booklet strategi.cdr - Eprints STIPER Dharmawacana Metro

advertisement
Strategi Pengembangan
Kawasan Budidaya Udang
di Provinsi Sulawesi Tengah
diterbitkan oleh :
Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah
Provinsi Sulawesi Tengah
2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas berkah dan rakhmat-Nya maka
buku tentang “Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi
Tengah” dapat diselesaikan. Penyusunan buku ini merupakan bagian dari upaya pengembangan
komoditas udang. Areal potensi pengembangan udang Provinsi Sulawesi Tengah sekitar 42.095
Ha. Hingga kini, pemanfaatan potensi tersebut baru berkisar 10.339 ha dengan produktifitas
tahun 2007 berkisar 5.381,65 ton. Luasan tersebut didominasi oleh tambak ekstensif (tradisional)
yang tersebar di 9 Kabupaten, sedangkan tambak semi intensif dan intensif berada di Kabupaten
Banggai dengan jumlah lebih kurang 10%. Komoditas yang paling banyak dibudidayakan oleh
pembudidaya ekstensif adalah udang windu, sedangkan udang vaname baru beberapa tahun
tahun terakhir dikembangkan.
Walaupun mempunyai potensi pengembangan yang besar di Provinsi Sulawesi Tengah,
namun budidaya udang sampai saat ini mengalami banyak kendala. Kendala tersebut sangat
berkaitan dengan keterbatasan sumberdaya manusia seperti ketrampilan dan pengetahuan
budidaya; lemahnya akses permodalan; kelembagaan pembudidaya tidak berfungsi secara
optimal; ketersediaan sarana produksi tambak seperti benih unggul, pupuk, pakan dan obatobatan serta minimnya prasarana tambak seperti jaringan irigasi serta akses jalan di areal
pertambakan. Kendala-kendala tersebut dapat diminimalisasi melalui pengembangan budidaya
udang berbasis kawasan. Dengan demikian, diperlukan strategi pengembangan berbasis
kawasan yang komprehensif agar percepatan pengembangan budidaya udang di Provinsi
Sulawesi Tengah dapat berjalan sesuai dengan sasaran.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan yang telah
diberikan banyak pihak selama penyusunan buku ini. Namun kami juga sadar sepenuhnya bahwa
kandungan materi di dalamnya masih mempunyai banyak keterbatasan. Oleh karena itu,
dukungan dan partisipasi semua pihak sangat dinantikan demi perbaikan di masa datang.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah
Provinsi Sulawesi Tengah
DR. Ir. Hasanuddin Atjo, MP
NIP. 19600514 198503 1 016
i
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................
1.1. Latar Belakang ........................................................................................................
01
01
BAB II GAMBARAN UMUM .......................................................................................................
2.1 Gambaran Umum Sulawesi Tengah........................................................................
2.1.1. Wilayah Geografis dan Kondisi Fisik Dasar ..................................................
2.1.2. Demografi dan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) ....................
2.1.3. Sumber Daya Air ...........................................................................................
2.1.4. Wilayah Konservasi .......................................................................................
03
03
03
04
04
07
2.2. Gambaran Perikanan Budidaya Air Payau ..............................................................
2.2.1. Sub Sektor Hulu ............................................................................................
2.2.1.1. Kondisi Lahan ..................................................................................
2.2.1.2. Sarana Prasarana Produksi .............................................................
2.2.2. Produksi Produktifitas ...................................................................................
2.2.2.1. SDM dan Kelembagaan ...................................................................
2.2.2.2. Pemasaran.......................................................................................
2.2.3. Sub Sistem Penunjang .................................................................................
2.2.3.1. Permodalan......................................................................................
2.2.3.2. Kondisi Prasarana Dasar .................................................................
2.2.4. Permasalahan Budidaya Air Payau ..............................................................
09
10
10
12
12
14
15
16
16
16
20
BAB III RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN BUDIDAYA UDANG
DI PROVINSI SULAWESI TENGAH...............................................................................
3.1. Kebijakan Pembangunan Perikanan Budidaya Air Payau.......................................
3.2. Strategi Pengembangan Secara Makro ..................................................................
3.2.1. Tahap Persiapan ...........................................................................................
3.2.2. Tahap Pengembangan (Development) .........................................................
3.2.3. Tahap Konsolidasi .........................................................................................
3.3. Strategi Pengembangan Secara Mikro....................................................................
3.3.1. Subsistem Hulu .............................................................................................
3.3.2. Subsistem Produksi ......................................................................................
3.3.3. Subsistem Hilir ..............................................................................................
3.3.3.1. Pengolahan ......................................................................................
3.3.3.2. Pemasaran.......................................................................................
3.3.3.3. Penyuluhan/Pengawasan ................................................................
3.3.4. Subsistem Pembiayaan ................................................................................
3.3.5. Kelembagaan dan Manajemen Usaha ..........................................................
3.3.6. Usulan Dukungan Lintas Sektoral .................................................................
22
22
23
23
23
23
23
23
24
24
24
24
24
24
25
25
BAB IV WILAYAH PENGEMBANGAN ........................................................................................
4.1. Subsistem Hulu .......................................................................................................
4.2. Sub Sistem Produksi ...............................................................................................
4.3. Subsistem Hilir.........................................................................................................
4.4. Implementasi Strategi Pengembangan ...................................................................
4.4.1. Tahun Ke-I .....................................................................................................
4.4.2. Tahun Ke-II ....................................................................................................
4.4.3. Tahun Ke-III ...................................................................................................
27
27
27
29
31
31
33
34
BAB V PENUTUP
37
REFERENSI
ii
..................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan panjang garis pesisir sekitar
81.000 km. Kondisi tersebut merupakan potensi besar untuk pengembangan budidaya udang.
Salah satu komoditas unggulan yang bernilai tinggi serta memiliki pasar ekspor yang besar dapat
dikembangkan adalah udang, terutama udang windu (Penaeus monodon - Tiger prawn) dan
udang vaname (Litopenaeus vannamei - Western white prawn). Pada tahun 2005, luas wilayah
yang dimanfaatkan sekitar 132.800 Ha, dengan produksi sekitar 300.000 ton. Sasaran Program
Revitalisasi Perikanan Budidaya pada tahun 2009 adalah 540.000 ton produksi dengan luas areal
budidaya 262.500 Ha.
Harga udang Indonesia yang berukuran besar berkisar di atas 30g/ekor dapat mencapai
> US $ 10.00/kg di pasaran luar negeri. Nilai udang yang relatif tinggi ini telah merangsang banyak
pengusaha menginvestasikan modalnya di bidang perikanan udang. Produksi udang di Indonesia
berasal dari hasil tangkapan di laut dan hasil budidaya di tambak.
Negara-negara tujuan ekspor udang Indonesia antara lain adalah Jepang, Amerika
Serikat, Hongkong, Singapore, Taiwan, China, Korea Selatan, Thailand, Filipina dan Korea Utara.
Secara global ekspor hasil perikanan Indonesia menduduki peringkat ke tujuh dan ke delapan.
Sampai saat ini komoditas udang masih merupakan penyumbang terbesar devisa yang berasal
dari komoditas perikanan. Data statistik menunjukkan bahwa komoditas udang memberikan
kontribusi sebesar 60% dari total nilai ekspor hasil perikanan.
Pada tahun 2000, produksi udang nasional mencapai 679.049 ton yang terdiri dari
249.032 ton hasil tangkapan dan 430.017 ton hasil budidaya. Volume ekspor produksi tersebut
berkisar 116.200 ton dengan nilai + US $ 1,000,000,000.00. Peningkatan tersebut hendak dicapai
terutama melalui revitalisasi terhadap areal tambak melalui penyiapan lahan yang baik,
penyediaan sarana produksi, penyiapan prasarana dan tenaga kerja serta pemasaran. Selain itu,
perlu didukung dengan pembinaan yang dilakukan secara intensif serta fasilitas permodalan
untuk usaha budidaya udang.
Provinsi Sulawesi Tengah yang mempunyai panjang garis pantai 4.013 km, memiliki
lahan potensial untuk pengembangan tambak sekitar 42.095 ha. Hamparan tambak tersebut
tersebar di sepanjang pantai Teluk Tomini, pantai Selat Makasar dan Laut Sulawesi serta Teluk
Tolo. Daerah pengembangan budidaya tambak di Parigi Moutong, Banggai, Banggai Kepulauan,
Morowali, Buol dan Donggala dengan luas 8.280 ha. Kontribusi yang diharapkan dari Provinsi
Sulawesi Tengah mencakupi 3.672 Ha khusus udang vaname dan 3.093 Ha untuk udang windu
dengan peningkatan produksi udang menjadi sekitar 14.000 ton pada tahun 2009. Melalui
program revitalisasi maka pengembangan budidaya udang diarahkan melalui penerapan cara
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
1
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
budidaya ikan/udang yang benar (CBIB). Penerapan CBIB tersebut akan diselaraskan dengan
Standar Nasional Indonesia (SNI), Better Management Practices (BMP) dan Good Aquaculture
Practices (GAP), penerapan pengawasan dan sertifikasi cara pembudidayaan yang baik.
Walaupun mempunyai potensi pengembangan yang besar di Provinsi Sulawesi Tengah,
namun perkembangan budidaya udang sampai saat ini mengalami banyak kendala. Pada
umumnya, kendala tersebut sangat berkaitan dengan keterbatasan sumberdaya manusia berupa
teknologi, ketrampilan dan pengetahuan budidaya; lemahnya akses permodalan; kelembagaan
pembudidaya tidak berfungsi secara optimal; ketersediaan sarana produksi tambak seperti benih
unggul, pupuk, pakan dan obat-obatan serta minimnya prasarana tambak seperti jaringan irigasi
serta akses jalan di areal pertambakan. Kendala-kendala tersebut dapat diminimalisasi melalui
pengembangan budidaya udang berbasis kawasan. Dengan demikian, diperlukan strategi
pengembangan berbasis kawasan yang komprehensif agar percepatan pengembangan budidaya
udang di Provinsi Sulawesi Tengah dapat berjalan sesuai dengan sasaran.
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
BAB II
GAMBARAN UMUM
2.1. Gambaran Umum Sulawesi tengah
2.1.1. .Wilayah Geografis dan Kondisi Fisik Dasar
Luas wilayah geografis Provinsi Sulawesi Tengah, terdiri dari daratan seluas adalah
68.059,71 km2 dan lautan 193.923,75 km2. Secara administratif, provinsi ini terbagi atas 9
Kabupaten, 1 Kota, 141 Kecamatan, 1.537 Desa dan 136 Kelurahan. Sulawesi Tengah terletak di
antara 2022' Lintang Utara dan 3048' Lintang Selatan, serta 1190 22' dan 1240 22' Bujur Timur
dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah Utara
: Laut Sulawesi dan Provinsi Gorontalo
- Sebelah Timur
: Provinsi Maluku dan Maluku Utara
- Sebelah Selatan
: Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara
- Sebelah Barat
: Provinsi Sulawesi Barat dan Selat Makassar
Berdasarkan elevasi atau ketinggian dari permukaan laut, dataran di Provinsi Sulawesi
Tengah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. 0 - 100 m
= 20,2%;
b. 101 - 500 m
= 27,2 %;
c. 501 - 1000 m
= 26,7%;
d. 1.001 m keatas = 25,9%
Iklim Sulawesi Tengah dipengaruhi oleh dua musim secara tetap yaitu musim barat yang
kering dan musim timur yang banyak membawa uap air. Musim timur terjadi sekitar bulan April
sampai September yang ditandai dengan banyaknya turun hujan, sedangkan musim barat
sekitar bulan Oktober sampai Maret yang ditandai dengan kurangnya turun hujan. Curah hujan
setiap tahun sangat bervariasi kecuali lembah Palu yang curah hujan sangat kurang.
Suhu udara di Sulawesi Tengah untuk dataran tinggi berkisar antara 22,6 - 24,3 οC di
Gambar 1. Konsep model pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan
dan perikanan di Provinsi Sulawesi Tengah
2
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
daerah dataran rendah berkisar 31,1 - 35,9 οC dengan kelembaban udara rata-rata berkisar
antara 66 - 82%. Antara curah hujan dan keadaan angin biasanya ada hubungan satu sama lain.
Akan tetapi, pada beberapa tempat di Sulawesi Tengah hubungan tersebut tidak selalu ada.
Keadaan angin pada musim kering biasanya lebih kencang dan angin banyak bertiup dari arah
Barat dan Barat Laut, oleh karena itu musim tersebut dikenal dengan musim Barat. Pada musim
angin timur banyak turun hujan, angin bertiup agak menurun di banding keadaan angin pada
musim kering. Tiupan angin yang sering terjadi di sekitar lembah Palu mempunyai kecepatan
maksimum antara 15 - 21 knots, sedangkan kecepatan angin rata-rata pada umumnya berkisar
antara 5 - 7 knots.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
3
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
2.1.2.Demografi dan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)
Pada tahun 2007 jumlah penduduk sebanyak 2.396.223 jiwa dengan kepadatan rata-rata
36 jiwa/km2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Sulawesi Tengah tahun 2007 sejumlah 1.183.163
jiwa, atau 69,43 persen dari jumlah penduduk usia kerja (15 64 tahun) sebanyak 1.704.066 jiwa.
Jumlah pengangguran tahun 2007 sebesar 99.219 jiwa atau 8,39 persen dari jumlah angkatan
kerja sebesar 1.183.163 jiwa, dan tahun 2008 menurun menjadi 5,45 persen. Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2007 sebesar 69,34 persen dan menduduki peringkat 22
nasional.
Penduduk miskin tahun 2002 - 2004 menurun dari 564.600 jiwa (24,89 persen) menjadi
486.300 jiwa (21,69 persen). Pada tahun 2006 bertambah lagi menjadi 566.100 jiwa (24,09
persen) yang diprediksi akibat adanya kenaikan BBM, kemudian tahun 2007 turun menjadi
557.400 jiwa (22,42 persen). Pada tahun 2008 penduduk miskin turun menjadi 524.700 jiwa (20,75
persen) dari jumlah penduduk.
Perkembangan PDRB berdasarkan harga konstan tahun 2000, menunjukkan bahwa pada
tahun 2003 hingga 2008 menunjukkan adanya perbaikan. PDRB Sulawesi Tengah tahun 2003
sebesar 10,20 trilyun, kemudian meningkat menjadi menjadi Rp 13,69 trilyun pada tahun 2007.
Pada tahun 2008, terjadi peningkatan PDRB hingga menjadi Rp 14,75 trilyun.
Laju pertumbuhan ekonomi juga cenderung mengalami peningkatan, berada pada kisaran
7,15 - 7,99 % dalam kurun waktu 2003 - 2007. Meskipun pada tahun 2008 laju pertumbuhan
ekonomi diprediksi hanya sebesar 7,76%, namun angka nilai tersebut dinilai masih berada pada
kisaran toleransi akibat imbas dari krisis finasial global. Selain itu, PDRB perkapita berdasarkan
harga berlaku menunjukan kecenderungan meningkat. Tahun 2006 sebesar sebesar Rp 8.228.000
kemudian pada tahun 2007 meningkat menjadi Rp 9.007.000. Pada tahun 2008, PDRB perkapita
naik menjadi Rp.11.540.000.
Sektor pertanian masih merupakan tumpuan kehidupan perekonomian Sulawesi Tengah.
Berdasarkan Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Sulawesi Tengah Atas
Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, peranannya berada pada kisaran 42,79 45,24% dari tahun tahun 2003 hingga 2007. Sub sektor perikanan memberikan kontribusi terbesar
ketiga setelah tanaman perkebunan dan tanaman pangan, dengan besaran kisaran 6,64 - 6,91%.
2.1.3. Sumber Daya Air
Luas DAS di Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 1.893.698 Ha dengan jumlah
panjang sungai 8.289,25 Km. Berdasarkan prosentase luas DAS, maka potensi sungai di Sulawesi
Tengah sebesar 35,8% berada di Kabupaten Poso; 24,6% di Kabupaten Donggala, 13,4% di
Kabupaten Banggai selanjutnya di Kabupaten Morowali dan Buol masing-masing 10,2% dan 8,8%.
Pada Zona 1, banyak terdapat sungai serta beberapa danau dan embung. Sungai Palu
mengalir melintasi dua daerah yaitu kabuapten Donggala dan Kota Palu, sehingga mampu
menyediakan sumberdaya air bagi kedua daerah tersebut. Danau Lindu yang terletak di
4
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
Kabupaten Donggala memiliki luas yang terbesar, namun terletak pada daerah taman nasional
sehingga sumberdaya air hanya dapat dimanfaatkan pada bagian hilir, sedangkan diatas perairan
danau tidak dapat dikembangkan untuk budidaya. Jaringan irigasi pada daerah irigasi Donggala
merupakan sarana penyediaan air persawahan dan air baku. Pada daerah ini budidaya ikan kolam
dapat berkembang pada kawasan persawahan.
Tabel 1 . Sumberdaya air pada zona I
Selat Makassar
Kota Palu
3
Kabupaten
Donggala
3
Laut Sulawesi
Kabupaten
Tolitoli
3
Kabupaten
Buol
3
Sungai (m /sec)
Sungai (m /sec)
Sungai (m /sec)
Sungai (m /sec)
S.Palu (Kota Palu
S.Palu 85,5
S.Tendelalos
S.Buol
85,5)
S.Gumbasa (Kec.Dolo) 21,3
(Kec.Galang1)1,2
(Kec.Mamunu)
Embung (m )
A.S.Bangga (Kec.Dolo) 3,9
S.Salugan
86,8
Wolo 60.000
S.Surumana
(Kec.Dondo) 26,7
S.Bukaum,Tuanan,
Tawao 70.000
Danau (Ha)
S.Maraja
Bujak, Lakea ,
3
3
Watutela-A 50.000
D.Lindu 3.428
Embung (m )
.Lantikadigo,
Watutela-B 50.000
D.Rano (Kec.Balaesang) 296
Tumpapa 1-60.000
Mulat, .Lonu,
Kolobi 150.000
D.Dampelas (Kec.Sojol) 543
Tumpapa 2-50.000
Bonubogu,
3
Embung (m )
Inalatan, Matinan,
Lambara 250.000
Bulagidum,
Makabomba 250.000
Butakidoka, Lango,
Balero 200.000
Timbulon, Bodi,
Daerah Irigasi
Tolinggula
DI Gumbasa 1000 Ha,
Daerah Irigasi
Lalundu 3.900 Ha dan DI
DI Bokat 2.021 Ha
Taipa 5.274 Ha
Sumber: Masterplan Kawasan Pengembangan Budidaya Di Provinsi Sulawesi Tengah, 2005
Zona II juga memiliki sumberdaya air sungai, danau dan embung. Aliran sungai pada umumnya
pendek kecuali Sungai Poso yang hanya melintas satu kabupaten, namun mencukupi
ketersediaan sumberdaya air baik jaringan irigasi, sawah maupun perikanan. Danau Poso adalah
danau terbesar di Sulawesi Tengah dan merupakan sumber air Sungai Poso. Usaha perikanan
yang potensial adalah ikan tangkap, sedangkan pengembangan budidaya sangat terbatas karena
berada pada daerah suaka alam. Ikan Sidat atau sogili yang merupakan ikan endemis dan memiliki
siklus hidup Danau Poso - Sungai Poso - Teluk Poso juga akan terpotong jalurnya oleh
pembangunan PLTA sehingga perlu dikaji upaya pelestariannya atau pembudidayaannya.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
5
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
Tabel 3. Sumberdaya air pada Zona III
Tabel 2. Sumberdaya air pada Zona II
Kabupaten
Parigi Moutong
3
Kabupaten
Poso
3
Kabupaten
Tojo Unauna
3
Kabupaten
Banggai
3
Kabupaten Banggai
3
Sungai (m /sec)
Sungai (m /sec)
S.Karopa (Kec.Bungku
S.Moilong (Kec.Batui 20,5)
Sungai (m /sec)
Sungai (m /sec)
Sungai (m /sec)
Sungai
S.Sidoan
S.Puna (Kec.Poso
S.Tojo (Kec.Tojo)
(m /sec)
Tengah) 32
S.Ombolu (Kec.Batui 6,5)
(Kec.Tinombo) 5,0
Pesisir) 31,1
10,8
S.Bunta
S.Tambalako II
S.Sinorang 6,45
S.Turue (Kec.Parigi)
S.Poso
(Kec.Bunta)
(Kec.Lembo) 65,8
S.Bakung (Kec.Batui 15,3)
7,9
S.Kodina (Kec.Pemdolo
12,7
S.Laa
S.Batui (Kec.Batui 51,0)
A.S.Olonjongge ,
16,8)
Bendung/
S.Tambalako
S.Salesek , A.S.Waru (Kec.Lamala 3,6)
Embung (m3)
3
S.Olaya (Kec.Parigi)
Danau (Ha)
Daerah Irigasi
(Kec.Lembo,
1,2
D.Poso 36.236
(Ha)
Ds.Beteleme) 38,1
Bantayan I-1
Danau (Ha)
Bantayan I2a 60.000
D.Ranobal (Kec.Bungku
Bantayan I2b 80.000
Utara) 515
Bendung/ Daerah Irigasi (Ha)
D.Rano Kodi
Bdg.Pata (Kec.Bungku Utara) 700
(Kec.Bungku Utara) 263
Bdg.Woilong (Kec.Bungku Utara) 1.007
D.Tiu (Kec.Petasia) 442
Bdg.Mentawa (Kec.Bungku Utara) 337
S.Dolago (Kec.Parigi)
Embung (m3)
Bdg.Hek
44,2
Wanga 70.000
(Kec.Bunta)
Kabupaten
Bangkep
-
30.000
S.Ongka
Tobe Malue Kanan
875
(Kec.Moutong) 78
80.000
Bdg.Bunta
S.Taopa
Tobe Malue Kiri 50.000
(Kec.Bunta)
(Kec.Moutong ) 55,1
Daerah Irigasi /
2.481
S.Lambunu
rencana (Ha)
DI Binsil
(Kec.Moutong) 21
DI Meko 2.800, Doda
Bdg.Toili (Kec.Batui) 2.410
3.700, Karaopa 2.490,
Bdg.Bakung (Kec.Batui) 1.200
Tontowea 4.800
Bdg.Wafulamala (Kec.Lamala) 2.000
Sumber: Masterplan Kawasan Pengembangan Budidaya di Provinsi Sulawesi Tengah,
6
Kabupaten
Morowali
Bdg.Dongin (Kec.Batui) 1.4354
Bdg.Bingkoya (Kec.Batui) 3.037
Sumber: Masterplan Kawasan Pengembangan Budidaya Di Provinsi Sulawesi Tengah, 2005
Pada Zona III, sungai-sungai kebanyakan bermuara ke Teluk Tolo. Kabupaten Morowali
banyak memiliki sungai besar, antara lain Sungai Laa dan Tambalako. Kabupaten Banggai
banyak memiliki bendung untuk pengembangan irigasi sawah, yang merupakan daerah potensil
untuk pengembangan kawasan budidaya air tawar. Kabupaten Banggai Kepulauan hanya
memiliki sungai-sungai kecil yang aktif terutama pada musim hujan.
2.1.4. Wilayah Konservasi
Zona I memiliki Taman Nasional Lore Lindu termasuk Danau Lindu yang tidak boleh
dikembangkan untuk budidaya air tawar. Danau ini hampir tidak digunakan kegiatan budidaya,
kecuali kegiatan penangkapan khususnya ikan nila dan mas. Ikan nila dan mas ini merupakan ikan
introduksi yang telah berkembangbiak dan merupakan hasil tangkapan yang menjadi salah satu
sumber PAD Kabupaten Donggala. Nilai produksi ikan Nila Danau Lindu sekitar
Rp.266.400.000/tahun. Jenis Nila di Danau Lindu diduga telah mengalami kawin silang dengan
mujair, sehingga berwarna kehitaman mirip Mujair namun tubuhnya mirip Nila.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
7
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
Zona II memiliki Taman Wisata Laut Kepulauan Togean seluas 100.000 Ha serta suaka
alam perairan Danau Poso. Danau ini secara umum termasuk kawasan konservasi, sehingga
kegiatan budidaya dan penangkapan menjadi terbatas. Jenis kegiatan budidaya adalah karamba
sedangkan kegiatan penangkapan menggunakan pukat, jaring, pancing dan penangkapan sidat
dengan tombak. Pembangunan PLTA Poso di aliran sungai Poso di Desa Sulewana berpotensi
menghambat siklus hidup Sidat, sehingga perlu diusulkan untuk membuat fish way untuk jalur
migrasi saat pemijahan.
Tabel 4. Kondisi Lingkungan Provinsi Sulawesi Tengah
Kawasan Suaka Alam
Kawasan Lindung &
Pelestarian Alam
Potensi Tekanan
Lingkungan
Cagar Alam
Taman Nasional
Potensi Limbah kota
a).CA.Morowali 209.400 HA
TM Lore Lindu 217.991 HA,
Limbah Kota Palu
b).CA Tanjung Api 4.264 Ha
termasuk D.Lindu
memasuki Tel .Palu
c).CA Pangi Binangga 6.000 HA
Taman Hutan Raya
Potensi Pengembangan
THR Poboyo, 7.128 HA
Bahan Tambang
d).CA G.Tinombala 37.106 HA
Taman Wisata Alam:
a).MIGAS: Tel .Tomini Kab .
e).CA Pamona 35.000 HA
a).TL P.T okobae, 1.000 HA
Morowali, Slt.Makassar
f).CA G.Sojol 64.448 HA
b).TL.Teluk Tomiri, 7.200 HA
Kab Donggala, Perairan
g).CA G.Dako 19.590 HA
c).TWL Pulau Tosale 5.000 HA
Kab Banggai Kepulauan
Suaka Margasatwa
d).TWL Pulau Peleng 17.462 HA
b).Nikel: Kab. Morowali
a).SM Tanjung Matop 1.612 HA
e).TWL Kep.Sago, 153.850 HA
c).Batubara
b).SM P.Dolangon 463 HA
f).TWL.Kep.Togean , 100.000 HA
d).Emas / PETI
c).SM Lombuyan 3.069 HA
g).HW. Bancea, 5.000 HA
e).Mineral lain
d).SM Bakiriang 12.500 HA
h).TM. Wera 250 HA
f).Galian pasir: Pantai Tel.
e).SM Pati-Pati 3.108 HA
Kawasan Lindung Lainnya
Palu, Pantai barat Kab.
f).SM P.Pasoso 5.000 HA
a). Kawasan Taman Buru
Donggala
g).SM Tjg.Santigi 3.500 HA
Landusa Tomata 5000 HA
Potensi Pengembangan
(KabPoso)
Industri
b).Kawasan pantai berhutan
Kapet, Kadal, Kacetum,
bakau: jumlah 46.000 HA
Kapotkembang
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
Zona III banyak memiliki Kawasan Pelestarian Alam, seperti di Kawasan Teluk Tomini dan
Cagar Alam Morowali di Kecamatan Bungku Utara. Pada Kabupaten Banggai Kepulauan,
banyak dijumpai berbagai tipe terumbu seperti barrier reef, atol reef, pringing reef dan patch reef.
Sedikitnya 485 spesies ikan, molusca, dan kerang terdapat di perairan laut Banggai Kepulauan,
termasuk spesies ikan langka seperti Napoleon Wrasse dan Banggai Cardinal Fish.
2.2. Gambaran Perikanan Budidaya Air Payau
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah telah membuat konsep model pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan. melalui pendekatan 3 (tiga) zonasi
pengembangan pengelolaan laut sebagai berikut :
1. Zona I : perairan Laut Sulawesi dan Selat Makassar, terdiri Kota Palu, Kab. Donggala, Kab.
Toli-Toli dan Kab. Buol;
2. Zona II : perairan Teluk Tomini, terdiri dari Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Poso, Kab.
Tojo Unauna dan Kabupaten Banggai;
3. Zona III : perairan Teluk Tolo terdiri dari Kabupaten Banggai, Kabupaten Banggai
Kepulauan dan Kabupaten Morowali.
Sumber: Masterplan Kawasan Pengembangan Budidaya Di Provinsi Sulawesi Tengah, 2005
Gambar 2. Kawasan Prioritas Perkembangan Produksi Udang
8
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
9
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
2.2.1. Sub Sektor Hulu
2.2.1.1. Kondisi Lahan
Sebagian besar pembukaan lahan tambak yang telah terjadi di Sulawesi Tengah adalah
pada kawasan yang sebelumnya ditumbuhi oleh hutan mangrove. Pembukaan tersebut pada
umumnya tidak memperhatikan aturan tentang "green belt" atau jalur hijau. Dampak nyata pada
ekosistem pesisir dan sumberdaya perikanan adalah banyaknya tambak yang nyaris hilang akibat
abrasi. Selain itu, tanah pada kawasan mangrove cenderung kurang kondusif untuk budidaya
tambak, baik dari aspek keasaman (pH) yang cenderung tergolong tinggi maupun dari aspek
tekstur tanah yang mengandung kadar pasir cukup tinggi sehingga porous dan tidak mampu
menahan air.
Luas Tambak 2005
Luas Tambak ( Ha)
Kotor
Air
2003
2004
2005
2006*
% Perubahan
Luas Tambak
Propinisi
10,403
9,427
9,994.2
10,022.0
9,746.6
10,339
3.5%
Banggai
2,026
1,823
915.0
915.0
1,823.4
1,794
96.1%
Bangkep
0
0
0.0
0.0
0.0
0
0.0%
Poso
93
85
91.2
85.0
85.0
147
61.2%
Morowali
900
819
2,512.0
2,512.0
818.7
977
-61.1%
Donggala
2,250
2,053
2,050.0
2,053.0
2,053.0
2,250
9.8%
Parigi-Moutong
3,760
3,550
3,527.0
3,550.0
3,550.0
3,734
5.9%
Tolitoli
904
697
572.0
572.0
697.3
904
58.0%
Buol
470
399
327.0
335.0
399.2
469
43.4%
Tojo Unauna
0
0
TAD
TAD
320
64
TAD
Kota Palu
0
0
0
0
0
0
0.0%
Sumber: Statistik Diskanlut Provinsi Sulawesi Tengah 2003, 2004, 2005
* Data Diskanlut Provinsi Sulawesi Tengah, 2007 (pemanfaatan tahun 2006)
Kualitas air secara umum masih memadai untuk kepentingan budidaya tambak, dengan
tetap memperhatikan parameter tertentu antara lain, salinitas, kekeruhan, TSS, COD dan lain-lain.
Ketersediaan air tawar untuk keperluan tambak relatif cukup karena setiap kabupaten memiliki
sungai besar. Berdasarkan perhitungan kasar dapat diperkirakan bahwa lahan yang perlu
direhabilitasi sekurang-kurangnya 4,000 ha.
Petakan tambak rakyat umumnya kurang terawat, kondisi fisik pematangnya sudah
berubah, baik bentuk maupun ukurannya. Petakan tambak dibuat dengan cara membuat parit
keliling tambak (caren) sedangkan pada bagian tengahnya tidak dilakukan penggalian. Rata-rata
10
Tabel 6. Potensi Luas Lahan Budidaya Udang di Sulawesi Tengah
Potensi Lahan
(ha)*
Lahan
Termanfaatkan 2006 (ha)*
Tambak terbuka
tahun 2005 (ha)**
Banggai
6,925
1,794
1,133
Morowali
7,295
977
2,552
245
147
149
Donggala
5,150
2,250
4,080
Toli -Toli
3,399
904
904.3
Buol
8,350
469
75
Parigi
Moutong
10,306
3,734
5,680
Tojo Una -Una
425
64
370
Total
42,095
10,339
14,943.3
Kabupaten
Poso
Tabel 5. Data statistik perkembangan luas tambak
Wilayah
kedalaman parit keliling berkisar antara 40 - 150 cm. Bentuk petakan tambak umumnya persegi
panjang, namun sebagian lainnya berupa petakan yang tidak teratur. Ukuran luas petakan tambak
adalah bervariasi dari 3 7 ha per petak, sebagian besar berfungsi sebagai petak pembesaran dan
sebagian kecil untuk petak pendederan.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Sumber: * Data Diskanlut Provinsi Sulawesi Tengah, 2007 (pemanfaatan tahun 2006)
** Data BPDAS Palu-Poso, 2007 (berdasarkan citra satelit tahun 2005 & groundtruthing)
Kondisi lahan untuk budidaya payau di Zona I relatif belum termanfaatkan secara optimal.
Zona I termasuk dalam daerah dataran pantai dengan kemiringan yang relatif datar. Jenis formasi
endapan permukaan sungai, rawa dan pantai diperkirakan Lumpur, Lempung, Pasir, Kerikil, dan
Kerakal. Semakin ke arah pantai kandungan pasir semakin tinggi disertai sisa pembakaran kayu
atau bahan organik yang berwarna kehitaman. Vegetasi yang tumbuh di sepanjang daerah aliran
sungai dan di sekitar lahan antara lain adalah belukar, hutan bakau dan kebun kelapa.
Luasan kotor potensi lahan pertambakan di Kabupaten Parigi Moutong adalah 14.200 Ha.
Pada umumnya aeral pertambakan eksisting adalah milik rakyat yang dikelola secara tradisional
dengan sistem pasok dan keluaran air masih satu pintu karena kurangnya saluran irigasi yang
memadai. Air pasang Teluk Tomini tergolong rendah sehingga banyak tambak masih memerlukan
pompa. Pada saat ini, pertambakan yang direncanakan untuk peningkatan sistem irigasi adalah di
Kec. Sausu Desa Malakosa 500 dari luasan 2000 Ha, di Kec. Parigi, Desa Dolago 100 Ha dari
luasan 800 Ha, di Kec. Bolano Lambunu Desa Bajo 500 Ha, di Kec. Moutong Desa Lambunu 500
Ha dan Tuladengki-Sibatang 500 Ha dari luasan 1500 Ha. Komoditas yang banyak dibudidayakan
adalah udang dan bandeng.
11
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
Luas kotor tambak di Kabupaten Poso adalah 350 Ha. Tambak dikelola secara tradisional
dengan sumber pasok air berasal dari Teluk Tomini. Komoditas budidaya tambak di Kabupaten
Poso adalah udang windu dan bandeng. Luas kotor yang diusahakan pembudidaya 93 Ha
terhampar di kecamatan Poso Pesisir dan Poso Pesisir Utara. Jumlah produksi adalah udang 5,1
ton /tahun dan bandeng 15,8 ton/tahun dengan nilai produksi udang Rp 102.000.000 dan bandeng
Rp 53.720.000.
Penyebaran lokasi budidaya air payau terutama tambak di Kabupaten Tojo Unauna baru
terbatas empat kecamatan, yaitu Kecamatan Tojo, Tojo Barat, Ampana Tete dan Tojo Unauna.
Jenis komoditi budidaya air payau yang diusahakan adalah udang windu (Penaeus monodon),
dan bandeng (Chanos chanos). Sedangkan untuk di Kabupaten Banggai (Teluk Tomini) adalah
udang windu (Penaeus monodon), Udang vaname (Litopenaeus vannamei) dan bandeng
(Chanos chanos).
Kegiatan budidaya air payau di Zona III, khususnya pesisir Teluk Tolo sangat cocok untuk
pengembangan budidaya tambak. Hal ini didukung oleh kondisi alam sumber air laut dan air tawar
yang cukup memadai sepanjang tahun, suplai benih berkualitas serta sumberdaya manusianya.
Jenis komoditi yang diusahakan di Kabupaten Banggai adalah udang windu, udang vaname dan
bandeng. Luas lahan potensial untuk pengembangan budidaya tambak di Kabupaten Banggai
diperkirakan seluas 6.925 ha, tersebar pada Kecamatan Toili, Batui dan Luwuk, sedangkan luas
kotor lahan tambak yang diusahakan di Kabupaten Morowali adalah 8.414 Ha.
2.2.1.2. Sarana Prasarana Produksi
Pengadaan benih dipenuhi oleh beberapa hatchery besar di Kabupaten Banggai, HSRT
Mamboro serta BBIP Kampal milik Diskanlut Sulawesi Tengah. Beberapa petambak tradisonal
masih mengandalkan benih alam untuk produksi. Jika terjadi kekurangan benur, maka pedagang
akan mendatangkan dari Surabaya atau Makassar. Pengadaan pakan, obat-obatan dan pupuk
pada semua zona masih mengandalkan pasokan dari luar Provinsi Sulawesi Tengah yaitu dari
Surabaya dan Makassar, sedangkan Bahan Bakar Minyak, seperti solar dan oli serta
ketersediaaan es sudah ada di lokasi.
2.2.2. Produksi dan Produktifitas
Sistem produksi tambak rakyat umumnya menggunakan metode tradisional. Produksi
dilakukan sepanjang tahun sebanyak 2 musim, bergilir 1 musim udang dan satu musim menanam
bandeng atau polikultur antara udang dan bandeng. Sebagian petambak tidak mempunyai pola
produksi teratur, atau bahkan sangat tergantung ketersediaan modal. Pemeliharaan udang lebih
mengandalkan pakan alami dengan pakan tambahan pellet, sedangkan pemeliharaan bandeng
lebih mengandalkan pakan alami dengan tambahan dedak dan bungkil. Ukuran benur yang
digunakan adalah PL15 - 20 dengan harga berkisar antara Rp 40 - 50 per ekor dengan padat
penebaran berkisar 1 - 5 ekor/m2.
12
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
Tabel 7. Produksi dan Produktivitas Budidaya Air Payau, Tahun 2005
Jumlah
RTN
Luas
Tambak
(ha)
Produksi
(ton)
Nilai
Produksi
(Rp. 1000)
Produktivitas
(ton/ha)
Pendapatan
Rata-rata/RTN
(Rp)
Provinsi
5,853
9,427
9,287
182,139,825
0.99
31,119,054
Banggai
669
1,823
1,628
61,555,875
0.89
92,011,771
Bangkep
0
0
0
0
0.00
0
Poso
114
85
22
187,800
0.25
1,647,368
Morowali
889
819
986
11,245,750
1.20
12,649,888
Donggala
599
2,053
1,572
17,259,200
0.77
28,813,356
ParigiMoutong
2,770
3,550
2,583
39,167,700
0.73
14,139,964
Tolitoli
633
697
2,207
48,947,500
3.17
77,326,224
Buol
158
399
280
3,641,000
0.70
23,044,304
Tojo
Unauna
21
0
10
135,000
0.00
6,428,571
Kota Palu
0
0
0
0
0.00
0
Wilayah
Sumber: Statistik Diskanlut Provinsi Sulawesi Tengah 2005
Persiapan yang dilakukan hanyalah berupa penjemuran dan pemupukan. Sebagian
besar petambak belum melakukan pembalikan tanah dasar dan pengapuran. Rata-rata padat
tebarnya mencapai 10.000 - 20.000 ekor/ha/MT untuk bandeng dan 30.000 - 50.000 ekor/ha/MT
untuk udang windu. Pemeliharaan udang windu umumnya dilakukan monokultur dengan sistem
ekstensif (tradisional). Pemasukan air dilakukan saat pasang tinggi, sedangkan untuk tambak
yang agak jauh dari pantai atau agak tinggi menggunakan pompa air. Pemanenan udang windu
atau bandeng dilakukan setelah masa pemeliharaan berakhir, berkisar 4 - 5 bulan. Ukuran udang
bandeng seringkali tidak seragam, sehingga sistem pemanenan yang dilakukan oleh petani
tambak dilakukan secara selektif.
Pertambakan udang skala industrial atau komersil murni dengan investasi relatif besar
hanya terdapat di Kabupaten Banggai. Kabupaten ini memberikan kontribusi sekitar 50% dari
produksi total Sulawesi Tengah. Terdapat beberapa perusahaan pertambakan yaitu PT Banggai
Sentral Shrimp (BSS) dengan realisasi luas lahan 99 Ha termasuk pembekuan udang, PT Sentral
Sari Windu (SSW) dengan luasan 360 Ha, PT Fitron Windu Utama dengan rencana luasan 40 ha
dan PT Minahaki Alam Indah. Pengembangkan budidaya udang vaname di kabupaten tersebut
telah lakukan oleh perusahaan pertambakan dan berhasil dengan baik.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
13
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
Tabel 8. Perusahaan Perikanan Udang di Sulawesi Tengah
Bidang usaha/
Wilayah
Kabupaten Banggai
Pembibitan
(hatchery)
1. PT. Banggai
Sentral Shrimp;
2. CV Indomina
Jaya;
3. CV Fitro Windu
Utama;
4. CV Rata
Mentawa
Pertambakan
1) PT. Banggai
Sentral Shrimp;
2) PT Sentral Sari
Windu;
3) CV Fitron Windu
Utama;
4) CV Minahaki
Alam Indah
Pengolahan
(Cold Storage)
1. PT. Banggai
Sentral
Shrimp;
2. CV Fitron
Windu Utama
Sumber: Data Diskanlut Provinsi Sulawesi Tengah, 2007
2.2.2.1. SDM dan Kelembagaan
Berdasarkan Laporan Tahunan Statistik Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tahun 20032004, jumlah sumberdaya manusia di Kabupaten Donggala sebanyak 597 RTP Tambak;
Kabupaten ToliToli sebanyak 633 RTP Tambak; dan Kabupaten Buol sebanyak 12.236 RTP
Umum. Rumah Tangga Petambak (RTP) yang terlibat dalam mengelola tambak di Kabupaten
Parigi Moutong berjumlah 8.161 RTP. Rasio jumlah terhadap luas garapan tambak 3.290 Ha
adalah 0,4 Ha/RTP. Pada Kabupaten Poso, jumlah Rumah Tangga Petani (RTP) Tambak yang
mengelola tambak adalah 57 RTP, masing-masing 35 RTP dari Kecamatan Poso Pesisir dan 22
RTP dari Kecamatan Poso Utara. Masing masing RTP mengelola sekitar 2,6 Ha/RTP. Jumlah
Rumah Tangga Petambak (RTP) Kabupaten Morowali yang terlibat dalam mengelola tambak
berjumlah 275 RTP. Ratio jumlah terhadap luas garapan tambak 1.569 Ha adalah 5,7 Ha / RTP.
Kegiatan penyuluhan dan pembinaan di lokasi, menurut petambak sangat jarang
dilakukan. Umumnya, petambak belajar dari informasi informal dari petambak lainnya atau melalui
pedagang. Keberadaan tenaga terampil pada umumnya masih terbatas, terkecuali di perusahaan
besar yang mendatangkan tenaga ahli dari luar Provinsi Sulawesi Tengah. Hal ini bisa dimaklumi
karena mayoritas penduduk lokal lebih terkonsentrasi pada kegiatan berkebun. Kelompok petani
tambak di lokasi pada umumnya sudah terbentuk, tetapi kegiatan kelompok ini belum terlalu
terlihat. Kegiatan yang sering dilakukan oleh para anggota kelompok ialah mengadakan
pertemuan-pertemuan untuk membahas berbagai masalah mengenai tambak diantara anggota
kelompok itu sendiri.
Kelembagaan yang berada ditingkat pembudidaya masih tergolong lemah. Keadaan ini
menyebabkan pembudidaya tidak mempunyai posisi tawar yang menguntungkan, baik pada saat
mendapatkan akses permodalan, pendampingan budidaya maupun untuk mendapatkan harga
pasar yang optimal. Lemahnya posisi tawar (bargaining position) pembudidaya udang sangat
berpengaruh dalam pemasaran hasil serta keberlanjutan proses produksi. Posisi tawar yang
14
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
lemah akan menyebabkan akses untuk mencapai inovasi, permodalan, pasar dan pengembangan
kelembagaan menjadi terhambat. Hingga saat ini belum ada asosiasi atau kelompok yang mampu
memberikan kontribusi nyata terhadap pengembangan budidaya udang di Sulawesi Tengah.
2.2.2.2. Pemasaran
Sampai saat ini, udang merupakan komoditas andalan perikanan untuk ekspor. Selama
periode Januari - Desember 2004, kontribusi ekspor udang budidaya mencapai 5.381,65 ton. Pada
dua dekade terakhir, terbukti usaha tersebut memiliki keterkaitan dari hulu hingga hilir yang cukup
luas bagi aktivitas ekonomi masyarakat. Beberapa tantangan yang akan dihadapi dalam
pengembangan usaha akuakultur secara umum dan budidaya udang secara khusus antara lain :
1) Perdagangan global yang sangat kompetitif;
2) Ketatnya persyaratan mutu dan keamanan pangan yang ditetapkan oleh negara
pengimpor;
3) Tuntutan konsumen dalam dan luar negeri terhadap mutu, penganekaragaman jenis dan
nilai tambah (value added), bentuk produk dan keamanan pangan (food safety);
4) Tuntutan untuk melaksanakan tatacara budidaya yang berkelanjutan dan
bertanggungjawab (sustainable and responsible aquaculture).
Pembeli pengumpul kecil umumnya datang langsung ke lokasi tambak dengan membawa
perlengkapan untuk pengangkutan seperti es, box dan perlengkapan lain. Hasil produksi
tambak rakyat akan dirawat selama 1 - 2 malam kemudian dipasarkan pada pedagang
pengumpul besar di Makassar. Pemasaran udang windu dari perusahaan besar umumnya
untuk ekspor melalui coldstorage yang ada di Banggai atau di Makassar.
Tabel 9. Fasilitas Pengolahan dan Pola Pemasaran Udang tahun 2006
Kabupaten
Banggai
Fasilitas Pengolahan
Cold Storage (2 unit)
Poso
Tidak ada
Morowali
Tidak ada
Donggala
Tidak ada
Parigi-Moutong
Tidak ada
Tolitoli
Tidak ada
Buol
Tojo Unauna
Tidak ada
Tidak ada
Pola Pemasaran
1. Ekspor : Perancis,
Belgia dan lain-lain;
2. Antar Pulau & Daerah :
Jatim, Sulsel
3. Lokal
1. Antar Daerah (Sulsel);
2. Lokal
1. Lokal
Sumber: Data Diskanlut Provinsi Sulawesi Tengah, 2007
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
15
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
Sampai saat ini pemasaran tidak ada kendala yang berarti, namun panjangnya rantai
pemasaran menyebabkan harga jual cenderung rendah, sehingga profit marjin menjadi rendah.
Udang yang dipasarkan umumnya size 30 dengan harga Rp 40.000 - Rp 50.000. Hasil panen ikan
bandeng dipasarkan secara lokal untuk memenuhi kebutuhan daerah sekitar, Kota Palu, bahkan
jika over suplai dipasarkan hingga Makassar atau Balikpapan.
belum memiliki prasarana transportasi. Dengan demikian memerlukan peningkatan jaringan jalan
menuju daerah rencana kawasan baik untuk produksi maupun pemasaran. Begitu pula dengan
dukungan sumber energi seperti instalasi listrik PLN dan saluran irigasi tambak yang masih
terbatas.
Tabel 11. Pengembangan Prasarana Wilayah dan Prasarana
Tabel 10. Perkembangan Nilai Produksi dan Harga Udang 2003-2005
Kabupaten
Nilai Produksi (Rp. 1000)
2003
Banggai
Morowali
Tojo Una -Una
Poso
Parigi Moutong
2004
2005
14,007,500 14,410,000
Daerah
Harga rata-rata (Rp/Kg)
2003
2004
2005
61,028,000
32,500
32,750
40,000
6,363,825
6,277,500
6,270,000
26,750
27,000
28,500
0
0
105,000
0
0
30,000
95,500
102,000
105,300
28,088
20,000
21,060
26,145,000 27,040,100
30,860,200
31,500
31,700
33,500
Donggala
8,533,125
9,147,600
10,892,700
27,750
28,000
28,500
Tolitol i
1,584,600
1,509,550
41,230,000
33,715
33,250
35,000
737,100
834,300
2,626,250
27,000
27,000
27,500
57,466,650 59,321,050 153,117,450
30,501
30,679
35,353
Buol
Provinsi
Transportasi Darat
Prasarana transportasi darat telah ada yang menghubungkan ibukota
Provinsi dengan ibukota kabupaten-kabupaten, meskipun kondisinya
sebagian rusak. Hampir sepanjang pantai Sulawei Tengah telah
dihubungkan dengan jalan darat, kecuali sebagian ruas pantai
Kabupaten Morowali.
Transportasi Air
Pelabuhan Laut:
a).Pel.Pantolan , Kota Palu
b).Pel.Tolitoli, Kab. Tolitoli
c).Pel.Luwuk, Kab. Banggai
d).Pel.Donggala, Kab. Donggala
e).Pel.Banggai, Kab. Banggai Kepulauan
f).Pel.Leok, Kab. Buol
g).Pel.Parigi, Kab. Parigi Moutong
h).Pelabuhan lainnya: Wani, Ogoamas, Leok, Moutong, Parigi, Poso,
Ampana, Bunta, Pagimana
i).Pelabuhan satuan kerja: Bungku, Sabang/ Peleng, Paleleh, Ogotua,
Salakan, Wakai, Komaligon, Wosu dan Lokodidi
Penyeberangan danau:
Tentena -Pendolo, Tentena – Peura, Tentena - Bancea
Tranportasi Udara
Pengembangan bandara udara
Mutiara di Palu
Bubung di Luwuk
Lalos di Tolitoli
Kaiguncu di Poso
Pogogul di Buol
Rencana pembangunan bandara udara
Morowali
Banggai Kepulauan
Sumber: Data Diskanlut Provinsi Sulawesi Tengah,
2.2.3. Sub Sistem Penunjang
2.2.3.1. Permodalan
Akses permodalan masih memegang peran utama dalam pengembangan areal budidaya
udang. Hal ini karena penggunaan teknologi pada masing-masing metode produksi, baik
tradisional plus, semi intensi dan intensif sangat tergantung pada permodalan. Secara umum,
sebagian besar kegiatan pembudidayaan udang masih dilakukan dengan swadana masyarakat.
Meskipun telah ada beberapa bantuan dan fasilitas permodalan terutama oleh Dinas Perikanan
dan Kelautan baik tingkat Provinsi maupun kabupaten, namun fasilitas tersebut relatif masih kecil
dibanding kebutuhan dan bersifat sporadis. Fasilitas kredit ringan tersebut hanya terbatas pada
beberapa daerah percontohan dan belum menyentuh semua masyarakat pembudidaya.
Pengembangan
(RTRW Provinsi Sulawesi Tengah 2000 – 2015)
Sumber: Masterplan Kawasan Pengembangan Budidaya Di Provinsi Sulawesi Tengah, 2005
2.2.3.2. Kondisi Prasarana Dasar
Prasarana transportasi penghubung wilayah di Sulawesi Tengah telah ada, termasuk
jalan nasional, provinsi dan kabupaten. Namun demikian jalan penghubung menuju daerah
budidaya kondisinya sebagian dalam keadaan rusak. Pada beberapa daerah yang berpotensi
untuk dikembangkan menjadi kawasan budidaya masih kurang baik, tidak beraspal atau bahkan
16
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Prasarana transportasi air terutama pelabuhan telah ada pada beberapa kota kabupaten,
mengingat semua ibukota berada di tepi pantai. Berdasarkan RTRW Provinsi Sulawesi Tengah
20002015, pelabuhan tersebut adalah sebagai berikut:
a) Pelabuhan Pantoloan, Kota Palu
b) Pelabuhan Tolitoli, Kabupaten Tolitoli
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
17
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
c)
d)
e)
f)
g)
h)
Pelabuhan Luwuk, Kabupaten Banggai
Pelabuhan Donggala, Kabupaten Donggala
Pelabuhan Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan
Pelabuhan Leok, Kabupaten Buol
Pelabuhan Parigi, Kabupaten Parigi Moutong
Pelabuhan lainnya: Wani, Ogoamas, Leok, Moutong, Parigi, Poso, Ampana, Bunta,
Pagimana
i) Pelabuhan satuan kerja: Bungku, Sabang/ Peleng, Paleleh, Ogotua, Salakan, Wakai,
Komaligon, Wosu dan Lokodidi
Zona I memiliki Pelabuhan Palu di ibukota provinsi. Berdasarkan RTRW Kabupaten
Donggala terdapat beberapa pelabuhan dengan status regional atau kelas IV dan di kelola
Pelindo, yaitu Pelabuhan Donggala dan Pelabuhan Pantolan. Selain itu terdapat pelabuhan yang
tidak diusahakan yaitu Pelabuhan Wani, Labean dan Ogoamas. Pelabuhan lainnya milik
PERTAMINA adalah Depo Lolo, sedangkan Pelabuhan Perikanan adalah TPI Labean yang
dilengkapi cold storage. Pelabuhan lainnya adalah Pelabuhan Tolitoli dan Pelabuhan Leok di Buol.
Tabel 12. Prasarana Wilayah dan Prasarana Perikanan Zona I
Daerah
Arahan Pengembangan
Kota Palu
RTRW 1999- 2009: Pelabuhan laut:
Pel. Pantoloan
Kabupaten
Donggala
RTRW 2003-2013
Pelabuhan diusahakan: status regional, kelas IV, dikelola Pelindo
a) Pel.Donggala; Pel.Pantolan
Pelabuhan tidak diusahakan: Pel.Wani, Pel.Labean dan Pel.Ogoamas
Pelabuhan PERTAMINA: Depo Lolo
Pelabuhan Perikanan : TPI Labean, dilengkapi cold storage
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
Tabel 13. Prasarana Wilayah dan Prasarana Perikanan Zona II
Daerah
Arahan Pengembangan
Kabupaten Parigi Moutong
RTRW 2002- 2014
Kabupaten Poso
RTRW 2001-2012:
Pelabuhan diusahakan
Status regional (kelas IV): Pelabuhan Poso dikelola PT.Pelindo
Pelabuhan tidak diusahakan:
Pelabuhan Pertamina: Toini, Moengko, Kec.Poso Pesisir
Penyeberangan Danau Poso: Dua dermaga kayu
menghubungkan kota Tentena (Kec.Pamona Utara) dan kota
Pendolo (Kec.Pamona Selatan).
Kabupaten Tojo Unauna
RTRW 2001-2012:
Pelabuhan diusahakan
a).Status regional (kelas IV): Pelabuhan Ampana, dikelola
PT.Pelindo
Pelabuhan tidak diusahakan:
a). Pelabuhan lokal: Pel.Unauna, Dolong, Popolii; b).TPI: Togian
Kabupaten Banggai
RTRW 2003-2013:
Prasarana Pelabuhan Laut:
a).Pel.Tongkiang, sebagai pelabuhan nasional; b).Pel.Luwuk,
sebagai pelabuhan nasional; c).Pel.Bunta, sebagai pelabuhan
regional; d).Pel.Bualemo, sebagai pelabuhan lokal termasuk
sektor perikanan, calon TPI
Pelabuhan Perikanan:
a).TPI/PPI: Desa.Kadoli-Kec Bunta, Desa.TintinganKec.Pagimana, Desa.Minangandala dan Desa.Bonebobakal
Kec.Lamala, Kec.Bualemo dan Balantak; b).Cold storage di
Kec.Bunta dan Pagimana
Sumber: Masterplan Kawasan Pengembangan Budidaya Di Provinsi Sulawesi Tengah, 2005
Sumber: Masterplan Kawasan Pengembangan Budidaya Di Provinsi Sulawesi Tengah, 2005
Zona II memiliki pelabuhan regional kelas IV yang dikelola PT. Pelindo, yaitu Pelabuhan
Poso dan Ampana. Pelabuhan di Kabupaten Banggai adalah Pelabuhan Tongkiang dan
Pelabuhan Luwuk sebagai pelabuhan nasional, dan Pelabuhan Bunta sebagai pelabuhan
regional. Pelabuhan Bualemo di Kabupaten Banggai sebagai pelabuhan lokal diarahkan sebagai
pelabuhan perikanan. Pelabuhan lainnya yang berstatus sebagai pelabuhan perikanan atau
TPI/PPI adalah Desa Kadoli Kec. Bunta, Desa Tintingan Kec. Pagimana, Desa Minangandala dan
Desa Bonebobakal Kec. Lamala, Kec. Bualemo dan Balantak di Banggai dan Pelabuhan Togian di
Tojo Unauna. Pelabuhan lokal lainnya adalah Pelabuhan Unauna, Dolong dan Popoli. Pelabuhan
milik Pertamina berada di Toini dan Moengko, Kabupaten Poso. Transportasi perairan danau ada di
Danau Poso, yaitu dua dermaga kayu menghubungkan Kota Tentena Kec. Pamona Utara dan Kota
Pendolo Kec. Pamona Selatan.
18
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Jaringan transportasi laut pada Zona III memiliki beberapa pelabuhan di Morowali dan
Banggai. Berdasarkan RTRW Morowali, pelabuhan tersebut adalah: a). Pelabuhan Kolonodale,
termasuk PPI yang memerlukan pengembangan, b). Pelabuhan Kolo Bawa, Kec.Bungku Utara,
c). Pelabuhan Baturube, termasuk TPI, Kec.Bungku Utara, d). Pelabuhan Bungku, Kec. Bungku
Tengah, e). Pelabuhan Wosu, Kec. Bongku Barat, calon PPI di Desa Moahino, f). Pelabuhan
Kaleroang, Kec. Bungku Selatan, g). Pelabuhan Sambalagi, termasuk TPI, Kec. Bungku Selatan,
h). Pelabuan Bahodopi, Kec.Bahodopi, i). Pelabuhan Tambayoli, Kec. Soyojaya, dan j).
Pelabuhan Ulunambo, Kec. Menui Kepulauan, dapat dikembangkan menjadi pelabuhan
akumulasi perikanan.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
19
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
Tabel 14. Prasarana Wilayah dan Prasarana Perikanan Zona III
Daerah
Kabupaten
Morowali
Kabupaten
Banggai
Arahan Pengembangan
RTRW 2003-2013:
Pelabuhan laut
a).Pel.Kolonodale, termasuk PPI yang memerlukan
pengembangan
b). Pel.Kolo Bawa, Kec.Bungku Utara
c).Pel.Baturube, termasuk TPI, Kec.Bungku Utara
d). Pel.Bungku, Kec.Bungku Tengah
e). Pel.Wosu, Kec.Bongku Barat, calon PPI di
Desa.Moahino
f). Pel.Kaleroang, Kec.Bungku Selatan
g).Pel.Sambalagi, termasuk TPI, Kec.Bungku Selatan
h).Pel.Bahodopi, Kec.Bahodopi
i).Pel.Tambayoli, Kec.Soyojaya
j).Pel.Ulunambo, Kec.Menui Kepulauan, dapat
dikembangkan menjadi pelabuhan akumulasi perikanan
RTRW 2003-2013:
Prasarana pelabuhan laut:
a).Pel.Tongkiang, sebagai pelabuhan nasional
b).Pel.Luwuk, sebagai pelabuhan nasional
b).Pel.Bunta, sebagai pelabuhan regional
c).Pel.Bualemo, sebagai pelabuhan lokal termasuk sektor
perikanan, calon TPI
Pelabuhan perikanan:
a).TPI/PPI: Desa Kadoli-Kec Bunta, Desa Tintingan Kec.Pagimana, Desa Minangandala dan Desa
Bonebobakal Kec.Lamala, Kec.Bualemo dan Balantak.
b).Cold storage di Kec.Bunta dan Pagimana
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
mengenai jalur hijau (green belt) sehingga terjadi abrasi pantai, penurunan
sumberdaya perikanan baik tangkap dan budidaya serta penurunan kualitas
lingkungan;
Kepemilikan lahan seringkali tidak jelas, adanya status tanah sengketa atau konflik
antar hak adat, perseorangan dan perusahaan;
Konstruksi petak tambak yang dikelola pembudidaya tidak kokoh, terlalu dangkal
dan luas serta ketinggian pematang belum standar;
Pola tanam tidak teratur dan sepenuhnya mengandalkan alam;
Keterbatasan sumberdaya manusia terutama wawasan dan pengetahuan tentang
budidaya tambak dalam penerapan Manajemen Kesehatan Budidaya Udang
(Shrimp Health Culture Management);
Teknologi yang diterapkan masih sederhana sehingga produksi tingkat
produktifitas cenderung rendah;
Kelembagaan pembudidaya tidak berfungsi secara optimal;
Kurangnya akses terhadap permodalan, lembaga keuangan dan perbankan
Terbatasnya sarana produksi tambak seperti benih unggul, pakan, pupuk dan obatobatan yang standar;
Terbatasnya prasarana produksi seperti jalan antar tambak yang belum memadai;
jaringan irigasi tambak yang belum tertata dengan baik, saluran pasok dan buang
masih menjadi satu, kapasitas saluran terlalu kecil, adanya potensi pencemaran
DAS, serta tidak adanya keseimbangan antara panjang saluran, panjang pantai
dan luas kawasan tambak;
Sumber: Masterplan Kawasan Pengembangan Budidaya Di Provinsi Sulawesi Tengah, 2005
2.2.4. Permasalahan Budidaya Air Payau
Secara umum permasalahan yang muncul pada budidaya payau di Provinsi Sulawesi
Tengah adalah sebagai berikut:
1.
Tata ruang yang belum jelas sehingga sering terjadi pengalihan peruntukan dari
kawasan perlindungan pantai ke pertambakan;
2.
Pembukaan tambak tanpa mengikuti aturan yang berlaku, terutama aturan
20
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
21
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
BAB III
RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN
BUDIDAYA UDANG DI PROVINSI
SULAWESI TENGAH
lahan pesisir, termasuk peruntukan wilayah pesisir yang sesuai untuk budidaya tambak,
perijinan investasi (PMA dan PMDN) atau menyusun peraturan daerah baru yang mengatur
tentang tata ruang dan tata guna lahan pesisir, termasuk mengakomodasi hak adat/ulayat yang
diakui ada;
3. Identifikasi lahan yang potensial dan sesuai untuk budidaya tambak, sebagai dasar
penyusunan tata ruang dan tata guna lahan pesisir;
4. Koordinasi dengan instansi terkait seperti Dinas Kehutanan, Pertanian, Permukiman dan
Prasarana Wilayah, BPN, Perhubungan, Kepolisian, Angkatan Laut, dan Bea Cukai dalam hal
tata ruang, tata guna lahan, pembangunan prasarana, pengawasan dan pengamanan.
3.1. Kebijakan Pembangunan Perikanan Budidaya Air Payau
Kebijakan Pembangunan Perikanan Budidaya Budidaya Air Payau di Provinsi Sulawesi
Tengah tahun Jangka Menengah dan Panjang tahun 2011 - 2015 adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi lahan yang sesuai untuk usaha pertambakan dengan mempertimbangkan
aspek konservasi wilayah;
2. Pengaturan tata ruang di wilayah pesisir yang sesuai untuk usaha tambak dan melindungi
tambak dari kemungkinan terjadinya kerusakan dan pencemaran;
3. Menentukan lahan untuk pengembangan tambak dengan status hukum yang jelas;
4. Mengembangkan sistem kemitraan antar pemodal dengan petani tambak yang bersifat
partnership yang setara;
5. Mengembangkan industri/usaha penunjang, pembenihan, pabrik pakan, obat-obatan dan
pabrik pengolahan;
6. Mengembangkan usaha pertambakan dalam skala kecil menengah, dengan bantuan
kemudahan permodalan (kredit UKM), bimbingan teknis, dan bimbingan pengolahan dan
pemasaran hasil. Teknik budidaya yang dianjurkan untuk dikembangkan adalah semi intensif
(untuk menjamin kelestarian usaha dalam jangka panjang);
7. Pembinaan dan pelatihan keterampilan teknis budidaya tambak terhadap kelompok petani
tambak;
8. Mengoptimalkan balai-balai latihan yang ada dan meningkatkan SDM-nya dan bila belum
mencukupi perlu membangun balai-balai pelatihan baru;
9. Membangun lembaga pendidikan (mulai strata sekolah menengah, D1 sampai D3) dengan
menitikberatkan materi pendidikan dibidang budidaya perikanan;
10. Membangun sarana dan prasarana untuk menunjang pengembangan usaha budidaya
tambak, sarana transportasi, sumber energi, komunikasi, fasilitas pasca panen, dan
pelabuhan ekspor.
Kebijakan Jangka Pendek Pembangunan Perikanan Budidaya Budidaya Air Payau di Provinsi
Sulawesi Tengah tahun 2006 - 2010 adalah sebagai berikut :
1. Penataan organisasi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang mencakup struktur,
kewenangan dan tanggung jawab dalam hal penataan ruang dan tata guna lahan pesisir;
2. Mengimplementasikan peraturan daerah yang telah ada tentang tata ruang dan tata guna
22
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
3.2. Strategi Pengembangan Secara Makro
Secara umum Kebijakan program multi years (multi-tahun) komoditas unggulan udang di
Sulawesi Tengah terdiri dari tiga tahapan yaitu:
3.2.1. Tahap Persiapan, meliputi :
a. Pengembangan pendataan dan pengkajian serta pusat/sistem informasi;
b. Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia;
c. Pengembangan percontohan jangka panjang (permanent demplots)
3.2.2. Tahap Pengembangan (Development), meliputi :
a. Pematangan percontohan;
b. Fase awal penerapan hasil percontohan berdasarkan hasil pendataan/pengkajian
dengan mengunakan kapasitas yang telah terbangun.
3.2.3. Tahap Konsolidasi, meliputi :
a. Perluasan dan penyempurnaan penerapan dengan penanganan terhadap kendala yang
dihadapi;
b. Penguatan sistem jaringan pendukung termasuk pemanfaatan demplots, sistem
informasi dan lain sebagainya
3.3. Strategi Pengembangan Secara Mikro
Sistem pengembangan komoditas udang di Sulawesi Tengah memerlukan pemenuhan
dalam sistem Aquabisnis sebagai berikut :
3.3.1. Subsistem Hulu
a) Ketersediaan bibit, meliput: optimalisasi hatchery dan backyard udang windu dan vaname,
domestikasi induk udang, impor induk, kerjasama antar Provinsi/kabupaten penghasil benur,
peningkatan koordinasi dengan UPT Pusat.
b) Mutu bibit, meliputi: standarisasi/pengawasan kesehatan induk/benur, dan sarana lainnya,
proses produksi, dan distribusinya
23
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
c) Sarana produksi, meliputi: peningkatan kualitas dan ketersediaan pupuk, obat-obatan, probiotik, vitamin dan lain-lain,
3.3.2. Subsistem Produksi
a) Inventarisasi potensi riil, meliputi: pemetaan kawasan budidaya udang berdasarkan daya
dukung lingkungan dan kondisi sosio-ekonomi
b) Percontohan teknis budidaya, bertujuan: membangun percontohan pola budidaya yang baik
yang menggunakan teknologi intensif, semi-intensif dan sederhana, termasuk monokultur dan
polikultur sesuai potensi lokal
c) Infrastruktur, meliputi perbaikan teknis terhadap jalan produksi, tambak dan saluran irigasi
yang kurang memadai
d) Daya dukung lingkungan, meliputi: rehabilitasi lahan yang tidak layak sebagai tambak dengan
reboisasi mangrove terutama pada green belt dan muara-muara sungai
e) Pengembangan, meliputi: penerapan teknologi budidaya udang di sesuai daya dukung
lingkungan dan situasi sosio-ekonomi melalui pendekatan kawasan
3.3.3. Subsistem Hilir
3.3.3.1. Pengolahan
a) Peningkatan kualitas mutu produk, mulai panen sampai ke Processing Plant
b) Diversifikasi olahan, fasilitasi kegiatan olahan dan pemanfaatan limbah udang
3.3.3.2. Pemasaran
a) Market feasibility study khusus potensi pasar dan produk olahan
b) Pengembangan network pemasaran dan promosi (branding)
c) Penyediaan data/informasi akurat dan tepat bagi calon investor
3.3.3.3. Penyuluhan/Pengawasan
a) Peningkatan kemampuan dalam penerapan dan pengawasan Quality Control, SOP, HACCP,
dan lain-lain
3.3.4. Subsistem Pembiayaan
a) Keuangan mikro swadaya: Memberdayakan kelompok swadaya masyarakat dan kelompok
tani menjadi lembaga keuangan mikro informal ataupun formal
b) PPL/LPUM: Memberdayakan PPL menjadi pendamping kelompok tani/kelompok swadaya
masyarakat di bidang usaha dan pembiayaan, serta membentuk LPUM (Lembaga
Pendampingan Usaha Mikro) di tingkat kecamatan
c) Sektor perbankan:
- Menerapkan pola HBK (Hubungan Bank dengan Kelompok) untuk menjamin pembiayaan
usaha tani kecil
24
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
- Memastikan Lembaga Keuangan Bank mengalokasikan portofolio kredit untuk UKM (Usaha
Kecil dan Mikro) dan UMB (Usaha Menengah dan Besar) di bidang Aquabisnis dengan
memberlakukan Undang-Undang Perkreditan dan Undang-Undang Keuangan Mikro
d) Permodalan: stimulan perkuatan modal dikawasan percontohan budidaya, hatchery dan
backyard hatchery, dan usaha penunjang lainnya
e) Kemitraan: Fasilitasi akses ke lembaga keuangan (Bank dan non Bank) bagi program
perorangan/UKM dan massal melalui pendekatan kemitraan
3.3.5. Kelembagaan dan Manajemen Usaha
a) Masyarakat pembudidaya: Pembentukan dan/atau pemberdayaan kelompok pembudidaya
udang (polikultur/monokultur) dan lembaga masyarakat lainnya (misalnya asosiasi seperti
MAI, KSM) dari aspek kelembagaan dan manajemen usaha
b) Perusahaan/investor/pemodal: memfasilitasi (dan mengawasi) perusahaan/pemodal yang
ada atau tertarik untuk masuk di Sulawesi Tengah, termasuk dalam perkuatan kemitraan
dengan pembudidaya, aspek kebijakan pemerintah dan lainnya
c) Pemerintah/Sumber keahlian:
1) Pembentukan/penguatan Satuan Tugas (Satgas) Provinsi dan di tingkat kabupaten khusus
perencanaan, operasional dan pengendalian semua aspek pembudidayaan udang;
2) Satgas Provinsi dan Kabupaten senantiasa berkoordinasi dalam Perencanaan,
Opersional dan Pengendalian;
3) Satgas terdiri dari instansi terkait, Lembaga keuangan, pakar sesuai kompentensinya dan
Asosiasi terkait.
d) Pengembangan dan Penguatan Kelembagaan
1) Pengembangan Kemitraan Usaha;
2) Pengembangan Kelembagaan Pemasaran;
3) Pengembangan Kelembagaan Permodalan;
4) Pengembangan Kelembagaan Perkoperasian;
5) Pengembangan Kelembagaan HNSI;
6) Pengembangan Kelembagaan Pengawasan SDI;
7) Pengembangan Kelembagaan Pusat Kajian Perikanan Tropis;
8) Pengembangan/Pembinaan Kelembagaan Kelompok Nelayan dan Pembudidaya Ikan;
9) Pengembangan Kelembagaan Pusat Jaringan Usaha dan Investasi (PUSJUI)
3.3.6. Usulan Dukungan Lintas Sektoral
1. Sektor Perindustrian
Mengembangkan industri perkapalan, alat penangkapan, pengolahan hasil, gudang
pendingin dan pakan ikan.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
25
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
26
Sektor Pertanian
Mengembangkan pembudidayaan bahan baku pakan ikan
Sektor Perhubungan
Mengembangkan sarana dan prasarana transportasi hasil laut dengan cepat ke lokasi
proses selanjutnya
Sektor Perdagangan
Mengembangkan pasar dalam dan luar negeri untuk penjualan hasil laut segar dan olahan.
Sektor Keuangan
Menyediakan modal investasi dan modal operasi yang diperlukan
Sektor Pendidikan dan Tenaga Kerja
Menyediakan tenaga-tenaga terdidik baik untuk pekerjaan dilaut maupun didarat, termasuk
para ahlinya
Sektor Riset dan Teknologi
Mengembangkan penelitian yang mendukung pembangunan perikanan.
Sektor Pertambangan dan Energi
Menyediakan terminal-terminal dukungan bahan bakar kapal dan tenaga listrik yang
diperlukan untuk mendukung industri
Sektor Kimpraswil
Menyediakan prasarana pangkalan laut dan udara serta perhubungan darat untuk
mendukung kelancaran pemasaran
Sektor Kehutanan
Merehabilitasi kerusakan hutan mangrove, terumbu karang dan reboisasi di daerah hulu.
Sektor Koperasi
Mengembangkan koperasi - koperasi nelayan /pembudidaya ikan agar dapat meningkatkan
taraf hidupnya
Sektor Transmigrasi
Mengembangkan daerah-daerah pemukiman nelayan baik melalui pola resettlement
maupun transmigrasi
Sektor Pariwisata
Mengembangkan usaha-usaha pariwisata bahari.
Sektor Dalam Negeri
Mengembangkan tata ruang bagi pengembangan perikanan
Sektor Pertahanan Keamanan dan Kehakiman
Melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum dilaut untuk meningkatkan jaminan
keamanan usaha
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
BAB IV
WILAYAH PENGEMBANGAN
4.1.
Subsistem Hulu
Pada subsistem hulu, titik fokus adalah pada ketersediaan benih unggul. Agar dapat
berkembang dan mendukung subsistem downstream, maka perlu adanya perhatian terhadap
operasional hatchery. Selain itu sangat diperlukan pengawasan terhadap Cara Pembenihan Ikan
yang Baik (CPIB) atau GAP dan output berupa mutu benur udang, baik windu maupun vaname.
Fasilitas pembenihan di Kabupaten Banggai, Parigi Moutong, Kota Palu, Tolitoli dan Buol yang
telah terbangun perlu dilakukan pembinaan bagi yang belum beroperasional, serta bagi yang
telah berjalan perlu kualitas dan kapasitas produksinya. Selama ini, jenis yang dikembangkan
terutama udang windu, namun 2 hatchery di Kabupaten Banggai telah menghasilkan benur
udang vaname.
Tabel 15. Kawasan Prioritas Pengembangan Sistem Hulu
Wilayah
Prioritas
Parigi Moutong
1
Palu
1
Morowali
1
Banggai
2
Tolitoli
1
Buol
2
Hatchery
Efektifkan
hatchery
Efektifkan
hatchery di Palu
Efektifkan
hatchery
Pengawasan
mutu (5 hatchery)
Efektifkan
hatchery
Efektifkan
hatchery
Sarana
Pembinaan
koperasi dan
atau penyedia
sarana lainnya
Pengawasan
mutu sarana
(penyimpanan,
pengemasan,
petunjuk dan
lain-lain)
Keterangan
Apabila kapasitas
tidak cukup,
hatchery tambahan
atau pengluasan
hatchery menjadi
prioritas
(Parimo/Dongggala)
Sumber vaname
4.2.
Sub Sistem Produksi
Berdasarkan program revitalisasi yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya, maka produksi udang tradisional plus adalah 1 ton/ha, semi-intensif 3 ton/ha dan
intensif 6 ton/ha. Produksi rata-rata di Sulawesi Tengah masih berada di bawah 1 ton/ha, itupun
hampir 50/50 udang dan bandeng. Hal ini menunjukkan bahwa sistem produksi perlu dibenahi.
Pendataan luas, kondisi dan pemanfaatan tambak berdasarkan analisis kesesuaian lahan sangat
diperlukan sebagai dasar penetapan kawasan dan kegiatan pengembangan secara lebih
mendetail.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
27
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
Tabel 16. Kawasan Prioritas Pengembangan Sistem Produksi
Wilayah
Kecamatan
Prioritas
Parigi Moutong
Sausu/Parigi
Moutong/Tomini
Donggala
Morowali
Tolitoli
Gambar 3. Tambak udang yang berdampingan
dengan kawasan persawahan
Banggai
Buol
Tojo Una -Una
Poso
Banawa Selatan,
Balaesang, Damsol,
Sojol
Petasia, Bumiraya,
Witaponda
Tolitoli Utara,
Dakopamean, Galang,
Baolan, Ogo Deide
Teluk Tomini:
Nuhon, Bualemo
Teluk Tolo:
Luwuk Timur, Batui,
Toili
Bukan kawasan
prioritas utama untuk
pengembangan
produksi namun dapat
menjadi prioritas pada
kegiatan pelestarian
sumberdaya
(PROLINDA)
Keterangan
Banyak tambak yang menyalahi aturan green
belt dan sudah/akan terancam oleh abrasi
atau tidak termanfaat karena tidak layak
karena tanah dan lain-lain.
Perlu pengefektifan tambak yang layak
Rehabilitasi tambak yang tidak
layak/menyalahi aturan dan hindari perluasan,
terutama pada kawasan mangrove.
Pembinaan khusus sarana/prasarana fisik
serta mutu dan GAP
Produksi di dominasi oleh usaha besar. Perlu
pembinaan terhadap usaha berskala kecil dan
pengawasan terhadap mutu/GAP khusus
usaha besar.
Hindari perluasan, terutama di kawasan
mangrove, rehabilitasi tambak yang terbuka
namun tidak layak/menyalahi aturan.
Perkembangan di Buol sesuai produksi
hatchery – yang dapat diarahkan pula pada
daerah lain (misalnya Parimo dan Tolitoli).
Menghindari perluasan pada kawasan
mangrove/bekas mangrove dan perbaikan
terhadap kawasan tambak/mangrove rusak.
Pembinaan petani pada tambak yang layak.
4.3.
Gambar 4. Proses pencucian udang setelah panen
Pengembangan sistem produksi berbasis pada kawasan ditujukan untuk peningkatan produktivitas
budidaya tradisional (ekstensif), dari 80 - 100 kg/ha menjadi kisaran 1 ton/ha. Asumsi kenaikan
produksi tersebut adalah akibat intervensi seperti perbaikan konstruksi, GAP, pendampingan dan
penyuluhan, penyebaran informasi, penguatan kelompok, perbaikan mutu dan ketersediaan bibit
terutama udang vaname dan lain-lain. Pengembangan sistem produksi berbasis pada kawasan
bukan berarti harus melakukan perluasan lahan tambak, namun melakukan peningkatan
produktivitas melalui penggunaan teknologi.
28
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Subsistem Hilir
Pengembangan subsistem hilir Sulawesi Tengah meliputi pengolahan dan pemasaran.
Sampai saat ini, pengolahan yang berujung pada peningkatan mutu dan nilai tambah hanya
dilakukan di Kabupaten Banggai dengan adanya dua pabrik pengolahan. Pada kabupaten lainnya
belum ada fasilitas pengolahan, sehingga hasil dijual sebagai udang segar melalui pemasaran lokal
atau ke Sulawesi Selatan.
Para pengusaha tambak udang di Kabupaten Banggai melakukan ekspor ke Perancis serta
antar-pulau dalam negeri. Pemasaran tersebut adalah inisiatif dari pihak swasta dan tidak
memerlukan intervensi selain menjaga agar kebijakan tetap kondusif serta pengawasan terhadap
mutu dan SOP.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
29
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
4.4. Implementasi Strategi Pengembangan
4.4.1. Tahun Ke-I
Tahun pertama merupakan tahap persiapan, sekaligus sebagai landasan yang kuat agar
tahapan berikut dapat mencapai hasil yang optimal dan berkesinambungan setelah waktu tiga
tahun pelaksanaan berakhir.
A. Penyediaan Data dan Informasi
Cakupan data dan informasi yang diperlukan antara lain:
1) Lokasi dan luas tambak yang berfungsi maupun tidak berfungsi
2) Karakteristik fisik lahan tersebut termasuk jenis tanah, pH, ketersediaan/kualitas sumber air
dan sebagainya
3) Jenis,kondisi konstruksi dan infrastruktur seperti pematangan, saluran, pintu air, dan lain-lain
4) Kondisi, permasalahan, tantangan sosio-ekonomi dan budaya dalam pengembangan
budidaya air payau
5) Pengembangan IPTEK berkaitan dengan budidaya air payau baik monokultur maupun
polikultur, kelestarian sumberdaya pesisir, pemanfaatan hasil budidaya udang dan aspek
lainya yang berkaitan dengan pengembangan budidaya udang secara berkelanjutan
Pengkajian terhadap data dan informasi diharapkan menghasilkan antara lain:
1) Kesesuaian lahan khusus budidaya intensif, semi-intensif, sederhana dengan pola
monokultur atau polikultur, ataupun khusus restorasi
2) Kebutuhan restorasi dalam rangka penerapan aturan jalur hijau, peningkatan mutu tambak
yang berfungsi atau layak difungsikan serta penghijauan lahan yang tidak layak sebagai
tambak
3) Identifikasi peluang pengembangan budidaya udang dan nilai tambah berkaitan dengan
usaha budidaya udang melalui perbaikan teknis, diversifikasi komoditas (polikultur),
pemanfaatan limbah olahan dan lain sebagainya
4) Identifikasi lokasi-lokasi percontohan (Demplot) bekerja-sama dengan stakeholders
5) Identifikasi kendala sosial, ekonomi dan budaya serta mitra potensial berupa instansi atau
lembaga yang terkait dalam penanganan masalah
Gambar 5. Diagram Alir Strategi Pengembangan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
(sumber : Grand Strategi Pengembangan Budidaya Udang di Sulawesi Tengah, 2007)
30
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
B. Pembentukan Pusat/Sistem Data dan Informasi:
Pusat/sistem data dan informasi budidaya air payau terdiri dari:
1) Sarana prasarana fisik termasuk lokasi, perangkat komputer keras dan lunak, fasilitas
perpustakaan dan sebagainya
2) Data dan informasi dalam bentuk cetak dan elektronik dalam suatu sistem teratur (data base),
termasuk metadata (data tentang ketersediaan/keberadaan data dan informasi di luar pusat
tersebut)
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
31
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
3) Sumberdaya manusia, yang berfungsi dalam penyebaran data dan informasi pada
stakeholders
C. Penyediaan Sumberdaya Manusia dan Infrastruktur:
1) Needs Assessment
Identifikasi kekuatan yang ada dan kebutuhan dalam pelaksanaan strategy pengembangan
budidaya udang, berdasarkan hasil pendataan dan pengkajian pada Bagian A yang meliputi:
a) Sumberdaya manusia (SDM) baik kualitas/ketrampilan maupun kuantitas, ditindaklanjuti
langsung dengan penyelengaraan pelatihan, magang atau aktivitas lainnya
b) Infrastruktur (misalnya hatchery udang vaname, laboratorium, cold storage/cold chain
atau lainnya), termasuk spesifikasi/jumlah: output adalah perencanaan detail paket
pembangunan padan tahun/tahap II
2) Capacity Building khusus SDM
Fokus utama pada pengembangan internal dan pada para mitra pelaksana program (TOT),
sesuai hasil needs assessment, misalnya melalui:
a) Persiapan pembentukan satgas khusus budidaya udang, termasuk networking dan
informasi pasar
b) Magang pada lokasi/pusat keahlian budidaya udang dan restorasi lahan yang
terdegradasi
c) Pelatihan SDM dalam hal pengendalian pencemaran, pengelolaan kualitas air,
pelaksanaan dan pengawasan GAP (Good Aquaculture Practices), SOP, HACCP dan
standar lainnya berkaitan dengan persyaratan mutu
d) Penerapan keterampilan penyuluhan dan penyediaan jasa konsultasi pada masyarakat
pembudidaya
e) Identifikasi dan pemberdayaan kelembagaan, termasuk kelompok pembudidaya, sistem
dan kelompok pengawasan masyarakat, asosiasi (misalnya MAI), koperasi/kedai, dan
lain-lain
f) Pemberdayaan sistem mikro-kredit & pemodalan lainnya (PPL, LPUM dan lain-lain)
3) Infrastruktur & Lingkungan
Infrastruktur yang telah ada perlu dimanfaatkan secara optimal. Pada tahun I aktivitas yang
diharapkan:
a) Optimalisasi semua unit produksi benih pemerintah yang telah terbangun (3 BBU)
b) Optimalisasi tambak yang seharusnya layak namun memerlukan perbaikan/rehabilitasi
fisik (target: 500 ha)
c) Rehabilitasi lahan tambak yang tidak layak menjadi green belt, fokus pada muara sungai
(target: 500 ha)
32
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
D. Pembangunan Percontohan
Percontohan atau Demplot hendaknya terbangun bersama stakeholders. Penetapan
jenis dan lokasi percontohan yang akan dilaksanakan didasarkan hasil pendataan dan pengkajian
yang mencakup:
1) Percontohan restorasi lahan kritis bekas tambak yang tidak layak sebagai tambak dengan
pola silvofishery
2) Percontohan perbaikan tambak yang tidak layak namun dapat diolah menjadi layak
3) Percontohan polikultur udang - rumput laut guna dengan sekurang-kurangnya satu jenis
invertebrata
4) Percontohan budidaya udang sederhana, semi-intensif dan intensif
5) Percontohan pengunaan limbah olahan udang
4.4.2. Tahun Ke-II
Tahun kedua merupakan tahap pengembangan dari aktivitas Tahun Ke-I
kegiatan sebagai berikut:
dengan
A. Data dan Perencanaan:
Aktivitas berkaitan dengan pengolahan dan penyebaran data dan informasi yang
dikembangkan melalui sistem yang terbangun bersama dengan stakeholders kunci, melalui:
1) Penyediaan jasa serupa dengan perpustakaan
2) Jasa konsultasi
3) Pembuatan dan distribusi bahan dan materi
4) Pembentukan jaringan penyusunan strategi khusus aspek teknis dan lingkungan
5) Pembentukan jaringan penyusunan strategi khusus kendala sosial, ekonomi dan budaya
(sosekbud), termasuk aspek pemasaran dan sebagainya.
B. Pengembangan Teknis
1) Pengembangan dan Pemanfaatan Demplot yang diimanfaatkan sebagai:
a) Sarana riset terapan
b) Sebagai lokasi pelatihan dan magang
c) Sarana sosialiasi dan ekstensi
2) Infrastruktur dan Lingkungan
a) Pembangunan infrastruktur sesuai perencanaan yang tersusun pada Tahap I, seperti
pembenihan, pengolahan dan lain-lain
b) Pengefektifan tambak yang seharusnya layak namun memerlukan perbaikan fisik (target:
800 ha)
c) Secara berkolaborasi dengan program dan instansi lainnya (misalnya
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
33
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
Dinhut/BKSDA/BPDAS Palu-Poso, Bapedalda, SUSCLAM dan lain-lain) rehabilitasi lahan
tambak yang tidak layak (restorasi green belt, lahan kritis dengan fokus pada muara
sungai) (targat: 800 ha)
3) Penerapan di Masyarakat; sosialisasi dan perbaikan teknis yang telah teruji pada Demplot
ataupun pada lokasi lainnya, termasuk:
a) Restorasi dan pelestarian lingkungan budidaya
b) Penerapan GAP, SOP, HACCP dan standar lainnya
c) Penerapan pola polikultur yang menguntungkan dari aspek ekonomi dan ekologi
d) Bekerja sama dengan sektor swasta untuk meningkatkan luas lahan budidaya semiintensif dan intensif
e) Hal-hal lain sesuai hasil pengkajian dan perkembangan program, misalnya penanganan
kendala sosekbud seperti kepemilikan lahan dan permodalan
f) Pembentukkan dan pengefektifan Satgas khusus budidaya udang, termasuk networking
dan informasi pasar
g) Pemberdayaan kelembagaan, termasuk kelompok pembudidaya, sistem dan kelompok
pengawasan masyarakat, asosiasi (misalnya MAI), koperasi/kedai, dan lain-lain
h) Pemberdayaan sistem mikro-kredit & pemodalan lainnya (PPL, LPUM dan lain-lain)
4.4.3. Tahun Ke-III
Tahun ketiga merupakan tahap konsolidasi terhadap aktivitas pada Tahun I dan II, agar
lebih dimantapkan dan diperluaskan terutama dari cakupan geografis. Sebagian aktivitas
merupakan persiapan untuk tindak lanjut pasca program. Aktivitas tersebut dapat berubah sesuai
perkembangan program, namun sejumlah kegiatan yang dapat direncanakan adalah sebagai
berikut:
A. Data dan Perencanaan:
1) Pusat dan Networking, meliputi penguatan dan pematangan pusat data dan informasi serta
networking berjalan terus-menerus.
2) Perencanaan, minimal mencakup:
a) Penggunaan sarana prasarana dan fasilitas lainnya pasca program
b) Strategi umum (minimal 3 tahun) pembangunan lanjutan budidaya air payau dan
pelestarian sumberdaya pesisir berkaitan dengannya
c) Proses perencanaan melibatkan stakeholders (partisipatif)
3) Sosialisasi hasil program dan lessons learned melalui antara lain:
a) Makalah dan artikel pada jurnal ilmiah dan umum yang relevan
b) Presentase pada acara-acara relevan (seminar, konferensi dan lain-lain)
c) Publikasi (pedoman dan lain-lain)
d) Internet (website yang relevan atau khusus), dan lain-lain.
34
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Gambar 6. Wilayah Pengembangan Sub-sistem Hilir
B. Pengembangan Teknis dan Sosekbud
1) Infratruktur dan Lingkungan
a) Pembangunan infrastruktur sesuai perencanaan yang tersusun pada Tahap II
(pembenihan, pengolahan dan lain-lain)
b) Pengefektifan tambak yang seharusnya layak namun memerlukan perbaikan fisik
(target: 800 ha)
c) Secara berkolaborasi dengan program dan instansi lainnya (misalnya
Dinhut/BKSDA/BPDAS Palu-Poso, Bapedalda, SUSCLAM dan lain-lain) rehabilitasi
lahan tambak yang tidak layak (restorasi green belt, lahan kritis dengan fokus pada
muara sungai) (target 800 ha)
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
35
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
2) Pematangan Demplot
Demplot tetap berfungsi sebagai sarana riset maupun ekstensi. Kegiatan riset terapan yang
telah dirancang/dilaksanakan pada Tahun I dan Tahun II tetap berlangsung, dengan menerapkan
siklus adaptif agar menghasilkan prosedur yang aplikatif dan masukan-masukan bagi
penyempurnaan lanjutan.
3) Ekstensi
Apabila demplot dan usaha masyarakat telah berhasil, dengan sendirinya teknologi
budidaya yang terbukti menguntungkan akan cenderung berkembang. Pada tahapan ini, hendak
adanya perhatian lebih mendalam terhadap kendala sosekbud, agar pengembangan budidaya
udang akan berkelanjutan dan memberi manfaat sebesar mungkin bagi masyarakat. Pada semua
aktivitas ekstensi, pendampingan yang memadai merupakan salah satu kunci keberhasilan,
misalnya:
a) Pengefektifan satgas khusus budidaya udang, termasuk networking dan informasi pasar
b) Pemberdayaan kelembagaan, termasuk kelompok pembudidaya, sistem dan kelompok
pengawasan masyarakat, asosiasi (mislanya MAI), koperasi/kedai, dan lain-lain
c) Pemberdayaan sistem mikro-kredit & pemodalan lainnya (PPL, LPUM dan lain-lain)
4) Pengawasan Mutu dan Sertifikasi
Pada tahapan ini, diharapkan bahwa penerapan dan pengawasan terhadap GAP, SOP,
SCHM, dan lain-lain pada semua tahapan produsksi telah berjalan, minimla pada sebagian besar
wilayah produksi, dan proses menuju sertifikasi berjalan ataupun tercapai.
36
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
BAB V
PENUTUP
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah pada
prinsipnya merupakan sebuah gambaran tentang hal yang akan dilakukan dalam
pengembangan sebuah komoditas secara terstruktur. Setidaknya, dampak yang akan
ditimbulkan oleh kegiatan tersebut :
1. Adanya pusat pengelolahan, penyebaran data dan informasi berkaitan dengan budidaya
udang secara khusus dan budidaya air payau secara luas bagi stakeholders
2. Adanya beberapa demplot percontohan yang berfungsi sebagai sarana riset, restorasi
tambak, kawasan mangrove, olahan limbah udang, dan lain-lain
3. Peningkatan produksi budidaya udang berkelanjutan, baik dari volume, mutu serta
peningkatan hasil budidaya air payau lainnya
4. Peningkatan mutu, keragaman produk udang serta nilai jual hasil produksi
5. Peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pendapatan daerah
6. Keterlibatan aktif stakeholders dalam proses pemulihan linkungan pesisir yang telah
terdegradasi akibat aktivitas budidaya air payau, terutama jalur hijau/hutan mangrove
7. Peningkatan kapasitas kelembagaan yang bergerak langsung maupun tidak langsung
dalam pengembangan budidaya air payau
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
37
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
REFERENSI
BPS Sulawesi Tengah, 2008. Sulawesi Tengah dalam Angka.
Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sulawesi Tengah, 2005. Penyusunan Masterplan Kawasan
Pengembangan Budidaya Propinsi Sulawesi Tengah Tahun Anggaran 2005.
Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sulawesi Tengah, 2007. Grand Strategy Pengembangan
Budidaya Udang di Sulawesi Tengah.
38
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Strategi Pengembangan
Kawasan Budidaya Udang
di Provinsi Sulawesi Tengah
Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah
Jl. Undata No. 7, Telp. (0451) 429379 Fax. (0451) 421560
Palu – 94111
Download