PELUANG KORO PEDANG SEBAGAI PANGAN, PAKAN, DAN TANAMAN OBAT Dwi Retno Lukiwati1) dan Bambang R. Prawiradiputra2) 1) Jurusan Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Univ. Diponegoro Kampus UNDIP Tembalang, Semarang. Telp. (024)-7474750, e-mail: [email protected] 2) Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor Jl. Veteran III, Banjarwaru, Ciawi Telp (0251)-8240752 E-mail: [email protected] ABSTRAK Meningkatnya kebutuhan protein yang diikuti oleh harga kedelai yang relatif tinggi menyebabkan sebagian perhatian beralih pada legum indigenous inkonvensional, yaitu Canavalia ensiformis atau jack bean (koro pedang). Koro pedang adalah salah satu tanaman legum tropik yang belum banyak dikenal, dengan produksi biji dan hijauan tinggi, mempunyai peluang untuk mengatasi defisiensi protein pangan, terutama di negara berkembang. Biji koro pedang mempunyai nilai nutrisi tinggi, meliputi protein, lemak serta nutrisi lainnya, dan potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan ransum ternak monogastrik, unggas, dan ikan. Biji dan akar Canavalia ensiformis sudah sejak ratusan tahun lalu digunakan sebagai obat tradisional China untuk kesehatan. Namun, biji koro pedang mengandung racun dan faktorfaktor antinutrisi meliputi thermo-stable dan thermo-labile. Faktor antinutrisi tersebut adalah komponen nitrogen terlarut yang menghendaki deaktivasi dengan berbagai metode sebelum digunakan sebagai pangan, pakan, dan obat. Berbagai metode deaktivasi dapat digunakan untuk menurunkan komponen antinutrisi biji koro pedang, tanpa mempengaruhi kualitas nutrisinya. Kesimpulannya, peluang penggunaan koro pedang sebagai pangan, pakan, dan obat cukup besar. Kata kunci: Canavalia ensiformis, detoksifikasi, antinutrisi ABSTRACT The Opportunity of Jack Bean as Food, Feed and Medicinal Plant. The increasing demand for sources of protein, coupled with the relatively high cost of soybean, has led to a search for alternatives, particularly non-conventional indigenous legumes such as jack bean (Canavalia ensiformis). Jack bean is one of the neglected tropical legume plants with high productive yield in seeds and foliage, and has the opportunity to ameliorate protein deficiency in human nutrition, particularly in developing countries. Jack bean seeds have good nutritive value with high level protein, lipid and other nutrients, and it seems potentially suitable for monogastric, poultry, livestock and fish feeding. The seed and root of jack bean have been used for hundred years as traditional Chinese medicine to maintain health. However, the seeds contain toxic and antinutritional factors which include thermo-stable and thermo-labile factors. These antinutritional factors are solubilized nitrogenous compounds which require deactivation by some methods prior to use as food, feed and herbal medicine. The various deactivation methods could used in reducing various antinutritional compounds of jack been without affecting the nutritional quality. The conclusion, good opportunity to use jack bean as food, feed and medicinal plant. Keywords:Canavalia ensiformis, detoxification, Antinutritional 908 Lukiwati dan Prawiradiputra: Peluang Koro Pedang sebagai Pangan, Pakan, dan Tanaman Obat PENDAHULUAN Tanaman legum selain bermanfaat sebagai sumber protein dan mineral juga dapat meningkatkan kesuburan tanah karena kemampuannya melakukan fiksasi N2 udara secara simbiosis mutualis dengan bakteri Rhizobium. Oleh karena itu, legum sesuai sebagai tanaman diversifikasi dalam sistem rotasi berbasis tanaman biji-bijian, misalnya jagung dan sorghum, sekaligus mendukung program diversifikasi pangan sesuai dengan Peraturan Presiden No. 22 Tahun 2009. Koro pedang (Canavalia ensiformis) termasuk salah satu lokal yang berpotensi sebagai sumber protein nabati, bahan baku industri farmasi, dan nutrisi pangan maupun pakan karena memiliki keseimbangan asam amino dan bioavailabilitas tinggi serta rendah antigizi (antitripsin) (Udedibie 1990). Tanaman koro pedang di negara maju dimanfaatkan sebagai pupuk hijau dan penutup tanah (cover crop), bijinya disangrai untuk dibuat semacam minuman kopi (Bressani et al. 1987). Sekretariat Negara Republik Indonesia melalui SK No. B522/Setneg/DI/D2/2008 mencanangkan pemanfaatan koro pedang sebagai sumber protein alternatif pengganti kedelai. Hal ini ditindaklanjuti dengan uji coba budidaya koro pedang di beberapa provinsi. Di Jawa Tengah antara lain di Wonogiri, Purworejo, Cilacap, Salatiga, Blora, Temanggung dan Banjarnegara. Uji coba pada lahan marginal dilakukan melalui kerjasama antara Perhutani, Jamsostek dan Gerakan Ekonomi Rakyat Mandiri (GERAM). Pengembangan koro pedang di Jawa Tengah dilaksanakan sejak tahun 2011 (Ditjen Tanaman Pangan 2012). Masyarakat perdesaan di Jawa terutama di Kabupaten Wonogiri biasanya menggunakan polong muda koro pedang untuk sayuran, dan bijinya untuk bahan baku tempe (Sastrapradja et al. 1975). Koro pedang atau jack bean, termasuk dalam ordo Fabales, famili Fabaceae, genus Canavalia dan spesies Canavalia ensiformis (USDA 2005). Genus Canavalia meliputi 48 spesies yang tersebar luas di daerah tropik, namun hanya lima spesies yang tersebar di Jawa, Madura, dan Bali, yaitu C. ensiformis, C. gladiata, C. maritima, C. microcarpa , dan C.virosa (Sastrapradja et al. 1975). Spesies C. ensiformis lebih banyak diminati para ilmuwan untuk diteliti kemungkinan pemanfaatannya sebagai bahan pangan, pakan, maupun obat. Peluang pemanfaatan koro pedang sebagai pangan, pakan, dan obat disajikan pada makalah ini. PRODUKTIVITAS BIJI KORO PEDANG Canavalia ensiformis juga dikenal dengan nama kara kaji (Indonesia), kacang parang (Melayu), koro pedang, koro krandang (Jawa), dan koro wedung (Madura) (Sastrapradja et al. 1981). Terdapat dua tipe koro pedang yaitu tipe tegak (perdu) berbiji putih atau jack bean (C. ensiformis L.) dan tipe memanjat/merambat berbiji merah dikenal dengan nama swardbean (C. gladiata Jack.) (Sena et al. 2005). Tanaman koro pedang dapat beradaptasi dengan baik pada lahan suboptimal, terutama di lahan kering masam, mudah dibudidayakan secara monokultur maupun tumpangsari, dapat dimanfaatkan sebagai tanaman penutup tanah (cover crop), dan menghasilkan biomasa untuk pupuk hijau maupun pakan ternak (Doss et al. 2011a). Produktivitas biji koro pedang maksimum di Meksiko berkisar antara 1,0 dan 3,8 t/ha, masing-masing pada musim kemarau dan musim hujan. Hasil biji dipengaruhi oleh jumlah polong, bobot biji, dan jumlah biji tiap polong. Ukuran tanaman dan percabangan Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014 909 berkurang dengan meningkatnya kepadatan tanaman per luasan lahan (Kessler 1990). Tanaman koro pedang mampu menghasilkan biji kering antara 800–900 kg/ha pada lahan kering dan 1.700 kg/ha di lahan yang cukup mendapat pengairan (Robert 1985). KORO PEDANG SEBAGAI BAHAN PANGAN Koro pedang belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber protein di Tamilnadu, India, karena mengandung 3,4-dihydroxylphenylalanin (L. DOPA) dan antinutrisi lainnya. Berbagai metode prosesing telah dilakukan agar koro pedang bebas racun dan antinutrisi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein, meliputi perendaman, perebusan dan pemanasan/pengeringan dengan autoclaf. Pemanasan dengan autoclaf dapat menurunkan trypsin inhibitor activity (TIA), L-DOPA, dan total free phenol. Perendaman dan perebusan biji dapat menurunkan kadar tannin. Metode autoclaf lebih efektif menurunkan TIA, polyphenol, dan L. DOPA dibanding metode lainnya (Doss et al. 2011b). Tempe kedelai telah dikenal luas di Indonesia, sementara nilai gizi tempe berbahan baku koro pedang (C. ensiformis) belum banyak diketahui meskipun sudah populer sebagai sumber protein dan vitamin, terutama di Jawa Tengah. Kapang Rhizopus oryzae R128 mampu menghasilkan tempe koro pedang dalam waktu 26 jam inkubasi pada suhu 30 oC. Nilai nutrisi biji koro pedang dan kedelai serta tempe yang dihasilkan tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai nutrisi biji dan tempe koro pedang dan kedelai. Jenis analisis Kadar air Abu Lemak Protein serat Nutrisi biji Koro pedang %) Kedelai (%) 10,8 12,7 3,0 5,3 4,1 16,7 20,5 40,4 7,0 3,2 Nutrisi tempe Koro pedang %) Kedelai (%) 60,6 55,3 0,3 1,6 1,7 6,8 10,0 20,8 1,5 1,4 Sumber: Ganjar (1979). Nilai gizi tempe koro pedang memang lebih rendah, namun perlu dipertimbangkan sebagai sumber protein nabati alternatif mengingat kedelai harganya lebih mahal dan seringkali tidak tersedia pada waktu tertentu. Kandungan protein biji koro pedang bervariasi 20,5% (Ganjar et al. 1979), 18–25% (Robert 1985), 24% (Windrati et al. 2010) dan 30,36% (Sudiyono 2010). Kandungan karbohidrat 61,7% (Ganjar et al. 1979), 50–60% (Van der Mesen dan Somaatmadja 1993), 55% (Windrati et al. 2010), dan 60,1% (Sudiyono 2010). Kandungan protein dan karbohidrat yang tinggi berpeluang diolah menjadi tepung kaya protein (protein rich flour = PRF). Tepung koro pedang dapat digunakan sebagai bahan baku cake, cookies, brownies, kerupuk, dan tempe (Wahyuningsih dan Saddewisasi 2013). Hasil analisis PRF asal koro pedang menunjukkan kadar protein yang tinggi yaitu 37,61%, lemak 4,49%, pati 36,70% (amilosa 31,12% dan amilopektin 68,88%), total gula 0,57%, serat 2,23% dan abu 3,04%. Asam amino dengan nilai tertinggi adalah glutamat 5,47% dan yang paling rendah adalah methionin 0,32% (Tabel 3). Di samping itu, PRF juga rendah antigizi (antitripsin) 8,90 unit/g. Hal ini menguntungkan, karena jika antitripsin tinggi dalam tubuh 910 Lukiwati dan Prawiradiputra: Peluang Koro Pedang sebagai Pangan, Pakan, dan Tanaman Obat dapat menghambat aktivitas enzim tripsin sehingga daya cerna protein menurun (Windrati et al. 2010). Tabel 3. Komposisi asam amino tepung kaya protein koro pedang*. Jenis asam amino Aspartat Glutamat Serin Histidin Glisin Treonin Arginin Alanin Tirosi Metionin Valin Fenilalanin Isoleusin Leusin Lisin Persen 4,51 5,47 1,78 1,09 1,81 1,56 2,33 1,70 1,09 0,32 2,09 1,98 2,08 3,68 2,30 * Windrati et al (2010). Biji koro pedang potensial sebagai pangan maupun pakan, berdasarkan komposisi proksimat (Tabel 4) dan mineral (Tabel 5). Minyak kasar yang dihasilkan C. ensiformis dapat ‘diolah’ lebih lanjut untuk dikonsumsi sebagai asupan asam-asam lemak esensial (Abitogun dan Olasehinde 2012). Komposisi proksimat tepung koro pedang hasil penelitian Abitogun dan Olasehinde (2012) relatif berbeda dibanding Marimuthu dan Gurumoorthi (2013). Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan asal biji koro pedang dan metode prosesing yang digunakan, di samping faktor lingkungan tumbuh (Dodd dan Pushpamma 1980). Tabel 4. Komposisi proximate tepung biji Canavalia ensiformis*. Jenis analisis Kadar air Protein kasar Serat kasar Abu Ekstrak ether Karbohidrat Lemak kasar g/100 g* 2,19 20,97 2,55 3,45 10,23 60,61 - g/100 g** 5,73 24,32 6,13 2,11 41,26 3,17 Abitogun dan Olasehinde (2012). ** Marimuthu dan Gurumoorthi (2013). Kendala pemanfaatan koro pedang sebagai bahan pangan adalah zat antinutrisi glukosida sianogenik yang dapat menimbulkan citarasa kurang disukai konsumen, dan dapat mengurangi bioavailabilitas nutrisi dalam tubuh. Glukosida sianogenik merupakan prekusor sianida bebas, sehingga apabila terhidrolisis sempurna dapat menghasilkan sianida bebas yang dapat mengganggu penyerapan iodium dan menghambat penyerapan Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014 911 protein dalam tubuh (Doss et al. 2011). Batas maksimal aman kadar asam sianida untuk konsumsi menurut Food and Agricultural Organization (FAO) adalah kurang dari 10 ppm. Berbagai cara untuk mengurangi atau menghilangkan sianida telah dilakukan, dan hasilnya menunjukkan bahwa perlakuan blansing mempercepat penurunan kadar HCN, karena enzim dalam proses oksidasi dan hidrolisis menjadi nonaktif. Jika setelah blansing dilanjutkan dengan perendaman biji dalam larutan garam 5% selama 24 jam maka kadar HCN dalam tepung koro pedang adalah 0 ppm dan derajat putih tepung 82,45%. Pembuatan krupuk dengan komposisi 25 g tepung koro pedang dan 100 g tapioka menghasilkan rasa dan tekstur paling disuka panelis. Rasa dan tekstur brownis dengan menggunakan 100% tepung koro pedang tidak berbeda dibanding 100% tepung terigu (Wahyuningsih dan Saddewisasi 2013). Tabel 5. Komposisi mineral tepung biji Canavalia ensiformis*. Jenis mineral Natrium Kalium Calsium Magnesium Fosfor Zink Zat besi Mangan Copper Timah hitam g/100 g 2,53 4,02 3,21 1,95 1,50 2,90 0,83 0,35 0,43 0,14 * Abitogun dan Olasehinde (2012). Detoksifikasi untuk mengurangi atau menghilangkan zat antinutrisi juga dapat dilakukan melalui fermentasi tepung koro pedang dengan menggunakan kultur campuran kapang dan bakteri. Metode fermentasi tersebut telah diteliti Gabriel-Ajobiewe (2011) dan hasilnya menunjukkan kandungan phytate maupun canavanine menurun, masing-masing 5,07 g/100 g dan 0,40 mg/g dibanding kontrol (tanpa fermentasi) 58,66 g/100g dan 0,79 mg/g. Kandungan nutrisinya meningkat, protein kasar 34,14–39,82 g/100g dibanding kontrol (tanpa fermentasi) 26,29 g/100g. Kandungan mineral juga meningkat, magnesium (30,07–46,77 mg/g), sodium (18,51–34,34 mg/g), dan kalium (23,51–40,88 mg/g) dibanding kontrol. Namun kandungan Ca dan Zn menurun akibat fermentasi tersebut, masingmasing 3,55–1,35 mg/g dan 0,14–0,00 mg/g sampel. Gilang et al. (2013) menyatakan bahwa perebusan dan perendaman biji tanpa kulit dapat menurunkan kadar asam phytate tepung koro pedang. KORO PEDANG SEBAGAI PAKAN Biji Canavalia mengandung protein dan karbohidrat masing-masing 300 g/kg dan 600 g/kg (Rajaram dan Janardhanam 1992), dan potensial sebagai sumber protein dalam pakan ruminansia, monogastrik maupun unggas (Herrera et al. 1981; Udedibie 1990). Tepung koro pedang juga dimanfaatkan sebagai pakan ikan Mozambique tilapia (Oreochromis mossambicus) (Martinez-Palacios et. al. 1998). Namun masih terdapat kendala dalam penggunaannya sebagai pangan maupun pakan, karena biji koro pedang mengandung racun dan komponen antinutrisi (Carlini dan Gumaraes 1981). Manipulasi prosesing 912 Lukiwati dan Prawiradiputra: Peluang Koro Pedang sebagai Pangan, Pakan, dan Tanaman Obat atau detoksifikasi diperlukan untuk mengurangi atau menghilangkan komponen anti nutrisi tersebut, dan beberapa teknik prosesing telah diteliti untuk meningkatkan utilisasi biji koro pedang (Fagbenro et al., 2003). Detoksifikasi perlu dilakukan karena adanya zat antinutrisi yang termasuk ‘thermostable’ (canavanine, concanavaline, canavalin, canatoxin) maupun ‘thermo-labile’ (protease inhibitor, lektin, asam pitat). Zat-zat antinutrisi tersebut termasuk dalam komponen nitrogen terlarut yang memerlukan deaktivasi, misalnya dengan perlakuan pemanasan dan atau ekstraksi, sebelum digunakan sebagai bahan ransum ternak (Udedibie dan Carlini 1998). Detoksifikasi dengan cara perebusan, hanya 10% koro pedang yang dapat digunakan dalam ransum ayam pedaging (Udedibie dan Madubuike 1988). Cara lainnya adalah dengan perendaman biji koro pedang dalam air atau NaOH selama 48 jam dan selanjutnya dipanaskan dengan autoclaf, sebelum dibuat tepung untuk pakan ikan Oreochromis niloticus (Akinbiyi 1992). Sowndhararajan et al. (2011) melaporkan bahwa kandungan total phenolat dan tannin lebih tinggi dalam ekstrak biji yang dipanaskan dengan autoclaf, masing-masing 3,2 g/100 g ekstrak dan 1,6 g/100 g ekstrak. Ekstrak biji yang sudah dipanaskan umumnya menunjukkan aktivitas antioksidan lebih tinggi dibanding tanpa pengolahan, dan menghambat hemolisis lebih tinggi (76,1%). Fagbenro et al. (2003) menyatakan bahwa metode pengupasan kulit biji koro pedang dan perebusan dapat mengatasi daya racun zat antinutrisi thermostable (canavanine, concanavalin, canilin dan canatoxin). Koro pedang yang dikupas kulitnya kemudian direbus dalam air suling (distilled water) 5% (wt./vol) atau biji direbus dalam larutan trona (NaCO2.NaHCO3.2H2O), masing-masing dapat digunakan sebanyak 20% dan 30% dari total protein ransum ikan O. niloticus. Tepung koro pedang yang sudah mengalami detoksifikasi dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein ransum ikan. Cara ini menghemat biaya pakan, tidak mengganggu pertumbuhan, dan meningkatkan utilisasi nutrisi dan bioavailabilitasnya. Tepung koro pedang dalam ransum ikan O. niloticus dapat meningkatkan kandungan protein kasar karkas dan tidak berpengaruh pada indek hepatosomatik (Tabel 6). Pernyataan tersebut didukung oleh Anyanwu et al. (2011) bahwa tepung koro pedang dapat digunakan dalam ransum Clarias gariepinus sampai 20% tanpa menurunkan kualitas karkas ikan. Tabel 6. Komposisi karkas ikan Oreochromis niloticus dengan substitusi tepung koro pedang dalam ransum. g/kg BK Air Protein kasar Lemak kasar Total abu Hepatosomatik index (%) Sampel awal 78,4a 13,7b 4,1b 2,8 1,29 CD DW20 DW30 TS20 TS30 69,1b 17,2a 5,7b 3,0 1,21 69,1b 17,1a –5,4b 2,9 1,24 70,9b 16,7a 5,0b 2,5 1,24 70,2b 17,1a 5,3b 2,9 1,23 70,4b* 17,0a 5,4b 2,5 1,25 * Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). CD = control diet; DW20= distilled water (air distilasi/ suling); TS30 = trone solution (larutan trone). Sumber: Fagbenro et al. (2003). Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014 913 KORO PEDANG SEBAGAI OBAT Biji dan akar tanaman koro pedang sudah ratusan tahun lalu digunakan sebagai obat tradisional China. Koro pedang mengandung lektin yang mempunyai efek aglutinin dan berfungsi sebagai antileukemia. Lektin koro pedang dapat secara langsung merangsang monocyte dalam memproduksi cytokinin, yang mempunyai efek autocrine dan atau paracrine untuk mengaktifkan cross-regulation antara monocyte dan lymphocyte. Pada gilirannya dapat menginduksi diferensiasi macrophage dan menyebabkan imunitas antileukemia melawan sel-sel U937 (Chen et al. 2012). Lektin, protein yang mengikat karbohidrat, umumnya terdapat dalam mikroorganisme, jamur, tumbuhan dan hewan, secara spesifik dikenal sebagai glikoprotein dalam membran sel jaringan dan tumor (Martinez-Cruz et al. 2001). Lektin yang terdapat dalam jamur Agaricus bisporus dapat menghambat proliferasi colorectal manusia dan sel-sel carcinoma payudara tanpa menimbulkan efek racun (Yu et al. 1993). Informasi atau penelitian mengenai aktivitas antioksidan yang terdapat dalam biji koro pedang masih jarang. Sowndhararadjan et al. (2011) telah melaporkan hasil penelitiannya bahwa ekstrak biji koro pedang yang sudah dipanaskan dalam autoclaf menunjukkan aktivitas antioksidan dan kemampuan menghambat hemolisis yang lebih tinggi (76,1%) dibanding tanpa pemanasan. KESIMPULAN 1. Koro pedang berpotensi sebagai sumber protein nabati untuk pangan dan pakan, berdasarkan komposisi proksimat dan mineral dengan keseimbangan asam amino dan bioavailabilitas yang tinggi dan rendahnya antitripsin. 2. Koro pedang mengandung lektin yang mempunyai efek aglutinin dan berfungsi sebagai antileukimia, serta adanya aktivitas antioksidan dengan kemampuan menghambat hemolisis berpotensi juga sebagai tanaman obat. 3. Detoksifikasi perlu dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan komponen antinutrisi dengan cara perendaman, perebusan, pengeringan, dan fermentasi maupun kombinasinya. DAFTAR PUSTAKA Abitogun, A. S. and E. F. Olasehinde. 2012. Nutritional evaluation of seed and characterization of crude jack bean (Canavalia ensiformis) oil. IOSR J. of Appl. Sci. 1(6): 36–40. Akinbiyi, A. 1992. The use of thermally-processed jackbean (Canavalia ensiformis) in Nile tilapia diets. M.Sc. Tesis, University of Ibadan, Nigeria. Anyanwu, D.C., E.O. Nwoye, and J.I. Offor. 2011. Effects of dietary levels of jackbean (Canavalia ensiformis) meal on body composition of Clarias gariepinus fingerling. Pakistan J. of Nutrition, 10(11): 1066–1068. Bressani, R., R.S. Brenes, A. Garcia, and L.G. Elias. 1987. Chemical composition amino acid content and protein quality of Canavalia spp. seeds. J. Sci. Food and Agric. 40: 17–23 Carlini, C.R. and I. Gumaraes. 1981. Isolation and characterization of toxic protein from Canavalia ensiformis (jackbean) seeds distinct from Con.A. Toxicon, 19: 667–675. Chen, Y.Y. C.M. Jiang, S.H. Wang, M.K. Shih, H.Y. Hu, and H.F. Liao. 2012. The antileukemic lectins from Canavalia ensiformis induce macrophage differentiation through cross-regulation between monocytes and lymphocytes. J. of Medicinal Plants Research, 6(3): 534–543 914 Lukiwati dan Prawiradiputra: Peluang Koro Pedang sebagai Pangan, Pakan, dan Tanaman Obat Ditjen Tanaman Pangan. 2012. Pedoman Teknis Pengelolaan Produksi Kacang Tanah, Kacang Hijau dan Aneka Kacang. Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Kementerian Pertanian. Jakarta. Dodd, N.K. and P. Pushpamma. 1980. Effects of locate and varieties on protein, amino acids and mineral contents of chickpea. Indian J. of Agric. Sci. 50: 139–144. Doss, A., M. Pugalenthi, and V. Vadivel. 2011a. Nutritional evaluation of wild jackbean (Canavalia ensiformis) seeds in different locations of South India. World Appl. Sci. J. 13(7): 1606–1612. Doss, A., M. Pugalenthi, V.G. Vadivel, G. Subhasini, and R. Anitha Subash. 2011b. Effects of processing technique on the nutritional composition and antinutrients content of underutilized food legume Canavalia ensiformis L. DC. International Food Res. J. 18(3): 965– 970. Fagbenro, O.A, E.O. Adeparusi, and W.A. Jimoh. 2003. Nutrient quality of detoxified jackbean (Canavalia ensiformis L. DC) seeds cooked in distilled water or trona solution and evaluation of the meal as a substitute for soybean meal in practical diets for nile tilapia, Oreochromis niloticus, fingerlings. M.Sc. Tesis. Federal University of Technology, Nigeria. Gabriel-Ajobiewe, R.A.O. 2011. Biochemical evaluation of combined state fermentation of Canavalia ensiformis (L.) using mixed cultures. Res. J. of Mikrobiology, 1–10. Ganjar, I., D.S. Slamet, D. Sukiswati dan L. Somali. 1979. A preliminary study on fermentation of Canavalia ensiformis seeds. Bulletin Penelitian Kesehatan. 7(1): 1–5. Gilang, R., D.R. Affandi, dan D. Ishartani. 2013. Karakteristik fisik dan kimia tepung koro pedang (Canavalia ensiformis) dengan variasi perlakuan pendahuluan. J. Teknosains Pangan, 2(3): 34–42. Herrera, F., M. Gutierez, S. Cupul., M. Ferrioro, J.M. Carabano, and J.J. Montilla. 1981. The effect of incorporation of Canavalia ensiformis seed into a ration of laying hens at 10% and 20%. Tropical Animal Production. 6: 775–776. Kessler, C.D.J. 1990. An agronomic evaluation of jackbean (Canavalia ensiformis) in Yucatan, Mexico. I. Plant density. Cambridge Journals. Experimental Agriculture, 26(1): 11–22. Marimuthu, M. and P. Gurumoorthi. 2013. Physicochemical and functional properties of starches from Indian jackbean (Canavalia ensiformis), an underutilized wild food legume. J. of Chemical and Pharmaceutical Res. 5(1): 221–225. Martinez-Cruz, M., E. Zenteno, and F. Cordoba. 2001. Purification and characterization of a galactose-spesific lectin from corn (Zea mays) coleoptile. Biochim. Biophys. Acta. 1568: 37–44 Martinez-Palacios, C.A., C.R. Galvan, M.A. Olvera-Novoa, and C. Charvez-Martinez. 1998. The use of jackbean (Canavalia ensiformis Leguminosae) meal as a partial substitute for fish meal in diets for tilapia (Oreochromis mossambicus: Cichlidae). Aquaculture, 68: 165– 175. Newman, C.W., N.R. Roth, and R.H. Lockermen. 1987. Protein quality of chickpea (Cicer ariterium L.). Nutr. Rep. Int. 36: 1–5. Rajaram, N. and K. Janardhanam. 1992. Nutritional and chemical evaluation of raw seeds of Canavalia gladiata and Canavalia ensiformis. The underutilised food and fodder crops in India. Plant Foods in Human Nutrition, 42:329–336 Robert, E.H. 1985. Grain Legumes Crop. Collin Sons and Co. Ltd. 8. Grafton, London. Sasrapradja, S., S.H. Aminah, L. Lubis, and D. Sastrapradja. 1975. Studies in the Javanese species of Canavalia. I. Floral biology and cytology. Ann. Bogor. 6:43–55. Sastrapradja, S., S.H.A. Lubis, E. Djajasukma, H. Soetarno, dan I. Lubis. 1981. Proyek Penelitian Potensi Sumberdaya Ekonomi: Sayur-Sayuran, LIPI, 6:46–47 Sena, S., K.R. Sridhar, and B. Bhagya. 2005. Biochemical and biological evaluation of an unconventional legume Canavalia maritima of coastal sand dunes of India. Department of Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014 915 Biosciences Mangalore University, India. Tropical and Subtropical Agroecosystems, 5(1): 1–14. Sowndhararajan, K,, P. Perumal, and S. Manian. 2011. Antioxidant activity of the differentially processed seeds of Jack bean (Canavalia ensiformis L. DC). Foof Sci. Biotechnol.. 20(3): 585–591. Sudiyono. 2010. Penggunaan Na2HCO3 untuk mengurangi kandungan asam sianida (HCN) koro benguk pada pembuatan koro benguk goreng. Agrika, 4(1): 48–53. Udedibie, A.B.I. 1990. Nutritional evalution of jackbean (Canavalia ensiformis) for the Nigerian poultry industry. AMBIO, 19: 361–365. Udedibie, A.B.I. and Carlini, C.R. 1998. Crack and cook: A simple and quick process for elimination of concanavalin A. (Con. A) from Canavalia seed. Animal Feed Science and Technology, 74: 179–184. Udedibie, A.B.I. and F.N. Madubuike. 1988. Effect of dietary raw and heat-treated jackbean (Canavalia ensiformis) on the performance of laying hens. J.of Arid Agric. 1: 47–54 USDA (United State Department of Agriculture). 2005. Canavalia ensiformis L. Germplasm Resources Information Network. Van der Mesen dan S. Somaatmadja. 1993. Prosea Sumberdaya Nabati sia Tenggara I. Gramedia. Pustaka Utama. Jakarta. Wahyuningsih, S.B. dan W. Saddewisasi. 2013. Pemanfaatan koro pedang pada aplikasi produk pangan dan analisis ekonominya. Riptek, 7(2): 1–10. Windrati, W.S., A. Nafi, dan P.D. Augustine. 2010. Sifat nutrisional protein rich flour (PRF) koro pedang (Canavalia ensiformis L.). Agrotek 4(1): 18–26. Yu, L., D.G. Femig, J.A. Smith, J.D. Milton, and J.M. Rhodes. 1993. Reversible inhibition of proliferation of epithelial cell lines by Agaricus bisporus (edible mushroom) lectin. Cancer Res. 53: 4627–4632. DISKUSI Pertanyaan: 1. Helen (Ambon) Bahan antinutrisi di koro pedang, untuk pakan, untuk tanaman, sampai mana penelitian untuk biomassa? 2. Ridwan (Bangka Belitung) Nutrisi pada koro pedang? Bagaimana mengatasi racun-racun? 3. Ainur Rahmi (STPP Padang) Dari biomassa koro pedang, sebenarnya bagaimana untuk pangan, pakan, tanaman obat? Jawaban: • Legume antinutrisi baik di daun, biji, sebagian besar di biji, kenapa biomassa tidak ditampilkan? Karena hasil penelitian hanya pada biji untuk pakan, pangan, obat. • Koro pedang peluang pemanfaatan, karena sesuai di bidangnya, tidak masalah tentang diversifikasi 916 Lukiwati dan Prawiradiputra: Peluang Koro Pedang sebagai Pangan, Pakan, dan Tanaman Obat