peluang koro pedang sebagai pangan, pakan, dan tanaman obat

advertisement
PELUANG KORO PEDANG SEBAGAI PANGAN,
PAKAN, DAN TANAMAN OBAT
Dwi Retno Lukiwati1) dan Bambang R. Prawiradiputra2)
1)
Jurusan Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Univ. Diponegoro
Kampus UNDIP Tembalang, Semarang. Telp. (024)-7474750, e-mail: [email protected]
2)
Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor Jl. Veteran III, Banjarwaru, Ciawi
Telp (0251)-8240752 E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Meningkatnya kebutuhan protein yang diikuti oleh harga kedelai yang relatif tinggi
menyebabkan sebagian perhatian beralih pada legum indigenous inkonvensional, yaitu
Canavalia ensiformis atau jack bean (koro pedang). Koro pedang adalah salah satu tanaman
legum tropik yang belum banyak dikenal, dengan produksi biji dan hijauan tinggi, mempunyai
peluang untuk mengatasi defisiensi protein pangan, terutama di negara berkembang. Biji koro
pedang mempunyai nilai nutrisi tinggi, meliputi protein, lemak serta nutrisi lainnya, dan
potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan ransum ternak monogastrik, unggas, dan ikan. Biji
dan akar Canavalia ensiformis sudah sejak ratusan tahun lalu digunakan sebagai obat
tradisional China untuk kesehatan. Namun, biji koro pedang mengandung racun dan faktorfaktor antinutrisi meliputi thermo-stable dan thermo-labile. Faktor antinutrisi tersebut adalah
komponen nitrogen terlarut yang menghendaki deaktivasi dengan berbagai metode sebelum
digunakan sebagai pangan, pakan, dan obat. Berbagai metode deaktivasi dapat digunakan
untuk menurunkan komponen antinutrisi biji koro pedang, tanpa mempengaruhi kualitas
nutrisinya. Kesimpulannya, peluang penggunaan koro pedang sebagai pangan, pakan, dan
obat cukup besar.
Kata kunci: Canavalia ensiformis, detoksifikasi, antinutrisi
ABSTRACT
The Opportunity of Jack Bean as Food, Feed and Medicinal Plant. The increasing
demand for sources of protein, coupled with the relatively high cost of soybean, has led to a
search for alternatives, particularly non-conventional indigenous legumes such as jack bean
(Canavalia ensiformis). Jack bean is one of the neglected tropical legume plants with high
productive yield in seeds and foliage, and has the opportunity to ameliorate protein deficiency
in human nutrition, particularly in developing countries. Jack bean seeds have good nutritive
value with high level protein, lipid and other nutrients, and it seems potentially suitable for
monogastric, poultry, livestock and fish feeding. The seed and root of jack bean have been used
for hundred years as traditional Chinese medicine to maintain health. However, the seeds
contain toxic and antinutritional factors which include thermo-stable and thermo-labile factors.
These antinutritional factors are solubilized nitrogenous compounds which require deactivation
by some methods prior to use as food, feed and herbal medicine. The various deactivation
methods could used in reducing various antinutritional compounds of jack been without
affecting the nutritional quality. The conclusion, good opportunity to use jack bean as food,
feed and medicinal plant.
Keywords:Canavalia ensiformis, detoxification, Antinutritional
908
Lukiwati dan Prawiradiputra: Peluang Koro Pedang sebagai Pangan, Pakan, dan Tanaman Obat
PENDAHULUAN
Tanaman legum selain bermanfaat sebagai sumber protein dan mineral juga dapat
meningkatkan kesuburan tanah karena kemampuannya melakukan fiksasi N2 udara secara
simbiosis mutualis dengan bakteri Rhizobium. Oleh karena itu, legum sesuai sebagai
tanaman diversifikasi dalam sistem rotasi berbasis tanaman biji-bijian, misalnya jagung dan
sorghum, sekaligus mendukung program diversifikasi pangan sesuai dengan Peraturan
Presiden No. 22 Tahun 2009.
Koro pedang (Canavalia ensiformis) termasuk salah satu lokal yang berpotensi sebagai
sumber protein nabati, bahan baku industri farmasi, dan nutrisi pangan maupun pakan
karena memiliki keseimbangan asam amino dan bioavailabilitas tinggi serta rendah antigizi
(antitripsin) (Udedibie 1990). Tanaman koro pedang di negara maju dimanfaatkan sebagai
pupuk hijau dan penutup tanah (cover crop), bijinya disangrai untuk dibuat semacam
minuman kopi (Bressani et al. 1987).
Sekretariat Negara Republik Indonesia melalui SK No. B522/Setneg/DI/D2/2008
mencanangkan pemanfaatan koro pedang sebagai sumber protein alternatif pengganti
kedelai. Hal ini ditindaklanjuti dengan uji coba budidaya koro pedang di beberapa
provinsi. Di Jawa Tengah antara lain di Wonogiri, Purworejo, Cilacap, Salatiga, Blora,
Temanggung dan Banjarnegara. Uji coba pada lahan marginal dilakukan melalui
kerjasama antara Perhutani, Jamsostek dan Gerakan Ekonomi Rakyat Mandiri (GERAM).
Pengembangan koro pedang di Jawa Tengah dilaksanakan sejak tahun 2011 (Ditjen
Tanaman Pangan 2012). Masyarakat perdesaan di Jawa terutama di Kabupaten Wonogiri
biasanya menggunakan polong muda koro pedang untuk sayuran, dan bijinya untuk
bahan baku tempe (Sastrapradja et al. 1975).
Koro pedang atau jack bean, termasuk dalam ordo Fabales, famili Fabaceae, genus
Canavalia dan spesies Canavalia ensiformis (USDA 2005). Genus Canavalia meliputi 48
spesies yang tersebar luas di daerah tropik, namun hanya lima spesies yang tersebar di
Jawa, Madura, dan Bali, yaitu C. ensiformis, C. gladiata, C. maritima, C. microcarpa , dan
C.virosa (Sastrapradja et al. 1975). Spesies C. ensiformis lebih banyak diminati para
ilmuwan untuk diteliti kemungkinan pemanfaatannya sebagai bahan pangan, pakan,
maupun obat. Peluang pemanfaatan koro pedang sebagai pangan, pakan, dan obat
disajikan pada makalah ini.
PRODUKTIVITAS BIJI KORO PEDANG
Canavalia ensiformis juga dikenal dengan nama kara kaji (Indonesia), kacang parang
(Melayu), koro pedang, koro krandang (Jawa), dan koro wedung (Madura) (Sastrapradja
et al. 1981). Terdapat dua tipe koro pedang yaitu tipe tegak (perdu) berbiji putih atau jack
bean (C. ensiformis L.) dan tipe memanjat/merambat berbiji merah dikenal dengan nama
swardbean (C. gladiata Jack.) (Sena et al. 2005). Tanaman koro pedang dapat beradaptasi
dengan baik pada lahan suboptimal, terutama di lahan kering masam, mudah
dibudidayakan secara monokultur maupun tumpangsari, dapat dimanfaatkan sebagai
tanaman penutup tanah (cover crop), dan menghasilkan biomasa untuk pupuk hijau
maupun pakan ternak (Doss et al. 2011a).
Produktivitas biji koro pedang maksimum di Meksiko berkisar antara 1,0 dan 3,8 t/ha,
masing-masing pada musim kemarau dan musim hujan. Hasil biji dipengaruhi oleh jumlah
polong, bobot biji, dan jumlah biji tiap polong. Ukuran tanaman dan percabangan
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
909
berkurang dengan meningkatnya kepadatan tanaman per luasan lahan (Kessler 1990).
Tanaman koro pedang mampu menghasilkan biji kering antara 800–900 kg/ha pada lahan
kering dan 1.700 kg/ha di lahan yang cukup mendapat pengairan (Robert 1985).
KORO PEDANG SEBAGAI BAHAN PANGAN
Koro pedang belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber protein di Tamilnadu, India,
karena mengandung 3,4-dihydroxylphenylalanin (L. DOPA) dan antinutrisi lainnya.
Berbagai metode prosesing telah dilakukan agar koro pedang bebas racun dan antinutrisi
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein, meliputi perendaman, perebusan
dan pemanasan/pengeringan dengan autoclaf. Pemanasan dengan autoclaf dapat
menurunkan trypsin inhibitor activity (TIA), L-DOPA, dan total free phenol. Perendaman
dan perebusan biji dapat menurunkan kadar tannin. Metode autoclaf lebih efektif menurunkan TIA, polyphenol, dan L. DOPA dibanding metode lainnya (Doss et al. 2011b).
Tempe kedelai telah dikenal luas di Indonesia, sementara nilai gizi tempe berbahan
baku koro pedang (C. ensiformis) belum banyak diketahui meskipun sudah populer
sebagai sumber protein dan vitamin, terutama di Jawa Tengah. Kapang Rhizopus oryzae
R128 mampu menghasilkan tempe koro pedang dalam waktu 26 jam inkubasi pada suhu
30 oC. Nilai nutrisi biji koro pedang dan kedelai serta tempe yang dihasilkan tercantum
pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai nutrisi biji dan tempe koro pedang dan kedelai.
Jenis analisis
Kadar air
Abu
Lemak
Protein
serat
Nutrisi biji
Koro pedang %)
Kedelai (%)
10,8
12,7
3,0
5,3
4,1
16,7
20,5
40,4
7,0
3,2
Nutrisi tempe
Koro pedang %)
Kedelai (%)
60,6
55,3
0,3
1,6
1,7
6,8
10,0
20,8
1,5
1,4
Sumber: Ganjar (1979).
Nilai gizi tempe koro pedang memang lebih rendah, namun perlu dipertimbangkan
sebagai sumber protein nabati alternatif mengingat kedelai harganya lebih mahal dan
seringkali tidak tersedia pada waktu tertentu.
Kandungan protein biji koro pedang bervariasi 20,5% (Ganjar et al. 1979), 18–25%
(Robert 1985), 24% (Windrati et al. 2010) dan 30,36% (Sudiyono 2010). Kandungan
karbohidrat 61,7% (Ganjar et al. 1979), 50–60% (Van der Mesen dan Somaatmadja
1993), 55% (Windrati et al. 2010), dan 60,1% (Sudiyono 2010). Kandungan protein dan
karbohidrat yang tinggi berpeluang diolah menjadi tepung kaya protein (protein rich flour
= PRF). Tepung koro pedang dapat digunakan sebagai bahan baku cake, cookies,
brownies, kerupuk, dan tempe (Wahyuningsih dan Saddewisasi 2013). Hasil analisis PRF
asal koro pedang menunjukkan kadar protein yang tinggi yaitu 37,61%, lemak 4,49%, pati
36,70% (amilosa 31,12% dan amilopektin 68,88%), total gula 0,57%, serat 2,23% dan
abu 3,04%. Asam amino dengan nilai tertinggi adalah glutamat 5,47% dan yang paling
rendah adalah methionin 0,32% (Tabel 3). Di samping itu, PRF juga rendah antigizi
(antitripsin) 8,90 unit/g. Hal ini menguntungkan, karena jika antitripsin tinggi dalam tubuh
910
Lukiwati dan Prawiradiputra: Peluang Koro Pedang sebagai Pangan, Pakan, dan Tanaman Obat
dapat menghambat aktivitas enzim tripsin sehingga daya cerna protein menurun (Windrati
et al. 2010).
Tabel 3. Komposisi asam amino tepung kaya protein koro pedang*.
Jenis asam amino
Aspartat
Glutamat
Serin
Histidin
Glisin
Treonin
Arginin
Alanin
Tirosi
Metionin
Valin
Fenilalanin
Isoleusin
Leusin
Lisin
Persen
4,51
5,47
1,78
1,09
1,81
1,56
2,33
1,70
1,09
0,32
2,09
1,98
2,08
3,68
2,30
* Windrati et al (2010).
Biji koro pedang potensial sebagai pangan maupun pakan, berdasarkan komposisi
proksimat (Tabel 4) dan mineral (Tabel 5). Minyak kasar yang dihasilkan C. ensiformis
dapat ‘diolah’ lebih lanjut untuk dikonsumsi sebagai asupan asam-asam lemak esensial
(Abitogun dan Olasehinde 2012).
Komposisi proksimat tepung koro pedang hasil penelitian Abitogun dan Olasehinde
(2012) relatif berbeda dibanding Marimuthu dan Gurumoorthi (2013). Hal ini dapat
disebabkan oleh perbedaan asal biji koro pedang dan metode prosesing yang digunakan,
di samping faktor lingkungan tumbuh (Dodd dan Pushpamma 1980).
Tabel 4. Komposisi proximate tepung biji Canavalia ensiformis*.
Jenis analisis
Kadar air
Protein kasar
Serat kasar
Abu
Ekstrak ether
Karbohidrat
Lemak kasar
g/100 g*
2,19
20,97
2,55
3,45
10,23
60,61
-
g/100 g**
5,73
24,32
6,13
2,11
41,26
3,17
Abitogun dan Olasehinde (2012). ** Marimuthu dan Gurumoorthi (2013).
Kendala pemanfaatan koro pedang sebagai bahan pangan adalah zat antinutrisi
glukosida sianogenik yang dapat menimbulkan citarasa kurang disukai konsumen, dan
dapat mengurangi bioavailabilitas nutrisi dalam tubuh. Glukosida sianogenik merupakan
prekusor sianida bebas, sehingga apabila terhidrolisis sempurna dapat menghasilkan
sianida bebas yang dapat mengganggu penyerapan iodium dan menghambat penyerapan
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
911
protein dalam tubuh (Doss et al. 2011). Batas maksimal aman kadar asam sianida untuk
konsumsi menurut Food and Agricultural Organization (FAO) adalah kurang dari 10 ppm.
Berbagai cara untuk mengurangi atau menghilangkan sianida telah dilakukan, dan
hasilnya menunjukkan bahwa perlakuan blansing mempercepat penurunan kadar HCN,
karena enzim dalam proses oksidasi dan hidrolisis menjadi nonaktif. Jika setelah blansing
dilanjutkan dengan perendaman biji dalam larutan garam 5% selama 24 jam maka kadar
HCN dalam tepung koro pedang adalah 0 ppm dan derajat putih tepung 82,45%.
Pembuatan krupuk dengan komposisi 25 g tepung koro pedang dan 100 g tapioka
menghasilkan rasa dan tekstur paling disuka panelis. Rasa dan tekstur brownis dengan
menggunakan 100% tepung koro pedang tidak berbeda dibanding 100% tepung terigu
(Wahyuningsih dan Saddewisasi 2013).
Tabel 5. Komposisi mineral tepung biji Canavalia ensiformis*.
Jenis mineral
Natrium
Kalium
Calsium
Magnesium
Fosfor
Zink
Zat besi
Mangan
Copper
Timah hitam
g/100 g
2,53
4,02
3,21
1,95
1,50
2,90
0,83
0,35
0,43
0,14
* Abitogun dan Olasehinde (2012).
Detoksifikasi untuk mengurangi atau menghilangkan zat antinutrisi juga dapat dilakukan melalui fermentasi tepung koro pedang dengan menggunakan kultur campuran
kapang dan bakteri. Metode fermentasi tersebut telah diteliti Gabriel-Ajobiewe (2011) dan
hasilnya menunjukkan kandungan phytate maupun canavanine menurun, masing-masing
5,07 g/100 g dan 0,40 mg/g dibanding kontrol (tanpa fermentasi) 58,66 g/100g dan 0,79
mg/g. Kandungan nutrisinya meningkat, protein kasar 34,14–39,82 g/100g dibanding
kontrol (tanpa fermentasi) 26,29 g/100g. Kandungan mineral juga meningkat, magnesium
(30,07–46,77 mg/g), sodium (18,51–34,34 mg/g), dan kalium (23,51–40,88 mg/g) dibanding kontrol. Namun kandungan Ca dan Zn menurun akibat fermentasi tersebut, masingmasing 3,55–1,35 mg/g dan 0,14–0,00 mg/g sampel. Gilang et al. (2013) menyatakan
bahwa perebusan dan perendaman biji tanpa kulit dapat menurunkan kadar asam phytate
tepung koro pedang.
KORO PEDANG SEBAGAI PAKAN
Biji Canavalia mengandung protein dan karbohidrat masing-masing 300 g/kg dan 600
g/kg (Rajaram dan Janardhanam 1992), dan potensial sebagai sumber protein dalam
pakan ruminansia, monogastrik maupun unggas (Herrera et al. 1981; Udedibie 1990).
Tepung koro pedang juga dimanfaatkan sebagai pakan ikan Mozambique tilapia (Oreochromis mossambicus) (Martinez-Palacios et. al. 1998). Namun masih terdapat kendala
dalam penggunaannya sebagai pangan maupun pakan, karena biji koro pedang mengandung racun dan komponen antinutrisi (Carlini dan Gumaraes 1981). Manipulasi prosesing
912
Lukiwati dan Prawiradiputra: Peluang Koro Pedang sebagai Pangan, Pakan, dan Tanaman Obat
atau detoksifikasi diperlukan untuk mengurangi atau menghilangkan komponen anti nutrisi
tersebut, dan beberapa teknik prosesing telah diteliti untuk meningkatkan utilisasi biji koro
pedang (Fagbenro et al., 2003).
Detoksifikasi perlu dilakukan karena adanya zat antinutrisi yang termasuk ‘thermostable’ (canavanine, concanavaline, canavalin, canatoxin) maupun ‘thermo-labile’ (protease inhibitor, lektin, asam pitat). Zat-zat antinutrisi tersebut termasuk dalam komponen
nitrogen terlarut yang memerlukan deaktivasi, misalnya dengan perlakuan pemanasan dan
atau ekstraksi, sebelum digunakan sebagai bahan ransum ternak (Udedibie dan Carlini
1998). Detoksifikasi dengan cara perebusan, hanya 10% koro pedang yang dapat digunakan dalam ransum ayam pedaging (Udedibie dan Madubuike 1988). Cara lainnya adalah
dengan perendaman biji koro pedang dalam air atau NaOH selama 48 jam dan selanjutnya dipanaskan dengan autoclaf, sebelum dibuat tepung untuk pakan ikan Oreochromis
niloticus (Akinbiyi 1992). Sowndhararajan et al. (2011) melaporkan bahwa kandungan
total phenolat dan tannin lebih tinggi dalam ekstrak biji yang dipanaskan dengan autoclaf,
masing-masing 3,2 g/100 g ekstrak dan 1,6 g/100 g ekstrak. Ekstrak biji yang sudah dipanaskan umumnya menunjukkan aktivitas antioksidan lebih tinggi dibanding tanpa pengolahan, dan menghambat hemolisis lebih tinggi (76,1%).
Fagbenro et al. (2003) menyatakan bahwa metode pengupasan kulit biji koro pedang
dan perebusan dapat mengatasi daya racun zat antinutrisi thermostable (canavanine,
concanavalin, canilin dan canatoxin). Koro pedang yang dikupas kulitnya kemudian direbus dalam air suling (distilled water) 5% (wt./vol) atau biji direbus dalam larutan trona
(NaCO2.NaHCO3.2H2O), masing-masing dapat digunakan sebanyak 20% dan 30% dari
total protein ransum ikan O. niloticus. Tepung koro pedang yang sudah mengalami detoksifikasi dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein ransum ikan. Cara ini menghemat
biaya pakan, tidak mengganggu pertumbuhan, dan meningkatkan utilisasi nutrisi dan bioavailabilitasnya. Tepung koro pedang dalam ransum ikan O. niloticus dapat meningkatkan
kandungan protein kasar karkas dan tidak berpengaruh pada indek hepatosomatik (Tabel
6). Pernyataan tersebut didukung oleh Anyanwu et al. (2011) bahwa tepung koro pedang
dapat digunakan dalam ransum Clarias gariepinus sampai 20% tanpa menurunkan
kualitas karkas ikan.
Tabel 6. Komposisi karkas ikan Oreochromis niloticus dengan substitusi tepung koro pedang dalam
ransum.
g/kg BK
Air
Protein kasar
Lemak kasar
Total abu
Hepatosomatik
index (%)
Sampel
awal
78,4a
13,7b
4,1b
2,8
1,29
CD
DW20
DW30
TS20
TS30
69,1b
17,2a
5,7b
3,0
1,21
69,1b
17,1a
–5,4b
2,9
1,24
70,9b
16,7a
5,0b
2,5
1,24
70,2b
17,1a
5,3b
2,9
1,23
70,4b*
17,0a
5,4b
2,5
1,25
* Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).
CD = control diet; DW20= distilled water (air distilasi/ suling); TS30 = trone solution (larutan trone).
Sumber: Fagbenro et al. (2003).
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
913
KORO PEDANG SEBAGAI OBAT
Biji dan akar tanaman koro pedang sudah ratusan tahun lalu digunakan sebagai obat
tradisional China. Koro pedang mengandung lektin yang mempunyai efek aglutinin dan
berfungsi sebagai antileukemia. Lektin koro pedang dapat secara langsung merangsang
monocyte dalam memproduksi cytokinin, yang mempunyai efek autocrine dan atau paracrine untuk mengaktifkan cross-regulation antara monocyte dan lymphocyte. Pada gilirannya dapat menginduksi diferensiasi macrophage dan menyebabkan imunitas antileukemia
melawan sel-sel U937 (Chen et al. 2012). Lektin, protein yang mengikat karbohidrat,
umumnya terdapat dalam mikroorganisme, jamur, tumbuhan dan hewan, secara spesifik
dikenal sebagai glikoprotein dalam membran sel jaringan dan tumor (Martinez-Cruz et al.
2001). Lektin yang terdapat dalam jamur Agaricus bisporus dapat menghambat proliferasi
colorectal manusia dan sel-sel carcinoma payudara tanpa menimbulkan efek racun (Yu et
al. 1993). Informasi atau penelitian mengenai aktivitas antioksidan yang terdapat dalam
biji koro pedang masih jarang. Sowndhararadjan et al. (2011) telah melaporkan hasil
penelitiannya bahwa ekstrak biji koro pedang yang sudah dipanaskan dalam autoclaf menunjukkan aktivitas antioksidan dan kemampuan menghambat hemolisis yang lebih tinggi
(76,1%) dibanding tanpa pemanasan.
KESIMPULAN
1. Koro pedang berpotensi sebagai sumber protein nabati untuk pangan dan pakan,
berdasarkan komposisi proksimat dan mineral dengan keseimbangan asam amino
dan bioavailabilitas yang tinggi dan rendahnya antitripsin.
2. Koro pedang mengandung lektin yang mempunyai efek aglutinin dan berfungsi
sebagai antileukimia, serta adanya aktivitas antioksidan dengan kemampuan
menghambat hemolisis berpotensi juga sebagai tanaman obat.
3. Detoksifikasi perlu dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan komponen
antinutrisi dengan cara perendaman, perebusan, pengeringan, dan fermentasi
maupun kombinasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Abitogun, A. S. and E. F. Olasehinde. 2012. Nutritional evaluation of seed and characterization
of crude jack bean (Canavalia ensiformis) oil. IOSR J. of Appl. Sci. 1(6): 36–40.
Akinbiyi, A. 1992. The use of thermally-processed jackbean (Canavalia ensiformis) in Nile
tilapia diets. M.Sc. Tesis, University of Ibadan, Nigeria.
Anyanwu, D.C., E.O. Nwoye, and J.I. Offor. 2011. Effects of dietary levels of jackbean
(Canavalia ensiformis) meal on body composition of Clarias gariepinus fingerling. Pakistan
J. of Nutrition, 10(11): 1066–1068.
Bressani, R., R.S. Brenes, A. Garcia, and L.G. Elias. 1987. Chemical composition amino acid
content and protein quality of Canavalia spp. seeds. J. Sci. Food and Agric. 40: 17–23
Carlini, C.R. and I. Gumaraes. 1981. Isolation and characterization of toxic protein from
Canavalia ensiformis (jackbean) seeds distinct from Con.A. Toxicon, 19: 667–675.
Chen, Y.Y. C.M. Jiang, S.H. Wang, M.K. Shih, H.Y. Hu, and H.F. Liao. 2012. The antileukemic lectins from Canavalia ensiformis induce macrophage differentiation through
cross-regulation between monocytes and lymphocytes. J. of Medicinal Plants Research,
6(3): 534–543
914
Lukiwati dan Prawiradiputra: Peluang Koro Pedang sebagai Pangan, Pakan, dan Tanaman Obat
Ditjen Tanaman Pangan. 2012. Pedoman Teknis Pengelolaan Produksi Kacang Tanah, Kacang
Hijau dan Aneka Kacang. Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi. Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan. Kementerian Pertanian. Jakarta.
Dodd, N.K. and P. Pushpamma. 1980. Effects of locate and varieties on protein, amino acids
and mineral contents of chickpea. Indian J. of Agric. Sci. 50: 139–144.
Doss, A., M. Pugalenthi, and V. Vadivel. 2011a. Nutritional evaluation of wild jackbean
(Canavalia ensiformis) seeds in different locations of South India. World Appl. Sci. J.
13(7): 1606–1612.
Doss, A., M. Pugalenthi, V.G. Vadivel, G. Subhasini, and R. Anitha Subash. 2011b. Effects of
processing technique on the nutritional composition and antinutrients content of underutilized food legume Canavalia ensiformis L. DC. International Food Res. J. 18(3): 965–
970.
Fagbenro, O.A, E.O. Adeparusi, and W.A. Jimoh. 2003. Nutrient quality of detoxified jackbean
(Canavalia ensiformis L. DC) seeds cooked in distilled water or trona solution and
evaluation of the meal as a substitute for soybean meal in practical diets for nile tilapia,
Oreochromis niloticus, fingerlings. M.Sc. Tesis. Federal University of Technology, Nigeria.
Gabriel-Ajobiewe, R.A.O. 2011. Biochemical evaluation of combined state fermentation of
Canavalia ensiformis (L.) using mixed cultures. Res. J. of Mikrobiology, 1–10.
Ganjar, I., D.S. Slamet, D. Sukiswati dan L. Somali. 1979. A preliminary study on fermentation
of Canavalia ensiformis seeds. Bulletin Penelitian Kesehatan. 7(1): 1–5.
Gilang, R., D.R. Affandi, dan D. Ishartani. 2013. Karakteristik fisik dan kimia tepung koro
pedang (Canavalia ensiformis) dengan variasi perlakuan pendahuluan. J. Teknosains
Pangan, 2(3): 34–42.
Herrera, F., M. Gutierez, S. Cupul., M. Ferrioro, J.M. Carabano, and J.J. Montilla. 1981. The
effect of incorporation of Canavalia ensiformis seed into a ration of laying hens at 10%
and 20%. Tropical Animal Production. 6: 775–776.
Kessler, C.D.J. 1990. An agronomic evaluation of jackbean (Canavalia ensiformis) in Yucatan,
Mexico. I. Plant density. Cambridge Journals. Experimental Agriculture, 26(1): 11–22.
Marimuthu, M. and P. Gurumoorthi. 2013. Physicochemical and functional properties of
starches from Indian jackbean (Canavalia ensiformis), an underutilized wild food legume.
J. of Chemical and Pharmaceutical Res. 5(1): 221–225.
Martinez-Cruz, M., E. Zenteno, and F. Cordoba. 2001. Purification and characterization of a
galactose-spesific lectin from corn (Zea mays) coleoptile. Biochim. Biophys. Acta. 1568:
37–44
Martinez-Palacios, C.A., C.R. Galvan, M.A. Olvera-Novoa, and C. Charvez-Martinez. 1998. The
use of jackbean (Canavalia ensiformis Leguminosae) meal as a partial substitute for fish
meal in diets for tilapia (Oreochromis mossambicus: Cichlidae). Aquaculture, 68: 165–
175.
Newman, C.W., N.R. Roth, and R.H. Lockermen. 1987. Protein quality of chickpea (Cicer
ariterium L.). Nutr. Rep. Int. 36: 1–5.
Rajaram, N. and K. Janardhanam. 1992. Nutritional and chemical evaluation of raw seeds of
Canavalia gladiata and Canavalia ensiformis. The underutilised food and fodder crops in
India. Plant Foods in Human Nutrition, 42:329–336
Robert, E.H. 1985. Grain Legumes Crop. Collin Sons and Co. Ltd. 8. Grafton, London.
Sasrapradja, S., S.H. Aminah, L. Lubis, and D. Sastrapradja. 1975. Studies in the Javanese
species of Canavalia. I. Floral biology and cytology. Ann. Bogor. 6:43–55.
Sastrapradja, S., S.H.A. Lubis, E. Djajasukma, H. Soetarno, dan I. Lubis. 1981. Proyek
Penelitian Potensi Sumberdaya Ekonomi: Sayur-Sayuran, LIPI, 6:46–47
Sena, S., K.R. Sridhar, and B. Bhagya. 2005. Biochemical and biological evaluation of an
unconventional legume Canavalia maritima of coastal sand dunes of India. Department of
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
915
Biosciences Mangalore University, India. Tropical and Subtropical Agroecosystems, 5(1):
1–14.
Sowndhararajan, K,, P. Perumal, and S. Manian. 2011. Antioxidant activity of the differentially
processed seeds of Jack bean (Canavalia ensiformis L. DC). Foof Sci. Biotechnol.. 20(3):
585–591.
Sudiyono. 2010. Penggunaan Na2HCO3 untuk mengurangi kandungan asam sianida (HCN)
koro benguk pada pembuatan koro benguk goreng. Agrika, 4(1): 48–53.
Udedibie, A.B.I. 1990. Nutritional evalution of jackbean (Canavalia ensiformis) for the Nigerian
poultry industry. AMBIO, 19: 361–365.
Udedibie, A.B.I. and Carlini, C.R. 1998. Crack and cook: A simple and quick process for
elimination of concanavalin A. (Con. A) from Canavalia seed. Animal Feed Science and
Technology, 74: 179–184.
Udedibie, A.B.I. and F.N. Madubuike. 1988. Effect of dietary raw and heat-treated jackbean
(Canavalia ensiformis) on the performance of laying hens. J.of Arid Agric. 1: 47–54
USDA (United State Department of Agriculture). 2005. Canavalia ensiformis L. Germplasm
Resources Information Network.
Van der Mesen dan S. Somaatmadja. 1993. Prosea Sumberdaya Nabati sia Tenggara I.
Gramedia. Pustaka Utama. Jakarta.
Wahyuningsih, S.B. dan W. Saddewisasi. 2013. Pemanfaatan koro pedang pada aplikasi
produk pangan dan analisis ekonominya. Riptek, 7(2): 1–10.
Windrati, W.S., A. Nafi, dan P.D. Augustine. 2010. Sifat nutrisional protein rich flour (PRF)
koro pedang (Canavalia ensiformis L.). Agrotek 4(1): 18–26.
Yu, L., D.G. Femig, J.A. Smith, J.D. Milton, and J.M. Rhodes. 1993. Reversible inhibition of
proliferation of epithelial cell lines by Agaricus bisporus (edible mushroom) lectin. Cancer
Res. 53: 4627–4632.
DISKUSI
Pertanyaan:
1. Helen (Ambon)
Bahan antinutrisi di koro pedang, untuk pakan, untuk tanaman, sampai mana penelitian
untuk biomassa?
2. Ridwan (Bangka Belitung)
Nutrisi pada koro pedang? Bagaimana mengatasi racun-racun?
3. Ainur Rahmi (STPP Padang)
Dari biomassa koro pedang, sebenarnya bagaimana untuk pangan, pakan, tanaman obat?
Jawaban:
• Legume antinutrisi baik di daun, biji, sebagian besar di biji, kenapa biomassa tidak
ditampilkan? Karena hasil penelitian hanya pada biji untuk pakan, pangan, obat.
• Koro pedang peluang pemanfaatan, karena sesuai di bidangnya, tidak masalah tentang
diversifikasi
916
Lukiwati dan Prawiradiputra: Peluang Koro Pedang sebagai Pangan, Pakan, dan Tanaman Obat
Download