Identifikasi Sistem Geothermal Menggunakan Metode Magnetotellurik 2-Dimensi di Daerah Suwawa, Gorontalo Yunus Daud dan Maryadi Laboratorium Geofisika, Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 [email protected], [email protected] Abstrak Survey geofisika dengan metode magnetotellurik (MT) digunakan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan berdasarkan nilai resistivitas dan nilai fasenya. Data mentah berupa data time series dari hasil pengukuran dengan menggunakan unit peralatan Zonge. Kemudian data diolah lebih lanjut dalam bentuk kurva resistivitas semu dan fase terhadap frekuensi. Dalam pengolahannya dilakukan berbagai filterisasi dan koreksi. Hasil akhirnya berupa penampang 2-dimensi dari masing-masing line pengukuran MT. Data hasil pemodelan MT kemudian diinterpretasikan secara terpadu dengan data gravitasi, geologi, dan geokimia yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil menunjukkan hubungan yang cukup baik. Data yang satu dapat di-confirm dengan data yang lain, serta mampu mendeliniasi keberadaan reservoir dan kemungkinan jumlah potensi geothermal di daerah pengukuran. Daerah prospek diperkirakan berada di bagian tengah daerah penelitian. Dari hasil interpretasi dapat diketahui bahwa sistem geothermal di daerah pengukuran memiliki heat source berupa batuan vulkanik yang sudah tua dan aktif akibat proses tektonik. Kedalaman reservoir mencapai sekitar 1200 m, dengan luasan sekitar 9 km2. Potensi geothermal di daerah Suwawa diperkirakan mencapai 61 MWe. Abstract Geophysical survey using magnetotelluric method is purposed for understanding the subsurface condition based on resistivity and phase value. Raw data is several time series data as result of MT measurement using Zonge equipment. Then, the data was prosessed to produced resistivity and phase curve versus frequency. In the process, data was filtered and corrected. The final result formed as 2dimensional vertical section of resistivity for each line from MT measurement. Integrated interpretation of MT inversion model section with gravity, geology, and geochemistry data was then carried out. The result of this integrated interpretation showed good relation between each data. One data was well-confirmed by the others, and then was able to delineate existence of reservoir area and geothermal potential estimation of the area. Interpretation result show that the geothermal system have an old-volcanic body as a heat source that is activated by tectonic activities. Depth of the reservoir area is about 1200 m, with approximately 9 km2 wide. Estimated potential in Suwawa geothermal area is calculated about 61 MWe. Keywords: Magnetotelluric, Suwawa, Geothermal, Reservoir. 1. PENDAHULUAN Pemanfaatan energi panasbumi tidak lepas dari usaha eksplorasi untuk mencari sumber energi tersebut. Upaya eksplorasi panasbumi dapat dilakukan dengan berbagai metode geofisika, antara lain metode magnetotellurik dan metode gravitasi. Survey geofisika dengan metode magnetotellurik digunakan untuk mengetahui kondisi bawah-permukaan berdasarkan nilai resistivitas dan nilai fasenya. Penelitian dilakukan di daerah geothermal Suwawa, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terdiri dari survey geologi, survey geokimia, serta survey geofisika terpadu. Hasil survey-survey tersebut belum menunjukkan hasil yang baik. Maka dari itu perlu dilakukan survey geofisika yang lebih mendetail, yaitu dengan menggunakan metode magnetotellurik. Kondisi bawah permukaan yang ingin diketahui dengan menggunakan metode magnetotellurik ini terkait batas reservoir geothermal, serta sistem geothermal yang terkait di daerah pengukuran. Dengan mengetahui batas reservoir dan model sistem geothermal, dapat diketahui perkiraan potensi geothermal di daerah tersebut. Distribusi resistivitas medium bawah-permukaan yang dihasilkan dari survey MT dapat dimodelkan dalam beberapa cara, salah satunya adalah dengan melalui proses inversi data. Proses inversi adalah proses pengolahan data lapangan menggunakan teknik matematika dan statistik untuk mendapatkan informasi yang berguna mengenai distribusi sifat fisis bawah-permukaan (Rosid, 2010). Penggunaan proses inversi pada data magnetotellurik adalah untuk mengetahui persebaran nilai resistivitas batuan bawah permukaan di daerah pengukuran berdasarkan data hasil pengukuran. Pada intinya, metode magnetotellurik yang digunakan pada penelitian ini diharapkan mampu menjelaskan struktur bawah permukaan dan Identifikasi Sistem..., Maryadi, FMIPA UI, 2013 memberikan hasil yang lebih sesuai. Hasil inversi 2-D dari data MT dapat menunjukkan kemungkinan persebaran reservoir geothermal, dimensi reservoir dan lokasi sistem. Dengan interpretasi terpadu terhadap data bantuan lainnya, seperti gravitasi, data geologi serta geokimia yang ada, akan lebih mudah untuk mengetahui kondisi struktur batuan bawahpermukaan, keberadaan reservoir, dan kemungkinan besar potensi geothermal di daerah pengukuran, serta sistem geothermal yang terkait akan dapat dimodelkan dengan baik. 2. METODE PENELITIAN Daerah penelitian yang diteliti adalah daerah panas bumi Suwawa yang berada di wilayah kecamatan Suwawa, Kabupaten Bone Bolango, Propinsi Gorontalo. Koordinat daerah penelitian terletak antara 0°28’ 13,7” – 0°36’54.8’’ LU dan 123°06’00’’ – 123°15’00” BT atau pada 52.000 – 68.000 mU dan 511.000 – 528.000 mT Zona 51N untuk sistem koordinat UTM pada datum horizontal WGS 84. Titik-titik pengukuran MT yang dilakukan dapat dilihat pada Gbr 1. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu pengolahan data magnetotellurik hingga interpretasi hasil dari data tersebut. Selanjutnya dilakukan pemodelan sistem geothermal secara terintegrasi dengan menggunakan data gravitasi, geologi dan geokimia. Data magnetotellurik yang diolah merupakan data hasil pengukuran menggunakan unit peralatan Zonge, dan data hasil pengukuran juga diolah dengan dengan menggunakan software keluaran Zonge. Pengolahan data magnetotellurik dimulai dari transformasi time-series dari data hasil pengukuran ke dalam domain frekuensi. Proses ini dilakukan dengan menggunakan program mtft24. Pada bagian ini juga dilakukan proses rotasi, pemberian filter, serta pemilihan good time-series. Rotasi dilakukan menurut data geologi yang menunjukkan bahwa arah struktur utama berarah N330oE. Notch filter diberikan pada frekuensi 50 Hz, 60 Hz dan frekuensi harmonisnya. Untuk pemilihan good time-series, pertimbangan untuk membuang atau memilih data terkait dengan kualitas sinyal yang ditangkap. Gbr 1. Titik pengukuran magnetotellurik Gbr 2. Kurva resistivitas vs frekuensi sebelum (atas) dan setelah editing (bawah) dari satu stasiun Kemudian dilakukan QC data dan editing kurva resistivitas dan fase terhadap frekuensi hasil robust processing. Proses QC data dilakukan dengan skipping atau setting titik-titik data impedansi dari satu frekuensi spesifik, dengan maksud agar nilai ratarata impedansinya berubah menjadi nilai yang diinginkan. Hal ini dilakukan agar didapatkan kurva akhir yang baik. Gbr 2 memperlihatkan perbedaan kurva sebelum dan setelah dilakukan QC Data. Setelah selesai dilakukan editing data kemudian dilakukan koreksi statik. Koreksi statik ini terkait kemungkinan bergesernya data (shifting) akibat adanya faktor heterogenitas batuan di dekat permukaan dan efek topografi. Koreksi statik dilakukan terhadap data untuk satu line pengukuran. Koreksi ini dilakukan dengan menggunakan software Astatic. Terdapat beberapa pilihan koreksi statik, mulai dari manual static correction hingga beberapa jenis pendekatan moving average. Proses manual akan lebih baik dan dapat diterima jika terdapat data acuan berupa data TDEM. Karena data TDEM tidak tersedia, akhirnya koreksi statik dilakukan dengan menggunakan metode trimmed moving average (TMA). Hasil komparasi menunjukkan bahwa metode ini menunjukkan hasil yang lebih baik. Setelah data dikoreksi, kemudian dilakukan inversi 2D secara vertical pada line pengukuran MT. Pada bagian awal dimasukkan keterangan terkait line pengukuran seperti stasiun awal dan stasiun akhir dari satu line pengukuran, jarak antar stasiun, serta kemiringan line terhadap arah utara. Setelah selesai mengisi keterangan konfigurasi survey, selanjutnya adalah menentukan model awal yang digunakan untuk inversi. Model section awal dibuat dengan pertimbangan lebar yang dapat ter-cover dan kemungkinan penetrasi kedalaman maksimal. Pada Identifikasi Sistem..., Maryadi, FMIPA UI, 2013 bagian ini juga diberikan inisial model background, yakni nilai resitivitas awal pada model sebelum dilakukan inversi 2-D. Nilai background yang digunakan pada penelitian ini dibuat dari 2-D Moving Average from 1-D Model dan pendekatan Bostick Resistivity. Sebelum melakukan proses inversi, dimasukkan input Inversion Control Parameter. Kontrol yang diberikan antara lain terkait besar bobot nilai resistivitas awal terhadap hasil inversi, smoothness pada arah vertikal dan horizontal, banyaknya iterasi yang mungkin dilakukan, serta batas error maksimum. Sementara itu, dari data gravitasi dilakukan analisis terhadap nilai anomali Bouguer. Kemudian dilakukan juga analisis nilai anomali residual, dan anomali regionalnya. Selanjutnya, dilakukan konfirmasi hasil model inversi dari data MT dengan hasil forward modeling gravitasi dengan pada penampang kontur gravitasi yang dibuat mengikuti line pengukuran MT, sehingga hasilnya akan lebih mudah untuk dikorelasikan. Analisis tersebut dilakukan terkait persebaran nilai resistivitas dan densitas batuan dengan sistem geothermal yang ada di daerah pengukuran untuk dapat mengidentifikasi sistem geothermal. Kemudian juga dilakukan interpretasi secara terpadu atau terintegrasi, yakni dengan menggunakan data hasil survey geologi dan geokimia. Dari hasil ini kemudian dibuat model konseptual yang sesuai dengan sistem geothermal di daerah tersebut. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pemodelan Data MT Pemodelan dilakukan pada 3 line pengukuran yang melewati titik kemunculan mata air panas Libungo, Lombongo, dan line yang melewati kedua mata air tersebut. Pemodelan dilakukan dalam beberapa tahapan hingga akhirnya didapatkan penampang vertikal 2-dimensi dari masing-masing line pengukuran. Model hasil inversi dari data MT untuk line 1 dapat dilihat pada Gbr 3. Penampang tersebut melintang dari Stasiun 13 hingga Stasiun 18 dari arah timur laut ke barat daya. Line ini melalui satu manifestasi air panas Libungo yang berada dekat dengan Stasiun 17, hingga selanjutnya line ini disebut sebagai line Libungo. Di bagian utara terdapat body dengan nilai resistivitas yang tinggi. Batuan resistif ini terletak pada kedalaman yang masih dangkal (< 1000 m). Pada bagian tengah terdapat anomali nilai resistivitas rendah. Nilai resistivitas ini membentang cukup luas hingga hampir mencapai 3 kilometer, dengan ketebalan mencapai 1000 m. Dapat diperkirakan bahwa ini merupakan lapisan clay cap atau batuan alterasi. Gbr 3. Hasil inversi data MT pada line Libungo Di sebelah selatan dari lapisan ini terdapat titik kemunculan mata air Libungo, sehingga kemungkinan terdapat struktur patahan yang memotong lapisan clay cap, dimana struktur inilah yang menyebabkan kemunculan manifestasi tersebut. Sementara di ujung selatan terdapat batuan resistif pada kedalaman > 1000 m dan memiliki jejak kemenerusan kearah utara pada kedalaman yang lebih dalam. Secara umum, dari penampang ini terlihat adanya struktur seperti graben pada daerah sekitar line Libungo. Selanjutnya pada Gbr 4 ditampilkan hasil pemodelan inversi dari line 2 atau line Lombongo (line ini memotong lokasi mata air panas Lombongo). Pada line ini terlihat body nilai resitivitas rendah pada bagian tengah atas agak ke selatan. Body ini dapat diperkirakan merupakan lapisan clay cap yang sama dengan yang sebelumnya telah di identifikasi pada line Libungo, hanya saja disini lebar lapisannya menyempit. Dengan kata lain, dapat dimungkinkan bahwa lapisan batuan yang teralterasi menerus dari sekitar mata air Libungo ke arah timur. Sementara dibagian selatan, masih terdapat batuan resistif pada kedalaman lebih dari 1000 m. Kemungkinan besar batuan ini masih merupakan batuan yang sama dangan batuan resistif yang terdeteksi pada model hasil inversi line Libungo. Gbr 4. Hasil inversi data MT pada line Lombongo Identifikasi Sistem..., Maryadi, FMIPA UI, 2013 3.2 Pemodelan Terintegrasi Gbr 5. Hasil inversi data MT pada line Gabungan Penampang model berikutnya adalah penampang yang melalui kedua titik kemunculan mata air, yang kemudian disebut sebagai line Gabungan (Gbr 5). Line ini membentang dari arah timurlaut ke baratdaya. Pada penampang ini masih terlihat pola yang sama dengan line Libungo. Keberadaan lapisan yang konduktif masih terdeteksi memiliki karakteristik yang hampir sama dengan lapisan clay cap yang terdeteksi pada line Libungo. Besar kemungkinan reservoir geothermal berada di bawah kedua lintasan ini. Sementara itu di bawah stasiun 26 terdapat struktur yang cukup jelas. Kemungkinan struktur inilah yang mengontrol manisfestasi air panas Lombongo. Pada bagian timurlaut terdapat batuan resistif yang cukup tebal namun pada kedalaman yang masih dangkal. Untuk mempermudah identifikasi juga dilakukan visualisasi 3-D dari model penampang yang telah dibuat. Hasilnya seperti terlihat pada Gbr 6. Dari visualisai 3-D ini terlihat adanya lapisan konduktif yang cukup lebar pada arah barat-timur, hingga mencapai lebih dari 3 km dengan penyempitan ke arah timur sesuai hasil inversi. Hal ini menguatkan indikasi bahwa kemungkinan reservoir berada di bagian tengah lebih ke barat, di antara lintasan Gabungan dan lintasan Libungo. Hal yang juga perlu untuk dianalisis adalah keberadaan batuan resistif di sebelah selatan. Batuan ini menunjukkan pola yang sama pada ketiga lintasan tersebut: muncul di selatan dan menerus ke utara. Kemungkinan batuan inilah yang merupakan batuan yang memiliki sisa panas dari aktivitas vulkanik termuda, hingga berperan sebagai heat source bagi sistem panas bumi daerah Suwawa. Berdasarkan hasil investigasi geologi, penyebaran batuan di daerah panasbumi Suwawa di bagian utara disusun oleh batuan Plutonik seperti Granit, dan Diorit. Sedangkan di bagian selatan didominasi batuan produk Bilungala dan batuan vulkanik Pinogoe berumur Tersier Atas hingga Kuarter Bawah berupa andesit, piroklastik. terdapat sekitar 8 buah sesar utama yang merupakan struktur kontrol geologi dan pemunculan manifestasi panasbumi yang berkembang dibeberapa tempat akibat dari proses tektonik. Peranan struktur sesar dalam suatu daerah panas bumi sangat penting sebagai kontrol geologi dan panas bumi, yang merupakan media naiknya panas ke permukaan dan berfungsi sebagai tempat berakumulasi panas serta terbentuknya tubuh reservoir pada zona sesar/rekahan. Kontrol struktur yang sangat berperan adalah struktur yang terbentuk pada periode keempat ditandai dengan dua tegasan utama yaitu penunjaman Sulawesi Utara dan penunjaman Sangihe Timur. Tegasan struktur berarah barat – timur yang terbentuk kembali akibat proses tektonik akhir diduga kuat memicu pemunculan manifestasi panas bumi, dan pembentukan sistem rekahan (fracture system) sebagai reservoir (Rezky et al., 2005). Ditinjau dari peta geologi, sistem rekahan ini terbentuk pada zona lemah di sekitar sungai Bone. Kemungkinan sistem sesar dan rekahan ini berada pada komplek batuan alluvial, batuan produk vulkanik Pinogoe, dan vulkanik Bilungala, sehingga menjadi batuan yang berkaitan dengan proses hidrogeologi dari sistem panasbumi di daerah ini. Dari interpretasi geologi, diperkirakan terdapat tubuh vulkanik Pinogoe aktivitas termuda berumur Kuarter bawah diduga sebagai sumber panas dari magma sisa yang masih dangkal pada sistem panasbumi Libungo. Batuan wadah tempat berakumulasinya fluida panas bumi (reservoir), diperkirakan berupa rekah-rekah pada tubuh vulkanik dan formasi Tinombo yang memiliki permeabilitas tinggi. ohmm Gbr 6. Penampang gabungan distribusi nilai resistivitas di daerah pengukuran Gbr 7. Manifestasi air panas dan karakteristiknya pada peta geologi Identifikasi Sistem..., Maryadi, FMIPA UI, 2013 Dari data geokimia diperkirakan mata air panas di daerah penelitian berada di daerah immature water, dapat diperkirakan bahwa sistem air panas yang muncul di daerah panas bumi Suwawa seperti Libungo, Lombongo dan Pangi dan terletak pada zona upflow dengan suhu bawah-permukaan sebesar 150188 ºC dan merupakan water dominated system. Dari data geokimia, diperkirakan daerah recharge berada pada daerah struktur horst yang terletak di sisi utara dan selatan lembah depresi dengan ketinggian mencapai hingga 1600 mdpl. Dari data gravitasi dapat dilakukan berbagai interpretasi terkait dengan kemungkinan sistem geothermal yang ada di daerah pengukuran melalui analisis terhadap penampang anomali Bouguer, regional, residual, serta hasil forward modeling secara vertikal. Penampang anomali Bouguer pada Gbr 8 menunjukkan kemungkinan adanya suatu struktur graben berarah baratlaut-tenggara. Hal tersebut jelas terlihat dari kelurusan kontur dengan harga anomali rendah di bagian tengah dan anomali tinggi dibagian utara dan selatan. Dari penampang anomali regional terlihat pola struktur berarah tenggara-baratlaut, mendekati arah barat-timur. Pola kontur anomali gaya berat regional ini merupakan efek tarikan batuan bawah permukaan yang didominasi oleh batuan yang lebih dalam dan besar yang relatif mempunyai rapat massa yang lebih besar dibandingkan dengan batuan di bagian yang lebih dangkal. Gbr 8. Anomali Bouguer (atas), anomali residual (kiri bawah) dan anomali regional (kanan bawah) [Karim, 2013] Gbr 9. Hasil forward modelling data gravitasi di sekitar line Gabungan [Karim, 2013] Di bagian barat daerah penyelidikan terlihat harga anomali rendah yang mencolok, dan berangsur-angsur membesar secara rapi ke arah utara dan selatan. Anomali paling tinggi terdapat dibagian utara dan sedikit dibagian selatan. Sementara itu, hasil forward modeling pada Gbr 9 menunjukkan pola graben yang jelas dan memiliki keselarasan dengan hasil pemodelan MT yang telah dilakukan. Nilai densitas dari lapisan-lapisan pada forward modeling ini dibuat mendekati range densitas batuan yang terkait dengan sistem geothermal seperti batuan beku, lapisan penutup, dan kemungkinan batuan reservoir geothermal. Data lain yang dapat digunakan untuk membantu pembuatan model konseptual adalah data hasil pemboran landaian suhu SWW-1 yang dilakukan oleh PSDG, pada tahun 2006. Lokasi pemboran berada di sebelah barat titik manifestasi panas bumi Libungo. Dari hasil pemboran diketahui litologi sumur SWW-1 terdiri dari endapan alluvial (0 - 34 m), breksi polimik tidak teralterasi hinggga teralterasi lemah pada kedalaman 34 - 120 m, dan lapisan breksi polimik teralterasi sedang hingga sangat kuat pada kedalaman 120 - 250 m. Gradien kenaikan suhu mencapai pertambahan 14 oC setiap 100 m kedalaman sumur (Nanlohi dan Dikdik, 2006). Dari semua data yang telah dianalisis maka dapat dibuat model konseptual sistem geothermal seperti terlihat pada Gbr 10. Daerah prospek berada di bagian tengah daerah penelitian. Air meteorik masuk ke dalam reservoir sistem geothermal melalui struktur horst di lembah sebelah selatan dan utara. Air tersebut kemudian masuk dalam rekahan-rekahan pada batuan lava andesit Bilungala yang menjadi permeable akibat proses tektonik, hingga batuan tersebut berperan sebagai reservoir geothermal. Air yang masuk ke dalam reservoir terpanasi oleh batuan panas (vulkanik) di bawah tubuh lava andesit Pinogoe. Identifikasi Sistem..., Maryadi, FMIPA UI, 2013 Gbr 10. Model konseptual sistem geothermal daerah panasbumi Suwawa Dari hasil interpretasi dapat diketahui bahwa sistem geothermal di daerah pengukuran memiliki heat source berupa batuan vulkanik yang sudah tua dan aktif akibat proses tektonik. Panas ini merambat ke atas melalui zona struktur yang menyebar di sekitar sungai Bone. Fluida yang terpanasi secara konveksi tersebut kemudian mengubah mineral-mineral dalam batuan aliran piroklastik dan aliran lava andesit Pinogoe hingga batuan tersebut menjadi batuan impermeable dan berperan sebagai cap rock. Akibat densitas yang berkurang, fluida kemudian keluar ke permukaan melalui patahan di bawah daerah kemunculan manifestasi. 3.3 Estimasi Potensi Potensi energi panasbumi yang telah diidentifikasi dapat diestimasi dengan menggunakan formula (Daud, 2008) Potensi = A × k × (Treservoir − Tcutoff ) (1) dimana A adalah luasan daerah reservoir, k adalah koefisien reservoir dengan nilai 0,1 (faktor konversi untuk energi panas yang hanya berasal dari fluida) atau 0,19 (untuk energi panas yang dikandung dalam fluida dan formasi), Treservoir adalah suhu reservoir yang didapat dari hasil perhitungan temperatur reservoir dengan menggunakan geothermometer, dan Tcutoff adalah nilai ambang temperatur reservoir. Perhitungan luasan daerah reservoir dilakukan identifikasi terhadap bagian dasar dari batuan alterasi, karena bagian ini diperkirakan sebagai batas aktivitas reservoir. Nilai luasan reservoir A diperkirakan mencapai 9 km2, dengan temperatur reservoir mencapai 150 - 188 oC. Untuk sistem dengan temperatur reservoir golongan intermediate digunakan Tcutoff sebesar 120 oC. Dari hasil perhitungan maka didapat estimasi potensi dari sistem geothermal Suwawa mencapai 61,2 MWe. 4. KESIMPULAN Kesimpulan dari hasil penelitian tentang Identifikasi Sistem Geothermal Dengan Menggunakan Metode Magnetotellurik 2-Dimensi di Daerah Suwawa, Gorontalo adalah sebagai berikut: Dari data magnetotellurik yang telah diolah dapat diketahui persebaran nilai resistivitas yang mampu mendeteksi kemungkinan keberadaan clay cap, reservoir, dan hot rock. Gabungan dari metode MT dan gravitasi, serta beberapa data survey yang telah dilakukan sebelumnya mampu menghasilkan korelasi yang baik. Data-data yang ada saling mendukung dan mengkonfirmasi data yang lainnya, karena semuanya merujuk pada satu kesimpulan yang sama. Hasil ini cukup efektif dan efisien untuk mengidentifikasi sistem geothermal di daerah pengukuran. Daerah prospek berada di bagian tengah daerah penelitian. Dari hasil interpretasi dapat diketahui bahwa sistem geothermal di daerah pengukuran memiliki heat source berupa batuan vulkanik yang aktif akibat proses tektonik. Luas daerah prospek diperkirakan mencapai 9 km2 dengan kemungkinan suhu bawah-permukaan sebesar 188 oC. Sistem ini memiliki potensi sekitar 61 MWe. UCAPAN TERIMAKASIH Para penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan pada penelitian ini. Ucapan terima kasih Identifikasi Sistem..., Maryadi, FMIPA UI, 2013 juga kami sampaikan kepada Bapak Ahmad Zarkasyi, MT dan pihak PSDG Bandung pada umumnya atas kerjasama dan segala bentuk bantuan yang telah diberikan demi terlaksananya penelitian ini. Terimakasih pihak PT. New Quest Geotechnology yang telah banyak membantu dan menjadi tempat diskusi bagi kami. DAFTAR ACUAN Cumming, William. 2009. Geothermal Resource Conceptual Models Using Surface Exploration Data. Proceedings 34th Workshop on Geothermal Reservoir Engineering. Stanford University, California. SGP-TR-187. Daud, Yunus. 2005. Lecturer Notes - Geophysical Exploration I: DC Resistivity, SP, and MT/CSAMT. Departemen Fisika. Universitas Indonesia. Daud, Yunus. 2008. Modul Kuliah Eksplorasi Geothermal. Departemen Fisika. Universitas Indonesia. Gupta, H. dan Roy, S. 2007. Geothermal Energi An Alternative Resource for the 21st Century. Netherland : Elsevier. Karim, Abdul. 2013. Identifikasi dan Pemodelan Data Gravitasi Dua Dimensi di Daerah Suwawa, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo. Skripsi S-1. Departemen Fisika, Universitas Indonesia. Naidu, G.D. 2012. Deep Crustal Structure of The Son-Narmada-Tapti Lineament, Central India. Springer, pp 13-35. Nanlohi, F., dan Dikdik, R. 2006. Pemboran Sumur Landaian Suhu SWW-1 Lapangan Panasbumi Suwawa Kabupaten Bone Bolango – Gorontalo. Proceeding Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan dan Non-lapangan tahun 2006, PSDG. Rezky, Y., Hasan, A.R., dan Dirasutisna, S. 2005. Penyelidikan Geologi Daerah Panasbumi Suwawa Kabupaten Bone Bolango – Gorontalo. PSDG, Bandung. Rosid, Syamsu. 2010. Catatan Kuliah – Teori Inversi. Departemen Fisika. Universitas Indonesia. Simpson, F., dan Bahr, K. 2005. Practical Magnetotellurics. Australia: Cambridge University Press. Sulaeman, B., Asngari. 2005. Geokimia Daerah Panasbumi Suwawa Kab. Bone Bolango – Gorontalo. PSDG, Bandung. Telford, W.M., Geldart, L.P., and Sheriff R.E. 1990. Applied Geophysics 2nd Edition. Australia: Cambridge University Press. Identifikasi Sistem..., Maryadi, FMIPA UI, 2013