PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI KOMUNIKASI FATIS DALAM WACANA KONSULTATIF PEMBIMBINGAN SKRIPSI PADA PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2015/2016 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Oleh: Agnes Wiga Rimawati NIM. 121224032 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI HALAMAN PERSEMBAHAN Karya ini saya persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria, Santo Yosef, dan Santa Agnes yang senantiasa memberikan berkat yang berlimpah kepada saya dalam setiap proses kehidupan yang telah saya lalui hingga saat ini. Kedua orang tua saya, Anastasius Wagirin dan Christina Winarni yang selalu memberikan dukungan dalam bentuk doa dan kasih sayang kepada saya. Adik saya tercinta Margaretha Aufrida Putranti yang selalu memberikan keceriaan dan semangat kepada saya agar terus berjuang dalam keadaan apapun. Teman sepayung saya, Dewi, Markus, Alfon, dan Citra yang selalu memberikan waktu, tenaga, dan pikiran untuk bekerja, berdiskusi, dan bercanda bersama yang luar biasa. Kekasih tercinta, Andronikus Kresna Dewantara yang tak pernah bosan untuk mengingatkan dan mendukung saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Teman-teman PBSI 2012 khususnya kelas A yang sangat saya cintai. iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI MOTTO Kalau kamu tidak melakukannya sekarang kapan lagi? Kalau bukan kamu yang memulai siapa lagi? (Agnes Wiga Rimawati) Hidup ini seperti seseorang naik sepeda, untuk menjaga keseimbangan, anda harus tetap bergerak (Albert Einstein) Hiduplah seperti pohon kayu yang lebaat buahnya, hidup di tepi jalan dan dilempari dengan batu, tetapi membalasnya dengan buah (Abu Bakar Sibli) v PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRAK Rimawati, Agnes Wiga. 2016. Komunikasi Fatis dalam Wacana Konsultatif Pembimbingan Skripsi pada Program Studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Semester Genap Tahun Akademik 2015/2016. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD. Penelitian ini membahas komunikasi fatis dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada program studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakartasemester genap tahun akademik 2015/2016. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan wujud kefatisan dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi, dan (2) mendeskripsikan makna pragmatik kefatisan dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah tuturan dosen dan mahasiswa pada program studi Sastra Indonesia Univeritas Sanata Dharma Yogyakarta semester genap tahun akademik 2015/2016, dengan data berupa tuturan yang di dalamnya terdapat kefatisan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara (konfirmasi kepada informan) dengan bekal teori komunikasi fatis. Metode pengumpulan data menggunakan metode simak dengan teknik sadap dan diikuti dengan teknik lanjutan yang berupa teknik catat. Analisis data menggunakan metode padan ekstralingual untuk menganalisis unsur yang bersifat ekstralingual, yaitu menghubungkan masalah bahasa dengan hal yang berada di luar bahasa. Simpulan dari penelitian ini adalah (1) wujud kefatisan dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada program studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester genap tahun akademik 2015/2016 yang didasarkan pada subkategori acknowledgements (menerima, mengundang, menolak, terima kasih, salam, selamat, dan meminta maaf) terbagi atas tuturan fatis murni, basa-basi murni, dan basa-basi polar. (2) Makna pragmatik tuturan fatis yang dihasilkan dari penelitian ini terbagi dalam 7 subkategori acknowledgements, yaitu menerima, menolak, mengundang, salam, terima kasih, selamat, dan berduka cita, untuk menjaga agar percakapan tetap berlangsung, menarik perhatian lawan bicaaranya, memulai dan mengakhiri percakapan, memecah kesenyapan, menciptakan keharmonisan dan perasaaan nyaman, mengungkapkan kesopanan atau kesantunan, dan menyampaikan pesan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan pengetahuan mengenai komunikasi fatis antara dosen dan mahasiswa. Komunikasi fatis yang digunakan oleh dosen dan mahasiswa pada pembimbingan skripsi untuk memulai pembicaraan, mempertahankan komunikasi, dan menyampaikan informasi dengan melibatkan fungsi sosialnya. Kata kunci: komunikasi fatis, acknowledgements, penanda linguistik, makna kefatisan viii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRACT Rimawati, Agnes Wiga. 2016. The Phatic Communication in Discourse Consultative Thesis Mentoring in Indonesian Literature Department in the Academic Year 2015/2016, Sanata Dharma University. Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD. This research describes the phatic communication in discourse consultative thesis mentoring in Indonesian Literature Department in the academic year 2015/2016 Sanata Dharma University. The objectives of this research are to (1) describe the form of phatic communication in the discourse consultative thesis mentoring and (2) describe the phatic pragmatic meanings in the discourse consultative thesis mentoring. This research is categorized into descriptive qualitative research. The data sources of this research was gained from the lecturers and the students of Indonesian Literature Department in the second semester in the academic year 2015/2016 Sanata Dharma University. In this research, the researcher used interview (confirmation to informant) as the instrument with the theory of phatic communication as the guidance. The gathered data are in the form of speeches which convey phatic communication. The data collection technique used in this research is observation method using tapping technique and then followed by writing technique which is the continuation technique applied in the research. The data are further analyzed using Metode Padan Ekstralingual to analyze the ekstralingual elements, which is connecting the language problems with things beyond the language. In this research, it can be concluded that (1) the form of phatic communication in discourse consultative thesis mentoring in Indonesian Literature Department in the second semester in the academic year 2015/2016 Sanata Dharma University which is based on acknowledgements subcategory (accepting, inviting, rejecting, thanking, greeting, congratulating, and apologizing) are divided into several parts, which are pure phatic utterances, pure pleasantries and polar pleasantries. (2) The pragmatic signification in the phatic utterances which are resulted from this research is divided into seven acknowledgment subcategories, which are accepting, rejecting, inviting, greeting, showing gratitude, congratulating, showing condolences, keeping the conversation going, attracting the interlocutors, beginning and ending the conversation, breaking the silence, creating harmony and comfort, expressing politeness or courtesy and delivering messages. This research is expected to be able to provide some contributions and knowledge related to the phatic communication among the lecturers and the students. The phatic communication is used by the lecturers and the students in their thesis mentoring to start the conversation, keep the conversation going on, delivering information by involving the social functions. Keywords: phatic communication, acknowledgment, linguistic marks, phatic meanings ix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yesus yang senantiasa memberi berkat dan karunia, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Komunikasi Fatis dalam Wacana Konsultatif Pembimbingan Skripsi pada Program Studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Semester Genap Tahun Akademik 2015/2016”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan studi dalam kurikulum Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia (PBSI), Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni (JPBS), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini berhasil diselesaikan karena bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. 2. Dr. Yuliana Setyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang telah memberikan banyak dukungan, pendamping, saran, dan nasihat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., sebagai dosen pembimbing yang dengan bijaksana, sabar, memotivasi dan memberikan berbagai masukan yang sangat berharga bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Seluruh dosen Prodi PBSI yang dengan penuh dedikasi mendidik, mengarahkan, membimbing, membagi ilmu pengetahuan, memberikan dukungan, dan bantuan kepada penulis dari awal perkuliahan sampai selesai. 5. Robertus Marsidiq, selaku karyawan sekretariat Prodi PBSI yang dengan sabar memberikan pelayanan administrative kepada penulis dalam menyelesaikan berbagai urusan administrasi. x PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6. Dosen Program Studi Sastra Indonesia dan mahasiswa Prodi Sastra Indonesia yang telah membantu dan bersedia menjadi narasumber dalam skripsi ini. 7. Teman-teman sepayung dan teman-teman lain yang selalu mendukung dan memberi semangat dan doa kepada saya yaitu: Dewi Yulianti, Markus Jalu Vianugrah, Alfonsus Novendi, Citra Astutiningsih. 8. Seluruh teman-teman PBSI 2012 khususnya kelas A yang telah berdinamika bersama selama menjalani perkuliahan di PBSI. 9. Semua pihak yang belum disebutkan yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak sekali kekurnagan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan memberikan inspirasi bagi penelitian selanjutnya. Yogyakarta, 1 Agustus 2016 Penulis Agnes Wiga Rimawati xi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................ii HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................iii HALAMAN PERSEMBAHAN ..............................................................................iv HALAMAN MOTTO ..............................................................................................v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................................................vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...................................................vii ABSTRAK ................................................................................................................viii ABSTRACT ...............................................................................................................ix KATA PENGANTAR..............................................................................................x DAFTAR ISI.............................................................................................................xii BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1 1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................5 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................................5 1.4 Manfaat Penelitian ...............................................................................................6 1.5 Batasan Istilah ......................................................................................................7 1.6 Sistematika Penyajian ..........................................................................................8 BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................................9 2.1 Penelitian yang Relevan.......................................................................................9 2.2 Landasan Teori.....................................................................................................12 2.2.1 Pragmatik ....................................................................................................12 2.2.2 Fenomena Pragmatik...................................................................................15 2.2.2.1 Deiksis................................................................................................15 2.2.2.2 Praanggapan .......................................................................................16 2.2.2.3 Implikatur...........................................................................................16 2.2.2.4 Kesantunan Berbahasa .......................................................................19 2.2.2.5 Ketidaksantunan Berbahasa ...............................................................20 2.2.2.6 Kefatisan dalam Berbahasa ................................................................22 2.2.3 Konteks sebagai Penentu Makna Pragmatik ...............................................30 2.3 Kerangka Berpikir................................................................................................35 xii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB III METODE PENELITIAN .........................................................................36 3.1 Jenis Penelitian.....................................................................................................36 3.2 Data dan Sumber Data .........................................................................................37 3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data...............................................................38 3.4 Metode dan Teknik Analisis Data........................................................................39 3.5 Triangulasi Data ...................................................................................................41 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN........................................42 4.1 Deskripsi Data......................................................................................................42 4.2 Analisis Data ........................................................................................................51 4.2.1 Wujud Tuturan Fatis ...................................................................................51 4.2.1.1 Wujud Tuturan Fatis Subkategori Meminta Maaf .............................52 4.2.1.2 Wujud Tuturan Fatis Subkategori Menerima.....................................54 4.2.1.3 Wujud Tuturan Fatis Subkategori Menolak.......................................71 4.2.1.4 Wujud Tuturan Fatis Subkategori Mengundang ................................75 4.2.1.5 Wujud Tuturan Fatis Subkategori Selamat ........................................80 4.2.1.6 Wujud Tuturan Fatis Subkategori Salam ...........................................81 4.2.1.7 Wujud Tuturan Fatis Subkategori Terima Kasih ...............................83 4.2.2 Maksud Tuturan Fatis .................................................................................85 4.2.2.1 Maksud Tuturan Fatis Subkategori Meminta Maaf ...........................86 4.2.2.2 Maksud Tuturan Fatis Subkategori Menerima...................................87 4.2.2.3 Maksud Tuturan Fatis Subkategori Menolak.....................................98 4.2.2.4 Maksud Tuturan Fatis Subkategori Mengundang ..............................102 4.2.2.5 Maksud Tuturan Fatis Subkategori Selamat ......................................106 4.2.2.6 Maksud Tuturan Fatis Subaktegori Salam .........................................107 4.2.2.7 Maksud Tuturan Fatis Subaktegori Terima Kasih .............................108 4.3 Pembahasan..........................................................................................................110 BAB V PENUTUP....................................................................................................118 5.1 Kesimpulan ..........................................................................................................118 5.2 Saran.....................................................................................................................121 DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................123 LAMPIRAN..............................................................................................................125 DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................146 xiii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini akan memaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian. Paparan selengkapnya disampaikan berikut ini. 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang akan selalu melakukan kegiatan interaksi dengan orang lain. Interaksi yang terjalin antara satu orang dengan yang lainnya tidak akan tercapai jika penyampai pesan tidak dapat mengirimkan pesannya dengan baik. Sejalan dengan hal itu, maka diperlukan bahasa untuk menjembatani interaksi itu. Bahasa digunakan manusia untuk berkomunikasi. Komunikasi adalah kegiatan pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Dept. Pend. Nasional, 2008: 721). Saat berkomunikasi seseorang harus memperhatikan siapa lawan biacaranya, situasinya formal atau informal, publik atau pribadi, dan siapa yang ikut mendengarkan kata-kata tersebut, sehingga penutur bahasa bisa memilih kata yang tepat untuk diujarkan. Saat berkomunikasi seorang penutur biasanya tidak secara langsung mengungkapkan tujuan utamanya namun melalui pembukaan. Tujuannya untuk memelihara hubungan penutur dan lawan tutur yang biasa dikenal dengan istilah basa-basi. Basa-basi itu sejalan dengan fungsi fatis yaitu 1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2 untuk pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara pembicara dengan penyimak, jadi fungsi fatis ini sejajar dengan faktor kontak awal dalam komunikasi (Sudaryanto, 1990:12). Halliday (dalam Sudaryanto, 1990: 17) menyatakan fungsi fatis bisa diartikan dengan fungsi bahasa secara interpersonal yaitu berkaitan dengan peranan bahasa untuk membangun dan memelihara hubungan sosial, untuk pengungkapan peranan-peranan sosial, termasuk peranan komunikasi yang diciptakan oleh bahasa itu sendiri. Manusia memerlukan bahasa untuk berkomunikasi, karena melalui bahasa manusia dapat memahami maksud yang ingin disampaikan oleh seseorang. Bahasa yang digunakan manusia untuk berkomunikasi adalah bahasa verbal dan nonverbal. Dalam komunikasi verbal, bahasa yang digunakan penutur bersifat informatif. Namun, ada juga satu fungsi bahasa yang baru yaitu fungsi fatis. Fungsi fatis biasanya dilakukan dengan menggunakan ungkapan fatis. Ungkapan fatis ini tidak bertujuan untuk memberikan informasi seperti layaknya komunikasi verbal, namun hanya untuk menjaga hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur. Sebagian besar ungkapan fatis merupakan ciri ragam lisan yang pada umumnya adalah ragam non-standar. Komunikasi fatis selain sebagai fenomena sosial dan fenomena budaya, juga merupakan fenomena lingual. Menurut para ahli, fenomena lingual berfungsi sebagai alat indikator atau alat pembuktian sebuah tuturan yang tergolong dalam tuturan komunikasi fatis. Vladimir dalam “What is Phatic Communication” (2009) mengatakan bahwa upaya untuk menimbulkan rasa kesenangan saat berkomunikasi adalah dengan menggunakan apa yang disebut dengan komunikasi fatis (phatic PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3 communication). Komunikasi fatis yaitu suatu kondisi dimana komunikasi yang berlangsung tidak bertujuan untuk memperoleh suatu informasi yang berarti melainkan hanya untuk menimbulkan kesenangan antara pihak yang terliat di dalamnya semata. Komunikasi fatis mencakup seluruh ruang lingkup komunikasi, baik di sekolah, pasar, masyarakat, bahkan di kalangan akademis. Komunikasi fatis biasanya dilakukan melalui komunikasi verbal dan verbal. Bentuk komunikasi nonverbal adalah sentuhan di pundak atau di punggung lawan bicara juga dapat mengekspresikan gaya komunikasi fatis. Tubbs dan Sylvia (2009) mengatakan bahwa komunikasi fatis sangat berguna untuk mempertahankan kelangsungan hubungan sosial dalam keadaan yang baik dan menyenangkan. Hubungan yang baik dan menyenangkan ini sangat diperlukan bagi seseorang untuk mengembangkan kepribadiannya. Komunikasi fatis sangat lekat dengan pengaruh budaya masing-masing individu. Adanya perbedaan konteks komunikasi dalam keberagaman komunikasi antar budaya terkadang menjadikan komunikasi yang berjalan tidak efektif. Hal ini terjadi karena keberagaman budaya yang melatarbelakangi individu sangat berperan terhadap gaya komunikasi seseorang. Gaya komunikasi ini juga akan berpengaruh ketika individu berbaur pada saat menempuh pendidikan. Asumsi tersebut menghantarkan pada satu pemikiran bahwa komunikasi fatis dapat memunculkan komunikasi yang efektif dalam interaksi antara penutur dan mitra tutur, baik bersifat pribadi maupun kelompok. Komunikasi fatis sangat berperan penting dalam menentukan hubungan antarmanusia. Komunikasi fatis sangat dipengaruhi oleh adanya konteks yang dapat membangun situasi dan kondisi penutur maupun mitra tuturnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4 Komunikasi fatis tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat saja, namun juga dapat terjadi di kalangan akademis, dalam hal ini dosen dan mahasiswa. Penelitian ini akan mengungkap bagaimana seorang mahasiswa ketika akan melakukan bimbingan skripsi terlebih dahulu melakukan komunikasi fatis yang bertujuan untuk menciptakan suasana yang nyaman baik baik mahasiswa itu sendiri maupun dosen. Selain itu, komunikasi fatis yang terjadi antara dosen dan mahasiswa ini juga bertujuan untuk memudahkan mahasiswa dalam proses pembimbingan skripsi, karena dengan berkomunikasi fatis mahasiswa dapat mengetahui situasi dan kondisi yang akan terjadi. Peneliti mengambil topik tentang komunikasi fatis dalam proses pembimbingan skripsi ini karena penelitian yang terkait dengan komunikasi fatis masing sangat jarang diteliti dalam kajian pragmatik. Selain itu, peneliti juga melihat bahwa komunikasi fatis dapat terjadi dimana saja, maksudnya adalah komunikasi fatis tidak hanya terjadi dalam kehidupan sehari-hari saja namun komunikasi fatis juga dapat terjadi dalam proses pembimbingan skripsi di program studi manapun. Komunikasi fatis yang terjadi antara dosen dan mahasiswa pasti memiliki maksud dan tujuan tertentu. Oleh karena itu, penelitian tentang komunikasi fatis antara dosen dan mahasiswa pembimbingan skripsi ini sangat menarik untuk diteliti. dalam proses PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5 1.2 Rumusan Masalah Bedasarkan latar belakang masalah di atas, disusunlah dua rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apa sajakah wujud komunikasi fatis dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada Program Studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester genap tahun akademik 2015/2016? 2. Apa sajakah maksud/makna pragmatik dari setiap wujud komunikasi fatis dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada Program Studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester genap tahun akademik 2015/2016? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut : 1. Mendeskripsikan wujud komunikasi fatis dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada Program Studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester genap tahun akademik 2015/2016. 2. Mendeskripsikan maksud/makna pragmatik dari setiap wujud komunikasi fatis dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada Program Studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Yogyakarta semester genap tahun akademik 2015/2016. Dharma PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian komunikasi fatis antara dosen dan mahasiswa dalam proses pembimbingan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak yang memerlukan. Terdapat dua manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini, yaitu: 1. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat mendalami pengembangan pragmatik khususnya yang berkaitan dengan komunikasi fatis sebagai fenomena pragmatik. Penelitian ini dapat dikatakan memiliki manfaat teoritis karena memiliki teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli dengan memahaminya. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi atau acuan dalam melakukan kegiatan komunikasi antara penutur dan mitra tutur. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi dosen dan mahasiswa untuk membuka serta mempererat hubungan sosial dalam berkomunikasi. Demikian pula, penelitian ini dapat memberikan masukan kepada para praktisi terutama bagi dosen dan mahasiswa untuk mengetahui pentingnya komunikasi fatis dalam proses pembimbingan skripsi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7 1.5 Batasan Istilah Batasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini tentu saja tidak lepas dari teori komunikasi fatis dan teori lain yang mendukung dalam penelitian ini. Maka peneliti memberikan batasan istilah sebagai berikut: 1. Pragmatik Yule (2006) mendefinisikan pragmatik adalah studi tentang maksud. Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh pendengar. 2. Konteks Rahardi (2005: 51) mendefinisikan konteks sebagai semua latar belakang pengetahuan yang diasumsikan sama-sama dimiliki penutur dan mitra tutur serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan penutur itu dalam proses bertutur. 3. Fatis Fatis merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menamai suatu kategori kata. Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara penutur dan mitra tutur (Kridalaksana 1986). 4. Komunikasi Komunikasi manusia adalah proses melalui mana individu dalam hubungan, kelompok, organisasi, dan masyarakat membuat dan menggunakan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8 informasi untuk berhubungan satu sama lain dan dengan lingkungan (Ruben dan Stewart, 2013). 1.6 Sistematika Penyajian Sistematika penyajian penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I pendahuluan berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian. Bab II kajian pustaka berisi penelitian yang relevan, landasan teori, dan kerangka berpikir. Bab III metodologi penelitian berisi jenis penelitian, data dan sumber data, metode dan teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan triangulasi data. Bab IV berisi hasil penelitian dan pembahasan kefatisan dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada Program Studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester genap tahun akademik 2015/2016. Bab V berisi kesimpulan dan saran. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab ini memaparkan tentang penelitian yang relevan, landasan teori, dan kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tinjauan terhadap topik-topik sejenis yang dilakukan oleh peneliti-peneliti yang lain. Landasan teori berisi teoriteori yang dijadikan pisau analisis dari penelitian ini yang terdiri atas teori pragmatik, fenomena-fenomena pragmatik, dan konteks sebagai penentu makna pragmatik. Kerangka berpikir berisi deskripsi alur proses berpikir yang menjadi dasar penyusunan skripsi. 2.1 Penelitian yang Relevan Dalam penelitian ini, peneliti mempunyai acuan agar penelitian bisa tercipta lebih baik lagi. Acuan untuk peneliti ini menggunakan pernelitian terdahulu yang berjudul “Basa-Basi Berbahasa Antara Keluarga Kesultanan dan Masyarakat di Lingkungan Keraton Yogyakarta” ditulis oleh Nurahman (2015), Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Penelitian tersebut membahas basa-basi linguistik dan nonlinguistik berbahasa yang dituturkan antara keluarga kesultanan keratin Yogyakarta dan masyarakat di lingkungan keratin Yogyakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan wujud basabasi dalam berbahasa, (2) mendeskripsikan penanda basa-basi linguistik dan nonlinguistik dalam berbahasa, dan (3) mendeskripsikan makna basa-basi dalam berbahasa yang digunakan antara keluarga kesultanan Keraton Yogyakarta dan 9 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10 masyarakat di lingkungan keraton Yogyakarta. Penelitian tersebut adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data pada penelitian ini adalah keluarga kesultanan keraton Yogyakarta. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memahami fenomena basa-basi yang digunakan oleh penutur maupun penutur untuk menyampaikan maksud tuturannya. Simpulan dalam penelitian ini adalah (1) wujud basa-basi linguistik dapat dilihat dari tuturan keluarga kesultanan dan masyarakat yang terdiri dari meminta maaf, simpati, memberi salam, berterima kasih, meminta, menerima dan menolak. Lalu wujud basa-basi nonlinguistik dilihat berdasarkan konteks yaitu penutur, mitra tutur, situasi, suasana, dan tujuan tutur; (2) penanda basa-basi linguistik yang ditemukan berupa nada, tekanan, intonasi, dan diksi. Penanda basa-basi nonlinguistik dapat dilihat berdasarkan konteks tuturan yang berupa penutur dan mitra tutur, situasi dan suasana, dan tujuan tutur, dan (3) maksud basa-basi berbahasa yaitu a) meminta maaf, menghormati mitra tutur b) simpati, memperdulikan mitra tutur c) memberi slaam, menyenangkan mitra tutur d) berterimakasih menyenangkan mitra tutur e) meminta menghormati mitra tutur f) menerima menghargai mitra tutur g) menolak, memberikan rasa sungkan. Penelitian kedua yaitu tentang “Basa-Basi dalam Berbahasa Antara Guru dan Siswa di SMP N 12 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014” ditulis oleh Lundiarti (2014), Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Penelitian tersebut membahas tentang wujud basa-basi, dan maksud basa-basi dalam berbahasa di dalam ranah pendidikan. Tujuan dari penelitian tersebut PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11 adalah mendeskripsikan wujud basa-basi berbahasa dan mendeskripsikan maksud basa-basi berbahasa antara guru dan siswa di SMP N 12 Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014. Penelitian tersebut termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif. Simpulan dari penelitian tersebut adalah (1) wujud basa-basi berbahasa antara guru dan siswa di SMP N 12 Yogyakarta adalah basa-basi salam, basa-basi terima kasih, basa-basi meminta, basa-basi menolak, basa-basi menerima, basabasi meminta maaf, basa-basi belasungkawa, dan basa-basi selamat. (2) Maksud basa-basi berbahasa antara guru dan siswa adalah untuk menyela aktivitas, menjaga sopan santun, menghargai, menjaga hubungan baik, menyapa, memulai, mempertahankan, mengukuhkan, serta untuk menyampaikan berbagai maksud lainnya. Dari kedua penelitian yang relevan tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti oleh peneliti. Kedua penelitian yang relevan tersebut mengkaji objek yang sama yaitu basa-basi berbahasa, dan keduanya juga memiliki rumusan masalah yang hampir sama, namun pada penelitian yang dilakukan oleh Fajar Nurahman terdapat satu rumusan masalah lagi yaitu tentang penanda basa-basi. Akan tetapi, subjek penelitian dari kedua penelitian yang relevan tersebut berbeda. Pada penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti ini memiliki perbedaan dengan penelitian yang relevan tersebut, penelitian ini akan meneliti tentang komunikasi fatis yang terjadi di ranah pendidikan dengan subjek penelitian yaitu dosen dan mahasiswa yang sedang melakukan proses pembimbingan skripsi di Program Studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Dalam penelitian tentang komunikasi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12 fatis ini dibatasi pada percakapan basa-basi yang dilakukan oleh dosen dan mahasiswa, maka kedua penelitian tentang basa-basi berbahasa tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk mengkaji fenomena basa-basi berbahasa dan komunikasi fatis yang muncul dalam percakapan dosen dan mahasiswa dalam proses pembimbingan skripsi yang belum banyak untuk diteliti. 2.2 Landasan Teori Peneliti akan memaparkan beberapa materi yang terkait dengan judul penelitian. Materi-materi tersebut akan dipergunakan sebagai pedoman dalam pengerjaan penelitian ini. Teori yang digunakan peneliti dalam penelitiannya yaitu:1) pragmatik, 2) fenomena pragmatik, 3) kesantunan berbahasa, 4) ketidaksantunan berbahasa, 5) basa-basi berbahasa, 6) konteks sebagai penentu makna pragmatik. 2.2.1 Pragmatik Pragmatik merupakan kajian hubungan antara bahasa dan konteks yang tergramatikaliasasi atau terkodifikasi dalam struktur bahasa (Levinson, 1983:9). Selain itu, Levinson juga mencatat sejumlah definisi mengenai pragmatik dari berbagai sumber antara lain: Pragmatik merupakan suatu istilah yang mengesankan bahwa sesuatu yang sangat khusus dan teknis sedang menjadi objek pembicaraan, padahal istilah tersebut tidak mempunyai arti yang jelas (Searle, Kiefer, dan Bierwisch, 1980: viii). Topik pragmatik adalah beberapa aspek yang tidak dapat dijelaskan dengan acuan langsung pada kondisi sebenarnya dari kalimat yang dituturkan (Gazdar, 1979: 2). Pragmatik adalah kajian antara lain PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13 mengenai deiksis, implikatur, presuposisi, tindak tutur dan aspek-aspek struktur wacana (Stalnaker, 1972). Mengenai definisi pragmatik yang bervariasi, Levinson mengatakan bahwa beranekaragamnya definisi pragmatik tersebut bukanlah sesuatu yang janggal atau sesuatu yang perlu dirisaukan karena satu definisi sering tidak sepenuhnya memuaskan (Nadar, 2009: 4-6). Pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dan pemakai bentuk-bentuk itu. Pragmatik memungkinkan orang dapat masuk ke dalam suatu analisis. Manfaat belajar bahasa melalui pragmatik ialah bahwa seseorang dapat bertutur kata tentang makna yang dimaksudkan orang, asumsi mereka, maksud atau tujuan mereka, dan jenis-jenis tindakan (sebagai contoh dalam hal ini: permohonan) yang mereka perlihatkan ketika mereka sedang berbicara (Yule, 2006: 5). Misalnya ada dua orang teman yang sedang bercakap-cakap mungkin menyatakan secara tidak langsung beberapa hal dan menyimpulkan suatu hal lain tanpa memberikan bukti linguistic apa pun yang dapat kita tunjuk sebagai sumber ‘makna’ yang jelas atau pasti tentang apa yang sedang disampaikan. Seorang mitra tutur mendengar penutur dan ia tahu apa yang dikatakan, tetapi ia ‘tidak tahu’ (tidak mempunyai) gagasan apa yang dikomunikasikan oleh penutur. Jadi pragmatik itu menarik karena melibatkan bagaimana orang saling memahami satu sama lain secara linguistic, tetapi pragmatik dapat juga merupakan ruang lingkup studi yang mematahkan semangat karena studi ini mengharuskan kita untuk memahami orang lain dan apa yang ada dalam pikiran mereka (Yule, 2006: 5-6). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14 Cruse dalam Cumming (2007: 2-6) mengatakan bahwa pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi yang disampaikan melalui bahasa yang (a) tidak dikodekan oleh konvensi yang diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang digunakan, namun yang (b) juga muncul secara alamiah dari dan tergantung pada makna-makna yang dikodekan secara konvensional dengan konteks tempat penggunaan bentuk-bentuk tersebut. Masingmasing kata yang dicetak miring dalam kutipan di atas memasukkan berbagai pertimbangan yang benar-benar bersifat muldisipliner ke dalam definisi pragmatik ini. Rahardi (2003: 10) mengatakan bahwa pragmatik merupakan cabang dari linguistik yang mempelajari dan mendalami apa saja yang termasuk di dalam struktur bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi antara si penutur dengan sang mitra tutur, serta sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa yang sifatnya ekstralinguistik atau luar bahasa. George (1964) dalam Rahardi (2003: 12) telah menunjukkan bahwa ilmu bahasa pragmatik sesungguhnya adalah ilmu tentang makna bahasa, dalam kaitan dengan keseluruhan perilaku umat manusia dan tanda-tanda atau lambang-lambang bahasa yang ada di sekelilingnya. Terhadap tanda atau lambang bahasa yang mencuat di sekelilingnya itu, manusia akan selalu bereaksi dengan aneka kemungkinan sikap dan variasi tindakan atau perilakunya. Dari definisi beberapa ahli tersebut, dapat dikatakan bahwa pragmatik merupakan ilmu kebahasaan yang mengkaji maksud sebuah tuturan dengan mengacu dari unsur luar bahasa, dalam hal ini adalah konteks situasi dan lingkungan di mana tuturan itu terjadi. Kajian ilmu pragmatik sangat dipengaruhi oleh konteksnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15 Sebagai cabang ilmu linguistik, pragmatik sangatlah penting dalam kajian ilmu kebahasaan. 2.2.2 Fenomena Pragmatik Fenomena pragmatik yang telah ada sampai saat ini ada empat yaitu (1) deiksis, (2) praanggapan, (3) tindak tutur, dan (4) implikatur percakapan. 2.2.2.1 Deiksis Kata deiksis berasal dari kata Yunani deiktikos yang berarti “hal penunjukkan secara langsung”. Sebuah kata dikatakan bersifat deiktis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu (Purwo: 1983 dalam Nadar, 2009: 54). Seorang penutur yang berbicara dengan lawan tuturnya seringkali mengggunakan kata-kata yang menunjukkan baik pada orang, waktu maupun tempat. Kata-kata yang lazim disebut dengan deiksis tersebut berfungsi menunjukkan sesuatu, sehingga keberhasilan suatu interaksi antara penutur dan lawan tutur sedikit banyak akan tergantung pada pemahaman deiksis yang dipergunakan oleh seorang penutur. Purwo (1990: 17) menjelaskan bahwa kata seperti saya, sini, sekarang adalah kata-kata yang deiktis. Kata-kata tersebut tidak memiliki referen yang tetap. Berbeda halnya dengan kata rumah, kereta, kursi di tempat manapun, pada waktu kapan pun, referen yang diacu tetaplah sama. Akan tetapi, referen dari kata saya, sini, sekarang barukah dapat diketahui pula siapa, di tempat mana, dan pada waktu kapan kata-kata itu diucapkan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16 2.2.2.2 Praanggapan/Presuposisi Pada mulanya presuposisi merupakan kajian dalam lingkup semantik, namun dalam perkembangannya para linguis cenderung berpendapat bahwa kajian presuposisi dalam lingkup semantik saja tidak dapat memuaskan mereka. Levinson (1983: 169) dalam Nadar (2009: 64) menyatakan bahwa presuposisi pragmatik merupakan inferensi pragmatik yang sangat sensitif terhadap faktorfaktor konteks, dan membedakan terminologi presuposisi menjadi dua macam. Pertama, kata “presuposisi” sebagai terminologi umum dalam penggunaan bahasa Inggris sehari-hari, serta kata “presuposisi” sebagai terminologi teknis dalam kajian pragmatik. Dibandingkan dengan luasnya makna presuposisi secara umum dalam pengguanaan sehari-hari, makna presuposisi dalam pragmatik related lebih sempit. Presuposisi dapat dijelaskan sebagai berbagai inferensi atau asumsi pragmatik yang nampaknya dibangun menjadi ungkapan linguistik (Nadar, 2009: 64-64). 2.2.2.3 Implikatur Percakapan Konsep implikatur pertama kali dikenalkan oleh Grice (1975) untuk memecahkan persoalan makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan oleh teori semantik biasa. Implikatur dipakai untuk memperhitungkan apa yang disarankan atau apa yang dimaksud oleh penutur sebagai hal yang berbeda dari apa yang dinyatakan secara harfiah (Brown dan Yule dalam Rani, 2006: 170). Sebagai contoh, kalau ujaran Panas di sini bukan? Maka secara implisit penutur menghendaki agar mesin pendingin dihidupkan atau jendela dibuka. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17 Menurut Grice (1975 dalam Rani, 2006: 171), dalam pemakaian bahasa terdapat implikatur yang disebut implikatur konvensional, yaitu implikatur yang ditentukan oleh ‘arti konvensional kata-kata yang dipakai’. Contoh untuk implikatur konvensional adalah sebagai berikut. “Dia orang Madura karena itu dia pemberani.” Pada contoh tersebut, penutur tidak secara langsung menyatakan bahwa suatu ciri (pemberani) disebabkan oleh ciri lain (jadi orang Madura), tetapi bentuk ungkapan yang dipakai secara konvensional berimplikasi bahwa hubungan seperti itu ada. Kalau individu yang dimaksud itu orang Madura dan tidak pemberani, implikaturnya yang keliru, tetapi ujarannya tidak salah. Konsep implikatur percakapan diturunkan dari asas umum percakapan ditambah sejumlah prinsip (maxims) yang biasanya dipatuhi para penutur. Implikatur percakapan itu mengutip prinsip kerjasama atau kesepakatan bersama, yakni kesepakatan bahwa hal yang dibicarakan oleh partisipan harus saling berkait (Grice dalam Rani, 2006: 171). Dalam penerapannya, prinsip kerjasama tersebut ditopang oleh seperangkat asumsi yang disebut prinsip-prinsip percakapan, yaitu: prinsip kuantitas: berikan sumbangan anda seinformatif yang diperlukan (dengan tujuan pertukaran yang sekarang), jangan memberikan sumbangan informasi yang melebihi yang dibutuhkan; prinsip kualitas: jangan mengatakan sesuatu yang anda yakini tidak benar dan jangan mengatakan sesuatu yang bukti kebenarannya kurang meyakinkan; prinsip hubungan: usahakan perkataan anda ada relevansinya; prinsip cara: hindari peryataan-peryataan yang samar, hindari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18 ketaksaan, usahakan agar ringkas, dan usahakan agar berbicara dengan teratur (Grice dalam Rani, 2006: 172). Tuturan yang berbunyi Bapak datang, jangan menangis! Tidak sematamata dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa sang ayah sudah datang dari tempat tertentu. Si penutur bermaksud memperingkatkan mitra tutur bahwa sang ayah yang bersikap keras dan sangat kejam itu akan melakukan sesuatu terhadapny apabila ia terus menangis. Dengan perkataan lain, tuturan itu mengimplikasikan bahwa sang ayah adalah orang yang keras, sangat kejam dan sering marah-narah pada anaknya yang sedang menangis. Di dalam implikatur, hubungan antara tuturan yang sesungguhnya dengan maksud yang tidak dituturkan itu bersifat tidak mutalk. Inferensi maksud tuturan itu harus didasarkan pada konteks situasi tutur yang mewadahi munculnya tuturan tersebut (Rahardi, 2005: 43). 2.2.2.4 Kesantunan Berbahasa Ketika seseorang sedang berkomunikasi, hendaknya di samping baik dan benar juga santun. Kaidah kesantunan dipakai dalam setiap tindak bahasa. Ketika seseorang sedang menyampaikan maksud ingin meminta tolong pada orang lain, hendaknya maksud tersebut disampaikan menggunakan bentuk santun. Bahkan agar pemakaian bahasa terasa semakin santun, penutur dapat berbahasa menggunakan bentuk-bentuk tertentu yang dapat dirasakan sebagai bahasa santun seperti menggunakan tuturan tidak langsung, pemakaian bahasa dengan kata-kata PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19 kias, ungkapan memakai gaya bahasa penghalus, tuturan yang dikatakan berbeda dengan yang dimaksud, tuturan yang dikatakan secara implisit. Bahasa dan perilaku seseorang akan dilihat menggunakan tolok ukur kesantunan pemakaian bahasa. Bahasa yang digunakan dapat berupa bahasa verbal maupun bahasa nonverbal. Bahasa verbal adalah bahasa yang berupa rangkaian kata-kata atau tuturan yang membentuk wacana/teks baik lisan maupun tertulis. Sedangkan bahasa nonverbal adalah bahasa yang dinyatakan berupa tindakan, kinestik, kinestetik, gesture, nada, mimik, dan sebagainya ketika seseorang sedang mengaktualisasi diri. Santun tidaknya pemakaiaan bahasa dapat dilihat setidaknya dari dua hal, yakni pilihan kata (diksi) dan gaya bahasa. Kesanggupan memilih kata seorang penutur dapat menjadi salah satu penentu santun-tidaknya bahasa yang digunakan. Pilihan kata yang dimaksud adalah ketepatan pemakaian kata untuk mengungkapkan makna dan maksud dalam konteks tertentu sehingga menimbulkan efek tertentu pada mitra tutur. Kesantunan sendiri memiliki faktor penentu kesantunan. Faktor penentu kesantunan adalah segala hal yang dapat memengaruhi pemakaian bahasa menjadi santun atau tidak santun. Aspek penentu kesantunan dalam bahasa verbal lisan, antara lain aspek intonasi (keras lembutnya intonasi ketika seseorang berbicara), aspek nada bicara (berkaitan dengan suasana emosi penutur), faktor pilihan kata, dam faktor struktur kalimat. Selain aspek penentu kesantunan dalam bahasa verbal lisan, ada pula aspek penentu kesantunan dalam bahasa verbal tulis. Faktor penentu kesantunan yang dapat diidentifikasi dari bahasa verbal tulis, seperti pilihan kata yang berkaitan dengan nilai rasa, panjang pendeknya struktur kalimat, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20 ungkapan, gaya bahasa, dan sebagainya. Selain itu ada juga faktor penentu kesantunan dari aspek nonkebahasaan berupa pranata sosial budaya masyarakat. Ketika seseorang berkomunikasi tidak hanya menggunakan bahasa (verbal maupun nonverbal), tetapi juga memperhatikan faktor nonkebahasaan, yaitu pranata sosial budaya masyarakat (Pranowo, 2009: 76-79). 2.2.2.5 Ketidaksantunan Berbahasa Terkourafi (2008 dalam Jurnal Rahardi dkk. 2014) memandang ketidaksantunan berbahasa sebagai berikut, ‘impoliteness occurs when the expression used is not conventionalized relative to the context of occurrence; it threatens the addressee’s face but no face-threatening intention is attributed to the speaker by the hearer’. Perilaku berbahasa tidak santun dalam pandangan Terkourafi terjadi jika mitra tutur (addressee) merasakan adanya ancaman terhadap kehilangan muka (face threaten), dan penutur (speaker) tidak mendapatkan maksud ancaman muka itu dari mitra tuturnya. Berbeda dengan pandangan Locher (2008:3), ketidaksantunan berbahasa merupakan perilaku berbahasa yang memperburuk ‘muka’ mitra tutur pada konteks kebahasaan tertentu. Maka dari itu, ketidaksantunan berbahasa itu menunjukkan pada perilaku ‘melecehkan’ muka. Pemahaman lain yang berkaitan dengan definisi Locher tentang ketidaksantunan berbahasa adalah bahwa tindakan tersebut sesungguhnya bukanlah sekadar perilaku yang ‘melecehkan muka’, melainkan perilaku yang ‘memain-mainkan muka’. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21 ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Locher adalah tindak berbahasa yang bersifat melecehkan dan memain-mainkan muka pada konteks tertentu sebagaimana dilambangkan dengan makna kata ‘aggravateI’ itu. Pemahaman Culpeper (2008 dalam Jurnal Rahardi dkk. 2014: 152) tentang ketidaksantunan berbahasa dapat disebutkan sebagai berikut, ‘impoliteness, as I would define it, involves communicate behavior intending to cause the “face loss” of a target or perceived by the target to be so’. Culpeper memberikan penekanan pada fakta ‘face loss’ atau ‘kehilangan muka’. Sebuah tuturan dianggap tidak santun jika tuturan itu menjadikan muka seseorang hilang.Jadi, ketidaksantunan berbahasa merupakan perilaku komunikatif yang diperantikan secara internasional untuk membuat orang benar-benar kehilangan muka (face loss), atau setidaknya orang tersebut ‘merasa’ kehilangan muka. Bousfield (2008: 3) mengemukakan bahwa ketidaksantunan berbahasa sebagai berikut: “…the issuing of intentionally gratuitous and conflictive facethreatening acts (FTAs) that are purposefully performed”. Bousfield memberikan penekanan pada dimensi ‘kesembronoan’ dan dimensi konfliktif (conflictive) dalam praktik berbahasa yang tidak santun.Jadi, apabila perilaku berbahasa seseorang itu mengancam muka dan dilakukan secara sembrono (gratuitous) yang mengakibatkan konflik atau bahkan kesengajaan (purposeful), tindakan berbahasa itu merupakan relitas ketidaksantunan dalam praktik berbahasa. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22 2.2.2.6 Kefatisan dalam Berbahasa Komunikasi fatis adalah komunikasi yang bertujuan untuk menimbulkan kesenangan diantara pihak-pihak yang terlibat di dalamnya (Devito, 2012 dalam jurnal Ramadanty, 2014). Komunikasi fatis dalam bahasa Inggris disebut juga small talk atau chit chat. Orang-orang menyadari bahwa beberapa ungkapan seperti, “Hari yang cerah, bukan?” dan “bagaimana dengan liburanmu?” adalah percakapan yang bersifat sosial. Mereka juga memahami cara melakukan komunikasi fatis tertentu yang mempersyaratkan terlibatnya mental dan memakan waktu. Malinowski (1923) dalam skripsi Jayanti (2010: 9) mengatakan terdapat suatu fungsi bahasa dalam percakapan yang bebas, tanpa tujuan atau maksud tertentu. Misalnya dalam situasi beberapa orang di sela-sela waktu istirahat kerja mereka, duduk di sekeliling api unggun melakukan pembicaraan ringan yang tidak ada hubungannya dengan apa yang sedang mereka lakukan atau bergosip. Pembicaraan ringan yang mereka lakukan antara lain mengenai kondisi kesehatan, mengomentari cuaca, dan penegasan terhadap sesuatu yang sudah jelas. Percakapan tersebut tidak bertujuan untuk bertukar informasi atau mengungkapkan perasaan melainkan hanya untuk memecah kebisuan dan merupakan tahap awal untuk memulai komunikasi dengan seseorang.Bentuk komunikasi baru ini oleh Malinowski disebut phatic communion. Menurut Malinowski, phatic communion merupakan tipe ujaran yang mengikat suatu komunitas yang tercipta melalui pertukaran kata-kata. Tujuan mendasar dari tipe PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23 ujaran ini adalah untuk memenuhi fungsi sosial dan sama sekali tidak memiliki fungsi untuk bertukar informasi atau bertukar pikiran. Kridalaksana (1986: 111) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Malinowski dalam tesis Arimi (1998) mendefinisikan phatic communion atau basa-basi digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antar peserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan tertentu untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Arimi (1998: 95) mengatakan bahwa secara praktis basa-basi didefinisikan sebagai fenomena bahasa yang secara sadar dipakai oleh penutur, akan tetapi secara sadar pula tidak diakuinya ketika ditanyakan kebasa-basian itu. Dengan kata lain, basa-basi adalah fenomena lingual yang alamiah, tetapi penggunaannya mental atau menolak jika ditanyakan apakah penutur berbasa-basi. Basa-basi memiliki peranan penting dalam hubungan manusia dalam berkomunikasi. Dalam penggunaan bahasa untuk keperluan basa-basi ini tentulah bukan isi pembicaraan tetapi sikap yang diperlihatkan oleh si pembicara. Si pembicara dapat melakukan gerak atau sikap badan tertentu dan alunan suara tertentu yang dilazimkan dalam sesuatu masyarakat bahasa. Di Indonesia sering terjadi basa-basi ketika seseorang bertemu dengan orang lain yang mungkin dikenalnya dan kemudian menanyakan “Hendak kemana?”. Biasanya dalam hal ini si penanya tidak mempunyai minat untuk mengetahui hendak kemana orang yang ditanya itu, pertanyaan tadi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24 sebenarmua hanya untuk mempertahnkan hubungan baik antara si penutur dan lawan tutur. Arimi (1998) membagi tuturan basa-basi yang dipakai dalam masyarakat bahasa Indonesia berdasarkan daya tuturannya digolongkan atas dua jenis, yaitu basa-basi murni dan polar. Basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan. Basa-basi murni digolongkan menjadi tiga subjenis, yaitu basa-basi murni keniscayaan, basa-basi keteralamian, dan basa-basi keakraban. Basa-basi polar adalah tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Basa-basi polar dibagi menjadi dua, yaitu basa-basi polar sosial dan basa-basi polar personal. Berikut ini contoh pemakaian basa-basi murni dan basa-basi polar. Karyawan : “Selamat siang pak. Ada yang bisa saya bantu?” Direktur : “Siang. Mana data yang saya minta diserahkan hari ini? Konteks : seorang karyawan memasuki ruang direkturnya. Basa-basi tersebut termasuk basa-basi murni karena digunakan saat berjumpa. Tuturan yang dipakai adalah selamat siang. Ungkapan selamat siang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul yang menandai realitas siang. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25 Berbeda dengan basa-basi murni, dalam basa-basi polar orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Berikut contoh dari basa-basi polar. Tuan rumah : Mari makan. Tamu : Saya baru saja (makan) Pak, Bu, terima kasih. Konteks : seseorang bertamu saat tuan rumah dan keluarganya sedang makan. Tuturan tuan rumah mari makan menunjukkan tuturan yang tidak sebenarnya karena tuan rumah melihat tamu datang saat mereka makan. Sebagai sopan santun tuan rumah menawarkan makan pada tamu tersebut dan bukan bersungguh-sungguh menawarkan makanan. Tuturan tamu saya baru sajamakan menunjukkan tuturan yang tidak sebenarnya. Tuturan sang tamu bukan bersungguh-sungguh meyakinkan tuan rumah bahwa dia sudah makan, melainkan hanya untuk sopan santun menolak untuk makan bersama tuan rumah. Basa-basi sebagai pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara pembicara dengan penyimak masuk dalam klasifikasi acknowledgements. Acknowledgements merupakan tuturan yang digunakan untuk mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur atau dalam kasus-kasus di mana ujaran berfungsi secara formal, kehendak penutur bahwa ujarannya memenuhi criteria harapan sosial untuk mengekspresikan perasaan dan kepercayaan tertentu. Tuturan yang termasuk acknowledgements adalah sebagai berikut: apologize (meminta maaf) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan penyesalan atas peristiwa yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26 terjadi pada diri sendiri; condole (belasungkawa) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan penyesalan atas peristiwa yang terjadi pada orang lain; congratulate (mengucapkan selamat) yaitu fungsi tuturan mengekspresikan kegembiraan karena adanya kabar baik tentang orang lain; great (memberi salam) yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan rasa senang karena bertemu seseorang; thanks (berterimakasih) yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan terima kasih karena mendapat bantuan; bid (mengundang) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi; accept (menerima) yaitu fungsi tuturan untuk menerima (menghargai) basa-basi dari lawan tutu; dan reject (menolak) yaitu fungsi tuturan untuk menolak (melanggar) basa-basi dari mitra tutur. Kategori fatis menurut Kridalaksana (1986: 111-113) adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Kelas kata ini biasanya terdapat dalam konteks dialog atau wawancara bersambut, yaitu kalimat-kalimat yang diucapkan oleh pembicara dan kawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan. Karena ragam lisan pada umumnya merupakan ragam non-standar, maka kebanyakan kategori fatis terdapat dalam kalimat-kalimat non-standar yang banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional. Bentuk dan kategori fatis tersebut terbagi atas: ah yang bertugas menekankan rasa penolakan atau acuh tak acuh; ayo bertugas menekankan ajakan, ayo juga mempunyai variasi yo bila diletakkan di akhir kalimat. Ayo juga bervariasi dengan ayuk dan ayuh; deh digunakan untuk menekankan: pemaksaan dengan membujuk, pemberian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27 persetujuan, pemberian garansi, dan sekedar penekanan. Bentuk fatis dong digunakan untuk: menghaluskan perintah dan menekankan kesalahan lawan bicara. Selain itu ada bentuk fatis ding yang bertugas menekankan pengakuan kesalahn pembicara. Bentuk fatis halo digunakan untuk: memulai dan mengukuhkan pembicaraan di telepon dan menyalami kawan bicara yang dianggap akrab. Bentuk fatis kan yang apabila terletak pada akhir kalimat atau awal kalimat, maka kan merupakan kependekan dari kata bukan atau bukankah, tugasnya ialah menekankan pembuktian, namun apabila kan terletak di tengah kalimat, maka kan juga bersifat menekankan pembuktian atau bantahan. Selain itu, ada pula bentuk fatis kek mempunyai tugas: menekankan pemerincian, menekankan perintah, dan menggantikan kata saja. Bentuk fatis kok bertugas menekankan alasan dan pengingkaran, kok dapat juga bertugas sebagai pengganti kata tanya mengapa atau kenapa bila diletakkan di awal kalimat. Ada pula bentuk fatis –lah yang bertugas menekankan kalimat imperatif, dan penguat sebutan dalam kalimat. Bentuk fatis lho bila terletak di awal kalimat, bersifat seperti interjeksi yang menyatakan kekagetan, dan bila terletak di tengah atau di akhir kalimat, maka lho bertugas menekankan kepastian. Bentuk fatis mari, juga terdapat dalam kategori fatis yang bertugas untuk menekankan ajakan. Bentuk fatis nah yang selalu terletak pada awal kalimat, memiliki tugas untuk meminta supaya kawan bicara mengalihkan perhatian ke hal lain. Berbeda dengan bentuk fatis nah, bentuk fatis pun selalu tertelak di ujung konstituen pertama kalimat dan bertugas menonjolkan bagian tersebut. Selain itu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28 ada pula bentuk fatis selamat yang diucapkan kepada kawan bicara yang mendapatkan atau mengalami sesuatu yang baik. Bentuk fatis sih memiliki tugas yang menggantikan tugas –tah, dan –kah, sebagai makna ‘memang’ atau ‘sebenarnya’, dan menekankan alasan. Bentuk fatis toh bertugas menguatkan maksud, ada kalanya memiliki arti yang sama dengan tetapi. Bentuk fatis ya bertugas mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan kawan bicara, bila dipakai pada awal ujaran, meminta persetujuan atau pendapat kawan bicara, bila dipakai pada akhir ujaran. Bentuk fatis terakhir yang termasuk dalam kategori fatis menurut Kridalaksana adalah bentuk fatis yah yang digunakan pada awal atau di tengah-tengah ujaran, tetapi tidak pernah pada akhir ujaran, untuk mengungkapkan keragu-raguan atau ketidakpastian terhadap apa yang diungkapkan oleh kawan bicara atau yang tersebut dalam kalimat sebelumnya., bila bentuk fatis yah dipakai pada awal ujaran, atau keragu-raguan atau ketidakpastian atas isi konstituen ujaran yang mendahuluinya, bila dipakai di tengah ujaran. 2.2.3 Konteks sebagai Penentu Makna Pragmatik Istilah konteks didefinisikan oleh Mey (1993) dalam Nadar (2009: 3-4) sebagai the surroundings, in the widest sense, that enable the participants in the communication process to interact, and that make the linguistic expressions of their interaction intelligible (“situasi lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat berinteraksi, dan yang membuat ujaran mereka dapat dipahami”). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29 Konteks sangat penting dalam kajian pragmatik. Konteks ini didefinisikan oleh Leech (1983) dalam Nadar (2009: 6) sebagai background knowledge assumed to be shared by s and h and which contributes to h’s interpretation of what s means by a given utterance (“latar belakang pemahaman yang dimiliki oleh penutur maupun lawan tutur sehingga lawan tutur dapat membuat interpretasi mengenai apa yang dimaksud oleh penutur pada waktu membuat tuturan tertentu”) (s berarti speaker “penutur”; h berarti hearer “lawan tutur”). Dengan demikian, konteks adalah hal-hal yang gayut dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan ataupun latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan lawan tutur dan yang membantu lawan tutur menafsirkan makna tuturan. Konteks mencakup pengertian situasi tetapi ditambah dengan pengertian lain. Konteks dari sebuah kata atau bicara dapat meliputi seluruh latarbelakang sosial budaya dari masyarakat bahasa itu. Demikianlah umpamanya kata Pancasila tidak dapat dipahami dengan baik tanpa memahami masyarakat Indonesia di bidang ketatanegaraan, sosial politik, sistem kepartaian dan lain sebagainya. Bila kita membaca kata-kata tertentu dalam sebuah buku umpamanya, kadang-kadang kita kurang memahami kata itu tanpa memahami isi buku itu secara keseluruhan. Dapat dikatakan bahwa konteks daripada kata-kata itu tadi adalah semua kata-kata yang digunakan dalam buku itu. Tentu banyak kata-kata dalam sebuah bahasa yang dapat kita pahami tanpa mengenal konteksnya, akan tetapi ada istilah-istilah atau kata-kata yang sulit memahaminya tanpa memahami konteksnya. Untuk mempelajari suatu bahasa yang bukan bahasa ibu kita, pengetahuan akan konteks PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30 dan situasi ini amat diperlukan. Sebagai contoh kata diamankan yang sering digunakan di masa-masa sesudah Gestapu di sekitar tahun 1965 dan 1966, sering berarti ditangkap, ditahan dan sebagainya. Pengertian itu erat hubungannya dengan konteks dan situasi yang berlaku pada waktu itu. Konteks itu bisa berupa bahasa dan bukan bahasa, kedua-duanya dapat memperngaruhi arti bahasa itu. Istilah konteks sering digunakan untuk menerangkan peristiwa bahasa sebagai salah satu petunjuk untuk lebih memahami masalah arti bahasa (Anwar, 1984: 44). Asumsi-asumsi (a set of assumptions) sebagai substansi pokok konteks pragmatik tidak selalu diungkapkan oleh sejumlah pakar pragmatik. Yan Huan dalam makalah Rahardi (2015: 18) mengatakan bahwa konteks dalam pragmatik itu dapat dimaknai dengan mengacu kepada hal-hal yang terkait dengan seting atau lingkungan dinamis tempat entitas kebahasan digunakan sistematis. Beliau mengatakan juga bahwa konteks dimaknai sebagai ‘pengetahuan umum’ atau ‘pengetahuan bersama’ yang lebih dijelaskan lagi sebagai ‘a set of background assumptions shared by the speaker and the addressee’ atau ‘seperangkat latar belakang asumsi yang dimiliki bersama oleh penututr dan mitra tutur’. Rahardi (2011) juga mengatakan bahwa hakikat konteks pragmatik itu bukanlah konteks fisik (physical context) dan konteks linguistik (linguistic context), melainkan konteks berupa pengetahuan umum (general knowledge context), yang selanjutnya dimaknai pula sebagai seperangkat latar belakang asumsi yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur (general knowledge shared). Frasa ‘generaal knowledge shared’ atau ‘a set of assumptions shared’, berarti bahwa pengetahuan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31 bersama atau seperangkat asumsi itu harus dimiliki bersama-sama baik oleh penutur maupun mitra tutur, tidak boleh hanya dimiliki oleh satu pihak saja. Asumsi yang hanya dimiliki oleh oleh satu pihak saja sama sekali tidak membentuk konteks dan tidak berkontribusi apa pun dalam proses pemaksudan. Dikatakan demikian karena asumsi yang hanya dimiliki sepihak itu justru dapat menghadirkan kesenjangan (discrepancy) yang menghasilkan kesalahpahaman. Sebaliknya asumsi-asumsi yang dimiliki secara bersama dapat menjamin interaksi berkat adanya semacam peririsan yang sama-sama dikontribusikan baik oleh penutur maupun mitra tutur dalam komunikasi. Asumsi-asumsi yang hadir dalam peririsan sebagai hakikat konteks pragmatik itu dapat mencakup dua kategori yakni asumsi berkategori komunal dan asumsi berkategori personal. Kedua asumsi dalam berkomunikasi itulah yang dapat dimaknai sebagai hakikat konteks pragmatik. Rahardi dalam makalahnya (2015: 20) menegaskan bahwa kejatian dan kehadiran kontekslah yang menjadikan interaksi terjadi antara pentur dan mitra tutur. Dengan perkataan lain dapat ditegaskan pula bahwa hanya karena adanya asumsi-asumsi tertentu yang hadir dalam entitas konteks yang sifatnya tertentu sajalah interaksi itu akan dapat dibangun. Dengan demikian dapat ditegaskan juga bahwa syarat terjadinya interaksi itu adalah konteks, dan di dalam konteks terdapat substansi hakiki yang berupa seperangkat asumsi (a set of assumptions), baik itu asumsi-asumsi atau common ground yang berdimensi personal maupun komunal. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32 2.3 Kerangka Berpikir Komunikasi fatis merupakan suatu fenomena baru dalam studi pragmatik. Komunikasi fatis muncul dari perkembangan penggunaan bahasa oleh masyarakat sebagai bentuk bahasa yang digunakan untuk memulai atau mempertahankan hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi fatis dapat terjadi dalam berbagai macam ranah, yang mana salah satunya adalah ranah pendidikan. Komunikasi fatis yang berkembang dalam ranah tersebut dilatar belakangi oleh berbagai faktor, karena ranah pendidikan juga merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari manusia sehingga tentu selalu melibatkan proses komunikasi, termasuk komunikasi fatis itu sendiri. Hal tersebut menjadi kajian penelitian ini, yang khususnya mengkaji komunikasi fatis dalam wacana konsultatif pembibingan skripsi pada program studi Sastra Indonesia semester genap tahun akademik 2015/2016 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan teori-teori komunikasi fatis dan beberapa teori lain yang digunakan untuk mendukung tuturan fatis dalam wacana konsultatif antara dosen dan mahasiswa. Pertama, Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion sebagai “a type of speech in which ties of union are created by a mere exchange of word”. Phatic communion memiliki fungsi sosial. Phatic communion digunakan dalam susasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33 pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan, dengan perasaan tertentu untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Kedua, Jackobson (1980) mendefinisikan basa-basi tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau memutuskan komunikasi untuk memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan menarik perhatian lawan bicara atau menjaga agar lawan bicara tetap memperhatikan. Ketiga, Kridalaksana (1986: 111) mendefinisikan kategori fatis sebagai kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan, karena ragam lisan pada umumnya merupakan ragam nonstandar, maka kebanyakan kategori fatis terdapat dalam kalimat nonbaku yang banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional. Keempat, Anwar (1984: 46) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan sejemput kata-kata yang dipakai untuk sekedar memecah kesunyian, untuk mempertahankan suasana baik dan sebagainya, sehingga bahasa tidak hanya digunakan untuk menyampaikan perasaan atau pikiran, untuk membahas sesuatu masalah, untuk membujuk, merayu, dan sebagainya. Kelima, Arimi (1998: 171) dalam tesisnya membagi tuturan basa-basi menjadi dua, yaitu basa-basi murni dan polar. Basa-basi murni yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul. Dengan kata lain, apa yang diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan. Kata-kata PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34 yang dipakai dalam basa-basi murni seperti: selamat siang, selamat datang, terima kasih, pamit, dan sebagainya. Sedangkan basa-basi polar yaitu tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, di mana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Keenam, basa-basi dapat dikatakan termasuk tindak tutur ilokusi komunikatif. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa fungsi basa-basi yang termasuk klasifikasi tindak tutur ilokusi komunikatif, berdasarkan klasifikasi tindak tutur ilokusi menurut Ibrahim (1993: 16). Klasifikasi tindak tutur komunikatif mencangkup tindak tutur konstantif, direktif, komisif, dan acknowledgements. Basa-basi termasuk dalam acknowledgements. Hal itu dikatakan demikian karena acknowledgements merupakan tuturan yang digunakan untuk mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur atau dalam kasus-kasus di mana ujaran berfungsi secara formal, kehendak penutur bahwa ujarannya memenuhi kriteria harapan sosial untuk mengekspresikan perasaan dan kepercayaan tertentu. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35 Berikut ini adalah bagan kerangka berpikir berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan: Komunikasi Fatis dalam Kajian Pragmatik Teori Malinowski Jackobson Kridalaksana Anwar Arimi Ibrahim Metode Penelitian Kualitatif Metode dan Teknik Pengumpulan Data: Metode Simak dan Metode Cakap dengan Teknik Catat Metode dan Teknik Analisis Data: Metode Padan Ekstralingual dengan Teknik Dasar dan Teknik Lanjutan Hasil Penelitian Wujud Kefatisan dalam Ranah Pendidikan Maksud Kefatisan dalam Ranah Pendidikan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini, peneliti akan memaparkan metode penelitian. Hal-hal yang berkaitan dengan metode penelitian yaitu jenis penelitian, data dan sumber data, metode dan teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan triangulasi data. 3.1 Jenis Penelitian Penelitian tentang komunikasi fatis dalam wacana konsultatif dosen dengan mahasiswa ini merupakan sebuah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif merupakan suatu penelitian yang dimaksudkan untuk menggambarkan suatu informasi mengenai suatu gejala yang ada, yaitu gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan (Arikunto, 1990: 309). Muhammad (2014: 31) menyebutkan bahwa salah satu fenomena yang dapat menjadi objek kualitatif adalah peristiwa komunikasi atau berbahasa karena peristiwa ini melibatkan tuturan, makna semantik tutur, orang yang bertutur, maksud yang bertutur, situasi tutur, peristiwa tutur, tindak tutur, dan latar tuturan. Penelitian kualitatif harus mempertimbangkan metodologi kualitatif itu sendiri. Metodologi kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa (Djajasudarma, 2006: 11). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendekatan kualitatif yang menggunakan data lisan suatu bahasa memerlukan informan. Pendekatan yang melibatkan masyarakat bahasa ini diarahkan pada latar dan individu yang bersangkutan secara holistik sebagai bagian dari satu kesatuan yang utuh. Oleh karena itu, dalam penelitan 36 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37 bahasa jumlah informan tidak ditentukan jumlahnya. Dengan kata lain, jumlah informannya ditentukan sesuai dengan keperluan peneliti. Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti ini termasuk dalam penelitian kualitatif karena data yang terkumpul bukan berupa angka melainkan berupa katakata yang terdapat dalam percakapan dosen dan mahasiswa yang mengandung tuturan fatis. Selain itu, pendeskripsian data dan analisis dalam penelitian ini lebih dilihat dari aspek kualitasnya, bukan sekadar kuantitas tuturan. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memahami fenomena komunikasi fatis yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur. Oleh sebab itulah, tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengungkapkan maksud/makna dari setiap wujud komunikasi fatis. 3.2 Data dan Sumber Data Data yang akan diteliti adalah tuturan yang di dalamnya terdapat kefatisan, antara dosen dengan mahasiswa yang bersumber dari program studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yaitu ketika para mahasiswa melakukan konsultasi untuk penulisan karya ilmiah. Data diambil dengan merekam percakapan ketika bimbimbingan skripsi berlangsung dengan menggunakan handphone. Hal itu dilakukan karena peneliti beranggapan bahwa interaksi antara dosen dengan mahasiswa dari prodi tersebut memiliki pengetahuan bahasa yang lengkap dan kaya akan bentuk-bentuk kebahasaan ragam lisan. Selain itu, peneliti berada dekat dengan data yang akan diteliti karena peneliti juga melakukan studi di universitas yang sama sehingga peneliti memiliki kesempatan yang besar untuk mengumpulkan data. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38 3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, maka penelitian ini berusaha menggambarkan tentang suatu variable, gejala atau keadaan secara apa adanya. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, melainkan mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap peristiwa tersebut. Penelitian deskriptif ini menjadi dasar untuk menguraikan penelitian tentang komunikasi fatis karena penelitian ini akan menguraikan peristiwa tutur yang terjadi antara dosen dan mahasiswa program studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester genap 2015/2016. Tahapan pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode simak. Mahsun (2007: 92) mengungkapkan metode simak adalah cara yang digunakan untuk memperoleh data dengan menyimak penggunaan bahasa, dimana dalam penelitian ini peneliti menyimak dosen dan mahasiswa program studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester genap 2015/2016 dalam mengucapkan sebuah tuturan. Metode ini memiliki teknik dasar yang berwujud teknik sadap. Teknik sadap disebut sebagai teknik dasar dalam metode simak karena pada hakikatnya penyimakan diwujudkan dengan penyadapan. Dalam penelitian ini, peneliti menyimak tuturan dosen dan mahasiswa Universitas Sanata Dharma dengan dibantu rekaman atau dengan kata lain juga menggunakan teknik sadap agar data percakapan dapat disimak kembali. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39 3.4 Metode dan Teknik Analisis Data Analisis data adalah upaya yang dilakukan untuk bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memililah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskan, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Analisis data bermaksud mengorganisasikan data sehingga mampu menjawab rumusan masalah yang dikemukakan dan membuat kesimpulan serta implikasinya agar bermanfaat untuk penelitian berikutnya. Teknik analisis data yang dipilih secara selektif disesuaikan dengan tujuan dan masalah komunikasi fatis yang terjadi itu. Pemilihan teknik analisis data dilakukan dengan mengikuti alur metode kualitatif, dalam pengetian bahwa kegiatan analisis yang dilakukan berkaitan dengan penelusuran pola-pola yang umum pada wujud dan perilaku data yang dipengaruhi dan hadir bersama dengan konteks-konteksnya (c.f. Asher, 1994: 3257 dalam tesis Arimi). Penelitian tentang komunikasi fatis dalam wacana konsultatif dosen dan mahasiswa program studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester genap 2015/2016 ini menggunakan metode padan ekstralingual karena metode ini digunakan untuk menganalisis atau menghubungbandingkan unsur-unsur yang bersifat ekstralingual, seperti menghubungkan halhal yang menyangkut makna, informasi, konteks tuturan, dan lain-lain. Teknik yang digunakan adalah teknik dasar teknik hubung banding yang bersifat ekstralingual. Metode padan ini dapat disejajarkan dengan metode analisis kontekstual. Teknik analisis data dilakukan menggunakan metode analisis PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40 kontekstual, yakni dengan menerapkan dimensi-dimensi konteks dalam menafsirkan data yang telah berhasil dikumpulkan, diidentifikasi, dan diklasifikasikan (cf. Mahsun, 2005 melalui Rahardi 2009:36). Penelitian ini memusatkan perhatian pada kajian pragmatik yang bisa dikatakan memperhatikan tuturan, konteks, dan penutur-mitra tutur. Oleh karena itu, daya pilah yang digunakan adalah daya pilah pragmatis. Daya pilah pragmatis yang digunakan menunjukkan bahwa satuan lingual yang menjadi standar pembanding adalah sesuatu yang dapat dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat pragmatik. Setelah teknik dasar dilakukan, maka teknik lanjutan digunakan. Hubungan padan dalam metode dan teknik ini berupa hubungan banding antara semua unsur penentu yang relevan (standar pembanding) dengan semua unsur data yang ditentukan. Pada dasarnya, metode dan teknik ini bersifat membandingkan. Artinya, analisis dilakukan dengan mencari semua kesamaan dan perbedaan yang ada di antara kedua hal yang dibandingkan. Maka, hal itu dapat dijabarkan menjadi hubungan penyamaan dan hubungan perbedaan. Pembandingan antara persamaan dan perbedaan itu secara otomatis juga akan menggiring analisis pada pencarian kesamaan pokok di antara keduanya yang dinamakan dengan hubungan penyamaan pokok. Pemaparan di atas menunjukkan bahwa teknik lanjutan memiliki tiga jenis, yaitu teknik hubung banding menyamakan (teknik HBS), teknik hubung banding membedakan (teknik HBB), dan teknik hubung banding menyamakan hal pokok (HBSP), yang mana masingmasing menggunakan daya banding menyamakan, daya banding membedakan, dan daya banding menyamakan hal pokok yang semuanya bersifat mental. Standar PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41 pembanding yang ditentukan dalam tulisan ini berupa teori dan kaidah yang menjadi acuan baku seperti yang terdapat dalam landasan teori, yang pada penerapannya, standar pembanding itu bandingkan dengan data yang telah terkumpul sebagai bentuk analisis. 3.5 Triangulasi Data Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 1989; 195). Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini guna mencari keterpercayaan dan keabsahan maka digunakan triangulasi sumber dan penyidik. Triangulasi sumber dipakai untuk membandingkan data dengan hasil wawancara lalu peneliti membandingkan data yang sudah terkumpul dengan para ahli agar memiliki kesaamaan pandangan, pendapat dan pemikiran. Ahli yang dimaksud adalah Dr. Y. Karmin, M.Pd. Ahli akan melihat bagaimana peneliti melakukan penelitian, dalam hal pengumpulan data dan analisis data. Sehingga jika terdapat kesalahan dalam penelitian, ahli dapat memberikan masukan agar penelitian yang dilakukan dapat berjalan lancar. Triangulasi penyidik dapat digunakan untuk mengecek kembali derajat kepercayaan data sehingga dapat mengurangi kemelencengan dalam pengumpulan data. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi uraian hasil penelitian yang tersusun secara sistematis dalam subbab (1) deskripsi data penelitian, (2) analisis data dan (3) pembahasan. Ketiga hal tersebut dipaparkan sebagai berikut. 4.1 Deskripsi Data Penelitian Data penelitian ini berisi tuturan fatis antara dosen dan mahasiswa di Program Studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester genap tahun akademik 2015/2016. Peneliti membatasi penelitiannya tentang komunikasi fatis pada tuturan basa-basi antara dosen dan mahasiswa pada bulan Februari 2016 di Program Studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Setelah data tuturan fatis yang diperoleh melalui pengamatan didapatkan, peneliti menabulasikan data tersebut dan memperoleh akumulasi data tuturan fatis sebanyak 36 tuturan. Perincian jumlah data tuturan fatis tersebut sebagai berikut. Table 1 Jumlah Data Tuturan Fatis Basa-Basi Kategori Acknowledgements No. 1. Sub Kategori Meminta maaf 42 Pengamatan 1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43 2. Menerima 16 3. Menolak 7 4. Mengundang 5 5. Selamat 1 6. Salam 2 7. Terima kasih 3 Jumlah 35 Berdasarkan tabel tuturan fatis basa-basi kategori acknowledgements di atas dapat dilihat bahwa tuturan fatis basa-basi paling banyak terdapat dalam subkategori menerima yaitu 16 tuturan dari 35 tuturan fatis basa-basi. Kemudian tuturan fatis basa-basi subkategori menolak menempati posisi kedua dengan 7 tuturan dari 35 tuturan. Selanjutnya subkategori mengundang menempati posisi ketiga dengan 5 tuturan dari 35 tuturan fatis basa-basi. Subkategori terima kasih berada di posisi keempat dengan 3 tuturan fatis basa-basi. Kemudian posisi kelima yaitu subkategori salam dengan 2 tuturan fatis basa-basi dari 35 tuturan fatis basabasi. Subkategori selamat dan meminta maaf berada di posisi terakhir dengan masing-masing 1 tuturan dari 35 tuturan fatis basa-basi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44 4.1.1 Tuturan Fatis Meminta Maaf Tuturan fatis meminta maaf adalah fungsi tuturan untuk mengekspresikan penyesalan atas peristiwa yang terjadi pada diri sendiri. Dalam hal ini, seseorang dapat mengungkapkan rasa penyesalannya terhadap kesalahan yang diperbuatnya kepada orang lain. Tabel 2 Contoh Tuturan Fatis Meminta Maaf No. Data Konteks 1. P : Hem, belum ada contohnya maksudmu? MT : Iya pak, belum ada contohnya maksudnya. P : Kok bisa? MT : Karena di datanya kemarin belum ada pak. Jadi saya masih itu pak. P : Ya mungkin tidak ada, jangan dipaksakan kalo tidak ada. jadi nggak pusing. MT : Iya pak. P : Jadi batasnya adalah, cara berpikirnya begini sumber data kan tiga itu, kalau di situ nggak ada ya jangan dicari. Lalu kemudian kalau mungkin di situ ada, tetapi kamu tidak mendapat, ya sudah, itu artinya keterbatasan pemahaman si peneliti, mohon maaf. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) ï‚· Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun ï‚· Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 21 tahun. ï‚· Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur menjelaskan kepada mitra tutur tentang bagaimana menganalisis suatu topik skripsi. Penutur merasa sungkan dengan apa yang dikatakannya kepada mitra tutur meskipun itu adalah kenyataan yang sebenarnya. ï‚· Tindak verbal: direktif PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45 4.1.2 Tuturan Fatis Menerima Tuturan Fatis menerima yaitu fungsi tuturan untuk menerima (menghargai) basa-basi dari lawan tutur. Dalam hal ini, seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu untuk menghargai basa-basi dari orang lain atau untuk sekadar membuat orang lain senang. Tabel 3 Contoh Tuturan Fatis Menerima No. 1. Data Konteks P : Ada sop empal lho. Sop empal ï‚· Penutur adalah seorang gandrung. Arah mau masuk ke Kanisius. dosen laki-laki berusia 40 MT : Oh iya Pak, nanti saya carinya. tahun P : Namanya itu sop empal gandrung, ï‚· Mitra tutur adalah mungkin gandrung itu namanya yang punya. mahasiswa perempuan Ini langsung dibetulin nanti hari Senin hari berumur 22 tahun. Jumat udah selesai. ï‚· Tuturan terjadi dalam (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 suasana santai. Penutur WIB) memberitahu mitra tutur jika ada sop yang menggunakan daging sebagai bahan utamanya yang dapat dimasukkan dalam data penelitiannya. ï‚· Tindak verbal: asertif PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46 4.1.3 Tuturan Fatis Menolak Tuturan fatis menolak yaitu fungsi tuturan untuk menolak (melanggar) basa-basi dari mitra tutur. Dalam hal ini, seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu untuk menolak ajakan atau pendapat dari orang lain. Tabel 4 Contoh Tuturan Fatis Menolak No. 1. Data Konteks P: Ini saya kembalikan, bab 3 dilupakan ï‚· Penutur adalah seorang dulu jangan masuk bab 3. dosen laki-laki berusia 40 MT: Bab 3 yang ini itu sama dengan yang tahun kemarin Pak. ï‚· Mitra tutur adalah P : Iya tetapi saya tidak mau. Kamu fokus mahasiswa perempuan dulu ke yang ini! berumur 21 tahun. MT: Iya pak, kan cuma contoh Pak. ï‚· Tuturan terjadi dalam (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 suasana santai. Penutur WIB) meminta supaya mitra tutur fokus dulu ke satu hal agar konsentrasinya tidak terpecah dengan hal-hal yang lain. ï‚· Tindak verbal: asertif PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47 4.1.4 Tuturan Fatis Mengundang Tuturan fatis mengundang yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi. Dalam hal ini, seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan untuk membuat janji dengan orang lain. Tabel 5 Contoh Tuturan Fatis Mengundang No. Data 1. P : Saya coba hari Rabu, Rabu itu saya kosong jam? Supaya nanti Jumat sudah jadi lebih banyak. Rabu itu saya kosong jam 11 tetapi saya ada janji, haduh capek banget aku ya.. Kalau pagi saja bagaimana? Sebentar saja, jam 8. MT: Jam 8 ya pak? Iya pak. P : Rabu jam 8, satu saja jangan banyakbanyak tetapi dengan bahasa yang enak didengar. MT: Iya Pak. (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) Konteks ï‚· Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun ï‚· Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 21 tahun. ï‚· Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur membuat janji bimbingan dengan mitra tutur. ï‚· Tindak verbal: asertif PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48 4.1.5 Tuturan Fatis Selamat Tuturan fatis selamat yaitu fungsi tuturan mengekspresikan kegembiraan karena adanya kabar baik tentang orang lain. Dalam hal ini, seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan untuk menunjukkan perasaan gembira atas kabar baik tentang orang lain. Tabel 6 Contoh Tuturan Fatis Selamat No. Data Konteks 1. P : Nilai TKBI saya udah keluar lho Pak! MT: Oh ya? Dapat berapa? P : AMT: Asikkk! Selamat ya! P : Kalau nilai segitu boleh to Pak? MT: Boleh lah… Bagus malahan itu! (Jumat, 26 Februari 2016 pukul 10.07-10.55 WIB) ï‚· Penutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. ï‚· Mitra tutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. ï‚· Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur memberitahukan kepada mitra tutur tentang hasil tes TKBI. ï‚· Tindak verbal: asertif PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49 4.1.6 Tuturan Fatis Salam Tuturan fatis salam yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan rasa senang karena bertemu dengan seseorang. Dalam hal ini, seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan untuk menunjukkan rasa senang karena bertemu dengan seseorang atau untuk sekadar menunjukkan kesopanannya ketika bertemu orang lain. Tabel 7 Contoh Tuturan Fatis Salam No. Data Konteks 1. P : Selamat sore, Pak. MT : Selamat sore, gimana kabarnya? Saudara Silvi, sebentar agak ke sini karena itu urusan lain jadi agak ke sini. Ini nanti saya hanya ingin tahu Saudara itu dari membaca ini, saya rasa kamu belum menguasai permasalahan ya? Atau mungkin cara membahasakannya yang belum tepat, kok pake kata wujud itu lho maksudnya apa? P : Bentuknya itu pak. (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) ï‚· Penutur adalah mahasiswa perempuan berumur 21 tahun. ï‚· Mitra tutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. ï‚· Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur memberi salam kepada mitra tutur karena akan bimbingan skripsi. ï‚· Tindak verbal: asertif PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50 4.1.7 Tuturan Fatis Terima Kasih Tuturan fatis terima kasih yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan terima kasih karena mendapat bantuan. Dalam hal ini, seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan untuk menunjukkan rasa terima kasih karena telah mendapatkan bantuan dari orang lain. Tabel 8 Contoh Tuturan Fatis Terima Kasih No. 1. Data Konteks P : Ya sudah nanti saya baca. Tandatangan ï‚· Penutur adalah seorang belum? Halah, belum diisi? Tanda tangan dosen laki-laki berumur 40 aja. Aduh, merah nggak papa ya? Wes, saya tahun juga ditunggu ini nanti. Hari jumat nanti ï‚· Mitra tutur adalah saya tunggu sudah jadi nanti bab 2 dengan mahasiswa laki-laki perubahan-perubahan. Saya sudah tidak berumur 22 tahun. akan anu lagi. Jumat itu saya ada rapat, ï‚· Tuturan terjadi dalam nanti saya sms lah. suasana tergesa-gesa. MT : Makasih ya pak. Penutur menutup sesi (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 bimbingan hari itu karena WIB) penutur harus segera pergi untuk rapat. ï‚· Tindak verbal: direktif PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51 4.2 Analisis Data Berdasarkan rumusan masalah pada bab I peneliti mendeskripsikan hasil analisis data menjadi dua sub bab yaitu: 1) wujud komunikasi fatis dalam wacana konsultatif antara dosen dan mahasiswa pada program studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta dalam proses pembimbingan skripsi semester genap tahun akademik 2015/2016 dan 2) maksud pragmatik dari setiap wujud komunikasi fatis dalam wacana konsultatif antara dosen dan mahasiswa pada program studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta dalam proses pembimbingan skripsi semester genap tahun akademik 2015/2016. Berikut ini dijelaskan secara rinci mengenai hasil analisis data. 4.2.1 Wujud Tuturan Fatis Harimurti Kridalaksana (1986: 111) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Malinowski dalam tesis Arimi (1998) mendefinisikan phatic communion atau basa-basi digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan tertentu untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Arimi (1998: 95) mengatakan bahwa secara praktis basa-basi didefinisikan sebagai fenomena bahasa yang secara sadar dipakai oleh penutur, akan tetapi secara sadar pula tidak diakuinya ketika ditanyakan kebasa-basian itu. Basa-basi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52 memiliki peranan penting dalam hubungan manusia dalam berkomunikasi. Dalam penggunaan bahasa untuk keperluan basa-basi ini tentulah bukan isi pembicaraan tetapi sikap yang diperlihatkan oleh si pembicara. Si pembicara dapat melakukan gerak atau sikap badan tertentu dan alunan suara tertentu yang dilazimkan dalam suatu masyarakat bahasa. Arimi (1998) membagi tuturan basa-basi yang dipakai dalam masyarakat bahasa Indonesia berdasarkan daya tuturannya digolongkan atas dua jenis, yaitu basa-basi murni dan polar. Basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan. Basa-basi polar adalah tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Berikut ini merupakan hasil analasis data mengenai wujud tuturan fatis antara dosen dan mahasiswa pada program studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta yang diperoleh peneliti berdasarkan kategori acknowledgements. A. Wujud Tuturan Fatis Kategori Meminta Maaf Tuturan fatis meminta maaf yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan penyesalan aatas peristiwa yang terjadi pada diri sendiri. Dalam hal ini, seseorang dapat mengungkapkan rasa penyesalannya terhadap kesalahan yang diperbuatnya kepada orang lain. Berikut ini merupakan wujud tuturan fatis meminta maaf PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53 antara dosen dan mahasiswa program studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Tuturan A1 P : Hem, belum ada contohnya maksudmu? MT : Iya pak, belum ada contohnya maksudnya. P : Kok bisa? MT : Karena di datanya kemarin belum ada pak. Jadi saya masih itu pak. P : Ya mungkin tidak ada, jangan dipaksakan kalo tidak ada. jadi nggak pusing. MT : Iya pak. P : Jadi batasnya adalah, cara berpikirnya begini sumber data kan tiga itu, kalau di situ nggak ada ya jangan dicari. Lalu kemudian kalau mungkin di situ ada, tetapi kamu tidak mendapat, ya sudah, itu artinya keterbatasan pemahaman si peneliti, mohon maaf. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 21 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur menjelaskan kepada mitra tutur tentang bagaimana menganalisis suatu topik skripsi. Penutur merasa sungkan dengan apa yang dikatakannya kepada mitra tutur meskipun itu adalah kenyataan yang sebenarnya.) Tuturan dengan kode A1 tersebut terjadi karena penutur merasa sungkan dengan mitra tutur dengan apa yang dikatakannya yang dapat menyinggung mitra tutur meskipun apa yang dikatakannya itu merupakan kenyataan yang sebenarnya. Tuturan A1 merupakan basa-basi meminta maaf dengan bentuk tuturan “Lalu kemudian kalau mungkin di situ ada, tetapi kamu tidak mendapat, ya sudah, itu artinya keterbatasan pemahaman si peneliti, mohon maaf”. Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun, sedangkan mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berusia 21 tahun. Tuturan tersebut dapat dikatakan sebgai tuturan basa-basi meminta maaf karena dengan tuturan tersebut penutur ingin menjaga hubungan baik antara dirinya dengan mitra tutur. Secara tidak langsung penutur juga menunjukkan etika dan tatakrama agar tidak menyinggung perasaan mitra PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54 tutur. Basa-basi tersebut termasuk dalam subkategori basa-basi meminta maaf karena fungsi tuturannya untuk mengekspresikan penyesalan (Ibrahim, 1993). Penutur menggunakan basa-basi meminta maaf tersebut sebagai media untuk menunjukkan rasa penyesalannya telah berkata suatu hal yang dirasa dapat menyinggung perasaan mitra tutur. Wujud basa-basi dari tuturan A1 tersebut merupakan basa-basi polar. Basa-basi polar adalah tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan (Arimi 1998). Dalam hal ini, penutur melihat bahwa mitra tutur kesulitan mendapatkan data yang sesuai dengan teori yang didapatnya sehingga penutur menjelaskan bahwa mitra tutur tidak perlu memaksakan dirinya secara berlebihan. Penutur memilih ungkapan tersebut agar mitra tutur tidak tersinggung karena keterbatasan yang dimilikinya. Penutur tidak benar-benar meminta maaf kepada mitra tutur karena penutur tidak melakukan kesalahan apapun. Permintaan maaf yang dituturkan penutur dimaksudkan agar mitra tutur tidak tersinggung dengan pernyataan dari penutur. B. Wujud Tuturan Fatis Kategori Menerima Tuturan fatis menerima yaitu fungsi tuturan untuk menerima (menghargai) basa-basi dari lawan tutur. Dalam hal ini, seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu untuk menghargai basa-basi dari orang lain atau untuk sekadar membuat orang lain senang. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55 Tuturan B1 P : Kamu kok punya buku sintaksis? Pinjem? MT : Pinjam perpus kok Pak. P : Saya mau beli lagi tuh ndak ada e. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 21 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur bertanya tentang buku sintaksis yang dibawa mitra tutur. Penutur penasaran darimana mitra tutur mendapatkan buku sintaksis tersebut.) Tuturan B1 merupakan tuturan yang diucapkan oleh mitra tutur dengan bentuk tuturan “Pinjam perpus kok Pak”. Dalam tuturan ini penutur merupakan seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur merupakan mahasiswa perempuan berusia 21 tahun. Tuturan B1 merupakan basa-basi menerima karena mitra tutur bersedia menanggapi tuturan dengan didasari rasa menghargai kepada penutur. Ibrahim (1993: 16) mendefinisikan basa-basi menerima adalah suatu kekuatan bahasa yang berguna untuk menanggapi tuturan dari orang lain yang didasari rasa menghargai dari diri sendiri. Bentuk fatis kok dalam tuturan yang bercetak tebal di atas membuktikan bahwa tuturan B1 tersebut merupakan basa-basi menerima. Bentuk fatis kok yang bertugas untuk menekankan alasan atau jawaban membuktikan bahwa mitra tutur menghargai tuturan dari penutur yang bertanya tentang buku sintaksis yang dibawanya. Jadi dari basa-basi tersebut mitra tutur berusaha untuk menunjukkan rasa menghargai dengan menjawab pertanyaan dari penutur dengan sopan. Wujud dari tuturan B1 adalah basa-basi murni. Arimi (1998) mengatakan bahwa basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan oleh PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56 penutur selaras dengan kenyataan. Dalam hal ini, buku sintaksis yang ditanyakan oleh penutur memang benar dipinjam mitra tutur di perpustakaan karena ada label perpustakaan di sudutnya. Fenomena basa-basi ini juga terlihat pada tuturan B4, B10, dan B12 yang dapat dilihat pada lampiran tabulasi basa-basi menerima. Tuturan B2 MT : Ehmmm.. Haduh pak! P : Kenapa toh? MT : Terus yang ehmmm… apa namanya. Ehmmm… yang kajian pustakanya ini harus ditambahi lagi atau sudah pak? P : Cukup. Ya nanti kalo sambil jalan nemu ya ditambah. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 21 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Mitra tutur bermaksud menanyakan tentang kesulitannya dalam mengerjakan skripsi namun mitra tutur bingung bagaimana harus menjelaskannya kepada penutur.) Tuturan B2 merupakan tuturan yang diucapkan penutur dengan menggunakan ungkapan “Kenapa toh?”. Dalam tuturan tersebut, penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berusia 21 tahun. Tuturan B2 tersebut merupakan basa-basi karena penutur berusaha untuk mempertahankan pembicaraannya dengan mitra tutur dengan menanyakan kegelisahan mitra tutur. Anwar (1984: 46) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan sejemput kata-kata yang dipakai untuk sekedar memecah kesunyian, untuk mempertahankan suasana baik. Tuturan B2 merupakan basa-basi menerima karena penutur berusaha untuk mempertahankan pembicaraannya dengan mitra tutur yang terlihat gelisah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57 Berdasarkan konteksnya tuturan di atas memiliki wujud basa-basi polar. Basa-basi polar adalah tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan (Arimi, 1998). Penutur menanggapi kegelisahan mitra tutur dengan menanyakan penyebab kegelisahannya untuk menjaga kesopanan, meskipun sebenarnya penutur sedang terburu-buru karena ada sesuatu hal lain yang harus dikerjakannya. Penutur melakukan hal demikian agar mitra tutur merasa dihargai oleh penutur dan agar komunikasi selanjutnya dapat berjalan dengan baik. Tuturan B3 P : Ya coba nanti anu, anu apa namanya ini ehmm sambil jalan, kamu yang penting kerja dulu bab 2 tapi sambil baca-baca nanti kalo ada tambahkan ke bab 1. MT : Iya pak. P : Enak kok nggak masalah kok. Ehemm baju baru ya? Bagus e… MT : Iya pak, hehehehe… P : Oh anunya mana itu sil. MT : Oh iya, saya belum, atau sekarang? (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 21 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur melihat bahwa mitra tutur memakai baju baru dan memuji baju yang dikenakan oleh mitra tutur.) Tuturan B3 merupakan tuturan basa-basi dengan menggunakan ungkapan “Enak kok nggak masalah kok. Ehemm baju baru ya? Bagus e…”. Dalam tuturan tersebut, penutur merupakan seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur merupakan mahasiswa perempuan berusia 21 tahun. Tuturan yang bercetak tebal merupakan basa-basi karena penutur berusaha memecah kesunyian dan mempertahankan pembicaraannya dengan mitra tutur karena penutur merasa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58 mitra tutur bosan dengan bimbingan hari itu. Anwar (1984: 46) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan sejumput kata-kata yang dipakai untuk sekadar memecah kesunyian, untuk mempertahankan suasana baik. Tuturan B3 di atas merupakan basa-basi menerima karena penutur menegaskan kembali pernyataannya dengan menggunakan bentuk fatis kok. Penutur juga mencairkan suasana bimbingan dengan memuji pakaian yang dikenakan mitra tutur. Hal tersebut dilakukan penutur agar mitra tutur tidak merasa bosan dengan suasana bimbingan yang monoton. Bentuk fatis ya dalam tuturan yang bercetak tebal tersebut digunakan untuk meminta persetujuan atau pendapat dari mitra tutur apakah benar pakaian yang dipakai mitra tutur itu baru atau tidak. Wujud tuturan basa-basi dari tuturan B3 tersebut adalah basa-basi polar. Basa-basi polar adalah tuturan yang berlawanan dengan realitasnya. Tuturan B3 termasuk basa-basi polar karena penutur tidak benar-benar bermaksud memuji pakaian yang dikenakan mitra tutur karena hal yang ingin dilakukan penutur adalah untuk mencairkan suasana bimbingan yang membosankan baik bagi penutur maupun mitra tutur. Tuturan B5 P : Kenapa nggak nyisir? Wah jan! Aduh kamu ngapel terus nyampek rumah tidur ya? MT : Iya Pak, hehehe. Lelah e Pak. P : Ngapain aja lelah tuh? MT : Kemarin Pak, membuat lelah. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59 (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur kaget dengan penampilan mitra tutur yang berantakan ketika datang bimbingan.) Tuturan B5 merupakan tuturan yang diungkapkan penutur dengan menggunakan bentuk tuturan “Ngapain aja lelah tuh?”. Dalam tuturan tersebut, penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Tuturan yang bercetak tebal tersebut merupakan basa-basi karena penutur menghargai jawaban mitra tutur dengan bertanya lagi tentang keadaan mitra tutur yang datang bimbingan dengan penampilan yang berantakan. Maliknowski dalam tesis Arimi (1998) mendefinisikan basa-basi digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antar peserta komunikasi. Tuturan B5 tersebut merupakan basa-basi menerima karena penutur menanggapi jawaban mitra tutur dengan memberikan pertanyaan lagi agar penutur mendapatkan alasan yang tepat dengan keadaan mitra tutur yang seperti itu. Dalam tuturan yang bercetak tebal tersebut juga digunakan bentuk faits tuh yang bertugas untuk menegaskan pertanyaan dari penutur. Tuturan tersebut terjadi dalam suasana santai sebelum bimbingan skripsi dimulai, penutur kaget dengan penampilan mitra tutur yang berantakan dan berusaha untuk menegur mitra tutur demi menjaga hubungan baik antara penutur dan mitra tutur. Wujud tuturan basa-basi dari tuturan di atas adalah basa-basi murni karena penutur benar-benar ingin tahu mengapa mitra tutur datang bimbingan dengan keadaan yang demikian. Penutur merasa mitra tutur tidak siap untuk bimbingan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60 maka penutur membuat suasana bimbingan yang santai agar mitra tutur tidak terlalu terbebani dengan bimbingan hari itu. Tuturan B6 MT1 : Si Mei mana e? MT2 : Mei? P : Lho si Mei kenapa? MT2 : Nggak tau pak nggak pernah keliatan e pak. P : Dia belum ikut krs juga toh? (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun dan mahasiswa perempuan berumur 21 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Mitra tutur menanyakan keadaan temannya yang tidak pernah terlihat lagi di kampus dan mengkhawatirkan keadaannya.) Tuturan B6 merupakan tuturan basa-basi dengan bentuk tuturan “Lho si Mei kenapa?”. Penutur adalah dosen laki-laki berusia 42 tahun, mitra tutur 1 adalah mahasiswa perempuan berusia 21 tahun dan mitra tutur 2 adalah mahasiwa perempuan berusia 22 tahun. Tuturan tersebut merupakan tuturan basa-basi. Sudaryanto (1991: 26) mengatakan bahwa tuturan berupa tegur sapa, sopan santun dan ramah tamah yang menyangkut perangkat etika, tata susila dan tata karma pergaulan. Dalam tuturan tersebut penutur berusaha untuk ikut terlibat dalam pembicaraan antara mitra tutur 1 dan mitra tutur 2 dengan menanyakan keadaan mahasiswa yang tidak pernah terlihat lagi di kampus. Tuturan B6 merupakan tuturan basa-basi menerima karena penutur memberi tanggapan terhadap pernyataan yang dibuat oleh mtra tutur 1 dan mitra tutur 2. Penutur merasa mahasiswa yang tidak pernah terlihat di kampus itu juga adalah tanggungjawabnya sebagai dosen, maka ia perlu tahu keadaan mahasiswa yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61 dibicarakan tersebut dengan ikut terlibat dalam pembicaraan sehingga dapat meemperoleh informasi yang tepat. Basa-basi dalam tuturan B6 memiliki wujud basa-basi murni. Hal itu dikarenakan tuturan yang diungkapkan penutur sesuai dengan apa yang terlihat. Penutur terlihat panik mengetahui ada salah satu mahasiswanya yang tidak pernah terlihat lagi di kampus. Penutur menunjukkan kekhawatirannya dengan ikut terlibat dalam pembicaraan dengan mitra tutur 1 dan mitra tutur 2. Dengan ikut terlibat dalam pembicaraan penutur dapat mengetahui dengan jelas apa penyebab mahasiswa yang dibicarakan itu tidak terlihat lagi di kampus. Fenomena basa-basi seperti ini juga terlihat dalam tuturan B13 yang dapat dilihat dalam tabulasi basabasi menerima. Tuturan B7 P : Ada sop empal lho. Sop empal gandrung. Arah mau masuk ke Kanisius. MT : Oh iya Pak, nanti saya carinya. P : Namanya itu sop empal gandrung, mungkin gandrung itu namanya yang punya. Ini langsung dibetulin nanti hari Senin hari Jumat udah selesai. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur memberitahu mitra tutur jika ada sop yang menggunakan daging sebagai bahan utamanya yang dapat dimasukkan dalam data penelitiannya.) Tuturan B7 merupakan sebuah tuturan yang diucapkan mitra tutur dengan menggunakan bentuk tuturan “Oh iya Pak, nanti saya carinya”. Dalam tuturan tersebut, penutur adalah seorang dosen berusia 42 tahun dan mitra tutur adalah seorang mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Tuturan yang bercetak tebal PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62 tersebut merupakan basa-basi karena mitra tutur berusaha untuk menunjukkan kesopanan dan melegakan hati penutur. Sudaryanto (1991: 26) mengatakan bahwa basa-basi merupakan tuturan berupa tegur sapa, sopan santun dan ramah tamah yang menyangkut perangakt etika, tata susila, dan tata karma pergaulan. Mitra tutur menanggapi tuturan dari penutur dengan sopan untuk melegakan hati penutur sehingga penutur menganggap mitra tutur akan melakukan apa yang diungkapan oleh penutur. Tuturan B7 di atas termasuk dalam subkategori basa-basi menerima. Arimi (1998) mengatakan bahwa basa-basi menerima yaitu fungsi tuturan untuk menerima (menghargai) basa-basi dari lawan tutur. Dalam hal ini, penutur meminta mitra tutur untuk datang ke suatu tempat yang dapat menjadi referensi untuk data penelitiannya. Mitra tutur menjawab tuturan dari penutur dengan jawaban “Oh iya Pak, nanti saya carinya”. Dari jawaban mitra tutur dapat dilihat bahwa mitra tutur menerima basa-basi dari penutur untuk menunjukkan kesopanannya. Wujud basa-basi dari tuturan basa-basi di atas adalah basa-basi polar karena ekspresi yang ditunjukkan mitra tutur ketika memberikan jawaban kepada penutur berbeda dengan jawaban yang diungkapkan. Ekspresi yang ditunjukkan mitra tutur seperti enggan untuk mencari tempat yang dimaksud penutur. Meskipun begitu mitra tutur tetap menanggapi basa-basi dari penutur untuk menunjukkan kesopanannya dan melegakan hati penutur. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63 Tuturan B8 P : Apakah antara sup dan gulai itu dicampur? MT : Enggak. Dipisah, Pak. P : Nah! MT : Tapi kalau di daftar menunya itu mereka nulisnya sogul Pak. P : Oh.. MT : Nulisnya langsung sogul ini harganya ini. Jadi pesan 1 porsi sogul. P : Saya belum pernah sih. MT : Iya Pak, itu yang paling dekat di ini lho Pak, ehmm… P : Nek ada gulainya saya ndak makan, mungkin supnya bisa saya makan. MT : Oh, iya ya, Pak, ada santannya ya? (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai Penutur meminta penjelasan kepada mitra tutur tentang data penelitian yang didapatnya.) Tuturan B8 di atas menggunakan bentuk tuturan “Oh, iya ya, Pak, ada santannya ya?”. Tuturan tersebut termasuk dalam tuturan basa-basi karena mitra tutur telah mencoba untuk menanggapi tuturan dari penutur dengan sebuah tuturan ringan yang dapat menjaga hubungan baik dengan penutur. Malinowski (1923:315) mengatakan basa-basi digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan, dengan perasaan tertentu untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan B8 di atas termasuk dalam kategori basa-basi menerima. Hal itu dikarenakan mitra tutur bersedia menanggapi tuturan yang didasari dengan rasa menghargai kepada penutur. Mitra tutur mencoba untuk memahami penutur yang memiliki penyakit tertentu sehingga tidak dapat mengkonsumsi makananmakanan yang mengandung santan. Mitra tutur memberikan tanggapan baik untuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64 menjaga kesopansantunannya terhadap penutur yang merupakan dosen pembimbingnya. Tuturan “Oh, iya ya, Pak, ada santannya ya?” menunjukkan bahwa mitra tutur memberikan perhatian kepada penutur dengan menanyakan hal tersebut. Tuturan di atas memiliki wujud tuturan basa-basi murni karena mitra tutur memberikan tanggapan baik kepada penutur. Mitra tutur memberikan tanggapan baik serta gerakan kepala mengangguk yang menunjukkan bahwa dia paham dengan pernyataan dari penutur. Tuturan B10 P : Terus yang ehmmm… Apa namanya. Ehmmm… yang kajian pustakanya ini harus ditambahi lagi atau sudah, Pak? MT : Cukup. Ya nanti kalo sambil jalan nemu ya ditambah. P : Karena yang saya cari itu Pak makalahnya tentang semantik semua gitu. Jadi makalahnya itu makalah-makalah biasa gitu, Pak. MT : Nggak papa, nggak papa kok kalo ada. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah mahasiswa perempuan berumur 21 tahun. Mitra tutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur bingung dengan skripsi yang dibuatnya, penutur bertanya kepada mitra tutur tentang teori yang didapatnya.) Tuturan B10 di atas menggunakan bentuk tuturan “Nggak papa, nggak papa kok kalo ada”. Dalam tuturan tersebut, penutur adalah seorang mahasiswa perempuan berusia 21 tahun sedangkan mitra tutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun. Tuturan B10 merupakan tuturan fatis karena memiliki persamaan karakteristik dengan tuturan basa-basi. Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara (Kridalaksana, 1986: 111). Komunikasi fatis dapat juga disebut dengan basa-basi, karena basa-basi merupakan bagian dari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65 komunikasi fatis. Basa-basi memiliki fungsi sosial yang digunakan dalam situasi ramah tamah dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan oleh peserta komunikasi dengan saling bertukar kata-kata dalam pembicaraan ringan dan perasaan gembira untuk membentuk hidup yang menyenangkan (Malinowski dalam tesis Waridin, 2008: 13). Berdasarkan teori Malinowski, basa-basi itu sendiri cenderung memiliki fungsi sosial dari pada mengomunikasikan ide. Artinya, basa-basi adalah tuturan yang lebih mengutamakan pengaruh atau manfaatnya dari pada pesan yang sebenarnya ingin disampaikan. Jadi, basa-basi pada umumnya adalah tuturan yang tidak membicarakan hal-hal penting, namun cenderung mengutamakan fungsi sosialnya. Tuturan B10 di atas adalah tuturan fatis, bukan tuturan basa-basi. Tuturan tersebut disebut sebagai tuturan fatis karena mitra tutur memberikan tanggapan baik tentang pertanyaan dari penutur berkaitan dengan skripsinya. Penutur dan mitra tutur tidak sedang membicarakan hal lain yang tidak berkaitan dengan skripsi, maka tuturan B10 di atas disebut dengan tuturan fatis. Tuturan B10 di atas termasuk dalam subkategori menerima karena mitra tutur memberikan tanggapan baik atas pertanyaan dari penutur. Mitra tutur memberikan keleluasaan kepada penutur untuk menggunakan teori-teori yang ditemukannya. Jika memang teori yang ditemukan penutur itu sesuai dengan data yang diteliti oleh penutur. Tuturan di atas memiliki wujud tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni tidak termasuk ke dalam tuturan basa-basi murni maupun tuturan basa-basi polar. Tuturan di atas memiliki wujud fatis murni karena tuturan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66 tersebut tidak membicarakan hal yang menyimpang dari pembicaraan awal yang membahas tentang kegelisahan penutur tentang teori yang digunakannya. Tuturan B12 P MT P : Ini sama ya? Satu nada ya? : Iya Pak, cuma saya tambahi gudangan Pak. : Ya, ndak papa. Itu kan pendamping nasi, aman jadi ndak usah. (Jumat, 26 Februari 2016 pukul 10.07-10.55 WIB) (Konteks: Penutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Mitra tutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur mengoreksi skripsi yang dibuat oleh mitra tutur karena mitra tutur menambahkan beberapa data dalam penelitiannya.) Tuturan B12 di atas menggunakan bentuk tuturan “Ya, ndak papa. Itu kan pendamping nasi, aman jadi ndak usah”. Dalam tuturan tersebut, penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur adalah seorang mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Tuturan di atas merupakan tuturan basabasi menerima karena penutur menerima pernyataan dari mitra tutur. Penutur setuju dengan pendapat dari mitra tutur. Penutur berkata demikian untuk sekedar melegakan hati mitra tutur yang tampak kebingungan dengan datanya. Tuturan di atas memiliki wujud tuturan basa-basi murni. Tuturan basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncl, maksudnya apa yang diucapkan penutur selaras dengan kenyataan (Arimi, 1998). Tuturan di atas memiliki wujud basa-basi murni karena penutur menuturkan sesuai dengan kenyataan bahwa mitra tutur boleh menambahkan gudangan sebagai data yang ditelitinya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67 Tuturan B14 MT2 : Metodenya nggak dilihat? MT1 : Ya Tuhan, semoga nggak dilihat ya Tuhan. P : Semoga jangan sampai dilihat. MT1 : Ya Tuhan.. P : Aku menandatangani hal yang salah tapi daripada nanti nggak selesaiselesai. Hahahaha… MT1 : Iyuhhh.. (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) (Konteks: Penutur adalah mahasiswa perempuan berumur 21 tahun. Mitra tutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur meminta mitra tutur 1 untuk menemui dosen pembimbing 2 agar melihat bab 3 yang sudah dibuat agar skripsinya dapat segera selesai.) Tuturan B14 merupakan tuturan dengan bentuk tuturan “Iyuhhh..”. Dalam tuturan B14 ini, penutur merupakan seorang dosen berusia 42 tahun, mitra tutur 1 merupakan mahasiswa perempuan berusia 21 tahun, dan mitra tutur 2 merupakan mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Tuturan tersebut termasuk dalam subkategori basa-basi menerima karena mitra tutur berusaha untuk menjaga hubungan baik dengan penutur. Anwar (1984: 46) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan sejumput kata-kata yang dipakai untuk sekedar memecah kesunyian, untuk mempertahankan suasana baik. Tuturan B14 ini termasuk dalam subkategori menerima namun wujud basa-basinya bukan termasuk dalam basa-basi murni maupun basa-basi polar tetapi wujud basa-basi dari tuturan tersebut adalah fatis murni. Hal itu terjadi karena tuturan yang dikatakan oleh mitra tutur 1 hanya terdiri dari satu kata saja dengan bentuk fatis. Harimurti Kridalaksana (1986: 111) mengatakan bahwa kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan atau PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68 mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan yang terdapat dalam kalimat non-standar yang banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialek. Dalam tuturan mitra tutur di atas, bentuk fatis “iyuhhh” memiliki arti mengejek penutur yang berusaha mendukung mitra tutur dengan cara yang salah. Namun, bentuk fatis “iyuhhh” sebenarnya tidak memiliki arti. Mitra tutur berkata demikian karena tidak senang dengan ungkapan dari penutur karena mitra tutur merasa penutur juga sering mempersulitnya ketika bimbingan. Mitra tutur berkata demikian juga karena mitra tutur ingin segera mengakhiri pembicaraan dengan penutur karena harus segera menemui dosen lain. Tuturan B15 P MT P MT P MT P MT P MT : Apakah antara sup dan gulai itu dicampur? : Enggak. Dipisah, Pak. : Nah! : Tapi kalau di daftar menunya itu mereka nulisnya sogul, Pak. : Oh.. : Nulisnya langsung sogul ini harganya ini. Jadi pesan 1 porsi sogul. : Saya belum pernah sih. : Iya Pak, itu yang paling dekat di ini lho Pak, ehmm… : Nek ada gulainya saya ndak makan, mungkin supnya bisa saya makan. : Oh, iya ya, Pak, ada santannya ya? (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur meminta penjelasan kepada mitra tutur tentang data penelitian yang didapatnya.) Tuturan B15 merupakan tuturan yang memiliki bentuk tuturan “Oh..” yang dituturkan oleh penutur. Tuturan tersebut bukan merupakan tuturan basabasi melainkan tuturan fatis karena penutur dan mitra tutur membicarakan satu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69 pokok permasalahan tertentu. Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur adalah seorang mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Penutur hanya menggunakan satu kata fatis dalam menanggapi tuturan dari mitra tutur. Tuturan di atas termasuk dalam subkategori menerima karena penutur memberikan tanggapan baik atas pernyataan dari mitra tutur. Penutur menyadari bahwa dirinya belum pernah ke rumah makan yang menyediakan menu dengan nama tersebut, maka ia memberikan tanggapan hanya untuk menunjukkan bahwa ia paham dengan apa yang dimaksud oleh mitra tutur. Tuturan di atas memiliki wujud tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni tidak termasuk dalam tuturan basa-basi murni maupun polar. Bentuk fatis “oh” pada tuturan di atas menunjukkan bahwa penutur menerima apa yang dikatakan mitra tutur dan sekaligus penutur juga paham dengan hal itu. Penutur hanya menuturkan satu kata karena ingin memberikan kesempatan mitra tutur untuk menjelaskan kembali tentang data penelitian yang didapatnya itu. Selain itu, bentuk fatis “oh” juga menunjukkan bahwa seseorang mengerti atau paham tentang apa yang dibicarakan kawan bicaranya. Dalam hal ini, penutur menunjukkan bahwa seolah-olah dia paham dengan apa yang dimaksud oleh mitra tutur. Tuturan B16 P MT P : Apakah antara sup dan gulai itu dicampur? : Enggak. Dipisah, Pak. : Nah! (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70 (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur meminta penjelasan kepada mitra tutur tentang data penelitian yang didapatnya.) Tuturan B16 di atas memiliki bentuk tuturan “Nah!” yang dituturkan oleh penutur. Dalam tuturan di atas, penutur adalah seorang dosen laki-laki 42 tahun dan mitra tutur adalah seorang mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Tuturan di atas bukan merupakan tuturan basa-basi karena penutur dan mitra tutur tidak membicarakan hal lain selain data penelitian yang ditanyakan oleh penutur. Selain itu, penutur juga memberikan tanggapan hanya dengan menggunakan satu kata saja dengan bentuk fatis. Tuturan di atas termasuk dalam subkategori menerima karena penutur memberikan tanggapan baik pernyataan dari mitra tutur. Tuturan di atas memiliki wujud tuturan fatis murni karena penutur hanya menuturkan satu kata yang mengandung bentuk fatis “nah”. Selain itu, dalam tuturan tersebut penutur dan mitra tutur membicarakan hal yang sama yaitu tentang data penelitian mitra tutur. Bentuk fatis “nah” bertugas untuk minta supaya kawan bicara mengalihkan perhatian ke hal lain. Dalam hal ini, penutur tidak hanya sekedar meminta perhatian dari mitra tutur namun penutur juga menyatakan bahwa apa yang dikatakan sebelumnya benar. Penutur sebenarnya tidak menyalahkan ataupun membenarkan tentang data tersebut. Penutur hanya ingin mendengar penjelasan yang tepat dari mitra tutur sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman dari orang lain yang membaca skripsinya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71 C. Wujud Tuturan Fatis Kategori Menolak Tuturan fatis menolak yaitu fungsi tuturan untuk menolak (melanggar) basabasi dari mitra tutur. Dalam hal ini, seseorang dapat menggunakan ungkapanungkapan tertentu untuk menolak ajakan atau pendapat dari orang lain. Tuturan C1 P : Ini saya kembalikan, bab 3 dilupakan dulu jangan masuk bab 3. MT : Bab 3 yang ini itu sama dengan yang kemarin Pak. P : Iya tetapi saya tidak mau. Kamu fokus dulu ke yang ini! MT : Iya pak, kan cuma contoh Pak. (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 21 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur meminta supaya mitra tutur fokus dulu ke satu hal agar konsentrasinya tidak terpecah dengan hal-hal yang lain.) Tuturan C1 merupakan tuturan yang diungkapkan penutur dengan bentuk tuturan “Iya tetapi saya tidak mau. Kamu fokus dulu ke yang ini!”. Tuturan tersebut terjadi dalam suasana tegang karena terjadi perdebatan antara penutur dan mitra tutur. Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Berdasarkan konteks tuturan di atas, tuturan C1 termasuk dalam subkategori basa-basi menolak. Hal ini dikarenakan penutur dalam tuturan tersebut secara tegas menolak pendapat dari mitra tutur dan menyatakan pendapatnya sendiri dengan tegas agar mitra tutur fokus untuk merevisi bab 2. Meskipun penutur berbicara dengan nada keras, namun penutur juga tetap menjaga kesopanan dan kewibawaannya sebagai seorang dosen. Wujud basa-basi dari tuturan basa-basi di PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72 atas adalah basa-basi murni karena penutur menunjukkan ekspresi tegas yang dibuktikan dengan nada bicara yang keras kepada mitra tutur. Selain itu, posisi gerak tubuh penutur juga menunjukkan ketegangan karena marah. Fenomena basa-basi seperti ini juga terdapat dalam tuturan basa-basi dengan kode C4 yang dapat dilihat pada lampiran basa-basi subkategori menolak. Tuturan C2 P : Apakah antara sup dan gulai itu dicampur? MT : Enggak, dipisah Pak. P : Nah! MT : Tapi kalau di daftar menunya itu mereka nulisnya sogul tuh Pak. P : Oh.. MT : Nulisnya langsung sogul ini harganya ini. Jadi pesan 1 porsi sogul. P : Saya belum pernah sih. MT : Iya Pak, itu yang paling dekat di ini lho Pak, ehmm… P : Nek ada gulainya saya ndak makan, mungkin supnya bisa saya makan. MT : Oh iya ya Pak, ada santannya ya? (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur meminta penjelasan kepada mitra tutur tentang data penelitian yang didapatnya.) Tuturan C2 di atas memiliki bentuk basa-basi “Tapi kalau di daftar menunya itu mereka nulisnya sogul tuh Pak”. Dalam tuturan tersebut, penutur merupakan seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur merupakan seorang mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Tuturan C2 merupakan tuturan basa-basi karena mitra tutur berusaha mengelak dan berusaha mempertahankan pendapatnya. Mitra tutur berusaha untuk mempertahankan pendapatnya agar penutur percaya dengan data penelitian yang diperolehnya. Meskipun berusaha mempertahankan pendapatnya, mitra tutur tetap menjaga kesopansantunannya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73 terhadap mitra tutur. Hal itu sejalan dengan teori Malinowski (1923: 315) yang mengatakan basa-basi digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Tuturan di atas termasuk dalam basa-basi subkategori menolak. Hal itu dikarenakan, mitra tutur menolak pendapat dari penutur dan berusaha untuk mempertahankan pendapatnya karena mitra tutur merasa bahwa data yang didapatnya itu benar karena sudah sesuai dengan yang ada di lapangan. Bentuk fatis “tuh” juga membuktikan bahwa tuturan tersebut merupakan basa-basi menolak karena mitra tutur tidak serta merta berkata bahwa dia tidak setuju dengan pendapat penutur namun ada rasa kesopansantunan yang dijaga agar hubungan baik antara mitra tutur dengan penutur. Tuturan C2 di atas memiliki wujud basa-basi polar, karena mitra tutur menjawab tuturan dari penutur dengan langsung menunjukkan bukti. Mitra tutur ketika ditanya pertama kali setuju dengan pernyataan penutur namun kemudian mitra tutur mengelak dan memperbaiki jawabannya dengan hal lain. Fenomena basa-basi ini juga terdapat dalam tuturan C3, C5, dan C6 yang dapat dilihat dalam tabel basa-basi subkategori menolak di bagian lampiran. Tuturan C7 P : Apakah antara sup dan gulai itu dicampur? MT : Enggak, dipisah Pak. P : Nah! MT : Tapi kalau di daftar menunya itu mereka nulisnya sogul Pak. P : Oh.. MT : Nulisnya langsung sogul ini harganya ini. Jadi pesan 1 porsi sogul. P : Saya belum pernah sih. MT : Iya Pak, itu yang paling dekat di ini lho Pak, ehmm… P : Nek ada gulainya saya ndak makan, mungkin supnya bisa saya makan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74 MT : Oh iya ya Pak, ada santannya ya? (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur meminta penjelasan mitra tutur tentang data penelitian yang didapatnya.) Tuturan C7 dalam tuturan tersebut termasuk basa-basi menolak karena penutur menolak ajakan mitra tutur untuk makan di salah satu rumah makan yang menyediakan gulai dan sup ayam. Dalam tuturan tersebut, penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Tuturan di atas merupakan basa-basi menolak karena penutur bermaksud menolak tawaran mitra tutur secara halus. Kalimat yang berbunyi “Nek ada gulainya saya ndak makan” menunjukkan penolakan secara halus dan merupakan basa-basi agar mitra tutur tidak tersinggung dengan penolakan dari penutur. Tuturan C7 di atas termasuk dalam basa-basi menolak karena penutur bermaksud menjaga hubungan yang baik dengan mitra tutur dan menunjukkan kesopansantunannya kepada mitra tutur. Tuturan basa-basi di atas memiliki wujud basa-basi murni. Basa-basi digunakan untuk menolak tawaran dari mitra tutur untuk menjaga hubungan baik dan kesopanan. Penutur tidak langsung memberikan penolakan atas tawaran dari mitra tutur, sehingga wujud basa-basi dari tuturan tersebut adalah basa-basi murni. Artinya apa yang diungkapkan penutur tersebut sesuai dengan kenyataan. Kenyataan bahwa penutur menderita penyakit tertentu sehingga tidak dapat mengkonsumsi makanan yang mengandung santan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75 D. Wujud Tuturan Fatis Kategori Mengundang Tuturan fatis mengundang yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi. Dalam hal ini, seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan untuk membuat janji dengan orang lain. Tuturan D1 P : Selamat sore, Pak. MT : Selamat sore, gimana kabarnya? Saudara Silvi, sebentar agak ke sini ya karena itu urusan lain jadi agak ke sini. Ini nanti saya hanya ingin tahu Saudara itu dari membaca ini, saya rasa kamu belum menguasai permasalahan ya? Atau mungkin cara membahasakannya yang belum tepat, kok pake kata wujud itu lho maksudnya apa? P : Bentuknya itu Pak. (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) (Konteks: Penutur adalah mahasiswa perempuan berumur 21 tahun. Mitra tutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur memberi salam kepada mitra tutur karena akan bimbingan skripsi.) Tuturan D1 merupakan tuturan basa-basi mengundang karena mitra tutur meminta penutur untuk menempati tempat lain tetapi tempat lain yang dimaksud hanya kursi di sebelahnya. Mitra tutur tidak benar-benar meminta penutur untuk menempati tempat lain karena hanya ada dua kursi di ruangan tersebut. Dalam tuturan tersebut, penutur adalah seorang mahasiswa perempuan berusia 21 tahun dan mitra tutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun. Ibrahim (1993) mengatakan basa-basi mengundang adalah fungsi tuturan untuk mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi. Dalam basa-basi tersebut mitra tutur menggunakan bentuk fatis ya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76 Bentuk fatis ya digunakan untuk meminta persetujuan dari kawan bicara (Kridalaksana, 1986). Dalam kasus ini, bentuk fatis ya digunakan untuk meminta persetujuan dari penutur, namun dalam pernyataan itu mengandung makna perintah di dalamnya. Wujud dari basa-basi di atas adalah basa-basi murni, karena ungkapanungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan oleh mitra tutur selaras dengan kenyataan (Arimi, 1998). Mitra tutur benar-benar meminta penutur untuk berpindah tempat karena ada pekerjaan lain di tempat yang biasa dipakai oleh penutur. Tuturan D3 P PR. MT : Nanti kamu ketemu saya hari Jumat ya? Karena saya masih punya : Iya, Pak. (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur membuat janji bimbingan skripsi dengan mitra tutur.) Tuturan D3 di atas dituturkan penutur dengan bentuk tuturan “Nanti kamu ketemu saya hari Jumat ya? Karena saya masih punya PR.”. Dalam tuturan tersebut, penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur adalah seorang mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Tuturan tersebut merupakan tuturan basa-basi mengundang karena penutur meminta mitra tutur untuk datang kembali untuk bimbingan skripsi pada hari Jumat. Tuturan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77 tersebut termasuk basa-basi mengundang karena penutur berharap agar mitra tutur segera menyelesaikan skripsinya karena itu penutur meminta mitra tutur untuk bimbingan lagi pada hari Jumat. Jakobson (1980) mendefinisikan bahwa basa-basi adalah tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan atau memutuskan komunikasi untuk memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan untuk menarik perhatian lawan bicara atau menjaga agar lawan bicara tetap memperhatikan. Penutur menuturkan basa-basi tersebut karena bermaksud untuk mengakhiri bimbingan skripsi pada hari itu. Tuturan D3 di atas memiliki wujud basa-basi yaitu basa-basi murni karena penutur benar-benar berharap bahwa mitra tutur akan datang bimbingan hari Jumat. Basa-basi murni yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul (Arimi, 1998). Penutur menegaskan agar mitra tutur datang bimbingan hari Jumat, hal itu ditujukkan dengan tuturan yang menggunakan bentuk fatis ya. Bentuk fatis ya digunakan untuk meminta persetujuan dari kawan bicara (Kridalaksana, 1986). Tuturan D4 P : Permisi, Pak. MT: Oh iya, mari silahkan duduk dulu. Hari ini kalian mau mengumpulkan? P : Bab 2, Pak. MT: Bab 2 yang direvisi ya? P : Iya. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Mitra tutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Mitra tutur mempersilahkan penutur masuk ke ruangan dan memulai bimbingan skripsi pada hari itu.) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78 Tuturan D4 di atas diucapkan mitra tutur dengan bentuk tuturan “Oh iya, mari silahkan duduk dulu. Hari ini kalian mau mengumpulkan?”. Tuturan tersebut termasuk tuturan basa-basi karena mitra tutur berusaha untuk membuka pembicaraan dengan penutur dan tujuannya adalah untuk mempertahankan hubungan baiknya dengan penutur. Basa-basi merupakan sejumput kata-kata yang dipakai untuk sekedar memecah kesunyian, untuk mempertahankan suasana baik dan sebagainya, sehingga bahasa tidak hanya digunakan untuk menyampaikan perasaan atau pikiran (Anwar, 1984: 46). Secara lebih spesifik, basa-basi di atas termasuk dalam subkategori basabasi mengundang karena mitra tutur memberikan sebuah penawaran kepada penutur. Mitra tutur mempersilahkan penutur untuk duduk. Meskipun sebenarnya tujuan utamanya adalah untuk menjaga hubungan baik dengan penutur agar tercipta suasana baik ketika bimbingan skripsi. Oleh karena itu, wujud basa-basi tuturan D4 tersebut adalah basa-basi polar yaitu tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Dalam hal ini, mitra tutur memang mempersilahkan penutur untuk duduk namun hal itu dilakukan hanya untuk menjaga kesopanan saja. Tuturan tersebut hanyalah tuturan basa-basi sebagai bentuk refleks dari dirinya ketika ada seseorang yang datang ke ruangannya dan itu dia gunakan juga untuk memulai pembicaraan dengan penutur. Tuturan D5 P MT P : Terus kalo sudah, laki-laki di luar itu disuruh masuk. : Iya, Pak. Terus saya ke sini hari? : Nanti kamu ke sini terus sudah Pak, gitu. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79 MT : Oh, iya, Pak, hahaha sudah Pak. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Mitra tutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur meminta mitra tutur untuk memanggil mahasiswa lain yang sudah menunggu untuk bimbingan skripsi.) Tuturan D5 di atas dituturkan penutur dengan bentuk tuturan “Nanti kamu ke sini terus sudah Pak, gitu”. Dalam tuturan tersebut, penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun sedangkan mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Tuturan tersebut merupakan tuturan basa-basi karena penutur berusaha untuk mempertahankan pembicaraannya dengan mitra tutur agar dapat menjaga hubungan baik dengan mitra tutur. Tuturan di atas termasuk dalam subkategori basa-basi mengundang karena penutur mengharapkan sesuatu yang baik dari mitra tutur. Ibrahim (1993) mengatakan bahawa basa-basi mengundang adalah fungsi tuturan untuk mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi. Dalam hal ini, penutur mengharapkan mitra tutur segera menyelesaikan tugasnya sehingga dapat bimbingan lagi sesuai dengan jadwal sehingga skripsinya dapat selesai lebih cepat. Tuturan D5 tersebut memiliki wujud basa-basi polar. Basa-basi polar yaitu tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya (Arimi, 1998). Dalam tuturan tersebut, penutur hanya bergurau dengan mengatakan “Nanti kamu ke sini terus sudah Pak, gitu”. Penutur tidak benar-benar meminta mitra tutur untuk datang kembali setelah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80 bimbingan berakhir. Penutur mengatakan demikian agar hubungan antara penutur dan mitra tutur dapat terjalin dengan baik. E. Wujud Tuturan Fatis Kategori Selamat Tuturan fatis selamat yaitu fungsi tuturan mengekspresikan kegembiraan karena adanya kabar baik tentang orang lain. Dalam hal ini, seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan untuk menunjukkan perasaan gembira atas kabar baik tentang orang lain. Tuturan E1 P MT P MT P MT : Nilai TKBI saya udah keluar lho, Pak! : Oh ya? Dapat berapa? : A: Asikkk! Selamat ya! : Kalau nilai segitu boleh toh, Pak? : Boleh lah… Bagus malahan itu! (Jumat, 26 Februari 2016 pukul 10.07-10.55 WIB) (Konteks: Penutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Mitra tutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur memberitahukan kepada mitra tutur tentang hasil tes TKBI.) Tuturan E1 di atas diucapkan penutur dengan bentuk tuturan “Asikkk! Selamat ya!”. Tuturan tersebut merupakan tuturan basa-basi karena penutur berusaha menjalin hubungan baik dengan mitra tutur. Malinowski (1923: 315) mengatakan bahwa basa-basi digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Penutur mengungkapan perasaan senang dan bangganya karena mitra tutur dapat memperoleh nilai yang memuaskan dari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81 tesnya. Hal itu dilakukan agar tercipta suasana yang baik antara penutur dan mitra tutur. Tuturan E1 di atas termasuk dalam kategori basa-basi selamat karena penutur mengungkapkan kegembiraannya atas hasil yang diperoleh mitra tutur. Wujud basa-basi dari tuturan tersebut adalah basa-basi murni yaitu ungkapan–ungkapan yang digunakan penutur sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan (Arimi, 1998). Dalam tuturan tersebut, penutur dengan tulus memberikan ucapan selamat kepada mitra tutur atas hasil yang didapatkan oleh mitra tutur. Oleh karena itu, penutur menggunakan tuturan basa-basi sebagai medianya. F. Wujud Tuturan Fatis Kategori Salam Tuturan fatis salam yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan rasa senang karena bertemu dengan seseorang. Dalam hal ini, seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan untuk menunjukkan rasa senang karena bertemu dengan seseorang atau untuk sekadar menunjukkan kesopanannya ketika bertemu orang lain. Tuturan F1 P MT P MT : Halo, selamat pagi, Wil. : Pagi, Pak. : Kamu bawa ini to? Bawa yang … : Yang revisi, Pak. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa laki-laki berumur 22 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82 santai. Penutur menyambut kedatangan mitra tutur yang akan bimbingan skripsi hari itu.) Tuturan F1 memiliki basa-basi salam “Halo, selamat pagi, Wil” yang dituturkan oleh penutur. Dalam tuturan tersebut, penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur adalah mahasiswa laki-laki berusia 21 tahun. Tuturan tersebut merupakan basa-basi karena penutur berusaha menarik perhatian dari mitra tutur. Tuturan di atas jelas sekali merupakan basa-basi salam karena penutur memberikan sapaan kepada mitra tutur sebagai bentuk keramahan. Bentuk fatis halo dalam tuturan tersebut digunakan untuk menyalami mitra tutur dan menunjukkan bahwa penutur merasa senang karena mitra tutur datang bimbingan skripsi setelah lama tidak datang bimbingan. Tuturan di atas memiliki wujud basa-basi murni. Basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan penutur selaras dengan kenyataan. Tuturan tersebut sesuai dengan konteks tuturannya yaitu penutur mengucapkan selamat sore karena hari itu bimbingan memang dilaksanakan pada sore hari. Fenomena basa-basi seperti ini terlihat pula pada tuturan F2 yang dapat dilihat pada tabulasi kategori salam di bagian lampiran. G. Wujud Tuturan Fatis Kategori Terima Kasih Tuturan fatis terima kasih yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan terima kasih karena mendapat bantuan. Dalam hal ini, seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan untuk menunjukkan rasa terima kasih karena telah mendapatkan bantuan dari orang lain. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83 Tuturan G1 P : Ihh untuk saya? Makasih ya! MT : Kalo bapak nggak ada, di tempat mbak Ros? P : Ha’a. MT : Makasih ya, Pak. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur melihat mitra tutur membawa sesuatu yang dikiranya akan diberikan kepadanya.) Tuturan G1 di atas merupakan tuturan basa-basi dengan bentuk tuturan “Ihh untuk saya? Makasih ya!” yang dituturkan oleh penutur. Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Tuturan yang bercetak tebal di atas merupakan tuturan basa-basi karena penutur ingin menunjukkan sikap ramahnya kepada mitra tutur untuk menghargai kebaikan hati dari mitra tutur. Tuturan tersebut merupakan basa-basi terima kasih. Basa-basi terima kasih adalah fungsi tuturan untuk menyatakan terima kasih karena mendapat bantuan dari lawan bicaranya (Ibrahim, 1993). Dalam hal ini, penutur mengucapkan terima kasih atas sesuatu yang diberikan oleh mitra tutur. Tuturan G1 memiliki wujud basa-basi murni karena tuturan yang dituturkan penutur sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul. Penutur merasa tersanjung karena mitra tutur memberikan sesuatu kepadanya. Penutur menggunakan tuturan basa-basi karena penutur ingin menunjukkan keramahannya kepada mitra tutur. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84 Tuturan G2 P : Ya sudah nanti saya baca. Tandatangan belum? Halah, belum diisi? Tanda tangan aja. Aduh, merah nggak papa ya? Wes, saya juga ditunggu ini nanti. Hari Jumat nanti saya tunggu sudah jadi nanti bab 2 dengan perubahan-perubahan. Saya sudah tidak akan anu lagi. Jumat itu saya ada rapat, nanti saya sms lah. MT : Makasih ya, Pak. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur menutup sesi bimbingan hari itu karena penutur harus segera pergi rapat.) Tuturan G2 “Makasih ya, Pak” merupakan tuturan basa-basi yang dituturkan oleh mitra tutur. Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Tuturan tersebut merupakan tuturan basa-basi karena mitra tutur berusaha menghargai penutur yang sedang terburu-buru karena ada sesuatu hal lain yang harus dikerjakan. Mitra tutur sadar diri jika dirinya hanya akan mengganggu penutur jadi mitra tutur segera mengucapkan terima kasih dan meninggalkan ruangan penutur. Tuturan tersebut termasuk basa-basi terima kasih karena mitra tutur berusaha untuk menghargai bahwa penutur sedang terburu-buru dan masih mau menerima skripsi mitra tutur. Mitra tutur merasa sungkan berada di dalam ruangan tersebut maka mitra tutur segera mengucapkan terima kasih dan meninggalkan ruangan tersebut. Tuturan tersebut memiliki wujud basa-basi murni. Hal itu dikarenakan mitra tutur sadar bahwa penutur sedang terburu-buru maka dia segera meninggalkan ruangan dan mengucapkan terima kasih karena penutur sudah mau meluangkan waktu untuk menerima skripsi dari mitra tutur. Fenomena basa-basi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85 ini terdapat juga dalam tuturan G3 yang dapat dilihat dalam tabulasi kategori terima kasih di bagian lampiran. 4.2.2 Maksud Tuturan Fatis Setiap orang yang bertutur tentu terdapat maksud yang ingin disampaikannya. Rahardi (2003: 16-17) memaparkan bahwa ilmu bahasa pragmatik sesungguhnya mengkaji maksud penutur di dalam konteks situasi dan lingkungan sosial-budaya tertentu. Artinya pragmatik mengkaji makna satuan lingual tertentu secara eksternal. Wijana dan Muhammad (2008: 10-11) juga mendefinisikan maksud sebagai elemen luar bahasa yang bersumber dari pembicara. Jadi, maksud yang ada dalam setiap tuturan adalah milik si penutur, bukan milik tuturan. Tuturan adalah media bagi penutur untuk menyampaikan maksud tertentu. Dalam pembahasan ini, peneliti akan mendeskripsikan maksud dari tuturan basa-basi yang dituturkan oleh penutur dan mitra tutur. Peneliti juga menggunakan partikel fatis (ah, ayo, deh, dong, ding, halo, kan, kek, kok, -lah, lho, mari, nah, dan ya) yang dikemukakan oleh Harimurti Kridalaksana (1986: 111) untuk mempertegas dan mengukuhkan maksud yang ingin disampaikan oleh peserta komunikasi melalui tuturan basa-basinya. Berikut ini merupakan analisis data mengenai maksud tuturan fatis antara dosen dan mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86 A. Maksud Tuturan Fatis Kategori Meminta Maaf Tuturan fatis meminta maaf (apologize) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresiakan penyesalan atas peristiwa yang terjadi pada diri sendiri. Jadi tuturan fatis meminta maaf yang diucapkan oleh seseorang memiliki maksud penyesalan atau rasa tidak enak hati yang ingin ditujukkan seseorang kepada lawan bicaranya, atas konteks yang melingkupi tuturan fatis tersebut. Berikut ini merupakan maksud tuturan fatis meminta maaf yang diucapkan oleh dosen dan mahasiswa program studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Tuturan A1 P : Hem, belum ada contohnya maksudmu? MT : Iya pak, belum ada contohnya maksudnya. P : Kok bisa? MT : Karena di datanya kemarin belum ada pak. Jadi saya masih itu pak. P : Ya mungkin tidak ada, jangan dipaksakan kalo tidak ada. jadi nggak pusing. MT : Iya pak. P : Jadi batasnya adalah, cara berpikirnya begini sumber data kan tiga itu, kalau di situ nggak ada ya jangan dicari. Lalu kemudian kalau mungkin di situ ada, tetapi kamu tidak mendapat, ya sudah, itu artinya keterbatasan pemahaman si peneliti, mohon maaf. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 21 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur menjelaskan kepada mitra tutur tentang bagaimana menganalisis suatu topik skripsi. Penutur merasa sungkan dengan apa yang dikatakannya kepada mitra tutur meskipun itu adalah kenyataan yang sebenarnya.) Tuturan A1 di atas, penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur adalah seorang mahasiswa perempuan berusia 21 tahun. Mitra tutur merasa kesulitan dengan contoh yang harus didapatnya, mitra tutur meminta PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87 saran penutur tentang hal tersebut. Penutur menjelaskan kepada mitra tutur agar tidak terlalu memaksakan diri untuk mendapatkan data yang sesuai dengan teori yang digunakan. Maksud penutur melalui tuturan fatis tersebut adalah penutur tidak benarbenar meminta maaf kepada mitra tutur karena penutur tidak bersalah. Penutur menuturkan demikian agar mitra tutur tidak tersinggung dengan pernyataan dari penutur. Hal itu dilakukan untuk menjaga hubungan baik antara penutur dan mitra tutur. B. Maksud Tuturan Fatis Kategori Menerima Tuturan fatis menerima (Accept) yaitu fungsi tuturan untuk menerima (menghargai) basa-basi dari lawan tutur. Berdasarkan hal inilah, seseorang dapat menuturkan sebuah ungkapan atau basa-basi yang bermaksud menanggapi, menerima, atau bahkan menghargai tuturan dari orang lain. Tentunya maksud dari tuturan fatis menerima ini dipengaruhi oleh konteks dan niat pribadi dari “si pengucapnya”. Berikut ini merupakan maksud tuturan fatis menerima yang diucapkan oleh dosen dan mahasiswa program studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Tuturan B1 P : Kamu kok punya buku sintaksis? Pinjem? MT : Pinjam perpus kok Pak. P : Saya mau beli lagi tuh ndak ada e. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88 (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 21 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur bertanya tentang buku sintaksis yang dibawa mitra tutur. Penutur penasaran darimana mitra tutur mendapatkan buku sintaksis tersebut.) Tuturan B1 di atas, penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur adalah seorang mahasiswa perempuan berusia 21 tahun. Penutur berusaha untuk mempertahankan pembicaraan dengan mitra tutur. Penutur memulai percakapan dengan menanyakan buku sintaksis yang dibawa oleh mitra tutur. Maksud tuturan tersebut adalah penutur berusaha untuk mempertahankan pembicaraannya dengan mitra tutur. Penutur membuka pembicaraan dengan menyakan tentang buku sintaksis yang dibawa oleh mitra tutur. Penutur tidak benar-benar ingin tahu dari mana mitra tutur mendapatkan buku tersebut, sedangkan mitra tutur menjawab pertanyaan dari penutur untuk menjaga sopan santun dan menghargai penutur. Tuturan B2 MT : Ehmmm.. Haduh pak! P : Kenapa toh? MT : Terus yang ehmmm… apa namanya. Ehmmm… yang kajian pustakanya ini harus ditambahi lagi atau sudah pak? P : Cukup. Ya nanti kalo sambil jalan nemu ya ditambah. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 21 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Mitra tutur bermaksud menanyakan tentang kesulitannya dalam mengerjakan skripsi namun mitra tutur bingung bagaimana harus menjelaskannya kepada penutur.) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89 Tuturan B2 di atas, penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berusia 21 tahun. Mitra tutur bingung dengan skripsi yang dikerjakannya. Mitra tutur meminta penjelasan dari penutur agar dia dapat lebih jelas dalam mengerjakan skripsinya. Penutur menanggapi mitra tutur dengan sabar agar dapat memberikan penjelasan yang baik kepada mitra tutur. Maksud dari tuturan tersebut adalah penutur tidak benar-benar menanyakan kesulitan mitra tutur. Penutur hanya sekadar memecah kesunyian karena mitra tutur terlihat bingung untuk menyusun kalimat. Penutur berusaha dengan sabar menanyakan ada apa agar mitra tutur tidak takut ketika bertanya tentang skripsinya. Penutur menggunakan bentuk fatis toh untuk menekankan bahwa penutur menunggu mitra tutur memberikan pertanyaan tentang skripsnya. Tuturan B3 P : Ya coba nanti anu, anu apa namanya ini ehmm sambil jalan, kamu yang penting kerja dulu bab 2 tapi sambil baca-baca nanti kalo ada tambahkan ke bab 1. MT : Iya pak. P : Enak kok nggak masalah kok. Ehemm baju baru ya? Bagus e… MT : Iya pak, hehehehe… P : Oh anunya mana itu sil. MT : Oh iya, saya belum, atau sekarang? (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 21 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur melihat bahwa mitra tutur memakai baju baru dan memuji baju yang dikenakan oleh mitra tutur.) Tuturan B3 di atas, penutur merupakan seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur merupakan mahasiswa perempuan berusia 21 tahun. Penutur PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90 berusaha untuk memecah kesunyian dan menjaga hubungan baik antara penutur dan mitra tutur. Penutur melihat bahwa mitra tutur memakai baju baru dan berpenampilan berbeda dari biasanya. Maksud dari tuturan tersebut adalah penutur tidak benar-benar memuji penampilan mitra tutur. Penutur hanya sekedar untuk memecah kesunyian dan menjalin hubungan baik dengan mitra tutur. Pujian yang dituturkan penutur tersebut dilakukan agar mitra tutur tidak merasa tegang dengan bimbingan skripsi pada hari itu. Penutur melihat bahwa mitra tutur sangat tegang jadi untuk mencairkan suasana penutur berusaha untuk memuji penampilan mitra tutur yang memang tampak sangat berbeda dengan biasanya. Tuturan B5 P : Kenapa nggak nyisir? Wah jan! Aduh kamu ngapel terus nyampek rumah tidur ya? MT : Iya Pak, hehehe. Lelah e Pak. P : Ngapain aja lelah tuh? MT : Kemarin Pak, membuat lelah. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur kaget dengan penampilan mitra tutur yang berantakan ketika datang bimbingan.) Dalam tuturan B5 tersebut, penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Penutur kaget dengan penampilan mitra tutur yang berantakan ketika datang bimbingan skripsi. Penampilan mitra tutur sangat tidak rapi dan tidak pantas untuk menemui PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91 dosen. Penutur merasa kurang dihargai sebagai dosen karena mitra tutur datang dengan penampilan yang sangat berantakan. Maksud dari tuturan tersebut adalah penutur ingin agar mitra tutur memperbaiki penampilannya ketika bimbingan. Penutur terus memberikan pertanyaan agar mendapatkan alasan yang tepat mengapa mitra tutur terlihat tidak siap ketika datang bimbingan. Meskipun tidak memberikan teguran secara langsung, penutur berharap bahwa mitra tutur dapat mengerti maksud dari penutur yang tidak suka jika mitra tutur datang bimbingan dengan penampilan yang berantakan seperti itu. Tuturan B6 MT1 : Si Mei mana e? MT2 : Mei? P : Lho si Mei kenapa? MT2 : Nggak tau pak nggak pernah keliatan e pak. P : Dia belum ikut krs juga toh? (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun dan mahasiswa perempuan berumur 21 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Mitra tutur menanyakan keadaan temannya yang tidak pernah terlihat lagi di kampus dan mengkhawatirkan keadaannya.) Tuturan B6 di atas, penutur adalah dosen laki-laki berusia 42 tahun, mitra tutur 1 adalah mahasiswa perempuan berusia 21 tahun dan mitra tutur 2 adalah mahasiwa perempuan berusia 22 tahun. Mitra tutur 1 dan mitra tutur 2 sedang membicarakan salah satu teman mereka yang tidak pernah terlihat di kampus. Penutur ikut terlibat dalam pembicaraan dengan ikut menanyakan salah satu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92 mahasiswanya tersebut. Hal itu dilakukan agar penutur merasa dilibatkan dalam pembicaraan antara mitra tutur 1 dan mitra tutur 2. Maksud dari tuturan tersebut adalah penutur tidak hanya sekedar untuk menanyakan keadaan dari mahasiswa yang tidak pernah terlihat di kampus tersebut, namun penutur juga ingin dilibatkan dalam pembicaraan. Jika kedua mitra tutur hanya berbincang berdua penutur merasa tidak dihargai padahal penutur ada di depan kedua mitra tutur. Maka, penutur mencoba untuk terlibat dalam pembicaraan antara mitra tutur 1 dan mitra tutur 2. Tuturan B7 P : Ada sop empal lho. Sop empal gandrung. Arah mau masuk ke Kanisius. MT : Oh, iya, Pak, nanti saya carinya. P : Namanya itu sop empal gandrung, mungkin gandrung itu namanya yang punya. Ini langsung dibetulin nanti hari Senin hari Jumat udah selesai. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur memberitahu mitra tutur jika ada sop yang menggunakan daging sebagai bahan utamanya yang dapat dimasukkan dalam data penelitiannya.) Dalam tuturan B7 tersebut, penutur adalah seorang dosen berusia 42 tahun dan mitra tutur adalah seorang mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Penutur menjelaskan kepada mitra tutur tentang salah satu makanan pendamping nasi yang dapat dijadikan data oleh mitra tutur. Penutur meminta mitra tutur untuk menambahkan makanan tersebut sebagai data penelitiannya agar mitra tutur dapat menyajikan data yang bervariasi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93 Maksud dari tuturan tersebut adalah mitra tutur berusaha untuk melegakan hati penutur dengan memberikan kesanggupan akan menambah data penelitiannya dengan usulan dari penutur. Mitra tutur tidak benar-benar akan menambah data penelitiannya dengan makanan tersebut karena mitra tutur belum pernah melihat maupun mencicipi makanan tersebut. Namun, untuk menjaga kesopanan, mitra tutur memberikan jawaban kesanggupannya kepada penutur. Tuturan B8 P : Apakah antara sup dan gulai itu dicampur? MT : Enggak. Dipisah, Pak. P : Nah! MT : Tapi kalau di daftar menunya itu mereka nulisnya sogul Pak. P : Oh.. MT : Nulisnya langsung sogul ini harganya ini. Jadi pesan 1 porsi sogul. P : Saya belum pernah sih. MT : Iya Pak, itu yang paling dekat di ini lho Pak, ehmm… P : Nek ada gulainya saya ndak makan, mungkin supnya bisa saya makan. MT : Oh, iya ya, Pak, ada santannya ya? (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai Penutur meminta penjelasan kepada mitra tutur tentang data penelitian yang didapatnya.) Tuturan B8 di atas, penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur adalah seorang mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Tuturan di atas membicarakan tentang data penelitian yang didapat oleh mitra tutur. Penutur meminta penjelasan tentang data penelitian tersebut karena ia merasa data yang didapat mitra tutur tidak sesuai dengan kenyataan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94 Maksud dari tuturan tersebut adalah mitra tutur memberikan tanggapan baik dari pernyataan penutur. Mitra tutur menunjukkan perhatiannya dengan meminta persetujuan dari penutur apakah jika memakai santan tidak boleh dikonsumsi oleh penutur. Mitra tutur mengatakan demikian dengan tujuan untuk lebih mempererat hubungan antara dia dengan penutur. Tuturan B10 P : Terus yang ehmmm… Apa namanya. Ehmmm… yang kajian pustakanya ini harus ditambahi lagi atau sudah, Pak? MT : Cukup. Ya nanti kalo sambil jalan nemu ya ditambah. P : Karena yang saya cari itu Pak makalahnya tentang semantik semua gitu. Jadi makalahnya itu makalah-makalah biasa gitu, Pak. MT : Nggak papa, nggak papa kok kalo ada. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah mahasiswa perempuan berumur 21 tahun. Mitra tutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur bingung dengan skripsi yang dibuatnya, penutur bertanya kepada mitra tutur tentang teori yang didapatnya.) Dalam tuturan tersebut, penutur adalah seorang mahasiswa perempuan berusia 21 tahun sedangkan mitra tutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun. Penutur bingung dengan skripsi yang dibuatnya. Penutur meminta saran kepada mitra tutur apakah teori yang didapatnya dari sumber lain dapat dimasukkan dalam skripsinya atau tidak. Mitra tutur memberikan tanggapan baik karena ia memberikan keleluasaan kepada penutur untuk mencari teori yang sesuai dengan penelitiannya. Maksud dari tuturan tersebut adalah mitra tutur memberikan kebebasan kepada penutur untuk mencari teori dari sumber mana saja. Namun teori itu harus sesuai dengan penelitian yang dibuatnya. Mitra tutur tidak memaksakan harus PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95 menggunakan teori tertentu agar penutur semakin mendapatkan ilmu baru dari Tuturan B12 P MT P : Ini sama ya? Satu nada ya? : Iya Pak, cuma saya tambahi gudangan Pak. : Ya, ndak papa. Itu kan pendamping nasi, aman jadi ndak usah. (Jumat, 26 Februari 2016 pukul 10.07-10.55 WIB) (Konteks: Penutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Mitra tutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur mengoreksi skripsi yang dibuat oleh mitra tutur karena mitra tutur menambahkan beberapa data dalam penelitiannya.) Dalam tuturan B12 tersebut, penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur adalah seorang mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Penutur memberikan koreksi skripsi yang dibuat oleh mitra tutur. Mitra tutur memberikan penjelasan tentang data penelitian yang didapatnya. Penutur memberikan tanggapan positif dengan menyetujui data yang didapat oleh mitra tutur karena sudah sesuai dengan data awal penelitian. Maksud dari tuturan tersebut adalah penutur menyetujui data yang didapat oleh mitra tutur. Penutur melakukan hal tersebut karena mitra tutur sudah sesuai dalam mendapatkan data yang sudah disepakati dari awal. Penutur memberikan tanggapan baik agar mitra tutur menambah lagi data penelitiannya sehingga semakin bervariasi data yang akan ditelitinya. Tuturan B14 MT2 : Metodenya nggak dilihat? MT1 : Ya Tuhan, semoga nggak dilihat ya Tuhan. P : Semoga jangan sampai dilihat. MT1 : Ya Tuhan.. P : Aku menandatangani hal yang salah tapi daripada nanti nggak selesaiselesai. Hahahaha… PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96 MT1 : Iyuhhh.. (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) (Konteks: Penutur adalah mahasiswa perempuan berumur 21 tahun. Mitra tutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur meminta mitra tutur 1 untuk menemui dosen pembimbing 2 agar melihat bab 3 yang sudah dibuat agar skripsinya dapat segera selesai.) Dalam tuturan B14 ini, penutur merupakan seorang dosen berusia 42 tahun, mitra tutur 1 merupakan mahasiswa perempuan berusia 21 tahun, dan mitra tutur 2 merupakan mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Penutur meminta mitra tutur 1 untuk menemui dosen pembimbing dua agar penutur dapat segera memberikan tanda tangan sehingga mitra tutur 1 dapat melanjutkan mengerjakan bab selanjutnya. Mitra tutur sangat berharap bahwa dosen pembimbing dua tidak mempersulitnya. Penutur memberikan dukungan dengan lelucon agar mitra tutur 1 tidak terlalu terbebani dengan skripsinya. Maksud dari tuturan di atas adalah mitra tutur tidak benar-benar memberi tanggapan mengejek, namun mitra tutur juga merasa tidak percaya dengan pernyataan penutur yang akan membantunya. Mitra tutur merasa penutur juga sering mempersulitnya dalam mengerjakan skripsi. Tanggapan tersebut dituturkan mitra tutur dalam keadaan sedang bergurau dengan penutur. Maka mitra tutur berani memberikan tanggapan seperti itu. Tuturan B15 P MT P MT P MT : Apakah antara sup dan gulai itu dicampur? : Enggak. Dipisah, Pak. : Nah! : Tapi kalau di daftar menunya itu mereka nulisnya sogul, Pak. : Oh.. : Nulisnya langsung sogul ini harganya ini. Jadi pesan 1 porsi sogul. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97 P MT P MT : Saya belum pernah sih. : Iya Pak, itu yang paling dekat di ini lho Pak, ehmm… : Nek ada gulainya saya ndak makan, mungkin supnya bisa saya makan. : Oh, iya ya, Pak, ada santannya ya? (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur meminta penjelasan kepada mitra tutur tentang data penelitian yang didapatnya.) Tuturan B15 ini, penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur adalah seorang mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Penutur meminta penjelasan kepada mitra tutur tentang data penelitian yang didapatnya. Penutur tidak yakin dengan data yang didapat oleh mitra tutur. Namun mitra tutur mempunyai penjelasan yang kuat tentang data penelitian yang didapatnya. Maksud dari tuturan tersebut adalah penutur tidak benar-benar paham dengan penjelasan dari mitra tutur. Penutur memberikan tanggapan baik agar mitra tutur merasa dihargai penjelasannya karena penutur merasa jelas. Meskipun sebenarnya penutur belum pernah menemukan rumah makan yang menyediakan menu seperti yang dituturkan oleh mitra tutur. Tuturan B16 P MT P : Apakah antara sup dan gulai itu dicampur? : Enggak. Dipisah, Pak. : Nah! (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur meminta penjelasan kepada mitra tutur tentang data penelitian yang didapatnya.) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98 Dalam tuturan B16 di atas, penutur adalah seorang dosen laki-laki 42 tahun dan mitra tutur adalah seorang mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Penutur meminta penjelasan kepada mitra tutur tentang data penelitian yang didapatnya. Penutur merasa bahwa data penelitian yang didapat mitra tutur tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Penutur merasa benar dengan pendapat yang dikemukakannya karena ia belum pernah melihat nama hidangan pendamping nasi seperti yang dipaparkan oleh mitra tutur dalam skripsinya. Maksud dari tuturan tersebut adalah penutur meminta perhatian dari mitra tutur agar mendengarkan penjelasannya. Selain itu, penutur juga merasa bahwa pendapatnya benar karena mitra tutur juga setuju dengan pendapat dari penutur. Namun ternyata mitra tutur memiliki penjelasan lain mengapa mitra tutur menuliskan data penelitian seperti itu. Penutur tidak membenarkan ataupun menyalahkan data yang didapat mitra tutur. Penutur hanya ingin meminta penjelasan karena ia belum pernah menemukan hidangan pendamping nasi seperti yang dipaparkan oleh mitra tutur. C. Maksud Tuturan Fatis Kategori Menolak Tuturan fatis menolak (reject) yaitu fungsi tuturan untuk menolak (melanggar) basa-basi dari mitra tutur. Jadi bentuk tuturan fatis menolak yang dituturkan oleh seseorang bermaksud melanggar atau bahkan menyangkal tuturan dari orang lain. Berikut ini merupakan maksud tuturan fatis menolak yang diucapkan oleh dosen dan mahasiswa program studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99 Tuturan C1 P MT P MT : Ini saya kembalikan, bab 3 dilupakan dulu jangan masuk bab 3. : Bab 3 yang ini itu sama dengan yang kemarin Pak. : Iya tetapi saya tidak mau. Kamu fokus dulu ke yang ini! : Iya pak, kan cuma contoh Pak (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 21 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur meminta supaya mitra tutur fokus dulu ke satu hal agar konsentrasinya tidak terpecah dengan hal-hal yang lain.) Tuturan C1 di atas, Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Tuturan tersebut terjadi dalam suasana tegang karena terjadi perdebatan antara penutur dan mitra tutur. Penutur meminta mitra tutur agar fokus dulu mengerjakan bab 2 karena masih banyak kesalahan yang dibuat dalam bab 2. Mitra tutur meminta agar penutur menerima bab 3 yang sudah dibawanya, namun ditolak oleh penutur. Maksud tuturan di atas adalah penutur menolak pendapat dari mitra tutur. Hal itu dituturkan dengan nada tegas agar mitra tutur mau mendengarkan penutur. Penutur tidak benar-benar marah dengan mitra tutur namun ia hanya ingin agar mitra tutur dapat fokus ke satu hal dulu untuk diperbaiki. Penutur tidak ingin fokus mitra tutur terpecah-pecah sehingga apa yang dikerjakannya tidak sesuai dengan yang dijelaskan penutur. Tuturan C2 P : Apakah antara sup dan gulai itu dicampur? MT : Enggak, dipisah Pak. P : Nah! MT : Tapi kalau di daftar menunya itu mereka nulisnya sogul tuh Pak. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100 P : Oh.. MT : Nulisnya langsung sogul ini harganya ini. Jadi pesan 1 porsi sogul. P : Saya belum pernah sih. MT : Iya Pak, itu yang paling dekat di ini lho Pak, ehmm… P : Nek ada gulainya saya ndak makan, mungkin supnya bisa saya makan. MT : Oh iya ya Pak, ada santannya ya? (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur meminta penjelasan kepada mitra tutur tentang data penelitian yang didapatnya.) Dalam tuturan C2 tersebut, penutur merupakan seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur merupakan seorang mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Penutur meminta penjelasan kepada mitra tutur tentang data penelitian yang didapatnya. Penutur ragu dengan data yang diperoleh mitra tutur. Mitra tutur berusaha menjelaskan bahwa data yang didapatnya sudah sesuai dengan yang ada di lapangan, namun penutur masih belum yakin dengan penjelasan dari mitra tutur. Maksud dari tuturan tersebut adalah mitra tutur tidak setuju dengan pendapat dari penutur. Mitra tutur berusaha menjelaskan kepada penutur tentang data yang didapatnya tersebut. Mitra tutur menggunakan tuturan basa-basi tersebut agar penutur tidak langsung tersinggung dengan pernyataan dari mitra tutur. Tuturan C7 P : Apakah antara sup dan gulai itu dicampur? MT : Enggak, dipisah Pak. P : Nah! MT : Tapi kalau di daftar menunya itu mereka nulisnya sogul Pak. P : Oh.. MT : Nulisnya langsung sogul ini harganya ini. Jadi pesan 1 porsi sogul. P : Saya belum pernah sih. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101 MT : Iya Pak, itu yang paling dekat di ini lho Pak, ehmm… P : Nek ada gulainya saya ndak makan, mungkin supnya bisa saya makan. MT : Oh iya ya Pak, ada santannya ya? (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur meminta penjelasan mitra tutur tentang data penelitian yang didapatnya.) Dalam tuturan C7 tersebut, penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Penutur menolak ajakan mitra tutur untuk mengunjungi salah satu rumah makan karena penutur tidak dapat mengkonsumsi makanan yang disajikan di rumah makan tersebut. Penutur menolak dengan halus agar mitra tutur tidak tersinggung. Mitra tutur memaklumi hal itu karena ia tahu tentang penyakit yang diderita penutur. Maksud dari tuturan tersebut adalah penutur menggunakan tuturan basa-basi agar mitra tutur tidak tersinggung karena penutur menolak ajakan dari mitra tutur. Penutur memberikan alasan dia tidak dapat mengkonsumsi makanan yang disajikan di rumah makan tersebut agar penolakannya terdengar lebih sopan dengan alasan yang sudah diketahui oleh mitra tutur. Penutur sebenarnya hanya ingin mengetahui apakah data penelitian yang didapat mitra tutur sudah sesuai atau belum. Penutur tidak benar-benar menanggapi ajakan dari mitra tutur tersebut, maka ia menolak ajakan tersebut. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102 D. Maksud Tuturan Fatis Kategori Mengundang Tuturan fatis mengundang (bid) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan harapan baik, ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi. Berdasarkan definisi tersebut, tuturan fatis mengundang yang dituturkan oleh seseorang memiliki maksud menawarkan, mengajak atau bahkan mempengaruhi orang lain untuk mengungkapkan hal baik yang diharapkannya. Berikut ini merupakan maksud tuturan fatis mengundang yang diucapkan oleh dosen dan mahasiswa program studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Tuturan D1 P : Selamat sore, Pak. MT : Selamat sore, gimana kabarnya? Saudara Silvi, sebentar agak ke sini ya karena itu urusan lain jadi agak ke sini. Ini nanti saya hanya ingin tahu Saudara itu dari membaca ini, saya rasa kamu belum menguasai permasalahan ya? Atau mungkin cara membahasakannya yang belum tepat, kok pake kata wujud itu lho maksudnya apa? P : Bentuknya itu Pak. (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) (Konteks: Penutur adalah mahasiswa perempuan berumur 21 tahun. Mitra tutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur memberi salam kepada mitra tutur karena akan bimbingan skripsi.) Tuturan D1 di atas, penutur adalah seorang mahasiswa perempuan berusia 21 tahun dan mitra tutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun. Mitra tutur menanyakan tentang skripsi yang dikerjakan oleh penutur. Penutur merasa mitra tutur belum paham dengan masalah yang dibahas dalam skripsinya. Penutur PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103 berusaha untuk menjelaskan kepada mitra tutur bahwa masalah yang akan dibahas dalam skripsi itu harus jelas agar tidak menyulitkan peneliti itu sendiri. Maksud dari tuturan tersebut adalah mitra tutur tidak benar-benar meminta penutur untuk duduk di tempat lain karena di ruangan itu hanya ada 2 kursi saja. Mitra tutur meminta penutur untuk menempati tempat lain karena mitra tutur takut jika penutur mengganggu pekerjaannya. Meskipun mitra tutur berkata dengan sopan dan berbasa-basi namun tuturan tersebut mengandung nada perintah. Sehingga mau tidak mau penutur harus menuruti permintaan dari mitra tutur. Tuturan D3 P PR. MT : Nanti kamu ketemu saya hari Jumat ya? Karena saya masih punya : Iya, Pak. (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur membuat janji bimbingan skripsi dengan mitra tutur.) Dalam tuturan D3 tersebut, penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur adalah seorang mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Penutur membuat janji bimbingan skripsi dengan mitra tutur. Penutur ingin agar mitra tutur segera merevisi pekerjaannya sehingga skripsi yang dikerjakannya cepat selesai. Penutur berharap agar mitra tutur rajin merevisi skripsinya dan rajin bimbingan agar jika ada kesalahan dapat langsung diperbaiki. Maksud dari tuturan tersebut adalah penutur memiliki harapan baik bagi mitra tutur agar ia segera menyelesaikan skripsinya. Penutur sangat berharap jika PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104 mitra tutur dapat rajin merevisi dan datang bimbingan dengan rajin. Penutur tidak hanya sekedar membuat janji bimbingan, namun ada maksud baik ketika janji bimbingan itu ditepati. Meskipun penutur sangat sibuk, ia berharap agar mitra tutur dapat menghargai ketika ia sudah mau meluangkan waktunya untuk bimbingan skripsi dengan mitra tutur. Tuturan D4 P : Permisi, Pak. MT: Oh iya, mari silahkan duduk dulu. Hari ini kalian mau mengumpulkan? P : Bab 2, Pak. MT: Bab 2 yang direvisi ya? P : Iya. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Mitra tutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Mitra tutur mempersilahkan penutur masuk ke ruangan dan memulai bimbingan skripsi pada hari itu.) Tuturan D4 di atas, penutur adalah seorang mahasiswa perempuan berusia 22 tahun dan mitra tutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun. Mitra tutur menerima sapaan dari penutur dan mempersilahkannya untuk duduk. Hal itu dilakukan mitra tutur untuk menjaga kesopanan dan hubungan baik dengan penutur. Mitra tutur menghadirkan suasana santai agar penutur tidak merasa terbebani ketika bimbingan skripsi berlangsung. Maksud dari tuturan tersebut adalah mitra tutur tidak benar-benar meminta penutur untuk duduk, ia hanya bersopan santun agar penutur nyaman ketika bimbingan skripsi berlangsung. Mitra tutur memberikan suasana nyaman dan santai agar penutur tidak tegang ketika bimbingan. Mitra tutur mempersilahkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105 penutur untuk duduk dimaksudkan juga agar bimbingan segera dimulai karena masih ada beberapa mahasiswa lain yang akan bimbingan juga. Tuturan D5 P MT P MT : Terus kalo sudah, laki-laki di luar itu disuruh masuk. : Iya, Pak. Terus saya ke sini hari? : Nanti kamu ke sini terus sudah Pak, gitu. : Oh, iya, Pak, hahaha sudah Pak. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Mitra tutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur meminta mitra tutur untuk memanggil mahasiswa lain yang sudah menunggu untuk bimbingan skripsi.) Tuturan D5 tersebut, penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun sedangkan mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Penutur meminta mitra tutur untuk memanggil mahasiswa lain yang sudah menunggu di luar. Penutur mencoba mencairkan suasana agar mitra tutur tidak terbebani setelah bimbingan berakhir karena ada banyak hal yang harus diperbaiki oleh mitra tutur. Maksud dari tuturan tersebut adalah penutur tidak benar-benar meminta mitra tutur untuk datang lagi ke ruangannya setelah memanggil mahasiswa lain yang ada di luar. Hal itu dilakukan penutur untuk memecah kesunyian dan menjaga hubungan baik dengan mitra tutur. Penutur tidak meminta mitra tutur untuk melakukan apa yang dikatakannya karena mereka sudah membuat janji sebelumnya. Mitra tutur hanya memastikan janji mereka agar tidak terjadi kesalahpahaman antara dirinya dengan penutur. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106 E. Maksud Tuturan Fatis Kategori Selamat Tuturan fatis selamat (congratulate) yaitu fungsi tuturan mengekspresikan kegembiraan karena adanya kabar baik tentang orang lain. Jadi tuturan fatis selamat yang diucapkan oleh seseorang memiliki maksud mengekspresikan rasa gembiranya atau bahkan menunjukkan kepeduliannya atas prestasi dan kebahagiaan dari orang lain. Berikut ini merupakan maksud tuturan fatis selamat yang diucapkan oleh dosen dan mahasiswa program studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Tuturan E1 P MT P MT P MT : Nilai TKBI saya udah keluar lho, Pak! : Oh ya? Dapat berapa? : A: Asikkk! Selamat ya! : Kalau nilai segitu boleh toh, Pak? : Boleh lah… Bagus malahan itu! (Jumat, 26 Februari 2016 pukul 10.07-10.55 WIB) (Konteks: Penutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Mitra tutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur memberitahukan kepada mitra tutur tentang hasil tes TKBI.) Tuturan E1 di atas, penutur adalah mahasiswa perempuan berusia 22 tahun dan mitra tutur adalah dosen laki-laki berusia 42 tahun. Penutur memberitahukan kepada mitra tutur tentang hasil tesnya. Penutur juga menanyakan apakah dengan nilai itu sudah memenuhi syarat untuk ujian atau belum. Mitra tutur merasa senang karena penutur dapat memperoleh hasil yang memuaskan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107 Maksud dari tuturan tersebut adalah mitra tutur merasa bangga dan senang karena penutur memperoleh hasil yang memuaskan dalam tesnya. Mitra tutur juga berharap agar penutur tidak cepat puas dengan hasil yang didapat namun ia juga harus rajin agar dapat berguna baginya nanti. Mitra tutur juga berharap agar mitra tutur juga segera menyelesaikan skripsinya dan memperoleh hasil yang memuaskan juga. F. Maksud Tuturan Fatis Kategori Salam Tuturan fatis salam (great) yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan rasa senang karena bertemu seseorang. Jadi tuturan fatis salam yang dituturkan oleh seseorang memiliki maksud mengekspresikan atau menunjukkan kegembiraannya karena bertemu dengan orang lain. Secara tidak langsung, tuturan fatis salam yang dituturkan oleh seseorang juga memiliki maksud mempengaruhi lawan bicaranya agar memiliki rasa gembira pula. Berikut ini merupakan tuturan fatis salam yang diucapkan oleh dosen dan mahasiswa program studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Tuturan F1 P MT P MT : Halo, selamat pagi, Wil. : Pagi, Pak. : Kamu bawa ini to? Bawa yang … : Yang revisi, Pak. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa laki-laki berumur 22 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur menyambut kedatangan mitra tutur yang akan bimbingan skripsi hari itu.) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108 Dalam tuturan F1 tersebut, penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur adalah mahasiswa laki-laki berusia 21 tahun. Penutur menyambut mitra tutur yag akan bimbingan skripsi. Penutur memberikan salam terlebih dahulu agar mitra tutur merasa dihargai dan diterima kehadirannya oleh penutur. Maksud dari tuturan tersebut adalah penutur ingin agar suasana bimbingan tidak terlalu tegang dan lebih santai karena penutur akan menyampaikan beberapa hal yang perlu diperbaiki oleh mitra tutur. Penutur memberikan salam terlebih dahulu kepada mitra tutur agar ia merasa dihargai oleh penutur. Kehadiaran mitra tutur juga sudah ditunggu karena ia sudah lama tidak bimbingan skripsi. Penutur berharap agar mitra tutur merasa kehadirannya diterima dan dihargai olehnya. G. Maksud Tuturan Fatis Kategori Terima Kasih Tuturan fatis terima kasih (thanks) yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan terima kasih karena mendapat bantuan. Jadi tuturan fatis terima kasih yang dituturkan oleh seseorang memiliki maksud membalas budi atas bantuan “nyata” yang sudah diberikan oleh orang lain. Berikut ini merupakan maksud tuturan fatis terima kasih yang diucapkan oleh dosen dan mahasiswa program studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Tuturan G1 P : Ihh untuk saya? Makasih ya! MT : Kalo bapak nggak ada, di tempat mbak Ros? P : Ha’a. MT : Makasih ya, Pak. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109 (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur melihat mitra tutur membawa sesuatu yang dikiranya akan diberikan kepadanya.) Tuturan G1 di atas merupakan tuturan basa-basi dengan bentuk tuturan “Ihh untuk saya? Makasih ya!” yang dituturkan oleh penutur. Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Penutur melihat bahwa mitra tutur membawa sesuatu yang dikiranya akan diberikan kepadanya. Penutur hanya sekedar mengkonfirmasi tanpa menunggu jawaban dari mitra tutur dan langsung mengucapkan terima kasih kepada mitra tutur. Mitra tutur hanya diam saja dan langsung mengalihkan pembicaraan ke hal lain. Maksud dari tuturan tersebut adalah penutur tidak benar-benar menginginkan sesuatu yang dibawa oleh mitra tutur. Penutur melakukan hal itu untuk memecah kesunyian dan menjaga hubungan baik dengan mitra tutur. Penutur sering melakukan hal itu agar ia dapat menjalin hubungan baik dan menjalin keakraban dengan mahasiswanya. Tuturan G2 P : Ya sudah nanti saya baca. Tandatangan belum? Halah, belum diisi? Tanda tangan aja. Aduh, merah nggak papa ya? Wes, saya juga ditunggu ini nanti. Hari Jumat nanti saya tunggu sudah jadi nanti bab 2 dengan perubahan-perubahan. Saya sudah tidak akan anu lagi. Jumat itu saya ada rapat, nanti saya sms lah. MT : Makasih ya, Pak. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 110 santai. Penutur menutup sesi bimbingan hari itu karena penutur harus segera pergi rapat.) Tuturan G2 “Makasih ya, Pak” merupakan tuturan basa-basi yang dituturkan oleh mitra tutur. Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 42 tahun dan mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berusia 22 tahun. Tuturan tersebut terjadi dalam suasana tergesa-gesa karena penutur harus segera pergi rapat. Mitra tutur yang mengetahui bahwa kehadirannya hanya akan mengganggu penutur mengambil inisiatif untuk mengakhiri bimbingan pada hari itu dan segera meninggalkan ruangan. Maksud dari tuturan tersebut adalah mitra tutur sadar diri bahwa kehadirannya hanya akan mengganggu penutur. Oleh karena itu, mitra tutur segera mengucapkan terima kasih dan meninggalkan ruangan penutur. Mitra tutur berbasa-basi mengucapkan terima kasih agar penutur merasa dihargai olehnya. Mitra tutur berbasa-basi demikian karena penutur mau meluangkan waktunya sebentar untuk bertemu dengan mitra tutur. 4.3 Pembahasan Pada bagian ini, peneliti akan membahas hasil analisis data yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Analisis data menguraikan wujud dan maksud tuturan fatis yang diperoleh dari proses konsultasi skripsi yang dilakukan oleh dosen dan mahasiswa. Data yang telah dianalisis masih perlu dibahas, agar kita mengetahui jenis tuturan fatis yang baru dan penanda fatis yang baru pula. Selain itu, pembahasan juga dapat menunjukkan perbandingan setiap jenis tuturan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 111 fatis yang telah diperoleh dari analisis data, agar kita mengetahui perbedaan setiap jenisnya beserta alasan yang mendasari munculnya perbedaan itu dengan menggunakan teori para ahli. Berikut ini dijelaskan secara rinci mengenai hasil analisis data. A. Wujud Tuturan Fatis Tuturan fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antar peserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan tertentu untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan (Arimi, 1998). Arimi (1998) membagi tuturan fatis yang dipakai dalam masyarakat bahasa Indonesia berdasarkan daya tuturannya yang digolongkan ata dua jenis, yaitu basa-basi murni dan basa-basi polar. Basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuati dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan. basa-basi polar adalah tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Salah satu contoh basa-basi murni dalam penelitian ini yaitu: Tuturan F1 P MT P MT : Halo, selamat pagi, Wil. : Pagi, Pak. : Kamu bawa ini to? Bawa yang … : Yang revisi, Pak. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112 (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa laki-laki berumur 22 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur menyambut kedatangan mitra tutur yang akan bimbingan skripsi hari itu.) Tuturan fatis tersebut termasuk basa-basi murni karena digunakan untuk menyapa orang lain. Penutur menyambut kedatangan mitra tutur yang akan bimbingan skripsi. Tuturan yang dipakai adalah selamat pagi. Ungkapan selamat pagi dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul yang menandai realitas pagi hari. Berbeda dengan jenis basa-basi murni, dalam basa-basi polar orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Berikut ini salah satu contoh jenis basa-basi polar yang ditemukan peneliti. Tuturan A1 P : Hem, belum ada contohnya maksudmu? MT : Iya pak, belum ada contohnya maksudnya. P : Kok bisa? MT : Karena di datanya kemarin belum ada pak. Jadi saya masih itu pak. P : Ya mungkin tidak ada, jangan dipaksakan kalo tidak ada. jadi nggak pusing. MT : Iya pak. P : Jadi batasnya adalah, cara berpikirnya begini sumber data kan tiga itu, kalau di situ nggak ada ya jangan dicari. Lalu kemudian kalau mungkin di situ ada, tetapi kamu tidak mendapat, ya sudah, itu artinya keterbatasan pemahaman si peneliti, mohon maaf. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 21 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur menjelaskan kepada mitra tutur tentang bagaimana menganalisis suatu topik skripsi. Penutur merasa sungkan dengan apa yang dikatakannya kepada mitra tutur meskipun itu adalah kenyataan yang sebenarnya.) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 113 Tuturan permintaan maaf dari penutur tidak benar-benar ditujukan sebagai permohonan maaf kepada mitra tutur karena penutur memang tidak melakukan kesalahan apa pun. Permohonan maaf yang dituturkan tersebut digunakan sebagai media agar mitra tutur tidak tersinggung dengan pernyataan dari penutur. Peneliti juga menemukan satu lagi wujud tuturan fatis dalam penelitian ini. Wujud tersebut adalah fatis murni. Fatis murni memiliki tuturan yang hanya menggunakan bentuk fatis saja. Selain itu, peneliti mengaitkan teori dari Malinowski dalam tesis Waridin (2008: 13) yang mendefinisikan istilah phatic communion (komunikasi fatis) sebagai “a type of speech in which ties of union are created by a mere exchange of word” dengan tuturan fatis yang diperoleh dari proses konsultasi skripsi yang belum tentu merupakan tuturan basa-basi. Peneliti menempatkan teori itu pada posisi yang netral, sebagaimana istilah fatis itu sendiri yang ternyata di dalam skripsi ini mencangkup tuturan fatis murni, tidak hanya tuturan basa-basi. Tuturan fatis saat ini tidak selalu identik dengan basa-basi. Dalam skripsi ini, peneliti mengamati tuturan konsultasi skripsi yang walaupun sebagian bukanlah tuturan basa-basi, namun tuturan fatis murni tersebut masih memiliki karakteristik seperti tuturan basa-basi yang selama ini dikenal sebagai satu-satunya bentuk tuturan yang mengandung unsur fatis. Tuturan fatis murni merupakan tuturan yang memiliki unsur fatis dan cenderung berfungsi untuk menyampaikan pesan, namun masih memiliki fungsi sosial seperti dalam tuturan basa-basi, walaupun tuturan fatis murni bukanlah basa-basi. Berikut ini salah satu contoh wujud fatis murni dalam penelitian ini. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 114 Tuturan B14 MT2 : Metodenya nggak dilihat? MT1 : Ya Tuhan, semoga nggak dilihat ya Tuhan. P : Semoga jangan sampai dilihat. MT1 : Ya Tuhan.. P : Aku menandatangani hal yang salah tapi daripada nanti nggak selesaiselesai. Hahahaha… MT1 : Iyuhhh.. (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) (Konteks: Penutur adalah mahasiswa perempuan berumur 21 tahun. Mitra tutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur meminta mitra tutur 1 untuk menemui dosen pembimbing 2 agar melihat bab 3 yang sudah dibuat agar skripsinya dapat segera selesai.) Tuturan iyuhhh tersebut tidak memiliki arti apa pun secara leksikal, namun tuturan tersebut memiliki maksud tertentu. Tuturan fatis murni itu digunakan sebagai ungkapan menerima tanggapan dari penutur namun ada rasa tidak percaya dari mitra tutur tersebut. Wujud fatis murni digunakan terkadang karena tidak ada kata atau kalimat yang dapat mengungkapkan perasaan dari seseorang. Mitra tutur menyampaikan hal itu agar penutur menangkap maksud dari mitra tutur. B. Maksud Tuturan Fatis Setiap orang yang bertutur pasti memiliki maksud yang ingin disampaikannya. Maksud tersebut adalah milik si penutur, bukan tuturannya. Tuturan hanya sebagai media bagi penutur untuk menyampaikan maksud tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan berbagai macam maksud yang dituturkan baik oleh penutur maupun mitra tutur. Maksud itu disampaikan secara tidak langsung, maksudnya adalah pembicara tidak secara langsung mengungkapkan maksudnya kawan bicaranya. Hal itu dilakukan tidak semata-mata hanya untuk menjaga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115 perasaan orang lain saja, namun seseorang mengungkapkan maksud secara tidak langsung untuk tujuan-tujuan tertentu. Berikut beberapa contoh maksud tuturan fatis yang terdapat dalam penelitian ini. Tuturan B3 P : Ya coba nanti anu, anu apa namanya ini ehmm sambil jalan, kamu yang penting kerja dulu bab 2 tapi sambil baca-baca nanti kalo ada tambahkan ke bab 1. MT : Iya pak. P : Enak kok nggak masalah kok. Ehemm baju baru ya? Bagus e… MT : Iya pak, hehehehe… P : Oh anunya mana itu sil. MT : Oh iya, saya belum, atau sekarang? (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 21 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur melihat bahwa mitra tutur memakai baju baru dan memuji baju yang dikenakan oleh mitra tutur.) Maksud dari tuturan tersebut adalah penutur tidak benar-benar memuji penampilan mitra tutur. Penutur hanya sekedar untuk memecah kesunyian dan menjalin hubungan baik dengan mitra tutur. Pujian yang dituturkan penutur tersebut dilakukan agar mitra tutur tidak merasa tegang dengan bimbingan skripsi pada hari itu. Penutur melihat bahwa mitra tutur sangat tegang jadi untuk mencairkan suasana penutur berusaha untuk memuji penampilan mitra tutur yang memang tampak sangat berbeda dengan biasanya. Tuturan B3 di atas memiliki maksud untuk memecah kesunyian dan menjaga hubungan baik antara penutur dan mitra tutur. Tujuan itu tidak dituturkan secara langsung oleh penutur, namun menggunakan tuturan pujian kepada mitra tutur PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 116 tentang penampilannya barunya. Selain untuk memecah kesunyian dan menjaga hubungan baik, ada juga maksud untuk sekedar melegakan hati seseorang dengan memberikan tanggapan baik kepada orang itu. Berikut ini contoh tuturan tersebut. Tuturan B7 P : Ada sop empal lho. Sop empal gandrung. Arah mau masuk ke Kanisius. MT : Oh, iya, Pak, nanti saya carinya. P : Namanya itu sop empal gandrung, mungkin gandrung itu namanya yang punya. Ini langsung dibetulin nanti hari Senin hari Jumat udah selesai. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa perempuan berumur 22 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur memberitahu mitra tutur jika ada sop yang menggunakan daging sebagai bahan utamanya yang dapat dimasukkan dalam data penelitiannya.) Maksud dari tuturan tersebut adalah mitra tutur berusaha untuk melegakan hati penutur dengan memberikan kesanggupan akan menambah data penelitiannya dengan usulan dari penutur. Mitra tutur tidak benar-benar akan menambah data penelitiannya dengan makanan tersebut karena mitra tutur belum pernah melihat maupun mencicipi makanan tersebut. Namun, untuk menjaga kesopanan, mitra tutur memberikan jawaban kesanggupannya kepada penutur. Tuturan B7 di atas membuktikan bahwa maksud sebenarnya tidak mungkin diungkapkan secara langsung kepada penutur. Maka mitra tutur memberikan tanggapan positif kepada penutur agar melegakan hatinya. Selain itu, ada pula maksud yang disampaikan seseorang bertujuan untuk menciptakan suasana nyaman dan santai seperti contoh berikut ini. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 117 Tuturan F1 P MT P MT : Halo, selamat pagi, Wil. : Pagi, Pak. : Kamu bawa ini to? Bawa yang … : Yang revisi, Pak. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) (Konteks: Penutur adalah seorang dosen laki-laki berusia 40 tahun. Mitra tutur adalah mahasiswa laki-laki berumur 22 tahun. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Penutur menyambut kedatangan mitra tutur yang akan bimbingan skripsi hari itu.) Maksud dari tuturan tersebut adalah penutur ingin agar suasana bimbingan tidak terlalu tegang dan lebih santai karena penutur akan menyampaikan beberapa hal yang perlu diperbaiki oleh mitra tutur. Penutur memberikan salam terlebih dahulu kepada mitra tutur agar ia merasa dihargai oleh penutur. Kehadiaran mitra tutur juga sudah ditunggu karena ia sudah lama tidak bimbingan skripsi. Penutur berharap agar mitra tutur merasa kehadirannya diterima dan dihargai olehnya. Maksud tidak dapat diartikan secara langsung oleh seseorang tanpa melihat konteks tuturan. Seseorang dapat mengerti maksud dari suatu tuturan karena melihat konteks tuturan itu. Maksud disampaikan secara tidak langsung agar dapat menjaga perasaan kawan bicara. Selain itu, maksud suatu tuturan dapat berfungsi untuk memecah kesunyian atau untuk sekedar melegakan hati seseorang saja. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB V PENUTUP Bab ini terdiri dari dua hal pokok, yaitu (1) simpulan dan (2) saran. Simpulan berisi rangkuman keseluruhan isi dari penelitian ini. Sedangkan saran berisi halhal relevan yang perlu diperhatikan untuk peneliti lanjutan. Berikut adalah pemaparan dari kedua hal tersebut. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data, peneliti menemukan adanya tuturan fatis dalam berbahasa antara dosen dan mahasiswa program studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Temuan dalam hasil analisis data disimpulkan sebagai berikut. Tuturan fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antar peserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan tertentu untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan (Arimi, 1998). Arimi (1998) membagi tuturan fatis yang dipakai dalam masyarakat bahasa Indonesia berdasarkan daya tuturannya yang digolongkan ata dua jenis, yaitu basa-basi murni dan basa-basi polar. Basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan. basa-basi polar adalah 118 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 119 tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Tuturan fatis basa-basi murni terdapat biasanya terdapat dalam subkategori selamat, menerima, salam, dan terima kasih. Namun tidak menutup kemungkinan terdapat juga dalam subkategori menolak dan mengundang. Hal tersebut terjadi karena dalam subkategori tersebut penutur akan menuturkan sesuatu apa adanya sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Selain itu, dalam subkategori tersebut penutur akan menuturkan sesuai dengan kata hatinya dan suasana yang terjadi dalam percakapan. Tuturan fatis basa-basi polar berbeda dengan tuturan fatis basa-basi murni yang menuturkan sesuatu sesuai dengan keadaan yang terjadi. Tuturan fatis basabasi polar cenderung menyembunyikan maksud sesungguhnya dari sebuah tuturan tersebut dengan tujuan untuk menunjukkan kesopanan. Tuturan fatis basa-basi polar biasanya terdapat dalam subkategori meminta maaf, menolak dan mengundang. Hal tersebut terjadi karena dalam subkategori tersebut, penutur akan menuturkan sesuatu yang berbeda dengan yang dipikirkan atau cenderung lebih sering memperhalus perkataannya sehingga tidak menyinggung perasaan lawan bicaranya. Selain kedua wujud tuturan fatis tersebut, peneliti menemukan wujud tuturan fatis baru yaitu tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni adalah tuturan fatis yang tidak mengandung basa-basi di dalamnya dan biasanya hanya terdiri dari satu bentuk fatis saja. Tuturan fatis murni terdapat hampir diseluruh subkategori acknowledgements. Hal tersebut terjadi karena penutur akan secara sengaja atau PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 120 tidak sengaja akan menuturkan salah satu bentuk fatis untuk menarik perhatian dari lawan bicara. Setiap orang yang bertutur pasti memiliki maksud yang ingin disampaikannya. Maksud tersebut adalah milik si penutur, bukan tuturannya. Tuturan hanya sebagai media bagi penutur untuk menyampaikan maksud tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan berbagai macam maksud yang dituturkan baik oleh penutur maupun mitra tutur. Maksud itu disampaikan secara tidak langsung, maksudnya adalah pembicara tidak secara langsung mengungkapkan maksudnya kawan bicaranya. Hal itu dilakukan tidak sematamata hanya untuk menjaga perasaan orang lain saja, namun seseorang mengungkapkan maksud secara tidak langsung untuk tujuan-tujuan tertentu. Berikut beberapa contoh maksud tuturan fatis yang terdapat dalam penelitian ini. Setiap kategori acknowledgement memiliki maksud yang berbeda-beda. Tuturan fatis menerima memiliki maksud untuk mempengaruhi lawan bicara untuk mengungkapkan tujuan, melegakan hati lawan bicara, mempertahankan pembicaraan, menghargai kawan bicara. Tuturan fatis meminta maaf memiliki maksud agar tidak menyinggung perasaan kawan bicara. Tuturan fatis menolak memiliki maksud memberikan penolakan secara halus terhadap penawaran dari lawan bicara. Tuturan fatis mengundang memiliki maksud mengucapkan penawaran kepada kawan bicara, pembicara juga bermaksud untuk memberikan perintah, selain itu pembicara juga memiliki harapan baik bagi kawan bicara tentang sesuatu. Tuturan fatis selamat memiliki maksud memberikan ungkapan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 121 rasa senang dan bangga terhadap sesuatu yang diperoleh kawan bicara. Tuturan fatis salam memiliki maksud menghadirkan suasana nyaman, memberitahukan jika kedatangan kawan bicara sangat diharapkan, dan menyadarkan kawan bicara akan kehadiran pembicara. Tuturan fatis terima kasih memiliki maksud untuk menjaga hubungan baik antara penutur dan mitra tutur, menghargai kebaikan hati kawan bicara, dan mengekspresikan perasaanya. Maksud tidak dapat diartikan secara langsung oleh seseorang tanpa melihat konteks tuturan. Seseorang dapat mengerti maksud dari suatu tuturan karena melihat konteks tuturan itu. Maksud disampaikan secara tidak langsung agar dapat menjaga perasaan kawan bicara. Selain itu, maksud suatu tuturan dapat berfungsi untuk memecah kesunyian atau untuk sekedar melegakan hati seseorang saja. 5.2 Saran Berdasarkan hasil temuan yang diuraikan dalam penelitian ini, ada beberapa saran yang sekiranya perlu diperhatikan. Bagi penelitian lanjutan, diharapkan agar peneliti lain yang akan membahas kajian yang sama dengan yang peneliti lakukan untuk dapat membahasanya dengan lebih intensif. Kemudian dapat menemukan kelengkapan contoh-contoh tuturan fatis baik wujud maupun maksud dari tuturan fatis itu. Dikhususkan bagi mahasiswa jurusan sastra bahasa Indonesia yang akan melakukan penelitian seperti yang dilakukan peneliti, agar melakukan pelitian lebih mendalam pada pemaknaan isinya. Bagi mahasiswa dan dosen, diharapkan dapat tetap menggunakan tuturan fatis untuk memperhalus maksud yang ingin diberikan kepada lawan tuturnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 122 Dikarenakan tuturan fatis berkaitan dengan fungsi interpersonal yang digunakan untuk membangun dan memelihara hubungan sosial. Jadi dengan tuturan fatis itu, mahasiswa dan dosen dapat menanamkan nilai keramahan dan kesopanan di dalam pribadinya masing-masing PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR PUSTAKA Arimi, Sailal. 1998. Basa-basi dalam Masyarakata Bahasa Indonesia. (Disertasi). Yogyakarta: UGM. Cumming, Louise. 2007. Pragmatik Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sebuah Perspektif Multidisipliner. Ibrahim, Abdul Syukur. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha Nasional. Jayanti, Septhany. 2010. Partikel Fatis Bahasa Mandarin dalam Acara Temu Wicara Televisi Yule Baifenbai ‘Seratus Persen Hiburan’. Depok: Universitas Indonesia. Kridalaksana, Harimurti. 1994. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia. Lundiarti, Yuni. 2014. Basa-basi dalam Berbahasa Antara Guru dan Siswa di SMP N 12 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Moleong, Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nababan. 187. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Nadar FX. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Nurrahman, Fajar. 2015. Basa-basi Berbahasa Antara Keluarga Kesultanan dan Masyarakat di Lingkungan Keraton Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Purwo, Bambang Kaswanri. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Menyibak Kurikulum 1984. Yogyakarta: Kanisius. 123 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 124 Rahardi, Kunjana dkk. 2014. Adabiyat: Jurnal Bahasa dan Sastra (Jurnal). Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Rahardi, Kunjana. 2003. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang: Dioma Malang. Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. Rahardi, Kunjana. 2015. Menemukan Hakikat Konteks Pragmatik. (Makalah). Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Ramadanty, Sari. 2014. Penggunaan Komunikasi Fatis dalam Pengelolaan Hubungan di Tempat Kerja. (Jurnal Ilmiah). Jakarta: Universitas Bina Nusantara. Sudaryanto. 1990. Menguak Fungsi Hakikat Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Waridin. 2008. Ungkapan Fatis dalam Acara Temu Wicara Televisi. Jakarta: FIB UI. Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI TABULASI DATA PENELITIAN TUTURAN FATIS MEMINTA MAAF No. Data Konteks Maksud 1. Tuturan A1 P : Hem, belum ada contohnya maksudmu? MT : Iya Pak, belum ada contohnya maksudnya. P : Kok bisa? MT : Karena di datanya kemarin belum ada pak. Jadi saya masih itu pak. P : Ya mungkin tidak ada, jangan dipaksakan kalo tidak ada, jadi nggak pusing. MT : Iya Pak. P : Jadi batasnya adalah, cara berpikirnya begini, sumber data kan tiga itu, kalau di situ nggak ada ya jangan dicari. Lalu kemudian kalau mungkin di situ ada, tetapi kamu tidak mendapat, ya sudah, itu artinya keterbatasan pemahaman si peneliti, mohon maaf. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.5511.15 WIB) Penutur menjelaskan kepada mitra tutur tentang bagaimana menganalisis suatu topik skripsi. Penutur merasa sungkan dengan apa yang dikatakannya kepada mitra tutur meskipun itu adalah kenyataan yang sebenarnya. Tuturan yang disampaikan penutur tersebut merupakan tuturan fatismeminta maaf. Penutur meminta maaf kepada mitra tutur walaupun penutur tidak melakukan kesalahan apa pun pada mitra tutur, hal itu dilakukan agar mitra tutur tidak tersinggung dengan apa yang dikatakan oleh penutur. 125 Triangulator Setuju Tidak Setuju √ Keterangan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 126 TUTURAN FATIS MENERIMA No. Data Konteks 1. Tuturan B1 P : Kamu kok punya buku sintaksis? Pinjem? MT : Pinjam perpus kok, Pak. P : Saya mau beli lagi tuh ndak ada e. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) Penutur bertanya tentang buku sintaksis yang dibawa mitra tutur. Penutur penasaran darimana mitra tutur mendapatkan buku sintaksis tersebut. 2. Tuturan B2 MT : Ehmmm.. Haduh Pak! P : Kenapatoh? MT : Terus yang ehmmm… apa namanya. Ehmmm… yang kajian pustakanya ini harus ditambahi lagi atau sudah Pak? P : Cukup. Ya nanti kalo sambil jalan nemu ya ditambah. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) Mitra tutur bermaksud menanyakan tentang kesulitannya dalam mengerjakan skripsi namun ia bingung bagaimana harus menjelaskannya kepada penutur. Maksud Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismenerima karena mitra tutur berusaha untuk mempertahankan pembicaraannya dengan penutur dan menghargai penutur dengan memberikan jawaban sesuai dengan kenyataan. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismenerima karena penutur menanggapi pembicaraan dari mitra tutur. Triangulator Setuju Tidak Setuju √ √ Keterangan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 127 3. 4. 5. Tuturan B3 P : Ya, coba nanti anu, anu apa namanya ini ehmm sambil jalan, kamu yang penting kerja dulu bab 2 tapi sambil baca-baca nanti kalo ada tambahkan ke bab 1. MT : Iya Pak. P : Enak,kok. Nggak masalah kok. Ehemm baju baru ya? Bagus e… MT : Iya Pak, hehehehe… P : Oh anunya mana itu Sil. MT : Oh, iya, saya belum, atau sekarang? (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) Tuturan B4 P : Piye to? Kamu rambutnya kok basah? Nggak kering kayak kemarin, kan bagus. MT : Ini habis keramas kok, Pak. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) Tuturan B5 P : Kenapa nggak nyisir? Wah jan! Aduh kamu ngapel terus nyampek rumah tidur ya? Penutur melihat bahwa mitra tutur memakai baju baru dan memuji baju yang dikenakan oleh mitra tutur. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismenerima karena melalui tuturannya, penutur berusaha untuk memecah kesunyian dan mempertahankan pembicaraannya dengan mitra tutur. √ Penutur mengomentari penampilan mitra tutur saat bimbingan skripsi hari itu karena penampilan mitra tutur berbeda dengan biasanya. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismenerima karena mitra tutur memberi tanggapan baik atas pertanyaan dari penutur. √ Penutur kaget dengan penampilan mitra tutur yang berantakan ketika datang bimbingan. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismenerima karena penutur menanggapi √ PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 128 6. MT : Iya Pak, hehehe. Lelah e Pak. P : Ngapain aja lelah tuh? MT : Kemarin Pak, membuat lelah. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) Tuturan B6 MT1 : Si Mei mana e? MT2 : Mei? P : Lho, si Mei kenapa? MT2 : Nggak tau Pak nggak pernah keliatan e Pak. P : Dia belum ikut KRS juga toh? (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) jawaban dari mitra tutur dan penutur berusaha mempertahankan pembicaraannya dengan mitra tutur. Mitra tutur menanyakan keadaan temannya yang tidak pernah terlihat lagi di kampus dan mengkhawatirkan keadaannya. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismenerima karena penutur ikut terlibat dalam pembicaraan antara mitra tutur 1 dan mitra tutur 2. √ PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 129 7. 8. Tuturan B7 P : Ada sop empal lho. Sop empal gandrung. Arah mau masuk ke Kanisius. MT : Oh iya, Pak, nanti saya carinya. P : Namanya itu sop empal gandrung, mungkin gandrung itu namanya yang punya. Ini langsung dibetulin nanti hari Senin hari Jumat udah selesai. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) Tuturan B8 P : Apakah antara sup dan gulai itu dicampur? MT : Enggak. Dipisah, Pak. P : Nah! MT : Tapi kalau di daftar menunya itu mereka nulisnya sogul Pak. P : Oh.. MT : Nulisnya langsung sogul ini harganya ini. Jadi pesan 1 porsi sogul. P : Saya belum pernah sih. MT : Iya Pak, itu yang paling dekat di ini lho Pak, ehmm… Penutur memberitahu mitra tutur jika ada sop yang menggunakan daging sebagai bahan utamanya yang dapat dimasukkan dalam data penelitiannya. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismenerima karena mitra tutur memberi kesanggupan dari apa yang disampaikan penutur untuk melegakan hati penutur dengan mengatakan “nanti saya carinya”. √ Penutur meminta penjelasan kepada mitra tutur tentang data penelitian yang didapatnya. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismenerima karena mitra tutur memberi tanggapan baik atas pernyataan dari penutur. √ PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 130 9. 10. P : Nek ada gulainya saya ndak makan, mungkin supnya bisa saya makan. MT : Oh, iya ya, Pak, ada santannya ya? (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) Tuturan B9 P : Cari yang lain, tentunya ada tapi cuma kamu yang males. Data itu dilihat lagi, kalau ini memang betul garang asem. Nah saya belum sampai ke yang lain. Ini saja dulu ya? MT: Oh, iya, Pak. (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) Tuturan B10 P : Terus yang ehmmm… Apa namanya. Ehmmm… yang kajian pustakanya ini harus ditambahi lagi atau sudah, Pak? MT: Cukup. Ya nanti kalo sambil jalan nemu ya ditambah. P : Karena yang saya cari itu Pak makalahnya tentang semantik semua gitu. Jadi makalahnya itu makalah-makalah biasa gitu, Pak. Penutur meminta mitra tutur untuk menambah lagi data penelitian karena data yang didapat masih sedikit. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismenerima karena mitra tutur memberikan kesanggupannya untuk menambah data penelitian. √ Penutur bingung dengan skripsi yang dibuatnya, penutur bertanya kepada mitra tutur tentang teori yang didapatnya. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismenerima karena mitra tutur setuju dengan pendapat dari penutur. √ PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 131 11. 12. MT: Nggak papa, nggak papakok kalo ada. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) Tuturan B11 P : Kata Pak Ari itu,Sabtu itu dia belum datang ikut KRS. MT: Belum, kemarin katanya dia sakit, tapi nggak ada surat. P : Mbok ditengok. MT: Lha, tapi nggak di kosnya tuh, Pak. P : Lho? Ya kerumahlah. MT: Oh, iya, Pak. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) Tuturan B12 P : Ini sama ya? Satu nada ya? MT: Iya Pak, cuma saya tambahi gudangan Pak. P : Ya, ndak papa. Itu kan pendamping nasi, aman jadi ndak usah. (Jumat, 26 Februari 2016 pukul 10.07-10.55 WIB) Penutur dan mitra tutur membicarakan teman mitra tutur yang tidak pernah terlihat di kampus. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismenerima karena mitra tutur menerima permintaan penutur untuk melegakan hati penutur. √ Penutur mengoreksi skripsi yang dibuat oleh mitra tutur karena mitra tutur menambahkan beberapa data dalam penelitiannya. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismenerima karena penutur setuju dengan pendapat mitra tutur. √ PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 132 13. Tuturan B13 P : Selamat sore, Pak. MT: Selamat sore, gimana kabarnya? Saudara Silvi, sebentar agak ke sini karena itu urusan lain jadi agak ke sini. Ini nanti saya hanya ingin tahu Saudara itu dari membaca ini, saya rasa kamu belum menguasai permasalahan ya? Atau mungkin cara membahasakannya yang belum tepat, kok pake kata wujud itu lho maksudnya apa? P : Bentuknya itu, Pak. (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) Penutur memberi salam kepada mitra tutur karena akan bimbingan skripsi. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismenerima karena mitra tutur menerima salam dari penutur dan menanyakan kabar penutur. √ 14. Tuturan B14 MT2 : Metodenya nggak dilihat? MT1 : Ya Tuhan, semoga nggak dilihat, ya Tuhan. P : Semoga jangan sampai dilihat. MT1 : Ya Tuhan.. P : Aku menandatangani hal yang salah tapi daripada Penutur meminta mitra tutur 1 untuk menemui dosen pembimbing 2 agar melihat bab 3 yang sudah dibuat agar skripsinya dapat segera selesai. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismenerima karena mitra tutur berusaha untuk menjaga hubungan baik dengan penutur. √ PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 133 15. nantinggak selesai-selesai. Hahahaha… MT1 : Iyuhhh.. (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) Tuturan B15 P : Apakah antara sup dan gulai itu dicampur? MT : Enggak. Dipisah, Pak. P : Nah! MT : Tapi kalau di daftar menunya itu mereka nulisnya sogul, Pak. P : Oh.. MT : Nulisnya langsung sogul ini harganya ini. Jadi pesan 1 porsi sogul. P : Saya belum pernah sih. MT : Iya Pak, itu yang paling dekat di ini lho Pak, ehmm… P : Nek ada gulainya saya ndak makan, mungkin supnya bisa saya makan. MT : Oh, iya ya, Pak, ada santannya ya? (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) Penutur meminta penjelasan kepada mitra tutur tentang data penelitian yang didapatnya. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismenerima karena penutur memberikan tanggapan baik dari mitra tutur yang mengungkapkan pendapatnya tentang data penelitiannya. √ PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 134 16. Tuturan B16 P : Apakah antara sup dan gulai itu dicampur? MT : Enggak. Dipisah, Pak. P : Nah! (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) Penutur meminta penjelasan kepada mitra tutur tentang data penelitian yang didapatnya. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismenerima karena penutur memberikan tanggapan baik dengan mengungkapkan bahwa apa yang dikatakannya itu benar. √ PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 135 TUTURAN FATIS MENOLAK No. Data 1. Tuturan C1 P: Ini saya kembalikan, bab 3 dilupakan dulu jangan masuk bab 3. MT: Bab 3 yang ini itu sama dengan yang kemarin, Pak. P : Iya tetapi saya tidak mau. Kamu fokus dulu ke yang ini! MT: Iya Pak, kan cuma contoh Pak. (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) Tuturan C2 P : Apakah antara sup dan gulai itu dicampur? MT : Enggak. Dipisah, Pak. P : Nah! MT : Tapi kalau di daftar menunya itu mereka nulisnya sogultuh Pak. P : Oh.. MT : Nulisnya langsung sogul ini harganya ini. Jadi pesan 1 porsi sogul. P : Saya belum pernah sih. MT : Iya Pak, itu yang paling dekat di ini lho Pak, ehmm… 2. Konteks Maksud Penutur meminta supaya mitra tutur fokus dulu ke satu hal agar konsentrasinya tidak terpecah dengan hal-hal yang lain. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismenolak karena penutur tidak menerima penjelasan apapun dari mitra tutur agar mitra tutur konsentrasi dengan revisi bab 2. Penutur meminta penjelasan kepada mitra tutur tentang data penelitian yang didapatnya. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismenolak karena mitra tutur tidak setuju dengan pendapat penutur karena mitra tutur mendapatkan data asli dari lapangan. Triangulator Setuju Tidak Setuju √ √ Keterangan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 136 3. 4. P : Nek ada gulainya saya ndak makan, mungkin supnya bisa saya makan. MT : Oh, iya ya, Pak, ada santannya ya? (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) Tuturan C3 P : Jumat jam berapa Pak? MT : Jumat seperti biasa. P : Jam 11 kan, Pak? Atau sebelum jam 11? MT : Enggak bukan, sebelum jam 11, kemarin itu kan karena saya rapat. Tapi besok nggak ada undangan rapat. P : Berarti bisa pagi ya, Pak? Ini saya tulis apa Pak? Masih bab 2 ya, Pak? MT: Terus ini ditutup saja disudahi, yang ketiga ini bukan bimbingan kok. Nanti kasian pencari datanya, nanti jadi nggak lengkap. P : Iya Pak. Makasih ya, pak. (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) Tuturan C4 P : Kalo bab 2 nanti kamu tambah kalimat-kalimat lagi kan bisa jadi 25an ini, 25 sama 22 kan bisa jadi 50. Ini 47, 47 sama Penutur membuat janji bimbingan dengan mitra tutur. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismenolak karena mitra tutur tidak setuju dengan pernyataan penutur tentang jadwal bimbingan selanjutnya. √ Penutur menjelaskan kepada mitra tutur agar menambahkan lagi teori yang digunakannya. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismenolak karena penutur tidak setuju dengan pendapat dari √ PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 137 5. 6. ini aihh rampung! MT: Ininya nanti saya kurangi, Pak. P : Iya, tapi kan tetep ada! Siapa tau nanti ketemu lagi nanti. Nanti garang asem trus apa ngono. Kamu sup masuk nggak? MT: Aku cuma sup ayam, Pak. Kayak supnya Pak Min. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) Tuturan C5 P : Kata Pak Ari itu,Sabtu itu dia belum datang ikut KRS. MT: Belum, kemarin katanya dia sakit, tapi nggak ada surat. P : Mbok ditengok. MT: Lha tapi nggak di kosnya tuh Pak. P : Lho? Ya kerumahlah. MT: Oh, iya, Pak. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) Tuturan C6 P : Yang bab 2 bawa to? MT: Yang revisi sudah. P : Ya pokoknya yang sama dengan ini. MT: Masih salah nomor. P : Lha iya itu yang mau saya katakan, saya akan bantu bersama-sama, dari pada kau mitra tutur karena penutur melihat bahwa teori yang digunakan mitra tutur masih kurang sehingga perlu ditambah lagi. Penutur dan mitra tutur membicarakan teman mitra tutur yang tidak pernah terlihat di kampus. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismenolak karena mitra tutur berusaha menghindar dari permintaan penutur secara halus. √ Penutur menjelaskan kepada mitra tutur tentang kesalahannya dalam mengerjakan skripsinya. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismenolak karena mitra tutur tidak setuju dengan pendapat dari penutur. √ PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 138 7. pusing. MT: Ada bermasalah nomor. P : Ada nggak? Lambang huruf itu apa to? MT: Oh itu bukan masuk dalam huruf. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) Tuturan C7 P : Apakah antara sup dan gulai itu dicampur? MT : Enggak. Dipisah, Pak. P : Nah! MT : Tapi kalau di daftar menunya itu mereka nulisnya sogul, Pak. P : Oh.. MT : Nulisnya langsung sogul ini harganya ini. Jadi pesan 1 porsi sogul. P : Saya belum pernah sih. MT : Iya Pak, itu yang paling dekat di ini lho Pak, ehmm… P : Nek ada gulainya saya ndak makan, mungkin supnya bisa saya makan. MT : Oh, iya ya, Pak, ada santannya ya? (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) Penutur meminta penjelasan mitra tutur tentang data penelitian yang didapatnya. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismenolak karena penutur secara halus menolak tawaran dari mitra tutur untuk makan di rumah makan tersebut dengan alasan tertentu. √ PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 139 TUTURAN FATIS MENGUNDANG No. Data Konteks 1. Tuturan D1 P : Selamat sore, Pak. MT : Selamat sore, gimana kabarnya? Saudara Silvi, sebentar agak ke siniya karena itu urusan lain jadi agak ke sini. Ini nanti saya hanya ingin tahu Saudara itu dari membaca ini, saya rasa kamu belum menguasai permasalahan ya? Atau mungkin cara membahasakannya yang belum tepat, kok pake kata wujud itu lho maksudnya apa? P : Bentuknya itu. Pak. (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) Tuturan D2 P : Saya coba hari Rabu, Rabu itu saya kosong jam? Supaya nanti Jumat sudah jadi lebih banyak. Rabu itu saya kosong jam 11 tetapi saya ada janji, haduh capek banget aku ya.. Kalau pagi saja bagaimana? Sebentar saja, jam 8. MT: Jam 8 ya, Pak? Iya, pak. Penutur memberi salam kepada mitra tutur karena akan bimbingan skripsi. Tutran tersebut merupakan tuturan fatismengundang karena mitra tutur meminta penutur untuk duduk di bagian lain pada saat bimbingan skripsi agar tidak terganggu dengan hal lain. Penutur membuat janji bimbingan skripsi dengan mitra tutur. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismengundang karena penutur meminta mitra tutur untuk datang bimbingan lagi pada hari Rabu. 2. Maksud Triangulator Setuju Tidak Setuju √ √ Keterangan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 140 3. 4. 5. P : Rabu jam 8, satu saja jangan banyak-banyak tetapi dengan bahasa yang enak didengar. MT: Iya, Pak. (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) Tuturan D3 P : Nanti kamu ketemu saya hari Jumat ya? Karena saya masih punya PR. MT : Iya, Pak. (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) Tuturan D4 P : Permisi, Pak. MT: Oh iya, mari silahkan duduk dulu. Hari ini kalian mau mengumpulkan? P : Bab 2 Pak. MT: Bab 2 yang direvisi ya? P : Iya. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) Tuturan D5 P : Terus kalo sudah, laki-laki di luar itu disuruh masuk. MT: Iya, Pak. Terus saya ke sini hari? P : Nanti kamu ke sini terus sudah Pak, gitu. MT: Oh, iya, Pak, hahaha sudah Pak. Penutur membuat janji bimbingan skripsi dengan mitra tutur. Mitra tutur mempersilahkan penutur masuk ke ruangan dan memulai bimbingan skripsi pada hari itu. Penutur meminta mitra tutur untuk memanggil mahasiswa lain yang sudah menunggu untuk bimbingan skripsi. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismengundang karena penutur meminta mitra tutur untuk datang bimbingan lagi pada hari Jumat. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismengundang karena mitra tutur berusaha untuk menjaga hubungan baik dengan penutur. √ Tuturan tersebut merupakan tuturan fatismengundang karena penutur mengharapkan hal baik dari mitra tutur. √ √ PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 141 (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 142 TUTURAN FATIS SELAMAT No. 1. Data Konteks Maksud Tuturan E1 P : Nilai TKBI saya udah keluar lho, Pak! MT: Oh ya? Dapat berapa? P : AMT: Asikkk! Selamat ya! P : Kalau nilai segitu boleh toh, Pak? MT: Boleh lah… Bagus malahan itu! (Jumat, 26 Februari 2016 pukul 10.07-10.55 WIB) Penutur memberitahukan kepada mitra tutur tentang hasil tes TKBI. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatisselamat karena mitra tutur tidak hanya sekadar mengucapkan selamat tetapi juga merasa bangga mahasiswa mendapatkan nilai yang baik. Triangulator Setuju Tidak Setuju √ Keterangan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 143 TUTURAN FATIS SALAM No. Data 1. Tuturan F1 P : Halo, selamat pagi, Wil. MT : Pagi, Pak. P : Kamu bawa ini to? Bawa yang … MT : Yang revisi, Pak. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) Tuturan F2 P : Permisi, selamat sore, Pak. MT : Selamat sore, gimana kabarnya? Saudara Silvi, sebentar agak ke sini karena itu urusan lain jadi agak ke sini. Ini nanti saya hanya ingin tahu Saudara itu dari membaca ini, saya rasa kamu belum menguasai permasalahan ya? Atau mungkin cara membahasakannya yang belum tepat, kok pake kata wujud itu lho maksudnya apa? P : Bentuknya itu, pak. (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) 2. Konteks Penutur menyambut kedatangan mitra tutur yang akan bimbingan skripsi hari itu. Penutur memberi salam kepada mitra tutur karena akan bimbingan skripsi. Maksud Tuturan tersebut merupakan tuturan fatissalam karena penutur bermaksud menyambut kedatangan mitra tutur yang akan bimbingan skripsi. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatissalam karena penutur menyapa mitra tutur untuk memulai bimbingan pada hari itu. Triangulator Setuju Tidak Setuju √ √ Keterangan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 144 TUTURAN FATIS TERIMA KASIH No. Data Konteks 1. Tuturan G1 P : Ihh untuk saya? Makasih ya! MT : Kalo bapak nggak ada, di tempat mbak ros? P : Ha’a. MT : Makasih ya, pak. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) Tuturan G2 P : Ya sudah nanti saya baca. Tandatangan belum? Halah, belum diisi? Tanda tangan aja. Aduh, merah nggak papa ya? Wes, saya juga ditunggu ini nanti. Hari jumat nanti saya tunggu sudah jadi nanti bab 2 dengan perubahan-perubahan. Saya sudah tidak akan anu lagi. Jumat itu saya ada rapat, nanti saya sms lah. MT : Makasihya pak. (Senin, 15 Februari 2016 pukul 09.55-11.15 WIB) Penutur melihat mitra tutur membawa sesuatu yang dikiranya akan diberikan kepadanya. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatisterima kasih karena penutur merasa sangat diperhatikan oleh mitra tutur dengan diberikan sesuatu oleh mitra tutur. Penutur menutup sesi bimbingan hari itu karena penutur harus segera pergi rapat. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatisterima kasih karena mitra tutur sadar diri bahwa penutur sedang dalam keadaan terburuburu maka mitra tutur segera mengakhiri bimbingan hari itu. 2. Maksud Triangulator Setuju Tidak Setuju √ √ Keterangan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 145 3. Tuturan G3 P : Lupa? Kartunya? MT: Oh iya Pak. P : Nanti diisi ya? Begitu ya? MT: Terima kasih, Pak. P : Kembali. Mari… (Senin, 22 Februari 2016 pukul 15.12-16.20 WIB) Mitra tutur mengucapkan terima kasih kepada penutur karena sudah diingatkan untuk mengisi kartu bimbingan dan bimbingan hari itu sudah selesai. Tuturan tersebut merupakan tuturan fatisterima kasih karena mitra tutur merasa penutur tidak mempersulit mitra tutur dalam mengerjakan skripsinya. √ Yogyakarta, 25 Mei 2016 Dr. Y. Karmin, M.Pd. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 146 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Agnes Wiga Rimawati lahir di Yogyakarta pada tanggal 11 Oktober 1993. Ia mengawali pendidikan formalnya di Taman Kanak-kanak Kanisius Demangan Baru, Yogyakarta pada tahun 2000. Pendidikan tingkat sekolah dasar ia tempuh di SD Kanisius Demangan Baru, Yogyakarta, lulus pada tahun 2006. Kemudian ia melanjutkan studinya di SMP Negeri 1 Depok, Sleman, Yogyakarta dan tamat pada tahun 2009. Pendidikan tingkat menengah atas di tempuh di SMA Stella Duce 1 Yogyakarta dan tamat pada tahun 2012. Setelah menyelesaikan sekolah tingkat menengah atas, ia melanjutkan studinya di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Jurusan Bahasa dan Seni, Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Setelah menyelesaikan skripsinya yang berjudul Komunikasi Fatis dalam Wacana Konsultatif pada Program Studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Semester Genap Tahun Akademik 2015/2016, ia memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Masa pendidikan S1 tersebut berakhir pada tahun 2016.