BUKU AJAR ILMU TANAH Disusun oleh: Prof. Dr. Ir. Ongko Cahyono, MSc. Diterbitkan oleh: Universitas Tunas Pembangunan Surakarta 2014 i Kata Pengantar Dengan puji syukur Alhamdulillahirobilalamin menyambut baik dengan diterbitkannya Buku Ajar berjudul “Ilmu Tanah”. Kami berharap bahwa dengan diterbitkannya Buku ini memberikan manfaat bagi mahasiswa Fakultas Pertanian baik jurusan Agroteknologi maupun Agribisnis di Universitas Tunas Pembangunan Surakarta. Buku ini berisi materi perkuliahan Dasar Ilmu Tanah bagi mahasiswa Fakultas Pertanian jurusan Agroteknologi maupun Agribisnis. Untuk itu Jurusan Agroteknologii maupun jurusan Agrobisinis Fakultas Pertanian UTP Surakarta mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada penulis. Surakarta, Agustus 2014 Dekan Fakultas Pertanian UTP Surakarta Ir. Endang Suprapti, MS. ii DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar ii Daftar Isi iii Bab I. Pendahuluan 1 A. Batasan Ruang Lingkup Tanah 1 B. Bahan Penyusun Tanah 3 Bab II. Pembentukan Dan Perkembangan Tanah 5 A. Pembentukan Tanah 5 B. Proses Pembentukan Tanah 15 C. Perkembangan Tanah 20 Bab III. Sifat Fisik Tanah 22 A. Hubungan Bobot dan Volume Tanah 22 B. Air dan Udara Dalam Tanah 26 C. Tekstur Tanah 29 D. Struktur Tanah 32 Bab IV. Sifat Kimia Tanah 35 A. Koloid Tanah 35 B. Pertukaran Ion 39 C. Reaksi Tanah 47 Bab V. Sifat Biologi Tanah 60 A. Komunitas Tanah 60 B. Jasad Hidup Besar 63 C. Jasad Renik 65 D. Asosiasi Jasad Renik dengan Tanaman 68 E. Peran Jasad Hidup dalam Perombakan Bahan Organik Tanah 74 Daftar Pustaka 80 iii BAB I PENDAHULUAN Tujuan Umum : Setelah mempelajari materi kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan secara umum cakupan tentang ruang lingkup Dasar-Dasar Ilmu Tanah Tujuan Khusus : 1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian tanah 2. Mahasiswa dapat menjelaskan komponen penyusun tanah A. Batasan Ruang Lingkup Ilmu Tanah Ilmu tanah merupakan cabang ilmu yang memadukan gatra ilmu dasar (kimia, fisika, dan matematika), ilmu biologi (botani, zoologi, mikrobiologi), ilmu bumi (klimatologi, geologi dan gegrafi), dan ilmu terapan (produksi pertanian, kehutanan, dan teknik/rekayasa). ILMU DASAR Kimia Fisika Matematika Zoologi Botani Geografi Pertanian Kehutanan ILMU BUMI Geologi BIOLOGI Mikrobiologi Klimatologi ILMU TANAH Rekayasa ILMU TERAPAN Gambar 1-1. Bagan Ilmu Tanah (Sumber Sutanto, R. 2005). Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 1 Cabang utama Ilmu Tanah adalah pedologi dan edafologi. 1. Pedologi terdiri atas pemerian tanah (inventarisasi sifat dan perilaku tanah); genesis tanah (asal dan perkembangan tanah); sistematik (klasifikasi tanah berdasarkan pedogenesis, sebaran, dan fungsi); dan ekologi tanah (tanah sebagai lingkungan pertumbuhan tanaman, ternak, dan manusia). 2. Edafologi (ilmu tanah terapan) berhubungan dengan permanfaatan tanah untuk pertanian, silvikultur, dan hortikultur; pemahaman kesuburan tanah untuk memperoleh pertumbuhan tanaman yang lebih baik serta memperbaiki dan mempertahankan kesuburan (produktivitas). Pedologi (ilmu tanah) merupakan ilmu yang masih muda dan hanya dimanfaatkan oleh beberapa pakar keilmuan. Tetapi menurut Yaalon (1992), ilmu tanah berhubungan dengan beberapa bidang keilmuan yang lain, seperti perlindungan dan perubahan keadaan lingkungan, geomorfologi, atau arkeologi. Secara tradisional, kebanyakan pakar tanah selalu bekerja dalam bidang pertanian dengan tujuan untuk mengelola tanah demi meningkatkan dan mempertahankan produksi pertanian. Konsep ilmu tanah yang dilandasi keilmuan kimia dan geologi dipelopori oleh seorang pakar kimia Jerman, Justus von Liebig (1840), yang selanjutnya melandasi konsep ilmu tanah yang berkembang di Amerika. Teori keseimbangan yang dikembangkan adalah bahwa tanah merupakan tempat cadangan hara yang setiap saat dapat diserap tanaman, yang harus selalu digantikan dengan menggunakan pupuk kandang, kapur, dan pupuk kimia. Teori ini terkenal dengan sebutan hukum minimum Liebig. Implikasi dari konsep ini adalah aras produksi tanaman tidak dapat ditingkatkan apabila salah satu faktor tumbuh menjadi pembatas. Ilmu tanah sampai saat ini dipelajari dengan tujuan untuk meningkatkan faktor pembatas sampai aras optimum dan bagaimana faktor pembatas pertumbuhan tanaman tersebut dapat dihilangkan. Pada tahun 1860, E.W. Hilgard memberikan perhatian terhadap hu-bungan antara iklim, tanaman, batuan induk, dan tanah yang terbentuk. Lebih jauh dikatakan bahwa tanah bukan hanya sekadar media pertumbuhan tanaman, melainkan merupakan rubuh alam yang bersifat dinamis yang harus selalu dipelajari dan dibuat klasifikasinya. Ramann (1917) mengembangkan konsep tanah yang dilatarbelakangi oleh konsep geologi. Tanah merupakan lapisan atas kerak bumi yang melapuk; dalam hal ini tidak ada pengertian tanah sebagai alat produksi atau kegunaan lainnya. Konsep lain dikemukakan oleh Joffee (1917) yang memberikan batasan lebih maju bahwa tanah merupakan kombinasi sifat fisik, kimia, dan biologi. Tanah adalah bangunan alami yang tersusun atas horizon-horizon Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 2 yang terdiri atas bahan mineral dan organik, bersifat tidak padu dan mempunyai tebal yang tidak sama. Berbeda sama sekali dengan bahan induk yang ada di bawahnya dalam hal: morfologi, sifat, susunan fisik, bahan kimiawi, dan laksana-laksana biologi. Empat defmisi di atas masing-masing mempunyai kelemahan. Defmisi yang baik untuk suatu benda alam seperti tanah harus terlepas dari kemungkinan kegunaan, harus bersifat murni sebagai adanya di alam, dan harus berlaku umum. Batasan yang cukup baik dikemukakan oleh Glinka (1927), bahwa tanah adalah tubuh alam yang bebas memiliki ciri morfologi tertentu sebagai hasil interaksi antara iklim, organisme, bahan induk, relief, dan waktu. B. Bahan Penyusun Tanah Sebongkah tanah, dalam pengertian umum, adalah merupakan benda padat. Namun jika kita perhatikan lebih seksama bahan di dalam sebongkah tanah tersebut ternyata terdapat bagian yang berupa benda cair dan gas. Jadi dapat dikatakan bahwa tanah tersusun atas tiga bahan, yakni bahan padatan, cair dan gas. Bahan padatan tanah berasal dari batuan yang mengalami pelapukan, baik pelapukan fisik (disintegrasi) maupun pelapukan kimia (dekomposisi). Batuan induk yang mengalami pelapukan tersebut menghasilkan bahan padatan mineral. Bahan padatan tanah juga ada yang berupa bahan padatan organik, yakni yang berasal dari hasil pelapukan bahan organik yang merupakan sisa-sisa makhluk hidup yang terakumulasi dalam tanah. Perbandingan antara bahan padatan mineral dan bahan padatan organik sangat menentukan karakter dari tanah yang terbentuk. Berdasarkan kandungan bahan organiknya, tanah dibedakan menjadi tanah mineral, yang memiliki kadar bahan organik kurang dari 20%, dan tanah organik yang memiliki kandungan bahan organik sama atau lebih dari 20%. Proporsi bahan padatan, cair dan gas dalam tanah sangat menentukan sifat tanah dalam hubungannya dengan tanaman. Tanah dengan komposisi bahan padatan yang dominan akan menghasilkan tanah yang memiliki kerapatan tanah yang tinggi sehingga akan menghambat perakaran. Tanah yang memiliki padatan organik yang tinggi (misalnya tanah gambut) berakibat kurangnya kemampuan tanah menopang tubuh tanaman sehingga tanaman akan mudah roboh. Di samping itu, lingkungan kimiawi tanah tersebut kurang menguntungkan bagi tanaman. Demikian pula jika bagian udara tanah terlalu mendominasi sedangkan bahan cairannya sedikit dapat menyebabkan tanaman mengalami kekurangan air. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 3 Sebaliknya jika bahan cair dari tanah yang mendominasi, dapat menyebabkan tanaman mengalami kekurangan udara, sehingga dapat mengganggu pernafasan akar. Proporsi antara bahan padatan, cair dan gas dari tanah yang ideal bagi tanaman kurang lebih adalah 45% bahan padatan mineral, 5% bahan padatan organik, 25% bahan cair, dan 25% gas (Gambar 2-1). Bahan cair dan gas dalam tanah menempati ruang yang sama yakni rongga-ronga diantara padatan atau yang disebut pori-pori tanah. Sehingga jika jumlah air dalam tanah bertambah maka jumlah udara dalam tanah akan berkurang, demikian sebaliknya. Padatan Organik 5% Gas 25% Padatan Mineral 45% Cair 25% Gambar 1-2. Proporsi bahan padatan, cair dan gas dari tanah yang ideal bagi tanaman SOAL-SOAL 1. Berikan definisi tentang tanah! 2. Berikan penjelasan mengapa komposisi fase penyusun tanah bersifat fluktuatif! 3. Apa arti pentingnya proporsi dari bahan-bahan penyusun tanah bagi tanaman? Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 4 BAB II PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGAN TANAH Tujuan Umum : Setelah mempelajari materi kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan secara umum tentang pembentukan dan perkembangan tanah. Tujuan Khusus : 1. Mahasiswa dapat menjelaskan faktor-faktor pembentuk tanah 2. Mahasiswa dapat menjelaskan proses pembentukan tanah 3. Mahasiswa dapat menjelaskan perkembangan tanah. A. Pembentukan Tanah 1. Siklus Geologi Tanah merupakan bagian kunci penting dari siklus geologi. Siklus geologi meliputi pembentukan batuan, evolusi lansekap, dan pelapukan batuan menjadi tanah. Proses ini diikuti dengan erosi, pengendapan dan selanjutnya tergantung dari lingkungan pengendapannya dapat diikuti dengan pembentukan batuan sediment atau pembentukan tanah baru. Batuan terbentuk akibat dari mendinginnya magma panas atau akibat dari bahan-bahan yang tererosi terakumulasi dan mendapat tekanan sehingga membentuk batuan sedimen. Baik batuan beku maupun batuan sedimen dapat berubah akibat pengaruh tekanan maupun panas sehingga membentuk batuan metamorf (malihan). Pembentukan tanah adalah proses terbentuknya tanah dari bahan bukan tanah, yang dalam ilmu tanah disebut bahan induk. Bahan induk tanah adalah batuan. Pembentukan meliputi pengurangan ukuran dari bahan induk, penyusunan mineral-mineral, penambahan bahan organik, pembentukan horison dan pembentukan lempung. Proses ini berjalan secara lambat tetapi terus berlangsung, sehingga untuk membentuk tanah dari batuan induk memerlukan waktu milyaran tahun lamanya. Siklus geologi secara umum dapat dilihat pada Gambar 2-1 di bawah. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 5 Atmosfer A Permukaan bumi 20 km Magma 40 km B. Erosi Deposisi 3 km Batuan Granit 40 km C. Bahan Induk Terangkut Bahan Induk Tetap Lautan 0,5 km Batuan Granit Sedimen Aluvium 100 km Gambar 2-1. Siklus geologi. A. Magma secara perlahan tertekan ke arah permukaan bumi, mengalami pendinginan dan pemadatan menjadi batuan beku (granit). B. Selama milyaran tahun batuan granit muncul ke permukaan bumi, mengalami erosi dan deposisi. C. Milyaran tahun berikutnya batuan terlapuk membentuk Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 6 aluvium (bahan induk tanah alluvial), dan yang terangkut ke laut membentuk batuan sediment di dasar laut. 2. Faktor-faktor Pembentuk Tanah Tanah terbentuk dari batuan induk, yakni bisa berbentuk batuan beku, batuan sedimen maupun batuan malihan. Sehingga tanah yang terbentuk tergantung dari bahan induknya. Namun demikian dalam perjalanan proses terbentuknya tanah dari batuan induk terdapat faktor-faktor lain yang ikut menentukan. Adalah seorang ahli tanah dari Amerika yang bernama Jenny (1941, 1980) yang telah menggabungkan factor-faktor pembentuk tanah menjadi suatu persamaan, yakni: T = f (B, I, O, T, W) Dimana: T = Tanah yang terbentuk B = Bahan induk I = Iklim O = Makhluk hidup T = Topografi W = Waktu Menurut Jenny sifat-sifat suatu tanah ditentukan oleh interaksi dari kelima faktorfaktor pembentuknya. Tetapi kadang-kadang pengaruh dari suatu faktor dapat dipisahkan dari keempat factor pembentuk tanah lainnya yang memiliki kesamaan atau kemiripan. Misalnya telah dilakukan studi untuk mengelompokkan tanah yang dipengaruhi oleh salah satu faktor pembentuk tanah dengan kondisi keempat faktor lainnya serupa. Dari pengelompokan ini dikenal apa yang disebut dengan lithosequence, climosequence, toposequence, biosequence dan chronosequence. Lithosequence adalah kelompok tanah yang terbentuk dari batuan induk yang berbeda sedangkan fakor iklim, topografi, makhluk hidup dan waktu adalah relatif sama. Climosequence adalah kelompok tanah yang terbentuk akibat kondisi iklim yang berbeda sedangkan faktor batuan induk, topografi, makhluk hidup dan waktu adalah relatif sama. Toposequence adalah kelompok tanah yang terbentuk pada wilayah yang memiliki topografi Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 7 yang berbeda tetapi memiliki batuan induk, kondisi iklim, makhluk hidup dan waktu adalah relatif sama. Bioosequence adalah kelompok tanah yang terbentuk akibat pengaruh makhluk hidup yang berbeda sedangkan faktor batuan induk, iklim, topografi, dan waktu adalah relatif sama. Chronosequence adalah kelompok tanah yang umur pembentukannya berbeda tetapi terbentuk dari batuan induk yang sama , kondisi iklimnya sama, topografi wilayahnya sama, dan pengaruh makhluk hidupnya sama. a. Faktor Batuan Induk Bahan induk tanah adalah batuan. Sifat dari batuan induk akan menentukan sifat tanah yang terbentuk. Kekerasan dari batuan mempengaruhi kecepatan pelapukannya. Demikian pula kandungan mineral dari btuan sangat menentukan jumlah dan macam mineral dalam tanah serta tingkat kesuburannya. Batuan yang terdapat di kerak bumi pada umumnya mengandung oksigen (O), silicon (Si), aluminium (Al) dan besi (Fe) sebanyak 96% (Tabel 2-1). Sedangkan unsur-unsur lainnya mencapai 4%. Komposisi unsur dan mineral dari batuan menentukan komposisi unsur dan mineral tanah. Misalnya tanah yang terbentuk dari pasir kuarsa (SiO2) tidak akan mengandung mineral lempung karena pasir kuarsa tidak mengandung Al dan kation-kation lainnya yang berperan dalam pembentukan mineral lempung, kesuburan tanahnya rendah karena miskin kation. Tanah yang terbentuk dari batuan basa seperti basalt akan kaya mineral dan unsur hara. Tabel 2-1. Komposisi unsur dari kerak bumi Unsur Masa (%) Volume (%) O 47 94 Si 28 1 Al + Fe 13 1 Lainnya 11 4 Sumber: Singers and Munns (1985). Batuan dibagi menjadi batuan beku (igneous rocks), batuan endapan (sedimentary rocks) dan batuan malihan (metamorphic rocks) dan lebih lanjut dibagi lagi berdasarkan mineralogy, ukuran partikel, kekristalannya, dan model pembentu-kannya (Tabel 2-2). Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 8 Batuan beku (igneous rocks) terbentuk dari magma yang mengalami pendinginan dan pemadatan. Magma yang mendingin di permukaan bumi membentuk batuan beku ekstrusif (extrusive igneous rocks) dan magma yang mendingi di bawah permukaan bumi membentuk batuan beku intrusif (intrusive igneous rocks). Pendinginan yang berlangsung cepat menghasilkan kristal-kristal kecil dalam batuan ekstrusif, sedangkan pendinginan yang lambat menghasilkan kristal-kristal besar dalam batuan intrusif. Ukuran dan komposisi kristal menentukan tipe batuan (Tabel 2-3). Ukuran kristal menentukan porositas batuan dan laju pelapukannya. Tabel 2-2. Jenis-jenis Batuan, Asal dan Sifat-sifat Utamanya Tipe Batuan Beku Asal Pendinginan Magma Contoh Granit Basalt Endapan Deposisi dan pemadatan Shale Limestone Malihan Perubahan dari batuan Slate beku dan endapan Marble Sifat Warna terang, butiran kasar Warna gelap, butiran halus Aneka warna, butiran halus Warna terang, terdapat karang atau CaCO3 Aneka warna, karang yang keras. Aneka warna, berasal dari limestone yang berubah Batuan endapan (sedimentary rocks) terbentuk dari bahan-bahan yang terangkut dan diendapkan di danau atau lautan yang dengan waktu serta dalam pengaruh tekanan bahan yang menumpuk di atasnya membentuk batuan. Batuan endapan bervariasi dalam hal kekerasannya yakni tergantung besarnya tekanan, dan dalam hal komposisinya, yakni tergantung pada komposisi bahan asalnya. Sandstone berasal dari endapan berukuran pasir sedangkan shale berasal dari endapan lempung. Limestone kaya akan karbonat yang berasal dari kulit kerang atau organisme laut. Sebagian besar batuan endapan lebih lunak dan lebih porus dibandingkan dengan batuan beku. Batuan malihan (metamorphic rocks) terbentuk dari batuan beku atau batuan endapan mendapat pengaruh panas atau tekanan lebih lanjut atau pengaruh kedua-duanya. Jika cukup terdapat panas dan tekanan, mineral asli akan mencair dan jika bahan cair ini Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 9 membeku kembali akan terbentuk mineral baru. Contoh batuan ini adalah batu marmer yang terbentuk dari batuan limestone, slate dari shale dan gneiss dari granit. Tabel 2-3. Klasifikasi sederhana dari beberapa batuan beku berdasarkan ukuran kristal, warna, dan mineralogi yang dominan. Ukuran kristal Kaya Kuarsa, kaya K feldspar dan warna terang Tidak mengandung kuarsa, warna gelap Granite Miskin akan kuarsa, kaya Ca/Na feldspar, dan warna gelap Gabbro Besar (intrusive) Kecil (ekstrusif) Rhyolite Basalt Limburgite Peridotite b. Faktor Iklim Faktor iklim merupakan factor pembentuk tanah yang paling aktif dan dominan. Komponen faktor iklim yang paling berpengaruh adalah faktor hujan dan temperatur. Iklim mempengaruhi pembentukan tanah secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung iklim mempengaruhi pelapukan batuan, baik pelapukan fisik mapun kimia. Fluktuasi suhu tinggi dan rendah silih berganti yang berlangsung secara terus menerus menyebabkan pecahnya batuan menjadi bagian yang lebih kecil. Air hujan disamping memiliki pengaruh secara fisik terhadap pecahnya batuan, air hujan merupakan faktor terpenting terjadinya pelapukan kimia dari bahan induk tanah. Air hujan mempengaruhi penguraian mineral maupun bahan organik, menyebabkan terjadinya pencucian bahan-bahan terlarut ke bagian tanah yang lebih dalam sehingga mengakibatkan terbentuknya horisonhorison dalam profil tanah. Beberapa unsure yang seringkali dijumpai mengalami pencucian oleh air hujan adalah nitrat, kalium, natrium, dan CaCO3. Secara tidak langsung iklim mempengaruhi pembentukan tanah melalui penyebaran makhluk hidup. Penyebaran vegetasi, misalnya, ditentukan oleh tipe iklim suatu wilayah. Daerah dengan curah hujan yang rendah menyebabkan daerahnya menjadi kering (arid) sehingga populasi vegetasinya rendah. Sebaliknya pada daerah dengan curah hujan tinggi menyebabkan daerahnya menjadi daerah basah (humid) yang mampu menumbuhkan berbagai macam vegetasi. Vegetasi ini akan menambah kadar bahan organik dalam tanah. Jadi semakin tinggi curah hujan di suatu wilayah akan menyebabkan makin tingginya kandungan bahan organik tanah, demikian pula makin cepat pencucian terhadap mineral-minral dalam Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 10 tanah. Temperatur tinggi dapat memperbesar evapotranspirasi dan mempercepat rekasi kimia dalam tanah. Pengaruh kombinasi curah hujan tinggi dan suhu tinggi seperti yang terjadi pada tropika basah (misal Indonesia) dapat mempercepat proses pembentukan tanah serta menghasilkan tanah dengan profil yang dalam. Cepat Lambat Laju Pembentukan Lempung A Rendah Tinggi Curah Hujan Dalam Tinggi pH Karbonat pH Dangkal Kedalaman Karbonat B Rendah Rendah Tinggi Curah Hujan Gambar 2-2. Pengaruh curah hujan terhadap laju pembentukan lempung, kedalaman karbonat dan pH tanah. Pembentukan lempung berjalan cepat dengan tingginya curah hujan. Kedalaman karbonat meningkat dan pH tanah menurun jika curah hujan meningkat.. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 11 Bahan Organik Tanah Tinggi Rendah Temperatur Gambar 2-3. Pengaruh temperatur terhadap akumulasi bahan organik tanah. Akumulasi bahan organik adalah seimbang antara produksi dan dekomposisi. Akumulasi tertinggi dicapai pada suhu sedang c. Faktor Makhluk Hidup Makhluk hidup mempunyai pengaruh yang tidak sedikit terhadap pembentukan tanah. Makhluk hidup yang dimaksud di sini adalah termasuk manusia, hewan dan tanaman baik yang berukuran besar maupun yang berukuran kecil (mikroorganisme). Diantara makhluk hidup yang mempunyai pengaruh yang paling dominan adalah tanaman. Hal ini disebabkan karena tanaman relatif lebih lama berkedudukan pada tanah dibandingkan manusia dan hewan. Manusia dan hewan karena lebih sering berpindah tempat, maka pengaruhnya pada pembentukan yanah adalah tidak langsung yakni melalui pengaruhnya terhadap tanaman. Tanaman mempengaruhi pembentukan tanah karena tanaman mampu melakukan pelapukan fisik maupun kimia. Pelapukan fisik dilakukan oleh akar-akar tanaman yang mampu memecahkan bahan induk. Sedangkan pelapukan kimia dilakukan oleh senyawansenyawa organik yang dikeluarkan oleh akar (eksresi) dan penambahan bahan organik tanah melalui daun, bahan, ranting, dan akar yang mati. Penambahan bahan organik melalui akar tidak harus menunggu tanaman mati terlebih dahulu. Beberapa jenis tanaman akarnya akan mati meskipun tanamannya tidak mati. Akar-akar baru akan muncul menggantikan akar yang mati. Bahan organik mempunyai peranan yang penting yakni sebagai bahan pembentukan agregat tanah, sumber unsur hara tanah, peningkatan kemampuan tanah menahan air serta meningkatkan kapasitas pertukanan kation. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 12 Hewan yang berpengaruh pada pembentukan tanah adalah dilakukan oleh hewanhewan yang hidup di dalam tanah, baik makroorganisme seperti cacing, jengkerik, tikus tanah dan sebagainya maupun yang mikroorganisme seperti bakteri dan fungi. Sedangkan hewan yang tidak hidup dalam tanah pengaruhnya adalah melalui kotoran serta bangkainya yang terpendam dalam tanah. Hewan-hewan tanah dalam berbagai ukuran memiliki pengaruh pada perombakan bahan organik. Bahan organik berukuran besar dipotong-potong oleh hewan besar seperti tikus dan serangga tanah, selanjutnya dilumatkan oleh hewan berukuran lebih kecil misalnya cacing. Bahan organik yang sudah halus selanjutnya akan mengalami penguraian secara kimiawi (proses mineralisasi) atas bantuan mikroorganisme tanah (bakteri dan cendawan) dengan hasil akhir berupa mineral-mineral yang siap digunakan oleh tanaman. Sedangkan hasil lainnya berupa materi yang dikenal sebagai humus. Manusia mempengaruhi pembentukan tanah melalui berbagai cara. Penebangan hutan, pembakaran, pengariran dan pengolahan tanah serta pemupukan untuk keperluan budidaya tanaman sangat penting pengaruhnya pada proses pembentukan tanah. Karena bukan saja tindakan-tindakan tersebut berakibat pada perubahan sifat fisik tetapi juga akan mempengaruhi sifak kimia dan biologi tanah. d. Faktor Topografi Komponen topografi yang paling dominan adalah sudut kemiringan dan panjang lereng. Topografi memiliki pengaruh secara tidak langsung yakni melalui kelancaran lalulintas air dalam tanah serta macam vegetasi yang tumbuh pada wilayah tersebut. Pada lahan yang miring memiliki lalulintas air dalam tanah yang berbeda dengan lalulintas pada lahan datar atau cekungan. Pada lahan dengan kemiringan tinggi maka laju runoff lebih cepat dibandingkan air infiltrasi, akibatnya erosi tanah lebih besar. Pada tanah dengan bentuk wilayah cekungan, air cenderung tertahan dalam bentuk genangan. (Gambar 2-4). Hal ini akan akan menyebabkan proses perombakan bahan organik tanah berjalan lambat. Jika pada wilayah ini terdapat vegetasi hutan maka laju pemasukan bahan organik yang berupa sisa-sisa daun yang jatuh lebih cepat dibandingkan laju perombakannya. Akibatnya bahan organik mentah akan terimbun di permukaan tanah. Dalam jangka panjang tumpukan ini akan menjadi lapisan tanah yang tebal seperti halnya kita lihat pada tanah-tanah gambut misalnya di Kalimantan, Simatera dan Irian Jaya. Topografi juga berpengaruh terhadap jenis vegetasi yang tumbuh. Tanah yang memiliki kelerengan kearah utara atau selatan pada umumnya akan menerima cahaya matahari yang relatif lebih lama dibandingkan dengan tanah yang miring kearah barat atau Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 13 timur. Sebagai akibatnya jenis vegetasi yang tumbuh pada wilayah tersebut juga berbeda akibat panjang penyinaran yang berbeda. Presipitasi x cm Daerah erosi dipercepat A Daerah pengumpulan Presipitasi x cm Presipitasi efektif x cm B Presipitasi x cm Presipitasi efektif 0,5 x cm C Presipitasi efektif 1,5 x cm A1 A1 A2 A1 1m A2 Bw 1m Bt A 1m C C C Gambar 2-4. Jumlah presipitasi efektif meningkat dari bagian atas lereng ke bagian bawah lereng. Presipitasi efektif adalah banyaknya air yang masuk kedalam pedon. e. Faktor Waktu Berapa umur tanah? Ini adalah pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Para ahli tanah setuju bahwa umur tanah tidaklah semuanya sama dan ini semua menunjukkan bahwa factorfaktor pembentuk tanah bekerja terus sepanjang waktu. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 Namun para ahli tanah tidak ……………..…………………….. 14 memiliki kesamaan pandangan tentang kapan tanah mulai dibentuk. Apakah tanah mulai terbentuk saat pertama kali bahan induknya terbentuk, ataukah pada saat adanya tumbuhan yang tumbuh pada bahan induk. Ada beberapa studi yang dilakukan untuk mengetahui umur tnah. Beberapa diantaranya dengan membuat irisan vertikal tanah, dimana terlihat tumpukan lapisan dari yang paling tua ditumpuki oleh lapisan tanah yang lebih muda. Kemudian umur maksimum tanah diestimasi dengan metode ‘carbon 14 dating’ bahan organiknya. Metode lainnya untuk lokasi lain dimana tanah ditemukan mengandung abu vulkanik yang dapat diukur. Laju pembentukan tanah terlalu lambat untuk dapat diukur secara langsung, oleh karenanya perlu dilakukan pengukuran secara tidak langsung. Jika kita sudah mendapatkan data tentang umur maksimum suatu tanah, kita dapat membagi ketebalan pedon dengan umur maka akan didapatkan berapa ketebalan lapisan tanah terbentuk per tahunnya. Estimasi ini benar jika pembentukan tanah terjadi pada laju yang konstan dan proses pembentukan tanah bertindak secara seragam setiap tahunnya. Tidak semua ahli tanah menerima pendekatan ini, namun pada prinsipnya mereka sepakat bahwa laju pembentukan tanah tergantung pada kelima factor pembentukan tanah serta berlangsung sangat lambat. B. Proses Pembentukan Tanah Dalam proses perubahan batuan menjadi tanah, batuan-batuan tersebut harus mengalami pelapukan. Pelapukan batuan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi pelapukan fisik dan pelapukan kimia. 1. Pelapukan fisik Proses awal dari pembentukan tanah adalah berupa pemecahan batuan keras dan solid menjadi bagian-bagian yang lebih kecil melalui pelapukan fisik. Pembekuan dan pencairan, pemanasan, abrasi, pengembangan dan pengkerutan merupakan energi-energi yang dapat memecahkan batuan besar menjadi bagian kecil-kecil. Air dalam bentuk cair mempunyai berat jenis lebih tinggi dibanding dalam bentuk padat (es). Sehingga air yang berubah bentuk menjadi es velumenya akan bertambah. Dengan demikian jika air yang meresap ke dalam batuan terkena suhu rendah yang membekukan akan menghasilkan energi yang dapat memecahkan batuan tersebut. Panas yang diterima batuan dapat menyebabkan pemuaian. Jika ini berlangsung terus menerus dapat menyebabkan peretakan batuan, selanjutnya batuan akan mengalami pembahasahan pengeringan yang dapat menyebabkan pengembangan dan pengkerutan batuan Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 15 dan mineral. Perubahan volume batuan dan mineral tersebut akhirnya dapat menyebabkan pecahnya batuan pada bagian yang mengalami peretakan tadi. Bahkan akar tanaman yang tumbuh masuk ke dalam retakan juga mempunyai energi untuk memecahkan batuan. Hal penting dari pelapukan fisik ini bahwa batuan tidak mengalami perubahan susunan kimia dan tidak terbentuk mineral baru. 2. Pelapukan kimia Pelapukan ini lebih tepat disebut pelapukan biogeokemikal karena makhluk hidup berinetarksi secara kimiawi dengan bahan-bahan geologi yang melapukkan mineral merupakan proses utama dari pembentukan tanah dari bahan bukan tanah. Proses ini merupakan kelanjutan dari pelapukan fisik yang berupa pelunakan batuan disertai dengan penguraian secara kimiawi mineral penyusun batuan dan terbentuk mineral baru (mineral sekunder). Air merupakan faktor terpenting dalam pelapukan kimia. Air harus mampu menembus batuan untuk bisa terjadinya pelapukan secara kimiawi. Penetrasi air ke dalam batuan-batuan beku yang keras seperti basalt dan granit terjadi secara lambat, sedangkan pada batuan sedimen seperti sandstone dan shale berlangsung cepat. Bahan-bahan terangkut seperti alluvium atau glacial merupakan bahan yang dalam proses deposisinya tidak terkonsolidasi, sehingga relatif lunak dan lebih cepat proses pelapukannya dibandingkan dengan batuan beku. Reaksi yang terjadi berupa hidrolisa, hidratasi dan reduksi-oksidasi. Mineral terpenting yang dihasilkan dari proses pelapukan kimia adalah dari golongan mineral lempung. Sebagai contoh adalah penguraian mineral kaolinit yang mengalami hidratasi menghasilkan mineral kuarsa dan silikat. Pada kenyataannya bahwa pelapukan fisik dan kimia tidak terjadi secara sendirisendiri, melainkan bekerja secara bersama-sama dalam merombak batuan induk yang hasilnya berupa mineral sekunder. Mineral sekunder ini terutama terdiri atas mineral lempung, kuarsa, sesquioksida (Fe/Al oksida), humus, dan senyawa lainnya. 5 mm Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 16 Produk Tidak Larut Pelapukan H2 O Diendapkan Feldspar Direkombinasi Produk Terlarut Direkombinasi/ Ditransformasi Gambar 2-5. Ditranslokasi/ Ditransfer Diserap Hilang Pelapukan meliputi banyak proses fisik maupun kimia. Lempe-ngan feldspar yang terlapisi oleh selaput tipis film air mengalami pelapukan menjadi berbagai produk dan berbagai proses lanjutan. Mineral-mineral baru ini akan mengalami proses lanjutan antara lain pencucian, pembentukan agregat tanah, dan proses-proses lainnya. Beberapa contoh dari mineral sekunder yang mengalami reaksi lanjutan adalah sebagai berikut: 1. Magnetit akan teroksidasi menjadi hematite, selanjutnya akan terhidratasi menghasilkan limonit, melalui reaksi berikut: 4 Fe3O4 + O2 6 Fe2O3 Fe2O3 + 3 H2O 2 Fe(OH)3 atau Fe2O3.3H2O 2. Olivin akan mengalami oksidasi dan hidratasi menghasilkan serpentin, melalui reaksi berikut: 2(MgFe).2SiO4 + 3On + 4 H2O H2Mg(SiO4).2H2O + Mg(OH)2 + 4 Fe Selanjutnya serpentin dapat mengalami pencucian dengan meninggalkan asam silikat. Demikian pula silikat akan mengalami pencucian dengan menghasilkan air dan SiO2. 3. Piroxin jika mengalami karbonatasi dan hidratasi membentuk senyawa-senyawa Fe, Al dan Mg. Piroxin yang tidak mengandung besi (missal enstatit) akan terurai melalui reaksi: 4 MgSiO3 2 H2O + CO2 H2Mg3(SiO3)4 + MgCO3 4. Felspar dan felspatoid, yang merupakan bagian terpenting dari semua batuan induk, jika bereaksi dengan air akan menghasilkan kaolin, melalui reaksi: K2O.Al2O2.6 SiO2 + H2O Al2O3.2 SiO2 . 2 H2O + KOH + 4 SiO2 Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 17 Hasil pelapukan bahan induk dibedakan menjadi bahan sisa (in place materials) yang merupakan sisa pelapukan yang tidak terangkut dan bahan yang terangkut (transported materials) yang kemudian terdeposisi dan terpadatkan kembali. Bahan Induk Sisa (In-place Materials) Tanah yang terbentuk dari bahan sisa merupakan bahan murni dari batuan yang ada dibawahnya dan tidak tercampur dari bahan lain. Karena mineral yang terbentuk adalah hanya berasal dari pelapukan satu macam batuan dan tidak tercampur dengan bahan lain, maka kemungkinan kekurangan unsur hara tertentu lebih besar dibandingkan dengan tanah yang terbentuk dari bahan induk yang terangkut. Sebagai cirri utamanya adalah hasil pelapukan ini berupa bahan yang tidak berlapis-lapis. . Bahan Induk Terangkut (Transported Materials) Sebagian besar tanah-tanah yang produktif di dunia merupakan hasil pelapukan dari bahan induk ini. Unsur-unsur pengangkut meliputi angin, air, es dan gravitasi. Bahan-bahan terangkut umumnya lebih porus dibandingkan bahaninduk sisa. . Atas dasar gaya yang mengangkut, dapat dibedakan menjadi 4 golongan: 1. Pengangkutan bahan induk oleh air Air merupakan unsur pengangkut yang penting. Pengangkutan yang paling signifikan adalah melalui sungai. Delta adalah contoh tanah yang berasal dari pengangkutan oleh air sungai. Hasil endapan dari pengakut air ini dapat berbentuk: a. Endapan Alluvial Banjir yang membawa bahan-bahan tanah setelah turun kecepatannya bahan-bahan tersebut diendapkan di suatu wilayah. Pada periode banjir berikutnya akan mengendapkan bahan di atas endapan sebelumnya, sehingga ciri utama dari endapan alluvial ini adalah tanahnya berlapis-lapis. Lapisan-lapisan ini memiliki terkstur yang tidak beraturan, tergantung dari kapasitas banjirnya. Pada suatu banjir besar partikel- partikel berukuran besar mungkin dapat terbawa sampai jauh, sehingga diendapkan di atas lapisan yang lebih halus. Sedangkan pada banjir kecil partikel-partikel kasar tidak bias dibawa sampai jauh. Sehingga ukuran partikel dan tebal lapisan dapat mencerminkan kapasitas banjir yang terjadi (Gambar 2-6). Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 18 Kasar Halus Halus Sangat halus Sangat kasar Sangat kasar Sangat halus Sedang Sangat kasar Gambar 2-6. Lapisan pada endapan alluvial. Ukuran partikel dan ketebalan lapisan mencerminkan kapasitas banjir yang terjadi. Lapisan kasar yang menumpuk di atas lapisan halus merupakan petunjuk bahwa banjir yang terjadi mempunyai kapasitas yang lebih besar dibandingkan kapasitas banjir sebelumnya. b. Endapan Lacustrin Endapan ini terbentuk di dasar danau atau kolam, mempunyai tekstur kasar di bagian tepi dan makin halus di bagian tengah danau. c. Endapan Marine Terbentuk di dasar lautan, mengandung banyak butir kuarsa dan mineral lain yang umumnya bukan unsure hara bagi tanaman. 2. Pengangkuatn bahan oleh angin Angin mengangkat dan membawa partikel lempung, debu dan pasir halus ke tempat lain dengan jarak bervariasi tergantung kecepatan angina dan ukuran partikelnya. Hasil pengangkutan dari partikel pasir yang berupa endapan disebut aeolian deposits, sedangkan hasil pengangkutan partikel lempung dan debu disebut loess. Ciri-ciri dari deposit oleh angin ini adalah lapisan tanahnya berstrata dan makin jauh dari sumber angina ketebalannya makin berkurang. Angin mensortir bahan berdasarkan ukurannya. Makin besar ukuran partikel makin dekat jarak pengangkutan-nya, dan makin halus partikelnya makin jauh jarak pengangkutannya. Bahan terangkut angin dapat berbentuk: a. Sand dunes (puntuk pasir) Terbentuk di pantai samudera, endapannya berkadar silika tinggi dan kurang b. Loess Susunan teksturnya sragam dengan kadar debu yang tinggi, sedikit lempung dan hamper tidak terdapat partikel yang kasar, struktur tanah yng terbentuk adalah kolumner Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 19 (tiang). Endapan yang kita lihat sekarang merupakan endapan yang terjadi pada masa pleistosen. 3. Pengangkutan bahan induk oleh gravitasi Hasil pengangkutan oleh gravistasi disebut Colluvial, yakni berupa gerakan hasil pelapukan batuan ke kaki lereng yang berjalan lambat yang diakibatkan oleh adanya gaya gravitasi. Kecepatan gerakannya ditentukan oleh kemiringan dari bidang gesernya. 4. Pengangkutan bahan induk oleh es Hasil pengangkutan oleh es dikenal dengan endapan Glacial till yakni berupa endapan yang mengalami pelapukan akibat terkena gerakan meluncurnya balok es. Tanah glacial till memiliki tekstur yang lebih berat dibandingkan alluvial. C. Perkembangan Tanah Hasil pelapukan batuan induk berupa tanah yang tertumpuk di atas batuan induk yang masih keras. Faktor-faktor luar (iklim, makhluk hidup, topografi dan waktu) terus bekerja mempengaruhi hasil pelapukan tersebut. Hasil pelapukan ini di bawah pengaruh faktorfaktor luar akan mengalami perkembangan selanjutnya yang dikenal sebagai perkembangan tanah. Vegetasi yang tumbuh di atas tanah akan menyumbangkan bahan-bahan organik yang akan memperkaya kandungan bahan organik tanah pada lapisan atas tanah. menyebabkan terbentuknya Horison O pada lapisan terluar tanah. Proses ini Pada daerah dengan curah hujan tinggi maka air yang masuk ke dalam tanah akan mencuci sebagian besar bahan halus (clay) maupun kation-kation basa dari bagian atas ke bagian bawah. Lapisan atas tanah yang menunjukkan gejala pencucian disebut Horison pencucian (ilivuasi), yakni diberi nama Horison A. Sedangkan lapisan tanah yang menunjukkan adanya penimbunan lempung disebut horison pengendapan atau (eluviasi) atau diberi nama Horison B. Di bawah horison B terdapat lapisan bahan induk yang telah mengalami pelapukan tetapi belum mengalami perkembangan tanah, disebut Horison C. Horison C ini berada langsung di atas batuan induk tanah (Horison R). Larutan tanah merupakan faktor terpenting bagi perkembangan profil tanah. Larutan tanah akan melakukan dekomposisi bahan organi serta melarutkan lempung dan kation-kation basa. Perkembangan tanah mencapai puncaknya pada saat tanah telah memiliki profil dengan horison-horison yang lengkap. Tanah yang demikian dinamakan telah mengalami deferensiasi horison Memang adakalanya di beberapa lokasi, perkemba-ngan tanah tidak akan mencapai kondisi yang demikian. Misalnya saja pada daerah-daerah tropis dengan Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 20 topografi terjal, menyebabkan laju erosi seimbang atau mungkin lebih cepat dibandingkan laju pembentukan tanahnya. Hor O Hor A Hor B Hor C Hor R A Lap Tanah Hor R B Gambar 2-7. Perkembangan tanah. A. Tanah telah berkembang ditandai dengan terdapatnya deferensiasi horison. B. Tanah belum mengalami perkembangan. SOAL-SOAL 1. Proses pembentukan tanah pada dasarnya adalah siklus geologi. Jelaskan apa maksudnya! 2. Jelaskan apa yang dimaksud lithosequence! 3. Iklim merupakan factor pembentuk tanah yang aktif. Jelaskan! Apa saja komponen iklim yang paling berpengaruh dalam proses pembentukan tanah? 4. Mengapa pada daerah dengan curah hujan tinggi pada umumnya lapisan lempung yang terbentuk dalam? 5. Pada gambar 2-3, jelaskan mengapa suhu yang rendah dan suhu yang tinggi menghasilkan pembentukan bahan organic yang sedikit! 6. Sudut kemiringan dan panjang lereng menentukan pembentukan tanah. Jelaskan! 7. Air berperanan penting dalam proses pembentukan tanah. Jelaskan! 8. Apa yang dimaksud dengan diferensiasi horizon? Bagaimana perbedaan horison yang terbentuk pada daerah dengan curah hujan tinggi dan daerah dengan curah hujan rendah? Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 21 BAB III SIFAT FISIK TANAH Tujuan Umum : Setelah mempelajari materi kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan secara umum tentang sifat fisik tanah yang penting dalam hubungannya dengan fungsi tanah sebagai media tumbuh tanaman. Tujuan Khusus : 1. Mahasiswa dapat menjelaskan hubungan bobot dan volume tanah 2. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang air dan udara dalam tanah 3. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang tekstur dan struktur tanah Pada pembahasan terdahulu dikatakan bahwa tanah adalah merupakan sistem dispersi tiga fase, yakni terdiri atas fase padat, cair, dan gas yang selalu dalam keadaan kesimbangan yang dinamis. Ketiga komponen ini sangat menentukan sifat tanah, baik sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Beberapa sifat fisik tanah akan di bahas dalam bab ini. A. Hubungan Bobot dan Volume Tanah Untuk memudahkan pemahaman kita terhadap hubungan ketiga komponen (padat, air dan udara) di dalam tanah, kita buat diagram skematik sebagai berikut. Massa Tanah (M) Volume Tanah (V) Mu Udara Vu Vpi Mtot Ma Air Va Mp Padat Vp Vtot Gambar 3-1. Diagram skematik dari tanah sebagai sistem tiga fase. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 22 Diagram di atas menunjukkan gambaran skematik dari hubungan antara massa dan volume masing-masing fase tanah. Massa masing-masing fase tanah ada di sebelah kiri diagram. Massa tanah (Mtot) teridi atas massa udara (Mu), massa air (Ma) dan massa padat (Mp). Massa udara (Mu) dapat diabaikan, sehingga massa total tanah (Mtot) merupakan penjumlahan massa air (Ma) dan massa padat (Mp). Volume masing-masing fase ada di bagian kanan dari gambar. Volume tubuh tanah (Vtot) merupakan penjumlahan dari volume udara (Vu), volume air (Va) dan volume padat (Vp). Vu dan Va merupakan volume pori tanah (Vpi). Berdasarkan diagram di atas kita dapat menentukan beberapa kriteria yang sering digunakan untuk menyatakan hubungan kuantitatif dari ketiga komponen penyusun tanah tersebut. 1. Bobot Jenis Tanah (ρp) Bobot jenis tanah (particle density) merupakan kerapatan partikel padatan tanah. Nilai bobot jenis tanah dapat ditentukan dengan membagi massa padatan tanah dengan volume padatan tanah. ρp = Mp / Vp g/cm3 ……………………………………(3.1) Tanah-tanah pertanian pada umumnya memiliki bobot jenis antara 2,2 – 2,8 g/cm3. Jenis mineral yang dikandung tanah mempengaruhi nilai bobot jenisnya. Tanah-tanah yang kaya akan besi oksida dan mineral berat lainnya memiliki bobot jenis lebih tinggi dibandingkan tanah yang kaya akan kwarsa atau mineral lempung aluminosilikat. Bahan organik dapat menurunkan bobot jenis tanah. Tanah Andisol yang kaya akan bahan organik umumnya hanya memiliki ρp = 2,2 – 2,4 g/cm3. 2. Bobot Volume Tanah (ρb) Bobot volume tanah (dry bulk density) mencerminkan perbandingan massa bagian padatan tanah dengan volume totalnya. ρb = Mp / Vt g/cm3………………………………………(3.2) Dengan demikian bobot volume selalu lebih rendah dibandingkan dengan bobot jenis tanah. Suatu tanah yang memiliki volume pori mencapai separo dari volume totalnya, Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 23 maka nilai bobot volumenya sama dengan setengah dari nilai bobot jenisnya. Pada tanahtanah pasir nilainya bisa mencapai 1,6 g/cm3. sedangkan pada tanah-tanah lempung mempunyai struktur yang baik serta ruang porinya tinggi nilainya bisa serendah 1,1 g/cm3. Tanah yang baru berkembang dari abu vulkan dengan kandungan bahan organik yang tinggi (5-10%) bobot volumenya bisa kurang dari 1,0 mg/cm3. Bobot volume tanah dipengaruhi oleh: a. Tekstur tanah, yakni oleh ukuran dan kepadatan jenis partikelnya. b. Kandungan bahan organik. c. Struktur tanah (yakni yang bersangkutan dengan pemadatan tanah) dan oleh karakter pengembangan dan pengkerutan (shrinkage and swelling) mineral lempungnya. Oleh karena tanah tidak pernah mencapai pemampatan yang sempurna, maka nilai bobot volume tanah tidak pernah mencapai sama dengan nilai bobot jenisnya. 3. Porositas Tanah ( f ) Porositas merupakan suatu indek yang menyatakan bagian tanah yang ditempati rongga atau pori, yakni nisbah antara volume pori dan volume total tanah.. f = Vpi / Vt x 100% ………………………………………(3.3) Tanah pada umumnya memiliki porositas antara 30 – 60%. Tanah dengan tekstur kasar cenderung kurang porus dibandingkan dengan tanah dengan tekstur halus, meskipun ratarata ukuran pori-pori individunya lebih besar pada tanah dengan tekstur kasar. Pada tanah-tanah lempung dengan struktur yang baik porositasnya bisa mencapai 60%. 4. Rasio Ruang Pori (e) Rasio ruang pori (void ratio) juga merupakan indek ruang pori yakni merupakan nisbah antara volume pori dengan volume padatan tanah. e = Vpi / Vp …………………………………………….…(3.4) Rasio ruang pori merupakan indek yang sering digunakan pada teknik sipil dan mekanika tanah, sedangkan porositas digunakan untuk pertanian. 5. Kandungan Air Massa (w) dan Kandungan Air Volume (θ) Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 24 Bagian pori tanah yang ditempati cairan dapat dinyatakan dengan kandungan air berdasarkan massa tanah atau kandungan air massa (w) dan kandungan air berdasarkan volume tanah (θ). Yang dimaksud dengan kadar air massa adalah nisbah antara massa air tanah dengan massa tanah kering (dikeringkan dalam oven bersuhu 105o C selama 24 jam). w = Ma/Mtot x 100% karena tanah kering maka Ma + Mu = 0, sehingga Mtot = Mp w = Ma/Mp x 100% …………………………………… (3.5) Massa cairan dapat diperoleh dengan mengurangkan bobot tanah basah dengan bobot tanah kering. Sehingga cara praktis menghitung w adalah dengan menimbang berat tanah basah (Btb) dan berat tanah kering (Btk), kemudian dihitung dengan persamaan: w = (Btb – Btk)/Btk x 100% ………………………………(3.6) Yang dimaksud dengan kadar air volume (θ) adalah nisbah antara volume cairan dengan volume total tanah. θ = Va/Vtot x 100% ………………………………….. (3.7) Kandungan air volume dapat pula ditentukan dengan menggunakan persamaan: θ = w (ρb/ρc) ……………………………………... (3.8) ρc = bobot volume air = 1 6. Derajad Kejenuhan (S) Derajad kejenuhan menunjukkan hubungan antara volume pori-pori tanah yang ditempati cairan dan volume pori-pori total. S = Va/Vtot x 100% …………………………………... (3.9) Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 25 Sedangkan pori-pori yang terisi udara (f u), f u = f (1-S) ………………………………….......... (3.10) B. Air dan Udara Dalam Tanah Air dan udara di dalam tanah menempati pori-pori tanah, yaitu rongga-rongga diantara padatan tanah. 1. Kandungan air dalam tanah Banyaknya air yang terkandung dalam tanah umumnya dinyatakan dalam persen yakni berdasarkan masa padatan tanah (w) atau berdasarkan volume tanah (θ) yang sudah dibicarakan pada A.5. Cara penentuannya jumlah kandungan air tanah yang umum dilakukan adalah melalui cara penimbangan (cara gravimetri). Caranya cukup sederhana yakni dengan menimbang tanah contoh yang akan diketahui kandungan airnya. Tanah ini lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 105o C selama 24 jam. Setelah dingin tanah ditimbang, lalu kandungan air ditetapkan dengan persamaan 3.6. Cara ini cukup akurat, namun untuk mendapatkan hasil yang representatif memerlukan banyak ulangan, mengingat pada cara ini sample tanah yang diuji hanya berskisar antara 10 – 20 g untuk mewakili luasan tertentu. Di samping itu cara ini juga tidak bisa dilakukan uji ulang pada contoh yang sama (sampelnya harus berbeda). Oleh karena itu perlu untuk dilakukan kalibrasi dengan cara yang lebih canggih yakni bisa dengan menggunakan metode neutron probe atau tensiometer. Kandungan air tanah sangat penting untuk diketahui karena sangat menentukan banyaknya air yang tersedia bagi tanaman. Ditinjau dari kandungan air tanah ada beberapa kondisi penting yang harus kita ketahui, yakni: a. Tanah Jenuh dan Tanah Tidak Jenuh Jika tanah dalam keadaan jenuh air, maka semua pori-pori tanah terisi oleh air. Pada kondisi ini air yang ada di dalam tanah pada jumlah yang maksimum. Jika kemudian tanah tersebut kita biarkan mengalami pengeringan, maka secara berangsur-angsur air akan keluar dari pori-pori tanah dan udara akan masuk mengisi pori yang ditinggalkan oleh air. Kondisi dimana sebagian pori-pori tanah terisi oleh air dan sebagian diisi udara adalah keadaan tidak jenuh. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 26 Pada saat mulai terjadinya pengeringan dari tanah jenuh air yang berada pada poripori berukuran besar (pori makro) akan meninggalkan terlebih dahulu. Dengan demikian pada tanah tidak jenuh maka air dalam tanah pada umumnya berada pada pori-pori mikro, sedangkan sebagian pori makro terisi oleh udara. Demikian selanjutnya jika pengeringan tanah terus berlangsung maka semua air yang ada dalam pori-pori tanah akan habis sehingga seluruh pori-pori tanah akan terisi oleh udara. A Air Vu Va Padatan Vp B Udara Vu Air Va Padatan Vp Gambar 3-2. A. Tanah jenuh air – semua pori-pori terisi oleh air B. Tanah tidak jenuh – sebagian pori terisi air dan sebagian terisi udara b. Kapasitas Lapang dan Titik Layu Permanen Tidak seluruh air dalam tanah dapat tersedia bagi tanaman. Pada saat tanah dijenuhi dengan air dimana seluruh pori-pori tanah terisi oleh air, maka jumlah air yang terkandung dalam tanah pada kondisi ini disebut kapasitas menyimpan air maksimum (maximum water holding capacity) Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 27 Jika pemberian air kemudian kita hentikan, maka air akan masih bergerak akibat adanya gravitasi. Gerakan air ini makin lama makin lambat, dan kira-kira 2-3 hari gerakan ini akan terhenti. Pada kondisi tersebut, yakni seluruh air gravitasi telah berhenti tanah dinamakan dalam kondisi kapasitas lapang (field capacity). Jika tanah tersebut kita teruskan pengeringannya, maka akan dicapai kondisi dimana seluruh pori-pori tanah tidak lagi terisi air. Air yang ada dalam tanah tinggal yang berbentuk selaput film air yang diikat kuat oleh partikel tanah. Dalam kondisi ini air sudah tidak bisa dierap oleh akar sehingga tanaman akan mengalami kelayuan secara permanent. Kandungan air pada kondisi ini dinamakan titik layu permanen (permanent wilting point). Air tanah yang berada diantara kapasitas lapang dan titik layu permanent merupakan air yang dapat digunakan oleh tanaman, oleh karena itu disebut dengan air tersedia (available water). Air tersedia dari suatu tanah dipengaruhi oleh tekstur, struktur, kandungan bahan organik, dan kedalaman tanah. Tekstur dan struktur tanah tanah berkaitan dengan jumlah pori-pori total tanah. Tanah dengan tekstur halus memiliki total pori-pori lebih banyak dibandingkan dengan tanah yang bertekstur kasar. Dengan makin tingginya jumlah pori-pori tanah, makin banyak air yang dapat ditampung oleh tanah tersebut. Dengan demikian tanah dengan tekstur halus memiliki jumlah air tersedia lebih banyak dibandingkan tanah bertektur kasar. Tanah yang sudah berstruktur memiliki total pori yang lebih banyak dibandingkan tanah-tanah yang belum mengalami perkembangan agregat (struktur pejal atau massif dan lepas-lepas atau loose). Bahan organik dalam tanah dapat berfungsi menghisap air seperti layaknya sponge. Sehingga makin tinggi kandungan bahan organik tanah tinggi, maka makin banyak air yang dapat disimpan oleh tanah. Jadi makin tinggi air tersedia dalam tanah tersebut. Makin dalam tanah makin banyak jumlah air yang dapat ditahan oleh tanah tersebut. Sehingga makin tingga air tersedia. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 28 A Udara Vu Air Va Padatan Vp B Udara Vu Va Padatan Vp Gambar 3-3. A. Tanah pada kondisi kapasitas lapang – pori mikro terisi air dan pori makro terisi udara. Kondisi ini mendekati kondisi ideal seperti yang digambarkan pada diagram 2-1. B. Tanah pada kondisi titik layu permanent – seluruh pori tanah terisi udara. Air hanya berupa selaput tipis yang menyelimuti partikel padatan tanah. C. Tekstur Tanah Tanah tersusun atas partikel mineral dalam berbagai ukuran. Untuk keperluan pertanian partikel mineral tanah dibedakan menjadi tiga yakni pasir (sand), debu (silt) dan lempung (clay). Jarang atau bahkan tidak ada tanah yang tersusun atas satu ukuran partikel mineral saja. Yang dimaksud tekstur tanah adalah perbandingan relatif partikel mineral penyusun tanah, yakni perbandingan antara pasir, debu dan lempung dalam suatu masa tanah. Batas Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 29 ukuran partikel-partikel tanah tidak sama antar lembaga yang membuat standar. Dua diantara lembaga yang banyak dianut adalah Depatemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) dan International Society of Soil Science (ISSS). Di Indonesia ukuran yang dianut untuk bidang pertanian adalah yang dibuat oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat. Batasan Ukuran Partikel yang dibuat oleh USDA: Pasir Lempung Debu 0,002 Sangat Halus 0,05 0,1 Halus Sedang 0,25 0,5 Kasar 1,0 Sangat Kasar 2,0 Kerikil mm Batasan Ukuran Partikel yang dibuat oleh ISSS: Pasir Lempung Debu 0,002 Halus 0,02 Kerikil Kasar 0,2 2,0 mm Gambar 3-4. Batas ukuran partikel tanah menurut USDA dan ISSS Ketiga partikel mineral tanah tersebut masing-masing dinyatakan dalam persen. Berdasarkan persentase dari masing-masing partikel tersebut tekstur tanah ditentukan. Penentuan tekstur tanah digunakan alat bantu berupa segitiga tekstur tanah yang dibuat oleh USDA (Gambar 3-5) Dalam system USDA tekstur tanah dibedakan menjadi 12 kelas tekstur. Di alam terutama untuk tanah-tanah pertanian, teksturnya tidaklah murni pasir, debu atau lempung saja. Akan tetapi kebanyakan merupakan kombinasi ketiga tekstur tersebut. Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Tekstur tanah akan mempengaruhi kemampuan tanah menyimpan dan menghantarkan air, menyimpan dan menyediakan hara tanaman. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 30 Gambar 3-5. Segitiga tekstur tanah menurut USDA. Peranan ketiga macam partikel tanah tersebut di dalam menentukan sifat dan kemampuan tanah tidak sama. Partikel pasir dan debu yang sebagian besar tersusun atas SiO2 tidak banyak peranannya dalam penyediaan unsure hara tanaman. Sebaliknya bahan lempung (clay) yang memiliki ukuran ≤ 2 µm, terdiri atas mineral Lempung silikat, bahan amorf dan merupakan bahan aktif penyusun tanah serta merupakan cadangan unsure hara yang sangat penting. Tanah berpasir, yaitu tanah dengan kandungan pasir > 70%, memiliki porositas rendah, sebagian besar ruang pori berukuran besar sehingga aerasinya baik, daya hantar air cepat, tetapi kemampuan menyimpan air dan unsure hara rendah. Tanah berpasir mudah diolah sehingga sering disebut tanah ringan. Tanah bertekstur berlempung memiliki kandungan lempung > 35%. Porositasnya relative tinggi (60%), tetapi sebagian besar ruang pori berukuran kecil. Akibatnya daya hantar air sangat lambat dan sirkulasi udara kurang lancar. Kemampuan menyimpan air dan hara tanaman tinggi. Air yang ada diserap dengan energi yang tinggi, sehingga sulit dilepaskan Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 31 terutama bila kering, sehingga juga kurang tersedia untuk tanaman. Tanah lempung juga disebut tanah berat karena sulit diolah. Tanah geluh (loam) merupakan tanah dengan proporsi pasir, debu dan lempung kurang lebih sama, sehingga sifatnya berada diantara tanah berpasir dan berlempung. Jadi tata air dan udaranya cukup baik, kemampuan menyimpan dan menyediakan air untuk tanaman tinggi. D. Struktur Tanah Pengertian tentang struktur tanah sangat bervariasi. Pada bahasan ini, struktur tanah diberi batasan sebagai penyusunan partikel primer dan sekunder ke dalam suatu bentuk susunan tertentu dengan ruang pori diantaranya. Jadi dalam pengertian ini ada tiga komponen struktur tanah: (1) padatan, (2) bahan semen dan (3) ruang pori. Dari pembahasan agronomi, kedudukan ruang pori sangat penting, karena pertumbuhan tanaman dan proses fisik maupun kimia yang terjadi dalam tanah terdapat pada dan lewat ruang pori. Demikian pula tempat air disimpan, pergerakan air dan pergerakan zat hara. Oleh karena itu dalam evaluasi struktur tanah untuk pertumbuhan tanaman semua faktor yang mempengaruhi ruang pori harus diperhatikan. Individu dari susunan partikel primer dan pertikel sekunder tanah dikenal dengan sebutan agregat. Agregat tanah ada yang terbentuk secara alami disebut ped; dan ada yang terbentuk akibat pengolahan tanah yakni yang disebut clod. Agregat (ped) mempunyai bentuk yang tertentu di alam, yakni: 1. Blocky (gumpal), yaitu agregat yang memiliki sumbu mendatar hampir sama panjang dengan sumbu tegaknya. Bentuk ini dibagi menjadi dua, yakni: a. Angular blocky (gumpal menyudut) yaitu jika sudut-sudut dari gumpalannya runcing. b. Sub angular blocky (gumpal membulat) yaitu jika sudut-sudutnya tumpul Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 32 2. Platy (lempeng), yaitu agregat yang mempunyai sumbu horizontal lebih panjang dibandingkan dengan sumbu vertikalnya. Bentuk lempeng ini seringkali dijumpai pada tanah-tanah yang baru mengalami pengendapan. 3. Prismatic (prisma) yaitu agregat yang mempunyai sumbu vertikal lebih panjang dibandingkan sumbu horisontalnya dengan ujung datar. datar 4. Columnar (tiang) yaitu agregat yang mempunyai bentuk seperti prismatic dengan ujung horisintalnya membulat. membulat Struktur kolom dan prisma banyak dijumpai pada horizon B tanah-tanah berlempung di daerah semi arid. 5. Granular (granuler) yaitu agregat yang membulat dengan diameter tidak lebih dari 2 cm. Pada tanah-tanah tertentu ada yang memiliki partikel-partikel primer tanah yang belum membentuk ikatan satu dengan yang lain membentuk susunan tertentu. Tanah yang agregatnya belum terbentuk disebut tanah-tanah tidak berstruktur, yakni ada dua golongan: struktur butir tunggal (single grain) dan struktur pejal (massif). Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 33 SOAL-SOAL 1. Jelaskan mengapa jenis mineral yang dikandung tanah mempengaruhi nilai bobot jenisnya! 2. Jelaskan mengapa bobot jenis tanah selalu lebih tinggi dibandingkan bobot volume tanah. 3. Hitung bobot tanah seluas 1 ha dengan kedalaman 30 cm jika bobot volume tanah tersebut = 1 g/cm3! 4. Apa yang dimaksud air tersedia? 5. Jika diketahui bobot contoh tanah yang diambil dari lapang = 110 g dengan kadar air 10%. Berapa bobot padatan tanah (setelah tanah dikeringkan dalam oven)? 6. Kapasitas lapang (field capacity) merupakan kondisi tanah dengan kadar air yang ideal bagi tanaman pada umumnya. Jelaskan! 7. Tekstur tanah menentukan bobot jenis tanah. Jelaskan! 8. Tanah A bertekstur halus, tanah B bertekstur kasar. Jika tanah A dan B dalam volume yang sama disiram dengan air dalam jumlah yang sama, mana yang lebih dulu kering? Jelaskan mengapa demikian! 9. Apa yang dimaksud dengan agregasi tanah? Jelaskan bagaimana pengaruh bahan organik pada agregasi tanah! 10. Apa arti penting struktur tanah bagi pertumbuhan tanaman? Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 34 BAB IV. SIFAT KIMIA TANAH Tujuan Umum : Setelah mempelajari materi kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan secara umum tentang sifat kimia tanah yang penting dalam hubungannya dengan fungsi tanah sebagai media tumbuh tanaman. Tujuan Khusus : 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang koloid tanah 2. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang reaksi tanah 3. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang konsep pertukaran ion dalam tanah Telah diuraikan di muka bahwa tanah tersusun atas tiga fase, yakni fase padat, cair dan gas. Setiap reaksi yang terjadi pada salah satu fase akan mempengaruhi kedua fase lainnya. Sebagai contoh, reaksi-reaksi yang terjadi pada bahan padat akan berpengaruh terhadap kualitas udara dan air tanah. Oleh karena itu reaksi-reaksi kimia yang terjadi akan menentukan sifat dan ciri tanah yang bersangkutan. Reaksi kimia dalam tanah merupakan hal yang sangat penting jika dikaitkan dengan penyediaan unsut hara bagi tanaman. Tanaman menyerap hara dari dalam tanah dan mengembalikannya dalam bentuk organik ke permukaan tanah, kemudian sebagian akan tersedia kembali bagi tanaman setelah terjadi proses minrealisasi. Selain dari itu, hasil proses pelapukan mineral dan bahan organic ada juga yang dibebaskan ke atmosfer dalam bentuk gas, tercuci, tererosi yang suatu saat dapat beredar kembali ke dalam tanah. Kecepatan bergerak unsur-unsur kimia dari dalam tanah dihambat oleh mekanisme jerapan tanah, pengendapan akibat membentuk senyawa tidak larut, serta penyanggaan pH. A. Koloid Tanah Ketersediaan unsur-unsur kimia di dalam tanah tidak bisa dilepaskan dari peran koloid tanah. Koloid tanah adalah bahan padatan tanah yang berupa butiran-butiran sangat halus, umumnya berdiameter kurang dari 1 µm. Koloid tanah ini merupakan bagian tanah yang aktif karena pada permukaannya terdapat muatan listrik yang mampu mengikat ion, sehingga koloid tanah memegang peranan penting dalam reaksi kimia tanah. Pada Bab II telah dibahas bahwa yang termasuk kategori padatan tanah memiliki rentang diameter kurang dari 2 mm. Pasir adalah fraksi paling kasar (sand), memiliki Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 35 diameter 0,5 - 2 mm, debu (silt) dengan diameter 0,02 - 0,5 mm dan lempung (clay) dengan diameter ≤ 0,002 mm. Jika dilihat dari ukuran diameternya, maka koloid tanah termasuk dalam partikel lempung (clay). Namun tidak semua partikel lempung bersifat koloidal. Sedangkan tanah dengan tekstur lebih kasar yaitu debu (silt) apalagi pasir (sand) dapat dipastikan tidak bersifat koloidal. Namun sebagian bahan organik tanah juga bertindak sebagai bahan koloid, misalnya humus, protoplasma dan dinding sel. Jadi koloid tanah dapat berbentuk koloid anorganik dan koloid organik. 1. Sistem Koloidal. Sistem koloidal tanah bersifat hidrofobik artinya bahan terdispersi dan medium pendispersinya (air) dapat berinteraksi, sehingga dapat mengendap.Sistem koloidal tanah juga sering disebut kompleks jerapan (adsorption complex) karena pada permukaan koloid inilah tempat terjadinya jerapan unsur hara yang berbentuk ion. Permukaan koloid mempunyai muatan listrik (elektrostatik) negatif yang mampu mengikat ion-ion bermuatan positif (kation) dan sebagian lagi mempunyai muatan positif yang bisa mengikat ion bermuatan negatif (anion). Pada umumnya muatan negatif pada koloid tanah lebih banyak dibandingkan dengan muatan positifnya. - Kation+ - Kation+ - Kation+ KOLOID - Kation+ - Kation+ + AnionGambar 4-1. Koloid dengan muatan listrik pada permukaannya mampu mengikat ion. Muatan elektrostatis pada permukaan koloid ini dikenal ada dua tipe, yakni muatan permanen (permanent charge) dan muatan tergantung pH tanah (pH dependent charge). Muatan permanen terbentuk sebagai akibat adanya proses pertukaran ion dengan ion lain yang mempunyai valensi sama atau lebih kecil namun mempunyai ukuran hampir sama. Proses terbentuknya muatan ini disebut dengan substitusi isomorfik.. Sebagai misal Si dari struktur mineral liat digantikan oleh ion A13+ dan selanjutnya digantikan oleh Mg2+. Pertukaran ini dapat menghasilkan muatan negatif yang sifatnya tetap yang tidak terpengaruh oleh kondisi lingkungan seperti pH tanah. Sebagai contoh mineral liat yang banyak memiliki muatan permanen adalah mineral montmorilonit. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 36 Muatan tergantung pH terbentuk sebagai akibat terjadinya disosiasi pada ion hidrogen dari gugusan hidroksil sehingga permukaan liat yang ditinggali ion-ion oksigen akan bermuatan negatif. Hal ini terutama terjadi pada tanah yang memiliki pH tinggi, dimana konsentrasi ion hidrogen dalam larutan tanah berkurang sehingga mendorong terjadinya disosiasi hidrogen dari hidroksil. Sedangkan pada tanah yang mempunyai pH rendah akan banyak menghasilkan muatan positif. Tanah yang terbentuk dari mineral liat oksida mempunyai muatan koloid tipe ini. 2. Jenis Koloid a. Koloid Organik. Telah dikemukakan pada Bab II bahwa padatan tanah terdiri atas padatan mineral dan padatan organik. Padatan mineral berasal dari pelapukan batuan induk menjadi fraksi penyusun tanah. Sedangkan padatan organik tanah berasal dari bagian tubuh makhluk hidup yang mati di dalam tanah setelah mengalami proses perombakan. Istilah bahan organik tanah (BOT) atau soil organic matter (SOM) pada hakekatnya adalah istilah untuk menyebut bahan organik yang telah melapuk sempurna, yang sudah berubah bentuk, warna dan kandungan kimia dari bahan asalnya. Proses perombakan bahan organik tidak serta merta, namun memerlukan waktu. Lama proses perombakan dipengaruhi faktor bahan organiknya sendirti yakni antara lain bentuk dan ukuran bahan organik, kandungan senyawa kimianya (lignin dan polifenol) dan faktor luar, diantaranya suhu, air, udara dan aktivitas jasad perombaknya. Bahan organik mempunyai peran penting dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Bahan organik tanah mampu memperbaiki sifat fisik tanah terutama adalah kemampuan tanah dalam menyimpan air, menurunkan kerapatan isi, sebagai bahan perekat dalam proses agregasi tanah dan melindungi struktur tanah serta melindungi tanah dari erosi. Dari sifat kimia tanah, bahan organik tanah terutama yang sudah melapuk sempurna, mampu menyumbangkan sejumlah unsur hara bagi tanaman karena jaringan jasad hidup sebagian besar terdiri atas unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), belerang (S) dan fosfor (P), serta unsur-unsur mikro. Unsur-unsur tersebut dalam jaringan hidup adalah penyusun senyawa-senyawa biokimia, seperti protein, asam amino, asam nukleat, fosfolipid dan lain sebagainya. Dalam proses pelapukan bahan organik di dalam tanah, terjadi proses mineralisasi, yakni perombakan bahan-bahan penyusun jaringan yang berupa senyawa organik diuraikan kembali menjadi senyawa mineral penyusunnya, yakni unsur-unsur hara tersebut di atas. Selanjutnya unsur-unsur hara mineral tersebut menjadi tersedia bagi tanaman. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 37 Di samping menambahn unsur hara bagi tanaman, bahan organik yang sudah melapuk juga dapat meningkatkan kapasitas tukar kation karena dapat berfungsi sebagai koloid penjerap ion. Produk akhir dari perombakan bahan organik di dalam tanah adalah humus. Humus berperan dalam memperbaiki kondisi kimia tanah, yakni humus mampu meningkatkan ketersediaan hara tanaman, meningkatkan kapasitas tukar kation dan meningkatkan buffering capacity tanah. Humus juga berperan dalam memperbaiki kondisi biologi tanah karena humus merupakan bahan makanan utama bagi sebagian besar jasad tanah yang bermanfaat. Melalui aktivitas jasad hidup tanah, berbagai kondisi yang menguntungkan bagi tanaman tercipta, diantaranya adalah tersedianya unsur hara, air dan udara di dalam tanah. Secara langsung, zat-zat humat dari humus dapat pula merangsang pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya terhadap metabolisme dan sejumlah proses-proses fisiologis tanaman. b. Koloid Mineral Koloid mineral tanah berasal dari mineral primer penyusun batuan yang telah mengalami disintegrasi (pelapukan secara fisik) dan dekomposisi (pelapukan kimia) dan telah tersusun kembali menjadi mineral baru (mineral sekunder). Oleh karena itu koloid mineral ini terdiri atas hancuran batuan dan mineral dengan komposisi kimia dan ukuran yang beragam, terutama didominasi oleh silikat (Si), alumina (Al) dan oksigen (O). Mineral mempunyai bentuk yang beragam, ada yang mempunyai struktur kristal, dengan batas-batas berupa bidang datar yang tegas, ada yang berstruktur kristal lemah, yakni batas bidang datarnya kurang tegas dan ada yang tidak mengkristal (non kristalin) atau amorf. Mineral lempung kristalin aluminosilika pada umumnya digolongkan menjadi beberapa tipe berdasarkan lembar silika dan alumina penyusunnya, yakni: tipe 2:1; 2:1:1 dan 1:1 (Tisdale, Nelson and Beaton, 1985). Lebih lanjut Tisdale et al (1985) menjelaskan bahwa tipe 2:1 merupakan mineral lempung yang strukturnya terbangun dari dua lembar Si-tetraeder dan satu lembar Aloktaeder. Ikatan antar lapisan relatif lemah dan mempunyai ruang antar lapisan yang dapat mengembang jika kandungan air meningkat. Contoh lempung dengan tipe ini adalah smectites (montmorilonit), A12O3. 4 SiO,.H2O + x H,O. Muatan negatif montmorilonit umumnya berasal dari substitusi isomorfik. Golongan ini memiliki ion-ion Mg2+ dan Fe3+ di dalam posisi oktaeder. Montmorilonit ditemukan dalam banyak jenis tanah, seperti Vertisol, Mollisol, Alfisol maupun Entisol. Salah satu cirri dari tanah yang tersusun atas lempung ini adalah mempunyai daya mengembang dan mengkerut yang tinggi, tanah menjadi lengket jika Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 38 basah dan keras jika kering. Muncul retakan-retakan lebar di permukaan tanah pada saat tanah mengering. Contoh tipe 2:1 yang lain adalah illite (hydrous mica) dan vermikulit. Illite tidak memiliki sifat mengembang dan mengkerut seperti pada montmorilonit. Illite ditemukan pada tanah-tanah Mollisol, Alfisol, Spodosol, Aridisol. Inceptisol dan Entisol. Tipe 2:1:1 merupakan mineral lempung yang memiliki lembar tambahan yakni Magnesium hidroksida, Mg6(OH)12, diantara lembar Si-tetraeder dan lembar Al-oktaeder. Struktur Si-Al nya hampir sama dengan tipe 2:1. Contoh tipe ini adalah khlorit tersusun dari magnesium dan aluminium silikat berair, yang memiliki hubungan dengan mineral mika. Kebanyakan khlorit benwarna hijau. Strukturnya mirip dengan liat dengan vermikulit. Tipe 1:1 merupakan mineral lempung yang strukturnya terbangun dari satu lembar Sitetraeder dan satu lembar Al-oktaeder. Contoh tipe ini adalah kaolinit, 2SiO2.Al2O3.2H2O, dan halloisit A1,O3.2 SiO2. 4 H2O. Struktur keduanya mirip, perbedaannya terletak pada susunan yang tidak beraturan dari lapisan-lapisan, dan terdapatnya dua atau lebih antar lapisan air (interlayer water) pada halloisit (Tisdale, Nelson and Beaton, 1985). B. Pertukaran Ion Muatan elektrostatis pada permukaan koloid tanah memungkinkan koloid memiliki kemampuan menjerap ion. Prosesnya disebut pertukaran ion, yakni proses penjerapan ion dari larutan tanah oleh koloid dengan cara mempertukarkan dengan ion yang dijerap di permukaan koloid. Jika yang dipertukarkan adalah kation maka prosesnya disebut pertukaran kation, dan apabila yang dipertukarkan adalah anion maka disebut dengan pertukaran anion. Karena pada umumnya koloid tanah mempunyai muatan negatif lebih banyak dibanding muatan positif, dan oleh karenanya itu pertukaran kation lebih dominan dibandingkan dengan pertukaran anion. Pertukaran kation merupakan reaksi yang penting dalam tanah terutama dalam kaitannya dengan penyediaan hara bagi tanaman. Akar tanaman mampu menyerap unsur hara yang terlarut dalam larutan tanah. Namun tidak seluruh unsur hara berada dalam larutan tanah. Unsur hara dalam tanah yang berasal dari berbagai sumber seperti dari pemupukan, pelapukan mineral, pelapukan bahan organik ataupun sumber-sumber lain, sebagian berada di dalam larutan tanah dan sebagian dijerap koloid. Kation-kation yang ada dalam larutan tanah lebih mudah diserap tanaman, namun unsur ini relatif lebih mudah hilang dari rhizosfer karena pencucian. Sebaliknya kation yang dijerap koloid relatif lebih sukar tersedia bagi tanaman dan juga lebih sulit tercuci oleh air perkolasi. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 39 Kemampuan koloid menjerap ion tergantung pada luas permukaan koloidnya. Semakin luas permukaan koloid semakin besar kemampuan koloid tersebut menjerap kation. Luas permukaan koloid dipengaruhi oleh jenis mineralnya. Tan (1982) melaporkan bahwa mineral lempung allofan mempunyai luas permukaan koloid lebih besar dibandingkan dengan montmorilonit, demikian pula montmorilonit lebih luas dibandingkan mika dan yang paling kecil adalah kaolinit. Sedangkan mudah tidaknya kation dijerap oleh koloid ditentukan oleh jenis kationnya. Kation-kation yang dijerap koloid adalah kation-kation yang terhidrasi atau diselimuti oleh molekul-molekul air. Banyaknya melekul air yang mengelilingi kation mempengaruhi mudah tidaknya penjerapan. Makin kecil kation yang terhidrasi makin mudah dijerap. Menurut Tan (1982) untuk kation monovalen urutan dari yang paling mudah dijerap adalah Cs > Rb > K > Na > Li. Sedangkan untuk kation divalent urutannya adalah Ba2+ > Sr2+ > Ca2+ > Mg2+ (Bohn et al. 1979). Pada daerah tropika basah seperti Indonesia permukaan koloid tanah lebih banyak dijenuhi oleh ion H+, sedikit Ca2+ dan Mg2+. Mudah tidaknya terjadinya pertukaran kation juga dipengaruhi oleh tingkat kelarutan kation tersebut. Semakin tinggi kelarutan suatu kation semakin mudah untuk kation tersebut menududuki kompleks jerapan. 1. Reaksi Pertukaran Kation Reaksi pertukaran kation pada umumnya terjadi antara kation yang terjerap pada permukaan koloid dengan kation yang ada dalam larutan tanah. Namun juga dimungkinkan pertukaran antara kation yang terjerap pada suatu koloid dengan kation pada koloid lainnya, atau pertukaran posisi pada suatu koloid yang sama. Pertukaran kation ini merupakan reaksi yang penting bagi tanaman karena dengan reaksi ini ion-ion hara bisa tersedia bagi tanaman. Contoh sederhana pertukaran kation antara yang terjerap pada koloid dengan yang - H+ - H+ - H+ - H+ - H+ + Ca 2+ Koloid Koloid terlarut dalam larutan tanah adalah sebagai berikut: - H+ - Ca2+ + 2 H+ - H+ - H+ - H+ Gambar 4-2. Skema pertukaran kation terjerap pada koloid dan kation dalam larutan tanah Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 40 Contoh di atas merupakan skema pertukanan kation antara kation H+ yang terjerap pada komplek jerapan dengan kation Ca2+ yang terlarut dalam larutan tanah. Jika di dalam larutan tanah terjadi penambahan ion Ca2+, misalkan melalui pemupukan atau pengapuran, maka ion Ca2+ akan segera menggantikan kedudukan ion H+ sampai terjadi kesetimbangan. jika konsentrasi ion Ca 2+ akar tanaman, maka Ca 2+ Namun dalam larutan tanah berkurang kembali, misalnya akibat diserap yang dijerap koloid dapat dilepaskan kembali ke dalam larutan tanah, dan dipertukarkan dengan kation lain. Pada kondisi kenyataan di lapang, koloid tanah bisa saja dijenuhi oleh suatu kation, seperti pada contoh Gambar 3-2 dimana koloid tanah dijenuhi oleh ion H+, yang merupakan kondisi spesifik tanah asam. Namun dapat pula komplek jerapan diduduki oleh bukan hanya satu macam kation, tetapi oleh beragam kation seperti digambarkan pada contoh berikut: Koloid - Ca2+(10) -K+(5) + - H+(5) -NH4+(10) - Mg2+(8) 5 H2CO3 (Lar. Tanah) - Ca2+(8) - K+(5) + + Koloid - H (10) -NH4+(10) - Mg2+(7) + 2 Ca (HCO3)2 Mg(HCO3) (Lar. Tanah) Gambar 4-3. Skema pertukaran kation dalam tanah Pada contoh dalam Gabar 3-3 terlihat ada lima macam kation yang menduduki kompleks jerapan. Jika dalam larutan tanah terlarut asam karbonat yang dihasilkan dari penguraian bahan organik tanah, maka akan segera terjadi reaksi pertukaran kation. Kation Ca dan Mg yang jumlahnya lebih banyak akan segera dipertukarkan dengan ion H. Ca dan Mg yang dilepaskan ke dalam larutan tanah akan beraksi membentuk garam calcium- karbonat dan magnesium-carbonat. Sedangkan ion H+ selanjutnya akan dijerap pada kompleks jerapan. 2. Kapasitas Tukar Kation Kapasitas tukar kation (KTK) suatu tanah adalah nilai terhitung dari kemampuan tanah menjerap, menahan dan mempertukarkan kembali kation. Makin tinggi nilai KTK tanah Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 41 berarti makin besar kemampuan tanah tersebut menyimpan unsur hara, yang berarti makin banyak cadangan unsur hara dalam tanah tersebut. Kemampuan tanah ini biasanya diberi satuan miliekuivalen (meq) per 100 gram tanah. Satu mili ekuivalen (1 meq) adalah sama dengan satu miligram Hidrogen atau sejumlah ion lain yang dapat bereaksi atau menggantikan ion hidrogen tersebut pada kompleks jerapan. 1 meq = bobot 1 mg Hidrogen Dalam berbagai Jurnal Ilmiah, para peneliti juga sering menggunakan satuan KTK tanah dengan cmol kg-1 (centimoles muatan per kilogram tanah). Hendaknya ini tidak menyebabkan kebingungan, karena meskipun nama satuannya berbeda namun pada dasarnya nilainya adalah sama. Hal ini karena centi merupakan mili dikalikan 10, dan kg juga merupakan 100 g dikalikan 10. Jadi misalnya 20 meq/100 g = 20 cmol kg -1. 1 meq/100 g tanah = 1 cmol kg-1 Bagaimana mengkonversi meq/100 g menjadi ppm (par per million)? Parts per million (ppm) adalah sama dengan mg/kg. Oleh karena 1 kg = 100 g x 10, maka mg/kg = mg/100 g x 10. Jadi misalnya H+ = 10 meq/100 g = 10 mg/100 g tanah x 10 = 100 ppm. 1 ppm = 1 mg/100 g x 10 Perhitungan untuk unsur lain, dengan memperhitungkan berapa bobot unsur tersebut untuk menggantikan 1 mg H+. Untuk unsur lain dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus: Bobot ekuivalen adalah bobot atom per valensi Misalnya ion Ca2+, Ca mempunyai berat atom = 40 dan setiap ion Ca mempunyai dua muatan berarti setara dengan dua ion H+. Dengan demikian untuk menggantikan 1 mg H+ diperlukan 40/2 atau 20 mg Ca2+. Atau dengan kata lain 1 meq/100 g Ca2+ = 20 mg Ca2+. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 42 Untuk lebih memahami konsep KTK, perhatikanlah beberapa contoh perhitungan berikut: 1. Jika suatu tanah mempunyai KTK 50 cmol kg-1, setara dengan berapa gram Ca2+? Suatu koloid memang bisa saja dijenuhi oleh satu kation, misalnya disini oleh ion Ca. Untuk memenuhi komplek jerapan pada koloid tersebut, maka diperlukan Ca sebanyak 50 cmol kg-1 atau setara 50 meq/100 g tanah. Jika 1 meq Ca = 20 mg, maka 50 meq Ca = 1000 mg Ca2+atau = 1 g Ca2+. 2. Jika tanah pada contoh no 1 di atas dijenuhi dengan Na+, berapa g Na diperlukan? Bobot atom Na = 23, sehingga 1 meq Na+ = 23 mg Na+. Dengan demikian untuk menjenuhi 100 g tanah diperlukan Na+ sebanyak 50 x 23 = 1150 mg atau 1,15 g Na+. 3. Jika 100 g tanah diketahui mampu menjerap 78 mg K+, berapa mg Ca2+ atau Mg2+ yang dapat dijerap menggantikan K? Kita harus menghitung KTK tanah yang bisa menampung 780 mg K+. Bobot atom K = 39 dan valensinya - 1, sehingga 1 meq K = 39 mg K. Dengan demikian 780 mg K = 780/39 = 20 meq/100 g. Selanjutnya kita menghitung bobot 1 meq Ca2+ dan 1 meq Mg2+. Karena bobot atom Mg = 24 dan valensi = 2, maka 1 meq Mg = 12 mg. Untuk Ca sudah kita ketahui yakni = 20 mg. Dengan demikian 100 g tanah tersebut dapat menampung Ca 2+ sebanyak 400 mg atau Mg2+ sebanyak 240 mg. 4. Berapa ppm konsentrasi ion-ion berikut: H+ = 3, Mg2+ = 4, Ca2+ = 20, K+ = 2? Ion H+ BA = 1, Valensi = 1 1 meq = 1 mg Jadi 3 meq/100 g tanah = 3 mg = 3 x 10 ppm = 30 ppm Ion Mg2+ BA = 24, Valensi = 2 1 meq = 24/2 = 12 mg Jadi 4 meq Mg/100 g tanah = 4 x 12 = 48 mg = 48 x 10 = 480 ppm 2+ Ion Ca BA = 40, Valensi = 2 1 meq = 40/2 = 20 mg Jadi 20 meq Mg/100 g tanah = 20 x 20 = 400 mg = 400 x 10 = 4000 ppm + Ion K BA = 39, Valensi = 1 1 meq = 39/1 = 39 mg Jadi 2 meq Mg/100 g tanah = 2 x 39 = 78 mg = 78 x 10 = 780 ppm Dengan cara-cara perhitungan seperti di atas, dapat dibuat hasil perhitungan konversi meq ke mg/100 g, ppm dan kg/ha beberapa kation sebagai berikut. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 43 Tabel 4.1. Konversi meq dari beberapa kation unsur hara Kation H+ Ca++ Mg++ K+ NH4+ Al+++ Zn++ Mn++ Fe++ Cu++ Na+ Bobot Atom 1 40 24 39 18 27 65 55 56 64 23 Valensi mg/100 g 1 2 2 1 1 3 2 2 2 2 1 1 20 12 39 18 9 32,5 27,5 28 32 23 ppm 10 200 120 390 180 90 325 275 280 320 230 Equivalent lbs/acre 20 400 240 780 360 180 650 550 560 640 460 kg/ha 22,4 44,8 268,8 873,6 403,2 201,6 728,0 616,0 627,2 716,8 515,2 Cara menghitung KTK adalah dengan menjumlahkan seluruh kation dapat dipertukarkan yang terdapat pada komplek jerapan dikurangi dengan jumlah total anion dapat dipertukarkan. KTK = Jumlah Kation dapat dipertukarkan – Jumlah Anion dapat dipertukarkan Untuk contoh tanah pada Gambar 3-3 dimana mempunyai kation Ca2+ = 10 meq, K+ = 5 meq, H+ = 5 meq, NH4+ = 10 meq dan Mg2+ = 8 meq, misalkan tanah tersebut juga mempunyai anion NO3- sebanyak 4 meq/100 g dan SO42- sebanyak 1 meq/100 g, maka KTK nya adalah 38 - 5 = 33 me/100 g. Nilai KTK tanah sangat beragam tergantung pada sifat tanahnya. Pada umumnya nilai KTK tanah-tanah pertanian berkisar dari 1 sampai 50 meq/100 g. Namun untuk tanah-tanah tertentu terutama yang kaya akan humus bisa mencapai 100 meq/100 g bahkan lebih. Nilai KTK 1 - 10 meq tergolong rendah dan biasanya dijumpai pada tanah bertekstur kasar, rendah bahan organik, mempunyai kapasitas menyimpan air redah. Sedangkan untuk tanah yang nilai KTK nya tinggi umumnya dijumpai pada tanah bertekstur halus (clay), kaya bahan organic dan mempunyai kapasitas menyimpan air tinggi. Beberapa sifat tanah yang mempengaruhi besar kecilnya nilai KTK adalah: (a) Tekstur tanah; (b) pH tanah; (c) Jenis mineral lempung; (d) Kadar bahan organik tanah; dan (e) Pemupukan. (a) Tekstur tanah Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 44 Tekstur tanah menentukan jumlah koloid tanah. Semakin halus tekstur tanah semakin banyak kadar koloidnya. Hal ini disebabkan karena koloid merupakan partikel padatan tanah yang memiliki ukuran diameter sama atau kurang dari 1 µm. Dengan demikian makin halus tekstur tanah makin tinggi KTK nya. Demikian pula sebaliknya, makin kasar tekstur tanah makin rendah KTKnya. Pada tanah-tanah yang bertekstur kasar, seperti tanah pasiran, dapat dipastikan tidak mempunyai koloid mineral dan hanya memiliki koloid organik (humus). (b) pH Tanah Makin rendah pH tanah makin rendah nilai KTK. Hal ini disebabkan karena pH tanah menentukan jumlah muatan koloid dan macam ion yang terikat pada komplek jerapan. Pada pH tanah rendah hanya muatan tetap koloid mineral dan sebagian muatan koloid organik yang dapat mempertukarkan kation. Pada pH rendah komplek jerapan dijenuhi oleh hidrogen dan hidroksi Al. Kedua unsur ini terikat kuat sehingga sukar untuk dipertukarkan. Jika pH tanah meningkat, hidrogen yang diikat koloid berionisasi sehingga dapat dipertukarkan. Di sini akan terjadi disosiasi pada ion hidrogen dari gugusan hidroksil sehingga permukaan liat yang ditinggali ion-ion oksigen akan bermuatan negatif. Demikian pula ion hidroksi-Al yang terjerap akan dilepaskan dan membentuk demikian Al (OH)3. yang itu akan menciptakan tempat-tempat pertukaran baru pada koloid mineral, sehingga KTK tanah akan meningkat. (c) Jenis Mineral Lempung Mineral lempung memiliki kemampuan menjerap kation beragam tergantung jenisnya. Nilai KTK rata-rata dari berbagai jenis mineral lempung menurut Tan (1982) seperti tersaji pada Tabel 3.2 berikut: Tabel 4.2. Kapasitas tukar kation berbagai jenis mineral lempung dan humus Jenis Mineral Lempung Humus Vermikulit Montmorilonit Ilit Kaolinit Seskuioksida KTK (me/100 g) 200 100 - 150 70 - 95 10 - 40 3 - 15 2-4 (d) Kadar Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah dapat menghasilkan humus yang mempunyai KTK yang jauh lebih tinggi dibandingkan mineral lempung. Oleh karena itu semakin tinggi kadar bahan organik suatu tanah semakin tinggi nilai KTK nya. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 45 Berikut adalah contoh kadar KTK beberapa jenis tanah di Amerika Serikat dengan jenis mineral, kadar, lempung dan bahan organik yang berbeda (Singer and Munns, 1985). Tabel 4.3. Hubungan beberapa karakter tanah dengan nilai KTK nya Seri Tanah Horison Lempung Dominan Kadar BO (%) Kadar Lempung KTK (%) (me/100 g) Exum Bt1 kaolinit 0,14 19,7 6,3 Hazleton Ap campuran 1,70 10,6 12,7 C1 kaolinit 0,05 5,1 4,4 Houston A12 smectite 0,84 59,4 48,7 Nicollet Bw1 campuran 0,40 33,6 30,2 Tavares A1 kaolinit 1,20 2,0 6,0 Vilas E smectite 0,62 2,5 2,6 Data pada Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa nilai KTK tidak hanya dipengaruhi oleh satu karakter saja. Namun pada dasarnya jenis lempung smectite memiliki KTK lebih tinggi dibandingkan jenis lempung kaolinit. Hal ini disebabkan oleh karena lempung smectite mempunyai substitusi isomorfik lebih banyak dibandingkan kaolinit yang bertipe lempung 1:1. Di samping tipe lempung, kadar lempung dan kadar bahan organik juga menentukan KTK. Pada seri tanah Exum dan Tavares yang memiliki lempung sama yakni kaolinit, meskipun kadar bahan organik lebih tinggi pada seri Tavares, namun Exum mempunyai kadar lempung lebih tinggi, sehingga kedua seri tanah ini memiliki KTK hampir sama. Namun pada Hazleton horizon C1, yang juga lempungnya didominasi oleh kaolinit, memiliki KTK paling rendah karena kadar bahan oeganiknya sangat rendah (hanya 0,05%) dan kadar lempungnya juga rendah (5,1%). (e) Pemupukan Pemupukan dapat mempengaruhi pH tanah. Pupuk yang mengandung Kalsium, Magnesium dan Karbonat (seperti pada bahan kapur) akan meningkatkan pH tanah. Pada tanah-tanah yang banyak mengandung muatan tergantung pH (pH dependent charge) maka pemupukan dengan bahan-bahan tersebut dapat meningkatkan KTK. Sebaliknya ada bahan pupuk yang berpengaruh menurunkan pH tanah, seperti bahan-bahan yang mengandung amoniak dan sulfat. Dengan penurunan pH tanah dapat berakibat menurunkan KTK tanah. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 46 Dengan demikian pengaruh pemupukan adalah pada perubahan pH tanah yang selanjutnya perubahan pH tanah akan berpengaruh pada perubahan KTK. C. Reaksi Tanah Reaksi tanah dapat digunakan sebagai salah satu indikator tanah sehat secara kimia. Hal ini disebabkan karena reaksi tanah mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan tanaman. Suasana asam dan basa merupakan kondisi dia dalam tanah sebagai akibat adanya reaksi tanah. Di dalam tanah terjadi reaksi pengasaman dan alkalinisasi yang terus menerus terjadi. Pengasaman adalah terjadinya suasana asam dalam tanah, sedangkan alkalinisasi atau salinisasi merupakan reaksi terbentuknya suasana basa dalam tanah. Pengasaman dan alkalinisasi adalah reaksi alami yang terjadi pada proses pembentukan tanah. Reaksi pengasaman dan alkalinisasi yang terjadi di dalam tanah disebabkan oleh aktivitas yang berbeda. Perbedaan utama adalah bahwa pengasaman tanah terjadi sebagai akibat dari aktivitas biologi yang dipercepat oleh adanya pencucian garam-garam dalam larutan tanah, sedangkan alkalinisasi terjadi akibat adanya proses akumulasi garam dan basa karena tidak adanya pencucian yang memadai. Sehingga pengasaman merupakan ciri dari daerah-daerah yang memiliki curah hujan tinggi dengan drainase yang baik, dan alkalinisasi merupakan ciri daerah-daerah kering dan tidak ada drainase. Singer and Munns (1985) membuat gambaran secara skematis terjadinya pencucian dan akumulasi garam dan bahan-bahan terlarut dalam larutan tanah seperti tersaji pada Gambar 34. Pada daerah yang curah hujannya tinggi (A), air hujan yang mengalir (terdrainase) melalui tubuh tanah akan membawa pula garam-garam dan basa-basa terlarut dalam larutan tanah ke tanah bawahan dengan menyisakan ion H+. Oleh karena itu penumpukan ion H+ pada tanah ini akan menyebabkan terjadinya pengasaman. Sebaliknya pada tanah bawahan akan terakumulasi garam dan kation-kation basa. Jika pada tanah ini tidak cukup air hujan untuk mendrainasi garam dan basa-basa tersebut maka akan terjadi salinisasi dan alkalinisasi (B). Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 47 H2 O H2CO3;HNO3’H2SO4 H2 O H+ Pengasaman H+ OH- Cl OH - Cl Na Salinisasi/ Alkalinisasi HCO3 HCO3 Na A Mg Ca Cl SO42- Na Cl B Gambar 3-4. Skema terjadinya pengasaman dan alkalinisasi/salinisasi (Dimodifikasi dari Singer and Munns, 1985). 1. Nilai pH tanah Asam dan basa adalah istilah kualitatif yang perlu ditentukan batasan secara kuantitatif. Untuk itulah istilah pH diperkenalkan oleh ahli kimia untuk menyatakan reaksi asam dan basa suatu bahan, yakni definisinya adalah: pH = - log (H+) dimana (H+) adalah konsentrasi atau kepekatan ion H+. Mengadopsi pengertian pH tersebut, untuk menyatakan keasaman dan kebasaan tanah maka para ahli tanah juga menggunakan pH tanah sebagai ukuran. pH tanah ditentukan dengan mengukur kepekatan ion H+ di dalam tanah. Berdasarkan nilai pH, tanah dapat dikelompokkan menjadi beberapa tingkat kemasaman dan kebasaan seperti pada Gambar 3-5. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 48 Sangat Asam 3 Asam 4 Sedang Sedikit Asam 5 6 Sedikit Sedang Basa 7 pH daerah basah Tanah Gambut 8 9 Basa Sangat Basa 10 11 pH Tanah pH daerah kering Kisaran pH Tanah Mineral Tanah Alkali Gambar 4-5. Tingkat kemasaman dan kebasaan tanah berdasarkan nilai pH nya (Brady, 1974). Meskipun nilai pH berkisar antara 0 - 14, namun untuk kebanyakan tanah-tanah mineral untuk budidaya pertanian mempunyai range pH antara 3,5 sampai dengan 10,5. Untuk nilai pH ekstrem rendah yakni kurang dari 3 hanya terdapat pada tanah-tanah gambut. Sedangkan nilai pH tanah ekstrem tinggi (diatas 10) didapati pada tanah-tanah alkali. Tanahtanah dengan pH ekstrem ini tidak bisa digunakan untuk budidaya tanaman pertanian kecuali dengan input tinggi. Reaksi tanah masam hampir selalu ditemukan di daerah beriklim basah. Pada tanah ini konsentrasi ion H+ melebihi OH-. Tanah ini mungkin pula mengandung Al, Fe, dan Mn yang banyak. Sedangkan tanah basa atau alkali hampir selalu pula ditemukan di daerah kering. Di sini konsentrasi ion OH- melebihi ion H+. Oleh karena itu kandungan Al, Fe. dan Mn biasanya rendah. 2. Penyebab Keasaman Tanah Suatu tanah digolongkan sebagai tanah asam apabila pH tanah kurang dari 7. Tanah bisa menjadi asam oleh karena dua hal: a. Pencucian kation basa dari lapisan tanah Curah hujan yang sangat besar dan jauh melebihi kebutuhan tanah dan tanaman akan menyebabkan terjadinya erosi dan pencucian tanah. Pencucian akan mengangkut sejumlah garam-garam terlarut, hasil-hasil pelapukan mineral, dan sejumlah basa-basa dengan meninggalkan asam-asam tetap ada dalam lapisan tanah. Akibatnya tanah lapisan atas (top Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 49 soil) akan menjadi asam, tetapi lapisan dalam (subsoil) netral. Jika proses pelapukan dan pencucian terus berlanjut. maka bahan-bahan tersebut akan habis tercuci kecuali komponen asam. Unsur hara seperti besi, aluminium dan beberapa logam oksida lebih tahan terhadap pencucian. Oleh karena itu tanah di bagian lapisan atas semua kation basa akan tercuci dengan meninggalkan Fe, Al dan oksida logam sehingga tanah akan menjadi asam. b. Adanya pemasukan asam-asam, yakni senyawa yang mampu melepaskan ion H+. Pemasukan asam-asam ke dalam tanah bisa terjadi dari beberapa hal sebagai berikut: (1) Air hujan. Hujan asam yang terjadi sebagai akibat dari adanya gas buangan pabrik yang mengandung asam dapat memicu pengasaman tanah. Terlebih bahwa air hujan sendiri adalah beraksi asam lemah, sehingga disamping dapat menyebabkan terjadinya pencucian basa-basa dalam tanah, air hujan dapat menambah keasaman tanah. (2) Reaksi kimia yang terjadi di dalam tanah. Air tanah banyak mengandung asam dari hasil reaksi yang terjadi. Pembentukan asam karbonat.Terbentuknya asam karbonat ketika gas CO2 hasil respirasi dan fermentasi bereaksi dengan air. CO2 + H2O H2CO3 H2CO3 + (asam karbonat) H + HCO3 - (bikarbonat) Oksidasi senyawa pirit (FeS2).Oksidasi pirit menjadi H2SO4 dan Fe(OH)3, dapat menyebabkan pH mencapai 2 atau lebih rendah. Tanah dengan pH ekstrim rendah ini dapat terjadi pada tanah-tanah pasang surut yang kaya akan senyawa sulfida yang mengalami perbaikan drainase, sehingga akan memacu reaksi oksidasi. Reaksi dengan pupuk.Pemupukan tanaman yang tidak bijaksana juga dapat menimbulkan reaksi asam pada tanah. Misalnya, pemupukan yang terus menerus dengan bahan yang mengandung amonia akan meninggalkan reaksi asam pada tanah. Pupuk urea pada umumnya diberikan secara ditabur di permukaan tanah. Beberapa saat setelah pupuk urea ditabur maka akan segera dihidrolisa menjadi Amonium karbamat yang tidak stabil, yang selanjutnya akan membentuk amonia dan karbon dioksida. Amonia selanjutnya akan beraksi membentuk amonium, melalui reaksi sebagai berikut: Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 50 CO(NH2)2 + H2O (Urea) NH3 + H2O H2NCOONH4 2NH3+ CO2 NH4+ + OH(Amonium) Residu pupuk Urea dalam bentuk amonium yang tertinggal dalam tanah akan mengalami oksidasi dengan bantuan mikroba dalam tanah menghasilkan nitrit dan nitrat, melalui reaksi kimia sebagai berikut: 2NH4++ 3O2 2HNO2 + 2 H2O + 2H+ (Nitrit) 2HNO2 + O2 2NO3- + 2H+ (Nitrat) Reaksi perombakan bahan organik.Faktor lain yang dapat pula mendorong timbulnya reaksi asam pada tanah adalah perombakan sisa-sisa tanaman atau sampah organik lainnya menjadi asam-asam organik. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa dekomposisi bahan organik di dalam tanah menghasilkan asam organik. Pujihastuti (2002) mendapatkan pembenaman Chromolaena odorata selama 94 hari meningkatkan kadar asam sitrat dalam tanah sebanyak 721%, asam laktat 191%, dan asetat 1383%. Sedangkan pembenaman Gliricidia sepium dalam waktu yang sama meningkatkan kadar asam sitrat 7%, asam laktat 50%, asetat 484% dan butirat 172%. Sedangkan Ongko Cahyono dkk. (2002) tidak mendapatkan kenaikan kadar asam organik dari penambahan jerami ke dalam tanah yang steril selama 52 hari inkubasi. Kecepatan dekomposisi bahan organik sangat bervariasi, tergantung kepada nisbah C/N dan kandungan lignin serta polyfenol (Fox, Myers dan Vallis, 1990). Hasil percobaan Handayanto et al. (1995) menunjukkan bahwa pemberian bahan organik asal tanaman Calliandra selama 14 hari inkubasi telah terjadi dekomposisi 14 sampai 44%. Sedangkan Nirmalawati et al. (1996) dalam penelitiannya belum mendapatkan kenaikan mineralisasi bersih Nitrogen pada jerami padi meskipun telah diinkubasikan sampai 140 hari. Jerami padi yang digunakan dalam penelitian tersbut berkualitas rendah karena memiliki kandungan lignin 18,4%, nisbah C/N 25 dan polyfenol 0,35. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 51 Asam organik dalam eksudat akar dan aktivitas jasad renik tanah.Tanaman melalui akar mengeluarkan eksudat yang mengandung senyawa organik. Hasil penelitian Ongko Cahyono dkk. (2002) menyimpulkan bahwa tanaman jagung yang diinokulasi dengan mikorisa (CMA) pada pengamatan umur 52 hari, kadar asam sitrat tanah meningkat dari 152,72 mg kg-1 menjadi 374,07 mg kg-1 atau meningkat sebesar 145%. Sedangkan kadar asam oksalat meningkat dari 90,06 mg kg-1 menjadi 209,86 mg kg-1 atau meningkat sebesar 133%. Kadar asam-asam organik yang lain peningkatannya tidak nyata. Fenomena pelepasan asam-asam organik dalam tanah oleh aktivitas CMA juga dilaporkan oleh beberapa peneliti sebelumnya dengan hasil berbeda. Azaizeh et al. (1995) melaporkan bahwa kadar asam organik total dalam eksudat akar tanaman jagung berumur 6 minggu yang diberi perlakuan inokulasi mikorisa meningkat dari 168 µg menjadi 209 µg per jam per g berat kering akar, namun secara statistik peningkatan tersebut tidak berbeda nyata. Pada penelitian tersebut tanaman jagung mendapat pemupukan P secara normal. Hasil penelitian lain yang dilaporkan oleh Wakidah (1999) mendapatkan kenaikkan kadar beberapa asam organik dalam tanah Vertisol dan Alfisol pada tanaman tebu umur 90 hari yang diinokulasi Glomus fasciculatum dan Gigaspora margarita. Dilaporkan bahwa perlakuan dengan Glomus fasciculatum pada tanah Vertisol meningkatkan asam oksalat, sitrat, suksinat dan format. Sedangkan pada Alfisols meningkatkan asam oksalat, sitrat dan format. Peningkatan lebih tinggi diperoleh pada perlakuan Gigaspora margarita. Perlakuan inokulasi bakteri Pseudomonas putida juga meningkatkan kadar sebagian asam-asam organik tanah. Kadar asam sitrat dan oksalat meningkat secara tidak nyata, sedangkan asam suksinat meningkat secara nyata (Ongko Cahyono, dkk., 2002). Sedangkan Premono (1994) mendapatkan bahwa bakteri Pseudomonas fluorescens, dalam media pikovskaya, mampu menghasilkan asam-asam organik diantaranya asam suksinat 1,4 mg kg-1, asam propionate 3,2 mg kg-1, asam butirat 3,6 mg kg-1, asam format 12,2 mg kg-1 , oksalat 6,5 mg kg-1 dan sitrat 1,4 mg kg-1. -1 P. putida (IL27A4Al) -1 menghasilkan asam suksinat 6,2 mg kg , butirat 6,6 mg kg , format 46,5 mg kg-1, dan oksalat 10,9 mg kg-1. Sedangkan P. putida (IL28T1Al) menghasilkan asam butirat 4,3 mg kg-1, propionate 14,7 mg kg-1, butirat 5,7 mg kg-1, format 11,5 mg kg-1 dan oksalat 9,2 mg kg-1. Bagaimana organisme mampu meningkatkan kadar asam-asam organik dalam tanah, belum diketahui secara jelas. Diduga jasad renik menghasilkan asam organik melalui proses katabolisme glukosa dalam siklus asam trikarboksilat (TCA), yang Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 52 merupakan lanjutan reaksi glikolisis (Mandelstam dan Mc Quillen, 1973; Dawes dan Sutherland, 1976). Asam-asam organik tersebut merupakan substrat untuk proses anabolisme dalam sintesis asam amino dan makromolekul lainnya. Namun bagaimana mekanisme keluarnya senyawa ini dari sel tidak diketahui secara pasti. Asam organik dapat juga berasal dari eksudasi akar tanaman yang macam dan jumlahnya sangat dipengaruhi oleh jenis tanaman dan lingkungan tanah di sekitarnya Ohwari dan Hirata (1990) mendapatkan asam sitrat dan oksalat pada eksudat akar tanaman kedele, asam malonat, malat dan sitrat pada eksudat akar tanaman kacang tunggak, dan asam suksinat, malonat, fumarat, malat dan sitrat pada eksudat akar tanaman buncis. Menurut Jones et al. (1996) tanaman yang mengalami kekurangan Fe akan mengeluarkan asam-asam organik yang lebih banyak, sedangkan Hoffland et al. (1996) melaporkan bahwa tanaman yang mengalami kekurangan P akan semakin banyak mengeluarkan asam sitrat dan malat dalam eksudatnya. Reaksi Hidrolisis Aluminium (Al) dalam tanah Hidrolisis A1 menjadi kompleks monomer dan polimer aluminium hidroksida akan menyumbangkan sejumlah ion H+ sehingga tanah menjadi asam. Reaksi hidrolisis ion Al dapat dituliskan sebagai berikut: Al3+ + H2O Al(OH) 2+ + H+ Al3+ + 2H2O Al(OH)2+ + 2H+ Al3+ + 3H2O Al(OH)3- + 3H+ Al3+ + 4H2O Al(OH)4- + 4H+ Al3+ + 5H2O Al(OH)52- + 5H+ Adanya Al3+ dalam larutan tanah sangat berpengaruh dalam menciptakan keasaman tanah. Semakin banyak jumlah Al3+ yang dapat dihidrolisis makin pekat pulalah ion H+ dalam tanah dan makin asamlah reaksi tanah tersebut. 3. Keasaman Aktif dan Keasaman Cadangan Di dalam tanah ion H+ sebagian ada yang dijerap oleh koloid tanah dan dapat dipertukarkan dan sebagian ada yang bebas ada dalam larutan tanah. Ion H + yang terjerap pada koloid tanah disebut keasaman potensial atau cadangan, sedangkan ion H+ bebas dalam larutan tanah disebut keasaman aktif. Oleh karena itu pH tanah yang diukur dari ion H bebas saja dinamakan pH aktif, dan pH yang diukur dari ion H+ bebas dan yang dapat dipertukarkan dinamakan pH cadangan. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 53 pH cadangan -H+ koloid H+ -H+ H+ -H+ H+ Larutan Tanah - H+ pH aktif Gambar 4-6. pH cadangan (H koloid + H larutan) dan pH aktif (H larutan) Keasaman aktif ditentukan melalui penetapan pH tanah dengan pelarut air, sedangkan Keasaman cadangan ditentukan dengan pelarut tertentu seperti KCl. Bila kemasaman aktif dinetralkan dengan sejumlah basa, maka kenetralannya tidak bertahan lama karena ion H pada permukaan koloid akan segera dibebaskan dari koloid. Sifat penjerapan ion H oleh koloid sangat tergantung dari jenis koloid tanahnya. Koloid mineral mempunyai kemampuan menjerap ion H relatif lebih mudah dinetralkan dibanding dengan ikatan pada koloid organik. Hal ini disebabkan karena koloid organik dapat menjerap ion H kuat sekali dan ion H yang terjerap oleh koloid organik langsung menjadi bagian dari gugus asam pada permukaan. Menurut Bolt et al. (1976), hal inilah yang menyebabkan ion H sukar dipertukarkan dari koloid organik. Oleh karena itu pula keasaman tanah organik relatif sukar dikurangi. Dalam hal hubungannya dengan tanaman, maka keasaman aktif mempunyai arti lebih penting. Namun dalam kaitan dengan upaya peningkatan pH tanah, misalnya dengan tindakan pengapuran, maka keasaman cadangan mempunyai arti lebih penting. Kemasaman Cadangan Kemasaman Aktif Tanah A Gambar 4-7. Kemasaman Cadangan Kemasaman Aktif Tanah B Gambaran hubungan keasaman cadangan dan keasaman aktif. Tanah A memiliki keasaman cadangan lebih besar sehingga memiliki kapasitas penyangga yang lebih besar dibanding tanah B. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 54 4. Kapasitas Penyangga Tanah (Buffering Capacity) Mudah atau sukarnya reaksi tanah berubah sangat tergantung pada kapasitas sangga (buffering capacity) dari tanah tersebut. Kapasitas sangga tanah ialah kemampuan tanah tersebut untuk menahan nilai pH-nya bila ke dalamnya ditambahkan asam atau basa. Larutan penyangga mengandung senyawa yang reaksinya dengan asam atau basa menyebabkan kepekatan ion H larutan relatif sulit berubah. Dalam tanah, koloid mineral dan humus bertindak sebagai penyangga reaksi. Kemasaman cadangan akan selalu dalam kondisi kesetimbangan (balance) dengan keasaman aktif. Bila kemasaman aktif diberi kapur, maka reaksi tidak akan banyak berubah karena keasaman cadangan akan dibebaskan menjadi kemasaman aktif. Begitulah seterusnya selama keasaman cadangan belum dinetralkan. Tanah lempung yang kandungan bahan organik tanahnya tinggi mempunyai jumlah koloid jauh lebih tinggi dibanding tanah berpasir. Oleh karena itu keasaman cadangan pada tanah lempung kaya bahan organik jauh lebih tinggi daripada tanah berpasir. Hal itu menunjukkan bahwa kapasitas sangga tanah lempung dan tanah organik jauh lebih besar daripada tanah berpasir. Semakin besar kapasitas sangga tanah semakin tinggi pula kebutuhan kapur yang diperlukan untuk meningkatkan pH tanah sampai pada nilai tertentu. Disamping berperan sebagai penahan perubahan reaksi tanah, buffering capacity tanah juga berperan untuk menahan unsur hara yang dibebaskan dan terlarut dalam larutan tanah agar tidak mudah terlindih. Buffering capacity tanah dapat pula berfungsi untuk melindungi senyawa-senyawa tertentu agar tidak mudah dilarutkan. 5. Permasalahan Keasaman Tanah Tanaman mempunyai respon yang berbeda terhadap keasaman tanah. Ada tanaman yang sensitif terhadap keasaman tanah, yakni jika pH tanah rendah maka akan terhambat pertumbuhannya. Namun ada kelompok tanaman tertentu yang tahan terhadap keasaman tanah dan masih mampu bertahan hidup pada pH rendah. Asih, P.B. (2011) melaporkan bahwa jenis tanaman pohon untuk hutan kota memiliki ketahanan terhadap hujan asam yang berbeda. Tanaman saputangan (M. grandiflora) dan saga merah (A. pavonina) mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap hujan asam. Sedangkan tanaman flamboyan (D. regia), trembesi (S saman), dan asam Jawa (T indica) tidak tahan asam. Tanaman pangan pada umumnya, yakni padi, palawija dan sayuran termasuk yang sensitif. Pengaruh keasaman tanah terhadap pertumbuhan tanaman lebih disebabkan karena adanya pengaruh dari unsur Al dan Mn, yang pada kondisi asam kedua unsur ini terlarut Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 55 dalam jumlah yang banyak sehingga mencapai tingkat yang meracun. Di samping itu pada kondisi asam, unsur-unsur tertentu terutama Ca, P dan Mo dalam bentuk terikat dan tidak tersedia bagi tanaman. Sehingga pengaruh keasaman tanah terhadap tanaman ini terutama disebabkan oleh karena ketidakseimbangan unsur hara dalam tanah. Keracunan Al dan kekurangan Ca dapat mengakibatkan kerusakan akar tanaman sehingga tanaman menjadi kerdil dan menjadi coklat. Akar yang tidak berkembang menyebabkan kesulitan mengakses unsur hara terutama unsur hara immobile seperti fosfor (P). Akibat dari pertumbuhan akar yang terhambat dan adanya reaksi antara Al dan P, gejala keracunan Al pada tanaman menyerupai gejala kekurangan P, dan perbaikan terhadap keracunan Al ini dapat mengurangi kebutuhan pupuk P (Singer and Munns, 1985). Keasaman tanah juga mempengaruhi aktivitas jasad renik tanah. Pada umumnya jasad renik tanah akan terhambat aktivitasnya pada kondisi tanah asam, dan akan meningkat aktivitasnya seiring dengan peningkatan pH tanah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa aktivitas jasad renik perombak bahan organik tanah memiliki aktivitas yang tinggi pada pH tanah mendekati netral (6 - 7). 6. Tanah-tanah dengan pH tinggi a. Terjadinya kebasaan tanah Yang menjadi masalah bagi kehidupan tanaman dan jasad renik tanah jika dikaitan dengan pH tanah bukan hanya terjadi pada tanah asam, namun pada tanah dengan pH tinggi (tanah basa) juga berpeluang menimbulkan permasalahan. Tanah basa biasanya terjadi pada daerah kering dengan curah hujan yang rendah (lihat Gambar 3-4). Pada daerah ini kation-kation basa dalam tanah tidak mengalami pencucian dan masih berada di daerah rhizosfer. Berbeda dengan tanah-tanah di daerah tropika basah dengan curah hujan tinggi dimana larutan tanah jenuh akan ion-ion asam karena sebagian besar kation basa tercuci ke lapisan tanah dalam, tanah-tanah di daerah kering dijenuhi oleh kation-kation basa. Singer and Munns (1985) menjelaskan bahwa dalam tanah basa dengan kadar sodium (Na) yang tinggi dapat memperparah kebasaan tanah sebagai akibat terbentuknya lapisan penghambat pada permukaan tanah. Konsentrasi Na yang tinggi namun kosentrasi garam lainnya yang rendah dapat merusak struktur tanah. Hal ini dapat menyebabkan koloid tanah, koloid mineral maupun koloid organik, terdispersi menjadi partikel individu (deflokulasi) daripada terflokulasi membentuk suatu ikatan agregat yang kuat. Sebagai akibatnya pori-pori Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 56 tanah di permukaan tersumbat, yang menyebabkan air makin sulit untuk masuk ke dalam tanah, permeabilitas menurun (Gambar 4-8). Irigasi Run-off Run-off Lapisan kedap air (pori tersumbat) Deflokulasi Gambar 4-8. Pengaruh Na pada permeabilitas permukaan tanah (Dimodifikasi dari Singer and Munns, 1985). Menurut Singer and Munns (1985) ada tiga jenis tanah yang berkaitan dengan pH tinggi, yakni tanah salin, tanah sodik dan tanah alkali. Tanah salin adalah tanah yang memiliki kandungan garam-garam terlarut (Na, Ca, dan Mg dengan khlorida, sulfat dan bikarbonat) yang tinggi melebihi kelarutan kalsium sulfat. Salinitas tanah biasanya ditentukan dengan ukuran konduktivitas elektrik (EC) dari ekstrak tanah jenuh. EC ini mudah ditentukan dan ini berhubungan erat dengan konsentrasi garam, karena elektrisitas bergerak menembus larutan melalui jalan yang ditempuh ion. Tanah dikatakan salin jika nilai EC nya melebihi 4 desisiemen per meter. Kebanyakan tanaman akan mengalami gangguan pada nilai ini. Tanah sodik adalah tanah yang mempunyai kadar sodium dapat dipertukarkan yang tinggi. Tanah sodik dinyatakan dalam persen Na dapat dipertukarkan (echangeable sodium percentage = ESP), yakni dinyatakan dalam persen Na dari seluruh kation dapat dipertukarkan. Disamping itu juga bisa ditetapkan dari ratio adsorsi sodium (sodium adsorption ratio = SAR), yakni persentase Na dibandingkan kation utama (Ca dan Mg) dalam ekstrak tanah jenuh. ESP dan SAR selalu berkorelasi positif karena kation-kation terlarut dan kation-kation dipertukarkan hampir selalu dalam kesetimbangan satu dengan yang lain. Nilai kritis ESP bervariasi antara 5 – 15 persen. Tanah salin dan tanah sodik pada umumnya termasuk tanah alkali (tanah dengan reaksi basa) dengan pH berkisar 8,5 dimana terjadi pengendapan CaCO3 bahkan bisa mencapai pH 10 pada tanah sodik dengan salinitas yang rendah. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 57 b. Pengaruh kebasaan tanah pada tanaman Tanah-tanah basa dengan kadar garam tinggi dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Garam dan bahan terlarut lainnya akan menurunkan tekanan osmotik dari potensial air tanah. Akar tanaman menjadi lebih sulit untuk menyerap air dari dalam tanah karena konsentrasi bahan terlarut dalam air tanah tinggi. Air tanah tidak bisa masuk ke dalam sel tanaman jika potensial air lebih rendah di dalam tanah dibanding dengan yang ada di dalam akar. Sehingga untuk menyerap air dari larutan dengan kadar garam tinggi, tanaman harus menurunkan tekanan osmotik air dalam sel yakni dengan cara meningkatkan bahan terlarut di dalam selnya. Golongan tanaman halofit (tanaman pantai) mampu memproduksi bahan organik tertentu yang dipergunakan sebagai pengatur osmotic (Singer and Munns, 1985). Selanjutnya Singer and Munns (1985) menyatakan bahwa disamping mempengaruhi tekanan osmotik air tanah, kadar garam yang tinggi dalam tanah-tanah basa juga bisa menyebabkan tanaman mengalami keracunan. Tanaman yang menderita kerusakan akibat kadar garam tinggi menunjukkan beberapa gejala yang berbeda-beda. Keracunan sodium dan klorida misalnya sering ditandai adanya gejala ‘hangus’ pada daun. Sebagian menunjukkan gejala daun segera menguning sebelum tua, pucat dan gugur serta tanaman nampak lemah dan gelap atau tanpa gejala hanya tumbuhnya kerdil. Sodium (Na) bisa menyebabkan keracunan pada tanaman tertentu, terutama jika konsentrasi Ca dalam tanah rendah. Disamping itu ion Na juga dapat menyebabkan rusaknya struktur tanah akibat ion ini dapat menyebabkan terdispersinya agregat tanah menjadi partikel tunggal. Lebih lanjut akan berakibat penutupan pori-pori tanah di bagian permukan tanah yang bisa menjadi penghalang masuknya air ke lapisan tanah yang lebih dalam (permeabilitas tanah menurun). Dan jika tanah-tanah ini dibiarkan tanpa ada upaya perbaikan, maka dapat dipastikan bahwa tanah-tanah ini menjadi tidak akan produktif bagi tanaman. Tanah-tanah basa dengan pH sangat tinggi, diatas 9 dapat secara langsung menyebabkan kematian akar tanaman dan juga bisa mempengaruhi ketersediaan unsur hara yakni bisa menyebabkan keracunan unsur tertentu atau juga dapat menyebabkan kekurangan unsur yang lainnya. Ketersediaan unsur hara P misalnya sangat tertekan oleh pH tinggi. Sebaliknya unsur Kalsium (Ca) diimobilisasi karena pH tinggi memacu pembentukan karbonat dari CO2 dan karbonat diendapkan bersama Ca sebagai CaCO3. Unsur hara mikro yang mengalami kekurangan pada pH tinggi adalah Zn dan Fe. Disamping itu kadang-kadang juga menyebabkan kekurangan Mn dan Cu serta keracunan B (Singer and Munns, 1985). Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 58 SOAL-SOAL 1. Jelaskan apa beda istilah Penjerapan (adsorption) dan Penyerapan (absorption)! Mana yang lebih tepat untuk kation-kation pada koloid? 2. Apa yang dimaksud denga misel? 3. Bagaimana perbandingan kuantitas koloid tanah pada tanah bertekstur lempung dengan tanah bertekstur pasir? 4. Sebutkan sumber muatan negatif pada koloid! 5. Apa yang dimaksud dengan variable charge? 6. Aluminium merupakan sumber keasaman tanah. Jelaskan! 7. Jelaskan perbedaan pH aktif dan pH cadangan! 8. Bandingkan bufferring capacity pada tanah lempung kaya akan bahan organik dan tanah pasir! 9. Pengapuran tanah dengan tujuan meningkatkan pH tanah merupakan reaksi pertukaran kation. Jelaskan! 10. Jika suatu tanah sanggup menjerap 500 mg Ca2+/100 g tanah, berapa me/100 g KTK-nya? Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 59 BAB V. SIFAT BIOLOGI TANAH Tujuan Umum : Setelah mempelajari materi kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan secara umum tentang sifat biologi tanah yang penting dalam hubungannya dengan fungsi tanah sebagai media tumbuh tanaman. Tujuan Khusus : 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang macam-macam jasad hidup (organisme) dalam tanah baik jasad makro maupun jasad renik. 2. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang asosiasi jasad renik dengan tanaman 3. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang peran jasad hidup dalam perombakan bahan organik tanah. Tanah kita tidaklah steril. Berbagai bentuk kehidupan terdapat di dalam tanah yakni akar tanaman, hewan kecil dan beraneka macam jasad renik antara lain protozoa dan algae, cendawan, dan bakteri. Masing-masing kelompok ini memiliki peranan yang penting bagi kehidupan dalam tanah, namun yang paling dominan peranannya adalah akar tanaman, cendawan dan bakteri. A. Komunitas Tanah 1. Macam-macam jasad hidup dalam tanah Jasad hidup (organism) besar yang hidup dalam tanah meliputi tanaman dan hewan. Akar tanaman menyebar di dalam tanah, tumbuh di celah-celah agregrat tanah. Tanaman memberi makanan bagi jasad hidup tanah yang lain melalui bahan organik yang diproduksi lewat fotosintesis. Mereka mendapatkan makanan melalui berbagai cara. Jasad renik yang berada dekat dengan akar mendapat makanan berupa bahan keluaran akar (root excretion). Sedangkan yang lain mendapatkan makanan dari sisa-sisa daun, ranting atau dahan yang jatuh di permukaan tanah. Hewan tanah meliputi mamalia penggali tanah dan reptile, serta yang paling banyak adalah yang berukuran lebih kecil seperti insekta, kutu dan nematoda yang hidup di dalam sampah. Jasad renik dalam tanah digolongkan ke dalam dua kelompok utama berdasarkan susunan selnya, yakni eukariotik dan prokariotik. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 60 Jasad yang memiliki sel eukariotik meliputi fungi, protozoa, alga dan tanaman serta hewan, sedangkan jasad prokariotik meliputi Monera atau bakteri. Keberadaan dan aktivitas protozoa dan alga dalam tanah pada umumnya terbatas kecuali pada tanah-tanah tergenang atau basah dalam periode yang lama. Sedangkan keberadaan dan aktivitas bakteri dan fungi jauh lebih melimpah hampir di semua jenis tanah. Bakteri merupakan jasad renik tanah paling kecil dan secara fisiologis paling beragam. A B Gambar 5-1. Sel Eukariotik (A) dan Prokariotik (B). Sel prokariotik memiliki nukleus yang kurang jelas serta tidak memiliki banyak organel seperti halnya pada sel Eukariotik. 2. Perkembangbiakan, Penyebaran dan Daya Tahan Hidup Berkembangbiak dengan cepat merupakan ciri khas dari kebanyakan jasad renik. Pada kondisi yang menguntungkan, banyak spesies bakteri menggandakan diri setiap 2 – 3 jam. Pada kondisi normal bakteri tanah mampu meningkat populasinya sampai ratusan bahkan ribuan kali dalam waktu beberapa hari saja. Kapasitas penggandaan diri yang tinggi ini menyebabkan kemampuan jasad renik mampu merespon secara cepat perubahan kondisi di sekelilingnya bukan saja hanya dengan menggandakan diri, namun juga dengan cara mengganti populasi dengan jasad yang mampu mengadaptasi lingkungan baru. Kebanyakan jasad renik mampu menyebar dengan cepat, terbawa oleh jasad yang lebih besar serta melalui aliran air dan udara. Debu yang beterbangan merupakan ‘kendaraan’ paling baik bagi jasad renik. Fungi yang mungkin terlalu besar untuk berpindah/menyebar, menghasilkan spora yang dengan mudah tersebar melalui angin atau air. Daya tahan hidup dari jasad renik sungguh sangat menkajubkan. Meskipun kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan seringkali berfluktuasi dalam waktu yang cepat seperti dingin, panas, kering atau kekurangan zat makanan, jasad renik memiliki cara Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 61 bertahan yang beragam. Dormansi, menghentikan aktivitas sel, adalah cara bertahan yang umum dilakukan oleh jasad renik. Spora merupakan alat bertahan hidup dalam waktu lama bagi kebanyakan fungi dan bakteri pada kondisi yang tidak menguntungkan. Bahkan spora dari beberapa jenis bakteri bisa bertahan dalam air yang mendidih. Terbentuknya serat (miselium) pada fungi dan beberapa bakteri merupakan alat untuk mengatasi kondisi kurang menguntungkan yang seringkali bersifat sementara dan setempat. Misalnya lapisan tanah yang kaya akan zat makanan tiba-tiba menjadi kering atau panas, sedangkan lapisan tanah di bawahnya yang miskin zat hara tetap dingin dan lembab. Sementara pada kondisi ini jasad renik bersel tunggal akan dorman atau bahkan mati, serat-serat (miselium) tadi masih dapat berfungsi mengambil zat makanan atau air dari lapisan di bawahnya sampai hujan dating membasahi kembali lapisan permukaan tanah. Hal ini yang menjadi penyebab mengapa fungi dan aktinomisetes (bakteri bermiselium) mampu bertahan hidup di padang pasir. 3. Persyaratan dan Adaptasi Jasad Hidup Untuk tumbuh dan beraktivitas, jasad hidup memerlukan kondisi fisik tertentu dan tersedianya zat makanan. Kondisi fisik meliputi tersedianya ruang (space) dengan temperature, kelembaban, pH serta tersedianya zat makanan. Persyaratan zat makanan meliputi sumber energy dan zat hara esensial. Kebanyakan jasad renik memerlukan senyawa biokimia tertentu yang tidak bisa diproduksi sendiri. Zat makanan dan energy beberapa jasad hidup tanah seperti tertera pada Tabel berikut. Tabel 5-1. Jenis Jasad HidupTanah, Makan dan Sumber Energinya Jenis Eukariot Besar - Hewan - Tanaman Eukariot Kecil - Protozoa - Alga - Fungi Prokariot (Bakteri) - Fototropik - Lithotropik (chemoautotropik) - Heterotropik Makanan Sumber Energi Organik padat CO2 + ion Oksidasi organik Cahaya Organik padat dan larut CO2 dan ion Organic larut Oksidasi organik Cahaya Oksidasi organik CO2 dan ion CO2 dan ion Cahaya Oksidasi organik Organik larut Oksidasi organik Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 62 Jasad heterotropik selalu memperoleh energy dari reaksi senyawa organik, seperti gula, yakni melalui respirasi dan fermentasi. Pada respirasi senyawa organic dioksidasi dengan bahan pengoksidasi anorganik, pada umumnya oksigen, nitrat atau sulfat. Dalam fermentasi yang biasanya dimulai ketika oksigen menjadi kekurangan, sebagian senyawa organic digunakan sebagai agen pengoksidasi dengan menghasilkan alcohol atau asam organik. Jasad heterotropik meliputi hewan, fungi, dan sebagian besar bakteri. Sistem perakaran tanaman berfungsi sebagai heterotropik, meskipun tanaman sendiri adalah termasuk autotropik. Jasad autotropik tidak memerlukan senyawa organic sebagai sumber energy, mereka menghasilkan energy dari cahaya atau dari reaksi oksidasi anorganik. Yang termasuk dalam jasad autotropik adalah tanaman hijau, alga, bakteri biru hijau dan bakteri-bakteri tertentu. Jasad heterotropik dan autotropik saling tergantung satu dengan yang lain. Jasad autotropik merupakan pensintesa utama bahan organik. Jasad heterotropik merupakan jasad penghancur bahan organik, melepaskan zat hara untuk daur ulang. Tanah merupakan ‘panggung teater’ terbesar bagi daur ulang zat hara. Pemain utamanya adalah tanaman sebagai pemeran autotrop dan bakteri serta fungi sebagai pemeran heterotrop. B. Jasad Hidup Besar 1. Tanaman dengan Akarnya Hasil fotosintesis tanaman yang berupa bahan organik merupakan sumber bahan makanan utama bagi jasad hidup dalam tanah. Bahan organik ini bisa berasal dari daun, ranting, dahan dan batang tanaman serta bagian akar tanaman yang mati. Akar tanaman sereal bisa menyumbangkan masukan bahan organik hingga 30 – 50 persen. Bahkan untuk tanaman hutan sumbangan ini bisa berlipat-lipat. Disamping memberikan bahan organik, akar tanaman mempengaruhi aktivitas jasad renik tanah yakni karena akar mengeluarkan senyawa eksudat berupa zat makanan bagi fungi dan bakteri. Eksudat akar ini berupa asam organic, gula dan senyawa larut dalam tanaman lainnya yang dikeluarkan tanaman melalui akar. Sehingga pengaruh akar yang paling besar adalah pada daerah rhizosfer, beberapa millimeter di sekitar perakaran. Di daerah ini kepadatan baktri dan fungi bisa mencapai ratusan kali lebih tinggi dibandingkan daerah lain di dalam tanah. Tanaman juga menyediakan habibat penting lainnya bagi jasad renik di dalam sisa-sisa tanaman di permukaan tanah. Di beberapa jenis tanah lapisan bahan organik mungkin tidak seberapa, namun di tanah-tanah lainnya bisa mencapai beberapa sentimeter tebalnya. Lapisan Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 63 ini berupa campuran dari bahan-bahan tanaman yang siap didekomposisi. Bahan ini kaya akan zat makanan organik, sehingga adanya bahan sisa tanaman ini mengundang beraneka jasad hidup mulai dari hewan yang mengunyah, mencerna dan membawa dari permukaan tanah ke bagian di bawahnya sehingga menjadi tercampur dan memudahkan jasad-jasad lain terutama jasad renik n=untuk mengkonsumsinya. 2. Hewan Tanah Beranekaragam hewan hidup di dalam tanah mulai dari yang berukuran mikrosokis sampai yang berukuran besar (Gambar 5-2). Sebagian dari mereka adalah pendatang dan sebagian lainnya adalah penghuni tetap. Sebagian harus menggali lubang untuk bertahan hidup, sebagian yang lain yang memanfaatkan lubang yang telah ada. Sebagian ada yang hidup di dalam rongga udara tanah, sebagian yang lain ada yang hidup di dalam tanah yang berair. Sebagian ada yang memakan bagian hidup tanaman sebagian yang lain memakan bagian sisa tanaman yang telah mati. Apa yang mereka makan merupakan siklus ekologi yang penting bagi kehidupan dalam tanah, bahkan bagi produktivitas tanah. Pada umumnya yang paling banyak populasinya adalah yang berukuran kecil. Nematoda dan Helminthos lainnya, Arachnids (kutu) dan moluska (keong) adalah yang paling popular diantara hewan-hewan tanah. Sedangkan kelompok yang paling besar keragamannya adalah Arthropoda (miliipedes, insekta dan larva mereka). Dalam tanah yang gembur, lembab kaya bahan organic, cacing tanah (earthworm) paling banyak populasinya. Hewan tanah semuanya bersifat heterotop, sangat aerobic (memerlukan oksigen) dan bersifat mobile (kecenderungan berpindah tempat). Hanya hewan kecil seperti Nematoda dan Rotifers yang hidup dalam tanah berair, sedangkan sebagian besar kelompok lainnya hidup dalam rongga yang besar di dalam tanah atau dengan menggali liang. Sehingga kondisi ini membatasi sebagian besar hewan tanah untuk mencapai permukaan tanah dan sampah yang menumpuk di atasnya. Hewan jarang hidup dalam tanah yang mampat dan sangat basah. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 64 Gambar 5-2. Hewan tanah: bentuk, ukuran relative dan jumlah relative di dalam tanah padang rumput yang subur (Sumber: D.M. Kevan dalam Singer and Munns, 1985) C. Jasad Renik 1. Protozoa dan Alga Protozoa dan Alga merupakan jasad bersel tunggal dan lebih kecil dari kelompok jasad renik lainnya. Alga mampu melakukan fotosintesis seperti tanaman dan bakteri hijau biru menggunakan klorofil dan memecah air serta melepaskan oksigen. Cahaya + 2H2O Klorofil Energi Kimia + [4H] + O2 Protozoa di dalam tanah tidak bisa melakukan fotosintesis. Kemampuan bergerak dan menelan benda membuatnya penakan yang efektif terhadap bakteri yang mati serta bahan organic lainnya. Bahkan beberapa Protozoa mampu memangsa bakteri hidup. Alga dan Protozoa lebih aktif dan melimpah dalam tanah basah. Film air membatasi mereka untuk bergerak pada tanah kering. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 65 Gambar 5-3. Alga dan Protozoa dengan ukuran relative (Sumber: Singer and Munns, 1985) 2. Fungi Fungi, jasad heterotropik, banyak hidup dan beraktivitas dalam tanah yang beraerasi baik. Ada satu kelompok fungi yakni Yeast adalah bersel tunggal dan kadang-kadang anaerob. Sedangkan fungi yang lain adalah jasad aerobik dan membentuk serat (miselium). Miselium pada dasarnya adalah satu sel besar dengan banyak nucleus, meskipun pada fungi yang lebih tinggi kelasnya miselium ini dipisahkan dengan septa (dinding penyekat yang porus). Satu miselium bisa tumbuh hingga mencapai beberapa centimeter bahkan ada yang mencapai meteran di dalam tanah. Miselium fungi menyebar di dalam tanah dan membantu mengikat partikel mineral ke dalam agregat. Banyak fungi yang diketahui berasosiasi dengan tanaman seperti sebagai pathogen, sebagai pasangan simbiosis atau sebagai pasangan yang netral. Ada jenis-jenis fungi yang toleran terhadap asam, ada yang mampu mendekomposisi bahan berkayu serta ada yang tahan terhadap kekeringan. Sehingga tidak mengherankan jika fungi merupakan Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 66 suatu kelompok jasad hidup penghuni tetap di berbagai lingkungan mikro dalam tanah aerob. Gambar 5-4. Tiga kelompok utama Fungi dengan ukuran relative (Sumber: Singer and Munns, 1985). 3. Bakteri (Monera) Bakteri sangat beragam dalam hal fisiologi dan biokimianya. Bakteri di dalam habitatnya di dalam tanah membentuk koloni. Dalam tanah yang subur mengandung tidak kurang dari 100 juta bakteri hidup per gram tanah. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 Bakteri mempunyai kemampuan ……………..…………………….. 67 reproduksi secara cepat dengan cara membelah diri. Ukurannya yang kecil memungkinkan bakteri menyatu dengan partikel debu. Beberapa bakteri mampu memanfaatkan cahaya sebagai sumber energy, beberapa mampu menggunakan substrat organik yang bagi kebanyakan jasad hidup tidak bisa terurai atau bahkan beracun. Substrat ini meliputi makromolekul dari residu bahan organik dari sisa-sisa tanaman, hewan dan bekteri yang telah mati. Juga termasuk di dalamnya adalah polutan organic dari pabrik. Beberapa bakteri mampu melakukan asimilasi nitrogen dari udara (fiksasi nitrogen). D. Asosiasi Jasad Renik dengan Tanaman 1. Jasad Hidup dalam Rhizosfer. Rhizosfer merupakan ruang silindris beberapa sentimeter atau lebih di sekitar akar. Produk dari akar memacu bakteri dan fungi, khususnya yang heterotrop dengan pertumbuhan cepat, sehingga populasi jasad renik umumnya paling sedikit sepuluh kali lipat lebih padat di rhizosfer dari daerah lain. Batas rhizosfer memang tidak bisa ditentukan secara pasti. Batas luar biasanya kabur karena pengaruh akar bisa berkembang lebih atau kurang tidak tertentu, serta berkurang dengan makin menjauhnya jarak dengan akar. Batas dalam bisa mulai dari permukaan sel epidermis akar atau bahkan bisa mulai dari lapisan terluar dari kortek sampai pada bagian dimana bakteri dan hifa fungi menempel, biasa disebut Rhizoplane. Jasad renik rhizosfer biasanya berperan dalam aktivitas heterotrop dalam tanah, mendekomposisi dan menguraikan sel tanaman mati dan eksudat tanaman (gula dan asam-asam organik). Respirasi jasad renik menghasilkan karbon dioksida sebagai penambah apa yang diproduksi oleh akar tanaman yang cenderung menambah keasaman rhizosfer dari tanahtanah alkalin. Paling tidak beberapa bakteri rhizosfer dikenal mampu menghasilkan zat pelapis yang lengket yang mampu menempelkannya dengan sel akar serta melektakannya dengan partikel tanah. Karakter bakteri seperti ini juga dapat membantu tanah dalam perkembangan struktur tanah di daerah perakaran. Dalam kondisi tertentu fiksasi nitrogen dari udara bisa tercapai misalnya oleh Azospirillum dan bakteri-bakteri rhizosfer pada tanaman rumput dan biji-bijian. Juga ada bukti ilimiah bahwa jasad renik rhizosfer mampu memobilisasi zat hara tanaman seperti besi, tembaga dan seng dengan menghasilkan zat khelat. Beberapa fungi dan bakteri rhizosfer berasosiasi dengan tanaman dengan cara masuk menembus kortek akar dan menjadi pathogen atau simbion. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 68 2. Patogen Akar dan Parasit Fungi dan bakteri yang berada dalam tanah dapat menyebabkan beberapa penyakit penting pada akar atau batang yang terpendam, seperti penyakit busuk akar, damping-off dan penyakit keriting yang disebabkan oleh Fusarrium, Verticillium, Phytopthora, Pythium, Rhizoctonia, Alternaria, Armillaria dan yang lainnya.. Kelompok ini sering dikenal dengan soil-borne fungi dan soil borne bacteria. Dari kelompok bakteri juga ada yang bersifat soilborne sebagai penyebab busuk akar serta penyebab tumor tanaman yakni kelompok Agrobacterium spp. Kerang lebih separo dari nematode dalam tanah bersifat parasit bagi tanaman dengan menyerang akar tanaman menghasilkan getah yang bisa tersebar ke dalam system vascular tanaman. Beberapa penyakit tersebut dipicu oleh kondisi tanah yang basah yang sangat menguntungkan bagi penyebaran parasit. Cara mengatasi hal ini bisa dengan menanam tanaman yang tahan, dengan menekan populasi parasit melalui fumigasi, mengontrol air tanah, rotasi tanaman atau dengan mengatur sifat kimia tanah untuk menghindari pathogen. Secara keseluruhan jasad renik penyebab penyakit ini merusak tanaman dengan cara mengganggu perkembangan akar dan penyerapan air dan hara. 3. Simbiosis antara Tanaman dan Jasad Renik Ada dua bentuk simbiosis yang terkenal antara tanaman dan jasad renik, yakni (1) asosiasi fiksasi nitrogen dengan bakteri dimana tanaman memperoleh tambahan Nitrogen dalam asosiasi ini dan (2) asosiasi jamur akar Mikorisa dimana tanaman mendapat tambahan unsure hara terutama fosfat dan seng. a. Simbiosis Fiksasi Nitrogen Ada tiga kelompok bakteri pengikat nitrogen yang bersimbiosis dengan tanaman. (1) Bakteri hijau biru membentuk koloni pada rongga pada tanaman paku-pakuan dan sikas. Dalam fotosintesis bakteri ini tidak memerlukan makanan organic dari tanaman inang, tetapi tanaman menyediakan lingkungan berarir lengkap dengan zat anorganik. Sebagai contoh adalah asosiasi antara Anabaena dan Azolla yakni tanaman yang tumbuh disawah yang sudah umum digunakan sebagai penambah nitrogen bagi tanaman padi. (2) Frankia spp, suatu kelompok Actinomisetes mampu menginfeksi akar dari pohon berbagai genera, membentuk bintil akar yang mengandung nitrogen. Tanaman inangnya meliputi tanaman semak dan tanaman gurun pasir seperti Ceanothus, Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 69 Purshia, berbagai jenis pohon-pohonan. Dalam beberapa hal mekanismenya menyerupai simbiosis antara Rhizobium dan tanaman legume. (3) Rhizobium dan Bradyrhizobiumspp (Rhizobia) adalah kelompok bakteri yang menginfeksi akar tanaman legume dengan membentuk bintil akar. Tanaman inang (legume) meliputi tanaman yang bernilai ekonomis tinggi seperti kedelai, kacang tanah, kacang panjang, kacang hijau, kacang kapri dan lain sebagainya. Simbiosis Rhizobium-legum ini penting di alam dan telah banyak dieksploatasi baik secara langsung dengan memanen tanaman legume sebagai bahan makanan maupun secara tidak langsung dengan tanaman non legume melalui tanah dengan pencampuran sisa tanaman, pakan ternak dan rotasi tanaman. . Gambar 5.5. Bintil akar tanaman kacang panjang (Sumber: Singer and Munns. 1985. Rhizobia adalah bakteri heterotropik yang tidak memiliki bentuk dan biasanya hidup dalam kondisi aerob dengan sedikit oksigen ketika melakukan fiksasi nitrogen. Kelompok ini memiliki strain yang tak terhitung banyaknya, beberapa ratus strain telah dikoleksi secara media kultur. Strain dibedakan dari karakter pertumbuhannya, reaksi kekebalannya, dan jenis inangnya. Kecepatan fiksasinya bisa mencapai 500 – 600 kg per hektar per tahun. b. Mikorisa Mikorisa (Mycorrhizae) berasal dari kata Mycor (jamur) dan Rhizae (akar). Mikorisa merupakan kelompok fungi yang mampu menginfeksi akar dan mengambil makanan dari tanaman inang, tetapi jamur ini juga mengembangkan hifanya menembus Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 70 tanah dan menyerap ion-ion yang dibawanya masuk ke dalam akar tanaman inangnya. Hifa mikorisa ini jauh lebih tipis dibanding akar tanaman sehingga daya jelajahnya dalam tanah bisa jauh lebih luas dibanding akar tanaman. Mereka juga mempunyai mekanisme tertentu untuk mengekstrak zat hara dalam tanah. Ada dua Mikorisa yang penting, yakni ektomycorrhizae yang umumnya tanaman inangnya adalah berbagai tanaman pohon dan semar dan endomycrrhizae atau Vesicular Arbuscular Mycorrhiza (VAM) atau Cendawan Mikorisa Arbuskula (CMA) yang kebanyakan tanaman inangnya adalah tanaman semusim. Mikorisa mampu hidup pada berbagai jenis tanaman inang dan berbagai kondisi tanah dan umumnya selalu member keuntungan bagi tanaman. Oleh karenanya Endomikorisa juga telah banyak dikembangkan untuk membantu meningkatkan penyerapan hara terutama unsur fosfat bagi berbagai tanaman melalui inokulasi. Mikorisa vesikula arbuskula dihasilkan dari kolonisasi akar halus, yang aktif melakukan penyerapan, oleh fungi dari famili Endogonaceae. Fungi masuk ke dalam akar hanya ke bagian kortek primer: jaringan vaskular dan kortek sekunder. Infeksi pada mikorisa ini hanya melibatkan struktur sementara dengan fungsi yang terbatas. Hal ini berbeda dengan infeksi pada patogen yang menyebabkan luka, distorsi dan perubahan warna pada jaringan dan seringkali menyebar ke dalam jaringan permanen stele. Hal yang paling membedakan mikorisa vesikula arbuskula dari fungi lain adalah terbentuknya arbuskula dan vesikula. Arbuskula merupakan struktur intraseluler berbentuk seperti pohon yang muncul akibat percabangan berulang dari hifa di dalam sel tanaman inang (Mosse, 1981; Brundrett, 1985). Arbuskula berumur pendek yakni sekitar 1-3 minggu (Mosse, 1981) atau sekitar 4-10 hari (Paul and Clark, 1989). Stelah itu arbuskula mati dan menjadi bagian sel tanaman. Arbuskula terbentuk sekitar 2-3 hari setelah terjadi infeksi, namun organ ini merupakan bagian paling labil dan sangat tergantung pada metabolisme dalam inang dan dipengaruhi oleh penyediaan makanan, cahaya, fase perkembangan inang, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi inang (Mosse, 1981). Cox and Tinker (1976) memperkirakan bahwa terbentuknya arbuskula akan meningkatkan luas plasmalemma inang 2-3 kali lipat dan sekitar 20% dari luas kortek secara keseluruhan. Menurut Paul and Clark (1989) berat bahan sitoplama tanaman dalam sel tanaman yang berarbuskula 20 kali lipat dibandingkan berat sel yang tidak terinfeksi. Infeksi intraseluler ini merupakan kontak paling intim antara fungi dan inang dan diperkirakan merupakan hal paling penting dalam proses transfer antara keduanya. Namun pada umumnya mikorisa jarang yang membentuk arbuskula. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 71 Vesicle (vesikula) merupakan bagian ujung hifa yang berbentuk seperti kantong yang menggelembung. Ini banyak mengandung lemak dan merupakan organ penyimpan dari fungi. Jika kortek mengelupas, vesikula dapat tumbuh keluar dari akar menuju ke tanah dan dapat berkecambah sebagai propagul yang siap menginfeksi akar kembali. Vesikula ini umumnya terbentuk setelah terbentuk arbuskula. Umumnya vesikula terbentuk dalam jumlah yang banyak pada akhir periode tumbuh di mana tanaman mulai masak, demikian pula setelah dilalukan pemupukan. Sifat dari vesikula (bentuk, struktur dinding, kandungan dan jumlah) tergantung dari jenis funginya. Bagian penting lain dari mikorisa adalah miselium eksternal yang tumbuh di luar akar. Bagian ini membentuk jaringan strategis untuk menambah permukaan penyerapan, yang memungkinkan tanaman menyerap P yang tidak dapat terjangkau oleh akar. Bagian ini terdiri atas dua bagian yakni hifa utama yang kasar bercabang-cabang berdiameter antara 8-20 m dan bagian yang halus bercabang berulang-ulang, berdinding tipis, berumur pendek dan mempunyai fungsi sebagai hifa penyerap. Panjang miselium eksternal ini bia mencapai 80 cm/cm akar pada bawang, 1% dari total berat akar pada Clover, dan 5% berat total akar pada apel (Mosse, 1981). Perkembangan miselium eksternal ini sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah terutama airase. Hampir semua famili tanaman bervaskula dapat menjadi inang mikorisa (Trappe, 1987), kecuali Chenopodiaceae, Brassicaceae, Caryophyllaceae, dan beberapa lainnya (Bowen, 1987). Tanaman-tanaman tersebut tidak bisa menjadi inang karena adanya hambatan fisik dan adanya senyawa beracun. Namun bebrapa bukti menunjukkan adanya hambatan faktor genetik yang menghalangi pembentukan koloni bagi mva pada tanaman tersebut (Krisnha et al., 1985). Perkembangan mikorisa diawali dengan berkecambahnya spora. Kondisi lingkungan yang diperlukan sama dengan kondisi lingkungan yang diperlukan untuk perkecambahan biji. Demkian pula setelah spora berkecambah, memerlukan kondisi lingkungan sesuai dengan yang diperlukan akar. Stres air dan suhu dapat menurunkan pertumbuhan hifa dan waktu yang diperlukan untuk kolonisasi lebih lama (Siqueira et al., 1985). Pertumbuhan hifa, terutama yang dekat dengan akar, dipengaruhi oleh konsentrasi P tanaman inang, eksudat akar, dan kadar CO2. Mikorisa melakukan penetrasi ke epidermis akar melalui mekanisme tekanan mekanis dan ensimatis (Garcia-Romera et al., 1990). Penyebaran eksternal fungi dari tempat yang terinfeksi terjadi setelah hifa internal tumbuh dari korteks menuju epidermis. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. Hifa 72 eksternal berfungsi sebagai penopang struktur reproduktif dari mikorisa dan sebagai pemindah karbon (C) dan hara yang lain ke spora-spora yang sedang berkembang. Sejumlah besar C dari yang tersedia maupun dari cadangan yang berupa fotosintat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan spora. Fungsi terpenting dari hifa eksternal mungkin adalah sebagai penyerap hara dari dalam tanah (Sylvia, 1992). Mikorisa vesikula arbuskula sebagai anggota fungi soilborn yang mampu membentuk arbuskula diklasifikasikan dalam ordo Glomales (Zygomycetes) dan yang membentuk vesikel intraradical (yaitu Acalauspora, Entrophspora, Glomus, dan Sclerocystis) dimasukkan dalam subordo Glominae, sedangkan yang membentuk sel-sel auxiliary ekstraradical dimasukkan dalam subordo gigasporinae (Morton and Benny, 1990). Lima genera utama dari famili Endogonaceae mampu membentuk arbuskula dan vesikula, yakni Glomus, Gigaspora, Acaulospora, Sclerocystis, dan Scutellospora. Mereka dibedakan dari morfologi spora. Genus Glomus memiliki sejumlah spesies dengan chlamydospora berdinding tebal, juga membentuk sporocarp yakni struktur spora banyak yang berisi chlamydospora individu di dalamnya. Pada saat masak, spora terlepas dari hifa. Genus Gigaspora jarang membentuk vesikel, tetapi memiliki spora yang tumbuh dari ujung hifa yang bundar. Sporanya mirip dengan Zygospora dari Zygomycetes. Genus Acaulospora juga membentuk spora pada ujung hifa. Sporasporanya dibentuk dari spora induk yang sudah berkembang yang biasanya berumur pendek. Spora single biasanya dijumpai dalam tanah atau dalam akar. Genus Sclerocystis memiliki chlamy-dospora yang tersusun mengelilingi hifa sentral yang membentuk sporocarp. Vesikel Hifa B A Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 73 C Gambar 5-6. Akar tanaman jaung yang terinfeksi Mikorisa (A) dan yang tidak terinfeksi (B). Perbadingan tongkol jagung yang ditanam pada tanah Alfisol dengan perlakuan Infeksi Mikorisa (CMA) dan tanpa perlakuan. (Sumber: Ongko Cahyono, dkk. 2002). E. Peran Jasad Hidup dalam Perombakan Bahan Organik Tanah Bahan organik (BO) meliputi semua bahan yang berasal dari jaringan tanaman dan hewan, baik yang masih hidup maupun yang telah mati pada berbagai tahapan dekomposisi. Sedangkan bahan organik tanah (BOT) merupakan bahan (sisa jaringan tanaman dan hewan) yang telah mengalami perombakan atau dekomposisi baik sebagian maupun secara keseluruhnya, yang telah mengalami humifikasi maupun yang belum. Berdasarkan tingkat pelapukannya bahan organik tanah menjadi dua kelompok, yakni bahan yang telah terhumifikasi, disebut sebagai bahan humik (humic substances) atau sering kita sebut HUMUS dan bahan yang tidak terhumifikasi, yang disebut sebagai bahan bukan humik (non-humic substances). Humus merupakan hasil akhir proses dekomposisi bahan organik bersifat stabil dan tahan terhadap proses bio-degradasi (Tan, 1982). Humus merupakan campuran senyawa kompleks (tersusun oleh asam humat, as fulfat, ligno protein dll), mempunyai sifat agak/cukup resisten (tahan) terhadap perombakan jasad renik (mikroorganisme), bersifat amorf (tak mempunyai bentuk tertentu), berwarna coklat-hitam, bersifat koloid (<1 µm, bermuatan) dan berasal dari proses humifikasi bahan organik oleh mikroba tanah. Sedangkan bahan bukan humus meliputi senyawa-senyawa organik seperti karbohidrat, asam amino, peptida, lemak, lilin, lignin, asam nukleat, protein. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 74 Bahan organik tanah berada pada kondisi yang dinamik sebagai akibat adanya mikroorganisme tanah yg memanfaatkannya sebagai sumber energi dan karbon. Kandungan bahan organik tanah ditentukan oleh kesetimbangan antara laju pemasukan dan laju dekomposisinya (Paul & Clark, 1989). Kandungan bahan organik tanah sangat beragam, berkisar ant 0,5% - 5,0% pada tanah-tanah mineral atau bahkan sampai 100% pada tana organik (Histosol) (Bohn dkk, 1979). Faktor yg pengaruhi kandungan BOT adalah: iklim, vegetasi, topografi, waktu, bahan induk dan pertanaman (cropping). Apabila terjadi laju pemasukan bahan organik melampaui laju dekomposisinya, terutama pada daerah dengan kondisi jenuh air dan suhu rendah, maka kandungan bahan organik akan meningkat dengan tingkat dekomposisi yg rendah. 1. Peran Bahan Organik Tanah BOT mempunyai peran penting dalam tanah terutama dalam proses pembentukan tanah dan pada kesuburan tanah. Pengaruh BOT tersebut bersifat jangka pendek dan jangka panjang. Pengaruh jangka pendek terutama diperankan oleh bahan2 non-humus (nonhumified materials), sedangkan pengaruh jangka panjang diberikan oleh bahan humus. Kedua pengaruh tersebut dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman. BOT memainkan peran utama dalam pembentukan agragat dan struktur tanah yang baik, sehingga secara tak langsung akan memperbaiki kondisi fisik tanah, dan pada gilirannnya akan mempermudah penetrasi air, penyerapan air, perkembangan akar, serta meningkatakan ketahanan terhadap erosi BOT juga mampu meningkatkan KTK dan daya sangga tanah, keterlindian (leachability), serta biodegradasi pestisida di dalam tanah Tersedianya BOT dalam tanah berarti pula tersedianya sumber karbon dan energi bagi jasad renik tanah yang perannya sangat dominan dalam proses perombakan BO. Melalui proses mineralisasi, BO mampu menyediakan unsur-unsur hara bagi tanaman, terutama: N,P,S dan unsur-unsuir hara mikro. BOT juga dapat membentuk kompleks dengan unsur-unsur hara mikro sehingga dapat mencegah kehilangan lewat pelindihan, serta dapat mengurangi timbulnya keracunan unsur hara mikro. BOT juga mampu melepaskan P yang difiksasi oleh oksida-oksida (Fe, Al) dlm tanah (Sanchez, 1976). Pengaruh BOT terhadap sifat-sifat tanah: a. Pengaruh terhadap sifat fisik: i. Warna tanah menjadi lebih kelam. Sehingga menaikkan daya serap panas. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 75 ii. Meningkatkan agregasi (granulasi tanah), aerasi (penghawaan) dan drainase lebih baik, tanah lebih tahan terhadap erosi iii. Mengurangi plastisitas pada tanah lempung (liat-clay), tanah lebih mudah diolah (lebih gembur) iv. Menaikkan kemampuan mengikat/menyimpan air b. Pengaruh terhadap sifat kimia: i. Menaikkan KTK. (humus mempunyai KTK lebih besar dari 200 me/100 gr. ii. Sebagai sumber unsur hara (penting dalam daur/siklus unsur hara) iii. Merupakan cadangan unsur hara utama N,P, S dalam bentuk organik dan unsur hara mikro (Fe, Cu, Mn, Zn, B, Mo, Ca) dalam bentuk khelat (chelate) dan akan dilepaskan secara perlahan-lahan. iv. Meningkatkan aktivitas, jumlah dan populasi mikro dan makro organisme tanah (O merup sumber energi/makanan) (bakteri, fungi, actinomycetes, cacing, serangga dll) c. Pengaruh terhadap sifat biologi: BOT merupakan sumber makanan bagi jasad renik tanah, sehingga dengan adanya BOT maka akan meningkatkan aktivitas jasad renik tanah. 2. Perombakan Bahan Organik Tanah Proses perombakan BO dalam tanah umumnya mengikuti urutan sebagai berikut: a. Fase perombakan bahan organik segar. Dalam proses ini bahan organik segar dengan ukuran besar akan terpotong-potong menjadi bahan yang lebih kecil. Hal ini umumnya dilakukan oleh hewan tanah seperti serangga tanah. b. Fase perombakan lanjutan, yang melibatkan proses ensimatis jasad renik tanah. Fase ini dibagi menjadi beberapa tahapan. i. Tahap awal: dicirikan oleh kehilangan secara cepat bahan-bahan yang mudah terdekomposisi sebagai akibat pemanfaatan BO sebagai sumber karbon dan energi oleh jasad renik tanah, terutama bakteri. Dari proses ini dihasilkan sejumlah senyawa sampingan seperti: NH3, H2S, CO2, as organik dan lain-lain. ii. Tahap tengahan yakni dicirikan dengan terbentuknya senyawa organik antara (intermediate products) dan biomasa baru sel jasad renik. iii. Tahap akhir, yakni dicirikan oleh terjadinya dekomposisi secara berangsur bagian jaringan tanaman atau hewan yang lebih resisten (mis: lignin). Peran fungi dan Actinomycetes pd tahana ini sangat dominan. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 76 c. Fase perombakan dan sintesis ulang senyawa-senyawa organik (humifikasi) yang akan membentuk humus. Kecepatan perombakan dan hasil akhir yang terbentuk bergantung pada beberapa faktor antara lain: suhu, lengas, udara, bahan kimia dan jasad renik. Semakin tinggi suhu (hingga 40oC) akan semakin mempercepat perombakan. Lengas diperlukan untuk perombakan secara biologis, namun air yang berlebihan akan menyebabkan kekurangan udara dan akibatnya akan memperlamat perombakan. Ketersediaan bahan-bahan kimia yang diperlukan sebagai zat hara (terutama N) bagi mikrobia menentukan kecepatan perombakan dan berpengaruh terhadap jenis humus yang dibentuk. Urutan perombakan komponenkomponen BOT adalah: Gula, pati, protein2 yg larut air - Protein kasar – Hemicelulose – Selulosa - Minyak, lemak, lignin, lilin. Kecepatan perombakan BO menurun sesuai dengan waktu dan tercapainya suatu komposisi kimia yg mirip humus yang dianggap sebagai salah satu hasil pertengahan perombakan. Brady (1984) menyatakan bahwa organisme tanah berperan penting dalam mempercepat penyediaan hara dan juga sebagai sumber bahan organik tanah. Mikroorganisme tanah sangat nyata perannya dalam hal dekomposisi bahan organik pada tanaman tingkat tinggi. Dalam proses dekomposisi sisa tumbuhan dihancurkan atau dirombak menjadi unsur yang dapat digunakan tanaman untuk tumbuh. Jasad renik perombak bahan organik ini terdiri atas fungi dan bakteri. Pada kondisi aerob, jasad renik perombak bahan organik terdiri atas fungi, sedangkan pada kondisi anaerob sebagian besar perombak bahan organik adalah bakteri. Fungi berperan penting dalam proses dekomposisi bahan organik untuk semua jenis tanah. Fungi toleran pada kondisi tanah yang asam, yang membuatnya penting pada tanah-tanah hutan masam. Sisa-sisa pohon di hutan merupakan sumber bahan makanan yang berlimpah bagi fungi tertentu mempunyai peran dalam perombakan lignin. Proses mineralisasi Nitrogen (N) dari BOT dilakukan oleh jasad renik tanah terutama oleh bakteri diawali dari perombakan senyawa organik pembawa N menghasilkan ammonium (NH4+). Reaksi umum: N-ORGANIK NH4+ Bentuk N-organik utama adalah protein, khitin, peptidoglikan, asam nukleat. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 77 Reaksi perombakan protein menjadi asam amino, selanjutnya asam amino melalui reaksi deaminasi membentuk ammonia dan ammonium (NH4+): protease PROTEIN deaminasi ASAM AMINO NH4+ NH3 Deaminasi langsung: RCH2CHNH2COOH RCH=CHCOOH + NH3 Deaminasi oksidatif: RCHNH2COOH + ½ O2 RCOCOOH + NH3 Deaminasi reduktif: RCHNH2COOH + 2 H RCH2COOH + NH3 Amonium yang terbentuk selanjutnya akan dioksidasi oleh bakteri aerob membentuk nitrit dan nitrat melalui proses nitrifikasi. Reaksi umum Nitrifikasi: NH4+ NO2 NO3 • Reaksi antara pengoksidasi amonium oleh Nitrosomonas, Nitrosospira, Nitrosococcus, dan Nitrosovibrio: NH4+ + 1,5 O2 NO2- + 2 H+ + H2O NH3 NH2OH + O2 (H2NO3) NO NO2- ½ N2 O + ½ H2 O • Reaksi oksidasi nitrit oleh Nitrobacter, Nitrospira dan Nitrococcus : NO2- + H2O 2 H + ½ O2 H2O-NO2- NO3 + 2 H H2 O Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 78 SOAL-SOAL 1. Mengapa beraneka ragam jasad hidup menggunakan tanah sebagai tempat hidup? 2. Pada aspek mana tanaman dapat dikatakan sebagai penopang kehidupan jasad hidup dalam tanah? 3. Jelaskan bagaimana jasad renik tanah berdaptasi terhadap kekurangan zat makanan dalam tanah! 4. Mengapa hanya beberapa jenis tanaman saja yang mampu melakukan simbiosis dengan bakteri pemfiksasi nitrogen, sedangkan hampir semua jenis tanaman mampu melakukannya dengan mikorisa? 5. Jelaskan bagaimana bahan organik mampu meningkatkan kesuburan tanah! 6. Apa peran jasad renik dalam proses mineralisasi senyawa N organik? Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 79 DAFTAR PUSTAKA Bohn, H.L., B.L. Mc Neal and G.A. O’Connor. 1979. Soil Chemistry. John Wiley & Sons. New York. Bolt, G.H. 1976. Adsorption of anion in soils. In soil chemistry, A basic element. G.H. Bolt and M.G.M Bruggenwert eds. Elsvier Sci. Amsterdam. Pp 91 - 95. Bowen, G.D. 1987. The biology and physiology of infection and its development. In Ecophysiology of VAM plants. G. Safir (ed). CRC Press. Boca Raton. pp 27-57. Brady, N.C. 1984. The nature and Properties of Soil. 9th ed. Macmillan, New York. Brundrett, M.C. , Piche, Y. and R.L. Petrson. 1985. Develepmental study of early stages of VAM formation. Can. J. Bot. 63:184-194. Cox, B. and P.B. Tinker. 1976. Translocation and transfer of nutrient in vesicular arbuscular mycorrhiza. I. The arbuscule and phosphorus transfer: a quantitative ultrastructural study. New Phytol. 77:371-378. Darmawijaya, I. 1982. Klasifikasi Tanah. BPPT Gambung. Bandung. Forth, H.D. 1995. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan oleh Purbayanti, ED; D.R. Lukiwati dan R. Trimulatsih. Ed. Ke-7. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Garcia-romera, I., J.M. Garcia-Garrido, E. Martinez-Molina, and J.A. Ocampo. 1990. Possible influence of hydrolytic enzymes on VAM infection on alfalfa. Soil Biol. Biochem. 22:149-152. Handayanto, E., G. Cadish, K.E. Giller (1995). Manipulation of quality and mineralization of tropical legume tree prunnings by varying nitrogen supply. Plant and Soil. O:1-11. Krisnha, K.R., K.G. Shetty, P.J. Dart and D.J. Andrews. 1985. Genotype dependent variation in mycorrhizal colonization and response to inoculation of pearl millet. Plant and Soil. 86:113-125. Mandelstam, J. and K. Mc Quillen. 1973. Biochemistry of Bacterial Growth. Blackwell Scientific Publ. Oxford, London. Morton J.B. and G.L. Benny. 1990. Revised classification of arbuscular mycorrhizal fungi (Zygomicetes): A new order Glomales, two new suborder, Glomineae and Gigasporineae, and two new families, Acaulosporaceae and Gigasporaceae, with an emendation of Glomaceae. Mycotaxon. 37:471-491. Mosse, B. 1981. VAM research for tropical agriculture. Res. Bull. 19-August 1981. Munir, M. 1995. Tanah-tanah Utama di Indonesia. Karakter, Klasifikasi dan Pemanfaatannya. Pustaka Jaya. Jakrta 346 p. Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 80 Ongko Cahyono, Syekhfani, M. Munir, L.A. Soehono. 2002. Metode Pembebasan Fosfor Terperangkap (Occluded-P) dalam Tanah dengan Asam Organik . Jurnal Ilmiah IlmuIlmu Teknik (Engineering). Unbra Malang. Vol.14 (1): 54 – 65. Paul, E.A. and F.E. Clark. 1989. Soil Microbiology and Biochemistry. Academic Press Inc. London. 273 p. Premono, M.E. 1994. Jasad renik pelarut fosfat, pengaruhnya pada P-tanah dan efisiensi pemupukan P tanaman tebu. Disertasi. Program Pasca Sarjana IPB Bogor. Pujihatuti, N. 2002. Peran asam organik yang dilepaskan selama dekomposisi bahan organik dalam meningkatkan ketersediaan fosfor pada Alfisol. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya, Malang. Sanchez, P. A. 1976. Properties and Management of Soil in the Tropics. John Wiley and Sons. New York. Singer, M.J. and D.N. Munns. 1985. Soils. An Introduction. Macmillan Publishing Company. New York. Siqueira, J.O., D.M. Sylvia, J.L. Gibson and D.H. Hubbell. 1985. Spore germination and germ tubes of vam fungi. Can. J. Microbiol. 31:965-972. Sutanto, R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Konsep dan Kenyataan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Sylvia, D.M. 1992. Quantification of external hyphae of VAM fungi. In Methods in Mycrobiology vol. 24. Technique for the Study of Mycorrhiza. J.R. Norris, D.J. Read, and A.K. Varma (eds.). Academic Press. London. pp. 53-65. Tan, K.H. 1982. Principles of Soil Chemistry. Marcel Dekker Inc. New York. Trappe. J M. 1987. Phylogenetic and Ecological Aspects of Mycotrophy in The Angiosperms from an Evolutionary Stanpoint. In Ecophysiology of VAM plants. G.R. Safir (ed). CRC Press. Boca Raton. pp. 5-25. Tisdale, S.L., W.L. Nelson, and J.D. Beaton. 1985. Soil Fertility and fertilizers. Macmillan Publ. Co. New York. Utomo & Islami. 1995. Hubungan air, tanah dan tanaman. Gajahmada Press. Jogjakarta Buku Ajar “Dasar IlmuTanah” FP-UTP Surakarta 2014 ……………..…………………….. 81