ilmu tanah - Universitas Tunas Pembangunan

advertisement
BUKU AJAR
ILMU TANAH
Disusun oleh:
Prof. Dr. Ir. Ongko Cahyono, MSc.
Diterbitkan oleh:
Universitas Tunas Pembangunan
Surakarta
2014
i
Kata Pengantar
Dengan puji syukur Alhamdulillahirobilalamin menyambut baik dengan
diterbitkannya Buku Ajar berjudul “Ilmu Tanah”.
Kami berharap bahwa dengan diterbitkannya Buku ini memberikan manfaat bagi
mahasiswa Fakultas Pertanian baik jurusan Agroteknologi maupun Agribisnis di
Universitas Tunas Pembangunan Surakarta. Buku ini berisi materi perkuliahan Dasar
Ilmu Tanah
bagi mahasiswa Fakultas Pertanian jurusan Agroteknologi maupun
Agribisnis.
Untuk itu Jurusan Agroteknologii maupun jurusan Agrobisinis Fakultas Pertanian
UTP Surakarta mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada penulis.
Surakarta, Agustus 2014
Dekan Fakultas Pertanian
UTP Surakarta
Ir. Endang Suprapti, MS.
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar
ii
Daftar Isi
iii
Bab I. Pendahuluan
1
A. Batasan Ruang Lingkup Tanah
1
B. Bahan Penyusun Tanah
3
Bab II. Pembentukan Dan Perkembangan Tanah
5
A. Pembentukan Tanah
5
B. Proses Pembentukan Tanah
15
C. Perkembangan Tanah
20
Bab III. Sifat Fisik Tanah
22
A. Hubungan Bobot dan Volume Tanah
22
B. Air dan Udara Dalam Tanah
26
C. Tekstur Tanah
29
D. Struktur Tanah
32
Bab IV. Sifat Kimia Tanah
35
A. Koloid Tanah
35
B. Pertukaran Ion
39
C. Reaksi Tanah
47
Bab V. Sifat Biologi Tanah
60
A. Komunitas Tanah
60
B. Jasad Hidup Besar
63
C. Jasad Renik
65
D. Asosiasi Jasad Renik dengan Tanaman
68
E. Peran Jasad Hidup dalam Perombakan Bahan Organik Tanah
74
Daftar Pustaka
80
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan Umum :
Setelah mempelajari materi kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan secara umum cakupan
tentang ruang lingkup Dasar-Dasar Ilmu Tanah
Tujuan Khusus :
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian tanah
2. Mahasiswa dapat menjelaskan komponen penyusun tanah
A. Batasan Ruang Lingkup Ilmu Tanah
Ilmu tanah merupakan cabang ilmu yang memadukan gatra ilmu dasar (kimia, fisika,
dan matematika), ilmu biologi (botani, zoologi, mikrobiologi), ilmu bumi (klimatologi,
geologi dan gegrafi), dan ilmu terapan (produksi pertanian, kehutanan, dan teknik/rekayasa).
ILMU DASAR
Kimia
Fisika
Matematika
Zoologi
Botani
Geografi
Pertanian
Kehutanan
ILMU BUMI
Geologi
BIOLOGI
Mikrobiologi
Klimatologi
ILMU
TANAH
Rekayasa
ILMU TERAPAN
Gambar 1-1. Bagan Ilmu Tanah (Sumber Sutanto, R. 2005).
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
1
Cabang utama Ilmu Tanah adalah pedologi dan edafologi.
1. Pedologi terdiri atas pemerian tanah (inventarisasi sifat dan perilaku tanah); genesis tanah
(asal dan perkembangan tanah); sistematik (klasifikasi tanah berdasarkan pedogenesis,
sebaran, dan fungsi); dan ekologi tanah (tanah sebagai lingkungan pertumbuhan tanaman,
ternak, dan manusia).
2. Edafologi (ilmu tanah terapan) berhubungan dengan permanfaatan tanah untuk pertanian,
silvikultur, dan hortikultur; pemahaman kesuburan tanah untuk memperoleh pertumbuhan
tanaman yang lebih baik serta memperbaiki dan mempertahankan kesuburan
(produktivitas).
Pedologi (ilmu tanah) merupakan ilmu yang masih muda dan hanya dimanfaatkan
oleh beberapa pakar keilmuan. Tetapi menurut Yaalon (1992), ilmu tanah berhubungan
dengan beberapa bidang keilmuan yang lain, seperti perlindungan dan perubahan keadaan
lingkungan, geomorfologi, atau arkeologi. Secara tradisional, kebanyakan pakar tanah selalu
bekerja dalam bidang pertanian dengan tujuan untuk mengelola tanah demi meningkatkan
dan mempertahankan produksi pertanian.
Konsep ilmu tanah yang dilandasi keilmuan kimia dan geologi dipelopori oleh seorang
pakar kimia Jerman, Justus von Liebig (1840), yang selanjutnya melandasi konsep ilmu tanah
yang berkembang di Amerika. Teori keseimbangan yang dikembangkan adalah bahwa tanah
merupakan tempat cadangan hara yang setiap saat dapat diserap tanaman, yang harus selalu
digantikan dengan menggunakan pupuk kandang, kapur, dan pupuk kimia. Teori ini terkenal
dengan sebutan hukum minimum Liebig. Implikasi dari konsep ini adalah aras produksi
tanaman tidak dapat ditingkatkan apabila salah satu faktor tumbuh menjadi pembatas. Ilmu
tanah sampai saat ini dipelajari dengan tujuan untuk meningkatkan faktor pembatas sampai
aras optimum dan bagaimana faktor pembatas pertumbuhan tanaman tersebut dapat
dihilangkan.
Pada tahun 1860, E.W. Hilgard memberikan perhatian terhadap hu-bungan antara iklim,
tanaman, batuan induk, dan tanah yang terbentuk. Lebih jauh dikatakan bahwa tanah bukan
hanya sekadar media pertumbuhan tanaman, melainkan merupakan rubuh alam yang bersifat
dinamis yang harus selalu dipelajari dan dibuat klasifikasinya.
Ramann (1917) mengembangkan konsep tanah yang dilatarbelakangi oleh konsep
geologi. Tanah merupakan lapisan atas kerak bumi yang melapuk; dalam hal ini tidak ada
pengertian tanah sebagai alat produksi atau kegunaan lainnya. Konsep lain dikemukakan oleh
Joffee (1917) yang memberikan batasan lebih maju bahwa tanah merupakan kombinasi sifat
fisik, kimia, dan biologi. Tanah adalah bangunan alami yang tersusun atas horizon-horizon
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
2
yang terdiri atas bahan mineral dan organik, bersifat tidak padu dan mempunyai tebal yang
tidak sama. Berbeda sama sekali dengan bahan induk yang ada di bawahnya dalam hal:
morfologi, sifat, susunan fisik, bahan kimiawi, dan laksana-laksana biologi.
Empat defmisi di atas masing-masing mempunyai kelemahan. Defmisi yang baik untuk
suatu benda alam seperti tanah harus terlepas dari kemungkinan kegunaan, harus bersifat
murni sebagai adanya di alam, dan harus berlaku umum. Batasan yang cukup baik
dikemukakan oleh Glinka (1927), bahwa tanah adalah tubuh alam yang bebas memiliki ciri
morfologi tertentu sebagai hasil interaksi antara iklim, organisme, bahan induk, relief, dan
waktu.
B. Bahan Penyusun Tanah
Sebongkah tanah, dalam pengertian umum, adalah merupakan benda padat. Namun
jika kita perhatikan lebih seksama bahan di dalam sebongkah tanah tersebut ternyata terdapat
bagian yang berupa benda cair dan gas. Jadi dapat dikatakan bahwa tanah tersusun atas tiga
bahan, yakni bahan padatan, cair dan gas.
Bahan padatan tanah berasal dari batuan yang mengalami pelapukan, baik pelapukan
fisik (disintegrasi) maupun pelapukan kimia (dekomposisi). Batuan induk yang mengalami
pelapukan tersebut menghasilkan bahan padatan mineral.
Bahan padatan tanah juga ada yang berupa bahan padatan organik, yakni yang berasal
dari hasil pelapukan bahan organik yang merupakan sisa-sisa makhluk hidup yang
terakumulasi dalam tanah.
Perbandingan antara bahan padatan mineral dan bahan padatan organik sangat
menentukan karakter dari tanah yang terbentuk. Berdasarkan kandungan bahan organiknya,
tanah dibedakan menjadi tanah mineral, yang memiliki kadar bahan organik kurang dari
20%, dan tanah organik yang memiliki kandungan bahan organik sama atau lebih dari 20%.
Proporsi bahan padatan, cair dan gas dalam tanah sangat menentukan sifat tanah
dalam hubungannya dengan tanaman. Tanah dengan komposisi bahan padatan yang dominan
akan menghasilkan tanah yang memiliki kerapatan tanah yang tinggi sehingga akan
menghambat perakaran. Tanah yang memiliki padatan organik yang tinggi (misalnya tanah
gambut) berakibat kurangnya kemampuan tanah menopang tubuh tanaman sehingga tanaman
akan mudah roboh. Di samping itu, lingkungan kimiawi tanah tersebut kurang
menguntungkan bagi tanaman. Demikian pula jika bagian udara tanah terlalu mendominasi
sedangkan bahan cairannya sedikit dapat menyebabkan tanaman mengalami kekurangan air.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
3
Sebaliknya jika bahan cair dari tanah yang mendominasi, dapat menyebabkan tanaman
mengalami kekurangan udara, sehingga dapat mengganggu pernafasan akar.
Proporsi antara bahan padatan, cair dan gas dari tanah yang ideal bagi tanaman kurang
lebih adalah 45% bahan padatan mineral, 5% bahan padatan organik, 25% bahan cair, dan
25% gas (Gambar 2-1). Bahan cair dan gas dalam tanah menempati ruang yang sama yakni
rongga-ronga diantara padatan atau yang disebut pori-pori tanah. Sehingga jika jumlah air
dalam tanah bertambah maka jumlah udara dalam tanah akan berkurang, demikian
sebaliknya.
Padatan Organik 5%
Gas 25%
Padatan Mineral 45%
Cair 25%
Gambar 1-2. Proporsi bahan padatan, cair dan gas dari tanah yang ideal bagi tanaman
SOAL-SOAL
1. Berikan definisi tentang tanah!
2. Berikan penjelasan mengapa komposisi fase penyusun tanah bersifat fluktuatif!
3. Apa arti pentingnya proporsi dari bahan-bahan penyusun tanah bagi tanaman?
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
4
BAB II
PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGAN TANAH
Tujuan Umum :
Setelah mempelajari materi kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan secara umum tentang
pembentukan dan perkembangan tanah.
Tujuan Khusus :
1. Mahasiswa dapat menjelaskan faktor-faktor pembentuk tanah
2. Mahasiswa dapat menjelaskan proses pembentukan tanah
3. Mahasiswa dapat menjelaskan perkembangan tanah.
A. Pembentukan Tanah
1. Siklus Geologi
Tanah merupakan bagian kunci penting dari siklus geologi. Siklus geologi meliputi
pembentukan batuan, evolusi lansekap, dan pelapukan batuan menjadi tanah. Proses ini
diikuti
dengan
erosi,
pengendapan
dan
selanjutnya
tergantung
dari
lingkungan
pengendapannya dapat diikuti dengan pembentukan batuan sediment atau pembentukan tanah
baru. Batuan terbentuk akibat dari mendinginnya magma panas atau akibat dari bahan-bahan
yang tererosi terakumulasi dan mendapat tekanan sehingga membentuk batuan sedimen.
Baik batuan beku maupun batuan sedimen dapat berubah akibat pengaruh tekanan maupun
panas sehingga membentuk batuan metamorf (malihan).
Pembentukan tanah adalah proses terbentuknya tanah dari bahan bukan tanah, yang
dalam ilmu tanah disebut bahan induk. Bahan induk tanah adalah batuan. Pembentukan
meliputi pengurangan ukuran dari bahan induk, penyusunan mineral-mineral, penambahan
bahan organik, pembentukan horison dan pembentukan lempung. Proses ini berjalan secara
lambat tetapi terus berlangsung, sehingga untuk membentuk tanah dari batuan induk
memerlukan waktu milyaran tahun lamanya. Siklus geologi secara umum dapat dilihat pada
Gambar 2-1 di bawah.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
5
Atmosfer
A
Permukaan bumi
20 km
Magma
40 km
B.
Erosi
Deposisi
3 km
Batuan Granit
40 km
C.
Bahan Induk
Terangkut
Bahan Induk
Tetap
Lautan
0,5 km
Batuan Granit
Sedimen
Aluvium
100 km
Gambar 2-1. Siklus geologi. A. Magma secara perlahan tertekan ke arah permukaan bumi,
mengalami pendinginan dan pemadatan menjadi batuan beku (granit). B.
Selama milyaran tahun batuan granit muncul ke permukaan bumi, mengalami
erosi dan deposisi. C. Milyaran tahun berikutnya batuan terlapuk membentuk
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
6
aluvium (bahan induk tanah alluvial), dan yang terangkut ke laut membentuk
batuan sediment di dasar laut.
2. Faktor-faktor Pembentuk Tanah
Tanah terbentuk dari batuan induk, yakni bisa berbentuk batuan beku, batuan sedimen
maupun batuan malihan. Sehingga tanah yang terbentuk tergantung dari bahan induknya.
Namun demikian dalam perjalanan proses terbentuknya tanah dari batuan induk terdapat
faktor-faktor lain yang ikut menentukan.
Adalah seorang ahli tanah dari Amerika yang bernama Jenny (1941, 1980) yang telah
menggabungkan factor-faktor pembentuk tanah menjadi suatu persamaan, yakni:
T = f (B, I, O, T, W)
Dimana:
T = Tanah yang terbentuk
B = Bahan induk
I = Iklim
O = Makhluk hidup
T = Topografi
W = Waktu
Menurut Jenny sifat-sifat suatu tanah ditentukan oleh interaksi dari kelima faktorfaktor pembentuknya. Tetapi kadang-kadang pengaruh dari suatu faktor dapat dipisahkan
dari keempat factor pembentuk tanah lainnya yang memiliki kesamaan atau kemiripan.
Misalnya telah dilakukan studi untuk mengelompokkan tanah yang dipengaruhi oleh salah
satu faktor pembentuk tanah dengan kondisi
keempat faktor lainnya serupa. Dari
pengelompokan ini dikenal apa yang disebut dengan lithosequence, climosequence,
toposequence, biosequence dan chronosequence.
Lithosequence adalah kelompok tanah yang terbentuk dari batuan induk yang berbeda
sedangkan fakor iklim, topografi, makhluk hidup dan waktu adalah relatif sama.
Climosequence adalah kelompok tanah yang terbentuk akibat kondisi iklim yang berbeda
sedangkan faktor batuan induk, topografi, makhluk hidup dan waktu adalah relatif sama.
Toposequence adalah kelompok tanah yang terbentuk pada wilayah yang memiliki topografi
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
7
yang berbeda tetapi memiliki batuan induk, kondisi iklim, makhluk hidup dan waktu adalah
relatif sama. Bioosequence adalah kelompok tanah yang terbentuk akibat pengaruh makhluk
hidup yang berbeda sedangkan faktor batuan induk, iklim, topografi, dan waktu adalah relatif
sama. Chronosequence adalah kelompok tanah yang umur pembentukannya berbeda tetapi
terbentuk dari batuan induk yang sama , kondisi iklimnya sama, topografi wilayahnya sama,
dan pengaruh makhluk hidupnya sama.
a. Faktor Batuan Induk
Bahan induk tanah adalah batuan. Sifat dari batuan induk akan menentukan sifat tanah
yang terbentuk. Kekerasan dari batuan mempengaruhi kecepatan pelapukannya. Demikian
pula kandungan mineral dari btuan sangat menentukan jumlah dan macam mineral dalam
tanah serta tingkat kesuburannya.
Batuan yang terdapat di kerak bumi pada umumnya mengandung oksigen (O), silicon
(Si), aluminium (Al) dan besi (Fe) sebanyak 96% (Tabel 2-1). Sedangkan unsur-unsur
lainnya mencapai 4%. Komposisi unsur dan mineral dari batuan menentukan komposisi
unsur dan mineral tanah. Misalnya tanah yang terbentuk dari pasir kuarsa (SiO2) tidak akan
mengandung mineral lempung karena pasir kuarsa tidak mengandung Al dan kation-kation
lainnya yang berperan dalam pembentukan mineral lempung, kesuburan tanahnya rendah
karena miskin kation. Tanah yang terbentuk dari batuan basa seperti basalt akan kaya
mineral dan unsur hara.
Tabel 2-1. Komposisi unsur dari kerak bumi
Unsur
Masa (%)
Volume (%)
O
47
94
Si
28
1
Al + Fe
13
1
Lainnya
11
4
Sumber: Singers and Munns (1985).
Batuan dibagi menjadi batuan beku (igneous rocks), batuan endapan (sedimentary
rocks) dan batuan malihan (metamorphic rocks) dan lebih lanjut dibagi lagi berdasarkan
mineralogy, ukuran partikel, kekristalannya, dan model pembentu-kannya (Tabel 2-2).
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
8
Batuan beku (igneous rocks) terbentuk dari magma yang mengalami pendinginan
dan pemadatan.
Magma yang mendingin di permukaan bumi membentuk batuan beku
ekstrusif (extrusive igneous rocks) dan magma yang mendingi di bawah permukaan bumi
membentuk batuan beku intrusif (intrusive igneous rocks). Pendinginan yang berlangsung
cepat menghasilkan kristal-kristal kecil dalam batuan ekstrusif, sedangkan pendinginan yang
lambat menghasilkan kristal-kristal besar dalam batuan intrusif.
Ukuran dan komposisi
kristal menentukan tipe batuan (Tabel 2-3). Ukuran kristal menentukan porositas batuan dan
laju pelapukannya.
Tabel 2-2. Jenis-jenis Batuan, Asal dan Sifat-sifat Utamanya
Tipe Batuan
Beku
Asal
Pendinginan Magma
Contoh
Granit
Basalt
Endapan
Deposisi dan pemadatan
Shale
Limestone
Malihan
Perubahan dari batuan Slate
beku dan endapan
Marble
Sifat
Warna terang, butiran
kasar
Warna gelap, butiran halus
Aneka warna, butiran
halus
Warna terang, terdapat
karang atau CaCO3
Aneka warna, karang yang
keras.
Aneka warna, berasal dari
limestone yang berubah
Batuan endapan (sedimentary rocks) terbentuk dari bahan-bahan yang terangkut dan
diendapkan di danau atau lautan yang dengan waktu serta dalam pengaruh tekanan bahan
yang menumpuk di atasnya membentuk batuan. Batuan endapan bervariasi dalam hal
kekerasannya yakni tergantung besarnya tekanan, dan dalam hal komposisinya, yakni
tergantung pada komposisi bahan asalnya. Sandstone berasal dari endapan berukuran pasir
sedangkan shale berasal dari endapan lempung. Limestone kaya akan karbonat yang berasal
dari kulit kerang atau organisme laut. Sebagian besar batuan endapan lebih lunak dan lebih
porus dibandingkan dengan batuan beku.
Batuan malihan (metamorphic rocks) terbentuk dari batuan beku atau batuan
endapan mendapat pengaruh panas atau tekanan lebih lanjut atau pengaruh kedua-duanya.
Jika cukup terdapat panas dan tekanan, mineral asli akan mencair dan jika bahan cair ini
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
9
membeku kembali akan terbentuk mineral baru. Contoh batuan ini adalah batu marmer yang
terbentuk dari batuan limestone, slate dari shale dan gneiss dari granit.
Tabel 2-3. Klasifikasi sederhana dari beberapa batuan beku berdasarkan ukuran kristal,
warna, dan mineralogi yang dominan.
Ukuran
kristal
Kaya Kuarsa, kaya
K feldspar dan
warna terang
Tidak mengandung
kuarsa, warna gelap
Granite
Miskin akan kuarsa,
kaya Ca/Na
feldspar, dan warna
gelap
Gabbro
Besar
(intrusive)
Kecil
(ekstrusif)
Rhyolite
Basalt
Limburgite
Peridotite
b. Faktor Iklim
Faktor iklim merupakan factor pembentuk tanah yang paling aktif dan dominan.
Komponen faktor iklim yang paling berpengaruh adalah faktor hujan dan temperatur.
Iklim mempengaruhi pembentukan tanah secara langsung dan secara tidak langsung.
Secara langsung iklim mempengaruhi pelapukan batuan, baik pelapukan fisik mapun kimia.
Fluktuasi suhu tinggi dan rendah silih berganti yang berlangsung secara terus menerus
menyebabkan pecahnya batuan menjadi bagian yang lebih kecil. Air hujan disamping
memiliki pengaruh secara fisik terhadap pecahnya batuan, air hujan merupakan faktor
terpenting terjadinya pelapukan kimia dari bahan induk tanah. Air hujan mempengaruhi
penguraian mineral maupun bahan organik, menyebabkan terjadinya pencucian bahan-bahan
terlarut ke bagian tanah yang lebih dalam sehingga mengakibatkan terbentuknya horisonhorison dalam profil tanah. Beberapa unsure yang seringkali dijumpai mengalami pencucian
oleh air hujan adalah nitrat, kalium, natrium, dan CaCO3.
Secara tidak langsung iklim mempengaruhi pembentukan tanah melalui penyebaran
makhluk hidup. Penyebaran vegetasi, misalnya, ditentukan oleh tipe iklim suatu wilayah.
Daerah dengan curah hujan yang rendah menyebabkan daerahnya menjadi kering (arid)
sehingga populasi vegetasinya rendah. Sebaliknya pada daerah dengan curah hujan tinggi
menyebabkan daerahnya menjadi daerah basah (humid) yang mampu menumbuhkan berbagai
macam vegetasi. Vegetasi ini akan menambah kadar bahan organik dalam tanah. Jadi
semakin tinggi curah hujan di suatu wilayah akan menyebabkan makin tingginya kandungan
bahan organik tanah, demikian pula makin cepat pencucian terhadap mineral-minral dalam
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
10
tanah. Temperatur tinggi dapat memperbesar evapotranspirasi dan mempercepat rekasi kimia
dalam tanah.
Pengaruh kombinasi curah hujan tinggi dan suhu tinggi seperti yang terjadi pada
tropika basah (misal Indonesia) dapat mempercepat proses pembentukan tanah serta
menghasilkan tanah dengan profil yang dalam.
Cepat
Lambat
Laju Pembentukan Lempung
A
Rendah
Tinggi
Curah Hujan
Dalam
Tinggi
pH
Karbonat
pH
Dangkal
Kedalaman Karbonat
B
Rendah
Rendah
Tinggi
Curah Hujan
Gambar 2-2.
Pengaruh curah hujan terhadap laju pembentukan lempung, kedalaman
karbonat dan pH tanah. Pembentukan lempung berjalan cepat dengan
tingginya curah hujan. Kedalaman karbonat meningkat dan pH tanah
menurun jika curah hujan meningkat..
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
11
Bahan Organik Tanah
Tinggi
Rendah
Temperatur
Gambar 2-3.
Pengaruh temperatur terhadap akumulasi bahan organik tanah.
Akumulasi bahan organik adalah seimbang antara produksi dan
dekomposisi. Akumulasi tertinggi dicapai pada suhu sedang
c. Faktor Makhluk Hidup
Makhluk hidup mempunyai pengaruh yang tidak sedikit terhadap pembentukan
tanah. Makhluk hidup yang dimaksud di sini adalah termasuk manusia, hewan dan tanaman
baik yang berukuran besar maupun yang berukuran kecil (mikroorganisme).
Diantara makhluk hidup yang mempunyai pengaruh yang paling dominan adalah
tanaman. Hal ini disebabkan karena tanaman relatif lebih lama berkedudukan pada tanah
dibandingkan manusia dan hewan.
Manusia dan hewan karena lebih sering berpindah
tempat, maka pengaruhnya pada pembentukan yanah adalah tidak langsung yakni melalui
pengaruhnya terhadap tanaman.
Tanaman mempengaruhi pembentukan tanah karena tanaman mampu melakukan
pelapukan fisik maupun kimia. Pelapukan fisik dilakukan oleh akar-akar tanaman yang
mampu memecahkan bahan induk. Sedangkan pelapukan kimia dilakukan oleh senyawansenyawa organik yang dikeluarkan oleh akar (eksresi) dan penambahan bahan organik tanah
melalui daun, bahan, ranting, dan akar yang mati. Penambahan bahan organik melalui akar
tidak harus menunggu tanaman mati terlebih dahulu. Beberapa jenis tanaman akarnya akan
mati meskipun tanamannya tidak mati. Akar-akar baru akan muncul menggantikan akar yang
mati. Bahan organik mempunyai peranan yang penting yakni sebagai bahan pembentukan
agregat tanah, sumber unsur hara tanah, peningkatan kemampuan tanah menahan air serta
meningkatkan kapasitas pertukanan kation.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
12
Hewan yang berpengaruh pada pembentukan tanah adalah dilakukan oleh hewanhewan yang hidup di dalam tanah, baik makroorganisme seperti cacing, jengkerik, tikus tanah
dan sebagainya maupun yang mikroorganisme seperti bakteri dan fungi. Sedangkan hewan
yang tidak hidup dalam tanah pengaruhnya adalah melalui kotoran serta bangkainya yang
terpendam dalam tanah. Hewan-hewan tanah dalam berbagai ukuran memiliki pengaruh
pada perombakan bahan organik. Bahan organik berukuran besar dipotong-potong oleh
hewan besar seperti tikus dan serangga tanah, selanjutnya dilumatkan oleh hewan berukuran
lebih kecil misalnya cacing. Bahan organik yang sudah halus selanjutnya akan mengalami
penguraian secara kimiawi (proses mineralisasi) atas bantuan mikroorganisme tanah (bakteri
dan cendawan) dengan hasil akhir berupa mineral-mineral yang siap digunakan oleh tanaman.
Sedangkan hasil lainnya berupa materi yang dikenal sebagai humus.
Manusia mempengaruhi pembentukan tanah melalui berbagai cara.
Penebangan
hutan, pembakaran, pengariran dan pengolahan tanah serta pemupukan untuk keperluan
budidaya tanaman sangat penting pengaruhnya pada proses pembentukan tanah. Karena
bukan saja tindakan-tindakan tersebut berakibat pada perubahan sifat fisik tetapi juga akan
mempengaruhi sifak kimia dan biologi tanah.
d. Faktor Topografi
Komponen topografi yang paling dominan adalah sudut kemiringan dan panjang
lereng. Topografi memiliki pengaruh secara tidak langsung yakni melalui kelancaran
lalulintas air dalam tanah serta macam vegetasi yang tumbuh pada wilayah tersebut. Pada
lahan yang miring memiliki lalulintas air dalam tanah yang berbeda dengan lalulintas pada
lahan datar atau cekungan. Pada lahan dengan kemiringan tinggi maka laju runoff lebih cepat
dibandingkan air infiltrasi, akibatnya erosi tanah lebih besar. Pada tanah dengan bentuk
wilayah cekungan, air cenderung tertahan dalam bentuk genangan. (Gambar 2-4). Hal ini
akan akan menyebabkan proses perombakan bahan organik tanah berjalan lambat. Jika pada
wilayah ini terdapat vegetasi hutan maka laju pemasukan bahan organik yang berupa sisa-sisa
daun yang jatuh lebih cepat dibandingkan laju perombakannya. Akibatnya bahan organik
mentah akan terimbun di permukaan tanah.
Dalam jangka panjang tumpukan ini akan
menjadi lapisan tanah yang tebal seperti halnya kita lihat pada tanah-tanah gambut misalnya
di Kalimantan, Simatera dan Irian Jaya.
Topografi juga berpengaruh terhadap jenis vegetasi yang tumbuh.
Tanah yang
memiliki kelerengan kearah utara atau selatan pada umumnya akan menerima cahaya
matahari yang relatif lebih lama dibandingkan dengan tanah yang miring kearah barat atau
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
13
timur. Sebagai akibatnya jenis vegetasi yang tumbuh pada wilayah tersebut juga berbeda
akibat panjang penyinaran yang berbeda.
Presipitasi
x cm
Daerah erosi dipercepat
A
Daerah pengumpulan
Presipitasi x cm
Presipitasi efektif
x cm
B
Presipitasi x cm
Presipitasi efektif
0,5 x cm
C
Presipitasi efektif
1,5 x cm
A1
A1
A2
A1
1m
A2
Bw
1m
Bt
A
1m
C
C
C
Gambar 2-4. Jumlah presipitasi efektif meningkat dari bagian atas lereng ke bagian bawah
lereng. Presipitasi efektif adalah banyaknya air yang masuk kedalam pedon.
e. Faktor Waktu
Berapa umur tanah? Ini adalah pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Para ahli tanah
setuju bahwa umur tanah tidaklah semuanya sama dan ini semua menunjukkan bahwa factorfaktor pembentuk tanah bekerja terus sepanjang waktu.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
Namun para ahli tanah tidak
……………..……………………..
14
memiliki kesamaan pandangan tentang kapan tanah mulai dibentuk. Apakah tanah mulai
terbentuk saat pertama kali bahan induknya terbentuk, ataukah pada saat adanya tumbuhan
yang tumbuh pada bahan induk.
Ada beberapa studi yang dilakukan untuk mengetahui umur tnah.
Beberapa
diantaranya dengan membuat irisan vertikal tanah, dimana terlihat tumpukan lapisan dari
yang paling tua ditumpuki oleh lapisan tanah yang lebih muda. Kemudian umur maksimum
tanah diestimasi dengan metode ‘carbon 14 dating’ bahan organiknya. Metode lainnya untuk
lokasi lain dimana tanah ditemukan mengandung abu vulkanik yang dapat diukur.
Laju pembentukan tanah terlalu lambat untuk dapat diukur secara langsung, oleh
karenanya perlu dilakukan pengukuran secara tidak langsung. Jika kita sudah mendapatkan
data tentang umur maksimum suatu tanah, kita dapat membagi ketebalan pedon dengan umur
maka akan didapatkan berapa ketebalan lapisan tanah terbentuk per tahunnya. Estimasi ini
benar jika pembentukan tanah terjadi pada laju yang konstan dan proses pembentukan tanah
bertindak secara seragam setiap tahunnya. Tidak semua ahli tanah menerima pendekatan ini,
namun pada prinsipnya mereka sepakat bahwa laju pembentukan tanah tergantung pada
kelima factor pembentukan tanah serta berlangsung sangat lambat.
B. Proses Pembentukan Tanah
Dalam proses perubahan batuan menjadi tanah, batuan-batuan tersebut harus
mengalami pelapukan. Pelapukan batuan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi pelapukan
fisik dan pelapukan kimia.
1. Pelapukan fisik
Proses awal dari pembentukan tanah adalah berupa pemecahan batuan keras dan solid
menjadi bagian-bagian yang lebih kecil melalui pelapukan fisik. Pembekuan dan pencairan,
pemanasan, abrasi, pengembangan dan pengkerutan merupakan energi-energi yang dapat
memecahkan batuan besar menjadi bagian kecil-kecil.
Air dalam bentuk cair mempunyai berat jenis lebih tinggi dibanding dalam bentuk
padat (es). Sehingga air yang berubah bentuk menjadi es velumenya akan bertambah. Dengan
demikian jika air yang meresap ke dalam batuan terkena suhu rendah yang membekukan
akan menghasilkan energi yang dapat memecahkan batuan tersebut.
Panas yang diterima batuan dapat menyebabkan pemuaian. Jika ini berlangsung terus
menerus dapat menyebabkan peretakan batuan, selanjutnya batuan akan mengalami
pembahasahan pengeringan yang dapat menyebabkan pengembangan dan pengkerutan batuan
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
15
dan mineral. Perubahan volume batuan dan mineral tersebut akhirnya dapat menyebabkan
pecahnya batuan pada bagian yang mengalami peretakan tadi. Bahkan akar tanaman yang
tumbuh masuk ke dalam retakan juga mempunyai energi untuk memecahkan batuan.
Hal penting dari pelapukan fisik ini bahwa batuan tidak mengalami perubahan
susunan kimia dan tidak terbentuk mineral baru.
2. Pelapukan kimia
Pelapukan ini lebih tepat disebut pelapukan biogeokemikal karena makhluk hidup
berinetarksi secara kimiawi dengan bahan-bahan geologi yang melapukkan mineral
merupakan proses utama dari pembentukan tanah dari bahan bukan tanah. Proses ini
merupakan kelanjutan dari pelapukan fisik yang berupa pelunakan batuan disertai dengan
penguraian secara kimiawi mineral penyusun batuan dan terbentuk mineral baru (mineral
sekunder).
Air merupakan faktor terpenting dalam pelapukan kimia.
Air harus mampu
menembus batuan untuk bisa terjadinya pelapukan secara kimiawi. Penetrasi air ke dalam
batuan-batuan beku yang keras seperti basalt dan granit terjadi secara lambat, sedangkan
pada batuan sedimen seperti sandstone dan shale berlangsung cepat. Bahan-bahan terangkut
seperti alluvium atau glacial merupakan bahan yang dalam proses deposisinya tidak
terkonsolidasi, sehingga relatif lunak dan lebih cepat proses pelapukannya dibandingkan
dengan batuan beku.
Reaksi yang terjadi berupa hidrolisa, hidratasi dan reduksi-oksidasi.
Mineral
terpenting yang dihasilkan dari proses pelapukan kimia adalah dari golongan mineral
lempung. Sebagai contoh adalah penguraian mineral kaolinit yang mengalami hidratasi
menghasilkan mineral kuarsa dan silikat.
Pada kenyataannya bahwa pelapukan fisik dan kimia tidak terjadi secara sendirisendiri, melainkan bekerja secara bersama-sama dalam merombak batuan induk yang
hasilnya berupa mineral sekunder.
Mineral sekunder ini terutama terdiri atas mineral
lempung, kuarsa, sesquioksida (Fe/Al oksida), humus, dan senyawa lainnya.
5 mm
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
16
Produk Tidak Larut
Pelapukan
H2 O
Diendapkan
Feldspar
Direkombinasi
Produk Terlarut
Direkombinasi/
Ditransformasi
Gambar 2-5.
Ditranslokasi/
Ditransfer
Diserap  Hilang
Pelapukan meliputi banyak proses fisik maupun kimia. Lempe-ngan
feldspar yang terlapisi oleh selaput tipis film air mengalami pelapukan
menjadi berbagai produk dan berbagai proses lanjutan.
Mineral-mineral baru ini akan mengalami proses lanjutan antara lain pencucian,
pembentukan agregat tanah, dan proses-proses lainnya.
Beberapa contoh dari mineral
sekunder yang mengalami reaksi lanjutan adalah sebagai berikut:
1. Magnetit akan teroksidasi menjadi hematite, selanjutnya akan terhidratasi
menghasilkan limonit, melalui reaksi berikut:
4 Fe3O4 + O2

6 Fe2O3
Fe2O3 + 3 H2O  2 Fe(OH)3 atau Fe2O3.3H2O
2. Olivin akan mengalami oksidasi dan hidratasi menghasilkan serpentin, melalui reaksi
berikut:
2(MgFe).2SiO4 + 3On + 4 H2O  H2Mg(SiO4).2H2O + Mg(OH)2 + 4 Fe
Selanjutnya serpentin dapat mengalami pencucian dengan meninggalkan asam silikat.
Demikian pula silikat akan mengalami pencucian dengan menghasilkan air dan SiO2.
3. Piroxin jika mengalami karbonatasi dan hidratasi membentuk senyawa-senyawa Fe,
Al dan Mg. Piroxin yang tidak mengandung besi (missal enstatit) akan terurai melalui
reaksi:
4 MgSiO3 2 H2O + CO2  H2Mg3(SiO3)4 + MgCO3
4. Felspar dan felspatoid, yang merupakan bagian terpenting dari semua batuan induk,
jika bereaksi dengan air akan menghasilkan kaolin, melalui reaksi:
K2O.Al2O2.6 SiO2 + H2O  Al2O3.2 SiO2 . 2 H2O + KOH + 4 SiO2
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
17
Hasil pelapukan bahan induk dibedakan menjadi bahan sisa (in place materials) yang
merupakan sisa pelapukan yang tidak terangkut dan bahan yang terangkut (transported
materials) yang kemudian terdeposisi dan terpadatkan kembali.
Bahan Induk Sisa (In-place Materials)
Tanah yang terbentuk dari bahan sisa merupakan bahan murni dari batuan yang ada
dibawahnya dan tidak tercampur dari bahan lain. Karena mineral yang terbentuk adalah
hanya berasal dari pelapukan satu macam batuan dan tidak tercampur dengan bahan lain,
maka kemungkinan kekurangan unsur hara tertentu lebih besar dibandingkan dengan tanah
yang terbentuk dari bahan induk yang terangkut. Sebagai cirri utamanya adalah hasil
pelapukan ini berupa bahan yang tidak berlapis-lapis. .
Bahan Induk Terangkut (Transported Materials)
Sebagian besar tanah-tanah yang produktif di dunia merupakan hasil pelapukan dari
bahan induk ini. Unsur-unsur pengangkut meliputi angin, air, es dan gravitasi. Bahan-bahan
terangkut umumnya lebih porus dibandingkan bahaninduk sisa.
.
Atas dasar gaya yang mengangkut, dapat dibedakan menjadi 4 golongan:
1. Pengangkutan bahan induk oleh air
Air merupakan unsur pengangkut yang penting. Pengangkutan yang paling signifikan
adalah melalui sungai. Delta adalah contoh tanah yang berasal dari pengangkutan oleh air
sungai.
Hasil endapan dari pengakut air ini dapat berbentuk:
a. Endapan Alluvial
Banjir yang membawa bahan-bahan tanah setelah turun kecepatannya bahan-bahan
tersebut diendapkan di suatu wilayah. Pada periode banjir berikutnya akan
mengendapkan bahan di atas endapan sebelumnya, sehingga ciri utama dari endapan
alluvial ini adalah tanahnya berlapis-lapis. Lapisan-lapisan ini memiliki terkstur yang
tidak beraturan, tergantung dari kapasitas banjirnya.
Pada suatu banjir besar partikel-
partikel berukuran besar mungkin dapat terbawa sampai jauh, sehingga diendapkan di
atas lapisan yang lebih halus. Sedangkan pada banjir kecil partikel-partikel kasar tidak
bias dibawa sampai jauh.
Sehingga ukuran partikel dan tebal lapisan dapat
mencerminkan kapasitas banjir yang terjadi (Gambar 2-6).
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
18
Kasar
Halus
Halus
Sangat halus
Sangat kasar
Sangat kasar
Sangat halus
Sedang
Sangat kasar
Gambar 2-6. Lapisan pada endapan alluvial. Ukuran partikel dan ketebalan lapisan
mencerminkan kapasitas banjir yang terjadi. Lapisan kasar yang
menumpuk di atas lapisan halus merupakan petunjuk bahwa banjir yang
terjadi mempunyai kapasitas yang lebih besar dibandingkan kapasitas
banjir sebelumnya.
b. Endapan Lacustrin
Endapan ini terbentuk di dasar danau atau kolam, mempunyai tekstur kasar di bagian
tepi dan makin halus di bagian tengah danau.
c. Endapan Marine
Terbentuk di dasar lautan, mengandung banyak butir kuarsa dan mineral lain yang
umumnya bukan unsure hara bagi tanaman.
2. Pengangkuatn bahan oleh angin
Angin mengangkat dan membawa partikel lempung, debu dan pasir halus ke tempat
lain dengan jarak bervariasi tergantung kecepatan angina dan ukuran partikelnya. Hasil
pengangkutan dari partikel pasir yang berupa endapan disebut aeolian deposits, sedangkan
hasil pengangkutan partikel lempung dan debu disebut loess. Ciri-ciri dari deposit oleh angin
ini adalah lapisan tanahnya berstrata dan makin jauh dari sumber angina ketebalannya makin
berkurang. Angin mensortir bahan berdasarkan ukurannya. Makin besar ukuran partikel
makin dekat jarak pengangkutan-nya, dan makin halus partikelnya makin jauh jarak
pengangkutannya.
Bahan terangkut angin dapat berbentuk:
a. Sand dunes (puntuk pasir)
Terbentuk di pantai samudera, endapannya berkadar silika tinggi dan kurang
b. Loess
Susunan teksturnya sragam dengan kadar debu yang tinggi, sedikit lempung dan
hamper tidak terdapat partikel yang kasar, struktur tanah yng terbentuk adalah kolumner
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
19
(tiang). Endapan yang kita lihat sekarang merupakan endapan yang terjadi pada masa
pleistosen.
3. Pengangkutan bahan induk oleh gravitasi
Hasil pengangkutan oleh gravistasi disebut Colluvial, yakni berupa gerakan hasil
pelapukan batuan ke kaki lereng yang berjalan lambat yang diakibatkan oleh adanya gaya
gravitasi. Kecepatan gerakannya ditentukan oleh kemiringan dari bidang gesernya.
4. Pengangkutan bahan induk oleh es
Hasil pengangkutan oleh es dikenal dengan endapan Glacial till yakni berupa endapan
yang mengalami pelapukan akibat terkena gerakan meluncurnya balok es. Tanah glacial till
memiliki tekstur yang lebih berat dibandingkan alluvial.
C. Perkembangan Tanah
Hasil pelapukan batuan induk berupa tanah yang tertumpuk di atas batuan induk yang
masih keras. Faktor-faktor luar (iklim, makhluk hidup, topografi dan waktu) terus bekerja
mempengaruhi hasil pelapukan tersebut. Hasil pelapukan ini di bawah pengaruh faktorfaktor luar akan mengalami perkembangan selanjutnya yang dikenal sebagai perkembangan
tanah.
Vegetasi yang tumbuh di atas tanah akan menyumbangkan bahan-bahan organik yang
akan memperkaya kandungan bahan organik tanah pada lapisan atas tanah.
menyebabkan terbentuknya Horison O pada lapisan terluar tanah.
Proses ini
Pada daerah dengan
curah hujan tinggi maka air yang masuk ke dalam tanah akan mencuci sebagian besar bahan
halus (clay) maupun kation-kation basa dari bagian atas ke bagian bawah. Lapisan atas tanah
yang menunjukkan gejala pencucian disebut Horison pencucian (ilivuasi), yakni diberi nama
Horison A.
Sedangkan lapisan tanah yang menunjukkan adanya penimbunan lempung
disebut horison pengendapan atau (eluviasi) atau diberi nama Horison B.
Di bawah horison B terdapat lapisan bahan induk yang telah mengalami pelapukan
tetapi belum mengalami perkembangan tanah, disebut Horison C. Horison C ini berada
langsung di atas batuan induk tanah (Horison R). Larutan tanah merupakan faktor terpenting
bagi perkembangan profil tanah. Larutan tanah akan melakukan dekomposisi bahan organi
serta melarutkan lempung dan kation-kation basa.
Perkembangan tanah mencapai puncaknya pada saat tanah telah memiliki profil
dengan horison-horison yang lengkap. Tanah yang demikian dinamakan telah mengalami
deferensiasi horison Memang adakalanya di beberapa lokasi, perkemba-ngan tanah tidak
akan mencapai kondisi yang demikian. Misalnya saja pada daerah-daerah tropis dengan
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
20
topografi terjal, menyebabkan laju erosi seimbang atau mungkin lebih cepat dibandingkan
laju pembentukan tanahnya.
Hor O
Hor A
Hor B
Hor C
Hor R
A
Lap Tanah
Hor R
B
Gambar 2-7. Perkembangan tanah. A. Tanah telah berkembang ditandai dengan
terdapatnya deferensiasi horison. B. Tanah belum mengalami
perkembangan.
SOAL-SOAL
1. Proses pembentukan tanah pada dasarnya adalah siklus geologi. Jelaskan apa
maksudnya!
2. Jelaskan apa yang dimaksud lithosequence!
3. Iklim merupakan factor pembentuk tanah yang aktif. Jelaskan! Apa saja komponen
iklim yang paling berpengaruh dalam proses pembentukan tanah?
4. Mengapa pada daerah dengan curah hujan tinggi pada umumnya lapisan lempung
yang terbentuk dalam?
5. Pada gambar 2-3, jelaskan mengapa suhu yang rendah dan suhu yang tinggi
menghasilkan pembentukan bahan organic yang sedikit!
6. Sudut kemiringan dan panjang lereng menentukan pembentukan tanah. Jelaskan!
7. Air berperanan penting dalam proses pembentukan tanah. Jelaskan!
8. Apa yang dimaksud dengan diferensiasi horizon? Bagaimana perbedaan horison yang
terbentuk pada daerah dengan curah hujan tinggi dan daerah dengan curah hujan
rendah?
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
21
BAB III
SIFAT FISIK TANAH
Tujuan Umum :
Setelah mempelajari materi kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan secara umum tentang
sifat fisik tanah yang penting dalam hubungannya dengan fungsi tanah sebagai media tumbuh
tanaman.
Tujuan Khusus :
1. Mahasiswa dapat menjelaskan hubungan bobot dan volume tanah
2. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang air dan udara dalam tanah
3. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang tekstur dan struktur tanah
Pada pembahasan terdahulu dikatakan bahwa tanah adalah merupakan sistem dispersi
tiga fase, yakni terdiri atas fase padat, cair, dan gas yang selalu dalam keadaan kesimbangan
yang dinamis. Ketiga komponen ini sangat menentukan sifat tanah, baik sifat fisik, kimia dan
biologi tanah. Beberapa sifat fisik tanah akan di bahas dalam bab ini.
A. Hubungan Bobot dan Volume Tanah
Untuk memudahkan pemahaman kita terhadap hubungan ketiga komponen (padat, air
dan udara) di dalam tanah, kita buat diagram skematik sebagai berikut.
Massa Tanah (M)
Volume Tanah (V)
Mu
Udara
Vu
Vpi
Mtot
Ma
Air
Va
Mp
Padat
Vp
Vtot
Gambar 3-1. Diagram skematik dari tanah sebagai sistem tiga fase.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
22
Diagram di atas menunjukkan gambaran skematik dari hubungan antara massa dan
volume masing-masing fase tanah. Massa masing-masing fase tanah ada di sebelah kiri
diagram. Massa tanah (Mtot) teridi atas massa udara (Mu), massa air (Ma) dan massa padat
(Mp). Massa udara (Mu) dapat diabaikan, sehingga massa total tanah (Mtot) merupakan
penjumlahan massa air (Ma) dan massa padat (Mp).
Volume masing-masing fase ada di
bagian kanan dari gambar. Volume tubuh tanah (Vtot) merupakan penjumlahan dari volume
udara (Vu), volume air (Va) dan volume padat (Vp). Vu dan Va merupakan volume pori
tanah (Vpi).
Berdasarkan diagram di atas kita dapat menentukan beberapa kriteria yang sering
digunakan untuk menyatakan hubungan kuantitatif dari ketiga komponen penyusun tanah
tersebut.
1. Bobot Jenis Tanah (ρp)
Bobot jenis tanah (particle density) merupakan kerapatan partikel padatan tanah. Nilai
bobot jenis tanah dapat ditentukan dengan membagi massa padatan tanah dengan volume
padatan tanah.
ρp = Mp / Vp g/cm3 ……………………………………(3.1)
Tanah-tanah pertanian pada umumnya memiliki bobot jenis antara 2,2 – 2,8 g/cm3. Jenis
mineral yang dikandung tanah mempengaruhi nilai bobot jenisnya. Tanah-tanah yang
kaya akan besi oksida dan mineral berat lainnya memiliki bobot jenis lebih tinggi
dibandingkan tanah yang kaya akan kwarsa atau mineral lempung aluminosilikat. Bahan
organik dapat menurunkan bobot jenis tanah. Tanah Andisol yang kaya akan bahan
organik umumnya hanya memiliki ρp = 2,2 – 2,4 g/cm3.
2. Bobot Volume Tanah (ρb)
Bobot volume tanah (dry bulk density) mencerminkan perbandingan massa bagian
padatan tanah dengan volume totalnya.
ρb = Mp / Vt g/cm3………………………………………(3.2)
Dengan demikian bobot volume selalu lebih rendah dibandingkan dengan bobot jenis
tanah. Suatu tanah yang memiliki volume pori mencapai separo dari volume totalnya,
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
23
maka nilai bobot volumenya sama dengan setengah dari nilai bobot jenisnya. Pada tanahtanah pasir nilainya bisa mencapai 1,6 g/cm3. sedangkan pada tanah-tanah lempung
mempunyai struktur yang baik serta ruang porinya tinggi nilainya bisa serendah 1,1
g/cm3. Tanah yang baru berkembang dari abu vulkan dengan kandungan bahan organik
yang tinggi (5-10%) bobot volumenya bisa kurang dari 1,0 mg/cm3.
Bobot volume tanah dipengaruhi oleh:
a. Tekstur tanah, yakni oleh ukuran dan kepadatan jenis partikelnya.
b. Kandungan bahan organik.
c. Struktur tanah (yakni yang bersangkutan dengan pemadatan tanah) dan oleh karakter
pengembangan dan pengkerutan (shrinkage and swelling) mineral lempungnya.
Oleh karena tanah tidak pernah mencapai pemampatan yang sempurna, maka nilai
bobot volume tanah tidak pernah mencapai sama dengan nilai bobot jenisnya.
3. Porositas Tanah ( f )
Porositas merupakan suatu indek yang menyatakan bagian tanah yang ditempati rongga
atau pori, yakni nisbah antara volume pori dan volume total tanah..
f = Vpi / Vt x 100% ………………………………………(3.3)
Tanah pada umumnya memiliki porositas antara 30 – 60%. Tanah dengan tekstur kasar
cenderung kurang porus dibandingkan dengan tanah dengan tekstur halus, meskipun ratarata ukuran pori-pori individunya lebih besar pada tanah dengan tekstur kasar. Pada
tanah-tanah lempung dengan struktur yang baik porositasnya bisa mencapai 60%.
4. Rasio Ruang Pori (e)
Rasio ruang pori (void ratio) juga merupakan indek ruang pori yakni merupakan nisbah
antara volume pori dengan volume padatan tanah.
e = Vpi / Vp …………………………………………….…(3.4)
Rasio ruang pori merupakan indek yang sering digunakan pada teknik sipil dan mekanika
tanah, sedangkan porositas digunakan untuk pertanian.
5. Kandungan Air Massa (w) dan Kandungan Air Volume (θ)
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
24
Bagian pori tanah yang ditempati cairan dapat dinyatakan dengan kandungan air
berdasarkan massa tanah atau kandungan air massa (w) dan kandungan air berdasarkan
volume tanah (θ). Yang dimaksud dengan kadar air massa adalah nisbah antara massa air
tanah dengan massa tanah kering (dikeringkan dalam oven bersuhu 105o C selama 24
jam).
w = Ma/Mtot x 100%
karena tanah kering maka Ma + Mu = 0, sehingga Mtot = Mp
w = Ma/Mp x 100% …………………………………… (3.5)
Massa cairan dapat diperoleh dengan mengurangkan bobot tanah basah dengan bobot
tanah kering. Sehingga cara praktis menghitung w adalah dengan menimbang berat tanah
basah (Btb) dan berat tanah kering (Btk), kemudian dihitung dengan persamaan:
w = (Btb – Btk)/Btk x 100% ………………………………(3.6)
Yang dimaksud dengan kadar air volume (θ) adalah nisbah antara volume cairan dengan
volume total tanah.
θ = Va/Vtot x 100% ………………………………….. (3.7)
Kandungan air volume dapat pula ditentukan dengan menggunakan persamaan:
θ = w (ρb/ρc)
……………………………………... (3.8)
ρc = bobot volume air = 1
6. Derajad Kejenuhan (S)
Derajad kejenuhan menunjukkan hubungan antara volume pori-pori tanah yang ditempati
cairan dan volume pori-pori total.
S = Va/Vtot x 100% …………………………………... (3.9)
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
25
Sedangkan pori-pori yang terisi udara (f u),
f u = f (1-S)
………………………………….......... (3.10)
B. Air dan Udara Dalam Tanah
Air dan udara di dalam tanah menempati pori-pori tanah, yaitu rongga-rongga
diantara padatan tanah.
1. Kandungan air dalam tanah
Banyaknya air yang terkandung dalam tanah umumnya dinyatakan dalam persen
yakni berdasarkan masa padatan tanah (w) atau berdasarkan volume tanah (θ) yang sudah
dibicarakan pada A.5.
Cara penentuannya jumlah kandungan air tanah yang umum dilakukan adalah melalui
cara penimbangan (cara gravimetri). Caranya cukup sederhana yakni dengan menimbang
tanah contoh yang akan diketahui kandungan airnya. Tanah ini lalu dikeringkan dalam oven
pada suhu 105o C selama 24 jam.
Setelah dingin tanah ditimbang, lalu kandungan air
ditetapkan dengan persamaan 3.6. Cara ini cukup akurat, namun untuk mendapatkan hasil
yang representatif memerlukan banyak ulangan, mengingat pada cara ini sample tanah yang
diuji hanya berskisar antara 10 – 20 g untuk mewakili luasan tertentu. Di samping itu cara ini
juga tidak bisa dilakukan uji ulang pada contoh yang sama (sampelnya harus berbeda). Oleh
karena itu perlu untuk dilakukan kalibrasi dengan cara yang lebih canggih yakni bisa dengan
menggunakan metode neutron probe atau tensiometer.
Kandungan air tanah sangat penting untuk diketahui karena sangat menentukan
banyaknya air yang tersedia bagi tanaman. Ditinjau dari kandungan air tanah ada beberapa
kondisi penting yang harus kita ketahui, yakni:
a. Tanah Jenuh dan Tanah Tidak Jenuh
Jika tanah dalam keadaan jenuh air, maka semua pori-pori tanah terisi oleh air.
Pada kondisi ini air yang ada di dalam tanah pada jumlah yang maksimum. Jika kemudian
tanah tersebut kita biarkan mengalami pengeringan, maka secara berangsur-angsur air akan
keluar dari pori-pori tanah dan udara akan masuk mengisi pori yang ditinggalkan oleh air.
Kondisi dimana sebagian pori-pori tanah terisi oleh air dan sebagian diisi udara adalah
keadaan tidak jenuh.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
26
Pada saat mulai terjadinya pengeringan dari tanah jenuh air yang berada pada poripori berukuran besar (pori makro) akan meninggalkan terlebih dahulu. Dengan demikian
pada tanah tidak jenuh maka air dalam tanah pada umumnya berada pada pori-pori mikro,
sedangkan sebagian pori makro terisi oleh udara. Demikian selanjutnya jika pengeringan
tanah terus berlangsung maka semua air yang ada dalam pori-pori tanah akan habis sehingga
seluruh pori-pori tanah akan terisi oleh udara.
A
Air
Vu
Va
Padatan
Vp
B
Udara
Vu
Air
Va
Padatan
Vp
Gambar 3-2. A. Tanah jenuh air – semua pori-pori terisi oleh air
B. Tanah tidak jenuh – sebagian pori terisi air dan sebagian terisi udara
b. Kapasitas Lapang dan Titik Layu Permanen
Tidak seluruh air dalam tanah dapat tersedia bagi tanaman. Pada saat tanah dijenuhi
dengan air dimana seluruh pori-pori tanah terisi oleh air, maka jumlah air yang terkandung
dalam tanah pada kondisi ini disebut kapasitas menyimpan air maksimum (maximum
water holding capacity)
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
27
Jika pemberian air kemudian kita hentikan, maka air akan masih bergerak akibat
adanya gravitasi. Gerakan air ini makin lama makin lambat, dan kira-kira 2-3 hari gerakan ini
akan terhenti.
Pada kondisi tersebut, yakni seluruh air gravitasi telah berhenti tanah
dinamakan dalam kondisi kapasitas lapang (field capacity).
Jika tanah tersebut kita teruskan pengeringannya, maka akan dicapai kondisi dimana
seluruh pori-pori tanah tidak lagi terisi air. Air yang ada dalam tanah tinggal yang berbentuk
selaput film air yang diikat kuat oleh partikel tanah. Dalam kondisi ini air sudah tidak bisa
dierap oleh akar sehingga tanaman akan mengalami kelayuan secara permanent. Kandungan
air pada kondisi ini dinamakan titik layu permanen (permanent wilting point).
Air tanah yang berada diantara kapasitas lapang dan titik layu permanent merupakan
air yang dapat digunakan oleh tanaman, oleh karena itu disebut dengan air tersedia
(available water).
Air tersedia dari suatu tanah dipengaruhi oleh tekstur, struktur, kandungan bahan
organik, dan kedalaman tanah. Tekstur dan struktur tanah tanah berkaitan dengan jumlah
pori-pori total tanah. Tanah dengan tekstur halus memiliki total pori-pori lebih banyak
dibandingkan dengan tanah yang bertekstur kasar. Dengan makin tingginya jumlah pori-pori
tanah, makin banyak air yang dapat ditampung oleh tanah tersebut. Dengan demikian tanah
dengan tekstur halus memiliki jumlah air tersedia lebih banyak dibandingkan tanah bertektur
kasar. Tanah yang sudah berstruktur memiliki total pori yang lebih banyak dibandingkan
tanah-tanah yang belum mengalami perkembangan agregat (struktur pejal atau massif dan
lepas-lepas atau loose).
Bahan organik dalam tanah dapat berfungsi menghisap air seperti layaknya sponge.
Sehingga makin tinggi kandungan bahan organik tanah tinggi, maka makin banyak air yang
dapat disimpan oleh tanah. Jadi makin tinggi air tersedia dalam tanah tersebut. Makin dalam
tanah makin banyak jumlah air yang dapat ditahan oleh tanah tersebut. Sehingga makin
tingga air tersedia.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
28
A
Udara
Vu
Air
Va
Padatan
Vp
B
Udara
Vu
Va
Padatan
Vp
Gambar 3-3. A. Tanah pada kondisi kapasitas lapang – pori mikro terisi air dan pori makro
terisi udara. Kondisi ini mendekati kondisi ideal seperti yang digambarkan
pada diagram 2-1.
B. Tanah pada kondisi titik layu permanent – seluruh pori tanah terisi udara.
Air hanya berupa selaput tipis yang menyelimuti partikel padatan tanah.
C. Tekstur Tanah
Tanah tersusun atas partikel mineral dalam berbagai ukuran. Untuk keperluan
pertanian partikel mineral tanah dibedakan menjadi tiga yakni pasir (sand), debu (silt) dan
lempung (clay). Jarang atau bahkan tidak ada tanah yang tersusun atas satu ukuran partikel
mineral saja.
Yang dimaksud tekstur tanah adalah perbandingan relatif partikel mineral penyusun
tanah, yakni perbandingan antara pasir, debu dan lempung dalam suatu masa tanah. Batas
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
29
ukuran partikel-partikel tanah tidak sama antar lembaga yang membuat standar. Dua diantara
lembaga yang banyak dianut adalah Depatemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) dan
International Society of Soil Science (ISSS). Di Indonesia ukuran yang dianut untuk bidang
pertanian adalah yang dibuat oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat.
Batasan Ukuran Partikel yang dibuat oleh USDA:
Pasir
Lempung
Debu
0,002
Sangat
Halus
0,05
0,1
Halus
Sedang
0,25
0,5
Kasar
1,0
Sangat
Kasar
2,0
Kerikil
mm
Batasan Ukuran Partikel yang dibuat oleh ISSS:
Pasir
Lempung
Debu
0,002
Halus
0,02
Kerikil
Kasar
0,2
2,0 mm
Gambar 3-4. Batas ukuran partikel tanah menurut USDA dan ISSS
Ketiga partikel mineral tanah tersebut masing-masing dinyatakan dalam persen.
Berdasarkan persentase dari masing-masing partikel tersebut tekstur tanah ditentukan.
Penentuan tekstur tanah digunakan alat bantu berupa segitiga tekstur tanah yang dibuat oleh
USDA (Gambar 3-5)
Dalam system USDA tekstur tanah dibedakan menjadi 12 kelas tekstur. Di alam
terutama untuk tanah-tanah pertanian, teksturnya tidaklah murni pasir, debu atau lempung
saja. Akan tetapi kebanyakan merupakan kombinasi ketiga tekstur tersebut.
Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan kemampuan
tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman.
Tekstur tanah akan mempengaruhi
kemampuan tanah menyimpan dan menghantarkan air, menyimpan dan menyediakan hara
tanaman.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
30
Gambar 3-5. Segitiga tekstur tanah menurut USDA.
Peranan ketiga macam partikel tanah tersebut di dalam menentukan sifat dan
kemampuan tanah tidak sama. Partikel pasir dan debu yang sebagian besar tersusun atas
SiO2 tidak banyak peranannya dalam penyediaan unsure hara tanaman. Sebaliknya bahan
lempung (clay) yang memiliki ukuran ≤ 2 µm, terdiri atas mineral Lempung silikat, bahan
amorf dan merupakan bahan aktif penyusun tanah serta merupakan cadangan unsure hara
yang sangat penting.
Tanah berpasir, yaitu tanah dengan kandungan pasir > 70%, memiliki porositas
rendah, sebagian besar ruang pori berukuran besar sehingga aerasinya baik, daya hantar air
cepat, tetapi kemampuan menyimpan air dan unsure hara rendah. Tanah berpasir mudah
diolah sehingga sering disebut tanah ringan.
Tanah bertekstur berlempung memiliki kandungan lempung > 35%. Porositasnya
relative tinggi (60%), tetapi sebagian besar ruang pori berukuran kecil. Akibatnya daya hantar
air sangat lambat dan sirkulasi udara kurang lancar. Kemampuan menyimpan air dan hara
tanaman tinggi. Air yang ada diserap dengan energi yang tinggi, sehingga sulit dilepaskan
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
31
terutama bila kering, sehingga juga kurang tersedia untuk tanaman. Tanah lempung juga
disebut tanah berat karena sulit diolah.
Tanah geluh (loam) merupakan tanah dengan proporsi pasir, debu dan lempung
kurang lebih sama, sehingga sifatnya berada diantara tanah berpasir dan berlempung. Jadi
tata air dan udaranya cukup baik, kemampuan menyimpan dan menyediakan air untuk
tanaman tinggi.
D. Struktur Tanah
Pengertian tentang struktur tanah sangat bervariasi. Pada bahasan ini, struktur tanah
diberi batasan sebagai penyusunan partikel primer dan sekunder ke dalam suatu bentuk
susunan tertentu dengan ruang pori diantaranya.
Jadi dalam pengertian ini ada tiga
komponen struktur tanah: (1) padatan, (2) bahan semen dan (3) ruang pori.
Dari pembahasan agronomi, kedudukan ruang pori sangat penting, karena
pertumbuhan tanaman dan proses fisik maupun kimia yang terjadi dalam tanah terdapat pada
dan lewat ruang pori. Demikian pula tempat air disimpan, pergerakan air dan pergerakan zat
hara. Oleh karena itu dalam evaluasi struktur tanah untuk pertumbuhan tanaman semua faktor
yang mempengaruhi ruang pori harus diperhatikan.
Individu dari susunan partikel primer dan pertikel sekunder tanah dikenal dengan
sebutan agregat. Agregat tanah ada yang terbentuk secara alami disebut ped; dan ada yang
terbentuk akibat pengolahan tanah yakni yang disebut clod.
Agregat (ped) mempunyai bentuk yang tertentu di alam, yakni:
1. Blocky (gumpal), yaitu agregat yang memiliki sumbu mendatar hampir sama panjang
dengan sumbu tegaknya. Bentuk ini dibagi menjadi dua, yakni:
a. Angular blocky (gumpal menyudut) yaitu jika sudut-sudut dari gumpalannya
runcing.
b. Sub angular blocky (gumpal membulat) yaitu jika sudut-sudutnya tumpul
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
32
2.
Platy (lempeng), yaitu agregat yang mempunyai sumbu horizontal lebih panjang
dibandingkan dengan sumbu vertikalnya. Bentuk lempeng ini seringkali dijumpai pada
tanah-tanah yang baru mengalami pengendapan.
3.
Prismatic (prisma) yaitu agregat yang mempunyai sumbu vertikal lebih panjang
dibandingkan sumbu horisontalnya dengan ujung datar.
datar
4. Columnar (tiang) yaitu agregat yang mempunyai bentuk seperti prismatic dengan ujung
horisintalnya membulat.
membulat
Struktur kolom dan prisma banyak dijumpai pada horizon B tanah-tanah berlempung di
daerah semi arid.
5. Granular (granuler) yaitu agregat yang membulat dengan diameter tidak lebih dari 2 cm.
Pada tanah-tanah tertentu ada yang memiliki partikel-partikel primer tanah yang
belum membentuk ikatan satu dengan yang lain membentuk susunan tertentu. Tanah yang
agregatnya belum terbentuk disebut tanah-tanah tidak berstruktur, yakni ada dua golongan:
struktur butir tunggal (single grain) dan struktur pejal (massif).
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
33
SOAL-SOAL
1. Jelaskan mengapa jenis mineral yang dikandung tanah mempengaruhi nilai bobot
jenisnya!
2. Jelaskan mengapa bobot jenis tanah selalu lebih tinggi dibandingkan bobot volume
tanah.
3. Hitung bobot tanah seluas 1 ha dengan kedalaman 30 cm jika bobot volume tanah
tersebut = 1 g/cm3!
4. Apa yang dimaksud air tersedia?
5. Jika diketahui bobot contoh tanah yang diambil dari lapang = 110 g dengan kadar air
10%. Berapa bobot padatan tanah (setelah tanah dikeringkan dalam oven)?
6. Kapasitas lapang (field capacity) merupakan kondisi tanah dengan kadar air yang
ideal bagi tanaman pada umumnya. Jelaskan!
7. Tekstur tanah menentukan bobot jenis tanah. Jelaskan!
8. Tanah A bertekstur halus, tanah B bertekstur kasar. Jika tanah A dan B dalam volume
yang sama disiram dengan air dalam jumlah yang sama, mana yang lebih dulu kering?
Jelaskan mengapa demikian!
9. Apa yang dimaksud dengan agregasi tanah? Jelaskan bagaimana pengaruh bahan
organik pada agregasi tanah!
10. Apa arti penting struktur tanah bagi pertumbuhan tanaman?
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
34
BAB IV. SIFAT KIMIA TANAH
Tujuan Umum :
Setelah mempelajari materi kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan secara umum tentang
sifat kimia tanah yang penting dalam hubungannya dengan fungsi tanah sebagai media
tumbuh tanaman.
Tujuan Khusus :
1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang koloid tanah
2. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang reaksi tanah
3. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang konsep pertukaran ion dalam tanah
Telah diuraikan di muka bahwa tanah tersusun atas tiga fase, yakni fase padat, cair
dan gas. Setiap reaksi yang terjadi pada salah satu fase akan mempengaruhi kedua fase
lainnya. Sebagai contoh, reaksi-reaksi yang terjadi pada bahan padat akan berpengaruh
terhadap kualitas udara dan air tanah. Oleh karena itu reaksi-reaksi kimia yang terjadi akan
menentukan sifat dan ciri tanah yang bersangkutan.
Reaksi kimia dalam tanah merupakan hal yang sangat penting jika dikaitkan dengan
penyediaan unsut hara bagi tanaman.
Tanaman menyerap hara dari dalam tanah dan
mengembalikannya dalam bentuk organik ke permukaan tanah, kemudian sebagian akan
tersedia kembali bagi tanaman setelah terjadi proses minrealisasi. Selain dari itu, hasil proses
pelapukan mineral dan bahan organic ada juga yang dibebaskan ke atmosfer dalam bentuk
gas, tercuci, tererosi yang suatu saat dapat beredar kembali ke dalam tanah.
Kecepatan bergerak unsur-unsur kimia dari dalam tanah dihambat oleh mekanisme
jerapan tanah, pengendapan akibat membentuk senyawa tidak larut, serta penyanggaan pH.
A. Koloid Tanah
Ketersediaan unsur-unsur kimia di dalam tanah tidak bisa dilepaskan dari peran koloid
tanah. Koloid tanah adalah bahan padatan tanah yang berupa butiran-butiran sangat halus,
umumnya berdiameter kurang dari 1 µm. Koloid tanah ini merupakan bagian tanah yang
aktif karena pada permukaannya terdapat muatan listrik yang mampu mengikat ion, sehingga
koloid tanah memegang peranan penting dalam reaksi kimia tanah.
Pada Bab II telah dibahas bahwa yang termasuk kategori padatan tanah memiliki
rentang diameter kurang dari 2 mm. Pasir adalah fraksi paling kasar (sand), memiliki
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
35
diameter 0,5 - 2 mm, debu (silt) dengan diameter 0,02 - 0,5 mm dan lempung (clay) dengan
diameter ≤ 0,002 mm. Jika dilihat dari ukuran diameternya, maka koloid tanah termasuk
dalam partikel lempung (clay). Namun tidak semua partikel lempung bersifat koloidal.
Sedangkan tanah dengan tekstur lebih kasar yaitu debu (silt) apalagi pasir (sand) dapat
dipastikan tidak bersifat koloidal. Namun sebagian bahan organik tanah juga bertindak
sebagai bahan koloid, misalnya humus, protoplasma dan dinding sel. Jadi koloid tanah dapat
berbentuk koloid anorganik dan koloid organik.
1. Sistem Koloidal.
Sistem koloidal tanah bersifat hidrofobik artinya bahan terdispersi dan medium
pendispersinya (air) dapat berinteraksi, sehingga dapat mengendap.Sistem
koloidal
tanah
juga sering disebut kompleks jerapan (adsorption complex) karena pada permukaan koloid
inilah tempat terjadinya jerapan unsur hara yang berbentuk ion.
Permukaan koloid mempunyai muatan listrik (elektrostatik) negatif yang mampu
mengikat ion-ion bermuatan positif (kation) dan sebagian lagi mempunyai muatan positif
yang bisa mengikat ion bermuatan negatif (anion). Pada umumnya muatan negatif pada
koloid tanah lebih banyak dibandingkan dengan muatan positifnya.
- Kation+
- Kation+
- Kation+
KOLOID
- Kation+
- Kation+
+ AnionGambar 4-1. Koloid dengan muatan listrik pada permukaannya mampu mengikat ion.
Muatan elektrostatis pada permukaan koloid ini dikenal ada dua tipe, yakni muatan
permanen (permanent charge) dan muatan tergantung pH tanah (pH dependent charge).
Muatan permanen terbentuk sebagai akibat adanya proses pertukaran ion dengan ion lain
yang mempunyai valensi sama atau lebih kecil namun mempunyai ukuran hampir sama.
Proses terbentuknya muatan ini disebut dengan substitusi isomorfik.. Sebagai misal Si dari
struktur mineral liat digantikan oleh ion A13+ dan selanjutnya digantikan oleh Mg2+.
Pertukaran ini dapat menghasilkan muatan negatif yang sifatnya tetap yang tidak terpengaruh
oleh kondisi lingkungan seperti pH tanah. Sebagai contoh mineral liat yang banyak memiliki
muatan permanen adalah mineral montmorilonit.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
36
Muatan tergantung pH terbentuk sebagai akibat terjadinya disosiasi pada ion hidrogen
dari gugusan hidroksil sehingga permukaan liat yang ditinggali ion-ion oksigen akan
bermuatan negatif. Hal ini terutama terjadi pada tanah yang memiliki pH tinggi, dimana
konsentrasi ion hidrogen dalam larutan tanah berkurang sehingga mendorong terjadinya
disosiasi hidrogen dari hidroksil. Sedangkan pada tanah yang mempunyai pH rendah akan
banyak menghasilkan muatan positif. Tanah yang terbentuk dari mineral liat oksida
mempunyai muatan koloid tipe ini.
2. Jenis Koloid
a. Koloid Organik.
Telah dikemukakan pada Bab II bahwa padatan tanah terdiri atas padatan mineral dan
padatan organik. Padatan mineral berasal dari pelapukan batuan induk menjadi fraksi
penyusun tanah. Sedangkan padatan organik tanah berasal dari bagian tubuh makhluk hidup
yang mati di dalam tanah setelah mengalami proses perombakan. Istilah bahan organik tanah
(BOT) atau soil organic matter (SOM) pada hakekatnya adalah istilah untuk menyebut bahan
organik yang telah melapuk sempurna, yang sudah berubah bentuk, warna dan kandungan
kimia dari bahan asalnya.
Proses perombakan bahan organik tidak serta merta, namun
memerlukan waktu. Lama proses perombakan dipengaruhi faktor bahan organiknya sendirti
yakni antara lain bentuk dan ukuran bahan organik, kandungan senyawa kimianya (lignin dan
polifenol) dan faktor luar, diantaranya suhu, air, udara dan aktivitas jasad perombaknya.
Bahan organik mempunyai peran penting dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan
biologi tanah. Bahan organik tanah mampu memperbaiki sifat fisik tanah terutama adalah
kemampuan tanah dalam menyimpan air, menurunkan kerapatan isi, sebagai bahan perekat
dalam proses agregasi tanah dan melindungi struktur tanah serta melindungi tanah dari erosi.
Dari sifat kimia tanah, bahan organik tanah terutama yang sudah melapuk sempurna,
mampu menyumbangkan sejumlah unsur hara bagi tanaman karena jaringan jasad hidup
sebagian besar terdiri atas unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N),
belerang (S) dan fosfor (P), serta unsur-unsur mikro. Unsur-unsur tersebut dalam jaringan
hidup adalah penyusun senyawa-senyawa biokimia, seperti protein, asam amino, asam
nukleat, fosfolipid dan lain sebagainya. Dalam proses pelapukan bahan organik di dalam
tanah, terjadi proses mineralisasi, yakni perombakan bahan-bahan penyusun jaringan yang
berupa senyawa organik diuraikan kembali menjadi senyawa mineral penyusunnya, yakni
unsur-unsur hara tersebut di atas. Selanjutnya unsur-unsur hara mineral tersebut menjadi
tersedia bagi tanaman.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
37
Di samping menambahn unsur hara bagi tanaman, bahan organik yang sudah melapuk
juga dapat meningkatkan kapasitas tukar kation karena dapat berfungsi sebagai koloid
penjerap ion. Produk akhir dari perombakan bahan organik di dalam tanah adalah humus.
Humus berperan dalam memperbaiki kondisi kimia tanah, yakni humus mampu
meningkatkan ketersediaan hara tanaman, meningkatkan kapasitas tukar kation dan
meningkatkan buffering capacity tanah.
Humus juga berperan dalam memperbaiki kondisi biologi tanah karena humus
merupakan bahan makanan utama bagi sebagian besar jasad tanah yang bermanfaat. Melalui
aktivitas jasad hidup tanah, berbagai kondisi yang menguntungkan bagi tanaman tercipta,
diantaranya adalah tersedianya unsur hara, air dan udara di dalam tanah. Secara langsung,
zat-zat humat dari humus dapat pula merangsang pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya
terhadap metabolisme dan sejumlah proses-proses fisiologis tanaman.
b. Koloid Mineral
Koloid mineral tanah berasal dari mineral primer penyusun batuan yang telah
mengalami disintegrasi (pelapukan secara fisik) dan dekomposisi (pelapukan kimia) dan telah
tersusun kembali menjadi mineral baru (mineral sekunder). Oleh karena itu koloid mineral ini
terdiri atas hancuran batuan dan mineral dengan komposisi kimia dan ukuran yang beragam,
terutama didominasi oleh silikat (Si), alumina (Al) dan oksigen (O). Mineral mempunyai
bentuk yang beragam, ada yang mempunyai struktur kristal, dengan batas-batas berupa
bidang datar yang tegas, ada yang berstruktur kristal lemah, yakni batas bidang datarnya
kurang tegas dan ada yang tidak mengkristal (non kristalin) atau amorf.
Mineral lempung kristalin aluminosilika pada umumnya digolongkan menjadi beberapa
tipe berdasarkan lembar silika dan alumina penyusunnya, yakni: tipe 2:1; 2:1:1 dan 1:1
(Tisdale, Nelson and Beaton, 1985).
Lebih lanjut Tisdale et al (1985) menjelaskan bahwa tipe 2:1 merupakan mineral
lempung yang strukturnya terbangun dari dua lembar Si-tetraeder dan satu lembar Aloktaeder. Ikatan antar lapisan relatif lemah dan mempunyai ruang antar lapisan yang dapat
mengembang jika kandungan air meningkat. Contoh lempung dengan tipe ini adalah
smectites (montmorilonit), A12O3. 4 SiO,.H2O + x H,O. Muatan negatif montmorilonit
umumnya berasal dari substitusi isomorfik. Golongan ini memiliki ion-ion Mg2+ dan Fe3+ di
dalam posisi oktaeder. Montmorilonit ditemukan dalam banyak jenis tanah, seperti Vertisol,
Mollisol, Alfisol maupun Entisol. Salah satu cirri dari tanah yang tersusun atas lempung ini
adalah mempunyai daya mengembang dan mengkerut yang tinggi, tanah menjadi lengket jika
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
38
basah dan keras jika kering. Muncul retakan-retakan lebar di permukaan tanah pada saat
tanah mengering.
Contoh tipe 2:1 yang lain adalah illite (hydrous mica) dan vermikulit. Illite tidak
memiliki sifat mengembang dan mengkerut seperti pada montmorilonit. Illite ditemukan
pada tanah-tanah Mollisol, Alfisol, Spodosol, Aridisol. Inceptisol dan Entisol.
Tipe 2:1:1 merupakan mineral lempung yang memiliki lembar tambahan yakni
Magnesium hidroksida, Mg6(OH)12, diantara lembar Si-tetraeder dan lembar Al-oktaeder.
Struktur Si-Al nya hampir sama dengan tipe 2:1. Contoh tipe ini adalah khlorit tersusun dari
magnesium dan aluminium silikat berair, yang memiliki hubungan dengan mineral mika.
Kebanyakan khlorit benwarna hijau. Strukturnya mirip dengan liat dengan vermikulit.
Tipe 1:1 merupakan mineral lempung yang strukturnya terbangun dari satu lembar Sitetraeder dan satu lembar Al-oktaeder. Contoh tipe ini adalah kaolinit, 2SiO2.Al2O3.2H2O,
dan halloisit A1,O3.2 SiO2. 4 H2O. Struktur keduanya mirip, perbedaannya terletak pada
susunan yang tidak beraturan dari lapisan-lapisan, dan terdapatnya dua atau lebih antar
lapisan air (interlayer water) pada halloisit (Tisdale, Nelson and Beaton, 1985).
B. Pertukaran Ion
Muatan elektrostatis pada permukaan koloid tanah memungkinkan koloid memiliki
kemampuan menjerap ion. Prosesnya disebut pertukaran ion, yakni proses penjerapan ion
dari larutan tanah oleh koloid dengan cara mempertukarkan dengan ion yang dijerap di
permukaan koloid. Jika yang dipertukarkan adalah kation maka prosesnya disebut
pertukaran kation, dan apabila yang dipertukarkan adalah anion maka disebut dengan
pertukaran anion. Karena pada umumnya koloid tanah mempunyai muatan negatif lebih
banyak dibanding muatan positif, dan oleh karenanya itu pertukaran kation lebih dominan
dibandingkan dengan pertukaran anion.
Pertukaran kation merupakan reaksi yang penting dalam tanah terutama dalam
kaitannya dengan penyediaan hara bagi tanaman. Akar tanaman mampu menyerap unsur hara
yang terlarut dalam larutan tanah. Namun tidak seluruh unsur hara berada dalam larutan
tanah. Unsur hara dalam tanah yang berasal dari berbagai sumber seperti dari pemupukan,
pelapukan mineral, pelapukan bahan organik ataupun sumber-sumber lain, sebagian berada
di dalam larutan tanah dan sebagian dijerap koloid. Kation-kation yang ada dalam larutan
tanah lebih mudah diserap tanaman, namun unsur ini relatif lebih mudah hilang dari rhizosfer
karena pencucian. Sebaliknya kation yang dijerap koloid relatif lebih sukar tersedia bagi
tanaman dan juga lebih sulit tercuci oleh air perkolasi.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
39
Kemampuan koloid menjerap ion tergantung pada luas permukaan koloidnya. Semakin
luas permukaan koloid semakin besar kemampuan koloid tersebut menjerap kation. Luas
permukaan koloid dipengaruhi oleh jenis mineralnya. Tan (1982) melaporkan bahwa mineral
lempung allofan mempunyai luas permukaan koloid lebih besar dibandingkan dengan
montmorilonit, demikian pula montmorilonit lebih luas dibandingkan mika dan yang paling
kecil adalah kaolinit.
Sedangkan mudah tidaknya kation dijerap oleh koloid ditentukan oleh jenis kationnya.
Kation-kation yang dijerap koloid adalah kation-kation yang terhidrasi atau diselimuti oleh
molekul-molekul air. Banyaknya melekul air yang mengelilingi kation mempengaruhi mudah
tidaknya penjerapan. Makin kecil kation yang terhidrasi makin mudah dijerap. Menurut Tan
(1982) untuk kation monovalen urutan dari yang paling mudah dijerap adalah Cs > Rb > K >
Na > Li. Sedangkan untuk kation divalent urutannya adalah Ba2+ > Sr2+ > Ca2+ > Mg2+ (Bohn
et al. 1979). Pada daerah tropika basah seperti Indonesia permukaan koloid tanah lebih
banyak dijenuhi oleh ion H+, sedikit Ca2+ dan Mg2+.
Mudah tidaknya terjadinya pertukaran kation juga dipengaruhi oleh tingkat kelarutan
kation tersebut. Semakin tinggi kelarutan suatu kation semakin mudah untuk kation tersebut
menududuki kompleks jerapan.
1.
Reaksi Pertukaran Kation
Reaksi pertukaran kation pada umumnya terjadi antara kation yang terjerap pada
permukaan koloid dengan kation yang ada dalam larutan tanah. Namun juga dimungkinkan
pertukaran antara kation yang terjerap pada suatu koloid dengan kation pada koloid lainnya,
atau pertukaran posisi pada suatu koloid yang sama. Pertukaran kation ini merupakan reaksi
yang penting bagi tanaman karena dengan reaksi ini ion-ion hara bisa tersedia bagi tanaman.
Contoh sederhana pertukaran kation antara yang terjerap pada koloid dengan yang
- H+
- H+
- H+
- H+
- H+
+
Ca
2+
Koloid
Koloid
terlarut dalam larutan tanah adalah sebagai berikut:
- H+
- Ca2+ + 2 H+
- H+
- H+
- H+
Gambar 4-2. Skema pertukaran kation terjerap pada koloid dan kation dalam larutan tanah
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
40
Contoh di atas merupakan skema pertukanan kation antara kation H+ yang terjerap pada
komplek jerapan dengan kation Ca2+ yang terlarut dalam larutan tanah. Jika di dalam larutan
tanah terjadi penambahan ion Ca2+, misalkan melalui pemupukan atau pengapuran, maka ion
Ca2+ akan segera menggantikan kedudukan ion H+ sampai terjadi kesetimbangan.
jika konsentrasi ion Ca
2+
akar tanaman, maka Ca
2+
Namun
dalam larutan tanah berkurang kembali, misalnya akibat diserap
yang dijerap koloid dapat dilepaskan kembali ke dalam larutan
tanah, dan dipertukarkan dengan kation lain.
Pada kondisi kenyataan di lapang, koloid tanah bisa saja dijenuhi oleh suatu kation,
seperti pada contoh Gambar 3-2 dimana koloid tanah dijenuhi oleh ion H+, yang merupakan
kondisi spesifik tanah asam. Namun dapat pula komplek jerapan diduduki oleh bukan hanya
satu macam kation, tetapi oleh beragam kation seperti digambarkan pada contoh berikut:
Koloid
- Ca2+(10)
-K+(5) +
- H+(5)
-NH4+(10)
- Mg2+(8)
5 H2CO3
(Lar. Tanah)
- Ca2+(8)
- K+(5)
+
+
Koloid
- H (10)
-NH4+(10)
- Mg2+(7) +
2 Ca (HCO3)2
Mg(HCO3)
(Lar. Tanah)
Gambar 4-3. Skema pertukaran kation dalam tanah
Pada contoh dalam Gabar 3-3 terlihat ada lima macam kation yang menduduki
kompleks jerapan. Jika dalam larutan tanah terlarut asam karbonat yang dihasilkan dari
penguraian bahan organik tanah, maka akan segera terjadi reaksi pertukaran kation. Kation
Ca dan Mg yang jumlahnya lebih banyak akan segera dipertukarkan dengan ion H. Ca dan
Mg yang dilepaskan
ke dalam larutan tanah akan beraksi membentuk garam calcium-
karbonat dan magnesium-carbonat. Sedangkan ion H+ selanjutnya akan dijerap pada
kompleks jerapan.
2. Kapasitas Tukar Kation
Kapasitas tukar kation (KTK) suatu tanah adalah nilai terhitung dari kemampuan tanah
menjerap, menahan dan mempertukarkan kembali kation. Makin tinggi nilai KTK tanah
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
41
berarti makin besar kemampuan tanah tersebut menyimpan unsur hara, yang berarti makin
banyak cadangan unsur hara dalam tanah tersebut.
Kemampuan tanah ini biasanya diberi satuan miliekuivalen (meq) per 100 gram tanah.
Satu mili ekuivalen (1 meq) adalah sama dengan satu miligram Hidrogen atau sejumlah ion
lain yang dapat bereaksi atau menggantikan ion hidrogen tersebut pada kompleks jerapan.
1 meq = bobot 1 mg Hidrogen
Dalam berbagai Jurnal Ilmiah, para peneliti juga sering menggunakan satuan KTK
tanah dengan cmol kg-1 (centimoles muatan per kilogram tanah).
Hendaknya ini tidak
menyebabkan kebingungan, karena meskipun nama satuannya berbeda namun pada dasarnya
nilainya adalah sama. Hal ini karena centi merupakan mili dikalikan 10, dan kg juga
merupakan 100 g dikalikan 10. Jadi misalnya 20 meq/100 g = 20 cmol kg -1.
1 meq/100 g tanah = 1 cmol kg-1
Bagaimana mengkonversi meq/100 g menjadi ppm (par per million)? Parts per million
(ppm) adalah sama dengan mg/kg. Oleh karena 1 kg = 100 g x 10, maka mg/kg = mg/100 g x
10. Jadi misalnya H+ = 10 meq/100 g = 10 mg/100 g tanah x 10 = 100 ppm.
1 ppm = 1 mg/100 g x 10
Perhitungan untuk unsur lain, dengan memperhitungkan berapa bobot unsur tersebut
untuk menggantikan 1 mg H+. Untuk unsur lain dilakukan perhitungan dengan menggunakan
rumus:
Bobot ekuivalen adalah bobot atom per valensi
Misalnya ion Ca2+, Ca mempunyai berat atom = 40 dan setiap ion Ca mempunyai dua
muatan berarti setara dengan dua ion H+. Dengan demikian untuk menggantikan 1 mg H+
diperlukan 40/2 atau 20 mg Ca2+. Atau dengan kata lain 1 meq/100 g Ca2+ = 20 mg Ca2+.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
42
Untuk lebih memahami konsep KTK, perhatikanlah beberapa contoh perhitungan
berikut:
1. Jika suatu tanah mempunyai KTK 50 cmol kg-1, setara dengan berapa gram Ca2+?
Suatu koloid memang bisa saja dijenuhi oleh satu kation, misalnya disini oleh ion Ca.
Untuk memenuhi komplek jerapan pada koloid tersebut, maka diperlukan Ca sebanyak 50
cmol kg-1 atau setara 50 meq/100 g tanah. Jika 1 meq Ca = 20 mg, maka 50 meq Ca =
1000 mg Ca2+atau = 1 g Ca2+.
2. Jika tanah pada contoh no 1 di atas dijenuhi dengan Na+, berapa g Na diperlukan?
Bobot atom Na = 23, sehingga 1 meq Na+ = 23 mg Na+. Dengan demikian untuk
menjenuhi 100 g tanah diperlukan Na+ sebanyak 50 x 23 = 1150 mg atau 1,15 g Na+.
3. Jika 100 g tanah diketahui mampu menjerap 78 mg K+, berapa mg Ca2+ atau Mg2+ yang
dapat dijerap menggantikan K?
Kita harus menghitung KTK tanah yang bisa menampung 780 mg K+. Bobot atom K = 39
dan valensinya - 1, sehingga 1 meq K = 39 mg K. Dengan demikian 780 mg K = 780/39 =
20 meq/100 g.
Selanjutnya kita menghitung bobot 1 meq Ca2+ dan 1 meq Mg2+. Karena bobot atom Mg
= 24 dan valensi = 2, maka 1 meq Mg = 12 mg. Untuk Ca sudah kita ketahui yakni = 20
mg. Dengan demikian 100 g tanah tersebut dapat menampung Ca 2+ sebanyak 400 mg atau
Mg2+ sebanyak 240 mg.
4. Berapa ppm konsentrasi ion-ion berikut: H+ = 3, Mg2+ = 4, Ca2+ = 20, K+ = 2?
Ion H+  BA = 1, Valensi = 1  1 meq = 1 mg
Jadi 3 meq/100 g tanah = 3 mg = 3 x 10 ppm = 30 ppm
Ion Mg2+  BA = 24, Valensi = 2  1 meq = 24/2 = 12 mg
Jadi 4 meq Mg/100 g tanah = 4 x 12 = 48 mg = 48 x 10 = 480 ppm
2+
Ion Ca  BA = 40, Valensi = 2  1 meq = 40/2 = 20 mg
Jadi 20 meq Mg/100 g tanah = 20 x 20 = 400 mg = 400 x 10 = 4000 ppm
+
Ion K  BA = 39, Valensi = 1  1 meq = 39/1 = 39 mg
Jadi 2 meq Mg/100 g tanah = 2 x 39 = 78 mg = 78 x 10 = 780 ppm
Dengan cara-cara perhitungan seperti di atas, dapat dibuat hasil perhitungan konversi
meq ke mg/100 g, ppm dan kg/ha beberapa kation sebagai berikut.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
43
Tabel 4.1. Konversi meq dari beberapa kation unsur hara
Kation
H+
Ca++
Mg++
K+
NH4+
Al+++
Zn++
Mn++
Fe++
Cu++
Na+
Bobot
Atom
1
40
24
39
18
27
65
55
56
64
23
Valensi
mg/100 g
1
2
2
1
1
3
2
2
2
2
1
1
20
12
39
18
9
32,5
27,5
28
32
23
ppm
10
200
120
390
180
90
325
275
280
320
230
Equivalent
lbs/acre
20
400
240
780
360
180
650
550
560
640
460
kg/ha
22,4
44,8
268,8
873,6
403,2
201,6
728,0
616,0
627,2
716,8
515,2
Cara menghitung KTK adalah dengan menjumlahkan seluruh kation dapat
dipertukarkan yang terdapat pada komplek jerapan dikurangi dengan jumlah total anion dapat
dipertukarkan.
KTK = Jumlah Kation dapat dipertukarkan – Jumlah Anion dapat dipertukarkan
Untuk contoh tanah pada Gambar 3-3 dimana mempunyai kation Ca2+ = 10 meq, K+ =
5 meq, H+ = 5 meq, NH4+ = 10 meq dan Mg2+ = 8 meq, misalkan tanah tersebut juga
mempunyai anion NO3- sebanyak 4 meq/100 g dan SO42- sebanyak 1 meq/100 g, maka KTK
nya adalah 38 - 5 = 33 me/100 g.
Nilai KTK tanah sangat beragam tergantung pada sifat tanahnya. Pada umumnya nilai
KTK tanah-tanah pertanian berkisar dari 1 sampai 50 meq/100 g. Namun untuk tanah-tanah
tertentu terutama yang kaya akan humus bisa mencapai 100 meq/100 g bahkan lebih. Nilai
KTK 1 - 10 meq tergolong rendah dan biasanya dijumpai pada tanah bertekstur kasar, rendah
bahan organik, mempunyai kapasitas menyimpan air redah. Sedangkan untuk tanah yang
nilai KTK nya tinggi umumnya dijumpai pada tanah bertekstur halus (clay), kaya bahan
organic dan mempunyai kapasitas menyimpan air tinggi.
Beberapa sifat tanah yang mempengaruhi besar kecilnya nilai KTK adalah: (a) Tekstur
tanah; (b) pH tanah; (c) Jenis mineral lempung; (d) Kadar bahan organik tanah; dan (e)
Pemupukan.
(a) Tekstur tanah
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
44
Tekstur tanah menentukan jumlah koloid tanah. Semakin halus tekstur tanah semakin
banyak kadar koloidnya. Hal ini disebabkan karena koloid merupakan partikel padatan tanah
yang memiliki ukuran diameter sama atau kurang dari 1 µm. Dengan demikian makin halus
tekstur tanah makin tinggi KTK nya. Demikian pula sebaliknya, makin kasar tekstur tanah
makin rendah KTKnya. Pada tanah-tanah yang bertekstur kasar, seperti tanah pasiran, dapat
dipastikan tidak mempunyai koloid mineral dan hanya memiliki koloid organik (humus).
(b) pH Tanah
Makin rendah pH tanah makin rendah nilai KTK. Hal ini disebabkan karena pH tanah
menentukan jumlah muatan koloid dan macam ion yang terikat pada komplek jerapan. Pada
pH tanah rendah hanya muatan tetap koloid mineral dan sebagian muatan koloid organik
yang dapat mempertukarkan kation.
Pada pH rendah komplek jerapan dijenuhi oleh
hidrogen dan hidroksi Al. Kedua unsur ini terikat kuat sehingga sukar untuk dipertukarkan.
Jika pH tanah meningkat, hidrogen yang diikat koloid berionisasi sehingga dapat
dipertukarkan.
Di sini akan terjadi disosiasi pada ion hidrogen dari gugusan hidroksil
sehingga permukaan liat yang ditinggali ion-ion oksigen akan bermuatan negatif. Demikian
pula ion hidroksi-Al yang terjerap akan dilepaskan dan membentuk
demikian
Al (OH)3. yang
itu akan menciptakan tempat-tempat pertukaran baru pada koloid mineral,
sehingga KTK tanah akan meningkat.
(c) Jenis Mineral Lempung
Mineral lempung memiliki kemampuan menjerap kation beragam tergantung jenisnya.
Nilai KTK rata-rata dari berbagai jenis mineral lempung menurut Tan (1982) seperti tersaji
pada Tabel 3.2 berikut:
Tabel 4.2. Kapasitas tukar kation berbagai jenis mineral lempung dan humus
Jenis Mineral Lempung
Humus
Vermikulit
Montmorilonit
Ilit
Kaolinit
Seskuioksida
KTK (me/100 g)
200
100 - 150
70 - 95
10 - 40
3 - 15
2-4
(d) Kadar Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah dapat menghasilkan humus yang mempunyai KTK yang jauh
lebih tinggi dibandingkan mineral lempung. Oleh karena itu semakin tinggi kadar bahan
organik suatu tanah semakin tinggi nilai KTK nya.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
45
Berikut adalah contoh kadar KTK beberapa jenis tanah di Amerika Serikat dengan
jenis mineral, kadar, lempung dan bahan organik yang berbeda (Singer and Munns, 1985).
Tabel 4.3. Hubungan beberapa karakter tanah dengan nilai KTK nya
Seri Tanah
Horison
Lempung
Dominan
Kadar
BO (%)
Kadar Lempung
KTK
(%)
(me/100 g)
Exum
Bt1
kaolinit
0,14
19,7
6,3
Hazleton
Ap
campuran
1,70
10,6
12,7
C1
kaolinit
0,05
5,1
4,4
Houston
A12
smectite
0,84
59,4
48,7
Nicollet
Bw1
campuran
0,40
33,6
30,2
Tavares
A1
kaolinit
1,20
2,0
6,0
Vilas
E
smectite
0,62
2,5
2,6
Data pada Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa nilai KTK tidak hanya dipengaruhi
oleh satu karakter saja. Namun pada dasarnya jenis lempung smectite memiliki KTK lebih
tinggi dibandingkan jenis lempung kaolinit.
Hal ini disebabkan oleh karena lempung
smectite mempunyai substitusi isomorfik lebih banyak dibandingkan kaolinit yang bertipe
lempung 1:1.
Di samping tipe lempung, kadar lempung dan kadar bahan organik juga menentukan
KTK. Pada seri tanah Exum dan Tavares yang memiliki lempung sama yakni kaolinit,
meskipun kadar bahan organik lebih tinggi pada seri Tavares, namun Exum mempunyai
kadar lempung lebih tinggi, sehingga kedua seri tanah ini memiliki KTK hampir sama.
Namun pada Hazleton horizon C1, yang juga lempungnya didominasi oleh kaolinit, memiliki
KTK paling rendah karena kadar bahan oeganiknya sangat rendah (hanya 0,05%) dan kadar
lempungnya juga rendah (5,1%).
(e) Pemupukan
Pemupukan dapat mempengaruhi pH tanah.
Pupuk yang mengandung Kalsium,
Magnesium dan Karbonat (seperti pada bahan kapur) akan meningkatkan pH tanah. Pada
tanah-tanah yang banyak mengandung muatan tergantung pH (pH dependent charge) maka
pemupukan dengan bahan-bahan tersebut dapat meningkatkan KTK. Sebaliknya ada bahan
pupuk yang berpengaruh menurunkan pH tanah, seperti bahan-bahan yang mengandung
amoniak dan sulfat. Dengan penurunan pH tanah dapat berakibat menurunkan KTK tanah.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
46
Dengan demikian pengaruh pemupukan adalah pada perubahan pH tanah yang selanjutnya
perubahan pH tanah akan berpengaruh pada perubahan KTK.
C. Reaksi Tanah
Reaksi tanah dapat digunakan sebagai salah satu indikator tanah sehat secara kimia. Hal
ini disebabkan karena reaksi tanah mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung
terhadap kehidupan tanaman.
Suasana asam dan basa merupakan kondisi dia dalam tanah sebagai akibat adanya
reaksi tanah. Di dalam tanah terjadi reaksi pengasaman dan alkalinisasi yang terus menerus
terjadi. Pengasaman adalah terjadinya suasana asam dalam tanah, sedangkan alkalinisasi atau
salinisasi merupakan reaksi terbentuknya suasana basa dalam tanah. Pengasaman dan
alkalinisasi adalah reaksi alami yang terjadi pada proses pembentukan tanah.
Reaksi pengasaman dan alkalinisasi yang terjadi di dalam tanah disebabkan oleh
aktivitas yang berbeda. Perbedaan utama adalah bahwa pengasaman tanah terjadi sebagai
akibat dari aktivitas biologi yang dipercepat oleh adanya pencucian garam-garam dalam
larutan tanah, sedangkan alkalinisasi terjadi akibat adanya proses akumulasi garam dan basa
karena tidak adanya pencucian yang memadai. Sehingga pengasaman merupakan ciri dari
daerah-daerah yang memiliki curah hujan tinggi dengan drainase yang baik, dan alkalinisasi
merupakan ciri daerah-daerah kering dan tidak ada drainase.
Singer and Munns (1985) membuat gambaran secara skematis terjadinya pencucian dan
akumulasi garam dan bahan-bahan terlarut dalam larutan tanah seperti tersaji pada Gambar 34. Pada daerah yang curah hujannya tinggi (A), air hujan yang mengalir (terdrainase) melalui
tubuh tanah akan membawa pula garam-garam dan basa-basa terlarut dalam larutan tanah ke
tanah bawahan dengan menyisakan ion H+. Oleh karena itu penumpukan ion H+ pada tanah
ini akan menyebabkan terjadinya pengasaman. Sebaliknya pada tanah bawahan akan
terakumulasi garam dan kation-kation basa. Jika pada tanah ini tidak cukup air hujan untuk
mendrainasi garam dan basa-basa tersebut maka akan terjadi salinisasi dan alkalinisasi (B).
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
47
H2 O
H2CO3;HNO3’H2SO4
H2 O
H+
Pengasaman
H+
OH-
Cl
OH
-
Cl
Na
Salinisasi/
Alkalinisasi
HCO3
HCO3
Na
A
Mg
Ca
Cl
SO42-
Na
Cl
B
Gambar 3-4. Skema terjadinya pengasaman dan alkalinisasi/salinisasi
(Dimodifikasi dari Singer and Munns, 1985).
1. Nilai pH tanah
Asam dan basa adalah istilah kualitatif yang perlu ditentukan batasan secara kuantitatif.
Untuk itulah istilah pH diperkenalkan oleh ahli kimia untuk menyatakan reaksi asam dan
basa suatu bahan, yakni definisinya adalah:
pH = - log (H+)
dimana (H+) adalah konsentrasi atau kepekatan ion H+.
Mengadopsi pengertian pH tersebut, untuk menyatakan keasaman dan kebasaan tanah
maka para ahli tanah juga menggunakan pH tanah sebagai ukuran. pH tanah ditentukan
dengan mengukur kepekatan ion H+ di dalam tanah.
Berdasarkan nilai pH, tanah dapat dikelompokkan menjadi beberapa tingkat
kemasaman dan kebasaan seperti pada Gambar 3-5.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
48
Sangat
Asam
3
Asam
4
Sedang Sedikit
Asam
5
6
Sedikit Sedang
Basa
7
pH daerah
basah
Tanah
Gambut
8
9
Basa
Sangat
Basa
10
11
pH Tanah
pH daerah
kering
Kisaran pH Tanah Mineral
Tanah
Alkali
Gambar 4-5. Tingkat kemasaman dan kebasaan tanah berdasarkan nilai pH nya
(Brady, 1974).
Meskipun nilai pH berkisar antara 0 - 14, namun untuk kebanyakan tanah-tanah
mineral untuk budidaya pertanian mempunyai range pH antara 3,5 sampai dengan 10,5.
Untuk nilai pH ekstrem rendah yakni kurang dari 3 hanya terdapat pada tanah-tanah gambut.
Sedangkan nilai pH tanah ekstrem tinggi (diatas 10) didapati pada tanah-tanah alkali. Tanahtanah dengan pH ekstrem ini tidak bisa digunakan untuk budidaya tanaman pertanian kecuali
dengan input tinggi.
Reaksi tanah masam hampir selalu ditemukan di daerah beriklim basah. Pada tanah ini
konsentrasi ion H+ melebihi OH-. Tanah ini mungkin pula mengandung Al, Fe, dan Mn yang
banyak. Sedangkan tanah basa atau alkali hampir selalu pula ditemukan di daerah kering. Di
sini konsentrasi ion OH- melebihi ion H+. Oleh karena itu kandungan Al, Fe. dan Mn
biasanya rendah.
2.
Penyebab Keasaman Tanah
Suatu tanah digolongkan sebagai tanah asam apabila pH tanah kurang dari 7. Tanah
bisa menjadi asam oleh karena dua hal:
a. Pencucian kation basa dari lapisan tanah
Curah hujan yang sangat besar dan jauh melebihi kebutuhan tanah dan tanaman akan
menyebabkan terjadinya erosi dan pencucian tanah. Pencucian akan mengangkut sejumlah
garam-garam terlarut, hasil-hasil pelapukan mineral, dan sejumlah basa-basa dengan
meninggalkan asam-asam tetap ada dalam lapisan tanah. Akibatnya tanah lapisan atas (top
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
49
soil) akan menjadi asam, tetapi lapisan dalam (subsoil) netral. Jika proses pelapukan dan
pencucian terus berlanjut. maka bahan-bahan tersebut akan habis tercuci kecuali komponen
asam. Unsur hara seperti besi, aluminium dan beberapa logam oksida lebih tahan terhadap
pencucian. Oleh karena itu tanah di bagian lapisan atas semua kation basa akan tercuci
dengan meninggalkan Fe, Al dan oksida logam sehingga tanah akan menjadi asam.
b. Adanya pemasukan asam-asam, yakni senyawa yang mampu melepaskan ion H+.
Pemasukan asam-asam ke dalam tanah bisa terjadi dari beberapa hal sebagai berikut:
(1) Air hujan.
Hujan asam yang terjadi sebagai akibat dari adanya gas buangan pabrik yang
mengandung asam dapat memicu pengasaman tanah. Terlebih bahwa air hujan sendiri
adalah beraksi asam lemah, sehingga disamping dapat menyebabkan terjadinya
pencucian basa-basa dalam tanah, air hujan dapat menambah keasaman tanah.
(2) Reaksi kimia yang terjadi di dalam tanah.
Air tanah banyak mengandung asam dari hasil reaksi yang terjadi.
Pembentukan asam karbonat.Terbentuknya asam karbonat ketika gas CO2 hasil respirasi dan fermentasi bereaksi
dengan air.
CO2 + H2O
H2CO3
H2CO3
+
(asam karbonat)
H + HCO3
-
(bikarbonat)
Oksidasi senyawa pirit (FeS2).Oksidasi pirit menjadi H2SO4 dan Fe(OH)3, dapat menyebabkan pH mencapai 2
atau lebih rendah. Tanah dengan pH ekstrim rendah ini dapat terjadi pada tanah-tanah
pasang surut yang kaya akan senyawa sulfida yang mengalami perbaikan drainase,
sehingga akan memacu reaksi oksidasi.
Reaksi dengan pupuk.Pemupukan tanaman yang tidak bijaksana juga dapat menimbulkan reaksi asam
pada tanah. Misalnya, pemupukan yang terus menerus dengan bahan yang mengandung
amonia akan meninggalkan reaksi asam pada tanah. Pupuk urea pada umumnya
diberikan secara ditabur di permukaan tanah. Beberapa saat setelah pupuk urea ditabur
maka akan segera dihidrolisa menjadi Amonium karbamat yang tidak stabil, yang
selanjutnya akan membentuk amonia dan karbon dioksida. Amonia selanjutnya akan
beraksi membentuk amonium, melalui reaksi sebagai berikut:
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
50
CO(NH2)2 + H2O
(Urea)
NH3 + H2O
H2NCOONH4
2NH3+ CO2
NH4+ + OH(Amonium)
Residu pupuk Urea dalam bentuk amonium yang tertinggal dalam tanah akan
mengalami oksidasi dengan bantuan mikroba dalam tanah menghasilkan nitrit dan nitrat,
melalui reaksi kimia sebagai berikut:
2NH4++ 3O2
2HNO2 + 2 H2O + 2H+
(Nitrit)
2HNO2 + O2
2NO3- + 2H+
(Nitrat)
Reaksi perombakan bahan organik.Faktor lain yang dapat pula mendorong timbulnya reaksi asam pada tanah adalah
perombakan sisa-sisa tanaman atau sampah organik lainnya menjadi asam-asam organik.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa dekomposisi bahan organik di dalam
tanah menghasilkan asam organik. Pujihastuti (2002) mendapatkan pembenaman
Chromolaena odorata selama 94 hari meningkatkan kadar asam sitrat dalam tanah
sebanyak 721%, asam laktat 191%, dan asetat 1383%. Sedangkan pembenaman
Gliricidia sepium dalam waktu yang sama meningkatkan kadar asam sitrat 7%, asam
laktat 50%, asetat 484% dan butirat 172%. Sedangkan Ongko Cahyono dkk. (2002) tidak
mendapatkan kenaikan kadar asam organik dari penambahan jerami ke dalam tanah yang
steril selama 52 hari inkubasi.
Kecepatan dekomposisi bahan organik sangat bervariasi, tergantung kepada nisbah
C/N dan kandungan lignin serta polyfenol (Fox, Myers dan Vallis, 1990).
Hasil
percobaan Handayanto et al. (1995) menunjukkan bahwa pemberian bahan organik asal
tanaman Calliandra selama 14 hari inkubasi telah terjadi dekomposisi 14 sampai 44%.
Sedangkan Nirmalawati et al. (1996) dalam penelitiannya belum mendapatkan kenaikan
mineralisasi bersih Nitrogen pada jerami padi meskipun telah diinkubasikan sampai 140
hari. Jerami padi yang digunakan dalam penelitian tersbut berkualitas rendah karena
memiliki kandungan lignin 18,4%, nisbah C/N 25 dan polyfenol 0,35.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
51
Asam organik dalam eksudat akar dan aktivitas jasad renik tanah.Tanaman melalui akar mengeluarkan eksudat yang mengandung senyawa organik.
Hasil penelitian Ongko Cahyono dkk. (2002) menyimpulkan bahwa tanaman jagung
yang diinokulasi dengan mikorisa (CMA) pada pengamatan umur 52 hari, kadar asam
sitrat tanah meningkat dari 152,72 mg kg-1 menjadi 374,07 mg kg-1 atau meningkat
sebesar 145%. Sedangkan kadar asam oksalat meningkat dari 90,06 mg kg-1 menjadi
209,86 mg kg-1 atau meningkat sebesar 133%. Kadar asam-asam organik yang lain
peningkatannya tidak nyata. Fenomena pelepasan asam-asam organik dalam tanah oleh
aktivitas CMA juga dilaporkan oleh beberapa peneliti sebelumnya dengan hasil berbeda.
Azaizeh et al. (1995) melaporkan bahwa kadar asam organik total dalam eksudat akar
tanaman jagung berumur 6 minggu yang diberi perlakuan inokulasi mikorisa meningkat
dari 168 µg menjadi 209 µg per jam per g berat kering akar, namun secara statistik
peningkatan tersebut tidak berbeda nyata. Pada penelitian tersebut tanaman jagung
mendapat pemupukan P secara normal. Hasil penelitian lain yang dilaporkan oleh
Wakidah (1999) mendapatkan kenaikkan kadar beberapa asam organik dalam tanah
Vertisol dan Alfisol pada tanaman tebu umur 90 hari yang diinokulasi Glomus
fasciculatum dan Gigaspora margarita. Dilaporkan bahwa perlakuan dengan Glomus
fasciculatum pada tanah Vertisol meningkatkan asam oksalat, sitrat, suksinat dan format.
Sedangkan pada Alfisols meningkatkan asam oksalat, sitrat dan format. Peningkatan
lebih tinggi diperoleh pada perlakuan Gigaspora margarita.
Perlakuan inokulasi bakteri Pseudomonas putida juga meningkatkan kadar
sebagian asam-asam organik tanah. Kadar asam sitrat dan oksalat meningkat secara tidak
nyata, sedangkan asam suksinat meningkat secara nyata (Ongko Cahyono, dkk., 2002).
Sedangkan Premono (1994) mendapatkan bahwa bakteri Pseudomonas fluorescens,
dalam media pikovskaya, mampu menghasilkan asam-asam organik diantaranya asam
suksinat 1,4 mg kg-1, asam propionate 3,2 mg kg-1, asam butirat 3,6 mg kg-1, asam format
12,2 mg kg-1 , oksalat 6,5 mg kg-1 dan sitrat 1,4 mg kg-1.
-1
P.
putida (IL27A4Al)
-1
menghasilkan asam suksinat 6,2 mg kg , butirat 6,6 mg kg , format 46,5 mg kg-1, dan
oksalat 10,9 mg kg-1. Sedangkan P. putida (IL28T1Al) menghasilkan asam butirat 4,3 mg
kg-1, propionate 14,7 mg kg-1, butirat 5,7 mg kg-1, format 11,5 mg kg-1 dan oksalat 9,2
mg kg-1.
Bagaimana organisme mampu meningkatkan kadar asam-asam organik dalam
tanah, belum diketahui secara jelas. Diduga jasad renik menghasilkan asam organik
melalui proses katabolisme glukosa dalam siklus asam trikarboksilat (TCA), yang
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
52
merupakan lanjutan reaksi glikolisis (Mandelstam dan Mc Quillen, 1973; Dawes dan
Sutherland, 1976).
Asam-asam organik tersebut merupakan substrat untuk proses
anabolisme dalam sintesis asam amino dan makromolekul lainnya. Namun bagaimana
mekanisme keluarnya senyawa ini dari sel tidak diketahui secara pasti.
Asam organik dapat juga berasal dari eksudasi akar tanaman yang macam dan
jumlahnya sangat dipengaruhi oleh jenis tanaman dan lingkungan tanah di sekitarnya
Ohwari dan Hirata (1990) mendapatkan asam sitrat dan oksalat pada eksudat akar
tanaman kedele, asam malonat, malat dan sitrat pada eksudat akar tanaman kacang
tunggak, dan asam suksinat, malonat, fumarat, malat dan sitrat pada eksudat akar
tanaman buncis. Menurut Jones et al. (1996) tanaman yang mengalami kekurangan Fe
akan mengeluarkan asam-asam organik yang lebih banyak, sedangkan Hoffland et al.
(1996) melaporkan bahwa tanaman yang mengalami kekurangan P akan semakin banyak
mengeluarkan asam sitrat dan malat dalam eksudatnya.
Reaksi Hidrolisis Aluminium (Al) dalam tanah
Hidrolisis A1 menjadi kompleks monomer dan polimer aluminium hidroksida akan
menyumbangkan sejumlah ion H+ sehingga tanah menjadi asam.
Reaksi hidrolisis ion Al dapat dituliskan sebagai berikut:
Al3+ + H2O
Al(OH) 2+ + H+
Al3+ + 2H2O
Al(OH)2+ + 2H+
Al3+ + 3H2O
Al(OH)3- + 3H+
Al3+ + 4H2O
Al(OH)4- + 4H+
Al3+ + 5H2O
Al(OH)52- + 5H+
Adanya Al3+ dalam larutan tanah sangat berpengaruh dalam menciptakan keasaman
tanah. Semakin banyak jumlah Al3+ yang dapat dihidrolisis makin pekat pulalah ion H+
dalam tanah dan makin asamlah reaksi tanah tersebut.
3.
Keasaman Aktif dan Keasaman Cadangan
Di dalam tanah ion H+ sebagian ada yang dijerap oleh koloid tanah dan dapat
dipertukarkan dan sebagian ada yang bebas ada dalam larutan tanah. Ion H + yang terjerap
pada koloid tanah disebut keasaman potensial atau cadangan, sedangkan ion H+ bebas dalam
larutan tanah disebut keasaman aktif. Oleh karena itu pH tanah yang diukur dari ion H bebas
saja dinamakan pH aktif, dan pH yang diukur dari ion H+ bebas dan yang dapat dipertukarkan
dinamakan pH cadangan.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
53
pH cadangan
-H+
koloid
H+
-H+
H+
-H+
H+
Larutan Tanah
- H+
pH aktif
Gambar 4-6. pH cadangan (H koloid + H larutan) dan pH aktif (H larutan)
Keasaman aktif ditentukan melalui penetapan pH tanah dengan pelarut air, sedangkan
Keasaman cadangan ditentukan dengan pelarut tertentu seperti KCl. Bila kemasaman aktif
dinetralkan dengan sejumlah basa, maka kenetralannya tidak bertahan lama karena ion H
pada permukaan koloid akan segera dibebaskan dari koloid.
Sifat penjerapan ion H oleh koloid sangat tergantung dari jenis koloid tanahnya. Koloid
mineral mempunyai kemampuan menjerap ion H relatif lebih mudah dinetralkan dibanding
dengan ikatan pada koloid organik. Hal ini disebabkan karena koloid organik dapat menjerap
ion H kuat sekali dan ion H yang terjerap oleh koloid organik langsung menjadi bagian dari
gugus asam pada permukaan. Menurut Bolt et al. (1976), hal inilah yang menyebabkan ion H
sukar dipertukarkan dari koloid organik. Oleh karena itu pula keasaman tanah organik relatif
sukar dikurangi.
Dalam hal hubungannya dengan tanaman, maka keasaman aktif mempunyai arti lebih
penting. Namun dalam kaitan dengan upaya peningkatan pH tanah, misalnya dengan
tindakan pengapuran, maka keasaman cadangan mempunyai arti lebih penting.
Kemasaman
Cadangan
Kemasaman
Aktif
Tanah A
Gambar 4-7.
Kemasaman
Cadangan
Kemasaman
Aktif
Tanah B
Gambaran hubungan keasaman cadangan dan keasaman aktif. Tanah A
memiliki keasaman cadangan lebih besar sehingga memiliki kapasitas
penyangga yang lebih besar dibanding tanah B.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
54
4. Kapasitas Penyangga Tanah (Buffering Capacity)
Mudah atau sukarnya reaksi tanah berubah sangat tergantung pada kapasitas sangga
(buffering capacity) dari tanah tersebut. Kapasitas sangga tanah ialah kemampuan tanah
tersebut untuk menahan nilai pH-nya bila ke dalamnya ditambahkan asam atau basa. Larutan
penyangga mengandung senyawa yang reaksinya dengan asam atau basa menyebabkan
kepekatan ion H larutan relatif sulit berubah.
Dalam tanah, koloid mineral dan humus bertindak sebagai penyangga reaksi.
Kemasaman cadangan akan selalu dalam kondisi kesetimbangan (balance) dengan keasaman
aktif. Bila kemasaman aktif diberi kapur, maka reaksi tidak akan banyak berubah karena
keasaman cadangan akan dibebaskan menjadi kemasaman aktif. Begitulah seterusnya selama
keasaman cadangan belum dinetralkan.
Tanah lempung yang kandungan bahan organik tanahnya tinggi mempunyai jumlah
koloid jauh lebih tinggi dibanding tanah berpasir. Oleh karena itu keasaman cadangan pada
tanah lempung kaya bahan organik jauh lebih tinggi daripada tanah berpasir. Hal itu
menunjukkan bahwa kapasitas sangga tanah lempung dan tanah organik jauh lebih besar
daripada tanah berpasir. Semakin besar kapasitas sangga tanah semakin tinggi pula
kebutuhan kapur yang diperlukan untuk meningkatkan pH tanah sampai pada nilai tertentu.
Disamping berperan sebagai penahan perubahan reaksi tanah, buffering capacity tanah
juga berperan untuk menahan unsur hara yang dibebaskan dan terlarut dalam larutan tanah
agar tidak mudah terlindih. Buffering capacity tanah dapat pula berfungsi untuk melindungi
senyawa-senyawa tertentu agar tidak mudah dilarutkan.
5. Permasalahan Keasaman Tanah
Tanaman mempunyai respon yang berbeda terhadap keasaman tanah. Ada tanaman
yang sensitif terhadap keasaman tanah, yakni jika pH tanah rendah maka akan terhambat
pertumbuhannya. Namun ada kelompok tanaman tertentu yang tahan terhadap keasaman
tanah dan masih mampu bertahan hidup pada pH rendah. Asih, P.B. (2011) melaporkan
bahwa jenis tanaman pohon untuk hutan kota memiliki ketahanan terhadap hujan asam yang
berbeda. Tanaman saputangan (M. grandiflora) dan saga merah (A. pavonina) mempunyai
ketahanan yang tinggi terhadap hujan asam. Sedangkan tanaman flamboyan (D. regia),
trembesi (S saman), dan asam Jawa (T indica) tidak tahan asam. Tanaman pangan pada
umumnya, yakni padi, palawija dan sayuran termasuk yang sensitif.
Pengaruh keasaman tanah terhadap pertumbuhan tanaman lebih disebabkan karena
adanya pengaruh dari unsur Al dan Mn, yang pada kondisi asam kedua unsur ini terlarut
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
55
dalam jumlah yang banyak sehingga mencapai tingkat yang meracun. Di samping itu pada
kondisi asam, unsur-unsur tertentu terutama Ca, P dan Mo dalam bentuk terikat dan tidak
tersedia bagi tanaman. Sehingga pengaruh keasaman tanah terhadap tanaman ini terutama
disebabkan oleh karena ketidakseimbangan unsur hara dalam tanah. Keracunan Al dan
kekurangan Ca dapat mengakibatkan kerusakan akar tanaman sehingga tanaman menjadi
kerdil dan menjadi coklat. Akar yang tidak berkembang menyebabkan kesulitan mengakses
unsur hara terutama unsur hara immobile seperti fosfor (P). Akibat dari pertumbuhan akar
yang terhambat dan adanya reaksi antara Al dan P, gejala keracunan Al pada tanaman
menyerupai gejala kekurangan P, dan perbaikan terhadap keracunan Al ini dapat mengurangi
kebutuhan pupuk P (Singer and Munns, 1985).
Keasaman tanah juga mempengaruhi aktivitas jasad renik tanah. Pada umumnya jasad
renik tanah akan terhambat aktivitasnya pada kondisi tanah asam, dan akan meningkat
aktivitasnya seiring dengan peningkatan pH tanah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
aktivitas jasad renik perombak bahan organik tanah memiliki aktivitas yang tinggi pada pH
tanah mendekati netral (6 - 7).
6. Tanah-tanah dengan pH tinggi
a. Terjadinya kebasaan tanah
Yang menjadi masalah bagi kehidupan tanaman dan jasad renik tanah jika dikaitan
dengan pH tanah bukan hanya terjadi pada tanah asam, namun pada tanah dengan pH tinggi
(tanah basa) juga berpeluang menimbulkan permasalahan.
Tanah basa biasanya terjadi pada daerah kering dengan curah hujan yang rendah (lihat
Gambar 3-4). Pada daerah ini kation-kation basa dalam tanah tidak mengalami pencucian
dan masih berada di daerah rhizosfer. Berbeda dengan tanah-tanah di daerah tropika basah
dengan curah hujan tinggi dimana larutan tanah jenuh akan ion-ion asam karena sebagian
besar kation basa tercuci ke lapisan tanah dalam, tanah-tanah di daerah kering dijenuhi oleh
kation-kation basa.
Singer and Munns (1985) menjelaskan bahwa dalam tanah basa dengan kadar sodium
(Na) yang tinggi dapat memperparah kebasaan tanah sebagai akibat terbentuknya lapisan
penghambat pada permukaan tanah. Konsentrasi Na yang tinggi namun kosentrasi garam
lainnya yang rendah dapat merusak struktur tanah. Hal ini dapat menyebabkan koloid tanah,
koloid mineral maupun koloid organik, terdispersi menjadi partikel individu (deflokulasi)
daripada terflokulasi membentuk suatu ikatan agregat yang kuat. Sebagai akibatnya pori-pori
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
56
tanah di permukaan tersumbat, yang menyebabkan air makin sulit untuk masuk ke dalam
tanah, permeabilitas menurun (Gambar 4-8).
Irigasi
Run-off
Run-off
Lapisan kedap air (pori tersumbat)
Deflokulasi
Gambar 4-8. Pengaruh Na pada permeabilitas permukaan tanah
(Dimodifikasi dari Singer and Munns, 1985).
Menurut Singer and Munns (1985) ada tiga jenis tanah yang berkaitan dengan pH
tinggi, yakni tanah salin, tanah sodik dan tanah alkali. Tanah salin adalah tanah yang
memiliki kandungan garam-garam terlarut (Na, Ca, dan Mg dengan khlorida, sulfat dan
bikarbonat) yang tinggi melebihi kelarutan kalsium sulfat. Salinitas tanah biasanya
ditentukan dengan ukuran konduktivitas elektrik (EC) dari ekstrak tanah jenuh. EC ini
mudah ditentukan dan ini berhubungan erat dengan konsentrasi garam, karena elektrisitas
bergerak menembus larutan melalui jalan yang ditempuh ion. Tanah dikatakan salin jika nilai
EC nya melebihi 4 desisiemen per meter. Kebanyakan tanaman akan mengalami gangguan
pada nilai ini.
Tanah sodik adalah tanah yang mempunyai kadar sodium dapat dipertukarkan yang
tinggi. Tanah sodik dinyatakan dalam persen Na dapat dipertukarkan (echangeable sodium
percentage = ESP), yakni dinyatakan dalam persen Na dari seluruh kation dapat
dipertukarkan. Disamping itu juga bisa ditetapkan dari ratio adsorsi sodium (sodium
adsorption ratio = SAR), yakni persentase Na dibandingkan kation utama (Ca dan Mg)
dalam ekstrak tanah jenuh. ESP dan SAR selalu berkorelasi positif karena kation-kation
terlarut dan kation-kation dipertukarkan hampir selalu dalam kesetimbangan satu dengan
yang lain. Nilai kritis ESP bervariasi antara 5 – 15 persen.
Tanah salin dan tanah sodik pada umumnya termasuk tanah alkali (tanah dengan
reaksi basa) dengan pH berkisar 8,5 dimana terjadi pengendapan CaCO3 bahkan bisa
mencapai pH 10 pada tanah sodik dengan salinitas yang rendah.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
57
b. Pengaruh kebasaan tanah pada tanaman
Tanah-tanah basa dengan kadar garam tinggi dapat menghambat pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Garam dan bahan terlarut lainnya akan menurunkan tekanan
osmotik dari potensial air tanah. Akar tanaman menjadi lebih sulit untuk menyerap air dari
dalam tanah karena konsentrasi bahan terlarut dalam air tanah tinggi. Air tanah tidak bisa
masuk ke dalam sel tanaman jika potensial air lebih rendah di dalam tanah dibanding dengan
yang ada di dalam akar. Sehingga untuk menyerap air dari larutan dengan kadar garam tinggi,
tanaman harus menurunkan tekanan osmotik air dalam sel yakni dengan cara meningkatkan
bahan terlarut di dalam selnya.
Golongan tanaman halofit (tanaman pantai) mampu
memproduksi bahan organik tertentu yang dipergunakan sebagai pengatur osmotic (Singer
and Munns, 1985).
Selanjutnya Singer and Munns (1985) menyatakan bahwa disamping mempengaruhi
tekanan osmotik air tanah, kadar garam yang tinggi dalam tanah-tanah basa juga bisa
menyebabkan tanaman mengalami keracunan. Tanaman yang menderita kerusakan akibat
kadar garam tinggi menunjukkan beberapa gejala yang berbeda-beda. Keracunan sodium dan
klorida misalnya sering ditandai adanya gejala ‘hangus’ pada daun. Sebagian menunjukkan
gejala daun segera menguning sebelum tua, pucat dan gugur serta tanaman nampak lemah
dan gelap atau tanpa gejala hanya tumbuhnya kerdil.
Sodium (Na) bisa menyebabkan keracunan pada tanaman tertentu, terutama jika
konsentrasi Ca dalam tanah rendah. Disamping itu ion Na juga dapat menyebabkan rusaknya
struktur tanah akibat ion ini dapat menyebabkan terdispersinya agregat tanah menjadi partikel
tunggal. Lebih lanjut akan berakibat penutupan pori-pori tanah di bagian permukan tanah
yang bisa menjadi penghalang masuknya air ke lapisan tanah yang lebih dalam (permeabilitas
tanah menurun). Dan jika tanah-tanah ini dibiarkan tanpa ada upaya perbaikan, maka dapat
dipastikan bahwa tanah-tanah ini menjadi tidak akan produktif bagi tanaman.
Tanah-tanah basa dengan pH sangat tinggi, diatas 9 dapat secara langsung
menyebabkan kematian akar tanaman dan juga bisa mempengaruhi ketersediaan unsur hara
yakni bisa menyebabkan keracunan unsur tertentu atau juga dapat menyebabkan kekurangan
unsur yang lainnya. Ketersediaan unsur hara P misalnya sangat tertekan oleh pH tinggi.
Sebaliknya unsur Kalsium (Ca) diimobilisasi karena pH tinggi memacu pembentukan
karbonat dari CO2 dan karbonat diendapkan bersama Ca sebagai CaCO3. Unsur hara mikro
yang mengalami kekurangan pada pH tinggi adalah Zn dan Fe. Disamping itu kadang-kadang
juga menyebabkan kekurangan Mn dan Cu serta keracunan B (Singer and Munns, 1985).
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
58
SOAL-SOAL
1. Jelaskan apa beda istilah Penjerapan (adsorption) dan Penyerapan (absorption)! Mana
yang lebih tepat untuk kation-kation pada koloid?
2. Apa yang dimaksud denga misel?
3. Bagaimana perbandingan kuantitas koloid tanah pada tanah bertekstur lempung dengan
tanah bertekstur pasir?
4. Sebutkan sumber muatan negatif pada koloid!
5. Apa yang dimaksud dengan variable charge?
6. Aluminium merupakan sumber keasaman tanah. Jelaskan!
7. Jelaskan perbedaan pH aktif dan pH cadangan!
8. Bandingkan bufferring capacity pada tanah lempung kaya akan bahan organik dan tanah
pasir!
9. Pengapuran tanah dengan tujuan meningkatkan pH tanah merupakan reaksi pertukaran
kation. Jelaskan!
10. Jika suatu tanah sanggup menjerap 500 mg Ca2+/100 g tanah, berapa me/100 g KTK-nya?
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
59
BAB V. SIFAT BIOLOGI TANAH
Tujuan Umum :
Setelah mempelajari materi kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan secara umum tentang
sifat biologi tanah yang penting dalam hubungannya dengan fungsi tanah sebagai media
tumbuh tanaman.
Tujuan Khusus :
1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang macam-macam jasad hidup (organisme) dalam
tanah baik jasad makro maupun jasad renik.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang asosiasi jasad renik dengan tanaman
3. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang peran jasad hidup dalam perombakan bahan organik
tanah.
Tanah kita tidaklah steril. Berbagai bentuk kehidupan terdapat di dalam tanah yakni akar
tanaman, hewan kecil dan beraneka macam jasad renik antara lain protozoa dan algae,
cendawan, dan bakteri. Masing-masing kelompok ini memiliki peranan yang penting bagi
kehidupan dalam tanah, namun yang paling dominan peranannya adalah akar tanaman,
cendawan dan bakteri.
A. Komunitas Tanah
1. Macam-macam jasad hidup dalam tanah
Jasad hidup (organism) besar yang hidup dalam tanah meliputi tanaman dan hewan. Akar
tanaman menyebar di dalam tanah, tumbuh di celah-celah agregrat tanah. Tanaman memberi
makanan bagi jasad hidup tanah yang lain melalui bahan organik yang diproduksi lewat
fotosintesis. Mereka mendapatkan makanan melalui berbagai cara. Jasad renik yang berada
dekat dengan akar mendapat makanan berupa bahan keluaran akar (root excretion).
Sedangkan yang lain mendapatkan makanan dari sisa-sisa daun, ranting atau dahan yang
jatuh di permukaan tanah. Hewan tanah meliputi mamalia penggali tanah dan reptile, serta
yang paling banyak adalah yang berukuran lebih kecil seperti insekta, kutu dan nematoda
yang hidup di dalam sampah.
Jasad renik dalam tanah digolongkan ke dalam dua kelompok utama berdasarkan
susunan selnya, yakni eukariotik dan prokariotik.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
60
Jasad yang memiliki sel eukariotik meliputi fungi, protozoa, alga dan tanaman serta
hewan, sedangkan jasad prokariotik meliputi Monera atau bakteri.
Keberadaan dan aktivitas protozoa dan alga dalam tanah pada umumnya terbatas
kecuali pada tanah-tanah tergenang atau basah dalam periode yang lama.
Sedangkan
keberadaan dan aktivitas bakteri dan fungi jauh lebih melimpah hampir di semua jenis tanah.
Bakteri merupakan jasad renik tanah paling kecil dan secara fisiologis paling beragam.
A
B
Gambar 5-1. Sel Eukariotik (A) dan Prokariotik (B). Sel prokariotik memiliki nukleus yang
kurang jelas serta tidak memiliki banyak organel seperti halnya pada sel
Eukariotik.
2. Perkembangbiakan, Penyebaran dan Daya Tahan Hidup
Berkembangbiak dengan cepat merupakan ciri khas dari kebanyakan jasad renik. Pada
kondisi yang menguntungkan, banyak spesies bakteri menggandakan diri setiap 2 – 3 jam.
Pada kondisi normal bakteri tanah mampu meningkat populasinya sampai ratusan bahkan
ribuan kali dalam waktu beberapa hari saja. Kapasitas penggandaan diri yang tinggi ini
menyebabkan kemampuan jasad renik mampu merespon secara cepat perubahan kondisi di
sekelilingnya bukan saja hanya dengan menggandakan diri, namun juga dengan cara
mengganti populasi dengan jasad yang mampu mengadaptasi lingkungan baru.
Kebanyakan jasad renik mampu menyebar dengan cepat, terbawa oleh jasad yang
lebih besar serta melalui aliran air dan udara. Debu yang beterbangan merupakan ‘kendaraan’
paling baik bagi jasad renik. Fungi yang mungkin terlalu besar untuk berpindah/menyebar,
menghasilkan spora yang dengan mudah tersebar melalui angin atau air.
Daya tahan hidup dari jasad renik sungguh sangat menkajubkan. Meskipun kondisi
lingkungan yang kurang menguntungkan seringkali berfluktuasi dalam waktu yang cepat
seperti dingin, panas, kering atau kekurangan zat makanan, jasad renik memiliki cara
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
61
bertahan yang beragam. Dormansi, menghentikan aktivitas sel, adalah cara bertahan yang
umum dilakukan oleh jasad renik. Spora merupakan alat bertahan hidup dalam waktu lama
bagi kebanyakan fungi dan bakteri pada kondisi yang tidak menguntungkan. Bahkan spora
dari beberapa jenis bakteri bisa bertahan dalam air yang mendidih. Terbentuknya serat
(miselium) pada fungi dan beberapa bakteri merupakan alat untuk mengatasi kondisi kurang
menguntungkan yang seringkali bersifat sementara dan setempat. Misalnya lapisan tanah
yang kaya akan zat makanan tiba-tiba menjadi kering atau panas, sedangkan lapisan tanah di
bawahnya yang miskin zat hara tetap dingin dan lembab. Sementara pada kondisi ini jasad
renik bersel tunggal akan dorman atau bahkan mati, serat-serat (miselium) tadi masih dapat
berfungsi mengambil zat makanan atau air dari lapisan di bawahnya sampai hujan dating
membasahi kembali lapisan permukaan tanah. Hal ini yang menjadi penyebab mengapa fungi
dan aktinomisetes (bakteri bermiselium) mampu bertahan hidup di padang pasir.
3. Persyaratan dan Adaptasi Jasad Hidup
Untuk tumbuh dan beraktivitas, jasad hidup memerlukan kondisi fisik tertentu dan
tersedianya zat makanan.
Kondisi fisik meliputi tersedianya ruang (space) dengan
temperature, kelembaban, pH serta tersedianya zat makanan.
Persyaratan zat makanan meliputi sumber energy dan zat hara esensial. Kebanyakan
jasad renik memerlukan senyawa biokimia tertentu yang tidak bisa diproduksi sendiri. Zat
makanan dan energy beberapa jasad hidup tanah seperti tertera pada Tabel berikut.
Tabel 5-1. Jenis Jasad HidupTanah, Makan dan Sumber Energinya
Jenis
Eukariot Besar
- Hewan
- Tanaman
Eukariot Kecil
- Protozoa
- Alga
- Fungi
Prokariot (Bakteri)
- Fototropik
- Lithotropik
(chemoautotropik)
- Heterotropik
Makanan
Sumber Energi
Organik padat
CO2 + ion
Oksidasi organik
Cahaya
Organik padat dan larut
CO2 dan ion
Organic larut
Oksidasi organik
Cahaya
Oksidasi organik
CO2 dan ion
CO2 dan ion
Cahaya
Oksidasi organik
Organik larut
Oksidasi organik
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
62
Jasad heterotropik selalu memperoleh energy dari reaksi senyawa organik, seperti
gula, yakni melalui respirasi dan fermentasi. Pada respirasi senyawa organic dioksidasi
dengan bahan pengoksidasi anorganik, pada umumnya oksigen, nitrat atau sulfat. Dalam
fermentasi yang biasanya dimulai ketika oksigen menjadi kekurangan, sebagian senyawa
organic digunakan sebagai agen pengoksidasi dengan menghasilkan alcohol atau asam
organik. Jasad heterotropik meliputi hewan, fungi, dan sebagian besar bakteri. Sistem
perakaran tanaman berfungsi sebagai heterotropik, meskipun tanaman sendiri adalah
termasuk autotropik.
Jasad autotropik tidak memerlukan senyawa organic sebagai sumber energy, mereka
menghasilkan energy dari cahaya atau dari reaksi oksidasi anorganik. Yang termasuk dalam
jasad autotropik adalah tanaman hijau, alga, bakteri biru hijau dan bakteri-bakteri tertentu.
Jasad heterotropik dan autotropik saling tergantung satu dengan yang lain. Jasad
autotropik merupakan pensintesa utama bahan organik. Jasad heterotropik merupakan jasad
penghancur bahan organik, melepaskan zat hara untuk daur ulang. Tanah merupakan
‘panggung teater’ terbesar bagi daur ulang zat hara. Pemain utamanya adalah tanaman
sebagai pemeran autotrop dan bakteri serta fungi sebagai pemeran heterotrop.
B. Jasad Hidup Besar
1. Tanaman dengan Akarnya
Hasil fotosintesis tanaman yang berupa bahan organik merupakan sumber bahan makanan
utama bagi jasad hidup dalam tanah. Bahan organik ini bisa berasal dari daun, ranting, dahan
dan batang
tanaman serta bagian akar tanaman yang mati. Akar tanaman sereal bisa
menyumbangkan masukan bahan organik hingga 30 – 50 persen. Bahkan untuk tanaman
hutan sumbangan ini bisa berlipat-lipat.
Disamping memberikan bahan organik, akar tanaman mempengaruhi aktivitas jasad
renik tanah yakni karena akar mengeluarkan senyawa eksudat berupa zat makanan bagi fungi
dan bakteri. Eksudat akar ini berupa asam organic, gula dan senyawa larut dalam tanaman
lainnya yang dikeluarkan tanaman melalui akar. Sehingga pengaruh akar yang paling besar
adalah pada daerah rhizosfer, beberapa millimeter di sekitar perakaran. Di daerah ini
kepadatan baktri dan fungi bisa mencapai ratusan kali lebih tinggi dibandingkan daerah lain
di dalam tanah.
Tanaman juga menyediakan habibat penting lainnya bagi jasad renik di dalam sisa-sisa
tanaman di permukaan tanah. Di beberapa jenis tanah lapisan bahan organik mungkin tidak
seberapa, namun di tanah-tanah lainnya bisa mencapai beberapa sentimeter tebalnya. Lapisan
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
63
ini berupa campuran dari bahan-bahan tanaman yang siap didekomposisi. Bahan ini kaya
akan zat makanan organik, sehingga adanya bahan sisa tanaman ini mengundang beraneka
jasad hidup mulai dari hewan yang mengunyah, mencerna dan membawa dari permukaan
tanah ke bagian di bawahnya sehingga menjadi tercampur dan memudahkan jasad-jasad lain
terutama jasad renik n=untuk mengkonsumsinya.
2. Hewan Tanah
Beranekaragam hewan hidup di dalam tanah mulai dari yang berukuran mikrosokis sampai
yang berukuran besar (Gambar 5-2). Sebagian dari mereka adalah pendatang dan sebagian
lainnya adalah penghuni tetap. Sebagian harus menggali lubang untuk bertahan hidup,
sebagian yang lain yang memanfaatkan lubang yang telah ada. Sebagian ada yang hidup di
dalam rongga udara tanah, sebagian yang lain ada yang hidup di dalam tanah yang berair.
Sebagian ada yang memakan bagian hidup tanaman sebagian yang lain memakan bagian sisa
tanaman yang telah mati. Apa yang mereka makan merupakan siklus ekologi yang penting
bagi kehidupan dalam tanah, bahkan bagi produktivitas tanah.
Pada umumnya yang paling banyak populasinya adalah yang berukuran kecil.
Nematoda dan Helminthos lainnya, Arachnids (kutu) dan moluska (keong) adalah yang
paling popular diantara hewan-hewan tanah.
Sedangkan kelompok yang paling besar
keragamannya adalah Arthropoda (miliipedes, insekta dan larva mereka). Dalam tanah yang
gembur, lembab kaya bahan organic, cacing tanah (earthworm) paling banyak populasinya.
Hewan tanah semuanya bersifat heterotop, sangat aerobic (memerlukan oksigen) dan
bersifat mobile (kecenderungan berpindah tempat). Hanya hewan kecil seperti Nematoda dan
Rotifers yang hidup dalam tanah berair, sedangkan sebagian besar kelompok lainnya hidup
dalam rongga yang besar di dalam tanah atau dengan menggali liang. Sehingga kondisi ini
membatasi sebagian besar hewan tanah untuk mencapai permukaan tanah dan sampah yang
menumpuk di atasnya. Hewan jarang hidup dalam tanah yang mampat dan sangat basah.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
64
Gambar 5-2. Hewan tanah: bentuk, ukuran relative dan jumlah relative di dalam
tanah padang rumput yang subur (Sumber: D.M. Kevan dalam Singer
and Munns, 1985)
C. Jasad Renik
1. Protozoa dan Alga
Protozoa dan Alga merupakan jasad bersel tunggal dan lebih kecil dari kelompok jasad renik
lainnya. Alga mampu melakukan fotosintesis seperti tanaman dan bakteri hijau biru
menggunakan klorofil dan memecah air serta melepaskan oksigen.
Cahaya + 2H2O
Klorofil
Energi Kimia + [4H] + O2
Protozoa di dalam tanah tidak bisa melakukan fotosintesis. Kemampuan bergerak dan
menelan benda membuatnya penakan yang efektif terhadap bakteri yang mati serta bahan
organic lainnya. Bahkan beberapa Protozoa mampu memangsa bakteri hidup. Alga dan
Protozoa lebih aktif dan melimpah dalam tanah basah. Film air membatasi mereka untuk
bergerak pada tanah kering.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
65
Gambar 5-3. Alga dan Protozoa dengan ukuran relative
(Sumber: Singer and Munns, 1985)
2. Fungi
Fungi, jasad heterotropik, banyak hidup dan beraktivitas dalam tanah yang beraerasi baik.
Ada satu kelompok fungi yakni Yeast adalah bersel tunggal dan kadang-kadang anaerob.
Sedangkan fungi yang lain adalah jasad aerobik dan membentuk serat (miselium).
Miselium pada dasarnya adalah satu sel besar dengan banyak nucleus, meskipun pada
fungi yang lebih tinggi kelasnya miselium ini dipisahkan dengan septa (dinding penyekat
yang porus). Satu miselium bisa tumbuh hingga mencapai beberapa centimeter bahkan
ada yang mencapai meteran di dalam tanah.
Miselium fungi menyebar di dalam tanah dan membantu mengikat partikel mineral ke
dalam agregat. Banyak fungi yang diketahui berasosiasi dengan tanaman seperti sebagai
pathogen, sebagai pasangan simbiosis atau sebagai pasangan yang netral. Ada jenis-jenis
fungi yang toleran terhadap asam, ada yang mampu mendekomposisi bahan berkayu serta
ada yang tahan terhadap kekeringan. Sehingga tidak mengherankan jika fungi merupakan
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
66
suatu kelompok jasad hidup penghuni tetap di berbagai lingkungan mikro dalam tanah
aerob.
Gambar 5-4. Tiga kelompok utama Fungi dengan ukuran relative
(Sumber: Singer and Munns, 1985).
3. Bakteri (Monera)
Bakteri sangat beragam dalam hal fisiologi dan biokimianya. Bakteri di dalam
habitatnya di dalam tanah membentuk koloni. Dalam tanah yang subur mengandung tidak
kurang dari 100 juta bakteri hidup per gram tanah.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
Bakteri mempunyai kemampuan
……………..……………………..
67
reproduksi secara cepat dengan cara membelah diri. Ukurannya yang kecil memungkinkan
bakteri menyatu dengan partikel debu.
Beberapa bakteri mampu memanfaatkan cahaya
sebagai sumber energy, beberapa mampu menggunakan substrat organik yang bagi
kebanyakan jasad hidup tidak bisa terurai atau bahkan beracun.
Substrat ini meliputi
makromolekul dari residu bahan organik dari sisa-sisa tanaman, hewan dan bekteri yang telah
mati. Juga termasuk di dalamnya adalah polutan organic dari pabrik. Beberapa bakteri
mampu melakukan asimilasi nitrogen dari udara (fiksasi nitrogen).
D. Asosiasi Jasad Renik dengan Tanaman
1. Jasad Hidup dalam Rhizosfer.
Rhizosfer merupakan ruang silindris beberapa sentimeter atau lebih di sekitar akar.
Produk dari akar memacu bakteri dan fungi, khususnya yang heterotrop dengan pertumbuhan
cepat, sehingga populasi jasad renik umumnya paling sedikit sepuluh kali lipat lebih padat di
rhizosfer dari daerah lain. Batas rhizosfer memang tidak bisa ditentukan secara pasti. Batas
luar biasanya kabur karena pengaruh akar bisa berkembang lebih atau kurang tidak tertentu,
serta berkurang dengan makin menjauhnya jarak dengan akar. Batas dalam bisa mulai dari
permukaan sel epidermis akar atau bahkan bisa mulai dari lapisan terluar dari kortek sampai
pada bagian dimana bakteri dan hifa fungi menempel, biasa disebut Rhizoplane. Jasad renik
rhizosfer biasanya berperan dalam aktivitas heterotrop dalam tanah, mendekomposisi dan
menguraikan sel tanaman mati dan eksudat tanaman (gula dan asam-asam organik).
Respirasi jasad renik menghasilkan karbon dioksida sebagai penambah apa yang
diproduksi oleh akar tanaman yang cenderung menambah keasaman rhizosfer dari tanahtanah alkalin. Paling tidak beberapa bakteri rhizosfer dikenal mampu menghasilkan zat
pelapis yang lengket yang mampu menempelkannya dengan sel akar serta melektakannya
dengan partikel tanah. Karakter bakteri seperti ini juga dapat membantu tanah dalam
perkembangan struktur tanah di daerah perakaran. Dalam kondisi tertentu fiksasi nitrogen
dari udara bisa tercapai misalnya oleh Azospirillum dan bakteri-bakteri rhizosfer pada
tanaman rumput dan biji-bijian. Juga ada bukti ilimiah bahwa jasad renik rhizosfer mampu
memobilisasi zat hara tanaman seperti besi, tembaga dan seng dengan menghasilkan zat
khelat.
Beberapa fungi dan bakteri rhizosfer berasosiasi dengan tanaman dengan cara masuk
menembus kortek akar dan menjadi pathogen atau simbion.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
68
2. Patogen Akar dan Parasit
Fungi dan bakteri yang berada dalam tanah dapat menyebabkan beberapa penyakit
penting pada akar atau batang yang terpendam, seperti penyakit busuk akar, damping-off dan
penyakit keriting yang disebabkan oleh Fusarrium, Verticillium, Phytopthora, Pythium,
Rhizoctonia, Alternaria, Armillaria dan yang lainnya.. Kelompok ini sering dikenal dengan
soil-borne fungi dan soil borne bacteria. Dari kelompok bakteri juga ada yang bersifat soilborne sebagai penyebab busuk akar serta penyebab tumor tanaman yakni kelompok
Agrobacterium spp. Kerang lebih separo dari nematode dalam tanah bersifat parasit bagi
tanaman dengan menyerang akar tanaman menghasilkan getah yang bisa tersebar ke dalam
system vascular tanaman.
Beberapa penyakit tersebut dipicu oleh kondisi tanah yang basah yang sangat
menguntungkan bagi penyebaran parasit. Cara mengatasi hal ini bisa dengan menanam
tanaman yang tahan, dengan menekan populasi parasit melalui fumigasi, mengontrol air
tanah, rotasi tanaman atau dengan mengatur sifat kimia tanah untuk menghindari pathogen.
Secara keseluruhan jasad renik penyebab penyakit ini merusak tanaman dengan cara
mengganggu perkembangan akar dan penyerapan air dan hara.
3. Simbiosis antara Tanaman dan Jasad Renik
Ada dua bentuk simbiosis yang terkenal antara tanaman dan jasad renik, yakni (1)
asosiasi fiksasi nitrogen dengan bakteri dimana tanaman memperoleh tambahan Nitrogen
dalam asosiasi ini dan (2) asosiasi jamur akar Mikorisa dimana tanaman mendapat tambahan
unsure hara terutama fosfat dan seng.
a. Simbiosis Fiksasi Nitrogen
Ada tiga kelompok bakteri pengikat nitrogen yang bersimbiosis dengan tanaman.
(1) Bakteri hijau biru membentuk koloni pada rongga pada tanaman paku-pakuan dan
sikas. Dalam fotosintesis bakteri ini tidak memerlukan makanan organic dari tanaman
inang, tetapi tanaman menyediakan lingkungan berarir lengkap dengan zat anorganik.
Sebagai contoh adalah asosiasi antara Anabaena dan Azolla yakni tanaman yang
tumbuh disawah yang sudah umum digunakan sebagai penambah nitrogen bagi
tanaman padi.
(2) Frankia spp, suatu kelompok Actinomisetes mampu menginfeksi akar dari pohon
berbagai genera, membentuk bintil akar yang mengandung nitrogen.
Tanaman
inangnya meliputi tanaman semak dan tanaman gurun pasir seperti Ceanothus,
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
69
Purshia, berbagai jenis pohon-pohonan. Dalam beberapa hal mekanismenya
menyerupai simbiosis antara Rhizobium dan tanaman legume.
(3) Rhizobium dan Bradyrhizobiumspp (Rhizobia) adalah kelompok bakteri yang
menginfeksi akar tanaman legume dengan membentuk bintil akar. Tanaman inang
(legume) meliputi tanaman yang bernilai ekonomis tinggi seperti kedelai, kacang
tanah, kacang panjang, kacang hijau, kacang kapri dan lain sebagainya. Simbiosis
Rhizobium-legum ini penting di alam dan telah banyak dieksploatasi baik secara
langsung dengan memanen tanaman legume sebagai bahan makanan maupun secara
tidak langsung dengan tanaman non legume melalui tanah dengan pencampuran sisa
tanaman, pakan ternak dan rotasi tanaman.
.
Gambar 5.5. Bintil akar tanaman kacang panjang (Sumber: Singer and Munns. 1985.
Rhizobia adalah bakteri heterotropik yang tidak memiliki bentuk dan biasanya
hidup dalam kondisi aerob dengan sedikit oksigen ketika melakukan fiksasi nitrogen.
Kelompok ini memiliki strain yang tak terhitung banyaknya, beberapa ratus strain
telah dikoleksi secara media kultur. Strain dibedakan dari karakter pertumbuhannya,
reaksi kekebalannya, dan jenis inangnya. Kecepatan fiksasinya bisa mencapai 500 –
600 kg per hektar per tahun.
b. Mikorisa
Mikorisa (Mycorrhizae) berasal dari kata Mycor (jamur) dan Rhizae (akar).
Mikorisa merupakan kelompok fungi yang mampu menginfeksi akar dan mengambil
makanan dari tanaman inang, tetapi jamur ini juga mengembangkan hifanya menembus
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
70
tanah dan menyerap ion-ion yang dibawanya masuk ke dalam akar tanaman inangnya.
Hifa mikorisa ini jauh lebih tipis dibanding akar tanaman sehingga daya jelajahnya dalam
tanah bisa jauh lebih luas dibanding akar tanaman. Mereka juga mempunyai mekanisme
tertentu untuk mengekstrak zat hara dalam tanah.
Ada dua Mikorisa yang penting, yakni ektomycorrhizae yang umumnya tanaman
inangnya adalah berbagai tanaman pohon dan semar dan endomycrrhizae atau Vesicular
Arbuscular Mycorrhiza (VAM) atau Cendawan Mikorisa Arbuskula (CMA) yang
kebanyakan tanaman inangnya adalah tanaman semusim. Mikorisa mampu hidup pada
berbagai jenis tanaman inang dan berbagai kondisi tanah dan umumnya selalu member
keuntungan bagi tanaman. Oleh karenanya Endomikorisa juga telah banyak
dikembangkan untuk membantu meningkatkan penyerapan hara terutama unsur fosfat
bagi berbagai tanaman melalui inokulasi.
Mikorisa vesikula arbuskula dihasilkan dari kolonisasi akar halus, yang aktif
melakukan penyerapan, oleh fungi dari famili Endogonaceae. Fungi masuk ke dalam akar
hanya ke bagian kortek primer: jaringan vaskular dan kortek sekunder. Infeksi pada
mikorisa ini hanya melibatkan struktur sementara dengan fungsi yang terbatas. Hal ini
berbeda dengan infeksi pada patogen yang menyebabkan luka, distorsi dan perubahan
warna pada jaringan dan seringkali menyebar ke dalam jaringan permanen stele.
Hal yang paling membedakan mikorisa vesikula arbuskula dari fungi lain adalah
terbentuknya arbuskula dan vesikula. Arbuskula merupakan struktur intraseluler
berbentuk seperti pohon yang muncul akibat percabangan berulang dari hifa di dalam sel
tanaman inang (Mosse, 1981; Brundrett, 1985). Arbuskula berumur pendek yakni sekitar
1-3 minggu (Mosse, 1981) atau sekitar 4-10 hari (Paul and Clark, 1989). Stelah itu
arbuskula mati dan menjadi bagian sel tanaman. Arbuskula terbentuk sekitar 2-3 hari
setelah terjadi infeksi, namun organ ini merupakan bagian paling labil dan sangat
tergantung pada metabolisme dalam inang dan dipengaruhi oleh penyediaan makanan,
cahaya, fase perkembangan inang, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi inang
(Mosse, 1981). Cox and Tinker (1976) memperkirakan bahwa terbentuknya arbuskula
akan meningkatkan luas plasmalemma inang 2-3 kali lipat dan sekitar 20% dari luas
kortek secara keseluruhan.
Menurut Paul and Clark (1989) berat bahan sitoplama
tanaman dalam sel tanaman yang berarbuskula 20 kali lipat dibandingkan berat sel yang
tidak terinfeksi. Infeksi intraseluler ini merupakan kontak paling intim antara fungi dan
inang dan diperkirakan merupakan hal paling penting dalam proses transfer antara
keduanya. Namun pada umumnya mikorisa jarang yang membentuk arbuskula.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
71
Vesicle (vesikula) merupakan bagian ujung hifa yang berbentuk seperti kantong yang
menggelembung. Ini banyak mengandung lemak dan merupakan organ penyimpan dari
fungi. Jika kortek mengelupas, vesikula dapat tumbuh keluar dari akar menuju ke tanah
dan dapat berkecambah sebagai propagul yang siap menginfeksi akar kembali. Vesikula
ini umumnya terbentuk setelah terbentuk arbuskula. Umumnya vesikula terbentuk dalam
jumlah yang banyak pada akhir periode tumbuh di mana tanaman mulai masak, demikian
pula setelah dilalukan pemupukan. Sifat dari vesikula (bentuk, struktur dinding,
kandungan dan jumlah) tergantung dari jenis funginya.
Bagian penting lain dari mikorisa adalah miselium eksternal yang tumbuh di luar
akar. Bagian ini membentuk jaringan strategis untuk menambah permukaan penyerapan,
yang memungkinkan tanaman menyerap P yang tidak dapat terjangkau oleh akar. Bagian
ini terdiri atas dua bagian yakni hifa utama yang kasar bercabang-cabang berdiameter
antara 8-20 m
dan bagian yang halus bercabang berulang-ulang, berdinding tipis,
berumur pendek dan mempunyai fungsi sebagai hifa penyerap. Panjang miselium
eksternal ini bia mencapai 80 cm/cm akar pada bawang, 1% dari total berat akar pada
Clover, dan 5% berat total akar pada apel (Mosse, 1981). Perkembangan miselium
eksternal ini sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah terutama airase.
Hampir semua famili tanaman bervaskula dapat menjadi inang mikorisa (Trappe,
1987), kecuali Chenopodiaceae, Brassicaceae, Caryophyllaceae, dan beberapa lainnya
(Bowen, 1987). Tanaman-tanaman tersebut tidak bisa menjadi inang karena adanya
hambatan fisik dan adanya senyawa beracun. Namun bebrapa bukti menunjukkan adanya
hambatan faktor genetik yang menghalangi pembentukan koloni bagi mva pada tanaman
tersebut (Krisnha et al., 1985).
Perkembangan mikorisa diawali dengan berkecambahnya spora. Kondisi lingkungan
yang diperlukan sama dengan kondisi lingkungan yang diperlukan untuk perkecambahan
biji. Demkian pula setelah spora berkecambah, memerlukan kondisi lingkungan sesuai
dengan yang diperlukan akar. Stres air dan suhu dapat menurunkan pertumbuhan hifa dan
waktu yang diperlukan untuk kolonisasi lebih lama (Siqueira et al., 1985). Pertumbuhan
hifa, terutama yang dekat dengan akar, dipengaruhi oleh konsentrasi P tanaman inang,
eksudat akar, dan kadar CO2.
Mikorisa melakukan penetrasi ke epidermis akar melalui mekanisme tekanan mekanis
dan ensimatis (Garcia-Romera et al., 1990). Penyebaran eksternal fungi dari tempat yang
terinfeksi terjadi setelah hifa internal tumbuh dari korteks menuju epidermis.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
Hifa
72
eksternal berfungsi sebagai penopang struktur reproduktif dari mikorisa dan sebagai
pemindah karbon (C) dan hara yang lain ke spora-spora yang sedang berkembang.
Sejumlah besar C dari yang tersedia maupun dari cadangan yang berupa fotosintat
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan spora. Fungsi terpenting dari hifa eksternal
mungkin adalah sebagai penyerap hara dari dalam tanah (Sylvia, 1992).
Mikorisa vesikula arbuskula sebagai anggota fungi soilborn yang mampu
membentuk arbuskula diklasifikasikan dalam ordo Glomales (Zygomycetes) dan yang
membentuk vesikel intraradical (yaitu Acalauspora, Entrophspora, Glomus, dan
Sclerocystis) dimasukkan dalam subordo Glominae, sedangkan yang membentuk sel-sel
auxiliary ekstraradical dimasukkan dalam subordo gigasporinae (Morton and Benny,
1990).
Lima genera utama dari famili Endogonaceae mampu membentuk arbuskula dan
vesikula, yakni Glomus, Gigaspora, Acaulospora, Sclerocystis, dan Scutellospora.
Mereka dibedakan dari morfologi spora. Genus Glomus memiliki sejumlah spesies
dengan chlamydospora berdinding tebal, juga membentuk sporocarp yakni struktur spora
banyak yang berisi chlamydospora individu di dalamnya. Pada saat masak, spora terlepas
dari hifa. Genus Gigaspora jarang membentuk vesikel, tetapi memiliki spora yang
tumbuh dari ujung hifa yang bundar. Sporanya mirip dengan Zygospora dari
Zygomycetes. Genus Acaulospora juga membentuk spora pada ujung hifa. Sporasporanya dibentuk dari spora induk yang sudah berkembang yang biasanya berumur
pendek. Spora single biasanya dijumpai dalam tanah atau dalam akar. Genus Sclerocystis
memiliki chlamy-dospora yang tersusun mengelilingi hifa sentral yang membentuk
sporocarp.
Vesikel
Hifa
B
A
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
73
C
Gambar 5-6. Akar tanaman jaung yang terinfeksi Mikorisa (A) dan yang tidak terinfeksi
(B). Perbadingan tongkol jagung yang ditanam pada tanah Alfisol dengan
perlakuan Infeksi Mikorisa (CMA) dan tanpa perlakuan.
(Sumber: Ongko Cahyono, dkk. 2002).
E. Peran Jasad Hidup dalam Perombakan Bahan Organik Tanah
Bahan organik (BO) meliputi semua bahan yang berasal dari jaringan tanaman dan
hewan, baik yang masih hidup maupun yang telah mati pada berbagai tahapan dekomposisi.
Sedangkan bahan organik tanah (BOT) merupakan bahan (sisa jaringan tanaman dan hewan)
yang telah mengalami perombakan atau dekomposisi baik sebagian maupun secara
keseluruhnya, yang telah mengalami humifikasi maupun yang belum.
Berdasarkan tingkat pelapukannya bahan organik tanah menjadi dua kelompok, yakni
bahan yang telah terhumifikasi, disebut sebagai bahan humik (humic substances) atau sering
kita sebut HUMUS dan bahan yang tidak terhumifikasi, yang disebut sebagai bahan bukan
humik (non-humic substances).
Humus merupakan hasil akhir proses dekomposisi bahan
organik bersifat stabil dan tahan terhadap proses bio-degradasi (Tan, 1982). Humus
merupakan campuran senyawa kompleks (tersusun oleh asam humat, as fulfat, ligno protein
dll), mempunyai sifat agak/cukup resisten (tahan) terhadap perombakan jasad renik
(mikroorganisme), bersifat amorf (tak mempunyai bentuk tertentu), berwarna coklat-hitam,
bersifat koloid (<1 µm, bermuatan) dan berasal dari proses humifikasi bahan organik oleh
mikroba tanah. Sedangkan bahan bukan humus meliputi senyawa-senyawa organik seperti
karbohidrat, asam amino, peptida, lemak, lilin, lignin, asam nukleat, protein.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
74
Bahan organik tanah berada pada kondisi yang dinamik sebagai akibat adanya
mikroorganisme tanah yg memanfaatkannya sebagai sumber energi dan karbon. Kandungan
bahan organik tanah ditentukan oleh kesetimbangan antara laju pemasukan dan laju
dekomposisinya (Paul & Clark, 1989). Kandungan bahan organik tanah sangat beragam,
berkisar ant 0,5% - 5,0% pada tanah-tanah mineral atau bahkan sampai 100% pada tana
organik (Histosol) (Bohn dkk, 1979).
Faktor yg pengaruhi kandungan BOT adalah: iklim, vegetasi, topografi, waktu, bahan
induk dan pertanaman (cropping). Apabila terjadi laju pemasukan bahan organik melampaui
laju dekomposisinya, terutama pada daerah dengan kondisi jenuh air dan suhu rendah, maka
kandungan bahan organik akan meningkat dengan tingkat dekomposisi yg rendah.
1. Peran Bahan Organik Tanah
BOT mempunyai peran penting dalam tanah terutama dalam proses pembentukan
tanah dan pada kesuburan tanah. Pengaruh BOT tersebut bersifat jangka pendek dan jangka
panjang. Pengaruh jangka pendek terutama diperankan oleh bahan2 non-humus (nonhumified materials), sedangkan pengaruh jangka panjang diberikan oleh bahan humus. Kedua
pengaruh tersebut dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman.
BOT memainkan peran utama dalam pembentukan agragat dan struktur tanah yang
baik, sehingga secara tak langsung akan memperbaiki kondisi fisik tanah, dan pada
gilirannnya akan mempermudah penetrasi air, penyerapan air, perkembangan akar, serta
meningkatakan ketahanan terhadap erosi
BOT juga mampu meningkatkan KTK dan daya sangga tanah, keterlindian
(leachability), serta biodegradasi pestisida di dalam tanah
Tersedianya BOT dalam tanah berarti pula tersedianya sumber karbon dan energi bagi
jasad renik tanah yang perannya sangat dominan dalam proses perombakan BO. Melalui
proses mineralisasi, BO mampu menyediakan unsur-unsur hara bagi tanaman, terutama:
N,P,S dan unsur-unsuir hara mikro.
BOT juga dapat membentuk kompleks dengan unsur-unsur hara mikro sehingga dapat
mencegah kehilangan lewat pelindihan, serta dapat mengurangi timbulnya keracunan unsur
hara mikro. BOT juga mampu melepaskan P yang difiksasi oleh oksida-oksida (Fe, Al) dlm
tanah (Sanchez, 1976).
Pengaruh BOT terhadap sifat-sifat tanah:
a.
Pengaruh terhadap sifat fisik:
i. Warna tanah menjadi lebih kelam. Sehingga menaikkan daya serap panas.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
75
ii. Meningkatkan agregasi (granulasi tanah), aerasi (penghawaan) dan drainase lebih
baik, tanah lebih tahan terhadap erosi
iii. Mengurangi plastisitas pada tanah lempung (liat-clay), tanah lebih mudah diolah
(lebih gembur)
iv. Menaikkan kemampuan mengikat/menyimpan air
b. Pengaruh terhadap sifat kimia:
i.
Menaikkan KTK. (humus mempunyai KTK lebih besar dari 200 me/100 gr.
ii.
Sebagai sumber unsur hara (penting dalam daur/siklus unsur hara)
iii.
Merupakan cadangan unsur hara utama N,P, S dalam bentuk organik dan unsur
hara mikro (Fe, Cu, Mn, Zn, B, Mo, Ca) dalam bentuk khelat (chelate) dan akan
dilepaskan secara perlahan-lahan.
iv.
Meningkatkan aktivitas, jumlah dan populasi mikro dan makro organisme tanah
(O merup sumber energi/makanan) (bakteri, fungi, actinomycetes, cacing,
serangga dll)
c. Pengaruh terhadap sifat biologi:
BOT merupakan sumber makanan bagi jasad renik tanah, sehingga dengan adanya BOT
maka akan meningkatkan aktivitas jasad renik tanah.
2. Perombakan Bahan Organik Tanah
Proses perombakan BO dalam tanah umumnya mengikuti urutan sebagai berikut:
a. Fase perombakan bahan organik segar. Dalam proses ini bahan organik segar dengan
ukuran besar akan terpotong-potong menjadi bahan yang lebih kecil.
Hal ini
umumnya dilakukan oleh hewan tanah seperti serangga tanah.
b. Fase perombakan lanjutan, yang melibatkan proses ensimatis jasad renik tanah. Fase
ini dibagi menjadi beberapa tahapan.
i. Tahap awal: dicirikan oleh kehilangan secara cepat bahan-bahan yang mudah
terdekomposisi sebagai akibat pemanfaatan BO sebagai sumber karbon dan energi
oleh jasad renik tanah, terutama bakteri. Dari proses ini dihasilkan sejumlah
senyawa sampingan seperti: NH3, H2S, CO2, as organik dan lain-lain.
ii. Tahap tengahan yakni dicirikan dengan terbentuknya senyawa organik antara
(intermediate products) dan biomasa baru sel jasad renik.
iii. Tahap akhir, yakni dicirikan oleh terjadinya dekomposisi secara berangsur bagian
jaringan tanaman atau hewan yang lebih resisten (mis: lignin). Peran fungi dan
Actinomycetes pd tahana ini sangat dominan.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
76
c. Fase perombakan dan sintesis ulang senyawa-senyawa organik (humifikasi) yang
akan membentuk humus.
Kecepatan perombakan dan hasil akhir yang terbentuk bergantung pada beberapa
faktor antara lain: suhu, lengas, udara, bahan kimia dan jasad renik. Semakin tinggi suhu
(hingga 40oC) akan semakin mempercepat perombakan. Lengas diperlukan untuk
perombakan secara biologis, namun air yang berlebihan akan menyebabkan kekurangan
udara dan akibatnya akan memperlamat perombakan. Ketersediaan bahan-bahan kimia yang
diperlukan sebagai zat hara (terutama N) bagi mikrobia menentukan kecepatan perombakan
dan berpengaruh terhadap jenis humus yang dibentuk. Urutan perombakan komponenkomponen BOT adalah: Gula, pati, protein2 yg larut air - Protein kasar – Hemicelulose –
Selulosa - Minyak, lemak, lignin, lilin.
Kecepatan perombakan BO menurun sesuai dengan waktu dan tercapainya suatu
komposisi kimia yg mirip humus yang dianggap sebagai salah satu hasil pertengahan
perombakan.
Brady (1984) menyatakan bahwa organisme tanah berperan penting dalam
mempercepat penyediaan
hara
dan juga
sebagai
sumber
bahan organik
tanah.
Mikroorganisme tanah sangat nyata perannya dalam hal dekomposisi bahan organik pada
tanaman tingkat tinggi. Dalam proses dekomposisi sisa tumbuhan dihancurkan atau dirombak
menjadi unsur yang dapat digunakan tanaman untuk tumbuh.
Jasad renik perombak bahan organik ini terdiri atas fungi dan bakteri. Pada kondisi
aerob, jasad renik perombak bahan organik terdiri atas fungi, sedangkan pada kondisi anaerob
sebagian besar perombak bahan organik adalah bakteri. Fungi berperan penting dalam proses
dekomposisi bahan organik untuk semua jenis tanah. Fungi toleran pada kondisi tanah yang
asam, yang membuatnya penting pada tanah-tanah hutan masam. Sisa-sisa pohon di hutan
merupakan sumber bahan makanan yang berlimpah bagi fungi tertentu mempunyai peran
dalam perombakan lignin.
Proses mineralisasi Nitrogen (N) dari BOT dilakukan oleh jasad renik tanah terutama
oleh bakteri diawali dari perombakan senyawa organik pembawa N menghasilkan ammonium
(NH4+).
Reaksi umum:
N-ORGANIK
NH4+
Bentuk N-organik utama adalah protein, khitin, peptidoglikan, asam nukleat.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
77
Reaksi perombakan protein menjadi asam amino, selanjutnya asam amino melalui reaksi
deaminasi membentuk ammonia dan ammonium (NH4+):
protease
PROTEIN
deaminasi
ASAM AMINO
NH4+
NH3
Deaminasi langsung:
RCH2CHNH2COOH
RCH=CHCOOH + NH3
Deaminasi oksidatif:
RCHNH2COOH + ½ O2
RCOCOOH + NH3
Deaminasi reduktif:
RCHNH2COOH + 2 H
RCH2COOH + NH3
Amonium yang terbentuk selanjutnya akan dioksidasi oleh bakteri aerob membentuk
nitrit dan nitrat melalui proses nitrifikasi.
Reaksi umum Nitrifikasi:
NH4+
NO2
NO3
• Reaksi antara pengoksidasi amonium oleh Nitrosomonas, Nitrosospira, Nitrosococcus, dan
Nitrosovibrio:
NH4+ + 1,5 O2
NO2- + 2 H+ + H2O
NH3 NH2OH + O2
(H2NO3)
NO
NO2-
½ N2 O + ½ H2 O
• Reaksi oksidasi nitrit oleh Nitrobacter, Nitrospira dan Nitrococcus :
NO2- + H2O
2 H + ½ O2
H2O-NO2-
NO3 + 2 H
H2 O
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
78
SOAL-SOAL
1. Mengapa beraneka ragam jasad hidup menggunakan tanah sebagai tempat hidup?
2. Pada aspek mana tanaman dapat dikatakan sebagai penopang kehidupan jasad hidup
dalam tanah?
3. Jelaskan bagaimana jasad renik tanah berdaptasi terhadap kekurangan zat makanan
dalam tanah!
4. Mengapa hanya beberapa jenis tanaman saja yang mampu melakukan simbiosis
dengan bakteri pemfiksasi nitrogen, sedangkan hampir semua jenis tanaman mampu
melakukannya dengan mikorisa?
5. Jelaskan bagaimana bahan organik mampu meningkatkan kesuburan tanah!
6. Apa peran jasad renik dalam proses mineralisasi senyawa N organik?
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
79
DAFTAR PUSTAKA
Bohn, H.L., B.L. Mc Neal and G.A. O’Connor. 1979. Soil Chemistry. John Wiley & Sons.
New York.
Bolt, G.H. 1976. Adsorption of anion in soils. In soil chemistry, A basic element. G.H. Bolt
and M.G.M Bruggenwert eds. Elsvier Sci. Amsterdam. Pp 91 - 95.
Bowen, G.D. 1987. The biology and physiology of infection and its development. In
Ecophysiology of VAM plants. G. Safir (ed). CRC Press. Boca Raton. pp 27-57.
Brady, N.C. 1984. The nature and Properties of Soil. 9th ed. Macmillan, New York.
Brundrett, M.C. , Piche, Y. and R.L. Petrson. 1985. Develepmental study of early stages of
VAM formation. Can. J. Bot. 63:184-194.
Cox, B. and P.B. Tinker. 1976. Translocation and transfer of nutrient in vesicular arbuscular
mycorrhiza. I. The arbuscule and phosphorus transfer: a quantitative ultrastructural
study. New Phytol. 77:371-378.
Darmawijaya, I. 1982. Klasifikasi Tanah. BPPT Gambung. Bandung.
Forth, H.D. 1995. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan oleh Purbayanti, ED;
D.R. Lukiwati dan R. Trimulatsih. Ed. Ke-7. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Garcia-romera, I., J.M. Garcia-Garrido, E. Martinez-Molina, and J.A. Ocampo. 1990.
Possible influence of hydrolytic enzymes on VAM infection on alfalfa. Soil Biol.
Biochem. 22:149-152.
Handayanto, E., G. Cadish, K.E. Giller (1995). Manipulation of quality and mineralization of
tropical legume tree prunnings by varying nitrogen supply. Plant and Soil. O:1-11.
Krisnha, K.R., K.G. Shetty, P.J. Dart and D.J. Andrews. 1985. Genotype dependent
variation in mycorrhizal colonization and response to inoculation of pearl millet.
Plant and Soil. 86:113-125.
Mandelstam, J. and K. Mc Quillen. 1973. Biochemistry of Bacterial Growth. Blackwell
Scientific Publ. Oxford, London.
Morton J.B. and G.L. Benny. 1990. Revised classification of arbuscular mycorrhizal fungi
(Zygomicetes): A new order Glomales, two new suborder, Glomineae and
Gigasporineae, and two new families, Acaulosporaceae and Gigasporaceae, with an
emendation of Glomaceae. Mycotaxon. 37:471-491.
Mosse, B. 1981. VAM research for tropical agriculture. Res. Bull. 19-August 1981.
Munir, M. 1995. Tanah-tanah Utama di Indonesia. Karakter, Klasifikasi dan Pemanfaatannya.
Pustaka Jaya. Jakrta 346 p.
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
80
Ongko Cahyono, Syekhfani, M. Munir, L.A. Soehono. 2002. Metode Pembebasan Fosfor
Terperangkap (Occluded-P) dalam Tanah dengan Asam Organik . Jurnal Ilmiah IlmuIlmu Teknik (Engineering). Unbra Malang. Vol.14 (1): 54 – 65.
Paul, E.A. and F.E. Clark. 1989. Soil Microbiology and Biochemistry. Academic Press Inc.
London. 273 p.
Premono, M.E. 1994. Jasad renik pelarut fosfat, pengaruhnya pada P-tanah dan efisiensi
pemupukan P tanaman tebu. Disertasi. Program Pasca Sarjana IPB Bogor.
Pujihatuti, N. 2002. Peran asam organik yang dilepaskan selama dekomposisi bahan organik
dalam meningkatkan ketersediaan fosfor pada Alfisol. Tesis. Program Pasca Sarjana
Universitas Brawijaya, Malang.
Sanchez, P. A. 1976. Properties and Management of Soil in the Tropics. John Wiley and
Sons. New York.
Singer, M.J. and D.N. Munns. 1985. Soils. An Introduction. Macmillan Publishing Company.
New York.
Siqueira, J.O., D.M. Sylvia, J.L. Gibson and D.H. Hubbell. 1985. Spore germination and
germ tubes of vam fungi. Can. J. Microbiol. 31:965-972.
Sutanto, R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Konsep dan Kenyataan. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Sylvia, D.M. 1992. Quantification of external hyphae of VAM fungi. In Methods in
Mycrobiology vol. 24. Technique for the Study of Mycorrhiza. J.R. Norris, D.J.
Read, and A.K. Varma (eds.). Academic Press. London. pp. 53-65.
Tan, K.H. 1982. Principles of Soil Chemistry. Marcel Dekker Inc. New York.
Trappe. J M. 1987. Phylogenetic and Ecological Aspects of Mycotrophy in The
Angiosperms from an Evolutionary Stanpoint. In Ecophysiology of VAM plants.
G.R. Safir (ed). CRC Press. Boca Raton. pp. 5-25.
Tisdale, S.L., W.L. Nelson, and J.D. Beaton. 1985. Soil Fertility and fertilizers. Macmillan
Publ. Co. New York.
Utomo & Islami. 1995. Hubungan air, tanah dan tanaman. Gajahmada Press. Jogjakarta
Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014
……………..……………………..
81
Download