Puji syukur Alhamdulillah kupanjatkan hanya kepada – MU Yaa ALLAH atas karunia dan anugerah serta kekuatan yang menuntunku dalam menyelesaikan tugas Karya Tulis Ilmiah ini. Terima kasih atas Syafaat Rosululloh SAW yang telah selalu membimbing hidupku. Aku persembahkan karya kecilku ini untuk orang tuaku tercinta, yang selalu berupaya membiayai perkuliahanku hingga selesai dan selalu memberikan yang terbaik untuk hidupku. Maafkan bila aku belum bisa jadi anak yang baik tapi aku akan berusaha terus untuk memberikan yang terbaik. Untuk kakak, adik dan kakak iparku yang tak lupa selalu memberikan semangad dalam mengerjakan Karya TuliS Ilmiah ini dan terima kasih banyak untuk semuanya. Khusus buat adiku sekaligus saudara kembarku Faiz, terima kasih atas pinjaman sepeda motornya yang sangat membantu sekali dalam proses penyelesaian KTI ini. Aku doakan selalu yang terbaik untukmu. Maafkan bila banyak salah baik sengaja ataupun tidak. Untuk teman dan sahabat mulai SD,SMP dan SMA terima kasih atas segala doa dan bantuanya selama ini. Tak lupa terima kasih juga buat para tetengga dan teman – teman di lingkungan rumah atas doanya. Maaf bila tidak bisa membalasnya dengan apaapa. Hanya doa yang terbaik buat kalian semua yang bisa aku lakukan. Untuk sahabat aku riris, terima kasih atas bantuanya dalam jasa membantu aku dalam proses pengetikan Karya Tulis Ilmiah ini. Terima kasih atas dorongan semangad dan saranya yang sangat berguna untuk aku ke depanya. Maaf bila selalu merepotkanmu. Untuk keluarga baru aku yang ada di Soekarno Hatta, adeg VheVhe (Ferty Endah Ikasari), yuliet n Ibu Iti terima kasih buat semuanya. Terima kasih atas tumpangan tempat tinggalnya, di saat aku lagy praktek KTI dan pulang malam. Terima kasih juga telah membuat aku menjadi nyaman berada disekeliling kalian dan terlebih terima kasih untuk ibu Iti yang menganggap ku seperti anaknya sendiri. Terima kasih juga buat adeg Vhevhe yang selalu setia n ada di saat suSaH senang, bantuin aku praktek dan selalu bersama – sama hingga sampai saat ini, dan aku harap kita akan selamnya seperti ini. Intinya terima kasih banyak buat keluarga kecilku ini dan maafkan bila aku selalu merepotkan kalian hingga sampai saat ini. Untuk The Frohlish (Ferty, Fina dan Ineke), terima kasih buat persahabatan kita mulai semester 2 hingga sampai saat ini. Selalu berjuang sama-sama saat kuliah dan saat PKL di Bangil hingga kita dijuluki F4, saat itulah adalah masa-masa perjuangan kita bersama yang indah dan tak terlupakan. Untuk SODARA KRESEG AKAFARMA 2010, terima kasih atas semangadnya, kerja samanya selama ini. Kalian memang hebat semua. Kekompakan keceriaan dan kenakalan kita semua selama di bangku perkuliahan gag akan aku lupakan meskipun terkadang kita ada selisih paham tapi kita tetap satu menjadi keluarga SOKRES. Untuk seseoarang disana, terima kasih atas doanya yang jauh disana. Dan sekarang kita menjadi teman biasa. Terima kasih sekali lagi. Untuk dosen pembimbingku bu Ratna, terima kasih banyak telah membimbing aku dengan sabar, telaten dan selalu memberikanku semangad hingga sampai saat ini. Maafkan bila saya sering bandel, teledor dan terkadang tidak disiplin, akan tetapi beliau tetap sabar menghadapiku. Terima kasih juga untuk para dosen penguji bu Kartini dan bu Misgiati yang selalu sabar dalam memberikan saran dan kritiknya untuk Karya Tulis Ilmiah Ini. Terima kasih juga untuk semua dosen pengajar, staff dan karyawan Putra Indonesia Malang atas bantuanya selama ini. Serta untuk nama – nama yang belum tertulis di atas, terima kasih juga buat semuanya. Terima kasih buat semuanya dan semoga Karya Tulis Ilmiah ini berguna buat kita semua. ABSTRAK Rahmawati, Anisa Fauziah.2013. Pemanfaatan Daun Kersen (Muntingia calabura L) Sebagai Gel Antijerawat. Karya Tulis Ilmiah. Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Pembimbing Dyah Ratna Wulan, S.Si Kata kunci : daun kersen ( Muntingia calabura L ), jerawat, mutu fisik gel. Jerawat adalah salah satu kelainan kulit yang merisaukan banyak remaja dan orang dewasa. Jerawat ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah infeksi pada luka yang diakibatkan oleh bakteri yang ada di kulit seperti Staphylococcus aureus. Untuk mengatasi masalah ini dapat digunakan bahan alam seperti daun kersen. Daun kersen mempunyai flavonoid yang berkhasiat sebagai antibakteri. Pemanfaatannya diusulkan melalui pembuatan sediaan gel dengan konsentrasi ekstrak 2,5% dan 5%. Sediaan dalam bentuk gel memiliki beberapa keuntungan, antara lain cara penggunaan yang efektif dan efisien, mudah dioleskan dan tidak meninggalkan lapisan berminyak pada permukaan kulit dibandingkan dengan cream. Untuk memperoleh gel ekstrak daun kersen yang berkhasiat sebagai antibakteri dan memenuhi syarat mutu yang baik, dan perlu dilakukan pengujian. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi mulai bulan April sampai dengan Juni 2013. Uji sediaan gel dengan zat aktif ekstrak etanol daun kersen diuji mutu fisik (organoleptis, pH,homogenitas dan viskositas), aktivitas daya hambat bakteri S.aureus dan efektifitas gel ekstrak daun kersen. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada uji mutu fisik gel, dapat disimpulkan gel ekstrak daun kersen memenuhi persyaratan mutu fisik. Viskositas gel ekstrak 2,5%; dan 5% berturut-turut sebesar 850 dan 1000 cps. Semua gel ekstrak daun kersen homogen dengan pH 6. Berdasarkan analisa data Anova dan Uji Tukey, gel ekstrak daun kersen 2,5% efektif menghambat pertumbuhan S. aureus. Peneliti menyarankan agar dilakukan formulasi lebih lanjut untuk menghilangi aroma agak menyengat dari daun kersen sebagai gel antijerawat. Serta mengenai daya bunuh gel ekstrak daun kersen, sehingga penelitian selanjutnya dapat bermanfaat. i KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Pemanfaatan Daun Kersen (Muntingia calabura L) Sebagai Gel Antijerawat. “ ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan program akhir Diploma III di Akademi Analis Farmasi dan Makanan “Putra Indonesia” Malang. Sehubungan dengan terselesaikannya penulisan Karya Tulis ilmiah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak, yaitu : 1. Hendyk Krisna Dani,S.Si selaku direktur Akademi Analis Farmasi dan Makanan “Putra Indonesia” Malang. 2. Ayu Ristamaya Yusuf, A.Md, ST selaku PD I Akademi Analis Farmasi dan Makanan “Putra Indonesia” Malang. 3. Ibu Dyah Ratna Wulan, S.Si selaku Dosen pembimbing 4. Ibu Kartini, A.Md., ST selaku Dosen penguji. 5. Ibu Misgiati, A,Md,MPd selaku Dosen penguji. 6. Bapak dan Ibu Dosen Akademi Analis Farmasi dan Makanan“Putra Indonesia” Malang serta semua staf. ii 7. Kedua orang tua, kakakku dan adiku yang telah memberi do’a serta memotivasi baik material maupun spiritual. 8. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang langsung maupun yang tidak langsung telah memberikan bimbingan, bantuan, serta arahan kepada penulis. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih mempunyai beberapa kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran akan sangat diharapkan. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat. Malang, Juli 2013 Penulis iii DAFTAR ISI Table of Contents ABSTRAK .................................................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii DAFTAR ISI ............................................................................................................... iv DAFTAR TABEL...................................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................viiii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... viiiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang................................................... Error! Bookmark not defined. 1.2 Rumusan masalah : ............................................ Error! Bookmark not defined. 1.3 Tujuan Penelitian :............................................. Error! Bookmark not defined. 1.4 Kegunaan Penelitian : ........................................ Error! Bookmark not defined. 1.5 Asumsi Penelitian ................................................................................................ 4 1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian .... Error! Bookmark not defined. 1.7 Definisi Istilah ..................................................................................................... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 7 2.1 Jerawat .......................................................... Error! Bookmark not defined. 2.2 Tinjauan Bakteri Staphylococcus aureus ..................................................... 14 2.3 Senyawa Antibkteri ........................................................................................... 16 2.4 Flavonoid ........................................................................................................... 20 2.5 Tinjauan Kersen................................................................................................. 22 2.6 Ekstraksi ....................................................................................................... 25 2.7 Metode Mengukur Daya Hambat Bakteri ......................................................... 28 2.8 Gel ..................................................................................................................... 29 2.9 Evaluasi Mutu Sediaan ................................................................................. 35 2.10 Kerangka Teori ................................................................................................ 37 iv BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................... 39 3.1 Rancangan Penelitian ................................................................................... 39 3.2 Populasi dan Sampel Penelitian.................................................................... 40 3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................ 41 3.4 Definisi Operasional Variabel ...................................................................... 41 3.5 Instrumen Penelitian .......................................................................................... 42 3.6 Pengumpulan Data ..................................................................................... 44 3.7 Pembuatan Gel................................................................................................... 45 3.8 Membuat Biakan Bakteri Staphylococcus Aureus ............................................ 46 3.9 Uji mutu fisik................................................................................................ 49 3.10 Analisis Data ................................................................................................... 51 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Maserat ................................................ Error! Bookmark not defined. 4.2 Hasil Identifikasi Senyawa Flavonoid Pada Daun Kersen .Error! Bookmark not defined. 4.3 Hasil Pembuatan Sediaan Gel Ekstrak Daun Kersen ....... Error! Bookmark not defined. 4.4 Hasil Uji Mutu Fisik Gel ................................... Error! Bookmark not defined. 4.5 Hasil Pembacaan Kekeruhan Uji Daya Hambat Gel Ekstrak Daun Kersen Terhadap Staphylococcus aureus Dengan Spektrofotometer Visibel ƛ 580 nm Error! Bookmark not defined. 4.6 Hasil Uji Daya Bunuh Gel Ekstrak Daun Kersen Terhadap Staphylococcus aureus ........................................... Error! Bookmark not defined. 4.7 Determinasi Tanaman ........................................ Error! Bookmark not defined. BAB V PEMBAHASAN ........................................... Error! Bookmark not defined. BAB VI PENUTUP ................................................... Error! Bookmark not defined. 6.1 Kesimpulan ................................................. Error! Bookmark not defined. 6.2 Saran ............................................................ Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA ................................................ Error! Bookmark not defined. v DAFTAR TABEL Table Teks Halaman Tabel 4.4.1 Hasil Organoleptis .......................................................................... 52 Table 4.4.2 Hasil Viskositas ............................................................................. 53 Tabel 4.4.4 Hasil Homogenitas .......................................................................... 53 Tabel 4.5 Hasil Daya Hambat ............................................................................ 54 Tabel 4.5.1 ANOVA ........................................................................................ 55 vi DAFTAR GAMBAR Gambar Teks Halaman Gambar 2.1 Daun Kersen (Muntingia calabura L) ............................................ 23 vii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Teks Halaman Lampiran 1.Proses Evaporasi Ekstrak Daun Kersen.......................................... 64 Lampiran 2. Identifikasi Senyawa Flavonoid .................................................... 65 Lampiran 3. Pembuatan Gel Ekstrak Daun Kersen ........................................... 66 Lampiran 4. Hasil Ekstrak Daun Kersen............................................................ 67 Lampiran 5.Viskositas dan pH ........................................................................... 68 Lampiran 6.Homogenitas ................................................................................... 69 Lampiran 7. ANOVA ......................................................................................... 70 Lampiran 8. Daya Bunuh Gel Ekstrak Daun Kersen ......................................... 72 Lampiran 9. Pembacaan Absorbansi Kekeruhan ............................................... 73 Lampiran 10. Determinasi Daun Kersen ............................................................ 74 viii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jerawat adalah salah satu kelainan kulit yang merisaukan banyak remaja dan orang dewasa karena mengurangi kepercayaan diri seseorang. Jerawat umumnya dialami semua remaja dengan usia16-19 tahun, bahkan dapat berlanjut sampai usia 30 tahun. Jerawat ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah infeksi pada luka yang diakibatkan oleh bakteri yang ada di kulit seperti Staphylococcus aureus (Razak, dkk., 2013). Untuk mengatasi masalah jerawat yang disebabkan oleh infeksi bakteri dapat digunakan obat dari bahan alam. Salah satu prinsip dari pengobatan jerawat adalah menghambat pertumbuhan bakteri pada jerawat. Dalam tahapan munculnya jerawat dijelaskan bahwa pertumbuhan bakteri pada kulit berjerawat muncul ketika terbentuk pastules berisi nanah. Keadaan tersebut lama – lama akan menyebabkan infeksi dan meningkatkan potensi jerawat berikutnya. Indonesia merupakan negara yang memiliki keaneragaman flora. Banyak tanaman di Indonesia mempunyai potensi sebagai obat dan memiliki aktivitas antibakteri, akan tetapi masih banyak yang belum dimanfaatkan, salah satunya adalah tanaman Muntingia calabura yang lebih dikenal sebagai keres atau kersen. Tanaman ini tumbuh liar di wilayah tropis dan umumnya hanya digunakan sebagai peneduh, 1 padahal tanaman ini mempunyai banyak khasiat. Daun kersen mengandung beberapa metabolit sekunder salah satunya senyawa flavonoid. Flavonoid berkhasiat sebagai antioksidan, antibakteri dan antiinflamasi. Rebusan daun keres dapat membunuh bakteri Staphylococcus aureus karena mengandung senyawa flavonoid yang dimilikinya. Menurut penelitian yang ada menunjukan bahwa ekstrak etanol hasil isolasi dari daun kersen yang memiliki daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Eschericia coli, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis adalah senyawa auron, flavonol dan flavon (Yuniar,2010). Hasil ini juga didukung dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Zakaria Et.al menunjukan bahwa dengan ekstrak etanol daun kersen dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Adapun senyawa aktif yang berperan sebagai antibakteri adalah 5-hidroksi-3,7dimethoxyflavone (Adila Et. al, 2012). Khasiat anti bakteri dari daun kersen belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga peneliti mengusulkan untuk membuat sediaan gel dari ekstrak daun kersen untuk mengatasi masalah jerawat. Sediaan gel dipilih karena tidak mengandung bahan minyak sehingga tidak akan memperburuk jerawat. Selain itu, gel juga mempunyai rasa dingin di kulit, menempel dengan baik sehingga kontak dengan kulit lebih lama, dan mudah mengering. Pengujian antibakteri dilakukan terhadap bakteri Staphylococcus aureus dikarenakan bakteri tersebut merupakan bakteri yang hidup di kulit manusia dan salah satu bakteri yang mempunyai pengaruh terhadap infeksi pada jerawat. Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan beberapa tahap penelitian. Tahap pertama, pembuatan ekstrak kental daun kersen dengan metode maserasi dengan 2 menggunakan pelarut etanol( Nurlita Anasiwi). Ekstrak dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator. Kandungan flavonoid pada ekstrak kental di uji secara kulitatif dengan menggunakan beberapa pereaksi. Tahap kedua adalah membuat sediaan gel dengan konsentrasi ekstrak 2,5% dan 5%. Tahap ketiga adalah pengujian terhadap daya hambat pertumbuhan bakteri dan mutu fisik gel. Uji mutu fisik dari sediaan gel, meliputi uji organoleptis, pH dan uji viskositas. Aktivitas antibakteri diuji dengan menggunakan metode dilusi , dengan cara membandingkan absorbansi kekeruhan yang menunjukan jumlah bakteri pada gel ekstrak daun kersen konsentrasi 2,5% , 5% dan kontrol negative. Data yang diperoleh dianalisis dengan ONE WAY ANOVA, dilanjutkan dengan Tukey taraf kepercayaan 95%. 1.2 Rumusan masalah : 1. Apakah gel dari ekstrak daun kersen (Muntingia folium) dengan menggunakan variasi konsentrasi 2,5 % dan 5% memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus auerus yang merupakan salah satu penyebab jerawat? 2. Berapakah konsentrasi formula gel yang efektif dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus? 3. Bagaimanakah hasil uji mutu fisik sediaan gel dari esktrak daun kersen? 3 1.3 Tujuan Penelitian : 1. Untuk mengetahui perbedaan aktivitas gel daun kersen (Muntinga calabura) yang dapat digunakan sebagai antibakteri pada Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 2,5% dan 5% 2. Untuk mengetahui konsentrasi formula gel yang efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus 3. Untuk mengetahui mutu fisik gel dari esktrak daun kersen dengan konsentrasi 2,5% dan 5% 1.4 Kegunaan Penelitian : 1. Mahasiswa dapat mengembangkan pemanfaatan limbah daun kersen dan memberikan solusi bahan alam untuk mengatasi jerawat. 2. Sebagai tambahan referensi sehingga dapat bermanfaat pada penelitian berikutnya. 1.5 Asumsi Penelitian 1. Senyawa flavonoid adalah senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam tanaman dan mempunyai aktivitas antibakteti 2. Maserasi dapat digunakan untuk mengekstraksi senyawa flavonoid pada daun kersen. 3. Metode uji tabung dapat digunakan untuk analisa kualitatif flavonoid dengan menggunakan pereaksi FeCl3, serbuk Mg dan HCl pekat. 4 4. Metode dilusi dapat digunakan untuk menguji daya hambat pertumbuhan Staphylococcus aureus, dengan membandingkan kekeruhan atau pertumbuhan dengan kontrol media yang mengandung media konsentrasi. Penghambatan minimal didapatkan dari tabung yang jernih pada pengenceran tertinggi. 1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 1.6.1 Ruang lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui mutu fisik dan aktivitas daya hambat dari gel ekstrak daun kersen dengan 2 formulasi terhadap pertumbuhan Staphylococus aureus. 1.6.2 Keterbatasan Penelitian 1. Pengujian antibakteri dari daun kersen tidak menggunakan isolat senyawa flavonoid melainkan ekstrak kasar. 2. Identifikasi senyawa flavonoid dalam ekstrak hanya berdasarkan reaksi pendahuluan meliputi reaksi FeCl3, sebuk Mg dan HCl (p). 1.7 Definisi Istilah Untuk menghindari perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah, maka diuraikan maksud dari beberapa istilah sebagai berikut: 1. Daun kersen(Muntingia folium) adalah daun yang berwarna hijau,tepi daunya bergerigi, dan memiliki buah merah berbentuk bulat yang manis. 2. Ekstrak daun kersen yaitu hasil ekstraksi dari tanaman Muntingia calabura. 5 3. Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari C 6 – C3-C6.Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tanaman, termasuk pada buah, tepung sari dan akar. 4. Ekstraksi adalah sutu proses pemisahan substansi dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia.yang terdapat pada simplisia. 5. Aktivitas antibakteri adalah kemampuan suatu zat dalam menghambat atau membunuh pertumbuhan bakteri. 6. Zona hambatan adalah daerah yang tidak ditumbuhi oleh bakteri biasanya berbentuk lingkaran yang tampak pada media agar. 7. Jerawat adalah penyakit kulit akibat peradangan menahun dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan dengan adanya erupsi,komedo, popul,pustule,nodus dan kista pada tempat predileksi seperti muka,leher,lengan atas,dada,dan punggung. 8. Efektifitas adalah keampuhan , keberhasilan dan kemanjuran. 9. Metode tabung adalah metode yang menggunakan pereaksi tertentu untuk identifikasi suatu senyawa secara kualitatif. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jerawat Jerawat adalah penyakit kulit akibat peradangan menahun dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan dengan adanya erupsi,komedo, popul,pustule,nodus dan kista pada tempat predileksi seperti muka,leher,lengan atas,dada,dan punggung. Radang saluran kelenjar minyak kulit tersebut dapat menyebabkan sumbatan aliran sebum yang dikeluarkan oleh kelenjar sebasea di permukaan kulit, sehingga kemudian timbul erupsi ke permukaan kulit yang dimulai dengan komedo. Proses radang selanjutnya akan membuat komedo berkembang menjadi popul,pustule,nodus dan kista. Bila peradangan surut terjadi jaringan parut berbagai bentuk. Sumbatan saluran kelenjar minyak dapat terjadi karena: 1. Perubahan jumlah dan konsistensi lemak kelenjar akibat pengaruh berbagai factor penyebab, yaitu : genetic,rasial,hormonal,cuaca,jasad renik, misalnya karena infeksi bakteri Staphylococcus aureus, makanan,stress psikis dan lainya terjadi akne vulgaris. 2. Tertutupnya saluran keluar kelenjar sebase oleh massa eksternal, baik dari kosmetika, bahan kimia di tempat kerja, dirumah tangga, deterjen atau bahkan tekanan helm atau ikatan rambut. Akne akibat zat eksternal disebut sebagai akne veneta. 7 3. Saluran keluar kelenjar sebase menyempik akibat radiasi sinar ultraviolet, sinar matahari, atau sinar radio aktif terjadi pada akne fisik (Wasitaatmadja,1994). 2.1.1 Gejala Klinis Jerawat Keluhan penderita akne seringkali mengarah ke segi estetis daripada fisik. Kadang –kadang saja akne atau jerawat menyebabkan rasa gatal yang mengganggu atau rasa sakit yang sangat kecuali bila telah terjadi postul atau timbul nodus yang besar. Pada akne vulgaris atau jerawat lesi atau gangguan terjadi pada tempat predileksi di mana banyak terdapat kelenjar sebase misalnya di muka, leher, dada, punggung, bahu dan lengan atas. Namun akne vulgaris dapat pula terjadi di daerah kulit lain yang mengandung kelenjar sebase misalnya,paha, betis, perut dan sebaliknya tidak mungkin terjadi pada kulit yang tidak mengandung kelenjar sebase seperti telapak tangan dan telapak kaki. Pada akne veneta lesi/gangguan kulit lebih monoform, biasanya komedonal, dan hanya terlihat pada daerah kulit yang terkena atau kontak dengan zat tersebut, misalnya di muka(akne kosmetika),lengan atas dan bawah serta betis (akne akibat kerja), dan kening (frictional acne). Pada kane fisika lesi terjadi pada daerah yang terkena, seperti muka, lengan,dan leher atau tempat lain yang terkena. Lesi kulit juga lebih monoformis dengan komedo atau popul. Efloresensi(kelainan kulit) yang khas pada akne adalah komedo, suatu awal radang setempat berupa popul kecil dengan sumbatan sebum yang mengeras didalamnya. Sumbatan dapat berwarna hitam apabila letaknya di permukaan akibat 8 adanya melanin epidermal(komedo hitam atau komedo tertututp). Pada lesi berlanjut berupa popul,nodus atau kista tidak dapat dibedakan dengan efloresensi pada penyakit lain. (Wasitaatmadja, 1994) Fase dalam jerawat : Fase Awal Dalam fase awal ini, jerawat yang muncul ditandai dengan adanya ada tanda kecil dari jerawat , tempat timbulnya jerawat akan ada tanda merah di bagian pipi. Sebelum munculnya jerawat akan ditandai dengan adanya banyak titik komedo yang muncul di bagian hidung dan sekitar hidung, komedo bisa dihilangkan dengan menggunakan masker komedo yang banyak dijual dipasaran dengan berbagai merk. Namun ada pula yang ditandai dengan jerawat kecil-kecil. Namun dalam fase awal ini komedo yang timbul akan mudah hilang dalam kurun waktu sekitar 1-2 hari. Fase Ke-2 Fase kedua ini adalah fase dimana jerawat akan mulai terlihat dengan munculnya komedo (whitehead) yang semakin banyak, komedo muncul seperti bintik putih yang banyak terdapat pada bagian pinggir kanan dan kiri hidung serta bagian tulang pipi di bawah mata, bahkan ada komedo yang terdapat di bawah bibir. Kondisi ini akan menyebabkan peradangan yang berakibat pada munculnya jerawat baru setelah komedo tersebut hilang. 9 Fase Ke-3 Setelah mengalami fase kedua, tanda munculnya jerawat akan berkembang. Jerawat yang muncul ditandai dengan semakin berkembangnya jerawat yang tadinya dalam bentuk kecil kian membesar namun masih berwarna merah, bila disentuh akan menimbulkan rasa sakit. Fase ke-4 Kemudian jerawat ini akan terlihat peradangan ringan yang biasanya disertai dengan adanya papula. Papula adalah luka yang terjadi pada kulit wajah yang sedikit mulai akan membesar namun masih dalam ukuran kecil dan padat. Kondisi jerawat dengan adanya papula disebut jerawat ringan, jerawat ringan masih dapat dengan segera disembuhkan dan dikendalikan. Dengan catatan jangan memencet jerawat, karena hanya akan membuat kulit yang berjerawat semakin mengalami peradangan dan membesar. Fase ke-5 Jerawat yang ditandai dengan papula yang semakin membesar dan mulai berkembang akan terlihat peradangan. Penyembuhannya dengan menggunakan bantuan obatobatan atau perawatan medis pada dokter spesialis kulit . Fase ke-6 Papula jerawat yang semakin besar dan berkembang, kemudian akan berubah menjadi Pastules. Pastules yakni peradangan jerawat yang ditandai dengan jerawat yang 10 mengandung nanah, kemudian pada ujung jerawat seperti terlihat bintik putih, jerawat ini belum saatnya dihilangkan karena bagian pinggir kulit yang berjerawat masih memerah. Fase ke-7 Gumpalan (nodule) akan mulai imbul dalam tahap ini, kemudian pastules yang mengandung nanah, sel-sel kulit mati, sel-sel darah putih, bakteri dan sebum. Kemudian kulit yang jerawat yang memerah akan semakin membesar sehingga jerawat terlihat lebih jelas. Fase ke-8 Dalam fase ini jerawat terlihat sudah matang dan telah siap untuk pecah, banyak orang yang senang memencet jerawat yang sudah matang. Bila dipencet akan keluar bintil putih seperti butiran beras. Namun disarankan untuk tidak memencet jerawat, karena akan membuat jerawat mudah muncul kembali, entah ditempat yang sama atau di tempat lainnya. Biarkan jerawat berevolusi dengan sendiri dan pecah dengan sendirinya, bila perlu dapat dipencet tidak hanya akan keluar nanah namun darah merah yang segar akan ikut keluar bersama, seperti halnya bisul. Fase ke-9 Jerawat yang dipencet atau sudah pecah dengan sendirinya akan meninggalkan bekas jerawat seperti flek atau noda hitam. Noda atau flek hitam inilah yang membuat penampilan wajah terlihat lebih kusam, mengurangi penampilan sehingga membuat rasa tidak percaya diri. 11 Fase ke-10 Dalam fase terakhir ini merupakan fase penyembuhan. Dalam menyembuhkan jerawat, mencegah kembalinya jerawat, serta menghilangkan bekas jerawat, dapat melakukan perawatan wajah dengan selalu menjaga kebersihan, jangan memencet jerawat, bila perlu menggunakan masker pelindung bila sedang berada diluar ruangan, menggunakan pelembab wajah atau berkonsultasi pada dokter spesialis kulit. 2.1.2 Penanggulangan Jerawat Penaggulangan akne atau jerawat meliputi usaha untuk mencegah terjadinya jerawat (preventif) dan usaha untuk menghilangkan jerawat yang terjadi(kuratif). Usaha pencegahan terjadinya jerawat (preventif) meliputi: 1) menghindari terjadinya perubahan isi dan jumlah lipid sebum, dapat dilakukan dengan cara : diet rendah lemak dari karbohidrat dan melakukan perawatan kulit/pembersih kulit kotoran dan jasad renik yang dapat memecah lipid sebum dengan cara yang baik, benar dan teratur. 2) Menghindari terjadinya factor lain penyebab akne, misalnya : a). hidup sehat dan teratur, istirahat cukup, olahraga sesuai dengan kondisi tubuh b). pemakaian kosmetika secukupnya, tidak berlebihan jumlah maupun lamanya c). menjauhi hal-hal yang dapat menyebakan kelenjar minyak terpacu, misalnya minuman keras,rokok, lingkungan yang tidak sehat dan lainnya 12 d). menghindari factor lingkungan baik ditempat kerja atau dirumah yang dapat menjadi penyebab terjadinya akne, misalnya polusi debu, sabun cuci, dan sebagainya. 3). Memberikan informasi yang cukup pada penderita mengenai penyakit, pencegahan dan cara maupun lama pengobatanya. Sedangkan usaha pengobatan meliputi: 1) . Pengobatan topical adalah mencegah pembentukan komedo, menekan peradangan dan mempercepat penyembuhan lesi akne. Obat topical terdiri dari: a). bahan iritan/ pengelupas, misalnya sulfur(4-8%),resorsinol (1-5%), asam salisilat (2-5%), benzoil peroksida (2,5-10%), asam vitamin A (0,025-0,1%) dan asam azelat (15-20%). Efek samping obat iritan ini dapat dikurangi dengan pemakaian hati-hati yang dimulai dari konsentrasi yang paling rendah. b) Obat lain, misalnya kortikosteroid topical atau suntikan intralesi dapat dipakai untuk mengurangi radang yang terjadi. 2).Pengobatan sistemik ditujukan terutama untuk menekan jasad renik disamping dapat juga menekan reaksi radang, menekan produksi sebum dan mempengaruhi keseimbangan hormonal. 3). Bedah kulit ditujukan untuk memperbaiki jaringan parut yang terjadi akibat akne. Tindakan dapat dilaksanakan setelah akne sembuh baik dengan cara bedah listrik, bedah kimia,bedah beku, bedah pisau, dermabrasi atau bedah laser (Wasitaatmadja, 1994). 13 2.2 Tinjauan Bakteri Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus Klasifikasi ilmiah Domain: Bacteria Kerajaan: Eubacteria Filum: Firmicutes Kelas: Bacilli Ordo: Bacillales Famili: Staphylococcaceae Genus: Staphylococcus 14 Spesies: S. aureus Nama binomial Staphylococcus aureus Rosenbach 1884 Staphylococcus aureus (S. aureus) adalah bakteri gram positif yang menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora dan tidak motil, umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter sekitar 0,8-1,0 µm. Staphylococcus aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37oC dengan waktu pembelahan 0,47 jam.Bakteri ini biasanya tumbuh pada beberapa media, diantaranya media nutrient agar, media manitol salt agar. Media manitol salt agar atau Garam Agar manitol (MSA) adalah medium selektif dan diferensial. Konsentrasi garam yang tinggi (7,5%) memilih untuk anggota genus Staphylococcus, karena mereka dapat mentolerir tingkat garam yang tinggi. Organisme dari genera lain mungkin tumbuh, tetapi mereka biasanya tumbuh sangat lemah. MSA juga mengandung manitol gula dan pH indikator merah fenol. Jika organisme dapat memfermentasi manitol, produk sampingan asam terbentuk yang akan menyebabkan merah fenol dalam agar-agar menguning. Kebanyakan patogen staphylococci, seperti Staphylococcus aureus, akan memfermentasi manitol. Kebanyakan non-patogen staphylococcus tidak akan memfermentasi manitol. Staphylococcus aureus merupakan mikroflora normal manusia . Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran pernapasan atas dan kulit. Keberadaan Staphylococcus aureus pada saluran pernapasan atas dan kulit pada individu jarang menyebabkan penyakit, 15 individu sehat biasanya hanya berperan sebagai karier . Infeksi serius akan terjadi ketika resistensi inang melemah karena adanya perubahan hormon; adanya penyakit, luka, atau perlakuan menggunakan steroid atau obat lain yang memengaruhi imunitas sehingga terjadi pelemahan inang. Infeksi bakteri ini dapat menimbulkan penyakit dengan tanda – tanda yang khas, yaitu peradangan, nekrosis, tampak sebagai jerawat, infeksi pembentukan folikel dan pembentukan abses. Diantara organ yang sering diserang oleh bakteri Staphylococcus aureus adalah kulit yang mengalami luka dan dapat menyebar ke orang lain yang mengalami luka. Lesi yang ditimbulkan oleh bakteri Staphylococcus aureus dapat dilihat pada abses lesi ataupun jerawat. Bakteri menginvasi dan berkembang biak dalam folikel rambut yang menyebabkan kematian sel atau nekrosis pada jaringan setempat. Selanjutnya diikuti dengan sel radang dalam rongga tersebut.sehingga terjadi akumulasi penumpukan pus dalam rongga. Penumpukan pus ini mengakibatkan terjadinya dorongan terhadap jaringan sekitar dan terbentuklah dinding – dinding oleh sel – sel sehat sehingga terbentuklah abses (Razak, 2013). 2.3 Senyawa Antibkteri 2.3.1 Pengertian Antibakteri Zat antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau metabolisme bakteri(Palczer dan Chan 1988). Berdasarkan aktivitasnya, zat antibakteri dibedakan menjadi dua jenis, yaitu yang memiliki aktivitas bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) 16 dan yang memiliki aktivitas bakterisidal(membunuh bakteri). Ruang lingkup bakteri yang dapat dipengaruhi oleh zat antibakteri disebut dengan spectrum aksi antibakteri. Berdasarkan spectrum aksinya,zat antibakteri dibagi menjadi tiga: 1. Spectrum luas. Zat antibakteri dikatakan berspektrum luas apabila zat tersebut efektif melawan prokariotik baik membunuh atau menghambat bakteri Gram positif dan Gram negative dalam ruang lingkup yang luas. 2. Spectrum sempit Zat antibakteri yang hanya melawan sebagian bakteri Gram negative atau Gram positif. 3. Spectrum terbatas Zat antibakteri yang efektif melawan suatu spesies bakteri tertentu (Todar,1997) Cara kerja zat antibakteri dipengaruhi oleh sifat-sifat zatnya antara lain: 1). Polaritas Sifat hidrofilik sangat pnting untuk menjamin suatu zat antibakteri larut dalam air ketika prtumbuhan bakteri terjadi. Sedangkan pada saat yang sama, zat antibakteri bekerja pada membran sel yang hidrofobik, sehingga membutuhkan sifat yang hidrofobik. Keseimbangan antara sifat yang hidrofilik dan hidrofobik ini diperlukan untuk memperoleh suspensi zat yang mantap dan efektif. 17 2). Keadaan molekul Keadaan molekul zat antibakteri yang tidak bermuatan, lebih memudahkan zat antibakteri untuk berpenetrasi ke dalam dinding sel. Zat antibakteri tersebut kemudian bereaksi dengan sel sehingga, dapat menghancurkan atau membatasi pertumbuhanya. Penggunaan antibakteri bertujuan sebagai usaha pengendalian terhadap bakteri yaitu untuk menghambat, membasmi dan menyingkirkan bakteri. Usaha pengendalian tersebut meliputi berbagai hal, yaitu mencegah penyakit dan infeksi, membasmi bakteri pada inang yang terinfeksi dan mencegah pembusukan dan perusakan bahan oleh bakteri (Todar, 1997). 2.3.2 Jenis Senyawa Antibakteri Senyawa antibakteri dapat berasal dari tumbuhan atau bahan – bahan kimia. Antibakteri dapat berupa zat padat,cair dan gas yang dicirikan oleh komposisi molekuler yang pasti dan menyebabkan terjadinya reaksi (Palczar dan Chan 1988) . 2.3.3 Mekanisme Kerja Antibakteri Bakteri merupakan sel hidup, oleh karena itu struktur sel bakteri hampir sama dengan jenis sel makhluk hidup lainya. Mekanisme kerja antibakteri dapat dilakukan dengan 4 cara : 1. Menghambat sintesis dinding sel Bakteri memiliki lapisan luar yang kaku, yaitu dinding sel . Dinding ini mempertahankan bentuk dan menahan sel bakteri yang memiliki tekanan osmotik yang tinggi di dalam selnya. Antibiotik beta laktam merupakan penghambat selektif dari sintesis untuk dinding sel anti bakteri. Oleh karena itu, aktif menghambat pertumbuhan bakteri. Langkah pertama kerja obat ini 18 adalah berupa pengikatan pada reseptor sel , kemudian dilanjutkan dengan pemblokiran terhadap enzim transpeptidase yang menghambat sintesis peptidoglikan. Mekanisme diakhiri dengan penghentian aktivitas penghambat enzim autolysis pada dinding sel. 2. Menghambat keutuhan permeabilitas dinding sel Sitoplasma pada sel hidup dibatsi oleh selaput sitoplasma yang bekerja sebagai penghalang dengan permeabilitas selektif. Melakukan fungsi pengangkutan, sehingga dapat mengendalikan susunan sel. Bila integritas fungsi selaput sitoplasma terganggu, maka komponen penting berupa protein, asam nukleat, akan keluar sel berangsur-angsur mati. 3. Menghambat sintesis dinding protein Pada umumnya senyawa penghambat ini akan memyebabkan bakteri salah membaca kode pada mRNA oleh tRNA Setelah itu, akan terbentuk protein abnormal dan nonfungsional bakteri yang memiliki ribosom 70s sedangkan sel mamalia 80s.Subunit dari setiap jenis ribosom, susunan kimia dan khususnya dari fungsinya cukup berbeda. Oleh karena itu, zat anti bakteri dapat menghambat sintesis protein di dalam ribosom sel mamalia. 4. Menghambat sintesis asam nukleat Senyawa anti bakteri yang bekerja dengan mekanisme ini, diharapkan mempunyai selektifitas yang tinggi, karena hanya sintesis asam nukleat bakteri saja yang dihambat. Pada umumya, senyawa penghambat akan berikatan dengan enzim atau salah satu komponen yang berperan dalam tahapan sintesis. Proses akhirnya, reaksi tersebut akan terhenti karena tidak 19 ada substrat yang direaksikan dan asam nukleat tidak terbentuk (Palczar dan Chan 1988). Mekanisme kerja flavonoid sebagai antibakteri yaitu dengan membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut dan dengan dinding mikroba. Kemungkinan lain adalah flavonoid berperan secara langsung dengan mengganggu fungsi sel mikroorganisme dan penghambatan siklus sel mikroba (Fatmawaty,2009). Pertumbuhan sel bakteri dapat terganggu oleh komponen fenol yang terdapat pada ekstrak daun kersen. Fenol memiliki kemampuan untuk mendenaturasi protein dan merusak membrane sel, sehingga terjadilah gangguan pada pertumbuhan sel bakteri (Rahayu dan Winiati,2000). 2.4 Flavonoid Flavonoid merupakan golongan fenol terbesar di alam. Kurang lebih terdapat 2% dari seluruh karbon yang disentesis oleh tumbuhan (1x109 ton/tahun) diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berkaitan erat dengannya(Harbome 1978). Flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan hijau. Seperti pada akar, batang, daun, kulit kayu, benang sari,bunga, buah sehingga selalu ditemukan dalam setiap pengamatan ekstrak tumbuhan tersebut (Markham 1988). Flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai sejumlah gugus hidroksi yang tidak tersulih. Oleh karena itu, umumnya flavonoid larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol,aseton, butanol, dimetil sulfoksida (DMSO), dimetil forfamid (DMF) dan air. (Markham 1988). 20 Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik, menghambat banyak reaksi oksidasi, menampung radikal hidroksi dan superperoksida. Dapat melindungi lipid membran,terhadap reaksi yang merusak. Aktivitas antioksidanya mungkin dapat menjelaskan flavonoid tertentu merupakan komponen aktif tumbuhan yang digunakan secara tradisional, untuk mengobati fungsi hati. Efek lainnya adalah sebagai reduktor, antihipertensi (xanton),merangsang pembentukan estrogen pada mamalia(isoflavon), dan berfungsi sebagai antifungal dan insektisida (Geissman 1962). Flavonoid dapat dideteksi dengan mengamati terjadinya perubahan warna sebelum dan sesudah diberi uap amonia. Flavonoid merupakan senyawa golongan fenol yang bersifat asam sehingga menimbulkan warna khas dengan amonia. (Markham K.R 1988). Uji tabung menggunakan etil asetat jika positif akan menghasilkan warna kuning, jingga atau hijau. Ditambahkan 0,5 gr serbuk seng dan 2 ml HCl 2N didiamkan selama 1 menit + 10 ml HCl (p) jika dalam waktu 2-5 menit terjadi warna merah. Ditambahkan 0,1 Mg + 10 tetes HCl (p) terjadi warna merah jingga sampai merah ungu intensif menunjukkan ada flavonoida. ( Ariani Sri, 2003). Cara identifikasi senyawa fenol dengan menambahkan reagen FeCl 3 1% dalam air atau etanol, jika positif akan menghasilkan warna hijau,ungu, biru atau hitam kuat(Metode fitokimia, hal 49). Uapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, sisa dilarutkan dalam 1 ml samapi 2 ml etanol (95%) P, tambahkan 0,5 g serbuk seng P dan 2 ml asam klorida 2 N, diamkan selama 1 menit. Tambahkan 10 ml asam klorida pekat P , jika dalam waktu 2 sampai 5 menit terjadi warna merah intensif, 21 menunjukan adanya flavonoida (glikosida -3- flavonol). Uapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, sisa dilarutkan dalam 1 ml etanol (95%) P, tambahkan 0,1 g sebuk magnesium P dan 10 ml asam klorida pekat P, jika terjadi warna merah jingga sampai merah ungu, menunjukan adanya flavonoida. Jika terjadi warna kuning jingga, menunjukan adanya flavon, kalkon dan auron ( MMI edisi 1-6, hal 168). 2.5 Tinjauan Kersen Tanaman ini memiliki buah kecil berwarna merah seperti cery bila buahnya matang maka rasanya manis. Di beberapa daerah ada yang menyebutnya cery, ada juga yang menyebutnya baleci untuk daerah lumajang jawa barat. Nama tanaman di beberapa negara adalah Jamaican cherry (English), Panama berry, Singapore cherry, Strawberry tree (Spanish) bolaina yamanaza, cacaniqua, capulín blanco, nigua, niguito, memizo or memiso (Indonesia) kersen dan (Filipino) aratilis, aratiles, manzanitas. Sedangkan nama latin atau nama ilmiah untuk tanaman ini adalah Muntinga calabura, tanaman ini banyak di temui di daerah tropis. Banyak juga ditemui di pinggir selokan, retakan dinding, bahkan penulis juga pernah menemukan tanaman ini di tebing yang curam mungkin karena ketahananya ini tanaman ini juga di sebut tanaman pionir. Adapun klasifikasi dari tanaman kersen adalah sebagai berikut: Kerajaan : Plantae Divisi :Magnoliophyta Kelas :Magnoliopsida Ordo : Malvales 22 Famili : Muntingiaceae Genus : Muntingia Spesies : Muntingia calabura 2.5.1 Morfologi Tanaman Gambar 1 : Muntingia calabura L Tanaman ini biasanya tumbuh dengan ukuran kecil namun kadang juga bisa berukuran besar bahkan ada yang bisa mencapai tinggi hingga 12 meter, selalu hijau terus menerus, berbunga dan berbuah sepanjang tahun . Cabang-cabang mendatar, menggantung di ujungnya. membentuk naungan yang rindang. Ranting-ranting berambut halus bercampur dengan rambut kelenjar demikian pula daunnya. Daun tanaman ini memiliki sistem pertulangan yang menyirip, daun tidak simetris dan tepinya bergerigi sedangkan bunganya berisi 1-3(-5) kuntum, terletak di ketiak agak di sebelah atas tumbuhnya daun, bertangkai panjang, berkelamin dua dan berbilangan 5; kelopak berbagi dalam, taju meruncing bentuk benang, berambut halus, mahkota bertepi rata, bundar telur terbalik, putih tipis. Benang sari berjumlah banyak, 10 sampai lebih dari 100 helai. Bunga yang mekar menonjol keluar, ke atas helai-helai daun, namun setelah menjadi buah menggantung ke bawah, tersembunyi 23 di bawah helai daun, seperti yang terlihat pada gambar 1. Umumnya hanya satu-dua bunga yang menjadi buah dalam tiap berkasnya. buah memiliki diameter hingga 1.5 cm berbentuk seperti cerry jika matang maka akan berwarna merah dan terasa manis. 2.5.2 Khasiat Daun dan Buah Kersen: 1. ANTISEPTIK : Rebusan daun kersen ini ternyata mempunyai khasiat dapat membunuh mikroba atau sebagai antiseptik. Menurut penelitian yang dilakukan oleh penelitian herbal dari Malaysia rebusan daun kersen terbukti dapat membunuh bakteri sebagai berikut: Staphylococcus aureus, P. Vulgaris, S. Epidemidis pada percobaan yang dilakukan secara invitro. (M. Iskak, 2010) 2. ANTIINFLAMASI : Rebusan daun kersen juga mempunyai khasiat untuk mengurangi radang (antiinflamasi) dan juga menurunkan panas. (M.Iskak, 2010) 3.ANTITUMOR : Daun kersen dilaporkan juga mempunyai efek anti tumor, dimana kandungan senyawa flavonoid yang dipunyai daun kersen ini ternyata dapat menghambat pertumbuhan sel kanker secara invitro atau laboratories. (Haryono, 2010) 4. ANTI URIC ACID (ASAM URAT) Di Indonesia secara tradisional buah kersen telah digunakan untuk mengobati asam urat dengan cara mengkonsumsi buah kersen sebayak 9 butir 3 kali sehari. Hal ini terbukti dapat mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan dari penyakit asam urat tersebut. (M.Iskak, 2010) 24 2.6 Ekstraksi Ekstraksi adalah sutu proses pemisahan substansi dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia.yang terdapat pada simplisia. Ekstraksi umumnya dilakukan guna menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Pemilihan pelarut atau cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria berikut ini: 1. Murah dan mudah diperoleh 2. Stabil secara fisika dan kimia 3. Bereaksi netral 4. Tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar 5. Selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki 6. Tidak mempengaruhi zat berkhasiat Untuk ekstraksi ini Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah air, etanol, etanol–air atau eter. Pengekstraksian pada perusahaan obat tradisional masih terbatas pada penggunaan cairan penyari air, etanol atau etanol – air. Air dipertimbangkan sebagai penyari karena: 1. Murah dan mudah diperoleh 2. Stabil 25 3. Tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar 4. Tidak beracun, alamiah Kerugian penggunaan air sebagai penyari: 1. Tidak selektif 2. Sari dapat ditumbuhi kapang dan kuman serta cepat rusak 3. Untuk pengeringan diperlukan waktu lama 2.6.1 Maserasi Maserasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada suhu kamar. Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan ekstraksi maserat pertama dan seterusnya. Prinsip maserasi adalah penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah ( proses difusi ). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan. Pelarut yang digunakan adalah etanol. 26 Etanol (C2H5OH) merupakan suatu zat cair yang bersifat polar, mudah menguap, mudah terbakar, memiliki titik didih 78,4oC. Zat ini dapat melarutkan alkaloid basa, glikosida, kumarin, antrakinion, flavonoid, dan lignin. Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena: 1. Lebih selektif 2. Kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas 3. Tidak beracun 4. Netral 5. Absorbsinya baik 6. Etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan 7. Panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit. Sedang kerugiannya adalah bahwa etanol mahal harganya. Etanol dapat melarutkan alkaloida basa, minyak menguap, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar dan klorofil. Lemak, malam, tannin, dan saponin hanya sedikit larut hanya terbatas. Penyarian dengan etanol dilakukan dengan cara maserasi. Syarat – syarat maserasi adalah tanaman atau buah yang digunakan harus dalam keadaan segar, dirajang dan tidak melalui penyaringan.Keuntungan menggunakan metode maserasi adalah cara pengerjaanya dan peralatan mudah diusahakan. Sedangkan kerugiannya adalah pengerjaan membutuhkan waktu lama dan penyarianya kurang sempurna (Anonim,1986). 27 2.7 Metode Mengukur Daya Hambat Bakteri 2.7.1 Metode Uji Aktivitas Antibakteri 2.7.1.1 Metode Dilusi (Pengenceran) Metode ini dapat dilakukan dengan cara pengenceran dalam tabung maupun pengenceran agar. Cara pengenceran di dalam tabung dapat dilakukan dengan mengencerkan bahan uji dengan media cair menjadi kelipatan dua secara bertahap sehingga didapat beberapa konsentrasi dengan kelipatan setengahnya, sedangkan pada pengenceran agar menggunakan seri lempeng agar dengan konsentrasi bahan uji yang berbeda. Selanjutnya diinkubasikan dengan suspensi bakteri selama 24 jam pada suhu 36 – 37 0C . Kemudian diamati hambatan pertumbuhan kuman dengan membandingkan kekeruhan atau pertumbuhan kuman dengan kontol media yang mengandung media konsentrasi. Penghambatan minimal didapatkan dari tabung yang jernih pada pengenceran tertinggi. Metode ini digunakan senyawa yang larut dalam air (Recio, 1988 : 128 - 129). Uji ini mampu dengan tepat mengukur konsentrasi antimikroba yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan suatu inokolum terstandarisasi di bawah kondisi yang ditentukan (Jawets et al,1996). Metode pengenceran dapat dilakukan dengan cara pengenceran dalam tabung maupun pengenceran dalam agar. Cara pengenceran dalam tabung dilakukan dengan cara mengencerkan bahan uji dengan media cair menjadi kelipatan 2 secara bertahap sehingga didapatkan konsentasi dengan kelipatan setengahnya. Sedangkan pada pengenceran agar digunakan 1 seri lempeng agar dengan konsentrasi bahan uji yang berbeda. Selanjutnya diinokulasi dengan suspense bakteri dan diinkubasi selama 24 jam pada temperature 36-370 C 28 dan kemudian diamati hambatan pertumbuhan mikroba dengan membandingkan kekeruhan atau pertumbuhannya dengan control media. KHM didapatkan pada tabung yang jernih pada pengenceran tertinggi. Aktivitas antibakteri daun kersen dengan metode dilusi dapat diketahui dengan menggunakan alat spektrofotometri, dengan cara membandingkan absorbansi kekeruhan yang menunjukan jumlah bakteri pada gel ekstrak daun kersen konsentrasi 2,5%, 5% dan kontrol negatif. Pada spektrofotometri, perhitungan jumlah koloni bakteri dipermudah dengan pembacaan melalui cahaya yang diserap, sehingga mempermudah perhitungan. Prinsip alat tersebut yaitu menghitung tingkat kekeruhan pada suatu sampel. Bila cahaya jatuh pada suatu medium homogeny, sebagian dari sinar masuk akan dipantulkan, dan sebagiannya akan diserap dalam medium itu, dan sisanya diteruskan. Nilai yang keluar dari cahaya yang diteruskan dinyatakan dalam nilai absorbansi kerena memiliki hubungan dengan konsentrasi sampel. ( Rukmi, Lunggani, Supriadi, 2008) 2.8 Gel 2.8.1 Definisi Gel Gel, kadang-kadang disebut Jeli, merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh (Depkes RI, 1995). 29 Gel adalah system semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organic yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan (Farmakope Indonesia IV p : 7) Gel adalah suatu system setengah padat yang terdiri dari suatu disperse yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organic yang besar dan saling diresap cairan. 2.8.2 Karakteristik Gel Bahan pembentuk gel untuk farmasi dan kosmetik idealnya harus bersifat inert, aman dan tidak bereaksi dengan bahan-bahan lain dalam formula, tidak menunjukkan perubahan viskositas yang berarti pada penyimpanan normal (Zatz and Kushla, 1989). Konsistensi gel disebabkan oleh bahan pembentuk gel yang pada umumnya akan membentuk struktur tiga dimensi setelah mengabsorpsi air. Gel dapat mengembang, mengabsorpsi larutan dengan peningkatan volume. Pengembangan dapat terlihat sebagai tahap awal dari disperse dimana fase luar terpenetrasi kedalam matriks gel dan menyebabkan adanya interaksi antara pembentuk gel dan solven, sehingga gel merupakan interaksi antara unit-unit pada fase koloidal dari senyawa organik maupun anorganik yang membentuk structural viscosity yang tidak memisah dari fase luar. Berat molekul merupakan salah satu faktor yang penting sebagai pertimbangan dalam formulasi sediaan gel. (Zatz and Kushla, 1989). Karakteristik gel yang digunakan harus sesuai dengan tujuan penggunaan gel. Gel topical tidak boleh terlalu liat, dan konsentrasi bahan pembentuk gel yang terlalu 30 tinggi atau penggunaan bahan pembentuk gel dengan berat molekul yang terlalu besar dapat mengakibatkan sediaan sulit dioleskan dan sulit pula didispersikan (Zatz and Kushla, 1989). Gel menunjukkan sifat pseudoplastik, menghasilkan karakter aliran Non Newtonian dan penurunan viskositas oleh peningkatan shear (Zatz and Kusla, 1989). Konsistensi gel menunjukkan sifat tiksotropi juka massa gel menjadi lebih kental dan pekat sewaktu didiamkan, menjadi cair kembali setelah dikocok dan tidak mengental kembali saat didiamkan. Dengan sifat demikian maka gel akan mudah merata jika dioleskan pada kulit atau rambut sekalipun tanpa penekanan yang berarti (DepKes RI, 1995). Sediaan gel memiliki sifat-sifat sebagai berikut: (1) Memiliki viskositas dan daya lekat tertentu sehingga tidak mudah mengalir dari permukaan kulit. (2) Memiliki derajat kejernihan tinggi sehingga estetika tinggi. (3) Mudah tercucikan oleh air sehingga mudah dihilangkan dari permukaan kulit dan hanya meninggalkan lapisan tipis seperti film saat pemakaian. Keuntungan dan kerugian gel : Keuntungan Gel sebagai salep tidak berlemak sangat cocok pada pemakaian di kulit dengan fungsi kelenjar sebaseus yang berlebihan (seboroiker), karna setelah kering akan meninggalkan lapisan tipis tembus pandang. Elastis dengan daya lengket tinggi. Tidak menyumbat pori kulit. Mudah dicuci dengan air. Kerugian : 31 Dapat terjadi perubahan warna sediaan. Harga relatif lebih mahal. Dan ditumbuhi mikroba atau jamur karna mengandung air 2.8.2 Macam – macam Gel Gel ada 2 macam, yaitu : 1. Gel satu fase, yaitu gel dimana makromolekulnya disebarkan ke seluruh cairan sampai terlihat tidak ada batas diantaranya. 2. Sistem 2 fase, atau sering disebut magma atau susu, yaitu massa gel terdiri dari kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda. Gel dan magma dianggap sebagai dispersi koloid. (Ansel,1989 hal 390) Gel terdiri dari cairan yang ditambah gelling agent yang sesuai : 1. Gel hidrofobik, basis dari gel hidrofobik (oleogels) biasanya terdiri dari parafin cair dengan polietilen atau asam lemak dengan gelling agent : silica coloid atau alumunium/zinc soaps. 2. Gel hidrofilik, basis biasanya terdiri dari air, gliserol atau propilen glikol, dengan gelling agent yang sesuai seperti tragakan, starch. (BP 1993 vol II/754) 2.8.3 Persyaratan Bentuk Sediaan Gel Stabil secara fisika kimia dan mikrobiologis Homogen dengan konsistensi setengah padat Mampu melekat pada permukaan kulit tempat pemakaian selama waktu yang layak sebelum dihilamgkan. Mudah dan nyaman digunakan 32 Memiliki penampilan yang menarik (aseptabel) Tube dari jeli harus tertutup rapat bila tidak digunakan karena cenderung kehilangan air ke udara dan akan mengering. 2.8.4 Komponen Gel 2.8.4.1 Bahan pembentuk gel Polimer – polimer yang biasa di gunakan untuk membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam tragakan, pectin, carageen, agar, asam alginat serta bahan-bahan sintetik dan semi sintetik seperti metil selilosa, karboksil selilosa, dan karboksi metilselilosa dan carbopol yang merupakan polimer finil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi. (Lachman 1994 : 1092) 2.8.4.2 Penahan lembab Penambahan lembab yang ditambahkan yang juga berfungssi sebagai “pembuat lunak” harus memenuhi beberapa hal, yaitu harus mampu meningkatkan kelembutan dan daya sebar sediaan. Melindungi salep dari kemungkinan menjadi kering. Contoh bahan : gliserol, sorbitol, etilen glikol, dan 1,2-propilen glikol dalam konsentrasi 10 – 20%. (R.voeigt, 1995 :341) 2.8.4.3 Air Dalam formula sediaan gel, air berfungsi untuk melarutkan dan membantu bahan pembentuk gel agar dapat mengembang sesuai dengan yang diinginkan. Air yang digunakan adalah air murni atau aquades 33 2.8.4.4 Bahan pengawet Meskipun tidak seluruh bahan gel dapat terkontaminasi pembusukan bakterial, namun demikian tindakan pengawetan tetap dibutuhkan bagi sediaan mengandung air. Contoh bahan : metil paraben 0,075 % dan propil paraben 0,025%. (R.voeigt, 1995 :341) 2.8.5 Formulasi 2.8.5.1 Formulasi Standart Gel CMC Na 5 Gliserol 15 Nipagin / Nipasol 0,17 Aquadest ad 100 (Martindale, The Extra Pharmacopoeia, hal 951) 2.8.5.2 Formulasi Gel Ekstrak Daun Kersen 1. Gel dibuat dengan bobot 50 gram bahan ekstrak daun kersen 1%, 2,5%, 5%. 2. CMC Na 2% berfungsi sebagai bahan pembentuk gel 3. Gliserol 20% berfungsi sebagai penahan lembab 4. Metilparaben 0,01% berfungsi sebagai pegawet 5. Aquadestilata ad 50 g berfungsi sebagai pelarut Bahan Gel ekstrak daun kersen Gel ekstrak daun kersen konsentrasi 2,5% konsentrasi 5% 1g 1g CMC Na 2% 34 Gliserol 20% 10 g 10 g Metilparaben 0,01% 0,005 g 0,005 g Ekstrak 1,25 g 2,5 g Dalam penelitian yang akan dilakukan peneliti memilih CMC sebagai bahan pembentuk gel, karena CMC mudah terdispersi ke dalam air membentuk larutan koloida. Gliserol 20% berfungsi sebagai penahan lembab. Dalam praktikum yang akan dilakukan peniliti memilih gliserin sebagai penahan lembab pada sediaan gel, karena gliserin dapat bercampur sempurna dengan air. Metilparaben 0,01% berfungsi sebagai pegawet. Dalam praktikum yang akan dilakukan peniliti memilih metil paraben sebagai pengawet pada sediaan gel, karena metil paraben memiliki khasiat sebagai antimikroba, jadi dapat menghambat pertumbuhan pembusukan bakteri pada seluruh bahan gel dan tidak mudah terjadi reaksi alergi. Aquadestilata ad 50 g berfungsi sebagai pelarut. Air juga membantu bahan pembentuk gel agar dapat mengembang sesuai dengan yang diinginkan. Air yang digunakan adalah air murni atau aquades, karena komponen utama gel adalah air. Cara uji mutu fisik gel dievaluasi secara organoleptis ( warna,bau,dan tekstur), pH, viskositas . Viskositas dilakukan dengan menggunakan viscometer Brokfield. 35 2.9 Evaluasi Mutu Sediaan 2.9.1 Uji Organoleptik Uji Organoleptik adalah suatu proses pengujian untuk mengetahui bau dan warna dalam suatu sediaan. Dalam uji organoleptik ini tidak menggunakan alat dan dapat dilakukan oleh peneliti sendiri dengan melihat bentuk, warna dan bau. 2.9.2 Uji viskositas Uji viskositas adalah untuk mengetahui kekentalan dari sediaan, dimana viskositas berkaitan dengan daya alir gel antiseptik luka luar. Agar gel antiseptik luka luar mudah dikeluarkan dari tempatnya dan mudah menyebar pada kulit. Pengujian viskositas menggunakan alat viskositas brokfield. Menurut Williams dan Schmitt (2002), viskositas untuk produk cair dan sabun mandi berada pada kisaran 400 cP – 4000 cP. 2.9.3 Uji pH pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebebasan yang dimiliki oleh suatu larutan sesuai dengan pH standar kulit yang telah ditetapkan yaitu 4,5-6,5 (Tranggono, 2007). Pengujian pH dilakukan dengan cara mencelupkan pH meter sampai batas celupan dan mendiamkannya beberapa saat sampai terjadi perubahan warna. Kemudian membandingkan perubahan warna yang terjadi dengan warna indicator. Nilai pH didapatkan dengan melihat persamaan warna dari kertas indicator yang telah dicelupkan dengan warna pada label. 36 2.10 Kerangka Teori Jerawat merupakan salah satu kelainan kulit yang merisaukan banyak remaja dan orang dewasa karena mengurangi kepercayaan diri seseorang. Jerawat ini disebabkan oleh banyak factor, salah satunya adalah infeksi pada luka yang diakibatkan oleh bakteri yang ada di kulit seperti Staphylococcus aureus (Razak, dkk., 2013). Untuk mengatasi masalahan jerawat yang disebabkan oleh iritasi bakteri dapat digunakan obat dari bahan alam. Bahan alam yang dapat digunakan sebagai obat adalah bahan alam yang mempunyai sifat sebagai antibakteri. Antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau metabolisme bakteri. Daun kersen merupakan salah satu tanaman yang mempunyai khasiat sebagai antibakteri. Dalam daun kersen mengandung senyawa kimia flavonoid, tanin dan saponin. Menurut penelitian bahwa ekstrak etanol hasil isolasi dari daun kersen yang memiliki daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Eschericia coli, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis adalah senyawa auron, flavonol dan flavon (Yuniar,2010). Berdasarkan uraian tersebut, sifat antibakteri yang dikandung daun kersen dapat dimanfaatkan sebagai formula obat jerawat dan dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus penyebab jerawat. Namun, daun kersen belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga peneliti tertarik untuk membuat sediaan gel dari ekstrak daun kersen untuk mengatasi masalah jerawat dan ingin mengetahui aktivitas antibakteri gel dari daun kersen terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. 37 Aktivitas antibakteri gel dari ekstrak daun kersen dapat diketahui dengan menggunakan metode dilusi (pengenceran) dengan cara membandingkan absorbansi kekeruhan yang menunjukan jumlah bakteri pada gel ekstrak daun kersen konsentrasi 2,5%, 5% dan kontrol negative . Pengamatan kekeruhan dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri, karena kelebihannya yaitu tidak membutuhkan waktu yang lama, kepekaan lebih tinggi sehingga kemungkinan terjadi kesalahan human eror bisa diminimalisir. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA. Apabila konsentrasi ekstrak yang diberikan menunjukan pangaruh yang nyata, maka dilakukan Uji Tukey dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui konsentrasi terbaik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. dievaluasi secara organoleptis Cara uji mutu fisik gel (warna,bau,dan tekstur), pH, homogenitas, dan viskositas. 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Berdasarkan penelitiannya, penelitian ini termasuk penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri gel ekstrak daun kersen dengan variasi konsentrasi terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri, dalam penelitian ini digunakan metode dilusi atau pengenceran. Metode ini dilakukan dengan cara mengisikan bahan uji ke dalam tabung reaksi yang telah berisi media cair dan juga sejumlah tertentu sel mikroba yang akan diuji (KHM). Gel ekstrak daun kersen dinyatakan memiliki aktivitas antibakteri ditunjukan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih. Kemudian dilanjutkan dengan uji KBM , yaitu konsentrasi bunuh minimum yang ditunjukan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni mikroba pada biakan padat. Pelaksanaan penelitian dibagi dalam 3 tahap yaitu : 1. Tahap pertama Tahap ini meliputi persiapan daun kersen,ekstraksi daun kersen dan pengujian senyawa flavonoid secara kualitatif dengan metode tabung dengan pereaksi FeCl3, serbuk Mg dan HCl pekat. 2. Tahap kedua Tahap ini meliputi pembuatan sediaan gel dengan konsentrasi ekstrak 2,5% dan 5%. 39 3. Tahap ketiga Tahap ketiga penelitian adalah pengujian terhadap daya hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan uji mutu fisik gel meliputi uji organoleptis, pH , homogenitas, daya sebar dan viskositas menggunakan viscometer Brokfield. Efektifitas antibakteri dilakukan dengan membandingkan aktifitas antibakteri kelompok gel ekstrak daun kersen konsentrasi 2,5% dan 5%. 3.2 Populasi dan Sampel Penelitian 3.2.1 Populasi Adapun populasi dalam penelitian ini adalah ekstrak daun kersen (Muntinga calabura). 3.2.2 Sampel Adapun sampel dalam penelitian ini adalah ekstrak daun kersen (Muntinga calabura) dengan konsentrasi 2,5% dan 5%. 3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.3.1 Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi AKAFARMA Putra Indonesia Malang. 3.3.1 Waktu penelitian Penelitian akan dilaksanakan selama bulan Februari sampai Juni. 40 3.4 Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah variasi konsentrasi formula gel dari ekstrak daun kersen sedangkan variabel terikat yaitu aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan mutu fisik sediaan gel ekstrak daun kersen dengan konsentrasi 2,5% dan 5%. Konsentrasi formula gel ekstrak daun kersen adalah massa ekstrak daun kersen yang digunakan dalam sejumlah volum sediaan gel. Konsentrasi tersebut dinyatakan dalam % b/v. Aktivitas antibakteri adalah kerja suatu bahan yang merupakan racun bagi bakteri dalam mengganggu pertumbuhan dan metabolism bakteri. Pengukuran aktivitas antibakteri dilakukan dengan metoda dilusi, yaitu dengan cara membandingkan kekeruhan atau pertumbuhan dengan kontrol media yang mengandung media konsentrasi . Mutu fisik gel adalah kualitas sifat fisika gel esktrak daun kersen dengan konsentrasi 2,5% dan 5%. Mutu fisik gel meliputi organoleptis, pH,homogenitas, dan viskositas.Uji organoleptis dilakukan dengan cara mengamati mendiskripsikan bentuk, warna dan bau sediaan gel secara visual. Uji pH untuk mengetahui keasaman gel dengan menggunakan alat pH meter yang dinyatakan dalam nominal 0-14. pH gel yang baik apabila masuk rentang pH kulit manusia yaitu sebesar 4,5- 6,5. Uji viskositas menggunakan alat viscometer Brokfield. 41 3.5 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian ini adalah alat dan bahan yang digunakan untuk pengumpulan data. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.5.1 Bahan : 1. Daun kersen 500g 2. Biakan murni Sthapylococcus aureus 3. Aquadest steril 4. Etanol 70% sebanyak 2000 ml 5. Manithol salt agar 18,315 g 6. CMC Na 1 g 7. Gliserol 10 g 8. Metilparaben 0,005 g 3.5.2 Alat : 1. Inkubator 2. Autoclave 3. Evaporator 4. Pipet tetes 5. Pipet ukur 6. Bunsen 7. Gelas ukur 8. Cawan petri 42 9. Tabung reaksi 10. Erlenmeyer 11. Corong glass 12. Beaker glass 13. Kawat ose 14. Botol coklat 15. Mortir dan stemper 16. Kasa steril 17. Kertas coklat 3.6 Pengumpulan Data 3.6.1 Metode yang digunakan Metode yang digunakan untuk uji aktivitas antibakteri adalah metode dilusi atau pengenceran. Metode ini dilakukan dengan cara mengisikan bahan uji ke dalam tabung reaksi yang telah berisi media cair dan juga sejumlah tertentu sel mikroba yang akan diuji. Pengamatan hambatan pertumbuhan bakteri dilakukan dengan cara membandingkan kekeruhan atau pertumbuhan dengan kontrol media yang mengandung media konsentrasi. Penghambatan minimal didapatkan dari tabung yang jernih pada pengenceran tertinggi. 3.6.2 Sterilisasi alat dan bahan Sterilisasi alat dilakukan sebelum semua peralatan digunakan. Cara sterilisasi adalah dengan membungkus alat – alat dengan menggunakan kertas cokelat kemudian dimasukan ke dalam autoklaf dengan suhu 1210 C selama 1 jam. 43 3.6.3 Prosedur penelitian Dibawah ini adalah langkah dalam melakukan penelitian, adapun prosedur dalam penelitian ini sebagai berikut: 3.6.3.1 Pembuatan Ekstrak Daun Kersen : 1. Rajang daun kersen segar dan angin-anginkan pada sinar matahari 2. Timbang 500 gram daun kersen 3. Masukkan daun kersen kedalam botol coklat 4. Tuangkan pelarut etanol 70% sebanyak 2000 ml sampai daun terendam sempurna. 5. Diamkan selama 5 hari dan terlindung dari cahaya sambil sering diaduk 6. Dievaporasi sampai diperoleh ekstrak kental 3.6.3.2 Identifikasi Senyawa Flavonoid Pada Ekstrak Daun Kersen Menggunakan Reaksi Warna 1. Siapkan 2 tabung reaksi yang berisi ekstrak kental daun kersen sebanyak kurang lebih 1 mL. 2. Tabung 1 diberi 1-2 tetes larutan FeCl3 akan terbentuk warna hijau,ungu,biru atau hitam yang kuat 3. Tabung 2 diberi 1-2 tetes masing-masing serbuk seng dan HCl didiamkan selama 1 menit + 10 ml HCl(p) jika dalam waktu 2-5 menit terjadi warna merah. Kemudian ditambahkan 0,1 Mg + 10 tetes HCl (p) terjadi warna merah jingga sampai merah ungu intensif menunjukkan adanya flavonoida. 44 3.7 Pembuatan Gel 1. Menyetarakan timbangan 2. Ditimbang CMC Na sebanyak 1 g 3. Siapkan air panas dan siapkan mortar stemper yang sudah dibilas dengan air panas selama 5 menit 4. Air panas dimasukan kedalam mortar stemper 5. Taburkan CMC Na sedikit demi sedikit dan ditunggu selama 5 menit 6. Diaduk campurkan hingga homogen 7. Timbang gliserol sebanyak 10 g, masukkan kedalam mortir dan gerus bersama dengan basis gel hingga homogen. 8. Timbang metilparaben 0,005 g dan masukkan dalam basis gel, gerus ad homogen 9. Timbang ekstrak sesuai dengan konsentarsi masing – masing 2,5%, 5%, masukkan ke dalam basis gel aduk ad homogen 10. Ukur sediaan sebanyak 50 gram dan masukkan dalam wadah. 3.8 Membuat Biakan Bakteri Staphylococcus Aureus 3.8.1 Membuat Media Manitol Salt Agar Komposisi Medium Manitol Agar 45 Bahan Jumlah Digesti pankreatik kaseinP 5,0 g Digesti peptik jaringan hewan 5,0 g Ekstrak daging P 1,0 g D-Manitol P 10,0 g Natrium Klorida P 75,0 g Agar P 5,0 g Merah fenol P 0,025 g Air 1000 ml Sumber : (Farmakope Indonesia edisi IV : 849) pH 7,4 ± 0,2 1. Timbang manitol salt agar sebanyak 18,351 gram. 2. Dilarutkan dengan sampai 165 mL aquades. 3. Dimasak sampai mendidih. 4. Disterilisasi dengan autoclave. 3.8.2 Inokulasi Mikroba 1. Cuci peralatan dengan bersih lalu sterilisasi dengan autoclave. 2. Masukkan agar pada masing-masing cawan petri dan tunggu sampai media agar memadat. 3. Bakteri ditanam dari induk bakteri pada cawan petri dengan metode gores. 4. Di inkubasi selama 24 jam 46 3.8.1.1 Membuat Suspensi Bakteri Dan Diukur Serapan Cahayanya Dengan Spektrofotometri Visibel 1. 20 mL NaCl infus dimasukkan ke dalam beakerglass. 2. Ambil biakan bakteri Staphylococcus Aureus ke dalam NaCl infus dengan kawat ose. 3. Ukur serapan pada panjang gelombang 580 nm, hingga diperoleh %T 25 3.8.1.2 Uji Konsentrasi Hambat Minimum Gel Ekstrak Daun Kersen (Muntinga calabura) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus 1. Menyiapkan biakan Staphylococcus aureus 2. Menyiapkan media cair Nutrient broth pada masing – masing tabung sebanyak 8 ml 3. Memipet 1 ml suspensi bakteri ke dalam masing – masing tabung dan biarkan kurang lebih selama 1 jam dalam inkubator dengan suhu 37 0 C 4. Memasukan masing – masing 1ml gel ekstrak daun kersen yang sudah ditimbang ke dalam masing – masing tabung dan diinkubasi pada suhu 370 C selama 2 x 24 jam 5. Setelah 2 x 24 jam mengamati perbedaan kekeruhan pada masing – masing tabung dan bandingkan dengan kontrol positif dan negatif. 6. Lakukan pengulangan pengujian sebanyak 3x 7. Pengamatan kekeruhan dilakukan dengan menggunakan spektrofometer visibel pada panjang gelombang 580 nm, dengan cara memipet 1 ml sampel pada setiap konsentrasi dengan pipet mikro, kemudian ditambahkan dengan aquades steril sebanyak 9 ml. Selanjutnya, dipipet lagi 1 ml dengan pipet 47 mikro dan di add dengan aquades sampai batas kuvet. Perlakuan ini dilakukan pada semua konsentrasi. 8. Sampel di dalam kuvet kemudian diukur serapanya dan catat hasilnya. 3.8.1.3 Uji Konsentrasi Bunuh Minimum Gel Ekstrak Daun Kersen (Muntinga calabura) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus 1. Menyiapkan media padat selektif MSA. 2. Memipet 1 ml suspensi media cair hasil dilusi tabung yang telah diinkubasi lalu dituang ke dalam cawan petri yang berisi media selektif dengan pipet volume atau bluetip dalam laminar air flow dan kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 2 x 24 jam 3. Melakukan pengulangan sebanyak 3x 4. Setelah diinkubasi selama 2 hari, mengamati tidak adanya pertumbuhan koloni pada media, jika terdapat pertumbuhan bakteri menghitung jumlah bakteri yang tumbuh dalam media tersebut. 5. Mencatat data hasil pengujian. 3.9 Uji mutu fisik 3.9.1 Uji organoleptis 1. Mengamati bentuk 2. Mengamati warna 3. Mengamati bau 3.9.1.1 Uji voskositas 1. Menimbang 50g sediaan gel 48 2. Dimasukkan kedalam Viskotester Brookfield 3. Mengatur spindle dan kecepatan yang akan digunakan 4. Jalankan Viskotester Brookfield dijalankan 5. Amati dan viskositas dari gel akan terbaca 3.9.1.2 Uji pengukuran pH 1. Larutkan gel ekstrak daun kersen 2. Celupkan elektroda pH meter ke dalamnya 3. Nyalakan pH meter dan didiamkan sampai pH meter menunjukkan angka yang stabil 4. Amati dan baca hasilnya 3.9.1.3 Uji Homogenitas Uji Homogenitas bertujuan untuk mengetahui ketercampuran bahan aktif dengan menggunakan objek glass. Prosedur uji homogenitas : 1. Ambil dikit sediaan gel diletakkan diatas objek glass 2. Objek glass tersebut tutup dengan objek glass yang lain 3. Sehingga dapat mengetahui homogen atau tidak 3.10 Analisis Data Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan Analisis varian (ONE-WAY ANOVA). Analisis varians satu faktor dilakukan untuk menguji apakah terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan antara lebih dari dua sampel dimana varians populasi-populasi tersebut adalah sama. 49 Hipotesa penelitian sebagai berikut : H0 = Tidak terdapat perbedaan aktivitas antibakteri gel ekstrak daun kersen pada konsentrasi 2,5% dan 5% terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus. H1 = Terdapat perbedaan aktivitas antibakteri gel ekstrak daun kersen pada konsentrasi 2,5% dan 5%. 50 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Maserat Daun kersen sebanyak 500 g di ekstraksi dengan cara maserasi menggunakan etanol 70% sebanyak 2000 ml. Sebelum dievaporasi, disaring terlebih dahulu dengan kertas saring, sehingga didapatkan volume sebesar 1700 ml. Setelah dilakukan evaporasi, didapatkan ekstrak kental sebesar 290 ml. Gambar hasil evaporasi dapat dilihat pada lampiran hal 64. 4.2 Hasil Identifikasi Senyawa Flavonoid Pada Daun Kersen Disipkan tabung reaksi sebanyak 3. Ekstrak kental yang berwarna hijau kecoklatan, di ambil 1-2 tetes dan dimasukan ke dalam tabung reaksi pertama, tabung ini digunakan sebagai pembanding. Tabung kedua, berisi 1-2 tetes ekstrak kental ditambah dengan FeCl3, menghasilkan warna positif biru kehitaman. Sedangkan tabung yang ketiga berisi 1-2 tetes ekstrak kental dan ditambah dengan 1-2 tetes masing-masing serbuk seng dan HCl didiamkan selama 1 menit + 10 ml HCl (p) jika dalam waktu 2-5 menit terjadi warna merah. Kemudian ditambahkan 0,1 Mg + 10 tetes HCl(p) terjadi warna merah menunjukkan adanya flavonoida. Gambar hasil uji dapat dilihat dalam lampiran hal 65. 51 4.3 Hasil Pembuatan Sediaan Gel Ekstrak Daun Kersen Sampel flavonoid yang sudah diidentifikasi diformulasikan menjadi sediaan gel. Dibuat 4 sediaan gel, gel yang pertama dibuat tanpa penambahan ekstrak dan dibuat sebagai blanko, gel yang kedua, ketiga dan keempat dibuat dengan penambahan ekstrak dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 1%, 2,5% dan 5%. Dengan mencampurkan bahan dan penambahan ekstrak daun Kersen dihasilkan gel yang berwarna bening untuk blanko, dan gel yang berwarna hijau muda kekuningan untuk penambahan ekstrak sebesar 1%, hijau kekuningan untuk penambahan ekstrak sebesar 2,5% dan hijau kotor untuk penambahan ekstrak sebesar 5%. Gambar hasil dapat dilihat pada lampiran hal 66 dan 67. 4.4 Hasil Uji Mutu Fisik Gel 4.4.1 Uji Organoleptis Tabel 4.4.1 Hasil Organoleptis Gel Ekstrak Daun Gel Ekstrak Daun Kersen Kersen Konsentrasi 2,5% Konsentrasi 5% Bentuk Kental kental Warna Hijau kekuningan Hijau Kotor Bau Sedikit berbau Sedikit berbau Gambar hasil dapat dilihat pada lampiran hal 67. 52 4.4.2 Uji Viskositas Tabel 4.4.2 Hasil Viskositas Formula Gel Ekstrak Kekentalan (cps) Daun Kersen Gel Ekstrak Daun Kersen 850 cps Konsentrasi 2,5% Gel Ekstrak Daun Kersen 1000 cps Konsentrasi 5% Gambar hasil dapat dilihat pada lampiran hal 68. 4.4.3 Uji Pengukuran pH Gel ekstrak daun kersen yang telah diukur pHnya menggunakan kertas pH menghasilkan pH 6 untuk masing – masing konsentrasi. Gambar hasil dapat dilihat pada lampiran hal 68. 4.4.4 Uji Homogenitas Tabel 4.4.4 Hasil Homogenitas Gel Ekstrak Daun Kersen Gel Ekstrak Daun Kersen Konsentrasi 2,5% Homogen Konsentrasi 5% Homogen 53 Gel ekstrak daun kersen yang telah diuji homogenitas diamati pada objek glass menghasilkan gel yang homogen dan tidak pecah waktu ditutup menggunakan objek glass. Hasil uji dapat dilihat pada lampiran hal 69. 4.5 Hasil Pembacaan Kekeruhan Uji Daya Hambat Gel Ekstrak Daun Kersen Terhadap Staphylococcus aureus Dengan Spektrofotometer Visibel ƛ 580 nm Tabel 4.5 Hasil Daya Hambat Keterangan Absorbansi Gel Ekstrak Daun Kersen 0,1674 Konsentrasi 2,5% 0,1549 0,1870 Gel Ekstrak Daun Kersen 0,0969 Konsentrasi 5% 0,0809 0,0705 Kontrol (-) 0,2218 0,2218 0,2218 Keterangan : Kontrol (-) : berisi 8 ml media cair nutrient broth, 1 ml suspens bakteri dan 1 ml aquades 54 Tabel hasil pembacaan absorbansi kekeruhan dapat dilihat pada lampiran hal 73 Tabel 4.5.1 ANOVA ANOVA ujidayahambat ujidayahambat Sum of Squares df Mean Square F Between Groups .030 2 .015 Within Groups .001 6 .000 Total .030 8 Sig. 101.241 .000 Dari hasil One Way Anova didapatkan probabilitas kesalahan sebesar 0,00 yang lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan. Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: ujidayahambat Tukey HSD (I) perlakuan (J) perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Upper Bound .0098732 .0098732 Lower Bound .000 .005 Upper Bound .056706 -.082327 Lower Bound .117294 -.021740 konsentrasi2,5% konsentrasi 5% kontrol negatif Lower Bound .0870000(*) -.0520333(*) konsentrasi 5% konsentrasi2,5% -.0870000(*) .0098732 .000 -.117294 -.056706 -.1390333(*) .0520333(*) .1390333(*) * The mean difference is significant at the .05 level. .0098732 .0098732 .0098732 .000 .005 .000 -.169327 .021740 .108740 -.108740 .082327 .169327 kontrol negatif kontrol negatif konsentrasi2,5% konsentrasi 5% 55 Konsentrasi gel ekstrak daun kersen yang efektif dalam menghambat aktivitas pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus sebesar 2,5% . 4.6 Hasil Uji Daya Bunuh Gel Ekstrak Daun Kersen Terhadap Staphylococcus aureus Gel ekstrak daun kersen dengan konsentrasi 2,5% dan 5% tidak dapat membunuh pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, hal ini ditunjukan dengan tidak adanya zona bening yang terbentuk. Gambar hasil uji daya bunuh dapat dilihat pada lampiran hal 72. 4.7 Determinasi Tanaman Tanaman yang digunakan adalah tanaman kersen atau ceres yang diambil daunya sebagai sampel penelitian. Daun kersen tersebut diperoleh dari daerah Turen, kabupaten Malang yang kemudian dilakukan determinasi di UPT Materia Medika, Batu. hasil determinasi dapat dilihat pada lampiran hal 74. 56 BAB V PEMBAHASAN Persiapan simplisia dilakukan dengan perajangan daun kersen muda yang diangin-anginkan selama 2 hari yang bertujuan untuk menghilangkan kadar airnya sehingga proses pengambilan zat aktif yang ada di dalam tumbuhan dapat optimal. Zat aktif akan ditarik didalam larutan penyari. Proses ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan etanol 70% selama 5 hari, kemudian disaring dan diuapkan. Dalam proses maserasi digunakan daun kersen muda karena didalamnya terdapat kandungan metabolit sekunder yaitu flavonoid, saponin dan tanin. Oleh karena itu, daun yang masih muda akan menghasilkan ekstrak dengan kandungan flavonoid yang lebih banyak (Tobing, 1989) . Metode maserasi dipilih karena mempunyai beberapa keunggulan antara lain sudah dapat mengekstrak flavonoid dengan optimal, semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak hasil yang diperoleh (Voight, 1995), alat yang digunakan sederhana hanya dibutuhkan bejana perendam, biaya operasionalnya relative rendah, prosesnya relative hemat penyari. Proses maserasi ini menguntungkan dalam ekstraksi bahan alam karena selama proses perendaman sampel akan terjadi proses pemecahan dinding dan membrane sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar 57 selnya sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sampel akan terlarut dalam pelarut organic dan senyawa akan terekstraksi sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Etanol digunakan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas dan bahan simplisia yang ikut tersari dalam cairan penyari hanya sedikit, sehingga zat aktif yang tersari akan lebih banyak, disamping itu sifat kepolaran yang sama antara etanol dan flavonoid mempermudah proses ekstraksi. Tahap selanjutnya adalah penguapan yang bertujuan untuk memisahkan pelarut dengan menggunakan evaporator pada suhu 70° C, hal ini dilakukan agar pelarut dapat benar-benar menguap maksimal singga ekstrak tidak lagi mengandung alkohol. Hasil uji organoleptis ekstrak daun kersen diperoleh data tentang organoleptis ekstrak daun yang telah terbebas dari pelarut alkohol 70%. Hal ini ditandai dengan tekstur ekstrak yang kental, warna hijau kecoklatan , berbau agak menyengat dan tidak berbau alkohol. Setelah di dapat ekstrak daun kersen dilakukan pembuatan gel. Pembuatan gel dilakukan dengan cara mencampur basis gel atau CMC Na dengan air panas kemudian digerus sampai mengembang dan diaduk kuat hingga homogen, penambahan ekstrak daun kersen ke dalam basis gel tersebut dilakukan terakhir agar bisa tercampur sampai homogeny. Digunakan air panas karena CMC Na dapat larut sempurna dan homogen sehingga partikelnya dapat terdispersi dengan sempurna. Penambahan ekstrak daun kersen sesuai konsentrasi 2,5% dan 5% terhadap formula. Sebelum proses tersebut dilakukan, mortar dan stemper direndam dengan air panas selama 5 menit. Hal ini dilakukan agar gel yang dihasilkan lebih baik dan tidak 58 pecah. Setelah terbentuk sediaan gel ekstrak daun kersen, dilakukan uji mutu fisik yang meliputi uji organoleptisnya, pH, homogenitas, dan viskositas. Hasil yang diperoleh dari uji mutu fisik sediaan gel ekstrak daun kersen dengan konsentrasi 2,5 dan 5% yaitu homogen. Hal ini terjadi karena terlihat pada objek glass tercampur rata dan tidak pecah. Partikel esktrak daun kersen homogen dengan berbentuk cair sehingga mudah untuk bercampur dengan bahan pembentuk gel. Proses pengadukan yang kuat, merata dan penggunaan air panas memperbesar kelarutan bahan pembentuk gel. Pengukuran pH dilakukan dengan kertas pH universal . Formula gel ekstrak daun kersen konsentrasi 2,5% dan 5% memiliki pH sebesar 6. Hal ini dikarenakan bahan – bahan pembentuk gel memiliki pH yang sama dengan pH kulit manusia berkisar 4,6-6,5, sehingga jika digunakan sediaan tidak mengiritasi kulit manusia. Viskositas gel ekstrak daun kersen konsentrasi 2,5% dan 5% diperoleh 850 dan 1000 cps memenuhi syarat uji mutu fisik. Nilai kekentalan yang semakin besar dikarenakan konsentrasi estrak yang semakin besar. Viskositas gel mempengaruhi mutu fisik gel, viskositas gel yang sesuai syarat (tidak terlalu kental) akan mempermudah pengeluaran gel dari botol. Setelah uji mutu fisik gel selesai dilakukan, selanjutnya dilakukan uji daya hambat gel ekstrak daun kersen dengan metode dilusi atau pengenceran. Pengamatan kekeruhan dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer visible pada panjang gelombang 580 nm. Pengamatan kekeruhan tidak dilakukan dengan mata telanjang karena hasilnya kurang akurat dan penglihatan kekeruhan masing – masing orang berbeda – beda hasilnya. 59 Dalam penelitian ini, untuk mengetahui adanya perbedaan aktivitas daya hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dianalisis dengan menggunakan metoda dilusi dan diukur absorbansinya. Absorbansi dianalisis statistik SPSS One Way Anova. Absorbansi pada gel ekstrak daun kersen pada konsentrasi 2,5% dan 5% berturut turut diperoleh rata – rata 0,1312 dan 0,2185 . Hal ini menunjukkan bahwa pada gel ekstrak daun kersen dengan konsentrasi 2,5% dan 5% memiliki aktivitas dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aures. Uji Anova terhadap aktifitas antibakteri Staphylococcus aureus kelompok gel tanpa ekstrak, control negative, gel ekstrak daun kersen 2,5% dan 5% menunjukkan probabilitas kesalahan sebesar 0,00 yang lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan diantara elompok tersebut. Selanjutnya dilakukan Uji Tukey dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui kelompok perlakuan yang berbeda nyata menghambat pertumbuhan bakteri. Pada kelompok gel tanpa ekstrak daun kersen dan pengawet sama- sama memberikan aktivitas antibakteri, namun aktivitas antibakteri yang signifikan diperoleh dari ekstrak daun kersen bukan dari pengawet. Hasil tukey menunjukkan 2,5%,5%, gel tanpa ekstrak berbeda nyata terhadap kontrol negative. Berdasarkan dari analisa data yang dilakukan, didapatkan hasil konsentrasi gel ekstrak daun kersen yang efektif dalam menghambat aktivitas pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus sebesar 2,5% . Pada uji daya bunuh gel ekstrak daun kersen dengan konsentrasi 2,5% dan 5%, tidak dapat membunuh pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, hal ini bisa ditunjukan dengan tidak terbentuknya zona bening pada media agar. Sehingga dapat 60 disimpulkan bahwa gel ekstrak daun kersen dengan konsentrasi 2,5% dan 5% tidak dapat membunuh bakteri Staphylococcus aureus. 61 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan 1. Aktivitas antibakteri konsentrasi gel ekstrak daun kersen 5% lebih besar daripada konsentrasi gel ekstrak daun kersen 2,5%. 2. Konsentrasi gel ekstrak daun kersen yang paling efektif dalam menghambat aktivitas pertumbuhan Staphylococcus aureus yaitu gel ekstrak daun kersen dengan konsentrasi 2,5%. 3. Mutu fisik dari sediaan gel daun kersen dengan konsentrasi 2,5% dan 5% memenuhi persyratan dari semua uji mutu fisik sediaan gel, meliputi organoleptis, homogenitas, viskositas dan pH. 6.2 Saran 1. Dilakukan formulasi lebih lanjut untuk menghilangi aroma agak menyengat dari daun kersen sebagai gel antijerawat misalnya dengan ditambahkan oleum citrus sehingga aroma dari gel ekstrak daun kersen bisa menarik. 2. Perlu dilakukan penelitian uji klinis untuk mengetahui potensi gel sebagai alternative obat jerawat. 62 DAFTAR PUSTAKA Anief, Moh. Teori dan Praktik Ilmu Meracik Obat. Falkutas Framasi Universitas Gajah Mada.Yogyakarta : Gadjah Mada University,2000 : 169 Cunliffe Wj, Acne (London : Martin Duritz Ltd,1989) : 22-115 Harbone,J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang soediro, Bandung: penerbit ITB Pratiwi, Sylviat. Mikrobiologi Farmasi. Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada. Jakarta: Erlangga Kligmen, Am , An Overview of Acne (J Invest Dermatol 1974) 62 : 46-144 Martindale, The Extra Pharmacopoeia, hal 951 Materia Medica Indonesia, hal 168 Plewig G dan Kligman Am, Acne : Morphogenesis and Treatment (Berlin : Springer Verlag -1975) : 3-162 Robin Graham, Lecture Notes Dematologi Sirait,M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi, Bandung: penerbit ITB. 63 Wasitaatmadja SM, Klasifikasi dan Gradasi Akne (Jakarta : Pfizer Indonesia 1990) Wasitaatmadja SM, Evaluasi Terapi Akne , dalam Wasitaatmadja SM dan Sugito Tl,ed. Dermatologi Kosmetik (Jakarta : pp Perdoski ,1994) 98-105 64 Lampiran 1 Proses Evaporasi Ekstrak Daun Kersen Tahap 1. Maserasi 5 hari Tahap 2. Tahap 3 evaporasi Tahap 4 ekstrak kental 290 ml 65 Lampiran 2 Identifikasi Senyawa Flavonoid Ekstrak kental daun kersen Ekstrak + FeCl3 = biru kehitaman Ekstrak kental daun kersen Ekstrak +Mg + 10 tetes HCl(p) Merah 66 Lampiran 3 Pembuatan Gel Ekstrak Daun Kersen Tahap 1.mortar dan stemper Tahap 2. Penaburan CMC Na Yang sudah dibilas dengan Air panas Tahap 3 Pengadukan hingga homogen 67 Lampiran 4 Hasil Gel Ekstrak Daun Kersen Gel Ekstrak Daun Kersen Konsentrasi 2,5% Gel Ekstrak Daun Kersen Konsentrasi 5% 68 Lampiran 5 Viskositas Viskositas Brokfield Pengukuran pH 69 Lampiran 6 Homogenitas Gel Ekstrak Daun Kersen 1% Gel Ekstrak Daun Kersen 2,5% Gel Ekstrak Daun Kersen 5% 70 Lampiran 7 Analisa Data ANOVA ONEWAY ujidayahambat BY perlakuan /STATISTICS DESCRIPTIVES /MISSING ANALYSIS /POSTHOC = TUKEY ALPHA(.05). Oneway [DataSet0] Descriptives ujidayahambat konsentrasi2,5 % konsentrasi 5% kontrol negatif Total N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Lower Bound 3 .169767 .0161803 3 .082767 .0132986 3 .221800 .0000000 9 .158111 .0617293 Upper Bound .009341 7 .007678 0 .000000 0 .020576 4 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound Minimu m Maximu m Lower Bound Upper Bound .129572 .209961 .1549 .1870 .049731 .115802 .0705 .0969 .221800 .221800 .2218 .2218 .110662 .205560 .0705 .2218 ANOVA ujidayahambat Sum of Squares df Mean Square Between Groups .030 2 .015 Within Groups .001 6 .000 Total .030 8 71 F 101.241 Sig. .000 Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: ujidayahambat Tukey HSD (I) perlakuan Mean Difference (I-J) (J) perlakuan Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Upper Bound .0098732 .0098732 Lower Bound .000 .005 Upper Bound .056706 -.082327 Lower Bound .117294 -.021740 konsentrasi2,5% konsentrasi 5% kontrol negatif Lower Bound .0870000(*) -.0520333(*) konsentrasi 5% konsentrasi2,5% -.0870000(*) .0098732 .000 -.117294 -.056706 -.1390333(*) kontrol negatif konsentrasi2,5% .0520333(*) konsentrasi 5% .1390333(*) * The mean difference is significant at the .05 level. .0098732 .0098732 .0098732 .000 .005 .000 -.169327 .021740 .108740 -.108740 .082327 .169327 kontrol negatif Homogeneous Subsets ujidayahambat Tukey HSD N perlakuan konsentrasi 5% Subset for alpha = .05 1 3 konsentrasi2,5% 3 kontrol negatif 3 2 .082767 3 1 .169767 .221800 Sig. 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. 72 1.000 Lampiran 8 Daya Bunuh Gel Ekstrak Daun Kersen Gel Ekstrak Daun Kersen Konsentrasi 1% Gel Ekstrak Daun Kersen 2,5% Gel Ekstrak Daun Kersen Konsentrasi 5% 73 Lampiran 9 Pembacaan Absorbansi Kekeruhan Replikasi %T T A Konsentrasi 1 68 0,68 0,1674 2,5% 2 70 0,70 0,1549 3 65 0,65 0,1870 1 80 0,80 0,0969 2 83 0,83 0,0809 3 85 0,85 0,0705 60 0,60 0,2218 60 0,60 0,2218 60 0,60 0,2218 Konsntrasi 5% Kontrol (-) Keterangan : Kontrol (-) : berisi 8 ml media cair nutrient broth, 1 ml suspens bakteri dan 1 ml aquades Lampiran 9 Determinasi Daun Kersen 74 75