pengaruh self-control dan self-concept terhadap perilaku modeling

advertisement
PENGARUH SELF-CONTROL DAN SELF-CONCEPT
TERHADAP PERILAKU MODELING PADA REMAJA
BERKAITAN DENGAN TREND BERBUSANA DARI KOREA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Oleh:
Pramudya Permana Johansyah
NIM: 109070000044
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435H/2014M
PENGARUH SELF-CONTROL DAN SELF-CONCEPT
TERHADAP PERILAKU MODELING PADA REMAJA
BERKAITAN DENGAN TREND BERBUSANA DARI KOREA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Oleh:
Pramudya Permana Johansyah
NIM : 109070000044
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Rachmat Mulyono, M.Si. Psi.
NIP. 196502201999031003
Zulfa Indira Wahyuni, M. Psi.
NIP. 1981050302009012021
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H/2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 11 September 2014
Pramudya Permana Johansyah
NIM : 109070000044
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan ilmiah ini. Maksud dari
penulisan ini adalah untuk memenuhi dan melengkapi syarat-syarat akademik dalam
mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Jurusan Psikologi pada Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini, penulis mengambil judul: “Pengaruh
Self-Control dan Self-Concept terhadap Perilaku Modeling Remaja Berkaitan
dengan Tren Berbusana dari Korea.” Skripsi ini mencoba untuk membahas faktorfaktor yang berkontribusi terhadap perilaku modeling (meniru) remaja berkaitan
dengan tren berbusana dari Korea.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan-kekurangan yang tidak disadari oleh penulis, baik disengaja maupun
tidak disengaja. Oleh karena itu, penulis meminta maaf apabila ada kata-kata yang
tidak berkenan di hati pembaca.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah mendukung penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini. Mereka adalah:
1. Yth. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Abd. Rahman
Shaleh, M.Si., selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik, Bapak Ikhwan
Lutfi, M.Si., selaku Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum Fakultas
Psikologi, Dra. Diana Mutiah, M.Si., selaku Pembantu Dekan Bidang
Kemahasiswaan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Yth. Dra. Netty Hartati, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik kelas A
angkatan 2009
3. Yth. Bapak Drs. Rachmat Mulyono, M.Si dan Ibu Zulfa Indira Wahyuni,
M.Psi., selaku Dosen Pembimbing Skripsi, terima kasih banyak atas
kesediaan membimbing saya, mengarahkan saya, meluangkan waktu diselasela kepadatan jadwal, serta bantuannya dalam memberikan masukan dan
pemikiran yang baik untuk penyelesaian penulisan skripsi ini.
4. Yth. Para Dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang banyak memberikan bimbingan dan inspirasi dalam
pra penyusunan skripsi dan para Staff Administrasi Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu
kelancaran kuliah dan proses kelulusan saya.
5. Skripsi ini khusus penulis persembahkan kepada kedua orang tua yaitu
ayahanda R. Johan Mulyadi dan mama Indriyani Nurmalasari yang telah
memberikan dukungan moral dan doa yang tanpa hentinya diucapkan kepada
penulis.
6. Reza Pramana Johansyah, terima kasih sudah menjadi kakak yang baik dan
menjadi contoh yang baik bagi penulis.
7. Masyakarakat yang telah membantu penyelesaian skripsi ini dengan
bantuannya dalam penelitian.
8. Teman-teman angkatan 2009 yang tidak mungkin penulis sebutkan namanya
satu-persatu, terima kasih banyak atas masukan pemikiran, inspirasi, dan
penyemangat penulis saat menjalani perkuliahan hingga sampai pada
penulisan skripsi di Fakultas Psikologi Universitas Negeri Islam Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Serta kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, atas
bantuannya semoga Allah SWT membukakan pintu rahmat dan karunia-Nya kepada
semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan semoga Allah SWT membalas semua budi
baik pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Jakarta, Juli 2014
Pramudya Permana Johansyah
ABSTRACT
A) Psychology Faculty
B) July, 2014
C) Pramudya Permana Johansyah
D) ix+Pages
E) The Effect of Self-Control and Self-Concept towards Modeling Behavior on
Adolescence in Regards of Clothing Trends from Korea.
F) This research was done to determine whether self-control and self-concept
take effect towards modeling behavior on adolescence in regards of clothing
trends from Korea. Researcher theorized that aspects of self-control and
aspects of self-concept has effect on modeling behavior on adolescence.
This research used quantitative approach and used multiple regression
analysis as the method of analysis. There are 174 samples included in this
research taken by means of convenience sampling. Researcher used
measuring instrument and its construct validity was tested by using
confirmatory factor analysis (CFA).
The result suggested that self-control and self-concept take effect towards
modeling behavior on adolescence. It was proven by p<0.05, or the
independent variables have significant effect towards modeling behavior on
adolescence. Minor hypothesis result suggested that there are five variables
that have significant effect towards modeling behavior.
Researcher hopes that the implications of the result of this research can be
reviewed and may be researched further, for example by adding variables that
have greater effect on modeling behavior, or by using other measuring
instruments.
G) Reading Materials: 28; books: 10; Journals: 10; articles: 7; thesis: 1
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Juli 2014
C) Pramudya Permana Johansyah
D) Pengaruh Self-control dan Self-concept terhadap Perilaku Modeling Remaja
Berkaitan dengan Trend Berbusana dari Korea
E) ix + Halaman + Lampiran
F) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah self-control dan selfconcept berpengaruh terhadap perilaku modeling remaja berkaitan dengan tren
berbusana dari Korea. Peneliti berteori bahwa behavioral control, cognitive
control, decisional control, diri identitas, diri perilaku, diri penilai, diri fisik,
diri pribadi, diri moral, diri sosial, dan diri keluarga berpengaruh terhadap
perilaku modeling remaja.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi
berganda. Sampel berjumlah 174 orang remaja yang diambil dengan teknik
convinience sampling. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data
penelitian dibuat oleh peneliti yang kemudian diuji validitasnya melalui uji
CFA (Confirmatory Factor Analysis).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan selfcontrol dan self-concept terhadap perilaku modeling remaja berkaitan dengan
tren berbusana dari Korea. Ini dibuktikan dengan nilai taraf signifikansi atau
nilai p < 0.05. Hasil uji hipotesis minor menunjukkan bahwa dari sebelas
aspek ada lima aspek yang berpengaruh signifikan terhadap perilaku modeling,
yaitu cognitive control, diri identitas, diri perilaku, diri penilai, dan diri sosial.
Penulis berharap implikasi dari hasil penelitian ini dapat dikaji kembali dan
dapat dikembangkan pada penelitian selanjutnya. Misalnya, dengan
menambah variabel lain yang terkait dengan perilaku modeling yang dapat
dianalisis sebagai IV yang mungkin memiliki pengaruh besar terhadap
perilaku modeling remaja.
G) Bahan bacaan: 28; buku: 10; Jurnal: 10; artikel: 7; skripsi: 1
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 2.1 Hubungan antara Self-control dan Self-concept terhadap Perilaku
Modeling
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Blueprint SkalaSelf-Control
Tabel 3.2
Blueprint SkalaSelf-Concept
Tabel 3.3
Blueprint SkalaPerilakuModeling
Tabel 3.4
MuatanFaktor Item Behavioral Control
Tabel 3.5
MuatanFaktor Item Cognitive Control
Tabel 3.6
MuatanFaktor Item Decisional Control
Tabel 3.7
Muatan Faktor Item Diri Identitas
Tabel 3.8
Muatan Faktor Item Diri Perilaku
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item Diri Penilai
Tabel 3.10
Muatan Faktor Item Diri Fisik
Tabel 3.11
Muatan Faktor Item Diri Moral
Tabel 3.12
Muatan Faktor Item Diri Sosial
Tabel 3.13
Muatan Faktor Item Diri Keluarga
Tabel 3.14
Muatan Faktor Item Attention Process
Tabel 3.15
MuatanFaktor Item Retention Process
Tabel 3.16
MuatanFaktor Item Motoric Reproduction Process
Tabel 3.17
MuatanFaktor Item Motivational Process
Tabel 4.1
GambaranSubjekPenelitianBerdasarkanJenisKelamin
Tabel 4.2
AnalisisDeskriptifSemuaVariabeldalamPenelitianIni
Tabel 4.3
Kriteria Kategorisasi Variabel
Tabel 4.4
Kategorisasi Semua Variabel dalam Penelitian
Tabel 4.5
Nilai Besarnya Pengaruh IV terhadap DV
Tabel 4.6
Hasil ANOVA
Tabel 4.7
Nilai Koefisien Setiap Variabel dalam Penelitian Ini
Tabel 4.8
Proporsi Varian Semua Variabel Bebas terhadap Variabel Terikat
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN................................................................................. iii
KATA PENGANTAR.......................................................................................... iv
ABSTRAK............................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL................................................................................................ ix
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................ 1-11
1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................ 1
1.2 Pembatasan Masalah............................................................................. 7
1.3 Perumusan Masalah.............................................................................. 8
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................................. 9
1.4.1 Tujuan Penelitian........................................................................ 9
1.4.2 Manfaat Penelitian...................................................................... 9
1.5 Sistematika Penulisan......................................................................... 10
BAB 2 LANDASAN TEORI......................................................................... 12-38
2.1 Perilaku Modeling............................................................................... 12
2.1.1 Definisi Perilaku Modeling ....................................................... 12
2.1.2 Aspek-Aspek (Proses-Proses) dalam Perilaku Modeling........... 15
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Modeling............. 17
2.1.4 Pengukuran Perilaku Modeling.................................................. 19
2.2 Self-control.......................................................................................... 20
2.2.1 Definisi Self-control................................................................... 20
2.2.2 Aspek-aspek Self-control........................................................... 22
2.2.3 Pengukuran Self-control............................................................. 24
2.3 Self-concept......................................................................................... 24
2.3.1 Definisi Self-concept.................................................................. 24
2.3.2 Dimensi-Dimensi dalam Self-concept........................................ 28
2.3.3 Pengukuran Self-concept............................................................ 31
2.4 Kerangka Berpikir............................................................................... 32
2.5 Hipotesis.............................................................................................. 37
BAB 3 METODE PENELITIAN.................................................................. 39-58
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian.......................................................... 39
3.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel.......................... 39
3.2.1 Populasi...................................................................................... 39
3.2.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel.................................. 39
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional..................................... 39
3.3.1 Variabel Penelitian..................................................................... 39
3.3.2 Definisi Operasional................................................................... 40
3.4 Instrumen Pengumpulan Data............................................................. 41
3.5 Uji Validitas Konstruk........................................................................ 44
3.5.1 Uji Validitas Skala Self-control................................................. 46
3.5.1.1 Uji Validitas Aspek Behavioral Control........................ 46
3.5.1.2 Uji Validitas Aspek Cognitive Control.......................... 47
3.5.1.3 UjiValiditasAspek Decisional Control.......................... 48
3.5.2 Uji Validitas Skala Self-concept................................................. 48
3.5.2.1 Dimensi Internal............................................................. 48
3.5.2.1.1 Diri Identitas..................................................... 48
3.5.2.1.2 Diri Perilaku..................................................... 49
3.5.2.1.3 Diri Penilai........................................................ 50
3.5.2.2 Dimensi Eksternal.......................................................... 51
3.5.2.2.1 Diri Fisik........................................................... 51
3.5.2.2.2 Diri Pribadi....................................................... 51
3.5.2.2.3 Diri Moral......................................................... 52
3.5.2.2.4 Diri Sosial......................................................... 52
3.5.2.2.5 Diri Keluarga.................................................... 53
3.5.3 Uji Validitas Skala Perilaku Modeling...................................... 54
3.5.3.1 Attention Process........................................................... 54
3.5.3.2 Retention Process........................................................... 55
3.5.3.3 Motoric Reproduction Process...................................... 56
3.5.3.4 Motivational Process..................................................... 56
3.6 Teknik Analisa Data........................................................................... 57
3.7 Prosedur Penelitian............................................................................. 58
BAB 4 HASIL PENELITIAN....................................................................... 59-69
4.1 Gambaran Subjek Penelitian............................................................... 59
4.2 Hasil Analisis Deskriptif Penelitian.................................................... 59
4.3 Hasil Uji Hipotesis.............................................................................. 62
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN...................................... 70-74
5.1 Kesimpulan......................................................................................... 70
5.2 Diskusi................................................................................................ 70
5.3 Saran.................................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 75
LAMPIRAN......................................................................................................... 78
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Trend adalah mode yang sedang diikuti atau digandrungi pada saat tertentu dan
merupakan sesuatu kebiasaan dari apa yang diikuti masyarakat. Trend bersifat
tidak permanen atau hanya terjadi untuk sementara. Seiring dengan berjalannya
waktu, trend yang terjadi di masyarakat akan berubah (Suryawati & Susesty,
komunikasi pribadi, 11 Desember 2014). Informasi-informasi mengenai trend
dapat diakses melalui dunia maya oleh siapa saja, tanpa melihat golongan usia,
terutama di kota-kota besar, khususnya Jakarta. Apalagi anak dan remaja zaman
sekarang sering sekali mengakses internet melalui gadget seperti telepon selular,
PC (Personal Computer), dan melalui warnet (warung internet). Di antara begitu
banyaknya informasi tentang trend yang bisa didapatkan, terdapat informasi
mengenai Hallyu atau demam Korea.
Hallyu atau dikenal juga dengan
istilah Korean Fever (demam
Korea) mulai merajalela di Indonesia. Salah satunya akibat dari demam Korea
tersebut adalah musik K-pop yang saat ini menjadi favorit masyarakat Indonesia.
Bukan hanya musik K-pop-nya saja yang para remaja Indonesia gemari, dramadrama korea juga sudah menjadi favorit masyarakat (Aldeafara, 2013).
1
2
Semakin berkembangnya Korean Wave di Indonesia menjadikan
kemungkinan plagiatisme atau peniruan semakin besar. Selain itu kegiatan
plagiatisme juga memberikan dampak negatif bagi plagiatnya. Mereka menjadi
tidak kreatif dan tidak bisa berkreasi sendiri, hal ini dapat menjadikan seorang
plagiat menjadi orang yang malas. Sedangkan dapat kita lihat pada kenyataan
yang terjadi di Indonesia, banyak boyband dan juga girlband yang banyak
bermunculan di layar kaca. Jika hal ini terus berlanjut, aliran musik Indonesia
dapat berganti menjadi seperti musik Korea dan dapat melunturkan musik asli
Indonesia (Aldeafara, 2013).
Dampak-dampak yang dibawa oleh Korean Fever ini antara lain model
rambut. Rambut remaja Korea yang dominan lurus terlihat apik ketika ditata
dengan aneka model rambut, misalnya model rambut poni atau bob (Soekirno,
2014).
Dampak lain dari Korean Fever di Indonesia adalah gaya berpakaian
wanita. Contohnya adalah rok mini, blouse unik, gaun, hingga aksesoris ala Korea
(Rema, 2012).
Contoh-contoh lain busana yang sering dipakai oleh artis-artis dari Korea
adalah blus berlengan panjang dengan motif kulit macan dan dipadukan dengan
celana pendek berpalet hijau terang, dress bermotif floral dengan dipadukan
cardigan, celana pendek, kaus, serta blazer, blouse tanpa lengan berpalet putih,
serta celana panjang (Rema, 2012).
3
Kawan sebaya bagi remaja memang sering menjadi faktor penekan untuk
kita mengikuti tren mode (Soekirno, 2014). Menurut Sari (dalam Soekirno, 2014),
seorang konsultan mode, boleh saja kita mengikuti tren mode, tetapi jangan
membabi buta. Anak muda semestinya bisa menjadi pencipta tren, dengan berani
menjadi dirinya sendiri. Kalaupun ingin mengikuti tren yang ada, individu harus
mempertimbangkan bentuk tubuh, warna kulit, usia, dan keperluan. Jika individu
hanya sekedar mengikuti tren, malah bisa memunculkan penilaian negatif dari
orang lain (Sari, dalam Soekirno, 2014). Sebagai contoh, celana model skinny
(ketat) hanya bagus untuk pemilik tubuh dengan paha dan betis kecil, tetapi
kurang bagus untuk pemilik tubuh dengan paha besar. Dari artikel ini bisa
disimpulkan bahwa banyak remaja yang tidak percaya diri untuk menjadi pencipta
tren, dengan berani menjadi dirinya sendiri. Malahan, remaja hanya sekedar
mengikuti arus tren yang ada, tanpa ada keinginan untuk melakukan improvisasi
sehingga bisa menjadi lebih percaya diri.
Dari berbagai sumber yang telah disebut di atas, bisa disimpulkan bahwa
sudah banyak sekali remaja yang mengikuti gaya berpakaian seperti artis Korea,
tanpa memperhitungkan apakah gaya berpakaian tersebut cocok untuknya atau
tidak. Tidak ada salahnya bagi remaja untuk mengikuti gaya berpakaian terbaru
yang ada, tapi sebaiknya remaja juga bisa mengembangkan kreativitasnya supaya
tercipta tren yang baru, tren yang khas buatan remaja Indonesia. Namun, dari
berbagai sumber tersebut, terlihat bahwa remaja kebanyakan hanya sekedar
mengikuti tren, bahkan dengan membabi buta.
4
Menurut penulis, self-control berpengaruh dalam fenomena ini. Bandura
(1971) mengemukakan bahwa untuk berperilaku secara efektif, seseorang harus
bisa mengantisipasi akibat yang mungkin muncul dalam peristiwa yang berbedabeda dan mengatur perilakunya sesuai dengan akibat tersebut. Tanpa kemampuan
tersebut, seseorang akan bertindak secara tidak produktif, atau beresiko. Informasi
mengenai akibat yang mungkin muncul didapat dari stimuli lingkungan, misalnya
lampu lalu lintas, komunikasi verbal, pesan gambar, tempat yang mencolok,
orang, atau benda, atau perilaku orang lain.
Kemampuan untuk mendapatkan kendali atas impuls-impuls (Ainslie;
Einsberg; Fujita & Han, dalam Hagger, Wood, Stiff, & Chatzisarantis, 2010) dan
menjauhkan diri dari memuaskan kebutuhan dan keinginan (Metcalfe & Mischel;
Mischel, Shoda, & Rodriguez, dalam Hagger, Wood, Stiff, & Chatzisarantis,
2010) sangatlah adaptif dan membuat orang bisa melakukan perilaku untuk
memenuhi tujuan supaya ia bisa menghasilkan hasil yang diinginkan dalam
jangka panjang (Baumeister; Fishbach & Labroo; Logue, dalam Hagger, Wood,
Stiff, & Chatzisarantis, 2010). Jika orang tidak bisa mengatur perilakunya, hidup
akan menjadi rangkaian tindakan impulsif yang tidak bisa dihentikan untuk
melayani dorongan, keinginan, dan emosi. Perilaku yang mengarah pada tujuan
dan pencapaian hasil jangka panjang akan menjadi tidak mungkin karena orang
tidak akan bisa melakukan usaha yang disiplin dan terpusat (Loewenstein, dalam
Hagger, Wood, Stiff, & Chatzisarantis, 2010).
5
Self-concept mencerminkan tendensi seseorang terhadap berbagai aspek
dari tindakannya baik secara positif maupun negatif. Dalam pendekatan Social
Learning Theory, self-concept negatif didefinisikan dalam kaitannya dengan
banyaknya
self-reinforcement
negatif.
Sebaliknya,
self-concept
positif
didefinisikan dalam kaitannya dengan banyaknya self-reinforcement positif
(Bandura, 1971).
Dalam Social Learning Theory, self-reinforcement adalah pengendali
tindakan seseorang. Disfungsi pada sistem self-reinforcement bisa mengakibatkan
self-punishment yang berlebihan dan kondisi yang tidak menguntungkan yang
bisa mempertahankan perilaku yang merusak. Banyak individu yang mengalami
stress karena standar yang mereka buat terlalu tinggi, karena perilaku mereka
tidak sebanding dengan role-model yang memiliki prestasi tinggi (Bandura,
1971).
Tindakan role-model yang memiliki status lebih besar kemungkinannya
untuk berhasil dan memiliki nilai fungsional yang lebih besar bagi pengamatnya
daripada role-model yang memiliki kemampuan intelektual, kejuruan, dan sosial
yang lebih rendah. Dalam situasi dimana orang tidak yakin dengan pemahaman
tentang tindakan yang ditiru, mereka mengandalkan karakteristik role-model dan
simbol yang menunjukkan status (misalnya gaya berpakaian) yang menunjukkan
penanda nyata kesuksesan di masa lalu (Bandura, 1971).
Fitts (dalam Agustiani, 2006) mengemukakan bahwa self-concept
merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena self-concept seseorang
6
merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan
lingkungan. Fitts juga mengatakan bahwa self-concept berpengaruh kuat terhadap
tingkah laku seseorang. dengan mengetahui self-concept seseorang, kita akan
lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Meltzoff (1990), ditunjukkan bahwa
tiga aspek dari imitasi, yaitu social mirroring, social modeling, dan imitation as
self-practice, relevan dengan perkembangan teori self. Dalam eksperimennya,
orang dewasa menjadi social mirror (analogi dari cermin) yang mencerminkan
perilaku yang dilakukan oleh balita. Ternyata balita lebih menyukai orang dewasa
yang meniru perilaku yang dilakukan juga oleh balita itu sendiri. Balita tersebut
juga memeriksa orang dewasa, kemungkinan untuk memeriksa di mana perbedaan
antara identitas diri dengan yang aspek lainnya.
Efek dari social mirroring ini tidak sepenuhnya merupakan fenomena di
laboratorium. Balita senang pada fakta bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan
orang dewasa mencerminkan diri balita itu sendiri. Ini juga membantu balita
dalam mengembangkan dirinya, karena ini adalah salah satu cara alami balita
untuk mengenali seperti apa tindakan yang telah ia lakukan. Dengan interaksi
seperti ini, balita bisa melihat dirinya dari orang lain (Lacan; Winnicott, dalam
Meltzoff, 1990).
Remaja yang mengikuti trend berbusana dari Korea merupakan suatu
fenomena yang menarik perhatian peneliti. Berdasarkan artikel-artikel tersebut,
ternyata ada dampak positif dan dampak negatif dari fenomena ini. oleh sebab itu,
7
maka penulis tertarik untuk menulis skripsi berjudul “Pengaruh Self-control dan
Self-concept terhadap Perilaku Modeling Remaja tentang Trend Berbusana dari
Korea.”
1.2. Pembatasan Masalah
Agar penelitian terfokus pada topik yang hendak dibahas, maka penulis
membuat pembatasan masalah. Penelitian ini hanya terbatas pada perilaku
modeling, self-control, self-concept, dan remaja. Penjelasan atas masing-masing
aspek dijelaskan sebagai berikut.
1. Perilaku Modeling
Perilaku modeling adalah suatu bentuk perilaku yang dilakukan individu
melalui pengamatan terhadap perilaku yang ditunjukkan objek yang lain
selain dirinya. Dari pengamatan tersebut, individu akan memperoleh
pengetahuan baru mengenai suatu perilaku yang diamatinya dan individu
akan mencoba untuk mereproduksi perilaku tersebut. Maka perilaku
modeling yang berkaitan dengan tren berbusana dari Korea bisa
didefinisikan sebagai suatu bentuk perilaku modeling berupa mengamati
orang-orang yang berpakaian ala Korea dan perilaku tersebut direproduksi
oleh individu yang melakukan perilaku modeling.
2. Self-Control
Self-control adalah kemampuan seseorang untuk membimbing dirinya dan
menekan impuls-impuls yang muncul di dalam dirinya secara disengaja
dan sadar. Aspek-aspek self-control yang diteliti dalam penelitian ini
8
adalah behavioral control, cognitive control, dan decisional control
(Averill, dalam Wahid, 2007)
3. Self-Concept
Self-concept adalah kemampuan individu untuk mengenali, memahami,
merasakan, dan mengevaluasi diri sendiri. Self-concept juga berpengaruh
besar terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri
seseorang, kita akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah
laku orang tersebut. Aspek-aspek self-concept yang diteliti dalam
penelitian ini adalah diri identitas, diri perilaku, diri penilai, diri fisik, diri
pribadi, diri moral, diri sosial, dan diri keluarga (Fitts, dalam Agustiani,
2006).
4. Remaja
Masa remaja adalah masa transisi individu yang ditandai oleh perubahan
pada aspek fisik, kognisi, dan psikis. Remaja mampu berpikir apa saja
yang mungkin terjadi, tidak hanya membatasi diri pada hal-hal yang nyata
saja, mampu berpikir secara abstrak, mampu melakukan introspeksi diri
dan memiliki kesadaran diri, mampu berpikir secara multidimensional,
tidak terpusat pada satu masalah saja, dan melihat hal-hal sebagai relatif,
tidak absolut.
1.3. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang ingin dibahas oleh penulis adalah
sebagai berikut.
9
1. Apakah self-control dan self-concept memiliki pengaruh signifikan
terhadap perilaku modeling remaja terhadap tren berbusana dari Korea?
2.
Seberapa besar pengaruh self-control dan self-concept terhadap perilaku
modeling terhadap tren berbusana ini?
1.4. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat seberapa besar pengaruh selfcontrol dan self-concept remaja terhadap perilaku modeling terhadap tren
berbusana dari Korea.
1.4.2. Manfaat penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Secara teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan ilmu psikologi, terutama dalam pengembangan ilmu
psikologi perkembangan.
b. Secara praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi
keluarga terutama kaum remaja dan orang tua yang memiliki anak remaja.
Selain itu, penelitian ini juga diharapkan menjadi bahan rujukan untuk
penelitian psikologi di masa yang akan datang.
10
1.5. Sistematika Penulisan
Penulis menggunakan pedoman penyusunan penulisan skripsi Fakultas
Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hasil penelitian ini disusun menjadi lima Bab, dengan sistematika
penulisan sebagai berikut :
a) Bab 1 Pendahuluan
Bagian ini menjelaskan latar belakang masalah, identifikasi masalah,
pembatasan masalah penelitian, perumusan masalah penelitian, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
b) Bab 2 Kajian Pustaka
Bagian ini menjelaskan pengertian perilaku modeling, aspek-aspek
dari perilaku modeling, definisi self-control, aspek-aspek self-control,
definisi self-concept, aspek-aspek self-concept, pengertian remaja,
tugas-tugas
perkembangan
remaja,
penjelasan
mengenai
tren
berbusana dari Korea, kerangka berpikir, dan hipotesis.
c) Bab 3 Metodologi Penelitian
Bagian ini menjelaskan pendekatan dan metode penelitian, populasi
dan sampel, teknik pengambilan sampel, instrumen pengumpulan data,
teknik pengolahan dan analisa data, prosedur penelitian.
d) Bab 4 Hasil Penelitian
Bagian ini menjelaskan gambaran umum subyek penelitian dan hasil
penelitian.
e) Bab 5 Penutup
11
Bagian ini menjelaskan kesimpulan, diskusi dan saran.
f) Daftar pustaka
g) Lampiran
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Perilaku Modeling Remaja Berkaitan dengan Trend Berbusana dari
Korea
2.1.1. Definisi perilaku modeling
Modeling (Steinberg, 2001) adalah “The process of learning by watching others; a
therapeutic technique used to effect behavioral change.” Suatu proses belajar
dengan cara mengamati orang lain; sebuah teknik terapeutik yang digunakan
untuk mempengaruhi perubahan perilaku. Perilaku modeling adalah bagian dari
teori social learning yang dikemukakan oleh Albert Bandura.
Bandura sependapat dengan Skinner bahwa perilaku kita lebih banyak
dipelajari melalui pengkondisian operan, tetap Bandura melihat pengaruh utama
terhadap perilaku adalah hasil dari meniru perilaku model (Jarvis, 2010).
Kebanyakan perilaku yang ditampilkan orang dipelajari, baik secara
disengaja ataupun tidak, dari pengaruh contoh. Ada beberapa alasan kenapa
modeling mempengaruhi pembelajaran manusia dalam kehidupan sehari-hari. Saat
kesalahan bisa menjadi berbahaya dan beresiko, respon-respon baru bisa dibentuk
tanpa melakukan kesalahan yang tidak diperlukan dengan cara menampilkan
model yang bisa mendemonstrasikan bagaimana suatu aktivitas tertentu dilakukan
dengan benar. Beberapa perilaku rumit hanya bisa dilakukan melalui pengaruh
dari model. Sebagai contoh, jika anak tidak punya kesempatan untuk
12
13
mendengarkan pembicaraan, akan menjadi mustahil untuk mengajarkan kepada
mereka kemampuan linguistik yang membentuk bahasa. Modeling adalah aspek
dalam pembelajaran yang tidak bisa dipisahkan. Proses pembelajaran perilaku
baru bisa disingkat dengan cara menyediakan model yang sesuai. Dalam
kebanyakan situasi, contoh yang baik merupakan guru yang jauh lebih baik
ketimbang resiko dari tindakan yang tidak terarah (Bandura, 1971).
Menurut Miller dan Dollard (dalam Bandura, 1971), supaya proses belajar
dengan meniru terjadi, pengamat harus termotivasi untuk bertindak, harus
ditampilkan kepada mereka contoh dari perilaku yang ingin dipelajari, harus
melakukan respon yang cocok dengan contohnya, dan perilaku meniru mereka
harus diperkuat secara positif.
Teori belajar sosial atau disebut juga observational learning adalah sebuah
teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar
lainnya. Berbeda dengan penganut behaviorisme lainnya, Bandura memandang
perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond),
melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan
dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini,
bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi
melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini
juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan
punishment, seorang individu akan berpikir dan memutuskan perilaku sosial mana
yang perlu dilakukan (Yudhawati dan Haryanto, 2011).
14
Belajar mengobservasi telah memberikan dampak yang cukup kuat
terhadap tingkah laku sosial-antisosial anak atau remaja. Dalam hal ini, Bandura
telah merancang tiga dampak utama dari pengamatan terhadap tingkah laku
individu yang dijadikan model yaitu (1) remaja memperoleh pola-pola respons
baru, ketika dia berfungsi sebagai pengamat, (2) pengamatan terhadap tingkah
laku model dapat memperkuat atau memperlemah respons-respons yang tidak
diharapkan (yang ditolak), dan (3) mengamati tingkah laku yang lain dapat
mendorong remaja/anak untuk melakukan kegiatan yang sama (Yusuf, 2011).
Dalam kaitannya dengan ketiga dampak di atas, interaksi sosial remaja
dalam kelompok sebaya dapat merangsang/menstimulasi pola – pola respons baru
melalui belajar dengan cara mengamati (observational learning). Di sini
kelompok sebaya telah memberikan kesempatan belajar kepada remaja untuk
mengimitasi berbagai tingkah laku para anggota kelompok lainnya. Pengaruh
teman sebaya yang menjadi model dapat mencegah atau membolehkan pola –
pola tingkah laku yang relatif tidak pasti (kebiasaan) dalam seting yang
terstruktur. Walaupun begitu, pengalaman – pengalaman baru dapat mencegah
atau memperkuat dampaknya terhadap kegiatan moral atau sosial (Yusuf, 2011).
Dari beberapa definisi tersebut, penulis menyimpulkan bahwa perilaku
modeling adalah suatu bentuk perilaku yang dilakukan individu melalui
pengamatan terhadap perilaku yang ditunjukkan objek yang lain selain dirinya.
Dari pengamatan tersebut, individu akan memperoleh pengetahuan baru mengenai
suatu perilaku yang diamatinya dan individu akan mencoba untuk mereproduksi
15
perilaku tersebut. Selain itu, supaya perilaku modeling ini bisa muncul, individu
harus termotivasi untuk bertindak dan tindakannya diperkuat secara positif. Maka
perilaku modeling yang berkaitan dengan tren berbusana dari Korea bisa
didefinisikan sebagai suatu bentuk perilaku modeling berupa mengamati orangorang yang berpakaian ala Korea dan perilaku tersebut direproduksi oleh individu
yang melakukan perilaku modeling. Dalam penelitian ini, perilaku modeling yang
ingin diteliti adalah perilaku modeling remaja berkaitan dengan trend berbusana
dari Korea.
2.1.2. Aspek-Aspek (Proses-Proses) dalam Perilaku Modeling
Perilaku modeling dipengaruhi oleh empat proses (Bandura, 1971):
1. Attentional process
Seseorang tidak bisa banyak belajar dengan observasi jika dia tidak
memperhatikan, atau mengenali, fitur-fitur penting dari perilaku model.
Hanya sekedar menampilkan model kepada seseorang bukan berarti orang
tersebut
akan
memperhatikan
modelnya,
mereka
akan
memilih
karakteristik-karakteristik model yang paling relevan, atau mereka akan
merasakan secara akurat aspek-aspek yang kebetulan saja mereka sadari.
Beberapa bentuk modeling secara intinsik menguatkan sampai mereka bisa
mempertahankan perhatian orang dari semua usia dalam waktu yang luas.
Contoh yang paling baik untuk menggambarkan ini adalah modeling dari
televisi. Model-model yang ditampilkan di televisi sangat efektif dalam
menangkap perhatian penontonnya, sampai penontonnya mempelajari
16
perilaku yang ditunjukkan tanpa diberikan penguatan untuk melakukannya
(Bandura, Grusec, & Menlove, dalam Bandura, 1971).
2. Retention process
Seseorang tidak bisa dipengaruhi oleh pengamatan perilaku model jika ia
tidak mengingatnya. Fungsi besar kedua dalam perilaku modeling meliputi
ingatan jangka panjang mengenai aktivitas yang telah ditunjukkan pada
suatu waktu. Jika seseorang ingin mereproduksi perilaku model saat
modelnya sendiri sudah tidak ada untuk bertindak sebagai pemandu, pola
respon harus direpresentasikan dalam memori dalam bentuk simbolis.
Setelah aktivitas yang telah ditunjukkan diubah menjadi gambarangambaran dan simbol verbal yang bisa digunakan, kode-kode memori ini
bertindak sebagai panduan untuk mereproduksi respon yang cocok secara
berurutan.
Selain pengkodean simbolis, repetisi juga membantu memperkuat ingatan.
Orang yang secara mental merepetisi atau benar-benar melakukan
peniruan
perilaku
cenderung
sulit
melupakan
perilaku
tersebut
dibandingkan dengan orang yang tidak memikirkan atau melatih apa yang
mereka lihat.
3. Motoric reproduction process
Proses ketiga meliputi proses dimana representasi simbolis bertindak
sebagai
panduan
dalam
tindakan
terang-terangan.
Untuk
bisa
mereproduksi perilaku, seseorang harus menggabungkan serangkaian
respon sesuai dengan pola yang telah ditampilkan. Meskipun representasi
17
simbolis dari perilaku yang telah ditampilkan telah didapat dan diingat,
seseorang mungkin masih tidak bisa mereproduksi perilaku tersebut
karena keterbatasan fisik. Seorang anak bisa belajar melalui pengamatan
tentang perilaku mengendarai mobil, tapi jika ia terlalu pendek untuk
mengoperasikan kemudinya ia tidak akan bisa mengendarai kendaraan
tersebut.
4. Motivational process
Seseorang bisa mendapatkan, mengingat, dan memiliki kemampuan untuk
melakukan perilaku yang ditampilkan, tapi perilaku itu mungkin tidak
keluar jika perilaku tersebut tidak disangsikan secara positif dan tidak
diterima dengan baik.
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku modeling
Faktor-faktor yang mempengaruhi individu untuk melakukan perilaku modeling
antara lain sebagai berikut (Bandura, 1971).
1. Self-control
Untuk berperilaku secara efektif, seseorang harus bisa mengantisipasi
akibat yang mungkin muncul dalam peristiwa yang berbeda-beda dan
mengatur perilakunya sesuai dengan akibat dari peristiwa tersebut. Tanpa
kemampuan tersebut, seseorang akan bertindak secara tidak produktif, atau
beresiko. Informasi mengenai akibat yang mungkin muncul didapat dari
stimuli lingkungan, misalnya lampu lalu lintas, komunikasi verbal, pesan
gambar, tempat yang mencolok, orang, atau benda, atau perilaku orang
18
lain. Self-control yang dimaksud bukan hanya dalam segi perilaku saja,
tapi juga dari segi kognitif dan juga emosinya.
2. Self-concept
Tindakan role-model yang memiliki status lebih besar kemungkinannya
untuk berhasil dan memiliki nilai fungsional yang lebih besar bagi
pengamatnya daripada role-model yang memiliki kemampuan intelektual,
kejuruan, dan sosial yang lebih rendah. Dalam situasi dimana orang tidak
yakin dengan pemahaman tentang tindakan yang ditiru, mereka
mengandalkan karakteristik role-model dan simbol yang menunjukkan
status (misalnya gaya berpakaian) yang menunjukkan penanda nyata
kesuksesan di masa lalu (Bandura, 1971). Dalam hal ini, artis-artis dari
Korea adalah role-model yang tepat bagi remaja untuk mempelajari dan
meniru gaya berpakaian ini, karena mereka terkenal dan memiliki prestasi
dalam bidangnya.
3. Lingkungan
Hampir semua proses pembelajaran yang didapat dari pengalaman
langsung bisa dipelajari melalui pengamatan terhadap perilaku orang lain.
Kemampuan manusia untuk belajar melalui observasi membantu dia untuk
mendapatkan berbagai macam perilaku tanpa harus membentuk pola
perilaku melalui proses trial and error (coba-coba). Begitu juga dengan
respon emosional bisa didapatkan melalui observasi terhadap reaksi afektif
orang lain saat mereka menghadapi pengalaman yang menyenangkan atau
menyedihkan. Respon-respon perilaku baru bisa dibentuk dengan cara
19
menampilkan contoh yang menjelaskan bagaimana cara suatu kegiatan
dilakukan dengan cara yang benar. Contohnya, remaja paling banyak
dipengaruhi oleh internet, seperti video di situs-situs, film Korea,
pertunjukkan konser artis Korea di Indonesia. Dari berbagai media
tersebut remaja bisa mengetahui bagaimana cara berpakaian dan
berpenampilan seperti artis Korea.
4. Adanya reinforcement (penguatan)
Proses pembelajaran yang berasal dari pengalaman langsung sebagian
besar dipengaruhi oleh reward atau punishment yang mengikuti setiap
tindakan. Melalui reward ataupun punishment yang akan diterima dari
setiap tindakan yang dilakukan, individu bisa membuat dugaan-dugaan
tentang perilaku seperti apa yang akan menghasilkan hasil yang
menguntungkan
bagi
individu
yang
bersangkutan.
Selain
itu,
reinforcement bisa berfungsi sebagai motivator individu dalam kegiatan
yang dilakukan di masa depan.
2.1.3. Pengukuran perilaku modeling
Dalam penelitian ini, pengukuran perilaku modeling dilakukan dengan
menggunakan skala perilaku modeling yang dibuat berdasarkan aspek-aspek
perilaku modeling yang dikemukakan Bandura (1971), yaitu attentional process,
retention process, motoric reproduction process, dan motivational process.
20
2.2
Self – Control
2.2.1. Definisi self-control
Menurut Chaplin (2006), self-control adalah kemampuan untuk membimbing
tingkah laku sendiri; kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls – impuls
atau tingkah laku impulsif. Self-control bisa dikonseptualisasikan sebagai
kemampuan yang dikembangkan dari waktu ke waktu dan membuat orang
menginvestasikan secara aktif usaha yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan
atau hasil (Carver & Scheier; Wills & Dishion, dalam Hagger dkk, 2010).
Self – control adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan proses
menekan atau menghambat perilaku atau respon seseorang secara disengaja dan
sadar (Vohs & Baumeister, 2004).
Ada beberapa model proses self – control yang telah ditemukan ahli – ahli
sebelumnya (Vohs & Baumeister, 2004), antara lain:
a. Cybernetic Model
Carver dan Scheier mengembangkan model ini untuk self – control saat
mereka mengemukakan proses self – control terjadi pada test-operate-testexit (TOTE) loop. Orang – orang memasuki TOTE saat mereka
membentuk tujuan. Tindakan pertama, test, merujuk pada perbandingan
keadaan sekarang dengan keadaan tujuan. Menduga ada kesenjangan
antara keadaan sekarang dengan keadaan yang diinginkan, orang
melakukan tindakan operate untuk menutup kesenjangan itu. Orang akan
21
melakukan test lagi, dan tergantung apakah tujuannya tercapai atau tidak,
orang mungkin harus melakukan lebih banyak pekerjaan untuk mencapai
tujuannya lagi, orang bisa kembali ke fase operate atau exit.
Satu gagasan penting dalam TOTE loop ini adalah bahwasanya emosi
merefleksikan proses seseorang untuk mencapai tujuannya; afeksi positif
seringkali menjadi tanda bahwa orang mendekati tujuannya, dan afeksi
negatif seringkali menandakan orang menjauhi tujuannya.
b. Regulatory Resource Model
Regulatory Resource Model mengemukakan bahwa kemampuan untuk
mengendalikan diri sendiri dikuasai oleh sumber – sumber terbatas yang
dimiliki oleh semua bagian self – control. Tiap satu kali tindakan self –
control dilakukan akan membuat orang itu kurang berhasil dalam
melakukan self – control yang berikutnya (dalam waktu yang terbatas)
karena kurangnya sumber daya untuk melakukan self – control yang
berikutnya. Ini dikenal sebagai keadaan kekurangan ego,
yang
menggambarkan ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan
self – control yang spesifik. Baumeister, Vohs, dan rekan – rekannya
mengemukakan bahwa respon – respon yang meliputi regulasi emosi,
kendali mental, intervensi impuls, dan pengarahan perilaku semuanya
memakai sumber daya tersebut, dan sebagai akibatnya, banyaknya sumber
daya tersebut akan berkurang tiap kali kegiatan self – control dilakukan.
c. Paradigma Penundaan Gratifikasi
22
Model ketiga berpusat pada kemampuan untuk menunda gratifikasi.
Selama lebih dari 40 tahun, penelitian yang dilakukan oleh Mischel dkk
telah menerangi pentingnya mengekang frustasi, melumpuhkan respon
yang tidak diinginkan, dan mengatasi godaan – godaan untuk mencapai
tujuan, perkembangan psikologis, dan kesejahteraan. Penelitian –
penelitian khas untuk menguji perspektif penundaan gratifikasi berfokus
pada anak – anak usia 3 – 4 tahun, yang duduk di depan meja yang di
atasnya terdapat makanan yang menggoda. Si anak diberitahu jika dia
tidak makan makanan yang ada di depannya (misalnya permen), maka ia
akan diberikan makanan yang lebih besar (misalnya dua permen) nantinya.
Penundaan gratifikasi diukur dari seberapa lama anak itu menunggu dan
tidak makan makanan yang telah tersedia.
Berdasarkan definisi – definisi tersebut, penulis menyimpulkan bahwa
self-control adalah kemampuan seseorang yang dikembangkan dari waktu ke
waktu untuk membimbing dirinya dan menekan impuls – impuls yang muncul di
dalam dirinya secara disengaja dan sadar.
2.2.2. Aspek – aspek self-control
Menurut Averill (dalam Wahid, 2007) terdapat 3 jenis kemampuan mengontrol
diri, yaitu:
a. Behavioral Control
Behavioral control merupakan kesiapan atau tersedianya suatu respon
yang dapat secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu
23
keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku ini
diperinci menjadi dua komponen, yaitu mengatur pelaksanaan (regulated
administration) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus
modifiability).
Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu
untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan, dirinya
sendiri atau sesuatu diluar dirinya. Individu yang kemampuan mengontrol
dirinya baik akan mampu mengatur perilaku dengan menggunakan
kemampuan dirinya dan bila tidak mampu individu akan menggunakan
sumber eksternal.
Kemampuan mengatur stimulus merupakan kemampuan untuk mengetahui
bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan, yaitu mencegah atau menjauhi
stimulus, menempatkan tenggang waktu di antara rangkaian stimulus yang
sedang berlangsung, menghentikan stimulus sebelum waktunya berakhir,
dan membatasi intensitasnya.
b. Cognitive Control
Cognitive control merupakan kemampuan individu dalam mengolah
informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai,
atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif
sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi tekanan. Aspek ini
terdiri atas dua komponen, yaitu memperoleh informasi (information gain)
dan melakukan penilaian (appraisal).
24
Dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan
yang tidak menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut
dengan berbagai pertimbangan. Melakukan penilaian berarti individu
berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan
cara memperhatikan segi – segi positif secara subjektif.
c. Decisional Control
Decisional control merupakan kemampuan untuk memilih hasil atau suatu
tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Selfcontrol dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya
suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk
memilih berbagai kemungkinan tindakan.
2.2.3. Pengukuran self-control
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala self-control yang dibuat
sendiri berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Averill, yaitu behavioral
control, cognitive control, dan decisional control.
2.3
Self – Concept
2.3.1
Definisi self-concept
Menurut Chaplin (2006), self-concept adalah evaluasi individu mengenai diri
sendiri, penilaian atau penaksiran mengenali diri sendiri oleh individu yang
bersangkutan.
25
Menurut Steinberg (2001), pengertian self – concept adalah “The way in
which one perceives oneself”. Cara seseorang merasakan dirinya.
Menurut Hurlock (1980), ada beberapa kondisi yang mempengaruhi selfconcept remaja, yaitu:
a. Usia kematangan
Remaja yang matang lebih awal, yang diperlakukan seperti orang yang
hampir dewasa, mengembangkan self-concept yang menyenangkan
sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Remaja yang matang
terlambat, yang diperlakukan seperti anak – anak, merasa salah
dimengerti dan bernasib kurang baik sehingga cenderung berperilaku
kurang dapat menyesuaikan diri.
b. Penampilan diri
Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri
meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik. Tiap cacat
fisik merupakan sumber yang memalukan yang mengakibatkan
perasaan rendah diri. Sebaliknya, daya tarik fisik menimbulkan
penilaian yang menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah
dukungan sosial.
c. Kepatutan seks
Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat, dan perilaku membantu
remaja mencapai self-concept yang baik. Ketidakpatutan seks
26
membuat remaja sadar diri dan hal ini memberi akibat buruk pada
perilakunya.
d. Nama dan julukan
Remaja peka dan merasa malu bila teman – teman sekelompok menilai
namanya buruk atau bila mereka memberi nama julukan yang bernada
cemoohan.
e. Hubungan keluarga
Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang
anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang ini dan
ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini
sesama jenis, remaja akan tertolong untuk mengembangkan selfconcept yang layak untuk jenis seksnya.
f. Teman – teman sebaya
Teman – teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam
dua cara. Pertama, self-concept remaja merupakan cerminan dari
anggapan tentang konsep teman – teman tentang dirinya dan kedua, ia
berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri – ciri kepribadian
yang diakui oleh kelompok
g. Kreativitas
Remaja yang semasa kanak – kanak didorong agar kreatif dalam
bermain dan dalam tugas – tugas akademis, mengembangkan perasaan
individualitas dan identitas yang memberi pengaruh yang baik pada
self-concept-nya. Sebaliknya, remaja yang sejak awal masa kanak –
27
kanak didorong untuk mengikuti pola yang sudah diakui akan kurang
mempunya perasaan identitas dan individualitas.
h. Cita – cita
Bila remaja mempunya cita – cita yang tidak realistik, ia akan
mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak
mampu dan reaksi – reaksi bertahan di mana ia menyalahkan orang
atas kegagalannya. Remaja yang realistik tentang kemampuannya lebih
banyak mengalami keberhasilan daripada kegagalan. Ini akan
menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasan diri yang lebih besar
yang memberikan self-concept yang lebih baik.
Rogers (dalam Jarvis, 2010) meyakini bahwa kita memiliki citra diri
dalam pikiran kita seperti keadaan kita sekarang, sekaligus citra diri kita yang
ideal (ideal self), yaitu citra diri yang kita inginkan. Jika kedua citra itu kongruen
(artinya sama), kita akan mengembangkan harga diri yang baik. Perkembangan
kongruen dan harga diri bergantung pada penghargaan positif tak bersyarat
(unconditional positive regard) dari orang lain – berupa penerimaan, cinta, dan
kasih sayang.
Fitts (dalam Agustiani, 2006) mengemukakan bahwa self-concept
merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena self-concept seseorang
merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan
lingkungan. Fitts juga mengatakan bahwa self-concept berpengaruh kuat terhadap
tingkah laku seseorang. dengan mengetahui self-concept seseorang, kita akan
lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut.
28
Self-concept seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai
berikut (Fitts, dalam Agustiani, 2006):
a. Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang memunculkan
perasaan positif dan perasaan berharga
b. Kompetensi dalam area yang dihargai individu dan orang lain
c. Aktualisasi diri, atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi yang
sebenarnya.
Dari definisi-definisi tersebut, penulis menyimpulkan bahwa self-concept
adalah kemampuan individu untuk mengenali, memahami, merasakan, dan
mengevaluasi diri sendiri. Self-concept juga berpengaruh besar terhadap tingkah
laku seseorang. Dengan mengetahui self-concept seseorang, kita akan lebih
mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut.
2.3.2
Dimensi-dimensi dalam self-concept
Fitts (dalam Agustiani, 2006) membagi self-concept dalam dua dimensi pokok,
yaitu sebagai berikut:
1) Dimensi Internal
Dimensi internal atau disebut juga kerangka acuan internal (internal frame
of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya
sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga
bentuk.
a. Diri identitas (identity self)
29
Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada selfconcept dan mengacu pada pertanyaan, “Siapakah saya?” Dalam
pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang
diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang bersangkutan
untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya, misalnya
“Saya Ita”. kemudian dengan bertambahnya usia dan interaksi dengan
lingkungannya, pengetahuan individu tentang dirinya juga bertambah,
sehingga ia dapat melengkapi keterangan tentang dirinya dengan halhal yang lebih kompleks, seperti “Saya pintar tetapi terlalu gemuk”
dan sebagainya.
b. Diri Perilaku (Behavioral Self)
Diri perilaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya,
yang berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang dilakukan oleh
diri”. Selain itu bagian ini berkaitan erat dengan diri identitas. Diri
yang adekuat akan menunjukkan adanya keserasian antara diri
identitas dengan diri perilakunya, sehingga ia dapat mengenali dan
menerima, baik diri sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku.
kaitan dari keduanya dapat dilihat pada diri sebagai penilai.
c. Diri Penerimaan/Penilai (Judging Self)
Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan
evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara
diri identitas dan diri pelaku.
30
Manusia cenderung memberikan penilaian terhadap apa yang
dipersepsikannya. Oleh karena itu, label – label yang dikenakan pada
dirinya bukanlah semata – mata menggambarkan dirinya, tetapi juga
sarat dengan nilai – nilai. Selanjutnya, penilaian ini lebih berperan
dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkannya.
Diri penilai menentukan kepuasan seseorang akan dirinya atau
seberapa jauh seseorang menerima dirinya. Kepuasan diri yang rendah
akan menimbulkan harga diri (self esteem) yang rendah pula dan akan
mengembangkan ketidakpercayaan yang mendasar pada dirinya.
sebaliknya, bagi individu yang memiliki kepuasan diri yang tinggi,
kesadaran dirinya lebih realistis, sehingga lebih memungkinkan
individu yang bersangkutan untuk melupakan keadaan dirinya dan
memfokuskan energy serta perhatiannya ke luar diri, dan pada
akhirnya dapat berfungsi lebih konstruktif.
2) Dimensi Eksternal
a. Diri Fisik (Physical Self)
Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya
secara fisik. dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai
kesehatan dirinya, penampilan dirinya (cantik, jelek, menarik, tidak
menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, kurus).
b. Diri Etik-Moral (Moral-Ethic Self)
Bagian ini merupakan pesepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari
standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut
31
persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan
seseorang akan kehidupan keagamaannya dan nilai – nilai moral yang
dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk.
c. Diri Pribadi
Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang
keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau
hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana
individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa
dirinya sebagai pribadi yang tepat.
d. Diri Keluarga (Family Self)
Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam
kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan
seberapa jauh seseorang merasa adekuat terhadap dirinya sebagai
anggota keluarga, serta terhadap peran maupun fungsi yang
dijalankannya sebagai anggota suatu keluarga.
e. Diri Sosial (Social Self)
Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya
dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya.
2.3.3. Pengukuran self-concept
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala self-concept yang dibuat sendiri
berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Fitts, yang mencakup dimensi
internal (diri identitas, diri perilaku, dan diri penilaian) dan dimensi eksternal (diri
fisik, diri pribadi, diri moral, diri keluarga, dan diri sosial).
32
2.4. Kerangka Berpikir
Bagi remaja, yang sedang dalam masa pencarian jati diri, media merupakan alat
utama bagi mereka untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Remaja akan selalu
mencari dan tertarik pada trend terbaru. Salah satunya adalah dalam hal
berpakaian. Dalam hal ini, gaya berpakaian yang dimaksud adalah gaya
berpakaian yang berasal dari Korea.
Artis-artis dari Korea yang penampilannya menarik bisa menjadi role
model bagi remaja lainnya dalam hal berpakaian. Dari sinilah perilaku modeling
itu muncul. Dengan berpenampilan menarik seperti artis yang menjadi rolemodel-nya, remaja mengharapkan pujian dari teman-teman sebayanya.
Belajar mengobservasi telah memberikan dampak yang cukup kuat
terhadap tingkah laku sosial-antisosial anak atau remaja. Dalam hal ini, Bandura
telah merancang tiga dampak utama dari pengamatan terhadap tingkah laku
individu yang dijadikan model yaitu (1) remaja memperoleh pola-pola respons
baru, ketika dia berfungsi sebagai pengamat, (2) pengamatan terhadap tingkah
laku model dapat memperkuat atau memperlemah respons-respons yang tidak
diharapkan (yang ditolak), dan (3) mengamati tingkah laku yang lain dapat
mendorong remaja/anak untuk melakukan kegiatan yang sama (Yusuf, 2011).
Dalam kaitannya dengan ketiga dampak di atas, interaksi sosial remaja
dalam kelompok sebaya dapat merangsang/menstimulasi pola-pola respons baru
melalui belajar dengan cara mengamati (observational learning). Di sini
kelompok sebaya telah memberikan kesempatan belajar kepada remaja untuk
33
mengimitasi berbagai tingkah laku para anggota kelompok lainnya. Pengaruh
teman sebaya yang menjadi model dapat mencegah atau membolehkan pola-pola
tingkah laku yang relatif tidak pasti (kebiasaan) dalam seting yang terstruktur.
Walaupun
begitu,
pengalaman-pengalaman
baru
dapat
mencegah
atau
memperkuat dampaknya terhadap kegiatan moral atau sosial (Yusuf, 2011).
Menurut penulis, self-control berpengaruh dalam fenomena ini. Bandura
(1971) mengemukakan bahwa untuk berperilaku secara efektif, seseorang harus
bisa mengantisipasi akibat yang mungkin muncul dalam peristiwa yang berbedabeda dan mengatur perilakunya sesuai dengan akibat tersebut. Tanpa kemampuan
tersebut, seseorang akan bertindak secara tidak produktif, atau beresiko. Informasi
mengenai akibat yang mungkin muncul didapat dari stimuli lingkungan, misalnya
lampu lalu lintas, komunikasi verbal, pesan gambar, tempat yang mencolok,
orang, atau benda, atau perilaku orang lain.
Sesuai dengan pendapat Bandura (1971), seseorang harus bisa
memperhitungkan akibat dari setiap tindakan yang diambilnya. Dalam fenomena
tren berpakaian dari Korea ini, individu yang ingin mengikutinya harus bisa
memperhitungkan akibat dari tindakannya dalam meniru gaya berpakaian
tersebut. Contohnya, apakah perilaku meniru ini berdampak pada aspek-aspek
hidup individu (seperti interaksi sosial, keuangan, moral, dsb) yang melakukannya
atau tidak adalah sesuatu yang harus diperhitungkan.
Self-concept mencerminkan tendensi seseorang terhadap berbagai aspek
dari tindakannya baik secara positif maupun negatif. Dalam pendekatan Social
Learning Theory, self-concept negatif didefinisikan dalam kaitannya dengan
34
banyaknya
self-reinforcement
negatif.
Sebaliknya,
self-concept
positif
didefinisikan dalam kaitannya dengan banyaknya self-reinforcement positif
(Bandura, 1971).
Dalam Social Learning Theory, self-reinforcement adalah pengendali
tindakan seseorang. Disfungsi pada sistem self-reinforcement bisa mengakibatkan
self-punishment yang berlebihan dan kondisi yang tidak menguntungkan yang
bisa mempertahankan perilaku yang merusak. Banyak individu yang mengalami
stress karena standar yang mereka buat terlalu tinggi, karena perilaku mereka
tidak sebanding dengan role-model yang memiliki prestasi tinggi (Bandura,
1971).
Tindakan role-model yang memiliki status lebih besar kemungkinannya
untuk berhasil dan memiliki nilai fungsional yang lebih besar bagi pengamatnya
daripada role-model yang memiliki kemampuan intelektual, kejuruan, dan sosial
yang lebih rendah. Dalam situasi dimana orang tidak yakin dengan pemahaman
tentang tindakan yang ditiru, mereka mengandalkan karakteristik role-model dan
simbol yang menunjukkan status (misalnya gaya berpakaian) yang menunjukkan
penanda nyata kesuksesan di masa lalu (Bandura, 1971). Dalam hal ini, artis-artis
dari Korea adalah role-model yang tepat bagi remaja untuk mempelajari dan
meniru gaya berpakaian ini, karena mereka terkenal dan memiliki prestasi dalam
bidangnya.
Fitts (dalam Agustiani, 2006) mengemukakan bahwa self-concept
merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena self-concept seseorang
merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan
35
lingkungan. Fitts juga mengatakan bahwa self-concept berpengaruh kuat terhadap
tingkah laku seseorang. dengan mengetahui self-concept seseorang, kita akan
lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut.
Remaja yang melihat cara berpakaian artis-artis dari Korea akan
mempelajari hal tersebut dan akan dijadikan kerangka acuan (frame of reference)
dalam hal berpakaian. Kerangka acuan tersebut akan dijadikan landasan baginya
untuk menentukan pakaian seperti apa yang akan dia pakai di masa depan. Sesuai
dengan pendapat Bandura (1971), remaja yang menjadikan artis Korea sebagai
role-model dalam berpakaian akan membuat standar mengenai bagaimana cara
berpakaian ala Korea.
Dalam penelitian ini, penulis hendak melihat apakah ada pengaruh
signifikan antara self-control dan self-concept terhadap perilaku modeling remaja
tentang tren berbusana dari Korea. Adapun variabel-variabel self-control yang
akan digunakan adalah berdasarkan aspek-aspek self-control menurut Averill
(dalam Wahid, 2007), yaitu behavioral control, cognitive control, dan decisional
control. Variabel-variabel self-concept yang akan digunakan adalah berdasarkan
dimensi eksternal dari aspek self-concept yang dikemukakan oleh Fitts (dalam
Agustiani, 2006), yang terdiri dari diri fisik, diri pribadi, diri keluarga, diri moral,
dan diri sosial. Semua variabel tersebut akan dilihat apakah mempengaruhi
perilaku modeling secara signifikan.
Gambaran hubungan antar variabel self-control, self-concept, dan perilaku
modeling pada remaja berkaitan dengan trend berbusana dari Korea, beserta
36
aspek-aspek yang hendak diukur dan dicari pengaruhnya digambarkan oleh
peneliti seperti pada gambar 2.1.
Self-Control
Behavioral Control
Cognitive Control
Decisional Control
Self-concept
Diri Identitas
Perilaku Modeling
pada Remaja
terhadap Trend
Berbusana dari
Korea
Diri Perilaku
Diri Penilai
Diri Fisik
Diri Pribadi
Diri Moral
Diri Sosial
Diri Keluarga
Gambar 2.1.
Pengaruh antara self-control dan self-concept terhadap perilaku modeling
37
2.5. Hipotesis
Berdasarkan teori-teori dan kerangka berpikir yang telah dijelaskan, peneliti
menyusun hipotesis menjadi dua bagian, yaitu hipotesis mayor dan hipotesis
minor. Penjelasannya adalah sebagai berikut.
1. Hipotesis Mayor
Ada pengaruh signifikan variabel-variabel self-control (behavioral
control, cognitive control, dan decisional control) dan variabel-variabel
self-concept (diri identitas, diri perilaku, diri penilai, diri fisik, diri pribadi,
diri moral, diri sosial, dan diri keluarga) terhadap perilaku modeling
remaja berkaitan dengan trend berbusana dari Korea.
2. Hipotesis Minor
Ha1
: Ada pengaruh behavioral control terhadap perilaku modeling
tentang trend berbusana dari Korea.
Ha2
: Ada pengaruh cognitive control terhadap perilaku modeling
tentang trend berbusana dari Korea.
Ha3
: Ada pengaruh decisional control terhadap perilaku modeling
tentang trend berbusana dari Korea.
Ha4
: Ada pengaruh diri fisik terhadap perilaku modeling tentang
trend berbusana dari Korea.
Ha5
: Ada pengaruh diri pribadi terhadap perilaku modeling tentang
trend berbusana dari Korea.
38
Ha6
: Ada pengaruh diri keluarga terhadap perilaku modeling tentang
trend berbusana dari Korea.
Ha7
: Ada pengaruh diri sosial terhadap perilaku modeling tentang
trend berbusana dari Korea.
Ha8
: Ada pengaruh diri moral terhadap perilaku modeling tentang
trend berbusana dari Korea.
Ha9
: Ada pengaruh diri identitas terhadap perilaku modeling tentang
trend berbusana dari Korea.
Ha10
: Ada pengaruh diri perilaku terhadap perilaku modeling tentang
trend berbusana dari Korea.
Ha11
: Ada pengaruh diri penilaian terhadap perilaku modeling tentang
trend berbusana dari Korea.
BAB 3
METODE PENELITIAN
3. 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif dan jenis penelitian ini adalah penelitian regresi, karena tujuan dari
penelitian ini adalah untuk melihat seberapa besar pengaruh antara variabel satu
dengan variabel lainnya.
3.2. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
3.2.1. Populasi
Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah seluruh remaja di Provinsi DKI
Jakarta.
3.2.2. Sampel dan teknik pengambilan sampel
Dalam penelitian ini, peneliti menentukan sampel sebanyak 174 orang. Adapun
teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah convinience sampling, dimana
sampel diambil karena alasan kemudahan.
3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.3.1. Variabel penelitian
Pada penelitian ini, variabel-variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut.
Variabel bebas (IV)
: self-control dan self-concept
39
40
Variabel terikat (DV) : perilaku modeling remaja terhadap trend berbusana dari
Korea
3.3.2. Definisi operasional
Adapun definisi operasional dari tiap variabel tersebut adalah sebagai berikut.
a. Self-control adalah kemampuan yang dikembangkan seseorang dari waktu
ke waktu untuk membimbing dirinya dan menekan impuls-impuls di
dalam dirinya secara disengaja dan sadar. Adapun definisi operasionalnya
adalah skor yang diperoleh dari skala self-control setelah diujikan kepada
sampel yang bersangkutan.
b. Self-concept adalah kemampuan individu untuk mengenali, memahami,
merasakan, dan mengevaluasi diri sendiri. Self-concept juga berpengaruh
besar terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri
seseorang, kita akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah
laku orang tersebut. Adapun definisi operasionalnya adalah skor yang
diperoleh dari skala self-concept setelah diujikan kepada sampel yang
bersangkutan.
c. Perilaku modeling adalah suatu bentuk perilaku yang dilakukan individu
melalui pengamatan terhadap perilaku yang ditunjukkan objek yang lain
selain dirinya. Dari pengamatan tersebut, individu akan memperoleh
pengetahuan baru mengenai suatu perilaku yang diamatinya dan individu
akan mencoba untuk mereproduksi perilaku tersebut. Adapun definisi
operasionalnya adalah skor yang diperoleh dari skala perilaku modeling
yang disebarkan kepada subjek penelitian yang bersangkutan.
41
3.4. Instrumen Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan prosedur sistematis untuk memperoleh data, data
yang terkumpul harus valid dan reliabel, oleh sebab itu dibuat alat ukur masingmasing variabel yang diuji-cobakan terlebih dahulu agar menjadi alat ukur yang
valid dan reliabel. Alat ukur pada penelitian ini berupa skala psikologi yaitu
berupa pernyataan atau pertanyaan dalam bentuk item-item yang kemudian akan
direspon atau diisi oleh sampel.
Format skala yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan
format skala model Likert. Skala model ini memiliki empat faktor alternatif
pilihan jawaban yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS
(Sangat Tidak Setuju). Item-item di-skor berdasaran jawaban yang dipilih dari
jenis pernyataan, favorable atau unfavorable. Untuk jawaban favorable skornya
bergerak dari kanan ke kiri (SS→S→TS→STS) dengan nilai (4→3→2→1).
Sedangkan untuk unfavorable cara skoringnya bergerak sebaliknya dari kiri ke
kanan, (STS→TS→S→SS) dengan nilai (4→3→2→1).
Rincian dari instrumen-instrumen yang akan digunakan adalah sebagai
berikut.
1. Skala self-control terdiri dari delapan belas item yang mencakup dimensidimensi yang dikemukakan oleh Averill (dalam Wahid, 2007), yaitu
dimensi behavioral control, cognitive control, dan decisional control.
Blueprint dari instrumen ini bisa dilihat pada tabel 3.1.
42
Tabel 3.1
Blueprint Skala Self-Control (Sebelum Uji Coba)
No.
1
Aspek
Behavioral
Control
Indikator
No. Item
Favourable
Unfavourable
2,5,9
4,6,
7,8
- Mampu
mengontrol
perilaku
- Mampu
1
memodifikasi
stimulus
- Mampu
3
mengarahkan
dorongan
2
Cognitive
- Mampu membuat 13,14
Control
rencana
- Menafsirkan
10,11,12
keadaan dari segisegi positif
3
Decisional Mengambil keputusan 15,17
16,18
Control
sesuai dengan apa
yang disetujui
11
7
Total
2. Skala self-concept terdiri dari 54 item yang mencakup dimensi internal dan
eksternal yang memiliki delapan aspek, yaitu diri identitas dengan enam
item, diri perilaku dengan lima item, diri penilai dengan tujuh item, diri
fisik dengan sembilan item, diri pribadi dengan tiga item, diri sosial
dengan tujuh item, diri moral dengan tujuh item, dan diri keluarga dengan
10 item (Fitts, dalam Agustiani, 2006). Diri identitas terdiri atas enam
item, diri perilaku terdiri atas lima item, diri penilai terdiri atas tujuh item,
diri fisik terdiri atas sembilan item, diri pribadi terdiri atas tiga item, diri
sosial terdiri atas tujuh item, diri moral terdiri atas tujuh item, dan diri
keluarga terdiri atas 10 item Blueprint instrumen self-concept bisa dilihat
pada tabel 3.2.
Jumlah
Item
9
5
4
18
43
Tabel 3.2
Blueprint Skala Self-Concept
No.
Dimensi
Indikator
Sub Indikator
No. Item
Favourable
Unfavourable
-
1
2
Dimensi
Eksternal
Dimensi
Internal
Penampilan diri
(cantik, jelek,
menarik, tidak
1*,6*,15*,20
Diri Fisik
menarik)
23*,28,29,31
*, 35*
- Keadaan tubuh
(tinggi, pendek,
gemuk, kurus)
- Merasa berharga
- Merasa puas
Diri Pribadi
8,12
27
dengan pribadinya
sekarang
- Hubungan dengan
Tuhan
3,4,9*,13*,18
Diri Moral
- Nilai moral yang
*, 21*,26*
dianut
- Kemampuan
5*,10,14*,19
Diri Sosial
bersosialisasi
33,36*
*, 22*
dengan orang lain
- Peran dalam
keluarga
2*,11*,16*,1
Diri Keluarga - Fungsi yang
7,25*,30,37
7*, 24*,34*
dijalankan sebagai
anggota keluarga
- Mengenal diri
- Mengenal
kemampuan diri
38*,39*,49,
Diri Identitas
41,42
sendiri
50
- Mengenal
lingkungan
- Kesadaran akan
Diri Perilaku
perilaku yang
43*,44*,46
47,54
telah diperbuat
Pengamat, penentu
32*,40*,45,
Diri Penilai
48*,52,53
standar, dan evaluator 51
37
17
Total
3. Skala perilaku modeling terdiri dari 24 item yang mencakup aspek-aspek
Jumlah
Item
yang dikemukakan oleh Bandura (1971), yaitu attentional process,
retention process, motoric reproduction process, dan motivational
process. Blueprint instrumen bisa dilihat pada tabel 3.3.
9
3
7
7
10
6
5
7
54
44
Tabel 3.3
Blueprint Skala Perilaku Modeling
No.
Aspek
Indikator
1
Attentional
Process
- Memperhatikan,
mengenali fiturfitur penting
dari perilaku
model
- Ingatan jangka
panjang
mengenai
aktivitas yang
telah
ditunjukkan
- Mengulangulang perilaku
yang telah
diperhatikan
- Membuat
respon
sesuai
dengan
pola
yang
telah
ditampilkan
- Insentif
- Hukuman
2
3
4
3.5
Retention
Process
Motoric
Reproduction
Process
Motivational
Process
Total
No. Item
Favourable Unfavourable
Jumlah
Item
1,2,3,4,5,7
6
7
8,9,10,11
12
5
13,14,15,16
,17
18
6
24
6
19,20,21,22
,23
20
4
24
Uji Validitas Konstruk
Untuk menghasilkan alat ukur atau skala yang baik perlu dilakukan uji validitas
terhadap skor yang dihasilkan. Uji validitas harus dilakukan agar ada jaminan
bahwa alat ukur akan menghasilkan informasi tentang apa yang hendak diukur.
Dalam penelitian ini, uji validitas yang dilakukan adalah uji validitas konstruk.
Metode uji validitas yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode
CFA (Confirmatory Factor Analysis) karena sebelumnya peneliti sudah memiliki
45
teori untuk setiap konstruk yang digunakan. Adapun software yang digunakan
untuk melakukan metode ini adalah LISREL 8.70.
Cara pengujian dengan CFA terdiri dari tiga langkah (Sorayah, 2012),
yaitu:
1. Menguji apakah hanya satu faktor saja yang menyebabkan item-item
saling berkorelasi (hipotesis uni-dimensionalitas item). Hipotesis ini diuji
dengan chi-square. Untuk memutuskan apakah memang tidak ada
perbedaan antara matriks korelasi yang diperoleh dari data dengan matriks
korelasi yang dihitung menurut teori/model. Jika hasil chi-square tidak
signifikan (p>0.05), maka hipotesis nihil yang menyatakan bahwa tidak
ada perbedaan antara matriks korelasi yang diperoleh dari data dan model
tidak ditolak yang artinya item yang diuji mengukur satu factor saja (unidimensional. Jika nilai chi-square signifikan (p<0.05), maka hipotesis nihil
tersebut ditolak yang artinya item-item yang diuji ternyata mengukur lebih
dari satu factor (multidimensional).
2. Menganalisis item mana yang menjadi sumber tidak fit. Terdapat beberapa
hal yang perlu diperhatikan untuk mengetahui item mana yang menjadi
sumber tidak fit, yaitu:
a. Melakukan uji signifikansi terhadap koefisien muatan faktor dari
masing-masing item dengan menggunakan t-test. Jika nilai t yang
diperoleh dari sebuah item tidak signifikan (t<1.96), maka item
tersebut di drop karena dianggap tidak signifikan sumbangannya
terhadap pengukuran yang sedang dilakukan.
46
b. Melihat arah dari koefisien muatan faktor (faktor loading). Jika suatu
item memiliki muatan faktor negatif, maka item tersebut didrop karena
tidak sesuai dengan pengukuran (berarti semakin tinggi nilai pada item
tersebut semakin rendah nilai pada faktor yang diukur).
3. Menghitung faktor skor. Jika langkah-langkah di atas telah dilakukan,
maka diperoleh item-item valid untuk mengukur apa yang hendak diukur.
Uraian mengenai hasil uji validitas tiap skala akan dipaparkan pada subbab
berikut.
3.5.1. Uji validitas skala self-control
3.5.1.1. Uji validitas aspek behavioral control
Peneliti ingin melihat apakah tujuh belas item benar-benar mengukur aspek
behavioral control. Maka dilakukan uji validitas CFA satu faktor terhadap semua
item tersebut dan didapatkan bahwa model tersebut tidak fit dengan chi-square =
709.13, p-value = 0.0000, df = 119, dan RMSEA = 0.187. Karena itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model dan didapatkan model fit dengan chisquare = 27.03, df = 18, p-value = 0.07845, dan RMSEA = 0.057. Setelah
didapatkan model yang fit, peneliti ingin melihat item mana saja yang valid dan
item mana yang harus didrop. Berdasarkan hasil CFA, didapatkan hasil yang
diringkas pada tabel berikut.
47
Tabel 3.4.
Muatan Faktor Item Behavioral Control
No Item Muatan Faktor Koefisien Error
1
0.7
0.08
2
0.27
0.08
3
0.78
0.07
4
0.67
0.08
5
-0.05
0.09
6
0.62
0.08
7
0.13
0.09
8
0.16
0.09
9
0.68
0.07
Keterangan: tanda (√) menunjukkan nilai T > 1.96
T-Values
9.11
3.14
10.84
8.73
-0.61
8.16
1.49
1.82
9.2
Signifikan
V
V
V
V
X
V
X
X
V
Dari tabel di atas, item 5,7, dan 8 tidak valid karena tidak memenuhi syarat
muatan faktor yang positif dan T-value > 1.96.
3.5.1.2. Uji validitas aspek cognitive control
Peneliti ingin melihat apakah lima belas item yang telah dibuat memang
mengukur aspek cognitive control. Dari uji CFA, didapatkan model yang tidak fit
dengan chi-square = 389.22, df = 90, p-value = 0.0000, RMSEA = 0.153. Peneliti
kemudian melakukan modifikasi terhadap model tersebut dan didapatkan model
yang fit dengan chi-square = 7.69, df = 3, P-value = 0.05289, RMSEA = 0.100.
Berdasarkan hasil CFA, didapatkan hasil yang diringkas dalam tabel 3.5.
Tabel 3.5.
Muatan Faktor Item Cognitive Control
No Item Muatan Faktor Koefisien Error T-Values Signifikan
10
0.71
0.23
3.13
V
11
0.17
0.06
2.66
V
12
1.53
0.27
5.65
V
13
-0.48
0.11
-4.26
X
14
0.28
0.09
3.18
V
Dari tabel di atas, bisa disimpulkan bahwa item 13 tidak valid karena
muatan faktor negatif dan nilai T kurang dari 1.96. Item 10,11,12, dan 14 valid.
48
3.5.1.3. Uji validitas aspek decisional control
Peneliti ingin melihat apakah sembilan item yang telah dibuat memang mengukur
aspek decisional control. Dari uji CFA, didapatkan model yang tidak fit dengan
chi-square = 94.90, df = 27, p-value = 0.0000, RMSEA = 0.133. Peneliti
kemudian melakukan modifikasi terhadap model tersebut dan didapatkan model
fit dengan chi-square = 0.96, df = 2, p-value = 0.61777, RMSEA = 0.000. Setelah
didapatkan model yang fit, peneliti ingin melihat item mana saja yang valid dan
item mana yang harus didrop. Berdasarkan hasil CFA, didapatkan hasil yang
diringkas pada tabel berikut.
Tabel 3.6.
Muatan Faktor Item Decisional Control
No Item Muatan Faktor Koefisien Error T-Values Signifikan
15
0.44
0.1
4.51
V
16
0.48
0.1
4.82
V
17
0.4
0.1
4.13
V
18
0.78
0.12
6.68
V
Dari tabel di atas, bisa disimpulkan bahwa semua item yang mengukur
decisional control valid karena muatan faktor positif dan nilai T lebih dari 1.96.
3.5.2. Uji Validitas Skala Self-Concept
3.5.2.1. Dimensi internal
3.5.2.1.1.
Diri identitas
Peneliti melakukan uji validitas item untuk aspek diri identitas dengan uji CFA,
dan didapatkan hasil model yang tidak fit dengan chi-square = 51.32, df = 9, pvalue = 0.0000, RMSEA = 0.182. Karena belum fit, maka peneliti melakukan
modifikasi terhadap model. Didapatkan model fit dengan chi-square = 9.34, df =
7, p-value = 0.22933, RMSEA = 0.048. Setelah didapatkan model fit, peneliti
49
menentukan item mana saja yang valid dan yang harus dibuang. Hasilnya
diringkas dalam tabel berikut.
Tabel 3.7.
Muatan faktor item diri identitas
No. Item Muatan Faktor Koefisien Error T-value Signifikan
38
0.39
0.09
4.42
√
39
0.60
0.12
5.18
√
41
-0.83
0.11
-7.56
X
42
-0.52
0.09
-5.67
X
49
-0.32
0.09
-3.66
X
50
-0.49
0.09
5.45
X
Tabel 3.7 menunjukkan item-item dari model yang sudah fit. Bisa dilihat
bahwa hanya item 38 dan 39 yang valid, karena dua item tersebut memenuhi
syarat muatan faktor yang positif dan nilai T > 1.96, sedangkan item 41, 42, 49,
dan 50 memiliki muatan faktor negatif dan nilai T < 1.96.
3.5.2.1.2. Diri perilaku
Peneliti melakukan uji validitas item untuk aspek diri perilaku dengan uji CFA.
Didapatkan model fit dengan chi-square = 7.94, df = 5, p-value = 0.15956,
RMSEA = 0.064. Setelah didapatkan model fit, peneliti menentukan item mana
saja yang valid dan yang harus dibuang. Hasilnya diringkas dalam tabel berikut.
Tabel 3.8.
Muatan faktor item diri perilaku
No. Item Muatan Faktor Koefisien Error T-value Signifikan
43
0.87
0.08
11.04
√
44
0.82
0.08
10.27
√
46
-0.44
0.09
-5.14
X
47
-0.55
0.08
-6.63
X
54
-0.05
0.09
-0.60
X
Tabel 3.8 menunjukkan item-item dari model yang sudah fit. Bisa dilihat
bahwa hanya item 43 dan 44 yang valid, karena dua item tersebut memenuhi
50
syarat muatan faktor yang positif dan nilai T > 1.96, sedangkan item 46, 47, dan
54 memiliki muatan faktor negatif dan nilai T < 1.96.
3.5.2.1.3. Diri penilai
Peneliti melakukan uji validitas item untuk aspek diri penilai dengan uji CFA.
Didapatkan model yang belum fit dengan chi-square = 48.76, df = 14, p-value =
0.00001, RMSEA = 0.132. Karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap
model dan didapatkan model fit dengan chi-square = 20.67, df = 12, p-value =
0.05548, RMSEA = 0.071. Setelah didapatkan model fit, peneliti menentukan
item mana saja yang valid dan yang harus dibuang. Hasilnya diringkas dalam
tabel berikut.
Tabel 3.9.
Muatan faktor item diri penilai
No. Item Muatan Faktor Koefisien Error
32
0.50
0.09
40
0.15
0.08
45
-0.44
0.09
48
0.22
0.08
51
-1.13
0.12
52
-0.17
0.08
53
0.00
0.07
T-value
5.50
2.05
-4.94
2.79
-9.21
-2.19
-0.02
Signifikan
√
√
X
√
X
X
X
Tabel 3.9 menunjukkan item-item dari model yang sudah fit. Bisa dilihat
bahwa hanya item 32, 40, dan 48 yang valid, karena tiga item tersebut memenuhi
syarat muatan faktor yang positif dan nilai T > 1.96, sedangkan item 45, 51, 52,
dan 53 memiliki muatan faktor negatif dan nilai T < 1.96. Kesimpulannya, item
yang bisa digunakan untuk mengukur aspek diri penilai hanyalah item nomor 32,
40, dan 48.
51
3.5.2.2. Dimensi eksternal
3.5.2.2.1. Diri fisik
Peneliti melakukan uji validitas item untuk aspek diri fisik dengan uji CFA.
Didapatkan model yang belum fit dengan chi-square = 200.75, df = 27, p-value =
0.00000, RMSEA = 0.213. Karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap
model dan didapatkan model fit dengan chi-square = 22.69, df = 17, p-value =
0.15963, RMSEA = 0.049. Setelah didapatkan model fit, peneliti menentukan
item mana saja yang valid dan yang harus dibuang. Hasilnya diringkas dalam
tabel berikut.
Tabel 3.10.
Muatan Faktor Item Diri Fisik
No. Item Muatan Faktor Koefisien Error T-value Signifikan
1
0.90
0.07
12.77
√
6
0.35
0.09
3.94
√
15
0.88
0.07
12.29
√
20
0.35
0.08
4.12
√
23
0.18
0.09
2.07
√
28
-0.51
0.08
-6.07
X
29
-0.20
0.09
-2.31
X
31
0.10
0.09
1.11
X
35
0.58
0.08
7.31
√
Tabel 3.10 menunjukkan item-item dari model yang sudah fit. Bisa dilihat
bahwa item 1, 6 15, 23, dan 35 di tabel tersebut valid, karena item-item tersebut
memenuhi syarat muatan faktor yang positif dan nilai T > 1.96.
3.5.2.2.2. Diri pribadi
Berdasarkan blueprint pada tabel 3.2, item yang digunakan untuk mengukur aspek
diri pribadi adalah item 8, 12, dan 27. Karena item yang digunakan terlalu sedikit,
52
maka semua item harus digunakan dan meskipun dilakukan uji CFA, matriks
korelasi tidak bisa konvergen meskipun telah diiterasi sebanyak apapun.
3.5.2.2.3. Diri moral
Peneliti melakukan uji validitas item untuk aspek diri moral dengan uji CFA.
Didapatkan model yang belum fit dengan chi-square = 185.35, df = 14, p-value =
0.00000, RMSEA = 0.294. Karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap
model dan didapatkan model fit dengan chi-square = 15.16, df = 10, p-value =
0.12629, RMSEA = 0.060. Setelah didapatkan model fit, peneliti menentukan
item mana saja yang valid dan yang harus dibuang. Hasilnya diringkas dalam
tabel berikut.
Tabel 3.11.
Muatan Faktor Item Diri Moral
No. Item Muatan Faktor Koefisien Error T-value Signifikan
3
0.10
0.09
1.11
X
4
0.03
0.09
0.39
X
9
0.71
0.10
6.94
√
13
0.55
0.09
6.39
√
18
0.83
0.10
8.59
√
21
0.58
0.09
6.76
√
26
0.39
0.09
4.50
√
Tabel 3.11 menunjukkan item-item dari model yang sudah fit. Bisa dilihat
bahwa item 9, 13, 18, 21, dan 26 tersebut valid, karena item-item tersebut
memenuhi syarat muatan faktor yang positif dan nilai T > 1.96. Item 3 dinyatakan
tidak valid karena meskipun memiliki muatan faktor positif, tetapi nilai T < 1.96.
3.5.2.2.4.
Diri sosial
Peneliti melakukan uji validitas item untuk aspek diri sosial dengan uji CFA.
Didapatkan model yang belum fit dengan chi-square = 71.96, df = 14, p-value =
53
0.00000, RMSEA = 0.171. Karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap
model dan didapatkan model fit dengan chi-square = 14.27, df = 10, p-value =
0.16088, RMSEA = 0.055. Setelah didapatkan model fit, peneliti menentukan
item mana saja yang valid dan yang harus dibuang. Hasilnya diringkas dalam
tabel berikut.
Tabel 3.12.
Muatan faktor item diri sosial
No. Item Muatan Faktor Koefisien Error T-value Signifikan
5
0.34
0.08
4.05
√
10
-0.18
0.08
-2.20
X
14
0.52
0.08
6.48
√
19
0.85
0.08
10.04
√
22
0.70
0.08
8.59
√
33
-0.27
0.09
-2.85
X
36
0.72
0.10
7.47
√
Tabel 3.12 menunjukkan item-item dari model yang sudah fit. Bisa dilihat
bahwa item 5, 14, 19, 22, dan 36 tersebut valid, karena item-item tersebut
memenuhi syarat muatan faktor yang positif dan nilai T > 1.96. Item 10 dan 33
dinyatakan tidak valid karena memiliki muatan faktor negatif dan nilai T < 1.96.
3.5.2.2.5. Diri keluarga
Peneliti melakukan uji validitas item untuk aspek diri keluarga dengan uji CFA.
Didapatkan model yang belum fit dengan chi-square = 152.43, df = 35, p-value =
0.00000, RMSEA = 0.154. Karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap
model dan didapatkan model fit dengan chi-square = 40.43, df = 29, p-value =
0.07720, RMSEA = 0.053. Setelah didapatkan model fit, peneliti menentukan
item mana saja yang valid dan yang harus dibuang. Hasilnya diringkas dalam
tabel berikut.
54
Tabel 3.13.
Muatan faktor item diri keluarga
No. Item Muatan Faktor Koefisien Error T-value Signifikan
2
0.57
0.09
6.66
√
7
-0.09
0.09
-0.98
X
11
0.64
0.08
7.97
√
16
0.67
0.08
8.35
√
17
0.76
0.08
10.00
√
24
0.70
0.08
8.90
√
25
0.30
0.09
3.37
√
30
-0.33
0.09
-3.78
X
34
0.78
0.08
10.06
√
37
-0.34
0.09
-3.93
X
Tabel 3.13 menunjukkan item-item dari model yang sudah fit. Bisa dilihat
bahwa item 2, 11, 16, 17, 24, 25, dan 34 valid, karena item-item tersebut
memenuhi syarat muatan faktor yang positif dan nilai T > 1.96. Item 7, 30, dan 37
dinyatakan tidak valid karena memiliki muatan faktor negatif dan nilai T < 1.96.
3.5.3. Uji validitas skala perilaku modeling
3.5.3.1. Attention process
Peneliti melakukan uji validitas item untuk aspek attention process dengan uji
CFA. Didapatkan model yang belum fit dengan chi-square = 39.95, df = 14, pvalue = 0.00026, RMSEA = 0.114. Karena itu, peneliti melakukan modifikasi
terhadap model dan didapatkan model fit dengan chi-square = 18.29, df = 12, pvalue = 0.10727, RMSEA = 0.058. Setelah didapatkan model fit, peneliti
menentukan item mana saja yang valid dan yang harus dibuang. Hasilnya
diringkas dalam tabel berikut.
55
Tabel 3.14.
Muatan faktor item attention process
No Item Muatan Faktor Koefisien Error T-Value Signifikan
1
0.63
0.08
8.36
V
2
0.8
0.07
11.48
V
3
0.64
0.08
8.37
V
4
0.7
0.07
9.44
V
5
0.68
0.08
8.76
V
6
0.52
0.08
6.55
V
7
0.77
0.07
10.56
V
Tabel 3.14 menunjukkan item-item dari model yang sudah fit. Bisa dilihat
bahwa semua item valid, karena item-item tersebut memenuhi syarat muatan
faktor yang positif dan nilai T > 1.96.
3.5.3.2. Retention process
Peneliti melakukan uji validitas item untuk aspek retention process dengan uji
CFA. Didapatkan model fit dengan chi-square = 8.68, df = 5, p-value = 0.12255,
RMSEA = 0.069. Setelah didapatkan model fit, peneliti menentukan item mana
saja yang valid dan yang harus dibuang. Hasilnya diringkas dalam tabel berikut.
Tabel 3.15.
Muatan faktor item retention process
No Item Muatan Faktor Koefisien Error T-Value Signifikan
8
0.64
0.08
8.41
V
9
0.71
0.07
9.6
V
10
0.72
0.07
9.66
V
11
0.82
0.07
11.58
V
12
0.76
0.07
10.52
V
Tabel 3.15 menunjukkan item-item dari model yang sudah fit. Bisa dilihat
bahwa semua item valid, karena item-item tersebut memenuhi syarat muatan
faktor yang positif dan nilai T > 1.96.
56
3.5.3.3. Motoric reproduction process
Peneliti melakukan uji validitas item untuk aspek motoric reproduction process
dengan uji CFA. Didapatkan model yang belum fit dengan chi-square = 95.34, df
= 14, p-value = 0.00000, RMSEA = 0.202. Karena itu, peneliti melakukan
modifikasi terhadap model dan didapatkan model fit dengan chi-square = 10.01,
df = 7, p-value = 0.18813, RMSEA = 0.53. Setelah didapatkan model fit, peneliti
menentukan item mana saja yang valid dan yang harus dibuang. Hasilnya
diringkas dalam tabel berikut.
Tabel 3.16.
Muatan faktor item motoric reproduction process
No Item Muatan Faktor Koefisien Error T-Value Signifikan
13
0.29
0.08
3.53
V
14
0.93
0.06
14.6
V
15
0.92
0.06
14.35
V
16
0.46
0.08
5.88
V
17
0.73
0.07
10.31
V
18
0.37
0.08
4.63
V
Tabel 3.16 menunjukkan item-item dari model yang sudah fit. Semua item
valid karena item-item tersebut memenuhi syarat muatan faktor yang positif dan
nilai T > 1.96.
3.5.3.4. Motivational process
Peneliti melakukan uji validitas item untuk aspek motoric reproduction process
dengan uji CFA. Didapatkan model yang belum fit dengan chi-square = 350.38,
df = 54, p-value = 0.00000, RMSEA = 0.197. Karena itu, peneliti melakukan
modifikasi terhadap model dan didapatkan model fit dengan chi-square = 9.49, df
= 8, p-value = 0.30246, RMSEA = 0.035. Setelah didapatkan model fit, peneliti
57
menentukan item mana saja yang valid dan yang harus dibuang. Hasilnya
diringkas dalam tabel berikut.
Tabel 3.17.
Muatan faktor item motivational process
No Item
19
20
21
22
23
24
Muatan Faktor
Koefisien Error
T-Value
Signifikan
0.91
0.07
13.93
V
0.62
0.07
8.42
V
0.87
0.07
12.89
V
0.64
0.07
8.8
V
0.88
0.06
13.54
V
0.46
0.08
6.07
V
Tabel 3.17 menunjukkan item-item dari model yang sudah fit. Bisa dilihat
bahwa semua item valid, karena item-item tersebut memenuhi syarat muatan
faktor yang positif dan nilai T > 1.96.
3.6 Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
regresi berganda (multiple regression analysis), karena penelitian ini meneliti
pengaruh dua variabel bebas, yaitu self-control dan self-concept, terhadap satu
variabel terikat, yaitu perilaku modeling. Rumus analisis regresi berganda yaitu:
Y=a+b1X1+b2X2+b3X3+…+bnXn
Keterangan:
Y = variabel terikat
a = nilai konstanta
b (1,2,3,…n) = nilai koefisien
X (1,2,3,…n) = variabel bebas
58
Dalam penelitian ini, untuk menganalisis data dengan analisis regresi
berganda, peneliti menggunakan program software SPSS 17.
3.7 Prosedur Penelitian
Prosedur yang dijalankan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Peneliti mencari teori yang dimaksud dan membuat alat tes berdasarkan
teori-teori yang telah didapat.
2. Peneliti turun ke lapangan untuk mencari sampel penelitian sampai jumlah
sampelnya memadai.
3. Setelah didapatkan data-data yang diperlukan, peneliti mengolahnya untuk
menguji hipotesis penelitian.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini, sampel yang diambil adalah sebanyak 174 remaja di Jakarta.
Gambaran subjek penelitian meliputi ciri-ciri demografi seperti jenis kelamin,
usia, dan sebagainya. Uraian tersebut dijelaskan dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1
Gambaran subjek penelitian
Karakteristik
n (%)
60 (34%)
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan 114 (66%)
Usia
15-18 Th. 174 (100%)
Berdasarkan tabel di atas, total sampel adalah sebanyak 174 remaja yang
terdiri dari laki-laki sebanyak enam puluh orang dan perempuan sebanyak 114
orang. Semua sampel memiliki kisaran usia lima belas sampai delapan belas
tahun.
4.2 Hasil Analisis Deskriptif Penelitian
Hasil analisis deskriptif penelitian ini mencakup nilai rata-rata, standar deviasi,
nilai maksimum dan minimum, beserta kategorisasi untuk tiap variabel yang
diteliti.
Jumlah sampel, nilai rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum dan
minimum setiap variabel bisa dilihat dalam tabel 4.2. Semua perhitungan ini
dilakukan dengan software SPSS 17.
59
60
Tabel 4.2.
Analisis deskriptif semua variabel dalam penelitian ini
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Behavior
174
23.22
62.62
50.0000
8.78108
Cognitive
174
37.70
66.60
50.0000
9.99500
Decisional
174
28.78
62.25
50.0000
7.40970
diri_identitas
174
28.06
65.45
50.0000
8.32372
diri_perilaku
174
38.63
74.10
50.0000
9.12608
diri_penilai
174
36.94
68.94
50.0000
9.99500
Diri_Fisik
174
31.58
78.84
50.0000
9.19894
Diri_pribadi
174
18.47
59.01
50.0000
9.99500
diri_moral
174
32.59
65.48
50.0000
7.98228
diri_sosial
174
26.87
70.43
50.0000
8.56363
diri_keluarga
174
22.76
66.14
50.0000
9.29298
Modeling
174
32.82
71.86
50.0000
9.76545
Valid N (listwise)
174
Untuk melakukan kategorisasi, peneliti menggunakan kriteria yang
dijelaskan dalam tabel 4.3.
Tabel 4.3.
Kriteria Kategorisasi Variabel
Kategorisasi
Tinggi
Rendah
Keterangan:
Kriteria
X >M + 1SD
X > M – 1SD
X = Skor variabel
M = Nilai rata-rata
SD = Standar Deviasi
Dengan menggunakan kriteria dalam tabel 4.3, tiap variabel bisa
dikategorikan menjadi kategori tinggi dan rendah seperti yang dijelaskan dalam
tabel 4.4 berikut ini. Sampel yang dijelaskan dalam tabel tersebut ditulis dalam
angka, bukan dalam persentase.
61
Tabel 4.4.
Kategorisasi semua variabel dalam penelitian (N=174)
Variabel
Behavioral control
Cognitive Control
Decisional control
Diri Identitas
Diri Perilaku
Diri Penilai
Diri Fisik
Diri Pribadi
Diri Moral
Diri Sosial
Diri Keluarga
Perilaku Modeling
Kategori Tinggi
(n)
7
18
21
24
18
7
28
27
32
29
30
38
Kategori Sedang
(n)
138
140
130
132
156
162
133
131
127
134
135
110
Kategori Rendah
(n)
29
16
23
18
0
5
13
16
15
11
9
26
Total
(N)
174
174
174
174
174
174
174
174
174
174
174
174
Isi dari tabel 4.4 bisa dijelaskan sebagai berikut. Untuk variabel behavioral
control,
sampel yang termasuk dalam kategori tinggi adalah sebanyak tujuh
sampel, kategori sedang sebanyak 138 orang, kategori rendah sebanyak 29
sampel. Untuk variabel cognitive control, sampel yang termasuk dalam kategori
tinggi sebanyak 18 sampel, kategori sedang sebanyak 140 orang, kategori rendah
sebanyak 16 sampel. Untuk variabel decisional control, sampel yang termasuk
dalam kategori tinggi sebanyak 21 sampel, kategori sedang sebanyak 130 orang,
kategori rendah sebanyak 23 sampel.
Untuk variabel diri identitas, sampel yang termasuk dalam kategori tinggi
sebanyak 24 sampel, kategori sedang sebanyak 132 orang, kategori rendah
sebanyak 18 sampel. Untuk variabel diri perilaku, sampel yang termasuk dalam
kategori tinggi adalah sebanyak 18 sampel, kategori sedang sebanyak 156 orang,
tidak ada sampel yang termasuk dalam kategori rendah. Untuk variabel diri
penilai, sampel yang termasuk dalam kategori tinggi adalah sebanyak tujuh
62
sampel, kategori sedang sebanyak 162 orang, kategori rendah adalah sebanyak
lima sampel.
Untuk variabel diri fisik, sampel yang termasuk dalam kategori tinggi
adalah sebanyak 28 sampel, kategori sedang sebanyak 133 orang, kategori rendah
adalah sebanyak tiga belas sampel. Untuk variabel diri pribadi, sampel yang
termasuk dalam kategori tinggi adalah sebanyak 27 sampel, kategori sedang
sebanyak 131 orang, kategori rendah adalah sebanyak enam belas sampel. Untuk
variabel diri moral, sampel yang termasuk dalam kategori tinggi adalah sebanyak
32 sampel, kategori sedang sebanyak 127 orang, kategori rendah adalah sebanyak
lima belas sampel. Untuk variabel diri sosial, sampel yang termasuk dalam
kategori tinggi adalah sebanyak 29 sampel, kategori sedang sebanyak 134 orang,
kategori rendah adalah sebanyak sebelas sampel. Untuk variabel diri keluarga,
sampel yang termasuk dalam kategori tinggi adalah sebanyak tiga puluh sampel,
kategori sedang sebanyak 135 orang, kategori rendah adalah sebanyak sembilan
sampel.
Untuk variabel perilaku modeling, sampel yang termasuk dalam kategori
tinggi adalah sebanyak 38 sampel, kategori sedang sebanyak 110 orang, kategori
rendah adalah sebanyak 26 sampel.
4.3 Hasil Uji Hipotesis
Subbab ini menjelaskan hasil penelitian yang dianalisis dengan menggunakan
metode analisis regresi berganda untuk menguji hipotesis yang telah dijelaskan
dalam bab 2.
63
Sebelum melihat hasil uji hipotesis, akan dijelaskan terlebih dahulu
mengenai seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
Besarnya pengaruh tersebut bisa dijelaskan dalam tabel 4.5.
Tabel 4.5.
Nilai besarnya pengaruh IV terhadap DV
Model Summary
Model
1
R
R Square
a
.825
Adjusted R
Std. Error of
Square
the Estimate
.659
5.70492
.680
a. Predictors: (Constant), diri_keluarga, diri_identitas, Diri_Fisik,
diri_penilai, Diri_pribadi, diri_sosial, Decisional, Cognitive,
diri_perilaku, diri_moral, Behavior
Berdasarkan nilai R square dalam tabel di atas, nilainya menunjukkan
0.68. Artinya, behavioral control, cognitive control, decisional control, diri
identitas, diri perilaku, diri penilai, diri fisik, diri pribadi, diri moral, diri sosial,
dan diri keluarga memiliki pengaruh sebanyak 68% terhadap perilaku modeling,
sedangkan sisanya adalah variabel lain yang tidak diikutsertakan dalam penelitian
ini.
Hasil analisis regresi bisa dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 4.6.
Hasil ANOVA
ANOVAa
Model
Sum of
Df
Mean Square
F
Sig.
Squares
Regression
1
Residual
Total
11225.506
11
1020.501
5272.477
162
32.546
16497.983
173
31.355
.000b
a. Dependent Variable: Modeling
b. Predictors: (Constant), diri_keluarga, diri_identitas, Diri_Fisik, diri_penilai, Diri_pribadi,
diri_sosial, Decisional, Cognitive, diri_perilaku, diri_moral, Behavior
64
Berdasarkan tabel 4.6, bisa dilihat bahwa p-value (kolom sig.)
menunjukkan angka 0.000. Jika berpatokan pada kolom signifikansi, maka syarat
agar hipotesis nihil diterima adalah nilai sig. > 0.05 (p > 0.05). Karena kolom sig.
menunjukkan angka 0.000 atau p < 0.05, maka ini menyatakan bahwa hipotesis
nihil ditolak. Artinya, ada pengaruh behavioral control, cognitive control,
decisional control, diri identitas, diri perilaku, diri penilai, diri fisik, diri pribadi,
diri moral, diri sosial, dan diri keluarga terhadap perilaku modeling.
Untuk mengetahui persamaan regresi dalam penelitian ini, peneliti
menentukannya berdasarkan tabel 4.7 di bawah ini.
Tabel 4.7
Nilai koefisien setiap variabel dalam penelitian ini
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
(Constant)
1
Std. Error
43.442
9.206
Behavior
-.257
.074
Cognitive
.095
Decisional
t
Sig.
Beta
4.719
.000
-.231
-3.466
.001
.059
.097
1.602
.111
-.141
.077
-.107
-1.831
.069
diri_identitas
-.012
.061
-.011
-.203
.840
diri_perilaku
.118
.067
.110
1.764
.080
diri_penilai
-.027
.055
-.028
-.489
.625
Diri_Fisik
.134
.058
.126
2.318
.022
-.185
.055
-.190
-3.389
.001
diri_moral
.002
.079
.002
.028
.977
diri_sosial
.387
.063
.339
6.180
.000
diri_keluarga
.017
.063
.016
.271
.787
Diri_pribadi
a. Dependent Variable: Modeling
65
Dari kolom B di tabel tersebut, peneliti menentukan bahwa persamaan
regresi dalam penelitian ini adalah:
Perilaku
Modeling
=
43.442
–
0.257Behavioral
+
0.095Cognitive
–
0.141Decisional - 0.012 Diri Identitas + 0.118 Diri Perilaku
– 0.027 Diri Penilai + 0.134 Diri Fisik – 0.185 Diri Pribadi +
0.002 Diri Moral + 0.387 Diri Sosial + 0.017 Diri Keluarga
Tabel 4.7 juga bisa diartikan sebagai berikut. Dari kolom sig pada tabel di
atas, kita bisa mengetahui apakah variabel tersebut mempengaruhi variabel terikat
secara signifikan. Jika p<0.05 maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan
pengaruhnya terhadap perilaku modeling dan sebaliknya. Dari tabel di atas,
variabel yang signifikan pengaruhnya terhadap perilaku modeling adalah behavior
control, diri fisik, diri pribadi dan diri sosial. Penjelasaan dari nilai koefisien
regresi yang diperoleh masing-masing IV adalah sebagai berikut.
1.
Behavioral control memiliki nilai koefisien regresi sebesar -0.231 dengan
signifikansi 0.001 (p<0.05). berarti, behavioral control berpengaruh secara
signifikan terhadap perilaku modeling dan karena arah pengaruhnya
negatif, berarti semakin rendah behavioral control, maka semakin tinggi
perilaku modelling.
2.
Cognitive control memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0.097 dengan
signifikansi 0.111 (p>0.05). Berarti, cognitive control tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap perilaku modeling
66
3.
Decisional control memiliki nilai koefisien regresi sebesar -0.107 dengan
signifikansi 0.069 (p>0.05). Berarti decisional control tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap perilaku modeling.
4.
Diri identitas memiliki nilai koefisien regresi sebesar -0.011 dengan
signifikansi 0.84 (p>0.05). Berarti diri identitas tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap perilaku modeling.
5.
Diri perilaku memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0.11 dengan
signifikansi 0.08 (p>0.05). Berarti diri perilaku tidak berpengaruh
signifikan terhadap perilaku modeling.
6.
Diri penilai memiliki nilai koefisien regresi sebesar -0.028 dengan
signifikansi 0.625 (p>0.05). Berarti diri penilai tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap perilaku modeling.
7.
Diri fisik memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0.126 dengan signifikansi
0.022 (p<0.05) dan arah pengaruhnya positif. Berarti diri fisik berpengaruh
secara signifikan terhadap perilaku modeling dan semakin besar diri fisik,
maka semakin besar pula perilaku modeling.
8.
Diri pribadi memiliki nilai koefisien regresi sebesar -0.19 dengan
signifikansi 0.001 (p<0.05). Berarti diri pribadi berpengaruh secara
signifikan terhadap perilaku modeling dan arah pengaruhnya negatif.
Artinya semakin rendah diri pribadi, maka semakin tinggi perilaku
modelling.
67
9.
Diri moral memliki nilai koefisien regresi sebesar 0.002 dengan signifikansi
0.977 (p>0.05). Berarti variabel ini tidak berpengaruh secara signifikan dan
positif terhadap perilaku modeling.
10. Diri sosial memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0.339 dengan
signifikansi 0.000 (p<0.05) dan arah pengaruhnya positif. Berarti diri sosial
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap perilaku modeling.
Artinya semakin besar diri sosial, maka makin besar perilaku modelingnya.
11. Diri keluarga memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0.016 dengan
signifikansi 0.787 (p>0.05). Berarti variabel ini tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap perilaku modeling.
Dari penjelasan-penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa variabelvariabel bebas yang berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku modeling
adalah cognitive control, diri identitas, diri perilaku, diri penilai, diri fisik, dan diri
sosial. Tahap berikutnya adalah menemukan variabel bebas mana yang memiliki
pengaruh paling besar terhadap variabel terikat. Jika dilihat dari tabel
standardized coefficients beta, maka variabel bebas yang memiliki pengaruh
paling signifikan terhadap perilaku modeling adalah diri sosial, dengan nilai
standardized coefficients beta sebesar 0.339.
Setelah mengetahui persamaan regresi, mengetahui variabel apa saja yang
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat dan seberapa besar
pengaruh variabel bebas tersebut terhadap variabel terikat, langkah berikutnya
adalah mencari proporsi varian setiap variabel, untuk mengetahui seberapa besar
68
kontribusi setiap variabel bebas terhadap variabel terikat dalam penelitian
ini.Penjelasan mengenai proporsi varian bisa dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8
Proporsi varian semua variabel bebas terhadap variabel terikat
Model Summary
Model
R
R
Adjusted
Square R Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square F Change df1 df2
Change
Sig. F
Change
a
.468
.465
7.14392
.468
151.265
1 172
.000
b
.502
.497
6.92825
.035
11.875
1 171
.001
c
.514
.506
6.86644
.012
4.093
1 170
.045
d
.523
.512
6.82190
.009
3.227
1 169
.074
e
.544
.530
6.69252
.021
7.597
1 168
.006
f
.552
.536
6.65466
.008
2.917
1 167
.090
g
.579
.562
6.46654
.028
10.858
1 166
.001
h
.604
.585
6.29040
.025
10.427
1 165
.001
.778
i
.605
.583
6.30635
.000
.166
1 164
.684
10
.825
j
.680
.661
5.68868
.076
38.547
1 163
.000
11
k
.680
.659
5.70492
.000
.073
1 162
.787
1
2
3
4
5
6
7
8
9
.684
.709
.717
.723
.737
.743
.761
.777
.825
Tabel 4.9 bisa dijelaskan sebagai berikut. Untuk mengetahui kontribusi
setiap variabel bebas terhadap variabel terikat, maka kita melihat pada nilai R
square changed. Maka, dari tabel di atas bisa dijelaskan sebagai berikut.
1. Variabel behavioral control memiliki kontribusi sebesar 46.8% terhadap
perilaku modeling.
2. Variabel cognitive control memiliki kontribusi sebesar 3.5% terhadap
perilaku modeling.
3. Variabel decisional control memiliki kontribusi sebesar 1.2% terhadap
perilaku modeling.
4. Variabel diri identitas memiliki kontribusi sebesar 0.9% terhadap perilaku
modeling.
69
5. Variabel diri perilaku memiliki kontribusi sebesar 2.1% terhadap perilaku
modeling.
6. Variabel diri penilai memiliki kontribusi sebesar 0.8% terhadap perilaku
modeling.
7. Variabel diri fisik memiliki kontribusi sebesar 2.8% terhadap perilaku
modeling.
8. Variabel diri pribadi memiliki kontribusi sebesar 2.5% terhadap perilaku
modeling.
9. Variabel diri moral memiliki kontribusi sebesar 0% terhadap perilaku
modeling.
10. Variabel diri sosial memiliki kontribusi sebesar 7.6% terhadap perilaku
modeling.
11. Variabel diri keluarga berkontribusi sebesar 0% terhadap perilaku
modeling.
Dari penjelasan di atas, maka peneliti bisa mengurutkan variabel bebas
dari yang kontribusinya paling besar adalah behavioral control, diri sosial, diri
fisik, dan diri pribadi.
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1.Kesimpulan
Ada pengaruh signifikan antara behavioral control, cognitive control, decisional
control, diri identitas, diri perilaku, diri penilai, diri fisik, diri pribadi, diri moral,
diri sosial, dan diri keluarga terhadap perilaku modeling remaja berkenaan dengan
tren berbusana dari Korea, dengan sumbangan sebesar 68%, sedangkan sisa
sumbangan 32% berasal dari variabel-variabel yang tidak diikutsertakan dalam
penelitian ini. Di antara sebelas variabel bebas yang diteliti dalam penelitian ini,
variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku modeling hanyalah
empat, yaitu behavioral control, diri fisik, diri pribadi, dan diri sosial.
5.2.Diskusi
Variabel behavioral control berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku
modeling, dengan kontribusi sebesar 46.8%. Variabel ini berpengaruh secara
negatif terhadap perilaku modeling. Artinya, semakin rendah behavioral control,
maka semakin tinggi perilaku modeling-nya. Individu yang melakukan perilaku
modeling terhadap trend berpakaian dari Korea ternyata tidak mampu menahan
perilakunya untuk memakai pakaian ala Korea. Dengan kata lain individu tunduk
begitu saja pada keinginannya untuk meniru pakaian ala Korea.
70
71
Seharusnya individu lebih bisa mengendalikan perilakunya dalam
memakai pakaian ala Korea. Jika orang tidak bisa mengatur perilakunya, hidup
akan menjadi rangkaian tindakan impulsif yang tidak bisa dihentikan untuk
melayani dorongan, keinginan, dan emosi. Perilaku yang mengarah pada tujuan
dan pencapaian hasil jangka panjang akan menjadi tidak mungkin karena orang
tidak akan bisa melakukan usaha yang disiplin dan terpusat (Loewenstein, dalam
Hagger, Wood, Stiff, & Chatzisarantis, 2010).
Variabel diri sosial berpengaruh signifikan terhadap perilaku modeling,
dengan kontribusi sebesar 7.6%. Ditemukan bahwa pengaruhnya terhadap
perilaku modeling bersifat positif. Dengan kata lain, makin tinggi variabel diri
sosial, maka semakin tinggi pula perilaku modeling. Semakin luas pergaulan
seseorang tentang tren berpakaian dari Korea, maka kemungkinan terjadinya
perilaku modeling terhadap tren tersebut juga semakin besar. Contohnya, jika
individu bergaul dengan seseorang yang meniru pakaian ala Korea, maka ada
kemungkinan individu tersebut juga mengikuti cara berpakaian tersebut.
Variabel diri pribadi berpengaruh terhadap perilaku modeling dengan
kontribusi sebesar 2.5%. Variabel ini berpengaruh secara negatif terhadap perilaku
modeling, yang artinya semakin rendah diri penilai, justru semakin tinggi perilaku
modeling-nya. Semakin individu menilai bahwa dirinya tidak memuaskan, kurang
merasa dihargai, maka kemungkinan ia melakukan perilaku modeling semakin
tinggi.
72
Penemuan tersebut mendukung teori yang dikemukakan Bandura (1969)
yang menyatakan bahwa individu cenderung melakukan perilaku modeling
terhadap individu lain yang memiliki status yang lebih tinggi, misalnya orang
yang memiliki jabatan lebih tinggi, tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dan
sebagainya.
Penelitian yang Engels, Hale, Noom, dan Vries (2005) menemukan bahwa
remaja yang memiliki self-esteem yang rendah, dipadukan dengan kurangnya
kepercayaan diri untuk menghadapi tekanan dari teman sebaya, lebih mudah
terpengaruh untuk ikut-ikutan merokok. Remaja seperti ini juga tidak memiliki
kemampuan yang memadai untuk menahan dirinya untuk tidak merokok.
Diri fisik berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku modeling
dengan kontribusi sebesar 2.8%. Aspek ini mengacu pada persepsi individu
terhadap kondisi fisiknya sendiri, misalnya keadaan fisik gemuk, kurus, tinggi,
pendek, kekar, jangkung, dan sebagainya. Semakin besar kepercayaan diri
seseorang mengenai kondisi fisiknya, besar kemungkinan perilaku modeling
muncul. Contohnya, jika seseorang merasa percaya diri dengan fisiknya yang
gemuk, maka besar kemungkinan dia untuk melakukan perilaku modeling
terhadap tren berpakaian dari Korea.
5.3.Saran
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan.
Namun, penelitian ini telah mengungkapkan temuan-temuan yang menarik. Oleh
karena itu, peneliti memberikan saran sebagai berikut:
73
1. Saran teoritis
a. Hasil analisis regresi menyatakan bahwa semua variable bebas
berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku modeling sebesar
68%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variable lain yang tidak
diikutsertakan dalam penelitian ini. Untuk penelitian berikutnya,
diharapkan untuk memasukkan variabel lain yang memiliki pengaruh
lebih besar terhadap perilaku modeling.
b. Sebaiknya diadakan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang
lebih besar dan beragam, serta dengan alat ukur yang berbeda sehingga
hasil penelitian yang didapatkan bias lebih berkembang.
2. Saran praktis
a. Diri fisik berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku modeling,
artinya jika seseorang percaya diri dengan tubuhnya, ia akan
melakukan perilaku modeling terhadap pakaian dari Korea. Namun,
tidak semua pakaian cocok dengan bentuk tubuh semua orang. Jika
individu memang ingin mengikuti tren berpakaian tersebut, pilihlah
pakaian yang paling cocok dengan bentuk tubuh, sehingga baik
individu maupun orang lain merasa nyaman dengan gaya berpakaian
yang dikenakan.
b. Sebaiknya diadakan pendidikan di sekolah-sekolah tingkat menengah
dan tingkat atas mengenai cara untuk meningkatkan kepercayaan dan
kepuasan diri pada masing-masing individu, karena menurut hasil
74
penelitian ini, semakin rendah kepercayaan diri seseorang, maka
kemungkinan ia untuk melakukan perilaku modeling semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, H. (2006). Psikologi perkembangan: pendekatan ekologi kaitannya
dengan konsep diri dan penyesuaian diri pada remaja. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Aldeafara, A. (2013). Positif negatif tren hallyu di Indonesia. Diambil pada
tanggal 20 Maret 2013 dari http://news.liputan6.com/read/479145/positifnegatif-tren-hallyu-di-indonesia
Bandura, A. (1969). Social-learning theory of identificatory processes. Dalam
David A. Goslin (ed.). Handbook of socialization theory and research,
(213-262). Rand McNally & Company.
Bandura, A. (1971). Social learning theory. Diunduh pada tanggal 18 September
2013
dari
http://www.jku.at/org/content/e54521/e54528/e54529/e178059/Bandura_So
cialLearningTheory_ger.pdf
Baumeister, R. F., Vohs, K. D., Tice, D. M. (2007). The strength model of selfcontrol. Current Directions in Psychological Science 16, 351.doi:
10.1111/j.1467-8721.2007.00534.x.
Campbell, J. D., Trapnell, P. D., Heine, S. J., Katz, I. M., Lavalle, L. F., &
Lehman, D. R. (1996). Self concept clarity: Measurement, personality
correlates, and cultural boundaries. Journal of Personality and Social
Psychology, 70(1), 141-156. doi: 10.1037/0022-3514.70.1.141
Chaplin, J.P. Dictionary of psychology, Kamus lengkap psikologi. Kartini
Kartono (Terj.). (2006). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Engels, R.C.M.E., Hale III, W.M., Noom, M., & Vries, H.D. (2005). Selfefficacy and emotional adjustments as precursors of smoking in early
adolescence. Substance Use & Misuse, 40(12), 1883-1893. doi:
10.1080/10826080500259612
Hagger, M. S., Wood, C., Stiff, C., & Chatzisarantis, N. L. D. (2010). Ego
depletion and the strength model of self-control: A meta analysis.
Psychological Bulletin,136(4), 495 – 525.doi: 10.1037/a0019486.
Hurlock, E.B. Developmental psychology: A life-span approach, fifth edition,
Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan.
Istiwidayanti & Soedjarwo (Terj.). (1980). Jakarta: Erlangga.
Jarvis, M. (2010). Teori – teori psikologi: pendekatan modern untuk memahami
perilaku, perasaan & pikiran manusia. Bandung: Nusa Media.
Lynch, M. F., La Guardia, J. G., Ryan, R. M. (2009). On being yourself in
different cultures: Ideal and actual self-concept, autonomy support, and well
being in China, Russia, and the United States. The journal of Positive
Psychology, 4(4), 290 – 304.doi: 10.1080/17439760902933765
Meltzoff, A. N. (1990). Foundations for developing a concept of self: role of
imitation in relating self to other and value of social mirroring, social
modeling, and self practice in infancy. Dalam D. Chiccetti & M. Beeghly
(eds.). The self in transition: Infancy to childhood. Chicago: The University
of Chicago Press.
Muraven, M., Tice, D.M., Baumeister, R.F. (1998). Self-control as limited
resource: Regulatory depletion patterns. Journal of Personality and Social
Psychology, 74 (3), 774 – 789.doi: 10.1037/0022-3514.74.3.774.
Najati, M. U. (2003). Psikologi dalam tinjauan hadits nabi. Jakarta: Mustaqiim.
Papalia, D.E., Olds, S. W., & Feldman, R.D. (2009). Human development.
Jakarta: Salemba Humanika.
Rema, D. (2012). Tips bergaya ala girl band korea di konser smtown Jakarta.
Diunduh
pada
tanggal
26
Agustus
2013
dari
http://wolipop.detik.com/read/2012/09/21/151756/2029769/233/2/tipsbergaya-ala-girl-band-korea-di-konser-smtown-jakarta#bigpic
Rema, D. (2012). Belanja busana ala korea di butik belle ivy. Diunduh pada
tanggal
20
Agustus
2013
dari
http://wolipop.detik.com/read/2012/03/08/111005/1861165/1140/belanjabusana-ala-korea-di-butik-belle-ivy
Sarwono, S.W. (2011). Psikologi remaja. Jakarta: Rajawali Pers.
Soekirno, S. (2014, Februari). Jangan jadi korban mode. Diambil dari Kompas, 7
Februari 2014, Hal. 35.
Sorayah. (2012). Uji validitas konstruk Beck Depression Inventory-II (BDI-II).
Jurnal pengukuran psikologi dan pendidikan Indonesia, 11(3), 111-125.
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Steinberg, L. (2001). Adolescence. Dalam Bonnie Strickland (ed). The gale
encyclopedia of psychology , 11-13. Farmington Hills: Gale Group.
Tangney, J. P., Baumeister, R. F., Boone, A. L. (2004). High self-control predicts
good adjustment, less pathology, better grades, and interpersonal success.
Journal
of
Personality
72
(2),
271-320.
Diunduh
dari
http://lazypants.org/dl/files /public/TangneyBaumeisterBoone2004.pdf
Vohs, K. D. & Baumeister, R. F. (2004). Self-control. Dalam Charles D.
Spielberger (ed). Encyclopedia of applied psychology, (369 – 373). Tampa:
Elsevier Academic Press
Wahid, M. (2007). Hubungan antara self-control dengan kecemasan menghadapi
pensiun. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Yudhawati, R & Haryanto, D. (2011). Teori – teori dasar psikologi pendidikan.
Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya.
Yusuf LN., S. (2011). Psikologi perkembangan anak & remaja. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
DIAGRAM CFA UJI VALIDITAS BEHAVIORAL CONTROL
DIAGRAM UJI CFA COGNITIVE CONTROL
DIAGRAM UJI CFA DECISIONAL CONTROL
DIAGRAM UJI CFA DIRI IDENTITAS
DIAGRAM UJI CFA DIRI PERILAKU
DIAGRAM UJI CFA DIRI PENILAI
DIAGRAM UJI CFA DIRI FISIK
DIAGRAM UJI CFA DIRI MORAL
DIAGRAM UJI CFA DIRI SOSIAL
DIAGRAM UJI CFA DIRI KELUARGA
DIAGRAM UJI CFA ATTENTIONAL PROCESS
DIAGRAM UJI CFA RETENTION PROCESS
DIAGRAM UJI CFA MOTORIC REPRODUCTION PROCESS
DIAGRAM UJI CFA MOTIVATIONAL PROCESS
HASIL SPSS
Warning # 849 in column 23. Text: in_ID
The LOCALE subcommand of the SET command has an invalid parameter. It could
not be mapped to a valid backend locale.
GET
FILE="G:\Documents\Audy's\Skripsi\DATA SKRIPSI\Hasil Uji Hipotesis 2\DATA
SEMUA VARIABEL.sav".
Warning. Command name: GET FILE
SPSS Statistics data file "G:\Documents\Audy's\Skripsi\DATA SKRIPSI\Hasil Uji
Hipotesis 2\DATA SEMUA VARIABEL.sav" is written in a character encoding
(windows-1252)
incompatible with the current LOCALE setting. It may not be readable.
Consider changing LOCALE or setting UNICODE on. (DATA 1721)
DATASET NAME DataSet1 WINDOW=FRONT.
REGRESSION
/MISSING LISTWISE
/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)
/NOORIGIN
/DEPENDENT Modeling
/METHOD=ENTER Behavior Cognitive Decisional Diri_Identitas Diri_Perilaku
Diri_Penilai Diri_Fisik Diri_Pribadi Diri_Moral Diri_sosial Diri_keluarga.
Regression
[DataSet1] G:\Documents\Audy's\Skripsi\DATA SKRIPSI\Hasil Uji Hipotesis
2\DATA SEMUA VARIABEL.sav
Variables Entered/Removed
Model
Variables
Variables
Entered
Removed
a
Method
Diri_keluarga,
Diri_Fisik,
Diri_Penilai,
Diri_Pribadi,
Decisional,
1
Diri_sosial,
. Enter
Diri_Identitas,
Cognitive,
Diri_Moral,
Behavior,
Diri_Perilaku
b
a. Dependent Variable: Modeling
b. All requested variables entered.
Model Summary
Model
R
.825a
1
R Square
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.680
.659
5.70492
a. Predictors: (Constant), Diri_keluarga, Diri_Fisik, Diri_Penilai,
Diri_Pribadi, Decisional, Diri_sosial, Diri_Identitas, Cognitive, Diri_Moral,
Behavior, Diri_Perilaku
a
ANOVA
Model
Sum of Squares
Regression
1
Residual
Total
df
Mean Square
F
11225.506
11
1020.501
5272.477
162
32.546
16497.983
173
Sig.
.000b
31.355
a. Dependent Variable: Modeling
b. Predictors: (Constant), Diri_keluarga, Diri_Fisik, Diri_Penilai, Diri_Pribadi, Decisional, Diri_sosial,
Diri_Identitas, Cognitive, Diri_Moral, Behavior, Diri_Perilaku
Coefficients
Model
a
Unstandardized Coefficients
Standardized
t
Sig.
Coefficients
B
(Constant)
1
Std. Error
43.442
9.206
Behavior
-.257
.074
Cognitive
.095
Decisional
Beta
4.719
.000
-.231
-3.466
.001
.059
.097
1.602
.111
-.141
.077
-.107
-1.831
.069
diri_identitas
-.012
.061
-.011
-.203
.840
diri_perilaku
.118
.067
.110
1.764
.080
diri_penilai
-.027
.055
-.028
-.489
.625
Diri_Fisik
.134
.058
.126
2.318
.022
-.185
.055
-.190
-3.389
.001
diri_moral
.002
.079
.002
.028
.977
diri_sosial
.387
.063
.339
6.180
.000
diri_keluarga
.017
.063
.016
.271
.787
Diri_pribadi
a. Dependent Variable: Modeling
Model Summary
Model
R
R Square
Adjusted R
Std. Error of
Square
the Estimate
Change Statistics
R Square
F Change
df1
df2
Sig. F Change
Change
1
.684a
.468
.465
7.14392
.468
151.265
1 172
.000
b
.502
.497
6.92825
.035
11.875
1 171
.001
c
.514
.506
6.86644
.012
4.093
1 170
.045
d
.523
.512
6.82190
.009
3.227
1 169
.074
e
.544
.530
6.69252
.021
7.597
1 168
.006
f
.552
.536
6.65466
.008
2.917
1 167
.090
g
.579
.562
6.46654
.028
10.858
1 166
.001
h
.604
.585
6.29040
.025
10.427
1 165
.001
.778
i
.605
.583
6.30635
.000
.166
1 164
.684
.825
j
.680
.661
5.68868
.076
38.547
1 163
.000
k
.680
.659
5.70492
.000
.073
1 162
.787
.709
2
.717
3
.723
4
.737
5
.743
6
.761
7
.777
8
9
10
.825
11
a. Predictors: (Constant), Behavior
b. Predictors: (Constant), Behavior, Cognitive
c. Predictors: (Constant), Behavior, Cognitive, Decisional
d. Predictors: (Constant), Behavior, Cognitive, Decisional, Diri_Identitas
e. Predictors: (Constant), Behavior, Cognitive, Decisional, Diri_Identitas, Diri_Perilaku
f. Predictors: (Constant), Behavior, Cognitive, Decisional, Diri_Identitas, Diri_Perilaku, Diri_Penilai
g. Predictors: (Constant), Behavior, Cognitive, Decisional, Diri_Identitas, Diri_Perilaku, Diri_Penilai, Diri_Fisik
h. Predictors: (Constant), Behavior, Cognitive, Decisional, Diri_Identitas, Diri_Perilaku, Diri_Penilai, Diri_Fisik,
Diri_Pribadi
i. Predictors: (Constant), Behavior, Cognitive, Decisional, Diri_Identitas, Diri_Perilaku, Diri_Penilai, Diri_Fisik,
Diri_Pribadi, Diri_Moral
j. Predictors: (Constant), Behavior, Cognitive, Decisional, Diri_Identitas, Diri_Perilaku, Diri_Penilai, Diri_Fisik,
Diri_Pribadi, Diri_Moral, Diri_sosial
k. Predictors: (Constant), Behavior, Cognitive, Decisional, Diri_Identitas, Diri_Perilaku, Diri_Penilai, Diri_Fisik,
Diri_Pribadi, Diri_Moral, Diri_sosial, Diri_keluarga
Hasil Wawancara dengan Dra. Suryawati, M.Si. pada Tanggal 11 Desember 2014
-
Tren adalah suatu mode yang digandrungi masyarakat. Jika tidak digandrungi masyarakat, tidak
bisa disebut tren.
Tren hanya berlangsung dalam suatu periode tertentu. Lama-kelamaan minat masyarakat akan
beralih dan tren juga akan berubah.
Download