BAKTERI AEROB SEBAGAI BIOREMEDIATOR LIMBAH

advertisement
BAKTERI AEROB SEBAGAI BIOREMEDIATOR LIMBAH ORGANIK YANG
MENGHASILKAN GAS HIDROGEN
Ayuk Rahmawati*), Maya Shovitri1), Nengah Dwianita Kuswytasari1)
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
ABSTRAK
Pada penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi serta mengetahui
kemampuan bakteri aerob dari tangki septik yang berpotensial untuk menghasilkan biogas.
Isolasi dilakukan pada medium Nutrient Agar dan karakterisasi mengikuti sistem Bergey’s
Manual of Determination Bacteriology, selanjutnya biogas yang terbentuk diidentifikasi dan
diukur dengan kromatografi gas. Pada penelitian ini berhasil diisolasi dan dikarakterisasi 38 isolat
bakteri aerob. Bakteri ini cenderung masuk ke dalam genus Aeromonas, Corynebacterium,
Neisseria, Bacillus, Pseudomonas dan Vibrio. Lima perwakilan dari masing-masing genus,
kecuali Vibrio, diinokulasikan dan diinkubasi ke dalam bioreaktor yang berisi medium limbah
organik selama 18-20 hari. Berdasarkan puncak kromatografi gas, gas yang terdeteksi hanya O2
dan N2. Walaupun gas H2 tidak berhasil dideteksi dalam penelitian ini, bukan berarti bahwa isolat
bakteri tidak memproduksi biogas. Beberapa faktor mungkin mempengaruhi proses deteksi,
seperti contohnya keterbatasan sensitifitas alat.
ABSTRACT
This study was aimed to isolate and to characterize also for know ability of aerobic septic tank
bacteria which were potentially to produce biogas. The isolation was performed in a Nutrient
Agar medium and the characterization was followed the Bergey’s Manual of Determination
Bacteriology, while the biogas was identified and measured by a gas chromatograph. This study
was successfully isolated and characterized 38 aerobic bacterial isolates. They were most
probably affiliated into genus Aeromonas, Corynebactreium, Neisseria, Bacillus, Pseudomonas
dan Vibrio. Five aerobic bacterial isolates representing each genus, except Vibrio, were then
inoculated and incubated in an organic waste containing bioreactor for 18-20 days to harvest
biogas. Based on gas chromatographic peak, the detected gases were only O2 and N2 which were
unexpected gas. Even gas H2 was not successfully detected in this study, it did not means that the
isolated bacteria was not producing biogas. Several factors could probably interfered the
detection, for example sensitivity limitation of the tool.
Keywords: Hydrogen, organic waste, aerobic bacteria, septic tank, chromatography gas
*Corresponding Author Phone: 085649429160
1
Alamat Sekarang: Jurusan Biologi FMIPA
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
I. PENDAHULUAN
Semakin bertambahnya penduduk
menyebabkan aktivitas manusia semakin
meningkat. Peningkatan aktivitas ini juga
memicu peningkatan penggunaan energi dari
bahan bakar minyak (BBM). Penggunaan
BBM secara besar-besaran tanpa adanya
pembaharuan menyebabkan kelangkaan
BBM, sehingga memicu menaikkan harga
BBM. Dalam kondisi seperti ini muncul
kebijakan Presiden yang berisi Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi
Nasional untuk mengembangkan sumber
energi alternatif sebagai pengganti BBM
(Nau et al., 2009). Energi alternatif ini
diharapkan berasal dari bahan organik yang
dapat diperbaharui dan ramah lingkungan.
Salah satu energi tersebut adalah biogas.
Salah satu contoh dari hasil biogas adalah
gas hidrogen (H2). Proses produksi H2 secara
biologikal telah banyak diteliti. Proses ini
sebagian
besar
dikendalikan
oleh
mikroorganisme fotosintesis atau fermentasi
(Daz dan Veziroglu, 2001). Bakteri
fermentasi tidak menggunakan energi dari
matahari untuk menghasilkan H2. Bakteri ini
menghasilkan H2 dari bahan organik. Proses
ini dapat dilihat pada reaksi 3 (Melis dan
Melnicki, 2006).
Bioremediasi
adalah
proses
penguraian senyawa organik kompleks yang
terdapat dalam limbah menjadi senyawa
yang lebih sederhana yang dilakukan oleh
mikroorganisme. Bahan organik dalam
limbah biasanya mengandung karbohidrat,
protein, dan lemak. Molekul karbohidrat
terdiri atas karbon, hidrogen, dan oksigen.
Bahan organik yang terkandung dalam
limbah ini dapat mencemari lingkungan
apabila dalam jumlah berlebih. Oleh karena
itu, perlu dilakukan pengolahan limbah serta
memanfaatkannya menjadi sesuatu produk
yang lebih bermanfaat seperti biogas. Salah
satu cara dalam pengolahan limbah adalah
pengolahan limbah secara aerob dengan
memanfaatkan bakteri aerob. Bakteri aerob
adalah bakteri yang membutuhkan oksigen
sebagai electron acceptor terakhir dalam
proses respirasinya. Respirasi adalah
oksidasi bahan organik (glukosa, lemak, dan
protein) menjadi karbondioksida (CO2) dan
air (H2O) serta energi. Energi ini digunakan
untuk
aktivitas
sel
seperti
perkembangbiakan, pembentukan spora,
pergerakan, dan biosintesa. Sedangkan
bakteri anaerob fakultatif adalah bakteri
yang dapat hidup dengan atau tanpa O2, akan
tetapi lebih suka menggunakan O2 sebagai
electron acceptor terakhir untuk respirasi
secara aerob (Cappuccino and Sherman,
2001). Apabila tidak ada O2, bakteri anaerob
fakultatif menghasilkan energi melalui
proses fermentasi, yaitu electron donor dan
electron acceptor berupa senyawa organik
intermediet yang tersedia selama proses
metabolisme tersebut (Madigan et al., 1997).
Selama proses fermentasi selain dihasilkan
asam-asam organik dan alkohol (etanol),
juga dapat dihasilkan biogas, seperti CO2,
H2. Produk yang dihasilkan dari proses
fermentasi tergantung dari spesies bakteri
dan
jenis
senyawa
organik
yang
difermentasi. Tujuan dari penelitian ini
adalah
untuk
mengisolasi
dan
mengkarakterisasi
serta
mengetahui
kemampuan bakteri aerob dari tangki septik
yang berpotensi menghasilkan gas H2.
II. METODOLOGI
1. Medium Limbah Organik Padat
dan Cair
Limbah padat adalah sampah pasar,
dan limbah cair adalah air perendaman ikan.
Limbah padat pasar sebanyak 10 gr
dicampur dengan 1000 ml limbah cair pasar,
dan diblender. Selanjutnya disaring untuk
mendapatkan
filtrat.
Filtrat
tersebut
ditambah dengan NPK sebanyak 0,1% dan
Urea 0,1% dari total volume limbah (Suyasa,
2011). Filtrat kemudian diautoclave selama
15 menit dengan suhu 121oC dan tekanan
1,5 atm. Filtrat ini kemudian disebut dengan
medium limbah organik cair (LOC) untuk
medium uji produksi biogas dalam
bioreaktor. Selanjutnya medium limbah
organik agar (LOA) adalah medium LOC
yang ditambahi 1,5% agar. Medium LOA
digunakan untuk pengkulturan bakteri dalam
cawan petri.
2. Isolasi dan Identifikasi Bakteri
Aerob
Medium yang digunakan adalah
medium Nutrien Agar (NA) dan medium
LOA. Inokulum bakteri diencerkan secara
bertingkat dan aseptis dari 10-1 sampai 10-10.
Selanjutnya
dari
masing-masing
pengenceran, diambil 100 µl dan diteteskan
ke permukaan medium NA dalam cawan
petri dan diratakan. Kultur diinkubasi pada
inkubator pada suhu 37oC selama 24 jam.
Koloni bakteri yang tumbuh diamati
morfologi koloninya, kemudian dipindahkan
ke medium baru dan kembali diinkubasi
selama 24 jam dengan suhu
37oC.
pemindahan koloni dilakukan sampai
didapatkan isolat murni. Selanjutnya
dilakukan uji karakter biokimia dari masingmasing isolat mengikuti sistem Bergey’s
Manual of Determinative Bacteriology, yang
meliputi uji katalase, uji kebutuhan oksigen,
uji oksidase, uji fermentasi glukosa, uji
ketahanan terhadap Na+.
Sebanyak 25 ml isolat bakteri
diambil dan dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer yang telah berisi 250 ml
medium LOC. Bioreaktor kemudian ditutup
dengan rubber stopper dan diinkubasi
selama 18-20 hari diatas rotary shacker.
Setelah diinkubasi, komposisi gas di dalam
bioreaktor dianalisis dengan menggunakan
kromatografi gas (GC-7900 Techomp®).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Bakteri dari Sampel Tangki Septik
Dalam penelitian berhasil diisolasi
dan dimurnikan 38 isolat bakteri.
Berdasarkan karakter biokimia yang diujikan
(Tabel 1), isolat tersebut cenderung masuk
ke genus Bacillus (A2, A4, A10, A12, A13,
A14, A16, A19, A20, A21, A22, A25, A27,
A28, A29, A30, A31, A32, A33, A34, A37),
Corynebacterium (A6 dan A24),Vibrio (A3,
A5, A8, A17, A35, A36, A38),
Pseudomonas (A26), Aeromonas (A11), dan
Neisseria (A1, A7, A9, A15, A18, A23).
Gambar 1 menunjukkan isolat bakteri yang
mempunyai endospora dan yang tidak
mempunyai endospora.
3. Produksi Gas Hidrogen
a
b
Gambar 1. a) isolat bakteri yang mempunyai endospora (A16), b) isolat bakteri yang tidak mempunyai
endospora (A24)
Tabel 1. Karakter Uji Biokimia
Karakter Biokimia
Kode
isolat
Uji
Katalase
Uji
Kebutuhan
Oksigen
A1
TD
+
A2
TD
+
A3
TD
TD
A4
TD
+
A5
TD
TD
A6
+
TD
A7
TD
+
A8
TD
TD
A9
TD
+
A10
TD
+
A11
TD
TD
A12
TD
+
A13
TD
+
A14
TD
+
A15
TD
+
A16
TD
+
A17
TD
TD
A18
TD
+
A19
TD
+
A20
TD
+
A21
TD
+
A22
TD
+
A23
TD
+
A24
+
TD
A25
TD
+
A26
TD
TD
A27
TD
+
A28
TD
+
A29
TD
+
A30
TD
+
A31
TD
+
A32
TD
+
A33
TD
+
A34
TD
+
A35
TD
TD
A36
TD
TD
A37
TD
+
A38
TD
TD
Keterangan: TD= tidak dilakukan
Uji
Oksidase
Uji
Fermentasi
Glukosa
TD
TD
+
TD
+
TD
TD
+
TD
TD
+
TD
TD
TD
TD
TD
+
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
+
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
+
+
TD
+
+
TD
+
TD
+
TD
+
+
+
TD
+
TD
TD
TD
+
TD
+
+
TD
TD
TD
TD
+
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
+
+
TD
+
Uji
Pertahanan
terhadap
Na+
TD
TD
+
TD
+
TD
TD
+
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
+
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
+
+
TD
+
Kecenderungan
genus
Neisseria
Bacillus
Vibrio
Bacillus
Vibrio
Corynebacterium
Neisseria
Vibrio
Neisseria
Bacillus
Aeromonas
Bacillus
Bacillus
Bacillus
Neisseria
Bacillus
Vibrio
Neisseria
Bacillus
Bacillus
Bacillus
Bacillus
Neisseria
Corynebacterium
Bacillus
Pseudomonas
Bacillus
Bacillus
Bacillus
Bacillus
Bacillus
Bacillus
Bacillus
Bacillus
Vibrio
Vibrio
Bacillus
Vibrio
permukaan
bioreaktor
yang
apabila
digoyang susah larut dalam medium.
Sedangkan pada bioreaktor yang berisi isolat
bakteri, medium cenderung berwarna merah
bata dan terdapat sisa lemak pada dinding
permukaan bioreaktor, namun apabila
digoyang, lemak tersebut mudah larut ke
dalam medium.
Gas yang terdeteksi muncul sebagai
puncak (peak) dengan waktu retensi berbeda
untuk setiap gas. Puncak adalah bagian dari
kromatogram yang dihasilkan pada waktu
gas yang keluar dari kolom mengandung
komponen dari sampel. Waktu retensi adalah
waktu yang diperlukan oleh suatu gas
terhitung dari saat injeksi sampel sampai
keluarnya puncak kromatogram (Novriliza,
2008). Isolat bakteri A11, A24 dan A26
dianalisis pada hari ke-18, A23 pada hari ke19, sedangkan untuk isolat A33 dan kontrol
negatif pada hari ke-20 (Gambar 2).
Perbedaan waktu analisis karena adanya
kendala alat kromatografi gas.
Persentase gas (%)
Produksi Gas Hidrogen
Secara acak dipilih 5 isolat bakteri
untuk
diuji
kemampuannya
dalam
menghasilkan gas H2. Bakteri tersebut yaitu
isolat A11 (Aeromonas), A23 (Neisseria),
A24
(Corynebacterium),
A26
(Pseudomonas), dan A33 (Bacillus). Kalia
(2007)
melaporkan
bahwa
Bacillus
licheniformis menghasilkan H2 sebanyak
0,58 mol/mol dan Pseudomonas fluorescens
0,03 mol/mol. Vibrio tidak dipilih karena
bersifat patogen yang dapat menyebabkan
penyakit kolera.
Medium yang digunakan untuk
produksi gas H2 adalah medium Limbah
Organik Cair (LOC), akan tetapi sebelumnya
isolat bakteri telah diadaptasikan terlebih
dahulu dengan mengkulturnya ke medium
Limbah Organik Agar (LOA). Berdasarkan
perbedaan fisik antara bioreaktor isolat
bakteri dengan bioreaktor kontrol negatif,
terlihat bahwa pada bioreaktor kontrol
negatif, medium cenderung berwarna kuning
kecoklatan, serta terdapat lemak di dinding
Gas pada medium LOC
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
oksigen
nitrogen
K
A 11
A 23
A 24
A 26
A 33
Kode isolat
Gambar 2. Gas yang dihasilkan oleh isolat bakteri
Dari Gambar 2 terlihat bahwa tidak
ada bioreaktor yang menghasilkan gas yang
berpotensi sebagai gas energi alternatif
seperti gas H2, kecuali hanya gas O2 dan N2
saja yang berhasil dideteksi. Besar
kemungkinan bahwa keterbatasan sensitifitas
alat mempengaruhi hasil deteksi tersebut.
Keterbatasan ini juga bisa terlihat bahwa
dari semua bioreaktor uji (selain bioreaktor
kontrol negatif) tidak terdeteksi gas CO2.
Sedangkan di sisi lain gas CO2 adalah gas
yang pasti akan dihasilkan oleh bakteri aerob
selama proses respirasi atau fermentasi.
Pada
kontrol
negatif,
hanya
terdeteksi gas N2 saja. Padahal penelitian ini
adalah penelitian aerob, dimana udara pada
headspace bioreaktor pada umumnya
mengandung 78% N2 dan 21% O2
(Meckenzie et al., 1995). Selain karena
keterbatasan
sensitifitas
alat,
tidak
terdeteksinya H2, mungkin karena gas
tersebut tidak diproduksi karena faktor
abiotiknya tidak terpenuhi. Produksi gas H2
dapat dihasilkan melalui proses fermentasi.
Sedangkan terlihat bahwa pada bioreaktor
A11, A23, A24, dan A26 masih terdapat gas
O2, sehingga diasumsikan bahwa bakteri
masih melakukan proses respirasi dan tidak
melakukan proses fermentasi.
Dari Gambar 2 terlihat bahwa
bioreaktor K dan A33 tidak mengandung O2.
Hal ini mungkin juga terjadi karena gas O2
yang ada di dalam bioreaktor K larut dalam
air atau berdifusi ke dalam medium akibat
putaran ketika diinkubasi di atas rotary
shacker. Gas O2 mudah larut dalam air
daripada gas N2 (King and Caldwell, 1963).
Sedangkan pada bioreaktor A33 selain faktor
difusi, gas O2 mungkin juga digunakan oleh
isolat bakteri A33 untuk respirasinya.
Bacillus ada yang termasuk aerob atau
anaerob fakultatif dimana kedua jenis bakteri
ini mampu menggunakan gas O2 sebagai
electron acceptor dalam proses respirasi
(Brock, 1974).
Selanjutnya lagi jika dibandingkan
dengan kontrol negatif, pada bioreaktor A23
dan A33 terjadi pengurangan gas N2. Ada
dugaan bahwa isolat bakteri A23 dan A33
dapat memfiksasi gas N2. Isolat bakteri A33
cenderung masuk ke dalam genus Bacillus.
Menurut Kim and Gadd (2008), Bacillus
polymyxa
yang
merupakan
bakteri
pengfiksasi N2. Sedangkan isolat bakteri
A26 adalah cenderung masuk ke genus
Neisseria yang membutuhkan gas N2 sebagai
salah satu persyaratan nutrisinya. Neisseria
yang membutuhkan gas N2 adalah Neisseria
meningitides (Ramos et al., 2001).
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini berhasil mengisolasi 38
isolat yang berdasarkan karakter
biokimianya cenderung masuk ke dalam
genus Bacillus, (A2, A4, A10, A12,
A13, A14, A16, A19, A20, A21, A22,
A25, A27, A28, A29, A30, A31, A32,
A33, A34, A37), Corynebacterium (A6
dan A24), Vibrio (A3, A5, A8, A17,
A35, A36, A38), Pseudomonas (A26),
Aeromonas (A11), dan Neisseria (A1,
A7, A9, A15, A18, A23).
2. Gas yang terdeteksi pada bioreaktor
A11, A23, A24, dan A26 adalah gas N2
dan O2, sedangkan K dan A33 hanya
gas N2 saja.
V. DAFTAR PUSTAKA
Brock, T. D. 1974. Biology of
Microorganism, 2nd edition. PrenticeHall Inc :New Jersey
Das, D. and Veziroglu, T.
Hydrogen Production by
Processes: a Survey of
International Journal of
Energy 26 (2001) 13-28
N. 2001.
Biological
Literature.
Hydrogen
Kalia, V. C. 2007. Applied Microbiology:
Microbial Treatment of Domestic
and Industrial Wastes for Bioenergy
Production. Microbial Biotechnology
and Genomics, Institute of Genomics
and Integrative Biology
Kim, B. H. and Gadd, G.M. 2008. Bacterial
Physiology
and
Metabolism.
Cambridge University Press : New
York
King, G. B and Caldwell, W. E. 1963.
College Chemistry. American Book
Company : USA
Mackenzie, F., T. and Mackenzie, J., A.
1995. Our
Changing
Planet.
Prentice-Hall Inc: New Jersey
Melis, A. and Melnicki, M. R. 2006.
Integrated
Biological
Hidrogen
Production. International Journal of
Hydrogen Energy 31 (2006) 1563 –
1573
Muljadi. Agung, W., Triyoko, S.,
Wicaksono, E., Kurniawan, J., Rudi,
W., dan Sriyono. 2005. Penurunan
Kadar BOD Limbah Cair Secara
Proses Biologi Dengan Tipe Rotating
Biological
Contactors
(RBCs).
Ekuilibrium Vol. 4. No. 2. Desember
2005: 52-57
Nau, Y. C., Ningsih, K. O., dan Ramdhani,
H. S. 2009 Biogas Limbah Organik
Sebagai Sumber Energi Alternatif.
Program Kreativitas Mahasiswa,
IPB: Bogor
Novriliza. 2008. Penentuan Komposisi
Hidrokarbon pada LNG yang
Terdapat dalam Berth II dan Berth III
dengan Menggunakan Kromatografi
Gas. Karya Ilmiah Universitas
Sumatera Utara : Medan
Ramos, B. J., Hiss, H., Vicentin, M. A.,
Fossa da Paz, M., Peixoto, A., Leal,
M. B. B., Sato, R. A., Vassoler, U.
M., and Raw, I. 2001. Nitrogen
Consumption
During
Batch
Cultivation of Neisseria Meningitidis
(Serogroup C) in Frantz Medium.
Brazilian Journal of Microbiology,
32 : 305 – 310
Suyasa, B., dan Dwijanti, W. 2011.
Pengaruh
Penambahan
Urea,
Kompos Cair, Dan Campuran
Kompos Dengan Gula Terhadap
Kandungan BOD dan COD Pada
Pengolahan Air limbah Pencelupan.
ECOTROPHIC 4(1): 62-65
Download