PENGUNGKAPAN RAHASIA KEHAMILAN DI

advertisement
PENGUNGKAPAN RAHASIA KEHAMILAN DI LUAR NIKAH OLEH REMAJA
PUTRI KEPADA PIHAK LAIN
Oleh: Reni Puspita Sari (071015005) - A
[email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji mengenai komunikasi interpersonal seorang remaja putri yang
melakukan pengungkapan rahasia kehamilan di luar nikah kepada pihak lain. Saat ini banyak
fenomena remaja yang hamil di luar nikah sedangkan di dalam masyarakat hal tersebut
merupakan hal yang tabu. Ketabuan hamil di luar nikah dan perkembangan psikologis remaja
yang masih cenderung labil memunculkan resiko yang semakin besar apabila hal yang
menjadi rahasia tersebut diketahui pihak lain. Resiko-resiko tersebut menyulitkan komunikasi
untuk mengungkapkan rahasia kehamilannya. Hasil analisis diperoleh hasil bahwa setiap
remaja putri memiliki perbedaan dalam mengungkapkan rahasia kehamilannya kepada pihak
lain karena dipengaruhi oleh kedalaman hubungan (depth) dan kepercayaan (trust), latar
belakang keluarga dan budaya, gender, motivasi, keuntungan dan kerugian pengungkapan
informasi rahasia, kondisi fisik dan juga psikologi remaja tersebut.
Kata kunci: komunikasi interpersonal, pengungkapan, remaja putri, kehamilan di luar
nikah
PENDAHULUAN
Studi ini meneliti mengenai pengungkapan informasi rahasia kehamilan di luar nikah
oleh remaja putri yang mengalami hamil di luar nikah kepada pihak lain. Pada penelitian ini
remaja yang mengalami kehamilan diluar nikah secara psikologis terdorong untuk
mengungkapkan
keadaannya
kepada
pihak
lain
untuk
memperoleh
solusi
atas
permasalahannya. Namun, disisi lain masyarakat masih menganggap tabu kehamilan di luar
nikah sehingga remaja yang mengalami hal tersebut
menganggap bahwa informasi
kehamilan di luar nikah yang dialaminya sebagai suatu informasi yang pribadi. Maka, muncul
pertentangan dalam diri remaja untuk melakukan pengungkapan kehamilan di luar nikah.
Hamil di luar nikah merupakan salah satu bentuk penyimpangan. Paul B. Horton dan
Chester L. Hunt menjelaskan (Bungin, 2001, p.54) penyimpangan adalah setiap perilaku yang
dinyatakan sebagai suatu pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat.
Sedangkan norma yang ada di masyarakat Indonesia menganggap bahwa remaja yang hamil
di luar nikah dinilai sebagai perilaku yang menyimpang di masyarakat. Hamil di luar nikah
sangat tabu di kalangan masyarakat, tidak sekedar hamil di luar nikah yang di anggap tabu
dan aib oleh masyarakat bahkan pasangan lawan jenis saja yang kedapatan berdua-duaan
dianggap sebagai hal yang memalukan (Yanti, 2013). Norma-norma ketimuran masih tetap
menganggap kehamilan diluar nikah sebagai aib bagi keluarga ataupun masyarakat, apapun
sebab dari kehamilan itu. Orang yang hamil diluar nikah dinilai sebagai keburukan, yang
kalaupun terjadi harus di sembunyikan. Padahal perempuan yang hamil bisa saja merupakan
korban perkosaan atau korban keadaan (dipaksa lewat bujukan untuk melakukan hubungan
seksual oleh pacarnya, atau temannya, atau keluarganya).
Informasi mengenai kehamilannya merupakan suatu yang privasi bagi remaja yang
mengalami tekanan psikologis akibat kehamilan di luar nikah. Seperti yang dijelaskan oleh
Ida Bagus (Tari,2010)remaja yang hamil di luar nikah, menghadapi berbagai masalah
tekanan psikologis yaitu ketakutan, kecewa, menyesal dan rendah diri. Perasaan bersalah
membuat mereka tidak berani berterus terang pada orang lain sehingga remaja tersebut perlu
untuk melakukan private disclosure. Private disclosure menurut Petronio dalam West dan
Turner (2004, p.221), adalah proses mengungkapkan informasi privat kepada orang lain.
Private disclosure membutuhkan adanya acceptance (penerimaan) dan support (dukungan).
Komunikasi antar persona mengenai suatu masalah pribadi yang dilakukan remaja putri
tersebut akan berbeda dengan komunikasi mengenai hal-hal yang tidak bersifat privasi.
Pengungkapan dan penutupan informasi privasinya sebagai seorang remaja yang hamil
di luar nikah, mereka didasari oleh beberapa motivasi. Menurut Vangelisti dan Petronio
(2004, p.380), motivasi tersebut karena budaya yang berkembang di dalam masyarakat
terkadang menganggap masalah tertentu tabu untuk dibicarakan seperti halnya kehamilan di
luar nikah pada remaja. Selain itu juga karena stereotipe mengenai gender tertentu yang
berkembang di masyarakat. Motivasi pribadi maupun keluarga, dapat menjadi dorongan
untuk mengungkapkan informasi privat berdasarkan keinginan untuk semakin memperkuat
ikatan (relational closeness). Di sisi lain, penutupan informasi privasi tersebut dapat dilatar
belakangi rasa takut atas penolakan dan hancurnya hubungan dan kepercayaan atas dirinya
yang selama ini diberikan oleh orang lain kepadanya.
Remaja dipilih sebagai obyek penelitian karena pada masa ini remaja cenderung
menutup diri dan labil dalam mengambil keputusan. Remaja sering kali dikenal dengan fase
“mencari jati diri” atau fase “topan dan badai” (Ali, 2010, p.9). Remaja masih dalam tahap
pemikiran yang cenderung abstrak, membuat dan menguji hipotesis atas apa yang ia temui.
Remaja mampu berpikir secara lebih abstrak, menguji hipotesis (Shaw dan Coztanzo dalam
Ali, 2010, p.9). Ini terjadi karena pada masa remaja merupakan masa peralihan dari masa
anak-anak menuju masa dewasa.
Rentang usia remaja dibagi menjadi dua bagian yaitu 12 atau 13 tahun sampai dengan
17 atau 18 tahun yang disebut dengan remaja awal, sedangkan remaja akhir ialah remaja
dengan rentang umur antara 17 atau18 tahun hingga 21 atau 22 tahun (Ali, 2010, p.9).
Batasan usia remaja ditinjau dari bidang kesehatan WHO, masalah yang dirasakan paling
mendesak berkaitan dengan kesehatan remaja adalah kehamilan dini. Berangkat dari masalah
pokok ini, WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja. Sementara
itu, menurut BKKBN (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi) batasan usia
remaja adalah 10 hingga 21 tahun (BKKBN, 2006). Sehingga batasan umur yang digunakan
dalam penelitian ini ialah remaja dengan usia 10 hingga 22 tahun yang merupakan batas
bawah dan batas akhir dari tiga batasan yang dijelaskan oleh WHO, BKKBN dan juga oleh
Ali dalam bukunya.
Tingginya angka kehamilan pada remaja di Indonesia saat ini dapat dibuktikan dari
data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2006, kehamilan
remaja di Indonesia menunjukkan hamil di luar nikah karena diperkosa sebanyak 2,3%,
karena sama-sama mau sebanyak 8,5% dan tidak terduga sebanyak 39%. Seks bebas sendiri
mencapai 18,3%. Pada tahun 2010, hamil di luar nikah karena diperkosa sebanyak 3,2%,
karena sama-sama menginginkan sebanyak 12,9%, dan tidak terduga sebanyak 45% dan seks
bebas mencapai 22.6%. Di Surabaya, Jawa Timur pada tahun 2010 sekitar 26% remaja
mengalami hamil di luar nikah. Angka ini meningkat 11% dari tahun 2006 (BKKBN, 2010).
Kasus kehamilan di luar nikah pada remaja di Indonesia banyak terjadi pada remaja
yang masih duduk di bangku sekolah. Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga
Berencana (BPPKB) Kabupaten Mojokerto Yudha Hadi mengatakan, dari catatan 63 pelajar
yang hamil di luar nikah didominasi siswi tingkat SMA yang mencapai 45 orang. Siswi SMP
sebanyak 12 orang dan siswi SD sebanyak 6 orang (Julan, 2011). Komnas Perlindungan
Anak (Komnas PA) memperoleh data dengan cara mengumpulkan 14.726 sampel anak SMP
dan SMA di 12 kota besar di Indonesia, antara lain Jakarta, Bandung, Makassar, Medan,
Lampung, Palembang, Kepulauan Riau dan kota-kota di Sumatera Barat dalam Forum
Diskusi Anak Remaja pada 2011.
Salah satu dampak negatif dari remaja yang mengalami kehamilan di luar nikah
adalah masyarakat akan mencemooh, mengisolasi atau mengusir terhadap remaja yang hamil
di luar nikah (Romauli, 2011, p.51). Bagi remaja perempuan, kehamilan di luar nikah adalah
suatu hal yang memalukan. Ia akan malu untuk mengungkapkan kepada siapa pun. Namun,
akan lebih sulit baginya apabila tidak bercerita dan meminta solusi pada orang lain.
Lingkungan yang yang tidak membuka diri untuk menerimanya sebagai anggotanya
menyebabkan dirinya merasa terkucil. Selain itu mengadakan hubungan seksual di luar atau
sebelum perkawinan sah akan menimbulkan masalah psikologi yang membebani mereka
(Prawiratirta dalam Gunarsa, 2010, p.53). Remaja yang sudah terlanjur hamil mempunyai
beberapa pilihan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut seperti apakah kehamilannya
mau dilanjutkan atau tidak. Jika kehamilannya mau dilanjutkan, maka perlu dipikirkan juga
apakah ia akan menikah atau membesarkan anaknya seorang diri (Yasmira, 2009, p.132).
Remaja yang hamil di luar nikah dinilai sebagai perilaku yang menyimpang di
masyarakat. Tindakan perilaku menyimpang tersebut membuat remaja mengalami kondisi
yang bingung karena telah menyalahi norma dalam masyarakat. Keadaan tersebut akan sulit
bagi remaja dalam menyampaikan permasalahan tersebut kepada pihak lain. Di satu sisi,
remaja yang masih memiliki tanggung jawab menjadi anak yang memiliki masa depan baik,
namun remaja tersebut justru telah melakukan kesalahan dengan hamil di luar nikah.
Pertentangan yang dialami remaja tersebut yang merupakan dialectical tension akan
membuat sulit pengungkapan masalahnya, sehingga dibutuhkan suatu komunikasi yang tepat
untuk mengungkapkannya.
PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan empat remaja putri yang memiliki perbedaan latar
belakang sosial ekonomi sebagai informan. Informan pertama ialah Ani yang hamil di luar
nikah saat masih bersekolah di Sekolah Menengah Kejuruan kelas tiga. Ia memiliki latar
belakang ekonomi keluarganya kurang mampu dan bertempat tinggal di desa. Kedua, Yuli
merupakan remaja putri yang hamil di luar nikah saat ia berstatus sebagai mahasiswa
semester dua. Latar belakang ekonomi keluarganya cukup mampu, namun lingkungan tempat
tinggalnya banyak terjadi kehamilan di luar nikah seperti yang ia alami. Informan ketiga
adalah Widya, remaja yang masih duduk di bangku sekolah menengah kelas tiga yang
memiliki latar belakang keluarga yang cukup terpandang. Ayah dari widya ini merupakan
seorang pemuka agama di daerah tempat tinggalnya yang cukup disegani. Fani, merupakan
informan yang keempat. Ia hamil di luar nikah saat dirinya masih duduk di bangku sekolah
menengah kelas dua. Dia berasal dari keluarga yang disiplin karena ayahnya merupakan
seorang anggota militer dan ibunya adalah seorang pendidik.
Pengungkapan informasi mengenai kehamilan di luar nikah yang dialami oleh para
informan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantaranya merupakan kondisi latar belakang
dan budaya keluarga, kedalaman hubungan (depth) dan kepercayaan (trust), gender, motivasi,
keuntungan dan kerugian pengungkapan informasi rahasia, kondisi fisik dan juga psikologi
remaja tersebut.
Informan sebagai individu yang hidup dan bersosialisasi dengan masyarakat
lingkungan sekitar, tidak dapat begitu saja menghiraukan aturan-aturan dan norma yang ada
di dalam lingkungan tersebut. Begitu pula terhadap kehamilan di luar nikah yang dialaminya
yang mana di dalam masyarakat dinilai sebagai tindakan menyalahi aturan ataupun norma
yang mereka yakini. Hal-hal yang dianggap sebagai bentuk pelanggaran norma. Seseorang
yang telah melanggar norma tentu akan memiliki rasa bersalah dan mencoba menutupi hal
tersebut. Norma yang ada bahwa seharusnya perempuan yang mengalami kehamilan adalah
seorang perempuan yang sudah resmi menikah tetapi kenyataannya justruperempuan yang
belum menikah sudah mengalami kehamilan.Begitu juga dengan para informan yang
berusaha merahasiakan kehamilan yang ia alami kepada orang lain. Informasi tentang
kehamilan yang mereka alami akan menjadi informasi yang rahasia dan bersifat privat.
Informan akan berusaha menutupi dan mencoba meminimalisir akses atas informasi tersebut
pada orang lain yang tidak ia kehendaki. Bahkan termasuk kepada orang tua mereka.
“Iyaa. Aku gak mau semua tau aku hamil, malu aku mbak. Ya itu
sampek minggat. Tapi sekarang semua udah tau, pas ijab itu semua tau.
Saudara sama tetangga juga banyak yang datang pas ijab.” (Ani)
Setiap informan memiliki karakter yang berbeda dalam merahasiakan informasi atas
kehamilan di luar nikah yang dialamninya. Ani mengaku bahwa informasi mengenai
kehamilannya merupakan suatu hal yang rahasia, hingga ia memilih untuk “minggat” (pergi
dari rumah). Baginya informasi mengenai kehamilan tersebut akan menimbulkan kemaluan
bagi dirinya. Sehingga ia memilih untuk menyembunyikan informasi tersebut.
“Yaiyalah, malu ini kan kayak aib, yang harus dirahasiain. Apalagi kan
ini keadaanya aku belum nikah. Memalukan.” (Yuli)
Namun bagi Yuli informasi tersebut dirahasiakan karena informasi tersebut
merupakan aib sehingga harus dirahasiakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, aib
adalah malu; cela; noda; salah; keliru. Ungkapan Fani diatas menunjukkan bahwa sesuatu
yang merupakan noda ataupun dapat menimbulkan rasa malu, seharusnya dirahasiakan agar
tidak diketahui oleh orang lain.
“Rahasia banget. Terlebih latar belakang Bapak, pak Kyai. Rahasia
mbak, kalo bisa malah Bapak jangan sampek tau kalo aku hamil. Semua
orang kalo bisa. Kecuali yaa ke orang terdekat yang bisa jaga rahasia.”
(Widya)
Berbeda dengan Ani dan Yuli, Widya mengungkapkan bahwa bagi dirinya informasi
atas kehamilan di luar nikah yang dialaminya merupakan informasi yang sangat rahasia. Hal
tersebut dipengaruhi karena latar belakang dirinya yang berasal dari keluarga agamis. Dengan
profesi bapak Widya sebagai kyai di lingkungan tempat tinggalnya membuatnya menjadi
keluarga yang lebih terpandang dibanding yang lain. Banyak masyarakat yang menyegani
dan juga menghormati keluarga seorang kyai. Hal tersebut juga
memberikan pengaruh
terhadap cara dirinya berperilaku. Cara berperilaku seorang individu yang berasal dari
keluarga terpandang dituntut untuk selalu benar menurut norma yang mereka anut. Kesalahan
yang dilakukan dalam berperilaku akan mendapatkan penilaian yang lebih dibandingkan
kesalahan yang dilakukan oleh individu dari keluarga biasa.
Sehingga hal tersebut
mempengaruhi Widya dalam merahasiakan informasi mengenai kehamilannya. Dari
ungkapannya “Rahasia mbak.. Semua orang kalo bisa. Kecuali yaa ke orang terdekat yang
bisa jaga rahasia” terlihat bahwa apabila informasi atas kehamilannya diketahui oleh orang
lain, maka akan mencemarkan nama baik keluarganya terutama bapaknya yang seorang kyai.
“Waah rahasia banget. Aku berusaha biar gak ada yang tau satupun soal
aku hamil. Aku malulah. Belum siap dijadiin omongan orang-orang.
Bikin malu orangtua.” (Fani)
Berdasar keterangan informan Fani diatas, terlihat bahwa informasi mengenai
kehamilan di luar nikah yang dialami remaja putri merupakan suatu informasi yang rahasia
sekali. Fani berusaha menutupi informasi mengenai apapun yang menyangkut tentang
kehamilan terhadap siapapun. Apabila informasi tersebut diketahui oleh orang lain, maka
akan mengakibatkan malu yang kemudian menyebabkan dirinya menjadi bahan omongan
orang-orang. Kehamilan yang di luar nikah yang dialamninya jika diketahui orang lain akan
menyebabkan orangtuanya mendapatkan rasa malu pula, bukan hanya rasa malu terhadap
dirinya saja.
Menurut
Goffman,
stigma
adalah
penilaian
yang
sangat
negatif
kepada
seseorang/kelompok sehingga mampu mengubah secara radikal konsep diri dan identitas
sosial Fani (Goffman, 1936, p.3). Adanya stigma akan membuat seseorang atau sebuah
kelompok dianggap negatif dan diabaikan sehingga informan disisihkan secara sosial.
Goffman membuat kategori tentang stigma, yaitu orang yang direndahkan (stigma discredit)
dan orang yang dapat direndahkan (discreditable stigma). Orang yang direndahkan ialah
orang yang memiliki cacat atau kekurangan yang kasat mata, seperti orang pincang, orang
buta, dan lain-lain. Sedangkan orang yang dapat direndahkan memiliki aib yang tak kasat
mata, seperti perempuan yang hamil di luar nikah. Seperti halnya ketakutan yang dialami
oleh empat informan. Yaitu ketakutan orang lain yang merendahkan diri mereka atas
kehamilan di luar nikah. Dalam kategori Goffman para informan termasuk pada orang yang
dapat direndahkan (discreditable stigma). Karena empat informan merupakan orang yang
dianggap memiliki aib hamil diluar nikah sehingga dapat untuk direndahkan.
Informan-informan dengan budaya berbeda akan memiliki sikap transparan yang
berbeda pula.Suku yang sama membuat individu-individu memiliki cara yang sama untuk
saling merespon sesuatu dikarenakan memiliki latar belakang budaya yang sama antar
individu. DeVito menjelaskan kultur sebagai :
“gaya hidup yang relatif khusus dari suatu kelompok masyarakat – yang terdiri atas
nilai-nilai, kepercayaan, artifak, cara berperilaku, serta cara berkomunikasi – yang
ditularkan dari satu generasi ke generasi berikutnya” (DeVito, 2007, p.479).
Kultur diwariskan dengan cara ditransmisikan melalui proses belajar. Dengan cara
tersebut kemudian individu memiliki nilai-nilai, kepercayaan, tingkah laku sama dari apa yang
telah dipelajari. Setiap kelompok yang memiliki kultur yang berbeda akan memiliki
perbedaan pula dalam hal nilai, kepercayaan dan tingkah laku. Dalam berkomunikasi,
individu juga dipengaruhi oleh kultur. Berbeda kultur, maka akan berbeda pula cara
berkomunikasi. Budaya yang sama akan memudahkan seseorang untuk melakukan
komunikasi. Seperti halnya yang terjadi pada para informan dengan masing-masing orang
yang Fani jadikan tempat berbagi informasi rahasia.
Ani dengan ibunya tentu memiliki budaya yang sama, karena ibu ani merupakan
panutan Ani dalam mempelajari kultur yang ia anut. Sehingga saat berkomunikasi
mengungkapkan apa yang menjadi rahasianya Ani merasa mudah dan tidak mengalami
kesulitan. Sehingga hal tersebut juga membuat Ani dan ibunya mengerti posisi masing-masing
oleh karenanya proses pengungkapan informasi mengenai kehamilan Ani dapat berjalan
dengan baik.
Yuli dengan lima orang sahabatnya juga memiliki budaya yang sama. Keenamnya lahir
dan besar di Madiun, sehingga mereka memiliki kultur atau budaya yang sama. Begitu pula
dengan Widya dan sahabatnya yang telah memiliki hubungan baik bersahabat sejak SD.
Widya dan sahabatnya sudah saling menganggap saudara satu sama lain. Sehingga mereka
memiliki budaya yang sama dalam beberapa hal termasuk dalam berkomunikasi. Adanya
budaya yang sama dalam berkomunikasi memudahkan informan untuk mengungkapkan
rahasia kehamilannya kepada orang lain yakni sahabatnya. Fani, yang memilih mertuanya
untu mengungkapkan rahasia kehamilannya, memiliki latar belakang budaya yang sama.
Mereka memiliki kesamaan tinggal dan menetap di Madiun. Sehingga budaya yang mereka
pahami cenderung sama. Begitu pula dalam hal berkomunikasi, bahasa dan penyampaian
pesan memiliki kesamaan.
Keempat informan kesemuanya memilih untuk mengungkapkan rahasia yang
dimilikinya kepada perempuan. Ani memilih mengungkapkan pada ibunya, Yuli memilih
mengungkapkan kepada sahabat perempuannya, Widya juga memilih mengungkapkan
kepada sahabat perempuannya, dan juga Fani memilih mengungkapkan kepada ibu
mertuanya. Hal ini tidak lain dikarenakan perempuan lebih dapat menerima, memahami dan
mengerti permasalahan sesama perempuan. Seperti permasalahan kehamilan yang dialami
oleh para informan, tentu perempuan lebih mengerti bagaimana masalah yang dialami oleh
seorang perempuan yang masih remaja dan mengalami kehamilan di luar nikah dibandingkan
dengan lelaki. Para informan dalam hal ini telah melakukan gendered criteria dalam
pertimbangannya melakukan pengungkapan.
“Soalnya kan kalo hamil, ibu lebih ngerti, lebih enak aja kalo cerita ke
ibu..” (Ani)
“Masa’ iya cerita ke Pak Lim, kan aneh mbak.. Gimana gitu, beda kan
pasti sama Mak e..” (Fani)
Ani mengungkapkan bahwa dirinya memilih ibu karena ia merasa bahwa ibu sebagai
seorang wanita yang lebih mengerti dan lebih merasa enak dan nyaman bila bercerita dengan
ibu. Terlebih kondisinya yang sedang hamil, tentunya lebih menguntungkan apabila dia
bercerita kepada ibu sebagai seorang perempuan yang pernah mengalami kehamilan. Begitu
pula dengan yang dipersepsi oleh Fani tentang ibu mertuanya. Akan terjadi perbedaan apabila
pengungkapan mengenai kehamilan disampaikan kepada seorang lelaki. Pengetahuan dan
pengalaman yang kurang mebuat Fani lebih memilih ibu mertuanya yang sudah jelas
memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang kehamilan.
“Sahabatku kan cewek semua, ya jadi cerita ke mereka.. lagian, lebih
aman kalo cerita ke cewek daripada cerita ke cowok.” (Yuli)
Berdasar penuturan Yuli tersebut nampak bagaimana pandangan Yuli terhadap
perempuan. Menurut dirinya suatu rahasia akan lebih aman dan terjaga apabila rahasia
tersebut disampaikan kepada seorang lelaki. Sedangkan pada Widya terlihat bagaimana
persepsinya terhadap lelaki. “gak ngasih solusi tapi malah ngomong yang gak jelas” kalimat
yang diucapkannya menunjukkan bagaimana kurangnya tingkat kepercayaan yang dibentuk
dalam dirinya terhadap lelaki. Terlebih lagi tidak adanya pengetahuan tentang kehamilan
mebuat Widya lebih cenderung memilih sahabat perempuannya untuk mengungkapkan
rahasia tentang kehamilannya.
“kalo aku ceritanya ke cowok, yang ada malah gak ngasih solusi tapi
malah ngomong yang gak jelas, mana ngerti cowok soal hamil..”
(Widya)
Tidak dapat dipungkiri bahwa orang membuat keputusan untuk membukasuatu rahasia
berdasarkan motivasi informan. Beberapa orang mungkin akan memiliki motif-motif seperti
kontrol, manipulasi dan kekuasaan untuk membuka atau menutupi informasi privat. Yang
lain mungkin dimotivasi oleh keinginan untuk mengklarifikasi diri informan atau kedekatan
hubungan. Selain itu mungkin akan terdapat perbedaan informan pada motif-motif yang
dimiliki orang-orang. Ani, Fani dan Yuli memutuskan untuk mengungkapkan kehamilan
informan ke orang lain karena motif ketakutan apabila informan tidak segera mengungkapkan
kehamilannya justru akan mengakibatkan kekagetan pada orang-orang disekitarnya.
“Soalnya aku sama mas kan diskusi, lebih baik ngomong dulu daripada
nanti semua tau dulu gara-gara perutku makin besar..” (Fani)
“Ya kan soalnya emang gak bisa lagi nunggu perutnya mbak, takutnya
ntar malah ketahuan gitu.” (Ani)
Sedangakan Widya memiliki maksud agar sahabatnya dapat memberikan saran apa
yang harus dia lakukan setelah ini. Widya juga termotivasi untuk mengungkapkan karena
adanya kedekatan hubungan dengan sahabatnya. Selain itu, Widya juga mempertimbangkan
karena sahabatnya memiliki pengalaman yang sama dengan dirinya. Sahabatnya tersebut
pernah mengalami kehamilan di luar nikah, namun memilih tidak meneruskan kehamilannya.
Keadaan yang dirasakannya membuat dirinya merasakan kebingungan, sehingga dorongan
untuk bercerita kepada sahabatnya semakin kuat. Yuli juga memiliki motivasi karena
memiliki kedekatan hubungan dengan para sahabatnya. Lamanya menjalin persahabatan
membuat Yuli memiliki kedalaman hubungan yang dalam satu sama lain.
“kan soalnya udah lama sahabatan, udah saling ngertilaah...” (Yuli)
“kita kan sahabatan lama.. langsung cerita ke B, dia kan udah pernah
jadi yaa langsung aja aku cerita, kalo gak cerita kan aku tambah
bingung harus gimana.” (Widya)
Kehamilan yang mereka alami merupakan masalah yang bersifat pribadi dan rahasia
bagi keempat informan. Ani memilih bercerita ke ibunya, saat bercerita yang terlibat hanya
Ani dan ibunya.
“Aku bilang ke ibu kalo aku hamil, ibu kaget.. ngomongnya langsung,
aku sama ibu aja berdua.”( Ani)
Yuli memilih mengungkapkan kepada sahabat-sahabtanya. Namun sebelum ia
mengungkapkan secara langsung kepada para sahabatnya, ia terlebih dahulu mengungkapkan
kepada salah satu sahabatnya yang bernama R. Saat melakukan pengungkapan, Yuli sengaja
memilih situasi dimana hanya ada dirinya dengan para sahabatnya saja. Hal ini dimaksudkan
untuk meminimalisir bocornya rahasia dan kurang terbukanya informasi saat pengungkapan.
“Si R tak bbm sih pas aku kasih tau aku hamil. Tapi pas ketemu di
kampus yaa akhirnya aku cerita ke semua... ya pas cuman ada aku sama
anak-anak aja.” (Yuli)
Widya mengungkapkan kepada sahabatnya. Sahabatnya yang sudah lama saling kenal
tentu saja terdapat trust dan juga kedalaman hubungan diantara mereka. Sehingga akan lebih
mudah bagi Widya untuk mengungkapkan kepada sahabatnya tersebut. Rasa percaya yang
tinggi dan juga kedalaman hubungan yang terjalin, akan mempengaruhi seseorang untuk
mengungkapkan sebuah rahasia. Akan memiliki kecenderungan seseorang yang memiliki
rahasia mengungkapkannya pada seseorang yang memiliki kedalaman hubungan dan juga
tingkat kepercayaan yang tinggi. Hal ini dikarenakan minimnya terjadi suatu rahasia yang
bocor pada orang lain. Selain itu perasaan individu tersebut juga akan merasa nyaman, dan
tenang saat pengungkapan karena tekanan yang cenderung minim.
“Pas aku tau aku hamil, yaa aku langsung kasih tau B. Kan dia udah
kayak saudaraku....” (Widya)
Fani memilih mengungkapkan rahasia kehamilan di luar nikah yang dialaminya
kepada calon ibu mertua yang saat ini telah menjadi ibu mertuanya. Meskipun kondisi pada
saat pengungkapan ibu mertuanya tersebut masih berstatus sebagai ibu dari sang pacar
namun status tersebut tidak mempengaruhi bagaimana keyakinan Fani untuk mengungkapkan
kepada ibu mertuanya. Hubungan yang terjalin antara dirinya dengan ibu mertuanya tersebut
sudah cukup lama. Lamanya kedekatan tersebut tentu saja menimbulkan rasa percaya kepada
sang ibu mertua. Selain itu Fani mengungkapkan bahwa terdapat kenyamanan saat dirinya
bercerita dengan ibu mertuanya. Kondisi dimana dirinya mengalami rasa sakit pada bagian
perut merupakan dorongan yang membuat dirinya melakukan pengungkapan.
“Pas itu aku ngerasa sakit perut, dan kayaknya emang udah waktunya
buat ngomong ke mak e, yaa terus aku ngomong ke mak e kalo
sebebnernya aku hamil.” (Fani)
Menurut Petronio dalam Pengantar Teori Komunikasi, ada dua elemen yang menyusun
sebuah konteks, yaitu lingkungan sosial (keadaan-keadaan khusus yang mungkin akan
mendorong terjadinya pembukaan atau keputusan untuk tidak membuka sesuatu) dan latar
belakang fisik (keadaan-keadaan fisik yang mungkin akan mendorong terjadinya pembukaan
atau keputusan untuk tidak membuka sesuatu).
“Makin lama makin bingung, gak tau kan harus gimana caranya
ngerawat kehamilan, jadi mas juga nyaranin buat cepet ngomong ke
ibu.. lagian pas itu aku cuma dikamar berdua sama ibu” (Ani)
Keadaan fisik Ani yang perutnya semakin membesar, tidak mengertinya dirinya
bagaimana
merawat
kehamilan
merupakan
salah
satu
dorongan
dirinya
untuk
mengungkapkan kehamilannya kepada ibunya. Keadan situasi dimana hanya ada dirinya dan
sang ibu di kamar, semakin membuka kemungkinan dan dorongan dirinya untuk melakukan
pengungkapan kehamilan di luar nikah yang dialaminya.
“Meskipun perutku gak besar, tapi aku khawatir juga, gak enak
nyimpen rahasia, apalagi pas itu aku sampek sakit kan, makanya aku
ngomong aja.. kita berlima kumpul di kamarku terus aku cerita” (Yuli)
Motivasi mengungkapkan kehamilan dari dalam diri Yuli selain karena perasaan yang
tidak nyaman menyimpan rahasia, kondisi fisik yang di alaminya juga merupakan motivasi
yang mendorongnya untuk melakukan pengungkapan.
“pas itu perutku sakit, aku takut kalo misal bayiku kenapa gitu mbak,
makanya aku putusin buat ngomong biar mak e juga ngerti.. pas itu
dirumah mak e, gak ada siapa-siapa”(Fani)
Seperti halnya ketiga informan yakni Ani, Yuli dan Fani yang merasa keadaan fisik
mereka mendorong mereka untuk segera melakukan pengungkapan rahasia kehamilan
mereka. Ani dan Yuli merasa harus mengungkapkan kehamilannya karena merasa sudah
waktunya mereka untuk mengungkapkan, karena terdorong rasa bingung dan juga kebutuhan
akan solusi masalahnya. Sedangkan Fani ikut didorong karena adanya rasa sakit di perut yang
ia alami pada saat itu. Sehingga timbul kekawatiran akan kondisi janin di perutnya yang
kemudian menyebabkan dirinya untuk mengungkapkan kehamilannya pada ibu mertuanya.
“Dia kan pernah hamil, makanya aku ngomong ke dia, lagian juga dia
paham bener kayaknya.. aku ngomong itu dikamarnya” (Widya)
Widya merasa terdorong untuk mengungkapkan rahasianya karena ia menginginkan
adanya masukan dari orang yang pernah mengalami hal yang sama dengan dirinya. Seperti
apa yang harus ia lakukan setelah ia mengalami kehamilan, bagaimana dengan kehamilannya,
dirasa sahabatnya mampu untuk memberikan masukan atas masalahnya tersebut. Selain itu
keadaan lingkungan tempat Fani mengungkapkan mendukung sehingga semakin mendorong
meeka untuk mengungkapkan rahasia kehamilannya. Lingkungan dimana para informan
hanya berada pada lingkungan yang sepi dan kondusif yang minim akan adanya gangguan
orang lain, sehingga dirasa aman bagi para informan
untuk mengungkapkan rahasia
kehamilan mereka.
Seseorang akan mengevaluasi resiko dibandingkan keuntungan yang nantinya akan ia
dapatkan dari pembukaan atau penutupan suatu informasi privasi yang ia miliki. Rahasia
mengenai kehamilan yang dialami oleh keempat informan merupakan rahasia yang tidak
dapat dirahasiakan dengan waktu yang lama. Hal ini karena terjadinya perubahan fisik
seorang remaja perempuan yang mengalami kehamilan. Sehingga cepat ataupun lambat
kehamilan yang mereka alami akan diketahui oleh orang lain. Perempuan yang sedang
mengandung tentu akan mengalami pembesaran perut yang lama kelamaan akan nampak
dengan jelas. Jika informan tidak mengungkapkan kehamilannya sebelum perutnya
membesar, maka orang-orang akan mengetahui kehamilannya dan justru akan memberikan
berbagai penilaian jelek. Terlebih lagi mereka memiliki status singleyang seharusnya tidak
mengalami hal tersebut.
Remaja putri yang mengalami kehamilan tentunya akan bingung apa yang harus
dilakukan mengenai kandungannya. Di saat kondisi mereka mengandung, mereka tentu
dalam keadaan penuh tekanan. Maka ia membutuhkan bantuan orang lain yang lebih paham
mengenai kehamilan. Masukan dan saran apa yang harus mereka lakukan untuk merawat
kehamilan akan sangat dibutuhkan. Sehingga mereak memilih sahabat dan juga orangtua
untuk mengungkapkan rahasia kehamilannya. Meskipun resiko yang mereka dapat adalah
rasa malu dan mungkin penilaian yang jelek terhadap diri informan, namun keadaan dan
tekanan lebih membuat mereka tertekan. Terlebih lagi kondisi fisik perempuan yang
mengandung akan lebih rentan dibandingkan dengan kondisi fisik saat perempuan sedang
tidak dalam kondisi mengandung.Maka atas dasar pertimbangan yang lebih banyak pada
keuntungan, maka informan memilih untuk mengungkapkannya.
“Makin lama makin bingung, gak tau kan harus gimana caranya
ngerawat kehamilan,.” (Ani)
“Kalo gak ngomong aku bingung ini harus gimana, kalo ngomong yaa
agak takut malu gimanaaa.” (Yuli)
Kondisi dimana seorang remaja putri yang masih memiliki karakter yang sulit ditebak,
mudah merasakan kegelisahan. Terlebih lagi tekanan akibat kehamilan di luar nikah yang
dialaminya, membuat perasaan remaja tersebut mengalami kebingungan. Belum adanya
pengalaman, akan membuat bertambahnya kebingungan seperti yang dialami oleh Ani dan
juga Yuli. Ada tarik menarik antara dorongan untuk mengungkapkan kehamilan karena
butuhnya solusi atas masalah yang dialaminya, dan juga antara perasaan takut untuk
mengutarakan apa yang telah terjadi pada diri mereka. Begitu halnya yang dirasakan oleh
Fani dan Widya. Widya membutuhkan masukan dan solusi atas kehamilannya, namun
terdapat perasaan malu di dalam dirinya. Terdapat pertentangan yang membuat dirinya
membutuhkan waktu untuk melakukan pengungkapan.
“aku butuh masukan, butuh solusi.. malu, tapi gimana lagi..” (Widya)
“pas itu perutku sakit, aku takut kalo misal bayiku kenapa gitu mbak,
makanya aku putusin buat ngomong biar mak e juga ngerti..” (Fani)
Keadaan fisik perempuan yang sedang hamil sangat rentan. Dirasakan oleh Fani,
keadaan perutnya yang sakit membuatnya bingung. Sebagai remaja yang belum mampu
mengambil keputusan atas semua hal dengan pemikiran yang matang terlebih tidak adanya
pengalaman atau pengetahuan tentang kehamilan, membuat dirinya merasa takut. Sehingga
hal tersebutlah yang kemudian mendorongnya untuk mengungkapkan kehamilannya kepada
ibu mertuanya.
KESIMPULAN
Ketabuan hamil di luar nikah dan perkembangan psikologis remaja yang masih
cenderung labil memunculkan resiko yang semakin besar apabila hal yang menjadi rahasia
tersebut diketahui pihak lain. Resiko-resiko tersebut menyulitkan komunikasi untuk
mengungkapkan rahasia kehamilannya. Hasil analisis diperoleh hasil bahwa setiap remaja
putri memiliki perbedaan dalam mengungkapkan rahasia kehamilannya kepada pihak lain
karena dipengaruhi oleh kedalaman hubungan (depth) dan kepercayaan (trust), latar belakang
keluarga dan budaya, gender, motivasi, keuntungan dan kerugian pengungkapan informasi
rahasia, kondisi fisik dan juga psikologi remaja tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Moh. dan Asroni, Moh., 2010, Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik, Jakarta:
Bumi Aksara.
Bungin, Burhan, 2001, Erotika Media Massa, Surabaya: Muhammadiyah University Press.
Gunarsa, Singgih dan Singgih, Yulia, 2010, Psikologi: Perkembangan Anak dan Remaja,
Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Goffman,Erving, 1936, Notes on the Management of Spoiled Identity.
Romauli, Suryati, S.ST, dan Anna Vida Vindari,S.ST, 2011, Kesehatan Reproduksi,Nuha
Medika : Yogyakarta.
Vangelisti, Anita & Petronio, Sandra 2004. Handbook of Family Communication. Privacy in
Families. New Jersey, Earlbaum Publisher.
Yasmira, Hana, 2009, Ayo Ajarkan Anak Seks, Jakarta: Elex`Media Komputindo.
Julan,
Tari,
Tritus,
2011,Setahun,
63
Pelajar
Mojokerto
Hamil
di
Luar
Nikahhttp://news.okezone.com/read/2011/09/23/340/506439/setahun-63-pelajarmojokerto-hamil-di-luar-nikah diaskes pada 1 Mei 2013
Romana, 2010.Dampak Kehamilan Pra Nikah Pada Remaja
melalui
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2010/05/22/dampak-kehamilan-pra-nikahpada-remaja-147118.html) pada 1 Mei 2013.
Download