PEMANFAATAN HIDROLISAT TANDAN KOSONG

advertisement
PEMANFAATAN HIDROLISAT TANDAN KOSONG KELAPA
SAWIT (TKKS) UNTUK PRODUKSI ETANOL
DENGAN Pichia stipitis
DEDE ROPIAH
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M / 1431 H
PEMANFAATAN HIDROLISAT TANDAN KOSONG KELAPA
SAWIT (TKKS) UNTUK PRODUKSI ETANOL
DENGAN Pichia stipitis
DEDE ROPIAH
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M / 1431 H
PEMANFAATAN HIDROLISAT TANDAN KOSONG KELAPA
SAWIT (TKKS) UNTUK PRODUKSI ETANOL
DENGAN Pichia stipitis
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
DEDE ROPIAH
105096003159
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M/ 1431 H
PEMANFAATAN HIDROLISAT TANDAN KOSONG KELAPA
SAWIT (TKKS) UNTUK PRODUKSI ETANOL
DENGAN Pichia stipitis
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif HidayatullahJakarta
Oleh :
DEDE ROPIAH
105096003159
Menyetujui,
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Yanni Sudiyani, M.Agr.
NIP. 19580526 198 403 2 003
Sandra Hermanto, M.Si
NIP. 19750810 200501 1 005
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kimia
Sri Yadial Chalid, M.Si
NIP. 19680313 200312 2 001
Skripsi berjudul ”Pemanfaatan Hidrolisat Tandan Kosong Kelapa Sawit
(TKKS) Untuk Produksi Etanol Dengan Pichia stipitis” yang ditulis oleh Dede
Ropiah, NIM 105096003159 telah diuji dan dinyatakan.”Lulus” dalam sidang
Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal “07 April 2010” Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Program Studi Kimia.
Menyetujui,
Penguji I,
Penguji II,
Sri Yadial Chalid, M.Si
NIP. 19680313 200312 2 001
La Ode Sumarlin, M.Si
NIP. 150 408 693
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Yanni Sudiyani, M.Agr.
NIP. 19580526 198 403 2 003
Sandra Hermanto, M.Si
NIP. 19750810 200501 1 005
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Kimia
Ketua
Program
Studi
Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis
NIP. 19680117 200112 1 001
001
Sri Yadial Chalid, M.Si
NIP. 19680313 200312 2
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
SKRIPSI ATAU KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN
Yakarta, April 2010
Dede Ropiah
105096003159
ABSTRAK
DEDE ROPIAH. Pemanfaatan Hidrolisat Tandan Kosong Kelapa Sawit
(TKKS) untuk Produksi Etanol Dengan Pichia stipitis. Dibawah bimbingan
Dr. Yanni Sudiyani, M.Agr. dan Sandra Hermanto, M.Si.
Limbah padat industri kelapa sawit berupa tandan kosong kelapa sawit
(TKKS) yang mengandung hemiselulosa belum banyak dimanfaaatkan. Hidrolisis
hemiselulosa TKKS menghasilkan hidrolisat sebagai sumber karbon dalam
fermentasi etanol. Tujuan penelitian ini adalah untuk memanfaatkan hidrolisat
TKKS untuk memproduksi etanol menggunakan Pichia stipitis. Hidrolisat
didetoksifikasi dengan penguapan 80% dan 85% (v/v) dan penambahan NaOH
10% (b/v). Fermentasi dilakukan pada pH 5 dan substrat media fermentasi A (3%
xilosa tanpa hidrolisat TKKS), media fermentasi B (campuran 2,4% xilosa dan
0,6% hidrolisat TKKS), media fermentasi C (campuran 3% xilosa murni dan 2%
glukosa tanpa hidrolisat TKKS), dan media fermentasi D (campuran 2,4% xilosa;
1,6% glukosa; dan 1% hidrolisat TKKS). Untuk memperoleh yield etanol yang
tinggi selama proses fermentasi dilakukan optimasi pH pertumbuhan Pichia
stipitis dengan metode turbidimetri pada panjang gelombang 600 nm, analisa
kadar gula pereduksi sebelum dan sesudah fermentasi (metode Nelson-Somogyi),
total karbon dioksida (gravimetri), perubahan pH dan analisa kadar etanol
menggunakan kromatografi gas setelah fermentasi. Hasil penelitian menunjukkan
konsentrasi etanol tertinggi dihasilkan pada media tanpa hidrolisat TKKS yaitu
media C (11,99 g/l) pada jam ke-148, sedangkan pada media yang mengandung
hidrolisat TKKS (B dan D) hanya dihasilkan kadar etanol sebesar (7,73 g/l dan
6,15 g/l). Hasil analisis CO2 menunjukkan total CO2 yang dihasilkan pada media
tanpa hidrolisat TKKS yaitu media fermentasi C jauh lebih besar (54,13 mg/ml)
jika dibandingkan dengan media fermentasi yang mengandung hidrolisat yaitu
media fermentasi B dan D (8,6 mg/ml dan 12,43 mg/ml). Hal ini menunjukan
bahwa konversi gula pada media fermentasi B dan D belum cukup optimal untuk
menghasilkan yield etanol yang cukup besar.
Kata kunci : TKKS, hidrolisat, detoksifikasi, fermentasi, Pichia stipitis, etanol.
ABSTRACT
DEDE ROPIAH. The Utilization of Hidrolysate Palm Oil Empty Fruit
Bunch (POEFB) for Ethanol Production by Pichia stipitis. Advisors Dr. Yanni
Sudiyani, M.Agr and Sandra Hermanto, M.Si
Palm Oil solid industrial waste as palm oil empty fruit bunch (POEFB)
which content of hemicellulose had not been utilization. Hydrolysis of POEFB
hemisellulose enriche of hydrolysate as carbon source in fermentation ethanol.
This research had been done POEFB hydrolysate to produce ethanol by using
Pichia stipitis. Hydrolysate had been detoxified with evaporation volum of
hydrolisate (80% and 85% (v/v)) and NaOH 10% (w/v) addition. Fermentation
conducted on pH 5 and medium fermentation A (3% pure xilosa without POEFB
hidrolysate), B (mixture 2,4% pure xylose and 0,6% POEFB hidrolysate), C
(mixture 3% pure xylose and 2% pure glucose without POEFB hidrolysate), and
D (mixture 2,4% pure xilosa; 1,6% pure glucose and 1% POEFB hidrolysate).
Subtarget high yield of etanol fermentation process conducted by optimation of
pH growth Pichia stipitis by methode turbydymetry at wavelength 600nm and
analyse of sugar utilization before and after fermentation (methode NelsonSomogyi), total of carbon dioxide (gravimetry) and analyse ethanol by using gas
chromatography after fermentation. The result show that the higher ethanol
concentration got from medium without POEFB hydrolysate as medium C (11,99
g/l) was achieved after 148 hours, compared to medium fermentation containing
POEB hydrolysate (B and D) was (7,73 g/l and 6,15 g /l). Result of analyse total
CO2 at medium without POEFB hydrolysate as medium fermentation C was
higher (54,13 mg/ml) than medium containing POEFB hydrolysate (B dan D) was
(8,6 mg/ml and 12,43 mg/ml). It was conducted that sugar conversion from
medium of fermentation (B dan D) still not optimum yet to obtain higher yield
ethanol.
Key words : Palm oil empty fruit bunch (POEFB), hydrolysate, detoxified,
Pichia stipitis, ethanol.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Esa lagi Maha Perkasa yang
mengatur hidup dan kehidupan manusia serta makhluk-Nya yang lain. Atas berkat
rahmat dan karunia serta ridho-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Pemanfaatan Hidrolisat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
untuk Produksi Etanol Dengan Pichia stipitis” Shalawat serta salam semoga
tetap tercurah kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW, kepada
keluarga dan para sahabatnya serta seluruh muslimin dan muslimat selaku
ummatnya. Amin.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian
Sarjana Sains pada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Ibu Dr. Yanni Sudiyani, M.Agr., selaku pembimbing I yang berkenan
meluangkan waktu di tengah jadwalnya yang begitu padat, untuk menuntun
dan membimbing penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan serta
pemahaman mengenai skripsi yang penuh dengan tantangan ini.
2. Bapak Sandra Hermanto, M.Si., selaku Pembimbing II yang telah menuntun
dan membimbing penulis dalam penulisan skripsi.
3. Bapak (Endun) dan Ibu (Alm. Rusiti) serta kakak-kakak dan adiku tercinta (aa
Curyo, aa Pudin, aa Abu, aa Komar, Nur) dan juga enam keponakan tercinta
(Opa, Jejen, Fajar, Syifa, Daffa, dan Fikri) yang telah memberikan cinta dan
kasih sayangnya baik secara moril maupun materil dalam pelaksanaan dan
penyusunan skripsi.
4. Ibu Dra. Tami, M.Sc dan Bapak Teuku Beuna Bardan, S.T., selaku peneliti di
P2 Kimia LIPI Serpong yang telah membantu dan memberikan masukan
kepada penulis ketika pelaksanaan penelitian.
5. Seluruh Dosen dan karyawan Program Studi Kimia, terimakasih atas
pengajaran dan ilmunya yang bermanfaat bagi penulis.
6. Analis Laboratorium Bidang Teknologi Lingkungan (Ibu Irni, Ibu Ai, Bapak
Hendris) yang telah membantu penulis selama penelitian.
7. Analis Laboratorium Afiliasi Universitas Indonesia (mas Roy, pa Sunardi, dan
pa Puji) yang telah membantu dan menghibur penulis selama analisa etanol.
8. Susti, Wardah, Rezka, Hilda, Iman, Eli, Tina, dan Lia yang sama-sama
merasakan suka dan duka selama penelitian, serta selalu mendengarkan keluh
kesah dan berbagi ilmu kepada penulis.
9. Sahabat-sahabat terbaikku, Afit, Erna, Mamat, Udin, Andi, Rini, Sutarsih,
Nunung, Sita dan Nurhalimah terimakasih atas semua ketulusan, semangat
dan perhatian yang kalian berikan selama ini. Semoga persahabatan kita selalu
kekal abadi.
10. Bapak Irawan Sugoro, M.Si, yang telah membantu dan memberikan masukkan
kepada penulis dan yang telah menjadi ispirasi penulis dalam mengambil tema
skripsi ini.
11. Teman-teman seperjuangan Kimia 2005 yang tidak disebutkan satu persatu,
selama ini telah memberikan dukungan dan perhatiannya serta doa dan
semangatnya kepada penulis. Maju terus pantang mundur!!.
12. Kakak angkatku (dr. Rifki), yang telah memberikan bantuan baik moril
maupun materil semoga kebaikanmu di balas Allah SWT.
13. Mahasiswa S-2 Teknik Kimia Univesitas Indonesia (Goza), yang telah
menolong penulis ketika terakhir analisa. Sukses ya mas tesisnya!!!.
Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca umumnya. Dengan segenap kerendahan hati penulis menyadari bahwa
skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran dan kritik yang konstruktif dari
pembaca sangat penulis harapkan.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, April 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..............................................................................
viii
DAFTAR ISI ...........................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ...................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR...............................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
xvii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................
1
1.1. Latar belakang...................................................................................
1
1.2. Rumusan masalah ............................................................................
2
1.3. Tujuan penelitian..............................................................................
3
1.4. Manfaat penelitian............................................................................
3
1.5. BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................
4
2.1. Morfologi kelapa sawit.....................................................................
4
2.1.1. Komponen kimia tandan kosong kelapa sawit (TKKS) .....
6
2.1.1.1. Selulosa ...................................................................
8
2.1.1.2. Hemiselulosa............................................................
9
2.1.1.3. Lignin ......................................................................
10
2.1.2. Hidrolisis hemiselulosa TKKS..............................................
11
2.2. Pichia stipitis ...................................................................................
13
2.3. Fermentasi etanol ..............................................................................
16
2.4. Detoksifikasi senyawa inhibitor.........................................................
22
2.5. Spektrofotometer UV-Visible............................................................
23
2.5.1. Prinsip dasar spektrofotometer UV-Vis .................................
23
2.5.2. Sistem instrumentasi spektrofotometer UV-Vis .....................
25
2.5.3. Analisa gula pereduksi metode Nelson-Somogyi ..................
26
2.6. Kromatografi gas..............................................................................
27
2.6.1. Prinsip dasar kromatografi gas...............................................
27
2.6.2. Instrumentasi kromatografi gas..............................................
28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..............................................
30
3.1. Tempat dan waktu penelitian..............................................................
30
3.2. Bahan dan alat..................................................................................
30
3.2.1. Bahan-bahan...........................................................................
30
3.2.2. Alat-alat..................................................................................
31
3.3. Desain Penelitian................................................................................
32
3.4. Cara Kerja..............................................................................................
33
3.4.1. Pembuatan kurva tumbuh Pichia stipitis ..................................
33
3.4.1.1. Penyiapan kultur murni Pichia stipitis..................................
33
3.4.1.2. Peremajaan Pichia stipitis pada media agar miring YPMX..
33
3.4.1.3. Penanaman Pichia stipitis pada media cair YPMX..............
34
3.4.1.4. Penentuan kurva tumbuh Pichia stipitis .............................
34
3.4.2. Detoksifikasi penguapan dan penambahan alkali pada
hidrolisat TKKS ......................................................................
35
3.4.3. Fermentasi oleh Pichia stipitis .............................................
36
3.4.3.1. Persiapan starter inokulum Pichia stipitis............................
36
3.4.3.2. Proses fermentasi .................................................................
36
3.4.4. Prosedur Analisis ...................................................................
38
3.4.4.1. Pengukuran konsentrasi gas CO2 ..........................................
38
3.4.4.2. Pengukuran kadar gula pereduksi (metode Nelson-Somogyi)
38
3.4.4.3. Pengukuran konsentrasi etanol .............................................
39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................
42
4.1. pH optimum pertumbuhan Pichia stipitis dalam media cair YPMX ..
42
4.2. Pengaruh detoksifikasi penguapan dan penambahan alkali terhadap
kadar gula pereduksi..............................................................................
43
4.3. Konversi gula pereduksi, kadar etanol dan yield etanol hasil fermentasi 49
4.4. Kadar gas CO2 yang dihasilkan..........................................................
56
4.5. Perubahan pH yang terjadi selama proses fermentasi..........................
58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................
62
5.1. Kesimpulan........................................................................................
62
5.2. Saran..................................................................................................
62
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
64
LAMPIRAN .............................................................................................
69
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Data komposisi kimia TKKS .. ...................................................
7
Tabel 2. Sifat fisik xilosa..........................................................................
12
Tabel 3. Sifat fisik etanol .........................................................................
20
Tabel 4. Kebutuhan etanol nasional..........................................................
21
Tabel 5. Kondisi alat kromatografi ...........................................................
40
Tabel 6. Kadar furfural (g/l) pada hidrolisat TKKS sebelum dan setelah
diuapkan.... .................................................................................
46
Tabel 7. Pengaruh detoksifikasi penguapan dan penambahan alkali
terhadap kadar gula pereduksi.....................................................
48
Tabel 8. Konversi gula pereduksi (%), kadar etanol (g/l) dan kadar
yield etanol (%) selama proses fermentasi......................................
52
Tabel 9. Konversi optimum substrat oleh Pichia stipitis menjadi etanol.......
55
Tabel
10. Hasil pengukuran kadar gas karbon dioksida pada media
fermentasi A, B, C, dan D Selama proses fermnetasi ..................
58
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kelapa sawit ..........................................................................
5
Gambar 2. Struktur molekul selulosa......................................................
9
Gambar 3. Struktur hemiselulosa.............................................................
10
Gambar 4. Struktur molekul lignin .........................................................
11
Gambar 5. Gula penyusun hemiselulosa. ................................................
12
Gambar 6. Struktur molekul xilosa...........................................................
13
Gambar 7. Khamir Pichia stipitis ...........................................................
13
Gambar 8. Fase pertumbuhan mikroorganisme.......................................
15
Gambar 9. Siklus metabolisme etanol.......................................................
17
Gambar 10. Struktur etanol .....................................................................
21
Gambar 11. Hubungan antara konsentrasi dengan %T dan A....................
25
Gambar 12. Skema spektrofotometer .......................................................
26
Gambar 13. Skema peralatan kromatografi gas.......................................
29
Gambar 14. Desain penelitian .................................................................
33
Gambar 15. Grafik peningkatan Optical Density (O) Pichia stipitis dalam
media cair YPMX..................................................................
42
Gambar 16. Grafik pengaruh detoksifikasi penguapan terhadap kadar
gula pereduksi .......................................................................
44
Gambar
Gambar
17. Grafik kadar gula pereduksi dan etanol pada media
fermentasi A (3% xilosa dan 0% hidrolisat TKKS) selama
proses Fermentasi ..................................................................
50
18. Grafik kadar gula pereduksi dan etanol pada media
fermentasi B (2,4% xilosa dan 0,6% hidrolisat TKKS)
selama proses fermentasi...................................................... ...
50
Gambar 19. Grafik kadar gula pereduksi dan etanol pada media fermentasi C
(3% xilosa, 2% glukosa, dan 0% hidrolisat TKKS) selama
proses fermentasi....................................................................
51
Gambar 20. Grafik kadar gula pereduksi dan etanol pada media fermentasi
D(2,4% xilosa; 1,6% glukosa dan 1% hidrolisat TKKS) selama
proses fermentasi.....................................................................
51
Gambar 21. Grafik perubahan pH pada media fermentasi A, B, C, dan D
setiap selama proses fermentasi..............................................
58
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kurva standar gula pereduksi. .............................................
69
Lampiran 2. Kurva standar etanol.............................................................
70
Lampiran 3. Pembuatan Kurva tumbuh Pichia stipitis..............................
71
Lampiran 4. Pengaruh penguapan dan penambahan alkali terhadap kadar
gula pereduksi.......................................................................
72
Lampiran 5. Kadar gula pereduksi pada media fermentasi A, B, C, dan D
selama proses fermentasi..........................................................
73
Lampiran 6. Perubahan pH pada media fermentasi A, B, C, dan D
selama proses fermentasi. ........................................................
75
Lampiran 7. Kadar gas CO2. pada media fermentasi A, B, C, dan D
selama proses fermentasi……………………………………..
76
Lampiran 8. Kadar etanol pada media fermentasi A, B, C, dan D
selama proses fermentasi……………………………………..
78
Lampiran 9. Kadar yield etanol (%) pada media fermentasi A, B, C, dan D
selama proses fermentasi..........................................................
80
Lampiran 10. Konversi optimum gula pereduksi (%)..................................
82
Lampiran 11. Kromatogram hasil analisis kromatografi gas........................
83
Lampiran 12. Pembuatan reagen kimia.......................................................
94
Lampiran 13. Diagram alir pembuatan kurva tumbuh Pichia stipitis..........
96
Lampiran 14. Foto-foto penelitian...............................................................
97
Lampiran 15 Surat keterangan penelitian....................................................
100
Lampiran 16 Surat keterangan analisa etanol..............................................
101
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang mengalami krisis
energi,
sebagai
akibat
ketergantungan
bahan
bakar
fosil.
Sementara
pengembangan bioenergi sebagai bahan pengganti alternatif masih kurang
mendapatkan perhatian, sehingga pemerintah mentargetkan kebijakan energi
nasional (National Energy Policy) (Jenie, 2007).
Solusi untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil adalah
dengan melakukan diversifikasi energi. Diversifikasi energi dilakukan dengan
cara mengembangkan sumber energi baru dan mencari sumber bahan baku yang
ketersediannya lebih terjamin yaitu sumber daya yang mampu diperbaharui
(renewable resources) dan berkesinambungan (suistanable resources). Salah satu
sumber daya tersebut adalah bioetanol yaitu senyawa biofuel hasil fermentasi
(Hermawan dan Sudiyani, 2009). Bioetanol dapat mengurangi emisi gas karbon
dioksida yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil. Gas karbon dioksida
yang dihasilkan akan diserap lagi pada saat fotosintesis produksi biomassa. Selain
itu diharapkan mampu menjadi solusi untuk mengurangi masalah-masalah
lingkungan, seperti hujan asam, dan pemanasan global (Iksan, et al., 2009).
Salah satu limbah pertanian di Indonesia yang belum banyak dimanfaatkan
adalah limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). TKKS merupakan limbah
industri Crude Palm Oil (CPO) yang cukup melimpah. Namun sampai saat ini
penanganannya masih sangat kecil, padahal kandungan lignoselulosa TKKS
cukup tinggi yaitu selulosa (41-46,5%), hemiselulosa (25,3-33,8 %), dan lignin
(27,6-32,5%) (Sudiyani, 2006).
Hidrolisis hemiselulosa TKKS akan menghasilkan hidrolisat yang kaya
akan gula pentosa (Susanto dan Achmad, 2003). Salah satu mikroba yang mampu
mengkonversi gula pentosa menjadi etanol adalah Pichia stipitis (Rouhollah, et
al., 2007).
Berdasarkan penelitian Susanto dan Achmad (2003) kurva tumbuh Pichia
stipitis optimum pada media cair Yeast extract, Pepton, Malt extract, dan Xilosa
(YPMX) pH 4,5 dengan konsentrasi xilosa 3% (b/v). Dalam penelitian ini
dilakukan proses pengamatan kurva tumbuh Pichia stipitis pada media YPMX pH
4,5 dan 5 dan fermentasi anaerob dengan media fermentasi A (3% xilosa dan 0%
hidrolisat), media fermentasi B (2,4% xilosa dan 0,6% hidrolisat TKKS), media
fermentasi C (3% xilosa, 2% glukosa, dan 0% hidrolisat TKKS), dan media D
(2,4% xilosa; 1,6% glukosa; dan 1% hidrolisat TKKS).
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pH pertumbuhan Pichia stipitis pada media cair YPMX, pengaruh
detoksifikasi penguapan dan penambahan NaOH 10% (b/v) pada hidrolisat TKKS
terhadap kadar gula pereduksi, perubahan pH, kadar gas karbon dioksida, dan
konversi gula pereduksi menjadi etanol yang dihasilkan selama proses fermentasi.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
1. Berapa pH pertumbuhan Pichia stipitis pada media cair Yeast Extract, Pepton,
Malt Extract, dan Xilosa (YPMX)?
2. Bagaimana pengaruh detoksifikasi penguapan dan penambahan NaOH 10%
(b/v) terhadap kadar gula pereduksi hidrolisat TKKS?
3. Bagaimana kadar gas CO2, perubahan pH, dan konversi gula pereduksi selama
proses fermentasi?
4. Berapa kadar etanol optimum yang diperoleh pada masing-masing media
fermentasi?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kadar gula pereduksi pada hidrolisat TKKS hasil detoksifikasi
dengan metode penguapan dan penambahan alkali.
2. Mengetahui pH pertumbuhan Pichia stipitis pada media cair YMPX.
3. Mengetahui % konversi gula pereduksi menjadi etanol, % yield etanol dan gas
karbon dioksida, serta perubahan pH selama proses fermentasi.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu :
1. Meningkatkan nilai tambah limbah TKKS menjadi produk yang bernilai tinggi
dan mengurangi pencemaran lingkungan dari hasil limbah pertanian dan
perhutanan.
2. Memberikan informasi pemanfaatan limbah TKKS sebagai bahan energi
alternatif yang tidak bersaing dengan bahan pangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Morfologi Kelapa Sawit
Pohon kelapa sawit terdiri dari 2 spesies yaitu Elaeis guineensis dan Elaeis
oleifera. Spesies pertama adalah Elaeis guineensis yang berasal dari Angola dan
Gambia dan merupakan spesies yang pertama kali dan terbanyak dibudidayakan
orang. Spesies Elaeis oleifera berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan
dan sekarang mulai banyak dibudidayakan untuk menambah kekurangan sumber
genetik. Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon, tingginya mencapai 24 meter,
bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak. Buahnya kecil dan
apabila masak, berwarna merah kehitaman, dan daging buahnya padat, daging dan
kulit buahnya mengandung minyak. Minyak ini digunakan sebagai bahan minyak
goreng, sabun, dan lilin. Ampas dimanfaatkan untuk makanan ternak, khususnya
sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan
sebagai bahan bakar dan arang (Pusat Data dan Informasi, 2007).
Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa
dan Sulawesi. Gambar dan morfologi kelapa sawit dapat dilihat pada gambar
1.
Gambar 1. Kelapa sawit (www.wordpress.com)
Taksonomi Tanaman kelapa sawit yaitu :
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Arecales
Familia
: Arecaceae
Genus
: Elaeis
Spesies
: Elaeis guineensis
Sumber
: (www.wikipedia.com)
Limbah kelapa sawit kaya selulosa dan hemiselulosa. TKKS mengandung
45% selulosa dan 26% hemiselulosa. Tingginya kadar selulosa pada polisakarida
itu dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana dan selanjutnya difermentasikan
menjadi etanol. Sebuah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dengan kapasitas 60 ton/jam
dapat menghasilkan limbah kira-kira 100 ton/hari. Produksi limbah dapat
meningkat atau berkurang tergantung pada TBS (Tandan Buah Segar) yang
diolah. Jika seluruh TKKS ini diolah menjadi etanol (fuel grade ethanol) maka
potensinya diperkirakan sebesar 8,254 liter/hari (Isroi, 2009).
2.1.1. Komponen Kimia Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
Sampai saat ini bahan baku fermentasi etanol adalah bahan-bahan yang
mengandung karbohidrat (pati) atau bahan-bahan yang mengandung glukosa.
Kecenderungan baru bahan baku bioetanol adalah bahan berpati. Bahan berpati
yang sering digunakan adalah biji-bijian seperti padi, jagung, sorgum, singkong,
ubi
jalar, dan gandum serta kentang. Sedangkan untuk bahan baku yang
mengandung selulosa dan hemiselulosa seperti bagas (limbah tebu), jerami,
batang padi, batang gandum, limbah jagung, dan limbah pertanian lainnya belum
banyak digunakan (Dermibas, 2005).
Penggunaan bahan pangan akan menimbulkan masalah baru yaitu
kompetisi antara kebutuhan pangan dengan kebutuhan energi. Salah satu alternatif
lain bahan baku pembuatan bioetanol adalah biomassa. Biomassa merupakan
sumber daya alam yang berlimpah dan murah yang memiliki potensi mendukung
produksi komersial industri bahan bakar seperti etanol dan butanol (Judoamidjojo,
et al., 1989).
Biomassa lignoselulosa dapat diperoleh dari limbah pertanian, limbah
perkebunan, limbah kehutanan, dan tersebar luas di Indonesia. Salah satu limbah
pertanian di Indonesia yang belum banyak dimanfaatkan adalah limbah Tandan
Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Data komposisi kimia TKKS dapat dilihat seperti
pada tabel 1, yaitu :
Tabel 1. Data komposisi kimia TKKS
Komposisi
Kadar (%)
Kadar air
8,56
Lignin
25,83
Holoselulosa
56,49
α-selulosa
33,25
Hemiselulosa
23,24
Zat ekstraktif
4,19
Sumber : (Sudiyani, 2009)
Adanya lignin pada TKKS menyebabkan bahan berlignoselulosa sulit
untuk dihidrolisis. Oleh sebab itu, diperlukan proses pretreatment fisika untuk
memperkecil ukuran dan meningkatkan luas bidang kontak serta pretreatment
kimia untuk mendapatkan selulosa dan hemiselulosa yang setinggi-tingginya.
Pretreatment kimia dengan asam sulfat 4% dan NaOH 6% pada penelitian
Hermawan (2008) dan Firmansyah (2009) telah menghasilkan selulosa yang bebas
dari lignin lalu dihidrolisis dengan menggunakan enzim selulase menjadi gulagula sederhana yang dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae untuk produksi
etanol dalam satu tahapan. Berdasarkan penelitian tersebut pemanfaatan selulosa
terbukti telah menghasilkan yield etanol yang tinggi.
Hemiselulosa TKKS belum bayak dimanfaatkan, sehingga dalam
penelitian ini dilakukan upaya lain untuk memanfaatkan hemiselulosa yang ada
pada TKKS untuk produksi etanol. Untuk mendapatkan gula-gula sederhana yang
akan difermentasikan oleh mikroba maka diperlukan proses hidrolisis. Proses
hidrolisis tersebut dapat dilakukan dengan asam atau dengan enzim. Hidrolisis
secara enzimatik memberikan yield etanol yang lebih tinggi dibandingkan dengan
metode hidrolisis asam. Namum proses enzimatik ini merupakan proses yang
paling mahal dan rumit (Purwadi, 2006).
2.1.1.1. Selulosa
Selulosa adalah homopolimer linear dari D-anhidroglukosa (glukosa
anhidrida) dengan ikatan β-1,4-glukosida dan memiliki rumus empiris (C6H12O5)n,
dimana n adalah jumlah satuan glukosa yang berikatan atau menyatakan derajat
polimerasi selulosa yang berkisar antara 15-1400 (Janes, et al., 1996 ;
Judoamidjojo, et al., 1989; Sjostrom, 1981; Fessenden dan Fessenden, 1982).
Selulosa merupakan salah satu bentuk karbohidrat yang termasuk
polisakarida arsitektural, yang memberikan kekuatan pada kayu dan dahan bagi
tumbuhan. Polisakarida adalah senyawa yang mengandung banyak satuan
monosakarida yang dipersatukan dengan ikatan glukosida. Hidrolisis lengkap
akan mengubah suatu polisakarida menjadi monosakarida. Selulosa merupakan
senyawa organik yang paling melimpah di alam. Diperkirakan sekitar 1011 ton
selulosa dibiosintesis setiap tahun, dan selulosa mencakup sekitar 50% dari
karbon bebas dibumi. Daun kering diperkirakan mengandung selulosa 10-20%
selulosa, kayu 50% dan kapas 90% (Fessenden dan Fessenden, 1982). Rumus
struktur selulosa ditunjukkan pada gambar 2.
β-1,4-glukosida
Gambar 2. Struktur molekul selulosa (www.scientificpsychic.com)
Selulosa terdapat pada semua tanaman baik pohon tingkat tinggi hingga
organisme primitif seperti rumput laut. Isolasi selulosa sangat dipengaruhi oleh
senyawa-senyawa yang menyertai dinding sel. Senyawa-senyawa seperti lemak,
lilin, protein, dan pektin dapat dihilangkan dengan cara ekstraksi dengan pelarut
organik atau alkali encer (Sastrohamidjojo dan Prawirohatmojo, 1995).
2.1.1.2. Hemiselulosa
Hemiselulosa termasuk dalam kelompok polisakarida heterogen yang
dibentuk melalui biosintesis yang berbeda dari selulosa. Berbeda dengan selulosa
yang merupakan homopolisakarida, hemiselulosa merupakan heteropolisakarida.
Hemiselulosa relatif mudah dihidrolisis dengan asam menjadi komponenkomponen monomernya yang terdiri dari D-glukosa, D-manosa, D-galaktosa, Dxilosa, L-arabinosa, dan sejumlah kecil L-ramnosa disamping menjadi asam Dglukuronat, asam 4-O-metil-glukuronat dan asam D-galakturonat. Derajat
polimerasi
hemiselulosa
dapat
mencapai
200
(Sastrohamidjojo
dan
Prawirohatmojo, 1995).
Hemiselulosa merupakan polisakarida dengan bobot molekul lebih kecil
dibandingkan selulosa. Molekul hemiselulosa lebih mudah menyerap air, bersifat
plastis, dan mempunyai permukaan kontak antar molekul lebih luas dibandingkan
dengan selulosa (Judoamidjojo, et al., 1989; Winarno, 1997). Ikatan di dalam
rantai hemiselulosa banyak bercabang karena gugus β-glukosida di dalam molekul
yang satu berikatan dengan gugus hidroksil C2, C3 , dan C4 dari molekul yang lain.
Berbeda dengan selulosa, hemiselulosa berbentuk amorf, mempunyai derajat
polimerasi lebih rendah dan mudah larut dalam alkali tetapi sukar larut dalam
asam, sedangkan selulosa
sebaliknya (Tjokroadikoesoemo, 1986). Struktur
hemiselulosa dapat dilihat pada gambar 3, yaitu :
Gambar 3. Struktur hemiselulosa (www.wikipedia.com)
2.1.1.3. Lignin
Aselme Payen (1838) mengamati bahwa apabila kayu ditambah dengan
asam nitrat pekat akan kehilangan sebagian zatnya, meninggalkan sisa padatan
dan berserat yang dinamakan selulosa. Selain itu, serat tersebut juga mengandung
senyawa lain yang mempunyai kandungan karbon yang tinggi dan disebut lignin
(Sastrohamidjojo dan Prawirohatmojo, 1995). Lignin adalah polimer aromatik
kompleks yang terbentuk melalui polimerasi tiga dimensi dari sinamil alkohol
dengan bobot molekul 11.000 (Krisnawati, 2008). Lignin terbentuk dari fenil
propana, unit-unit fenil propana terikat satu dengan lainnya dengan ikatan eter (CO-C) maupun ikatan karbon-karbon (Sjostrom, 1981).
Lignin bersifat hidrofobik dan melindungi selulosa sehingga strukturnya
bersifat kaku (rigid). Adanya ikatan aril alkil dan ikatan eter di dalamnya
menyebabkan lignin menjadi tahan terhadap proses hidrolisis dari asam-asam
universal. Lignin dapat dioksidasi oleh larutan alkali dan oksidator lain. Pada suhu
tinggi, lignin dapat mengalami perubahan menjadi asam format, metanol, asam
asetat, aseton dan vanilin (Judoamidjojo, et al., 1989). Rumus struktur molekul
lignin dapat dilihat seperti pada gambar 4, yaitu :
Gambar 4. Struktur molekul lignin (www.scientificpsychic.com)
2.1.2. Hidrolisis Hemiselulosa TKKS
Hidrolisis hemiselulosa dengan asam kuat encer akan menghasilkan gula
heksosa dan pentosa seperti xilosa dan arabinosa. Hidrolisis lebih lanjut akan
menghasilkan furfural dan produk terdekomposisi lainnya (Gong, 1981).
Hidrolisis hemiselulosa menghasilkan tiga jenis monosakarida yaitu, xilosa,
arabinosa dan glukosa dalam jumlah sedikit (Gonzales, et al., 1985; Klinke, et al.,
2004).
Ikatan glikosida hemiselulosa lebih stabil terhadap hidrolisis asam
daripada ikatan glikosida selulosa. Jika hidrolisis terus berlanjut, bagian-bagian
hemiselulosa yang terdepolimerasi atau terdegradasi dalam pelarut dan lambat
laun terhidrolisis menjadi monosakarida-monosakarida (Sjostrom, 1981). Gula
penyusun hemiselulosa ditunjukkan pada gambar 5, yaitu :
Gambar 5. Gula penyusun hemiselulosa (www.scientificpsychic.com)
Xilosa atau gula kayu adalah suatu monosakarida dengan lima atom
karbon (gula pentosa) dan memiliki gugus aldehid. Xilosa digunakan dalam
penyamakan, pewarnaan, dan bahan pemanis untuk penderita kencing manis
(Judoamidjojo, et al., 1989). Sifat fisik xilosa dapat dilihat pada tabel 2, yaitu :
Tabel 2. Sifat fisik xilosa
Rumus molekul
Massa molekul
C5H10O5
150,13 g/mol
Titik didih, (1 atm)
161oC
Titik leleh, (1 atm)
153oC
Spesifik gravity pada 0oC, 1 atm
1,513
Suhu kritis
542,04 oC
Sumber : (Sugiarta, 2009)
Xilosa merupakan gula pereduksi disebabkan karena adanya gugus aldehid
dan gugus keton yang bebas, sehingga dapat mereduksi io-ion logam seperti
tembaga (Cu) dan perak (Ag). Gambar struktur molekul xilosa dapat dilihat pada
gambar 6, yaitu :
Gambar 6. Struktur molekul xilosa
2.2. Pichia stipitis
Pichia stipitis adalah jamur yang potensial mengkonversi xilosa,
mendegradasi lignin dan selulosa menjadi etanol. Pichia stipitis Pignal (1967)
adalah suatu haploid, homothallik, ragi hemiascomyceta yang mempunyai
kapasitas konversi xilosa menjadi etanol sebesar 50 g/l etanol dengan yield 0,35
sampai 0,44 g etanol/g xilosa (Jeffries, et al., 2007). Gambar khamir Pichia
stipitis dapat dilihat pada gambar di bawah ini, yaitu :
Gambar 7. Khamir Pichia stipitis (Jeffries, et al., 2007)
Taksonomi Pichia stipitis, yaitu :
Kingdom
: Fungi
Divisi
: Ascomycotina
Kelas
: Saccharomycotina
Ordo
: Saccharomycotales
Famili
: Saccharomycotaceae
Genus
: Pichia
Spesies
: Pichia stipitis
Sumber
: (www.wikipedia.com)
Pichia stipitis mempunyai bentuk spora yaitu bulat angular, oval,
setengah bulat, atau berbentuk topi dengan banyaknya spora peraskus yang biasa
adalah 1-4 (Judoamidjojo, 1992), bentuk sel membentuk silinder atau
pseudomiselium, reproduksi vegetatif, pertumbuhannya dalam media cair
berbentuk pelikel (Fardiaz, 1992). Suhu optimum untuk pertumbuhan Pichia
stipitis adalah pada suhu 27-30oC dan pH sekitar 3-5,5 (Susanto dan Achmad,
2003), dan umumnya yeast hidup optimal pada pH 4,5-5,5 dengan pH minimum
2-3 dan maksimum pada pH 7-8 (Moat, et al., 2002).
Terdapat 4 fase
pertumbuhan mikroorganisme yaitu fase adaptasi (lag phase), fase perbanyakan
(exponential phase), fase statis (stationer phase), dan fase kematian (death
phase). Fase-fase pertumbuhan mikroorganisme ini dapat dilihat seperti pada
gambar 8, yaitu :
Waktu (jam)
Gambar 8. Fase pertumbuhan mikroorganisme
Sumber (www.biobakteri.wordpress.com/2009/06/pertumbuhan-bakteri/)
Adapun penjelasan dari fase-fase pada gambar di atas adalah :
1. Fase adaptasi (lag phase)
Ketika sel dipindahkan dalam media baru maka sel akan mengalami proses
adaptasi. Pada fase ini tidak dijumpai pertambahan jumlah sel, tetapi terjadi
penambahan volum sel (pengecilan sel).
2. Fase perbanyakan (exponential phase)
Pada fase ini sel melakukan pembelahan dan populasi meningkat sampai batas
waktu tertentu secara eksponensial. Jumlah sel dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain, kandungan sumber nutrien, temperatur, kadar cahaya, dan
oksigen.
3. Fase stasioner (stationer phase)
Fase ini laju pembelahan sel sebanding dengan laju kematian sel, sehingga
jumlah sel hidup konstan. Fase ini terjadi akibat adanya kekurangan nutrien,
akumulasi metabolit toksik, penurunan kadar oksigen, dan penurunan
ketersediaan air.
3. Fase kematian (death phase)
Fase ini tidak terjadi pembelahan sel dan sel lama kelamaan akan mati apabila
tidak dipindahkan pada media baru. Penyebab utama kematian ini adalah
autolisis sel dan penurunan energi seluler.
Sumber : (Purwoko, 2007)
2.3. Fermentasi Etanol
Istilah “Fermentasi“ (fermentation dalam bahasa inggris) berasal dari kata
lain ferfere yang artinya mendidihkan. Ini dianggap sebagai suatu peninggalan
pada waktu ilmu kimia masih sangat muda sehingga terbentuknya gas dari
suatu cairan hanya dapat dibandingkan dengan keadaan seperti air mendidih atau
mulai mendidih (Judoamidjojo, 1992).
Fermentasi klasik yaitu upaya penguraian senyawa-senyawa organik
komplek
dengan bantuan mikroorganisme pada kondisi anaerob untuk
menghasilkan produk. Sedangkan fermentasi modern adalah upaya pengubahan
substrat dengan bantuan mikroorganisme dalam kondisi terkontrol sehingga
menghasilkan bahan yang lebih berguna (Pujaningsih, 2005).
Fermentasi mempunyai pengertian aplikasi metabolisme mikroba untuk
mengubah bahan baku menjadi produk bernilai tinggi, seperti asam-asam organik,
protein sel tunggal, antibiotik dan biopolimer. Pada dasarnya substrat yang
digunakan pada fermentasi skala industri adalah substrat sebagai sumber karbon.
Sumber karbon yang biasa digunakan adalah karbohidrat yang dapat diperoleh
dari berbagai jenis pati seperti serealia, jagung, kentang, singkong dan sagu
(Hartoto, 1992). Sedangkan menurut Muchtadi (1997) fermentasi secara teknik
dapat didefinisikan sebagai suatu proses oksidasi anaerobik atau parsial anaerobik
dari karbohidrat dan menghasilkan alkohol serta beberapa asam.
Salah satu pemanfaatan khamir yang paling penting dan terkenal ialah
produksi etil alkohol dari karbohidrat. Proses fermentasi ini dimanfaatkan oleh
para pembuat bir, roti, anggur, bahan kimia, para ibu rumah tangga, dan lain-lain
(Pelczar dan Chan, 2005). Fermentasi etanol terjadi pada kondisi anaerob dengan
khamir tertentu yang dapat mengkonversi glukosa jadi etanol melalui EmbdenMeyerhoff-Parras (EMP) pathway (Pelczar dan Chan, 2005; Lehninger, 1982).
Siklus metabolisme etanol dapat dilihat pada gambar 9, yaitu :
Gambar 9. Siklus metabolisme etanol (Ida, 2009)
Dari satu molekul glukosa akan terbentuk dua molekul etanol dan 2
molekul CO2 sehingga berdasarkan bobotnya secara teoritis satu gram glukosa
menghasilkan 0,51 gram etanol (Judoamidjojo, 1992). Proses perubahan gula
yang dilakukan khamir sebagai berikut :
C6H12O6 + Khamir
→ 2 C2H5OH + 2 CO2
3C5H10O5 + Khamir → 5C2H5OH + 5CO2
Hasil fermentasi biasanya hanya terbentuk larutan alkohol encer, karena
sel-sel khamir akan mati pada kadar alkohol yang lebih pekat. Larutan tersebut
harus disuling secara bertingkat. Dengan penyulingan bertingkat akan diperoleh
alkohol yang kadarnya mencapai 95%. Jika disuling lagi akan diperoleh alkohol
murni, akan tetapi kadarnya tidak lebih dari 95,5%. Hal ini disebabkan karena
garis didih dari susunan H2O-C2 H5OH mempunyai harga minimum pada 4,5% air
dan 95,5% alkohol. Sehingga larutan 95,5% mempunyai titik didih tetap dan tidak
dapat ditetapkan lagi dengan penyulingan biasa (Budiyanto, 2003).
Untuk mendapatkan hasil fermentasi yang optimum, menurut Budiyanto
(2003) perlu diperhatikan hal-hal berikut, yaitu :
1. Kadar gula yang terlalu tinggi akan menghambat aktivitas khamir.
Konsentrasi gula yang optimum adalah 14-28 %.
2. Suhu yang baik untuk fermentasi di bawah 30oC. Semakin rendah suhu
fermentasi, maka akan semakin tinggi alkohol yang dihasilkan. Hal ini
dikarenakan pada suhu rendah CO2 lebih sedikit terbentuk.
3. Derajat keasaman akan mempengaruhi kecepatan fermentasi pH yang
optimum untuk pembentukan khamir adalah 4-4,5 untuk pengaturan pH dapat
digunakan NaOH untuk menaikan pH dan asam nitrat untuk menurunkan
pH. Pada pH 3,5 atau sedikit lebih
rendah
fermentasi
masih
dapat
berlangsung dengan baik dan bakteri pembusuk akan terhambat.
Sedangkan menurut Tjokroadikoesoemo (1986) bahan baku fermentasi
etanol dapat digunakan :
1. Bahan-bahan yang mengandung gula, misalnya legen, nira dan sebagainya.
Dari bahan baku jenis ini tetes hasil samping pabrik gula merupakan bahan
baku yang paling banyak digunakan.
2. Bahan-bahan berpati, misalnya biji-bijian (jagung, beras, sorgum dan lainlain) dan umbi-umbian (kentang, ubi jalar, ubi kayu dan lain-lain).
3. Bahan-bahan berserat (kayu dan limbah pertanian lainnya).
Bahan-bahan
yang
mengandung
monosakarida
langsung
dapat
difermentasikan, akan tetapi disakarida, pati maupun karbohidrat kompleks harus
dihidrolisis terlebih dahulu menjadi komponen yang lebih sederhana yaitu
monosakarida. Oleh karena itu agar proses fermentasi berjalan optimal maka
bahan-bahan tersebut harus mengalami perlakuan pendahuluan sebelum masuk
ke dalam proses fermentasi (Budiyanto, 2003).
Etanol mungkin sudah dikenal orang sejak awal peradaban manusia.
Secara tidak sengaja bahan ini dihasilkan dari peragian spontan bahan-bahan
yang mengandung gula, dan berangsur-angsur orang berusaha mengendalikan
peragian tersebut sehingga diperoleh minuman beralkohol. Meskipun pengetahuan
tentang
alkohol dan bagaimana cara memisahkannya sudah lama sekali
berkembang, namun baru tahun 1808 untuk pertama kalinya dibangun pabrik
penyulingan dengan sistem kontinyu di Prancis oleh Cellier dan Blumenthal
(Tjokoadikoesoemo, 1986).
Etanol yang diperoleh dari peragian, pada prosesnya berkataliskan enzim.
Suatu tipe enzim mengubah karbohidrat menjadi glukosa kemudian menjadi
etanol. Peragian buah-buahan, sayuran, biji-bijian berhenti bila kadar alkohol
mencapai 14-16%. Jika digunakan kadar yang lebih tinggi campuran itu harus
disuling (Fessenden dan Fessenden, 1982).
Etanol merupakan produk fermentasi yang dapat dibuat dari substrat yang
mengandung karbohidrat (gula, pati dan selulosa). Etanol merupakan kependekan
dari etil alkohol (C2H5OH), sering juga disebut sebagai “grain alcohol” atau
alkohol saja. Bentuknya berupa cairan yang tak berwarna dan mempunyai bau
khas yang menusuk hidung, mudah menguap dan larut dalam air dan eter.
Penggunaan etanol yang terbanyak adalah sebagai pelarut sebesar 40%, untuk
membuat asetaldehid sebesar 36%, untuk penggunaan secara kimiawi yang lain
sebesar 15%, serta
eter, glikol eter, etil asetat dan khoral sebesar 9%
(Judoamidjojo, 1992). Sifat fisik etanol dapat dilihat pada tabel 3, yaitu :
Tabel 3. Sifat fisik etanol
Massa molekul relatif
Titik beku
Titik didih normal
Dentitas pada 20°
Kelarutan dalam air
Viskositas pada 20°C
Kalor spesifik, 20°C
Kalor pembakaran, 25°C
Kalor penguapan 78,32°C
46,07 g/mol
-114,1°C
78,32°C
0,7893 g/ml
sangat larut
1,17 cP
0,579 kal/g°C
7092,1 kal/g
200,6 kal/g
Sumber : (Ristiani, 2008; Sari, 2009)
Struktur etanol disajikan pada gambar 10, yaitu :
Gambar 10. Struktur etanol (Mardoni dan Yetty, 2007)
Kebutuhan etanol di dunia semakin meningkat, hal ini dapat dilihat dari
kebutuhan etanol nasional pada tabel 4, yaitu :
Tabel 4. Kebutuhan etanol nasional
Tahun
Kebutuhan Etanol (Liter)
2001
25.251.852
2002
21.076.317
2003
34.063.193
2004
230.613.100
Sumber : (Sari, 2009)
Karena sifatnya yang tidak beracun etanol banyak dipakai sebagai pelarut
dalam dunia farmasi dan industri makanan dan minuman.Di dalam perdagangan
alkohol dikenal dalam berbagai tingkat kemurnian (Tjokroadikoesoemo, 1986),
yaitu :
1. Alkohol teknis, larutan yang digunakan untuk keperluan industri dan pelarut
bahan bakar ataupun diolah kembali menjadi bahan lain. Umumnya alkohol
industri didenaturasi dari ½ -1% jenuh dan diberi warna dengan metil
violet.
2. Spirtus, bahan ini merupakan alkohol tedenaturasi dan diberi warna
umumnya digunakan untuk pemanasan dan penerangan.
3. Alkohol murni, alkohol yang lebih murni digunakan terutama untuk
kepentingan farmasi, minuman keras dan kosmetik.
4. Alkohol absolut atau alkohol anhidrat tidak mengandung air sama sekali.
Digunakan untuk bahan bakar mobil atau untuk farmasi.
2.4. Detoksifikasi Senyawa Inhibitor
Detoksifikasi adalah tahap penghilangan senyawa-senyawa yang dapat
menghambat fermentasi. Pada fermentasi hidrolisat biomassa lignoselulosa,
proses detoksifikasi digunakan untuk menghilangkan asam dan senyawa fenol
serta senyawa beracun lainnya seperti furfural dan 5-hidroksimetilfurfural
(Larsson, et al., 1999; Sitorus, et al., 2009). Furfural merupakan senyawa hasil
hidrolisis bagas yang menjadi inhibitor terhadap pertumbuhan sel dan fermentasi
alkohol. Enzim alkohol dehidrogenase akan mereduksi furfural menjadi furfuril
alkohol yang mengakibatkan gangguan respirasi sel dan akhirnya menghambat
pertumbuhan. Menurut Palmqvist (2000) dalam Sitorus, et al. (2009) furfural
dengan konsentrasi 1,3-3,2 g/L dapat menghambat pertumbuhan sel. Detoksifikasi
mampu
menurunkan
konsentrasi furfural maupun 5-hidroksimetilfurfural
(Larsson, et al., 1999). Penurunan kadar furfural dan HMF berlangsung cepat,
dengan penambahan Ca(OH)2 diatas pH 7,5 (Martinez, et al., 2000).
C5H4O2 (Furfural) + O2 → C5H4OCOOH (Asam furoat)
C6H6O3 (hidroksimetil furfural) + O2 → C6H6OCOOH
C5H4OCOOH (Asam furoat) + NaOH → C5H4OCOONa (Natrium furoat)+ H2O
C6H6OCOOH (Asam furoat) + NaOH → C6H6OCOONa + H2O
Sumber : (Sugiarta, 2009)
Selain pengurangan konsentrasi furfural, pada tahap detoksifikasi juga
dilakukan pengurangan kandungan asam sulfat (katalis reaksi hidrolisis) dengan
penambahan Ca(OH)2 sampai pH hidrolisat mencapai 12 (Purwadi, et al., 2004).
Penambahan Ca(OH)2 yang juga diharapkan dapat menghilangkan elemen logam
dan lignin terlarut (baik monomer maupun polimer aromatik yang bersifat toksik
terhadap proses fermentasi) (Sitorus, et al., 2009).
2.5. Spektrofotometer UV-Visible
2.5.1. Prinsip Dasar Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometer UV-Visible merupakan suatu instrument yang dapat
mengukur energi radiasi elektomagnetik didaerah UV (200-400 nm)-Visible
(400-700 nm) yang diserap oleh molekul atau ion berdasarkan pada hukum
Lambert Beer. Spektrofotometer digunakan untuk mengukur jumlah cahaya yang
diabsorpsi atau ditransmisikan oleh molekul-molekul di dalam larutan. Ketika
panjang gelombang cahaya ditransmisikan melalui larutan, sebagian energi cahaya
tersebut akan diserap. Besarnya kemampuan molekul-molekul zat terlarut untuk
mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang tertentu dikenal dengan istilah
Absorbansi (A), yang setara dengan nilai konsentrasi larutan tersebut dan panjang
berkas cahaya yang dilalui (biasanya 1 cm dalam spektrofotometer) ke suatu point
dimana persentase cahaya yang ditransmisikan atau diabsorpsi diukur dengan
phototube (Khopkar, 2003)
Ketika cahaya dari panjang gelombang melalui larutan kimia yang
diujikan, sebagian cahaya tersebut akan diabsorpsi oleh larutan. Hukum Lambert
Beer’s yang dikembangkan pada tahun 1852 oleh J. Beer dan Lambert
menyatakan secara kuantitatif absorpsi ini sebagai :
Log I0/It = €.L.C
Keterangan :
I0
= Intensitas cahaya sebelum melewati sample
It
= Intensitas cahaya setelah melewati sampel
€
= Koefesien ekstingsi, yaitu konstanta yang tergantung pada sifat alami
dari senyawa substansi dan panjang gelombang yang digunakan untuk
analisis.
L
= Panjang atau jarak cahaya yang melewati sampel
C
= Konsentrasi dari larutan yang dianalisa
Hubungan I0/It akan lebih cepat dipahami dengan melihat kebalikan dari
perbandingan tersebut yakni I0/It sebagai transmisi (T) dari larutan. Sedangkan log
(I0/It) dikenal sebagai absorbansi (A) larutan (Khopkar, 2003).
Pernyataan ini menghasilkan persamaan A = - Log T dengan A = €.L.C.
hal yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa persamaan ini menyerupai atau
setipe dengan persamaan garis lurus y = mx + b. Absorbansi cahaya dari larutan
secara langsung berbanding lurus dengan konsentrasi larutan (Khopkar, 2003).
Gambar di bawah menunjukkan hubungan antara %T dengan konsentrasi.
dan A dengan konsentrasi.
Gambar 11. Hubungan antara konsentrasi dengan %T dan A
Sumber: (www.sentrabd.com)
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan berkaitan dengan satuan-satuan
persamaan Lambert-Beer’s di atas yakni:
1. T (transmittance), T tidak memiliki satuan karena ini merupakan rasio
intensitas cahaya. It dan I0 memiliki satuan yang sama oleh karenanya saling
meniadakan.
2. A (absorbance), A juga tidak memiliki satuan karena hubungannya dengan T.
3. L (pathlength), L biasanya memiliki satuan cm. lebar cuvet yang biasa
digunakan adalah 1,0 cm.
4. C (concentration), C memiliki satuan konsentrasi seperti m (molaritas)
memiliki satuan mg/mL atau ppm (parts per million).
5. €, (the extinction coefficient), € memiliki satuan yang berkebalikan denan C
dan L, sebagai contoh cm-1 dan M-1 (Khopkar, 2003).
2.5.2. Sistem Instrumentasi Spektrofotometer UV-Vis
Sebuah spektrofotometer mempunyai 5 bagian penting yaitu :
1) Sumber cahaya
Untuk UV umumnya digunakan lampu deuterium (D2O), untuk visible
digunakan lampu tungsten xenon.
2) Monokromator
Yaitu suatu alat untuk mengubah cahaya polikromatik menjadi cahaya
monokromatik.
3) Sel penyerap atau wadah pada sampel
Sel penyerap (cell) dalam spektrofotometer disebut juga dengan kuvet yang
berfungsi sebagai wadah sampel pada saat pengukuran dengan alat
spektrofotometer.
4) Photodetektor
Suatu alat yang berfungsi untuk mengubah energi cahaya menjadi energi
listrik
5) Analyzer (pengolah data)
Bagian yang berfungsi untuk mengolah data. Untuk spektrofotometer modern
biasanya dilengkapi dengan komputer (Nur dan Hendra, 1989). Instrumentasi
spektrofotometer UV-Vis dapat dilihat pada gambar 12, yaitu :
Gambar 12. Skema spektrofotometer
2.5.3. Analisa Gula Pereduksi dengan Metode Nelson-Somogyi
Karbohidrat dengan gugus aldehid atau keton bebas atau secara potensial (pada
C anomer masih ada OH bebas) mempunyai sifat-sifat sebagai pereduksi dalam
larutan alkalis (Nur, et al., 1989). Gula pereduksi adalah gula yang dapat
dioksidasi oleh oleh zat pengoksidasi lembut (Fesenden dan Fesenden, 1986).
Salah satu
metode analisa kuantitatif gula pereduksi dengan menggunakan
metode Nelson-Somogyi, dimana
analisa
diukur dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis.
Metode Nelson-Somogyi yaitu dengan memanaskan gula dengan larutan
alkali kuper tartrat dan dihasilkan kupro oksida, yang selanjutnya bereaksi
dengan senyawa arsenomolibdat dengan hasil molibdenum yang berwarna
biru.
Intensitas warna biru inilah yang diukur dengan metode kolorimeter
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang tertentu
(Nur, et al., 1989).
2.6. Kromatografi Gas
2.6.1. Prinsip Dasar Kromatografi Gas
Kromatografi adalah pemisahan senyawa kimia berdasarkan proses partisi
antara dua media. Media atau fasa yang pertama yaitu fasa stasioner dan fasa yang
kedua yaitu fasa gerak. Fasa yang pertama (stationary phase) biasanya berupa
padatan atau cairan, dan fasa yang kedua biasanya berupa cairan atau gas.
Substansi yang akan dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam
(Khopkar, 2003; Widada, 2000).
Kromatografi gas adalah suatu alat yang dapat digunakan dalam suatu
analisa pemisahan dan pemurnian senyawa-senyawa yang mudah menguap atau
yang mudah diuapkan. Prinsip kerja kromatografi gas didasarkan pada perbedaan
interaksi analit dalam fase gerak dan fase diam. Mekanisme kromatografi gas
adalah sampel diinjeksikan ke dalam injektor
yang
dipanaskan
kemudian
sampel tersebut dibawa oleh aliran gas yang konstan yang selanjutnya dipisahpisahkan di dalam kolom. Di dalam kolom terjadi interaksi di antara komponen
dari sampel yang telah berubah menjadi uap. Setiap komponen yang keluar dari
dalam kolom dideteksi
oleh detektor dan dicatat oleh sistem pengolah data
sebagai kromatogram (Sudarmadji, et al., 1997).
2.6.2. Instrumentasi Kromatografi Gas
Bagian-bagian instrumentasi seperti pada gambar 13 adalah sebagai
berikut :
1. Pengatur aliran gas (gas flow controller)
Berfungsi untuk mengatur aliran gas dalam kromatografi gas. Gas pembawa
yang umum digunakan adalah He, N2, H2, Ar, akan tetapi untuk detektor
konduktivitas termal, He
lebih disukai karena
konduktivitas
termalnya
tinggi.
2. Tempat injeksi sampel (injektor)
Digunakan sebagai tempat injeksi sampel, adapun fungsi secara mendetail
adalah untuk menguapkan sampel (pelarut dan analit), mencampurkan sampel
dengan gas pembawa, dan menyalurkan campuran gas tersebut ke dalam
kolom.
3. Kolom
Kolom adalah bagian terpenting dalam kromatografi, yang berfungsi untuk
tempat pemisahan komponen dari sampel yang diinjeksikan.
4. Detektor
Detektor merupakan alat untuk mendeteksi dan mengukur zat terlarut yang
terpisahkan di dalam kolom. Detektor ini peka terhadap komponen-komponen
yang terpisahkan di dalam kolom, yang mengubah kepekaannya menjadi
sinyal listrik.
5. Rekorder atau Sistem Data
Rekorder adalah penampil data setelah sinyal analitik yang dihasilkan oleh
detektor, yang diperkuat oleh suatu rangkaian elektronik. Hasil rekorder
adalah sebuah kromatogram yang akan digunakan untuk analisis kualitatif dan
kuantitatif (Khopkar, 2003). Instrumentasi kromatografi gas dapat dilihat
pada gambar 13, yaitu :
Gambar 13. Skema peralatan kromatografi gas
Sumber: (http://www.oilanalysis.com/backup/200207/GasChroma-Fig2.jpg
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Bidang Teknologi
Lingkungan Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2K
LIPI) Serpong Tangerang dan Laboratorium Afiliasi Kimia UI Depok dari Bulan
Juli sampai Desember 2009.
3.2. Bahan dan Alat
3.2.1. Bahan-Bahan
Bahan yang digunakan adalah hidrolisat TKKS hasil hidrolisis dengan
asam sulfat.
Hidrolisis dilakukan di Laboratorium Bioproses Teknik Kimia
Iinstitut Teknologi Bandung (ITB).
Bahan kimia yang digunakan untuk detoksifikasi hidrolisat adalah NaOH
10%, H2SO4 98%, dan kertas saring Wathman No.14.
Bahan untuk
pereaksi gula pereduksi (pereaksi Nelson dan peraksi
molibdat) adalah H2SO4 pekat, NaCO3.5H2O, Kalium Na-Tartrat, NaHCO3,
Na2SO4, CuSO4.5H2O, (NH4)6Mo 7O24.4H2O, Na2HAsO4, dan etanol pro analis
buatan Merck dengan kemurnian 99,9% untuk standar etanol.
Bahan yang digunakan untuk fermentasi antara lain : yeast extract, malt
extract, bacto pepton, xilosa pro analis buatan Sigma, bacto agar, glukosa pro
analis buatan merck, NaOH (0,1 N), HCl (0,1 N), spirtus, dan aquadest. Mikroba
untuk fermentasi yang digunakan adalah Pichia stipitis yang berasal dari kultur
murni Laboratorium Mikrobiologi Institut Teknologi Bandung (ITB).
3.2.2. Alat-Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spektrofotometer
U-2000 Hitachi Jepang, kromatografi gas GC-9A Shimadzu dengan kolom PEG,
SE 30 Chromosorb W80-100 mesh, pH meter (HI 931400 micropocessor),
autoklaf merk Meiji buatan Jepang, laminar flow, bunsen, kawat ose, korek api,
kapas, kain kasa, tissue, batang pengaduk, spatula, kaca arloji, kertas saring,
corong, erlemeyer 250 ml dan 300 ml, oven, beker glass 500 ml, vortex, tabung
reaksi, rak tabung reaksi, neraca analitik tipe AB204 merk Mettler Toledo,
neraca biasa, botol reagent, gelas ukur 500 ml dan 100 ml, labu ukur 10 ml, 100
ml dan 200 ml, pipet volumetrik 10 ml, bulp, shaker, hot plate, kelereng, panci,
kelereng, pipet mikro, magnetik stirer, inkubator, mikropipet 1.0-5.0 mL, 40-200
µL, 100-1000 µL, pipet ukur 1 dan 2 ml, penyaring Gelman Acrodisc LC
PVDF 0,45 µm, syringe 10 µl, blower laminer transfer box, kulkas, cool box
buatan lion star, sentrifuse merk kokusan, suntikan 25 ml, dan alat-alat gelas lain
yang umum digunakan di Laboratorium.
3.3. Desain Penelitian
Desain penelitian ini ditunjukkan pada gambar 14.
Detoksifikasi penguapan
80%daan 85%
Hidrolisat TKKS hasil
detoksifikasi penguapan
50%penguapan
Detoksifikasi penguapan
dan penambahan alkali
Pembuatan kurva tumbuh
Pichia stipitis pada media
YPMX
Analisa gula pereduksi
pH optimum
Fermentasi
Media
fermentasi A
(3%xilosa)
dengan
perbandingan
100% gula dan
tanpa hidrolisat
Media
fermentasi B
(2,4% xilosa dan
0,6% hidrolisat
TKKS)dengan
perbandingan
80% gula dan
20% hidrolisat
1.
2.
3.
4.
Hidrolisat TKKS hasil
detoksifikasi penguapan 85%
dan Penambahan alkali
Media
fermentasi C
(3% xilosa dan 2%
glukosa) dengan
perbandingan 60%
xilosa, dan 40%
glukosa serta tanpa
hidrolisat
Konversi gula pereduksi (%)
pH media fermentasi
Kadar gas CO2
Yield etanol (%)
Kesimpulan
Gambar 14. Desain penelitian
3.4. Cara Kerja
Media
fermentasi D
(2,4% xilosa; 1,6%
glukosa dan 1%
hidrolisat TKKS)
dengan perbandingan
80% gula dan 20%
hidrolisat
3.4.1. Pembuatan Kurva Tumbuh Pichia stipitis
3.4.1.1. Penyiapan Kultur Murni Pichia stipitis
Kultur murni Pichia stipitis dari ITB dibiakan terlebih dahulu pada media
glukosa, yeast extract, pepton, dan bacto agar (GYPA) sebagai stock kultur Pichia
stipitis. Media agar miring tersebut dibuat dengan cara menimbang 2 gram
glukosa; 0,5 gram yeast extract; 1 gram pepton; dan 2 gram bacto agar, kemudian
dilarutkan dengan 100 ml aquadest dan diaduk sambil dipanaskan sampai semua
bahan larut. Medium dimasukan ke dalam tabung reaksi lalu disterilisasi dengan
autoklaf selama ±20 menit. Medium yang telah steril didinginkan dengan cara
tabung dimiringkan. Lampu UV dan blower laminar transfer box dinyalakan
selama ±20 menit. Sebanyak 1 ose Pichia stipitis diinokulasikan dengan kawat
ose secara aseptis pada media agar miring GYPA. Agar miring tersebut kemudian
diinkubasikan selama ±48 jam di dalam inkubator pada suhu 27oC. Pichia stipitis
dalam GYPA ini disimpan di kulkas sebagai stock kultur Pichia stipitis.
3.4.1.2. Peremajaan Pichia stipitis pada Media Agar Miring YPMXA
Komposisi media agar miring YPMXA (yeast extract, pepton, malt
extract, xilosa, dan bacto agar) dibuat dengan komposisi 3 g/l, 5 g/l, 3 g/l, 30 g/l
dan 20 g/l
seperti pada penelitian Susanto dan Achmad (2003). Prosedur
pembuatan agar miring steril dibuat seperti pada pembuatan media agar miring
GYPA. Sebanyak 1 ose isolat Pichia stipitis dari media stock kultur
diinokulasikan pada media agar miring YPMXA steril, kemudian dinkubasikan
pada suhu 27 oC selama ±48 jam.
3.4.1.3. Penanaman Pichia stipitis pada Media Cair YPMX
Komposisi media cair YPMX yaitu 3 g/l, 5 g/l, 3 g/l, dan 30 g/l (Susanto
dan Achmad, 2003).
Medium dibuat dengan cara menimbang 3 gram yeast
extract; 5 gram pepton; 3 gram malt extract; 30 gram xilosa dan dilarutkan dengan
aquadest sampai 1000 ml dan diatur derajat keasamannya dengan NaOH 0,1 N
dan HCl 0,1 N pada kondisi pH 4,5 dan 5. Media tersebut disterilisasi
menggunakan autoklaf pada temperatur 121oC selama ±20 menit. Sebanyak
masing-masing 2,5 ml larutan biakan Pichia stipitis berumur ±48 jam
diinokulasikan kedalam 2 buah erlemeyer 100 ml yang masing-masing berisi 22,5
ml medium cair YPMX steril pH 4,5 dan 5, kemudian diinkubasikan pada suhu
27 oC dan diagitasi dengan rotary shaker pada 120 rpm selama 24 jam. Sebanyak
15 ml biakan tersebut kemudian diinokulasikan lagi kedalam erlemeyer 300 ml
yang berisi 135 ml media cair YPMX steril dan diinkubasikan pada suhu 27oC
dan diagitasi dengan rotary shaker pada 120 rpm. Selanjutnya setiap 2 jam sekali
sampel biakan Pichia stipis diambil sebanyak 2 ml dan diukur absorbansinya
dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 600 nm
(Susanto dan Achmad, 2003). Prosedur dilakukan dengan 3 kali ulangan.
3.4.1.4. Penentuan Kurva Tumbuh Pichia stipitis
Hasil sampling sampel biakan Pichia stipitis pada jam ke-0 sampai jam
ke-26 divortex sampai bercampur rata. Selanjutnya spektrofotometer dinyalakan
dan diset panjang gelombangnya pada 600 nm dan dibiarkan selama 15 menit.
Cuvette diisi dengan media cair YPMX steril (blanko) kemudian bagian luar
cuvette dibersihkan bagian luarnya dengan tissue sampai jernih. Selanjutnya
cuvette dimasukan kedalam tube holder spektrofotometer ditutup dan ditekan
tombol autozero. Setelah itu, sampel biakan Pichia stipitis yang telah divortex
dimasukan ke dalam cuvvette dan dibersihkan bagian luarnya dengan tissue
sampai jernih. Cuvette dimasukan ke dalam tube holder spektrofotometer dan
ditekan tombol start pada alat. Hasil pengukuran dicatat dan dibuat kurva
hubungan antara absorbansi dengan waktu sampling. Sampel yang telah diukur
absorbansinya kemudian diukur pH akhirnya dan dibuat hubungan antara
perubahan pH media dengan waktu sampling. Replikasi dilakukan sebanyak 3
kali. Diagram alir pembuatan kurva tumbuh ini dapat dilihat pada lampiran 13.
3.4.2. Detoksifikasi Penguapan dan Penambahan Alkali pada Hidrolisat
TKKS
Detoksifikasi penguapan hidrolisat TKKS 50%, 80%, 85%, dan gabungan
penguapan dan penambahan alkali dilakukan berdasarkan penelitian Susanto dan
Achmad (2003).
Masing-masing sebanyak 500 ml hidrolisat TKKS hasil detoksifikasi
penguapan 50% diuapkan lagi dengan menggunakan oven pada suhu
50oC
sampai terjadi pengurangan volum hidrolisat sebanyak 300 ml (80%) dan 350
ml (85%). Hidrolisat tersebut diuji kadar gula pereduksinya dengan metode
Nelson-Somogyi (Sudarmadji, et al., 1997). Hidrolisat TKKS hasil detoksifikasi
penguapan dengan kadar gula tertinggi ditambahkan NaOH 10% (b/v) sampai pH
10 dan didiamkan selama 1 jam. Selanjutnya sampel disaring menggunakan kertas
saring dan ditambahkan asam sulfat 98% sampai pH 5 dan didiamkan selama 1
jam. Sampel disaring dan diuji kadar gula pereduksi dengan metode NelsonSomogyi. Replikasi 2 kali ulangan.
3.4.3. Fermentasi Oleh Pichia stipitis
3.4.3.1. Persiapan Starter Inokulum Pichia stipitis
Media cair YPMX steril dibuat sebanyak 300 ml, dimana komposisi media
dan pengerjaannya dilakukan seperti pada pengerjaan sebelumnya. Satu ose isolat
Pichia stipitis dari kultur stock diinokulasikan ke dalam agar miring YPMXA
steril kemudian diinkubasi selama ±48 jam dalam inkubator pada suhu 27oC.
Kemudian sebanyak 7,5 ml larutan biakan isolat Pichia stipitis dari media agar
miring YPMXA yang berumur ±48 jam diinokulasikan kedalam 2 buah erlemeyer
250 ml yang masing-masing berisi
67,5 ml media cair YPMX steril dan
diinkubasi pada suhu 27 oC serta diagitasi dengan menggunakan rotary shaker
pada 120 rpm selama 24 jam. Kedua larutan media isolat tersebut kemudian
ditanam dan dimasukan ke dalam 2 buah erlemeyer 250 ml yang masing-masing
berisi 75 ml media cair YPMX steril dan diinkubasi dengan kondisi yang sama
selama ±16 jam. Larutan media tersebut digunakan sebagar starter inokulum pada
proses fermentasi.
3.4.3.2. Proses Fermentasi
Proses fermentasi berlangsung secara anaerob pada suhu ruang dan pH
media 5. Media fermentasi dalam percobaan terdiri dari :
1. Fermentasi media A (3% xilosa (b/v) tanpa hidrolisat). Media dibuat dengan
cara 7,5 gram xilosa ditimbang dan dilarutkan dengan aquadest sampai 250
ml.
2. Fermentasi media B (campuran 0,6% hidrolisat TKKS dan 2,4% xilosa (b/v)).
Media dibuat dengan cara 20,37 ml hidolisat TKKS (hasil detoksifikasi
penguapan 85% dan penambahan álkali) diencerkan dengan aquadest sampai
250 ml dan ditambahkan 6 gram xilosa.
3. Fermentasi media C (campuran 3% xilosa dan 2% glukosa (b/v) tanpa
hidrolisat). Medium dibuat dengan cara 7,5 gram xilosa dan 5 gram glukosa
ditimbang dan dilarutkan dengan aquadest sampai 250 ml.
4. Fermentasi media D (campuran 1% hidrolisat TKKS; 2,4% xilosa; dan 1,6%
glukosa (b/v)). Medium dibuat dengan cara 33,95 ml hidrolisat TKKS (hasil
detoksifikasi penguapan 85% dan penambahan álkali) diencerkan dengan
aquadest sampai 250 ml kemudian ditambahkan 6 gram xilosa dan 4 gram
glukosa.
Semua larutan media fermentasi dikondisikan pada pH 5, dan ditambahkan
media nutrisi yeast extract, pepton, dan malt extract (YPM) dengan komposisi
0,3%; 5%; dan 3% (b/v) yaitu dengan cara menimbang 0,75 gram yeast extract;
0,75 gram malt extract; dan 1,25 gram pepton dan dimasukan kedalam masingmasing media fermentasi di atas.
Setelah itu, masing-masing larutan media
fermentasi dipindahkan sebanyak 20 ml dan dimasukan ke dalam botol fermentasi
kemudian disterilisasi selama ±20 menit. Sebanyak 5 ml larutan starter inokulum
Pichia stipitis hasil inkubasi ±16 jam diinokulasikan ke dalam media di dalam
botol fermentasi yang telah didinginkan dan ditutup rapat. Sampel media
fermentasi tersebut kemudian difermentasikan pada suhu ruang selama 148 jam.
Sampling dilakukan pada jam ke-24, ke-48, ke-72, ke-96, ke-120, dan ke-148.
Analisa kadar gas karbon dioksida dan etanol yang terbentuk dilakukan
dengan metode gravimetri dan kromatografi gas.
Sisa media fermentasi
disentrifuse pada 3000 rpm selama 10 menit dan supernatan larutan digunakan
untuk penetapan kadar gula dan pH sebelum dan setelah fermentasi. Replikasi
dilakukan sebanyak 2 kali.
3.4.4. Prosedur Analisis
3.4.4.1. Pengukuran Konsentrasi Gas CO2
Metode pengukuran gas karbon dioksida dengan cara gravimetri
berdasarkan penelitian Susanto dan Achmad (2003). Botol-botol sampel media
fermentasi ditimbang pada jam ke-0, 24, 48, 96, 120, 148 kemudian dicatat
massanya. Replikasi sebanyak 2 kali. Konsentrasi gas karbon dioksida dihitung
dengan rumus di bawah ini, yaitu :
Konsentrasi gas CO2 (mg/ml ) = w0-w1
V
Keterangan : w0 = berat botol sampel media fermentasi sebelum inkubasi
w1 = berat botol sampel media fermentasi setelah inkubasi
V = volum total fermentasi (ml)
3.4.4.2. Pengukuran Kadar Gula Pereduksi (Metode Nelson-Somogyi)
Pembuatan kurva standar gula pereduksi dibuat dengan cara 1 gram xilosa
dilarutkan dengan aquadest sampai volum labu ukur ±100 ml sehingga larutan ini
memiliki konsentrasi 10 mg/ml (larutan A). Sebanyak 2 ml larutan A diambil dan
diencerkan dengan aquadest sampai volum labu ukur ±100 ml (konsentrasi 0,2
mg/ml). Larutan B diencerkan dengan aquadest sampai 1 ml sehingga
konsentrasinya menjadi 0,04 mg/ml; 0,08 mg/ml: 0,12 mg/ml; 0,16 mg/ml; dan
0,2 mg/ml serta dibuat pula larutan blanko (1 ml aquadest). Masing-masing
larutan tersebut ditambahkan 1 ml pereaksi Nelson (lampiran 12) dan ditutup
dengan kelereng. Sampel dipanaskan dalam air panas (±100 oC) selama ±20
menit, lalu didinginkan. Setelah itu ditambahkan 1 ml pereaksi arsenomolibdat
dan diencerkan dengan 7 ml aquadest kemudian divortek sampai endapan larut.
Larutan sampel diukur serapannya
dengan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang 520 nm. Kemudian dibuat hubungan antara absorbansi
dengan konsentrasi xilosa.
Penetapan kadar gula pereduksi pada sampel dilakukan dengan cara 1 ml
supernatan sampel yang telah diencerkan dimasukan ke dalam tabung reaksi dan
dilakukan hal yang sama seperti pada pembuatan kurva standar dan penentuan
konsentrasi gula pereduksi pada sampel diplotkan dengan regresi linear kurva
standar (Sudarmadji, et al., 1997). Konsentrasi gula pereduksi didapat dari rumus
di bawah ini, yaitu :
Persamaan regresi linear kurva standar gula pereduksi, Y = ax + b
Konsentrasi gula pereduksi (mg/ml) = Y-b x Fp
a
Keterangan : Y = Persamaan Regresi linear (Absorbansi)
m = Konstanta regresi linear Y
a = Konstanta regresi linerar Y
Sumber : (Firmansyah, 2009)
3.4.4.3. Pengukuran Konsentrasi Etanol
Alat kromatografi gas dinyalakan terlebih dahulu dan diatur kondisi alat
selama ± 30 menit. Kondisi alat kromatografi gas tipe GC-9A Shimadzu Jepang
dengan kolom PEG (polyethylene glicol), SE 30 Chromosorb W80-100 mesh
diatur seperti pada tabel 5.
Tabel 5. Kondisi alat kromatografi gas
Parameter pemisahan
Keterangan
Laju alir gas N2
Laju alir gas H2
Suhu kolom
Suhu injektor
Kecepatan alir gas pembawa (H2 dan N2)
Sumber : (Firmansyah, 2009)
6 kg/cm2
0,5 ml/menit
130 oC
150 oC
30-60 ml/menit
Kurva standar dibuat dengan cara mengencerkan 1 ml etanol pro analis
dengan kemurnian 99,9% dimasukan kedalam labu ukur dan diencerkan dengan
aquadest sampai volum labu ukur tepat ±10 ml sehingga konsentrasinya menjadi
10% (larutan A). Larutan A diencerkan dengan aquadest sampai volum labu ukur
tepat ±10 ml sehingga konsentrasi masing masing menjadi 0%; 0,05%; 0,1%;
0,2%; 0,3%; 1%; dan 2% (v/v). Kondisi kromatografi gas diset seperti tabel 5,
kemudian 0,1 µl standar etanol yang dibuat diinjeksikan ke dalam injektor dan
dicatat luas area masing-masing standar dari hasil rekorder. Luas area standar
etanol dicatat dan dibuat kurva regresi hubungan antara area dengan konsentrasi
etanol.
Sampel media fermentasi sebelumnya disaring dengan menggunakan
penyaring Gelman Acrodisc LC PVDF 0,45 µm dan disimpan pada botol-botol 10
ml dan diberi label pada masing-masing sampel. Setelah
itu 0,1 µl sampel
diinjeksikan pada injektor dengan kondisi yang sama seperti pada pembuatan
standar. Luas area pada sampel dicatat dan diplotkan dengan regresi linear yang
dihasilkan pada standar sehingga akan diketahui kadar etanol pada masing-masing
sampel. Konsentrasi etanol diperoleh berdasarkan rumus di bawah ini, yaitu :
Persamaan regresi linear kurva standar etanol, Y
= ax + b
Konsentrasi etanol (%) = Y-b
a
Konsentrasi etanol (g/l) = Konsentrasi etanol (%) x ρ x 10
Sumber : (Firmansyah, 2009)
Yield etanol (%)
= Konsentrasi etanol (g/l) x 100%
Konsentrasi gula pereduksi (mg/ml)
Sumber : (Susanto dan Achmad, 2003)
Keterangan : Y = Persamaan Regresi linear (Area)
m = Konstanta regresi linear Y
a = Konstanta regresi linerar Y
ρ = Massa jenis etanol : 0,789 g/cm3
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. pH OptimumPertumbuhan Pichia stipitis dalam Media Cair YPMX
pH merupakan parameter yang mudah untuk menyatakan terjadinya
pertumbuhan
mikrobial (Pelczar dan Chan, 2005).
Media
cair YPMX
mempunyai pH awal 4,5 dan 5 dengan kondisi agitasi rotary shaker pada 120
rpm
dan
suhu
27oC dan setelah ditambahkan inokulum Pichia stipitis
mempunyai absorbansi yang berbeda-beda. Perubahan
Optical Density (OD)
Pichia stipitis dalam media cair YPMX ini dapat dilihat seperti pada gambar
15, yaitu :
0.9
Absorbansi (600 nm)
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0
2 4
6
8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28
Waktu (Jam )
Media pH 4.5
Media pH 5
Gambar 15. Peningkatan Optical Density (OD) Pichia stipitis
dalam Media Cair YPMX
Pada gambar 15 dapat dilihat peningkatan OD pada media awal pH 5
jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan media awal pH 4,5. Terjadinya
peningkatan nilai OD pada tiap-tiap jam menunjukkan bahwa telah tercukupinya
nutrisi-nutrisi seperti sumber karbon, mikro nutrient, aerasi, dan kondisi pH yang
cocok pada media tersebut. Substrat tersebut kemudian dipakai oleh Pichia stipitis
untuk pertumbuhannya. Penggunaan rotary shaker selama proses inkubasi isolat
Pichia stipitis dalam media cair YPMX bertujuan untuk aerasi aktif sehingga
kadar oksigen bisa tercukupi dari pengocokan media dan lebih memudahkan
kontak antara nutrisi-nutrisi dalam media dengan yeast.
Kurva pertumbuhan pada media YPMX (pH 5) menunjukkan peningkatan
OD yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan media cair YPMX pH 4,5
(gambar 15) maka, pH 5 dipilih untuk pertumbuhan Pichia stipitis dan untuk pH
pada substrat yang akan difermentasikan. Waktu inkubasi starter inokulum Pichia
stipitis selama ±16 jam dipilih berdasarkan grafik. Peningkatan OD Pichia stipitis
dalam media cair YPMX pada peningkatan OD (gambar 15), dimana
pertumbuhan berada pada fase logaritmik yaitu waktu yang optimal untuk
digunakan sebagai starter karena pada fase ini sel Pichia stipitis sedang aktif
melakukan
pembelahan
sel dengan jumlah yang optimal (Purwoko, 2007;
Ganjar, 2006). Tingginya OD pada pH 5 disebabkan oleh banyaknya sel-sel
Pichia stipitis yang tumbuh. Dengan demikian diharapkan lebih banyak sel yang
akan mengkonversi gula pada media substrat menjadi etanol melalui proses
fermentasi.
4.2. Pengaruh Detoksifikasi Penguapan dan Penambahan Alkali Terhadap
Kadar Gula Pereduksi
Detoksifiksi dalam penelitian ini dilakukan dengan proses penguapan
terhadap hidrolisat TKKS karena metode ini lebih mudah dilakukan (praktis)
dan memerlukan biaya yang lebih murah. Penguapan ini dilakukan dengan cara
hidrolisat penguapan 50% diuapkan dengan oven suhu 50oC sampai pengurangan
volum hidrolisat 80%, dan 85% (v/v). Tujuan utama dari penguapan adalah untuk
mendapatkan hidrolisat dengan kadar gula tertinggi. Pengaruh penguapan
terhadap kadar gula pereduksi dapat dilihat pada gambar 16.
160
Kadar gula pereduksi (mg/ml)
140
120
100
80
60
40
20
0
0
50
80
85
% Penguapan
Gambar 16. Pengaruh detoksifikasi penguapan terhadap kadar
gula pereduksi
Dari gambar 16 dapat dilihat kadar gula tertinggi diperoleh dari hidrolisat
hasil penguapan 85% yaitu sebesar 152,14 mg/ml jika dibandingkan dengan tanpa
penguapan (0%), 50% penguapan, 80% penguapan, dan 85% penguapan.
Peningkatan kadar gula pereduksi disebabkan karena terjadinya pemekatan
dan karamelisasi pada hidrolisat TKKS, karena banyaknya air yang teruapkan dan
semakin pekatnya hidrolisat TKKS. Tingginya kadar gula juga teridentifikasi
dengan terjadinya perubahan warna yang semakin coklat kehitaman pada
hidrolisat penguapan 85%. Selain untuk meningkatkan kadar gula pereduksi,
detoksifikasi penguapan ini juga diharapkan mampu mengurangi senyawasenyawa toksik yang ada pada hidrolisat. Senyawa-senyawa toksik ini timbul
akibat hidrolisis hemiselulosa, selulosa dan lignin yang ada dalam hidrolisat
TKKS. Reaksi hidrolisis hemiselulosa dengan asam (Wijanarko, et al, 2006;
Susanto dan Achmad, 2003), yaitu :
Asam
(C5H8O4)n +nH2O
Pentosan
nC5H10O5...............(1)
gula pentosa
Pembentukan gula pentosa ini akan menghasilkan furfural akibat adanya
asam berlebih yaitu :
Asam
nC5 H10O5
Gula pentosa
nC5H4O2 + H2O................(2)
Furfural
Selain furfural senyawa-senyawa yang ada dapat berupa asam asetat,
fenol, ampas TKKS, dan lain-lain. Adanya senyawa-senyawa tersebut sangat tidak
diharapkan keberadaanya karena akan menjadi inhibitor pada proses fermentasi.
Furfural merupakan senyawa yang diidentifikasi sebagai inhibitor terhadap
pertumbuhan sel dalam proses fermentasi alkohol (Sitorus, et al., 2009), dimana
enzim alkohol dehidrogenase akan mereduksi furfural menjadi furfuril alkohol
pada proses fermentasi. Reaksi pembentukan furfuril alkohol, yaitu :
C5H4O2 (furfural)
ADH
C4H2O2CH2OH (furfuril alkohol)
Terjadinya pembentukan senyawa furfuril alkohol tidak diharapkan karena
akan mengakibatkan gangguan respirasi sel yang akhirnya akan menghambat
pertumbuhan sel pada proses fermentasi (Sitorus, et al., 2009). Dengan adanya
detoksifikasi penguapan selain dapat meningkatkan kadar gula pereduksi, juga
diharapkan mampu menghilangkan senyawa-senyawa toksik yang ada pada
hidrolisat. Pengaruh penguapan terhadap kadar furfural yang ada pada hidrolisat
TKKS, yaitu :
Tabel 6. Kadar furfural (g/l) pada hidrolisat TKKS sebelum dan setelah
diuapkan
No Penguapan
Kadar furfural
Kadar furfural
Pengurangan
(%)
sebelum diuapkan setelah diuapkan
furfural
(g/l)
(g/l)
(%)
1
30
11,28
7,20
54
2
40
3,83
0,79
87.1
3
55
5,34
1,03
91.8
4
60
11,28
1,08
95.9
5
65
3,83
1,77
82.7
6
70
3,83
1,51
88.2
7
75
3,83
1,75
88.6
8
80
9,54
1,75
96.3
Sumber : (Susanto dan Achmad, 2003)
Asumsi teruapkannya senyawa-senyawa toksik yang ada pada hidrolisat
ini berdasarkan penelitian Susanto dan Achmad (2003), dimana penguapan 1080% (v/v) pada tabel di atas mampu mengurangi kadar senyawa toksik yang ada
pada hidrolisat. Namun, pada penelitian ini pH hidrolisat TKKS setelah
detoksifikasi penguapan 50%, 80% dan 85% sebesar 1,05; 0,65; dan 0,55
cenderung mengalami penurunan pH bila dibandingkan dengan pH hidrolisat
sebelum dilakukan detoksifikasi penguapan yaitu sebesar 1,09. Kondisi pH
hidrolisat
yang sangat asam ini dapat menyebabkan kematian mikroba pada
proses fermentasi sehingga perlu dilakukan netralisasi sampai mencapai pH yang
cocok untuk pertumbuhan Pichia stipitis. Proses netralisasi atau detoksifikasi
dilakukan dengan penambahan NaOH 10% sampai hidrolisat TKKS mencapai pH
10 kemudian ditambahkan asam sulfat 98% sampai pH 5. Penambahan asam pada
proses netralisasi sampai pH 5 didasarkan pada hasil optimasi pH pertumbuhan
Pichia stipitis yang optimal pada pH 5, dengan demikian hidrolisat TKKS sebagai
sumber karbon sama dengan kondisi proses fermentasi. Selain itu, penggabungan
detoksifikasi penguapan dan penambahan alkali pada hidrolisat TKKS merupakan
cara yang kemungkinan dapat mengurangi senyawa-senyawa toksik yang
terkandung dalam hidrolisat TKKS. Penambahan alkali juga untuk mengurangi
karamelisasi gula akibat semakin pekatnya hidrolisat pada proses penguapan
(Susanto dan Achmad, 2003).
Keuntungan lain penambahan alkali pada hidrolisat TKKS hasil
penguapan ini juga dapat mengurangi kandungan furfural, asam sulfat (katalis
yang digunakan pada reaksi hidrolisis TKKS), asam asetat yang terbentuk
akibat terhidrolisisnya gugus asetil pada hemiselulosa dan lignin, fenol yang
berasal dari hidrolisis lignin, dan sisa ampas TKKS. Senyawa-senyawa toksik ini
akan terendapkan pada proses detoksifikasi dengan penambahan NaOH 10%
(v/v). Reaksi pengendapan senyawa-senyawa toksik oleh NaOH adalah sebagai
berikut:
a. CH3COOH (Asam asetat)+ NaOH → CH3COONa (Natrium asetat) + H2O
Sumber : (Sitorus, et al., 2009)
b. C5H4O2 (Furfural) + O2 → C5H4OCOOH (Asam furoat)
C5 H4OCOOH (Asam furoat) + NaOH → C5 H4OCOONa (Natrium furoat)+
H2O
Sumber : (Sugiarta, 2009)
c. H2SO4 (Asam sulfat) + 2NaOH → Na2SO4 (Natrium sulfat) + 2H2O
Identifikasi
reaksi pengendapan pada proses penambahan NaOH
Sumber
: (Sitorus,adanya
et al., 2009)
dengan terbentuknya 2 lapisan (Filtrat dan endapan coklat keputih-putihan pada
hidrolisat).
Dengan
terendapkannya
senyawa-senyawa
toksik
diharapkan
hidrolisat tersebut mampu dikonversi oleh Pichia stipitis karena senyawa-senyawa
toksik tersebut telah dikurangi oleh perlakuan detoksifikasi penguapan dan
penambahan alkali. Sehingga diharapkan akan mampu menghasilkan yield etanol
yang tinggi.
Namun penambahan alkali ini berpengaruh terhadap kadar gula yang
dihasilkan. Pengaruh penguapan dan penambahan alkali terhadap kadar gula pada
hidrolisat TKKS dapat dilihat pada tabel 7, yaitu :
Tabel 7. Pengaruh detoksifikasi penguapan dan penambahan alkali
terhadap
kadar gula pereduksi
No. Sampel
Kadar gula pereduksi (mg/ml)
1.
Hidrolisat TKKS C
152,14
2.
Hidrolisat TKKS D
73,63
Keterangan : - Hidrolisat TKKS C = Hidrolisat hasil penguapan 85%
- Hidrolisat TKKS D = Hidrolisat penguapan 85% dan penambahan
Alkali
Tabel di atas menunjukkan penurunan kadar gula sebesar 51,60% sebagai
akibat dari penambahan alkali. Asumsi penurunan gula dimungkinkan karena
gula pada hidrolisat terendapkan bersama NaOH. Reaksi pengendapan gula
dengan adanya NaOH, yaitu :
C5H10O5 (Xilosa) + O2 → C5H10OCOOH (Asam xiluronat)
C5H10OCOOH (Asam xiluronat) + NaOH → C5H10OCOONa + H2O
Kemungkinan di atas juga ditunjang oleh pembentukan endapan pada
hidrolisat. Gula-gula yang ada pada saat penyaringan sebagian ikut lolos dan larut
membentuk endapan akibat adanya penambahan NaOH. Hal ini juga ditunjang
oleh penelitian Sitorus, et al. (2009), penambahan Ca(OH)2 menyebabkan
penurunan 0,26% kandungan gula yang ada pada hidrolisat. Walaupun mengalami
penurunan kadar gula, hidrolisat ini diharapkan akan lebih banyak dikonversi oleh
Pichia stipitis menjadi etanol karena kandungan senyawa-senyawa toksik yang
dapat mengganggu pertumbuhan sel Pichia stipitis telah diminimalkan dengan
cara penguapan dan penambahan alkali.
Hidrolisat TKKS hasil penguapan 85% dan netralisasi dengan NaOH
selanjutnya dikombinasikan antara hidrolisat dengan xilosa dan glukosa yang akan
digunakan sebagai sumber karbon dalam proses fermentasi etanol menggunakan
Pichia stipitis. Tujuan dari kombinasi ini adalah untuk mengetahui pengaruh
hidrolisat terhadap kadar etanol yang dihasilkan selama proses fermentasi etanol
oleh Pichia stipitis.
4.3. Konversi Gula Pereduksi, Kadar Etanol, dan Yield Etanol Hasil
Fermentasi
Untuk mengetahui tingkat konversi gula pereduksi menjadi etanol pada
media fermentasi A yaitu media tanpa hidrolisat TKKS (3% xilosa), media
fermentasi B yaitu media yang mengandung hidrolisat TKKS (campuran 2,4%
xilosa dan 0,6% hidrolisat TKKS) dengan perbandingan 80% xilosa dan 20%
hidrolisat, media fermentasi C yaitu media tanpa hidrolisat TKKS (campuran 3%
xilosa dan 2% glukosa) dengan perbandingan 60% xilosa dan 40% glukosa, dan
media fermentasi D yaitu media yang mengandung hidrolisat TKKS (campuran
2,4% xilosa, 1,6% glukosa dan 1% hidrolisat TKKS) dengan perbandingan 80%
campuran (xilosa dan glukosa) dan 20% hidrolisat). Konversi gula pada media A,
B, C, dan D dengan Pichia stipitis dapat dilihat pada gambar 17-20.
10.73 12
30.07
30
10
22.45 21.44
18.42
Gula Pereduksi
(mg/ ml)
25
20
15
4.18
10
8
6.47
14.98
6
4.73
10.22
4
8.42
1.9
5
0
Etanol(g/ l)
35
2
1.03
0
0
0
24
48
72
96
120 148
Waktu (Jam)
Gula Pereduksi pada media fermentasi A
EtOH pada media fermentasi A
Gambar 17. Kadar gula pereduksi dan etanol pada media fermenasi A
(3% xilosa) selama proses fermentasi
9
30.23
7.73
8
30
7
Gula Pereduksi
(mg/ ml)
25
5.37
19.2
20
15
2.92
17.76
4.1
6
4.42
5
3.47
12.95
3
8.32
10
6.14 5.62
5
0
4
Etanol(g/ l)
35
2
1
0
0
0
24
48
72
96
120
148
Waktu (Jam)
Gula Pereduksi pada media fermentasi B
EtOH pada media fermentasi B
Gambar 18. Kadar gula pereduksi dan etanol pada media fermentasi B
(2,4% xilosa dan 0,6% hidrolisat TKKS) selama proses
fermentasi
11,99
50.52
12
9,78
37.07
10
33.43
8,44
31.03
8
23.67
0,95
6
13.51
9.98
2,92
1,5
Etanol(g/ l)
Gula Pereduksi
(mg/ ml)
55
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
4
2
0
0
0
24
48
72
96
120
148
Waktu (Jam)
Gula Pereduksi pada medi a fermentasi C
EtOH pada media fermentasi C
55
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
50.56
46.24
12
43.38
10
33.79
6.15
25.59
8
5.52
4.42
4
10.56
2.37
9.36
2
0.79
0
0
0
24
6
Etanol(g/ l)
Gula Pereduksi
(mg/ ml)
Gambar 19. Kadar gula pereduksi dan etanol pada media fermentasi C
(3% xilosa dan 2% glukosa) selama proses fermentasi
0
48
72
96
120
148
Waktu (Jam)
Gula Pereduksi pada media fermentasi D
EtOH pada media fermentasi D
Gambar 20. Kadar gula pereduksi dan etanol pada media fermentasi D
(2,4% xilosa; 1,6%glukosa; dan 1% hidrolisat TKKS)
selama proses fermentasi
Dari ke-4 gambar di atas menunjukkan peningkatan kadar etanol diikuti
dengan penurunan kadar gula pereduksi pada media fermentasi A, B, C, dan D.
Kadar etanol pada media tanpa hidrolisat TKKS yaitu media fermentasi C (11,99
g/l) lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar etanol pada media fermentasi A
(10,73 g/l), media fermentasi B (7,73 g/l) dan media fermentasi D (6,15 g/l).
Tingginya kadar etanol pada media C inipun didukung dengan konversi optimum
gula pereduksi yang dihasilkan selama proses fermentasi. Konversi optimal gula
pereduksi dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Konversi gula pereduksi (%), kadar etanol (g/l) dan kadar yield
etanol (%) selama proses fermentasi
Substrat
Waktu
Konversi
Kadar
Yield
fermentasi
Fermentasi
gula
Etanol
etanol
(jam)
(%)
(g/l)
(%)
Media fermentasi A
148
71,77
10,73
35
Media fermentasi B
72
41,25
7,73
26
Media fermentasi C
148
80,25
11,99
24
Media fermentasi D
120
79,11
6,15
12
Keterangan : - Media fermentasi A (3% xilosa)
- Media fermentasi B (2,4% xilosa dan 0,6% hidrolisat TKKS)
- Media fermentasi C (3% xilosa dan 2% glukosa)
- Media fermentasi D (2,4% xilosa, 16% glukosa dan 1% hidrolisat
(TKKS).
Peningkatan kadar etanol pada tabel di atas ditunjukkan pada saat gula
pereduksi sudah cukup sebagai sumber karbon bagi yeast, maka yeast akan
bekerja untuk merubah gula-gula menjadi etanol pada retensi waktu tertentu
selama proses fermentasi. Sedangkan kadar gula pereduksi cenderung menurun
disebabkan gula yang terdapat dalam
medium
digunakan
sebagai sumber
karbon bagi sel ragi untuk mensintesis energi melalui proses fermentasi etanol.
Peningkatan kadar etanol dan konversi gula pada media fermentasi (A dan C)
didukung dengan penurunan kadar gula pereduksi pada media tersebut, namun
berbeda jika dilihat dengan peningkatan kadar etanol dan konversi gula pada
media fermentasi (B dan D) tidak didukung dengan penurunan kadar gula
pereduksinya. Hal ini dimungkinkan karena adanya hidrolisat TKKS, semakin
tingginya kandungan hidrolisat TKKS pada media fermentasi D menyebabkan
kadar etanolnya lebih rendah jika dibandingkan dengan media fermentasi B.
Pichia stipitis dimungkinkan terlebih dahulu mengkonversi campuran xilosa, dan
campuran xilosa dengan glukosa baru kemudian mengkonversi gula xilosa pada
hidrolisat TKKS yang ada pada media fermentasi (B dan D) yang optimal terjadi
pada jam ke-72 dan ke-120. Setelah mencapai waktu optimal, Pichia stipitis hanya
menggunakan kadar gula yang tersisa untuk perbanyakan diri yang terlihat pada
tingginya konversi gula pada media tersebut (tabel 8).
Tingginya konversi gula pada media fermentasi D menunjukkan
banyaknya sel-sel yang tumbuh sehingga akan menyebabkan terjadinya perebutan
nutrisi yang ada pada media tersebut. Terjadinya perebutan nutrisi juga akan
menyebabkan sumber nutrisi media lama kelamaan habis dan sel-sel Pichia
stipitis yang kalah dalam kompetisi perebutan tersebut akan mati sehingga akan
mengakibatkan kecilnya metabolit primer berupa etanol yang dihasilkan dari
proses fermentasi tersebut. Kecilnya kadar etanol yang dihasilkan pada media D
yang mengandung hidrolisat inipun disebabkan oleh tingginya kadar hidrolisat
jika dibandingkan dengan media B. Konversi gula (%) pada media B (tabel 8)
lebih rendah jika dibandingkan dengan media D yang mengandung hidrolisat.
Namun kadar etanol yang dihasilkannya lebih tinggi yang optimal pada jam ke-72
jika dibandingkan dengan media D. Hal ini menunjukan gula pada media B
dikonversi sempurna menjadi etanol, yang ditunjang dengan lebih rendahnya
kandungan hidrolisat jika dibandingkan dengan media D. Tetapi setelah mencapai
waktu optimal dalam proses pembentukan etanol Pichia stipitis hanya
menggunakan sisa gula untuk pertumbuhannya yang terlihat dengan penurunan
kadar gula pereduksi sampai akhir fermentasi.
Adanya pengaruh hidrolisat TKKS juga dapat terlihat dengan lebih
tingginya kadar etanol yang di peroleh pada media tanpa hidrolisat yaitu media
fermentasi A (10,73 g/l) dan media fermentasi C (11,99 g/l) lebih tinggi jika
dibandingkan dengan media fermentasi yang mengandung hidrolisat yaitu media
fermentasi B (7,73 g/l) dan media fermentasi D (6,15 g/l). Rendahnya kadar etanol
yang dihasilkan disebabkan oleh detoksifikasi hidrolisat TKKS yang dilakukan
dengan penguapan dan penambahan alkali cenderung belum optimal.
Kemampuan Pichia stipitis dalam proses mengkonversi xilosa sampai
menjadi etanol terlihat dari kadar
yield etanol yang dihasilkan baik dari
xilosa murni maupun pada campuran xilosa murni dengan hidrolisat TKKS.
Secara teori konversi xilosa menjadi etanol menggunakan Pichia stipitis sebesar
0,35 sampai 0,44 (g/g) (Jeffries, et al., 2007). Yield etanol yang diperoleh pada
penelitian ini (tabel 8) menunjukan yield etanol tertinggi diperoleh pada media
tanpa hidrolisat TKKS yaitu pada media fermentasi A sebesar 35% terjadi pada
jam ke-148 jika dibandingkan dengan media fermentasi B, C, dan D yaitu sebesar
26%, 24%, dan 12% yang terjadi pada jam ke-72, ke-148 dan ke-120.
Apabila dilihat dari nilai yield tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
proses fermentasi dengan menggunakan substrat xilosa murni mampu
mengkonversi gula yang lebih optimum. Hal ini karena tidak adanya senyawasenyawa toksik (furfural) yang dapat menghambat proses fermentasi. Tidak
adanya senyawa toksik ini akan menyebabkan kerja Pichia stipitis menjadi lebih
efektif dalam mengkonversi gula pereduksi menjadi etanol. Tingginya yield etanol
yang dihasilkan pada media dengan kandungan xilosa 3% (A) dan media
campuran 2,4% xilosa dengan 0,6% hidrolisat (B) menunjukan bahwa kinerja
Pichia stipitis optimal dalam mengkonversi gula pentosa. Hal ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang menunjukan bahwa kinerja Pichia stipitis lebih baik
dalam mengkonversi xilosa (Rouhollah, et al., 2007). Namun jika dilihat dari
tingginya etanol yang dihasilkan pada media fermentasi campuran 3% xilosa
dengan 2% glukosa (C) menunjukkan Pichia stipitis juga mampu mengkonversi
glukosa.
Hasil penelitian ini jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya
terlihat pada tabel 9, yaitu :
Tabel 9. Konversi optimum substrat oleh Pichia stipitis menjadi etanol
Substrat fermentasi Kadar gula Waktu fermentasi Kadar etanol
(%)
(jam)
(g/l)
Xilosa
3
193
13,24*
Xilosa
5
193
6,27*
Hidrolisat TKKS
3
167
2,79*
Media fermentasi A
3
148
10,73
Media fermentasi B
3
72
7,73
Media fermentasi C
5
148
11,99
Media fermentasi D
5
120
6,15
Keterangan : (TKKS).
-
Media fermentasi A (3% xilosa)
Media fermentasi B (2,4% xilosa dan 0,6% hidrolisat TKKS)
Media fermentasi C (3% xilosa dan 2% glukosa)
Media fermentasi D (2,4% xilosa, 16% glukosa dan 1% hidrolisat
*Hasil penelitian Susanto dan Achmad (2003)
Berdasarkan tabel di atas pada penelitian ini belum didapatkan kadar
etanol dari hidrolisat TKKS. Hal ini dikarenakan pemanfaatan hidrolisat TKKS ini
masih merupakan penelitian awal untuk produksi etanol. Rendahnya kadar etanol
yang dihasilkan pada media yang mengandung hidrolisat dimungkinkan hidrolisat
masih mengandung senyawa-senyawa inhibitor yang dihasilkan pada proses
hidrolisis. Kecilnya kadar etanol yang dihasilkan pada media yang mengandung
hidrolisat TKKS dikarenakan pada penelitian ini tidak diketahui kadar furfural
yang terkandung dalam hidrolisat yang telah didetoksifikasi. Batasan kandungan
furfural pada hidrolisat sebesar 2 g/l (Sitorus, et al., 2009) dan kemungkinan
hidrolisat TKKS dalam penelitian ini mengandung furfural dengan kadar yang
lebih tinggi dari 2 g/l, walaupun upaya detoksifikasi dan kondisi fermentasi telah
dikondisikan sama seperti pada media pertumbuhan Pichia stipitis dalam media
cair YPMX.
4.4. Kadar Gas CO2 yang Dihasilkan
Pengukuran produksi gas karbon dioksida dilakukan dengan mengukur
pengurangan berat labu fermentasi (gravimetri) (Susanto dan Achmad, 2003).
Pengurangan berat labu karena terbentuknya gas CO2 pada proses fermentasi
etanol. Hasil pengurangan kadar CO2 dapat dilihat pada tabel 10, yaitu :
Tabel 10. Hasil pengukuran kadar gas karbondioksida pada media
fermentasi A, B, C, dan D selama proses fermentasi
Waktu
Kadar gas karbon dioksida (mg/ml)
fermentasi
(jam)
Media A
Media B
Media C
Media D
0
0
0
0
0
24
1,90
0,45
1,33
0,50
48
4,11
1,02
4,14
1,04
72
6,28
8,60
9,50
2,60
96
17,71
4,88
17,42
4,20
120
36,51
3,92
39,50
12,43
148
50,67
2,61
54,13
6,01
Keterangan : - Media fermentasi A (3% xilosa)
- Media fermentasi B (2,4% xilosa dan 0,6% hidrolisat TKKS)
- Media fermentasi C (3% xilosa dan 2% glukosa)
- Media fermentasi D (2,4% xilosa, 16% glukosa dan 1% hidrolisat TKKS
Pada tabel di atas kadar gas CO2 pada media fermentasi tanpa hidrolisat
TKKS yaitu media fermentasi (A dan C) sebesar 50,67 mg/ml dan 54,13 mg/ml
yang terjadi pada jam ke-148 jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar
gas CO2 yang terbentuk pada media fermentasi yang mengandung hidrolisat yaitu
media fermentasi (B dan D) yang optimum pada jam ke-72 dan jam ke-120
sebesar 8,60 mg/ml dan 12,43 mg/ml. Kenaikan kadar gas CO2 terjadi karena pada
proses fermentasi etanol selain terbentuk etanol juga terbentuk gas CO2, yang
secara teori jumlah mol CO2 sebanding dengan jumlah mol etanol.
C6H12O6
→ 2 C2H5OH + 2 CO2
3C5H10O5
→ 5C2H5OH + 5CO2
Berdasarkan persamaan reaksi di atas, semakin besar kadar gas CO2 yang
terbentuk maka kadar etanolnya pun akan semakin tinggi, namun jika dilihat dari
tabel 10 kadar gas CO2 yang terbentuk tidak sebanding dengan kadar etanol yang
dihasilkan. Perbedaan konsentrasi hasil pengukuran ini kemungkinan karena
pengukuran kadar gas CO2 hanya dilakukan dengan metode penimbangan
(gravimetri).
Kenaikan gas CO2 (tabel 10) pada media fermentasi tanpa hidrolisat (A
dan C) menunjukkan sumber karbon dari media tersebut lebih banyak
terfermentasi oleh Pichia stipitis menjadi etanol yang lebih besar jika
dibandingkan dengan media fermentasi yang mengandung hidrolisat (B dan D).
Rendahnya kadar etanol yang dihasilkan pada media B dan D terlihat dengan
sedikitnya buih atau gelembung-gelembung gas yang terbentuk selama proses
fermentasi.
4.5. Perubahan pH yang Terjadi Selama Proses Fermentasi
Perubahan pH yang terjadi selama proses fermentasi pada media
fermentasi A, B, C, dan D disajikan pada gambar 21.
Gambar 21. Perubahan pH pada media fermentasi A, B, C, dan D
selama proses fermentasi
Berdasarkan gambar di atas terlihat penurunan pH terbesar terjadi pada
media fermentasi C. Penurunan pH media fermentasi disebabkan karena pada
media fermentasi C terbentuk lebih banyak gas karbon dioksida (tabel 10).
Semakin besar kadar gas karbon dioksida yang terbentuk maka pH media akan
semakin asam. Semakin asamnya pH media menunjukan terjadinya proses
fermentasi dengan terbentuknya etanol dan gas CO2. Kadar gas CO2 yang secara
teori sebanding dengan etanol.
C6H12O6
→ 2 C2H5OH + 2 CO2
3C5H10O5
→ 5C2H5OH + 5CO2
Adanya kadar CO2 dalam media fermentasi sebagai akibat berlangsungnya
fermentasi substrat oleh Pichia stipitis menyebabkan CO2 akan bereaksi dengan
air
yang
ada
dalam
media
fermentasi
membentuk
asam
karbonat
(www.gwahak.com/pdfs/biology/alcoholic_fermentation_yeast.pdf), yaitu :
CO2 + H2O
H2CO3
H+ dan HCO3-
H2CO3
Pelepasan H+ dan HCO3- yang menyebabkan terjadinya penurunan pH
sehingga pH media fermentasi setelah fermentasi berlangsung menjadi lebih
asam. Penurunan pH media fermentasi yang mengandung hidrolisat TKKS (B dan
D) lebih kecil jika dibandingkan dengan media fermentasi tanpa hidrolisat TKKS
(A dan C). Hal ini menunjukkan semakin besarnya kadar hidrolisat TKKS dalam
media menyebabkan penurunan pH media yang lebih kecil, sehingga
menyebabkan proses fermentasi substrat menjadi etanol semakin kecil yang
teridentifikasi dari kecilnya total gas CO2 dan etanol yang dihasilkan (tabel 10).
Penurunan pH pada media fermentasi selain terbentuknya gas CO2 dapat
pula disebabkan oleh terbentuknya asam-asam organik yang diakibatkan
terdegradasinya sumber karbon (gula) yang terdapat pada media (Sundari dan
Irawan, 2006). Asam-asam organik yang terbentuk akan berdisosiasi dengan air
akan menghasilkan H+ yang menyebabkan turunnya pH media. Kemungkinan
asam-asam organik yang terbentuk pada proses ini adalah asam laktat. Reaksi
pembentukan asam laktat dapat dilihat di bawah ini, yaitu :
A. Pembentukan asam laktat dari glukosa
C6H12O6
Glukosa
Glikolisis 2CH COCOOH + 2NADH + 2ATP
3
2
asam piruvat
2CH3 COCOOH +2NADH2 + 2H+ Lactate dehidrogenase
2NAD+
Asam piruvat
C6H12O6 +2H+
Xilosa
Lactate dehidrogenase
Sumber : (Pujaningsih, 2005)
2CH 3CHOHCOOH +
Asam laktat
2CH3CHOHCOOH + 2NAD+ + 2ATP
Asam laktat
B. Pembentukan asam laktat dari xilosa
2C5 H10O5
Xilosa
Glikolisis
2CH3COCOOH + 2NADH2 + 2ATP + 4CO2
asam piruvat
2CH3 COCOOH +2NADH2 + 2H+
2NAD+
Asam piruvat
2C5H10O5 +2H+
4CO2
Xilosa
Lactate dehidrogenase
Lactate dehidrogenase
2CH3CHOHCOOH +
Asam laktat
2CH3 CHOHCOOH + 2NAD+ + 2ATP +
Asam laktat
Kemungkinan terbentuknya asam laktat inipun didukung oleh penelitian
Ilmen, et al. (2006), dimana Pichia stipitis dapat mengkonversi xilosa menjadi
asam laktat. Dengan terbentuknya asam laktat pada akhir proses fermentasi
menyebabkan pH media menjadi semakin asam. Namun, jika dilihat dari
perubahan pH media selama proses fermentasi masih berada pada pH yang sesuai
dengan pertumbuhan Pichia stipitis. pH pertumbuhan Pichia stipitis adalah 3-5,5
(Susanto dan Achmad, 2003) sedangkan pH optimum pertumbuhan yeast adalah
pada pH 4,5-5,5 (Moat, et al., 2002). Hal ini menunjukan Pichia stipitis pada
media A, B, C, dan D sampai akhir proses fermentasi kemungkinan masih hidup.
Hal ini teridentifikasi dengan semakin keruhnya media fermentasi pada akhir
proses fermentasi. Keruhnya media menunjukan adanya biomassa sel yang tinggi
pada media fermentasi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan :
1. pH optimum pertumbuhan yeast Pichia stipitis dalam media cair YMPX
pada pH 5.
2. Detoksifikasi penguapan 85% volum hidrolisat dan penambahan alkali
menyebabkan penurunan kadar gula pereduksi sebesar 51,60%.
3. Penurunan pH dan kenaikan kadar gas CO2 selama proses fermentasi pada
media fermentasi tanpa hidrolisat TKKS jauh lebih besar jika dibandingkan
dengan media yang mengandung hidrolisat TKKS.
4. Konversi gula (%) tertinggi diperoleh pada media fermentasi C (tanpa
hidrolisat TKKS) yaitu sebesar 80,25% dengan kadar etanol 11,99 g/l
sedangkan konversi gula pada media yang mengandung hidrolisat TKKS (B
dan D) sebesar 41,25% dan 79,11% dengan konsentrasi etanol sebesar 7,73 g/l
dan 6,15 g/l.
5.2. Saran
1. Perlu dilakukan optimasi metode detoksifikasi lain misalnya secara biologi
dengan menggunakan Laccase atau dengan menggunakan Trichoderma reesei
untuk medapatkan hidrolisat dengan kandungan inhibitor yang seminimal
mungkin sehingga tidak menghambat proses fermentasi dan diharapkan
mampu menghasilkan yield etanol yang lebih besar.
2. Perlu dilakukan penelitian fermentasi lebih lanjut dengan optimasi
penambahan hidrolisat TKKS, dan optimasi nutrien pada media fermentasi
agar didapatkan kadar etanol yang lebih optimal.
3. Perlu dilakukan pengukuran kandungan furfural pada hidrolisat TKKS
sebelum digunakan sebagai substrat pada proses fermentasi.
DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto, M.A.K. 2003. Mikrobiologi Terapan. Malang : UMM Pers
Creswwell C, Runquist O, dan Campbell M. 2005. Analisis Spektrum Senyawa
Organik. Bandung : Institut Teknologi Bandung
Jenie, S.D.2007.Current Status of Renewable Energy i Indonesia and Its
Technology Development at BPPT. Jakarta : The Asian Science and
Tecnologhy Seminar.
Demirbas, A. 2005. Bioethanol from Cellulosicmaterials: A Renewable Motor
Fuel from Biomass. Energy Sources 21:327−337
Desniar.2000. Pemanfaatan Tetes Tebu (Molases) dan Urea Sebagai Sumber
Karbon dan Nitrogen dalam Produksi Alginat yang Dihasilkan oleh
Bakteri pseudomonas aeruginosa. Buletin Hasil Industri Perikanan Vol.
VII Nomer I Th.2004 : 1-11
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Fessenden, R.J dan J.S. Fessenden. 1982. Kimia Organik. Jilid 1&2.Edisi Ketiga.
Jakarta : Erlangga
Firmansyah, I. 2009. Biokonversi Lignoselulosa dari Biomassa Tandan Kosong
Kelapa Sawit (TKKS) Menjadi Etanol Melalui Proses Sakarifikasi dan
Fermentasi Serentak (SFS). Depok : Fakultas MIPA Universitas
Indonesia
Ganjar, I. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
Gong, C. S., F. C. Li, C. F. Michael, dan T.S.George.1981. Conversion of
Hemicellulose Carbohydrate. Springer-Verlag, Berlin Heidelberg New
York : Biochemical Engineering Vol. 20
Gonzales, G. J. Lopez-Santun, G.Caminal, dan C. Sola. 1986. Dilute Acid
Hydrolysis of Wheat Straw Hemicellulose at Moderate Temperature: A
Simplified Kinetic Model. New York : John Wiley and Sons. Biotech.
Bioeng. 28 : 288-293
Hermawan, Y dan Yanni S. 2009. Sakarifikasi Fermentasi Secara Serentak
Tandan Kosong Kelapa Sawit untuk Produksi Etanol. Prosiding Seminar
Nasional Teknik Kimia 2009 ISBN 978-979-98465-5-6 : 99-100
Hermawan, Y. 2008. Sakarifikasi Fermentasi Secara Serentak Tandan Kosong
Kelapa Sawit untuk Produksi Etanol. Depok : Universitas Indonesia
Hidayat, Nur. 2006. Mikrobiologi Industri. Yogyakarta : Andi
Ida R, E. 2009. Biomassa sebagai Bahan Baku Boetanol. Bogor : Balai Besar
Penelitiandan Pengembangan bioteknologi dan Sumber Daya Genetik
Pertanian
Ikhsan, D, Mohamad E.Y., dan Indah H. 2009. Pengembangan Bioreaktor
Hidrólisis Enzimatis untuk Produksi Bioetanol dari Biomassa Jerami
Padi. Hal. 1-5. Diperoleh dari www.scribd.com dan diakses pada tanggal
23 agustus 2009 pukul 21.00 WIB.
Janes, R. L. 1969. The Chemistry of Wood and Fibers. New York : Mc Graw Hill
Book Co.& Mc Donald (ed). Pulp and Paper Manufacture. Vol 1
Jeffries, T.W., Igor V.G., Jose M. L., Andrea A., Asaf S., Jeremy S., Erika L.,
dan Paramvir D., Harris S., Yong-Su Jin, Volkmar P, dan Paul M. R.
2007. Genome Sequence of the Lignocellulose-Bioconverting and
Xylose-Fermenting Yeast Pichia stipitis. Article Nature Biotecnology
Vol.25
Judomidjojo, M. 1992. Teknologi Fermentasi. Jakarta : Rajawali Pers
Judoamidjojo, M. R, E. Gumbira S, dan L. B. Hartoto. 1989. Biokonversi. Bogor :
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi Institut Pertanian Bogor
Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas
Indonesia Pers
Klinke, H. B., A. B. Thomsen, dan B. K. Ahring. 2004. Inhibition of EthanolProducing Yeast and Bacteria by Degradation Products Produced During
Pre-treatment of Biomass. Appl Microbiology Biotechnology 66: 10–26
Ilmen, M., Kari K., Laura R., Pirkko S., dan Merja P. 2007. Efficient Production
of L-Lactid Acid from Xylose by Pichia stipitis. Journal of Microbiology
Vol. 73, No. 1
Krisnawat S, G. 2008. Kajian Awal Hidrolisis Selulosa Limbah Pertanian
(Batang Pisang) Menjadi Glukosa Menggunakan Katalis Asam. Bogor :
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Larsson, Simona, A. Reimann, N. O. Nilvebrant, dan L. J.Jonsson. 1999.
Comparison of Different Methods for the Detoxification of Lignocellulose
Hydrolyzates of Spruce. Appl. Biochemistry. Biotechnology. 77-103
Lehninger, Albert L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 2. Alih Bahasa Meggy
Thenawijaya.Jakarta : Erlangga
Lynd, L. R. 1996. Overviewand Evaluation of Fuel Ethanol from Cellulosic
Biomass: Technology, Economics, the Environment, and Policy. Ann. Rev.
Energy Environment. 21:403−465
Machfud, Krisnani S., dan Gumbira S.1988. Manual Laboratorium Fermentor.
Bogor: Laboratorium Rekayasa Proses Pangan Pusat Antar Universitas
dan Gizi Institut Pertanian Bogor
Mardoni, dan M.M. Yetty.T. 2007. Perbandingan Metode Kromatografi Gas dan
Berat Jenis pada Kadar Etanol pada Minuman Anggur. Yogyakarta :
Fakultas Farmasi USD
Martinez, A., M. E Rodriguez, S. W. York, J. F. Preston, dan L.O. Ingram. 2000.
Effects of Ca(OH)2 Treatments (“overliming”) on The Composition and
Toxicity of Bagasse Hemicellulose Hydrolysates. Biotechnology. Bioeng.
69, 526–536.
Marx, J.L.1991. Revolusi Bioteknologi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
Moat, A. G., John W. F, dan Michael P.S. 2002. Microbial Physiology. USA : A
Jhon Wiley and Sons, INC Publication
Muchtadi,T.R. 1992. Teknologi Proses Pengolahan. Bogor : Institut Pertanian
Bogor
Nur, M., Herastuti S.R., dan Hendra A.1989.Teknik Laboratorium Untuk Bidang
Biologi dan Kmia.Bogor : Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi Pusat
Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor
Nur, M.A., dan Hendra A. 1989. Teknik Analisa Spektroskopi dalam Analisis
Biologis. Bogor : Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi Pusat Antar
Universitas Ilmu hayat : Institut Pertanian Bogor
Paramik, K., dan D. E Rao. 2005. Kinetic Study on Etanol Fermentation of Grape
Waste Using Saccharomyces cerevisiae Yeast Isolated from Toddy.
Journal of Chinese Institute of Chemical Engineers. Vol. 34 : 53-57
Pelczar, Michael J., dan E.C.S Chan. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jilid 1.
Jakarta : Universitas Indonesia Pers
Pujaningsih, R.I. 2005. Teknologi Fermentasi dan Peningkatan Kualitas
Pangan. Semarang : Universitas Diponogoro
Purwadi, R., Claes N, dan Mohammad J.T. 2004. Kinetic Study of Detoxification
of Dilute-Acid Hydrolyzates by Ca(OH)2. Journal of Biotechnology 114
(2004) 187–198
Purwadi, R. 2006. Continuous Ethanol Production from Dilute-acid
Hydrolyzates: Detoxification and Fermentation Strategy. Sweden :
Chalmers University of Technology
Purwoko, T. 2007. Fisiologi Mikroba. Jakarta : Bumi Aksar
Pusat Data dan Informasi. 2007. Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa Sawit.
Jakarta : Dirjen Perindustrian
Ristiani, J., Kamilah H., Abdilah R., dan Yunita I. S. 2008. Sintesis Etanol dari
Sari Kulit Nanas (Ananas comosus L. Merr) sebagai Pengganti Bahan
Bakar Cair. Semarang : Universitas Negeri Semarang
Rouhollah H., Nahvi I, Emtiazi G, dan Abedinifar S. 2007. Mixed Sugar
Fermentation by Pichia stipitis, Saccharomyces cerevisiae, and an
Isolated
Xylose-Fermenting
Kluyveromices marxianus and Their
Cocultures. African Journal of Biotechnology Vol. 6 (9). pp. 1110-1114
Said, E.G. 1987. Bioindustri : Penerapan Teknologi Fermentasi. Jakarta : Media
Utama Perkasa
Sa´nchez S, Vicente B, Eulogio C, Alberto J.M., dan Fernando C. Fermentation of
Mixtures of D-glucose and D-xylose by Candida shehatae, Pichia stipitis,
or Pachysolen thannophilus to Produce Ethanol. Journal of chemical
Technology and Biotecnology 77: 641-648
Sari, N. K. 2009. Purifikasi Bioetanol dari Rumput Gajah Dengan Destilasi
Batch. SNTKI 2009 ISBN 978-979-98300-1-2 Bandung. OKT08 :1-9
Sastrohamidjojo,H.,
Prawirohatmodjo,S.1995.KAYU:Kimia,Ultrastruktur,Reaksi-reaksi.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
dan
Sitorus, D.A.R, Eko A.A., Dewi A.I, dan Diah T.A. 2009. Kajian Awal
Pemanfaatan Hidrolisat Gula Hasil Hidrolisis Furfural dari Bagas untuk
Produksi Etanol dengan Esceherichia coli dan Klebsiella oxytoca.
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia ISBN 978-979-98465-5-6 : 19
Sjostrom,E. 1981. Wood Chemistry. California : Fundamentals and Aplication.
Academic Press Inc. p 233
Sudarmadji, S., Bambang H., dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta :Liberty
Sudiyani, Y. 2006. Proposal Kompetitip Biokonversi Limbah Lignoselulosa untuk
Produksi Bioenergi Etanol. Tangerang : LIPI
Sudiyani, Y. 2009. Utilization of Biomass Waste Empty Fruit Bunch Fiber of
Palm Oil for Bioethanol Production. Jakarta, 4-5 Februari 2009 : Research
Workshop on Sustainable Biofuel : 1-15
Sugiarta, D.K. 2009. Perancangan Pabrik Furfural dari Sekam Padi dengan
Proses Quakert Oats Kapasitas 1.550 Ton Per Tahun. Surakarta : Fakultas
Teknik Universitas Muhamadiyah Surakarta
Sundari, N. N, dan Irawan S.2006. Daya Adaptasibilitas Isolat Khamir dalam
Cairan Rumen Kerbau Steril Sebagai Bahan Probiotik. Jakarta :
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
Susanto, H., dan Achmad A S. 2003. Development of Ethanol Fermentation
Process for The Utilization of Oil Palm Empty Fruit Bunches. Bandung :
Institut Teknologi Bandung Contract No. ITB (INA) 0102
Tjokroadikoesoemo T, P. S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Jakarta:
PT Gramedia
Widada, B. 2000. Pengenalan Alat Kromatografi Gas. Jurnal Urania No.23 ISSN
0852-4777 : 1-6
Wijanarko, A., Johanes A.N., dan Made S.W. 2006. Tinjauan Komprehensif
Perancangan Awal Pabrik Furfural Berbasis Ampas Tebu di Indonesia.
ISSN: 1829-9466 Journal of the Indonesian Oil and Gas Community :110. Published by “Komunitas Migas Indonesia”.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Garmedia Pustaka
Utama
Wyman, C. E. 2003. Potential Synergies and Challenges in Refining Cellulosic
Biomass to Fuels, Chemicals, and Power. Biotechnology Prog 19:254-262
Download