BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

advertisement
54
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan kesehatan maternal dan perinatal merupakan salah satu hal
penting dalam menentukan status kesehatan.Pelayanan kesehatan neonatal
dapat di mulai pada saat sebelum bayi dilahirkan dengan memberikan
pelayanan kepada ibu hamil.Pertumbuhan dan perkembangan bayi pada
periode neonatal merupakan periode yang sangat penting karena masa ini
dapat menyebabkan kesakitan dan kematian pada bayi.
Setiap tahun di perkirakan 4 juta bayi meninggal pada bulan pertama
kehidupan dan dua pertiganya pada minggu pertama.Penyebab utama
kematian pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan
persalinan seperti asfiksia,sepsis dan komplikasi berat lahir rendah.kurang
lebih 98% kematian ini terjadi di Negara berkembang dan sebagian besar
kematian ini dapat di cegah dengan pencegahan dini dan pengobatan yang
tepat.(WHO, 2004)
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas
Secara spontan dan teratur. Bayi dengan gawaat janin sebelum lahir,
umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkn. Masalah ini erat
hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau
masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah
persalinan (Depkes, 2004).
54
Ada beberapa faktor tertentu
diketahui dapat menjadi penyebab
asfiksia pada bayi baru lahir yaitu, pre eklamsia dan eklamsia, perdarahan
abnormal (plasenta previa atau solosio plasenta), partus lama atau partus
macet, demam selama persalinan, infeksi berat (Malaria, sifilis, TBC, HIV)
dan kehamilan lewat waktu (Allen, 2008).
Kematian neonatal dini lebih banyak di sebabkan secara intrinsic
(unsur yang membangun) dengan kesehatan ibu dan perawatan yang di terima
sebelum selama dan sesudah persalinan. Demikian halnya dengan asfiksia
neonatorum pada umumnya di sebabkan oleh manajemen persalinan yang
tidak sesuai dengan standar dan kurangnya kesadaran ibu untuk
memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan.
Kurangnya asupan kalori dan nutrisi pada saat kehamilan juga dapat
mengakibatkan terjadinya asfiksia neonatorum. Hampir tiga per empat dari
kematian bayi baru lahir dapat di cegah apabila ibu mendapatkan nutrisi yang
cukup, pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal dan
pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga kesehatan yang professional (Allen,
2008).
Angka kematian bayi baru lahir di Indonesia pada saat ini masih
menghadapi berbagai kendala dalam pembangunan Sumber Daya Manusia
(SDM)
khususnya dalam bidang kesehatan. Hal ini tampak dari masih
tingginya angka kematian neonatal. Menurut data survey kesehatan rumah
tangga (SKRT), menyebutkan penyebab kematian bayi baru lahir di
Indonesia, salah satunya asfiksia neonatorum yaitu pada tahun 2009
54
sebanyak 260 bayi (27%) yang merupakan penyebab kedua kematian bayi
baru lahir setelah BBLR (Depkes, 2009)
Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Pemerintah Aceh tahun 2010
angka kematian bayi di aceh berkisar 37/1.000 kelahiran hidup,dengan jumlah
kematian neonatal 655 jiwa.Penyebabkematian karena asfiksia sebanyak 180
jiwa, BBLR sebanyak 178 jiwa, infeksi sebanyak 14 jiwa, tetanus sebanyak 4
jiwa dan lain-lain 279 jiwa.
Berdasarkan data survey awal yang penulis peroleh dari Rumah
Sakit Cut Nyak Dhien dari bulan januari sampai bulan juni tahun 2013,
diketahui bahwa jumlah bayi baru lahir baik yang lahir spontan maupun
dengan tindakan sc yang mengalami asfiksia adalah 92 bayi dan bayi yang di
rujuk sebanyak 23 bayi. Dari seluruh total bayi yang mengalami asfiksia
yaitu 115 ,bayi yang bisa di tangani oleh bidan sejumlah 83 bayi (RSUD Cut
Nyak Dhien, 2013).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang penulis lakukan melalui
wawancara terhadap beberapa bidan Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien
tentang penanganan asfiksia pada bayi baru lahir ternyata ada yang belum
memahami tentang cara penanganannya. Dari 20 bidan di ruang Nicu dan 20
orang bidan di ruang bersalin yang rata-rata tingkat pendidikannya adalah DIII yang penulis temui hampir sebagian ada beberapa bidan yaitu sejumlah 8
responden (20%) yang mengatakan belum memahami bagaimana penanganan
afiksia pada bayi baru lahir.
54
Hal
ini
di
karenakan
menyelesaikan pendidikannya
banyaknya
bidan-bidan
yang
baru
dengan kisaran umur bidan yang bertugas
yang rata-rata berumur 20-25 tahun sehingga
belum terlalu memahami
tentang penanganan asfiksia pada bayi baru lahir dan belum pernah
mendapatkan pelatihan tentang manajemen asfiksia pada bayi baru lahir.Ini
dibuktikan dengan masih adanya jumlah bayi yang meninggal karena asfiksia
yaitu sebanyak 32 orang.
Berdasarkan uraian tersebut dengan di dasari hasil studi
pendahuluan, maka penulis tertarik melakukan penelitian mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi pengetahuan bidan terhadap penanganan asfiksia
pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan masalah
penelitian ini “Apakah ada faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
bidan terhadap penanganan asfiksia pada bayi baru lahir di Rumah Sakit
Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014?
54
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
bidan terhadap penanganan asfiksia pada bayi baru lahir di Rumah Sakit
Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014.
1.3.2 Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui pengaruh umur bidan dengan penanganan
asfiksia di Rumah Sakit Umum daerah Cut Nyak Dhien meulaboh
Aceh Barat Tahun 2014
b. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan terakhir bidan dengan
penanganan asfiksia di Rumah Sakit Umum daerah Cut Nyak
Dhien meulaboh Aceh Barat Tahun 2014
c. Untuk mengetahui pengaruh pengalaman bekerja bidan dengan
penanganan asfiksia di Rumah Sakit Umum daerah Cut Nyak
Dhien meulaboh Aceh Barat Tahun 2014
d. Untuk mengetahui pengaruh pelatihan yang pernah diikuti bidan
dengan penanganan asfiksia di Rumah Sakit Umum daerah Cut
Nyak Dhien meulaboh Aceh Barat Tahun 2014
54
1.4 Manfaat Penelitian
Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan konstribusi yang
berarti Karena dapat di manfaatkan untuk dapat menambah ilmu teori dan
memberikan informasi pengetahuan bagi setiap bidan, kemudian secara
praktis dapat juga di temukannya beberapa manfaat di antaranya yaitu:
1. Bagi Peneliti
Untuk menerapkan ilmu yang telah di dapat di bangku kuliah serta
mengamalkan secara nyata dalam bentuk skripsi.
2. Bagi lokasi penelitian
Sebagai data dasar untuk peneliti selanjutnya
3. Bagi Bidan
Agar dapat memberikan pelayanan yang maksimal pada bayi
dengan asfiksia, dan memberikan penyuluhan kepada ibu yang mempunyai
bayi dengan asfiksia.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Untuk melengkapi sumber bacaan di perpustakaan terutama
mengenai gambaran pengetahuan bidan tentang penanganan asfiksia pada
bayi baru lahir.
54
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengetahuan
Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil
penggunaan panca inderanya. Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui
berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh setiap manusia (Mubarak,2007).
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah
orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rsa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telingan (Notoatmodjo 2007).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang,
yaitu :
a. Pendidikan.
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang
makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Namun perlu
ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak
berpengetahuan rendah pula.
b. Informasi.
54
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal
dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan.
c. Sosial budaya dan ekonomi.
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran
apakah yang dilakukan baik atau buruk. Status ekonomi seseorang juga akan
menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan
tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi
pengetahuan seseorang.
d. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh
terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada
dalam lingkungan tersebut.
e. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi
masa lalu.
f. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan
pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.
54
2.2 Asfiksia
2.2.1 Pengertian
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur. Bayi dengan gawat janin sebelum
lahir, umumnya akan mengalami aspiksia pada saat dilahirkan. Masalah
ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali
pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selam atau
sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur. Asfiksia ini dapat terjadi karena
kurangnya kemampuan organ bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti
pengembangan paru. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir,
umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat
hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat,
atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau
sesudah persalinan. (Hidayat. Alimul A,A, 2008).
2.2.2 Faktor penyebab asfiksia
a.
Faktor ibu ; Preeklampsia dan eklampsia, pendarahan abnormal
(plasenta previa atau solusio plasenta), partus lama atau partus
macet, demam selama persalinan, Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC,
HIV), kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
54
b.
Faktor Tali Pusat ; lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali
pusat, prolapsus tali pusat.
c.
Faktor Bayi ; bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan),
persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep), kelainan bawaan (kongenital), air
ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).
2.2.3 Gejala dan tanda asfiksia
Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap atau pernafasan
lambat (kurang dan 30 kali per menit), pernapasan tidak teratur,
dengkuran atau retraksi (pelekukan dada), tangisan lemah atau merintih,
warna kulit pucat atau biru, tonus otot lemas atau ekstremitas terkulai,
denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikardia kurang dari 100 kali
per menit). (Prawirohardjo , 2010)
Untuk menentukan derajat asfiksia, digunakan skor APGAR
dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini :
Tabel 2.1 penilaian APGAR Skor
Tanda
0
1
2
Frekuensi jantung
Tidak ada
< 100 x / menit
>100 x / menit
Usaha bernafas
tidak ada
Menangis kuat
Tonus otot
lumpuh
Reflek
tidak ada
Lambat, tidak
teratur
Extremitas
fleksi sedikit
Gerakan
sedikit
Warna
biru/ pucat
Gerakan aktif
Menangis
Tubuh dan
54
Tubuh
kemerahan,
ekstermitas
biru
ekstermitas
kemerahan
Prosedur penilaian skor APGAR adalah nilai APGAR pada menit
pertama dengan cepat dan simultan, jumlahkan hasilnya. Lakukan tindakan
dengan cepat dan tepat sesuai dengan hasilnya. Ulangi pada menit ke lima
dan sepuluh, dokumentasi hasil dan lakukan tindakan yang sesuai. Setelah
skor APGAR diketahui, maka asfiksia dapat di klasifikasikan sebagai berikut
a. Vigorous Baby, skor APGAR 7-10 ; bayi segera menangis dalam beberapa
detik setelah lahir. Penanganannya adalah lendir yang ada dimulut dan
hidung perlu segera dibersihkan sehingga tangisnya lebih nyaring
b. Mild Moderate asphycsia (asfiksia sedang), skor APGAR 4-6 ; sianosis,
sirkulasi tidak lancar, tonus otot kurang baik. Penanganannya perlu
dilakukan tindakan resusitasi
c. Asfiksia berat, skor APGAR 0-3 ; tidak ada pernafasan, bayi lemas,tonus
otot buruk, sianosis berat, pucat, reflek tidak ada. Penanganannya sangat
memerlukan tindakan resusitasi intensif serta ditangani oleh dokter ahli
anak. (Prawirohardjo : 2010)
Kejadian asfiksia jika berlangsung terlalu lama dapat menimbulkan
perdarahan otak, kerusakan otak dan kemudian keterlambatan tumbuh
kembang. Asfiksia juga dapat menimbulkan cacat seumur hidup seperti
buta, tuli , cacat otak dan kematian. Oleh karena itu asfiksia memerlukan
intervensi dan tindakan yang tepat untuk meminimalkan terjadinya
54
kematian bayi, yaitu pelaksanaan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir
yang dilakukan oleh bidan.
Manajemen asfiksia pada bayi baru lahir bertujuan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa
berupa kelainan neurology yang mungkin muncul, dan langkah – langkah
dalam manajemen asfiksia ini ditujukan kepada bidan yang pada umumnya
bekerja secara mandiri dalam memberikan pelayanan kesehatan. Adapun
manajemen asfiksia terdiri dari kegiatan yang tersebut dibawah ini
(Depkes RI, 2008) :
2.2.4 Persiapan Resusitasi Bayi Baru Lahir
Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke
otak,jantung, dan organ-organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang
meliputi pemijatan jantungdan menjamin ventilasi yang adekuat. Bidan
harus siap melakukan resusitasi bayi baru lahir pada setiap menolong
persalinan. Tanpa persiapan kita akan kehilangan waktu yang sangat
berharga, walau hanya beberapa menit bila bayi baru lahir tidak segera
bernafas, bayi dapat menderita kerusakan otak atau meninggal. Persiapan
yang diperlukan adalah :
a. Persiapan keluarga ; membahas dengan keluarga persiapan persalinan
dan kemungkinan resusitasi pada bayi baru lahir
54
b. Persiapan tempat ; menggunakan ruangan yang hangat dan terang,
menyiapkan tempat resusitasi yang rata, keras, bersih, kering dan
hangat.
c. Alat untuk resusitasi ; menyiapkan alat resusitasi dalam keadaan siap
pakai.
d. Persiapan diri bidan ; mengenakan alat pelindung diri pada persalinan,
mencuci kedua tangan dengan air mengalir dan sabun atau alkohol dan
gliserin, menggunakan sarung tangan sebelum menolong persalinan.
2.2.5 Keputusan Resusitasi Bayi Baru Lahir
Bidan harus mampu melakukan penilaian untuk mengambil
keputusan guna menentukan tindakan resusitasi. Bidan harus mampu
melakukan penilaian kondisi bayi baru lahir secara cepat dengan
mempertimbangkan atau menanyakan 5 pertanyaan sebagai berikut:
Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium ; apakah bayi
bernapas spontan ; apakah kulit bayi berwarna kemerahan ; apakah
tonus/kekuatan otot bayi cukup ; apakah ini kehamilan cukup bulan.
Bila kelima pertanyaan tersebut jawabannya “ya”, maka bayi dapat
diberikan kepada ibunya untuk segera menciptakan hubungan emosional,
kemudian di lakukan asuhan bayi baru lahir normal. Bila salah satu atau
lebih pertanyaan tersebut jawabannya “tidak”, maka segera lakukan
langkah awal resusitasi bayi baru lahir. Dalam manajemen asfiksia, proses
penilaian sebagai dasar pengambilan keputusan bukanlah suatu proses
54
sesaat yang dilakukan satu kali. Setiap tahapan manajemen asfiksia
senantiasa dilakukan penilaian untuk membuat keputusan, tindakan apa
yang tepat dilakukan.
2.2.6 Tindakan Resusitasi
Tindakan resusitasi merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada
saat terjadi kegawatdaruratan pada sistem pernafasan dan system
kardiovaskuler.
Kegawatdaruratan
pada
kedua
sistem
ini
dapat
menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (4-6 menit). Tindakan
resusitasi meliputi:
a. Langkah awal diselesaikan dalam waktu 30 detik, yaitu jaga bayi tetap
hangat, atur posisi bayi, isap lendir, keringkan dan rangsang bayi, atur
posisi kepala dan selimuti bayi. Bila air ketuban bercampur mekonium
maka dilakukan langkah berikut :
1) Saat kepala bayi lahir, sebelum bahu dilahirkan ; menghisap lendir
dari mulut lalu hidung bayi di perineum ibu.
2) Setelah seluruh badan bayi lahir ; Menilai apa bayi bernafas atau
tidak.
3) Bila bayi tidak bernafas ; membuka lebar mulut bayi, usap mulut
bayi, ulangi mengisap lendir, menilai apakah bayi bernafas atau
tidak
4) Bila bayi bernafas ; melanjutkah dengan 5 langkah awal.
54
b. Ventilasi adalah memasukkan sejumlah volume udara kedalam paru
dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa
bernafas spontan dan teratur. Langkah-langkahnya :
1) Pemasangan sungkup.
2) Melakukan ventilasi 2 kali ; meniup udara kemulut bayi 2 kali
dengan tekanan 30 cm air, melihat apakah dada bayi mengembang
setelah ditiup 2 kali, bila dada bayi berkembang lanjutkan ventilasi.
3) Melakukan ventilasi 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm
air ; bila bayi mulai bernafas normal hentikan ventilasi bertahap (
lihat dada, frekuensi nafas permenit) dan lanjutkan asuhan pasca
resusitasi. Apabila bayi megap-megap atau tidak bernafas lanjutkan
ventilasi.
4) Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang
nafas ; bila bayi mulai bernafas normal hentikan ventilasi bertahap
lanjutkan asuhan pasca resusitasi. Apabila bayi megap-megap atau
tidak bernafas teruskan ventilasi 20 kali dalam 30 detik kemudian
lakukan penilaian ulang nafas setiap 30 detik.
5) Siapkan rujukan jika bayi belum bernafas spontan sesudah 2 menit
resusitasi
6) Lanjutkan ventilasi sambil memeriksa denyut jantung bayi selama
10 menit, hentikan resusitasi jika denyut jantung tetap tidak
terdengar dan pulsasi tali pusat tidak teraba
54
2.2.7 Asuhan Pasca Resusitasi
Setelah tindakan resusitasi diperlukan asuhan pasca resusitasi yang
merupakan perawatan intensif selama 2 jam pertama. Asuhan pasca
resusitasi adalah pelayanan kesehatan pasca resusitasi yang diberikan baik
kepada bayi baru lahir ataupun ibu dan keluarganya. Pelayanan kebidanan
yang diberikan berupa :
a. Melakukan pemantauan secara intensif bayi pasca resusitasi selama 2
jam ; memperhatikan tanda-tanda kesulitan bernafas pada bayi
b.
Jaga bayi tetap hangat dan kering ; menunda memandikan bayi sampai
dengan 6-24 jam
c. Bila nafas bayi dan warna kulit normal, berikan bayi kepada ibunya.
d. Bila kondisi bayi memburuk, rujuk segera ; memperhatikan tandatanda bahaya pada bayi
e.
Pencatatan ; membuat catatan resusitasi selengkapnya.
2.2.8 Asuhan Pasca Lahir Lebih Lanjut
Sesudah pemantauan 2 jam pasca resusitasi, bayi masih perlu
asuhan pasca lahir lebih lanjut. Tujuan dari asuhan pasca lahir adalah
untuk mengetahui kondisi lebih lanjut dalam 24 jam pertama kesehatan
bayi setelah mengalami tindakan resusitasi.
54
2.2.9 Pencegahan Infeksi
Tindakan pencegahan infeksi (PI) tidak terpisah dari komponenkomponen lain dalam asuhan bayi baru lahir. Tindakan ini harus
diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi bayi baru lahir,
bidan dan tenaga kesehatan lainnya dengan mengurangi infeksi dengan
bakteri,
virus
dan
jamur.
Tujuan
tindakan-tindakan
PI
adalah
meminimalkan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme tersebut dan
menurunkan resiko penularan penyakit yang mengancam jiwa. Adapun
pencegahan infeksi menurut jenis alat resusitasi adalah :
1. Meja resusitasi ; basuh dengan larutan dekontaminasi dan kemudian
cuci dengan sabun dan air, keringkan dengan udara/angin.
2. Tabung resusitasi ; lakukan dekontaminasi, pencucian secara teratur
tergantung frekuensi resusitasi. Lakukan tiga langkah pencegahan
infeksi (dekontaminasi, pencucian dan desinfeksi tingkat tinggi)
apabila alat digunakan pada bayi dengan infeksi.
3. Sungkup silikon dan katup karet ; dapat di rebus
4. Alat penghisap yang dipakai ulang ; lakukan ke tiga langkah
pencegahan infeksi (dekontaminasi, pencucian dan desinfeksi tingkat
tinggi)
5. Kain dan selimut ; lakukan dekontaminasi dan pencucian kemudian
dikeringkan dengan angin/udara atau sinar matahari kemudian simpan
di tempat yang bersih dan kering.
54
Kompetensi bidan dalam manajemen asfiksia bayi baru lahir
adalah kemampuan dan karakteristik yang dilandasi oleh pengetahuan,
keterampilan dan sikap perilaku yang harus dimiliki seorang bidan
dalam dalam melaksanakan pelayanan kebidanan termasuk menangani
kasus
asfiksia
pada
bayi
baru
lahir,
yang
pelaksanaannya
menggambarkan enam aspek yaitu persiapan resusitasi bayi baru lahir,
keputusan resusitasi bayi baru lahir, tindakan resusitasi, asuhan pasca
resusitasi, asuhan tindak lanjut pasca resusitasi, dan pencegahan infeksi.
(Depkes RI, 2008)
Bidan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi
untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko
tersebut maka hal itu pencucian dan desinfeksi tingkat tinggi apabila
alat digunakan pada bayi dengan infeksi.
Harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang
kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya
faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan bidan) tidak
dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, bidan harus
mempunyai pengetahuan dan ketrampilan manajemen asfiksia pada
bayi baru lahir dan pengetahuan dan ketrampilan ini digunakan setiap
kali menolong persalinan. (Depkes RI, 2008)
54
2.3 Bidan
2.3.1 Definisi Bidan
Menurut WHO bidan adalah seseorang yang telah diakui secara
regular dalam program pendidikan bidan diakui secara yuridis, di
tempatkan dan mendapat kualifikasi serta terdaftar disektor dan
memperoleh izin melaksanakan praktek bidan.
Bidan adalah Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan
Program Pendidikan Bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh
kualifikasi dan di beri ijin untuk menjalankan praktek kebidanan di
negeri itu. Dia harus mampu memberikan supervisi, asuhan dan
memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil,
persalinan dan masa pasca persalinan (post partum period), memimpin
persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi lahir
dan anak (IBI, 2003).
Menurut International Confederation Of Midwives (ICM) bidan
adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan bidan yang diakui
oleh Negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin melaksanakan
praktik kebidanan di Negara itu.
2.3.2 Peran dan Fungsi Bidan
Bidan mempunyai peran dan fungsi sebagai pelaksana asuhan
kebidanan berdasarkan ruang lingkup praktek kebidanan, sebagai
pengelola untuk mengembangkan pelayanan dasar kesehatan, sebagai
54
pendidik, bidan memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan untuk
meningkatkan peran serta masyarakat khususnya kesehatan Ibu dan anak
dan sebagai peneliti, bidan melakukan penelitian terapan dalam bidang
kesehatan secara mandiri maupun kelompok (50 tahun IBI, 2004).
2.3.3 Standar Kompetensi Kebidanan
Seorang bidan harus memiliki kompetensi bidan yang meliputi
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku dalam melaksanakan praktik
kebidanan secara aman dan bertanggung jawab dalam berbagai tatanan
pelayanan kesehatan. Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor: 369/ Menkes/
SK/ III/2007 tentang Standar profesi Bidan yaitu :
a. Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari
ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk
dasar dari asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk
wanita, bayi baru lahir dan keluarganya.
b. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan
kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh
di masyarakat dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga
yang sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua.
c.
Bidan
memberikan
asuhan
antenatal bermutu tinggi
untuk
mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang melilputi: deteksi
dini, pengobatan atau rujukandari komplikasi tertentu.
54
d. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap
kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin suatu persalinan
yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu
untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.
e. Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan menyusui yang
bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.
f. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komprehensif pada
bayi baru lahir sehat sampai dengan satu bulan.
g. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi komprehensif pada
bayi dan balita sehat (1 bulan – 5 tahun).
h. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komprehensif
pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya
setempat.
i.
Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan
sistem reproduksi.
Dengan demikian kompetensi yang diharapkan oleh seorang bidan,
sebagai petugas yang bertanggung jawab dan berwenang terhadap
pelayanan kesehatan wanita dalam siklus reproduksi, bayi baru lahir, dan
balita untuk mewujudkan kesehatan keluarga sehingga tersedia sumber
daya manusia (SDM) yang berkualitas di masa depan, adalah penguatan
pada kompetensi teknis dan kompetensi Sosial, tanpa mengabaikan dua
kompetensi lainnya, khususnya dalam upaya peningkatan cakupan
pertolongan persalinan ibu oleh bidan yang kompeten.
54
2.4 Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
pengetahuan
Bidan
Dalam
Penanganan Asfiksia
2.4.1 Umur
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan dalam
penelitian karena berhubungan dengan angka kesakitan ataupun
kematian dan orang dapat membacanya dengan mudah serta melihat
pola sehingga kesakitan ataupun kematian dapat diperhatikan
menurut umur (Heri,p, 2004).
Semakin muda usia seseorang semakin sedikit pengalaman
yang dimiliki seseorang, namun sebaliknya semakin tinggi tingkatan
umur seseorang pengalaman yang didapat semakin lebih banyak oleh
karena itu sangat penting bila umur dapat dikaitkan dengan
pengetahuan seseorang (Heri, 2004).
Memori
atau daya ingat seseorang itu salah satunya
dipengaruhi oleh umur (Sarwono 2008). Dari uraian ini dapat
disimpulkan bahwa dengan bertambahnya umur seseorang maka,
dapat berpngaruh pada bertambahnya pengetahuan yang diperoleh
Dalam teori Hurlock yang dikutip oleh semakin cukup tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang, maka akan lebih matang orang
tersebut dalam berfikir dan berkerja. Hal ini sebagai akibat dari
kematangan jiwanya ( Nursalam, 2003).
54
2.4.2 Pendidikan
Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk
menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan,
artinya pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari
atau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka,
bagaimana menghindari atau mencegah hal-hal yang merugikan
kesehatan mereka dan kesehatan orang lain.
perilaku pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau
kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif
untuk kesehatan, artinya pendidikan kesehatan berupaya agar
masyarakat menyadari atau mengetahui bagaimana cara memelihara
kesehatan mereka, bagaimana menghindari atau mencegah hal-hal
yang merugikan kesehatan mereka dan kesehatan orang lain.
Dalam hal ini tingkat pendidikan mempunyai hubungan erat
dengan faktor-faktor sosial,ekonomi, dan perilaku demografi seperti
pendapatan, gaya hidup, pola reproduksi, status kesehatan anak, dan
kondisi perumahan. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi persepsi seseorang karena dapat membuat seseorang
untuk lebih menerima ide-ide atau teknologi baru. ( Notoatmodjo,
2007)
Menurut Harry (2006),menyebutkan bahwa tingkatan
pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang
menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh,pada
54
umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula
pengetahuannya.
Pendidikan
bidan
berhubungan
dengan
perkembangan
pelayanan kebidanan. Keduanya berjalan berhubungan dengan
tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kebidanan. Pendidikan bidan
mencakup pendidikan formal dan nonformal. Pendidikan seorang
bidan sudah dimulai sejak tahun 1851 pada masa ini pendidikan
dilaksanakan berdasarkan tuntutan pemenuhan kebutuhan pelayanan,
namun pendidikan ini tidak berlangsung lama karena kurangnya
peserta didik dan adanya larangan ataupun pembatasan bagi wanita
untuk keluar rumah.
Tahun
1974
Departemen
Kesehatan
melakukan
penyederhanaan pendidikan tenaga kesehatan nonsarjana. Sekolah
Pendidikan Lanjutan Jenjang Kebidanan (SPLJK) ditutup dan
dibukanya Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) dengan tujuan
meningkatkan tenaga multi tujuan dilapangan yang salah satu
tugasnya adalah menolong persalinan normal. Akan tetapi dengan
adanya perbedaan falsafah dan kurikulum terutama berkaitan dengan
kemampuan seorang bidan, maka tujuan pemerintah agar SPK dapat
menolong persalinan tidak tercapai atau tidak berhasil.
54
2.4.3 Pengalaman Bekerja
Pengalaman adalah guru yang paling baik mengajarkan kita
tentang apa yang telah kita lakukan, baik itu pengalaman baik
maupun buruk, sehingga kita dapat memetik hasil dari pengalaman
tersebut. Semakin lama bekerja semakin banyak pengalaman dan
semakin banyak kasus yang ditangani akan membuat seorang bidan
akan mahir dan terampilan dalam penyelesaikan pekerjaan. adalah
hasil dari pengalaman tersebut. Semakin lama bekerja semakin
banyak pengalaman dan semakin banyak kasus yang ditangani akan
membuat seorang bidan akan mahir dan terampilan dalam
penyelesaikan pekerjaan.
Lama bekerja dapat diartikan dengan pengalaman seseorang
selama memberikan pelayanan kebidanan baik di instansi pemerintah
atau swasta (Mangkuprawira, 2004).
Pengalaman merupakan guru yang terbaik (experient is the
best teacher). Pepatah tersebut bisa diartikan bahwa pengalaman
merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan
suatu cara untuk memperoleh suatu kebenaran pengetahuan. Oleh
sebab itu, pengalaman pribadi pun dapat dijadikan sebagai upaya
untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara
mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan
persoalan yang dihadapi pada masa lalu (Notoatmojo, 2007).
54
Kepercayaan masyarakat lebih cenderung kepada bidan yang
telah lama bekerja, masyarakat menganggap bahwa orang yang sudah
lama bekerja memiliki pengalaman yang lebih di bandingkan orang
yang baru bekerja. Semakin lama bekerja semakin banyak
pengalaman dan semakin banyak kasus yang ditangani sehingga
membuat masyarakat berpikiran bahwa seorang tersebut mahir dan
terampil dalam menyelesaikan pekerjaannya. (Notoatmojo, 2007 )
2.4.4 Pelatihan
a. Definisi Pelatihan
Payaman Simanjuntak (2005) mendefinisikan pelatihan
merupakan bagian dari investasi SDM (human investment) untuk
meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, dan dengan
demikian meningkatkan kinerja pegawai. Pelatihan biasanya
dilakukan dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan
jabatan, diberikan dalam waktu yang relatif pendek, untuk
membekali seseorang dengan keterampilan kerja.
Pelatihan didefinisikan oleh Ivancevich sebagai “usaha
untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam pekerjaannya
sekarang atau dalam pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera”.
Selanjutnya, sehubungan dengan definisinya tersebut, Ivancevich
(2008) mengemukakan sejumlah butir penting yang diuraikan di
bawah ini: Pelatihan (training) adalah “sebuah proses sistematis
54
untuk mengubah perilaku kerja seorang/sekelompok pegawai
dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi”. Pelatihan terkait
dengan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk
pekerjaan yang sekarang dilakukan. Pelatihan berorientasi ke
masa sekarang dan membantu pegawai untuk menguasai
keterampilan dan kemampuan (kompetensi) yang spesifik untuk
berhasil dalam pekerjaannya.
Pelatihan menurut Gary Dessler (2009) adalah Proses
mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang, ketrampilan
dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan
mereka”.
Pelatihan
merupakan
salah
satu
usaha
dalam
meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam dunia kerja.
Karyawan, baik yang baru ataupun yang sudah bekerja perlu
mengikuti pelatihan karena adanya tuntutan pekerjaan yang dapat
berubah akibat perubahan lingkungan kerja, strategi, dan lain
sebagainya.
Pelatihan menurut Gary Dessler (2009) adalah Proses
mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang, ketrampilan
dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan
mereka”.
Pelatihan
merupakan
salah
satu
usaha
dalam
meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam dunia kerja.
Karyawan, baik yang baru ataupun yang sudah bekerja perlu
mengikuti pelatihan karena adanya tuntutan pekerjaan yang dapat
54
berubah akibat perubahan lingkungan kerja, strategi, dan lain
sebagainya.
b. Tujuan Pelatihan
Tujuan umum pelatihan sebagai berikut :
1. Untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat
diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif.
2. Untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan
dapat diselesaikan secara rasional.
3. untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan
kemauan kerjasama dengan teman-teman pegawai dan
dengan manajemen (pimpinan).
Sedangkan
komponen-komponen
pelatihan
sebagaimana
dijelaskan oleh Mangkunegara (2005) terdiri dari :
1) Tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan harus jelas
dan dapat di ukur
2) Para pelatih (trainer) harus ahlinya yang berkualitas memadai
(profesional)
3) Materi pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan
dengan tujuan yang hendak di capai
4) Peserta
pelatihan
dan
pengembangan
(trainers)
harus
memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Dalam pengembangan program pelatihan, agar pelatihan dapat
bermanfaat dan mendatangkan keuntungan diperlukan tahapan
atau langkah-langkah yang sistematik. Secara umum ada tiga
54
tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian kebutuhan, tahap
pelaksanaan pelatihan dan tahap evaluasi. Atau dengan istilah lain
ada fase perencanaan pelatihan, fase pelaksanaan pelatihan dan
fase pasca pelatihan.
Mangkunegara (2005) menjelaskan bahwa tahapan-tahapan dalam
pelatihan dan pengembangan meliputi :
1) mengidentifikasi kebutuhan pelatihan / need assesment;
2) menetapkan tujuan dan sasaran pelatihan;
3) menetapkan kriteria keberhasilan dengan alat ukurnya;
4) menetapkan metode pelatihan;
5) mengadakan percobaan (try out) dan revisi; dan
6) mengimplementasikan dan mengevaluasi.
54
2.5 Kerangka teori
Pengetahuan terhadap Penanganan asfiksia oleh bidan di pengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu:
Notoatmojo
(2005) :
1. Umur
2. Pendidikan
3. Pengalaman
4. Lingkungan
5. Informasi
6. Social budaya
Mubarak (2007)
1. pendidikan
2. pekerjaan
3. Umur
4. minat
5. pengetahuan
6. kebudayaan
7. informasi
Dewi dan wawan
(2010)
a. factor internal
1. pendidikan
2. pekerjaan
3. umur
b.factor eksternal
lingkungan
3 1.
Kerangka
Kon
2.sosial budaya
Pengetahuan
terhadap Penanganan
asfiksia
pada
bayi
baru lahir
Gambar 2.1 kerangka teori
54
2.6 Kerangka konsep
2.6.1 Pengertian
Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan konsep
terhadap satu dengan yang lain dari masalah yang ingin diteliti. Konsep
adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan menganalisa suatu pengertian
oleh sebab itu konsep dapat diukur dan diamati secara langsung, agar
dapat diamati dan dapat diukur, maka konsep tersebut dijabarkan dalam
variabel-variabel. Sedangkan variabel mengandung ukuran atau ciri yang
dimiliki oleh kelompok yang lain. Berdasarkan hubungan fungsional
antara variabel-variabel satu dengan yang lainnya, variabel dibedakan
menjadi tiga yaitu variabel input, variabel proses dan variabel output
(Notoatmodjo, 2005).
Karena terbatasnya waktu dan dana maka penelitian hanya meneliti
umur, pendidikan, pengalaman bekerja,pelatihan untuk lebih jelasnya
kerangka konsep dapat digambarkan sebagai berikut :
Variabel Independen
Variabel Dependen
Umur
Pendidikan
Pengalaman bekerja
Pelatihan
Pengetahuan bidan tentang
Penanganan asfiksia pada
bayi baru lahir
Gambar 2.2 kerangka konsep
54
2.6.2
1.
Hipotesis
Ada pengaruh pengetahuan bidan dengan penanganan asfiksia dalam
rangka menurunkan angka kematian bayi baru lahir di Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2014.
2.
Ada pengaruh umur dengan penanganan asfiksia dalam upaya
menurunkan angka kematian bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun
2014.
3.
Ada pengaruh pendidikan bidan dengan penanganan asfiksia dalam
upaya menurunkan angka kematian bayi baru lahir di di Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2014.
4.
Ada pengaruh pengalaman bekerja dengan penanganan asfiksia dalam
upaya menurunkan angka kematian bayi baru lahir di Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2014.
5.
Ada pengaruh pelatihan yang pernah diikuti bidan dengan penanganan
asfiksia dalam upaya menurunkan angka kematian bayi baru lahir di
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten
Aceh Barat Tahun 2014.
54
2.6.3 Definisi operasional
No
Variabel
Definisi
Operasional
Tabel. 2.1. Definisi Operasional
Alat ukur
Cara ukur
Dependen
1
Pengetahuan Segala sesuatu Kuesioner
bidan
yang diketahui
oleh
bidan
tentang
penanganan
asfiksia pada
bayi baru lahir
Independen
1
Pendidikan
Jenjang
Kuesioner
pendidikan
yang ditempuh
oleh bidan di
tandai dengan
ijazah terakhir.
2
Umur
Usia
Kuesioner
responden
pada
saat
dilakukan
penelitian
3
4
Pengalaman
bekerja
pelatihan
Pengalaman
Kuesioner
kerja
bidandalam
menangani
asfiksia pada
bayi baru lahir
Ketrampilan
Kuesioner
bidan
dalam
melakukan
manajemen
asfiksia
ditandai
dengan
sertifikat
pelatihan
Skala
Hasil Ukur
- Baik : <50%
- Kurang baik : ≥50%
Ordinal
- <50%
- ≥50%
- Tinggi : S1-S3
- Sedang : DIII-DIV
- Rendah : < DI
Nominal -Tinggi
-Sedang
-Rendah
-Dewasa Awal :
Interval
20-34 tahun
-Dewasa Pertengahan
35-65 tahun
-Dewasa Akhir
>65 tahun
- Belum lama : < 5 Nominal
tahun
-Dewasa
Awal
-Dewasa
Pertengahan
-Dewasa
Akhir
- Belum
lama
- Lama : ≥ 5 tahun
- Lama
-Sertifikat
-Tidak ada sertifikat
Nominal
- Ada
- Tidak ada
54
2.6.4 Tehnik Pengukuran Variabel
Semua data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan diolah untuk
memperoleh data sesuai definisi operasional seperti di bawah ini:
1.
2.
Untuk mengetahui pendidikan bidan dikelompokkan 3 kategori yaitu:
a.
S1-S3
b.
D III-D IV
c.
< D-I
Untuk mengetahui umur
bidan dikelompokan 3 kategori sebagai
berikut:
a. Dewasa awal : 20-34 tahun
b. Dewasa pertengahan : 35-65 tahun
c. Dewasa akhir : > 65 tahun
3.
Untuk mengetahui pengalaman bekerja bidan dikelompokan 2
kategori yaitu:
a. < 5 thn
b. ≥ 5 thn
4.
Untuk mengetahui pelatihan
kategoriyaitu :
a. Ada
b. Tidak ada.
bidan dikelompokkan menjadi 2
54
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik,
dengan pendekatan cross sectional yaitu dimana data yang menyangkut
variabel bebas dan variabel terikat dikumpulkan dalam waktu bersama.
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan bidan terhadap penanganan asfiksia pada bayi baru lahir di
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh
Barat Tahun 2014.
3.2
Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua bidan yang bertugas di
Ruang Nicu dan Ruang Bersalin RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014. yang berjumlah 40 orang bidan.
3.2.2 Sampel
Sampel yang di gunakan dalam pengambilan data ini adala total
sampling yaitu semua bidan yang bertugas di Ruang Nicu dan Ruang
Bersalin RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2014 yang yang berjumlah 40 orang bidan.
54
3.3
Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak
Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Baret Tahun 2014.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian akan dilaksanakan pada tanggal 12-15 Februari
tahun 2014.
3.4 Pengumpulan Data
1. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengambil data primer,
yang diperoleh dari kuensioner yang dibagikan pada bidan terhadap
penanganan asfiksia pada bayi baru lahir di RSUD Cut Nyak Dhien
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014 dan dicatat sesuai dengan
variabel yang dibutuhkan. Pengambilan data pada bidan yaitu dengan
membagikan angket-angket yang telah dibuat oleh peneliti.
3.5
Instrumen Penelitian
Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner dengan 23 pertanyaan yang terdiri dari 1 Pertanyaan Tentang Umur,
Pendidikan 1 pertanyaan, asfiksia 10 pertanyaan, pengalaman kerja 1
pertanyaan, pelatihan 1 pertanyaan.
54
3.6 Pengolahan dan Analisa Data
Menurut Purwanto (1995), pengolahan data dan analisa data terdiri dari:
3.6.1 Pengolahan data
a. Editing
Editing yaitu melakukan pengecekan terhadap hasil pengisian
meliputi kelengkapan identitas dan jawaban yang diberikan bidan
b. Coding
Coding yaitu memberikan kode penomoran pada setiap kuesioner
yang diisi oleh bidan.
c. Transfering
Transfering memindahkan jawaban bidan ke dalam bentuk tabel.
d. Tabulating yaitu mengelompokkan bidan berdasarkan kategori
yang telah dibuat . Data yang telah diolah dapat ditampilkan dalam
bentuk persentase dengan menggunakan rumus (Hidayat AA,2009)
3.6.2 Analisa Data
a.
Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan terhadap setiap variabel yang
diteliti. Pada umumnya dalam analisa hanya menghasilkan
distribusi dari tiap variabel (Arikunto, 2004).
Selanjutnya data dimasukkan dalam table frekuensi,analisis ini
menggunakan rumus sebagai berikut :
54
P=
f
x100%
N
Keterangan :
P = persentase
F = Frekuwensi yang diamati
N = jumlah responden yang menjadi sampel (Notoatmodjo,
2010)
b. Analisa Bivariat
Analisis
ini
digunakan
untuk
menguji
hipotesis
dengan
menentukan hubungan antar variabel independen dan dependen
melalui uji Chi-Squaer Tes (
), untuk melihat hasil kemaknaan
perhitungan statistik antara 2 variabel digunakan batas kemaknaan
0,05% (95%) (p < 0,05), karena pada umumnya penelitianpenelitian dibidang pendidikan menggunakan taraf signifikan
0,05 (Arikunto, 2006).
Rumus : x2 =
∑[(
)]
Keterangan :
x2 = Chi-Squaer test
O = Frekuensi observasi
E = Frekuensi harapan
54
Dengan ketentuan :
1. Bila P lebih kecil dari alpha (P<0,05),maka Ho ditolak dan Ha
diterima,yang menunjukkan adanya hubungan bermakna antara variable
dependen dan independen.
2. Bila P lebih besar dari alpha (P>0,05),maka Ho diterima dan Ha
ditolak,yang menunjukkan tidak adanya hubungan bermakna antara
variabel dependen dan independen.
Aturan yang berlaku untuk uji Khi kuadrat (chi-square),untuk
program komputerisasi seperti SPSS adalah sebagai berikut :
1. Bila pada table contingency 2x2 terdapat nilai frekuensi
harapan (expected frequency) < 5,maka hasil yang digunakan
adalah Fisher Exact Test.
2. Bila pada table contingency 2x2 tidak terdapat nilai frekuensi
harapan (expected frequency) < 5,maka hasil yang digunakan
adalah Continuity Corrction Test.
3. Bila table contingency yang lebih dari 2X2 misalnya 3X2,3X3
dan lain-lain,maka hasil yang digunakan adalah Pearson chiSquareTest.
4. Bila pada table contingency 3X2 ada sel dengan nilai frekuensi
harapan (e) kurang dari 5,maka akan dilakukan meger sehingga
menjadi table Contigency 2X2.
54
e. Keterbatasan Penelitian
Pada
penelitian
tentang
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pengetahuan bidan terhadap penanganan asfiksia pada bayi baru lahir di
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh KabupatenAceh
Barat Tahun 2014. Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dan
keterbatasan yang peneliti miliki. Keterbatasan tersebut dikarenakan oleh
tersedianya waktu, dana dan tenaga yang terbatas, maka peneliti hanya
meneliti tentang karakteristik responden yang meliputi umur, pendidikan,
pengalaman bekerja dan pelatihan Manajemen asfiksia .
54
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Gambaran Umum Lokasi penlitian
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh berlokasi di desa
Drien Rampak kecamatan Johan Pahlawan
dan melakukan aktivitasnya
sebagai Rumah Sakit Daerah type C dan menjadi Rumah Sakit rujukan Pantai
Barat Selatan Aceh.
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh mempunyai
perbatasan yaitu, sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Gajah Mada, sebelah
Timur berbatasan dengan Lorong Banteng, sebelah Utara berbatasan dengan
Jalan Sisingamangaraja, dan sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Sentosa.
Sumber daya manusia kesehatan pada Rumah Sakit Umum Daerah Cut
Nyak Dhien Meulaboh secara keseluruhan berjumlah 556 orang yang terdiri
dari 171 laki-laki dan 385 perempuan dengan status PNS 352 orang,CPNS 23
orang,pegawai honor 33 orang,tenaga sukarela 132 orang,tenaga harian lepas
16 orang.(Subbag kepegawaian RSUD CND ,2013)
54
4.2
Hasil penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 12-15 Februari 2014.Dari data yang
dikumpulkan terdapat 40 responden yang dijadikan sampel yang merupakan
seluruh populasi bidan yang bekerja diruang Nicu dan ruang Bersalin Rumah
Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh.Data dikumpulkan melalui
kuesioner,data dari hasil penelitian ini akan disajikan dalam bentuk distribusi
frekuensi sebagai berikut :
1. Analisa univariat
a. Pengetahuan bidan terhadap penanganan asfiksia pada bayi baru lahir
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Bidan Terhadap penanganan
asfiksia Pada Bayi Baru Lahir Di ruang Nicu Dan Ruang bersalin
Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh
No
1
2
Pengetahuan bidan
terhadap penanganan
asfiksia pada bayi baru
lahir
Baik
frekuensi
(%)
14
35,0
26
40
65,0
100,0
Kurang baik
Jumlah
Sumber : Data Primer diolah Tahun 2014
Berdasarkan tabel 4.1 diatas maka dapat dilihat bahwa dari 40
responden yang diteliti ditemukan sebagian besar Bidan memiliki
pengetahuan kurang baik yaitu sebanyak 26 responden (65,0 %).
54
b. Pendidikan
Tabel 4.2
Tabel Frekuensi Pendidikan Bidan
Diruang Nicu Dan Ruang Bersalin
Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien meulaboh
No
Pendidikan Bidan
1
frekuensi
Tinggi
2
3
Sedang
Rendah
Jumlah
Sumber : Data Primer diolah Tahun 2014
(%)
5
12,5
35
0
40
87,5
0
100,0
Berdasarkan tabel 4.2 diatas maka dapat dilihat bahwa dari
40 responden yang diteliti ditemukan sebagian besar Bidan memiliki
tingkat pendidikan sedang yaitu sebanyak 35 responden (87,5 %).
c. Umur
Tabel 4.3
Tabel Frekuensi Umur Bidan
Diruang Nicu Dan Ruang Bersalin
Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien meulaboh
No
frekuensi
(%)
31
77,5
Dewasa pertengahan
9
Dewasa akhir
0
40
Jumlah
Sumber : Data Primer diolah Tahun 2014
22,5
0
100,0
1
2
3
Umur Bidan
Dewasa awal
Berdasarkan tabel 4.3 diatas maka dapat dilihat bahwa dari
40 responden yang diteliti ditemukan sebagian besar Bidan memiliki
tingkat umur dewasa awal yaitu sebanyak 31 responden (77,5 %).
54
d. Pengalaman bekerja
Tabel 4.4
Tabel Frekuensi Pengalaman Bekerja Bidan
Diruang Nicu Dan Ruang Bersalin
Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien meulaboh
No
1
Pengalaman Bekerja
Belum lama
Frekuensi
(%)
29
72,5
Lama
11
40
Jumlah
Sumber : Data Primer diolah Tahun 2014
27,5
100,0
2
Berdasarkan tabel 4.4 diatas maka dapat dilihat bahwa dari
40 responden yang diteliti ditemukan sebagian besar Bidan memiliki
tingkat pengalaman kerja yang belum lama yaitu sebanyak 29
responden (72,5 %).
e. Pelatihan
Tabel 4.5
Tabel Frekuensi Pelatihan Bidan
Diruang Nicu Dan Ruang Bersalin
Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien meulaboh
No
frekuensi
(%)
10
25,0
Tidak ada
30
40
Jumlah
Sumber : Data Primer diolah Tahun 2014
75,0
100,0
1
Pelatihan Bidan
Ada
2
Berdasarkan tabel 4.5 diatas maka dapat dilihat bahwa dari
40 responden yang diteliti ditemukan sebagian besar Bidan belum
mengikuti pelatihan manajemen asfiksia yaitu sebanyak 30 responden
(75,0 %).
54
2. Analisa Bivariat
a. Pengaruh Pendidikan bidan terhadap penanganan asfiksia pada bayi
baru lahir
Tabel 4.6
Pengaruh Pendidikan Bidan
Terhadap Penanganan asfiksia Pada bayi Baru Lahir
Di Rumah Sakit umum Cut Nyak Dhien Meulaboh
No
Pendidikan
Pengetahuan bidan
terhadap penanganan
asfiksia pda bayi baru
lahir
baik
1
2
3
f
%
Tinggi
4
80
Sedang
10
28,6
Rendah
0
0
Jumlah
14
35
Signifikasi : p > 0,05
Jumlah
Uji statistik
Kurang baik
f
1
25
0
26
%
20
71,4
0
65
f
5
35
0
40
%
100
100
0
100
p-value
0,024
Berdasarkan Tabel 4.6 diatas,diketahui dari 5 responden
yang memiliki pendidikan tinggi terdapat 4 responden (80,0%) yang
mempunyai pengetahuan yang baik terhadap penanganan asfiksia pada
bayi baru lahir.Dari 35 responden yang memiliki pendidikan sedang
terdapat 25 responden (71,4%) yang mempunyai pengetahuan yang
kurang baik terhadap penanganan asfiksia pada bayi baru lahir.
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chisquare dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh p-value 0,024 yang
berarti lebih kecil dari α-value (0,05).Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa ada pengaruh tingkat pendidikan
dengan
54
pengetahuan bidan terhadap penanganan asfiksia pada bayi baru lahir di
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh.
b. Pengaruh umur bidan terhadap penanganan asfiksia pada bayi baru
lahir.
No
1
2
3
Tabel 4.7
Pengaruh umur bidan terhadap penanganan asfiksia pada bayi
baru lahir di Rumah Sakit Umum Daerah cut Nyak Dhien
Meulaboh
Pengetahuan bidan
terhadap penanganan
Uji
asfiksia pada bayi baru
Jumlah
statistik
Umur
lahir
baik
Kurang baik
f
%
f
%
f
%
p-value
Dewasa awal 7
22,6
24 77,4
31 100
Dewasa
pertengahan
Dewasa akhir
7
0
77,8
0
2
0
22,2
0
9
0
100
0,002
0
Jumlah
14 35
26 65
40 100
Signifikasi : p > 0,05
Berdasarkan tabel 4.7 diatas,dari 31 responden yang mempunyai
tingkatan umur dewasa awal terdapat 7 responden (22,6%) yang
mempunyai pengetahuan yang baik terhadap penanganan asfiksia pada
bayi baru lahir.Dari 9 responden yang mempunyai tingkatan umur
dewasa pertengahan terdapat 2 responden (22,2%) yang mempunyai
pengetahuan yang kurang baik terhadap penanganan asfiksia pada bayi
baru lahir.
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square
dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh p-value 0,002 yang berarti
54
lebih kecil dari α-value (0,05).Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa ada pengaruh umur
dengan pengetahuan bidan terhadap
penanganan asfiksia pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh.
c. Pengaruh pengalaman bekerja bidan terhadap penanganan asfiksia pada
bayi baru lahir.
Tabel 4.8
Pengaruh pengalaman bidan terhadap penanganan asfiksia pada
bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Daerah cut Nyak Dhien
Meulaboh
No
Pengalaman
bekerja
Pengetahuan bidan
terhadap penanganan
asfiksia pada bayi baru
lahir
baik
1
2
f
%
Belum lama
5
17,2
Lama
9
81,8
Signifikasi : p > 0,05
Jumlah
Uji statistik
Kurang baik
f
24
2
%
82,8
18,2
f
29
11
%
100
100
p-value
0,000
Berdasarkan tabel 4.8 diatas,dari 29 responden yang mempunyai
pengalaman bekerja yang belum lama terdapat 5 responden (17,2%) yang
mempunyai pengetahuan yang baik terhadap penanganan asfiksia pada
bayi baru lahir.Dari 11 responden yang mempunyai pengalaman bekerja
yang sudah lama terdapat 2 responden (18,2%) yang mempunyai
pengetahuan yang kurang baik terhadap penanganan asfiksia pada bayi
baru lahir.
54
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square
dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh p-value 0,000 yang berarti
lebih kecil dari α-value (0,05).Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa ada pengaruh pengalaman bekerja
dengan pengetahuan bidan
terhadap penanganan asfiksia pada bayi baru lahir di Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh.
d. Pengaruh pelatihan bidan terhadap penanganan asfiksia pada bayi baru
lahir.
Tabel 4.9
Pengaruh pelatihan bidan terhadap penanganan asfiksia pada bayi
baru lahir di Rumah Sakit Umum Daerah cut Nyak Dhien
Meulaboh
No
Pelatihan
Pengetahuan bidan
terhadap penanganan
asfiksia pada bayi baru
lahir
Baik
1
2
f
%
Tidak ada 5
16,7
Ada
9
90
Jumlah
14 35
Signifikasi : p > 0,05
Jumlah
Uji statistik
Kurang baik
f
25
1
26
%
83,3
10
65
f
30
10
40
%
100
100
100
p-value
0,000
Berdasarkan tabel 4.9 diatas,dari 30 responden yang belum pernah
mengikuti pelatihan manajemen asfiksia terdapat 5 responden (16,7%)
yang mempunyai pengetahuan yang baik terhadap penanganan asfiksia
pada bayi baru lahir.Dari 10 responden yang pernah mengikuti pelatihan
manajemen asfiksia terdapat 1 responden (10,0%) yang mempunyai
54
pengetahuan yang kurang baik terhadap penanganan asfiksia pada bayi
baru lahir.
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square
dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh p-value 0,000 yang berarti
lebih kecil dari α-value (0,05).Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa ada pengaruh pelatihan manajemen asfiksia
dengan
pengetahuan bidan terhadap penanganan asfiksia pada bayi baru lahir di
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh.
4.2.1 Pembahasan
1. Pengaruh Pendidikan bidan terhadap penanganan asfiksia pada bayi baru
lahir.
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapa diketahui bahwa
pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan
bidan terhadap penanganan asfiksia pada bayi baru lahir.Hal ini dapat di
lihat dari tabel 4.6 diatas,dari 5 responden yang memiliki pendidikan
tinggi terdapat 4 responden ( 80,0%) yang mempunyai pengetahuan yang
baik terhadap penanaganan asfiksia pada bayi baru lahir dan 1 responden
(20,0%) yang memiliki pengetahuan yang kurang baik terhadap
penanganan asfiksia pada bayi baru lahir.Dari 35 responden yang memiliki
pendidikan sedang terdapat 10 responden (28,6%) yang memiliki
pengetahuan yang baik terhadap penanganan asfiksia pada bayi baru lahir
dan 25 responden (71,4%) yang memiliki pengetahuan yang kurang baik
terhadap penanganan asfiksia pada bayi baru lahir.
54
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square
dengan tingkat kepercayaaan 95 % diperoleh nilai p-value 0,043 yang
berarti lebih kecil dari α-value (0,05).Dengan demikian dapat ditarik
kesimpulan bahwa ada pengaruh pendidikan terhadap pengetahuan bidan
dalam penanganan asfiksia pada bayi baru lahir.
Pengetahuan adalah hasil dari tahu,dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.penginderaan
terjadi
melalui
panca
indera
penglihatan,pendengaran,penciuman
,rasa
manusia
dan
yakni
raba.sebagian
indera
besar
pengetahuan manusia di peroleh dari indera mata dan telinga.Pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang atau dengan arti lain pengetahuan mempunyai
pengaruh
sebagai
motivasi
awal
bagi
seseorang
dalam
berperilaku.(Notoatmodjo, 2007)
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
persepsi seseorang karena dapat membuat seseorang untuk lebih menerima
ide-ide atau teknologi baru. ( Notoatmodjo, 2007)
Penelitian yang dilakukan oleh Safrina (2011) tentang pengaruh
karakteristik individu (pendidikan, masa kerja, pengalaman kerja,
pelatihan) dan motivasi (tanggung jawab, pengakuan, pengembangan,
kondisi kerja, imbalan) terhadap kompetensi bidan dalam manajemen
asfiksia bayi baru lahir di RSIA Pemerintah Aceh. Penelitian ini
menunjukkan bahwa pendidikan bidan merupakan salah satu factor yang
54
mempengaruhi pengetahuan bidan terhadap penanganan asfiksia pada bayi
baru lahir. Nilai p value 0,001.
Dari literatur dan hasil penelitian yang ditemui,peneliti berasumsi
bahwa
pendidikan
mempengaruhi
pengetahuan
bidan
terhadap
penanaganan asfiksia pada bayi baru lahir.Pada penelitian ini ditemukan
masalah terdapat 25 responden yang memiliki pendidikan sedang dan
memiliki pengetahuan yang kurang baik terhadap penanganan asfiksia
pada bayi baru lahir,hal tersebut disebabkan oleh bidan memiliki
pengetahuan yang terbatas dalam penanganan asfiksia pada bayi baru
lahir,misalnya bidan hanya mempelajari teori asfiksia pada bayi baru lahir
saja dan kurang melakukan praktek penanganan asfiksia pada bayi baru
lahir pada saat menempuh pendidikannya.
2. Pengaruh umur bidan terhadap penanganan asfiksia pada bayi baru lahir.
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapa diketahui bahwa umur
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan bidan
terhadap penanganan asfiksia pada bayi baru lahir.Hal ini dapat di lihat
dari tabel 4.7 diatas,dari 31 responden yang memiliki umur dewasa awal
terdapat 7 responden ( 22,6%) yang mempunyai pengetahuan yang baik
terhadap penanaganan asfiksia pada bayi baru lahir dan 24 responden
(77,4%) yang memiliki pengetahuan yang kurang baik terhadap
penanganan asfiksia pada bayi baru lahir.Dari 9 responden yang memiliki
umur dewasa pertengahan terdapat 7 responden (77,8%) yang memiliki
54
pengetahuan yang baik terhadap penanganan asfiksia pada bayi baru lahir
dan 2 responden (22,2%) yang memiliki pengetahuan yang kurang baik
terhadap penanganan asfiksia pada bayi baru lahir.
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square dengan
tingkat kepercayaaan 95 % diperoleh nilai p-value 0,004 yang berarti lebih
kecil dari α-value (0,05).Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa
ada pengaruh umur terhadap pengetahuan bidan dalam penanganan
asfiksia pada bayi baru lahir.
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan dalam penelitian
karena berhubungan dengan angka kesakitan ataupun kematian dan orang
dapat membacanya dengan mudah serta melihat pola sehingga kesakitan
ataupun kematian dapat diperhatikan menurut umur (heri p 2004).
Semakin muda usia seseorang semakin sedikit pengalaman yang
dimiliki seseorang, namun sebaliknya semakin tinggi tingkatan umur
seseorang pengalaman yang didapat semakin lebih banyak oleh karena itu
sangat penting bila umur dapat dikaitkan dengan pengetahuan seseorang
(Heri, 2004).
Memori atau daya ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi
oleh umur (Sarwono 2008). Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa
dengan bertambahnya umur seseorang maka, dapat berpngaruh pada
bertambahnya pengetahuan yang diperoleh Dalam teori Hurlock yang
dikutip oleh semakin cukup tingkat kematangan dan kekuatan seseorang,
54
maka akan lebih matang orang tersebut dalam berfikir dan berkerja. Hal ini
sebagai akibat dari kematangan jiwanya ( Nursalam, 2003).
Dari literature dan hasil penelitian yang ditemui, peneliti berasumsi
bahwa umur
mempengaruhi pengetahuan bidan terhadap penanganan
asfiksia pada bayi baru lahir.Pada penelitian ini ditDari literature dan hasil
penelitian yang ditemui, peneliti berasumsi bahwa umur mempengaruhi
pengetahuan bidan terhadap penanganan asfiksia pada bayi baru lahir.Pada
penelitian ini diemukan masalah terdapat 24 responden yang memiliki
umur dewasa awal dan memiliki pengetahuan yang kurang baik terhadap
penanganan asfiksia pada bayi baru lahir,hal tersebut disebabkan oleh
umur bidan yang relatif muda sehingga belum
mempunyai tingkat
kematangan dan kekuatan dalam berfikir dan bekerja.
3. Pengaruh pengalaman bekerja bidan terhadap penanganan asfiksia pada
bayi baru lahir
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa
penglaman bekerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pengetahuan bidan terhadap penanganan asfiksia pada bayi baru lahir.Hal
ini dapat di lihat dari tabel 4.8 diatas,dari 29 responden yang belum
memiliki pengalaman bekerja terdapat 5 responden ( 17,2%) yang
mempunyai pengetahuan yang baik terhadap penanaganan asfiksia pada
bayi baru lahir dan 24 responden (82,%) yang memiliki pengetahuan yang
kurang baik terhadap penanganan asfiksia pada bayi baru lahir.
54
Dari 11 responden yang memiliki pengalaman bekerja terdapat 9
responden (81,8%) yang memiliki pengetahuan yang baik terhadap
penanganan asfiksia pada bayi baru lahir dan 2 responden (18,2%) yang
memiliki pengetahuan yang kurang baik terhadap penanganan asfiksia
pada bayi baru lahir.
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square
dengan tingkat kepercayaaan 95 % diperoleh nilai p-value 0,000 yang
berarti lebih kecil dari α-value (0,05).Dengan demikian dapat ditarik
kesimpulan bahwa ada pengaruh pengalaman bekerja bidan terhadap
pengetahuan bidan dalam penanganan asfiksia pada bayi baru lahir.
Lama bekerja dapat diartikan dengan pengalaman seseorang selama
memberikan pelayanan kebidanan baik di instansi pemerintah atau swasta.
(Mangkuprawira, 2004,)
Pengalaman merupakan guru yang terbaik (experient is the best
teacher). Pepatah tersebut bisa diartikan bahwa pengalaman merupakan
sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk
memperoleh suatu kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu, pengalaman
pribadi
pun
dapat
dijadikan
sebagai
upaya
untuk
memperoleh
pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan persoalan yang dihadapi
pada masa lalu (Notoatmojo, 2007).
54
Kepercayaan masyarakat lebih cenderung kepada bidan yang telah
lama bekerja, masyarakat menganggap bahwa orang yang sudah lama
bekerja memiliki pengalaman yang lebih di bandingkan orang yang baru
bekerja. Semakin lama bekerja semakin banyak pengalaman dan semakin
banyak kasus yang ditangani sehingga membuat masyarakat berpikiran
bahwa seorang tersebut mahir dan terampil dalam menyelesaikan
pekerjaannya. (Notoatmojo, 2007 ).
Penelitian yang dilakukan oleh Safrina (2011) tentang pengaruh
karakteristik individu (pendidikan, masa kerja, pengalaman kerja,
pelatihan) dan motivasi (tanggung jawab, pengakuan, pengembangan,
kondisi kerja, imbalan) terhadap kompetensi bidan dalam manajemen
asfiksia bayi baru lahir di RSIA Pemerintah Aceh. Penelitian ini
menunjukkan bahwa pengalaman bidan merupakan salah satu faktor yang
memprngaruhi pengetahuan bidan terhadap penanganan asfiksia pada bayi
baru lahir. Nilai p value 0,029.
Dari literatur dan hasil penelitian yang ditemui,peneliti berasumsi
bahwa
pengalaman
mempengaruhi
pengetahuan
bidan
terhadap
penanaganan asfiksia pada bayi baru lahir.Pada penelitian ini ditemukan
masalah terdapat 29 responden yang belum memiliki pengalaman bekerja
dan memiliki pengetahuan yang kurang baik terhadap penanganan asfiksia
pada bayi baru lahir,hal tersebut disebabkan oleh bidan memiliki
pengetahuan yang terbatas dalam penanganan asfiksia pada bayi baru
lahir,misalnya bidan hanya mempelajari teori asfiksia pada bayi baru lahir
54
saja dan kurang melakukan praktek penanganan asfiksia pada bayi baru
lahir pada saat menempuh pendidikannya.
4. Pengaruh pelatihan manajemen asfiksia terhadap penanganan asfiksia pada
bayi baru lahir.
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa
penglaman bekerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pengetahuan bidan terhadap penanganan asfiksia pada bayi baru lahir.Hal
ini dapat dilihat dari tabel 4.9 diatas,dari
30 responden yang belum
mendapatkan pelatihan manajemen asfiksia terdapat 5 responden ( 16,7%)
yang mempunyai pengetahuan yang baik terhadap penanaganan asfiksia
pada bayi baru lahir dan25 responden (83,3%) yang memiliki pengetahuan
yang kurang baik terhadap penanganan asfiksia pada bayi baru lahir.Dari
10 responden yang sudah mendapatkan pelatihan manajemen asfiksia
terdapat 9 responden (90,0%) yang memiliki pengetahuan yang baik
terhadap penanganan asfiksia pada bayi baru lahir dan 1 responden
(10,0%) yang memiliki pengetahuan yang kurang baik terhadap
penanganan asfiksia pada bayi baru lahir.
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square
dengan tingkat kepercayaaan 95 % diperoleh nilai p-value 0,000 yang
berarti lebih kecil dari α-value (0,05). Dengan demikian dapat ditarik
kesimpulan bahwa ada pengaruh pelatihan manajemen asfiksia terhadap
pengetahuan bidan dalam penanganan asfiksia pada bayi baru lahir.
54
Pelatihan didefinisikan oleh Ivancevich sebagai “usaha untuk
meningkatkan kinerja pegawai dalam pekerjaannya sekarang atau dalam
pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera”. Selanjutnya, sehubungan
dengan definisinya tersebut, Ivancevich (2008) mengemukakan sejumlah
butir penting yang diuraikan di bawah ini: Pelatihan (training) adalah
“sebuah
proses
seorang/sekelompok
sistematis
untuk
pegawai
dalam
mengubah
usaha
perilaku
meningkatkan
kerja
kinerja
organisasi”. Pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan yang
diperlukan
untuk
pekerjaan
yang
sekarang
dilakukan.
Pelatihan
berorientasi ke masa sekarang dan membantu pegawai untuk menguasai
keterampilan dan kemampuan (kompetensi) yang spesifik untuk berhasil
dalam pekerjaannya.
Pelatihan menurut Gary Dessler (2009) adalah proses mengajarkan
karyawan baru atau yang ada sekarang, ketrampilan dasar yang mereka
butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka”. Pelatihan merupakan
salah satu usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam
dunia kerja. Karyawan, baik yang baru ataupun yang sudah bekerja perlu
mengikuti pelatihan karena adanya tuntutan pekerjaan yang dapat berubah
akibat perubahan lingkungan kerja, strategi, dan lain sebagainya.
Pelatihan menurut Gary Dessler (2009) adalah Proses mengajarkan
karyawan baru atau yang ada sekarang, ketrampilan dasar yang mereka
butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka”. Pelatihan merupakan
salah satu usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam
54
dunia kerja. Karyawan, baik yang baru ataupun yang sudah bekerja perlu
mengikuti pelatihan karena adanya tuntutan pekerjaan yang dapat berubah
akibat perubahan lingkungan kerja, strategi, dan lain sebagainya.
Dari literatur dan hasil penelitian yang ditemui,peneliti berasumsi
bahwa pelatihan manajemen asfiksia mempengaruhi pengetahuan bidan
terhadap penanaganan asfiksia pada bayi baru lahir.Pada penelitian ini
ditemukan masalah terdapat 25 responden yang belum
mendapatkan
pelatihan manajemen asfiksia dan memiliki pengetahuan yang kurang baik
terhadap penanganan asfiksia pada bayi baru lahir,hal tersebut disebabkan
oleh bidan memiliki pengetahuan yang terbatas dalam penanganan asfiksia
pada bayi baru lahir,misalnya bidan hanya mempelajari teori asfiksia pada
bayi baru lahir saja dan kurang melakukan praktek penanganan asfiksia
pada bayi baru lahir pada saat menempuh pendidikannya.
54
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan
data
dan
hasil
penelitian
pada
distribusi
frekuensi,peneliti membuat beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Ada pengaruh pendidikan
terhadap pengetahuan bidan
dalam
penanganan asfiksia pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Cut
Nyak Dhien Meulaboh,di tandai dengan nilai p-value (0,024) < α-value
(0,05).
2. Ada pengaruh umur terhadap pengetahuan bidan dalam penanganan
asfiksia pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien
Meulaboh,ditandai dengan nilai p-value (0,002) < α-value (0,05).
3. Ada pengaruh pengalaman terhadap pengetahuan dalam penanganan
asfiksia pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien
Meulaboh,ditandai dengan nilai p-value (0,000) < α-value (0,05).
4. Ada pengaruh pelatihan terhadap pengetahuan dalam penanganan
asfiksia pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien
Meulaboh,ditandai dengan nilai p-value (0,000) < α-value (0,05).
54
5.2
Saran
1. Bagi tempat penelitian
Diharapkan agar pihak Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien
Meulaboh dapat memberikan perhatian yang lebih besar kepada bidanbidan yang bekerja dalam lingkungan RSUD CND Meulaboh dengan
memberikan pelatihan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir
sehingga dapat menambah pengetahuan para bidan dalam hal tersebut.
2. Bagi responden
Agar para bidan yang bekerja dalam lingkungan RSUD CND
Meulaboh terus termotivasi untuk belajar
dan
meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan bekerja sesuai dengan kompetensi
bidan.
3. Bagi peneliti
Sebagai sarana pembelajaran melakukan penelitian sekaligus
mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat selama perkuliahan dan
semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penelitian selanjutnya
54
DAFTAR PUSTAKA
Allen Carol Vestal, 2008, Memahami Proses Keperawatan, EGC : Jakarta
Depkes RI, 2004. Asuhan Persalinan Normal,. Jakarta
, 2008,MilleniumDevelopment Goals 2015. Jakarta
, 2009, Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta
Descler,gary. 2009, manajemen sumber daya manusia. Jakarta : Index
Hidayat,AA. 2009. Metode penelitian keperawatan dan teknik analisa data.
Jakarta : Salemba Medika
IBI. (2005). Catatan Tentang Perkembangan dalam Praktek Kebidanan. Jakarta.
. 2005. Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta
Ivancevich, John,m,Dkk. 2008, perilaku dan manajemen organisasi, jilid 1 dan 2
Jakarta : erlangga
Laporan RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat, 2014.
Mangku Negara, anwar prabu,2005. Evaluasi kinerja SDM. Bandung: Refika
aditama
Notoatmojo,S. 2003, Metode Penelitian kesehatan, penerbit PT Rineka Cipta.
Jakarta.
. 2007. Promosi Kesehatan Teori dan Ilmu Perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta.
Nursalam, 2003, konsep dan penerapan metodelogi penelitian ilmu keperawatan :
pedoman skripsi, tesis, dan instrumen penelitian keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika
Syofyan,Mustika,et all.50 Tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan Cetakan
ke-III Jakarta: PP IBI.2004
54
Safrina. 2011.Pengaruh karakteristik individu dan motivasi terhadap kompetensi
bidan dalam manajemen asfiksia bayi baru lahir di Rumah Sakit Ibu dan
Anak Pemerintah aceh Kota Banda Aceh.Tesis. USU
Undang- undang RI NO 20, 2003, tentang sisrtem pendidikan Nasional,
Semarang Aneka Ilmu.
Wikipedia,pengetahuan,
dipetik
februari
http//id.wikipedia.org/wiki/pengetahuan
2014
dari
Wikipedia
:
54
Lampiran 1
LEMBARAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
:
Alamat
:
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bersedia menjadi responden dan
sampel dalam penelitian ini dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Pengetahuan Bidan Terhadap Penanganan Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir Di
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014”.
Demikian pernyataan persetujuan menjadi responden dari saya semoga
dapat dipergunakan seperlunya.
Meulaboh,Februari 2014
(…………………………)
54
Lampiran 2
KUESIONER
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN BIDAN
TERHADAP PENANGANAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI
RUMAHSAKIT UMUM DAERAH CUT NYAK DHIEN MEULABOH
KABUPATEN ACEH BARAT TAHUN 2014
I. Identitas Responden
1. Kode Responden : ……………………..(diisi oleh peneliti )
2. Umur
: ……………. Tahun
3. Pendidikan
: …………….
4. Pekerjaan
: …………….
5. Tanggal Pengisian
: ………………
II. Kuesioner Penelitian
A. Asfiksia
1. Apa pengertian dari asfiksia?
a. Tidak bisa bernafas dengan spontan
b. Kehilangan panas
c. Tubuhnya kebiru-biruan
2. Sebutkan faktor penyebab asfiksia pada bbl
a. Faktor ibu, faktor tali pusat,faktor bayi
b. Faktor tali pusat dan bayi
c. Hanya faktor ibu saja
3. Sebutkan tanda-tanda bayi asfiksia
a. Tidak bernafas dengan spontan, tangisan lemah, denyut jantung
tidak ada atau lemah, kulit kebiru-biruan
b. Tidak bernafas dengan spontan, tangisan lemah, denyut jantung
tidak ada atau lemah, kulit kuning.
c. Tidak bernafas dengan spontan, tangisan lemah, denyut jantung
tidak ada atau lemah, kulit merah.
4. Apa saja yang diperlukan dalam persiapan resusitasi bayi baru lahir?
54
a. Persiapan keluarga, tempat, bidan, alat.
b. Keluarga dan tempat
c. Lingkungan dan keluarga
5. Apa yang dimaksud dengan tindakan resusitasi?
a. Tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawat daruratan
pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler
b. Tindakan kritis pada saat bayi mengalami pencernaan
c. Tindakan yang dilakukan pada bayi normal
6. Apa yang harus di nilai untuk memutuskan tindakan resusitasi :
a. Apgar Score
b. Pernapasan
c. Jantung
7. Berapa lama ventilasi dilakukan?
a. 50 detik
b. 40 detik
c. 30 detik
8. Dalam manajemen asfiksia bbl ada 6 langkah yang harus dilakukan
berurutan yaitu:
a. Atur posisi kepala,isap lendir,kering dan rangsang bayi,reposisi
kepala dan bungkus bayi,menjaga kehangatan,penilaian.
b. Isap lendir,atur posisi kepala,reposisi kepala dan bungkus
bayi,penilaian,kering dan rangsang bayi,jaga kehangatan
c. Jaga kehangatan bayi,atur posisi kepala,isap lendir,kering dan
rangsang bayi,reposisi dan bungkus bayi,penilaian
9. Setelah melakukan langkah awal,bayi tidak juga menangis,napas megapmegap.apa yang harus bidan lakukan:
a. Isap lendir
b. Ventilasi
c. Atur posisi kepala
10. Apa pengertian dari ventilasi :
54
a. Memasukakan sejumlah udara kedalam paru dengan tekanan
positip untuk membuka alveoli paru agar bayi dapat bernapas
spontan dan teratur
b. Memsang o2 kepada bayi
c. Memberikan terapi cairan kepada bayi
B. Pengalaman bekerja
1. Sudah berapa lamakah anda bertugas di ruang bersalin atau ruang NICU?
a. < 5 thn
b. ≥ 5 tth
C. Pelatihan
1. Apakah anda pernah mengikuti pelatihan manajemen asfiksia pada bbl ?
a. Ya
b. tidak
a. tidak
54
Lampiran 3
TABEL SKORING
Tabel 1.variabel pengetahuan
No Variabel
No
urut Bobot
pertanyaan
Skor
A
1
B
C
1
1
0
0
2
1
0
0
3
3
1
0
0
4
4
1
0
0
5
5
1
0
0
6
6
0
1
0
7
7
0
0
1
8
8
1
0
0
9
9
0
1
0
10
10
1
0
0
2
Pengetahuan
asfiksia
Rentang
-
-
Baik jika 6-10
pertanyaan di
jawab dengan
benar
Kurang baik
jika hanya 1-5
pertanyaan
yang di jawab
dengan benar
Download