hubungan gula darah sewaktu dengan kejadian fluor albus pada

advertisement
HUBUNGAN GULA DARAH SEWAKTU DENGAN
KEJADIAN FLUOR ALBUS PADA WANITA HAMIL
USIA 13-40 MINGGU DI RS PRIKASIH PONDOK
LABU PERIODE JANUARI-APRIL 2014
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH:
Nissa Rizkiani Basri
NIM: 1111103000005
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
I
LEMBAR PERNYATAAII KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
l.
Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sftata
I di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di
3.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jika di kemudian hari ter-bukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 16 Septonbq 2014
Nissa Rizkiani Basri
IIT]BT]NGAI\I GULA DARAH SEWAKTU DENGAI\ KEJADIAN FLAOR
ALBUS PADA WAIYITA HAMIL USIA 13-40 MINGGU DI RS PRIKASIE
PONDOK LABU PERIODE JAI\ruARI-APRIL 2014
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesetratan untuk Merrenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kedolteran (S.Ked)
Oleh:
Nissa Rizkiani Basri
NIM: 1111103000005
Pembimbing I
Pembimbing II
dr Taufik Zain, Sp.OG, K.onk
dr. Nida Farida, Sp.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAI\ DOKTER
FAKULTAS KEDOI(TERAN DAIY ILMU KESEHATAII
T]NIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
143s H I 20r4M
lll
PENGESAHAN PAI\ITIA UJIAN
Laporan Penelitian berjudul IIUBIINGAI\I GIJLA DARAH SEWAKTU
DENGAN KEJADIAN FLUOR ALBUS PADA WAI\ITA IIAMIL USIA 13.
40 MINGGU DI RS PRIKASIII PONDOK LABU PERIODE JAhIUARIAPRIL 2014 yang diajukan oleh Nissa Rizkiani Basri (NIM l l l 1103000005),
telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 16
Septenrber 2014. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada program Studi Pendidikan
Dokter.
Ciputat, 16 Septe,mber 2014
DEWAII PENGUJI
Ketua Sidang
aufik Zain, Sp.OG, K.onk
Pembimbing
I
Pembimling
aufik Zain, Sp.OG, K.onk
II
dr. Nida Farida, Sp.
Prof. Dr. dr. Sardjana, Sp.OG (K), SH
dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D
PIMPINA}{ FAKULTAS
Dekan FKIK UIN
Kaprodi PSPD FKIK UIN
Prof. Dr. (hc) dr. MK. Tadjudin, Sp.And
IV
dr. Wi lArdini, M.Gizi, Sp.GK
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 16 September 2014
Materai
Rp 6000
Nissa Rizkiani Basri
ii
HUBUNGAN GULA DARAH SEWAKTU DENGAN KEJADIAN FLUOR
ALBUS PADA WANITA HAMIL USIA 13-40 MINGGU DI RS PRIKASIH
PONDOK LABU PERIODE JANUARI-APRIL 2014
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked)
Oleh:
Nissa Rizkiani Basri
NIM: 1111103000005
Pembimbing I
Pembimbing II
dr Taufik Zain, Sp.OG, K.onk
dr. Nida Farida, Sp.M
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H / 2014 M
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN GULA DARAH SEWAKTU
DENGAN KEJADIAN FLUOR ALBUS PADA WANITA HAMIL USIA 1340 MINGGU DI RS PRIKASIH PONDOK LABU PERIODE JANUARIAPRIL 2014 yang diajukan oleh Nissa Rizkiani Basri (NIM 1111103000005),
telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 16
September 2014. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada program Studi Pendidikan
Dokter.
Ciputat, 16 September 2014
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
dr Taufik Zain, Sp.OG, K.onk
Pembimbing I
Pembimbing II
dr. Taufik Zain, Sp.OG, K.onk
dr. Nida Farida, Sp.M
Penguji I
Penguji II
Prof. Dr. dr. Sardjana, Sp.OG (K), SH
dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D
PIMPINAN FAKULTAS
Dekan FKIK UIN
Kaprodi PSPD FKIK UIN
Prof. Dr. (hc) dr. MK. Tadjudin, Sp.And
iv
dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillah, penulis panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang
telah memberikan rahmat, hidayah, inayah serta berbagai kenikmatan yang tidak
ternilai harganya berupa iman, islam dan kesehatan, sehingga penulis mampu
menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “HUBUNGAN GULA
DARAH SEWAKTU DENGAN KEJADIAN FLUOR ALBUS PADA WANITA
HAMIL USIA 13-40 MINGGU DI RS PRIKASIH PERIODE JANUARI-APRIL
2014”
Penelitian ini dapat disusun berkat adanya kemauan dan bantuan baik
moril maupun materil dari berbagai pihak. Selain itu, skripsi ini disusun untuk
memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana Kedokteran di
Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis masih banyak mengalami
kekurangan dan kesulitan, namun berkat bimbingan dari berbagai pihak maka
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjudin, SpAnd, dr. M. Djauhari Widjajakusumah,
DR. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, Dra. Farida Hamid, MA selaku Dekan
dan Wakil Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Witri Ardiani, M.Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Dokter
3. dr. Taufik Zain Sp.OG K.onk selaku pembimbing pertama
4. dr. Nida Farida Sp.M selaku pembimbing kedua
5. Orang tua dan Saudara kandung (Dadang Basri SE MSi, Ir. Hj. Deniwati,
MM, Sofia Nurfadilla Basri dan Alzena Araminta Basri)
6. dr. Byar M. Kes selaku Direktur RS Prikasih
7. dr. Harry Sp.OG selaku dokter yang bertugas di Poli Kebidanan RS
Prikasih yang membantu peneliti untuk mendapatkan sampel
v
8. dr. Fakhriantini Sp.OG selaku dokter yang bertugas di Poli Kebidanan RS
Prikasih yang membantu peneliti untuk mendapatkan sampel
9. Milla, Sarah, dan Eka selaku bidan yang bertugas di Poli Kebidanan RS
Prikasih yang membantu peneliti untuk mendapatkan sampel
10. Kak Bayu selaku kaka kelas jurusan Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
11. Dosen dan staf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
12. Rekan-rekan seperjuangan PSPD 2011 khususnya teman-teman kelompok
skripsi bimbingan dr. Taufik (Rona, Bustomi, Silmi, Gulam, dan Maria)
13. Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi yang
tidak bisa saya sebutkan satu persatu dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
karena faktor keterbatasan yang ada dalam diri penulis, oleh sebab itu
penulis mohon saran dan kritik yang membangun dan semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan rekan-rekan pada
khususnya. Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat-Nya
kepada mereka.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Ciputat, 16 September 2014
Nissa Rizkiani Basri
vi
ABSTRAK
Nissa Rizkiani Basri. Program Studi Pendidikan Dokter. HUBUNGAN GULA
DARAH SEWAKTU DENGAN KEJADIAN FLUOR ALBUS PADA WANITA
HAMIL USIA 13-40 MINGGU DI RS PRIKASIH PERIODE JANUARI-APRIL
2014. 2014.
Latar belakang. Berdasarkan struktur anatominya, wanita sangat rentan terjadi
infeksi saluran reproduksi salah satunya dapat menimbulkan gejala keputihan atau
fluor albus. Fluor albus dibagi menjadi fluor albus fisiologis dan patologis. Pada
wanita hamil dikatakan lebih beresiko dan mudah terinfeksi dibandingkan wanita
tidak hamil. Pada usia kehamilan 13-40 minggu terjadi perubahan hormonal yang
pesat sehingga menyebabkan peningkatan kadar gula darah. Gula darah yang
meningkat dapat memicu pertumbuhan mikroorganisme patogen sehingga
menyebabkan fluor albus patologis. Metode. Penelitian dilakukan menggunakan
desain cross-sectional dari bulan Januari hingga April 2014 di poliklinik
Kebidanan RS Prikasih Pondok Labu dan didapatkan 77 kasus fluor albus dengan
usia kehamilan 13-40 minggu. Penarikan sampel kasus menggunakan metode
nonprobability jenis consecutive sampling. Hasil. Dari 77 sampel penderita fluor
albus, didapatkan 31 orang menderita fluor albus fisiologis dengan persentase
40,3% dan 46 orang fluor albus patologis dengan persentase 59,7%. Distribusi
sampel dengan kadar gula darah sewaktu normal (tidak beresiko diabetes melitus
gestasional) dan yang beresiko masing-masing sebanyak 72 orang dan 5 orang
dengan persentase 93,5% dan 6,5%. Kesimpulan. Tidak terdapat hubungan antara
gula darah sewaktu dengan kejadian fluor albus pada wanita hamil usia 13-40
minggu di RS Prikasih Pondok Labu.
Kata kunci: Kadar gula darah, fluor albus, wanita hamil usia 13-40 minggu.
ABSTRACT
Nissa Rizkiani Basri. Medical Education Study Programme. CORRELATION OF
BLOOD SUGAR LEVEL WITH FLUOR ALBUS INCIDENCE IN PREGNANT
WOMEN WITH GESTATIONAL AGE BETWEEN 13-40 WEEKS AT PRIKASIH
HOSPITAL IN PONDOK LABU FROM JANUARY UNTIL APRIL 2014.2014
Background. Anatomically, women are very susceptible to reproductive tract
infection which can cause vaginal discharge or fluor albus. Fluor albus is known
to be classified either into physiological or pathological. Compared to nonpregnant women, pregnant women are at higher risk of infection. At 13-40 weeks
of gestation, rapid hormonal changes occur, causing an increase in blood sugar
level. Increased blood sugar level can trigger the growth of pathogenic
microorganisms that cause pathological fluor albus. Method. This is a crosssectional study carried out from January to April 2014 at the Obstetrics and
Gynaecology Clinic of Prikasih Hospital in Pondok Labu. 77 cases of fluor albus
were found in pregnant women with gestational age between 13-40 weeks.
Consecutive sampling of nonprobability sampling method is used. Results. From
77 women with fluor albus, 31 women were found to have physiological fluor
vii
albus with a percentage of 40,3% and 46 women were found to have suffered from
pathological fluor albus with a percentage as high as 59,7%. The distribution of
subjects with blood sugar levels within normal range (not at risk of gestational
diabetes mellitus) and subjects considered to be at high risk of gestational
diabetes mellitus are 72 (93,5%) and 5 (6,5%) respectively. Conclusion. There is
no correlation between blood sugar level and fluor albus incidence in pregnant
women with gestational age between 13-40 weeks at Prikasih Hospital in Pondok
Labu.
Keywords: Blood sugar level, fluor albus, pregnant women aged 13-40 weeks.
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ..........................................................................................................
i
LEMBAR PERNYATAAN ...........................................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ..........................................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................................
v
ABSTRAK ...................................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ..........................................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………..……….……
xii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................................. xiii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................
1.3 Hipotesis..........................................................................................................
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................
1.4.1 Tujuan Umum ........................................................................................
1.4.2 Tujuan Khusus .......................................................................................
1.5 Manfaat Penelitian ..........................................................................................
1.5.1 Bagi Peneliti ..........................................................................................
1.5.2 Bagi Masyarakat.....................................................................................
1.5.3 Bagi Institusi……………...…………………………………………
1
4
4
4
4
4
4
4
4
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori ................................................................................................
2.1.1 Perubahan Anatomi dan Fisiologi selama Kehamilan...........................
2.1.2 Fisiologi Kehamilan………………………………………………..…
2.1.3 Efek Perubahan Hormon selama Kehamilan..........................................
2.1.4 Gula Darah..............................................................................................
2.1.4.1 Proses Metabolisme Glukosa...............................................................
2.1.4.2 Pengertian Gula Darah.........................................................................
2.1.4.3 Kriteria Diagnostik Gula Darah...........................................................
2.1.4.4 Kadar Gula Darah Tinggi ....................................................................
2.1.4.5 Kadar Gula Darah Rendah……………………………………….......
2.1.5 Diabetes Melitus…………………………………………………....….
2.1.5.1 Pengertian Diabetes Melitus…………………………………………
2.1.5.2 Klasifikasi Diabetes Melitus…………………………………………
2.1.5.3 Gambaran Klinis Diabetes Melitus…………………………….…….
2.1.6 Fluor albus……………………………………………………………………..
2.1.6.1 Pengertian………………………………………………….…………
2.1.6.2 Epidemiologi…………………………………………………………
2.1.6.3 Etiologi……………………………………………………………….
2.1.6.4 Gejala Klinis………………………………………………………….
2.1.6.5 Diagnosis...……………..…………….................................................
2.2 Kerangka Konsep…………………………………………………………….
6
6
7
13
17
17
19
19
21
21
21
21
22
24
25
25
26
26
27
29
30
ix
2.3 Kerangka Teori.................................................................................................
2.4 Definisi Operasional .......................................................................................
31
32
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian .............................................................................................
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian .........................................................................
3.3 Populasi dan Sampel........................................................................................
3.3.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi..........................................................................
3.3.2 Menghitung Besar Sampel.............................................................................
3.4 Teknik Sampling..............................................................................................
3.5 Identifikasi Variabel.........................................................................................
3.6 Alat dan Bahan .……………...........................................................................
3.7 Cara Kerja Penelitian…………………………………………………..……
3.8 Management Data…………………………………………………………...
3.9 Etika..................................................................................................................
33
33
33
34
34
36
36
36
37
38
39
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian.................................................................................................
4.1.1 Distribusi karakteristik fluor albus fisiologis secara umum………………..
4.1.2 Distribusi karakteristik fluor albus patologis secara umum……….…..........
4.1.3 Distribusi karakteristik fluor albus fisiologis menurut usia ibu………….…
4.1.3.1 Distribusi fluor albus fisiologis menurut usia ibu ditinjau dari pendidikan
4.1.3.2 Distribusi fluor albus fisiologis menurut usia ibu ditinjau dari pekerjaan..
4.1.3.3 Distribusi fluor albus fisiologis menurut usia ibu ditinjau dari usia
Kehamilan………………………………………………………………..
4.1.4 Distribusi karakteristik fluor albus patologis menurut usia ibu………….....
4.1.4.1 Distribusi fluor albus patologis menurut usia ibu ditinjau dari
pendidikan………………………………………………………………..
4.1.4.2 Distribusi fluor albus patologis menurut usia ibu ditinjau dari pekerjaan..
4.1.4.3 Distribusi fluor albus patologis menurut usia ibu ditinjau dari usia
kehamilan………………………………………………………………
4.1.5 Distribusi fluor albus menurut Gula Darah Sewaktu dan Hubungan antara
Gula Darah Sewaktu dan Fluor albus……………………………………...
4.2 Pembahasan…………………………………………………………………..
4.2.1 Distribusi fluor albus menurut Gula Darah Sewaktu dan Hubungan antara
Gula Darah Sewaktu dan Fluor albus…………………………..………….
4.2.2 Kajian Islam Mengenai Menjaga Higienitas ……………………..………....
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ..........................................................................................................
5.2 Saran ................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................
LAMPIRAN ...................................................................................................................
x
41
41
42
43
44
44
45
45
46
46
47
47
50
50
56
57
57
58
61
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Distribusi karakteristik fluor albus fisiologis secara umum ……...… 41
Tabel 4.2 Distribusi karakteristik fluor albus patologis secara umum……….… 42
Tabel 4.3 Hasil pemeriksaan kadar gula darah sewaktu pada wanita
hamil usia 13-40 minggu……………………….……….….…….…. 48
Tabel 4.4 Hasil pemeriksaan sekret vagina pada wanita hamil usia 1340 minggu dengan keluhan keputihan………….…………………… 48
Tabel 4.5 Hasil pemeriksaan gula darah sewaktu dengan kejadian
fluor albus pada sekret vagina wanita hamil usia 13-40 minggu..….. 49
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi Organ Reproduksi Wanita …………………………………………. 6
Gambar 2.2 Siklus Ovarium …………………………………………………………….……….11
Gambar 2.3 Tahap-tahap Fertilisasi Sampai Implantasi……………………….………..13
Gambar 2.4 Kadar hCG dan hCS Selama Kehamilan……………………………………13
Gambar 2.5 Kadar Glukosa Wanita Hamil dan Tidak Hamil…………………...14
Gambar 2.6 Kadar Estrogen dan Progesteron Plasma Selama Kehamilan...........16
Gambar 2.7 Proses Anabolisme Glukosa……………………………..................18
Gambar 2.8 Proses Glukoneogenesis……….…………………………………..18
Gambar 2.9 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus…………………………….....20
Gambar 2.10 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus Gestasional………………... 24
Gambar 2.11 Alur Diagnosis Abnormal Vaginal Discharge…………………….. 28
Gambar 4.1 Distribusi karakteristik fluor albus fisiologis menurut usia ibu……43
Gambar 4.2 Distribusi fluor albus fisiologis menurut usia ibu ditinjau dari
pendidikan………………………………………….………….…44
Gambar 4.3 Distribusi fluor albus fisiologis menurut usia ibu ditinjau dari
pekerjaan……………………………………………….………...44
Gambar 4.4 Distribusi fluor albus fisiologis menurut usia ibu ditinjau dari usia
kehamilan……………………………………………….….….... 45
Gambar 4.5 Distribusi karakteristik fluor albus patologis menurut usia ibu….....45
Gambar 4.6 Distribusi fluor albus patologis menurut usia ibu ditinjau dari
pendidikan………………………………………………………. 46
Gambar 4.7 Distribusi fluor albus patologis menurut usia ibu ditinjau dari
pekerjaan…………………………………………………...….... 46
Gambar 4.8 Distribusi fluor albus patologis menurut usia ibu ditinjau dari usia
kehamilan………………………………………………………...47
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Pengantar Permohonan ETHICAL CLEARENCE………………61
Lampiran 2 Surat Perizinan dari RS Prikasih……………………………………62
Lampiran 3 Indikator Pelayanan RS Prikasih……………………………………63
Lampiran 4 Karakteristik Demografi………………………………………….…69
Lampiran 5 Daftar Riwayat Hidup…………………………………………….…70
Lampiran 6 Alat dan Bahan serta Cara Pengambilan Sampel …………………..71
xiii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Di negara yang berkembang salah satunya negara Indonesia, penyakit
akibat infeksi merupakan penyebab tersering. Pada wanita berdasarkan
struktur anatominya, mudah terjadi infeksi pada saluran reproduksi, sehingga
dapat menimbulkan gejala keputihan atau istilah medisnya yaitu fluor albus.
Pada semua wanita pernah mengalami gejala fluor albus. Tiga per empat
wanita di dunia mengalami keputihan setidaknya sekali seumur hidupnya.
Pada wanita hamil dikatakan lebih beresiko dan mudah terinfeksi
dibandingkan wanita tidak hamil.
(1)
Menurut penelitian sebelumnya yang
dilakukan di India pada tahun 2012, dikatakan bahwa insidensi kandidiasis
vaginalis mengalami peningkatan pada wanita hamil sebesar 22,5%
dibanding dengan wanita tidak hamil sebesar 16,66%. Dapat dikatakan bahwa
semakin bertambahnya usia gestasi, maka semakin meningkatnya kejadian
kandidiasis vaginalis.
Prevalensi yang terlihat pada kejadian kandidiasis
vaginalis untuk trimester pertama sebanyak 18,5%, trimester kedua sebanyak
33,3% dan yang paling tinggi sekitar 48,1% pada trimester ketiga.
(2)
Oleh
karena itu semakin bertambahnya usia gestasi maka wanita hamil lebih sering
mengalami gejala fluor albus patologis.
Pada penelitian sebelumnya pada tahun 2007 yang dilakukan di 8 kota di
Indonesia yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Medan,
Banjarmasin dan Makasar, dari 1000 sampel wanita hamil ditemukan 832
orang (82,3%) yang mengalami keputihan. (3)
Keputihan atau fluor albus adalah keluarnya cairan yang berlebih dari
dalam vagina yang tidak berupa darah. Ada beberapa jenis fluor albus antara
lain fluor albus fisiologi dan fluor albus patologis. Kedua jenis fluor albus
memiliki peranan penting dalam menyebabkan gejala. Penyebab fluor albus
fisiologis biasanya disebabkan karena pengaruh hormonal selama kehamilan
1
2
yaitu estrogen dan progesteron, sedangkan penyebab fluor albus patologis
biasanya karena adanya suatu infeksi.
Penyebab infeksi yang dapat menimbulkan gejala fluor albus patologis
sangat beragam. Salah satu agen infeksius penyebab fluor albus patologis
yang sering mengenai manusia adalah infeksi jamur.
Beberapa tahun
belakangan ini, insidensi penyakit infeksi akibat jamur meningkat.
(4)
Di
dalam tubuh manusia jamur candida merupakan jamur yang bersifat
oportunistik. Apabila terdapat faktor-faktor predisposisi yang dapat merubah
lingkungan
vagina,
jamur
candida
berubah
menjadi
patogen
dan
menimbulkan penyakit kandidiasis. Jamur candida dapat hidup sebagai
saprofit tanpa menimbulkan kelainan apapun di dalam tubuh manusia. Flora
normal di vagina selain jamur candida, didapatkan juga bakteri doderlein
lactobacillus. Keduanya berperan penting dalam menjaga keseimbangan
lingkungan di dalam vagina. (5)
Pemeriksaan gula darah sering digunakan untuk diagnosis suatu penyakit.
Macam-macam pemeriksaan gula darah salah satunya adalah pemeriksaan
gula darah sewaktu. Pemeriksaan ini sering dilakukan oleh pihak medis dan
masyarakat karena sangat mudah dan sederhana untuk dilakukan. Menurut
Depkes RI, dikatakan bahwa pemeriksaan glukosa darah sewaktu adalah
pemeriksaan gula darah yang dilakukan setiap waktu sepanjang hari tanpa
memperhatikan makanan terakhir yang dimakan dan kondisi tubuh orang
tersebut. Gula darah yang melebihi batas normal merupakan resiko seseorang
menderita penyakit diabetes melitus.
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan insulin, kerja insulin, atau keduaduanya. Klasifikasi berdasarkan etiologi dari diabetes melitus antara lain DM
Tipe 1, DM Tipe 2, Tipe lain, dan Diabetes Melitus Gestasional. (6)
Pada kehamilan terjadi perubahan hormonal yang sangat pesat. Adanya
peningkatan dari hormon-hormon antagonis insulin yaitu CRH (Corticotropin
Releasing Hormone) dan hPL (human placental lactogen). Hormon-hormon
ini meningkat mulai dari usia trimester II dan mencapai puncaknya pada
3
kehamilan usia trimester III. (7) Hormon-hormon ini menyebabkan terjadinya
resistensi insulin sehingga menyebabkan peningkatan kadar gula darah.
Keadaan ini dinamakan diabetes melitus gestasional. Oleh sebab itu, sampel
yang diambil dalam penelitian ini adalah wanita hamil usia 13-40 minggu.
Diabetes melitus gestasional adalah suatu keadaan dimana terjadi
intoleransi glukosa, dimulai pada saat kehamilan atau baru ditemukan pada
waktu hamil. Setelah ibu melahirkan, keadaan diabetes melitus gestasional
akan kembali ke regulasi glukosa normal. (8) Prevalensi diabetes melitus
gestasional sangatlah bevariasi antara 1-14%. Menurut American Diabetes
Association (ADA) prevalensi diabetes melitus gestasional pada tahun 2000
sebesar 7% pada kehamilan setiap tahunnya.(7)
Mudah terkena infeksi merupakan salah satu tanda dan gejala pada
pasien diabetes melitus atau gestasional dengan peningkatan kadar gula
darah. Pada pasien diabetes gestasional dimana terjadi kadar gula darah yang
tinggi lebih rentan mengalami infeksi dibanding dengan pasien yang tidak
menderita diabetes melitus ataupun gestasional. Kandidiasis paling sering
disebabkan oleh candida albicans dan berhubungan dengan kejadian diabetes
melitus gestasional serta penggunaan antibiotik yang lama. (9)
Memperhatikan dari hasil penelitian tersebut yang digunakan sebagai
acuan bagi penulis untuk mengetahui lebih spesifik mengenai fluor albus
yang dialami oleh wanita hamil, mengingat prevalensinya yang cukup tinggi
pada masa kehamilan. Oleh karena itu, penulis ingin meneliti lebih lanjut
dengan meninjau dari kemungkinan faktor risikonya dengan judul “Hubungan
Gula Darah Sewaktu dengan Kejadian Fluor albus pada Wanita Hamil usia
13-40 minggu di RS Prikasih Periode Januari-April 2014”. Rumah sakit yang
ditetapkan oleh peneliti berdasarkan indikator sistem pelayanan dari RS
Prikasih yang sudah sesuai dan berdasarkan data rekam medis menunjukkan
bahwa rata-rata pasien yang berkunjung ke poli kebidanan RS Prikasih
sebanyak 500 setiap minggunya. Oleh sebab itu jumlah sampel yang
ditetapkan peneliti dapat terpenuhi.
4
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan gula darah sewaktu dengan kejadian fluor
albus pada wanita hamil usia 13-40 minggu di RS Prikasih Pondok Labu?
1.3 Hipotesis
Terdapat hubungan gula darah sewaktu dengan kejadian fluor albus pada
wanita hamil usia 13-40 minggu di RS Prikasih Pondok Labu.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya hubungan gula darah sewaktu dengan
kejadian fluor albus pada wanita hamil usia 13-40 minggu di RS Prikasih
Pondok Labu.
1.4.2 Tujuan Khusus
 Untuk mengetahui kadar gula darah sewaktu pada wanita hamil usia 1340 minggu di RS Prikasih Pondok Labu.
 Untuk mengetahui distribusi frekuensi jenis fluor albus patologis dan
fisiologis berdasarkan tanda klinis yang ditemukan.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
 Penelitian
ini
dapat
menjadi
salah
satu
persyaratan
untuk
menyelesaikan modul riset.
 Penelitian ini dapat dijadikan bahan pembelajaran dan pengembangan
cara berfikir bagi peneliti untuk dapat melakukan penelitian berikutnya.
1.5.2 Bagi Masyarakat
 Bagi wanita hamil khususnya, penelitian ini mampu menjelaskan
mengenai pentingnya menjaga kesehatan organ reproduksi serta
pentingnya melakukan pemeriksaan area organ reproduksi secara rutin.
5
 Bagi wanita hamil khususnya, penelitian ini mampu menjelaskan
mengenai pentingnya menjaga pola makan dan kebiasaan serta
pentingnya melakukan skrining pemeriksaan gula darah pada masa
kehamilan.
 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan edukasi mengenai
pencegahan fluor albus terutama fluor albus patologis serta tingginya
kadar gula darah dengan menghindari faktor-faktor yang dapat
meningkatkan resikonya.
1.5.3 Bagi Institusi
 Penelitian ini dapat menjadi salah satu acuan untuk mengadakan dan
mengembangkan penelitian ini lebih lanjut
 Menambah referensi penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Perubahan Anatomi dan Fisiologi selama Kehamilan
Perubahan anatomi dan fisiologi pada wanita hamil sebagian besar
sudah terjadi segera setelah fertilasi dan berlanjut terus selama
kehamilan. Perubahan-perubahan ini merupakan bagian dari respon
terhadap janin dan merupakan suatu reaksi kompensasi terhadap
hadirnya janin yang berkembang di dalam rahim wanita hamil.
Gambar 2.1 Anatomi Organ Reproduksi Wanita
Sumber: Gerard J. Tortora, 2009
Organ-organ reproduksi ini akan mengalami perubahan
yang sebagian besar dipengaruhi oleh hormon-hormon kehamilan,
salah satu contohnya pada uterus. Selama kehamilan, ukuran uterus
akan bertambah besar dan menjadi suatu organ yang mampu
menopang plasenta, janin dan cairan amnion. Penebalan uterus di
awal kehamilan distimulasi terutama oleh hormon estrogen dan
sedikit progesteron, tetapi setelah usia kehamilan lebih dari 12
minggu penambahan ukuran uterus didominasi oleh desakan dari
6
7
janin. Korpus uteri adalah bagian uterus yang terbesar. Pada
kehamilan fungsi utama organ ini sebagai tempat janin
berkembang.(8) Letak uterus secara fisiologis yaitu antero-versi
terhadap rektum dan antero-fleksi terhadap vesika urinaria,
sehingga dengan semakin membesarnya ukuran uterus maka akan
berdampak pada organ vesika urinaria dan rektum. (10)
Pada vagina akan terlihat berwarna keungu-unguan yang
dikenal sebagai tanda Chadwick, hal ini disebabkan adanya
peningkatan vaskularisasi dan terjadi hiperemis pada kulit serta
otot-otot di vulva dan perineum. Selain itu juga, terjadi
peningkatan sekresi vagina yang berasal dari hasil peningkatan
produksi asam laktat glikogen yang dihasilkan oleh kerja dari
lactobacillus acidophilus. Sekresi vagina akan berwarna putih,
menebal dan ph sekitar 3,5-6.(8)
2.1.2 Fisiologi Kehamilan
Kehamilan dapat terjadi akibat proses fertilisasi yaitu penyatuan
gamet pria dan wanita dalam keadaan normal terjadi di ampula pada
fase ovulasi dalam siklus ovarium. Siklus ovarium terdiri dari 2 fase
yaitu fase folikular dan fase luteal. Pada siklus ovarium akan
menghasilkan telur matang yang siap untuk ovulasi, setelah itu folikelfolikel yang tertinggal di ovarium akan membentuk korpus luteum.
Apabila terjadi pembuahan dan implantasi, maka korpus luteum terus
tumbuh. Korpus luteum dapat meningkatkan hormon progesteron serta
estrogen untuk mempertahankan kehamilan sampai plasenta yang
terbentuk mengambil alih fungsi korpus luteum. (11)
Pada fase folikular, sebagian folikel-folikel primer mulai
bekembang
dibawah
pengaruh
hormonal.
Aktivasi
GnRH
(Gonadotropin Releasing Hormone) di hipotalamus merangsang FSH
(Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinezing Hormone) di
hipofisis anterior yang membantu pembentukan folikel. Folikel lain
yang tidak mendapat bantuan faktor hormonal mengalami atresia. Satu
8
lapisan sel granulosa berproliferasi membentuk beberapa lapisan
mengelilingi oosit. Sel sel granulosa satu dengan lainnya dapat
dipisahkan dan membungkus oosit dikenal sebagai zona pelusida.
Ketika oosit mulai membesar dan sel granulosa berproliferasi, sel-sel
jaringan ikat ovarium berdiferensiasi membentuk lapisan luar sel
teka.(11)
Hormon LH (Luteinezing Hormone) yang dihasilkan di hipofisis
anterior selama fase folikular, merangsang sel teka di folikel ovarium,
akibatnya sel teka mengubah kolesterol menjadi androgen. Androgen
akan berdifusi ke dalam sel granulosa sekitar yang memiliki enzim 5alpha-reductase.
FSH
(Follicle
Stimulating
Hormone)
akan
merangsang sel granulosa di folikel ovarium, sehingga sel granulosa
yang memiliki enzim 5-alpha-reductase mengubah androgen menjadi
estrogen. Sebagian estrogen tetap berada di dalam folikel membantu
pematangan oosit. Sebagian lainnya disekresikan ke dalam darah.
Estrogen dan FSH merangsang sel granulosa untuk proliferasi. Apabila
produksi estrogen telah mencukupi, hormon ini akan memberikan
umpan balik negatif ke hipotalamus untuk menghambat sekresi GnRH
sehingga produksi FSH dan LH dihambat. Estrogen juga menghambat
secara langsung sel penghasil FSH di hipofisis anterior. Faktor lain
yang menyebabkan turunnya FSH yaitu inhibin yang dihasilkan oleh
sel-sel folikel. Inhibin menghambat sekresi FSH di hipofisis anterior.
Dapat dikatakan bahwa pada fase folikular terjadi penurunan FSH
ketika kadar estrogen meningkat. Akan tetapi pada fase folikular tidak
didapatkan penurunan LH, karena tidak hanya estrogen saja yang dapat
menginhibisi LH tetapi progesteron berperan penting dalam penurunan
LH.(11)
Sekitar 14 hari setelah dimulainya pembentukan folikel maka
terbentuk folikel matang (folikel De Graaf). Oosit yang dikelilingi oleh
satu lapisan sel granulosa dan zona pelusida tergeser ke salah satu sisi
folikel, menonjol ke dalam antrum. Antrum pun menempati sebagian
besar ruangan. Disinilah dimulai fase ovulasi, folikel matang kemudian
9
pecah dan mengeluarkan oosit. Tepat sebelum fase ovulasi, estrogen
mencapai titik maksimum dan merangsang hipotalamus dan hipofisis
anterior untuk sekresi LH, sehingga pada fase ovulasi terjadi lonjakan
LH (Luteinezing Hormone) yang mencapai puncaknya. Sekresi inhibin
pada fase ovulasi menghambat sel penghasil FSH di hipotalamus
anterior. Oleh karena itu pada fase ovulasi hanya LH yang meningkat
pesat. Peningkatan estrogen sebelum fase ovulasi juga berperan dalam
kontraksi miometrium dan tuba uterin sehingga mempermudah
transport sperma menuju tempat pembuahan.(11)
Pecahnya folikel memulai terjadinya fase luteal. Folikel yang
pecah membentuk korpus luteum. Korpus luteum mengeluarkan banyak
progesteron dan sedikit estrogen ke dalam darah dibawah pengaruh LH
(Luteinezing Hormone). Ketika kadar estrogen meningkat pada fase
luteal, hormon ini dapat memberikan umpan balik positif ke
hipotalamus dan hipofisis anterior sehingga dapat mensekresikan LH
dan FSH, tetapi peranan hormon estrogen tidak berefek hal ini
disebabkan adanya hormon progesteron yang mendominasi pada fase
luteal.
Ketika
kadar
progesteron
meningkat,
hormon
tersebut
memberikan umpan balik negatif ke hipotalamus dan hipofisis anterior
untuk menurunkan sekresi FSH dan LH. Sehingga pada fase luteal
terjadi penurunan FSH dan LH.(11)
Sekresi progesteron berperan penting mempertahankan uterus
ketika terjadi implantasi pada ovum yang dibuahi. Ketika ovum yang
dibebaskan tidak dibuahi oleh sperma dan tidak terjadi implantasi,
maka dalam waktu 14 hari korpus luteum akan berdegenerasi. Sel-sel
luteal berdegenerasi dan difagositosis, lalu jaringan ikat masuk untuk
membentuk korpus albikans. Sewaktu korpus luteum berdegenerasi,
kadar progesteron dan estrogen plasma menurun drastis. Dengan
menurunnya kedua hormon tersebut terutama progesteron, dapat
menghilangkan inhibisi di hipotalamus dan hipofisis anterior, sekresi
FSH dan LH berlanjut dan merangsang kembali pembentukan folikelfolikel baru.(11)
10
Apabila ovum yang dibebaskan dibuahi dan terjadi implantasi,
maka korpus luteum terus tumbuh. Korpus luteum menghasilkan
progesteron dan sedikit estrogen untuk menopang janin, sampai
plasenta dengan sendirinya mengambil alih fungsi dari korpus luteum.
Terdapat beberapa fungsi dari progesteron, yaitu progesteron bekerja
pada endometrium dengan membuat lapisan endometrium kuat dan
menjaga pertumbuhan ovum yang dibuahi. Selain itu juga progesteron
merangsang jaringan ikat endometrium menjadi longgar sehingga dapat
memfasilitasi sewaktu implantasi ovum. Progesteron mendorong
kelenjar endometrium mengeluarkan dan menyimpan glikogen dalam
jumlah besar dan merangsang vaskularisasi endometrium yang cukup
banyak
sehingga
dapat
menampung
janin.
Progesteron
dapat
mengurangi kontraktilitas uterus agar lingkungan untuk implantasi dan
pertumbuhan janin tidak terganggu.(11)
11
Gambar 2.2 Siklus Ovarium
Sumber: Sherwood, 2010
Ketika ovum (oosit sekunder) sudah berada di luar ovarium, ovum
segera diambil oleh tuba uterina melalui fimbria. Fimbria yang dilapisi
oleh silia, akan mengarahkan ovum yang baru dibebaskan ke dalam
tuba uterina. Di dalam tuba uterina, oleh kontraksi peristaltik dan
gerakan silia ovum akan terdorong ke daerah ampula. Fertilisasi harus
terjadi dalam waktu 1 hari atau 24 jam setelah ovulasi pada saat
keadaan ovum masih hidup, karena ovum yang dibebaskan hanya bisa
bertahan hidup selama 1 hari atau 24 jam kemudian akan di fagosit oleh
sel-sel saluran reproduksi.(11) Sperma mulai masuk ke dalam uterus
karena adanya kontraksi miometrium dan tuba uterina yang dirangsang
oleh kadar estrogen tinggi tepat sebelum ovulasi dan dibantu oleh
12
prostaglandin dari vesikula seminalis. Dengan adanya mekanisme
tersebut, sperma tersebar luas ke kavum uterus. Adanya kontraksi dari
otot polos tuba uterina, sperma dapat menuju ampula tempat
pembuahan terjadi.(8)
Apabila ovum bertemu sperma di daerah tempat pembuahan, maka
sperma dengan mekanisme khususnya harus melewati korona radiata
(lapisan sel di luar ovum) dan zona pelusida (merupakan bentuk
glikoprotein
ekstraselular).
Molekul
komplemen
khusus
pada
permukaan kepala spermatozoa mengikat ZP3 glikoprotein di zona
pelusida. Pengikatan ini membuat akrosom dapat melepaskan enzim
yang membantu spermatozoa menembus zona pelusida. Ketika
spermatozoa berhasil menembus zona pelusida terjadi reaksi korteks
ovum. Glikoprotein di zona pelusida membentuk suatu materi keras dan
tidak dapat ditembus oleh spermatozoa. Dalam proses ini bertujuan
mencegah ovum yang dibuahi lebih dari satu sperma.(8)
Spermatozoa yang telah masuk ke dalam sitoplasma ovum hanya
mengandung
pronukleusnya,
bagian
ekor
dan
mitokondria
berdegenerasi. Oleh karena itu seluruh mitokondria yang ada di dalam
tubuh manusia hanya berasal dari mitokondria ibu.(8) Selanjutnya kedua
pronukleus bersatu membentuk zigot dan mulai terjadi pembelahan
zigot dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi. Dalam waktu 3
hari terbentuk sekelompok sel yang sama besarnya disebut sebagai
morula. Adanya getaran silia pada permukaan sel-sel tuba dan kontraksi
tuba menyalurkan morula ke dalam kavum uteri. (11) Morula terus
berproliferasi dan diferensiasi menjadi blastokista. Blastokista terdiri
dari massa sel dalam yang berkembang menjadi janin dan lapisan
paling luar disebut sebagai trofoblas yang berkembang menjadi
plasenta. Dengan bantuan tonjolan sel trofoblastik, blastokista mulai
menembus endometrium. Tonjolan sel trofoblas mulai masuk lebih
dalam ke dinding endometrium sehingga dapat membuat lubang untuk
blastokista.
Akhirnya
endometrium.(11)
blastokista
terbenam
sepenuhnya
di
13
Gambar 2.3 Tahap-tahap Fertilisasi Sampai Implantasi
Sumber: Sherwood, 2010
2.1.3 Efek Perubahan Hormon selama Kehamilan
Gambar 2.4 Kadar hCG dan hCS Selama Kehamilan
Sumber: Benson and Pernoll’s, 2001
Seperti yang dijelaskan oleh grafik diatas, dalam keadaan hamil
hormon-hormon seperti hCG (Human Chorionic Gonadotropin), hPL
(Human Placental Lactogen) dan CRH (Corticotropin Releasing
Hormone) meningkat sesuai usia kehamilan. Hormon hCG (Human
Chorionic Gonadotropin) mulai dapat dideteksi 1 hari setelah
implantasi. Hormon hCG memiliki 2 subunit yaitu subunit alfa dan
beta, subunit alfa sangat identik dengan LH yang kerjanya menstimulasi
progesteron, 17-hydroxyprogesteron dan estrogen. (12) Adanya stimulus
14
dari hormon hCG dapat mempertahankan korpus luteum agar tetap
menghasilkan progesteron. Peningkatan hormon hCG berlangsung dari
awal kehamilan sampai 11 minggu, setelah itu akan turun karena
plasenta
sudah
mampu
untuk
mensintesis
progesteron
dalam
mempertahankan janin. Fungsi lainnya dari hormon hCG yaitu
maskulinisasi saluran reproduksi dengan merangsang prekursor sel
Leydig di testis janin untuk mengeluarkan testosteron. (11)
Hormon hPL (Human Placental Lactogen) atau istilah lainnya hCS
(Human Chorionic Somatomammotropin) merupakan hormon protein
diproduksi oleh sinsitiotrofoblas. Kadar hormon hPL pada plasma
maternal meningkat seiring dengan peningkatan berat badan janin dan
berat plasenta. Peningkatan mulai tampak terlihat sejak usia 5 minggu
dan mencapai puncaknya pada minggu ke 35 atau 4 minggu terakhir
kehamilan. Hormon hPL dapat dideteksi mulai hari ke-12 setelah
fertilisasi dan dapat dideteksi di urin karena selama 24 jam kurang lebih
300 mikro gram hormon hPL diekskresikan melalui urin. Selain di urin,
deteksi hormon hPL dapat di dalam cairan amnion dan sirkulasi janin.(8)
Selama kehamilan mudah terjadi peningkatan kadar gula darah.
Hal ini berhubungan dengan berkurangnya sensitivitas jaringan
terhadap insulin. Menurunnya sensitivitas jaringan terhadap kerja
insulin sebesar 80%. Hal ini karena adanya hormon hPL yang semakin
meningkat sebagai hormon antagonis insulin. (13) Berikut grafik
perbedaan kadar glukosa wanita hamil dengan wanita tidak hamil:
Gambar 2.5 Kadar Glukosa Wanita Hamil dan Tidak Hamil
Sumber: Kevin P. Hanretty, 2004
15
Hormon hPL juga berperan dalam proses lipolisis, yaitu
penguraian trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Gliserol
yang nantinya diubah menjadi gliseraldehid 3 fosfat. Ketika suplai ATP
di dalam sel meningkat, gliseraldehid 3 fosfat diubah menjadi glukosa.
Dari pernyataan diatas didapatkan bahwa kadar hormon hPL semakin
meningkat seiiring bertambahnya usia kehamilan, sehingga dapat
memicu kejadian diabetes melitus dan kehamilan ganda dengan ukuran
plasenta yang besar. Sebaliknya kadar hormon hPL yang rendah
ditemukan pada preeklampsia, neoplasma trofoblas, dan pertumbuhan
janin terhambat.(8)
Hormon CRH (Corticotropin Releasing Hormone) mulai terlihat
meningkat pada usia ke-20 minggu kehamilan dan terus semakin
meningkat. Hormon CRH disekresikan oleh plasenta bagian janin ke
dalam sirkulasi darah ibu dan janin. Hormon CRH berperan dalam
pembentukan estrogen plasenta dan merangsang pematangan paru pada
janin. Ketika hormon CRH dilepaskan, akan merangsang hipofisis
anterior janin untuk mengeluarkan ACTH, selanjutnya merangsang
korteks adrenal janin untuk mensekresikan kortisol dan DHEA. Kortisol
merangsang paru janin untuk mengeluarkan surfaktan sehingga
membantu pematangan paru.(11) Selain itu juga kortisol merangsang
proses glukoneogenesis sehingga dapat meningkatkan gula darah. (14)
Selama kehamilan sekresi hormon estrogen dan progesteron oleh
plasenta mengalami peningkatan. Sumber utama hormon estrogen
berasal dari kolesterol. Kolesterol yang berasal dari darah ibu akan
menuju plasenta untuk diubah dengan bantuan enzim menjadi hormon
progesteron. Makin beratnya plasenta maka hormon progesteron yang
dihasilkan semakin banyak, oleh sebab itu usia kehamilan yang terus
bertambah menyebabkan kadar hormon progesteron bertambah banyak.
Begitu pun dengan hormon estrogen yang semakin meningkat selama
kehamilan. Plasenta tidak mempunyai enzim yang dapat secara
langsung merubah kolesterol menjadi estrogen, oleh karena itu proses
sekresi hormon estrogen lebih kompleks dibandingkan proses sekresi
16
hormon progesteron. Kolesterol yang berasal dari plasenta akan menuju
korteks
adrenal
janin
kemudian
diubah
menjadi
DHEA
(Dehidroepiandrosteron). Hormon Estrogen dapat terbentuk apabila
DHEA mencapai plasenta melalui pembuluh darah janin. Secara
fisiologis, hormon estrogen akan menghasilkan sekret vagina yang
banyak, encer dan jernih, dengan merangsang kelenjar serviks dan
dinding rahim untuk mengeluarkan sekret.(11) Hormon Estrogen dapat
meningkatkan kelembaban di vagina dan memicu pertumbuhan flora
bakteri
anaerob
menggantikan
Lactobacillus,
sehingga
terjadi
perubahan lingkungan vagina. Lactobacillus hidup sebagai flora normal
vagina
dengan
konsentrasi
yang
tinggi.
Hormon
progesteron
menghasilkan sekret yang lebih kental, lengket dan keruh karena
progesteron menyebabkan peningkatan dari kadar glikoprotein pada
kelenjar serviks dan dinding rahim.(11) Peningkatan estrogen dan
progesteron menyebabkan terganggunya metabolisme karbohidrat dan
proses glikogenolisis, sehingga kadar glikogen pada epitel vagina
meningkat dan menyebabkan ph vagina menjadi asam sehingga
memicu mikroorganisme patogen yaitu jamur dapat tumbuh subur. (4)
peningkatan kadar glikogen pada epitel vagina juga merupakan sumber
karbon yang baik bagi pertumbuhan jamur.(2)
Gambar 2.6 Kadar Estrogen dan Progesteron Plasma Selama Kehamilan
Sumber: Benson and Pernoll’s, 2001
17
2.1.4 Gula Darah
2.1.4.1. Proses metabolisme Glukosa
Apabila glukosa tidak diperlukan segera untuk produksi ATP,
maka glukosa akan disimpan sebagai glikogen. Glikogen merupakan
polisakarida bentuk karbohidrat yang tersimpan di dalam tubuh.
Hormon insulin yang berasal dari sel beta pankreas, merangsang
hepatosit dan otot rangka melaksanakan proses glikogenesis yaitu
sintesis glikogen. Tubuh manusia dapat menyimpan sekitar 500 gram
glikogen, sekitar 75% pada serat otot rangka dan sisanya di sel hati.
Selama glikogenesis, glukosa mengalami fosforilasi menjadi glukosa
6 fosfat oleh enzim heksokinase. Selanjutnya glukosa 6 fosfat
mengalami konversi menjadi glukosa 1 fosfat. Glukosa 1 fosfat
kemudian menjadi uridin difosfat dan akhirnya membentuk
glikogen.(14)
Ketika tubuh membutuhkan banyak ATP, maka glikogen yang
tersimpan dalam hepatosit dipecah menjadi glukosa dan kemudian
dilepaskan ke dalam sirkulasi darah. Proses ini dinamakan
glikogenolisis. Proses diawali dengan pemecahan glikogen oleh
enzim fosforilase menjadi glukosa 1 fosfat. Enzim fosforilasi
diaktifkan oleh glukagon yang dihasilkan dari sel alfa pankreas dan
epinefrin dari medula adrenal. Glukosa 1 fosfat kemudian diubah
menjadi glukosa 6 fosfat dan akhirnya menjadi glukosa dibantu oleh
enzim fosfatase.(14) Glukosa akan meninggalkan sel hati (hepatosit)
menuju sirkulasi darah. Inilah yang disebut sebagai gula darah.
18
Gambar 2.7 Proses Anabolisme Glukosa
Sumber: Gerrard J. Tortora, 2009
Glukosa juga dapat terbentuk dari sumber yang bukan
berasal dari karbohidrat, antara lain dapat dari gliserol yang
merupakan bagian dari trigliserida, asam laktat, dan asam amino.
Proses ini terjadi di sel hati (hepatosit) dan dinamakan
glukoneogenesis. Gliserol dapat diubah menjadi gliseraldehid 3
fosfat lalu diubah lagi menjadi glukosa 6 fosfat sehingga dapat
membentuk glukosa di hepatosit dan akhirnya dibawa ke sirkulasi
darah. Glukoneogenesis dirangsang oleh kortisol yang merupakan
hormon glukokortikoid utama dari korteks adrenal dan oleh
glukagon dari sel alfa pankreas.(14)
Gambar 2.8 Proses Glukoneogenesis
Sumber: Gerrard J. Tortora. 2009
19
2.1.4.2. Pengertian Gula Darah
Gula darah adalah hasil dari simpanan glikogen dalam
hepatosit yang kemudian dipecah menjadi glukosa dibantu oleh
berbagai macam enzim dan dilepaskan ke dalam sirkulasi darah.
Gula darah dapat menghasilkan asam piruvat dan bisa digunakan
sebagai energi untuk aktivitas sel.
Gula darah juga merupakan hasil dari proses pembentukan
glukosa di sel hati yang bersumber dari bahan non karbohidrat
seperti gliserol, asam laktat dan asam amino kemudian menuju ke
sirkulasi darah.
2.1.4.3.
Kriteria Diagnostik Gula Darah
Berdasarkan
rekomendasi
dari
American
Diabetes
Association (ADA) yang mengalami perubahan pada tahun 1997,
kadar maksimum gula darah puasa mengalami perubahan dari 140
mg/dL menjadi 126 mg/dL, meskipun gula darah 2 jam setelah
pemberian 75 gram glukosa oral tetap tidak mengalami perubahan
yaitu 200mg/dL.(15)
Diagnosis diabetes, setidaknya ada satu dari kriteria
dibawah ini:

Adanya gejala diabetes yaitu poliuri, polidipsi, berat badan turun
tanpa sebab, dll) disertai konsentrasi glukosa plasma 11,1 mmol/L
(200mg/dL) setiap 2 jam setelah diberikan tes toleransi glukosa
oral (TTGO) sebanyak 75 gram anhydrous glucose in water

Glukosa plasma puasa sebesar 7,0 mmol/L (126 mg/dL), dengan
tidak adanya asupan kalori minimal 8 jam.(15)
Diagnosis dan klasifikasi diabetes dari World Health
Organization (WHO) sama seperti yang dikemukakan oleh
American Diabetes Association (ADA) yaitu glukosa puasa sebesar
7,0 mmol/L (126mg/dL) atau 2 jam glukosa setelah pemberian 75
gram glukosa oral sebesar 11,1 mmol/L (200mg/dL). Menurut
20
WHO, idealnya pengukuran untuk melihat kadar gula darah
digunakan kedua cara tersebut yaitu gula darah puasa dan gula
darah 2 jam dengan TTGO. Tetapi menurut ADA untuk skrining
seseorang terkena diabetes diutamakan dengan pengukuran gula
darah puasa.(15)
Menurut NDDG (National Diabetes Data Group), diagnosis
diabetes dapat dilihat dari tanda dan gejala seperti poliuri, polidipsi,
ketonuria, berat badan yang menurun cepat, dan adanya
peningkatan gula darah berdasarkan fasting plasma glucose (FPG)
≥140 mg/dL (7,8 mmol/L), atau venous plasma glucose ≥200
mg/dL (11,1 mmol/L) setiap 2 jam setelah diberikan 75gr oral
glukosa atau secara acak (random) glukosa plasma sebesar ≥200
mg/dL. (16)
Sedangkan kriteria diagnosis Diabetes Melitus menurut
PERKENI tahun 2011, tercantum dalam tabel sebagai berikut:
Gambar 2.9 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus
Sumber: PERKENI, 2011
Pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO), pasien
sebelumnya diberikan beban glukosa sebanyak 75 gram glukosa
oral. Pemeriksaan TTGO memiliki kekurangan dan kelebihan
dibanding
dengan
pemeriksaan
glukosa
plasma
puasa.
Kelebihannya yaitu pada TTGO lebih spesifik dan sensitif
sedangkan kekurangan pemeriksaan TTGO adalah sukar dilakukan
21
berulang-ulang dan membutuhkan persiapan khusus dalam
pelaksanaannya sehingga sangat jarang dilakukan. (6)
2.1.4.4. Kadar Gula Darah Tinggi
Konsentrasi gula darah yang melebihi nilai normal disebut
keadaan hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia menunjukkan
seseorang tersebut menderita diabetes melitus. Seperti yang sudah
dijabarkan diatas bahwa ketika seseorang didapatkan hasil gula
darah puasa melebihi 126 mg/dL, atau didapatkan gula darah 2 jam
setelah pemberian 75 gram glukosa oral 200 mg/dL atau lebih, dan
dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu secara random
didapatkan 200 mg/dL maka seseorang tersebut menderita diabetes
melitus tetapi tidak terlepas dari gejala-gejala yang dialami.
2.1.4.5. Kadar Gula Darah Rendah
Penurunan kadar glukosa darah dibawah normal disebut
sebagai keadaan hipoglikemia. Pada hipoglikemia didapatkan
kadar glukosa darah antara 30-50 mg/dL (1,7 sampai 2,8 mmol/L).
Glukosa berperan penting sebagai sumber energi. Karbohidrat yang
berasal dari makanan merupakan sumber glukosa.(17)
Ketika kadar glukosa darah turun, glukagon yang
dihasilkan dari pankreas merangsang hati memecah glikogen,
sehingga dapat menghasilkan glukosa dan diedarkan ke pembuluh
darah. Glukosa darah kembali ke level normal.(17)
2.1.5
Diabetes Melitus
2.1.5.1. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes
melitus
merupakan
sekelompok
gangguan
heterogen yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah.
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010,
diabetes merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
22
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.(6)
Menurut World Health Organization (WHO) dikatakan
bahwa DM merupakan suatu kumpulan problem anatomi dan
kimiawi akibat dari sejumlah faktor yang mana didapat defisiensi
insulin absolut atau relatif serta gangguan fungsi insulin. (18)
Hiperglikemia
kronik
pada
diabetes
berhubungan
dengan
kerusakan organ dalam jangka panjang, kegagalan atau disfungsi
beberapa organ tubuh. Organ yang terkena terutama mata, ginjal,
saraf, jantung, dan pembuluh darah.(19)
Diabetes melitus merupakan suatu sindrom bersifat kronik
progresif dengan terganggunya metabolisme karbohidrat, lemak,
dan protein yang disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin atau
penurunan
sensitivitas
jaringan
terhadap
insulin
sehingga
menyebabkan hiperglikemia.
2.1.5.2. Klasifikasi Diabetes Melitus
Ada 4 jenis diabetes menurut National Diabetes Data Group
(NDDG) dan World Health Organization (WHO), yaitu:
1) Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)
Disebut sebagai Diabetes Melitus tipe 1. DM tipe 1
disebabkan karena adanya destruksi sel beta. Pada umumnya
terjadi defisiensi insulin absolut dapat karena autoimun
ataupun idiopatik. Pada pasien dengan DM tipe 1 terapi yang
diberikan
adalah
dengan
menyuntikkan
insulin
untuk
mencegah terjadinya ketosis sehingga dapat mempertahankan
kehidupannya. Onset biasanya dominan pada masa muda tetapi
dapat terjadi pada setiap usia. Respon imun dan antibodi sel
islet yang tidak normal terlihat sebagai diagnosis. Etiologi
yang mendasari terjadinya DM tipe 1 adalah genetik. (16)
23
2) Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)
Disebut sebagai Diabetes Melitus tipe 2. Umumnya
bervariasi mulai yang dominan pada resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang dominan karena adanya
defek sekresi insulin disertai resistensi insulin. Kadar insulin
dapat normal, meningkat, atau menurun. Paling banyak Kasus
DM tipe 2 adalah hiperinsulinemia dan resistensi insulin.
Onset dominan setelah usia 40 tahun tetapi dapat terjadi pada
setiap usia. Sangat rawan pada 50% laki laki dan 70%
perempuan yang mengalami obesitas.(16)
3) Gestational Diabetes Melitus (GDM)
Terjadi intoleransi glukosa yang muncul selama kehamilan.
Pasien dengan diabetes melitus gestasional sebanyak 30%
sampai 50% berkembang menjadi diabetes melitus biasanya
jenis DM tipe 2.(15)
Komplikasi yang mungkin saja terjadi pada ibu yang
mengalami diabetes melitus gestasional sangat bervariasi. Pada
ibu akan meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia, seksio
sesarea, dan terjadinya diabetes melitus tipe 2 di kemudian
hari. Sedangkan pada janin dapat meningkatkan resiko
makrosomia,
trauma
persalinan,
hiperbilirubinemia,
hipoglikemia, hipokalsemia, polisitemia, hiperbilirubinemia
neonatal, sindrom distress respirasi (SDR), serta meningktanya
mortalitas atau kematian janin.(8)
Pada penelitian sebelumnya yang berjudul “Associations of
Body Mass Index and Gestational Diabetes Mellitus with
Neonatal and Maternal Pregnancy Outcomes in a Multicentre
European Database” dikatakan bahwa keadaan diabetes
melitus gestasional berhubungan secara signifikan dengan BMI
maternal yang diklasifikasikan kedalam dua grup yaitu
normal/overweight (<30kg/m2) dan obesitas (>30kg/m2). (20)
24
Karakteristik diabetes melitus gestasional berhubungan
dengan usia tua, obesitas, riwayat keluarga yang memiliki
diabetes. Onset diabetes melitus gestasional biasanya pada
trimester kedua atau ketiga.(15)
Pengukuran gula darah pada wanita hamil salah satunya
pengukuran gula darah sewaktu (GDS). Pengukuran gula darah
sewaktu dilakukan pada pembuluh darah kapiler. Apabila
didapatkan hasil pemeriksaan gula darah sewaktu <125 mg/dL
dikatakan negatif atau tidak beresiko diabetes melitus
gestasional, sedangkan jika hasil pemeriksaan gula darah
sewaktu >126 mg/dL dikatakan positif atau beresiko terkena
diabetes mellitus gestasional.(21)
Berikut kriteria diagnosis diabetes melitus gestasional:
Gambar 2.10 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus Gestasional
sumber: Maureen I, 2002
4) Diabetes sekunder untuk kondisi lainnya
Berhubungan
dengan
penyakit
pankreas,
gangguan
hormonal, obat-obatan atau paparan kimia, reseptor insulin
yang tidak normal dan penyakit genetik tertentu. (16)
2.1.5.3. Gambaran Klinis Diabetes Melitus
Gejala pada jenis-jenis diabetes hampir sama tetapi
bervariasi dalam derajat keparahannya. Gejala lebih terlihat cepat
25
dan lebih khas pada diabetes melitus tipe 1. Gejala-gejala dari
diabetes melitus tipe 1 antara lain yaitu poliuri, polidipsi,
polifagia, penurunan berat badan, lelah, kram, konstipasi,
penglihatan buram, dan kandidiasis.(15) Pasien yang terkena DM
tipe 1 dalam jangka waktu lama rentan mengalami komplikasi
mikrovaskular dan makrovaskular seperti arteri koronari, penyakit
jantung, penyakit pembuluh darah perifer.(15)
Gejala pada DM tipe 2 tidak berbeda dengan tipe lainnya.
Onset munculnya yang dapat membedakan dengan DM tipe
lainnya. Pada kebanyakan kasus dapat terdiagnosis DM tipe 2
biasanya setelah muncul komplikasi. Resiko dari DM tipe 2
adalah aterosklerosis yang secara umum berhubungan dengan
hipertensi, hiperlipidimia, dan obesitas.(15) Banyak pasien dengan
DM tipe 2 meninggal akibat komplikasi kardiovaskular dan gagal
ginjal.(15)
Menurut PERKENI tahun 2011, seseorang yang mengalami
DM memiliki keluhan klasik seperti: polifagia, poliuria,
polidipsia, berat badan yang turun tanpa sebab. Selain keluhan
klasik, terdapat juga keluhan lainnya dapat berupa: mata kabur,
gatal, pruritus vulva pada wanita, disfungsi ereksi pada pria,
badan lemah, dan kesemutan.(6)
2.1.6 Fluor albus
2.1.6.1 Pengertian
Fluor albus merupakan keadaan yang paling sering terjadi
dan merupakan keluhanan umum yang sering terjadi pada kalangan
perempuan di Asia.(22) Fluor albus atau istilah medisnya dari
keputihan adalah keluarnya cairan dari vagina dapat terjadi pada
semua perempuan baik perempuan hamil atau perempuan tidak
hamil. Keputihan pada banyak wanita menyebabkan berbagai
macam masalah yaitu ketidaknyamanan, kecemasan sehingga
dapat mempengaruhi kualitas kehidupannya.(9)
26
Beberapa keputihan ada yang termasuk normal atau
fisiologis tergantung pada usia, pengguna kontrasepsi, siklus
menstruasi, dan level estrogen.(9) Sebagian perempuan terganggu
dengan keputihan yang tidak terlalu banyak sementara perempuan
lainnya mengatakan bahwa keputihan yang banyak masih
merupakan gejala normal.(22)
2.1.6.2 Epidemiologi
Fluor albus adalah salah satu dari berbagai macam gejala
yang menandakan telah terjadinya infeksi pada organ reproduksi
melalui vagina disebut sebagai fluor albus patologis. Data
epidemiologi dari penelitian sebelumnya dikatakan bahwa
prevalensi keputihan karena infeksi pada wanita hamil didapatkan
sebanyak 50% kandidiasis, 23% trikomoniasis, 9% bakterial
vaginosis, 7% gonorrhea, 9% klamidia, 7% sifilis. (23)
Umumnya fluor albus paling sering terjadi pada usia
reproduktif. Pada wanita hamil fluor albus lebih sering terjadi
daripada wanita tidak hamil. Penyebabnya karena terjadi
peningkatan
dari
hormon
kehamilan
sehingga
memicu
kelembaban vagina. Selain itu terjadi perubahan ekosistem vagina
yang disebabkan karena bertambahnya pertumbuhan flora vagina
bakteri anaerob menggantikan laktobasilus yang mempunyai
konsentrasi tinggi sebagai flora normal vagina. (24)
2.1.6.3 Etiologi
 Fluor albus fisiologis
Penyebab Fluor albus fisiologis sering terjadi karena
pengaruh perubahan hormonal terutama saat siklus menstruasi,
stress emosional, status nutrisi, kehamilan, pengguna obatobatan seperti pil kontrasepsi, dan rangsangan seksual. (25)
 Fluor albus patologis
27
Penyebab fluor albus patologis dapat berupa infeksi,
adanya benda asing maupun keganasan.(26)
Prilaku
higienitas
yang
buruk
dapat
menyebabkan
timbulnya fluor albus patologis. Hal ini disebabkan karena
organ reproduksi sangat rentan untuk terkena infeksi apabila
tidak dirawat kebersihannya. Higienitas diri adalah kebersihan
dan kesehatan diri seseorang yang bergantung pada tingkah laku
sehari-hari.(27) Beberapa contoh menjaga higienitas adalah ketika
membersihkan vagina sebaiknya dari bagian depan ke belakang
sehingga kuman tidak berpindah masuk ke vagina, memakai
handuk kering atau tissu setelah buang air kecil atau besar.
2.1.6.4 Gejala Klinis
 Fluor albus fisiologis
Fluor albus yang normal atau fisiologis biasanya cairan
vaginanya berwarna bening, tidak mengeluarkan bau, jumlahnya
tidak berlebihan, dan tidak menimbulkan suatu keluhan seperti
gatal, nyeri, rasa panas dan sebagainya. Cairan vagina tersebut
mengandung epitel vagina, cairan transudasi dari dinding
vagina,
mukus
mengandung
yang
disekresi
berbagai
dari
endoserviks
mikroorganisme
serta
terutama
Lactobacilus.(26)
 Fluor albus patologis
Fluor albus patologis ditandai dengan adanya perubahan
warna atau banyaknya sekret yang dikeluarkan. Tanda dan
gejala lain dari fluor albus patologis yaitu adanya rasa gatal,
kemerahan, nyeri, peningkatan sekret, menetap, adanya rasa
terbakar selama berkemih, warna sekret bervariasi dapat putih
seperti keju, abu-abu, kuning, hijau, terdapat bau amis dengan
uji whiff test positif.(28)
28
Gambar 2.11 Alur Diagnosis Abnormal Vaginal Discharge
sumber: British Infection Association, 2002
Kandidiasis vaginalis
Sebanyak 70%-90% kasus disebabkan oleh candida
albicans. Sisanya disebabkan oleh spesies non albicans, yang
tersering yaitu candida glabrata.
(29)
Di dalam tubuh manusia
jamur candida dapat hidup sebagai saprofit tidak menimbulkan
gejala ataupun kelainan. Akan tetapi ketika terdapat faktor-faktor
predisposisi yang merubah lingkungan vagina, maka jamur
candida menjadi patogen dan dapat menimbulkan penyakit
kandidiasis.(5)
Kandidiasis biasanya terjadi pada wanita yang memiliki
kadar estrogen meningkat. Oleh karena itu paling sering terjadi
pada usia reproduktif dan selama kehamilan. Penggunaan obat-obat
antibiotik
dan
kortikosteroid,
immunokompromise,
diabetes
melitus, infeksi HIV merupakan faktor predisposisi.(30)
Sebanyak 75% wanita pernah mengalami kandidiasis
vagina selama hidupnya. 10-20% tidak ada gejala dan kejadian
meningkat sampai 40% pada kehamilan.(29) Selama periode
kehamilan, terjadi peningkatan kadar estrogen. Estrogen yang
cukup
dapat
mendukung
pertumbuhan
candida
dengan
mempertahankan pH agar tetap asam dan meningkatkan perlekatan
jamur ke sel epitel vagina. Banyaknya kadar estrogen selama
29
kehamilan, dapat meningkatkan kadar glikogen di vagina yang
merupakan sumber karbon untuk pertumbuhan candida. (2)
Gejala dari infeksi kandidiasis vagina meliputi: gatal
disekitar vulva, terdapat nyeri di sekitar vulva, adanya keputihan
berwarna putih susu tidak berbau, adanya superfisial dyspareunia.
Adapun tanda yang terlihat berupa: vulva eritem, adanya lesi satelit
di kulit sekitar vulva, adanya edema dan fissura pada vulva.(29)
Untuk menegakkan diagnosis digunakan pemeriksaan
laboratorium dengan mengambil swab vagina atau swab serviks,
kemudian diletakkan di objek glass dan diberikan KOH 10%. Hasil
positif jika ditemukan hifa atau budding yeast. Pemeriksaan yang
paling akurat dengan kultur di medium sabouraud dextrose agar.
2.1.6.5 Diagnosis
 Anamnesis
Berisi identitas pasien termasuk usia, pendidikan terakhir,
pekerjaan, tempat tinggal, riwayat higienitas, jumlah, bau,
warna
fluor
albus,
pengguna
obat
antibiotik
atau
kortikosteroid, penyakit yang diderita, dan keluhan keluhan
lainnya.
 Pemeriksaan fisik
Inspeksi daerah vulva untuk melihat keputihan yang nyata,
vulvitis, ulkus, lesi atau perubahan lainnya dan lakukan
pemeriksaan spekulum untuk melihat dinding vagina, servix,
warna, konsistensi dan banyaknya fluor albus.
 Laboratorium
Dilakukan swab vagina untuk mengambil sekret dari fluor
albus, kemudian tinjau berdasarkan warna, konsistensi,
banyaknya, dan bau yang ditimbulkan pada saat pengambilan.
30
Whiff test dan pH test dapat digunakan sebagai nilai
diagnostik pada pemeriksaan spekulum ketika fasilitas
mikroskopis tidak tersedia. Whiff test positif apabila adanya
bau amis ketika sekret vagina dicampur dengan KOH 10%
pada glass objek.(28) pH test dapat diukur menggunakan kertas
pH, sehingga dapat mengetahui kadar keasaman vagina.
2.2 KERANGKA KONSEP
Variabel Independet
Variabel Dependent
Gula Darah Sewaktu
(tidak beresiko DMG atau
beresiko DMG)
Fluor albus (fisiologis atau
patologis)
Keterangan:
DMG: Diabetes Melitus Gestasional
31
2.3 KERANGKA TEORI
Wanita hamil usia 13-40 minggu
Hormon-hormon antagonis insulin
Pola higienitas
hPL (Human Placental
Lactogen)
Sensitivitas
jaringan terhadap
insulin sekitar
80%
CRH (Corticotropin
Releasing Hormone)
Berperan
dalam proses
lipolisis
Penguraian
trigliserida menjadi
asam lemak bebas
dan gliserol
Terjadi perubahan
suasana dan
kelembaban vagina
Merangsang hipofisis
anterior janin untuk
mengeluarkan ACTH
Hormon-hormon kehamilan
Progesteron
Secara fisiologis selama
kehamilan
Estrogen
Terganggunya
metabolisme
karbohidrat dan
proses glikogenolisis
Secara langsung
meningkatkan
kelembaban vagina
Memicu pertumbuhan flora
bakteri anaerob
menggantikan laktobasillus
Merangsang korteks
adrenal janin
Kadar glikogen pada
epitel vagina
Perubahan lingkungan vagina
Sekresi kortisol
Ph menjadi asam
Gliserol diubah
menjadi gliseraldehid
3 fosfat
Ph di vagina menjadi
terganggu
Memicu mikroorganisme
patogen terutama jamur
tumbuh subur
Merangsang proses
glukoneogenesis
Ketika suplai ATP di sel
meningkat
Gliseraldehid 3 fosfat
diubah menjadi glukosa
Pertumbuhan mikroorganisme patogen
semakin meningkat
Terjadi proses fagositosis mikroorganisme
patogen sebagai mekanisme pertahanan
tubuh
Estrogen
merangsang
kelenjar
serviks dan
dinding
rahim
Progesteron
meningkatkan
jumlah kelenjar
mukosa pada
serviks dan
dinding rahim
Kadar gula darah
Menghasilkan sekret yang berlebih
Sekret yang
dihasilkan
dalam jumlah
banyak, encer,
dan jernih
Nutrisi yang baik bagi pertumbuhan jamur
Sekret yang
dihasilkan
lebih kental,
keruh, dan
lengket
Meningkatkan pertumbuhan mikrooganisme
patogen di vagina
Fluor albus
patologis
Bau amis/ bau
tidak sedap dari
sekret (+)
Whiff test (+)
Fluor albus
fisiologis
Warna
bervariasi
Faktor yang
diteliti
Faktor perancu
32
2.4 DEFINISI OPERASIONAL
Variabel
Kadar gula
Pengukur
peneliti
Alat ukur
Glukotest GlucoDr
darah sewaktu
Cara Pengukuran
Skala Pengukuran
Kadar gula darah Ordinal
sewaktu
(variable
0 = <125 mg/dl
1= >126 mg/dl
independent)

Bau: KOH 10%
Pemeriksan
Nominal

Warna: Sediaan
swab vagina
 Bau
makroskopis
dengan melihat
1= Amis
(variable
langsung
2= Tidak berbau
dependent)
penampang
 Warna
makroskopis dan
1= putih jernih
uji KOH 10%
2= putih susu
Fluor albus:
Bau dan warna
sekret vagina
peneliti
3= putih homogen
4= kuning
5= hijau
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan
pendekatan cross-sectional untuk mengetahui hubungan gula darah
sewaktu dengan kejadian fluor albus pada wanita hamil usia 13-40
minggu di RS Prikasih Pondok Labu periode Januari-April 2014.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu :
 Pengambilan sampel dilakukan mulai Januari 2014 sampai April
2014
 Pengambilan sampel dilakukan setiap minggu tepatnya hari senin
jam 18.00-22.30, hari jumat jam 16.00-19.00 dan hari sabtu jam
10.00-21.00
Tempat Penelitian :
 Poliklinik Kebidanan RS Prikasih Pondok Labu
3.3 Populasi dan Sampel
 Populasi Target
: Pasien ibu hamil usia 13-40 minggu dengan
keluhan keputihan
 Populasi Terjangkau : Pasien ibu hamil usia 13-40 minggu dengan
keluhan keputihan yang berobat ke poli
kebidanan RS Prikasih Pondok Labu selama
periode Januari-April 2014
33
34
3.3.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
 Kriteria Inklusi : Ibu hamil usia tiga belas minggu sampai empat
puluh minggu pasien poli kebidanan RS Prikasih Pondok Labu
dengan keluhan keputihan dan telah setuju untuk diteliti.
 Kriteria Eksklusi : Ibu hamil usia tiga belas minggu sampai
empat puluh minggu pasien poli kebidanan RS Prikasih Pondok
Labu dan telah setuju untuk diteliti, namun karena satu dan hal
lain tidak dapat diteliti lebih lanjut, seperti:
-
Memiliki penyakit diabetes melitus
-
Memiliki riwayat keluarga yang menderita diabetes
melitus tipe 2
3.3.2 Menghitung Besar Sampel
Penelitian
ini
adalah
analitik
kategorik-kategorik
tidak
berpasangan, maka penentuan besar sampel menggunakan rumus:
N1 = N2 =
(
√
√
)
Z = deviat baku alfa
Z = devita baku beta
P2= proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya
P1= proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan
judgment peneliti
Q2= 1 - P2
Q1= 1 - P1
P1 - P2= selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna
P= proporsi total = ( P1 + P2 )/2
Q= 1 - P
35

P2 didapatkan dari penelitian sebelumnya sebesar 17,6% yaitu
0,176

Q2 = 1 – P2
Q2 = 1 – 0,176 = 0,824

P1 = ( P1 – P2 ) + P2
P1 = 0,2 + 0,176 = 0,376

Q1 = 1 – P1
Q1 = 1 – 0,376 = 0,624

P = P1 + P2/2
P = 0,376 + 0,176/2 = 0,276

Q=1–P
Q = 1 – 0,276 = 0,724

Z = 5% = 1,960

Z
N1 = N2 =
(
√
)
√
√
√
√
√
36
= 77,5
Dengan menggunakan rumus yang sudah dijabarkan diatas, maka
besar sampel yang didapat sejumlah 77 orang
3.4 Teknik Sampling
Pemilihan sampel dengan metode non probability sampling jenis
consecutive sampling, yaitu semua subjek yang datang secara
berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam
penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi.
3.5 Identifikasi Variabel

Variable bebas (independent) : Kadar gula darah sewaktu pada
wanita hamil usia 13-40 minggu
 Variable terikat (dependent) : Kejadian fluor albus
3.6 Alat dan Bahan Penelitian
 Alat:
Gluko test GlucoDr, lancet steril, test strips, kapas kering, kapas
alkohol, sarung tangan, swab atau lidi kapas steril, kaca objek,
speculum grave, KOH 10%, tisu, masker, alat tulis, kamera
 Bahan :
Tetesan darah pada jari telunjuk dan swab vagina
37
3.7 Cara Kerja Penelitian
Pasien ibu hamil usia 13-40 minggu di Poli Kebidanan
RS Prikasih yang memiliki keluhan keputihan
Dilakukan pengisian inform consent
Dilakukan wawancara untuk mendapatkan data
demografi: identitas dan riwayat penyakit DM
Dilakukan pengambilan gula darah sewaktu dengan
gluko test GlucoDr
GDS < 125 mg/dl
(tidak beresiko DMG)
GDS > 126 mg/dl
(beresiko DMG)
Selanjutnya dilakukan pengambilan sekret vagina
dengan cara swab vagina
Tinjau berdasarkan
warna
Jernih
Kuning, hijau,
putih susu, dll
Pengujian swab vagina di objek glass dengan
KOH 10% (whiff test)
Bau amis (+)
Fluor albus fisiologis
Bau amis (-)
Fluor albus patologis
Analisis data
38
 Pengambilan swab vagina
1) Pasien ditidurkan terlentang dengan kedua lutut ditekut (posisi lithotomi)
2) Vagina pasien dibuka dengan menggunakan speculum grave
3) Pada fornik anterior atau posterior dilakukan usap vagina dengan swab
atau dua lidi kapas steril
4) Hasil swab vagina, diukur berdasarkan:
-
Warna sekret vagina
-
Dioleskan pada glass object lalu diberikan KOH 10% dan
dirasakan adanya bau spesifik (whiff test)
 Pemeriksaan kadar gula darah sewaktu
1) Kadar gula darah pasien diperiksa dengan alat gluko test GlucoDr
2) Gluko test GlucoDr disesuaikan dengan kode test strips
3) Test strips dimasukkan ke alat gluko test GlucoDr sesuai dengan petunjuk
lalu ditunggu keluar kode dan tanda tetes darah
4) Ujung jari diusap dengan kapas alcohol lalu ditusuk dengan lancet steril
5) Tetes darah pertama diusap dengan kapas kering
6) Tetes darah berikutnya dihisapkan ke ujung test strips
7) Hasil akan tertera dalam alat gluko test GlucoDr dalam waktu 7 detik
3.8 Management Data
1. Identifikasi subjek
Subjek yang akan dijadikan sampel di identifikasi sesuai kebutuhan
penelitian. Pada penelitian ini berdasarkan rumus besar sampel, akan
digunakan 77 sebagai sampel baik kriteria inklusi dan eksklusi yaitu ibu
hamil usia 13-40 minggu dengan keluhan keputihan dan telah setuju
untuk diteliti serta tidak memiliki riwayat baik pasien dan keluarga
diabetes melitus.
2. Inform Consent
Inform consent diperlukan sebagai bukti persetujuan dari peneliti
yang akan di tanda tangani oleh sampel di awal pengumpulan data.
39
3. Pengamatan pada Sampel

Data penerimaan pasien di poli kebidanan RS Prikasih, Pondok Labu

Melakukan pengecekan data inform consent

Melakukan pengamatan hasil wawancara untuk mendapatkan data
identitas berupa usia ibu, usia kehamilan, status paritas, riwayat
diabetes melitus sebelumnya, pekerjaan, pendidikan

Melakukan pengecekan hasil pemeriksaan gula darah sewaktu dan
swab vagina (warna, bau)
4.
Analisis data setelah pengumpulan data selesai
Teknik pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program
SPSS (Statistical Program for Social Science) for Windows versi
16,0. Data disajikan dalam bentuk narasi, teks, tabel dan grafik.
Analisis data menggunakan Teknik Analisis Chi Kuadrat (Chi
Square). Data didistribusikan dalam kelompok-kelompok yang telah
ditentukan pada definisi operasional variabel penelitian. Kemudian
dilakukan analisis univariat untuk mendapatkan gambaran mengenai
distribusi frekuensi karakteristik responden. Selanjutnya dilakukan
analisis bivariat untuk menilai hubungan dengan variabel dependent
dan independent.
3.9 Etika
 Sebelum melakukan penelitian, sebaiknya peneliti meminta izin
secara tertulis kepada subjek yang terkait dengan penelitian yang
dibuat peneliti
 Peneliti akan menjelaskan mengenai tujuan penelitian kepada
subjek dan hal apa saja yang akan dilakukan kepada subjek
 Peneliti akan menjelaskan kepada subjek bahwa penelitian ini
tidak akan memberi dampak buruk, kecuali rasa sedikit tidak
nyaman ketika pengambilan darah pada ujung jari dan
pengambilan swab vagina
40
 Subjek peneliti memiliki hak autonomy untuk menerima atau
menolak diikutsertakan dalam penelitian
 Para subjek yang diteliti akan selalu dijaga kerahasiaannya
mengenai hasil yang didapat
 Apabila suatu saat subjek menyatakan diri tidak dapat mengikuti
lebih lanjut dalam penelitian ini, maka peneliti tidak akan
menuntut hal apapun dari subjek
 Subjek berhak mengetahui hasil penelitian yang didapat apabila
subjek ingin mengetahui
41
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RS Prikasih Pondok Labu terhitung dari
bulan January sampai April 2014. Selama penelitian ini, didapatkan
sebanyak 77 wanita hamil usia 13-40 minggu yang berkunjung ke Poli
Kebidanan RS Prikasih dengan keluhan keputihan. Sehingga didapatkan
sebanyak 77 sampel yang memenuhi kriteria baik inklusi atau eksklusi dan
dilakukan pemeriksaan sekret vagina serta pengambilan gula darah
sewaktu.
4.1.1 Distribusi karakteristik fluor albus fisiologis secara umum
Sebanyak 31 sampel wanita hamil yang mengalami fluor albus
fisiologis, usia penderita terbanyak adalah antara 26-30 tahun sebanyak
35,5% dan usia kehamilan terbanyak pada trimester III sebanyak 61,3%.
Tingkat pendidikan terbanyak masing-masing 48,4% yaitu tingkat
pendidikan tinggi (diploma atau sarjana) dan menengah (SMP atau SMA)
dan frekuensi fluor albus fisiologi terbanyak pada sampel yang tidak
bekerja sebanyak 58,1%.
Tabel 4.1 Distribusi karakteristik fluor albus fisiologis secara umum
Variabel
Frekuensi
Usia ibu
Presentase (%)
Mean dan standart
deviasi
20-25
7
26-30
11
31-35
8
22,6 %
29,55 dan 4,925
35,5 %
25,8 %
41
42
36-40
5
Usia kehamilan:
16,1 %
Median
Trimester II
12
(Q 25%- Q 75%)
38,7 %
Trimester III
19
30 (21-34) minggu
61,3 %
Pendidikan:
Dasar
1
3,2 %
Menengah
15
48,4 %
Tinggi
15
48,4 %
Bekerja
13
41,9 %
Tidak bekerja
18
58,1 %
Pekerjaan:
Sumber: Data primer tahun 2014
4.1.2 Distribusi karakteristik fluor albus patologis secara umum
Sebanyak 46 sampel wanita hamil yang mengalami fluor albus
patologis, usia penderita terbanyak adalah antara 26-30 tahun sebanyak
45,7% dan usia kehamilan terbanyak pada trimester III sebanyak 71,7%.
Tingkat pendidikan terbanyak yaitu pada tingkat pendidikan tinggi
(diploma atau sarjana) sebanyak 60,9% dan frekuensi fluor albus patologis
terbanyak pada sampel yang bekerja sebanyak 60,9%.
Tabel 4.2 Distribusi karakteristik fluor albus patologis secara umum
Variabel
Frekuensi
Usia ibu:
Presentase (%)
Mean dan
20-25
8
26-30
21
31-35
13
36-40
4
standart deviasi
17,4 %
45,7 %
29,72 dan 4,119
28,3 %
8,7 %
43
Usia kehamilan:
Trimester II
13
Median (Q 25%-
28,3 %
Q 75%)
Trimester III
33
30 (23-35)
71,7 %
minggu
Pendidikan:
Dasar
2
4,3 %
Menengah
16
34,8 %
Tinggi
28
60,9 %
Bekerja
28
60,9 %
Tidak
18
39,1 %
Pekerjaan:
bekerja
4.1.3 Distribusi karakteristik fluor albus fisiologis menurut usia ibu
Usia penderita terbanyak yang mengalami fluor albus fisiologis
adalah antara 26-30 tahun yaitu sebanyak 11 orang (35,5%) sedangkan
paling sedikit pada usia >35 tahun sebanyak 5 orang (16,1%).
Jumlah responden (orang)
12
35,5%
10
25,8%
8
20-25
22,6%
6
16,1%
26-30
31-35
4
> 35
2
0
Fluor albus
fisiologis
Usia
ibu (tahun)
Gambar 4.1 Distribusi karakteristik fluor albus fisiologis menurut usia ibu
44
4.1.3.1 Distribusi fluor albus fisiologis menurut usia ibu ditinjau dari
pendidikan
Usia penderita terbanyak dari fluor albus fisiologis adalah antara
26-30 tahun sebanyak 11 orang (35,5%). Dari 11 orang, yang memiliki
tingkat pendidikan menengah (SMA atau SMP) sebanyak 3 orang
(27,2%) dan yang memiliki tingkat pendidikan tinggi (diploma atau
Jumlah responden (orang)
sarjana) sebanyak 8 orang (72,7%).
10
72,7%
8
6
Menengah
Tinggi
27,2%
4
2
0
Tingkat pendidikan
Gambar 4.2 Distribusi fluor albus fisiologis menurut usia ibu ditinjau
dari pendidikan
4.1.3.2 Distribusi fluor albus fisiologis menurut usia ibu ditinjau dari
pekerjaan
Usia penderita terbanyak dari fluor albus fisiologis adalah antara
26-30 tahun sebanyak 11 orang (35,5%). Dari 11 orang, yang memiliki
pekerjaan dan bekerja aktif sebanyak 6 orang (54,5%) dan yang tidak
Jumlah responden (orang)
memiliki pekerjaan sebanyak 5 orang (45,4%).
6,5
6
54,5%
Bekerja
5,5
5
45,4%
Tidak
bekerja
4,5
Status pekerjaan
Gambar 4.3 Distribusi fluor albus fisiologis menurut usia ibu ditinjau
dari pekerjaan
45
4.1.3.3 Distribusi fluor albus fisiologis menurut usia ibu ditinjau dari usia
kehamilan
Usia penderita terbanyak dari fluor albus fisiologis adalah antara
26-30 tahun sebanyak 11 orang (35,5%). Dari 11 orang, sebanyak 4
orang (36,3%) termasuk ke dalam kategori trimester II dan sebanyak 7
Jumlah responden (orang)
orang (63,6%) termasuk ke dalam kategori trimester III.
8
63,6%
6
36,3%
Trimester II
4
Trimester III
2
0
Usia kehamilan (minggu)
Gambar 4.4 Distribusi fluor albus fisiologis menurut usia ibu ditinjau
dari usia kehamilan
4.1.4 Distribusi karakteristik fluor albus patologis menurut usia
ibu
Usia penderita terbanyak yang mengalami fluor albus patologis
adalah antara 26-30 tahun yaitu sebanyak 21 orang (45,7%) sedangkan
Jumlah responden (orang)
paling sedikit terdapat pada usia >35 tahun sebanyak 4 orang (8,7%).
25
45,7%
20
15
20-25
28,3%
26-30
10
17,4%
31-35
8,7%
5
36-40
0
usia ibu (tahun)
Gambar 4.5 Distribusi karakteristik fluor albus patologis menurut usia ibu
46
4.1.4.1 Distribusi fluor albus patologis menurut usia ibu ditinjau dari
pendidikan
Usia penderita terbanyak dari fluor albus patologis adalah antara
26-30 tahun sebanyak 21 orang (45,7%). Dari 21 orang, yang memiliki
tingkat pendidikan menengah didapatkan sebanyak 8 orang (38%) dan
Jumlah responden (orang)
yang memiliki tingkat pendidikan tinggi sebanyak 13 orang (61,9%).
14
61,9%
12
10
38%
8
Menengah
Tinggi
6
4
2
0
Tingkat pendidikan
Gambar 4.6 Distribusi fluor albus patologis menurut usia ibu ditinjau
dari pendidikan
4.1.4.2 Distribusi fluor albus patologis menurut usia ibu ditinjau dari
pekerjaan
Usia penderita terbanyak dari fluor albus fisiologis adalah antara
26-30 tahun sebanyak 21 orang (45,7%). Dari 21 orang, yang
memiliki pekerjaan dan bekerja aktif didapatkan sebanyak 13 orang
Jumlah responden (orang)
(61,9%) dan yang tidak memiliki pekerjaan sebanyak 8 orang (38%).
15
10
61,9%
38%
5
Bekerja
Tidak Bekerja
0
Status pekerjaan
Gambar 4.7 Distribusi fluor albus patologis menurut usia ibu ditinjau dari
pekerjaan
47
4.1.4.3 Distribusi fluor albus patologis menurut usia ibu ditinjau dari usia
kehamilan
Usia penderita terbanyak dari fluor albus patologis adalah antara
26-30 tahun sebanyak 21 orang (45,7%). Dari 21 orang, sebanyak 2
orang (9,5%) termasuk ke dalam kategori trimester II dan sebanyak 19
Jumlah responden (orang)
orang (90,4%) termasuk ke dalam kategori trimester III.
90,4%
20
15
Trimester II
10
5
Trimester III
9,5%
0
Usia kehamilan (minggu)
Gambar 4.8 Distribusi fluor albus patologis menurut usia ibu ditinjau
dari usia kehamilan
4.1.5 Distribusi fluor albus menurut Gula Darah Sewaktu dan Hubungan
antara Gula Darah Sewaktu dan Fluor albus
Hasil penelitian yang dilaksanakan di RS Prikasih Pondok Labu
pada bulan Januari sampai April 2014, didapatkan sebanyak 77 wanita
hamil usia 13 sampai 40 minggu memiliki keluhan keputihan. Dari 77
wanita hamil tersebut, dijadikan sampel untuk mendapatkan kadar gula
darah sewaktu dan sekret vagina sehingga akhirnya diperoleh sebanyak
77 data primer.
Sekret vagina yang didapat langsung diamati berdasarkan warna.
Selanjutnya sekret vagina dioleskan di glass object untuk diuji apakah
terdapat bau amis atau tidak dengan penetesan KOH 10% yang disebut
dengan whiff test. Whiff test dikatakan positif jika menghasilkan bau
amis, hal ini disebabkan karena adanya bahan volatile amines setelah
diteteskan KOH 10%. Volatile amines tidak ditemui pada sekret vagina
normal. Adanya volatile amines pada sekret vagina menandakan bahwa
seseorang tersebut terkena bakterial vaginosis, serta adanya suatu
48
interaksi Gardnerella dan bakteri anaerob Mobiluncus.(31) Dari
pemeriksaan ini, peneliti dapat mendiagnosis seseorang tersebut terkena
fluor albus fisiologis atau patologis.
Hasil penelitian yang diperoleh disajikan dalam beberapa tabel
berikut ini:
Tabel 4.3 Hasil pemeriksaan kadar gula darah sewaktu pada wanita hamil
usia 13-40 minggu.
Kadar gula
darah
Median (Q 25% - Q 75%)
Jumlah
sewaktu
<125 mg/dl
93 (80-106)
72 orang (93,5%)
>126 mg/dl
5 orang (6,5%)
Total
77 orang (100,0%)
Sumber : Data primer tahun 2014
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa pada wanita hamil usia
13-40 minggu yang kadar gula darah sewaktunya berada pada kisaran
normal atau termasuk ke dalam kategori tidak beresiko diabetes melitus
gestasional (<125 mg/dl) lebih banyak daripada yang kadar gula darah
sewaktunya diatas kisaran normal atau termasuk ke dalam kategori
beresiko diabetes melitus gestasional (>126 mg/dl), yaitu masing-masing
72 orang (93,5%) dan 5 orang (6,5%).
Tabel 4.4 Hasil pemeriksaan sekret vagina pada wanita hamil usia 13- 40
minggu dengan keluhan keputihan
Sekret vagina
Jumlah
Fluor albus fisiologis
31orang (40,3%)
Fluor albus patologis
46 orang (59,7%)
Total
77 orang (100,0%)
Sumber : Data primer tahun 2014
49
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pada wanita hamil usia
13-40 minggu yang mengalami fluor albus patologis lebih banyak
dibandingkan dengan fluor albus fisiologis, yaitu masing-masing 46 orang
(59,7%) dan 31 orang (40,3%).
Tabel 4.5 Hasil pemeriksaan gula darah sewaktu dengan kejadian fluor
albus pada sekret vagina wanita hamil usia 13-40 minggu
Sekret vagina
GDS
Fluor albus
<125 mg/dl
>126 mg/dl
(tidak beresiko
(beresiko gdm)
Jumlah
gdm)
28 orang (90,3%)
3 orang (9,6%)
31 orang (40,3%)
44 orang (95,6%)
2 orang (4,3%)
46 orang (59,7%)
72 orang (100,0%)
5 orang (100,0%)
77 orang (100,0%)
fisiologis
Fluor albus
patologis
Jumlah
Sumber : Data primer tahun 2014
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa pada wanita hamil usia
13-40 minggu yang mengalami fluor albus fisiologis, kadar gula darah
sewaktunya lebih banyak berada dalam kisaran normal atau termasuk
kategori tidak beresiko diabetes melitus gestasional daripada yang berada
diatas kisaran normal atau beresiko diabetes melitus gestasional.
Demikian pula sebaliknya, pada wanita hamil usia 13-40 minggu yang
mengalami fluor albus patologis, kadar gula darah sewaktunya lebih
banyak berada dalam kisaran normal atau termasuk kategori tidak
beresiko diabetes melitus gestasional daripada yang berada diatas kisaran
normal.
Setelah dilakukan analisis data melalui Uji Chi Kuadrat ( Chi
Square ) dengan taraf signifikansi sebesar 0,05 sehingga diperoleh hasil
dari Fisher’s exact test pada bagian Exact Sig.(2-sided) sebesar 0,387.
50
Hasil ini menunjukkan bahwa nilai p value lebih dari 0,05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan gula darah sewaktu dengan
kejadian fluor albus pada wanita hamil usia 13-40 minggu di RS Prikasih
Pondok Labu.
4.2 PEMBAHASAN
4.2.1 Distribusi fluor albus menurut Gula Darah Sewaktu dan Hubungan
antara Gula Darah Sewaktu dan Fluor albus
Hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan di RS Prikasih
Pondok Labu dengan 77 sampel wanita hamil usia 13-40 minggu terdiri
atas 31 orang yang mengalami fluor albus fisiologis dan 46 orang yang
mengalami fluor albus patologis. Hal ini berarti bahwa dari 77 wanita
hamil usia 13-40 minggu, yang mengalami fluor albus patologis lebih
besar dibandingkan fluor albus fisiologis yakni (59,7%) dan (40,3%)
(tabel 4.4).
Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Siti Candra di Poliklinik
RS Umum dr. Saiful Anwar Malang bulan Juni sampai July 2012,
dikatakan bahwa wanita hamil lebih sering mengalami fluor albus
patologis dibandingkan wanita tidak hamil. Hasil tersebut menyatakan
bahwa dari 60 responden pada pemeriksaan sekret vagina, didapatkan
mikroorganisme trichomonas vaginalis pada wanita hamil sebesar 11,7%
sedangkan pada wanita tidak hamil sebesar 3,3%, jamur pada wanita
hamil sebesar 15% sedangkan pada wanita tidak hamil sebesar 10%,
bakteri batang Gram negatif pada wanita hamil sebesar 28,3% sedangkan
pada wanita tidak hamil sebesar 18,3%, bakteri batang Gram positif pada
wanita hamil sebesar 16,6% sedangkan pada wanita tidak hamil sebesar
15% dan bakteri kokus Gram positif pada wanita hamil sebesar 26,7%
sedangkan pada wanita tidak hamil sebesar 23,4%. Hal tersebut
menandakan bahwa pada wanita hamil lebih sering mengalami fluor
albus patologis dibandingkan pada wanita tidak hamil, walaupun
perbedaan tersebut tidak signifikan.(24)
51
Penelitian ini juga mendapatkan hasil bahwa kadar gula darah
sewaktu pada wanita hamil usia 13-40 minggu yang berada dalam
kisaran normal atau tidak beresiko diabetes melitus gestasional sebanyak
72 sampel dan kadar gula darah sewaktu yang berada diatas kisaran
normal atau beresiko diabetes melitus gestasional sebanyak 5 sampel dari
77 sampel (tabel 4.3). Pada tabel 4.5 didapatkan bahwa 28 orang yang
mengalami fluor albus fisiologis dengan kadar gula darah sewaktu dalam
kisaran normal dan 44 orang yang mengalami fluor albus patologis
dengan kadar gula darah sewaktu dalam kisaran normal juga, serta
didapatkan 3 orang yang mengalami fluor albus fisiologis dengan kadar
gula darah sewaktu berada diatas kisaran normal dan 2 orang yang
mengalami fluor albus patologis dengan kadar gula darah sewaktu diatas
kisaran normal.
Setelah dilakukan analisis data dengan Uji Chi Kuadrat (Chi
Square), dengan taraf signifikansi 0,05 sehingga didapatkan nilai p value
sebesar 0,387 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna
antara gula darah sewaktu dengan kejadian fluor albus pada wanita hamil
usia 13-40 minggu di RS Prikasih Pondok Labu.
Pada penelitian sebelumnya yang berjudul “Hubungan Gula Darah
dengan kejadian Kandidiasis Vagina pada Aksesptor Hormonal” yang
dilakukan di puskesmas wonogiri pada bulan Juni – July 2008,
didapatkan bahwa dari 53 sampel wanita kontrasespi hormonal, sebanyak
19 sampel positif kandidiasis vagina dan 34 sampel negatif kandidiasis
vagina, dengan tingkat kemaknaan sebesar 0,05 sehingga didapat adanya
hubungan yang erat dan bermakna antara kadar gula darah dengan
kejadian kandidiasis vagina. Pada akseptor hormonal dimana terjadi
peningkatan dari hormon estrogen dan progesteron. Hormon-hormon ini
dapat meningkatkan kadar gula darah dan glikogen di vagina sehingga
menyebabkan fluor albus patologis, terbukti sebanyak 19 sampel positif
kandidiasis vagina dengan gula darah sewaktu antara 135-<200 mg/dl.(4)
Pengukuran gula darah yang dipakai peneliti ini dengan cara pengukuran
gula darah sewaktu. Hasil yang didapatkan oleh peneliti dibandingkan
52
dengan penelitian sebelumnya ini berbeda, hal ini dikarenakan sampel
yang diambil peneliti adalah wanita hamil usia 13-40 minggu yang
memiliki banyak faktor perancu sehingga menyebabkan kejadian fluor
albus baik fisiologis ataupun patologis.
Secara teori, pada wanita hamil terutama mulai dari trimester dua
terjadi peningkatan hormon-hormon kehamilan. Hormon hPL (Human
Placental Lactogen) mulai meningkat pada usia 5 minggu dan mencapai
puncaknya pada minggu ke 35 atau 4 minggu terakhir kehamilan. Seiring
dengan bertambahnya usia kehamilan serta meningkatnya berat badan
janin dan plasenta, kadar hPL dalam plasma maternal semakin
meningkat. Hormon hPL berperan dalam proses lipolisis, (8) yaitu
penguraian trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Gliserol
kemudian diubah menjadi gliseraldehid 3 fosfat. Pada saat sel
membutuhkan banyak ATP, gliseraldehid 3 fosfat dipecah menjadi
glukosa yang kemudian akan dibawa ke dalam sel - sel organ tubuh.
Disamping itu juga sifat dari hormon hPL yaitu sebagai hormon
antagonis insulin, maka dapat menyebabkan penuruan sensitivitas
jaringan terhadap insulin sebesar 80%, sehingga wanita hamil usia
trimester dua keatas cenderung mengalami peningkatan kadar gula
darah.(13)
Selain hormon hPL yang dapat meningkatkan kadar gula darah,
hormon
CRH
(Corticotropin
Releasing
Hormone)
juga
dapat
meningkatkan kadar gula darah pada wanita hamil mulai usia ke-20
minggu kehamilan. Semakin meningkatnya usia kehamilan, maka
semakin meningkatnya hormon CRH. Hormon CRH yang disekresikan
oleh plasenta bagian janin akan merangsang hipofisis anterior janin untuk
mengeluarkan ACTH. ACTH ini selanjutnya merangsang korteks adrenal
janin untuk mengeluarkan kortisol dan DHEA. (11) Kortisol inilah yang
merangsang proses glukoneogenesis, yaitu proses pembentukan glukosa
di sel hati yang bersumber dari gliserol, asam laktat, dan asam amino
kemudian
menuju
ke
sirkulasi
darah.(14)
Sehingga
didapatkan
53
peningkatan kadar gula darah pada wanita hamil mulai dari usia trimester
dua.
Gula darah yang meningkat merupakan nutrisi yang baik bagi
mikroorganisme patogen terutama adalah jamur. (4) Dengan meningkatnya
gula darah maka semakin meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme
patogen di vagina sehingga menyebabkan fluor albus patologis. Dari
teori
yang
sudah
dijabarkan
diatas,
hal-hal
tersebut
yang
melatarbelakangi adanya hubungan dalam penelitian ini.
Pada penelitian ini didapatkan hasil sebanyak 77 sampel wanita
hamil usia 13-40 minggu yang berkunjung ke poli kebidanan RS Prikasih
Pondok Labu dengan keluhan keputihan, didapatkan sebanyak 28 sampel
yang mengalami fluor albus fisiologis dengan kadar gula darah sewaktu
dalam kisaran normal dan sebanyak 44 sampel yang mengalami fluor
albus patologis dengan kadar gula darah sewaktu juga dalam kisaran
normal.
Penyebab fluor albus patologis tidak hanya ditinjau dari
peningkatan gula darah, akan tetapi banyak faktor yang mempengaruhi
seseorang wanita hamil mengalami fluor albus patologis. Faktor-faktor
lainnya yang mempengaruhi adalah pengaruh hormon selama kehamilan,
yaitu
estrogen
dan
progesteron.
Pada
wanita
hamil,
semakin
bertambahnya usia kehamilan maka kedua hormon ini yaitu estrogen dan
progesteron semakin meningkat. Peningkatan estrogen dan progesteron
dapat menyebabkan terganggunya metabolisme karbohidrat dan proses
glikogenolisis, sehingga menyebabkan kadar glikogen pada epitel vagina
meningkat. Kadar glikogen dalam epitel vagina yang meningkat
menyebabkan ph vagina menjadi rendah atau asam sehingga memicu
mikroorganisme patogen terutama jamur dapat tumbuh subur. (4) Kadar
glikogen di vagina yang meningkat juga merupakan sumber karbon yang
baik bagi pertumbuhan jamur.(2) Hormon estrogen yang semakin
meningkat seiring bertambahnya usia kehamilan, menyebabkan secara
langsung
peningkatan
pertumbuhan
flora
kelembaban
bakteri
anaerob
vagina,
sehingga
menggantikan
memicu
laktobasillus.
54
Lingkungan vagina menjadi berubah salah satunya ph menjadi terganggu
sehingga pertumbuhan mikroorganisme patogen semakin meningkat.
Tubuh melakukan mekanisme pertahanan dengan memfagositosis
mikroorganisme patogen dan menghasilkan sekret yang berlebih,
sehingga seseorang tersebut mengalami fluor albus patologis. Terbukti
pada penelitian ini didapatkan usia kehamilan terbanyak yang terkena
fluor albus patologis di RS Prikasih adalah pada trimester ketiga yaitu
sebesar 71,7%. Hal ini didukung pada penelitian sebelumnya di RSUD
Arifin Achmad Pekan Baru tahun 2012 didapatkan persentasi fluor albus
patologis berupa Bacterial Vaginosis paling banyak pada usia kehamilan
28-40 minggu sebanyak 64,7%.(32)
Faktor lainnya yang mempengaruhi terjadinya fluor albus patologis
adalah usia ibu. Hal ini kemungkinan karena aktifitas seksual akan
banyak didapatkan pada usia reproduksi yang sehat yaitu 20-34 tahun.
Seperti pada penelitian di RSUD Arifin Achmad Pekan Baru tahun 2012
didapatkan presentasi fluor albus patologis berupa Bakterial Vaginosis
pada wanita hamil paling banyak adalah pada usia 20-34 sebanyak 82,4%
dan usia penderita fluor albus patologis terbanyak di RSU Dr. Kariadi
Semarang tahun 2004 adalah pada usia 30-34 tahun sebanyak 19,2%.(26)
Hal ini terbukti pada hasil penelitian di RS Prikasih didapatkan frekuensi
fluor albus patologis terbanyak adalah pada usia 26-30 tahun sebanyak
45,7%.
Faktor higienitas juga mempengaruhi dalam terjadinya fluor albus
patologis. Hal yang mendasari adalah prilaku dalam membersihkan organ
genital. Higienitas yang kurang baik dapat menyebabkan perubahan
suasana dan kelembaban vagina sehingga dapat memicu bakteri dan
jamur menjadi patogen.(4) Pada wanita yang bekerja cenderung memiliki
kesibukan sehingga prilaku higienitas khususnya terhadap organ
reproduksi berkurang. Seperti pada penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Ernawati pada tahun 2012 di RSUD Labuang Baji
Makasar, menyebutkan bahwa dari 51 sampel penderita Bakterial
Vaginosis didapatkan tingkat pendidikan terbanyak pada wanita
55
berpendidikan tinggi sebanyak 52,9%.(33) Tingkat pendidikan wanita
hamil yang tinggi meningkatkan kecenderungan memiliki pekerjaan.
Sehingga terbukti proporsi penderita fluor albus patologis di RS prikasih
paling banyak pada wanita yang bekerja yaitu sebanyak 60,9% dan
tingkat pendidikan yang paling banyak yaitu pendidikan tinggi sebanyak
60,9%.
Selain itu didapatkan 3 sampel yang fluor albus fisiologis dengan
kadar gula darah sewaktu berada diatas kisaran normal atau beresiko
diabetes melitus gestasional dan 2 sampel yang fluor albus patologis
dengan kadar gula darah sewaktu diatas kisaran normal. Seperti yang
sudah dikatakan diatas, bahwa 3 sampel yang memiliki kadar gula darah
sewaktu berada diatas kisaran normal sedangkan mengalami fluor albus
fisiologis, hal ini kemungkinan disebabkan pada saat pengambilan gula
darah sewaktu, sampel tersebut sebelumnya mengkonsumsi makanan
atau minuman yang banyak mengandung glukosa.(4) Peningkatan kadar
gula darah kemungkinan dapat pula disebabkan oleh hormon-hormon
kehamilan. Adanya peningkatan dari hormon hPL (Human Placental
Lactogen) dan hormon CRH (Corticotropin Releasing Hormone)
sehingga dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah. Peningkatan
kadar gula darah kemungkinan tidak terlalu berarti, hal tersebut
dikarenakan adanya mekanisme kompensasi yang dilakukan tubuh
dengan mengeluarkan insulin yang lebih banyak. Akibatnya kadar gula
darah kembali ke normal dan kadar glikogen pada epitel vagina menjadi
normal
kembali,
sehingga
tidak
dapat
memicu
pertumbuhan
mikroorganisme patogen di dalam vagina dan tidak mengakibatkan fluor
albus patologis.(4)
Pengukuran gula darah pada penelitian ini menggunakan
pengukuran gula darah sewaktu yang diambil pada ujung jari darah
kapiler dengan alat gluko test GlucoDr. Pemeriksaan gula darah sewaktu
dipilih oleh peneliti mengingat peneliti memiliki keterbatasan waktu
dalam proses penelitian. Disamping itu juga, peneliti memiliki waktu
terbatas dengan pasien yang berkunjung ke poli kebidanan RS Prikasih
56
Pondok Labu. Peneliti mengakui bahwa pemeriksaan gula darah sewaktu
kurang ideal dibandingkan pemeriksaan gula darah puasa dan gula darah
2 jam dengan TTGO. Menurut WHO, dikatakan bahwa dalam
pengukuran gula darah idealnya digunakan kedua cara yaitu gula darah
puasa dan gula darah 2 jam dengan TTGO, sebab hal ini dapat
menyingkirkan faktor-faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar
gula darah, sehingga peneliti lebih akurat dalam memeriksa kadar gula
darah dan mengetahui apakah ada hubungannya gula darah dengan
kejadian fluor albus pada wanita hamil usia 13-40 minggu.
4.2.2 Kajian Islam Mengenai Menjaga Higienitas
Kebersihan merupakan salah satu cara untuk hidup sehat, dengan
mengabaikan kebersihan diri dan lingkungan akan mengakibatkan
terjangkitnya
berbagai
jenis
penyakit.
Sebagai
contoh
adalah
meningkatnya kejadian fluor albus patologis pada wanita hamil usia 1340 minggu yang salah satu penyebabnya karena higienitas kurang baik.
Allah SWT menganjurkan untuk menjaga kebersihan kepada setiap
muslim sebagaimana Allah SWT mencintai keindahan dan kebersihan.
Maka lakukanlah hal yang dicintai Allah SWT dengan mengamalkan
ajaran hadits nabi Muhammad SAW tentang kebersihan.
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan

Pada distribusi frekuensi sampel, wanita hamil usia 13-40 minggu dengan
kadar gula darah sewaktu berada pada kisaran normal atau termasuk dalam
kategori tidak beresiko diabetes melitus gestasional (<125 mg/dl) lebih
banyak daripada yang kadar gula darah sewaktunya diatas kisaran normal
atau termasuk dalam kategori beresiko diabetes melitus gestasional (>126
mg/dl), yaitu masing-masing 72 orang (93,5%) dan 5 orang (6,5%).

Frekuensi wanita hamil usia 13-40 minggu yang mengalami fluor albus
patologis lebih banyak dibandingkan dengan fluor albus fisiologis, yaitu
masing-masing 46 orang (59,7%) dan 31 orang (40,3%).

Melalui perhitungan statistik didapatkan bahwa tidak ada hubungan gula
darah sewaktu dengan kejadian fluor albus pada wanita hamil usia 13-40
minggu di RS Prikasih Pondok Labu dengan nilai p = 0,387 (p > 0,05)
5.2 Saran
1. Setiap orang terutama pada wanita hamil usia 13-40 minggu, sebaiknya
selalu menjaga higienitas seperti prilaku dalam membersihkan organ
genital agar terhindar dari mikroorganisme patogen.
2. Perlu dilakukan cara pengambilan gula darah yang ideal yaitu
pengambilan gula darah puasa atau pengambilan gula darah 2 jam dengan
TTGO
3. Perlu dilakukan penelitian dengan sampel yang lebih besar pada wanita
hamil usia 13-40 minggu baik yang mengalami diabetes melitus
gestasional dan yang normal untuk mengetahui kadar gula dalam
darahnya.
4. Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut untuk mengetahui faktorfaktor lain yang berpengaruh terhadap terjadinya fluor albus pada wanita
hamil usia 13-40 minggu.
57
DAFTAR PUSTAKA
1. Candra W B S, Winarsih S, Hollah D H. Perbedaan Resiko Keberadaan
Mikroorganisme Vagina pada Wanita Hamil dan Wanita tidak Hamil yang
Mengalami Keputihan di Poliklinik Rumah Sakit Umum dr. Syaiful Anwar
Malang. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. 2012 Juni-Juli; 1: p. 110.
2. Aring BJ, Mankodi PJ, Jasani JH. Incidence of vaginal candidiasis in
leucorrhoea in women attending in OPD of gynecology and obstetrics
department. International journal of biomedical and advance research. 2012
desember; 3: p. 867-869.
3. Lubis R. Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Keputihan di Klinik
Bersalin Sumiriani Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2013.
Repository USU. 2013; 1.
4. Amelia SP. Hubungan kadar gula darah dengan kandidiasis vagina pada
akseptor kontrasepsi hormonal. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret Surakarta. 2009 Agustus; 1: p. 1-56.
5. Darmani EH. Hubungan antara pemakaian AKDR dengan kandidiasis vagina
di RSUP Dr. Pirngadi Medan. USU digitasl library. 2003 Mei-Juni; 1: p. 1-29.
6. Soewondo P. Konsensus pengendalian dan pencegahan diabetes mellitus tipe
2 di Indonesia Jakarta: PERKENI; 2011.
7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.
5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
8. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. 3rd ed. Jakarta: PT.Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2010.
9. Khan SA, Amir F, Altaf S, Tanveer R. Evaluation Of Common Organisms
Causing Vaginal Discharge. Journal of Ayub Medical Collage Abbottabad.
2009 february; 21: p. 1-4.
10. Cunningham FG, Leveno KJ. William Obstetrics. 23rd ed. Texas: McGraw58
59
Hill Companies; 2010.
11. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 7th ed. Jakarta: EGC;
2011.
12. Pernoll ML. Benson & Pernoll’s handbook of obstetrics & gynecology. 10th
ed. San Francisco: McGraw-Hill Companies; 2001.
13. Hanretty KP. Obstetrics illustrated. 6th ed. China: Elsevier; 2003.
14. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology 12. USA:
John Wiley&Sons, Inc; 2009.
15. Bastaki S. Review Diabetes mellitus and its treatment. Journal of Int J
Diabetes & Metabolism. 2005 November; 13: p. 1-24.
16. Harris MI. Classification, Diagnostic Criteria, and Screening for Diabetes.
National Diabetes Data Group. 2002; 1: p. 1-22.
17. Wight N, A K, M. Guidelines for Glucose Monitoring and Treatment of
Hypoglycemia in Breastfed Neonates. Mary Ann Liebert, Inc. 2006 June;
1(3): p. 1-7.
18. Organization WH. Diabetes Mellitus, Report of a Study Group. WHO
Technical Report Series. 1985; 1.
19. Association AD. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. care
diabetes journals. 2013 January; 36: p. 1-8.
20. Vellinga A, Buckley B, Lapolla A. Associations of body mass index (Maternal
BMI) and gestational diabetes mellitus with neonatal and maternal pregnancy
outcomes in a multicenter European database. International Scholarly
Research Network. 2012 April; 1: p. 1-4.
21. Pamolango MA, Wantouw B, Sambeka J. Hubungan riwayat diabetes mellitus
pada keluarga dengan kejadian diabetes mellitus gestasional pada ibu hamil di
PKM Bahu Kec. Malalayang Kota Manado. E-journal keperawatan. 2013
Agustus; 1: p. 1-6.
22. Gul S, Qamar H, Jawaid W. Women facing heavy vaginal discharge
(leucorrhea) by virtue of unhealthy life style. International research journal of
pharmacy. 2013 January; 4: p. 1-4.
60
23. Fronck K, Kidula N, Jaoko W. Validity of the vaginal discharge algorithm
among pregnant and non-pregnant women in Nairobi. Kenya. International
centre for reproductive health. 2000 August; 76: p. 1-6.
24. Candra
S,
Winarsih
S,
Holilah
H.
Perbedaan
resiko
keberadaan
mikroorganisme vagina pada wanita hamil dan wanita tidak hamil yang
mengalami keputihan di poliklinik rumah sakit umum dr. Saiful Anwar
Malang. Fakultas Kedokteran Univeritas Brawijaya. 2012 Jan; Juli: p. 1-10.
25. center MKh. Vaginal Discharge. University of illinois. 2008 February; 1.
26. Ramayanti. Pola Mikroorganisme Fluor albus Patologis yang disebabkan oleh
infeksi pada Penderita Rawat Jalan di Klinik Ginekologi Rumah Sakit Umum
Dr. Kariadi Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2004
Agustus; 1: p. 1-66.
27. S M, G H W. Pemeriksaan PH vagina dan LEA dengan dipstick sebagai
metoda penapisan vaginosis bakterial dalam kehamilan. 2007; 1.
28. Sparrow MJ. Focus Abnormal vaginal discharge. The Royal New Zealand
College of General Practitioners. 2001 April; 28: p. 1-5.
29. Sherrard J, Donders G, White D. Guideline on the Management of Vaginal
Discharge. European (IUSTI/WHO). 2011; 1: p. 1-23.
30. Clinical Prevention Services C. Vulvovaginal Candidiasis. BCCDC Clinical
Prevention Services. 2012 march; 1: p. 1-8.
31. L SR, P GR. Infectious Diseases of the Female Genital Tract. 3rd ed.
32. Anggraini. Prevalensi dan Karakteristik Wanita Hamil Penderita Bacterial
Vaginosis di Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru. 2012.
33. Ernawati. Faktor Determinan Terjadinya Vaginosis Bakterial pada wanita usia
subur di kota makassar. 2012.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Pengantar Permohonan ETHICAL CLEARENCE
61
62
Lampiran 2
Surat Perizinan dari RS Prikasih
63
Lampiran 3
Indikator Pelayanan RS Prikasih
64
Lanjutan
65
Lanjutan
66
Lanjutan
67
Lanjutan
68
Lanjutan
Indikator
January-April 2014
BOR (%)
59,23
ALOS (hari)
3,68
TOI (hari)
3,26
Sumber : Rekam Medis Rumah Sakit Prikasih

BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)
Menurut Depkes RI tahun 2005, BOR adalah presentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu
tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur
rumah sakit. Nilai BOR yang ideal adalah antara 60-85%. Nilai BOR yang didapatkan di RS Prikasih
dari bulan January-April 2014 hampir mencapai angka penggunaan tempat tidur ideal.

ALOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)
Menurut Depkes RI tahun 2005, adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini memberikan
gambaran tingkat efisiensi serta gambaran mutu
pelayanan apabila diterapkan pada diagnosis
tertentu. Secara umum nilai ideal ALOS berkisar asntara 6-9 hari. Maka ALOS di RS Prikasih dari
bulan January-April 2014 belum mencapai nilai ideal.

TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)
TOI menurut Depkes RI tahun 2005 adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari
telah diisi ke saat terisi berikutnya. TOI memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat
tidur. Nilai ideal TOI berkisar 1-3 hari. Maka TOI di RS Prikasih dari bulan January-April 2014
mencapai nilai ideal.
69
Lampiran 4
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI
Identitas pasien ibu hamil
1. No. responden
:
2. Nama
:
3. Usia
:
4. Alamat
:
5. Pekerjaan
:
6. Pendidikan terakhir
:
7. Kehamilan ke-
:
8. Usia kehamilan (minggu)
:
Hasil
GDS
:
Swab vagina
Warna
:
Whiff test
:
70
Lampiran 5
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Nissa Rizkiani Basri
Tempat, tanggal lahir : Tasikmalaya, 27 Maret 1993
Alamat
: Jl. Hamengkubuwono V No.1 Perumnas III Karawaci Tangerang
No. Hp
: 085695702550
Email
: [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. SD MI Al-Istiqamah (1998-2004)
2. SMP Negeri 9 Kota Tangerang (2004-2007)
3. SMA Negeri 1 Kota Tangerang (2007-2011)
4. PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2011-sekarang)
71
Lampiran 6
Alat dan Bahan serta Cara Pengambilan Sampel
Download