BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, laut adalah kumpulan air asin dalam jumlah yang banyak dan luas yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau1. Namun definisi ini hanya fisik semata. Laut menurut difinisi hukum adalah keseluruhan air laut yang berhubungan secara bebas di seluruh permukaan bumi. Lebih dari 70% atau 140 juta mil persegi permukaan bumi ditutupi oleh lautan2. Wilayah perairan laut terluas ialah Laut Cina Selatan. Laut Cina Selatan merupakan laut tepi yang masuk dalam bagian Samudra Pasifik. Laut ini memiliki luas ± 3,5 juta km2, masuk dalam urutan keenam setelah kelima samudera3. Berdasarkan letak geografis, Laut Cina Selatan berbatasan dengan negara-negara berpantai (the coastal states group) dan negara-negara tidak berpantai (the land locked states group), sehingga laut ini bersifat setengah tertutup. Bagian utara Laut Cina Selatan berbatasan dengan Tiongkok dan Taiwan, bagian timur berbatasan dengan Vietnam, Kamboja, Laos, dan Thailand, bagian selatan berbatasan dengan Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam, bagian barat berbatasan dengan Filipina. Laut ini juga mencakup Teluk Tonkin yang berbatasan dengan Vietnam dan Tiongkok, serta Teluk Siam 1 URL :http://kbbi.web.id/laut,, diakses tanggal 21 Januari 2015. Boer Mauna, 2011, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Edisi kedua, Cet. 4, P.T Alumni, Bandung, h. 304-305. 3 Trisna Widyana, 2011, “Laut Cina Selatan-Wilayah Sengketa, Beragam Nama”, URL :file:///G:/SKRIPSI%20bahan/laut-Tiongkok-selatan.htm, diakses tanggal 22 Januari 2015. 2 1 2 yang berbatasan dengan Vietnam, Kamboja, Thailand, dan Malaysia. Hal ini menyebabkan Laut Cina Selatan menjadi jalur laut internasional yang memiliki nilai politis, ekonomis dan strategis. Karena letaknyayang strategis, Laut Cina Selatan menjadi jalur lintas laut tersibuk kedua didunia setelah Terusan Suez4. Wilayah Laut Cina Selatan teridentifikasi memiliki ±200 pulau dan gugusan karang. Laut Cina Selatan sendiri memiliki empat kelompok gugusan kepulauan, dan karang-karang yaitu, Paracel, Spratly, Pratas, dan Maccalesfield. Kepulauan tersebut memiliki posisi geografis yang strategis karena terletak di jalur perhubungan laut yang sangat vital di Laut Cina Selatan, yang menghubungkan Samudera Pasifik, Asia Timur, Asia Tenggara dan Samudera India. Dengan berkembangnya hukum internasional mengenai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dalam UNCLOS (United Nation Conference on The Law of The Sea), yang menetapkan batas ZEE tiap negara adalah 200 mil laut menyebabkan terbukanya peluang setiap negara untuk memanfaatkan dan mengeksploitasi kawasan ini. Hal ini dengan sendirinya mendorong setiap negara yang berbatasan langsung dengan kepulauan di kawasan Laut Cina Selatan mengajukan klaim kepemilikan atas kepulauan tersebut berdasarkan hukum internasional diatas. Semenjak pecah konflik yaitu sekitar Abad 19, begitu banyak konflik bilateral yang terjadi. Selain itu, juga terjadi konflik-konflik senjata. Akibat keinginan tiap negara untuk menguasai wilayah ini sehingga mereka melakukan segala cara untuk menunjukan kekuasaan dan kehebatan militer mereka. Konflik 4 Siska Amelie F Deli, 2014, “Terusan Zues Jalur Pelayaran Tersibuk di Dunia”, URL :https://bisnis.liputan6.com/read/2055594/terusan-suez-jalur-pelayaran-tersibuk-di-dunia, diakses tanggal 25 Januari 2015. 3 ini sangat mempengaruhi kelangsungan hidup masyarakat sipil di sekitar wilayah Laut Cina Selatan. Karena wilayah laut yang hingga kini masih tumpang tindih, masyarakat yang melaut tidak jarang harus berhadapan dengan pengaman laut negara lain karena mereka dianggap telah memasuki wilayah laut negara lain. Kasus yang paling menghebohkan adalah hilangnya nyawa seorang nelayan berkebangsaan Tiongkok yang diduga tertembak senjata militer laut Filipina. Kasus ini terjadi di kawasan sekitar kepulauan Spartly. Kawasan ini merupakan kawasan yang ZEE nya masih tumpang tindih karena terdapat klaim dari beberapa negara. Negaranegara yang mengklaim antara lainTiongkok, Taiwan, Vietnam, Filipina, Malaysia dan Brunei Darussalam. Hingga saat ini pemerintah Tiongkok masih mendesak pemerintah Filipina untuk bertanggung jawab atas insiden ini. Namun, pemerintah Filipina membantah tuduhan tersebut dengan alasan bahwa kapal yang digunakan oleh nelayan Tiongkok tersebut dianggap telah memprovokasi dan menggangu keamanan dan ketahanan wilayah nasional Filipina. Sehingga Filipina merasa telah mengambil langkah yang benar berdasarkan hak negaranya untuk mempertahankan diri yaitu hak untuk mempertahankan kemerdekaan wilayah kedaulatan mereka5. Insiden ini menimbulkan ketegangan yang luar biasa antara Tiongkok dan Filipina karena menurut pandangan Tiongkok, penembakan ini merupakan suatu 5 Sugeng Istanto, 1998, Hukum Internasional, Universitas Atmajaya Yogyakarta, Yogyakarta, h. 30. 4 tindakan yang berlebihan dan cenderung bar-bar. Kasus ini sulit diselesaikan karena tempat terjadinya perkara merupakan wilayah yang belum jelas statusnya. Konflik yang terjadi di kawasan Laut Cina Selatan sangat mempengaruhi kedamaian dunia serta perdagangan dunia. Oleh sebab itu, sangatlah penting untuk melakukan penelitian guna mendapatkan solusi terbaik terhadap konflik ini agar tidak ada lagi ketegangan antar negara yang terjadi di kawasan Laut Cina Selatan ini. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis mengangkat permasalahan tersebut menjadi sebuah karya ilmiah dengan judul “PERTANGGUNGJAWABAN NEGARA TERHADAP PENEMBAKAN DI KAWASAN TUMPANG TINDIH LAUT CINA SELATAN BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL. Studi Kasus : Penembakan Seorang Nelayan Berkebangsaan Tiongkok oleh Militer Filipina di Kepulauan Spratly“. 1.2.Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka penulis mengangkat pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut dalam karya ilmiah ini, yaitu : 1. Bagaimanakah pengaturan mengenai pertanggungjawaban negara di kawasan tumpang tindih ? 5 2. Bagaimanakah pertanggungjawaban negara terhadap penembakan seorang nelayan berkebangsaan Tiongkok oleh Militer Filipina di Kepulauan Spratly? 1.3.Ruang Lingkup Masalah Pembahasan mengenai ruang lingkup masalah ini bertujuan untuk menghindari pembahasan yang menyimpang dari pokok-pokok permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Adapun ruang lingkup masalah yang akan diuraikan dalam karya ilmiah ini adalah sebagai berikut : 1. Menguraikan secara umum mengenai pertanggungjawaban negara berdasarkan Hukum Internasional. 2. Menguraikan secara umum mengenai pertanggungjawaban negara terhadap penembakan seorang nelayan berkebangsaan Tiongkok oleh Militer Filipina di Kepulauan Spratly. 1.4.Tujuan Penelitian Tujuan penelitian senantiasa mengikuti permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dan menjelaskan apa yang ingin diperolah dalam proses penelitian6. Adapun tujuan penelitian dalam karya ilmiah ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu : 6 Johnny Ibrahim, 2012, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cetakan keenam, Bayumedia Publishing, Malang, h. 293. 6 1.4.1 Tujuan Umum Penulisan karya ilmiah ini secara umum bertujuan untuk mencari solusi guna memecahkan permasalahan yang terjadi dewasa ini dan menerapkan teori-teori hukum yang ada ke dalam kehidupan nyata. 1.4.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penulisan karya ilmiah ini, adalah : 1. Untuk mengkaji dan memahami pertanggungjawaban negara berdasarkan Hukum Internasional. 2. Untuk mengkaji dan memahami pertanggungjawaban negara terhadap penembakan seorang nelayan berkebangsaan Tiongkok oleh Militer Filipina di Kepulauan Spratly. 1.5.Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis Memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu hukum dan memberikan gambaran mengenai pertanggungjawaban negara terhadap penembakan seorang nelayan berkebangsaan Tiongkok oleh militer Filipina. 1.5.2 Manfaat Praktis Memberikan analisis dan argumentasi hukum yang dapat digunakan dalam praktek-praktek hukum dalam masyarakat, serta mengambil bagian dalam memberikan referansi bagi penelitian hukum lainnya. 7 1.6.Landasan Teoritis Landasan teoritis bertujuan untuk mewujudkan kebenaran ilmu hukum yang bersifat konsensus yang diperoleh dari rangkaian upaya penelusuran. Landasan teoritis ini meliputi : filosofi, teori hukum, asas-asas hukum, norma, konsep-konsep hukum, dan doktrin7. Karya tulis ini menggunakan landasan teoritis sebagai berikut : a. Teori Kedaulatan Negara Kedaulatan berasal dari bahasa Latin yaitu superanus artinya yang teratas. Jadi kedaulatan Negara dapat diartikan bahwa Negara memegang kekuasaan tertinggi. Dalam hal ini, Negara memiliki monopoli kekuasaan dimana Negara berhak mengambil tindakan yang diperlukan untuk mempertahankan kedaulatannya8. b. Teori Tanggungjawaban Negara Negara memiliki tanggung jawab atas orang, benda, dan perbuatan yang berada dalam teritorialnya, sehingga negara dapat dimintai pertanggungjawaban jika timbul kerugian. c. Prinsip Aut Judicare Aut Dedere Prinsip ini menyatakan bahwa “allege offender of crime shall be handed over to a state concerned”9. Prinsip ini merupakan penjabaran yang 7 Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2009, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 60. 8 Mocthar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, 2010, Pengantar Hukum Internasional, P.T. Alumni, Bandung, h. 16-17. 9 Antonio Cassese, 2003, Internasional Criminal Law, Oxford University Press, New York ,h. 9. 8 menyatakan bahwa setiap pelaku tindak kejahatan wajib dihadapkan pada peradilan terhadap tindak kejahatan yang dilakukan. d. Teori Kepastian Hukum Teori ini digagas oleh John Austin dan Van Kan. Tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum. Arti kepastian hukum disini adalah adanya melegalkan kepastian hak dan kewajiban. e. Pengkajian masalah berkaitan dengan rumusan masalah mengenai pertanggungjawaban Negara menurut Hukum Internasional dan terhadap penembakan seorang nelayan berkebangsaan Tiongkok oleh Militer Filipina di Kepulauan Spratly, terdapat dalam UNCLOS 1982, Konvensi Jenewa 1958, Piagam PBB, Statuta Mahkamah Internasional, dan Draft Articles on Responsibility of state for internasionally wrongfull acts. 1.7.Metode Penelitian 1.7.1. Jenis Penelitian Adapun metode penelitian yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah metode penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya10. Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum normatif mencakup : penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematika 10 Johnny Ibrahim, Op.cit, h. 57. 9 hukum, taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum, dan sejarah hukum11. 1.7.2. Jenis Pendekatan Penelitian hukum normatif mengenal 7 (tujuh) jenis pendekatan yaitu : a. Pendekatan Kasus (The Case Approach). b. Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach). c. Pendekatan Fakta (The Fact Approach). d. Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical and Conceptual Approach). e. Pendekatan Frasa (Words and Phrase Approach). f. Pendekatan Sejarah (Historical Approach). g. Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach)12. Karya ilmiah ini menggunakanPendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach), Pendekatan Fakta (The Fact Approach) dan Pendekatan Kasus (Case Approach). Pendekatan Perundang-undangan adalah pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi13. Pendekatan Fakta adalah pendekatan dengan melihat fakta yang berkaitan dengan objek penelitian. Pendekatan Kasus adalah pendekatan yang dilakukan bertolak dari kasus yang akan dikaji. 1.7.3. Sumber Bahan Hukum Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, sehingga bahanbahan hukum yang digunakan adalah sebagai berikut : 11 Soerjono Soekanto dan Sri Mamujdi, 2003, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat, P.T. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 14. 12 Fakultas Hukum Universitas Udayana, loc.cit. 13 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Cetakan keempat, Kencana, Jakarta, h. 97. 10 1.7.3.1. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif yang artinya mempunyai otoritas14. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer yang terdiri dari kaidah-kaidah dan asas-asas yang tertuang dalam UNCLOS 1982, Piagam PBB, dan Statuta Mahkamah Internsional. 1.7.3.2. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen yang tidak resmi. Bahan hukum ini dapat berupa buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan hakim yang berkaitan dengan permasalahan yang telah disebutkan diatas15. 1.7.3.3. Bahan Hukum Tersier Menurut Peter Mahmud Marzuki, bahan hukum tersier atau dapat disebut juga sebagai bahan non-hukum adalah bahan yang digunakan untuk menjelaskan bahan hukum primer dan bahan hukum tersier. Bahan hukum ini dapat berupa kamus, ensiklopedi, dan buku-buku non-hukum tetapi memiliki relevansi dengan permasalahan yang dibahas16. 1.7.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum terdapat 3 jenis pengumpulan bahan yaitu studi dokumen atau studi kepustakan, pengamatan atau observasi, dan yang 14 Ibid, h. 96. Zainuddin Ali, 2010, Metode Penelitian Hukum, Cetakan kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 15 h. 54. 16 Mukti Fajar MD dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 158. 11 terakhir adalah wawancara atau interview17. Penelitian ini menggunakan teknik studi dokumen atau studi kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan cara membaca dan menulis kembali data dari bahan-bahan bacaan yang berhubungan dengan rumusan masalah penelitian ini. 1.7.5. Teknik Analisis Bahan-bahan hukum yang telah terkumpul selanjutnya dilakukan analisis. Analisis yang dilakukan dapat menggunakan teknik : deskripsi, interpretasi, konstruksi, evaluasi, argumentasi, atau sistimatisasi18. Penelitian ini menggunakan teknik deskripsi karena teknik ini tidak dapat dihindari dalam proses pembuatan karya ilmiah. Teknik ini memberikan penjabaran apa adanya dari bahan hukum yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Setelah itu dilakukan evaluasi, yaitu penilaian terhadap bahan-bahan hukum yang telah terkumpul. Teknik yang terakhir adalah argumentasi, yaitu kelanjutan dari teknik evaluasi.Argumentasi yang dipakai dalam penelitian ini berdasarkan penalaran hukum yang dihasilkan dari teknik evaluasi. 17 Soerjono Soekanto dan Sri Mamujdi, Op.cit, h. 13. Fakultas Hukum Universitas Udayana, Op.cit, h. 61. 18