PENDAHULUAN Penyakit jantung koroner adalah

advertisement
PENDAHULUAN
Penyakit jantung koroner adalah penyebab kematian paling umum di Amerika Serikat (AS) dan
Eropa. Sindrom koroner akut (ACS) merupakan komplikasi umum dari penyakit jantung
koroner, terkait dengan lebih dari 2,5 juta rawat inap di seluruh dunia setiap tahun.
ACS menggambarkan gangguan klinis mulai dari ST-elevasi miokard infark (STEMI), non-STelevasi miokard infark (NSTEMI) dan angina tidak stabil (UA). Diperkirakan bahwa infark
miokard (MI) terjadi setiap 34 detik di Amerika Serikat, dan bahwa satu orang meninggal setiap
menitnya. Kebanyakan kasus ACS disebabkan oleh pecahnya plak aterosklerotik di arteri
koroner, mengakibatkan pembentukan thrombus. Bila plak terkikis atau pecah, menghasilkan
thrombus yang membatasi aliran darah ke otot jantung. Kurangnya pasokan darah yang
berkepanjangan mengakibatkan kematian jaringan otot jantung didefinisikan sebagai MI
(miokard infark).
Tingkat penyumbatan arteri yang disebabkan oleh thrombus menentukan jumlah kerusakan
miokard yang terjadi dan jenis ACS, yaitu :



UA (unstable angina) - parsial / intermiten oklusi, tidak ada kerusakan miokard
NSTEMI - parsial / intermiten oklusi, kerusakan miokard
STEMI - oklusi lengkap, kerusakan miokard
A. Anatomi dan Fisiologi Jantung
Secara anatomi ukuran jantung sangatlah variatif. Dari beberapa referensi ukuran jantung
manusia mendekati ukuran kepalan tangannya atau dengan ukuran panjang kira-kira 5″
(12cm) dan lebar sekitar 3,5″ (9cm). Jantung terletak di belakang tulang sternum, tepatnya di
ruang mediastinum diantara kedua paru-paru dan bersentuhan dengan diafragma. Bagian atas
jantung terletak dibagian bawah sternal notch, 1/3 dari jantung berada disebelah kanan dari
midline sternum , 2/3 nya disebelah kiri dari midline sternum. Sedangkan bagian apek
jantung di interkostal ke-5 atau tepatnya di bawah puting susu sebelah kiri.
Jantung di bungkus oleh sebuah lapisan yang disebut lapisan perikardium, di mana lapisan
perikardium ini di bagi menjadi 3 lapisan (lihat gb.3) yaitu :
1. Lapisan fibrosa, yaitu lapisan paling luar pembungkus jantung yang melindungi jantung
ketika jantung mengalami overdistention. Lapisan fibrosa bersifat sangat keras dan
bersentuhan langsung dengan bagian dinding dalam sternum rongga thorax, disamping itu
lapisan fibrosa ini termasuk penghubung antara jaringan, khususnya pembuluh darah besar
yang menghubungkan dengan lapisan ini (exp: vena cava, aorta, pulmonal arteri dan vena
pulmonal).
2. Lapisan parietal, yaitu bagian dalam dari dinding lapisan fibrosa
3. Lapisan Visceral, lapisan perikardium yang bersentuhan dengan lapisan luar dari otot
jantung atau epikardium.
Diantara lapisan pericardium parietal dan lapisan perikardium visceral terdapat ruang atau
space yang berisi pelumas atau cairan serosa atau yang disebut dengan cairan perikardium.
Cairan perikardium berfungsi untuk melindungi dari gesekan-gesekan yang berlebihan saat
jantung berdenyut atau berkontraksi. Banyaknya cairan perikardium ini antara 15 – 50 ml, dan
tidak boleh kurang atau lebih karena akan mempengaruhi fungsi kerja jantung.
Gb: 3
Lapisan Otot Jantung
Seperti yang terlihat pada Gb.3, lapisan otot jantung terbagi menjadi 3 yaitu :
1. Epikardium,yaitu bagian luar otot jantung atau pericardium visceral
2. Miokardium, yaitu jaringan utama otot jantung yang bertanggung jawab atas kemampuan
kontraksi jantung.
3. Endokardium, yaitu lapisan tipis bagian dalam otot jantung atau lapisan tipis endotel sel
yang berhubungan langsung dengan darah dan bersifat sangat licin untuk aliran darah,
seperti halnya pada sel-sel endotel pada pembuluh darah lainnya. (Lihat Gb.3 atau Gb.4)
Gb: 4
Katup Jantung
Katup jatung terbagi menjadi 2 bagian, yaitu katup yang menghubungkan antara atrium dengan
ventrikel dinamakan katup atrioventrikuler, sedangkan katup yang menghubungkan sirkulasi
sistemik dan sirkulasi pulmonal dinamakan katup semilunar.
Katup atrioventrikuler terdiri dari katup trikuspid yaitu katup yang menghubungkan antara
atrium kanan dengan ventrikel kanan, katup atrioventrikuler yang lain adalah katup yang
menghubungkan antara atrium kiri dengan ventrikel kiri yang dinamakan dengan katup mitral
atau bicuspid.
Katup semilunar terdiri dari katup pulmonal yaitu katup yang menghubungkan antara ventrikel
kanan dengan pulmonal trunk, katup semilunar yang lain adalah katup yang menghubungkan
antara ventrikel kiri dengan asendence aorta yaitu katup aorta. (Lihat Gb: 5)
Katup berfungsi mencegah aliran darah balik ke ruang jantung sebelumnya sesaat setelah
kontraksi atau sistolik dan sesaat saat relaksasi atau diastolik. Tiap bagian daun katup jantung
diikat oleh chordae tendinea sehingga pada saat kontraksi daun katup tidak terdorong masuk
keruang sebelumnya yang bertekanan rendah. Chordae tendinea sendiri berikatan dengan otot
yang disebut muskulus papilaris.
Ruang,Dinding & Pembuluh Darah Besar Jantung
Jantung kita dibagi menjadi 2 bagian ruang, yaitu :
1. Atrium (serambi)
2. Ventrikel (bilik)
Karena atrium hanya memompakan darah dengan jarak yang pendek, yaitu ke ventrikel. Oleh
karena
itu
otot
atrium
lebih
tipis
dibandingkan
dengan
otot
ventrikel.
Kedua atrium memiliki bagian luar organ masing-masing yaitu auricle. Dimana kedua atrium
dihubungkan dengan satu auricle yang berfungsi menampung darah apabila kedua atrium
memiliki kelebihan volume.
Kedua atrium bagian dalam dibatasi oleh septal atrium. Ada bagian septal atrium yang
mengalami depresi atau yang dinamakan fossa ovalis, yaitu bagian septal atrium yang
mengalami depresi disebabkan karena penutupan foramen ovale saat kita lahir.
Ada beberapa ostium atau muara pembuluh darah besar yang perlu diketahui yang terdapat di
kedua atrium, yaitu :




Ostium Superior vena cava, yaitu muara atau lubang yang terdapat diruang atrium kanan
yang menghubungkan vena cava superior dengan atrium kanan.
Ostium Inferior vena cava, yaitu muara atau lubang yang terdapat di atrium kanan yang
menghubungkan vena cava inferior dengan atrium kanan.
Ostium coronary atau sinus coronarius, yaitu muara atau lubang yang terdapat di atrium
kanan yang menghubungkan sistem vena jantung dengan atrium kanan.
Ostium vena pulmonalis, yaitu muara atau lubang yang terdapat di atrium kiri yang
menghubungkan antara vena pulmonalis dengan atrium kiri yang mempunyai 4 muara.
Bagian dalam kedua ruang ventrikel dibatasi oleh septal ventrikel, baik ventrikel maupun atrium
dibentuk oleh kumpulan otot jantung yang mana bagian lapisan dalam dari masing-masing
ruangan dilapisi oleh sel endotelium yang kontak langsung dengan darah. Bagian otot jantung di
bagian dalam ventrikel yang berupa tonjolan-tonjolan yang tidak beraturan dinamakan trabecula.
Kedua otot atrium dan ventrikel dihubungkan dengan jaringan penghubung yang juga
membentuk katup jatung dinamakan sulcus coronary, dan 2 sulcus yang lain adalah anterior dan
posterior interventrikuler yang keduanya menghubungkan dan memisahkan antara kiri dan kanan
kedua ventrikel.
Perlu anda ketahui bahwa tekanan jantung sebelah kiri lebih besar dibandingkan dengan tekanan
jantung sebelah kanan, karena jantung kiri menghadapi aliran darah sistemik atau sirkulasi
sistemik yang terdiri dari beberapa organ tubuh sehingga dibutuhkan tekanan yang besar
dibandingkan dengan jantung kanan yang hanya bertanggung jawab pada organ paru-paru saja,
sehingga otot jantung sebelah kiri khususnya otot ventrikel sebelah kiri lebih tebal dibandingkan
otot ventrikel kanan.
Pembuluh Darah Besar Jantung
Ada beberapa pembuluh besar yang perlu anda ketahui, yaitu:
1. Vena cava superior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari bagian atas
diafragma menuju atrium kanan.
2. Vena cava inferior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari bagian bawah
diafragma ke atrium kanan.
3. Sinus Coronary, yaitu vena besar di jantung yang membawa darah kotor dari jantung
sendiri.
4. Pulmonary Trunk,yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah kotor dari ventrikel
kanan ke arteri pulmonalis
5. Arteri Pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah kotor dari
pulmonary trunk ke kedua paru-paru.
6. Vena pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah bersih dari
kedua paru-paru ke atrium kiri.
7. Assending Aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah bersih dari ventrikel
kiri ke arkus aorta ke cabangnya yang bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian atas.
8. Desending Aorta,yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih dan bertanggung jawab
dengan organ tubuh bagian bawah. (lihat Gb:7)
Gb : 7
Arteri Koroner
Arteri koroner adalah arteri yang bertanggung jawab dengan jantung sendiri,karena darah bersih
yang kaya akan oksigen dan elektrolit sangat penting sekali agar jantung bisa bekerja
sebagaimana fungsinya. Apabila arteri koroner mengalami pengurangan suplainya ke jantung
atau yang di sebut dengan ischemia, ini akan menyebabkan terganggunya fungsi jantung
sebagaimana mestinya. Apalagi arteri koroner mengalami sumbatan total atau yang disebut
dengan serangan jantung mendadak atau miokardiac infarction dan bisa menyebabkan kematian.
Begitupun apabila otot jantung dibiarkan dalam keadaan iskemia, ini juga akan berujung dengan
serangan jantung juga atau miokardiac infarction.
Arteri koroner adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik, dimana muara arteri koroner
berada dekat dengan katup aorta atau tepatnya di sinus valsava
Arteri koroner dibagi dua,yaitu:
1. Arteri koroner kanan
2. Arteri koroner kiri

Arteri Koroner Kiri
Arteri koroner kiri mempunyai 2 cabang yaitu LAD (Left Anterior Desenden) dan arteri
sirkumflek. Kedua arteri ini melingkari jantung dalam dua lekuk anatomis eksterna, yaitu
sulcus coronary atau sulcus atrioventrikuler yang melingkari jantung diantara atrium dan
ventrikel, yang kedua yaitu sulcus interventrikuler yang memisahkan kedua ventrikel.
Pertemuan kedua lekuk ini dibagian permukaan posterior jantung yang merupakan bagian dari
jantung yang sangat penting yaitu kruks jantung. Nodus AV node berada pada titik ini. LAD
arteri bertanggung jawab untuk mensuplai darah untuk otot ventrikel kiri dan kanan, serta
bagian interventrikuler septum. Sirkumflex arteri bertanggung jawab untuk mensuplai 45%
darah untuk atrium kiri dan ventrikel kiri, 10% bertanggung jawab mensuplai SA node.

Arteri Koroner Kanan
Arteri koroner kanan bertanggung jawab mensuplai darah ke atrium kanan, ventrikel
kanan,permukaan bawah dan belakang ventrikel kiri, 90% mensuplai AV Node,dan 55%
mensuplai SA Node.
Siklus Jantung
Karena jantung merupakan suatu bejana berhubungan, anda boleh memulai sirkulasi jantung dari
mana saja. Saya akan mulai dari atrium/serambi kanan. Atrium kanan menerima kotor atau vena
atau darah yang miskin oksigen dari:



Superior Vena Kava
Inferior Vena Kava
Sinus Coronarius
Dari atrium kanan, darah akan dipompakan ke ventrikel kanan melewati katup trikuspid.
Dari ventrikel kanan, darah dipompakan ke paru-paru untuk mendapatkan oksigen melewati:



Katup pulmonal
Pulmonal Trunk
Empat (4) arteri pulmonalis, 2 ke paru-paru kanan dan 2 ke paru-paru kiri
Darah yang kaya akan oksigen dari paru-paru akan di alirkan kembali ke jantung melalui 4 vena
pulmonalis (2 dari paru-paru kanan dan 2 dari paru-paru kiri) menuju atrium kiri. Dari atrium kiri
darah akan dipompakan ke ventrikel kiri melewati katup biskupid atau katup mitral.
Dari ventrikel kiri darah akan di pompakan ke seluruh tubuh termasuk jantung (melalui sinus
valsava) sendiri melewati katup aorta. Dari seluruh tubuh, darah balik lagi ke jantung melewati
vena kava superior,vena kava inferior dan sinus koronarius menuju atrium kanan.
Secara umum, siklus jantung dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:

Sistole atau kontraksi jantung

Diastole atau relaksasi atau ekspansi jantung
Secara spesific, siklus jantung dibagi menjadi 5 fase yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
Fase Ventrikel Filling
Fase Atrial Contraction
Fase Isovolumetric Contraction
Fase Ejection
Fase Isovolumetric Relaxation
Perlu anda ingat bahwa siklus jantung berjalan secara bersamaan antara jantung kanan dan
jantung kiri, dimana satu siklus jantung = 1 denyut jantung = 1 beat EKG (P,q,R,s,T) hanya
membutuhkan waktu kurang dari 0.5 detik.
Fase Ventrikel Filling
Sesaat setelah kedua atrium menerima darah dari masing-masing cabangnya, dengan demikian
akan menyebabkan tekanan di kedua atrium naik melebihi tekanan di kedua ventrikel. Keadaan
ini akan menyebabkan terbukanya katup atrioventrikular, sehingga darah secara pasif mengalir
ke kedua ventrikel secara cepat karena pada saat ini kedua ventrikel dalam keadaan
relaksasi/diastolic sampai dengan aliran darah pelan seiring dengan bertambahnya tekanan di
kedua ventrikel. Proses ini dinamakan dengan pengisian ventrikel atau ventrikel filling. Perlu
anda ketahui bahwa 60% sampai 90 % total volume darah di kedua ventrikel berasal dari
pengisian ventrikel secara pasif. Dan 10% sampai 40% berasal dari kontraksi kedua atrium.
Fase Atrial Contraction
Seiring dengan aktifitas listrik jantung yang menyebabkan kontraksi kedua atrium, dimana
setelah terjadi pengisian ventrikel secara pasif, disusul pengisian ventrikel secara aktif yaitu
dengan adanya kontraksi atrium yang memompakan darah ke ventrikel atau yang kita kenal
dengan ―atrial kick‖. Dalam grafik EKG akan terekam gelombang P. Proses pengisian ventrikel
secara keseluruhan tidak mengeluarkan suara, kecuali terjadi patologi pada jantung yaitu bunyi
jantung 3 atau cardiac murmur.
Fase Isovolumetric Contraction
Pada fase ini, tekanan di kedua ventrikel berada pada puncak tertinggi tekanan yang melebihi
tekanan di kedua atrium dan sirkulasi sistemik maupun sirkulasi pulmonal. Bersamaan dengan
kejadian ini, terjadi aktivitas listrik jantung di ventrikel yang terekam pada EKG yaitu komplek
QRS atau depolarisasi ventrikel.
Keadaan kedua ventrikel ini akan menyebabkan darah mengalir balik ke atrium yang
menyebabkan penutupan katup atrioventrikuler untuk mencegah aliran balik darah tersebut.
Penutupan katup atrioventrikuler akan mengeluarkan bunyi jantung satu (S1) atau sistolic.
Periode waktu antara penutupan katup AV sampai sebelum pembukaan katup semilunar dimana
volume darah di kedua ventrikel tidak berubah dan semua katup dalam keadaan tertutup, proses
ini dinamakan dengan fase isovolumetrik contraction.
Fase Ejection
Seiring dengan besarnya tekanan di ventrikel dan proses depolarisasi ventrikel akan
menyebabkan kontraksi kedua ventrikel membuka katup semilunar dan memompa darah dengan
cepat melalui cabangnya masing-masing. Pembukaan katup semilunar tidak mengeluarkan
bunyi. Bersamaan dengan kontraksi ventrikel, kedua atrium akan di isi oleh masing-masing
cabangnya.
Fase Isovolumetric Relaxation
Setelah kedua ventrikel memompakan darah, maka tekanan di kedua ventrikel menurun atau
relaksasi sementara tekanan di sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal meningkat. Keadaan ini
akan menyebabkan aliran darah balik ke kedua ventrikel, untuk itu katup semilunar akan
menutup untuk mencegah aliran darah balik ke ventrikel. Penutupan katup semilunar akan
mengeluarkan bunyi jantung dua (S2)atau diastolic. Proses relaksasi ventrikel akan terekam
dalam EKG dengan gelombang T, pada saat ini juga aliran darah ke arteri koroner terjadi. Aliran
balik dari sirkulasi sistemik dan pulmonal ke ventrikel juga di tandai dengan adanya ―dicrotic
notch‖.
1. Total volume darah yang terisi setelah fase pengisian ventrikel secara pasip maupun aktif (
fase ventrikel filling dan fase atrial contraction) disebut dengan End Diastolic Volume
(EDV)
2. Total EDV di ventrikel kiri (LVEDV) sekitar 120ml.
3. Total sisa volume darah di ventrikel kiri setelah kontraksi/sistolic disebut End
SystolicVolume (ESV) sekitar 50 ml.
4. Perbedaan volume darah di ventrikel kiri antara EDV dengan ESV adalah 70 ml atau yang
dikenal dengan stroke volume. (EDV-ESV= Stroke volume) (120-50= 70)
B. Acute Coronary Syndrom (ACS)
Acute Coronary Syndrom (ACS) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk
menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina
pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau
infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/
NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST
(ST elevation myocardial infarction/STEMI). APTS dan NSTEMI mempunyai patogenesis
dan presentasi klinik yang sama, hanya berbeda dalam derajatnya. Bila ditemui penanda
biokimia nekrosis miokard (peningkatan troponin I, troponin T, atau CK-MB) maka
diagnosis adalah NSTEMI; sedangkan bila penanda biokimia ini tidak meninggi, maka
diagnosis adalah APTS.
Pada APTS dan NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi total/ oklusi tidak
total (patency), sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah progresi, trombosis dan
vasokonstriksi. Penentuan troponin I/T ciri paling sensitif dan spesifik untuk nekrosis miosit
dan penentuan patogenesis dan alur pengobatannya. Sedang kebutuhan miokard tetap
dipengaruhi obat-obat yang bekerja terhadap kerja jantung, beban akhir, status inotropik,
beban awal untuk mengurangi konsumsi O2 miokard. APTS dan NSTEMI merupakan SKA
yang ditandai oleh ketidak seimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard.
Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal, disebabkan oleh
obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering karena trombus atau embolus (Dorland, 2009).
Iskemia terjadi oleh karena obstruksi, kompresi, ruptur karena trauma dan vasokonstriksi.
Obstruksi pembuluh darah dapat disebabkan oleh embolus, trombus atau plak aterosklerosis.
Kompresi secara mekanik dapat disebabkan oleh tumor, volvulus atau hernia. Ruptur karena
trauma disebabkan oleh aterosklerosis dan vaskulitis. Vaskokonstriksi pembuluh darah dapat
disebabkan obat-obatan seperti kokain (Wikipedia, 2010).
 Klasifikasi
Berdasarkan Jenisnya, Sindroma Koroner Akut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Jenis
Angina
Tidak
(APTS)
Penjelasan nyeri dada
Temuan EKG
Pectoris Angina pada waktu · Depresi segmen T
aktivitas · Inversi gelombang T
Stabil istirahat/
ringan,
Crescendo · Tidak ada gelombang Q
angina, Hilang dengan
nitrat.
Enzim Jantung
Tidak meningkat
NonST
elevasi Lebih berat dan lama · Depresi segmen ST
(> 30 menit), Tidak · Inversi gelombang T
Miocard Infark
hilang
dengan
pemberian nitrat. Perlu
opium
untuk
menghilangkan nyeri.
Meningkat minimal
2 kali nilai batas atas
normal
ST
elevasi Lebih berat dan lama · Hiperakut T
(> 30 menit), Tidak · Elevasi segmen T
Miocard Infark
hilang
dengan · Gelombang Q
Meningkat minimal
2 kali nilai batas atas
pemberian nitrat. Perlu · Inversi gelombang T
opium
untuk
menghilangkan nyeri.
normal
Berdasarkan berat / ringannya Sindrom Koroner Akut (SKA) menurut Braunwald (1993)
adalah:
a. Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada waktu
istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.
b.Kelas II: Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu istirahat.
c. Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.
Patofisiologi SKA
Penyebab utama PJK adalah aterosklerosis, yang merupakan proses multifaktor. Kelainan ini
sudah mulai terjadi pada usia muda, yang diawali terbentuknya sel busa, kemudian pada usia
antara 10 sampai 20 tahun berubah menjadi bercak perlemakan dan pada usia 40 sampai 50
tahun bercak perlemakan ini selanjutnya dapat berkembang menjadi plak aterosklerotik yang
dapat berkomplikasi menyulut pembentukan trombus yang bermanifestasi klinis berupa infark
miokardium maupun angina (nyeri dada).2,3
Sebagai respon terhadap injury dinding pembuluh, terjadi agregasi platelet dan pelepasan isi
granuler yang me- nyebabkan agregasi platelet lebih lanjut, vasokonstriksi dan akhirnya
pembentukan trombus. 3 Studi angioskopi telah membuktikan bahwa trombus penyebab angina
tidak stabil adalah trombus putih kaya platelet, berbeda dengan trombus merah kaya fibrin dan
eritrosit yang lebih menonjol pada infark miokard akut. 1,2,3
SKA dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koroner, aktivasi kaskade pembekuan dan platelet,
pembentukan trombus, serta aliran darah koroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada
plak koroner yang kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase
plaque disruption ‗disrupsi plak‘. Setelah plak mengalami ruptur maka tissue factor ‗faktor
jaringan‘ dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex
mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi trombin yang
banyak. Adanya adesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri
koroner. Ini disebut fase acute thrombosis ‗trombosis akut‘ 1,2,3
Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinases, dan sitokin,
menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut 6. Sel inflamasi tersebut bertanggung
jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi
prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga
menyebabkan ruptur plak. 1,2,3
Oleh karena itu, adanya leukositosis dan peningkatan kadar CRP merupakan petanda inflamasi
pada kejadian koroner akut (IMA) dan mempunyai nilai prognostic. Pada 15% pasien IMA
didapatkan kenaikan CRP meskipun troponin-T negatif 6. Haidari dan kawan-kawan meneliti
hubungan antara serum CRP dengan penyakit jantung koroner (PJK) secara angiografi terhadap
450 individu. Ternyata, secara bermakna kadar CRP dengan PJK lebih tinggi daripada kontrol
(2,14 mg/L dibanding 1,45 mg/L) dan hubungan tersebut menandakan adanya proses inflamasi
pada PJK . 1,2,3
Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat
vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jika mengalami aterosklerosis maka segera terjadi
disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya plak) 12. Disfungsi endotel ini dapat disebabkan
meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine
oxidase, NADH/NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan
endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi pada
hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal jantung. Diduga
masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk radikal pada dinding pembuluh darah,
misalnya lipooxygenases dan P450-monooxygenases. Grindling dkk. mengobservasi bahwa
angiotensin II juga merupakan aktivator NADPH oxidase yang poten. Ia dapat meningkatkan
inflamasi dinding pembuluh darah melalui pengerahan makrofage yang menghasilkan monocyte
chemoattractan protein-1 dari dinding pembuluh darah sebagai aterogenesis yang esensial
Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat disfungsi endotel ringan
dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih
dominan (yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator
(yakni nitrit oksid dan prostasiklin) 1,2,3
Seperti kita ketahui bahwa NO secara langsung menghambat proliferasi sel otot polos dan
migrasi, adesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic 1,2,3.
Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi platelet dan menurunkan kontraktilitas
miokard, dilatasi koroner, menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark 1,2,3
SKA yang diteliti secara angiografi 60—70% menunjukkan obstruksi plak aterosklerosis yang
ringan sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis –
tebalnya fibrous cap yang menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik
stress mekanik. 1,2,3
Adapun mulai terjadinya SKA, khususnya IMA, dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni
aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan), stress emosi, terkejut, udara dingin,
waktu dari suatu siklus harian (pagi hari), dan hari dari suatu mingguan (Senin). Keadaankeadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan
darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung meningkat, dan
aliran koroner juga meningkat. Dari mekanisme inilah beta blocker mendapat tempat sebagai
pencegahan dan terapi 1,2,3
2.2 Angina Pektoris Tak Stabil
2.2.1 Definisi Angina Pektoris Tak Stabil
Angina pektoris adalah nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh iskemia miokardium yang
reversibel dan sementara. Diketahui terbagi atas tiga varian utama angina pektoris: angina
pektoris tipikal (stabil), angina pektoris prinzmetal (varian), dan angina pektoris tak stabil. Pada
pembahasan ini akan lebih difokuskan kepada angina pektoris tidak stabil (Kumar, 2007).
Angina pektoris tak stabil ditandai dengan nyeri angina yang frekuensi nya meningkat. Serangan
cenderung di picu oleh olahraga yang ringan, dan serangan menjadi lebih intens dan berlangsung
lebih lama dari angina pektoris stabil. Angina tak stabil merupakan tanda awal iskemia
miokardium yang lebih serius dan mungkin ireversibel sehingga kadang-kadang disebut angina
pra infark. Pada sebagian besar pasien, angina ini di picu oleh perubahan akut pada plak di sertai
trombosis parsial, embolisasi distal trombus dan/ atau vasospasme. Perubahan morfologik pada
jantung adalah arterosklerosis koroner dan lesi terkaitnya (Kumar, 2007).
2.2.2 Epidemiologi Angina Pektoris Tak Stabil
Di Amerika serikat setiap tahun, 1 juta pasien di rawat di rumah sakit karena angina pek toris tak
stabil; dimana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat serangan infark jantung yang tidak fatal
atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis di tegak kan (Trisnohadi, 2006).
2.2.3 Patogenesis Penyakit
1. Ruptur plak
Ruptur plak arterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pektoris tak stabil, sehingga
tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelunya mempunyai
penyempitan yang mininal.
Dua pertiga dari pembuluh yang mengalami ruptur sebelumnya mempunyai penyempitan 50%
atau kurang, dan pada 97% pasien dengan angina tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari
70%. Plak arterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung
jaringan fibrotic (fibrotic cap).Plak tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak
dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan
dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang keretakan
timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim protease yang di hasilkan
makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak (fibrous cap).
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi
terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan
elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100% dan hanya menimbulkan
stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil (Trisnohadi, 2006).
2. Trombosis dan agregasi trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar terjadinya angina tak
stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu di sebabkan karena interaksi yang terjadi
antara lemak, sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan
ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan
berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan
pembentukan trombin dan fibrin (Trisnohadi, 2006).
3. Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil. Di perkirakan
ada disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan dalam
perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir
seperti pada angina prinzmetal juga menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme sering kali
terjadi pada plak yang tak stabil dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus (Trisnohadi,
2006).
4. Erosi pada plak tanpa ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat di sebabkan karena terjadinya proliferasi dan migrasi dari
otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk dari lesi karena
bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan
keluhan iskemia (Trisnohadi, 2006).
2.2.4 Diagnosis Dan Pemeriksaan Penunjang
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang bertambah
dari biasa. Nyeri dada pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada
waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan
sesak nafas, mual sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan
fisik sering kali tidak ada yang khas.
Pemeriksaan penunjang
• Elektrokardiografi (EKG)
• Pemeriksan laboratorium
Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah di terima sebagai pertanda paling
penting.
2.2.5 Penatalaksanaan Angina Pektoris Tak Stabil
Tindakan umum
Pasien perlu perawatan di rumah sakit sebaiknya di unit intensif koroner, pasien perlu di
istirahatkan (bed rest), di beri penenang dan oksigen; pemberian morfin
Universitas Sumatera Utara
atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan nyeri dada walaupun sudah mendapat
nitrogliserin (Trisnohadi, 2006).
Terapi medikamentosa
• Obat anti iskemia
• Nitrat, penyekat beta, antagonis kalsium.
• Obat anti agregasi trombosit
• Aspirin, tiklodipin, klopidogrel, inhibitor glikoprotein IIb/ IIIa
• Obat anti trombin
• Unfractionnated Heparin , low molecular weight heparin
• Direct trombin inhibitors
Tindakan revaskularisasi pembuluh darah
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemia berat, dan refrakter
dengan terapi medikamentosa.
Pada pasien dengan penyempitan di left main atau penyempitan pada 3 pembuluh darah, bila di
sertai faal ventrikel kiri yang kurang, tindakan operasi bypass (CABG) dapat memperbaiki
harapan, kualitas hidup dan mengurangi resiko kembalinya ke rumah sakit. Pada tindakan bedah
darurat mortalitas dan morbiditas lebih buruk daripada bedah elektif.
Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan penyempitan pada satu atau dua
pembuluh darah atau bila ada kontra indikasi pembedahan, PCI merupakan pilihan utama.
Pada angina tak stabil perlunya dilakukan tindakan invasif dini atau konservatif tergantung dari
stratifikasi risiko pasien; pada resiko tinggi, seperti angina terus-menerus, adanya depresi
segmen ST, kadar troponin meningkat, faal ventrikel yang buruk, adanya gangguan irama
jantung seperti takikardi ventrikel, perlu tindakan invasif dini (Trisnohadi, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2.3 Infark Miokard Dengan Elevasi ST (STEMI)
Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis miokardium akibat iskemia
total. MI akut yang dikenal sebagai ―serangan jantung‖, merupakan penyebab tunggal tersering
kematian diindustri dan merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju
(Kumar, 2007).
2.3.1 Epidemiologi STEMI
Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Laju
mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi
sebelum pasien mencapai rumah sakit. Angka kejadian NSTEMI lebih sering di bandingkan
dengan STEMI (Bassand, 2007).
2.3.2 Patofisiologi STEMI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat
yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak
kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injury vaskular, dimana injury ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok,hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau
ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus
mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis
menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis
dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin
rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap
terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, efinefrin, serotonin)
memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboxan A2
(vasokontriktor lokal yang poten). Selain aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi
reseptor glikoprotein IIb/IIIa.
Universitas Sumatera Utara
Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen
asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan
fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang
berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelets dan agregasi.
Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII
dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian
mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami
oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI
dapat juga disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan
berbagai penyakit inflamasi sistemik (Alwi, 2006).
2.3.3 Diagnosis Dan Pemeriksaan
Pada anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana kriteria nyeri dada yang di alami
pasien, sifat nyeri dada pada pasien STEMI merupakan nyeri dada tipikal (angina). Faktor resiko
seperti hipertensi,diabetes melitus, dislipidemia, merokok, serta riwayat penyakit jantung
koroner di keluarga (Alwi, 2006).
Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas
fisik berat, stress, emosi, atau penyakit medis lain yang menyertai. Walaupun STEMI bisa terjadi
sepanjang hari atau malam, tetapi variasi sirkadian di laporkan dapat terjadi pada pagi hari dalam
beberapa jam setelah bangun tidur.
Pada pemeriksaan fisik di dapati pasien gelisah dan tidak bisa istirahat. Seringkali ektremitas
pucat di sertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat
di curigai kuat adanya STEMI. Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3
gallop, penurunan intensitas jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat
ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara (Alwi, 2006).
Selain itu diagnosis STEMI ditegakan melalui gambaran EKG adanya elevasi ST kurang lebih
2mm, minimal pada dua sadapan prekordial yang berdampingan atau kurang lebih 1mm pada 2
sadapan ektremitas. Pemeriksaan
Universitas Sumatera Utara
enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis (Alwi, 2006).
2.3.4 Penatalaksanaan STEMI
Tatalaksana di rumah sakit
ICCU; Aktivitas, Pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama. Diet, karena resiko muntah dan
aspirasi segera setelah infark miokard, pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut
dalam 4-12 jam pertama. Diet mencakup lemak < 30% kalori total dan kandungan kolesterol
<300mg/hari. Menu harus diperkaya serat, kalium, magnesium, dan rendah natrium.
Bowels, istirahat di tempat tidur. Penggunaan narkotik sering menyebabkan efek konstipasi
sehingga di anjurkan penggunaan pencahar ringan secara rutin.
Sedasi, pasien memerlukan sedasi selama perawatan, untuk mempertahankan periode inaktivasi
dengan penenang (Alwi, 2006).
Terapi farmakologis
• Fibrinolitik
• Antitrombotik
• Inhibitor ACE
• Beta-Blocker
2.4 Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST (NSTEMI)
2.4.1 Epidemiologi NSTEMI
Gejala yang paling sering di keluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala yang
paling sering di dapatkan pada pasien yang datang ke IGD , di perkirakan 5,3 juta kunjungan /
tahun. Kira-kira 1/3 darinya di sebabkan oleh unstable angina / NSTEMI, dan merupakan
penyebab tersering kunjungan ke rumah sakit pada penyakit jantung. Angka kunjungan untuk
pasien unstable angina / NSTEMI semakin meningkat sementara angka STEMI menurun
(Sjaharuddin, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Patofisiologi
NSTEMI dapat di sebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan
oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut
atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner di awali dengan adanya
ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar,
densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang
tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan
proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat di jumpai sel makrofag
dan limfosit T yang menunjukan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin
proinflamasi seperti TNF α, dan IL-6. selanjutnya IL-6 kan merangsang pengeluaran hsCRP di
hati (Sjaharuddin, 2006).
2.4.3 Diagnosis Dan Pemeriksaan NSTEMI
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di epigastrium dengan ciri seperti di
peras, perasaan seperti di ikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul,rasa penuh, berat atau tertekan,
menjadi persentasi gejala yang sering di temukan pada penderita NSTEMI. Gejala tidak khas
seperti dispnea, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher
juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.
Gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal penting yang
menentukan resiko pada pasien.
Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard yang lebih di sukai, karena
lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CK-MB. Pada pasien dengan
infark miokard akut, peningkatan awal troponin pada daerah perifer setelah 3-4 jamdan dapat
menetap sampai 2 minggu (Sjaharuddin, 2006).
2.4.4 Penatalaksanaan NSTEMI
Pasien NSTEMI harus istirahat ditempat tidur dengan pemantauan EKG untuk deviasi segmen
ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi harus dipertimbangkan pada setiap pasien
NSTEMI yaitu:
• Terapi antiiskemia
Universitas Sumatera Utara
• Terapi anti platelet/antikoagulan
• Terapi invasif (kateterisasi dini/ revaskularisasi)
• Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS.
2.5. Komplikasi Sindroma Koroner Akut
1. Syok Kardiogenik
2. Aritmia Malignant
3. Gagal Jantung
4. Mechanical ruptur, MR akut, VSD
5. Gangguan Hantaran
Diagnnosis ACS
Berbagai cara telah digunakan untuk mengenali adanya PJK, mulai dari teknik non invasif
seperti elektrokardiografi (EKG) sampai pemeriksaan invasive seperti arteriografi koroner.8
Gambaran EKG abnormal terdapat di penderita IMA dengan ditemukannya ketinggian
(elevasi) segmen ST dan adanya gelombang Q. Namun demikian, ketinggian (elevasi)
segmen ST dapat juga ditemukan di perikarditis, repolarisasi cepat yang normal, dan
aneurisma ventrikel kiri.1,2,3,4
Rekaman listrik jantung merupakan langkah diagnosis awal yang membedakan kedua
kelompok sindrom koroner akut yang mempunyai pendekatan terapi berbeda. Jika terjadi
peningkatan segmen ST, artinya terjadi infark miokard yang merupakan indikasi untuk
reperfusi segera. Pasien dengan peningkatan segmen ST biasanya mempunyai oklusi koroner
komplit pada angiografi, dan banyak dari pasien-pasien ini akhirnya menjadi infark miokard
gelombang Q, sedangkan pasien-pasien sindrom koroner akut tanpa peningkatan segmen ST
merepresentasikan suatu kelompok oklusi koroner trombotik subtotal atau intermiten, dan kebanyakan akan mengalami angina tidak stabil, dan
berdasarkan kenaikan enzim jantung (CK-MB) dapat menjadi infark miokard tanpa
gelombang Q. 1,2,3,4
Berdasarkan terminologi baru sindrom koroner akut tanpa peningkatan segmen ST,
diperlukan marker biokimiawi troponin untuk pengelompokan lebih lanjut. Jika konsentrasi
enzim jantung atau troponin meningkat, artinya terjadi kerusakan sel yang irreversibel dan
kelompok pasien ini dapat dianggap mempunyai infark miokard sebagaimana definisi WHO.
Pedoman American College of Cardiology / American Heart Association (ACC/AHA)
menggunakan terminologi infark miokard dengan peningkatan segmen ST dan tanpa
peningkatan segmen ST, menggantikan terminologi infark miokard gelombang Q dan tanpa
gelombang Q yang kurang bermanfaat dalam perencanaan penalaksanaan segera. 4
Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain dengan menggunakan test enzim
jantung, seperti: kreatin-kinase (CK), kreatin-kinase MB (CKMB) dan laktat dehidrogenase
(LDH).11,12 Berbagai penelitian penggunaan test kadar serum Troponin T (cTnT) dalam
mengenali kerusakan miokardium akhir-akhir ini telah dipublikasikan.5
cTnT adalah struktur protein serabut otot serat melintang yang merupakan subunit troponin
yang penting, terdiri dari dua miofilamen. Yaitu filament tebal terdiri dari miosin, dan
filamen tipis terdiri dari aktin, tropomiosin dan troponin. Kompleks troponin yang terdiri
atas: troponin T, troponin I, dan troponin C. cTnT merupakan fragmen ikatan tropomiosin.
cTnT ditemukan di otot jantung dan otot skelet, kadar serum protein ini meningkat di
penderita IMA segera setelah 3 sampai 4 jam mulai serangan nyeri dada dan menetap sampai
1 sampai 2 minggu.5
Bila penderita yang tidak disertai perubahan EKG yang karakteristik ditemui cTnT positif,
hal tersebut merupakan risiko serius yang terjadi dan terkait koroner. Dengan demikian cTnT
dapat digunakan sebagai kriteria dalam menentukan keputusan terapi.5
Enzim jantung antara lain: CK dan CK-MB biasanya mulai meningkat 6 sampai 10 jam
setelah kerusakan sel miokardium. Puncaknya 14 sampai 36 jam dan kembali normal setelah
48 sampai 72 jam. Di samping CK, CK-MB, aktivitas LDH muncul dan turun lebih lambat
melampaui kadar normal dalam 36 sampai 48 jam setelah serangan IMA, yang mencapai
puncaknya 4 sampai 7 hari dan kembali normal 8–14 hari setelah infark.5
Pengidentifikasian penderita nyeri dada yang diduga IMA atau minor myocardial damage
(MMD) masih merupakan masalah sehari-hari. Perbedaan antara MMD dan sindroma non
kardio juga masih merupakan masalah yang tentunya berdampak pada siasat pengobatan
untuk masing-masing penderita.
Pengujian yang digunakan saat ini dengan mengukur enzim jantung seperti yang disebut di
atas, pada sejumlah kasus masih membuat diagnosis yang tidak jelas. Penderita masuk RS
(Gawat darurat) dengan nyeri dada kadang sudah disertai dengan komplikasi, sehingga awal
kerusakan miokardium tidak diketahui. Gabungan petanda IMA misalnya CK-MB dan
Troponin T adalah yang paling efektif bila awal kerusakan miokardium tidak diketahui.4
Menurut American Collage of Cardiology (ACC) kriteria untuk IMA ialah terdapat
peningkatan nilai enzim jantung (CK-MB) atau troponin I atau Troponin T dengan gejala dan
adanya perubahan EKG yang diduga iskemia. Kriteria World Health Organization (WHO)
diagnosis IMA dapat ditentukan antara lain dengan: 2 dari 3 kriteria yang harus dipenuhi,
yaitu riwayat nyeri dada dan penjalarannya yang berkepanjangan (lebih dari 30 menit),
perubahan EKG, serta peningkatan aktivitas enzim jantung. 5
Sesuai dengan cara mendiagnosis IMA, ada 3 komponen yang harus ditemukan, yakni: (1)
Sakit dada, berupa APTS; (2) Perubahan EKG, berupa gambaran STEMI/NSTEMI dengan
atau tanpa gelombang Q patologik; (3) Peningkatan enzim jantung (paling sedikit 1,5 kali
nilai batas atas normal), terutana CKMB dan troponin-T /I, dimana troponin lebih spesifik
untuk nekrosis miokard. Nilai normal troponin ialah 0,1–0,2 ng/dl, dan dianggap positif bila
> 0,2 ng/dl. 4
Troponin T/I mulai meningkatkan kadarnya pada 3 jam dari permulaan sakit dada IMA dan
menetap 7–10 hari setelah IMA 18. Troponin T/I mempunyai sensitivitas dan spesifisitas
tinggi sebagai petanda kerusakan sel miokard dan prognosis. Di Eropa sudah menjadi
pedoman untuk diagnosis maupun terapi agresif sampai dengan intervensi 1,20. Penelitian
PRISM juga menggunakan standar troponin-T/I pada pasien SKA risiko tinggi yang dicoba
dengan tirofiban (GPIIb/IIIa-I) 4
Pada sakit dada, apakah ruptur plak akan menyebabkan tanpa gejala, APTS,
NSTEMI/STEMI, atau mati (jantung) mendadak tergantung pada: dalamnya ruptur, miliu
trombolitik, dan sirkulasi kolateral. 1,2,5
APTS dan NSTEMI adalah akibat oklusi total, sementara pembuluh koroner dengan reperfusi
spontan, sedangkan STEMI akibat dari oklusi trombotik yang menetap 4. Sebanyak 30–40%
SKA terjadi tanpa gejala yang dapat disadari pasien bahwa ia mempunyai penyakit jantung
iskemik ( PJI ) 1,2,3,4
Menifestasi klinik disrupsi plak tergantung pada derajat, lokasi, lamanya iskemi miokard, dan
cepatnya pembentukan trombi serta vasokonstriksi sekitar plak 1,2,3,4
Penanganan SKA
Oklusi total yang terjadi lebih dari 4–6 jam pada arteri koroner akan menyebabkan nekrosis
miokard yang irreversibel, dengan gambaran Q-MCI Namun, dengan terapi reperfusi yang
cepat dan adekuat dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas 1,5,6
Dalam menangani SKA dapat dibagi menjadi:
1. Fase sebelum masuk rumah sakit (prehospital stage), yang kemungkinan tanpa
komplikasi atau sudah ada komplikasi, harus diperhatikan dengan seksama.
2. Fase masuk rumah sakit (hospital stage) yang dimulai di Instalasi Gawat Darurat (IGD)
dengan tujuan terapi untuk: pencegahan terjadinya IMA, pembatasan luasnya infark, dan
pemeliharaan fungsi jantung (miokard). 1,5,6
Kemudian dilanjutkan perawatan di ruang intensif kardiovaskular (RIK), dengan lebih lanjut
memperhatikan sasaran terapi berupa: (1) pencapaian secara komplit dan cepat reperfusi
aliran darah daerah infark; dan (2) menurunkan risiko berulannya IMA dengan berbagai
terapi medikamentosa 1,5,6
Sebelum menindaklanjuti pengobatan SKA, Braunwald membagi klasifikasi APTS menjadi :
1. Berat – ringannya SKA
o Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada
waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.
o Kelas II: Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu
istirahat.
o Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.
2. Klinis
o Klas A: Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti anemia, infeksi,
demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan hipoksia karena gagal napas.
o Kelas B: Primer.
o Klas C: Setelah infark (dalam 2 minggu IMA).
3. Intensitas terapi
o Belum pernah diobati.
o Dengan anti angina (penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis kalsium )
o Antiangina dan nitrogliserin intravena.
Tahap Awal dan Cepat Pengobatan Pasien SKA
1. Oksigenasi
Langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan oksigen pada miokard
yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya ST-elevasi. Ini dilakukan sampai dengan
pasien stabil dengan level oksigen 2–3 liter/menit secara kanul hidung. 1,5,6
2. Nitrogliserin (NTG)
Digunakan pada pasien yang tidak hipotensi. Mula-mula secara sublingual (SL) (0,3 – 0,6 mg
), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG setiap 5 menit dilanjutkan
dengan drip intravena 5–10 ug/menit (jangan lebih 200 ug/menit ) dan tekanan darah sistolik
jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah memperbaiki pengiriman oksigen ke
miokard; menurunkan kebutuhan oksigen di miokard; menurunkan beban awal (preload)
sehingga mengubah tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri koroner besar dan
memperbaiki aliran kolateral; serta menghambat agregasi platelet (masih menjadi
pertanyaan). 1,5,6
3. Morphine
Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan; mengurangi rasa sakit
akibat iskemia; meningkatkan venous capacitance; menurunkan tahanan pembuluh sistemik;
serta nadi menurun dan tekanan darah juga menurun, sehingga preload dan after load
menurun, beban miokard berkurang, pasien tenang tidak kesakitan. Dosis 2 – 4 mg intravena
sambil memperhatikan efek samping mual, bradikardi, dan depresi pernapasan 1,5,6
4. Aspirin
Harus diberikan kepada semua pasien SKA jika tidak ada kontraindikasi (ulkus gaster, asma
bronkial) . Efeknya ialah menghambat siklooksigenase –1 dalam platelet dan mencegah
pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal tersebut menyebabkan agregasi platelet dan
konstriksi arterial 1,5,6
Penelitian ISIS-2 (International Study of Infarct Survival) menyatakan bahwa Aspirin
menurunkan mortalitas sebanyak 19%, sedangkan ―The Antiplatelet Trialists Colaboration‖
melaporkan adanya penurunan kejadian vaskular IMA risiko tinggi dari 14% menjadi 10%
dan nonfatal IMA sebesar 30% 1,5,6
Dosis yang dianjurkan ialah 160–325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik ―chewable‖ dari
pada tablet, terutama pada stadium awal. Aspirin suppositoria (325 mg) dapat diberikan pada
pasien yang mual atau muntah. Aspirin boleh diberikan bersama atau setelah pemberian
GPIIb/IIIa-I atau UFH (unfractioned heparin). Ternyata efektif dalam menurunkan kematian,
infark miokard, dan berulangnya angina pectoris 1,5,6
5. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine
Derivat tinopiridin ini menghambat agregasi platelet, memperpanjang waktu perdarahan, dan
menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP (adenosine diphosphate)
pada reseptor platelet., sehingga menurunkan kejadian iskemi.
Ticlopidin bermakna dalam menurunkan 46% kematian vaskular dan nonfatal infark
miokard. Dapat dikombinasi dengan Aspirin untuk prevensi trombosis dan iskemia berulang
pada pasien yang telah mengalami implantasi stent koroner. Pada pemasangan stent koroner
dapat memicu terjadinya trombosis, tetapi dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis
rendah (100 mg/hari) bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Colombo dkk. memperoleh hasil
yang baik dengan menurunnya risiko trombosis tersebut dari 4,5% menjadi 1,3%, dan
menurunnya komplikasi perdarahan dari 10–16% menjadi 0,2–5,5%21. Namun, perlu
diamati efek samping netropenia dan trombositopenia (meskipun jarang) sampai dengan
dapat terjadi purpura trombotik trombositopenia sehingga perlu evaluasi hitung sel darah
lengkap pada minggu II – III. 1,5,6
Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin, namun
tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih rendah komplikasi gastrointestinalnya bila
dibanding Aspirin, meskipun tidak terlepas dari adanya risiko perdarahan. Didapatkan setiap
1.000 pasien SKA yang diberikan Clopidogrel, 6 orang membutuhkan tranfusi darah.
Clopidogrel 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi sebagai antiplatelet
agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40–60% inhibisi dicapai dalam 3–7 hari .
1,5,6
Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of Ischemic Events )
menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih efektif daripada ASA untuk
pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke) pada aterosklerosis (Product
Monograph New Plavix). 1,5,6
Penanganan SKA Lebih Lanjut
1. Heparin
Obat ini sudah mulai ditinggalkan karena ada preparat-preparat baru yang lebih aman (tanpa
efek samping trombositopenia) dan lebih mudah pemantauannya (tanpa aPTT). Heparin
mempunyai efek menghambat tidak langsung pada pembentukan trombin, namun dapat
merangsang aktivasi platelet. Dosis UFH yang dianjurkan terakhir (1999) ialah 60 ug/kg
bolus, dilanjutkan dengan infus 12 ug/kg/jam maksimum bolus , yaitu 4.000 ug/kg, dan infus
1.000 ug/jam untuk pasien dengan berat badan < 70 kg 1,5,6
2. Low Molecular Heparin Weight Heparin ( LMWH)
Diberikan pada APTS atau NSTEMI dengan risiko tinggi. LMWH mempunyai kelebihan
dibanding dengan UFH, yaitu mempunyai waktu paruh lebih lama; high bioavailability; dose
– independent clearance; mempunyai tahanan yang tinggi untuk menghambat aktivasi
platelet; tidak mengaktivasi platelet; menurunkan faktor von Willebrand; kejadian
trombositopenia sangat rendah; tidak perlu pemantauan aPTT ; rasio antifaktor Xa / IIa lebih
tinggi; lebih banyak menghambat alur faktor jaringan; dan lebih besar efek hambatan dalam
pembentukan trombi dan aktivitasnya 1,5,6
Termasuk dalam preparat ini ialah Dalteparin, Enoxaparin, dan Fraxi-parin. Dosis Fraxiparin
untuk APTS dan NQMCI: 86 iu antiXa/kg intravena bersama Aspirin (maksimum 325 mg)
kemudian 85 iu antiXa/kg subkutan selama 6 hari : 2 x tiap 12 jam (Technical Brochure of
Fraxiparin . Sanofi – Synthelabo).
3. Warfarin
Antikoagulan peroral dapat diberikan dengan pemikiran bahwa pengobatan jangka panjang
dapat memperoleh efek antikoagulan secara dini. Tak ada perbedaan antara pemberian
Warfarin plus Aspirin dengan Aspirin saja (CHAMP Study, CARS Trial) sehingga tak
dianjurkan pemberian kombinasi Warfarin dengan Asparin 1,5,6
4. Glycoprotein IIb/IIIa Inhibitor (GPIIb/IIIa-I)
Obat ini perlu diberikan pada NSTEMI SKA dengan risiko tinggi, terutama hubungannya
dengan intervensi koroner perkutan (IKP). Pada STEMI , bila diberikan bersama trombolitik
akan meningkatkan efek reperfusi (studi GUSTO V dan ASSENT-3). GUSTO V
membandingkan Reteplase dengan Reteplase dan Abciximab (GPIIb/IIIa-I) pada IMA,
sedangkan ASSENT–3 membandingkan antara Tenecteplase kombinasi dengan Enoxaparin
atau Abciximab dengan Tenecteplase kombinasi UFH pada IMA , yang ternyata tak ada
perbedaan pada mortalitas 1,5,6,7
Efek GPIIb/IIIa-I ialah menghambat agregasi platelet tersebut dan cukup kuat terhadap
semua tipe stimulan seperti trombin, ADP, kolagen, dan serotonin 17. Ada 3 perparat, yaitu
Abciximab, Tirofiban, dan Eptifibatide yang diberikan secara intravena. Ada juga secara
peroral, yakni Orbofiban, Sibrafiban, dan Ximilofiban. GPIIb/IIIa-I secara intravena jelas
menurunkan kejadian koroner dengan segera, namun pemberian peroral jangka lama tidak
menguntungkan, bahkan dapat meningkatkan mortalitas 1,5,6,7
Secara invitro, obat ini lebih kuat daripada Aspirin 3,22 dan dapat digunakan untuk
mengurangi akibat disrupsi plak pada tindakan IKP1,25,26. Banyak penelitian besar telah
dilakukan, baik GPIIb/IIIa-I sendiri maupun kombinasi dengan Aspirin, Heparin, maupun
pada saat tindakan angioplasti dengan hasil cukup baik. Namun, tetap perlu diamati
komplikasi perdarahannya dengan menghitung jumlah platelet (trombositopenia) meskipun
ditemukan tidak serius. Disebut trombositopenia berat bila jumlah platelet < 50.000 ml
1,5,6,7
Dasgupta dkk. (2000) meneliti efek trombositopenia yang terjadi pada Abciximab tetapi tidak
terjadi pada Eptifibatide atau Tirofiban dengan sebab yang belum jelas. Diduga karena
Abciximab menyebabkan respons antibodi yang merangsang kombinasi platelet meningkat
dan menyokong terjadinya trombositopenia 1,5,6,7
Penelitian TARGET menunjukkan superioritas Abciximab dibanding Agrastat dan tidak ada
perbedaan antara intergillin dengan derivat yang lain. Penelitian ESPRIT memprogram untuk
persiapan IKP, ternyata hanya nenguntungkan pada grup APTS 1,5,6,7
5. Direct Trombin Inhibitors
Hirudin, yaitu suatu antikoagulan yang berisi 65 asam amino polipeptida yang mengikat
langsung trombin. GUSTO IIb telah mencoba terapi terhadap 12.142 pasien APTS/NSTEMI
dan STEMI, namun tidak menunjukan perbedaan yang bermakna terhadap mortalitas 1,5,6,7
6. Trombolitik
Dengan trombolitik pada STEMI dan left bundle branch block (LBBB) baru, dapat
menurunkan mortalitas dalam waktu pendek sebesar 18% 29, namun tidak menguntungkan
bagi kasus APTS dan NSTEMI 3. Walaupun tissue plasminogen activator (t-PA) kombinasi
dengan Aspirin dan dosis penuh UFH adalah superior dari Streptokinase, hanya 54% pasien
mencapai aliran normal pada daerah infark selama 90 menit 30,31,32,33. Trombolitik terbaru
yang diharapkan dapat memperbaiki patensi arteri koroner dan mortalitas ialah Reteplase (rPA) dan Tenecteplase (TNK-t-PA), karena mempunyai waktu paruh lebih panjang daripada
t-PA. Namun, ada 2 penelitian besar membandingkan t-PA dengan r-PA plus TNK-t-PA,
namun ternyata tidak ada perbedaan dan risiko perdarahannya sama saja 1,5,6,7
7. Obat-obat Lain 1,5,6,7
Penghambat Beta Andrenergik
Efeknya ialah menurunkan frekuensi debar jantung sehingga menyebabkan waktu diastolik
lebih lama; menurunkan kontraktilitas miokard dan beban jantung; menghambat stimulasi
katekolamin; serta menurunkan pemakaian oksigen miokard.
Obat ini baik untuk APTS / NSTEMI dan dapat menurunkan luasnya infark, reinfark, serta
mortalitas. Tetapi ingat kontraindikasinya, seperti bradikardi, blok AV, asma bronkial, atau
edema paru akut .
Antagonis Kalsium
Intercep Study tidak melihat penurunan mortalitas dengan obat tersebut 4, namun dapat
digunakan pada APTS/NSTEMI jika ada kontraindikasi penghambat Beta adrenergik.
Diltiazem jangan diberikan pada disfungsi ventrikel kiri dan atau gagal jantung kongestif
(GJK) 1,5,6,7
Penghambat Enzim Konversi Angiotensin 1,5,6,7
Boleh diberikan pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi 75 tahun), sebab
risiko kematian cukup tinggi dengan trombolitik 1,5,6,7
Download