G. BROMO, JAWA TIMUR G. Bromo dilihat dari Pos PGA di Desa Ngadisari KETERANGAN UMUM Nama : G. Bromo Nama Lain : Brama Nama Kawah :- Lokasi : a. Geografi : 7° 56' 30" LS dan 112° 57' BT. (Atlas Trop. Nederl. 1938, lembar 22). b. Administrasi : Cemoro Lawang, Desa Ngadisari, Kec. Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Prop. Jawa Timur. Ketinggian : a. dari muka air laut :2.329 m dml. b. dari dasar kaldera : 200 m (ketinggian dasar kaldera ± 2.100 m dml dan dikenal sebagai daerah lautan pasir) Kota Terdekat : Probolinggo Tipe Gunungapi : Kerucut sinder dalam kaldera Nama Pengamatan Gunungapi Pos : Geografi : 7° 55' 40,18" LS dan 112° 58' 07,56“ BT Elevasi : 2275 dpl Administrasi : Pos PGA G. Bromo terletak di Cemoro Lawang, Desa Ngadisari, Kec. Sukapura, Kab. Probolinggo, Propinsi Jawa Timur. PENDAHULUAN Cara Mencapai Puncak Dapat dilakukan melalui dua cara yaitu : 1. Lintasan Probolinggo – Sukapura – Ngadisari sampai ke Cemoro Lawang yang merupakan dinding Kaldera Lautan Pasir dapat dilakukan dengan kendaraan bermotor. Kemudian dilanjutkan dengan lintasan melewati lautan pasir. Pendakian ke puncak dan pematang kawah dapat dilakukan dengan mudah melalui tangga tembok. 2. Lintasan Pasuruan – Tosari – Jurang Munggal – Lautan Pasir - Bromo. Peta Rute di Kawasan G. Bromo/Kaldera Tengger, Jawa Timur Demografi Data Penduduk di Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Propinsi Jawa Timur. Tabel Demografi Kependudukan Kec. Sukapura, Kab. Probolinggo No Nama Desa/Kelurahan Jumlah Penduduk Laki-laki Jumlah KK Perempuan 1 Sukapura 1755 1852 702 2 Sapikerep 1285 1317 414 3 Ngadirejo 807 819 432 4 Wonokerto 680 697 404 5 Ngadas 338 379 198 6 Jetak 287 308 152 7 Wonotoro 351 352 169 8 Ngadisari 734 819 325 9 Sariwani 702 341 343 10 Pakel 859 873 387 11 Kedasih 783 930 430 12 Ngepung 716 761 292 Wisata Komplek Bromo Tengger Kaldera Tengger Daya tarik utama TN-BTS adalah gejala alam yang unik dan spektakuler yang dapat dinikmati dan didekati dengan mudah. Kaldera Tengger dengan 5 (lima) buah gunung yang berada didalamnya merupakan daya tarik tersendiri, termasuk kisah geologi terbentuknya gunung-gunung tersebut. Gunung Bromo Gunung Bromo merupakan salah satu gunung dari lima gunung yang terdapat di komplek Pegunungan Tengger di laut pasir. Daya tarik gunung ini adalah merupakan gunung yang masih aktif dan dapat dengan mudah didaki/dikunjungi. Obyek wisata Gunung Bromo ini merupakan fenomena dan atraksi alami yang merupakan salah satu daya tarik pengunjung. Kekhasan gejala alam yang tidak ditemukan di tempat lain adalah adanya kawah di tengah kawah (creater in the creater) dengan hamparan laut pasir yang mengelilinginya. Bila kita sampai di puncak maka tampak kawah Bromo yang menganga lebar dengan kepulan asap yang keluar dari dasarnya yang menandakan gunung ini masih aktif. Dari puncak inilah pengunjung dapat menikmati/menyaksikan kawah Bromo dengan kepulan-kepulan asapnya yang relatif tipis, serta ke arah belakang dapat menyaksikan keindahan panorama hamparan laut pasir dengan siluet alamnya yang mempesonakan. Daya tarik lainnya, adalah bahwa gunung ini merupakan tempat bagi berlangsungnya acara puncak upacara ritual masyarakat Tengger (Kasada) yakni berupa pelemparan hasil bumi sebagai persembahan ke kawah Gunung Bromo. Upacara inilah yang menarik wisatawan untuk menyaksikan acara yang hanya berlangsung satu tahun sekali, pada tanggal 14 bulan ke sepuluh, Kalender Jawa melakukan upacara adat/keagamaan umat Hindu Tengger atau disebut juga Upacara Kesodo, upacara ini berpusat di sekeliling kawah Gunungapi Bromo. Gua/Gunung Widodaren Gunung/Gua Widodaren ini letaknya di sebelah Gunung Batok dan merupakan potensi obyek wisata yang mempunyai daya tarik tersendiri. Salah satu daya tarik obyek ini adalah bahwa lokasi ini merupakan tempat keramat berupa gua dan sumber air suci. Gunung Batok Gunung Batok terletak di sebelah Gn. Bromo dan menjadi pemandangan yang menyatu dengan Gn. Bromo. Daya tarik utama adalah gunung ini merupakan habitat edelwis. Gunung Pananjakan Puncak G. Pananjakan merupakan tempat yang tertinggi bila dibandingkan dengan tempat-tempat lainnya di Komplek Pegunungan Tengger. Oleh karenanya di kawasan ini kita dapat menyaksikan keindahan alam di bagian bawah seperti panorama laut pasir dengan komplek Gunung Bromo Dsk. yang dilatarbelakangi G. Semeru dengan kepulan asapnya yang tebal. Dari puncak Pananjakan ini dapat disaksikan/dinikmati pula indahnya matahari terbit di ufuk timur berwarna kekuning-kuningan muncul dari balik perbukitan. Kita dapat menikmati suasana tersebut di atas dalam suasana hening dan tenteram tanpa kebisingan dan kegaduhan. Fasilitas yang tersedia, antara lain : 1. Sarana jalan 2. Transportasi (kendaraan roda empat dan kuda) 3. Penginapan/pemondokan 4. Restoran/rumah makan 5. Bumi perkemahan 6. Fasilatas rekreasi lainnya Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru mencatat, pada 1996, jumlah wisatawan 177.570 orang. Pada 1997 sebanyak 196.165, tahun 1998 sebanyak 136.966 orang, 1999 sebanyak 133.759. Untuk tahun 2000 sebanyak 148.474, tahun 2001 sebanyak 118.359 orang, tahun 2002 sebanyak 155.846 orang, tahun 2003 sebanyak 111.761 orang, dan 2004 sebanyak 91.705 orang. Tahun 2005 sebanyak 90.922 dan hingga 2006, jumlah wisatawan hanya tidak sampai 80 ribu. SEJARAH LETUSAN Berdasarkan catatan sejarah, letusan atau peningkatan kegiatan vulkanik Gunungapi Bromo mulai tercatat sejak tahun 1804, erupsinya dapat berlangsung pendek yaitu beberapa hari saja (contoh : 12 – 14 Juni 1860) tetapi dapat pula berlangsung satu bulan atau lebih secara terus menerus. Daur erupsi Gunungapi Bromo tidak menentu yaitu masa istirahat terpendek kurang dari satu tahun sedangkan masa istirahat terpanjang 16 tahun. Peningkatan kegiatan/letusan yang tercatat dalam sejarah aktifitas vulkanik Gunungapi Bromo sejak lebih kurang 200 tahun yang lalu dapat dilihat pada tabel 4. Tabel Sejarah letusan menurut Neumann van Padang (1951, p. 146 – 147) NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. URUTAN LETUSAN 1804 1815 1820 1822 - 1823 1825 1829 1830 1835 1842 1843 1844 1856 1857 1858 1859 1860 1865 1866 1867 1868 1877 1885 1886 1887 1888 1890 1893 1896 1906 1907 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 1908 1909 1910 1915 1916 1921 1922 1928 1929 1930 1930 1935 1940 1948 1949 1950 1956 1972 KETERANGAN Bulan September 28 Desember - Januari 5 – 8 Nopember 5 – 11 Nopember 3 Maret dan 15 – 16 Desember 24 Januari – Juni Januari 9 Nopember 4 Maret dan 18 Oktober 12 – 14 Juni April, Mei, dan 1 – 18 Desember Juli 13 Desember 12 Januari 14 April Juni ?, 31 Oktober – 30 Desember 1 – 10 Januari; 15 – 26 April, 11 Nopember dan 31 Desember 9 – 25 Januari 27 Pebruari Mei – September Januari – 27 Maret 25 September – 26 Desember 11 – 15 Januari, 19 Maret, 18 Mei, 28 Agustus, 14 – 26 Desember 12 Pebruari 12 – 14 Januari 18 – 21 Januari Nopember dan Desember Januari – Juni Juni – 17 Oktober 5 – 17 Pebruari; 14 April, 10 – 20 Juni April – Juli; 16 Desember 7 Agustus – 8 September 30 Mei – 25 Juni 29 Juni – Juli Juli 25 April – 2 Mei, 3 Juli 15 Pebruari – 25 April Diragukan 27 – 29 Mei ? 26 Januari, diawali dengan terdengarnya suara gemuruh dari 49. 1980 50. 1984 51. 1995 52 2000 53. 2004 dalam bumi, kemudian disusul oleh munculnya tiang asap yang warnanya agak gelap. Hujan terus menerus dari 26 Januari – 13 Pebruari, selanjutnya hujan abu turun kadangkadang saja. Hembusan asap selama 1 – 2 hari saja, kemudian diikuti oleh suara dentuman dan lemparan material gunungapi pijar ke udara. Kegiatan terus meningkat sampai pada tanggal 21 Juni 1980 yang merupakan puncak kegiatan berupa letusan-letusan kecil terus berlangsung, setiap menit terjadi 2 – 3 kali letusan. Letusan besar terjadi pada selang waktu setiap 2 – 3 menit yang menyemburkan abu, pasir dan bongkah lava bergaris tengah 1 – 1,7 meter, tersebar di sekitar bibir kawah bagian luar. Penyebaran abu ke arah Barat laut sejauh lebih kurang 5 kilometer di daerah kampung Tosari. Lemparan material bergaris tengah 10 – 25 cm mencapai jarak lebih kurang 1.700 meter di kaki G. Batok. Pada tanggal 11 – 14 Juli terjadi peningkatan lagi berupa semburan asap berwarna hitam setinggi lebih kurang 800 – 1.500 meter di atas kawah. Hujan abu terjadi di daerah Ngadisari yang berjarak lebih kurang 5 kilometer dari kawah. Pada tanggal 24 Juli terlihat pertumbuhan sumbat lava di dasar kawah. 12 – 31 Mei, terjadi peningkatan kegiatan G. Bromo berupa letusan disertai suara dentuman. Asap putih tebal keabuabuan setinggi lebih kurang 500 – 1.000 meter di atas puncak G. Bromo. Titik letusan diperkirakan di dasar kawah bagian Utara dengan lobang letusan berdiameter lebih kurang 7 meter. 9 Maret, terjadi letusan asap disertai hujan abu dengan ketinggian asap berkisar 80 – 250 meter di atas puncak. Penyebaran abu halus mencapai jarak lebih kurang 20 kilometer terutama ke arah tenggara sesuai dengan arah angin mengakibatkan lebih kurang 1.000 hektar perkebunan rusak, kegiatan ini masih berlangsung sampai pada bulan Mei. Setelah beristirahat lebih kurang 3,5 bulan, pada tanggal 9 September, G. Bromo kembali menunjukkan peningkatan kegiatan berupa hembusan asap disertai abu setinggi lebih kurang 70 meter. Kegiatan hembusan ini makin meningkat dan mencapai puncaknya pada tanggal 25 September dengan ketinggian asap mencapai 700 meter di atas puncak. Gempa hembusan terjadi terus menerus dan diselingi oleh gempa letusan dengan amplitudo maksimum mencapai 51 mm. Kegiatan ini berangsur-angsur menurun dan berakhir pada bulan Desember. 29 November terjadi erupsi abu berlangsung menerus hingga bulan Januari 2001. Ketinggian abu mencapai 800 meter dari K. Bromo mengarah ke utara. Letusan terjadi tanggal 8 juni 2004 pukul 15.26 WIB, dimana terjadi letusan freatik secara tiba-tiba tanpa diawali kemunculan gempa vulkanik A dengan jumlah yang signifikan. Material letusan berupa lontaran abu dan batu dengan ketinggian tiang letusan mencapai 3000 m dari bibir kawah. Lontaran batu berjatuhan disekitar bibir kawah dengan radius kurang dair 300 m. Letusan berlangsung singkat selama 20 menit. Pukul 16.05 WIB secara visual tanpak asap putih kelabu tekanan lemah. Dengan ketinggian kolom asap berkisar antara 10 hingga 25 m dari bibir kawah. Tanggal 9 juni 2004 pukul 02.00 – 05.00 WIB peralatan seismograf masih mencatat gempa-gempa hembusan dengan amplituda semakin melemah dan berada di sekitar 3 mm. Akibat letusan ini 2 orang meninggal dunia dan 5 orang luka-luka. 54 2010 Tanggal 8 November sekitar pukul 2 siang, teramati perubahan asap G. Bromo dari yang sebelumnya berwarna putih tebal menjadi abu-abu. Satu jam berselang terekam gempa-gempa vulkanik yang semakin meningkat jumlahnya. Gempa Vulkanik Dalam (A) hingga tanggal 20 November terekam sebanyak 76 kejadian sedangkan gempa Vulkanik Tanggal 20 November pukul 05 pagi terjadi letusan eksplosif dari kawah G. Bromo berwarna coklat dengan ketinggian 200250 meter dari bibir kawah berlangsung sekitar 30 menit. Tanggal 23 November pukul 05 pagi, kembali letusan terjadi dari kawah G. Bromo dengan tinggi mencapai 400 meter. Pada pukul 8 08:00, status G. Bromo dinaikkan ke Siaga/level III. Tremor vulkanik semakin membesar hingga mencapai 30 mm dan sore hari sekitar pukul 2 siang letusan lebih besar terjadi dengan ketinggian asap sekitar 400-800 meter, kemudian pada pukul 15:30 aktivitas vulkanik G. Bromo sehingga status dinaikkan menjadi Awas/level IV. Tanggal 25-29 November letusan menerus dengan tinggi asap 400-800 dan berwarna kelabu coklat. Berarah barat-barat daya Tanggal 6 Desember pukul 12:45, status Awas diturunkan menjadi Siaga setelah dilakukan evaluasi aktivitas vulkanik G. Bromo yang memperlihatkan intensitas letusan menerus yang mulai menurun. Tanggal 13 Desember, erupsi abu kembali meningkat kembali. Amplituda maksimum tremor meningkat dari rata-rata 5 mm menjadi 15 mm.. Tanggal 19 Desember, erupsi diiringi dengan 2 kali sura dentuman terjadi pada pukul 10:17 dan 11:27. Erupsi terus berlangsung hingga saat ini (April 2011) Karakter Letusan Sepanjang sejarah, karakter erupsi bersifat efusif dan eksplosif dari kawah pusat, setiap kali erupsi menyemburkan abu, pasir, lapilli, dan kadang-kadang melontarkan bongkah lava dan bom vulkanik, kecuali pada kegiatan 1980, pada dasar kawah terbentuk sumbat lava. Kegiatan G. Bromo pada saat ini umumnya berupa hembusan asap putih tipis hingga putih tebal dengan ketinggian sekitar 50 m hingga 100 m dari bibir kawah dengan arah hembusan umumnya berarah Barat dan Baratlaut. Kondisi hembusan asap G. Bromo biasanya meningkat ketika terjadi curah hujan yang tinggi. Hal ini juga berhubungan dengan karakteristik letusannya yang berupa letusan freatik yang merupakan hasil kontak antara magma dengan sistem hidrothermal di tempat tersebut. Periode erupsi dapat berlangsung pendek yaitu beberapa hari saja (12 – 14 Juni 1860), tetapi dapat pula berlangsung satu bulan atau lebih secara terus menerus. Interval erupsi gunungapi Bromo tidak menentu yaitu masa istirahat terpendek kurang dari satu tahun sedangkan masa istirahat terpanjang 16 tahun. 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 18 0 18 4 2 18 0 2 18 3 29 18 3 18 5 4 18 3 5 18 6 58 18 6 18 0 6 18 6 6 18 8 8 18 5 8 18 7 9 18 0 9 19 6 0 19 7 0 19 9 1 19 5 2 19 1 28 19 3 19 0 4 19 0 4 19 9 5 19 6 8 20 0 00 Interval Tahun Interval Letusan G. Bromo Tahun Terjadi Letusan Selama 2 dekade terakhir ini G. Bromo telah meletus sebanyak 3 kali, yaitu tahun 1995, 2000, dan 2004. Interval letusan berkisar pada 4 – 5 tahun. Letusan terakhir G. Bromo ini umumnya berupa letusan abu dengan tinggi berkisar 300 – 3000 m yang berlangsung singkat atau terkadang berlangsung beberapa hari dengan lemparan material bisa mencapai radius 300 – 600 m dari pusat kawah. Letusan G. Bromo ini umumnya menyebabkan terjadinya hujan abu di daerah sekitar G. Bromo. Letusan G. Bromo 8 Juni 2004 Peningkatan kegiatan G. Bromo terakhir terjadi pada bulan September 2006, dimana terekam Gempa Tremor secara terus menerus pada tanggal 25 Agustus – 7 September 2006. Amplituda maksimum Gempa Tremor telah mencapai 30 mm dan asap kawah teramati berwarna kelabu tebal dengan tinggi berkisar 60 -100 m. Peningkatan kegiatan ini tidak disertai terjadinya letusan. GEOLOGI Sejarah Pembentukan Gunungapi Bromo : Pegunungan Tengger mempunyai sejarah gunungapi yang panjang, dimulai dari 1,4 juta tahun yang lalu (Mulyadi, 1992). Para ahli gunungapi menamakan pegunungan ini dengan Komplek Bromo – Tengger, terdiri dari beberapa tubuh gunungapi dengan pusat erupsi utamanya membentuk busur. Pada masa pertumbuhannya kegiatan eksplosif dan efusif telah membentuk kerucut Nongkojajar (1,4 ± 0,2 juta tahun yang lalu), Kerucut Ngadisari (822 ± 90 ribu tahun yang lalu), Kerucut Tengger Tua (265 ± 40 ribu tahun yang lalu), Kerucut Keciri (tidak diketahui umurnya) dan Kerucut Cemoro Lawang (144 - 135 ± 30 ribu tahun yang lalu). Pada kegiatan eksplosif yang besar, kerucut-kerucut tersebut sebahagian terhancurkan dan terbentuklah kaldera dengan urutan tertua ke muda sebagai berikut : 1. Kaldera Nongkojajar 2. Kaldera Ngadisari 3. Kaldera Keciri, dan 4. Kaldera Lautan Pasir Kerucut Gunungapi Bromo merupakan satu-satunya pusat kegiatan post-kaldera Lautan Pasir yang masih menunjukkan aktifitas vulkanik sampai sekarang. Beberapa kerucut yang berada di dalam kaldera Lautan Pasir namun sudah tidak aktif lagi. Peta Geologi G. Bromo GEOFISIKA Seismik Pengamatan kegempaan G. Bromo dilakukan secara terus menerus sejak awal 1989 dengan mempergunakan seismograf mekanik hingga bulan Juli 1991. Selanjutnya pada bulan Juli 1991 sampai dengan bulan Mei 1995 digunakan seismograf Teledyne Geotech satu komponen sitem kabel dan pada saat ada peningkatan kegiatan letusan G. Bromo pada bulan Maret 1995 maka dipasang Seimograf PS-2 sistem pancar (radio) satu komponen sampai sekarang. Sedangkan Seismograf Teledyne Geotech sistem kabel tidak dipergunakan lagi sejak bulan Mei 1995. Seismometer ditempatkan di lereng Utara G. Bromo, pada 07°56’15.0” LS dan 112°57’43.7”BT, dengan ketinggian 2175 meter dpl. Data kegempaan G. Bromo dipancarkan (ditransmit) lewat radio dan kemudian diterima oleh seperangkat alat penerima (receiver) yang ditempatkan di Pos Pengamatan Gunungapi Bromo yang berada di Cemoro Lawang (lebih kurang 2.200 meter dpl.), Desa Ngadisari, kecamatan Sukasari, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Jenis Gempa yang terekam dari statiun seismik G. Bromo umumnya berupa Gempa Tektonik Jauh, Gempa Tektonik Lokal, Gempa Vulkanik-Dalam, Gempa VulkanikDangkal, Gempa Hembusan dan Gempa Tremor. Pada kondisi normal jumlah gempa yang terekam umumnya didominasi oleh Gempa Tektonik Jauh. Peta lokasi stasiun seismik G. Bromo Gempa Vulkanik Dalam G. Bromo tanggal 22 Oktober 2008 Pukul 05:04 WIB Gempa Vulkanik Dangkal G. Bromo tanggal 22 Oktober 2008 Pukul 17:47 WIB Sebelum melakukan analisa terhadap data kegempaan G. Bromo, terlebih dahulu dilakukan verifikasi hasil rekaman mengingat selain kegempaan yang berasal dari aktivitas G. Bromo, rekaman seismogram juga merekam Gempa Letusan G. Semeru. Hal ini disebabkan lokasi pusat kegiatan G. Bromo dan G. Semeru yang berada dalam satu kawasan yang berdekatan. Dengan membandingkan seismogram G. Bromo dengan seismogram G. Semeru pada waktu yang sama dketahui karakteristik Gempa Letusan G. Semeru yang terekam pada seismogram G. Bromo lebih bersifat frekuensi rendah dengan durasi lebih dari 45 detik dengan amplituda maksimum sekitar 1 – 2 mm. Posisi epicenter Gempa Vulkanik G. Bromo (lingkaran biru) Penampang hipocenter Gempa Vulkanik-Dangkal G. Bromo Penampang Utara – Selatan hipocenter G. Bromo Penampang Barat – Timur hipocenter G. Bromo DEFORMASI Global Positioning System (GPS) Pengukuran GPS di G. Bromo menggunakan metoda episodik sejak tahun 1998 dilakukan terhadap 9 titik GPS yang diletakan disekitar tubuh gunungapi dan 1 titik kontrol yang diletakan di Pos Pengamatan Gunung Bromo. Sebaran titik pengukuran GPS G.Bromo, Oktober 2008. Survey terakhir dilaksanakan pada Oktober 2008 dengan menggunakan 5 receiver GPS tipe geodetik dual frekuensi, yaitu Leica System GX1220 dengan tipe antena AX1202 dan Leica System 500 dengan tipe antena AT502. Lama pengamatan pada tiap titik berkisar dari 8 hingga 17 jam, dengan interval data pengamatan tiap 15 detik. Metoda yang digunakan adalah survey statik, yaitu survey penentuan posisi yang bertumpu pada metode penentuan posisi statik secara diferensial dengan menggunakan data fase. Titik referensi yang digunakan adalah titik POST. Hasil pengukuran pada Oktober 2008 ini kemudian akan dibandingkan dengan hasil pengukuran pada Pebruari 2007 untuk mengetahui ada tidaknya perubahan, baik berupa pengangkatan (inflasi) maupun penurunan (deflasi) yang terjadi pada permukaan tubuh G.Bromo. 9123500 POST Skala Vektor 9123000 Selatan-Utara (meter) 0 9122500 BTOK 1 cm PURA 9122000 TNGA 9121500 BRMO WIDO KRSI 9121000 WATU 9120500 WEDI 9120000 713000 714000 715000 716000 717000 718000 719000 720000 Barat-Timur (meter) Arah dan besar vektor pergeseran G. Bromo hasil pengukuran Oktober 2008 dibandingkan terhadap hasil pengukuran Pebruari 2007. Elektronic Distance measurement (EDM) Survey EDM G. Bromo dilakukan dari satu stasiun tetap (POST) sebagai titik berdiri alat yang berlokasi di sekitar Pos PGA, sedangkan sebagai titik pantau ditempatkan disekitar lereng sebelah utara dari kawah G. Bromo sebanyak tiga titik yaitu BTOK, BRMO dan KRSI dan dari hasi pengukuran EDM dalam jangka waktu 2000 - 2008 terlihat kecenderungan terjadinya deflasi. Hasil pengukuran EDM di G. Bromo 2000 - 2008 GEOKIMIA Kimia Batuan Hasil analisis kimia terhadap batuan lava dan batuan intrusi di daerah Pananjakan adalah sebagai berikut : Tabel Hasil analisa kimia batuan daerah Pananjakan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Komposisi Kimia SiO2 Al2O3 Fe2O3 CaO MgO Na2O K2O MnO TiO2 P2O5 H2O HD Lokasi Lava-1 52,16 16,20 10,59 11,31 3,75 2,74 0,95 0,19 1,15 0,34 0,16 0,17 Lava-2 51,06 16,16 11,16 11,08 4,37 3,17 0,60 0,18 1,26 0,30 0,16 0,20 Lava-3 50,91 16,63 11,64 10,31 4,93 2,95 0,54 0,21 1,02 0,50 0,18 0,60 Dike 51,75 16,74 12,06 10,32 4,84 2,97 0,63 0,19 1,03 0,43 0,09 0,39 Kimia Air Pengukuran kandungan unsur kimia dari mata air Widodaren G. Bromo. Mata air dingin ini berada di sebelah Barat dari kawah G. Bromo. Tabel Perbandingan hasil analisa air dari sumber mata air Widodaren Parameter pH Lab. DHL Natrium (Na) Kalium (K) Kalsium (Ca) Magnesium (Mg) Besi (Fe) Aluminium (Al) Arsen (As) Amonia (NH3) Boron (B) Flour (F) Klorida (Cl) Sulfat (SO4) Bikarbonat (HCO3) Silika (SiO2) Unit Μmhos/cm mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L 7 Maret 2007 6.46 29.09 8.40 31.63 8.93 0.00 0.04 0.00 0.00 1.58 65.32 67.00 33.39 33.67 25 Oktober 2008 6.72 399.00 18.38 5.62 38.74 8.26 0.00 1.18 0.83 0.59 72.91 62.16 16.42 68.00 Kimia Gas Pengukuran kandungan SO2 dari asap kawah G. Bromo dilakukan dengan dua metode, yaitu secara langsung dari bibir kawah dengan menggunakan alat Drager X-am 7000 dan secara tidak langsung dengan menggunakan alat DOAS. Hasil Pengukuran Emisi SO2 G. Bromo 400 Ton/Day 350 300 250 MIN 200 MAX 150 AVERAGE 100 50 10/25/2008 10/24/2008 10/23/2008 10/22/2008 10/21/2008 10/20/2008 10/19/2008 10/18/2008 0 Tanggal Grafik Hasil pengukuran kandungan SO2 Oktober 2008 MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI Pengamatan visual dan kegempaan G. Bromo dilakukan secara menerus dari Pos PGA Cemoro Lawang (± 2.275 m dpl.), di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Probolinggo. Pos PGA yang terletak ± 700 m di sebelah Timur Hotel “Bromo Permai” ini dibangun pada tahun 1985. Seismik Dalam bulan Oktober 1988 dipasang sebuah seismograf satu komponen dengan menggunakan sistem kabel bawah tanah sepanjang ± 1 km. Sedangkan alat sensor penangkap gempa (tranducer) untuk sementara diletakan di lereng G. Bromo sejauh ± 600 m dari pusat kegiatan (kawah). Perbesaran seismograf ini, yaitu 2.000 kali. Unit seismograf tersebut menggunakan sistem rekaman dengan jelaga, terdiri dari Recorder mekanik, amplifier, pen Galvanometer Hosaka HG-1, tranducer Hosaka MTDV-IC, serta crystal clock Seiko. Hasil pengamatan menggunakan seismograf ini hingga akhir Desember 1988, rekaman didominasi oleh gempa letusan G. Semeru. Berbeda dengan rekaman gempa yang sama di lereng Timur G. Semeru, rekaman gempa di G. Bromo mempunyai gerakan awal yang jelas. Pengamatan kegempaan sejak Juli 1991 menggunakan seismograf Teledyne Geotech (Portacorder/RV-320 B) satu komponen, masih menggunakan sistem kabel. Seismometer (alat penangkap gempa) di tempatkan di lereng Timur G. Bromo (± 2.150 m dpl.) yang dihubungkan dengan kabel ke alat perekam gempa (recorder) yang dipasang di Pos PGA Cemoro Lawang. Sejak Mei 1995 seismograf Teledyne Geotech sistem kabel tidak dioperasikan lagi, untuk menyempurnakan sistem pengamatan kegempaan yang telah ada pada tanggal 7 Juli 1995 dilakukan uji coba pengoperasian seperangkat sistem seismograf telemetri radio satu komponen tegak (vertical) kinemetrics yang memiliki perbesaran alat lebih besar dari seismograf sebelumnya. Sistem seismograf telemetri radio ini terdiri dari : seismometer Ranger SS-1, sub sistem TH 13, radio VHF dan recorder PS-2 kinemetrics. Sub sistem pancar (transmitter) di pasang di lereng Utara G. Bromo, dan sub sistem trima (receiver) dipasang di Pos PGA Cemoro Lawang. Kedua sub sistem dicatu oleh batere 12 V/70 Ah yang diback up oleh panel surya untuk menjamim kontinuitas beroperasinya peralatan tersebut. Perbesaran alat seismograf sistem ini adalah 26 x 103 kali. Umumnya jenis gempa yang terekam pada seismograf di G. Bromo terdiri dari gempa vulkanik-dalam (VA), vulkanik-dangkal (VB), Tektonik-jauh (TJ), tektonik-lokal (TL), hembusan/letusan, dan gempa-gempa yang bersumber dari letusan G. Semeru. KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI Kawasan Rawan Bencana II Ancaman bahaya di Kawasan Rawan Bencana II ini lebih tinggi daripada pada Kawasan Rawan Bencana I, yaitu berupa lontaran batu (pijar), aliran lava dan gas beracun. Kawasan ini meliputi seluruh dasar tebing Kaldera Tengger dengan luas 50 kmý dan radis 2 - 5,5 km berpusat di kawah G. Bromo. Sehingga kawasan rawan bencana II ini juga meliputi G. Batok, G. Segorowedi, G. Kursi dan G. Widodaren. Apabila terjadi peningkatan kegiatan/letusan G. Bromo maka penduduk dan wisatawan dilarang turun ke dasar kaldera apalagi mendekati G. Bromo dan gunungapi-gunungapi lain disekitarnya. Bagi mereka yang telanjur sudah berada di puncak G. Bromo dan dasar kaldera harus segera naik sesuai arah/jalur penyelamatan diri yang tertera di dalam Peta Kawasan Rawan Bencana G. Bromo ini. Mereka yang turun ke dasar kaldera dan ke puncak G. Bromo juga diharuskan melingkapi diri dengan helm penyelamat kepala dari benturan/lontaran krikil dan batu, serta masker gas/debu. Ada tiga jalur/arah penyelamatan diri untuk menjauhi G. Bromo-Kaldera Lautan Pasir, yaitu : 1. Jalur Cemorolawang - Ngadisari - Sukapura, 2. Jalur penanjakan - Wonokitri - Tosari, dan 3. Jalur Rujak - Njemplang - Ngadas atau Ranu Pani. Kawasan Rawan Bencana I Kawasan ini berpotensi terlanda hujan abu lebat dan kemungkinan lontaran batu (pijar) terutama apabila tingkat letusan G. Bromo membesar atau mencapai puncaknya. Kawasan ini meliputi daerah mulai dari pematang Kaldera Lautan Pasir hingga jari-jari 6 km berpusat di kawah g. Bromo. Luas Kawasan Rawan Bencana I ini adalah 63 kmý dengan penduduk berjumlah 4.626 jiwa (Data sensus 1994). Selain komplek pariwisata Bromo-Tengger di Cemorolawang, maka desa-desa yang termasuk di dalam Kawasan Rawan Bencana I adalah Ngadisari, Jetak, Ngadas, Wonotoro dan Wonokerto. Apabila terjadi peningkatan kegiatan/letusan G. Bromo maka penduduk, wisatawan dan para pengelola pariwisata di Kawasan Rawan Bencana I ini harus meningkatkan kewaspadaan dengan memperhatikan dan mematuhi perintah dari pihat berwenang. dengan memperhatikan dan mematuhi perintah dari pihat berwenang. Peta Kawasan Rawan Bencana G. Bromo DAFTAR PUSTAKA Basuki A., 2008. Laporan Peringatan Dini Bahaya Gunungapi Bromo Jawa Timur, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Doko, I.N., 1995. Laporan uji coba peralatan seismik telemetri PS-2 di G. Bromo, Jawa Timur, Arsip Direktorat Vulkanologi - Bandung. G. Bromo, Berita Berkala Vulkanologi, Edisi Khusus, No. 127, 1990. Kusumadinata, 1979. Data Dasar Gunungapi Indonesia, Direktorat Vulkanologi, Bandung. S.R. Witiri, 2007. Gunungapi Indonesia, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Sumber 1990. Laporan Pengumpulan Data Daerah G. Bromo/Kaldera Tengger, Tanggal 17 Mei s/d 3 Juni 1990, Seksi Penyuluhan Gunungapi Sub Direktorat Penyuluhan dan Dokumentasi, Direktorat Vulkanologi, . Zaenuddin & Rahmanto, 1998. Pengamatan visual & Kegempaan komplek G. Bromo, Jawa Timur, Arsip Direktorat Vulkanologi - Bandung.