Adolescent Reproductive Health in Indonesia Toolkit

advertisement
Published on K4Health (https://www.k4health.org)
Home > Adolescent Reproductive Health in Indonesia Toolkit
Adolescent Reproductive Health in
Indonesia Toolkit
K4Health Reproductive Health Indonesia hadir untuk Anda dalam wadah eToolkit untuk
menampung segala informasi yang dibutuhkan para penyelia kesehatan sampai pada
masyarakat yang membutuhkannya. Wadah ini disusun dengan harapan mempermudah akses
informasi di mana tidak hanya mudah ditemukan tapi juga mudah untuk digunakan, terutama
dalam penyelusuran informasi.
Pada tahap perdana ini, K4Health Reproductive Health Indonesia akan menyajikan topik yang
menarik yaitu Kesehatan Reproduksi untuk Remaja (Adolescent Reproductive Health) di mana
telah menjadi perhatian khusus di negara kita oleh karena kasusnya yang terus meningkat dari
ke tahun. Selain itu, dalam wadah ini dapat ditemui berbagai informasi yang penting terkait
dengan perundang-undangan, problematika yang dihadapi sampai pada saran-saran
penangannya.
K4Health yang berpusat di Amerika Serikat adalah wadah internasional yang juga sudah
diselenggarakan di negara-negara Afrika, Asia danTimur Tengah. Jejaring ini juga
memungkinkan Anda untuk mengakses informasi dari negara-negara tsb.
Untuk Anda yang membutuhkannya, selamat menggunakan wadah ini.
The Indonesia K4Health Toolkit is a collection of carefully selected information resources for
reproductive health policy makers, program managers, and service providers. Partners with
expertise and experience in the topic joined together in the Technical Working Group and
developed the toolkit collaboratively.
A key feature of the Indonesia K4Health Toolkit is its collaborative nature. The Technical Working
Group, composed of various international and local health organizations with expertise,
experience, and interest in the topic, collaboratively selected and reviewed the information
resources included in the toolkit.
Kebijakan dan Peraturan PerundangUndangan
Pada bulan September 1994 di Kairo, 184 negara berkumpul untuk merencanakan suatu
kesetaraan antara kehidupan manusia dan sumber daya yang ada. Untuk pertama kalinya,
perjanjian internasional mengenai kependudukan memfokuskan kesehatan reproduksi dan hakhak perempuan sebagai tema sentral.
Konferensi Internasional ini menyetujui bahwa secara umum akses terhadap pelayanan
kesehatan reproduksi harus dapat diwujudkan sampai tahun 2015. Tantangan yang dihadapi
para pembuat kebijakan, pelaksana-pelaksana program serta para advokator adalah mengajak
pemerintah, lembaga donor dan kelompok-kelompok perempuan serta organisasi nonpemerintah
lainnya untuk menjamin bahwa perjanjian yang telah dibuat tersebut di Kairo secara penuh dapat
diterapkan di masing-masing negara.
Konvensi Internasional lain yang memuat tentang kesehatan reproduksi serta diadopsi oleh
banyak negara di dunia di antaranya adalah Tujuan Pembangunan Milenium /Milenium
Development Goals. MDGs ini memuat pada tujuan ketiga (goal 3) adalah kesepakatan untuk
mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan termasuk upaya tentang
peningkatan kesehatan reproduksi. Pada tujuan keenam (goal 6) diuraikan bahwa salah satu
kesepakatan indikator keberhasilan pembangunan suatu negara dengan mengukur tingkat
pengetahuan yang komprehensif tentang HIV pada wanita berusia 15 ? 24 tahun.
Selain itu jenis kontrasepsi yang dipakai wanita menikah pada usia 15 ? 49 tahun juga
merupakan salah satu indikatornya.
UU nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mencantumkan tentang Kesehatan Reproduksi
pada Bagian Keenam pasal 71 sampai dengan pasal 77. Pada pasal 71 ayat 3 mengamanatkan
bahwa kesehatan reproduksi dilaksanakan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif. Setiap orang (termasuk remaja) berhak memperoleh informasi, edukasi, dan
konseling mengenai kesehatan reproduksi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan (pasal
72). Oleh sebab itu Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana
pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan terjangkau masyarakat, termasuk
keluarga berencana (pasal 73). Setiap pelayanan kesehatan reproduksi yang bersifat promotif,
preventif, kuratif, dan/atau rehabilitatif, termasuk reproduksi dengan bantuan dilakukan secara
aman dan sehat dengan memperhatikan aspek-aspek yang khas, khususnya reproduksi
perempuan (pasal 74). Setiap orang dilarang melakukan aborsi kecuali yang memenuhi syarat
tertentu (pasal 75 dan 76). Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi
yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma
agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan (pasal 77)
Banyak pula kebijakan regional yang memperhatikan upaya kesehatan reproduksi remaja
terutama kesehatan reproduksi wanita seperti Pendidikan Kesehatan seksual dan reproduksi
(Sri Lanka), Young Inspirers (India), Youth Advisory Centre (Malaysia), Development and Family
Life Education for Youth (Filipina). Implementasi di Indonesia tentang kebijakan dan peraturan
perundang ? undangan yang ada dapat dilihat pada tulisan di dalam website ini.
Konvensi Internasional
Kebijakan tentang Kesehatan Reproduksi Remaja juga dicantumkan dalam sejumlah Konvensi
Internasional di bawah ini:
Resources:
Deklarasi dan Kerangka Aksi Beijing 1995
Konferensi Dunia Perempuan ke empat diselenggarakan pada tahun 1995 di Beijing. Tujuan
dari konferensi ini adalah untuk mengakses kemajuan dari konferensi Nairobi di Tahun 1985
dan untuk mengadopsi kerangka aksi, fokus pada isu-isu kunci yang diidentifikasi sebagai
penghalang bagi kemajuan perempuan di dunia.
Konferensi ini berfokus pada 12 bidang kritis (area of concerns) dan diadopsi dengan
Deklarasi dan Kerangka Aksi Beijing untuk mengatasi isu ini. Isu Kekerasan terhadap
Perempuan, termasuk kekerasan terhadap anak dan remaja perempuan, mendapatkan
perhatian yang besar dari konferensi ini. Telah dilakukan pula review terhadap kemajuan
pelaksanaan Deklarasi dan Kerangka Aksi ini, melalui Beijing plus 5, Beijing plus 10 maupun
Beijing plus 15
https://unwomen.org.au/Content%20Pages/Resources/beijing-platform-action
ICPD 1994 Cairo
Pada konverensi Kependudukan Dunia yang dilangsungkan di cairo, pada tahun 1994 di
Cairo, 179 negara menyetujui bahwa kependudukan dan pembangunan tersambung dan
bahwa pemberdayaan perempuan pemenuhan kebutuhan penduduk terhadap pendidikan
dan kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi, adalah penting untuk kemajuan individu dan
keseimbangan pengembangan.
Konferensi ini sangat penting dalam menseting kerangka internasional yang jelas tentang
kesehatan dan hak reproduksi. Dalam kesempatan ini pemimpin-pemimpin dunia, badanbadan PBB dan wakil-wakil NGO menyepakati Plan of Aksi (Rencana Aksi) yang
memasukkan bab tentang kesehatan dan hak reproduksi (Bab VII).
Dalam bab VII ini juga ada satu bagian khusus tentang Adolescent/ Remaja kelompok umur
yang selama ini masih diabaikan khususnya dalam pelayanan kesehatan reproduksi
http://www.unfpa.org/icpd
KONVENSI PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK
DISKRIMINASI
CEDAW (Convention on the Elimination of all Forms of Discrimantion Against Women)
Konvensi Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan
Disamping merumuskan International Bill of Rights (Deklarasi Universal HAM / DUHAM) ,
PBB juga merumuskan perjanjian-perjanjian untuk menjamin hak asasi manusia di bidangbidang yang spesifik, salah satunya adalah Konvensi Specifik Utama yang berkenaan
dengan kaum perempuan, yakni Konvensi Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi
Terhadap Perempuan atau yang dikenal dengan CEDAW. Konvensi ini ditandatangani pada
tahun 1979 dan mulai berlaku pada tahun 1981. Konvensi ini merupakan puncak dari upaya
Internasional yang ditujukan untuk melindungi dan mempromosikan hak-hak perempuan di
seluruh dunia, termasuk di dalamnya anak-anak dan remaja perempuan.
https://unwomen.org.au/Content%20Pages/Resources/beijing-platform-action
Peraturan Nasional
Peraturan sekitar permasalahan remaja sehubungan dengan kesehatan reproduksi diatur dalam
beberapa perundangan dan hukum sebagaimana terkandung dalam dokumen tersebut di
bawah:
1. UU Kesehatan no. 36/2009 pasal 71 - 79
2. UU Perlindungan Anak no. 23/2002
3. UU Perkawinan no.1/1974, buka pada link sbb:
https://www.viewster.com/?utm_source=filestube&utm_campaign=http://www.filestube.com/&utm_medi
4. UU no. 7/1984 tentang Ratifikasi CEDAW
Resources:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36
TAHUN 2009
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Reproduksi
Remaja Pasal 71-79
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2002
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Aborsi
Peraturan Daerah
(1) Rancangan Perda DKI tentang Perlindungan Perempuan dan Anak tahun 2011 (2) Perda
Bogor Kawasan Tanpa Rokok di kawasan Sekolah
Resources:
Peraturan Daerah Kota Bogor No. 12 Tahun 2009
Peraturan Daerah Kota Bogor No. 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Program-program Kesehatan Reproduksi
Remaja
Permasalahan remaja yang berkaitan dengan kesehatan
reproduksi, sering kali berakar dari kurangnya informasi, pemahaman dan kesadaran untuk
mencapai keadaan sehat secara reproduksi. Banyak sekali hal-hal yang berkaitan dengan hal ini,
mulai dari pemahaman mengenai perlunya pemeliharaan kebersihan alat reproduksi,
pemahaman mengenai proses-proses reproduksi serta dampak dari perilaku yang tidak
bertanggung jawab seperti kehamilan tak diinginkan, aborsi, penularan penyakit menular seksual
termasuk HIV.
Topik Program Kesehatan Reproduksi Remaja merupakan topik yang perlu diketahui oleh
masyarakat khususnya para remaja agar mereka memiliki informasi yang benar mengenai
proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada disekitarnya. Dengan informasi yang benar,
diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses
reproduksi. Dalam hal ini Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang
menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat
disini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat
secara mental serta sosial kultural.
Informasi Program Kesehatan Remaja ini juga akan memberikan pelayanan informasi tentang
Kesehatan Remaja yang dilakukan oleh pemerintah maupun yang diselenggarakan oleh
lembaga non pemerintah serta implementasinya di kalangan masyarakat khususnya para remaja.
Program Pemerintah
Resources:
PIK Remaja dan Mahasiswa
PIK Remaja dan Mahasiswa
CERIA (Cerita Remaja Indonesia)
Cerita Remaja Indonesia
Program Kesehatan Peduli Remaja
Sejak tahun 2003 model pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau remaja,
menyenangkan, menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga
kerahasiaan, peka akan kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta efektif dan efisien
dalam memenuhi kebutuhan dan selera remaja diperkenalkan dengan sebutan Pelayanan
Kesehatan Peduli Remaja (PKPR).
PKPR dilaksanakan di dalam gedung atau di luar gedung Puskesmas termasuk Poskestren,
menjangkau kelompok remaja sekolah dan kelompok luar sekolah, seperti kelompok anak
jalanan, karang taruna, remaja mesjid atau gereja, dan lain-lain yang dilaksanakan oleh
petugas puskesmas atau petugas lain di institusi atau masyarakat.
Jenis kegiatan PKPR meliputi penyuluhan, pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan
penunjang, konseling, pendidikan keterampilan hidup sehat (PKHS), pelatihan pendidik
sebaya (yang diberi pelatihan menjadi kader kesehatan remaja) dan konselor sebaya
(pendidik sebaya yang diberi tambahan pelatihan interpersonal relationship dan konseling),
serta pelayanan rujukan.
Jumlah Puskesmas PKPR dari 33 Provinsi yang melaporkan sampai dengan bulan
Desember 2010 sebanyak 2190 puskesmas dan jumlah tenaga kesehatan yang dilatih PKPR
sampai Desember 2008 sebanyak 2232 orang.
Unit Kesehatan Sekolah (UKS)
Dalam melayani permasalahan remaja khususnya, Kementrian Pendidikan telah mewajibkan
adanya fasillitas UKS di setiap sekolah negeri mau pun swasta. Hal ini adalah untuk
membantu mengatasi permasalahan siswa/siswi terutama yang menginjak dewasa dalam
lingkup sekolah.
Silakan klik file terlampir lebih jauh mengenai program UKS.
Program di bawah LSM
Program ini bertujuan agar semua anak dan remaja (termasuk remaja di pasar, pesantren,
sekolah, maupun jalanan) memahami dan mampu membuat keputusan secara bertanggung
jawab dan mempraktekkan kesehatan reproduksi & seksual serta hak-hak kesehatan reproduksi
& seksual yang berkesetaraan dan berkeadilan jender
Resources:
Program Intervensi Perubahan Perilaku
Program Intervensi Perubahan Perilaku - Kementrian Kesehatan
Program Bina Anaprasa (BA)
Dirintis pada tahun 1979 oleh Prof. DR. M. Haryono Sudigdomarto di Jawa Timur, konsep BA
mengangkat potensi keluarga dan masyarakat untuk mengembangkan pendidikan pra
sekolah (3 ? 6 tahun) yang memberikan wadah tumbuh kembang bagi anak sehingga
menjadi anak yang sehat, cerdas, ceria, kreatif, dan berbudi pekerti tinggi. Pada saat yang
sama, BA juga menjangkau orangtua dalam bidang KB, kesehatan reproduksi, kesehatan
diri, kebersihan lingkungan, hingga peningkatan ekonomi keluarga.
Melalui program ini PKBI mengajak masyarakat untuk menganalisa kebutuhan mereka dalam
hal kesehatan reproduksi yang entry point-nya pendidikan usia dini bagi anak-anak dan
pendidikan kesehatan bagi ibu atau orang tua. Masyarakat diharapkan menyediakan tempat
untuk sekolah dan tenaga pengajar serta mengelola program. Saat ini program ini tersebar
di 41 sekolah di Bengkulu DKI Jakarta , Jawa Timur , Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah ,
Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat.
Selain itu PKBI juga mengembangkan Program Pendidikan Kecakapan Sosial Anak usia 4-6
tahun untuk Meningkatkan Kecakapan Sosial dan Emosi Anak dan Mencegah Kekerasan
Seksual terhadap Anak. Melalui program ini PKBI telah mengembangkan media-media
pendidikan penunjang seperti boneka yang bisa melahirkan , buku cerita seperti ?Tubuhku?
untuk anak-anak dan buku pedoman bagi orang tua dan guru.
Pusat Informasi dan Pelayanan Kesehatan Reproduksi
Remaja (PIPR / Youth Center)
Kegiatan yang dilakukan oleh Youth Center antara lain :
penyebaran informasi bagi remaja di sekolah dan luar sekolah termasuk pesantren
training tentang kesehatan dan hak-hak seksual serta reproduksi remaja untuk peer
educator, konselor, wartawan, orangtua, tokoh masyarakat dan guru
seminar, panel diskusi, diskusi kelompok, konseling (tatap muka, surat, email, telepon),
radio program, surat kabar, pelayanan medis, on the spot clinic
serta melakukan advokasi kaitannya dengan isu Kesehatan Reproduksi Remaja
Prinsip program remaja di PKBI antara lain :
Remaja berhak mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi yang
lengkap dan tepat sesuai dengan kebutuhan mereka
Remaja berhak dilibatkan dalam pelaksanaan program, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi
Remaja perlu memiliki sikap dan perilaku yang sehat dan bertanggung jawab berkenaan
dengan kesehatan reproduksinya
Pendekatan yang dilakukan Youth Center adalah dari, untuk dan oleh remaja. PKBI secara
rutin merekrut remaja untuk diseleksi dan dilatih menjadi peer educator atau peer
counselors. Youth Center ini sepenuhnya dikelola oleh remaja.
Saat ini PKBI memiliki 28 Youth Center yang tersebar di 24 propinsi di seluruh Indonesia,
yaitu DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu,
Lampung, Riau, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan
Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulwesi Tengah, dan Papua.
Women?s Crisis Center
Sejak tahun 1993, di Indonesia telah berdiri berbagai Women?s Crisis Center. Di antaranya
Rifka Annisa di Jogjakarta (www.rifka.annisa.or.id), Mitra Perempuan di Jakarta, Sahabat
Perempuan di Magelang, dsb.
Aktivitas WCC tersebut kebanyakan adalah memberikan pelayanan pendampingan untuk
para korban kekerasan terhadap perempuan. Kasus yang menonjol terjadi di antara remaja
perempuan adalah kekerasan oleh pasangan (pacar), perkosaan dan pelecehan seksual.
Selain itu, para WCC ini biasanya juga melakukan advokasi agar ada kebijakan baik di
tingkat nasional maupun nasional yang mendukung pencegahan kekerasan terhadap
perempuan ataupun kerja-kerja pendampingan bagi korban kekerasan, termasuk di
dalamnya remaja perempuan.
Di luar pendampingan dan advokasi, juga banyak diselenggarakan training, workshop,
kampanye dan sebagainya yang ditujukan untuk memberikan penyadaran kepada
masyarakat tentang isu gender dan kekerasan berbasis gender. Untuk remaja, Rifka Annisa
di Jogja pernah melakukan Youth Camp, sebagai bagian dari upaya penyadaran gender bagi
remaja.
http://rifka-annisa.or.id/wp-content/uploads/2010/08/tema-poster-youth-camp.pdf
Problem Kesehatan Reproduksi Remaja
Terdapat indikasi pada remaja - baik di perkotaan maupun perdesaan - yang menunjukkan
meningkatnya perilaku seks pra-nikah. Namun, menarik dipertanyakan adalah apakah mereka
memahami resiko-resiko seksual yang menyertainya? Berdasarkan studi di 3 kota Jawa Barat
(2009), perempuan remaja lebih takut pada resiko sosial (antara lain: takut kehilangan
keperawanan/ virginitas, takut hamil di luar nikah karena jadi bahan gunjingan masyarakat)
dibanding resiko seksual, khususnya menyangkut kesehatan reproduksi dan kesehatan
seksualnya.
Padahal kelompok usia remaja merupakan usia
yang paling rentan terinfeksi HIV/AIDs dan Penyakit Menular Seksual (PMS) lainnya. Bahkan,
dalam jangka waktu tertentu, ketika perempuan remaja menjadi ibu hamil, maka kehamilannya
dapat mengancam kelangsungan hidup janin/bayinya.
Pada dasarnya, kerentanan perempuan, bukan hanya karena faktor biologisnya, namun juga
secara sosial dan kultural kurang berdaya untuk menyuarakan kepentingan/haknya pada
pasangan seksualnya demi keamanan, kenyamanan, dan kesehatan dirinya. Kepasifan dan
ketergantungan sebagai karakter feminin yang dilekatkan pada perempuan juga melatari
kerentanan tersebut. Faktor ekonomi juga mengkondisikan kerentanan perempuan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengkompilasi, masalah kesehatan reproduksi remaja
yang telrjadi di seluruh dunia, yang dapat menjadi bahan pembanding untuk masalah yang sama
di Indonesia, atau asumsi kejadian di Indonesia bila belum tersedia datanya.
Indikator-indikator untuk masalah kesehatan reproduksi dipresentasikan pada bagian ini.
Informasi mengenai masalah kesehatan reproduksi, selain penting diketahui oleh para pemberi
pelayanan kesehatan, pembuat keputusan, juga penting untuk para pendidikan dan
penyelenggara program bagi remaja, agar dapat membantu menurunkan masalah kesehatan
reproduksi remaja.
Problem Internasional
Adolescence has been described as the period in life when an individual is no longer a child, but
not yet an adult. It is a period in which an individual undergoes enormous physical and
psychological changes. In addition, the adolescent experiences changes in social expectations
and perceptions. Physical growth and development are accompanied by sexual maturation, often
leading to intimate relationships. The individual?s capacity for abstract and critical thought also
develops, along with a sense of self-awareness when social expectations require emotional
maturity. It is important to keep this in mind for a more complete understanding of the behaviours
of adolescents.
Problem Nasional
(1) Analisis Penyakit Remaja (2) Data Kuantitatif KTD, HIV AIDS, Umur Perkawinan Remaja,
Kehamilan Usia Muda (data PKBI), Upaya Mengakhiri Kehamilan, Hubungan Seksual Pra-nikah
Resources:
Laporan Nasional - Riset Kesehatan Dasar Indonesia 2007
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 merupakan salah satu wujud pengejawantahan
dari 4 (empat) grand strategy Departemen Kesehatan, yaitu berfungsinya sistem informasi
kesehatan yang evidence-based melalui pengumpulan data dasar dan indikator kesehatan.
Indikator yang dihasilkan berupa antara lain status kesehatan dan faktor penentu kesehatan
yang bertumpu pada konsep Henrik Blum, merepresentasikan gambaran wilayah nasional,
provinsi dan kabupaten/kota.
Adolescent Health - Indonesia Fact Sheet
Indonesia Factsheet - AHD
Hasil-hasil Penelitian, Survey dan Sensus
Pada bagian ini dapat diakses hasil-hasil penelitian
yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja. Penelitian yang diup-load disini tidak
hanya merupakan penelitian kesehatan atau medis, tetapi juga penelitian yang terkait dengan
pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap kesehatan reproduksi, perilaku seksual dan faktor
risiko lainnya.
Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2010 Kementrian Kesehatan, juga melakukan penelitian
berkaitan kesehatan reproduksi remaja, antara lain mengenai usia dini pernikahan, hubungan
seksual pertama. Institusi lain yang juga melakukan penelitian mengenai kesehatan reproduksi
remaja antara lain BKKBN, PKBI, Pusat Studi Wanita dan Seksualitas.
Selain hasil penelitian dari Indonesia, juga dapat diakses penelitian-penelitian terkait dari negara
lain di Asia Tenggara atau negara lain yang relevan untuk Indonesia. Hasil dari penelitianpenelitian tersebut, dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menyusun kebijakan, strategi
ataupun program yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja.
Regional
1. Regional Health Forum Volume 11 No 2 2. Accelerating Implementation of Adolescent Friendly
Health Services (AFHS)
Resources:
2. Accelerating Implementation of Adolescent Friendly
Health Services (AFHS)
Accelerating Implementation of Adolescent Friendly Health Services (AFHS)
Regional Health Forum Volume 11 No 2
Regional Health Forum Volume 11 No 2
Nasional/Lokal
1 Laporan Nasional - Riset Kesehatan Dasar Indonesia 2007 2 Pelaksanaan Pengajaran
Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja (PKRR) Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN)
Binaan Puskesmas Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE) di Kabupaten
Majalengka Tahun 2005 3 Pemetaan Model Kepribadian dan Pola Asuh dari Orang Tua pada
Remaja dengan Gangguan Depresi di Surabaya
Resources:
Laporan Nasional - Riset Kesehatan Dasar Indonesia 2007
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 merupakan salah satu wujud pengejawantahan
dari 4 (empat) grand strategy Departemen Kesehatan, yaitu berfungsinya sistem informasi
kesehatan yang evidence-based melalui pengumpulan data dasar dan indikator kesehatan.
Indikator yang dihasilkan berupa antara lain status kesehatan dan faktor penentu kesehatan
yang bertumpu pada konsep Henrik Blum, merepresentasikan gambaran wilayah nasional,
provinsi dan kabupaten/kota.
Pelaksanaan Pengajaran Pendidikan Kesehatan
Reproduksi Remaja (PKRR) Sekolah Menengah Atas
Negeri (SMAN) Binaan Puskesmas Pelayanan Kesehatan
Reproduksi Esensial (PKRE) di Kabupaten Majalengka
Tahun 2005
Pelaksanaan Pengajaran Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja (PKRR) Sekolah
Menengah Atas Negeri (SMAN) Binaan Puskesmas Pelayanan Kesehatan Reproduksi
Esensial (PKRE) di Kabupaten Majalengka Tahun 2005 Link
Pemetaan Model Kepribadian dan Pola Asuh dari Orang
Tua pada Remaja dengan Gangguan Depresi di Surabaya
Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE), merupakan salah satu kebijakan
nasional kesehatan reproduksi di Indonesia yang memprioritaskan empat komponen dalam
pelayanan kesehatan reproduksi, yaitu meliputi : Kesehatan Ibu dan bayi baru lahir, Keluarga
Berencana, Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR), dan Penyakit Menular Seksual (PMS)
termasuk HIV/AIDS (Dep. Kes. R.I., 2002).
Kabupaten Majalengka merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang melaksanakan
PKRE. Terdapat sepuluh Puskesmas dari dua puluh sembilan Puskesmas yang
melaksanakan PKRE. Puskesmas PKRE memiliki tujuh SMAN binaan. Strategi yang
diterapkan untuk melaksanakan pelayanan KRR secara pro-aktif melalui Pelayanan
Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). Didalam model PKPR ini Puskesmas sebagai pemberi
pelayanan, petugasnya harus memiliki kompetensi yang bercirikan ?Youth friendly? yaitu
menciptakan suasana persahabatan dengan remaja terutama dalam hal ketrampilan
konseling kesehatan remaja. Selain pemberi pelayanan, petugas Puskesmas harus
melakukan pembinaan KRR melalui pola intervensi ke institusi sekolah dalam hal ini SMAN.
Oleh karena itu dilakukan penelitian ini, untuk mengetahui gambaran tentang pelaksanaan
pengajaran pendidikan kesehatan reproduksi remaja SMAN binaan Puskesmas PKRE, yang
meliputi kebijakan, kerjasama, dana, sumberdaya manusia, tenaga pengajar, waktu
mengajar, tempat mengajar, fasilitas mengajar, materi/bahan ajar, metode/cara mengajar
dan hambatan serta upaya mengatasinya.
Penelitian dilaksanakan di tujuh SMAN binaan Puskesmas PKRE (Talaga, Rajagaluh,
Leuwimunding, Sukahaji, Ligung, Cikijing, Dawuan) Kabupaten Majalengka, menggunakan
desain fenomena dengan pendekatan kualitatif. Jumlah informan 22 informan terdiri dari
seorang petugas Kesehatan Anak dan Remaja Dinas Kesehatan Kabupaten, 7 orang
petugas Kesehatan anak dan Remaja Puskesmas PKRE, 7 orang guru PKRR dan 7 orang
Kepala Sekolah. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dibantu oleh petugas kesehatan
menggunakan metode wawancara mendalam dengan pedoman wawancara mendalam yang
sudah diujicobakan terlebih dahulu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pengajaran PKRR pada siswa SMAN
binaan Puskesmas PKRE adalah sebagai berikut : 1. kebijakan belum dituangkan dalam
suatu surat keputusan, 2. kerjasama khusus tentang PKRR belum dilaksanakan, 3. dana
sangat terbatas, 4. SDM Puskesmas cukup, 5. tenaga pengajar adalah guru BK, Biologi,
Agama, Penjaskes, dan PPKN, 6. jadwal dan waktu mengajar sudah ada, 7. tempat tersedia
di kelas dan aula, 8. fasilitas mengajar sangat terbatas, 9. materi/bahan ajar tersedia tetapi
belum terstruktur dan sistimatis, 10. metode/cara mengajar adalah ceramah, tanya jawab,
diskusi, bermain peran dan penugasan.
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan : 1. membentuk Tim PKRR tingkat Kabupaten, 2.
membentuk kelompok kerja dengan instansi terkait untuk membahas Petunjuk Teknis dan
Petunjuk Pelaksanaan PKRR, 3. sosialisasi, implementasi, supervisi dan monitoring
pelaksanaan PKRR di SMAN dan Puskesmas, 4. mengadakan penelitian lanjutan untuk lebih
menggali permasalahan pelaksanaan pengajaran PKRR SMAN binaan Puskesmas PKRE di
Kabupaten Majalengka.
Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja
Sekitar 50 juta orang (20%) populasi Indonesia adalah remaja (usia
10 - 19 tahun). Dari jumlah tersebut tentunya akan banyak permasalahan yang dihadapi.
Beberapa masalah remaja antara lain kehamilan yang tidak diinginkan (33,79%) remaja siap,
untuk melakukan aborsi (PKBI, 2005). Pada penelitian lain didapatkan, dari 2,4 juta aborsi 21%
(700 ? 800 ribu) dilakukan oleh remaja (BBKBN-LDFEUI, 2000). Sedangkan PMS pada remaja
4,18%, HIV/AIDS 50%, terjadi pada umur 15 ? 29 tahun (Jabar, 2001).
Masa remaja merupakan masa peralihan (transisi) dari anak-anak ke masa dewasa. Pada masa
transisi, remaja sering menghadapi permasalahan yang sangat kompleks dan sulit ditanggulangi
sendiri. Tiga risiko yang sering dihadapi oleh remaja (TRIAD KRR) yaitu risiko-risiko yang
berkaitan dengan seksualitas (kehamilan tidak diinginkan, aborsi dan terinfeksi Penyakit Menular
Seksual), penyalahgunaan NAPZA, dan HIV/AIDS.
Masa transisi kehidupan remaja dibagi menjadi lima tahapan (Youth Five Life Transitions
), yaitu melanjutkan sekolah (continue learning), mencari pekerjaan (start working), memulai
kehidupan berkeluarga (form families), menjadi anggota masyarakat (exercice citizenship
), dan mempraktekkan hidup sehat (practice healthy life). Remaja yang berhasil mempraktekkan
hidup sehat, diyakini akan menjadi penentu keberhasilan pada empat bidang kehidupan lainnya.
Dengan kata lain apabila remaja gagal berperilaku sehat, maka kemungkinan besar remaja
tersebut juga akan gagal pada empat bidang kehidupan lainnya.
Dalam rangka menumbuh kembangkan perilaku hidup sehat bagi remaja, maka perlu kepedulian
dalam bentuk pelayanan dan penyediaan informasi yang benar serta kesepahaman bersama
akan pentingnya kesehatan reproduksi remaja sehingga dapat membantu mereka dalam
menentukan pilihan masa depannya.
Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR), menurut DITREM-BKKBN adalah suatu kondisi sehat
yang menyangkut sistem reproduksi (fungsi, komponen dan proses) yang dimiliki oleh remaja
baik secara fisik, mental, emosional dan spiritual.
Jenis Pelayanan
1.
Konseling
Konseling merupakan proses pemberian informasi obyektif dan lengkap, dilakukan secara
sistematik dengan panduan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan
pengetahuan klinik yang bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini,
masalah yang sedang dihadapi, dan menentukan jalan keluar atau upaya mengatasi masalah
tersebut. (Saefudin, Abdul Bari: 2002)
2.
Asuhan Kehamilan Remaja
Asuhan kehamilan remaja merupakan suatu upaya yang dilakukan dalam pemeliharaan
terhadap kesehatan kandungan remaja serta remaja itu sendiri, baik akibat kehamilan yang
merupakan perilaku seksual disengaja (sudah menikah), maupun tidak disengaja (belum
menikah).
3.
Pendampingan
Upaya memberikan dukungan moril, bimbingan, dan pengawasan kepada klien dengan tujuan
mencapai derajat kesehatan yang optimal.
4.
Pemeriksaan
Adalah proses perbuatan, cara memeriksa dalam rangka penegakan diagnosis.
5.
Penegakan Diagnosis
Proses penentuan jenis penyakit berdasarkan tanda dan gejala dengan menggunakan cara dan
alat seperti laboratorium, foto, dan klinik
6.
Pengobatan
Upaya penatalaksanaan penyakit yang didapati melalui proses penegakan diagnosis meliputi
tata laksana dengan obat, tindakan, tanpa obat dan tanpa tindakan.
7.
Pelayanan Kontrasepsi
Suatu pelayanan dalam menyediakan berbagai metode pencegahan kehamilan.
8.
Shelter
Pelayanan bagi klien yang memerlukan penampungan sementara.
9.
Penjaringan
Upaya untuk mendapatkan sebanyak mungkin remaja-remaja yang membutuhkan pelayanan
kesehatan reproduksi remaja.
Definisi dari berbagai Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja
Isu-Isu
Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja suatu negara
sangat erat berkaitan dengan gaya hidup, budaya, agama, tingkat sosioekonomi, ketidak
tahuan (ignorance) bahkan sering dipicu oleh benturan nilai-nilai budaya dengan kemajuan di
bidang teknologi dan sosioekonomi.
Pada bagian ini bisa didapatkan informasi mengenai masalah kesehatan reproduksi remaja
yang langsung , seperti mengenai kehamilan pada usia remaja, hubungan seksual pada usia
remaja, kehamilan tak diinginkan, maupun yang tidak langsung berkaitan seperti masalah
narkoba dan menggunakan zat adiktif lainnya.
Kondisi kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual remaja tidak bisa dilepaskan dengan
berbagai faktor terkait, baik itu: psikologis, sosial-kultural, gender dan seksualitas, ekonomi,
HAM, globalisasi, dan lain-lain. Deklarasi UNGASS telah memberikan perhatian khusus pada
perempuan, remaja dan anak, khususnya anak perempuan, sebagai kelompok yang paling
rentan. Deklarasi juga menegaskan bahwa kerentanan mereka hanya akan bisa direduksi
melalui upaya kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan (UN 2001). Seperti diketahui,
kualitas hidup (derajat kesehatan) perempuan merupakan salah satu penentu capaian Indeks
Pembangunan Manusia (IPM/HDI), juga Indeks Pembangunan Gender (IPG/GDI).
Sekitar Masalah Gender
Istilah gender diambil dari kata dalam bahasa Arab ?Jinsiyyun? yang kemudian diadopsi dalam
bahasa Perancis dan Inggris menjadi ?gender? (Faqih, 1999). Gender diartikan sebagai
perbedaan peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang ditentukan secara sosial.
Gender berhubungan dengan bagaimana persepsi dan pemikiran serta tindakan yang
diharapkan sebagai perempuan dan laki-laki yang dibentuk masyarakat, bukan karena
perbedaan biologis. Peran gender dibentuk secara sosial., institusi sosial memainkan peranan
penting dalam pembentukkan peran gender dan hubungan.
Kesetaraan gender adalah tidak adanya diskriminasi berdasarkan jenis kelamin seseorang
dalam memperoleh kesempatan dsan alokasi sumber daya, manfaat atau dalam mengakses
pelayanan. Berbeda halnya dengan keadilan gender merupakan keadilan pendistribusian
manfaat dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki. Konsep yang mengenali adanya
perbedaan kebutuhan dan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki, yang harus diidentifikasi
dan diatasi dengan cara memperbaiki ketidakseimbangan antara jenis kelamin. Masalah gender
muncul bila ditemukan perbedaan hak, peran dan tanggung jawab karena adanya nilai-nilai
sosial budaya yang tidak menguntungkan salah satu jenis kelamin (lazimnya perempuan).
Untuk itu perlu dilakukan rekontruksi sosial sehingga nilai-nilai sosial budaya yang tidak
menguntungkan tersebut dapat dihilangkan. Sehingga masalah kesehatan reproduksi yang erat
kaitannya dengan ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender dapat dihindari, khususnya
kematian ibu dan anak yang masih tinggi di Indonesia.
Pembahasan dalam topik isu gender ini dimaksudkan untuk memberikan informasi sehingga
dapat mengembangkan ide-ide kreatif dan inovatif yang disesuaikan dengan sosial, budaya,
kondisi dan situasi di wilayah setempat untuk megatasi masalah kesehatan reproduksi remaja.
Mengingat masih tingginya ?4 TERLALU? ( Terlalu Muda, Terlalu tua, Terlalu Banyak, Terlalu
Sering untuk hamil dan bersalin) yang berhubungan dengan penyebab kematian ibu dan anak
kondisi ini sesungguhnya dapat dicegah, dan tidak terjadi kematian yang sia-sia. Selain itu
masalah ksehatan lainnya penularan dan penyebaran HIV/AIDS. Dengan upaya pemberian
informasi kesehatan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan remaja yang pada akhirnya
remaja mempunyai pandangan dan sikap yang baik untuk dapat membantu pencegahan
penularan HIV/AIDS, pencegahan kehamilan tidak diharapkan.
Masalah kesehatan reproduksi remaja selain berdampak secara fisik, juga dapat berpengaruh
terhadap kesehatan mental dan emosi, keadaan ekonomi dan kesejahteraan sosial dalam jangka
panjang. Dampak jangka panjang tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap keluarga,
masyarakat dan bangsa akhirnya.
Permasalahan prioritas kesehatan reproduksi pada remaja dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a.
Kehamilan tidak dikehendaki, yang seringkali menjurus kepada aborsi yang tidak aman
dan komplikasinya
b.
Kehamilan dan persalinan usia muda yang menambah risiko kesakitan dan kematian ibu
dan bayi
c.
Masalah Penyakit Menul;ar Seksual termasuk infeksi HIV/AIDS
d.
Tindak kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual dan transaksi seks
komersial
Kehamilan remaja kurang dari 20 tahun menyumbangkan risiko kematian ibu dan bayi 2 hingga 4
kali lebih tinggi dibanding kehamilan pada ibu berusia 20 ? 35 tahun. Pusat penelitian Kesehatan
UI mengadakan penelitian di Manado dan Bitung ( 1997), menunjukkan bahwa 6% dari 400
pelajar SMU puteri dan 20% dari 400 pelajar SMU putera pernah melakukan hubungan
seksual.Survei Depkes (1995/1996) pada remaja usia 13 - 19 tahun di Jawa barat (1189) dan di
Bali (922) mendapatkan 7% dan 5 % remaja putri di Jawa Barat dan Bali mengaku pernah
terlambat haid atau hamil. Di Yogyakarta, menurut data sekunder tahun 1996/1997, dari 10.981
pengunjung klinik KB ditemukan 19,3% yang datang dengan kehamilan yang tidak dikehendaki
dan telah melakukan tindakan pengguguran yang disengaja sendiri secara tidak aman. Sekitar
2% diantaranya berusia kurang dari 22 tahun. Dari data PKBI sumbar tahun 1997 ditemukan
bahwa remaja yang telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah mengakui
kebanyakan melakukannya pertama kali pada usia antara 15 ? 18 tahun.
Ada beberapa fakta berikut yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi remaja bahwa KEK
remaja putri 36% (SKIA : 1995), Anemia Remaja Putri 52% (SDKI : 1995), merokok berusia
kurang dari 14 tahun 9% dan kurang dari 19 tahun 53% (Susenas : 1995), Remaja Putri Perokok
sebanyak 1% ? 8%, peminum minuman keras 6%, pemakai napza 0,3 ? 3% (LDFE-UI). Sekitar
70.000 remaja putri kurang dari 18 tahun terlibat dalam prostitusi industri seks ditemukan di 23
propinsi, seks sebelum menikah 0,4 ? 5% (LDFE-UI : 1999), 2,4 juta aborsi/ tahun, 21%
diantaranya terjadi pada remaja, 11% kelahiran terjadi pada usia remaja, 43% perempuan
melahirkan anak pertama dengan usia pernikahan kurang dari 9 bulan.
Informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja dewasa ini belum memadai, dan
kebanyakan baru ditangani oleh swadaya masyarakat di kota-kota besar.(Depkes : 2001). Dari
berbagai penelitian terbatas diketahui angka prevalensi Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) di
Indonesia cukup tinggi, diantaranya penelitian pada 312 akseptor KB di Jakarta Utara (1998)
angka prevalensi ISR 24,7% dengan infeksi klamidia yang tertinggi yaitu 10,3%, kemudian
trikomoniasis 5,4%, dan gonore 0,3%. Penelitian lain di Surabaya pada 599 ibu hamil didapatkan
infeksi virus herpessimpleks sebesar 9,9%, klamidia 8,2% trikomoniasis 4,8%, gonore 0,8% dan
sifilis 0,7%. Suatu survey di 3 Puskesmas di Surabaya (1999 (pada 195 pasien pengunjung
KIA/BP diperoleh proorsi tertinggi infeksi trikomoniasis 6,2%, kemudian sifilis 4,6% dan klamidia
3,6%. Upaya pencegahan dan penanggulangan ISR di tingkat pelaynan dasar masih jauh yang
diharapkan. Upaya tersebut baru dilaksanakan secara terbatas di beberapa propinsi. Hambatan
sosio-budaya sering mengakibatkan ketidak tuntasan dalam pengobatanya, sehingga
menimbulkan komplikasi ISR yang serius seperti kemandulan, keguguran, dan kecacatan janin
Hingga bulan Desember 2006 tercatat jumlah kumulatif kasus HIV sebanyak 5230 dan kasus
AIDS sebanyak 8190. Dari penderita AIDS tersebut, 6604 kasus (80,7%) adalah laki-laki dan
1529 kasus (18,6%) adalah perempuan dan tidak diketahui 61 kasus (0,7%). Dari segi usia
rebanyak pada usia 20 - 29 tahun sebanyak 4487 kasus ( 54,7%), usia 30 ? 39 tahun sebanyak
2226 kasus ( 27,2%), usia 40 ? 49 sebannyak 647 kasus (7,9%), usia 15 ? 19 tahun sebanyak
222 kasus (2,7%),usia 5 ? 14 tahun 22 kasus (0,26%), dengan jumlah kasus terbanyak berada di
DKI Jakarta 2565 (31,3%).
Dengan faktor risiko penularan yaitu narkoba suntik 50,3%, heteroseksual 40,3%, homo
biseksual 4,2%, transfuse darah 0,1% transmisi perinatal 1,5%, tidak diketahui 3,6%. Jumlah
penderita HIV/AIDS yang sebenarnya diperkirakan 100 kali lipat dari jumlah yang dilaporkan..
Strategi Penanggulangan AIDS Nasional 2003-2007 menyatakan bahwa pencegahan dan
penularan HIV dari ibu ke bayi merupakan sebuah program prioritas. Masih banyak isu gender
lainnya yang terkait dengan kesehatan reproduksi remaja, diantaranya sunat pada perempuan,
kekerasan terhadap perempuan/dalam rumah tangga, perlecehan seksual/pemerkosaan,
perdagangan manusia/perempuan.
Program ini akan membahas mengenai fakta dan upaya mengatasi ketidaksetaraan berbasis
gender yang terjadi di masyarakat, data yang akan ditunjukkan dalam bidang pendidikan,
partisipasi politik dan ekonomi, mengingat perempuan yang paling terkena dampak dari
ketidaksetaraan ini diantaranya perempuan dinilai kurang bernilai daripada laki-laki maka data
yang akan di sajikan akan lebih banyak mengenai keterlibatan perempuan.
Budaya, agama, tradisi dan mitos
Pengetahuan dan pemahaman remaja tentang kesehatan resproduksi dan resiko seksual
merupakan hal penting, mengingat meningkatnya penundaan usia pernikahan di kalangan
perempuan, berimplikasi pada lamanya mereka menjalani masa aktif secara seksual sebelum
pernikahan. Sementara itu, informasi tentang kesehatan reproduksi dan seksual masih dianggap
sebagai kebutuhan perempuan yang telah menikah, misalnya pengetahuan tentang kontrasepsi.
Namun demikian, studi yang dilakukan Hidayana dkk (2010) di Kota Karawang, Sukabumi, dan
Tasikmalaya menunjukkan minimnya pemahaman remaja tentang masalah reproduksi, bahkan
berkenaan dengan pengalaman menstruasi. Survei menunjukkan bahwa sebagian besar (>75%)
menyatakan kaget saat pertama kali menstruasi. Perasaan kaget yang dialami oleh mayoritas
responden dapat merupakan refleksi dari kurangnya informasi yang diberikan pada remaja
seputas pubertas, khususnya menstruasi. Kurangnya pengetahuan responden tentang
menstruasi, meski mereka mengalaminya di usia yang terkategori normal (12-14 tahun). Hal ini
sekaligus menunjukkan keterbatasan informasi yang didapat remaja, bahkan dari orang
terdekatnya (ibu, saudara perempuan, guru, dll).
Temuan menarik menyangkut pemahaman remaja adalah masih banyaknya mitos-mitos seputar
menstruasi yang direproduksi dan diajarkan pada remaja, antara lain: tidak boleh memakan
nanas dan ketimun, meminum air es, tidak boleh memakan makanan yang pedas, tidak boleh
tidur siang karena darah menstruasi akan naik menuju mata, dan lainnya. Kecenderungannya
orang tua atau saudara perempuan ketika mengajari atau menasehati responden dan informan
penelitian ini mereproduksi mitos-mitos budaya seputar menstruasi yang tidak berkaitan dengan
kesehatan reproduksi. Misalnya paparan sejumlah remaja/informan berikut ini:
?Ngga boleh minum air kelapa...? (Cinta, 19 tahun, lajang, Tasikmalaya)
?Ngga boleh gunting kuku dan rambut, ngga boleh mandi lewat dari jam empat sore? (Rita, 16
tahun, lajang, Tasikmalaya)
Untuk kasus Tasikmalaya yang merupakan kota santri, nasehat seputar mestruasi yang
diberikan Ibu untuk anak perempuannya cenderung berkait dengan pemahaman keagamaan.
Hal ini ditunjukkan melalui informan berikut:
?Nggak boleh sholat, ngga boleh ngaji, ngga boleh pegang Quran, ngga boleh masuk
masjid, karena nanti
darahnya berceceran gimana (Yayah, 24 tahun, janda, Tasikmalaya)
Temuan studi tersebut setidaknya menunjukkan bagaimana sebagian besar remaja perempuan
khususnya, terkesan tidak siap untuk mengalami perubahan-perubahan fisik dan hormonal
seiring dengan pubersitas yang dialaminya. Terkesan bahwa lingkungan sosial terdekat,
khususnya keluarga dan komunitas, belum menanamkan nilai-nilai yang positif dan konstruktif
berkenaan dengan pubersitas remaja, termasuk bagaimana mereka menyikapi hasrat
seksualnya. Ketidaksiapan remaja akan pubersitasnya ini terkait dengan faktor budaya, yang
terefleksi dari mitos-mitos yang berkembang di masyarakat, juga tradisi yang telah dipraktekkan
turun temurun. Selain itu, tafsir agama juga ikut berkonstribusi atas cara pandang masyarakat
tentang tubuhnya, seksualitasnya, yang langsung atau tidak langsung terkait dengan kesehatan
reproduksi dan seksualnya. Hal ini mengingat seksualitas merupakan konstruksi sosial atas nilai,
orientasi, dan perilaku yang berkaitan dengan seks.
Selain merujuk pada pada kondisi fisik dan biologis, juga merujuk pada identitas pribadi maupun
sosial (Nuriyah, 2002).
Seksualitas sebagai sebuah konstruksi sosial bisa ditunjukkan melalui berkembangnya
anggapan di masyarakat bahwa virginitas dilekatkan pada perempuan, sementara laki-laki
ditolerir karena mencerminkan keperkasaan (maskulinitasnya). Hal ini menunjukkan bagaimana
dorongan seksual individu berkonteks budaya, termasuk merupakan hasil pembelajaran sosial
berbasis gender, padahal dorongan seksual laki dan perempuan pada dasarnya sama namun
ekspresinya dikonstruksikan secara berbeda pada perempuan karena nilai-nilai sosial budaya
yang dilekatkan pada keperempuanannya. Realitas ini menunjukkan bagaimana kontruksi sosial
tentang seksualitas yang tentunya dalam konteks masyarakat yang berbeda akan berbeda pula
pemaknaannya. Sebab itu, seiring dengan dinamika di masyarakat, maka konstruksi sosial ini
dapat berubah. Berkenaan dengan upaya melakukan rekonstruksi sosial di masyarakat, maka
agen-agen pembelajaran sosial yang dapat peran siginifikan pada kelompok anak dan remaja
adalah keluarga, sekolah, dan media massa. Namun hal ini dimungkinkan jika seksualitas,
kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual tidak lagi dianggap sebagai hal tabu di
masyarakat. Artinya, dibutuhkan iklim sosial budaya yang kondusif.
Seksualitas
Persoalan seksualitas tidak bisa dilepaskan dengan konstruksi sosial budaya, yang justru
dimungkinkan mengakari berbagai persoalan, misalnya HIV/AIDS, kekerasan dalam rumah
tangga, perdagangan perempuan dan anak, dan lainnya. Implikasinya dalam merancang
kebijakan dan program kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual, perlu mengaitkan dengan
persoalan gender dan seksualitas.
Hal ini sejalan dengan Deklarasi Kairo tahun 1994 pasal VII butir 7.34 yang secara jelas
menyatakan bahwa seksualitas dan relasi gender adalah saling berkait dan mempengaruhi
kemampuan laki-laki dan perempuan untuk mencapai dan mempertahankan kesehatan seksual
dan mengelola kehidupan reproduksi mereka. Komitmen Kairo tersebut diperkuat dalam
Deklarasi dan Rencana Aksi Beijing tahun 1995 ? yaitu Konferensi Perempuan Internasional -dalam paragraf 96 yang menyatakan bahwa ?hak asasi perempuan meliputi hak mereka untuk
menguasai dan secara bertanggung jawab memutuskan soal-soal yang menyangkut
seksualitasnya termasuk kesehatan seksual dan reproduksinya, bebas dari pemaksaan,
diskriminasi dan kekerasan?.
Komitmen terbaru dunia internasional dalam pertemuan UNGASS tahun 2006 menelurkan
Deklarasi Politik tentang HIV/AIDS yang dalam paragraf 30 menyatakan bahwa negara-negara
berjanji untuk menghapuskan ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender serta meningkatkan
kapasitas perempuan untuk melindungi dirinya dari resiko terinfeksi HIV melalui kebijakan
pelayanan kesehatan khususnya kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi.
NAPZA
Berdasarkan proses pembuatannya, ada yang alami seperti ganja, opium, kafein, nikotin. Ada
yang semi sintetis yang dibuat melalui proses fermentasi seperti morfin, heroin. Dan ada yang
sintesis seperti metadon, petidin, dipipanon, amfetamin dan ekstasi. NAPZA menurut efek yang
ditimbulkan digolongkan sebagai depresan yang berfungsi mengurangi fungsional tubuh seperti
morfin putau atau opium.
Stimulan atau sebagai obat yang merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan fungsi kerja serta
kesadaran seperti kokain, nikotin atau sabu-sabu. Dan halusinogen atau zat yang menimbulkan
efek halusinasi yang bersifat mengubah perasaan dan fikiran seperti ganja, jamur masrum dan
LSD. Pengguna NAPZA terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu seseorang yang menggunakan hanya
sesekali (user), orang yang menggunakan karena alas an tertentu (abuser) dan orang yang
memakai atas dasar kebutuhan (addict). Pada tingkat addict, bila kebutuhan NAPZA tidak
terpenyhi akan menimbulkan efek secara fisik maupun psikis. Apakah seseorang yang
kecanduan Narkotika dapat tertular HIV? Bukan narkotikanya yang menyebabkan orang tertular
HIV tetapi perilaku penggunaannya yang beresiko seperti penggunaan satu jarum suntik yang
bergantian dengan teman pakainya. Atau dalam kondisi mabuk, control seorang pecandu akan
menyempit sehingga memungkinkan terjadinya hubungan seksual yang tidak aman.
Dampak penyalahgunaan NAPZA dapat bersifat jasmani seperti gangguan pada system syaraf
dan kesadaran, kejang sampai gangguan pada jantung dan peredaran darah. Dampak yang
bersifat kejiwaan seperti gejala putus zat atau sakau, ketergantungan seseorang untuk selalu
membutuhkan zat tertentu, dan meningkatnya kebutuhan zat lebih banyak untuk memperoleh
efek yang sama setelah pemakaian berulang. Serta perilaku agresif baik bersifat fisik maupun
psikis dari para pecandu yang mendorong pada tindakan kriminal dalam keluarga maupun di
masyarakat.
Resources:
NAPZA
Sekilas informasi tentang NAPZA
Modul NAPZA
Modul NAPZA
Materi Konseling dan KIE
Di Indonesia telah cukup banyak institusi
pemerintah maupun non-pemeritah yang telah aktif menyelenggarakan program pendidikan
maupun penyuluhan bagi remaja. Untuk itu telah dikembangkan berbagai materi baik bagi
pendidik, penyuluh maupun bagi kelompok sasaran langsung. Dengan di up-loadnya berbagai
materi yang telah dikembangkan dan digunakan tersebut, maka diharapkan dapat
mempermudah pihak lain yang membutuhkan materi-materi tersebut untuk langsung
memanfaatkannya, tanpa harus mengembangkan dari awal.
Topik-topik materi tersebut antara lain mencakup: Reproduksi sehat, Kehamilan tak diinginkan,
pendewasaan usia pernikahan, Infeksi Menular Seksual termasuk HIV/AIDS dan lain-lain.
Teknik Konseling untuk Peer Counselor
Informasi bisa di dapat di http://ceria.bkkbn.go.id
Modul dan Kurikulum untuk Pendidik,
Sebaya dan Konselor
Informasi bisa di dapat di http://ceria.bkkbn.go.id
Penyiapan Kehidupan Berkeluarga bagi
Remaja
Materi Penyiapan Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja adalah salah satu upaya untuk
mengatasi masalah-masalah remaja yang berkaitan dengan praktek kehidupan dalam keluarga.
Dengan memberikan informasi yang tepat dan benar tentang kehidupan berkeluarga sehingga
para remaja mempunyai pengetahuan yang cukup tentang konsep kehidupan berkeluarga.
Informasi ini disertai dengan contoh-contoh konkrit dari pasangan suami isteri yang telah berhasil
dalam membina kehidupan berkeluarga. Dengan demikian diharapkan para remaja akam
mempunyai gambaran yang tidak saja konseptual, tetapi juga operasional dalam arti para remaja
menjadi lebih yakin dengan kebenaran konsep berkeluarga yang dibacanya, karena pada saat
yang sama mendapat informasi dengan contoh-contoh konkrit dari konsep kehidupan
berkeluarga. Untuk melihat lebih lanjut tentang Materi Penyiapan Kehidupan Berkeluarga bagi
Remaja, silahkan anda membaca Buku PKBR ditinjau dari beberapa aspek yaitu: 8 Fungsi
Keluarga, Kesehatan, Ekonomi, Psikologi, Pendidikan, Agama, dan Sosial, di Perpustakaan
BKKBN Pusat atau link ke http://ceria.bkkbn.go.id/ kolom referensi.
Remaja Memahami Dirinya
Pendalaman Materi Membantu Remaja Mamahami Dirinya dimaksudkan agar para remaja dapat
mengetahui beberapa hal tentang Kehamilan dan Persoalan Disekitarnya, seperti: Yang khas di
masa Pubertas Remaja; Lebih Jauh mengenai Organ-organ Reproduksi; Siklus Reproduksi
Perempuan: Menstruasi; Proses Reproduksi Laki-laki; Obrolan Sekitar Alat-alat Reproduksi
Remaja; Kehamilan; Pacaran dan Hubungan Seksual; Kehamilan tidak Diinginkan (KDTD),
Aborsi dan Informasi Alat Kontrasepsi; Obrolan Sesamam Teman. Selain itu juga informasi
tentang Penyakit Menular Seksual (PMS) dan HIV/AIDS, serta Bedah Kasus-kasus Umum
Kesehatan Reproduksi di Kalangan Remaja dan Kasus-kasus yang dikonsultasikan oleh remaja
melalui Program Curhat Remaja. Secara lebih rinci silahkan baca Buku Pendalaman Materi
Membantu Remaja Mamahami Dirinya di Perpustakaan BKKBN Pusat atau link ke
http://ceria.bkkbn.go.id/.
Reproduksi yang Sehat
Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan
ketidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang
membahas ketidakselarasan, gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari
tekanan-tekanan yang dialami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya
maupun akibat perubahan lingkungan. Masalah yang mereka hadapi terutama yang berumur
antara 12 - 18 tahun, dalam mendapatkan pelayanan kesehatan adalah seringkali mereka dibuat
bingung karena dianggap anak sudah lewat sehingga tidak dapat dilayani di bagian anak tetapi
sebagai orang dewasa belum sampai. Pelayanan kesehatan terhadap remaja sangat penting
karena mereka harus dipersiapkan untuk menjadi produktif dan diharapkan menjadi pewaris
bangsa. Berikut ini terdapat ulasan tentang subyek di atas. Silakan buka link di bawah ini:
http://www.idai.or.id/remaja/artikel.asp?q=200994155149
HIV AIDS
Kasus HIV/AIDS cukup banyak terjadi di kalangan remaja dan HIV/AIDS dapat berdampak pada
kematian. Kasus HIV/AIDS bagaikan gunung es, yang nampak hanyalah permukaan belaka
namun kasus yang sesungguhnya jauh lebih besar daripada kasus yang nampak. Penyakit ini
merupakan penyakit yang mematikan karena sampai saat ini belum ditemukan obat
penyembuhannya. Namun demikian sebenarnya pencegahan terhadap penyakit ini relatif mudah
asalkan mengetahui caranya. Modul ini membahas tentang cara penularan, pencegahan dan
pengobatan serta cara hidup dengan penderita.
Resources:
Modul HIV - AIDS
Modul HIV - AIDS
Kehamilan Tidak Diinginkan
Untuk menangani permasalahan sekitar Kehamilan Tidak Diinginkan, terdapat beberapa
referensi sebagai rujukan untuk penanganannya.
1) Link to : http://pkbi.or.id/?option=com_content&task=view&id=23&Itemid=39
2) Link to: http://www.idai.or.id/remaja/artikel.asp?q=20103211494
3) Link to: http://www.pkre.org
4) Link to: http://kesrepro.info/?q=node/220
Infeksi Menular Seksual
Infeksi menular seksual (IMS) adalah infeksi yang menyebar terutama melalui kontak seksual
orang-ke-orang. Ada bakteri menular seksual lebih dari 30 yang berbeda, virus dan parasit.
Beberapa, dalam HIV tertentu dan sifilis, juga dapat ditularkan dari ibu ke anak selama
kehamilan dan persalinan, dan melalui produk darah dan transfer jaringan. Link to :
http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=4826
Infeksi Menular Seksual (IMS) sebagai Masalah Kesehatan Masyarakat
Pelecehan dan Kekerasan Seksual
Pelecehan seksual adalah perilaku pendekatan yang terkait dengan seks yang tidak diinginkan,
termasuk permintaan untuk melakukan seks, dan perilaku lainnya yang secara verbal maupun
fisik merujuk pada seks. Selengkapnya silakan lanjutkan penjelasannya berikut ini.
Pelecehan seksual dapat terjadi dimana saja, baik tempat umum seperti bis, pasar, sekolah,
kantor, maupun tempat pribadi seperti rumah.
Dalam peristiwa pelecehan seksual, biasanya terdiri dari kata-kata pelecehan (10%), intonasi
yang menunjukkan pelecehan (10%), dan non verbal (80%).
Perilaku yang dapat digolongkan ke dalam pelecehan seksual:
Lelucon seks, menggoda secara terus menerus mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
seks, baik secara langsung maupun melalui media seperti surat, SMS, maupun e-mail.
Penyiksaan secara verbal akan hal-hal yang terkait dengan seks.
Memegang ataupun menyentuh dengan tujuan seksual.
Secara berulang berdiri dengan dekat sekali atau hingga bersentuhan badan dan badan
antar orang.
Secara berulang meminta seseorang untuk bersosialisasi (tinggal, ikut pergi) di luar jam
kantor walaupun orang yang diminta telah mengatakan tidak atau mengindikasikan
ketidaktertarikannya.
Memberikan hadiah atau meninggalkan barang-barang yang dapat merujuk pada seks.
Secara berulang menunjukkan perilaku yang mengarah pada hasrat seksual.
Membuat atau mengirimkan gambar-gambar, kartun, atau material lainnya yang terkait
dengan seks dan dirasa melanggar etika/ batas.
Di luar jam kerja memaksakan diri mengajak pada suatu hal yang terkait dengan seks yang
berpengaruh pada lingkup kerja.
Pencegahan
Secara umum sebaiknya hindari berpergian sendirian pada malam hari dan tidak bekerja lembur
sendirian pada malam hari. Juga dianjurkan untuk memastikan bahwa keberadaan diri diketahui
oleh orang lain.
Walaupun tidak ada jaminan bahwa berpakaian tertutup akan aman dari perilaku pelecehan
seksual, namun berpakaianlah yang pantas dan sopan untuk mengurangi risiko terjadinya
pelecehan seksual.
Buka link berikut ini:
- http://kesrepro.info/?q=node/279
- http://psikologi-online.com/kekerasan-seksual
Pendewasaan Usia Pernikahan
Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan usia pada perkawinan
pertama, sehingga mencapai usia minimal pada saat perkawianan yaitu 20 tahun bagi wanita
dan 25 tahun bagi pria. Apabila seseorang gagal mendewasakan usia perkawinannya, maka
dianjurkan untuk penundaan kelahiran anak pertama. Dengan menunda usia perkawinan,
diharapkan para remaja lebih siap dalam memasuki rumah tangga dan membina keluarga yang
lebih harmonis. Untuk melihat lebih lanjut tentang Materi Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)
anda dapat membacanya langsung di Perpustakaan BKKBN Pusat atau link ke
http://ceria.bkkbn.go.id/
Daftar Fasilitas Pelayanan
Apabila anda memerlukan bantuan atau konsultasi atas permasalahan sehubungan dengan
Kesehatan Reproduksi Remaja, silakan hubungi badan bantuan atau kontak tsb di bawah ini:
1. Puskesmas dengan tanda PKPR terdekat (subdir Remaja)
2. POKDISUS HIV-RSCM
Informasi Pelayanan UPT HIV RSCM (POKDISUS)
Klik http://www.pokdisusaids.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=49&Itemid=69
HOTLINE UPT HIV RSCM (021) 390 52 50
3. Pusat Krisis Terpadu (PKT) RSCM Memberikan pelayanan bagi korban kekerasan
terhadap perempuan dan anak, berlokasi di lantai 2 yang mana pengelolaan tersendiri dan
tidak termasuk ke dalam Unit Gawat Darurat RSCM
Alamat PKT RSCM :
Lt. 2 IGD RS.Cipto Mangunkusumo
Jl Diponegoro Raya No. 71
Telp/Fax: 021-316 2261
Email: [email protected]
4. Yayasan Pendidikan Kesehatan Perempuan (YPKP)
Sekretariat:
Jl. Raden Saleh Raya No. 49
Jakarta Pusat 10330
Telp/Fax (021) 3900069
www.ypkp.net
email : [email protected]
5. PKRE
Sekretariat :
Jl. Raden Saleh Raya No. 49 Jakarta
Telp (021) 3910912
www.pkre.org
email : [email protected]
6. Yayasan Rizka konseling Remaja
7. RS Fatmawati, Jakarta Selatan
8. Hotline PKBI: Centra Mitra Muda 021-421 4778 atau hubungi cabang PKBI terdekat
9. Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) di Kepolisian
10. PIK-Remaja (web bkkbn)
11. RS Sardjito, Yogya
12. RSKO di Ciracas (Narkoba)
Forum Diskusi/Tanya Jawab
Untuk menampung aspirasi atau pun pertanyaan yang timbul baik
itu secara institusional atau pribadi, K4Health Indonesia menyediakan sebuah forum di mana
dapat disampaikan berbagai macam hal yang terkait.
Silakan kirim tulisan anda atau pertanyaan ke K4Health Indonesia, dengan cara membuka
account pada K4Health dan menyampaikannya melalui media yang tersedia, sbb:
1. Facebook (Mailing List) - Gabung !
2. Twitter
3. Email
4. SMS
Konsultan K4Health Indonesia akan menjawabnya dalam wadah ini
Source URL: https://www.k4health.org/toolkits/indonesia
Download