BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang Undang (UU) Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab I Pasal 1 Ayat 1 menyatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Selanjutnya, pada Bab III Pasal 4 dinyatakan bahwa: Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (UU RI No.20, 2003). UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 yang dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.17 th 2010 dengan adendumnya PP No. 66 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Bag 4 Paragraf 1 Pasal 84 Ayat 2 a/3 menyatakan bahwa: Pendidikan Tinggi bertujuan membentuk insan yang kritis, kreatif, inovatif, percaya diri dan berjiwa wirausaha (UU RI No. 20, 2003). Undang Undang No 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 5 a Pendidikan Tinggi bertujuan : berkembangnya potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak 1 2 mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa. Selanjutnya Pasal 6 f dinyatakan bahwa Pembelajaran yang berpusat pada Mahasiswa dengan memperhatikan lingkungan secara selaras dan seimbang (UU RI No.12, 2012). Menjadi tanggung jawab pendidik untuk merealisasikan Undang Undang tersebut, karena kemampuan individu dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan, berpikir kritis, dan berpikir kreatif merupakan produk pendidikan, alasannya adalah bahwa setiap perilaku baik dalam berpikir maupun bertindak adalah konstruksi dari pendidikan, baik pendidikan formal, informal, maupun gabungan keduanya. Dalam Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2010 Bab III Bagian IV Pasal 97 ayat 1 menyatakan bahwa kurikulum perguruan tinggi dikembangkan dan dilaksanakan berbasis kompetensi (PP No. 17, 2010). Keputusan Menteri Pendidikan Nasional (Kepmendiknas) No. 232 tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Perguruan Tinggi (PT) dan Penilaian Hasil belajar serta Kepmendiknas No. 045 tahun 2002 tentang Kurikulum PT, yang merupakan penjabaran PP No. 17 tahun 2010 menyebutkan bahwa Kurikulum Program Studi PT dirancang dalam bentuk Kurikulum Berbasis Kompetensi, dimana masing-masing Program Studi diberikan kewenangan untuk merancang kurikulum dan metode pembelajarannya (PP No. 17, 2010). Surat Dirjendikti Kemdiknas No: 437/D/T/2005 menyatakan bahwa mulai tahun 2007 semua fakultas kedokteran di Indonesia sudah harus mengimplementasikan kurikulum berbasis kompetensi (KBK), artinya 3 pengembangan kurikulum berangkat dari kompetensi yang harus dicapai mahasiswa. Dengan demikian, Standar Kompetensi Dokter dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) merupakan acuan utama bagi institusi pendidikan kedokteran dalam mengembangkan kurikulum masing-masing. Oleh karena itu, walaupun kurikulum berbeda, tetapi dokter yang dihasilkan dari berbagai institusi diharapkan memiliki kesetaraan dalam hal penguasaan kompetensi (Surat Dirjendikti Kemdiknas No. 437, 2005). Dengan dorongan perkembangan global dituntut adanya pengakuan atas capaian pembelajaran yang telah disetarakan secara internasional, dan dikembangkannya Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), maka kurikulum semenjak tahun 2012 mengalami sedikit pergeseran dengan memberikan ukuran penyetaraan capaian pembelajarannya. Kurikulum ini masih mendasarkan pada pencapaian kemampuan yang telah disetarakan untuk menjaga mutu lulusannya dikenal dengan nama Kurikulum Pendidikan Tinggi (KPT) Undang-Undang RI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 8 menyatakan bahwa Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) memiliki wewenang untuk mengesahkan Standar Kompetensi Dokter. Standar Kompetensi Dokter merupakan Standar Nasional yang ditetapkan oleh KKI melalui Keputusan KKI No 21A/KKI/KEP/IX/2006. Selanjutnya, melalui Peraturan KKI Nomor 11 Tahun 2012 Standar Kompetensi Dokter Indonesia tahun 2006 mengalami revisi. Susunan dari tujuh area kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Kompetensi Dokter tahun 2012 pada akhir masa pendidikan adalah sebagai berikut : 4 1) Profesionalitas yang luhur, 2) Mawas diri dan pengembangan diri, 3)Komunikasi efektif, 4) Pengelolaan informasi, 5) Landasan ilmiah ilmu kedokteran, 6) Keterampilan klinis, 7) Pengelolaan masalah kesehatan. Kompetensi mawas diri dan pengembangan diri adalah perubahan perilaku yang bersifat inner outside, yaitu keinginan yang tumbuh dari dalam dirinya untuk selalu mencari informasi, mawas diri dan selalu ingin mengembangkan dan mengevaluasi dirinya tanpa ada tekanan, paksaan atau ada yang memerintah. Pada Perkonsil No. 11 Tahun 2012 area kompetensi dua standar kompetensi dokter meliputi : 1. Prinsip pembelajaran orang dewasa (adult learning) yang meliputi: belajar mandiri, berpikir kritis, umpan balik konstruktif dan refleksi diri. 2. Dasar-dasar Keterampilan belajar yang meliputi: pengenalan gaya belajar (learning style), pencarian literatur, penelusuran sumber belajar secara kritis, mendengar aktif, membaca efektif, konsentrasi dan memori, manajemen waktu, membuat catatan kuliah dan persiapan ujian. 3. Problem-based learning. 4.Problem solving dan 5. Metodologi penelitian statistik. Keputusan Mendiknas RI No. 232/U/2000 menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran, serta cara penyampaian dan cara penilaian yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di perguruan tinggi. Berdasarkan definisi kurikulum di atas, kompetensi mawas diri dan pengembangan diri dibentuk melalui cara penyampaian atau proses pembelajaran melalui suatu strategi dan metode pembelajaran. Cara penyampaian dipenuhi dengan merancang academic atmosphere dan deep learning aproach, yaitu 5 mahasiswa dituntut belajar secara aktif dan mandiri sebagai adult learner, yang bertumpu pada prinsip-prinsip bahwa setiap mahasiswa secara mandiri mempunyai kesadaran (awareness), pengetahuan dan keterampilan untuk mengendalikan belajarnya sendiri, memiliki motivasi belajar dan memanfaatkan fasilitas belajar, menyadari tujuan belajar, menyusun rencana dan kebutuhan belajar dan memahami peran staf pengajar. Metode pembelajaran yang akan memicu mahasiswa menjadi adult learner adalah problem –based learning yang merupakan komponen dari Student-centered learning, yaitu strategi pembelajaran dan pengalaman belajar / experience learning yang berpusat pada mahasiswa. Problem-based learning akan mengembangkan kesadaran berpikir tentang apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui, selanjutnya dalam konteks pembelajarannya peserta didik akan mengendalikan cara belajarnya, dengan membuat perencanaan, memantau kemajuan belajarnya dan menganalisa serta memperbaiki kesalahan belajarnya dan mengubah perilaku serta strategi belajarnya. Kemampuan ini menurut Winn & Snyder (1988) dan Ridley et all (1992) disebut sebagai kemampuan metakognitif. Pendekatan melalui metode problem-based learning (PBL), akan mendorong peserta didik agar aktif mencari ilmu untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang merupakan dasar pembentukan kemampuan metakognitif. PBL diterima sebagai metode yang membantu mahasiswa dalam mengembangkan pengetahuan metakognitif dan keterampilan belajar mandiri (Paris & Paris 2001; Dunlap 2005). Salah satu tujuan dari jenis metodologi 6 pendidikan adalah bahwa peserta didik menjadikan peserta aktif dalam pembelajaran mereka sendiri, membangun pengetahuannya sendiri dan bukan hanya menjadi penerima pasif (Levett-Jones 2005). Metakognitif adalah perilaku dasar dari kompetensi nomor 2, yaitu mawas diri dan pengembangan diri, sehingga hal ini merupakan masalah urgen bagi Pendidikan Kedokteran (Perkonsil, 2012). Penelitian Turan, Demirel & Sayek (2009) menunjukkan bahwa siswa yang mengalami kurikulum student-centered learning seperti PBL selama pendidikan kedokteran menunjukkan peningkatan kesadaran dan keterampilan metakognitif dan kemandirian belajar. Penelitian Downing (2009) tentang PBL secara signifikan menunjukkan peningkatan kemampuan metakognitif selama tahun pertama mereka sebagai mahasiswa. Penelitian ini menegaskan, dengan menggunakan sampel baru yang lebih besar, metode PBL jelas memang memiliki dampak signifikan pada perkembangan metakognitif setelah lima belas bulan pendidikan sarjana. Kedua besaran dan signifikansi statistik dari hasil penelitian memberikan bukti yang lebih menarik bahwa keuntungan mahasiswa yang terlibat dalam pembelajaran melalui kurikulum PBL pembentukan metakognitif tidak mungkin akibat dari faktor kebetulan. Metode PBL juga membentuk kemampuan dan keterampilan berpikir (thinking skills) sebagai modal dasar yang akan dibawa seumur hidupnya dan akan menjadi kompetensi mahasiswa sehingga memiliki kecakapan hidup (life skill) untuk bekal hidup dan penghidupannya sebagai insan yang mandiri. 7 Keterampilan metakognitif akan mensolusikan permasalahan cara belajar mahasiswa pada self-study-nya, karena dengan keterampilan ini mahasiswa akan selalu bertanya pada setiap permasalahan cara belajarnya dan mengubah cara belajarnya. Jika pendidik bermaksud untuk mempersiapkan masa depan siswa, syaratnya adalah siswa mampu mengembangkan keterampilan pembelajaran seumur hidupnya. Kemampuan untuk terlibat dalam pembelajaran seumur hidup didasarkan pada pengembangan, dan penerapan dari dua bidang keahlian: yaitu metakognitif dan self-directedness (Dunlap, 2005). Apabila mahasiswa terus terpapar oleh metode pembelajaran PBL pada gilirannya akan membentuk karakter belajar sepanjang hayat, seperti apa yang disampaikan oleh Quirk (1994) bahwa metakognisi adalah dasar dari belajar sepanjang hayat. Dalam pendidikan kedokteran pengetahuan metakognitif dan keterampilan pembelajaran mandiri adalah penting karena adanya perubahan yang cepat dalam ilmu kedokteran. World Federation for Medical Education menjelaskan bahwa belajar sepanjang hayat dan pembelajaran mandiri merupakan karakteristik profesional yang harus dievaluasi pada Pendidikan Kedokteran (Hoban et al. 2005). Evaluasi hasil belajar dengan Student Oral Case Analisis (SOCA) di Fakultas Kedokteran (FK) UPN yang dilakukan pada semua angkatan hasilnya rata-rata 70%. Evaluasi ini mendekati hasil penelitian retensi informasi dengan cara belajar teach other dalam tutorial PBL yaitu 90% (National Training Laboratories Bethel, Maine 1969). Mengingat bahwa kunci keberhasilan PBL bertumpu pada diskusi tutorial dengan tiga elemen dalam proses tutorial PBL, yaitu: mahasiswa, problem, dan tutor (Dolmans, 2005) maka hasil SOCA adalah 8 indikator kinerja tutor, kualitas PBL, serta perkembangan pola berpikir mahasiswa. Kemampuan tutor sebagai fasilitator dalam tutorial adalah penentu utama kualitas mengembangkan dan suksesnya keterampilan metode mahasiswa PBL dalam yang bertujuan berpikir/bernalar untuk serta membantu mahasiswa menjadi independent, self-directed learners. Beberapa peneliti yang menghubungkan kemampuan metakognitif dengan prestasi akademik adalah, penelitian Rahman & Philips (2006) bahwa kemampuan metakognitif berhubungan secara langsung dengan peningkatan prestasi akademik. Demikian juga disampaikan Ormond (2000) semakin siswa sadar dan memahami strategi pembelajaran yang efektif, semakin besar kesadaran metakognitif mereka dan semakin tinggi prestasi akademik mereka. Hasil penelitian Coutinho (2007) membuktikan bahwa kemampuan metakognitif berpengaruh pada penguasaan tujuan belajar dan akhirnya meningkatkan IPK. Hasil penelitian Hadi, Nurul. (2009), menunjukkan bahwa siswa yang diajar dengan menggunakan strategi PBL memiliki keterampilan metakognitif yang lebih baik daripada siswa yang diajar dengan strategi konvensional. Durasi kurikulum Program Studi berlangsung selama Sarjana Kedokteran ditetapkan tujuh semester. Dengan demikian diharapkan strategi student-centered learning dan metode PBL dapat membentuk kemampuan metakognitif para mahasiswanya selama 3 ½ tahun, kondisi nyata ini merupakan masalah penting bagi peneliti karena perubahan kurikulum Fakultas Kedokteran seluruh Indonesia harus dapat menjawab tuntutan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab. I Pasal 1 Ayat 1 bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan 9 terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. 1.2. Perumusan Masalah Sebagai implementasi Undang Undang no 20 tahun 2003, Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 232/U/2000 dan No. 045 tahun 2002, maka Dirjendikti Kemdiknas melalui surat Surat No. 437/D/T/2005 memberikan petunjuk bahwa mulai tahun 2007 institusi pendidikan kedokteran di seluruh Indonesia telah mengimplementasikan KBK. Penggunaan KBK merupakan kewajiban yang sudah ditetapkan dari regulator Pendidikan Kedokteran (KKI dan Ditjendikti) untuk mencapai tujuh area kompetensi dokter sedangkan metode pembelajarannya diserahkan kepada masing-masing institusi pendidikan kedokteran. Dalam mengimplementasikan KBK, FK UPN “Veteran” Jakarta menerapkan strategi student-centered learning dengan metode problem-based learning, dengan harapan berkembangnya pengetahuan dan keterampilan metakognitif. Permasalahan yang muncul adalah “Apakah metode Problem-based learning dengan strategi student-centered learning dapat membentuk pengetahuan metakognitif dan keterampilan metakognitif sebagai dasar perilaku pengembangan diri mahasiswa dalam kemandirian belajar, mawas diri dan belajar sepanjang hayat ?” 10 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui terbentuknya pengetahuan dan keterampilan metakognitif mahasiswa Fakultas Kedokteran UPN “Veteran” Jakarta sebagai dampak dari metode pembelajaran problem-based learning. Secara lebih spesifik tujuan penelitian adalah: a. Memetakan pembentukan pengetahuan metakognitif pada mahasiswa tingkat 1 sampai dengan tingkat 4 sebagai dampak metode pembelajaran PBL di FK UPN “Veteran” Jakarta b. Memetakan perkembangan keterampilan metakognitif pada mahasiswa tingkat 1 sampai dengan tingkat 4 sebagai dampak metode pembelajaran PBL di FK UPN “Veteran” Jakarta. 1.4. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut : a. Apakah metode pembelajaran problem-based learning (PBL) dapat membentuk pengetahuan metakognitif dan keterampilan metakognitif pada mahasiswa kedokteran ? b. Bagaimana profil terbentuknya pengetahuan dan keterampilan metakognitif pada mahasiswa kedokteran di setiap tingkat dilihat dari masing masing subkategori pengetahuan metakognitif dan keterampilan metakognitif. 1.5. Manfaat Penelitian Merujuk pada tujuan penelitian, penelitian ini sekurang-kurangnya dapat memberikan dua manfaat, yakni : 11 a. Manfaat teoritis : 1. Bila penelitian ini terbukti, hasil penelitian ini menunjukan bahwa teori belajar Konstruktivisme melalui metode pembelajaran problembased learning akan membentuk pengetahuan metakognitif serta keterampilan metakognitif mahasiswa. 2. Bila penelitian ini terbukti, metoda PBL yang merupakan bentuk dari student centered learning meyakinkan pembentukan metakognitif pada kurikulum berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) b. Manfaat praktis : Bila penelitian ini terbukti, hasil penelitian ini bermanfaat : 1 Sebagai bahan masukan khususnya bagi fakultas kedokteran yang diteliti dan bagi semua fakultas kedokteran bahwa metode pembelajaran problem-based learning pada prinsipnya akan membentuk dan mengembangkan pengetahuan metakognitif dan keterampilan metakognitif mahasiswa. 2 Sebagai bahan evaluasi bagi para dosen dan staf Program Studi Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran di Indonesia tentang progresivitas tahapan pembentukan komponen perilaku metakognitif sejak semester 1 sampai semester 7 ( selama 3 ½ tahun) 3 Bagi dosen pendidikan kedokteran, melalui hasil evaluasi tahapan terbentuknya komponen metakognitif, penelitian ini akan memberikan 12 panduan tentang implementasi pembentukan pengetahuan metakognitif dan keterampilan metakognitif melalui metode PBL untuk membantu terwujudnya standar kompetensi dokter nomor 2 yaitu Mawas diri dan Pengembangan diri. 1.6. Keaslian Penelitian. Berdasarkan penelusuran kepustakaan, belum ada penelitian tentang perkembangan metakognitif dengan metode pembelajaran PBL. Ada beberapa penelitian serupa namun tidak sama dengan penelitian ini antara lain : 1. Downing and Ning tahun 2010 berjudul “Impact of problem-based learning on student experience and metacognitive development”. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui efektivitas problembased learning (PBL) di pendidikan tinggi berdasarkan sampel besar mahasiswa tahun pertama dari dua program di Universitas Hong Kong (n = 132). Salah satu program menggunakan pendekatan belajar berbasis masalah, sementara yang lain menggunakan metode tradisional.Temuan dalam penelitian ini: Meskipun nilai masuk secara signifikan lebih lemah di Lassi, skor akhir rata-rata, diambil setelah 15 bulan dan tiga semester studi di lingkungan kurikulum yang berbeda menunjukkan perbaikan dramatis dalam metakognisi untuk kelompok PBL. Selain itu, analisis pengalaman belajar siswa diukur pada akhir program mengungkapkan bahwa kelompok PBL melaporkan skor signifikan lebih tinggi secara 13 keseluruhan kepuasan kursus dan keterampilan generik perkembangan mereka. Peneliti berpendapat bahwa, selain konteks pembelajaran formal, tantangan sehari-hari muncul dari konteks baru dalam kurikulum berbasis masalah adalah menyediakan lingkungan yang subur untuk pengembangan metakognisi dan peningkatan pengalaman belajar. Implikasi dari lingkungan PBL pada pengembangan pembelajaran konstruktivis dan meningkatkan pengalaman siswa telah didiskusikan. Kesimpulan penelitian bahwa siswa terlibat dalam PBL menunjukkan perbaikan yang signifikan dalam kemampuan metakognitif selama tahun pertama sebagai mahasiswa. 2. Tosun & Turkey tahun 2013. Bartin University & Gaziosmanpasa University Turkey berjudul“ The Effects of Problem-Based Learning on Metacognitive Awareness and Attitudes toward Chemistry of Prospective Teachers with Different Academic Backgrounds”. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengungkapkan efek problem- based learning (PBL) akan kesadaran dan sikap metakognitif terhadap calon guru kimia dengan latar belakang akademik yang berbeda. Penelitian ini dilakukan pada satu kelompok menggunakan kedua pre dan post-test studi eksperimental. Temuan calon guru dengan latar belakang ilmu yang berbeda serta sikap mereka terhadap dari penelitian ini diperoleh melalui pendekatan kuantitatif. Penelitian mengungkapkan sejauh mana PBL mempengaruhi kesadaran metakognitif pada pelajaran kimia. Penelitian ini 14 meliputi program Primary School Classroom Teacher Education Program (PSCTEP) dan Secondary School Science Teacher Education Program (SSSTEP). Setelah analisis data, ia mengamati bahwa PBL memiliki efek positif pada meningkatkan kesadaran metakognitif siswa PSCTEP yang memiliki ilmu yang lemah latar belakang; Namun, PBL tidak memiliki efek positif pada kesadaran metakognitif tingkat siswa SSSTEP yang memiliki latar belakang ilmu yang kuat. PBL memiliki efek positif secara signifikan pada pengetahuan prosedural, pengetahuan kondisional, perencanaan, monitoring, dan evaluasi pada siswa PSCTEP, itu tidak berpengaruh signifikan terhadap pada siswa SSSTEP. 3. Warouw, Zusje tahun 2009 berjudul Pengaruh Pembelajaran Metakognitif (M) dalam Strategi Cooperative Script (CS) dan Reciprocal Teaching (RT) pada Kemampuan Akademik Berbeda terhadap Kemampuan dan Keterampilan Metakognitif, Berpikir Kritis, Hasil Belajar Biologi Siswa, serta Retensinya di SMP Negeri Manado (Disertasi Program Studi Pendidikan Biologi Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang). Penelitian dilaksanakan di lima SMP Negeri Manado dengan hasil penelitian disimpulkan bahwa strategi RT+M, CS+M, dan CS memiliki pengaruh yang signifikan untuk meningkatkan keterampilan metakognitif siswa berkemampuan akademik rendah, sedangkan strategi pembelajaran RT+M dan CS+M memberdayakan keterampilan metakognitif siswa berkemampuan akademik tinggi. Demikian pula strategi pembelajaran CS, CS+M, dan RT+M efektif meningkatkan 15 kemampuan berpikir kritis dan daya retensi siswa berkemampuan akademik rendah dan siswa berkemampuan akademik tinggi. Penelitian ini membuktikan bahwa Kemampuan dan Keterampilan Metakognitif meningkatkan prestasi siswa dengan menggunakan strategi Studentcentered Learning. Perbedaan Penelitian ini tidak meneliti komponen dari Metakognitif meliputi pengetahuan dan keterampilan. 4. Paidi tahun 2008 berjudul Pengembangan Perangkat Pembelajaran Biologi yang Mengimplementasikan PBL dan Strategi Metakognitif serta Efektivitasnya terhadap Kemampuan Metakognitif, Pemecahan Masalah, dan Penguasaan Konsep Biologi Siswa SMA di Sleman-Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perangkat untuk PBL dan PBL+Strategi Metakognitif, yang telah dikembangkan, potensial atau reliabel untuk diimplementasi-kan guna peningkatan hasil belajar (kemampuan metakognitif, pemecahan masalah, dan penguasaan konsep biologi), pada siswa SMA di Sleman-DIY. Pengimplementasian perangkat pembelajaran berpengaruh positif terhadap hasil belajar (kemampuan metakognitif, pemecahan masalah, dan penguasaan konsep biologi). Motivasi belajar dan kemampuan bekerjasama, sebagai variabel antara. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran untuk PBL dengan komplemen strategi metakognitif (concept mapping) lebih efektif dibandingkan dengan perangkat pembelajaran untuk PBL dalam meningkatkan kemampuan kognitif untuk jenjang C 3, C4, dan C5. PBL yang dikembangkan pada kelompok A2 dan A1 lebih efektif dalam 16 meningkatkan penguasaan metakognitif siswa untuk aspek declarative knowledge, conditional knowledge, information management strategies, dan debugging strategies. Penelitian ini membuktikan bahwa pembelajaran PBL dengan strategi metakognitif (concept mapping) lebih efektif meningkatkan kognitif (C3, C4, dan C5.), pemecahan masalah dan hasil belajar dari pada PBL saja. Perbedaannya dengan penelitian kami, adalah bahwa Penelitian ini tidak menganalisa pembentukan dan perkembangan pengetahuan dan keterampilan metakognitif sebagai dampak dari lamanya paparan pembelajaran PBL. 5. Maulana tahun 2006 melakukan penelitian pada mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia berjudul Metacognitive Approach as an Alternative of Mathematics Learning for Improving Critical Thinking Skill of PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar) Students. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan metakognitif membuat mahasiswa lebih aktif selama kegiatan pembelajaran berlangsung, mahasiswa mendapat kesempatan yang lebih banyak dalam mengeksplorasi materi bersama dosen maupun temantemannya melalui kegiatan diskusi. Sikap positif mahasiswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan metakognitif tercermin dari sebanyak 89% dari 45 mahasiswa menyatakan persetujuannya bahwa pendekatan metakognitif dapat meningkatkan kepercayaan diri dalam belajar matematika. Kemudian, diketahui pula sebanyak 74,5% mahasiswa merasa bahwa pendekatan metakognitif yang 17 mereka ikuti dapat mengurangi kecemasan belajar matematika, 80% mahasiswa menyatakan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan metakognitif membuat mereka lebih berani dalam bertanya dan menjawab pertanyaan. Penelitian ini membuktikan bahwa Metacognitive Approach membuat mahasiswa lebih aktif, berpikir kritis, lebih percaya diri lebih mau mengeksplor pelajaran matematika. Berbeda dengan penelitian kami, penelitian ini tidak menggunakan metode PBL namun menerapkan strategi metakognitif pada pembelajaran Matematika. 6. Saemah Rahman & Philips tahun 2006 berjudul Hubungan antara Kesadaran Metakognisi, Motivasi dan Pencapaian Akademik Pelajar Universiti Kebangsaan Malaysia. Berdasarkan penelitian, ada beberapa penemuan penting dapat disimpulkan sebagai berikut : Pertama, dari hasil kajian menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kesadaran metakognisi dengan pencapaian prestasi akademik di kalangan pelajar Universitas. Ini menunjukkan metakognisi merupakan faktor yang penting dalam proses pembelajaran pelajar karena metakognisi mempunyai hubungan secara langsung dengan peningkatan prestasi akademik. Ini bermakna semakin tinggi kesadaran metakognisi seseorang, mereka akan lebih baik dalam pencapaian akademik mereka. Kedua, kajian ini juga dapat menjelaskan tidak ada hubungan langsung antara motivasi dengan kesadaran metakognisi dalam pencapaian prestasi akademik. Mempunyai motivasi yang baik belum cukup jika pelajar tidak mempunyai kemahiran atau kesadaran metakognisi yang baik. Pada saat yang sama, mempunyai 18 kemahiran metakognisi yang tinggi saja juga belum mencukupi jika tidak mempunyai motivasi baik. Penelitian ini menerapkan kesadaran Metakognisi dan hubungannya dengan motivasi dan prestasi akademik. Berbeda dengan perkembangan penelitian dan kami, peningkatan penelitian Pengetahuan tidak menganalisa dan Keterampilan Metakognitif sebagai dampak dari suatu proses pembelajaran. 7. Ponnusamy (2004) berjudul The Impact of Metacognition and Problem Solving Strategies among low achiever in History. Studi ini menyimpulkan bahwa pendekatan metakognitif pada siswa yang berprestasi rendah dapat meningkatkan kesadaran dan mengembangkan sikap positif mereka terhadap pembelajaran. Selain itu, prestasi akademik para siswa ini dapat ditingkatkan jika strategi pengajaran direncanakan dan dilakukan secara sistematis. Bila strategi metakognisi diterapkan dalam belajar mengajar di kelas, maka siswa harus diajarkan bagaimana mengembangkan kesadaran strategi metakognisinya. Guru dapat membantu siswa untuk menjadi pembelajar yang sukses jika guru dapat meningkatkan kesadaran metakognitif siswa untuk meningkatkan kemampuan belajarnya. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dalam kelas adalah tanggung jawab guru. Guru dapat memanipulasi strategi dan teknik di kelas dengan cara yang sesuai dengan kebutuan siswa. Studi ini menunjukkan bahwa pencapaian kesadaran metakognitif, pengetahuan metakognitif, dapat ditumbuhkan dengan menggunakan strategi pembelajaran berbasis pemecahan masalah (PBL). Berdasarkan temuan- 19 temuan studi ini, beberapa rekomendasi yang disarankan agar guru yang mengajar siswa yang berprestasi rendah, tidak boleh menganggap siswa atau men-cap siswa sebagai pelajar yang bodoh. Sebaliknya mereka harus diberi perhatian khusus karena berkaitan dengan upaya mereka dalam meningkatkan prestasi belajarnya secara mandiri. Upaya-upaya yang dilakukan adalah dengan menciptakan lingkungan belajar yang positif akan dapat meningkatkan minat belajar mereka. Faktor terpenting yang memainkan peran utama dalam belajar adalah motivasi. Jadi, jika lingkungan belajar yang tepat dapat dikondisikan, siswa akan lebih mudah mengubah sikap mereka terhadap belajar. Khusus, untuk yang berprestasi rendah, seorang guru harus merencanakan dan mengatur pembelajaran dengan cara yang simpel sehingga membuat pembelajaran lebih mudah dan membuat siswa untuk melatih menggunakan kemampuan berpikir mereka dari yang sederhana sampai yang kompleks. Dengan metode ini siswa dapat meningkatkan 'kemampuan berpikir membantu metakognitif. mereka mengembangkan kesadaran Ini hanya dapat dilakukan oleh guru-guru yang terlatih dengan baik dan telah menguasai strategi Metakognitif dan mengusai mata pelajaran yang mereka ajarkan. Penelitian ini membuktikan bahwa strategi pembelajaran PBL dapat membentuk kesadaran dan pengetahuan Metakognitif. Perbedaan dengan penelitian kami, penelitian ini tidak menganalisa perkembangan komponen - komponen Pengetahuan dan Keterampilan Metakognitif dalam pembelajaran PBL. 20 8. Stewart, Cooper & Moulding (2006) berjudul Metacognitive Development in Profesional Educators. April 2006. Di Amerika Serikat penelitian pengembangan Metakognitif lebih banyak pada anak-anak, relatif sedikit penelitian pada orang dewasa. Penelitian ini menguji keterampilan metakognitif pada orang dewasa sejalan perkembangan metakognitif secara alami dengan bertambahnya usia dan pengalaman. Subjek penelitian adalah 214 guru yang masih baru (pre-services teachers) dan guru yang sudah berpengalaman (experienced teacher) dengan menggunakan instrumen Metacognitive Awareness Inventory (MAI) dari Schraw & Dennison. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metakognisi meningkatkan secara signifikan dengan bertambahnya usia dan dengan tahun pengalaman mengajar. Responden laki-laki dan perempuan menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam metakognisi demikian pula guru yang mengajar pada prasekolah (Preschool) dan Post Secondary School tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam metakognisi. Disimpulkan pula bahwa pada orang dewasa kemampuan pemantauan pembelajaran mandiri tidak ada hubungannya dengan kemampuan intelektual. Perbedaan dengan penelitian kami, penelitian tidak menganalisa perkembangan pengetahuan dan keterampilan metakognitif. 9. Coutinho (2007) Berjudul The relationship between goals, metacognition and academic success Northern Illinois University, Amerika Serikat Journal Educate Vol.7, No.1, 2007. Penelitian ini membahas hubungan 21 antara tiga variabel yaitu : Orientasi prestasi sebagai tujuan, dengan mahasiswa fokus pada pembelajaran dan penguasaan konten. Metakognisi dimana mahasiswa mampu memantau seberapa baik dia belajar. Keberhasilan akademis yang tercermin di kelas dan akumulasi selama masa kuliah dengan penilaian IPK. Penelitian ini menguji hubungan antara tujuan, metakognisi dan IPK. Instrumen yang digunakan untuk variabel penguasaan tujuan berupa kuesioner yang terdiri dari 17 penyataan, Variabel metakognisi menggunakan Metacognitive Awareness Inventory (MAI) dari Schraw & Dennison dengan 52 pernyataan, sedangkan keberhasilan akademik dinilai dengan hasil IPK. Hasil penelitian menunjukan bahwa penguasaan tujuan terkait dengan IPK. Siswa yang berusaha hanya untuk mendapatkan hasil testnya dengan baik tanpa memahami tujuan belum tentu memiliki kinerja yang baik. Mahasiswa dengan kemampuan metakognisi yang baik memberikan pengaruh pada keberhasilan akademik. Penguasaan tujuan dipengaruhi oleh kemampuan metakognitif. Dengan demikian, penelitian membuktikan bahwa kemampuan metakognitif berpengaruh pada penguasaan tujuan dan akhirnya meningkatkan IPK. Perbedaan dengan penelitian kami penelitian tidak menganalisa perkembangan metakognitif. pengetahuan dan keterampilan 22 10. Turan; Özcan Demirel, Sayek (2009) berjudul Metacognitive awareness and Self-Regulated Learning Perception Scale (SRLPS) of Medical Student in different medical curricula. Journal Medical Teacher 2009:31 e477-e483. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perolehan kesadaran metakognitif dan keterampilan belajar mandiri di institusi pendidikan kedokteran yang menggunakan model kurikulum yang berbeda. Penelitian ini dilakukan di empat institusi pendidikan kedokteran yang menerapkan model kurikulum yang berbeda. 862 mahasiswa kedokteran ambil bagian dalam studi ini dengan menggunakan dua skala, yaitu belajar mandiri menggunakan skala persepsi Self-Regulated Learning Perception Scale (SRLPS) dan Metacognitive Awareness Inventory (MAI). Cronbach alpha adalah 0,93 untuk MAI, dan 0,88, 0,91, 0,83, dan 0,76 untuk keempat dimensi dari SRLPS. Hasil: Tidak ada perbedaan statistik yang signifikan dalam skor MAI menurut jenis kelamin, bahasa kurikuler, pada student-centered learning pada sekolah menengah, tetapi perbedaan nilai sesuai dengan fase dan model kurikuler yang sangat signifikan. Sehubungan dengan total SRLPS skor, tidak ditemukan perbedaan menurut gender, tetapi perbedaan yang signifikan yang ditemukan menurut fase, bahasa kurikuler, dan model kurikuler. MAI dan skor SRLPS siswa dari sekolah kedokteran menggunakan kurikulum yang berpusat pada peserta didik (Student-centered) lebih tinggi daripada siswa sekolah lain. 23 Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa siswa yang mengalami kurikulum student-centered learning , seperti PBL selama pendidikan kedokteran, mereka menunjukkan peningkatan kesadaran metakognitif dan kemandirian belajar. Perbedaan dengan penelitian kami penelitian tidak menganalisa perkembangan pengetahuan dan keterampilan metakognitif dalam pembelajaran PBL. 11. Sandí-Ureña Agustus (2008) berjudul Design and Validation of a Multimethode assessment of Metacognition and Study of the Effetiveness of Metacognitive Interventions. Santiago melakukan penelitian dengan menggunakan multimethod instrumen untuk penilaian menggunakan metakognisi dalam pemecahan masalah kimia. Multimetode ini terdiri dari dua metode independen digunakan dalam waktu yang berbeda sehubungan dengan kinerjanya: (1) Prospektif Metacognitive Activities Inventory (MCA-I), dan (2) Perangkat lunak Interactive Multimedia Exercise (IMMEX). Penemuan ini mendukung pernyataan bahwa lingkungan belajar dengan interaksi-sosial dan refleksi- akan peningkatan keterampilan metakognitif. Sebuah konsekuensi penting dari penelitian ini adalah membuktikan bahwa laboratorium sebagai lingkungan belajar dapat meningkatkan keterampilan metakognitif dan mengembangkan pengetahuan dalam pemahaman kontennya. Penelitian ini membuktikan bahwa Laboratorium Kimia sebagai proses pembelajaran membentuk keterampilan Metakognitif, perbedaan dengan penelitian kami, penelitian tidak 24 menganalisa perkembangan Pengetahuan dan Keterampilan Metakognitif dalam proses pembelajarannya. 12. Hadi (2009) berjudul Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Problem-based learning terhadap Keterampilan Metakognitif dan Pemahaman Konsep Siswa Kelas X SMA Negeri 8 Malang pada Kemampuan Akademik Berbeda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa yang diajar dengan menggunakan strategi PBL memiliki keterampilan metakognitif yang lebih baik daripada siswa yang diajar dengan strategi konvensional. Rerata keterampilan Metakognitif akhir kelas eksperimen kelompok akademik tinggi sebesar 37,9538 sedangkan kelas kontrol pada kelompok yang sama sebesar 24.8615. Adapun rerata keterampilan metakognitif akhir kelas eksperimen kelompok akademik rendah sebesar 32,6846 sedangkan kelas kontrol pada kelompok yang sama sebesar 19,5192. Antara siswa berkemampuan akademik tinggi dan rendah menunjukkan adanya perbedaan keterampilan metakognitif. Hal ini menunjukkan bahwa selain strategi pembelajaran, kemampuan akademik siswa juga berpengaruh terhadap keterampilan. Pemahaman konsep siswa yang diajar dengan strategi PBL lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan strategi konvensional. Siswa berkemampuan akademik tinggi yang diajar dengan strategi PBL mengalami kenaikan pemahaman konsep sebesar 217,02% sedangkan yang berkemampuan akademik rendah sebesar 209,23%. Pada kelas kontrol, siswa berkemampuan akademik tinggi mengalami kenaikan pemahaman konsep sebesar 60,11%, 25 sedangkan siswa berkemampuan akademik rendah sebesar 31,06%. Siswa dengan kemampuan akademik tinggi memiliki pemahaman konsep yang lebih tinggi dari pada siswa yang memiliki kemampuan akademik rendah. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, terlihat bahwa strategi PBL dapat diandalkan dalam rangka meningkatkan keterampilan Metakognitif dan pemahaman konsep siswa. Melihat fakta yang telah ditunjukkan, maka diharapkan guru dapat menerapkan penggunaan strategi PBL dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Perbedaan dengan penelitian kami, penelitian tidak menganalisa perkembangan pengetahuan dan keterampilan metakognitif dalam proses pembelajaran dengan metode PBL. 13. Aziz tahun 2014 di University of Baghdad berjudul “The Effects of Problem-Based Learning on Self-Directed Learning Skills among Physics Undergraduates” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan efek dari tiga metode: problem-based learning (PBL), PBL dengan metode ceramah, dan pembelajaran konvensional pada kemampuan belajar mandiri di kalangan mahasiswa fisika. Ukuran sampel yang sebenarnya terdiri dari 122 siswa, yang dipilih secara acak dari Departemen Fisika, Fakultas Pendidikan di Irak. Dalam penelitian ini, sebelum dan sesudah tes dilakukan dan instrumen diberikan kepada siswa untuk pengumpulan data. Data dianalisis dan hasil statistik menolak hipotesis nol dari penelitian ini. Penelitian ini mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara PBL dan PBL dengan metode ceramah, sehingga PBL tanpa atau 26 dengan metode ceramah meningkatkan keterampilan belajar mandiri lebih baik dari metode pengajaran konvensional. Kesimpulan : berdasarkan temuan tersebut penelitian ini, pembelajaran yang menggunakan PBL tanpa / dengan metode ceramah meningkatkan dan mengembangkan keterampilan belajar mandiri, mahasiswa fisika, lebih baik daripada menggunakan metode pengajaran konvensional. 14. Geoffrey R Norman and G Schmidt dalam dengan topik The Psychological Basis of Problem-based Learning : A Review of the Edvidence. Acad. Med 67(1992):557-565. Norman dan Schmidt telah melakukan tinjauan dan bukti dari hasil penelitian penelitian berbasis psikologi tentang PBL yang dilakukan oleh para pakar pendidikan kedokteran yang diteliti sejak tahun 1960 an. Mereka menyimpulkan bahwa (1) Belum ada bukti bahwa kurikulum PBL meningkatkan konten problem-solving skills secara umum, (2) Format metode pembelajaran PBL pada awalnya dapat mengurangi tingkat pembelajaran namun setelah beberapa periode sampai beberapa tahun, PBL dapat mendorong dan meningkatkan retensi pengetahuan. (3) Beberapa bukti awal menunjukkan bahwa kurikulum PBL dapat meningkatkan dengan baik transfer konsep untuk masalah baru dan mengintegrasikan konsep dasar ilmiah ke masalah klinis, (4) PBL meningkatkan minat intrinsik (intrinsic interest) dari materi subjek, (5) PBL memperlihatkan peningkatan kemampuan belajar mandiri dan dapat memelihara peningkatan ini. 27 Dalam tinjauan ini, Norman dan Schmidt (1992) menguji dasar-dasar psikologis dalam PBL dengan menggunakan satu atau lebih perspektif teoritis Psikologi kognitif. Tinjauan ini melakukan sintesis keuntungan dan kerugian dari PBL dalam konstruksi psikologis. Dalam taksonomi Bloom tinjauan dan bukti hasil penelitian-penelitian ini berada dalam ranah kognitif meliputi : mengingat (remembering), memahami (understanding) mengaplikasikan (applying), menganalisa (Analyzing), mengevaluasi (evaluating) dan berkreasi (creating) Penelitian melaporkan adanya hubungan pembelajaran PBL dengan peningkatan keterampilan kognitif. Penelitian ini tidak menyinggung pengetahuan dan keterampilan metakognitif walaupun komponen komponen metakognitif banyak dianalisa dan dibuktikan. Persamaan dengan penelitian kami, membuktikan bahwa PBL membentuk komponen-komponen psikologi kognitif yang juga merupakan komponen metakognitif, perbedaannya tidak menganalisis perkembangannya.