ANALISIS PENCEMARAN LOGAM BERAT Cu, Cd dan Pb DI PERAIRAN KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA (Studi kasus P.Panggang dan P. Pramuka) HARRY SUDRADJAT JOHARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul analisis pencemaran logam berat Cu, Cd dan Pb di Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta adalah karya saya sendiri dan tidak diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau diikuti dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhis tesis ini. Bogor, Januari 2009 Penulis, HARRY SUDRADJAT JOHARI P051064134 ABSTRACT HARRY SUDRADJAT JOHARI. Contamination Analysis of Heavy Metal Cu, Cd and Pb in the waters of Kepulauan Seribu Regency, Jakarta Province (Bakeout Island Case Study and Pulau Pramuka). Guided by ETTY RIANI and RUDHY GUSTIANO. Research on the contamination of heavy metals in the waters of Kepulauan Seribu Regency, Jakarta Province, was done using four observed components : sea water, sediment, coloured rasor shell (Pinna muricata) and milkfish (Chanos chanos). Heavy metals examined were copper (Cu), cadmium (Cd) and lead (Pb) in ten sampling sites. Method used in the heavy metals analysis were Indonesian National Standart (SNI) using atomic absorption spectrofotometry (AAS), regresion analysis were then applied on the collected data to understand the relationship among the component studied. The results showed that the concentration of heavy metals Cu, Cd and Pb in sea water as follow 0,0017 -0,0041 mg/l, 0,0014-0,0040 mg/l, 0,0062-0,0074 mg/l. Meanwhile in sediment, they were 0,3878-6,4345 mg/kg, 0,1536-3,0244 mg/kg, 0,4260-1,5770 mg/kg. Among three metals observed only Cu was not exist in coloured rasor shell and milkfish. The concentration of Cd in shell and fish following order were 0,0043-0,0090 mg/kg, and 0,0087-0,0147 mg/kg, for Pb, it was 0,0043 – 0,0890 mg/kg, in shell an 0,053-0,0127 mg/kg in fish. Regression analysis clarified that concentration heavy metals in sea water and sediment has tigh relationship in contrast, there were tight relationship between heavy metals in sea water and biotic organism (shell and fish). Keyword : Heavy metal, sea water, shell (Pinna muricata), milkfish (Chanos chanos), Kepulauan Seribu Jakarta. RINGKASAN HARRY SUDRDAJAT JOHARI. Analisis Pencemaran Logam Berat Cu, Cd dan Pb di Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dibimbing oleh oleh ETTY RIANI, RUDHY GUSTIANO. Kepulauan Seribu berdasarkan Undang-undang nomor 34 tahun 1999, ditetapkan sebagai salah satu Kabupaten Administrasi setingkat dengan wilayah tingkat II di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terdiri dari 110 pulau, namun baru 11 pulau yang dihuni penduduk. Kepulauan Seribu terdiri atas 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan dan Kepulauan Seribu Utara dengan jumlah penduduk 19.593 jiwa. Salah satu pulau yang ada di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara adalah Pulau Dua Barat yang berjarak 70 mil dari Jakarta dan Pulau Untung Jawa paling selatan dengan jarak 37 mil dari Jakarta. Secara umum, logam berat yang ada pada bahan makanan berbahaya bagi kesehatan dan logam berat yang ada pada bahan makanan dari laut pada umumnya berasal dari perairan. Di wilayah Teluk Jakarta, informasi pencemaran logam berat sudah banyak diteliti. Namun demikian penelitiannya masih terbatas di lokasi yang berdekatan dengan pantai utara Jakarta dan lebih ke arah kandungannya di perairan. Sedangkan penelitian pencemaran logam berat di perairan Kepulauan Seribu dan pengaruhnya pada biota yang hidup di dalamnya (baik liar maupun budidaya) masih belum atau kurang diteliti. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian analisis status pencemaran logam berat Cu, Cd dan Pb di perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Logam-logam berat yang terlarut dalam badan perairan pada konsentrasi tertentu akan berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan. Meskipun daya racun yang ditimbulkan oleh satu logam berat terhadap semua biota perairan tidak sama, namun kehancuran dari sekelompok dapat menjadikan terputusnya satu mata rantai kehidupan. Pada tingkat lanjutnya, keaadan tersebut tentu saja dapat menghancurkan satu tatanan suatu ekosistem perairan (Palar, 1994). Secara alamiah unsur logam berat terdapat di seluruh alam, namun dalam kadar yang sangat rendah (Hutagalung, 1984). Kadar logam berat dapat meningkat bila limbah perkotaan banyak mengandung logam berat masuk kedalam perairan alami melalui saluran pembuangan. Logam berat yang sangat beracun ini tahan lama dan sangat banyak terdapat dilingkungan. Logam berat tersebut adalah Cu, Cd dan Pb. Unsur logam berat masuk ke lingkungan laut melalui sungai dan udara; umumnya sebagian besar masuk melalui aliran sungai, hanya unsur-unsur yang menguap saja yang banyak dibawa oleh udara seperti merkuri dan selenium. Dampak pencemaran akibat logam-logam berat adalah dikarenakan sifatnya yang tak dapat terurai dan mudah diserap oleh biota laut sehingga terakumulasi dalam tubuh. Unsur logam berat dapat masuk ke dalam tubuh biota laut melalui 3 cara yaitu melalui permukaan tubuh, terserap insang, dan rantai makanan. Selain mengganggu ekosistem, unsur logam berat secara tidak langsung juga merusak perikanan bila tercemar dan juga kesehatan manusia bila mengkonsumsi ikan tersebut. Penelitian ini dilakukan di perairan Kepulauan Seribu di sekitar Pulau Panggang dan Pulau Pramuka Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu selama 5 (lima) bulan dari bulan Juli s/d November 2008 sebanyak 3 kali pengambilan sampel. Penentuan stasiun pengamatan pada lokasi penelitian didasarkan pada meningkatnya aktivitas kegiatan di Pulau Pramuka sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, pendidikan, lokasi konservasi dan juga sebagai lokasi usaha budidaya bandeng. Lokasi pengambilan sample terdiri dari sepuluh stasiun (gambar 4) yaitu stasiun satu (ST 1) yaitu pintu masuk sebelah selatan (air dan sedimen), stasiun dua (ST 2) yaitu pintu masuk sebelah utara ( air dan sedimen), stasiun tiga (ST 3) yaitu sebelah barat Pulau Pramuka (air dan kerang), stasiun 4 (ST 4) yaitu sebelah timur Pulau Panggang (air dan kerang), stasiun lima (ST 5) yaitu pemasukan keramba jaring apung (air dan sedimen), stasiun enam (ST 6) yaitu air pengeluaran jaring keramba (air dan sedimen), stasiun 7 (ST 7) yaitu sebelah utara keramba jaring apung (air dan sedimen) , stasiun 8 (ST 8) di sebelah barat jaring apung (air dan sedimen, stasiun 9 (ST 9) didalam jaring apung (air), stasiun 10 (ST 10) sekitar buangan mesin diesel ( air dan sedimen). Data yang diambil berupa data sekunder dan primer. Data primer diperoleh dari hasil analisa di laboratorium. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur dan dari instansi-instansi terkait. Metode Pengambilan sampel dilakukan di lima stasiun sebanyak 5 kali ulangan pada saat pasang surut terendah dengan selang waktu satu minggu. Untuk penentuan stasiun dilakukan dengan global position system (GPS) serta pengukuran kualitas air laut seperti pH, suhu, oksigen terlarut/DO, BOD, salinitas dilaksanakan langsung dilapangan sedangkan kekeruhan, kesadahan dan logam berat dilakukan di laboratorium. Jumlah sampel air laut ± 500 ml dimasukkan kedalam botol yang sudah disterilkan dan ditambahkan dengan asam nitrat sebagai pengawet. Sampel ikan bandeng diambil di lokasi budidaya laut di antara Pulau Pramuka dan Pulau Panggang milik PT. Nuansa Ayu Karamba sedangkan kerang kapak-kapak diambil disekitar perairan Pulau Panggang dan Pramuka pada kedalaman sekitar 2 – 4 meter. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquades, aquabides dan bahanbahan kimia (HCl, HNO3, Na-EDTA, larutan pH 7, larutan standar logam (Cu, Cd dan Pb) larutan buffer (NH4Cl dan NH4OH) sedangkan alat-alat yang digunakan timbangan analitik, kompas, global position sytem (GPS), pH meter, dissolved oxygen (DO), biological oxigen demand (BOD), turbidimeter, konductivity, AAS (atomic absorbtion spectrofotometry, Eikman grab dan kemmerer water sampler. Sampel ikan atau kerang yang telah diambil dihancurkan dan disaring, kemudian pengukuran logam berat dilakukan dengan (AAS). Penentuan konsentrasi logam berat dengan cara langsung untuk sampel air dan cara kering (pengabuan) untuk sampel padatan. Pengukuran dengan menggunakan AAS menggunakan rumus sebagai berikut (standar nasional Indonesia) Kandungan Cu, Cd dan Pb di perairan Kepulauan Seribu sebagai berikut: 0,00170,0041 ppm, 0,0014-0,0040 ppm, 0,0062-0,0074 ppm, sedangkan dalam sedimen Cu, Cd dan Pb : 0,3878-16,4345 ppm, 0,1536-3,0244 ppm, 0,4260-1,5770 ppm. Hasil analisis logam Cd pada kerang berkisar 0,0067-0,0110 mg/kg, Pb berkisar antara 0,0043-0,0090 mg/kg, sedangka pada ikan bandeng di insang Cd berkisar 0,0140– 0,0150 mg/kg, dalam daging berkisar 0,0080 – 0,0090 mg/kg, dan pada isi perut ikan berkisar 0,0110-0,0120 mg/kg. Untuk Pb dalam insang berkisar 0,0120–0,0130 mg/kg, dalam daging berkisar 0,0100 – 0,0120 mg/kg, dan pada isi perut berkisar 0,0040-0,0060 mg/kg. Logam berat tembaga berdasarkan baku mutu KepMen LH No 51. Tahun 2004 pada air tidak tercemar tetapi untuk kadmium telah tercemar, sedangkan logam berat timbal masih dibawah baku yang ditetapkan oleh pemerintah. Pada sedimen berdasarkan IADC/CEDA (1997) telah tercemar ringan logam berat kadmium. Secara umum logam berat kadmium telah mencemari air dan sedimen di Kepulauan Seribu kecuali pada stasiun 10 belum tercemar. Logam berat timbal belum mencemari sedimen. Kandungan logam berat pada ikan dan kerang masih dibawah baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. Korelasi antara air dan sedimen memiliki hubungan yang positif. Diantara korelasi yang dianalisa, korelasi antara air dan kerang adalah yang paling kuat diantara korelasi logam berat dalam air dan sedimen, kadmium memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan timbal dan tembaga, kemudian timbal dan yang paling rendah adalah tembaga. Kata kunci : logam berat, perairan, kerang kapak-kapak (pinna muricata), bandeng (Chanos chanos), Kepulauan Seribu Jakarta. © Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, mikrofilm, dan sebagainya ANALISIS PENCEMARAN LOGAM BERAT Cu, Cd dan Pb DI PERAIRAN KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA (Studi kasus P.Panggang dan P. Pramuka) HARRY SUDRADJAT JOHARI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 LEMBAR PENGESAHAN Judul Usulan Penelitian : Analisis Pencemaran Logam Berat Cu, Cd dan Pb di Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Studi kasus Pulau Panggang dan Pulau Pramuka) Nama : Harry Sudradjat Johari NRP : P051064134 Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Program : Magister (S2) Menyetujui : Komisi Pembimbing Dr. Ir. Etty Riani, MS Ir. Rudhy Gustiano, M.Sc, Ph.d Ketua Anggota Mengetahui Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 23 Januari 2009 Tanggal Lulus : KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini, dengan judul Analisis Pencemaran logam berat Cu, Cd dan Pb di perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta (Studi kasus Pulau Panggang dan Pulau Pramuka). Tesis ini diajukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi Magister Sains di Institut Pertanian Bogor. Selain ungkapan rasa syukur ke hadirat Allah SWT, pada kesempatan ini penulis dengan tulus ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua orang yang telah berjasa atas selesainya penulisan tesis ini antara lain : 1. Prof. DR. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS ; Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor, yang telah memberikan kesempatan dan telah memungkinkan penulis untuk menyelesaikan tesis ini. 2. Dr. Ir. Etty Riani, M.S, dan Ir. Rudhy Gustiano, MSc, Ph.D selaku Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan tesis 3. Dr. Ir. Isdrajad Setiabudiandi, MSc ; atas saran dan koreksi untuk perbaikan tesis; Para Pengajar Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang telah memberikan bekal dan alat dalam proses penyiapan penyusunan tesis, Seluruh Staf Sekretariat dan Perpustakaan LPSI atas pelayanan dan kemudahan dalam mendapatkan literatur. 4. Drh. Eddy Setiarto, M.S, selaku Kepala Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta yang telah memberi kesempatan belajar kepada penulis. 5. Ir. Darjamuni, MM, Kepala Sub Bidang Kelautan, Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta yang telah banyak membantu penulis. 6. Ir. Liliek Litasari, M.Si, selaku Kepala Suku Dinas Kelautan dan Pertanian Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu yang telah memberikan kemudahan kepada penulis selama melakukan penelitian. 7. Secara khusus penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Istriku tercinta Noviani Marzuki, SH atas doa restunya, serta anak-anakku tersayang Nindy, Aldy, Ryan. 8. Rekan-rekan Angkatan I kelas khusus PSL IPB yang telah memberikan saran dan inspirasi kepada penulis. 9. Berbagai pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu tetapi telah memberi dukungan, semangat, do’a dan bantuan sejak penulis mengikuti kuliah sampai selesainya penyusunan tesis ini. Akhir kata, semoga tesis ini bermanfaat dalam ilmu pengetahuan khsususnya dalam bidang pencemaran lingkungan. Bogor, Januari 2009 Harry Sudradjat Johari RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 14 Juni 1962 dari Ayah Dady Endang Johari dan Ibu Iyum Rumsi (alm) dan penulis merupakan putra ke empat dari enam bersaudara. Tahun 1985 penulis lulus dari D3 Akademi Usaha Perikanan Jakarta dan melanjutkan pendidikan sarjana di Universitas Satya Negara Indonesia Jakarta dan lulus tahun 2000. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Sejak tahun 1985 sampai saat ini penulis bekerja di Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta. Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Isdrajad Setiabudiandi, MSc BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikarunia lautan yang lebih luas dari daratan. Kira-kira dua per tiga wilayah Indonesia adalah perairan laut yang terdiri dari perairan pesisir (continental shelf), laut lepas, teluk dan selat. Keseluruhan perairan tersebut merupakan bagian dari perairan territorial dengan luas sekitar 3,1 juta km². Indonesia juga memiliki hak pengelolaan dan pemanfaatan ikan di zone ekonomi eklusif (ZEE), yaitu perairan yang berada di 12 hingga 200 mil dari garis pantai titik terluar Kepulauan Indonesia. Luas ZEE sekitar 2,7 juta km², dengan demikian, Indonesia dapat memanfaatkan sumberdaya alam hayati dan non hayati di perairan yang luasnya kurang lebih 5,8 juta km². Menurut Nikijuluw (2002), selain sumberdaya perairan, Indonesia juga memiliki 17.508 pulau yang menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan yang besar di dunia. Namun demikian hanya ada beberapa pulau besar yakni Jawa, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Papua dan Flores, sedangkan sisanya adalah pulau-pulau kecil yang memiliki sifat-sifat ekosistim yang khas. Pulau-pulau kecil ini, secara individu atau gugusan, memiliki potensi ekologi dan ekonomi yang belum dimanfaatkan. Berdasarkan latar belakang ini, Pemerintah Indonesia berupaya menggiatkan pembangunan ekonomi di pulau-pulau kecil tersebut. Salah satu pulau kecil yang banyak mendapat prioritas adalah gugusan Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu berdasarkan Undang-undang nomor 34 tahun 1999, ditetapkan sebagai salah satu Kabupaten Administrasi setingkat dengan wilayah tingkat II di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terdiri dari 110 pulau, namun baru 11 pulau yang dihuni penduduk. Kepulauan Seribu terdiri atas 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan dan Kepulauan Seribu Utara dengan jumlah penduduk 19.593 jiwa. Salah satu pulau yang ada di 2 Kecamatan Kepulauan Seribu Utara adalah Pulau Dua Barat yang berjarak 70 mil dari Jakarta dan Pulau Untung Jawa paling selatan dengan jarak 37 mil dari Jakarta. Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di lepas pantai utara Jakarta dengan 13 sungai yang mengalir ke dalamnya, yakni 3 sungai besar (Sungai Citarum, Sungai Bekasi dan Sungai Ciliwung) dan 10 sungai kecil (Sungai Kamal, Sungai Kanal Cengkareng, Sungai Angke, Sungai Karang, Sungai Ancol, Sungai Sunter, Sungai Cakung, Sungai Blencong, Sungai Grogol dan Sungai Pesanggrahan), dengan total ratarata aliran limpahan dari ke 13 sungai tersebut adalah 112,7 m³det( '־Damar, 2003). Namun sayangnya ke 13 sungai yang masuk ke Teluk Jakarta tersebut membawa air yang sudah tercemar berat, yang terlihat dari warnanya yang hitam pekat dan bau yang sangat menyengat sehingga mencemari Teluk Jakarta. Dalam beberapa tahun terakhir, pencemaran Teluk Jakarta telah meningkat beberapa kali lipat bahkan telah mencapai radius 60 km atau seluas kawasan Pulau Pramuka di Kepulauan Seribu (Rahardjo, 2005). Salah satu bahan pencemar Teluk Jakarta yang sudah mengkhawatirkan adalah logam berat. Menurut Riani (2004) logam berat yang kandungannya cukup tinggi di Teluk Jakarta diantaranya adalah tembaga (Cu), kadmium (Cd) dan timbal (Pb). Walaupun Cu merupakan mineral esensial bagi kehidupan organisme, akan tetapi bila berlebihan akan bersifat racun (Bryan, 1976). Logam berat Cu bersama dengan Cd dan Pb merupakan zat pencemar yang berbahaya karena memiliki afinitas yang tinggi terhadap unsur S. Logam tersebut dapat berikatan dengan belerang (gugus sulfihidril) dalam enzim, sehingga enzim yang bersangkutan menjadi tidak dinamis. Selain gugus sulfihidril, gugus karboksilat (-COOH) dan amino (-NH2) juga bereaksi dengan logam berat. Menurut Rahardjo (2005), hasil penelitian Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan (P3TL), mengindikasikan kandungan logam berat Cu, Cd dan Pb di ke 13 sungai tersebut cukup besar sehingga berdampak pada pencemaran air laut di sekitar Kepulauan Seribu. 3 Logam berat Cu merupakan logam berat yang dijumpai pada perairan alami dan termasuk unsur yang esensial bagi pertumbuhan dan hewan. Kadar Cu pada kerak bumi sekitar 50 mg/kg (Moore,1994). Pada perairan alami kadar Cu biasanya 0,02 mg/l, air tanah sekitar 12,0 mg/l, Perairan laut antara 0,001 – 0,025 mg/l, sedangkan pada air minum adalah 0,1 mg/l. Defesiensi Cu dapat mengakibatkan anemia, namun jika berlebihan dapat mengakibatkan air berasa jika diminum dan dapat mengakibatkan kerusakan pada hati. Menurut Sudarmaji et al. (2006), Cd terutama dalam bentuk oksida adalah logam yang toksisitasnya tinggi. Sebagian besar kontaminasi oleh kadmiun pada manusia melalui makanan dan rokok. Waktu paruh kadmium kira-kira 10 - 30 tahun. Akumulasi pada ginjal dan hati 10 – 100 kali konsentrasi pada jaringan yang lain. Dalam tubuh manusia Cd terutama dieliminasi melalui urine. Hanya sedikit kadmium yang diserap yaitu sekitar 5 – 10 %. Penyerapan dipengaruhi faktor diet seperti intake protein, kalcium, vitamin D dan trace logam seperti seng (Zn). Proporsi yang besar adalah absorbsi melalui pernafasan yaitu antara 10 – 40 % tergantung keaadaan fisik wilayah. Uap kadmium sangat toksis dengan lethal dose melalui pernafasan akan terpapar dalam waktu 10 menit dengan jumlah sampai dengan 190 mg/m³ atau selama 240 menit dengan jumlah 8 mg/m³ dapat menimbulkan kematian. Terpapar akut oleh kadmium menyebabkan gejala nausea (mual), muntah, diare, kram, otot, anemia, dermatitis, pertumbuhan lambat, kerusakan ginjal dan hati, gangguan kardiovaskuler, empisema dan degenerasi testicular. Perkiraan dosis mematikan (lethal dose) akut adalah sekitar 500 mg/kg untuk dewasa dan efek dosis akan nampak jika terserap 0,043 mg/kg per hari. Menurut ketentuan WHO kadar Pb dalam darah manusia yang tidak terpapar oleh Pb adalah sekitar 10 – 25 µg/100 ml. Pb merupakan logam berat yang sangat beracun, dapat dideteksi secara praktis pada seluruh benda mati di lingkungan dan seluruh sistem biologis. Sumber utama timbal berasal dari komponen gugus alkyl timbal yang digunakan sebagai bahan additive bensin. Komponen ini beracun terhadap seluruh aspek kehidupan, Pb menunjukkan beracun pada sistem saraf, hemetologic, hemetotoxic dan mempengaruhi kerja ginjal. Konsumsi mingguan elemen ini yang direkomendasikan oleh WHO toleransinya bagi 4 orang dewasa adalah 50 µg/kg berat badan dan untuk bayi atau anak-anak 25 µg/kg berat badan. Mobilitas Pb di tanah dan tumbuhan cenderung lambat dengan kadar normalnya pada tumbuhan berkisar 0.5-3 ppm. Secara umum, logam berat yang ada pada bahan makanan berbahaya bagi kesehatan dan logam berat yang ada pada bahan makanan dari laut pada umumnya berasal dari perairan. Di wilayah Teluk Jakarta, informasi pencemaran logam berat sudah banyak diteliti. Namun demikian penelitiannya masih terbatas di lokasi yang berdekatan dengan pantai utara Jakarta dan lebih ke arah kandungannya di perairan. Sedangkan penelitian pencemaran logam berat di perairan Kepulauan Seribu dan pengaruhnya pada biota yang hidup di dalamnya (baik liar maupun budidaya) masih belum atau kurang diteliti. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian analisis status pencemaran logam berat Cu, Cd dan Pb di perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk : 1. Mengetahui konsentrasi logam berat Cu, Cd dan Pb di perairan Kepulauan Seribu. 2. Mengetahui konsentrasi logam berat Cu, Cd dan Pb pada ikan bandeng (Chanos chanos) budidaya dan pada kerang kapak-kapak (Pinna muricata) yang dipelihara dan hidup di perairan Kepulauan Seribu. 3. Mengetahui status pencemaran logam berat Cu, Cd dan Pb di perairan Kepulauan Seribu. 1.3. Kerangka Pemikiran Pencemaran lingkungan terutama logam berat yang bersifat toksik dapat terjadi akibat ulah manusia. Bermuaranya 13 sungai ke Teluk Jakarta memberikan sejumlah beban pencemaran terhadap perairan hingga di Kepulauan Seribu. Secara alamiah logam berat yang masuk ke perairan Kepulauan Seribu dapat terjadi karena aktifitas perahu nelayan/transportasi, limbah industri dan rumah tangga. 5 Mulyawan (2004), telah melakukan penelitian korelasi logam berat Hg, Pb, Cd dan Cr pada air laut, sedimen dan kerang hijau di Perairan Kamal, Teluk Jakarta dengan hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa kandungan Pb pada perairan dan kerang hijau cukup tinggi sedangkan untuk Cd dan Hg masih dibawah ambang batas sesuai Kepmen Negara Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004. Asuhadi (2006), mengatakan bahwa Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta Utara telah tercemar oleh Pb dan Cd. Berdasarkan latar belakang di atas penulis melakukan kajian kandungan logam berat Cu, Cd dan Pb di perairan yang sampai saat ini belum pernah dilakukan di Kepulauan Seribu, pada kerang kapak-kapak dan ikan bandeng. Kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 1. SUMBER PENCEMARAN LOGAM BERAT AKTIVITAS MANUSIA ALAMIAH Transportasi TANAH Industri AIR Domestik UDARA PERAIRAN ANALISIS LOGAM BERAT STATUS PENCEMARAN Gambar 1. Bagan alir kerangka pemikiran penelitian 6 1.4. Perumusan Masalah Perairan Teluk Jakarta merupakan salah satu perairan yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah, sehingga perlu dijaga dan dipelihara dengan baik. Namun dengan semakin pesatnya pembangunan di daratan akan menimbulkan permasalahan di perairan Teluk Jakarta, karena beban pencemaran terutama di perairan Kepulauan Seribu semakin meningkat akibat pencemaran terutama logam berat yang bersumber dari pemukiman, industri, transportasi darat dan laut, aktivitas manusia lainnya. Sejauh ini permasalahan pencemaran perairan di Teluk Jakarta sudah banyak diteliti, namun penelitian-penelitian sebelumnya masih terbatas pada pencemaran yang terjadi di pantai Jakarta Utara. Sedangkan penelitian pencemaran logam berat di perairan Kepulauan Seribu dan pengaruhnya pada biota yang hidup di dalamnya masih belum dilakukan. Berdasarkan pemikiran di atas maka permasalahan yang harus dicari solusinya pada penelitian ini adalah : 1. Mencari informasi konsentrasi logam berat Cu, Cd dan Pb di perairan Kepulauan Seribu. 2. Mencari konsentrasi logam berat Cu, Cd dan Pb pada ikan bandeng yang dibudidayakan dan pada kerang kapak-kapak yang hidup di perairan Kepulauan Seribu. 3. Mendapatkan status pencemaran logam berat Cu, Cd dan Pb di perairan Kepulauan Seribu. 1.5. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Konsentrasi logam berat Cu, Cd dan Pb dalam air laut di perairan Teluk Jakarta telah melampaui baku mutu. 2. Konsentrasi logam berat Cu, Cd dan Pb pada ikan budidaya di perairan Teluk Jakarta telah melampaui baku mutu. 3. Konsentrasi logam berat Cu, Cd dan Pb pada kerang kapak-kapak (Pinna muricata) di Perairan Teluk Jakarta telah melampaui baku mutu. 7 4. Perairan Teluk Jakarta telah tercemar oleh logam berat. 1.6. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini antara lain adalah : 1. Sebagai informasi tingkat konsentrasi logam berat Cu, Cd dan Pb dalam air laut, ikan, kerang, dan bahayanya yang dapat ditimbulkan. 2. Masyarakat dapat mengantisipasi dampak dari logam berat yang berbahaya dan dapat mengganggu kesehatan. 3. Sebagai informasi kepada masyarakat/investor lokasi-lokasi yang sudah tercemar logam berat Cu, Cd dan Pb sehingga tidak memanfaatkan lokasi tersebut untuk usaha budidaya. 4. Masukkan bagi pengambil kebijakan di Kabupaten Adminsitrasi Kepulauan Seribu. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Pencemaran adalah perubahan sifat fisika, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Perubahan tersebut dapat menimbulkan bahaya bagi kehidupan manusia atau organisme lainnya, proses-proses industri, tempat tinggal dan peninggalan-peninggalan, atau dapat merusak sumber bahan mentah. Pencemaran terjadi apabila terdapat gangguan dalam daur materi yaitu apabila laju produksi suatu zat melebihi laju pembuangan atau penggunaan zat tersebut. Pencemaran merupakan penambahan bermacam-macam bahan sebagai aktivitas manusia ke dalam lingkungan yang biasanya memberikan pengaruh berbahaya terhadap lingkungan. (Soemarwoto, 1992). Terdapat dua jenis sumber pencemaran yaitu (1) Pencemaran yang dapat diketahui secara pasti sumbernya misalnya limbah industri, (2) Pencemaran yang tidak diketahui secara pasti sumbernya yaitu masuk ke perairan bersama air hujan dan limpasan air permukaan. Beban pencemaran pada badan air merupakan jumlah bahan yang dihasilkan dari kedua sumber tersebut. Apabila suatu limbah yang berupa bahan pencemar masuk ke suatu lokasi maka akan terjadi perubahan padanya. Perubahan dapat terjadi pada organisme yang hidup di lokasi itu serta lingkungannya yang berupa faktor fisika dan kimianya (ekosistem). Salah satu perubahan yang terjadi karena pembuangan limbah ke badan perairan dapat menyebabkan berkurangnya kadar oksigen terlarut. Oksigen penting untuk pernafasan yang merupakan komponen utama untuk metabolisma ikan dan organisme lain (Mason, 1980). Persenyawaan organik di perairan akan dipecah oleh organisme pembusuk. Terjadinya proses ini sangat membutuhkan oksigen terlarut dalam perairan tersebut. Disamping itu adanya senyawa racun yang terkandung di dalam limbah juga mempengaruhi proses metabolisma dalam tubuh ikan, merusak jaringan usus dan fungsi ginjal. 2.2 Definisi Pencemaran Perairan Air merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui, tetapi air akan dapat dengan mudah terkontaminasi oleh aktivitas manusia. Air banyak digunakan oleh manusia dengan tujuan yang bermacam-macam sehingga dengan mudah dapat tercemar. Menurut tujuan penggunaanya, kriterianya berbeda-beda. Air yang sangat kotor untuk diminum mungkin cukup bersih untuk mencuci, untuk pembangkit listrik, untuk pendingin mesin dan sebagainya. Menurut Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001, pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Anonimous, 2001). Berdasarkan pengertian ini, masalah pencemaran air terkait dengan tiga hal penting, yaitu ; (1) unsur yang masuk atau dimasukkan ke dalam air, (2) kualitas dan atau penurunan kualitas air, serta (3) peruntukkan air. 2.3 Logam Berat Logam berat adalah unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 atau 6 g/cm³. Namun pada kenyataannya dalam pengertian logam berat ini, dimasukkan pula unsurunsur metaloid yang mempunyai sifat berbahaya seperti logam berat sehingga jumlah seluruhnya mencapai lebih kurang 40 jenis. Beberapa logam berat yang beracun tersebut adalah As, Cd, Cr, Cu, Pb, Hg, Ni dan Zn. Logam berat memiliki afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 29 dari periode 4 sampai 7 (Miettinen, 1977). Berdasarkan sifat fisika dan kimianya, tingkat atau daya racun logam berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai berikut merkuri (Hg), cadmium (Cd), seng (Zn), timbal (Pb) krom (Cr), nikel (Ni) dan cobal (Co) (Sutamihardja et al., 1982). Menurut Anonimous (1990), sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu : • Bersifat toksik tinggi terdiri atas unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu dan Zn • Bersifat toksik menengah yang terdiri dari Cr, Ni dan Co • Bersifat toksik sangat rendah yang terdiri dari Mn dan Fe. Menurut Darmono (1995), logam berat masuk kedalam jaringan tubuh makhluk hidup nelalui beberapa jalan, yaitu pernafasan, pencernaan dan penetrasi melalui kulit. Penyerapan melalui saluran pernafasan biasanya cukup besar, baik pada biota air yang masuk melalui insang, maupun biota darat yang masuk melalui debu di udara ke saluran pernafasan. Sedangkan logam yang masuk melalui kulit jumlah dan penyerapannya relatif kecil. 2.3.1 Tembaga (Cu) Tembaga merupakan logam yang dijumpai pada perairan alami dan termasuk unsur yang esensial bagi tumbuhan dan hewan. Kadar Cu pada kerak bumi sekitar 50 mg/kg (Moore,1994). Sumber alami tembaga adalah chalcopyrite (CuFeS2), copper sulfida (CuS2), malachite [Cu2(CO3)(OH)2], dan azurite ( [Cu3(CO3)(OH)2] (Novotny dan Olem, 1994 dalam Effendi, 2003). Tembaga (CuSO4.5H2O) juga digunakan sebagai algasida untuk membasmi algae yang tumbuh secara berlebihan di perairan. Tembaga karbonat digunakan sebagai molusida yang berfungsi untuk membunuh moluska. Pada perairan alami kadar Cu biasanya <0,02 mg/l, air tanah sekitar 12,0 mg/l, perairan laut antara 0,001 – 0,025 mg/l sedangkan air minum adalah 0,1 mg/l (Moore, 1994 dan Mcneely et al., 1979 dalam Effendi, 2003)). Kekurangan Cu dapat mengakibatkan anemia, namun jika berlebihan dapat mengakibatkan air berasa mengandung tembaga jika diminum dan dapat mengakibatkan kerusakan pada hati. Canadian Council of Resource and Enviromental Ministry (1987) mengemukakan bahwa hubungan antara kadar Cu dengan nilai kesadahan adalah berbanding lurus. Tabel 1 memperlihatkan bahwa jika kesadahan naik maka konsentrasi Cu mengikutinya. Tabel 1. Kadar Cu pada beberapa nilai kesadahan Kesadahan (mg/L CaCO3) 60 0 – 60 (lunak/Soft) – 120 (sedang/Medium) Kadar Tembaga (mg/L) 2 2 120 – 180 (sadah/hard) 4 >180 (sangat sadah/very hard) 6 Sumber: Moore, 1991 dalam Effendi , 2003 2.3.2 Kadmium (Cd) Kadmium merupakan logam yang sampai saat ini belum diketahui dengan jelas peranaannya bagi tumbuhan dan makhluk hidup. Di perairan, Cd terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit (mikro) dan bersifat tidak larut dalam air. Kadar Cd pada kerak bumi sekitar 0,2 mg/kg. Sumber Cd adalah greennockite (Cds), hawleyite, sphalerite, dan otavite (Moore, 1991 dalam Effendi , 2003). Toksisitas Cd dipengaruhi oleh pH dan kesadahan, selain itu keberadaan Zn dan Pb dapat meningkatkan toksisitas Cd. Selanjutnya dikemukakan bahwa hubungan antara kadar Cd dengan nilai kesadahan adalah berbanding lurus (Tabel 2). Tabel 2. Kadar Cd pada beberapa nilai kesadahan Kesadahan (mg/L CaCO3) Kadar Kadmium (mg/L) 0 – 60 (lunak/Soft) – 120 (sedang/Medium) 61 0,2 0,8 120 – 180 (sadah/hard) 1,3 >180 (sangat sadah/very hard) 1,8 Sumber: Moore, 1991 dalam Effendi , 2003 Kadmium bersifat akumulatif dan toksik bagi manusia karena dapat mengakibatkan gangguan fungsi ginjal dan paru-paru, meningkatkan tekanan darah tinggi, dan kemandulan pada pria dewasa. Cd juga bersifat sangat toksik dan bersifat bioakumulasi terhadap organisme. Sumber polutan Cd yang ada di atmosfer, tanah dan perairan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Sumber polutan kadmium (Cd) Atmosfer Tanah Perairan Penambangan dan pengolahan Endapan dari atmoser bahan tambang Endapan dari atmosfer Peleburan Debu Debu Galvanisasi Air limbah tambang Air limbah tambang Pabrik Pewarna Pupuk limbah lumpur Air buangan pengolahan limbah Pabrik baterai Pupuk superfosfat Limbah cair industri Electroplating Pestisida Limbah cair dari TPA Industri amalgamasi Industri pupuk Pembakaran bahan bakar fosil Pemakaian ban mobil Penggunaan pestisida Pembakaran Industri baja Asap rokok Proses pelapukan Sumber : Babich dan Stotzky (1978) dalam Nugroho (2001) Kadmium banyak digunakan dalam industri metalurgi, pelapisan logam, pigmen, baterai, peralatan elektronik, pelumas, peralatan fotografi, gelas, keramik, tekstil dan plastik (Eckenfelder, 1989). Menurut WHO, kadar Cd maksimum pada air yang diperuntukan untuk air minum adalah 0,005 mg/L dan untuk peruntukan pertanian dan perikanan sebaiknya tidak lebih dari 0,05 mg/l (Moore, 1991 dalam Effendi, 2003). 2.3.3 Timbal (Pb) Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam, dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum, dan logam ini disimbolkan dengan Pb. Logam ini termasuk kedalam kelompok logam golongan IV-A pada tabel Periodik unsur kimia. Mempunyai nomor atom(NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207.2. Logam Pb mempunyai sifat-sifat yang khusus seperti : • Merupakan logam yang lunak, sehingga dapat dipotong dengan menggunakan pisau atau dengan tangan dan dapat dibentuk dengan mudah. • Merupakan logam yang tahan terhadap peristiwa korosi atau karat, sehingga logam timbal sering digunakan sebagai bahan coating. • Mempunyai titik lebur rendah, hanya 327,5 °C. • Mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan logam-logam biasa kecuali emas dan merkuri. Pb terakumulasi dalam tubuh manusia sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada otak dan ginjal, serta kemunduran mental pada anak yang sedang dalam pertumbuhan. Konsetrasi Pb dalam perairan laut sekitar 0,025 mg/l. Dikemukakan bahwa hubungan antara kadar Pb dengan nilai kesadahan berbanding lurus (Tabel 4). Tabel 4. Kadar Pb pada beberapa nilai kesadahan Kesadahan (mg/L CaCO3) 62 0 – 60 (lunak/Soft) – 120 (sedang/Medium) Kadar Timbal (mg/L) 1 2 120 – 180 (sadah/hard) 4 >180 (sangat sadah/very hard) 7 Sumber: Moore, 1991 dalam Effendi , 2003 2.4 Logam dalam Sistem Perairan Banyaknya logam berat yang bersifat toksik maupun esensial terlarut dalam air mencemari air laut. Sumber pencemaran ini banyak berasal dari industri, rumah tangga dan juga dari lahan pertanian yang menggunakan pupuk atau anti hama yang mengandung logam (Darmono, 1995). Logam-logam berat yang terlarut dalam badan perairan pada konsentrasi tertentu akan berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan. Meskipun daya racun yang ditimbulkan oleh satu logam berat terhadap semua biota perairan tidak sama, namun kehancuran dari sekelompok dapat menjadikan terputusnya satu mata rantai kehidupan. Pada tingkat lanjutnya, keaadan tersebut tentu saja dapat menghancurkan satu tatanan suatu ekosistem perairan (Palar, 1994). Secara alamiah unsur logam berat terdapat di seluruh alam, namun dalam kadar yang sangat rendah (Hutagalung, 1984). Kadar logam berat dapat meningkat bila limbah perkotaan banyak mengandung logam berat masuk kedalam perairan alami melalui saluran pembuangan. Logam berat yang sangat beracun ini tahan lama dan sangat banyak terdapat dilingkungan. Logam berat tersebut adalah Cu, Cd dan Pb. Logam berat yang masuk ke dalam air akan mengalami pengendapan, pengenceran dan penyebaran, kemudian diserap oleh organisme yang hidup di perairan tersebut. Pengendapan logam berat di suatu perairan terjadi karena adanya anion karbonat, hidroksil dan klorida (Hutagalung, 1984). 2.5 Kerang Kapak-kapak (Pinna muricata) Perairan Indonesia memiliki penyebaran kerang yang sangat luas. Pada umunya hidup kerang di perairan pantai dengan kedalaman 0 – 11 meter. Habitat kerang disekitar padang lamun serta hidup pada permukaan karang sebagai substrat untuk menempel. Kerang atau kijing kipas tergolong dalam kelas bivalva, sesuai dengan namanya mempunyai dua keping cangkang dengan panjang 200 mm. Umumnya kedua cangkang tersebut mempunyai ukuran yang sama. Cangkang bivalva memiliki 2 katup yang tergabung di bagian dorsal oleh hinge ligament. Kedua keping cangkang dihubungkan dengan 2 otot adductor yang berfungsi dalam pembukaan dan penutupan cangkang. Bagian lunak dari tubuh bivalva tertutup oleh dua belahan yang disebut mantel, yang letaknya antara tubuh dan cangkang (Gambar 2). Anggota kelas bivalva dibagi ke dalam golongan oyster, scallops, clam, cockle dan fan mussel. Kerang kapak-kapak termasuk kedalam Famili Pinnidae dan dikenal dengan nama umum sebagai coloured rasor shell. Taksonomi kerang kapak-kapak adalah sebagai berikut : Kingdom: Phylum: Animalia Mollusca Class: Bivalvia Order: Anisomyaria Family: Pinnidae Genus: Pinna Species: Pinna muricata Linnaeus, 1758 Gambar 2. Kerang kapak-kapak (Pinna muricata Linnaeus, 1758) 2.6 Ikan Bandeng (Chanos chanos) Bandeng dikenal sebagai milkfish karena dagingnya yang putih seperti susu termasuk kedalam family Chanidae adalah ikan yang hidup suhu tropis berkisar antara 15 - 43° C mempunyai panjang untuk jantan sekitar 180 cm dan betina 124 cm. Dengan sirip dorsal 2 – 2. Ikan ini merupakan satu-satunya spesies yang masih ada dalam familia Chanidae hidup di Samudra Hindia sampai Samudra Pasifik. Ikan bandeng cenderung bergerombol di sekitar pesisir dan pulau-pulau dengan koral. Ikan yang muda dan baru menetas hidup di laut untuk 2 - 3 minggu, lalu berpindah ke rawa-rawa bakau, daerah payau, dan kadangkala danau-danau. Bandeng baru kembali ke laut kalau sudah dewasa dan bisa berkembang biak. Taksonomi bandeng (Fishbase, 2008) : Kingdom: Animalia Phylum: Chordata Class: Actinopterygii Order: Gonorynchiformes Family: Chanidae Genus: Chaninae Species: 2.7 Chanos chanos (Forsskå, 1775) Gambar 3. Bandeng [Chanos-chanos (Forsskå, 1775)] Pengaruh Toksisitas logam pada hewan Unsur logam berat masuk ke lingkungan laut melalui sungai dan udara; umumnya sebagian besar masuk melalui aliran sungai, hanya unsur-unsur yang menguap saja yang banyak dibawa oleh udara seperti merkuri dan selenium. Dampak pencemaran akibat logam-logam berat adalah dikarenakan sifatnya yang tak dapat terurai dan mudah diserap oleh biota laut sehingga terakumulasi dalam tubuh. Unsur logam berat dapat masuk ke dalam tubuh biota laut melalui 3 cara yaitu melalui permukaan tubuh, terserap insang, dan rantai makanan. Selain mengganggu ekosistem, unsur logam berat secara tidak langsung juga merusak perikanan bila tercemar dan juga kesehatan manusia bila mengkonsumsi ikan tersebut. Menurut Darmono (2006), dampak yang ditimbulkan akibat keracunan oleh logam berat ini bermacam-macam : • Akibat keracunan akut karena merkuri pada manusia antara lain mual, muntahmuntah, diare berdarah, kerusakan ginjal serta dapat mengakibatkan kematian. Keracunan kronis ditandai dengan peradangan mulut dan gusi, pembengkakan kelenjar ludah dan mengeluarkan ludah secara berlebihan. Tanda-tanda keracunan pada manusia terjadi apabila kadar metil merkuri dalam darah adalah 0,2 µg. • Keracunan akut karena timbal akan mengakibatkan terbakarnya mulut; keracunan kronis menyebabkan anemia, mual, sakit di sekitar perut, serta mengakibatkan kelumpuhan. Konsentrasi timbal 0,05 mg/l dapat menimbulkan bahaya pada lingkungan laut. • Dampak dari konsumsi tembaga dalam konsentrasi besar pada manusia adalah kerusakan pada ginjal; sementara pada biota laut, tembaga bersifat racun bahkan kematian (tergantung pada konsentrasinya) untuk jenis algae dan moluska. Konsentrasi tembaga sebesar 0,05 mg/l membahayakan untuk lingkungan laut. • Sedangkan arsen, merupakan salah satu penyebab kanker bagi manusia yang menyerang sistem pencernaan, pernapasan, syaraf, hati, kulit, dan darah. Pada konsentrasi 0,05 mg/l telah menimbulkan bahaya pada lingkungan laut. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau yang terletak di utara Kota Jakarta dan tercatat sebagai salah satu Kabupaten Administrasi di kawasan Provinsi DKI Jakarta. Wilayah Kepulauan Seribu mempunyai luas daratan sekitar 843,65 ha dan luas perairan sekitar 7.000 km. Dari 106 pulau yang ada di Kepulauan Seribu, hanya ada 11 pulau yang berpenghuni, yaitu Pulau Untung Jawa, Pulau Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Lancang Besar, Pulau Harapan, Pulau Kelapa, Pulau Payung, Pulau Pari dan Pulau Sabira. Adapun batas-batas fisik Kepulauan Seribu adalah sebagai berikut : Sebelah Utara : berbatasan dengan Laut Jawa/Selat Sunda. Sebelah Timur : berbatasan dengan Laut Jawa. Sebelah selatan : berbatasan dengan Kecamatan Cengkareng, Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja, Cilincing dan Tangerang. Sebelah barat : berbatasan dengan Laut Jawa/Selat Sunda. Sedangkan batas Kepulauan Seribu secara geografis adalah sebagai berikut ; Sebelahan Utara :106°19'30" BT s/d 106°19'30" BT 5°10'00" LS 5°10'00" LS Sebelah Timur : 106° 19' 30" BT 5° 10' 00" LS Kemudian bila ditarik garis lurus ke Selatan sampai Utara Pulau Jawa sebagai berikut; Sebelah Utara :106°44'50" BT s/d 106°44'50" BT 5°10'00" LS Sebelah Timur 5°10'00" LS : 106°44'50" BT 5° 10'00" LS Secara Administrasi Kabupaten Kepulauan Seribu terbagi 2 kecamatan, pertama adalah Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan meliputi Kelurahan Pulau Untung Jawa, Kelurahan Pulau Pari dan Kelurahan Pulau Tidung sedangkan yang kedua adalah 23 Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dengan Kelurahan Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Pramuka, Kelurahan Pulau Kelapa, dan Kelurahan Pulau Harapan. 4.2 Nilai pH Nilai pH suatu perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan diukur berdasarkan konsentrasi ion hidrogen. Adanya karbonat, hidroksida dan bikarbonat dapat menaikkan kebasaan air, sementara adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan pH. Derajat keasaman (pH) air laut di perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu berkisar antara 7,24 – 7,61. Pada bulan April kandungan pH berkisar antara 7,347,50, pada bulan Juli pH di perairan Kepulauan Seribu berkisar antara 7,39-7,61. Pada bulan Oktober pHnya berkisar antara 7,24-7,40. Adanya sedikit penurunan pH pada bulan Oktober dibanding bulan sebelumnya (April dan Juli) karena pada bulan ini sudah memasuki musim hujan. Air hujan pada umumnya mengandung CO2 yang tinggi sehingga pH di perairan mengalami sedikit penurunan. Kisaran pH air laut di perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu cenderung bersifat normal. Hal ini memperlihatkan bahwa perairan Kepulauan Seribu cukup mendukung kehidupan yanng ada di dalamnya. Nilai pH air laut di perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu pada setiap lokasi pengamatan masih berada pada kategori yang layak untuk kegiatan sektor perikanan. Hal ini juga sesuai dengan kriteria kualitas air laut yaitu 7 – 8,5 (Kepmen LH RI No. 51 tahun 2005) tentang baku mutu air laut. Nilai pH pada setiap stasiun pengamatan dapat dilihat pada Gambar 5. 24 Gambar 5. Nilai pH pada setiap stasiun pengamatan 4.3 Suhu Suhu Perairan merupakan salah satu parameter fisika yang sangat penting bagi kehidupan biota air, karena itu untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan yang optimal setiap biota mempunyai batas toleransi yang berbeda-beda terendah dan suhu tertinggi. Suhu perairan berpengaruh terhadap kelarutan oksigen, komposisi subtrat, luas permukaan yang mendapatkan sinar matahari, kekeruhan maupun kecepatan reaksi kimia di dalam air yang juga mempengaruhi proses osmoregulasi, dan pernapasan organisme perairan. Oleh sebab itu dengan meningkatnya suhu perairan, maka kehidupan organisme di dalamnya juga dapat terpengaruh dan pada kondisi ekstrim dapat menyebabkan kematian. Secara umum suhu berpengaruh langsung terhadap biota perairan dalam reaksi enzimatik, namun tidak berpengaruh langsung terhadap struktur dan dispersi hewan air (Nontji, 1984). Disamping itu suhu juga memiliki hubungan langsung terhadap densitas air dan salinitas (Kinne, 1970) oleh karena itu perubahan suhu air dapat mempengaruhi struktur komunitas biota. Hasil pengukuran rata-rata suhu yang dilakukan di sepuluh stasiun pengamatan dengan menunjukkan bahwa suhu di perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu berkisar antara 28 – 34 °C (Gambar 6). Pada bulan April suhu di perairan Kepulauan 25 Seribu berkisar antara 29-34 °C, sedangkan pada bulan Juli dan Oktober suhunya berkisar antara 28-32 °C. Suhu yang tinggi terdapat pada stasiun 3 yang merupakan daerah pembuangan langsung dari mesin diesel. Mesin diesel membutuhkan air untuk mendinginkan mesinnya, air hasil pendinginan inilah yang membuat perairan di stasiun 3 tergolong tinggi yakni lebih dari 310C. Hal ini menunjukkan bahwa pada stasiun tersebut suhu perairannya sudah melewati batas kewajaran karena secara umum di daerah tropis suhu permukaan laut berkisar antara 27 – 29 °C dan daerah subtropis berkisar antara 15 – 20 °C. Hal ini sesuai dengan pendapat Soegiarto dan Birowo (1983) suhu pada lapisan permukaan di perairan Indonesia berkisar antara 26 – 30 °C, pada lapisan tengah (termoklin) berkisar antara 9 – 26 °C dan pada lapisan dalam (hipolimnion) berkisar antara 2 – 8 °C yang merupakan lapisan suhu yang paling rendah. Menurut Nontji (1984), suhu permukaan laut di perairan Indonesia pada umumnya berkisar antara 28 - 31° C. Gambar 6. Pengukuran suhu pada setiap stasiun pengamatan 4.4 Oksigen Terlarut (DO) Hasil pengukuran nilai oksigen terlarut (dissolve oxygen) yang dilakukan menunjukkan antara 3,13–7,28 mg/l. Pada April kandungan oksigen terlarut berkisar 26 antara 4,17-7,28 mg/l, bulan Juli berkisar antara 3,20-7,00 mg/l, sedangkan pada bulan Oktober berkisar antara 3,13-5,21 mg/l. Rendahnya oksigen terlarut pada bulan Oktober karena pada bulan ini karena air hujan yang mengandung CO2 dan kurangnya cahaya yang masuk ke perairan menurun akibat cuaca yang mendung. Gambar 7 memperlihatkan bahwa nilai pada setiap stasiun sangat bervariasi, nilai oksigen terlarut tinggi terjadi pada stasiun 2, 9 dan 10 sedangkan nilai rendah pada stasiun 3 dan 6. Semakin tinggi suhu dan semakin meningkat ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfir, maka konsentrasi oksigen terlarut semakin kecil (Jeffries dan Mills, 1996 dalam Effendi, 2003). Adanya nilai oksigen terlarut yang bervariasi disebabkan karena tiap stasiun menerima cemaran yang berbeda ditinjau dari tingkat aktivitas dan masuknya air limbah melalui kegiatan di perairan Kepulauan Seribu. Kisaran oksigen terlarut yang rendah ini disebabkan oleh kandungan suhu yang tinggi di stasiun 3 dan lokasi tambak bandeng intensif di stasiun 6. Pada stasiun 3 temperatur tinggi, sehingga daya larut oksigen menjadi rendah (Gambar 8). Hal ini menyebabkan kandungan oksigennya pun menjadi rendah (Effendi, 2003; Sanusi, 1985). Pada stasiun 4 (sekitar keramba ikan bandeng), memiliki nilai oksigen terlarut yang rendah karena oksigen dimanfaatkan oleh ikan bandeng dengan kepadatan 5.000 ekor/78,5 m2. Selain itu masukan bahan organik dalam perairan Teluk Jakarta yang berasal dari 13 sungai juga cukup tinggi yakni mencapai 21,9658 ton/bulan menyebabkan bahan organik menjadi tinggi. Hal ini disebabkan bahwa tidak semua bahan organik akan terdekomposisi oleh mikroorganisma dan dekomposisi ini akan mengakibakan oksigen terlarut dalam perairan semakin berkurang, Riani (2005) menyebutkan bahwa penguraian bahan organik dan dapat mengurangi kadar oksigen di perairan hingga mencapai nol (anaerob). Kebutuhan oksigen sangat dipengaruhi oleh suhu dan bervariasi tiap jenis. Keberadaan limbah yang masuk ke suatu perairan akan menurunkan kadar oksigen di perairan. Hal tersebut terkait dengan pemanfaatan yang berlebih terhadap oksigen terutama pada proses penguraian bahan organik oleh bakteri pengurai. Oksigen tinggi pada stasiun 2, 9 dan 10 masing-masing sebesar 5,20-6,40 mg/l, 5,21-5,26 mg/l, dan 5,20-7,00 mg/l. Kandungan O2 yang cukup tinggi karena daerah 27 tersebut merupakan daerah yang paling sering terjadi pergolakan air (turbulensi dan adveksi), stasiun 9 dan 10 merupakan dekat pantai Pulau Panggang dan Karya serta daerah dekat jalur transfortasi antar pulau. Adanya turbulensi akibat pergerakan kapal memungkinkan terjadinya penyebaran oksigen di kolom perairan. Gelombang dan ombak juga memungkinkan terjadinya kontak udara dengan permukaan air sehingga terjadi difusi. Hal ini akan menimbulkan O2 menjadi tinggi. Pada stasiun 8 yang merupakan outlet terdapat arus sehingga terjadi turbulensi yang mengakibatkan O2 meningkat (semakin besar) (Effendi, 2003). Adanya fluktuasi kadar oksigen terlarut yang terjadi pada lokasi penelitian antar stasiun ini dipengaruhi oleh percampuran (mixing), pergerakan (turbulensi) massa air, terjadinya aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah (effluent) yang masuk kedalam badan perairan. Gambar 7 memperlihatkan konsentrasi oksigen terlarut yang sangat bervariasi namun nilai-nilai tersebut beberapa masih dalam kisaran baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah yakni > 5,0 mg/l (Kepmen LH No.51 tahun 2004). Gambar 7. Pengukuran oksigen terlarut pada setiap stasiun pengamatan 28 Gambar 8. Grafik antara suhu dan oksigen terlarut 4.5 Salinitas Salinitas air laut berfluktuasi tergantung pada musim, topografi, pasang surut, dan jumlah air tawar. Salinitas merupakan gambaran jumlah garam dalam suatu perairan (Dahuri, et al., 1996). Hasil pengukuran yang dilakukan pada setiap stasiun menunjukkan bahwa rata-rata salinitas di perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu berkisar antara 23–31 ‰ (Gambar 9). Menurut Nontji (1987) menyatakan sebaran salinitas di air laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Hal ini sesuai dengan kondisi dilapangan bahwa pada bulan April walaupun pada bulan tersebut biasanya masuk musim peralihan namun pada kenyataannya hujan masih turun, sehingga terjadi pengenceran yang mengakibatkan rendahnya salinitas dihampir tiap stasiun. Pada bulan Juli yang sudah masuk musim kemarau memperlihatkan kisaran salinitas yang lebih tinggi dibanding April dan Oktober. Hal ini disebabkan oleh tingginya penguapan dan rendahnya masukan air tawar sehingga salinitas menjadi tinggi. Pada bulan Oktober yang memasuki musim hujan, sehingga masukan air tawar melalui air hujan menjadi lebih besar sehingga salinitas menurun dari bulan Juli. 29 Nybakken (1992) mengemukakan bahwa perbedaan salinitas terjadi karena perbedaan dalam penguapan dan presipitasi (hujan) sehingga hal ini juga membuat nilai salinitas di perairan Kepulauan Seribu tidak sama. Salinitas juga dapat mempengaruhi keberadaan logam berat di perairan. Jika terjadi penurunan salinitas, maka akan menyebabkan peningkatan daya toksik logam berat dan tingkat bioakumulasi logam berat semakin besar (Hutagalung, 1984). Salinitas di perairan Kepulauan seribu masih di bawah batas yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu <34 ‰ (Kepmen LH No.51 tahun 2004). Gambar 9. Pengukuran salinitas pada setiap stasiun pengamatan 4.6 Kesadahan Kesadahan (hardness) adalah gambaran kation logam divalen (valensi dua). Kation-kation tersebut dapat bereaksi dengan sabun sehingga membentuk endapan (presipitasi) maupun anion-anion yang terdapat dalam air yang juga dapat membentuk endapan atau menimbulkan perkaratan pada peralatan logam. Tingkat kesadahan ditentukan oleh keberadaan kalsium dan magnesium sebagai anion penyusun alkalinitas yaitu bikarbonat dan karbonat. Kesadahan perairan berasal dari kontak air dengan tanah dan bebatuan. 30 Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan di laboratorium menunjukkan bahwa kesadahan tertinggi pada stasiun 3 yakni 493,8 mg/l dan nilai terendah pada stasiun 10 yakni 440,4 mg/l. Nilai kesadahan di perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu berkisar antara 66,07–76,08 mg/l, dan pada ke-sepuluh stasiun tersebut tidak memperlihatkan perbedaan yang besar antara stasiun yang satu dengan yang lainnya (Gambar 10). Hal ini disebabkan oleh pengaruh struktur tanah dan batuan koral yang mengandung kalsium karbonat (CaCO3). Selain kalsium karbonat, kation dan anion sebagai penyusun kesadahan seperti Mg, Sr, Fe, Mn dan sebagai pasangannya adalah HCO3, SO4, Cl NO3, dan SiO3. Perairan yang memiliki nilai kesadahan kurang dari kurang dari 120 mg/l dan lebih besar dari 500 mg/l CaCO3, dianggap kurang baik bagi peruntukkan domestik, pertanian dan industri, namun air sadah lebih disukai oleh organisme dari pada air lunak (Effendi, 2003). Kadar maksimum kesadahan untuk kehidupan organisme akuatik sebesar 500 mg/l (WHO, 1992 dalam Effendi, 2003). Berdasarkan nilai kesadahan terlihat bahwa kesadahan perairan pada ke 10 stasiun pengamatan berada dalam kondisi yang baik untuk mendukung kehidupan organisme yang ada di dalamnya. Gambar 10. Nilai kesadahan pada setiap stasiun pengamatan 31 4.7 Konsentrasi Logam berat dalam Air dan Sedimen Logam berat yang bersifat toksik maupun esensial terlarut dalam air dapat mencemari air tawar maupun air laut. Secara alamiah, unsur logam berat terdapat di seluruh alam, namun pada konsentrasi yang sangat rendah (Hutagalung, 1984), begitu pula kandungan logam berat dalam air laut dan sedimen. Konsentrasi logam dapat meningkat bila limbah pemukiman, pertambangan, pertanian dan industri yang mengadung logam berat dibuang masuk ke dalam perairan alami melalui saluran pembuangan. Logam berat yang sangat beracun ini tahan lama dan sangat banyak terdapat dilingkungan. Logam berat tersebut adalah Hg, Pb, Cd dan Cr. Logam berat yang masuk ke dalam air akan mengalami pengendapan, pengenceran dan dispersi, yang selanjutnya akan diserap oleh organisme yang hidup di perairan tersebut. Pengendapan logam berat di suatu peraiaran terjadi karena adanya anion karbonat, hidroksil dan klorida (Hutagalung, 1984). Logam-logam berat yang terlarut dalam badan perairan pada konsentrasi tertentu akan berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan hewan perairan. Meskipun daya racun yang ditimbulkan oleh satu logam berat terhadap semua biota perairan tidak sama, namun kehancuran dari sekelompok biota perairan dapat menjadikan terputusnya satu mata rantai kehidupan. Pada tingkat selanjutnya keadaan tersebut dapat menghancurkan satu tatanan dalam suatu ekosistem perairan (Palar, 1994). 4.7.1 Tembaga (Cu) Logam Cu yang masuk ke dalam lingkungan perairan berasal dari peristiwa- peristiwa alamiah dan sebagai efek samping dari aktifitas yang dilakukan oleh manusia. Secara alamiah logam Cu masuk ke perairan sebagai akibat dari erosi atau pengikisan batuan mineral serta melalui persenyawaan Cu di atmosfir, sehingga terbawa oleh air hujan. Logam Cu masuk ke perairan diperkirakan mencapai 325.000 mg/l/tahun (Palar, 1994). Terjadinya peningkatan konsentrasi logam Cu di perairan disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti dari buangan industri, pelabuhan. Pada kondisi normal 32 keberadaan Cu dalam perairan ditemukan dalam bentuk senyawa ion seperti CuCO3+, Cu(OH)2+. Konsentrasi logam Cu yang terlarut dalam perairan laut adalah 0,002 – 0,005 ppm (Palar, 1994). Berdasarkan hasil analisa air, konsentrasi logam Cu dalam perairan Kabupaten Administrasi Kepulaun Seribu berkisar antara 0,0017 – 0,0041 mg/l dengan rata-rata 0,0030 (Gambar 11). Baku mutu Cu yang ditetapkan untuk biota di perairan adalah sebesar 0,008 mg/l, hal ini menunjukkan bahwa logam Cu di perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu masih layak untuk kegiatan budidaya perikanan (Kepmen LH No.51 tahun 2004). Minimnya konsentrasi logam berat Cu disebabkan oleh tingkat kelarutan senyawa Cu yang relatif kecil. Limbah logam Cu dan limbah padat (sampah), industri dan kegiatan pertanian di perairan kabupaten Administrasi Kepulaun Seribu yang relatif sedikit mengakibatkan di perairan dan sedimen tidak terdeteksi logam Cu. Sedangkan analisa logam berat Cu dalam sedimen di perairan Kepulauan Seribu berkisar antara 0,0152-25,7606 mg/l dengan rata-rata sebesar 7,3818 mg/l (Gambar 12). Gambar 11. Konsentrasi logam berat tembaga (Cu) dalam air . 33 Gambar 12. Konsentrasi logam berat tembaga (Cu) dalam sedimen 4.7.2 Kadmium (Cd) Penyebaran logam Cd di alam sangat luas, namun hanya satu jenis senyawa yaitu greennokite (CdS) yang sering ditemukan bersama dengan mineral spalerite (ZnS). Mineral greennokite sangat jarang ditemukan, sehingga logam Cd lebih banyak merupakan hasil produksi sampingan dari proses peleburan dan refining bijih-bijih Zn, adapun konsentrasi Cd pada mineral greennokite adalah 0,2 – 0,3 %. Penggunaan logam Cd dalam kehidupan antara lain adalah sebagai stabilisator, bahan baku pewarna dalam industri plastik, elektroplating, solder, baterai, dan industri persenjataan berat. Penggunaan Cd ditemukan juga dalam industri pencelupan, fotografi dan lain-lain. Contoh senyawa-senyawa logam Cd yang digunakan dalam industri antara lain zat warna (CdS dan CdSeS), industri baterai (CdSO4), fotografi (CdBr2 dan Cdl2) , pembuatan tetraetil-Pb ((C2H5)2Cd) dan yang berfungsi sebagai stabilaser yaitu senyawa Cd-Stearat pada industri manufaktur polyvinilklorida (PVC) (Palar, 2004). Dalam strata lingkungan, persenyawaan logam Cd banyak dijumpai di daerah-daerah pembuang akhir limbah, aliran air hujan dan air buangan. 34 Pada bulan Juli mulai terjadi peningkatan dibeberapa stasiun, di bulan Oktober peningkatan menjadi lebih besar (Gambar 13). Pada bulan April Cd di perairan Pulau Panggang dan Pulau Pamuka berkisar antara 0,0006-0,0009 ppm (rata-rata 0,00074 ppm). Kadmium tinggi terdapat pada stasiun 2 dan 10, sedangkan rendah pada stasiun 1, 8, dan 9. Pada bulan Juli kandungan logam berat kadmium berkisar antara 0,00050,0010 ppm (rata-rata 0,00078 ppm). Kadmium tinggi pada stasiun 2 dan 10, sedangkan terendah pada stasiun 9. Pada bulan Juli perbedaan antar stasiun lebih besar dibanding bulan April. Bulan Oktober yang merupakan bulan peralihan kedua di Indonesia dengan kondisi perairan Laut Jawa yang tidak stabil memperlihatkan nilai kadmium yang berbeda tiap stasiun dengan perbedaan yang cukup tinggi. Kisaran logam kadmium pada bulan Oktober antara 0,0003-0,004 ppm (rata-rata; 0,0036 ppm), dengan kandungan yang tinggi pada stasiun 3, 4, 5, 6, 8, dan 10 sedangkan kandungan yang rendah pada stasiun 1, 2,7, dan 9. Gambar 13. Konsentrasi logam berat kadmium dalam air 35 Kandungan kadmium pada sedimen di perairan Kepulauan Seribu berdasarkan pengamatan (Apri, Juli dan Oktober) menunjukkan adanya fluktuasi peningkatan (Gambar 14). Pada bulan April kandungan kadmium pada sedimen perairan Pulau Panggang-Pramuka berkisar antara 0,0301-0,3508 ppm dengan rata-rata 0,1646 ppm. Kadmium tertinggi pada bulan ini terdapat pada stasiun 5, sedangkan terendah terdapat pada stasiun 1. Pada bulan Juli mengalami peningkatan hingga mencapai 3,9074 ppm, dengan rata-rata 0,5823 ppm. Pada bulan Oktober terjadi peningkatan kadmium yang cukup besar pada hampir seluruh stasiun kecuali stasiun 2 dan 7. Peningkatan paling drastis terdapat pada stasiun 4 dan 10. Kisaran kadmium pada sedimen di bulan Oktober adalah antara 0,1810-5,0857 ppm, dengan rata-rata mencapai 1,1203 ppm. Pada bulan Oktober konsentrasi Cd tertinggi pada stasiun 10, sedangkan terendah terdapat pada stasiun 2. Gambar 14. Konsentrasi logam berat kadmium dalam sedimen Hasil analisis kadmium terhadap sedimen di perairan Pulau Panggang-Pramuka dibandingkan dengan kadar alamiah dari Reseau ‘d Observation (RNO, 1981) dan EPA (1990), menunjukkan bahwa sedimen perairan Pulau Panggang-Pramuka secara umum dalam kisaran normal masing-masing dibawah <2,0000 ppm dan <1,0000 ppm), kecuali 36 stasiun 4 dan stasiun 10. Hasil pengukuran kadmium pada sedimen dibandingkan dengan baku mutu yang ditetapkan oleh IADC/CEDA (1997), secara keseluruhan masih di bawah level limit (kecuali stasiun 10) dan level target (kecuali stasiun 4 dan 10). 4.7.3 Timbal (Pb) Timbal dan persenyawaannya dapat berada dalam badan perairan secara alamiah dan sebagai dampak dari aktivitas manusia. Di alam Pb dapat masuk ke dalam perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Disamping itu, korosifikasi dari batuan mineral akibat dari hempasan gelombang dan angin juga merupakan salah satu jalur Pb yang akan masuk dalam badan perairan. Logam Pb yang masuk dalam badan perairan bermacam-macam cara. Diantaranya adalah air buangan (limbah) dari industri yang berkaitan dengan Pb (industri baterai, cat dan barang-barang elektronik), air buangan dari pertambangan bijih timah hitam. Bahan bakar yang mengandung timbal (leaded gasoline) juga memberikan kontribusi yang berarti bagi keberadaan Pb di dalam air. Buangan-buangan tersebut akan jatuh pada jalur-jalur perairan seperti anak sungai untuk kemudian akan dibawa menuju lautan. Badan perairan yang telah terkontaminasi senyawa atau ion-ion Pb yang melebihi konsentrasi di atas normal dapat mengakibatkan kematian bagi biota dalam perairan tersebut. Pada umumnya konsentrasi Pb sebesar 188 mg/l akan membunuh ikan-ikan yang berada dalam perairan tersebut (Palar, 1994). Pada bulan April dan Juli konsentrasi timbal diseluruh stasiun pengamatan jauh dibawah baku mutu namun pada bulan Oktober terlihat konsentrasi timbal di perairan diatas baku mutu yang ditetapkan hal tersebut kemungkinan pada bulan Oktober sudah terjadi musim hujan sehingga sebaran logam timbal menjadi lebih luas (Gambar 15). Sedangkan konsentrasi Pb pada sedimen masih dibawah baku mutu (Gambar 16). 37 Gambar 15. Konsentrasi logam berat timbal dalam air Hasil pengamatan logam berat timbal dalam sedimen perairan Pulau PanggangPramuka pada bulan April berkisar antara 0,0065-1,3589 ppm dengan rata-rata 0,7008 ppm. Kandungan timbal tinggi pada bulan April terdapat pada stasiun 1 dan 3, sedangkan terendah terdapat pada stasiun 7. Kandungan timbal pada Juli dalam sedimen perairan Kepulauan Seribu berkisar antara 0,3481-1,6221 ppm dengan rata-rata 0,6172 ppm. Kandungan timbal tertinggi pada bulan Juli terdapat pada stasiun 3, sedangkan terendah pada stasiun 10. Pada bulan Oktober kandungan timbal dalam sedimen di perairan Kepulauan Seribu berkisar antara 0,0916-1,5774 ppm, dengan rata-rata 0,5479 ppm. Kandungan timbal tertinggi pada bulan Oktober terdapat pada stasiun 6, sedangkan terendah terdapat pada stasiun 3. Secara umum berdasarkan rata-rata keseluruhan stasiun timbal mengalami penurunan dari bulan April ke Oktober (Gambar 16) . Hasil penelitian terhadap kandungan timbal pada sedimen dibandingkan dengan kadar alamiah yang ada masih di bawah ambang batas bawah yang ditetapkan yaitu dibawah 10,0000 ppm (RNO, 1981) dan dibawah 5,0000 ppm (EPA, 1990). Hasil 38 pengukuran timbal dibandingkan dengan baku mutu dari IADC/CEDA (1997) masih jauh dibawah level limit (< 530,0000 ppm), bahkan jauh dibawah level target yaitu < 85,0000 ppm. Gambar 16. Konsentrasi logam berat timbal dalam sedimen 4.8 Penyerapan Logam Berat oleh Kerang Kapak-kapak (Pinna muricata) Jenis kerang-kerangan dapat digunakan untuk memonitor pengaruh konsentrasi logam terhadap kualitas air, faktor musim, temperatur, kadar garam. Kerang kecil (Oyster) dapat mengakumulasi logam Zn dan Cu berlipat ganda, sehingga konsentrasi logam dalam organ lebih tinggi daripada air disekitarnya (Darmono, 1995). Dalam memantau pencemaran di suatu lingkungan yang dianggap tercemar logam berat, analisis biota air sangat penting. Konsentrasi logam berat dalam biota air senantiasa bertambah seiring dengan bertambahnya waktu juga karena sifat dari logam yang “bioakumulatif” sehingga biota air sangat baik digunakan sebagai indikator pencemaran logam dalam suatu lingkungan perairan. Penyerapan logam pada biota air selain melalui insang dapat juga melalui kulit (kutikula) dan lapisan mukosa. 39 Penyerapan ion-ion logam dari air laut oleh organisme, seperti ikan dan udang biasanya melalui insang. Kerang dapat mengakumulasi logam berat dalam jaringan/organ seperti hewan air lainnya (ikan dan udang). Pada umumnya hewan air memiliki derajat akumulasi logam berat yang sama. Namun kerang lebih banyak mengakumulasi logam berat dibandingkan dengan hewan air lainnya karena sifatnya yang menetap, lambat menghindar dengan adanya pengaruh polusi, dan mempunyai toleransi yang sangat tinggi terhadap konsentrasi logam berat tertentu. Dengan sifat-sifat hidupnya, berbagai jenis kerang merupakan indikator yang sangat baik untuk memonitor suatu pencemaran lingkungan (Darmono, 1995). Hasil analisis logam kadmium pada kerang berkisar antara 0,0067-0,0110 mg/kg (stasiun 9) dan 0,0035-0,0080 mg/kg (stasiun 10). Hasil analisis logam timbal pada kerang berkisar antara 0,0043-0,0090 mg/kg (stasiun 9) dan 0,0025-0,0120 mg/kg (stasiun 10). Berdasarkan hasil yang diperoleh, logam berat kadmium dan timbal pada kerang belum melewati baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah (Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI No. 03725 Tahun 1989) yaitu <1,0000 mg/kg kecuali stasiun 9 pada bulan Oktober untuk Cd (Gambar 17) dan stasiun 10 untuk Pb pada bulan Oktober dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar 17. Kandungan kadmium pada kerang 40 Gambar 18. Kandungan timbal pada kerang 4.9 Konsentrasi Logam Berat Cd dan Pb dalam Ikan Bandeng Masuknya logam berat ke dalam tubuh organisme perairan dengan tiga cara yaitu melalui makanan, insang dan difusi melalui permukaan kulit. Untuk ikan, insang merupakan jalan masuk yang penting. Permukaan insang lebih dari 90% seluruh luas badan, sehingga dengan masuknya logam berat ke dalam insang dapat menyebabkan keracunan, karena bereaksinya kation logam tersebut dengan fraksi tertentu dari lendir insang. Kondisi ini menyebabkan proses metabolisme dari insang menjadi terganggu. Lendir yang berfungsi sebagai pelindung diproduksi lebih banyak sehingga terjadi penumpukan lendir. Hal ini akan memperlambat ekresi pada insang dan pada akhirnya menyebabkan kematian (Sudarmadji, 1993). Insang adalah organ yang berhubungan dengan pernafasan utama dari ikan. (Epithelium) Insang dari ikan adalah lokasi pertukaran gas yang utama, keseimbangan asam basa dan regulasi ion. Fungsi organ pernafasan ini adalah hal yang penting bagi kehidupan ikan dan keseluruhan keberadaan ikan itu. Oleh karena itu, jika ikan diekspos ke lingkungan yang tercemar akan membahayakan fungsi utama dari organ pernafasan ikan tersebut. 41 Insang juga digunakan sebagai alat pengukur tekanan antara air dan dalam tubuh ikan (osmoregulasi). Oleh sebab itu insang sangat peka terhadap pengaruh toksisitas logam. Toksisitas logam-logam berat yang melukai insang dan struktur jaringan luar lainnya dapat menimbulkan kematian terhadap ikan yang disebabkan oleh proses anoxemia, yaitu terhambatnya fungsi pernafasan berupa sirkulasi dan eksresi dari insang. Unsur-unsur logam berat yang mempunyai pengaruh terhadap insang adalah timah, seng, besi, tembaga, kadmium dan merkuri. Hasil analisis kadmium pada organ insang ikan bandeng menunjukkan berkisar antara 0,0140–0,0150 mg/kg, pada daging ikan bandeng menunjukkan konsentrasi logam Cd berkisar antara 0,0080 – 0,0090 mg/kg, dan pada isi perut ikan berkisar antara 0,0110-0,0120 mg/kg. Hasil analisis timbal pada organ insang ikan bandeng menunjukkan berkisar antara 0,0120–0,0130 mg/kg, pada daging ikan bandeng menunjukkan konsentrasi logam Pb berkisar antara 0,0100 – 0,0120 mg/kg, dan pada isi perut ikan berkisar antara 0,0040-0,0060 mg/kg. Berdasarkan hasil yang diperoleh logam berat kadmium pada insang, timbal pada daging dan isi perut ikan bandeng telah melewati baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah (Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI No. 03725 Tahun 1989) yaitu <1,0000 mg/kg (Gambar 19 dan 20). Gambar 19. Kandungan kadmium (Cd) pada bandeng di stasiun 6 42 Gambar 20. Kandungan timbal (Pb) pada bandeng di stasiun 6 4.10 Hubungan antara Parameter 4.10.1 Hubungan antara Konsentrasi Logam Berat dalam air laut dan sedimen Kadmium dalam air laut dan sedimen memiliki korelasi rata-rata 0,8149, dengan korelasi tertinggi pada stasiun 4 yaitu mencapai 1,000 (Tabel 6). Tingginya nilai korelasi memperlihatkan hubungan yang sangat erat antara kadmium di air dan sedimen (koefisien determinasi mencapai rata-rata 72,41%). Sedangkan korelasi terendah dari kadmium terdapat pada stasiun 2 yaitu 0,1797. Korelasi timbal di air dan sedimen tertinggi pada stasiun 6 yaitu mencapai 0,9994, sedangkan terendah pada stasiun 3 yaitu hanya 0,2681 (Tabel 7). Korelasi rata-rata timbal mencapai 0,5655. Korelasi tembaga antara air dan sedimen berkisar antara 0,00 – 1,00, dengan rata-rata 0,50 (Tabel 8). Korelasi tertinggi terdapat pada stasiun 10, sedangkan terendah pada stasiun 1. Secara umum hubungan antara logam berat di air dan sedimen di perairan Kepulauan Seribu memiliki korelasi positif. Hasil ini memberikan indikasi ada keterkaitan antara logam berat di air dan di sedimen namun demikian hubungan tersebut bervariasi antar stasiun akibat beragamnya kondisi air dan substrat dasar perairan yang diamati. Adanya pengaruh arus di perairan juga akan mempengaruhi interaksi antara air 43 dan sedimen. Konsentrasi logam berat dalam substrat/sedimen secara alami menggambarkan keberadaan logam berat tertentu/deposit mineral. Seringkali adanya logam berat dihubungkan dengan partikel tersuspensi dan sedimen, bahkan sedimen lebih stabil atau kurang mobile dibandingkan dengan kolom air. Kandungan logam berat di sedimen tergantung pada komposisi kimia dan mineral sedimen. Pada kondisi oksigen rendah akan terjadi reduksi, sehingga senyawa kimia yang dominan terbentuk adalah S2-, CH4, NH3, N2, Fe2+ dan Mn2+ yang bereaksi membentuk endapan kompleks. Pada kondisi oksidasi, senyawa kimia yang dominan terbentuk adalah SO42-, CO2, CO32-, NO3-, Fe3+ dan Mn4+ yang bereaksi membentuk endapan kompleks, demikian pula dengan Ca2+ dan Mg2+(Parsons dan Takahashi, 1977 in Sanusi, 2006). Sanusi (2006) mengemukakan bahwa sifat fisik kimia material padatan tersuspensi yang memiliki kemampuan menyerap logam berat terlarut dalam kolom air. Dengan demikian deposisi padatan tersuspensi dalam suatu perairan akan menyebabkan akumulasi logam berat tersebut dalam sedimen selain material organik. Makin tinggi kandungan polutan organik dan anorganik dalam kolom air, makin tinggi pula akumulasi polutan tersebut dalam sedimen. Hutagalung (1984) mengungkapkan bahwa logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemudian diserap oleh organisme yang hidup di perairan tersebut. Pengendapan logam berat di suatu perairan terjadi karena adanya anion karbonat hidroksil dan klorida. Berdasarkan Hutagalung (1991), logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibanding dalam air. 44 Tabel 6. Korelasi logam berat kadmium di air dan sedimen di Kepulauan Seribu. Stasiun Analisa Regresi Persamaan R (%) r 1 y = 101,8299x + 0,0195 87,77 0,9369 2 y = -13,8680x + 0,2270 3,23 0,1797 3 y = 66,4040x + 0,1138 51,78 0,7196 4 y = 682,8955x - 0,4055 100,00 10,000 5 y = 114,4345x + 0,2275 97,80 0,9889 6 y = 269,7989x + 0,0530 97,25 0,9862 7 y = 19,1960x + 0,2996 47,18 0,6869 8 y = 40,5990x + 0,0819 90,98 0,9538 9 y = 160,9606x - 0,0014 98,83 0,9941 10 Rata-rata SD Minimal Maksimal y = 1.043,7932x + 0,9716 49,37 72,42 29.924 3,23 100,00 0,7026 0,81 0.248 0,18 1,00 Keterangan : y = nilai logam berat di sedimen; x = nilai logam berat di air R = koefesien determinasi; r = koefesien korelasi 45 Tabel 7. Korelasi logam berat timbal di air dan sedimen perairan di Kepulauan Seribu Stasiun Analisa Regresi Persamaan R (%) r 1 y = -12,5517x + 0,9921 8,11 0,2848 2 y = -20,8740x + 0,6371 67,28 0,8202 3 y = -11,2213x + 0,9883 7,19 0,2681 4 y = -49,4341x + 0,9268 96,19 0,9808 5 y = -5,8225x + 0,6910 32,05 0,5661 6 y = 73,6988x + 0,3256 99,89 0,9994 7 y = 19,2872x + 0,2067 35,35 0,5946 8 y = -4,1559x + 0,4446 14,84 0,3852 9 y = -3,0221x + 0,4301 11,71 0,3422 10 Rata-rata SD Minimal Maksimal y = -82,5366x + 0,6346 17,1 38,97 42.197 7,19 99,89 0,4135 0,57 0.401 0,27 1,00 Keterangan : y = nilai logam berat di sedimen; x = nilai logam berat di air R = koefesien determinasi; r = koefesien korelasi 46 Tabel 8. Korelasi logam berat tembaga di air dan sedimen perairan di Kepulauan Seribu Stasiun Analisa Regresi Persamaan R (%) r 1 y = 4.9699x + 16.0885 0,00 0,0000 2 y = -1,452.6985x + 14.5404 2,62 0,1619 3 y = -1,703.2786x + 22.6004 25,07 0,5007 4 y = 2,466.2314x - 2.6841 92,53 0,9619 5 y = 2,469.4430x - 1.2308 72,53 0,8516 6 y = 113.2313x + 8.7513 4,79 0,2189 7 y = 193.9595x - 0.5457 83,35 0,9130 8 y = 8.4034x + 0.8399 0,04 0,0200 9 y = 76.6569x + 0.0164 14,04 0,3747 10 Rata-rata SD Minimal Maksimal y = 894.1261x + 3.9088 100,00 39,50 32.797 0,00 100,00 10,000 0,50 0.259 0,00 1,00 Keterangan : y = nilai logam berat di sedimen; x = nilai logam berat di air R = koefesien determinasi; r = koefesien korelasi 4.10.2 Hubungan antara Konsentrasi Logam Berat dalam air laut dan kerang Kapak-kapak (Pinna muricata). Korelasi logam berat di air dan kerang hanya dapat dijelaskan dari dua stasiun, karena kerang yang ditemukan hanya pada stasiun 10 (Pantai Pulau Karya) dan stasiun 9 (Pantai Pulau Panggang) (Tabel 9). Korelasi antara logam berat di air dan kerang kapakkapak (Pinna muricata) memiliki nilai yang berbeda antar stasiun maupun antar logam berat itu sendiri. 47 Logam kadmium memiliki korelasi 0,9885 (stasiun10) dan 0,9327 (stasiun 9) dengan rata-rata 0,9606. Kadmium memiliki korelasi yang sangat kuat antara air dan kerang (>50,00 yaitu mendekati ≈1), dengan koefisien determinasi mencapai 92,36 %. Hasil di atas menunjukkan bahwa keberadaan kadmium di kerang memiliki hubungan yang sangat erat dengan keberadaan kadmium di perairan. Timbal seperti halnya kadmium memiliki korelasi yang kuat antara di air dan kerang (rata-rata korelasi 0,9000) (Tabel 10). Indikasi ini menunjukkan bahwa keberadaan timbal di tubuh kerang sangat erat hubungannya dengan keberadaan timbal di kolam perairan dengan koefisien determinasi mencapai 80,62 %. Tabel 9. Korelasi logam berat kadmium di air dan kerang kapak-kapak di stasiun 9 dan stasiun 10. Stasiun 9 Analisa Regresi Persamaan R (%) y = 1,1855x + 0,0044 97,72 r 0,9885 10 y = 1,3677x + 0,0055 87,00 0,9327 92,36 0,9606 Rata-rata Keterangan: y= Nilai logam berat di kerang; x= Nilai logam berat di air; R= koefisien determinasi; r= koefisien korelasi. Tabel 10. Korelasi logam berat timbal di air dan kerang kapak-kapak di stasiun 9 dan stasiun 10. Stasiun 9 Analisa Regresi Persamaan R (%) y = 0,4043x + 0,0049 70,73 r 0,8410 10 y = 9,8018x - 0,0036 90,51 0,9514 80,62 0,9000 Rata-rata Keterangan: y= Nilai logam berat di kerang; x= Nilai logam berat di air; R= koefisien determinasi; r= koefisien korelasi. 48 4.10.3 Hubungan antara Konsentrasi Logam Berat dalam sedimen laut dan kerang Kapak-kapak (Pinna muricata). Korelasi logam berat di sedimen dan kerang hanya dapat dijelaskan dari dua stasiun berdasarkan keberadaan kerang yang hanya ada di stasiun 9 (Pantai Pulau Panggang) dan stasiun 10 (Pantai Pulau Karya). Korelasi logam berat antara sedimen dan kerang kapak-kapak (Pinna muricata) memiliki nilai yang berbeda antara stasiun maupun antara logam berat itu sendiri. Logam kadmium memiliki korelasi antara sedimen dan kerang berkisar antara 0,5872-0,9662 dengan rata-rata 0,7767 (Tabel 11). Nilai korelasi menunjukkan bahwa kadmium memiliki korelasi yang kuat antara sedimen dan kerang (>50,00). Dengan demikian keberadaan Cd di kerang dipengaruhi oleh konsentrasi kadmium di sedimen meski dipengaruhi tidak setinggi antara air dan kerang (koefisien determinasi sebesar 63,92 %). Timbal seperti halnya kadmium memiliki korelasi yang cukup erat antara di sedimen dan kerang (rata-rata korelasi 0,74 %) (Tabel 12). Hal tersebut menyatakan bahwa keberadaan timbal di tubuh kerang sangat erat hubungannya dengan keberadaan timbal di sedimen (koefisien determinasi mencapai 60,04 %). Tingginya korelasi logam berat di stasiun 9 (Pulau Panggang) dibanding dengan stasiun 10 (Pulau Karya) terkait dengan kemampuan kerang untuk mengakumulasi logam berat didalam tubuhnya. Menurut Riget, et al., (1996) dalam Aunurohim et al., (2008) menyatakan bahwa Spesies yang lebih besar atau berumur lebih tua mengakumulasi logam berat lebih tinggi dibandingkan spesies yang berukuran kecil atau yang masih muda. Kerang kapak-kapak (Pinna muricata) yang ditemukan pada stasiun 10 lebih besar dibanding yang ditemukan pada stasiun 9. Pada kasus akumulasi logam berat pada kerang kapak-kapak terlihat bahwa ada korelasi yang positif antara umur dan kemampuan untuk mengakumulasi logam. Hasil penelitian Aunurrohim et a.,(2008) mengemukakan hal yang sama pada spesies Anadara scapha dan Gafrarium tumidu. Spesies yang lebih besar atau berumur lebih tua mengakumulasi logam berat lebih tinggi dibandingkan spesies yang berukuran kecil atau yang masih. Untuk logam Cd, fenomena yang sama dimana spesies yang lebih besar mengakumulasi logam lebih tinggi juga terjadi. 49 Hal yang sama juga ditemukan pada kerang Metulis edulis (Riget, et al.1996 in Aunurohim et a., 2008). Tabel 11. Korelasi logam berat kadmium di sedimen dan kerang kapak- kapak di stasiun 9 dan stasiun 10 Stasiun Analisa Regresi Persamaan R (%) r 9 y = 0,0080x + 0,0042 34,48 0,5872 10 y = 0,0007x + 0,0062 93,36 0,9662 63,92 0,7767 Rata-rata Keterangan: y= Nilai logam berat di kerang; x= Nilai logam berat di air; R= koefisien determinasi; r= koefisien korelasi. Tabel 12. Korelasi logam berat timbal di sedimen dan kerang kapak- kapak di stasiun 9 dan stasiun 10 Stasiun Analisa Regresi Persamaan R (%) r 9 y = 0,0255x + 0,0151 27,43 0,5237 10 y = 0,0124x + 0,0127 92,64 0,9625 60,04 0,74 Rata-rata Keterangan: y= Nilai logam berat di kerang; x= Nilai logam berat di air; R= koefisien determinasi; r= koefisien korelasi. 4.10.4 Hubungan antara Konsentrasi Logam Berat dalam air laut dan Ikan Bandeng (Chanos chanos). Korelasi logam berat kadmium antara air dengan ikan bandeng pada isi perut, daging, dan insang berturut-turut 0,9996, 0,5236, dan 0,4760, dengan koefisien determinasi masing-masing 99,92 %, 27,42 % dan 22,66 % (Tabel 13). Korelasi logam berat timbal antara air dengan ikan bandeng pada isi perut, daging, dan insang berturut-turut 0,5377, 0,5377, dan 0,4613, dengan koefisien 50 determinasi dibawah 30% (Tabel 14). Hubungan logam berat kadmium antara air laut dengan ikan bandeng, pada bagian perut ikan memiliki hubungan yang paling tinggi dibanding pada daging dan insang. Hal ini menunjukkan bahwa logam berat kadmium di dalam tubuh ikan paling banyak terakumulasi pada bagian perut. Logam berat timbal yang terakumulasi di dalam isi perut dan daging menunjukkan sama besarnya. Besarnya korelasi logam berat antara air dan ikan pada bagian perut isi ikan terkait dengan bagian tersebut sebagai tempat penampung sementara berbagai makanan yang masuk ke dalam tubuh ikan termasuk zat pencemar (logam berat). Pada kondisi ini logam berat tersebut akan terbuang/tercuci pada saat ikan mengeluarkan fesesnya. Tabel 13. Korelasi logam berat kadmium pada air dan ikan. Stasiun Isi perut daging Insang Rata-rata Analisa Regresi Persamaan R y = 0,3172x + 0,0107 99,92 y = 0,1662x + 0,0084 27,42 y = 0,1511x + 0,0144 22,66 50,00 r 0,9996 0,5236 0,4760 0,6664 Keterangan: y= Nilai logam berat di sedimen; x= Nilai logam berat di ikan; R= koefisien determinasi; r= koefisien korelasi. Tabel 14. Korelasi logam berat timbal pada air dan ikan Stasiun Isi perut Analisa Regresi Persamaan R y = 0,0684x + 0,0049 28,91 r 0,5377 daging Insang y = 0,0684x + 0,0109 y = 0,0294x + 0,0125 28,91 21,28 0,5377 0,4613 26,37 0,5122 Rata-rata Keterangan: y= Nilai logam berat di sedimen; x= Nilai logam berat di ikan; R= koefisien determinasi; r= koefisien korelasi. 51 4.10.5 Hubungan antara Konsentrasi Logam Berat dalam sedimen laut dan Ikan Bandeng (Chanos chanos) Korelasi logam berat kadmium dalam sedimen dengan ikan bandeng pada isi perut, daging, dan insang berturut-turut 0,9904, 0,3752, dan 0,6151, dengan koefisien determinasi masing-masing 99,04 %, 14,08 % dan 37,84 %. Korelasi logam berat timbal antara air dengan ikan bandeng pada isi perut, daging, dan insang berturut-turut 0,5647, 0,5647, dan 0,4323, dengan koefisien determinasi dibawah 31,89% dan 27,49 % (Tabel 15). Hubungan logam berat kadmium antara sedimen dengan ikan bandeng, memiliki hubungan yang paling tinggi pada bagian perut ikan dibanding pada daging dan insang. Hal ini menunjukkan bahwa logam berat kadmium di dalam tubuh ikan paling banyak terakumulasi pada bagian perut. Sedangkan logam berat timbal terakumulasi sama besarnya antara di dalam isi perut dan daging. Jika dibandingkan korelasi logam berat kadimium dan timbal antara air laut dengan ikan menunjukkan bahwa kadmium memiliki korelasi rataan yang lebih tinggi. Tabel 15. Korelasi logam berat kadmium pada sedimen dan ikan Stasiun Isi perut Analisa Regresi Persamaan R y = 0,0011x + 0,0107 98,08 r 0,9904 daging y = 0,0004x + 0,0084 14,08 0,3752 Insang y = 0,0007x + 0,0143 37,84 0,6151 50,00 0,6602 Rata-rata Keterangan: y= Nilai logam berat di sedimen; x= Nilai logam berat di ikan; R= koefisien determinasi; r= koefisien korelasi. 52 Tabel 16. Korelasi logam berat timbal pada sedimen dan ikan Stasiun Isi perut Logam berat Pb Persamaan R y = 0,0010x + 0,0045 31,89 r 0,5647 daging y = 0,0010x + 0,0105 31,89 0,5647 Insang y = 0,0004x + 0,0124 18,69 0,4323 27,49 0,5206 Rata-rata Keterangan: y= Nilai logam berat di sedimen; x= Nilai logam berat di ikan; R= koefisien determinasi; r= koefisien korelasi. Secara keseluruhan berdasarkan hasil yang diperoleh kadmium memiliki korelasi yang tinggi dibanding tembaga maupun timbal. Korelasi kadmium pada air dan sedimen rata-rata mencapai 72,42 pada air dan kerang 92,36 dan antara sedimen dan kerang 80,62. Korelasi kadmium antara air laut dan ikan adalah 50,00, begitu juga dengan korelasi antara sedimen dan ikan hanya 50,00. Dari beberapa hubungan tersebut (air, sedimen, kerang dan ikan), korelasi yang paling kuat adalah korelasi antara air dan kerang. Hal ini tidak terlepas dari cara dari kerang yang mendapatkan makanannya dengan menyaring air/kolom air. Kondisi ini juga terjadi dengan jenis logam timbal dimana korelasi tertinggi terdapat pada hubungan antara kerang dan air (korelasinya mencapai 80,62). BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Kepulauan Seribu di sekitar Pulau Panggang dan Pulau Pramuka Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu selama 5 (lima) bulan dari bulan Juli s/d November 2008 sebanyak 3 kali pengambilan sampel. 3.2. Metode pengambilan data dan Pengukuran 3.2.1 Penentuan Stasiun Pengamatan Penentuan stasiun pengamatan pada lokasi penelitian didasarkan pada meningkatnya aktivitas kegiatan di Pulau Pramuka sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, pendidikan, lokasi konservasi dan juga sebagai lokasi usaha budidaya bandeng. Lokasi pengambilan sample terdiri dari sepuluh stasiun (Gambar 4) yaitu stasiun satu (ST 1) yaitu pintu masuk sebelah selatan (air dan sedimen), stasiun dua (ST 2) yaitu pintu masuk sebelah utara ( air dan sedimen), stasiun tiga (ST 3) yaitu sebelah barat Pulau Pramuka (air dan kerang), stasiun 4 (ST 4) yaitu sebelah timur Pulau Panggang (air dan kerang), stasiun lima (ST 5) yaitu pemasukan keramba jaring apung (air dan sedimen), stasiun enam (ST 6) yaitu air pengeluaran jaring keramba (air dan sedimen), stasiun 7 (ST 7) yaitu sebelah utara keramba jaring apung (air dan sedimen), stasiun 8 (ST 8) di sebelah barat jaring apung (air dan sedimen, stasiun 9 (ST 9) didalam jaring apung (air), stasiun 10 (ST 10) sekitar buangan mesin diesel ( air dan sedimen). 18 Gambar 4. Peta lokasi pengambilan sample. 3.2.2 Metode Pengambilan data Data yang diambil berupa data sekunder dan primer. Data primer diperoleh dari hasil analisa di laboratorium. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur dan dari instansi-instansi terkait. 3.2.3 Metode Pengambilan sampel Pengambilan sampel air laut dilakukan di lima stasiun sebanyak 5 kali ulangan pada saat pasang surut terendah dengan selang waktu satu minggu. Untuk penentuan stasiun dilakukan dengan global position system (GPS) serta pengukuran kualitas air laut seperti pH, suhu, oksigen terlarut/DO, BOD, salinitas dilaksanakan langsung dilapangan sedangkan kekeruhan, kesadahan dan logam berat dilakukan di laboratorium. Jumlah sampel air laut ± 500 ml dimasukkan kedalam botol yang sudah disterilkan dan ditambahkan dengan asam nitrat sebagai pengawet. Sampel ikan bandeng diambil di lokasi budidaya laut di antara Pulau Pramuka dan Pulau Panggang milik PT. Nuansa Ayu Karamba sedangkan kerang kapak-kapak diambil disekitar perairan Pulau Panggang dan Pramuka pada kedalaman sekitar 2 – 4 meter. 19 3.2. Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia 3.3.1 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquades, aquabides dan bahan-bahan kimia (HCl, HNO3, Na-EDTA, larutan pH 7, larutan standar logam (Cu, Cd dan Pb) larutan buffer (NH4Cl dan NH4OH) sedangkan alat-alat yang digunakan timbangan analitik, kompas, global position sytem (GPS), pH meter, dissolved oxygen (DO), biological oxigen demand (BOD), turbidimeter, konductivity, AAS (atomic absorbtion spectrofotometry, Eikman grab dan kemmerer water sampler. 3.3.2 Preparasi Sampel Sampel ikan atau kerang yang telah diambil dihancurkan dan disaring, kemudian pengukuran logam berat dilakukan dengan (AAS). 3.3.3 Penentuan Konsentrasi Logam berat Penentuan konsentrasi logam berat dengan cara langsung untuk sampel air dan cara kering (pengabuan) untuk sampel padatan. Pengukuran dengan menggunakan AAS menggunakan rumus sebagai berikut (standar nasional Indonesia) : Mg/kg = [(Ac - Ab) - a] x 100 b x W (g) x 1000 Keterangan : Ac : Absorban contoh Ab : Absorban blanko a : Intercep dari persamaan regresi standar b : Slope dari persamaan regresi standar W : Berat sampel 3.3.4 Pengukuran Kualitas Air Sebagai data pendukung dilakkan pengukuran terhadap kualitas air laut, dengan parameter 1) Oksigen terlarut (DO); 2) Temperatur; 3) pH; 4) Kesadahan; 5) Kekeruhan 20 dengan menggunakan prosedur APHA (America Public Health Association, 1989). Untuk lebih jelasnya parameter kualitas air, logam berat dan air laut, sedimen, kerang kapak-kapak (Pinna muricata) dan ikan bandeng (Chanos chanos) yang diamati dan alat yang digunakan serta tempat melakukan analisa dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Parameter, metode, tempat analisa dan alat yang digunakan No Parameter 1 Kualitas Air Satuan Alat/Metode Tempat Analisis Thermometer/APHA Lokasi NTU Turbidimeter/APHA Lokasi pH - pH meter/APHA Lokasi DO mg/l DO meter/APHA Lokasi Kesadahan mg/l a. Fisika Suhu ° C Kekeruhan b. Kimia 2 Logam Berat Air laut, ikan budidaya dan kerang Cu mg/l AAS Laboratorium Cd mg/l AAS Laboratorium Pb mg/l AAS Laboratorium 3.3. Analisis Data Data analisis logam berat Cu, Cd dan Pb dalam air pada stasiun pengamatan dibanding dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu KEPMEN LH No. 51 tahun 2004 tentang “Penetapan Baku Mutu Air Laut” sedangkan konsentrasi logam berat dalam kerang menggunakan standar nasional Indonesia (SNI) 01-4104 (1996) mengenai logam berat dalam makanan dan hasil-hasil perikanan lainya yang dikonsumsi. Untuk mengetahui keeratan hubungan antara konsentrasi logam berat Cu, Cd dan Pb dalam air 21 laut, sedimen, kerang dan bandeng mennggunakan regresi korelasi/hubungan (Sudjana, 2001), rumus koefisien korelasi adalah sebagai berikut : Rumus Koefisien Korelasi (r) : r = Sxyy = Sx²= Sy²= Sxy √(Sx) ² (Sy)² ∑ (Xi-X)(Yi-Y) n-1 ∑ ( Xi - X )² n-1 ∑ ( Yi –Y )² n-1 Keterangan : r = koefisien rata-rata korelasi Sxy = Sebaran nilai pengamatan x dan y Sx² = Keragaman nilai x Sy² = Keragaman nilai y BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Kandungan Cu, Cd dan Pb di perairan Kepulauan Seribu sebagai berikut: 0,0017-0,0041 ppm, 0,0014-0,0040 ppm, 0,0062-0,0074 ppm, sedangkan dalam sedimen Cu, Cd dan Pb : 0,3878-16,4345 ppm, 0,1536-3,0244 ppm, 0,4260-1,5770 ppm. 2. Hasil analisis logam Cd pada kerang berkisar 0,0067-0,0110 mg/kg, Pb berkisar antara 0,0043-0,0090 mg/kg, sedangka pada ikan bandeng di insang Cd berkisar 0,0140–0,0150 mg/kg, dalam daging berkisar 0,0080 – 0,0090 mg/kg, dan pada isi perut ikan berkisar 0,0110-0,0120 mg/kg. Untuk Pb dalam insang berkisar 0,0120–0,0130 mg/kg, dalam daging berkisar 0,0100 – 0,0120 mg/kg, dan pada isi perut berkisar 0,0040-0,0060 mg/kg. 3. Logam berat tembaga berdasarkan baku mutu KepMen LH No 51. Tahun 2004 pada air tidak tercemar tetapi untuk kadmium telah tercemar, sedangkan logam berat timbal masih dibawah baku yang ditetapkan oleh pemerintah. Pada sedimen berdasarkan IADC/CEDA (1997) telah tercemar ringan logam berat kadmium. Secara umum logam berat kadmium telah mencemari air dan sedimen di Kepulauan Seribu kecuali pada stasiun 10 belum tercemar. Logam berat timbal belum mencemari sedimen. Kandungan logam berat pada ikan dan kerang masih dibawah baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. 4. Korelasi antara air dan sedimen memiliki hubungan yang positif. Diantara korelasi yang dianalisa, korelasi antara air dan kerang adalah yang paling kuat diantara korelasi logam berat dalam air dan sedimen, kadmium memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan timbal dan tembaga, kemudian timbal dan yang paling rendah adalah tembaga. 5.2 Saran 1. Industri yang menghasilkan limbah logam berat baik yang berskala kecil seperti perbaikan kapal atau perahu perlu melakukan penanganan limbah 54 secara baik, dan dikontrol oleh pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, swasta dan LSM. Sanksi pelanggaran harus ditindak dan diberi sangsi sesuai dengan peraturan serta jenis limbah yang dikeluarkan/dibuang ke lingkungan perairan. 2. Perlu dilakukan penelitian terhadap arah pergerakan arus dari Teluk Jakarta serta konsentrasi logam berat di perairan sepanjang Teluk Jakarta menuju utara Kepulauan Seribu untuk mengetahui sejauh mana pengaruh logam berat di Teluk Jakarta terhadap konsentrasi logam berat di Perairan Pulau Panggang dan Pulau Pramuka serta daerah lainnya di Kepulauan Seribu. 3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan berupa, pengamatan logam berat selama setahun yang dilakukan per bulan untuk mengetahui konsentrasi dan distribusi logam berat tahunan. 55 DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 1990. Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Jakarta. Anonimous. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta. Anonimous. 2004. Kementerian Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004: Tentang Penetapan Baku Mutu Air Laut. Dalam Himpunan Peraturan di Bidang Lingkungan Hidup. 823 h. Asuhadi, S. (2006). Analisis Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Kawasan Perairan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Aunurohim, G. R. and D. Fichet. 2008. Konsentrasi Logam Berat Pada Macrofauna Benthik di Kepulauan Kangean, Madura. http://www.foxitsoftware.com. Bryan, G.W. 1976. Heavy Metal Contamination in The Sea”. In Effects of Pollutan on Aquatic Organisms (Editor: R. Johnston). Cambridge University Press, UK. Canadian Council of Resource and Environmental Ministers. 1987. Canadian Water Quality. Canadian Council of Resource and Environmental Ministers. Ontorio. Canada. Dahuri, R., R. Jacub, Ginting, S.p., M.J. Sitepu, 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Cetakan Pertama. Pradnya Paramita. Jakarta. Damar, A. 2003. Teluk Jakarta, tercemar sekaligus subur. Kompas 14 April 2004. Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Mahluk Hidup. Cetakan pertama, UI. Press. Jakarta. Eckenfelder, W.W. 1989. Industrial Water Pollution Control. Second Edition. McGrawHill, Inc. New York. USA. 400 p. Effendi. H. 2003. Telaah Kualitas Air; Bagi Pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Sanusi. H. S. 1985. Akumulasi Logam Berat Hg dan Cd pada tubuh ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal). Disertasi. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 Hutagalung, H.P. 1984. Logam Berat dala Lingkungan Laut. Pewarta Oceana 9 (1): 12 – 19. Kinne, O. 1970. Marine Ecology. A Comprehensive, Integrated Treatise on Life in Oceans and Coastal Water. John Willey & Sons Ltd., London. UK. Mason, C.F. 1980. Celluler Responses of Molluscan Tissues. The Environmental Metals Marine Environnmental Research 14: 103-118. Miettinen, J.K. 1977. Inorganic Trace Element as Water Pollution to Health and aquatic Biota. In International forum Proced of Water Quality (Editors: F. Coulation and E. Mark). Academic Press, New York, USA. Mulyawan, I. 2004. Korelasi Kandungan Logam Berat Hg, Pb, Cd dan Cr pada air laut, sedimen dan kerang hijau (Perna viridis) di perairan Kamal Muara, Jakarta Utara. Tesis, Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Moore, V and H. Olem. 1994. Inorganic Contaminans of Surface Water. SpringerVerlag. New York. 334 p. Nikijuluw, V 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Pusat Pemberdayaan dan Pembangunan Regional. 254 h. Nontji, A. 1984. Laut Nusantara. Jembatan Jakarta. 372 h. Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut, suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan Marine Biologi: An Ecological Approach (Translator: M. Eidman et al.). Gramedia. Jakarta. Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Lingkungan Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta. Rahardjo. 2005. Hasil Penelitian, Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan Riani, E. 2003. Telaah Kualitas Air. Bahan Kuliah. Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Institut Pertanian Bogor. Riani, E. 2005. Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Teluk Jakarta. LPPM-IPB. Bogor. Soegiarto. A dan S. Birowo. 1983. Oceanographic Features and Potential Natural Hazards of the Southeast Asean Waters. In ASCOPE Workshop on Technical Aspects of Geological an Natural Environmental Hazards. Jakarta, March, 29-30, 1983. 57 Soemarwoto, O. 1992. Indonesia dalam Kancah Isu Lingkungan Global. Gramedia Jakarta. Sudarmaji. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 dan Dampaknya Terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan 2: 129 – 142. Sudjana. 2001. Teknik Analisis Regresi dan Korelasi bagi para Peneliti. Bandung. Sutamihardja, R.T.M., K. Adnan, dan H.S. Sanusi. 1982. Perairan Teluk Jakarta ditinjau dari Tingkat Pencemarannya. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor.