BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kurikulum Sekolah Dasar (SD) 1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kurikulum Sekolah Dasar (SD)
1. Konsep Dasar KurikulumTingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP) pasal 1 ayat 15 (Mulyasa, 2010:
15) dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah
kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta
kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Sistem Pendidikan
(BSNP).
Masnur Muslich (2010: 1) menyatakan bahwa pada prinsipnya, KTSP
merupakan
bagian
yang
tidak
terpisahkan
dari
Standar
Isi,
namun
pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan
sekolah itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan,
struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan,
dan silabus.
Mulyasa
(2010:
20)
menyatakan
bahwa
KTSP
merupakan
strategi
pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan
berprestasi. Suparlan (2011: 97) menyatakan, konsep dasar KTSP meliputi tiga
aspek yang saling terkait, yaitu (a) kegiatan pembelajaran, (b) penilaian, (c)
pengelolaan kurikulum berbasis sekolah. Kegiatan pembelajaran dalam KTSP
mempunyai beberapa karakteristik yang meliputi: (a) berpusat pada peserta didik,
(b) mengembangkan kreativitas, (c) menciptakan kondisi yang menyenangkan dan
11
menantang, (d) kontekstual, (e) menyediakan pengalaman belajar yang beragam,
dan (f) belajar melalui berbuat.
2. Prinsip Pengembangan KTSP
Kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah
dikembangkan oleh sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan
standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP.
Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 (BNSP, 2006: 5-7), prinsipprinsip pengembangan KTSP adalah sebagai berikut.
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik dan
lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki
posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung
pengembangan
jawab.
Untuk
kompetensi
mendudukung
peserta
didik
pencapaian
tujuan
tersebut
disesuaikan
dengan
potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan
lingkungan.
b. Beragam dan terpadu.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik
peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa
membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi
12
dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum,
muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam
keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni berkembang secara dinamis. Oleh karena itu semangat dan isi
kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara
tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d. Relevan dengan kebutuhan.
Pengembangan
kurikulum
dilakukan
dengan
melibatkan
pemangku
kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan
kebutuhan hidup dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum
harus mempertimbangkan dan memperhatikan pengembangan integritas pribadi,
kecerdasan spiritual, keterampilan berpikir (thinking skill), kreatifitas sosial,
kemampuan akademik, dan keterampilan vokasional.
e. Menyeluruh dan berkesinambungan.
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang
kajian keilmuan, dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara
berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.
f. Belajar sepanjang hayat.
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum
mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, informal, dan
13
nonformal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu
berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
g. Seimbang antara kepentingan global, nasional, dan lokal.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan global,
nasional, dan lokal untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Kepentingan global, nasional, dan lokal harus saling mengisi dan
memberdayakan sejalan dengan perkembangan era globalisasi dengan tetap
berpegang pada motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
3. Karakteristik KTSP
Mulyasa (2010: 29) mengemukakan karakteristik KTSP adalah sebagai
berikut:
a. Pemberian Otonomi Luas kepada Kepala Sekolah dan Satuan Pendidikan
1) Kepala sekolah dan satuan pendidikan diberikan otonomi yang luas, disertai
tanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum sesuai kondisi setempat.
2) Sekolah dan satuan pendidikan diberi kewenangan yang luas untuk
mengembangkan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta
didik serta tuntutan masyarakat.
3) Sekolah dan satuan pendidikan diberi kewenangan untuk menggali dan
mengelola sumber dana sesuai dengan prioritas kebutuhan.
14
b. Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua yang Tinggi
Masyarakat dan orang tua menjalin kerja sama untuk membantu sekolah
sebagai narasumber pada berbagai kegiatan sekolah untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran.
c. Kepemimpinan yang Demokratis dan Profesional
Dalam proses pengambilan keputusan, kepala sekolah mengimplementasikan
proses “bottom up” secara demokratis, sehingga semua pihak memiliki tanggung
jawab terhadap keputusan yang diambil beserta pelaksanaannya.
d. Tim Kerja yang Kompak dan Transparan
Keberhasilan KTSP merupakan hasil sinergi dari kolaborasi tim yang kompak
dan transparan. Dalam konsep KTSP yang utuh kekuasaan yang dimiliki sekolah
dan satuan pendidikan mencakup pengambilan keputusan tentang pengembangan
kurikulum dan pembelajaran, serta penilaian hasil belajar peserta didik.
B. Tahap Perkembangan Kognitif Anak Sekolah Dasar (SD)
Piaget (Suharjo, 2006: 35) berpendapat bahwa anak itu pada hakikatnya secara
aktif membangun pikirannya sendiri melalui aktivitas-aktivitas yang berada pada
lingkungan fisik dan sosialnya. Selanjutnya, Piaget (Husdarta dan Nurlan
Kusmaedi, 2010: 169) mengemukakan bahwa anak tidak sama dengan orang
dewasa, bukan pula orang dewasa kecil, antara mereka terdapat pebedaan
kualitatif. Pada setiap tingkatan perkembangan kognitif pada anak terdapat
prosedur-prosedur tertentu dan keunikan tersendiri. Perkembangan kognitif adalah
15
suatu proses terus menerus, namun hasilnya tidak merupakan kelanjutan dari
hasil-hasil yang telah dicapai sebelumnya.
Piaget (Elida Prayitno, 1992: 47-50) membagi perkembangan kognitif anak
menjadi empat periode sebagai berikut:
1. Sensorimotorik (0-2 tahun)
Pada tahap ini anak memahami lingkungannya melalui pengindraan (sensori)
dan melalui gerakan-gerakan (motorik). Tahap sensorimotor dapat dibagi menjadi
enam fase. Setiap fase perkembangan itu menampakkan kemampuan tingkah laku
yang berbeda. Berbagai kemampuan bertingkah laku yang dikuasai oleh anak
pada setiap fase perkembangan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Fase pertama (0-1 bulan)
1) Kemampuan berpikir reflek.
2) Kemampuan
menggerak-gerakan
anggota
badan
walaupun
belum
terkoordinasi.
3) Kemampuan untuk mengasimilasikan berbagai kesan yang diterima dari
lingkungannya.
b. Fase kedua (1-4 bulan)
Kemampuan memperluas skemata yang dimilikinya secara hereditas.
c. Fase ketiga (4-8 bulan)
Dipahaminya hubungan antara perlakuannya terhadap benda dengan akibat
yang terjadi pada benda itu.
16
d. Fase keempat (8-12 bulan)
1) Kemampuan memahami bahwa benda “tetap ada” walaupun untuk sementara
menghilang, dan waktu yang akan datang dapat muncul kembali.
2) Kemampuan melakukan berbagai percobaan.
3) Kemampuan menentukan tujuan kegiatan tanpa tergantung kepada orang tua.
e. Fase kelima (12-18 bulan)
1) Kemampuan untuk meniru.
2) Kemampuan untuk melakukan berbagai percobaan terhadap lingkungan lebih
lancar.
f. Fase keenam (18-24 bulan)
1) Kemampuan untuk mengingat dan berpikir
2) Kemampuan untuk berpikir dengan menggunakan simbol-simbol bahasa
sederhana.
3) Kemampuan berpikir untuk memecahkan masalah sederhana, sesuai dengan
tingkat perkembangannya.
4) Kemampuan memahami diri sendiri sebagai individu mulai berkembang.
2. Praoperasional (2-7 tahun)
Pada tahap ini anak telah mempergunakan aktivitas mental dalam berpikir.
Suatu ciri khas perkembangan berpikir pada tahap praoperasional ini adalah cara
berpikir mereka yang egosentris. Artinya anak menganggap benar apa yang
dipikirnya, walaupun apa yang dipikirnya itu tidak sesuai dengan kenyataan yang
17
ada. Tingkah laku anak yang sedang dalam berpikir egosentris dapat dilihat dari
beberapa tingkah laku berikut ini, yaitu:
a. Berpikir imaginatif
Anak yang berpikir imaginatif menganggap bahwa khayalan-khayalan sebagai
sesuatu yang benar-benar terjadi (realita). Oleh karena itu muncullah “dusta
khayal”. Perlu dipahami oleh orang tua betapa pentingnya memberikan tanggapan
yang positif terhadap khayalan anak. Orang tua hendaknya memberi kesempatan
kepada anaknya untuk mengembangkan khayalan anaknya itu, yaitu dengan cara
mendengarkan cerita anak tentang khayalan-khayalannya. Kalau perlu orang tua
dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan yang memancing khayalan anak,
sehingga daya khayal anak meningkat.
b. Berbahasa egosentris
Anak yang sedang dalam berpikir egosentris hanya mampu berdialog dengan
dirinya sendiri, karena pikirannya tertuju kepada dirinya sendiri. Anak belum
mampu berdialog dengan orang lain. Berbahasa egosentris sering muncul pada
anak umur 2 - 3,5 tahun.
c. Memiliki “aku” yang “tinggi”
Anak hanya memahami pikiran dan perasaan dirinya sendiri. Anak mulai
menyadari bahwa dirinya lepas dari lingkungan, yang sebelumnya anak merasa
dirinya satu dengan lingkungannya. Anak pada periode “aku” ini menuntut orang
lain mengerti pikirannya, namun ia belum mampu mengerti pikiran dan perasaan
orang lain. Karena kesadarannya bahwa dirinya adalah dirinya sendiri, maka anak
sering menguji keberadaan dirinya dengan pertentangan orang tua.
18
d. Menampakkan dorongan ingin tahu yang tinggi
Dorongan ingin tahu yang tinggi, dapat diperlihatkan anak dalam tingkah laku
bertanya yang banyak dan terus menerus tentang suatu objek sampai ia merasa
puas. Dituntut kesabaran dan kebijaksanaan orang tua dalam menjawab
pertanyaan anak. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam menjawab
pertanyaan anak, yaitu:
1) Menjawab pertanyaan anak dengan cara yang mudah dimengerti anak.
Hindarilah jawaban yang sulit dipahami anak.
2) Menjawab pertanyaan anak dengan cara yang jujur. Jangan memberikan
jawaban yang membohongi anak.
3) Menampakkan
penghargaan
terhadap
pertanyaan
anak.
Jauhi
sikap
meremehkan atau merendahkan pertanyaan anak.
Jika orang tua menjawab pertanyaan anak dengan memperhatikan tiga hal di
atas, maka perkembangan berpikir anak akan meningkat. Anak akan memiliki
perasaan puas, keyakinan diri, dan dorongan ingin tahu tentang segala sesuatu.
Anak juga memiliki perasaan bebas mengemukakan ide atau kreatifitasnya.
e. Perkembangan bahasa yang pesat
Menurut Owen, Froman, dan Moscow (Elida Prayitno, 1992: 49), anak pada
periode ini telah menguasai kata-kata antara 200-2000 kata. Berbahasa yang
banyak dan benar, sangat menunjang peningkatan perkembangan berpikir anak.
Menciptakan situasi yang memungkinkan anak berbahasa dengan baik dan benar,
dapat membantu perkembangan bahasa anak.
19
3. Operasional Konkrit (7-11 tahun)
Periode ini terjadi pada anak usia Sekolah Dasar. Pada periode ini, anak hanya
mampu berpikir dengan logika ketika memecahkan persoalan-persoalan yang
sifatnya konkrit (nyata), yaitu dengan cara mengamati atau melakukan sesuatu
yang berkaitan dengan pemecahan persoalan-persoalan itu. Demikian juga dalam
memahami konsep, anak sangat terikat kepada proses mengalami sendiri, artinya
anak mudah memahami konsep jika pengartian konsep itu dapat diamati anak,
atau melakukan sesuatu berkaitan dengan konsep itu. Oleh karena itu anak hanya
mampu menyelesaikan masalah-masalah yang divisualkan, dan sangat sulit bagi
anak untuk memahami masalah-masalah yang sifatnya verbal.
4. Operasional Formal (11 tahun ke atas)
Kemampuan berpikir operasional formal ditandai oleh kemampuankemampuan berikut ini:
a. Kemampuan berpikir abstrak, yaitu kemampuan menghubungkan berbagai
konsep tanpa disertai peristiwa atau benda-benda konkrit.
b. Kemampuan berpikir logis dengan objek-objek yang abstrak. Kemampuan ini
penting dalam berpikir ilmiah.
c. Kemampuan untuk mengintrospeksi diri sendiri, sehingga kesadaran diri
sendiri tercapai.
d. Kemampuan untuk membayangkan peranan-peranan yang diperankan sebagai
orang dewasa.
e. Kemampuan untuk menyadari dan memperhatikan kepentingan masyarakat di
lingkungannya dan seseorang dalam masyarakat tersebut.
20
Berdasarkan uraian di atas, anak Sekolah Dasar berada pada periode
operasional konkret. Menurut Piaget (Rusman, 2010: 251), pada rentang usia ini
tingkah laku anak yang tampak yaitu: (1) anak mulai memandang dunia secara
objektif, bergeser dari satu aspek ke aspek lain secara reflektif dan mamandang
unsur-unsur secara serentak, (2) anak mulai berpikir secara operasional, (3) anak
mampu mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan
benda-benda, (4) anak dapat membentuk dan menggunakan keterhubungan
aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab
akibat, dan (5) anak dapat memahami konsep substansi, panjang, lebar, luas,
tinggi, rendah, ringan, dan berat.
Tahap perkembangan belajar anak Sekolah Dasar sangat dipengaruhi oleh
aspek-aspek dalam dirinya dan lingkungan yang ada di sekitarnya. Piaget (Masnur
Muslich, 2007: 162) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri
dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungan. Menurutnya,
setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut skemata, yaitu sistem konsep
yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap obyek yang ada dalam
lingkungannya. Pemahaman terhadap obyek tersebut berlangsung melalui proses
asimilasi dan akomodasi. Yang dimaksud asimilasi adalah proses menghubungkan
obyek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran. Sedangkan akomodasi
merupakan
proses
memanfaatkan
konsep-konsep
dalam
pikiran
untuk
menafsirkan obyek. Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan
membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang.
21
Masnur Muslich (2007: 163) menyatakan bahwa kecenderungan belajar anak
usia Sekolah Dasar adalah sebagai berikut.
1. Konkret
Konkret mengandung makna proses belajar dimulai dari hal-hal yang konkret,
yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak-atik. Proses belajar
ditekankan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan
lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan
bernilai, karena siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya,
keadaan yang alami sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan
kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.
2. Integratif
Pada tahap usia Sekolah Dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari
sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari
berbagai disiplin ilmu. Hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif, yakni
dari hal umum ke hal-hal khusus.
3. Hierarkis
Pada tahapan usia Sekolah Dasar, cara anak belajar berkembang secara
bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperlukan mengenai urutan logis,
keterkaitan antarmateri, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi.
22
C. Pembelajaran
1. Pengertian Pembelajaran
Nana Sudjana (2002: 29) menyatakan pembelajaran merupakan upaya yang
dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang dapat menyebakan peserta didik
melakukan kegiatan belajar. Nasution (Sugihartono. et. al, 2007: 80)
mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau
mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak didik
sehingga terjadi proses belajar. Lingkungan dalam pengertian ini tidak hanya
ruang belajar, tetapi juga meliputi guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium,
dan sebagainya yang sesuai dengan kegiatan belajar siswa.
Syaiful Sagala (2006: 61) menyatakan bahwa pembelajaran mengandung arti
setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu
kemampuan
baru.
Dimyati
dan
Mudjino
(2002:
297)
mendefinisikan
pembelajaran sebagai kegiatan guru secara terpogram dalam desain instruksional,
untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan
sumber belajar. Pembelajaran sebagai proses balajar yang dibangun oleh guru
untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir
siswa,
serta
dapat
meningkatkan
kemampuan
mengkonstruksi
pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap
materi pelajaran.
Syaiful Sagala (2006: 63) menambahkan, pembelajaran mempunyai dua
karakteristik yaitu pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental
siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar,
23
mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir. Kedua,
dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus
menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan
berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu dapat membantu
siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.
Proses pembelajaran kelas (Classroom Teaching) menurut Dunkin dan
Biddle (Syaiful Sagala, 2006: 63) berada pada empat variabel interaksi yaitu (1)
variabel pertanda (presage variables) berupa pendidik, (2) variabel konteks
(conteks variables) berupa peserta didik, sekolah, dan masyarakat, (3) variabel
proses (process variables) berupa interaksi peserta didik dengan pendidik, (4)
variabel produk (product variables) berupa perkembangan peserta didik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Dunkin dan Biddle selanjutnya
menyatakan bahwa pembelajaran akan berlangsung dengan baik jika pendidik
mempunyai dua kompetensi utama yaitu: (1) kompetensi materi pembelajaran dan
(2) kompetensi metodologi pembelajaran.
Knirk dan Gustafon (Syaiful Sagala, 2006: 64) menyatakan pembelajaran
merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan,
dan evaluasi. Pembelajaran tidak terjadi seketika, melainkan sudah melalui
tahapan perancangan pembelajaran.
Dari berbagai pengertian pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik
untuk mentranfer pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan lingkungan
belajar dengan berbagai metode sehingga tercipta pembelajaran yang efektif dan
24
efisien melalui tahap rancangan pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks belajar
mengajar.
2. Hakikat Model Pembelajaran
Soekamto, dkk (Trianto, 2010: 23) mendefinisikan model pembelajaran adalah
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,
dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para
pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Arends (Trianto, 2010:
51) menyatakan bahwa model pembelajaran mengacu pada pendekatan
pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan
pengajaran, dan pengelolaan kelas.
Trianto (2010: 51) mengartikan model pembelajaran sebagai perencanaan atau
suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran
di kelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Joice (Rusman, 2011: 133) bahwa model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahanbahan pembelajan, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.
Kardi dan Nur (Trianto, 2010: 23) mengemukakan bahwa model pembelajaran
memilki empat ciri khusus sebagai berikut.
1. Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau
pengembangnya.
2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai)
3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan dengan berhasil.
25
4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat
tercapai.
Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran adalah kerangka konseptual
yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman
bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan
pembelajaran.
D. Model Pembelajaran Terpadu
Menurut Joni, T. R (Trianto, 2010: 56), pembelajaran terpadu merupakan suatu
sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun
kelompok, aktif mencari, menggali dan menemukan konsep, serta prinsip
keilmuan secara holistik, bermakna dan otentik.
Trianto (2010: 57) mengemukakan bahwa konsep pembelajaran terpadu adalah
suatu pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi untuk
memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Dikatakan bermakna karena
dalam pembelajaran terpadu, anak akan memahami konsep-konsep yang mereka
pelajari melalui pengamatan langsung dan menghubungkanya dengan konsep lain
yang mereka pahami.
Fogarty
(Trianto,
2010:
41)
mengemukakan
bahwa
berdasarkan
pengintegrasian tema ada 10 model pembelajaran terpadu yaitu: (1) fragmented
model (model tergambarkan), (2) connected model (model terhubung), (3) nested
model (model tersarang), (4) sequenced model (model terurut), (5) shared model
(model terbagi), (6) webbed model (model terjaring), (7) threaded model (model
26
tertali), (8) integrated model (model terpadu), (9) immersed model (model
terbenam), dan (10) networked model (model jaringan).
Tabel 1. Ragam Model Pembelajaran Terpadu Berdasarkan Pengintegrasian Tema
Nama Model
Deskripsi
Kelebihan
Kelemahan
Terpisah
(Fragmented)
Berbagai disiplin
ilmu yang berbeda
dan saling terpisah
Adanya kejelasan dan
pandangan yang
terpisah dalam suatu
mata pelajaran
Keterhubungan menjadi
tidak jelas; lebih sedikit
transfer pembelajaran
Keterkaitan/
Topik-topik dalam
satu disiplin ilmu
berhubungan satu
sama lain
Konsep-konsep utama
saling terhubung,
mengarah pada
pengulangan,
rekonseptualisasi, dan
asimilasi gagasangagasan dalam suatu
disiplin
Disiplin-disiplin ilmu
tidak berkaitan; konten
tetap berfokus pada suatu
disiplin ilmu
Berbentuk
Sarang/Kumpulan
(Nested)
Keterampilanketerampilan sosial,
berfikir dan konten
(contents skill)
dicapai di salah satu
mata pelajaran
(subject area)
Memberi perhatian
pada berbagai mata
pelajaran yang berbeda
dalam waktu yang
bersamaan,
memperkaya dan
memperluas
pembelajaran
Pelajar dapat menjadi
bingung dan kehilangan
arah mengenai konsepkonsep utama dari suatu
kegiatan atau pelajaran
Dalam satu
rangkaian
(Sequence)
Persamaanpersamaan yang ada
diajarkan secara
bersamaan meskipun
termasuk ke dalam
mata pelajaran yang
berbeda
Memfasilitasi transfer
pembelajaran melintasi
beberapa mata
pelajaran
Membutuhkan kolaborasi
yang terus menerus dan
kelenturan (fleksibilitas)
yang tinggi karena guruguru memiliki lebih
sedikit otonomi untuk
mengurutkan (merancang)
kurikula
Keterhubungan
(Connected)
27
Nama Model
Deskripsi
Kelebihan
Kelemahan
Terbagi
Perencanaan tim dan
atau pengajaran yang
melibatkan dua
disiplin ilmu
difokuskan pada
konsep, keterampilan,
dan sikap-sikap
(attitudes) yang sama
Terdapat pengalamanpengalaman
instruksional bersama
dengan dua orang guru
di dalam satu tim, akan
lebih mudah
berkolaborasi
Membutuhkan waktu
kelenturan komitmen, dan
kompromi
Berbentuk
jaring laba-laba
(Webbed)
Pengajaran tematis,
menggunakan suatu
tema sebagai dasar
pembelajaran dalam
berbagai disiplin
mata pelajaran
Dapat memotivasi
siswa, membantu siswa
untuk melihat
keterhubungan antara
gagasan
Tema yang digunakan
harus dipilih baik-baik
secara selektif agar
menjadi berarti; juga
relevan dengan konten
Dalam satu alur
(Treaded)
Keterampilanketerampilan sosial,
berpikir, berbagai
jenis kecerdasan, dan
keterampilan belajar
direntangkan melalui
berbagai disiplin ilmu
Siswa dapat
mempelajarai cara
mereka belajar,
memfasilitasi transfer
pembelajaran
selanjutnya
Didiplin-disiplin ilmu
yang bersangkutan tetap
terpisah satu sama lain
Terpadu
(Integrated)
Dalam berbagai
prioritas yang saling
tumpang tindih dalam
berbagai disiplin
ilmu, dicari
keterampilan, konsep,
dan sikap-sikap yang
sama
Mendorong siswa
untuk melihat
keterkaitan dan
kesalingterhubungan
diantara disiplindisiplin ilmu; siswa
termotivasi dengan
melihat berbagai
keterkaitan tersebut
Membutuhkan tim antardepartemen yang memiliki
perencanaan dan waktu
pengajaran yang sama
(Shared)
28
Nama Model
Deskripsi
Kelebihan
Kelemahan
Immerased
Pelajar memadukan
apa yang dipelajari
dengan cara
memandang seluruh
pengajaran melalui
perspektif bidang
yang disukai (area of
interest)
Keterpaduan
berlangsung di dalam
pelajar itu sendiri
Dapat mempersempit
fokus pelajar tersebut
Membentuk
Jejaring
(Networked)
Pelajar melakukan
proses pemaduan
topik yang dipelajari
melalui pemilihan
jejaring pakar dan
sumber daya
Bersifat proaktif,
pelajar terstimulasi
oleh informasi,
keterampilan, atau
konsep-konsep baru
Dapat memecahkan
perhatian pelajar, upayaupaya menjadi tidak
efektif
Sumber: Trianto, (2010: 42-45)
Prabowo (Trianto, 2010: 39) menyatakan bahwa dari 10 model tersebut, ada
tiga model yang dapat dilaksanakan di sekolah dasar. Ketiga model tersebut
adalah connected model, webbed model, dan integrated model.
1. Model Connected
Fogarty (Trianto, 2010: 39), mengemukakan bahwa model terhubung
(connected) merupakan model integrasi interbidang studi. Model ini secara nyata
mengitegrasikan
satu
konsep,
keterampilan,
atau
kemampuan
yang
ditumbuhkembangkan dalam suatu pokok bahasan atau sub pokok bahasan yang
dikaitkan dengan konsep, keterampilan atau kemampuan pada pokok bahasan atau
sub pokok bahasan lain dalam satu bidang studi. Model conneted dapat dilihat
pada gambar berikut:
29
Gambar 1: Model Connected menurut Fogarty (Trianto, 2010: 40)
Fogarty
(Trianto,
2010:
46)
mengemukakan
beberapa
keunggulan
pembelajaran terpadu tipe connected adalah sebagai berikut: (a) siswa mempunyai
gambaran yang luas karena adanya pengitegrasian ide-ide inter bidang studi, (b)
siswa dapat mengembangkan konsep-konsep kunci secara terus menerus,
sehingga terjadilah internalisasi, dan (3) mengitegrasikan ide-ide dalam inter
bidang studi memungkinkan siswa mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki,
serta mengasimilasi ide-ide dalam memecahkan masalah.
Sedangkan kelemahan model pembelajaran terpadu tipe connected antara lain:
(a) masih kelihatan terpisahnya inter bidang studi, (b) tidak mendorong guru
untuk bekerja secara tim, sehingga isi pelajaran tetap, dan (3) dalam memadukan
ide-ide pada suatu bidang studi, maka usaha untuk mengembangkan
keterhubungan antar bidang studi menjadi terabaikan.
2. Model Webbed
Kurikulum
webbed
menggambarkan
pendekatan
tematik
untuk
mengintegrasikan materi pokok. Secara khas, pendekatan tematik ini untuk
mengembangkan kurikulum yang dimulai dengan tema. Tim lintas bidang studi
30
membuat sebuah keputusan yang menggunakan tema untuk subyek yang berbeda.
Dalam penerapannya yang lebih rumit, bagian yang berbelit-belit dalam pelajaran
dapat dibangun menjadi terpadu dalam bidang yang relevan. Model webbed dapat
dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2: Model Webbed menurut Fogarty (Trianto, 2010: 42)
Kelebihan dari model webbed, meliputi: (1) penyeleksi tema sesuai dengan
minat akan motivasi anak untuk belajar; (2) lebih mudah dilakukan oleh guru
yang belum berpengalaman, (3) memudahkan perencanaan, (4) pendekatan
tematik dapat memotivasi siswa, dan (5) memberikan kemudaan bagi anak didik
dalam melihat kegiatan-kegiatan dan ide-ide berbeda yang terkait.
Sedangkan kekurangan dari model webbed antara lain: (1) sulit dalam
menyeleksi tema, (2) cenderung untuk merumuskan tema yang dangkal, dan (3)
dalam pembelajaran, guru lebih memusatkan perhatian daripada pengembangan
konsep.
3. Model Integrated
Fogarty (Trianto, 2010: 43) menyatakan bahwa pembelajaran terpadu tipe
integrated adalah tipe pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan antar
31
bidang studi, menggabungkan bidang studi dengan cara menetapkan prioritas
kurikuler dan menemukan keterampilan yang saling tumpang tindih dalam
beberapa bidang studi. Pada tipe ini tema yang berkaitan dan saling tumpang
tindih merupakan hal terakhir yang ingin dicari dan dipilih oleh guru dalam tahap
perencanaan pembelajaran. Konsep model integrated secara utuh dapat lihat pada
gambar berikut ini:
Gambar 3: Model Integrated menurut Fogarty (Trianto, 2010: 44)
Model integrated memiliki kelebihan, yaitu: (1) adanya kemungkinan
pemahaman antar bidang studi, karena dengan memfokuskan pada isi pelajaran,
strategi berfikir, keterampilan sosial dan ide-ide penemuan lain, satu pelajaran
dapat mencakup banyak dimensi, sehingga pembelajaran menjadi semakin
diperkaya dan berkembang, (2) memotivasi siswa belajar, (3) tipe terintegrasi juga
memberikan perhatian pada berbagai bidang yang penting dalam satu saat, tipe ini
tidak memerlukan penambahan waktu untuk bekerja dengan guru lain. Dalam tipe
ini, guru tidak perlu mengulang kembali materi yang tumpang tindih, sehingga
tercapailah efisiensi dan efektifitas pembelajaran.
32
Kekurangan tipe integrated antara lain: (1) terletak pada guru, yaitu guru harus
menguasai
konsep,
sikap,
dan
keterampilan
yang
diprioritaskan,
(2)
penerapannya, yaitu sulitnya menerapkan tipe ini secara penuh, (3) tipe ini
memerlukan tim antar bidang studi, baik dalam perencanaannya maupun
pelaksanaannya, (4) pengitegrasian kurikukulm dengan konsep-konsep ini
masing-masing bidang studi menuntut adanya sumber belajar yang beraneka
ragam.
E. Model Pembelajaran Tematik
1. Pengertian Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik sebagai model pembelajaran termasuk salah satu tipe
pembelajaran terpadu yaitu model webbed. Depdiknas (Trianto, 2010: 79)
menyatakan bahwa pada dasarnya model pembelajaran tematik adalah model
pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata
pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna bagi siswa.
Poerwadarminta (Masnur Muslich, 2007: 164) menyatakan bahwa tema adalah
pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan. Tema dalam
pembelajaran tematik diharapkan akan memberikan berbagai keuntungan,
diantaranya: (1) siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu, (2)
siswa
mampu
mempelajari
pengetahuan
dan
mengembangkan
berbagai
kompetensi dasar antarmata pelajaran dalam tema yang sama, (3) pemahaman
terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan, (4) kompetensi dasar
dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan
33
pengalaman pribadi siswa, (5) siswa lebih merasakan manfaat dan makna belajar
karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas, (6) siswa lebih termotivasi
belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, dan (7) guru dapat
menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat
dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam beberapa pertemuan, waktu
selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau
pengayakan.
2. Landasan Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik memiliki posisi dan potensi yang sangat strategis dalam
keberhasilan proses pendidikan di Sekolah Dasar. Berhubungan dengan hal
tersebut, maka dalam pembelajaran tematik dibutuhkan berbagai landasan yang
kokoh dan kuat serta harus diperhatikan oleh para guru pada waktu
merencanakan, melaksanakan, dan menilai proses dan hasilnya. Masnur Muslich
(2007: 164-165) menyatakan landasan-landasan pembelajaran tematik sebagai
berikut:
a. Landasan Filosofis
Landasan filosofis, dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga
aliran filsafat yaitu:
1. Aliran Progresivisme
Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada
pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah
(natural), dan memperhatikan pengalaman siswa.
34
2. Aliran Konstruktivisme
Aliran
konstruktivisme
melihat
pengalaman
langsung
siswa
(direct
experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan
adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi
pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan
lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru
kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa.
Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang
berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin
tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya.
3. Aliran Humanisme
Aliran humanisme melihat siswa dari segi kekhasannya, potensinya, dan
motivasi yang dimilikinya.
b. Landasan Psikologis
Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan
psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi
perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran
tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya
sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan
kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut
disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.
35
c. Landasan Yuridis
Landasan yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai
kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di
Sekolah Dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh
pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat
kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik
pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai
dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b).
3. Prinsip Dasar Pembelajaran Tematik
Trianto (2010: 85) menyatakan bahwa secara umum prinsip-prinsip
pembelajaran tematik dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Prinsip Penggalian Tema
Prisip penggalian tema merupakan prinsip utama dalam pembelajaran tematik.
Dengan demikian dalam penggalian tema tersebut perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut.
1) Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat
digunakan untuk memadukan banyak mata pelajaran.
2) Tema harus bermakna, maksudnya adalah tema yang dipilih untuk dikaji
harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnnya.
3) Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis anak.
4) Tema dikembangkan harus mewadahi sebagian besar minat anak.
5) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa
otentik yang terjadi di dalam rentang waktu belajar.
6) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang
berlaku serta harapan masyarakat.
36
7) Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan
sumber belajar.
b. Prinsip Pengelolaan Pembelajaran
Pengelolaan pembelajaran dapat optimal apabila guru mampu menempatkan
dirinya dalam keseluruhan proses. Prabowo (Trianto, 2010: 85) menyatakan
bahwa dalam pengelolaan pembelajaran hendaknya guru dapat berlaku sebagai
berikut.
1) Guru hendaknya jangan menjadi single aktor yang mendominasi pembicaraan
dalam proses belajar mengajar.
2) Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap
tugas yang menuntut adanya kerja sama kelompok.
3) Guru perlu mengakomodasi terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak
terpikirkan dalam perencanaan.
c. Prinsip Evaluasi
Evaluasi pada dasarnya menjadi fokus dalam setiap kegiatan karena suatu
kegiatan dapat diketahui hasilnya apabila dilakukan evaluasi. Dalam hal ini maka
dalam melaksanakan evaluai pembelajaran tematik diperlukan beberapa langkah
sebagai berikut.
1) Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri disamping
bentuk evaluasi lainnya.
2) Guru perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang
telah dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan pencapaian tujuan yang akan
dicapai.
37
d. Prinsip Reaksi
Dampak pengiring yang penting bagi perilaku secara sadar belum tersentuh
oleh guru dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Karena itu guru dituntut agar
mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sehingga tercapai secara
tuntas tujuan-tujuan pembelajaran. Guru harus bereaksi terhadap aksi siswa dalam
semua peristiwa serta tidak mengarahkan aspek yang sempit melainkan ke suatu
kesatuan yang utuh dan bermakna. Pembelajaran tematik memungkinkan hal ini
dan guru hendaknya menemukan kiat-kiat untuk memunculkan ke permukaan halhal yang dicapai melalui dampak pengiring tersebut.
4. Arti Penting Model Pembelajaran Tematik
Model pembelajaran tematik lebih mengarahkan siswa secara aktif terlibat
dalam proses pembelajaran. Melalui pembelajaran tematik siswa dapat
memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri
barbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Cara pengemasan pengalaman belajar
yang dirancang guru sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan belajar siswa.
Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan
proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antarmata pelajaran yang
dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa akan memperoleh keutuhan
dan kebulatan pengetahuan. Arti penting model pembelajaran tematik diterapkan
di Sekolah Dasar karena pada umumnya siswa pada tahap ini masih melihat
segala sesuatu sebagai suatu keutuhan (holistik).
38
Beberapa ciri khas dari pembelajaran tematik yang dikemukakan Depdiknas
(Trianto, 2010: 91) antara lain: (1) pengalaman dan kegiatan belajar sangat
relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar, (2)
kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak
dari minat dan kebutuhan siswa, (3) kegiatan belajar akan lebih bermakna dan
berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama, (4)
membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa, (5) menyajikan kegiatan
belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui
siswa dalam lingkungannya, dan (6) mengembangkan keterampilan sosial siswa,
seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang
lain.
Selain itu, pembelajaran tematik sangat penting diterapkan di Sekolah Dasar
sebab memiliki manfaat yaitu: (1) dengan menggabungkan beberapa kompetensi
dasar dan indikator serta isi mata pelajaran akan terjadi penghematan, karena
tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan, (2) siswa mampu
melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab materi pembelajaran lebih
berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir, (3) pembelajaran menjadi
utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi yang
tidak terpecah-pecah, (4) memberikan penerapan-penerapan dari dunia nyata,
sehingga dapat mempertinggi transfer belajar, (5) dengan adanya pemaduan antar
mata pelajaran maka penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat.
39
5. Karakteristik Pembelajaran Tematik
Masnur Muslich (2007: 166) mengemukakan bahwa karakteristik-karakteristik
pembelajaran tematik antara lain:
a. Berpusat pada siswa.
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai
dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa
sebagai subyek belajar, sedangkan guru berperan dalam memberikan kemudahan–
kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar (fasilitator).
b. Memberikan pengalaman langsung.
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa
(direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada
sesuatu yang nyata sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
c. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas.
Dalam
pembelajaran
tematik,
fokus
pembelajaran
diarahkan
kepada
pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
d. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran.
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran
dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa mampu memahami
konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa
dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
40
e. Bersifat fleksibel (luwes).
Dalam pembelajaran tematik, guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata
pelajaran dengan dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkan dengan
kehidupan siswa dan keadaan lingkungan sekolah dan siswa berada.
f.
Hasil belajar sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.
Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya
sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
g. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan.
Trianto
(2010:
92-93)
mengemukakan
bahwa
pembelajaran
tematik
mengadopsi prinsip belajar PAKEM yaitu pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan. Aktif berarti dalam pembelajaran peserta didik aktif secara fisik
dan mental dalam hal mengemukakan alasan, menemukan kaitan yang satu
dengan yang lain, mengkomunikasikan ide, mengemukakan bentuk representasi
yang tepat, dan menggunakan semua itu untuk memecahkan masalah. Efektif,
artinya adalah berhasil mencapai tujuan yang diharapkan. Kreatif, berarti dalam
pembelajaran peserta didik melakukan serangkaian proses pembelajaran secara
runtut dan berkesinambungan. Menyenangkan berarti siswa terlibat dengan asyik
dalam belajar sampai lupa waktu, penuh percaya diri, dan tertantang untuk
melakukan hal serupa.
Selain itu, Trianto (2010: 93) mengemukakan bahwa pembelajaran tematik
sebagai bagian dari pembelajaran terpadu memiliki karakter sebagaimana
pembelajaran terpadu. Menurut Depdikbud (Trianto, 2010: 93-94), pembelajaran
terpadu sebagai suatu proses mempunyai karakteristik sebagai berikut.
41
a. Holistik
Fenomena yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu diamati
dan dikaji dari berbagai bidang kajian sekaligus, tidak dari sudut pandang yang
terkotak-kotak.
b. Bermakna
Pengkajian fenomena dari berbagai macam aspek memungkinkan terbentuknya
semacam jalinan antar konsep-konsep yang berhubungan yang disebut skemata.
Hal ini akan berdampak pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari.
c. Otentik
Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa memahami secara langsung
prinsip-prinsip dan konsep yang ingin dipelajarinya melalui kegiatan belajar
secara langsung.
d. Aktif
Pembelajaran terpadu menekankan keaktifan siswa dalam pembelajaran baik
secara fisik, mental, intelektual, maupun emosional guna tercapainya hasil belajar
yang optimal dengan mempertimbangkan hasrat, minat, dan kemampuan siswa
sehingga mereka termotivasi untuk terus belajar.
6. Rambu-Rambu Pembelajaran Tematik
Rusman (2011: 259) menyatakan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran
tematik ada hal-hal yang perlu diperhatikan guru, meliputi:
a. Tidak semua pelajaran harus dipadukan.
b. Dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi dasar lintas semester.
42
c. Kompetensi dasar yang tidak dapat dipadukan, jangan dipaksakan untuk
dipadukan. Kompetensi dasar yang tidak diintegrasikan dibelajarkan
secara tersendiri.
d. Kompetensi dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus tetap
diajarkan baik melalui tema lain maupun disajikan tersendiri.
e. Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca, menulis,
dan berhitung serta penanaman nilai-nilai moral.
f. Tema-tema yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik siswa, minat,
lingkungan, dan daerah setempat.
7. Ruang Lingkup Pembelajaran Tematik
Berkaitan dengan ruang lingkup pengembangan pembelajaran tematik,
Rusman (2011: 260) menyatakan hal sebagai berikut.
Ruang lingkup pengembangan pembelajaran tematik meliputi seluruh mata
pelajaran pada kelas I, II, dan III Sekolah Dasar, yaitu pada mata pelajaran
Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan
Alam, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni
Budaya dan Keterampilan, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan
Kesehatan.
F. Langkah-Langkah Pembelajaran Tematik
Masnur Muslich (2007: 169) megemukakan bahwa dalam pelaksanaan
pembelajaran tematik, perlu dilakukan beberapa hal sebagai berikut.
1. Perencanaan Pembelajaran Tematik
a. Pemetaan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator dalam Tema
Kegiatan pemetaan dilakukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh
dan utuh semua standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator dari berbagai
mata pelajaran yang dipadukan dalam tema yang dipilih. Kegiatan yang dilakukan
dalam tahap ini antara lain, sebagai berikut.
43
1) Menentukan Tema
Dalam menentukan tema dapat dilakukan dengan dua cara, yakni sebagai
berikut.
1. Cara pertama, mempelajari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
terdapat dalam masing-masing mata pelajaran, dilanjutkan dengan menentukan
tema yang sesuai.
2. Cara kedua, menetapkan terlebih dahulu tema-tema pengikat keterpaduan,
untuk ide dengan minat dan kebutuhan anak.
Dalam menetukan tema perlu memperhatikan beberapa prinsip berikut.
a) Memperhatikan lingkungan yang terdekat dengan siswa.
b) Dari yang termudah menuju yang sulit.
c) Dari yang sederhana menuju yang kompleks.
d) Dari yang konkret menuju ke yang abstrak.
e) Tema yang dipilih harus memungkinkan terjadinya proses berpikir pada diri
siswa.
f) Ruang lingkup tema disesuaikan dengan usia dan perkembangan siswa,
termasuk minat, kebutuhan, dan kemampuannya.
Ruang lingkup tema yang ditetapkan sebaiknya tidak terlalu luas atau terlalu
sempit. Tema yang terlalu luas bisa dijabarkan lagi menjadi subtema yang sifatnya
lebih spesifik
dan lebih konkrit. Subtema tersebut
dikembangkan lagi menjadi suatu materi pembelajaran.
44
selanjutnya
dapat
2) Penjabaran Kompetensi Dasar ke dalam Indikator
Setelah tema ditentukan, kegiatan selanjutnya adalah mengembangkan
indikator pencapaian dari setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
ada pada setiap pelajaran. Lakukan identifikasi dan analisis untuk setiap standar
kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator yang cocok untuk setiap tema
sehingga semua standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator terbagi habis
dalam tema.
b. Menetapkan Jaringan Tema
Hubungkan kompetensi dasar dan indikator dengan tema pemersatu sehingga
akan terlihat kaitan antara tema, kompetensi dasar dan indikator dari setiap mata
pelajaran. Jaringan tema ini dapat dikembangkan sesuai dengan alokasi waktu
setiap tema.
c. Penyusunan Silabus
Hasil seluruh proses yang telah dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya
dijadikan dasar penyusunan silabus. Komponen silabus terdiri atas standar
kompetensi, kompetensi dasar, indikator, pengalaman belajar, alat/sumber, dan
penilaian.
d. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran guru perlu menyusun rencana
pembelajaran. Abdul Majid (2006: 17) mengemukakan bahwa perencanaan
pembelajaran dapat diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran,
penggunaan media pengajaran, penggunaan pendekatan dan metode pengajaran,
dan penilaian dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa
45
tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Masnur Muslich (2007:
171) mengemukakan bahwa rencana pembelajaran merupakan realisasi dari
pengalaman belajar siswa yang telah ditetapkan dalam silabus pembelajaran.
Menurut Rusman (2011: 266), komponen rencana pembelajaran tematik meliputi
beberapa hal seperti berikut ini.
1) Tema atau judul yang akan dipelajari dalam pembelajaran
2) Identitas mata pelajaran (nama mata pelajaran yang akan dipadukan,
kelas, semester, dan waktu/banyaknya jam pertemuan yang dialokasikan)
3) Kompetensi dasar dan indikator yang akan dilaksanakan.
4) Materi pokok beserta uraiannya yang perlu dipelajari siswa dalam rangka
mencapai kompetensi dasar dan indikator.
5) Strategi pembelajaran (kegiatan pembelajaran secara konkret yang harus
dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan materi pembelajaran dan
sumber balajar untuk menguasai kompetensi dasar dan indikator).
6) Alat dan media yang digunakan untuk memperlancar pencapaian
kompetensi dasar, serta sumber bahan yang digunakan dalam kegiatan
pembelajaran tematik sesuai dengan kompetensi dasar yang harus
dikuasai.
7) Penilaian dan tindak lanjut (prosedur dan instrumen yang akan digunakan
untuk menilai pencapaian belajar siswa serta tindak lanjut hasil
penilaian).
Menurut Trianto (2010: 177), pada dasarnya prinsip-prinsip pengembangan
RPP tematik tetap memuat komponen-komponen sebagaimana komponen RPP
umumnya, hanya saja dalam RPP tematik penting memperlihatkan keterkaitan
rumusan-rumusan komponen tersebut dengan tema yang ditetapkan.
2. Pelaksanaan Pembelajaran Tematik
Pelaksanaan pembelajaran tematik setiap hari dilakukan dengan menggunakan
tiga tahapan kegiatan sebagai berikut.
46
a. Kegiatan Pembukaan (± 1 jam pelajaran)
Kegiatan ini dilakukan untuk menciptakan suasana awal pembelajaran berupa
kegiatan untuk pemanasan. Pada tahap ini dapat dilakukan penggalian terhadap
pengalaman anak terhadap tema yang akan disajikan. Kegiatan bercerita, kegiatan
fisik/jasmani, dan menyanyi dilakukan untuk menggali pengalaman dari siswa.
b. Kegiatan Inti (± 3 jam pelajaran)
Kegiatan ini difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk
pengembangan kemampuan baca, tulis dan hitung. Penyajiannya dilakukan
dengan menggunakan pembelajaran yang bermakna dan menarik, serta dapat
dilakukan secara klasikal, kelompok kecil, ataupun perorangan. Sesuai dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Suyatinah,dkk., 2011: 18), kegiatan inti
memuat kegiatan sebagai berikut.
Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru melibatkan siswa mencari dan
menghimpun informasi, menggunakan media untuk memperkaya
pengalaman mengelola informasi, memfasilitasi siswa berinteraksi sehingga
siswa aktif, medorong siswa mengamati berbagai gejala, menangkap tandatanda yang membedakan dengan gejala pada peristiwa lain, mengamati
objek di lapangan dan laboratorium.
Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru mendorong siswa membaca dan
menuliskan hasil eksplorasi, mendiskusikan, mendengar pendapat, untuk
lebih mendalami sesuatu, menganalisis kekuatan atau kelemahan argumen,
mendalami pengetahuan tentang sesuatu, membangun kesepakatan melalui
kegiatan kooperatif dan kolaborasi, membiasakan peserta didik membaca
dan menulis, menguji prediksi atau hipotesis, menyimpulkan bersama, dan
menyusun laporan atau tulisan, menyajikan hasil belajar.
Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru memberikan umpan balik terhadap
yang siswa hasilkan melalui pengalaman belajar, memberikan apresiasi
terhadap kekuatan dan kelemahan hasil belajar dengan menggunakan teori
yang guru kuasai, menambah informasi yang seharusnya siswa kuasai,
mendorong siswa untuk menggunakan pengetahuan lebih lanjut dari sumber
yang terpecaya untuk lebih menguatkan penguasaan kompetensi belajar agar
lebih bermakna. Dan, setelah memperoleh keyakinan maka siswa dalam
mengerjakan tugas-tugas untuk menghasilkan produk belajar yang kongkrit
dan kontekstual. Guru membantu siswa menyelesaikan masalah dan
menerapkan ilmu dalam aktivitas yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.
47
c. Kegiatan Penutup (± 1 jam pelajaran)
Sifat dari kegiatan penutup adalah untuk menenangkan. Kegiatan yang dapat
dilakukan adalah menyimpulkan/mengungkapkan hasil pembelajaran yang telah
dilakukan, mendongeng, membacakan cerita dari buku, pantomim, pesan-pesan
moral, musik/apresiasi musik
3. Penilaian Pembelajaran Tematik
a. Pengertian
Menurut Trianto (2010: 167), penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk
memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dari hasil belajar
peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga
menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Masnur
Muslich (2007: 172) mengemukakan bahwa penilaian dalam pembelajaran
tematik adalah suatu usaha untuk mendapatkan berbagai informasi secara berkala,
berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan
dan perkembangan yang telah dicapai oleh peserta didik melalui kegiatan belajar.
Selanjutnya, Trianto (2010: 168) mengemukakan bahwa untuk mencapai
keberhasilan peserta didik diperlukan penilaian. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penilaian adalah sebagai berikut.
1) Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.
2) Penilaian menggunakan acuan kriteria, yaitu berdasarkan apa yang bisa
dilakukan peserta didik setalah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan
untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.
3) Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan.
Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis
48
untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta
untuk mengetahui kesulitan peserta didik.
4) Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa
perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remidi bagi peserta didik
yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program
pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.
5) Sistem penialaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh
dalam proses pembelajaran.
Menurut Depdiknas (Trianto, 2010: 221), penilaian dalam pembelajaran
tematik adalah suatu usaha untuk mendapatkan berbagai informasi secara berkala,
berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan
dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik melalui program kegiatan
belajar.
Trianto (2010: 222) mengemukakan bahwa pada pembelajaran tematik
penilaian dilakukan untuk mengkaji ketercapaian kompetensi dasar dan indikator
pada tiap-tiap mata pelajaran yang terdapat pada tema tersebut. Dengan demikian
penilaian dalam hal ini tidak lagi terpadu melalui tema, melainkan sudah terpisahpisah sesuai dengan kompetensi dasar, hasil belajar, dan indikator mata pelajaran.
Saud (Trianto, 2010: 227) mengemukakan bahwa obyek dalam penilaian
pembelajaran tematik mencakup hal-hal sebagai berikut.
1) Penilaian proses belajar.
Penilaian proses belajar adalah upaya pemberian nilai terhadap kegiatan
pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan peserta didik.
49
2) Penilaian hasil belajar.
Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil
belajar peserta didik yang dicapai dengan menggunakan kriteria tertentu. Hasil
belajar siswa merupakan kompetensi-kompetensi yang mencakup aspek
pengetahuan (kognitif), aspek keterampilan (psikomotor), sikap (afektif), dan nilai
yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
b. Prinsip Penilaian
Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) prinsip-prinsip penilaian
yang mengacu pada standar penilaian jenjang pendidikan dasar dan menengah
adalah sebagai berikut:
1) Valid dan reliabel, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan
kemampuan yang diukur.
2) Obyektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas.
3) Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik
karena kebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya,
adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
4) Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen
pembelajaran.
5) Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan
keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
50
6) Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian mencakup semua aspek
kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk
memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
7) Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap
mengikuti langkah-langkah baku.
8) Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian
kompetensi yang ditetapkan.
9) Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi
teknik, prosedur, maupun hasilnya.
c. Jenis Penilaian
Trianto (2010: 227) menyatakan bahwa jenis penilaian pembelajaran tematik
dilihat dari segi alatnya terdiri atas tes (test) dan bukan tes (non test).
1) Penilaian Tes Tertulis
Masnur Muslich (2007: 87) menyatakan bahwa tes tertulis merupakan jenis tes
dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk
tulisan. Dalam menjawab soal, peserta didik tidak selalu merespon dalam bentuk
tulisan jawaban, tetapi dapat juga dalam bentuk yang lain, seperti memberi tanda,
mewarnai, menggambar, dan sebagainya.
Ada dua bentuk soal tes tertulis, yaitu: (a) soal dengan pilihan jawaban (pilihan
ganda, dua pilihan/benar-salah, ya/tidak, menjodohkan) dan (b) soal dengan
mensuplai jawaban (lisan atau melengkapi, jawaban singkat atau pendek, soal
uraian)
51
Dalam menyusun instrumen penilaian tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal
berikut:
(a) Materi, misalnya kesesuaian soal dengan indikator pada kurikulum.
(b) Konstruksi, misalnya rumusan soal atau pertanyaan harus jelas dan
tegas.
(c) Bahasa, misalnya rumusan soal tidak menggunakan kata atau kalimat
yang menimbulkan penafsiran ganda.
Penilaian tes tertulis dalam pembelajaran tematik dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu:
1. Penilaian tes tertulis untuk tiap-tiap mata pelajaran dengan menyebutkan nama
mata pelajaran
2. Penilaian tes tertulis dengan tanpa menyebutkan nama mata pelajaran, tetapi
guru mangetahui tujuan yang ingin dicapai berdasarkan indikator yang telah
ditetapkan untuk masing-masing pelajaran.
2) Penilaian Non Tes
Trianto (2010: 228) mengemukakan bahwa beberapa kompetensi dan
kemajuan belajar siswa tidak mampu diungkap hanya dengan menggunakan tes.
Untuk medapatkan hasil penilaian yang otentik (sesuai dengan kenyataan yang
ada) telah banyak dikembangkan perangkat penilaian non tes. Beberapa penilaian
non tes yang digunakan adalah sebagai berikut.
a) Penilaian Pengamatan
Pengamatan adalah proses penilaian dengan cara mengamati dan mencatat
secara sistematis terhadap tingkah laku peserta didik di dalam kelas maupun di
luar kelas.
52
b) Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio diartikan sebagai kumpulan fakta/bukti dan dokumen yang
berupa tugas-tugas yang terorganisir secara sistematis dari seseorang secara
individual
dalam
proses
pembelajaran.
Masnur
Muslich
(2007:
119)
mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan penilaian portofolio ada hal-hal yang
perlu diperhatikan. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Siswa merasa memiliki portofolio sendiri.
Tentukan bersama hasil kerja apa yang akan dikumpulkan.
Kumpulkan dan simpan hasil kerja siswa dalam satu tempat.
Beri tanggal pembuatan.
Tentukan kriteria untuk menilai hasil kerja siswa.
Minta siswa untuk menilai hasil kerja mereka secara
berkesinambungan.
(7) Bagi yang kurang, beri kesempatan memperbaiki karyanya, tentukan
jangka waktunya.
(8) Jika perlu, jadwalkan pertemuan dengan orangtua untuk menjelaskan
betapa pentingnya portofolio agar orangtua dapat mengetahui
perkembangan/pertumbuhan belajar anaknya.
Selanjutnya, Masnur Muslich (2007: 121) mengemukakan ada empat langkah
yang perlu dilakukan dalam penyusunan portofolio, yaitu:
(1) Koleksi, yaitu mengumpulkan hasil kerja siswa yang menunjukkan
pertumbuhan, kemajuan, dan hasil belajarnya.
(2) Organisasi, yaitu mengorganisasikan berbagai kerja siswa.
(3) Refleksi, yaitu merenungkan/ memikirkan kembali apa yang telah dikoleksi
dan diorganisasi.
(4) Presentasi, yaitu menyajikan atau memajangkan hasil kerja siswa.
53
c) Penilaian Kinerja
Masnur Muslich (2007: 80) mengemukakan bahwa penilaian kinerja adalah
penilaian berdasarkan hasil pengamatan penilai terhadap aktivitas siswa
sebagaimana yang terjadi. Penilaian ini biasanya digunakan untuk menilai
kemampuan siswa dalam berpidato, pembacaan puisi, diskusi, menari, memainkan
alat
musik,
aktivitas
olahraga,
menggunakan
alat
laboratorium,
dan
mengoperasikan suatu alat. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penilaian
kinerja adalah sebagai berikut.
(1) Identifikasi semua aspek yang penting.
(2) Tuliskan semua kemampuan khusus yang diperlukan.
(3) Usahakan kemampuan yang akan dinilai dapat teramati dan tidak terlalu
banyak.
(4) Urutkan kemampuan yang akan dinilai berdasarkan urutan yang akan diamati.
(5) Apabila menggunakan rating scale perlu menyediakan kriteria untuk setiap
pilihan (misalnya: baik apabila..., cukup apabila..., kurang apabila...)
Penilaian kinerja dapat menggunakan dua kemungkinan instrumen, yaitu:
1. Daftar cek (ya – tidak).
2. Skala rentang (sangat kompeten – kompeten – agak kompeten – tidak
kompeten).
Masnur Muslich (2007: 98) mengemukakan bahwa dalam praktiknya,
penilaian kinerja dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu:
54
1. Penilaian kinerja dalam bentuk observasi informal.
Penilaian kinerja dalam bentuk observasi informal merupakan kegiatan
perekaman keadaan kelas dari hari ke hari sacara berkesinambungan.
2. Penilaian kinerja dalam bentuk formal.
Penilaian kinerja dalam bentuk formal merupakan kegiatan perekaman yang
dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kemampuan tertentu siswa.
Penilaian kinerja jenis ini dilakukan dengan langkah: (1) strategi perencanaan, (2)
penentuan keputusan, dan (3) pelaporan kinerja siswa.
3. Penilaian kinerja dalam bentuk keterbandingan.
Penilaian
kinerja
keterbandingan
merupakan
penilaian
kinerja
yang
menyangkut hal-hal: (1) kesesuaiannya dengan kurikulum, (2) keadilan, (3)
keumuman, (4) standar, dan (5) reliabel.
d) Penilaian Sikap (Afektif)
Penilaian afektif adalah penilaian terhadap aspek-aspek non intelektual seperti
sikap,
minat,
motivasi,
dan
sebagainya.
Masnur
Muslich
(2007:
89)
mengemukakan bahwa penilaian sikap dapat dilakukan dengan cara antara lain:
(1) observasi perilaku, (2) pertanyaan langsung, dan (3) laporan pribadi.
Mimin Haryati (2008: 62-63) mengemukakan bahwa secara umum aspek sikap
yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran mencakup hal-hal sebagai berikut.
(1) Penilaian sikap terhadap materi pelajaran. Peserta didik perlu mempunyai
sikap positif terhadap materi pelajaran. Berawal dari sikap positif inilah akan
55
melahirkan minat belajar, kemudian mudah diberi motivasi serta lebih mudah
dalam menyerap materi pelajaran.
(2) Penilaian sikap terhadap guru. Peserta didik perlu memiliki sikap positif
terhadap guru, sehingga peserta didik mudah menyerap materi yang diajarkan
oleh gurunya. Siswa yang tidak memilki sikap positif terhadap guru akan
cenderung mengabaikan materi yang dibelajarkan oleh gurunya.
(3) Penilaian sikap terhadap proses pembelajaran. Peserta didik perlu memiliki
sikap positif terhadap proses pembelajaran, strategi, metodologi serta teknik
atau model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Proses pembelajaran
yang menarik, nyaman dan menyenangkan dapat menumbuhkan motivasi
belajar peserta didik sehingga pencapaian hasil belajar bisa maksimal.
(4) Penilaian sikap yang berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan
dengan suatu materi pembelajaran.
(5) Penilaian sikap yang berkaitan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum
yang relevan dengan mata pelajaran.
e) Penilaian Produk
Masnur Muslich (2007: 85) menyatakan bahwa penilaian produk merupakan
penilaian kepada siswa dalam mengontrol proses dan menggunakan bahan untuk
menghasilkan sesuatu, kerja praktik atau kualitas estetik dari sesuatu yang mereka
produksi.
Trianto (2010: 245) mengemukakan bahwa:
Penilaian produk menilai siswa dalam: (a) bereksplorasi dan
mengembangkan gagasan dalam mendesain; (b) memilih bahan-bahan yang
56
tepat; (c) menggunakan alat; (d) menunjukkan inovasi dan kreasi; dan (e)
memilih bentuk dan gaya dalam karya seni.
Mimin Haryati (2008: 57) mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan penilaian
produk ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu:
(1) Tahap persiapan, tahapan ini meliputi penilaian kemampuan peserta didik
dalam merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan serta
mendesain produk.
(2) Tahap proses (pembuatan produk), meliputi penilaian kemampuan peserta
didik dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, metode dan teknik.
(3) Tahap penilaian produk, tahap ini meliputi penilaian produk yang dihasilkan
peserta didik sesuai kriteria yang diterapkan.
Dalam penilaian produk dapat digunakan dua cara yaitu penilaian holistik dan
penilaian analitik. Adapun penjelasannya sebagai berikut.
1. Penilaian dengan cara holistik yaitu penilaian yang berdasarkan kesan
keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan pada tahap appraisal.
2. Penilaian dengan cara analitik yaitu berdasarkan aspek–aspek produk, biasanya
dilakukan terhadap semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses
pengembangan.
G. Implikasi Pembelajaran Tematik
Masnur Muslich (2007: 167) menyatakan bahwa dalam implementasi model
pembelajaran tematik di Sekolah Dasar mempunyai berbagai implikasi bagi guru,
siswa, buku ajar, sarana prasarana, pengelolaan kelas, dan media.
57
1. Implikasi Bagi Guru
Impilkasi dalam penerapan model pembelajaran tematik antara lain:
a. Pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran yang harus digunakan
dalam pembelajaran di Sekolah Dasar. Oleh karena itu, guru perlu
mempelajarinya terlebih dahulu sehingga memperoleh pemahaman, baik secara
konseptual maupun praktial.
b. Pembelajaran tematik memerlukan guru yang kreatif baik dalam menyiapkan
kegiatan belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata
pelajaran serta mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna,
menyenangkan, dan utuh.
2. Implikasi Bagi Siswa
a. Siswa
harus
siap
mengikuti
kegiatan
pembelajaran
yang
dalam
pelaksananaanya dimungkinkan untuk bekerja, baik secara individual,
pasangan, kelompok kecil, ataupun klasikal.
b. Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi secara aktif.
3. Implikasi terhadap Sarana, Prasarana, Sumber Belajar, dan Media
a. Pembelajaran tematik pada hakikatnya menekankan pada siswa, baik secara
individual maupun kelompok untuk aktif mencari, menggali, dan menemukan
konsep serta prisip-prinsip sacara holistis dan autentis. Oleh karena itu dalam
pelaksanaannya memerlukan berbagai sarana dan prasarana untuk belajar.
b. Pembelajaran tematik memerlukan berbagai sumber belajar, baik yang sifatnya
didesain secara khusus untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran, maupun
sumber belajar yang tersedia di lingkungan yang dapat dimanfaatkan.
58
c. Pembelajaran tematik perlu mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran
yang bervariasi agar dapat membantu siswa dalam memahami konsep-konsep
yang abstrak.
d. Penerapan pembelajaran tematik di Sekolah Dasar masih dapat menggunakan
buku ajar yang sudah ada saat ini untuk masing-masing mata pelajaran dan
dimungkinkan pula untuk menggunakan buku suplemen khusus yang memuat
bahan ajar yang terintegrasi.
4. Implikasi terhadap Pengaturan Ruang
Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran tematik perlu dilakukan hal-hal
sebagai berikut.
a. Mengatur ruangan
Ruang perlu disesuaikan dengan tema yang sedang dilaksanakan.
b. Pengorganisasian ruangan
Pengaturan ruangan perlu dikelola agar suasana belajar menyenangkan. Halhal yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut.
1) Susunan bangku peserta didik dapat berubah-ubah.
2) Peserta didik tidak selalu duduk di kursi, tetapi dapat duduk di tikar atau
karpet.
3) Kegiatan hendaknya bervariasi dan dapat dilaksanakan, baik di dalam kelas
maupun di luar kelas.
4) Dinding kelas dapat dimanfaatkan untuk memajang hasil karya siswa.
5) Alat, sarana, dan sumber belajar hendaknya dikelola sehingga memudahkan
peserta didik untuk menggunakan dan menyimpannya kembali.
59
5. Implikasi terhadap Pemilihan Metode
Trianto (2010: 132) mengemukakan bahwa metode pembelajaran merupakan
bagian dari strategi pembelajaran, metode pembelajaran berfungsi sebagai cara
untuk menyajikan, menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan kepada
siswa untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi tidak setiap metode pembelajaran
sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Sesuai dengan karakteristik
pembelajaran tematik, maka dalam pembelajaran perlu disiapkan berbagai variasi
kegiatan dengan menggunakan multi metode.
H. Kerangka Berpikir
Piaget (Suharjo, 2006: 35) berpendapat bahwa anak itu pada hakikatnya secara
aktif membangun pikirannya sendiri melalui aktivitas-aktivitas yang berada pada
lingkungan fisik dan sosialnya. Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan
operasional konkret.
Masnur Muslich (2007:
163) menyatakan bahwa
kecenderungan belajar anak usia Sekolah Dasar adalah konkret, integratif, dan
hierarkis. Konkret mengandung makna proses belajar dimulai dari hal-hal yang
konkret, yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak-atik.
Integratif berarti pada tahap usia Sekolah Dasar anak memandang sesuatu yang
dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep
dari berbagai disiplin ilmu. Hierarkis berarti cara anak belajar berkembang secara
bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks
Syaiful Sagala (2006: 61) menyatakan bahwa pembelajaran mengandung arti
setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu
60
kemampuan
baru.
Dimyati
dan
Mudjino
(2002:
297)
mendefinisikan
pembelajaran sebagai kegiatan guru secara terpogram dalam desain instruksional,
untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan
sumber belajar. Pembelajaran sebagai proses balajar yang dibangun oleh guru
untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir
siswa,
serta
dapat
meningkatkan
kemampuan
mengkonstruksi
pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap
materi pelajaran.
Sesuai dengan amanat KTSP, model pembelajaran tematik merupakan salah
satu model implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan di SD
terutama pada Anak Usia Kelas Awal, yaitu kelas I, II, dan III. Menurut Rusman
(2011: 254), pembelajaran tematik merupakan salah satu model dalam
pembelajaran terpadu yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang
memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok aktif menggali
dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistik, bermakna,
dan autentik. Masnur Muslich (2007: 165) menyatakan pembelajaran tematik
adalah pembelajaran yang menggunakan tema dalam mengaitkan beberapa mata
pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.
Pembelajaran tematik akan membantu menciptakan kesempatan yang luas bagi
siswa untuk melihat dan membangun konsep-konsep yang saling berkaitan.
Model pembelajaran tematik adalah solusi terbaik guna melatih anak untuk
berpikir kreatif. Akan tetapi sesuatu yang baru belum tentu dapat dilakukan
dengan baik. Secara umum masih sedikit guru yang menerapkan model
61
pembelajaran tematik di kelasnya. Hal tersebut karena masih kurangnya
pengetahuan tentang model pembelajaran tematik itu sendiri. Namun demikian,
guru kelas III SD pada Gugus 1 Kecamatan Srandakan sudah berupaya
menerapkan model pembelajaran tematik. Tentunya sesuai dengan pengetahuan
tentang model pembelajaran tematik yang beliau miliki.
Model pembelajaran tematik menghadirkan berbagai mata pelajaran yang
dikaitkan dengan suatu tema yang relevan. Dengan suasana tersebut, sejak dini
anak sudah terlatih mengaitkan informasi yang satu dengan infomasi yang lain
sehingga secara wajar dapat menghadapi situasi silang lingkungan, silang
pengetahuan, ataupun silang perangkat dengan meyenangkan, dan sekaligus
menjadikan mereka belajar aktif dan terlibat langsung dalam kehidupan nyata.
62
Download