BAB III GEOPOLITIK DAN GEOSTRATEGI SUNGAI NIL A. Potensi Sungai Nil Sungai Nil merupakan salah satu sungai terpanjang di dunia. Mengalir sepanjang 6695 km1 dari sumbernya yaitu Danau Viktoria yang terletak di Uganda kemudian mengalir pada kedua anak Sungai Nil utama yaitu Nil Biru dan Nil Putih. Sungai lintas negara ini melalui sembilan negara di Afrika yaitu Uganda, Ethiopia, Rwanda, Burundi, Tanzania, Kenya, Kongo, Sudan, dan Mesir. Uganda dan Ethiopia merupakan negara hulu dan Mesir sebagai negara hilirnya. Setiap harinya sungai ini memiliki laju air sebanyak 300 juta m3. Sungai Nil mempunyai peranan yang amat penting bagi keberlangsungan negara-negara yang dilewatinya karena mereka menjadikan Sungai Nil sebagai sumber air bersih utamanya. Kurang lebih 160 juta penduduk tinggal di sekitar Sungai Nil dan 300 juta penduduk negara-negara Nile Basin menggantungkan hidupnya dari Sungai Nil,2 karena itu Sungai Nil menjadi sumber peradaban bagi negara-negara yang dilaluinya contohnya saja Mesir. Bagi Mesir Sungai Nil merupakan sumber peradaban kehidupan sejarah bangsanya sejak ribuan tahun yang lalu, bisa dilihat dari banyaknya 1 UNESCO. http://www.unesco.org/water/news/newsletter/160.shtml. Diakses pada 4 Februari 2013. Ashok Swain, 2008, Mission Not Yet Accomplished: Managing Water Resources In The Nile Basin, Journal of International Affairs , vol 61 no 2. 2 penduduk yang tinggal disekitar Nil yaitu 95% dari penduduk Mesir. Total dari wilayah yang ada di sekitar sungai Nil mencapai 3.346.000 km.3 Gambar 1. Peta Sungai Nil . Sumber: World Bank. http://siteresources.worldbank.org/intafrnilebasini/about%20us/210824 59/nile_river_basin.htm5, Diakses pada 17 Desember 2012 Wondwosen Teshome B, 2008, “Transboundary Water Cooperation in Africa” Tourkish Journal of International Relation vol 7 no. 4. 3 Lahan-lahan di sekitar Sungai Nil merupakan daerah yang subur sehingga negara-negara Nile Basin mengembangkan sektor pertanian. Sebagian besar penduduk negara-negara tersebut menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian, salah satu contohnya adalah Kenya, yang 80% penduduknya bekerja di sektor pertanian dan menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian yang berasal dari lahan sekitar Sungai Nil.6 Setiap negara yang dialiri Sungai Nil memiliki saluran-saluran air untuk lahan pertanian mereka. Mesir dan Sudan merupakan negara yang memiliki sektor pertanian terbesar diantara negara Nile Basin lainnya yang berarti bahwa mereka bergantung lebih besar terhadap Sungai Nil dibanding negara-negara lainnya.7 Tabel 1. Lahan Pertanian Negara-Negara Nile Basin Negara Persentase Lahan Subur (2009) Burundi Kongo Mesir Ethiopia Kenya Rwanda Sudan Tanzania Uganda 44,9% 3,2% 3,7% 13,6% 10,4% 60,0% 8,1% 12,1% 36,6% Lahan Irigasi di Nile Basin (ha) 2009 14,625 2,963,581 90,769 34,156 17,638 1,749,300 110,544 25,131 “Potensi dan Peluang Kerjasama Indonesia dengan Kenya” , http://www.deplu.go.id/_layouts/mobile/ PortalDetail- NewsLike.aspx?l=en...&ItemID=cbbad139-c8fc-492a-9cc1-da6f4bf37ee3, diakses pada 3 Februari 2013. 7 Ashok Swain, 2008, Managing Water Resources In The Nile Basin, Journal of International Affairs, vol. 61, no. 2. 6 Sumber : FAO. http://www.fao.org/nr/water/aquastat/water_use_agr/index.stm . Diakses pada 18 Februari 2013.8 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa masih banyak negara yang lahan suburnya kurang, sehingga ketergantungan akan air juga semakin tinggi. Seperti yang kita tahu, bahwa sebagian besar lahan di Afrika memiliki tingkat kekeringan yang tinggi. Selain untuk pertanian, Sungai Nil juga menjadi rute jalur transportasi air, letaknya yang melewati beberapa negara membuat Sungai Nil dilewati oleh banyak kapal-kapal dagang maupun kapal-kapal penumpang. Sungai Nil yang terhubung dengan Laut Mediterania dan Laut Merah ini merupakan perpanjangan Samudera Hindia. Berada di antara Arab dan Afrika, yang menghubungkan ke Medditerania melalui terusan Suez yang dibuat pada abad ke 5 SM, sehingga lebih mempermudah jalur transportasi,9 Hal ini tentunya memberikan keuntungan ekonomi tersendiri bagi negara negara yang dilaluinya. Selain itu aliran Sungai Nil juga dimanfaatkan sebagai Pembangkit listrik oleh negara negara yang dilewatinya. Seperti pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang bersumber dari Sungai Nil terbesar di Mesir dan Ethiopia. PLTA di Ethiopia tepatnya bersumber dari bendungan besar yang mereka bangun yaitu Grand Ethiopian Reenaissance Dam.10 Bendungan yang diresmikan pada Maret 2012 ini menghasilkan 45000 mw FAO- Aquastat, “Agricultural Land-Nile Basin”, http://www.fao.org/nr/water/aquastat/water_use_agr/index.stm, diakses pada 18 Februari 2013. 9 Terje Tvedt, 2010, The River Nile in the Post Colonial Era, London: LB Tauris, hal 217. 10 “Di Tengah Sengketa Ethiopia Nekat Resmikan Bendungan”, www.republika.co.id/berita/internasional//global/11/04/03/lj2hd2-di-tengah-sengketa-ethiopia-nekatresmikan-bendungan, diakses pada 20 April 2013. 8 per harinya. Listrik yang dihasilkan tersebut kemudian diekspor/dialirkan ke beberapa negara tetangganya yaitu Kenya, Djibouti, Sudan, dan Yaman.11 Keindahan Sungai Nil dan wilayah sekitarnya pun dimanfaatkan oleh negara-negara Nile Basin sebagai salah satu tujuan wisata di negaranya. Lembah yang subur, beragam hewan yang hidup disekitarnya disertai pemandangan sungai yang indah menjadi salah satu tujuan utama para wisatawan yang berkunjung ke Mesir dan Sudan, dua negara inilah yang menjadikan Sungai Nil sebagai objek wisata utamanya. Beberapa bendungan dibuat oleh negara-negara yang dialiri Sungai Nil. Bendungan tersebut dibuat untuk memaksimalkan potensi yang ada pada Sungai Nil. Salah satu bendungan terbesar dibangun pada tahun 1898-1920 yaitu bendungan Aswan yang terletak di kota Aswan, Mesir.12 Bendungan tersebut dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik dan juga sebagai pencegah terjadinya banjir yang disebabkan oleh luapan Sungai Nil karena jika tidak dibendung Sungai Nil ini bisa menyebabkan banjir tiap tahunnya. 11 “East Africa: Cross-Border Resource Management - How Do the Nile Countries Fare?” http://allafrica.com/stories/201211161009.html?page=2, diakses pada 5 Februari 2013 12 “Aswan Dam”, http://www.time.com/time/magazine/article/0,9171,808166,00.html, diakses pada 13 April 2013 B. Geopolitik dan Geostrategi Negara-Negara Afrika Terhadap Sungai Nil Di Afrika, akses terhadap air bersih merupakan salah satu aspek yang paling penting bagi kehidupan mereka. Sekitar 300 juta penduduk di Afrika terutama penduduk sekitar Sungai Nil memiliki sanitasi yang kurang baik.13 Tabel 2. Akses Air Bersih di Negara-Negara Nile Basin Negara Burundi Kongo Mesir Ethiopia Kenya Rwanda Sudan Tanzania Uganda Akses Air Bersih Akses Sanitasi Persentase penduduk pedesaan 2008 Persentase penduduk perkotaan 2008 Persentase penduduk pedesaan 2008 Persentase penduduk perkotaan 2008 71 % 28% 98% 26% 52% 62% 64% 80% 91% 83% 80% 100% 98% 83% 77% 52% 45% 64% 46% 23% 92% 8% 32% 55% 18% 21% 49% 49% 23% 97% 29% 27% 50% 55% 32% 38% Sumber: UNICEF. http://www.unicef.org/wash/, diakses pada 13 Februari 2013.14 Dalam tabel diatas dapat kita lihat bahwa di beberapa negara Nile Basin, terutama negara yang memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi, masih banyak yang mengalami kesulitan dalam mendapatkan akses terhadap air bersih baik di wilayah desa maupun kota. Dimana tingkat kesehatan juga berpengaruh dari sulitnya mendapatkan air bersih itu sendiri. 13 14 World Water Council. http://www.worldwatercouncil.org/, diakses pada 15 Februari 2013 UNICEF. http://www.unicef.org/wash/, diakses pada 13 Februari 2013 Selain menyebabkan sanitasi yang buruk, tingkat kekeringan yang cukup tinggi menjadikan intensitas konflik sering terjadi diantara mereka. Sungai Nil mengalir melewati sembilan negara di Afrika yang sebagian besar diantaranya merupakan negara miskin kecuali Sudan dan Mesir yang termasuk kedalam negara berkembang. Sungai ini mengalir dari Ethiopia dan berakhir di laut Mediterania. Hal ini menjadikan Nil mempunyai lokasi yang strategis, ditambah lagi dengan adanya kanal yang menghubungkannya dengan laut merah sehingga mempermudah akses rute perdagangan yang melewati sungai itu. Sungai Nil yang memiliki keuntungan ekonomi bagi negara-negara yang dilewatinya menjadikannya memiliki peranan penting bagi keberlangsungan negara-negara tersebut. Mesir menjadi salah satu negara yang sangat diuntungkan dengan adanya Sungai Nil. Sungai Nil menjadikan negara-negara yang dilewatinya memiliki tanah yang subur sehingga memiliki dampak yang baik bagi pertaniannya. Lokasi yang strategis bagi Mesir menjadikan Mesir sebagai negara yang dapat mengambil banyak manfaat dari Sungai Nil ini. Hal tersebut juga menjadikan Mesir memiliki peradaban yang cukup maju. Sungai Nil membentang membelah Mesir sehingga cukup banyak wilayah Mesir yang dilalui Sungai Nil. Perjanjian pada masa kolonial Inggris, menjadikan Mesir mendominasi dalam pengelolaan maupun penggunaan Sungai Nil. Tabel 3. Pembagian Aliran Sungai Nil Negara Burundi Kongo Mesir Ethiopia Kenya Rwanda Sudan Tanzania Uganda Sumber Aliran yang Keluar (juta m3/tahun) 2009 Total (Juta m3/tahun) 20002010 10,1 900 1,8 122 20 9,5 30 84 39 0,29 0,62 68,30 5,56 2,74 0,15 37,14 5,18 0,32 Sumber: FAO. http://www.fao.org/nr/water/aquastat/globalmaps/index.stm, diakses pada Februari 2013.15 18 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Mesir dan Sudan mendapatkan jatah aliran Sungai Nil yang lebih banyak dibandingkan negara-negara Nile Basin lainnya. Hal ini tentunya dinilai tidak adil bagi beberapa negara-negara Nile Basin lainnya. Jumlah penduduk yang lebih banyak dibandingkan dengan negara Sungai Nil lain menjadi alasan Mesir tetap bertahan tidak mau mengurangi jatah airnya. Mesir menolak untuk menandatangani beberapa perjanjian yang nantinya akan mempengaruhi jatah airnya. Seperti yang terjadi saat Mesir menolak untuk menadatangani CFA (Comprehensive Framework Agreement).16 Dalam pengelolaannya pun Mesir berhak membuat proyek-proyek yang berasal dari Sungai Nil tanpa meminta persetujuan dari negara-negara FAO-Aquastat “Water Resources-Nile Basin”. http://www.fao.org/nr/water/aquastat/globalmaps/index.stm, diakses pada 18 Februari 2013. 16 NBI http://www.nilebasin.org/newsite/index.php?option=com_content&view=section&layout= blog&id=10&Itemid=71&lang=en, diakses pada 18 Februari 2013 15 lainnya terlebih dahulu, berbeda dengan negara-negara yang lain yang harus meminta persetujuan terlebih dahulu sebelum membuat proyek-proyek pembangunan yang melibatkan Sungai Nil. Hal ini berpotensi memicu konflik diantara negara negara tersebut. Afrika merupakan wilayah yang amat rentan terjadi konflik, terutama yang dipicu oleh sumber daya alam. Tingkat kekeringan tinggi di wilayah tersebut menjadikan sumber daya air sebagai sesuatu yang langka, seperti Sungai Nil. Hal tersebut menjadikan Sungai Nil yang merupakan sumber air bersih terbesar bagi negara-negara yang dilewatinya, bernilai vital bagi negara-negara tersebut. Sehingga setiap negara Nile Basin tentu akan memanfaatkan sebanyak mungkin sumber air tersebut. Namun beberapa negara tidak bisa berbuat banyak karena pada saat perjanjian pembagian air Sungai Nil dibuat, Inggris saat itu masih memiliki kekuasaan yang besar terhadap Mesir. Hal itu membuat negara-negara lain tidak memiliki kuasa untuk melakukan penolakan terhadap perjanjian tersebut, yang dinilai sangat menguntungkan Mesir. Negara-negara Nile Basin lainnya mendorong Mesir kembali menegosiasikan pembagian air Sungai Nil setelah munculnya berbagai masalah seperti pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, pemanasan global, krisis ekonomi global, penipisan sumber daya alam, perkembangan politik di negara mereka. Mesir yang selama ini telah menguasai Sungai Nil untuk waktu yang lama telah menjadi negara besar yang memiliki akses lengkap terhadap Nil. Sampai saat ini negara-negara Nile Basin terus mendesak untuk memperbaharui perjanjian terutama Ethiopia yang penduduknya semakin meningkat sehingga kebutuhan airnya juga meningkat. Beberapa negara mulai berani memberikan pernyataaan yang menunjukkan keberatan terhadap tindakan-tindakan Mesir selama ini. Menteri perdagangan Ethiopia, Girma Birru, mengatakan bahwa “Egypt has been pressuring international financial institutions to desist from assisting Ethiopia in carrying out development projects in the Nile Basin… It has used its influence to persuade the Arab world not to provide Ethiopia with any loans or grants for Nile water development”.17 Selain itu Kenya juga menyampaikan pernyataan lain, Wakil Menteri luar negeri Kenya, Moses Wettang’ Ula menyatakan “Kenya will not accept any restrictions on use of Lake Victoria or Nile River.. It however does not wish to be a lone ranger in deciding how to use the waters and has consequently rough the involvement countries”.18 Hal tersebut kemudian direspon oleh Mesir. Menteri sumber daya air Mesir, Mahmoud Abu Zeid mengatakan bahwa pernyataan Kenya tersebut merupakan “a declaration of war”. Ia juga mengatakan “any action that would endanger the waters of the 17 Wondwosen Tashome B, 2008, Transboundary Water Cooperation In Africa, Tourkish Journal of International Relation, vol 7 No 4 18 Ibid blue Nile will be forced with a firm reaction on the part of Egypt even if that action should lead to war”. Mesir tetap beranggapan bahwa negara hulu tidak sepenuhnya tergantung pada Sungai Nil, karena mereka masih memiliki aliran sungai lain dan danau lain sebagai sumber air mereka.19 1. Geopolitik dan Geostrategi Sudan Sudan merupakan salah satu negara hilir dari Sungai Nil, aliran air yang didapat oleh Sudan berasal dari salah satu anak Sungai Nil yaitu Nil Putih. Sudan juga menjadi negara yang paling banyak dilaui oleh Sungai Nil. Sebagai salah satu negara yang pernah dijajah Inggris, Sudan juga mendapatkan keuntungan yaitu dari perjanjian yang terjadi pada tahun 1929 dan 1959. Inggris juga sempat memuat perjanjian yang bertujuan untuk menjaga aliran sungai dari Nil Putih ke Sudan, yaitu perjanjian antara InggrisItalia pada 1925. Secara politik dan ekonomi Sudan merupakan negara berkembang, berbeda dengan negara lainnya yang dilewati Sungai Nil yang merupakan negara miskin, hal tersebut menjadikannya memilki kekuatan dibandingkan negara Nile Basin lainnya. 2. Geopolitik dan Geostrategi Mesir Mesir yang sama-sama merupakan negara yang ekonominya paling berkembang dibandingkan negara Nile Basin lainnya. Mesir juga merupakan 19 Ibid negara yang paling diuntungkan dari perjanjian lama yang dibuat oleh Inggris saat masih menjajah Mesir. Yang mana dalam perjanjian pada tahun 1929 dan 1959 Mesir diberikan hak yang menjadikannya dominan dalam pengelolaan dan pembagian aliran Sungai Nil. Walaupun lokasinya yang terletak di hilir Sungai Nil, kekuatan politik yang dimiliki oleh Mesir menjadikannya mendapat manfaat yang paling banyak dari Sungai Nil serta mampu menekan negara-negara hulu Nile Basin terutama Ethiopia, untuk tidak melakukan protes maupun perlawanan terhadap Mesir 3. Geopolitik dan Geostrategi Ethiopia Ethiopia menjadi negara hulu yang merupakan penyumbang terbanyak dari aliran Sungai Nil, sekitar 85% sumbernya berasal dari Ethiopia. Ethiopia merupakan negara yang cukup sering menekan negara-negara hilir untuk melakukan perjanjian ulang untuk pengelolaan maupun pembagian jatah air Sungai Nil. Sebagai negara hulu seharusnya Ethiopia memiliki banyak keuntungan dari situ, akan tetapi keadaan ekonomi dan kekuatan politiknya lemah dibandingkan dengan Mesir dan Sudan, sehingga penekanan yang dilakukan Ethiopia hingga saat ini belum ada yang berhasil. C. Bentuk-Bentuk Kerjasama Pengelolaan Sungai Nil Sungai Nil yang memiliki peranan yang amat penting bagi negaranegara yang dilaluinya sehingga perlu ada kerjasama dan perjanjian yang mengatur pengelolaan Sungai Nil tersebut. Apalagi negara-negara yang dilalui Sungai Nil tersebut sebagian besar memiliki tingkat kekeringan yang tinggi sehingga air ini dapat memicu terjadinya konflik di antara negara-negara tersebut. Kerjasama serta perjanjian-perjanjian yang berhubungan dengan pengelolaan Sungai Nil telah dibuat sejak masa kolonial Inggris, Prancis, Belgia, dan Italy di Afrika. Tabel 4. Perjanjian Kerjasama Pengelolaan Sungai Nil No Tahun Perjanjian 1 15 April 1891 Protokol Anglo-Italian 2 15 Mei 1902 Perjanjian Inggris-Ethiopia 3 9 Mei 1906 Perjanjian Inggris-Kongo 4 Desember 1925 Perjanjian Inggris-Itali 5 7 Mei 1929 Perjanjian Mesir-Sudan 6 1959 Perjanjian Mesir-Sudan 7 Februari 1999 8 1999-2007 Terbentuk NBI (diikuti oleh sembilan negara Nile Basin) Comprehensive Framework Agreement 9 26 Desember 2012 Grant Agreement NBI-World Bank Sumber : “The Defects and Effect of Past Treaties and Agreement on The Nile Rivers Waters”. http://www.ethiopians.com/abay/engin.html, diakses pada 15 Februari.20 Perjanjian pengelolaaan Sungai Nil pertama kali terjadi pada tanggal 15 April 1891 pada saat itu Itali menandatangani Protokol Anglo-Italian yang mana pada pasal 3 perjanjian tersebut berpengaruh terhadap aliran Sungai Nil ke Sudan dan Mesir. Kemudian pada 15 Mei 1902 terjadi lagi perjanjian “The Defects and Effect of Past Treaties and Agreement on The Nile Rivers Waters”. http://www.ethiopians.com/abay/engin.html, diakses pada 15 Februari 2013. 20 antara Inggris dengan Ethiopia mengenai aliran Nil biru yang sumbernya dari Ethiopia dan perjanjian ini hanya diiikuti oleh negara-negara hulu saja. Pada tahun 1902 juga bendungan Aswan telah selesai dibuat setelah masa pembuatannya yang dilakukan sejak tahun 1898, bendungan yang dibuat oleh Inggris ini secara resmi dibuka pada 10 Desember 1902. Bendungan tersebut berfungsi untuk meningkatkan irigasi pertanian dan untuk memperbesar kapasitas penyimpanan air.21 Saat Inggris menandatangani kemerdekaan Kongo pada 9 May 1906, Inggris juga menetapkan perjanjian tentang jumlah aliran Sungai Nil putih ke Sudan. Setelah itu perjanjian lain terjadi pada 13 Desember di tahun yang sama antara Prancis, Itali, Inggris kemudian ada perjanjian lanjutannya antara Inggris dan Itali pada Desember 1925. Perjanjian ini bertujuan untuk menjaga aliran Sungai Nil dari pengalihan air hulu. Pada 1929 terjadi perjanjian antara Mesir, Sudan dan pemerintahan Inggris. Dalam perjanjian tersebut disepakati beberapa hal yaitu: 1. Aliran air selama tanggal 20 Januari-15 Juli (Musim kemarau) disediakan untuk Mesir. 2. Mesir juga berhak untuk memantau aliran Nil di negara-negara hulu. 21 Wondwosen Teshome B, 2008, Transboundary Water Cooperation in Africa, Tourkish Journal of International Relation, vol 7 no. 4. 3. Mesir dapat melakukan proyek pada Sungai Nil tanpa persetujuan negaranegara Nile Basin lainnya. 4. Mesir diberikan hak untuk menindak setiap proyek yang kepentingannya akan berdampak negatif bagi Nil.22 Perjanjian tersebut semakin menyebabkan Mesir memiliki kontrol yang tinggi terhadap Sungai Nil dan menambah keuntungan lebih terhadap Mesir dibandingkan negara-negara Nile Basin lainnya. Pertanian kapas Mesir yang pada saat itu menjadi pemasok utama bagi pabrik-pabrik Lancashire di Inggris membuat Inggris menjadikan Mesir memiliki peran yang dominan terhadap Sungai Nil dan mendapatkan jatah yang lebih besar dalam pembagian air. Negara-negara lainnya tidak memiliki kekuatan untuk menentang perjanjian tersebut. Kemudian perjanjian paling penting tentang pembagian air dan pemanfaatan Sungai Nil dicapai antara Sudan dan Mesir pada tahun 1959. Isi perjanjian itu ialah: 1. Mesir berhak atas 55,5 juta m3 dan Sudan 18,5 juta m3 air sungai Nil. 2. Sudan akan mengkonstruksi program yang akan meningkatkan pencegahan evaporasi di rawa Sudan yang berlokasi di Sudan Selatan 22 The Defects and Effects of Past Treaties and Agreements on the Nile River Waters: Whose Faults Were they?, http://www.ethiopians.com/abay/engin.html, diakses pada 6 Februari 2013. 3. Kesepakatan ini memberikan Mesir hak untuk merekonstruksi proyek pembangunannya.23 Perjanjian ini dibuat kembali setelah Sudan mencapai kemerdekaannya. Selama masa kolonial, Inggris secara efektif mengontrol Sungai Nil melalui kekuatan militernya di Afrika. Perjanjian yang terjadi selama masa kolonial yang berhubungan dengan pengelolaan Sungai Nil, dirasa tidak adil oleh negara-negara Nile Basin selain karena perjanjian tersebut tidak melibatkan mereka di dalamnya perjanjian tersebut juga terjadi ketimpangan terhadapan pengelolaan Sungai Nil dimana Mesir amat mendominasi pengelolaannya. Pada tahun 1954 Mesir telah berencana untuk membuat bendungan tinggi Aswan untuk menambah simpanan airnya. Pembangunan bendungan tinggi Aswan kemudian dilakukan pada 1960, proyek itu dilakukan tanpa meminta persetujuan dari negara Sungai Nil lainnya.24 Bendungan yang letaknya bersebelahan dengan bendungan rendah aswan yang dibangun pada 1989 ini dibangun oleh Rusia. Kemudian pembangunannya selesai pada tahun 1970. Bendungan Aswan ini bermanfaat untuk mengendalikan debit air Sungai Nil sehingga tidak terjadi banjir pada musim hujan dan kekeringan 23 Ibid Ashok Swain, 2008, Managing Water Resources in The Nile River Basin, Journal of International Affairs, vol. 61, no. 2. 24 pada musim kemarau. Bendungan ini juga dimanfaatkan untuk pengairan pertanian di Mesir serta dijadikan objek wisata. Sebagai salah satu sumber daya terpenting bagi negara-negara yang dilaluinya, Sungai Nil memerlukan kerjasama pengelolaan yang baik dalam berbagai sektor. Seperti sektor pengairan, sektor perekonomian, sektor pariwisata, maupun pengelolaan lingkungan. Kerjasama tersebut dilakukan secara bilateral maupun multilateral. Beberapa kerjasama telah dilakukan dalam bidang pengairan, salah satunya pembuatan waduk. Waduk-waduk tersebut dibangun dengan tujuan untuk menambah jumlah penyimpanan air bersih bagi negara tersebut. Seperti kerjasama bilateral yang dilakukan oleh Mesir dan Sudan, mereka melakukan kerjasama dalam pembuatan dan dalam pengelolaan bendungan Aswan. Selain itu waduk-waduk tersebut juga memiliki fungsi sebagai pembangkit listrik. Salah satu contohnya ialah Ethiopia, ia mengambil aliran Sungai Nil untuk pembuatan waduk di negaranya, kemudian listrik tersebut dialirkan ke beberapa negara di sekitar Ethiopia. Hal itu menjadikan waduk sebagai salah satu sumber pemasukan bagi negara-negara mereka. Bentuk kerjasama lainnya terjadi pada kerjasama lingkungan. Pengelolaan lingkungan yang baik sangat diperlukan untuk menjaga keaslian sungai Nil, seperti pencegahan pembuangan limbah ke Sungai Nil dan juga pelestarian lingkungan sekitar Sungai Nil. Beberapa kerjasama telah dilakukan secara regional yaitu: 1. Hydromet Project Pada tahun 1960 UNDP (United Nation Development Program) dan WMO (World Meteorogical Organization) memfasilitasi untuk membuat sebuah kerjasama yang dinamakan Hydromet Survey Project. Kerjasama ini diikuti oleh Mesir, Kenya, Sudan, Tanzania, dan Uganda. Kerjasama ini berlangsung selama dua puluh lima tahun tanpa mengikutsertakan Ethiopia di dalamnya. Kerjasama ini bertujuan untuk mengatur tingkat air Danau Viktoria yang menjadi salah satu sumber air Sungai Nil serta mengatur aliran Sungai Nil. Kerjasama tersebut berakhir pada tahun 1992. 2. Tecconile Project Kemudian di tahun yang sama beberapa negara yang dilalui Sungai Nil kembali membuat suatu kerjasama yaitu TECCONILE (Technical Committee for Promotion of The Development and Environmental Protection of The Nile Basin) kerjasama ini hanya diikuti oleh Mesir, Sudan, Rwanda, Tanzania, Uganda dan Kongo. Sekretariat nya terletak di Uganda dan kerjasama ini mulai berjalan efektif pada 1 Januari 1993. Kerjasama ini bertujuan untuk menangani permasalahan lingkungan yang terjadi di sekitar Sungai Nil . 3. Lake Victoria Environmental Management Project Perjanjian program ini pertama kali ditandatangani pada 5 Mei 1994. Proyek ini didanai oleh Global Environment Facility. Tujuan dari program ini adalah untuk memaksimalkan pemanfaatan danau Victoria untuk penduduk sekitar danau tersebut dalam menghasilkan makanan, pendapatan dan pekerjaan, pasokan air bersih, dan mempertahankan lingkungan sehat yang bebas penyakit. Program ini dalam pelaksanaannya dibantu oleh United Nation Development Program dan FAO.25 Kesamaan kebutuhan akan sumber air bersih dari Sungai Nil serta pengelolaan yang adil secara bersama, membuat negara-negara Nile Basin merasa perlu adanya kerjasama dalam pengelolaan Sungai Nil yang melibatkan semua negara-negara Nile Basin. Oleh karena itu pada tahun 1999 negara-negara yang dilalui Sungai Nil diwakilkan oleh para Menteri membuat sebuah kerjasama dimana kerjasama tersebut melibatkan semua negara yang dilaui oleh negara-negara yang dilaui Sungai Nil yaitu, Mesir, Sudan, Tanzania, Kenya, Kongo, Uganda, Ethiopia, Rwanda, Burundi. Kerjasama ini merupakan kerjasama terbesar dalam pengelolaan Sungai Nil dan dibuat dengan tujuan agar Sungai Nil dapat dikelola dengan baik secara bersama sehingga pemanfaatannya bisa lebih maksimal dan 25 Simon A Mason, 2003, From Conflict To Cooperation in The Nile Basin , Zurich: ETH Zentrum, hal 28. menghindari konflik diantara negara-negara yang dilalui Sungai Nil. Pelaksanaan kerjasama ini dinamakan Nile Basin Initiative (NBI). didirikan tepatnya pada tanggal 2 Februari 1999 di Dar es Salam, Tanzania.26 Dalam pelaksaanannya sendiri NBI diberikan bantuan dana oleh beberapa donator yaitu: World Bank, The Global Environmental Facility dan The African Development Bank.27 Nile Basin Initiative ini memiliki tujuan utama untuk jangka panjang dalam pelaksanannya yaitu “To achieve sustainable socio-economic development through equitable utilization of, and benefit from, the common Nile Basin Water resources”. 28 Negara- negara yang ikut serta dalam kerjasama ini berharap dengan adanya kerjasama baru mereka dapat membantu mereka dalam pengelolaan Sungai Nil dan dapat membuat meraka mendapatkan jatah lebih dari pembagian air Sungai Nil. Terutama Ethiopia yang sudah sejak lama menginginkan adanya perjanjian baru terhadap pembagian air Sungai Nil ditambah dengan adanya dominasi Mesir dalam pengelolaan Sungai Nil yang dirasa kurang adil oleh negara-negara Nile Basin lainnya. “Nile Basin Initiative Background “, http://nileis.nilebasin.org/content/background,”, diakses tanggal 8 Desember 2012. 27 Ibid 28 Ibid 26 Tujuan dari dibuatnya NBI ialah : 1. Untuk mengembangkan sumber daya Nil secara berkelanjutan dan adil. 2. Untuk menciptakan kemakmuran, keamanan dan kedamaian bagi semua rakyatnya. 3. Untuk memastikan pengelolaan air yang efisien dan penggunaan optimal dari Sungai Nil. 4. Untuk menjalankan kerjasama dan tindakan secara bersama sama antara negara-negara Nile Basin dan mencari win-win solution. 5. Untuk menargetkan pengentasan kemiskinanan mempromosikan integrasi ekonomi. 6. Untuk memastikan hasil dari program-program yang sudah direncanakan. Agar pelaksanannya menjadi lebih efektif NBI ini dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan tugasnya masing-masing yaitu Nile-COM (The Nile Council of Minister) yang merupakan badan dan kebijakan tertinggi dalam pengambilan keputusan di NBI , kemudian Nile-SEC (Secreatariat) dan Nile-TAC (Technical Advisory Committee). Mereka juga sepakat untuk membuat Program yaitu Strategic Action Program (SAP) yang terdiri dari dua program yaitu Subsidiary Action Program (SAP) dan Shared Vision Program (SVP).29 29 Ibid Tabel 5. Nile Basin Initiative: Program Visi Bersama No 1 2 3 Proyek Tujuan Tindakan pelestarian Untuk mempromosikan kerjasama dalam menjaga lingkungan di Nile Basin dan mengatur ekosistem Sungai Nil. Kekuatan perdagangan di Untuk kawasan Nile Basin diantara negara Nile Basin. Produksi air untuk pertanian Untuk mengembangkan efisiensi kegunaan air mengadakan kekuatan pasar regional untuk pertanian 4 Sumber daya air dan Untuk membangun keahlian tiap negara untuk perencanaan pengelolaan menganalisa hidrologi dan keadaan alam Sungai Nil. 5 Pembangunan sosial-ekonomi Untuk membangun jaringan ahli dari perencanaan dan proyek bagi hasil ekonomi dan lembaga penelitian untuk mengeksplor alternatif pengembangan Sungai Nil. 6 Proyek membangun dan - meyakinkan pemegang saham 7 Proyek penerapan pelatihan Untuk mengembangkan pengelolaan Sungai Nil perencanaan dengan dan membantu menegmbangkan sumber daya manusia dan sumber daya alamnya. 8 Proyek eksekusi dan Untuk koordinasi SVP menguatkan kapasitas NBI dalam melaksankan program NBI yang lebih luas dan efektif. Sumber : Nile Basin Initiative-SVP Project http://www.nilebasin.org/newsite/index.php?option=com_content&view=section&layout=blog&id=10 &Itemid=71&lang=en. Diakses pada 15 Februari 2013.30 30 Nile Basin Initiative-SVP Project. http://www.nilebasin.org/newsite/index.php?option=com_content&view=section&layout=blog&id=10 &Itemid=71&lang=en, diakses pada 15 Februari 2013. Dari tabel diatas dapat dilihat, Program Visi Bersama ini memiliki delapan proyek yang fokus utamanya yaitu membangun kepercayaan, keyakinan, dan kapasitas antar negara-negara Nile Basin serta menciptakan lingkungan yang kondusif bagi investasi antar negara. Setelah NBI berlangsung, dibuatlah CFA (Comprehensive Framework Agreement) dibentuknya kerjasama ini bertujuan untuk menyediakan kerangka kerja yang permanen dan legal bagi negara-negara Nile Basin. CFA ini diharapkan dapat mewujudkan Shared Vision Program yang ada dalam NBI. Perjanjian ini telah dibuat sejak 2007 akan tetapi pelaksanaannya ditunda atas permintaan Mesir.31 Pada Mei 2010 lima negara hulu sepakat untuk menandatangani CFA untuk mendapatkan jatah air lebih dari Sungai Nil. Sedangkan Sudan dan Mesir amat menentang perjanjian tersebut. Ethiopia, Kenya, Uganda, Rwanda dan Tanzania merupakan negara yang pertama kali menadatangani perjanjian CFA, kemudian disusul oleh Burundi yang menandatanganinya pada Februari 2011. Dibawah masa kolonial dua negara tersebut, Sudan dan Mesir mendapat jatah air hingga 90% dari Sungai Nil. Negara-negara hulu termasuk Uganda, Rwanda, Tanzania, dan Ethiopia mengatakan bahwa hal tersebut tidak adil dan mereka menginginkan adanya perjanjian baru, akan tetapi tidak 31 All Africa, http://allafrica.com/stories/200902230029.html Diakses pada 13 Februari 2013. ada hal yang disepakati setelah 13 tahun perundingan.32 Juru bicara Menteri Mesir, Hossam Zaki mengatakan bahwa “Mesir tidak akan bergabung atau menandatangani perjanjian apapun yang akan mempengaruhi jatah airnya”.33 Dalam bentuk protesnya Sudan dan Mesir membekukan kegiatannya dalam Nile Basin Initiative. Tabel 6. Wilayah Nile Basin Negara Mesir Sudan Ethiopia Burundi Kenya Rwanda Uganda Tanzania Kongo Wil. di Nile Basin (1000 km2) 302,4 2026,5 365,3 13,9 51,4 20,6 240,1 118,5 21,8 Total Populasi 81,1 juta 43,5 juta 82,9 8,3 40,5 10,6 33,4 44,8 65,9 (%) Populasi di sekitar Nile Basin 95,7 89,6 40,3 58,8 39,7 82,6 99,4 22,6 3,8 Sumber : “UN PSumber: “UN Population Divison”. http://nileis.nilebasin.org/content/nilebasin-initiative- member-states-benefits-profiles. Diakses pada 21 Februari 2013.34 Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa Mesir menganggap bahwa penduduknya merupakan populasi terbanyak dibandingkan negara-negara Nile Basin lainnya. Tempat tinggal penduduknya pun terpusat disekitar Sungai Nil. Hal itulah yang menjadi alasan mengapa Mesir tidak menginginkan perjanjian yang akan mengurangi jatah airnya. Sungai Nil yang merupakan sumber 32 East Africa Seeks More Water From Nile, http://news.bbc.co.uk/2/hi/africa/8682387.stm, diakses pada 2 Februari 2013. 33 Ibid 34 UN Population Divison, http://nileis.nilebasin.org/content/nile-basin-initiative-member-statesbenefits-profiles, diakses pada 11 Februari 2013. peradabannya membuat Mesir amat tergantung dengan Sungai Nil dan menjadikan tempat tinggal penduduknya terpusat pada sekitar Sungai Nil. Mesir juga memiliki ketergantungan yang tinggi karena sebagian besar infrastruktur negaranya berasal dari Sungai Nil.35 Perjanjian yang terakhir ialah perjanjian antara World Bank dengan NBI yang mana perjanjian tersebut merupakan perjanjian bantuan untuk pelaksaan salah satu proyek dari NBI yaitu Nile Cooperation Result (NCORE). World Bank memberikan bantuan sebesar 15,3 juta USD yang mana tujuan dari NCORE ialah untuk memfasilitasi pengelolaan sumber daya alam dan mengembangkan Nile Basin. Perjanjian ini kemudian ditandatangani pada 26 Desember 2012.36 Kemudian kerjasama lain yang terjadi yaitu dalam sektor pengembangan perekonomian dengan meningkatkan fungsi Sungai Nil sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan warganya. 35 Egypt Meets with Nile Basin Countries, http://www.dailynewsegypt.com/2012/06/28/egypt-meetsnile-basin-countries/. 28 Juni 2012, diakses pada 11 Februari 2013. 36 Grant Agreement for Nile Cooperation, http://www.nilebasin.org/newsite/index.php?option =com_content&view=category&layout=blog&id=40&Itemid=50&lang=en, diakses pada 18 Februari 2013. Tabel 7. Kondisi Ekonomi Negara-Negara Nile Basin Negara Burundi Kongo Mesir Ethiopia Kenya Rwanda Sudan Tanzania Uganda Pendapatan Nasional Bruto (PNB) Penduduk hidup dalam kemiskinan Angka pertumbuhan Manusia Perkapita ($)2011 pendapatan kurang dari 1,25$ perhari (%)200-2009 2011 368 280 5269 971 1492 1369 1894 328 1124 81,3% 52,2% <2,0 39,0% 19,7% 76,8% 67,9% 28,7% 0,316 0,286 0,644 0,363 0,509 0,429 0,408 0,466 0,446 Sumber : Human Development Report.http://hdr.undp.org/en/.Diakses pada 18 Februari 2013.37 Dari tabel diatas bisa dilihat bahwa negara-negara Nile Basin yang sebagian besar memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi. Hal juga menjadi salah pendorong dibuatnya kerjasama dalam hal peningkatan ekonomi negaranegara Nile Basin, yang mana hal tersebut merupakan salah satu program utama yang ada dalam kerjasama Nile Basin Initiative. Program-program yang dilaksanakan oleh kerjasama pengelolaan Sungai Nil bukan hanya untuk memeperbaiki lingkungan, tapi juga program-program untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di negara-negara Nile Basin. Kerjasama lainnya terjadi pada sektor pariwisata. Sungai Nil yang membentang membelah negara-negara di Afrika ini membuat tanah-tanah sekitarnya subur sehingga memiliki keindahan tersendiri sehingga banyak 37 Human Development Report. http://hdr.undp.org/en/, diakses pada 18 Februari 2013. menarik wisatawan untuk berkunjung kesana. Setiap negara tersebut menjadikan Sungai Nil sebagai salah satu tujuan wisata utama bagi negara nya seperti Mesir, Sudan, dan Ethiopia. Program kerjasama dalam sektor pariwisata termasuk kedalam salah satu program Nile Basin Initiative yaitu Join Multiporpose Program, yaitu merupakan program jangka panjang yang mencakup investasi, untuk menjamin pembangunan kelanjutan, salah satunya dalam pembangunan pariwisata negara-negara Nile Basin. Salah satu program pengembangan pariwisatanya yang lain ialah mengembangkan Ecotourism terhadap Sungai Nil, yaitu wisata yang mengandalkan alam sebagai daya tariknya.38 38 NBI Project, http://www.nilebasin.org/newsite/index.php?option=com_content&view=section&layout= blog&id=10&Itemid=71&lang=en, diakses pada 12 Februari 2013.