bakteriuri asimtomatis meningkatkan risiko terjadinya

advertisement
TESIS
BAKTERIURI ASIMTOMATIS MENINGKATKAN
RISIKO TERJADINYA KETUBAN PECAH DINI
PRETERM
I GEDE SUDIARTA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
TESIS
BAKTERIURI ASIMTOMATIS MENINGKATKAN
RISIKO TERJADINYA KETUBAN PECAH DINI
PRETERM
I GEDE SUDIARTA
NIM 0914038111
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
ii
BAKTERIURI ASIMTOMATIS MENINGKATKAN
RISIKO TERJADINYA KETUBAN PECAH DINI
PRETERM
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pasca Sarjana Universitas udayana
I GEDE SUDIARTA
NIM 0914038111
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
iii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 8 JANUARI 2014
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, Sp.OG (K)
NIP. 19530715 198003 1 009
dr.Tjok.G.A.Suwardewa,Sp.OG (K)
NIP. 19580826 198510 1 002
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Prof.Dr.dr.Wimpie I Pangkahila,SpAnd,FAACS
NIP. 194612131971071001
Direktur
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)
NIP. 195902151985102001
iv
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 8 Januari 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No.: …………….., Tanggal ……………….
Ketua: Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, Sp.OG (K)
Sekretaris : dr.Tjok.G.A.Suwardewa,Sp.OG (K)
Anggota
:
1. Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, Sp.And, FAACS
2. Prof. dr. Nyoman Agus Bagiada, Sp.BIOK
3. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH.Ph.D
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur
kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya oleh berkatNya tesis ini dapat
diselesaikan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, SpOG(K) selaku
pembimbing I dan Kepala Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar, serta dr. Tjok.G.A.Suwardewa,Sp.OG (K) selaku pembimbing
II, serta kepada Bapak Drs. Ketut Tunas, Msi selaku pembimbing statistik, yang
telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama penulis
mengikuti Program Pendidikan Spesialis I (PPDS I) dan Program Magister
Program Studi Ilmu Biomedik Kekhususan Kedokteran Klinik (Combined
Degree), khususnya dalam penyelesaian tesis ini.
Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, (KEMD), Direktur Program Pascasarjana yang
dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, SpS(K), Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Putu Astawa, M.Kes, SpOT(K), serta
Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, dr. I Wayan Sutarga, MPHM, atas
kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan
PPDS I dan Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik Kekhususan
Kedokteran Klinik (Combined Degree) di Universitas Udayana. Terima kasih
penulis ucapkan juga kepada Kepala Program Studi Ilmu Kebidanan dan Penyakit
Kandungan PPDS I FK UNUD/RSUP Sanglah, dr. A.A.N. Anantasika, SpOG(K)
dan seluruh dosen/Staf Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RSUP Sanglah atas segala bimbingan dan dorongan yang
diberikan selama penulis mengikuti pendidikan spesialis. Ucapan terima kasih
yang tulus dan penghargaan kepada seluruh guru yang telah mendidik dari sekolah
dasar sampai perguruan tinggi. Pasien-pasien yang telah menjadi guru dan banyak
memberikan pengetahuan dan pengalaman, rekan-rekan residen Obstetri dan
Ginekologi, serta rekan-rekan paramedis RSUP Sanglah.
Tidak lupa penulis haturkan ucapan terima kasih yang dalam kepada orang
tua dan putra-putra penulis yang telah mendampingi dan memberi dukungan baik
secara moril maupun materiil serta suasana demokratis sehingga tercipta lahan
yang baik untuk berkembangnya kreativitas.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberkati semua pihak yang telah
membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis
sekeluarga.
Denpasar, 8 Januari 2014
I Gede Sudiarta
vi
ABSTRAK
BAKTERIURI ASIMTOMATIS MENINGKATKAN RISIKO TERJADINYA
KETUBAN PECAH DINI PRETERM
Ketuban Pecah Dini preterm masih merupakan penyebab tersering
morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun janin di Indonesia. Hal ini terkait
dengan terjadinya persalinan preterm, sepsis neonatorum serta kematian perinatal.
Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi ketuban pecah dini preterm melalui
studi faktor risiko. Infeksi merupakan faktor risiko terbesar dimana sumber utama
adalah infeksi ascenden vagina dan saluran kemih. Infeksi saluran kemih dalam
hal ini bakteriuri asimtaomatis pada wanita hamil meningkatkan risiko terjadinya
sistitis, pielonefritis sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya persalinan
preterm. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran bakteriuri
asimtomatis dalam meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini preterm.
Penelitian ini merupakan studi kasus kontrol yang dilakukan di Bagian
Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar dan Laboratorium Mikrobiologi
Klinik RSUP Sanglah selama 18 bulan, dari September 2011 sampai dengan
Februari 2013. Sampel adalah pasien hamil tunggal hidup dengan umur kehamilan
dari 28 minggu sampai 37 minggu yang bersedia ikut serta dalam penelitian. Total
sejumlah 40 sampel yang terdiri atas 20 kelompok kasus (ketuban pecah dini
preterm) dan 20 kelompok kontrol yaitu hamil preterm non-KPD (selaput ketuban
utuh). Pada kedua kelompok dilakukan pemeriksaan kultur urin serta uji
sensitivitas antibiotika yang dikategorikan sebagai positif dan negatif. Dilakukan
uji Levene T dan Chi square SPSS 16 for windows® version untuk mengetahui
homogenitas dan rasio odds.
Rerata umur ibu, usia kehamilan, dan paritas pada kedua kelompok adalah
homogen. Diperoleh rasio odds bakteriuri asimtomatis positif 9,33 kali (IK 95%
= 2,18-39,96 p = 0,002) lebih tinggi pada kelompok kasus dibandingkan
kelompok kontrol. Kuman penyebab terbanyak yang ditemukan adalah E. koli
( 55,55%) dimana 90% sensitif terhadap amikasin dan 70% dengan seftazidin dan
sefoperazon/sulbaktam.
Disimpulkan risiko terjadinya ketuban pecah dini preterm dengan
bakteriuri asimtomatis 9 kali dibandingkan dengan tanpa bakteriuri asimtomatis.
Kata kunci: bakteriuri asimtomatis, kehamilan preterm, ketuban pecah dini,
ketuban utuh.
vii
ABSTRACT
ASYMPTOMATIC BACTERIURIA INCREASED THE RISK OF
PRETERM PREMATURE RUPTURE OF MEMBRANE
Preterm premature rupture of membrane is still the most common cause of
maternal as well as fetal morbidity and mortality in Indonesia. This associated
with preterm delivery, neonatal sepsis and perinatal death. Various efforts were
undertaken to circumvent preterm premature rupture of membranes through
studies in risk factors. Infection is the biggest risk factors, the most common of
which were ascending vaginal infection and urinary tract infection. In this case
asymtomatic bacteriria in expectant mother can increase the risk of suffering from
cystitis, pyelonephritis, thereby increasing the risk of having preterm delivery.
The study aim to know asymptomatic bacteriuria increased the risk of preterm
premature rupture of membrane.
A case-control study was conducted at Obstetric and Gynecologic
department of Sanglah Hospital Denpasar and Clinical Microbiology Laboratory
of Sanglah Hospital in 18 month period extending from September 2011 up to
February 2013. Samples were pregnant women with singleton pregnancy with 2837 weeks of gestasional age, who were willing to participate in the study. A total
of 40 samples were recruited, which consisted of 20 women cases group (preterm
premature rupture of membrane) and 20 women controls group (preterm
pregnancy in intact membrane). In both groups, bacteriuria screening, urine
culture and antibiotic sensitivity test were done, which were then categorized as
positive and negative results. Levene’s T test and Chi square test was done to
analyze the homogeneity and odds ratio with SPSS 16 for Windows® version.
Mean maternal age, gestasional age and parity in both groups were
homogenous. Odds ratio of positif asymptomatic bacteriuria in preterm premature
rupture of membrane was 9,33 fold higher (CI 95% = 2,18-39,96 p = 0,002)
compared with negative asymptomatic bacteriuria group. The most common
organism implied in this study was E. coli (55,55%), 90% was sensitive to
amikacin and 70% to cefoperazon/sulbactam and ceftazidine.
It was concluded that asymptomatic bacteriuria increased the risk of
preterm premature rupture of membrane 9 fold higher than non asymptomatic
bacteriuri.
Keywords: asymptomatic bacteriuria, preterm pregnancy, premature rupture of
membrane, intact membrane
viii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ............................................................................................
i
PRASYARAT GELAR ......................................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...................................................................
iv
UCAPAN TERIMA KASIH ...............................................................................
v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
ABSTRACT ....................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1
Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah..................................................................................... 4
1.3
Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4
1.4
Manfaat Penelitian .................................................................................... 4
1.4.1 Manfaat akademik ..................................................................................... 4
1.4.2 Manfaat praktis.......................................................................................... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA .............................................................................. 5
2.1
Ketuban Pecah Dini Preterm ................................................................... 5
ix
2.1.1
Batasan .................................................................................................... 5
2.1.2
Insiden ..................................................................................................... 5
2.1.3
Etiologi .................................................................................................... 5
2.1.4
Patogenesis .............................................................................................. 8
2.1.5
Karakteristik kuman ................................................................................ 14
2.2
Bakteriuri Asimtomatis ........................................................................... 19
2.2.1
Epidemiologi ........................................................................................... 20
2.2.2
Etiologi .................................................................................................... 20
2.2.3
Faktor risiko ............................................................................................ 21
2.2.4
Adaptasi maternal terhadap kehamilan ................................................... 22
2.2.5
Patogenesis .............................................................................................. 23
2.2.6
Diagnosis ................................................................................................. 28
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
PENELITIAN ..................................................................................................... 29
3.1
Kerangka Berpikir ................................................................................... 29
3.2
Konsep Penelitian ................................................................................... 30
3.3
Hipotesis Penelitian................................................................................. 30
BAB IV METODE PENELITIAN ..................................................................... 31
4.1
Rancangan Penelitian .............................................................................. 31
4.2
Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 31
4.2.1
Lokasi penelitian ..................................................................................... 31
4.2.2
Waktu penelitian ..................................................................................... 31
4.3
Penentuan Sumber Data .......................................................................... 32
4.3.1
Populasi target ........................................................................................ 32
x
4.3.2
Populasi terjangkau ................................................................................. 32
4.3.3
Sampel eligibel ....................................................................................... 32
4.3.4
Kriteria eligibilitas .................................................................................. 32
4.3.4.1 Kriteria inklusi kasus............................................................................... 32
4.3.4.2 Kriteria inklusi kontrol ............................................................................ 33
4.3.4.2 Kriteria eksklusi ...................................................................................... 33
4.3.4
Penghitungan besar sampel ..................................................................... 33
4.3.5
Teknik pengambilan sampel ................................................................... 34
4.4
Variabel Penelitian .................................................................................. 34
4.4.1
Klasifikasi variabel.................................................................................. 34
4.4.2
Definisi operasional variabel................................................................... 35
4.5
Bahan Penelitian...................................................................................... 37
4.6
Instrumen Penelitian................................................................................ 37
4.7
Prosedur Penelitian.................................................................................. 37
4.8
Analisis Data ........................................................................................... 42
BAB V HASIL PENELITIAN............................................................................ 43
5.1
Karakteristik Sampel Penelitian .............................................................. 43
5.2
Bakteriuri Asimtomatis sebagai Faktor Risiko KPD Preterm................ 44
5.4
Karakteristik Kuman Penyebab pada BAS Positif .................................. 44
5.5
Uji Sensitifitas Antibiotika terhadap Kuman Penyebab.......................... 45
BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................... 46
6.1
Karakteristik Sampel Penelitian .............................................................. 47
6.1.1
Distribusi umur ibu ................................................................................. 47
6.1.2
Distribusi umur kehamilan ...................................................................... 48
xi
6.1.3
Distribusi jumlah paritas ......................................................................... 48
6.2
Analisis Risiko BAS pada KPD Preterm ............................................... 49
6.3
Karakteristik Kuman Penyebab dan Sensitivitasnya terhadap
Antibiotika............................................................................................... 52
6.4
Kelemahan Penelitian.............................................................................. 54
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 55
7.1
Simpulan ................................................................................................. 55
7.2
Saran........................................................................................................ 55
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 56
LAMPIRAN ........................................................................................................ 59
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
5.1 Distribusi Umur Ibu, Umur kehamilan dan Paritas pada Kelompok
Kasus dan Kontrol ............................................................................
43
5.2 Bakteriuri Asimtomatis sebagai Faktor Risiko KPD Preterm ........
44
5.3 Karakteristik Kuman Penyebab pada BAS Positif ...........................
44
5.4 Uji Sensitivitas Antibiotika terhadap Kuman Penyebab ..................
45
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Lokasi Potensial Infeksi Bakteri ke dalam Uterus ...........................
7
2.2 Struktur Selaput Ketuban Janin........................................................
8
2.3 Berbagai Mekanisme terjadinya KPD Aterm dan KPD Preterm .....
13
2.4 Skema Patogenesis ISK secara Ascenden ........................................
23
3.1 Konsep..............................................................................................
30
4.1 Skema Rancangan Penelitian ...........................................................
31
4.2 Alur Penelitian .................................................................................
41
xiv
DAFTAR SINGKATAN
BAS
: Bakteriuri asimtomatis
CFU
: Colony Forming Unit
DNA
: Deoxyribonucleicacid
EMB
: Eosin Metillen Blue
IL
: Interleukin
ISK
:Infeksi Saluran Kemih
KPD
: Ketuban Pecah Dini
MMP
: Matriks Metalloprotein
MSU
: Mid Stream Urine
PG
: Prostaglandin
PMN
: Poli MorfoNuclear
RNA
: Ribonucleicacid
TIMP
: Tissue Inhibitors Matrixs Metalloprotein
TNF
: Tumor Necrotic Factor
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1
Informed Consent ........................................................................ 58
Lampiran 2
Formulir Pernyataan Persetujuan ................................................ 59
Lampiran 3
Formulir Penelitian...................................................................... 60
Lampiran 4
Data Penelitian Kelompok KPD Preterm.................................... 63
Lampiran 5
Data Penelitian Kelompok Preterm Non KPD ............................ 64
Lampiran 6
Perhitungan Statistik ................................................................... 65
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampai saat ini ketuban pecah dini (KPD) preterm masih merupakan
masalah di dunia termasuk Indonesia, yang terkait dengan prevalensi,
prematuritas, morbiditas dan mortalitas perinatal.
Pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum inpartu atau bila diikuti
satu jam kemudian tidak timbul tanda persalinan pada umur kehamilan 28 minggu
sampai 37 minggu ini merupakan penyebab morbiditas
dan mortalitas pada
persalinan preterm terbanyak. Diketahui prevalensi dari KPD preterm di dunia
adalah 3 - 4,5 % kehamilan (Lee dan Major, 2001) dan merupakan penyumbang
6 - 40 % persalinan preterm atau prematuritas (Furman dkk, 2000). Prematuritas
yang diawali oleh KPD preterm menyebabkan 5-60 % sepsis neonatorum (Mercer,
2003), 12-15% gangguan pernafasan dan 3-22% kematian neonatal serta 10,5 %
kematian perinatal (Furman, 2000).
Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi KPD preterm melalui studi
faktor risiko. Beberapa faktor risiko KPD preterm
terutama infeksi sebesar
29,4 % (Mercer, 2003) selain faktor serviks dan riwayat KPD preterm
sebelumnya. Sementara status sosial ekonomi rendah, ras kulit hitam, merokok,
defisiensi vitamin C dan zinc, indeks massa tubuh rendah (<19,8 kg/m2),
perdarahan pervaginam, kehamilan multipel juga ikut berperan (Kilpatrick dkk,
2006). Tidak semua infeksi memberikan gejala yang terkait dengan risiko
1
2
terjadinya KPD preterm dimana sumber utama adalah infeksi ascenden vagina
selain saluran kemih (Lee dan Major, 2001).
Menon (2007) menyatakan bahwa infeksi dalam uterus dapat berlokasi
pada ruang antara desidua dan selaput ketuban, selaput ketuban sendiri, dalam
cairan amnion dan janin. Dalam hal ini korioamnionitis yang merupakan inflamasi
dari selaput ketuban memegang peranan utama oleh karena menginisiasi kaskade
proses inflamasi. Kemokin seperti Interleukin-1β (IL-1β), IL-6 dan IL-8 secara
poten menarik neutrofil yang merupakan pertahanan pertama terhadap infeksi.
Beberapa tahun terakhir, infeksi saluran kemih (ISK) terkait dengan KPD preterm
mendapat perhatian para peneliti. Furman (2000), Varma (2006) dan Karat (2006)
menyatakan bahwa ISK meningkatkan risiko terjadinya KPD preterm. Sekitar
15% wanita hamil akan menderita ISK (Smaill, 2007) dan Nicolle (2003)
melaporkan 2-14% dari wanita hamil dengan bakteriuri asimtomatis (BAS).
Bakteriuri asimtomatis adalah suatu keadaan dimana ditemukan bakteri dalam
urin tanpa disertai timbulnya gejala klinis (disuria, rasa panas saat berkemih, nyeri
suprapubik, frekuensi, urgensi, demam, hematuria)
dan pada pemeriksaan
urinalisis akan ditemukan ≥ 100.000 Colony Forming Unit (CFU)/ml urin.
Bakteriuri asimtomatis pada wanita hamil meningkatkan risiko terjadinya sistitis
sebesar 40% dan pielonefritis sebesar 25-30% (Macejko, 2007). Hal ini akan
meningkatkan risiko terjadinya persalinan preterm baik yang diawali oleh KPD
maupun tanpa KPD. Selain meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas
neonatus, ISK dapat berkembang menjadi pielonefritis yang berakibat buruk
terhadap kesehatan ibu. Cochraine review (2007) menunjukkan hubungan
3
bermakna antara BAS dengan KPD preterm ( RO 2,02, IK 95% = 1,5-2,8).
Vaishali dan kawan-kawan (2002) melaporkan perkembangan BAS menjadi
simtomatis bakteriuria (RR 3,8 IK 95% = 1,82-6,53), hipertensi dalam kehamilan
(RR 2,5 IK 95% = 1,44-5,47) dan persalinan preterm (RR 1,83 IK 95% = 1,182,83). Fatima (2006) melaporkan BAS meningkatkan risiko terjadinya KPD
preterm dan persalinan preterm (21,4% vs 4,9%, p<0,05) serta meningkatkan
terjadinya bakteriuri simtomatis (14,25 vs 2,75, p<0,05). Kovavisarach (2009)
dalam penelitiannya menyebutkan BAS tidak meningkatkan risiko terjadinya
KPD preterm (RO 1,02 IK 95% = 0,92-1,12). Penelitian serupa sampai saat ini
belum pernah dilakukan di Indonesia.
Pengobatan BAS pada awal kehamilan akan menurunkan insidens
pielonefritis sebesar 90% (Macejko dan Schaefer, 2007). Cochraine review (2007)
melaporkan pengobatan dengan antibiotika efektif dalam menangani BAS (RR
0,25, IK 95% = 0,14-0,48). Tanpa pengobatan, BAS akan menetap pada 66%
kasus. Pemberian antibiotika dibandingkan dengan plasebo memberikan hasil
penurunan kejadian
pielonefritis (RR 0,17, IK 95% = 0,09-0,31), bakteriuri
menetap (RR 0,21, IK 95% = 0,10-0,42), persalinan preterm (RR 0,37, IK 95%=
0,10-1,36) dan BBLR (RR 0,64, IK 95% = 0,35-1,16).
Dengan demikian, BAS diduga berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya
KPD preterm. Oleh karena itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui peran BAS dalam meningkatkan risiko terjadinya KPD preterm.
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Apakah bakteriuri asimtomatis
meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini preterm?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui peran BAS dalam meningkatkan risiko terjadinya KPD
preterm.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat akademik
Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman tentang hubungan BAS
dalam meningkatkan risiko terjadinya KPD preterm.
1.4.2
Manfaat praktis
Diharapkan data penelitian ini dapat dipakai sebagai dasar penanganan
pengaruh infeksi terhadap prevalensi KPD preterm dengan cara penanganan BAS
sejak dini.
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Ketuban Pecah Dini Preterm
2.1.1 Batasan
Definisi Ketuban pecah dini sampai saat ini masih belum disepakati.
Mercer (2003) mendefinisikan KPD sebagai pecahnya selaput ketuban dan dalam
1 jam tidak disertai tanda inpartu. Menurut Menon (2007) KPD didefinisikan
sebagai robeknya selaput ketuban pada setiap saat sebelum persalinan dimulai.
Ketuban pecah dini preterm adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan yang
terjadi sebelum inpartu pada umur kehamilan ≤ 37 minggu (Mercer 2005;
Cunningham, 2007).
2.1.2 Insiden
Insiden KPD dilaporkan berbeda-beda. Menurut Alonto (2007) insiden
KPD terjadi pada 5-10 % kehamilan, 60 % di antaranya saat aterm. Mercer (2007)
melaporkan insiden KPD 8-10% kehamilan. Ketuban pecah dini preterm terjadi
3-4,5 % kehamilan (Lee dan Silver, 2001) dan penyebab 6-40 % persalinan
preterm (Mercer, 2005). Di RSUP Sanglah Denpasar, penelitian tentang KPD
preterm belum pernah dilakukan.
2.1.3 Etiologi
Sampai saat ini penyebab KPD preterm belum diketahui pasti. Beberapa
faktor predisposisi yang berperan terhadap terjadinya KPD preterm adalah :
5
6
2.1.3.1 Tingkat sosial ekonomi
Lee dan Silver (2001) menunjukkan KPD sering pada wanita dengan
tingkat sosial ekonomi rendah (5,1-12,5% vs 1,5-2,2%). Kilpatrick dan kawankawan (2006) menemukan hal yang sama pada penelitiannya (29,3% vs 23,3%,
P=0,021).
2.1.3.2 Merokok
Penelitian berseri menunjukkan korelasi positif merokok dengan insiden
KPD preterm. Furman dan kawan-kawan (2000) melaporkan wanita yang tetap
merokok selama kehamilannya memiliki risiko lebih tinggi (RO 2,2 IK 95% =
1,4-3,5). Sementara Mercer (2000) dan Vaitkiene (2002) tidak menemukan
perbedaan yang signifikan (7% vs 5% ; 4,6 vs 3,8).
2.1.3.3 Defisiensi vitamin C
Vitamin C dibutuhkan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan
kolagen yang merupakan ko-faktor prolin-hidroksilasi yang menyusun hidroksi
prolin. Ini merupakan komponen integral kolagen yang menyebabkan stabilnya
tripel heliks (Lee dan Silver, 2001).
2.1.3.4 Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup
untuk melemahkan selaput ketuban. Bakteri patogen di dalam saluran urogenital
meningkatkan frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal sebanyak 10
kali (Cunningham, 2007; Mercer, 2003). Penelitian Vaitkiene dkk (2002)
mendapatkan insiden total bakteri yang diisolasi dari endoserviks penderita KPD
preterm memberikan hasil kultur positif lebih besar dari non KPD (55,2 vs 34,6;
7
P<0,001). Goldenberg dan kawan-kawan (2000) mencatat bahwa infeksi uterus
dapat berlokasi di ruang antara desidua dan selaput ketuban, selaput ketuban
sendiri, cairan amnion dan janin.
Gambar 2.1 Lokasi potensial infeksi bakteri ke dalam uterus
(Sumber: Goldenberg dkk, 2000)
2.1.3.5 Faktor-faktor lain
Parameter serviks (inkompeten serviks, serviks yang terbuka, riwayat
operasi pada serviks) menyebabkan pecahnya selaput ketuban lebih awal karena
mendapatkan tekanan langsung dari kavum uteri. Perdarahan pervaginam,
aktivitas seksual selama kehamilan, kehamilan multifetus juga memegang peranan
penting (Lee dan Silver, 2001).
8
2.1.4
Patogenesis
Selaput ketuban terdiri dari amnion dan korion yang dihubungkan oleh
matriks ekstraseluler. Selaput ketuban berkembang sesuai dengan usia kehamilan
untuk mengakomodasi peningkatan volume oleh fetus dan air ketuban.
Merupakan struktur multilayer kompleks yang terdiri dari elemen–elemen
epitelial dan jaringan penyangga. Amnion terdiri dari komponen mesenkim dan
epitel secara terpisah dan bersatu dengan mesoderm dari korion. Amnion
merupakan lapisan membran dengan bagian luar merupakan jaringan mesodermal
dan bagian dalam adalah ektoderm. Korion merupakan membran yang terdiri dari
lapisan luar sinsisiotrofoblas dan lapisan dalam sitotrofoblas (Menon, 2007).
Gambar 2.2 Struktur selaput ketuban janin
(Sumber: Mercer, 2005)
9
Selaput ketuban pecah karena hilangnya elastisitas pada daerah tepi
robekan selaput ketuban. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini berkaitan
dengan penipisan jaringan kolagen oleh infeksi atau rendahya kadar kolagen.
Kolagen pada selaput ketuban terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta,
fibroblast serta pada korion di daerah lapisan kutikuler dan trofoblas dimana
sebagian besar jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (Mercer, 2003).
Pecahnya selaput ketuban intrapartum disebabkan melemahnya ketegangan
selaput ketuban akibat kontraksi uterus dan regangan yang berulang-ulang.
Selaput ketuban yang mengalami ruptur dini lebih menggambarkan adanya
gambaran fokal abnormal dari melemahnya ketegangan selaput ketuban. Di
sekitar selaput yang pecah tampak gambaran berupa daerah yang dibatasi oleh
morfologi sel yang berubah secara ekstrim disertai edema dan gangguan jaringan
ikat kolagen di dalam lapisan kompakta, fibroblast dan spongiosa. Kekuatan
selaput ketuban ditentukan oleh keseimbangan sintesa dan degradasi matriks
ekstraseluler. Bila terjadi perubahan di dalam selaput ketuban, seperti penurunan
kandungan kolagen, perubahan sruktur kolagen dan peningkatan aktivitas
kolagenolitik maka terjadilah KPD (Menon, 2007).
Matriks Metalloprotein (MMP) dihasilkan oleh berbagai macam sel yang
menghidrolisa minimal satu komponen matriks ekstraseluler. Sedangkan jaringan
Penghambat Matriks Metalloprotein (TIMP) membentuk kompleks stokiometri
yang menghambat aktivitas proteolitik. Degradasi kolagen yang terjadi
diperantarai oleh MMP dan dihambat oleh TIMP serta penghambat protease.
Keutuhan selaput ketuban terjadi karena kombinasi dari aktivitas MMP yang
10
rendah dan konsentrasi TIMP-1 yang relatif lebih tinggi. Mikroorganisme
penyebab infeksi akan membentuk enzim protease disertai respon imflamasi dari
host terhadap bakteri sehingga mempengaruhi keseimbangan MMP dan TIMP
yang menyebabkan melemahnya ketegangan selaput ketuban dan pecahnya
selaput ketuban (Lee, 2001; Menon, 2007).
Beberapa faktor klinis yang dapat menyebabkan terjadinya degradasi kolagen
menurut Lee (2001) adalah :
2.1.4.1 Infeksi
Infeksi urogenetalia menyebabkan terjadinya ruptur selaput ketuban pada
manusia. Dari penelitian, terbanyak disebabkan oleh E. koli. Infeksi intrauterin
akan memicu degradasi matriks ekstraseluler oleh protease yang melemahkan
selaput ketuban dan menimbulkan respon imflamasi dari host. Kedua proses ini
merangsang produksi prostaglandin pada selaput ketuban sehingga terjadi
peningkatan iritabilitas uterus.
Infeksi yang mengawali KPD merupakan akibat terjadinya penyebaran bakteri
yang melalui beberapa jalur antara lain :
2.1.4.1.1
Ascenden dari saluran urogenital melalui serviks
Penelitian Karat (2006) dan Vaitkene (2002) mengidentifikasi beberapa
mikroorganisme penyebab infeksi pada traktus urogenetalia yang berhubungan
dengan kejadian KPD preterm. Mikroorganisme tersebut antara lain E. koli,
β. streptococcus, C, trachomatis, Staphylococcus sp., Enterobacter sp.,
Klebsiella sp., N. gonorrhea, Trichomonas vaginalis dan mikroorganisme
penyebab bakterial vaginosis (G. vaginalis, Genetalia mikoplasma, dll). Mercer
11
(2000) mengidentifikasi beberapa bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya
persalinan preterm dengan selaput ketuban utuh. Mikroorganisme ini antara lain
U. urealitikum, M. homiinis, G. vaginalis, Peptostreptococcus dan Bakteroides sp.
2.1.4.1.2
Secara hematogen melalui plasenta
Genus capnocytophaga yang merupakan organisme hidup di mulut pernah
ditemukan di uterus. Penyebarannya melalui kontak oral genital dan juga melalui
sirkulasi plasenta (Mercer,2000). Infeksi organ intraabdominal dapat merupakan
sumber terjadinya korioamnionitis pada kehamilan melalui jalur tuba falopii.
2.1.4.1.3
Iatrogenik melalui pemeriksaan amniosintesis
Mikroorganisme dapat menembus selaput ketuban dan masuk ke cairan
amnion sehingga menyebabkan infeksi intraamnion (korioamnionitis) klinis
maupun subklinis. Ini akan menyebabkan infeksi pada janin seperti pneumonia,
konjungtivitis, omphalitis, otitis sampai dengan bakteremia dan sepsis pada janin
(Furman, 2000; Mercer, 2003).
2.1.4.2 Hormonal
Penelitian Karat (2006) mengidentifikasi peran progesteron dan estradiol
dalam menghambat pembentukan ulang matriks ekstraseluler jaringan reproduksi
yang dilakukan pada babi dan kelinci. Progesteron dan estradiol menurunkan
konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatan konsentrasi TIMP pada
fibroblas serviks kelinci. Progesteron konsentrasi tinggi akan menurunkan
produksi fibroblas babi tetapi progesteron dan estradiol dalam konsentrasi yang
rendah dapat merangsang pembentukan kolagen pada babi hamil.
12
2.1.4.3 Kematian sel yang terprogram
Kematian sel yang terprogram atau apoptosis telah diimplikasikan pada
pembentukan kembali jaringan reproduksi termasuk pada serviks dan uterus. Pada
tikus hamil 21 hari sel-sel epitel amniotik mengalami apoptosis pada awal
persalinan. Kematian sel ini timbul mengikuti awal terjadinya degradasi matriks
ekstraseluler, Hal ini menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan
merupakan sebab terjadinya katabolisme matriks ekstraseluler. Pada kehamilan
aterm dengan KPD, amnion dan korion banyak mengandung sel-sel apoptosis
terutama pada daerah yang berdekatan dengan tempat ruptur dibandingkan daerah
membran yang lain. Respon imun dapat mempercepat terjadinya kematian sel
pada membran janin.
2.1.4.4 Keregangan membran
Overdistensi uterus terutama pada polihidramnion dan kehamilan
multifetus menyebabkan keregangan membran serta meningkatkan risiko KPD.
Mekanisme keregangan membran janin mengatur beberapa faktor amniotik
termasuk PGE2 dan IL-8. Keregangan ini juga dapat meningkatkan aktivitas
MMP-1 pada membran. Prostaglandin E2 meningkatkan iritabilitas uterus,
mengurangi sintesa kolagen membran janin dan meningkatkan produksi MMP-1
dan MMP-3. Interleukin-8 dihambat oleh progesteron pada trimester kedua
kehamilan. Produksinya dalam cairan amnion akan meningkat selama trimester
ketiga. Produksi kedua substrat ini diakibatkan oleh perubahan biokimia pada
membran janin yang dimulai oleh keregangan membran.
13
Gambar 2.3 Berbagai mekanisme terjadinya KPD aterm dan KPD preterm
(Sumber: Menon, 2007)
14
2.1.5 Karakteristik kuman
Karakteristik beberapa kuman-kuman penyebab infeksi yang merupakan
faktor risiko terjadinya KPD preterm :
2.1.5.1 Stafilokokus
Sel berbentuk kokus, gram positif. Tersusun dalam kelompok tidak teratur.
Merupakan anggota flora kulit normal manusia dan saluran pernafasan. Kuman ini
ditemukan di udara dan lingkungan sekitar manusia. Stafilokokus mudah tumbuh
pada pembenihan bakteriologik dalam keadaan aerobik atau mikroaerobik.
Tumbuh paling cepat pada suhu 37oC tetapi paling baik membentuk pigmen pada
suhu 20oC. Koloninya pada pembenihan padat, bulat, halus, menonjol dan
berkilau-kilauan membentuk berbagai pigmen : kuning emas (S. aureus), putih
porselin (S. epidedermis). Pada umumnya mengandung enzim fosfolipase A2
yang akan menghidrolisa fosfolipid membentuk asam arakhidonat yang
merupakan prekursor untuk sintesis prostaglandin. Kepekaannya terhadap
antibiotika berbeda-beda. Banyak strain resisten terhadap penisilin karena
membentuk penicillinase (β-lactamase), suatu enzim yang merusak penisilin
dengan memecahkan cincin beta laktam sehingga tes kepekaan terhadap
antibiotika sangat penting (Kayser, 2005)
2.1.5.2 Streptokokus
Mikroorganisme berbentuk bulat, tersusun dalam bentuk rantai. Beberapa
diantaranya adalah anggota flora normal manusia. Menghasilkan berbagai zat
ekstraseluler dan enzim. Mempunyai kemampuan menghemolisis sel-sel darah
merah sampai berbagai tingkat. Beberapa spesies yang penting antara lain :
15
1. Streptococcus haemolitic
Sebagian besar streptokokus β hemolitik invasif dan patogen bagi
manusia. Strain golongan B penting pada sepsis neonatal dan meningitis serta
merupakan flora normal saluran urogenital wanita.
2. Streptococcus viridans
Menyebabkan ά hemolisis yaitu mengubah hemoglobin menjadi hijau.
Merupakan anggota flora normal saluran pernafasan manusia yang paling
menonjol dan menyebabkan penyakit bila kuman tersebut terdapat pada katupkatup jantung abnormal (endokarditis subakut), selaput otak dan saluran kemih
manusia. Menimbulkan kontraksi uterus karena menghasilkan fosfolipase A2.
3. Enterococcus
Sebagian merupakan flora normal saluran pencernaan manusia. Apabila
masuk ke jaringan, aliran darah, saluran kemih atau selaput otak akan
menyebabkan penyakit. Tahan terhadap banyak antibiotika. Penisilin sering
menghambat tetapi tidak mematikan kuman, kecuali bila terdapat aminoglikosida.
4. Streptokokus laktat
Sering ditemukan dalam susu dan menyebabkan koagulasi normal dari
susu (basi). Jarang menimbulkan penyakit pada manusia.
5. Peptostreptococcus
Merupakan genus kuman obligat anaerob yang bekerja pada infeksi
abdomen, pelvis atau paru-paru. Kuman ini terdapat dalam flora normal usus dan
saluran urogenital wanita dan mengandung enzim fosfolipase A2 yang dapat
menyebabkan terjadinya kontraksi uterus.
16
Semua streptokokus β hemolitik golongan A peka tehadap penisilin G dan
kebanyakan peka terhadap eritromisin. Beberapa diantaranya resisten terhadap
tetrasiklin. Streptokokus ά hemolitikus dan enterokokus sangat bervariasi
kepekaannya terhadap antibiotika. Tes kepekaan antibiotika penting untuk
menentukan obat dan dosis untuk terapi optimal (Kayser, 2005).
2.1.5.3 Proteus
Merupakan basil gram negatif, bergerak, aerobik. Menghasilkan urease
yang menghidrolisis urea dengan melepaskan ammonia. Kuman ini cepat
menyebar di atas permukaan pembenihan padat dan tidak tumbuh baik pada pH
asam. Proteus merupakan kuman koliform yang hanya menimbulkan infeksi pada
manusia bila meninggalkan habitat normalnya dalam saluran pencernaan. Sering
ditemukan pada ISK menahun dan mengakibatkan bakteriemia serta lesi fokal
pada penderita dengan imun defisiensi. Proteus mirabilis sering dihambat oleh
penisilin G dan ampisilin (Kayser, 2005).
2.1.5.4 Escherichia coli
Organisme enterik gram negatif yang besar, berbentuk batang, tidak
berspora, aerob, meragikan banyak karbohidrat dan mempunyai struktur antigenik
kompleks serta merupakan flora normal saluran pencernaan. Beberapa strain
E. koli menghasilkan eksotoksin yang tidak tahan panas dan yang tahan panas.
Pada biakan MacConcey atau agar eosin-metilen biru (EMB), koloni-koloni
E. koli mempunyai kilatan logam yang khas. Tidak ada pengobatan tunggal yang
spesifik. Sulfonamida, ampisilin, khloramfenikol, tetrasiklin, polimiksin dan
17
aminoglikosida mempunyai efek antibakteri yang jelas tetapi variasi kepekaan
strainnya juga besar (Kayser, 2005).
2.1.5.5 Pseudomonas aeruginosa
Terdiri atas batang gram negatif yang bergerak, menghasilkan pigmen
yang larut dalam air dan berdifusi melalui perbenihan. Kuman ini banyak terdapat
dalam tanah, air, sampah dan udara. Terdapat dalam jumlah sedikit dalam flora
normal usus, juga pada kulit manusia. Banyak strainnya menghasilkan eksotoksin
invitro dan mungkin juga in vivo yang menghambat sintesis protein dan
menyebabkan nekrosis jaringan. Antitoksin terhadap eksotoksinnya ditemukan
pada serum manusia termasuk yang telah sembuh dari infeksi pseudomonas.
Tumbuh cepat pada pembenihan buatan, tidak meragikan laktosa dan membentuk
koloni bulat halus dengan fluororesensi kehijau-hijauan dan bau aromatis yang
enak. Pseudomonas aeruginosa sering resisten terhadap antibiotika khususnya
yang mengandung Ca++ dan Mg++. Pada bayi atau orang dengan sistem imun yang
lemah, kuman ini dapat memasuki aliran darah dan mengakibatkan sepsis
(Kayser, 2005).
2.1.5.6 Klebsiella
Kuman enterik, gram negatif, tidak bergerak, koloninya besar dan sangat
mukoid. Menghasilkan enterotoksin tahan panas yang merangsang hipersekresi
cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus halus sehingga menimbulkan diare.
Pada mulanya dikenal sebagai kuman patogen saluran pernafasan. Sekarang
sering ditemukan pada ISK di rumah sakit. Kuman ini juga menghasilkan enzim
18
fosfolipase A2 yang akan menghidrolisa fosfolipid sehingga menyebabkan
terjadinya kontraksi uterus (Kayser, 2005).
2.1.5.7 Enterobacter
Kuman enterik, gram negatif, koliform dan bergerak. Ditemukan hidup
bebas dalam saluran pencernaan, pada ISK dan sepsis. Menghasilkan kolagenase
yang menyebabkan depolimerisasi kolagen dengan akibat melemahnya selaput
ketuban sehingga terjadi KPD preterm. Tidak ada pengobatan tunggal yang
spesifik. Sulfonamida, ampisillin, khloramfenicol, tetrasiklin, polimiksin dan
aminoglikosida mempunyai efek antibakteri yang jelas terhadap golongan
koliform tetapi bervariasi dalam kepekaan strainnya (Kayser, 2005).
2.1.5.8 Cytobacter
Kuman enterik, gram negatif, koliform, mirip Salmonella dalam ciri-ciri
biokimia dan dalam patogenitasnya pada manusia dapat menyebabkan
gastroenteritis atau sepsis. Tes kepekaan antibiotika sangat diperlukan untuk
menentukan terapi yang adekuat (Kayser, 2005).
2.1.5.9 Chlamidia trakhomatis
Merupakan parasit obligat intraseluler yang erat hubungannya dengan
kuman gram negatif. Berbeda dengan virus, khlamidia mempunyai sifat-sifat :
mempunyai RNA dan DNA, dinding sel tipe kuman dengan peptodoglikan, enzim
metabolik
aktif,
ribosom,
pertumbuhan
dihambat
oleh antibiotika
dan
memperbanyak diri dengan pembelahan menjadi dua. Khlamidia dengan cepat
tidak aktif oleh panas 60oC setelah 10 menit dan eter dalam 30 menit. Merupakan
penyebab tersering penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual dan dapat
19
pula menimbulkan infeksi mata. Pada wanita sering menyebabkan servisitis,
salfingitis dan penyakit radang panggul. Ibu hamil dengan infeksi khlamidia akan
mengalami peningkatan risiko terjadinya KPD dan berhubungan dengan kelahiran
prematur, kematian perinatal dan infeksi intrauterin. Pembelahan khlamidia
dihambat oleh banyak antibiotika. Penghambat dinding sel seperti penicillin dan
sikloserin tidak efektif pada penyakit-penyakit klinik. Penghambat protein
(tetrasiklin, eritromisin) efektif dalam laboratorium dan kadang-kadang pada
infeksi klinik. Beberapa khlamidia dapat mensintesa folat (Kayser, 2005).
2.2 Bakteriuri Asimtomatis
Infeksi saluran kemih sering ditemukan sebagai masalah dalam kehamilan.
Dalam keadaan normal bakteri tidak ditemukan di saluran kemih. Bakteri dalam
urin sering berasal dari infeksi ascenden oleh bakteri yang berasal dari saluran
pencernaan. Perubahan mekanis, hormonal dan perubahan fisiologis selama
kehamilan
diketahui berperan dalam ISK (Nerissa dkk, 2003). Gejala yang
ditimbulkan bervariasi, dari tidak menimbulkan gejala klinis jelas atau
asimtomatis sampai berat. Bakteri yang dideteksi dalam urin disebut bakteriuri.
Bakteriuri asimtomatis didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terdapat
koloni bakteri ≥ 100.000 Coloni Forming Units (CFU)/ml urin porsi tengah atau
kateterisasi yang tidak memberikan gejala klinis. Sedangkan bakteriuri simtomatis
didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terdapat koloni bakteri ≥ 100.000
CFU/ml dengan disertai gejala klinis seperti disuri ( nyeri saat berkemih),
frekuensi ( berkemih yang sering lebih dari 8 kali dalam 24 jam), urgensi
(keinginan yang kuat untuk berkemih secara tiba-tiba), hematuria (kencing
20
bercampur darah), perasaan tidak nyaman pada daerah suprasimfisis dengan atau
tanpa gejala sistemik. Bakteriuri asimtomatis bila tidak diterapi adekuat akan
meningkatkan risiko terjadinya pielonefritis, persalinan preterm, berat bayi lahir
rendah, dan kematian neonatal pada wanita hamil (Nicolle, 2003; LaSala, 2007;
Alonto, 2007; ).
2.2.1 Epidemiologi
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang paling sering terjadi. Infeksi
saluran kemih memiliki risiko kejadian 14 kali lebih besar pada wanita
dibandingkan pria (Sweet, 2002). Prevalensi BAS
pada wanita
umum
sebesar 10-12% dan meningkat dengan bertambahnya umur. Pada wanita hamil
prevalensinya bervariasi. Dilaporkan prevalensinya di India sebesar 2-14%
(Vaishali, 2002), di Filipina 2,5-15% (Nerissa dkk, 2003), di Bangladesh 10%
(Ullah dkk, 2007) dan di Amerika Serikat dilaporkan prevalensinya 3-5%
(Mercer, 2005).
2.2.2 Etiologi
Pada studi-studi tentang BAS, E. koli merupakan organisme yang paling
banyak ditemukan (80-90%). Ini disebabkan karena E. koli adalah flora normal
usus dan mudah mengkontaminasi saluran kemih karena letaknya yang berdekatan
secara anatomis. Pola membersihkan organ genetalia yang salah juga
mempengaruhi (Majecko, 2007). Bakteri fakultatif anaerob Gram negatif seperti
Klebsiella, Proteus, Serattia, Enterobacter, and Pseudomonas, dan bakteri Gram
positif seperti S. saprophyticus, group B streptococcus, dan enterococcus adalah
penyebab 10-20% kasus (La sala, 2007). Terdapat hubungan grup B Streptokokus
21
(Streptococcus agalactae) dengan KPD preterm (Smaill, 2007). Staphylococcus.
saprophyticus sering ditemukan pada ISK wanita seksual aktif.
Gardnerella
vaginalis juga ditemukan pada saluran kemih. Ini disebabkan karena G. vaginalis
adalah bagian dari flora normal vagina. Klebsiella adalah penyebab tersering pada
pasien yang menerima terapi antibiotik, setelah instrumentasi alat medis seperti
kateter, atau pada infeksi kronik berulang. Pseudomonas aeruginosa sering
setelah instrumentasi alat medis. Enterococcus dan Streptococcus agalactiae
bertanggung jawab pada 3% kejadian dan sering ditemukan pada wanita dengan
diabetes. Bakteri anaerob jarang menyebabkan infeksi pada saluran kemih karena
adanya oksigen pada saluran kemih menghambat petumbuhan kuman anaerob
(Alonto, 2007; La sala, 2007).
2.2.3 Faktor risiko
Faktor risiko yang diketahui meningkatkan frekuensi bakteriuri selama
kehamilan antara lain : multiparitas, umur, riwayat ISK, diabetes mellitus,
kelainan saluran kemih dan status sosial ekonomi. Studi di Filipina menunjukkan
hemoglobin kurang dari 10 mg/dl, umur kehamilan kurang dari 12 minggu dan
riwayat ISK sebelumnya berperan dalam BAS (Nerissa dkk, 2003).
Nicolle dan kawan-kawan (2003) menyebutkan umur ibu yang semakin
tua berpengaruh pada BAS. Ini diakibatkan oleh meningkatnya kejadian
neurogenic bladder dan peningkatan volume residu urin dan refluks urin. Riwayat
ISK sebelumnya berperan pada 18,9% prevalensi BAS (Nerissa dkk, 2003). Sweet
(2002) menyebutkan riwayat ISK sebelumnya juga menjadi faktor risiko BAS
(RO 1,57 IK 95% = 1,01- 2,44). Prevalensi BAS dihubungkan dengan status
22
sosial ekonomi tidak banyak dimengerti. Mungkin dihubungkan dengan
terlambatnya pengobatan dini yang dilakukan (Smaill, 2007).
2.2.4 Adaptasi maternal terhadap kehamilan
Saluran kemih wanita mengalami perubahan selama kehamilan. Tonus dan
aktifitas otot polos saluran kemih berkurang. Hal ini menyebabkan berkurangnya
laju aliran urin yang melewati saluran kemih. Terjadi pelebaran pelvis renalis dan
ureter yang disebabkan oleh menurunnya peristaltik dan tonus otot polos akibat
peningkatan progesteron dan obstruksi mekanis oleh uterus yang membesar
(Cunningham, 2007). Kejadian BAS pada wanita hamil lebih banyak terjadi
karena obstruksi aliran urin sehingga terjadi stasis.
Kandung kemih mengalami penurunan tonus otot yang menyebabkan peningkatan
kapasitas dan pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna. Terjadi
pergeseran kandung kemih dari pelvis ke arah abdomen Beberapa hal tersebut di
atas menyebabkan terjadinya refluks vesikoureter dan stasis urin yang
memudahkan terjadinya infeksi ascenden oleh kuman patogen (Majecko, 2007).
Perubahan fisik dan kimia urin yang terjadi pada kehamilan juga
mendorong terjadinya ISK. Peningkatan pH urin pada saat kehamilan mendukung
pertumbuhan bakteri. Glikosuria yang sering ditemukan pada kehamilan normal
memberikan
nutrisi
bagi
pertumbuhan
bakteri
pada
saluran
kemih
(Cunningham, 2007). Peningkatan sekresi estrogen pada urin mendukung
berkembangbiaknya E. koli. Efek kumulatif di atas menyebabkan peningkatan
risiko terjadinya infeksi ascenden, kolonisasi dan infeksi pada ginjal (Sweet,
2002).
23
2.2.5 Patogenesis
Mekanisme terjadinya KPD preterm maupun persalinan preterm dengan
BAS belum banyak diketahui. Teori tentang produksi phospholipase A2 oleh
mikroorganisme yang memicu persalinan dan mengaktivasi PG banyak dianut.
Juga mekanisme adanya infeksi intraamniotik (Mercer, 2005; Menon, 2007).
Kemiripan flora usus dengan bakteri uropatogen menimbulkan suatu hipotesis
bahwa ISK terjadi karena adanya jalur ascenden dari usus ke vestibulum vagina
lalu ke uretra dan akhirnya ke kandung kemih (Sweet, 2007).
Wanita memiliki uretra sepanjang 3-4 cm dan letaknya dekat dengan
vagina, anus dan rektum yang merupakan area koloni dari flora usus (bakteri
golongan Enterobacter). Keadaan ini menyebabkan ISK lebih sering terjadi pada
wanita dibanding pria (Gillstrap, 2001).
Gambar 2.4 Skema patogenesis ISK secara ascenden
(Sumber: Sweet, 2002)
24
Kolonisasi uropatogen pada introitus vagina adalah langkah penting dalam
patogenesis ISK. Mikroflora vagina normal didominasi oleh Lactobacilli yang
menyebabkan kondisi pH vagina asam yang akan mencegah berlanjutnya
kolonisasi uropatogen E. koli.
Kolonisasi kemudian berkembang ke daerah
periuretra, yang diikuti terjadinya infeksi ascenden dari uretra ke dalam kandung
kemih. Ini didukung oleh kemampuan perlekatan bakteri pada epitel saluran
kemih sehingga bakteri dapat berkembang biak dan menimbulkan bakteriuri baik
simtomatis maupun asimtomatis (Sweet, 2002). Adanya infeksi ini mengakibatkan
produksi protease bakteri yang akan menginisiasi kaskade inflamasi. Proses
inflamasi ini diperantarai sitokin proinflamasi (IL-1β, IL-6, IL-8, TNFα) yang
mengakibatkan degradasi MMP pada selaput amnion melalui aktivasi collagenase
yang mengakibatkan ketidakseimbangan matrix metalloproteinase dengan tissue
inhibitor of metalloproteinase. Proses apoptosis pun akan berjalan oleh karena
teraktivasinya kaskade inflamasi ini. Adanya protease bakteri akan meningkatkan
produksi glukokortikoid yang menyebabkan penurunan kekuatan kolagen selaput
amnion. Semua proses ini menyebabkan selaput ketuban pada kehamilan preterm
menjadi pecah (Menon, 2007)
Bakteri dan inang mempunyai faktor virulensi dan mekanisme pertahanan tubuh
yang akan menentukan apakah infeksi akan hilang, memberat atau menetap tanpa
gejala. Adapun mekanisme pertahanan tubuh inang dan faktor virulensi tersebut
adalah sebagai berikut:
25
2.2.5.1 Mekanisme pertahanan saluran kemih
Saluran kemih memiliki mekanisme pertahanan unuk melindingi diri dari
infeksi. Mekanisme pertahanannya dapat bersifat tidak spesifik yang mencegah
infeksi mikroba secara umum. Mekanisme pertahanan spesifik melibatkan respon
imunologis terhadap mikroorganisme tertentu tergantung dari antigen yang
dibawa oleh mikroorganisme tersebut.
Mekanisme pertahanan non spesifik melibatkan flora normal vagina,
proses berkemih, komposisi urin, kandung kemih dan proses radang. Flora normal
vagina terdiri dari golongan Lactobacillus yang menempel pada permukaan epitel
vagina. Berperan dalam mencegah kolonisasi pada introitus dan periuretra. Hal ini
disebabkan karena flora normal mengganggu proses adesi bakteri uropatogen
(Smaill, 2007).
Berkemih merupakan mekanisme pertahanan alami yang paling sederhana dan
efektif. Aliran urin berguna membersihkan saluran kemih dari mikroorganisme,
dimana 99,9% mikroorganisme yang baru memasuki saluran kemih dapat
dikeluarkan saat berkemih (Warren, 2001).
Komposisi urin bervariasi pada tiap orang, tergantung diet dan hidrasi.
Konsentrasi urea yang tinggi dalam urin berguna untuk menghambat pertumbuhan
kuman. Pada dinding saluran kemih terdapat lapisan tipis urin yang membasahi
mukosa saluran kemih yang memberi kesempatan terjadinya inokulasi kuman.
Kuman anaerob tidak pernah dijumpai dalam ISK. Ini mungkin disebabkan oleh
konsentrasi oksigen yang cukup tinggi dalam saluran kemih (Warren, 2001).
26
Kandung kemih dilapisi oleh lapisan glikokalik yang terdiri dari campuran
polisakarida sulfat dengan glikosaminoglikan yang menghalangi proses perlekatan
bakteri pada epitel kandung kemih. Epitel kandung kemih juga diperkirakan
menghasilkan senyawa asam organik yang bersifat antimikroba. Infeksi pada
kandung kemih mengakibatkan pelepasan epitel kandung kemih secara terus
menerus dan semakin cepat (Warren, 2001).
Leukosit polimorfonuklear (PMN) ditemukan pada urin pasien dengan ISK.
Migrasi PMN, fagositosis dan efek bakterisidalnya berkurang dengan adanya
osmolaritas dan pH urin yang ekstrim. Tanpa komplemen atau immunoglobulin,
PMN dapat melakukan fagositosis pada E. koli oleh karena bakteri memiliki
komponen tertentu pada permukaan selnya yang merangsang fagositosis. Sitokin
diketahui berperan dalam respon inflamasi saluran kemih. Interleukin 6 berperan
dalam sintesis reaktan fase akut dan IgA. Interleukin 8 adalah aktivator untuk
PMN. Konsentrasi keduanya meningkat pada berbagai manifestasi ISK, terutama
pielonefritis. Sitokin ini diproduksi oleh epitel saluran kemih sehingga cepat
memasuki urin apabila terjadi inokulasi bakteri (Warren, 2001).
Mekanisme pertahanan spesifik melibatkan proses humoral dan seluler.
Antibodi yang sering ditemukan pada penderita ISK adalah Imunoglobulin (Ig) A
dan Ig G. Setelah kontak dengan antigen pada mukosa saluran kemih, limfosit
bermigrasi ke limfonodus lokal, lalu kembali ke permukaan mukosa untuk
memproduksi antibodi lokal. Antibodi pada urin bertindak sebagai opsonin untuk
fagositosis oleh PMN pada saluran kemih dan terhadap adhesin menghambat
27
perlekatan bakteri pada permukaan epitel. Melalui reaksi imun, antibodi
mengaglutinasi organisme dan menetralisasi hemolisin (Warren, 2001).
Peranan imunitas yang diperantarai sel (Cell Mediated Immunity) pada permulaan
infeksi tidak diketahui secara jelas walaupun sel T manusia meningkat dalam 2-3
hari pada organ yang terinfeksi selama pielonefritis dan sistitis (Warren, 2001).
2.2.5.2 Faktor virulensi mikroorganisme
Faktor virulensi menentukan kemampuan suatu organisme untuk
menimbulkan penyakit. Antigen somatik
O (endotoksin) yang diisolasi dari
E. koli merupakan serogrup O yang sering terdapat pada feses. Endotoksin ini
menyebabkan kerusakan sel epitel kandung kemih dan menyebabkan reaksi
inflamasi. Pada BAS dan ISK yang lama, sering ditemukan bakteri yang memiliki
antigen O dengan rantai polisakarida yang lebih pendek. Antigen K (kapsuler)
banyak ditemukan pada pieloefritis dibanding sistitis (Warren, 2001).
Ketahanan terhadap efek bakterisidal terjadi akibat aktivasi komplemen
setelah adanya antibodi spesifik, atau akibat adanya aktivasi oleh senyawa polimer
pada permukaan bakteri. Bakteri yang menyebabkan BAS lebih rentan terhadap
mekanisme ini dibanding dengan bakteri pada ISK akut (Warren, 2001).
Mikroorganisme menghasilkan sideropore, suatu molekul dengan berat molekul
rendah yang mempunyai afinitas tinggi terhadap besi. Besi berperan sebagai
nutrisi untuk menunjang hidup mikroorganisme. Escherichia coli dan beberapa
enterobakteria juga menghasilkan enterobaktin (enterochelin) pada saat tumbuh
dalam lingkungan dengan kadar besi rendah. Aerobaktin, senyawa pengikat besi
28
lainnya berperan dalam mencapai sirkulasi darah dan ditemukan pada 75% kultur
darah penderita septikemia (Warren, 2001).
Urease dihasilkan oleh Proteus mirabilis dan Proteus vulgaris yang memecah
urea menjadi karbon dioksida dan amonia, yang bersifat toksik terhadap ginjal.
Hal ini menyebabkan pH urin lebih basa sehingga magnesium ammonium fosfat
menggumpal dan berpotensi menempel menjadi batu infeksi (Warren, 2001).
Kemampuan E. koli melekat pada permukaan sel epitel sangat penting untuk
terjadinya ISK. Perlekatan tersebut menyebabkan bakteri bertahan dari aliran urin
dan berkembang biak serta berkoloni di saluran kemih. Fimbria dan pili adalah
adheren yang banyak dimiliki oleh bakteri uropatogen (Warren, 2001).
2.2.6 Diagnosis
Untuk mengetahui adanya bakteriuri, pemeriksaan yang paling baik adalah
kultur urin. Diagnosa BAS ditegakkan bila terdapat bakteri ≥ 100.000 CFU/ml
setelah dilakukan kultur urin. Pengambilan spesimen urin untuk kultur urin dapat
dilakukan dengan cara invasif dan non invasif. Cara invasif dilakukan dengan
aspirasi suprapubik dan dengan kateter. Spesimen urin yang paling baik adalah
spesimen yang didapat dari aspirasi suprapubik karena memiliki kemungkinan
kontaminasi paling kecil. Oleh karena prosedurnya invasif, pengambilan spesimen
ini tidak bisa rutin dikerjakan, terutama pada wanita hamil. Pengambilan spesimen
dengan kateter bisa dilakukan, namun menimbulkan rasa nyeri dan traumatis
terhadap saluran kemih. Metode non invasif dilakukan dengan cara mengambil
urin porsi tengah atau Mid stream urine (MSU) (La Sala, 2002; Roberts, 2007;
Smaill, 2007).
29
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Patofisiologi KPD preterm banyak dihubungkan dengan proses inflamasi
yang terjadi pada korion-desidua dan matriks ekstraseluler dimana berat ringannya
edema villous berkorelasi dengan mortalitas dan morbiditas neonatal. Proses
inflamasi ini bermula dari jaringan korioamniotik terkena infeksi yang berasal dari
serviko vagina dan saluran kemih yang selanjutnya akan meningkatkan produksi
endotoksin lokal dan sitokin proinflamasi yaitu IL-1β, IL-6, IL-8 dan TNFά.
Sitokin ini melepaskan protease yang dihasilkan oleh jaringan korioamniotik.
Desidua dan matriks ekstraseluler dari jaringan ini akan melepaskan enzim
elastase yang merusak matriks ekstraseluler menyebabkan perubahan serviks dan
membran amnion sehingga terjadi KPD preterm. Bakteriuri asimtomatis berperan
pada proses imflamasi.
29
30
3.2 Konsep Penelitan
- Umur ibu
Bakteriuri
- Umur kehamilan
asimtomatis
- Paritas
- Overdistensi (polihidramnion,
kehamilan multipel
- Plasenta previa
- Solusio plasenta
- Kelainan medis ibu
- Kelainan kongenital mayor
- Bakteriuri simtomatis
KPD preterm
Gambar 3.1 Kerangka konsep
3.3 Hipotesis Penelitian
Bakteriuri asimtomatis meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini
preterm.
31
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan rancangan studi kasus-kontrol, yang mana KPD
preterm sebagai kasus sedangkan preterm non-KPD sebagai kontrol.
B A S (+)
Preterm
B A S (-)
KPD
B A S (+)
Preterm
B A S (-)
Non-KPD
Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi penelitian
Penelitian ini dikerjakan di Ruang Bersalin IRD dan Poliklinik Kebidanan
dan Kandungan RSUP Sanglah Denpasar. Urin sampel diperiksa di Laboratorium
Mikrobiologi Klinik RSUP Sanglah Denpasar.
4.2.2 Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan bulan September 2011 sampai dengan 28
Februari 2013
31
32
4.3 Penentuan Sumber Data
4.3.1
Populasi target
Ibu hamil yang datang ke kamar terima ruang bersalin IRD serta Poliklinik
Kebidanan dan Kandungan RSUP Sanglah Denpasar dengan diagnosis hamil
preterm.
4.3.2
Populasi terjangkau
Ibu hamil preterm dengan KPD dan non-KPD, janin tunggal hidup, tidak
ada tanda inpartu serta riwayat minum antibiotika sebelumnya yang datang ke
kamar terima Ruang Bersalin IRD serta Poliklinik Kebidanan dan Kandungan
RSUP Sanglah Denpasar pada periode September 2011 sampai dengan jumlah
sampel tercapai.
4.3.3 Sampel eligibel
Diambil dan diteliti dari populasi terjangkau diatas yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi.
4.3.4 Kriteria eligibilitas
Untuk kriteria eligibilitas, terdiri dari kriteria inklusi dan eksklusi.
4.3.4.1 Kriteria inklusi kasus
a. Janin tunggal, hidup.
b. Umur kehamilan dari 28 minggu sampai 37 minggu.
c. Tidak ada tanda inpartu.
d. Ketuban pecah dini.
e. Bersedia ikut penelitian
33
4.3.4.2 Kriteria inklusi kontrol
f. Janin tunggal, hidup.
g. Umur kehamilan dari 28 minggu sampai 37 minggu.
h. Tidak ada tanda inpartu.
i. Selaput ketuban utuh.
j. Bersedia ikut penelitian
4.3.4.3 Kriteria eksklusi
a. Plasenta previa / solusio plasenta.
b. Diketahui mempunyai kelainan kongenital mayor pada janin.
c. Kelainan medis ibu hamil (kelainan jantung, diabetes melitus, penyakit paru
menahun termasuk asma, anemia oleh sebab apapun, hipertensi kronik,
preeklampsia/eklampsia).
d. Polihidramnion.
e. Bakteriuri simtomatis
f. Riwayat mendapat pengobatan dengan antibiotika dalam satu minggu terakhir.
4.3.5 Perhitungan besar sampel
Untuk menentukan besar sampel minimal pada studi kasus-kontrol tidak
berpasangan (Campbell et al, 1997) :
n1 = n2 = [ Zα√2PQ + Zβ√𝑷𝑷𝟏𝟏. 𝑸𝑸𝑸𝑸 + 𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷]2
(P1-P2)2
Keterangan:
1.
Zα
: 1,96 untuk tingkat kemaknaan ά = 0,05
2.
Zβ
: 1,28 untuk power 90%
3.
P1
: Proporsi Angka kejadian KPD preterm 4,5 (Lee dan Silver,2001)
34
4.
P2
: Perbedaan proporsi dianggap bermakna 30% = 0,3.
5.
P
: (P1 + P2 ) /2
6.
Q
: 1-P
Didapatkan : n = 19,71 ~ 20
Berdasarkan perhitungan rumus di atas didapatkan n yang diperlukan sebesar 20
(19,71 dibulatkan) sampel. Jumlah keseluruhan yang diperlukan adalah 40
sampel.
4.3.6 Teknik pengambilan sampel
Dari populasi terjangkau diambil sampel penelitian secara consecutive
sampling, sehingga diperoleh sampel terpilih, kemudian dilakukan pemeriksaan
BAS dengan gold stándar kultur urin.
4.4 Variabel Penelitian
4.4.1 Klasifikasi variabel
Variabel bebas
: Bakteriuri asimtomatis
Variabel tergantung
: KPD preterm
Variabel terkontrol
: umur ibu, umur kehamilan dan paritas dikontrol by
analisis. Plasenta previa / solusio plasenta, diketahui mempunyai kelainan
kongenital pada janin karena indikasi untuk diterminasi tanpa memandang umur
kehamilan, kelainan medis ibu hamil (kelainan jantung, diabetes melitus, penyakit
paru menahun termasuk asma, anemia oleh sebab apapun, hipertensi kronik,
preeklampsia/eklampsia), polihidramnion dan kehamilan multiple dikontrol by
design.
35
4.4.2 Definisi operasional variabel
1. Kehamilan preterm adalah kehamilan dengan umur dari 28 minggu sampai 37
minggu, yang dihitung menurut rumus Naegel
2. Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat
belum inpartu atau bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda
awal persalinan. Pecahnya selaput ketuban ditegakkan dengan keluarnya air
ketuban dari orifisium uteri eksternum pada pemeriksaan dalam dengan
menggunakan spekulum dan dengan pemeriksaan kertas lakmus merah yang
berubah warna menjadi biru tua.
3. Bakteriuri asimtomatis adalah ditemukannya bakteri pada spesimen
yang
diambil dari mid stream urin dan ditegakkan dengan kultur urin tanpa disertai
gejala dan tanda seperti frekuensi (berkemih yang sering lebih dari 8 kali
dalam 24 jam), urgensi (keinginan yang kuat untuk berkemih secara tiba-tiba),
disuri (nyeri saat berkemih), hematuria (kencing bercampur darah), perasaan
tidak nyaman suprasimfisis (La Sala, 2007).
Pemeriksaan
dikerjakan di
Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP Sanglah Denpasar. Bakteriuri
asimtomatis dikelompokkan menjadi :
3.1 Positif bila ditemukan bakteri ≥ 100.000 CFU/ml
3.2 Negatif bila ditemukan bakteri < 100.000 CFU/ml
4. Bakteriuri simtomatis adalah ditemukannya bakteri ≥ 100.000 CFU /ml
dengan disertai gejala klinis seperti disuri (nyeri saat berkemih), frekuensi
(berkemih yang sering lebih dari 8 kali dalam 24 jam), urgensi (keinginan
yang kuat untuk berkemih secara tiba-tiba), hematuria (kencing bercampur
36
darah), perasaan tidak nyaman pada daerah suprasimfisis dengan atau tanpa
gejala sistemik. (La Sala, 2007).
5. Umur Ibu adalah umur ibu hamil dalam jumlah tahun lengkap yang dihitung
dari tanggal lahir yang tercantum dalam KTP.
6. Umur kehamilan adalah umur gestasi dihitung berdasarkan hari pertama haid
terakhir (HPHT) atau berdasarkan umur kehamilan dari ultrasonografi oleh
SpOG yang dilakukan pada umur kehamilan sebelum 20 minggu.
7. Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan pada umur kehamilan
diatas 20 minggu.
8. Kehamilan multipel adalah ibu hamil dengan jumlah janin lebih dari satu.
9. Polihidramnion adalah jumlah air ketuban dengan pemeriksaan ultrasonografi
didapatkan AFI > 20 cm (Phelan, 1987)
10. Plasenta previa adalah suatu keadaan dimana insersi plasenta di segmen
bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum
pada kehamilan 28 minggu atau lebih.
11. Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang
normal pada uterus sebelum janin lahir pada kehamilan 28 minggu atau lebih.
12. Kelainan kongenital pada janin adalah kelainan kongenital mayor yang
ditemukan dari pemeriksaan ultrasonografi oleh dokter SpOG atau setelah
persalinan.
13. Ibu hamil dengan penyakit sistemik adalah ibu hamil dengan riwayat
menderita diabetes mellitus atau hipertensi atau
penyakit jantung atau
37
penyakit paru menahun yang mendapat penanganan medis dari sejawat
penyakit dalam.
4.5 Bahan Penelitian
1. Kertas Lakmus (@ Macherey-Nagel).
2. Sampel urin yang diambil secara porsi tengah.
4.6 Instrumen Penelitian
a. Tensimeter air raksa (@ Riester)
b. Stetoskop (@ Riester)
c. Kuisioner penelitian
d. Label nama dan alat tulis
e. Spekulum
f. Wadah steril dari gelas atau plastik bermulut lebar bertutup rapat volume
lebih kurang 50 ml.
g. Plate antimikrobial menggunakan E. Coli ATCC 25922 atau B. Subtilis.
h. Ose.
i. Kit pewarnaan gram.
j. Plate Mueller Hinton.
k. Media CA/BA dan Mac Concey.
l. Instrumen untuk alat-alat tulis yaitu meja tulis, komputer, formulir penelitian,
kertas dan alat tulis serta perlengkapan lainnya.
4.7 Prosedur Penelitian
Ibu – ibu hamil pada populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi dan bersedia ikut serta dalam penelitian (telah menandatangani
38
formulir yang telah disediakan) diambil sampel urinnya, selanjutnya semua
sampel penelitian dikumpulkan dan dianalisis. Selanjutnya semua sampel
penelitian tersebut dikelola sesuai dengan Pedoman Terapi Lab / SMF Obstetri
dan Ginekologi FK UNUD / RSUP Sanglah Denpasar. Langkah–langkah yang
dilakukan pada penelitian ini adalah:
1.
Anamnesis meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan
perkapita, riwayat merokok, paritas, HPHT, lamanya pecah ketuban,
pemeriksaan antenatal, riwayat persalinan preterm sebelumnya.
2.
Pemeriksaan fisik yang meliputi kesadaran, berat badan dan tinggi badan,
tekanan darah.
3.
Dilakukan pemeriksaan laboratorium rutin seperti darah dan urin lengkap.
4.
Penderita berbaring di meja ginekologi dalam posisi litotomi.
5.
Dilakukan analisa air ketuban dengan kertas lakmus. Diagnosa KPD
ditegakkan dengan berubahnya warna kertas lakmus menjadi biru.
6.
Pada pengambilan spesimen urin porsi tengah dilakukan oleh penderita
sendiri, sebelumnya diberikan penjelasan sebagai berikut:
a. Penderita harus mencuci tangan memakai sabun kemudian dikeringkan
dengan handuk.
b. Tanggalkan pakaian dalam, penderita dalam posisi jongkok, lebarkan
labia dengan satu tangan.
c. Bersihkan labia dan vulva menggunakan kasa steril dengan arah dari
depan ke belakang.
39
d. Bilas dengan air hangat dan keringkan dengan kasa steril yang lain.
Selama proses ini berlangsung labia harus tetap terbuka lebar dan jari
tangan jangan menyentuh daerah yang sudah steril.
e. Suruh penderita berkemih, aliran urin selanjutnya ditampung dalam
wadah yang sudah disediakan. Hindari urin mengenai lapisan tepi
wadah. Pengumpulan urin selesai sebelum aliran urin habis.
f. Wadah ditutup rapat dan segera dikirimkan ke laboratorium.
7.
Spesimen dikirim ke laboratorium sesegera mungkin setelah pengambilan.
Jangan lebih dari 2 jam untuk dilakukan kultur.
8.
Prosedur pemeriksaan :
a. Mikroskopis
1. Sentrifuse 10 ml urin 3000 rpm selama 15 menit.
2. Buat 2 preparat langsung dan sedimen. Satu untuk preparat basah
dan lainnya untuk pewarnaan gram.
3. Dengan pembesaran 40x, hitung leukosit pada preparat basah.
4. Pelaporan bila > 5 sel/lp disebut bakteriuri.
5. Dilakukan pewarnaan gram.
b. AMA Test
1. Plate antimikrobial menggunakan E. Coli ATCC 25922 atau B.
Subtilis sebagai organisme indikator untuk mendeteksi adanya
aktivitas mikrobial pada urin. AMA Test positif menunjukkan
adanya antimikrobial pada urin
yang mungkin menhambat
pertumbuhan mikroorganisme pada urin.
40
2. Larutkan 2-3 koloni bakteri standar untuk membuat kekeruhan 0,5-1
McFarland. Inokulasi menggunakan kapas steril pada permukaan
plate Mueller Hinton (MH). Plate dapat disiapkan sebelumnya dan
disimpan pada suhu 4oC hingga saat digunakan.
3. Teteskan satu tetes urin penderita pada permukaan media MH.
4. Inkubasi 37oC selama 24 jam.
5. Pembacaan hasil :
Positif : terlihat adanya zona hemolisis  terdeteksi adanya
antibiotika pada urin penderita.
Negatif : tidak terlihat zona hemolisis  tidak terdeteksi adanya
antibiotika pada urin penderita.
6. Kultur Urin
a. Hari 1
1. Ambil 1 µl urin teteskan pada media CA/BA dan Mac Concey.
2. Kemudian digores dengan menggunakan ose dengan 4 kuadran
3. Inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.
b. Hari 2
1. Lihat pertumbuhan yang terjadi.
2. Lakukan pengecatan gram pada masing-masing koloni yang tumbuh.
3. Lakukan sensitivitas pada media MH.
4. Inkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC.
41
c. Hari 3
1. Baca zone yang terbentuk, laporkan sebagai S (Sensitive) atau R
(Resistene) dan I (Intermediate).
2. Keluarkan hasil setelah mendapatkan ekspertise dari dokter
konsultan.
Alur penelitian digambarkan seperti pada gambar dibawah ini:
Ibu hamil yang datang ke ruang
bersalin IRD dan poliklinik kebidanan
dan kandungan RS Sanglah
Anamnesis
Pemeriksaan fisik umum
Pemeriksaan obstetrik
Pemeriksaan laboratorium
Kriteria Inklusi
Kriteria Eksklusi
Informed consent
Populasi Terjangkau
KPD Preterm
Preterm non-KPD
Kultur Urin
Positif
Negatif
Kultur Urin
Positif
ANALISIS DATA
Gambar 4.2 Alur penelitian
Negatif
42
4.8 Analisis Data
Data-data yang terkumpul selanjutnya dilakukan analisis dengan bantuan
SPSS 16 for windows® version. Beberapa uji yang dilakukan adalah :
1. Uji normalitas data dengan Shapiro-Wilk.
2. Uji homogenitas data dengan uji Levene’s.
3. Uji komparasi dengan uji t-independent.
4. Penghitungan Rasio Odds dengan chi square.
Hasil penelitian ditampilkan dalam bentuk tabel dan narasi.
43
BAB V
HASIL PENELITIAN
Telah dilakukan penelitian dengan rancangan kasus-kontrol terhadap 40
orang ibu hamil preterm yang datang ke kamar Bersalin IRD dan Poliklinik
Kebidanan dan Kandungan RSUP Sanglah Denpasar dimana kelompok kasus
adalah KPD preterm dan kelompok kontrol adalah preterm non-KPD.
5.1 Karakteristik Sampel Penelitian
Data karakteristik subjek meliputi umur ibu, umur kehamilan dan paritas
terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas.
Tabel 5.1
Distribusi Umur Ibu, Umur Kehamilan dan Paritas pada Kelompok Kasus
dan Kontrol
Kelompok
Variabel
Kasus
(n = 20)
Kontrol
(n = 20)
P
Umur (tahun)
26,80±4,10
26,30±5,18
0,737
Umur kehamilan
31,95±2,11
32,35±1,63
0,507
Paritas
0,80±0,77
1,00±1,21
0,537
Tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa dengan uji t-independent pada
ketiga variabel didapatkan nilai p > 0,05. Hal ini berarti bahwa tidak ada
perbedaan rerata umur, umur kehamilan, dan paritas antara kelompok kasus
dengan kelompok kontrol.
43
44
5.2 Bakteriuri Asimtomatis sebagai Faktor Risiko KPD Preterm
Untuk mengetahui hubungan
BAS terhadap kejadian KPD pada
kehamilan preterm dipakai uji Chi-Square yang disaji pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2
Risiko KPD Preterm dengan BAS
Kelompok
Kasus
Kontrol
Positif
14
4
Negatif
6
16
BAS
RO
IK 95%
p
9,33
2,18-39,96
0,002
Tabel 5.2 menunjukkan rasio odds BAS sebesar 9,33 (RO = 9,33, IK 95%
= 2,18-39,96, p=0,002) pada KPD preterm. Selanjutnya diketahui bahwa BAS
meningkatkan risiko untuk terjadinya KPD preterm.
5.3 Karakteristik Kuman Penyebab pada BAS Positif
Pada penelitian ini ditemukan kultur urin positif sebanyak 18. Adapun
distribusi karakteristik kumannya sebagai berikut :
Tabel 5.3
Karakteristik Kuman Penyebab pada BAS Positif
Organisme
N
(%)
E. koli
10
55,55
Enterobacter spp
5
27,77
Klebsiella spp
2
11,11
Serratia spp
1
5,57
Total
18
100
45
5.4. Uji Sensitivitas Antibiotika terhadap Kuman Penyebab
Tabel 5.4
Uji Sensitivitas Antibiotika terhadap Kuman Penyebab
Jumlah Amp Ami Amc Cip Cot Cef Cft Cfr Gen Nit Fos Cfx
Sensitivitas Antibiotika (%)
N
1
9
4
5
1
5
7
6
3
5
5
7
%
10 90 40
50 10 50 70 40 30 50 50 70
E. koli
Enterobacter
spp
N
%
1
20
3
60
2
40
2
40
2
40
1
20
1
20
3
60
2
40
2
40
2
40
2
40
Klebsiella
spp
N
%
0
0
2
100
1
50
2
100
1
50
2
2
100 100
1
50
1
50
2
2
100 100
1
50
Serratia spp
N
%
0
0
1
100
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
100 100 100 100 100 100 100 100 100
Ket : Amp=ampisilin; Ami=amikasin: Amc=amoksiklav: Cip=siprofloksasin:
Cot=kotrimoxasol:
Cef=sefotaksim:
Cft=seftazidin;
Cfr=sefuroksim;
Gen=gentamisin; Nit=nitrofurantoin; fos=fosfomisin; Cfx=sefoperason/sulbaktam
Tabel 5.4 menunjukkan E. koli sensitif terhadap amikasin 90% dan 70%
dengan seftazidin dan sefoperason/sulbaktam. Enterobacter memiliki sensitivitas
60% terhadap amikasin dan sefuroksim. Klebsiella sensitifitas terhadap amikasin,
siprofloksasin, sefotaksim, seftazidin, fosfomisin dan nitrofurantoin 100%.
Sensitifitas Serratia 100%
amoksiklav.
terhadap semua antibiotika kecuali ampisilin dan
46
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Sampel Penelitian
Penelitian ini melibatkan 40 orang ibu hamil yang datang ke kamar
terima Ruang Bersalin IRD Kebidanan dan
Kandungan serta Poliklinik
Kebidanan dan Kandungan RSUP Sanglah Denpasar dengan diagnosis
KPD
preterm sebagai kasus dan preterm non-KPD sebagai kontrol.
6.1.1. Umur ibu
Dari hasil penelitian didapatkan rerata umur ibu kelompok kasus adalah
26,80±4,10 dan rerata kelompok kontrol adalah 26,30±5,18, dengan nilai p =
0,737. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan umur antara kelompok kasus dan
kontrol. Tidak adanya perbedaan distribusi umur ibu antara kedua kelompok
diharapkan dapat mengurangi faktor perancu yang mempengaruhi hasil penelitian.
Pada penelitian yang sama yang dilakukan oleh Kilpatrck dan kawan-kawan
(2006) mendapatkan rerata umur ibu hamil kelompok KPD preterm 26,21+5,84
dan kelompuk hamil preterm non-KPD 24,55+6,16(p = 0,5). Nerissa dan kawankawan (2003) juga mendapatkan rerata umur ibu hamil pada kelompok KPD
preterm 26,26+6,05 dan kelompok preterm non-KPD 27,04+5,91 (p= 0,766).
Umur ibu yang semakin tua berpengaruh
pada BAS. Ini diakibatkan oleh
meningkatnya kejadian neurogenic bladder dan peningkatan volume residu urin
dan refluks urin. Selain itu perubahan epitel transisional pada uretra bagian atas
menjadi epitel skuamus menyebabkan proses infeksi ascenden lebih mudah
terjadi. Umur di atas 30 tahun mempunyai prevalensi tertinggi untuk kejadian
46
47
BAS (Nicolle, 2003). Namun Vaishali (2002) menunjukkan bahwa umur secara
statistik tidak berhubungan dengan BAS (RO 2,32 IK 95% = 0,63-8,48).
6.1.2. Umur kehamilan
Rerata umur kehamilan ibu kelompok kasus adalah 31,95±2,11dan rerata
kelompok kontrol adalah 32,35±1,63, dengan nilai p = 0,507. Hal ini berarti
bahwa tidak ada perbedaan umur kehamilan antara kelompok kasus dengan
kontrol.
Lin dan Fajardo (2008) mendapatkan rerata
kelompok KPD preterm
umur kehamilan pada
31,83±3,22 dan kelompok preterm non-KPD
33,28±2,16, dengan nilai p= 0,67. Demikian juga Shim (2004) mendapatkan
rerata umur kehamilan pada kelompok KPD preterm 30,03+3,54 dan kelompok
preterm non-KPD 31,93+3,11 p=0,145. Tidak diterangkan mekanisme yang
menjelaskan pengaruh umur kehamilan ini. Nicolle (2003) melaporkan kejadian
BAS meningkat dari 2% pada trimester I menjadi 7% pada trimester III. Ini
mungkin berkaitan dengan mekanisme obstruktif saluran kemih oleh uterus yang
membesar sehingga terjadi stasis urin.
6.1.3. Jumlah paritas
Pada penelitian ini rerata paritas ibu hamil kelompok kasus adalah
0,80±0,77dan rerata kelompok kontrol adalah 1,00±1,21, dengan nilai p = 0,537.
Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan paritas antara kedua kelompok. Tidak
terdapatnya perbedaan distribusi jumlah paritas dapat mengurangi bias pada
penelitian.
48
Multiparitas mempunyai risiko untuk terjadinya KPD preterm 31,3 kali
dengan p=.001 (Mercer,2000). Fatima dan kawan-kawan (2006) mendapatkan
rerata paritas 3,99+2,73 pada kelompok KPD dan 3,35+2,74 pada kelompok
preterm non-KPD (p=0,398). Nerissa dan kawan-kawan (2003) di Filipina
menunjukkan bahwa paritas di atas 3 berhubungan secara bermakna dengan BAS
(RO 1,27 IK 95% = 0,53-1,26).
Perubahan fisiologi kehamilan pada wanita
multipara menyebabkan sistem collecting ginjal lebih berdilatasi dan kontraktilitas
tunika muskularis saluran kemih yang melemah karena efek obstruktif berulang
kehamilan.
6.2 Analisis Risiko BAS pada KPD Preterm
Dengan uji Chi-Square diketahui rasio odds sebesar 9,33 (RO = 9,33, IK
95% = 2,18-39,96, p=0,002). Selanjutnya diketahui bahwa BAS sebagai faktor
risiko KPD preterm. Lin dan Fajardo (2008) juga mendapatkan BAS positif 3
kali (RO 3,74, IK 95% = 1,61-8,71) menyebabkan terjadinya KPD preterm.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa BAS pada wanita hamil meningkatkan
risiko terjadinya sistitis sebesar 40% dan pielonefritis sebesar 25-30% (Macejko,
2007). Hal ini akan meningkatkan risiko terjadinya persalinan preterm.
Pengobatan BAS pada awal kehamilan akan menurunkan insidens pielonefritis
sebesar 90% (Macejko dan Schaefer, 2007).
Ketuban pecah dini preterm
prevalensinya antara 3 - 4,5 % kehamilan (Lee dan Major, 2001) dan merupakan
penyumbang 6 - 40 % persalinan preterm (Furman dkk, 2000). Prematuritas yang
diawali oleh KPD menyebabkan 5-60 % sepsis neonatorum (Mercer, 2003) dan
3-22% kematian neonatal serta 10,5 % kematian perinatal (Furman, 2000).
49
Beberapa faktor risiko KPD preterm terutama infeksi sebesar 29,4 %
(Mercer, 2003) selain faktor serviks dan riwayat KPD preterm sebelumnya. Tidak
semua infeksi memberikan gejala terkait dengan risiko terjadinya KPD preterm
dimana sumber utama adalah infeksi ascenden vagina selain saluran kemih (Lee
dan Major,2001). Furman (2000), Varma (2006) dan Karat (2006) menyatakan
bahwa BAS merupakan faktor risiko terjadinya KPD preterm. Sekitar 15%
wanita hamil akan menderita ISK (Smaill, 2007) dan Nicolle (2003) melaporkan
2-14% dari wanita hamil dengan
BAS. Infeksi urogenetalia menyebabkan
terjadinya KPD pada manusia. Infeksi intrauterin akan memicu degradasi matriks
ekstraseluler oleh protease yang melemahkan selaput ketuban dan menimbulkan
respon
inflamasi dari host. Kedua proses ini merangsang produksi PG pada
selaput ketuban sehingga terjadi peningkatan iritabilitas uterus.
Bakteri dalam urin sering berasal dari infeksi ascenden oleh bakteri yang
berasal dari saluran pencernaan. Perubahan mekanis, hormonal dan perubahan
fisiologis selama kehamilan diketahui berperan dalam ISK (Nerissa dkk, 2003).
Gejala yang ditimbulkan bervariasi, dari tidak menimbulkan gejala klinis jelas
atau asimtomatis sampai berat. Saluran kemih wanita mengalami perubahan
selama kehamilan. Tonus dan aktifitas otot polos saluran kemih berkurang. Hal ini
menyebabkan berkurangnya laju aliran urin yang melewati saluran kemih. Terjadi
pelebaran pelvis renalis dan ureter yang disebabkan oleh menurunnya peristaltik
dan tonus otot polos akibat peningkatan progesteron dan obstruksi mekanis oleh
uterus yang membesar (Cunningham, 2007). Kejadian BAS pada wanita hamil
lebih banyak terjadi karena obstruksi aliran urin sehingga terjadi stasis. Kandung
50
kemih mengalami penurunan tonus otot yang menyebabkan peningkatan kapasitas
dan pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna. Terjadi pergeseran
kandung kemih dari pelvis ke arah abdomen Beberapa hal tersebut di atas
menyebabkan terjadinya refluks vesikoureter dan stasis urin yang memudahkan
terjadinya infeksi ascenden oleh kuman patogen (Majecko, 2007). Perubahan fisik
dan kimia urin yang terjadi pada kehamilan juga mendorong terjadinya ISK.
Peningkatan pH urin pada saat kehamilan mendukung pertumbuhan bakteri.
Glikosuria yang sering ditemukan pada kehamilan normal memberikan nutrisi
bagi pertumbuhan bakteri pada saluran kemih (Cunningham, 2007).
Efek
kumulatif di atas menyebabkan peningkatan risiko terjadinya infeksi ascenden,
kolonisasi dan infeksi pada ginjal (Sweet, 2002).
Cochraine review (2007) menunjukkan hubungan bermakna antara BAS
dengan KPD preterm ( RO 2,02, IK 95% = 1,5-2,8). Vaishali dan kawan-kawan
(2002) melaporkan perkembangan BAS menjadi simtomatis bakteriuria (RR 3,8
IK 95% = 1,82-6,53), hipertensi dalam kehamilan (RR 2,5 IK 95% = 1,44-5,47)
dan persalinan preterm (RR 1,83 IK 95% = 1,18-2,83). Fatima (2006) melaporkan
BAS merupakan penyebab KPD preterm dan persalinan preterm (21,4% vs 4,9%,
p<0,05) serta meningkatkan terjadinya bakteriuri simtomatis (14,25 vs 2,75,
p<0,05).
Tujuh belas studi kohort juga menunjukkan hubungan antara BAS
dengan KPD preterm, persalinan preterm dan bayi BBLR. Mekanisme terjadinya
persalinan preterm secara teori berhubungan dengan produksi fosfolipase A2 oleh
mikroorganisme yang dapat menginisiasi persalinan melalui aktivasi PG. Bakteri
melalui sitokin imflamasinya menyebabkan proses kolagenolisis pada selaput
51
amnion sehingga mempermudah terjadinya KPD. Mekanisme yang sama juga
dipakai untuk menjelaskan terjadinya infeksi intrauteri dan pielonefritis.
6.3. Karakteristik Kuman Penyebab dan Sensitivitasnya terhadapAntibiotika
Karakteristik kuman penyebab BAS pada penelitian ini hampir sama
dengan yang ditemukan di daerah lain. Kuman E. koli merupakan penyebab
terbanyak BAS pada penelitian ini (55,55%). Enterobacter sebanyak 27,77%
kemudian golongan Klebsiella 11,11% dan Serratia sebanyak 5,57%.
Karat
(2006)
dan
Vaitkene
(2002)
mengidentifikasi
beberapa
mikroorganisme penyebab infeksi pada traktus urogenetalia yang berhubungan
dengan kejadian KPD preterm. Mikroorganisme tersebut antara lain E. koli, β.
streptococcus, C. trachomatis, Staphylococcus sp., Enterobacter sp., Klebsiella
sp., N. gonorrhea, Trichomonas vaginalis dan mikroorganisme penyebab bakterial
vaginosis
(G.
vaginalis,
Genetalia
mikoplasma,
dll).
Mercer
(2000)
mengidentifikasi beberapa bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya persalinan
preterm dengan KPD. Mikroorganisme ini antara lain U. urealitikum, M. homiinis,
G. vaginalis, Peptostreptococcus dan Bakteroides sp.
Smaill (2007) mendapatkan kuman terbanyak yang ditemui pada BAS adalah E.
koli (37,5%), S. aureus (31,25%). Nerissa (2003) melaporkan 63% kuman pada
BAS adalah E. koli, 12% adalah Enterococcus. Lima puluh persen diantaranya
resisten terhadap amoksisilin, 31% resisten terhadap kotrimoksasol, 29% resisten
terhadap ko- amoksiclav namun sensitif terhadap nitrofurantoin. Sefuroksim dan
gentamisin juga dilaporkan efektif mengatasi BAS. Hasil berbeda didapatkan oleh
52
Kovavisarach (2009) dimana kuman terbayak adalah Lactobacillus 25%, E. koli
22,2%, S.viridans 22,2%, Enterococcus 2,8% dan Klebsiella 2,8%.
Wanita hamil dengan BAS harus diterapi jika bakterinya telah
teridentifikasi. Pilihan antibiotika harus disesuaikan dengan organisme yang
paling sering sebagai penyebab.
Bila hasil uji sensitifitas sudah ada maka
sebaiknya pilihan antibiotika disesuaikan dengan hasil uji tersebut. Dahulu
ampisillin merupakan terapi pilihan, tetapi karena resistensi kuman terhadap obat
ini semakin meningkat maka ampisilin tidak lagi merupakan pilihan utama.
Nicolle (2003) menunjukkan resistensi E. koli terhadap ampisilin 48% dan 17%,
sedangkan Smaill (2007) melaporkan resistensi berkisar 29,8%-53,9%.
Cochraine review (2007) melaporkan pengobatan dengan antibiotika
efektif dalam menangani BAS (RR 0,25,IK 95%= 0,14-0,48). Tanpa pengobatan,
BAS akan menetap pada 66% kasus. Pemberian antibiotika dibandingkan dengan
plasebo memberikan hasil penurunan kejadian pielonefritis (RR 0,17, IK 95% =
0,09-0,31), bakteriuri
menetap (RR 0,21, IK
95% = 0,10-0,42), persalinan
preterm (RR 0,37, IK 95%= 0,10-1,36) dan BBLR (RR 0,64, IK 95% = 0,351,16). Pada BAS yang berlangsung lama, pengobatan dengan antibiotika menjadi
tidak efektif lagi. Durasi pengobatan dengan antibiotika tidak berhubungan
dengan pengukuran dampak pada kehamilan dan bayi. Pengobatan antibiotika
dengan pengobatan jangka pendek dan jangka panjang memiliki efektifitas yang
sama. Pengobatan BAS
dengan antibiotika tunggal memberikan perbaikan
terhadap pielonefritis (RR 0,44, IK 95%= 0,21-0,92), BBLR (RR 0,65, IK
95%=0,36-1,18). Lama pengobatan 3-7 hari memberikan efektifitas menurunkan
53
bakteriuri persisten (RR 0,30 IK 95% = 0,17-0,54), pielonefritis (RR 0,42, IK
95%= 0,13-1,35) dan BBLR (RR 0,14, IK 95%=0,30-0,60). Pengobatan dalam
jangka waktu 3-6 minggu memberikan efektifitas menurunkan bakteriuri persisten
(RR 0,11, IK 95%= 0,04-0,28), pielonefritis (RR 0,17, IK 95% =0,08-0,37) dan
BBLR (RR 1,09, IK 95% = 0,55-2,14). Pengobatan BAS jangka pendek tentunya
dipilih namun lama pengobatan sangat tergantung masing-masing daerah. Ini
berkaitan dengan sensitifitas kuman dan semakin banyaknya antibiotika yang
mengalami resistensi.
6.4. Kelemahan Penelitian
Pada penelitian ini tidak menyertakan jenis antibiotika yang resisten
terhadap kuman penyebab. Tentunya ini akan berguna dalam menentukan apakah
panduan pengobatan yang sudah ada sesuai atau tidak
54
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan bermakna BAS pada kehamilan preterm KPD dan non-KPD. Risiko
terjadinya KPD preterm dengan BAS sebesar 9 kali (RO = 9,33, IK 95% =
2,18-39,96, p=0,002) lebih besar dibandingkan tanpa BAS. Jadi BAS
meningkatkan risiko terjadinya KPD preterm
7.2 Saran
Berdasarkan simpulan di atas, rekomendasi yang diajukan penulis, yaitu :
ibu-ibu yang ANC dapat dianjurkan melakukan pemeriksaan BAS sehingga dapat
dideteksi dan diantisipasi terjadinya KPD. Pola pembasuhan vagina yang benar
dalam kaitannya translokasi kuman saluran cerna ke saluran kemih juga harus
disampaikan ke ibu-ibu hamil sebagai bagian pencegahan terjadinya BAS
54
55
DAFTAR PUSTAKA
Alonto, A.M. 2007. Urinary Tract Infections.. In : Mahon, C.R., Lehman, D.C.,
Manuselis, G., editors. Diagnostic Microbiology. 3rd. Ed. Missouri:Saunders
Elsevier.p.1110-29.
Anderson,B.L et al. 2008. Additional Antibiotic Use and Preterm Birth Among
Bacteriuric and Non Bacteriuric Pregnant Woman. Int J Obstet and Gynecol,
102:141-5.
Campbell, M.J., Machine, D., Fayers, P.M., Pinol, A.P.Y. 1997. Sample Size
Tabels for Clinical Studies. Ed 2. Blackwell Science.
Cunningham, FG. 2007. Williams Obstetrics. 22nd Edition. New York: McGrawHill. p. 142.
Dahlan, M.S. 2008. Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian. Cetakan 1.
Jakarta: Sagung Seto.
Fatima, N., Ishrat,S., Yasmin, S. 2006. Prevalence and Complications of
Asymtomatic Bacteriuria During Pregnancy. Professional Med J War, 13(1):10812.
Furman,B., Shoham-Vardi, I., Bashiri,A., et al. 2000. Clinical Significance and
Outcome of Preterm Prelabor Rupture of Membranes: Population-based study.
Eur J Obstet and Gynecol, 192:209-216.
Gilstrap, L., Ramin, S. 2001. Urinary Tract Infections During Pregnancy.
Obstetrics And Gynecology Clinics Of North America. Vol. 28. No. 3. [cited:
2010 Mar. 25]. Avalaible from:URL: http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/
S0889854505702199.
Goldenberg, R.L., Iams, J.D., Mercer, B.M., et al. 2000. The Preterm Prediction
Study: the Value of New vs Standard Risk factor in Predicting early and all
Spontaneous Preterm Birth. Am J Public Health, 88 : 233-8.
Karat, C., Madhivanan, P., Krupp, K., et al. 2006. The clinical and
Microbiological Correlates of Premature Rupture of Membranes. Indian J Med
Micro, 24(4):283-5.
Kayser, F.H. 2005. Bacteria as Human Pathogens. In: Kayser, F.H., Bienz, K.A.,
Eckert,J., editors. Medical Microbiology. 10th Edition. Stuttgart·New York:
Thieme.p.229-347.
56
Kilpatrick, S.J., Patil, R., Connel, J., et al. 2006. Risk factors for Previable
Premature Rupture of Membranes or Advanced Cervical Dilation : A case control
study. AmJ Obst&Gynecol, 194:1168-75.
Kovavisarach, E. et al. 2009. Risk Factors Related to Asymtomatic Bacteriuria in
Pregnant Woman. J Med Assoc Thai, 9295):606-10.
LaSala. 2007. Urinary Tract Infections: Managing Acute, Chronic and Difficult
Cases. In : Culligan, P. Goldberg, R. Urogynecology in Primary Care. London:
Springer-Verlag. p. 124-137.
Lee, R.M., Major, C.A. 2001. Controversial and Special Situations in the
Management of Preterm Premature Rupture of Membranes. Clin in Perinatol,
28(4):877-884.
Lee, T., Silver, H. 2001. Etiology and epidemiology of Preterm Premature
Rupture of the Membranes. Clin in Perinatol, 28(4): 721-734.
Lin, K. Fajardo, K. 2008. Screening for Asymtomatic Bacteriuria in Adults :
Evidence for U.S. Preventive Services Task Force Reaffirmation
Recommendation Statement. Ann Int Med, 149(1):20-4.
Majecko, A.M., Schaeffer,A.J. 2007. Asymptomatic Bacteriuria and Symtomatic
Urinary Tract Infections during Pregnancy. Urol Clin N Am, 34:35-42.
Menon, R. 2007. Infection and the Role of Imflammation in Preterm Premature
Rupture of the Membranes. BPract Res Clin Obstet Gyn, 21(3):467-478
Mercer, B.M., Goldenberg, R.L., Meis, P.J., et al. 2000. The Preterm Prediction
Study: Prediction of Preterm Premature Rupture of Membrane through Clinical
Findings and Ancillary Testing. Am J Obstet Gynecol, 183:738-745.
Mercer, B.M. 2003. Preterm Premature Rupture of the Membranes. High Risk
Pregnancy Series: an Experts view, 101(1):178-191.
Mercer, B.M. 2005. Preterm Premature Rupture of the Membranes : Current
Approaches to evaluation and Management. Obstet Gynecol Clin N Am, 32:
411-428.
Mercer, B.M. 2007. Preterm premature rupture of membranes. In: Queenan, J.T.,
Spong, C.Y., Lockwood, C.J, editors. Management of High Risk Pregnancy. 5th
Edition. Victoria: Blackwell Publishing.p. 345-53.
Nerissa, I.C., Sescon, Felice, G.M., et al. 2003. Prevalence of Asymtomatic
Bacteriaura and Associated Risk Factors in Pregnant Women. Phil J Microbiol
Infect, 32(2): 63-69.
57
Nicolle, L.E. 2003. Asymtomatic Bacteriuria when to Screen and when to Treat.
Infect Dis Clin N Am, 17:367-394.
Phelan , J.P. et al. 1987. Amniotic Fluid Volume Assessment with the Four
Quadrant Technique at 36-42 weeks Gestation. Journal of Reproductive Medicine,
32:540-42
Roberts, L. 2007. Specimen Collection and Processing. In : Mahon, C.R.,
Lehman, D.C., Manuselis, G., editors. Diagnostic Microbiology. 3rd. Ed.
Missouri:Saunders Elsevier.p.134-150.
Shim, S. et al. 2004. Clinical Significance of Intra amniotic inflammation in
Patients with Preterm Premature of Membranes. Am J Obstet and Gynecol and
Repro Bio, 62:25-9.
Smaill, F. 2007. Asymtomatic Bacteriuria in Pregnancy. BPract & ResClin Obst
Gyn, 21(23): 439-450.
Smaill, F., Vazquez, JC. 2007. Antibiotics for Asymtomatic Bacteriuria in
Pregnancy (Review). In : Smaill F, Vazquez JC, the Cochrane Collaboration:
Wiley: 1-28.
Sweet, R., Gibbs, R. 2002. Infectious Diseases of the Female Genital Tract, 4th
edition. Pennsylvania: By Lippincott Williams & Wilkins Publishers.
Ullah, M.A., Barman, A., Siddique, M.A., et al. 2007. Prevalence of
Asymptomatic Bacteriuria and its Consequences in Pregnancy in a Rural
Community of Bangladesh. Bangladesh Med Res Counc Bull,33:60-64
Vaishali, J., Anjoo, A., Vinita, D. 2002. Asymtomatic Bacteriuria during
Pregnancy-health Profesional’s Perspective. J Obstet Gynec India, 59(5):440-443.
Vaitkiene,D., Bergstrom, S., Cigriejiene, V.M. 2002. Antenatal RiskFactors
Associated with Preterm Prelabour Rupture of the Membranes. Acta Med
Lithuania, 9(3):203-209.
Varma, R., Gupta, J.K., James, D.K., et al. 2006. Do Screening-preventive
Interventions in Asymtomatic Pregnancies reduce the Risk of Preterm Delivery-A
critical appraisal of the Literature. Euro J Obstet and Gynecol, 127:145-159.
Warren, J. W. et al. 2001. Host–Parasite Interactions and Host Defense
Mechanisms. In : Schrier, R. W. Diseases of the Kidney and Urinary Tract . 7th
edition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers.
58
Lampiran 1
INFORMASI MENGENAI :
KEJADIAN BAKTERIURI ASIMTOMATIS MENINGKAT PADA
KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI ( KPD )
Ibu – ibu yang terhormat,
Kehamilan kurang bulan ( kurang dari 37 minggu ) dengan Ketuban Pecah
Dini ( KPD ) merupakan masalah kesehatan yang penting. Ini dikarenakan
kejadian kelahiran prematur yang sangat tinggi sehingga resioko kesakitan dan
kematian pada bayi pun semakin tinggi. Faktor infeksi memegang peranan yang
sangat penting. Infeksi yang sering menyebabkan hal ini antara lain infeksi pada
saluran serviko vagina dan infeksi saluran kemih (ISK).
Infeksi saluran kemih terjadi pada 15 % kehamilan dan 14 % diantaranya
tidak memberikan keluhan (dalam hal ini disebut bakteriuri asimtomatis). Selama
ini telah diberikan obat antibiotik tertentu untuk mencegah terjadinya infeksi pada
bayi yang akan lahir dan untuk mengobati bakteriuri asimtomatisnya sendiri.
Namun pemberiannya belum sesuai dengan jenis kuman penyebab infeksi, karena
belum pernah dilakukan tes mengenai uji kepekaan kuman penyebab infeksi
terhadap antibiotik tersebut.
Karena belum ada data tentang seberapa besar bakteriuri asimtomatis
dapat menimbulkan KPD preterm, maka penelitian ini dilakukan. Urine pada
pertengahan berkemih akan diambil sebanyak 10 ml dan ditampung dalam pot
khusus. Selanjutnya diperiksa di Laboratorium untuk mengetahui apakah ada
kumannya. Bila ada berarti terdapat infeksi pada saluran kemih sehingga
dilakukan tes kepekaan kuman terhadap antibiotik. Dengan hasil ini dan berkat
kerjasama ibu – ibu, komplikasi persalinan prematur dengan segala akibatnya
dapat dicegah.
Hormat saya
Peneliti
59
Lampiran 2
PERNYATAN PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN
(INFORMED CONSENT)
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: ……………………………………………………………………..
Umur
: ………………………. tahun
Alamat
:Br/Jalan: …………………………………………………………
Desa/Kelurahan : …………………………………………………
Kecamatan : ………………………………………………………
Kab / Kotamadya : ………………………………………………
Telpon : …………………………………………………………
Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap mengenai maksud, tujuan dan
manfaat dari penelitian :
PERBEDAAN PREVALENSI BAKTERIURI ASIMTOMATIS PADA
KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN
KETUBAN UTUH
Menyatakan bersedia dengan sukarela, tanpa paksaan atau tekanan dari
siapapun untuk ikut serta sebagai peserta yang akan diteliti. Saya berhak
mengundurkan diri sebagai peserta kapan pun apabila ada hal – hal yang tidak
berkenan.
Denpasar, …………………………..
Ibu hamil
(……………….……..)
Saksi
(…………………….)
Peneliti
( dr. I Gede Sudiarta )
60
Lampiran 3
KUESIONER PENELITIAN
IDENTITAS
Nomor
Nomor CM
:
:
Nama
:
Umur ( tahun )
:
1. Alamat
: 1. Desa
2. Kota
2. Pendidikan :
3. Pekejaan :
1. Tidak sekolah
2. SD
3. SLTP
4. SLTA
5. Diploma
6. S1
1. Buruh
2. Ibu rumah
tangga
3. Pegawai negeri
4. Pegawai
swasta
5.
Wiraswasta
7. Lainnya
4. Pendapatan perkapita :
1. Tingkat sosio-ekonomi rendah :
2. Tingkat sosio-ekonomi sedang :
3. Tingkat sosio-ekonomi tinggi :
5. Gravida
:
6. Umur Kehamilan : (minggu)
7. Paritas :
8. Lamanya pecah ketuban : (jam)
61
9. Pemeriksaan prenatal :(kali)
10. Tempat pemeriksaan prenatal :
1. Dokter SpOG
2. Dokter umum
3. Bidan
4. Lainnya
HASIL PEMERIKSAAN
11. Berat badan :(kg)
12. Tinggi badan : (cm)
13. Indeks Massa Tubuh ( IMT ) : (kg/m2)
14. Temperatur rektal : (۫ C)
15. Tekanan darah :(mmHg)
16. Nadi : (x/menit)
17. Kadar Hemoglobin : (g%)
18. Leukosit :(KUL)
19. Bakteriuri :
1. Positif
2. Negatif
23. Hasil
Kultur :
1. Negatif
2. Positif
24. Jenis kuman :
1………………..……………………………………
2…………..…………………………………………
3……………..………………………………………
4…………….……………………………………….
62
5……………………………………………………..
6……………………………………………………..
7…………………………………………………….
8…………………………………………………….
9…………………………………………………….
25. Jenis antibiotik yang sensitif :
1…….…………………………………………………..
2…………………………………………………………
3…………………………………………………………
4…………………………………………………………
5…………………………………………………………
6…………………………………………………………
63
Lampiran 4
No
Nama
Data Penelitian
Kelompok KPD Preterm
Umur
Umur Ibu
Paritas
Kehamilan
(tahun)
(minggu)
BAS
1
Dar
30
1
33-34
Positif
2
Oct
27
0
32-33
Positif
3
Dia
21
0
30-31
Positif
4
Tri
28
2
31-32
Positif
5
Sep
22
1
29-30
Negatif
6
Yul
23
0
29-30
Positif
7
Mis
30
2
30-31
Negatif
8
Kar
23
1
36-37
Positif
9
Usn
29
1
32-33
Negatif
10
Lin
31
2
32-33
Positif
11
Ari
30
1
29-30
Positif
12
Fit
19
0
34-35
Positif
13
Pur
25
1
34
Positif
14
Suh
25
0
29-30
Positif
15
Nur
23
0
34-35
Positif
16
Sri
30
0
34-35
Positif
17
Art
31
1
33-34
Positif
18
Win
35
2
33-34
Negatif
19
Ami
26
0
31-32
Negatif
20
Apr
28
1
34-35
Negatif
64
Lampiran 5
No
Nama
Data Penelitian
Kelompok Hamil Preterm Non-KPD
Umur
Umur Ibu
Paritas
Kehamilan
(tahun)
(minggu)
BAS
1
Ren
26
2
32
Positif
2
Maw
23
0
31-32
Positif
3
Jes
17
0
34-35
Positif
4
Sep
24
0
34-35
Negatif
5
Sua
23
2
34-35
Positif
6
Usn
33
0
32-33
Negatif
7
Dar
30
3
33-34
Negatif
8
Han
22
2
31-32
Negatif
9
Mia
36
4
33-34
Negatif
10
Kum
22
0
32-33
Negatif
11
Pus
30
2
33-34
Negatif
12
Mau
32
2
34-35
Negatif
13
Sun
23
0
35-36
Negatif
14
Lin
19
0
31-32
Negatif
15
Sum
23
0
29-30
Negatif
16
Dar
26
1
29-30
Negatif
17
War
30
1
34-35
Negatif
18
Wid
24
0
32-33
Negatif
19
Des
29
1
32-33
Negatif
20
Sur
34
0
32-33
Negatif
65
Lampiran 6
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Kehamilan_pr
eterm
Statistic
df
Sig.
Shapiro-Wilk
Statistic
Df
Sig.
*
.966
20
.663
Umur
KPD
.133
20
Non-KPD
KPD
.171
20
.126
.956
20
.462
Paritas
.251
20
.002
.800
20
.001
Non-KPD
Umur_kehamilan KPD
.295
20
.000
.796
20
.001
.140
20
*
.920
20
.098
Non-KPD
.165
20
.157
.923
20
.111
.200
.200
a. Lilliefors Significance
Correction
*. This is a lower bound of the true
significance.
Group Statistics
Kehamilan_pret
erm
Umur
Paritas
Umur_kehamilan
N
Mean
Std. Deviation Std. Error Mean
KPD
20
26.8000
4.09878
.91652
Non-KPD
20
26.3000
5.18195
1.15872
KPD
20
.8000
.76777
.17168
Non-KPD
20
1.0000
1.21395
.27145
KPD
20
31.9500
2.11449
.47281
Non-KPD
20
32.3500
1.63111
.36473
66
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances
F
Umur
Equal
variances
assumed
1.560
Equal
variances not
assumed
Paritas
Equal
variances
assumed
4.474
Equal
variances not
assumed
Umur_ke Equal
hamilan variances
assumed
Equal
variances not
assumed
2.116
Sig.
t-test for Equality of Means
t
95% Confidence
Std.
Interval of the
Mean Error
Difference
Sig. (2- Differe Differe
df tailed)
nce
nce
Lower Upper
.219 .338
38
.737 .50000
1.4773
3.4907
2.4907
7
9
9
.338
36.0
86
.737 .50000
1.4773
3.4960
2.4960
7
0
0
.041 -.623
38
.537 -.20000 .32118 -.85020 .45020
-.623
32.1
03
.538 -.20000 .32118 -.85414 .45414
.154 -.670
38
.507 -.40000 .59714 1.6088 .80885
5
-.670
35.6
99
.507 -.40000 .59714 1.6114 .81142
2
67
BAS* Kehamilan Preterm
Crosstab
Count
Kehamilan_preterm
KPD
BAS
Non-KPD
Total
Positif
14
4
18
Negatif
6
16
22
20
20
40
Total
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
b
Continuity Correction
Likelihood Ratio
Asymp. Sig.
(2-sided)
df
Exact Sig. (2sided)
10.101a
1
.001
8.182
1
.004
10.600
1
.001
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Casesb
Exact Sig. (1sided)
.004
9.848
1
.002
.002
40
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for BAS (Positif / Negatif)
9.333
2.180
39.962
2.852
1.380
5.892
.306
.124
.753
For cohort Kehamilan_preterm = KPD
For cohort Kehamilan_preterm = NonKPD
N of Valid Cases
40
68
Download