Artikel Asli DETEKSI GENPANTON-VALENTINE

advertisement
Artikel Asli
DETEKSI GEN PANTON-VALENTINE LEUKOCIDIN DARI
STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA PASIEN INFEKSI KULIT
DAN JARINGAN IKAT DI DENPASAR
Nyoman Sri Budayanti,1 Luh Mas Rusyati,2 Ida Bagus Putra Dwija,1 Ni Made Indah Puspasari,2
Made Swastika Adiguna 2
1. Bagian Mikrobiologi Klinik FK Universitas Udayana
2. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK Universitas Udayana
ABSTRAK
Staphylococcus aureus merupakan bakteri komensal pada manusia, tetapi dalam kondisi
tertentu dapat menjadi patogen. Panton-valentinel Leukocidin (PVL) adalah faktor virulensi S.
aureus yang bersifat toksik leukosidal dan ditemukan pada infeksi kulit dan jaringan ikat. Sampai
saat ini belum ada laporan mengenai gen PVL S. aureus di kota Denpasar.
Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan data prevalensi gen PVL S.aureus pada pasien
infeksi kulit di masyarakat di Denpasar.
Metode penelitian observational cross-sectional, yang dilakukan pada Agustus 2009 sampai
April 2010. Sampel penelitian adalah swab dasar luka pasien infeksi kulit yang memenuhi kriteria
inklusi. Seluruh sampel penelitian dikultur dan dilakukan uji katalase dan koagulase. Deteksi
adany a gen PVL dilakukan dengan tek nik polymerase chain reaction (PCR) me ngguna kan
primer spesifik, yaitu luk F-PV dan luk S-PV.
Hasil penelitian pada 200 pasien infeksi kulit, 57% di antaranya disebabkan oleh S. aureus,
hanya 46,5% mempunyai gen PVL. Secara klinis, ektima merupakan kasus tersering, dengan S.
aureus sebagai penyebab terbanyak, yaitu sebesar 53,1%, namun hanya 37,2% dari isolat tersebut
yang memiliki gen PVL. Manifestasi klinis lain yang menarik adalah furunkel disebabkan oleh S.
aureus (4,5%) seluruhnya memiliki gen PVL. Pada penelitian ini tidak didapatkan manifestasi
klinis infeksi S. aureus yang berat walaupun gen PVL positif.
Prevalensi gen PVL S. aureus di Denpasar cukup tinggi dibandingkan dengan penelitian lain
sehingga diperlukan kewaspadaan dan penanganan yang adekuat.(MDVI 2014; 41/2:54 - 59)
Kata kunci : infeksi kulit, Staphylococcus aureus, gen PVL
ABSTRACT
Korespondensi :
Jl. Diponegoro, Bali
Telp. 0361 - 257517
Email: [email protected]
Staphylococcus aureus is one of commensal organisms living in the human body, however in
certain conditions this bacterium can be a pathogen that cause serious diseases. Panton-valentine
leukocidin (PVL) is one of the virulence factors of S. aureus, which is toxic leukocidal and commonly
found in skin and soft tissue infections. Until now, there is no report about PVL gene prevalence in
Denpasar.
The aim of study is to determine the prevalence of PVL gene in S. aureus that cause skin and
soft tissue infections in Denpasar.
An observational cross-sectional analytic study, was conducted from August 2009 until April
2010. Specimens collected from base of lesion in patients with skin infections who came to
Sanglah General Hospital and Community Healts Centers in Denpasar. All patiens met the inclusion
criteria. All samples were cultured. Catalase and coagulase tests were performed. Detection of PVL
gene was done by PCR using specific primers, luk F-PV and luk S-PV.
S. aureus isolates were found in 114 (57%) from 200 patients, but only 46,5% isolates had
PVL gene. The most common manifestation was echtyma, 81 cases (40,5%).
The most common causative agent for ectyma S. aureus (53,1%), was but only 37,2% had
PVL gene. However, all of furuncle cases were caused by S. aureus PVL gene positive. In this study,
there were no severe manifestations although S. aureus isolates contained PVL gene.
S. aureus harboring PVL gene is quite high in Denpasar, even though the clinical manifestation.
Therefore, more attention should be paid in were not severe management of skin and soft tissue
infections.(MDVI 2014; 41/2:54 -59)
Key words: skin infections, Staphylococcus aureus, PVL gene
54
MDVI
PENDAHULUAN
Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan salah
satu bakteri komensal pada manusia yang terdapat pada nares
anterior, daerah lipatan kulit paha, perineum, aksila dan vagina. Meskipun merupakan bakteri komensal, dalam keadaan
tertentu S. aureus dapat menjadi patogen dan berpotensi
menimbulkan penyakit, mulai dari infeksi kulit ringan sampai
infeksi sistemik, misalnya sepsis, dan toxic shock syndrome,
yang dapat mengancam nyawa.
S. aureus memiliki berbagai faktor virulensi yang
berperan dalam mengatasi pertahanan tubuh, menyerang,
bertahan, dan berkolonisasi di jaringan, dan sebagian lagi
bertanggung jawab atas sindrom klinis tertentu. Panton valentine leukocidin (PVL) merupakan salah satu faktor virulensi
S. aureus. Toxin PVL dapat menyebabkan kerusakan leukosit
dan jaringan (nekrosis), tetapi peran pasti PVL dalam kasus
infeksi berat masih belum jelas. Gen PVL dihubungkan dengan
infeksi spesifik pada manusia, misalnya infeksi primer kulit
dan jaringan ikat lunak serta pneumonia berat, dengan angka
kematian 75%.1,2 S. aureus dengan gen PVL positif ditemukan
sekitar 5%, sedangkan wabah karena S. aureus sensitif
metisilin (methicillin sensitive Staphylococcus aureus;
MSSA) yang memiliki toksin PVL pernah dilaporkan. Prevalensi
tinggi isolat S. aureus gen PVL positif ditemukan di Cape
Verde (35%)3 dan di Indonesia (10,6%),4 sedangkan prevalensi
rendah ditemukan di Jerman, Belanda dan Amerika. Gen PVL
dilaporkan lebih sering ditemukan pada isolat methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) daripada MSSA,
terutama pada isolat Community associated (CA)-MRSA.
Toxin PVL sebagai faktor virulen utama pada
patogenisitas bakteri dibuktikan dengan sering
ditemukannya isolat S. aureus penghasil toksin leukosidal
pada infeksi kulit dan jaringan ikat terutama furunkulosis,
abses kutan, dan pneumonia berat.5,6 PVL juga dilaporkan
terkait dengan penyakit berat pada anak atau dewasa tanpa
riwayat kontak dengan pelayanan kesehatan sebelumnya.7,8
Infeksi kulit stafilokokal dapat disebabkan oleh MRSA
maupun MSSA. Selain ditemukan pada MRSA, terutama
CA-MRSA, gen PVL juga dapat ditemukan pada MSSA.
Pada penelitian oleh Severin tahun 2008 di Surabaya dan
Semarang ditemukan 10,6 % MSSA dengan gen PVL positif.4
Berdasarkan uraian tersebut, terlihat bahwa gen PVL di
Indonesia memiliki angka kejadian yang tinggi. Belum ada
laporan mengenai keberadaan gen PVL pada isolat S. aureus
dari pasien infeksi primer kulit dan jaringan ikat lunak di
Denpasar. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian secara
molekular untuk mendeteksi gen PVL pada isolat S. aureus
pasien infeksi kulit dan jaringan ikat lunak
Hasil penelitian ini akan memberi data prevalensi gen
PVL pada S. aureus yang diisolasi dari pasien infeksi kulit
dan jaringan ikat lunak di kota Denpasar sehingga dapat
digunakan sebagai dasar pola sebaran S. aureus gen PVL
positif penyebab infeksi kulit dan jaringan ikat lunak di
55
Vol. 41 No. 2 Tahun 2014; 54 - 59
Denpasar khususnya dan Bali umumnya. Hasil penelitian ini
juga dapat digunakan para klinisi untuk mengetahui aspek
molekular dan aspek klinis infeksi S. aureus dengan gen
PVL positif. Bagi pemegang kebijakan dalam bidang
kesehatan, serta dapat digunakan sebagai data awal untuk
pemetaan gen PVL di Bali.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan
rancangan potong lintang tanpa sampling. Populasi
penelitian ini adalah pasien infeksi kulit yang berkunjung ke
Puskesmas di sekitar Denpasar dan Poliklinik Kulit RSUP
Sanglah pada bulan Agustus 2009 hingga April 2010. Sampel
penelitian adalah swab (usapan) dasar luka atau jaringan
ikat lunak pada pasien infeksi kulit. Perhitungan besar sampel
menggunakan rumus untuk uji hipotesis terhadap 2 proporsi.9
Berdasarkan perhitungan rumus tersebut didapatkan besar
sampel minimal 50 orang. Semua subyek penelitian diberikan
penjelasan selengkapnya tentang penelitian ini, kemudian
diminta persetujuan tertulis untuk ikut dalam penelitian.
Pengumpulan data demografi subyek dilakukan dengan
wawancara menggunakan kuesioner.
Pengambilan bahan pemeriksaan dari swab luka
Setiap subyek dilakukan 2 kali swab dasar luka. Swab
pertama menggunakan lidi kapas steril yang digunakan untuk
membuat preparat Gram. Sedangkan swab kedua
menggunakan lidi kapas dari media transpor yang segera
dimasukkan ke dalam media transpor yang telah tersedia.
Swab segera dikirim ke laboratorium tidak melebihi 48 jam
sejak pengambilan dilakukan untuk dilakukan kultur.
Pemeriksaan kultur
Pemeriksaan kultur dan identifikasi bakteri dilakukan di
Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana. Swab dalam media transpor diinokulasi pada media agar darah dan ke dalam Phenyl mannitol salt broth,
kemudian diinkubasi semalam pada suhu 37oC. Spesimen
pada mannitol broth yang berwarna kuning kemudian
disubkultur di atas media agar darah. Media tersebut
diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 37oC dan diidentifikasi
koloni yang tumbuh. Terhadap koloni yang dicurigai,
dilakukan pewarnaan Gram, uji katalase, dan uji koagulase.
Bakteri diidentifikasi sebagai S. aureus bila didapatkan bakteri
kokus Gram positif, uji katalase positif, dan uji koagulase
positif.
Pemeriksaan gen PVL
Ekstraksi DNA S. aureus menggunakan High Pure PCR
Template Preparation Kit (Roche). Cara kerja isolasi
NS Budayanti, dkk
Deteksi Gen Panton-Valentine Leukocidin dari Staphylococus Aereus di Denpasar
mengikuti protokol kerja yang tertera pada kit. Deteksi gen
PVL menggunakan primer spesifik, yaitu primer luk-PV-1, 5'ATCATTAGGTAAAATGTCTGGACATGATCCA-3' dan
primer luk-PV-2, 5'-GCATCAASTGTATTGGATAGCAAAAGC-3'.
Amplifikasi dilakukan dengan kit reagen polymerase chain
reaction (PCR) GeneAmp 9600 (Perkin-Elmer Corporation,
Applied Biosystems, Foster City, CA). Prosedur amplifikasi
dimulai dengan pemanasan awal 95oC selama 5 menit,
kemudian dilanjutkan dengan 35 siklus: 94oC 1 menit, 57oC
30 detik, 72oC 1 menit, dan perpanjangan terakhir 72oC selama
4 menit. Produk PCR dilihat dengan teknik elektroforesis
menggunakan gel Agarosa 0,8% (FMC Bioproduct). 10
Seluruh pemeriksaan deteksi gen PVL dilakukan di
Laboratorium Biologi Molekular Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
HASIL PENELITIAN
Pada penelitian ini, didapatkan 200 sampel spesimen
infeksi kulit dan jaringan ikat, dari 200 pasien yang memenuhi
kriteria penelitian. Didapatkan 114 (57%) isolat S. aureus
dan hanya 46,5% yang memiliki gen PVL. Subyek penelitian
sebagian besar berjenis kelamin lelaki (62,5%). Jumlah isolat
S. aureus yang terisolasi dari subyek perempuan hampir sama
banyak dengan yang terisolasi dari lelaki, yaitu 56% pada
perempuan dan 57,6% pada lelaki. Tetapi isolat S. aureus
dengan gen PVL positif lebih banyak ditemukan pada
perempuan, yaitu 50% berbanding 44,4% pada lelaki. Pada
penelitian ini kelompok usia sampel penelitian dibagi menjadi
5, yaitu kelompok usia prasekolah (<1-5 tahun), kelompok
anak usia sekolah (6-18 tahun), kelompok usia dewasa muda
(19-44 tahun), kelompok usia dewasa (45-65 tahun), dan
kelompok usia tua (>65 tahun). Infeksi kulit terbanyak
ditemukan pada anak usia sekolah (6-18 tahun), yaitu 35%,
sedikit lebih tinggi dibandingkan pada usia prasekolah (1-5
tahun). Begitu pula jumlah isolat S. aureus didapatkan hampir
sama antara kedua kelompok ini, tetapi isolat S. aureus
dengan gen PVL positif pada anak usia sekolah lebih tinggi
daripada anak usia prasekolah, yaitu 53,35% berbanding 42%
(Tabel 1).
Ektima merupakan jenis infeksi kulit terbanyak pada
anak kelompok usia sekolah (15%), disusul kelompok usia
prasekolah, dewasa muda, dewasa, dan usia tua, yaitu 11,5%,
7%, 4% dan 3% berturut-turut. Jenis infeksi kulit lainnya
didapatkan tidak merata pada kelompok usia pasien dengan
rerata jumlah kasus adalah < 5% (tabel 2).
Terdapat 114 (57%) dari 200 pasien yang terinfeksi oleh
S. aureus dan 46,5% isolat memiliki gen PVL. Ektima adalah
infeksi kulit terbanyak ditemukan, yaitu sebesar 40,5%. S.
aureus sebagai penyebab ektima ditemukan sebesar 53,1%
dari seluruh pasien ektima, dan 37,2% dari isolat tersebut
yang memiliki gen PVL. Seluruh pasien furunkel disebabkan
oleh S. aureus gen PVL positif. Sedangkan infeksi sekunder
yang terjadi pada skabies semuanya disebabkan oleh S.
aureus, tetapi hanya 1 yang memiliki gen PVL. Didapatkan
satu kasus Staphylococcus scalded skin syndroma pada
penelitian ini dan terbukti disebabkan oleh S. aureus yang
tidak memiliki gen PVL (tabel 3)
PEMBAHASAN
Staphylococcus aureus adalah patogen utama yang
dapat menyebabkan bermacam penyakit, mulai dari infeksi
kulit ringan hingga pneumonia berat. Infeksi S. aureus berat
sering dihubungkan dengan gen PVL penghasil toksin
PVL.10,11 Isolat MSSA maupun MRSA dapat mempunyai gen
PVL. S. aureus dengan gen PVL positif berhubungan dengan
infeksi kulit dan jaringan ikat tetapi tidak berhubungan
dengan bakteriemia.6 Pada penelitian ini ditemukan 57%
bakteri penyebab infeksi kulit adalah S. aureus. Hasil ini
hampir sama dengan yang ditemukan oleh Lina, dkk (1999).
Tetapi isolat S. aureus gen PVL positif jauh ditemukan lebih
tinggi pada penelitian Lina yaitu sebesar 85%, sedangkan
pada penelitian ini hanya 46,5%.10 Penelitian Tong, dkk (2010)
menemukan hanya 40% dari isolat MSSA mempunyai gen
PVL positif. 12 Sedangkan Aires-de-Sousa, dkk (2006)
menemukan 35% isolat MSSA dengan gen PVL positif.3 Hasil
penelitian agak berbeda dengan hasil penelitian Melles, dkk
Tabel 1. Sebaran jenis kelamin, kelompok usia, dan kepositivan gen PVL pada isolate S. aureus (n =200)
Variabel
Sampel penelitian
n (%)
Terisolasi S.aureus
n (%)
Gen pvl positif
n (%)
Jenis Kelamin :
* Perempuan
* Laki-laki
75 (37,5)
125 (62,5)
42 (56)
72 (57,6)
21 (50
32 (44,4)
61 (30,5)
70 (35)
40 (20)
21 (10,5)
8 (4)
38 (62,3)
45 (64,3)
21 (52,5)
8 (38,1)
2 (25)
16 (42,1)
24 (53,3)
10 (47,6)
2 (25)
1 (50)
Kelompok usia :
*
*
*
*
*
<1 - 5 tahun
6 - 18 tahun
19 - 44 tahun
45 - 65 tahun
> 65 tahun
56
MDVI
Vol. 42 No. 1 Tahun 2014; 54 - 59
433 bp
Gambar 1 : Elektroforesis produk PCR menggunakan gel agarose mendeteksi adanya pita sebesar 433 bp untuk gen pvl
Tabel 2. Sebaran jenis infeksi pada kelompok usia penelitian (n = 200)
Jenis infeksi
Kelompok usia (tahun)
<1-5
n (%)
6 - 18
n (%)
19 - 44
n (%)
45 - 65
n (%)
>65
n (%)
Ektima
Vulnus + infeksi sekunder
Impetigo bulosa
Folikulitis
Selulitis
Non bulous impetigo
Furunkel
Abses subkutan
Karbunkel
Paronikia
Erisipelas
Skabies
Dermatitis
Kandidiasis
Ulkus
SSS
23 (11,5)
2 (1)
10 (5)
9 (4,5)
1 (0,5)
5 (2,5)
2 (1)
3 (1,5)
0
2 (1)
2 (1)
0
0
1 (0,5)
0
1 (0,5)
30 (15)
9 (4,5)
8 (4)
4 (2)
2 (1)
4 (2)
2 (1)
2 (1)
4 (2)
1(0,5)
1(0,5)
3 (1,5)
0
0
0
0
14 (7)
3 (1,5)
0
4 (2)
2 (1)
0
3 (1,5)
5 (2,5)
1 (0,5
2 (1)
1 (0,5)
1 (0,5)
3 (1,5)
0
1 (0,5)
0
8 (4)
4 (2)
0
0
6 (3)
0
2 (1)
0
1 (0,5)
0
0
0
0
0
0
0
6 (3)
1 (0,5)
0
0
1 (0,5)
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Jumlah
61 (30,5)
70 (35)
40 (20)
21(10,5)
8 (4)
(2006), Kuehnert, dkk (2006) dan Holmes, dkk (2005) yaitu
0,6%, 1% dan 1,6% berturut-turut.6,13,14
Pada penelitian ini semua pasien furunkel (9) disebabkan
oleh S. aureus yang mempunyai gen PVL positif. Tujuh puluh
lima persen karbunkel dan 70% folikulitis disebabkan oleh S.
aureus dengan gen PVL positif. Hasil ini berbeda dengan
yang dilaporkan oleh Yamasaki, dkk (2005), 40% furunkel
disebabkan oleh S. aureus dengan gen PVL positif, serta
karbunkel, abses dan folikulitis hanya 28%, 14% dan 55%
berturut-turut disebabkan oleh S. aureus dengan gen PVL.
Rendahnya isolasi gen PVL di Jepang disebabkan oleh
perbedaan distribusi geografi dan perbedaan kriteria diag-
57
nosis furunkel atau infeksi kulit lainnya yang digunakan di
Jepang.15
S. aureus dengan gen PVL positif terbanyak ditemukan
pada kelompok anak usia sekolah, yaitu 53,3%, diikuti usia
dewasa muda, anak prasekolah dan usia dewasa. S. aureus
positif pada usia tua (lebih dari 65 tahun), sulit ditentukan
karena dari 8 pasien, hanya 2 disebabkan oleh S. aureus dan
1 isolat merupakan S. aureus dengan gen PVL positif. Hasil
ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Tong,
dkk (2010). Sebagian besar S. aureus dengan gen PVL positif
ditemukan pada usia 10 tahun, kemudian jumlahnya menurun
pada usia 20-39 tahun.12 Yamasaki melaporkan sebagian
NS Budayanti, dkk
Deteksi Gen Panton-Valentine Leukocidin dari Staphylococus Aereus di Denpasar
Tabel 3: Proporsi pasien terinfeksi S.aureus dan S.aureus gen PVL positif pada berbagai jenis infeksi kulit (n=200)
Pasien penelitian
Terisolasi S. aureus
Memiliki gen PVL
n
%
n
%
n
%
Ectyma
Vulnus + infeksi sekunder
Impetigo bulosa
Folikulitis
Selulitis
Non Bulous impetigo
Furunkel
Abses subkutan
Karbunkel
Paronikia
Erysipelas
Skabies + infeksi sekunder
Dermatitis +infeksi sekunder
Kandidiasis
Ulkus
SSS
81
19
18
17
12
9
9
11
5
5
4
4
2
1
1
1
40 ,5
9,5
9,0
8,5
6,0
4,5
4,5
5,5
2,5
2,5
2,0
2,0
1,0
0,5
0,5
0,5
43
8
11
10
5
7
9
6
4
4
1
4
1
0
0
1
53 ,1
42 ,1
61 ,1
58 ,8
41 ,6
77 ,8
10 0
54 ,5
80 ,0
80 ,0
25 ,0
10 0
50
0
0
10 0
16
4
4
7
1
4
9
1
3
1
1
1
0
0
0
0
37 ,2
50 ,0
36 ,4
70 ,0
20 ,0
57 ,1
10 0
16 ,7
75 ,0
25 ,0
10 0
25 ,0
0
0
0
0
Jumlah
20 0
10 0
11 4
57 ,0
53
46 ,5
Jenis infeksi
besar S. aureus dengan gen PVL positif terisolasi pada
pasien usia muda tanpa penyakit penyerta, terutama pada
furunkel.15 Gillet, dkk (2002) menemukan S. aureus dengan
gen PVL positif terbanyak pada rerata usia 14,8 tahun.11
Tinelli, dkk (2009) mendapatkan infeksi kulit karena S. aureus
dengan gen PVL positif cenderung terjadi pada kelompok
usia anak dan dewasa muda.16
Diperkirakan gen PVL mampu berintegrasi dengan
berbagai variasi genetik S. aureus. Hal ini dibuktikan oleh
Rasigade, dkk (2010) yang dalam penelitiannya menemukan
MSSA dengan gen PVL positif lebih tersebar dua kali lebih
banyak daripada CA-MRSA. 16 Peran gen PVL dalam
patogenesis infeksi S. aureus masih menjadi perdebatan di
antara ahli. Beberapa ahli memperkirakan bakteriofag
pembawa gen PVL juga berperan dalam proses infeksi.17
Laporan yang dikemukan oleh Helgason, dkk (2007) yaitu S.
aureus dengan gen PVL postif dapat disebarkan secara global melalui perjalanan antar negara. Seseorang dapat
terinfeksi S. aureus dengan gen PVL positif karena tidak
memiliki kekebalan sebelumnya terhadap galur tersebut.
Selain itu seorang yang bepergian pada umumnya
mengkonsumsi obat profilaksis, khususnya antibiotik
profilaksis yang memudahkannya menjadi karier S.aureus
dengan gen PVL positif.18 Hal ini merupakan salah satu
kemungkinan mengapa lebih banyak isolat S. aureus dengan
gen PVL positif ditemukan di Bali, mengingat Bali merupakan
tujuan pariwisata internasional. Kemungkinan tersebut sesuai
dengan hasil penelitian ini yang mendapatkan prevalensi S.
aureus dengan gen PVL positif cukup tinggi di Bali. Penelitian
lebih lanjut, terutama pada daerah bukan tujuan pariwisata
di Indonesia, masih diperlukan untuk membuktikan
kebenaran kemungkinan tersebut.
KESIMPULAN
Pada penelitian ini S.aureus dengan gen PVL positif
ditemukan lebih banyak pada perempuan dan pada anak
kelompok usia sekolah. Sedangkan 9 pasien furunkel
semuanya disebabkan oleh S. aureus dengan gen PVL positif.
Meskipun tidak seluruh S. aureus terisolasi mempunyai gen
PVL, tetapi hasil penelitian ini menunjukkan angka cukup
tinggi bila dibandingkan dengan penelitian di negara lain.
Keberadaan S. aureus dengan gen PVL positif bervariasi di
antara beberapa negara. Oleh karena itu masih diperlukan
penelitian lebih lanjut dari daerah lain di Indonesia, terutama
daerah bukan tujuan pariwisata untuk melihat prevalensi S.
aureus dengan gen PVL positif di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bhattacharya D, Carleton H, Tsai CJ, Baron EJ, PerdreauRemington F. Differences in clinical and molecular
characteristics of skin and soft tissue methicillin-resistant
staphylococcus aureus isolates between two hospitals in
Northern California. J Clin Microbiol. 2007; 45(6): 1798803.
2. Boubaker K, Diebold P, Blanc DS, Vandenesch F, Praz G,
Dupuis G, dkk. Panton-valentine leukocidin and
staphylococcal skin infections in school children. Emerg Infec
Dis. 2004; 10(1): 121-4.
3. Aires-de-Sousa M, Conceicao T, de Lencastre H. Unusually
high prevalence of nosocomial pantom-valentine leukocidinpositive staphylococcus aureus isolates in cape verde islands.
J Clin Microbiol. 2006; 44(10): 3790-3
58
MDVI
4. Severin JA, Lestari ES, Kuntaman K, Melles DC, Pastink M,
Peeters JK, dkk. Unusually high prevalence of pantonvalentine genes among methicillin-sensitive Staphylococcus
aureus strains carried in the Indonesian population. J Clin
Microbiol. 2008; 46(6): 1989-95.
5. Feng Y, Chen CJ, Su LH, Hu S, Yu J, Chiu CH. Evolution and
pathogenesis of staphylococcus aureus: lessons learned from
genotyping and comparative genomics. FEMS Microbiol Rev.
2008; (32): 23-7.
6. Melles DC, van Leeuwen WB, Boelens HAM, Peeters JK,
Verbrugh HA, van Belkum A. Pantom-valentine leukocidin
genes in Staphylococcus aureus. Emerging Infect Dis. 2006;
7(12): 1174-5.
7. Fridkin SK, Hageman JC, Morrison M. Communityassociated methicillin-resistant Staphylococcus aureus
infectious are increasingly common. N Engl J Med. 2005;
352: 1436-44.
8. Naimi TS, LeDell KH, Como-Sabetti K, Borchardt SM,
Boxrud DJ, Etienne J, Johnson SK, Vandesnesch F, Fridkin S,
O'Boyle C, Danila RN, Lynfield R. Comparison of community
and health
care-associated methicillin-resistant
Staphylococcus aureus infection. J Am Med Assoc. 2003;
290: 2976-84.
9. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I,
Purwanto SH. Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro
S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar Metodologi Penelitian
Klinis. Jakarta: Binarupa Aksara; 1995.h.187-212.
10. Lina G, Piemont Y, Godail-Gamot F, Bes M, Peter MO,
Gauduchon V, dkk. Involvement of panton-valentine
leukocidin-producing Staphylococcus aureus in primary skin
infections and pneumonia. Clin Infect Dis. 1999; 29: 1128-32.
59
Vol. 41 No. 2 Tahun 2014; 54 - 59
11. Gillet Y, Issartel B, Vanhems P. Association between S.aureus
strains carrying gene for panton-valentine leukocidin and
highly lethal necrotising pneumonia in young
immunocompetent patients. Lancet. 2002; 359: 753-9.
12. Tong SYC, Liliebridge A, Bishop EJ, Cheng AC, Holt DC,
McDonald MI, dkk. Clinical correlates of pantom-valentine
leukosidin, PVL isoform and clonal complex in the S. aureus
population of Northern Australia. J Infec Dis. 2010; 202(5):
760-9.
13. Kuehnert MJ, Kruszon-moran D, Hill HA, McQuillans G,
McAlister G. Prevalence of S.aures nasal colonization in The
United States 2001-2002. J Infec Dis. 2006; 193; 172-9.
14. Holmes A, Ganner M, McGuane S, Pitt TL, Cookson BD,
Kearns AM. Staphylococcus isolates carrying pantonvalentine leucocidin genes in England and Wales: Frequency,
Characterization, and association with clinical disease. J Clin
Microbiol. 2005; 2384-90.
15. Yamasaki O, Kaneko J, Morizane S, Akiyama H, Arata J,
Narita S, dkk. The association between S. aureus strains
carrying PVL genes and development of deep-seated follicular
infection. Clin Infec Dis. 2005; 40: 381-5
16. Tinelli, M., Monasa, M., Vimercatim M., Ceraminiella, A.,
Pantosti. Methicillin susceptible S. aureus in skin and soft
tissue infections Nortern Italia. Emerging Infec Dis. 2009;
15(2): 250-7
17. Rasigade JP, Laurent F, Lina G, Meugnier H, Bes M, Vandenesch
F, dkk. Global distribution and evolution of PVL positive MSSA
1981-2007. J Infec Dis. 2010; 201(15): 1589-97.
18. Helgason KD, Jones ME, Edward G. PVL-positive
Staphylococcus aureus and foreign travel. J Clin Microbiol.
2007; 46(2): 832-3.
Download