DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................

advertisement
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ....................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI .............................. iii
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI........................... iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN .............................................................. viii
DAFTAR ISI........................................................................................................ ix
ABSTRAK ........................................................................................................... xii
ABSTRACT .......................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 9
1.3 Ruang Lingkup Masalah ..................................................................... 9
1.4 Orisinalitas Penelitian ......................................................................... 9
1.5 Tujuan Penelitian ................................................................................ 12
1.5.1
Tujuan Umum ......................................................................... 12
1.5.2
Tujuan Khusus ........................................................................ 12
1.6 Manfaat Penelitian .............................................................................. 13
1.6.1
Manfaat Teoritis ...................................................................... 13
1.6.2
Manfaat Praktis ....................................................................... 13
1.7 Landasan Teoritis ................................................................................ 13
1.8 Metode Penelitian ............................................................................... 19
i
1.8.1
Jenis Penelitian........................................................................ 20
1.8.2
Jenis Pendekatan ..................................................................... 20
1.8.3
Sumber Bahan Hukum ............................................................ 20
1.8.4
Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ...................................... 22
1.8.5
Teknik Analisis Bahan Hukum ............................................... 22
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWENANGAN DAN KPPU
2.1 Kewenangan ...................................................................................... 24
2.1.1 Pengertian Kewenangan ........................................................... 24
2.1.1 Sumber dan Cara Memperoleh Kewenangan ........................... 25
2.2 KPPU ................................................................................................. 29
BAB III
2.2.1
Latar Belakang KPPU ............................................................. 29
2.2.2
Status dan Keanggotaan KPPU ............................................... 32
2.2.2
Tugas, Wewenang dan Fungsi KPPU ..................................... 35
TATA CARA PENANGANAN KASUS DUGAAN PRAKTEK
MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT OLEH
KPPU
3.1 Proses Penanganan Perkara Kasus Dugaan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat ............................................................ 40
3.2 Kewenangan Melakukan Penggeledahan dan Penyitaan Oleh KPPU
dalam Penanganan Kasus Dugaan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat ..............................................................................
ii
61
BAB IV UPAYA PENGUATAN KPPU DALAM PENANGANAN KASUS
DUGAAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA
TIDAK SEHAT
4.1 Kendala KPPU dalam Penanganan Kasus Dugaan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat .......................................................... 64
4.2 Upaya Penguatan KPPU dalam Penanganan Kasus Dugaan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ................................... 68
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 73
5.2 Saran-saran ........................................................................................ 73
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 75
LAMPIRAN-LAMPIRAN
iii
ABSTRAK
KPPU merupakan suatu lembaga independen yang dibentuk sebagai
implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang berwenang melakukan
pengawasan persaingan usaha dan menjatuhkan sanksi. Pasal 36 huruf c UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat disebutkan mengenai wewenang KPPU yang dapat
melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat
atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil
penelitiannya.
Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan
Perkara, tidak mengatur wewenang investigator dalam melakukan pengumpulan
alat bukti berupa Surat dan/atau Dokumen, misalnya terkait dengan
penggeledahan dan penyitaan. Hal tersebut menimbulkan pernyataan apakah
KPPU berwenang untuk melakukan penggeledahan dan penyitaan dalam
menangani kasus dugaan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak usaha
tidak sehat dan bagaimana upaya penguatan yang dilakukan KPPU dalam
penanganan kasus dugaan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian
hukum normatif, yaitu penelitian hukum kepustakaan yang datanya diperoleh dari
mengkaji bahan-bahan pustaka berupa bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder.
Berdasarkan tata cara penanganan perkara, KPPU tidak berwenang untuk
melakukan penggeledahan dan penyitaan dan upaya penguatan yang dilakukan
oleh KPPU yaitu adanya pemberian kewenangan penggeledahan dan penyitaan
dari konstitusi yang diperoleh secara delegasi.
Kata Kunci : Kewenangan, KPPU
iv
ABSTRACT
Commission is an independent agency established as the implementation
of Law No. 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and
Unfair Business Competition authorized to supervise competition and impose
sanctions. Article 36 letter c of Law Number 5 of 1999 concerning Prohibition of
Monopolistic Practices and Unfair Business Competition mention the authority of
the Commission to conduct an investigation or examination of cases of alleged
monopolistic practices and or unfair business competition reported by the public
or by businesses or discovered by the Commission as a result of his research.
Commission Regulation No. 1 Year 2010 on Procedures for Case
Management, does not regulate the authority of investigators in collecting
evidence in the form letter and / or documents, for example relating to search and
seizure. This raises a statement of whether the Commission is authorized to
conduct search and seizure in cases of alleged monopolistic practices and
business competition unfair and how the efforts undertaken to strengthen the
Commission in handling cases of alleged monopolistic practices and unfair
business competition. The method used in this thesis is a normative legal
research, legal research literature that the data obtained from reviewing the
materials library in the form of primary legal materials and secondary law.
Based on the procedures for handling the case, the Commission is not
authorized to conduct search and seizure and strengthening the efforts undertaken
by the Commission, ie the provision of search and seizure authority of the
constitution obtained by delegates.
Keywords: Authority, Commission
v
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kemajuan pembangunan menghasilkan banyak dampak yang positif antara
lain dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat. Hal tersebut didorong oleh
kebijakan pembangunan di berbagai bidang, termasuk kebijakan pembangunan
bidang ekonomi yang tertuang dalam Garis – Garis Besar Haluan Negara dan
Rencana Pembangunan Lima Tahunan, serta berbagai kebijakan ekonomi lainnya.
Peluang-peluang usaha yang tercipta selama tiga dasawarsa yang lalu
dalam kenyataannya belum membuat seluruh masyarakat mampu dan dapat
berpartisipasi dalam pembangunan di berbagai sektor ekonomi. Perkembangan
usaha swasta selama periode tersebut, disatu sisi diwarnai distorsi, di sisi lain,
perkembangan usaha swasta dalam kenyataannya sebagian besar merupakan
perwujudan dari kondisi persaingan usaha yang tidak sehat.
Perjalanan panjang sejarah monopoli di Indonesia ternyata berawal sejak
zaman VOC melakukan perdagangan atau pembelian rempah-rempah di
Indonesia, hampir 400 tahun silam, tepatnya 20 Maret 1602, kemudian berlanjut
VOC melakukan ekspansi militer dalam bentuk penjajahan di kepulauan
Nusantara. Sisa peninggalan sistem perekonomian kolonial Belanda ini,
berdampak sangat buruk terhadap dunia usaha termasuk sisa peninggalan sikap
mental pelaku usaha dan para pejabat yang senang mengambil jalan pintas berupa
1
pemberian upeti (gaya raja-raja tempo dulu), hingga ke birokrat dengan
sifat patron-klien. 1
Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan adanya
penguasaan oleh negara terhadap cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Namun kenyataannya pada masa
pemerintahan Orde Baru, sangat terasa nuansa sistem ekonomi yang monopolistis,
karena memang dirancang untuk itu, sistem kronisme di dunia usaha tumbuh
subur. Monopoli bidang usaha diberikan kepada beberapa gelintir teman dekat dan
anak-anak dari pemegang kekuasaan. Praktek ketatanegaraan menunjukkan bahwa
larangan monopoli yang ada dalam UUD 1945 dikebiri, dan dalil yang
dikemukakan bahwa monopoli (Pasal 33 UUD 1945) dilakukan untuk
kepentingan rakyat adalah bohong besar, karena ternyata yang diuntungkan adalah
penguasa dan kroni-kroninya, hingga sampai saat timbulnya krisis moneter, yang
kemudian melahirkan Undang-Undang Nomor Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pada saat yang sama
berakhir pulalah sistem perekonomian Indonesia yang monopolistik sejak zaman
VOC tempo dulu hingga tamatnya pemerintahan Orde Baru, hingga hampir 4
abad sistem monopolistik merajai perekonomian Indonesia.2
Situasi dan kondisi tersebut, menuntut untuk dicermati dan ditata kembali
kegiatan usaha di Indonesia, agar dunia usaha dapat tumbuh serta berkembang
1
Rico Andriyan Pakpahan, 2014, “Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
dalam Penanganan Kasus Dugaan kartel Terkait Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat”, Tesis Fakultas Hukum Universitas Atmajaya, Yogyakarta, h. 2.
2
Suharsil dan Mohammad Taufik Makarao, 2010. Hukum Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 242-243.
2
secara sehat dan benar, sehingga tercipta iklim persaingan usaha yang sehat, serta
terhindarnya pemusatan kekuatan ekonomi pada perorangan atau kelompok
tertentu, antara lain dalam bentuk praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat yang merugikan masyarakat, yang bertentangan dengan cita-cita keadilan
sosial.
Negara maju seperti Amerika Serikat, yang menjunjung tinggi etika bisnis,
perbuatan monopoli dan persaingan tidak sehat dalam kegiatan bisnis sangat
dilarang dan dicela. Pemerintah Amerika Serikat dan beberapa negara maju
lainnya, yang kegiatan ekonominya berkembang pesat, membentuk suatu undangundang untuk mencegah terjadinya perilaku monopolistik dan persaingan tidak
sehat dalam kegiatan ekonomi.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat kemudian disusun, yang
dimaksudkan untuk menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan
yang sama bagi setiap pelaku usaha di dalam upaya untuk menciptakan persaingan
usaha yang sehat. Sesungguhnya keinginan untuk mengatur larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dapat dijumpai dalam beberapa
peraturan perundang-undangan yang ada. Praktek-praktek dagang yang curang
(unfair trading practices) dapat dituntut secarapidana berdasarkan Pasal 382 bis
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, demikian pula pesaing yang dirugikan
akibat praktek-praktek dagang yang curang tersebut, dapat dituntut secara perdata
berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sebelum adanya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, pengaturan larangan praktek monopoli
3
dan persaingan usaha tidak sehat masih diatur secara parsial dan tersebar ke
berbagai peraturan perundang-undangan yang ada. Saat ini bagi Negara Indonesia
pengaturan persaingan usaha bersumber pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.3
Persaingan usaha yang sehat (fair competition) akan memberikan akibat
positif bagi pelaku usaha, sebab dapat menimbulkan motivasi atau rangsangan
untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, inovasi, dan kualitas produk yang
dihasilkannya. Selain menguntungkan bagi para pelaku usaha, tentu saja
konsumen memperoleh manfaat dari persaingan usaha yang sehat itu, yaitu
dengan adanya penurunan harga, banyak pilihan dan peningkatan kualitas produk.
Sebaliknya, apabila terjadi persaingan usaha yang tidak sehat (unfair competition)
antara pelaku usaha tentu berakibat negatif tidak saja bagi pelaku usaha dan
konsumen, tetapi juga memberikan pengaruh negatif bagi perekonomian
nasional.4
Penjelasan bagian umum atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan
ditegaskan kembali dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, bahwa UndangUndang Anti Monopoli mengambil landasan kepada suatu demokrasi ekonomi
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kristalisasinya adalah menjaga
3
Rachmadi Usman, 2013, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, h. 25-26.
4
Hermansyah, 2008, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, h. 9-10.
4
keseimbangan antara si pelaku usaha dengan kepentingan umum, dengan tujuan
untuk :
1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi serta
melindungi konsumen;
2. Menumbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui terciptanya persaingan
usaha yang sehat, dan menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama
bagi setiap orang;
3. Mencegah praktek-praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
yang ditimbulkan pelaku usaha;
4. Menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha dalam rangka
menciptakan
efisiensi
ekonomi
nasional
sebagai
salah
satu
upaya
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta peraturan
pelaksanaannya, diharapkan dapat berjalan efektif sesuai asas dan tujuannya,
maka berdasarkan Pasal 30 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Presiden
Republik Indonesia melalui Pasal 1 Ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 75
Tahun 1999 membentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (selanjutnya
disingkat KPPU), yaitu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh
pemerintah dan pihak lain, yang berwenang melakukan pengawasan persaingan
5
usaha dan menjatuhkan sanksi. Sanksi tersebut berupa tindakan administratif,
sedangkan sanksi pidana adalah wewenang pengadilan.5
Pasal 36 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat disebutkan mengenai
wewenang KPPU yang dapat melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan
terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan
oleh Komisi sebagai hasil penelitiannya, namun dalam pelaksanaannya wewenang
tersebut belum dapat dilaksanakan secara efektif oleh KPPU. 6
Menurut Komisioner KPPU Ketua Bidang Pengkajian Munrokim
Misanam, KPPU harus mencari bukti secara memutar karena tak memiliki
wewenang untuk melakukan penggeledahan, penyitaan, dan eksekutorial terkait
kasus dugaan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang terjadi di
dunia usaha. Keterbatasan wewenang ini menjadikan kerja KPPU dalam
menuntaskan kasus-kasus praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
menjadi terhambat.7
Kebijakan persaingan usaha memiliki dua pendekatan, yaitu pendekatan
Rule of Reason dan pendekatan Per Se Illegal. Pembuktian dengan pendekatan
Rule of Reason memerlukan alasan-alasan tertentu berupa dokumen atau alat bukti
lain yang harus didapat oleh KPPU dalam melakukan penyelidikan dan
5
Suyud Margono, 2009, Hukum Anti Monopoli, Sinar Grafika, Jakarta, h. 137.
Ibid, h. 137-139.
7
Hukum Online, 2013, “Keterbasan Wewenang KPPU Hambat Penuntasan Kartel”, URL:
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51504b2ed3574/keterbatasan-wewenang-kppuhambat-penuntasan-kartel diakses tanggal 23 September 2016.
6
6
pemeriksaan untuk membuktikan adanya pelanggaran terhadap Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat. Untuk mendapatkan bukti tersebut KPPU memerlukan kewenangan
untuk melakukan penggeledahan dan penyitaan yang tidak diatur dalam UndangUndang tersebut. 8
Tata cara penyelidikan yang dilakukan KPPU diatur pada Pasal 29
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Penanganan Perkara, Pasal tersebut memberikan wewenang pada unit kerja
yang membidangi investigasi menugaskan investigator untuk melakukan
Penyelidikan. Investigator adalah pegawai Sekretariat Komisi yang ditugaskan
oleh Komisi untuk melakukan kegiatan atau membacakan laporan dugaan
pelanggaran pada pemeriksaan pendahuluan, mengajukan alat bukti dan
menyampaikan kesimpulan pada pemeriksaan lanjutan.
Alat bukti yang dimaksud adalah sebagaimana diatur pada Pasal 72 ayat 1
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Penanganan Perkara berupa:
1. Keterangan Saksi;
2. Pendapat Ahli;
3. Surat dan/atau Dokumen;
4. Petunjuk;
5. Keterangan Terlapor.
8
Rico Andriyan Pakpahan, op.cit, h. 9.
7
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2010
tentang Tata Cara Penanganan Perkara, tidak mengatur wewenang investigator
dalam melakukan pengumpulan alat bukti berupa Surat dan/atau Dokumen,
misalnya terkait dengan penggeledahan, wewenang tersebut diperlukan oleh
investigator, terutama terkait pencarian alat bukti surat atau dokumen yang
dimiliki oleh pelaku usaha. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor
1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara memang mewajibkan
pelapor dan terlapor untuk menyerahkan surat dan/atau dokumen yang dimiliki
kepada majelis komisi, namun tanpa berburuk sangka, kewajiban tersebut sangat
mungkin tidak dilakukan oleh pelapor dan terlapor demi menghindari dugaan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, yang apabila terbukti akan
dijatuhi sanksi pada putusan yang dijatuhkan oleh KPPU.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis di dalam penulisan skripsi ini
mengangkat judul, yaitu “Pengaturan Kewenangan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) dalam Penanganan Kasus Dugaan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka kiranya penulis perlu mengemukakan
permasalahan yang ada dalam penelitian ini, yaitu:
8
1. Apakah KPPU berwenang untuk melakukan penggeledahan dan penyitaan
dalam penanganan kasus dugaan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat?
2. Bagaimanakah upaya penguatan yang dilakukan KPPU dalam penanganan
kasus dugaan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Untuk lebih terarahnya tulisan ini perlu kiranya diadakan pembatasan
terhadap masalah tersebut. Hal ini untuk menghindari adanya pembahasan yang
menyimpang dari permasalahan yang dikemukakan. Maka dari itu, penulis akan
memaparkan ruang lingkup dari tulisan ini.
Pada pokok permasalahan yang pertama akan dibahas mengenai Tata cara
penanganan perkara oleh KPPU berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan
Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara
serta kewenangan KPPU melakukan penggeledahan dan penyitaan berdasarkan
tata cara penangan perkara tersebut.
Pada pokok permasalahan yang kedua akan dibahas mengenai kendala KPPU
dalam penanganan kasus dugaan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat tanpa adanya kewenangan penggeledahan dan penyitaan serta upaya
penguatayang dilakukan KPPU dengan keterbatasan wewenang yang dimilikinya
saat ini dalam memaksimalkan penanganan kasus dugaan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat.
1.4 Orisinalitas Penelitian
9
Sebuah karya penulisan yang mencoba melihat permasalahan dalam hal
efektivitas KPPU sebagai lembaga yang independen dalam penanganan kasus
dugaan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, tentu saja penulisan
ini bukan merupakan sebuah penulisan yang bersifat baru sama sekali. Penulisan
sejenis yang sudah pernah dilakukan sebelumnya, yaitu:
1.
I Gusti Ngurah Alit Indra Wirananjaya, Tahun 2012, Fakultas Hukum
Universitas Udayana, dengan judul “Pengawasan KPPU Terhadap Merger
Ditinjau dari PP No. 57 Tahun 2010 yang dapat Mengakibatkan Terjadinya
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat”.
2.
Gede Adhitya Ariawan, Tahun 2014, Fakultas Hukum Universitas Udayana,
dengan judul “Implementasi Pasal 22 Tentang Persekongkolan oleh Komisi
Pengawas Persaingan Usaha dalam Kasus Penjualan Saham dan Compertible
Bonds PT. Indomobil Sukses Internasional”.
Untuk jelasnya dapat dilihat dari table dibawah ini:
No.
1.
Penulis
Judul
Rumusan Masalah
I Gusti
Pengawasan KPPU Terhadap
1. Bagaimanakah
Ngurah Alit
Merger Ditinjau dari PP No.
hukum
Indra
57 Tahun 2010 yang dapat
pelaksanaan
Wirananjaya
Mengakibatkan Terjadinya
menurut
Praktek Monopoli dan
Tahun 2010?
akibat
terhadap
PP
Merger
Persaingan Usaha Tidak Sehat 2. Bagaimanakah
No.
pengawasan
Pengawas
10
57
bentuk
Komisi
Persaingan
Usaha
(KPPU)
dalam
pelaksanaan Merger?
2.
Gede Adhitya
Implementasi Pasal 22
1. Bagaimanakah
Komisi
Ariawan
Tentang Persekongkolan oleh
Pengawas
Komisi Pengawas Persaingan
Usaha
Usaha dalam Kasus Penjualan
mengimplementasikan
Saham dan Compertible
unsur-unsur
Bonds PT. Indomobil Sukses
persekongkolan
Internasional
kasus penjualan sahan
Persaingan
dalam
dan Compertible Bonds
PT. Indomobil Sukses
Internasional?
2. Mengapa
Komisi
Putusan
Pengawas
Persaingan Usaha Nomor
03/kppu-1/2002 tentang
kasus penjualan sahan
dan Compertible Bonds
PT. Indomobil Sukses
Internasional dibatalkan
oleh Mahkamah Agung?
1.5 Tujuan Penelitian
11
a. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan kewenangan KPPU
dalam penanganan kasus dugaan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk
mengetahui
apakah
KPPU
berwenang
untuk
melakukan
penggeledahan dan penyitaan dalam tata cara penanganan perkara terkait
kasus dugaan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun
2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara.
2. Untuk mengetahui upaya penguatan yang dilakukan KPPU dalam
penanganan kasus dugaan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat.
1.6 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Seluruh hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan penelitian
hukum selanjutnya bagi lembaga Fakultas Hukum Universitas Udayana dan
sebagai bahan referesi pada perpustakaan. Selain itu hasil penelitian ini juga
dapat digunakan sebagai bahan pengembangan ilmu hukum perdata,
12
khususnya dalam Undang-Undang yang mengatur bidang hukum persaingan
usaha.
b. Manfaat Praktis
1. Memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengungkapkan argument
dan pandangan terhadap permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
2.
Memberikan informasi mengenai pengaturan kewenangan KPPU dalam
menangani kasus dugaan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Peraturan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Penanganan Perkara.
1.7 Landasan Teori
Pasal 30 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatakan bahwa status KPPU
adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan
Pemerintah serta pihak lain. Dalam melaksanakan tugasnya, KPPU bertanggung
jawab kepada Presiden. Walaupun demikian, KPPU tetap bebas dari pengaruh dan
kekuasaan Pemerintah, sehingga kewajiban untuk memberikan laporan adalah
semata-mata merupakan pelaksanaan prinsip administrasi yang baik. Selain itu,
berdasarkan Pasal 35 Huruf g Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU juga
berkewajiban untuk menyampaikan l aporan berkala atas hasil kerja KPPU kepada
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pelaporan langsung oleh KPPU kepada DPR
13
tersebut memang sesuai dengan kebiasaan internasional.9
Penegakan hukum
dapat juga dilihat sebagai proses yang melibatkan manusia di dalamnya10,
manusia yang ada di dalamnya dapat diartikan sebagai pelaku usaha ataupun
aparat yang diberikan wewenang melakukan penegakan hukum, dalam hal ini
lebih dititikberatkan pada aparat yang diberikan wewenang melakukan penegakan
hukum persaingan usaha yaitu KPPU.
Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, monopoli diartikan sebagai
penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan
jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha, sedangkan
pengertian praktek monopoli menurut Pasal 1 Angka 2 Undang- Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang
mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau
jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum. Yang dimaksud dengan pemusatan kekuatan
ekonomi di atas menurut Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah
penguasaan yang nyata atas suatu pasar bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku
9
Knud Hansen et.al., 2001, Undang-Undang No. 5 Tahun 1999: Undang-Undang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat = Law Concerning the
Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Competition, Katalis, Jakarta, h. 370.
10
Satjipto Rahardjo, 2002, Sosiologi Hukum, Muhammadiyah University Press,
Surakarta, h. 174.
14
usaha sehingga dapat menentukan harga barang dan atau jasa.11 Selain itu,
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang disebut monopoli adalah situasi
pengadaan barang dagangan tertentu (di pasar lokal atau nasional) sekurangkurangnya sepertiga dikuasai oleh satu orang atau satu kelompok, sehingga
harganya dapat dikendalikan, seperti penguasaan minyak bumi dan gas alam oleh
pemerintah dan hak tunggal untuk berusaha lainnya.12
Menurut Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang dimaksud
dengan persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang
dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat
persaingan usaha.13
Kewenangan yang dimiliki oleh KPPU sebagai
organ (institusi)
pemerintahan dalam melakukan perbuatan nyata (riil), mengadakan pengaturan
atau mengeluarkan keputusan selalu dilandasi oleh kewenangan yang diperoleh
dari konstitusi secara atribusi, delegasi, maupun mandat.
J.G. Brouwer berpendapat bahwa atribusi merupakan kewenangan yang
diberikan kepada suatu organ (institusi) pemerintahan atau lembaga Negara oleh
suatu badan legislatif yang independen. Kewenangan ini adalah asli, yang tidak
diambil dari kewenangan yang ada sebelumnya. Badan legislatif menciptakan
11
Suhasril dan Mohammad Taufik Makarao, 2010, Hukum Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, h. 250.
12
Ibid, h. 26.
13
Ibid, h. 251.
15
kewenangan mandiri dan bukan perluasan kewenangan sebelumnya dan
memberikan kepada organ yang berkompeten.
Delegasi adalah kewenangan yang dialihkan dari kewenangan atribusi dari
suatu organ (institusi) pemerintahan kepada organ lainnya sehingga delegator
(organ yang telah memberi kewenangan) dapat menguji kewenangan tersebut atas
namanya, sedangkan pada Mandat, tidak terdapat suatu pemindahan kewenangan
tetapi pemberi mandat (mandator) memberikan kewenangan kepada organ lain
(mandataris) untuk membuat keputusan atau mengambil suatu tindakan atas
namanya.14
Menurut F.A.M. Stroink yang dikutip dalam buku Abdul Rasyid Thalib,
kewenangan harus dilandasi oleh ketentuan hukum yang ada (konstitusi),
sehingga kewenangan tersebut merupakan kewenangan yang sah. Dengan
demikian, pejabat (organ) dalam mengeluarkan keputusan didukung oleh sumber
kewenangan tersebut. Stroink menjelaskan bahwa sumber kewenangan dapat
diperoleh bagi pejabat atau organ (institusi) pemerintahan dengan cara atribusi,
delegasi dan mandat. Kewenangan organ (institusi) pemerintah adalah suatu
kewenangan
yang dikuatkan oleh hukum positif guna mengatur dan
mempertahankannya. Tanpa kewenangan tidak dapat dikeluarkan suatu keputusan
yuridis yang benar.15
14
Maria Farida Indrati S., 2007, Ilmu Perundang-Undangan 1, Kanisius, Yogyakarta, h.
55.
15
Abdul Rasyid Thalib, 2006, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Aplikasinya dalam
Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 219.
16
Selanjutnya, untuk menjalankan kewenangan atribusi yang diberikan oleh
Undang-Undang, maka KPPU dalam membuktikan adanya pelanggaran terhadap
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat berlandaskan kepada teori hukum persaingan
usaha, yaitu :
1. Teori Balancing
Teori balancing atau teori keseimbangan ini lebih menitikberatkan kepada
pertimbangan apakah tindakan yang dilakukan seorang pelaku pasar menjurus
kepada pengebirian atau bahkan penghancuran persaingan pasar atau sebaliknya
bahkan dapat lebih mempromosikan persaingan tersebut. Teori ini juga
mempertimbangkan kepentingan ekonomi sosial, termasuk kepentingan pebisnis
kecil.
2. Teori Pendekatan Per Se
Pendekatan Per Se disebut juga per se illegal. Larangan-larangan yang
bersifat Per Se adalah larangan yang bersifat jelas, tegas dan mutlak dalam rangka
memberikan kepastian kepada pelaku usaha. Larangan ini bersifat tegas dan
mutlak disebabkan perilaku yang sangat mungkin merusak persaingan sehingga
tidak perlu lagi melakukan pembuktian akibat perbuatan tersebut.Tegasnya,
pendekatan per se melihat perilaku atau tindakan yang dilakukan adalah
bertentangan dengan hukum. Pada pendekatan ini pelaku usaha pelapor tidak
perlu membuktikan adanya dampak suatu perjanjian yang dibuat oleh pelaku
usaha pesaingnya. Hukum anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di
berbagai negara menetapkan perbuatan yang masuk dalam per se dalam dua hal,
17
yakni:
a. Penetapan harga secara horizontal (Horizontal Price Fixing)
Penetapan harga secara horizontal adalah penetapan harga yang dilakukan
pelaku usaha yang memproduksi atau menjual produk atau jasa yang sama
dalam menaikkan harga, mengatur, mematok harga dari barang-barang atau
jasa. Pemeriksaan yang dilakukan atas pengaduan, maka pihak penggugat yang
dibebani untuk membuktikan telah terjadi perjanjian penetapan harga.
b. Perjanjian yang bersifat ekslusif atau memboikot pihak ketiga
(Group Boycotts or Exclusionary Crovisions)
Pendekatan terjadi jika dua atau lebih pelaku usaha dari suatu bagian atau
penyalur tertentu mengadakan perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
untuk tidak menyediakan barang atau jasanya kepada pelaku usaha tertentu.
3.
Teori Pendekatan Rule of Reason
Pendekatan rule of reason adalah kebalikan per se illegal. Pendekatan ini
hukuman terhadap perbuatan yang dituduhkan melanggar hukum persaingan harus
mempertimbangkan situasi dan kondisi kasus. Karenanya, perbuatan yang
dituduhkan tersebut harus diteliti lebih dahulu, apakah perbuatan itu telah
membatasi persaingan secara tidak patut. Untuk itu disyaratkan bahwa penggugat
dapat menunjukkan akibat yang ditimbulkan dari perjanjian, kegiatan, dan posisi
dominan yang telah menghambat persaingan atau menyebabkan kerugian. Teori
rule of reason mengharuskan pembuktian, mengevaluasi mengenai akibat
perjanjian, kegiatan, atau posisi dominan tertentu guna menentukan apakah
perjanjian atau kegiatan tersebut menghambat atau mendukung persaingan.
18
Pembuktian harus melihat seberapa jauh tindakan yang merupakan antipersaingan
tersebut berakibat pada pengekangan persaingan di pasar. Sebuah tindakan dalam
rule of reason tidak secara otomatis dilarang, meskipun perbuatan yang
dituduhkan tersebut kenyataannya terbukti telah dilakukan. Pendekatan ini
memungkinkan pengadilan untuk melakukan interpretasi terhadap undang-undang
dan juga interprestasi pasar. 16
1.8 Metode Penelitian
Penelitian merupakan sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan
maupun teknologi. Hal tersebut disebabkan oleh karena penelitian bertujuan untuk
mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodelogis, dan konsisten.17
Adapun metode penelitian yang digunakan pada penulisan ini adalah sebagai
berikut:
a. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi
ini adalah
penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif sebagai penelitian hukum
kepustakaan yang datanya diperoleh dari mengkaji bahan-bahan pustaka berup
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang lazimnya disebut sebagai
data sekunder.18
b. Jenis Pendekatan
16
Mustafa Kamal Rokan, 2010, Hukum Persaingan Usaha (Teori dan Praktekya di
Indonesia), PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta h. 60-66.
17
Soerjono Sukanto dan Sri Madmuji, 2011, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.1.
18
Hilman Adikusuma, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum,
C.V Mandar Maju, Bandung, h. 60.
19
Dalam kaitannya dengan penelitian normatif, penelitian ini menggunakan
beberapa pendekatan yaitu:
1) Pendekatan perundang-undangan (statute approach)
Pendekatan perundang-undangan adalah suatu pendekatan yang
dilakukan terhadap berbagai aturan hukum yang berkaitan dengan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
2) Pendekatan Konsep (konseptual approach)
Pendekatan konsep digunakan untuk memahami konsep-konsep hukum
mengenai kewenangan KPPU.
c. Sumber Bahan Hukum
Dengan berpangkal tolak dari permasalahan yang ada, maka dalam
penelitian ini terdapat bahan-bahan hukum yang terdiri dari :
a. Bahan Hukum Primer, yaitu berupa peraturan perundang-undangan
yang berlaku terkait dengan permasalah yang diangkat. Dalam
penelitian ini bahan hukum yang digunakan meliputi:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33.
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1999
tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
20
4. Peraturan KPPU Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Penanganan Perkara.
5. Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pedoman Tugas
Pokok, Fungsi dan Wewenang Ketua/Wakil Ketua Komisi,
Anggota Komisi, dan sekretariat Komisi dalam Lingkungan komisi
Pengawas Persaingan Usaha.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang,
buku-buku hukum, hasil penelitian, pendapat para pakar (doktrin),
serta jurnal-jurnal hukum. Dalam penelitian ini bahan hukum sekunder
yang digunakan berupa buku-buku atau literature, hasil-hasil karya dari
kalangan hukum serta artikel-artikel yang diperoleh dari media cetak
maupun media elektronik yang berkaitan dengan permasalahan yang
diangkat pada penelitian ini.
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk
mengenai penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder.
d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan-bahan hukum yang digunakan dalam pemenuhan
bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder guna
penelitian ini adalah teknik studi kepustakaan (study document) yang dilakukan
terhadap bahan-bahan hukum yang sesuai dengan permasalahan yang ada dengan
21
menggunakan teknik membaca serta mencatat dengan sistem kartu sehingga dapat
lebih mudah dipahami,
e. Teknik Analisis Bahan Hukum
Untuk menganalisa bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan maka
dipergunakan beberapa teknik analisis data yaitu:
a. Teknik Deskriptif, dengan menggunakan teknik ini peneliti
menguraikan secara apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi
dan proposi-proposisi hukum atau non hukum.
b. Teknik Interpretasi berupa penggunaan jenis-jenis penafsiran
dalam ilmu hukum.
c. Teknik Evaluasi merupakan penilaian berupa tepat atau tidak tepat,
setuju atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah, oleh
peneliti terhadap pernyataan perumusan norma, keputusan baik
yang tertera dalam bahan primer dan bahan sekunder
d. Teknik Argumentasi berupa penyataan-pernyataan yang berasal
dari pemikiran atau analisis penulis yang dituangkan dalam bentuk
tulisan.19
19
Fakultas Hukum, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana,
Denpasar, h. 82.
22
Download