EFEKTIFITAS TERAPI RELIGI TERHADAP PENURUNAN TINGKAT STRESS PADA LANSIA JANDA Sri Handayani* ABSTRACT Background: Elderly regress both physical and psychological, that making it suspectable to stress. Many elderly people who left by their couple or husband getting stress because they have to face the difficulties of living alone, lack of attention from family, and lack of understanding of religion so that the elderly tend to experience stress. Purpose:Determine the effectiveness of therapy to decrease the stress level of religion in the elderly widows in ChoirunisaPosyandu Central Klaten Klaten. Research Design: The research design of this study which is used is quantitative study by a quasi-experimental approach to non-equivalent control group. In collecting the data using sampling technique with the purposive sampling . There are some instruments that can be used in collecting the data, namely questionare and interview. After all of the data are collected, the writer were analyzed by independent t-test test statistict. Research was 11 June 2012 until19 July 2012. Results: Result showed the effectivity of religious therapy to the stress level reduction of elderly widows on their first stress level measurement resulted 17 elderlies (94,4%) mild stress and 1 elderly (5,6%) moderate stress, after they got religious therapy it became 16 elderlies (88,9%) were not stress and 2 respondents mild stress (11,1%). Pretest for the control group resulted 18 respondents (100%) had a mild stress. Posttest for the control group resultted 6 elderly (33,3%) had not stress and 12 respondents (66,7%) had a mild stress. The ststistic analysis resulted P value = 0.000; α = 0.05. Conclusion: The religious therapy is effective to decreasing stress of widow elderly Keywords: religious therapy, elderly, and stress. *Dosen Keperawatan Stikes Muhammdiyah Klaten A. Latar Belakang Setiap manusia pasti mengalami proses penuaan. Penuaan merupakan proses yang normal dimana pada setiap individu proses tersebut akan berbedabeda, cepat atau lambatnya proses tersebut bergantung pada setiap individu ditandai dengan perubahan baik dari segi fisik maupun tingkah laku. Perubahan demi perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan meningkatnya usia. Semakin lanjut usia, mereka akan mengalami kemunduran fisik yang dapat menyebabkan penurunan peran sosial bahkan dapat juga dikatakan mengalami pengaruh kondisi mental karena kesibukan sosialnya yang semakin berkurang. Sehingga dapat mengakibatkan berkurangnya integrasi dengan lingkungannya dan dapat berdampak pada kebahagiaan lansia itu sendiri (Nugroho, 2008). Menurut Syarif.S, pada tahun 2011 jumlah penduduk dunia telah mencapai angka 7 miliar jiwa dan 1 miliar jiwa adalah penduduk lansia. Indonesia sekarang menurut jumlah lansia di dunia menduduki peringkat ke empat dunia, 24 juta jiwa diantaranya belum mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah (Poskota, 2011). Biro Pusat Statistik (2005), menyatakan bahwa terdapat 18.283.107 penduduk lanjut usia di Indonesia Menurut BPS (2010), jumlah penduduk di Indonesia sebanyak 237.556.363 orang, terdiri dari 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan. Hasil Sensus Penduduk 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk lansia Indonesia adalah 18,57 juta jiwa, meningkat sekitar 7,9% dari tahun 2000 yang berjumlah 14,44 juta jiwa lansia Masalah psikososial pada usia lanjut merupakan permasalahan yang sangat membebani, yang pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap berbagai gangguan fisik, mental dan psikososialnya. Dadang (2007) menyebutkan, stresor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi atau penyesuaian diri untuk menanggulanginya. Tidak semua orang mampu melakukan adaptasi dan mengatasi stressor, sehingga timbul keluhan-keluhan antara lain berupa stres, cemas, depresi (Azizah, 2011). Sunarya (2004) menyebutkan, stres secara umum merupakan reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi, dan lain-lain. Stressor psikososial yang tidak dapat ditanggulangi akan menimbulkan keluhan-keluhan kejiwaan, salah satunya yaitu depresi. Program Epidemiological Catchment Area (ECA) dari National Institude of Mental Health telah menemukan bahwa gangguan mental yang paling sering pada lanjut usia adalah gangguan depresif, gangguan kognitif, fobia dan gangguan pemakaian alkohol. Sejumlah faktor resiko psikososial juga mempredisposisikan lanjut usia pada gangguan mental. Faktor resiko tersebut antara lain: hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi, keterbatasan finansial dan penurunan fungsi kognitif (Indah, 2010; h. 11). Prevalensi lansia di dunia yang mengalami depresi sekitar 8-15 persen (Kompas, 2008). Berdasarkan Self Reported Questionnarie diperkirakan sebanyak 25% lansia di Indonesia mempunyai gejala psikiatri. Angka morbiditas gangguan psikiatri pada pasien lanjut usia diperkirakan meningkat hingga 20 juta pada pertengahan abad 20 (Indah, 2010; h.2). Menurut Depkes RI tahun 2010, data menunjukkan terdapat gangguan mental emosional pada usia 55-64 tahun mencapai 7,9%, sedangkan yang berusia di atas 65 tahun 12,3% (Yastroki, 2012). Data dari Dinas Kesehatan kabupaten Klaten pada tahun 2010 sebanyak 478 jiwa dari 1865 lansia yang mengalami gangguan mental emosi. Pada tahun 2011, jumlah penduduk 165.000 jiwa dan terdapat 1387 penduduk usia lebih dari 60 tahun mengalami gangguan mental emosional, komposisi penduduk lansia laki-laki 858 jiwa dan lansia perempuan 529 jiwa. Cara untuk mengatasi stres pada lansia, antara lain: meningkatkan keimanan, meditasi dan pernafasan, olah raga, relaksasi, dukungan keluarga dan sosial, serta menghindari kebiasaan/kegiatan rutin yang membosankan (Rasmun, 2004; h.70). Manfaat yang didapatkan dari mengatasi stres dengan cara-cara tersebut antara lain: akan meningkatkan rasa syukur dan sabar akan bertambah sehingga akan selalu berfikir positif, mengurangi ketegangan fisik dan psikologis, dan mengurangi kebosanan. Lindenthal (1970) dan Star (1971) dalam buku Hawari (2005) melakukan studi epidemiologik yang hasilnya menunjukkan bahwa penduduk yang religius resiko untuk mengalami stres jauh lebih kecil daripada mereka yang tidak religius dalam kehidupan sehari-hari. Comstock dan Partrigde (1972) dalam buku Hawari (2005) melakukan penelitian dan dinyatakan bahwa mereka yang tidak religius resiko bunuh diri 4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak religius. Sendiony (1989) menyatakan, pengalaman agama (Islam) dapat meningkatkan derajat kesejahteraan seseorang bebas dari stres, cemas, depresi/ a state of wellbeing. Berdzikir merupakan bentuk komitmen keagamaan seseorang yang merupakan unsur penyembuh penyakit atau sebagai psikoterapeutik yang mendalam. Doa dan dzikir merupakan terapi psikoreligius yang dapat membangkitkan rasa percaya diri dan optimisme yang paling penting selain obat dan tindakan medis lainnya. Bagi pemeluk agama Islam doa dan zikir merupakan salah satu bentuk komitmen keagamaan/keimanan seseorang. Doa adalah permohonan yang dimunajatkan kepada Allah swt, zikir adalah mengingat Allah swt dengan segala sifat-sifat-Nya (Hawari, 2005; h.115). Hawari juga menambahkan dalam salah satu kesimpulan dari penelitian Larson (2000) yang dilakukan terhadap para lansia adalah lansia yang religius lebih tabah, lebih kuat dan lebih mampu mengatasi (ability to cope) stres daripada lansia yang non religius, sehingga gangguan mental emosional lebih kecil. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang sebagian besar penduduknya beragama Islam. Masyarakat Kabupaten Klaten khususnya di Desa Buntalan hampir seluruh penduduknya beragama Islam. Jumlah keseluruhan penduduk Desa Buntalan ada 4261. Menurut Data Demografi Kelurahan Buntalan (2011) jumlah penduduk yang beragama Islam di Desa Buntalan sebanyak 4151 penduduk (97,42%). Masyarakat desa Buntalan khususnya lansia masih banyak yang belum melaksanakan ibadah di masjid baik dalam bentuk pengajian maupun shalat 5 waktu dan belum melakukan ibadah-ibadah lain seperti: pengajian, dzikir bersama dan lain-lain. Berdasarkan observasi dan wawancara dengan lansia di Posyandu Choirunisa Desa Buntalan, terdiri dari 80 lansia yang mengikuti Posyandu, 47 lansia diantaranya berstatus janda dan terdapat fenomena sebagian besar lansia mengalami stres biasanya menjadi lebih sering marah dan mudah tersinggung yang diakibatkan ditinggal pasangan hidup. Peneliti menemui lansia yang tidak mau mengikuti zikir bersama pada saat diadakan acara zikir bersama di Posyandu dan lansia tersebut mudah sekali marah ketika lansia yang lain menempati tempat duduknya. Fenomena tersebut membuat peneliti untuk melakukan penelitian yang berjudul: Efektifitas Terapi Religi Doa Dan Zikir Terhadap Penurunan Tingkat Stres Pada Lansia Di Posyandu Choirunisa Desa Buntalan, Klaten Tengah, Klaten. B. Metode Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimental dengan menggunakan metode Quasi Eksperimental dengan rancangan penelitian Non Equivalent Control Group. Pretest PerlakuanPosttest Kelompokeksperimen O1 Kelompokcontrol O2 O11 X O21 Keterangan : X : perlakuan/intervensi terapi religi O1 : pretest/ pengukuran pertama kelompok eksperimen O11 : posttest/ pengukuran kedua kelompok eksperimen O2 : pretest/ pengukuran pertama kelompok kontrol O21 : posttest/ pengukuran kedua kelompok kontrol Populasipada penelitian iniadalahsemualansia PosyanduLansiaChoirunisaDesaBuntalan yang berjumlah yang 80 ada lansia terdiridarilansiaperempuansemua jenispurposive sampel dalam yang yang mengikutiPosyanduLansiaChoirunisaDesaBuntalanKlaten pengambilan di Tengah. penelitianinidenganmetodenon Teknik probability, samplingdengancaramemilihsampeldiantarapopulasi yang dikehendaki, sehinggasampeltersebutdapatmewakilikarakteristikpopulasi yang dikenalsebelumnya, dengan kriteria inklusi : lansia yang berusia 60-70 tahun, mampuberkomunikasisecara verbal dankooperatif, lansiatidak berpendidikan dan berpendidikan SD-SMP-SMA, lansia yang berstatusjanda baik cerai/mati minimal 5 tahun, lansia yang mengalami stres katagori ringan dan sedang, lansia yang masih tinggal bersama keluarganya, lansia yang bersedia diteliti. Kriteria ekslusi : lansia yang mengalami gangguan mental berat berdasarkan diagnosa dokter atau pasien yang dalam pengobatan dan perawatan gangguan jiwa, dan lansia yang mengalami gangguan bicara (kebisuan). Berdasarkan perhitungan besar sampel dibutuhkan 18 lansia untuk kelompok eksperimen dan 16 lansia untuk kelompok kontrol C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik umur responden Tabel 1 Prosentase Responden Berdasarkan Usia Responden di Posyandu Choirunisa desa Buntalan No. Umur Kelompok Kelompok intervensi kontrol Total f % f % f % 1. 60-65 5 27,8 6 33,3 11 30,56 2. 66-70 13 72,2 12 66,7 25 69,44 Jumlah 18 100 18 100 36 100 Berdasarkan tabel diatas diketahui umur responden kelompok intervensi paling yaitu banyak adalah usia 66-70 tahun 13 lansia (72,2 %). Kelompok kontrol paling banyak adalah usia 66-70 tahun yaitu 12 lansia (66,7 %). 2. Pendidikan Responden Tabel 2 Prosentase Responden BerdasarkanTingkat Pendidikan Responden di Posyandu Choirinisa desa Buntalan No. Kelompok Kelompok Kontrol Intervensi Tingkatpendid Total ikan Tamat f % f % f % 16 88.9 11 61.1 27 75 2 11.1 4 22.2 6 16,7 1. Tidak 2. SD 3. Tamat SD 2 11.1 2 5,5 4. Tamat SLTP 1 5.6 1 2.8 18 100 36 100 Tamat SLTA Jumlah 18 100 Berdasarkan tabel 4.2 terdapat kelompok kontrol mayoritas tingkat pendidikan tidak tamat SD sebanyak 16 lansia (88.9%). Kelompok intervensi mayoritas tingkat pendidikan tidak tamat SD sejumlah 11 lansia (61.1%) 3. Pekerjaan Responden Tabel 3 Prosentase Responden BerdasarkanPekerjaan Responden di Posyandu Choirinisa desa Buntalan No Kelompok Kelompok Kontrol Intervensi Pekerjaan Total f % f % f % 1. Tidak bekerja 9 50 9 50 18 50 2. Wiraswasta/ 4 22,2 1 5,6 5 13,9 Pedagang 3. Petani/ buruh 5 27,8 7 38,9 12 33,3 4. Pensiun - - 1 5,6 1 2,8 Jumlah 18 100 18 100 36 100 Berdasarkan tabel diatas jumlah responden pada kelompok kontrol maupun kelompok intervensi mayoritas 9 lansia (50%) tidak bekerja 4. Skor Tingkat Stres Lansia padaKelompokIntervensi Tabel 4 Prosentase Sampel Berdasarkan Skor Tingkat Stres Lansia Janda padakelompokintervensi di Posyandu Choirinisa desa Buntalan No Sebelum Sesudah Total f % f % f % - - 16 88.9 16 44.4 TingkatStres 1. Tidak Stres (0-22) 2. Stres Ringan (23-45) 17 94.4 2 11.1 19 52.8 3. StresSedang (46-66) 1 5.6 - - 1 2.8 Jumlah 18 18 100 36 100 100 Berdasarkantabeldiatasdapat diketahui bahwa skor tingkat stres pada kelompokintervensisaat pengukuran pertama sebelum terapi religi mayoritas 17 lansia (94.4%) adalah stres ringan dan 1 lansia (5.6%) adalah stres sedang. Tingkat Stres setelah diberikan terapi religi berubah menjadi 16 lansia (88.9%) tidak mengalami stres dan 2 lansia (11.1%) dengan stres ringan. 5. Skor Tingkat Stres Lansia pada Kelompok Kontrol Tabel 5 Prosentase Sampel Berdasarkan Skor Tingkat Stres Lansia Janda padakelompokkontrol di Posyandu Choirinisa desa Buntalan No. Sebelum Sesudah Total f % f % f % - - 6 33.3 6 16.7 TingkatStres 1. Tidak Stres (0-22) 2. Stres Ringan (23-45) 18 100 12 66.7 30 83.3 3. Stres Sedang (46-66) - - - - - - 18 100 18 100 36 100 Jumlah Berdasarkantabeldiatasdapatdiketahuibahwaskore stres lansia pada kelompokkontrolpada saat dilakukan pengukuran pertamasebelum terapi religi 18 lansia (100%) mengalami stres ringan dan pada pengukuran kedua berubah menjadi 6 lansia (33.3%) tidak mengalami stres dan 12 lansia (66,7%) mengalami stres ringan 6. Rerata Skor Stres Tabel 6 Ukuran Penyebaran Skor Tingkat Stres Lansia Janda padakelompokintervensi di Posyandu Choirunisa desa Buntalan No. Kelompok Minimum Maksimum Mean St. Deviasi P 1. a d 2. a T Intervensi Kontrol Pretest 23 53 28,83 7,687 Postest 3 40 14,61 8,346 Pretest 23 38 27,11 4,510 Postest 16 34 25,17 4,743 Tabel diatas menunjukkan penurunan rata-rata nilai skor tingkat stres pada kelompok intervensi dari 28 yang merupakan stres ringan sebelum perlakuan menjadi 14 yaitu stres normal/ tidak stres setelah perlakuan. 7. Hasil Analisa Efektifitas Terapi Religi Terhadap Penurunan Tingkat Stres pada Lansia Janda Di Posyandu Choirunisa Desa Buntalan Sebelum dilakukan analisis menggunakan independentttest untuk menguji kenormalan data dilakukan uji kolmogorovsmirnov. Hasil uji kolmogorovsmirnov nilai selisih antara pretes dan postes, adalah p = 0,528 (p > 0.05), dari hasil uji tersebut berarti data beristribusi normal dan layak dilakukan uji independent t test. Hasil analisis terapi religi terhadap penurunan tingkat stres lansia pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi sesudah dilakukan terapi religi disajikan dalam bentuk tabel 7 berikut : Tabel 7 Analisis efektifitas terapi religi terhadappenurunan tingkat stres lansia jandadi posyandu Choirunisa desa Buntalan Kelompok N Mean SD Intervensi 18 14.22 5.946 kontrol 18 1.83 3.974 Df 34 Pvalue 0.000 CI 95% Lower Upper -15.815 -8.963 Berdasarkantabeldiatas menunjukan terapi religi efektif terhadap penurunan tingkat stres lansia dengan hasil statistik signifikan p= 0.000 (α= 0.05), artinya Hasil analisis menunjukkan bahwa terjadi penurunan tingkat stres pada kelompok intervensi maupun kontrol, tetapi penurunan lebih banyak terjadi pada kelompok intervensi daripada kelompok kontrol. Hal ini berarti terapi religi efektif terhadap penurunan tingkat stres pada lanjut usia janda. D. Pembahasan Hasil pretest pada kelompok yang diberikan intervensi yang mengalami stres ringan 17 lansia (94,4%) dan stres sedang 1 lansia (5,6%). Pada kelompok kontrol semua dinyatakan mengalami stres ringan sebanyak 18 lansia (100%). Kondisi stres pada mayoritas responden baik kelompok kontrol maupun kelompok intervensi dipengaruhi oleh masalah ekonomi keluarga dan kepergian anak, menyebabkan responden gelisah dan berpikir terlalu berat, terutama yang peran ganda yaitu sebagai kepala keluarga dan tulang punggung keluarga yang harus memenuhi kebutuhan sendiri dan rumah tangga tanpa kehadiran suami, sehingga memicu responden harus berusaha menghadapi masalah sendirian, maka akan timbul stres. Lanjut usia khususnya wanita yang ditinggal mati pasangannya merasa bingung dalam menghadapi masalah dalam kehidupan selanjutnya, terutama masalah-masalah jaminan keuangan dan tunjangan hidup. Lanjut usia yang tinggal jauh dari anak-anaknya akan merasa tidak ada yang memperhatikan lagi, sedangkan lanjut usia yang masih tinggal dengan anaknya biasanya akan merasa sungkan dalam melakukan segala sesuatu, takut keinginannya tidak sesuai dengan anak-anaknya. Lanjut usia yang berada pada keadaan ini cenderung merasa kesepian, tersisih, ditolak, merasa dikucilkan yang menyebabkan lanjut usia mengalami penurunan kesehatan baik fisik maupun psikis. Jika kesepian itu berlarut-larut akan menimbulkan stress yang berkepanjangan yang akhirnya dapat menyebabkan depresi (Fatimah, 2007). Hawari (2011) menyebutkan bahwa stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan). Salah satu teori dari Hans Selye dalam Hawari (2011) mengenai stres yang merupakan respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Bila seseorang dapat mengatasinya berarti tidak ada gangguan pada fungsi organ tubuh, maka dikatakan orang tersebut tidak mengalami stres. Perubahan fisiologis terjadi akibat aktivitas sistem neuroendokrin yang dikendalikan oleh hipotalamus yang juga dinamakan sebagai pusat stres otak karena fungsi gandanya dalam mengaktivasi cabang simpatis dari sistem saraf otonom dan mengaktivasi sistem kortek adrenal dengan mengirim sinyal ke kelenjar hipofisis sehingga disekresi hormon adenokortikitropik (ACTH) yang merupakan hormon stres yang utama (Astuti, 2011). Hawari (2011) menambahkan bahwa dalam perkembangan selanjutnya stres tidak hanya berdampak sebatas gangguan fungsional hinga kelainan organ tubuh, tetapi juga berdampak pada bidang kejiwaan (psikologik/psikiatrik). Karakteristik individu yang dapat menjadi faktor resiko terjadinya stres yaitu: usia, tingkat pendidikan, dan pekerjaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia rata-rata responden pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol yaitu 67 tahun. Hurlock dalam Nugroho (2008) usia 60-70 tahun termasuk Early Old Age dan menurut WHO lanjut usia/ elderly yaitu usia 60-74 tahun. Lanjut usia tidak hanya ditandai dengan kemunduran fisik tetapi juga kondisi mental. Semakin lanjut usia seseorang, kesibukan sosialnya semakin berkurang dengan demikian dapat mengurangi integrasi dengan lingkungan.Kondisi tersebut dapat berdampak pada kebahagiaan seseorang (Nugroho, 2008). Tingkat pendidikan dan pekerjaan juga mempengaruhi stres pada lansia, responden yang tidak sekolah mempunyai pengalaman yang lebih sedikit daripada responden yang tingkat pendidikannya lebih tinggi, sehingga dalam memilih coping untuk menyelesaikan masalah cenderung maladaptif dan responden yang tidak bekerja mengalami stres dikarenakan masalah finansial, besarnya tuntutan kebutuhan sehari-hari tidak tercukupi, sehingga keadaan tersebut memicu stres. Stres dapat dikurangi dengan terapi religi. Terapi religi merupakan psikoterapi yang menggunakan dimensi religi dimaksudkan untuk membangkitkan kekuatan keimanan sesuai dengan agama yang dipeluknya untuk mengatasi penderitaan. Zikir dan Doa dari sudut pandang ilmu kedokteran jiwa atau kesehatan mental merupakan terapi psikiatrik yang mengandung unsur spiritual kerohanian, keagamaan yang dapat membangkitkan harapan dan percaya diri pada penderita sehingga kekebalan tubuh dan kekuatan psikis meningkat. Zikir dan Doa sebagai kaidah dalam agama Islam merupakan tuntunan hidup dalam menghadapi stres, krisis ataupun musibah (Hawari, 2005; h.40). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Qothi’yah Neli Ilmi (2011) tentang efektifitas terapi zikir terhadap penurunan tingkat kecemasan ibu hamil di lembaga permasyarakatan (LP) wanita kelas II A Sukun Malang yang dilakukan dalam waktu 7 kali pertemuan berturut-turut dinyatakan efektif menurunkan kecemasan pada Ibu hamil, karena terapi zikir menghasilkan ketenangan, dan kekhusukan dalam melafalkan lafadz-lafadz dzikir bekerja secara fisiologis di dalam tubuh manusia. Beberapa manfaat dari adanya zikir yang dilafalkan pada diri individu yaitu mengendurkan otot yang tegang, membantu mensuplai oksigen ke seluruh tubuh termasuk otak, meningkatkan sistem imun dan sebagainya. Zikir juga dapat menjadikan sesuatu masalah yang dianggap suatu ancaman menjadi sesuatu yang lebih ringan bukan lagi merupakan ancaman, sehingga zikir dapat dijadikan coping yang mudah untuk dilakukan saat kecemasan melanda (Ilmi, 2011). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi religi terhadap penurunan tingkat stres pada lansia janda. Penelitian ini menggunakan terapi religi yaitu: zikir dan doa sebagai terapi yang diberikan kepada kelompok intervensi yang bertujuan untuk mengurangi tingkat stres. Zikir dan doa dilakukan setiap selesai shalat 5 waktu yang dilakukan selama 2 minggu berturut-turut dengan bantuan keluarga terdekat responden sebagai asisten peneliti dalam memantau dan mengamati responden dalam pelaksanaan dikir dan doa. Zikir dan doa bersama dilakukan 4 kali dalam 2 minggu yang bertujuan untuk membimbing dan mengingatkan tata cara dan bacaan zikir yang harus dilafalkan setelah selesai shalat 5 waktu. Hasil penelitian didapatkan mayoritas responden yang diberikan terapi religi memiliki perubahan nilai rata-rata pada saat pretest dan postest yaitu dengan nilai rata-rata penurunan tingkat stres dengan skor stres 14 dengan ratarata sebelum dilakukan intervensi dari skor stres 28 turun menjadi skor 14 setelah dilakukan intervensi dan pada kelompok yang tidak dilakukan terapi religi juga mengalami penurunan dari skor 27 menjadi skor 25. Kelompok kontrol juga mengalami penurunan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: keadaan ekonomi, kondisi fisik, dan emosi/suasana hati yang menyenangkan karena mendapatkan rejeki, sembuh dari sakit dan faktor lain, sehingga suasana hati dalam keadaan senang dalam 1 pekan terakhir. Kondisi tersebut merupakan faktor yang tidak bisa dikendalikan oleh peneliti. Keadaan emosi dapat berubah sesuai kondisi individu, seperti yang diungkapkan Darwin dalam ”The Expression of the Emotions in Man and Animals” yang menyatakan bahwa emosi berkembang seiring waktu untuk membantu individu memecahkan masalah. Emosi sangat berguna karena ‘memotivasi’ orang untuk terlibat dalam tindakan penting agar data bertahan hidup. Emosi sangat berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang kepada orang lain (Wikipedia 2012) E. Penutup 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1) Pada kelompok kontrol tingkat stres sebelum zikir dan doa terdapat 18 lansia (100%) mengalami stres ringan dan sesudah zikir dan doa untuk stres ringan menjadi 12 lansia (66,7%), 6 lansia (33,3%) tidak mengalami stres. 2) Pada kelompok intervensi tingkat stres sebelum zikir dan doa untuk stres sedang 1 lansia (5,6%), stres ringan 17 lansia (94,4%) dan sesudah zikir dan doa untuk stres ringan 2 lansia (11,1%), 16 lansia (88,9%) tidak mengalami stres. 3) Mayoritas responden mengalami stres ringan dan terdapat penurunan tingkat stres pada kelompok intervensi dengan jumlah penurunan lebih besar daripada penurunan pada kelompok kontrol. 4) Terapi religi khususnya zikir dan doa efektif terhadap penurunan tingkat stres pada lansia janda di Posyandu Choirunisa desa Buntalan Klaten Tengah, Klaten. 2. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka disarankan beberapa hal sebagai berikut: 1) Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian berikutnya diharapkan mengembangkan penelitian tentang efektifitas terapi religi dengan variabel yang lebih kompleks, misalnya: cemas, depresi, gangguan jiwa ataupun penyakit fisik (seperti: penyakit jantung). 2) Bagi Profesi Keperawatan Perawat seharusnya dapat memberikan asuhan keperawatan tentang penurunan stres dengan menggunakan terapi religi, sehingga dapat mendukung asuhan keperawatan yang holistik. 3) Bagi Masyarakat Hendaknya masyarakat mampu meningkatkan potensi yang ada untuk memberikan dukungan pada lansia yang mengalami stres agar tidak terjadi stres pada lansia misalnya dengan cara meningkatkan kegiatankegiatan keagamaan seperti: zikir dan doa, sehingga dapat meningkatkan rasa keimanan dan memberikan ketenangan batin pada lansia. 4) Bagi Lanjut Usia Lansia sebaiknya meningkatkan kegiatan keagamaan salah satunya dengan terapi religi berupa zikir dan doa untuk meningkatkan rasa keimanan dan ketenangan batin, sehingga dapat menghadapi masalah dengan coping yang adaptif. 5) Bagi Pemerintah Pemerintah hendaknya dapat meningkatkan program terapi religi untuk diaplikasikan dalam setiap kegiatan lansia di Posyandu untuk penurunan tingkat stres Daftar Pustaka Aat. 2008. Tinjauan Tentang Stres. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran Bandung.Tersedia dalam: http://resources.unpad.ac.id Abdurahmat, 2003 Cit Vitikasari, Niken. 2011. Efektifitas Penyuluhan tentang SADARI pada Siswi Kelas XI di SMA Muhammadiyah 1 Klaten. Stikes Muhammadiyah Klaten. Arikunto, Suharsimi.2010.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Astuti, Ana I. 2011. Efek Terapi Musik Pop Terhadap Tingkat Stres Psikososial Anak Usia Sekolah Di SMP Al Islam Tempursari Ngawen Klaten. Stikes Muhammadiyah Klaten. Awie, Abdul Haris. 2012. Stres dan Adaptasi [internet]. Tersedia dalam: http://www.scribd.com Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu Azwardi. 2011. Psikologi Dakwah: Terapi Religius sebagai Metode Dakwah Alternatif. Tersedia dalam: http://acla.com Bandiyah, Siti.2009. Lanjut Usia Dan Keperawatab Gerontik.Yogyakarta: Nuha Medika Boedi - Darmojo.2010. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). ed Hadi Martono, Kris Pranarka. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia BPS.2010. Sensus Penduduk Indonesia [Internet]. Tersedia dalam: http://id.wikipedia. Damanik, E. D.2011. Pengujian Reliabilitas, Validitas, Analisis Item dan Pembuatan Norma Depression Anxiety Stress Scale (DASS): Berdasarkan Penelitian pada Kelompok Sampel Yogyakarta dan Bantul yang Mengalami Gempa Bumi dan Kelompok Sampel Jakarta dan Sekitarnya yang Tidak Mengalami Gempa Bumi [internet]. Tersedia dalam : http://garuda.dikti.go.id Danfar.2009. Definisi/Pengertian Efektifitas [Internet]. Tersedia dalam: http://dansite. Fatimah, Dewi.2007. Penyesuaian Diri Wanita Lanjut Usia pada Status Sosial Ekonomi Menengah Terhadap Kematian Suami [Internet]. Tersedia dalam: http://digilib.umm.ac.id Hawari, D. 2005. Dimensi Religi Dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi. Jakarta: FKUI Hawari .2011. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: FKUI Hidayat, Aziz Alimul.2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika Indah, S.F. 2010. Gangguan Psikiatripada Pasien Lanjut Usia [Internet]. Tersedia Dalam: http://www.scribd.com Indriana, Yeniar., Kristiana, Ika Febrian., Sonda, Andrewinata A., dan Intanirian., Annisa. Tingkat Stres Lansia Di Panti Wredha “Pucang Gading” Semarang Kepmenkes RI No. 264.2010. Pedoman Penanggulangan Masalah Kesehatan Intelegensia Akibat Gangguan Degeneratif [Internet]. Tersedia dalam: http://buk.depkes.go.id Komnas lansia. 2010. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009 [Internet]. Tersedia dalam : http://www.komnaslansia.or.id Kompas.2008. Waspadai Depresi pada Lansia [Internet]. Tersedia dalam: http://kesehatan.kompas.com Kuntjoro, Zainuddin Sri.2002. Masalah Kesehatan Jiwa Lansia [Internet]. Tersedia dalam: http://www.e-psikologi.com Lubis, Anggraini. 2011. 7 Tanda Depresi Ringan [internet]. Tersedia dalam: http://www.waspada.co.id. Maramis, W.F. 2009.Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya:Airlangga University Press Mental Nursing. 2008. Pentingnya ESQ Bagi Perawat dalam Manajemen Konflik [Internet]. Tersedia dalam : http://mentalnursingunpad.multiply.com Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nugroho, W. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Nursalam.2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Potter et al.2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, Dan Praktik. Jakarta :EGC Qoth’iyah, Nely I.2011. Efektifitas Terapi Zikir Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Ibu Hamil DI Lembaga Permasyarakatan (LP) Wanita Kelas II A Sukun Malang. Tidak dipublikasikan. Rasmun. 2004. Stres, Koping, dan Adaptasi Teori dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto Riwidikdo, Handoko. 2010. Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press Sugiyono.2007. Stastistika Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta. Sunarya.2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC Syam, Yunus H. 2010. Mengurai Masalah Hidup dengan Dzikir Malam dan Doa. Yogyakarta: Samudra Biru Wibowo, Andrean D.2009. Hubungan Antara Tingkat Stres dengan Insomnia pada Lansia Di Desa Tambak Merang Girimarto Wonogiri. Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tidak dipublikasikan Yastroki.2012. Gangguan Masalah Mental pada Lansia Dapat Dicegah [Internet]. Terdapat dalam: http://www.yastroki.or.id [Diakses 19 Februari 2012] Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama