kajian terhadap manajemen konservasi energi listrik untuk

advertisement
KAJIAN TERHADAP MANAJEMEN KONSERVASI ENERGI
LISTRIK UNTUK PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN
PADA GEDUNG PERKANTORAN PT. PHE
AJEN MUKAROM
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian terhadap
Manajemen Konservasi Energi Listrik untuk Perencanaan dan Pengendalian pada
Gedung Perkantoran PT. PHE adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Ajen Mukarom
NIM H251100161
RINGKASAN
AJEN MUKAROM. Kajian terhadap Manajemen Konservasi Energi Listrik untuk
Perencanaan dan Pengendalian pada Gedung Perkantoran PT. PHE. Dibimbing
oleh ABDUL KOHAR IRWANTO dan ARMANSYAH H TAMBUNAN.
Penelitian ini mengkaji mengenai penerapan manajemen konservasi energi
listrik pada PT. PHE. Pokok bahasan penelitian ini meliputi analisa profil
konsumsi energi, IKE, kualitas kelistrikan, sistem selubung bangunan, sistem tata
udara, sistem tata cahaya, rekomendasi peluang konservasi energi serta sistem
manajemen konservasi energi. Metode penelitian yang digunakan yaitu audit
energi, analisa IKE, peluang hemat energi dan analisa finansial konservasi energi.
Hasil penelitian ini menunjukkan konsumsi energi listrik pada PT. PHE
pada tahun 2012 cenderung menurun. Rata-rata konsumsi energi listrik selama
tahun 2012 sebesar 446,191 kWh dengan rata-rata biaya per bulan 355,288,895
rupiah. Sedangkan nilai IKE termasuk dalam kategori cukup efisien dengan nilai
rata-rata 12.45 kWh/m2/bulan. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan energi
listrik belum efisien. Sementara itu kualitas sistem kelistrikan peralatan yang
terpasang tergolong dalam kategori baik, kecuali nilai maksimum
ketidakseimbangan arus dan harmonisa berada di atas standar. Hal ini disebabkan
oleh ketidakseimbangan beban pada trafo 2. Hasil audit energi pada sistem
selubung bangunan diperoleh nilai transfer panas menyeluruh sebesar 29.45
Watt/m2, nilai tersebut sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Hasil
audit energi pada sistem tata udara juga menunjukkan kondisi secara umum,
sesuai dengan SNI. Kisaran temperatur antara 24oC – 26oC dengan kelembaban
udara 56 – 65 persen. Efisiensi energi pada sistem tata udara dapat ditingkatkan
dengan cara menghidupkan air conditioner atau chiller 1 jam sebelum jam kerja
dan mematikannya 30 menit sebelum akhir jam kerja. Cara tersebut dapat
menghemat biaya energi 260,231,400 rupiah per tahun. Hasil audit energi sistem
tata cahaya menunjukkan intensitas daya penerangan sesuai dengan SNI.
Meskipun intensitas daya penerangan sudah sesuai SNI namun kuat pencahayaan
yang dihasilkan belum sesuai standar. Oleh sebab itu, direkomendasikan untuk
meretrofit lampu TL 36 watt dengan TL LED 18 watt, lampu TL 18 watt dengan
TL LED 9 watt, PLC 14 watt dengan TL LED 9 watt di koridor dan lobi, serta
mematikan lampu di lobi saat pencahayaan dari luar mencukupi. Apabila
rekomendasi tersebut dijalankan total biaya yang dapat dihemat 128,922,300
rupiah per tahun. Pada analisis kelayakan finansial investasi konservasi energi
akan lebih menguntungkan jika menggunakan modal dari kas internal perusahaan.
Program konservasi energi tersebut perlu didukung oleh sistem manajemen
energi. Alat yang digunakan untuk menganalisis sistem manajemen energi adalah
matriks manajemen energi yang terdiri dari enam pilar utama yaitu kebijakan dan
sistem, organisasi energi, motivasi, sistem informasi, promosi dan investasi.
Berdasarkan hasil analisis manajemen energi pada PT. PHE berada pada level 1.
Kata kunci: manajemen konservasi energi, audit energi, efisiensi energi.
SUMMARY
AJEN MUKAROM. The Study of Electrical Energy Conservation Management
for Planning and Controlling at PT. PHE. Supervised by ABDUL KOHAR
IRWANTO and ARMANSYAH H TAMBUNAN.
The purpose of this paper is to address the issue of electrical energy
consumption through case studies as a sample of buildings on a PT. PHE. This
study analyzes energy consumption profile, Energy Consumption Intensity (ECI),
electricity quality, building envelope systems, HVAC, lighting systems, energy
conservation opportunity and energy conservation management. This study uses
energy audit method, ECI analyze, energy conservation opportunity, financial
assessment and feasiblity study of energy conservation.
The result of this study indicated that the consumption of electrical energy
in PT. PHE tended to decline in 2012. The average of electricity consumption
amounted to 446,191 kWh with an average cost each month of 355,288,895
rupiah. ECI values was 12.45 kWh/m2/month, it is quite efficient category. The
electricity quality systems generally meet the standard. Except the maximum
value of current unbalance and harmonics are higher than standard, that are caused
by an unbalance of the load factor at the transformer 2. Both of the energy audit
on the overall transfer thermal value 29.45 kWh/m2 and HVAC systems are
accordance with the Indonesian National Standard. But energy efficiency still can
be upgraded simply by turning on the air conditioning or chiller mechine 1 hour
before work and turn off 30 minutes before the end of working hours. The
estimate cost saving of this implementation is 260,231,400 rupiah. Energy audit of
lighting systems shows the power intensity of lighting which still meet with
standards. However, the intensity of illumination is lower than standard.
Therefore, the recommendation to retrofitting TL 36 watt with 18 watt tube LED,
TL 18 watt with LED 9 watt tube, PLC 14 watt with 9 watt LED, turning off the
lights in the lobby when outside lighting is sufficient. If the recommendations are
implemented, it will save an amounted cost 128,922,300 rupiah per year. In order
towards profitable energy conservation investment, it is recommended to invest
with internal corporate capital. this energy conservation program must be
supported by energy management systems. The tools utilized to analyzed energy
management model is a matrix of energy management. It has six main pillars
consisting of policy and system, organization of energy, motivation, information
systems, and investment promotion. Based on the results of research, the status of
implementation of SME in PT . PHE is at level 1 .
Keyword: energy conservation management, energy audit, energy efficiency.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KAJIAN TERHADAP MANAJEMEN KONSERVASI ENERGI
LISTRIK UNTUK PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN
PADA GEDUNG PERKANTORAN PT. PHE
AJEN MUKAROM
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Manajemen
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Mukhammad Najib, STP, MM.
Judul Tesis : Kajian terhadap Manajemen Konservasi Energi Listrik untuk
Perencanaan dan Pengendalian pada Gedung Perkantoran PT. PHE
Nama
: Ajen Mukarom
NIM
: H251100161
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
ttd.
Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc
Ketua
ttd.
Prof Dr Armansyah H Tambunan, MSc
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Manajemen
ttd.
Dekan Sekolah Pascasarjana
ttd.
Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 22 Agustus 2013
Tanggal Lulus:
Judul Tesis : Kajian terhadap Manajemen Konservasi Energi Listrik untuk
Perencanaan dan Pengendalian pada Gedung Perkantoran PT. PHE
Nama
: Ajen Mukarom
NIM
: H251100161
Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc
Ketua
Prof Dr Armansyah H Tambunan, MSc
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Manajemen
Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc
Tanggal Ujian: 22 Agustus 2013
Tanggal Lulus:
rr1
NOV 2013
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam ini ialah Kajian terhadap Manajemen Konservasi Energi Listrik
untuk Perencanaan dan Pengendalian pada Gedung Perkantoran PT. PHE.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Abdul Kohar Irwanto dan
Bapak Prof Armansyah H Tambunan selaku pembimbing, serta PT Energi
Manajemen Indonesia dan PT. PHE yang telah memberi kesempatan dan
pembelajaran dalam proses penelitian ini. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Ruby Dharmapala, yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istriku
tercinta Diah Kusumayanti, ayah, ibu, kakak, adik serta seluruh keluarga, atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2013
Ajen Mukarom
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
xii
xiii
xiv
1
1
2
2
3
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Manajemen Konservasi Energi Listrik
Audit Energi
Audit Energi Pendahuluan
Audit Energi Rinci
Parameter Audit Energi
Audit Energi Selubung Bangunan
Audit Energi Sistem Tata Udara
Audit Energi Sistem Tata Cahaya
Tarif Dasar Listrik
Studi Kelayakan Program Konservasi Energi
Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu
Alur Pikir Studi
4
4
6
7
7
8
11
12
14
15
16
17
18
3 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Prosedur Audit Energi
Pengolahan dan Analisis Data
21
21
21
21
22
23
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Perusahaan
Sistem Kelistrikan
Konsumsi dan Biaya Energi Listrik
Intensitas Konsumsi Energi
Profil Beban Listrik Harian
Kualitas Kelistrikan
Konservasi Energi pada Selubung Bangunan
Analisis Sistem Tata Udara
Peluang Konservasi Energi Sistem Tata Udara
Analisis Sistem Tata Cahaya
Peluang Konservasi Energi Sistem Tata Cahaya
Analisis Kelayakan Finansial
Sistem Manajemen Energi
Implikasi Manajerial
26
26
26
27
29
30
31
36
39
42
44
47
50
55
59
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
61
61
61
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
63
65
72
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Potensi penghematan energi pada bangunan gedung
Kriteria IKE bangunan gedung tidak ber-AC
Kriteria IKE bangunan gedung ber-AC
Tingkat pencahayaan lingkungan kerja
Daya listrik maksimum untuk pencahayaan di gedung kantor menurut SNI
6197 tahun 2011
Tingkat pencahayaan rata-rata, rederensi dan temperatur warna yang
direkomendasikan untuk gedung kantor menurut SNI 6197 tahun 2011
Tarif dasar listrik untuk keperluan bisnis berlaku Juli - September 2013
Kajian penelitian terdahulu
Konsumsi dan biaya listrik di gedung PT. PHE tahun 2012
Nilai arus dan ketidakseimbangan arus
Nilai harmonisa arus
Nilai harmonisa tegangan
Nilai window to wall ratio (WWR)
Perhitungan nilai OTTV gedung PT. PHE
Performansi peralatan AC gedung PT. PHE
Peluang konservasi energi sistem tata udara dengan menggeser jam nyala
AC atau chiller 1 jam sebelum jam kerja
Peluang konservasi energi sistem tata udara melalui perubahan jam mati
AC atau chiller 30 menit sebelum jam kerja berakhir
Peluang konservasi energi sistem tata cahaya melalui retrofit lampu TL 36
watt dengan TL LED 18 watt
Peluang konservasi energi sistem tata cahaya melalui retrofit lampu TL 18
watt dengan TL LED 9 watt
Peluang konservasi energi sistem tata cahaya melalui retrofit lampu PLC
14 watt dengan LED 9 watt
Peluang konservasi energi sistem tata cahaya dengan cara mematikan
lampu di lobby saat pencahayaan dari luar mencukupi
Nilai sisa investasi konservasi energi listrik di gedung PT. PHE
Biaya investasi pelaksanaan rekomendasi konservasi energi
Kelayakan finansial rekomendasi konservasi energi skenario I
Kelayakan finansial rekomendasi konservasi energi skenario II
Matriks sistem manajemen energi PT. PHE
6
8
9
14
15
15
16
18
27
35
35
36
38
38
42
43
44
48
48
49
50
52
52
53
54
58
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
Potensi penghematan energi
Alur pikir studi
Prosedur audit energi
Single line sistem distribusi listrik gedung PT. PHE
Trend konsumsi dan biaya energi listrik gedung PT. PHE tahun 2012
Perkembangan IKE gedung PT. PHE tahun 2012
6
20
22
27
29
29
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Profil beban listrik pada trafo 1
Profil beban listrik pada trafo 2
Profil cosphi trafo 1
Profil cosphi trafo 2
Profil ketidakseimbangan tegangan trafo 1
Profil ketidakseimbangan tegangan trafo 2
Profil ketidakseimbangan arus trafo 1
Profil ketidakseimbangan arus trafo 2
Kondisi kaca dan shading gedung PT. PHE
Profil daya listrik peralatan AC gedung PT. PHE
Kondisi temperatur udara di dalam bangunan gedung PT. PHE
Kondisi kelembaban udara di dalam bangunan gedung PT PHE
Sumber pencahayaan alami di gedung PT. PHE
Kondisi kuat pencahayaan di ruang kerja gedung PT. PHE
Siklus Sistem Manajemen Energi pada PT. PHE
30
31
32
32
33
33
34
34
37
39
40
41
45
46
55
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
Hasil pengukuran kenyamanan termis di bangunan gedung PT. PHE
Daya dan intensitas peralatan AC bangunan gedung PT. PHE
Intensitas daya penerangan bangunan gedung PT. PHE
Kuat pencahayaan pada bangunan gedung PT. PHE
Kelayakan investasi konservasi energi pada PT.PHE dengan skenario I
Kelayakan investasi konservasi energi pada PT.PHE dengan skenario II
65
66
66
67
70
70
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Listrik merupakan bentuk energi yang memliki peranan strategis sebagai
penunjang produktivitas pada sektor pembangunan dan perekonomian. Sehingga
penggunaan energi listrik di lingkungan bisnis maupun industri merupakan hal
yang mutlak dan tak dapat dihindari. Hal ini disebabkan karena fasilitas industri
ataupun bisnis modern, baik untuk kebutuhan administrasi, operasional dan
produksi hampir seluruhnya menggunakan peralatan yang memakai energi listrik.
Ditinjau dari segi efisiensi, efektifitas maupun optimalisasi proses
produksi pemakaian peralatan yang menggunakan energi listrik sangat
mendukung penyelenggaraan operasional perusahaan, namun disisi lain harga
energi listrik semakin mahal. Sebuah survei menemukan bahwa sebelum krisis
ekonomi pada tahun 1997, komponen biaya energi dalam operasional perusahaan
hanya 10 persen dari total biaya rutin, tetapi sekarang biaya tersebut naik hingga
30 persen (Elyza 2005). Kondisi ini mengharuskan setiap perusahaan termasuk di
PT PHE berupaya mengurangi biaya energi listrik dengan cara melakukan
efisiensi energi.
Selain menekan biaya penggunaan energi, efisiensi energi dapat
memberikan solusi yang sangat menguntungkan untuk upaya peningkatan
kenyamanan. Ketika suatu perusahaan menghemat biaya energi dalam periode
tertentu, akan tersedia dana yang dapat dikonversi untuk membiayai kegiatan
operasional perusahaan lainnya, serta secara otomatis akan mampu meningkatkan
daya saing perusahaan (Elyza 2005).
Sebagai perusahaan yang bergerak pada bidang gas dan minyak bumi
dengan kegiatan bisnis energi-intensif, PT.PHE memiliki tekad untuk
mewujudkan kantor dengan predikat “green office”. Inisiatif tersebut dilakukan
dalam rangka untuk memperoleh peringkat emas Program Penilaian Peringkat
Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) tahun
2013. PROPER menjadi target Pertamina sebagai bagian dari menyeimbangkan
kegiatan usaha di bidang ekonomi, sosial dan lingkungan. Salah satu kriteria
penilaian PROPER adalah aspek efisiensi energi termasuk efesiensi dalam
penggunaan energi listrik. Indikator yang sering digunakan dalam mengukur
efisiensi energi listrik yaitu Intensitas Konsumsi Energi (IKE).
Nilai IKE listrik pada bangunan gedung PT. PHE pada tahun 2012
menunjukkan nilai rata-rata 12.45 kWh/m2/bulan. Sementara batas kisaran nilai
efisien 7.93 – 12.08 kWh/m2/bulan. PT PHE dalam rangka memenuhi kriteria
PROPER tersebut perlu melakukan langkah-langkah evaluasi dan perencanaan
efisiensi penggunaan energi pada bangunan gedung PT PHE. Salah satu langkah
evaluasi terhadap efisiensi energi listrik adalah melalui audit energi.
Elyza (2005) menuturkan untuk menghasilkan program efisiensi energi
yang sukses, audit energi mutlak dilaksanakan. Proses audit energi juga
merupakan langkah awal dalam mengidentifikasi data-data penggunaan energi
yang dapat digunakan sebagai acuan dalam program efisiensi energi. Dengan
demikian, hasil audit akan memberikan informasi mengenai langkah-langkah
untuk menjalankan program efisiensi energi. Proses ini juga menjadi dasar dari
2
penentuan target efisiensi yang akan menjadi acuan dalam penyusunan rencana
aksi berupa rekomendasi penghematan energi.
Pada tugas akhir ini, penulis melakukan Kajian terhadap Manajemen
Konservasi Energi Listrik untuk Perencanaan dan Pengendalian pada Gedung
Perkantoran PT PHE. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh hasil-hasil
audit energi.
Perumusan Masalah Penelitian
PT. PHE memegang teguh prinsip keberlanjutan dan green business dalam
praktik perusahaan. Salah satu implementasi kebijakan tersebut adalah efisiensi
energi. Disamping itu, efisiensi energi juga menjadi sebuah keharusan bagi PT.
PHE dalam rangka memenuhi syarat penilaian PROPER tahun 2013. Efisiensi
energi yang dimaksud salah satunya ialah efisiensi energi listrik.
Hasil audit pendahuluan menunjukkan nilai IKE pada gedung perkantoran
PT. PHE rata-rata 12.45 kWh/m2/bulan. Nilai IKE tersebut termasuk kategori
cukup efisien. Sementara batas kisaran nilai efisien 7.93 – 12.08 kWh/m2/bulan.
Apabila PT. PHE ingin mewujudkan efisiensi energi, maka perlu melakukan
langkah - langkah evaluasi dan perencanaan dengan baik. Evaluasi dan
perencanaan efisiensi energi dapat diketahui melalui audit energi. Sehingga
dengan hasil audit tersebut perusahaan dapat melakukan tindakan koreksi
pengelolaan energi berdasarkan rekomendasi hasil audit energi. Berdasarkan
pemaparan tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1 Bagaimanakah gambaran konsumsi energi listrik, Intensitas Konsumsi Energi,
dan profil beban energi listrik di gedung perkantoran PT. PHE?
2 Bagaimanakah kualitas sistem kelistrikan di gedung perkantoran PT. PHE?
3 Bagaimanakah dengan manajemen konservasi energi pada sistem selubung
bangunan gedung perkantoran PT. PHE?
4 Bagaimanakah dengan manajemen konservasi energi sistem tata udara dan tata
cahaya pada gedung perkantoran PT. PHE?
5 Bagaimanakah rekomendasi langkah-langkah konservasi energi pada gedung
perkantoran PT. PHE?
Tujuan Penelitian
1
2
3
4
5
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
Menganalisis gambaran konsumsi energi listrik, Intensitas Konsumsi Energi,
dan profil beban energi listrik di gedung perkantoran PT. PHE
Menganalisis kualitas sistem kelistrikan di gedung perkantoran PT. PHE
Menganalisis manajemen konservasi energi pada sistem selubung bangunan
gedung perkantoran PT. PHE
Menganalisis manajemen konservasi energi sistem tata udara dan tata cahaya
pada gedung perkantoran PT. PHE
Merekomendasikan langkah-langkah konservasi energi pada gedung
perkantoran PT. PHE
3
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
1 Pertimbangan manajerial dalam melakukan konservasi energi listrik sehingga
penggunaan energi bisa lebih efisien tanpa mengorbankan kenyamanan para
penggunanya.
2 Bahan informasi sebagai bahan pertimbangan, perbandingan, dan bacaan bagi
peneliti lain yang ingin mengkaji masalah konservasi energi.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian yang dilakukan meliputi audit energi terhadap kualitas sistem
kelistrikan, sistem selubung bangunan, tata udara dan tata cahaya. Data
pengukuran mengacu pada proses pengukuran yang dilakukan sesuai waktu yang
telah ditentukan.
Pelaksanaan audit energi berpedoman pada Standar Nasional Indonesia
tahun 2011 tentang prosedur audit energi pada bangunan gedung, sistem selubung
bangunan, konservasi energi sistem tata udara, dan konservasi energi sistem
pencahayaan. Biaya energi listrik dihitung berdasarkan standar perhitungan tarif
PLN.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Manajemen Konservasi Energi Listrik
Program manajemen energi adalah program terencana yang bertujuan
untuk mengurangi anggaran biaya pengeluaran energi pada suatu instansi atau
perusahaan. Awal mula manajemen energi adalah dengan menyelaraskan strategi
perusahaan dengan penerapan manajemen energi, dengan demikian seluruh
karyawan akan dapat berkomitmen terhadap penghematan energi di suatu instansi
atau perusahaan (Rizkani dkk 2012).
Undang-Undang Energi No.30 tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah
Nomor 70 tahun 2009 tentang konservasi energi menjabarkan konservasi energi
adalah sebagai upaya sistematis, terencana, dan terpadu guna melestarikan
sumberdaya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi pemanfaatannya.
Konservasi energi tidak selalu diartikan penggunaan energi yang sesedikit
mungkin, tapi merupakan pengeluaran biaya untuk konsumsi energi yang
serendah mungkin (Nugroho Hanan 2005). Konservasi energi juga dapat
didefinisikan sebagai penggunaan energi, sumber energi dan sumber daya energi
secara efisien dan rasional tanpa mengurangi penggunaan energi yang memang
benar-benar diperlukan dan tidak menurunkan fungsi energi itu sendiri secara
teknis namun memiliki tingkat ekonomi yang serendah-rendahnya dapat diterima
oleh masyarakat serta tidak pula mengganggu lingkungan. Sehingga konservasi
energi listrik adalah penggunaan energi listrik secara efisiensi tinggi melalui
langkah-langkah penurunan berbagai kehilangan energi listrik pada semua taraf
pengelolaan, mulai dari pembangkitan, transmisi, sampai dengan pemanfaatan.
Akhadi (2009) mengungkapkan bahwa gerakan konservasi berawal dari
munculnya gerakan lingkungan hidup yang bertujuan menyelamatkan lingkungan
dari kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan industri dan pembangunan.
Gerakan tersebut dalam perkembangan selanjutnya dikenal sebagai gerakan
konservasi. Konservasi muncul sebagai suatu falsafah yang berpola fikir baik dan
telah menjadi suatu gerakan terencana selama beberapa tahun di abad ke-19 dan
awal abad ke-20. Landasan pemikiran dalam konservasi energi adalah
pemanfaatan sumber-sumber daya energi dengan efisiensi yang lebih tinggi,
dengan menggunakan cara-cara yang layak dari sudut teknis, ekonomis, tidak
mengganggu lingkungan dan dapat diterima oleh masyarakat. Konservasi energi
mencakup semua langkah yang dapat ditempuh untuk menurunkan tingkat
kehilangan energi pada semua tingkat pengelolaan.
Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (2011) menyebutkan bahwa
masalah pemborosan energi di Indonesia sekitar 80 persen disebabkan oleh faktor
manusia dan 20 persen disebabkan oleh faktor teknis. Penyebab pemborosan
energi tersebut dapat diatasi dengan efisiensi energi. Pada kalangan masyarakat
luas, efisiensi energi diartikan sebagai kegiatan penghematan energi. Keberhasilan
program penghematan energi sangat dipengaruhi oleh perilaku, kebiasaan,
kedisplinan dan kesadaran hemat energi. Efisiensi energi juga dapat dilakukan
melalui cara lain diantaranya dengan melakukan perawatan dan perbaikan
peralatan yang mengkonsumsi energi, menggunakan teknologi yang menerapkan
efisiensi energi, mengaplikasikan teknologi proses yang hemat energi dan lainlain.
5
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat serta bertambahnya
gedung-gedung di Indonesia, penerapan efisiensi energi di gedung-gedung yang
sesuai dengan Standar Nasional Indonesia menjadi hal yang sangat penting. Pada
umumnya gedung di negara tropis seperti Indonesia paling banyak menggunakan
energi untuk sistem tata udara (45-70 persen), sistem tata cahaya (10-20 persen),
lift dan eskalator (2-7 persen) serta alat-alat kantor dan elektronik (2-10 persen).
Gedung yang boros energi bukan hanya menyebabkan biaya operasional menjadi
tinggi namun juga menghasilkan emisi gas rumah kaca yang dapat merusak
lingkungan. Tipe-tipe gedung yang masih boros energi meliputi perkantoran,
gedung pemerintah, pusat perbelanjaan, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan
dan perhotelan.
Beberapa langkah utama untuk meningkatkan efisiensi energi di gedung
diantaranya melalui peningkatan performa gedung. Langkah ini dapat difokuskan
pada perbaikan sistem, operasional dan pemeliharaan gedung. Secara teknis untuk
dapat mengetahui langkah perbaikan performa sebuah gedung perlu dilakukan
audit energi. Ruang lingkup audit energi meliputi identifikasi dan analisis secara
keseluruhan terhadap masalah-masalah efisiensi energi pada gedung seperti sistem
operasional Heating, Ventilating, and Air Conditioning (HVAC), tingkat
kenyamanan dan pemeliharan gedung. Langkah-langkah yang biasa diterapkan
adalah retrofitting pada bangunan gedung, upgrade teknologi peralatan dan
pembiasaan perilaku hemat energi bagi para penghuni gedung.
a. Retrofitting merupakan proses merombak ulang atau sebagian dari sebuah
gedung guna meningkatkan performanya. Proses ini meliputi analisa kondisi
gedung pada saat ini dan implementasi solusi-solusi yang memungkinkan
gedung dapat beroperasi secara maksimal. Proses retrofitting meliputi
pendekatan terintegrasi dari beberapa ilmu yang berbeda seperti arsitektur,
desain interior, mekanikal elektrikal, teknik bangunan, dan keahlian lainnya.
Dari segi arsitektur, gedung dapat dirombak agar lebih efisien misalnya dalam
pemanfaatan cahaya alami. Penempatan dinding yang strategis, langit-langit
yang ditinggikan serta jendela yang diperbanyak dapat membantu
mengoptimalkan cahaya alami di dalam ruangan. Dari segi mekanikal dan
elektrikal, teknologi seperti sensor okupansi dan stabilisasi voltase pada
gedung dapat membantu mengurangi konsumsi energi.
b. Upgrade teknologi dengan yang lebih hemat energi pada gedung yang sudah
ada dapat menghemat lebih dari 10 persen biaya energi. Dengan memilih
peralatan yang lebih efisien, tagihan energi listrik pada suatu gedung dapat
ditekan. Oleh karenanya peralatan yang digunakan hendaknya sesuai standar
yang ditetapkan pemerintah. Contoh kegiatan upgrade teknologi pada
bangunan gedung misalnya upgrade teknologi sistem tata cahaya. Untuk
menghemat energi dan biaya pada sistem tata cahaya dapat digunakan lampu
efisien energi dengan performa tinggi seperti light emitting diode (LED).
c. Perilaku hemat energi yang dapat dilakukan para penghuni gedung misalnya
mengubah pengaturan komputer untuk selalu berada dalam kondisi standby
mode saat tidak digunakan, mencabut kabel listrik dari stop kontak saat
peralatan tidak digunakan atau menggunakan smart power strip untuk seluruh
peralatan elektronik. Selain itu, pelatihan mengenai cara hemat energi bagi
para karyawan dapat menjadi salah satu kegiatan dalam program manajemen
energi.
6
Langkah-langkah diatas meskipun tergolong sebagai investasi biaya
rendah, namun dapat memberikan potensi keuntungan berupa pengurangan biaya
energi listrik (Tabel 1).
Tabel 1 Potensi penghematan energi pada bangunan gedung
Investasi
Langkah-Langkah yang dapat dilakukan


Tanpa Biaya/Biaya
Rendah


Biaya Sedang



Biaya Tinggi


Perubahan perilaku hemat energi
Mengurangi load gedung dengan “on-off
scheduling”
Meningkatkan performa melalui kalibrasi dan
re-commissioning peralatan, tune up unit AC,
cooling tower dan pompa air.
Mengganti peralatan agar lebih hemat energi,
misalnya seluruh lampu di gedung
Building Automation Sistem (BAS)
Memperbaiki kualitas power (capacitor
bank, phase liner, harmonization).
Mengganti seluruh peralatan utama agar
lebih hemat energi
Menggunakan sistem kogenerasi
Perhitungan kenyamanan termal overall
thermal transfer value (OTTV).
Potensi
Penghematan
7% - 11%
15% - 25%
25% - 35%
Sumber: Kementerian ESDM (2011)
Menurut Kementerian ESDM (2011) kegiatan efisiensi energi listrik pada
bangunan gedung dapat difokuskan pada sistem Air Conditioning (AC), house
keeping, utilitas, dan sistem penerangan. Potensi penghematan dari masingmasing sistem disajikan pada Gambar 1 berikut.
Gambar 1 Potensi penghematan energi
Audit Energi
Audit energi adalah cara yang dipakai untuk memeriksa dan menghitung
besarnya konsumsi energi suatu sistem untuk melakukan kerja. BSN (2000)
mendefinisikan audit energi sebagai teknik yang dipakai untuk menghitung
besarnya konsumsi energi pada bangunan gedung dan mengenali cara-cara untuk
penghematannya. Selain itu definisi audit energi lainnya yaitu:
1 Kegiatan menyusun data pemakaian energi pada sistem tertentu secara
sistematis untuk mengidentifikasi titik-titik kerugian energi dan mencari
peluang penghematan energi yang signifikan.
7
2
Identifikasi penggunaan energi pada proses dan atau operasi peralatan atau
teknologi tertentu dengan fokus pada operasi yang tidak efisien.
3 Upaya pengamatan secara sistematis terhadap suatu sistem untuk
mendapatkan atau mengidentifikasi peluang penghematan energi.
Jadi audit energi dapat disimpulkan sebagai suatu tindakan untuk
mendapatkan potret atau profil penggunaan energi dari hasil kompilasi data energi
yang terkumpul dan teranalisis pada suatu sistem, guna memberikan gambaran
untuk merencanakan tindakan manajemen konservasi dalam menyelesaikan
masalah energi (Siswoyo dan Zulkarnaen 2009). Berdasarkan tahapannya audit
energi terdiri dari audit energi pendahuluan dan audit energi rinci.
Audit Energi Pendahuluan
Audit energi pendahuluan merupakan pengumpulan data awal, tidak
menggunakan instrumentasi yang canggih dan hanya menggunakan data yang
tersedia. Dengan kata lain audit energi awal merupakan pengumpulan data di
mana, bagaimana, berapa, dan jenis energi apa yang dipergunakan oleh suatu
fasilitas. Data ini diperoleh dari catatan penggunaan energi tahun atau bulan
sebelumnya pada bangunan dan keseluruhan sistem kelengkapannya. Audit energi
awal terdiri dari tiga tahap pelaksanaan yaitu:
1 Melakukan identifikasi berapa jumlah dan biaya energi menurut jenis energi
yang dipergunakan oleh bangunan dan kelengkapannya.
2 Melakukan identifikasi konsumsi energi per bagian/sistem dari bangunan dan
kelengkapannya.
3 Mengoreksi masukan energi dan keluaran produksi atau biasa disebut dengan
instensitas energi.
Hasil dari audit energi awal berupa langkah-langkah „housekeeping’ tanpa
biaya atau dengan biaya rendah, dan daftar sumber-sumber pemborosan energi
yang nyata. Audit energi memberikan identifikasi tentang perlunya dilakukan
audit energi rinci serta ruang lingkupnya.
Audit Energi Rinci
Audit energi rinci merupakan survey dengan memakai instrumen untuk
menyelidiki peralatan-peralatan pemakai energi, yang selanjutnya diteruskan
dengan analisa secara rinci terhadap masing - masing komponen, peralatan, grup grup komponen yang melengkapi bangunan guna mengidentifikasi jumlah energi
yang dikonsumsi oleh peralatan, komponen, bagian-bagian tertentu dari bangunan,
sehingga pada akhirnya dapat disusun aliran energi keseluruhan bangunan.
Prosedur audit energi rinci dapat dibagi kedalam delapan langkah utama
sebagai berikut:
1 Perencanaan yaitu merencanakan audit secara teliti, mengidentifikasi bagianbagian atau peralatan-peralatan utama pengguna energi dan merencanakan
pemakaian waktu yang tersedia secara efisien bagi tim audit.
2 Pengumpulan data dasar yaitu mengumpulkan data dasar yang tersedia,
meliputi penggunaan energi dan kegiatan produksi dan jadwal penggunaan
gedung.
8
3
4
5
6
7
8
Data pengujian peralatan yaitu melakukan pengujian operasi dan mendapatkan
data baru pada kondisi operasi yang sebenarnya.
Analisa data yaitu menganalisa data yang telah dikumpulkan, termasuk
menggambarkan grafik energi spesifik, menghitung efisiensi peralatan dan
membuat sistem balance dan electricity balance.
Rekomendasi tanpa biaya/dengan biaya rendah yaitu mengidentifikasi caracara operasi, pemeliharaan dan housekeeping yang akan menghilangkan
pemborosan energi atau memperbaik efisiensi.
Investasi modal yaitu mengidentifikasi peluang penghematan energi yang
memerlukan investasi.
Rencana pelaksanaan yaitu menggambarkan dengan jelas rencana pelaksanaan
yang memuat semua langkah yang diperlukan oleh perusahaan untuk
menerapkan rekomendasi.
Laporan yaitu menyusun laporan untuk manajemen, menyimpulkan temuan
hasil audit, rekomendasi yang dibuat dan rencana pelaksanaan/implementasi.
Parameter Audit Energi
Intensitas Konsumsi Energi
IKE listrik merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan besarnya
pemakaian energi dalam bangunan gedung per meter persegi per bulan atau per
tahun. Nilai IKE ini penting untuk dijadikan tolak ukur dalam menghitung potensi
penghematan energi yang mungkin diterapkan di tiap ruangan atau seluruh area
bangunan. Melalui perbandingan nilai IKE bangunan gedung dengan standar bisa
diketahui tingkat efisiensi sebuah ruangan atau keseluruhan gedung dalam proses
konservasi energi. Persamaan yang digunakan untuk menghitung IKE sebagai
berikut.
IKE (kWh/m2) = Total konsumsi energi listrik ……………………….(1)
Luas area
Menurut Pedoman Pelaksanaan Konservasi Energi dan Pengawasannya di
lingkungan Departemen Pendidikan Nasional yang diacu dari Standar Nasional
Indonesia (SNI), nilai IKE dari suatu bangunan gedung digolongkan dalam dua
kriteria, yaitu untuk bangunan ber–AC (Tabel 2) dan bangunan tidak ber-AC
(Tabel 3).
Tabel 2 Kriteria IKE bangunan gedung tidak ber-AC
Kriteria
Efisien
(0,84 – 1,67)
2
kWh/m /bulan
Cukup Efisien
(1,67 – 2,5)
2
kWh/m /bulan
Boros
(2,5 – 3,34)
2
kWh/m /bulan
Keterangan
Pengelolaan gedung dan peralatan energi dilakukan dengan prinsip
konservasi energi listrik
b) Pemeliharaan peralatan energi dilakukan sesuai dengan prosedur
c) Efisiensi penggunaan energi masih mungkin ditingkatkan melalui
penerapan sistem manajemen energi terpadu
a) Penggunaan energi cukup efisien namun masih memiliki peluang
konservasi energi
b) Perbaikan efisiensi melalui pemeliharaan bangunan dan peralatan
energi masih dimungkinkan
a) Audit energi perlu dilakukan untukmenentukan langkah-langkah
pernbaikan sehingga pemborosan energi dapat dihindari
b) Desain bangunan maupun pemeliharaan dan pengoperasian
gedung belum mempertimbangkan konservasi energi
a)
9
Lanjutan Tabel 2
Kriteria
Sangat Boros
(3,34 – 4,17)
2
kWh/m /bulan
Keterangan
Instalasi peralatan, desain pengoperasian, dan pemeliharaan tidak
mengacu pada penghematan energi
b) Agar dilakukan peninjauan ulang atas semua instalasi /peralatan
energi serta penerapan manajemen energi dalam pengelolaan
bangunan
c) Audit energi adalah langkah awal yang perlu dilakukan
a)
Kriteria IKE bangunan gedung ber-AC disajikan pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3 Kriteria IKE bangunan gedung ber-AC
Kriteria
Sangat Efisien
(4,17 – 7,92)
2
kWh/m /bulan
a)
b)
Efisien
(7,93 – 12,08)
2
kWh/m /bulan
a)
Cukup Efisien
(12,08 – 14,58)
2
kWh/m /bulan
a)
Agak Boros
(14,58 – 19,17)
2
kWh/m /bulan
a)
b)
b)
b)
Keterangan
Desain gedung sesuai standar tata cara perencanaan teknis
konservasi energi
Pengoperasian peralatan energi dilakukan dengan prinsipprinsip manajemen energi
Pemeliharaan gedung dan peralatan energi dilakukan sesuai
prosedur
Efisiensi energi masih mungkin ditingkatkan melalui penerapan
sistem manajemen energi terpadu
Penggunaan energi cukup efisien melalui pemeliharaan
bangunan dan peralatan energi masih memungkinkan
Pengoperasian
dan
pemeliharaan
gedung
belum
mempertimbangkan prinsip konservasi energi
Audit energi perlu dipertimbangkan untuk menentukan
perbaikan efisiensi yang mungkin dilakukan
Desain bangunan maupun pemeliharaan dan pengoperasian
gedung belum mempertimbangkan konservasi energi
Bila IKE hasil perhitungan telah dibandingkan dengan IKE standar
ternyata hasilnya sama atau kurang dari target IKE, maka kegiatan audit energi
selanjutnya dapat dihentikan atau diteruskan dengan harapan diperoleh nilai IKE
yang lebih rendah lagi. Sedangkan audit energi rinci dapat dilakukan bilamana
nilai IKE yang diperoleh lebih besar dari target nilai IKE standar seperti yang
dicantumkan di atas (Mukhlis 2011).
Profil Beban Listrik Harian
Pengukuran profil beban listrik harian bertujuan untuk mengetahui pola
penggunaan dan pengoperasian peralatan yang menggunakan energi listrik pada
perusahaan. Profil beban listrik gedung diperoleh melalui pengukuran langsung
dengan menggunakan alat ukur Electrical Power Analyzer, pada panel utama
gedung yang diikuti dengan load survey di tiap-tiap MCB pada panel subdistribusi
dengan menggunakan Clamp on Meter. Profil beban listrik harian disajikan dalam
bentuk kurva beban yang menunjukkan hubungan antara pemakaian listrik dengan
waktu. Dengan adanya kurva beban akan terlihat seberapa besar penggunaan
listrik setiap waktunya.
Kualitas Kelistrikan
a. Faktor Daya (Cosphi)
Nilai faktor daya didefinisikan sebagai perbandingan daya nyata dengan daya
semu. Daya reaktif akan dikirim dari sumber beban, walaupun tidak akan
didata pada alat ukur energi seperti layaknya daya aktif. Magnitude dari daya
reaktif ini meningkat seiring dengan menurunnya faktor daya. Adanya energi
10
b.
c.
d.
e.
yang terbuang karena adanya daya reaktif ini menyebabkan beberapa
penyuplai listrik memberikan penalti berupa denda kepada konsumen yang
memiliki faktor daya rendah. Selain itu, keadaan ini akan meningkatkan rugirugi pada jaringan listrik karena meningkatnya arus yang dikirimkan. Oleh
karena itu penghematan energi yang cukup signifikan dapat dilakukan dengan
meningkatkan faktor daya. Peningkatan faktor daya dapat dilakukan dengan
pemasangan kapasitor paralel pada sisi beban.
Di Indonesia nilai faktor daya (cosphi) yang diijinkan oleh PLN agar tidak
terjadi denda KVAr di atas 85 persen. Nilai cosphi tersebut ditetapkan karena
penyedia listrik harus mengirimkan daya kompleks (kVA) yang lebih besar
untuk memenuhi kebutuhan energi listrik atau daya aktif yang tetap apabila
faktor daya buruk.
Arus Listrik
Arus listrik merupakan gerakan kelompok partikel bermuatan listrik dalam
arah tertentu. Besaran ini mempunyai satuan Ampere. Alat yang digunakan
untuk mengukur arus listrik adalah Amperemeter.
Nilai ketidakseimbangan arus merupakan salah satu parameter yang diukur
untuk mengetahui kualitas sistem kelistrikan. Nilai ketidakseimbangan arus
tidak boleh melebihi 20 persen. karena jika nilai ketidakseimbangan arus
melebihi nilai standar akan mengakibatkan Transformator Harmonic Derating
Factor (THDF) menjadi tinggi, timbul arus netral, dan isolasi menjadi panas
serta akan mempengaruhi kinerja trafo distribusi.
Tegangan Listrik
Tegangan listrik adalah beda potensial antara dua penghantar yang bermuatan
listrik. Besaran ini mempunyai satuan Volt. Alat yang digunakan untuk
mengukur tegangan adalah voltmeter.
Tegangan listrik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tegangan fasa-netral dan
fasa-fasa. Tegangan fasa-netral adalah beda tegangan antara fasa dengan
netral, yaitu R-N, S-N dan T-N. sedangkan, tegangan fasa-fasa adala beda
potensial antara fasa yang satu dengan yang lain, yaiut R-S, R-T dan S-T.
standar untuk tegangan fasa-netral yaitu 220 V.
Nilai tegangan listrik merupakan hal penting dalam sistem kelistrikan karena
bilai nilai ketidakseimbangan tegangan diatas nilai standar maka kinerja
motor-motor listrik menjadi turun serta akan cepat mengalami kerusakan.
Nilai ketidakseimbangan tegangan tidak boleh melebihi 3 persen.
Ketidakseimbangan tegangan yang tinggi akan menimbulkan arus
tidakseimbang yang menyebabkan motor menjadi panas.
Frekuensi
Frekuensi listrik adalah jumlah siklus arus bolak-balik per detik. Beberapa
negara termasuk Indonesia menggunakan frekuensi listrik standar sebesar 50
Hz. Salah satu parameter kualitas sumber listrik yang baik adalah mempunyai
frekuensi yang konstan. Ferkuensi dapat berubah-ubah, seperti halnya
tegangan. (Rao Cen 1990).
Distrorsi Harmonik
Harmonisa merupakan gangguan yang terjadi pada sistem distribusi tenaga
listrik akibat terjadinya distorsi gelombang arus dan tegangan. Pada dasarnya,
harmonik adalah gejala pembentukan gelombang-gelombang dengan frekuensi
berbeda yang merupakan perkalian bilangan bulat dengan frekuensi dasarnya
11
(Surya 2010). Hal ini disebut frekuensi harmonik yang timbul pada bentuk
gelombang aslinya sedangkan bilangan bulat pengali frekuensi dasar disebut
angka urutan harmonik.
Harmonisa tegangan dan arus adalah komponen-komponen gelombang sinus
dengan frekuensi dan amplitudo yang lebih kecil dari gelombang asalnya.
Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE) 159 menetapkan
THDV dan THDI minimum 15 persen. Tingkat harmonisa yang melewati
standar dapat menyebabkan terjadinya peningkatan panas pada peralatan.
Bahkan pada kondisi terburuk dapat terjadi gangguan bahkan kerusakan
permanen pada beberapa peralatan elektronik yang sensitif termasuk
komputer. Selain itu juga dapat menyebabkan berkurangnya umur peralatan.
Audit Energi Selubung Bangunan
Komponen pemakaian energi terbesar dalam suatu bangunan gedung
adalah sistem pendingin. Air conditioning mencapai 50 – 70 persen dari seluruh
energi listrik yang digunakan. Oleh karena itu sasaran dari penghematan energi
dalam bangunan gedung seharusnya ditujukan pada optimasi sistem tata udara.
Efisiensi sistem tata udara dapat dilakukan antara lain dengan cara memperkecil
beban pendinginan serta pemilihan sistem kontrol tata udara yang tepat.
Beban pendinginan dari suatu bangunan gedung yang dikondisikan terdiri
dari beban internal yaitu yang ditimbulkan oleh lampu, penghuni serta peralatan
lain yang menimbulkan panas, dan beban eksternal yaitu panas yang masuk dalam
bangunan akibat radiasi matahari dan konduksi melalui selubung bangunan.
Untuk membatasi beban eksternal, selubung bangunan dan bidang atap
merupakan elemen penting yang harus diperhitungkan dalam penggunaan energi
(Loekita 2006). Karena fungsinya sebagai selubung eksternal itulah maka
kriteria-kriteria konservasi energi perlu dipertimbangkan dalam proses desain
suatu bangunan khususnya yang menyangkut perancangan bidang-bidang ekterior
dalam hubungannya dengan penampilan tampak bangunan.
Untuk mengurangi beban eksternal Badan Standarisasi Nasional Indonesia
menentukan kriteria desain selubung bangunan yang dinyatakan dalam Harga Alih
Termal Menyeluruh (Overall Thermal Transfer Value, OTTV) yaitu OTTV ≤ 45
Watt/m2. Ketentuan ini berlaku untuk bangunan gedung yang dikondisikan dan
dimaksudkan untuk memperoleh desain selubung bangunan yang dapat
mengurangi beban eksternal sehingga menurunkan beban pendinginan.
Perancangan selubung bangunan yang optimal dapat menghasilkan penggunaan
energi yang efisien tanpa harus mengurangi dan mengubah fungsi bangunan,
kenyamanan dan produktivitas kerja penghuni, serta mempertimbangkan aspek
biaya.
Konsep OTTV mencakup tiga elemen dasar perpindahan panas melalui
selubung luar bangunan yaitu: konduksi panas melalui dinding tidak tembus
cahaya, radiasi matahari melalui kaca, dan konduksi panas melalui kaca. Nilai
perpindahan termal menyeluruh (OTTV) untuk setiap bidang dinding luar
bangunan gedung dengan orientasi tertentu dapat dihitung melalui persamaan:
12
OTTVi = α [Uw x (1-WWR)] x TDek+(SC x WWR x SF)+(Uf x WWR x ΔT)…(2)
dimana:
OTTVi = nilai perpindahan panas termal menyeluruh pada dinding luar yang
memiliki arah atau
orientasi tertentu (Watt/m2)
α
= absorbtansi radiasi matahari
Uw
= transmitansi termal dinding tak tembus cahaya (Watt/m2.oK)
WWR = perbandingan luas jendela dengan luas seluruh dinding luar pada
orientasi yang
ditentukan
TDek = beda temperatur ekivalen (oK)
SC
= koefisien peneduh dari sistem fenestrasi
SF
= faktor radiasi matahari (Watt/m2)
Uf
= transmitansi termal fenestrasi (Watt/m2.oK)
ΔT
= beda temperatur perencanaan antara bagian luar dan bagian dalam
(diambil 5oK).
Untuk mengitung OTTV seluruh dinding luar, hasil perhitungan OTTV pada
semua bidang luar dijumlahkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
𝑛
(Aoi x OTTVi)
OTTV =
……………………………….. (3)
𝑖=1
𝑛
Aoi
𝑖=1
dimana:
= luas dinding pada bagian dinding luar i (m2). Luas ini termasuk semua
permukaan dinding tak tembus cahaya dan luas permukaan jendela yang
terdapat pada bagian dinding tersebut.
OTTVi = nilai perpindahan termal menyeluruh pada bagian dinding luar i sebagai
hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan (1)
Aoi
Audit Energi Sistem Tata Udara
Sistem tata udara adalah suatu proses mengolah udara untuk
mengendalikan temperatur ruangan, kelembaban relatif, kualitas udara, dan
penyegarannya untuk menjaga persyaratan kenyamanan bagi penghuni ruangan.
jika seseorang berada di dalam suatu ruangan tertutup untuk jangka waktu yang
lama, maka pada suatu ketika akan merasa kurang nyaman, begitu juga ketika
berada pada ruang terbuka pada siang hari dengan sinar matahari mengenai tubuh
akan terasa kurang nyaman. Hal ini diakibatkan dua hal utama yakni temperatur
dan kelembaban udara tersebut tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tubuh.
Kondisi suhu dan kelembaban dalam suatu ruangan sangat mempengaruhi
kenyamanan penghuni yang berada di ruangan tersebut. Rasa nyaman dapat
diperoleh apabila suhu ruangan berkisar antara 24oC – 27oC dan dengan
13
kelembaban udara antara 55 - 65 persen (BSN 2011). Untuk mencapai kondisi
yang diinginkan tersebut maka digunakan peralatan penyejuk udara seperti kipas
angin dan air conditioning (AC).
Sistem pengkondisian udara atau air conditioning di sebuah gedung
komersial merupakan peralatan pengguna energi terbesar di sektor komersial. Dari
berbagai survey yang dilakukan diperkirakan bahwa sekitar 70 persen penggunaan
energi listrik di gedung adalah digunakan sebagai sistem pendingin. Oleh karena
itu penghematan energi di sistem pendingin udara akan sangat efektif untuk
menurunkan penggunaan energi secara keseluruhan (BPPT 2012). Audit energi
sistem tata udara bertujuan untuk mengetahui kondisi suhu dan kelembaban suatu
ruangan serta mengetahui efisiensi peralatan penyejuk udara.
Sebuah bangunan gedung komersial yang besar pada umumnya
menggunakan sistem pendingin terpusat. Sistem ini secara garis besar dibagi
menjadi dua, berdasarkan tipe pendinginan chillernya yaitu chiller berpendingin
udara (air cooled chiller) dan chiller berpendingin air (water cooled chiller).
Menurut Ashrae (2009) peralatan pengkondisian udara saat ini berada pada nilai
performa 2.8 – 3.45 untuk jenis pengkondisian udara air cooled dan 4.2 – 6.4
untuk jenis pengkondisian udara water cooled.
Pada Air Conditioning (AC) dikenal istilah Coefficient of Performance
(COP) dan Energy Efficiency Ratio (EER). Koefisien kinerja pendinginan
merupakan angka perbandingan antara laju aliran kalor yang diserap oleh sistem
pendinginan dengan laju aliran energi yang dimasukkan ke dalam sistem tersebut.
Sedangkan rasio efisiensi energi (Energy Efficiency Ratio/EER) merupakan
perbandingan antara kapasitas pendinginan neto peralatan pendingin (Btu/jam)
dengan seluruh masukan energi listrik (Watt) pada kondisi operasi yang
ditentukan. Bila digunakan satuan yang sama untuk kapasitas pendingin dan
masukan energi listrik, nilai EER sama dengan COP.
Kinerja siklus refrigerasi biasanya digambarkan oleh koefisien kinerja
(COP), yang didefinisikan sebagai manfaat dari siklus (jumlah panas yang
dihilangkan) dibagi dengan masukan energi yang dibutuhkan untuk siklus operasi.
COP = efek pendinginan (kW)
Energi input (kW)
…………………………………………….. (4)
Sedangkan efisiensi adalah kapasitas dalam watt dibagi dengan masukan
dalam watt. Untuk pengatur temperatur udara ruangan, disebut sebagai rasio
efisiensi energi (EER) atau koefisien kinerja (COP). Untuk mengkonversi EER ke
COP, kalikan EER dengan 0,293.
EER = Efek pendinginan (Btu/Jam) …………………………………………. (5)
Energi input (W)
Penerapan konservasi energi listrik pada sistem pendinginan udara bisa
dilakukan dengan berbagai macam cara, mulai dari pengaturan penetapan
temperatur udara ruangan hingga sikap yang perlu diterapkan dalam pelaksanaan
penerapan pola menejmen energi yang hemat (Handoko dkk 2012).
14
Audit Energi Sistem Tata Cahaya
Menurut Standar Nasional Indonesia, pencahayaan adalah jumlah
penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan
secara efektif. Tata cahaya bangunan gedung sangat penting bagi kegiatan bisnis
karena memiliki dampak terhadap produktivitas para pekerja di dalam bangunan
gedung tersebut. Pencahayaan yang baik dan memadai merupakan salah satu hal
penting yang diperlukan agar pekerjaan yang berlangsung di dalamnya
berlangsung efisien dan aman. Selain itu, pencahayaan yang baik berguna untuk
menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan.
Tingkat penerangan pada tiap pekerjaan berbeda tergantung sifat dan jenis
pekerjaan (Tabel 4). Sebagai contoh gudang memerlukan intensitas penerangan
yang lebih rendah dari tempat kerja administrasi, dimana diperlukan ketelitian
yang lebih tinggi. Besarnya intensitas cahaya dapat diukur dengan menggunakan
lux meter. Satuan dari intensitas cahaya disebut lumen/m2 atau sering dikatakan
lux.
Tabel 4 Tingkat pencahayaan lingkungan kerja
Jenis Kegiatan
Pekerjaan kasar dan tidak
terus menerus
Tingkat
pencahayaan
minimal
100
Pekerjaan kasar dan terusmenerus
Pekerjaan rutin
200
Pekerjaan agak halus
500
Pekerjaan halus
1000
300
Keterangan
Ruang
penyimpanan
dan
ruang
peralatan/intalasi
yang
memerlukan
pekerjaan kontinyu
Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar
Ruang
administrasi,
ruang
kontrol,
pekerjaan mesin dan perakitan/penyusun
Pembuatan gambar atau bekerja dengan
mesin kantor, pekerjaan pemeriksaan atau
pekerjaan dengan mesin
Pemilihan warna, pemrosesan tekstil,
pekerjaan mesin halus dan perakitan halus
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2011)
Untuk mengetahui efisiensi dan peluang konservasi energi pada sistem tata
cahaya perlu dilakukan audit energi sistem tata cahaya. Audit energi sistem tata
cahaya ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kuat penerangan dalam suatu
ruangan. Selain untuk mengetahui tingkat kuat penerangan dalam suatu ruangan,
audit energi sistem tata cahaya juga bertujuan untuk mengetahui efisiensi
penggunaan energi untuk sistem pencahayaan dalam suatu ruangan yang dapat
diperoleh dengan mengukur intensitas daya penerangan yang dinyatakan dalam
satuan Watt/m2.
Anderson (2003) menyatakan bahwa audit energi pada sistem tata cahaya
dapat mengungkapkan pemborosan energi yang disebabkan oleh kesalahan –
kesalahan umum pada desain sistem tata cahaya yang antara lain.
1 Inefisiensi luminer; terjadi dimana lampu yang digunakan memiliki intensitas
daya tinggi tetapi menghasilkan iluminasi yang rendah.
2 Pencahayaan berlebihan; terjadi ketika output iluminasi melebihi dari yang
diperlukan
15
3
Menghasilkan panas yang berlebihan; sehingga panas yang dihasilkan oleh
sistem tata cahaya perlu diimbangi oleh pengkondisian udara
4 Kerugian transmisi; apabila luminer terpasang jauh dari tempat kerja,
menyebabkan intensitas pencahayaan menjadi rendah.
Berkaitan dengan konservasi energi, SNI 6197:2011 menetapkan daya
listrik maksimum untuk pencahayaan pada ruang kerja adalah sekitar 12 Watt/m2
(Tabel 5). Artinya bahwa pada setiap luasan area 1 m2, total daya maksimum
untuk lampu penerangan yang dapat dipergunakan adalah sebesar 12 Watt.
Tabel 5 Daya listrik maksimum untuk pencahayaan di gedung kantor menurut
SNI 6197 tahun 2011.
Daya pencahayaan Maks. (W/m2)
13
13
12
12
12
20
6
12
4
4
Fungsi Ruangan
Ruang Resepsionis
Ruang Direktur
Ruang Kerja
Ruang Komputer
Ruang Rapat
Ruang Gambar
Ruang Arsip
Ruang Arsip Aktif
Ruang Tangga Darurat
Ruang Parkir
Sumber: BSN (2011)
Untuk mengkaji kesesuaian kuat pencahayaan pada ruangan dalam suatu
bangunan gedung, Badan Standarisasi Nasional juga mengeluarkan SNI
6197:2011 (konservasi energi pada sistem pencahayaan), sesuai jenis bangunan
dan peruntukkannya (Tabel 6).
Tabel 6 Tingkat pencahayaan rata-rata, rederensi dan temperatur warna yang
direkomendasikan untuk gedung kantor menurut SNI 6197 tahun 2011
Fungsi Ruangan
Ruang Resepsionis
Ruang Direktur
Ruang Kerja
Ruang Komputer
Ruang Rapat
Ruang Gambar
Ruang Arsip
Ruang Arsip Aktif
Ruang Tangga Darurat
Ruang Parkir
Tingkat pencahayaan maks. (lux)
300
350
350
350
300
750
150
300
150
100
Sumber: Badan Standarisai Nasional (2011)
Tarif Dasar Listrik
Tarif dasar listrik adalah tarif yang dikenakan oleh pemerintah untuk para
pelanggan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Berdasarkan Peraturan Presiden
Nomor 30 tahun 2012 telah ditetapkan tarif dasar listrik yang diberlakukan sama
di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Karena PT. PHE termasuk ke dalam golongan untuk bisnis besar pada
tegangan menengah (B3-TM) kontrak daya sebesar 2770 kVA maka tarif dasar
listrik yang diberlakukan seperti pada Tabel 7.
16
Tabel 7 Tarif dasar listrik untuk keperluan bisnis berlaku Juli – September 2013
No
Gol
Tarif
Batas
Daya
1
B-1/TR
450 VA
Biaya Beban
(Rp/kVA/bln
23.500
2
B-1/TR
900 VA
26.500
3
4
B-1/TR
B-1/TR
*)
*)
5
B-2/TR
1.300 VA
2.200 VA s.d. 5.500
VA
6.600 VA s.d. 200
kVA
6
B-3/TM
Di atas 200 kVA
**)
***)
Reguler
Biaya Pemakaian (Rp/kWh)
dan Biaya kVArh (Rp/kVArh)
Blok I : 0 s.d. 30 kWh : 254
Blok II: di atas 30 kWh : 420
Blok I : 0 s.d. 108 kWh : 420
Blok II: di atas 108 kWh: 465
921
1048
Blok I:0 s.d 60 jam nyala = 1,310
Blok II:di atas 60 jam nyala:
1,380
Blok WBP = K x 975
Blok LWBP=975
kVArh
= 1,067****)
Pra
Bayar
535
630
920
1048
1347
-
Sumber: PLN (2012)
Catatan:
*) diterapkan Rekening Minimum (RM):
RM 1 = 40 (jam nyala) x daya tersambung (kVA) x biaya pemakaian
**) diterapkan Rekening Minimum (RM):
RM 2 = 40 (jam nyala) x daya tersambung (kVA) x biaya pemakaian Blok 1
***) diterapkan Rekening Minimum (RM):
RM 3 = 40 (jam nyala) x daya tersambung (kVA) x biaya pemakaian LWBP
Jam nyala : kWh per bulan dibagi dengan kVA tersambung.
****) Biaya kelebihan pemakaian daya reaktif (kVArh) dikenakan dalam hal faktor daya
rata-rata setiap bulan kurang dari 0,85 (delapan puluh lima per seratus).
K
: Faktor perbandingan antara harga WBP dan LWBP sesuai dengan karakteristik
beban sistem kelistrikan setempat (1,4 ≤ K≤ 2), ditetapkan oleh Direksi PT.PLN
WBP : Waktu Beban Puncak
LWBP : Luar Waktu Beban Puncak
Studi Kelayakan Program Konservasi Energi
Studi kelayakan dalam konservasi energi adalah suatu proses mengkaji
aspek-aspek suatu sistem energi. Untuk mengetahui pengelolaan energi yang telah
ada tersebut tergolong masih layak dilaksanakan ataukah perlu dimodifikasi atau
retrofitting maupun perlu diganti dengan teknologi baru (Kemenperin 2011).
Pada penelitian ini studi kelayakan konservasi energi fokus terhadap
analisa finansial yang terdiri dari skema pendanaan proyek dan simulasi model
finansial. Skema pendanaan proyek berisi analisa biaya investasi untuk proyek
konservasi energi dan alternatif komposisi pendanaan antara modal dan hutang
serta skema project company yang akan diterapkan. Sedangkan simulasi model
finansial berupa penyusunan model untuk menentukan kelayakan investasi dengan
skema pembiayaan proyek yang dipilih.
Hasil studi kelayakan dalam konservasi energi sangat bergantung pada
pembacaan dan pengukuran sistem energi yang ada. Oleh karena itu data audit
energi yang diperoleh arus benar-benar merepresentasikan kondisi energi beserta
subsistem yang mendukung berupa data peralatan, kelistrikan dan lain-lain
(Kemenperin 2012).
17
Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu
Siswono dan Zulkarnaen (2009) meneliti tentang Konservasi Energi
Listrik pada Bangunan Kantor BAPPEDA Kotamadya Daerah tingkat II Bandung.
Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui profil konsumsi energi
listrik, kandungan harmonisa beban, dan memberikan solusi penghematan.
Metode konservasi yang digunakan yaitu audit energi, analisas IKE, potensi dan
peluang penghematan energi listrik. Hasil analisa dari penelitian ini menunjukkan
bahwa Air Conditioning (AC) merupakan elemen sistem yang mengkonsumsi
energi listrik paling besar yaitu sekitar 54 persen.
Karnoto (2008) meneliti tentang Efisiensi Energi Litrik Kampus Undip
Tembalang. Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan konsumsi
energi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa fakultas pelanggan berdasarkan
kapasitas energi yang terpasang belum sesuai dengan penggunaannya.
Rekomendasi dari penelitian ini berupa penurunan langganan PLN sebagai
alternatif efisiensi pemakaian energi listrik untuk FMIPA dari 345 kVA menjadi
197 kVA dan penurunan langganan FPIK, FKM, Fakultas Psikologi dari 240 kVA
menjadi 131 kVA.
Rizkani dan Ciptomulyono (2012) melakukan Audit Energi dengan
Pendekatan Metode MCDM-PROMETHEE untuk Konservasi serta Efisiensi
Listrik di Rumah Sakit Haji Surabaya. Analisis yang digunakan adalah analisis
audit energi, analisis pemakaian energi listrik, analisis perhitungan IKE, analisis
ANP dan Promethee. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut menunjukkan
bahwa (1) hasil audit energi listrik pada RSU Haji Surabaya, termasuk dalam
klasifikasi cukup efisien dengan nilai IKE 17.468 kWh/m2/bulan; (2) Unit cost
pemakaian energi listrik per pasien 29,263 kwh/pasien dan telah sesuai standar
yang telah ditetapkan pihak manajemen rumah sakit; (3) terdapat empat jenis
alternatif peluang penghematan energi yang dapat diterapkan antara lain:
perubahan SOP fasilitas rumah sakit, penyesuaian desain bangunan rumah sakit,
penerapan teknologi hemat energi, dan pelatihan dan pengembangan sumberdaya
manusia; (4) pada perhitungan bobot kriteria menggunakan metode ANP, kriteria
yang memiliki bobot paling besar adalah kriteria kenyamanan pelanggan;
(5) alternatif penghematan energi yang direkomendasikan untuk diterapkan adalah
perubahan SOP rumah sakit.
Mukhlis (2011) meneliti tentang Evaluasi Penggunaan Energi Listrk pada
Bangungan Gedung di Lingkungan Universitas Tadulako. Untuk mencapai tujuan
penelitiannya digunakan metodologi berupa observasi langsung melakukan
pengukuran luas ruangan dan mendata seluruh jumlah peralatan listrik yang ada
pada suatu ruangan disamping membagikan format pengisian data peralatan pada
setiap ruangan. setelah data terkumpul kemudian dilakukan perhitungan IKE.
Hasil analisis memperlihatkan bahwa dari 136 ruangan yang diteliti, sebanyak 72
ruangan ber-AC dan 64 ruangan tidak ber-AC. Jumlah ruangan yang nilai IKEnya masuk kategori agak boros 29 dengan peluang penghematan Rp 3,704,263;
jumlah ruangan yang nilai IKE-nya masuk kategori boros 42 dengan peluang
penghematan Rp 4,989,749; Jumlah ruangan yang nilai IKE-nya masuk kategori
sangat boros 65 dengan peluang penghematan Rp 8,992,210; bila peluang
penghematan dari 136 ruangan diimplementasikan maka universitas tersebut dapat
menghemat biaya listrik sebanyak Rp 17,686,222 perbulan. Ringkasan dari uraian
berbagai hasil penelitian tersebut disajikan pada Tabel 8.
18
Tabel 8 Kajian penelitian terdahulu
Peneliti dan
Tahun
Siswono dan
Zulkarnaen
(2009)
Karnoto
(2008)
Analisis Data
Hasil Penelitian
Audit energi,
Intensitas Konsumsi
Energi, Potensi
penghematan dan
peluang penghematan
energi listrik
Audit Energi
Ditemukan nilai konsumsi energi terbesar
yaitu pada
Air Conditioning dengan
persentasi konsumsi energi listrik sebesar 54
persen
Rizkani dan
analisis audit energi,
Ciptomulyono analisis pemakaian
(2012)
energi listrik, analisis
perhitungan IKE,
analisis ANP dan
Promethee
Mukhlis
(2012)
Observasi langsung
dan survei, serta
perhitungan nilai IKE
Alternatif
efisiensi
energi
dengan
menurunkan langganan PLN, untuk FMIPA
dari 345 KVA menjadi 197 KVA dan FPIK,
FKM, fakultas Psikologi dari 240 KVA
menjadi 131 KVA.
RSU Haji Surabaya termasuk dalam
klasifikasi cukup efisien; Unit cost
pemakaian energi listrik per pasien 29,263
kwh/pasien dan telah sesuai standar yang
telah ditetapkan pihak manajemen rumah
sakit; terdapat 4 jenis alternatif peluang
penghematan energi yang dapat diterapkan
antara lain: (1) perubahan SOP fasilitas (2)
penyesuaian desain bangunan (3) penerapan
teknologi hemat energi, pelatihan dan
pengembangan SDM; (4) pada analisis ANP,
kriteria dengan bobot tertinggi adalah
kenyamanan pelanggan; (5) alternatif
penghematan energi yang direkomendasikan
untuk diterapkan adalah perubahan SOP .
Jumlah ruangan yang diteliti sebanyak 136
ruangan terdiri atas 72 ruangan ber-AC dan
64 ruangan tidak ber-AC. Jumlah ruangan
yang nilai IKE-nya masuk kategori agak
boros 29 dengan peluang penghematan Rp
3,704,263; jumlah ruangan yang nilai IKEnya masuk kategori boros 42 dengan peluang
penghematan Rp 4,989,749; Jumlah ruangan
yang nilai IKE-nya masuk kategori sangat
boros 65 dengan peluang penghematan Rp
8,992,210; bila peluang penghematan dari
136 ruangan diimplementasikan maka
universitas tersebut dapat menghemat biaya
listrik sebanyak Rp 17,686,222 perbulan.
Alur Pikir Studi
Energi listrik memiliki manfaat yang strategis sebagai dalam sektor
pembangunan dan perekonomian. Sehingga penggunaan energi listrik di
lingkungan bisnis maupun industri merupakan hal yang mutlak dan tak dapat
dihindari. Namun disisi lain harga energi listrik semakin mahal yang ditandai
dengan naiknya tarif dasar listrik akibat menipisnya sumber energi fosil yang
19
mempengaruhi jumlah suplai energi tersebut. Kondisi ini mengharuskan para
pelaku usaha di sektor industri maupun bisnis mengurangi biaya energi melalui
implementasi efisiensi energi. Sebab kedua sektor tersebut tidak dapat
mengendalikan pasokan listrik, kelangkaan energi, dan kenaikan harga energi.
Akan tetapi faktor-faktor seperti perilaku penggunaan energi, tingkat konsumsi
serta sistem peralatan kelistrikan masih dapat dikendalikan baik oleh sektor
industri maupun sektor bisnis.
Hasil penelitian Kementerian ESDM (2011) menemukan fakta bahwa
sekitar 80 persen masalah pemborosan energi disebabkan oleh faktor manusia dan
20 persen disebabkan oleh faktor teknis. Penyebab pemborosan energi tersebut
dapat dicapai dengan menerapkan program konservasi atau efisiensi energi.
Efisiensi energi penekanannya lebih manajemen energi dari sisi permintaan.
Karena, keberhasilan penggunaan energi secara efisien sangat dipengaruhi oleh
perilaku, kebiasaan, kedisplinan dan kesadaran terhadap efisiensi energi. Efisiensi
energi juga dapat dilakukan dengan cara lain diantaranya melakukan perawatan
dan perbaikan pada alat-alat yang mengkonsumsi energi, menggunakan teknologi
yang efisiensi energi, mengaplikasikan teknologi proses yang hemat energi dan
lain-lain. Dalam rangka untuk mencapai efisiensi penggunaan energi listrik maka
perlu dilakukan langkah-langkah konservasi energi. Bagi PT. PHE program
konservasi energi atau efisiensi energi disamping untuk mengurangi biaya energi
juga ditujukan dalam rangka memenuhi syarat penilaian PROPER tahun 2013.
Pada tahun 2012 pada bangunan gedung PT. PHE menunjukkan nilai IKE
rata-rata perbulan di atas ambang nilai efisien yaitu 12.45 kWh/m2/bulan,
sementara nilai batasan efisien berkisar antara 7.93 – 12.08 kWh/m2/bulan.
Apabila ingin menerapkan efisiensi energi maka PT. PHE perlu melakukan
langkah evaluasi melalui audit energi.
Pelaksanaan audit energi merupakan langkah awal untuk memulai
manajemen energi yang baik. Melalui audit energi akan diperoleh data yang
konkrit mengenai kondisi peralatan yang ada pada gedung, profil konsumsi
energi, dan peluang konservasi energi. Dari data-data tersebut dapat dianalisa
sejauhmana peluang penghematan energi yang akan dicapai dan nilai uang yang
dapat dihemat.
Berdasarkan uraian tersebut maka langkah-langkah yang dilakukan
selanjutnya adalah melakukan audit energi dengan mengumpulkan data konsumi
energi, peralatan energi, luas bangunan dan melakukan pengukuran energi. data
yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif dengan menggunakan
pendekatan accounting base analysis. Dari analisis tersebut maka akan diajukan
rekomendasi konservasi atau langkah-langkah efisiensi energi. Pemikiran tersebut
dapat dibuat skema seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
20
Faktor yang dapat dikendalikan:
1. Tingkat konsumsi energi listrik
2. Beban listrik harian
3. Perilaku pengguna energi listrik
Existing Problem:
1. Kenaikan harga energi listrik
2. Peringkat PROPER PT. PHE
3. Peningkatan Nilai IKE
Input:
1. Data konsumsi listrik
2. Luas bangunan
3. Data survey dan pengukuran
Metode pengumpulan data
1.
2.
3.
4.
Proses Analisis & Audit Energi:
Perhitungan nilai IKE
Kinerja alat
Identifikasi peluang hemat energi
Feasibility Study
Output:
IKE, OTTV, profil sistem tata udara, profil
sistem tata cahaya; NPV; IRR; PP;NET B/C
Outcome:
Gambar 5 Alur Pikir Studi
Rekomendasi konservasi/efisiensi energi
Impact:
1. Efisiensi energi
2. Penghematan dan konversi anggaran
3. Peningkatan daya saing
20
Gambar 2 Alur pikir studi
Faktor yang tidak dapat dikendalikan:
1. Pasokan listrik
2. Kenaikan tarif dasar listrik
3. Kelangkaan energi
Parameter Kontrol:
IKE= 7.93 – 12.08 kWh/m2/bln; Cos
θ = >0.85; Ketidakseimbangan
Tegangan=3%; Ketidakseimbangan
arus:20%; Frekuensi: 50±0.6 Hz;
Harmonisa: 15%; OTTV: ≤35W/m2;
T: 25.5±1.5; Rh: 60±5; lux: 300-350;
cd = 12 W/m2
Feedback
21
3 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013
bertempat di PT. PHE Jakarta. Penentuan lokasi penelitian ditentukan secara
sengaja dengan pertimbangan bahwa PT. PHE merupakan lembaga yang bergerak
di sektor bisnis energi yang terus mengalami perkembangan. PT. PHE juga telah
menetapkan target-target efisiensi energi setiap tahunnya. Pada tahun 2013
PT. PHE menetapkan target efisiensi energi sebesar 12.5 persen.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh
melalui observasi. Data sekunder diperoleh dengan cara mempelajari litelatur
yang relevan dengan topik penelitian. Pengambilan data sekunder diperoleh juga
dari literatur-literatur, hasil penelitian terdahulu, jurnal, artikel, data historis,
laporan fasilitas dan inventaris gedung, laporan kondisi SDM, data pembayaran
listrik serta informasi lain yang relevan.
Metode Pengumpulan Data
Berdasarkan jenis dan sumber data metode pengumpulan data yang
digunakan adalah:
a. Pengumpulan data historis
Pengumpulan data historis konsumsi energi listrik yang dicatat selama ini oleh
pihak pengelola dapat memberikan informasi berharga bagi peneliti untuk
mengetahui variasi konsumsi dan kebutuhan energi listrik. Data harian atau
data bulanan dikumpulkan, sehingga dapat diketahui konsumsi dan biaya
energi listrik. Data-data historis sistem kelistrikan biasanya dikumpulkan
melalui rekening listrik bulanan selama setahun. Selain itu data yang
dikumpulkan berupa denah bangunan, denah instalasi pencahayaan, diagram
garis tunggal listrik, dan tingkat hunian. Berdasarkan data bangunan tersebut
dapat dihitung rincian luas bangunan dan luas bangunan total (m2), tingkat
pencahayaan ruangan (lux/m2), daya listrik total yang dibutuhkan (kVA atau
kW), intensitas daya terpasang per m2 peralatan lampu, daya listrik terpasang,
IKE dan biaya energi bangunan.
b. Pengukuran
Objek yang perlu diukur secara on-line pada sistem kelistrikan adalah: daya,
faktor daya, waktu operasi, kualitas tegangan, frekuensi, konsumsi energi dan
lainnya. Selain itu pengukuran juga dilakukan terhadap intensitas
pencahayaan, temperatur dan kelembaban ruangan, serta besaran konsumsi
energi sistem tata udara dan tata cahaya. Alat yang digunakan untuk mengukur
kelistrikan yaitu power factor analyzer dan clamp on meter, untuk mengukur
intensitas cahaya menggunakan lux meter, untuk mengukur termperatur dan
kelembaban ruangan menggunakan anemometer.
c. Survei
Survei dilakukan dengan cara mengidentifikasi jenis dan spesifikasi peralatan
yang menggunakan energi listrik di gedung perkantoran PT. PHE.
22
d. Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap pemegang jabatan yang kompeten dan
merupakan pengambil keputusan bidang energi.
Prosedur Audit Energi
Mulai
Pengumpulan dan penyusunan data
historis energi tahun sebelumnya
Audit energi awal
Data historis energi
tahun sebelumnya
Menghitung Intensitas Konsumsi
Energi (IKE) tahun sebelumnya
Periksa IKE apakah
melebihi target?
Lakukan Penelitian dan Pengukuran
Konsumsi Energi
Data Konsumsi Energi
Hasil Pengukuran
Periksa IKE apakah
melebihi target?
Audit energi
rinci
Mengenali Kemungkinan “PHE”
Analisis “PHE”
Rekomendasi “PHE”
tidak
ya
tidak
Implementasi
Periksa IKE apakah
melebihi target?
Gambar 3 Prosedur audit energi
23
Pengolahan dan Analisis Data
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan metode analisis yang digunakan dengan
tujuan untuk memperoleh gambaran secara mendalam dan objektif mengenai
obyek penelitian. Dalam upaya membantu memaparkan hasil analisis ini disajikan
dalam bentuk tabulasi, gambar, matriks sesuai dengan hasil pengamatan. Analisis
deskriptif juga dilakukan untuk mengkaji pelaksanaan program konservasi energi
dan implementasi hasil-hasil audit energi listrik yang dilakukan oleh PT. PHE.
Analisis Intensitas Konsumsi Energi
Perhitungan intensitas konsumsi energi listrik dilakukan dengan cara
membandingkan dengan standar yang telah ditetapkan dalam Standar Nasional
Indonesia (SNI). Perhitungan dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu
perhitungan IKE listrik tahunan dan IKE listrik bulanan. Dalam konteks
perhitungan IKE listrik tahunan di gedung PT. PHE dapat dihitung menggunakan
persamaan:
IKE = energi yang digunakan (kWh/tahun) ……………………………….. (6)
Luas bangunan (m2)
Sedangkan perhitungan IKE listrik bulanan dapat dihitung dengan persamaan:
IKE = energi yang digunakan (kWh/bulan) ……………………………….. (7)
Luas bangunan (m2)
Hasil perhitungan Intensitas Konsumsi Energi (IKE) listrik pada gedung
perkantoran PT. PHE akan dibandingkan dengan IKE Standar Nasional Indonesia
(SNI). Jika nilai IKE hasil pengukuran lebih besar dari IKE benchmark maka
penggunaan energi listrik semakin tidak efisien.
Analisis Peluang Hemat Energi
Apabila peluang hemat energi telah dikenali, selanjutnya perlu
ditindaklanjuti dengan analisa peluang hemat energi, yaitu dengan cara
membandingkan potensi perolehan hemat energi dengan biaya yang harus dibayar
untuk pelaksanaan rencana penghematan energi yang direkomendasikan.
Penghematan energi pada bangunan tidak berarti mengurangi tingkat kenyamanan
penghuni. Analisa peluang hemat energi dilakukan dengan upaya-upaya:
1 Mengurangi sekecil mungkin penggunaan energi (mengurangi kW dan jam
operasi)
2 Memperbaiki kinerja peralatan
3 Penggunaan sumber energi yang murah
Potensi penghematan merupakan hasil analisa IKE untuk selanjutnya
dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia jika didapati IKE lebih besar
dari IKE standar maka ada potensi penghematan.
24
Analisis Finansial
Analisis finansial bertujuan untuk mengukur konsumsi energi, biaya
penggunaan energi, penghematan energi dan studi kelayakan investasi. Melalui
analisis ini dapat diketahui besar energi yang dikonsumsi oleh suatu sistem, biaya
penggunaannya, penghematan biaya jika menerapkan konservasi energi dengan
cara tertentu, dan dapat diketahui kelayakan dari langkah konservasi energi yang
direkomendasikan berdasarkan hasil audit energi.
1 Perhitungan konsumsi dan biaya penggunaan energi
Pendekatan yang digunakan untuk mengukur konsumsi, biaya penggunaan dan
penghematan energi listrik yaitu pendekatan berdasarkan accounting based
analysis. Adapun persamaan yang digunakan untuk menghitung jumlah
konsumsi energi dalam satuan kWh adalah:
Konsumsi kWh per hari = (∑ Watt x Jam penggunaan per hari) ….…….(8)
1000
Sedangkan biaya penggunaan energi dihitung menggunakan persamaan:
Biaya energi listrik = (kWh x TDL) x ∑ Hari penggunaan …………..…(9)
2 Kelayakan finansial
Analisa kelayakan finansial terlebih dahulu harus menyusun aliran kas yang
terdiri dari arus penerimaan dan arus pengeluaran. Arus penerimaan terdiri
dari nilai penghematan energi dan nilai sisa. Arus pengeluaran terdiri dari
biaya investasi, biaya operasional, biaya pemasangan dan perawatan serta
pembayaran pinjaman dan bunga. Pengukuran arus penerimaan dan
pengeluaran akan diperoleh net benefit atau net saving. Analisis finansial
dilakukan secara kuantitatif dan alat analisis yang digunakan untuk menguji
kelayakan yaitu NPV, Net B/C, IRR dan PBP.
 Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) adalah selisih antara present value dari investasi
dengan nilai sekarang dari penerimaan kas bersih di masa yang akan datang
(Umar 2005). Rumus yang digunakan dalam menghitung NPV adalah sebagai
berikut:
n
NPV  
t 1
Bt  Ct
(1  i )t
……………………………….…………….… (10)
Keterangan:
Bt = penerimaan (benefit) pada tahun ke-t
Ct = Biaya (cost) pada tahun ke-t
n = umur proyek (tahun)
i = discount factor (%)
Penilaian kelayakan investasi berdasarkan nilai NPV terdapat tiga kriteria
investasi dalam NPV yaitu lebih besar dari nol berarti proyek menguntungkan
dan layak untuk dilaksanakan. Nilai NPV sama dengan nol berarti proyek
tidak menguntungan dan juga tidak merugi karena manfaat yang diperoleh
25
hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan. Sedangkan NPV lebih
kecil dari nil berarti proyek merugi dan lebih baik untuk tidak dilaksanakan.

Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return adalah presentase keuntungan yang akan diperoleh
perusahaan yang melakukan investasi, biasanya dinyatakan dalam persen.
tujuan perhitungan IRR adalah untuk mengetahui presentase keuntungan dari
sesuatu proyek tiap tahunnya dan menunjukkan kemampuan proyek dalam
mengembalikan bunga pinjaman. Investasi dikatakan layak jika nilai IRR
lebih besar dari tingkat diskonto, sedangkan jika nilai IRR lebih kecil dari
tingkat diskonto maka proyek tersebut tidak layak untuk dijalankan (Umar
2005). Rumus yang digunakan untuk menghitung IRR adalah:
NPV 1
(i1  i 2)
NPV 1  NPV 2
.……………..…………………….(11)
Keterangan:
i1
= Nilai diskonto pada saat NPV1
i2
= Nilai diskonto pada saat NPV2
NPV1 = Nilai NPV positif
NPV2 = Nilai NPV negatif
IRR  i 1 

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net B/C merupakan penilaian yang dilakukan untuk melihat tingkat efisiensi
penggunaan biaya berupa angka antara jumlah nilai bersih sekarang (present
value) yang positif dengan nilai bersih sekarang (present value) negatif. Net
B/C rasio menunjukkan besarnya tingkat tambahan manfaat pada setiap
tambahan biaya sebesar satu rupiah. Jika Net B/C lebih besar dari satu, maka
usaha tersebut layak untuk dilaksanakan (Umar 2005). Rumus yang digunakan
dalam menghitung Net B/C adalah:
n
NETB / C 
Bt  Ct
 (1  i)t
t 1
n
Ct  Bt

t 1 (1  i )t
………………………..…………….(12)
Keterangan:
Bt
= Penerimaan (benefit) pada tahun ke-t
Ct
= Biaya (cost) pada tahun ke-t
n
= umur proyek (tahun)
i
= discount rate (%)

Payback Periode (PP)
Periode pengembalian atau payback periode adalah suatu angka yang
mengindikasikan waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan modal
investasi awal. Biasanya dinyatakan dalam satuan tahun atau bulan. Rumus
yang digunakan untuk menghitung PBP adalah:
I
PP 
………………………………..……………..………....(13)
Ab
26
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Perusahaan
PT. PHE merupakan perusahaan yang bergerak di sektor minyak dan gas
bumi. PT. PHE didirikan pada tanggal 10 Desember 1957 dengan nama PT
Permina. Pada tahun 1961 perusahaan ini berganti nama menjadi PN Permina dan
setelah merger dengan PN Pertamin di tahun 1968 namanya berubah menjadi PN
PT. PHE. Dengan bergulirnya Undang Undang No. 8 Tahun 1971 sebutan
perusahaan menjadi PT. PHE.
Pendirian PT. PHE (Persero) dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang
tercantum dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas,
Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero),
dan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2001 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah No. 12 tahun 1998 dan peralihannya berdasarkan PP No.31 Tahun
2003 tentang pengalihan bentuk perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi
negara menjadi perusahaan perseroan.
Bangunan gedung PT. PHE ini berlokasi di Jalan Medan Merdeka Timur
No. 6 Jakarta. Gedung PT. PHE mulai dioperasikan sejak tahun 1970. Bangunan
gedung terdiri dari 17 lantai, 2 lantai basement dan 1 lantai Auditorium serta area
pendukung yang terdiri dari area koridor dan area parkir. Fungsi utama gedung
sebagai gedung perkantoran.
Luas lantai keseluruhan gedung adalah 35,841.9 m2 dengan jumlah hunian
gedung pada hari kerja rata-rata sekitar 1,005 orang, terdiri dari 567 orang
karyawan outsourcing dan 438 orang karyawan PT. PHE. Pada waktu dilakukan
audit terdapat 3 lantai gedung yang sedang dilakukan renovasi sehingga tidak ada
aktifitas pada 3 lantai tersebut. Jumlah staf yang bertanggung jawab atas
pengelolaan gedung adalah 18 orang, bertugas dibidang keteknikan, termasuk
pengelolaan energi.
Jam kerja pada PT. PHE dimulai pukul 07.00 sampai dengan 16.00 WIB
dari Senin hingga Jumat. Jam kerja akan melebihi dari waktu yang ditentukan
apabila ada permintaan lembur kerja yang diajukan karyawan dengan mengisi
fomulir yang telah tersedia.
Sistem Kelistrikan
Sumber utama kebutuhan energi listrik di PT. PHE disuplai oleh PT. PLN
dengan kontrak daya sebesar 2.770 kVA, 3 phasa tegangan 380 Volt. Daya listrik
tersebut didistribusikan melalui 2 unit trafo yang melalui 2 panel utama, terdiri
dari 1 panel untuk AC, 1 panel untuk penerangan dan stop kontak. Sistem operasi
jaringan distribusi listrik gedung dari PLN merupakan sumber energi listrik utama
dan genset sebagai cadangan apabila mengalami pemadaman dengan sistem
Change Over Switch (COS) secara otomatis.
Secara sederhana, single line diagram sistem distribusi listrik di gedung
PT. PHE ditunjukkan pada Gambar 4.
27
Gambar 4 Single line sistem distribusi listrik gedung PT. PHE
Pada Gambar 4 menunjukkan bahwa gedung kantor tersebut menggunakan
listrik dari PLN dengan 1 langganan dan 2 unit genset sebagai cadangan. Pihak
manajemen harus menjaga dokumen gambar dan label breaker sistem distribusi
listrik dan membuat SOP sistem kelistrikan agar tidak terjadi salah operasi dalam
mengoperasikan sistem distribusi listrik.
Konsumsi dan Biaya Energi Listrik
Total penggunaan energi listrik di gedung PT. PHE pada tahun 2012
mencapai 5,354,300 kWh dengan nilai total biaya Rp 4,263,466,750. Rata-rata
penggunaan energi listrik 446,191 kWh per bulan dengan rata-rata biaya listrik
bulanan Rp 355,288,895. Penggunaan energi listrik di PT. PHE tahun 2012
disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Konsumsi dan biaya listrik di gedung PT. PHE tahun 2012
Bulan
LWBP
WBP
Total
Biaya
(kWh)
(kWh)
kWh
Rp
Januari
Februari
429,300
414,850
43,350
39,750
472,650
454,600
370,749,750
355,862,250
Maret
April
Mei
422,850
428,250
401,650
39,150
39,750
41,900
462,000
468,000
443,550
361,187,250
376,118,250
401,961,750
28
Lanjutan Tabel 9
Bulan
LWBP
WBP
Total
Biaya
(kWh)
(kWh)
kWh
Rp
Juni
Juli
462,050
405,050
49,000
38,500
511,050
443,550
401,662,500
347,100,000
Agustus
September
378,250
442,500
38,150
42,850
416,400
485,350
326,606,250
380,081,250
Oktober
Nopember
374,300
389,700
30,500
36,350
404,800
426,050
325,037,500
333,168,750
Desember
Total
Rata-rata
341,750
4,890,500
407,542
24,550
463,800
38,650
366,300
5,354,300
446,192
283,931,250
4,263,466,750
355,288,895
Sumber : Rekening listrik gedung PT. PHE (data diolah 2013)
Konsumsi dan biaya listrik tertinggi terjadi pada bulan Juni 2012 sebesar
511,050 kWh dengan biaya Rp 401,662,500, dan konsumsi listrik paling rendah
terjadi pada Desember 2012 sebesar 366,300 kWh dengan biaya Rp 283,931,250.
Tingginya konsumsi dan biaya energi listrik pada bulan Juni 2012 disebabkan
oleh peningkatan aktivitas yang lebih tinggi jika dibandingkan pada bulan-bulan
lainnya. Aktivitas-aktivitas ekstra pada pada bulan Juni pada PT. PHE di
antaranya kegiatan peringatan hari jadi perusahaan. Kegiatan tersebut
diselenggarakan setelah jam kerja berakhir yaitu pada malam hari. Kegiatan
tersebut berimplikasi pada peningkatan konsumsi energi listrik. Sementara itu,
konsumsi energi listrik pada bulan Desember 2012 bernilai lebih rendah
dibanding bulan lainnya karena pada bulan tersebut frekuensi aktivitas ekstra pada
perusahaan sudah menurun.
Konsumsi energi listrik pada PT. PHE apabila dilihat dari distribusi waktu
penggunaannya 91.3 persen, digunakan pada saat Luar Waktu Beban Puncak
(LWBP) dan 8.7 persen digunakan pada saat Waktu Beban Puncak (WBP) yaitu
pada pukul 17.00 - 22.00 WIB. Penggunaan energi listrik pada saat WBP
diterapkan tarif yang lebih mahal dibandingkan dengan tarif saat LWBP. Sehingga
semakin tinggi konsumsi energi listrik saat WBP, menyebabkan biaya yang
dikeluarkan untuk membayar energi listrik akan semakin mahal. Alasan tarif
listrik dibebankan lebih malah pada pukul 17.00 – 22.00 WIB atau saat Waktu
Beban Puncak karena pada saat itu Pelanggan PLN diseluruh Indonesia
menyalakan listrik secara bersamaan. Melambungnya grafik konsumsi listrik pada
waktu beban puncak memiliki dampak yang serius terhadap sistem dan pasokan
listrik PLN.
Apabila disajikan dalam grafik terlihat trend konsumsi dan biaya energi
listrik pada tahun 2012 berfluktuasi tetapi cenderung mengalami penurunan pada
akhir tahun 2012 (Gambar 5). Demikian juga dengan biaya yang dibayarkan untuk
energi listrik.
29
600,000
450,000,000
400,000,000
500,000
350,000,000
400,000
300,000,000
250,000,000
300,000
200,000,000
200,000
150,000,000
100,000,000
100,000
50,000,000
0
0
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
kWh
Ags
Sept
Okt
Nop
Des
Rupiah
Gambar 5 Trend konsumsi dan biaya energi listrik gedung PT. PHE tahun 2012
(data diolah 2013)
Intensitas Konsumsi Energi
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
10.22
11.89
11.29
13.54
11.62
12.38
14.26
12.38
13.06
12.89
12.68
16
14
12
10
8
6
4
2
0
13.19
IKE listrik
Intensitas Konsumsi Energi (IKE) listrik merupakan istilah yang
digunakan untuk menyatakan besaran pemakaian energi pada bangunan gedung.
Nilai IKE dinyatakan dalam satuan kWh/m2/bulan atau kWh/m2/tahun.
Konsumsi energi total pada PT. PHE selama setahun adalah 5,354,300
kWh, rata-rata konsumsi energi bulanan 446,192 kWh, gedung PT. PHE memiliki
luas area total 35,841.9 m2. Berdasarkan perhitungan terhadap IKE listrik di
gedung PT. PHE diperoleh nilai 149.39 kWh/m2/tahun. Rata-rata nilai IKE 12.45
kWh/m2/bulan.
Jika diibandingkan nilai benchmark SNI 6390:2011, maka IKE aktual
gedung dikategorikan cukup efisien. Hal tersebut berarti bahwa masih perlu
dilakukan upaya-upaya konservasi energi untuk menurunkan IKE agar efisien atau
sangat efisien. Untuk itu penggunaan energi pada gedung masih memungkinkan
dilakukan melalui pemeliharaan bangunan dan peralatan energi.
Perkembangan nilai IKE di gedung PT. PHE selama tahun 2012 disajikan
pada Gambar 6. Tampak pada gambar tersebut perkembangan nilai IKE
perusahaan berfluktuasi dan cenderung menurun pada akhir tahun. Semakin kecil
nilai IKE suatu gedung maka dapat dikatakan penggunaan energi pada gedung
tersebut semakin efisien.
Jul Ags Sept Okt Nop Des
Gambar 6 Perkembangan IKE gedung PT. PHE tahun 2012 (data diolah 2013)
30
Untuk menjaga agar IKE berada pada kategori yang efisien menurut Elyza
(2005) dapat dicapai antara lain dengan meningkatkan perawatan dan penggunaan
peralatan hemat energi. Menurut Kementerian ESDM (2011), penyebab
pemborosan energi 80 persen disebabkan oleh faktor manusia dan 20 persen
disebabkan oleh faktor teknis. Oleh karena itu, upaya efisiensi energi harus
ditekankan pada aspek demand side management yaitu fokus pada perubahan
perilaku, kebiasaan, kedisiplinan, dan kesadaran hemat energi.
Upaya mempertahankan nilai IKE dengan menerapkan program efisiensi
energi paling tidak dapat menghemat biaya penggunaan energi hingga 25 persen
(Elyza 2005). Selain dapat menekan biaya penggunaan energi, efisiensi energi
juga dapat memberikan solusi yang sangat menguntungkan untuk meningkatkan
daya saing usaha. Karena pada prinsipnya energy saving sama dengan money
saving. Sehingga dengan demikian perusahaan dapat mengkonversi uang yang
dihemat untuk membiayai aspek operasional lainnya seperti untuk meningkatkan
produksi, pelayanan, dan kesejahteraan pegawai atau dapat juga diinvestasikan
kembali untuk membeli peralatan energi yang jauh lebih hemat energi.
Profil Beban Listrik Harian
600.00
500.00
400.00
300.00
200.00
100.00
0.00
0:02:24
2:17:24
4:32:24
6:47:24
9:02:24
11:17:24
13:32:24
15:47:24
18:02:24
20:17:24
22:32:24
0:47:24
3:02:24
5:17:24
7:32:24
9:47:24
12:02:24
14:17:24
16:32:24
18:47:24
21:02:24
23:17:24
1:32:24
3:47:24
6:02:24
8:17:24
10:32:24
12:47:24
15:02:24
17:17:24
19:32:24
21:47:24
Daya aktif (kW)
Hasil pengukuran profil beban listrik menunjukkan bahwa terdapat
ketidaksesuaian antara jam operasional gedung dengan jam operasional yang
ditetapkan (Gambar 7). Siklus pada Gambar 7 menunjukkan profil beban listrik
harian pada saat hari kerja dan hari libur.
Waktu
Gambar 7 Profil beban listrik pada trafo1 (data diolah 2013)
Pada saat hari kerja, beban listrik yang digunakan lebih besar
dibandingkan dengan pada saat hari libur karena sistem tata cahaya dan peralatan
listrik dibutuhkan secara maksimum untuk menunjang aktivitas kerja. Pada hari
kerja beban listrik pada trafo 1 mulai dinyalakan pada jam 05.00 WIB dan
dimatikan pada jam 18.00 WIB, padahal jam kerja kantor adalah jam 07.00
sampai 16.00 WIB. Jam masuk kerja dengan jam pengopersian alat listrik terdapat
perbedaan 2 jam dan waktu stop peralatan listrik terjadi perbedaan 2 jam.
Perbedaan waktu tersebut disebabkan sebagian pegawai mulai masuk kerja jam
06.00 WIB dan pulang kantor jam 18.00 WIB.
Beban listrik pada trafo 2 diukur pada saat hari kerja. Seperti halnya pada
trafo 1 siklus penggunaan energi pada trafo 2 yang dimanfaatkan untuk AC juga
menunjukkan ketidaksesuaian antara jam operasi dengan jadwal yang ditetapkan
pada saat hari kerja. Beban listrik pada trafo 2 mulai dinyalakan pada jam 05.00
31
1000.00
800.00
600.00
400.00
200.00
0.00
10:25:48
12:00:48
13:35:48
15:10:48
16:45:48
18:20:48
19:55:48
21:30:48
23:05:48
0:40:48
2:15:48
3:50:48
5:25:48
7:00:48
8:35:48
10:10:48
11:45:48
13:20:48
14:55:48
16:30:48
18:05:48
19:40:48
21:15:48
22:50:48
0:25:48
2:00:48
3:35:48
5:10:48
6:45:48
8:20:48
9:55:48
Daya aktif (kW)
WIB dan dimatikan pada jam 18.00 WIB, padahal jam kerja kantor adalah jam
07.00 WIB sampai 16.00 WIB. Profil beban listrik harian pada trafo 2 disajikan
pada Gambar 8.
Waktu
Gambar 8 Profil beban listrik pada trafo 2 (data diolah 2013)
Nilai daya listrik maksimum di gedung PT. PHE pada trafo 1 yang
difungsikan sebagai penerangan dan power kontak terjadi pada pagi hari yaitu
dengan beban maksimum 542,600 watt dan beban minimum 151,300 watt terjadi
pada pagi dini hari. Sementara itu, pada trafo 2 yang difungsikan untuk AC
beban maksimumnya terjadi pada jam 15.00 WIB dengan besar konsumsi energi
840,000 watt.
Jika dilihat dari pola jam nyala peralatan listrik untuk penerangan dan juga
Air Conditioner terdapat peluang konservasi energi dengan cara menggeser jadwal
menghidupkan peralatan yang dilakukan oleh petugas untuk trafo 1. Jadwal
petugas kontrol dalam menghidupkan peralatan di ruang kerja pada jam masuk
pengawai dimundurkan pada jam 06.00 WIB sehingga dapat meminimalisir
selisih antara jadwal jam kerja dengan jam nyala peralatan listrik dan untuk
pegawai lembur direkomendasikan disediakan ruangan khusus. Dengan demikian,
peluang penghematan energi dengan cara menggeser jam nyala selama 1 jam
adalah 8,247 kWh. Jumlah penghematan tersebut diperoleh dari hasil kali jumlah
daya listrik yang dipakai rata-rata 275 kW x 30 hari. Jika asumsi harga energi
listrik per-kWh adalah Rp 880 maka jumlah energi yang bisa dihemat tiap bulan
8,247 kWh x Rp 880 = Rp 7,257,360 per bulan atau sebesar Rp 87,088,320 per
tahun.
Kualitas Kelistrikan
Profil beban listrik gedung diperoleh melalui pengukuran langsung dengan
menggunakan alat ukur Electrical Power Analyzer, pada panel utama gedung
yang diikuti dengan load survey ditiap-tiap MCB pada panel subsdistribusi
dengan menggunakan Clamp on Meter. Pengukuran dilakukan selama beberapa
hari guna mendapatkan data kondisi kelistrikan yang aktual seperti karakteristik
daya nyata (kW)/daya semu (kVA), faktor daya, frekuensi maksimum/minimum,
tegangan/arus antar phasa, ketidakseimbangan tegangan/beban, harmonik
tegangan/arus, serta mati/hidup-nya beban listrik tersebut.
Terdapat 2 panel utama yaitu panel utama untuk AC dan panel utama
untuk peralatan dan penerangan. Kondisi aktual mengenai kondisi operasi dan
kualitas kelistrikan yang melayani beban-beban listrik pada gedung kantor
32
tersebut akan diketahui melalui grafik profil beban harian, grafik faktor daya dan
grafik ketidakseimbangan.
Faktor daya (Cosphi)
Cos phi
Nilai cos phi didefinisikan sebagai perbandingan daya nyata dengan daya
semu. Nilai cosphi yang diijinkan oleh PLN agar tidak terjadi denda KVAr diatas
0.85 atau 85 persen. Nilai cosphi tersebut ditetapkan karena penyedia listrik
(PLN) harus mengirimkan daya kompleks (kVA) yang lebih besar untuk
memenuhi kebutuhan energi listrik atau daya aktif (kW) yang tetap apabila faktor
dayanya buruk. Manfaat lain dari nilai cos phi yang besar (baik) ini adalah
kapasitas beban (KW) dapat optimal termanfaatkan dari suatu kapasitas terpasang
(KVA).
Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh cosphi pada trafo 1 dan 2
diperoleh nilai cosphi yang bervariasi. Ragam dari nilai tersebut dipengaruhi oleh
beban. Nilai cosphi pada trafo 1 berkisar antara 0.97 – 0.99 dengan nilai rata-rata
0.98. Profil cosphi trafo 1 untuk beberapa hari kerja disajikan pada Gambar 9.
Waktu
Gambar 9 Profil cosphi trafo 1 (data diolah 2013)
Cos phi
Hasil pengukuran terhadap nilai cosphi pada trafo 2 memiliki kisaran nilai
yang sama dengan nilai cosphi pada trafo 1 yaitu 0.97 – 0.99. Profil cosphi pada
trafo 2 disajikan pada Gambar 10.
Waktu
Gambar 10 Profil cosphi trafo 2 (data diolah 2013)
Dari profil cosphi di atas menunjukkan bahwa nilai cosphi sistem
kelistrikan gedung berada dalam kondisi yang baik dan sesuai dengan yang
ditetapkan oleh PLN. Sehingga PT. PHE tidak perlu membayar denda kepada
33
PLN. Nilai cosphi agar tetap dalam keadaan baik, dapat dijaga dengan melakukan
monitoring dan perawatan secara terus menerus pada sistem distribusi listrik
supaya nilai cosphi bisa tetap berada diatas 0.85. Keuntungan dari nilai cosphi
yang baik tersebut disamping menghindari denda dan daya pada gedung tersebut
bisa dimanfaatkan secara maksimal. Karena kualitas daya yang baik akan dapat
memperbaiki drop tegangan, faktor daya, rugi-rugi daya, kapasitas daya dan
efisiensi energi listrik. Menurut Syafrianto et. al. (2012), kualitas daya yang baik
akan mengurangi drop tegangan, faktor daya, rugi-rugi daya, kapasitas daya aktif
(kW) dan daya semu (kVA) dan dapat meningkatkan efisiensi energi listrik.
Kualitas daya yang baik adalah jika power faktor > 0.8. Beban-beban dengan sifat
induktif menyebabkan rendahnya power faktor (cosphi).
Tegangan Listrik
Unbalance tegangan (%)
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap tegangan listrik, diketahui bahwa
nilai tegangan listrik pada trafo 1 rata-rata berada di bawah 3 persen. Kondisi
tersebut menunjukkan jika nilai tegangan pada masing-masing trafo dalam
keadaan baik. Profil ketidakseimbangan tegangan pada trafo 1 disajikan pada
Gambar 11.
Waktu
Gambar 11 Profil ketidakseimbangan tegangan (data diolah 2013)
Unbalance tegangan (%)
Hasil pengukuran terhadap ketidakseimbangan tegangan pada trafo 2 juga
menunjukkan profil yang baik dengan nilai rata-rata lebih kecil dari 3 persen
(Gambar 12).
Gambar 12 Profil ketidakseimbangan tegangan trafo 2 (data diolah 2013)
34
Nilai tegangan listrik tersebut merupakan hal penting dalam sistem
kelistrikan baik pada sistem transmisi maupun sistem distribusi. Karena bila nilai
ketidakseimbangan tegangan diatas nilai standar maka kinerja motor-motor listrik
menjadi turun serta cepat mengalami kerusakan. Ketidakseimbangan tegangan
yang tinggi akan menimbulkan arus tidak seimbang yang menyebabkan motor
menjadi panas. Untuk mengukur nilai ketidakseimbangan tegangan sudah
memiliki standar dalam sistem kelistrikan yaitu Standar ANSI C84.1-1995,
dimana nilai ketidakseimbangan tegangan sistem distribusi tegangan rendah tidak
boleh melebihi 3 persen.
Unbalance Arus (%)
Arus Listrik
Berdasarkan hasil pengukuran langsung terhadap nilai ketidakseimbangan
arus listrik pada trafo 1 diperoleh profil arus sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar 13.
Gambar 13 Profil ketidakseimbangan arus trafo 1 (data diolah 2013)
Unbalance Arus (%)
Sementara itu, nilai ketidakseimbangan arus listrik pada trafo 2 diperoleh
profil arus sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 14.
Gambar 14 Profil ketidakseimbangan arus trafo 2 (data diolah 2013)
Nilai ketidakseimbangan arus merupakan hal penting dalam mengukur
kualitas sistem kelistrikan. Karena jika nilai ketidakseimbangan arus diatas nilai
standar akan mengakibatkan Transformator Harmonic Derating Factor (THDF–Arus)
menjadi tinggi, timbulnya arus netral, dan isolasi menjadi panas serta
mempengaruhi kinerja trafo distribusi. Standar ANSI C84.1-1995 menetapkan
nilai ketidakseimbangan arus sistem distribusi tidak boleh melebihi 20 persen.
35
Tabel 10 Nilai arus dan ketidakseimbangan arus
Data
Max
Min
Rata-Rata
Arus (TR1)
I2
I3
I1
804.5
233.3
388.0
811.1
210.2
371.7
843.0
236.2
395.1
Ketidak
seimbangan
Arus
8.6%
0.7%
4.2%
I1
Arus (TR2/AC)
I2
I3
1316.6
0.0
521.5
1354.0
0.00
534.36
122.80
0.10
492.53
Ketidak
seimbangan
Arus
200.0%
0.5%
84.4%
Hasil pengukuran menggunakan power factor analyzer (data diolah 2013)
Nilai ketidakseimbangan arus pada trafo 1 dan 2 menunjukkan nilai ratarata dibawah 20 persen. Tetapi nilai maksimum terutama pada trafo 2 melebihi
nilai standar. Ketidakseimbangan arus trafo 2 terjadi selama 12 jam pada malam
hari. Hal ini disebabkan oleh beban 1 fassa di fassa T. Kondisi ini dapat diatasi
dengan melakukan proses balancing beban listrik pada Sub Distribution Panel
(SDP) beban rata pada ketiga phasa. Rugi-rugi jaringan pada line netral tersebut
diatas, bisa dihilangkan dengan cara rewiring pada sub distribution panel agar
beban listrik terdistribusi merata pada setiap phasa (R-S-T).
Frekuensi Listrik
Frekuensi listrik adalah jumlah siklus arus bolak-balik per detik. Beberapa
negara termasuk Indonesia menggunakan frekuensi listrik standar sebesar 50 Hz.
Frekuensi listrik ditentukan oleh kecepatan perputaran dari turbin sebagai
penggerak mula. Salah satu contoh akibat dari frekuensi listrik yang tidak stabil
adalah akan mengakibatkan perputaran motor listrik sebagai penggerak mesinmesin produksi di industri manufaktur juga tidak stabil, dimana hal ini akan
mengganggu proses produksi. Gangguan-gangguan yang terjadi pada sistem
frekuensi terdiri atas :
1. Penyimpangan terus-menerus (continuous deviation); frekuensi berada diluar
batasnya pada saat yang lama (secara terus-menerus), frekuensi standar 50 Hz
dengan toleransi 0,6 Hz (49,4 – 50,6 Hz) IEEE-446.
2. Penyimpangan sementara (transient deviation); penurunan atau penaikkan
frekuensi secara tiba-tiba dan sesaat.
Hasil pengukuran terhadap frekuensi listrik pada jaringan sistem distribusi
listrik di gedung kantor masih tergolong baik, yaitu 49.9 sampai 50.6 Hz sehingga
masih dalam batas standar IEEE-446.
Harmonisa Tegangan dan Arus
Harmonisa tegangan dan arus adalah komponen-komponen gelombang
sinus dengan frekuensi dan amplitudo yang lebih kecil dari gelombang asalnya
(bentuk gelombang yang cacat), standar IEEE 159 menetapkan THD V & THDI
minimum sebesar 15 persen. Hasil pengukuran diperoleh nilai harmonisa arus
sebagaimana disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Nilai harmonisa arus
Data
Max
Min
Rata-Rata
Harmonisa Arus (TR1) %
THDFI1 THDFI2
THDFI3
26.67
28.88
28.38
15.24
15.31
12.94
21.91
23.25
21.28
Nilai harmonisa arus (data diolah 2013)
Harmonisa Arus (TR2/AC) %
THDFI1 THDFI2
THDFI3
74.04
70.01
69.91
7.27
7.98
8.26
26.50
22.88
21.77
36
Tabel 11 menunjukkan nilai harmonisa arus minimum pada trafo 1 dan 2
masih dalam batas standar tetapi untuk batas harmonisa maksimum sudah
melebihi batas standar. Hal tersebut disebabkan oleh ketidakseimbangan beban
terutama di trafo 2 untuk AC. Agar nilai harmonisa maksimal tetap stabil dapat
dilakukan dengan cara balancing beban listrik pada ketiga phasa jaringan listrik
serta melakukan monitoring secara rutin temperatur sambungan-sambungan
terutama pada jaringan netral dan phasa T agar tidak sampai rusak (over heat) atau
kebakaran. Jika ditemukan ada sambungan dengan temperatur ekstrim, maka
harus segera dilakukan perbaikan kekencangan sambungan tersebut.
Harmonisa arus dan tegangan yang tidak sesuai dengan standar dapat
mengakibatkan panas yang berlebihan, getaran keras, suara berisik dan terbakar
pada peralatan capacitor reactor, meledak pada peralatan power fuse (power
capacitor), salah beroperasi pada peralatan breaker; suara berisik, bergetar pada
peralatan dan pada peralatan motor listrik, elevator dan peralatan-peralatan
kontrol, getaran yang tinggi, panas berlebihan dan kesalahan operasi. Kontribusi
arus harmonik dapat menyebabkan cacat (distorsi) pada tegangan, meskipun
tergantung besaran kontribusinya. Cara mengurangi pengaruh harmonisa tegangan
dan atau harmonisa arus yang terjadi pada sistem adalah dengan memasang
harmonic filter yang sesuai pada peralatan-peralatan yang dapat menyebabkan
timbulnya harmonik seperti arus magnetisasi transformer, static VAR
compensator dan peralatan-peralatan elektronika daya (seperti inverter, rectifier,
converter dan sebagainya. Pada Tabel 12 disajikan nilai harmonisa tegangan.
Tabel 12 Nilai harmonisa tegangan
Data
Max
Min
Rata-Rata
Harmonisa Tegangan (TR1) %
THDF
THDF
THDF
U1
U2
U3
2.5
2.8
2.8
1.6
1.7
1.6
2.1
2.2
2.1
Harmonisa Tegangan (TR2/AC) %
THDF
THDF
THDF
U1
U2
U3
2.58
2.78
2.53
1.03
0.98
0.74
1.59
1.77
1.49
Hasil pengukuran harmonisa tegangan (data diolah 2013)
Pada Tabel tersebut terlihat bahwa nilai harmonisa tegangan pada tiap
phasa masih dalam batas standar. Sehingga tidak diperlukan koreksi pada
harmonisa tegangan. Namun demikian, harmonisa tegangan perlu tetap dijaga
sesuai standar agar tidak menimbulkan penurunan pada kualitas kelistrikan.
Konservasi Energi pada Selubung Bangunan
Selubung bangunan pada gedung PT. PHE sudah menggunakan kaca film
di seluruh bangunan gedungnya. Selain itu juga terlihat adanya shading di tiaptiap bangunan. Atap dan bahan dinding bangunan terdiri atas beton ringan dengan
orientasi bangunan gedung menghadap ke arah barat. Berdasarkan hasil
pengamatan terhadap sistem selubung bangunan ditemukan hal-hal sebagai
berikut.
a. Kaca jendela
Radiasi matahari merupakan beban thermal eksternal bagi sistem tata udara
sehingga sistem tata udara tidak dapat bekerja maksimal karena temperatur di
37
dalam ruangan tinggi diakibatkan oleh radiasi matahari melalui kaca jendela.
Salah satu cara efektif untuk menghambat radiasi matahari yang masuk ke
dalam ruangan yaitu dengan memasang kaca film. Selain itu dapat juga
digunakan shading atau overhang untuk menghambat sinar matahari yang
akan masuk ke dalam ruangan.
Gedung PT. PHE sudah menggunakan kaca film di seluruh bangunannya
sehingga dapat menghambat radiasi matahari yang akan masuk ke dalam
ruangan. Sistem vegetasi gedung PT. PHE pun sudah cukup baik untuk
menghalangi pancaran sinar matahari yang akan masuk ke dalam ruangan dan
juga menyebabkan udara sekitar cenderung menjadi tidak panas. Menurut
BPPT (2012) mengurangi beban pendinginan secara langsung dapat
menghemat energi listrik pada sistem pendingin ruangan. Beban pendingin
ruangan pada umumnya bersumber dari sinar matahari, sistem pencahayaan,
manusia, peralatan listrik udara luar.
BPPT (2012) sumber utama panas pada bangunan gedung di negara tropis
adalah sinar matahari. Dengan mengurangi radiasi sinar matahari yang masuk
ke dalam ruangan gedung, beban pendinginan akan turun. Hal tersebut dapat
dilakukan antara lain dengan memasang kaca film, memanfaatkan material
bangunan yang memiliki nilai koefisien transfer thermal yang rendah,
menanam pohon di sekitar gedung, mengurangi cahaya langsung masuk ke
dalam gedung, mengatur orientasi bangunan, mengatur organisasi
ruang,memasang selective glassing (kaca film). Kondisi kaca film dan shading
gedung dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15 Kondisi kaca dan shading gedung PT. PHE
b. Overall Thermal Transfer Value (OTTV)
Pendekatan yang dilakukan untuk mengetahui sebarapa besar bangunan telah
menerapkan hemat energi yaitu melalui pendekatan OTTV sesuai Standar
Nasional Indonesia 6389:2011 tentang konservasi energi selubung bangunan.
38
Penentuan nilai OTTV merupakan salah satu upaya efisiensi sistem tata udara
dengan cara memperkecil beban pendinginan serta pemilihan sistem dan
kontrol tata udara yang tepat.
Pengukuran sistem selubung bangunan PT. PHE terdiri dari luas jendela, luas
dinding, dan sistem peneduh pada bangunan. Pengukuran luas jendela dan luas
dinding ditujukan untuk mencari nilai WWR (window to wall ratio),
sedangkan pengamatan kondisi bangunan dilakukan untuk mencari data
material bangunan dan sistem peneduh untuk memperoleh nilai koefisien
peneduh (shading coefisien) yang diperlukan dalam perhitungan OTTV
bangunan. Nilai OTTV tersebut dapat dijadikan sebagai rujukan bahwa
selubung bangunan tersebut telah memenuhi nilai standar SNI 6389:2011
(OTTV ≤ 35 Watt/m2). Berdasarkan hasil assessment maka didapatkan data
luas bangunan dan luas jendela serta nilai WWR gedung PT. PHE seperti yang
disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13 Nilai window to wall ratio (WWR)
Orientasi Gedung
K1
K2
K3
K4
Luas (m2)
Jendela
Total
679
1836
588
1836
588
1836
624
1836
WWR
0.37
0.32
0.32
0.34
SF
(disesuaikan arah sisi bangunan)
243
130
112
97
Berdasarkan perolehan nilai WWR maka dapat dihitung nilai OTTV gedung
(Tabel 14).
Tabel 14 Perhitungan nilai OTTV gedung PT. PHE
OTTVi = a [Uw x (1-WWR)] x TDEk + (SC x WWR x SF) + (Uf x WWR xDT)
OTTV = (OTTV x Ai) + ….. + (OTTVn x An) / (Ai + …. + An)
Propertis:
a
Uw
RUP
RUL
RK
T
k
TDEk
SC
Uf
RUP
RUL
RK
t
k
∆T
OTTV Gedung:
OTTV A1
OTTV A2
OTTV A3
OTTV A4
OTTV total
0.86
1.193247
0.299
0.044
0.49505
0.15
0.303
10
0.25
5.993443
0.12
0.044
0.002849
0.003
1.053
5
Uw = 1/(Rup + Rul + Rk)
Rk = t/k
SC = SCk x SCf ; SCk standar = 0.5
40.03
26.97
25.53
25.21
29.43
Hasil perhitungan OTTV bangunan gedung (data diolah 2013)
39
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh nilai OTTV gedung 29.43 Watt/m2.
Dengan demikian nilai OTTV gedung masih dibawah nilai standar SNI OTTV.
Dari hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa semakin besar WWR suatu
gedung makin besar pula nilai OTTV gedung. Hal ini berarti bahwa dengan makin
besarnya jendela, maka radiasi matahari dan konduksi panas lewat jendela yang
masuk ke dalam bangunan bertambah besar (Loekita 2006). Untuk
mempertahankan agar nilai OTTV sesuai standar SNI, yaitu dengan mengurangi
radiasi sinar matahari yang masuk ke dalam ruangan gedung. Beberapa upaya
yang dapat dilakukan ialah dengan memasang kaca film, memanfaatkan material
bangunan yang memiliki nilai koefisien transfer thermal yang rendah, menanam
pohon di sekitar gedung, mengurangi cahaya langsung masuk ke dalam gedung,
mengatur orientasi bangunan, mengatur organisasi ruang, memasang selective
glassing (BPPT 2012). Selain itu pemilihan sistem pencahayaan yang tepat juga
akan mengurangi beban pendinginan, antara lain dengan pemilihan jenis lampu
yang memiliki nilai efisiensi tinggi, meminimalisasi penggunaan lampu pijar,
mengurangi cahaya matahari yang langsung masuk ke gedung dan lain-lain.
Selain faktor tersebut di atas, manusia juga merupakan bagian dari beban
pendinginan. Mengurangi beban pendinginan yang disebabkan oleh manusia
antara lain dapat dilakukan dengan mengarahkan pendinginan secara efektif ke
ruangan kerja dan mengurangi pendinginan yang tidak perlu ke ruang area yang
kosong. Aspek lain yang berpengaruh terhadap transfer thermal adalah peralatan
listrik dan elektronik. Penempatan peralatan-peralatan yang menghasilkan panas
seperti mesin fotokopi, pemanas air, lemari pendingin, dan lain-lainnya di tempat
service dan mengatur pendinginan yang tepat di ruangan-ruangan tersebut. Hal
lainnya yang berpengaruh terhadap sistem pendingin adalah masuknya udara luar.
Infiltrasi udara luar dapat dicegah dengan memasang pintu otomatis (BPPT 2012).
Analisis Sistem Tata Udara
1000.00
800.00
600.00
400.00
200.00
0.00
10:25:48
12:00:48
13:35:48
15:10:48
16:45:48
18:20:48
19:55:48
21:30:48
23:05:48
0:40:48
2:15:48
3:50:48
5:25:48
7:00:48
8:35:48
10:10:48
11:45:48
13:20:48
14:55:48
16:30:48
18:05:48
19:40:48
21:15:48
22:50:48
0:25:48
2:00:48
3:35:48
5:10:48
6:45:48
8:20:48
9:55:48
Daya aktif (kW)
Berdasarkan hasil pengukuran konsumsi daya listrik untuk sistem tata
udara yang ditunjukkan pada Gambar 16, diperoleh informasi bahwa jadwal jam
nyala peralatan AC mulai dari pukul 05.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB.
Sementara sistem pengoperasian unit AC menggunakan remote control terpusat.
Dari hasil pengamatan dan pengukuran juga ditemukan bahwa pengoperasian unit
AC pada gedung dilakukan dengan mode cooling pada setting temperatur 21oC.
Waktu
Gambar 16 Profil daya listrik peralatan AC gedung PT. PHE (data diolah 2013)
40
Hasil pengukuran profil AC di gedung PT. PHE memperlihatkan pola
operasi AC di ruang kerja gedung PT. PHE mulai beroperasi dari pukul 05.00
WIB dengan daya maksimum 840 Kw terjadi pada pukul 15:05:48 WIB.
Pengoperasian sistem tata udara di Gedung PT. PHE dilakukan secara manual,
dimana bagian perawatan menyalakan AC setiap hari pada pukul 05.00 WIB dan
mematikan pada pukul 16.00 WIB dan sistem pemantauan dilakukan secara
otomatis dari ruang kendali. Adapun faktor yang mempengaruhi pendinginan
internal pada gedung adalah beban panas manusia, dan peralatan kelistrikan yang
menimbulkan panas di dalam bangunan gedung, sedangkan beban eksternal sudah
dikurangi dari desain gedung itu sendiri.
Kualitas Kenyamanan Termal Ruangan
Hasil pengukuran temperatur dan kelembapan udara di dalam ruangan
gedung diperoleh nilai sebaran temperatur ruangan serta kelembaban udara seperti
ditunjukkan pada Gambar 17.
28
Temperatur (0C)
27
26
25
24
23
22
21
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Data pengukuran
Min SNI 6390:2011
Maks. SNI 6390:2011
Titik pengamatan
Gambar 17 Kondisi temperatur udara di dalam bangunan gedung PT. PHE
(data diolah 2013)
Meskipun mode cooling temperatur di setting pada 21oC namun dari
Gambar 18 terlihat bahwa sebaran temperatur pada setiap titik pengumpulan data
secara umum sudah memenuhi standar SNI 6390:2011 yaitu berada pada kisaran
24oC hingga 26oC tetapi pada beberapa titik pengukuran seperti di ruang kerja dan
ruang rapat di lantai 17, lobi dan koridor ruang kerja masih terdapat yang kurang
dari standar yang ditetapkan dalam SNI 6390:2011. Kondisi tersebut disebabkan
oleh adanya beban panas yang ditimbulkan oleh peralatan listrik dan pergerakan
manusia.
Sementara itu, hasil pengukuran nilai kelembaban udara pada setiap
ruangan di gedung PT. PHE berkisar antara 56 - 65 persen. Nilai kelembaban
tersebut secara umum sudah memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Kelembaban (%)
41
66
64
62
60
58
56
54
52
50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Data Pengukuran
Min. SNI 6390:2011
Maks. SNI 6390:2011
Titik pengamatan
Gambar 18 Kondisi kelembaban udara di dalam bangunan gedung PT. PHE
(data diolah 213)
Tingkat kenyamanan termal pada suatu ruangan sangat penting untuk
menunjang fungsi-fungsi ruangan di dalam bangunan gedung. Tingkat
kenyamanan yang dimaksud merupakan ekspresi dari kondisi thermal udara yang
diwakili oleh setidaknya dua properties udara yang ada pada ruangan tersebut
yaitu temperatur dan kelembaban udara. Properties udara di dalam gedung harus
berada pada kondisi standar sesuai dengan fungsi gedung. Berdasarkan SNI
6390:2011 serta Permen ESDM No. 13 tahun 2012 bahwa tingkat kenyamanan
ruangan di dalam gedung kantor adalah 25.5 ⁰C ±1.5 ⁰C (24 ⁰C s/d 27 ⁰C) dan
kelembaban udara 60% ±5% (55% s/d 65%).
Properties udara tersebut merupakan kondisi terbaik untuk manusia berada
pada suatu ruangan, karena jika keadaan udara pada suatu ruangan lebih tinggi
dan atau lebih rendah dari nilai rujukan tersebut, maka selain tidak nyaman secara
thermal, terdapat banyak potensi kerugian dari sisi kesehatan, yaitu bakteri akan
mudah berkembang biak, sehingga dapat mengakibatkan mudah terinfeksi saluran
pernafasan. Standar kenyamanan ASHRAE Handbook of Fundamentals tahun
2009 mendeskripsikan efek kesehatan dari pengkondisian udara yang berkaitan
dengan kelembaban ruangan, yaitu:
1 Ruangan yang memiliki kelembaban relatif (RH) di atas 75 persen, merupakan
daerah di mana virus, bakteri, dan jamur akan meningkat populasinya dengan
cepat.
2 Ruangan yang memiliki kelembaban relatif (RH) antara 70 – 75 persen, akan
terjadi static electricity (listrik statis), terutama pada daerah yang lantainya
menggunakan karpet.
3 Ruangan yang memiliki kelembaban relatif (RH) antara 50 – 70 persen,
merupakan standar kenyamanan yang terbaik bagi rumah, perkantoran, dan
jenis hunian lainnya.
4 Ruangan yang memiliki kelembaban relatif (RH) di bawah 50 persen,
merupakan daerah yang terlalu kering, yang dapat menyebabkan infeksi
saluran pernafasan.
42
Sistem dan Kapasitas Terpasang
Kapasitas peralatan yang dinilai konservatif untuk melayani suatu ruangan
pada bangunan gedung dapat didefinisikan sebagai kebutuhan energi input sistem
pengkondisian udara per satuan luas ruangan yang dilayani oleh peralatan
tersebut. Berdasarkan SNI 6390:2011 kapasitas peralatan yang terpasang yang
dapat melayani suatu beban thermal pada ruangan yang dikondisikan dalam
penilaian konservatif <50 Watt/m2.
Pada kondisi ideal maka beban pendinginan merupakan ekspresi dari
semua sumber panas yang berada dalam suatu ruangan pada bangunan gedung
diantaranya radiasi matahari, infiltrasi atau eksfiltrasi udara, jumlah tingkat
hunian, peralatan-peralatan yang ada dalam ruangan yang menimbulkan panas
serta fungsi ruangan yang berhubungan dengan kegiatan hunian pada ruangan.
Hasil perhitungan terhadap intensitas konsumsi energi aktual per lantai
diperoleh rata-rata 37.85 Watt/m2 (lampiran 2). Hal tersebut berarti bahwa IKE
peralatan AC di gedung tersebut tergolong efisien.
Unjuk Kerja Air Conditioner (AC)
Faktor lainnya yang dijadikan suatu analisa terhadap peralatan
pengkondisian udara untuk menunjang kondisi kenyaman thermal yaitu penilaian
unjuk kerja Air Conditioner. Tabel 15 berikut adalah uraian rinci dari unjuk kerja
sampel unit AC yang terdapat di gedung PT. PHE.
Tabel 15 Performansi peralatan AC gedung PT. PHE
No Nama Beban
1
2
Chiller 1
Cap 150 TR
Chiller 2
Cap 150 TR
Kesimpulan
Konsumsi
Daya
(kW)
144.10
Cooling
Efek
(kW)
482.81
COP
Eksisting Name
plate
3.66
4.00
kW/TR
Eksisting Name
plate
0.96
0.88
152.81
455.27
3.45
4.00
1.02
0.88
< standar
296.91
938.08
3.56
4.00
0.99
0.88
< standar
Kondisi
< standar
Hasil observasi kinerja AC (data diolah 2013)
Berdasarkan data di atas maka dapat diketahui bahwa secara umum COP
sistem AC pada gedung PT. PHE rata-rata berada pada kondisi optimal meskipun
sudah berada dibawah name plate. Hal ini dikarenakan perawatan yang teratur
yaitu 3 kali dalam setahun. Suatu peralatan pengkondisian udara berlaku sama
dengan peralatan-peralatan lain pada umumnya dimana faktor usia pakai sangat
mempengaruhi unjuk kerja peralatan tersebut dimana umumnya beriring dengan
waktu operasinya maka terjadi derating atau fouling yang menyebabkan peralatan
tersebut tidak dapat memberikan efek yang sama seperti keadaan sebelumnya,
kecuali jika dilakukan perawatan secara berkala dan terus menerus dan atau
modifikasi.
Peluang Konservasi Energi Sistem Tata Udara
Meskipun berdasarkan hasil pengukuran menunjukkan penerapan
konservasi energi pada sistem tata udara sesuai dengan standar akan tetapi masih
terdapat peluang konservasi energi listrik untuk meningkatkan efisiensi energi dan
43
menghemat biaya energi listrik. Peluang konservasi tersebut dapat diperoleh
dengan cara:
1
Menggeser jam nyala AC atau chiller 1 jam sebelum jam kerja
Profil penggunaan energi menunjukkan terdapat kelebihan penggunaaan jam
pemakaian AC yaitu dinyalakan 2 jam sebelum waktu jam kerja yaitu pada
pukul 07.00. Chiller sebaiknya dinyalakan 1 jam sebelum jam kerja walaupun
sudah terdapat karyawan yang masuk pada pukul 06.00 WIB, karena nilai
penghematan yang dapat diperoleh dengan cara tersebut cukup besar. Potensi
penghematan energi dengan cara di atas dapat menghemat energi listrik
sebesar 100 persen. Persentase tersebut diperoleh karena untuk melakukan
upaya ini hanya diperlukan perubahan perilaku dan tidak diperlukan biaya
investasi. Daya rata-rata AC saat jam 05.00 – 06.00 yaitu sekitar 696 kW.
Lama operasi selama 1 jam. Jika diasumsikan jam kerja yang berlaku rata-rata
setiap bulan adalah 22 hari kerja maka konsumsi energi total sebesar 15,312
kWh per bulan. Dengan mengubah jam nyala AC dari jam 05.00 menjadi jam
06.00 akan diperoleh penghematan energi sebesar 15,312 kWh per bulan. Jika
diasumsikan harga energi listrik yang diberlakukan adalah tarif periode Juli –
September 2013 yaitu Rp 975 per-kWh dapat diperoleh penghematan biaya
energi listrik 15,312 kWh/bulan x Rp 975 = Rp 14,929,200/bulan. Jadi selama
1 tahun akan diperoleh penghematan biaya energi listrik Rp 179,150,400.
Nilai penghematan tersebut berarti bahwa PT. PHE dapat memangkas
anggaran untuk energi Rp 179,150,400 setiap tahun sehingga anggaran
tersebut dapat dialihkan untuk membiayai keperluan operasional lainnya.
Berikut simulasi perhitungan peluang konservasi energi yang bisa diperoleh
melalui langkah 1 disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16 Peluang konservasi energi sistem tata udara dengan menggeser jam
nyala AC atau Chiller 1 jam sebelum jam kerja
Keterangan
Nilai
Daya AC rata-rata saat jam 05.00 – 06.00
:
696
Lama Operasi
:
1
Konsumsi energi total
:
15,312
Asumsi tarif listrik per-kWh
:
975
Biaya listrik per bulan
:
14,929,200
Menggeser jam nyala AC atau chiller 1 jam sebelum jam kerja
Estimasi penghematan (%)
:
100
Penghematan energi
:
15,312
Penghematan biaya listrik (bulan)
:
14,929,200
Penghematan biaya listrik (tahun)
:
179,150,400
Satuan
kW
Jam
kWh/bulan
rupiah
Rp/bulan
%
kWh/bulan
Rp/bulan
Rp/tahun
Peluang konservasi skenario 1 di atas dapat tercapai apabila penghuni di
masing-masing ruang turut bekerjasama dalam menggunakan AC sesuai
dengan dengan waktu yang telah disepakati dan sesuai kebutuhannya. ESDM
(2012) mewajibkan pengelola bangunan gedung BUMN untuk menyalakan
AC sentral 30 menit sebelum jam kerja dan unit fan AC dinyalakan 1 jam
kemudian. Cara tersebut dapat menurunkan jumlah konsumsi energi secara
signifikan karena komponen terbesar penggunaan energi di gedung 50 – 70
persen digunakan untuk Air Conditioner.
44
2
Mematikan AC atau chiller 30 menit sebelum jam kerja berakhir
Profil penggunaan energi pada trafo 2 untuk AC menunjukkan AC atau chiller
dimatikan pada pukul 16.00 WIB. Apabila AC dimatikan 30 menit sebelum
jam kerja berakhir atau pada pukul 15.30 WIB dapat membatu secara
signifikan dalam penghematan penggunaan energi (Tabel 17). Karena
komponen terbesar dalam penggunaan energi di gedung ini adalah AC.
Tabel 17 Peluang konservasi energi sistem tata udara melalui perubahan jam
mati AC atau chiller 30 menit sebelum jam kerja berkahir
Keterangan
Nilai
Satuan
Daya AC rata-rata saat jam 15.30 – 16.00
:
630 kW
Lama Operasi
:
0.5 Jam
Konsumsi energi total
:
6,930 kWh/bulan
Asumsi tarif listrik per-kWh
:
975 Rupiah
Biaya listrik
:
6,756,750 Rp/bulan
Mengubah jam mati AC atau chiller 30 menit sebelum jam kerja berakhir
Estimasi penghematan (%)
:
100 %
Penghematan energi
:
6,930 kWh/bulan
Penghematan biaya listrik (bulan)
:
6,756,750 Rp/bulan
Penghematan biaya listrik (tahun)
:
81,081,000 Rp/tahun
Kementerian ESDM (2012) telah menganjurkan bangunan gedung BUMN
untuk mematikan kompresor Air Conditioner 30 menit sebelum jam kerja
berakhir dan unit fan AC dimatikan saat jam kerja berakhir. Potensi
penghematan energi yang dapat diperoleh dengan cara tersebut sebesar 100
persen karena untuk melakukan upaya ini hanya diperlukan perubahan
perilaku dan tidak diperlukan biaya investasi. Hasil pengukuran menunjukkan
daya rata-rata AC saat jam 15.30 – 16.00 WIB sebesar 630 kW. Jika
diasumsikan jam kerja yang berlaku rata-rata setiap bulan adalah 22 hari kerja
maka konsumsi energi total sebesar 6,930 kWh per bulan. Dengan mengubah
jam mati AC atau chiller dari jam 16.00 menjadi jam 15.30 akan diperoleh
penghematan energi sebesar 6,930 kWh per bulan. Jika diasumsikan harga
energi listrik per-kWh adalah Rp 975 dapat diperoleh penghematan biaya
energi listrik 6,930 kWh/bulan x Rp 975 = Rp 6,756,750/bulan. Jadi selama 1
tahun akan diperoleh penghematan biaya energi listrik Rp 81,081,000. Nilai
penghematan tersebut diartikan bahwa perusahaan dapat memangkas biaya
untuk energi setiap tahunnya Rp 81,081,000 sehingga anggaran dapat
dimanfaatkan untuk membiaya kegiatan operasional lainnya.
Analisis Sistem Tata Cahaya
Berdasarkan hasil pengamatan pada sistem tata cahaya di masing-masing
ruangan gedung PT. PHE menggunakan lampu jenis TL 18 watt, TL 36 watt,
down lite 14 watt, lampu hias 10 watt dan lampu sorot 1000 watt (lampiran 3).
Sistem pengoperasian lampu menggunakan saklar atau switch dengan pola
pengoperasian manual dan belum dikontrol secara otomatis menggunakan
Building Automation System (BAS). Perawatan tata cahaya yang dilakukan di
gedung ini menerapkan sistem breakdown maintanance.
Breakdown maintenance merupakan aktivitas pemeliharaan yang
dilakukan sebagai reaksi atau tindakan segera yang menduduki prioritas utama
untuk mengembalikan kondisi peralatan atau mesin pada kondisi atau keadaan
45
normal setelah mengalami kegagalan fungsi yang mengakibatkan peralatan
tersebut berhenti beroperasi. Hal ini sebagian besar diakibatkan oleh minimnya
perhatian yang diberikan terhadap kondisi operasi peralatan atau sistem yang
dijalankan. Pendekatan manajemen pemeliharaan tersebut jelas tidaklah efektif
selain itu juga akan menimbulkan biaya perawatan menjadi tinggi di kemudian
hari. Dalam breakdown maintenance terdapat dua faktor utama yang dapat
memberikan kontribusi yang kuat yang dapat menyebabkan tingginya biaya
perawatan antara lain tidak baiknya perencanaan atau belum adanya perencanaan
dan perbaikan yang kurang menyeluruh.
Kebutuhan penerangan di dalam suatu bangunan selain dapat diperoleh
melalui sistem penerangan buatan juga dapat diperoleh melalui sumber
penerangan alami. Namun demikian, sumber pencahayaan alami dalam sistem tata
cahaya tidak selalu dapat digunakan sebagai sumber penerangan utama di dalam
ruangan bangunan, hal ini disebabkan antara lain tingkat penerangan sangat
tergantung pada kondisi cuaca, penataan ruang di dalam gedung, dan lingkungan
disekitar bangunan.
Apabila ditinjau dari hasil observasi ditemukan sumber-sumber
pencahayaan alami pada gedung, seperti contohnya ditunjukkan pada Gambar 19.
Berdasarkan hasil observasi, pemanfaatan sumber pencahayaan alami pada
gedung PT. PHE belum dapat terpenuhi karena sumber pencahayaan alami pada
gedung terkendala oleh penggunaan kaca film di seluruh bagian bangunan
sehingga menghalangi sinar matahari masuk ruangan. Namun hal ini memiliki
dampak positif karena dapat mengurangi beban thermal bagi sistem tata udara.
Gambar 19 Sumber pencahayaan alami di gedung PT. PHE
Untuk dapat menganalisis sistem tata cahaya gedung kemudian dilakukan
audit energi pada sistem tata cahaya bangunan gedung. Audit energi sistem tata
cahaya bertujuan untuk mengetahui tingkat kuat penerangan dalam suatu ruangan.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar aktifitas pada bangunan
gedung dilakukan pada siang hari. Hampir sepanjang jam kerja lampu di dalam
ruangan dinyalakan. Berdasarkan hasil audit energi pada sistem tata cahaya
ditemukan hal-hal sebagai berikut.
a. Intensitas daya penerangan
Pada penelitian ini pengukuran kuat pencahayaan lebih difokuskan pada
pengukuran illuminance (kuat pencahayaan yang jatuh pada satu unit
permukaan). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut
visual photometer, atau lebih dikenal sebagai illuminance meter atau lux-meter
yang menggunakan sensor elektronik.
46
Hasil pengukuran menunjukkan Intensitas daya penerangan di gedung PT. PHE
berkisar antara 2.24 – 6.90 Watt/m2 (lampiran 4). Berkaitan dengan konservasi
energi, SNI 6197:2011 menyebutkan daya listrik maksimum untuk
pencahayaan termasuk rugi-rugi ballast adalah sekitar 12 Watt/m2. Artinya
bahwa pada setiap luasan area 1 m2, total daya maksimum untuk lampu
penerangan yang dapat dipergunakan adalah sebesar 12 Watt. Jika
dibandingkan dengan standar SNI 6197:2011, maka daya pencahayaan
bangunan gedung PT. PHE tergolong efisien.
Lampiran 4 menunjukkan bahwa pemilihan jenis lampu berpengaruh terhadap
nilai intensitas daya penerangan. Semakin besar daya lampu yang digunakan
maka semakin besar pula intensitas daya penerangan pada bangunan gedung.
Untuk meningkatkan agar intensitas daya penerangan lebih efisien maka
diperlukan penggantian lampu dengan jenis lampu yang lebih hemat energi.
b. Kuat cahaya penerangan
Untuk mendapatkan gambaran mengenai kualitas pencahayaan yang ada di
gedung PT. PHE, dilakukan pengukuran kuat pencahayaan dengan
menggunakan lux-meter. Pengukuran dilakukan dengan pengambilan sampel
data kuat pencahayaan pada beberapa titik di dalam ruangan. Hasil pengukuran
kuat pencahayaan (lumen) di dalam ruangan dengan menggunakan peralatan
ukur lux meter didapatkan nilai sebaran kuat pencahayaan di ruang kerja
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 20.
650
550
450
350
250
150
50
-50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526272829303132333435363738
Data pengukuran (lux)
Min. SNI 6197:2011
Maks. SNI 6197:2011
Titik pengamatan
Gambar 20 kondisi kuat pencahayaan di ruangan kerja gedung PT. PHE
(data diolah 2013)
Dari grafik diatas terlihat bahwa sebaran kuat pencahayaan pada setiap titik
pengumpulan data secara umum memiliki kuat pencahyaan 105 hingga 265 lux
(lampiran 5). Nilai tersebut belum memenuhi standar yang ditetapkan pada SNI
6197:2011 yaitu 300-350 lux.
Berdasarkan data pada lampiran 5 jika mengacu pada SNI 6197:2011, maka
kuat pencahayaan pada masing – masing lantai di masing-masing gedung area
PT. PHE tergolong kurang baik. Pengunaan lampu jenis TL dan PLC di ruang
kerja ternyata tidak memenuhi standar lumen yang dibutuhkan ruang kerja
yang dipersyaratkan SNI yakni sebesar 300 - 350 lux. Karena karakteristik dari
lampu TL dan PLC tersebut membuat cahaya yang dihasilkan tidak menyebar
tapi terfokus pada satu titik.
47
Untuk meningkatkan kuat pencahayaan sesuai dengan SNI 6197:2011
yaitu 300 - 350 lux untuk standar ruang kerja, maka dapat dilakukan dengan
penggantian lampu jenis TL di ruang kerja menjadi jenis TL-LED sebagai berikut:
1 Meretrofit lampu jenis TL 36 watt dengan TL-LED 18 watt di ruang kerja
2 Meretrofit lampu jenis TL di ruang kerja dengan jenis TL-LED (TL 18 watt
dengan TL LED 9 watt)
3 Meretrofit PLC 14 watt dengan LED 9 watt di koridor dan lobi
4 Mematikan lampu di Lobby saat pencahayaan dari luar mencukupi
5 Melakukan penjadwalan maintanace secara rutin terhadap pembersihan
reflektor lampu yang bertujuan untuk menjaga kualitas pencahayaan lampu
tersebut.
Lampu LED adalah salah satu jenis lampu yang mengkonsumsi daya
listrik seminimal mungkin untuk menghasilkan cahaya tampak terpakai manusia
sebesar mungkin. Saat ini penggunaan kelompok lampu neon (TL, swaballast,
CFL, CCFL) dianggap sudah merupakan lampu hemat energi. Namun sesuai
perkembangan teknologi perlampuan terdapat lampu yang lebih hemat
dibandingkan lampu neon yaitu LED (Light Emitting Dioda). Penghematan energi
dengan retrofit lampu bukan semata-mata menurunkan konsumsi energi dengan
cara mengurangi penerangan saja, namun menyediakan penerangan tanpa
mengorbankan kualitas pelayanan cahaya bagi mata manusia.
Pemilihan lampu jenis LED untuk meretrofit jenis lampu yang terpasang
pada bangunan gedung berdasarkan pada kelebihan yang dimiliki oleh lampu jenis
LED bila dibandingkan dengan menggunakan lampu jenis lainnya. Menurut
BPPT (2012) beberapa keunggulan lampu LED antara lain:
1 Lampu LED memiliki umur panggunaan yang lebih lama dibanding lampu
biasa. Lampu LED bisa mencapai keawetan hingga 100 ribu jam bahkan bisa
memiliki daya tahan 20 – 25 tahun.
2 Lampu LED mempunyai efisiensi energi yang lebih baik dibanding lampu
pijar atau halogen, bahkan LED bisa hemat energi hingga 80 – 90 persen.
3 Lampu LED juga memiliki tegangan DC yang rendah.
4 Lampu LED mengeluarkan cahaya yang tidak panas, LED tidak mempunyai
sinar UV dan energi panas. Sehingga sekitar 15 sampai 25 persen listrik yang
dikonsumsinya digunakan untuk menghasilkan cahaya.
5 Bentuk silinder lampu LED tube tidak seluruhnya permukaan lampu
memendarkan cahaya, namun hanya setengah lingkaran yang mengeluarkan
cahaya dengan sudut penyinaran sekitar 120o. Hal ini menjadikan LED tube
lebih efisien dalam mendistribusikan cahaya ke pemakai.
Peluang Konservasi Energi Sistem Tata Cahaya
Berdasarkan hasil pengukuran dan observasi terhadap kondisi sistem tata
cahaya di gedung PT. PHE, terdapat peluang dan langkah-langkah yang
memungkinkan untuk penghematan energi listrik khususnya pada sistem tata
cahaya. Peluang dan langkah-langkah konservasi tersebut antara lain:
1 Meretrofit lampu TL 36 watt dengan LED 18 watt di ruang kerja.
Penggunaan lampu TL 36 watt di gedung PT. PHE sebanyak 752 unit dari total
lampu keseluruhan atau sekitar 15 persen dari total lampu terpasang.
48
Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan lux meter, kuat pencahayaan di
ruang kerja masih berada di bawah standar SNI 6197:2011. Untuk
meningkatkan kuat pencahayaan menjadi 300-350 lux maka dilakukan
penggantian lampu jenis TL 36 watt menjadi lampu TL-LED 18 watt. Tiap 2
unit lampu TL 36 watt diretrofit dengan 2 unit lampu TL-LED 18 watt. Dari
proses penggantian lampu tersebut didapatkan peluang penghematan energi
sebesar 50 persen per tiap penggantian 2 unit lampu TL 36 watt menjadi 2 unit
lampu TL-LED 18 watt (EMI, 2010). Lampu LED dapat menghasilkan lumen
yang jauh lebih baik dibandingkan lampu jenis TL 36 watt selain itu sinar
lampu yang dihasilkan juga lebih nyaman di mata. Perhitungan potensi
penghematan sistem tata cahaya dengan cara mengganti lampu TL 36 watt
menjadi LED 18 watt ditunjukkan Tabel 18.
Tabel 18 Peluang konservasi energi sistem tata cahaya melalui retrofit lampu
TL 36 watt dengan LED 18 watt
Keterangan
Jumlah lampu TL 36 watt yang terpasang
:
Kapasitas daya total TL 36 watt
:
Lama Operasi
:
Konsumsi energi total
:
Biaya listrik
:
Meretrofit lampu TL 36 watt dengan jenis TL-LED 18 watt
Estimasi penghematan
:
Penghematan energi
:
Penghematan biaya listrik (bulan)
:
Penghematan biaya listrik (tahun)
:
Biaya investasi
:
Nilai
752
27.07
10
5,956
5,282,830
Satuan
Unit
kW
Jam
kWh/bulan
Rp/bulan
50
2,978
2,903,550
34,842,600
225,600,000
%
kWh/bulan
Rp/bulan
Rp/tahun
Rp
Berdasarkan Tabel 15 retrofit 752 unit lampu TL 36 watt menjadi 752 unit
lampu TL-LED membutuhkan investasi sebesar Rp 225,600,000,- dan dapat
menghemat biaya energi Rp 34,842,600/tahun.
2 Meretrofit lampu TL 18 watt dengan LED 9 watt di ruang kerja.
Total lampu TL 18 watt yang terpasang di Gedung PT. PHE adalah 3,336 unit
atau sekitar 42 persen dari total lampu terpasang. Berdasarkan hasil
pengukuran menggunakan lux meter, kuat pencahayaan di ruang kerja masih
berada di bawah standar SNI. Untuk meningkatkan kuat pencahayaan sesuai
dengan standar SNI maka dilakukan penggantian lampu jenis TL 18 watt
menjadi lampu TL-LED 9 watt. Tiap 2 unit lampu TL 18 watt diretrofit dengan
unit lampu TL-LED 9 watt. Akan didapatkan peluang penghematan konsumsi
energi sebesar 50 persen per tiap penggantian 2 unit lampu TL 18 watt menjadi
2 unit lampu TL-LED 9 watt (EMI 2010). Perhitungan potensi penghematan
sistem tata cahaya dengan cara mengganti lampu TL 18 watt menjadi LED 9
watt ditunjukkan Tabel 19.
Tabel 19 Peluang konservasi energi sistem tata cahaya melalui retrofit lampu
TL 18 watt dengan TL-LED 9 watt
Keterangan
Jumlah lampu TL 18 watt yang terpasang
Kapasitas daya total TL 18 watt
Lama operasi
Konsumsi energi total
Biaya listrik
:
:
:
:
:
Nilai
3,336
60.05
10
13,211
11,717,767
Satuan
Unit
kW
Jam
kWh/bulan
Rp/bulan
49
Lanjutan Tabel 19
Keterangan
Meretrofit lampu TL 18 watt dengan jenis TL-LED 9 watt
Estimasi penghematan
:
Penghematan energi
:
Penghematan biaya listrik (bulan)
:
Penghematan biaya listrik (tahun)
:
Biaya investasi
:
Nilai
50
6,605
6,439,875
77,278,500
870,696,000
Satuan
%
kWh/bulan
Rp/bulan
Rp/tahun
Rp
Berdasarkan Tabel 19 retrofit 3,336 unit lampu TL 18 watt menjadi 3,336 unit
lampu TL-LED 9 watt membutuhkan investasi sebesar Rp 870,696,000,- dan
dapat menghasilkan penghematan biaya energi sebesar Rp 77,278,500/tahun.
3 Meretrofit lampu PLC 14 watt dengan LED 9 watt di koridor dan lobi.
Penggunaan lampu PLC 14 watt di gedung PT. PHE sebanyak 1,077 unit
(sekitar 42 persen dari total lampu terpasang). Potensi penghematan melalui
retrofit lampu jenis PLC 14 watt menjadi LED 9 watt akan didapatkan peluang
penghematan konsumsi energi sebesar 35 persen (EMI 2010). Lampu LED
mampu menghasilkan lumen yang jauh lebih baik dibandingkan lampu jenis
PLC selain itu sinar lampu yang dihasilkan juga lebih nyaman di mata.
Perhitungan peluang konservasi ditunjukkan pada Tabel 20 dibawah ini.
Tabel 20 Peluang konservasi energi sistem tata cahaya melalui retrofit lampu
PLC 14 watt dengan LED 9 watt
Keterangan
Jumlah lampu PLC 14 watt yang terpasang
:
Kapasitas daya total PLC 14 watt
:
Lama operasi
:
Konsumsi energi total
:
Biaya listrik
:
Meretrofit lampu PLC 14 watt dengan jenis LED 9 watt
Estimasi penghematan
:
Penghematan energi
:
Penghematan biaya listrik (bulan)
:
Penghematan biaya listrik (tahun)
:
Biaya investasi
:
Nilai
1,077
15.08
10
3,317
2,942,321
Satuan
Unit
kW
Jam
kWh/bulan
Rp/bulan
35
1,161
1,131,975
13,583,700
96,930,000
%
kWh/bulan
Rp/bulan
Rp/tahun
Rp
Berdasarkan Tabel 20 retrofit 1,077 unit lampu PLC 14 watt diretrofit dengan
LED 9 watt membutuhkan investasi sebesar Rp 96,930,000,- dan dapat
menghemat biaya energi Rp 13,583,700/tahun.
4 Mematikan lampu di lobi saat pencahayaan dari luar mencukupi.
Berdasarkan hasil observasi langsung lampu TL 18 watt pada Lobby berjumlah
48 unit dan PLC 14 watt berjumlah 55 unit yang diyalakan padahal dengan
adanya sumber pencahayaan dari luar yang sudah mencukupi lampu tersebut
seharusnya dimatikan. Akan didapatkan potensi penghematan konsumsi energi
sebesar 100 persen apabila mematikan lampu pada Lobby pada saat
pencahayaan dari luar mencukupi. Perhitungan peluang konservasi ditunjukkan
pada Tabel 21.
50
Tabel 21 Peluang konservasi energi sistem tata cahaya dengan cara mematikan
lampu di Lobi saat pencahayaan dari luar mencukupi.
Keterangan
Nilai
48 TL
55 PLC
Kapasitas daya total PLC 14 watt
:
2.50
Lama operasi
:
5
Konsumsi energi total
:
275
Biaya listrik
:
243,730
Mematikan lampu di lobi saat pencahayaan dari luar mencukupi
Estimasi penghematan
:
100
Penghematan energi
:
275
Penghematan biaya listrik (bulan)
:
268,125
Penghematan biaya listrik (tahun)
:
3,217,500
Jumlah lampu di lobi
:
Satuan
Unit
Unit
kW
Jam
kWh/bulan
Rp/bulan
%
kWh/bulan
Rp/bulan
Rp/tahun
Berdasarkan Tabel 21 melalui implementasi rekomendasi ini akan diperoleh
penghematan energi listrik 100 persen dengan besar energi yang dapat dihemat
adalah 275 kWh/bulan. asumsi tersebut diperoleh karena rekomendasi ini tidak
perlu mengeluarkan biaya investasi untuk pembelian peralatan atau teknologi
tertentu. Adapun penghematan biaya energi yang dapat diperoleh sebesar
Rp 3,217,500- per tahun.
Analisa Kelayakan Finansial
Analisis kelayakan finansial konservasi energi listrik pada gedung
perkantoran PT. PHE dilakukan untuk mengetahui apakah investasi yang
dilakukan layak dan menguntungkan secara finansial bila dibandingkan dengan
nilai penghematannya. Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan kriteriakriteria penilaian investasi yang terdiri dari; NPV, Net Saving, SIR, Net B/C rasio,
AIRR dan payback period. Untuk menganalisis empat kriteria tersebut, digunakan
arus kas untuk mengetahui besarnya manfaat yang diterima dan biaya yang
dikeluarkan oleh PT. PHE selama umur proyek yaitu 10 tahun. Penentuan umur
proyek tersebut berdasarkan umur ekonomis dari lampu LED yang digunakan
untuk meretrofit jenis lampu yang terpasang di gedung perkantoran PT. PHE.
Asumsi Dasar
Untuk mempermudah perhitungan dalam kelayakan finansial maka digunakan
asumsi-asumsi sebagai berikut:
1 Penghematan biaya energi listrik diperoleh dari penghematan melalui
pelaksanaan langkah-langkah konservasi energi pada sistem tata udara dan
sistem tata cahaya yang direkomendasikan sebesar Rp 482,620,308/tahun.
Penghematan biaya energi listrik merupakan inflow dalam proyek konservasi
energi ini.
2 Biaya investasi yang dikeluarkan tidak termasuk rekomendasi konservasi
energi pada sistem tata udara dan tata cahaya yang hanya memerlukan
perubahan perilaku pengguna dan operator karena diasumsikan tidak ada biaya
yang dikeluarkan untuk mengganti peralatan tertentu.
51
3
4
5
6
7
8
9
Biaya investasi merupakan biaya yang harus dikeluarkan PT. PHE untuk
menurunkan beban biaya energi listrik PLN yaitu dengan melakukan
pembelian lampu LED untuk menggantikan lampu TL dan PLC.
Investasi meretrofit lampu yang terpasang pada bangunan gedung sebesar Rp
1,193,226,000 dengan rincian sebagai berikut:
a. Lampu TL-LED 18 Watt, 752 unit x @Rp 300,000 = Rp 225,600,000
b. Lampu TL-LED 9 Watt, 3336 unit x @Rp 261,000 = Rp 870,696,000
c. Lampu LED 9 Watt, 1077 unit x @Rp 90,000 = Rp 96,930,000
Pemasangan lampu LED tidak mengubah instalasi lampu yang sudah ada.
Investasi baru yang dilakukan hanya mengganti jenis lampu yang digunakan.
Tarif dasar listrik yang digunakan yaitu tarif dasar listrik periode Juli –
September 2013 untuk golongan bisnis yakni Rp 975/kWh.
Biaya tenaga kerja Rp 100,000 per HOK; dalam perawatan lampu dan
reflektor lampu dibutuhkan 2 HOK per lantai. Jumlah keseluruhan terdiri dari
20 lantai gedung; frekuensi pemeliharaan 2 kali setahun. Maka total HOK
yang dibutuhkan adalah 20 HOK dengan besar biaya Rp 2,000,000. Jadi total
biaya perawatan lampu dan reflektor per tahun adalah Rp 8,000,000.
Tingkat discount factor yang digunakan jika investasi dilakukan dengan
modal perusahaan yaitu 6.5 persen, discount factor tersebut diacu dari suku
bunga deposito Bank Indonesia. Sedangkan discount factor yang digunakan
jika investasi dilakukan dengan dana pinjaman Bank yaitu 14 persen, diacu
dari suku bunga pasar yang berlaku.
Arus Penerimaan
1 Penghematan energi
Penerimaan dalam kegiatan konservasi energi di PT. PHE berupa penghematan
tahunan dari penggunaan energi listrik. Karena pada prinsipnya energy saving
merupakan money saving maka besar energi listrik yang dapat dihemat tersebut
dikonversi dengan tarif dasar listrik yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri
Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 30 Tahun 2012 tentang Tarif Tenaga
Listrik yang disediakan oleh PT. PLN untuk golongan Bisnis yaitu Rp
975/kwh.
Apabila rekomendasi konservasi energi listrik di gedung perkantoran PT. PHE
dilaksanakan, maka nilai biaya yang dapat dihemat pada sistem tata udara Rp
353,698,008 dan sistem tata cahaya Rp 128,922,300 per tahun, dengan
demikian total biaya yang dapat dihemat Rp 482,620,308 per tahun. Karena
penerimaan berasal dari total biaya yang dapat dihemat maka besar arus
penerimaan Rp 482,620,308.
2 Nilai sisa
Nilai sisa adalah semua biaya modal yang tidak habis digunakan selama umur
investasi. Biasanya nilai sisa diasumsikan 10 persen dari nilai awal (Gittinger,
1986). Nilai sisa yang terdapat dalam investasi konservasi energi tersebut
menjadi tambahan manfaat bagi proyek. Nilai sisa yang terdapat dalam
investasi konservasi energi terdiri dari nilai lampu TL LED 18 watt
Rp 22,500,000 Nilai lampu TL LED 9 watt Rp 87,069,600 dan PLC 14 watt
52
Rp 9,693,000. Total nilai sisa dari investasi konservasi energi sebesar
Rp 119,262,600 (Tabel 22).
Tabel 22 Nilai sisa investasi konservasi energi listrik di gedung PT. PHE
Uraian
Jumlah
TL LED 18 watt
TL LED 9 watt
LED 9 watt
752
3336
1077
Umur Ekonomis
(Tahun)
25
25
25
Total
Nilai Awal (Rp)
Nilai Sisa (Rp)
225,600,000
870,696,000
96,930,000
22,500,000
87,069,600
9,693,000
119,262,600
Arus Biaya
Arus pengeluaran (outflow) pada investasi konservasi energi gedung
perkantoran PT. PHE terdiri dari biaya investasi, biaya operasional pemasangan
dan pemeliharaan. Arus biaya atau pengeluaran mencerminkan pengeluaranpengeluaran yang akan terjadi selama masa proyek berlangsung.
1 Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan pada tahun pertama
proyek. Biaya tersebut dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan sarana dan
prasarana yang diperlukan untuk menjalankan rekomendasi konservasi energi.
Periode investasi dari proyek konservasi energi adalah 10 tahun. Biaya
investasi untuk pelaksanaan rekomendasi konservasi energi disajikan pada
Tabel 23.
Tabel 23 Biaya investasi pelaksanaan rekomendasi konservasi energi
Uraian
Jumlah
TL LED 18 watt
TL LED 9 watt
LED 9 watt
752
3336
1077
Satuan
unit
unit
unit
Total
Umur
Ekonomis
(Tahun)
25
25
25
Harga
satuan
(Rp)
300,000
261,000
90,000
Jumlah (Rp)
225,600,000
870,696,000
96,930,000
1,193,226,000
2 Biaya Operasional
Biaya operasional merupakan biaya keseluruhan yang berhubungan dengan
operasional proyek pelaksanaan rekomendasi konservasi energi. Biaya
tersebut dikeluarkan secara berkala selama periode investasi berjalan. Karena
proses penggantian lampu tidak merubah instalasi listrik yang sudah terpasang
maka biaya operasional yang dikeluarkan oleh PT. PHE hanya untuk
pemasangan dan pemeliharaan lampu. Perhitungan biaya operasional
dilakukan dengan asumsi biaya tenaga kerja untuk pemasangan diperlukan 4
HOK per lantai, besar biaya per HOK Rp 100,000 diacu dari Upah Minimum
Regional Harian Jakarta. Pemasangan dilakukan 1 kali diawal tahun investasi.
Jika jumlah keseluruhan gedung terdiri dari 20 lantai maka total HOK yang
dibutuhkan adalah 80 HOK. Maka total biaya yang dibutuhkan untuk tenaga
kerja pemasangan lampu TL LED sebesar Rp 8,000,000.
Sementara itu, perawatan lampu dan reflektor lampu gedung diperlukan 2
HOK per lantai. Jumlah keseluruhan gedung terdiri dari 20 lantai dengan
53
frekuensi perawatan dan pemeliharaan 2 kali dalam setahun. Jika harga tenaga
kerja adalah Rp 100,000 per HOK, maka total HOK yang dibutuhkan adalah
20 HOK dengan nilai biaya Rp 2,000,000. Total biaya yang dikeluarkan untuk
perawatan lampu dan reflektor selama satu tahun dibutuhkan biaya Rp
8,000,000.
Kelayakan finansial Skenario I
Investasi Konservasi Energi Menggunakan Dana Internal Perusahaan
Perhitungan kelayakan dengan manfaat bersih yang diperoleh dari selisih
antara biaya yang diperoleh dari selisih antara biaya dan manfaat setiap tahunnya
disajikan dalam bentuk laba rugi. Modal yang digunakan dalam usaha ini
seluruhnya berasal dari internal perusahaan dengan suku bunga acuan berupa
bunga deposito Bank Indonesia yang berlaku pada Juli 2013 yaitu sebesar 6.5
persen. Berdasarkan hasil perhitungan kelayakan finansial investasi konservasi
energi pada PT. PHE diperoleh hasil sebagai berikut (Tabel 24).
Tabel 24 Kelayakan finansial rekomendasi konservasi energi skenario I
Kriteria Investasi
Net Saving
NPV
Net B/C Ratio
IRR
Payback Period
Satuan
(Rp)
(Rp)
% / tahun
tahun
Nilai
3,672,239,080
1,461,155,127
4
55.36
3.25
Hasil analisis finansial dengan modal yang berasal dari internal perusahaan
diperoleh nilai penghematan bersih (net saving) Rp 3,672,239,080 dan Net
Present Value sebesar Rp 1,461,155,127 artinya proyek konservasi energi
memberikan manfaat yang positif pada tingkat suku bunga deposito 6.5 persen.
Net B/C rasio sebesar 4 berarti dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan selama
umur proyek mampu menghasilkan manfaat sebesar 4 rupiah dan berdasarkan
kriteria ini proyek tersebut layak untuk dijalankan. Nilai IRR sebesar 55.36 persen
lebih besar dari tingkat suku bunga deposito sebesar 6.5 persen. Artinya investasi
ini layak untuk dijalankan.
Berdasarkan waktu pengembalian investasi yang ditanamkan dalam upaya
menjalankan program konservasi energi listrik pada PT. PHE yang dianalisis
dengan payback period, berdasarkan perhitungan waktu yang diperlukan untuk
mengembalikan modal investasi 3.25 tahun atau 3 tahun 3 bulan. Tingkat
pengembalian investasi program konservasi energi ini lebih kecil dari umur
proyek, sehingga rekomendasi layak untuk dijalankan berdasarkan waktu
pengembalian investasi. Semakin pendek periode pengembalian modal dalam
suatu investasi mengindikasikan suatu investasi layak untuk dijalankan. Hasil
analisis kelayakan finansial dengan menggunakan empat kriteria kelayakan
finansial dengan modal pinjaman pada tingkat diskonto 6.5 persen, dapat
disimpulkan bahwa rekomendasi konservasi energi layak untuk dijalankan.
54
Kelayakan finansial Skenario II
Investasi Konservasi Energi Menggunakan Dana Pinjaman
Modal yang digunakan dalam usaha ini diasumsikan seluruhnya berasal
dari modal pinjaman dengan tingkat bunga 14 persen, ini berdasarkan suku bunga
dasar kredit investasi Bank Mandiri bulan Juli 2013. Debitur mengajukan
pinjaman ke Bank Mandiri karena merupakan salah satu bank yang menyediakan
kredit investasi, yaitu kredit jangka menengah atau jangka panjang yang diberikan
kepada calon debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam rangka
rehabilitasi, modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru, misalnya
untuk pembelian peralatan, mesin-mesin, bangunan dan tanah untuk pabrik, yang
pelunasannya dari hasil usaha dengan barang-barang modal yang dibiayai. Jumlah
pinjaman yang diperoleh dari bank diasumsikan senilai dengan total kebutuhan
investasi. Berdasarkan hasil perhitungan kelayakan finansial dengan
menggunakan dana pinjaman diperoleh hasil sebagai berikut (Tabel 25).
Tabel 25 Kelayakan finansial rekomendasi konservasi energi skenario II
Kriteria Investasi
Net Saving
NPV
Net B/C Ratio
IRR
Payback Period
Satuan
(Rp)
(Rp)
% / tahun
tahun
Nilai
1,928,612,599
504,172,029
2
12.50
6.19
Hasil analisis finansial dengan modal yang berasal dari pinjaman diperoleh
nilai penghematan bersih (net saving) Rp 1,928,612,599 dan Net Present Value
sebesar Rp 504,172,029 artinya proyek konservasi energi memberikan manfaat
yang positif pada tingkat suku bunga deposito 14 persen. Net B/C ratio sebesar 2
berarti dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan selama umur proyek mampu
menghasilkan manfaat sebesar 2 rupiah dan berdasarkan kriteria ini proyek
tersebut layak untuk dijalankan. Nilai IRR sebesar 12.50 persen lebih kecil dari
tingkat suku bunga yang berlaku sebesar 14 persen. Artinya investasi ini tidak
layak untuk dijalankan berdasarkan kriteria tersebut.
Berdasarkan waktu pengembalian investasi yang ditanamkan dalam upaya
menjalankan program konservasi energi listrik pada PT. PHE yang dianalisis
dengan payback period, berdasarkan perhitungan waktu yang diperlukan untuk
mengembalikan modal investasi 6.19 tahun atau 6 tahun 2 bulan 9 hari. Tingkat
pengembalian investasi program konservasi energi ini lebih kecil dari umur
proyek, sehingga rekomendasi layak untuk dijalankan berdasarkan waktu
pengembalian investasi. semakin pendek periode pengembalian modal dalam
suatu investasi mengindikasikan suatu investasi semakin baik untuk dijalankan.
Hasil analisis kelayakan finansial dengan menggunakan empat kriteria
kelayakan finansial dengan modal pinjaman pada tingkat diskonto 14 persen,
dapat disimpulkan bahwa rekomendasi konservasi energi tidak layak untuk
dijalankan berdasarkan kriteria Adjustment Internal Rate of Return. Sehingga
disarankan agar manajemen melakukan investasi dengan dana yang berasal dari
internal perusahaan karena lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan dana
yang bersumber dari pinjaman.
55
Sistem Manajemen Energi
Sistem manajemen energi (SME) merupakan sarana pendukung untuk
melaksanakan program konservasi energi. Manajemen energi dibutuhkan untuk
mendapatkan hasil yang optimal dalam setiap penggunaan energi. Dengan
menggunakan pendekatan sistem manajemen energi, suatu organisasi dapat
memaksimalkan penggunaan energi dengan baik sehingga pelaku usaha dapat
memantau dan mengatur penggunaan energi yang dapat memberikan efek
pengurangan biaya. Sistem manajemen energi juga dapat digunakan untuk
merencanakan tingkat efisiensi energi yang ditargetkan oleh suatu organisasi
sehingga dapat dilakukan penghematan energi yang berkelanjutan (EMI 2010).
Siklus manajemen energi yang diimplementasikan di PT. PHE baik dari
sisi teknis maupun manajerial mengacu pada ISO 50001 yaitu Plan - Do- Check Action (PDCA) seperti ditunjukkan pada Gambar 21.
Gambar 21. Siklus Manajemen Energi pada PT. PHE
Sebagai perusahaan yang memegang teguh prinsip keberlanjutan energi
dan green business dalam praktik perusahaan, PT. PHE telah merubah visi yang
dijabarkan secara jelas dalam misi perusahaan. Salah satu implementasi kebijakan
tersebut yaitu program efisiensi energi. Sebagai pengguna energi PT. PHE terus
melakukan inisiatif efisiensi energi dengan menggalakan efisiensi energi di
kantor. Sejak tahun 2010 perusahaan telah menetapkan target-target efisiensi
energi yakni sebesar 5 persen pada tahun 2010, 7 persen pada tahun 2011 dan 12.5
persen pada tahun 2013.
PT. PHE juga menjadi salah satu dari 100 unit usaha Pertamina yang
berpartisipasi dalam program PROPER. Pada tahun 2011 perusahaan telah
berhasil mendapatkan peringkat hijau dan berpartisipasi kembali untuk
memperoleh peringkat emas pada tahun 2013. PROPER atau Program Penilaian
Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup menjadi
target Pertamina sebagai bagian dari menyeimbangkan kegiatan usaha di bidang
ekonomi, sosial dan lingkungan.
Pelaksanaan PROPER diharapkan dapat memperkuat berbagai instrumen
pengelolaan lingkungan yang ada, seperti penegakan hukum lingkungan, dan
ekonomi. Disamping itu penerapan PROPER dapat menjawab kebutuhan akses
56
informasi, transparansi dan partisipasi publik dalam pengelolaan lingkungan di
Pertamina.
Penilaian kinerja penaatan perusahaan dalam PROPER dilakukan
berdasarkan atas kinerja perusahaan dalam memenuhi berbagai persyaratan
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kinerja
perusahaan dalam pelaksanaan berbagai kegiatan yang terkait dengan kegiatan
pengelolaan lingkungan dan efisiensi energi yang belum menjadi persyaratan
penaatan. Keikutsertaan PT. PHE dalam program PROPER sekaligus untuk
penataan Sistem Manajemen Energi yang diterapkan dengan beberapa tahapan
yaitu melakukan audit energi, benchmarking dan menjalankan hasil audit energi.
Alat yang digunakan dalam menganalisa model manajemen energi adalah
matrik manajemen energi. Matrik ini merupakan suatu alat untuk mengukur
kinerja model penerapan manajemen energi di pengguna energi seperti industri,
gedung dan fasilitas-fasilitas pengguna energi lainnya. Matrik ini
mengelompokkan kualitas sistem manajemen energi suatu badan usaha ke dalam
lima level implementasi manajemen energi. Level yang terendah adalah level 0
dan level yang tertinggi adalah level 4.
Matrik manajemen energi memiliki enam pilar utama yang dapat
memetakan kondisi aktual model penerapan manajemen energi di suatu pengguna
energi, kemudian dari pemetaan tersebut dapat dirancang aksi-aksi peningkatan
dari model penerapan manajemen energi yang eksisting. Aksi-aksi peningkatan
tersebut berupa rekomendasi dari masing-masing penilaian terhadap kondisi
eksisting masing-masing pilar matrik manajemen energi. Keenam pilar utama
matrik manajemen energi terdiri dari kebijakan dan sistem, organisasi energi,
motivasi, sistem informasi, promosi, dan investasi.
Berdasarkan acuan tersebut diatas implementasi SME pada bangunan
gedung perkantoran PT. PHE dapat diuraikan sebagai berikut.
1
Kebijakan dan sistem
Aspek kebijakan dan sistem dalam matrik manajemen energi digunakan untuk
mengetahui komitmen manajemen puncak. Karena komitmen tersebut menjadi
syarat mutlak bagi berjalannya program konservasi energi di suatu pengguna
energi. Tanpa adanya komitmen ini akan sulit untuk membentuk organisasi
yang bertanggungjawab dalam mengeksekusi program dan target-target
efisiensi energi. Pada bangunan kantor PT. PHE kebijakan yang berkaitan
dengan konservasi energi mendapatkan perhatian penuh dari pihak
manajemen, karena aspek konservasi energi terkait langsung dengan masalah
pengelolaan lingkungan hidup. Salah satu bentuk komitmen manajemen
puncak adalah melaksanakan assessment energi pada tahun 2011 dan saat ini
sedang menerapkan Sistem Manajemen Energi yang mengacu pada ISO
50001:2011. Aktivitas-aktivitas penerapan SME yang dilakukan antara lain:
a. Pelatihan ISO 50001: 2011
b. Sistem desain dan pengembangan manajemen energi ISO 50001:2011
c. Penerapan Sistem Manajemen Energi ISO 50001: 2011
d. Pelatihan audit internal Sistem Manajemen Energi ISO:50001:2011
e. Sertifikasi Audit
Karena saat ini proses penerapan dan sertifikasi tersebut sedang berjalan,
maka belum ada kebijakan resmi tentang manajemen energi dan organisasi
energi yang ditetapkan.
57
2
Organisasi energi
Organisasi dalam matrik digunakan untuk mengukur bagaimana model
manajemen puncak di dalam menerapkan sistem penugasan dan tanggung
jawab personal yang terlibat didalam alur tugas sistem perencanaan,
pengukuran, pemantauan, dan pelaporan terhadap pemanfaatan energi.
Organisasi energi merupakan elemen penting di dalam SME, karena dengan
organisasi yang efektif semua rencana-rencana aksi dan tugas-tugas pokok
pelaksanaan dapat diimplementasikan. Saat ini, organisasi energi di bangunan
gedung PT. PHE ditangani oleh Manajer Health Safety Security Environment
(HSSE), pengelolaan energi belum ditangani secara khusus oleh bidang energi.
3 Motivasi
Motivasi dalam matrik manajemen energi digunakan untuk mengukur model
komunikasi yang terjadi diantara pengelola energi (divisi yang
bertanggungjawab terhadap kondisi suplai energi) dengan pengguna energi
(divisi yang menggunakan energi) di dalam struktur internal perusahaan. Saat
ini, komunikasi yang berkaitan dengan pengelolaan energi di bangunan kantor
PT PHE belum terstruktur dengan jelas. Melalui ISO 50001:2011 pola
komunikasi tersebut dapat dibenahi.
4 Sistem monitoring
Kegiatan monitoring yang sudah dilakukan di bangunan kantor PT. PHE yaitu
monitoring berdasarkan data rekening bulanan dari pengelola gedung. Data
penggunaan diperoleh pengelola dari meteran energi yang terpasang pada
bangunan gedung. Namun demikian, monitoring secara rutin belum dilakukan
terhadap nilai IKE listrik.
5 Promosi
Promosi yang dimaksud dalam matrik manajemen energi adalah kegiatan
mengkampanyekan program konservasi energi. Peningkatan kesadaran atau
kemampuan pengelolaan energi merupakan sarana agar seluruh elemen
organisasi memiliki keinginan untuk berpartisipasi aktif dalam sistem
manajemen energi. Saat ini, kegiatan peningkatan kesadaran atau kemampuan
pengelolaan energi di bangunan gedung perkantoran PT. PHE masih berjalan
secara parsial, sementara aspek promosi yang dijalankan baru pada kegiatan
yang berkaitan dengan kewajiban PROPER.
6 Investasi
Program penghematan energi pada bangunan gedung perkantoran PT. PHE
masih bersifat investasi biaya rendah yang sifatnya house keeping.
Jika dituangkan kedalam matrik SME, status implementasi Sistem
Manajemen Energi pada PT. PHE berada pada level 1. Status pada level ini
menunjukkan selangkah lebih maju dalam penerapan manajemen energi. Adapun
matrik manajemen energi yang diterapkan pada PT. PHE disajikan pada Tabel 25.
58
Tabel 25 Matrik sistem manajemen energi PT. PHE
Tingkat
Kebijakan dan Sistem
Organisasi
4
Kebijakan formal
konservasi energi dan
sistem manajemen,
rencana aksi dan review
reguler dengan komitmen
dan manajemen senior,
atau bagian dari strategi
korporat
Kebijakan formal
konservasi energi, sistem
manajemen belum
formal, dan manajemen
puncak belum memiliki
komitmen aktif.
Kebijakan energi
informal dibuat oleh
manajer energi atau
manager senior
Manajemen energi telah
terintegrasi dalam struktur
manajemen pendelegasian
tanggung jawab yang jelas
tentang penggunaan energi
3
58
2
Manajer energi dan
accountable pada komite
energi yang sesuai oleh
anggota dari manajemen
puncak
Manajer energi sudah ada,
melaporkan ke komite ad-hoc
tapi garis manajerial dan
otoritas belum jelas
Motivasi
/Komunikasi
Komunikasi formal dan
informal secara reguler
yang dilakukan oleh
manajer energi dan
semua tingkat staff
Komite energi sebagai
saluran utama
bersamaan sebagai
kontak dengan
pengguna energi yang
paling besar
Kontak dengan
pengguna energi besar
melalui adhoc yang
diketuai oleh manajer
senior departemen
1
Petunjuk Belum Dibuat
Manajer energi dilakukan
oleh seorang bersifat paruh
waktu dengan pengaruh dan
otoritas terbatas
Kontak informal antara
engineer dan beberapa
pengguna energi
0
Tidak ada kebijakan
Tidak ada manajer energi atau
formal organisasi yang
bertanggung jawab terhadap
penggunaan
Tak ada kontak dengan
pengguna energi
Sistem Informasi
/Monitoring
Sistem menyeluruh yang
membuat target, pemantauan
dan konsumsi energi dan
buangan emisi, identifikasi
kesalahan, jumlah biaya
penghematan serta
pemantauan anggaran untuk
penggunaan energi
Laporan monitoring dan
sasaran untuk masing –
masing individu berdasar
pada metering tetapi
penghematan tidak dilaporkan
pada pengguna secara efektif
Laporan pemantauan dan
sasaran berdasar pada data
pengukuran dan tagihan. Staff
energi diikutsertakan secara
tidak langsung pada
pembuatan
Laporan berdasar pada data
tagihan. Engineer
mengkompilasi laporan untuk
penggunaan internal berkaitan
dengan departemen teknis
Tidak ada sistem informasi.
Tidak ada perhitungan untuk
konsumsi energi
Promosi/Capacity
Building
Memasarkan nilai
efisiensi energi dan
kinerja manajemen
energi baik di dalam
maupun di luar
organisasi
Investasi/
Implementasi
Seluruh investasi
berorientasi
efisiensi energi
Program pelatihan
untuk staff,
kesadaran dan
kempanye reguler
Penilaian yang
jelas untuk semua
bangunan,
peralatan dan
peluang
Kesadaran pada
beberapa staff
umum dan pelatihan
Investasi masa
payback pendek
yang
dilaksanakan
Adanya sosialisasi
informal
hanya perbaikan
biaya rendah dan
tanpa biaya yang
dilakukan
Tidak ada promosi
konservasi energi
Tidak ada
investasi untuk
konservasi
59
Implikasi Manajerial
Manajemen konservasi energi adalah program terencana yang bertujuan
untuk mengurangi anggaran biaya pengeluaran energi pada suatu instansi atau
perusahaan. Program konservasi energi yang diterapkan dapat menghemat biaya
energi dalam periode tertentu, sehingga akan tersedia dana yang dapat dikonversi
untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan, serta akan mampu
meningkatkan daya saing perusahaan. Berdasarkan hasil temuan terhadap
konsumsi dan biaya energi listrik dalam penelitian terdapat ketidaksesuaian
penggunaan energi listrik dengan jam operasional kantor. Sehingga untuk
mengurangi biaya energi listrik petugas teknik perlu menyesuaikan jam nyala dan
jam mati peralatan listrik sehingga dapat meminimalisir energi yang terbuang
akibat penggunaan yang tidak perlu dan IKE listrik bangunan gedung lebih
efisien.
Kualitas kinerja peralatan dan sistem kelistrikan pada bangunan gedung
juga termasuk kedalam aspek yang dianalisis dalam audit energi. Kualitas sistem
kelistrikan yang ditunjukkan oleh profil cosphi, ketidakseimbangan tegangan dan
arus, frekuensi, harmonisa tegangan dan arus listrik merupakan aspek yang diukur
untuk mengetahui indikator kualitas kelistrikan pada bangunan gedung PT. PHE.
Kualitas daya yang baik akan memperbaik drop tegangan, faktor daya, rugi-rugi
daya, kapasitas daya dan efisiensi energi listrik. Untuk mengatasi permasalahan
pada kualitas daya perlu dipasang peralatan yang bisa menjaga kualitas daya
semakin baik yakni dengan menggunakan softswitch SVC dan penggunaan LCD
grafik untuk menampilkan gelombang daya, tegangan, arus serta menampilkan
nilai cosphinya. Sementara itu, harmonisa tegangan dan harmonisa arus dapat
diatasi dengan memasang harmonic filter yang sesuai dengan peralatan yang
dapat menyebabkan timbulnya harmonik.
Hasil audit energi sistem selubung bangunan, tata cahaya dan tata udara
secara umum menunjukkan kesesuaian dengan Standar Nasional Indonesia.
Walaupun demikian masih terdapat peluang untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan energi. Untuk menurunkan nilai IKE dan biaya energi listrik
bangunan gedung PT. PHE pada sistem tata udara direkomendasikan untuk
menggeser jam nyala AC atau chiller 1 jam sebelum jam kerja dan mematikan AC
atau chiller 30 menit sebelum jam kerja berakhir. Pada sistem tata cahaya, untuk
menghemat penggunaan energi listrik direkomendasikan agar pihak pengelola
gedung meretrofit lampu jenis TL 36 watt dengan TL LED 18 watt di ruang kerja,
meretrofit lampu TL 18 watt di ruang kerja dengan jenis TL LED 9 watt,
meretrofit PLC 14 watt dengan LED 9 watt di koridor dan lobi, mematikan lampu
di lobby saat pencahayaan dari luar mencukupi dan melakukan penjadwalan
perawatan secara rutin berupa pembersihan reflektor lampu agar kualitas
pencahayaan terjaga.
Apabila peluang-peluang konservasi energi tersebut diimplementasikan
dengan dua alternatif sumber pendanaan, maka berdasarkan perhitungan terhadap
kriteria investasi, pihak manajemen dapat mendapatkan hasil investasi ayng lebih
menguntungkan apabila melakukan investasi dengan dana yang berasal dari
internal perusahaan karena kriteria-kriteria menunjukkan nilai yang lebih baik.
Langkah implementasi konservasi energi pada PT. PHE harus ditunjang oleh
Sistem Manajemen Energi (SME). Manajemen energi ini sangat penting untuk
60
memperoleh efisiensi energi yang berkelanjutan dan meningkatkan kinerja energi.
Peningkatan kinerja energi dapat memberikan manfaat yang cepat untuk sebuah
organisasi dengan memaksimalkan penggunaan sumber energi dan aset yang
berhubungan dengan energi, sehingga mengurangi biaya dan konsumsi energi.
SME pada PT. PHE dapat dilakukan dengan mengacu pada matriks manajemen
energi antara lain fokus pada aspek kebijakan dan sistem, pengembangan
organisasi energi, motivasi, sistem informasi, promosi dan investasi.
Sebagai tahap awal implementasi pihak manajemen dapat menyusun
usulan tertulis yang memuat tentang kebijakan umum efisiensi energi, target
penurunan konsumsi energi, dan penunjukkan penanggungjawab dan tim
penghematan energi. Pembentukan gugus organisasi energi diharapkan dapat lebih
fokus dalam menjalankan program kerjanya mulai dari perencanaan, pelaksanaan
konsumsi energi, dan evaluasi dari tindakan-tindakan perbaikan untuk
menurunkan intensitas konsumsi energi. Gugus energi dibentuk dengan struktur
formal berdasarkan surat keputusan manajemen dimana tugas pokok dan fungsi
dari gugus tersebut diatur dengan jelas. Kebijakan dan organisasi yang baik dapat
menjaga dalam upaya meningkatkan program kebersamaan, keterbukaan dan
kepedulian, mulai dari level paling atas hingga level bawah pada program
konservasi energi, sehingga komunikasi formal dan informal secara reguler akan
terbentuk dan menjadi budaya organisasi. Untuk itu perlu adanya program
peningkatan kapasitas yang dapat memacu personel guna menciptakan ide-ide
baru dalam mendukung program organisasi energi dan konservasi energi.
Sistem informasi energi juga merupakan hal penting dalam SME.
Berdasarkan hasil penelitian sistem monitoring energi pada PT. PHE masih
berupa metering PLN atau KWH meter. Belum ada sistem evaluasi energi
khususnya pada kondisi-kondisi dimana nilai IKE yang terjadi di luar nilai batas
normal trend histroris. Pengelompokan pusat biaya energi perlu semakin
difokuskan dengan cara lebih mengelompokkan berdasarkan fungsi proses untuk
keperluan monitoring, evaluasi dan pelaporan energi gedung kantor 8, kantor 10,
gedung IT dan gedung serbaguna atau gedung pendukung lainnya. Meningkatkan
sistem monitoring tidak hanya penggunaan secara total pada bangunan gedung
kantor, melainkan ke pola kinerja peralatan seperti AC, lampu dan peralatan
kantor lainnya. Hal ini disebabkan peralatan akan mengalami penurunan kinerja
akibat umur dan atau pola operasi peralatan. Sistem informasi manajemen energi
secara bertahap perlu ditingkatkan ke tingkat sistem yang lebih komprehensif
yaitu berupa sistem menyeluruh yang membuat target IKE, pemantauan dan
konsumsi energi spesifik di setiap cost center, identifikasi kesalahan atau
pemborosan, jumlah biaya penghematan serta pemantauan anggaran untuk
penggunaan energi.
Perlu peningkatan kesadaran, kepedulian dan pengetahuan staf pelaksana
atau personel bagian aset termasuk di tingkat manajemen menengah melalui
pelatihan atau workshop internal secara berkala. Membangun kapasitas tim
melalui partisipasi personel pengelola energi untuk mengikuti pelatihan sistem
manajemen energi sehingga dapat terjadi transfer pengetahuan kepada setiap
personel tim yang mengarah pada terwujudnya budaya efisiensi energi, serta
meningkatkan proses kinerja manajemen didalam maupun diluar organisasi.
Sehingga setiap investasi berorientasi pada efisiensi energi.
61
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka secara umum dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
1 Konsumsi dan biaya energi listrik tahun 2012 berfluktuasi tetapi cenderung
mengalami penurunan. Namun nilai IKE tergolong dalam kategori cukup
efisien. Profil beban energi listrik harian memperlihatkan adanya
ketidaksesuaian jam operasi peralatan dengan jam operasional kerja.
2 Kualitas sistem kelistrikan yang terdiri atas nilai cosphi, tegangan, arus,
frekuensi dan harmonisa menunjukkan nilai yang sesuai standar kecuali nilai
maksimum ketidakseimbangan arus pada trafo 2 dan nilai harmonisa tegangan
dan arus.
3 Nilai OTTV selubung bangunan gedung 29.45 Watt/m2, nilai tersebut masih
dibawah nilai standar nasional Indonesia. Untuk mempertahankannya yaitu
dengan mengurangi radiasi sinar matahari yang masuk ke dalam bangunan
gedung.
4 Kondisi kenyamanan termis yang ditunjukkan oleh temperatur dan
kelembaban udara dalam bangunan gedung secara umum telah memenuhi
standar SNI 6390-2011. Unjuk kerja peralatan pengkondisian udara juga
berada pada kondisi optimal.
5 Intensitas daya penerangan sistem tata cahaya di gedung PT. PHE sesuai
dengan Standara Nasional Indonesia lebih kecil dari batasan standar yaitu
lebih kecil dari 12 w/m2 untuk ruang kerja. Akan tetapi kuat pencahayaan di
ruang kerja belum seluruhnya sesuai standar SNI 6197-2011. Berdasarkan
hasil pengukuran berkisar antara 100 hingga 250 lux.
6 Langkah-langkah konservasi energi yang dapat diimplementasikan pada
sistem tata udara antara lain dengan menggeser jam nyala dan jam mati AC
atau chiller. Pada sistem tata cahaya dapat dilakukan dengan meretrofit jenis
lampu yang ada dengan lampu hemat energi (light emitting diode),
pemanfaatan cahaya alami di lobi dan perawatan secara rutin. Jika dilihat dari
parameter kelayakan finansial rekomendasi konservasi energi pada sistem tata
udara dan tata cahaya, investasi konservasi energi yang direkomendasikan
yaitu dengan menggunakan dana internal perusahaan. Sementara sistem
manajemen energi di PT. PHE yang dirangkum dalam matriks manajemen
energi masih berada pada level 1.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka secara umum dapat
direkomendasikan beberapa saran sebagai berikut:
1 Konsumsi energi listrik dan nilai IKE dapat diturunkan dengan menerapkan
aturan yang lebih tertib dalam penggunaan daya listrik, seperti halnya
menghindari penggunaan daya pada peak hour, tidak meninggalkan peralatan
listrik idle, mematikan lampu saat tidak diperlukan, penggunaan AC tidak
62
2
3
4
5
6
pada setting maksimum, serta menyesuaikan jam operasi peralatan listrik
dengan jam operasional kantor.
Secara teknis menata dan memelihara peralatan yang menggunakan energi
agar tetap bekerja dalam penggunaan energi yang efisien atau dapat juga
dilakukan dengan memasang occupancy sensor.
Memperbaiki building envelope, meminimalisasi kebocoran termal yang
terjadi pada gedung, seperti buruknya isolasi antara di luar dan di dalam serta
memperbaiki sistem vegetasi lingkungan gedung.
Peralatan pengkondisian udara berlaku sama seperti peralatan lainnya dimana
faktor usia mempengaruhi unjuk kerja peralatan, maka perlu dilakukan
perawatan berkala dan terus menerus. Langkah lain yaitu dengan beralih
menggunakan peralatan listrik atau peralatan yang mempunyai efisiensi lebih
baik secara teknologi dibandingkan dengan kondisi eksisting, seperti
menggunakan pengkondisian udara dengan EER yang lebih tinggi.
Kuat pencahayaan di ruang kerja yang dianjurkan oleh SNI yaitu 300 – 350
lux. Untuk mencapai angka tersebut perlu diretrofit dengan lampu light
emitting diode sesuai rekomendasi hasil audit energi.
Untuk menjalankan rekomendasi hasil audit energi perlu komitmen kuat dari
top manajemen. Oleh karena itu diharapkan top manajemen dapat
memperbaiki sistem manajemen energi yang telah ada dengan rancangan
program konservasi energi yang lebih jelas, tertulis dan disosialisaikan serta
setiap investasi yang dikeluarkan harus menunjang program konservasi energi.
63
DAFTAR PUSTAKA
Akhadi M. 2009. Ekologi Energi. Mengenali Dampak Lingkungan dalam
Pemanfaatan Sumber-Sumber Energi. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Anderson GO. 2003. Energy Efficient Lighting Design. Domestic Use of Energy.
Proceeding of the 2003 International Conference towards sustainable
Energy, Solutions for the Developing World. Cope Town, 31 March – 3
April 2003. Cape Technikon:103-109.
ASHRAE. 2009. Handbook: Fundamentals. Inc. Atlanta (US): American Society
of Heating Refrigerating and Air Conditioning Engineers.
[BPPT] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2012. Perencanaan Efisiensi
dan Elastisitas Energi 2012. Tangerang (ID): BPPT Press.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2000. Prosedur Audit Energi pada
Bangungan Gedung, Konservasi Energi Sistem Pencahayaan Bangunan
Gedung (SNI 03-6196-2000, SNI 03-6090-2000, SNI 03-6197-2000).
Jakarta (ID): Departemen Pendidikan Nasional.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2011. Prosedur Audit Energi pada Bangunan
Gedung ( SNI 6196:2011). Jakarta (ID): BSN.
-------. 2011. Konservasi Energi Sistem Selubung Bangunan pada Bangunan
Gedung ( SNI 6389:2011). Jakarta (ID): BSN.
-------. 2011. Konservasi Energi Sistem Tata Udara Bangunan Gedung ( SNI
6390:2011). Jakarta (ID): BSN.
-------. 2011. Konservasi Energi Sistem Pencahayaan ( SNI 6197:2011). Jakarta
(ID): BSN.
Dekker (1990). Industrial Power Distribution and Illuminating System. New York
(US): Rao Chen
[DEPDIKNAS] Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Pedoman Pelaksanaan
Konservasi Energi dan Pengawasan di Lingkungan Depdiknas. Jakarta
(ID): Depdiknas
Elyza dkk. 2005. Efisiensi Energi di Hotel. Jakarta (ID): Yayasan Pelangi
[EMI] Energy Management Indonesia. 2010. Best Practice Efisiensi Energi pada
Bangunan Perkantoran. Jakarta (ID): EMI.
[ESDM] Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral. 2011. Kantor Hemat
Energi. Energi Efficiency and Conservation Clearing House Indonesia.
Jakarta (ID): Direktorat Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi.
Kementerian ESDM.
[ESDM] Kementerian Energi dan Sumbderdaya Mineral, [DANIDA] The
Ministry of Foreign Affairs of Denmark, [DEM] Danish Energy
Management. 2012. Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan
Gedung di Indonesia. Jakarta (ID): ESDM.
Indrajit. 2004. Kajian Strategis Cost-Benefit teknologi Informasi. Panduan
investasi pengembangan TI di perusahaan. Yogyakarta (ID): Penerbit
ANDI.
Karnoto. 2008. Efisiensi energi listrik kampus Undip Tembalang. Jurnal Teknik
Elektro, Jilid 10, Nomor 1, Maret 2008, hlm 38-42. Semarang (ID):
UNDIP.
64
[Kemenperin] Kementerian Perindustrian. 2011. Pedoman Teknis Studi Kelayakan
(Implementasi Konservasi Energi dan Pengurangan Emisi CO2 di
Sektor Industri). Jakarta (ID).
Loekita S. 2006. Analisis Konservasi Energi Melalui Selubung Bangunan. Civil
Engineering Dimension, Vol. 8, No.2 93-98, September 2006. Surabaya
(ID):Universitas Kristen Petra.
Mukhlis. 2011. Evaluasi Penggunaan Listrik Pada Bangunan Gedung di
Lingkungan Universitas Tadulako. Jurnal Ilmiah Foristek Vol. 1, No.1,
Maret 2011, hlm 34. Palu (ID): Universitas Tadulako.
Nugroho Hanan. 2005. Konservasi Energi Sebagai Keharusan yang Terlupakan
dalam Manajemen Energi Nasional Indonesia: Belajar dari Jepang dan
Muangthai. Lokakarya Konservasi Energi di Yokohama serta
Kunjungan ke berbagai Proyek Konservasi Energi di Jepang. Januari –
Februari. 2005. Jakarta (ID): BAPPENAS. Hlm 1-11; (diunduh 2011)
Jan
7).
Tersedia
pada:
http://www.bappenas.go.id/get-fileserver/node/8495/.
PT.PLN. 2012. Tarif dan Golongan Pelanggan listrik. Jakarta (ID): PLN. Diakses
pada: www.pln.co.id.
Republik Indonesia. 2012. Peraturan Menteri ESDM No.13 tahun 2012 tentang
Penghematan Pemakaian Tenaga Listrik. Jakarta (ID): Kementerian
Energi dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia
Rizkani dan Ciptomulyono. 2012. Audit Energi dengan Pendekatan Model
MCDM-PROMETHEE untuk Konservasi serta Efisiensi Listrik di
Rumah Sakit Haji Surabaya. Jurnal Teknik ITS Vol.1, Sept 2012. Hlm
A465. Surabaya (ID): ITS.
Surya. 2008. Analisis Harmonisa Tegangan di Gedung Direktorat TIK.
Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung
Siswoyo dan Zulkarnaen. 2009. Konservasi Energi Listrik Pada Bangunan Kantor.
Jurnal listrik Volume 6 Nomor 2, September 2009: hal 63 – 72.
Bandung (ID): Politeknik Negeri Bandung.
Umar H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis Edisi 3. Jakarta (ID): PT. Gramedia
Pustaka Utama
64
65
Lampiran 1 Hasil pengukuran kenyamanan termis di bangunan gedung PT. PHE
Titik
Ukur
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
Nama Ruang
Lantai 17
R. Kerja sisi Kiri
R. Kerja sisi kanan
R. Rapat
Lantai 16
R.kerja sisi kiri
R.kerja sisi kanan
Loby
Lantai 15
R. Kerja
Pantry
Loby
Lantai 14
R.Kerja
Loby
Lantai 13
R.kerja sisi kiri
R.kerja sisi kanan
Lantai 12
R.kerja sisi kiri
R.kerja sisi kanan
Loby
Lantai 11
R.kerja sisi kiri
R.kerja sisi kanan
Loby
Lantai 10
R. kerja
Loby
Lantai 9
Loby
Lantai 8
R.kerja
Lantai 7
RVP + sekretaris
Lantai 5
Koridor R. kerja
Loby
R. kerja
Lantai 4
Loby
R. Kerja
Lantai 3
R. Poliklinik
R. Dokter
Koridor R. kerja
Lantai 2
Koridor R kerja
Lantai 1
Koridor Depan
R. kerja
Ground
R. kerja
Loby
Eksisting
(0C)
Temperatur
Standar SNI
6390-2011 (0C)
Kondisi
Eksisting
(0C)
Kelembaban
Standar SNI
6390-2011 (0C)
Kondisi
24.2
23.1
22.8
25.5±1.5
25.5±1.5
25.5±1.5
Standar
Di bawah
Di bawah
63.2
61.5
63.9
60±5
60±5
60±5
Standar
Standar
Standar
24.9
24.7
24.7
25.5±1.5
25.5±1.5
28.5±1.5
Standar
Standar
Standar
61.4
64.7
62.5
60±5
60±5
60±10
Standar
Standar
Standar
24.3
24.3
24.6
25.5±1.5
28.5±1.5
28.5±1.5
Standar
Dibawah
Di bawah
61
61
61.5
60±5
60±10
60±10
Standar
Standar
Standar
24.3
23.9
25.5±1.5
28.5±1.5
Standar
Di bawah
64.7
62.9
60±5
60±10
Standar
Standar
24.5
23.7
25.5±1.5
25.5±1.5
Standar
Di bawah
62.1
63.1
60±5
60±5
Standar
Standar
25.1
25
24.5
25.5±1.5
25.5±1.5
28.5±1.5
Standar
Standar
Di bawah
60
61.3
59.5
60±5
60±5
60±10
Standar
Standar
Standar
24.9
25
25.1
25.5±1.5
25.5±1.5
28.5±1.5
Standar
Standar
Di bawah
58.6
60
56.9
60±5
60±5
60±10
Standar
Standar
Standar
24.8
25.8
25.5±1.5
28.5±1.5
Standar
Di bawah
58.1
56.1
60±5
60±10
Standar
Standar
24.9
28.5±1.5
Di bawah
58.3
60±10
Standar
24.5
25.5±1.5
standar
58.2
60±5
Standar
25.2
25.5±1.5
standar
61.4
60±5
Standar
24.7
23.8
23.9
25.5±1.5
28.5±1.5
25.5±1.5
Standar
Di bawah
standar
57.6
59.6
60
60±5
60±10
60±5
Standar
Standar
Standar
23.8
24
28.5±1.5
25.5±1.5
Di bawah
standar
60.5
59.5
60±10
60±5
Standar
Standar
24.1
24.2
23.5
25.5±1.5
25.5±1.5
28.5±1.5
Standar
Standar
Di bawah
58.5
57
59.6
60±5
60±5
60±10
Standar
Standar
Standar
24.3
28.5±1.5
Di bawah
59.6
60±10
Standar
25.4
24
28.5±1.5
25.5±1.5
Di bawah
standar
59.6
59.7
60±10
60±5
Standar
Standar
24.5
25
25.5±1.5
28.5±1.5
standar
Di bawah
59.5
60
60±5
60±10
Standar
Standar
66
Lampiran 2 Daya dan intensitas peralatan AC bangunan gedung PT. PHE
Lantai
Daya Chiller
Daya
AHU
Daya Total
Pendingin
PL LT 17
PL LT 16
PL LT 15
PL LT 14
PL LT 13
PL LT 12
PL LT 11
PL LT 10
PL LT 9
PL LT 8
PL LT 7
PL LT 6
PL LT 5
PL LT 4
PL LT 3
PL LT 2
PL LT 1
PL LT Ground
38937.06531
38937.06531
38937.06531
38937.06531
38937.06531
38937.06531
38937.06531
38937.06531
38937.06531
38937.06531
38937.06531
38937.06531
38937.06531
38937.06531
38937.06531
38937.06531
38937.06531
38937.06531
12.07488
12.07488
12.07488
12.18432
17.61984
17.83872
13.05984
13.05984
10.50624
10.50624
11.16288
10.944
10.944
10.17792
7.44192
8.208
4.9248
12.14784
38949.14019
38949.14019
38949.14019
38945.24963
38954.68515
38954.90403
38950.12515
38950.12515
38947.57155
38947.57155
38948.22819
38948.00931
38948.00931
38947.24323
38944.50723
38945.27331
38941.99011
38949.21315
Luas
Lantai
(m2)
1029
1029
1029
1029
1029
1029
1029
1029
1029
1029
1029
1029
1029
1029
1029
1029
1029
1029
Intensitas
(Watt/m2)
Bencmark
(50w/m2)
Kondisi
37.85
37.85
37.85
37.85
37.86
37.86
37.85
37.85
37.85
37.85
37.85
37.85
37.85
37.85
37.85
37.85
37.85
37.85
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
< standar
< standar
< standar
< standar
< standar
< standar
< standar
< standar
< standar
< standar
< standar
< standar
< standar
< standar
< standar
< standar
< standar
< standar
Lampiran 3 Intensitas daya penerangan bangunan gedung PT. PHE
67
Lampiran 4 Kuat pencahayaan pada bangunan gedung PT. PHE
Nama Ruang
Lantai 17
R kerja sisi kiri
R kerja sisi kanan
R rapat
Lantai 16
R kerja sisi kiri
R kerja sisi kanan
Loby
Lantai 15
R kerja
Pantry
Loby
Lantai 14
R kerja
Loby
Lantai 13
R kerja sisi kiri
R kerja sisi kanan
Lantai 12
R kerja sisi kiri
R kerja sisi kanan
Loby
Lantai 11
R kerja sisi kiri
R kerja sisi kanan
Loby
Lantai 10
R kerja
loby
Lantai 9
loby
Lantai 8
R kerja
Lantai 7
R VIP & sekretaris
Lantai 5
Koridor R Kerja
Pantry
Loby
R Kerja
Lantai 4
Loby
R Kerja
Lantai 3
R Loby Poliklinik
R Dokter
Koridor R Kerja
Lantai 2
Koridor R Kerja
Lantai 1
Koridor Depan
R Kerja
Ground
R Kerja
Loby
Lux
Rata-Rata
(lux)
Standar SNI
6197:2011
Kondisi
220
250
300
330
190
150
275
220
225
350
350
300
< standar
< standar
< standar
300
250
85
210
180
125
225
215
105
350
350
300
< standar
< standar
< standar
250
365
170
300
365
210
275
365
190
350
300
300
< standar
>standar
< standar
250
160
360
180
300
170
350
300
< standar
< standar
132
60
370
185
251
172.5
350
350
< standar
< standar
260
270
275
300
230
275
280
250
275
350
350
300
135
105
204
180
210
237
157.5
157.5
220.5
350
350
300
< standar
< standar
< standar
< standar
< standar
< standar
< standar
195
232
230
260
212.5
246
350
350
< standar
< standar
85
120
102.5
300
< standar
125
190
157.5
350
< standar
235
300
267.5
350
< standar
120
215
115
165
120
215
115
200
120
215
115
182.5
150
300
300
350
< standar
< standar
< standar
< standar
220
130
247
170
233.5
150
300
350
< standar
< standar
125
275
130
220
430
130
172.5
352.5
130
300
350
150
< standar
> standar
< standar
105
125
115
150
< standar
269
220
269
300
269
280
150
350
> standar
< standar
180
240
250
280
215
260
350
300
< standar
< standar
70
Lampiran 5 Kelayakan investasi konservasi energi pada PT. PHE dengan sekenario I
Tahun
Uraian
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
I. Inflow
1. Penghematan
Sistem Tata Udara
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
Sistem Tata Cahaya
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
Total Penghematan
2. Nilai Sisa
Lampu TL LED 18 watt
22,500,000
Lampu TL LED 9 watt
87,069,000
Lampu LED 9 watt
9,693,000
Total Nilai Sisa
Total Inflow
119,262,000
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
601,882,308
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
II. Outflow
1. Biaya Investasi
Lampu TL LED 18 watt
225,600,000
Lampu TL LED 9 watt
870,696,000
Lampu LED 9 watt
Total Biaya Investasi
96,930,000
1,193,226,000
2. Biaya Operasional
68
Pemasangan
Pemasangan dan
Pemeliharaan
Total Outflow
8,000,000
1,201,226,000
71
Lanjutan lampiran 5
Tahun
Uraian
Net Benefit
Discount Factor 6.5%
PV
1
-718,605,692
2
474,620,308
3
474,620,308
4
474,620,308
5
474,620,308
6
474,620,308
7
474,620,308
8
474,620,308
9
474,620,308
10
593,882,308
0.939
0.882
0.828
0.777
0.730
0.685
0.644
0.604
0.567
0.533
-674,747,129
418,453,400
392,913,991
368,933,325
346,416,267
325,273,491
305,421,118
286,780,392
269,277,364
316,376,568
PV (+)
3,029,845,916
PV (-)
-674,747,129
Net B/C
NPV
IRR
PP
4
1,461,155,127
55.36%
3.25 tahun
69
72
Lampiran 6 Kelayakan investasi konservasi energi pada PT. PHE dengan skenario II
Tahun
Uraian
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
I. Inflow
1. Penghematan
Sistem Tata Udara
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
Sistem Tata Cahaya
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
Total Penghematan
2. Nilai Sisa
Lampu TL LED 18 watt
22,500,000
Lampu TL LED 9 watt
87,069,000
Lampu LED 9 watt
9,693,000
Total Nilai Sisa
Total Inflow
119,262,000
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
601,882,308
0
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
119,322,600
119,322,600
119,322,600
119,322,600
119,322,600
119,322,600
119,322,600
119,322,600
119,322,600
119,322,600
II. Outflow
1. Biaya Investasi
Lampu TL LED 18 watt
225,600,000
Lampu TL LED 9 watt
870,696,000
Lampu LED 9 watt
Total Biaya Investasi
96,930,000
1,193,226,000
2. Biaya Operasional
Pemasangan
Pemeliharaan
70
3. Cicilan Kredit
Pengembalian Pinjaman
pokok
8,000,000
73
Lanjutan lampiran 6
Tahun
Uraian
1
Bunga Pinjaman
Total Outflow
Net Benefit (saving)
Discount Factor 14%
PV
2
7
8
9
10
70,648,558
61,972,419
54,361,771
47,685,764
41,829,618
36,692,647
32,186,533
1,425,217,547
211,137,466
199,861,956
189,971,158
181,295,019
173,684,371
167,008,364
161,152,218
156,015,247
151,509,133
-942,597,239
271,482,842
282,758,352
292,649,150
301,325,289
308,935,937
315,611,944
321,468,090
326,605,061
450,373,175
0.877
0.769
0.675
0.592
0.519
0.456
0.400
0.351
0.308
0.270
-826,839,684
208,897,231
190,853,833
173,271,790
156,498,913
140,747,057
126,130,312
112,693,550
100,433,650
121,485,376
-826,839,684
PP
6
80,539,356
PV (-)
IRR
5
91,814,866
1,331,011,712
NPV
4
104,668,947
PV (+)
Net B/C
3
2
504,172,029
12.50%
6.19 tahun
71
72
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 17 Desember 1981 dari
pasangan H. Muslihin dan Mamay Komarah. Penulis merupakan anak ke-2 dari
tiga bersaudara. Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Agribisnis
Penyelenggaraan Khusus, Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 2009. Pada
tahun 2010 penulis melanjutkan jenjang pendidikan di Program Studi Ilmu
Manajemen, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun
2013. Pada tahun 2006 penulis pernah bekerja di sebuah konsultan yang
bergerak di bidang pengembangan sumberdaya manusia dan aplikasi teknologi,
kemudian pada tahun 2009 bergabung dengan LPPM-IPB sebagai project officer
dan pada tahun 2010 bergabung di Direktorat Kerjasama dan Program
Internasional, IPB.
Bogor, Oktober 2013
Ajen Mukarom
Download