TESIS BAKTERIURI ASIMTOMATIS MENINGKATKAN RISIKO TERJADINYA KETUBAN PECAH DINI PRETERM I GEDE SUDIARTA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 TESIS BAKTERIURI ASIMTOMATIS MENINGKATKAN RISIKO TERJADINYA KETUBAN PECAH DINI PRETERM I GEDE SUDIARTA NIM 0914038111 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 ii BAKTERIURI ASIMTOMATIS MENINGKATKAN RISIKO TERJADINYA KETUBAN PECAH DINI PRETERM Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pasca Sarjana Universitas udayana I GEDE SUDIARTA NIM 0914038111 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 iii Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 8 JANUARI 2014 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, Sp.OG (K) NIP. 19530715 198003 1 009 dr.Tjok.G.A.Suwardewa,Sp.OG (K) NIP. 19580826 198510 1 002 Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof.Dr.dr.Wimpie I Pangkahila,SpAnd,FAACS NIP. 194612131971071001 Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 195902151985102001 iv Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 8 Januari 2014 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No.: …………….., Tanggal ………………. Ketua: Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, Sp.OG (K) Sekretaris : dr.Tjok.G.A.Suwardewa,Sp.OG (K) Anggota : 1. Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, Sp.And, FAACS 2. Prof. dr. Nyoman Agus Bagiada, Sp.BIOK 3. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH.Ph.D v UCAPAN TERIMA KASIH Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya oleh berkatNya tesis ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, SpOG(K) selaku pembimbing I dan Kepala Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, serta dr. Tjok.G.A.Suwardewa,Sp.OG (K) selaku pembimbing II, serta kepada Bapak Drs. Ketut Tunas, Msi selaku pembimbing statistik, yang telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama penulis mengikuti Program Pendidikan Spesialis I (PPDS I) dan Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik Kekhususan Kedokteran Klinik (Combined Degree), khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, (KEMD), Direktur Program Pascasarjana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, SpS(K), Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Putu Astawa, M.Kes, SpOT(K), serta Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, dr. I Wayan Sutarga, MPHM, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan PPDS I dan Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik Kekhususan Kedokteran Klinik (Combined Degree) di Universitas Udayana. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada Kepala Program Studi Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan PPDS I FK UNUD/RSUP Sanglah, dr. A.A.N. Anantasika, SpOG(K) dan seluruh dosen/Staf Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah atas segala bimbingan dan dorongan yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan spesialis. Ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan kepada seluruh guru yang telah mendidik dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Pasien-pasien yang telah menjadi guru dan banyak memberikan pengetahuan dan pengalaman, rekan-rekan residen Obstetri dan Ginekologi, serta rekan-rekan paramedis RSUP Sanglah. Tidak lupa penulis haturkan ucapan terima kasih yang dalam kepada orang tua dan putra-putra penulis yang telah mendampingi dan memberi dukungan baik secara moril maupun materiil serta suasana demokratis sehingga tercipta lahan yang baik untuk berkembangnya kreativitas. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberkati semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga. Denpasar, 8 Januari 2014 I Gede Sudiarta vi ABSTRAK BAKTERIURI ASIMTOMATIS MENINGKATKAN RISIKO TERJADINYA KETUBAN PECAH DINI PRETERM Ketuban Pecah Dini preterm masih merupakan penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun janin di Indonesia. Hal ini terkait dengan terjadinya persalinan preterm, sepsis neonatorum serta kematian perinatal. Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi ketuban pecah dini preterm melalui studi faktor risiko. Infeksi merupakan faktor risiko terbesar dimana sumber utama adalah infeksi ascenden vagina dan saluran kemih. Infeksi saluran kemih dalam hal ini bakteriuri asimtaomatis pada wanita hamil meningkatkan risiko terjadinya sistitis, pielonefritis sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya persalinan preterm. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran bakteriuri asimtomatis dalam meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini preterm. Penelitian ini merupakan studi kasus kontrol yang dilakukan di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar dan Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP Sanglah selama 18 bulan, dari September 2011 sampai dengan Februari 2013. Sampel adalah pasien hamil tunggal hidup dengan umur kehamilan dari 28 minggu sampai 37 minggu yang bersedia ikut serta dalam penelitian. Total sejumlah 40 sampel yang terdiri atas 20 kelompok kasus (ketuban pecah dini preterm) dan 20 kelompok kontrol yaitu hamil preterm non-KPD (selaput ketuban utuh). Pada kedua kelompok dilakukan pemeriksaan kultur urin serta uji sensitivitas antibiotika yang dikategorikan sebagai positif dan negatif. Dilakukan uji Levene T dan Chi square SPSS 16 for windows® version untuk mengetahui homogenitas dan rasio odds. Rerata umur ibu, usia kehamilan, dan paritas pada kedua kelompok adalah homogen. Diperoleh rasio odds bakteriuri asimtomatis positif 9,33 kali (IK 95% = 2,18-39,96 p = 0,002) lebih tinggi pada kelompok kasus dibandingkan kelompok kontrol. Kuman penyebab terbanyak yang ditemukan adalah E. koli ( 55,55%) dimana 90% sensitif terhadap amikasin dan 70% dengan seftazidin dan sefoperazon/sulbaktam. Disimpulkan risiko terjadinya ketuban pecah dini preterm dengan bakteriuri asimtomatis 9 kali dibandingkan dengan tanpa bakteriuri asimtomatis. Kata kunci: bakteriuri asimtomatis, kehamilan preterm, ketuban pecah dini, ketuban utuh. vii ABSTRACT ASYMPTOMATIC BACTERIURIA INCREASED THE RISK OF PRETERM PREMATURE RUPTURE OF MEMBRANE Preterm premature rupture of membrane is still the most common cause of maternal as well as fetal morbidity and mortality in Indonesia. This associated with preterm delivery, neonatal sepsis and perinatal death. Various efforts were undertaken to circumvent preterm premature rupture of membranes through studies in risk factors. Infection is the biggest risk factors, the most common of which were ascending vaginal infection and urinary tract infection. In this case asymtomatic bacteriria in expectant mother can increase the risk of suffering from cystitis, pyelonephritis, thereby increasing the risk of having preterm delivery. The study aim to know asymptomatic bacteriuria increased the risk of preterm premature rupture of membrane. A case-control study was conducted at Obstetric and Gynecologic department of Sanglah Hospital Denpasar and Clinical Microbiology Laboratory of Sanglah Hospital in 18 month period extending from September 2011 up to February 2013. Samples were pregnant women with singleton pregnancy with 2837 weeks of gestasional age, who were willing to participate in the study. A total of 40 samples were recruited, which consisted of 20 women cases group (preterm premature rupture of membrane) and 20 women controls group (preterm pregnancy in intact membrane). In both groups, bacteriuria screening, urine culture and antibiotic sensitivity test were done, which were then categorized as positive and negative results. Levene’s T test and Chi square test was done to analyze the homogeneity and odds ratio with SPSS 16 for Windows® version. Mean maternal age, gestasional age and parity in both groups were homogenous. Odds ratio of positif asymptomatic bacteriuria in preterm premature rupture of membrane was 9,33 fold higher (CI 95% = 2,18-39,96 p = 0,002) compared with negative asymptomatic bacteriuria group. The most common organism implied in this study was E. coli (55,55%), 90% was sensitive to amikacin and 70% to cefoperazon/sulbactam and ceftazidine. It was concluded that asymptomatic bacteriuria increased the risk of preterm premature rupture of membrane 9 fold higher than non asymptomatic bacteriuri. Keywords: asymptomatic bacteriuria, preterm pregnancy, premature rupture of membrane, intact membrane viii DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM ............................................................................................ i PRASYARAT GELAR ...................................................................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................... iv UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................... v ABSTRAK ......................................................................................................... vi ABSTRACT ....................................................................................................... vii DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah..................................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 4 1.4.1 Manfaat akademik ..................................................................................... 4 1.4.2 Manfaat praktis.......................................................................................... 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA .............................................................................. 5 2.1 Ketuban Pecah Dini Preterm ................................................................... 5 ix 2.1.1 Batasan .................................................................................................... 5 2.1.2 Insiden ..................................................................................................... 5 2.1.3 Etiologi .................................................................................................... 5 2.1.4 Patogenesis .............................................................................................. 8 2.1.5 Karakteristik kuman ................................................................................ 14 2.2 Bakteriuri Asimtomatis ........................................................................... 19 2.2.1 Epidemiologi ........................................................................................... 20 2.2.2 Etiologi .................................................................................................... 20 2.2.3 Faktor risiko ............................................................................................ 21 2.2.4 Adaptasi maternal terhadap kehamilan ................................................... 22 2.2.5 Patogenesis .............................................................................................. 23 2.2.6 Diagnosis ................................................................................................. 28 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ..................................................................................................... 29 3.1 Kerangka Berpikir ................................................................................... 29 3.2 Konsep Penelitian ................................................................................... 30 3.3 Hipotesis Penelitian................................................................................. 30 BAB IV METODE PENELITIAN ..................................................................... 31 4.1 Rancangan Penelitian .............................................................................. 31 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 31 4.2.1 Lokasi penelitian ..................................................................................... 31 4.2.2 Waktu penelitian ..................................................................................... 31 4.3 Penentuan Sumber Data .......................................................................... 32 4.3.1 Populasi target ........................................................................................ 32 x 4.3.2 Populasi terjangkau ................................................................................. 32 4.3.3 Sampel eligibel ....................................................................................... 32 4.3.4 Kriteria eligibilitas .................................................................................. 32 4.3.4.1 Kriteria inklusi kasus............................................................................... 32 4.3.4.2 Kriteria inklusi kontrol ............................................................................ 33 4.3.4.2 Kriteria eksklusi ...................................................................................... 33 4.3.4 Penghitungan besar sampel ..................................................................... 33 4.3.5 Teknik pengambilan sampel ................................................................... 34 4.4 Variabel Penelitian .................................................................................. 34 4.4.1 Klasifikasi variabel.................................................................................. 34 4.4.2 Definisi operasional variabel................................................................... 35 4.5 Bahan Penelitian...................................................................................... 37 4.6 Instrumen Penelitian................................................................................ 37 4.7 Prosedur Penelitian.................................................................................. 37 4.8 Analisis Data ........................................................................................... 42 BAB V HASIL PENELITIAN............................................................................ 43 5.1 Karakteristik Sampel Penelitian .............................................................. 43 5.2 Bakteriuri Asimtomatis sebagai Faktor Risiko KPD Preterm................ 44 5.4 Karakteristik Kuman Penyebab pada BAS Positif .................................. 44 5.5 Uji Sensitifitas Antibiotika terhadap Kuman Penyebab.......................... 45 BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................... 46 6.1 Karakteristik Sampel Penelitian .............................................................. 47 6.1.1 Distribusi umur ibu ................................................................................. 47 6.1.2 Distribusi umur kehamilan ...................................................................... 48 xi 6.1.3 Distribusi jumlah paritas ......................................................................... 48 6.2 Analisis Risiko BAS pada KPD Preterm ............................................... 49 6.3 Karakteristik Kuman Penyebab dan Sensitivitasnya terhadap Antibiotika............................................................................................... 52 6.4 Kelemahan Penelitian.............................................................................. 54 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 55 7.1 Simpulan ................................................................................................. 55 7.2 Saran........................................................................................................ 55 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 56 LAMPIRAN ........................................................................................................ 59 xii DAFTAR TABEL Halaman 5.1 Distribusi Umur Ibu, Umur kehamilan dan Paritas pada Kelompok Kasus dan Kontrol ............................................................................ 43 5.2 Bakteriuri Asimtomatis sebagai Faktor Risiko KPD Preterm ........ 44 5.3 Karakteristik Kuman Penyebab pada BAS Positif ........................... 44 5.4 Uji Sensitivitas Antibiotika terhadap Kuman Penyebab .................. 45 xiii DAFTAR GAMBAR Halaman 2.1 Lokasi Potensial Infeksi Bakteri ke dalam Uterus ........................... 7 2.2 Struktur Selaput Ketuban Janin........................................................ 8 2.3 Berbagai Mekanisme terjadinya KPD Aterm dan KPD Preterm ..... 13 2.4 Skema Patogenesis ISK secara Ascenden ........................................ 23 3.1 Konsep.............................................................................................. 30 4.1 Skema Rancangan Penelitian ........................................................... 31 4.2 Alur Penelitian ................................................................................. 41 xiv DAFTAR SINGKATAN BAS : Bakteriuri asimtomatis CFU : Colony Forming Unit DNA : Deoxyribonucleicacid EMB : Eosin Metillen Blue IL : Interleukin ISK :Infeksi Saluran Kemih KPD : Ketuban Pecah Dini MMP : Matriks Metalloprotein MSU : Mid Stream Urine PG : Prostaglandin PMN : Poli MorfoNuclear RNA : Ribonucleicacid TIMP : Tissue Inhibitors Matrixs Metalloprotein TNF : Tumor Necrotic Factor xv DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Informed Consent ........................................................................ 58 Lampiran 2 Formulir Pernyataan Persetujuan ................................................ 59 Lampiran 3 Formulir Penelitian...................................................................... 60 Lampiran 4 Data Penelitian Kelompok KPD Preterm.................................... 63 Lampiran 5 Data Penelitian Kelompok Preterm Non KPD ............................ 64 Lampiran 6 Perhitungan Statistik ................................................................... 65 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini ketuban pecah dini (KPD) preterm masih merupakan masalah di dunia termasuk Indonesia, yang terkait dengan prevalensi, prematuritas, morbiditas dan mortalitas perinatal. Pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum inpartu atau bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda persalinan pada umur kehamilan 28 minggu sampai 37 minggu ini merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas pada persalinan preterm terbanyak. Diketahui prevalensi dari KPD preterm di dunia adalah 3 - 4,5 % kehamilan (Lee dan Major, 2001) dan merupakan penyumbang 6 - 40 % persalinan preterm atau prematuritas (Furman dkk, 2000). Prematuritas yang diawali oleh KPD preterm menyebabkan 5-60 % sepsis neonatorum (Mercer, 2003), 12-15% gangguan pernafasan dan 3-22% kematian neonatal serta 10,5 % kematian perinatal (Furman, 2000). Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi KPD preterm melalui studi faktor risiko. Beberapa faktor risiko KPD preterm terutama infeksi sebesar 29,4 % (Mercer, 2003) selain faktor serviks dan riwayat KPD preterm sebelumnya. Sementara status sosial ekonomi rendah, ras kulit hitam, merokok, defisiensi vitamin C dan zinc, indeks massa tubuh rendah (<19,8 kg/m2), perdarahan pervaginam, kehamilan multipel juga ikut berperan (Kilpatrick dkk, 2006). Tidak semua infeksi memberikan gejala yang terkait dengan risiko 1 2 terjadinya KPD preterm dimana sumber utama adalah infeksi ascenden vagina selain saluran kemih (Lee dan Major, 2001). Menon (2007) menyatakan bahwa infeksi dalam uterus dapat berlokasi pada ruang antara desidua dan selaput ketuban, selaput ketuban sendiri, dalam cairan amnion dan janin. Dalam hal ini korioamnionitis yang merupakan inflamasi dari selaput ketuban memegang peranan utama oleh karena menginisiasi kaskade proses inflamasi. Kemokin seperti Interleukin-1β (IL-1β), IL-6 dan IL-8 secara poten menarik neutrofil yang merupakan pertahanan pertama terhadap infeksi. Beberapa tahun terakhir, infeksi saluran kemih (ISK) terkait dengan KPD preterm mendapat perhatian para peneliti. Furman (2000), Varma (2006) dan Karat (2006) menyatakan bahwa ISK meningkatkan risiko terjadinya KPD preterm. Sekitar 15% wanita hamil akan menderita ISK (Smaill, 2007) dan Nicolle (2003) melaporkan 2-14% dari wanita hamil dengan bakteriuri asimtomatis (BAS). Bakteriuri asimtomatis adalah suatu keadaan dimana ditemukan bakteri dalam urin tanpa disertai timbulnya gejala klinis (disuria, rasa panas saat berkemih, nyeri suprapubik, frekuensi, urgensi, demam, hematuria) dan pada pemeriksaan urinalisis akan ditemukan ≥ 100.000 Colony Forming Unit (CFU)/ml urin. Bakteriuri asimtomatis pada wanita hamil meningkatkan risiko terjadinya sistitis sebesar 40% dan pielonefritis sebesar 25-30% (Macejko, 2007). Hal ini akan meningkatkan risiko terjadinya persalinan preterm baik yang diawali oleh KPD maupun tanpa KPD. Selain meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas neonatus, ISK dapat berkembang menjadi pielonefritis yang berakibat buruk terhadap kesehatan ibu. Cochraine review (2007) menunjukkan hubungan 3 bermakna antara BAS dengan KPD preterm ( RO 2,02, IK 95% = 1,5-2,8). Vaishali dan kawan-kawan (2002) melaporkan perkembangan BAS menjadi simtomatis bakteriuria (RR 3,8 IK 95% = 1,82-6,53), hipertensi dalam kehamilan (RR 2,5 IK 95% = 1,44-5,47) dan persalinan preterm (RR 1,83 IK 95% = 1,182,83). Fatima (2006) melaporkan BAS meningkatkan risiko terjadinya KPD preterm dan persalinan preterm (21,4% vs 4,9%, p<0,05) serta meningkatkan terjadinya bakteriuri simtomatis (14,25 vs 2,75, p<0,05). Kovavisarach (2009) dalam penelitiannya menyebutkan BAS tidak meningkatkan risiko terjadinya KPD preterm (RO 1,02 IK 95% = 0,92-1,12). Penelitian serupa sampai saat ini belum pernah dilakukan di Indonesia. Pengobatan BAS pada awal kehamilan akan menurunkan insidens pielonefritis sebesar 90% (Macejko dan Schaefer, 2007). Cochraine review (2007) melaporkan pengobatan dengan antibiotika efektif dalam menangani BAS (RR 0,25, IK 95% = 0,14-0,48). Tanpa pengobatan, BAS akan menetap pada 66% kasus. Pemberian antibiotika dibandingkan dengan plasebo memberikan hasil penurunan kejadian pielonefritis (RR 0,17, IK 95% = 0,09-0,31), bakteriuri menetap (RR 0,21, IK 95% = 0,10-0,42), persalinan preterm (RR 0,37, IK 95%= 0,10-1,36) dan BBLR (RR 0,64, IK 95% = 0,35-1,16). Dengan demikian, BAS diduga berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya KPD preterm. Oleh karena itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui peran BAS dalam meningkatkan risiko terjadinya KPD preterm. 4 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Apakah bakteriuri asimtomatis meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini preterm? 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui peran BAS dalam meningkatkan risiko terjadinya KPD preterm. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat akademik Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman tentang hubungan BAS dalam meningkatkan risiko terjadinya KPD preterm. 1.4.2 Manfaat praktis Diharapkan data penelitian ini dapat dipakai sebagai dasar penanganan pengaruh infeksi terhadap prevalensi KPD preterm dengan cara penanganan BAS sejak dini. 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ketuban Pecah Dini Preterm 2.1.1 Batasan Definisi Ketuban pecah dini sampai saat ini masih belum disepakati. Mercer (2003) mendefinisikan KPD sebagai pecahnya selaput ketuban dan dalam 1 jam tidak disertai tanda inpartu. Menurut Menon (2007) KPD didefinisikan sebagai robeknya selaput ketuban pada setiap saat sebelum persalinan dimulai. Ketuban pecah dini preterm adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan yang terjadi sebelum inpartu pada umur kehamilan ≤ 37 minggu (Mercer 2005; Cunningham, 2007). 2.1.2 Insiden Insiden KPD dilaporkan berbeda-beda. Menurut Alonto (2007) insiden KPD terjadi pada 5-10 % kehamilan, 60 % di antaranya saat aterm. Mercer (2007) melaporkan insiden KPD 8-10% kehamilan. Ketuban pecah dini preterm terjadi 3-4,5 % kehamilan (Lee dan Silver, 2001) dan penyebab 6-40 % persalinan preterm (Mercer, 2005). Di RSUP Sanglah Denpasar, penelitian tentang KPD preterm belum pernah dilakukan. 2.1.3 Etiologi Sampai saat ini penyebab KPD preterm belum diketahui pasti. Beberapa faktor predisposisi yang berperan terhadap terjadinya KPD preterm adalah : 5 6 2.1.3.1 Tingkat sosial ekonomi Lee dan Silver (2001) menunjukkan KPD sering pada wanita dengan tingkat sosial ekonomi rendah (5,1-12,5% vs 1,5-2,2%). Kilpatrick dan kawankawan (2006) menemukan hal yang sama pada penelitiannya (29,3% vs 23,3%, P=0,021). 2.1.3.2 Merokok Penelitian berseri menunjukkan korelasi positif merokok dengan insiden KPD preterm. Furman dan kawan-kawan (2000) melaporkan wanita yang tetap merokok selama kehamilannya memiliki risiko lebih tinggi (RO 2,2 IK 95% = 1,4-3,5). Sementara Mercer (2000) dan Vaitkiene (2002) tidak menemukan perbedaan yang signifikan (7% vs 5% ; 4,6 vs 3,8). 2.1.3.3 Defisiensi vitamin C Vitamin C dibutuhkan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen yang merupakan ko-faktor prolin-hidroksilasi yang menyusun hidroksi prolin. Ini merupakan komponen integral kolagen yang menyebabkan stabilnya tripel heliks (Lee dan Silver, 2001). 2.1.3.4 Infeksi Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup untuk melemahkan selaput ketuban. Bakteri patogen di dalam saluran urogenital meningkatkan frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal sebanyak 10 kali (Cunningham, 2007; Mercer, 2003). Penelitian Vaitkiene dkk (2002) mendapatkan insiden total bakteri yang diisolasi dari endoserviks penderita KPD preterm memberikan hasil kultur positif lebih besar dari non KPD (55,2 vs 34,6; 7 P<0,001). Goldenberg dan kawan-kawan (2000) mencatat bahwa infeksi uterus dapat berlokasi di ruang antara desidua dan selaput ketuban, selaput ketuban sendiri, cairan amnion dan janin. Gambar 2.1 Lokasi potensial infeksi bakteri ke dalam uterus (Sumber: Goldenberg dkk, 2000) 2.1.3.5 Faktor-faktor lain Parameter serviks (inkompeten serviks, serviks yang terbuka, riwayat operasi pada serviks) menyebabkan pecahnya selaput ketuban lebih awal karena mendapatkan tekanan langsung dari kavum uteri. Perdarahan pervaginam, aktivitas seksual selama kehamilan, kehamilan multifetus juga memegang peranan penting (Lee dan Silver, 2001). 8 2.1.4 Patogenesis Selaput ketuban terdiri dari amnion dan korion yang dihubungkan oleh matriks ekstraseluler. Selaput ketuban berkembang sesuai dengan usia kehamilan untuk mengakomodasi peningkatan volume oleh fetus dan air ketuban. Merupakan struktur multilayer kompleks yang terdiri dari elemen–elemen epitelial dan jaringan penyangga. Amnion terdiri dari komponen mesenkim dan epitel secara terpisah dan bersatu dengan mesoderm dari korion. Amnion merupakan lapisan membran dengan bagian luar merupakan jaringan mesodermal dan bagian dalam adalah ektoderm. Korion merupakan membran yang terdiri dari lapisan luar sinsisiotrofoblas dan lapisan dalam sitotrofoblas (Menon, 2007). Gambar 2.2 Struktur selaput ketuban janin (Sumber: Mercer, 2005) 9 Selaput ketuban pecah karena hilangnya elastisitas pada daerah tepi robekan selaput ketuban. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini berkaitan dengan penipisan jaringan kolagen oleh infeksi atau rendahya kadar kolagen. Kolagen pada selaput ketuban terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblast serta pada korion di daerah lapisan kutikuler dan trofoblas dimana sebagian besar jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (Mercer, 2003). Pecahnya selaput ketuban intrapartum disebabkan melemahnya ketegangan selaput ketuban akibat kontraksi uterus dan regangan yang berulang-ulang. Selaput ketuban yang mengalami ruptur dini lebih menggambarkan adanya gambaran fokal abnormal dari melemahnya ketegangan selaput ketuban. Di sekitar selaput yang pecah tampak gambaran berupa daerah yang dibatasi oleh morfologi sel yang berubah secara ekstrim disertai edema dan gangguan jaringan ikat kolagen di dalam lapisan kompakta, fibroblast dan spongiosa. Kekuatan selaput ketuban ditentukan oleh keseimbangan sintesa dan degradasi matriks ekstraseluler. Bila terjadi perubahan di dalam selaput ketuban, seperti penurunan kandungan kolagen, perubahan sruktur kolagen dan peningkatan aktivitas kolagenolitik maka terjadilah KPD (Menon, 2007). Matriks Metalloprotein (MMP) dihasilkan oleh berbagai macam sel yang menghidrolisa minimal satu komponen matriks ekstraseluler. Sedangkan jaringan Penghambat Matriks Metalloprotein (TIMP) membentuk kompleks stokiometri yang menghambat aktivitas proteolitik. Degradasi kolagen yang terjadi diperantarai oleh MMP dan dihambat oleh TIMP serta penghambat protease. Keutuhan selaput ketuban terjadi karena kombinasi dari aktivitas MMP yang 10 rendah dan konsentrasi TIMP-1 yang relatif lebih tinggi. Mikroorganisme penyebab infeksi akan membentuk enzim protease disertai respon imflamasi dari host terhadap bakteri sehingga mempengaruhi keseimbangan MMP dan TIMP yang menyebabkan melemahnya ketegangan selaput ketuban dan pecahnya selaput ketuban (Lee, 2001; Menon, 2007). Beberapa faktor klinis yang dapat menyebabkan terjadinya degradasi kolagen menurut Lee (2001) adalah : 2.1.4.1 Infeksi Infeksi urogenetalia menyebabkan terjadinya ruptur selaput ketuban pada manusia. Dari penelitian, terbanyak disebabkan oleh E. koli. Infeksi intrauterin akan memicu degradasi matriks ekstraseluler oleh protease yang melemahkan selaput ketuban dan menimbulkan respon imflamasi dari host. Kedua proses ini merangsang produksi prostaglandin pada selaput ketuban sehingga terjadi peningkatan iritabilitas uterus. Infeksi yang mengawali KPD merupakan akibat terjadinya penyebaran bakteri yang melalui beberapa jalur antara lain : 2.1.4.1.1 Ascenden dari saluran urogenital melalui serviks Penelitian Karat (2006) dan Vaitkene (2002) mengidentifikasi beberapa mikroorganisme penyebab infeksi pada traktus urogenetalia yang berhubungan dengan kejadian KPD preterm. Mikroorganisme tersebut antara lain E. koli, β. streptococcus, C, trachomatis, Staphylococcus sp., Enterobacter sp., Klebsiella sp., N. gonorrhea, Trichomonas vaginalis dan mikroorganisme penyebab bakterial vaginosis (G. vaginalis, Genetalia mikoplasma, dll). Mercer 11 (2000) mengidentifikasi beberapa bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya persalinan preterm dengan selaput ketuban utuh. Mikroorganisme ini antara lain U. urealitikum, M. homiinis, G. vaginalis, Peptostreptococcus dan Bakteroides sp. 2.1.4.1.2 Secara hematogen melalui plasenta Genus capnocytophaga yang merupakan organisme hidup di mulut pernah ditemukan di uterus. Penyebarannya melalui kontak oral genital dan juga melalui sirkulasi plasenta (Mercer,2000). Infeksi organ intraabdominal dapat merupakan sumber terjadinya korioamnionitis pada kehamilan melalui jalur tuba falopii. 2.1.4.1.3 Iatrogenik melalui pemeriksaan amniosintesis Mikroorganisme dapat menembus selaput ketuban dan masuk ke cairan amnion sehingga menyebabkan infeksi intraamnion (korioamnionitis) klinis maupun subklinis. Ini akan menyebabkan infeksi pada janin seperti pneumonia, konjungtivitis, omphalitis, otitis sampai dengan bakteremia dan sepsis pada janin (Furman, 2000; Mercer, 2003). 2.1.4.2 Hormonal Penelitian Karat (2006) mengidentifikasi peran progesteron dan estradiol dalam menghambat pembentukan ulang matriks ekstraseluler jaringan reproduksi yang dilakukan pada babi dan kelinci. Progesteron dan estradiol menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks kelinci. Progesteron konsentrasi tinggi akan menurunkan produksi fibroblas babi tetapi progesteron dan estradiol dalam konsentrasi yang rendah dapat merangsang pembentukan kolagen pada babi hamil. 12 2.1.4.3 Kematian sel yang terprogram Kematian sel yang terprogram atau apoptosis telah diimplikasikan pada pembentukan kembali jaringan reproduksi termasuk pada serviks dan uterus. Pada tikus hamil 21 hari sel-sel epitel amniotik mengalami apoptosis pada awal persalinan. Kematian sel ini timbul mengikuti awal terjadinya degradasi matriks ekstraseluler, Hal ini menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan merupakan sebab terjadinya katabolisme matriks ekstraseluler. Pada kehamilan aterm dengan KPD, amnion dan korion banyak mengandung sel-sel apoptosis terutama pada daerah yang berdekatan dengan tempat ruptur dibandingkan daerah membran yang lain. Respon imun dapat mempercepat terjadinya kematian sel pada membran janin. 2.1.4.4 Keregangan membran Overdistensi uterus terutama pada polihidramnion dan kehamilan multifetus menyebabkan keregangan membran serta meningkatkan risiko KPD. Mekanisme keregangan membran janin mengatur beberapa faktor amniotik termasuk PGE2 dan IL-8. Keregangan ini juga dapat meningkatkan aktivitas MMP-1 pada membran. Prostaglandin E2 meningkatkan iritabilitas uterus, mengurangi sintesa kolagen membran janin dan meningkatkan produksi MMP-1 dan MMP-3. Interleukin-8 dihambat oleh progesteron pada trimester kedua kehamilan. Produksinya dalam cairan amnion akan meningkat selama trimester ketiga. Produksi kedua substrat ini diakibatkan oleh perubahan biokimia pada membran janin yang dimulai oleh keregangan membran. 13 Gambar 2.3 Berbagai mekanisme terjadinya KPD aterm dan KPD preterm (Sumber: Menon, 2007) 14 2.1.5 Karakteristik kuman Karakteristik beberapa kuman-kuman penyebab infeksi yang merupakan faktor risiko terjadinya KPD preterm : 2.1.5.1 Stafilokokus Sel berbentuk kokus, gram positif. Tersusun dalam kelompok tidak teratur. Merupakan anggota flora kulit normal manusia dan saluran pernafasan. Kuman ini ditemukan di udara dan lingkungan sekitar manusia. Stafilokokus mudah tumbuh pada pembenihan bakteriologik dalam keadaan aerobik atau mikroaerobik. Tumbuh paling cepat pada suhu 37oC tetapi paling baik membentuk pigmen pada suhu 20oC. Koloninya pada pembenihan padat, bulat, halus, menonjol dan berkilau-kilauan membentuk berbagai pigmen : kuning emas (S. aureus), putih porselin (S. epidedermis). Pada umumnya mengandung enzim fosfolipase A2 yang akan menghidrolisa fosfolipid membentuk asam arakhidonat yang merupakan prekursor untuk sintesis prostaglandin. Kepekaannya terhadap antibiotika berbeda-beda. Banyak strain resisten terhadap penisilin karena membentuk penicillinase (β-lactamase), suatu enzim yang merusak penisilin dengan memecahkan cincin beta laktam sehingga tes kepekaan terhadap antibiotika sangat penting (Kayser, 2005) 2.1.5.2 Streptokokus Mikroorganisme berbentuk bulat, tersusun dalam bentuk rantai. Beberapa diantaranya adalah anggota flora normal manusia. Menghasilkan berbagai zat ekstraseluler dan enzim. Mempunyai kemampuan menghemolisis sel-sel darah merah sampai berbagai tingkat. Beberapa spesies yang penting antara lain : 15 1. Streptococcus haemolitic Sebagian besar streptokokus β hemolitik invasif dan patogen bagi manusia. Strain golongan B penting pada sepsis neonatal dan meningitis serta merupakan flora normal saluran urogenital wanita. 2. Streptococcus viridans Menyebabkan ά hemolisis yaitu mengubah hemoglobin menjadi hijau. Merupakan anggota flora normal saluran pernafasan manusia yang paling menonjol dan menyebabkan penyakit bila kuman tersebut terdapat pada katupkatup jantung abnormal (endokarditis subakut), selaput otak dan saluran kemih manusia. Menimbulkan kontraksi uterus karena menghasilkan fosfolipase A2. 3. Enterococcus Sebagian merupakan flora normal saluran pencernaan manusia. Apabila masuk ke jaringan, aliran darah, saluran kemih atau selaput otak akan menyebabkan penyakit. Tahan terhadap banyak antibiotika. Penisilin sering menghambat tetapi tidak mematikan kuman, kecuali bila terdapat aminoglikosida. 4. Streptokokus laktat Sering ditemukan dalam susu dan menyebabkan koagulasi normal dari susu (basi). Jarang menimbulkan penyakit pada manusia. 5. Peptostreptococcus Merupakan genus kuman obligat anaerob yang bekerja pada infeksi abdomen, pelvis atau paru-paru. Kuman ini terdapat dalam flora normal usus dan saluran urogenital wanita dan mengandung enzim fosfolipase A2 yang dapat menyebabkan terjadinya kontraksi uterus. 16 Semua streptokokus β hemolitik golongan A peka tehadap penisilin G dan kebanyakan peka terhadap eritromisin. Beberapa diantaranya resisten terhadap tetrasiklin. Streptokokus ά hemolitikus dan enterokokus sangat bervariasi kepekaannya terhadap antibiotika. Tes kepekaan antibiotika penting untuk menentukan obat dan dosis untuk terapi optimal (Kayser, 2005). 2.1.5.3 Proteus Merupakan basil gram negatif, bergerak, aerobik. Menghasilkan urease yang menghidrolisis urea dengan melepaskan ammonia. Kuman ini cepat menyebar di atas permukaan pembenihan padat dan tidak tumbuh baik pada pH asam. Proteus merupakan kuman koliform yang hanya menimbulkan infeksi pada manusia bila meninggalkan habitat normalnya dalam saluran pencernaan. Sering ditemukan pada ISK menahun dan mengakibatkan bakteriemia serta lesi fokal pada penderita dengan imun defisiensi. Proteus mirabilis sering dihambat oleh penisilin G dan ampisilin (Kayser, 2005). 2.1.5.4 Escherichia coli Organisme enterik gram negatif yang besar, berbentuk batang, tidak berspora, aerob, meragikan banyak karbohidrat dan mempunyai struktur antigenik kompleks serta merupakan flora normal saluran pencernaan. Beberapa strain E. koli menghasilkan eksotoksin yang tidak tahan panas dan yang tahan panas. Pada biakan MacConcey atau agar eosin-metilen biru (EMB), koloni-koloni E. koli mempunyai kilatan logam yang khas. Tidak ada pengobatan tunggal yang spesifik. Sulfonamida, ampisilin, khloramfenikol, tetrasiklin, polimiksin dan 17 aminoglikosida mempunyai efek antibakteri yang jelas tetapi variasi kepekaan strainnya juga besar (Kayser, 2005). 2.1.5.5 Pseudomonas aeruginosa Terdiri atas batang gram negatif yang bergerak, menghasilkan pigmen yang larut dalam air dan berdifusi melalui perbenihan. Kuman ini banyak terdapat dalam tanah, air, sampah dan udara. Terdapat dalam jumlah sedikit dalam flora normal usus, juga pada kulit manusia. Banyak strainnya menghasilkan eksotoksin invitro dan mungkin juga in vivo yang menghambat sintesis protein dan menyebabkan nekrosis jaringan. Antitoksin terhadap eksotoksinnya ditemukan pada serum manusia termasuk yang telah sembuh dari infeksi pseudomonas. Tumbuh cepat pada pembenihan buatan, tidak meragikan laktosa dan membentuk koloni bulat halus dengan fluororesensi kehijau-hijauan dan bau aromatis yang enak. Pseudomonas aeruginosa sering resisten terhadap antibiotika khususnya yang mengandung Ca++ dan Mg++. Pada bayi atau orang dengan sistem imun yang lemah, kuman ini dapat memasuki aliran darah dan mengakibatkan sepsis (Kayser, 2005). 2.1.5.6 Klebsiella Kuman enterik, gram negatif, tidak bergerak, koloninya besar dan sangat mukoid. Menghasilkan enterotoksin tahan panas yang merangsang hipersekresi cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus halus sehingga menimbulkan diare. Pada mulanya dikenal sebagai kuman patogen saluran pernafasan. Sekarang sering ditemukan pada ISK di rumah sakit. Kuman ini juga menghasilkan enzim 18 fosfolipase A2 yang akan menghidrolisa fosfolipid sehingga menyebabkan terjadinya kontraksi uterus (Kayser, 2005). 2.1.5.7 Enterobacter Kuman enterik, gram negatif, koliform dan bergerak. Ditemukan hidup bebas dalam saluran pencernaan, pada ISK dan sepsis. Menghasilkan kolagenase yang menyebabkan depolimerisasi kolagen dengan akibat melemahnya selaput ketuban sehingga terjadi KPD preterm. Tidak ada pengobatan tunggal yang spesifik. Sulfonamida, ampisillin, khloramfenicol, tetrasiklin, polimiksin dan aminoglikosida mempunyai efek antibakteri yang jelas terhadap golongan koliform tetapi bervariasi dalam kepekaan strainnya (Kayser, 2005). 2.1.5.8 Cytobacter Kuman enterik, gram negatif, koliform, mirip Salmonella dalam ciri-ciri biokimia dan dalam patogenitasnya pada manusia dapat menyebabkan gastroenteritis atau sepsis. Tes kepekaan antibiotika sangat diperlukan untuk menentukan terapi yang adekuat (Kayser, 2005). 2.1.5.9 Chlamidia trakhomatis Merupakan parasit obligat intraseluler yang erat hubungannya dengan kuman gram negatif. Berbeda dengan virus, khlamidia mempunyai sifat-sifat : mempunyai RNA dan DNA, dinding sel tipe kuman dengan peptodoglikan, enzim metabolik aktif, ribosom, pertumbuhan dihambat oleh antibiotika dan memperbanyak diri dengan pembelahan menjadi dua. Khlamidia dengan cepat tidak aktif oleh panas 60oC setelah 10 menit dan eter dalam 30 menit. Merupakan penyebab tersering penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual dan dapat 19 pula menimbulkan infeksi mata. Pada wanita sering menyebabkan servisitis, salfingitis dan penyakit radang panggul. Ibu hamil dengan infeksi khlamidia akan mengalami peningkatan risiko terjadinya KPD dan berhubungan dengan kelahiran prematur, kematian perinatal dan infeksi intrauterin. Pembelahan khlamidia dihambat oleh banyak antibiotika. Penghambat dinding sel seperti penicillin dan sikloserin tidak efektif pada penyakit-penyakit klinik. Penghambat protein (tetrasiklin, eritromisin) efektif dalam laboratorium dan kadang-kadang pada infeksi klinik. Beberapa khlamidia dapat mensintesa folat (Kayser, 2005). 2.2 Bakteriuri Asimtomatis Infeksi saluran kemih sering ditemukan sebagai masalah dalam kehamilan. Dalam keadaan normal bakteri tidak ditemukan di saluran kemih. Bakteri dalam urin sering berasal dari infeksi ascenden oleh bakteri yang berasal dari saluran pencernaan. Perubahan mekanis, hormonal dan perubahan fisiologis selama kehamilan diketahui berperan dalam ISK (Nerissa dkk, 2003). Gejala yang ditimbulkan bervariasi, dari tidak menimbulkan gejala klinis jelas atau asimtomatis sampai berat. Bakteri yang dideteksi dalam urin disebut bakteriuri. Bakteriuri asimtomatis didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terdapat koloni bakteri ≥ 100.000 Coloni Forming Units (CFU)/ml urin porsi tengah atau kateterisasi yang tidak memberikan gejala klinis. Sedangkan bakteriuri simtomatis didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terdapat koloni bakteri ≥ 100.000 CFU/ml dengan disertai gejala klinis seperti disuri ( nyeri saat berkemih), frekuensi ( berkemih yang sering lebih dari 8 kali dalam 24 jam), urgensi (keinginan yang kuat untuk berkemih secara tiba-tiba), hematuria (kencing 20 bercampur darah), perasaan tidak nyaman pada daerah suprasimfisis dengan atau tanpa gejala sistemik. Bakteriuri asimtomatis bila tidak diterapi adekuat akan meningkatkan risiko terjadinya pielonefritis, persalinan preterm, berat bayi lahir rendah, dan kematian neonatal pada wanita hamil (Nicolle, 2003; LaSala, 2007; Alonto, 2007; ). 2.2.1 Epidemiologi Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang paling sering terjadi. Infeksi saluran kemih memiliki risiko kejadian 14 kali lebih besar pada wanita dibandingkan pria (Sweet, 2002). Prevalensi BAS pada wanita umum sebesar 10-12% dan meningkat dengan bertambahnya umur. Pada wanita hamil prevalensinya bervariasi. Dilaporkan prevalensinya di India sebesar 2-14% (Vaishali, 2002), di Filipina 2,5-15% (Nerissa dkk, 2003), di Bangladesh 10% (Ullah dkk, 2007) dan di Amerika Serikat dilaporkan prevalensinya 3-5% (Mercer, 2005). 2.2.2 Etiologi Pada studi-studi tentang BAS, E. koli merupakan organisme yang paling banyak ditemukan (80-90%). Ini disebabkan karena E. koli adalah flora normal usus dan mudah mengkontaminasi saluran kemih karena letaknya yang berdekatan secara anatomis. Pola membersihkan organ genetalia yang salah juga mempengaruhi (Majecko, 2007). Bakteri fakultatif anaerob Gram negatif seperti Klebsiella, Proteus, Serattia, Enterobacter, and Pseudomonas, dan bakteri Gram positif seperti S. saprophyticus, group B streptococcus, dan enterococcus adalah penyebab 10-20% kasus (La sala, 2007). Terdapat hubungan grup B Streptokokus 21 (Streptococcus agalactae) dengan KPD preterm (Smaill, 2007). Staphylococcus. saprophyticus sering ditemukan pada ISK wanita seksual aktif. Gardnerella vaginalis juga ditemukan pada saluran kemih. Ini disebabkan karena G. vaginalis adalah bagian dari flora normal vagina. Klebsiella adalah penyebab tersering pada pasien yang menerima terapi antibiotik, setelah instrumentasi alat medis seperti kateter, atau pada infeksi kronik berulang. Pseudomonas aeruginosa sering setelah instrumentasi alat medis. Enterococcus dan Streptococcus agalactiae bertanggung jawab pada 3% kejadian dan sering ditemukan pada wanita dengan diabetes. Bakteri anaerob jarang menyebabkan infeksi pada saluran kemih karena adanya oksigen pada saluran kemih menghambat petumbuhan kuman anaerob (Alonto, 2007; La sala, 2007). 2.2.3 Faktor risiko Faktor risiko yang diketahui meningkatkan frekuensi bakteriuri selama kehamilan antara lain : multiparitas, umur, riwayat ISK, diabetes mellitus, kelainan saluran kemih dan status sosial ekonomi. Studi di Filipina menunjukkan hemoglobin kurang dari 10 mg/dl, umur kehamilan kurang dari 12 minggu dan riwayat ISK sebelumnya berperan dalam BAS (Nerissa dkk, 2003). Nicolle dan kawan-kawan (2003) menyebutkan umur ibu yang semakin tua berpengaruh pada BAS. Ini diakibatkan oleh meningkatnya kejadian neurogenic bladder dan peningkatan volume residu urin dan refluks urin. Riwayat ISK sebelumnya berperan pada 18,9% prevalensi BAS (Nerissa dkk, 2003). Sweet (2002) menyebutkan riwayat ISK sebelumnya juga menjadi faktor risiko BAS (RO 1,57 IK 95% = 1,01- 2,44). Prevalensi BAS dihubungkan dengan status 22 sosial ekonomi tidak banyak dimengerti. Mungkin dihubungkan dengan terlambatnya pengobatan dini yang dilakukan (Smaill, 2007). 2.2.4 Adaptasi maternal terhadap kehamilan Saluran kemih wanita mengalami perubahan selama kehamilan. Tonus dan aktifitas otot polos saluran kemih berkurang. Hal ini menyebabkan berkurangnya laju aliran urin yang melewati saluran kemih. Terjadi pelebaran pelvis renalis dan ureter yang disebabkan oleh menurunnya peristaltik dan tonus otot polos akibat peningkatan progesteron dan obstruksi mekanis oleh uterus yang membesar (Cunningham, 2007). Kejadian BAS pada wanita hamil lebih banyak terjadi karena obstruksi aliran urin sehingga terjadi stasis. Kandung kemih mengalami penurunan tonus otot yang menyebabkan peningkatan kapasitas dan pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna. Terjadi pergeseran kandung kemih dari pelvis ke arah abdomen Beberapa hal tersebut di atas menyebabkan terjadinya refluks vesikoureter dan stasis urin yang memudahkan terjadinya infeksi ascenden oleh kuman patogen (Majecko, 2007). Perubahan fisik dan kimia urin yang terjadi pada kehamilan juga mendorong terjadinya ISK. Peningkatan pH urin pada saat kehamilan mendukung pertumbuhan bakteri. Glikosuria yang sering ditemukan pada kehamilan normal memberikan nutrisi bagi pertumbuhan bakteri pada saluran kemih (Cunningham, 2007). Peningkatan sekresi estrogen pada urin mendukung berkembangbiaknya E. koli. Efek kumulatif di atas menyebabkan peningkatan risiko terjadinya infeksi ascenden, kolonisasi dan infeksi pada ginjal (Sweet, 2002). 23 2.2.5 Patogenesis Mekanisme terjadinya KPD preterm maupun persalinan preterm dengan BAS belum banyak diketahui. Teori tentang produksi phospholipase A2 oleh mikroorganisme yang memicu persalinan dan mengaktivasi PG banyak dianut. Juga mekanisme adanya infeksi intraamniotik (Mercer, 2005; Menon, 2007). Kemiripan flora usus dengan bakteri uropatogen menimbulkan suatu hipotesis bahwa ISK terjadi karena adanya jalur ascenden dari usus ke vestibulum vagina lalu ke uretra dan akhirnya ke kandung kemih (Sweet, 2007). Wanita memiliki uretra sepanjang 3-4 cm dan letaknya dekat dengan vagina, anus dan rektum yang merupakan area koloni dari flora usus (bakteri golongan Enterobacter). Keadaan ini menyebabkan ISK lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria (Gillstrap, 2001). Gambar 2.4 Skema patogenesis ISK secara ascenden (Sumber: Sweet, 2002) 24 Kolonisasi uropatogen pada introitus vagina adalah langkah penting dalam patogenesis ISK. Mikroflora vagina normal didominasi oleh Lactobacilli yang menyebabkan kondisi pH vagina asam yang akan mencegah berlanjutnya kolonisasi uropatogen E. koli. Kolonisasi kemudian berkembang ke daerah periuretra, yang diikuti terjadinya infeksi ascenden dari uretra ke dalam kandung kemih. Ini didukung oleh kemampuan perlekatan bakteri pada epitel saluran kemih sehingga bakteri dapat berkembang biak dan menimbulkan bakteriuri baik simtomatis maupun asimtomatis (Sweet, 2002). Adanya infeksi ini mengakibatkan produksi protease bakteri yang akan menginisiasi kaskade inflamasi. Proses inflamasi ini diperantarai sitokin proinflamasi (IL-1β, IL-6, IL-8, TNFα) yang mengakibatkan degradasi MMP pada selaput amnion melalui aktivasi collagenase yang mengakibatkan ketidakseimbangan matrix metalloproteinase dengan tissue inhibitor of metalloproteinase. Proses apoptosis pun akan berjalan oleh karena teraktivasinya kaskade inflamasi ini. Adanya protease bakteri akan meningkatkan produksi glukokortikoid yang menyebabkan penurunan kekuatan kolagen selaput amnion. Semua proses ini menyebabkan selaput ketuban pada kehamilan preterm menjadi pecah (Menon, 2007) Bakteri dan inang mempunyai faktor virulensi dan mekanisme pertahanan tubuh yang akan menentukan apakah infeksi akan hilang, memberat atau menetap tanpa gejala. Adapun mekanisme pertahanan tubuh inang dan faktor virulensi tersebut adalah sebagai berikut: 25 2.2.5.1 Mekanisme pertahanan saluran kemih Saluran kemih memiliki mekanisme pertahanan unuk melindingi diri dari infeksi. Mekanisme pertahanannya dapat bersifat tidak spesifik yang mencegah infeksi mikroba secara umum. Mekanisme pertahanan spesifik melibatkan respon imunologis terhadap mikroorganisme tertentu tergantung dari antigen yang dibawa oleh mikroorganisme tersebut. Mekanisme pertahanan non spesifik melibatkan flora normal vagina, proses berkemih, komposisi urin, kandung kemih dan proses radang. Flora normal vagina terdiri dari golongan Lactobacillus yang menempel pada permukaan epitel vagina. Berperan dalam mencegah kolonisasi pada introitus dan periuretra. Hal ini disebabkan karena flora normal mengganggu proses adesi bakteri uropatogen (Smaill, 2007). Berkemih merupakan mekanisme pertahanan alami yang paling sederhana dan efektif. Aliran urin berguna membersihkan saluran kemih dari mikroorganisme, dimana 99,9% mikroorganisme yang baru memasuki saluran kemih dapat dikeluarkan saat berkemih (Warren, 2001). Komposisi urin bervariasi pada tiap orang, tergantung diet dan hidrasi. Konsentrasi urea yang tinggi dalam urin berguna untuk menghambat pertumbuhan kuman. Pada dinding saluran kemih terdapat lapisan tipis urin yang membasahi mukosa saluran kemih yang memberi kesempatan terjadinya inokulasi kuman. Kuman anaerob tidak pernah dijumpai dalam ISK. Ini mungkin disebabkan oleh konsentrasi oksigen yang cukup tinggi dalam saluran kemih (Warren, 2001). 26 Kandung kemih dilapisi oleh lapisan glikokalik yang terdiri dari campuran polisakarida sulfat dengan glikosaminoglikan yang menghalangi proses perlekatan bakteri pada epitel kandung kemih. Epitel kandung kemih juga diperkirakan menghasilkan senyawa asam organik yang bersifat antimikroba. Infeksi pada kandung kemih mengakibatkan pelepasan epitel kandung kemih secara terus menerus dan semakin cepat (Warren, 2001). Leukosit polimorfonuklear (PMN) ditemukan pada urin pasien dengan ISK. Migrasi PMN, fagositosis dan efek bakterisidalnya berkurang dengan adanya osmolaritas dan pH urin yang ekstrim. Tanpa komplemen atau immunoglobulin, PMN dapat melakukan fagositosis pada E. koli oleh karena bakteri memiliki komponen tertentu pada permukaan selnya yang merangsang fagositosis. Sitokin diketahui berperan dalam respon inflamasi saluran kemih. Interleukin 6 berperan dalam sintesis reaktan fase akut dan IgA. Interleukin 8 adalah aktivator untuk PMN. Konsentrasi keduanya meningkat pada berbagai manifestasi ISK, terutama pielonefritis. Sitokin ini diproduksi oleh epitel saluran kemih sehingga cepat memasuki urin apabila terjadi inokulasi bakteri (Warren, 2001). Mekanisme pertahanan spesifik melibatkan proses humoral dan seluler. Antibodi yang sering ditemukan pada penderita ISK adalah Imunoglobulin (Ig) A dan Ig G. Setelah kontak dengan antigen pada mukosa saluran kemih, limfosit bermigrasi ke limfonodus lokal, lalu kembali ke permukaan mukosa untuk memproduksi antibodi lokal. Antibodi pada urin bertindak sebagai opsonin untuk fagositosis oleh PMN pada saluran kemih dan terhadap adhesin menghambat 27 perlekatan bakteri pada permukaan epitel. Melalui reaksi imun, antibodi mengaglutinasi organisme dan menetralisasi hemolisin (Warren, 2001). Peranan imunitas yang diperantarai sel (Cell Mediated Immunity) pada permulaan infeksi tidak diketahui secara jelas walaupun sel T manusia meningkat dalam 2-3 hari pada organ yang terinfeksi selama pielonefritis dan sistitis (Warren, 2001). 2.2.5.2 Faktor virulensi mikroorganisme Faktor virulensi menentukan kemampuan suatu organisme untuk menimbulkan penyakit. Antigen somatik O (endotoksin) yang diisolasi dari E. koli merupakan serogrup O yang sering terdapat pada feses. Endotoksin ini menyebabkan kerusakan sel epitel kandung kemih dan menyebabkan reaksi inflamasi. Pada BAS dan ISK yang lama, sering ditemukan bakteri yang memiliki antigen O dengan rantai polisakarida yang lebih pendek. Antigen K (kapsuler) banyak ditemukan pada pieloefritis dibanding sistitis (Warren, 2001). Ketahanan terhadap efek bakterisidal terjadi akibat aktivasi komplemen setelah adanya antibodi spesifik, atau akibat adanya aktivasi oleh senyawa polimer pada permukaan bakteri. Bakteri yang menyebabkan BAS lebih rentan terhadap mekanisme ini dibanding dengan bakteri pada ISK akut (Warren, 2001). Mikroorganisme menghasilkan sideropore, suatu molekul dengan berat molekul rendah yang mempunyai afinitas tinggi terhadap besi. Besi berperan sebagai nutrisi untuk menunjang hidup mikroorganisme. Escherichia coli dan beberapa enterobakteria juga menghasilkan enterobaktin (enterochelin) pada saat tumbuh dalam lingkungan dengan kadar besi rendah. Aerobaktin, senyawa pengikat besi 28 lainnya berperan dalam mencapai sirkulasi darah dan ditemukan pada 75% kultur darah penderita septikemia (Warren, 2001). Urease dihasilkan oleh Proteus mirabilis dan Proteus vulgaris yang memecah urea menjadi karbon dioksida dan amonia, yang bersifat toksik terhadap ginjal. Hal ini menyebabkan pH urin lebih basa sehingga magnesium ammonium fosfat menggumpal dan berpotensi menempel menjadi batu infeksi (Warren, 2001). Kemampuan E. koli melekat pada permukaan sel epitel sangat penting untuk terjadinya ISK. Perlekatan tersebut menyebabkan bakteri bertahan dari aliran urin dan berkembang biak serta berkoloni di saluran kemih. Fimbria dan pili adalah adheren yang banyak dimiliki oleh bakteri uropatogen (Warren, 2001). 2.2.6 Diagnosis Untuk mengetahui adanya bakteriuri, pemeriksaan yang paling baik adalah kultur urin. Diagnosa BAS ditegakkan bila terdapat bakteri ≥ 100.000 CFU/ml setelah dilakukan kultur urin. Pengambilan spesimen urin untuk kultur urin dapat dilakukan dengan cara invasif dan non invasif. Cara invasif dilakukan dengan aspirasi suprapubik dan dengan kateter. Spesimen urin yang paling baik adalah spesimen yang didapat dari aspirasi suprapubik karena memiliki kemungkinan kontaminasi paling kecil. Oleh karena prosedurnya invasif, pengambilan spesimen ini tidak bisa rutin dikerjakan, terutama pada wanita hamil. Pengambilan spesimen dengan kateter bisa dilakukan, namun menimbulkan rasa nyeri dan traumatis terhadap saluran kemih. Metode non invasif dilakukan dengan cara mengambil urin porsi tengah atau Mid stream urine (MSU) (La Sala, 2002; Roberts, 2007; Smaill, 2007). 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Patofisiologi KPD preterm banyak dihubungkan dengan proses inflamasi yang terjadi pada korion-desidua dan matriks ekstraseluler dimana berat ringannya edema villous berkorelasi dengan mortalitas dan morbiditas neonatal. Proses inflamasi ini bermula dari jaringan korioamniotik terkena infeksi yang berasal dari serviko vagina dan saluran kemih yang selanjutnya akan meningkatkan produksi endotoksin lokal dan sitokin proinflamasi yaitu IL-1β, IL-6, IL-8 dan TNFά. Sitokin ini melepaskan protease yang dihasilkan oleh jaringan korioamniotik. Desidua dan matriks ekstraseluler dari jaringan ini akan melepaskan enzim elastase yang merusak matriks ekstraseluler menyebabkan perubahan serviks dan membran amnion sehingga terjadi KPD preterm. Bakteriuri asimtomatis berperan pada proses imflamasi. 29 30 3.2 Konsep Penelitan - Umur ibu Bakteriuri - Umur kehamilan asimtomatis - Paritas - Overdistensi (polihidramnion, kehamilan multipel - Plasenta previa - Solusio plasenta - Kelainan medis ibu - Kelainan kongenital mayor - Bakteriuri simtomatis KPD preterm Gambar 3.1 Kerangka konsep 3.3 Hipotesis Penelitian Bakteriuri asimtomatis meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini preterm. 31 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan rancangan studi kasus-kontrol, yang mana KPD preterm sebagai kasus sedangkan preterm non-KPD sebagai kontrol. B A S (+) Preterm B A S (-) KPD B A S (+) Preterm B A S (-) Non-KPD Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi penelitian Penelitian ini dikerjakan di Ruang Bersalin IRD dan Poliklinik Kebidanan dan Kandungan RSUP Sanglah Denpasar. Urin sampel diperiksa di Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP Sanglah Denpasar. 4.2.2 Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan bulan September 2011 sampai dengan 28 Februari 2013 31 32 4.3 Penentuan Sumber Data 4.3.1 Populasi target Ibu hamil yang datang ke kamar terima ruang bersalin IRD serta Poliklinik Kebidanan dan Kandungan RSUP Sanglah Denpasar dengan diagnosis hamil preterm. 4.3.2 Populasi terjangkau Ibu hamil preterm dengan KPD dan non-KPD, janin tunggal hidup, tidak ada tanda inpartu serta riwayat minum antibiotika sebelumnya yang datang ke kamar terima Ruang Bersalin IRD serta Poliklinik Kebidanan dan Kandungan RSUP Sanglah Denpasar pada periode September 2011 sampai dengan jumlah sampel tercapai. 4.3.3 Sampel eligibel Diambil dan diteliti dari populasi terjangkau diatas yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. 4.3.4 Kriteria eligibilitas Untuk kriteria eligibilitas, terdiri dari kriteria inklusi dan eksklusi. 4.3.4.1 Kriteria inklusi kasus a. Janin tunggal, hidup. b. Umur kehamilan dari 28 minggu sampai 37 minggu. c. Tidak ada tanda inpartu. d. Ketuban pecah dini. e. Bersedia ikut penelitian 33 4.3.4.2 Kriteria inklusi kontrol f. Janin tunggal, hidup. g. Umur kehamilan dari 28 minggu sampai 37 minggu. h. Tidak ada tanda inpartu. i. Selaput ketuban utuh. j. Bersedia ikut penelitian 4.3.4.3 Kriteria eksklusi a. Plasenta previa / solusio plasenta. b. Diketahui mempunyai kelainan kongenital mayor pada janin. c. Kelainan medis ibu hamil (kelainan jantung, diabetes melitus, penyakit paru menahun termasuk asma, anemia oleh sebab apapun, hipertensi kronik, preeklampsia/eklampsia). d. Polihidramnion. e. Bakteriuri simtomatis f. Riwayat mendapat pengobatan dengan antibiotika dalam satu minggu terakhir. 4.3.5 Perhitungan besar sampel Untuk menentukan besar sampel minimal pada studi kasus-kontrol tidak berpasangan (Campbell et al, 1997) : n1 = n2 = [ Zα√2PQ + Zβ√𝑷𝑷𝟏𝟏. 𝑸𝑸𝑸𝑸 + 𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷]2 (P1-P2)2 Keterangan: 1. Zα : 1,96 untuk tingkat kemaknaan ά = 0,05 2. Zβ : 1,28 untuk power 90% 3. P1 : Proporsi Angka kejadian KPD preterm 4,5 (Lee dan Silver,2001) 34 4. P2 : Perbedaan proporsi dianggap bermakna 30% = 0,3. 5. P : (P1 + P2 ) /2 6. Q : 1-P Didapatkan : n = 19,71 ~ 20 Berdasarkan perhitungan rumus di atas didapatkan n yang diperlukan sebesar 20 (19,71 dibulatkan) sampel. Jumlah keseluruhan yang diperlukan adalah 40 sampel. 4.3.6 Teknik pengambilan sampel Dari populasi terjangkau diambil sampel penelitian secara consecutive sampling, sehingga diperoleh sampel terpilih, kemudian dilakukan pemeriksaan BAS dengan gold stándar kultur urin. 4.4 Variabel Penelitian 4.4.1 Klasifikasi variabel Variabel bebas : Bakteriuri asimtomatis Variabel tergantung : KPD preterm Variabel terkontrol : umur ibu, umur kehamilan dan paritas dikontrol by analisis. Plasenta previa / solusio plasenta, diketahui mempunyai kelainan kongenital pada janin karena indikasi untuk diterminasi tanpa memandang umur kehamilan, kelainan medis ibu hamil (kelainan jantung, diabetes melitus, penyakit paru menahun termasuk asma, anemia oleh sebab apapun, hipertensi kronik, preeklampsia/eklampsia), polihidramnion dan kehamilan multiple dikontrol by design. 35 4.4.2 Definisi operasional variabel 1. Kehamilan preterm adalah kehamilan dengan umur dari 28 minggu sampai 37 minggu, yang dihitung menurut rumus Naegel 2. Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum inpartu atau bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan. Pecahnya selaput ketuban ditegakkan dengan keluarnya air ketuban dari orifisium uteri eksternum pada pemeriksaan dalam dengan menggunakan spekulum dan dengan pemeriksaan kertas lakmus merah yang berubah warna menjadi biru tua. 3. Bakteriuri asimtomatis adalah ditemukannya bakteri pada spesimen yang diambil dari mid stream urin dan ditegakkan dengan kultur urin tanpa disertai gejala dan tanda seperti frekuensi (berkemih yang sering lebih dari 8 kali dalam 24 jam), urgensi (keinginan yang kuat untuk berkemih secara tiba-tiba), disuri (nyeri saat berkemih), hematuria (kencing bercampur darah), perasaan tidak nyaman suprasimfisis (La Sala, 2007). Pemeriksaan dikerjakan di Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP Sanglah Denpasar. Bakteriuri asimtomatis dikelompokkan menjadi : 3.1 Positif bila ditemukan bakteri ≥ 100.000 CFU/ml 3.2 Negatif bila ditemukan bakteri < 100.000 CFU/ml 4. Bakteriuri simtomatis adalah ditemukannya bakteri ≥ 100.000 CFU /ml dengan disertai gejala klinis seperti disuri (nyeri saat berkemih), frekuensi (berkemih yang sering lebih dari 8 kali dalam 24 jam), urgensi (keinginan yang kuat untuk berkemih secara tiba-tiba), hematuria (kencing bercampur 36 darah), perasaan tidak nyaman pada daerah suprasimfisis dengan atau tanpa gejala sistemik. (La Sala, 2007). 5. Umur Ibu adalah umur ibu hamil dalam jumlah tahun lengkap yang dihitung dari tanggal lahir yang tercantum dalam KTP. 6. Umur kehamilan adalah umur gestasi dihitung berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT) atau berdasarkan umur kehamilan dari ultrasonografi oleh SpOG yang dilakukan pada umur kehamilan sebelum 20 minggu. 7. Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan pada umur kehamilan diatas 20 minggu. 8. Kehamilan multipel adalah ibu hamil dengan jumlah janin lebih dari satu. 9. Polihidramnion adalah jumlah air ketuban dengan pemeriksaan ultrasonografi didapatkan AFI > 20 cm (Phelan, 1987) 10. Plasenta previa adalah suatu keadaan dimana insersi plasenta di segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum pada kehamilan 28 minggu atau lebih. 11. Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada uterus sebelum janin lahir pada kehamilan 28 minggu atau lebih. 12. Kelainan kongenital pada janin adalah kelainan kongenital mayor yang ditemukan dari pemeriksaan ultrasonografi oleh dokter SpOG atau setelah persalinan. 13. Ibu hamil dengan penyakit sistemik adalah ibu hamil dengan riwayat menderita diabetes mellitus atau hipertensi atau penyakit jantung atau 37 penyakit paru menahun yang mendapat penanganan medis dari sejawat penyakit dalam. 4.5 Bahan Penelitian 1. Kertas Lakmus (@ Macherey-Nagel). 2. Sampel urin yang diambil secara porsi tengah. 4.6 Instrumen Penelitian a. Tensimeter air raksa (@ Riester) b. Stetoskop (@ Riester) c. Kuisioner penelitian d. Label nama dan alat tulis e. Spekulum f. Wadah steril dari gelas atau plastik bermulut lebar bertutup rapat volume lebih kurang 50 ml. g. Plate antimikrobial menggunakan E. Coli ATCC 25922 atau B. Subtilis. h. Ose. i. Kit pewarnaan gram. j. Plate Mueller Hinton. k. Media CA/BA dan Mac Concey. l. Instrumen untuk alat-alat tulis yaitu meja tulis, komputer, formulir penelitian, kertas dan alat tulis serta perlengkapan lainnya. 4.7 Prosedur Penelitian Ibu – ibu hamil pada populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan bersedia ikut serta dalam penelitian (telah menandatangani 38 formulir yang telah disediakan) diambil sampel urinnya, selanjutnya semua sampel penelitian dikumpulkan dan dianalisis. Selanjutnya semua sampel penelitian tersebut dikelola sesuai dengan Pedoman Terapi Lab / SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD / RSUP Sanglah Denpasar. Langkah–langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah: 1. Anamnesis meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan perkapita, riwayat merokok, paritas, HPHT, lamanya pecah ketuban, pemeriksaan antenatal, riwayat persalinan preterm sebelumnya. 2. Pemeriksaan fisik yang meliputi kesadaran, berat badan dan tinggi badan, tekanan darah. 3. Dilakukan pemeriksaan laboratorium rutin seperti darah dan urin lengkap. 4. Penderita berbaring di meja ginekologi dalam posisi litotomi. 5. Dilakukan analisa air ketuban dengan kertas lakmus. Diagnosa KPD ditegakkan dengan berubahnya warna kertas lakmus menjadi biru. 6. Pada pengambilan spesimen urin porsi tengah dilakukan oleh penderita sendiri, sebelumnya diberikan penjelasan sebagai berikut: a. Penderita harus mencuci tangan memakai sabun kemudian dikeringkan dengan handuk. b. Tanggalkan pakaian dalam, penderita dalam posisi jongkok, lebarkan labia dengan satu tangan. c. Bersihkan labia dan vulva menggunakan kasa steril dengan arah dari depan ke belakang. 39 d. Bilas dengan air hangat dan keringkan dengan kasa steril yang lain. Selama proses ini berlangsung labia harus tetap terbuka lebar dan jari tangan jangan menyentuh daerah yang sudah steril. e. Suruh penderita berkemih, aliran urin selanjutnya ditampung dalam wadah yang sudah disediakan. Hindari urin mengenai lapisan tepi wadah. Pengumpulan urin selesai sebelum aliran urin habis. f. Wadah ditutup rapat dan segera dikirimkan ke laboratorium. 7. Spesimen dikirim ke laboratorium sesegera mungkin setelah pengambilan. Jangan lebih dari 2 jam untuk dilakukan kultur. 8. Prosedur pemeriksaan : a. Mikroskopis 1. Sentrifuse 10 ml urin 3000 rpm selama 15 menit. 2. Buat 2 preparat langsung dan sedimen. Satu untuk preparat basah dan lainnya untuk pewarnaan gram. 3. Dengan pembesaran 40x, hitung leukosit pada preparat basah. 4. Pelaporan bila > 5 sel/lp disebut bakteriuri. 5. Dilakukan pewarnaan gram. b. AMA Test 1. Plate antimikrobial menggunakan E. Coli ATCC 25922 atau B. Subtilis sebagai organisme indikator untuk mendeteksi adanya aktivitas mikrobial pada urin. AMA Test positif menunjukkan adanya antimikrobial pada urin yang mungkin menhambat pertumbuhan mikroorganisme pada urin. 40 2. Larutkan 2-3 koloni bakteri standar untuk membuat kekeruhan 0,5-1 McFarland. Inokulasi menggunakan kapas steril pada permukaan plate Mueller Hinton (MH). Plate dapat disiapkan sebelumnya dan disimpan pada suhu 4oC hingga saat digunakan. 3. Teteskan satu tetes urin penderita pada permukaan media MH. 4. Inkubasi 37oC selama 24 jam. 5. Pembacaan hasil : Positif : terlihat adanya zona hemolisis terdeteksi adanya antibiotika pada urin penderita. Negatif : tidak terlihat zona hemolisis tidak terdeteksi adanya antibiotika pada urin penderita. 6. Kultur Urin a. Hari 1 1. Ambil 1 µl urin teteskan pada media CA/BA dan Mac Concey. 2. Kemudian digores dengan menggunakan ose dengan 4 kuadran 3. Inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. b. Hari 2 1. Lihat pertumbuhan yang terjadi. 2. Lakukan pengecatan gram pada masing-masing koloni yang tumbuh. 3. Lakukan sensitivitas pada media MH. 4. Inkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. 41 c. Hari 3 1. Baca zone yang terbentuk, laporkan sebagai S (Sensitive) atau R (Resistene) dan I (Intermediate). 2. Keluarkan hasil setelah mendapatkan ekspertise dari dokter konsultan. Alur penelitian digambarkan seperti pada gambar dibawah ini: Ibu hamil yang datang ke ruang bersalin IRD dan poliklinik kebidanan dan kandungan RS Sanglah Anamnesis Pemeriksaan fisik umum Pemeriksaan obstetrik Pemeriksaan laboratorium Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi Informed consent Populasi Terjangkau KPD Preterm Preterm non-KPD Kultur Urin Positif Negatif Kultur Urin Positif ANALISIS DATA Gambar 4.2 Alur penelitian Negatif 42 4.8 Analisis Data Data-data yang terkumpul selanjutnya dilakukan analisis dengan bantuan SPSS 16 for windows® version. Beberapa uji yang dilakukan adalah : 1. Uji normalitas data dengan Shapiro-Wilk. 2. Uji homogenitas data dengan uji Levene’s. 3. Uji komparasi dengan uji t-independent. 4. Penghitungan Rasio Odds dengan chi square. Hasil penelitian ditampilkan dalam bentuk tabel dan narasi. 43 BAB V HASIL PENELITIAN Telah dilakukan penelitian dengan rancangan kasus-kontrol terhadap 40 orang ibu hamil preterm yang datang ke kamar Bersalin IRD dan Poliklinik Kebidanan dan Kandungan RSUP Sanglah Denpasar dimana kelompok kasus adalah KPD preterm dan kelompok kontrol adalah preterm non-KPD. 5.1 Karakteristik Sampel Penelitian Data karakteristik subjek meliputi umur ibu, umur kehamilan dan paritas terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas. Tabel 5.1 Distribusi Umur Ibu, Umur Kehamilan dan Paritas pada Kelompok Kasus dan Kontrol Kelompok Variabel Kasus (n = 20) Kontrol (n = 20) P Umur (tahun) 26,80±4,10 26,30±5,18 0,737 Umur kehamilan 31,95±2,11 32,35±1,63 0,507 Paritas 0,80±0,77 1,00±1,21 0,537 Tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa dengan uji t-independent pada ketiga variabel didapatkan nilai p > 0,05. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan rerata umur, umur kehamilan, dan paritas antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol. 43 44 5.2 Bakteriuri Asimtomatis sebagai Faktor Risiko KPD Preterm Untuk mengetahui hubungan BAS terhadap kejadian KPD pada kehamilan preterm dipakai uji Chi-Square yang disaji pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Risiko KPD Preterm dengan BAS Kelompok Kasus Kontrol Positif 14 4 Negatif 6 16 BAS RO IK 95% p 9,33 2,18-39,96 0,002 Tabel 5.2 menunjukkan rasio odds BAS sebesar 9,33 (RO = 9,33, IK 95% = 2,18-39,96, p=0,002) pada KPD preterm. Selanjutnya diketahui bahwa BAS meningkatkan risiko untuk terjadinya KPD preterm. 5.3 Karakteristik Kuman Penyebab pada BAS Positif Pada penelitian ini ditemukan kultur urin positif sebanyak 18. Adapun distribusi karakteristik kumannya sebagai berikut : Tabel 5.3 Karakteristik Kuman Penyebab pada BAS Positif Organisme N (%) E. koli 10 55,55 Enterobacter spp 5 27,77 Klebsiella spp 2 11,11 Serratia spp 1 5,57 Total 18 100 45 5.4. Uji Sensitivitas Antibiotika terhadap Kuman Penyebab Tabel 5.4 Uji Sensitivitas Antibiotika terhadap Kuman Penyebab Jumlah Amp Ami Amc Cip Cot Cef Cft Cfr Gen Nit Fos Cfx Sensitivitas Antibiotika (%) N 1 9 4 5 1 5 7 6 3 5 5 7 % 10 90 40 50 10 50 70 40 30 50 50 70 E. koli Enterobacter spp N % 1 20 3 60 2 40 2 40 2 40 1 20 1 20 3 60 2 40 2 40 2 40 2 40 Klebsiella spp N % 0 0 2 100 1 50 2 100 1 50 2 2 100 100 1 50 1 50 2 2 100 100 1 50 Serratia spp N % 0 0 1 100 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 Ket : Amp=ampisilin; Ami=amikasin: Amc=amoksiklav: Cip=siprofloksasin: Cot=kotrimoxasol: Cef=sefotaksim: Cft=seftazidin; Cfr=sefuroksim; Gen=gentamisin; Nit=nitrofurantoin; fos=fosfomisin; Cfx=sefoperason/sulbaktam Tabel 5.4 menunjukkan E. koli sensitif terhadap amikasin 90% dan 70% dengan seftazidin dan sefoperason/sulbaktam. Enterobacter memiliki sensitivitas 60% terhadap amikasin dan sefuroksim. Klebsiella sensitifitas terhadap amikasin, siprofloksasin, sefotaksim, seftazidin, fosfomisin dan nitrofurantoin 100%. Sensitifitas Serratia 100% amoksiklav. terhadap semua antibiotika kecuali ampisilin dan 46 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Sampel Penelitian Penelitian ini melibatkan 40 orang ibu hamil yang datang ke kamar terima Ruang Bersalin IRD Kebidanan dan Kandungan serta Poliklinik Kebidanan dan Kandungan RSUP Sanglah Denpasar dengan diagnosis KPD preterm sebagai kasus dan preterm non-KPD sebagai kontrol. 6.1.1. Umur ibu Dari hasil penelitian didapatkan rerata umur ibu kelompok kasus adalah 26,80±4,10 dan rerata kelompok kontrol adalah 26,30±5,18, dengan nilai p = 0,737. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan umur antara kelompok kasus dan kontrol. Tidak adanya perbedaan distribusi umur ibu antara kedua kelompok diharapkan dapat mengurangi faktor perancu yang mempengaruhi hasil penelitian. Pada penelitian yang sama yang dilakukan oleh Kilpatrck dan kawan-kawan (2006) mendapatkan rerata umur ibu hamil kelompok KPD preterm 26,21+5,84 dan kelompuk hamil preterm non-KPD 24,55+6,16(p = 0,5). Nerissa dan kawankawan (2003) juga mendapatkan rerata umur ibu hamil pada kelompok KPD preterm 26,26+6,05 dan kelompok preterm non-KPD 27,04+5,91 (p= 0,766). Umur ibu yang semakin tua berpengaruh pada BAS. Ini diakibatkan oleh meningkatnya kejadian neurogenic bladder dan peningkatan volume residu urin dan refluks urin. Selain itu perubahan epitel transisional pada uretra bagian atas menjadi epitel skuamus menyebabkan proses infeksi ascenden lebih mudah terjadi. Umur di atas 30 tahun mempunyai prevalensi tertinggi untuk kejadian 46 47 BAS (Nicolle, 2003). Namun Vaishali (2002) menunjukkan bahwa umur secara statistik tidak berhubungan dengan BAS (RO 2,32 IK 95% = 0,63-8,48). 6.1.2. Umur kehamilan Rerata umur kehamilan ibu kelompok kasus adalah 31,95±2,11dan rerata kelompok kontrol adalah 32,35±1,63, dengan nilai p = 0,507. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan umur kehamilan antara kelompok kasus dengan kontrol. Lin dan Fajardo (2008) mendapatkan rerata kelompok KPD preterm umur kehamilan pada 31,83±3,22 dan kelompok preterm non-KPD 33,28±2,16, dengan nilai p= 0,67. Demikian juga Shim (2004) mendapatkan rerata umur kehamilan pada kelompok KPD preterm 30,03+3,54 dan kelompok preterm non-KPD 31,93+3,11 p=0,145. Tidak diterangkan mekanisme yang menjelaskan pengaruh umur kehamilan ini. Nicolle (2003) melaporkan kejadian BAS meningkat dari 2% pada trimester I menjadi 7% pada trimester III. Ini mungkin berkaitan dengan mekanisme obstruktif saluran kemih oleh uterus yang membesar sehingga terjadi stasis urin. 6.1.3. Jumlah paritas Pada penelitian ini rerata paritas ibu hamil kelompok kasus adalah 0,80±0,77dan rerata kelompok kontrol adalah 1,00±1,21, dengan nilai p = 0,537. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan paritas antara kedua kelompok. Tidak terdapatnya perbedaan distribusi jumlah paritas dapat mengurangi bias pada penelitian. 48 Multiparitas mempunyai risiko untuk terjadinya KPD preterm 31,3 kali dengan p=.001 (Mercer,2000). Fatima dan kawan-kawan (2006) mendapatkan rerata paritas 3,99+2,73 pada kelompok KPD dan 3,35+2,74 pada kelompok preterm non-KPD (p=0,398). Nerissa dan kawan-kawan (2003) di Filipina menunjukkan bahwa paritas di atas 3 berhubungan secara bermakna dengan BAS (RO 1,27 IK 95% = 0,53-1,26). Perubahan fisiologi kehamilan pada wanita multipara menyebabkan sistem collecting ginjal lebih berdilatasi dan kontraktilitas tunika muskularis saluran kemih yang melemah karena efek obstruktif berulang kehamilan. 6.2 Analisis Risiko BAS pada KPD Preterm Dengan uji Chi-Square diketahui rasio odds sebesar 9,33 (RO = 9,33, IK 95% = 2,18-39,96, p=0,002). Selanjutnya diketahui bahwa BAS sebagai faktor risiko KPD preterm. Lin dan Fajardo (2008) juga mendapatkan BAS positif 3 kali (RO 3,74, IK 95% = 1,61-8,71) menyebabkan terjadinya KPD preterm. Hal ini dapat dijelaskan bahwa BAS pada wanita hamil meningkatkan risiko terjadinya sistitis sebesar 40% dan pielonefritis sebesar 25-30% (Macejko, 2007). Hal ini akan meningkatkan risiko terjadinya persalinan preterm. Pengobatan BAS pada awal kehamilan akan menurunkan insidens pielonefritis sebesar 90% (Macejko dan Schaefer, 2007). Ketuban pecah dini preterm prevalensinya antara 3 - 4,5 % kehamilan (Lee dan Major, 2001) dan merupakan penyumbang 6 - 40 % persalinan preterm (Furman dkk, 2000). Prematuritas yang diawali oleh KPD menyebabkan 5-60 % sepsis neonatorum (Mercer, 2003) dan 3-22% kematian neonatal serta 10,5 % kematian perinatal (Furman, 2000). 49 Beberapa faktor risiko KPD preterm terutama infeksi sebesar 29,4 % (Mercer, 2003) selain faktor serviks dan riwayat KPD preterm sebelumnya. Tidak semua infeksi memberikan gejala terkait dengan risiko terjadinya KPD preterm dimana sumber utama adalah infeksi ascenden vagina selain saluran kemih (Lee dan Major,2001). Furman (2000), Varma (2006) dan Karat (2006) menyatakan bahwa BAS merupakan faktor risiko terjadinya KPD preterm. Sekitar 15% wanita hamil akan menderita ISK (Smaill, 2007) dan Nicolle (2003) melaporkan 2-14% dari wanita hamil dengan BAS. Infeksi urogenetalia menyebabkan terjadinya KPD pada manusia. Infeksi intrauterin akan memicu degradasi matriks ekstraseluler oleh protease yang melemahkan selaput ketuban dan menimbulkan respon inflamasi dari host. Kedua proses ini merangsang produksi PG pada selaput ketuban sehingga terjadi peningkatan iritabilitas uterus. Bakteri dalam urin sering berasal dari infeksi ascenden oleh bakteri yang berasal dari saluran pencernaan. Perubahan mekanis, hormonal dan perubahan fisiologis selama kehamilan diketahui berperan dalam ISK (Nerissa dkk, 2003). Gejala yang ditimbulkan bervariasi, dari tidak menimbulkan gejala klinis jelas atau asimtomatis sampai berat. Saluran kemih wanita mengalami perubahan selama kehamilan. Tonus dan aktifitas otot polos saluran kemih berkurang. Hal ini menyebabkan berkurangnya laju aliran urin yang melewati saluran kemih. Terjadi pelebaran pelvis renalis dan ureter yang disebabkan oleh menurunnya peristaltik dan tonus otot polos akibat peningkatan progesteron dan obstruksi mekanis oleh uterus yang membesar (Cunningham, 2007). Kejadian BAS pada wanita hamil lebih banyak terjadi karena obstruksi aliran urin sehingga terjadi stasis. Kandung 50 kemih mengalami penurunan tonus otot yang menyebabkan peningkatan kapasitas dan pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna. Terjadi pergeseran kandung kemih dari pelvis ke arah abdomen Beberapa hal tersebut di atas menyebabkan terjadinya refluks vesikoureter dan stasis urin yang memudahkan terjadinya infeksi ascenden oleh kuman patogen (Majecko, 2007). Perubahan fisik dan kimia urin yang terjadi pada kehamilan juga mendorong terjadinya ISK. Peningkatan pH urin pada saat kehamilan mendukung pertumbuhan bakteri. Glikosuria yang sering ditemukan pada kehamilan normal memberikan nutrisi bagi pertumbuhan bakteri pada saluran kemih (Cunningham, 2007). Efek kumulatif di atas menyebabkan peningkatan risiko terjadinya infeksi ascenden, kolonisasi dan infeksi pada ginjal (Sweet, 2002). Cochraine review (2007) menunjukkan hubungan bermakna antara BAS dengan KPD preterm ( RO 2,02, IK 95% = 1,5-2,8). Vaishali dan kawan-kawan (2002) melaporkan perkembangan BAS menjadi simtomatis bakteriuria (RR 3,8 IK 95% = 1,82-6,53), hipertensi dalam kehamilan (RR 2,5 IK 95% = 1,44-5,47) dan persalinan preterm (RR 1,83 IK 95% = 1,18-2,83). Fatima (2006) melaporkan BAS merupakan penyebab KPD preterm dan persalinan preterm (21,4% vs 4,9%, p<0,05) serta meningkatkan terjadinya bakteriuri simtomatis (14,25 vs 2,75, p<0,05). Tujuh belas studi kohort juga menunjukkan hubungan antara BAS dengan KPD preterm, persalinan preterm dan bayi BBLR. Mekanisme terjadinya persalinan preterm secara teori berhubungan dengan produksi fosfolipase A2 oleh mikroorganisme yang dapat menginisiasi persalinan melalui aktivasi PG. Bakteri melalui sitokin imflamasinya menyebabkan proses kolagenolisis pada selaput 51 amnion sehingga mempermudah terjadinya KPD. Mekanisme yang sama juga dipakai untuk menjelaskan terjadinya infeksi intrauteri dan pielonefritis. 6.3. Karakteristik Kuman Penyebab dan Sensitivitasnya terhadapAntibiotika Karakteristik kuman penyebab BAS pada penelitian ini hampir sama dengan yang ditemukan di daerah lain. Kuman E. koli merupakan penyebab terbanyak BAS pada penelitian ini (55,55%). Enterobacter sebanyak 27,77% kemudian golongan Klebsiella 11,11% dan Serratia sebanyak 5,57%. Karat (2006) dan Vaitkene (2002) mengidentifikasi beberapa mikroorganisme penyebab infeksi pada traktus urogenetalia yang berhubungan dengan kejadian KPD preterm. Mikroorganisme tersebut antara lain E. koli, β. streptococcus, C. trachomatis, Staphylococcus sp., Enterobacter sp., Klebsiella sp., N. gonorrhea, Trichomonas vaginalis dan mikroorganisme penyebab bakterial vaginosis (G. vaginalis, Genetalia mikoplasma, dll). Mercer (2000) mengidentifikasi beberapa bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya persalinan preterm dengan KPD. Mikroorganisme ini antara lain U. urealitikum, M. homiinis, G. vaginalis, Peptostreptococcus dan Bakteroides sp. Smaill (2007) mendapatkan kuman terbanyak yang ditemui pada BAS adalah E. koli (37,5%), S. aureus (31,25%). Nerissa (2003) melaporkan 63% kuman pada BAS adalah E. koli, 12% adalah Enterococcus. Lima puluh persen diantaranya resisten terhadap amoksisilin, 31% resisten terhadap kotrimoksasol, 29% resisten terhadap ko- amoksiclav namun sensitif terhadap nitrofurantoin. Sefuroksim dan gentamisin juga dilaporkan efektif mengatasi BAS. Hasil berbeda didapatkan oleh 52 Kovavisarach (2009) dimana kuman terbayak adalah Lactobacillus 25%, E. koli 22,2%, S.viridans 22,2%, Enterococcus 2,8% dan Klebsiella 2,8%. Wanita hamil dengan BAS harus diterapi jika bakterinya telah teridentifikasi. Pilihan antibiotika harus disesuaikan dengan organisme yang paling sering sebagai penyebab. Bila hasil uji sensitifitas sudah ada maka sebaiknya pilihan antibiotika disesuaikan dengan hasil uji tersebut. Dahulu ampisillin merupakan terapi pilihan, tetapi karena resistensi kuman terhadap obat ini semakin meningkat maka ampisilin tidak lagi merupakan pilihan utama. Nicolle (2003) menunjukkan resistensi E. koli terhadap ampisilin 48% dan 17%, sedangkan Smaill (2007) melaporkan resistensi berkisar 29,8%-53,9%. Cochraine review (2007) melaporkan pengobatan dengan antibiotika efektif dalam menangani BAS (RR 0,25,IK 95%= 0,14-0,48). Tanpa pengobatan, BAS akan menetap pada 66% kasus. Pemberian antibiotika dibandingkan dengan plasebo memberikan hasil penurunan kejadian pielonefritis (RR 0,17, IK 95% = 0,09-0,31), bakteriuri menetap (RR 0,21, IK 95% = 0,10-0,42), persalinan preterm (RR 0,37, IK 95%= 0,10-1,36) dan BBLR (RR 0,64, IK 95% = 0,351,16). Pada BAS yang berlangsung lama, pengobatan dengan antibiotika menjadi tidak efektif lagi. Durasi pengobatan dengan antibiotika tidak berhubungan dengan pengukuran dampak pada kehamilan dan bayi. Pengobatan antibiotika dengan pengobatan jangka pendek dan jangka panjang memiliki efektifitas yang sama. Pengobatan BAS dengan antibiotika tunggal memberikan perbaikan terhadap pielonefritis (RR 0,44, IK 95%= 0,21-0,92), BBLR (RR 0,65, IK 95%=0,36-1,18). Lama pengobatan 3-7 hari memberikan efektifitas menurunkan 53 bakteriuri persisten (RR 0,30 IK 95% = 0,17-0,54), pielonefritis (RR 0,42, IK 95%= 0,13-1,35) dan BBLR (RR 0,14, IK 95%=0,30-0,60). Pengobatan dalam jangka waktu 3-6 minggu memberikan efektifitas menurunkan bakteriuri persisten (RR 0,11, IK 95%= 0,04-0,28), pielonefritis (RR 0,17, IK 95% =0,08-0,37) dan BBLR (RR 1,09, IK 95% = 0,55-2,14). Pengobatan BAS jangka pendek tentunya dipilih namun lama pengobatan sangat tergantung masing-masing daerah. Ini berkaitan dengan sensitifitas kuman dan semakin banyaknya antibiotika yang mengalami resistensi. 6.4. Kelemahan Penelitian Pada penelitian ini tidak menyertakan jenis antibiotika yang resisten terhadap kuman penyebab. Tentunya ini akan berguna dalam menentukan apakah panduan pengobatan yang sudah ada sesuai atau tidak 54 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna BAS pada kehamilan preterm KPD dan non-KPD. Risiko terjadinya KPD preterm dengan BAS sebesar 9 kali (RO = 9,33, IK 95% = 2,18-39,96, p=0,002) lebih besar dibandingkan tanpa BAS. Jadi BAS meningkatkan risiko terjadinya KPD preterm 7.2 Saran Berdasarkan simpulan di atas, rekomendasi yang diajukan penulis, yaitu : ibu-ibu yang ANC dapat dianjurkan melakukan pemeriksaan BAS sehingga dapat dideteksi dan diantisipasi terjadinya KPD. Pola pembasuhan vagina yang benar dalam kaitannya translokasi kuman saluran cerna ke saluran kemih juga harus disampaikan ke ibu-ibu hamil sebagai bagian pencegahan terjadinya BAS 54 55 DAFTAR PUSTAKA Alonto, A.M. 2007. Urinary Tract Infections.. In : Mahon, C.R., Lehman, D.C., Manuselis, G., editors. Diagnostic Microbiology. 3rd. Ed. Missouri:Saunders Elsevier.p.1110-29. Anderson,B.L et al. 2008. Additional Antibiotic Use and Preterm Birth Among Bacteriuric and Non Bacteriuric Pregnant Woman. Int J Obstet and Gynecol, 102:141-5. Campbell, M.J., Machine, D., Fayers, P.M., Pinol, A.P.Y. 1997. Sample Size Tabels for Clinical Studies. Ed 2. Blackwell Science. Cunningham, FG. 2007. Williams Obstetrics. 22nd Edition. New York: McGrawHill. p. 142. Dahlan, M.S. 2008. Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian. Cetakan 1. Jakarta: Sagung Seto. Fatima, N., Ishrat,S., Yasmin, S. 2006. Prevalence and Complications of Asymtomatic Bacteriuria During Pregnancy. Professional Med J War, 13(1):10812. Furman,B., Shoham-Vardi, I., Bashiri,A., et al. 2000. Clinical Significance and Outcome of Preterm Prelabor Rupture of Membranes: Population-based study. Eur J Obstet and Gynecol, 192:209-216. Gilstrap, L., Ramin, S. 2001. Urinary Tract Infections During Pregnancy. Obstetrics And Gynecology Clinics Of North America. Vol. 28. No. 3. [cited: 2010 Mar. 25]. Avalaible from:URL: http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/ S0889854505702199. Goldenberg, R.L., Iams, J.D., Mercer, B.M., et al. 2000. The Preterm Prediction Study: the Value of New vs Standard Risk factor in Predicting early and all Spontaneous Preterm Birth. Am J Public Health, 88 : 233-8. Karat, C., Madhivanan, P., Krupp, K., et al. 2006. The clinical and Microbiological Correlates of Premature Rupture of Membranes. Indian J Med Micro, 24(4):283-5. Kayser, F.H. 2005. Bacteria as Human Pathogens. In: Kayser, F.H., Bienz, K.A., Eckert,J., editors. Medical Microbiology. 10th Edition. Stuttgart·New York: Thieme.p.229-347. 56 Kilpatrick, S.J., Patil, R., Connel, J., et al. 2006. Risk factors for Previable Premature Rupture of Membranes or Advanced Cervical Dilation : A case control study. AmJ Obst&Gynecol, 194:1168-75. Kovavisarach, E. et al. 2009. Risk Factors Related to Asymtomatic Bacteriuria in Pregnant Woman. J Med Assoc Thai, 9295):606-10. LaSala. 2007. Urinary Tract Infections: Managing Acute, Chronic and Difficult Cases. In : Culligan, P. Goldberg, R. Urogynecology in Primary Care. London: Springer-Verlag. p. 124-137. Lee, R.M., Major, C.A. 2001. Controversial and Special Situations in the Management of Preterm Premature Rupture of Membranes. Clin in Perinatol, 28(4):877-884. Lee, T., Silver, H. 2001. Etiology and epidemiology of Preterm Premature Rupture of the Membranes. Clin in Perinatol, 28(4): 721-734. Lin, K. Fajardo, K. 2008. Screening for Asymtomatic Bacteriuria in Adults : Evidence for U.S. Preventive Services Task Force Reaffirmation Recommendation Statement. Ann Int Med, 149(1):20-4. Majecko, A.M., Schaeffer,A.J. 2007. Asymptomatic Bacteriuria and Symtomatic Urinary Tract Infections during Pregnancy. Urol Clin N Am, 34:35-42. Menon, R. 2007. Infection and the Role of Imflammation in Preterm Premature Rupture of the Membranes. BPract Res Clin Obstet Gyn, 21(3):467-478 Mercer, B.M., Goldenberg, R.L., Meis, P.J., et al. 2000. The Preterm Prediction Study: Prediction of Preterm Premature Rupture of Membrane through Clinical Findings and Ancillary Testing. Am J Obstet Gynecol, 183:738-745. Mercer, B.M. 2003. Preterm Premature Rupture of the Membranes. High Risk Pregnancy Series: an Experts view, 101(1):178-191. Mercer, B.M. 2005. Preterm Premature Rupture of the Membranes : Current Approaches to evaluation and Management. Obstet Gynecol Clin N Am, 32: 411-428. Mercer, B.M. 2007. Preterm premature rupture of membranes. In: Queenan, J.T., Spong, C.Y., Lockwood, C.J, editors. Management of High Risk Pregnancy. 5th Edition. Victoria: Blackwell Publishing.p. 345-53. Nerissa, I.C., Sescon, Felice, G.M., et al. 2003. Prevalence of Asymtomatic Bacteriaura and Associated Risk Factors in Pregnant Women. Phil J Microbiol Infect, 32(2): 63-69. 57 Nicolle, L.E. 2003. Asymtomatic Bacteriuria when to Screen and when to Treat. Infect Dis Clin N Am, 17:367-394. Phelan , J.P. et al. 1987. Amniotic Fluid Volume Assessment with the Four Quadrant Technique at 36-42 weeks Gestation. Journal of Reproductive Medicine, 32:540-42 Roberts, L. 2007. Specimen Collection and Processing. In : Mahon, C.R., Lehman, D.C., Manuselis, G., editors. Diagnostic Microbiology. 3rd. Ed. Missouri:Saunders Elsevier.p.134-150. Shim, S. et al. 2004. Clinical Significance of Intra amniotic inflammation in Patients with Preterm Premature of Membranes. Am J Obstet and Gynecol and Repro Bio, 62:25-9. Smaill, F. 2007. Asymtomatic Bacteriuria in Pregnancy. BPract & ResClin Obst Gyn, 21(23): 439-450. Smaill, F., Vazquez, JC. 2007. Antibiotics for Asymtomatic Bacteriuria in Pregnancy (Review). In : Smaill F, Vazquez JC, the Cochrane Collaboration: Wiley: 1-28. Sweet, R., Gibbs, R. 2002. Infectious Diseases of the Female Genital Tract, 4th edition. Pennsylvania: By Lippincott Williams & Wilkins Publishers. Ullah, M.A., Barman, A., Siddique, M.A., et al. 2007. Prevalence of Asymptomatic Bacteriuria and its Consequences in Pregnancy in a Rural Community of Bangladesh. Bangladesh Med Res Counc Bull,33:60-64 Vaishali, J., Anjoo, A., Vinita, D. 2002. Asymtomatic Bacteriuria during Pregnancy-health Profesional’s Perspective. J Obstet Gynec India, 59(5):440-443. Vaitkiene,D., Bergstrom, S., Cigriejiene, V.M. 2002. Antenatal RiskFactors Associated with Preterm Prelabour Rupture of the Membranes. Acta Med Lithuania, 9(3):203-209. Varma, R., Gupta, J.K., James, D.K., et al. 2006. Do Screening-preventive Interventions in Asymtomatic Pregnancies reduce the Risk of Preterm Delivery-A critical appraisal of the Literature. Euro J Obstet and Gynecol, 127:145-159. Warren, J. W. et al. 2001. Host–Parasite Interactions and Host Defense Mechanisms. In : Schrier, R. W. Diseases of the Kidney and Urinary Tract . 7th edition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 58 Lampiran 1 INFORMASI MENGENAI : KEJADIAN BAKTERIURI ASIMTOMATIS MENINGKAT PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI ( KPD ) Ibu – ibu yang terhormat, Kehamilan kurang bulan ( kurang dari 37 minggu ) dengan Ketuban Pecah Dini ( KPD ) merupakan masalah kesehatan yang penting. Ini dikarenakan kejadian kelahiran prematur yang sangat tinggi sehingga resioko kesakitan dan kematian pada bayi pun semakin tinggi. Faktor infeksi memegang peranan yang sangat penting. Infeksi yang sering menyebabkan hal ini antara lain infeksi pada saluran serviko vagina dan infeksi saluran kemih (ISK). Infeksi saluran kemih terjadi pada 15 % kehamilan dan 14 % diantaranya tidak memberikan keluhan (dalam hal ini disebut bakteriuri asimtomatis). Selama ini telah diberikan obat antibiotik tertentu untuk mencegah terjadinya infeksi pada bayi yang akan lahir dan untuk mengobati bakteriuri asimtomatisnya sendiri. Namun pemberiannya belum sesuai dengan jenis kuman penyebab infeksi, karena belum pernah dilakukan tes mengenai uji kepekaan kuman penyebab infeksi terhadap antibiotik tersebut. Karena belum ada data tentang seberapa besar bakteriuri asimtomatis dapat menimbulkan KPD preterm, maka penelitian ini dilakukan. Urine pada pertengahan berkemih akan diambil sebanyak 10 ml dan ditampung dalam pot khusus. Selanjutnya diperiksa di Laboratorium untuk mengetahui apakah ada kumannya. Bila ada berarti terdapat infeksi pada saluran kemih sehingga dilakukan tes kepekaan kuman terhadap antibiotik. Dengan hasil ini dan berkat kerjasama ibu – ibu, komplikasi persalinan prematur dengan segala akibatnya dapat dicegah. Hormat saya Peneliti 59 Lampiran 2 PERNYATAN PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN (INFORMED CONSENT) Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : …………………………………………………………………….. Umur : ………………………. tahun Alamat :Br/Jalan: ………………………………………………………… Desa/Kelurahan : ………………………………………………… Kecamatan : ……………………………………………………… Kab / Kotamadya : ……………………………………………… Telpon : ………………………………………………………… Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap mengenai maksud, tujuan dan manfaat dari penelitian : PERBEDAAN PREVALENSI BAKTERIURI ASIMTOMATIS PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KETUBAN UTUH Menyatakan bersedia dengan sukarela, tanpa paksaan atau tekanan dari siapapun untuk ikut serta sebagai peserta yang akan diteliti. Saya berhak mengundurkan diri sebagai peserta kapan pun apabila ada hal – hal yang tidak berkenan. Denpasar, ………………………….. Ibu hamil (……………….……..) Saksi (…………………….) Peneliti ( dr. I Gede Sudiarta ) 60 Lampiran 3 KUESIONER PENELITIAN IDENTITAS Nomor Nomor CM : : Nama : Umur ( tahun ) : 1. Alamat : 1. Desa 2. Kota 2. Pendidikan : 3. Pekejaan : 1. Tidak sekolah 2. SD 3. SLTP 4. SLTA 5. Diploma 6. S1 1. Buruh 2. Ibu rumah tangga 3. Pegawai negeri 4. Pegawai swasta 5. Wiraswasta 7. Lainnya 4. Pendapatan perkapita : 1. Tingkat sosio-ekonomi rendah : 2. Tingkat sosio-ekonomi sedang : 3. Tingkat sosio-ekonomi tinggi : 5. Gravida : 6. Umur Kehamilan : (minggu) 7. Paritas : 8. Lamanya pecah ketuban : (jam) 61 9. Pemeriksaan prenatal :(kali) 10. Tempat pemeriksaan prenatal : 1. Dokter SpOG 2. Dokter umum 3. Bidan 4. Lainnya HASIL PEMERIKSAAN 11. Berat badan :(kg) 12. Tinggi badan : (cm) 13. Indeks Massa Tubuh ( IMT ) : (kg/m2) 14. Temperatur rektal : (۫ C) 15. Tekanan darah :(mmHg) 16. Nadi : (x/menit) 17. Kadar Hemoglobin : (g%) 18. Leukosit :(KUL) 19. Bakteriuri : 1. Positif 2. Negatif 23. Hasil Kultur : 1. Negatif 2. Positif 24. Jenis kuman : 1………………..…………………………………… 2…………..………………………………………… 3……………..……………………………………… 4…………….………………………………………. 62 5…………………………………………………….. 6…………………………………………………….. 7……………………………………………………. 8……………………………………………………. 9……………………………………………………. 25. Jenis antibiotik yang sensitif : 1…….………………………………………………….. 2………………………………………………………… 3………………………………………………………… 4………………………………………………………… 5………………………………………………………… 6………………………………………………………… 63 Lampiran 4 No Nama Data Penelitian Kelompok KPD Preterm Umur Umur Ibu Paritas Kehamilan (tahun) (minggu) BAS 1 Dar 30 1 33-34 Positif 2 Oct 27 0 32-33 Positif 3 Dia 21 0 30-31 Positif 4 Tri 28 2 31-32 Positif 5 Sep 22 1 29-30 Negatif 6 Yul 23 0 29-30 Positif 7 Mis 30 2 30-31 Negatif 8 Kar 23 1 36-37 Positif 9 Usn 29 1 32-33 Negatif 10 Lin 31 2 32-33 Positif 11 Ari 30 1 29-30 Positif 12 Fit 19 0 34-35 Positif 13 Pur 25 1 34 Positif 14 Suh 25 0 29-30 Positif 15 Nur 23 0 34-35 Positif 16 Sri 30 0 34-35 Positif 17 Art 31 1 33-34 Positif 18 Win 35 2 33-34 Negatif 19 Ami 26 0 31-32 Negatif 20 Apr 28 1 34-35 Negatif 64 Lampiran 5 No Nama Data Penelitian Kelompok Hamil Preterm Non-KPD Umur Umur Ibu Paritas Kehamilan (tahun) (minggu) BAS 1 Ren 26 2 32 Positif 2 Maw 23 0 31-32 Positif 3 Jes 17 0 34-35 Positif 4 Sep 24 0 34-35 Negatif 5 Sua 23 2 34-35 Positif 6 Usn 33 0 32-33 Negatif 7 Dar 30 3 33-34 Negatif 8 Han 22 2 31-32 Negatif 9 Mia 36 4 33-34 Negatif 10 Kum 22 0 32-33 Negatif 11 Pus 30 2 33-34 Negatif 12 Mau 32 2 34-35 Negatif 13 Sun 23 0 35-36 Negatif 14 Lin 19 0 31-32 Negatif 15 Sum 23 0 29-30 Negatif 16 Dar 26 1 29-30 Negatif 17 War 30 1 34-35 Negatif 18 Wid 24 0 32-33 Negatif 19 Des 29 1 32-33 Negatif 20 Sur 34 0 32-33 Negatif 65 Lampiran 6 Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Kehamilan_pr eterm Statistic df Sig. Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. * .966 20 .663 Umur KPD .133 20 Non-KPD KPD .171 20 .126 .956 20 .462 Paritas .251 20 .002 .800 20 .001 Non-KPD Umur_kehamilan KPD .295 20 .000 .796 20 .001 .140 20 * .920 20 .098 Non-KPD .165 20 .157 .923 20 .111 .200 .200 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Group Statistics Kehamilan_pret erm Umur Paritas Umur_kehamilan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean KPD 20 26.8000 4.09878 .91652 Non-KPD 20 26.3000 5.18195 1.15872 KPD 20 .8000 .76777 .17168 Non-KPD 20 1.0000 1.21395 .27145 KPD 20 31.9500 2.11449 .47281 Non-KPD 20 32.3500 1.63111 .36473 66 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F Umur Equal variances assumed 1.560 Equal variances not assumed Paritas Equal variances assumed 4.474 Equal variances not assumed Umur_ke Equal hamilan variances assumed Equal variances not assumed 2.116 Sig. t-test for Equality of Means t 95% Confidence Std. Interval of the Mean Error Difference Sig. (2- Differe Differe df tailed) nce nce Lower Upper .219 .338 38 .737 .50000 1.4773 3.4907 2.4907 7 9 9 .338 36.0 86 .737 .50000 1.4773 3.4960 2.4960 7 0 0 .041 -.623 38 .537 -.20000 .32118 -.85020 .45020 -.623 32.1 03 .538 -.20000 .32118 -.85414 .45414 .154 -.670 38 .507 -.40000 .59714 1.6088 .80885 5 -.670 35.6 99 .507 -.40000 .59714 1.6114 .81142 2 67 BAS* Kehamilan Preterm Crosstab Count Kehamilan_preterm KPD BAS Non-KPD Total Positif 14 4 18 Negatif 6 16 22 20 20 40 Total Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square b Continuity Correction Likelihood Ratio Asymp. Sig. (2-sided) df Exact Sig. (2sided) 10.101a 1 .001 8.182 1 .004 10.600 1 .001 Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb Exact Sig. (1sided) .004 9.848 1 .002 .002 40 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.00. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Lower Upper Odds Ratio for BAS (Positif / Negatif) 9.333 2.180 39.962 2.852 1.380 5.892 .306 .124 .753 For cohort Kehamilan_preterm = KPD For cohort Kehamilan_preterm = NonKPD N of Valid Cases 40 68