Perbedaan Pengaruh Terapi Napas Dalam dan Terapi Relaksasi

advertisement
Perbedaan Pengaruh Terapi Napas Dalam dan Terapi Relaksasi
Otot Progresif terhadap Penurunan Tekanan Darah Lansia
Hipertensi di Posyandu Lansia Kelurahan Surau Gadang
Kecamatan Nanggalo Padang Tahun 2012
Melda Yulindaª, Lili Fajriaa
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas
Abstract: Hypertension is a disease that affects many elderly. Non-pharmacological management is
recommended to avoid the effects of pharmacological treatment in the elderly. It can be performed by a deep
breathing and progressive muscle relaxation therapy. Breathing can stimulate the release of nitric oxide to
dilate the blood vessels so that blood pressure can be lowered. Progressive muscle relaxation therapy can
decrease sympathetic nerve activity that causes vascular vasodilatation so that blood pressure lowered. The
purpose of this study was to determine the difference in therapeutic effect of deep breathing and progressive
muscle relaxation therapy for hypertensive elderly blood pressure reduction. This study used a quasiexperimental design with non-equivalent approach Comparison Group Pretest-Posttest Design using a paired t
test, unpaired t test and Man-Whitney test. Total sample of 30 respondents dispersed 15 people got a deep breath
therapy and 15 received progressive muscle relaxation therapy. The results showed that there were reductions in
blood pressure in each group with p = 0.000 and there are differences in blood pressure reduction between
treatment groups deep breath and progressive muscle relaxation therapy with p = 0.001 and p = 0.042 systolic.
Progressive muscle relaxation therapy better at lowering blood pressure in the elderly. It is recommended to
perform progressive muscle relaxation for the Nonpharmacologic treatment of hypertension in older adults with
hypertension.
Key words : hypertension, eldery, deep breathing, progressive muscle relaxation
Abstrak: Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh lansia. Penatalaksanaan non
farmakologi dapat dilakukan dengan terapi napas dalam dan terapi relaksasi otot progresif. Teknik napas dalam
dapat merangsang keluarnya Oksida Nitrit yang dapat mendilatasi pembuluh darah sehingga tekanan darah dapat
diturunkan. Terapi relaksasi otot progresif dapat menurunkan aktifitas saraf simpatis yang menyebabkan
vasodilatasi vaskuler sehingga tekanan darah turun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan
pengaruh terapi napas dalam dan terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah lansia
hipertensi. Penelitian ini menggunakan desain quasi-eksperimen dengan pendekatan Non Equivalen Comparison
Group Pretest-Posttest Design menggunakan uji t berpasangan, uji t tidak berpasangan dan uji Man-Whitney.
Jumlah sampel sebanyak 30 responden tersebar 15 orang mendapat terapi napas dalam dan 15 orang mendapat
terapi relaksasi otot progresif.Hasil menunjukkan terdapat penurunan tekanan darah pada masing-masing
kelompok dengan p=0,000 dan terdapat perbedaan penurunan tekanan darah antara kelompok terapi napas dalam
dan terapi relaksasi otot progresif dengan p= 0,001 sistolik dan p=0,042. Pemberian terapi relaksasi otot
progresif lebih baik dalam menurunkan tekanan darah pada lansia. Disarankan untuk melakukan relaksasi otot
progresif untuk penanganan hipertensi secara nonfarmakologis pada lansia dengan hipertensi.
Kata kunci: hipertensi, lansia, napas dalam, relaksasi otot progresif
64
Melda, Perbedaan Pengaruh Terapi Napas Dalam dan Terapi Relaksasi....
Data yang diperoleh dari Dinas
Kesehatan Kota Padang tahun 2011,
hipertensi merupakan penyakit nomor tiga
terbanyak yang diderita oleh lansia. Jumlah
kunjungan lansia yang menderita hipertensi
ke puskesmas di Kota Padang adalah
sebanyak 14.696 dari 82.784 lansia atau
sekitar 18% lansia dan yang terbanyak
terdapat di wilayah kerja Puskesmas
Nanggalo yaitu sebanyak 2112 lansia.
(Dinas Kesehatan Kota [DKK] Padang,
2011).
Berdasarkan studi pendahuluan yang
telah dilakukan di Wilayah Kerja
Puskesmas Nanggalo, setiap tahun terjadi
peningkatan kunjungan lansia dengan
hipertensi yaitu 57,6 % (2010) naik
menjadi 67,4 % (2011). Kelurahan Surau
Gadang
mempunyai
jumlah
lansia
terbanyak di Nanggalo yaitu 64,59 % dari
2916 orang lansia. Berdasarkan hasil
wawancara dengan 10 lansia hipertensi di
Kelurahan Surau Gadang menyatakan
belum pernah mencobakan teknik napas
dalam maupun relaksasi otot progresif
untuk menurunkan tekanan darah.
Berdasarkan fenomena di atas,
penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang perbedaan pengaruh terapi napas
dalam dan terapi relaksasi otot progresif
terhadap penurunan tekanan darah lansia
hipertensi di posyandu lansia Kelurahan
Surau Gadang Kecamatan Nanggalo
Padang Tahun 2012. Penelitian ini
bertujuan untuk menjelaskan perbedaan
pengaruh terapi napas dalam dan terapi
relaksasi otot progresif terhadap penurunan
tekanan darah lansia hipertensi di Posyandu
Lansia
Kelurahan
Surau
Gadang
Kecamatan Nanggalo Padang Tahun 2012.
PENDAHULUAN
Proses menua adalah suatu proses
menghilangnya
secara
perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri/mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap
infeksi
dan
memperbaiki
kerusakan yang diderita (Nugroho, 2000).
Di Indonesia jumlah penduduk lansia
adalah 18,57 juta jiwa pada tahun 2010,
meningkat sekitar 7,93% dari tahun 2000
yang sebanyak 14,44 juta jiwa (Badan
Koodinasi Keluarga Berencana Nasional
[BKKBN], 2012).
Salah satu penyakit yang sering
diderita oleh lansia adalah hipertensi.
Hipertensi merupakan tekanan darah di atas
normal, yaitu 140/90 mmHg yang
merupakan faktor risikoutama untuk stroke,
gagal jantung dan penyakitkoroner (Kaplan
dalam Kuswardhani, 2006). Berdasarkan
data dari Framingham, usia 55 tahun
dengan tekanan darah normal mempunyai
resiko mengalami hipertensi seumur hidup
sebesar 90 % (Vasan, 2002; JNC, 2003
dalam Meiner, 2011).
Pengobatan hipertensi terdiri dari
terapi farmakologis dan non farmakologis.
Untuk mencegah efek farmakologi, lansia
dianjurkan untuk melakukan Terapi non
farmakologik diantaranya relaksasi. Dua
diantara teknik relaksasi di atas yang
mudah dilakukan adalah napas dalam dan
relaksasi otot progresif.
Terapi napas dalam bermanfaat untuk
menurunkan tekanan darah karena bernapas
secara dalam dapat merangsang munculnya
oksida nitrit yang berfungsi sebagai
vasodilatator sehingga dapat menurunkan
tekanan darah (Clark,2012 dan Wikipedia,
2012). Sedangkan teknik relaksasi otot
progresif meliputi suatu latihan peregangan
otot dan olah pernapasan yang dilakukan
untuk menghasilkan respon yang dapat
memerangi respon stres dan menurunkan
aktifitas saraf simpatis sehingga dapat
menurunkan tekanan darah, (Smeltzer &
Bare, 2002).
METODE
Jenis
penelitian
ini
adalah
korelasional dengan desain penelitian
quasi-eksperiment. Dalam peneltian ini
dilihat perbedaan pengaruh terapi napas
dalam dan terapi relaksasi otot progresif
terhadap penurunan tekanan darah lansia
hipertensi di posyandu lansia Kelurahan
65
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 9, No1 Maret 2013: 88-94
Surau Gadang Kecamatan Nanggalo
Padang dengan jumlah sampel 30 lansia
dengan hipertensi terseber 15 orang
mendapat terapi napas dalam dan 15 orang
mendapat terapi relaksasi otot progresif.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli
2012 hingga Februari 2013. Pengumpulan
data dilakukan secara langsung pada subjek
penelitian dimana tekanan darah subjek
penelitian diukur dengan menggunakan
tensimeter digital sebelum dan sesudah
intervensi. Analisa data univariat dilakukan
menggunakan distribusi frekuensi, analisa
bivariat menggunakan uji t berpasangan, uji
t tidak berpasangan dan uji Mann-Whitney.
perempuan dengan proporsi masing-masing
11 (73,3%) pada kelompok yang mendapat
terapi napas dalam dan 9 (60%) pada
kelompok yang mendapat terapi relaksasi
otot progresif. Berdasarkan aktifitas fisik,
responden terbanyak adalah kelompok yang
jarang melakukan aktifitas fisik dengan
proporsi 7 (46,7%) pada kelompok yang
mendapat terapi napas dalam dan kelompok
yang melakukan aktifitas fisik 1 x
seminggu dengan proporsi 6 (40%) pada
kelompok yang mendapatkan terapi
relaksasi otot progresif. Berdasarkan diet
responden pada kedua kelompok adalah
rendah garam dengan masing- masing
proporsi 8 (53,3%) pada kelompok yang
mendapat terapi napas dalam dan 9 (60%)
pada kelompok yang mendapat terapi
relaksasi otot progresif. Berdasarkan
riwayat merokok responden pada kedua
kelompok adalah tidak pernah merokok
dengan masing- masing proporsi 11
(73,3%) pada kelompok yang mendapat
terapi napas dalam dan 9 (60%) pada
kelompok yang mendapat terapi relaksasi
otot progresif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan karakteristik responden
didapatkan bahwa usia responden pada
kedua kelompok adalah pada rentang usia
60-64 tahun dengan masing- masing
proporsi 6 (40%) pada kelompok yang
mendapat terapi napas dalam dan 7 (46,7%)
pada kelompok yang mendapat terapi
relaksasi otot progresif.
Selanjutnya
berdasarkan jenis kelamin, responden
terbanyak pada kedua kelompok adalah
Tabel 1. Perbedaan Pengaruh Terapi Napas Dalam dan Terapi Relaksasi Otot Progresif
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Sistolik Lansia Hipertensi di Posyandu Lansia
Kelurahan Surau Gadang Kecamatan Nanggalo Tahun 2012
Kelompok
Napas Dalam
Relaksasi Otot
Progresif
Rata-rata
Penurunan
Tekanan Darah
Std.
Deviation
5,40
2,444
9,47
3,641
95% Confidence
Interval of the
Difference
Upper Lower
1.826
6.308
p
0,001
Hasil uji tes tidak berpasangan didapatkan p value=0,001 (p<0,05), artinya terdapat
perbedaan selisih penurunan tekanan darah sistolik antara responden yang mendapat terapi
napas dalam dengan responden yang mendapat terapi relaksasi otot progresif.
66
Melda, Perbedaan Pengaruh Terapi Napas Dalam dan Terapi Relaksasi....
Tabel 2. Perbedaan Pengaruh Terapi Napas Dalam dan Terapi Relaksasi Otot Progresif
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Diastolik Lansia Hipertensi di Posyandu Lansia
Kelurahan Surau Gadang Kecamatan Nanggalo Tahun 2012
Kelompok
Napas Dalam
Relaksasi Otot
Progresif
n
15
Mean Rank
12.30
Sum of Rank
184.50
15
18.70
280.50
Uji Man-Whitney didapatkan p
value=0,042 (p<0,05), artinya terdapat
perbedaan selisih penurunan tekanan darah
diastolik antara responden yang mendapat
terapi napas dalam dengan responden yang
mendapat terapi relaksasi otot progresif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemberian terapi relaksasi otot progresif
lebih besar penurunan tekanan darah
dibandingkan dengan responden yang
diberikan terapi napas dalam.
Dari hasil uji statistik dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
penurunan tekanan darah pada kelompok
yang mendapat terapi napas dalam dan
kelompok yang mendapat terapi relaksasi
otot progresif dimana penurunan tekanan
darah pada responden kelompok yang
mendapat terapi relaksasi otot progresif
lebih besar dari kelompok yang mendapat
terapi napas dalam. Menurut JNC (2003)
seseorang yang melakukan aktifitas fisik
secara teratur akan dapat menurunkan
tekanan darah 4-9 mmHg. Pada penelitian
ini relaksasi otot progresif lebih
mengandalkan aktifitas fisik dibandingkan
dengan napas dalam yang hanya
menggerakkan
otot
dada
sehingga
penurunan tekanan darah pada responden
setelah diberikan relaksasi otot progresif
lebih besar daripada napas dalam.
Perbedaan lain dikarenakan sebagian
besar responden pada kelompok yang
mendapat terapi relaksasi otot progresif
mengaku selalu mengikuti senam lansia
yang dilakukan di sekitar tempat tinggal
mereka. Saat melakukan senam lansia,
tekanan darah akan naik cukup banyak.
Sebaliknya setelah senam selesai, tekanan
darah akan menurun dan berlangsung
p value
0.042
selama 30-120 menit. Kalau senam
dilakukan secara berulang-ulang dan teratur
maka penurunan tekanan darah akan
berlangsung lebih lama (Irkanda, 2008).
Penurunan tekanan darah ini disebabkan
karena terjadi pelebaran pada pembuluh
darah dan relaksasi. Lama kelamaan, senam
secara teratur dapat melemaskan pembuluh
darah, sehingga tekanan darah menurun
(Wijayakusuma, 2007).
Penurunan tekanan darah setelah
diberikan terapi relaksasi otot progresif
lebih
besar
dibandingkan
dengan
penurunan tekanan darah setelah diberikan
terapi napas dalam karena pada relaksasi
otot progresif sendiri, individu akan
diberikan kesempatan untuk mempelajari
bagaimana cara menegangkan sekelompok
otot tertentu kemudian melepaskan
ketegangan itu. Bila sudah dapat merasakan
keduanya, klien mulai membedakan sensasi
pada saat otot dalam keadaan tegang dan
rileks. (Ramdhani & Putra, 2006). Kegiatan
napas dalam relaksasinya hanya terfokus
pada pernapasan saja, sehingga cakupan
sistem tubuh yang menjadi rileks hanya
sedikit sedangkan relaksasi otot progresif
dapat merilekskan hampir semua otot di
tubuh.
Selain itu relaksasi otot progresif
terdiri dari berbagai macam gerakan yang
membuat responden menjadi tertarik dan
bersemangat untuk mengikuti gerakangerakan yang diberikan. Dengan gerakan
yang beragam responden tidak merasa
bosan walaupun harus melakukan kegiatan
selama 30 menit. Berbeda dengan latihan
napas dalam tidak memiliki gerakan yang
beragam hanya terdiri dari menghirup
napas secara dalam, menahan kemudian
67
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 9, No1 Maret 2013: 88-94
menghembuskannya yang dilakukan dalam
waktu 20 menit. Hal ini akan membuat
responden merasa bosan melakukan hal
yang sama dalam waktu tersebut dan
akhirnya akan memecah konsentrasi
responden dan latihan menjadi tidak
optimal.
Tahun 2010 Edisi 2011. Padang:
DKK Kota Padang.
Irkanda, I. (2008). Hipertensi dan
Pencegahan. Diakses tanggal 22
Januari
2013
dari
http://mmm.via.ab_hypertensioneld
ery.pdf.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan mengenai perbedaan pengaruh
terapi napas dalam dan terapi relaksasi otot
progresif di Posyandu Lansia Kelurahan
Surau Gadang Kecamatan Nanggalo, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat
perbedaan penurunan tekanan darah pada
responden setelah diberikan terapi napas
dalam dan terapi relaksasi otot progresif
dimana terapi relaksasi otot progresif lebih
besar menurunkan tekanan darah daripada
terapi napas dalam. Hal ini sangat erat
kaitannya dengan karakteristik responden
diantaranya
faktor
usia,
kebiasaan
merokok, aktifitas fisik dan diet.
Diharapkan lansia dengan hipertensi
dapat melakukan relaksasi otot progresif
untuk menurunkan tekanan darah dalam
kehidupan sehari-hari. Untuk penelitian
selanjutnya diharapkan dapat meneliti
teknik relaksasi lainnya untuk menurunkan
tekanan darah pada lansia dengan
hipertensi.
Kuswardhani,
RA
Tuty.
(2006).
Penatalaksanaan Hipertensi pada
Lanjut Usia. Jurnal Penyakit
Dalam, 7(2), 135-140.
Meiner, S.E. (2011). Gerontologic Nursing
Fourth Edition. United States of
America: ELSEVIER MOSBY.
Nugroho, W. (2000). Keperawatan
Gerontik. Jakarta: EGC.
Ramdhani, N., & Putra, A. A. (2006).
Pengembangan
Multimedia
Relaksasi. Jurnal Psikologi Volume
34 no. 2
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002).Buku
Ajar Keperawatan Medical Bedah
Brunner and Sudarth,vol . I (edisi
8). AlihBahasa ; Monica Ester,
Ellen Panggabean. Jakarta: EGC.
U.S. Department Of Health And Human
Services. (2004). The Seventh
Report of the Joint National
Committee
on
Prevention,
Detection,
Evaluation,
and
Treatment of High Blood Pressure.
Diakses tanggal 18 Oktober 2012
dari
http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines
/hypertension/jnc7full.html.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Badan
Kependudukan dan Keluarga
BerencanaNasional. (2012). Lansia
Siapa Peduli. Diakses pada tanggal
12
Maret
2012
dari
http://www.bkkbn.go.id/siaranpers/
Pages/Lansia-Siapa-Perduli.aspx.
Clark, J (2012).What is Nitric Oxide and
How Does It Work?. USA:
Nutrition Express.
Wijayakusuma. (2007). Olahraga untuk
Kesehatan Jantung. Diakses tanggal
24
Januari
2013
dari
http://www.fjf.com/archieve/67895
47/dt/rb-rs/pdf.
Dinas Kesehatan Kota Padang. (2011).
Profil Kesehatan Kota Padang
68
Melda, Perbedaan Pengaruh Terapi Napas Dalam dan Terapi Relaksasi....
Wikipedia. (2012). Biological Functions of
Nitric
Oxide.
Diakses
tanggal 26 Juli 2012 dari
http://en.wikipedia.org/wiki/
Biological_functions_of_nitr
ic_oxide.
69
Download