perspektif geografi dalam memahami konteks perubahan iklim

advertisement
SOSIO DIDAKTIKA: Social Science Education Journal, 2 (1), 2015
Available online at SOSIO DIDAKTIKA: Social Science Education Journal Website:
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/SOSIO-FITK
SOSIO DIDAKTIKA: Social Science Education Journal, 2 (1), 2015, 67-75
PERSPEKTIF GEOGRAFI DALAM MEMAHAMI
KONTEKS PERUBAHAN IKLIM
Andri Noor Ardiansyah
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Email: [email protected]
Naskah diterima : 23 Maret 2015, direvisi : 25 April 2015, disetujui : 25 Mei 2015
Abstract
Climate change is happening today is a necessity that we should not ignore. No other indicator is the increasing
temperature of the Earth from 1860 until today, and rising sea levels. The main trigger is the increasing concentration of
green house effect (GHE) emissions, particularly carbon dioxide (CO2) in the atmosphere. This is caused by the increasing
human activity as well, such as industrial activities, the use of motor vehicles, and rampant illegal logging. If left unchecked
it will have an impact in the form of threats to human life in all areas. Therefore we need a comprehensive knowledge
in studying the phenomenon of climate change systematically. Such knowledge is nothing else can be obtained through a
given geography learning in educational institutions. Geography provides a way to analyze the phenomenon by using three
approaches, namely; approach to spatial, ecological, and complex region.
Keywords: Climate change; geography analysis
Abstrak
Perubahan iklim yang terjadi dewasa ini merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa terhindarkan.
Indikatornya tiada lain ialah semakin meningkatnya suhu bumi dari tahun 1860 hingga saat ini dan
kenaikan permukaan air laut. Pemicu utamanya ialah semakin meningkatnya konsentrasi gas rumah
kaca (GRK), terutama gas karbondioksida (CO2) yang terdapat di atmosfer. Hal ini sebagai akibat dari
semakin meningkatnya aktivitas manusia, seperti kegiatan industri, penggunaan kendaraan bermotor, dan
maraknya penebangan hutan secara liar. Apabila hal ini terus dibiarkan akan berdampak pada timbulnya
ancaman terhadap kehidupan manusia di segala bidang. Oleh karenanya, diperlukan suatu pengetahuan
yang komprehensif dalam mengkaji fenomena perubahan iklim secara sistematis. Pengetahuan tersebut
tiada lain dapat diperoleh melalui pembelajaran geografi yang diberikan di institusi pendidikan. Geografi
memberikan cara menganalisis fenomena dengan menggunakan tiga pendekatan, yakni pendekatan
spasial, ekologi, dan kompleks wilayah.
Kata kunci: perubahan iklim; analisis geografi
Pengutipan: Ardiansyah, A., N. (2015). Perspektif Geografi dalam Memahami Konteks Perubahan
Iklim. SOSIO DIDAKTIKA: Social Science Education Journal, 2(1), 2015, 1-13. 67-75. doi:10.15408/
sd.v2i1.1351
Permalink/DOI: http://dx.doi.org/10.15408/sd.v2i1.1351
Copyright © 2015, SOSIO DIDAKTIKA, p-ISSN: 2356-1386, e-ISSN: 2442-9430
67
SOSIO DIDAKTIKA: Social Science Education Journal, 2 (1), 2015
A. Pendahuluan
Saat ini dunia sedang digoncang isu
perubahan iklim karena dampaknya yang luas
terhadap kehidupan dan mengancam kehidupan
manusia. Perubahan iklim terjadi sebagai
implikasi adanya pemanasan global, yang
disebabkan oleh kenaikan Gas Rumah Kaca
(GRK), terutama karbondioksida (CO2) dan
metana (CH). Suhu bumi hingga saat ini masih
terus meningkat. Peningkatan suhu bumi yang
tak terkendali akan menyebabkan peningkatan
pemanasan global, yang akan menyebabkan pula
kenaikan permukaan air laut, pergeseran musim,
meningkatnya curah hujan di musim penghujan
dan kering berkepanjangan di musim kemarau.
Salah satu pemicu terjadinya peningkatan GRK
yang menyebabkan peningkatan suhu bumi
adalah kegiatan manusia.
Perubahan iklim terjadi secara perlahan
dalam jangka waktu yang cukup panjang, yakni
antara 50-100 tahun. Berikut data-data yang
dihimpun oleh Intergovermental Panel on Climate
Change (IPCC) yang menggambarkan kondisi
perubahan iklim yang terjadi saat ini adalah:
1. Telah terjadi kenaikan suhu rata-rata
sebesar antara periode 1860-2000.
2. 11 dari 12 tahun terakhir (1995-2006)
merupakan tahun-tahun dengan rata-rata
suhu terpanas sejak dilakukan pengukuran
suhu pertama kali pada tahun 1850.
3. Telah terjadi kenaikan permukaan air laut
global rata-rata sebesar 1,8 mm/tahun
antara periode 1961-2003.
4. Telah terjadi kekeringan yang lebih intensif
pada wilayah yang lebih luas sejak tahun
1970an, terutama di daerah tropis dan sub
tropis.1
Berawal dari permasalahan perubahan iklim
yang sedang melanda dunia, maka diperlukan
suatu pengetahuan kepada masyarakat luas,
agar masyarakat mengetahui dan bijak dalam
memahami serta menyikapi segala bentuk
yang menyangkut tentang perubahan iklim
dan dampaknya. Pengetahuan yang relevan
kaitannya terhadap konteks perubahan iklim
dan dampaknya ialah tiada lain dengan melalui
ilmu Geografi baik yang diberikan melalui
pembelajaran di sekolah ataupun di Perguruan
1
IPCC, A report of the Working Group of the Intergovernmental Panel on
Climate Change Summary for Policymakers. Geneva,2007
68
Tinggi (bagi yang mengambil jurusan geografi).
Ilmu Geografi memberikan pengetahuan yang
mendasar terhadap gejala alam dan sosial yang
terjadi di permukaan bumi, termasuk perubahan
iklim di dalamnya.
B. Esensi Ruang Lingkup Geografi
Geografi baik sebagai ilmu murni
maupun ilmu terapan, turut serta memberikan
sumbangsih pengetahun kepada peserta didik
pada semua jenjang pendidikan (SD, SMP, SMA,
dan Perguruan Tinggi). Hal ini agar peserta
didik memilki kemampuan untuk berpikir
kritis, analitis, dan sistematis terhadap segala
gejala alam dan sosial yang terjadi, termasuk
perihal perubahan iklim. Berbagai riset geografi
yang berkenaan dengan perubahan iklim dan
bagaimana untuk mengurangi dampak telah
banyak diteliti oleh para ahli dan dijadikan
sebagai bahan pengayaan pembelajaran geografi.
Banyak definisi geografi yang dikemukakan
oleh berbagai ahli baik dari luar ataupun dalam
negeri, seperti ; (a) De Jong “geografi yaitu
ilmu yang berbeda-beda hubungan dalam ruang
(chorologi), melalui pengelompokan gejala sebagai
scope atau objek geografi yaitu gejala di permukaan
bumi yang berbeda-beda (areal differentiation)”,
(b) Elsworth Huntington “ geografi adalah studi
tentang alam dan persebarannya, melalui relasi
antara lingkungan dengan aktivitas atau kualitas
manusia, (c) Strabo “ geografi erat kaitannya
dengan karakteristik tertentu mengenai suatu
tempat dengan memperhatikan juga hubungan
antara berbagai tempat secara keseluruhan, dan
(d) Bintarto “ geografi mempelajari hubungan
kausal gejala-gejala di permukaan bumi dan
peristiwa-peristiwa yang terjadi di permukaan
bumi, baik secara fisik maupun yang menyangkut
makhluk hidup beserta permasalahannya
melalui pendekatan, ekologi, dan regional untuk
kepentingan program, proses, dan keberhasilan
pembangunan.2
Merujuk pada apa yang dikemukakan
oleh Ikatan Geografi Indonesia (IGI) hasil
kesepakatan seminar dan lokakarya di Semarang
tahun 1988, bahwa geografi adalah ilmu yang
mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena
2
Gurniwan Kamil Pasya, Geografi, Pemahaman Konsep dan Metodologi,
(Bandung: Buana Nusantara, 2002), h. 79-82
Copyright © 2015, SOSIO DIDAKTIKA, p-ISSN: 2356-1386, e-ISSN: 2442-9430
SOSIO DIDAKTIKA: Social Science Education Journal, 2 (1), 2015
geosfer yang ditinjau dari sudut pandang
kelingkunganan dan kewilayahan dalam konteks
keruangan.3 Dari pengertian tersebut jelaslah
bahwa ilmu geografi konsen terhadap kajian
geosfer, yaitu lapisan bumi, yang di dalamnya
berupa; atmosfer, lithosfer, pedosfer, hidrosfer,
biosfer, dan antroposfer. Kesemuanya disebut
sebagai objek material geografi. Berbagai objek
material yang terhimpun dalam geosfer itu akan
dianalisis dengan sudut pandang keruangan,
kelingkunganan dan kewilayahan. Ketiga sudut
pandang atau analisis terhadap objek material
dinamakan pula sebagai objek formal geografi.
Objek formal tersebut yang membedakan tiaptiap disiplin ilmu walaupun terdapat kesamaan
objek matrerialnya.
Dalam ketegasan analisisnya/cara pandang
terhadap objek material, geografi dilengkapi
pula dengan menggunakan berbagai prinsip.
Menurut Widoyo prinsip geografi adalah
pokok-pokok pikiran yang mendasari pola
kajian studi geografi. Adapun berbagai prinsip
tersebut antara lain: prinsip sebaran/distribusi,
interelasi/hubungan,
diskripsi/diskripsi,
4
dan korologi/wilayah. Prinsip sebaran akan
mempertanyakan keberadaan gejala/fenomena
yang tersebar secara tidak merata di permukaan
bumi. Prinsip interelasi akan melihat hubungan
yang saling keterkaitan atau ketergantungan antar
fenomena. Prinsip diskripsi menitikberatkan
kepada kajian geografi harus dilengkapi dengan
peta, tabel dan analisis data statistik. Prinsip
korologi adalah ruang, yang memiliki arti
bahwa segala gejala fakta dan masalah ditinjau
dari penyebarannya dan interelasinya tidak
terlepas dari eksistensi ruang itu sendiri. Oleh
karenanya prinsip keempat ini dapat dikatakan
sebagai prinsip gabungan dari ketiga prinsip
sebelumnya.
Dilihat dari objek materialnya, secara jelas
substansi ilmu geografi menyentuh aspek
atmosfer,
yang secara material mengkaji
tentang gejala iklim dan dinamikanya serta
pengaruhnya terhadap kehidupan mahkluk
hidup di dalamnya. Fenomena perubahan iklim
adalah salah topik yang dikaji dalam atmosfer
dan menjadi perbincangan hangat saat ini,
hanya saja tingkat kedalaman kajian per jenjang
3
Ibid,. h.82
4
Widoyo Alfandi , Epistemologi Geografi, (Yogyakart : Gadjah Mada
University Press, 2001), h.86
pendidikan berbeda-beda. Dalam pengkajian
atmosfer terhadap perubahan iklim akan
dibahas secara komprehensif baik mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhinya, dampak
yang ditimbulkannya, dan tentunya bagaimana
upaya untuk mengurangi ancaman atau bahaya
yang ditimbulkannya.
Perubahan iklim dapat dilihat dari sudut
pandang/perspektif atau
objek formal
geografi, yaitu keruangan, kelingkunganan
dan kewilayahan. Masing-masing pendekatan
tersebut memiliki cara analisis yang berbeda
terhadap perubahan iklim. Oleh karenanya
melalui ilmu geografi yang diberikan di dunia
pendidikan baik secara aspek pengetahuan
(knowledge) ataupun ilmu (science) akan menambah
wawasan yang integratif dalam memahami
suatu gejala perubahan iklim.
C. Analisis Geografi Terhadap Perubahan
Iklim
Setiap bidang disiplin ilmu memiliki analisis
yang berbeda-beda terhadap objek materialnya.
Walaupun ada kesamaan objek meterialnya,
namun memiliki kekhasan dari objek formalnya.
Hal ini agar lebih jelas dalam memahami maksud
dari substansi ilmu tersebut dan pembeda dari
disiplin ilmu yang lain. Ada tiga analisis yang
menjadi ciri khas geografi, yakni analisis spasial,
analisis ekologi, dan analisis kompleks wilayah.
Kaitannya dengan perubahan iklim, maka
tentunya geografi menggunakan ketiga analisis
tersebut.
1. Analisis spasial
Menurut Blaut, secara absolut, spasial/
space atau ruang dapat diartikan wadah yang
bersifat khas, fisik dan empiris, yang ditentukan
berdasarkan ukuran geometri, berdimensi tiga,
yaitu panjang, lebar, dan tinggi. Lebih lanjut,
Blaut menyebutkan ruang relatif adalah ruang
di atas mana berlangsung suatu relasi kegiatan
yang terikat pada proses dan waktu.5 Dari
definisi ruang di atas, maka menurut Gurniwan
Kamil Pasya, secara subtansial analisa spasial
atau keruangan dalam geografi menekankan
kepada aspek spatial pattern, spatial system, dan
spatial process.6
5 Ibid,. h. 70
6
Kamil, Gurniwan Pasya, Geografi, Pemahaman Konsep dan Metodologi,
Copyright © 2015, SOSIO DIDAKTIKA, p-ISSN: 2356-1386, e-ISSN: 2442-9430
69
SOSIO DIDAKTIKA: Social Science Education Journal, 2 (1), 2015
a. Spatial Pattern
Spatial pattern atau pola spasial menekankan
bahwa gejala alam dan sosial dalam ruang
memiliki sifat keteraturan. Keteraturan gejala
alam dan sosial berbeda satu sama lainnya,
yang tercermin adanya pembagian sebaran
(distribusi) berbagai gejala dalam ruang yang
dimanifestasikan dengan menggunakan peta.
Kaitannya dengan perubahan iklim, maka
tinjauan spatial pattern akan mengarahkan kepada
pola distribusi indikator terjadinya perubahan
iklim dan dampak perubahan iklim itu sendiri di
berbagai belahan dunia.
singkat sedangkan musim kemarau dalam waktu
yang sangat panjang.
Selain gambar peta di atas, dalam konteks
spatial pattern bisa kita lihat dari pemodelan yang
dikembangkan oleh Harwood Acasemic publishers
and A word Map of descritification UNESCO/FAO.
Dalam model peta yang dibuatnya terdapat
gejala perluasan gurun akibat perubahan iklim,
seperti yang tergambar dalam peta di bawah ini.
Gambar 2
Terjadinya dampak perubahan iklim
secara global setidaknya dipicu oleh naiknya
suhu permukaan. Akibat yang mungkin terjadi
jika suhu permukaan meningkat 1 0C akan
berdampak kepada masalah yang menimpa
dunia, seperti yang dimodelkan dalam peta di
bawah ini.
Gambar 1. Peta Model Dampak Akibat
Kenaikan Suhu Permukaan 1oC di Belahan
Dunia
Peta Gejala Perluasan Gurun
Sumber : Harwood Academic publishers and A word
Map of descritification UNESCO/FAO, 1983
Dari peta di atas, terlihat bahwa gejala
perluasan gurun akibat perubahan iklim akan
nampak pada kisaran lintang 0-60o LU/L, yakni
benua Afrika, Asia Barat, Australia, dan Pantai
Barat Amerika utara hingga selatan berpotensi
terjadinya perluasan wilayah gurun.
b. Spatial System
Sumber : Harwood Academic publishers and
A word Map of descritification UNESCO/FAO,
1983
Dari peta di atas, nampak bahwa kenaikan
suhu 1oC akan berakibat kepada kenaikan
muka air laut yang melanda berbagai benua.
Hal ini berdampak pula banjir di sekitar
pesisir, kegagalan panen ikan di pantai barat
Amerika Selatan, mencairnya es di Kutub
Utara, penurunan drastis hasil panen biji-bijian
di Amerika Serikat dan Asia bagian utara, dan
terjadinya musim hujan yang lebat dalam waktu
(Bandung: Buana Nusantara, 2002), h.93
70
Spatial system atau keterkaitan ruang
menekankan kepada aspek di mana terdapat
hubungan saling keterkaitan antara elemenelemen ruang. Perubahan iklim yang terjadi
tidak hanya berkisar seputar fenomena pada
lapisan atmosfer saja, melainkan memiliki
keterkaitan dampak terhadap aspek lainnya
seperti hidrosfera (lapisan air), oseanosfer
(lapisan laut), biosfer (lapisan mahkluk hidup),
dan lapisan antroposfer (lapisan manusia).
Berikut beberapa kajian dampak perubahan
iklim yang terkait analisis spatial system dalam
geografi sebagai berikut.
1) Dampak
perubahan iklim terhadap
kenaikan muka air laut
Meningkatnya suhu bumi bisa menyebabkan
mencairnya es di daerah kutub. Menurut IPCC
(Intergovernmental Panel on Climate Change), dalam
100 tahun terakhir telah terjadi peningkatan
Copyright © 2015, SOSIO DIDAKTIKA, p-ISSN: 2356-1386, e-ISSN: 2442-9430
SOSIO DIDAKTIKA: Social Science Education Journal, 2 (1), 2015
air laut setinggi 10-25 cm. Sementara menurut
laporan Greenpeace, diperkirakan pada tahun
2100 mendatang akan terjadi peningkatan air
laut setinggi 19-95 cm. Peningkatan air laut
setinggi 1 meter akan mengakibatkan hilangnya
pulau atau daratan di dunia.
diperkirakan akan membawa dampak negatif
pada organisme-organisme laut seperti terumbu
karang serta spesies-spesies yang hidupnya
begantung kepada organisme tersebut.
a)
Hilangnya daratan Mesir 1%, Belanda
6%, Bangladesh 17,5% dan 80% atol di
kepulauan Marshall.
b)
Tenggelamnya pulau-pulau di Fiji, Samoa,
Vanutu, Jepang, Filipina, serta Indonesia.
Hal ini berarti puluhan juta orang yang
hidup di pesisir pantai harus mengungsi
ke daerah yang lebih tinggi. 7
Kenaikan muka air laut antara 8 hingga 30
cm juga akan berdampak negatif pada kotakota pesisir seperti Jakarta dan Surabaya yang
akan makin rentan terhadap banjir dan limpasan
badai. Masalah ini sudah menjadi makin parah
di Jakarta karena bersamaan dengan kenaikan
muka air laut, permukaan tanah turun.
Naiknya permukaan air laut akan
mengakibatkan kurangnya daya tahan pesisir
pantai sehingga rentan tehadap erosi. Hal ini juga
mengakibatkan rusaknya berbagai infrastruktur
dan pemukiman di tepi pantai. Fenomena ini
bisa menimbulkan pengungsian
Naiknya permukaan air laut akan
mengancam kehidupan ekosistem pesisir di
wilayah pesisir. Seperti yang terjadi di wilayah
pesisir Jawa, Aceh, Kalimantan, Sulawesi telah
terjadi hancurnya tambak-ikan dan udang
(UNDP, 2007), kejadian ini praktis para nelayan
akan mengalami kerugian. Para ahli meramalkan
akibat pemanasan global pada tahun 2050 akan
mengalami degradasi terumbu karang sebanyak
98% dan biota laut 50%.
2) Dampak perubahan iklim terhadap sumber
daya air
Pada pertengahan abad ini, rata-rata aliran
air sungai dan ketersediaan air bersih di daerah
sub polar serta daerah tropis basah diperkirakan
akan meningkat sebanyak 10-40%. Sementara
di daerah subtropis dan daerah tropis yang
kering, air akan berkurang 10-30% sehingga
daerah-daerah yang sekarang sering mengalami
kekeringan akan semakin parah kondisinya.
3) Dampak perubahan
ekosistem
iklim
4) Dampak Perubahan
Pemukiman Perkotaan
5) Dampak Perubahan
Pertanian
Iklim
Iklim
Terhadap
Terhadap
Produktivitas pertanian di daerah tropis
akan mengalami penurunan bila terjadi kenaikan
suhu rata-rata global antara 1-2 oC, sehingga
mengakibatkan risiko bencana kelaparan.
Meningkatnya frekuensi kekeringan dan banjir
diperkirakan akan memberikan dampak negatif
pada produktifitas lokal, terutama pada sektor
penyediaan pangan di daerah subtropis dan
tropis. Terjadinya perubahan musim di mana
musim kemarau menjadi lebih panjang sehingga
menyebabkan gagal panen
c. Spatial Process
Spatial process merupakan analisis geografi
terhadap perubahan dalam ruang. Ruang
senantiasa mengalami perubahan dari dimensi
waktu yang satu ke dimensi waktu yang
lainnya, baik yang disebabkan oleh faktor fisik
ataupun intervensi faktor manusia di dalamnya.
Perubahan dalam ruang tercermin dengan
semakin panasnya rata-rata suhu bumi dari
waktu ke waktu, seperti yang tergambar dalam
grafik 1.
Grafik 1. Rata-Rata Temperatur Global
terhadap
Kemungkinan punahnya 20-30% spesies
tanaman dan hewan bila terjadi kenaikan
suhu rata-rata global sebesar 1,5 - 2,5 oC.
Meningkatnya tingkat keasaman laut karena
bertambahnya karbondioksida di atmosfer
7 IPCC. A report of the Working Group of the Intergovernmental Panel on
Climate Change Summary for Policymakers. Geneva, 2007.
Sumber : www.grida.no/climate/ipcc_thtm8
Grafik di atas menunjukkan bahwa telah
8
Rata-Rata Temperatur Global dalam www.grida.co/climate/
ipcc_thtm, diunduh pada 2 April 2010.
Copyright © 2015, SOSIO DIDAKTIKA, p-ISSN: 2356-1386, e-ISSN: 2442-9430
71
SOSIO DIDAKTIKA: Social Science Education Journal, 2 (1), 2015
terjadi trend peningkatan suhu global dari
tahun 1860 hingga 2000 atau sekitar 140 tahun
lamanya. Pada tahun 2000 ke atas model
mengisyaratkan akan terus mengalami kenaikan
suhu. Hal ini dipicu oleh semakin meningkatnya
pula konsentrasi CO2, seperti yang terlihat pada
grafik 2 di bawah ini.
Grafik 2. Hubungan Antara Konsentrasi CO2
dan Kenaikan Suhu
Sumber : Harwood Academic publishers and
A word Map of descritification UNESCO/FAO,
1983
Karbondioksida adalah salah satu GRK
yang merupakan hasil pembakaran bahan bakar
fosil yang tidak sempurna yang apabila naik ke
atmosfer akan mempunyai waktu tinggal sekitar
4 sampai 6 tahun. Bayong menyebutkan bahwa
kosentrasi CO2 di udara telah naik dari 295
ppm (parts per million)=0,03%, sebelum zaman
industri, sekarang menjadi 331 ppm.9 Menjelang
tahun 2000, beberapa ilmuwan memperkirakan
kenaikan CO2 berkisar antara 375 dan 400 ppm
yang dapat menyebabkan kenaikan suhu bumi
sekitar 0,5oC. Peningkatan konsentrasi GRK di
atmosfer menyebabkan perubahan suhu bumi.
Suhu global dilaporkan telah meningkat antara
0,3oC–0,6oC bila dibandingkan dengan suhu
bumi pada tahun 1860. Suhu Bumi pada tahun
sebelum 1860 relatif stabil.
Kenaikan suhu bumi tersebut berkontribusi
dengan semakin tingginya lapisan es mencair
yang berdampak terhadap kenaikan muka air
laut, sehingga menyebabkan terendamnya
sebagian daratan, yang berarti terjadi perubahan
luas daratan di permukaan bumi. Menurut
IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change)
saat ini terdapat bukti yang menunjukan bahwa
9
Bayong, T.H.K.dkk, Klimatologi Umum, (Bandung: ITB Bandung,
1995). h.267
72
lapisan es di Antartika dan Greenland perlahan
berkurang dan berkontribusi terhadap kenaikan
air laut. Pencairan es kutub telah mengakibatkan
muka air laut naik mencapai 4-6 meter.10
2. Analisis Ekologi
Analisis yang kedua dalam ilmu geografi
ialah melihat hubungan antara manusia
dengan lingkungannya. Analisis geografi pada
pendekatan ekologi menekankan pada interaksi
dan interdepedensi antara manusia dengan
lingkungan hidupnya. Lingkungan geografi
sama pengertiannya dengan lingkungan hidup.
Interaksi dan interdepedensi adalah fungsifungsi dalam sistem, yang disebut sebagai ekogeografi. Eko-geografi bersifat antroposentris,
di mana lingkungan alam sudah dimasukkan
di dalam kehidupan budidaya manusia dan
sebaliknya manusia merupakan bagian dari
lingkungan hidup. Hubungan manusia dengan
lingkungannya merupakan hubungan dua arah.
Terkait terhadap perubahan iklim,
tentunya melalui analisis ini fenomena tersebut
akan dikaitkan dengan aktivitas manusia
di dalamnya. Tentunya kita sepakat bahwa
peningkatan gas rumah kaca yang merupakan
penyebab perubahan iklim disinyalir semakin
meningkatnya konsentrasi gas karbondioksida
(CO2) di atmosfer. Peningkatan GRK disinyalir
karena semakin banyaknya industri di belahan
dunia yang mengeluarkan CO2.
Berbagai kontribusi GRK terhadap
peningkatan suhu bumi, seperti yang terdapat
pada grafik di bawah ini.
Grafik 3. Persentase Kontribusi Gas Rumah
Kaca
Sumber : www.grida.no/climate/ipcc_thtm11
10 IPCC, A report of the Working Group of the Intergovernmental Panel on
Climate Change Summary for Policymakers. Geneva, 2007.
11 Persentase Kontribusi Gas Rumah Kaca dalam www.grida.co/
climate/ipcc_thtm, diunduh pada 2 April 2010.
Copyright © 2015, SOSIO DIDAKTIKA, p-ISSN: 2356-1386, e-ISSN: 2442-9430
SOSIO DIDAKTIKA: Social Science Education Journal, 2 (1), 2015
Dari data di atas kontribusi terbesar GRK
atau dominan terhadap peningkatan suhu bumi
adalah gas CO2 sebesar 54% dan yang terkecil
berasal dari gas CFC sebesasar 9%. Tinggi gas
CO2 tersebut tiada lain karena beragamnya
aktifitas manusia, terutama sektor industri,
pembangkit tenaga listrik dan transportasi.
Seperti yang tersaji dalam ilustrasi pada gambar
di bawah ini.
Gambar 3. Perkembangan Konsentrasi O2 di
Atmosfer Akibat Aktivitas Manusia
hubungan satu sama lainnya, suatu persamaan
dan perbedaan wilayah akan memperkirakan/
meramalkan suatu wilayah ke depan dan
menentukan bagaimana perencanaan yang
terdapat pada wilayah tersebut.
Kaitannya dengan pengkajian perubahan
iklim dunia yang di mana salah satu indikator
utamanya ialah kenaikan rata-rata suhu global,
maka dalam analisis persamaan dan perbedaan
wilayah ini akan menampilkan perbedaan
respon perubahan suhu di setiap benua. Analisis
ini sangat penting untuk melihat seberapa besar
kanaikan suhu dari masing-masing benua di
dunia. Setelah kita mengetahui perbedaannya
tersebut, maka kita akan bertanya yakni mengapa
terjadi demikian ? dan tentunya faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhinya?.
Di bawah ini merupakan model yang
dikembangkan oleh Summary of Policymakers of
the Synthesis Report of the IPCC Fourth Assessment
Report (2007) tentang perbedaan perubahan
suhu di berbagai benua.
Gambar 4. Peta Perubahan Suhu
di Setiap Benua
Sumber : University of California La Joila, United
States, 1999
Hasil observasi konsentrasi CO2 di
Moana Loa Hawaii sejak tahun 1960 s/d 2005
meningkat sampai 20%. Demikian pula di
Indonesia menurut catatan stasiun GAW (Global
Atmosferic Watch) Kota Bukit Tinggi Sumatera
Barat ternyata juga mengalami konsentrasi CO2,
semenjak diadakan pengukuran pada tahun
2004. Pada negara-negara maju seperti Amerika
Serkat, Rusia, Jepang, Jerman, Kanada dan
Inggris ternyata menjadi pemasok utama CO2 di
dunia. Sementara di negara-negara berkembang
laju pemakaian kendaraan bermotor kian
meningkat jumlahnya, di samping adanya
kegiatan penebangan hutan yang dilakukan
besar-besaran.
3. Analisis Kompleks wilayah
Model hanya memperhitungkan faktor
alam (matahari dan debu vulkanik)
Analisis kompleks wilayah ini lebih
menitikberatkan kepada analisis persamaan dan
perbedaan wilayah, analisis peramalan wilayah,
dan analisis perencanaan wilayah. Ketiga analisis
tersebut merupakan analisis yang memiliki
Sumber : Summary of Policymakers of the Synthesis
Report of the IPCC Fourth Assessment Report, Nov
2007
Model, memperhitungkan faktor
alam dan aktifitas manusia
Copyright © 2015, SOSIO DIDAKTIKA, p-ISSN: 2356-1386, e-ISSN: 2442-9430
73
SOSIO DIDAKTIKA: Social Science Education Journal, 2 (1), 2015
Dari Peta Perubahan Suhu di Setiap
Benua, terlihat suatu komparasi perubahan
kenaikan suhu di setiap benua dengan dua
model, yakni model pertama yang kenaikan
suhu hanya memperhitungkan faktor alam
(matahari dan debu vulkanik) dan model kedua
memperhitungkan faktor alam dan aktifitas
manusia. Model pertama terlihat jelas tidak ada
perbedaan yang signifikan bahkan tidak ada
perubahan suhu di setiap benua akibat faktor
alam (matahari dan debu vulkanik). Model kedua
menunjukan terlihat jelas terdapat perbedaan
yang nyata perubahan suhu di masing-masing
benua akibat bercampurnya faktor alam dan
aktifitas manusia, seperti; industri, kendaraan
bermotor, kebakaran hutan, dan lain-lain yang
menyumbang CO2 ke atmosfer serta berakibat
naiknya suhu di berbagai benua.
Dalam kajian persamaan (areal likenesses) dan
perbedaan wilayah (areal differentiation) terdapat
beberapa persamaan dan perbedaan lonjakan
kenaikan suhu di beberapa benua pada model
kedua. Kalau kita lihat ada tiga besar benua
yang mengalami persamaan lonjakan kenaikan
suhu, yaitu benua Eropa menduduki peringkat
pertama disusul benua Amerika Utara (USA)
di peringkat kedua, dan Benua Asia (khususnya
Asia Timur) di peringkat ketiga. Ketiga negara
tersebut merupakan wilayah yang di dalamnya
banyak kegiatan aktifitas industri yang secara
otomatis menghasilkan banyak CO2. Sementara
sisanya berupa benua Australia, benua Amerika
Selatan, dan benua Afrika tidak mengalami
lonjakan kenaikan suhu yang cukup berarti.
Dari analisis persamaan dan perbedaan
wilayah tersebut, maka kita bisa meramalkan ke
depannya bagaimana kondisi dampak terhadap
lingkungan fisik dan manusia di dalamnya dari
wilayah yang memiliki pemasok CO2 terbesar
ke udara? Dan bagaimana perencanaan wilayah
ke depan dalam rangka mengurangi bahaya
dampak yang terjadi?
D. Penutup
Dampak perubahan iklim kian terus
mengancam kehidupan masyarakat dunia.
Pengetahuan
masyarakat
akan
adanya
perubahan iklim yang terjadi saat ini menjadi
suatu keharusan, agar masyarakat memiliki
74
penyikapan serta mengetahui apa yang
seharusnya dilakukan dalam mengatasinya.
Oleh karenanya diperlukan suatu ilmu dan
pengetahuan mendasar yang diberikan
melalui jalur pendidikan. Ada beberapa
disiplin limu yang diberikan di tingkat sekolah
yang berkenaan mengenai tema perubahan
iklim, namun tergantung dari sisi penekanan
dari objek formal masing-masing disiplin
ilmu tersebut. Ilmu geografi memberikan
sumbangsih ilmu dan pengetahuan kepada
peserta didik secara komprehensif dengan
menggunakan objek formal yang menjadi ciri
khasnya; yaitu pendekatan atau analisis tersebut,
seperti analisis spasial, ekologi, dan kompleks
wilayah. Pemahaman integratif akan objek
formal geografi beserta aplikasinya, diharapkan
mampu menumbuhkan sikap kritis dan analitis
dari apa yang terjadi pada lapisan atmosfer dan
pengaruhnya pada kehidupan di dalamnya.
E. Daftar Pustaka
Alfandi, Widoyo. (2001). Epistemologi Geografi.
Yogyakarta: UGM Pers.
Bayong, T.H.K.dkk.,(1995). Klimatologi Umum.
Bandung: ITB Bandung.
Frank, Louis A.,Sigwarth, J.B. (1986). Atmospheric
Holes and Small Comets. Department of Physics
and Astronomy, lowa City : University of
Lowa
Harwood Academic Publishers and A word Map of
Descritification UNESCO/FAO. (1983).
IPCC. (2007). A report of the Working Group
of the Intergovernmental Panel on Climate
Change Summary for Policymakers. Geneva,
Intergovernmental Panel on Climate
Change.
Madden, R., P. Julian. (1971). Detection of a 40-50
day oscillation in the zonal wind in the tropical
Pacific. J. Atmos. Sci., 28.
Pasya, Kamil, Gurniwan, (2002). Geografi :
Pemahaman Konsep dan Metodologi. Bandung
: Buana Nusantara.
Sobirin., (2010). Karakteristik Dinamika Cuaca
Dan Iklim Di Indonesia, Diktat Kuliah
Klimatologi, UI
Copyright © 2015, SOSIO DIDAKTIKA, p-ISSN: 2356-1386, e-ISSN: 2442-9430
SOSIO DIDAKTIKA: Social Science Education Journal, 2 (1), 2015
Rata-Rata Temperatur Global dalam www.grida.
co/climate/ipcc_thtm, diunduh pada 2
April 2010.
Persentase Kontribusi Gas Rumah Kaca
dalam www.grida.co/climate/ipcc_thtm,
diunduh pada 2 April 2010.
Copyright © 2015, SOSIO DIDAKTIKA, p-ISSN: 2356-1386, e-ISSN: 2442-9430
75
Download