~ Energi Terbarukan Wajib Untuk Masa Depan Energi Baru dan Terbarukan: Wajib untuk Masa Depan Indonesia Dalam bukunya yang berjudul The Extreme Future: the Top Trends that Will Reshape the World in the Next 5, 10, and 20 Years, James Canton membeberkan 10 tren yang akan mengubah wajah dunia masa depan. Dua poin pertama yang sangat menarik―contohnya sudah bisa kita rasakan dan tengah kita hadapi―adalah krisis energi dan transformasi ekonomi secara global. Canton meramalkan, pada tahun 2015, krisis minyak bumi makin memuncak. Singkat kata, jika tak bisa mengurangi penggunaan minyak bumi, manusia harus mencari sumber energi baru. Berikutnya, Canton menyebutkan bahwa ekonomi masa depan harus mengandalkan teknologi untuk berinovasi, serta menciptakan kemakmuran, kekayaan, dan kekuatan global. Istilah “innovation economy” mengemuka di sini―tentang bagaimana manusia harus mampu berpikir ke depan, menciptakan ide, lalu mewujudkannya menjadi sebuah inovasi yang bisa dikembangkan secara ekonomi, berhubungan dengan isu globalisasi. Terkait dengan dua poin itu, ada satu pertanyaan―yang mungkin membuat kita gusar―yang harus dijawab. Siapkah Indonesia menghadapi krisis energi dan perubahan ekonomi global? Sumber Energi Baru Di tengah krisis energi seperti saat ini, istilah “energi baru dan terbarukan” makin sering disebut sebagai solusi dari ketergantungan akan minyak bumi. Sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, sudah selayaknya kita bersyukur. Indonesia punya beragam sumber energi terbarukan yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi energi alternatif selain minyak bumi. Sebut saja biomassa, energi panas bumi, air, angin, dan curahan sinar matahari sebagai contoh. Sayangnya, hingga kini belum semuanya dimanfaatkan secara maksimal. Kalau Anda mau tahu, energi terbarukan sangat beragam jenisnya. Misalnya biodiesel, yakni minyak nabati yang berasal dari beragam jenis tumbuhan seperti tanaman jarak, randu, dan 1/5 ~ Energi Terbarukan Wajib Untuk Masa Depan kelapa sawit. Berikutnya, bioetanol, berupa cairan biokimia yang berasal dari sumber karbohidrat. Tumbuhan yang bisa digunakan untuk membuat energi alternatif ini di antaranya singkong, ubi, sagu, dan tebu. Ada pula biomassa, energi yang dikembangkan dari beragam massa biologis seperti jerami, kayu, ranting-ranting, limbah kelapa sawit, dan limbah pertanian. Di luar itu, masih ada energi surya, energi air (mikrohidro), dan energi panas bumi (goethermal). Ada Ada dua macam teknologi yang diterapkan untuk memanfaatkan energi surya, yakni teknologi energi surya thermal dan energi surya fotovoltaik. Yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik adalah energi surya fotovoltaik. Beda dengan mikrohidro yang memanfaatkan tenaga air untuk menghasilkan listrik, geothermal memanfaatkan panas bumi untuk menghasilkan listrik. Dibandingkan dengan sumber energi fosil―misalnya minyak bumi, batubara, dan gas―panas bumi dianggap sebagai sumber energi yang ramah lingkungan. Limbah yang dihasilkannya berupa air, bukan gas buangan berbahaya dari proses pembakaran, tidak mengotori lingkungan. Sumber tenaga panas bumi ini utamanya adalah wilayah di sekitar gunung berapi, daerah yang mengandung potensi panas bumi paling besar. “Untuk geothermal, Indonesia adalah negara kedua yang punya potensi terbesar,” kata Agus Rusyana Hoetman, Asisten Deputi Urusan Perkembangan Rekayasa, Deputi Bidang Perkembangan Riptek (Riset Iptek), saat ditemui di kantornya, Jumat (23/5) lalu. Ia bercerita, Ristek dan BPPT kini tengah mengembangkan pembangkit panas bumi “Merah Putih” di daerah Cibuni, Bandung Selatan. Proses pengeborannya telah selesai dan kini mereka tengah mempersiapkan untuk membangun pembangkit dan turbin-turbinnya. Menurut Agus, tak tertutup kemungkinan beberapa sumber energi dikombinasikan untuk menghasilkan energi yang lebih besar. Contohnya di desa Nemberala, Kabupaten Rote Ndao. Di sana, Ristek bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk PLN, mengembangkan pembangkit listrik dari tenaga fotovoltaik, angin, dan diesel. Ada pula pemanfaatan energi samudera yang mengombinasikan tenaga angin, air, dan fotovoltaik. Energi samudera ini telah dikembangkan di Desa Parang Racuk, Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta. Selain itu, nuklir juga sangat berpotensi untuk dikembangkan dikembangkan sebagai energi alternatif, meski usulan pengembangannya di Indonesia masih mengundang kontroversi. 2/5 ~ Energi Terbarukan Wajib Untuk Masa Depan Riset Bertujuan Ekonomi Saat ini, Agus menyampaikan, penggunaan minyak bumi untuk skala nasional adalah 57%. Hingga tahun 2025, pemerintah menargetkan untuk mengurangi penggunaan minyak bumi setidaknya menjadi 20% dan meningkatkan penggunaan sumber energi lain untuk menggantikannya. Pemerintah menargetkan untuk meningkatkan penggunaan gas bumi menjadi lebih dari 30%, batubara lebih dari 33%, bahan bakar nabati (biofuel) lebih dari 5%, panas bumi lebih dari 5%, energi baru terbarukan lainnya―khususnya biomassa, nuklir, tenaga air, tenaga surya, dan tenaga angin―menjadi lebih dari 5%, dan meningkatkan penggunaan batubara yang dicairkan (liquefied coal) menjadi lebih dari 2%. Ristek telah membuat roadmap kebijakan nasional IPTEK hingga tahun 2025. Untuk rencana jangka menengah, misalnya, pemerintah akan memberikan pendanaan bagi masyarakat ilmiah untuk melakukan riset terapan. Dana ini, dikatakan Agus, sebesar Rp100 miliar per tahun, dikucurkan dari dana APBN sejak tahun 2005. Riset unggulannya meliputi pengembangan biofuel, biodiesel, serta pencairan batubara (coal liquefaction) dan pencampuran batubara (coal blending). Dalam roadmap-nya, Ristek ingin mengembangkan Iptek berbasis ekonomi yang ditunjang dengan pengetahuan, teknologi, sumber daya manusia, dan sumber daya alam. “Selama ini, peneliti hanya bekerja untuk meneliti. Begitu mereka mendapatkan hasilnya, ya sudah. mereka tidak melakukan apa-apa lagi untuk mengembangkan temuannya. Contohnya, meneliti perkembangbiakan jangkrik. Setelah meneliti dan tahu bagaimana perkembangbiakan jangkrik, mereka tidak berpikir untuk mengembangbiakkan jangkrik untuk tujuan ekonomi,” Agus menuturkan. Selain melakukan riset, Ristek juga melakukan program pemetaan potensi energi di berbagai wilayah di nusantara. Program ini berjalan sejak 2006 dan direncanakan untuk selesai pada 2009. “Sekarang, Ristek sudah menyelesaikan pemetaan secara global, tapi belum terperinci. Nah, pemetaan rinci ini yang diperlukan kalau mau membentuk desa mandiri untuk energi,” kata Agus. Sebagai ilustrasi, daerah yang banyak ditumbuhi singkong cocok untuk 3/5 ~ Energi Terbarukan Wajib Untuk Masa Depan mengembangkan bioetanol, sedang daerah yang banyak ditumbuhi tanaman jarak bisa mengembangkan biodiesel. Agus juga menyebutkan, beragam riset dan teknologi pengembangan biodiesel sudah dilakukan di beberapa daerah seperti NTT dan Kalimantan. Ketika ditanya bagaimana perhitungan produksi biodiesel dan bioetanol, ia menjawab, “Satu liter bioetanol bisa diproduksi dari 6,5 kilogram ubi kayu, dan satu liter biodiesel bisa diproduksi dari 3 kilogram jarak.” Kendala pada Kebijakan Belum adanya kebijakan energi baru dan terbarukan merupakan kendala terbesar yang menghambat perkembangannya di dalam negeri. Hal itu diakui oleh Agus. Agus melihat, kebijakan ini sebaiknya dirangkai dari tiga sisi. “Pertama, dipandang dari hulu yakni berhubungan dengan sumber energinya, masalah lahan dan penempatan lokasi, juga tentang teknologi pembibitannya. Yang kedua adalah proses teknologinya―bagaimana membuat sumber energi bisa menjadi energi yang digunakan. Dan yang ketiga, yakni posisi di hilir, berhubungan dengan distribusi, kebijakan pricing, dan bentuk bisnisnya,” tutur Agus. Menurutnya, rangkaian kebijakan dari tiga sisi itu sudah bukan masalah untuk energi fosil yakni minyak bumi, batubara, dan gas. Tapi, untuk energi baru dan terbarukan rangkaiannya belum sempurna dan implementasinya kurang tajam. “Sebagai contoh, kenapa biodiesel dengan jarak belum berkembang dengan baik? Pertama, tidak semua petani mendapatkan bibit jarak yang unggul. Distribusi bibit unggul ke petani belum merata, jadi proses produksi juga belum bisa dilakukan secara ekonomis. Dan kedua, teknologinya sudah ada―untuk pemerasan biji jarak dan untuk pengolahannya menjadi biodiesel―namun belum ada kebijakan pricing. Akhirnya, biodiesel tak bisa dijual dengan harga yang fixed,” ia menjelaskan. Wajib Dikembangkan 4/5 ~ Energi Terbarukan Wajib Untuk Masa Depan Bayangkan ini. Hingga tahun 2025, berapa besar pertumbuhan populasi di negara kita? Pertambahan populasi itu akan menuntut pertumbuhan ekonomi dan peningkatan standar hidup yang lebih baik. Pun pertambahan populasi akan meningkatkan permintaan terhadap energi dan listrik. Jangan lupa, isu lingkungan juga akan semakin marak, terutama yang berkaitan dengan kesehatan, pemanasan global, dan polusi udara. Satu hal yang pasti, kita memang membutuhkan energi alternatif. “Lima tahun lalu, kita sangat bergantung pada energi fosil―minyak bumi, batubara, dan gas. Sekarang, kita tak bisa lagi mengandalkan ketiganya,” tegas Agus. Bicara tentang listrik, ia menyampaikan pendapatnya, “Ada dua jenis pengelompokan berdasarkan penggunanya―industri dan rumahan. Industri mengonsumsi listrik berdaya tinggi (high density) untuk proses produksinya, sedang pengguna rumahan menggunakan listrik dengan daya yang rendah (low density).” “Strategi yang baik adalah, jika listrik yang dialokasikan untuk penggunaan low density berasal dari energi baru dan terbarukan, sedangkan penggunaan listrik yang high density memanfaatkan energi fosil. Dan tentu teknologi yang digunakan harus bersih,” kata Agus. Oleh: Restituta Ajeng Arjanti 5/5