Puji syukur Alhamdulillah kupanjatkan hanya kepada – MU Yaa

advertisement
Puji syukur Alhamdulillah kupanjatkan hanya kepada – MU Yaa ALLAH atas
karunia dan anugerah serta kekuatan yang menuntunku dalam menyelesaikan tugas
Karya Tulis Ilmiah ini.
Terima kasih atas Syafaat Rosululloh SAW yang telah selalu membimbing
hidupku.
Aku persembahkan karya kecilku ini untuk orang tuaku tercinta, yang selalu
berupaya membiayai perkuliahanku hingga selesai dan selalu memberikan yang terbaik
untuk hidupku. Maafkan bila aku belum bisa jadi anak yang baik tapi aku akan berusaha
terus untuk memberikan yang terbaik.
Untuk kakak, adik dan kakak iparku yang tak lupa selalu memberikan semangad
dalam mengerjakan Karya TuliS Ilmiah ini dan terima kasih banyak untuk semuanya.
Khusus buat adiku sekaligus saudara kembarku Faiz, terima kasih atas pinjaman sepeda
motornya yang sangat membantu sekali dalam proses penyelesaian KTI ini. Aku doakan
selalu yang terbaik untukmu. Maafkan bila banyak salah baik sengaja ataupun tidak.
Untuk teman dan sahabat mulai SD,SMP dan SMA terima kasih atas segala doa
dan bantuanya selama ini. Tak lupa terima kasih juga buat para tetengga dan teman –
teman di lingkungan rumah atas doanya. Maaf bila tidak bisa membalasnya dengan apaapa. Hanya doa yang terbaik buat kalian semua yang bisa aku lakukan.
Untuk sahabat aku riris, terima kasih atas bantuanya dalam jasa membantu aku
dalam proses pengetikan Karya Tulis Ilmiah ini. Terima kasih atas dorongan semangad
dan saranya yang sangat berguna untuk aku ke depanya. Maaf bila selalu
merepotkanmu.
Untuk keluarga baru aku yang ada di Soekarno Hatta, adeg VheVhe (Ferty Endah
Ikasari), yuliet n Ibu Iti terima kasih buat semuanya. Terima kasih atas tumpangan
tempat tinggalnya, di saat aku lagy praktek KTI dan pulang malam. Terima kasih juga
telah membuat aku menjadi nyaman berada disekeliling kalian dan terlebih terima kasih
untuk ibu Iti yang menganggap ku seperti anaknya sendiri. Terima kasih juga buat adeg
Vhevhe yang selalu setia n ada di saat suSaH senang, bantuin aku praktek dan selalu
bersama – sama hingga sampai saat ini, dan aku harap kita akan selamnya seperti ini.
Intinya terima kasih banyak buat keluarga kecilku ini dan maafkan bila aku selalu
merepotkan kalian hingga sampai saat ini.
Untuk The Frohlish (Ferty, Fina dan Ineke), terima kasih buat persahabatan kita
mulai semester 2 hingga sampai saat ini. Selalu berjuang sama-sama saat kuliah dan saat
PKL di Bangil hingga kita dijuluki F4, saat itulah adalah masa-masa perjuangan kita
bersama yang indah dan tak terlupakan.
Untuk SODARA KRESEG AKAFARMA 2010, terima kasih atas semangadnya, kerja
samanya selama ini. Kalian memang hebat semua. Kekompakan keceriaan dan kenakalan
kita semua selama di bangku perkuliahan gag akan aku lupakan meskipun terkadang kita
ada selisih paham tapi kita tetap satu menjadi keluarga SOKRES.
Untuk seseoarang disana, terima kasih atas doanya yang jauh disana. Dan
sekarang kita menjadi teman biasa. Terima kasih sekali lagi.
Untuk dosen pembimbingku bu Ratna, terima kasih banyak telah membimbing aku
dengan sabar, telaten dan selalu memberikanku semangad hingga sampai saat ini.
Maafkan bila saya sering bandel, teledor dan terkadang tidak disiplin, akan tetapi beliau
tetap sabar menghadapiku. Terima kasih juga untuk para dosen penguji bu Kartini dan bu
Misgiati yang selalu sabar dalam memberikan saran dan kritiknya untuk Karya Tulis
Ilmiah Ini. Terima kasih juga untuk semua dosen pengajar, staff dan karyawan Putra
Indonesia Malang atas bantuanya selama ini.
Serta untuk nama – nama yang belum tertulis di atas, terima kasih juga buat
semuanya. Terima kasih buat semuanya dan semoga Karya Tulis Ilmiah ini berguna buat
kita semua.
ABSTRAK
Rahmawati, Anisa Fauziah.2013. Pemanfaatan Daun Kersen (Muntingia calabura L)
Sebagai Gel Antijerawat. Karya Tulis Ilmiah. Akademi Analis Farmasi dan
Makanan Putra Indonesia Malang. Pembimbing Dyah Ratna Wulan, S.Si
Kata kunci : daun kersen ( Muntingia calabura L ), jerawat, mutu fisik gel.
Jerawat adalah salah satu kelainan kulit yang merisaukan banyak remaja dan
orang dewasa. Jerawat ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah
infeksi pada luka yang diakibatkan oleh bakteri yang ada di kulit seperti
Staphylococcus aureus. Untuk mengatasi masalah ini dapat digunakan bahan alam
seperti daun kersen. Daun kersen mempunyai flavonoid yang berkhasiat sebagai
antibakteri. Pemanfaatannya diusulkan melalui pembuatan sediaan gel dengan
konsentrasi ekstrak 2,5% dan 5%.
Sediaan dalam bentuk gel memiliki beberapa keuntungan, antara lain cara
penggunaan yang efektif dan efisien, mudah dioleskan dan tidak meninggalkan
lapisan berminyak pada permukaan kulit dibandingkan dengan cream. Untuk
memperoleh gel ekstrak daun kersen yang berkhasiat sebagai antibakteri dan
memenuhi syarat mutu yang baik, dan perlu dilakukan pengujian.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi mulai bulan April sampai
dengan Juni 2013. Uji sediaan gel dengan zat aktif ekstrak etanol daun kersen diuji
mutu fisik (organoleptis, pH,homogenitas dan viskositas), aktivitas daya hambat
bakteri S.aureus dan efektifitas gel ekstrak daun kersen.
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada uji mutu fisik gel, dapat
disimpulkan gel ekstrak daun kersen memenuhi persyaratan mutu fisik. Viskositas gel
ekstrak 2,5%; dan 5% berturut-turut sebesar 850 dan 1000 cps. Semua gel ekstrak
daun kersen homogen dengan pH 6. Berdasarkan analisa data Anova dan Uji Tukey,
gel ekstrak daun kersen 2,5% efektif menghambat pertumbuhan S. aureus.
Peneliti menyarankan agar dilakukan formulasi lebih lanjut untuk
menghilangi aroma agak menyengat dari daun kersen sebagai gel antijerawat. Serta
mengenai daya bunuh gel ekstrak daun kersen, sehingga penelitian selanjutnya dapat
bermanfaat.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul
“Pemanfaatan Daun Kersen (Muntingia calabura L) Sebagai Gel Antijerawat. “ ini
tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai salah satu
persyaratan untuk menyelesaikan program akhir Diploma III di Akademi Analis
Farmasi dan Makanan “Putra Indonesia” Malang.
Sehubungan dengan terselesaikannya penulisan Karya Tulis ilmiah ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak, yaitu :
1. Hendyk Krisna Dani,S.Si selaku direktur Akademi Analis Farmasi dan
Makanan “Putra Indonesia” Malang.
2. Ayu Ristamaya Yusuf, A.Md, ST selaku PD I Akademi Analis Farmasi dan
Makanan “Putra Indonesia” Malang.
3. Ibu Dyah Ratna Wulan, S.Si selaku Dosen pembimbing
4. Ibu Kartini, A.Md., ST selaku Dosen penguji.
5. Ibu Misgiati, A,Md,MPd selaku Dosen penguji.
6. Bapak dan Ibu Dosen Akademi Analis Farmasi dan Makanan“Putra Indonesia”
Malang serta semua staf.
ii
7. Kedua orang tua, kakakku dan adiku yang telah memberi do’a serta memotivasi
baik material maupun spiritual.
8. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang langsung maupun yang tidak
langsung telah memberikan bimbingan, bantuan, serta arahan kepada penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih mempunyai
beberapa kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran akan sangat diharapkan.
Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat.
Malang, Juli 2013
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Table of Contents
ABSTRAK .................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL...................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................viiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... viiiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................... Error! Bookmark not defined.
1.2 Rumusan masalah : ............................................ Error! Bookmark not defined.
1.3 Tujuan Penelitian :............................................. Error! Bookmark not defined.
1.4 Kegunaan Penelitian : ........................................ Error! Bookmark not defined.
1.5 Asumsi Penelitian ................................................................................................ 4
1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian .... Error! Bookmark not defined.
1.7 Definisi Istilah ..................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 7
2.1
Jerawat .......................................................... Error! Bookmark not defined.
2.2
Tinjauan Bakteri Staphylococcus aureus ..................................................... 14
2.3 Senyawa Antibkteri ........................................................................................... 16
2.4 Flavonoid ........................................................................................................... 20
2.5 Tinjauan Kersen................................................................................................. 22
2.6
Ekstraksi ....................................................................................................... 25
2.7 Metode Mengukur Daya Hambat Bakteri ......................................................... 28
2.8 Gel ..................................................................................................................... 29
2.9
Evaluasi Mutu Sediaan ................................................................................. 35
2.10 Kerangka Teori ................................................................................................ 37
iv
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................... 39
3.1
Rancangan Penelitian ................................................................................... 39
3.2
Populasi dan Sampel Penelitian.................................................................... 40
3.3
Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................ 41
3.4
Definisi Operasional Variabel ...................................................................... 41
3.5 Instrumen Penelitian .......................................................................................... 42
3.6
Pengumpulan Data ..................................................................................... 44
3.7 Pembuatan Gel................................................................................................... 45
3.8 Membuat Biakan Bakteri Staphylococcus Aureus ............................................ 46
3.9
Uji mutu fisik................................................................................................ 49
3.10 Analisis Data ................................................................................................... 51
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1
Hasil Maserat ................................................ Error! Bookmark not defined.
4.2
Hasil Identifikasi Senyawa Flavonoid Pada Daun Kersen .Error! Bookmark
not defined.
4.3 Hasil Pembuatan Sediaan Gel Ekstrak Daun Kersen ....... Error! Bookmark not
defined.
4.4 Hasil Uji Mutu Fisik Gel ................................... Error! Bookmark not defined.
4.5
Hasil Pembacaan Kekeruhan Uji Daya Hambat Gel Ekstrak Daun Kersen
Terhadap Staphylococcus aureus Dengan Spektrofotometer Visibel ƛ 580 nm
Error! Bookmark not defined.
4.6
Hasil Uji Daya Bunuh Gel Ekstrak Daun Kersen Terhadap
Staphylococcus aureus ........................................... Error! Bookmark not defined.
4.7 Determinasi Tanaman ........................................ Error! Bookmark not defined.
BAB V PEMBAHASAN ........................................... Error! Bookmark not defined.
BAB VI PENUTUP ................................................... Error! Bookmark not defined.
6.1
Kesimpulan ................................................. Error! Bookmark not defined.
6.2
Saran ............................................................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ................................................ Error! Bookmark not defined.
v
DAFTAR TABEL
Table
Teks
Halaman
Tabel 4.4.1 Hasil Organoleptis .......................................................................... 52
Table 4.4.2 Hasil Viskositas ............................................................................. 53
Tabel 4.4.4 Hasil Homogenitas .......................................................................... 53
Tabel 4.5 Hasil Daya Hambat ............................................................................ 54
Tabel 4.5.1 ANOVA ........................................................................................ 55
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Teks
Halaman
Gambar 2.1 Daun Kersen (Muntingia calabura L) ............................................ 23
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Teks
Halaman
Lampiran 1.Proses Evaporasi Ekstrak Daun Kersen.......................................... 64
Lampiran 2. Identifikasi Senyawa Flavonoid .................................................... 65
Lampiran 3. Pembuatan Gel Ekstrak Daun Kersen ........................................... 66
Lampiran 4. Hasil Ekstrak Daun Kersen............................................................ 67
Lampiran 5.Viskositas dan pH ........................................................................... 68
Lampiran 6.Homogenitas ................................................................................... 69
Lampiran 7. ANOVA ......................................................................................... 70
Lampiran 8. Daya Bunuh Gel Ekstrak Daun Kersen ......................................... 72
Lampiran 9. Pembacaan Absorbansi Kekeruhan ............................................... 73
Lampiran 10. Determinasi Daun Kersen ............................................................ 74
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jerawat adalah salah satu kelainan kulit yang merisaukan banyak remaja dan
orang dewasa karena mengurangi kepercayaan diri seseorang. Jerawat umumnya
dialami semua remaja dengan usia16-19 tahun, bahkan dapat berlanjut sampai usia 30
tahun. Jerawat ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah infeksi pada
luka yang diakibatkan oleh bakteri yang ada di kulit seperti Staphylococcus aureus
(Razak, dkk., 2013).
Untuk mengatasi masalah jerawat yang disebabkan oleh infeksi bakteri dapat
digunakan obat dari bahan alam. Salah satu prinsip dari pengobatan jerawat adalah
menghambat pertumbuhan bakteri pada jerawat. Dalam tahapan munculnya jerawat
dijelaskan bahwa pertumbuhan bakteri pada kulit berjerawat muncul ketika terbentuk
pastules berisi nanah. Keadaan tersebut lama – lama akan menyebabkan infeksi dan
meningkatkan potensi jerawat berikutnya.
Indonesia merupakan negara yang memiliki keaneragaman flora. Banyak
tanaman di Indonesia mempunyai potensi sebagai obat dan memiliki aktivitas
antibakteri, akan tetapi masih banyak yang belum dimanfaatkan, salah satunya adalah
tanaman Muntingia calabura yang lebih dikenal sebagai keres atau kersen. Tanaman
ini tumbuh liar di wilayah tropis dan umumnya hanya digunakan sebagai peneduh,
1
padahal tanaman ini mempunyai banyak khasiat. Daun kersen mengandung beberapa
metabolit sekunder salah satunya senyawa flavonoid. Flavonoid berkhasiat sebagai
antioksidan, antibakteri dan antiinflamasi. Rebusan daun keres dapat membunuh
bakteri Staphylococcus aureus karena mengandung senyawa flavonoid yang
dimilikinya. Menurut penelitian yang ada menunjukan bahwa ekstrak etanol hasil
isolasi dari daun kersen yang memiliki daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus
aureus, Eschericia coli, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis adalah senyawa
auron, flavonol dan flavon (Yuniar,2010). Hasil ini juga didukung dengan adanya
penelitian yang dilakukan oleh Zakaria Et.al menunjukan bahwa dengan ekstrak
etanol daun kersen dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
Adapun senyawa aktif yang berperan sebagai antibakteri adalah 5-hidroksi-3,7dimethoxyflavone (Adila Et. al, 2012).
Khasiat anti bakteri dari daun kersen belum dimanfaatkan secara optimal,
sehingga peneliti mengusulkan untuk membuat sediaan gel dari ekstrak daun kersen
untuk mengatasi masalah jerawat. Sediaan gel dipilih karena tidak mengandung
bahan minyak sehingga tidak akan memperburuk jerawat. Selain itu, gel juga
mempunyai rasa dingin di kulit, menempel dengan baik sehingga kontak dengan kulit
lebih lama, dan mudah mengering. Pengujian antibakteri dilakukan terhadap bakteri
Staphylococcus aureus dikarenakan bakteri tersebut merupakan bakteri yang hidup di
kulit manusia dan salah satu bakteri yang mempunyai pengaruh terhadap infeksi pada
jerawat.
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan beberapa tahap penelitian. Tahap
pertama, pembuatan ekstrak kental daun kersen dengan metode maserasi dengan
2
menggunakan pelarut etanol( Nurlita Anasiwi). Ekstrak dipekatkan dengan
menggunakan rotary evaporator. Kandungan flavonoid pada ekstrak kental di uji
secara kulitatif dengan menggunakan beberapa pereaksi. Tahap kedua adalah
membuat sediaan gel dengan konsentrasi ekstrak 2,5% dan 5%. Tahap ketiga adalah
pengujian terhadap daya hambat pertumbuhan bakteri dan mutu fisik gel. Uji mutu
fisik dari sediaan gel, meliputi uji organoleptis, pH dan uji viskositas. Aktivitas
antibakteri diuji dengan menggunakan metode dilusi , dengan cara membandingkan
absorbansi kekeruhan yang menunjukan jumlah bakteri pada gel ekstrak daun kersen
konsentrasi 2,5% , 5% dan kontrol negative. Data yang diperoleh dianalisis dengan
ONE WAY ANOVA, dilanjutkan dengan Tukey taraf kepercayaan 95%.
1.2 Rumusan masalah :
1. Apakah gel dari ekstrak daun kersen (Muntingia folium) dengan
menggunakan variasi konsentrasi
2,5 % dan 5% memiliki aktivitas
antibakteri terhadap Staphylococcus auerus yang merupakan salah satu
penyebab jerawat?
2. Berapakah konsentrasi formula gel yang efektif dalam menghambat
pertumbuhan Staphylococcus aureus?
3. Bagaimanakah hasil uji mutu fisik sediaan gel dari esktrak daun kersen?
3
1.3 Tujuan Penelitian :
1. Untuk mengetahui perbedaan aktivitas gel daun kersen (Muntinga
calabura) yang dapat digunakan sebagai antibakteri pada Staphylococcus
aureus dengan konsentrasi 2,5% dan 5%
2. Untuk mengetahui konsentrasi formula gel
yang efektif dalam
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
3. Untuk mengetahui mutu fisik gel dari esktrak daun kersen dengan
konsentrasi 2,5% dan 5%
1.4 Kegunaan Penelitian :
1. Mahasiswa dapat mengembangkan pemanfaatan limbah daun kersen dan
memberikan solusi bahan alam untuk mengatasi jerawat.
2. Sebagai
tambahan referensi sehingga dapat bermanfaat pada penelitian
berikutnya.
1.5 Asumsi Penelitian
1. Senyawa flavonoid adalah senyawa metabolit sekunder yang terkandung
dalam tanaman dan mempunyai aktivitas antibakteti
2. Maserasi dapat digunakan untuk mengekstraksi senyawa flavonoid pada daun
kersen.
3. Metode uji tabung dapat digunakan untuk analisa kualitatif flavonoid dengan
menggunakan pereaksi FeCl3, serbuk Mg dan HCl pekat.
4
4. Metode dilusi dapat digunakan untuk menguji daya hambat pertumbuhan
Staphylococcus aureus, dengan membandingkan kekeruhan atau pertumbuhan
dengan kontrol media yang mengandung media konsentrasi. Penghambatan
minimal didapatkan dari tabung yang jernih pada pengenceran tertinggi.
1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
1.6.1
Ruang lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui mutu fisik dan aktivitas
daya hambat dari gel ekstrak daun kersen dengan 2 formulasi terhadap pertumbuhan
Staphylococus aureus.
1.6.2
Keterbatasan Penelitian
1. Pengujian antibakteri dari daun kersen tidak menggunakan isolat senyawa
flavonoid melainkan ekstrak kasar.
2. Identifikasi senyawa flavonoid dalam ekstrak hanya berdasarkan reaksi
pendahuluan meliputi reaksi FeCl3, sebuk Mg dan HCl (p).
1.7 Definisi Istilah
Untuk menghindari perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah, maka
diuraikan maksud dari beberapa istilah sebagai berikut:
1. Daun kersen(Muntingia folium) adalah daun yang berwarna hijau,tepi daunya
bergerigi, dan memiliki buah merah berbentuk bulat yang manis.
2. Ekstrak daun kersen yaitu hasil ekstraksi dari tanaman Muntingia calabura.
5
3. Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari C 6 – C3-C6.Flavonoid terdapat pada
seluruh bagian tanaman, termasuk pada buah, tepung sari dan akar.
4. Ekstraksi adalah sutu proses pemisahan substansi dari campurannya dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk
menarik komponen kimia.yang terdapat pada simplisia.
5. Aktivitas antibakteri adalah kemampuan suatu zat dalam menghambat atau
membunuh pertumbuhan bakteri.
6. Zona hambatan adalah daerah yang tidak ditumbuhi oleh bakteri biasanya
berbentuk lingkaran yang tampak pada media agar.
7. Jerawat adalah penyakit kulit akibat peradangan menahun dari folikel pilosebasea
yang ditandai dengan dengan adanya erupsi,komedo, popul,pustule,nodus dan
kista pada tempat predileksi seperti muka,leher,lengan atas,dada,dan punggung.
8. Efektifitas adalah keampuhan , keberhasilan dan kemanjuran.
9. Metode tabung adalah metode yang menggunakan pereaksi tertentu untuk
identifikasi suatu senyawa secara kualitatif.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jerawat
Jerawat adalah penyakit kulit akibat peradangan menahun dari folikel
pilosebasea yang ditandai dengan dengan adanya erupsi,komedo, popul,pustule,nodus
dan kista pada tempat predileksi seperti muka,leher,lengan atas,dada,dan punggung.
Radang saluran kelenjar minyak kulit tersebut dapat menyebabkan sumbatan
aliran sebum yang dikeluarkan oleh kelenjar sebasea di permukaan kulit, sehingga
kemudian timbul erupsi ke permukaan kulit yang dimulai dengan komedo. Proses
radang selanjutnya akan membuat komedo berkembang menjadi popul,pustule,nodus
dan kista. Bila peradangan surut terjadi jaringan parut berbagai bentuk. Sumbatan
saluran kelenjar minyak dapat terjadi karena:
1. Perubahan jumlah dan konsistensi lemak kelenjar akibat pengaruh berbagai
factor penyebab, yaitu : genetic,rasial,hormonal,cuaca,jasad renik, misalnya
karena infeksi bakteri Staphylococcus aureus, makanan,stress psikis dan
lainya terjadi akne vulgaris.
2. Tertutupnya saluran keluar kelenjar sebase oleh massa eksternal, baik dari
kosmetika, bahan kimia di tempat kerja, dirumah tangga, deterjen atau bahkan
tekanan helm atau ikatan rambut. Akne akibat zat eksternal disebut sebagai
akne veneta.
7
3. Saluran keluar kelenjar sebase menyempik akibat radiasi sinar ultraviolet,
sinar
matahari,
atau
sinar
radio
aktif
terjadi
pada
akne
fisik
(Wasitaatmadja,1994).
2.1.1 Gejala Klinis Jerawat
Keluhan penderita akne seringkali mengarah ke segi estetis daripada fisik.
Kadang –kadang saja akne atau jerawat menyebabkan rasa gatal yang mengganggu
atau rasa sakit yang sangat kecuali bila telah terjadi postul atau timbul nodus yang
besar. Pada akne vulgaris atau jerawat lesi atau gangguan terjadi pada tempat
predileksi di mana banyak terdapat kelenjar sebase misalnya di muka, leher, dada,
punggung, bahu dan lengan atas.
Namun akne vulgaris dapat pula terjadi di daerah kulit lain yang mengandung
kelenjar sebase misalnya,paha, betis, perut dan sebaliknya tidak mungkin terjadi pada
kulit yang tidak mengandung kelenjar sebase seperti telapak tangan dan telapak kaki.
Pada akne veneta lesi/gangguan kulit lebih monoform, biasanya komedonal, dan
hanya terlihat pada daerah kulit yang terkena atau kontak dengan zat tersebut,
misalnya di muka(akne kosmetika),lengan atas dan bawah serta betis (akne akibat
kerja), dan kening (frictional acne).
Pada kane fisika lesi terjadi pada daerah yang terkena, seperti muka, lengan,dan
leher atau tempat lain yang terkena. Lesi kulit juga lebih monoformis dengan komedo
atau popul. Efloresensi(kelainan kulit) yang khas pada akne adalah komedo, suatu
awal radang setempat berupa popul kecil dengan sumbatan sebum yang mengeras
didalamnya. Sumbatan dapat berwarna hitam apabila letaknya di permukaan akibat
8
adanya melanin epidermal(komedo hitam atau komedo tertututp). Pada lesi berlanjut
berupa popul,nodus atau kista tidak dapat dibedakan dengan efloresensi pada
penyakit lain. (Wasitaatmadja, 1994)
Fase dalam jerawat :

Fase Awal
Dalam fase awal ini, jerawat yang muncul ditandai dengan adanya ada tanda kecil
dari jerawat , tempat timbulnya jerawat akan ada tanda merah di bagian pipi. Sebelum
munculnya jerawat akan ditandai dengan adanya banyak titik komedo yang muncul di
bagian hidung dan sekitar hidung, komedo bisa dihilangkan dengan menggunakan
masker komedo yang banyak dijual dipasaran dengan berbagai merk. Namun ada
pula yang ditandai dengan jerawat kecil-kecil. Namun dalam fase awal ini komedo
yang timbul akan mudah hilang dalam kurun waktu sekitar 1-2 hari.

Fase Ke-2
Fase kedua ini adalah fase dimana jerawat akan mulai terlihat dengan munculnya
komedo (whitehead) yang semakin banyak, komedo muncul seperti bintik putih yang
banyak terdapat pada bagian pinggir kanan dan kiri hidung serta bagian tulang pipi di
bawah mata, bahkan ada komedo yang terdapat di bawah bibir. Kondisi ini akan
menyebabkan peradangan yang berakibat pada munculnya jerawat baru setelah
komedo tersebut hilang.
9

Fase Ke-3
Setelah mengalami fase kedua, tanda munculnya jerawat akan berkembang. Jerawat
yang muncul ditandai dengan semakin berkembangnya jerawat yang tadinya dalam
bentuk kecil
kian membesar namun masih berwarna merah, bila disentuh akan
menimbulkan rasa sakit.

Fase ke-4
Kemudian jerawat ini akan terlihat peradangan ringan yang biasanya disertai dengan
adanya papula. Papula adalah luka yang terjadi pada kulit wajah yang sedikit mulai
akan membesar namun masih dalam ukuran kecil dan padat. Kondisi jerawat dengan
adanya papula disebut jerawat ringan, jerawat ringan masih dapat dengan segera
disembuhkan dan dikendalikan. Dengan catatan jangan memencet jerawat, karena
hanya akan membuat kulit yang berjerawat semakin mengalami peradangan dan
membesar.

Fase ke-5
Jerawat yang ditandai dengan papula yang semakin membesar dan mulai berkembang
akan terlihat peradangan. Penyembuhannya dengan menggunakan bantuan obatobatan atau perawatan medis pada dokter spesialis kulit .

Fase ke-6
Papula jerawat yang semakin besar dan berkembang, kemudian akan berubah menjadi
Pastules. Pastules yakni peradangan jerawat yang ditandai dengan jerawat yang
10
mengandung nanah, kemudian pada ujung jerawat seperti terlihat bintik putih, jerawat
ini belum saatnya dihilangkan karena bagian pinggir kulit yang berjerawat masih
memerah.

Fase ke-7
Gumpalan (nodule) akan mulai imbul dalam tahap ini, kemudian pastules yang
mengandung nanah, sel-sel kulit mati, sel-sel darah putih, bakteri dan sebum.
Kemudian kulit yang jerawat yang memerah akan semakin membesar sehingga
jerawat terlihat lebih jelas.

Fase ke-8
Dalam fase ini jerawat terlihat sudah matang dan telah siap untuk pecah, banyak
orang yang senang memencet jerawat yang sudah matang. Bila dipencet akan keluar
bintil putih seperti butiran beras. Namun disarankan untuk tidak memencet jerawat,
karena akan membuat jerawat mudah muncul kembali, entah ditempat yang sama
atau di tempat lainnya. Biarkan jerawat berevolusi dengan sendiri dan pecah dengan
sendirinya, bila perlu dapat dipencet tidak hanya akan keluar nanah namun darah
merah yang segar akan ikut keluar bersama, seperti halnya bisul.

Fase ke-9
Jerawat yang dipencet atau sudah pecah dengan sendirinya akan meninggalkan bekas
jerawat seperti flek atau noda hitam. Noda atau flek hitam inilah yang membuat
penampilan wajah terlihat lebih kusam, mengurangi penampilan sehingga membuat
rasa tidak percaya diri.
11

Fase ke-10
Dalam fase terakhir ini merupakan fase penyembuhan. Dalam menyembuhkan
jerawat, mencegah kembalinya jerawat, serta menghilangkan bekas jerawat, dapat
melakukan perawatan wajah dengan selalu menjaga kebersihan, jangan memencet
jerawat, bila perlu menggunakan masker pelindung bila
sedang berada diluar
ruangan, menggunakan pelembab wajah atau berkonsultasi pada dokter spesialis
kulit.
2.1.2 Penanggulangan Jerawat
Penaggulangan akne atau jerawat meliputi usaha untuk mencegah terjadinya
jerawat (preventif) dan usaha untuk menghilangkan jerawat yang terjadi(kuratif).
Usaha pencegahan terjadinya jerawat (preventif) meliputi:
1) menghindari terjadinya perubahan isi dan jumlah lipid sebum, dapat
dilakukan dengan cara : diet rendah lemak dari karbohidrat dan melakukan
perawatan kulit/pembersih kulit kotoran dan jasad renik yang dapat memecah
lipid sebum dengan cara yang baik, benar dan teratur.
2) Menghindari terjadinya factor lain penyebab akne, misalnya :
a). hidup sehat dan teratur, istirahat cukup, olahraga sesuai dengan kondisi
tubuh
b). pemakaian kosmetika secukupnya, tidak berlebihan jumlah maupun
lamanya
c). menjauhi hal-hal yang dapat menyebakan kelenjar minyak terpacu,
misalnya minuman keras,rokok, lingkungan yang tidak sehat dan lainnya
12
d). menghindari factor lingkungan baik ditempat kerja atau dirumah yang
dapat menjadi penyebab terjadinya akne, misalnya polusi debu, sabun cuci,
dan sebagainya.
3). Memberikan informasi yang cukup pada penderita mengenai penyakit,
pencegahan dan cara maupun lama pengobatanya.
Sedangkan usaha pengobatan meliputi:
1) . Pengobatan topical adalah mencegah pembentukan komedo, menekan
peradangan dan mempercepat penyembuhan lesi akne. Obat topical terdiri
dari:
a). bahan iritan/ pengelupas, misalnya sulfur(4-8%),resorsinol (1-5%), asam
salisilat (2-5%), benzoil peroksida (2,5-10%), asam vitamin A (0,025-0,1%)
dan asam azelat (15-20%). Efek samping obat iritan ini dapat dikurangi
dengan pemakaian hati-hati yang dimulai dari konsentrasi yang paling rendah.
b) Obat lain, misalnya kortikosteroid topical atau suntikan intralesi dapat dipakai
untuk mengurangi radang yang terjadi.
2).Pengobatan sistemik ditujukan terutama untuk menekan jasad renik disamping
dapat juga menekan reaksi radang, menekan produksi sebum dan mempengaruhi
keseimbangan hormonal.
3). Bedah kulit ditujukan untuk memperbaiki jaringan parut yang terjadi akibat
akne. Tindakan dapat dilaksanakan setelah akne sembuh baik dengan cara bedah
listrik, bedah kimia,bedah beku, bedah pisau, dermabrasi atau bedah laser
(Wasitaatmadja, 1994).
13
2.2 Tinjauan Bakteri Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus
Klasifikasi ilmiah
Domain: Bacteria
Kerajaan: Eubacteria
Filum:
Firmicutes
Kelas:
Bacilli
Ordo:
Bacillales
Famili:
Staphylococcaceae
Genus:
Staphylococcus
14
Spesies: S. aureus
Nama binomial
Staphylococcus aureus
Rosenbach 1884
Staphylococcus aureus (S. aureus) adalah bakteri gram positif yang
menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora dan
tidak motil, umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter
sekitar 0,8-1,0 µm. Staphylococcus aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37oC
dengan waktu pembelahan 0,47 jam.Bakteri ini biasanya tumbuh pada beberapa
media, diantaranya media nutrient agar, media manitol salt agar. Media manitol salt
agar atau Garam Agar manitol (MSA) adalah medium selektif dan diferensial.
Konsentrasi garam yang tinggi (7,5%) memilih untuk anggota genus Staphylococcus,
karena mereka dapat mentolerir tingkat garam yang tinggi. Organisme dari genera
lain
mungkin
tumbuh,
tetapi
mereka
biasanya
tumbuh
sangat
lemah.
MSA juga mengandung manitol gula dan pH indikator merah fenol. Jika organisme
dapat memfermentasi manitol, produk sampingan asam terbentuk yang akan
menyebabkan merah fenol dalam agar-agar menguning. Kebanyakan patogen
staphylococci, seperti Staphylococcus aureus, akan memfermentasi manitol.
Kebanyakan non-patogen staphylococcus tidak akan memfermentasi manitol.
Staphylococcus aureus merupakan mikroflora normal manusia . Bakteri ini biasanya
terdapat pada saluran pernapasan atas dan kulit. Keberadaan Staphylococcus aureus
pada saluran pernapasan atas dan kulit pada individu jarang menyebabkan penyakit,
15
individu sehat biasanya hanya berperan sebagai karier . Infeksi serius akan terjadi
ketika resistensi inang melemah karena adanya perubahan hormon; adanya penyakit,
luka, atau perlakuan menggunakan steroid atau obat lain yang memengaruhi imunitas
sehingga terjadi pelemahan inang.
Infeksi bakteri ini dapat menimbulkan penyakit dengan tanda – tanda yang khas,
yaitu peradangan, nekrosis, tampak sebagai jerawat, infeksi pembentukan folikel dan
pembentukan abses. Diantara organ yang sering diserang oleh bakteri Staphylococcus
aureus adalah kulit yang mengalami luka dan dapat menyebar ke orang lain yang
mengalami luka.
Lesi yang ditimbulkan oleh bakteri Staphylococcus aureus dapat dilihat pada
abses lesi ataupun jerawat. Bakteri menginvasi dan berkembang biak dalam folikel
rambut yang menyebabkan kematian sel atau nekrosis pada jaringan setempat.
Selanjutnya diikuti dengan sel radang dalam rongga tersebut.sehingga terjadi
akumulasi penumpukan pus dalam rongga. Penumpukan pus ini mengakibatkan
terjadinya dorongan terhadap jaringan sekitar dan terbentuklah dinding – dinding
oleh sel – sel sehat sehingga terbentuklah abses (Razak, 2013).
2.3 Senyawa Antibkteri
2.3.1 Pengertian Antibakteri
Zat antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau
metabolisme bakteri(Palczer dan Chan 1988). Berdasarkan aktivitasnya, zat
antibakteri dibedakan menjadi dua jenis, yaitu yang memiliki aktivitas bakteriostatik
(menghambat
pertumbuhan
bakteri)
16
dan
yang
memiliki
aktivitas
bakterisidal(membunuh bakteri). Ruang lingkup bakteri yang dapat dipengaruhi oleh
zat antibakteri disebut dengan spectrum aksi antibakteri. Berdasarkan spectrum
aksinya,zat antibakteri dibagi menjadi tiga:
1. Spectrum luas.
Zat antibakteri dikatakan berspektrum luas apabila zat tersebut efektif
melawan prokariotik baik membunuh atau menghambat bakteri Gram positif
dan Gram negative dalam ruang lingkup yang luas.
2. Spectrum sempit
Zat antibakteri yang hanya melawan sebagian bakteri Gram negative atau
Gram positif.
3. Spectrum terbatas
Zat antibakteri yang efektif melawan suatu spesies bakteri tertentu
(Todar,1997)
Cara kerja zat antibakteri dipengaruhi oleh sifat-sifat zatnya antara lain:
1). Polaritas
Sifat hidrofilik sangat pnting untuk menjamin suatu zat antibakteri larut dalam
air ketika prtumbuhan bakteri terjadi. Sedangkan pada saat yang sama, zat antibakteri
bekerja pada membran sel yang hidrofobik, sehingga membutuhkan sifat yang
hidrofobik. Keseimbangan antara sifat yang hidrofilik dan hidrofobik ini diperlukan
untuk memperoleh suspensi zat yang mantap dan efektif.
17
2). Keadaan molekul
Keadaan molekul zat antibakteri yang tidak bermuatan, lebih memudahkan zat
antibakteri untuk berpenetrasi ke dalam dinding sel. Zat antibakteri tersebut kemudian
bereaksi dengan sel sehingga, dapat menghancurkan atau membatasi pertumbuhanya.
Penggunaan antibakteri bertujuan sebagai usaha pengendalian terhadap
bakteri yaitu untuk menghambat, membasmi dan menyingkirkan bakteri. Usaha
pengendalian tersebut meliputi berbagai hal, yaitu mencegah penyakit dan infeksi,
membasmi bakteri pada inang yang terinfeksi dan mencegah pembusukan dan
perusakan bahan oleh bakteri (Todar, 1997).
2.3.2 Jenis Senyawa Antibakteri
Senyawa antibakteri dapat berasal dari tumbuhan atau bahan – bahan kimia.
Antibakteri dapat berupa zat padat,cair dan gas yang dicirikan oleh komposisi
molekuler yang pasti dan menyebabkan terjadinya reaksi (Palczar dan Chan 1988) .
2.3.3 Mekanisme Kerja Antibakteri
Bakteri merupakan sel hidup, oleh karena itu struktur sel bakteri hampir sama
dengan jenis sel makhluk hidup lainya. Mekanisme kerja antibakteri dapat dilakukan
dengan 4 cara :
1. Menghambat sintesis dinding sel
Bakteri memiliki lapisan luar yang kaku, yaitu dinding sel . Dinding ini
mempertahankan bentuk dan menahan sel bakteri yang memiliki tekanan
osmotik yang tinggi di dalam selnya. Antibiotik beta laktam merupakan
penghambat selektif dari sintesis untuk dinding sel anti bakteri. Oleh karena
itu, aktif menghambat pertumbuhan bakteri. Langkah pertama kerja obat ini
18
adalah berupa pengikatan pada reseptor sel , kemudian dilanjutkan dengan
pemblokiran terhadap enzim transpeptidase yang menghambat sintesis
peptidoglikan. Mekanisme diakhiri dengan penghentian aktivitas penghambat
enzim autolysis pada dinding sel.
2. Menghambat keutuhan permeabilitas dinding sel
Sitoplasma pada sel hidup dibatsi oleh selaput sitoplasma yang bekerja
sebagai penghalang dengan permeabilitas selektif. Melakukan fungsi
pengangkutan, sehingga dapat mengendalikan susunan sel. Bila integritas
fungsi selaput sitoplasma terganggu, maka komponen penting berupa protein,
asam nukleat, akan keluar sel berangsur-angsur mati.
3.
Menghambat sintesis dinding protein
Pada umumnya senyawa penghambat ini akan memyebabkan bakteri salah
membaca kode pada mRNA oleh tRNA Setelah itu, akan terbentuk protein
abnormal dan nonfungsional bakteri yang memiliki ribosom 70s sedangkan
sel mamalia 80s.Subunit dari setiap jenis ribosom, susunan kimia dan
khususnya dari fungsinya cukup berbeda. Oleh karena itu, zat anti bakteri
dapat menghambat sintesis protein di dalam ribosom sel mamalia.
4. Menghambat sintesis asam nukleat
Senyawa anti bakteri yang bekerja dengan mekanisme ini, diharapkan
mempunyai selektifitas yang tinggi, karena hanya sintesis asam nukleat
bakteri saja yang dihambat. Pada umumya, senyawa penghambat akan
berikatan dengan enzim atau salah satu komponen yang berperan dalam
tahapan sintesis. Proses akhirnya, reaksi tersebut akan terhenti karena tidak
19
ada substrat yang direaksikan dan asam nukleat tidak terbentuk (Palczar dan
Chan 1988).
Mekanisme kerja flavonoid sebagai antibakteri yaitu dengan membentuk
kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut dan dengan dinding mikroba.
Kemungkinan lain adalah flavonoid berperan secara langsung dengan mengganggu
fungsi sel mikroorganisme dan penghambatan siklus sel mikroba (Fatmawaty,2009).
Pertumbuhan sel bakteri dapat terganggu oleh komponen fenol yang terdapat pada
ekstrak daun kersen. Fenol memiliki kemampuan untuk mendenaturasi protein dan
merusak membrane sel, sehingga terjadilah gangguan pada pertumbuhan sel bakteri
(Rahayu dan Winiati,2000).
2.4 Flavonoid
Flavonoid merupakan golongan fenol terbesar di alam. Kurang lebih terdapat 2%
dari seluruh karbon yang disentesis oleh tumbuhan (1x109 ton/tahun) diubah menjadi
flavonoid atau senyawa yang berkaitan erat dengannya(Harbome 1978). Flavonoid
terdapat pada semua bagian tumbuhan hijau. Seperti pada akar, batang, daun, kulit
kayu, benang sari,bunga, buah sehingga selalu ditemukan dalam setiap pengamatan
ekstrak tumbuhan tersebut (Markham 1988).
Flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai sejumlah gugus
hidroksi yang tidak tersulih. Oleh karena itu, umumnya flavonoid larut dalam pelarut
polar seperti etanol, metanol,aseton, butanol, dimetil sulfoksida (DMSO), dimetil
forfamid (DMF) dan air. (Markham 1988).
20
Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik, menghambat banyak reaksi
oksidasi, menampung radikal hidroksi dan superperoksida. Dapat melindungi lipid
membran,terhadap reaksi yang merusak. Aktivitas antioksidanya mungkin dapat
menjelaskan flavonoid tertentu merupakan komponen aktif tumbuhan yang
digunakan secara tradisional, untuk mengobati fungsi hati. Efek lainnya adalah
sebagai reduktor, antihipertensi (xanton),merangsang pembentukan estrogen pada
mamalia(isoflavon), dan berfungsi sebagai antifungal dan insektisida (Geissman
1962).
Flavonoid dapat dideteksi dengan mengamati terjadinya perubahan warna
sebelum dan sesudah diberi uap amonia. Flavonoid merupakan senyawa golongan
fenol yang bersifat asam sehingga menimbulkan warna khas dengan amonia.
(Markham K.R 1988).
Uji tabung menggunakan etil asetat jika positif akan menghasilkan warna
kuning, jingga atau hijau. Ditambahkan 0,5 gr serbuk seng dan 2 ml HCl 2N
didiamkan selama 1 menit + 10 ml HCl (p) jika dalam waktu 2-5 menit terjadi warna
merah. Ditambahkan 0,1 Mg + 10 tetes HCl (p) terjadi warna merah jingga sampai
merah ungu intensif menunjukkan ada flavonoida. ( Ariani Sri, 2003).
Cara identifikasi senyawa fenol dengan menambahkan reagen FeCl 3 1%
dalam air atau etanol, jika positif akan menghasilkan warna hijau,ungu, biru atau
hitam kuat(Metode fitokimia, hal 49). Uapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan,
sisa dilarutkan dalam 1 ml samapi 2 ml etanol (95%) P, tambahkan 0,5 g serbuk seng
P dan 2 ml asam klorida 2 N, diamkan selama 1 menit. Tambahkan 10 ml asam
klorida pekat P , jika dalam waktu 2 sampai 5 menit terjadi warna merah intensif,
21
menunjukan adanya flavonoida (glikosida -3- flavonol). Uapkan hingga kering 1 ml
larutan percobaan, sisa dilarutkan dalam 1 ml etanol (95%) P, tambahkan 0,1 g sebuk
magnesium P dan 10 ml asam klorida pekat P, jika terjadi warna merah jingga sampai
merah ungu, menunjukan adanya flavonoida. Jika terjadi warna kuning jingga,
menunjukan adanya flavon, kalkon dan auron ( MMI edisi 1-6, hal 168).
2.5 Tinjauan Kersen
Tanaman ini memiliki buah kecil berwarna merah seperti cery bila buahnya
matang maka rasanya manis. Di beberapa daerah ada yang menyebutnya cery, ada
juga yang menyebutnya baleci untuk daerah lumajang jawa barat. Nama tanaman di
beberapa negara adalah Jamaican cherry (English), Panama berry, Singapore cherry,
Strawberry tree (Spanish) bolaina yamanaza, cacaniqua, capulín blanco, nigua,
niguito, memizo or memiso (Indonesia) kersen dan (Filipino) aratilis, aratiles,
manzanitas.
Sedangkan nama latin atau nama ilmiah untuk tanaman ini adalah Muntinga
calabura, tanaman ini banyak di temui di daerah tropis. Banyak juga ditemui di
pinggir selokan, retakan dinding, bahkan penulis juga pernah menemukan tanaman
ini di tebing yang curam mungkin karena ketahananya ini tanaman ini juga di sebut
tanaman pionir. Adapun klasifikasi dari tanaman kersen adalah sebagai berikut:
Kerajaan
: Plantae
Divisi
:Magnoliophyta
Kelas
:Magnoliopsida
Ordo
: Malvales
22
Famili
: Muntingiaceae
Genus
: Muntingia
Spesies
: Muntingia calabura
2.5.1 Morfologi Tanaman
Gambar 1 : Muntingia calabura L
Tanaman ini biasanya tumbuh dengan ukuran kecil namun kadang juga bisa
berukuran besar bahkan ada yang bisa mencapai tinggi hingga 12 meter, selalu hijau
terus menerus, berbunga dan berbuah sepanjang tahun . Cabang-cabang mendatar,
menggantung di ujungnya. membentuk naungan yang rindang. Ranting-ranting
berambut halus bercampur dengan rambut kelenjar demikian pula daunnya. Daun
tanaman ini memiliki sistem pertulangan yang menyirip, daun tidak simetris dan
tepinya bergerigi sedangkan bunganya berisi 1-3(-5) kuntum, terletak di ketiak agak
di sebelah atas tumbuhnya daun, bertangkai panjang,
berkelamin dua dan
berbilangan 5; kelopak berbagi dalam, taju meruncing bentuk benang, berambut
halus, mahkota bertepi rata, bundar telur terbalik, putih tipis. Benang sari berjumlah
banyak, 10 sampai lebih dari 100 helai. Bunga yang mekar menonjol keluar, ke atas
helai-helai daun, namun setelah menjadi buah menggantung ke bawah, tersembunyi
23
di bawah helai daun, seperti yang terlihat pada gambar 1. Umumnya hanya satu-dua
bunga yang menjadi buah dalam tiap berkasnya. buah memiliki diameter hingga 1.5
cm berbentuk seperti cerry jika matang maka akan berwarna merah dan terasa manis.
2.5.2 Khasiat Daun dan Buah Kersen:
1. ANTISEPTIK :
Rebusan daun kersen ini ternyata mempunyai khasiat dapat
membunuh mikroba atau sebagai antiseptik. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
penelitian herbal dari Malaysia rebusan daun kersen terbukti dapat membunuh bakteri
sebagai berikut: Staphylococcus aureus, P. Vulgaris, S. Epidemidis pada percobaan
yang dilakukan secara invitro. (M. Iskak, 2010)
2. ANTIINFLAMASI : Rebusan daun kersen juga mempunyai khasiat untuk
mengurangi radang (antiinflamasi) dan juga menurunkan panas. (M.Iskak, 2010)
3.ANTITUMOR : Daun kersen dilaporkan juga mempunyai efek anti tumor, dimana
kandungan senyawa flavonoid yang dipunyai daun kersen ini ternyata dapat
menghambat pertumbuhan sel kanker secara invitro atau laboratories. (Haryono,
2010)
4. ANTI URIC ACID (ASAM URAT)
Di Indonesia secara tradisional buah kersen telah digunakan untuk mengobati asam
urat dengan cara mengkonsumsi buah kersen sebayak 9 butir 3 kali sehari. Hal ini
terbukti dapat mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan dari penyakit asam urat
tersebut. (M.Iskak, 2010)
24
2.6 Ekstraksi
Ekstraksi adalah sutu proses pemisahan substansi dari campurannya dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik
komponen kimia.yang terdapat pada simplisia.
Ekstraksi umumnya dilakukan guna menarik semua komponen kimia yang
terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen
zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka,
kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Pemilihan pelarut atau cairan penyari
harus mempertimbangkan banyak faktor.
Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria berikut ini:
1. Murah dan mudah diperoleh
2. Stabil secara fisika dan kimia
3. Bereaksi netral
4. Tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar
5. Selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki
6. Tidak mempengaruhi zat berkhasiat
Untuk ekstraksi ini Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan
penyari adalah air, etanol, etanol–air atau eter. Pengekstraksian pada perusahaan
obat tradisional masih terbatas pada penggunaan cairan penyari air, etanol atau
etanol – air.
Air dipertimbangkan sebagai penyari karena:
1. Murah dan mudah diperoleh
2. Stabil
25
3. Tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar
4. Tidak beracun, alamiah
Kerugian penggunaan air sebagai penyari:
1. Tidak selektif
2. Sari dapat ditumbuhi kapang dan kuman serta cepat rusak
3. Untuk pengeringan diperlukan waktu lama
2.6.1
Maserasi
Maserasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut dengan beberapa kali
pengadukan pada suhu kamar. Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip
metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Remaserasi berarti dilakukan
pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan ekstraksi maserat pertama dan
seterusnya.
Prinsip maserasi adalah penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada
temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel
melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara
larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan
terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah ( proses
difusi ). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara
larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan
dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan
filtratnya dipekatkan. Pelarut yang digunakan adalah etanol.
26
Etanol (C2H5OH)
merupakan suatu zat cair yang bersifat polar, mudah menguap, mudah terbakar,
memiliki titik didih 78,4oC. Zat ini dapat melarutkan alkaloid basa, glikosida,
kumarin, antrakinion, flavonoid, dan lignin. Etanol dipertimbangkan sebagai penyari
karena:
1. Lebih selektif
2. Kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas
3. Tidak beracun
4. Netral
5. Absorbsinya baik
6. Etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan
7. Panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit.
Sedang kerugiannya adalah bahwa etanol mahal harganya. Etanol dapat
melarutkan alkaloida basa, minyak menguap, glikosida, kurkumin, kumarin,
antrakinon, flavonoid, steroid, damar dan klorofil. Lemak, malam, tannin, dan
saponin hanya sedikit larut hanya terbatas. Penyarian dengan etanol dilakukan dengan
cara maserasi.
Syarat – syarat maserasi adalah tanaman atau buah yang digunakan harus
dalam keadaan
segar, dirajang dan tidak melalui penyaringan.Keuntungan
menggunakan metode maserasi adalah cara pengerjaanya dan peralatan mudah
diusahakan. Sedangkan kerugiannya adalah pengerjaan membutuhkan waktu lama
dan penyarianya kurang sempurna (Anonim,1986).
27
2.7 Metode Mengukur Daya Hambat Bakteri
2.7.1 Metode Uji Aktivitas Antibakteri
2.7.1.1 Metode Dilusi (Pengenceran)
Metode ini dapat dilakukan dengan cara pengenceran dalam tabung maupun
pengenceran agar. Cara pengenceran di dalam tabung dapat dilakukan dengan
mengencerkan bahan uji dengan media cair menjadi kelipatan dua secara bertahap
sehingga didapat beberapa konsentrasi dengan kelipatan setengahnya, sedangkan
pada pengenceran agar menggunakan seri lempeng agar dengan konsentrasi bahan uji
yang berbeda. Selanjutnya diinkubasikan dengan suspensi bakteri selama 24 jam pada
suhu 36 – 37 0C . Kemudian diamati hambatan pertumbuhan kuman dengan
membandingkan kekeruhan atau pertumbuhan kuman dengan kontol media yang
mengandung media konsentrasi. Penghambatan minimal didapatkan dari tabung yang
jernih pada pengenceran tertinggi. Metode ini digunakan senyawa yang larut dalam
air (Recio, 1988 : 128 - 129).
Uji ini mampu dengan tepat mengukur konsentrasi antimikroba yang
diperlukan untuk menghambat pertumbuhan suatu inokolum terstandarisasi di bawah
kondisi yang ditentukan (Jawets et al,1996). Metode pengenceran dapat dilakukan
dengan cara pengenceran dalam tabung maupun pengenceran dalam agar. Cara
pengenceran dalam tabung dilakukan dengan cara mengencerkan bahan uji dengan
media cair menjadi kelipatan 2 secara bertahap sehingga didapatkan konsentasi
dengan kelipatan setengahnya. Sedangkan pada pengenceran agar digunakan 1 seri
lempeng agar dengan konsentrasi bahan uji yang berbeda. Selanjutnya diinokulasi
dengan suspense bakteri dan diinkubasi selama 24 jam pada temperature 36-370 C
28
dan kemudian diamati hambatan pertumbuhan mikroba dengan membandingkan
kekeruhan atau pertumbuhannya dengan control media. KHM didapatkan pada
tabung yang jernih pada pengenceran tertinggi.
Aktivitas antibakteri daun kersen dengan metode dilusi dapat diketahui
dengan menggunakan alat spektrofotometri, dengan cara membandingkan absorbansi
kekeruhan yang menunjukan jumlah bakteri pada gel ekstrak daun kersen konsentrasi
2,5%, 5% dan kontrol negatif. Pada spektrofotometri, perhitungan jumlah koloni
bakteri dipermudah dengan pembacaan melalui cahaya yang diserap, sehingga
mempermudah perhitungan. Prinsip alat tersebut yaitu menghitung tingkat kekeruhan
pada suatu sampel. Bila cahaya jatuh pada suatu medium homogeny, sebagian dari
sinar masuk akan dipantulkan, dan sebagiannya akan diserap dalam medium itu, dan
sisanya diteruskan. Nilai yang keluar dari cahaya yang diteruskan dinyatakan dalam
nilai absorbansi kerena memiliki hubungan dengan konsentrasi sampel. ( Rukmi,
Lunggani, Supriadi, 2008)
2.8 Gel
2.8.1
Definisi Gel
 Gel, kadang-kadang disebut Jeli, merupakan sistem semipadat terdiri dari
suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik
yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel dapat digunakan untuk obat
yang diberikan secara topikal atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh
(Depkes RI, 1995).
29
 Gel adalah system semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel
anorganik yang kecil atau molekul organic yang besar, terpenetrasi oleh suatu
cairan (Farmakope Indonesia IV p : 7)
 Gel adalah suatu system setengah padat yang terdiri dari suatu disperse yang
tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organic yang
besar dan saling diresap cairan.
2.8.2 Karakteristik Gel
Bahan pembentuk gel untuk farmasi dan kosmetik idealnya harus bersifat
inert, aman dan tidak bereaksi dengan bahan-bahan lain dalam formula, tidak
menunjukkan perubahan viskositas yang berarti pada penyimpanan normal (Zatz and
Kushla, 1989).
Konsistensi gel disebabkan oleh bahan pembentuk gel yang pada umumnya
akan membentuk struktur tiga dimensi setelah mengabsorpsi air. Gel dapat
mengembang, mengabsorpsi larutan dengan peningkatan volume. Pengembangan
dapat terlihat sebagai tahap awal dari disperse dimana fase luar terpenetrasi kedalam
matriks gel dan menyebabkan adanya interaksi antara pembentuk gel dan solven,
sehingga gel merupakan interaksi antara unit-unit pada fase koloidal dari senyawa
organik maupun anorganik yang membentuk structural viscosity yang tidak memisah
dari fase luar. Berat molekul merupakan salah satu faktor yang penting sebagai
pertimbangan dalam formulasi sediaan gel. (Zatz and Kushla, 1989).
Karakteristik gel yang digunakan harus sesuai dengan tujuan penggunaan gel.
Gel topical tidak boleh terlalu liat, dan konsentrasi bahan pembentuk gel yang terlalu
30
tinggi atau penggunaan bahan pembentuk gel dengan berat molekul yang terlalu besar
dapat mengakibatkan sediaan sulit dioleskan dan sulit pula didispersikan (Zatz and
Kushla, 1989).
Gel menunjukkan sifat pseudoplastik, menghasilkan karakter aliran Non
Newtonian dan penurunan viskositas oleh peningkatan shear (Zatz and Kusla, 1989).
Konsistensi gel menunjukkan sifat tiksotropi juka massa gel menjadi lebih kental dan
pekat sewaktu didiamkan, menjadi cair kembali setelah dikocok dan tidak mengental
kembali saat didiamkan. Dengan sifat demikian maka gel akan mudah merata jika
dioleskan pada kulit atau rambut sekalipun tanpa penekanan yang berarti (DepKes RI,
1995). Sediaan gel memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
 (1)
Memiliki viskositas dan daya lekat tertentu sehingga tidak mudah
mengalir dari permukaan kulit.
 (2) Memiliki derajat kejernihan tinggi sehingga estetika tinggi.
 (3) Mudah tercucikan oleh air sehingga mudah dihilangkan dari permukaan
kulit dan hanya meninggalkan lapisan tipis seperti film saat pemakaian.
Keuntungan dan kerugian gel :
Keuntungan
Gel sebagai salep tidak berlemak sangat cocok pada pemakaian di kulit
dengan fungsi kelenjar sebaseus yang berlebihan (seboroiker), karna setelah kering
akan meninggalkan lapisan tipis tembus pandang. Elastis dengan daya lengket tinggi.
Tidak menyumbat pori kulit. Mudah dicuci dengan air.
Kerugian :
31
Dapat terjadi perubahan warna sediaan. Harga relatif lebih mahal. Dan ditumbuhi
mikroba atau jamur karna mengandung air
2.8.2
Macam – macam Gel
Gel ada 2 macam, yaitu :
1. Gel satu fase, yaitu gel dimana makromolekulnya disebarkan ke seluruh
cairan sampai terlihat tidak ada batas diantaranya.
2. Sistem 2 fase, atau sering disebut magma atau susu, yaitu massa gel terdiri
dari kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda. Gel dan magma
dianggap sebagai dispersi koloid. (Ansel,1989 hal 390)
Gel terdiri dari cairan yang ditambah gelling agent yang sesuai :
1. Gel hidrofobik, basis dari gel hidrofobik (oleogels) biasanya terdiri dari
parafin cair dengan polietilen atau asam lemak dengan gelling agent : silica
coloid atau alumunium/zinc soaps.
2. Gel hidrofilik, basis biasanya terdiri dari air, gliserol atau propilen glikol,
dengan gelling agent yang sesuai seperti tragakan, starch. (BP 1993 vol
II/754)
2.8.3
Persyaratan Bentuk Sediaan Gel

Stabil secara fisika kimia dan mikrobiologis

Homogen dengan konsistensi setengah padat

Mampu melekat pada permukaan kulit tempat pemakaian selama waktu yang
layak sebelum dihilamgkan.

Mudah dan nyaman digunakan
32

Memiliki penampilan yang menarik (aseptabel)

Tube dari jeli harus tertutup rapat bila tidak digunakan karena cenderung
kehilangan air ke udara dan akan mengering.
2.8.4
Komponen Gel
2.8.4.1 Bahan pembentuk gel
Polimer – polimer yang biasa di gunakan untuk membuat gel-gel
farmasetik meliputi gom alam tragakan, pectin, carageen, agar, asam
alginat serta bahan-bahan sintetik dan semi sintetik seperti metil selilosa,
karboksil selilosa, dan karboksi metilselilosa dan carbopol yang merupakan
polimer finil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi. (Lachman
1994 : 1092)
2.8.4.2 Penahan lembab
Penambahan lembab yang ditambahkan yang juga berfungssi sebagai
“pembuat lunak” harus memenuhi beberapa hal, yaitu harus mampu
meningkatkan kelembutan dan daya sebar sediaan. Melindungi salep dari
kemungkinan menjadi kering. Contoh bahan : gliserol, sorbitol, etilen
glikol, dan 1,2-propilen glikol dalam konsentrasi 10 – 20%. (R.voeigt, 1995
:341)
2.8.4.3 Air
Dalam formula sediaan gel, air berfungsi untuk melarutkan dan
membantu bahan pembentuk gel agar dapat mengembang sesuai dengan
yang diinginkan. Air yang digunakan adalah air murni atau aquades
33
2.8.4.4 Bahan pengawet
Meskipun tidak seluruh bahan gel dapat terkontaminasi pembusukan
bakterial, namun demikian tindakan pengawetan tetap dibutuhkan bagi
sediaan mengandung air. Contoh bahan : metil paraben 0,075 % dan propil
paraben 0,025%. (R.voeigt, 1995 :341)
2.8.5
Formulasi
2.8.5.1 Formulasi Standart Gel
CMC Na
5
Gliserol
15
Nipagin / Nipasol
0,17
Aquadest ad
100
(Martindale, The Extra Pharmacopoeia, hal 951)
2.8.5.2 Formulasi Gel Ekstrak Daun Kersen
1. Gel dibuat dengan bobot 50 gram bahan ekstrak daun kersen 1%, 2,5%, 5%.
2. CMC Na 2% berfungsi sebagai bahan pembentuk gel
3. Gliserol 20% berfungsi sebagai penahan lembab
4. Metilparaben 0,01% berfungsi sebagai pegawet
5. Aquadestilata ad 50 g berfungsi sebagai pelarut
Bahan
Gel ekstrak daun kersen
Gel ekstrak daun kersen
konsentrasi 2,5%
konsentrasi 5%
1g
1g
CMC Na 2%
34
Gliserol 20%
10 g
10 g
Metilparaben 0,01%
0,005 g
0,005 g
Ekstrak
1,25 g
2,5 g
Dalam penelitian yang akan dilakukan peneliti memilih CMC sebagai bahan
pembentuk gel, karena CMC mudah terdispersi ke dalam air membentuk larutan
koloida. Gliserol 20% berfungsi sebagai penahan lembab. Dalam praktikum yang
akan dilakukan peniliti memilih gliserin sebagai penahan lembab pada sediaan gel,
karena gliserin dapat bercampur sempurna dengan air. Metilparaben 0,01% berfungsi
sebagai pegawet. Dalam praktikum yang akan dilakukan peniliti memilih metil
paraben sebagai pengawet pada sediaan gel, karena metil paraben memiliki khasiat
sebagai antimikroba, jadi dapat menghambat pertumbuhan pembusukan bakteri pada
seluruh bahan gel dan tidak mudah terjadi reaksi alergi. Aquadestilata ad 50 g
berfungsi sebagai pelarut. Air juga membantu bahan pembentuk gel agar dapat
mengembang sesuai dengan yang diinginkan. Air yang digunakan adalah air murni
atau aquades, karena komponen utama gel adalah air.
Cara uji mutu fisik gel dievaluasi secara organoleptis ( warna,bau,dan tekstur),
pH, viskositas . Viskositas dilakukan dengan menggunakan viscometer Brokfield.
35
2.9 Evaluasi Mutu Sediaan
2.9.1
Uji Organoleptik
Uji Organoleptik adalah suatu proses pengujian untuk mengetahui bau dan
warna dalam suatu sediaan. Dalam uji organoleptik ini tidak menggunakan alat dan
dapat dilakukan oleh peneliti sendiri dengan melihat bentuk, warna dan bau.
2.9.2 Uji viskositas
Uji viskositas adalah untuk mengetahui kekentalan dari sediaan, dimana
viskositas berkaitan dengan daya alir gel antiseptik luka luar. Agar gel antiseptik luka
luar mudah dikeluarkan dari tempatnya dan mudah menyebar pada kulit. Pengujian
viskositas menggunakan alat viskositas brokfield.
Menurut Williams dan Schmitt (2002), viskositas untuk produk cair dan sabun
mandi berada pada kisaran 400 cP – 4000 cP.
2.9.3 Uji pH
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau kebebasan yang dimiliki oleh suatu larutan sesuai dengan pH standar
kulit yang telah ditetapkan yaitu 4,5-6,5 (Tranggono, 2007).
Pengujian pH dilakukan dengan cara mencelupkan pH meter sampai batas
celupan dan mendiamkannya beberapa saat sampai terjadi perubahan warna.
Kemudian membandingkan perubahan warna yang terjadi dengan warna indicator.
Nilai pH didapatkan dengan melihat persamaan warna dari kertas indicator yang telah
dicelupkan dengan warna pada label.
36
2.10 Kerangka Teori
Jerawat merupakan salah satu kelainan kulit yang merisaukan banyak remaja
dan orang dewasa karena mengurangi kepercayaan diri seseorang. Jerawat ini
disebabkan oleh banyak factor, salah satunya adalah infeksi pada luka yang
diakibatkan oleh bakteri yang ada di kulit seperti Staphylococcus aureus (Razak,
dkk., 2013).
Untuk mengatasi masalahan jerawat yang disebabkan oleh iritasi bakteri
dapat digunakan obat dari bahan alam. Bahan alam yang dapat digunakan sebagai
obat adalah bahan alam yang mempunyai sifat sebagai antibakteri.
Antibakteri adalah zat
yang dapat mengganggu pertumbuhan atau
metabolisme bakteri. Daun kersen merupakan salah satu tanaman yang mempunyai
khasiat sebagai antibakteri. Dalam daun kersen mengandung senyawa kimia
flavonoid, tanin dan saponin. Menurut penelitian bahwa ekstrak etanol hasil isolasi
dari daun kersen yang memiliki daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus,
Eschericia coli, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis adalah senyawa auron,
flavonol dan flavon (Yuniar,2010).
Berdasarkan uraian tersebut, sifat antibakteri yang dikandung daun kersen
dapat dimanfaatkan sebagai formula obat jerawat dan dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus penyebab jerawat. Namun, daun kersen
belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga peneliti tertarik untuk membuat sediaan
gel dari ekstrak daun kersen untuk mengatasi masalah jerawat dan ingin mengetahui
aktivitas antibakteri gel
dari
daun kersen terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus.
37
Aktivitas antibakteri gel dari ekstrak daun kersen dapat diketahui dengan
menggunakan metode dilusi (pengenceran) dengan cara membandingkan absorbansi
kekeruhan yang menunjukan jumlah bakteri pada gel ekstrak daun kersen konsentrasi
2,5%, 5% dan kontrol negative . Pengamatan kekeruhan dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometri, karena kelebihannya yaitu tidak membutuhkan waktu
yang lama, kepekaan lebih tinggi sehingga kemungkinan terjadi kesalahan human
eror bisa diminimalisir. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA. Apabila
konsentrasi ekstrak
yang diberikan menunjukan pangaruh yang nyata, maka
dilakukan Uji Tukey dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui konsentrasi
terbaik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
dievaluasi secara organoleptis
Cara uji mutu fisik gel
(warna,bau,dan tekstur), pH, homogenitas, dan
viskositas.
38
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Berdasarkan penelitiannya, penelitian ini termasuk penelitian eksperimen
yang bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri gel ekstrak daun kersen
dengan variasi konsentrasi terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
Untuk mengetahui aktivitas antibakteri, dalam penelitian ini digunakan metode
dilusi atau pengenceran. Metode ini dilakukan dengan cara mengisikan bahan uji
ke dalam tabung reaksi yang telah berisi media cair dan juga sejumlah tertentu sel
mikroba yang akan diuji (KHM). Gel ekstrak daun kersen dinyatakan memiliki
aktivitas antibakteri ditunjukan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih.
Kemudian dilanjutkan dengan uji KBM , yaitu konsentrasi bunuh minimum yang
ditunjukan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni mikroba pada biakan padat.
Pelaksanaan penelitian dibagi dalam 3 tahap yaitu :
1. Tahap pertama
Tahap ini meliputi persiapan daun kersen,ekstraksi daun kersen dan pengujian
senyawa flavonoid secara kualitatif dengan metode tabung dengan pereaksi
FeCl3, serbuk Mg dan HCl pekat.
2. Tahap kedua
Tahap ini meliputi pembuatan sediaan gel dengan konsentrasi ekstrak 2,5%
dan 5%.
39
3. Tahap ketiga
Tahap ketiga penelitian adalah pengujian terhadap daya hambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus
dan uji mutu fisik gel meliputi uji
organoleptis, pH , homogenitas, daya sebar dan viskositas menggunakan
viscometer
Brokfield.
Efektifitas
antibakteri
dilakukan
dengan
membandingkan aktifitas antibakteri kelompok gel ekstrak daun kersen
konsentrasi 2,5% dan 5%.
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian
3.2.1
Populasi
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah ekstrak daun kersen (Muntinga
calabura).
3.2.2
Sampel
Adapun sampel dalam penelitian ini adalah ekstrak daun kersen (Muntinga
calabura) dengan konsentrasi 2,5% dan 5%.
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.3.1
Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi AKAFARMA Putra
Indonesia Malang.
3.3.1
Waktu penelitian
Penelitian akan dilaksanakan selama bulan Februari sampai Juni.
40
3.4 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel bebas
dan variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah variasi konsentrasi
formula gel dari ekstrak daun kersen sedangkan variabel terikat yaitu aktivitas
antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan mutu fisik sediaan gel ekstrak
daun kersen dengan konsentrasi 2,5% dan 5%.
Konsentrasi formula gel ekstrak daun kersen adalah massa ekstrak daun
kersen yang digunakan dalam sejumlah volum sediaan gel. Konsentrasi tersebut
dinyatakan dalam % b/v.
Aktivitas antibakteri adalah kerja suatu bahan yang merupakan racun bagi
bakteri dalam mengganggu pertumbuhan dan metabolism bakteri. Pengukuran
aktivitas antibakteri dilakukan dengan metoda dilusi, yaitu dengan cara
membandingkan kekeruhan atau pertumbuhan dengan kontrol media yang
mengandung media konsentrasi .
Mutu fisik gel adalah kualitas sifat fisika gel esktrak daun kersen dengan
konsentrasi 2,5% dan 5%. Mutu fisik gel meliputi organoleptis, pH,homogenitas,
dan
viskositas.Uji
organoleptis
dilakukan
dengan
cara
mengamati
mendiskripsikan bentuk, warna dan bau sediaan gel secara visual. Uji pH untuk
mengetahui keasaman gel dengan menggunakan alat pH meter yang dinyatakan
dalam nominal 0-14. pH gel yang baik apabila masuk rentang pH kulit manusia
yaitu sebesar 4,5- 6,5. Uji viskositas menggunakan alat viscometer Brokfield.
41
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini adalah alat dan bahan yang digunakan untuk
pengumpulan data. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
3.5.1
Bahan :
1. Daun kersen 500g
2. Biakan murni Sthapylococcus aureus
3. Aquadest steril
4. Etanol 70% sebanyak 2000 ml
5. Manithol salt agar 18,315 g
6. CMC Na 1 g
7. Gliserol 10 g
8. Metilparaben 0,005 g
3.5.2
Alat :
1. Inkubator
2. Autoclave
3. Evaporator
4. Pipet tetes
5. Pipet ukur
6. Bunsen
7. Gelas ukur
8. Cawan petri
42
9. Tabung reaksi
10. Erlenmeyer
11. Corong glass
12. Beaker glass
13. Kawat ose
14. Botol coklat
15. Mortir dan stemper
16. Kasa steril
17. Kertas coklat
3.6 Pengumpulan Data
3.6.1
Metode yang digunakan
Metode yang digunakan untuk uji aktivitas antibakteri adalah metode dilusi
atau pengenceran. Metode ini dilakukan dengan cara mengisikan bahan uji ke
dalam tabung reaksi yang telah berisi media cair dan juga sejumlah tertentu sel
mikroba yang akan diuji. Pengamatan hambatan pertumbuhan bakteri dilakukan
dengan cara membandingkan kekeruhan atau pertumbuhan dengan kontrol media
yang mengandung media konsentrasi. Penghambatan minimal didapatkan dari
tabung yang jernih pada pengenceran tertinggi.
3.6.2 Sterilisasi alat dan bahan
Sterilisasi alat dilakukan sebelum semua peralatan digunakan. Cara sterilisasi
adalah dengan membungkus alat – alat dengan menggunakan kertas cokelat
kemudian dimasukan ke dalam autoklaf dengan suhu 1210 C selama 1 jam.
43
3.6.3 Prosedur penelitian
Dibawah ini adalah langkah dalam melakukan penelitian, adapun prosedur dalam
penelitian ini sebagai berikut:
3.6.3.1 Pembuatan Ekstrak Daun Kersen :
1. Rajang daun kersen segar dan angin-anginkan pada sinar matahari
2. Timbang 500 gram daun kersen
3. Masukkan daun kersen kedalam botol coklat
4. Tuangkan pelarut etanol 70% sebanyak 2000 ml sampai daun terendam
sempurna.
5. Diamkan selama 5 hari dan terlindung dari cahaya sambil sering diaduk
6. Dievaporasi sampai diperoleh ekstrak kental
3.6.3.2
Identifikasi
Senyawa
Flavonoid
Pada
Ekstrak
Daun
Kersen
Menggunakan Reaksi Warna
1. Siapkan 2 tabung reaksi yang berisi ekstrak kental daun kersen sebanyak
kurang lebih 1 mL.
2. Tabung 1 diberi 1-2 tetes larutan FeCl3 akan terbentuk warna hijau,ungu,biru
atau hitam yang kuat
3. Tabung 2 diberi 1-2 tetes masing-masing serbuk seng dan HCl didiamkan
selama 1 menit + 10 ml HCl(p) jika dalam waktu 2-5 menit terjadi warna
merah. Kemudian ditambahkan 0,1 Mg + 10 tetes HCl (p) terjadi warna merah
jingga sampai merah ungu intensif menunjukkan adanya flavonoida.
44
3.7 Pembuatan Gel
1. Menyetarakan timbangan
2. Ditimbang CMC Na sebanyak 1 g
3. Siapkan air panas dan siapkan mortar stemper yang sudah dibilas dengan air
panas selama 5 menit
4. Air panas dimasukan kedalam mortar stemper
5. Taburkan CMC Na sedikit demi sedikit dan ditunggu selama 5 menit
6. Diaduk campurkan hingga homogen
7. Timbang gliserol sebanyak 10 g, masukkan kedalam mortir dan gerus
bersama dengan basis gel hingga homogen.
8. Timbang metilparaben 0,005 g dan masukkan dalam basis gel, gerus ad
homogen
9. Timbang ekstrak sesuai dengan konsentarsi masing – masing 2,5%, 5%,
masukkan ke dalam basis gel aduk ad homogen
10. Ukur sediaan sebanyak 50 gram dan masukkan dalam wadah.
3.8 Membuat Biakan Bakteri Staphylococcus Aureus
3.8.1
Membuat Media Manitol Salt Agar
Komposisi Medium Manitol Agar
45
Bahan
Jumlah
Digesti pankreatik kaseinP
5,0 g
Digesti peptik jaringan hewan
5,0 g
Ekstrak daging P
1,0 g
D-Manitol P
10,0 g
Natrium Klorida P
75,0 g
Agar P
5,0 g
Merah fenol P
0,025 g
Air
1000 ml
Sumber : (Farmakope Indonesia edisi IV : 849)
pH 7,4 ± 0,2
1. Timbang manitol salt agar sebanyak 18,351 gram.
2. Dilarutkan dengan sampai 165 mL aquades.
3. Dimasak sampai mendidih.
4. Disterilisasi dengan autoclave.
3.8.2
Inokulasi Mikroba
1. Cuci peralatan dengan bersih lalu sterilisasi dengan autoclave.
2. Masukkan agar pada masing-masing cawan petri dan tunggu sampai media
agar memadat.
3. Bakteri ditanam dari induk bakteri pada cawan petri dengan metode gores.
4. Di inkubasi selama 24 jam
46
3.8.1.1 Membuat Suspensi Bakteri Dan Diukur Serapan Cahayanya Dengan
Spektrofotometri Visibel
1. 20 mL NaCl infus dimasukkan ke dalam beakerglass.
2. Ambil biakan bakteri Staphylococcus Aureus ke dalam NaCl infus dengan
kawat ose.
3. Ukur serapan pada panjang gelombang 580 nm, hingga diperoleh %T 25
3.8.1.2 Uji Konsentrasi Hambat Minimum Gel Ekstrak Daun Kersen (Muntinga
calabura) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus
1. Menyiapkan biakan Staphylococcus aureus
2. Menyiapkan media cair Nutrient broth pada masing – masing tabung
sebanyak 8 ml
3. Memipet 1 ml suspensi bakteri ke dalam masing – masing tabung dan biarkan
kurang lebih selama 1 jam dalam inkubator dengan suhu 37 0 C
4. Memasukan masing – masing 1ml gel ekstrak daun kersen yang sudah
ditimbang ke dalam masing – masing tabung dan diinkubasi pada suhu 370 C
selama 2 x 24 jam
5. Setelah 2 x 24 jam mengamati perbedaan kekeruhan pada masing – masing
tabung dan bandingkan dengan kontrol positif dan negatif.
6. Lakukan pengulangan pengujian sebanyak 3x
7. Pengamatan kekeruhan dilakukan dengan menggunakan spektrofometer
visibel pada panjang gelombang 580 nm, dengan cara memipet 1 ml sampel
pada setiap konsentrasi dengan pipet mikro, kemudian ditambahkan dengan
aquades steril sebanyak 9 ml. Selanjutnya, dipipet lagi 1 ml dengan pipet
47
mikro dan di add dengan aquades sampai batas kuvet. Perlakuan ini dilakukan
pada semua konsentrasi.
8. Sampel di dalam kuvet kemudian diukur serapanya dan catat hasilnya.
3.8.1.3 Uji Konsentrasi Bunuh Minimum Gel Ekstrak Daun Kersen (Muntinga
calabura) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus
1. Menyiapkan media padat selektif MSA.
2. Memipet 1 ml suspensi media cair hasil dilusi tabung yang telah diinkubasi
lalu dituang ke dalam cawan petri yang berisi media selektif dengan pipet
volume atau bluetip dalam laminar air flow dan kemudian diinkubasi pada
suhu 370C selama 2 x 24 jam
3. Melakukan pengulangan sebanyak 3x
4. Setelah diinkubasi selama 2 hari, mengamati tidak adanya pertumbuhan
koloni pada media, jika terdapat pertumbuhan bakteri menghitung jumlah
bakteri yang tumbuh dalam media tersebut.
5. Mencatat data hasil pengujian.
3.9 Uji mutu fisik
3.9.1 Uji organoleptis
1. Mengamati bentuk
2. Mengamati warna
3. Mengamati bau
3.9.1.1 Uji voskositas
1. Menimbang 50g sediaan gel
48
2. Dimasukkan kedalam Viskotester Brookfield
3. Mengatur spindle dan kecepatan yang akan digunakan
4. Jalankan Viskotester Brookfield dijalankan
5. Amati dan viskositas dari gel akan terbaca
3.9.1.2 Uji pengukuran pH
1. Larutkan gel ekstrak daun kersen
2. Celupkan elektroda pH meter ke dalamnya
3. Nyalakan pH meter dan didiamkan sampai pH meter menunjukkan angka
yang stabil
4. Amati dan baca hasilnya
3.9.1.3 Uji Homogenitas
Uji Homogenitas bertujuan untuk mengetahui ketercampuran bahan aktif
dengan menggunakan objek glass.
Prosedur uji homogenitas :
1.
Ambil dikit sediaan gel diletakkan diatas objek glass
2.
Objek glass tersebut tutup dengan objek glass yang lain
3.
Sehingga dapat mengetahui homogen atau tidak
3.10 Analisis Data
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan Analisis varian
(ONE-WAY ANOVA). Analisis varians satu faktor dilakukan untuk menguji apakah
terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan antara lebih dari dua sampel dimana
varians populasi-populasi tersebut adalah sama.
49
Hipotesa penelitian sebagai berikut :
H0 = Tidak terdapat perbedaan aktivitas antibakteri gel ekstrak daun kersen pada
konsentrasi 2,5% dan 5% terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus.
H1 = Terdapat perbedaan aktivitas antibakteri gel ekstrak daun kersen pada
konsentrasi 2,5% dan 5%.
50
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1
Hasil Maserat
Daun kersen sebanyak 500 g di ekstraksi dengan cara maserasi menggunakan
etanol 70% sebanyak 2000 ml. Sebelum dievaporasi, disaring terlebih dahulu dengan
kertas saring, sehingga didapatkan volume sebesar 1700 ml. Setelah dilakukan
evaporasi, didapatkan ekstrak kental sebesar 290 ml. Gambar hasil evaporasi dapat
dilihat pada lampiran hal 64.
4.2 Hasil Identifikasi Senyawa Flavonoid Pada Daun Kersen
Disipkan tabung reaksi sebanyak 3. Ekstrak kental yang berwarna hijau
kecoklatan, di ambil 1-2 tetes dan dimasukan ke dalam tabung reaksi pertama, tabung
ini digunakan sebagai pembanding. Tabung kedua, berisi 1-2 tetes ekstrak kental
ditambah dengan FeCl3, menghasilkan warna positif biru kehitaman. Sedangkan
tabung yang ketiga berisi 1-2 tetes ekstrak kental dan ditambah dengan 1-2 tetes
masing-masing serbuk seng dan HCl didiamkan selama 1 menit + 10 ml HCl (p) jika
dalam waktu 2-5 menit terjadi warna merah. Kemudian ditambahkan 0,1 Mg + 10
tetes HCl(p) terjadi warna merah menunjukkan adanya flavonoida. Gambar hasil uji
dapat dilihat dalam lampiran hal 65.
51
4.3 Hasil Pembuatan Sediaan Gel Ekstrak Daun Kersen
Sampel flavonoid yang sudah diidentifikasi diformulasikan menjadi sediaan gel.
Dibuat 4 sediaan gel, gel yang pertama dibuat tanpa penambahan ekstrak dan dibuat
sebagai blanko, gel yang kedua, ketiga dan keempat dibuat dengan penambahan
ekstrak dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 1%, 2,5% dan 5%. Dengan
mencampurkan bahan dan penambahan ekstrak daun Kersen dihasilkan gel yang
berwarna bening untuk blanko, dan gel yang berwarna hijau muda kekuningan untuk
penambahan ekstrak sebesar 1%, hijau kekuningan untuk penambahan ekstrak
sebesar 2,5% dan hijau kotor untuk penambahan ekstrak sebesar 5%. Gambar hasil
dapat dilihat pada lampiran hal 66 dan 67.
4.4 Hasil Uji Mutu Fisik Gel
4.4.1 Uji Organoleptis
Tabel 4.4.1 Hasil Organoleptis
Gel Ekstrak Daun
Gel Ekstrak Daun
Kersen
Kersen
Konsentrasi 2,5%
Konsentrasi 5%
Bentuk
Kental
kental
Warna
Hijau kekuningan
Hijau Kotor
Bau
Sedikit berbau
Sedikit berbau
Gambar hasil dapat dilihat pada lampiran hal 67.
52
4.4.2
Uji Viskositas
Tabel 4.4.2 Hasil Viskositas
Formula Gel Ekstrak
Kekentalan (cps)
Daun Kersen
Gel Ekstrak Daun Kersen
850 cps
Konsentrasi 2,5%
Gel Ekstrak Daun Kersen
1000 cps
Konsentrasi 5%
Gambar hasil dapat dilihat pada lampiran hal 68.
4.4.3 Uji Pengukuran pH
Gel ekstrak daun kersen
yang telah diukur pHnya menggunakan kertas pH
menghasilkan pH 6 untuk masing – masing konsentrasi. Gambar hasil dapat dilihat
pada lampiran hal 68.
4.4.4 Uji Homogenitas
Tabel 4.4.4 Hasil Homogenitas
Gel Ekstrak Daun Kersen Gel Ekstrak Daun Kersen
Konsentrasi 2,5%
Homogen
Konsentrasi 5%
Homogen
53
Gel ekstrak daun kersen yang telah diuji homogenitas diamati pada objek glass
menghasilkan gel yang homogen dan tidak pecah waktu ditutup menggunakan objek
glass. Hasil uji dapat dilihat pada lampiran hal 69.
4.5
Hasil Pembacaan Kekeruhan Uji Daya Hambat Gel Ekstrak Daun
Kersen Terhadap Staphylococcus aureus Dengan Spektrofotometer Visibel ƛ 580
nm
Tabel 4.5 Hasil Daya Hambat
Keterangan
Absorbansi
Gel Ekstrak Daun Kersen
0,1674
Konsentrasi 2,5%
0,1549
0,1870
Gel Ekstrak Daun Kersen
0,0969
Konsentrasi 5%
0,0809
0,0705
Kontrol (-)
0,2218
0,2218
0,2218
Keterangan :
 Kontrol (-) : berisi 8 ml media cair nutrient broth, 1 ml suspens bakteri dan 1
ml aquades
54
 Tabel hasil pembacaan absorbansi kekeruhan dapat dilihat pada lampiran hal
73
Tabel 4.5.1 ANOVA
ANOVA
ujidayahambat
ujidayahambat
Sum of
Squares
df
Mean Square
F
Between Groups
.030
2
.015
Within Groups
.001
6
.000
Total
.030
8
Sig.
101.241
.000
Dari hasil One Way Anova didapatkan probabilitas kesalahan sebesar 0,00 yang
lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan.
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: ujidayahambat
Tukey HSD
(I) perlakuan
(J) perlakuan
Mean
Difference
(I-J)
Std. Error
Sig.
95% Confidence Interval
Upper
Bound
.0098732
.0098732
Lower
Bound
.000
.005
Upper Bound
.056706
-.082327
Lower Bound
.117294
-.021740
konsentrasi2,5%
konsentrasi 5%
kontrol negatif
Lower Bound
.0870000(*)
-.0520333(*)
konsentrasi 5%
konsentrasi2,5%
-.0870000(*)
.0098732
.000
-.117294
-.056706
-.1390333(*)
.0520333(*)
.1390333(*)
* The mean difference is significant at the .05 level.
.0098732
.0098732
.0098732
.000
.005
.000
-.169327
.021740
.108740
-.108740
.082327
.169327
kontrol negatif
kontrol negatif
konsentrasi2,5%
konsentrasi 5%
55
Konsentrasi gel ekstrak daun kersen yang efektif dalam menghambat aktivitas
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus sebesar 2,5% .
4.6 Hasil Uji Daya Bunuh Gel Ekstrak Daun Kersen Terhadap Staphylococcus
aureus
Gel ekstrak daun kersen dengan konsentrasi 2,5% dan 5% tidak dapat membunuh
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, hal ini ditunjukan dengan tidak adanya
zona bening yang terbentuk. Gambar hasil uji daya bunuh dapat dilihat pada lampiran
hal 72.
4.7 Determinasi Tanaman
Tanaman yang digunakan adalah tanaman kersen atau ceres yang diambil
daunya sebagai sampel penelitian. Daun kersen tersebut diperoleh dari daerah Turen,
kabupaten Malang yang kemudian dilakukan determinasi di UPT Materia Medika,
Batu. hasil determinasi dapat dilihat pada lampiran hal 74.
56
BAB V
PEMBAHASAN
Persiapan simplisia dilakukan dengan perajangan daun kersen muda yang
diangin-anginkan selama 2 hari yang bertujuan untuk menghilangkan kadar airnya
sehingga proses pengambilan zat aktif yang ada di dalam tumbuhan dapat optimal.
Zat aktif akan ditarik didalam larutan penyari. Proses ekstraksi dengan metode
maserasi menggunakan etanol 70% selama 5 hari, kemudian disaring dan diuapkan.
Dalam proses maserasi digunakan daun kersen muda karena didalamnya terdapat
kandungan metabolit sekunder yaitu flavonoid, saponin dan tanin. Oleh karena itu,
daun yang masih muda akan menghasilkan ekstrak dengan kandungan flavonoid yang
lebih banyak (Tobing, 1989) . Metode maserasi dipilih karena mempunyai beberapa
keunggulan antara lain sudah dapat mengekstrak flavonoid dengan optimal, semakin
besar perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak
hasil yang diperoleh (Voight, 1995), alat yang digunakan sederhana hanya
dibutuhkan bejana perendam, biaya operasionalnya relative rendah, prosesnya
relative hemat penyari. Proses maserasi ini menguntungkan dalam ekstraksi bahan
alam karena selama proses perendaman sampel akan terjadi proses pemecahan
dinding dan membrane sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar
57
selnya sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sampel akan terlarut dalam
pelarut organic dan senyawa akan terekstraksi sempurna karena dapat diatur lama
perendaman yang dilakukan. Etanol digunakan sebagai penyari karena lebih selektif,
kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas dan bahan simplisia yang
ikut tersari dalam cairan penyari hanya sedikit, sehingga zat aktif yang tersari akan
lebih banyak, disamping itu sifat kepolaran yang sama antara etanol dan flavonoid
mempermudah proses ekstraksi.
Tahap selanjutnya adalah penguapan yang bertujuan untuk memisahkan
pelarut dengan menggunakan evaporator pada suhu 70° C, hal ini dilakukan agar
pelarut dapat benar-benar menguap maksimal singga ekstrak tidak lagi mengandung
alkohol. Hasil uji organoleptis ekstrak daun kersen diperoleh data tentang
organoleptis ekstrak daun yang telah terbebas dari pelarut alkohol 70%. Hal ini
ditandai dengan tekstur ekstrak yang kental, warna hijau kecoklatan , berbau agak
menyengat dan tidak berbau alkohol.
Setelah di dapat ekstrak daun kersen dilakukan pembuatan gel. Pembuatan gel
dilakukan dengan cara mencampur basis gel atau CMC Na dengan air panas
kemudian digerus sampai mengembang dan diaduk kuat hingga homogen,
penambahan ekstrak daun kersen ke dalam basis gel tersebut dilakukan terakhir agar
bisa tercampur sampai homogeny. Digunakan air panas karena CMC Na dapat larut
sempurna dan homogen sehingga partikelnya dapat terdispersi dengan sempurna.
Penambahan ekstrak daun kersen sesuai konsentrasi 2,5% dan 5% terhadap formula.
Sebelum proses tersebut dilakukan, mortar dan stemper direndam dengan air panas
selama 5 menit. Hal ini dilakukan agar gel yang dihasilkan lebih baik dan tidak
58
pecah. Setelah terbentuk sediaan gel ekstrak daun kersen, dilakukan uji mutu fisik
yang meliputi uji organoleptisnya, pH, homogenitas,
dan viskositas. Hasil yang
diperoleh dari uji mutu fisik sediaan gel ekstrak daun kersen dengan konsentrasi 2,5
dan 5% yaitu homogen. Hal ini terjadi karena terlihat pada objek glass tercampur rata
dan tidak pecah. Partikel esktrak daun kersen homogen dengan berbentuk cair
sehingga mudah untuk bercampur dengan bahan pembentuk gel. Proses pengadukan
yang kuat, merata dan penggunaan air panas memperbesar kelarutan bahan
pembentuk gel.
Pengukuran pH dilakukan dengan kertas pH universal . Formula gel ekstrak
daun kersen konsentrasi 2,5% dan 5% memiliki pH sebesar 6. Hal ini dikarenakan
bahan – bahan pembentuk gel memiliki pH yang sama dengan pH kulit manusia
berkisar 4,6-6,5, sehingga jika digunakan sediaan tidak mengiritasi kulit manusia.
Viskositas gel ekstrak daun kersen konsentrasi 2,5% dan 5% diperoleh 850 dan 1000
cps memenuhi syarat uji mutu fisik. Nilai kekentalan yang semakin besar dikarenakan
konsentrasi estrak yang semakin besar. Viskositas gel mempengaruhi mutu fisik gel,
viskositas gel yang sesuai syarat (tidak terlalu kental) akan mempermudah
pengeluaran gel dari botol.
Setelah uji mutu fisik gel selesai dilakukan, selanjutnya dilakukan uji daya
hambat gel ekstrak daun kersen dengan metode dilusi atau pengenceran. Pengamatan
kekeruhan dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer visible pada panjang
gelombang 580 nm. Pengamatan kekeruhan tidak dilakukan dengan mata telanjang
karena hasilnya kurang akurat dan penglihatan kekeruhan masing – masing orang
berbeda – beda hasilnya.
59
Dalam penelitian ini, untuk mengetahui adanya perbedaan aktivitas daya
hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dianalisis dengan menggunakan
metoda dilusi dan diukur absorbansinya. Absorbansi dianalisis statistik SPSS One
Way Anova. Absorbansi pada gel ekstrak daun kersen pada konsentrasi 2,5% dan
5% berturut turut diperoleh rata – rata 0,1312 dan 0,2185 . Hal ini menunjukkan
bahwa pada gel ekstrak daun kersen dengan konsentrasi 2,5% dan 5% memiliki
aktivitas dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aures.
Uji Anova terhadap aktifitas antibakteri Staphylococcus aureus kelompok gel
tanpa ekstrak, control negative, gel ekstrak daun kersen 2,5% dan 5% menunjukkan
probabilitas kesalahan sebesar 0,00 yang lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukan
terdapat perbedaan yang signifikan diantara elompok tersebut. Selanjutnya dilakukan
Uji Tukey dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui kelompok perlakuan
yang berbeda nyata menghambat pertumbuhan bakteri. Pada kelompok gel tanpa
ekstrak daun kersen dan pengawet sama- sama memberikan aktivitas antibakteri,
namun aktivitas antibakteri yang signifikan diperoleh dari ekstrak daun kersen bukan
dari pengawet. Hasil tukey menunjukkan 2,5%,5%, gel tanpa ekstrak berbeda nyata
terhadap kontrol negative. Berdasarkan dari analisa data yang dilakukan, didapatkan
hasil konsentrasi gel ekstrak daun kersen yang efektif dalam menghambat aktivitas
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus sebesar 2,5% .
Pada uji daya bunuh gel ekstrak daun kersen dengan konsentrasi 2,5% dan
5%, tidak dapat membunuh pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, hal ini bisa
ditunjukan dengan tidak terbentuknya zona bening pada media agar. Sehingga dapat
60
disimpulkan bahwa gel ekstrak daun kersen dengan konsentrasi 2,5% dan 5% tidak
dapat membunuh bakteri Staphylococcus aureus.
61
BAB VI
PENUTUP
6.1
Kesimpulan
1. Aktivitas antibakteri konsentrasi gel ekstrak daun kersen 5% lebih besar daripada
konsentrasi gel ekstrak daun kersen 2,5%.
2. Konsentrasi gel ekstrak daun kersen yang paling efektif dalam menghambat
aktivitas pertumbuhan Staphylococcus aureus yaitu gel ekstrak daun kersen
dengan konsentrasi 2,5%.
3. Mutu fisik dari sediaan gel daun kersen dengan konsentrasi
2,5% dan 5%
memenuhi persyratan dari semua uji mutu fisik sediaan gel, meliputi
organoleptis, homogenitas, viskositas dan pH.
6.2
Saran
1. Dilakukan formulasi lebih lanjut untuk menghilangi aroma agak menyengat
dari daun kersen sebagai gel antijerawat misalnya dengan ditambahkan oleum
citrus sehingga aroma dari gel ekstrak daun kersen bisa menarik.
2. Perlu dilakukan penelitian uji klinis untuk mengetahui potensi gel sebagai
alternative obat jerawat.
62
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. Teori dan Praktik Ilmu Meracik Obat. Falkutas Framasi Universitas
Gajah Mada.Yogyakarta : Gadjah Mada University,2000 : 169
Cunliffe Wj, Acne (London : Martin Duritz Ltd,1989) : 22-115
Harbone,J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang soediro, Bandung:
penerbit ITB
Pratiwi, Sylviat. Mikrobiologi Farmasi. Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada.
Jakarta: Erlangga
Kligmen, Am , An Overview of Acne (J Invest Dermatol 1974) 62 : 46-144
Martindale, The Extra Pharmacopoeia, hal 951
Materia Medica Indonesia, hal 168
Plewig G dan Kligman Am, Acne : Morphogenesis and Treatment (Berlin : Springer
Verlag -1975) : 3-162
Robin Graham, Lecture Notes Dematologi
Sirait,M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi, Bandung: penerbit ITB.
63
Wasitaatmadja SM, Klasifikasi dan Gradasi Akne (Jakarta : Pfizer Indonesia 1990)
Wasitaatmadja SM, Evaluasi Terapi Akne , dalam Wasitaatmadja SM dan Sugito
Tl,ed. Dermatologi Kosmetik (Jakarta : pp Perdoski ,1994) 98-105
64
Lampiran 1 Proses Evaporasi Ekstrak Daun Kersen
Tahap 1. Maserasi 5 hari
Tahap 2.
Tahap 3 evaporasi
Tahap 4 ekstrak kental 290 ml
65
Lampiran 2 Identifikasi Senyawa Flavonoid
Ekstrak kental daun kersen
Ekstrak + FeCl3 = biru kehitaman
Ekstrak kental daun kersen
Ekstrak +Mg + 10 tetes HCl(p)
Merah
66
Lampiran 3 Pembuatan Gel Ekstrak Daun Kersen
Tahap 1.mortar dan stemper
Tahap 2. Penaburan CMC Na
Yang sudah dibilas dengan
Air panas
Tahap 3 Pengadukan hingga homogen
67
Lampiran 4 Hasil Gel Ekstrak Daun Kersen
Gel Ekstrak Daun Kersen Konsentrasi 2,5%
Gel Ekstrak Daun Kersen Konsentrasi 5%
68
Lampiran 5 Viskositas
Viskositas Brokfield
Pengukuran pH
69
Lampiran 6 Homogenitas
Gel Ekstrak Daun Kersen 1%
Gel Ekstrak Daun Kersen 2,5%
Gel Ekstrak Daun Kersen 5%
70
Lampiran 7 Analisa Data ANOVA
ONEWAY
ujidayahambat BY perlakuan
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC = TUKEY ALPHA(.05).
Oneway
[DataSet0]
Descriptives
ujidayahambat
konsentrasi2,5
%
konsentrasi
5%
kontrol negatif
Total
N
Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
Lower
Bound
Upper
Bound
Lower
Bound
3
.169767
.0161803
3
.082767
.0132986
3
.221800
.0000000
9
.158111
.0617293
Upper
Bound
.009341
7
.007678
0
.000000
0
.020576
4
95% Confidence Interval
for Mean
Lower
Bound
Upper
Bound
Minimu
m
Maximu
m
Lower
Bound
Upper
Bound
.129572
.209961
.1549
.1870
.049731
.115802
.0705
.0969
.221800
.221800
.2218
.2218
.110662
.205560
.0705
.2218
ANOVA
ujidayahambat
Sum of
Squares
df
Mean Square
Between Groups
.030
2
.015
Within Groups
.001
6
.000
Total
.030
8
71
F
101.241
Sig.
.000
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: ujidayahambat
Tukey HSD
(I) perlakuan
Mean
Difference
(I-J)
(J) perlakuan
Std. Error
Sig.
95% Confidence Interval
Upper
Bound
.0098732
.0098732
Lower
Bound
.000
.005
Upper Bound
.056706
-.082327
Lower Bound
.117294
-.021740
konsentrasi2,5%
konsentrasi 5%
kontrol negatif
Lower Bound
.0870000(*)
-.0520333(*)
konsentrasi 5%
konsentrasi2,5%
-.0870000(*)
.0098732
.000
-.117294
-.056706
-.1390333(*)
kontrol negatif
konsentrasi2,5%
.0520333(*)
konsentrasi 5%
.1390333(*)
* The mean difference is significant at the .05 level.
.0098732
.0098732
.0098732
.000
.005
.000
-.169327
.021740
.108740
-.108740
.082327
.169327
kontrol negatif
Homogeneous Subsets
ujidayahambat
Tukey HSD
N
perlakuan
konsentrasi 5%
Subset for alpha = .05
1
3
konsentrasi2,5%
3
kontrol negatif
3
2
.082767
3
1
.169767
.221800
Sig.
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
72
1.000
Lampiran 8 Daya Bunuh Gel Ekstrak Daun Kersen
Gel Ekstrak Daun Kersen Konsentrasi 1%
Gel Ekstrak Daun Kersen 2,5%
Gel Ekstrak Daun Kersen Konsentrasi 5%
73
Lampiran 9 Pembacaan Absorbansi Kekeruhan
Replikasi
%T
T
A
Konsentrasi
1
68
0,68
0,1674
2,5%
2
70
0,70
0,1549
3
65
0,65
0,1870
1
80
0,80
0,0969
2
83
0,83
0,0809
3
85
0,85
0,0705
60
0,60
0,2218
60
0,60
0,2218
60
0,60
0,2218
Konsntrasi 5%
Kontrol (-)
Keterangan :
 Kontrol (-) : berisi 8 ml media cair nutrient broth, 1 ml suspens bakteri dan 1
ml aquades
Lampiran 9 Determinasi Daun Kersen
74
75
Download