BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Mesin Induksi 2.1.1 Motor Asinkron Motor adalah sebuah peralatan listrik yang mengubah energi listrik sebagai input-nya menjadi energi mekanik pada output-nya. Salah satu jenis dari motor yang banyak dipergunakan adalah motor asinkron atau motor induksi. Motor ini merupakan motor 3 fasa yang mempunyai daya keluaran yang berbeda – bebeda sesuai dengan spek yang telah ditentukan oleh pabrikan. 2.1.1.1 Konstruksi A. Stator Gambar 2.1 Stator Motor Asinkron Stator memiliki alur-alur untuk memuat belitan-belitan yang akan yang nantinya akan terhubung pada sistem 3 fasa. Gambar 2.1 hanya memperlihatkan tiga belitan pada stator sebagai belitan terpusat, yaitu belitan aa1, bb1, dan cc1 yang 5 6 berbeda posisi 120˚ mekanik. Ketiga belitan ini dapat dihubungkan Y atau Δ untuk selanjutnya dihubungkan dengan sumber 3 fasa. B. Rotor Ditinjau dari rotor motor asinkron atau tak serempak yang digunakan memiliki dua macam, yaitu: 1. Rotor Belitan Gambar 2.2 Rotor Belitan Pada rotor jenis ini, kumparan stator dan rotor mempunyai jumlah kutub yang sama dan belitan kumparan tiga fasa yang sama dengan stator. Ketiga belitan tersebut biasanya terhubung bintang. Ujung – ujung belitan tersebut dihubungkan dengan slipring yang terdapat pada poros rotor. Belitan– belitan tersebut dihubung singkat melalui sikat (brush) yang menempel pada slipring. Motor jenis ini sering disebut dengan motor cincin serat. Rotor jenis ini digunakan pada motor induksi 3 fasa yang berdaya besar. 2. Rotor Sangkar Gambar 2.3 Rotor Sangkar 7 Pada rotor jenis ini, rotor dengan kumparan yang terdiri atas beberapa batang konduktor yang disusun sedemikian rupa hingga menyerupai sangkar tupai. Rotor yang terdiri dari sederetan batang – batang penghantar yang terletak pada alur – alur sekitar permukaan rotor. Ujung – ujung batang penghantar dihubung singkat dengan menggunakan cincin hubung singkat. 2.1.1.2 Cara Kerja Motor Asinkron Untuk memahami secara fenomenologis cara kerja motor asinkron, dapat dilihat bagaimana generator sinkron bekerja. Rotor generator yang mendukung kutub magnetik konstan berputar pada porosnya. Magnet yang berputar ini mengimbaskan tegangan pada belitan stator yang membangun sistem tegangan tiga fasa. Apabila rangkaian belitan stator tertutup, misalnya melalui pembebanan, akan mengalir arus tiga fasa pada belitan stator. Sesuai dengan hukum Lenz, arus tiga fasa ini akan membangkitkan fluksi yang melawan fluksi rotor; kejadian ini dikenal sebagai reaksi jangkar. Karena fluksi rotor adalah konstan tetapi berputar sesuai perputaran rotor, maka fluksi reaksi jangkar juga harus berputar sesuai perputaran fluksi rotor karena hanya dengan jalan itu hukum Lenz dipenuhi.Jadi mengalirnya arus tiga fasa pada belitan rotor membangkitkan fluksi konstan yang berputar. Jika pada belitan stator motor asinkron diinjeksikan arus tiga fasa (belitan stator dihubungkan pada sumber tiga fasa) maka akan timbul fluksi konstan berputar seperti layaknya fluksi konstan berputar pada reaksi jangkar generator sinkron. Demikianlah bagaimana fluksi berputar timbul jika belitan stator motor asinkron dihubungkan ke sumber tiga fasa. Dapat dilihat pula secara skematis, bagaimana timbulnya fluksi berputar. Untuk itu hubungan belitan stator digambarkan sebagai tiga belitan terhubung Y yang berbeda posisi 120º mekanis satu sama lain seperti terlihat pada gambar 2.4. Belitan-belitan itu masing-masing dialiri arus Ia, Ib, dan Ic yang berbeda fasa 120º elektrik seperti ditunjukkan oleh gambar 2.4. Masing-masing belitan itu akan membangkitkan fluksi yang berubah terhadap waktu sesuai dengan arus yang mengalir padanya. Pada t1 arus ia maksimum negatif dan arus ib= ic positif. Ketiga arus ini masing-masing membangkitkan fluksi a, b, dan c yang memberikan 8 fluksi total tot. Kejadian ini berubah pada t2 ,t3 , t4 dan seterusnya dari gambar 2.4 terlihat bahwa fluksi total berputar seiring dengan perubahan arus di belitan tiga fasa. Peristiwa ini dikenal sebagai medan putar pada mesin asinkron. Gambar 2.4 Terbentuknya Fluksi Magnetik yang Berputar Kecepatan perputaran dari medan putar harus memenuhi relasi antara jumlah kutub, frekuensi tegangan, dan kecepatan perputaran sinkron sebagaimana telah dikenal pada mesin sinkron yaitu: 9 (2.1) Dengan f1 adalah frekuensi tegangan stator, ns adalah kecepatan perputaran medan putar yang kita sebut perputaran sinkron. Jumlah kutub p ditentukan oleh susunan belitan stator. Selanjutnya medan magnetik berputar yang ditimbulkan oleh stator akan mengimbaskan tegangan pada konduktor rotor. Karena konduktor rotor merupakan rangkaian tertutup, maka akan mengalir arus yang kemudian berinteraksi dengan medan magnetik yang berputar dan timbulah gaya sesuai dengan hukum Ampere. Dengan gaya inilah terbangun torka yang akan membuat rotor berputar dengan kecepatan perutaran n. Untuk terjadinya torka, harus ada arus mengalir di konduktor rotor dan untuk itu harus ada tegangan imbas pada konduktor rotor. Agar terjadi tegangan imbas, maka kecepatan perputaran rotor n harus lebih kecil dari kecepatan perputaran medan magnetik (yaitu kecepatan perputaran sinkron ns) sebab jika kecepatannya sama tidak akan ada fluksi yang terpotong oleh konduktor. Dengan kata lain harus terjadi beda kecepatan antara rotor dengan medan putar, atau terjadi slip yang besarnya adalah : (2.2) Nilai s terletak antara 0 dan 1. Gambar 2.5 Hubungan Belitan Stator dan Rotor. 10 Terminal belitan rotor dapat dihubungkan dengan cincin geser (yang berputar bersama rotor) dan melalui cincin geser ini dapat dihubungkan pada resistor untuk keperluan pengaturan perputaran. Skema hubungan belitan stator dan rotor diperlihatkan pada gambar 2.5. Pada waktu operasi normal belitan rotor dihubung singkat. Hubungan seperti ini mirip dengan transformator. Medan putar akan mengimbaskan tegangan baik pada belitan stator maupun rotor. Tegangan imbas pada stator adalah: (2.3) Dengan Kw1 adalah faktor belitan stator, frekuensi tegangan stator, m adalah fluksi maksimum di celah udara, N1 adalah jumlah lilitan belitan stator. Jika belitan rotor terbuka dan rotor tidak berputar, maka tegangan imbas pada belitan rotor adalah: (2.4) Dengan Kw2 adalah faktor belitan stator, frekuensi tegangan stator (karena rotor tidak berputar), m adalah fluksi maksimum di celah udara sama dengan fluksi yang mengibaskan tegangan pada belitan stator, N2 adalah jumlah lilitan belitan rotor. Jika rotor dibiarkan berputar dengan kecepatan perputaran n maka terdapat slip seperti ditunjukkan oleh persamaan (2.2). Frekuensi tegangan imbas pada rotor menjadi: (2.5) 11 Jadi frekuensi tegangan rotor diperoleh dengan mengalikan frekuensi stator dengan slip s, oleh karena itu sering disebut frekuensi slip. Tegangan imbas pada belitan rotor dalam keadaan berputar menjadi: E22 = sE2 (2.6) Jika rotor tak berputar (belitan rotor terbuka), maka dari (2.3) dan (2.4) akan diperoleh: (2.7) 2.1.2 Generator Asinkron Motor induksi tiga fasa merupakan motor yang banyak digunakan. Salah satunya motor induksi rotor sangkar yang banyak digunakan karena kelebihannya sangat kokoh, sederhana, murah, dan mudah perawatannya. Motor induksi tiga fasa dapat dioperasikan sebagai generator dengan cara memutar rotor pada kecepatan diatas kecepatan medan putar. Motor listrik tiga fasa dapat dioperasikan sebagai generator satu fasa maupun tiga fasa. Pada motor induksi yang dioperasikan sebagai generator tidak terdapat pengatur tegangan. Pada motor induksi sebagai generator tegangan keluarannya sangat dipengaruhi oleh besarnya beban dan nilai kapasitor eksitasi. Pada umumnya pengendalian tegangan generator induksi menggunakan Induction Generator Controller (IGC). IGC merupakan piranti elektronik yang menyensor tegangan, kemudian mengatur besar beban penyeimbang. IGC ada yang berbasis mikrokontroler dan berbasis komparator. Agar motor induksi dapat berfungsi sebagai generator maka diperlukan arus eksitasi, arus eksitasi tersebut didapat dari kapasitor. Salah satu cara untuk mengendalikan tegangan dan frekuensi pada generator ini adalah dengan cara mengatur beban pada output generator. Apabila 12 beban nyata berkurang maka ada mekanisme yang mengatur beban penyeimbang (ballast load) agar terjadi keseimbangan antara masukan dan keluaran. Hubungan Bintang 2.1.2.1 Hubungan bintang akan mengurangi arus line dan torsi starting sekitar 3 kali dibandingkan dengan hubungan segitiga. Pada hubungan bintang ini arus fasa sama dengan arus pada jala-jala. Skema umum dapat dilihat pada gambar dibawah. Gambar 2.6 Hubungan Bintang Pada hubungan bintang berlaku persamaan : VL = √3 Vp (2.8) IP = IL (2.9) Keterangan : VL = Tegangan fasa-fasa VP = Tegangan fasa IP = Arus fasa IL = Arus fasa-fasa Tegangan fasa-fasa adalah 3 kali tegangan fasa (√3 = 1,73). Pada sebuah beban seimbang, rumus umum untuk daya tiga fasa menjadi : P = 3 V I cos φ Dimana nilai V dan I adalah fasa-fasa. (2.10) 13 2.3.5 Hubungan Segitiga Hubungan segitiga tegangan fasa-fasa sama dengan tegangan fasa. Untuk sekema umumnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini : Gambar 2.7 Hubungan Segitiga Pada hubungan segitiga berlaku persamaan : IL = √3 IP (2.11) VL = VP (2.12) Arus fasa-fasa adalah 3 kali araus fasa. Seperti rumus umum sebelumnya untuk rumus daya tiga fasa bisa dilihat pada persamaan (2.11). 2.2 Teknik Stabilisasi Tegangan Generator 2.2.1 Propotional, Integral, Derivative Didalam suatu sistem kontrol dikenenal adanya beberapa macam aksi kontrol, diantaranya yaitu aksi kontrol proportional, aksi kontrol integral dan aksi kontrol derivative. Masing-masing aksi kontrol ini mempunyai keunggulan keunggulan tertentu, dimana aksi kontrol proporsional mempunyai keunggulan rise time yang cepat, aksi kontrol integral mempunyai keunggulan untuk memperkecil error, dan aksi kontrol derivative mempunyai keunggulan untuk memperkecil error atau meredam overshot/undershot. Untuk itu agar kita dapat menghasilkan output dengan risetime yang cepat dan error yang kecil kita dapat menggabungkan ketiga aksi kontrol ini menjadi aksi kontrol PID. Parameter 14 pengontrol Proporsional Integral derivative (PID) selalu didasari atas tinjauan terhadap karakteristik yang di atur (plant). Dengan demikian bagaimanapun rumitnya suatu plant, prilaku plant tersebut harus di ketahui terlabih dahulu sebelum pencarian parameter PID itu dilakukan. 2.2.1.1 Pengontrol Proporsional Pengontrol proposional memiliki keluaran yang sebanding atau proposional dengan besarnya sinyal kesalahan (selisih antara besaran yang di inginkan dengan harga aktualnya). Secara lebih sederhana dapat dikatakan bahwa keluaran pengontrol proporsional merupakan perkalian antara konstanta proposional dengan masukannya. Perubahan pada sinyal masukan akan segera menyebabkan sistem secara langsung mengeluarkan output sinyal sebesar konstanta pengalinya. Gambar 2.8 menunjukkan blok diagram yang menggambarkan hubungan antara besaran setting, besaran aktual dengan besaran keluaran pengontrol proporsional. Gambar 2.8 Diagram Blok Kontroler Proporsional Sinyal keasalahan (error) merupakan selisih antara besaran setting dengan besaran aktualnya. Selisih ini akan mempengaruhi pengontrol, untuk mengeluarkan sinyal positif (mempercepat pencapaian harga setting) atau negatif (memperlambat tercapainya harga yang diinginkan). Pengontrol proposional memiliki 2 parameter, yaitu pita proposional (propotional band) dan konstanta proporsional. Daerah kerja kontroler efektif dicerminkan oleh pita proporsional sedangkan konstanta proporsional menunjukan nilai faktor penguatan sinyal tehadap sinyal kesalahan Kp. Hubungan antara pita proporsional (PB) dengan konstanta proporsional (Kp) ditunjukkan secara persentasi oleh persamaan berikut: 15 (2.13) Gambar 2.9 menunjukkan grafik hubungan antara PB, keluaran pengontrol dan kesalahan yang merupakan masukan pengontrol. Ketika konstanta proporsional bertambah semakin tinggi, pita proporsional menunjukkan penurunan yang semakin kecil, sehingga lingkup kerja yang dikuatkan akan semakin sempit. Gambar 2.9 Proportional Band Dari Pengontrol Proporsional Tergantung Pada Penguatan. Ciri-ciri pengontrol proposional harus diperhatikan ketika pengontrol tersebut diterapkan pada suatu sistem. Secara eksperimen, pengguna pengontrol propoisional harus memperhatikan ketentuan-ketentuan berikut ini : 1. Jika nilai Kp kecil, pengontrol proposional hanya mampu melakukan koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sisitem yang lambat. 2. Jika nilai Kp dinaikan, respon sistem menunjukan semakin cepat mencapai set point dan keadaan stabil. 3. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebiahan, akan mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil, atau respon sistem akan berosilasi. 16 Persamaan matematis : u(t) = KP . e(t) (2.14) dimana KP : konstanta proporsional Dalam Laplace: U(s)/E(s) = KP (2.15) Gambar 2.10 Diagram Blok Konstanta P (Kp) dalam Laplace Kontroler proposional ini bisa dikenal juga sebagai gain/penguatan. Pengaruh kontroler terhadap sistem sebagai berikut: Menambah atau mengurangi kestabilan Dapat memperbaiki respon transien khususnya : rise time, settling time Mengurangi (bukan menghilangkan) Error steady state Catatan : untuk menghilangkan Ess, dibutuhkan KP besar, yang akan membuat sistem lebih tidak stabil. Kontroler proporsional memberi pengaruh langsung (sebanding) pada error. Semakin besar error, semakin besar sinyal kendali yang dihasilkan kontroler. 2.2.1.2 Pengontrol Integral Pengontrol integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki kesalahan keadaan stabil nol. Jika sebuah plant tidak memiliki unsur integrator (1/s), pengontrol proposional tidak akan mampu menjamin keluaran sistem dengan kesalahan keadaan stabilnya nol. Dengan pengontrol integral, respon sistem dapat diperbaiki, yaitu mempunyai kesalahan keadaan stabilnya nol. Pengontrol integral memiliki karaktiristik seperti halnya sebuah integral. Keluaran sangat dipengaruhi oleh perubahan yang sebanding dengan nilai sinyal 17 kesalahan. Keluaran pengontrol ini merupakan penjumlahan yang terus menerus dari perubahan masukannya. Kalau sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan, keluaran akan menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya perubahan masukan. keluaran pengontrol integral merupakan luas bidang yang dibentuk oleh Sinyal kurva kesalahan penggerak. Sinyal keluaran akan berharga sama dengan harga sebelumnya ketika sinyal kesalahan berharga nol. Gambar 2.11 menunjukkan contoh sinyal kesalahan yang dimasukan ke dalam pengontrol integral dan keluaran pengontrol integral terhadap perubahan sinyal kesalahan tersebut. Gambar 2.11 Kurva Sinyal Kesalahan e(t) Terhadap t Pada Pembangkit Kesalahan Nol. Gambar 2.12 Blok Diagram Hubungan Antara Besaran Kesalahan Dengan Pengontrol Integral Ketika sinyal kesalahan berlipat ganda, maka nilai laju perubahan keluaran pengontrol berubah menjadi dua kali dari semula. Jika nilai konstanta integrator berubah menjadi lebih besar, sinyal kesalahan yang relatif kecil dapat mengakibatkan laju keluaran menjadi besar . Ketika digunakan, pengontrol integral mempunyai beberapa karakteristik berikutini: 1. Keluaran pengontrol membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga pengontrol integral cenderung memperlambat respon. 2. Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran pengontrol akan bertahan pada nilai sebelumnya. 18 3. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ki. 4. Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya offset. Tetapi semakin besar nilai konstanta Ki akan mengakibatkan peningkatan osilasi dari sinyal keluaran pengontrol. Persamaan matematis : ( ) ∫ ( ) (2.16) dimana Ki : konstanta integral Dalam Laplace: ( ) (2.17) ( ) Gambar 2.13 Diagram Blok Konstanta Integral Dalam Laplace Pengaruh kontrol integral pada sistem adalah sebagai berikut: Menghilangkan Error Steady State Respon lebih lambat (dibanding P) Dapat menimbulkan ketidakstabilan (karena menambah orde sistem) Perubahan sinyal kontrol sebanding dengan perubahan error semakin besar error, semakin cepat sinyal kontrol bertambah/berubah. 19 2.2.1.3 Pengontrol Derivative Keluaran pengontrol derivative memiliki sifat seperti halnya suatu operasi differensial. Perubahan yang mendadak pada masukan pengontrol, akan mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan cepat. Gambar 2.14 menunjukkan blok diagram yang menggambarkan hubungan antara sinyal kesalahan dengan keluaran pengontrol. Gambar 2.14 Blok Diagram Pengontrol Derivative Gambar 2.14 menyatakan hubungan antara sinyal masukan dengan sinyal keluaran pengontrol Derivative. Gambar 2.15 Kurva Waktu Hubungan Input-Output Pengontrol Derivative Ketika masukannya tidak mengalami perubahan, keluaran pengontrol juga tidak mengalami perubahan, sedangkan apabila sinyal masukan berubah mendadak dan menaik (berbentuk fungsi step), keluaran menghasilkan sinyal berbentuk impuls.Jika sinyal masukan berubah naik secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya justru merupakan fungsi step yang besar magnitudnya sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik dari fungsi ramp dan faktor konstanta diferensialnya. Karakteristik pengontrol derivative adalah sebagai berikut: 20 1. Pengontrol ini tidak dapat menghasilkan keluaran bila tidak ada perubahan pada masukannya (berupa sinyal kesalahan). 2. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang kesalahan. (Powel, 1994, 184). dihasilkan pengontrol tergantung pada nilai Td dan laju perubahan sinyal 3. Pengontrol derivative mempunyai suatu karakter untuk mendahului, sehingga pengontrol ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan sebelum pembangkit kesalahan menjadi sangat besar. Jadi pengontrol derivative dapat mengantisipasi pembangkit kesalahan, memberikan aksi yang bersifat korektif, dan cenderung meningkatkan stabilitas sistem . Berdasarkan karakteristik pengontrol tersebut, pengontrol derivative umumnya dipakai untuk mempercepat respon awal suatu sistem, tetapi tidakmemperkecil kesalahan pada keadaan stabilnya.Kerja pengontrol derivative hanyalah efektif pada lingkup yang sempit, yaitu pada periode peralihan. Oleh sebab itu pengontrol derivative tidak pernah digunakan tanpa ada pengontrol lain sebuah sistem (Sutrisno, 1990, 102). Pengaruh kontrol derivative pada sistem adalah: o Memberikan efek redaman pada sistem yang berosilasi Sehingga bisa memperbesar pemberian nilai Kp o Memperbaiki respon transien, karena memberikan aksi saat ada perubahan error o D hanya berubah saat ada perubahan error, sehingga saat ada error statis D tidak beraksi Sehingga D tidak boleh digunakan sendiri Besarnya sinyal kontrol sebanding dengan perubahan error (e). Semakin cepat error berubah, semakin besar aksi kontrol yang ditimbulkan. 2.2.1.4 Pengontrol PID Setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-masing pengontrol P, I dan D dapat saling menutupi dengan menggabungkan ketiganya secara parallel menjadi pengontrol proposional plus integral plus derivative (pengontrol PID). Elemen 21 elemen pengontrol P, I, dan D masing-masing secara keseluruhan bertujuan untuk mempercepat reaksi sebuah sistem, menghilangkan offset dan menghasilkan perubahan awal yang besar. Gambar 2.16 Blok Diagram Kontroler PID Analog Keluaran pengontrol PID merupakan penjumlahan dari keluaran pengontrol proporsional, keluaran pengontrol integral. Gambar 2.16 menunjukkan hubungan tersebut. Gambar 2.17 Hubungan Dalam Fungsi Waktu Antara Sinyal Keluaran Dengan Masukan Untuk Pengontrol PID Karakteristik pengontrol PID sangat dipengaruhi oleh kontribusi besar dari ketiga parameter P, I, dan D. Pengaturan konstanta Kp, Ti, dan Td akan mengakibatkan penonjolan sifat dari masing-masing elemen. Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut dapat diatur lebih menonjol dibanding yang lain. Konstanta yang menonjol itulah akan memberikan kontribusi pengaruh pada respon sistem secara keseluruhan.Keuntungan menggabungkan kelebihan kontroler P, I, dan D. P : memperbaiki respon transien I : menghilangkan error steady state D : memberikan efek redaman kontroler PID ialah 22 2.3 Perangkat Pendukung 2.3.1 TRIAC TRIAC mempunyai kontruksi sama dengan DIAC, hanya saja pada TRIAC terdapat terminal pengontrol (terminal gate). Sedangkan untuk terminal lainnya dinamakan main terminal 1 dan main terminal 2 (disingkat MT1 dan MT2). Seperti halnya pada DIAC, maka TRIAC pun dapat mengaliri arus bolakbalik, tidak seperti SCR yang hanya mengalirkan arus searah (dari terminal anoda keterminal katoda). Lambang TRIAC di dalam skema elektronika, memiliki tiga kaki, dua diantaranya terminal MT1 (T1) dan MT2 (T2) dan lainnya terminal Gate (G). Gambar 2.18 Lambang TRIAC Skema Elektronika TRIAC setara dengan dua SCR yang dihubungkan paralel. Artinya TRIAC dapat menjadi saklar keduanya secara langsung. TRIAC digolongkan menurut kemampuan pengontakan. TRIAC tidak mempunyai kemampuan yang sangat tinggi untuk jenis SCR. 2.3.1.1 Jenis TRIAC TRIAC memiliki 2 jenis berdasarkan kuat kontak arusnya. Berikut adalah jenis-jenis dari TRIAC: A. Low-Current TRIAC Low-Current TRIAC dapat mengontak hingga kuat arus 1 ampere danmempunyai maksimal tegangan sampai beberapa ratus volt. B. Medium-Current TRIAC Medium-Current TRIAC dapat mengontak sampai kuat arus 40 ampere dan mempunyai maksimal tegangan hingga 1.000 volt 23 2.3.1.2 Cara Kerja TRIAC (a) (b) Gambar 2.19 Penyulutan TRIAC (a) Rangkaian (b) Keluaran TRIAC Sebelum menghidupkan TRIAC, sebuah arus yang sangat kecil mengalir pada beban dan semua sumber tegangan turun ke RC filter dobel. Tegangan ini dibagi dan bergerak di fase VC. Ketika VG melewati penghidupan tegangan, TRIAC hidup dan terhubung sampai ke input tegangan setengah lingkaran dan berhenti.Ketika input tegangan turun menjadi 0V, triac mati dan prosedur penghidupannya berulang di tegangan yang terbalik. 2.3.1.3 Karakteristik TRIAC TRIAC merupakan dua buah SCR yang dihubungkan secara paralel. Berbeda dengan SCR yang hanya melewatkan tegangan dengan polaritas positif saja, tetapi TRIAC dapat dipicu dengan tegangan polaritas positif dan negatif, serta dapat dihidupkan dengan menggunakan tegangan bolak-balik pada Gate. 24 Gambar 2.20 Karakteristik TRIAC TRIAC banyak digunakan pada rangkaian pengedali dan pensaklaran. TRIAC hanya akan aktif ketika polaritas pada anoda lebih positif dibandingkan katodanya dan gate-nya diberi polaritas positif, begitu juga sebaliknya. Setelah terkonduksi, sebuah TRIAC akan tetap bekerja selama arus yang mengalir pada TRIAC (IT) lebih besar dari arus penahan (IH) walaupun arus gate dihilangkan. Satu-satunya cara untuk membuka (meng-off-kan) TRIAC adalah dengan mengurangi arus IT di bawah arus IH. 2.3.2 Op-Amp Penguat operasional atau operational amplifier (op-amp) merupakan suatu jenis komponen elektronika yang bekerja pada arus searah yang berfungsi untuk penguatan input sinyal kecil dan hasil sinyal output sesuai dengan besar perkalian penguatannya. Penggunaan penguat operasional dilakukan untuk operasi matematika sederhana seperti penjumlahan dan pengurangan terhadap tegangan listrik hingga dan dikembangkan kepada penggunaan aplikatif seperti komparator dan osilator dengan distorsi rendah. 2.3.2.1 Inverting Amplifier Inverting amplifier adalah rangkaian op-amp yang akan menghasilkan penguatan sinyal output-nya berlawanan polaritas terhadap sinyal input. Besar pengali penguatan ditentukan oleh pemasangan nilai resistor R i dan Rf yang digunakan dengan konfigurasi pemasangan pada gambar 2.21. Rumusnya adalah: 25 (2.18) Gambar 2.21 Inverting Amplifier 2.3.2.2 Non Inverting Amplifier Non Inverting amplifier adalah rangkaian op-amp yang akan menghasilkan penguatan sinyal output-nya memiliki polaritas yang sama terhadap sinyal input. Besar pengali penguatan ditentukan oleh pemasangan nilai resistor R i dan Rf yang digunakan dengan konfigurasi pemasangan pada gambar 2.22. Rumusnya adalah: (2.19) Sehingga persamaan menjadi: ( ) (2.20) Tegangan output non inverting ini akan lebih dari satu dan selalu positif. Gambar 2.22 Rangkaian Non Inverting Amplifier 26 2.3.2.3 Penyangga Rangkaian penyangga adalah rangkaian op-amp yang hasil output-nya sama dengan input-nya. Dalam hal ini seperti rangkaian common kolektor yaitu berpenguatan = 1. Rangkaiannya seperti pada gambar berikut ini: Gambar 2.23 Rangkaian Buffer Nilai R yang terpasang gunanya untuk membatasi arus yang di keluarkan. Besar nilainya tergantung dari indikasi dari komponennya, biasanya tidak dipasang alias arus dimaksimalkan sesuai dengan kemampuan op-ampnya. 2.3.2.4 Penjumlah Rangkaian penjumlah atau rangkaian adder adalah rangkaian penjumlah yang dasar rangkaiannya adalah rangkaian inverting amplifier dan hasil outputnya adalah dikalikan dengan penguatan seperti pada rangkaian inverting. Pada dasarnya nilai outputnya adalah jumlah dari penguatan masing masing dari inverting, seperti : (2.21) (2.22) (2.23) ( ) (2.24) 27 Bila Rf = Ra = Rb = Rc, maka persamaan menjadi : ( ) (2.25) Tahanan ROM gunanya adalah untuk meletak titik nol supaya tepat, terkadang tanpa Rom sudah cukup stabil. Maka rangkaian ada yang tanpa ROM juga baik hasilnya. Rangkaian penjumlah dengan menggunakan noninverting sangat suah dilakukan karena tegangan yang diparalel akan menjadi tegangan terkecil yang ada, sehingga susah terjadi proses penjumlahan. Gambar 2.24 Rangkaian Penjumlah Dengan Hasil Negatif 2.3.2.5 Pembanding Rangkaian pembanding ini ada 3 macam yaitu : 1. Rangkaian pembanding 1 op-amp tanpa jendela input 2. Rangkaian pembanding 1 op-amp dengan jendela input 3. Rangkaian pembanding 2 op-amp dengan jendela input proses output luar 4. Rangkaian pembanding 2 op-amp dengan jendela input proses output dalam Rangkaian pembanding dengan 1 op-amp tanpa jenjela input, artinya rangkaian komparator/pembanding yang langsung dibandingkan. Seperti pada gambar berikut ini adalah komparator biasa dan hasilnya langsung dibandingkan dengan 28 referensinya. Rangkaian komparator dengan jendela input rangkaiannya hampir sama dengan rangkaian non inverting hanya saja parameternya terbalik. Seperti pada gambar berikut ini dan contoh hasil dari input dan output-nya dan perhitungannya. Gambar 2.25 Rangkaian Komparator dengan Referensi 0 volt Vo Gambar 2.26 Rangkaian Komparator dengan Jendela Perhitungan menentukan jendela Volt reference Up (Vru) dan Volt reference low (Vrl) adalah sebagai berikut : ( ) (2.26) ( ) (2.27) Sedangkan untuk komparator dengan 2 op-amp ada 3 macam variasi seperti gambar berikut: 29 Gambar 2.27 Rangkaian Komparator 2 Op-amp dengan Output Negatif Gambar 2.28 Rangkaian Komparator 2 Op-Amp dengan Output Campuran 30 Gambar 2.29 Rangkaian Komparator 2 Op-Amp dengan Output Negatif Aplikasi untuk komparator semacam ini bisa dilihat dari hasil outputnya. Misal menginginkan hanya didalam window saja yang di proses atau hanya diluar window saja yang diproses dan sebagainya. 2.3.3 Catu Daya 2.3.3.1 Prinsip Kerja Catu Daya Linier Perangkat elektronika mestinya dicatu oleh suplai arus searah DC (direct current) yang stabil agar dapat bekerja dengan baik. Baterai atau accu adalah sumber catu daya DC yang paling baik. Namun untuk aplikasi yang membutuhkan catu daya lebih besar, sumber dari baterai tidak cukup. Sumber catu daya yang besar adalah sumber bolak-balik AC (alternating current) dari pembangkit tenaga listrik. Untuk itu diperlukan suatu perangkat catu daya yang dapat mengubah arus AC menjadi DC. Pada tulisan kali ini disajikan prinsip rangkaian catu daya (power supply) linier mulai dari rangkaian penyearah yang paling sederhana sampai pada catu daya yang ter-regulasi. 31 2.3.3.2 Penyearah (Rectifier) Prinsip penyearah (rectifier) yang paling sederhana ditunjukkan pada gambar-1 berikut ini. Transformator (T1) diperlukan untuk menurunkan tegangan AC dari jala-jala listrik pada kumparan primernya menjadi tegangan AC yang lebih kecil pada kumparan sekundernya. Gambar 2.30 Rangkaian Penyearah Setengah Gelombang Pada rangkaian ini, dioda (D1) berperan hanya untuk merubah dari arus AC menjadi DC dan meneruskan tegangan positif ke beban R1. Ini yang disebut dengan penyearah setengah gelombang (half wave). Untuk mendapatkan penyearah gelombang penuh (full wave) diperlukan transformator dengan center tap (CT) seperti pada gambar 2.31. Gambar 2.31 Rangkaian Penyearah Gelombang Penuh Tegangan positif phasa yang pertama diteruskan oleh D1 sedangkan phasa yang berikutnya dilewatkan melalui D2 ke beban R1 dengan CT transformator sebagai common ground. Dengan demikian beban R1 mendapat suplai tegangan gelombang penuh seperti gambar di atas.Untuk beberapa aplikasi seperti misalnya untuk men-catu motor dc yang kecil atau lampu pijar dc, bentuk tegangan seperti ini sudah cukup memadai. Walaupun terlihat di sini tegangan ripple dari kedua rangkaian di atas masih sangat besar. 32 Gambar 2.32 Rangkaian Penyearah Setengah Gelombang dengan Filter C Gambar 2.32 adalah rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter kapasitor C yang paralel terhadap beban R. Ternyata dengan filter ini bentuk gelombang tegangan keluarnya bisa menjadi rata. Gambar 2.33 menunjukkan bentuk keluaran tegangan DC dari rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter kapasitor. Garis b-c kira-kira adalah garis lurus dengan kemiringan tertentu, dimana pada keadaan ini arus untuk beban R1 dicatu oleh tegangan kapasitor. Sebenarnya garis b-c bukanlah garis lurus tetapi eksponensial sesuai dengan sifat pengosongan kapasitor. Gambar 2.33 Bentuk Gelombang dengan Filter Kapasitor Kemiringan kurva b-c tergantung dari besar arus (I) yang mengalir ke beban R. Jika arus I = 0 (tidak ada beban) maka kurva b-c akan membentuk garis horizontal. Namun jika beban arus semakin besar, kemiringan kurva b-c akan semakin tajam. Tegangan yang keluar akan berbentuk gigi gergaji dengan tegangan ripple yang besarnya adalah : VR = VM - VL dan tegangan dc ke beban adalah: (2.27) 33 (2.28) Rangkaian penyearah yang baik adalah rangkaian yang memiliki tegangan ripple (Vr) paling kecil. VL adalah tegangan discharge atau pengosongan kapasitor C, sehingga dapat ditulis : (2.29) Jika persamaan (2.29) disubsitusi ke rumus (2.27), maka diperoleh : ( ) (2.30) Jika T << RC, dapat ditulis : 1 - T/RC (2.31) sehingga jika ini disubsitusi ke rumus (2.30) dapat diperoleh persamaan yang lebih sederhana : Vr = Vm (T/RC) (2.32) VM/R tidak lain adalah beban I, sehingga dengan ini terlihat hubungan antara beban arus I dan nilai kapasitor C terhadap tegangan ripple Vr. Perhitungan ini efektif untuk mendapatkan nilai tegangan ripple yang diinginkan. Vr = I T/C (2.33) Rumus ini mengatakan, jika arus beban I semakin besar, maka tegangan ripple akan semakin besar. Sebaliknya jika kapasitansi C semakin besar, tegangan ripple akan semakin kecil. Untuk penyederhanaan biasanya dianggap T = Tp, yaitu periode satu gelombang sinus dari jala-jala listrik yang frekuensinya 50 Hz 34 atau 60Hz. Jika frekuensi jala-jala listrik 50Hz, maka T = Tp = 1/f = 1/50 = 0.02 det. Ini berlaku untuk penyearah setengah gelombang. Untuk penyearah gelombang penuh, tentu saja frekuensi gelombangnya dua kali lipat, sehingga T = 1/2 Tp = 0.01 det. Penyearah gelombang penuh dengan filter C dapat dibuat dengan menambahkan kapasitor pada rangkaian gambar 2. Bisa juga dengan menggunakan transformator yang tanpa CT, tetapi dengan merangkai 4 dioda seperti pada gambar-5 berikut ini. Gambar 2.34 Rangkaian Penyearah Gelombang Penuh dengan Filter C 2.3.3.4 Voltage Regulator Rangkaian penyearah sudah cukup bagus jika tegangan ripple-nya kecil, namun adanya masalah stabilitas. Jika tegangan PLN naik/turun, maka tegangan outputnya juga akan naik/turun. Seperti rangkaian penyearah di atas, jika arus semakin besar ternyata tegangan dc keluarnya juga ikut turun. Untuk beberapa aplikasi perubahan tegangan ini cukup mengganggu, sehingga diperlukan komponen aktif yang dapat meregulasi tegangan keluaran ini menjadi stabil. Regulator Voltage berfungsi sebagai filter tegangan agar sesuai dengan keinginan. Oleh karena itu biasanya dalam rangkaian catu daya maka IC regulator tegangan ini selalu dipakai untuk stabilnya output-an tegangan. Berikut susunan kaki IC regulator tersebut. 35 Gambar 2.35 Susunan Kaki IC Regulator Misalnya 7805 adalah regulator untuk mendapat tegangan +5 volt, 7812 regulator tegangan +12 volt dan seterusnya. Sedangkan seri 79XX misalnya adalah 7905 dan 7912 yang berturut-turut adalah regulator tegangan -5 dan -12 volt. Selain dari regulator tegangan tetapi ada juga IC regulator yang tegangannya dapat diatur. Prinsipnya sama dengan regulator op-amp yang dikemas dalam satu IC misalnya LM317 untuk regulator variabel positif dan LM337 untuk regulator variabel negatif. Bedanya resistor R1 dan R2 ada di luar IC, sehingga tegangan keluaran dapat diatur melalui resistor eksternal tersebut. 2.3.4 Optocoupler Optocoupler merupakan piranti elektronika yang berfungsi sebagai pemisah antara rangkaian power dengan rangkaian kontrol. Optocoupler merupakan salah satu jenis komponen yang memanfaatkan sinar sebagai pemicu on/off-nya. Opto berarti optic dan coupler berarti pemicu. Sehingga bisa diartikan bahwa optocoupler merupakan suatu komponen yang bekerja berdasarkan picu cahaya. Optocoupler terdiri atas dua elemen yaitu light emitter dan light detector. Light emitter terdapat pada sisi penerima (input) yang merasakan sinyal masukan dan mengubahnya menjadi sinyal cahaya. Tipikal dari light emitter adalah sebuah light emitting diode. Light detector (detektor cahaya) dalam optocoupler atau optoisolator mendeteksi cahaya dari light emitter dan mengubahnya kembali menjadi sinyal listrik. Detektor cahaya bisa salah satu dari sejumlah jenis perangkat dari fotodioda untuk sebuah phototransistor dan photodarlington. 36 Optocoupler dibentuk dari penggabungan sebuah sumber cahaya dengan fototransistor. Dioda cahaya sebagai sumber cahaya dipasang langsung dengan sumber tegangan. Keluaran dari sumber cahaya akan berbanding lurus dengan tegangan masukan pada dioda cahaya. Optocoupler atau optoisolator merupakan paket elektronik murni, jalur cahaya di dalamnya yakni infra merah tertutup dalam sebuah paket. Ini menyebabkan transfer energi listrik dalam satu arah, dari infra merah ke fotodetektor, sambil mempertahankan isolasi listrik. Fungsi optocoupler pada umumnya selain sebagai sensor (dengan kemasan tertentu) digunakan pula pada rangkaian listrik sebagai isolasi dari rangkaian kendali dan rangkaian tegangan tinggi (daya). (a) (b) Gambar 2.36 Simbol Optocoupler atau Optoisolator (a) Phototransistor (b) Photodiac