STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN SKRIPSI PENGARUH SENAM LANSIA TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA PENDERITA HIPERTENSI DI DESA LEYANGAN KECAMATAN UNGARAN TIMUR KABUPATEN SEMARANG Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan Oleh : LILIAN IRMAWATI 010109a074 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2013 PENGARUH SENAM LANSIA TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA PENDERITA HIPERTENSI DI DESA LEYANGAN KECAMATAN UNGARAN TIMUR KABUPATEN SEMARANG Lilian Irmawati *) Faridah Aini, S.Kep., Ns., Sp.KMB**), Imron Rosyidi, S.Kep., Ns**) *) Mahasiswa PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **) Dosen PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan metode quasy experiment dengan rancangan non equivalent (pretest dan posttest) control group design. Populasi adalah lansia penderita hipertensi di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang yang berjumlah 58 orang. Metode pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan sampel sebanyak 30 orang yang dibagi dalam dua kelompok, 15 kelompok intervensi dan 15 kelompok kontrol. Alat pengumpulan data menggunakan sphygmomanometer jarum. Uji analisis data menggunakan T-Test Dependent dan T-Test Independent. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan tekanan darah sistolik maupun diastolik kelompok intervensi (p value 0,000 dan p value 0,000). Tidak ada perbedaan yang signifikan tekanan darah sistolik maupun diastolik kelompok kontrol (p value 0,634 dan p value 0,089). Ada pengaruh pemberian senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang (p value 0,000) tekanan darah sistolik dan diastolik. Saran bagi masyarakat, senam lansia dapat bermanfaat dalam menurunkan tekanan darah bagi lansia penderita hipertensi. Bagi tenaga kesehatan, senam lansia dapat digunakan sebagai terapi non farmakologis untuk penatalaksanaan dalam menurunkan tekanan darah pada lansia penderita hipertensi. Kata kunci : Senam lansia, tekanan darah, hipertensi Kepustakaan : 23 (2002-2012) PENDAHULUAN Tekanan darah merupakan kekuatan lateral pada dinding arteri oleh darah yang di dorong dengan tekanan dari jantung. Tekanan sistemik atau arteri darah, tekanan darah dalam sistem arteri tubuh, adalah indikator yang baik tentang kesehatan kardiovaskuler. Aliran darah mengalir pada sistem sirkulasi karena perubahan tekanan. Darah mengalir dari daerah yang tekanannya tinggi ke daerah yang tekanannya rendah. Kontraksi jantung mendorong darah dengan tekanan tinggi ke aorta. Puncak dari tekanan maksimum saat ejeksi terjadi adalah tekanan (sistolik). Pada saat ventrikel rileks, darah yang tetap dalam arteri menimbulkan tekanan (diastolik) atau minimum. Tekanan di astolik adalah tekanan minimal yang mendesak dinding arteri setiap waktu (Potter & Perry, 2005). Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah, yaitu usia, stres, Ras, medikasi, variasi diurnal dan jenis kelamin (Potter & Perry, 2005). Menurut Potter & Perry (2005), tekanan darah menggambarkan interelasi dari curah jantung, tahanan vaskular perifer, volume darah, viskositas darah dan elastisitas arteri. Tekanan darah yang tinggi atau meningkat disebut hipertensi, Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg (Price & Wilson, 2006). Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) tekanan darah normal bagi setiap orang adalah 120/80 mmHg. Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Preassure (JNC) sebagai tekanan yang lebih dari 140/90 mmHg. Hipertensi pada lansia terjadi karena adanya perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer yang bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya aorta dan arteri besar kurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung, mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer & Bare, 2002). Kejadian hipertensi banyak di temukan pada lansia. Menurut Depkes RI (2010) hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Semarang, Jawa Tengah, kasus tertinggi penyakit tidak menular tahun 2011 adalah kelompok penyakit jantung dan pembuluh darah, salah satunya adalah penyakit hipertensi sebesar 67.101 kasus (19,56%) dibanding dengan jumlah keseluruhan hipertensi di kabupaten/kota lain di Jawa Tengah, (Dinkes, 2011). Terapi hipertensi secara umum ada 2 yaitu dapat dilakukan secara farmakologi dan nonfarmakologi. Penatalaksanaan farmakologi adalah pengobatan yang menggunakan obatobatan modern. Penanganan hipertensi dapat dilakukan dengan menggunakan pengobatan modern atau obat antihipertensi dari berbagai golongan yaitu golongan Diuretik, penghambat Adrenergik seperti βbloker, ACE-Inhibitor, ARB, Antagonis Kalsium, dan Vasodilator (Divine, 2012). Pengobatan modern untuk hipertensi banyak menyembuhkan hipertensi namun pengobatan ini juga memiliki efek samping. Efek samping yang sering timbul adalah sakit kepala, pusing, lemas, dan mual (Susilo & Wulandari, 2011). Penatalaksanaan nonfarmakologi merupakan pengobatan tanpa obat-obatan yang diterapkan pada hipertensi, dengan cara ini penurunan tekanan darah diupayakan melalui pencegahan dengan menjalani pola hidup sehat seperti, pada penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan untuk menurunkan berat badannya sampai batas ideal dengan cara membatasi makan dan mengurangi makanan berlemak, mengurangi penggunaan garam, menghentikan pemakaian alkohol dan narkoba, hidup dengan pola yang sehat, istirahat yang cukup, berhenti merokok, mengelola stres, melakukan olahraga yang tidak terlalu berat secara teratur, (Susilo & Wulandari, 2011). Olahraga dan latihan pergerakan secara teratur dapat menanggulagi masalah akibat perubahan fungsi tubuh, dan olahraga sangat berperan penting dalam pengobatan tekanan darah tinggi, manfaat olahraga adalah meningkatkan kesegaran jasmani, mendorong jantung bekerja secara optimal, melancarkan sirkulasi darah, memperkuat otot, mencegah pengeroposan tulang, membakar kalori, mengurangi stres dan mampu menurunkan tekanan darah. Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa latihan dan olah raga pada usia lanjut dapat mencegah atau melambatkan kehilangan fungsional tersebut, bahkan latihan yang teratur dapat menurunkan tekanan darah 5-10 mmHg baik pada tekanan sistolik dan diastolik, olahraga yang tepat untuk lansia adalah senam lansia (Divine, 2012) Senam lansia adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah serta terencana yang diikuti oleh orang lanjut usia dalam bentuk latihan fisik yang berpengaruh terhadap kemampuan fisik lansia. Aktifitas olahraga ini akan membantu tubuh agar tetap bugar dan tetap segar karena melatih tulang tetap kuat, dan membantu menghilangkan radikal bebas yang berkeliaran di dalam tubuh (Widianti & Atikah, 2010). Melakukan olahraga seperti senam lansia mampu mendorong jantung bekerja secara optimal, dimana olahraga untuk jantung mampu meningkatkan kebutuhan energi oleh sel, jaringan dan organ tubuh, dimana akibat peningkatan tersebut akan meningkatkan aktivitas pernafasan dan otot rangka, dari peningkatan aktivitas pernafasan akan meningkatkan aliran balik vena sehingga menyebabkan peningkatan volume sekuncup yang akan langsung meningkatkan curah jantung sehingga menyebabkan tekanan darah arteri meningkat sedang, setelah tekanan darah arteri meningkat akan terjadi fase istirahat terlebih dahulu, akibat dari fase ini mampu menurunkan aktivitas pernafasan dan otot rangka dan menyebabkan aktivitas saraf simpatis dan epinefrin menurun, namun aktivitas saraf simpatis meningkat, setelah itu akan menyebabkan kecepatan denyut jantung menurun, volume sekuncup menurun, vasodilatasi arteriol vena, karena penurunan ini mengakibatkan penurunan curah jantung dan penurunan resistensi perifer total, sehingga terjadinya penurunan tekanan darah (Sherwood, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Sukartini (2010) tentang manfaat senam tera terhadap kebugaran lansia di dapatkan hasil mampu menunjukkan bahwa senam dapat mempengaruhi tidak hanya stabilitas nadi, namun juga stabilitas tekanan darah sistolik dan diastolik, pernafasan dan kadar immunoglobulin. Penelitian yang dilakukan oleh Oktavia (2009), tentang manfaat latihan yoga juga mampu menunjukkan hasil ada pengaruh latihan yoga terhadap tekanan darah, baik tekanan darah sistolik maupun diastoliknya. METODE PENELITIAN Rancangan dalam penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen semu disebut eksperimen semu karena eksperimen ini belum memiliki ciri-ciri rancangan eksperimen sebenarnya, karena variabel yang seharusnya dikontrol atau dimanipulasi tidak dapat atau sulit untuk dilakukan (Notoatmodjo, 2010). Desain dalam penelitian ini menggunakan non equivalent control group design. Dalam rancangan ini pengelompokan anggota sampel pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak dilakukan secara random atau acak. Oleh sebab itu rancangan ini juga sering disebut non randomized control group pretest postest design. Penelitian ini dilakukan selama 7 hari pada tanggal 16 Agustus sampai 22 Agustus 2013 pada lansia penderita hipertensi di desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Populasi daam penelitian ini adalah sebayak 58 orang penderita hipertensi pada bulan januari dan februari 2013 dengan jumlah sampel sebanyak 30 responden yang terbagi dalam 15 responden kelompok intervensi dan 15 responden kelompok kontrol. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunan alat spignomanometer jarum, lembar observasi dan checklist pemberian senam lansia. HASIL PENELITIAN A. Analisa Univariat 1. Analisis tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan senam lansia pada kelompok intervensi. Perlakuan Variabel N Mean (mmHg) Sebelum TD Sistol TD Diastol 15 15 159,33 103,33 Std Deviasi (mmHg) 16,021 9,386 Setelah TD Sistol TD Diastol 15 15 143,67 92,33 13,689 7,287 Min (mmHg) Max (mmHg) 140 90 190 120 125 80 180 110 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pada kelompok intervensi, rata-rata tekanan darah sistole lansia penderita hipertensi sebelum diberikan senam lansia di Desa Leyangan Kec. Ungaran Timur, Kab. Semarang sebesar 159,33 ± 16,021 mmHg, dan tekanan darah diastole memiliki rata-rata 103,33 ± 9,386 mmHg, sedangkan setelah diberikan senam lansia rata-rata tekanan darah sistole menjadi 143,67 ± 13,689 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastolenya 92,33 ± 7,287 mmHg. 2. Tekanan darah pada lansia penderita hipertensi sebelum dan Sebelu TD Sistol 15 m TD Diastol 15 Mean Std Min Max (mmH Deviasi (mmHg (mmHg) g) (mmHg) ) 154,67 11,721 140 180 102,33 8,209 90 120 TD Sistol 15 Setelah TD Diastol 15 154,00 100,00 Perlak Variabel uan n 11,052 9,258 140 85 170 120 sesudah diberikan intervensi pada kelompok kontrol. Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pada kelompok kontrol, rata-rata tekanan darah sistole lansia penderita hipertensi sebelum perlakuan Desa Leyangan Kec. Ungaran Timur, Kab. Semarang sebesar 154,67 ± 11,721 mmHg, dan tekanan darah diastole memiliki ratarata 102,33 ± 8,209 mmHg, sedangkan setelah perlakuan rata-rata tekanan darah sistol menjadi 154,00 ± 11,052 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastolnya 100,00 ± 9,258 mmHg. B. Analisa Bivariat 1. Perbedaan tekanan darah lansia penderita hipertensi sebelum dan sesudah diberikan senam lansia pada kelompok intervensi. Mean Variabel Intevensi SD n t pvalue 6,313 0,000 5,601 0,000 (mmHg) TD Sistole TD Diastole Sebelum 15 Setelah 15 Sebelum 15 Setelah 15 15,667 16,021 13,689 11,000 9,386 7,287 Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa pada kelompok intevensi, sebelum diberikan senam lansia, rata-rata TD sistole responden sebesar 159,33 mmHg, kemudian turun menjadi 143,67 mmHg setelah diberikan senam lansia, sedangkan tekanan darah diastolnya juga mengalami penurunan dari 103,33 mmHg sebelum diberikan senam lansia menjadi 92,33 setelah diberikan senam lansia. Berdasarkan uji t dependen, didapatkan nilai t hitung untuk TD sistole sebesar 6,313 dengan p-value sebesar 0,000 dan untuk TD diastole t hitung sebesar 5,601 dengan pvalue 0,000. Terlihat bahwa kedua pvalue tersebut < (0,05), ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tekanan darah kelompok intervensi sebelum dan setelah diberikan senam lansia pada lansia penderita hipertensi di Desa Leyangan Kec. Ungaran Timur, Kab. Semarang. 2. Perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan perlakuan pada kelompok kontrol Mean Variabel Intevensi SD N t pvalue 0,487 0,634 (mmHg) TD Sistole Sebelum 15 Setelah 15 ,667 11,721 Untuk menguji pengaruhi ini, dilakukan uji perbedaan tekanan setelah diberikan senam lansia antara kelompok intervensi dan kontrol, jika terdapat perbedaan diantara kelompok intervensi dan kontrol (Pvalue < 0,05), maka ada pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah. Hasil dari uji ini disajikan berikut ini. 11,052 Mean Variabel TD Diastole Sebelum 15 Setelah 15 2,333 8,209 1,825 Berdasarkan uji t dependen, didapatkan nilai t hitung untuk TD sistole sebesar 0,487 dengan p-value sebesar 0,634 dan untuk TD diastole t hitung sebesar 1,825 dengan pvalue 0,089. Terlihat bahwa kedua pvalue tersebut > (0,05), ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan tekanan darah kelompok kontrol sebelum dan setelah perlakuan pada lansia penderita hipertensi di Desa Leyangan Kec. Ungaran Timur, Kab. Semarang. lansia pada pvalu e - 0,03 2,275 1 - 0,01 2,520 8 (mmHg) TD Sistole Berdasarkan tabel 5.5, menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol, sebelum perlakuan, rata-rata TD sistole responden sebesar 154,67 mmHg, kemudian sedikit turun menjadi 154,00 mmHg setelah diberikan perlakuan, sedangkan tekanan darah diastolenya mengalami penurunan dari 102,33 mmHg sebelum perlakuan menjadi 100,00 setelah perlakuan. t SD n 0,089 9,258 3. Pengaruh senam tekanan darah. Kelompok TD Intervensi 15 Kontrol 15 Intervensi 15 Kontrol 15 Diastole -10,333 13,689 11,052 - >,6 7,287 - 67 9,258 Berdasarkan tabel diatas rata-rata TD sistole respoden kelompok intervensi setelah diberikan senamm lansia sebesar 143,67 mmHg dan pada kelompok kontrol sebesar 154,00 mmHg, sedangkan rata-rata TD diastole kelompok intervensi sebesar 92,33 mmHg dan kelompok kontrol 100,00 mmHg. Ini menunjukkan bahwa setelah diberikan senam lansia, tekanan darah kelompok intervensi baik sistole maupun diastole lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol. Berdasarkan uji t independen, didapatkan nilai t hitung untuk TD sistole sebesar -2,275 dengan p-value sebesar 0,031, sedangkan t hitung untuk TD diastole sebesar -2,520 dengan p-value 0,018, oleh karena kedua p-value tersebut lebih kecil dari (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tekanan darah lansia setelah diberikan senam lansia antara kelompok intervensi dan kontrol pada lansia penderita hipertensi di Desa Leyangan Kec. Ungaran Timur, Kab. Semarang. Hal ini juga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan senam lansia terhadap penurunan tekanan darah lansia penderita hipertensi di Desa Leyangan Kec. Ungaran Timur, Kab. Semarang. Penurunan ini terlihat dimana tekanan darah pada kelompok intervensi yang diberikan perlakuan senam lansia lebih rendah daripada kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan. PEMBAHASAN A. Analisa Univariat 1. Gambaran tekanan darah sebelum diberikan perlakuan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Berdasarkan hasil penelitian terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi sebelum dan sesudah diberikan senam lansia, sebelum diberikan senam lansia ratarata tekanan darah sistolik responden sebesar 159,33 mmHg, dan rata-rata tekanan darah diastolik responden sebesar 103,33 mmHg. Sesudah diberikan senam lansia rata-rata tekanan darah sistolik berubah menjadi 143,67 mmHg, dan rata-rata tekanan darah diastolik berubah menjadi 92,33 mmHg. Dilihat dari rata-rata tekanan darah sebelum diberikan senam lansia pada kelompok intervensi menghasilkan rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik yang cukup tinggi, dapat diartikan bahwa pada kelompok intervensi yang tinggal di desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang mengalami hipertensi, faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi pada kelompok intervensi disebabkan karena bertambahnya usia, dimana pada orang yang lanjut usia besar jantung akan sedikit mengecil yang banyak mengalami penurunan adalah rongga bilik kiri, akibat semakin berkurangnya aktivitas, juga mengalami penurunan adalah besarnya sel-sel otot jantung hingga menyebabkan menurunnya kekuatan otot jantung, semakin bertambahnya umur seseorang, denyut jantung maksimum dan fungsi lain dari jantung berangsurangsur menurun, pada lanjut usia tekanan darah akan naik secara bertahap sehingga dapat menyebabkan terjadinya hipertensi pada lansia (Azizah, 2011). Hipertensi pada lansia terjadi karena adanya perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer yang bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya aorta dan arteri besar kurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung, mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer & Bare, 2002). Stres juga berpengaruh terhadap tekanan darah, jika terjadi ansietas (cemas), takut, nyeri dan stres emosi mengakibatkan stimulasi simpatik, yang meningkatkan frekuensi darah, curah jantung dan tahanan vaskular perifer. Efek stimulasi simpatik yang meningkatkan tekanan darah. Variasi diurnal juga berpengaruh terhadap tekanan darah diamana tingkat tekanan darah biasanya rendah pada pagi-pagi sekali, secara berangsur angsur naik pada siang hari dan sore, dan puncaknya pada senja hari atau malam, tidak ada orang yang pola dan derajat variasinya sama (Potter & Perry, 2006). Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Hipertensi sering disebut sebagai “pembunuh diamdiam” (silent killer) karena orang dengan hipertensi sering tidak menampakkan gejala (Smeltzer & Bare, 2002). Dilihat dari tekanan darah pada kelompok intervensi menunjukkan adanya penurunan rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik. Terjadi penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik pada lansia penderita hipertensi pada kelompok intervensi, disebakan karena senam lansia mengakibatkan penurunan curah jantung dan penurunan resistensi perifel total, sehingga terjadinya penurunan tekanan darah (Sherwood, 2005). Penelitian yang dilakukan Sukartini (2010) tentang manfaat senam tera terhadap kebugaran lansia di dapatkan hasil mampu menunjukkan bahwa senam dapat mempengaruhi tidak hanya stabilitas nadi, namun juga stabilitas tekanan darah, pernafasan dan kadar immunoglobulin, dengan hasil uji analisis statistik untuk kategori tekanan darah sistolik p-value 0.02 berarti a< p=0,05) artinya terdapat perbedaan tekanan darah sistolik antara lansia pada kelompok perlakuan dan kontrol. Pada kategori tekanan darah diastolic didapat Sig value = 0.00 nilai lebih rendah dengan nilai significant, artinya terdapat perbedaan tekanan darah diastolik antara lansia pada kelompok perlakuan dan kontrol, dan pada kategori tekanan darah arteri rata-rata didapat hasil Sig value = 0.49 dimana nilai lebih tinggi dengan nilai significant, artinya tidak terdapat perbedaan tekanan darah arteri rata-rata antara lansia pada kelompok perlakuan dan kontrol. Tekanan darah normal dapat terjadi karena mekanisme tubuh yang bekerja secara sinergi dan dalam keseimbangan. Apabila terjadi gangguan atas mekanisme ini, tekanan darah akan meningkat (Junaidi, 2010). Meningkatnya tekanan darah didalam arteri terjadi karena: 1) Jantung memompa darah lebih kuat dari biasanya, karena ada sumbatan atau hambatan aliran darah, sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya; 2) Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga tidak dapat mengembang ketika jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan; 3) Tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) mengerut untuk sementara waktu karena rangsangan saraf atau hormon di dalam darah; 4) Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. HaI ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat; sebaliknya, jika terjadi pengurangan aktivitas jantung dalam memompa, arteri mengalami pelebaran (vasodilatasi), sehingga cairan yang keluar dari sirkulasi tidak terhambat, dengan demikian tekanan darah akan mengalami penurunan (Junaidi, 2010; Susilo & Wulandari, 2011). Keadaan yang menjadi faktorfaktor yang mempengaruhi tekanan darah, diantaranya: 1) usia, tingkat normal tekanan darah bervariasi sepanjang kehidupan. Meningkat pada masa anak-anak, dan selama masa remaja tekanan darah bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh. 2) Stress, ansietas (cemas), takut, nyeri dan emosi mengakibatkan stimulasi simpatik, yang meningkatkan frekuensi darah, curah jantung dan tahanan vaskular perifer. Efek stimulasi simpatik meningkatkan tekanan darah. 3) Jenis Kelamin, secara klinis tidak ada perbedaan yang signifikan dari tekanan darah pada anak laki-laki dan perempuan. Setelah pubertas, pria cenderung memiliki bacaan tekanan darah yang lebih tinggi. Setelah menopause, wanita cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dari pada pria pada usia tersebut (Potter & Perry, 2005). B. Analisa Bivariat Perbedaan tekanan darah lansia sebelum dan sesudah diberikan senam lansia pada kelompok intervensi dan kontrol di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada tekanan darah sistolik maupun diastolik responden kelompok Intervensi sebelum dan sesudah diberikan senam lansia pada penderita hipertensi di desa Leyangan, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang (tekanan darah sistolik p value 0,000 dan tekanan darah diastolik p value 0,000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol, sebelum perlakuan, rata-rata TD sistole responden sebesar 154,67 mmHg, kemudian sedikit turun menjadi 154,00 mmHg setelah diberikan perlakuan, sedangkan tekanan darah diastolenya mengalami penurunan dari 102,33 mmHg sebelum perlakuan menjadi 100,00 setelah perlakuan. Pada kelompok Intervensi menunjukkan adanya perubahan pada tekanan darah responden kelompok intervensi dibandingkan responden kelompok kontrol dimana terjadi penurunan pada tekanan darah sistolik dan penurunan pada tekanan darah diastolik pada kelompok intervensi, di sebabkan adanya pengaruh pemberian senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi pada kelompok Intervensi. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada tekanan darah sesudah diberikan senam lansia antara kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol yang tidak diberikan intervensi pada lansia penderita hipertensi di desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang p value 0,000 (<α=0,05). Perbedaan tekanan darah yang terjadi pada kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol disebabkan karena senam lansia mampu mengakibatkan penurunan curah jantung dan penurunan resistensi perifer total, sehingga terjadi penurunan tekanan darah (Sherwood, 2005). Pada kelompok kontrol yang tidak diberikan terapi senam lansia tidak menunjukkan perubahan tekanan darah yang signifikan disebabkan karena tidak terdapat kandungan yang dapat menurunkan tekanan darah bagi lansia penderita hipertensi. Hal ini juga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan pemberian senam lansia terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi di desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Perubahan ini terlihat dimana tekanan darah pada kelompok intervensi sesudah diberikan senam lansia lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan . KESIMPULAN Ada pengaruh pemberian senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang (p value 0,000) (a=0,05), dimana gambaran tekanan darah pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah diberikan senam lansia rata-rata tekanan darah sistolik dari 159,33 mmHg menjadi 143,67 mmHg, dan diastolik dari 103,33 mmHg menjadi 92,33 mmHg, terlihat penurunan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik yaitu 15 mmHg sistolik dan 11 mmHg untuk tekanan darah diastolik. SARAN 1. Bagi Masyarakat Terapi senam lansia dapat menjadi bahan pertimbangan untuk lansia dan masyarakat yang menderita hipertensi. Mengingat manfaat senam lansia yang dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah, maka diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan senam lansia sebagai pelengkap alternatif untuk menurunkan tekanan darah bagi lansia penderita hipertensi. 2. Bagi Perawat dan Tenaga Kesehatan Lain Terapi senam lansia dapat dijadikan sebagai salah satu alternative intervensi yang dapat dimanfaatkan oleh tenaga kesehatan, khususnya perawat komunitas untuk digunakan sebagai penatalaksanaan nonfarmakologi untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. 3. Bagi Peneliti Lain Penelitian lebih lanjut tentang pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi dapat dilakukan dengan melakukan pengawasan terhadap faktor yang berpengaruh terhadap tekanan darah, seperti mengontrol pola makan, merokok, dan stress, serta scrining bagi penderita hipertensi esensial secara tepat. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Edisi revisi 6. Cetakan ke-13. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Azizah, M. Lilik (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu Dahlan, M. S. (2012). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan: deskriptif, bivariat, dan multivariat, dilengkapi aplikasi dengan menggunakan SPSS. Edisi 5. Cetakan ke-2. Jakarta: Salemba Medika. Depkes RI (Departemen Kesehatan Republik Indonesia). (2010). Hipertensi penyebab kematian nomor tiga. Diakses: 10 Februari 2010, dari http://www.depkes.go.id/inde x.php/berita/pressrelease/810-hipertansipenyebab-kematian-nomortiga.html. Depkes R.I., 2004. Sistem Kesehatan Nasional. 2004, Jakarta Dinkes (Dinas Kesehatan). (2011). Profil kesehatan provinsi Jawa Tengah tahun 2011. Diakses: 20 November 2012, dari http://www.dinkesjatengprov. go.id/dokumen/profil/profil20 11/BAB%20IVI%202011.pdf. Divine, G. Jon (2012). Program Olahraga tekanan Darah Tinggi. Klaten : PT Intan Sejati Hidayat, A. A. A. (2008). Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah. Edisi 2. Cetakan ke-3. Jakarta: Salemba Medika. _______. (2009). Metode penelitian keperawatan dan teknik analisa data. Jakarta: Salemba Medika. Junaidi, I. (2010). Hipertensi pengenalan, pencegahan, dan pengobatan. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. Kholish, N. (2011). Bebas hipertensi seumur hidup dengan terapi herbal. Yogyakarta: Real Books. Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi penelitian kesehatan. Cetakan ke-3. Jakarta: PT. Rineka Cipta _______. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2011). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan, pedoman skripsi, tesis, dan instrumen penelitian keperawatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. Potter, P. A & Perry, A. G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses, dan praktik. Alih Bahasa: Yasmin Asih. Edisi 4 Jakarta: EGC. Price, S. A. & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC. Sastroasmoro, S. & Ismael, S. (2010). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Cetakan ke-2. Edisi ke-3. Jakarta: CV Sagung Seto. Sherwood, Lauralee. (2005). Fisiologi Kedokteran : Dari Sel Ke Sistem. Jakarta. Smeltzer, S. C & Bare, B. G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah brunner & suddarth. Alih bahasa: Agung Waluyo. Edisi 8. Cetakan 1. Volume 2. Jakarta: EGC. Sudoyo, A. W., dkk. (2007). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Jilid 1. Cetakan ke2. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Sugiyono. (2012). Statistika untuk Penelitian. Cetakan ke-20. Bandung: Alfabeta, CV. Susilo, Y. & Wulandari, A. (2011). Cara jitu mengatasi hipertensi. Edisi 1. Yogyakarta: ANDI. Widianti dan Atikah, (2010). Senam Kesehatan. Jogjakarta : Nuha Medika