(TEC) Untuk Studi Prekursor Gempa Bumi

advertisement
Prosiding
Seminar Nasional Sains Antariksa
Homepage: http//www.lapan.go.id
PY-IONOQUAKE: SISTEM DETEKSI ANOMALI TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC)
UNTUK STUDI PREKURSOR GEMPA BUMI
PY-IONOQUAKE: TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) ANOMALY DETECTION
SYSTEM FOR EARTHQUAKE PRECURSOR STUDY
Supriyanto Rohadi1, Andi Eka Sakya1, Buldan Muslim2, Bambang Sunardi1, Sulastri1, Alpon
Sepriando1
1Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.
2Pusat Sains dan Antariksa, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Riwayat Artikel:
Diterima: 22-11-2016
Direvisi: 09-03-2017
Disetujui: 19-03-2017
Diterbitkan: 22-05-2017
Kata kunci:
Prekursor gempa, TEC,
python, indeks Dst, PyIonoQuake.
Keywords:
Earthquake precursor,
TEC, python, Dst index,
Py-IonoQuake.
Keberadaan sistem yang otomatis menghitung data Total Electron Content
(TEC), menganalisis dan menampilkan hasilnya menjadi target yang
diharapkan dalam penelitian prekursor gempa bumi. Makalah ini
membahas tentang Py-Ionoquake, sistem deteksi anomali TEC berbasis
python untuk studi prekursor gempa bumi. Py-Ionoquake merupakan
pengembangan dari IonoQuake versi 1.0. Py-IonoQuake dirancang untuk
akuisi dan analisis korelasi data TEC Global Ionosphere Map (GIM) secara
otomatis. Output Py-IonoQuake adalah rasio simpangan koefisien korelasi
dengan deviasi standarnya (skk/dskk) serta variasi spasial skk/dskk.
Anomali TEC ditentukan apabila nilai skk/dskk kurang dari -1. PyIonoQuake juga menampilkan data indeks Dst sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan anomali TEC yang terjadi. Hasil
pengujian Py-IonoQuake terhadap beberapa kasus gempa bumi
menunjukkan kemunculan anomali TEC yang dapat dikategorikan
sebagai prekursor gempa bumi. Pengujian Py-IonoQuake menunjukkan
kinerja yang lebih stabil baik dalam mode auto maupun offline.
ABSTRACT
The existence of a system which automatically calculates Total Electron
Content (TEC), analyzes and displays the results become expected target
in the earthquake precursors study. This paper discusses about PyIonoQuake, TEC anomaly detection system for earthquake precursor
study. It is a development of IonoQuake version 1.0. Py-IonoQuake was
designed for automatically acquisizing and analyzing Global Ionosphere
Map (GIM) TEC data correlation. Py-IonoQuake outputs are correlation
coeffisien deviation and its standard deviation ratio (skk/dskk). TEC
anomaly are determined as skk/dskk values less than -1. Py-IonoQuake
also displaid Dst index as consideration in classification of TEC anomaly
occured. Py-IonoQuake test results of some earthquake cases showed the
presence of TEC anomalies that could be categorized as earthquake
precursors. Py-IonoQuake test showed more stabil performance both in
auto and offline modes.
Seminar Nasional Sains Antariksa
Bandung, 22 November 2016
c 2017 Pusat Sains Antariksa LAPAN
ISBN: 978-602-17420-1-3
174
S. Rohadi et al.
1. Pendahuluan
Monitoring dan prediksi gempa bumi
merupakan hal penting dalam pengurangan
resiko bencana gempa bumi. Prediksi gempa
bumi merupakan salah satu tantangan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
mengingat hingga kini gempa bumi merupakan
bencana yang belum dapat diprediksi baik
kekuatan, lokasi maupun waktunya (Sunardi et
al., 2016). Penelitian tentang tanda-tanda awal
(prekursor) sebelum kejadian gempa bumi
menjadi topik yang lebih banyak diangkat saat
ini.
Di Indonesia, studi prekursor gempa bumi
melalui
pengamatan
parameter
geofisika,
geoatmosferik (suhu permukaan) maupun
geokimia (emisi gas radon) telah dilakukan
dengan fokus lokasi di Pelabuhan Ratu
(Pakpahan et al., 2014). Sementara pengamatan
parameter suhu bawah permukaan, water level,
emisi gas radon, suhu udara, tekanan udara
serta curah hujan dilakukan di dua lokasi di
Bantul, Yogyakarta (Sunardi et al., 2016).
Hasil penelitian masing-masing parameter
prekursor gempa bumi masih menunjukkan
kelemahan dalam hal konsistensi sehingga
integrasi pengamatan dari berbagai parameter
prekursor gempa bumi penting dilakukan untuk
lebih menguatkan interpretasi adanya anomali
yang berkaitan dengan gempa bumi (Nurdiyanto
et al., 2011). Salah satu parameter yang dapat
dikembangkan untuk melengkapi
integrasi
pengamatan parameter prekursor gempa bumi
adalah parameter ionosfer dalam bentuk Total
Electron Content (TEC).
Penelitian prekursor gempa bumi di
Indonesia berbasis data TEC menunjukkan
kemunculan anomali TEC pada kasus-kasus
gempa bumi kuat di Indonesia selama 2014
antara lain gempa bumi Jawa 25 Januari 2014
(Mw 6.2), gempa bumi Banda 6 Agustus 2014
(Mw 6.2) dan 6 Desember 2014 (Mw 6.1),
gempa bumi Maluku 10 September 2014 (Mw
6.2), 15 November 2015 (Mw 7.2), serta 21
Desember 2014 (Mw 6.3) (Sunardi et al., 2015a).
Penelitian lain dengan menggunakan teknik
korelasi TEC mengambil studi kasus gempa
bumi besar dengan magnitudo Mw ≥ 8
menunjukkan bahwa mayoritas gempa bumi
tersebut dapat diketahui prekursornya. Deteksi
anomali TEC sebagai prekursor gempa bumi
hanya efektif apabila tidak terjadi badai
geomagnet moderat atau lebih kuat (Muslim,
2015).
Pengembangan
sistem
yang
dapat
menghitung data TEC, menganalisis dan secara
otomatis menampilkan hasilnya menjadi target
Prosiding SNSA 2016
ISBN: 978-602-17420-1-3
yang diharapkan untuk dapat memperkuat
sistem monitoring prekursor gempa bumi yang
telah terbangun sebelumnya. Tahun 2015 telah
dikembangkan software IonoQuake versi 1.0
untuk monitoring data TEC-GPS menggunakan
bahasa pemrograman Matlab. Hasil pengujian
IonoQuake versi 1.0 menunjukkan kemunculan
anomali TEC-GPS pada beberapa kasus gempa
bumi yang dapat di kategorikan sebagai
Prekursor Gempa bumi Terdeteksi (PGT)
(Sunardi et al., 2015b).
Makalah ini membahas tentang PyIonoQuake, sistem deteksi anomali TEC untuk
studi prekursor gempa bumi. Py-IonoQuake
dikembangkan
menggunakan
bahasa
pemrograman Python sebagi penerus IonoQuake
versi 1.0. Py-IonoQuake diharapkan dapat
melengkapi sistem monitoring prekursor gempa
bumi
lainnya
yang
terlebih
dahulu
dikembangkan sehingga integrasi pengamatan
prekursor
gempa
bumi
melalui
berbagi
parameter geofisika, geoatmosferik, geokimia
dan ionosferik dapat terwujud.
2.
Landasan Teori
Ionosfer bumi didefinisikan sebagai bagian
dari atmosfer di mana elektron bebas dan ion
energi panas ada di bawah kendali gravitasi dan
medan magnet planet bumi (Zolesi dan Cander,
2014). Ionosfer terbentuk saat energi radiasi
matahari dalam bentuk extreme UV (EUV)
diserap oleh atom-atom netral di atmosfer bagian
atas hingga terionisasi, membentuk ion-ion
positif dan elektron bebas. Jumlah elektron dan
ion bebas pada lapisan ionosfer tergantung pada
besarnya intensitas radiasi matahari serta
densitas gas pada lapisan tersebut. Ketinggian
ionosfer pada umumnya berkisar 50 hingga 1000
km. Batas atas ionosfer sulit ditentukan dengan
tepat karena menipisnya kerapatan elektron
menuju
plasmafer
atau
protonosfer
(Langley,1997). Informasi tentang karakteristik
ionosfer dalam suatu wilayah biasanya diwakili
oleh karakteristik dari TEC (Rizal, 2010).
TEC merupakan jumlah total elektron dalam
kolom vertikal (silinder) dengan penampang 1 m2
sepanjang lintasan sinyal dari perangkat Global
Positioning System (GPS) yang dilalui di lapisan
ionosfer pada ketinggian sekitar 350 km (Astra
dan Pudja, 2009). Nilai TEC dinyatakan dalam
satuan TEC Unit (TECU). 1 TECU adalah 1016
elektron/m2. Kisaran nilai TEC antara 1 hingga
200 TECU (Abidin, 2000).
Pemodelan TEC ionosfer dewasa ini telah
banyak dikembangkan, salah satunya adalah
Global Ionosphere Map (GIM). GIM merupakan
produk dari Center for Orbit Determination in
Py-Ionoquake: Sistem Deteksi Anomali Total . . .
Europe (CODE). Model TEC dari GIM
dimodelkan
dalam
kerangka
referensi
geomagnet-matahari menggunakan ekspansi
harmonik bola hingga derajat dan orde 15
(Schaer, 1999). Model yang dipergunakan dalam
GIM adalah model lapisan tunggal seperti
diilustrasikan dalam Gambar 2-1. Model GIM
mengasumsikan bahwa semua elektron bebas
terkonsentrasi di kulit bola dengan ketebalan
yang tipis (Schaer, 1997).
Konversi dari TEC vertikal Ev ke slant TEC
(E) dirumuskan dalam persamaan berikut
(Schaer, 1997) :
,
.......... (2-1)
dengan F(z) = 1/cosz’ menyatakan fungsi
pemetaan lapisan tunggal. Variabel z dan z’
merupakan jarak zenit di puncak stasiun dan
lapisan tunggal (Gambar 2-1). R merupakan
radius dengan stasiun yang dipertimbangkan. R0
merupakan radius rata-rata bumi (~6.371 km)
sedangkan H adalah ketinggian dari lapisan
tunggal di atas permukaan rata-rata bumi.
Model kerapatan elektron E, yang mewakili
distribusi TEC pada skala global dinyatakan
dalam persamaan berikut (Schaer, 1997) :
(2-2)
dengan E adalah vertikal TEC, β adalah lintang
geosentris dari titik persimpangan garis receiver
- satelit dengan lapisan ionosfer, s = λ – λ0
adalah bujur tetap matahari dari titik tembus
ionosfer atau titik sub ionosfer, nmak merupakan
tingkat maksimum ekspansi harmonik bola,
= Λnm Pnm adalah normalisasi fungsi
legendre dengan derajat n dan urutan m
berdasarkan faktor normalisasi Λnm dan fungsi
legendre klasik Pnm serta anm dan bnm
merupakan koefisien TEC fungsi bola.
Pada dekade 70 an mulai berkembang teori
dilatasi dari deformasi kerak bumi yang disebut
retakan dan pembentukan patahan utama yang
kemudian disebut dengan daerah persiapan
gempa bumi (Muslim, 2015). Anomali dari
berbagai parameter yang teramati di daerah
persiapan gempa yang luasnya sebanding
dengan besar gempa bumi dapat terjadi sebelum
gempa bumi yang disebut dengan prekursor
gempa bumi.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan
bahwa variasi TEC di ionosfer memiliki
keterkaitan pula dengan fenomena gempa bumi.
Medan listrik vertikal yang kuat di permukaan
bumi sebelum gempa bumi dapat menembus
hingga ionosfer dan memodifikasi distribusi dan
175
dinamika kerapatan elektron. Kopling seismoionosfer terjadi ketika anomali medan listrik dari
tanah menembus hingga ionosfer (Pulinets et al.,
2000). Tiga lapisan ionosfer dapat terimbas
dampak gempa bumi antara lain lapisan D,
lapisan E, dan lapisan F (Astra dan Pudja, 2009).
Kopling seismo-ionosfer berpotensi menyebabkan
adanya anomali TEC di ionosfer. Anomali TEC
yang terkait dengan gempa bumi dapat terjadi
beberapa hari sebelum dan setelah gempa bumi
terjadi (Liu et al., 2004). Anomali TEC yang
terjadi sebelum gempa bumi dikenal sebagai
prekursor gempa bumi TEC.
TEC memiliki kaitan erat dengan aktivitas
matahari maupun gangguan medan magnet
bumi. Badai geomagnet terjadi akibat fenomena
yang timbul di matahari terutama pada saat
matahari aktif, yaitu berupa Coronal Mass
Ejection (CME) yang terbawa angin matahari
dan berakibat pada peningkatan aktivitas medan
magnet bumi yang akan memicu terjadinya
badai geomagnet (Laudza’i, 2015). Indikator
badai geomagnet salah satunya dari indeks
Disturbance storm time (indeks Dst), yang
menggambarkan gangguan pada komponen H
geomagnet saat terjadi badai (Sugiura dan
Chapman, 1960). Nilai negatif dari indeks Dst
menandakan adanya badai geomagnet. Indeks
Dst yang bernilai negatif tersebut disebabkan
oleh arus badai yang melintasi bidang ekuatorial.
Nilai indeks Dst yang semakin kecil berkorelasi
dengan intensitas badai geomagnet yang
semakin besar (Wetterer, 2011).
Gambar 2-1. Model lapisan tunggal untuk GIM
(Schaer, 1997).
3.
Data dan Metode
Py-IonoQuake merupakan sistem yang
dirancang untuk mendeteksi anomali TEC
sebagai prekursor gempa bumi. Data utama yang
diperlukan adalah data TEC dari Center for
Orbit Determination in Europe (CODE) dalam
bentuk Global Ionosphere Map (GIM). Data GIM
diperoleh dari sekitar 200 stasiun GPS di seluruh
belahan dunia. Resolusi spasial data GIM adalah
Prosiding SNSA 2016
ISBN: 978-602-17420-1-3
176
S. Rohadi et al.
2,50 arah lintang dan 50 arah bujur dengan
resolusi temporal 2 jam.
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya,
proses gempa bumi mampu mempengaruhi
hingga lapisan ionosfer dalam bentuk anomali
TEC. Namun demikian gangguan TEC juga
dapat diakibatkan oleh adanya badai geomagnet
yang disebabkan oleh aktivitas matahari.
Dengan demikian diperlukan data Disturbance
storm
time
index
(indeks
Dst)
untuk
mengklarifikasi anomali TEC. Data indeks Dst
dapat diperoleh dari http://wdc.kugi.kyotou.ac.jp/.
Indeks Dst dipergunakan untuk mengetahui
adanya aktivitas badai geomagnet. Badai
geomagnet biasanya dinyatakan dengan nilai
negatif yang menunjukkan penurunan medan
magnet bumi. Berdasarkan indeks Dst, badai
geomagnet dikelompokkan dalam tiga kelas
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3-1
(Gonzales et al., 1999).
Py-IonoQuake versi 1.0 dirancang dapat
digunakan untuk monitoring TEC dalam dua
mode. Mode auto memerlukan koneksi internet,
dipergunakan untuk monitoring secara otomatis
dan near real time. Sedangkan mode manual
dirancang untuk monitoring secara offline. Baik
mode auto maupun manual menggunakan data
TEC GIM selama 31 hari. Mode auto melakukan
download data GIM secara otomatis selama 31
hari ke belakang dari tanggal terkini. Untuk
performa yang ideal, jaringan internet harus
stabil sehingga proses download data TEC GIM
dapat berjalan dengan baik. Apabila koneksi
internet mati, Py-IonoQuake akan memproses
hingga data terakhir yang didapatkan. Mode
manual
bila
terkoneksi
internet
akan
mendownload data selama 31 hari ke belakang
dari tanggal yang kita masukkan atau
memproses data TEC GIM 31 hari terakhir yang
ada apabila tidak ada koneksi internet.
Demikian juga data indeks Dst akan mengikuti
pola yang sama. Mode manual Py-IonoQuake
memungkinkan
dipergunakan
untuk
menganalisis data TEC GIM yang telah lampau
maupun untuk analisis ulang terhadap kasuskasus gempa bumi yang pernah terjadi.
Py-IonoQuake versi 1.0 dirancang untuk
monitoring TEC pada koordinat tertentu yang
dapat dirubah dengan mudah dalam menu
Setting
Lat/Lon.
Metode
utama
yang
dipergunakan dalam Py-IonoQuake adalah
Prosiding SNSA 2016
ISBN: 978-602-17420-1-3
metode korelasi data TEC GIM. Py-IonoQuake
otomatis akan menggunakan data TEC GIM
terdekat dengan koordinat monitoring yang
dimasukkan. Dari data TEC GIM 31 hari yang
diperoleh baik melalui mode auto maupun
manual diperoleh variasi diurnal TEC setiap hari
selama 31 hari. Selanjutnya dapat ditentukan
rata-rata bulanan, per-jam-an yang akan
mewakili kondisi normal.
Metode korelasi dilakukan antara variasi
diurnal TEC harian dengan rata-rata bulanan
sehingga dapat ditentukan nilai koefisien
korelasi dan simpangan dari nilai rata-rata
selama 31 hari yang disebut sebagai simpangan
koefisien korelasi (skk). Perbandingan antara
skk dengan deviasi standar dari skk (skk/dskk)
digunakan sebagai indikator anomali TEC. Batas
ambang anomali TEC ditentukan pada nilai -1
(Muslim, 2015). Kategori anomali TEC apabila
nilai skk/dskk < -1.
Variasi spasial skk/dskk diperlukan untuk
mengetahui luasan anomali TEC. Py-IonoQuake
versi 1.0 dirancang dapat dipergunakan untuk
memetakan variasi spasial skk/dskk pada
koordinat bujur tetap sesuai koordinat titik
monitoring. Badai geomagnet akan menyebabkan
anomali TEC dalam skala yang luas, sebaliknya
proses persiapan gempa bumi diasumsikan akan
menimbulkan anomali TEC yang bersifat lebih
lokal.
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya
bahwa anomali TEC dapat disebabkan juga oleh
badai geomagnet yang diakibatkan oleh aktivitas
matahari. Py-IonoQuake dirancang untuk dapat
menampilkan data indeks Dst dengan rentang
waktu yang sama dengan monitoring TEC.
Dengan demikian anomali TEC yang terdeteksi
lewat Py-Ionoquake akan dapat ditentukan
apakah kemungkinan diakibatkan oleh badai
geomagnet atau anomali TEC yang dapat
dipertimbangkan sebagai prekursor gempa bumi.
Tabel 3-1. Kategori badai geomagnet berdasar
indeks Dst (Gonzales et al., 1999).
Dst
-50 nT < Dst < -30 nT
-100 nT < Dst < -50 nT
Dst ≤ -100 nT
Kelas
Badai lemah
Badai sedang
Badai kuat
Py-Ionoquake: Sistem Deteksi Anomali Total . . .
177
Gambar 3-1. Diagram alir akuisisi dan analisis pada Py-IonoQuake.
Gambaran singkat rancangan Py-IonoQuake
ditunjukkan dalam diagram alir Gambar 3-1.
Kinerja Py-IonoQuake selanjutnya diuji pada
kasus-kasus gempa bumi dengan magnitude Mw
> 6 selama Januari – Oktober 2016. Peningkatan
performa Py-IonoQuake dapat dilakukan antara
lain dengan melengkapi variasi spasial skk/dskk
kearah bujur serta memberikan warning jika
sistem mendeteksi adanya anomali TEC.
Warning dibedakan antara anomali TEC yang
disebabkan oleh badai geomagnet dengan
anomali TEC yang kemungkinan disebabkan
oleh proses yang berkaitan dengan gempa bumi.
Pengembangan
Py-IonoQuake
untuk
diintegrasikan dengan monitoring prekursor
gempa bumi yang telah ada sebelumnya juga
perlu dilakukan untuk mewujudkan sistem
monitoring prekursor gempa bumi yang
terintegrasi.
4.
Pembahasan
Py-IonoQuake versi 1.0 dapat dioperasikan
dalam dua mode, secara auto maupun manual.
Tampilan utama / homescreen dari Py-IonoQuake
versi 1.0 diperlihatkan pada Gambar 4-1.
Tampilan homescreen terdapat mode pilihan auto
atau manual, input waktu / date, setting
koordinat monitoring serta tombol eksekusi
program (Run). Mode auto dipergunakan untuk
monitoring TEC mendekati real time dengan
memanfaatkan koneksi internet. Sedangkan
menu manual dipergunakan untuk monitoring
TEC secara offline sesuai dengan input waktu
yang dikehendaki.
Output Py-IonoQuake akan ditampilkan
pada layar yang sama. Contoh ouput dari PyIonoQuake diperlihatkan pada Gambar 4-2.
Ouput pertama Py-IonoQuake adalah variasi
rata-rata TEC selama 31 hari. Ouput kedua PyIonoQuake adalah nilai rasio simpangan
koefisien korelasi dengan deviasi standar
simpangan koefisien korelasi (skk/dskk). Batas
anomali skk/dskk adalah -1. Jika nilai skk/dskk
lebih kecil -1 maka dikategorikan sebagai
anomali TEC.
Output ketiga dari Py-IonoQuake adalah
variasi spasial skk/dskk pada bujur yang sama
dengan input koordinat monitoring. Variasi
spasial skk/dskk kearah lintang dapat terlihat
Prosiding SNSA 2016
ISBN: 978-602-17420-1-3
178
S. Rohadi et al.
pada tampilan ketiga tersebut. Output ketiga ini
bermanfaat untuk melihat apakah anomali TEC
yang terjadi bersifat lokal atau global sebagai
bahan
pertimbangan
dalam
menetapkan
kategori anomali TEC. Output keempat PyIonoQuake adalah nilai indeks Dst dari
(http://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/).
Indeks
Dst
dipergunakan untuk pertimbangan dalam
mengkategorikan anomali TEC yang terjadi
apakah dari gangguan badai geomagnet atau
kemungkinan anomali yang berasal dari proses
persiapan gempa bumi (pre seismic).
Pengujian
Py-IonoQuake
dilakukan
terhadap kasus-kasus gempa bumi dengan
magnitudo Mw > 6 selama tahun 2016.
Pengujian Py-IonoQuake pada kasus gempa
bumi Talaud tanggal 11 Januari 2016 dengan
magnitudo Mw 6.4 ditunjukkan Gambar 4-3. PyIonoQuake mendeteksi adanya tiga anomali TEC
berdasarkan kriteria skk/dskk yaitu pada
tanggal 21 Desember 2015 dan 1 serta 7 Januari
2016. Nilai indeks Dst menunjukkan adanya
badai geomagnet pada tanggal 21 Desember
2015. Dengan demikian anomali TEC yang
terjadi pada tanggal 1 dan 7 januari 2016 dapat
dipertimbangkan sebagai prekursor gempa bumi.
Monitoring TEC terhadap gempa bumi
Sumba tanggal 12 Februari 2016 (Mw 6.2)
menggunakan Py-IonoQuake diperlihatkan pada
Gambar
4-4.
Output
Py-IonoQuake
memperlihatkan adanya anomali TEC pada
tanggal 4 dan 7 Februari 2016 yang dapat
dipertimbangkan sebagai prekursor gempa bumi,
sementara anomali TEC pada tanggal 20 dan 21
Januari 2016 kemungkinan dipengaruhi oleh
adanya badai geomagnet yang terjadi pada
tanggal tersebut.
Gambar 4-1. Homescreen Py-IonoQuake versi 1.0.
Gambar 4-2. Hasil eksekusi Py-IonoQuake untuk mode auto (near real time).
Prosiding SNSA 2016
ISBN: 978-602-17420-1-3
Py-Ionoquake: Sistem Deteksi Anomali Total . . .
179
Gambar 4-3. Output Py-IonoQuake mode manual untuk kasus gempa bumi Talaud 11 Januari 2016
Mw 6.4.
Gambar 4-4. Output Py-IonoQuake mode manual untuk kasus gempa bumi Sumba 12 Februari 2016
Mw 6.2.
Gambar 4-5 menunjukkan output dari PyIonoQuake yang berkaitan dengan kasus gempa
bumi Halmahera (Mw 6.1) tanggal 17 Februari
2016. Anomali TEC yang muncul pada tanggal
14 dan 15 Februari 2016 dapat dipertimbangkan
sebagai prekursor gempa bumi sedangkan
anomali TEC tanggal 7 Februari 2016
kemungkinan dikarenakan pengaruh badai
geomagnet lemah yang terjadi di sekitar tanggal
tersebut.
Pengujian Py-IonoQuake pada kasus gempa
bumi Sumatera 1 Juni 2016 (Mw 6.5)
ditunjukkan pada Gambar 4-6. Py-IonoQuake
mendeteksi adanya anomali TEC pada tanggal
17 Mei 2016 yang berkaitan dengan adanya
badai geomagnetik pada tanggal tersebut.
Anomali kecil TEC juga terpantau pada 25 Mei
2016 dimana kondisi indeks Dst nampak normal
sehingga dapat dipertimbangkan sebagai
prekursor gempa bumi Sumatera 1 Juni 2016.
Untuk Kasus gempa bumi Maluku Utara
tanggal 7 Juni 2016 (Mw 6.3) dan gempa bumi
Laut Jawa 16 Oktober 2016 (Mw 6.6)
ditunjukkan masing-masing pada Gambar 4-7
dan Gambar 4-8. Hasil pengujian Py-IonoQuake
terhadap kasus gempa bumi Maluku Utara 7
Juni 2016 memperlihatkan anomali TEC pada
tanggal 25-26 Mei 2016 dan 4-5 Juni 2016.
Anomali TEC tanggal 25-26 Mei 2016 dapat
dipertimbangkan sebagai prekursor gempa
bumi. Sedangkan anomali TEC tanggal 4-5 Juni
2016 kemungkinan disebabkan oleh adanya
badai geomagnet lemah yang terjadi pada
tanggal tersebut. Hasil pengujian Py-IonoQuake
terhadap pada kasus gempa bumi Laut Jawa 16
Oktober 2016 memperlihatkan anomali TEC
pada tanggal 14 Oktober 2016 yang dapat
dipertimbangkan sebagai prekursor gempa
bumi.
Prosiding SNSA 2016
ISBN: 978-602-17420-1-3
180
S. Rohadi et al.
Gambar 4-5. Output Py-IonoQuake mode manual untuk kasus gempa bumi Halmahera 17 Februari
2016 Mw 6.1.
Gambar 4-6. Output Py-IonoQuake mode manual untuk kasus gempa bumi Sumatera 1 Juni 2016
Mw 6.5.
Gambar 4-7. Output Py-IonoQuake mode manual untuk kasus gempa bumi Maluku Utara 7 Juni
2016 Mw 6.3.
Prosiding SNSA 2016
ISBN: 978-602-17420-1-3
Py-Ionoquake: Sistem Deteksi Anomali Total . . .
181
Gambar 4-8. Output Py-IonoQuake mode manual untuk kasus gempa bumi Laut Jawa 16 Oktober
2016 Mw 6.6.
Pengujian
Py-IonoQuake
menunjukkan
anomali TEC dapat terdeteksi pada enam kasus
gempa bumi dengan magnitudo Mw > 6 dan
dapat dipertimbangkan sebagai prekursor gempa
bumi. Py-IonoQuake juga
mendeteksi adanya
anomali TEC pada saat terjadi badai geomagnet.
Pengujian pada kasus gempa bumi yang lebih
banyak diharapkan dapat memperkuat tingkat
kepercayaan
terhadap
keberhasilan
PyIonoQuake untuk deteksi anomali TEC.
Py-IonoQuake cukup stabil sehingga dapat
dipertimbangkan sebagai salah satu sistem
monitoring
prekursor
gempa
bumi
dan
berpeluang untuk diintegrasikan dengan sistem
monitoring prekursor gempa bumi yang telah
ada atau telah dikembangkan sebelumnya.
5.
Implementasi
Saat ini penelitian prekursor gempa bumi
menggunakan
parameter
geofisika,
geoatmosferik dan geokimia mulai intensif
dilakukan. Py-IonoQuake berpeluang untuk
digabungkan
dengan
sistem
pengamatan
prekursor gempa bumi yang telah terbangun
sebelumnya sehingga integrasi pengamatan
prekursor gempa bumi dapat diwujudkan.
6. Kesimpulan
Py-IonoQuake, sistem deteksi anomali Total
Electron content (TEC) dapat dioperasikan baik
dalam mode auto maupun manual. Hasil
pengujian Py-IonoQuake terhadap beberapa
gempa bumi dengan magnitude Mw > 6
menunjukkan kemunculan anomali TEC yang
dapat dikategorikan sebagai prekursor gempa
bumi. Pengujian Py-IonoQuake menunjukkan
kinerja yang lebih stabil baik dalam mode auto
maupun manual.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada
Kepala Pusat
Penelitian dan Pengembangan BMKG, Pussainsa
LAPAN, para peneliti di Litbang geofisika serta
semua
pihak
yang
telah
membantu
terselesaikannya makalah ini.
Rujukan
Abidin, H. (2000). Penentuan Posisi Dengan GPS
dan Aplikasinya. PT. Pradnya Paramita,
Jakarta.
Astra, I., dan Pudja, I. (2009). Analisa Vertical
Total Electron Content di ionosfer daerah
Jawa dan sekitarnya yang berasosiasi dengan
gempa bumi Yogyakarta 26 Mei 2016 UTC,
Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 10 (2), 121131.
Gonzales, W. D., Tsurutani, B. T., Clua de
Gonzales, A. L. (1999). Interplanetary origin
of magnetic storms, Space Sci. Rev., 88, 529.
Langley, R.B. (1997). Navstar GPS Internet
Connections,http://gauss.gge.unb.ca/GPS.INT
ERNET.SERVICES.HTML,
diakses
14
November 2016.
Laudza’i, L. (2015), Analisis anomali nilai Total
Electron content (TEC) sebelum bencana
gempa bumi, Skripsi, University Gadjah
Mada.
Liu, J. Y., Chuo, Y. J., Shan, S. J., Tsai, Y. B.,
Chen, Y. I., Pulinets, S. A., Yu, S. B. (2004).
Pre-earthquake
Ionospheric
Anomalies
Prosiding SNSA 2016
ISBN: 978-602-17420-1-3
182
S. Rohadi et al.
Registered
by
Continuous
GPS
TEC
Measurements,
Annales
Geophysicae,
European Geosciences Union, 22, 1585-1593.
Muslim, B. (2015). Pengujian teknik korelasi
untuk deteksi pengaruh aktivitas gempa bumi
besar pada ionosfer, Jurnal Sains Dirgantara,
12, 87-101.
Nurdiyanto, B., Sunardi, B., Ngadmanto, D.,
Susilanto, P., Harsa, H., Novianti, S., Subakti,
H., Peng, H., Hattori, K., dan Gaffar, E.
(2011). Integration of geophysical parameter
observation in the earthquake predictability,
Proceedings of the 36th HAGI and 40th
annual convention and exhibition.
Pakpahan, S., Nurdiyanto, B., dan Ngadmanto,
D. (2014). Analisis parameter geo-atmosferik
dan geokimia sebagai prekursor gempa bumi
di pelabuhan ratu, Sukabumi, Jurnal
Meteorologi dan Geofisika, 15, 77-86.
Pulinets, S. A., Boyarchuk, K. A., Hegai, V. V.,
Kim, V. P., Lomonosov, A. M. (2000).
Quasielectrostatic model of atmosphere
thermosphere-ionosphere coupling, Adv Space
Res, 26, 1209.
Rizal, M. (2010). Analisa nilai TEC (Total
Electron Content) Pada Lapisan Ionosfer
dengan menggunakan data pengamatan GPS
dua frekuensi, Skripsi, ITS.
Schaer, S. (1999). Mapping and Prediction the
Earth Ionosphere using the Global Positioning
System, Doctoral Thesis, University of Bern.
Schaer, S. (1997). How to use CODE’s Global
Ionosphere Maps, Astronomical Institute,
University of Berne.
Sugiura, M., and Chapman, S. (1960). The
Average Morphology of Geomagnetic Storms
with Sudden Commencement, Sondernheft
Nr.4, Göttingen.
Sunardi, B., Sakya, A. E., Masturyono. Rohadi,
S., Ngadmanto, D., Sulastri, Susilanto, P., dan
Pakpahan, S. (2016). Real time observation
system for earthquake precursors study in
Yogyakarta, Proceedings Jogja Earthquake in
Reflection, 106–114.
Sunardi, B. Muslim, S. Pakpahan. (2015a).
Anomali Total Electron Content (TEC)
Sebelum Gempa bumi Kuat di Indonesia
Tahun 2014, Prosiding Seminar Nasional
Fisika, Unesa.
Sunardi, B., Muslim, B., Ngadmanto, D.,
Susilanto, P., Nugraha, J., Pakpahan, S.,
Prayogo, A. S., Sulastri (2015b). Ionoquake,
sistem monitoring data TEC-GPS untuk studi
prekursor gempa bumi di Indonesia, Prosiding
Seminar Ilmiah Puslitbang BMKG, 106–114.
Wetterer, C. J. (2011). Forecasting the Disturbed
Storm Time Index, Conference Paper.
Winarsunu, T. (2012). Statistik dalam Penelitian
Psikologi dan Pendidikan, Edisi Revisi, UMM
Press, Malang.
Zolesi, B., and Cander, L. R. (2014). Ionospheric
prediction
and
forecasting,
Springer
Geophysics, Springer Heidelberg New York
Dordrecht London.
Real-time (Quicklook) Dst index, http://wdc.
kugi.kyoto-u.ac.jp/, diakses 14 November
2016.
Dr. Supriyanto Rohadi M.Si, lahir di kota Purworejo (Jawa Tengah) pada tanggal 28
Oktober 1969 bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG), masuk mulai tahun 1994, menjadi Kepala Bidang
Geofisika di satuan kerja Pusat Penelitian dan Pengembangan di Jakarta.
Menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S1) di Universitas Indonesia (UI) Jurusan Fisika
lulus pada tahun 2000, Strata 2 (S2) di Institut Teknologi Bandung (ITB) Jurusan
Seismologi lulus pada tahun 2008, dan Strata 3 (S3) di Institut Teknologi Bandung (ITB) Jurusan
Seismologi lulus pada tahun 2013.
Prosiding SNSA 2016
ISBN: 978-602-17420-1-3
Download