1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan keuangan perusahaan, membutuhkan sejumlah dana untuk pengembangan usaha dengan melihat kesempatan atau peluang masa yang akan datang. Dana yang diperlukan oleh perusahaan tersebut, diperoleh dari berbagai sumber. Pada umumnya terdapat dua sumber yaitu, sumber internal (laba ditahan) dan sumber eksternal (pinjaman di bank atau menerbitkan obligasi ataupun bisa dilakukan dengan menerbitkan saham/ekuitas di pasar modal). Keputusan pendanaan (atau juga disebut sebagai penetuan struktur modal) tersebut menjadi penting, karena keputusan yang tidak tepat akan berakibat pada masa depan perusahaan yang lebih buruk, sebaliknya, jika keputusannya tepat akan berdampak pada masa depan perusahaan yang lebih baik. Menurut Myers (1984) sulit untuk mengetahui mengapa perusahaan memilih untuk menerbitkan hutang, ekuitas atau sekuritas hybrid (menetukan struktur modal). Sedangkan menurut Brealey dan Myers (2004) salah satu masalah bagi manajer keuangan adalah menemukan kombinasi struktur modal yang menghasilkan nilai tertinggi/maksimal untuk investornya. Keputusan dalam menentukan struktur modal merupakan suatu hal yang penting dalam manajemen keuangan. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk melihat dan menjawab fenomena yang terjadi terkait struktur modal. Struktur modal mulai menjadi topik penelitian di bidang keuangan yang menarik untuk dibahas, sejak dipublikasikannya teori struktur modal oleh Modigliani dan Miller (1958) yang menjelaskan bahwa struktur modal adalah tidak relevan, 2 dengan menggunakan asumsi pasar modal yang sempurna dan asumsi lainnya yang sangat ketat. Menurut Rajan dan Zingales (1995) setelah Modigliani dan Miller (1958) mencetus teori stuktur modal dengan tulisan terkenalnya, apa faktor yang sangat menjelaskan pilihan struktur modal perusahaan? Hal tersebut terus menjadi pertanyaan menarik dan akan ditelusuri dalam penelitian ini. Menurut Booth et al. (2001), pengetahuan tentang struktur modal paling banyak diperoleh atau dikembangkan dengan data dari negara-negara maju (Amerika Serikat dan Eropa). Hal tersebut yang menjadi salah satu motivasi penelitian dilakukan pada struktur modal perusahaan-perusahaan di Indonesia. Umumnya, penelitian tentang struktur modal yang telah dilakukan di Indonesia, bersifat hanya melihat dan menganalisis berbagai faktor yang menjelaskan struktur modal. Penelitian tersebut lebih bersifat menguji pengaruh struktur modal tanpa melihat karakteristik perusahaan–perusahaan di Indonesia menganut teori struktur modal yang seperti apa? Kemudian, penelitian sebelumnya hanya melihat kecenderungan yang terjadi untuk membangun dasar teori struktur modal di Indonesia. Penelitian tersebut dapat dikatakan kurang robustness. Misalnya, pada penelitian dari Yolanda dan Soekarna (2012) penelitian ini menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi struktur modal, seperti ukuran perusahaan, pertumbuhan, aset perusahaan dan profitabilitas dengan dasar teori bahwa variabel-variabel tersebut menjelaskan struktur modal, sehingga hasil penelitian belum dapat menjawab pertanyaan secara utuh tentang teori struktur modal di Indonesia. Penulis ingin menguji teori struktur modal di Indonesia dengan teknik penelitian yang dapat dikategorikan sebagai penelitian yang robustness. 3 Teori struktur modal terus mengalami evolusi dan perkembangan. Menurut Miglo (2010) terdapat empat teori struktur modal yang paling terkenal yaitu: trade-off, pecking order, signaling dan market timing. Teori-teori tersebut secara langsung berhubungan dengan informasi yang tidak simetri, masalah keagenan, pajak dan biaya kebangkrutan. Menurut Myers (2001) studi tentang struktur modal mencoba untuk menjelaskan gabungan sekuritas dan sumber keuangan yang digunakan oleh perusahaan untuk invetasi keuangan secara nyata. Tidak ada teori yang universal (umum) tentang pilihan hutang-ekuitas dan tidak ada yang mengharapkan salah satu. Menurut Vãtavu (2012), umumnya literatur tentang teori keputusan keuangan mencoba mendemonstrasikan (menguji) teori struktur modal dan bagaimana memaksimisasi nilai perusahaan. Setelah teori “tidak relevan” Modigliani dan Miller (MM) dipublikasikan pada tahun 1958, terjadi perkembangan teori struktur modal, tetapi didominasi oleh teori trade-off dan pecking order. Diperjelas oleh Cotei et al. (2011) bahwa, banyak analisis empiris dilakukan pada dua teori struktur modal yang utama (pecking order dan trade-off). Dua teori yang saling bertentangan dan sering diangkat menjadi topik penelitian dalam struktur modal yaitu teori pecking order dan trade-off. Teori pecking order (Myers dan Majluf, 1984) berpandangan bahwa perusahaan memiliki informasi yang lebih baik dibandingkan investor (informasi yang tidak simetri), perusahaan lebih menyukai pendanaan internal (laba ditahan) dibandingkan pendanaan eksternal, dan jika terjadi defisit keuangan, maka perusahaan akan menerbitkan hutang, kemudian saham sebagai pilihan terakhir. Namun, di sisi lainnya, terdapat teori yang bertentangan dengan pecking order 4 adalah trade-off1 yang dijelaskan pada penelitian Taggart (1977) dan Jalilvand & Harris (1984) yang berpandangan bahwa penggunaan hutang perusahaan dengan mempertimbangkan manfaat dan biaya dari penggunaan hutang tersebut. Sehingga perusahaan melihat atau memperhatikan target rasio hutang perusahaan. Dengan menggunakan data dan informasi di Amerika Serikat, SyhamSunder dan Myers (1999) melihat pengaruh dari dua teori struktur modal yakni teori pecking oder dan trade-off dalam menjelaskan struktur modal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, teori pecking order menjadi faktor utama dan mendeskripsikan perilaku keuangan perusahaan-perusahaan, walaupun teori trade-off memiliki pengaruh, apabila diuji/dites secara independen. Penulis akan menggunakan model yang dikembangkan Syham-Sunder dan Myers (1999) sebagai model utama untuk melihat kecenderungan teori struktur modal dari perusahaan-perusahaan di Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya (oleh Miglo, 2010), terdapat dua teori lainnya (signaling dan market timing) yang juga menjelaskan struktur modal perusahaan. Menurut Miglo (2010) pada kondisi yang dinamis di masa yang akan datang, dimana perusahaan memiliki ide dan/atau informasi yang tidak simetri dan dilema untuk memasukan biaya agensi untuk pengembangan, tidak hanya hasil yang simultan tetapi teori yang dibandingkan dengan dasar teori sebelumnya, teori baru yang dapat diperoleh/dikembangkan tersebut adalah teori market timing. 1 Terdapat dua pendekatan dalam menjelaskan teori trade-off, yakni static trade-off dan dynamic trade-off. Pada penelitian Shyam-Sunder dan Myers (1999) dijelaskan berbebagai temuan empiris sebelumnya yang menunjukkan bahwa static trade-off lebih menjelaskan struktur modal yang optimal dibandingkan dynamic trade-off. 5 Hasil temuan Cotei et al. (2011) menjelaskan bahwa penelitian mendukung hipotesis market timing tetapi tidak mendukung pecking order. Hal ini juga ditegaskan oleh Chen et al. (2013) bahwa teori market timing dapat menjelaskan teori struktur modal di Taiwan dan hasilnya tersebut tidak mendukung teori pecking order, walaupun penelitian tentang teori market timing yang dilakukan sebelumnya, memiliki keterbatasan (waktu, jumlah observasi dan hal lainnya), tetapi hasil tersebut cukup membuktikan bahwa teori market timing mampu dalam menjelaskan struktur modal, sehingga dalam metodologi penelitian, penulis mencoba untuk memasukan teori market timing2 untuk melihat besarnya pengaruh dari teori tersebut dalam menjelaskan stuktur modal di Indonesia. Ketiga teori struktur modal ini, tidak bersifat mutual exclusive (saling meniadakan), melainkan memiliki keterikatan atau keterkaitan antara satu teori dengan yang lainnya. Pecking order, trade-off maupun market timing memiliki dasar penelitian terdahulu yaitu teori MM (1958). Hasil penelitian dari Chirinko dan Singha (2000) serta Fama dan French (2002) menunjukkan bahwa teori pecking order dan trade-off tidak saling meniadakan, Baskin (1989) menyimpulkan bahwa pecking order bersifat subtansial, walaupun trade-off memiliki bukti kekuatan menjelaskan struktur modal yang lebih kecil, begitu pula survei dari Wintoro (2010) menunjukkan bahwa dalam struktur permodalan, teori yang sering dipraktikan yaitu trade-off dan pecking order, sedangkan yang jarang dipakai adalah market timing. Jika ditinjau lebih detail, ketiga teori ini memiliki titik penjelasan yang berbeda terhadap struktur modal, dimana pecking order menitikberatkan penjelasan pada penggunaan dana internal, trade-off menjelaskan 2 Menurut Baker dan Wurgler (2002) perusahaan akan lebih suka menerbitkan ekuitas apabila nilai perusahaan naik, relatif terhadap nilai buku dan pasar masa lalu dan repurchase ekuitas ketikan nilai perusahaan turun. 6 pendanaan eksternal (hutang), sedangkan market timing menjelaskan pendanaan eksternal (ekuitas). Bukti empiris tentang teori struktur modal masih belum konsisten. Hasil penelitian dari Singh dan Hamid (1992) dan Singh (1995) yang menjelaskan dua hal, yaitu: pertama, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perusahaanperusahaan di negara sedang berkembang mempercayakan pada a) dana eksternal dan b) penerbitan saham baru untuk keuangan perusahaannya; kedua, dibandingkan dengan hasil penelitian pada negara maju, pada negara sedang berkembang, perusahaan-perusahaannya menggunakan pendanaan eksternal dan juga ekuitas yang lebih dibandingkan pendanaan internal, sehingga hal ini bertolak belakang dengan teori pecking order. Fenomena ini menunjukkan bahwa teori pecking order bisa menjadi tidak relevan dengan kondisi di negara sedang berkembang termasuk di Indonesia. Namun hasil penelitian lainnya, tentang struktur modal di negara sedang berkembang dilakukan oleh Booth et al. (2001) yang menyimpulkan bahwa secara umum, rasio hutang (yang merupakan pengukuran dari struktur modal) menunjukkan bentuk dan tipe yang sama dengan yang terjadi di negara-negara maju, dimana berlaku teori pecking order. Dua hasil penelitian yang bertentang tersebut menunjukkan bahwa, sampai saat ini, masih terjadi pertentangan dan dapat diuji lebih jauh tentang penjelasan struktur modal. Fakta di Indonesia menunjukkan bahwa pasar modal dan keuangan (sebagai cerminan sumber pendanaan eksternal) cukup berkembang pesat. Menurut IDX (Indonesia Stock Exhange) Statistics (2013) frekuensi perdagangan ekuitas (saham) pada tahun 2013 di pasar modal mencapai 37.499.462 kali, atau bertumbuh 25,24 persen dibandingkan tahun 2012, volume 7 perdagangan di tahun 2013 mencapai lebih dari 1,3 triliun saham (bertumbuh 27,41 persen dari 2012) dengan nilai perdagangan sebesar Rp 1,5 triliun (bertumbuh 36,37 persen dari tahun 2012). Sedangkan surat hhutang perusahaan (corporate bond) mencapai lebih dari Rp 185 milyar atau bertumbuh 1,57 persen dibandingkan tahun 2012. Penelitian dari Kayo dan Kimura (2011)3 menjelaskan statistik deskriptif dari sampel penelitian pada 40 negara dengan periode penelitian 1997 sampai 2007, Indonesia merupakan negara dengan rata-rata rasio leverage (total hhutang jangka panjang dibagi total nilai perusahaan) cukup tinggi yaitu sebesar 16,37 dengan standar deviasi yang paling tinggi pada sampel penelitian yaitu 20,11 yang menunjukkan penyebaran data rasio leverage mulai dari yang paling kecil sampai yang paling besar, dengan total observasi 1.781. Hasil penelitian Ang et al. (1997) menunjukkan bahwa struktur modal di perusahaan-perusahaan Indonesia memiliki akses yang baik terhadap sumber pendanaan yang berbeda-beda, khususnya pada bank dan pasar ekuitas. Data dan fakta permasalahan diatas menunjukkan penggunaan dana eksternal dilakukan oleh perusahaan di Indonesia terus meningkat, selain itu perusahaan memiliki struktur modal yang berbeda-beda. Hal ini dapat menimbulkan perbedaan pendapat antara teori pecking order dan trade-off serta munculnya teori market timing, sehingga hal tersebut yang membuat penulis tertarik untuk menganalisis lebih jauh mengenai fenomena struktur modal di Indonesia. 3 Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Tabel 1 halaman 326 yang menjelaskan statistik deskriptif penelitian. 8 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka terdapat pertanyaan yang akan diuji secara statistik, yaitu sebagai berikut: teori struktur modal mana yang lebih cenderung digunakan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia (apakah teori pecking order, teori trade-off, atau teori market timing)? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian, berikut tujuan penelitian yaitu: untuk menguji teori struktur modal yang lebih cenderung digunakan oleh perusahaanperusahaan di Indonesia (apakah teori pecking order, teori trade-off, atau teori market timing). 1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat empiris Mendukung dan menambah penelitian tentang struktur modal khususnya pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. 2. Manfaat metodologis Penelitian ini, memberikan manfaat bagi pengembangan model yang digunakan dalam menjelaskan tiga teori struktur modal, pada perusahaanperusahaan di Indonesia (teori pecking order, trade-off dan market timing). 9 3. Manfaat kebijakan Bagi para pembuat keputusan struktur modal perusahaan dalam hal ini Chief Financial Officer, dalam memilih untuk menggunakan struktur modal dengan pendekatan teori struktur modal yang lebih tepat.