akan merasa puas jika kinerja sampai melebihi harapan, maka konsumen akan merasa sangat puas (Kotler, 2001). Dari definisi tersebut maka indicator dari variable kepuasan konsumen (Tjiptono, 2011) yaitu : a. Kepuasaan pelanggan keseluruhan Pelanggan langsung ditanya seberapa puas dengan produk atau jasa, kepuasan diukur berdasarkan produk atau jasa perusahaan bersangkutan dan membandingkan dengan tingkat kepuasan keseluruhan terhadap produk jasa pesaing. http://digilib.mercubuana.ac.id/ b. Konfirmasi Harapan Kepuasan tidak diukur langsung. Namun disimpulkan berdasarkan kesesuaian atau ketidaksesuaian antara harapan pelanggan dengan kinerja actual produk pada sejumlah atribut atau dimensi penting. c. Kesediaan untuk merekomendasi Kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan produk kepada teman atau keluarga. B. Loyalitas Konsumen (Customer Loyality) 1. Pengertian Loyalitas Konsumen Loyalitas Konsumen mencerminkan niatan berperilaku (intended behavior) berkenaan dengan suatu produk atau jasa. Namun berperilaku disini mencakup kemungkinan pembelian mendatang dan pembaharuan kontrak jasa atau sebaliknya (Sinaga 2010:56). Kesetian konsumen tidak terbentuk dalam waktu singkat tetapi melalui proses belajar dan berdasarkan hasil pengalaman dari konsumen itu sendiri dari pembelian konsisten sepanjang waktu. Bila yang didapat sudah sesuai dengan harapan, maka proses pembelian ini terus berulang. Hal ini dapat dikatakan telah timbul kesetiaan konsumen. Terciptanya kepuasan dapat memberikan beberapa manfaat diantaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggan menjadi harmonis, menjadi dasar bagi http://digilib.mercubuana.ac.id/ pembelian ulang dan menciptakan loyalitas pelanggan serta rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan perusahaan (Tjiptono, 2012:24). Menganalisis loyalitas konsumen akan lebih berhasil apabila mampu mempengaruhi konsumen tersebut utuk memberikan penilaian yang baik terhadap jasa yang diberikan. Karena loyalitas timbul lagi aspek psikologis manusia yaitu persepsi loyalitas yang baik dihasilkan melalui persepsi yang baik dari konsumen yang puas akan pelayanan yang diberikan. Konsumen akan memberikan penilaian mengenai baik buruknya produk yang sudah mereka beli maka dari itu produsen harus mampu memberikan kontribusi yang baik dalam memberikan produk tersebut agar konsumen akan membeli barang berulang dan ulang kembali. Hal ini dikarenakan persepsi menjelaskan evaluasi kognitif. Perasaan emosional dan kecenderungan tindakan yang menguntungkan. (Nugroho 2011:16). Selanjutnya Griffin (2005:5) berpendapat bahwa seorang pelanggan dikatanan setia atau loyal apabila pelanggan tersebut menunjukan perilaku pembelian secara teratur atau terdapat suatu kondisi dimana mewajibkan pelanggan membeli paling sedikit dua kali dalam selang waktu tertentu. Upaya memberikan kepuasan dilakukan untuk mempengaruhi sikap pelanggan. Sedangkan konsep loyalitas pelanggan lebih berkaitan dengan perilaku pelanggan daripada sikap dari pelanggan. Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulan bahwa customer loyalty merupakan sebuah sikap yang menjadi dorongann perilaku untuk melakukan pembelian produk/jasa dari suatu perusahaan yang menyertakan aspek perasaan http://digilib.mercubuana.ac.id/ didalamnya, dan juga mempunyai komitmen dan sikap yang positif terhadap perusahaan yang menawarkan produk atau jasa tersebut. 2. Indikator Loyalitas Konsumen Indikator loyalitas adalah secara terus menerus melakukan word of mouth, tidak memiliki keinginan untuk berpindah ke pesaing, membeli lebih banyak produk dari perusahaan. Tjiptono (2002:85) mengemukakan terdapat enam indicator yang bisa digunakan untuk mengukur loyalitas konsumen yaitu : 1. Pembelian ulang 2. Kebiasaan mengkonsumsi merek tertentu 3. Selalu menyukai merek tersebut 4. Tetap memilih merek tersebut 5. Yakin bahwa merek tersebut yang terbaik 6. Merekomendasikan merek tersebut pada orang lain. C. Perkiraan Biaya Perpindahan (Expected Switching Cost) 1. Pengertian Expected Switching Cost Biaya perpindahan dapat didefinisikan sebagai pengorbanan yang dirasakan atau denda yang mungkin dikenakan konsumen apabila beralih dari satu merek ke http://digilib.mercubuana.ac.id/ merek lainnya (Jones et al., 2007). Konsumen akan menghadapi beban perpindahan antara satu merek dengan merek yang lainnya ketika melakukan perpindahan. Switching cost biasanya tidak langsung dirasakan, namun pelanggan biasanya konsumen merasakannya setelah beberapa lama mereka berpindah merek Menurut Lee dan Feick (2001) mendefinisikan switching cost yaitu biaya yang dikeluarkan oleh kosumen karena berpindah ke merek yang lain yang tidak akan di alami apabila konsumen tetap setia dengan merek saat ini. Dengan menciptakan atau memanfaatkan switching cost, perusahaan dapat menurunkan persaingan harga, membangun keunggulan kompetitif dan mendapatkan keuntungan yang luar biasa sebagai sebuah investasi (Klemperer, 1995). Pelanggan menyatakan tidak layak untuk beralih merek, ketika pelanggan mungkin merasakan hambatan dalam berpindah merek seperti munculnya biaya pencarian, biaya transaksi, biaya untuk belajar, kehilangan diskon pelanggan setia, kebiasaan pelanggan, biaya emosional dan upaya kognitif, ditambah dengan resiko keuangan, social, psikologis dari pihak pembelli (Fornell, 1992). 2. Indikator dari Expected Switching Cost Menurut Abdurrahman (2009) merumuskan ada 8 indikator dalam mengukur biaya perpindahan (switching cost), yakni : a. Economic Risk Cost, meliputi biaya yang dikeluarkan setelah melakukan perpindahan merek. http://digilib.mercubuana.ac.id/ b. Evaluation Cost, biaya yang dikeluarkan ketika membandingkan dan mencari informasi mengenai satu merek dengan merek lainnya. c. Setup Cost, biaya yang dikeluarkan konsumen ketika melakukan perpindahan dan ketika harus melakukan penyesuaian kembali dengan produk baru. d. Benefit Loss Cost, yaitu keuntungan yang akan hilang ketika berpindah dari satu merek ke merek lain seperti diskon atau potongan harga pelanggan setia. e. Monetary Loss Cost, biaya yang dikeluarkan untuk membeli produk dari brand yang ingin digunakan D. Preferensi Merek (Brand Preference) 1. Pengertian Preferensi Merek Preferensi merek, variable ini didefinisi sebagai pertimbangan konsumen yang didasarkan pada derajat kecenderungan konsumen terhadap produk yang diberikan perusahaan bila di bandingkan dengan produk dari perusahaan lain (Vasileiout, 2006). Sedangkan Spais dan Vasileiou (2006) mengukur brand preference dengan menggunakan company name, product category attributes, customers emotional involvement dan influences from family and friends. Preferensi merek merupakan salah satu bentuk apresiasi konsumen terhadap merek (Kotler dan Keller, 2009: 50), sedangkan menurut Lou dan Lee (2009:49) bahwa preferensi merek adalah keadaan dimana konsumen menyukai merek karena merek tersebut menyenangkan. Preferensi merek terjadi pada tahap evaluasi alternative dalam pengambilan keputusan pembelian. Preferensi merek ini menjadi http://digilib.mercubuana.ac.id/ penting, karena hal ini merupakan tahapan yang dilalui menuju loyalitas konsumen (Kotler dan Keller, 2009:82) Preferensi merek dapat berarti kesukaan, pilihan terhadap suatu merek yang lebih disukai konsumen. Preferensi ini terbentuk dari persepsi terhadap merek produk atau jasa. Preferensi merek berkaitan erat dengan penilaian konsumen akan kepuasan atau ketidakpuasan terhadap suatu merek produk atau jasa, bahkan juga pada perusahaan tertentu (Tjiptono, 2007:58). Oleh karena itu teori preferensi ini dapat juga digunakan untuk menganalisis tingkat kepuasan bagi konsumen. Preferensi merek sering kali ditemukan sebagai variable yang langsung mempengaruhi keinginan konsumen untuk membeli brand. Preferensi merupakan kecenderungan akan sesuatu yang biasanya diperoleh setelah konsumen membandingkan sesuatu tersebut dengan sesuatu yang lainnya. Dengan demikian, preferensi merek merupakan kecenderungan seorang konsumen untuk menyukai sebuah brand dibandingkan yang lainnya sehingga akan membentuk keinginan untuk membeli brand tersebut. Salah satu tujuan penting program preferensi merek adalah untuk meningkatkan minat pembelian ulang. Kemajuan konstruktif juga muncul dalam model sktruktural preferensi pelanggan dan pembelian kembali oleh Andreassen dan Linderstad (1998), Erden dan Swait (1998), dan Pritchard et al (1999) dan Roest dan Pieters (1997). Preferensi merek adalah variable intervening yang sebelumnya di pengaruhi oleh customer satisfaction. Dalam penelitian ini, pendekatan yang dilakukan adalah http://digilib.mercubuana.ac.id/ evaluasi terpisah dan berbeda dari brand preference yang mendahului minat pembelian ulang (Manrai, 1995; Storbacka et al, 1994). Dengan demikian model konseptual yang dikembangkan adalah sebagai berikut. Brand Satisfaction Brand preference Repurchase Intention Gambar 2.1 Model Konseptual 2. Indikator Preferensi Merek Menurut Forgana (2009), preferensi merek yang baik dapat memberikan jaminan kualitas bagi kosumennya. Adapun preferensi konsumen terhadap suatu merek tertentu dibandingkan merek lainnya dapat diukur dengan pernyataan sebagai berikut : a. Saya lebih menyukai merek tertentu dibandingkan dengan merek lainnya b. Saya lebih memilih merek tertentu dibandingkan dengan merek lainnya. c. Saya lebih cenderung membeli merek tertentu dibandingkan dengan merek lainnya (forgana 2009). Preferensi merek didalam penelitian ini menjadi variable penghubung atau intervening variable antara kepuasan konsumen dan minat pembelian ulang. Dimana sebelum terciptanya preferensi merek terlebih dahulu kepuasan konsumen mempengaruhi loyalitas konsumen dan expected switching cost. Pembahasan http://digilib.mercubuana.ac.id/ expected switching cost, loyalitas konsumen, dan preferensi merek dijelaskan pada sub bab berikutnya. E. Minat pembelian Ulang (Repurchase Intention) 1. Pengertian Minat Pembelian Ulang Minat beli menurut Kinnear dan Taylor dalam Thamrin (2003) merupakan tahap kecenderungan responden untuk bertindak sebelum keputusan membeli benar – benar dilaksanakan. Setelah konsumen menerima dan merasakan manfaat ataupun nilai dari suatu produk, konsumen tersebut sudah memiliki perilaku loyal, rasa puas, dan komitmen terhadap produk tersebut, dimana pada akhirnya dapat menimbulkan tujuan untuk membeli ulang produk itu di masa yang akan datang (Mowen dan Minor, 1998). Seorang konsumen yang sudah memiliki minat untuk membeli suatu barang atau jasa, dapat hampir dipastikan memiliki kecenderungan untuk melakukan pembelian terhadap barang atau jasa tersebut. Penjelasan tersebut mengatakan bahwa bentuk spesifik dari niat pembelian adalah niat pembelian ulang, yang mencerminkan harapan untuk membeli ulang produk atau merek yang sama. Minat beli ulang didefinisikan oleh Cronin dan Taylor (1992) sebagai perilaku pelanggan, dimana pelanggan merespon positif terhadap kualitas pelayanan suatu perusahaan dan berniat melakukan kunjungan kembali atau mengkonsumsi kembali produk perusahaan tersebut. Melalui definisi tersebut dapat di artikan bahwa minat http://digilib.mercubuana.ac.id/ beli ulang memiliki pengaruh kuat terhadap suksesnya suatu produk atau jasa terjual di pasaran. Maka dari itu perilaku konsumen dalam membeli sebuah produk banyak berdasarkan pada pengalaman mengenai suatu produk dan anggapan konsumen terhadap produk tersebut. Maka apabila pengalaman konsumen baik terhadap produk tersebut konsumen akan melakukan pembelian ulang di masa yang akan datang. Selain itu, Tsai dalam Hanggadhika (2010) juga mengatakan bahwa pembelian ulang merupakan suatu tingkat motivasional seorang konsumen untuk mengulangi perilaku pembelian pada suatu produk, yang salah satunya ditunjukkan dengan penggunaan merek dari suatu produk berkelanjutan. Motivasi tersebut akan menimbulkan keinginan pembelian ulang untuk memenuhi setiap kebutuhannya atau meningkatkan jumlah pembeliannya dan menghasilkan komitmen untuk menggunakan kembali merek tersebut di mana keinginan itu berkaitan dengan psikologi konsumen (Hawkins, et al, 1998). Konsumen yang merasa puas saat proses transaksi barang atau jasa yang didapatkan, besar kemungkinan mereka akan kembali lagi dan melakukan pembelianpembelian lain dan juga akan merekomendasikan pada teman atau keluarga tentang perusahaan dan produknya (Nastiti, 2007). Maka dari itu kesuksesan dari perusahaan sangat tergantung pada loyalitas konsumen, maka sangatlah penting bagi perusahaan untuk menjadikan konsumen mereka bersikap loyal pada perusahaan. Maka dari itu perusahaan dituntut harus mampu mengerti dan mengetahui apa keinginan konsumen. http://digilib.mercubuana.ac.id/ Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa repurchase intention adalah kecenderungan perilaku membeli dari pelanggan yang dilakukan berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu yang didasarkan dari pengalaman masa lalu ketika berbelanja (Kinnear dan Taylor,1995) 2. Indikator dari Minat Pembelian Ulang Menuruut penelitian Hellier et al (2003) terdapat empat indicator yang menyatakan bahwa indicator-indikator yang digunakan untuk mengukur variable nilai pembelian ulang yaitu : a. Saya akan membeli produk dengan jumlah yang sama b. Saya akan meningkatkan jumlah konsumsi produk c. Saya akan seling membeli produk d. Saya memiliki waktu yang pasti dalam menggunakan produk F. Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan Menurut Kotler (1994) dalam Nasution (2005 : 66 ), ada 4 metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu : 1. Sistem Keluhan dan Saran Perusahaan yang berorientasi pada pelanggan (Customer – Oriented) menyediakan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya untukmenyampaikan saran, kritik, dan keluhan mereka. 2. Ghost Shopping http://digilib.mercubuana.ac.id/ Mempekerjakan beberapa orang yang berperan sebagai pelanggan atau pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk tersebut. Kemudian melaporkan hal-hal yang berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan produk, mengamati dan menilai cara penanganan yang lebih baik. 3. Lost Customer Analysis Perusahaan berusaha menghubungi para pelanggannya yang telah berhenti membeli atau beralih ke perusahaan. Perusahaan berusaha untuk mengamati apa yang menyebakan pelanggan bisa berpindah ke produk atau jasa lain. 4. Survei Kepuasan Pelanggan Survey perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan sekaligus juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. Pengukuran kepuasan melalui metode ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, sebagai berikut : a. Directly reported satisfaction Melakukan pengukuran secara langsung melalui pertanyaan tentang tingkat kepuasan pelanggan. b. Derived dissatisfaction Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yakni besarnya harapan pelanggan terhadap atribut tertentu dan besarnya kinerja yang mereka rasakan. c. Problem anlaysis http://digilib.mercubuana.ac.id/ Pelanggan diminta untuk menungkapkan masalah yang dihadapi berkaitan dengan produk atau jasa dan memberikan saran-saran perbaikan. d. Importance-performance Analysis Responden diminta untuk menilai tingkat kepentingan dan tingkat kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen/atribut tersebut. G. Kerangka Konseptual dan Pengembangan Hipotesis 1. Pengaruh Kepuasan Konsumen terhadap Loyalitas Konsumen Pada saat persaingan semakin ketat dan harapan pelanggan semakin meningkat, perusahaan sangat tertarik untuk menjaga loyalitas pelanggan yang sudah ada.Karena hampir semua perusahaan bergantung pada bisnis yang berulang dan guna menghadapi persaingan dengan pesaing. Biasanya, kepuasan konsumen dianggap sebagai pendahulu langsung terhadap loyalitas konsumen (EW Anderson & Sullivan, 1993, hal.125). Pada gilirannya, loyalitas konsumen harus mengarah pada peningkatan nilai shareholder dan efisiensi aset (Reichheld, 1996). Dengan demikian, mencapai tingkat tinggi kepuasan pelanggan telah menjadi tujuan utama bagi banyak perusahaan. Menurut Gustafson et al (2005) menyatakan bahwa kepuasan memberikan pengaruh positif pada loyalitas. Dalam konteks jasa terungkap bahwa loyalitas juga dipengaruhi langsung oleh kepuasan. Bukti empiris tambahan untuk hubungan positif antara dua konstruksi disediakan oleh EW Anderson et al. (1994); Hallowell http://digilib.mercubuana.ac.id/ (1996).Sedangkan, dalam konteks saluran pemasaran, penelitian oleh Ping (1993) mendukung adanya hubungan kepuasan-loyalitas positif. Bloemer dan de Ruyter (1998) telah menetapkan bahwa hubungan positif antara kepuasan dan loyalitas di moderatori oleh sejauh mana pelanggan melakukan perbandingan antara harapan terhadap merek dan kinerja.Meskipun demikian, hubungan antara kepuasan dan loyalitas pelanggan sekarang diakui lebih kompleks daripada sebelumnya (Garbarino dan Johnson, 1999). H1 = Kepuasan konsumen berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen. 2. Pengaruh Kepuasan Konsumen terhadap Expected Switching Cost Peluang analisis biaya menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan memiliki efek positif pada perkiraan kerugian atau biaya perpindahan pemasok produk.Artinya, semakin tinggi tingkat kepuasan keseluruhan pelanggan dengan layanan, maka semakin besar biaya peluang yang harus dikeluarkan untuk dapat mengharapkan kepuasan pelanggan. Menurut Fornell (1992) Ketika perusahaan mengadopsi strategi pemasaran defensif yang memanfaatkan switching costs sebagai sarana mempertahankan pelanggan yang tidak puas, hubungan positif antara kepuasan dan biaya peralihan menjadi tidak efektif jika dilakukan dalam jangka pendek. Sedangkan dalam jangka panjang sekalipun, kemampuan beralih hambatan biaya untuk mempertahankan dukungan pelanggan yang tidak puas mungkin cukup terbatas (Jones et al, 2000). http://digilib.mercubuana.ac.id/ Ketika merek sangat banyak, sedangkan switching cost rendah maka pelanggan yang tidak puas cenderung untuk beralih ke merek lain, sedangkan jika switching cost tinggi, maka pelanggan cenderung untuk tetap setia (Lee, Lee dan Feick, 2001). Pelanggan juga akan tetap setia kepada suatu merek jika pelanggan merasa menerima nilai yang lebih besar ketimbang merek yang lain. H2 = Kepuasaan konsumen berpengaruh positif terhadap perkiraan biaya perpindahan. 3. Pengaruh Kepuasan Konsumen terhadap Preferensi Merek Menurut Stauss dan Neuhaus (1997) bahwakepuasan pelanggan dapat mempengaruhi perubahan sikap (preferensi merek) yang pada gilirannya mempengaruhi niat pembelian kembali. Tingkat kepuasan yang tinggi cenderung meningkatkan kemungkinan bahwa merek tersebut akan disimpan dalam himpunan pertimbangan pelanggan dan akan meningkatkan preferensi pelanggan terhadap merek (Westbrook dan Oliver, 1981). H3 = Kepuasaan konsumen berpengaruh positif terhadap preferensi merek 4. Pengaruh Loyalitas Konsumen terhadap Preferensi Merek Pelanggan mencoba untuk mengurangi risiko yang dirasakan dalam pembelian layanan (Murray, 1991) dengan membeli merek terkenal, mencari informasi tambahan dan mengulang pembelian merek yang telah memberikan kepuasan (Perry dan Hamm, 1969; Roselius, 1971).Penggunaan segmentasi loyalitas pelanggan dalam http://digilib.mercubuana.ac.id/ strategi pemasaran perusahaan juga meningkatkan kemungkinan hubungan positif antara dukungan masa lalu dan preferensi merek saat ini (Pritchard, 1991).Hubungan kausal antara pembelian ulang masa lalu dan preferensi merek saat ini mungkin juga hasil dari kelemahan pelanggan (Roy et al, 1996).Misalnya, keinginan oleh pelanggan untuk menghindari rutinitas belajar dan praktek layanan baru atau untuk menghindari membuat perbandingan harga antar merek (Krishnamurthi et al, 1992). H4 = Loyalitas konsumen berpengaruh positif terhadap preferensi merek 5. Pengaruh Expected Switching Cost terhadap Preferensi Merek Analisa switching cost akan menyediakan pandangan perusahaan memilih switching cost yang tepat, guna meningkatkan basis brand preference. Salah satu jenis switching cost yaitu resiko adanya perubahan. Menurut Gronhaug dan Gilly (1991), mengungkapkan switching cost membuat perubahan pada perusahaan menjadi lebih mahal terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang di tanggung. Inilah sebabnya mengapa beberapa perusahaan mengeluarkan usaha yang cukup besar dalam membangun biaya peralihan ke strategi pemasaran mereka (Fornell, 1992;. Heskett et al, 1990), semakin besar switching cost yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menanggung biaya peralihan yang seharusnya dialami konsumen, maka akan semakin kuat preferensi pelanggan merek tersebut dibandingkan dengan merek yang lain. H5 = Perkiraan biaya perpindahan berpengaruh positif terhadap preferensi merek http://digilib.mercubuana.ac.id/ 6. Pengaruh Preferensi Merek terhadap Minat Pembelian Ulang Preferensi merek merupakan tingkatan dimana konsumen menghendaki produk yang diberikan oleh perusahaannya sekarang ini sebagain perbandingan pada produk yang disediakan oleh perusahaan lain dengan rangkaian pertimbangannya (Ardhanari, 2008). Konsumen yang mempunya brand preference yang tinggi, maka akan menimbulkan repurchase intention. Jadi terlihat bahwa preferensi merek mendahului niat pembelian ulang terjadi.Hal ini di dukung oleh Mantel dan Kardes yang menyatakan bahwa perefrensi merek anteseden utama dari pembelian ulang konsumen (Fongana, 2009). Menurut Dodds et al, (1991) bahwa pengaruh preferensi merek pada kesediaan untuk membeli jarang dilakukan adanya pemeriksaan. Pendekatan mendorong spesifikasi yang lebih tepat pada perilaku pilihan pelanggan yang disediakan oleh penyedia dalam teori pertimbangan yang ditetapkan oleh Robert dan Lattin (1997).Kemajuan konstruktif juga muncul dalam model struktural preferensi pelanggan dan pembelian kembali olehErdem dan Swait (1998) dan Pritchard et al (1999). H6 = Preferensi merek berpengaruh positif terhadap minat pembeliaan ulang 7. Pengaruh Kepuasan Konsumen Terhadap Minat Pembelian Ulang Sebuah hubungan positif langsung antara kepuasan pelanggan dan niat beli kembali didukung oleh berbagai penelitian produk dan layanan (Anderson dan http://digilib.mercubuana.ac.id/ Sullivan, 1993; Bolton, 1998). Studi ini menetapkan bahwa kepuasan pelanggan secara keseluruhan dengan suatu merek sangat terkait dengan niat perilaku untuk kembali ke merek yang sama. Namun, harus diingat bahwa hubungan positif langsung kepuasan terhadap niat pembelian kembali adalah penyederhanaan masalah.Sedangkan kepuasan pelanggan merupakan salah satu faktor utama dari banyak variabel yang dapat berdampak pada niat pembelian kembali pelanggan (Sharma dan Patterson, 2000). H7 = Kepuasaan konsumen berpengaruh positif terhadap minat pembelian ulang. http://digilib.mercubuana.ac.id/ H. Model Penelitian Berdasarkan landasan teori yang telah dibahas sebelumnya yang menyangkut minat pembelian ulang, preferensi merek, expected switching cost, terhadap loyalitas konsumen, dan kepuasan konsumen. Maka dapat disusun model kerangka konseptual yang dapat digambarkan sebagai berikut : Loyalitas Konsumen Kepuasan Konsumen Preferensi Merek Expected Switching Cost Gambar 2.2 Model Kerangka Konseptual http://digilib.mercubuana.ac.id/ Minat Pembelian Ulang I. Penelitian Terdahulu No . 1. 2. 3. Peneliti Judul Ya-Hui Wang, 2015 Does Winning An Award Affect Investors? Brand Preference And Purchase Intention Chun-Cheng Huang, SzuWei Yen, Cheng-Yi Liu, Ta-Pei Chang, 2014 The Relationship Among Customer Satisfaction, ] To Repurchase Intention of Cultural and Creative Industries in Taiwan Fransosca Impact of Andreani, Tan Brand Image, Lucy Taniaji, Customers Ruth Natalia Loyalty with Made Customers Metode Variabel Penelitian Penelitian Kualitatif 1. Brand Preference 2. Purchase Intention Kualitatif 1. Customers Satisfaction 2. Repurchase Intention Kuantitatif 1. Customers Loyalty 2. Customers Satisfaction http://digilib.mercubuana.ac.id/ Hasil Penelitian Hasil menunjukkan preferensi merek meningkatkan persepsi kualitas secara tidak langsung sehingga meningkatkan minat pembelian ulang Hasil menunjukan kepuasaan konsumen merupakan salah satu factor yang berpengaruhi positif terhadap minat pembelian ulang Berdasarkan penelitian yang dilakukan ditemukan kepuasaan Puspitasari, 2012 Satisfaction as A Mediator in Mcdonald’s 5. Shu-Chun Chang, PeiYu Chou, 2012 6. Ni Wayan Candra Yani, 2014 Evaluation of Kualitatif Satisfaction and repurchase intention in online food group-buying, using Taiwan as and example Pengaruh Kuantitatif Kepuasaan Konsumen Yang di Moderasi Biaya Perpindahan (Switching Cost) http://digilib.mercubuana.ac.id/ 1. Customers satisfaction 2. Repurchase Intention 1. Kepuasaan Konsumen 2. Switching Cost konsumen berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen sebesar 58,4% dan 41,6% ditingkatkan oleh factor lainnya Hasil menunjukan kedua variable berpengaruh positif Hasil penelitian meunjukan bahwa Kepuasan berpengaruh positif terhadap switching cost.