BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1

advertisement
BAB 2
TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoretis
2.1.1 Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan sarana menginformasikan keuangan kepada
pihak-pihak yang diluar perusahaan. Pemakai laporan keuangan ini meliputi
investor, kreditor manajer, serikat pekerja, dan badan-badan pemerintah. Laporan
ini menampilkan sejarah perusahaan yang dikuantifikasi dalam nilai moneter.
Menurut Kieso et al. (2007:2) laporan keuangan (financial statements) berisikan
tentang (1) Neraca (balance sheet) yang kadang-kadang disebut juga sebagai
laporan posisi keuangan yang melaporkan aktiva, kewajiban dan ekuitas
pemegang saham perusahaan pada suatu tanggal tertentu. Laporan keuangan ini
menyediakan informasi mengenai sifat dan jumlah investasi dalam sumberdaya
perusahaan, kewajiban kepada kreditor dan ekuitas pemilik dalam sumberdaya
bersih. Dengan demikian neraca dapat membantu meramalkan jumlah, waktu dan
ketidak pastian arus kas di masa depan, (2) Laporan laba rugi (income statement)
yang juga sering disebut statement of income atau statement of earnings adalah
laporan yang mengukur keberhasilan operasi perusahaan selama periode waktu
tertentu. Komunitas bisnis dan investasi menggunakan laporan ini untuk
menentukan profitabilitas, nilai investasi dan kelayakan kredit atau kemampuan
perusahaan melunasi pinjaman. Laporan laba rugi menyediakan informasi yang
diperlukan oleh para investor dan kreditor untuk membantu mereka memprediksi
jumlah, penetapan waktu dan ketidak pastian dari arus kas masa depan, (3)
Laporan arus kas (statement of cash flows) tujuan utama laporan arus kas adalah
menyediakan informasi yang relevan mengenai penerimaan dan pembayaran kas
sebuah perusahaan selama satu periode. Untuk meraih tujuan ini laporan arus kas
melaporkan (a) kas yang mempengaruhi operasi selama suatu periode, (b)
transaksi investasi, (c) transaksi pembiayaan dan (d) kenaikan atau penurunan
bersih kas selama satu periode, (4) Laporan perubahan ekuitas pemilik atau
pemegang saham (statement of stockholders equity) yang sering juga disebut
laporan perubahan ekuitas pemegang saham. Laporan ini melaporkan perubahan
dalam setiap akun ekuitas pemegang saham dan total ekuitas pemegang saham
selama tahun berjalan. Laporan ekuitas pemegang saham biasanya disajikan
dalam format berkolom (columnar form) untuk setiap akun dan total ekuitas
pemegang saham. Selain itu catatan atas laporan keuangan atau pengungkapan
merupakan bagian integral dari setiap laporan keuangan. Menurut peraturan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 2009, catatan atas laporan keuangan harus
disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam neraca, laporan laba rugi dan laporan
arus kas harus berkaitan dengan informasi yang terdapat dalam catatan atas
laporan keuangan. Catatan atas laporan keuangan mengungkapan: (a) informasi
tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang dipilih
dan diterapkan terhadap peristiwa dan transaksi yang penting, (b) informasi yang
diwajibkan dalam PSAK tetapi tidak disajikan di neraca, laporan laba rugi,
laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, (c) informasi tambahan yang
tidak disajikan dalam laporan keuangan tetapi diperlukan dalam rangka penyajian
secara wajar. Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau
rincian jumlah yang tertera dalam neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas dan
laporan perubahan ekuitas serta informasi tambahan seperti kewajiban kontinjensi
dan komitmen. Catatan atas laporan keuangan juga mencakup informasi yang
diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan dalam PSAK serta pengungkapanpengungkapan lain yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan
keuangan secara wajar. Laporan keuangan dibuat untuk mempertanggung
jawabkan atas aktivitas perusahaan terhadap pemilik dan juga memberikan
informasi mengenai aktivitas perusahaan dan hasil yang dicapai oleh perusahaan
terhadap pihak-pihak yang berkepentingan.
Menurut peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 2009, tujuan dari
laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi
keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang
bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi
(Ikatan Akuntan Indonesia, 2009). Laporan keuangan yang disusun bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar besar pengguna. Namun
demikian laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin
dibutuhkan pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi karena secara
umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian di masa lalu, dan tidak
diwajibkan untuk menyediakan informasi non-keuangan. Laba pada umumnya
dipandang sebagai suatu investasi dan pedoman dalam pengambilan suatu
keputusan. Laba menjadi perhatian utama untuk menaksir kinerja atau
pertanggung jawaban manajemen sehingga laba dapat juga membantu principal
atau pihak lain dalam menaksir earnings power perusahaan dimasa yang akan
datang.
2.1.2 Teori Keagenan
Hubungan keagenan adalah adanya pemisahan fungsi antara kepemilikan
diinvestor dan pengendalian dari pihak manajemen. Jensen dan Meckling, (1976)
menjelaskan bahwa hubungan agensi terjadi ketika satu orang atau lebih
(prinsipal) mempekerjakan orang lain (agen) untuk memberikan suatu jasa dan
kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan. Prinsipal yang
dimaksud disini merupakan pemegang saham atau investor sedangkan agen disini
manajemen yang mengelola perusahaan atau manajer. Agen memiliki informasi
yang lebih banyak dibandingkan dengan pihak prinsipal sehingga menimbulkan
adanya asimetri informasi. Pihak manajer akan melakukan tindakan-tindakan
sesuai dengan keinginan yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran.
Sedangkan pihak pemegang saham atau investor yang memiliki sedikit informasi
sehingga kesulitan untuk mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh
manajer. Sehingga terkadang kebijakan-kebijakan tertentu yang dilakukan oleh
pihak manajer perusahaan tanpa sepengetahuan dari pemegang saham atau
investor.
Tujuan
utama
perusahaan
didirikan
untuk
memaksimumkan
kemakmuran pemegang saham, manajer diangkat oleh pemegang saham harus
bertindak untuk kepentingan pemegang saham. Menurut Ali, (2008) terdapat dua
kepentingan yang berbeda didalam perusahaan dimana masing-masing pihak
berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang
dikehendaki. Menurut agency theory adanya pemisahan antara kepemilikan dan
pengelolaan suatu perusahaan dapat menimbulkan masalah keagenan (agency
problems) yakni ketidaksejajaran kepentingan antara principal dan agent
(Midiastuty dan Machfoedz, 2003) (dalam Guna dan Herawaty, 2010:53-68).
Tiga sifat dasar manusia untuk menjelaskan teori agensi yaitu: (1) manusia
pada umumnya mementingkan dirinya sendiri, (2) manusia memiliki daya pikir
terbatas mengenai persepsi masa mendatang, (3) manusia selalu menghindari
resiko. Berdasarkan dari asumsi sifat dasar manusia, manajer sebagai manusia
kemungkinan
besar
akan
bertindak
berdasarkan
opportunistic
yaitu
mengutamakan kepentingan pribadinya (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Menurut
Jensen dan Meckling, (1976) menyatakan bahwa masalah agensi akan terjadi bila
proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari 100% sehingga
manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya dan sudah tidak
berdasar maksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan pendanaan dalam
perusahaan. Dalam hubungan agensi pihak prinsipal memberikan wewenang atas
beberapa pengambilan keputusan terhadap pihak agen. Pihak prinsipal dan pihak
agen membuat suatu perjanjian atau kontrak tentang hubungan tersebut.
Permasalahan agensi timbul karena pihak agen tidak dapat mengupayakan
kepentingan untuk prinsipal karena ingin mementingkan kesejahteraan pribadinya.
Sehingga pihak prinsipal maupun pihak agen diasumsikan termotivasi untuk
kepentingan dirinya sendiri yakni memaksimalkan kegunaan subyektif mereka
dan juga untuk menyadari kepentingan mereka bersama (Belkaoth, 2007:186).
Jensen dan Meckling, (1976) menyatakan bahwa kondisi seperti itu
merupakan konsekuensi dari pemisahan fungsi pengelolaan dengan fungsi
kepemilikan disebut dengan the separation of the decision making and risk
functions of the firms. Manajemen tidak menanggung risko atas kesalahan dalam
pengambilan keputusan, risiko sepenuhnya ditanggung oleh pemegang saham.
Oleh karena itu, manajemen cenderung melakukan pengeluaran yang bersifat
konsumtif dan tidak produktif untuk kepentingan pribadinya seperti peningkatan
gaji dan status sehingga mengakibatkan merugikan para pemegang saham yang
menanamkan modalnya pada perusahaan. Menurut teori keagenan, salah satu
mekanisme yang secara luas digunakan dan diharapkan dapat menyelaraskan
tujuan prinsipal dan agen adalah melalui mekanisme pelaporan keuangan. Namun,
karena dalam akuntansi dikenal dengan adanya dasar akrual yang mewajibkan
perusahaan untuk mengakui pendapatan yang sudah menjadi hak atau kewajiban
dalam periode sekarang, sehingga angka-angka dalam laporan keuangan
mengandung komponen akrual baik yang berada dibawah kebijakan manajemen
ataupun tidak (Midiastuty dan Machfoedz, 2003) (dalam Guna dan Herawty,
2010:53-68). Heinrich (2002) mengidentifikasi permasalahan agensi dapat muncul
diantara pihak-pihak berikut ini: (1) Antara pemegang saham (shareholders) dan
manajemen puncak (top management), (2) Antara pemilik saham mayoritas dan
pemilik saham minoritas, dan (3) Antara pemegang saham (shareholders) dan
pemberi pinjaman (creditor). Hal tersebut yang dapat menyebabkan konflik antara
lain adanya asimetri informasi, perbedaan dalam menghadapi atau menanggapi
risiko dan perbedaan dalam hal hak pengambilan suatu keputusan.
Menurut Jensen dan Meckling, (1976) cara untuk mengatasi atau
mengurangi masalah keagenan ini akan menimbulkan biaya keagenan, yakni yang
terdiri dari:
1. Monitoring Cost, yaitu biaya yang timbul dan ditanggung oleh pihak
prinsipal untuk memantau perilaku agen dalam perusahaan. Biaya ini
dikeluarkan untuk mengurangi tidakan agen yang akan merugikan
kepentingan prinsipal. Contoh: biaya audit dan biaya untuk menetapkan
rencana kompensasi manajer, pembatasan anggaran, dan aturan-aturan
operasi.
2. Bonding Cost, yaitu biaya yang ditanggung oleh agen dengan beban
prinsipal (laba menurun) untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme
yang menjamin bahwa agen akan bertindak untuk kepentingan prinsipal.
Contoh: biaya yang dikeluarkan oleh manajer untuk menyediakan
laporan keuangan pada pemegang saham.
3. Residual loss, yaitu timbul dari kenyataan bahwa tindakan agen tidak
selalu berbeda dengan tindakan yang memaksimumkan kepentingan
prinsipal. Contoh: agen tidak memberhentikan rekan kerjanya yang
melakukan pekerjaan buruk.
2.1.3 Asimetri Informasi
Pemisahan kekuasaan antara pemegang saham (principal) dengan pihak
manajemen (agent) akan menimbulkan suatu konflik. Manajer sebagai pengelola
perusahaan lebih banyak mengetahui informasi-informasi yang ada dalam
perusahaan serta prospeknya di masa depan dibandingkan dengan pemegang
saham. Manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan
kepada pemegang saham tentang laporan keuangan. Laporan keuangan bertujuan
untuk memberikan informasi ke berbagai pihak termasuk pihak manajemen
sebagai pihak internal pada perusahaan namun yang lebih banyak menggunakan
adalah pihak eksternal untuk mengetahui keadaan ekonomi perusahaan. Hal
tersebut yang dapat mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi yang
dimiliki oleh principal dan agent disebut dengan asimetri informasi. Dengan
adanya asimetri informasi antara agent (manajer) dengan principal (pemilik)
memberikan kesempatan bagi manajer untuk melakukan tindakan earnings
management yang bertujuan untuk menyesatkan pemegang saham (pemilik)
mengenai
kondisi
ekonomi
perusahaan.
Adanya
asimetri
informasi
memungkinkan adanya konflik yang terjadi antara pihak pemilik (principal) dan
manajer (agent) untuk saling mencoba memanfaatkan pihak lain untuk
kepentingan sendiri. Informasi akuntansi yang berkualitas merupakan hal yang
penting untuk menurunkan tingkat dari asimetri informasi, hal ini terjadi karena
ada asimetri informasi yang menyebabkan stakeholders sebagai pihak eksternal
tidak dapat mengamati dan mengawasi seluruh kinerja dan prospek perusahaan
sepenuhnya. Sehingga keberadaan asimetri informasi dipercaya sebagai penyebab
dari timbulnya praktik earnings management. Fleksibilitas manajemen untuk
mengatur laba dapat dikurangi dengan menyediakan informasi akuntansi yang
lebih berkualitas bagi pengguna eksternal.
Menurut Scott, (2003) ada dua tipe asimetri informasi yakni: (1) Adverse
selection, hal ini terjadi karena adanya asumsi-asumsi bahwa individu bertindak
memaksimalkan dirinya sendiri yakni karena para agent mengetahui lebih banyak
tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan principal. Hal ini jelas
dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pihak principal karena
informasi yang diberikan oleh pihak agent tidak sesuai dengan yang sebenarnya.
Laporan dan pelaporan keuangan yang sesuai dengan standar dan ketentuan
akuntansi yang berlaku merupakan salah satu mekanisme untuk mencegah adanya
penyimpangan terhadap informasi ini. (2) Moral hazard, hal ini terjadi karena
kegiatan pihak agent tidak seluruhnya diketahui oleh principal maupun pemberi
pinjaman sehingga pihak agent dapat melakukan tindakan diluar pengetahuan
principal yang melanggar kontrak. Penyebabnya juga terjadi karena pemisahan
kepemilikan dan pengendalian dalam perusahaan sehingga terdapat cara yang
tepat bagi principal untuk mengukur kinerja dari agent dengan cara menggunakan
laporan laba rugi. Pengukuran menggunakan laporan laba rugi dapat mengontrol
moral hazard diantara manajer, ada dua cara yakni: laporan laba rugi dapat
dijadikan motivasi bagi pihak agent sehubungan dengan kompensasi yang akan
diberikan setelahnya, selain itu laporan laba rugi dapat menginformasikan kinerja
dari pihak agent sehingga pihak agent yang melalaikan tugasnya akan terdeteksi
dari penurunan laba, reputasi, dan nilai pasar.
2.1.4 Leverage
Leverage merupakan perbandingan antara total hutang dengan total aktiva
pada suatu perusahaan. Leverage merupakan sumber dana eksternal karena
leverage mewakili hutang yang ada dalam suatu perusahaan. Perusahaan yang
memiliki kriteria baik memiliki komposisi modal yang lebih besar dari hutang, hal
ini ada keterkaitan dengan keberadaan dan tidaknya suatu persetujuan hutang.
Leverage indikator penting untuk melakukan earnings management pada
perusahaan jika mengalami default yang terancam tidak dapat melunasi
kewajibannya pada jatuh tempo yang telah ditetapkan. Dengan demikian tingkat
dari suatu leverage perusahaan berpengaruh besar dalam earnings manangement.
Semakin besar rasio leverage pada perusahaan maka semakin tinggi pula
nilai hutang suatu perusahaan sehingga semakin besar pula investasi yang didanai
dari pinjaman. Konsekuensi yang dapat terjadi adalah membesarnya beban bunga
yang harus dibayar kepada kreditur. Sebaliknya jika suatu perusahaan tidak
memiliki leverage berarti perusahaan tersebut hanya menggunakan modal sendiri
untuk membiayai investasinya seperti pembelian aktiva. Perusahaan yang
mempunyai rasio leverage yang tinggi, proporsi hutangnya lebih tinggi
dibandingkan dengan proporsi aktivanya sehingga cenderung melakukan
manipulasi dalam bentuk manajemen laba dengan tujuan untuk menghindari
pelanggaran perjanjian hutang.
Perusahaan yang memiliki rasio leverage tinggi mengakibatkan besarnya
jumlah hutang dibandingkan dengan aktiva yang dimiliki perusahaan sehingga
melakukan earnings management karena perusahaan terancam default atau
bangkrut yaitu tidak dapat memenuhi kewajibannya membayar hutang pada
waktunya. Perusahaan akan menghindari permasalahan tersebut dengan membuat
kebijaksanaan yang dapat meningkatkan pendapatan atau laba. Penelitian
sebelumnya mengenai pengaruh leverage terhadap manajemen laba telah
dilakukan oleh Guna dan Herawati, (2010) menyimpulkan bahwa leverage
berbanding lurus dengan risiko yang dihadapi investor sehingga investor akan
meminta laba yang semakin besar.
2.1.5 Struktur Kepemilikan
Struktur kepemilikan dapat menjadi mekanisme internal pendisiplinan dari
pihak manajemen, mekanisme yang dapat digunakan untuk meningkatkan
efektifitas monitoring karena dengan kepemilikan yang besar menjadikan
pemegang saham memiliki akses informasi yang cukup signifikan untuk
mengimbangi keuntungan informasi yang dimiliki manajemen. Mekanisme ini
dapat juga digunakan untuk mengurangi insentif pihak manajemen melakukan
earnings management. Struktur kepemilikian memiliki peranan yang penting
dalam usaha melakukan earnings management. Struktur kepemilikan saham
mencerminkan distribusi kekuasaan dan pengaruh diantara pemegang saham atas
kegiatan operasional perusahaan.
2.1.5.1 Struktur Kepemilikan Institusional
Struktur kepemilikan institusional merupakan saham dari suatu perusahaan
yang dimiliki oleh lembaga institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, bank,
dana pensiun Siregar dan Utama, (2005) (dalam Guna dan Herawaty, 2010:5368). Adanya kepemilikan institusional dapat meningkatkan pengawasan terhadap
kinerja pihak manajemen sehingga pihak institusional akan mendorong pihak
manajemen untuk melakukan tugasnya dengan baik. Menurut Tarjo, (2008)
kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan yang
dimiliki institusi atau lembaga seperti perusahaaan asuransi, bank, perusahaan
investasi, dan kepemilikan institusi lain. Melalui mekanisme kepemilikan
institusional, efektifitas pengelolaan sumber daya perusahaan oleh manajemen
dapat diketahui dari informasi yang dihasilkan melalui reaksi pasar atas
pengumuman laba (Boediono, 2005). Karena itu kepemilikan institusional dapat
menekan kecenderungan manajemen sehingga memberikan kualitas laba yang
dilaporkan dalam laporan keuangan. Kepemilikan institusional memiliki peranan
yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara
manajer dan pemegang saham (Jasen dan Meckling, 1976). Investor institusional
sering disebut sebagai investor yang canggih (sophisticated) dan seharusnya dapat
menggunakan informasi periode sekarang untuk memprediksi laba masa depan
jika dibandingkan dengan investor non-institusional. Kepemilikan institusional
dianggap memiliki arti penting dalam monitoring yang efektif bagi manajemen
karena dengan adanya kepemilikan institusional akan mendorong peningkatan
pengawasan yang lebih optimal sehingga dapat mengambil setiap keputusan yang
diambil oleh manajer. Dapat juga membatasi fleksibilitas manajer dalam memilih
metode akuntansi untuk merakyasa laba perusahaan demi kepentingan pribadi
mereka, hal tersebut menurunkan motif manajemen untuk melakukan earnings
management.
Menurut penelitian Lee et al. (1992) (dalam Rachmawati dan Triatmoko,
2007) ada dua pandangan yang menyebutkan dua perbedaan tentang institusional
merupakan pemilik sementara sehingga hanya terfokus pada laba sekarang. Hal
ini mengakibatkan investor institusional lebih responsive terhadap laba jika
dipandang tidak menguntungkan investor institusional biasanya akan melikuidasi
sahamnya. Hasil dari penelitian menyatakan bahwa investor ini biasanya memiliki
saham dengan jumlah yang besar dalam pandangan tersebut manajemen dituntut
untuk menghasilkan laporan yang menguntungkan investor agar mereka tidak
menarik saham sehingga motif untuk melakukan earnings management akan juga
sangat besar. Machfoedz dan Midiastuty, (2003) (dalam Guna dan Herawty,
2010:53-68) melakukan penelitian yang menyangkut kepemilikan institusional
menyatakan bahwa kepemilikan dapat mengontrol dan meminimalkan terjadinya
earnings management. Sedangkan peneliti Siregar dan Utama, (2005) (dalam
Guna dan Herawaty, 2010:53-68) menghasilkan penelitian kepemilikan
institusional memiliki pengaruh yang negatif yang tidak signifikan terhadap
manajemen
laba.
Sedangkan
penelitian
Herawaty,
(2008)
kepemilikan
institusional justru secara signifikan memperkuat manajemen laba sehingga
semakin besar kepemilikan institusional semakin mendorong manajemen untuk
melakukan earnings management.
2.1.5.2 Struktur Kepemilikan Manajerial
Struktur kepemilikan manajerial merupakan suatu bentuk kepemilikan
dimana manajer sebagai pihak yang menjalankan perusahaan diberikan hak untuk
memiliki saham perusahaan yang beredar dipasar modal. Dengan kata lain pihak
manajemen dapat aktif dalam mengambil keputusan tentang perusahaan. Menurut
Sujoko dan Soebiantoro, (2007) kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan
saham oleh manajemen perusahaan yang diukur dengan presentase jumlah saham
yang dimiliki oleh manajemen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa manajer yang
memiliki kepemilikan saham di perusahaan akan cenderung bertindak sesuai
dengan kepentingan pemegang saham karena terdapat kesamaan kepentingan
antar keduanya. Siallagan dan Machfoedzs, (2006) menyatakan semakin besar
kepemilikan manajemen akan cenderung untuk berusaha meningkatkan kinerjanya
untuk kepentingan pemegang saham dan untuk kepentingan dirinya sendiri.
Kepemilikan manajerial digunakan untuk memberikan kenyamanan
pandangan antar pihak manajemen dengan para pemegang saham. Pihak
manajemen akan berusaha untuk memaksimalkan kemakmuran para pemegang
saham. Menurut Jensen dan Meckling, (1976) karena adanya hak untuk ikut
mengambil
keputusan
tentang
perusahaan,
pihak
manajemen
dapat
mempergunakan kekuatan votingnya untuk melakukan ekspropriasi terhadap
perusahaan. Kepemilikan manajerial dapat
mengurangi dorongan untuk
melakukan tindakan manipulasi sehingga laba yang dilaporkan merefleksikan
keadaan ekonomi dari perusahaan yang bersangkutan yang sebenarnya (Jensen,
1993). Menurut penelitian Warfield et al. (1995) yang menguji pengaruh
pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan terhadap keakuratan laba
melalui pemilihan metode akuntansi oleh manajer menemukan bahwa semakin
tinggi presentase kepemilikan manajerial yang ada dalam perusahaan maka
semakin kecil pula kemungkinan untuk melakukan manipulasi terhadap laporan
keuangan.
Dalam penelitian Boediono, (2005) menemukan bahwa kepemilikan
manajerial berpengaruh secara positif terhadap manajemen laba. Hal tersebut
bertentangan dengan penelitian Midiastuty dan Machfoedz, (2003) (dalam Guna
dan
Herawaty,
2010:53-68)
yang
mengatakan
kepemilikan
manajerial
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Sejalan dengan pernyataan
tersebut penelitian Warfield et al. (1995) menemukan bahwa struktur kepemilikan
juga memiliki nilai negatif terhadap manajemen laba.
2.1.6 Kualitas Audit
Audit berfungsi sebagai salah satu alat yang dapat digunakan untuk
mengurangi ketidakpastian didalam penyajian informasi keuangan. Menurut
Simamora (2002:4) audit sebagai proses sistematik pencarian dan pengevaluasian
secara obyektif bukti mengenai asersi tentang peristiwa dan tindakan ekonomik
untuk meyakinkan kadar kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang
ditetapkan,
dan
mengkomunikasikan
hasilnya
kepada
pemakai
yang
berkepentingan. Menurut Mayangsari, (2003) (dalam Guna dan Herawaty,
2010:53-68) audit juga merupakan satu proses yang digunakan untuk mengurangi
terjadinya ketidakselarasan antara prisipal dan agen dengan cara menggunakan
pihak luar untuk memberikan pengesahan terhadap laporan keuangan. Sehingga
hasil audit yang berkualitas akan dapat membantu pihak eksternal dalam
mendeteksi terjadinya praktik earnings management. Peran dari pihak eksternal
yakni memberikan penilaian secara independen dan profesional atas keandalan
dan kewajaran penyajian laporan keuangan perusahaan. Auditor eksternal dapat
menjadi mekanisme pengendalian terhadap manajemen agar manajemen
menyajikan infornasi keuangan secara andal dan terbebas dari praktik kecurangan
akuntansi. Peran ini dapat dapat dicapai jika auditor eksternal memberikan jasa
audit yang berkualitas. Pendapat yang dikeluarkan oleh auditor eksternal
mengenai laporan keuangan membuat laporan tersebut menjadi lebih kredibel
bagi pemakai-pemakai seperti pemodal, bankir, kreditor, badan pemerintah, dan
masyarakat umum lainnya (Simamora, 2002:15).
Salah satu cara untuk memonitoring praktik manajemen laba adalah dengan
melakukan audit atas laporan keuangan. Audit laporan keuangan menentukan
apakah laporan keuangan sebagai keseluruhan yakni informasi kuantitatif yang
akan diperiksa dan dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu yang telah
ditetapkan, kriteria yang digunakan adalah prinsip akuntansi berlaku umum.
Laporan keuangan yang diperiksa biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, dan
laporan arus kas serta termasuk catatan atas laporan keuangan (Sunarto, 2003:17).
Audit yang berkualitas dipengaruhi oleh auditor yang berkualitas pula. Auditor
yang berkualitas seharusnya mampu bersikap independen dalam penyampaian
hasil audit yang berupa opini. Karena opini yang diberikan oleh auditor atas hasil
audit yang dilakukan tersebut sangat berguna bagi para pemakai laporan keuangan
didalam pengambilan keputusan. Independen berarti bahwa auditor harus tidak
memihak dan tidak bias terhadap informasi keuangan yang diauditnya maupun
terhadap penyusun dan pemakai laporan keuangan. Pendapat yang dinyatakan
oleh auditor independen mengenai kewajaran laporan keuangan perusahaan akan
dipertanyakan jika auditor tidak sungguh-sungguh bersikap independen
(Simamora, 2002:29). Tujuan dari audit laporan keuangan adalah untuk
memberikan kepastian mengenai integritas dari laporan keuangan yang disajikan
oleh pihak manajemen. Menurut Simamora, (2002:33) produk akhir dari audit
sebuah entitas bisnis adalah laporan yang menyatakan pendapat auditor terhadap
laporan keuangan klien. Dalam menerbitkan laporan auditor wajib memenuhi
empat standar pelaporan dari standar auditing yang telah ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) yakni:
1.
Laporan auditor wajar tanpa pengecualian
Laporan auditor yang paling lazim diterbitkan oleh auditor yang biasanya
disebut pula laporan auditor standar, laporan tersebut berisi pendapat wajar
tanpa pengecualian yang menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan
secara wajar dalam semua hal yang material mengenai posisi keuangan,
hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas entitas menurut prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Apabila setelah dilakukan
pengumpulan bukti, auditor merasa puas dengan laporan keuangan yang
disajikan secara wajar menurut prinsip akuntansi yang berlaku umum
maka auditor lantas menerbitkan pendapat wajar tanpa pengecualian yakni
laporan yang tidak mengandung frasa “dengan pengecualian”.
2.
Laporan auditor wajar dengan pengecualian
Pendapat wajar dengan pengecualian muncul akibat (1) auditor tidak
mampu mengumpukan bukti yang cukup sebagai dasar bagi pendapatnya,
(2) kegagalan entitas untuk mengikuti prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia dalam penyusunan laporan keuangan. Seorang auditor
mungkin tidak mampu menghimpun bukti yang yang mencakupi dua hal
tersebut yakni tidak tersedia bukti dan klien membatasi lingkup audit.
Laporan auditor wajar dengan pengecualian melaporkan bahwa laporan
keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi
keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum, kecuali untuk beberapa unsur
material yang berhubungan dengan pengecualian sehingga pendapat wajar
dengan pengecualian dikategorikan demikian karena kalimat pendapatnya
memuat frasa persyaratan “kecuali untuk”.
3.
Laporan auditor tidak wajar
Laporan auditor dengan pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan
keuangan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum. Pendapat tidak wajar dipakai jikalau auditor
meyakini bahwa entitas menerapkan prinsip akuntansi yang tidak tepat
atau pengungkapan dalam penjelasan laporan keuangan tidak memadai
atau menyesatkan dan pengaruhnya terhadap laporan keuangan sangatlah
luas sehingga secara keseluruhan menyesatkan. Disclaimer opinion
didasarkan atas ketiadaan pengetahuan auditor sedangkan adverse opinion
dilandasi pengetahuan auditor, pendapat tidak wajar jarang dikeluarkan
karena entitas biasanya berusaha keras untuk menyajikan laporan
keuangannya secara wajar.
4.
Pernyataan tidak memberikan pendapat
Pernyataan tidak memberikan pendapat bermakna bahwa auditor tidak
dapat memberikan pendapat terhadap laporan keuangan entitas dengan
kata lain auditor tidak memiliki landasan yang memadai bagi suatu
pendapat dan tidak mengetahui apakah laporan keuangan entitas disajikan
secara wajar atau tidak. Pernyataan seperti ini dikeluarkan bila terdapat
satu atau beberapa situasi seperti: (1) auditor tidak independen, (2) ada
ketidakpastian yang pemecahannya dapat memiliki imbas material dan
meluas
terhadap
laporan
keuangan,
(3)
auditor
tidak
mampu
mengumpulkan bukti yang memadai untuk merumuskan suatu pendapat
terhadap laporan keuangan baik dikarenakan batasan yang dikarenakan
oleh klien maupun karena keadaan yang berada diluar kendali klien atau
auditor.
Kepastian mengenai relevansi dan keandalan dari laporan keuangan
perusahaan sangat diperlukan untuk membantu pihak eksternal dalam mengambil
suatu keputusan bisnis (Mayangsari, 2003) (dalam Guna dan Herawaty, 2010:5368). Auditor yang bekerja pada KAP Big Four dianggap lebih berkualitas karena
auditor tersebut dibekali oleh serangkaian pelatihan dan prosedur serta memiliki
program audit yang dianggap lebih akurat dan efektif dibandingkan dengan
auditor dari KAP non Big Four. Menurut Simamora, (2002:23) lima kantor
akuntan publik terbesar karena jasa profesional yakni auditing yang jasanya paling
signifikan yakni: (1) Arthur Andersen & Co LLP di Indonesia berafiliasi dengan
KAP Prasetio Utomo dan rekan, (2) Price Waterhouse Coopers LLP yang
merupakan penggabungan dari Coopers & Lybrand LLP dan Price Waterhouse
LLP di Indonesia berafiliasi dengan KAP Hadi Sutanto dan rekan, (3) Deloitte &
Touche LLP yang merupakan penggabungan Deloitte, Haskins & Sells LLP
dengan Touche Ross LLP di Indonesia berafiliasi dengan KAP Hans, Tuankota,
Mustofa, (4) Ernest & Young LLP yang merupakan penggabungan Ernst &
Whinney LLP dengan Arthur Young & Co LLP di Indonesia berafiliasi dengan
KAP Hanadi, Sarwoko, dan Sanjaya, (5) KPMG Peat Marwick LLP di Indonesia
berafiliasi dengan KAP Sidharta, Sidharta & Harsono. Namun setelah terdapat
skandal yang melibatkan perusahaan yang terkenal yaitu Enron dan Arthur
Andersen kualitas audit diragukan kinerjanya karena kredibilitas laporan
keuangan yang menyesatkan karena sikap auditor yang tidak memiliki
independen. Sekarang menjadi Big Four yang dahulu Big Fiveyakni: (1) Deloitte
& Touche Tohmatsu yang di Indonesia berafiliasi KAP Osman Bing Satrio &
Eny, (2) PwC yang di Indonesia berafiliasi KAP Tanudiredja, Wibisana dan
rekan, (3) Ernst & Young yang di Indonesia berafiliasi KAP Purwantono,
Suherman, & Surja, (4) KPMG yang di Indonesia berafiliasi KAP Sidharta dan
Widjaja.
2.1.7 Earnings Management
Earnings management merupakan suatu tindakan campur tangan dari pihak
manajemen dalam penyusunan dan pelaporan keuangan untuk mencapai tingkat
laba tertentu. Pada umumnya tujuan pihak manajemen melakukan earnings
management
untuk
memaksimalkan
kesejahteraan
pihak
manajemen,
memanipulasi besaran laba yang dilaporkan kepada para pemegang saham dan
mempengaruhi hasil perjanjian yang bergantung pada angka-angka akuntansi
yang dilaporkan, pihak-pihak yang berkepentingan serta nilai pasar. Pemahaman
dari earnings management sangat penting bagi akuntan karena dapat
memungkinkan pemahaman yang baik untuk pelaporan kepada investor. Earnings
management terjadi sebagai bagian dari dampak persoalan keagenan yaitu adanya
ketidakseimbangan kepentingan antara pemilik dan manajemen. Penyebabnya
karena pihak pemilik dan manajemen ingin memiliki tingkat keuntungan tertentu
sehingga pihak manajemen selaku yang mengelola perusahaan melakukan praktik
earnings management tujuan pihak manajemen melakukan untuk mencapai
kemakmuran dirinya sendiri. Para pemilik sebagian tidak mengetahui sepenuhnya
yang ada pada perusahaan karena hanya menanam modal dan tujuannya hanya
ingin memperoleh keuntungan atau laba. Pihak manajemen melakukan praktik
earnings management dengan cara memanipulasi laporan keuangan dengan
mempermainkan nilai keuntungan atau laba dalam perusahaan sehingga ini
menyebabkan para pemilik mengalami kerugian atau dapat terancam default atau
bangkrut karena tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam membayar hutang.
Menurut Scott (2000:351) manajemen laba adalah tindakan manajer untuk
melaporkan laba yang dapat memaksimalkan kepentingan pribadi atau perusahaan
dengan menggunakan kebijakan metode akuntansi.
Earnings management dapat juga diartikan sebagai suatu tindakan
manajemen yang mempengaruhi laba yang dilaporkan dan memberikan manfaat
ekonomi yang keliru kepada perusahaan sehingga dalam jangka panjang hal
tersebut akan sangat mengganggu bahkan membahayakan perusahaan. Earnings
management sebagai pilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan manajer untuk
tujuan spesifik (Scott, 2003). Seorang manajer mempunyai perilaku opportunistic
dalam mengelola suatu perusahaan yakni seorang manajer memiliki kebebasan
untuk memilih dan menggunakan suatu alternatif yang tersedia untuk menyusun
laporan keuangan agar laba yang dihasilkan dapat sesuai dengan yang diinginkan
walaupun laba yang dihasilkan tersebut tidak mencerminkan keadaan perusahaan
yang sebenarnya dan dapat berakibat kurang baik bagi investor atau pemegang
saham akibatnya kemungkinan untuk membuat suatu keputusan yang salah
dengan laporan keuangan yang telah dimanipulasi. Menurut Fischer dan
Rosenzweig, (1995) (dalam Herawati, 2008) memandang earnings management
sebagai serangkaian langkah yang dilakukan manajer untuk meningkatkan atau
menurunkan jumlah laba yang dilaporkan dalam tahun berjalan yang merupakan
tanggung jawabnya tanpa menyebabkan penurunan atau peningkatan keuntungan
yang dicapai suatu badan usaha dalam waktu jangka panjang. Pandangan seperti
ini tidak terbatas pada perilaku manajer saja tetapi lebih luas yaitu mencakup
seluruh tindakan yang dilakukan manajemen dalam mengelola laba yang meliputi
pemilihan kebijakan akuntansi serta keputusan operasi perusahaan. Hal ini dapat
memotivasi seorang manajer untuk melakukan praktik earnings management
dengan cara merekayasa hasil laba selama beberapa periode yang sama sekali
tidak mencerminkan kondisi ekonomi perusahaan. Alasan manajer melakukan
tersebut karena ingin memperlihatkan kinerjanya yang baik sehingga kesempatan
untuk mendapatkan bonus pada perusahaan sangat besar. Menurut Scott (2000:
352) earnings management dapat dipandang dua prospektif, antara lain:
1. Menurut contracting perspective, earnings management dapat digunakan
sebagai jalan untuk melindungi perusahaan dari kejadian yang tidak terduga
sebagai konsekuensi atas kontrak yang tidak lengkap.
2. Menurut financial reporting perspective, dengan earnings management
manajer memiliki kemungkinan untuk mempengaruhi nilai pasar dari saham
perusahaan.
2.1.7.1 Motivasi Earnings Management
Motivasi seorang manajer untuk melakukan earnings management
menurut Scott (2003:334) dalam “Financial Accounting Theory” adalah :
1. Rencana Bonus
Laba sering dijadikan indikator penilaian kinerja perusahaan dengan cara
menetapkan tingkat laba yang harus dicapai agar dapat mendapatkan
bonus yang akan diterima seorang manajer yang bekerja di perusahaan
dengan memiliki rencana bonus. Sehingga manajer termotivasi untuk
berbuat kecurangan dengan memaksimalkan laba pada perusahaan agar
dapat memperoleh bonus dalam kinerjanya.
2. Motivasi Politik
Perusahaan-perusahaan yang rentan terhadap isu politik merupakan
perusahaan-perusahaaan
yang
besar
karena
seluruh
aktivitasnya
menyangkut banyak orang cenderung untuk melakukan penurunan laba
guna memperoleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah.
3. Pergantian CEO
CEO yang habis dari masa penugasannya cenderung akan melakukan
strategi memaksimalkan laba untuk meningkatkan bonusnya yang akan
diterima. Demikian juga CEO yang masih pada masa penugasannya dan
kinerjanya kurang baik cenderung memaksimalkan laba untuk mencegah
pemecatan dari penugasannya.
4. Penawaran saham perdana
Perusahaan yang go public informasi keuangan yang ada pada pasar bursa
merupakan sumber informasi yang penting. Karena itu pihak manajemen
berusaha melakukan earnings management untuk meningkatkan harga
saham pada pasar bursa guna mendapatkan keuntungan yang maksimal.
2.1.7.2 Pola Earnings Management
Menurut Scott (2003:345) ada empat pola yang dilakukan pihak
manajemen untuk melakukan earnings management sebagai berikut:
1. Taking a bath, pola ini dilakukan bila terjadi keadaan buruk yang tidak
menguntungkan
dan
tidak
dapat
dihindari
seperti
pergantian
manajemen dengan mengakui terdapat kegagalan sebagai kesalahan
manajemen lama sehingga manajemen baru memperoleh peluang
untuk
memperoleh
laba
dengan
cara
manajemen
melakukan
pembersihan diri dengan cara membebankan perkiraan biaya di masa
yang akan datang dan kerugian periode berjalan.
2. Income minimization, pola ini dilakukan saat perusahaan memperoleh
profitabilitas yang tinggi dengan bertujuan agar tidak mendapat
perhatian pihak-pihak lain yang berkepentingan (aspek political cost)
yakni pemerintah. Kebijakan yang dapat diambil berupa pembebanan
beban secara cepat atau menunda pengakuan pendapatan.
3. Income maximization, pola ini dilakukan dengan memaksimalkan laba
agar memperoleh bonus yang lebih besar. Menurut teori akuntansi
positif (Positive Accounting Theory) para manajer terlibat dalam
maksimalisasi laba bersih yang dilaporkan untuk bertujuan mendapat
bonus. Hal ini dilakukan pada saat perusahaan mengalami penurunan
laba sehingga menyebabkan manajer melakukan tindakan praktik
earnings management.
4. Income smoothing, pola ini dilakukan dengan cara menaikkan atau
menurunkan laba untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan
sehingga perusahaan terlihat stabil dan tidak berisiko tinggi.
Perusahaan mungkin akan melakukan earnings management bersihnya
untuk pelaporan eksternal dengan tujuan menginformasikan ke pasar
dalam meramalkan pertumbuhan laba jangka panjang perusahaan. Pola
ini sering dilakukan oleh manajer dan paling popular dalam bentuk
earnings management.
2.1.7.3 Sasaran Earnings Management
Menurut penelitian Ayres (1994) terdapat unsur-unsur laporan keuangan
yang dapat dijadikan sebagai sasaran untuk dilakukan tindakan earnings
management yakni: (1) Kebijakan Akuntansi: keputusan seorang manajer untuk
dapat menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang wajib diterapkan oleh suatu
perusahaan yaitu antara menerapkan akuntansi lebih awal dari waktu yang
ditetapkan atau menundanya sampai saat berlakunya kebijakan tersebut, (2)
Pendapatan: dengan mempercepat atau menunda pengakuan akan pendapatan, (3)
Biaya: menganggap sebagai ongkos atau beban biaya atau menganggap sebagai
suatu tambahan investasi atas suatu biaya (amortizeor capitalizeof investment).
2.1.8 Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian yang dilakukan Warfield et al. (1995) menemukan adanya
hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dan discretionary accrual
sebagai ukuran dari manajemen laba, hal yang sama juga diperoleh dari Jensen
dan Meckling, (1976). Sejalan dengan itu Nuryaman, (2010) menemukan
kepemilikan manajemen dan kepemilikan institusional berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba. Berbeda dengan peneliti Midiastuty dan Machfoedz,
(2003) (dalam Guna dan Herawty, 2010:53-68) yang menemukan adanya
hubungan yang signifikan antara kepemilikan institusional, kepemilikan
manajerial terhadap manajemen laba yang diukur dengan discretionary accrual.
Peneliti Machfoedzs, (1998) (dalam Siallagan, 2006:1-23) menemukan leverage
berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Sejalan dengan Guna
dan Herawaty, (2010) menemukan adanya pengaruh yang signifikan antara
leverage, kualitas auditor terhadap manajemen laba sedangkan kepemilikan
institusional dan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen
laba. Penelitian Azlina (2010) menunjukkan bahwa leverage tidak berpengaruh
signifikan terhadap manajemen laba.
2.2 Rerangka Pemikiran
LEVERAGE
(X1)
KEPEMILIKAN
INSTITUSIONAL
EARNINGS
MANAGEMENT
(X2)
(Y)
KEPEMILIKAN
MANAJERIAL
(X3)
KUALITAS AUDIT
(X4)
Gambar 2.2
Rerangka Hubungan Antara Leverage, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan
Manajerial, dan Kualitas Audit Terhadap Earnings Management
2.3 Perumusan Hipotesis
2.3.1 Pengaruh Leverage terhadap Earnings Management
Leverage merupakan perbandingan antara total hutang dengan total aktiva
yang dimiliki perusahaan. Semakin besar tingkat leverage maka perusahaan
mungkin tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran hutang pada waktu jatuh
tempo yang dapat mengakibatkan perusahaan terancam default atau bangkrut.
Leverage indikator penting untuk melakukan earnings management pada
perusahaan jika mengalami default yang terancam tidak dapat melunasi
kewajibannya pada jatuh tempo yang telah ditetapkan. Dengan demikian tingkat
dari suatu leverage perusahaan berpengaruh besar dalam earnings manangement.
Leverage merupakan sumber dana eksternal karena leverage mewakili hutang
yang ada dalam suatu perusahaan. Perusahaan yang memiliki kriteria baik
memiliki komposisi modal yang lebih besar dari hutang, hal ini ada keterkaitan
dengan keberadaan dan tidaknya suatu persetujuan hutang. Rasio leverage
menunjukkan besarnya aktiva yang dimiliki perusahaan yang dibiayai dengan
hutang. Semakin tinggi nilai dari leverage maka risiko yang dihadapi investor
akan semakin tinggi pula dan para investor akan meminta keuntungan yang
semakin besar pula. Semakin besar rasio leverage pada perusahaan maka semakin
tinggi pula nilai hutang suatu perusahaan sehingga semakin besar pula investasi
yang didanai dari pinjaman. Konsekuensi yang dapat terjadi adalah membesarnya
beban bunga yang harus dibayar kepada kreditur. Sebaliknya jika suatu
perusahaan tidak memiliki leverage berarti perusahaan tersebut hanya
menggunakan modal sendiri untuk membiayai investasinya seperti pembelian
aktiva. Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi mempunyai insentive
yang lebih besar dalam mengelola pendapatan untuk menghindari perjanjian
pelanggaran atau untuk mencegah efek buruk pada peringkat utang mereka.
Sehingga semakin besar leverage maka kemungkinan manajer untuk melakukan
earnings manangement akan semakin besar. Berdasarkan dari uraian tersebut
diatas maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:
H1: Leverage berpengaruh signifikan terhadap earnings management
2.3.2 Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Earnings Management
Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan oleh
institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan
investment banking Siregar dan Utama, (2005) (dalam Guna dan Herawaty,
2010:53-68). Adanya kepemilikan institusional dapat meningkatkan pengawasan
terhadap kinerja pihak manajemen sehingga pihak institusional akan mendorong
pihak manajemen untuk melakukan tugasnya dengan baik. Kepemilikan
institusional dianggap memiliki arti penting dalam monitoring yang efektif bagi
manajemen karena dengan adanya kepemilikan institusional akan mendorong
peningkatan pengawasan yang lebih optimal sehingga dapat mengambil setiap
keputusan yang diambil oleh manajer. Dapat juga membatasi fleksibilitas manajer
dalam memilih metode akuntansi untuk merakyasa laba perusahaan demi
kepentingan pribadi mereka, hal tersebut menurunkan motif manajemen untuk
melakukan earnings management. Melalui mekanisme kepemilikan institusional,
efektifitas pengelolaan sumber daya perusahaan oleh manajemen dapat diketahui
dari informasi yang dihasilkan melalui reaksi pasar atas pengumuman laba
(Boediono, 2005). Karena itu kepemilikan institusional dapat menekan
kecenderungan manajemen sehingga memberikan kualitas laba yang dilaporkan
dalam laporan keuangan. Struktur kepemilikan institusional dipercaya dapat
mengurangi tingkat manajemen laba karena investor institusional merupakan
investor sophisticated atau pintar yang dapat memprediksi laba dimasa yang akan
datang. Berdasarkan dari uraian tersebut diatas maka hipotesis yang diajukan
sebagai berikut:
H2: Kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap earnings
management
2.3.3 Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Earnings Management
Kepemilikan manajerial merupakan saham yang dimiliki oleh manajemen
secara pribadi maupun saham yang dimiliki oleh anak cabang perusahaan
bersangkutan beserta afiliasinya Susiana dan Herawaty, (2005) (dalam Guna dan
Herawaty, 2010:53-68). Struktur kepemilikan manajerial merupakan suatu bentuk
kepemilikan dimana manajer sebagai pihak yang menjalankan perusahaan
diberikan hak untuk memiliki saham perusahaan yang beredar dipasar modal
sehingga pihak manajemen dapat aktif dalam mengambil keputusan tentang
perusahaan. Kepemilikan manajerial digunakan untuk memberikan kenyamanan
pandangan antar pihak manajemen dengan para pemegang saham. Pihak
manajemen akan berusaha untuk memaksimalkan kemakmuran para pemegang
saham. Menurut Jensen dan Meckling, (1976) karena adanya hak untuk ikut
mengambil
keputusan
tentang
perusahaan,
pihak
manajemen
dapat
mempergunakan kekuatan votingnya untuk melakukan ekspropriasi terhadap
perusahaan. Kepemilikan manajerial dapat
mengurangi dorongan untuk
melakukan tindakan manipulasi sehingga laba yang dilaporkan merefleksikan
keadaan ekonomi dari perusahaan yang bersangkutan yang sebenarnya (Jensen,
1993). Menurut Sujoko dan Soebiantoro, (2007) kepemilikan manajerial
merupakan kepemilikan saham oleh manajemen perusahaan yang diukur dengan
presentase jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen. Dapat disimpulkan
bahwa seorang manajer yang memiliki kepemilikan saham di perusahaan akan
cenderung bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham karena terdapat
kesamaan kepentingan antar keduanya. Berdasarkan dari uraian tersebut diatas
maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:
H3:
Kepemilikan
manajerial
berpengaruh
signifikan
terhadap
earnings
management
2.3.4 Pengaruh Kualitas Audit terhadap Earnings Management
Salah satu cara untuk memonitoring praktik manajemen laba adalah dengan
melakukan audit atas laporan keuangan. Audit yang berkualitas dipengaruhi oleh
auditor yang berkualitas pula. Auditor yang berkualitas seharusnya mampu
bersikap independen dalam penyampaian hasil audit yang berupa opini. Karena
opini yang diberikan oleh auditor atas hasil audit yang dilakukan tersebut sangat
berguna bagi para pemakai laporan keuangan didalam pengambilan keputusan.
Tujuan dari audit laporan keuangan adalah untuk memberikan kepastian mengenai
integritas dari laporan keuangan yang disajikan oleh pihak manajemen. Kepastian
mengenai relevansi dan keandalan dari laporan keuangan perusahaan sangat
diperlukan untuk membantu pihak eksternal dalam mengambil suatu keputusan
bisnis Mayangsari, (2003) (dalam Guna dan Herawaty, 2010:53-68).
Peran dari pihak eksternal yakni memberikan penilaian secara independen
dan profesional atas keandalan dan kewajaran penyajian laporan keuangan
perusahaan. Auditor eksternal dapat menjadi mekanisme pengendalian terhadap
manajemen agar manajemen menyajikan infornasi keuangan secara andal dan
terbebas dari praktik kecurangan akuntansi. Peran ini dapat dapat dicapai jika
auditor eksternal memberikan jasa audit yang berkualitas. Berdasarkan dari uraian
tersebut diatas maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:
H4: Kualitas audit berpengaruh signifikan terhadap earnings management
Download